i
KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN DAN PENGETAHUAN
MASYARAKAT DESA SIALAMBUE KECAMATAN BARUMUN
KABUPATEN PADANG LAWAS SUMATERA UTARA
SEBAGAI OBAT DAN KERAJINAN TANGAN
HAMISA DAULAY
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1442 H
ii
KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN DAN PENGETAHUAN
MASYARAKAT DESA SIALAMBUE KECAMATAN BARUMUN
KABUPATEN PADANG LAWAS SUMATERA UTARA
SEBAGAI OBAT DAN KERAJINAN TANGAN
Oleh:
Hamisa Daulay
1116095000022
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1442 H
iii
iv
v
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL
KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU
KARYA ILMIAH DARI PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2020
Hamisa Daulay
11160950000022
vi
ABSTRAK
Hamisa Daulay, Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Pengetahuan Masyarakat
Desa Sialambue Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Sumatera Utara
sebagai Obat dan Kerajinan Tangan. Dibawah bimbingan Dr.Priyanti, M.Si. dan
Dr. Dasumiati, M.Si.
Desa Sialambue Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara
memiliki tradisi dalam memanfaatkan tumbuhan lokal untuk kesehatan dan sumber mata
pencaharian masyarakat. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui keanekaragaman
jenis tumbuhan dan pengetahuan masyarakat lokal dalam pemanfaatannya sebagai obat
dan kerajinan tangan di Desa Sialambue. Penelitian dilakukan dengan metode survei dan
wawancara untuk mengetahui keberadaan tumbuhan di desa tersebut. Wawancara
dilakukan kepada 59 responden yang ditentukan dengan teknik snowball sampling.
Responden terdiri dari peraji, pengrajin, dan masyarakat. Data dianalisis secara kualitatif
deskriptif. Tumbuh-tumbuhan yang berhasil diidentifikasi sebanyak 23 jenis dari 16
famili yang dimanfaatkan sebagai obat dan 6 jenis dari 3 famili yang dimanfaatkan
sebagai kerajinan tangan. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai sebagai obat,
yaitu getah, daun, bunga, buah, dan seluruh bagian tumbuhan dengan berbagai cara
pengolahan, seperti dihaluskan, ditumbuk, direbus, dikunyah, dipotong kecil-kecil, dan
tanpa pengolahan. Masyarakat yang menggunakan tumbuhan obat umumnya adalah
perempuan dengan tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) dengan mata pencaharian
buruh atau petani. Bagian tumbuhan yang digunakan untuk kerajinan tangan, yaitu
batang, daun, ijuk, dan buah dengan cara pengolahan dianyam dan dibakar. Masyarakat
Desa Sialambue masih menggunakan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan baku obat dan
kerajinan tangan.
Kata kunci: Anyaman; Desa Sialambue; Kerajinan tangan; Tumbuhan obat
vii
ABSTRACT
Hamisa Daulay, Plant Species Diversity and Local People’s Knowledge in Sialambue
Village Barumun District Padang Lawas Regency North Sumatra Province of
Medicinal Plants and Handicrafts. Under the supervision of Dr.Priyanti, M.Si. and
Dr. Dasumiati, M.Si.
Sialambue Village Barumun District Padang Lawas Regency North Sumatra Province
have a tradition in utilizing local plants for health and community sources of livelihood.
The purpose of this study was to determine the diversity of plats species and people’s
knowledge in their use medical plants and handycrafts in Sialambue Village. The
research was conducted using a survey method and interviews the presence plants in the
village. Interviews with 59 respondents of peraji, craftment, and the community. Data
analyzed qualitatively descriptive. Vegetation identified 23 types of plants from 16
families used as medicine and 6 types from 3 families used as handycrafts. The used
plants of medicine is leaves, Flowers, fruit, and all parts of the plant by various methods,
such as puree, ground, boiled, crushed, cut into small, and without processing. The people
use medicinal plants are generelly women with elementary education (SD) and a
farmer’s. Parts of plants used handycrafts is the stem, leaves, fiber, fruit with proces
woven, and burned. Sialambue Village people still use plants as raw materials for
medicine and handicrafts.
Keywords: Handycrafts; Medicinal plants; Sialambue Village; Wickerwork
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu terpanjat kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karuniaNya yang dianugerahkan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi yang
berjudul “Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Pengetahuan Masyarakat Desa
Sialambue Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Sumatera Utara
sebagai Obat dan Kerajinan Tangan” ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat
beserta salam penulis sampaikan pada sebaik-baiknya suri tauladan, yakni junjungan kita
semua Habibana wa Nabiyina Muhammad SAW.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan
berkat bantuan, dukungan, bimbingan, dan arahan dari banyak pihak. Penulis
mengucapkan terima kasih tidak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M. Env. Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Priyanti, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai Pembimbing
I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi.
3. Narti Fitriana, M.Si selaku Sekretaris Program Studi yang membantu kelancaran
penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Dasumiati, M.Si selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis selama penyusunan laporan penelitian.
5. Sahlan Hasibuan, selaku Kepala Desa Sialambue Kecamatan Barumun Kabupaten
Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara yang telah mengizinkan penulis
melaksanakan penelitian.
6. Para narasumber dan seluruh warga Desa Sialambue yang telah banyak memberikan
informasi kepada penulis.
7. Segenap Dosen Biologi yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis.
8. Mahasiswa/i Biologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya angkatan 2016, yang telah memberikan motivasi dan semangat
seperjuangan dalam penyelesaian laporan penelitian.
ix
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Jakarta, Desember 2020
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK .............................................................................................................................. vi
ABSTRACT .......................................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 1
2.1 Etnobotani.................................................................................................................... 1
2.2 Tumbuhan Obat ........................................................................................................... 2
2.3 Tumbuhan untuk Kerajinan Tangan ............................................................................ 2
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................................... 11
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................... 11
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................................... 12
3.3 Cara Kerja .................................................................................................................. 12
3.3.1 Menentuan Responden dan Wawancara ............................................................. 12
3.3.2 Survei dan Identifikasi Tumbuhan ....................................................................... 12
3.3.3. Pembuatan Deskripsi Tumbuhan ......................................................................... 13
3.4 Analisis Data ............................................................................................................. 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................ 14
4.1 Karekteristik Responden dalam Memanfaatkan Tumbuhan sebagai Obat ............... 14
4.1.1 Tingkat Pendidikan ................................................................................................. 14
4.1.2 Tingkat Mata Pencaharian ...................................................................................... 16
4.1.3 Jenis Kelamin ........................................................................................................... 17
4.2 Karekteristik Responden Memanfaatkan Tumbuhan sebagai Kerajinan Tangan ..... 18
4.2.1 Tingkat Pendidikan ................................................................................................. 18
4.2.2 Tingkat Mata Pencaharian ...................................................................................... 19
4.2.3 Jenis Kelamin ........................................................................................................... 20
4.3 Jenis-Jenis Tumbuhan Obat dan Cara Pengolahannya di Desa Sialambue ................ 29
4.4 Bagian yang dimanfaatkan ........................................................................................ 39
4.5 Jenis Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai Kerajinan Tangan di Desa Sialambue 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 49
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 49
xi
5.2 Saran .......................................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 50
LAMPIRAN ........................................................................................................................... 53
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta lokasi penelitian Desa Sialambue ................................................................... 9
Gambar 2. Tipologi responden pemanfaatan tumbuhan obat berdasarkan pendidikan ....... ..14
Gambar 3. Tipologi responden pemanfaatan tumbuhan obat tingkat berdasarkan mata
pencaharian .......................................................................................................... 16
Gambar 4. Tipologi responden pemanfaatan tumbuhan obat berdasarkan jenis kelamin ...... 17
Gambar 5. Tipologi responden pemanfaatan tumbuhan kerajinan berdasarkan tingkat
pendidikan............................................................................................................ 18
Gambar 6. Tipologi responden pemanfaatan tumbuhan kerajinan berdasarkan mata
pencaharian .......................................................................................................... 19
Gambar 7. Tipologi responden berdasarkan jenis kelamin ................................................... 20
Gambar 8. Persentase bagian tumbuhan obat yang digunakan di Desa Sialambue ............... 33
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Data responden ......................................................................................................... 60
Tabel 2. Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Lokal di Desa Sialambue ............. 63
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuisioner Responden ................................................................................ 53
Lampiran 2. Kuisioner Pengrajin .................................................................................. 56
Lampiran 3. Kuisioner Pengraji .................................................................................... 58
Lampiran 4. Tumbuhan kerajinan tangan di Desa Sialambue ...................................... 60
Lampiran 5. Jenis kerajinan tangan yang dihasilkan masyarakat Desa Sialambue ...... 61
Lampiran 6. Jenis tumbuh-tumbuhan obat di Desa Sialambue ..................................... 59
Lampiran 7. Data Responden ysng di Wawancarai di Desa Sialambue ....................... 62
Lampiran 8. Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Sialambue ........... 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Desa Sialambue merupakan desa yang terletak di Kecamatan Barumun
Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara. Saat ini, masyarakat lokal Desa
Sialambue masih mendatangi pengraji untuk penyembuhan penyakit dan masih
menggunakan tumbuhan obat. Selain itu, masyarakat masih memproduksi beberapa
kerajinan tangan yang terbuat dari tumbuhan untuk digunakan sendiri dan dijual di
masyarakat atau pasar terdekat. Hal ini merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh
masyarakat hanya diketahui oleh orang-orang yang lanjut usia.
Pengetahuan masyarakat lokal dalam memanfaatkan keanekaragaman hayati
dalam mengembangkan tradisi-tradisi dalam suatu daerah memiliki nilai-nilai positif
terhadap pemeliharaan dan pelestarian lingkungan hidup (Niapele, 2013). Tradisi
merupakan suatu kearifan lokal yang perlu diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Saat ini, tradisi yang terdapat di Desa Sialambue sudah tidak diminati
oleh generasi muda. Hal ini disebabkan oleh akulturasi budaya, penggunaan obat
modren, dan pola penyampaian pengetahuan yang sangat terbatas.
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tumbuhan yang digunakan dalam
pengobatan tradisional pada Suku Mandailing berjumlah 81 jenis yang tercakup
dalam 38 famili. Pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat oleh Suku Mandailing
menunjukkan bahwa mereka telah memiliki pengetahuan terkait pemanfaatan
tumbuhan berkhasiat obat secara empiris. Keanekaragaman tumbuhan obat
membuktikan bahwa kesehatan menjadi prioritas utama Suku Mandailing yang
tinggal di sekitar hutan (Nasution, Chikmawati, Walujo, & Zuhud, 2018).
Penelitian lain tentang pemanfaatan tumbuhan telah dilakukan di Desa Gunam
Kecamatan Parindu Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat sebagai bahan
baku kerajinan dan bahan baku alat musik sebanyak 14 jenis dari 9 famili
meliputi:Areaceae, Gleicheniaceae, Poaceae, Thymelaeaceae, Apocynaceae,
Dipterocarpaceae, Simaroubaceae, Fagaceae dan Moraceae. Bagian tumbuhan yang
dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Gunam yang ditemukan bervariasi yaitu,
organ batang sebanyak 9 jenis, daun sebanyak 2 jenis, biji sebanyak 2 jenis, akar dan
2
kulit batang sebanyak 1jenis. Tumbuh-tumbuhan dimanfaatkan sebagai bahan
kerajinan antara lain gantungan kunci, rak pakaian, kursi, cincin, gelang, takin, tikar,
topi, kalung, gelas minum, piring, baju, tas, tali, dan alat musik berupa sape
(Nggadas, Idham, & Sisilia, 2019).
Berdasarkan uraian di atas, penelitian tentang pengetahuan dan pemanfaatan
jenis tumbuhan merupakan hal yang sangat penting dilakukan supaya jenis tumbuhan
tersebut tidak punah (Mackinnon et al. 2000). Kebaruan dari penelitian ini adalah
inventarisasi berbagai jenis tumbuhan dan potensi pemanfaatannya sebagai obat dan
kerajinan tangan, pengolahan dan cara memperoleh tumbuhan belum pernah
dilakukan di Desa Sialambue Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas
Provinsi Sumatera Utara. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan masyarakat
dapat melestarikan tetumbuhan dengan baik serta mengungkap pengetahuan lokal
masyarakat Desa Sialambue dengan harapan generasi muda dapat meneladani
kembali nilai-nilai lokal yang terdapat di desa tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan Masalah penelitian ini adalah:
1. Apa saja jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa
Sialambue Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera
Utara sebagai obat dan kerajinan tangan?
2. Bagaimana pengetahuan masyarakat Desa Sialambue Kecamatan Barumun
Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara tentang obat dan kerajinan
tangan?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
Desa Sialambue Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Provinsi
Sumatera Utara sebagai obat dan kerajinan tangan.
2. Mengetahui pengetahuan masyarakat Desa Sialambue Kecamatan Barumun
Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara sebagai obat dan kerajinan
tangan.
3
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
mengenai keanekaragaman jenis dan informasi pewarisan pengetahuan masyarakat
lokal tentang pemanfaatan tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal di
Desa Sialambue. Informasi ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai acuan
dalam menyusun kebijakan terkait upaya perlindungan dan pelestarian potensi jenis
tumbuh-tumbuhan, serta pemanfaatannya secara arif sebagai bentuk pengetahuan
lokal (indigenous knowledge) yang perlu dijaga.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnobotani
Indonesia memiliki berbagai daerah dengan tradisi yang sangat beragam.
Setiap daerah memiliki pengetahuan dan memiliki keaneragaman hayati yang
berbeda juga. Keanekaragaman hayati digunakan untuk menunjang keberlangsungan
hidupnya. Hal ini merupakan suatu pengetahuan masyarakat lokal yang berada di
daerah tersebut. Adaptasi masyarakat dapat berupa pengalaman dan pengetahuan
dalam memanfaatkan tumbuhan sebagai kerajinan tangan, obat-obatan, dan sumber
pangan (Iqbal & Pitopang, 2019).
Etnobotani berasal dari bahasa yunani, yaitu ethnos dan botany. Ethnos berarti
bangsa dan botany artinya tumbuhan. Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari
hubungan budaya maupun manusia dengan tumbuhan yag berada di sekitarnya.
Pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan dan cara pelestarian dan konservasi jenis
tumbuhan merupakan salah satu fungsi etnobotani (Iqbal & Pitopang, 2019).
Etnobotani muncul sebagai sebuah pendekatan multidisiplin keilmuan, pada
dekade terakhir terutama dalam metodologi pengumpulan datanya. Etnobotani
berfokus mempelajari hubungan antara suatu etnik atau kelompok masyarakat dan
sumber daya alam tumbuhan serta lingkungannya. Pengembangan studi etnobotani
memberikan kontribusi sangat besar dalam proses pengenalan sumberdaya alam pada
suatu daerah melalui kegiatan pengumpulan kearifan lokal bersama masyarakat.
Studi etnobotani dapat membantu masyarakat untuk mengetahui secara ilmiah
pengetahuan yang dimiliki dalam menunjang kehidupannya. Pada umumnya,
etnobotani membahas penggunaan dan pengelolaan tumbuhan. Pemanfaatan
tumbuhan dalam kajian etnobotani mencakup berbagai aspek yaitu, kerajinan tangan,
sandang, pangan, dan obat-obatan (Choudhary et al., 2008).
Etnobotani dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mendokumentasikan
pengetahuan masyarakat tradisional dan masyarakat awam yang telah menggunakan
berbagai macam jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya.
Masyarakat tersebut memanfaatkan tumbuhan tersebut untuk kepentingan makan,
upacara adat, pengobatan, bahan bangunan, bahan pewarna, budaya, dan lain-lain
5
sebagainya. Semua kelompok masyarakat sesuai karakter wilayah dan adatnya
memiliki ketergantungan pada berbagai jenis tumbuhan. Sekitar ratusan jenis
tumbuhan telah dimanfaatakan masyarakat saat ini sebagai sumber maknanan.
Namun pada etnik tertentu telah memanfaatkan ribuan jenis tumbuhan untuk hal
yang sama (Suryadarma, 2008).
Nilai-nilai pengetahuan masyarakat tradisional tentang etnobotani dapat
memberikan nilai maupun pandangan yang memungkinkan memahami kebudayaan
kelompok masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan secara praktis. Selain itu, terjadi
hubungan saling mengisi, memanfaatkan nilai-nilai keunikan pengetahuan tradisonal
dan memahami berbagai pandangan untuk mengetahui kebudayaannya dalam
pemanfaatan tumbuhan secara praktis. Pemanfaatan jenis tumbuhan oleh etnik
tertentu mencakup keseluruhan identitas etnis bersangkutan. Sehingga pembahasan
etnobotani, bukan hanya menyangkut tampilan biologi taksonomi satu jenis atau
kelompok tumbuhan tetapi berupa sikap, perilaku, dan pengetahuan masyarakat
terhadap kelompok tumbuhan dalam menjaga dan melangsungkan kebudayaan dan
etnisitasnya (Suryadarma, 2005).
2.2 Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang salah satu bagian atau seluruh bagian
pada tumbuhan tersebut mengandung zat aktif yang berkhasiat bagi kesehatan dan
dapat dimanfaatkan dalam menyembuhkan penyakit (Dalimarta, 2000;
Wijayakusuma, 2008). Menurut Kusuma & Zaky (2005), Bagian tumbuhan yang
dimanfaatkan sebagai obat terdiri dari akar, daun, batang, bunga, rimpang, maupun
getah (resin). Pada umumnya, cara membuat ramuan obat dari tumbuhan ada 2, yaitu
dengan direbus atau ditumbuk. Sementara itu, penggunaan ramuan obat dilakukan
dengan 3 cara, yaitu ditempelkan, diminum, dan dibasuhkan. Penggunaan obat
dengan cara ditempelkan atau dibasuhkan digunakan untuk pengobatan tubuh bagian
luar sedangkan penggunaan dengan cara diminum biasanya digunakan untuk
pengobatan tubuh bagian dalam.
Tumbuhan berkhasiat obat telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia
bahkan sejak ratusan tahun yang lalu. Pada masa lalu, ahli ilmu pengobatan yang
dikenal dengan istilah tabib membuat ramuan obat yang bahan bakunya berasal dari
6
hutan. Hutan Indonesia menyimpan potensi tumbuhan obat sebanyak 30.000 jenis,
di antaranya 940 jenis telah dinyatakan berkhasiat obat, dimana sekitar 78 % masih
diperoleh melalui pengambilan langsung dari hutan (Nugroho, 2010). Pengobatan
tradisional awalnya dikenal dengan ramuan jamu-jamuan hingga saat ini jamu
masih diyakini sebagai obat mujarab untuk mengobati berbagai penyakit bahkan
telah dikembangkan dalam industri modern. Pengobatan tradisional menurut agama
islam itu diperbolehkan selama tidak melanggar dalam ajaran islam dalam
mempersekutukan Alloh SWT dalam pengobatan yang menggunakan tumbuhan.
Pada hadits Rasulloh SAW menjelaskan yang artinya:
“Sesungguhnya Alloh telah menurunkan penyakit dan obatnya, demikian pula
Alloh menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian dan
janganlah berobat dengan yang haram” (HR. Abu Dawud dari Abu
Darda’radiallohu “anhu no. 3874).
Pengetahuan mengenai tumbuhan obat memiliki karakteristik berbeda-beda
pada suatu wilayah. Pengetahuan tersebut biasanya merupakan warisan secara
turun-temurun. Pada umumnya, hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui
jenis-jenis tumbuhan obat (Nurrani, 2013). Dalam Al-Qur’an menegaskan bahwa
tumbuhan merupakan anugrah yang Alloh berikan kepada manusia. Jenis tumbuhan
yang terdapat di alam sangat beragam sebagaiman tercantum dalam suroh Asy-
Syu’ara (26):7 yang mempunyai arti:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, betapa banyak kami
tumbuhkan di bumi itu berbagai macam pasangan (tumbuh-tumbuhan) yang baik?”
(Q.S. Asy Syu’ara (26):7)
2.3 Tumbuhan untuk Kerajinan Tangan
Alam Indonesia cukup banyak tersedia keanekaragaman tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk industri kerajinan, antara lain anyaman dan
jahitan. Produk jahitan dan anyaman dari bahan tumbuhan diperlukan pengetahuan
dan pengalaman dalam mengenal tumbuhan yang mempunyai serat yang panjang
dan kuat. Pemanfaatan tumbuhan sebagai kerajinan memilki pengolahan tumbuhan
bervariasi mulai dari yang mudah hingga sulit. Selain itu, pengolahan tumbuhan
juga ada yang memerlukan waktu yang sangat lama (Nggadas et al., 2019).
7
Menurut Batoro dkk. (2015), Kerajinan tangan seperti tikar, atap, tas, dan tali
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dari berbagai jenis tumbuhan. Pada
umumnya, bagian dari tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan terdiri
dari 3 macam, yaitu bagian kulit batang, bagian batang, dan daun. Tumbuhan yang
dimanfaatkan bagian kulit batang digunakan untuk bahan pembuatan keranjang.
Biasanya, jenis kulit kayu yang digunakan sudah tua yang direndam beberapa hari
kemudian dipukul-pukul sampai terlihat seratnya. Setelah itu, kulit kayu siap
digunakan sebagai bahan anyaman. Tumbuhan yang dimanfaatkan bagian batang
biasanya digunakan sebagai bahan anyaman seperti dalam pembuatan keranjang,
perangkap ikan, atau perlengkapan rumah tangga, sedangkan yang dimanfaatkan
bagian daun biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tikar anyaman
(Supriati, Nurliana, & Malau, 2012).
Bahan kerajinan adalah produk yang di hasilkan dari keterampilan tangan dari
pengrajin yang berasal dari bahan alam atau bahan yang sudah jadi dan diolah
menjadi suatu produk yang bisa dijual. Produk yang berasal dari hutan biasanya
dikenal dengan produk hasil hutan bukan kayu (HHBK). Tumbuhan hutan yang
biasa digunakan oleh masyarakat berupa rotan, daun pandan, bambu, dan lain-lain
sebagainya (Syukur, 2017).
Pada umumnya, masyarakat menggunakan berbagai jenis tumbuhan yang
berada disekitarnya untuk dijadikan sebagai kerajinan tangan. Menurut penelitian
(Yoese, Setywati, & Mufhati, 2019), tentang jenis tumbuhan hutan yang
dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan oleh suku Dayak Tamambaloh Desa Labian
Kecamatan Batang Lupar Kabupaten Kapuas Hulu diantaranya, pandan berduri,
bambu, dan rotan.
Pandan duri (Pandanus tectorius) merupakan tumbuhan yang digunakan untuk
membuat berbagai macam kerajinan tangan seperti, kerajinan tikar, salaben, sampul
buku dan lain-lain sebagainya. Pandan duri dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan
tikar yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan biasanya juga digunakan
dalam ritual adat agama Hindu di Bali. Selain itu, kerajinan tangan yang dihasilkan
akan dijual ke pasar (Sudana, 2007)
Bambu digunakan sebagai bahan kerajinan tangan yang menghasilkan produk
bubu dan saroak. Produk kerajinan bubu yang dibuat diambil dari satu buah ruas
8
bambu yang ruasnya dibelah menjadi beberapa bagian tanpa membuang salah satu
bagian ruas. Bambu yang sudah dibelah diraut untuk membuang bagian yang tajam
dari bambu tersebut. Perakitan dalam pembuatan bubu ditambahkan beberapa
rautan bambu yang sudah diikatkan dengan bagian bambu yang masih menempel di
ruas. Sedangkan pembuatan saroak bambu yang sudah diraut saling diikatkan
dengan tali pengikat yang terbuat dari rotan. Fungsi kerajinan yang berasal dari
bahan bambu tersebut digunakan sebagai pemberkatan benih padi, tempat sesajen
untuk orang yang sudah meninggal atau buang pantang.
Rotan merupakan tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai bahan
kerajinan seperti,pembuatan tas rotan yang dikombinasikan dengan kain tenun dan
pembutan sabit yang semua bahannya berasal dari rotan. Pemanfaatan tumbuhan
rotan banyak digunakan untuk bahan kerajinan sabit, bahan pengikat untuk alat
penangkap ikan, bahan pembuatan tas, bahan utama pembuatan keranjang dan lain-
lain sebagainya.
Penelitian yang dilakukan oleh Jumiati (2012), pada suku Anak dalam di
Dusun Semani III Desa Jebak Kabupaten Batanghari Jambi terdapat 12 jenis
anyaman kreasi yang terbuat dari rotan seperti ambung, tanggok, keruntung,
tengkalang, lukah, nyiru, bakul, panepok lalat, lekar, wadah ikan, dan cincin
pengikat. Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan kerajinan dalam pengambilan
tumbuhannya dilakukan pada saat tumbuhan tersebut diperlukan saja.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sialambue Kecamatan Barumun Kabupaten
Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara (LU 01°03’10,4” – BT 099°43’49,9”)
(Gambar 1). Waktu penelitian dilakukan pada Januari hingga Juli 2020.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian Desa Sialambue Kecamatan Barumun
Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara
10
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, GPS (Global
Positioning System), alat tulis, alat perekam, penggaris, gunting stek dan parang,
jakka, sabut kelapa, karung, sasak, dan kuisioner atau lembar wawancara terhadap
responden yang terpilih (masyarakat adat dimana bahasa yang digunakan disesuaikan).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah label untuk menandai sampel,
koran untuk membungkus sampel yang diawetkan, tali rafia untuk mengikat sampel,
dan jenis tumbuhan yang diamati.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Menentuan Responden dan Wawancara
Tahap awal penelitian ini adalah penentuan responden berdasarkan teknik
snowball samplimg. Penduduk Desa Sialambue berjumlah 448 orang. Wawancara
dilakukan secara langsung kepada 59 responden (lampiran 7), yaitu peraji, pengrajin,
dan masyarakat yang dianggap mengetahui potensi untuk bahan obat dan kerajinan
tangan. Responden diwawancarai berdasarkan tingkat pendidikan, mata pencaharian,
dan jenis kelamin. Daftar pertanyaan terdapat pada kuisioner yang sudah dibuat
(lampiran 1-3). Data wawancara berupa rekaman, catatan, dan dokumentasi tumbuhan
yang perolehannya menggunakan alat perekam, alat tulis, dan kamera. Wawancara
dilakukan untuk menggali informasi mengenai pengetahuan masyarakat lokal dan
potensi tumbuhan tersebut.
3.3.2 Survei dan Identifikasi Tumbuhan
Setelah wawancara dilakukan terhadap responden, peneliti memperoleh informasi
tentang jenis tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Desa Sialambue dan
melakukan survei secara purposive sampling di tempat hidupnya tumbuh-tumbuhan
(hutan, kebun, pemakaman, pekarangan rumah, dan sekitar jalan). Tumbuh-tumbuhan
diidentifikasi morfologi jenis tumbuhan tersebut mengacu pada The Plant List
(http://www.theplantlist.org) dan IPNI (The International Plant Names Index)
(http://www.ipmi.org).
11
3.3.3. Pembuatan Deskripsi Tumbuhan
Deskripsi tumbuhan yang dilakukan mengacu dari berbagai literatur. Literatur
yang digunakan peneliti mengacu pada buku yang berjudul Tumbuhan Obat di
Sumatra karangan Silalahi, Purba, & Mustaqim (2019) dan berbagai jurnal seperti,
Gautama (2008) tentang Analisis Biaya dan Proses Pemanenan Rotan Alam di Desa
Mambue Kabupaten Luwu Utara, Emelia (2018) mengenai Pengrajin Tikar Pandan di
Desa Alue O Idi Rayeuk. Deskripsi tumbuhan yang digunakan masyarakat Desa
Sialambue sebagai bahan obat dan kerajinan tangan meliputi organ batang, daun,
bunga, dan buah.
3.3 Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dan dianalisis secara kualitatif
deskriptif. Persentase karakteristik responden berdasarkan pendidikan. Mata
pencaharian, dan jenis kelamin dapat ditentukan dengan rumus yang mengacu pada
Ernawati (2009) :
Ʃ Responden tertentu
Ʃ Seluruh masyarakat Desa Sialambue X100 %
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karekteristik Responden dalam Memanfaatkan Tumbuhan sebagai Obat
4.1.1 Tingkat Pendidikan
Kepercayaan masyarakat Desa Sialambue terhadap pemanfaatan tumbuhan
sebagai obat merupakan kepercayaan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Hasil wawancara mengungkapkan bahwa responden yang memanfaatkan
tumbuhan sebagai obat terbanyak adalah responden yang berpendidikan SD (30,5 %),
sedangkan responden pengguna tumbuhan obat paling sedikit adalah responden
dengan pendidikan terakhir D3 atau S1 (Gambar 2).
Gambar 2. Tipologi responden pemanfaatan tumbuhan obat berdasarkan
tingkat pendidikan
Pengetahuan yang dimiliki responden tingkat D3 atau S1 mempunyai keterkaitan
dengan minimnya pengetahuan yang dimiliki mengenai tumbuhan obat dan lebih suka
memakai obat yang berasal dari resep dokter atau yang lainnya. Mereka beranggapan
bahwa tumbuhan obat lebih sudah didapatkan dan takut ada efek samping yang
ditimbulkan dari tumbuhan yang dipakai. Umumnya pengetahuan yang mereka
12
peroleh mengenai pemanfaatan tumbuhan obat berasal dari orang tua atau turun-
temurun dan juga hasil tukar informasi.
Menurut Gracia et al.,(2009), pewarisan pengetahuan lokal dapat dilakukan
dengan 3 cara berbeda, yaitu (1) orang tua; (2) dari teman sebaya; dan (3) dari generasi
yang lebih tua. Tingkat pengetahuan lokal dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi masyarakat (Case et al. 2005). Berdasarkan
penelitian Yatias (2015), penggunaan tumbuhan paling banyak dari pendidikan sekolah
dasar (SD) hal tersebut dikarenakan minimnya prasarana yang terdapat di desa tersebut
sehingga sulit untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
4.1.2 Tingkat Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat lokal Desa Sialambue pada umumnya adalah
sebagai buruh atau petani. Penggunaan tumbuhan sebagai obat banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat yang bermata pencaharian buruh atau petani (25,4 %), sedangkan
penggunaan tumbuhan sebagai obat paling sedikit pada mata pencaharian PNS atau
guru (1,7 %) (Gambar 3).
Gambar 3. Tipologi responden pemanfaatan tumbuhan obat berdasarkan
mata pencaharian
13
Menurut Gracia et al.,(2009), pewarisan pengetahuan lokal dapat dilakukan
dengan 3 cara berbeda, yaitu (1) orang tua; (2) dari teman sebaya; dan (3) dari generasi
yang lebih tua. Tingkat pengetahuan lokal dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi masyarakat (Case et al. 2005). Berdasarkan
penelitian Yatias (2015), penggunaan tumbuhan paling banyak dari pendidikan sekolah
dasar (SD) hal tersebut dikarenakan minimnya prasarana yang terdapat di desa tersebut
sehingga sulit untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
4.1.2 Tingkat Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat lokal Desa Sialambue pada umumnya adalah
sebagai buruh atau petani. Penggunaan tumbuhan sebagai obat banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat yang bermata pencaharian buruh atau petani (25,4 %), sedangkan
penggunaan tumbuhan sebagai obat paling sedikit pada mata pencaharian PNS atau
guru (1,7 %) (Gambar 3).
Gambar 4. Tipologi responden pemanfaatan tumbuhan obat berdasarkan
mata pencaharian
Tingkat mata pencaharian sangat mempengaruhi pemanfaatan tumbuhan obat.
Berdasarkan hasil wawancara tingkat mata pencaharian buruh atau petani lebih banyak
memanfaatkan tumbuhan obat dikarenakan mereka lebih mudah menemukan
tumbuhan yang berpotensi sebagai obat. Umumnya, masyarakat Desa Sialambue
bekerja sebagai buruh atau petani sehingga lebih banyak memanfaatkan tumbuhan
14
obat dibandingkan dengan mata pencaharian yang lain. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya tentang etnobotani tumbuhan obat di Desa Neglasari
Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat menyatakan
responden yang paling banyak memanfaatkan tumbuhan obat yang bekeja sebagai
buruh atau petani (Yatias, 2015). Keterlibatan petani dalam memanfaatkan tumbuhan
di hutan merupakan salah satu cara untuk menjaga keamanan dan kelestarian hutan
karena masyarakat memandang hutan sebagai sumber obat, ekonomi keluarga, dan
sebagai pemelihara sumber mata air sehingga menjamin keberlanjutan kehidupan
masyarakat desa sekitar hutan (Mayrowani & Ashari, 2011).
4.1.3 Jenis Kelamin
Pemanfaatan tumbuhan obat dipengaruhi karakteristik jenis kelamin. Jenis
kelamin yang memanfaatkan tumbuhan sebagai obat yang paling banyak berasal dari
kalangan perempuan (40,7 %), sedangkan paling sedikit berasal dari jenis kelamin
laki-laki (8,5 %) (Gambar 4).
Gambar 5. Tipologi responden pemanfaatan tumbuhan obat
berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan hasil wawancara menyatakan bahwa jenis responden perempuan
lebih banyak memanfaatkan tumbuhan obat dikarenakan perempuan lebih aktif dalam
membudidayakan tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Hal ini terjadi karena
mereka berinteraksi dengan tetangga untuk saling bertukar informasi mengenai
tumbuhan. Hubungan antara jenis kelamin dengan pemanfaatan tumbuhan sebagai
15
obat dapat dilihat dari interaksi antara masyarakat dalam mengelola maupun
membudidayakan tumbuhan obat. Masyarakat membudidayakan tumbuhan obat
biasanya di halaman rumah dan terkadang di kebun. Wanita mempunyai intensitas
yang lebih tinggi dalam memanfaatkan tumbuhan sebagai obat karena bertanggung
jawab sebagai ibu dan sebagai ibu rumah tangga. Dengan demikian, wanita lebih
banyak mengenal tumbuhan dibandingkan dengan laki-laki (Howard, 2003). Menurut
Ismarani (2013), perempuan lebih banyak mengonsumsi obat herbal untuk menjaga
dan memelihara kesehatannya.
Berdasarkan penelitian Yatias (2015), bahwa hubungan antara jenis kelamin
dengan pemanfaatan tumbuhan sebagai obat dapat dilihat dari interaksi antara
masyarakat dalam membudidayakan atau mengelola tumbuhan obat dengan baik di
kebun atau sebatas di halaman atau pekarangan rumah. Selain itu, perempuan lebih
sering berinteraksi dengan tetangga untuk saling bertukar informasi menganai tumbuhan
obat.
4.2 Karekteristik Responden dalam Memanfaatkan Tumbuhan sebagai
Kerajinan Tangan
4.2.1 Tingkat Pendidikan
Pengetahuan masyarakat lokal dalam memanfaatkan tumbuhan sebagai
kerajinan tangan merupakan pengetahuan yang diwariskan secara turun-temurun.
Responden yang memnafaatkan tumbuhan sebagai kerajinan tangan terbanyak adalah
pendidikan terakhir SD (27,1%), sedangkan responden yang memanfaatkan tumbuhan
sebagai kerajinan tangan paling sedikit adalah responden yang berpendidikan SMP
(1,7%) (Gambar 5).
Gambar 6. Tipologi responden berdasarkan tingkat pendidikan
16
Pengetahuan masyarakat dalam mengelola tubuhan sebagai kerajinan tangan
sudah jarang dilakukan oleh generasi muda. Pengetahuan responden tingkat sekolah
dasar (SD) mempunyai keterkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki mengenai
tumbuhan kerajinan. Salah satu alasan yang menjadikan mereka tertarik dengan
kerajinan tangan dikarenakan banyaknya waktu luang yang mereka punya. Selain itu,
mereka dituntut oleh orang tua untuk mempelajari cara membuat kerajinan tangan. Hal
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, bahwa masyarakat yang memiliki tingkat
pengetahuan rendah cendrung memiliki tingkat pemanfaatan pandan duri yang tinggi
karena mereka menyadari dengan memanfaatkan pandan duri dapat menunjang
perekonomian mereka (Arista, Fahrizal, & Dirhamsyah, 2014).
4.2.2 Tingkat Mata Pencaharian
Pengguna tumbuhan kerajinan terbanyak adalah pengguna dengan mata
pencaharian pengrajin (10,2%), sedangkan pengguna paling sedikit dengan mata
pencaharian sebagai PNS/Guru. Penggunan tumbuhan kerajinan dengan mata
pencaharian pengangguran atau tidak memiliki pekerjaan tidak ditemukan pada saat
penelitian (Gambar 6).
Gambar 7. Tipologi responden berdasarkan mata pencaharian
Seni kerajinan yang berkembang di Indonesia sudah tidak jarang ditemukan
yang berbahan baku tumbuh-tumbuhan (Emelia, 2018). Kerajinan ini berkembang di
17
beberapa wilayah Indonesia termasuk wilayah Sumatera. Seni kerajinan tangan
kurang diminati oleh generasi muda Indonesia karena kurangnya minat para generasi
muda akan pengetahuan tentang seni kerajinan tangan tersebut dapat mengakibatkan
tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan akan berkurang atau punah.
Oleh karena itu, diperlukan generasi muda untuk mengembangkan dan menggali
produk budaya yang mengandung nilai-nilai filosofis dengan mengangkat lokalitas
daerah berdasarkan karya seni. Karya seni dalam bentuk kerajinan merupakan hasil
pendidikan keterampilan yang memiliki nilai-nilai estetika dan keterampilan yang
melatih kesabaran untuk menghasilkan berbagai jenis kerajinan tangan yang
berkualitas baik (Emelia, 2018). Tumbuhan telah digunakan untuk kerajinan
tradisional selama beribu ribu tahun (Savithramma et al, 2013).
4.2.3 Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempengaruhi pemanfaatan tumbuhan sebagai kerajinan tangan.
Jenis kelamin yang menggunakan mata pencaharian adalah dari kalangan perempuan
sebanyak (35,6 %), hal tersebut dikarenakan perempuan lebih banyak aktifitas di
rumah dari pada di luar rumah sehingga memberikan peluang bagi mereka dalam
memanfaatkan tumbuhan sebagai kerajinan tangan. Berdasarkan hasil wawancara
bahwa kalangan laki-laki tidak tertarik dan menganggap bahwa memanfaatkan
tumbuhan sebagai kerajinan tangan merupakan pekerjaan perempuan (Gambar 7).
Gambar 8.Tipologi responden pemanfaatan tumbuhan kerajinan berdasarkan jenis
kelamin
18
Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa responden perempuan lebih
banyak menggunakan atau mengolah tumbuhan sebagai kerajinan tangan
dikarenakan laki-laki lebih banyak beraktifitas di ladang atau di kebun. Menurut
penelitian sebelumnya bahwa kegiatan menganyam merupakan kegiatan yang
dilakukan kaum wanita orang rimba dan pengetahuannya akan diwariskan dimulai
semenjak kanak-kanak, sedangkan laki-laki mencari bahan baku pandan duri
(Prasaja, 2016).
4.4 Jenis-Jenis Tumbuhan Obat dan Cara Pengolahannya di Desa Sialambue
Masyarakat Desa Sialambue adalah masyarakat yang masih percaya dengan
pengobatan tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Warga yang sakit secara
natural dan subnatural biasanya mencari pengobatan dengan cara menggunakan
tumbuhan obat, mengkonsumsi obat-obatan yang dijual bebas atau pergi ke
puskesmas dan rumah sakit. Masyarakat Desa Sialambue masih percaya adanya
jenis penyakit yang biasa disebut kerasukan jin atau setan maupun penyakit guna-
guna. Khusus penyakit tertentu (kerasukan atau guna-guna) masyarakat setempat
menanyakan cara pengobatan tradisional menggunakan tumbuhan obat kepada
orang yang dianggap mempunyai pengetahuan lebih dalam memanfaatkan
tumbuhan obat yaitu kepada pengraji.
Pemanfaatan tumbuhan obat umumnya dilakukan oleh semua kalangan
masyarakat. Akan tetapi, untuk khusus penyakit tertentu seperti kerasukan maupun
guna-guna dipercayakan kepada pengraji yang ada di desa tersebut untuk
membantu mereka dalam pengobatan tradisional. Biasanya masyarakat
menanyakan kepada pengraji tentang penyakit yang dialami kemudian pengraji
akan menyarankan dengan mengambil beberapa jenis tumbuhan untuk pengobatan.
Pengguna tumbuhan obat di Desa Sialambue masih banyak dikarenakan
masyarakat tersebut umumnya masih menurunkan pengetahuan serta kebiasaan
dalam penggunaan obat terhadap keturunan mereka dalam proses pengobatan.
Selain itu, tumbuhan obat masih banyak di tanam di pekarangan rumah dan
sekitarnya. Tumbuhan obat yang ditemukan di Desa Sialambue Kecamatan
19
Barumun Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara terdapat 23 jenis dari
16 famili (lampiran 8). Tumbuhan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Justicia gendarusa
Justicia gendarusa merupakan tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
Sialambue sebagai obat kerasukan jin. Berdasarkan hasil wawancara menyatakan
bahwa masyarakat lokal di desa tersebut maish percaya akan adanya makhluk
halus. Setelah itu, mereka akan menemui para pengraji obat untuk mengobati
penyakit yang diderita. Justicia gendarusa berupa subsemak dengan tinggi batang
dapat mencapai 1.5 m, biasanya bercabang-cabang banyak dengan ruas yang
menebal, saat muda biasanya berwarna ungu gelap. Daun tunggal dan tersusun
berhadapan selang-seling dengan tangkai sepanjang 3−10 mm, helaian berbentuk
lanset sempit, dengan pangkal yang membaji hingga meruncing, tepi sedikit
berlekuk, ujung runcing atau sedikit meruncing. Bunga terangkai dalam
perbungaan yang muncul dari ujung batang dengan tipe malai berdaun. Bunga
bersimetri tunggal dengan kelopak sepanjang 5 mm , mahkota putih krem, panjang
total berkisar antara 12−15 mm. Metabolit sekunder yang dihasilkan terdapat
beberapa senyawa yang telah diisolasi antara lain β-sitosterol dan 2-amino benzil
alkohol (Silalahi, Purba, & Mustaqim 2019).
b. Cordyline Fructicosa
Cordyline Fructicosa disebut juga dengan hanjuang. Jenis ini memiliki daun
berbentuk bangun lanset, ujungnya runcing, pangkalnya runcing, tepinya
berombak, susunan tulangnya menyirip, dagingnya seperti kertas, dan warnanya
ungu. Batang arah pertumbuhannya secara monopodial. Akar berbentuk serabut.
Tanaman hanjuang memiliki daun dengan susunan tulang menyirip karena
menyesuaikan dengan habitat tanaman hanjuang tumbuh. Susunan daun tanaman
hanjuang yang menyirip menyerupai seperti susunan tulang ikan. Warna daun
tanaman hanjuang menunjukkan warna ungu karena warna yang diserap dari
cahaya matahari untuk fotosintesis, yaitu warna merah dan biru atau ungu. Arah
pertumbuhan batang tanaman hanjuang secara monopodial. Berdasarkan hasil
wawancara bahwa tanaman ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat
kerasukan jin. Bagian yang digunakan berapa daun yang diiris kecil-kecil. Jenis
20
tanaman ini mengandung antosianin tetapi tidak mengandung karotenoid (Nurza,
2019).
c. Annona muricata
Jenis ini berupa pohon dengan tinggi dapat mencapai 10 m. Ciri khas
terdapatsalah satunya pada kulit kayu yang berwarna abu-abu agak gelap
denganpermukaan seperti lambung. Daun bertipe tunggal dengan susunan selang-
seling, sisi atas biasanya mengilap dengan ujung berbentuk runcing hingga tumpul,
tepi rata dan pangkal membaji lebar hingga membundar, saat dirobek akan
menunjukkan struktur seperti benang-benang diantara kedua bidang sobekan.
Perbungaan sering dikatakan muncul dari ketiak daun, namun banyak individu yang
bunganya juga muncul mulai dari batang utama, biasanya dengan 1 hingga dua
bunga pada tiap perbungaan. Bunga dengan bagian berkelipatan tiga, kelopak yang
kecil dan mahkota yang tebal dan kaku, mahkota lapisan dalamsedikit lebih kecil
dibandingkan mahkota luar dan pangkalnya biasanya menyempit tiba-tiba
membentuk taji. Benang sari dan putih jumlahnya biasanya banyak, benang sari
berada di lapisan luar, putik berada di bagian dalam Perbuahan berbentuk bulat
telur dan sangat sering sangat tidak beraturan yang ditutupi oleh tonjolan-tonjolan
yang agak lunak. Metabolit sekunder yang dihasilkan yang sudah diisolasi berupa
alkaloid, fenol. tannin, antrakuinon, flavonoid, terpenoid, steroid, dan phlobatanin,
sedangka bioaktivitas yang sudah diketahui adalah sebagai antioksidan (Silalahi,
Purba, & Mustaqim 2019).
Masyarakat Desa Sialambue memanfaatkan tumbuhan Annona muricata untuk
mengusir tungau. Bagian tumbuhan yang dipakai adalah daun. Daun tersebut
ditumbuk kemudian diletakkan di tempat keberadaan tungau. Menurut penelitian
sebelumnya meyatakan bahwa daun dimanfaatkan untuk mengobati sakit ginjal dan
pemnafaatan tradisonalnya penggunaan ranting bedaun untuk lebah madu (Agu KC
dan Okolie PN 2017).
d. Areca catechu
Areca catechu L atau yang biasa disebut dengan pinang. Pinang merupakan
tanaman famili Arecaceae yang dapat mencapai tinggi 15-20 m dengan batang tegak
21
lurus bergaris tengah 15 cm. Buahnya berkecambah setelah 1,5 bulan dan 4 bulan
kemudian mempunyai jambul daun-daun kecil yang belum terbuka. Pembentukan
batang baru terjadi setelah 2 tahun dan berbuah pada umur 5-8 tahun tergantung
keadaan tanah. Tanaman ini berbunga pada awal dan akhir musim hujan dan
memiliki masa hidup 25-30 tahun. Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat
kemerahan, agak berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan
biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus
endosperm yang berwarna agak keputihan. Masyarakat memenafaatkam pinang
pada bagain buahnya yang keras yang merupakan ramuan dengan daun sirih.
Masyarakat beranggapan bahwa pinang berkhasiat menguatkan gigi, sehingga
banyak terlihat orang tua yang suka makan sirih giginya masih tetap kuat. Menurut
Suryadarma (2008), menyirih merupakan kombinasi dari daun sirih, biji pinang,
kapur tembakau, dan gambir.
e. Elaeisguineensis
Elaeisguineensis disebut dengan kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit termasuk
tanaman monokotil, batangnya lurus, tidak bercabang, Akar kelapa sawit berfungsi
untuk menunjang struktur batang di atas tanah, menyerap unsur hara dalam tanah,
dan alat respirasi. Kelapa sawit memiliki sistem akar serabut. Akar kelapa sawit
membentuk lapisan anyaman yang tebal di dekat permukaan tanah, dan juga
terdapat beberapa akar napas yang mengarah ke samping atas. Kelapa sawit
merupakan tanaman berumah satu, yaitu bunga jantan dan betina berada terpisah
tetapi masih di dalam satu pohon. Bunga jantan dan betina memiliki waktu
pematangan yang berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri.
Bunga jantan berbentuk lancip dan panjang, sementara bunga betina berbentuk
lebih besar dan mekar. Buah kelapa sawit adalah buah batu yang sessile, menempel
dan bergerombol pada tandan buah. Jumlah berbentuk tandan. Buah berbentuk
lonjong membulat dengan panjang buah 2- 3 cm dan bobotnya 30 gram. Minyak
dihasilkan oleh buah yang masak. Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip.
Daun kelapa sawit terdiri atas kumpulan anak daun yang mempunyai helaian dan
tulang anak daun, tangkai daun yang merupakan bagian antara daun dan tangkai,
22
dan seludang pembuluh yang berfungsi sebagai pelindung dari kuncup dan
memberikan kekuatan pada batang.
Kelapa sawit banyak ditanami di Desa Sialambue. Selain sebagai produksi
minyak goreng, tumbuhan ini juga dimanfaatkan sebagai obat penyembuh luka
yang terkena dari bahan besi. Kulit buah dari kelapa sawit dibakar hingga
mengeluarkan minyak yang nantinya akan digunakan sebagai obat luka.
f. Ageratum conyzoides
Ageratum conyzoides Berupa herba tegak, semusim, dengan aroma yang sedikit
tidak sedap, tinggi tanaman dapat mencapai 1 m. Batang biasanya cenderung lebat
dengan tebal lebih kurang 4 mm di pangkal. Tunas ketiak daun seringkali tidak
berkembangatau abortif. Daun tunggal dan tersusun berhadapan selang-seling,
helaian pada daun bagian tengah batang bundar telur, lonjong atau jorong, helaian
daun pada batang bagian ujung biasanya lonjong, perlahan mengecil ke arah ujung,
pada pangkal dengan tulang utama sebanyak 3 atau 5, pangkal helaian berbentuk
tumpul atau membaji lebar, tepi mengerut-bergerigi, ujung runcing. Bunga tersusun
dalam bongkol yang terangkai bersama di ujung batang, tiap individu dengan
kisaran antara 4 hingga 14, biasanya bertipe cawan. Bongkol dengan daun pembalut
berbentuk seperti lonceng atau membulat, bongkol tanpabunga pita. Bunga tabung
dengan mahkota yang berwarna keunguan pada bagian ujungnya. Buah berupa
kurung dengan warna hitam dengan penampang melintang segilima (Silalahi,
Purba, & Mustaqim 2019).
Ageratum conyzoidesdimanfaatkan dalam penyembuhan luka. Tumbuhan ini
banyak ditemukan oleh masyarakat di pinggiran jalan, ladang, pekarangan rumah,
dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahayu et all.(1999), bahwa
pemanfaatan tradisonal tumbuhan ini adalah mengobati penyakit demam, luka
pendarahan, sakit kepala, anti alergi, dan luka bakar. Penggunaan yang paling
umum dari tumbuhan ini adalah menyembuhkan luka dan penyakit kulit. Metabolit
sekunder yang diisolasi dari jenis ini terdiri dari eupalestin, nobiletin, sinensetin, 9-
angeloilretronesi, echimidin, likosapmin, β sitosterol, precosen I dan II dan
stigmaterol (Silalahi, Purba, & Mustaqim 2019).
g. Hippobroma logiflora
23
Hippobroma logiflora berupa herba menahun, meski terdapat catatan bahwa
kemungkinan apakah selalu menahun atau tidak, biasanya tegak dengan tinggi
dapat mencapai 30 cm atau mungkin lebih. Diameter batang dapat mencapai 5 mm
dan di pangkalnya biasanya mengeras berkayu. Batang biasanya bersayap dari
pemanjangan tepian daun. Daun biasanya duduk, helaian berbentuk memanjang,
tepian daun biasanya dengan banyak lekukan dan berkombinasi dengan gigi-gigi
pada ujung runcingan. Bunga biasanya muncul secara soliter di ketiak daun dan
memiliki simetri yang hampir radial. Bunga dengan cuping-cuping kelopak yang
tidak seukuran dan mahkota yang memiliki tabung berbentuk corong, keseluruhan
mahkota berwarna putih. Benang sari muncul dari atas tengah tabung bunga dan
putik memiliki kepala yang terbagi menjadi dua cuping. Buahberupa kapsul
berbentuk jorong, biasanya menunduk dan berisi sangat banyak biji. Tekstur biji
foveolatus menjala.
Metabolit sekunder yang sudah diisolasi antara lain tannin, flavonoid, sterid,
alkaloid, dan saponin. Selain itu, potensi bioaktivitas yang tercatat adalah sebagai
anti bakteri (Silalahi, Purba, & Mustaqim 2019). Masyarakat lokal Desa Sialmbue
memanfaatkan tumbuhan ini sebagai obat dengan mencampurkan bunganya dengan
air tawar kemudian diteteskan bagian mata yang sakit.
h. Carica papaya
Carica papaya merupakan tumbuhan berbentuk semak hingga pohon dengan
tinggi maksimal mencapai 10 m atau mungkin lebih. Batang berbentuk silindris, di
tengahnya berrongga, di sisi luar dengan bekas duduk daun yang jelas dan tersusun
seperti heliks. Daun tunggal dengan susunan spiral dengan tangkai sepanjang
60−100 cm, helaian daun berdiameter hingga 60 cm dan biasanya terbagi menjadi
5−9 cuping yang tersusun menjari. Perbungaan jantan berupa malai yang dapat
mencapai 1 m panjangnya dan menjuntai. Bunga jantan dengan tangkai yang
tereduksi, tabung mahkora berwarna kuning krem. Bunga betina biasanya muncul
secara soliter, dengan tangkai pendek, kelopak sepanjang lebih kurang 1 cm dan
mahkota bercuping warna kuning krem, berbentuk lonjong atau lanset. Buah berupa
buni dengan bentuk yang bervariasi dari hampir bulat, silindris, atau bulat telur-
silindris, dengan panjang 10−30 cm, berwarna jingga-kuning atau kuning saat
24
masak, biasanya dengan banyak biji yang tebungkus oleh salut biji transparan.
Bagian tumbuhan yang diamanfatkan oleh masyarakat sebagai obat adalah daun.
Daun berfungsi sebagai obat demam dan masuk angin. Selain itu, daun juga
dimanfaatakn sebagai obat diabetes melitus, kanker, dan sakit gigi (Singh O, Ali M.
2011).
Pemanfaatan tradisional yang dilakukan sebagai obat mata minus, perlu
diperhatikan bahwa informasi dari jenis ini terdapat getah yang sangat beracun dan
alkaloid yang mempunyai efek paralisis. Metabolit sekunder yang dihasilkan terdiri
dari tannin, steroid, alkaloid, flavonoid, dan saponin. Selain itu, jenis tumbuhan ini
memiliki potensi bioaktivitas sebagai anti bakteri (Silalahi, Purba, & Mustaqim.
2019).
i. Cucumis sativus
Cucumis sativus jenis ini berupa tumbuhan merambat dengan sulur. Panjang
batang dari tanaman ini dapat mencapai 5 meter dengan permukaan batang
berambut pendek dan kaku, kasar jika disentuh. Daun tunggal dengan helaia
berbentuk bundar telur melebar dengan diameter berkisar antara 10 hingga 15 cm
dengan ujung bagian cuping tengah meruncing. Bunga terpisah antara jantan dan
betina. Bunga jantan dapat tunggal atau tersusun dalam berkas dengan sedikit
bunga, mahkota berkisar antara 10−25 mm panjangnya. Bunga betina tunggal atau
sangat jarang dalam berkas dengan mahkota yang tidak berbeda jauh dengan bunga
jantan. Bakal buah berada di bawah perhiasan bunga, dapat gundul atau berambut.
Buah berbentuk jorong hingga silindris. Permukaan buah halus hingga bertonjolan
tajam dan dengan warna hijau berlurik-lurik putih atau kuning, jarang coklat. Biji
gepeng dan berbentuk jorong, warna putih pucat dengan panjang 7−12 cm.
Masyarakat Desa Sialambue memanfaatkan tumbuhan ini sebagai obat
hipertensi dengan memakan buahnya langsung, dan daun untuk obat masuk angin.
Ekstrak dari tanaman tersebut mengandung flavonoid, alkaloid, steroid, dan saponin
(Silalahi, Purba, & Mustaqim 2019).
j. Bryophillum pinnatum
25
Bryophillum pinnatum berupa herba menahun dengan tinggi dapat mencapai 100
m, keseluruhan bagian tumbuhan tebal dan mendaging. Batang tegak dan biasanya
bercabang. Daun dengan susunan berhadapan selang-seling, majemuk menyirip
dengan 3 hingga 5 anak daun, panjang daun berkisar antara 10 hingga 30 cm,
helaian tebal mendaging, berbentuk jorong atau lonjong dengan tepi mengerut dan
ujung tumpul, lekukan tepi biasanya akan tumbuh anakan. Bunga-bunga tersusun
dalam rangkaian berbentuk malai yang muncul dari ujung batang, biasanya bunga
perbungaan berjumlah banyak. Bunga dengan bagian-bagian berkelipatan 4,
biasanya menghadap ke bawah, mahkota berwarna kemerahan hingga ungu,
panjang hingga 5 cm dengan segmen berbentuk bundar telur lanset. Buah bertipe
bumbung yang tertutupi oleh tabung kelopak dan mahkota (Silalahi, Purba, &
Mustaqim 2019).
Berbagai senyawa kimia yang telah ditemukan di dalam jenis ini adalah
bryofilin A dan B, juga bersaldegenin-3-asetat. Senyawa-senyawa tersebut berguna
sebagai senyawa antibakteri atau sel tumor tertentu. Senyawa lain yang diisolasi
dari tanaman ini adalah ß-sitosterol dan alkohol alifatik. Senyawa senyawa sterol
lain juga diekstrak dari tanaman ini misalnya sterol, triterpen, phenanthrene, alkana,
alkanol, senyawa fenol dan glikosida flavonoid. Beberapa manfaat utama yang
penting antara lain adalah senyawa antimutagen, misalnya ekstrak etil asetat dan
petroleum eter. Parasit Bryophillum pinnatum diketahui juga dihambat
pertumbuhannya oleh ekstrak daun. Pada kadar rendah,efek sedatif atau penenang
juga disebabkan karena senyawa bufadienolides daigremontin dan bersaldegenin-
1,3,5 orthoasetat Silalahi, Purba, & Mustaqim 2019).
Tumbuhan ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai adat dan istiadat dalam
upacara pernikahan. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan adalah seluruh tumbuhan
selain akar. Masyarakat beranggapan bahwa pengantin yang memasuki rumah
mertua pertama kali harus menginjak terlebih dahulu tumbuhan tersebut supaya
keluarga mereka menjadi aman, tentram, dan damai. Tumbuhan tersebut biasanya
ditanami di pekarangan rumah. Menurut Silalahi, Purba, & Mustaqim 2019, daun
dimanfaatkan untuk menyembuhkan radang, sakit pinggang dankaki, sore eyes,
sakit kepala, demam, edema, hemoroid, batuk, sebagai febrifuge,astringent,
antiseptik, untuk gigitan serangga, luka bakar, diare, disentri, kolera,dislokasi,
25
equimosis, callosities, bengkak, reumatik, ulcer, ophtalmia, sakittelinga, sakit gigi
dan nefritis. Selain itu, akar juga digunakan untuk obat batuk.Selain itu, tumbuhan
ini digunakan sebagai tanaman hias.
Breynia androgyna jenis ini berupa semak hingga mencapai tinggi 4 m
dan batang berdiameter setinggi dada hingga 3 cm. Tanaman ini keseluruhannya
tidak tertutupi oleh rambut. Kulit kayu saat sudah tua berwarna coklat atau keabu-
abuan. Daun pada jenis ini bertipe tunggal dengan susunan selang-seling pada
cabang yang ramping, helaian berbentuk bundar telur dan jarang sekali jorong,
ujung biasanya runcing, tepi rata dan pangkal membundar hingga rata, sisi bawah
daun pada tanaman hidup berwarna kebiruan. Bunga pada tanaman ini berkelamin
tunggal yang tersusun pada perbungaan bertipe berkas, terkadang bunga muncul
secara soliter. Bunga muncul dari cabang lateral, dari ketiak daun, dengan bunga
jantan pada ketiak-ketiak daun bagian pangkal cabang dan bunga betina di ketiak-
ketiak daun setelahnya hingga ke ujung. Bunga jantan mempunyai kelopak
berwarna hijau kekuningan atau merah marun, bagian dalam merah marun,
benang sari menyatu dan berwarna krem. Bunga betina mempunyai kelopak
berwarna hijau dengan marun atau marun di luar, marun gelap di dalam, putik
dengan kepala berwarna hijau terang. Buah berbentuk bulat, awalnya putih dan
berubah menjadi merah marun, biasanya pecah saat masak, berisi biji yang secara
melintang berbentuk menyegitiga, putih hingga gelap.
Senyawa metabolit sekunder yang telah diisolasi terdiri dari 3,4-
dihidroksipentenil alkohol, catechin, epichatechin, tachiosida, β-amyrin, asetat,
dan gallotechin (Silalahi, Purba, & Mustaqim 2019). Masyarakat biasanya
memanfaatan tumbuhan ini setelah malahirkan. Daun tumbuhan tersebut direbus
dan dipercayai dapat melancarkan ASI. Menurut penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa penyakit yang dapat diobati tumbuhan ini terdiri dari sakit
kepala, infeksi mata, demam, gangguan buang air kecil, dan untuk luka (Welzen
PC van. 2003).
26
27
k. Breynia androgyna
Breynia androgyna jenis ini berupa semak hingga mencapai tinggi 4 m dan
batang berdiameter setinggi dada hingga 3 cm. Tanaman ini keseluruhannya tidak
tertutupi oleh rambut. Kulit kayu saat sudah tua berwarna coklat atau keabu-abuan.
Daun pada jenis ini bertipe tunggal dengan susunan selang-seling pada cabang
yang ramping, helaian berbentuk bundar telur dan jarang sekali jorong, ujung
biasanya runcing, tepi rata dan pangkal membundar hingga rata, sisi bawah daun
pada tanaman hidup berwarna kebiruan. Bunga pada tanaman ini berkelamin
tunggal yang tersusun pada perbungaan bertipe berkas, terkadang bunga muncul
secara soliter. Bunga muncul dari cabang lateral, dari ketiak daun, dengan bunga
jantan pada ketiak-ketiak daun bagian pangkal cabang dan bunga betina di ketiak-
ketiak daun setelahnya hingga ke ujung. Bunga jantan mempunyai kelopak
berwarna hijau kekuningan atau merah marun, bagian dalam merah marun,
benang sari menyatu dan berwarna krem. Bunga betina mempunyai kelopak
berwarna hijau dengan marun atau marun di luar, marun gelap di dalam, putik
dengan kepala berwarna hijau terang. Buah berbentuk bulat, awalnya putih dan
berubah menjadi merah marun, biasanya pecah saat masak, berisi biji yang secara
melintang berbentuk menyegitiga, putih hingga gelap.
Senyawa metabolit sekunder yang telah diisolasi terdiri dari 3,4-
dihidroksipentenil alkohol, catechin, epichatechin, tachiosida, β-amyrin, asetat,
dan gallotechin (Silalahi, Purba, & Mustaqim 2019). Masyarakat biasanya
memanfaatan tumbuhan ini setelah malahirkan. Daun tumbuhan tersebut direbus
dan dipercayai dapat melancarkan ASI. Menurut penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa penyakit yang dapat diobati tumbuhan ini terdiri dari sakit
kepala, infeksi mata, demam, gangguan buang air kecil, dan untuk luka (Welzen
PC van. 2003).
l. Omalanthus populneus
Omalanthus populneus jenis ini berupa pohon dengan tinggi dapat mencapai 10
m dan diameter setinggi dada terbesar yang tercatat adalah 18 cm. Kulit kayu
permukannya halus dan berwarna coklat, terkadang keabu-abuan. Bagian kulit
28
kayu hidup berwarna putih pucat hingga ungu dan kambium warna kuning. Daun
saat masih muda terlindungi oleh daun penumpu yang cepat gugur, berbentuk
lanset. Daun tunggal dan tersusun spiral, sedikit mengelompok pada ujung ranting,
dengan tangkai yang umumnya panjang dan ramping, 1−15 cm, helaian berbentuk
hampir melingkar, bundar telur hingga lanset dengan pangkal membundar hingga
sedikit menjantung, terkadang membaji, ujung runcing, sisi bawah biasanya
keputih-putihan dengan tulang utama berbeda warna. Bunga terpisah antara jantan
dan betina, terdapat dalam rangkaian menyerupai tandan yang muncul dari ranting
berdaun, biasanya dengan bunga betina di bagian pangkal dan terkadang
seluruhnya hanya dengan bunga jantan. Percabangan bunga jantan dengan daun
pelindung yang memiliki kelenjar yang jelas berwarna biru keputihan. Bunga
jantan biasanya 3 per anak cabang perbungaan dengan kelopak bunga sebanyak 2
helai. Bunga betina di bagian pangkal perbungaan, antara 0 hingga 4 atau jarang
lebih pada tiap perbungaan, kelopak sebanyak 2 helai, bakal buah hijau dan putik
biasanya bercabang 2. Buah berupa kapsul. Metabolit sekunder yang dihasilkan
berupa getah beracun yang dapat menyebabkan iritasi mata (Silalahi, Purba, &
Mustaqim 2019). Masyarakat memanfaatkan tumbuhan ini sebagai obat demam
dengan menggunakan bagian daunnya.
m. Jatropha curcas
Tumbuhan ini berupa semak sedang hingga besar dengan tinggi hingga 5 m,
seringkali lebih kecil jika ditanam sebagai pagar. Tanaman ini mengandung getah
berwarna agak keruh. Daun penumpu berukuran kecil dan pada akhirnya
menggugurkan diri. Daun bertipe tunggal dengan susunan spiral, bertangkai
sepanjang 6−18 cm, helaian berbentuk lingkaran hingga bundar telur dengan tipe
pertulangan menjari, bentuk pangkal menjantung, tepi bervariasi dari rata hingga
bertoreh dangkal, ujung helaian atau torehan runcing. Bunga-bunga terangkai
dalam perbungaan bertipe menggarpu yang tersusun malai, bunga jantan dengan
mahkota berbentuk lonjong, hijau-kuning, benang sari berjumlah 10 yang terdapat
dalam dua baris, baris luar bebas, baris dalam menyatu di pangkal tangkainya,
bunga betina dengan kelopak yang bebas dan tangkai putik bercabang dua di
ujungnya. Buah berupa kapsul dengan bentuk jorong atau bulat, panjang berkisar
29
antara 2.5−3 cm dan berwarna kuning saat masak. Biji berbentuk jorong, biasanya 3
pada tiap buahnya, panjang 1.5−2 cm dan berwarna gelap. Berbagai senyawa kimia
yang telah diisolasi antara lain asam palmitat,asam stearat, asam oleat, asam
linoleat, curcacycline, curcain, curcasin, nobiletin,jatrocurcin, curcin, curcusone B,
stigmasterol, ß-sitosterol, ß-D-glukosida danflavonoid. Insektisida diperoleh dari
biji. Aktivitas yang tercatat untuk jenis iniantara lain melawan berbagai penyakit
seperti kanker, diabetes, virus, inflamasiserta berpotensi untuk membasmi serangga,
moluska dan juga untukmenyembuhkan luka. (Silalahi, Purba, & Mustaqim 2019).
Pemanfaatan tumbuhan ini oleh masyarakat getahnya digunakan untuk obat
luka. Berdasarkan pernyataan Li B, Gilbert MG. 2008 menyatkan bahwa tumbuhan
ini banyak dimanfaatkan sebagai khasiat obat seperti gatal-gatal, sakit lambng
kronis, sakit kulit, sakit telinga, sakit gigi, ulcer, diare, cacing pita, reumatik, diare,
inflamsi lidah, gigitan binantang termasuk ular, dan juga pendarahan. Selain itu,
minyak dari biji tumbuhan tersebut dimanfaatkan dalam bidang industri diantaranya
sabun, lilin, dan juga bahan bakar. Penanaman tumbuhan ini juga dapat mengatasi
erosi.
n. Cassia alata L
Cassia alata L berupa semak lebat dengan tinggi dapat mencapai 5 m. Daun
penumpu kaku dan menguli dan berwarna coklat. Daun tersusun spiral dengan tipe
majemuk menyirip tunggal, anak daun berkisar antara 8−24pada tiap sisi rakisnya,
pasangan terbawah tidak jauh dari pangkal dan sedikit menutupi batang, helaian
pada anak daun bagian ujung berbentuk lonjong atau lonjong-bundar telur sungsang
dengan tepi biasanya berwarna merah kecoklatan. Bunga tersusun dalam rangkaian
berbentuk tandan yang tegak, muncul dari ujung batang, panjang total dengan
tangkai berkisar antara 50−70 cm, bunga dengan tangkai lebih pendekdari 1 cm dan
tangkai berwarna jingga, mahkota bunga berwarna kuning terang. Buah bertipe
polong, dengan sayap di kedua sisinya. Biji tiap polong 50 hingga 70. Tumbuhan
ini dimanfaatkan sebagai obat dalam mengobati gatal-gatal yang disebabkan oleh
jamur. Selain itu, tumbuhan ini dimanfaatkan untuk mengobati maag dan sakit
perut. Metabolit sekunder yang dihasilkan dari tumbuhan ini adalah flavonoid yang
30
terdapat pada bagian daun, batang dan bunganya. Selain itu, tubuhan ini juga
mengandung antrakuinon, alkaloid, dan karbohidrat (Gama, 2011).
o. Lawsonia inermis
Jenis tumbuhan ini berupa semak dengan tinggi berkisar antara 1.5−6 m,
biasanya dengancabang yang banyak. Cabang saat masih muda biasanya berbentuk
segiempat danseiring dengan usia biasanya menjadi silindris. Daun tersusun
berhadapan dengan tipe daun tunggal, berbentuk lebih kurang jorong atau hampir
membundar telur sungsang, pangkal dengan bentuk membaji dan ujung yang
runcing. Bunga berkelamin ganda, tersusun dalam malai yang sering menyatu
menjadi perbungaan majemuk di ujung cabang. Bunga simetri banyak dengan
bagian-bagian berkelipatan empat, tabung kelopak cenderung pendek, lebih dan
segmen kelopak tebal, biasanya tidak gugur hingga sampai buah masak, mahkota
berbentuk hampir membundar jika dibentangkan, pada kondisi alami biasanya
melengkung ke sisi adaksial berwarna kuning terang, kemudian terkadang berubah
menjadi merah, biasanya lebih kecil dari segmen kelopak. Benang sari sejumlah
delapan yang muncul masing-masing sepasang berseling dengan segmen mahkota,
panjang lebih kurang dua kali dari total panjang benang sari. Buah berupa kapsul
dengan bentuk hampir bulatdengan diameter 5−8 mm dan di ujungnya dengan
tangkai putik atau sisa pangkalyang tidak gugur.
Masyarakat memanfaatkan tumbuhan ini sebagai obat kutu air. Dulunya,
sebelum ada produk pewarna kuku, atau henai maka tumbuhan ini ditumbuk halus
dan diadikan sebagai pewarna kuku atau semir rambut. Tumbuhan ini juga tidak
jarang sekali digunakan sebagai tanaman hias. Senyawa metabolit sekunder yang
terdapat pada tanaman tersebut tergolong dalam kardiaglikosida, fenol, kuinon,
tannin, dan terpenoid. Bioaktivitas yang tercatat sebagai antibakteri (Silalahi,
Purba, & Mustaqim 2019).
p. Hibiscus rosa-sinensis
Hibiscus rosa-sinensis berupa semak, terkadang dapat mencapai 3 meter,
bisanya dengan cabang yang relatif banyak. Daun penumpu berbentuk seperti
benang. Daun tunggal tersusun spiral dengan helaian bervariasi dari bundar telur
melebar hingga menyempit, tidak bertoreh dengan pangkal membundar atau
31
membaji, tepi bergigi dengan ujung meruncing. Bunga muncul dari ketiak daun
secara soliter, biasanya dengan posisi menjuntai, panjang tangkai berkisar antara 3
hingga 7 cm, segmen kelopak tambahan sebanyak 6 hingga 7 berbentuk seperti
benang, kelopak menyatu membentuk tabung yang menyerupai lonceng, panjang
total 2 cm, mahkota dengan warna bervariasi dari merah, kemerahan, atau jingga
kuning, berbentuk seperti corong dengan diameter antara 6 hingga 10 cm dengan
ujung yang membundar dan tidak bertoreh, benang sari dengan tangkai membentuk
tabung sepanjang 4−8 cm dan dengan banyak benang sari, cabang tangkai putik
sebanyak 5. Buah berupa kapsul berbentuk bulat telur denganpanjang 2.5 cm
dengan ujung yang berparuh, di Indonesia jarang atau hampir tidak pernah ditemui
buah yang terbentuk (Silalahi, Purba, & Mustaqim 2019).
Tumbuhan ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat penyakit demam.
Dalam pengobatan tradisional, tumbuhan ini telah dimanfaatkan untuk mengobati
berbagai penyakit diantaranya sakit kepala, radang, demam, berbagai penyakit
kulit, mengembalikan keteraturan siklus menstruasi, kencing nanah, dan juga diare .
Metabolit sekunder yang dihasilkan dari tanaman ini berupa antosianin, asam
palmitat, ambrettolida, campesterol, metil sterculate, asam myristat, gossypetin, dan
malvalate. Aktivitas biokimia yang tercatat antara lain sebagai antioksidan, anti
kanker, dan menyembuhkan luka. (Silalahi, Purba, & Mustaqim 2019).
q. Psidium guajava
Biasanya tumbuhan ini berupa semak atau terkadang berukuran hingga pohon
dengan tinggi mencapai 12 m. Batang dengan kulit kayu warna coklat atau hijau
keabu-abuan, mengelupas dalam bentuk keping-kepingan. Ranting saat muda
menyegi empatdan terkadang sudut-sudutnya termodifikasi menjadi sayap. Daun
tunggal dengan susunan berhadapan dan helaian berbentuk jorong, lonjong, jorong-
lanset sungsang, jorong-bundar telur sungsang atau lanset dengan ujung berbentuk
runcing, meruncing atau membundar, pangkal membundar atau sedikit menjantung.
Bunga muncul dari ketiak daun dengan kuncup berbentuk sedikit menyerupai
gasing tersusun dalam perbungaan dengan 1 hingga 3 bunga. Bunga dengan simetri
banyak, kelopak memiliki bentuk lonceng ramping, pecah secara tidak teratur,
32
mahkota dengan bentuk bundar telur sungsang atau jorong dengan benang sari
banyak, bakal buah beruang 3 hingga 6. Buah berbentuk bulat hingga menyerupai
pir, panjang umumnya 2−6 cm atau terkadang hingga 8 cm, hijau atau kuning
diluarnya, bagian daging buah putih, kuning atau merah muda. Biji berkulit coklat
krem dengan panjang 3−4 mm dan permukaannya halus. Masyarakat banyak
memanfaatkan kuncup dan daun muda sebagai obat untuk mengobati penyakit
diare. Kadar vitamin C di dalam buah ini cukup tinggi, bahkan dikatakan sangat
tidak biasa dari seluruh jenis jenis tumbuhan yang pernah tercatat. Berbagai
senyawa metabolit sekunder, terutama kelompok fenol, telah diisolasi,antara lain
kaempferol-3-O-xylosil-rutinosida, schottenol ferulat, 3-metoksisinensetin,
quercetin glukosida, sesamolinol glukosida, esculin, asam 3-sinapoilkuinat dan
semacam epicatechin galaktosida. Bioaktivitas tercatat salah satuya adalah
antioksidan dan direkomendasikan terkait penggunaan dalam kosmetik untuk
melindungi kulit (Silalahi, Purba, & Mustaqim. 2019).
33
pir, panjang umumnya 2−6 cm atau terkadang hingga 8 cm, hijau atau kuning
diluarnya, bagian daging buah putih, kuning atau merah muda. Biji berkulit
coklat krem dengan panjang 3−4 mm dan permukaannya halus. Masyarakat
banyak memanfaatkan kuncup dan daun muda sebagai obat untuk mengobati
penyakit diare. Kadar vitamin C di dalam buah ini cukup tinggi, bahkan
dikatakan sangat tidak biasa dari seluruh jenis jenis tumbuhan yang pernah
tercatat. Berbagai senyawa metabolit sekunder, terutama kelompok fenol,
telah diisolasi,antara lain kaempferol-3-O-xylosil-rutinosida, schottenol
ferulat, 3-metoksisinensetin, quercetin glukosida, sesamolinol glukosida,
esculin, asam 3-sinapoilkuinat dan semacam epicatechin galaktosida.
Bioaktivitas tercatat salah satuya adalah antioksidan dan direkomendasikan
terkait penggunaan dalam kosmetik untuk melindungi kulit (Silalahi, Purba,
& Mustaqim. 2019).
r. Syzygiumaromaticum L
Jenis ini berupa pohon tegak, dengan batang biasanya bercabang tidak
terlalu tinggi dari permukaan tanah. Tinggi mencapai 15 meter. Daun tunggal
dengan susunan berhadapan, saat muda warna merah cerah, perlahan menjadi
hijau kekuningan, kemudian hijau dan dengan permukaan atas yang
mengilap dengan ujung biasanya meruncing dan sisi atas daun mengilap.
Perbungaan muncul dari ujung ranting berdaun dan tersusun dalam malai
yang memiliki kisaran jumlah bunga umumnya 3 hingga 20 dan terkadang
hingga 40. Bunga dengan periuk berwarna hijau kekuningan yang sering
dengan efek kemerahan, kelopak dan mahkota masing-masing berjumlah 4
helai, mahkota dengan warna yang serupa, tangkai benang sari warna putih
dan kepala sari kuning pucat. Buah saat masak menjadi merah gelap atau
hampir hitam dan bertekstur lunak, panjang 2−2.5 cm dan berisi biji
berbentuk lonjong sepanjang lebih kurang 1.5 cm. Tumbuhan ini banyak
dimanfaatkan untuk penyakit luka pada kulit seperti tertusuk paku, duri dan
lain-lain. Metabolit sekunder dari tanaman terdapat senyawa-senyawa yang
tergolong dalam flavonoid, alkanoid, tannin, triterpenid, fenol, dan steroid.
34
Bioaktivitas yang dihasilkan berupa antioksidan. (Silalahi, Purba, &
Mustaqim 2019).
s. Piper betle
Jenis tumbuhan ini berupa tumbuhan yang merambat dengan akar
adventif, mencapaikisaran panjang batang antara 5−10 m. Batang biasanga
menebal pada bagianruas. Daun tunggal dengan susunan lebih kurang
berselang-seling dan berbentuk jantung melebar hingga bundar telur-lonjong,
saat diremas akan mengeluarkan aroma yang tajam, pertulangan bertipe
menjari dengan 9 tulang utama, yang terluar jauh lebih kecil dibandingkan
lain, tulang terdekat dengan ibu tulang daun biasanya muncul 1−2 cm dari
pangkal ibu tangkai. Bunga jantan dan betina terdapat dalam individu yang
terpisah, tersusun dalam perbungaan bertipe bulir yang muncul pada sisi
berlawanan dari asal munculnya daun, biasanya lebih pendek dari daun.
Perbungaan jantan dengan daun gantilan yang saling bertumpukan dan
berukuran lebih besar dibandingkan bulir betina. Bunga jantan dengan
benang sari sebanyak dua dan bunga betina dengan putik sebanyak 5 hingga
7. Buah sedikit tertanam di sumbu perbungaan.
Tumbuhan ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai ritual pada acara
pernikahan. Pengantin yang baru saja berada dirumah mertuanya dia akan
menyuguhkan tumbuhan ini sebagai oleh-oleh untuk tamu. Biasanya
tumbuhan ini dikunyah dan meneluarkan warna merah. Tumbuhan ini juga
dimanfaatkan untuk penguat gigi dan juga obat batuk.Senyawa metabolit
yang telah diisolasi dari jenis ini sangatlah banyak,antara lain chavicol,
betelfenol, eugenol, allil pirokatekin, terpen, cineol,caryophyllene, cadinene,
menthone, piperol A dan B, safrole, campene, chavibetolasetat, dan ß-
felandren. Berbagai bioaktivitas yang tercatat meliputi
antioksidan,antifertilitas, potensi antikanker, antijamur, penolak serangga,
analgesik, antikariogenik, antihistamin, antidepressan, antihiperglikemia,
serta untukberbagai penyakit seperti diabetes, malaria, ulcer dan luka
(Silalahi, Purba, & Mustaqim, 2019).
35
t. Piper attenuatum
Tumbuhan ini berupa pemanjat dengan batang yang berciri khas
menebal pada ruas.Daun tersusun selang-seling dengan tangkai sepanjang
3−3.5 cm, helaian tunggal berbentuk bundar telur lingkaran ataubundar telur
dengan pangkal membundar hingga menjantungdangkal, pada daun bagian
ujung rata atau sedikit perlahan menyempit, tepi rata, ujung dengan runcingan
tiba-tiba atau bertusuk. Bunga terpisah antara jantan dan betina, terdapat
dalam satu individu. Rangkaian bunga jantan berbentuk bulir dengan panjang
8−14 cm, benang sari 2 hingga 4, kepala sari berbentuk bulat telur.,daun
pelindung berbentuk seperti mangkuk, bakal buah berbentuk bulat telur. Buah
bertipe batu dengan bentuk bulat telur hingga bulat. Masyarakat
memanfaatkan tumbuhan ini sebagai obat demam. Tumbuhan ini mudah
diperoleh dikarenakan pertumbuhannya tidak harus dibudidayakan. Metabolit
sekunder yang dihasilkan tumbuhan ini adalah golongan etanol seperti
luteolin, quercetin, dan kaempferol. Ekstrak metanol berguna sebagai
senyawa antiinflamasi (Silalahi, Purba, & Mustaqim, 2019).
u. Citrus hystrx
Citrus hystrix Berupa pohon kecil dengan tinggi maksimal mencapai 6 m.
Ranting dengan duri. Daun majemuk beranak daun tunggal dengan susunan
spiral, tangkai bersayap dengan ujung membundar atau rata, helaian anak
daun berbentuk bundar telur, ujung helaian biasanya tumpul sedikit
meruncing. Bunga-bunga muncul secara soliter atau biasanya dalam
rangkaian berbunga 3 hingga 5, perbungaan dengan tangkai 1−5 mm. Kuncup
bunga berbentuk bulat. Bunga dengan kelopak 4 atau 5 helai, mahkota putih
dan kemerahan disisi luarnya. Buah berbentuk jorong atau hampir membulat
dengan warna saat masak kuning jeruk, berasa sangat masam dan agak pahit.
Memiliki biji dengan kotiledon putih susu.
Hasil wawancara mengungkapkan bahwa masyarakat memanfaatkan
tumbuhan ini sebagai obat kerasukan makhlus halus atau guna-guna.
Masyarakat tersebut meminta bantuan pengraji untuk meramu obat. Pada
umumnya, buah dari tumbuhan ini akan diiris tipis dan di rendam dan air
36
rendamannya diminum untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Menurut
penelitian (Silalahi et al., 2019) buah tumbuhan ini dimanfaatkan sebagai
TBC dan demam.
v. Physalis angulata
Physalis angulata berupa herba semusim dengan umur yang relatif
pendek. Tinggi individu dapat mencapai 50 cm dengan batang yang bercabang
banyak. Daun tunggal dengan susunan spiral dengan helaian berbentuk bundar
telur hingga jorong, helaian bertekstur seperti kertas dengan pangkal membaji
atau membaji lebar, tepi rata atau bergigi, dengan ujung meruncing atau
runcing. Bunga muncul secara soliter dari ketiak daun dengan panjang tangkai
antara 5 hingga 12 mm. Bunga dengan kelopak yang bertoreh hingga setengah
panjang dengan cuping sebanyak 5, mahkota berbentuk lonceng dengan warna
kuning pucat atau putih. Buah terlindungi oleh kelopak yang membesar dan
didalamnya terdapat buah buni berbentuk bulat dengan diameter lebih kurang
1.2 cm. Biji tiap buah banyak dan berbentuk seperti cakram dengan lebar
lebihkurang 2 mm. Masyarakat memanfaatkan tumbuhan ini untuk mengobati
penyakit ayan. Menurut Rengifo Salgado dan Vargas-Arana G. 2013,
menyatakan bahwa tumbuhan ini banyak digunakan dalam dunia medis
diantaranya untuk menyembuhkan demam, malaria, asma, sakit perut, luka,
hepatitis, persalinan, infeksi urin, kencing tanah, sakit telinga, dan berbagai
penyakit lainnya.
Senyawa-senyawa yang terdapat pada jenis tumbuhan ini antara lain
withanolida, physalin, karatenoid, asam oleanolat, phygrine, dan flavonol
glikosida. Selain itu, terdapat bioaktivitas yang tercatat untuk jenis ini seperti
anti parasit, anti mikroba, antimalaria, melawan infalamasi, antiasma,
melawan leishmania, sebagai bahan dieuretik serta anti kanker dan tumor
(Silalahi et al., 2019).
w. Solanum torvum
Tumbuhan ini berupa semak dengan tinggi dapat mencapai 3 m, batang
biasanya dengan kulit luar halus, berwarna putih keabu-abuan. Cabang
biasanya dengan duri yang ujungnya terkadang menyerupai kait, tersebar
37
agak jarang. Daun tunggal dengan helaian berbentuk bundar telur,
biasanya bertoreh dangkal dengan cuping sebanyak 7, ujung cuping biasanya
runcing atau tumpul dengan lekukan di antara cuping yang membundar,
pangkal helaian daun seimbang atau tidak dengan tangkai sepanjang 2−5 cm.
Bunga tersusun dalam rangkaian perbungaan bertipe cawan, meskipun
tampaknya sering lebih sedikit, padaawal kemunculannya tampak seperti di
ujung, namun kemudian menjadi terletak di samping karena perkembangan
dari cabang vegetatif dekat pangkal tangkai. Bunga bersimetri banyak,
dengan bagian-bagian berkelipatan 5, mahkota berwarna putih dengan lebar
lebih kurang 2.5 cm, benang sari dengan tangkai pendek dan kepala berwarna
kuning, bakal buah membulat. Buah berupa buni berbentuk bulat berwarna
hijau dan di pangkal dengan kelopak yang tidak terlalu menebal, saat masak
menjadi kuning. Biji perbuah banyak dengan warna coklat. Metabolit
sekunder yang dihasilkan dari tumbuhan ini adalah carpesterol (Silalahi et al.,
2019).
Tumbuhan ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat masuk yang
menurut mereka sangat ampuh. Biasanya tumbuhan ini digabungkan dengan
bawang merah kemudian dioleskan kepada orang yang masuk angin. Selain
itu, tumbuhan ini menambah cita rasa makanan keika digabungkan dengan
lauk. Masyarakat juga meyakini jika sering mengonsumsi tumbuhan ini
dapat menyembuhkan mata merah.
4.5 Bagian yang dimanfaatkan
Masyarakat Desa Sialambue memanfaatkan tumbuhan mulai dari akar,
batang, daun, bunga maupun seluruh bagian tumbuhan (lampiran 6). Bagian
yang paling banyak dimanfaatkan masyarakat adalah daun, yakni sebesar
54% dari total jenis yang dimanfaatkan (Gambar 8).
38
Gambar 9. Persentase bagian tumbuhan obat yang digunakan di Desa
Sialambue
Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan yaitu
13 jenis. Hal ini dikarenakan daun mudah diperoleh, mudah di ramu atau
dibuat sebagai obat dibanding bagian tumbuhan yang lainnya. Selain itu,
salah satu kearifan lokal masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhan secara
lestari. Daun yang dipakai bisanya daun yang sudah tua. Tumbuhan obat yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Sialambue biasanya diambil langsung
dari alam seperti hutan, ladang, pinggiran jalan, makam, dan dipekarangan
rumah.
Hasil fotosintesis daun juga menghasilkan senyawa kompleks yang
disebut senyawa metabolit sekunder. Pada umumnya, senyawa ini terdapat
pada semua bagian tumbuhan, terutama pada bagian daun. Senyawa metabolit
sekunder tersebut seperti Polyfenol, saponin, alkaloid, flavonoid, dan
terpenoid. Senyawa-senyawa kimia tersebut berkhasiat sebagai obat untuk
mengobati berbagai macam penyakit (Septiatin, 2008).
Masing-masing tumbuhan mempunyai khasiat tersendiri. Bagian
tumbuhan yang digunakan secara ganda atau digunakan seluruh bagian
tumbuhan bertujuan supaya khasiatnya lengkap. Hal tersebut dikarenakan
masing-masing bagian tumbuhan memiliki senyawa atau kandungan kimia
yang memberikan manfaat yang berbeda pula. Apabila digunakan secara
keseluruhan dan sesuai dosis maka khasiat dari bagian tumbuhan tersebut
39
akan diperoleh. Jika satu jenis tumbuhan memiliki beberapa bagian yang
dapat dimanfaatkan, maka kondisi dapat menjadikan lebih baik (Pei et al.
2009).
4.6 Jenis Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai Kerajinan Tangan di
Desa Sialambue
A. Calamus zollingeri Becc
Jenis ini memiliki batang hidup berumpun, tumbuh menjalar di
permukaan tanah di pinggir sungai dan pegunungan. Kemudian memanjat dan
melilit pada batang pohon di sekitarnya. Warna batang hijau tua, pelepah
daun berduri tangkai daun pada bagian pelepah daun berduri rapat makin ke
atas makin jarang. Rotan dewasa batang terbungkus pelepah. Menurut
Anonim (2017), menyatakan bahwa jenis rotan ini memiliki batang berduri
dan batang lebih besar dari batang lainnya.
Calamus zollingeri Beccdikenal dengan sebutan rotan batang. Dulunya,
rotan banyak digunakan oleh masyarakat Desa Sialambue. Akan tetapi,
seiiring dengan penggantian hutan menjadi kebun akhirnya populasi dari
rotan tersebut berkurang. Rotan biasanya hidup liar dihutan masyarakat.
Rotan sering digunakan untuk perpaduan beberapa bahan. Biasanya rotan
tersebut digunakan sebagai pengikat atau penyatuan dengan dua bahan. Rotan
banyak ditemukan pada alat menampi beras, centong nasi kursi, ayunan,
tudung saji, pembatas dinding, bingkai kaca, dan juga keranjang (lampiran 5).
Semua jenis kerajinan tersebut berpaduan dengan bambu.Selain itu, rotan
digunakan sebagai jemuran oleh masyarakat. kursi, ayunan, tudung saji,
pembatas dinding, bingkai kaca, dan juga keranjang. Jenis rotan ini
mempunyai nilai ekonomi tinggi, akan tetapi jenis rotan ini sangat jarang
ditemukan dikawasan hutan lindung. Menurut Gautama (2008), rotan banyak
dimanfaatkan karena mempunyai sifat yang kuat, lentur, dan bentuk yang
relatif seragam.
39
B.
C. Cocus nucifera
Cocus nucifera atau yang baiasa disebut pohon kelapa. Tanaman kelapa
merupakan tanaman monokotil dengan bentuk akar serabut dan daun yang
menjari. Daun tersusun majemuk, menyirip, berwarna kekuningan jika masih
mudadan berwarna hijau tua jika sudah tua. Tanaman ini memiiki batang
batang yang lurus dan umumnya tidak bercabang, bunga terletak diantara
ketiak daun yang disebut dengan mayang, dan buah kelapa berwarna hijau
dan merah (lampiran 4). Pohon kelapa merupakan pohon yang banyak
memiliki manfaat karena semua organ tumbuhan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat salah satunya sebagai kerajinan tangan. kerajinan tangan yang
dihasilkan, seperti:
Sapu lidi merupakan kerajinan tangan yang dihasilkan dari pohon
kelapa. Tulang anak daun kelapa diamnfaatkan sebagai bahan dasar untuk
membuat sapu. Tulang anak daun kelapa yang diambil dari daun kelapa yang
sudah tua kemudian dibersihkan dan diraut, dan dipotong unjungnya supaya
rata dan rapi. Umumnya masyarakat menambahkan tangkai atau gagang
supaya mudah menyapu maka cukup menambahkan kayu 1 meter pada
bagian pangkal dan diikat dengan rapi.
Masyarakat banyak menggunakan centong nasi yang terbuat dari pohon
kelapa. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai centong nasi adalah
tempurung kelapa. Tempurung kelapa yang telah tua dibelah menjadi dua ,
satu bagian diambil dan dilicinkan pada seluruh bagian tempurung. Kemudian
dibuat lubang pada bagian atas dan bawah untuk tempat gagang. Gagang
tersebut terbuat dari kayu dengan panjang kira-kira 50 cm. Gagang tersebut
dipotong dengan ukuran untuk mudah dipegang tangan (lampiran 5). Selain
itu, tempurung kelapa juga dapat digunakan untuk membuat sovenir cantik
seperti gantungan kunci. Tempurung kelapa tersebut dilicinkan kemudian
dibentuk sesuai keiinginan untuk dijadikan sebagai gantungan kunci.
40
41
D. Arenga pinnata
Arenga pinnata yang baiasa disebut pohon ngiro. Pohon ngiro merupakan
tanaman monokotil dengan bentuk akar serabut dan daun yang menjari. Daun
tersusun majemuk, menyirip, berwarna berwarna hijau tua jika sudah tua.
Tanaman ini memiiki batang batang yang lurus dan umumnya tidak
bercabang, bunga terletak diantara ketiak daun yang disebut dengan mayang,
dan buah ngiro berwarna hijau dan kekuning-kuningngan. Pohon ngiro
merupakan pohon yang banyak memiliki manfaat karena semua organ
tumbuhan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat salah satunya sebagai
kerajinan tangan.Kerajinan tangan yang digunakan dari pohon seperti sapu
lidi dan sapu ijuk. Sedangkan buah dari pohon tersebut digunakan sebagai
kolak dan air nira digunakan sebagai gula aren (gula merah).
E. Pandanus tectorius
Jenis tumbuhan ini memilki perawakan semak, akar penopang tinggi 0,5-
1 meter, tinggi 3-5 meter, batang bulat, arah tumbuh batang tegak lurus. Daun
tunggal, berwarna hijau, ujung daun meruncing, pertulangan daun sejajar,
daun memeluk batang, jumlah daun 3 setiap kedudukan, tepi daun rata, daun
tumpang tindih, daun memeluk batang, tulang daun sejajar, panjang daun 205
cm dan lebar 4 cm, terdapat duri diseluruh tepi daun ( lampiran 4).
Pandanus tectoriusatau yang disebut pandan duri dimanfaatkan oleh
masyarakat lokal di Desa Sialambue sudah lama. Berdasarkan hasil
wawancara mengugkapkan bahwa para remaja yang belum menikah
dahulunya sangat rajin menganyam bahkan jarang ditemukan yang tidak bisa
menganyam. Akan tetapi, seiiring berkembangnya zaman minat dan
ketertarikan menganyam oleh para remaja sudah berkurang. Para remaja tidak
tertarik bahkan menganggap kegiatan menganyam merupakan pengetahuan
yang sudah kuno. Menganyam membutuhkan kegigihan dan ketekunan.
Sebelum menganyam, proses pengambilan pandan duri juga tidak semudah
yang dibayangkan banyak sekali proses yang harus dilalui.
42
Proses pembuatan anyaman dari pandan duri Tahap pertama adalah
adalah pengambilan (misal pemanenan) di lapangan. Pengambilan daun
pandan duri dilakukan secara hati-hati, agar tumbuhan pandan tersebut tidak
rusak atau mati. Daun pandan yang diambil adalah daun yang masih lentur
dengan panjang 1 m atau lebih. Bagian pangkal dan ujung daun dipotong
menggunakan pisau atau parang. Duri bagian tepi daun dihilangkan setealh
dikering anginkan menggunakan api, lalu daun dibelah memanjang dengan
pisau sesuai ukuran lebar yang dibutuhkan. Biasanya satu helai daun dapat
dibuat menjadi empat hingga lima helai ukuran yang lebih kecil
menggunakan jakka. Lebar helaian daun diukur sesuai kebutuhan kemudian
dilicinkan atau dihaluskan di atas alas kain menggunakan bambu yang sudah
dipotong sedemikian rupa agar hasil anyaman semakin halus dan irisan daun
yang berukuran kecil menjadi lentur serta mudah dianyam.
Setelah helaian daun terkumpul, kemudian diikat untuk direndam
disungai atau kamar mandi selama semalam. Setelah helaian daun diangkat
kemudian dijemur dibawah sinar matahari atau dikering aginkan apabila sinar
matahari kurang intensitasnya.Lama perendaman dan ukuran helaian pandan
duri merupakan faktor yang mempengaruhi mutu hasil anyaman. Masyarakat
lokal di desa tersebut menjelaskan jika penjemuran kurang sinar atau cuaca
mendung hasil anyaman kelihatan berwarna putih kusam, sedangkan jika
perendaman daun pandan kurang lama maka helaian pandan mudah rusak
saat dianyam. Sebelum dianyam daun pandan dipukul-pukul secara perlahan
agar menjadi lemas dan berpermukaannya menjadi halus. Kemudian daun
pandan siap dianyam.
Helai daun yang digunakan untuk membuat kerajinan tangan dari
pandan duri bermacam-macam tergantung dengan jenis dan ukuran kerajinan
tangan yang dihasilkan. Tikar pandan menggunakan kurang lebih 20 helaian
daun, tepat dodol menggunakan sekitar 3 helaian daun, dan tempat zakat
fitrah menggunakan helaian daun. Proses pengolahan daun pandan menjadi
tikar di atas secara garis besar sama dengan yang dil-akukan oleh masyarakat
di seputar Taman Nasional Ujung Kulon di Banten (Rahayu dan Handayani,
43
2008). Lebih jauh lagi, proses tersebut juga secara umum sama dengan yang
ditemukan di seluruh masyarakat yang ada di Jawa (Hofstede, 1925).
Pandan duri dimanfaatkan masyarakat lokal Desa Sialambue untuk
aneka keperluan terkait adat dan keperluan sehari-hari seperti upacara
pernikahan, tempat zakat fitrah dan kematian. Masyarakat lokal Desa
Sialambue yang diwawancara dalam penelitian ini lebih menyukai tikar
pandan daripada tikar plastik,hal ini terkait dengan kenyamanan. Saat musim
penghujan (di mana suhu udara relatif lebih rendah/dingin dari musim
kemarau) tikar pandan memberikan kehangatan sehingga nyaman digunakan.
Begitu pula sebaliknya, saat musim panas tikar menjadi dingin saat
digunakan (misalnya meredakan kepanasan). Selain itu, tikar pandan duri
juga digunakan ketika ada kematian untuk alas jenazah diletakkan di keranda.
Pandan duri yang digunakan untuk keperluan adat biasanya ketika ada
acara pernikahan. Alas yang digunakan untuk kedua mempelai pengantin
adalah yang berasal dari pandan duri. Berdasarkan hasil wawancara bahwa
jika disuatu rumah tidak terdapat tikar pandan maka diharuskan untuk
meminjamnya kepada tetengga yang mempunyai jenis tikar tersebut supaya
pengantin tersebut dipersilahkan untuk duduk. Selain itu, Pandan duri juga
dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat dodol medan. Salah satu alasan
masyarakat tersebut menjadikan anyaman pandan duri sebagai tempat dodol
dikarenakan dodol tersebut akan tahan lama selama satu minggu bahkan satu
bulan lebih. Ketika masyarakat menemukan dodol yang berjamur atau tidak
enak untuk dimakan maka terdapat kesalahan ketika memasaknya.
Umumnya, memasak dodol medan memerlukan waktu kurang lebih 9
jam.Saat ini, kegiatan menganyam sudah jarang ditemui terkait dengan mulai
sulitnya didapatkan bahan baku daun pandan di alam. Selain itu, belum
adanya kegiatan budidaya dan penanaman jenis-jenis pandan sumber bahan
baku anyaman di Desa Sialambue tersebut.Dengan demikian, hal tersebut
dapat mengancam keberadaan jenis-jenis pandan duri dialam serta tradisi
pemanfaatan pandan duri oleh masyarakat lokal di desa tersebut.
43
F. Dendrocalamus asper
Jenis ini memiliki bentuk rumpun simpodial, tegak dan padat jenis
rimpang pakimorf, rebung berwarna hitam keunguan, tertutup bulu berwarna
coklat hingga kehitaman, tingginya dapat mencapai 20 m, tegak dengan ujung
melengkung. Percabangan terdapat dibagian tengah batang. Batang bambu
berwarna hijau, hijau tua atau hijau keunguan, pada batang muda buluh hijau
agak keputih-putihan dan ketika buluh tua berwarna hijau bertotol putih
karena ada lumut kerak menempel pada buluhnya, selain itu buku bukunya
bagian bawah dikelilingi oleh akar udara. Bagian bawah buluh muda tertutup
bulu ruas panjangnya 30-50 cm dan berdiameter 12-18 cm, pelepah buluh
mudah luruh tertutup bulu hitam hingga coklat tua. Daun bambu memiliki
permukaan yang halus, pangkal daun berbentuk oval dengan ujung meruncing
dan berwarna hijau jumlah batang antara 32-53 batang setiap rumpunnya.
Dendrocalamus asper disebut dengan dengan bambu godang. Pada
zaman dulu, bambu godang sangat banyak digunakan oleh masyarakat
sebagai dinding rumah. Akan tetapi, seiiring dengan perkembangan zaman
bambu godang sudah tidak dipakai lagi hanya sebagian rumah yang masih
memakai dinding yang terbuat dari jenis bambu tersebut. Menurut Munziri
dkk (2013), menyatakan bahwa bambu memiliki sifat-sifat yang baik untuk
dimanfaatkan karena memiliki batang yang kuat dan kulit yang mudah
dibentuk. Bambu godang banyak ditemukan di pemukiman desa sehingga
mampu menjadi tanman serbaguna bagi masyarakat. Jenis bambu godangini
paling banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan bangunan karena
memiliki batang yang kuat dan ruas-ruas yang pendek.
Tunas bambu godang banyak dimanfaatkan sebagai sayur. Kerajinan
tangan yang paling terkenal dari jenis bambu ini adalah alat yang digunakan
untuk menampi beras. Bambu godang tersebut dianyam sedemikian rupa
sehingga bisa digunakan sebagai penampi beras. Hampir setiap rumah
mempunyai alat penampi beras. Manfaat lain dari jenis bambu ini dijadikan
sebagai taguk untuk menampung nira, tangga untuk mengambil nira dan juga
dijadikan sebagai jembatan.
45
G. Schitostachyum brachycladum
Jenis ini memiliki bentuk rumpun simpodial dengan jenis rimpang
pakimorf agak rapat, bentuk batang lurus dengan ujung menjuntai, batang
berwarna hijau tua, tinggi batang mencapai 15 m. Panjang ruas batang
mencapai 25 cm diameter batang antara 5-7 cm bentuk daun memanjang
berwarna hijau, panjang daun antara 15-30 cm, dengan lebar daun 2-3 cm
dengan jumlah batang 41 batang setiap rumpun .
Schitostachyum brachycladumdisebut dengan bambu lemang. Pada
umumnya, masyarakat memanfaatkan bambu lemang sebagai tempat untuk
memasak lemang. Bambulemangdigunakan sebagai tempat ketan yang sudah
dikasih santan dan garam. Sebelumnya bambu tersebut dilapisi dengan daun
pisang yang masih muda. Memasak lemang merupakan salah satu adat atau
kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut sebelum lebaran tiba.
Bambu tersebut digunakan sebagai tempat lemang karena lemang dapat
bertahan lama kurang lebih 7 hari.
45
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tumbuhan yang diamanfaatkan sebagai obat terdiri dari 23 jenis dari 16
famili. Bagian tumbuhan obat yang sering digunakan adalah daun dengan
pengolahan yang banyak dilakukan dengan cara dihaluskan. Masyarakat yang
menggunakan tumbuhan obat umumnya adalah perempuan dengan tingkat
pendidikan sekolah dasar (SD) dengan mata pencaharian buruh atau petani.
Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan terdiri dari 3 famili dari 6
jenis. Masyarakat yang masih menggunakan tumbuhan kerajinan tangan adalah
perempuan dengan tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) dan mata pencaharian
pengrajin dengan memanfaatkan bagian tumbuhan berupa daun dan batang
dengan cara dianyam.
5.2 Saran
Upaya pelestarian tumbuhan sangat perlu ditingkatkan dengan jalinan kerja
sama yang sinergis antara lembaga-lembaga konservasi dengan masyarakat. Perlu
adanya upaya pendampingan dari lembaga-lembaga konservasi seperti pengenalan
jenis tumbuhan yang mempunyai peran penting untuk menunjang kehidupan dan
sosialisasi untuk kegiatan budidaya tumbuhan tersebut kepada masyarakat lokal
supaya lebih peduli terhadap potensi serta kelstarian jenis tumbuhan tersebut
sehingga kelestarian tumbuhan tersebut dapat terjaga dengan baik.
47
DAFTAR PUSTAKA
Agu, K.C., Okolie, P.N.( 2017). Proximate composition, phytochemical analysis,
dan in vitroantioxidant potentials of extracts of Annona muricata (soursop).
Food Sci Nutr,5(5):1029-1036
Arista, A., Fahrizal, & Dirhamsyah, M. (2014). Studi Pemanfaatan Pandan Duri
(Pandanus tectorius) di Hutan Tembawang oleh Masyarakat Desa Riam
Mangeli Kecamatan Boyan Tanjung Kabupaten Kapuas Hulu, 533–539.
Awang, (2002). Etnoekologi Manusia di Hutan Rakyat. Sinergi Press.
Yogyakarta, 2-36.
Kuni, B. E., Hardiansyah, G., dan Idham. (2015). Etnobotani masyarakat suku
dayak kerabat di desa tapang perodah kecamatan sekadau hulu kabupaten
sekadau. 3, 383–400.
Emelia, T. W. (2018). Pengrajin Tikar Pandan Di Desa Alue O Idi Rayeuk. 24(1),
551–555.
Choudhary, K., Singh, M., and Pillat, U. (2008). Ethnobotanical survey of
Rajasthan – an update. J. BotanyAmerican-Eurasian, 1(2): 38-45
Dalimarta, S. (2000). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 2. Jakarta : Trubus
Agriwidya.
Dimas, P. (2016). Bioekologi Dan Etnobotani Pandan ( Pandanaceae ) Oleh
Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi. Berita Biologi, 14
(2): 121-127
Gautama I.(2008). Analisis Biaya Dan Proses Pemanenan Rotan Alam di Desa
Mambue Kab Luwu Utara. Jurnal Hutan dan Masyarakat, 3 (1): 001-110.
Makassar
Iqbal, M., & Pitopang, R. (2019). Kajian Etnobotani Pandanaceae Pada Suku
Moma Di Ngata Toro , Kulawi , Sulawesi Tengah Ethnobotanical Study of
Pandanaceae of Moma Tribe In Ngata Toro , Kulawi , Central Sulawesi.
Journal of Science and Technology, 8 (4): 36–43.
Ismarani. (2013). Kajian persepsi konsumen terhadap terhadap penggunaan obat
herbal (kasus di Unisma Bekasi).Jurnal Agribisnis dan Pengembangan
Wilayah, 4(2): 52-58.
Kusuma, F. R., dan Zakky, B. M. (2005). Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. PT.
Agro Media Pustaka.
Liyanti R. P., Setia Budhi, F. Y. (2015). Studi Etnobotani Tumbuhan yang
48
Dimanfaatkan di desa Pesaguan Kanan Kecamatan Matan Hilir Selatan
Kabupaten Ketapang. Jurnal Hutan Lestari, 3 (3): 421–433.
Nggadas, A., Idham, M., & Sisilia, L. (2019). pendahuluan Masyarakat Suku
Dayak Ribun memiliki sumber daya alam yang dapat dikembangkan sebagai
sumber pendapatan Interaksi terhadap alam masih ada hingga saat ini
sehingga perlu adanya penelitian mengenai jenis-jenis. 7: 682–696.
Niapele, S. (2013). Bentuk Pengelolaan Hutan Dengan Kearifan Lokal
Masyarakat Adat Tugutil.Agrikan: Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan, 6
(62):62-73
Nurrani, L. (2013). Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam Berkhasiat Obat
Oleh Masyarakat Di Sekitar Cagar Alam Tangale. Info BPK Manado, 3(1)
:1–22.
Rengifo-Salgado E, Vargas-Arana G. (2013). Physalis angulata L. (Bolsa
Mullaca): a review ofits traditional uses, chemistry dan pharmacology. Bol
Latinoamer Caribe Pl MedicAromát, 12(5): 431-445.
Safwan, M. (2008). Eksplorasi Etnobotani Terhadap Tumbuhan Hutan yang
berkhasiat Sebagai Obat Di Daerah Aliran Sungai Sekayam Kabupaten
Sanggau. Kerjasama Untan Dengan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan
Barat, pontianak.
Salsabila, P.P, Zuhud, E. A. M, & Siswoyo. (2014). Pemanfaatan Tumbuhan
Pangan Dan Obat Oleh Masyarakat Di Dusun Palutungan, Desa
Cisantana, Sekitar Taman Nasional Gunung Ciremai,19(1): 146–153.
Savithramma, P., Yugandhar, M., Rao, L. (2013). Documentation of
Ethnobotanical Knowledge of Ethnic Groups From Kurnool District, Andhra
Pradesh, India. The Journal of Ethnobiology and Traditional Medicine.
Photon 118: 295-305.
Singh, O., Ali, M. (2011). Phytochemical dan antifungal properties of the seeds of
Carica papayaL. Indian J Pharm Sci, 73(4): 447-451.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Afabet
Supriati, R., Nurliana, S., & Malau, F. (2012). Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Tanah Hitam Kecamatan
Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara. Jurnal Ilmiah Konservasi Hayati,
08(1): 44–50.
Suryadarma, I.G.P. (2005). Konsepsi Kosmologi dalam Pengobatan Usada Taru
Pramana.. Journal of Tropical Ethnobiology. Vol II. No.1. Januari 2005.
LIPI. Bogor.
49
Syukur M. (2017). Kerajinan Tangan Hasil Pengolahan Tumbuhan Hutan Oleh
Masyarakat Desa Nibung Kecamatan Salimbau Kabupaten Kapuas Hulu.
Publikasi Informasi Pertania, Piper No. 24 Volume 13 April 2017.
Tami, R. E. D. W., Uhud, E. R. A. M. Z., & Ikmat. (2019). Rawa Kampung
Penyengat Sungai Apit Siak Riau ( Medicinal Ethnobotany and Potential of
Medicine Plants of Anak Rawa Ethnic at The Penyengat Village Sungai Apit
Siak Riau ), 40–50.
Verma, Paul, P,. Kumar, Yagik, K.,&Gupta, V.(2013). Biodiversity of
ethnomedicinal plants used by traditional healers in remote villages of
Datia District of Bundelkhand region, India. The Journal of Ethnobiology
and Traditional Medicine. Photon 118: 269-278.
50
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Responden
Nama Responden :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan : Nikah atau Belum Menikah
Karakteristik Responden
1. Berapa umur anda?
a. < 12 tahun c. 19 – 39 tahun
b. 13 – 18 tahun d. 40 – 85 tahun
2. Dari mana asal daerah anda?
a. Asli Desa Sialambue b. Pendatang dari........
3. Apa Pendidikan terakhir anda?
a. Tidak sekolah b.Tidak tamat SD
c. Tamat SD sederajat d. Tamat SLTP/SMP
e.Tamat SLTA/SMA f. Lain-lain
4. Apa pekerjaan anda?
a. Tidak bekerja b. Lain-lain, sebutkan....
5. Bila sudah menikah, apa pendidikan terakhir istri atau suami anda?
a. Tidak sekolah b.Tidak tamat SD
d. Tamat SD sederajat d. Tamat SLTP/SMP
e.Tamat SLTA/SMA f. Lain-lain
51
6. Bila sudah menikah, apa pekerjaan istri atau suami anda?
a. Tidak bekerja b. Lain-lain
Penggunaan dari jenis Tumbuh-tumbuhan untuk kerajinan tangan
7. Apakah anda pernah memakai produk kerajinan dari jenis tumbuh-
tumbuhan di Desa Sialambue?
a. Ya b. Tidak
8. Bila ya, produk kerajinan apa yang anda pakai?
a. Tikar b. Sumpit c. Lain-lain
9. Bila tidak, jenis produk apa yang digunakan selain dari kerajinan tangan?
a. plastik b. Lain-lain
Penggunaandari jenis Tumbuh-tumbuhan sebagai obat
10. Apakah anda pernah memanfaatkan tumbuhan sebagai obat tradisonal?
a. Ya b. Tidak
11. Bila tidak, jenis berusaha berobat kemana?
a. Puskesmas b. Bidan c. Dokter d. Mengobati sendiri/jamu
e. dan lain-lain
12. Bila ya, darimana anda mendapatkan pengobatan tradisional?
a. Turun temurun b. Tabib c. dan lain-lain
13.Jenis penyakit apa yang diobati secara tradisonal?
a. Panu b. Demam c. Luka d. Lain-lain
52
14. Jenis tumbuhan apa saja yang ditanam atau budidayakan?
a............ b............. c............ d............. e..............
f............ g.............. h............ i.............. j...............
k............ l............... m............ n.............. o..............
53
Lampiran 2. Kuisioner Pengrajin
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :..........tahun
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Penggunaan Tumbuh-tumbuhan Sebagai Kerajinan Tangan
1. Sejak kapan anda berprofesi sebagai pengahasil kerajinan tangan?
.....................................................................................................................
2. Dari mana anda mendapatkan pengetahuan tentang cara membuat kerajinan
tangan?
......................................................................................................................
3. Jenis tumbuhan apa saja yang anda gunakan dalam pembuatan kerajinan
tangan?
.....................................................................................................................
4. Bagian tumbuhan apakah yang anda gunakan dalam pembuatan kerajinan
tangan?
......................................................................................................................
5. Dari mana anda mendapatkan tumbuhan untuk dijadikan sebagai kerajinan
tangan?
........................................................................................................................
54
6. Bagaimana tahapan anda dalam membuat kerajinan tangan dari tumbuhan
tersebut?
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
7. Apa saja jenis kerajinan tangan yang anda buat?
........................................................................................................................
8. Apakah pengetahuan cara pengolahan tumbuhan dalam bentuk kerajinan tangan
diturunkan pada anak anda?
........................................................................................................................
55
Lampiran 3. kuisioner Pengraji
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :..........tahun
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Penggunaan Tumbuh-tumbuhan Sebagai Obat
9. Sejak kapan anda berprofesi sebagai pengraji?
.....................................................................................................................
10. Bagaimana anda mengetahui tentang penyakit?
......................................................................................................................
11. Apakah anda menggunakan tumbuh-tumbuhan dalam pegobatan?
.....................................................................................................................
12. Berapa hari biasnya obat digunakan?
......................................................................................................................
13. Dari mana anda mendapatkan tumbuhan untuk dijadikan sebagai obat?
........................................................................................................................
57
14. Bagaimana cara anda dalam mengolah tumbuhan yang dijadikan sebagai obat?
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
15. Apa bahan untuk membuat obat terdiri dari satu macam atau bermacam-macam
tumbuhan?
........................................................................................................................
16. Apakah pengetahuan cara pengolahan tumbuhan dalam bentuk kerajinan tangan
diturunkan pada anak anda?
.........................................................................................................................
57
Lampiran 4. Tumbuhan kerajinan tangan di Desa Sialambue
Schitostachyum brachycladum Dendrocalamus asper
Calamus zollingeri Becc Cocus nucifera
Pandanus tectorius
58
Lampiran 5. Jenis kerajinan tangan yang dihasilkan masyarakat Desa Sialambue
Alat penampi beras Alat perangkap ikan Lemang
Karucung Tempat beras Parpitoraan
Luka Bakul Sendok nasi
59
Lampiran 6. tumbuhan obat di Desa Sialambue
Citrus hystrix Bryophillum pinnatum Piper attenuatum
Ageratum conyzoides Justicia gendarusa Jatropha curcas
Physalis angulata Elaeisguineensis Amalanthus populneus
60
Lampiran 7. Data Responden ysng di Wawancarai di Desa Sialambue
Tabel 1. Data Responden
Nama Jenis Kelamin Umur (Tahun) Pekerjaan
Responden 1 Laki-laki 54 Tahun Tokoh Masyarakat
Responden 2 Laki-laki 62 Tahun Tokoh Masyarakat
Responden 3 Laki-laki 67 Tahun Pengraji
Responden 4 Laki-laki 60 Tahun Pengraji
Responden 5 Laki-laki 56 Tahun Pengraji
Responden 6 Perempuan 63 Tahun Pengrajin
Responden 7 Perempuan 72 Tahun Pengrajin
Responden 8 Perempuan 67 Tahu Pengrajin
Responden 9 Perempuan 56 Tahun Pengrajin
Responden 10 Perempuan 76 Tahun Pengrajin
Responden 11 Perempuan 67 Tahun Pengrajin
Responden 12 Perempuan 65 Tahun Guru
Responden 13 Perempuan 44 Tahun Guru
Responden 14 Perempuan 56 Tahun Guru
Responden 15 Perempuan 34 Tahun Guru
Responden 16 Perempuan 39 Tahun Guru
Responden 17 Laki-laki 33 Tahun Guru
Responden 18 Laki-laki 34 Tahun Guru
Responden 19 Laki-laki 29 Tahun Guru
Responden 20 Laki-laki 34 Tahun Guru
Responden 21 Laki-laki 55 Tahun Petani
Responden 22 Laki-laki 58 Tahun Petani
Responden 23 Laki-laki 60 Tahun Petani
Responden 24 Laki-laki 38 Tahun Petani
Responden 25 Laki-laki 62 Tahun Petani
Responden 26 Laki-laki 66 Tahun Petani
Responden 27 Laki-laki 63 Tahun Petani
Responden 28 Laki-laki 57 Tahun Petani
Responden 29 Laki-laki 56 Tahun Petani
Responden 30 Laki-laki 67 Tahun Petani
Responden 31 Laki-laki 58 Tahun Petani
Responden 32 Laki-laki 56 Tahun Petani
Responden 33 Laki-laki 34 Tahun Petani
Responden 34 Laki-laki 32 Tahun Petani
Responden 35 Laki-laki 40 Tahun Petani
Responden 36 Laki-laki 52 Tahun Petani
Responden 37 Perempuan 34 Tahun Petani
Responden 38 Perempuan 45 Tahun Petani
Responden 27 Perempuan 45 Tahun Ibu Rumah
Tangga
61
Responden 39 Perempuan 40 Tahun Ibu Rumah
Tangga
1 2 3 4
Responden 40 Perempuan 62 Tahun Ibu Rumah
Tangga
Responden 41 Perempuan 60 Tahun Ibu Rumah
Tangga
Responden 42 Perempuan 54 Tahun Ibu Rumah
Tangga
Responden 43 Perempuan 45 Tahun Ibu Rumah
Tangga
Responden 44 Perempuan 42 Tahun Ibu Rumah
Tangga
Responden 45 Perempuan 38 Tahun Ibu Rumah
Tangga
Responden 46 Perempuan 68 Tahun Wiraswasta
Responden 47 Perempuan 60 Tahun Wiraswasta
Responden 48 Perempuan 42 Tahun Wiraswasta
Responden 49 Perempuan 34 Tahun Wiraswasta
Responden 50 Perempuan 45 Tahun Wiraswasta
Responden 51 Perempuan 45 Tahun Wiraswasta
Responden 52 Laki-laki 53 Tahun Wiraswasta
Responden 53 Laki-laki 33 Tahun Wiraswasta
Responden 54 Laki-laki 45 Tahun Wiraswasta
Responden 55 Laki-laki 54 Tahun Wiraswasta
Responden 56 Laki-laki 55 Tahun Wiraswasta
Responden 57 Laki-laki 56 Tahun Wiraswasta
Responden 58 Laki-laki 45 Tahun Wiraswasta
Responden 59 Laki-laki 50 Tahun Wiraswasta
62
Lampiran 8. Keanekaragaman Tumbuhan dan Pemanfaatannya di Desa Sialambue
Tabel 2. Tumbuhan yang dimanfaatakan oleh masyarakat Lokal di Desa Sialambue
Famili Nama Lokal Jenis Bagian tumbuhan
yang digunakan Cara Pengolahan
Manfaat tumbuhan yang
digunakan
Arecaceae
Hotang
Calamus zollingeri Becc Batang Dianyam
Alat penampi beras,
centong nasi, ayunan, alat
menangkap ikan, jemuran
Arambir Cocus nucifera Daun dan Buah Dianyam Sapu lidi, centong nasi,
Sovenir, tempat ketupat
Arenga pinnata Trikoma dan Daun Dianyam Sapu lidi, dan sapu ijuk
Bayuon Pandanus tectorius Daun
Dianyam
Tikar, tempat zakat fitrah,
tempat makanan (dodol)
62
1 2 3 4 5 6
Poaceae
Bulu Godang Dendrocalamus asper Batang Dianyam Alat penampi beras,
dinding rumah
Buku
Lomang
Schitostachyum
brachycladum Batang Dibakar Tempat makanan
Achantaceae Sisakkil Justicia gendarusa Daun Dipotong kecil-
kecil
Kerasukan makhlus halus
Agaveceae Hanjuang Cordyline Fructicosa Daun Dipotong kecil-
kecil
Kerasukan makhluk halus
Annonaceae
Tarutung
Kulando Annona muricata Daun Dihaluskan Mengusir tungau
Pining Areca catechu Buah Dikunyah Menguatkan gigi
Sawit Elaeisguineensis Buah Dibakar Penyembuh luka
Asteraceae Siangur Ageratum conyzoides Daun Ditumbuk Penyembuh luka
Campanulaceae Ubat ni Mata Hippobroma logiflora
Bunga Diteteskan
Obat mata
Caricaceae Botik Carica papaya Getah dan daun Getah diteteskan Obat demam,masuk angin
63
1 2 3 4 5 6
Cucurbitaceae Accimun Cucumis sativus Buah Dimakan
langsung Hipertensi
Crasulaceae Dingin-
Dingin
Bryophillum pinnatum
Daun dan batang Ditumbuk
Obat batuk, demam, sakit
gigi dan lain-lain
Euphorbiaceae Nasi-Nasi Breynia androgyna
Daun Direbus Melancarkan ASI
Andulpak Amalanthus populneus Daun Direbus Obat demam
Sindulang Jatropha curcas Getah Diteteskan Penyembuh luka
Leguminaceae Galinggang Cassia alata L Daun Dihaluskan Obat penyakit kulit
Lythraceae Atirangga
ayu Lawsonia inermis Daun Dihaluskan Obat kutu air
Malvaceae Bunga Raya Hibiscus rosa-sinensis Daun Direbus Obat demam dan sakit
kepala
Myrtaceae Jambu Orsik Psidium guajava Daun dan Buah Direbus Obat diare
Congke Syzygiumaromaticum L Buah Ditumbuk Penyakit luka yang terkena
duri dan lain-lain.
64
1 2 3 4 5 6
Piperaceae Burangir Piper betle Daun Dihaluskan Obat batuk penguat gigi
Simanat Piper attenuatum Seluruh bagian
tumbuhan Direbus Obat demam
Ruteceae Utte Mukkur Citrus hystrix Buah dan daun
Direndam dan
air rendamannya
diminum
Obatkerasukan makhluk
halus
Solanaceae Pultak-Pultak Physalis angulata Buah Dihaluskan Obat.penyakit ayan
Rimbang Solanum torvum Buah Dihaluskan Obat mata merah
Top Related