keanekaragaman dan pola distribusi tumbuhan paku di hutan ...
Transcript of keanekaragaman dan pola distribusi tumbuhan paku di hutan ...
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI TUMBUHAN PAKU DI HUTAN WISATA ALAM TAMAN EDEN
KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
SITI RAHMAH LUBIS 077030021/BIO
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
S
EK O L A
H
PA
SC A S A R JANA
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI TUMBUHAN PAKU DI HUTAN WISATA ALAM TAMAN EDEN
KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SITI RAHMAH LUBIS 077030021/BIO
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Judul Tesis : KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI TUMBUHAN PAKU DI HUTAN WISATA ALAM TAMAN EDEN KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Siti Rahmah Lubis Nomor Pokok : 077030021 Program Studi : Biologi
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc) Ketua
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc)
Direktur (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal lulus: 30 Juni 2009
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Telah diuji pada
Tanggal 30 Juni 2009
__________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc
Anggota : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS
2. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D
3. Dr. Budi Utomo, SP, MP
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
ABSTRAK
Penelitian tentang Keanekaragaman dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara telah dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan Februari 2009. Lokasi penelitian ditentukan secara Purposive Sampling dan dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan ketinggian. Ketinggian I berada pada 1100 – 1300 m dpl; ketinggian II berada pada 1300 – 1500 m dpl; dan ketinggian III berada pada 1500 – 1750 m dpl. Area penelitian seluas 0.15 ha (5m x 5m x 20 x 3), tiap plot berukur 5m x 5m, dengan jumlah subplot 60.
Dari hasil penelitian diperoleh 57 jenis Pteridophyta dengan jumlah 3898 individu yang termasuk ke dalam 3 kelas, 5 ordo, 23 famili dan 36 genera. Pada ketinggian 1100-1300 m dpl didominasi oleh Gleichenia truncata dan Vittaria angustifolia, ketinggian 1300-1500 m dpl dengan Gleichenia linearis dan Vittaria angustifolia dan ketinggian 1500-1750 m dpl dengan Dipteris conjugata dan Phymatopteris triloba. Nilai Indeks Keanekaragaman tertinggi terdapat pada ketinggian 1100-1300 m dpl yaitu sebesar 2.95989, sedangkan Indeks Keseragaman tertinggi terdapat antara ketinggian 1100-1300 m dpl dan ketinggian 1300-1500 m dpl sebesar 60.13%. Pola distribusi tumbuhan paku di lokasi penelitian adalah berkelompok (clumped). Suhu udara, kelembaban, intensistas cahaya, dan pH berkorelasi searah pada keanekaragaman tumbuhan paku.
Kata Kunci: Paku, Distribusi, Keanekaragaman, Hutan Taman Eden, Toba
Samosir.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
ABSTRACT
A research about Diversity and Distribution Type Pterydophyte in Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir North Sumatra Province were conducted in December 2008 to February 2009. Sampling area was settled by using Purposive Sampling Method and divided to three location based on altitude. Altitude I was 1100 – 1300 m above sea level; altitude II was 1300 – 1500 m above sea level and the altitude III was 1500 – 1750 m above sea level. Areas size of observation was 0,15 ha (5 m x 5 m x 20 x 3), were observed in size 5 m x 5 m with 60 subplot.
The result showed that the location have 57 species Pteridophyta of 3 class, 5 ordo, 23 family and 36 genera. Altitude I has dominated with Gleichenia truncata and Vittaria angustifolia, altitude II with Gleichenia linearis and Vittaria angustifolia, altitude III with Dipteris conjugata and Phymatopteris triloba. Altitude 1100-1300 m dpl have the highest of Indeks Diversity is 2.95989. The altitude 1300-1500 m dpl and altitude 1300-1750 m dpl has the highest of Indeks Similarity is 60.13%. Distribution Pterydophyta in the observation located are grouping (clumped). Founded the correlation line between Indeks Diversity with air temperature, moisture, light of sun intencity and pH.
Keywords: Fern, Distribution, Diversity, Eden Park Forest, Toba Samosir.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata′ala dengan ridho-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian “Keanekaragaman dan Pola
Distribusi Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba
Samosir Provinsi Sumatera Utara”, dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. B. Sengli J.
Damanik, M.Sc sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Prof. Dr. Retno
Widhiastuti, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian
sampai selesainya penyusunan tesis ini.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D dan Dr. Budi Utomo, SP, MP, sebagai
dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam
penyempurnaan penyusunan tesis ini.
2. Gubernur Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Bappeda yang telah
memberikan beasiswa S-2 kepada penulis sampai menyelesaikan studi S-2.
3. Ayahanda (H.M. Ridhwan Yahya Lubis) dan Ibunda (Hj. Habibah Matondang)
yang teramat besar jasa dan do´anya.
4. Suami tercinta (Imran Doni Fauzi, SE) yang telah memberikan motivasi dan
do´a serta anak-anakku tersayang (M. Rado Fauzi dan Ibrahim Ahmad) yang
telah memberikan energi paling terbesar buat penulis untuk menyelesaikan
tesis ini.
Akhir kata semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat-Nya dalam
menuntut ilmu dan semoga tesis ini bermanfaat. Terima kasih.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
RIWAYAT HIDUP
Siti Rahmah Lubis, dilahirkan di Medan 6 Agustus 1975 dari pasangan
Ayahanda H.M. Ridhwan Yahya Lubis dan Ibunda Hj. Habibah Matondang.
Menikah dengan Imran Doni Fauzi, SE pada tanggal 5 Maret 2000. Penulis
mempunyai dua orang putra yaitu M. Rado Fauzi (8 tahun), Ibrahim Ahmad (3 bu l a
n).
RIWAYAT PENDIDIKAN
– Tahun 1987 Lulus dari SD Negeri No. 060848 Medan.
– Tahun 1990 Lulus dari SMP Negeri 6 Medan.
– Tahun 1993 Lulus dari SMA Negeri 16 Medan.
– Tahun 1997 Lulus dari Fakultas Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan
Alam Jurusan Biologi IKIP Medan.
– Tahun 2007 Terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Biologi Sekolah
Pascasarjana USU Medan.
RIWAYAT PEKERJAAN
Sejak tahun 1997 sebagai Guru SMA Negeri 1 Balaraja–Tangerang (Jawa
Barat).
Sejak tahun 1998 sampai sekarang sebagai Guru SMA Negeri 6 Medan.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK.................................................................................................... i ABSTRACT.................................................................................................... ii KATA PENGANTAR................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP....................................................................................... iv DAFTAR ISI................................................................................................. v DAFTAR TABEL......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi I . PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................... 1 1.2. Permasalahan ...................................................................... 2 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 2 1.4. Manfaat Penelitian .............................................................. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4 2.1. Karakteristik Tumbuhan Paku ............................................ 4 2.2. Klasifikasi Tumbuhan Paku ................................................ 8 2.3. Ekologi Tumbuhan Paku .................................................... 11 2.4. Distribusi Tumbuhan Paku ................................................. 12 2.5. Manfaat Tumbuhan Paku .................................................... 14 III. METODA PENELITIAN ....................................................................... 15 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 15 3.2. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ........................................ 15 3.2.1. Topografi ................................................................ 16 3.2.2. Iklim ........................................................................ 16 3.2.3. Jenis Tanah ............................................................. 16 3.2.4. Vegetasi .................................................................. 16 3.3. Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 17 3.3.1. Alat dan Bahan ........................................................ 17 3.3.2. Di Lapangan ............................................................ 17 3.3.3. Di Laboratorium ...................................................... 19 3.4. Analisis Data ...................................................................... 20 3.4.1. Keanekaragaman Tumbuhan Paku .......................... 20 3.4.2. Pola Distribusi ......................................................... 21 3.4.3. Analisis Korelasi ..................................................... 22
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 23 4.1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden .............................................................. 23 4.2. Komposisi Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden......................................................................... 30 4.3. Tumbuhan Paku Dominan di Hutan Wisata Alam Taman Eden ................................................................................. 37 4.4. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)
Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden................................ 42 4.5. Indeks Similaritas (IS)......................................................... 45 4.6. Distribusi dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku ................... 47 4.6.1. Distribusi Tumbuhan Paku ....................................... 47 4.6.2. Pola Distribusi.......................................................... 52 4.7. Analisis Korelasi ................................................................. 55 4.8. Habitat Tumbuhan Paku Teresterial di Hutan Wisata Alam
Taman Eden......................................................................... 57 4.9. Potensi Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden ................... 59 4.10. Deskripsi Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam
Taman Eden ........................................................................ 62 V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 119 5.1. Kesimpulan ......................................................................... 119 5.2. Saran ................................................................................. 120 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 121
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
DAFTAR TABEL No. J u d u l Halaman 1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden ................................................................................... 24
2 Jumlah Famili, Jenis dan Individu Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden .................................................................................... 27
3. Nilai Rata-rata Faktor Fisik pada Tiga Ketinggian di HWA Taman Eden ................................................................................... 29
4. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden ........................................... 43
5. Nilai Indeks Similaritas (IS) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden 45
6. Nilai Indeks Morisita (Id) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden.. 52
7. Nilai Analisis Korelasi Pearson terhadap H’ dengan Metode Komputerisasi SPSS ver. 12.00....................................................... 55
8. Analisis Tanah di Hutan Wisata Taman Eden ................................. 57
9. Potensi Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden............................... 59
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
DAFTAR GAMBAR
No J u d u l Halaman 1. Berbagai Letak Sorus pada Daun Tumbuhan Paku ...................... 6
2. Jalur dan Plot Pengamatan .......................................................... 18
3. Pengambilan Sampel Tanah Sistem Diagonal .............................. 19
4. Komposisi Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1100 – 1300 m dpl di HWA Taman Eden ................................... 32
5. Komposisi Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1300 – 1500 m dpl di HWA Taman Eden ................................... 34
6. Komposisi Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1500 – 1750 m dpl di HWA Taman Eden ................................... 36
7. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1100 – 1300 m dpl di HWA Taman Eden ................. 38
8. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1300 – 1500 m dpl di HWA Taman Eden ................. 40
9. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1500 – 1700 m dpl di HWA Taman Eden ................. 41
10. Distribusi Tumbuhan Paku pada Tiga Ketinggian ....................... 51
11. Permukaan Bawah Ental Angiopteris angustifolia ...................... 62
12. Permukaan Bawah Ental dan Spora Antrophyum semicostatum ... 63
13. Permukaan Bawah dan Spora Arachnioides haniffii .................... 64
14. Permukaan Bawah dan Spora Arachnioides hasseltii................... 65
15. Permukaan Bawah dan Spora Asplenium macrophyllum.............. 66
16. Permukaan Bawah dan Spora Asplenium nidus ............................ 67
17. Permukaan Bawah dan Spora Asplenium unilateral ..................... 68
18. Permukaan Bawah Ental dan Spora Athryum procumbens .......... 69
19. A. Belvisia revoluta, B. Spora Terdapat pada Ujung Ental Fertil. 70
20. Permukaan Bawah dan Spora Blechnum indicum......................... 71
21. A. Blechnum orientale, B. Permukaan Bawah dan Spora ............ 72
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
22. A. Cibotium barometz, B. Permukaan Bawah dan Spora ............. 73
23 Permukaan Bawah dan Spora Coryphopteris sp........................... 74
24 A. Crypsinus stenophyllus, B. Permukaan Bawah dan Spora ....... 75
25 Permukaan Bawah dan Spora Ctenopteris alata .......................... 76
26 Permukaan Bawah dan Spora Ctenopteris contigua ..................... 77
27 Permukaan Bawah dan Spora Cyathea boornensis....................... 78
28 A. Cyathea glabra, B. Permukaan Bawah dan Spora ................... 79
29 Permukaan Bawah dan Spora Cyathea latebrosa ......................... 80
30 Permukaan Bawah dan Spora Cyathea obscura ........................... 81
31 Permukaan Bawah dan Spora Dicranopteris curanii ................... 82
32 Dicranopteris linearis var montana ............................................. 83
33 Dicranopteris linearis var subspeciosa........................................ 84
34 Permukaan Bawah Ental dan Spora Diplazium accedens ............ 85
35 Spora Diplazium subintegrum ...................................................... 86
36 Permukaan Bawah Ental dan Spora Diplazium velutinum............ 87
37 A. Dipteris conjugata, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora .. 88
38 A. Elaphoglossum blumeanum, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora ........................................................................................... 89
39 A. Elaphoglossum robinsonii, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora ........................................................................................... 90
40 Spora dan Permukaan Bawah Ental Gleichenia linearis .............. 91
41 Gleichenia longissima ................................................................. 92
42 A. Permukaan Bawah Ental dan Spora, B. Gleichenia truncata .. 93
43 Permukaan Bawah Ental dan Spora Goniophlebium persicifolium 94
44 Spora Histiopteris incisa ............................................................. 95
45 A. Humata pectinata, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora ..... 96
46 Hymenophyllum exsertum ........................................................... 97
47 Hymenophyllum imbricatum ....................................................... 98
48 Lycopodium cernuum dan strobilinya ......................................... 99
49 Lycopodium sp1. .......................................................................... 100
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
50 Lycopodium sp2. .......................................................................... 101
51 A. Matonia pectinata, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora .... 102
52 Permukaan Bawah Ental dan Spora Nephrolepis dicksonioides . 103
53 Oleandra pistillaris ..................................................................... 104
54 A. Phymatopteris triloba, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora 105
55 Phymatosorus longissima ............................................................ 106
56 Pneumatopteris ecallosa ............................................................. 107
57 Pneumatopteris truncata ............................................................. 108
58 Permukaan Bawah Ental dan Spora Pronephrium triphyllum ..... 109
59 Psilotum sp ................................................................................. 110
60 Pteridium sp ................................................................................ 111
61 Pyrrosia stigmosa ....................................................................... 112
62 Scleroglossum pusillum ............................................................... 113
63 Selaginella ornata ....................................................................... 114
64 Selaginella wildenowii ................................................................ 115
65 A. Sphenomeris chinensis, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora 116
66 Tectaria grandidentata ............................................................... 117
67 Vittaria angustifolia .................................................................... 118
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
DAFTAR LAMPIRAN
No J u d u l Halaman
1 Peta HWA Taman Eden Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.................................................... 126
2 Foto Penelitian ............................................................................... 127
3 Tabel Hasil Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Paku Teresterial Dan Epifit pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl di HWA Taman Eden
....................................................................................129 Tabel Hasil Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Paku Teresterial Dan Epifit pada ketinggian 1300 – 1500 m dpl di HWA Taman Eden 130 Tabel Hasil Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Paku Teresterial Dan Epifit pada ketinggian1500–1750 m dp ldi HWA Taman Eden............... 131
4 Contoh Perhitungan (K, KR, F, FR, INP, H’ dan IS) ...................... 132
5 Tabel Jenis Paku yang diperoleh pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl di Hutan Wisata Alam Taman Eden ................................................ 134 Tabel Jenis Paku yang diperoleh pada ketinggian 1300 – 1500 m
dpl di Hutan Wisata Alam Taman Eden .......................................... 135 Tabel Jenis Paku yang diperoleh pada ketinggian 1500 – 1750 m
dpl di Hutan Wisata Alam Taman Eden .......................................... 136
6 Hasil Analisis Korelasi Pearson SPSS ver. 12.00 ........................... 137
7 Hasil Identifikasi Spesimen ........................................................... 138
8 Surat Hasil Analisis Tanah Hutan Wisata Alam Taman Eden......... 140
9. Tabel data faktor fisik-kimia HWA Taman Eden ........................... 141
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tumbuhan paku (Pteridophyta) tersebar di seluruh bagian dunia,
sebagian besar tumbuh di daerah tropika basah yang lembab kecuali daerah
bersalju abadi dan kering (gurun). Menurut Tjitrosomo et al. (1983),
Pteridophyta hidup tersebar luas dari tropika yang lembab sampai melampaui
lingkaran Arktika. Jumlah yang teramat besar dijumpai di hutan-hutan hujan
tropika dan juga tumbuh dengan subur di daerah beriklim sedang, di hutan-hutan,
padang rumput yang lembab, sepanjang sisi jalan dan sungai.
Jones dan Luchsinger (1986) melaporkan di muka bumi ini terdapat 13.000
jenis Pteridophyta. Di kawasan Malesia yang terdiri dari hampir sebagian besar
kepulauan Indonesia, Philipina, Guinea, dan Australia Utara diperkirakan
terdapat 4000 jenis paku yang mayoritasnya Filicinae (Whitten dan Whitten,
1995). Menurut Loveless (1999), paku diwakili oleh kurang dari 10.000 jenis
yang hidup, tetapi karena ukurannya yang besar dan penampilannya yang
khas, tumbuhan paku merupakan komponen vegetasi yang menonjol. Total spesies
yang diketahui hampir 10.000, diperkirakan 3.000 diantaranya tumbuh di
Indonesia.
Jumlah tumbuhan paku yang berlimpah karena iklim yang mendukung
pertumbuhannya. Paku yang menyukai sinar matahari yang hidup di tempat
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
terbuka, terdistribusi dengan luas. Paku di daerah terbuka ada yang hidup
berkelompok, soliter dan memanjat. Beberapa jenis paku di daerah ini
membentuk belukar yang menutupi tanah-tanah kosong. Di hutan tertutup ditandai
dengan intensitas cahaya yang kurang dan kelembaban udara yang tinggi. Paku di
hutan umumnya merupakan paku yang menyukai naungan. Paku di hutan
terlindung dari panas dan angin kencang. Kebanyakan hidup soliter dan tumbuh
lebih lambat dibandingkan dengan paku di daerah terbuka (LIPI, 1980).
Hutan Wisata Alam (HWA) Taman Eden Kabupaten Toba Samosir,
Provinsi Sumatera Utara, diperkirakan memiliki jenis tumbuhan paku
(Pteridophyta) yang dapat hidup khusus pada ketinggian tertentu. Data mengenai
keberadaan paku berdasarkan ketinggian di HWA Taman Eden Kabupaten Toba
Samosir Provinsi Sumatera Utara belum pernah dilaporkan. Berdasarkan hal
tersebut perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman dan pola distribusi
tumbuhan paku.
1.2. Permasalahan
Bagaimanakah keanekaragaman dan pola distribusi tumbuhan paku
(Pteridophyta) yang menyusun komunitas vegetasi di HWA Taman
Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui komposisi tumbuhan paku (Pteridophyta) pada tiga ketinggian
yang berbeda di HWA Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi
Sumatera Utara.
2. Mengetahui tumbuhan paku (Pteridophyta) yang mendominasi di HWA
Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.
3. Mengetahui distribusi dan pola distribusi tumbuhan paku (Pteridophyta)
di HWA Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.
4. Mengetahui korelasi sifat fisik-kimia dengan Indeks Keanekaragaman
tumbuhan paku di HWA Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi
Sumatera Utara.
5. Mengetahui habitat tumbuhan paku teresterial yang terdapat di HWA
Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi keanekaragaman dan pola distribusi tumbuhan
paku (Pteridophyta) yang menyusun vegetasi di HWA Taman Eden
Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.
2. Memberikan gambaran data tumbuhan paku untuk penelitian lanjutan,
aplikasinya pada ilmu murni dan terapan, serta memberikan masukan bagi
masyarakat, pemerintah dan instansi atau lembaga terkait pengelolaan dan
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
pengembangan serta konservasi selanjutnya sekaligus menyelamatkan
plasma nutfah tumbuhan paku.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku dalam dunia tumbuh-tumbuhan termasuk golongan besar
atau Divisi Pteridophyta (pteris = bulu burung; phyta = tumbuhan), yang
diterjemahkan secara bebas berarti tumbuhan yang berdaun seperti bulu burung.
Tumbuhan paku merupakan tumbuhan peralihan antara tumbuhan bertalus dengan
tumbuhan berkormus, sebab paku mempunyai campuran sifat dan bentuk antara
lumut dengan tumbuhan tingkat tinggi (Raven et al., 1992).
Menurut Tjitrosoepomo (1994), tumbuhan paku merupakan divisi yang
warganya telah jelas mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat
dibedakan dalam tiga bagian pokok, yaitu akar, batang dan daun namun belum
menghasilkan biji. Selanjutnya menurut Tjitrosoepomo, et al, (1983), akar
tumbuhan paku pada awalnya berasal dari embrio kemudian lenyap digantikan
akar-akar seperti kawat atau rambut, berwarna gelap dan dalam jumlah besar yang
berasal dari batangnya.
Kebanyakan paku memiliki perawakan yang khas yaitu adanya daun muda
yang bergelung yang akan membuka jika dewasa, ciri yang hampir unik ini
disebut vernasi bergelung, sebagai akibat lebih lambatnya pertumbuhan
permukaan daun sebelah atas daripada sebelah bawah pada perkembangan
awalnya (Loveless, 1989).
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Menurut Hasairin (2003), organ paku-pakuan terdiri atas dua bagian, yaitu:
1. Organ vegetatif; yang terdiri dari akar, batang, dan daun (organum nutritivum).
a. Akar
Akar paku adalah serabut. Pada bagian ujungnya terdapat tudung akar atau
kaliptra. Di belakang tudung akar terdapat titik tumbuh akar berbentuk bidang
empat, yang aktivitasnya adalah:
1) ke luar menghasilkan kaliptra, dan
2) ke dalam membentuk sel-sel akar.
b. Batang
Umumnya batang tumbuhan paku berupa akar tongkat atau rhizoma, ada
juga yang berupa batang sesungguhnya, misalnya batang paku tiang. Bila dibuat
sayatan melintang, maka akan tampak jaringan batang urut dari luar ke dalam
adalah sebagai berikut:
1) Epidermis atau kulit luar. Umumnya keras karena mempunyai jaringan
penguat yang terdiri atas sel-sel batu atau skelerenkim.
2) Korteks atau kulit pertama. Bagian ini banyak mengandung ruang-ruang sel
yang berbentuk lubang-lubang besar.
3) Stele atau silinder pusat. Terdiri atas jaringan parenkim dan mengandung
berkas pembuluh pengangkut, yaitu xylem dan floem dan bertipe kosentris.
c. Daun
Menurut Smith (1979), berdasarkan bentuk dan sifat daunnya dapat
dibedakan atas dua golongan, yaitu:
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
1) Megaphyllus, yaitu paku yang mempunyai daun besar sehingga mudah
dibedakan atas batang dan daun, misalnya pada Asplenium.
2) Macrophyllus, yaitu paku yang memiliki daun kecil dan umumnya berupa sisik
sehingga sukar dibedakan bagian-bagiannya, misalnya pada Lycopodium.
Berdasarkan fungsinya daun paku menurut Tjitrosoepomo (1994),
membagi paku megaphyllus atas 2 kelompok yaitu tropofil dan sporofil.
1. Tropofil, yaitu daun berwarna hijau yang berfungsi sebagai penyelenggara
asimilasi.
2. Sporofil, yaitu daun yang berfungsi sebagai penghasil spora.
Pada permukaan sebelah bawah sehelai daun dewasa pada hampir semua
paku yang umum, terdapat semacam bercak berbentuk bulat atau memanjang,
yang sewaktu muda ditutupi berwarna karat, yang sewaktu muda biasanya tertutup
oleh jaringan penutup yang disebut indusium. Bercak berwarna karat itu terdiri
atas berbagai sporangium dan disebut sorus (Loveless, 1989), dapat dilihat pada
Gambar 1.
Sumber: Fern of Malaya in Colour, (Piggott 1964)
Gambar 1. Berbagai Letak Sorus pada Daun Tumbuhan Paku
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
2. Organ generatif (organum reproduktivum).
Paku berkembangbiak dengan spora. Setiap kotak spora dikelilingi oleh
sederetan sel yang melingkar membentuk bangunan seperti cincin dan disebut
annulus. Annulus ini berfungsi untuk mengatur pengeluaran spora. Aktivitas
annulus dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Di dalam sel-sel annulus
penuh berisi air. Bila dalam keadaan basah sel-sel annulus akan mengembang,
namun bila dalam keadaan kering sel annulus mengisut, maka sel-sel annulus
mengerut dan memendek menyebabkan dinding kotak spora menjadi retak. Kotak
spora pecah, spora dihembuskan ke luar melalui celah yang terjadi pada waktu sel
annulus mengerut. Perkembangbiakan pada tumbuhan paku terjadi secara
“gametofit” bersifat seksual dengan menghasilkan sel-sel gamet (gamet ♂ dan
gamet ♀); “sporofit” bersifat aseksual dengan menghasilkan spora (Hasairin,
2003).
Daun pada tumbuhan paku mengandung sporangia yang berkembang
dalam bentuk kelompok yang disebut sori. Sporangia yang pecah akan
menghasilkan spora. Dengan spora inilah tumbuhan paku berkembang biak
(Cranbrook dan Edward, 1994). Setelah pembuahan, sel telur tumbuh
menjadi tumbuhan paku-pakuan, pertumbuhannya akan berlangsung
sampai saat pematangan untuk membentuk spora lagi (Tjitrosoepomo, et al.,
1983). Dalam udara kering, spora mampu mempertahankan viabilitasnya selama
beberapa bulan, tetapi jika dibasahi pada suhu yang cocok, spora akan
berkecambah (Loveless, 1989).
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Akar tumbuhan paku awalnya berasal dari embrio kemudian lenyap dan
digantikan akar-akar seperti kawat atau rambut, berwarna gelap dan dalam jumlah
besar yang berasal dari batangnya (Tjitrosoepomo, et al., 1983).
Menurut Loveless (1989), daun biasanya terdiri dari dua bagian yaitu
tangkai daun dan helaian daun. Jika anak daun tersusun seperti sehelai daun, daun
(ental) disebut bersirip (pinnate), tiap anak daun disebut sirip (pinna) dan poros
tempat sirip berada disebut rakis (rachis).
Umumnya pertumbuhan batang tidak nyata. Tetapi pada paku pohon,
batangnya tumbuh menyerupai batang pinang (Sastrapradja, et al., 1980).
Batang tumbuh dari tahun ke tahun dan membentuk seperangkat daun baru pada
setiap masa tumbuh (Tjitrosoepomo, et al., 1983).
2.2. Klasifikasi Tumbuhan Paku
Menurut Stern (1992) dan Tjitrosoepomo (1994), Pteridophyta
diklasifikasikan dalam beberapa kelas termasuk yang telah punah, yaitu:
1. Kelas Psilophytinae (Paku Purba)
Kelas Psilophytinae terdiri dari 2 ordo, yaitu:
a. Ordo Psilophytales
a. Ordo Psilotales
2. Kelas Lycopodinae (Paku Rambut atau Paku Kawat)
Kelas Lycopodinae terdiri dari 4 ordo, yaitu:
a. Ordo Lycopodiales
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
b. Ordo Selaginellales (Paku Rane, Paku Lumut)
c. Ordo Lepidodendrales
d. Ordo Isoetales
3. Kelas Equisetinae (Paku Ekor Kuda)
Kelas Equisetinae terdiri dari 3 ordo, yaitu:
a. Ordo Equisetales
b. Ordo Sphenophyllales
c. Ordo Protoarticulatales
4. Kelas Filicinae (Paku Sejati)
Kelas Filicinae terdiri dari 3 Anak Kelas, yaitu
a. Anak kelas Eusporangiatae, terdiri atas 2 Ordo yaitu
(1) Ordo Ophoglossales
(2) Ordo Marattiales
b. Anak kelas Leptosporongiatae (Filices), terdiri atas 10 Ordo, yaitu:
(1) Ordo Osmundales
(2) Ordo Shizacales
(3) Ordo Gleicheniales
(4) Ordo Matoniales
(5) Ordo Loxomales
(6) Ordo Hymenophyllales
(7) Ordo Dicksoniales
(8) Ordo Thyrsopteridales
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
(9) Ordo Chyatheales
(10) Ordo Polipodiales
c. Anak kelas Hydropterides (Paku Air).
Menurut Stern (1992), divisi ini disebut pula dengan nama Tracheophyta
yang berarti tumbuhan yang berjaringan buluh. Jaringan buluh ini terdiri atas dua
jenis buluh, yaitu:
1. Buluh kayu (Xylem), berfungsi mengangkut air dan garam-garam tanah dari
akar ke bagian atas hingga daun.
2. Buluh tapis (Floem), berfungsi mengangkat hasil asimilasi dari daun ke
seluruh bagian organ termasuk akar.
Kedua pembuluh tersebut dimiliki pula oleh tumbuhan berkeping dua.
Tracheophyta tidak mempunyai kambium tetapi memiliki hijau daun (klorofil)
yang membuatnya bisa mandiri dalam pembentukan zat-zat yang mengandung
energi matahari (karbohidrat, lemak, dan protein). Untuk berkembang biak
Tracheophyta membentuk spora dengan peralatan kelamin yang lengkap, yaitu:
1. Arkegonium; dapat disamakan dengan putik dari tumbuhan dikotiledon dan
mengandung semacam sel telur.
2. Anteridium; dapat disamakan dengan benang sari yang menghasilkan tepung
sari mengandung semacam sperma (Tjitrosoepomo, 2001).
Tumbuhan Tracheophyta mengadakan perkawinan dengan menghasilkan
spora dan dapat tumbuh menjadi tumbuhan paku. Ciri khas dari paku-pakuan yang
khas adalah:
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
a. Membentuk sporangia yang sangat besar jumlahnya.
b. Sporangia dibentuk di bagian bawah sporofil.
c. Sperma masuk ke dalam telur (arkegonium) dengan persarian berlangsung
dalam media basah (Tjitrosoepomo, 2001).
2.3. Ekologi Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi, sehingga tidak
jarang dijumpai paku dapat hidup di mana-mana, diantaranya di daerah lembab,
di bawah pohon, di pinggiran sungai, di lereng-lereng terjal, di pegunungan
bahkan banyak yang sifatnya menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di atas
tanah. Jenis-jenis paku epifit yang berbeda kebutuhannya juga akan berbeda
terhadap cahaya. Ada yang menyenangi tempat terlindung dan ada sebagian pada
tempat tertutup (Wiesner (1907), Went (1940) dalam Hasar dan Kaban, (1997).
Kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah
sinar yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban
udaranya sangat tinggi. Dengan demikian paku hutan memiliki kondisi hidup yang
seragam dan lebih terlindung dari panas. Kondisi ini dapat terlihat dari jumlah
paku yang dapat beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai
di hutan yang benar-benar tertutup. Beberapa paku hutan tidak dapat tumbuh di
tempat yang dikenai cahaya matahari (Holttum, 1967).
Paku yang menyenangi sinar matahari “sun-fern” selain ada yang
membentuk belukar dan ada juga yang memanjat. Sebagian kecil “sun-fern”
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
tumbuh di tempat yang benar-benar terbuka. Namun demikan memerlukan juga
lindungan dari sinar matahari. Sehingga sering ditemukan tumbuh di antara
tumbuhan lain, tidak terisolasi. Paku yang berbentuk belukar membuat sendiri
naungannya dengan cara membuat rimbunan yang terdiri dari daun-daunan
(Richard, 1952).
2.4. Distribusi Tumbuhan Paku
Hutan pegunungan terdapat zona-zona vegetasi, dengan jenis dan struktur
dan penampilan yang berbeda. Zona-zona vegetasi tersebut dapat dikenali di
semua gunung di daerah tropis meskipun tidak ditentukan oleh ketinggian saja. Di
gunung yang rendah, semua zona vegetasi lebih sempit, sedangkan di gunung
yang tinggi atau di bagian yang tengah suatu jajaran pegunungan, zona itu lebih
luas (Mackinnon, 2000). Namun dengan naiknya ketinggian tempat, pohon-pohon
semakin pendek, kelimpahan epifit serta tumbuhan pemanjat berubah (Anwar, et
al., 1987).
Hal ini juga dinyatakan oleh Sastrapradja, et al. (1980), bahwa umumnya
di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak dari pada di dataran
rendah. Ini disebabkan oleh kelembaban yang lebih tinggi, banyaknya
aliran air dan adanya kabut. Banyaknya curah hujanpun mempengaruhi jumlah
paku yang dapat tumbuh.
Pada daerah tropis dan subtropis, tumbuhan paku-pakuan berada di tempat-
tempat yang lembab, di bawah pepohonan, di pinggir jalan maupun sungai,
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
di pegunungan, di lereng-lereng yang terjal hingga dekat kawah gunung berapi
bahkan sampai di sungai-sungai. Melihat cara tumbuhnya, paku di alam cukup
beragam, ada yang menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di tanah. Pada
lingkungan yang sejuk terlindung atau panas kena sinar matahari langsung.
Masing-masing jenis atau kelompok memiliki lingkungannya sendiri (Sastrapradja
& Afriastini, 1985).
Menurut Faizah (2002), suhu udara, suhu tanah dan intensitas cahaya
berpengaruh sangat nyata terhadap keanekaragaman Cyathea spp di hutan
Tongkoh kawasan Tahura Bukit Barisan Sumatera Utara. Di lokasi terbuka
beberapa epifit berhasil tumbuh di tanah. Namun di hutan mereka sangat
tergantung pada inangnya, untuk tempat hidup bukan sebagai sumber makanan.
Epifit tidak membutuhkan makanan organik dari tumbuhan lain. Epifit memainkan
peranan yang penting dalam ekosistem hutan hujan sebagai habitat bagi beberapa
hewan (Richard, 1952). Menurut LIPI (1980) menyatakan bahwa paku epifit ikut
membantu dalam mempertahankan kelembaban lapisan vegetasi dasar karena
mampu beradaptasi terhadap kekeringan.
Vegetasi pada pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim pada
ketinggian yang berbeda-beda. Suhu secara teratur sejalan dengan ketinggian
yang meningkat (Ewusie, 1990). Selanjutnya Anwar, et al, (1987), menyatakan
bahwa laju penurunan suhu umumnya sekitar 0,6° C setiap penambahan
ketinggian sebesar 100 m. Tetapi hal ini berbeda-beda tergantung kepada
tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara dan lain sebagainya.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
2.5. Manfaat Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku banyak ragamnya. Banyak diantaranya yang mempunyai
bentuk yang menarik sehingga bagus untuk dijadikan sebagai tanaman hias. Selain
sebagai tanaman hias, paku dapat pula dimanfaatkan sebagai sayuran berupa
pucuk-pucuk paku. Dari segi obat-obatan tradisional, paku pun tidak luput dari
kehidupan manusia. Ada jenis-jenis yang daunnya dipakai untuk ramuan obat, ada
pula yang rhizomanya. Batang paku yang tumbuh baik dan yang sudah keras,
diperuntukan untuk berbagai keperluan. Tidak jarang sebagai tiang rumah, paku
dipakai untuk pengganti kayu, batang paku diukir untuk dijadikan patung-patung
yang dapat ditempatkan di taman. Kadang-kadang dipotong-potong untuk tempat
bunga, misalnya tanaman anggrek (Sastrapradja, 1979).
Sejak dulu tumbuhan paku telah dimanfaatkan oleh manusia terutama
sebagai bahan makanan (sayuran). Dewasa ini pemanfaatannya berkembang
sebagai material baku untuk pembuatan kerajinan tangan, pupuk organik dan
tumbuhan obat (Amoroso, 1990).
Nilai ekonomi tumbuhan paku terutama terletak pada keindahannya dan
sebagai tanaman holtikultura beberapa jenis Lycopodinae yang suka panas
digunakan sebagai tanaman hias dalam pot, dan paku kawat yang merayap yang
digunakan dalam pembuatan karangan bunga, sedang sporanya kecil-kecil yang
mudah terbakar karena kandungannya akan minyak, sehingga dapat digunakan
untuk menghasilkan kilat panggung (Polunin, 1994).
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
III. METODA PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Desember 2008
sampai Februari 2009 di Hutan Wisata Alam Taman Eden Desa Lumban Rang
Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.
3.2. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Hutan Wisata Alam Taman Eden secara administratif termasuk ke dalam
Desa Lumban Rang Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba
Samosir Provinsi Sumatera Utara. Dari Medan berjarak lebih kurang 122 km.
Secara geografis terletak pada 02º 39’ 00” BT sampai 02º 42’ 00” BT dan 099º
62’ 00” LU sampai 099º 64’ 00” LU pada ketinggian 1100 – 1750 m dpl. Lokasi
ini berjarak lebih kurang 16 km dari Parapat sebagai kota wisata andalan Sumatera
Utara dan 55 km dari kota Balige.
HWA Taman Eden memiliki luas area secara administrasi ± 1.980 ha, lebih
dari 1.800 ha merupakan hutan alami (hutan primer) yang berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kecamatan Ajibata Kabupaten Simalungun.
Sebelah Selatan : Kecamatan Uluan dan Kecamatan Porsea.
Sebelah Barat : Danau Toba dan Kecamatan Ajibata.
Sebelah Timur : Kecamatan Asahan (BKSDA 1 SUMUT, 2003).
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
3.2.1. Topografi
Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi
Sumatera Utara berada pada ketinggian 1100 – 1750 m dpl. Menurut Leas
Sirait yang merupakan pemilik ± 40 ha hutan yang berada di Taman Eden, daerah
hutan ini terdiri dari tebing-tebing tinggi, jurang yang terjal, sungai yang deras
dan terjal, sehingga separuh dari luas wilayah hutan ini praktis tidak tersentuh
tangan manusia.
3.2.2. Iklim
Keadaan iklim di lokasi HWA Taman Eden dipengaruhi oleh beberapa
faktor iklim. Faktor iklim tersebut antara lain kelembaban relatif berkisar 72 –
92%, intensitas cahaya 180 – 600 Luxmeter, suhu udara siang 17 – 27°C, dan
kecepatan angin berkisar 1 – 4 Knot (BKSDA 1 SUMUT, 2003).
3.2.3. Jenis Tanah
Keadaan tanah di lokasi HWA Taman Eden sangat bervariasi. Jenis-jenis
variasi tanah tersebut antara lain tanah bertekstur berliat halus, lempung berpasir,
lempung berliat, berlempung halus, liat berdebu, lempung liat berdebu dan
berdebu halus, dengan pH tanah 5,4 – 6,8 serta suhu tanah berkisar 16º – 24°C
(BKSDA 1 SUMUT, 2003).
3.2.4. Vegetasi
Berdasarkan pengamatan pada penelitian awal, di sekitar area penelitian
dijumpai vegetasi tumbuhan paku yang umumnya ditemukan yaitu Gleichenia,
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Dipteris, Dipladium, Adiantum. Di mana jenis-jenis tersebut tersebar mulai
dari ketinggian 1100 m dpl sampai dengan ketinggian 1750 m dpl.
3.3. Pelaksanaan Penelitian
3.3.1. Alat dan Bahan
Alat-alat
Meteran, tali rafia, alat tulis dan buku lapangan (Buku Identifikasi),
parang/pisau/gunting, sasak kayu (alat press), koran bekas, kantong plastik, label
spesimen, lakban, Soil tester, Loupe, Lux meter, Camera (dokumentasi),
Altimeter, pH meter, GPS, Hygrometer, Termometer udara, Termometer tanah.
Bahan-bahan
Alkohol 70%, akuades, kantung plastik ukuran 40 x 60 cm, kertas koran bekas,
label gantung, tally sheet dan bagian-bagian tumbuhan paku teresterial dan epifit
hasil koleksi pada seluruh transek penelitian.
3.3.2. Di Lapangan
Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
purposive sampling berdasarkan keberadaan tumbuhan paku yang dianggap
mewakili tempat tersebut. Pengamatan dan pengambilan koleksi tumbuhan paku
dilakukan dengan menggunakan petak contoh berbentuk kuadrat dan
penempatannya secara petak berganda.
Pada setiap lokasi dibuat petak tunggal berukuran 100 m x 5 m yang dibagi
menjadi 20 subplot dengan ukuran 5 m x 5 m. Total subplot dari tiga petak
tunggal seluruhnya adalah 60. Menentukan plot berdasarkan topografi atau
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
ketinggian dari 1100 – 1300 m dpl; 1300 – 1500 m dpl; dan 1500 – 1750 m dpl di
sepanjang jalur perjalanan (track) kiri dan kanan secara Purposive Sampling,
dapat dilihat pada Gambar 2.
Dilakukan pengkoleksian spesimen dari seluruh jenis tumbuhan paku dan
tumbuhan paku yang tidak dikenal diberi label gantung bernomor. Setiap sampel
yang diambil diusahakan yang mengandung spora dan dicatat deskripsi setiap
tumbuhan paku yang dikoleksi.
Gambar 2. Jalur dan Plot Pengamatan
Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan bor tanah sampai
kedalaman 1-20 cm dengan sistem diagonal (Gambar 3) yang dilakukan sebanyak 3
kali pengambilan pada setiap lokasi pengamatan. Tanah yang diambil dihomogenkan
kemudian diambil cuplikannya sebanyak 500 gr untuk dianalisis di laboratorium.
Untuk analisis tanah, sampel tanah dibawa ke laboratorium tanah Fakultas Pertanian
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
USU, selanjutnya diukur tekstur, unsur hara dan komposisi penyusun tanah yang
terkandung di dalamnya.
Gambar 3. Pengambilan Sampel Tanah Sistem Diagonal
Pada lokasi pengamatan, dilakukan pengukuran faktor abiotik yang
meliputi ketinggian dengan menggunakan Altimeter, intensitas cahaya dengan
Luxmeter, suhu udara dengan Termometer, suhu tanah dengan Soil Termometer,
kelembaban udara dengan Higrometer, kelembaban dan pH tanah dengan Soil
Tester, posisi dengan GPS dengan pengulangan tiga kali.
3.3.3. Di Laboratorium
Setelah pengamatan di lapangan berakhir, tumbuhan paku yang telah
dikoleksi dibuka kembali dan disusun sedemikian rupa untuk dikeringkan dalam
oven pengering dengan temperatur + 600 C selama 24 jam. Spesimen yang telah
benar-benar kering diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan
MEDANENSE (MEDA) Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan buku
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
acuan antara lain: Taxonomy of Vascular Plants (Lawrence, 1958), Comparative
Morphology of Vascular Plants (Foster and Gifford, 1967), Jenis Paku Indonesia
(Sastrapradja et al, 1980), Flora (Steenis, 1981), Kerabat Paku (Sastrapradja &
Afriastini, 1985), Ferns of Malaysia in Colour (Piggott, 1964).
3.4. Analisis Data
3.4.1. Keanekaragaman Tumbuhan Paku
Untuk menganalisis keanekaragaman tumbuhan paku, data yang diperoleh
dihitung nilai Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi
Relatif (FR), Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H′), Indeks
Keseragaman (E) dan Indeks Kesamaan (IS) dengan menggunakan rumus
Soerianegara & Indrawan (1988) sebagai berikut:
a. Kerapatan (K)
K suatu jenis = contohpetak area luas Total
contohpetak dalamindividu Jumlah
b. Kerapatan Relatif (KR)
KR suatu jenis = jenisseluruh Kerapatan
jenissuatu Kerapatan x 100%
c. Frekuensi (F)
F suatu jenis = diamati yangsubplot semuaJumlah
jenissuatu berisi yangsubplot Jumlah
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
d. Frekuensi Relatif (FR)
FR suatu jenis = jenis semua frekuensiJumlah
jenissuatu Frekuensi x 100%
e. Indeks Nilai Penting (INP)
INP = KR + FR
f. Indeks Keanekaragaman (H’)
H’ = ∑=
−S
IiPiPi ln
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
Pi = ni/N
ni = Jumlah individu suatu jenis
N = Jumlah total individu
S = Jumlah jenis
g. Indeks Keseragaman (E)
E = max
'H
H
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner H max = ln S ; S = jumlah jenis
h. Indeks Kesamaan (IS)
IS = B) (A
C 2+
x 100%
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Keterangan:
A = Jumlah jenis yang ada pada lokasi A B = Jumlah jenis yang ada pada lokasi B C = Jumlah jenis yang terdapat pada kedua lokasi yang dibandingkan.
3.4.2. Pola Distribusi
Pola distribusi individu suatu jenis pada setiap tingkat pertumbuhan
dihitung menggunakan rumus Indeks Penyebaran Morista sebagai berikut:
Id = )1(
2
−⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∑
NN
Nxnn
i
.................................................... (Suin, 2002)
Keterangan:
Id = indeks penyebaran dispersi
n = jumlah unit pengambilan contoh
xi = jumlah individu setiap petak contoh
N = jumlah individu total yang diperoleh
Kriteria pola distribusi dikelompokkan sebagai berikut:
Id < 1 : penyebaran spesies seragam
Id = 1 : penyebaran spesies secara acak
Id > 1 : penyebaran berkelompok
3.4.3. Analisis Korelasi
Mengukur faktor fisik-kimia tumbuhan paku dikorelasikan dengan Indeks
Keanekaragaman (H’) menggunakan analisis korelasi Pearson dengan metode
komputerisasi SPSS Ver. 12.00.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden
Hasil penelitian di Hutan Wisata Alam Taman Eden berdasarkan
ketinggian ditemukan 57 jenis tumbuhan paku yang yang terdiri dari 43 jenis
tumbuhan paku teresterial dan 14 jenis tumbuhan paku epifit. Tumbuhan paku
tersebut termasuk ke dalam 3 kelas, yaitu Lycopodinae, Psilophytinae, Filicinae
dan 5 ordo, 23 famili serta 36 genera (Tabel 1). Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa
HWA Taman Eden memiliki jumlah jenis cukup tinggi, hal ini dapat dibandingkan
dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh Widhiastuti, et al, (2006),
yang melaporkan di kawasan hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo ditemukan
44 jenis tumbuhan paku yang termasuk ke dalam 2 kelas, 23 famili dan 32 genera,
juga hasil inventarisasi paku di hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten
Deli Serdang oleh Aminah (2002), menemukan 49 jenis, 2 kelas, 2 ordo, 16 famili
dan 22 genera dan Sibayak II oleh Lasmaria (1999), menemukan 20 jenis paku, 7
famili dan 19 genera. Di luar pulau Sumatera Sunarmi dan Sarwono (2004),
menginventarisasi paku di daerah Coban Rondo dan sekitar kampus UM
Malang menemukan 50 jenis tumbuhan paku.
Dijelaskan oleh Barbour et al. (1987), Krebs (1989), Soegianto (1994), suatu komunitas
dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut
disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
sama. Odum (1996), juga menyatakan bahwa semakin banyak jumlah spesies, maka
semakin tinggi keanekaragamannya.
Diperoleh Kelas Lycopodinae yang terdiri dari 2 ordo yaitu Lycopodiales dengan 1
famili Lycopodiaceae, dan Sellaginales dengan 1 famili juga yaitu Sellaginellaceae. Kelas
Psilophytinae terdiri atas 1 ordo yaitu Psilotales dan 1 famili yaitu Psilotaceae, sedangkan Kelas
Filicinae terdiri atas 2 ordo yaitu Marratiales dengan 1 famili Marattiaceae dan Filicinales dengan
19 famili yaitu Cyatheaceae, Gleicheniaceae, Matoniaceae, Hypolepidaceae, Oleandraceae,
Nephrolepidaceae, Athyriaceae, Davalliaceae, Blechnaceae, Lindsaeaceae, Polypodiaceae,
Grammitidaceae, Lomariopsidaceae, Vittariaceae, Aspleniaceae, Aspidiaceae, Thelypteridaceae,
Hymenophyllaceae dan Pteridaceae (Tabel 1).
Tabel 1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden Ketinggian No. Kelas Ordo Famili Jenis
I II III 1. Lycopodinae Lycopodiales Lycopodiaceae Lycopodium cernuum# + + - 2. Lycopodium sp1. # + - - 3. Lycopodium sp2.# + - - 4. Selaginalles Selaginaceae Selaginella ornate# + - - 5. Selaginella wildenowii# + - - 6. Psilophytinae Psilotales Psilotaceae Psilotum sp. # + + - 7. Filicinae Maratiales Marattiaceae Angiopteris angustifolia# + - - 8. Filicinales Cyatheaceae Cibotium barometz# + - - 9. Cyathea boornensis# - + - 10. Cyathea glabra# + + - 11. Cyathea latebrosa# + + - 12. Cyathea obscura# - - + 13. Gleicheniaceae Dicranopteris curanii# + - - 14. Dicranopteris linearis var
montana# - + - 15. Dicranopteris linearis var
subspeciosa# + - - 16. Gleichenia linearis# - + - 17. Gleichenia longissima# - + - 18. Gleichenia truncate# + - - 19. Matoniaceae Matonia pectinata# - + - 20. Hypolepidaceae Histiopteris incise# - + - 21. Oleandraceae Oleandra pistillaris# - - + 22. Nephrolepidaceae Nephrolepis dicksonioides# - - + 23. Athyriaceae Athryum procumbens # - - + 24. Diplazium accedens# + - - 25. Diplazium subintegrum# + - - 26. Diplazium velutinum# + - - 27. Davalliaceae Humata pectinata# + + +
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Lanjutan Tabel 1 28. Blechnaceae Blechnum indicum# - + - 29. Blechnum orientale# - + - 30. Lindsaeaceae Sphenomeris chinensis# + + - 31. Polypodiaceae Belvisia revolute## + + - 32. Phymatopteris triloba## + + + 33. Phymatosorus longissima# + + - 34. Dipteris conjugate# - - + 35. Pyrrosia stigmosa# - + + 36. Goniophlebium persicifolium# - + - 37. Crypsinus stenophyllus## - + - 38. Lomariopsidaceae Elaphoglossum blumeanum## - - + 39. Elaphoglossum robinsonii## + - + 40. Vittariaceae Antrophyum semicostatum# - + + 41. Vittaria angustifolia## - - + 42. Aspleniaceae Asplenium macrophyllum# - + - 43. Asplenium nidus## - - + 44. Asplenium unilateral## - + + 45. Aspidiaceae Arachnioides haniffii# + - - 46. Arachnioides hasseltii# + - - 47. Tectaria grandidentata## + - - 48. Thelypteridaceae Pneumatopteris ecallosa# - + - 49. Pneumatopteris truncate# - - + 50. Pronephrium triphyllum# + - - 51. Coryphopteris sp# + - - 52. Hymenophyllaceae Hymenophyllum exsertum## + - - 53. Hymenophyllum imbricatum## + - - 54. Pteridaceae Pteridium sp. # + - - 55. Grammitidaceae Ctenopteris alata ## + + - 56. Ctenopteris contigua## + - - 57. Scleroglossum pusillum## + + -
Keterangan : + = ditemukan; – = tidak ditemukan; # = teresterial; ## = epifit I : 1100-1300 m dpl
II : 1300-1500 m dpl III : 1500-1700 m dpl
Pada Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa jenis tumbuhan paku yang
ditemukan pada ketinggian 1100-1300 m dpl sebanyak 31 jenis terdiri dari 26
jenis paku teresterial dan 5 jenis paku epifit. Pada ketinggian 1300-1500 m dpl
ditemukan 27 jenis tumbuhan paku yang terdiri dari 17 jenis paku teresterial dan
10 paku epifit, sedangkan pada lokasi 1500-1750 m dpl ditemukan 17 jenis yang
terdiri dari 15 jenis paku teresterial dan 2 jenis paku epifit. Pada ketinggian 1100-
1300 m dpl diperoleh jenis yang tertinggi dan jenis terendah pada ketinggian
1500-1750 m dpl (Tabel 3). Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan yang sesuai
dengan kehidupan berbagai jenis paku, di mana pada ketinggian 1100-1300 m dpl
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
intensitas cahaya 297.80 Lux dengan kelembaban udara rata-rata 95.08% dan pada
ketinggian 1500-1750 m dpl intensitas cahaya 189.10 Lux, kelembaban udara sekitar
86.5% dan naungan pohon juga sudah jauh berkurang. Menurut LIPI (1980), paku
di hutan umumnya merupakan paku yang menyukai naungan. Paku di hutan
terlindung dari panas dan angin kencang. Di hutan tertutup ditandai dengan
intensitas cahaya yang kurang dan kelembaban yang tinggi. Selanjutnya
Sastrapradja, et al, (1980), menyatakan bahwa umumnya di daerah pegunungan,
jumlah jenis paku lebih banyak dari pada di dataran rendah. Ini disebabkan
oleh kelembaban yang tinggi, banyaknya aliran air dan adanya kabut. Banyaknya
curah hujanpun mempengaruhi jumlah paku yang dapat tumbuh.
Famili tumbuhan paku yang memiliki jumlah jenis tertinggi adalah dari
famili Polypodiaceae yaitu ada 7 jenis. Banyaknya jenis dari famili Polypodiaceae
yang terdapat pada lokasi penelitian disebabkan kondisi faktor abiotik di lokasi
penelitian yang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan jenis tersebut. Menurut
Lawrence (1958), famili Polypodiaceae merupakan famili dari tumbuhan paku
yang paling banyak jumlahnya, yaitu sekitar 170 genus dan 7000 jenis yang
tersebar di seluruh dunia. Selanjutnya Holttum (1968), menambahkan bahwa
famili Polypodiaceae mempunyai jumlah anggota terbesar di kawasan Malesiana,
yang sebagian besar terdapat di kepulauan Indonesia.
Keanekaragaman paku yang terdapat di HWA Taman Eden berdasarkan
jumlah famili, jumlah jenis dan jumlah individu yang ditemukan pada setiap
ketinggian, jumlah jenis mengalami penurunan seiring dengan penambahan
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
ketinggian, sedangkan jumlah individu mengalami kenaikan. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Anwar, et al, (1984), bahwa kelimpahan dari
vegetasi di pegunungan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya
ketinggian. Selanjutnya Kusrinawati (2005), juga telah membuktikan
bahwa dengan bertambahnya ketinggian maka jumlah jenis semakin berkurang
tetapi diikuti dengan peningkatan jumlah individu. Jumlah famili, jenis dan
individu tumbuhan paku di HWA Taman Eden dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Famili, Jenis dan Individu Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden Ketinggian (m dpl) No. Keterangan 1100-1300 1300-1500 1500-1750
1. Famili 14 14 10 2. Jenis 31 27 17 3. Individu 952 1274 1672
Jumlah famili dan jenis yang tertinggi dijumpai pada ketinggian 1100 –
1300 m dpl, sedangkan di ketinggian 1500 – 1750 m dpl memiliki jumlah jenis
yang terendah. Tingginya jumlah jenis pada ketinggian 1100-1300 m dpl tidak
terlepas dari pengaruh faktor fisik dan lingkungannya, yaitu dengan suhu udara
22.08oC, kelembaban 95.08%, intensitas cahaya 297.80 Lux, suhu tanah 22oC dan
pH tanah 6.14 (Tabel 3). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketinggian 1100-
1300 m dpl memiliki kelembaban yang tinggi, di mana menurut Sastrapradja, et
al, (1979), umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak
daripada dataran rendah disebabkan oleh kelembaban yang lebih tinggi,
banyaknya aliran air dan adanya kabut.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Pada ketinggian 1500-1750 m dpl terjadi pengurangan jenis yang sangat
mencolok. Hal ini disebabkan karena kurangnya pepohonan sebagai tempat
naungan sehingga mengakibatkan intensitas cahaya matahari dan tiupan angin
semakin tinggi. Keadaan ini menyebabkan hanya paku jenis tertentu saja yang
dapat beradaptasi. Menurut Holdridge (1969) dalam Ewusie (1990), menjelaskan bahwa
berkurangnya keanekaragaman dalam jumlah jenis dapat dikaitkan dengan
meningkatnya ketinggian dan curah hujan yang berkurang. Selanjutnya Raven, et
al, (1992), menjelaskan tumbuhan paku terdapat di dalam semua zona iklim mulai
dari tanah tropik hingga subtropik. Mereka membentuk tempat yang lembab.
Hanya sedikit spesies yang toleran terhadap iklim kering, namun bukan di daerah
yang sama sekali tidak ada air.
Menurut Holttum (1968), lingkungan tumbuhan paku mencakup tanah
untuk akarnya, sinar matahari yang sampai ke daun, hujan, angin, perubahan suhu,
termasuk tumbuhan lain yang tumbuh di sekitarnya. Kondisi lingkungan di hutan
tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar yang menembus kanopi hingga
mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi. Dengan
demikian paku hutan memiliki kondisi hidup seragam dan lebih terlindung dari
panas. Kondisi ini dapat terlihat dari jumlah paku yang dapat beradaptasi dengan
cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai di hutan yang benar-benar tertutup.
Beberapa paku hutan tidak dapat tumbuh di tempat yang dikenai cahaya matahari.
Berikutnya ditambahkan oleh Ewusie (1990), bahwa vegetasi pada pegunungan
sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim pada ketinggian yang berbeda-beda.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Kondisi suhu udara yang diukur dengan termometer air raksa cenderung
menurun seiring dengan bertambahnya ketinggian lokasi penelitian. Penurunan
berkisar antara 1.07oC – 2.76oC, penurunan terjadi pada setiap kenaikan 200 m
dpl. Hal ini tergantung pada faktor lain seperti angin, awan, intensitas cahaya,
tempat, dan waktu pengukuran (Tabel 3). Menurut Anwar, et al, (1984), laju
penurunan suhu umumnya sekitar 0.60C setiap penambahan ketinggian 100 m dpl.
Tapi hal ini berbeda-beda, tergantung pada tempat, musim, waktu, kandungan uap
air dan sifat fisik lainnya.
Tabel 3. Nilai Rata-Rata Faktor Fisik Pada Tiga Ketinggian di HWA Taman Eden
Ketinggian (m dpl)
Suhu Udara (oC)
Suhu Tanah (oC)
Intensitas Cahaya (x 10 Lux)
Kelembaban (%)
pH Tanah
1100-1300 22.08 22 297.80 95.08 6.14 1300-1500 21.01 20.63 283.20 97.45 6.55
1500-1750 18.25 19.70 189.10 86.75 5.26
Intensitas cahaya mengalami penurunan dari ketinggian 1100-1300 m dpl
sampai ketinggian 1500-1750 m dpl yakni 297.80 Lux menjadi 189.10 Lux.
Rendahnya intensitas cahaya dipengaruhi oleh ada atau tidaknya tutupan tajuk dan
awan. Kondisi ini sesuai dengan habitat tumbuhan paku yang suka akan
kelembaban. Di mana tumbuhan paku yang terdapat di ketinggian 1100-1300 m
dpl banyak terdapat di bawah naungan pohon yang kondisinya lebih lembab.
Pohon-pohon yang terdapat di ketinggian 1500-1750 m dpl lebih pendek
dibandingkan dengan pohon di ketinggian 1100-1300 m dpl dan 1300-1500 m dpl.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Sesuai dengan Raven, et al, (1992), tumbuhan paku terdapat di dalam
semua zona iklim mulai dari tanah tropik hingga subtropik. Mereka membentuk
tempat yang lembab. Hanya sedikit spesies yang toleran terhadap iklim kering,
namun bukan di daerah yang sama sekali tidak ada air. Anwar, et al, (1994),
menyatakan dengan naiknya ketinggian, terjadi perubahan vegetasi yang
mencolok, di mana tajuk pohon semakin rata dan pohon semakin pendek.
Gusmalyana (1983), menambahkan pada komunitas hutan hujan tropis, intensitas
cahaya yang sampai pada lantai hutan umumnya sedikit dan hal ini disebabkan
terhalangnya cahaya oleh lapisan tajuk pohon di sekitarnya.
Kelembaban udara (kejenuhan suatu massa di udara), mengalami kenaikan
dan penurunan seiring dengan semakin bertambahnya ketinggian lokasi penelitian.
Pada ketinggian 1100-1300 m dpl kelembaban sebesar 95.08% dan di ketinggian
1500-1750 m dpl sebesar 86.75%. Kelembaban ini sangat dipengaruhi oleh suhu
udara, karena suhu udara menurun seiring dengan bertambahnya ketinggian.
Menurut Anwar, et al, (1994), persentase kejenuhan suatu massa udara akan
bertambah dengan menurunnya suhu. Begitu juga yang dikemukakan Sastrapradja,
et al, (1980), bahwa umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih
banyak dari pada di dataran rendah. Ini disebabkan oleh kelembaban yang tinggi,
banyaknya aliran air dan adanya kabut.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
4.2. Komposisi Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden
Komposisi tumbuhan paku merupakan penyusun suatu tegakan yang
meliputi jumlah jenis spesies/famili ataupun banyaknya individu dari suatu jenis
tumbuhan paku. Pada ketiga ketinggian ditemukan 3 kelas, 5 ordo dan 23 famili
serta 36 genera. Famili-famili yang terdapat pada ketiga ketinggian relatif
berubah. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah individu tiap jenis memiliki adaptasi
yang tinggi terhadap kondisi fisik lingkungan ketinggian tersebut, sehingga dapat
dijumpai pada ketiga ketinggian. Kondisi fisik lingkungan seperti kelembaban dan
cahaya. Menurut Syahbudin (1987), bahwa organisme, baik dalam tingkatan
individu maupun komunitas selalu didukung oleh kondisi lingkungan, seperti
cahaya. Anwar, et al, (1987), menambahkan bahwa komposisi jenis sangat
ditentukan terutama waktu-waktu pemencaran buah dan perkembangan bibit dan
pada daerah tertentu, komposisi jenis berkaitan erat dengan ciri-ciri habitat seperti
tanah dan topografi.
Menurut Suin (2002), pada suatu komunitas dapat dilihat adanya perbedaan
jenis penyusunnya secara vertikal, seperti perbedaan bentuk hidup serta
tingkatannya. Untuk mengetahui komposisi tumbuhan paku, dapat dilihat
berdasarkan keberadaan dan jumlah individu suatu jenis yang menempati kawasan
di Hutan Wisata Alam Taman Eden (Gambar 4).
Dari Gambar 4 dapat diketahui bahwa komposisi tumbuhan paku teresterial
pada ketinggian 1100-1300 m dpl diperoleh 26 jenis dengan jumlah individu
sebanyak 842 individu/ha dan tumbuhan paku epifit terdiri atas 5 jenis dengan
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
KR (%)
Goniophlebium persicifolium, 5.58
Phymatosorus longissima, 6.41
Gleichenia linearis, 6.53
Pneumatopteris ecallosa, 6.65
Pyrrosia stigmosa, 11.28
Pneumatopteris truncata, 11.88
Gleichenia truncata, 18.53
dan lain-lain, 33.15
KR (%)
Tectaria grandidentata , 1.82
Asplenium unilateral , 7.27
Asplenium nidus , 12.73
Ctenopteris alata , 33.64
Vittaria angustifolia , 44.55
jumlah individu sebanyak 110 individu/ha. Komposisi tumbuhan paku teresterial
tertinggi pada ketinggian 1100-1300 m dpl adalah Gleichenia truncata dengan
nilai Kerapatan Relatif (KR) sebesar 18.53%. Nilai komposisi paku teresterial
terendah terdapat pada jenis Antrophyum semicostatum, Blechnum orientale dan
Cyathea glabra dengan nilai yang sama yaitu 0.36%.
a. Paku teresterial
b. Paku epifit
Gambar 4. Komposisi Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit Pada Ketinggian
1100 - 1300 m dpl di HWA Taman Eden
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Tinggi dan rendahnya nilai ini disebabkan oleh banyaknya individu dari
jenis ini bila dibandingkan dengan jenis lainnya yang terdapat pada ketinggian
yang lain. Pertumbuhan yang subur pada lokasi ini salah satunya juga disebabkan
oleh faktor abiotik yang sesuai, di mana terdapat banyak pohon yang mempunyai
tajuk yang cukup luas, sehingga kelembaban tinggi sebesar 95.08%, juga kondisi
di ketinggian ini memiliki banyak lereng-lereng bukit. Hal ini dapat menyokong
pertumbuhan jenis paku ini untuk dapat tumbuh dan berkembang. Menurut
Sastrapradja (1980), menyatakan bahwa pada lereng-lereng terbuka di kepulauan
Hawaii akan dengan cepat tertutup oleh Gleichenia. Dihubungkan dengan
intenistas cahaya pada ketinggian ini setelah dirata-ratakan didapat sebesar 297.80
Lux. Hal ini menunjukkan bahwa HWA Taman Eden di ketinggian 1100-1300 m
dpl ada sebagian tempat yang terbuka, sehingga jenis Gleichinea dapat
mendominasi di ketinggian tersebut.
Pada Gambar 4 diketahui bahwa komposisi tumbuhan paku epifit tertinggi
pada ketinggian 1100-1300 m dpl terdapat pada jenis Vittaria Angustifolia dengan
nilai Kerapatan Relatif sebesar 44.55% dan jenis tumbuhan paku epifit yang
memiliki nilai Kerapatan Relatif terendah adalah Tectaria grandidentata dengan
1.82%. Hal ini disebabkan karena pohon-pohon yang besar sehingga dapat
menjadi tempat hidup tumbuhan paku epifit jenis ini. Menurut Tjitrosoepomo
(2001), di mana tumbuhan paku Vittaria dari segi ekologi termasuk higrofit,
banyak tumbuh di tempat-tempat yang teduh dan lembab.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Komposisi tumbuhan paku teresterial pada ketinggian 1300-1500 m dpl
yang terdiri atas 17 jenis dengan jumlah individu sebanyak 874 individu/ha dan
tumbuhan paku epifit terdiri dari 10 jenis dengan jumlah individu sebanyak 400
individu/ha (Gambar 5).
Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa komposisi tumbuhan paku teresterial
tertinggi pada ketinggian 1300-1500 m dpl adalah Gleichenia linearis dengan nilai
Kerapatan Relatif sebesar 39.47%. Pada beberapa tempat di ketinggian ini banyak
ditemukan daerah yang terbuka sehingga cocok dengan habitat Gleichenia
linearis. Menurut Sastrapradja (1980), Gleichenia linearis seperti alang-alang
yang akan dengan cepat menutupi tempat-tempat yang terbuka dan ditambah lagi
sporanya tidak mempunyai indusia sehingga penyebaran dengan spora sangat
mudah dilakukan. Nilai Kerapatan Relatif paku teresterial terendah terdapat pada
jenis Angiopteris angustifolia dan Pneumatopteris truncata dengan 0.23%.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
KR (%)
dan lain-lain, 13.74Blechnum
orientale, 2.63
Pronephrium triphyllum, 3.78
Blechnum indicum, 3.89
Goniophlebium persicifolium, 6.64
Phymatopteris triloba, 9.15 Gleichenia longissima,
20.71
Gleichenia linearis, 39.47
KR (%)
dan lain-lain, 7.50Hymenophyllum exsertum , 4.00
Asplenium nidus , 5.00
Hymenophyllum imbricatum , 12.75
Elaphoglossum blumeanum , 13.75 Ctenopteris contigua ,
16.25
Belvisia revoluta , 17.50
Vittaria angustifolia , 23.25
a. Paku teresterial
b. Paku epifit
Gambar 5. Komposisi Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian 1300- 1500 m dpl di HWA Taman Eden
Komposisi tumbuhan paku epifit tertinggi pada ketinggian 1300-1500 m
dpl terdapat pada jenis Vittaria Angustifolia dengan nilai Kerapatan Relatif
sebesar 23.25%. Tingginya nilai ini disebabkan oleh banyaknya individu dari jenis
ini bila dibandingkan dengan jenis lainnya yang terdapat pada ketinggian yang
lain. Pertumbuhan yang subur pada lokasi ini salah satunya juga disebabkan oleh
faktor abiotik yang sesuai untuk dapat tumbuh dan hidup. Jenis yang memiliki
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
nilai Kerapatan Relatif terendah pada ketinggian 1300-1500 m dpl terdapat pada
jenis Elaphoglossum robinsonii dengan nilai 1 % (Gambar 5).
Komposisi tumbuhan paku teresterial pada ketinggian 1500-1750 m dpl
yang terdiri atas 15 jenis dengan jumlah individu sebanyak 1514 individu/ha dan
tumbuhan paku epifit terdiri atas 2 jenis dengan jumlah individu sebanyak 158
individu/ha (Gambar 6).
Dari Gambar 6 dapat diketahui bahwa komposisi tumbuhan paku teresterial
tertinggi pada ketinggian 1500-1750 m dpl adalah Dipteris conjugata dengan nilai
Kerapatan Relatif sebesar 27.74%. Jenis paku teresterial yang memiliki nilai
Kerapatan Relatif terendah terdapat pada jenis Cyathea obscura dengan 0.26%.
Hal ini disebabkan faktor abiotik yang berubah di mana rata-rata suhu udara
18.25%, suhu tanah 19.70%, intensitas cahaya 189.10 Lux dan kelembaban
86.75%. Menurut Daniel, et al, (1992), bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh zat-
zat organik yang tersedia, kelembaban, sinar matahari, tersedianya air di dalam
tanah dan proses fisiologi tumbuhan tersebut. Menurut Anwar, et al, (1987),
dengan naiknya ketinggian tempat pohon-pohon semakin pendek, kelimpahan
epifit serta tumbuhan pemanjat berubah. Dengan naiknya ketinggian lagi pohon-
pohon akan lebih pendek, batang dan cabang berlekuk-lekuk, daun-daunnya tebal
dan tajuk pohon menjadi rata.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
KR (%)
dan lain-lain, 11.61Dicranopteris linearis var montana , 5.55
Histiopteris incisa , 6.47
Dicranopteris curanii , 6.87
Dicranopteris linearis var subspeciosa , 10.37
Matonia pectinata , 13.54
Dipteris conjugata , 27.74
Gleichenia truncata , 17.83
KR (%)
Phymatopteris triloba, 61.39
Humata pectinata , 38.61
a. Paku teresterial
b. Paku epifit
Gambar 6. Komposisi Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada Ketinggian
1500 – 1750 m dpl di HWA Taman Eden
Komposisi paku epifit tertinggi pada ketinggian 1500-1750 m dpl terdapat
pada jenis Phymatopteris triloba dengan nilai Kerapatan Relatif sebesar 61.39%
dan Kerapatan Relatif terendah terdapat pada jenis Humata pectinata yaitu
38.61% (Gambar 6). Tingginya nilai ini disebabkan oleh banyaknya individu dari
jenis paku ini bila dibandingkan dengan jenis lainnya yang terdapat pada lokasi
penelitian. Pertumbuhan yang subur pada lokasi ini salah satunya juga disebabkan
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
oleh faktor abiotik yang sesuai untuk tumbuh dan berkembang. Menurut
Mackinnon, et al, (2000), pada umumnya semakin ekstrim kondisi lingkungan,
baik karena iklim, tanah atau ketinggian tempat yang bertambah, semakin kurang
keragaman komposisi jenis vegetasi dan satu atau dua jenis semakin dominan.
Menurut Sastrapradja dan Afriastini (1985), melihat cara tumbuhnya, paku
di alam cukup beragam ada yang menempel di batang pohon, batu, atau tumbuh
di tanah. Pada lingkungan yang sejuk terlindung atau panas kena sinar matahari
langsung, masing-masing jenis atau kelompok memiliki lingkungannya sendiri.
4.3. Tumbuhan Paku Dominan di Hutan Wisata Alam Taman Eden
Untuk mengetahui jenis tumbuhan paku yang dominan di dapat dari nilai
Indeks Nilai Penting. Indeks Nilai Penting (INP) menyatakan kepentingan suatu
jenis tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam komunitas, di mana nilai
penting itu diperoleh dari hasil penjumlahan Kerapatan Relatif (KR)
dan Frekuensi Relatif (FR), Indeks Nilai Penting (INP), dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Pada ketinggian 1100-1300 m dpl jenis tumbuhan paku teresterial yang
memiliki INP tertinggi adalah Gleichenia truncata yaitu sebesar 23% dan
terendah adalah Antrophyum semicostatum, Blechnum orientale, dan Cyathea
glabra, dengan nilai yang sama yaitu 1.85% (Gambar 7). Hal ini menunjukkan
bahwa faktor fisik lingkungan berpengaruh terhadap jenis paku ini, di mana suhu
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
INP (%)
Sphenomeris chinensis , 8.52
Pneumatopteris ecallosa , 11.13
Goniophlebium persicifolium , 13.04
Gleichenia linearis , 13.99
Pyrrosia stigmosa , 15.76
Pneumatopteris truncata , 22.32
Gleichenia truncata , 23.00
dan lain-lain, 92.23
INP (%)
Ctenopteris alata , 41.97
Asplenium nidus , 54.39
Vittaria angustifolia , 61.21Asplenium unilateral ,
23.94
Tectaria grandidentata , 18.48
udara 22.08ºC, suhu tanah 22ºC, intensitas cahaya 297.80 Lux, kelembaban
95.08% dan pH 6.14.
a. Paku teresterial
b. Paku epifit Gambar 7. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada
Ketinggian 1100 – 1300 m dpl di HWA Taman Eden
Menurut Ewusie (1990), bahwa cahaya, temperatur dan air secara ekologis
merupakan faktor lingkungan yang penting. Selanjutnya Setiadi (1989) dalam
Sofyan (1991), menyatakan jenis tumbuhan yang mempunyai Indeks Nilai Penting
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
di antara vegetasi sesamanya disebut jenis yang dominan. Hal ini mencerminkan
tingginya kemampuan jenis tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang ada dan dapat bersaing terhadap jenis lainnya. Selanjutnya Odum (1996),
menjelaskan bahwa umumnya jenis yang dominan adalah jenis-jenis di dalam
suatu komunitas dengan produktivitas yang besar dan sebagian besar
mengendalikan arus energi.
Tumbuhan paku epifit INP tertinggi dimiliki oleh Vittaria angustifolia
dengan nilai 61.21% dan terendah adalah Tectaria grandidentata yaitu 18.48%
(Gambar 7). Menurut Sastrapradja & Afriastini (1985), melihat cara tumbuhnya,
paku di alam cukup beragam ada yang menempel di batang pohon, batu, atau
tumbuh di tanah. Pada lingkungan yang sejuk terlindung atau panas kena sinar
matahari langsung, masing-masing jenis atau kelompok memiliki lingkungannya
sendiri.
INP tertinggi tumbuhan paku teresterial pada ketinggian 1300-1500 m dpl
terdapat pada jenis Gleichenia linearis yaitu 58.34% dan yang terendah pada jenis
Angiopteris angustifolia dan Pneumatopteris truncata dengan nilai yang sama
yaitu 2.12%. INP tertinggi pada tumbuhan paku epifit dimiliki oleh Vittaria
angustifolia yaitu sebesar 36.58% dan terendah pada jenis Elaphoglossum
robinsonii yaitu 4.33% (Gambar 8).
Tingginya nilai penting pada jenis paku disebabkan oleh rendahnya
keberadaan jenis paku yang lain dan tingginya kerapatan relatif jenis Gleichenia
linearis untuk paku teresterial dan Vittaria angustifolia untuk paku epifit, juga
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
INP (%)
Lycopodium sp2. , 7.26
Pronephrium triphyllum , 9.44
Phymatopteris triloba ,
Nephrolepis dicksonioides , 13.38
Goniophlebium persicifolium , 19.84
Gleichenia longissima , 35.80
Gleichenia linearis , 58.34dan lain-lain, 43.01
INP (%)
dan lain-lain, 25.42
Crypsinus stenophyllus , 16.08
Asplenium nidus , 21.67
Hymenophyllum imbricatum , 22.75
Ctenopteris contigua , 22.92
Elaphoglossum blumeanum , 23.75
Belvisia revoluta , 30.83
Vittaria angustifolia , 36.58
karena faktor abiotik lingkungan yang mendukung untuk tumbuh, di mana suhu
21ºC, intensitas cahaya 283.20 Lux dan kelembaban 97.45%. Pada ketinggian ini
mulai terbuka sehingga cahaya masuk ke lantai hutan dan jenis paku yang ada
hanya paku yang toleran terhadap intensitas cahaya yang tinggi. Menurut Pramono
(1992), pertumbuhan selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh
interaksinya dengan lingkungan. Pengaruh lingkungan terdiri dari faktor tanah,
iklim, mikroorganisme, kompetisi dengan organisme lain.
a. Paku teresterial
b. Paku epifit Gambar 8. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada
Ketinggian 1300 – 1500 m dpl di HWA Taman Eden
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
INP (%)
dan lain-lain, 47.60
Dicranopteris linearis var montana ,
13.24
Dicranopteris linearis var
subspeciosa , 15.50
Matonia pectinata , 17.39
Psilotum sp. , 17.93
Dicranopteris curanii , 20.97
Gleichenia truncata , 24.24
Dipteris conjugata , 43.13
INP (%)
Phymatopteris triloba , 128.06
Humata pectinata , 71.94
Nilai INP tertinggi tumbuhan paku teresterial pada ketinggian 1500-1750
m dpl dimiliki oleh Dipteris conjugata yaitu sebesar 43.13% dan jenis yang
terendah terdapat pada Oleandra pistillaris dengan 1.61% (Gambar 9).
a. Paku teresterial
Paku epifit
b. Paku epifit
Gambar 9. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial dan Epifit pada
Ketinggian 1500 – 1750 m dpl di HWA Taman Eden
Menurut Indriyanto (2006), keberhasilan jenis-jenis ini untuk tumbuh dan
bertambah banyak tidak lepas dari daya mempertahankan diri pada kondisi
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
lingkungan. Dan juga jenis-jenis yang lain yang memiliki nilai tertinggi
merupakan kelompok jenis yang mempunyai frekuensi dan kerapatan yang tinggi
pada ketinggian atau lokasi tersebut.
Pada tumbuhan paku epifit yang memiliki nilai INP tertinggi pada jenis
Phymatopteris triloba yaitu 128.06% dan INP terendah tumbuhan paku epifit pada
jenis Humata pectinata yaitu 71.94%. Hal ini menunjukkan bahwa Dipteris
dominan pada lokasi tersebut, hal ini disebabkan kemampuan jenis tersebut untuk
bertoleransi dengan keadaan sekitarnya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 9.
Menurut Indrawan (1978), bahwa tumbuh-tumbuhan yang mempunyai
adaptasi tinggilah yang bisa hidup sukses di suatu daerah. Selain itu juga
dipengaruhi oleh pertumbuhan dari bibit atau kecambah dari suatu jenis.
Selanjutnya Resosedarmo, et al, (1989), juga menyatakan bahwa dalam suatu
komunitas pengendali kehadiran jenis-jenis dapat berupa satu atau beberapa jenis
tertentu atau dapat pula sifat-sifat fisik habitat. Meskipun demikian tidak ada batas
yang nyata antara keduanya sebab keduanya dapat saja beroperasi secara
bersamaan atau saling mempengaruhi, misalnya saja kondisi tanah, topografi,
elevasi dan iklim.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
4.4. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden
Dari hasil perhitungan nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks
Keseragaman (E). Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa lokasi yang mempunyai nilai
Indeks Keanekaragaman tertinggi terdapat pada ketinggian 1100-1300 m dpl
sebesar 2.95989, dan nilai Indeks Keanekaragaman terendah terdapat pada
ketinggian 1500-1750 m dpl sebesar 2.328337.
Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Tumbuhan Paku HWA Taman Eden
Ketinggian (m dpl) Indeks Keanekaragaman (H’) Indeks Keseragaman (E)
1100-1300 2.95989 0.86194 1300-1500 2.62862 0.79756 1500-1750 2.32834 0.83977
Nilai H’ pada ketinggian 1100-1300 m dpl tertinggi dan terendah pada
ketinggian 1500-1750 m dpl, namun dilihat dari nilai H’ yang dihitung dari
ketinggian 1100-1300 m dpl sampai dengan ketinggian 1500-1750 m dpl
menunjukkan Indeks Keanekaragaman adalah sedang. Hal ini menunjukkan
jumlah jenis di antara jumlah total individu seluruh jenis yang ada sedang, artinya
ratio jumlah individu suatu jenis dengan jumlah total individu seluruh jenis adalah
sedang.
Menurut Mason (1980), jika nilai H’ lebih kecil dari 1 berarti
keanekaragaman jenis rendah, jika 1 – 3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika
lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi. Perubahan nilai yang
berangsur-angsur menjadi lebih rendah dari ketinggian 1100-1300 m dpl ke
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
ketinggian 1500-1750 m dpl seiring dengan perubahan komposisi jenis juga
sejalan dengan kenaikan ketinggian. Menurut Odum (1996), bahwa semakin
banyak jumlah spesies maka semakin tinggi keanekaragamannya. Sebaliknya jika
nilainya kecil maka komunitas tersebut didominasi oleh satu atau sedikit jenis.
Keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian penyebaran individu dalam
tiap jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya, tetapi bila
penyebaran individu tidak merata maka keanekaragaman jenis rendah.
Selanjutnya Soeriaatmadja (1997), menyatakan bahwa dengan
memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapat diperoleh gambaran
tentang kedewasaan organisasi komunitas tersebut. Biasanya makin
beranekaragam suatu komunitas, makin tinggi organisasi di dalam komunitas
tersebut. Hal ini menunjukkan tingkat kedewasaannya, sehingga keadaannya lebih
mantap.
Dari Tabel 4 juga dapat dilihat nilai Indeks Keseragaman. Pada ketinggian
1100-1300 m dpl diperoleh nilai Indeks Keseragaman (E) sebesar 0.86194, pada
ketinggian 1300-1500 m dpl sebesar 0.797557 dan 0.83977 pada ketinggian 1500-
1750 m dpl. Menurut Krebs (1985), keseragaman dikatakan rendah apabila
0<E<0.5 dan keseragaman tinggi apabila 0.5<E<1. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa keseragaman jenis pada ketinggian 1100-1300 m dpl lebih
tinggi dibandingkan dengan ketinggian 1300-1500 m dpl dan 1500-1750 m dpl
walaupun dari tiga ketinggian tersebut memiliki nilai Indeks keseragaman
0.5<E<1. Tetapi keseluruhan ketinggian di HWA Taman Eden memiliki
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
keseragaman yang tinggi. Menurut Sastrawidjaya (1991), ketersediaan nutrisi dan
pemanfaatan nutrisi yang berbeda menyebabkan nilai keanekaragaman dan indeks
keseragaman bervariasi.
Selanjutnya Holttum (1967), menyatakan bahwa kondisi lingkungan di
hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar yang menembus kanopi
hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi.
Dengan demikian paku hutan memiliki kondisi hidup yang seragam dan terlindung
dari panas. Kondisi ini dapat terlihat dari jumlah paku yang dapat beradaptasi
dengan cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai di hutan yang benar-benar
tertutup. Beberapa paku hutan tidak dapat tumbuh di tempat yang dikenai cahaya
matahari
4.5. Indeks Similaritas (IS)
Indeks Kesamaan berguna untuk mengetahui seberapa besar kesamaan
organisme yang dapat hidup di dua tempat yang berbeda, dan juga dapat
digunakan untuk mengetahui penyebarannya. Semakin besar IS maka jenis yang
sama pada lokasi yang berbeda semakin banyak (Krebs, 1985). Indeks similaritas
pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. Nilai Indeks Similaritas (IS) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden
IS 1100-1300 mdpl 1300-1500 m dpl 1500-1750 m dpl 1100-1300 m dpl - 60.13% 25.62% 1300-1500 m dpl - - 19.39% 1500-1750 m dpl - - -
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Pengelompokan nilai IS oleh Suin (2003), sebagai berikut:
a. Kesamaan ≤ 25% : sangat tidak mirip b. Kesamaan 25%-50% : tidak mirip c. Kesamaan 50%-75% : mirip d. Kesamaan ≥ 75% : sangat mirip
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa Indeks Similaritas tertinggi terdapat
antara ketinggian 1100-1300 m dpl dan 1300-1500 m dpl, yaitu 60.13 %, nilai ini
menurut pengelompokan IS oleh Suin (2003) adalah menunjukkan bahwa jenis
paku yang ada di antara kedua ketinggian adalah mirip. Hal ini disebabkan suhu
dan kelembaban tidak berbeda jauh pada ketinggian 1100-1300 m dpl dan 1300-
1500 m dpl yaitu berkisar antara 22.08ºC - 21.01ºC dan kelembaban juga berkisar
antara 95.08%-97.45%, sedangkan nilai terendah terdapat di antara ketinggian
1300-1500 m dpl dan 1500-1750 m dpl yaitu 19.39 %, nilai ini menunjukkan
bahwa jenis paku yang ada di antara ketinggian 1500-1750 m dpl sangat tidak
mirip dengan jenis paku yang terdapat di ketinggian 1500-1750 m dpl. Keadaan
ini disebabkan suhu dan kelembaban berbeda jauh yaitu berkisar antara 21.01ºC –
18.25ºC dan kelembaban 97.45%-86.75%. Nilai IS bila dihubungkan dengan
altitude bahwa dari ketinggian 1100-1400 m dpl masih merupakan submontane
forest (hutan pegunungan bagian bawah), di mana fisiognominya hampir serupa.
Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Irwan (1992), bahwa hutan pegunungan
bagian bawah (submontane forest) merupakan ekosistem yang terdapat pada
ketinggian 600-1400 m dpl. Fisiognomi menyerupai hutan hujan, hanya pohon-
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
pohonnya yang tumbuh kecil. Begitu pula komposisi agak berbeda. Ekosistem ini
biasanya kaya dengan jenis Pteridophyta dan Orchidaceae.
Swan, et al, (1978) dalam Lumban Tobing (1980), menyatakan bahwa
nilai koefisien kesamaan komunitas berkisar antara 0-100, maka makin dekat ke
100 maka dua contoh yang dibandingkan semakin sama dan semakin dekat ke 0,
maka kedua contoh yang dibandingkan semakin berlainan. Hal ini semakin
menjelaskan adanya perbedaan jenis tumbuhan yang terdapat di hutan pegunungan
berdasarkan zonasi ketinggian.
4.6. Distribusi dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku
4.6.1. Distribusi Tumbuhan Paku
Untuk mengetahui distribusi tumbuhan paku di lokasi penelitian, dapat
dilihat pada Gambar 10. Beragamnya jenis yang ditemukan pada tiap lokasi
penelitian di HWA Taman Eden mungkin disebabkan oleh kondisi lingkungan
yang sangat khas pada hutan pegunungan. Pada hutan ini terjadi perubahan faktor-
faktor lingkungan seiring dengan meningkatnya ketinggian tempat, seperti
keadaan tanah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Edward, et al,
(1990) dalam Monk, et al, (2000), bahwa distribusi jenis-jenis tumbuhan manurut
ketinggian tempat berkaitan dengan perubahan jenis tanah. Begitu juga Arief
(1994), mengemukakan bahwa daerah pegunungan sangat dipengaruhi oleh
perubahan iklim yang berbeda-beda menurut ketinggiannya.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Menurut Krebs (1985), kelembaban tanah mempengaruhi penyebaran
geografi pada sebagian besar pohon pada hutan pegunungan dan mempengaruhi
kandungan/ ketersediaan air tanah di mana hubungan dengan suhu dapat
mempengaruhi keseimbangan air tumbuhan. Tingginya nilai frekuensi relatif
menunjukkan banyaknya jumlah jenis tersebut pada masing-masing lokasi. Jenis-
jenis tersebut mampu bertahan hidup dan berkembang serta memiliki penyebaran
yang luas. Menurut Loveless (1989), tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam
kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung
berkembang luas.
Jenis tumbuhan paku yang memiliki frekuensi relatif tertinggi pada
tumbuhan paku teresterial pada ketinggian 1100-1300 m dpl terdapat pada
Pneumatopteris truncata yaitu 10.45%, sedangkan frekuensi relatif yang paling
rendah adalah Antrophyum semicostatum, Arachnioides hasseltii, Blechnum
orientale, Cyathea glabra, Diplazium accedens, Diplazium subintegrum dengan
nilai 1.49%. Paku epifit frekuensi relatif tertinggi adalah Asplenium nidus yaitu
41.67% dan terendah 8.33% terdapat pada Ctenopteris alata. Hal ini menunjukkan
bahwa Pneumatopteris truncata tersebar merata pada tumbuhan paku teresterial
dan Asplenium nidus tersebar merata pada paku epifit di lokasi penelitian,
sedangkan jenis yang memiliki frekuensi relatif rendah tidak tersebar merata.
Menurut Syahbudin (1987), bahwa frekuensi relatif masing-masing jenis
merupakan gambaran persentase penyebaran suatu jenis tumbuhan pada suatu
areal, dan juga disebabkan oleh faktor penyebaran, daya tumbuh biji dan faktor
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
lingkungan. Dengan demikian jenis tersebut cenderung tersebar dengan merata
pada lokasi tersebut. Karena nilai frekuensi relatif menunjukkan oleh kehadiran
suatu jenis di dalam plot penelitian.
Menurut Ewusie (1990), bahwa cahaya, temperatur dan air secara ekologis
merupakan faktor lingkungan yang penting. Selanjutnya Suin (2002), menjelaskan
faktor lingkungan abiotik sangat menentukan penyebaran dan pertumbuhan suatu
organisme dan tiap jenis hanya dapat hidup pada kondisi abiotik tertentu yang
berada dalam kisaran toleransi tertentu yang cocok bagi organisme tersebut.
Pada ketinggian 1300-1500 m dpl Gleichenia linearis merupakan jenis
tumbuhan paku teresterial yang memiliki nilai frekuensi relatif tertinggi yaitu
18.87%, sedangkan jenis yang memiliki nilai terendah adalah Angiopteris
angustifolia, Dipteris conjugata, Gleichenia truncata, Humata pectinata,
Pneumatopteris truncata dengan nilai 1.89%. Paku epifit frekuensi relatif tertinggi
pada Asplenium nidus yaitu 16.67% dan terendah 3.33% pada Scleroglossum
pusillum, Elaphoglossum robinsonii. Menurut Whitmore (1984), tingginya nilai
frekuensi relatif suatu jenis menunjukkan bahwa hal ini kemungkinan disebabkan
oleh faktor lingkungan yang mendukung jenis ini untuk dapat bertahan dan
berkembang. Faktor lingkungan di ketinggian ini ditemukan lereng-lereng bukit
sehingga rata-rata intensitas cahaya dapat masuk lebih banyak sebesar 283.20 Lux
dan rata-rata kelembaban 97.45%, di mana kondisi ini sesuai dengan Glichenia.
Menurut Anwar, et al, (1987), sifat-sifat lingkungan fisik berubah sepanjang
lereng gunung dan perubahan flora dapat diikuti melalui perubahan fisik tersebut.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Pada ketinggian 1500-1750 m dpl frekuensi relatif tertinggi pada paku
teresterial terdapat pada jenis Dipteris conjugata dengan nilai 15.38%, sedangkan
jenis dengan nilai terendah adalah Olendra pistilaris dengan nilai 1.28%. Paku
epifit frekuensi relatif tertinggi terdapat pada Phymatopteris triloba sebesar
66.67% dan terendah pada Humata pectinata dengan nilai 33.33% (Lampiran 3).
Menurut Suin (2002), frekuensi kehadiran suatu jenis organisme di suatu habitat
menunjukkan keseringhadiran jenis tersebut di habitat itu. Dari frekuensi
kehadiran dapat tergambar penyebaran jenis tersebut pada habitat. Frekuensi
relatif suatu jenis adalah proporsi frekuensi jenis tersebut dari frekuensi semua
jenis.
Selanjutnya Holttum (1967), menjelaskan bahwa paku hutan memiliki
kondisi hidup yang seragam dan lebih terlindung dari panas. Kondisi ini terlihat
dari jumlah paku yang dapat beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak
pernah dijumpai di hutan yang benar-benar tertutup. Beberapa paku hutan tidak
dapat tumbuh di tempat yang dikenai cahaya matahari.
Menurut LIPI (1976), penyebaran paku pada relung-relung tebing yang
curam, bisa didapatkan jenis-jenis paku yang menyukai tempat-tempat yang
lembab. Bahkan di sumber-sumber yang panas ataupun di kawah-kawah gunung,
ada jenis-jenis paku yang dapat tumbuh. Paku menghasilkan spora yang sangat
lembut. Spora ini dihasilkan oleh kotak spora dan tersimpan rapat didalamnya,
bila masak maka akan berhamburanlah sporanya. Apalagi dengan adanya
hembusan angin.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Tjondronegoro (1979), menyatakan bahwa penyebaran tumbuhan di dunia
selain karena sebab-sebab yang terjadi secara alami yaitu perubahan geologis dan
iklim dari zaman dahulu sampai sekarang, juga dipengaruhi oleh kegiatan-
kegiatan manusia.
4.6.2. Pola Distribusi
Untuk mengetahui pola distribusi setiap spesies tumbuhan paku yang
terdapat di HWA Taman Eden, digunakan Indeks Morisita (Id). Dari hasil
penelitian yang telah dilaksanakan, diperoleh nilai yang sangat bervariasi. Pada
Tabel 6 dapat dilihat bahwa Indeks distribusi untuk setiap spesies di seluruh lokasi
penelitian memiliki nilai > 1 dan < 1. Nilai indeks distribusi untuk spesies yang
bernilai 0 hanya Tectaria grandidentata, dikategorikan ke dalam distribusi
seragam (uniform) karena lebih kecil dari 1, sedangkan spesies yang lainnya
memiliki nilai lebih besar dari 1, dikategorikan ke dalam distribusi spesies secara
berkelompok (clumped).
Menurut Krebs (1985), bahwa bila didapatkan Indeks distribusi (Id)
bernilai sama dengan 1, maka distribusi spesies tersebut adalah acak, bila Id > 1,
maka distribusi spesies tersebut berkelompok, dan bila Id < 1, maka distribusi
spesies tersebut seragam.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Tabel 6. Nilai Indeks Morisita (Id) Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden
No. Nama Jenis Indeks Morista Keterangan
1. Antrophyum semicostatum 60.00 Berkelompok 2. Arachnioides hasseltii 60.00 Berkelompok 3. Ctenopteris alata 60.00 Berkelompok 4. Cyathea glabra 60.00 Berkelompok 5. Diplazium accedens 60.00 Berkelompok 6. Diplazium subintegrum 60.00 Berkelompok 7. Elaphoglossum robinsonii 60.00 Berkelompok 8. Oleandra pistillaris 60.00 Berkelompok 9. Phymatosorus longissima 60.00 Berkelompok 10. Scleroglossum pusillum 60.00 Berkelompok 11. Athryum procumbens 54.55 Berkelompok 12. Asplenium unilateral 45.00 Berkelompok 13. Pronephrium triphyllum 43.64 Berkelompok 14. Asplenium macrophyllum 36.92 Berkelompok 15. Blechnum orientale 36.18 Berkelompok 16. Cibotium barometz 33.53 Berkelompok 17. Pteridium sp. 31.43 Berkelompok 18. Ctenopteris contigua 31.15 Berkelompok 19. Cyathea obscura 30.00 Berkelompok 20. Hymenophyllum imbricatum 29.51 Berkelompok 21. Selaginella wildenowii 29.24 Berkelompok 22. Matonia pectinata 28.51 Berkelompok 23. Cyathea latebrosa 28.24 Berkelompok 24. Cyathea boornensis 26.67 Berkelompok 25. Diplazium velutinum 26.67 Berkelompok 26. Pyrrosia stigmosa 26.59 Berkelompok 27. Selaginella ornate 25.38 Berkelompok 28. Blechnum indicum 24.96 Berkelompok 29. Histiopteris incise 24.68 Berkelompok 30. Hymenophyllum exsertum 24.50 Berkelompok 31. Arachnioides haniffii 23.16 Berkelompok 32. Pneumatopteris ecallosa 21.62 Berkelompok 33. Belvisia revolute 21.04 Berkelompok 34. Humata pectinata 20.19 Berkelompok
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Lanjutan Tabel 6 35. Elaphoglossum blumeanum 19.64 Berkelompok 36. Coryphopteris sp. 15.82 Berkelompok 37. Lycopodium sp2. 15.44 Berkelompok 38. Crypsinus stenophyllus 15.27 Berkelompok 39. Angiopteris angustifolia 13.33 Berkelompok 40. Sphenomeris chinensis 12.50 Berkelompok 41. Dicranopteris linearis var Montana 12.25 Berkelompok 42. Dicranopteris curanii 10.45 Berkelompok 43. Lycopodium cernuum 10.43 Berkelompok 44. Phymatopteris triloba 9.88 Berkelompok 45. Gleichenia truncate 8.86 Berkelompok 46. Dicranopteris linearis var subspeciosa 7.56 Berkelompok 47. Gleichenia longissima 7.52 Berkelompok 48. Asplenium nidus 6.52 Berkelompok 49. Vittaria angustifolia 6.46 Berkelompok 50. Lycopodium sp1. 6.17 Berkelompok 51. Goniophlebium persicifolium 5.47 Berkelompok 52. Dipteris conjugate 5.00 Berkelompok 53. Psilotum sp. 3.97 Berkelompok 54. Pneumatopteris truncate 3.48 Berkelompok 55. Gleichenia linearis 2.95 Berkelompok 56. Nephrolepis dicksonioides 2.55 Berkelompok 57. Tectaria grandidentata 0.00 Seragam
Berdasarkan kriteria tersebut dapat dilihat bahwa pada ketinggian 1100-
1750 m dpl hampir keseluruhan pola penyebaran tumbuhan paku adalah
berkelompok (clumped). Hal ini menunjukkan bahwa tipe pola distribusi di lokasi
penelitian mencerminkan heterogen, mode reproduktif, behavior berkelompok,
dan lain-lain. Pernyataan ini dibenarkan oleh Kusmana (1995), bahwa ada tiga
tipe pola distribusi yaitu: (1). random (acak), pola ini mencerminkan homogenitas
habitat dan pola behavior yang tidak selektif, (2). berkelompok (clumped), pola ini
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
mencerminkan habitat yang heterogen, mode reproduktif, behavior berkelompok,
dan lain-lain, (3). beraturan (uniform), mencerminkan adanya interaksi negatif
antara individu seperti persaingan untuk ruang dan unsur hara atau cahaya.
Tumbuhan paku di HWA Taman Eden memiliki tipe pola distribusi
berkelompok (clumped), ini disebabkan iklim yang mendukung distribusi di ketiga
ketinggian, di mana rata-rata suhu udara 20.50ºC, intensitas cahaya 214.68 Lux,
kelembaban 93.10% dan tekstur tanah pasir berlempung, sedangkan komposisi
tanah adalah pasir, debu, tanah liat juga pH tanah rata-rata 5.98, suhu tanah 20.78
ºC. Kondisi ini mendukung distribusi jenis tumbuhan paku membentuk tipe pola
distribusi berkelompok (clumped).
Anwar, et al, (1984), juga menyatakan bahwa pola penyebaran suatu
organisme bergantung pada sifat fitokimia lingkungan yang berupa nutrisi,
substrat atau berupa faktor fisik kimia perairan tersebut. Suatu struktur komunitas
alami tergantung pada cara organisme itu tersebar atau terpencar. Selanjutnya
Whitmore (1984), menyatakan bahwa penyebaran jenis sangat luas jika
dibandingkan dengan jenis lain menunjukkan nilai frekuensi relatif tinggi.
4.7. Analisis Korelasi
Berdasarkan pengukuran faktor fisik kimia lingkungan yang telah
dilakukan pada setiap lokasi penelitian dan dikorelasikan dengan Indeks
Keanekaragaman (H’), maka diperoleh nilai Indeks Korelasi seperti pada Tabel 7.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Tabel 7. Nilai Analisis Korelasi Pearson terhadap H’ dengan Metode Komputerisasi SPSS Ver.12.00
Korelasi Pearson Kelembaban Suhu Udara Suhu Tanah Intensitas
Cahaya pH
H’ 0.722 0.962 0.997(*) 0.910 0.646
Keterangan: Nilai (+) = Arah Korelasi searah Nilai (-) = Arah Korelasi berlawanan Tanda (*) = Berpengaruh sangat nyata
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa hasil uji analisa korelasi Pearson antara
beberapa faktor fisik kimia lingkungan berbeda tingkat korelasi dan arah
korelasinya dengan Indeks Keanekaragaman (H’). Nilai positif (+) menunjukkan
semakin besar nilai salah satu faktor fisik kimia maka nilai Indeks
Keanekaragaman akan semakin besar pula, begitu juga sebaliknya, sedangkan
nilai negatif (-) menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai
faktor fisik kimia lingkungan dengan nilai H’, artinya semakin besar nilai faktor
fisik kimia lingkungan maka nilai H’ akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya,
jika semakin kecil nilai faktor fisik kimia maka nilai H’ akan semakin besar.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa hasil analisis korelasi Pearson dengan
beberapa faktor fisik kimia korelasinya searah terhadap Indeks Keanekaragaman
(H′), hanya pada suhu tanah yang berpengaruh nyata terhadap Indeks
Keanekaragaman. Hal serupa juga dikemukakan oleh Faizah (2002), suhu tanah,
suhu udara dan intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap H′ Cyathea spp di
hutan Tongkoh kawasan Tahura Bukit Barisan Sumatera Utara. Begitu juga yang
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
dinyatakan Heddy dan Kurniati (1994), bahwa komunitas pada wilayah sangat
mungkin dipengaruhi penyusunnya oleh ada pengaruh temperatur.
Menurut Krebs (1985), kelembaban tanah mempengaruhi penyebaran
geografi pada sebagian besar pohon pada hutan pegunungan dan mempengaruhi
kandungan/ ketersediaan air tanah di mana hubungan dengan suhu dapat
mempengaruhi keseimbangan air tumbuhan. Selanjutnya Smith (1992),
keanekaragaman jenis di dalam dan di antara berbagai komunitas melibatkan tiga
komponen yaitu ruang, waktu, dan makanan.
4.8. Habitat Tumbuhan Paku Teresterial di Hutan Wisata Alam Taman Eden
Tumbuhan paku teresterial yang akarnya tumbuh dan berkembang di dalam
tanah memerlukan unsur hara yang cukup dan sesuai untuk keberlangsungan
pertumbuhannya. Selain itu, tekstur, unsur hara tanah dan komposisi penyusun tanah
juga mempengaruhinya, seperti tercantum pada Tabel 8 berikut ini:
Tabel 8. Analisis Tanah di Hutan Wisata Alam Taman Eden Ketinggian (m dpl)
No Unit 1100-1300 1300-1500 1500-1750
1 Pasir (%) 82.56 84.56 87.56
2 Debu (%) 8.00 6.00 5.00
3 Tanah liat (%) 9.44 9.44 7.44
4 Tekstur Pasir berlempung Pasir berlempung Pasir berlempung
5 pH air 5.22 5.17 4.89
6 pH KCl 4.04 3.90 3.87
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Lanjutan Tabel 8 7 C-organik (ppm) 7.43 12.42 12.25
8 N-organik (ppm) 0.35 0.66 0.74
9 K-exch (ppm) 0.303 0.454 0.448
10 Na-exch (ppm) 0.055 0.040 0.038
11 Ca-exch (ppm) 0.759 1.598 0.034
12 Mg-exch (ppm) 0.821 1.606 0.544
Sumber: Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian USU, Medan (20 Januari 2009)
Berdasarkan Tabel 4.8. diketahui bahwa komposisi penyusun tanah di HWA
Taman Eden adalah pasir, debu dan tanah liat dengan tekstur tanah pasir berlempung.
Pada ketinggian 1500-1750 m dpl memiliki kandungan pasir yang tinggi yaitu sebesar
87.56% dibandingkan dengan dua ketinggian yang lain, sedangkan kandungan debu
yang tinggi terdapat pada ketinggian 1100-1300 m dpl yaitu sebesar 8% dibandingkan
dengan dua ketinggian yang lain. Pada ketinggian 1100-1300 m dpl dan 1300-1500 m
dpl tanah liat yang terkandung di dalam tanah memiliki nilai yang sama. Begitu juga
dengan tekstur tanah pada ketiga ketinggian adalah sama yaitu pasir berlempung.
Selanjutnya unsur tanah di HWA Taman Eden terdiri dari Karbon (C),
Nitrogen (N), Kalium (K), Natrium (Na), kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Unsur-
unsur tersebut diperlukan oleh tumbuhan paku untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Menurut LIPI (1980), paku membutuhkan unsur-unsur nutrisi
yang diambil melalui akar dan daun untuk hidup dan berkembang.
Nilai pH air di kawasan HWA Taman Eden adalah masam. Kemasaman ini
menggambarkan kondisi kimiawi, proses kimia yang mungkin terjadi serta akibatnya
terhadap keadaan tanah dan pertumbuhan paku. Manurut Hanafiah (2005), kisaran pH
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
4-7, di mana idealnya adalah 5.5-5.6, sedangkan kisaran pH optimum adalah 4.0-5.0
dan pH idealnya adalah 6.5.
Menurut Edward, et al, (1990) dalam Monk, et al, (2000), bahwa perubahan
penting pada tanah karena perubahan ketinggian adalah penurunan pH; peningkatan
karbon organik dan penurunan kedalaman perakaran. Selanjutnya LIPI (1980),
mengemukakan angka kemasaman tanah kadang-kadang dipengaruhi oleh
kelembaban tanah. Tanah yang basah cenderung menunjukkan pH yang rendah,
sedangkan tanah yang kering pH nya agak tinggi. Selain itu, kemasaman tanah juga
dipengaruhi oleh kadar bahan organik, mineral dan kapur yang terkandung
di dalamnya.
4.9. Potensi Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden
Keanekaragaman jenis paku yang ditemukan di HWA Taman Eden
memiliki berbagai macam potensi yaitu selain sebagai tanaman hias ada yang
dimanfaatkan sebagai sayuran, obat, ramuan jamu, bahan baku kerajinan tangan,
bahan pengisi bantal, tiang rumah dan sebagainya, dapat dilihat pada Tabel 9.
Menurut Amoroso (1990), sejak dulu tumbuhan paku telah dimanfaatkan
oleh manusia terutama sebagai bahan makanan (sayuran). Dewasa ini
pemanfaatannya berkembang sebagai material baku untuk pembuatan kerajinan
tangan, pupuk organik dan tumbuhan obat.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Tabel 9. Potensi Tumbuhan Paku di HWA Taman Eden
No. Nama Jenis Potensi Gambar
1. Angiopteris angustifolia Tanaman hias 11 2. Antrophyum semicostatum Tanaman hias 12 3. Arachnioides haniffii Tanaman hias 13 4. Arachnioides hasseltii Tanaman hias 14 5. Asplenium macrophyllum Tanaman hias 15 6. Asplenium nidus Tanaman hias 16 7. Asplenium unilateral Tanaman hias 17 8. Athryum procumbens Tanaman hias dan sayuran 18 9. Belvisia revoluta Tanaman hias 19 10. Blechnum indicum Tanaman hias 20 11. Blechnum orientale Tanaman hias dan sayuran 21 12. Cibotium barometz Tanaman hias dan obat, 22 bahan pembuat topi 13. Coryphopteris sp. Tanaman hias 23 14. Crypsinus stenophyllus Tanaman hias 24 15. Ctenopteris alata Tanaman hias 25 16. Ctenopteris contigua Tanaman hias 26 17. Cyathea boornensis Tanaman hias 27 18. Cyathea glabra Tanaman hias 28 19. Cyathea latebrosa Tanaman obat dan sayuran 29 20. Cyathea obscura Tanaman hias 30 21. Dicranopteris curanii Tanaman hias 31
22. Dicranopteris linearis var Montana
Tanaman hias 32
23. Dicranopteris linearis var subspeciosa Tanaman hias 33 24. Diplazium accedens Tanaman hias 34 25. Diplazium subintegrum Tanaman hias 35 26. Diplazium velutinum Tanaman hias 36 27. Dipteris conjugata Tanaman hias dan obat 37 28. Elaphoglossum blumeanum Tanaman hias 38 29. Elaphoglossum robinsonii Tanaman hias 39 30. Gleichenia linearis Tanaman obat dan bahan 40
baku kerajinan tangan serta kopiah
31. Gleichenia longissima Tanaman hias 41
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Lanjutan Tabel 9
32. Gleichenia truncata Tanaman hias dan konservasi lahan 42
33. Goniophlebium persicifolium Tanaman hias 43 34. Histiopteris incisa Tanaman hias 44 35. Humata pectinata Tanaman hias 45 36. Hymenophyllum exsertum Tanaman hias 46 37. Hymenophyllum imbricatum Tanaman hias 47 38. Lycopodium cernuum Tanaman hias dan obat, 48 bahan pengisi bantal 39. Lycopodium sp1. Tanaman hias 49 40. Lycopodium sp2. Tanaman hias 50 41. Matonia pectinata Tanaman hias 51 42. Nephrolepis dicksonioides Tanaman hias 52 43. Oleandra pistillaris Tanaman hias 53 44. Phymatopteris triloba Tanaman hias 54 45. Phymatosorus longissima Tanaman hias 55 46. Pneumatopteris ecallosa Tanaman hias 56 47. Pneumatopteris truncata Tanaman hias 57 48. Pronephrium triphyllum Tanaman hias 58 49. Psilotum sp. Tanaman hias 59 50. Pteris sp. Tanaman hias 60 51. Pyrrosia stigmosa Tanaman hias 61 52. Scleroglossum pusillum Tanaman hias 62 53. Selaginella ornata Tanaman hias 63 54. Selaginella wildenowii Tanaman obat dan ramuan 64 jamu 55. Sphenomeris chinensis Tanaman hias 65 56. Tectaria grandidentata Tanaman hias 66 57. Vittaria angustifolia Tanaman hias dan obat 67
Menurut Polunin (1994), bahwa nilai ekonomi tumbuhan paku terutama
terletak pada keindahannya dan sebagai tanaman holtikultura beberapa jenis
Lycopodinae yang suka panas digunakan sebagai tanaman hias dalam pot, dan
paku kawat yang merayap yang digunakan dalam pembuatan karangan bunga,
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
sedang sporanya kecil-kecil yang mudah terbakar karena kandungannya akan
minyak, sehingga dapat digunakan untuk menghasilkan kilat panggung.
Selanjutnya LIPI (1976), menjelaskan bahwa banyaknya jenis paku yang
mempunyai kemampuan yang berbeda untuk hidup di berbagai keadaan,
memungkinkan orang untuk memilih jenis-jenis yang baik untuk tanaman hias
dalam rumah, tanaman hias taman, ataupun tanaman hias jalan. Biasanya untuk
keperluan ini paku tanahlah yang dipilih. Paku epifit, bagus untuk tanaman hias
halaman dengan cara menanamnya di pot gantung ataupun ditempelkan pada
pohon yang memang sudah tumbuh di situ.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
4.10. Deskripsi Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden
1. Angiopteris angustifolia
Ental bersirip ganda, panjang ental 2 – 3 m, lebar 1.5 – 2 m. Tangkai ental
berwarna hijau, bersisik tipis, permukaan ental bagian bawah berwarna putih. Sori
terdapat
di sepanjang tepi ental bagian bawah. Dalam 1 sori terdapat beberapa sporangia,
letak sori sangat berdekatan sehingga sori seolah-olah memanjang di tepi ental.
Spora berwarna coklat.
Spesimen : SR 16, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1100 m dpl sampai dengan ketinggian 1500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya, Filipina dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 11. Permukaan Bawah Ental Angiopteris angustifolia
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
2. Antrophyum semicostatum
Epifit, ental tebal, berwarna hijau di permukaan atas dan berwarna hijau pucat
di bagian bawah, panjang ental 5 – 12 cm dengan lebar 3 – 5 cm. Sori terdapat
di urat-urat ental sejajar dengan pertulangan ental, berwarna hijau keputihan saat
muda dan berwarna coklat gelap saat matang.
Spesimen : SR 29, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1100 m dpl sampai dengan 1300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya, Malaysia dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 12. Permukaan Bawah Ental dan Spora Antrophyum semicostatum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
3. Arachnioides haniffii
Teresterial, helaian ental licin, berwarna hijau gelap, terkadang terlihat kebiruan,
permukaan bagian bawah berwarna hijau pucat, anak daun saling berdekatan
di bagian ujung dari anak daun hanya terlihat seperti gigi. Sori terdapat di bagian
ujung anak tulang daun, berwarna coklat kehitaman. Rimpang panjang, menjalar,
berbulu kaku, berwarna coklat, panjang ental keseluruhan 35 – 65 cm dengan
lebar 15 – 22 cm.
Spesimen : SR 19, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah tropik, Sumatera Utara dan subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 13. Permukaan Bawah dan Spora Arachnioides haniffii
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
4. Arachnioides hasseltii
Tangkai ental dan dan rimpang bersisik, berwarna coklat. Helaian ental licin,
berwarna hijau gelap, bagian permukaan bawah hijau keputihan, anak daun
bergigi, hampir sama dengan Arachnioides haniffii, bedanya hanya pada pinggiran
daunnya saja yang bergigi setengah bagian, tidak sedalam Arachnioides haniffii.
Sori terdapat di setiap ujung anak-anak urat daun, berwarna coklat gelap saat
matang.
Spesimen : SR 27, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya, Sumatera Utara dan subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 14. Permukaan Bawah dan Spora Arachnioides hasseltii
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
5. Asplenium macrophyllum
Ental majemuk, berhadapan, pinggiran ental bergigi, panjang ental 25 – 45 cm,
warna ental hijau mengkilat. Sori terdapat pada urat-urat ental, memanjang sampai
ujung ental, berwarna hijau kekuningan saat matang dan berwarna coklat tua saat
matang. Tekstur ental seperti perkamen.
Spesimen : SR 22, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Pulau Mascaren sampai Polynesia, Bagian Utara sampai Tonkin, Malaya, Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 15. Permukaan Bawah dan Spora Asplenium macrophyllum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
6. Asplenium nidus
Ental tunggal, panjang ental 15 – 1,2 m, lebar 5 – 15 cm, tepinya rata dengan
permukaan berombak, warna ental bagian bawah hijau pucat, tangkai ental sangat
pendek, hampir tidak kelihatan, berwarna coklat, berbulu jarang berwarna coklat.
Sori terletak di pertulangan ental bagian bawah, berwarna coklat tua, tersusun
menyirip.
Spesimen : SR 17, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan ketinggian 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah tropik, Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 16. Permukaan Bawah dan Spora Asplenium nidus
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
7. Asplenium unilateral
Rhizom ramping, menjalar. Batang berwarna hitam, licin. Ental berbentuk seperti
trapesium, berwarna hijau muda, panjang ental 5 – 8 cm dan lebar 2 – 4 cm. Sori
membentuk garis sepanjang guratan ental, berwarna coklat kehitaman.
Spesimen : SR 13, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Afrika Timur sampai Pasifik, India Timur, Jepang dan Cina, Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 17. Permukaan Bawah dan Spora Asplenium unilateral
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
8. Athryum procumbens
Teresterial, batang berwarna hijau gelap, licin. Ental bersirip ganda, anak daunnya
bundar tumpul, dengan tulang daun yang membentuk lekukan, anak daun yang
terujung mempunyai ujung yang lancip, pucuk muda ditutupi bulu-bulu halus
berwarna coklat keputihan, ental berwarna hijau licin, sori tersebar hanya
di sepanjang anak-anak tulang daun, bentuknya memanjang sampai pinggir daun.
Sori muda berwarna hijau keputihan dan berwarna coklat gelap saat matang.
Spesimen : SR 15, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 18. Permukaan Bawah Ental dan Spora Athryum procumbens
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
9. Belvisia revoluta
Rhizome bersisik runcing, berwarna coklat gelap. Memiliki dua jenis ental, ental
steril memiliki panjang 10 – 12 cm, berbentuk lanset, ental fertil dengan panjang
15 – 20 cm, lebar 3 – 5 cm. Sori tersusun di pinggir ental bagian bawah berwarna
coklat.
Spesimen : SR 31, berspora (MEDA USU)
Habitat : Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Sumatera termasuk Sumatera Utara sampai ke Tahiti (Holttum, 1968)
B.
A. B.
Gambar 19. A. Belvisia revoluta, B. Spora Terdapat pada Ujung Ental Fertil
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
10. Blechnum indicum
Rimpang pendek dan tebal, ditutupi bulu-bulu kaku. Memiliki dua macam ental,
fertile dan steril. Kedua ental tersebut tersusun oleh anak daun yang letaknya
menyirip, panjang ental 40 – 55 cm, yang fertile memiliki daun yang lebih sempit,
jika dibandingkan dengan ental fertile, ental muda berwarna hijau kemerahan. Sori
terdapat di seluruh permukaan bawah ental fertile, berwarna coklat gelap.
Spesimen : SR 01, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaysia sampai Australia Sumatera Utara, Malaya, Sumatera Utara, Jawa (Holttum, 1968)
Gambar 20. Permukaan Bawah dan Spora Blechnum indicum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
11. Blechnum orientale
Rhizome pendek, tangkai ental berwarna coklat, panjang ental 100 – 150 cm,
dengan lebar 25 – 40 cm. ental muda berwarna merah kehijauan. Sori tersusun di
sepanjang anak tulang daun, berwarna hijau kecoklatan saat muda dan berwarna
coklat tua saat matang.
Spesimen : SR 08, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Asia, Australia, Malaya, Sumatera Utara (Holttum,
1968)
A. B.
Gambar 21. A. Blechnum orientale, B. Permukaan Bawah dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
12. Cibotium barometz
Ental bersirip ganda, panjang ental 1 – 1,8 m, lebar 30 – 100 m, tekstur kaku.
Bagian batang muda ditutupi bulu-bulu halus, tebal dan mengkilat, berwarna
coklat keemasan. Sori terdapat dekat pangkal ental, spora berwarna coklat.
Spesimen : SR 48, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Bagian Selatan India, Bagian Barat Malaysia, Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
A. B.
Gambar 22. A. Cibotium barometz, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
13. Coryphopteris sp
Rhizome tegak, membentuk seperti batang dengan ental yang tersusun meroset
di bagian ujungnya. Ental kasap, berwarna hijau, panjang 30 – 40 cm dengan lebar
15 – 25 cm. sori terdapat berpasangan pada setiap anak daun, berwarna coklat
kemerahan saat matang.
Spesimen : SR 24, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 23. Permukaan Bawah dan Spora Coryphopteris sp
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
14. Crypsinus stenophyllus
Rhizome panjang, menjalar, jarak antara ental 1 – 2 cm, pucuk muda ditutupi sisik
berwarna coklat kemerahan. Memiliki dua jenis ental, ental fertil berbentuk pita,
sedangkan ental steril berbentuk lanset. Sori terdapat di dekat pertulangan daun,
sejajar, berhadapan, berwarna coklat tua.
Spesimen : SR 37, berspora (MEDA USU)
Habitat : Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Filipina, Sumatera dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 24. Permukaan Bawah dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
15. Ctenopteris alata
Rimpang pendek, permukaan atas ental berwarna hijau gelap, licin, bagian bawah
ental berwarna hijau pucat. Sori tersusun di pinggir ental, memiliki 10 – 11 sorus
pada setiap pertulangan ental, berwarna coklat gelap.
Spesimen : SR 33, berspora (MEDA USU)
Habitat : Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Ceylon dan India Selatan, Sumatera dan Sumatera Utara, sampai Polynesia tetapi tidak termasuk Jawa Timur dan Kepulauan Sunda (Holttum, 1968)
Gambar 25. Permukaan Bawah dan Spora Ctenopteris alata
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
16. Ctenopteris contigua
Rhizome pendek, ental saling berdekatan, rhizome berbulu dan bersisik berwarna
coklat. Panjang ental 15 – 20 cm dengan lebar 5 – 7 cm. Sori pada pinggiran ental
dan agak menonjol, dan pada bagian ujung pertulangan ental, biasanya pada
pertulangan paling ujung, berwarna coklat gelap.
Spesimen : SR 32, berspora (MEDA USU)
Habitat : Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Ceylon dan India Selatan, Sumatera, Sumatera Utara sampai Polynesia (Holttum, 1968)
Gambar 26. Permukaan Bawah dan Spora Ctenopteris contigua
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
17. Cyathea boornensis
Pohon, batang berdiri berwarna coklat gelap, tangkai ental berbulu pendek dan
berwarna coklat keputihan. Ental licin berwarna hijau pucat pada permukaan
bawah. Sori terdapat sejajar dengan anak tulang daun, masing-masing 5 – 6
pasang, berwarna coklat.
Spesimen : SR 45, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 27. Permukaan Bawah dan Spora Cyathea boornensis
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
18. Cyathea glabra
Pohon, batang berwarna coklat, tinggi batang 1 – 2 m, ental licin berwarna hijau
di bagian permukaan atas dan berwarna hijau pucat di bagian bawahnya. Sori
terdapat pada anak tulang daun, berwarna kuning kehijauan saat muda dan
berwarna coklat saat matang. Pinggiran ental yang hanya bertoreh sedikit
merupakan ciri khasnya.
Spesimen : SR 21, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
A. B.
Gambar 28. A. Cyathea glabra, B. Permukaan Bawah dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
19. Cyathea latebrosa
Duri berwarna coklat gelap, pendek, bersisik, kecuali pada ental muda, berwarna
coklat terang, anak tulang daun berwarna coklat muda, memiliki rambut jarang
berwarna coklat, ental berwarna hijau mengkilat pada permukaan atas dan
berwarna hijau pucat pada permukaan bagian bawah, anak tulang daun berbulu
coklat. Sori terdapat pada kanan kiri anak tulang daun, berhadapan, berwarna
coklat kekuningan.
Spesimen : SR 42, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Bagian Selatan dan Utara India, Malaysia, Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 29. Permukaan Bawah dan Spora Cyathea latebrosa
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
20. Cyathea obscura
Rhizome ramping, batang hitam ditutupi akar-akar kasar, rapat dan tebal, pada
batang terdapat lekukan bekas tangkai daun melekat. Batang memiliki tinggi 3 – 6
cm. panjang ibu tangkai daun mencapai 2 – 3 m, berwarna coklat dan bersisik
coklat halus, ental majemuk, menyirip, berwarna hijau. Sori terletak di antara anak
tulang daun, berjumlah 4 – 6 sorus berwarna kuning kehijauan saat muda dan
berwarna coklat saat matang.
Spesimen : SR 49, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya, Sumatera dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 30. Permukaan Bawah dan Spora Cyathea obscura
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
21. Dicranopteris curanii
Rhizome panjang, menjalar, pucuk berwarna hijau pucat, ditutupi bulu-bulu hitam,
batang licin berwarna coklat kehitaman, tangkai ental berwarna hijau kekuningan,
ental berwarna hijau, tiap-tiap cabang bercabang dua, masing-masing cabang
bercabang lagi. Sori terdapat pada setiap anak daun dan penyebarannya terbatas
di sepanjang tulang daunnya, berwarna hijau keputihan saat muda dan berwarna
coklat saat matang.
Spesimen : SR 55, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah tropik dan Sumatera Utara, Daerah subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 31. Permukaan Bawah dan Spora Dicranopteris curanii
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
22. Dicranopteris linearis var montana
Rhizome panjang, menjalar, pucuk muda memiliki bulu-bulu halus, berwarna
coklat kemerahan. Batang licin berwarna coklat kehitaman. Ental berwarna hijau
kekuningan, bagian bawah berbulu warna coklat. Permukaan atas berwarna hijau
kekuningan, bagian bawah berwarna hijau pucat. Sori terdapat pada pertulangan
anak daun berwarna kuning kecoklatan, terdapat 7 – 10 sorus.
Spesimen : SR 52, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah tropik dan Sumatera Utara, Daerah subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 32. Dicranopteris linearis var montana
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
23. Dicranopteris linearis var subspeciosa
Rhizome panjang, menjalar, pucuk muda memiliki bulu-bulu halus, batang licin
berwarna coklat kehitaman, tangkai ental berwarna hijau kekuningan, ental bagian
bawah berwarna hijau pucat. Sori terdapat pada pertulangan anak daun, berwarna
hijau kekuningan saat muda dan berwarna coklat saat matang. Permukaan bawah
ental ditutupi bulu-bulu halus yang kusut berwarna coklat kemerahan, terdapat 7 –
10 sorus.
Spesimen : SR 50, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah tropik dan Sumatera Utara, Daerah subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 33. Dicranopteris linearis var subspeciosa
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
24. Diplazium accedens
Teresterial, batang berwarna hijau, rhizome kadang berasal dari tangkai ental.
Panjang ental 0,4 – 1,5 m dengan lebar 30 – 50 cm, bagian permukaan atas ental
berwarna hijau gelap, licin, bagian permukaan bawah hijau keputihan, memiliki
beberapa papilla kecil. Pada ental dan ental memiliki cuping, terkadang tumbuh
calon individu baru pada ketiak anak daun. Sori tersusun di antara anak tulang
daun, memanjang sampai pinggiran ental, berwarna putih kehujanan saat muda
dan berwarna coklat gelap saat matang.
Spesimen : SR 14, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 34. Permukaan Bawah Ental dan Spora Diplazium accedens
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
25. Diplazium subintegrum
Teresterial, batang berwarna coklat kehitaman. Ental mirip dengan Diplazium
pallidum, tetapi anak daun lebih gelap hijaunya dan bertangkai panjang dengan
pinggiran bergigi dan lebih sempit di bagian dasar daunnya. Anak tulang daun
yang paling bawah memiliki cuping. Sori terdapat sepanjang ana-anak urat ental,
berwarna coklat.
Spesimen : SR 12, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 35. Spora Diplazium subintegrum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
26. Diplazium velutinum
Batang tegak, pangkal tangkai dan anak tulang ental bersisik, berwarna coklat
kemerahan, permukaan bawah ditutupi bulu-bulu halus berwarna putih kehijauan,
tekstur agak kaku, sori tersusun sepanjang anak-anak urat daun, berwarna kuning
kehijauan saat muda dan berwarna coklat gelap saat matang.
Spesimen : SR 26, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 36. Permukaan Bawah Ental dan Spora Diplazium velutinum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
27. Dipteris conjugata
Rimpang panjang, menjalar, berbulu kaku yang berwarna hitam mengkilat.
Panjang tangkai ental mencapai 1 – 1,8 cm, yang terbagi menjadi dua dibagian
ujung, masing-masing bagian membentuk lekukan seperti kipas, permukaan
bawah ental berwarna keputihan. Pada ental muda permukaannya ditutupi bulu
coklat pendek. Sori menyebar tak beraturan di permukaan bawah ental.
Spesimen : SR 03, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Thailand sampai Cina Selatan, Sumatera dan Sumatera Utara sampai Selandia Baru, Malaysia (Holttum, 1968)
A. B.
Gambar 37. A. Dipteris conjugata, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
28. Elaphoglossum blumeanum
Rimpang pendek, ental tunggal dengan pinggiran rata, ental ditutupi bulu halus
berwarna kuning keemasan, memiliki 2 jenis ental, ental fertil lebih sempit jika
dibandingkan dengan ental steril. Sori terdapat di seluruh permukaan bawah ental,
berwarna coklat tua saat matang dan berwarna hijau kekuningan saat muda.
Spesimen : SR 34, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Subtropik (Holttum, 1968)
A. B.
Gambar 38. A. Elaphoglossum blumeanum, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
29. Elaphoglossum robinsonii
Epifit, rhizome bersisik, berwarna coklat, kaku, memiliki 2 jenis ental, ental steril
lebih lebar jika dibandingkan dengan ental fertile, tangkai ental juga lebih panjang
dengan dasar runcing, ental fertile tangkainya panjang dan dasarnya tumpul.
Seluruh permukaan bawah ental fertile ditutupi oleh spora yang berwarna hitam
saat matang, dan berwarna kuning saat muda.
Spesimen : SR 40, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Subtropik (Holttum, 1968)
A. B.
Gambar 39. A. Elaphoglossum robinsonii, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
30. Gleichenia linearis
Teresterial, batang berwarna hijau kekuningan, kaku, rimpang menjalar, ental
dikotom, berwarna hijau terang, pucuk muda ditutupi bulu halus berwarna coklat,
panjang ental 10 – 30 cm dengan lebar 5 – 8 cm. Sori terdapat pada setiap anak
daun dan di sepanjang tulang daun berwarna coklat saat matang.
Spesimen : SR 02, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 40. Spora dan Permukaan Bawah Ental Gleichenia linearis
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
31. Gleichenia longissima
Rimpang panjang, menjalar berwarna coklat, ental dikotom, panjang 100 – 150 cm
dan lebar 15 – 35 cm, anak ental 10 – 20 cm dan lebar 2 – 3 cm, pada pangkal
dikotom terdapat beberapa ental kecil yang berkelompok dengan panjang 3 – 5
cm, pucuk muda berwarna hijau dan berbulu coklat. Sori terdapat di kanan dan
kiri anak tulang daun, berwarna hijau saat muda dan coklat tua saat matang,
tersusun atas 4 – 6 cm.
Spesimen : SR 04, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Subtropik (Holttum, 1968)
Gambar 41. Gleichenia longissima
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
32. Gleichenia truncata
Rhizome menjalar, tangkai dan rhizome berwarna coklat. Ental dikotom, panjang
15– 30 cm, ental baru muncul dari ujung batang dan ujung ental sebelumnya,
berwarna hijau kekuningan dan ditutupi bulu halus berwarna coklat saat muda dan
berwarna hijau saat tua. Sori terdapat diantara anak tulang daun, berwarna hijau
kekuningan saat muda dan berwarna coklat saat tua, tersusun atas 3 – 5 sporangia.
Spesimen : SR 06, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Subtropik (Holttum, 1968)
A. B.
Gambar 42. A. Gleichenia truncata B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
33. Goniophlebium persicifolium
Epifit, rimpang menjalar berwarna hitam, tangkai ental berwarna hitam licin.
Ental majemuk dengan pinggiran bergelombang, berwarna hijau, licin, panjang
ental 80 – 100 cm. Sori terdapat di antara anak-anak tulang daun, sejajar berwarna
hijau kekuningan saat muda dan berwarna coklat saat matang.
Spesimen : SR 23, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Indocina, Filipina sampai Sumatera dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 43. Permukaan Bawah Ental dan Spora Goniophlebium persicifolium
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
34. Histiopteris incisa
Rimpang menjalar, tangkai ental hanya 0,5 cm dengan permukaan yang licin serta
mengkilat. Warna ungu gelap kehitaman. Bulu-bulu tumbuh di bagian pengkal
saja, tersusun berhadapan tanpa bantalan pada rimpangnya. Ental tipis dan kaku,
warna hijau keputihan, permukaan bawah entalnya berwarna putih keabu-abuan.
Sori terdapat di sepanjang lekuk-lekuk helaian bawah daunnya.
Spesimen : SR 56, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 44. Spora Histiopteris incisa
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
35. Humata pectinata
Epifit, rimpang tumbuh menjalar, bersisik warna coklat, terdapat akar-akar halus.
Ental tunggal, kaku, permukaan atas mengkilat. Sorus pada setiap gigi ental yang
keluar, dilengkapi indusia yang berbentuk bulat, atau agak lonjong.
Spesimen : SR 38, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Sumatera dan Sumatera Utara sampai Papua Nugini (Holttum, 1968)
A. B.
Gambar 45. A. Humata pectinata, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
36. Hymenophyllum exsertum
Epifit pada batu dan tumbuhan, rhizome panjang, menjalar, tertutup bulu jarang
berwarna coklat tua. Ental 7 – 15 cm, lebar 5 – 8 cm, berbulu, rachis berbulu
sedikit jika dibandingkan dengan permukaan bawah ental. Sori banyak di bagian
atas (dekat bagian ujung ental), dekat dengan ibu tulang daun, bagian ujung
indusia biasanya runcing, berwarna hijau kehitaman.
Spesimen : SR 36, berspora (MEDA USU)
Habitat : Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Himalaya selatan sampai Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 46. Hymenophyllum exsertum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
37. Hymenophyllum imbricatum
Epifit, rhizome panjang, menjalar, ental berdekatan, tekstur sperti membran, tipis.
Berwarna hijau gelap. Sori terdapat di setiap anak daun, pada pangkal ental
berwarna coklat, indusia berwarna hijau kecoklatan.
Spesimen : SR 35, berspora (MEDA USU)
Habitat : Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Sumatera dan Sumatera Utara sampai ke Tahiti (Holttum, 1968)
Gambar 47. Hymenophyllum imbricatum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
38. Lycopodium cernuum
Batang menjalar, kaku seperti kawat, bercabang-cabang tak beraturan. Ental kecil
dan tumbuh rapat menutupi batang. Strobili tumbuh pada akhir percabangan,
letaknya tegak, berbentuk seperti bumbung.
Spesimen : SR 54, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 48. Lycopodium cernuum dan Strobilinya
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
39. Lycopodium sp1
Menjalar pada pohon, daun kecil seperti jarum dan lembut. Spora terletak pada
daun-daun subur yang tersusun dalam bentuk bulir, di ujung percabangan
batangnya, daun-daun subur memiliki ujung yang lancip menyerupai daun
lainnya. Hanya saja ukuran dan warnanya berbeda, yaitu berwarna hijau pucat.
Spesimen : SR 09 (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 – 1.300 m dpl serta 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 49. Lycopodium sp1
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
40. Lycopodium sp2
Menjalar di tanah dan pohon, daunnya berukuran kecil, ujung daunnya runcing
dan agak kaku, tumbuh melingkari batang, batang bercabang dua, dan setiap
cabang bercabang dua lagi, begitu seterusnya. Strobili tersusun berkarang,
letaknya di ujung percabangan.
Spesimen : SR 46, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
\
Gambar 50. Lycopodium sp2
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
41. Matonia pectinata
Rimpang menjalar, ditutupi bulu-bulu halus berwarna coklat mengkilat. Ental
sangat kaku, berwarna hijau dipermukaan atas dan hijau pucat di permukaan
bawah. Sori terdapat di kiri dan kanan anak tulang ental dekat dengan ibu tulang
daun, berwarna kuning kecoklatan.
Spesimen : SR 47, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
A. B.
Gambar 51. A. Matonia pectinata, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
42. Nephrolepis dicksonioides
Rhizome pendek, berbulu dan bersisik berwarna coklat. Ental saling berdekatan,
panjangnya 15 – 20 cm, lebarnya 5 – 7 cm. Sori terdapat pada pinggiran daun dan
agak menonjol, dan pada bagian ujung pertulangan daun, biasanya pada 6
pertulangan paling ujung, berwarna coklat gelap.
Spesimen : SR 43, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya, Malaysia dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 52. Permukaan Bawah Ental dan Spora Nephrolepis dicksonioides
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
43. Oleandra pistillaris
Batang tegak, kaku dan bercabang pada buku-buku batang atau ranting, tumbuh
kelompok ental yang jumlahnya antara 4 – 15 helai. Ental tunggal agak kaku,
panjang 25 – 30 cm, lebar 5 – 8 cm, mempunyai dua jenis ental, ental yang
mandul berbentuk lanset, sori bulat, tersusun sejajar dan hampir rapat dengan ibu
tulang ental, spora berwarna coklat tua.
Spesimen : SR 57 (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 53. Oleandra pistillaris
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
44. Phymatopteris triloba
Rhizome panjang, berbulu halus, jarang. Tangkai ental berwarna hitam, licin. Ada
2 jenis ental, ental fertile memiliki bidang yang lebih sempit, ental steril
berbentuk seperti segitiga. Sori terletak sejajar tulang daun, saling berhadapan,
berwarna kuning kecoklatan.
Spesimen : SR 39, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Sub tropik (Holttum, 1968)
A. B.
Gambar 54. A. Phymatopteris triloba, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
45. Phymatosorus longissima
Epifit dan teresterial, ental memiliki panjang 50 – 100 cm dengan lebar 20 – 25
cm, berwarna hijau mengkilat bertoreh dalam. Sori terdapat di kanan dan kiri
pertulangan ental, berada pada cekungan yang dalam, sekitar 1 – 1,5 mm, spora
muda berwarna kuning kehijauan dan berwarna coklat gelap saat matang.
Spesimen : SR 28, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Sub tropik (Holttum, 1968)
Gambar 55. Phymatosorus longissima
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
46. Pneumatopteris ecallosa
Teresterial, betang berwarna hijau kecoklatan, terdapat garis putih jaringan udara.
Ental berwarna hijau di bagian permukaan dan berwarna hijau pucat di bagian
bawah, kasap, panjang ental antara 100 – 120 cm dengan lebar 30 – 60 cm,
memiliki aurikel di bagian paling bawah sebelum anak daun, mengelilingi batang.
Sori tersusun di bagian kanan dan kiri anak tulang daun dan berada di bagian
tengahnya, berwarna putih kehijauan saat muda dan berwarna coklat gelap saat
matang.
Spesimen : SR 11, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Sub tropik (Holttum, 1968)
Gambar 56. Pneumatopteris ecallosa
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
47. Pneumatopteris truncata
Teresterial, batang berwarna hijau kecoklatan. Ental berwarna hijau gelap dan
mengkilat di bagian bawah. Panjang ental 90 – 120 cm dengan lebar 25 – 50 cm.
pada bagian bawah anak daun tereduksi. Sori tersusun di bagian kanan dan kiri
anak tulang daun dan berada di bagian tengahnya, berwarna putih kehijauan saat
muda dan berwarna coklat gelap saat matang.
Spesimen : SR 10, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Sub tropik (Holttum, 1968)
Gambar 57. Pneumatopteris truncata
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
48. Pronephrium triphyllum
Rimpang panjang, kaku, berbulu jarang, berwarna hitam. Memiliki 2 jenis daun,
fertile dan steril. Ental berbentuk trifoliatus dan dimorphus, ental fertile lebih
panjang jika dibandingkan dengan yang steril. Sori terdapat di antara tulang daun,
berwarna hitam.
Spesimen : SR 44, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.300 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropik dan Sumatera Utara, Daerah Sub tropik (Holttum, 1968)
Gambar 58. Permukaan Bawah Ental dan Spora Pronephrium triphyllum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
49. Psilotum sp
Epifit, batang pipih, berwarna hijau kebiruan. Percabangannya membentuk garpu
berjari dua, yang ujungnya bercabang dua lagi dan begitu seterusnya. Daun-
daunnya berukuran kecil sekali. Daun-daun dan sporangia terletak dalam dua
jajar, tiap spora tumbuh pada ketiak daun subur, bentuknya selalu berlekuk tiga.
Spesimen : SR 53 (MEDA USU)
Habitat : Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.500 m dpl sampai dengan 1.750 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Kepulauan Indonesia, Sumatera Utara dan Malaya (Holttum, 1968)
Gambar 59. Psilotum sp
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
50. Pteridium sp
Rimpang menjalar, panjang tangkai 1,5 – 2 m, licin, warna hijau dan hijau
kecoklatan pada batang muda, bulu-bulu halus tumbuh di bagian pangkal,
berwarna putih, ental tersusun berhadapan, panjang ental 50 – 70 cm, bersirip
ganda tiga, tekstur tipis dan agak kaku, berwarna hijau pucat.
Spesimen : SR 07 (MEDA USU)
Habitat : Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 60. Pteridium sp
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
51. Pyrrosia stigmosa
Epifit, rhizome menjalar, bersisik, berwarna coklat, ujung rhizome berwarna agak
keemasan, tangkai ental sangat pendek, seluruh permukaan ental ditutupi bulu-
bulu halus berwarna coklat kemerahan, panjang ental 25 – 45 cm dengan lebar 3 –
6 cm, apex ental tumpul. Ada 2 jenis ental, pada permukaan bawah ental steril
ditutupi bulu-bulu halus yang rapat seperti sisik, berwarna coklat kemerahan,
sedangkan ental fertile ditutupi oleh sori yang tersusun antara urat-urat daun. Sori
berwarna kuning saat muda, dan berwarna coklat saat matang, sori hanya terdapat
pada duapertiga bagian apex ental.
Spesimen : SR, 25 (MEDA USU)
Habitat : Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : India Utara dan Indocina, Sumatera dan Sumatera Utara sampai Papua Nugini (Holttum, 1968)
Gambar 61. Pyrrosia stigmosa
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
52. Scleroglossum pusillum
Rhizome bersisik coklat, pendek. Ental panjangnya 5 – 15 cm, lebar 1 – 2 cm.
Sori sepertiga dari bagian apikal, berwarna coklat tua, sejajar dengan pertulangan
ental. Terdapat di bagian kiri dan kanan tulang ental.
Spesimen : SR 41 (MEDA USU)
Habitat : Teresterial dan epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Sumatera dan Sumatera Utara sampai Papua Nugini (Holttum, 1968)
Gambar 62. Scleroglossum pusillum
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
53. Selaginella ornata
Batang menjalar, ental kecil, tipis berseling pada batang, bercabang dua,
kemudian cabangnya bercabang dua lagi, begitu seterusnya. Ental-ental subur
tersusun di dalam karangan menyerupai bulir, disebut strobili. Strobili terletak di
ujung percabangan berwarna hijau keputihan.
Spesimen : SR 51 (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Daerah Tropis dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 63. Selaginella ornata
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
54. Selaginella wildenowii
Batang tegak dan bersisik halus, percabangan menyirip. Ental berwarna hijau,
bulat lonjong, licin dan agak kaku. Ental subur dalam bentuk strobili berbentuk
tabung.
Spesimen : SR 30, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaya, Filipina dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 64. Selaginella wildenowii
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
55. Sphenomeris chinensis
Rimpang pendek, berwarna hitam, tangkai ental berwarna coklat, panjang ental
keseluruhan 25 – 60 cm, ental sangat sempit, berwarna hijau kekuningan saat
muda dan berwarna hijau gelap saat tua, sori terdapat pada setiap ujung ental,
berwarna coklat kehijauan.
Spesimen : SR 05, berspora (MEDA USU)
Habitat : Teresterial, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Madagascar sampai Polynesia, Jepang, Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
A. B.
Gambar 65. A. Sphenomeris chinensis, B. Permukaan Bawah Ental dan Spora
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
56. Tectaria grandidentata
Rimpang pendek, ental tunggal dengan torehan yang dalam, setiap tulang daun
dihubungkan oleh torehan ental, pada ental muda torehan belum terlihat,
permukaan ental di bagian atas dan agak kasap di bagian bawah, panjang ental 85
– 125 cm dan dengan lebar 30 – 50 cm. sori tersebar di bawah permukaan ental, di
antara urat-urat ental, berwarna coklat.
Spesimen : SR 20, berspora (MEDA USU)
Habitat : Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.300 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Borneo, Malaya dan Sumatera Utara (Holttum, 1968)
Gambar 66. Tectaria grandidentata
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
57. Vittaria angustifolia
Epifit, ental sederhana tidak bertangkai, sesil berbentuk garis, helaian ental makin
ke ujung semakin sempit, rhizome menjalar pendek berwarna coklat gelap, sori
terdapat di sepanjang pinggir ental, sori berwarna hijau kekuningan saat muda dan
berwarna coklat saat matang.
Spesimen : SR 18 (MEDA USU)
Habitat : Epifit, ditemukan pada ketinggian 1.100 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl
Nama daerah : -
Distribusi : Malaysia, Selandia Baru, Malaya, Sumatera dan Sumatera Utara, Borneo Jawa (Holttum, 1968)
Gambar 67. Vittaria angustifolia
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Hutan Wisata Alam Taman
Eden dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Ditemukan 57 jenis tumbuhan paku yang terdiri dari 43 paku teresterial
dan 14 paku epifit. Tumbuhan paku tersebut termasuk dalam 3 kelas, 5
ordo dan 23 famili dan 36 genera yang tersebar mulai ketinggian 1100 –
1750 m dpl.
b. Polypodiaceae merupakan famili tumbuhan paku dengan jumlah jenis
terbanyak. Pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl ditemukan jumlah
jenis tertinggi, sedangkan jumlah individu tertinggi terdapat pada
ketinggian 1500 – 1750 m dpl.
c. Tumbuhan paku teresterial yang mendominasi pada ketinggian 1100 –
1300 mdpl adalah Gleichenia truncata dan yang mendominasi pada
ketinggian 1300 – 1500 m dpl adalah Gleichenia linearis, sedangkan yang
mendominasi pada ketinggian 1500 – 1750 m dpl adalah Dipteris
conjugata. Tumbuhan paku epifit yang mendominasi pada ketinggian
1100 – 1300 m dpl dan 1300 – 1500 m dpl adalah Vittaria angustifolia, di
ketinggian 1500 – 1750 m dpl adalah Phymanopteris triloba.
d. Indeks Keanekaragaman terdapat pada setiap ketinggian adalah sedang.
Nilai tertinggi terdapat pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl dan Indeks
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Keseragaman pada setiap ketinggian adalah tinggi. Nilai yang tertinggi
pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl. Indeks Kesamaan tumbuhan paku
pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl dan 1300 – 1500 m dpl termasuk
kategori mirip, sedangkan ketinggian 1300 – 1500 m dpl dan 1500 – 1750
m dpl sangat tidak mirip.
e. Distribusi tumbuhan paku berbeda pada setiap ketinggian dan pola
penyebarannya dominan berkelompok (clumped).
f. Suhu udara, intensitas cahaya, kelembaban dan pH berkorelasi searah
dengan keanekaragaman tumbuhan paku.
g. Komposisi penyusun tanah di Hutan Wisata Alam Taman Eden adalah pasir,
debu dan tanah liat dengan tekstur tanah pasir berlempung. Kandungan pasir
tertinggi terdapat pada ketinggian 1500 – 1750 m dpl, sedangkan kandungan
debu dan tanah liat tertinggi terdapat pada ketinggian 1100 – 1300 m dpl.
Unsur tanah di Hutan Wisata Alam Taman Eden terdiri dari Karbon (C),
Nitrogen (N), Kalium (K), Natrium (Na), kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg).
5.2. Saran
Diharapkan kepada instansi/lembaga terkait dan masyarakat agar dapat
menjaga kelestarian Hutan Wisata Alam Taman Eden yang merupakan habitat
alami bagi tumbuhan paku (Pteridophyta) agar tetap terjaga dan terpelihara di
alam.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
DAFTAR PUSTAKA
Aminah. 2002. Inventarisasi Paku-pakuan di Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Sarjana Biologi (tidak dipublikasi) FMIPA USU.
Amoroso, V.B. 1990. Ten Edible Economic Ferns of Mindanao. The Philippine
Journal of Science. Anwar, J.S., Damanik, N. Hisyam & A.J. Whitten. 1987. Ekologi Ekosistem
Sumatera. UGM Press. Yogyakarta. Arief, A. 1994. Hutan, Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Ed. I.
Cet. I. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Balai Konservasi Sumber Daya Alam I SUMUT. 2003. Informasi Kawasan
Konservasi di Sumut. BKSDA I SUMUT. Medan. Barbour, M.G., J.H.Burk., W.D.Pitts. 1987. Terresterial Plant Ecology. The
Benjamin/Cumming Publishing Company. Inc. California. Cranbrook, E. and Edward. 1994. A Tropical Rain Forest The Nature of
Biodiversity in Borneo at Belalong Brunai. The Royal Geographical Society UK and Sun Tree Publishing, Singapore.
Daniel, T.W., J.A. Helms dan F.S. Baker. 1992. Prinsip-prinsip Silvinatural.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB. Bandung. Faizah, F. 2002. Keanekaragaman dan Penyebaran Cythea spp (Paku Tiang) di
Hutan Tangkoh Kawasan Tahura Bukit Barisan. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU. Medan.
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Cetakan I. Edisi 1. PT Grafindo
Persada. Jakarta. Hasairin, A. 2003 Taksonomi Tumbuhan Rendah (Thalophyta dan Kormophyta
Berspora). Bahan Ajar Biologi. FMIPA UNIMED. Medan.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Hasar, A. & B. Kaban. 1997. Analisis Jenis Paku Epifit Pada Kelapa Sawit (Elais gunensis) di PTP Tanjung Garbus, Lubuk Pakam, Deli Serdang. Laporan Penelitian FPMIPA IKIP. Medan.
Heddy, S. dan M. Kurniati. 1994. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. Holttum, R.E. 1968. A Rivised Flora of Malaya, Fern of Malaya. Government
Printing Office. Singapore. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Cetakan Pertama. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisme Ekosistem Komunitas
dan Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta. Jones, S. B. and Luchsinger, A. E. 1986. Plant Sistematics. Mc Graw-Hill Book
Company. Inc. New York. Krebs, C. Z. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and
Abundance. Third Edition. New York: Harper and Row Publisher Inc. Kusrinawati, S. 2005. Studi Ekotaksonomi Vegetasi Bawah pada Jalur Pendakian
Gunung Sinabung Kabupaten Karo. Skripsi. Sarjana Biologi (tidak dipublikasi) FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Kusmana, C. dan Istomo. 1995. Ekologi Hutan. Bahan Kuliah Laboratorium
Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. LIPI. 1980. Jenis-jenis Paku di Indonesia. Lembaga Biologi Nasional. LIPI. Bogor. ________. 1976. Jenis Paku Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Lasmaria, R.1999. Analisa Vegetasi Pakis pada Hutan Sibayak II kawasan Taman
Hutan Raya Bukit Barisan. Skripsi. Sarjana Biologi (tidak dipublikasi) FMIPA USU.
Lawrence, G. H. M. 1958. Taxonomy of Vacuar Plants. The Macmillan Company:
New York. Loveless, A.R. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 2.
PT Gramedia. Jakarta.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Loveless, A.R. 1999. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. PT Gramedia. Jakarta.
Ludwig, J.A. dan J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology: A Primer on Methods
and Computing. John Wiley & Sons. New York. Lumban Tobing, T. 1980. Struktur & Komposisi Jenis pada Komunitas Hutan
Primer di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman Kalimantan Timur. Tesis. Sarjana Kehutanan. Universitas Mulawarman Samarinda (tidak dipublikasi).
Mason, C.F. 1980. Ecology. Second edition. Longman Inc. USA. New York. Mackinnon, K.G. Hatta, H. Halim. & A. Mangalik. 2000. Ekologi Kalimantan.
Buku III. Prenhallindo. Jakarta. Monk, K.A., Y, De Fretes., R.G.-Lilley. 2000. Ekologi Nusa Tenggara dan
Maluku. Prenhall Indo. Jakarta. Odum, P.E. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Ir. Tjahyono Samingan,
M.Sc Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Piggot, A. G. 1964. Fern of Malaya in Colour. University of Singapore Press.
Singapore. Pramono, H.A. 1992. Tataguna Lahan dan Deforestasi di Indonesia. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta. Polunin, N. 1994. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun
Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Raven, P.H., R.F. Evert dan S.E. Eichhorn. 1992. Biology of Plants. Worth
Publishers. New York. Resosoedarmo, S., K. Kartawinata & A. Soegiarto. 1989. Pengantar Ekologi.
Penerbit Ramadja Karya. Bandung. Richard, P. W. 1952. The Tropical Rain Forest an Ecological Study. At The
Crambrige University Press. Crambrige. Sastrapradja, S., J.J. Afriastini, D. Darnaedi dan Elizabeth. 1980. Jenis Paku
Indonesia. Lembaga Biologi Nasional. Bogor.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Sastrapradja, S. dan J.J. Afriastini. 1985. Kerabat Paku Herbarium Bogoriense. Bogor.
Soeriaatmadja, R.E. 1997. Ilmu Lingkungan. ITB. Bandung. Soerianegara, I. dan Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manajemen
Hutan Fakultas Kehutanan. Bogor. Sofyan, M. Z. 1991. Analisis Vegetasi Pohon di Hutan Saloguna. Tesis. Sarjana
Biologi Padang: FMIPA UNAND (tidak dipublikasi). Smith, R.L. 1992. Elements of Ecology, Third edition. Harper Collins Publishers
Inc, New York. Stern, K.R. 1992. Introductory Plant Biology. Wm. C Brown Publishers Bubuque.
Iowa. Sugianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Metode Analisis Populasi dan Komunitas.
Usaha Nasional. Surabaya. Suin, N.M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang. ________. 2003. Ekologi Populasi. Andalas University Press. Padang. Sunarmi dan Sarwono. 2004. Inventarisasi Tumbuhan Paku di Daerah Malang.
Jurnal Penelitian Hayati. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Malang. Syahbudin. 1987. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan. Padang: Universitas Andalas. Tjitrosomo, Siti Sutarmi, H. Sudarnadi dan A. Zakaria. 1983. Botani Umum 3.
Angkasa. Bandung. Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. ________. 2001. Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. Tjondronegoro, P.D.1979. Pengantar Ekologi Tumbuhan. IPB Bogor Press.
Bogor.
Siti Rahmah Lubis : Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, 2009
Whitmore, T. C. 1991. Hutan Tropika di Timur Jauh. Penerjemah Dr. Noraini & M. Tamin. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur.
Whitten, T. and Whitten, J. 1995. Indonesian Heritage Plants. Grolier Int. Inc.
Singapore. Widhiastuti, R., T. Alief Aththorick, dan Wina Dyah Puspita Sari. 2006. Struktur
dan Komposisi Tumbuhan Paku-Pakuan di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo. Jurnal Biologi Sumatera Vol. 1, No. 2. Departemen Biologi FMIPA USU. Medan.