i
i
KATA PENGANTAR
Di samping pertumbuhan (growth), keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara juga diukur melalui dimensi pemerataan (equality). Pembangunan yang semata-mata mengejar pertumbuhan diyakini akan menghasilkan berbagai kesenjangan atau ketimpangan, baik dalam bentuk kesenjangan dalam kesejahteraan individual masyarakat (antara kelompok kaya dengan kelompok miskin) maupun dalam bentuk kesenjangan antardaerah atau ketimpangan wilayah.
Dalam konteks Indonesia, kesenjangan atau ketimpangan antardaerah masih menjadi salah satu isu utama dalam pembangunan kewilayahan dan diperkirakan akan semakin meningkat apabila faktor-faktor penyebabnya tidak ditanganani secara mendasar. Maka dapat dipahami jika masalah kesenjangan atau ketimpangan masih menjadi salah satu isu strategis yang dirumuskan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.
Pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah perlu dilakukan tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, tetapi juga untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional. Tujuan penting dan mendasar yang akan dicapai untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah bukan untuk memeratakan pembangunan fisik di setiap daerah, akan tetapi untuk mengurangi kesenjangan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat (quality of life), baik di masingmasing daerah maupun antardaerah. Untuk itu maka langkah awal yang diperlukan adalah mengidentifikasi tingkat permasalahan dan juga potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sehingga dapat diketahui wilayah-wilayah yang paling prioritas untuk ditangani oleh para pemangku kepentingan melalui program dan kegiatan yang sesuai dengan tugas serta kewenangannya.
Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa) ini, merupakan sebuah langkah awal dalam rangka mengidentifikasi tingkat permasalahan di masing-masing wilayah, mulai dari level indikator, kategori, komponen, tematik, sampai dengan dimensi. Selanjutnya, hasil analisis PrADa ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan atau referensi bagi para pemangku kepentingan dalam merumuskan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di wilayah-wilayah yang paling prioritas untuk diintervensi, sesuai dengan tingkat permasalahannya.
Jakarta, November 2018
Direktur Pengembangan Wilayah
dan Kawasan
Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 2
Tujuan dan Manfaat 5
BAB 2. METODOLOGI 6
Lingkup Kegiatan 7
Metode Analisis 7
BAB 3. PERKEMBANGAN INDIKATOR MAKRO REGIONAL 17
Perkembangan Perekonomian Provinsi Lampung 18
Tingkat Capaian Pembangunan Provinsi Lampung 21
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung 25
BAB 4. PROFIL DAN ANALISIS DAERAH 26
Tematik Pendidikan 29
Tematik Kesehatan 41
Tematik Perumahan dan Permukiman 55
Tematik Pertanian: Tanaman Pangan 69
Tematik Infrastruktur Konektivitas 83
Tematik Industri 95
Tematik Pariwisata 101
BAB 5. PENUTUP 114
Kesimpulan 115
Rekomendasi 115
1
2
1.1. Latar Belakang Di samping pertumbuhan (growth), keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara juga diukur melalui dimensi pemerataan (equality). Pembangunan yang semata-mata mengejar pertumbuhan diyakini akan menghasilkan berbagai kesenjangan atau ketimpangan, baik dalam bentuk kesenjangan dalam kesejahteraan individual masyarakat (antara kelompok kaya dengan kelompok miskin) maupun dalam bentuk kesenjangan antar-daerah atau ketimpangan wilayah. Berkaitan dengan itu, menurut Sumitro Djojohadikusumo, dua dari tiga masalah pembangunan jangka panjang Indonesia adalah bersangkutan dengan masalah ketimpangan atau kesenjangan, yaitu ketimpangan pada perimbangan kekuatan di antara golongan-golongan masyarakat dan ketidakseimbangan ekonomi antar-daerah. Satu masalah lainnya adalah persoalan lapangan kerja produktif dan pengangguran (Djojohadikusumo, 1994:191). Maka dapat dipahami jika masalah ketimpangan atau kesenjangan antar-daerah selalu menjadi salah satu isu utama pembangunan daerah di Indonesia. Kesenjangan dalam perkembangan ekonomi adalah merupakan suatu keniscayaan, baik dalam tataran antar-negara maupun antar-daerah di suatu negara. Fenomena kesenjangan terjadi karena adanya perbedaan dalam alokasi berbagai faktor pertumbuhan ekonomi. Hirschman melihat bahwa kesenjangan bukan hanya terjadi dalam perkembangan ekonomi antar-negara, tetapi terjadi juga kesenjangan dalam perkembangan wilayah. Jika di dunia ini terdapat negara-negara maju dan negara-negara terbelakang, maka dalam suatu negara pun terdapat wilayah-wilayah yang maju dan wilayah-wilayah yang terbelakang (Nurzaman, 2002:91). Kesenjangan wilayah itu sendiri dapat diidentifikasi dalam berbagai manifestasi. Oleh sebab itu dalam ilmu kewilayahan dikenal berbagai macam kesenjangan, misalnya kesenjangan yang dilatarbelakangi perbedaan aktivitas ekonomi seperti antara wilayah perkotaan dengan wilayah perdesaan, kesenjangan yang dipengaruhi faktor kondisi alam seperti antara wilayah pesisir dengan wilayah pedalaman, atau kesenjangan yang terjadi akibat faktor administratif seperti kesenjangan antar provinsi dan kesenjangan antar kabupaten/kota dan seterusnya. Dalam kerangka yang lebih luas, kesenjangan yang terjadi di Indonesia, khususnya antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) lebih dilatarbelakangi oleh hampir seluruh perbedaan tersebut, yaitu aktivitas ekonomi, kondisi alam dan juga administratif. Asal dari kesenjangan antar-daerah atau kesenjangan wilayah menurut Myrdal berakar pada persoalan non ekonomi dan berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba. Motif ini mendorong terpusatnya pembangunan pada wilayah-wilayah yang memberikan harapan laba yang tinggi, sedangkan wilayah-wilayah yang tidak menjanjikan laba yang tinggi akan tetap terbelakang atau mengalami stagnasi (Myrdal dalam Roudo, 2004:25).
3
Banyak sekali teori dan konsep yang berusaha menjelaskan mekanisme terjadinya kesenjangan serta mekanisme untuk mengurangi kesenjangan itu. Teori polarization effect misalnya menjelaskan kecenderungan semakin besarnya kesenjangan akibat terjadinya aliran faktor produksi dari wilayah yang terbelakang ke wilayah maju, sementara teori trickling down effect menjelaskan kecenderungan kesenjangan yang semakin mengecil karena berpindahnya sumber daya (terutama modal) ke wilayah yang terbelakang akibat sudah tidak efisiennya lagi ekonomi di wilayah yang sudah maju. Dalam konsep yang lain namun masih dalam gagasan yang sama, fenomena membesarnya kesenjangan disebut sebagai akibat dari terjadinya backwash effect, sedangkan fenomena mengecilnya kesenjangan adalah akibat terjadinya spread effect. Pandangan optimis diwakili oleh Hirschman yang berpendapat bahwa pada suatu saat trickling down effect akan bekerja lebih kuat daripada polarization effect (sehingga kesenjangan akan berkurang), sementara Myrdal mewakili pandangan yang lebih pesimis karena menurutnya backwash effect akan selalu lebih besar daripada spread effect (yang artinya kesenjangan akan cenderung semakin besar). Jadi permasalahannya meskipun kesenjangan adalah suatu keniscayaan dalam perkembangan wilayah, namun kecenderungan semakin membesarnya kesenjangan (divergensi) atau semakin mengecilnya kesenjangan (konvergensi) selalu menjadi bahan kajian yang menarik. Kuznets yang merupakan pelopor dalam analisis empirik terhadap pola-pola pertumbuhan historis di negara-negara maju, menemukan bahwa pada tahap-tahap awal pertumbuhan distribusi pendapatan akan cenderung memburuk, tetapi akan membaik pada tahap-tahap berikutnya. Observasi inilah yang dikenal luas sebagai konsep kurva U-terbalik dari Kuznets (Kuncoro, 2004:129). Pada tingkat wilayah atau regional, adalah Williamson yang mencoba memahami fenomena divergensi dan konvergensi wilayah secara empirik, yaitu dengan mengamati tingkat kesenjangan di berbagai negara yang mempunyai tingkat perkembangan (dinyatakan dengan PDRB) yang berbeda (Nurzaman, 2002:95). Williamson menemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas atau kesenjangan regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu. Namun pada tahap pertumbuhan ekonomi yang lebih matang, tampak adanya keseimbangan antar-daerah dan disparitas berkurang secara signifikan (Kuncoro, 2004:133). Dapat dikatakan bahwa Williamson adalah yang pertama kali secara eksplisit memberi dimensi spasial kepada kurva U-terbaliknya Kuznets, yaitu dengan tidak memfokuskan kepada kesenjangan pendapatan rumah tangga melainkan kepada kesenjangan antar-wilayah di tingkat pendapatan perkapita.
4
Dalam konteks Indonesia, kesenjangan antarwilayah menjadi fokus utama dalam kerangka pembangunan wilayah. Hal ini dapat dilihat di dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, dimana disebutkan bahwa arah kebijakan utama pembangunan wilayah nasional difokuskan pada upaya untuk mempercepat pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah dengan mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah KTI, yaitu Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua, dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di Wilayah Jawa-Bali dan Sumatera. Transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah tersebut bertumpu pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia, peningkatan produktivitas, efisiensi dan nilai tambah sumber daya alam, penguatan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi, penyediaan infrastruktur yang terpadu dan merata dengan memperhatikan posisi geo-strategis regional dan global yang memanfaatkan secara optimal keberadaan Sea Lane of Communication (SloC) dan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Sejalan dengan upaya pemerintah untuk dapat mempercepat pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah dengan mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah, harus dapat didukung dengan program/kegiatan yang sesuai dengan isu atau permasalahan pembangunan dimasing-masing daerah. Hal ini mengingat bahwa, masing-masing daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dan oleh karenanya dalam menyusun usulan program/kegiatan yang akan dirumuskan tidak dapat disamaratakan (simetris) dan harus menggunakan pendekatan yang berbeda untuk setiap daerah (asimetris). Selanjutnya untuk dapat menyusun program/kegiatan yang sesuai dengan isu atau permasalahan daerah, dibutuhkan kajian yang mendalam dan komprehensif untuk masing-masing daerah, khususnya yang terkait dengan indikator utama pembangunan daerah baik melalui pendekatan statistik maupun spasial. Sejalan dengan hal tersebut, Kedeputian Bidang Pengembangan Regional, telah melaksanakan penyelidikan sebagaimana dimaksudkan di atas, dan untuk selanjutnya hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam rangka merumuskan program/kegiatan yang sesuai dengan isu atau permasalahan daerah.
5
1.2. Tujuan (1). Mengumpulkan dan menganalisis data-data statistik yang terkait dengan indikator
utama pembangunan daerah, baik yang bersumber dari data primer maupun data sekunder;
(2). Memetakan data-data yang diperoleh dari hasil analisis statistik/tabular ke dalam bentuk Geographic Information System (GIS);
(3). Melaksanakan FGD dengan daerah, tujuannya adalah untuk mengetahui berbagai permasalahan-permasalahan yang didahapi dalam rangka melaksanakan pembangunan daerah, khususnya yang terkait dengan tematik pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, perumahan dan permukiman, ketahanan pangan, ketahanan energi, infrastruktur, industri dan pariwisata.
(4). Melaksanakan konsinyiring/workshop di pusat (Jakarta), tujuannya adalah untuk memperoleh berbagai masukan/saran untuk penyempurnaan penyusunan PrADa, termasuk membahas hasil-hasil pelaksanaan FGD di daerah;
(5). Menyusun rekomendasi kebijakan dalam bentuk indikasi program/kegiatan yang sesuai dengan isu atau permasalahan daerah;
(6). Menyusun laporan PrADa dalam rangka, yang dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam rangka mempertajam perencanaan pembangunan nasional yang berbasis kewilayahan.
1.3. Manfaat Manfaat dari terlaksana dan tersusunnya PrADa ini, bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dapat digunakan sebagai salah satu instrumen untuk mensinergikan pelaksanaan pembangunan nasional/daerah, serta untuk meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan utamanya dalam menyusun program/kegiatan yang sesuai dengan isu atau permasalahan daerah. Disamping itu model analisis melalui pendekatan Tematik, Holistik, Integratif dan Spasial (THIS) yang dipergunakan dalam kegiatan penyusunan PrADa ini dapat menjadi salah satu instrumen dalam rangka mempersiapkan penyusunan background study RPJMN 2020-2024, yang akan dilaksanakan pada tahun 2018.
6
7
2.1. Lingkup Kegiatan
Kegiatan penyusunan PrADa ini akan difokuskan pada tematik pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, perumahan dan permukiman, ketahanan pangan, ketahanan energi, infrastruktur, industri dan pariwisata.
Gambar 2.1 Lingkup Tematik Penyusunan PrADa
2.2. Metode Analisis Model analisis yang dipergunakan dalam kegiatan ini melalui metode analisis dengan pendekatan Tematik, Holistik, Integratif dan Spasial (THIS). Adapun yang dimaksud dengan "Tematik" adalah penentuan tema-tema prioritas dalam suatu jangka waktu perencanaan; "Holistik" adalah penjabaran tematik ke dalam perencanaan teknokratik yangg komprehensip mulai dari hulu hilir suatu rangkaian kegiatan; penelaahan semua komponen; dan mempertimbangkan rangkaian waktu; "Integratif" adalah upaya keterpaduan pelaksanaan perencanaan program yang dilihat dari peran kementerian/lembaga/daerah/pemangku kepentingan lainnya dan upaya keterpaduan berbagai sumber pendanaan; dan "Spasial" adalah penjabaran program dalam satu kesatuan wilayah dan keterkaitan antar wilayah.1 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses
Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional.
8
Gambar 2.2 Metode Analisis Tematik, Holistik, Integratif dan Spasial (THIS)
Penyusunan PrADa
Mengacu kepada Gambar 2.2 tersebut di atas, maka untuk dapat mengarahkan metode analisis holistik suatu tematik ke dalam metode yang terstruktur, maka perlu dikelompokan ruang lingkup substantif ke dalam 5 kelompok kategori, yaitu ketersediaan, aksesibilitas, keterjangkauan, keberlanjutan dan stabilitas. ❶ Kategori KETERSEDIAAN Kategori KETERSEDIAAN, digunakan untuk mengidentifikasi ketersediaan layanan suatu tematik dalam lingkup kabupaten/kota dengan melihat komponen-komponen apa saja yang mempengaruhi kategori ketersediaan serta indikator-indikator apa saja yang terkait dengan komponen-komponen pada kategori ketersedian dalam suatu tematik tersebut. Selanjutnya untuk dapat melihat lebih jelas struktur serta keterkaitan suatu tematik, kategori, komponen hingga indikator, selengkapnya dicontohkan di Box-1 Contoh Analisis Level KETERSEDIAAN Tematik PENDIDIKAN, sebagai berikut:
9
Box-1 Contoh Analisis Level KETERSEDIAAN Tematik PENDIDIKAN
Tematik
PENDIDIKAN (Pendidikan Dasar)
Kategori
KETERSEDIAAN
Komponen
① MURID ② GURU ③ SEKOLAH ④ KURIKULUM
Indikator
① Indikator / Komponen MURID:
● Jumlah siswa di sekolah X; ● Jumlah rombongan belajar di sekolah X; ● Jumlah rombel yang jumlah siswanya lebih dari 32;
② Indikator / Komponen GURU: ● Jumlah guru tetap (PNS/Guru Tetap Yayasan); ● Jumlah guru yang berkualifikasi S1/D4; ● Jumlah guru yang sudah bersertifikat; ● Jumlah guru yang bekerja >= 37.5 jam per minggu; ● Jumlah kepala sekolah yang memiliki kualifikasi S1/D4 dan sudah bersertifikat pendidik;
③ Indikator / Komponen SEKOLAH: ● Jumlah ruang kelas, dengan kondisi baik, rusak ringan, atau rusak berat; ● Jumlah meja/kursi untuk siswa di sekolah X (dalam set dimana 1 set = 1 meja + 1 kursi),
dengan kondisi baik, rusak ringan, atau rusak berat; ● Jumlah ruang kelas di sekolah X yang telah dilengkapi meja dan kursi guru serta papan tulis
dalam kondisi baik; ● Ketersediaan ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap guru, kepala
sekolah dan tenaga kependidikan.
④ Indikator / Komponen KURIKULUM: ● Jumlah buku paket bahasa indonesia, matematika, IPA, IPS, PKN per kelas; ● Jumlah alat peraga IPA, seperti (1) model kerangka manusia; (2) model tubuh manusia; (3)
bola dunia (globe); (4) contoh peralatan optik; (5) kit IPA eksperiment belajar; dan (6) poster IPA/ carta IPA per sekolah;
● Jumlah judul buku di perpustakaan sekolah; ● Jumlah guru yang bekerja >= 37.5 jam per minggu;
10
❷ Kategori AKSESIBILITAS Kategori AKSESIBILITAS, digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kemudahan atau kesulitan masyarakat dalam mengakses layanan suatu tematik dalam lingkup kabupaten/kota dengan melihat komponen-komponen apa saja yang mempengaruhi kategori aksesibilitas serta indikator-indikator apa saja yang terkait dengan komponen-komponen pada kategori aksesibilitas dalam suatu tematik tersebut. Selanjutnya untuk dapat melihat lebih jelas struktur serta keterkaitan suatu tematik, kategori, komponen hingga indikator, selengkapnya dicontohkan di Box-2 Contoh Analisis Level AKSESIBILITAS Tematik PENDIDIKAN, sebagai berikut:
Box-2 Contoh Analisis Level AKSESIBILITAS Tematik PENDIDIKAN
Tematik
PENDIDIKAN (Pendidikan Dasar)
Kategori
AKSESIBILITAS
Komponen
① JARAK ② WAKTU TEMPUH ③ KONDISI JALAN/JEMBATAN
Indikator
① Indikator / Komponen JARAK:
● Rata-rata jarak antara tempat tinggal dengan sekolah terdekat;
② Indikator / Komponen WAKTU TEMPUH: ● Rata-rata waktu tempuh ke sekolah terdekat;
③ Indikator / Komponen KONDISI JALAN/JEMBATAN: ● Prosentase jaringan jalan dalam kondisi mantap.
11
❸ Kategori KETERJANGKAUAN Kategori KETERJANGKAUAN, digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kemudahan atau kesulitan masyarakat dari sisi biaya dalam memperoleh layanan suatu tematik dalam lingkup kabupaten/kota dengan melihat komponen-komponen apa saja yang mempengaruhi kategori keterjangkauan serta indikator-indikator apa saja yang terkait dengan komponen-komponen pada kategori keterjangkauan dalam suatu tematik tersebut. Selanjutnya untuk dapat melihat lebih jelas struktur serta keterkaitan suatu tematik, kategori, komponen hingga indikator, selengkapnya dicontohkan di Box-3 Contoh Analisis Level KETERJANGKAUAN Tematik PENDIDIKAN, sebagai berikut:
Box-3 Contoh Analisis Level KETERJANGKAUAN Tematik PENDIDIKAN
Tematik
PENDIDIKAN (Pendidikan Dasar)
Kategori
KETERJANGKAUAN
Komponen
BIAYA PENDIDIKAN
Indikator
① Indikator / Komponen BIAYA PENDIDIKAN:
● Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk pendidikan.
12
❹ Kategori KEBERLANJUTAN Kategori KEBERLANJUTAN, digunakan untuk mengidentifikasi tingkat keberlanjutan layanan dalam bentuk kebijakan/program/partisipasi masyarakat suatu tematik dalam lingkup kabupaten/kota dengan melihat komponen-komponen apa saja yang mempengaruhi kategori keberlanjutan serta indikator-indikator apa saja yang terkait dengan komponen-komponen pada kategori keberlanjutan dalam suatu tematik tersebut. Selanjutnya untuk dapat melihat lebih jelas struktur serta keterkaitan suatu tematik, kategori, komponen hingga indikator, selengkapnya dicontohkan di Box-4 Contoh Analisis Level KEBERLANJUTAN Tematik PENDIDIKAN, sebagai berikut:
Box-4 Contoh Analisis Level KEBERLANJUTAN Tematik PENDIDIKAN
Tematik
PENDIDIKAN (Pendidikan Dasar)
Kategori
KEBERLANJUTAN
Komponen
① APBD UNTUK PENDIDIKAN ② PARTISIPASI UNTUK BERSEKOLAH
Indikator
① Indikator / Komponen APBD UNTUK PENDIDIKAN:
● Proporsi anggaran di dalam APBD untuk pendidikan;
② Indikator / Komponen PARTISIPASI UNTUK BERSEKOLAH: ● Angka Partisipasi Murni; ● Rata-rata Lama Sekolah (RLS); ● Harapan Lama Sekolah (HLS).
13
❺ Kategori STABILITAS Kategori STABILITAS, digunakan untuk mengidentifikasi tingkat resiko bencana yang dapat menganggu layanan suatu tematik dalam lingkup kabupaten/kota dengan melihat komponen-komponen apa saja yang mempengaruhi kategori stabilitas serta indikator-indikator apa saja yang terkait dengan komponen-komponen pada kategori stabilitas dalam suatu tematik tersebut. Selanjutnya untuk dapat melihat lebih jelas struktur serta keterkaitan suatu tematik, kategori, komponen hingga indikator, selengkapnya dicontohkan di Box-5 Contoh Analisis Level STABILITAS Tematik PENDIDIKAN, sebagai berikut:
Box-5 Contoh Analisis Level STABILITAS Tematik PENDIDIKAN
Tematik
PENDIDIKAN (Pendidikan Dasar)
Kategori
STABILITAS
Komponen
① INDEKS RESIKO BENCANA INDONESIA (IRBI); ② MITIGASI BENCANA
Indikator
① Indikator / Komponen INDEKS RESIKO BENCANA INDONESIA (IRBI):
● Indeks resiko bencana kabupaten/kota.
② Indikator / Komponen MITIGASI BENCANA: ● Keberadaan sistem peringatan dini bencana alam di desa atau kelurahan; ● Keberadaan perlengkapan keselamatan jika terjadi bencana alam di desa atau kelurahan; ● Keberadaan jalur evakuasi jika terjadi bencana alam di desa atau kelurahan.
14
● Analisis Tematik (Subject) Tematik adalah penentuan tema-tema prioritas dalam suatu jangka waktu perencanaan. Adapun untuk tematik dalam kegiatan ini difokuskan pada pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, perumahan dan permukiman, ketahanan pangan, ketahanan energi, infrastruktur, industri dan pariwisata. ● Analisis Holistik (Technochratic Planning) Holistik adalah penjabaran tematik ke dalam perencanaan teknokratik yang komprehensip mulai dari hulu-hilir suatu rangkaian kegiatan; penelaahan semua komponen; dan mempertimbangkan rangkaian waktu. Dalam kegiatan ini, metode analisis holistik digunakan untuk mengidentifikasi tingkat perkembangan suatu tematik, mulai dari tematik, kategori, komponen, hingga indikator. Alur proses dan formulasi dalam melakukan analisis holistik ini disajikan pada Gambar 2.3 sebagai berikut:
Gambar 2.3
Formulasi Analisis Holistik (Technochratic Planning) Penyusunan PrADa
15
● Analisis Integratif (Coordination/Who’s Doing What) Integratif adalah upaya keterpaduan pelaksanaan perencanaan program yang dilihat dari peran kementerian/lembaga/daerah/pemangku kepentingan lainnya dan upaya keterpaduan berbagai sumber pendanaan. Dalam kegiatan ini, analisis integratif digunakan untuk menyusun program/ kegiatan yang sesuai dengan isu atau permasalahan daerah, disertai dengan pemetaan peran dari para pemangku kepentingan dan pendanaannya (optional), mulai dari tematik, kategori, komponen hingga indikator. Dalam menerapkan metode analisis integratif ini terlebih dahulu yang harus dilakukan adalah melakukan analisis holistik. Hasil analisis holistik inilah yang kemudian menjadi dasar dalam menentukan langkah tindak lanjut dan peran para pemangku kepentingan sesuai tingkat permasalahannya, mulai dari level tematik, kategori, komponen hingga indikator. Alur proses dan formulasi dalam melakukan analisis integratif ini disajikan pada gambar 2.4 sebagai berikut:
Gambar 2.4
Analisis Integratif (Coordination/Who’s Doing What) Penyusunan PrADa
16
● Analisis Spasial (Spatially Bound) Spasial adalah penjabaran program dalam satu kesatuan wilayah dan keterkaitan antar wilayah. Metode analisis spasial dalam kegiatan ini, digunakan untuk melihat keterkaitan secara spasial (integrasi spasial) dalam lingkup kabupaten/kota, mulai dari tematik, kategori, komponen hingga indikator. Selain itu, analisis spasial ini akan digunakan juga untuk memetakan lokasi kabupaten/kota dengan tingkat capaian terhadap tematik, kategori, komponen hingga indikator, dengan status rendah, sedang dan tinggi. Alur proses dan formulasi dalam melakukan analisis spasial ini disajikan pada Gambar 2.5 sebagai berikut:
Gambar 2.5
Analisis Spasial (Spatially Bound) Penyusunan PrADa
Mengacu kepada Gambar 2.5 tersebut di atas, terdapat 3 klasifikasi tingkat capaian suatu tematik, yaitu: (1) tingkat capaian kabupaten/kota terhadap suatu tematik rendah, jika nilai kabupaten/kota lebih kecil dari nilai provinsi DAN nilai nasional, ATAU nilai kabupaten/kota lebih kecil dari nilai nasional DAN lebih kecil dari nilai provinsi; (2) tingkat capaian kabupaten/kota terhadap suatu tematik sedang, jka nilai kabupaten/kota lebih besar atau sama dengan nilai provinsi DAN lebih kecil atau sama dengan nilai nasional, ATAU nilai kabupaten/kota lebih besar atau sama dengan nilai nasional DAN lebih kecil atau sama dengan nilai provinsi; dan (3) tingkat capaian kabupaten/kota terhadap suatu tematik tinggi, jika nilai komposit kabupaten/kota lebih besar dari nilai provinsi DAN nilai nasional, ATAU nilai kabupaten/kota lebih besar dari nilai nasional DAN lebih besar dari nilai provinsi.
17
18
08. Provinsi Lampung 08.1. Perkembangan Perekonomian Provinsi Lampung
Perkembangan dari Sisi Lapangan Usaha
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung tahun 2015 tercatat tumbuh positif
sebesar 5,1 % (Nasional 4,9 %), dan pada tahun 2016 mengalami peningkatan dan tumbuh
positif sebesar 5,2 % (Nasional 5,0 %). Selanjutnya pada tahun 2017 pertumbuhan ekonomi
Provinsi Lampung mengalami stagnan dan tumbuh positif sebesar 5,2 % (Nasional 5,1 %).
Jika dilihat dari rata-rata selama kurun waktu tahun 2011 sampai dengan tahun
2017, pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi
Nasional yang mampu tumbuh positif sebesar 5,6 %, sementara itu pertumbuhan ekonomi
Nasional tumbuh positif sebesar 5,4 %.
Tabel 08.1.1
Pertumbuhan PDRB-ADHK-2010 dan Kontribusi PDRB-ADHB Provinsi Lampung Menurut Lapangan Usaha (Persen)
Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung tahun
2017. Sektor yang memeberikan andil terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Lampung,
diantaranya adalah sektor industri pengolahan sebesar 1,10 %, diikuti oleh sektor kontruksi
memberikan andil sebesar 0,99 %, sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 0,78 %,
dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (Gambar 08.1.1).
11 12 13 14 15 16 17 AVG 11 12 13 14 15 16 17 AVG
01. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,4 3,9 4,6 3,3 3,5 3,1 0,8 3,5 34,7 33,8 33,2 32,7 31,9 31,7 30,4 32,6
02. Pertambangan dan Penggalian 9,8 5,6 11,5 0,9 4,2 4,4 6,5 6,1 6,0 6,0 6,4 6,3 5,7 5,5 5,6 5,9
03. Industri Pengolahan 5,0 9,3 7,7 4,4 7,6 3,9 6,2 6,3 17,1 17,5 17,7 18,0 19,1 18,6 18,9 18,1
04. Pengadaan Listrik dan Gas 8,4 15,2 10,8 17,7 4,3 22,5 38,4 16,8 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1
05. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5,1 4,8 (1,6) 7,5 2,5 3,6 7,1 4,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
06. Konstruksi 5,7 6,4 3,6 7,7 2,6 8,5 11,0 6,5 8,8 8,8 8,7 8,9 8,5 8,8 9,3 8,8
07. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil/Sepeda Motor 7,5 5,2 3,0 6,7 1,9 6,6 6,6 5,4 12,1 11,7 11,3 11,0 10,9 11,2 11,4 11,4
08. Transportasi dan Pergudangan 8,2 10,3 7,4 7,7 11,8 7,9 6,6 8,6 4,1 4,1 4,5 4,7 5,2 5,2 5,2 4,7
09. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,6 9,5 5,8 7,7 9,0 6,8 8,1 7,9 1,3 1,4 1,4 1,5 1,5 1,5 1,5 1,4
10. Informasi dan Komunikasi 12,3 13,4 9,4 8,8 10,8 10,6 10,7 10,9 3,4 3,5 3,5 3,5 3,6 3,7 3,9 3,6
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 14,4 11,7 6,7 1,6 3,4 8,1 4,5 7,2 2,1 2,3 2,4 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2
12. Real Estate 7,0 8,3 10,0 7,7 4,5 7,7 6,0 7,3 2,8 2,8 2,7 2,8 2,9 2,9 3,0 2,8
13. Jasa Perusahaan 15,7 13,9 12,0 8,1 8,1 4,2 5,9 9,7 0,1 0,1 0,1 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1,2 6,2 2,5 8,2 9,8 0,5 4,2 4,7 3,1 3,3 3,3 3,5 3,7 3,5 3,5 3,4
15. Jasa Pendidikan 13,7 4,5 5,2 10,0 7,3 7,2 5,1 7,6 2,6 2,8 2,8 2,8 2,8 2,9 2,8 2,8
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,4 11,6 7,4 5,1 6,9 6,1 4,7 7,0 0,9 0,9 0,9 0,9 1,0 1,0 0,9 0,9
17. Jasa lainnya 4,6 1,8 3,4 8,1 8,5 4,5 8,9 5,7 0,9 0,8 0,8 0,8 0,9 0,9 0,9 0,8
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi 6,6 6,4 5,8 5,1 5,1 5,2 5,2 5,6
Pertumbuhan Ekonomi Nasional 6,2 6,0 5,6 5,0 4,9 5,0 5,1 5,4
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Lapangan UsahaPertumbuhan PDRB-ADHK-2010 (Persen) Kontribusi PDRB-ADHB (Persen)
100,0
19
Gambar 08.1.1
Sumber Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2017
Sumber: PDRB Pengeluaran Provinsi, BPS 2018
Secara spasial, perekonomian Provinsi Lampung terbesar disumbang oleh Kabupaten Lampung Tengah dengan kontribusi rata-rata sebesar 19,47 %, diikuti oleh Kota Bandar Lampung (15,79 %), Kabupaten Lampung Selatan (12,37 %), dan Kabupaten Lampung Timur (12,06 %). Sementara peran paling rendah dari Kabupaten Pesisir Selatan dengan kontribusi rata-rata sebesar 1,27 % dan Kota Metro sebesar 1,76 %. Dari sisi pertumbuhan, seluruh kabupaten/kota tumbuh positif dan rata-rata tumbuh di atas laju pertumbuhan nasional. Pertumbuhan ekonomi tertinggi di capai Kota Bandar Lampung sebesar 6,52 % dan paling rendah di Kabupaten Lampung Timur sebesar 5,17 % (Gambar 08.1.2).
Gambar 08.1.2
Peran dan Pertumbuhan PDRB Kabupaten dan Kota di Provinsi Lampung Tahun 2014-2017
Rata-rata Kontribusi Kab/Kota terhadap PDRB Lampung Tahun 2014-2017 (persen)
Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun 2014-2017 (persen)
Sumberl: PDRB Pengeluaran Provinsi, BPS 2018
0.85 1.58 1.34
0.78 1.33
0.70 1.10
0.52 0.58 0.32
0.67 0.24
0.75 0.99
0.92 0.65 0.36
0.79 0.23 0.78 0.78
6.56 6.44
5.77
5.08 5.13 5.15 5.17
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Industri Pengolahan
Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran
LPE Lampung
1.27
1.76
2.01
2.88
3.18
3.20
3.95
4.38
4.60
6.42
6.66
12.06
12.37
15.79
19.47
0.00 10.00 20.00 30.00
Kab. Pesisir Barat
Kota Metro
Kab. Lampung Barat
Kab. Mesuji
Kab. Pringsewu
Kab. Tulang Bawang…
Kab. Way Kanan
Kab. Tanggamus
Kab. Pesawaran
Kab. Tulang Bawang
Kab. Lampung Utara
Kab. Lampung Timur
Kab. Lampung Selatan
Kota Bandar Lampung
Kab. Lampung Tengah
4.08
5.17
5.20
5.23
5.25
5.29
5.31
5.36
5.39
5.44
5.45
5.47
5.49
5.89
6.52
3.50 4.50 5.50 6.50 7.50
Kab. Lampung Timur
Kab. Pesisir Barat
Kab. Pesawaran
Kab. Lampung Barat
Kab. Pringsewu
Kab. Way Kanan
Kab. Mesuji
Kab. Tulang Bawang
Kab. Lampung Utara
Kab. Tulang Bawang Barat
Kab. Tanggamus
Kab. Lampung Selatan
Kab. Lampung Tengah
Kota Metro
Kota Bandar Lampung
20
3.31 3.40 3.46
1.68 2.88 2.51
5.13 5.14 5.16
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
2015 2016 2017
PMTBKonsumsi PemerintahKonsumsi LNPRTKonsumsi Rumah TanggaPertumbuhan Lampung
5.787.77
40.74
15.79
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
KonsumsiRumahTangga
PMTB DikurangiImpor
Barang danJasa
EksporBarang dan
Jasa
Pertumbuhan (%)
Rp. juta
Kontribusi (%) Pertumbuhan (%)
Perkembangan dari Sisi Pengeluaran
Pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran tahun 2018. Komponen impor barang
dan jasa mengalami pertumbuhan tertinngi sebesar 40,74 %, dikuti oleh komponen ekspor
barang dan jasa sebesar 15,79 %, dan pengeluaran konsumsi NLPRT sebesar 11,19 %
(Gambar 08.1.3). Struktur ekonomi Provinsi Lampung dari sisi pengeluaran didominasi oleh
komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 60,10 %, Pembentukan Modal
Tetap Bruto sebesar 33,11 %, dan ekspor sebesar 18,75 % (Gambar 08.1.3).
Apabila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung
pada tahun 2018, pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki sumber pertumbuhan
sebesar 3,41 %, diikuti komponen PMTB sebesar 2,99 %, komponen konsumsi pemerintah,
dan konsumsi LNPRT masing-masing memnrikan andil sebesar 0,23 %.
Gambar 08.1.3
Pertumbuhan dan Distribusi Beberapa Komponen Tahun 2017
Pertumbuhan dan Distribusi Beberapa
Komponen Tahun 2017
Sumber Pertumbuhan PDRB Menurut
Pengeluaran tahun 2015-2017
Sumberl: PDRB Pengeluaran Provinsi, BPS 2018
21
08.2. Tingkat Capaian Pembangunan Provinsi Lampung Perkembangan tingkat capaian pembangunan Provinsi Lampung selama tiga tahun terakhir (2015-2017) di potret melalui empat indikator utama makro regional, yaitu (1) indeks pembangunan manusia (IPM); (2) persentase tingkat pengangguran terbuka (TPT); (3) persentase tingkat kemiskinan; dan (4) gini rasio. Adapun data olahan yang digunakan untuk memotret perkembangan tingkat capaian pembangunan provinsi Lampung bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) pusat/provinsi. Selanjutnya tingkat capaian pembangunan tersebut, disajikan sebagai berikut:
Gambar 08.2.1 Perkembangan Indikator Makro Provinsi Lampung Tahun 2015-2017
Indeks Pembangunan Manusia
Persentase TPT
Persentase Tingkat Kemiskinan
Gini Rasio
Perkembangan tingkat capaian indeks pembangunan manusia (IPM) di Provinsi Lampung sepanjang kurun waktu 2015-2017 terus mengalami peningkatan. Akan tetapi jika dilihat dari delta atau nilai perubahannya tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2015 IPM Provinsi Lampung sebesar 67,0 (Nasional 69,6), tahun 2016 sebesar 67,7 (Nasional 70,2), dan pada tahun 2017 sebesar 68,3 (Nasional 70,8).
Secara spasial, Kota Bandar Lampung dan Kota Metro dengan IPM paling tinggi dan berada di atas IPM nasional. Pertumbuhan IPM kabupaten/kota tinggi pada daerah dengan IPM relatif rendah, yaitu Kota Pesisir Barat, Tulangbawang Barat, Mesuji, Pesawaran, dan Lampung Selatan dengan pertumbuhan IPM rata-rata > 1 persen atau lebih tinggi dari nasional. Hampir seluruh kabupaten di Provinsi Lampung memiliki Angka Harapan Hidup (AHH) dibawah rata-rata AHH nasional kecuali Kota Metro, AHH paling rendah terdapat di Kabupaten Peisisr Barat (62,54 tahun). Hampir seluruh kabupaten di Provinsi Lampung memiliki AHH, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan pengeluaran perkapita dibawah rata-rata nasional kecuali Kota Metro dan Kota Bandar Lampung. AHH paling rendah terdapat di Kabupaten Pesisir Barat (62,54 tahun), RLS dan pengeluaran perkapita paling rendah di Kabupaten Mesuji.
67.0 67.7
68.3
69.6 70.2
70.8
65.0
66.0
67.0
68.0
69.0
70.0
71.0
72.0
2015 2016 2017
Lampung Nasional
5.1 4.6
4.3
6.2 5.6 5.5
-
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
2015 2016 2017
Lampung Nasional
13.5 13.9 13.0
11.1 10.7 10.1
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
2015 2016 2017
Lampung Nasional
0.35 0.36 0.33
0.40 0.39 0.39
-
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
2015 2016 2017
Lampung Nasional
22
Gambar 08.2.2 Perbandingan IPM kabupaten dan Kota di Provinsi Lampung Tahun 2017
Indeks Pembangunan Manusia
AHH
RLS
Pengeluaran Perkapita
Selanjutnya untuk perkembangan tingkat pengangguran terbuka (TPT) di provinsi Lampung sepanjang kurun waktu 2015-2017 menunjukkan trend penurunan (cukup signifikan). Pada tahun 2015 sebesar 5,1 % (Nasional 6,2 %), tahun 2016 sebesar 4,6 % (Nasional 5,6 %), dan pada tahun 2017 sebesar 4,3 % (Nasional 5,5 %).
Gambar 08.2.3
Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten dan Kota di Provinsi Lampung Tahun 2017
0.000.200.400.600.801.001.201.401.601.802.00
55.00
60.00
65.00
70.00
75.00
80.00
Per
tum
bu
han
IPM
IPM Kab./Kota Pertumbuhan (%)
58.00
60.00
62.00
64.00
66.00
68.00
70.00
72.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
Ko
ta B
and
ar…
Ko
ta M
etro
Lam
pu
ng
Ten
gah
IND
ON
ESIA
Tula
ngb
awan
g
Pri
ngs
ewu
Lam
pu
ng
Bar
at
Lam
pu
ng
Tim
ur
LAM
PU
NG
Lam
pu
ng
Sela
tan
Tan
ggam
us
Way
Kan
an
Lam
pu
ng
Uta
ra
Pe
sisi
r B
arat
Tula
ng
Baw
ang…
Pe
saw
aran
Mes
uji
0.65 0.961.86
2.71 2.88 3.083.47
3.89
4.63 4.64 4.80 5.08
5.62 5.73
8.10
5.50
4.33
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
TPT Kabupaten/Kota TPT Nasional TPT Provinsi
23
Untuk capaian penurunan persentase tingkat kemiskinan di provinsi Lampung
selama kurun waktu 2015-2017 menunjukkan trend yang tidak stabil. Pada tahun 2015
sebesar 13,5 % (Nasional 11,1 %), tahun 2016 sebesar 13,9 % (Nasional 10,7 %), dan pada
tahun 2017 sebesar 13,0 % (Nasional 10,1 %). Gini rasio tahun 2015 sebesar 0,35 (Nasional
0,40), tahun 2016 sebesar 0,36 (Nasional 0,39), dan pada tahun 2017 sebesar 0,33 (Nasional
0,39).
Dari sisi garis kemiskinan, terdapat peningkatan pada bulan September 2017 tercatat
sebesar Rp. 390.183,- per kapita per bulan, dibandingkan September 2016 yang sebesar
Rp.368.592,- per kapita per bulan. Peningkatan garis kemiskinan yang diiringi oleh
penurunan jumlah penduduk miskin mengindikasikan adanya perbaikan daya beli
masyarakat di Lampung pada September 2017. Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) terhadap Garis Kemiskinan (GK) sebesar 74,73 %, sedikit menurun dibanding periode
September 2016 yang sebesar 74,94 %.
Gambar 08.2.4 Perkembangan P1, P2, dan Garis Kemiskinan Provinsi Lampung
Periode Maret dan September Tahun 2015-2017
Secara nasional, GK Provinsi Lampung berada di peringkat ke-22 setelah Provinsi D.I.
Yogyakarta. Provinsi dengan garis kemiskinan tertinggi adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
sebesar Rp. 607.927,-. Sedangkan Provinsi Sulawesi Selatan memiliki GK terendah sebesar
Rp.294.358,- yang mengindikasikan rendahnya tingkat harga di provinsi tersebut.
Pada sisi indikator indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2)
tercatat adanya kenaikan. Pada September 2017, P1 tercatat sebesar 2,11 atau turun dibandingkan
September 2016 yang sebesar 2,16. Hal yang sama untuk P2 mengalami penurunan yaitu pada
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
Mar Sep Mar Sep Mar Sep
2015 2016 2017
Indek Kedalaman Kemiskinan (P1)
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
Mar Sep Mar Sep Mar Sep
2015 2016 2017
Indek Keparahan Kemiskinan (P2)
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
Mar Sep Mar Sep Mar Sep
2015 2016 2017
Perkembangan Garis Kemiskinan
Makanan Non Makanan Garis Kemiskinan
7.66 8.11 9.89 9.94 10.0911.3012.9013.2514.0614.3215.1615.6116.3516.4821.55
13.69
10.64
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
Persentase Penduduk Miskin Kab./KotaPersentase Penduduk Miskin ProvinsiPersentase Penduduk Miskin Nasional
24
September 2017 tercatat 0,54 menurun dari dibandingkan September 2016 yang sebesar 0,57. Hal
ini mengindikasikan bahwa pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati GK, namun
ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin meningkat.
Kondisi kemiskinan di Provinsi Lampung secara umum menunjukkan trend menurun, tetapi
persentase kemiskinan jauh masih berada di atas rata-rata kemiskinan nasional. Permasalahan
kemiskinan masih perlu mendapat perhatian, hal ini terlihat tingkat kemiskinan di beberapa wilayah
masih cukup tinggi terutama di Kabupaten Lampung Utara, Pesawaran, Lampung Timur, Pesisir
Barat, Lampung Selatan, Lampung Barat, dan Way Kanan dengan angka kemiskinan di atas rata-rata
nasional dan provinsi.
25
08.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Pertumbuhan ekonomi Nasional pada tahun 2018 adalah sebesar 5,2 % (atau lebih tinggi 0,1 % dari tahun 2017). Pada tahun 2019 pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan sebesar 5,3 % (RKP 2019), dan pada tahun 2020 ditargetkan sebesar 5,4 % (skenario moderat). Sementara itu, untuk pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung pada tahun 2019 (outlook) diperkirakan tumbuh 5,25 persen dan pada tahun 2020 (target RKP 2020) pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung ditargetkan sebesar 5,29 persen. Sumber-sumber pertumbuhan atau potensi wilayah yang diperkirakan dapat menjadi motor penggerak perekonomian Provinsi Lampung pada tahun 2020, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: ❶ Terdapat 9 Kawasan Industri yang direncanakan akan dikembangkan dan telah
ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Industri Provinsi Lampung (RPIP) Tahun 2016 – 2035, yaitu: Way Pisang ±3.460 Ha, Katibung ±5.000 Ha, KAIL Lampung Selatan ±300 Ha, Lampung Tengah ±1.000 Ha, Tulang Bawang ±200 Ha, Mesuji ±4.000 Ha, Tulang Bawang Barat ±1.800 Ha, Way Kanan ±2.000 Ha, dan yang termasuk dalam proyek strategis nasional adalah Kawasan Industri Maritim (KIM) Tanggamus ±3.470 Ha.
❷ Potensi pariwisata di provinsi Lampung sangat besar dan masih terbuka peluang untuk pengembangannya, yang diarahkan pada wisata bahari dan ekowisata berbasis kelestarian alam yang berkelanjutan dengan prioritas pengembangan wilayah pesisir dan kawasan hutan (geopark). Rencana untuk pengembangan KEK Pariwisata, yaitu: KEK Pantai Barat Lampung, KEK Teluk Nipah, dan KEK Krakatoa Nirwana Resort.
❸ Pelabuhan potensial yang ada di provinsi Lampung selain pelabuhan Bakauheni dan pelabuhan internasional Panjang, adalah: pelabuhan Bengkunat, pelabuhan Kualastabas, pelabuhan Nasional Kota Agung, pelabuhan regional pulau Tabuan, pelabuhan regional Labuhan Maringgai, pelabuhan regional Sekampung, pelabuhan regional Kuala Penet, pelabuhan regional Kuala Teladas, pelabuhan regional Mesuji, dan pelabuhan lokal Way Seputih.
❹ Potensi energi panas bumi Lampung sebesar 10% dari total potensi nasional, yang tersebar di: Ulu Belu, Lempasing, Wai Ratai, Pematang Belirang, Kalianda, Natar, Wai Umpu, Pajarbulan, Bacingot, Danau Ranau, Sekincau Belirang, Purunan, Suoh Antatai.
❺ Potensi batubara yang berada di wilayah Tanggamus 867 ribu ton, Lampung Barat 131,25 juta ton, dan Lampung Tengah 2,35 juta ton, dan yang terbesar di Mesuji.
❻ Provinsi Lampung adalah penyuplai kebutuhan ternak nasional dengan populasi sapi potong menempati peringkat 2 di wilayah pulau Sumatera, serta penyuplai ternak kambing peringkat 1 di wilayah pulau Sumatera dan peringkat 3 Nasional.
26
27
Model analisis yang dipergunakan dalam penyusunan PrADa ini dilakukan melalui pendekatan metode analisis Tematik, Holistik, Integratif dan Spasial (THIS). Tematiknya adalah pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, perumahan dan permukiman, ketahanan pangan, infrastruktur, ketahanan energi, industri dan pariwisata. Holistik (technoratic planning) terbagi ke dalam 4 level analisis yang saling terkait satu dengan yang lainnya, dimulai dari level indikator, komponen, kategori, dan tematik (bottom-up). Integratif (coordination/who’s doing what) untuk memetakan peran para pemangku kepentingan (Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Swasta) termasuk merumuskan program/kegiatan (indikatif), mulai dari level indikator, komponen, kategori, dan tematik. Spasial (spatially bound) untuk memetakan wilayah-wilayah dengan tingkat capaian terhadap indikator, komponen, kategori dan tematik rendah, sedang atau tinggi.
Gambar 4.1
Struktur dan Lingkup Penyajian Hasil Analisis Penyusunan PrADa
28
Mengacu kepada Gambar 4.1 tersebut di atas, terlihat bahwa kalau dalam proses analisis menggunakan pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up), yang dimulai dari level indikator, komponen, kategori sampai dengan tematik, maka dalam penyajian hasil analis justru sebaliknya, yaitu menggunakan pendekatan dari atas ke bawah (top-down), dimulai dari level tematik sampai dengan level kategori. Analisis level tematik, bertujuan untuk memetakan kabupaten/kota di wilayah provinsi Jawa Timur yang memiliki nilai komposit suatu tematik dengan tingkat capaian RENDAH, SEDANG dan TINGGI. Nilai komposit suatu tematik berasal dari 5 (lima) unsur kategori pembentuknya yaitu (1) ketersediaan, (2) aksesibilitas, (3) keterjangkauan, (4) keberlanjutan, dan (5) stabilitas. Sementara itu, analisis level kategori, bertujuan untuk memetakan kabupaten/kota di wilayah provinsi Jawa Timur yang memiliki nilai komposit kategori dengan tingkat capaian RENDAH, SEDANG dan TINGGI. Nilai komposit setiap kategori berasal dari masing-masing unsur komponen pembentuknya. Adapun, dalam menentukan kabupaten/kota memiliki nilai komposit dengan tingkat capaian suatu tematik/kategori RENDAH, SEDANG dan TINGGI, ditentukan dengan 3 (tiga) kriteria sebagai berikut: ● Tingkat Capaian Tematik/Kategori Kabupaten/Kota RENDAH
Jika, nilai komposit kabupaten/kota lebih kecil dari nilai provinsi DAN nilai nasional, ATAU nilai kabupaten/kota lebih kecil dari nilai nasional DAN lebih kecil dari nilai provinsi.
● Tingkat Capaian Tematik/Kategori Kabupaten/Kota SEDANG Jika, nilai komposit kabupaten/kota lebih besar atau sama dengan nilai provinsi DAN lebih kecil atau sama dengan nilai nasional, ATAU nilai kabupaten/kota lebih besar atau sama dengan nilai nasional DAN lebih kecil atau sama dengan nilai provinsi.
● Tingkat Capaian Tematik/Kategori Kabupaten/Kota TINGGI Jika, nilai komposit kabupaten/kota lebih besar dari nilai provinsi DAN nilai nasional, ATAU nilai kabupaten/kota lebih besar dari nilai nasional DAN lebih besar dari nilai provinsi.
29
30
08.4 Profil dan Analisis Daerah Provinsi Lampung 08.4.1 Tematik Pendidikan
Tematik Pendidikan Provinsi Lampung diukur berdasarkan 5 (lima) kategori yaitu:
(1) ketersediaan, (2) aksesibilitas, (3) keterjangkauan, (4) keberlanjutan, dan (5) stabilitas.
Dimana masing-masing kategori pembentuk Tematik Pendidikan diukur dari komposit
beberapa komponen utama, yang mana setiap komponen diukur dari beberapa indikator.
Seperti contoh untuk Kategori Ketersediaan di ukur berdasarkan komponen murid, guru,
sekolah, dan materi, selanjutnya untuk komponen guru diukur dari komposit 3 (tiga)
indikator yaitu rasio guru yang memiliki kualifikasi D4/S1, rasio guru yang lolos uji
kompetensi (UKG), dan rasio guru yang sudah sertifikasi. Lingkup dan variabel Tematik
Pendidikan secara lengkap disajikan pada Tabel 08.4.1.
Tabel 08.4.1
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Pendidikan Provinsi Lampung
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Pendidikan Provinsi Lampung
Kategori Komponen Indikator
Ketersediaan Murid Rasio Murid – Rombongan Belajar*)
Guru Persentase Guru yang memiliki kualifikasi D4/S1
Persentase Guru yang lolos Uji Kompetensi (UKG)
Persentase Guru yang memperoleh sertifikasi
Sekolah Persentase Sekolah yang membutuhkan ruang kelas
Materi Persentase Sekolah yang membutuhkan perpustakaan
Persentase Sekolah yang membutuhkan laboratorium
Persentase penggunaan akses internet di sekolah
Aksesibilitas Murid Jarak tempuh murid ke sekolah terdekat
Tingkat kemudahan untuk mencapai sekolah
Akses lalu lintas dari dan menuju desa/kelurahan
Keberadaan angkutan umum di desa/kelurahan
Operasional angkutan umum yang utama
Guru Rasio Murid - Guru*)
Sekolah Topografi wilayah desa/kelurahan
Persentase jalan desa/kelurahan yang beraspal
Persentase jalan desa dengan kondisi baik untuk dilaiui kendaraan bermotor roda 4 atau lebih
Persentase ruang kelas yang mengalami kerusakan
Materi Persentase perpustakaan yang mengalami kerusakan
Persentase laboratorium yang mengalami kerusakan
Persentase penggunaan internet untuk penunjang belajar
Keterjangkauan Murid Pengeluaran untuk pendidikan
Persentase rumah tangga penerima bantuan siswa miskin
31
Tabel 08.4.1
Lanjutan
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Pendidikan Provinsi Lampung
Kategori Komponen Indikator
Keberlanjutan Murid Keberadaan kegiatan pemberdayaan pelayanan pendidikan
Guru Persentase guru usia pensiun
Sekolah Persentase anggaran pemerintah untuk pendidikan
Persentase sekolah belum terakreditasi
Keberadaan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di desa/kelurahan
Stabilitas Sekolah Kejadian tanah longsor di desa/kelurahan
Kejadian banjir di desa/kelurahan
Kejadian banjir bandang di desa/kelurahan
Kejadian gempa bumi di desa/kelurahan
Kejadian tsunami di desa/kelurahan
Kejadian gelombang pasang laut di desa/kelurahan
Kejadian angin puyuh/puting beliung di desa/kelurahan
Kejadian gunung meletus di desa/kelurahan
Kejadian kebakaran hutan dan lahan di desa/kelurahan
Keberadaan sistem peringatan dini bencana alam
Keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami
Hasil analisis komposit tematik pendidikan menunjukan bahwa sebagian besar
wilayah kabupaten/kota di Provinsi Lampung tergolong pada kategori rendah, dari 15
wilayah kabupaten/kota sebanyak 12 kabupaten memiliki indeks pendidikan rendah
(dibawah rata-rata provinsi dan nasional). Sementara wilayah yang termasuk dalam kategori
tinggi atau indeks pendidikan diatas rata-rata provinsi dan nasional hanya di 3 (tiga)
kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Lampung Timur, Kota Bandar Lampung dan Kota Metro.
Hasil komposit pendidikan secara lengkap disajikan pada gambar dan tabel berikut:
32
Komposit Tematik Pendidikan tersusun atas 4 aspek kategori, yakni Ketersediaan, Aksesibilitas, Keberlanjutan, dan Stabilitas. Kabupaten Mesuji memiliki komposit pendidikan terendah.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Pendidikan
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Way Kanan RATA-RATA TINGKAT CAPAIAN TEMATIK
03. Kab. Lampung Barat PENDIDIKAN
04. Kab. Pesisir Barat
05. Kab. Tulangbawang KABUPATEN/KOTA DI WILAYAH PROVINSI
06. Kab. Pesawaran LAMPUNG
07. Kab. Tanggamus
08. Kab. Tulang Bawang Barat DILIHAT DARI ASPEK KATEGORI
09. Kab. Lampung Utara KETERSEDIAAN, AKSESIBILITAS,
10. Kab. Lampung Selatan KEBERLANJUTAN, DAN STABILITAS
11. Kab. Pringsewu RELATIF
12. Kab. Lampung Tengah RENDAH
13. Kab. Lampung Timur
Tinggi Prioritas 2 14. Kota Bandar Lampung
15. Kota Metro RENDAH : 12 Kabupaten/Kota
SEDANG : 0 Kabupaten/Kota
TINGGI : 3 Kabupaten/Kota
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Tematik Pendidikan Provinsi Lampung
R=11 | S=0 | T=4
R=5 | S=3 | T=7
R=9 | S=2 | T=4
NOT ALVAILABLE
R=11 | S=2 | T=2
R=Rendah | S=Sedang | T=Tinggi
33
Hasil komposit pendidikan berdasarkan kategori ketersediaan, tercatat sebanyak 11 kabupaten masih tergolong kategori rendah. Sementara hanya 4 wilayah yang termasuk dalam kategori tinggi dengan ketersedian pendidikan yaitu di Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kab. Pesisir Barat, dan
Kab. Pringsewu. Kabupaten Way Kanan memiliki komposit pendidikan terendah dari sisi ketersediaan. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator disajikan pada Tabel 0.8.4.1.1.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Pendidikan
01. Kab. Way Kanan
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Tulangbawang Permasalahan Utama
03. Kab. Mesuji ❶ Rendahnya jumlah guru dengan kualifikasi sarjana (D4/S1) 04. Kab. Lampung Selatan
05. Kab. Tanggamus ❷ Rendahnya tingkat kelulusan guru dalam Uji Kompetensi Guru (UKG) 06. Kab. Lampung Utara
07. Kab. Lampung Tengah ❸ Rendahnya jumlah guru yang telah memiliki sertifikasi 08. Kab. Lampung Timur
09. Kab. Pesawaran ❹ Tingginya jumlah sekolah yang masih membutuhkan ruang kelas 10. Kab. Lampung Barat
11. Kab. Tulang Bawang Barat ❺ Tingginya jumlah sekolah yang masih membutuhkan laboratorium 12. Kab. Pesisir Barat
Tinggi Prioritas 2
13. Kab. Pringsewu ❻ Beberapa kabupaten/kota masih memerlukan unit perpustakaan serta akses internet di sekolah
14. Kota Metro
15. Kota Bandar Lampung
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Ketersediaan - Tematik Pendidikan Provinsi Lampung
34
0.8.4.1.1 Komposit Ketersediaan Pendidikan
Berdasarkan hasil komposit pendidikan untuk kategori ketersediaan yang disajikan pada
tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu
daerah dengan tingkat ketersediaan pendidikan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu
daerah dengan tingkat ketersediaan pendidikan sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu
daerah dengan tingkat ketersediaan pendidikan relatif baik. Permasalahan utama dan
prioritas wilayah untuk ketersediaan pendidikan disajikan pada tabel dibawah ini:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
Rasio Murid – Rombel *)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Guru Sarjana ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Guru Lolos UKG
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Guru Sertifikasi ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kebutuhan Ruang Kelas
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kebutuhan Perpustakaan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kebutuhan Laboratorium
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Akses Internet di Sekolah (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
35
Hasil komposit pendidikan berdasarkan kategori aksesibilitas, tercatat sebanyak 5 kabupaten masih
tergolong kategori rendah yang meliputi Kab. Way Kanan, Kab. Mesuji, Kab. Tulangbawang, Kab. Lampung Barat, dan Kab. Pesisir Selatan. Kabupaten Way Kanan memiliki komposit pendidikan
terendah dari sisi aksesibilitas. 3 kabupaten lainnya termasuk dalam kategori sedang, dan 7 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi. Keterangan lebih detail terkait capaian per
indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.1.2.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Pendidikan
01. Kab. Way Kanan
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Mesuji Permasalahan Utama
03. Kab. Tulangbawang ❶ Rendahnya keberadaan serta opera-sional angkutan umum di desa 04. Kab. Lampung Barat
05. Kab. Pesisir Barat ❷ Minimnya jalan desa yang beraspal dan memiliki kondisi yang baik 06. Kab. Pesawaran
Sedang Prioritas 2
07. Kab. Lampung Utara ❸ Tingginya jumlah ruang kelas yang
mengalami kerusakan sedang/berat 08. Kab. Tulang Bawang Barat
09. Kab. Lampung Timur
Tinggi Prioritas 3
❹ Tingginya jumlah perpustakaan yang mengalami kerusakan sedang/berat 10. Kab. Tanggamus
11. Kab. Lampung Tengah ❺ Tingginya jumlah laboratorium yang mengalami kerusakan sedang/berat 12. Kab. Lampung Selatan
13. Kab. Pringsewu ❻ Minimnya penggunaan internet sebagai media penunjang belajar 14. Kota Metro
15. Kota Bandar Lampung
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Aksesibilitas - Tematik Pendidikan Provinsi Lampung
36
0.8.4.1.2 Komposit Aksesibilitas Pendidikan
Berdasarkan hasil komposit pendidikan untuk kategori aksesibilitas yang disajikan pada
tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu
daerah dengan tingkat aksesibilitas rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu daerah dengan
tingkat aksesibilitas sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat
aksesibilitas tinggi/cukup baik. Dari 12 indikator pembentuk aksesibilitas pendidikan,
indikator keberadaan angkutan umum masih rendah di 11 kabupaten serta kondisi ruang
kelas rusak masih tinggi di 8 kabupaten. Permasalahan utama dan prioritas wilayah untuk
aksesibilitas pendidikan disajikan pada tabel dibawah ini:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
Jarak tempuh ke sekolah
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kemudahan menuju sekolah
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Akses lalu lintas dari dan ke desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Keberadaan angkutan umum
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Operasional angkutan umum
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Topografi wilayah desa/kelurahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Jalan Desa yang beraspal
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Jalan Desa kondisi baik
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Ruang Kelas kondisi rusak
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Perpustakaan kondisi rusak
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Laboratorium kondisi rusak
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Internet untuk penunjang belajar
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
37
Hasil komposit pendidikan berdasarkan kategori keberlanjutan, tercatat sebanyak 9 kabupaten masih termasuk kategori rendah, 2 kabupaten termasuk kategori sedang, dan 4 kab/kota termasuk
kategori tinggi. Rendahnya keberlanjutan pendidikan di beberapa wilayah di Provinsi Lampung disebabkan oleh rendahnya anggaran pendidikan, rendahnya tingkat partisipasi masyarakat, dan
rendahnya jumlah sekolah yang terakreditasi. Kab. Mesuji memiliki komposit pendidikan terendah dari sisi keberlanjutan. Keterangan terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.1.3.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Pendidikan
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Way Kanan Permasalahan Utama
03. Kab. Lampung Barat ❶ Rendahnya kegiatan pemberdayaan masyarakat terkait pelayanan pendi-dikan di setiap desa/kelurahan
04. Kab. Pesisir Barat
05. Kab. Tanggamus
06. Kab. Tulangbawang ❷ Beberapa kabupaten/kota memiliki jumlah guru usia pensiun yang tinggi 07. Kab. Pringsewu
08. Kab. Tulang Bawang Barat ❸ Rendahnya anggaran kabupaten/ kota untuk urusan pendidikan 09. Kab. Pesawaran
10. Kota Bandar Lampung Sedang Prioritas 2
❹ Tingginya jumlah sekolah yang masih memiliki akreditasi rendah (C) dan belum terakreditasi
11. Kab. Lampung Tengah
12. Kab. Lampung Selatan
Tinggi Prioritas 3
13. Kab. Lampung Timur ❺ Rendahnya kegiatan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan 14. Kab. Lampung Utara
15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Keberlanjutan - Tematik Pendidikan Provinsi Lampung
38
0.8.4.1.3 Komposit Keberlanjutan Pendidikan
Berdasarkan hasil komposit pendidikan untuk kategori keberlanjutan yang disajikan pada
tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keberlanjutan pendidikan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keberlanjutan pendidikan sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keberlanjutan pendidikan tinggi/cukup baik. Dari 5 indikator
pembentuk keberlanjutan pendidikan, indikator persentase anggaran pendidikan masih
rendah di 11 kabupaten serta jumlah sekolah yang belum terakreditasi masih tinggi di 8
kabupaten. Kegiatan pembangunan dan pemberdayaan terkait pelayanan pendidikan juga
masih perlu ditingkatkan di beberapa wilayah di Provinsi Lampung. Permasalahan utama
dan prioritas wilayah untuk keberlanjutan pendidikan disajikan sebagai berikut:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
Adanya kegiatan pemberdayaan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Guru Usia Pensiun
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Anggaran untuk Pendidikan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Sekolah Belum Akreditasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Adanya kegiatan pembangunan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
39
Hasil komposit pendidikan berdasarkan kategori stabilitas, tercatat sebanyak 11 kabupaten masih
tergolong kategori rendah (dibawah rata-rata provinsi dan nasional), sebanyak 2 kabupaten termasuk dalam kategori sedang, dan 2 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi.
Kabupaten Pesawaran memiliki komposit pendidikan terendah dari sisi stabilitas. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.1.4.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Pendidikan
01. Kab. Pesawaran
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Pesisir Barat Permasalahan Utama
03. Kab. Lampung Barat ❶ Beberapa kabupaten/kota masih me-miliki resiko bencana tanah longsor 04. Kota Metro
05. Kab. Lampung Utara ❷ Tingginya resiko terjadinya bencana banjir dan banjir bandang 06. Kab. Mesuji
07. Kab. Pringsewu ❸ Minimnya keberadaan sistem peri-ngatan dini bencana alam dan sistem peringatan dini khusus tsunami
08. Kab. Lampung Selatan
09. Kab. Tulang Bawang Barat
10. Kab. Lampung Tengah ❹ Beberapa kab./kota masih rawan bencana gempa bumi dan kebakaran 11. Kab. Way Kanan
12. Kab. Tanggamus Sedang Prioritas 2
❺ Tingginya resiko terjadinya bencana gelombang pasang laut dan angin puyuh/topan/puting beliung
13. Kab. Tulangbawang
14. Kab. Lampung Timur Tinggi Prioritas 3
15. Kota Bandar Lampung
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Stabilitas - Tematik Pendidikan Provinsi Lampung
40
0.8.4.1.4 Komposit Stabilitas Pendidikan
Berdasarkan hasil komposit pendidikan untuk kategori stabilitas yang disajikan pada tabel
berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu daerah
dengan tingkat stabilitas pendidikan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu daerah dengan
tingkat stabilitas pendidikan sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan
tingkat stabilitas pendidikan tinggi/relatif baik. Permasalahan utama dan prioritas wilayah
untuk stabilitas pendidikan disajikan sebagai berikut:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Kejadian Tanah Longsor
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Banjir ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Banjir Bandang
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Gempa Bumi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Tsunami
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Gelombang Laut
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Angin Puyuh
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Gunung Meletus
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Kebakaran Lahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Adanya Peringatan Dini Bencana (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Adanya Peringatan Dini Tsunami (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
41
42
08.4.2 Tematik Kesehatan
Tematik Kesehatan Provinsi Lampung diukur berdasarkan 5 (lima) kategori yaitu: (1)
ketersediaan, (2) aksesibilitas, (3) keterjangkauan, (4) keberlanjutan, dan (5) stabilitas. Dimana
masing-masing kategori pembentuk Tematik Kesehatan diukur dari komposit beberapa komponen
utama, yang mana setiap komponen merupakan komposit dari beberapa indikator. Seperti contoh
untuk Kategori Ketersediaan diukur bedasarkan komponen tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan,
selanjutnya untuk komponen fasilitas kesehatan diukur dari komposit 3 indikator rasio rumah sakit
per 100.000 penduduk, rasio puskesmas per 100.000 penduduk, dan rasio puskesmas per jumlah
kecamatan. Lingkup dan variabel Tematik Kesehatan secara lengkap disajikan pada Tabel 08.4.2.
Tabel 08.4.2 Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Kesehatan Provinsi Lampung
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Kesehatan Provinsi Lampung
Kategori Komponen Indikator
Ketersediaan Tenaga Kesehatan
Rasio tenaga medis per 100.000 penduduk
Rasio tenaga keperawatan per 100.000 penduduk
Rasio tenaga kebidanan per 100.000 penduduk
Rasio tenaga kefarmasian per 100.000 penduduk
Rasio tenaga medis per fasilitas pelayanan kesehatan
Rasio tenaga keperawatan per fasilitas pelayanan kesehatan
Rasio tenaga kebidanan per fasilitas pelayanan kesehatan
Rasio tenaga kefarmasian per fasilitas pelayanan kesehatan
Fasilitas
Kesehatan Rasio rumah sakit per 100.000 penduduk
Rasio puskesmas per 100.000 penduduk
Rasio puskesmas per jumlah kecamatan
Aksesibilitas Fasilitas Kesehatan
Rata-rata jarak tempuh menuju rumah sakit terdekat
Rata-rata jarak tempuh menuju rumah sakit bersalin terdekat
Rata-rata jarak tempuh menuju puskesmas rawat inap terdekat
Rata-rata jarak tempuh menuju puskesmas tanpa rawat inap
Rata-rata jarak tempuh menuju puskesmas pembantu terdekat
Rata-rata jarak tempuh menuju poliklinik terdekat
Rata-rata jarak tempuh menuju praktik dokter terdekat
Rata-rata jarak tempuh menuju rumah bersalin terdekat
Rata-rata jarak tempuh menuju tempat praktik bidan terdekat
Rata-rata jarak tempuh menuju apotek terdekat
Persentase kemudahan menuju rumah sakit terdekat
Persentase kemudahan menuju rumah sakit bersalin terdekat
Persentase kemudahan menuju puskesmas rawat inap terdekat
Persentase kemudahan menuju puskesmas tanpa rawat inap
Persentase kemudahan menuju puskesmas pembantu terdekat
Persentase kemudahan menuju poliklinik terdekat
Persentase kemudahan menuju praktik dokter terdekat
Persentase kemudahan menuju rumah bersalin terdekat
Persentase kemudahan menuju tempat praktik bidan terdekat
Persentase kemudahan menuju apotek terdekat
43
Tabel 08.4.2 Lanjutan
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Kesehatan Provinsi Lampung
Kategori Komponen Indikator
Keterjangkauan Obat Persentase penduduk penerima jaminan kesehatan
Keberlanjutan Fasilitas Kesehatan
Keberadaan kegiatan pembangunan sarana prasarana kesehatan
Keberadaan kegiatan pemberdayaan pelayanan kesehatan
Stabilitas Fasilitas Kesehatan
Kejadian tanah longsor di desa/kelurahan
Kejadian banjir dan banjir bandang di desa/kelurahan
Kejadian gempa bumi di desa/kelurahan
Kejadian tsunami di desa/kelurahan
Kejadian gelombang pasang laut di desa/kelurahan
Kejadian angin puyuh/puting beliung di desa/kelurahan
Kejadian gunung meletus di desa/kelurahan
Kejadian kebakaran hutan dan lahan di desa/kelurahan
Keberadaan sistem peringatan dini bencana alam
Keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami
Hasil analisis komposit tematik kesehatan menunjukan bahwa sebagian besar
wilayah kabupaten/kota di Provinsi Lampung masih tergolong dalam kategori rendah, dari
15 wilayah kabupaten/kota, sebanyak 10 kabupaten memiliki indeks kesehatan rendah
(dibawah rata-rata provinsi dan nasional). Sementara wilayah yang termasuk dalam
kategori sedang sebanyak 1 kabupaten, yakni Kabupaten Lampung Timur, dan sebanyak 4
kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi. Hasil komposit kesehatan secara lengkap
disajikan pada gambar dan tabel berikut:
44
Komposit Tematik Kesehatan tersusun atas 5 aspek kategori, yakni Ketersediaan, Aksesibilitas, Keterjangkauan, Keberlanjutan, dan Stabilitas. Kab. Mesuji memiliki komposit kesehatan terendah.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Kesehatan
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Lampung Barat RATA-RATA TINGKAT CAPAIAN TEMATIK
03. Kab. Pringsewu KESEHATAN
04. Kab. Tanggamus
05. Kab. Pesawaran KABUPATEN/KOTA DI WILAYAH PROVINSI
06. Kab. Lampung Selatan LAMPUNG
07. Kab. Tulang Bawang Barat
08. Kab. Way Kanan DILIHAT DARI KATEGORI KETERSEDIAAN,
09. Kab. Tulangbawang AKSESIBILITAS, KETERJANGKAUAN,
10. Kab. Lampung Tengah KEBERLANJUTAN, DAN STABILITAS
11. Kab. Lampung Timur Rendah Prioritas 2 RELATIF
12. Kota Bandar Lampung
Tinggi Prioritas 3 RENDAH
13. Kab. Pesisir Barat
14. Kab. Lampung Utara
15. Kota Metro RENDAH : 10 Kabupaten/Kota
SEDANG : 1 Kabupaten/Kota
TINGGI : 4 Kabupaten/Kota
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Tematik Kesehatan Provinsi Lampung
R=7 | S=2 | T=6
R=3 | S=3 | T=9
R=3 | S=2 | T=9 | N/A=1
R=8 | S=3 | T=4
R=11 | S=2 | T=2
R=Rendah | S=Sedang | T=Tinggi | N/A=Not Alvailable
45
Hasil komposit kesehatan berdasarkan kategori ketersediaan, tercatat sebanyak 7 kabupaten masih
tergolong kategori rendah. Sementara 2 kabupaten termasuk dalam kategori sedang dan 6 kabupaten/kota lainnya termasuk dalam kategori tinggi dari segi ketersedian kesehatan.
Kabupaten Lampung Timur memiliki komposit kesehatan terendah dari sisi ketersediaan. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.2.1.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Kesehatan
01. Kab. Lampung Timur
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Lampung Selatan Permasalahan Utama
03. Kab. Lampung Tengah ❶ Minimnya jumlah tenaga medis (dokter) dan tenaga keperawatan 04. Kab. Lampung Barat
05. Kab. Tulangbawang ❷ Beberapa kabupaten/kota masih me-merlukan tenaga kebidanan 06. Kab. Tanggamus
07. Kab. Mesuji ❸ Minimnya jumlah tenaga kefarmasian (apoteker) 08. Kab. Tulang Bawang Barat
Sedang Prioritas 2
09. Kab. Pesawaran ❹ Masih terbatasnya jumlah fasilitas kesehatan, yakni rumah sakit (Kab/ Kota) dan puskesmas (Kecamatan)
10. Kab. Pringsewu
Tinggi Prioritas 3
11. Kab. Way Kanan
12. Kab. Pesisir Barat ❺ Kabupaten Pesisir Barat belum me-miliki unit rumah sakit untuk pelaya-nan kesehatan di tingkat kabupaten
13. Kab. Lampung Utara
14. Kota Bandar Lampung
15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Ketersediaan - Tematik Kesehatan Provinsi Lampung
46
0.8.4.2.1 Komposit Ketersediaan Kesehatan
Berdasarkan hasil komposit kesehatan untuk kategori ketersediaan yang disajikan pada
tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu
daerah dengan tingkat ketersediaan kesehatan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu
daerah dengan tingkat ketersediaan kesehatan sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu
daerah dengan tingkat ketersediaan kesehatan tinggi/relatif baik.
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
Rasio tenaga medis per 100.000 penduduk
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio tenaga keperawatan per 100.000 penduduk
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio tenaga bidan per 100.000 penduduk
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio tenaga farmasi per 100.000 penduduk
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio tenaga medis per unit fasyakes
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio tenaga kepera-watan per unit fasyakes
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio tenaga kebida-nan per unit fasyakes
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio tenaga farmasi per unit fasyakes
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio rumah sakit per 250.000 penduduk
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● - ● ●
Rasio puskesmas per 100.000 penduduk
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio puskesmas per kecamatan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
47
Hasil komposit kesehatan berdasarkan kategori aksesibilitas, tercatat sebanyak 3 kabupaten masih tergolong kategori rendah yang meliputi Kab. Pesisir Barat, Kab. Tulangbawang, dan Kab. Mesuji.
Kabupaten Pesisir Barat memiliki komposit kesehatan terendah dari sisi aksesibilitas. 3 kabupaten lainnya termasuk dalam kategori sedang, dan 9 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi.
Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.2.2.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Kesehatan
01. Kab. Pesisir Barat
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Tulangbawang Permasalahan Utama
03. Kab. Mesuji ❶ Beberapa kabupaten/kota masih me-miliki kendala untuk mengakses fasi-litas kesehatan terdekat
04. Kab. Lampung Barat
Sedang Prioritas 2
05. Kab. Way Kanan
06. Kab. Lampung Tengah ❷ Masih jauhnya jarak yang harus di-tempuh untuk mencapai rumah sakit dan fasilitas bersalin (rumah bersalin dan rumah sakit bersalin) terdekat
07. Kab. Lampung Utara
Tinggi Prioritas 3
08. Kab. Tanggamus
09. Kab. Lampung Timur
10. Kab. Pesawaran ❸ Beberapa kab./kota masih kesulitan dalam mengakses rumah sakit, fasili-tas bersalin, serta poliklinik terdekat
11. Kab. Tulang Bawang Barat
12. Kota Metro
13. Kota Bandar Lampung ❹ Kab. Pesisir Barat masih kesulitan dalam mengakses apotek terdekat 14. Kab. Pringsewu
15. Kab. Lampung Selatan
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Aksesibilitas - Tematik Kesehatan Provinsi Lampung
48
0.8.4.2.2 Komposit Aksesibilitas Kesehatan
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
Rata-rata jarak ke rumah sakit
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rata-rata jarak ke rumah sakit bersalin
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rata-rata jarak ke puskesmas rawat inap
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rata-rata jarak ke puskesmas tanpa rawat inap
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rata-rata jarak ke puskesmas pembantu
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rata-rata jarak ke poliklinik tedekat
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rata-rata jarak ke tempat praktik dokter
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rata-rata jarak ke rumah bersalin
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rata-rata jarak ke tempat praktik bidan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rata-rata jarak ke apotek terdekat
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kemudahan menuju rumah sakit
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kemudahan menuju rumah sakit bersalin
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kemudahan menuju puskesmas rawat inap
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kemudahan menuju puskesmas tanpa rawat inap
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kemudahan menuju puskesmas pembantu
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kemudahan menuju poliklinik terdekat
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kemudahan menuju tempat praktik dokter
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kemudahan menuju rumah bersalin
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kemudahan menuju tempat praktik bidan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kemudahan menuju apotek terdekat
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
49
Hasil komposit kesehatan berdasarkan kategori keterjangkauan, tercatat sebanyak 3 kabupaten/ kota masih tergolong kategori rendah. Kota Bandar Lampung memiliki komposit kesehatan
terendah dari sisi keterjangkauan. 2 kabupaten lainnya termasuk dalam kategori sedang, dan 9 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi. Sedangkan data Kab. Pesisir Barat tidak tersedia.
Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.2.3.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Kesehatan
01. Kota Bandar Lampung
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Tulang Bawang Barat Permasalahan Utama
03. Kab. Pringsewu ❶ Rendahnya kepemilikan jaminan kesehatan, khususnya di Kota Bandar Lampung, Kabupaten Tulang Bawang Barat, serta Kabupaten Pringsewu
04. Kab. Mesuji Sedang Prioritas 2
05. Kab. Lampung Tengah
06. Kab. Lampung Selatan
Tinggi Prioritas 3
07. Kab. Lampung Barat
08. Kab. Tulangbawang
09. Kab. Lampung Timur
10. Kab. Lampung Utara
11. Kab. Way Kanan
12. Kab. Tanggamus
13. Kota Metro
14. Kab. Pesawaran
15. Kab. Pesisir Barat Tidak ada data
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Keterjangkauan - Tematik Kesehatan Provinsi Lampung
50
0.8.4.2.3 Komposit Keterjangkauan Kesehatan
Berdasarkan hasil komposit kesehatan untuk kategori keterjangkauan yang disajikan pada
tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keterjangkauan kesehatan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keterjangkauan kesehatan sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●)
yaitu daerah dengan tingkat keterjangkauan kesehatan tinggi/relatif baik. Untuk Kabupaten
Pesisir Barat (keterangan N/A), data sementara tidak ada/belum tersedia.
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Penduduk penerima jaminan kesehatan*
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● N/A ● ●
51
Hasil komposit kesehatan berdasarkan kategori keberlanjutan, tercatat sebanyak 8 kabupaten masih
termasuk kategori rendah, 3 kabupaten/kota termasuk kategori sedang, dan 4 kabupaten/kota lainnya termasuk kategori tinggi. Rendahnya keberlanjutan kesehatan disebabkan oleh rendahnya
program pembangunan sarana prasarana kesehatan serta pemberdayaan pengelolaan kesehatan di tingkat desa. Kabupaten Mesuji memiliki komposit kesehatan terendah dari sisi keberlanjutan.
Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.2.4.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Kesehatan
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Way Kanan Permasalahan Utama
03. Kab. Pringsewu ❶ Rendahnya kegiatan pemberdayaan masyarakat terkait pelayanan kese-hatan di setiap desa/kelurahan
04. Kab. Lampung Barat
05. Kab. Pesisir Barat
06. Kab. Tanggamus ❷ Rendahnya kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di setiap desa/kelurahan
07. Kab. Tulang Bawang Barat
08. Kab. Tulangbawang
09. Kota Bandar Lampung
Sedang Prioritas 2
10. Kab. Pesawaran
11. Kab. Lampung Selatan
12. Kab. Lampung Tengah
Tinggi Prioritas 3
13. Kab. Lampung Timur
14. Kab. Lampung Utara 15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Keberlanjutan - Tematik Kesehatan Provinsi Lampung
52
0.8.4.2.4 Komposit Keberlanjutan Kesehatan
Berdasarkan hasil komposit kesehatan untuk kategori keberlanjutan yang disajikan pada
tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keberlanjutan kesehatan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keberlanjutan kesehatan sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keberlanjutan kesehatan tinggi/cukup baik. Dari tabel berikut
terlihat bahwa kegiatan pembangunan dan pemberdayaan terkait pelayanan kesehatan
masih perlu ditingkatkan di beberapa wilayah di Provinsi Lampung. Prioritas wilayah untuk
keberlanjutan kesehatan disajikan sebagai berikut:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Kegiatan pembangunan sarpras kesehatan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kegiatan pember-dayaan pelayanan kesehatan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
53
Hasil komposit kesehatan berdasarkan kategori stabilitas, tercatat sebanyak 11 kabupaten/kota masih tergolong kategori rendah (dibawah rata-rata provinsi dan nasional), sebanyak 2 kabupaten
termasuk dalam kategori sedang, dan 2 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi. Kabupaten Pesawaran memiliki komposit kesehatan terendah dari sisi stabilitas.
Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.2.5.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Kesehatan
01. Kab. Pesawaran
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Pesisir Barat Permasalahan Utama
03. Kab. Lampung Barat ❶ Beberapa kabupaten/kota masih me-miliki resiko bencana tanah longsor 04. Kota Metro
05. Kab. Lampung Utara ❷ Tingginya resiko terjadinya bencana banjir dan banjir bandang 06. Kab. Mesuji
07. Kab. Pringsewu ❸ Minimnya keberadaan sistem peri-ngatan dini bencana alam dan sistem peringatan dini khusus tsunami
08. Kab. Lampung Selatan
09. Kab. Tulang Bawang Barat
10. Kab. Lampung Tengah ❹ Beberapa kab./kota masih rawan bencana gempa bumi dan kebakaran 11. Kab. Way Kanan
12. Kab. Tanggamus Sedang Prioritas 2
❺ Tingginya resiko terjadinya bencana gelompang pasang laut dan angin puyuh/topan/puting beliung
13. Kab. Tulangbawang
14. Kab. Lampung Timur Tinggi Prioritas 3
15. Kota Bandar Lampung
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Stabilitas - Tematik Kesehatan Provinsi Lampung
54
0.8.4.2.5 Komposit Stabilitas Kesehatan
Berdasarkan hasil komposit kesehatan untuk kategori stabilitas yang disajikan pada tabel
berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu daerah
dengan tingkat stabilitas kesehatan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu daerah dengan
tingkat stabilitas kesehatan sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan
tingkat stabilitas kesehatan tinggi/relatif baik. Permasalahan utama dan prioritas wilayah
untuk stabilitas kesehatan disajikan sebagai berikut:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Kejadian Tanah Longsor
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Banjir ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Banjir Bandang
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Gempa Bumi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Tsunami
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Gelombang Laut
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Angin Puyuh
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Gunung Meletus
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Kebakaran Lahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Adanya Peringatan Dini Bencana (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Adanya Peringatan Dini Tsunami (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
55
56
08.4.3 Tematik Perumahan dan Permukiman
Tematik Perumahan dan Permukiman Provinsi Lampung diukur berdasarkan 5
(lima) kategori yaitu: (1) ketersediaan, (2) aksesibilitas, (3) keterjangkauan, (4)
keberlanjutan, dan (5) stabilitas. Dimana masing-masing kategori pembentuk Tematik
Perumahan dan Permukiman diukur dari komposit beberapa komponen utama, yang mana
setiap komponen diukur dari beberapa indikator. Seperti contoh untuk Kategori
Ketersediaan di ukur berdasarkan komponen rumah, air minum, sanitasi, sumber
penerangan, fasilitas pendukung, dan mitigasi bencana, selanjutnya untuk komponen air
minum disusun dari komposit 4 (empat) indikator yaitu kondisi fisik air baku, keberadaan
danau/waduk/situ/bendungan, keberadaan sungai, dan keberadaan mata air. Lingkup dan
variabel Tematik Perumahan dan Permukiman secara lengkap disajikan pada Tabel 08.4.3.
Tabel 08.4.3
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Perumahan dan Permukiman
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Perumahan dan Permukiman Provinsi Lampung
Kategori Komponen Indikator
Ketersediaan Rumah Rumah tempat tinggal adalah milik sendiri, luas lantai ≥ 72 m2
Air Minum Kondisi fisik air baku » TIDAK KERUH, TIDAK BERWARNA, TIDAK BERASA, TIDAK BERBUSA, atau TIDAK BERBAU
Danau/waduk/ situ/bendungan, di wilayah D/K » ADA
Sungai, di wilayah D/K » ADA
Mata air, di wilayah D/K » ADA
Sanitasi Fasilitas buang air besar rumah tangga, dan siapa saja yang menggunakan » ADA DIGUNAKAN OLEH ART SENDIRI/ ADA DIGUNAKAN BERSAMA ART TERTENTU/ ADA DI MCK UMUM
Tempat pembuangan akhir tinja » TANGKI SEPTIC, atau IPAL
Sumber
Penerangan Sumber utama penerangan rumah » LISTRIK PLN DENGAN
METERAN, atau TANPA METERAN
Fasilitas Pendukung
Angkutan umum, di wilayah D/K » ADA, TRAYEK TETAP Ruang publik bagi warga (taman, alun-alun) » ADA, DIKELOLA Pangkalan/agen/penjual LPG, di wilayah D/K » ADA Stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) » ADA Tempat pembuangan sampah sementara (TPS) » ADA
Mitigasi Bencana
Sistem peringatan dini bencana alam, di wialayah D/K » ADA Sistem peringatan dini khusus tsunami, bagi wilayah D/K yang
berpotensi tsunami » ADA Perlengkapan keselamatan (perahu karet, tenda, masker, dll),
di wilayah D/K » ADA Kendaraan pemadam kebakaran, di wilayah kecamatan » ADA
57
Tabel 08.4.3 – Lanjutan
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Perumahan dan Permukiman Provinsi Lampung
Kategori Komponen Indikator Aksesibilitas Rumah Status kepemilikan rumah yang di tempati » MILIK SENDIRI
Jenis bukti kepemilikan tanah bangunan rumah tempat tinggal » SERTIFIKAT HAK MILIK (SHM) ATAS NAMA ART
Air Minum Sumber air utama rumah tangga yang digunakan untuk minum » LEDENG atau AIR HUJAN
Jarak sumber air untuk minum, berasal dari sumur bor/pompa, sumur dan mata air terlindung, dengan tempat penampungan limbah/kotoran/ tinja terdekat ≥ 10 meter
Fasilitas
Pendukung Jenis permukaan jalan terluas, di wilayah D/K » ASPAL/BETON
Sinyal telepon seluler/ handphone » SANGAT KUAT/KUAT
Mitigasi
Bencana Jalur evakuasi jika terjadi bencana alam » ADA
Keterjangkauan Rumah Bahan bangunan utama atap rumah terluas » BETON, GENTENG, ASBES, SENG, BAMBU, atau KAYU/SIRAP
Bahan bangunan dinding rumah terluas » TEMBOK/KAYU
Bahan bangunan utama lantai rumah terluas » MARMER/GRANIT, KERAMIK, PARKET/VINIL/KARPET, UBIN/ TEGEL/TERASO, KAYU/PAPAN, atau SEMEN/BATA MERAH
Air Minum Cara biasanya rumah tangga memperoleh air minum » MEMBELI
Sanitasi Jenis kloset » LEHER ANGSA
Sumber Penerangan
Daya listrik terpasang pada meteran 1, di rumah yang ditempati ≥ 900 WATT
Keberlanjutan Rumah Kegiatan pengelolaan lingkungan perumahan, di D/K » ADA
Air Minum Kegiatan pembangunan SARPRAS air bersih dan sanitasi » ADA
Sanitasi Kegiatan pembangunan SARPRAS air bersih dan sanitasi » ADA
Sumber Penerangan
Kegiatan pembangunan SARPRAS energi, sumber dana dari APBD, PAD, swadaya, atau Lainnya (selain dana desa) » ADA
Fasilitas Pendukung
Kegiatan pembangunan SARPRAS transportasi, di D/K » ADA Kegiatan pembangunan SARPRAS informasi telekomunikasi,
dibiayai dari APBD, dari APBD, PAD, swadaya » ADA
Kegiatan pengelolaan lingkungan perumahan, di D/K » ADA
Mitigasi
Bencana Kegiatan pembangunan SARPRAS penanggulangan bencana dan
pelestarian alam, yang dibiayai dari APBD, PAD » ADA Stabilitas Rumah Kejadian tanah longsor, di wilayah D/K » TIDAK ADA
Kejadian banjir dan banjir bandang, di wilayah D/K » TIDAK ADA
Kejadian gempa bumi, di wilayah D/K » TIDAK ADA Air Minum Pencemaran air, di wilayah D/K, tahun 2017 » TIDAK ADA
Fasilitas Pendukung
Permukiman kumuh, di wilayah D/K » TIDAK ADA Permukiman di bantaran sungai, di wilayah D/K » TIDAK ADA Lokasi berkumpul/mangkal anak jalanan » TIDAK ADA Tempat mangkal gelandangan/pengemis » TIDAK ADA Tempat mangkal pekerja seks komersial (PSK) » TIDAK ADA
Mitigasi Bencana
Kebiasaan masyarakat membakar ladang/kebun untuk proses usaha pertanian, di wilayah D/K » TIDAK ADA
58
Komposit Tematik Perumahan dan Permukiman tersusun atas 5 aspek kategori, yakni Ketersediaan, Aksesibilitas, Keterjangkauan, Keberlanjutan, dan Stabilitas.
Kabupaten Lampung Barat memiliki komposit perumahan dan pemukiman terendah.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Perumahan dan Permukiman
01. Kab. Lampung Barat
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Pesisir Barat RATA-RATA TINGKAT CAPAIAN TEMATIK
03. Kab. Mesuji PERUMAHAN & PERMUKIMAN
04. Kab. Way Kanan
05. Kab. Tanggamus KABUPATEN/KOTA DI WILAYAH PROVINSI
06. Kab. Pesawaran LAMPUNG
07. Kab. Tulangbawang Sedang Prioritas 2
08. Kab. Lampung Selatan DILIHAT DARI KATEGORI KETERSEDIAAN,
09. Kab. Tulang Bawang Barat
Tinggi Prioritas 3
AKSESIBILITAS, KETERJANGKAUAN,
10. Kab. Lampung Tengah KEBERLANJUTAN, DAN STABILITAS
11. Kab. Lampung Timur RELATIF
12. Kab. Pringsewu SEDANG
13. Kab. Lampung Utara
14. Kota Bandar Lampung
15. Kota Metro RENDAH : 6 Kabupaten/Kota
SEDANG : 2 Kabupaten/Kota
TINGGI : 7 Kabupaten/Kota
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
R=8 | S=1 | T=6
R=4 | S=3 | T=8
R=7 | S=4 | T=4
R=9 | S=1 | T=5
R=Rendah | S=Sedang | T=Tinggi
R=3 | S=5 | T=7
Hasil Analisis Tematik Perumahan dan Permukiman Provinsi Lampung
59
Kategori Ketersediaan Perumahan dan Permukiman meliputi 6 komponen utama, yakni Rumah, Air Minum, Sanitasi, Sumber Penerangan, Fasilitas Pendukung, dan Mitigasi Bencana.
Kab. Pesisir Barat memiliki komposit perumahan dan permukiman terendah dari sisi ketersediaan. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.3.1.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Perumahan dan Permukiman
01. Kab. Pesisir Barat
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Lampung Barat Permasalahan Utama
03. Kab. Mesuji ❶ Minimnya kepemilikan rumah dengan luas lantai ≥ 72 m2 di beberapa kabupaten 04. Kab. Tulang Bawang Barat
05. Kab. Way Kanan ❷ Rendahnya keberadaan fasilitas BAB dan tempat pembuangan akhir tinja 06. Kab. Lampung Utara
07. Kab. Tulangbawang ❸ Minimnya keberadaan angkutan umum
08. Kab. Pesawaran ❹ Minimnya tempat pembuangan sampah
09. Kab. Tanggamus Sedang Prioritas 2 ❺ Minimnya sumber penerangan: listrik PLN
10. Kab. Lampung Tengah
Tinggi Prioritas 3
❻ Minimnya keberadaan SPBU dan ruang publik warga di beberapa kabupaten 11. Kab. Lampung Timur
12. Kab. Lampung Selatan ❼ Minimnya sistem peringatan dini bencana, alat keselamatan dan pemadam kebakaran 13. Kab. Pringsewu
14. Kota Metro ❽ Minimnya keberadaan sungai, mata air, dan danau/waduk di beberapa kab/kota 15. Kota Bandar Lampung
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Ketersediaan - Tematik Perumahan dan Permukiman Provinsi Lampung
60
0.8.4.3.1 Komposit Ketersediaan Perumahan dan Permukiman
Berdasarkan hasil komposit perumahan dan permukiman untuk kategori ketersediaan yang
disajikan pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1
(●) yaitu daerah dengan tingkat ketersediaan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu daerah
dengan tingkat ketersediaan sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan
tingkat ketersediaan tinggi/relatif baik.
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
Rumah ≥ 72 m2 milik sendiri (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kondisi fisik air baku jernih
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan danau/waduk
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan sungai
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan mata air
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan fasilitas BAB
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan TP akhir untuk tinja
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Sumber utama penerangan rumah
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan angkutan umum
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan ruang publik warga
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan agen penjual LPG
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan SPBU di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan TP sampah sementara
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Sistem peringatan dini bencana alam
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Sistem peringatan dini khusus tsunami
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Perlengkapan keselamatan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan pe-madam kebakaran
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
61
Kategori Aksesibilitas Perumahan dan Permukiman meliputi 4 komponen utama, yakni Rumah, Air Minum, Fasilitas Pendukung, dan Mitigasi Bencana.
Kabupaten Mesuji memiliki komposit perumahan dan permukiman terendah dari sisi aksesibilitas. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.3.2.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Perumahan dan Permukiman
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Tulangbawang Permasalahan Utama
03. Kab. Way Kanan ❶ Rendahnya bukti kepemilikan tanah bangunan rumah: SHM a/n ART 04. Kab. Lampung Timur
05. Kab. Lampung Barat
Sedang Prioritas 2
❷ Rendahnya jalan desa beraspal/beton
06. Kab. Pesisir Barat ❸ Minimnya penggunaan sumber air minum yang berasal dari ledeng/air hujan 07. Kab. Tulang Bawang Barat
08. Kab. Lampung Tengah
Tinggi Prioritas 3
❹ Kota Bandar Lampung memiliki status kepe milikan rumah: milik sendiri terendah 09. Kab. Pringsewu
10. Kab. Tanggamus ❺ Masih terdapat kab/kota yang memiliki jarak sumber air minum dengan penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat < 10 meter
11. Kab. Pesawaran
12. Kab. Lampung Utara
13. Kab. Lampung Selatan ❻ Minimnya keberadaan jalur evakuasi bencana
14. Kota Bandar Lampung ❼ Minimnya kekuatan sinyal telepon seluler/ handphone di beberapa kabupaten 15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Aksesibilitas - Tematik Perumahan dan Permukiman Provinsi Lampung
62
0.8.4.3.2 Komposit Aksesibilitas Perumahan dan Permukiman
Berdasarkan hasil komposit perumahan dan permukiman untuk kategori aksesibilitas yang
disajikan pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1
(●) yaitu daerah dengan tingkat aksesibilitas perumahan permukiman rendah; (ii) daerah
prioritas 2 (●) yaitu daerah dengan tingkat aksesibilitas perumahan permukiman sedang;
dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat aksesibilitas perumahan
permukiman tinggi/cukup baik. Permasalahan utama dan prioritas wilayah untuk
aksesibilitas perumahan dan permukiman disajikan pada tabel dibawah ini:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
Status kepemilikan rumah: milik sendiri
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Bukti kepemilikan rumah: SHM a/n ART
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Sumber air untuk minum: ledeng/air hujan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Jarak sumber air ke pe-nampungan tinja ≥ 10m
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Jenis permukaan jalan: aspla/beton
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Sinyal telepon seluler /hp: sangat kuat/kuat
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan jalur evakuasi jika bencana
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
63
Kategori Keterjangkauan Perumahan dan Permukiman meliputi 4 komponen utama, yakni Rumah, Air Minum, Sanitasi, dan Sumber Penerangan. Kabupaten Tulang Bawang Barat
memiliki komposit perumahan dan permukiman terendah dari sisi keterjangkauan. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.3.3.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Perumahan dan Permukiman
01. Kab. Tulang Bawang Barat
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Tanggamus Permasalahan Utama
03. Kab. Lampung Utara ❶ Rendahnya rumah dengan bahan bangunan dinding berupa tembok/kayu 04. Kab. Way Kanan
05. Kab. Lampung Barat Minimnya rumah dengan bahan lantai utama berupa marmer/granit, keramik, parket/vinil/karpet, ubin/ tegel/teraso, kayu/papan, atau semen/bata merah
06. Kab. Lampung Tengah ❷
07. Kab. Pesawaran
08. Kab. Lampung Timur
Sedang Prioritas 2
09. Kab. Lampung Selatan ❸ Minimnya kepemilikan kloset dengan jenis leher angsa 10. Kab. Pesisir Barat
11. Kab. Pringsewu ❹ Rendahnya jumlah rumah tangga yang memperoleh air minum dengan cara membeli
12. Kab. Mesuji
Tinggi Prioritas 3
13. Kab. Tulangbawang
14. Kota Metro ❺ Kab. Pringsewu memiliki jumlah rumah dengan daya listrik ≥ 900 watt terendah 15. Kota Bandar Lampung
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Keterjangkauan - Tematik Perumahan dan Permukiman Provinsi Lampung
64
0.8.4.3.3 Komposit Keterjangkauan Perumahan dan Permukiman
Berdasarkan hasil komposit perumahan dan permukiman untuk kategori keterjangkauan
yang disajikan pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah
prioritas 1 (●) yaitu daerah dengan tingkat keterjangkauan perumahan dan permukiman
rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu daerah dengan tingkat keterjangkauan perumahan
dan permukiman sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat
keterjangkauan perumahan dan permukiman tinggi/relatif baik. Permasalahan utama dan
prioritas wilayah untuk keterjangkauan perumahan permukiman disajikan sebagai berikut:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
Bahan bangunan atap: beton, genteng, asbes, seng, bambu, atau kayu
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Bahan bangunan dindi-ng rumah: tembok/kayu
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Bahan bangunan lantai rumah:keramik, marmer ubin, kayu, atau semen
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Cara memperoleh air minum: membeli
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kepemilikan kloset ber-jenis: leher angsa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Daya listrik terpasang meteran 1: ≥ 900 watt
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
0
65
Kategori Keberlanjutan Perumahan dan Permukiman meliputi 6 komponen utama, yakni Rumah, Air Minum, Sanitasi, Sumber Penerangan, Fasilitas Pendukung, dan Mitigasi Bencana.
Kab. Pesisir Barat memiliki komposit perumahan dan permukiman terendah dari sisi keberlanjutan. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.3.4.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Perumahan dan Permukiman
01. Kab. Pesisir Barat
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Mesuji Permasalahan Utama
03. Kab. Pringsewu ❶ Minimnya kegiatan pengelolaan lingkungan perumahan di wilayah desa/kelurahan 04. Kab. Tanggamus
05. Kab. Pesawaran ❷ Minimnya kegiatan pembangunan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi 06. Kab. Lampung Selatan
07. Kab. Way Kanan ❸ Beberapa kabupaten masih minim pem-bangunan sarana prasarana transportasi 08. Kab. Lampung Barat
09. Kab. Tulangbawang ❹ Minimnya kegiatan pembangunan sarana dan prasarana energi di desa/kelurahan 10. Kab. Lampung Tengah Sedang Prioritas 2
11. Kab. Tulang Bawang Barat
Tinggi Prioritas 3
❺ Minimnya kegiatan pembangunan sarana prasarana informasi dan telekomunikasi 12. Kab. Lampung Timur
13. Kab. Lampung Utara ❻ Minimnya kegiatan pembangunan sarana prasarana penanggulangan bencana dan pelestarian alam di tingkat desa/kelurahan
14. Kota Bandar Lampung
15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Keberlanjutan - Tematik Perumahan dan Permukiman Provinsi Lampung
66
0.8.4.3.4 Komposit Keberlanjutan Perumahan dan Permukiman
Berdasarkan hasil komposit perumahan dan permukiman untuk kategori keberlanjutan yang
disajikan pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1
(●) yaitu daerah dengan tingkat keberlanjutan perumahan dan permukiman rendah;
(ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu daerah dengan tingkat keberlanjutan perumahan dan
permukiman sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat
keberlanjutan perumahan dan permukiman tinggi/baik. Permasalahan utama dan prioritas
wilayah untuk keberlanjutan perumahan dan permukiman disajikan sebagai berikut:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
Kegiatan pengelolaan lingkungan perumahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kegiatan pembangunan SARPRAS air bersih dan sanitasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kegiatan pembangunan SARPRAS energi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kegiatan pembangunan SARPRAS transportasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kegiatan pembangunan SARPRAS informasi telekomunikasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kegiatan pembangunan SARPRAS penanggula-ngan bencana dan pelestarian alam
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
67
Kategori Stabilitas Perumahan dan Permukiman meliputi 4 komponen utama, yakni Rumah, Air Minum, Fasilitas Pendukung, dan Mitigasi Bencana.
Kota Bandar Lampung memiliki komposit perumahan dan permukiman terendah dari sisi stabilitas. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.3.5.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Perumahan dan Permukiman
01. Kota Bandar Lampung
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Pesawaran Permasalahan Utama
03. Kab. Pesisir Barat ❶ Tingginya resiko terjadinya bencana banjir dan banjir bandang di desa/kelurahan 04. Kab. Way Kanan
Sedang Prioritas 2
05. Kab. Lampung Selatan ❷ Tingginya tingkat pencemaran air di wilayah desa/kelurahan 06. Kab. Tanggamus
07. Kab. Mesuji ❸ Masih tingginya keberadaan permukiman kumuh dan permukiman di bantaran sungai 08. Kab. Lampung Barat
09. Kab. Lampung Tengah
Tinggi Prioritas 3
❹ 2 Kab/Kota masih beresiko tanah longsor
10. Kab. Tulangbawang ❺ Beberapa kab/kota masih memiliki tempat mangkal pengemis/gelandangan, pekerja seks komersial (PSK) dan anak jalanan
11. Kab. Pringsewu
12. Kab. Tulang Bawang Barat
13. Kab. Lampung Utara ❻ Warga Kabupaten Way Kanan dan Pesisir Barat masih memiliki kebiasaan membakar ladang/kebun untuk proses usaha pertanian
14. Kab. Lampung Timur
15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Stabilitas - Tematik Perumahan dan Permukiman Provinsi Lampung
68
0.8.4.3.5 Komposit Stabilitas Perumahan dan Permukiman
Berdasarkan hasil komposit perumahan dan permukiman untuk kategori stabilitas yang
disajikan pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1
(●) yaitu daerah dengan tingkat stabilitas perumahan dan permukiman rendah; (ii) daerah
prioritas 2 (●) yaitu daerah dengan tingkat stabilitas perumahan dan permukiman sedang;
dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat stabilitas perumahan dan
permukiman tinggi/relatif baik. Permasalahan utama dan prioritas wilayah untuk stabilitas
perumahan dan permukiman disajikan pada tabel dibawah ini:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Kejadian bencana tanah longsor
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian bencana banjir
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian bencana banjir bandang
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian bencana gempa bumi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Pencemaran air di wilayah desa/kelurahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Keberadaan permuki-man kumuh di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Keberadaan permuki-man di bantaran sungai
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Keberadaan lokasi ber-kumpul anak jalanan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Keberadaan tempat mangkal gelandangan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Keberadaan tempat mangkal pekerja seks
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kebiasaan masyarakat membakar ladang/kebun untuk proses pertanian
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
69
70
08.4.4 Tematik Pertanian: Tanaman Pangan
Tematik Ketahanan Pangan Provinsi Lampung diukur berdasarkan 5 (lima) kategori yaitu: (1)
ketersediaan, (2) aksesibilitas, (3) keterjangkauan, (4) keberlanjutan, dan (5) stabilitas. Dimana
masing-masing kategori pembentuk Tematik Ketahanan Pangan diukur dari komposit beberapa
komponen utama, yang mana setiap komponen merupakan komposit dari beberapa indikator.
Seperti contoh untuk Kategori Ketersediaan diukur bedasarkan komponen lahan, petani, jalan desa,
pasar, telekomunikasi, waduk, irigasi, dan teknologi. Selanjutnya untuk komponen pasar diukur dari
komposit 2 indikator rasio pasar per desa/kelurahan, dan persentase keberadaan pasar desa (hasil
lelang pertanian). Lingkup dan variabel Tematik Ketahanan Pangan disajikan pada Tabel 08.4.4.
Tabel 08.4.4 Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Ketahanan Pangan Provinsi Lampung
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Pertanian: Tanaman Pangan Provinsi Lampung
Kategori Komponen Indikator
Ketersediaan Lahan Rasio luas lahan sawah irigasi per luas lahan total
Petani Rasio rumah tangga usaha tanaman pangan per desa
Jalan Desa Persentase jalan produksi dengan jenis permukaan aspal
Pasar Rasio pasar per desa/kelurahan
Persentase keberadaan pasar desa (lelang hasil pertanian)
Telekomunikasi Persentase kondisi sinyal telepon seluler: sinyal kuat
Persentase kondisi sinyal internet: 4G/LTE dan 3G/H/H+
Waduk Persentase keberadaan danau/waduk/situ/bendungan
Persentase keberadaan embung di desa/kelurahan
Irigasi Persentase keberadaan saluran irigasi di desa/kelurahan
Persentase keberadaan sungai di desa/kelurahan
Teknologi Rasio penyuluh pertanian per desa/kelurahan
Aksesibilitas Jalan Desa Persentase akses lalu lintas dari/ke desa/kelurahan: darat
Persentase jalan produksi dengan kondisi baik untuk dilalui kendaraan bermotor roda 4 atau lebih
Pasar Persentase keberadaan angkutan umum dengan trayek tetap
Telekomunikasi Persentase keberadaan warnet di desa/kelurahan
Waduk Penggunaan danau/waduk untuk irigasi lahan pertanian
Persentase penggunaan embung untuk irigasi lahan pertanian
Irigasi Penggunaan saluran irigasi untuk pengairan lahan pertanian
Persentase penggunaan sungai untuk irigasi lahan pertanian
Teknologi Persentase keberadaan toko/kios yang menjual sarana produksi
pertanian di desa/kelurahan
Keterjangkauan Jalan Desa Persentase jalan desa dengan jenis permukaan aspal
Persentase jalan desa dengan kondisi baik untuk dilalui kendaraan bermotor roda 4 atau lebih
Pasar Persentase hari operasional angkutan umum: setiap hari
Teknologi Persentase fasilitas kredit usaha rakyat (KUR) yang diterima warga desa/kelurahan
71
Tabel 08.4.4 Lanjutan
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Pertanian: Tanaman Pangan Provinsi Lampung
Kategori Komponen Indikator
Keberlanjutan Lahan Persentase keberadaan kegiatan pembangunan sarana prasarana produksi pertanian di desa/kelurahan
Petani Persentase keberadaan kegiatan pengelolaan usaha produktif
berbasis pertanian
Pasar Persentase jam operasi angkutan umum: siang dan malam
Teknologi Rasio koperasi unit desa (KUD) per desa/kelurahan
Stabilitas Lahan Persentase kejadian tanah longsor di desa/kelurahan
Persentase kejadian banjir di desa/kelurahan
Persentase kejadian banjir bandang di desa/kelurahan
Persentase kejadian gempa bumi di desa/kelurahan
Persentase kejadian kekeringan lahan di desa/kelurahan
Persentase kejadian gunung meletus di desa/kelurahan
Persentase kejadian kebakaran lahan di desa/kelurahan
Persentase keberadaan sistem peringatan dini bencana alam
Waduk Persentase kegiatan perawatan normalisasi sungai, waduk, dll
Irigasi Persentase pencemaran limbah pada air sungai di desa
Hasil analisis komposit tematik ketahanan pangan menunjukan bahwa setengah
wilayah kabupaten/kota di Provinsi Lampung masih tergolong dalam kategori rendah, dari
15 wilayah kabupaten/kota, sebanyak 7 kabupaten memiliki indeks ketahanan pangan
rendah (dibawah rata-rata provinsi dan nasional). Sementara wilayah yang termasuk dalam
kategori sedang sebanyak 1 kabupaten, yakni Kabupaten Lampung Utara, dan sebanyak 7
kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi. Hasil komposit ketahanan pangan secara
lengkap disajikan pada gambar dan tabel berikut:
72
Komposit Tematik Ketahanan Pangan tersusun atas 5 aspek kategori, yakni Ketersediaan, Aksesibilitas, Keterjangkauan, Keberlanjutan, dan Stabilitas.
Kabupaten Mesuji memiliki komposit ketahanan pangan terendah.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Ketahanan Pangan
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Pesisir Barat RATA-RATA TINGKAT CAPAIAN TEMATIK
03. Kab. Way Kanan KETAHANAN PANGAN
04. Kab. Tulangbawang
05. Kota Bandar Lampung KABUPATEN/KOTA DI WILAYAH PROVINSI
06. Kab. Tanggamus LAMPUNG
07. Kab. Tulang Bawang Barat
08. Kab. Lampung Utara Sedang Prioritas 2 DILIHAT DARI KATEGORI KETERSEDIAAN,
09. Kab. Lampung Barat
Tinggi Prioritas 3
AKSESIBILITAS, KETERJANGKAUAN,
10. Kab. Pesawaran KEBERLANJUTAN, DAN STABILITAS
11. Kab. Lampung Selatan RELATIF
12. Kab. Pringsewu SEDANG
13. Kab. Lampung Timur
14. Kab. Lampung Tengah
15. Kota Metro RENDAH : 7 Kabupaten/Kota
SEDANG : 1 Kabupaten/Kota
TINGGI : 7 Kabupaten/Kota
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Tematik Ketahanan Pangan Provinsi Lampung
R=7 | S=1 | T=7
R=7 | S=1 | T=7
R=4 | S=1 | T=10
R=8 | S=3 | T=4
R=5 | S=1 | T=9
R=Rendah | S=Sedang | T=Tinggi
73
Hasil komposit ketahanan pangan berdasarkan kategori ketersediaan, tercatat sebanyak 7 kabupaten/kota masih tergolong kategori rendah. Sementara 1 kabupaten termasuk dalam
kategori sedang dan 7 kabupaten/kota lainnya termasuk dalam kategori tinggi dari segi ketersediaan ketahanan pangan. Kabupaten Pesisir Barat memiliki komposit ketahanan pangan terendah dari sisi
ketersediaan. Keterangan detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.4.1.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Ketahanan Pangan
01. Kab. Pesisir Barat
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Mesuji Permasalahan Utama
03. Kota Bandar Lampung ❶ Rendahnya jumlah rumah tangga usaha tanaman pangan 04. Kab. Tulangbawang
05. Kab. Way Kanan ❷ Rendahnya luas lahan sawah irigasi yang tersedia di tiap desa/kelurahan 06. Kab. Tanggamus
07. Kab. Tulang Bawang Barat ❸ Minimnya keberadaan pasar per desa
08. Kab. Pesawaran Sedang Prioritas 2 ❹ Minimnya jumlah penyuluh pertanian
09. Kab. Lampung Utara
Tinggi Prioritas 3
❺ Minimnya jalan yang beraspal dari sentra produksi pertanian menuju jalan utama desa
10. Kab. Lampung Barat
11. Kab. Pringsewu
12. Kab. Lampung Selatan ❻ Minimnya keberadaan sarana penga-iran (saluran irigasi, waduk, sungai) 13. Kota Metro
14. Kab. Lampung Timur ❼ Minimnya kondisi sinyal telepon dan internet sebagai penunjang jual-beli 15. Kab. Lampung Tengah
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Ketersediaan - Tematik Ketahanan Pangan Provinsi Lampung
74
0.8.4.4.1 Komposit Ketersediaan Pertanian: Tanaman Pangan
Berdasarkan hasil komposit ketahanan pangan untuk kategori ketersediaan yang disajikan
pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu
daerah dengan tingkat ketersediaan ketahanan pangan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●)
yaitu daerah dengan tingkat ketersediaan ketahanan pangan sedang; dan (iii) daerah
prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat ketersediaan ketahanan pangan tinggi/relatif
baik. Permasalahan utama dan prioritas wilayah untuk ketersediaan ketahanan pangan
disajikan pada tabel dibawah ini:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
Rasio luas lahan sawah irigasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio rumah tangga usaha tanaman pangan per desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Jalan produksi beraspal/beton
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio pasar per desa/kelurahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan pasar desa (hasil tani)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kondisi sinyal telepon seluler
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kondisi sinyal internet seluler
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan danau/waduk
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan embung di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan saluran irigasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan sungai di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio penyuluh per-tanian per desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
75
Hasil komposit ketahanan pangan berdasarkan kategori aksesibilitas, tercatat sebanyak 7 kabupaten
masih tergolong kategori rendah. Kabupaten Mesuji memiliki komposit ketahanan pangan terendah dari sisi aksesibilitas. 1 kabupaten lainnya termasuk dalam kategori sedang, yaitu
Kabupaten Tanggamus, dan 7 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.4.2.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Ketahanan Pangan
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Tulang Bawang Barat Permasalahan Utama
03. Kab. Way Kanan ❶ Rendahnya jalan dengan kondisi baik, dari sentra produksi pertanian ke jalan utama, di beberapa kabupaten
04. Kab. Tulangbawang
05. Kota Bandar Lampung
06. Kab. Lampung Utara ❷ Minimnya keberadaan angkutan umum di tiap desa/kelurahan 07. Kab. Lampung Barat
08. Kab. Tanggamus Sedang Prioritas 2 ❸ Minimnya keberadaan warnet sebagai penunjang sarana jual-beli hasil tani 09. Kab. Pesisir Barat
Tinggi Prioritas 3
10. Kab. Lampung Selatan ❹ Rendahnya penggunaan embung, su-ngai, saluran irigasi serta danau/wa-duk untuk irigasi lahan pertanian
11. Kab. Pesawaran
12. Kab. Lampung Timur
13. Kab. Pringsewu ❺ Masih minimnya keberadaan kios/to-ko yang menjual sarana produksi per-tanian di beberapa kabupaten/kota
14. Kab. Lampung Tengah
15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Aksesibilitas - Tematik Ketahanan Pangan Provinsi Lampung
76
0.8.4.4.2 Komposit Aksesibilitas Pertanian: Tanaman Pangan
Berdasarkan hasil komposit ketahanan pangan untuk kategori aksesibilitas yang disajikan
pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu
daerah dengan tingkat aksesibilitas ketahanan pangan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●)
yaitu daerah dengan tingkat aksesibilitas ketahanan pangan sedang; dan (iii) daerah
prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat aksesibilitas ketahanan pangan tinggi/cukup baik.
Permasalahan utama dan prioritas wilayah untuk aksesibilitas ketahanan pangan disajikan
pada tabel dibawah ini:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Akses lalu lintas melalui darat
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Jalan produksi kondisi baik
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan angkutan umum
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan warnet di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Penggunaan danau /waduk untuk irigasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Penggunaan em-bung untuk irigasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Penggunaan saluran irigasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Penggunaan su-ngai untuk irigasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan toko /kios saprotan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
77
Hasil komposit ketahanan pangan berdasarkan kategori keterjangkauan, tercatat sebanyak 4 kabupaten/ kota masih tergolong kategori rendah, yakni Kab. Mesuji, Kab. Tulangbawang, Kab. Pesisir Barat, dan Kab. Lampung Barat. Kabupaten Mesuji memiliki komposit ketahanan pangan
terendah dari sisi keterjangkauan. 1 kabupaten yakni Kabupaten Way Kanan termasuk dalam kategori sedang, dan 10 kabupaten/kota lainnya termasuk dalam kategori tinggi.
Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.4.3.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Ketahanan Pangan
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Tulangbawang Permasalahan Utama
03. Kab. Pesisir Barat ❶ Minimnya jalan desa yang beraspal dan memiliki kondisi baik untuk dila-lui oleh kendaraan roda 4/lebih
04. Kab. Lampung Barat
05. Kab. Way Kanan Sedang Prioritas 2
06. Kab. Lampung Utara
Tinggi Prioritas 3
❷ Minimnya hari operasional angkutan umum di tiap desa/kelurahan 07. Kab. Tulang Bawang Barat
08. Kab. Tanggamus ❸ Kabupaten Pesisir Barat masih mem-butuhkan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk menunjang perekonomian masyarakat
09. Kab. Lampung Selatan
10. Kab. Lampung Timur
11. Kab. Pesawaran
12. Kab. Pringsewu 13. Kab. Lampung Tengah
14. Kota Bandar Lampung
15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Keterjangkauan - Tematik Ketahanan Pangan Provinsi Lampung
78
0.8.4.4.3 Komposit Keterjangkauan Pertanian: Tanaman Pangan
Berdasarkan hasil komposit ketahanan pangan untuk kategori keterjangkauan yang disajikan
pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keterjangkauan ketahanan pangan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●)
yaitu daerah dengan tingkat keterjangkauan ketahanan pangan sedang; dan (iii) daerah
prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat keterjangkauan ketahanan pangan tinggi/relatif
baik. Permasalahan utama dan prioritas wilayah untuk keterjangkauan ketahanan pangan
disajikan sebagai berikut:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Jalan desa beraspal/beton
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Jalan desa kondisi baik
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Operasional angkutan umum
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Fasilitas Kredit Usaha Rakyat
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
79
Hasil komposit ketahanan pangan berdasarkan kategori keberlanjutan, tercatat sebanyak 8 kabupaten masih termasuk kategori rendah, 3 kabupaten termasuk kategori sedang,
dan 4 kabupaten/kota lainnya termasuk kategori tinggi. Kabupaten Mesuji memiliki komposit ketahanan pangan terendah dari sisi keberlanjutan.
Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.4.4.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Ketahanan Pangan
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Tanggamus Permasalahan Utama
03. Kab. Tulang Bawang Barat ❶ Rendahnya kegiatan pembangunan sarana dan prasarana produksi pertanian di setiap desa/kelurahan
04. Kab. Pringsewu
05. Kab. Lampung Utara
06. Kab. Pesisir Barat ❷ Minimnya jam operasional angkutan umum di setiap desa/kelurahan 07. Kab. Lampung Tengah
08. Kab. Way Kanan ❸ Rendahnya kegiatan pengelolaan usaha produktif berbasis pertanian di setiap desa/kelurahan
09. Kab. Pesawaran
Sedang Prioritas 2
10. Kab. Lampung Barat
11. Kab. Tulangbawang ❹ Minimnya jumlah Koperasi Unit Desa (KUD) per desa/kelurahan 12. Kab. Lampung Timur
Tinggi Prioritas 3
13. Kab. Lampung Selatan
14. Kota Bandar Lampung
15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Keberlanjutan - Tematik Ketahanan Pangan Provinsi Lampung
80
0.8.4.4.4 Komposit Keberlanjutan Pertanian: Tanaman Pangan
Berdasarkan hasil komposit ketahanan pangan untuk kategori keberlanjutan yang disajikan
pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keberlanjutan ketahanan pangan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●)
yaitu daerah dengan tingkat keberlanjutan ketahanan pangan sedang; dan (iii) daerah
prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat keberlanjutan ketahanan pangan tinggi/cukup
baik. Prioritas wilayah untuk keberlanjutan ketahanan pangan disajikan sebagai berikut:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Kegiatan pem-bangunan sarana prasarana tani
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kegiatan penge-lolaan usaha tani
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Jam operasional angkutan umum
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio koperasi unit desa per desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
81
Hasil komposit ketahanan pangan berdasarkan kategori stabilitas, tercatat sebanyak 5 kabupaten/kota masih tergolong kategori rendah (dibawah rata-rata provinsi dan nasional), 1
kabupaten termasuk dalam kategori sedang, dan 9 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi. Kota Bandar Lampung memiliki komposit ketahanan pangan terendah dari sisi stabilitas. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.4.5.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Ketahanan Pangan
01. Kota Bandar Lampung
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Way Kanan Permasalahan Utama
03. Kab. Lampung Selatan ❶ Beberapa kabupaten/kota masih me-miliki resiko bencana tanah longsor 04. Kab. Tanggamus
05. Kab. Pesisir Barat ❷ Tingginya resiko terjadinya bencana banjir dan banjir bandang 06. Kab. Lampung Utara Sedang Prioritas 2
07. Kab. Tulangbawang
Tinggi Prioritas 3
❸ Minimnya keberadaan sistem peri-ngatan dini bencana alam 08. Kab. Lampung Timur
09. Kab. Pesawaran ❹ Beberapa kab./kota masih rawan gempa bumi dan kebakaran lahan 10. Kab. Lampung Tengah
11. Kab. Mesuji ❺ Tingginya resiko terjadinya bencana kekeringan lahan 12. Kab. Pringsewu
13. Kota Metro ❻ Minimnya kegiatan perawatan/nor-malisasi sungai, waduk, dan drainase 14. Kab. Lampung Barat
15. Kab. Tulang Bawang Barat ❼ Tingginya pencemaran limbah air sungai
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Stabilitas - Tematik Ketahanan Pangan Provinsi Lampung
82
0.8.4.4.5 Komposit Stabilitas Pertanian: Tanaman Pangan
Berdasarkan hasil komposit ketahanan pangan untuk kategori stabilitas yang disajikan pada
tabel berikut, terdapat 3 kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu daerah
dengan tingkat stabilitas ketahanan pangan rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu daerah
dengan tingkat stabilitas ketahanan pangan sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu
daerah dengan tingkat stabilitas ketahanan pangan tinggi/relatif baik. Permasalahan utama
dan prioritas wilayah untuk stabilitas ketahanan pangan disajikan pada tabel dibawah ini:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Kejadian Tanah Longsor di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Banjir di desa/kelurahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Banjir Bandang di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Gempa Bumi di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian kekeri-ngan lahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian gunung meletus di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian keba-karan lahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan sis-tem peringatan dini
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Normalisasi sungai di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Pencemaran lim-bah pada air sungai
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
83
84
08.4.5 Tematik Infrastruktur Konektivitas
Tematik Infrastruktur Konektivitas Provinsi Lampung diukur berdasarkan 4 (empat) kategori
yaitu: (1) ketersediaan, (2) aksesibilitas, (3) keberlanjutan, dan (4) stabilitas. Dimana masing-masing
kategori pembentuk Tematik Infrastruktur Konektivitas diukur dari komposit beberapa komponen
utama, yang mana setiap komponen merupakan komposit dari beberapa indikator. Seperti contoh
untuk Kategori Ketersediaan diukur bedasarkan komponen jalan, transportasi, dan telekomunikasi.
Selanjutnya untuk komponen jalan diukur dari komposit 2 indikator, yakni persentase akses lalu
lintas dari/ke desa/kelurahan melalui darat dan persentase jalan desa dengan jenis permukaan
aspal/beton. Lingkup dan variabel Tematik Infrastruktur Konektivitas disajikan pada Tabel 08.4.5.
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Infrastruktur Konektivitas Provinsi Lampung
Kategori Komponen Indikator
Ketersediaan Jalan Persentase akses lalu lintas dari/ke desa/kelurahan melalui darat
Persentase jalan desa dengan jenis permukaan aspal
Transportasi Persentase keberadaan angkutan umum trayek tetap Persentase desa yang berbatasan langsung dengan laut Persentase pemanfaatan laut untuk transportasi Persentase penggunaan sungai untuk transportasi
Telekomunikasi Rasio Base Transceiver Station (BTS) per desa/kelurahan Rasio jenis operator layanan telekomunikasi seluler per
desa/kelurahan Rasio keluarga pengguna telepon kabel per desa Persentase keberadaan pengguna telepon seluler Persentase keberadaan warnet di desa/kelurahan
Aksesibilitas Jalan Persentase jalan desa dengan kondisi baik untuk dilalui kendaraan bermotor roda 4 atau lebih
Persentase keberaadaan penerangan jalan umum
Transportasi Persentase hari operasional angkutan umum: setiap hari
Persentase jam operasi angkutan umum: siang & malam
Telekomunikasi Persentase kondisi sinyal telepon seluler: sinyal kuat
Persentase kondisi sinyal internet: 4G/LTE dan 3G/H/H+
85
Tabel 08.4.5 Lanjutan
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Infrastruktur Konektivitas Provinsi Lampung
Kategori Komponen Indikator
Keberlanjutan Jalan Persentase kegiatan pembangunan sarana prasarana transportasi di desa/kelurahan
Transportasi Persentase kegiatan pengelolaan transportasi desa
Telekomunikasi Persentase kegiatan pembangunan sarana prasarana informasi dan komunikasi di desa/kelurahan
Persentase kegiatan pengelolaan informasi & komunikasi
Stabilitas Jalan Persentase kejadian tanah longsor di desa/kelurahan Persentase kejadian banjir di desa/kelurahan Persentase kejadian banjir bandang di desa/kelurahan
Transportasi Persentase kejadian gempa bumi di desa/kelurahan Persentase kejadian gelombang pasang di
desa/kelurahan Persentase kegiatan perawatan, normalisasi sungai
Telekomunikasi Persentase kejadian angin puyuh di desa/kelurahan Persentase kejadian gunung meletus di desa/kelurahan
Hasil analisis komposit tematik infrastruktur konektivitas menunjukan bahwa
setengah wilayah kabupaten/kota di Provinsi Lampung masih tergolong dalam kategori rendah, dari 15 wilayah kabupaten/kota, sebanyak 8 kabupaten memiliki indeks infrastruktur konektivitas rendah (dibawah rata-rata provinsi dan nasional). Sementara wilayah yang termasuk dalam kategori sedang sebanyak 1 kabupaten, yakni Kabupaten Pesawaran, dan sebanyak 6 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi. Hasil komposit infrastruktur konektivitas secara lengkap disajikan pada gambar dan tabel berikut:
86
Komposit Tematik Infrastruktur Konektivitas tersusun atas 4 aspek kategori, yakni Ketersediaan, Aksesibilitas, Keberlanjutan, dan Stabilitas. Kab. Mesuji memiliki komposit infrastruktur terendah.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Infrastruktur Konektivitas
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Lampung Barat RATA-RATA TINGKAT CAPAIAN TEMATIK
03. Kab. Pesisir Barat INFRASTRUKTUR KONEKTIVITAS
04. Kab. Way Kanan
05. Kab. Tanggamus KABUPATEN/KOTA DI WILAYAH PROVINSI
06. Kab. Tulangbawang LAMPUNG
07. Kab. Tulang Bawang Barat
08. Kab. Pringsewu DILIHAT DARI ASPEK KATEGORI
09. Kab. Pesawaran Sedang Prioritas 2 KETERSEDIAAN, AKSESIBILITAS,
10. Kab. Lampung Tengah
Tinggi Prioritas 3
KEBERLANJUTAN, DAN STABILITAS
11. Kab. Lampung Selatan RELATIF
12. Kab. Lampung Timur RENDAH HINGGA SEDANG
13. Kab. Lampung Utara
14. Kota Bandar Lampung
15. Kota Metro RENDAH : 8 Kabupaten/Kota
SEDANG : 1 Kabupaten/Kota
TINGGI : 6 Kabupaten/Kota
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Tematik Infrastruktur Konektivitas Provinsi Lampung
R=6 | S=5 | T=4
R=7 | S=1 | T=7
Not Alvailable
R=8 | S=0 | T=7
R=3 | S=4 | T=8
R=Rendah | S=Sedang | T=Tinggi
87
Hasil komposit infrastruktur konektivitas berdasarkan kategori ketersediaan, tercatat sebanyak 6 kabupaten masih tergolong kategori rendah. Sementara 5 kabupaten termasuk dalam kategori
sedang dan 4 kabupaten/kota lainnya termasuk dalam kategori tinggi dari segi ketersediaan. Kabupaten Mesuji memiliki komposit infrastruktur konektivitas terendah dari sisi ketersediaan.
Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.5.1.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Infrastruktur Konektivitas
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Tulangbawang Permasalahan Utama
03. Kab. Lampung Barat ❶ Minimnya jalan desa yang beraspal 04. Kab. Way Kanan ❷ Minimnya keberadaan angkutan
umum dengan trayek tetap 05. Kab. Lampung Timur
06. Kab. Tulang Bawang Barat ❸ Minimnya keberadaan Base Trans-ceiver Station (BTS) per desa 07. Kab. Tanggamus
Sedang Prioritas 2
08. Kab. Lampung Selatan ❹ Rendahnya jumlah operator seluler yang dapat diakses di tiap desa 09. Kab. Pesawaran
10. Kab. Pringsewu ❺ Minimnya penggunaan telepon kabel
11. Kab. Lampung Tengah ❻ Minimnya keberadaan warnet di tiap desa sebagai sarana komunikasi dan akses informasi masyarakat
12. Kab. Pesisir Barat
Tinggi Prioritas 3
13. Kab. Lampung Utara
14. Kota Bandar Lampung
15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Ketersediaan - Tematik Infrastruktur Konektivitas Provinsi Lampung
88
0.8.4.5.1 Komposit Ketersediaan Infrastruktur Konektivitas
Berdasarkan hasil komposit infrastruktur konektivitas untuk kategori ketersediaan yang
disajikan pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1
(●) yaitu daerah dengan tingkat ketersediaan infrastruktur konektivitas rendah; (ii) daerah
prioritas 2 (●) yaitu daerah dengan tingkat ketersediaan infrastruktur konektivitas sedang;
dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat ketersediaan infrastruktur
konektivitas tinggi/relatif baik. Permasalahan utama dan prioritas wilayah untuk
ketersediaan infrastruktur konektivitas disajikan pada tabel dibawah ini:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Lalu lintas desa melalui darat
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Jalan Desa beraspal/beton
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Angkutan umum trayek tetap
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Desa berbatasan dengan laut
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Pemanfaatan laut untuk transportasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Penggunaan sungai untuk transportasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio BTS per desa/ kelurahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio jenis operator seluler per desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio keluarga peng-guna telepon kabel
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Pengguna telepon seluler di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan warnet di desa/kelurahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
89
Hasil komposit infrastruktur konektivitas berdasarkan kategori aksesibilitas, tercatat sebanyak 7 kabupaten masih tergolong kategori rendah. Kabupaten Mesuji memiliki komposit infrastruktur
terendah dari sisi aksesibilitas. 1 kabupaten lainnya termasuk dalam kategori sedang, yaitu Kabupaten Pringsewu, dan 7 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi.
Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.5.2.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Infrastruktur Konektivitas
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Lampung Barat Permasalahan Utama
03. Kab. Tulangbawang ❶ Beberapa kabupaten masih memiliki jalan dengan kondisi kurang baik untuk dilalui kendaraan roda 4/lebih
04. Kab. Way Kanan
05. Kab. Pesisir Barat
06. Kab. Tulang Bawang Barat ❷ Minimnya keberadaan penerangan jalan di jalan utama desa/kelurahan 07. Kab. Tanggamus
08. Kab. Pringsewu Sedang Prioritas 2 ❸ Minimnya hari dan jam operasional angkutan umum di tiap desa 09. Kab. Pesawaran
Tinggi Prioritas 3
10. Kab. Lampung Timur ❹ Masih rendahnya kondisi sinyal tele-pon seluler di beberapa kabupaten 11. Kab. Lampung Utara
12. Kab. Lampung Tengah ❺ Rendahnya kondisi sinyal internet seluler di tiap desa/kelurahan 13. Kab. Lampung Selatan
14. Kota Metro
15. Kota Bandar Lampung
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Aksesibilitas - Tematik Infrastruktur Konektivitas Provinsi Lampung
90
0.8.4.5.2 Komposit Aksesibilitas Infrastruktur Konektivitas
Berdasarkan hasil komposit infrastruktur konektivitas untuk kategori aksesibilitas yang
disajikan pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1
(●) yaitu daerah dengan tingkat aksesibilitas infrastruktur konektivitas rendah; (ii) daerah
prioritas 2 (●) yaitu daerah dengan tingkat aksesibilitas infrastruktur konektivitas sedang;
dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat aksesibilitas infrastruktur
konektivitas tinggi/relatif baik. Permasalahan utama dan prioritas wilayah untuk aksesibilitas
infrastruktur konektivitas disajikan pada tabel dibawah ini:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Kondisi Jalan baik dilalui kendaraan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Penerangan Jalan Umum di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Operasional angkutan umum
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Jam Operasi angkutan umum
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kondisi sinyal telepon seluler
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kondisi sinyal internet seluler
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
91
Hasil komposit infrastruktur konektivitas berdasarkan kategori keberlanjutan, tercatat sebanyak 8 kabupaten masih termasuk kategori rendah dan 7 kabupaten/kota lainnya termasuk kategori tinggi.
Kab. Pesisir Barat memiliki komposit infrastruktur terendah dari sisi keberlanjutan. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.5.3.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Infrastruktur Konektivitas
01. Kab. Pesisir Barat
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Mesuji Permasalahan Utama
03. Kab. Pringsewu ❶ Minimnya kegiatan pembangunan sarana prasarana transportasi di beberapa kabupaten
04. Kab. Tanggamus
05. Kab. Tulang Bawang Barat
06. Kab. Way Kanan ❷ Minimnya kegiatan pengelolaan transportasi di tiap desa/kelurahan 07. Kab. Lampung Barat
08. Kab. Pesawaran ❸ Minimnya kegiatan pembangunan sarana prasarana informasi dan ko-munikasi di tiap desa/kelurahan
09. Kab. Lampung Selatan
Tinggi Prioritas 2
10. Kab. Lampung Tengah
11. Kota Bandar Lampung ❹ Minimnya kegiatan pengelolaan informasi dan komunikasi di setiap desa/kelurahan
12. Kab. Lampung Utara
13. Kab. Tulangbawang
14. Kab. Lampung Timur
15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Keberlanjutan - Tematik Infrastruktur Konektivitas Provinsi Lampung
92
0.8.4.5.3 Komposit Keberlanjutan Infrastruktur Konektivitas
Berdasarkan hasil komposit infrastruktur konektivitas untuk kategori keberlanjutan yang
disajikan pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1
(●) yaitu daerah dengan tingkat keberlanjutan infrastruktur konektivitas rendah; (ii) daerah
prioritas 2 (●) yaitu daerah dengan tingkat keberlanjutan infrastruktur konektivitas sedang;
dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat keberlanjutan infrastruktur
konektivitas tinggi/relatif baik. Permasalahan utama dan prioritas wilayah untuk
keberlanjutan infrastruktur konektivitas disajikan sebagai berikut:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
Kegiatan pembangunan sarana prasarana transportasi (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kegiatan pengelolaan transportasi desa (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kegiatan pembangunan sarpras tinformasi komunikasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kegiatan pengelo-laan komunikasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
93
Hasil komposit infrastruktur konektivitas berdasarkan kategori stabilitas, tercatat sebanyak 3 kabupaten masih tergolong kategori rendah (dibawah rata-rata provinsi dan nasional), 4 kabupaten
/kota termasuk dalam kategori sedang, dan 8 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi. Kabupaten Pesisir Barat memiliki komposit infrastruktur terendah dari sisi stabilitas.
Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.5.4.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Infrastruktur Konektivitas
01. Kab. Pesisir Barat
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Pesawaran Permasalahan Utama
03. Kab. Lampung Barat ❶ Beberapa kabupaten/kota masih me-miliki resiko bencana tanah longsor 04. Kab. Way Kanan
Sedang Prioritas 2
05. Kota Bandar Lampung ❷ Tingginya resiko terjadinya bencana banjir dan banjir bandang 06. Kab. Lampung Utara
07. Kab. Tanggamus ❸ Beberapa kabupaten/kota masih rawan bencana gempa bumi 08. Kab. Lampung Tengah
Tinggi Prioritas 3
09. Kab. Lampung Timur ❹ Tingginya resiko terjadinya bencana gelombang pasang laut 10. Kota Metro
11. Kab. Lampung Selatan ❺ Tingginya resiko terjadinya bencana angin puyuh/topan/puting beliung 12. Kab. Tulangbawang
13. Kab. Tulang Bawang Barat ❻ Minimnya kegiatan perawatan/nor-malisasi: sungai, kanal, dan drainase 14. Kab. Pringsewu
15. Kab. Mesuji
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Stabilitas - Tematik Infrastruktur Konektivitas Provinsi Lampung
94
0.8.4.5.4 Komposit Stabilitas Infrastruktur Konektivitas
Berdasarkan hasil komposit infrastruktur konektivitas untuk kategori stabilitas yang
disajikan pada tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1
(●) yaitu daerah dengan tingkat stabilitas infrastruktur konektivitas rendah; (ii) daerah
prioritas 2 (●) yaitu daerah dengan tingkat stabilitas infrastruktur konektivitas sedang; dan
(iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan tingkat stabilitas infrastruktur konektivitas
tinggi/relatif baik. Permasalahan utama dan prioritas wilayah untuk stabilitas infrastruktur
konektivitas disajikan pada tabel dibawah ini:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Kejadian Tanah Longsor di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Banjir di desa/kelurahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Banjir Bandang di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Gempa Bumi di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kejadian gelombang pasang laut (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Normalisasi sungai di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian angin puyuh/puting beliung
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian gunung meletus di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
95
96
08.4.6. Tematik Industri
Tematik Industri Provinsi Lampung diukur berdasarkan 5 (lima) kategori yaitu: (1) ketersediaan, (2) aksesibilitas, (3) keterjangkauan, (4) keberlanjutan, dan (5) stabilitas. Dimana masing-masing kategori pembentuk Tematik Industri diukur dari komposit beberapa komponen utama, yang mana setiap komponen merupakan komposit dari beberapa indikator. Komponen utama pembentuk Tematik industri pada masing-masing kategoti meliputi: jumlah industri menengah besar dan industry kecil, bahak baku dan penolong, tenaga kerja, listrik, air, dan teknologi. Lingkup dan variabel Tematik Industri seca lengkap disajikan pada Tabel 08.4.6.1.
Industri. Berdasarkan data Industri Menengah Besar tahun 2015, jumlah industry Menengah Besar di Provinsi Lampung sekitar 316 unit. Industri unggulan lampung berdasarkan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja terbesar, yaitu: Industri Gula Pasir, Industri Minyak Makan Kelapa Sawit, Industri Pati Ubi Kayu, dan Industri Pengolahan dan Pengawetan Buah-Buahan dan Sayuran Dalam Kaleng (Tabel 08.4.6.1). Sementara berdasarkan Potensi Desa tahun 2018 terdapat 34.899 unit Usaha Mikro Kecil yang terdiri dari 2.036 UMK baku utama - kain/tenun, 11.127 UMK dengan baku utama - gerabah/keramik/batu, 3.566 UMK dengan baku utama – anyaman, 10.525 UMK makanan dan minuman, 1.563 UMK dengan bahan baku utama lainnya, dan memiliki 210 sentra industri (UMK).
Tabel 08.4.6.1:
Industri dengan Nilai Tambah dan Penyerapatan Tenaga Kerja Terbesar
5 Industri dengan Nilai Tambah Terbesar 5 Industri dengan Penyerapan Tenaga
Kerja Terbesar
Industri Gula Pasir Industri Gula Pasir
Industri Ransum Makanan Hewan Industri Pati Ubi Kayu
Industri Minyak Makan Kelapa Sawit Industri Pengolahandan Pengawetan Buah-Buahan dan Sayuran Dalam Kaleng
Industri Pati Ubi Kayu Industri Pembekuan Biota AirLainnya
Industri Pengolahandan Pengawetan Buah-Buahan dan Sayuran Dalam Kaleng Industri Minyak Makan Kelapa Sawit
Sumber: Diolah PWK dari Database Industri Menengah-Besar 2015
97
Gambar 08.4.6.1:
Jumlah Industri Menengah Besar menurut Kabupaten dan Kota
Gambar 08.4.6.2: Jumlah Usaha Mikro dan Kecil menurut
Kabupaten dan Kota
Sumber: Diolah PWK dari Database Industri Menengah-Besar 2015 Dilihat dari rasio nilai output terhadap nilai input, sebagaian besar kabupaten/kota
masih berada di bawah rata-rata provinsi dan nasional. Berdasarkan Gambar 08.4.6.3, sebanyak 9 kabupaten/kota dengan rasio output terhadap input berada dibawah rata-rata nasional dan provinsi, dan 3 kabupaten dengan nilai rasio output per input berada di atas provinsi dan di bawah nasional, yaitu Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Utara, dan Way Kanan (Gambar 08.4.6.3).
Gambar 08.4.6.3:
Perbandingan Rasio Nilai Output-Input Industri menurut Kabupaten dan Kota
Sumber: Diolah PWK dari Database Industri Menengah-Besar 2015
0 50 100
Kab. Tanggamus
Kab. Lampung Selatan
Kab. Lampung Timur
Kab. Lampung Tengah
Kab. Lampung Utara
Kab. Way Kanan
Kab. Tulangbawang
Kab. Pesawaran
Kab. Pringsewu
Kab. Mesuji
Kab. Tulangbawang Barat
Kota Bandar Lampung
Kota Metro
- 5,000.00 10,000.00
Kabupaten Lampung Barat
Kabupaten Tanggamus
Kabupaten Lampung Selatan
Kabupaten Lampung Timur
Kabupaten Lampung Tengah
Kabupaten Lampung Utara
Kabupaten Way Kanan
Kabupaten Tulangbawang
Kabupaten Pesawaran
Kabupaten Pringsewu
Kabupaten Mesuji
Kabupaten Tulang Bawang…
Kabupaten Pesisir Barat
Kota Bandar Lampung
Kota Metro
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Rata-rata Kabupaten/Kota Rata-rata Provinsi Rata-rata Nasional
98
Sementara berdasarkan nilai output, nilai output terbesar dari industry menengah-besar terdapat di Kabupaten Lampung Selatan dengan nilai output mencapai Rp. 14,079 juta, selanjutnya diikut Kabupaten Lampung Selatan sebesar Rp. 13.683 juta, dan Kota Bandar Lampung sebesar Rp. 9.891 juta. Untuk nilai output paling rendah terdapat di Kabupaten Pesawaran sebesar Rp. 441 juta (Gambar 08.4.6.4).
Gambar 08.4.6.4:
Nilai Output Industri Menengah Besar menurut Kabupaten/Kota Tahun 2015
Sumber: Diolah PWK dari Database Industri Menengah-Besar 2015
Tenaga Kerja. Ketersediaan tenaga kerja untuk mendukung pengembangan industri
dapat dilihat dari ketersedian angkatan kerja berdasarkan tingkat Pendidikan yang ditamatkan dan proporsi penduduk yang bekerja berdasarkan lapangan usaha. Ketersediaan tenaga kerja berdasarkan Pendidikan di Provinsi Lampung sebagian besar masih merupakan tamatan SD-SMP yaitu sekitar 68,06 perse, sementara untuk angkatan kerja dengan Pendidikan tamatan ≥ SMA ke atas hanya 31,94 persen. Hal ini menunjukan bahwa kualitas Pendidikan tenaga kerja untuk mendukung pengembangan insuatri pengeolahan masih rendah. Jika dilihat ketersediaan tenaga kerja menurut kabupaten/kota, sebanyak 13 kabupaten dengan kondisi tenaga kerja dengan tamatan ≥ SMA ke atas berada dibawah rata-rata Provinsi Lampung. Kabupaten dengan kualitas tenaga kerja paling rendah berada di Kabupaten Mesuji, Tulang Bawang Barat, Tanggamus, dan Way Kanan (Gambar 08.4.6.5).
Dari sisi lapangan usaha, proporsi tenaga kerja yang bekerja pada sector industri pengolahan baru mencapai 9,12 persen, sementara yang bekerja pada sector pertanian cukup tinggi yaitu mencapai 48,78 persen. Ketergantungan masyarakat masih tinggi pada sector pertanian, dan sebagian besar penduduk yang bekerja di sector pertanian lebih dominan dengan rata-rata tamatan Pendidikan SD-SMP atau bahkan tidak tamat sekolah. Sementara rendahnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri dapat disebabkan kurangnya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan karena industri yang dikembangkan bersifat padat modal, atau kebutuhan tenaga kerja besar tetapi kualitas tenaga kerja yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan industry, baik dari sisi Pendidikan maupun keterampilan tenaga kerja. Selama ini tenaga kerja yang terserap oleh industri terbesar
-
2,000,000,000.0
4,000,000,000.0
6,000,000,000.0
8,000,000,000.0
10,000,000,000.0
12,000,000,000.0
14,000,000,000.0
16,000,000,000.0
99
merupakan tenaga kerja sebagai buruh pabrik, sementara untuk tenaga kerja professional masih rendah. Perbandingan proporsi tenaga kerja yang bekerja pada sektor industri pengolahan paling rendah terdapat di Lampung Barat, Tanggamus, Lampung Utara, dan Kota Metro. Sementara paling tinggi di Kabupaten Pringsewu dan Lampung Tengah (Gambar 08.4.6.6).
Gambar 08.4.6.5: Proporsi Angkatan Kerja Berdasarkan
Pendidikan di Provinsi Lampung
Gambar 08.4.6.6: Proporsi Penduduk Bekerja Sektor Industri
di Provinsi Lampung
Sumber: Diolah PWK, 2018 Investasi. Investasi industri menengah besar di Provinsi Lampung tahun 2015
sebagian besar bersumber dari investasi swasta domestik yaitu sebesar 88,6 persen, diikuti investasi swasta asing sebesar 4,4 persen, investasi pemerintah daerah sebesar 3,8 persen, dan investasi pemerintah pusat sebesar 3 persen. Hal yang sama untuk untuk industry di kabupaten/kota memiliki pola yang sama, sumber investasi terbesar dari swasta domestik, sedangkan investasi swasta asing masih rendah. Sementara untuk proporsi investasi swata asing dan pemerintah pusat terbesar terdapat di Kabupaten Way Kanan yaitu masing-masing sebesar 21 persen dan 14,3 persen dari total investasi. Sedangkan untuk proporsi investasi pemerintah daerah terbebsar terdapat di Kabupaten Tanggamus yaitu mencapai 50 persen (Gambar 08.4.6.7).
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00
Kab. Lampung Barat
Kab. Tanggamus
Kab. Lampung Selatan
Kab. Lampung Timur
Kab. Lampung Tengah
Kab. Lampung Utara
Kab. Way Kanan
Kab. Tulang Bawang
Kab. Pesawaran
Kab. Pringsewu
Kab. Mesuji
Kab. Tulang Bawang Barat
Kab. Pesisir Barat
Kota Bandar Lampung
Kota Metro
LAMPUNG
≥ SMA Ke Atas (%) < SMP (%)
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00100.00
Kab. Lampung Barat
Kab. Tanggamus
Kab. Lampung Selatan
Kab. Lampung Timur
Kab. Lampung Tengah
Kab. Lampung Utara
Kab. Way Kanan
Kab. Tulang Bawang
Kab. Pesawaran
Kab. Pringsewu
Kab. Mesuji
Kab. Tulang Bawang Barat
Kab. Pesisir Barat
Kota Bandar Lampung
Kota Metro
LAMPUNG
Pdd_Bekerja Industri pdd_Bekerja Pertanian
100
Gambar 08.4.6.7:
Perbandingan Share Investasi Kabupaten Kota di Provinsi Lampung, (%)
Sumber: Diolah PWK, 2018
- 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0
100.0
PUSAT DAERAH SWASTA DOMESTIK SWASTA ASING
101
102
08.4.7 Tematik Pariwisata
Tematik Pariwisata Provinsi Lampung diukur berdasarkan 4 (empat) kategori yaitu: (1)
ketersediaan, (2) aksesibilitas, (3) keberlanjutan, dan (4) stabilitas. Dimana masing-masing kategori
pembentuk Tematik Pariwisata diukur dari komposit beberapa komponen utama, yang mana setiap
komponen merupakan komposit dari beberapa indikator. Seperti contoh untuk Kategori
Ketersediaan diukur bedasarkan komponen atraksi, amenitas, dan sarana penunjang. Selanjutnya
untuk komponen amenitas diukur dari komposit 5 indikator, yakni rasio hotel dan penginapan, rasio
restoran dan kedai makanan, rasio pasar, pertokoan, dan minimarket, rasio bank umum dan swasta,
serta persentase keberadaan ATM dan biro perjalanan di tingkat desa/kelurahan. Lingkup dan
variabel Tematik Pariwisata disajikan pada Tabel 08.4.7.
Tabel 08.4.7 Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Pariwisata Provinsi Lampung
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Pariwisata Provinsi Lampung
Kategori Komponen Indikator
Ketersediaan Atraksi Persentase desa/kelurahan yang berbatasan dengan laut
Persentase topografi wilayah: lereng/puncak dan lembah
Persentase desa/kelurahan di sekitar kawasan hutan
Persentase pemanfaatan laut untuk wisata bahari
Penggunaan sungai, irigasi, danau/waduk, embung untuk pariwisata
Persentase keberadaan situs cagar budaya di desa/kelurahan
Amenitas Rasio hotel dan penginapan per desa/kelurahan
Rasio restoran/RM dan kedai makanan per desa/kelurahan
Rasio pasar, pertokoan dan minimarket per desa/kelurahan
Rasio bank umum dan swasta per desa/kelurahan
Persentase keberadaan ATM dan biro perjalanan di desa/kelurahan
Sarana Penunjang
Rasio fasilitas kesehatan per desa/kelurahan
Persentase keberadaan pos polisi (keamanan) di desa/kelurahan
Rasio Base Transceiver Station (BTS) per desa/kelurahan
Persentase kekuatan sinyal telepon dan internet di desa/kelurahan
Rasio jenis operator layanan komunikasi seluler per desa/kelurahan
Persentase keberadaan sarana umum lainnya: ruang publik terbuka, salon, bengkel dan pub/diskotek/karaoke di desa/kelurahan
Persentase layanan pos dan jasa ekspedisi di desa/kelurahan
103
Tabel 08.4.7 Lanjutan
Lingkup dan Variabel Penyusunan PrADa Tematik Pariwisata Provinsi Lampung
Kategori Komponen Indikator
Aksesibilitas Atraksi Persentase jalan desa/kelurahan dengan jenis permukaan aspal
Persentase jalan desa dengan kondisi baik untuk dilaiui kendaraan
Persentase keberadaan angkutan umum di desa/kelurahan
Persentase hari operasional angkutan umum yang utama
Persentase waktu operasional angkutan umum yang utama
Persentase keberadaan penerangan jalan umum di desa/kelurahan
Amenitas Tingkat kemudahan mencapai hotel dan penginapan
Tingkat kemudahan mencapai restoran dan kedai makanan
Tingkat kemudahan mencapai pasar, pertokoan, swalayan
Tingkat kemudahan mencapai bank umum dan bank swasta
Tingkat kemudahan mencapai ATM dan biro perjalanan
Sarana Penunjang
Tingkat kemudahan mencapai fasilitas kesehatan
Tingkat kemudahan mencapai pos polisi (fasilitas keamanan)
Tingkat kemudahan mencapai bengkel mobil/motor dan salon
Keberlanjutan Atraksi Persentase kegiatan pembangunan sarana prasarana rekreasi wisata
Stabilitas Atraksi Kejadian tanah longsor di desa/kelurahan
Kejadian banjir dan banjir bandang di desa/kelurahan
Kejadian gempa bumi dan gunung meletus di desa/kelurahan
Kejadian tsunami dan gelombang pasang laut di desa/kelurahan
Kejadian angin puyuh/puting beliung/topan di desa/kelurahan
Kejadian kebakaran hutan dan lahan di desa/kelurahan
Amenitas Keberadaan sistem peringatan dini bencana alam
Keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami
Keberadaan perlengkapan keselamatan saat bencana
Keberadaan rambu-rambu dan jalur evakuasi bencana
Keberadaan perawatan, normalisasi sungai, kanal, tanggul, dll
Hasil analisis komposit tematik pariwisata menunjukan bahwa hanya sedikit
kabupaten/kota di Provinsi Lampung yang masih tergolong dalam kategori rendah, dari 15 wilayah kabupaten/kota, sebanyak 2 kabupaten memiliki indeks pariwisata rendah (dibawah rata-rata provinsi dan nasional), yaitu Kabupaten Tulangbawang dan Kabupaten Mesuji. Sementara wilayah yang termasuk dalam kategori sedang sebanyak 5 kabupaten, dan sebanyak 8 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi. Hasil komposit pariwisata secara lengkap disajikan pada gambar dan tabel berikut:
104
Komposit Tematik Pariwisata tersusun atas 4 aspek kategori, yakni Ketersediaan, Aksesibilitas, Keberlanjutan, dan Stabilitas. Kabupaten Tulangbawang memiliki komposit pariwisata terendah.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Pariwisata
01. Kab. Tulangbawang Rendah Prioritas 1
02. Kab. Mesuji RATA-RATA TINGKAT CAPAIAN TEMATIK
03. Kab. Pesisir Barat
Sedang Prioritas 2
PARIWISATA 04. Kab. Lampung Barat
05. Kab. Way Kanan KABUPATEN/KOTA DI WILAYAH PROVINSI
06. Kab. Tanggamus LAMPUNG
07. Kab. Lampung Tengah
08. Kab. Tulang Bawang Barat
Tinggi Prioritas 3
DILIHAT DARI ASPEK KATEGORI
09. Kab. Pesawaran KETERSEDIAAN, AKSESIBILITAS,
10. Kab. Pringsewu KEBERLANJUTAN, DAN STABILITAS
11. Kab. Lampung Timur RELATIF
12. Kab. Lampung Selatan SEDANG HINGGA TINGGI
13. Kab. Lampung Utara
14. Kota Bandar Lampung
15. Kota Metro RENDAH : 2 Kabupaten/Kota
SEDANG : 5 Kabupaten/Kota
TINGGI : 8 Kabupaten/Kota
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Tematik Pariwisata Provinsi Lampung
R=6 | S=1 | T=8
R=3 | S=4 | T=8
R=8 | S=1 | T=6
Not Alvailable
R=2 | S=0 | T=13
R=Rendah | S=Sedang | T=Tinggi
105
Hasil komposit pariwisata berdasarkan kategori ketersediaan, tercatat sebanyak 6 kabupaten masih tergolong kategori rendah. Sementara 1 kabupaten, yakni Kab. Lampung Tengah, termasuk dalam
kategori sedang dan 8 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi dari segi ketersediaan. Kabupaten Way Kanan memiliki komposit pariwisata terendah dari sisi ketersediaan.
Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.7.1.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Pariwisata
01. Kab. Way Kanan
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Pringsewu Permasalahan Utama
03. Kab. Tanggamus ❶ Kab. Pesisir Barat dan Tanggamus memiliki potensi alam berupa wilayah yang berbatasan dengan laut
04. Kab. Tulangbawang
05. Kab. Lampung Utara
06. Kab. Tulang Bawang Barat ❷ Kab. Lampung Barat dan Tanggamus memiliki potensi alam berupa desa dengan topografi lereng/puncak
07. Kab. Lampung Tengah Sedang Prioritas 2
08. Kab. Pesisir Barat
Tinggi Prioritas 3
09. Kab. Mesuji ❸ Minimnya penggunaan sungai, laut, danau dan embung untuk pariwisata 10. Kab. Pesawaran
11. Kab. Lampung Barat ❹ Minimnya keberadaan cagar budaya
12. Kab. Lampung Timur ❺ Minimnya keberadaan sarana akomo-dasi wisata: hotel dan penginapan 13. Kab. Lampung Selatan
14. Kota Bandar Lampung ❻ Minimnya jumlah restoran/kedai
15. Kota Metro ❼ Minimnya jumlah pasar/pertokoan
❽ Minimnya jumlah bank/ATM per desa
Hasil Analisis Kategori Ketersediaan – Tematik Pariwisata Provinsi Lampung
106
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Pariwisata
01. Kab. Way Kanan
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Pringsewu Permasalahan Utama
03. Kab. Tanggamus ❾ Minimnya jumlah BTS per desa
04. Kab. Tulangbawang ❿ Minimnya jumlah pasar/pertokoan/ swalayan per desa 05. Kab. Lampung Utara
06. Kab. Tulang Bawang Barat ⓫ Minimnya jumlah biro perjalanan, jasa ekspedisi dan layanan pos per desa 07. Kab. Lampung Tengah Sedang Prioritas 2
08. Kab. Pesisir Barat
Tinggi Prioritas 3
⓬ Minimnya jumlah fasilitas kesehatan dan pos polisi di tiap desa/kelurahan 09. Kab. Mesuji
10. Kab. Pesawaran ⓭ Masih rendahnya kondisi sinyal tele-pon dan internet seluler di tiap desa 11. Kab. Lampung Barat
12. Kab. Lampung Timur ⓮ Rendahnya jumlah operator seluler yang dapat diakses di tiap desa 13. Kab. Lampung Selatan
14. Kota Bandar Lampung ⓯ Minimnya keberadaan sarana hiburan: ruang publik terbuka, salon kecantikan, dan pub/diskotek/karaoke
15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
0.8.4.7.1 Komposit Ketersediaan Pariwisata
Berdasarkan hasil komposit pariwisata untuk kategori ketersediaan yang disajikan pada
tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu
daerah dengan tingkat ketersediaan pariwisata rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu
daerah dengan tingkat ketersediaan pariwisata sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu
daerah dengan tingkat ketersediaan pariwisata tinggi/relatif baik.
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Desa berbatasan dengan laut
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Topografi wila-yah lereng/puncak
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Desa di sekitar kawasan hutan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Pemanfaatan laut untuk wisata (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Penggunaan su-ngai untuk wisata
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Penggunaan iri-gasi untuk wisata
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
107
0.8.4.7.1 Lanjutan
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Penggunaan da-nau/waduk untuk pariwisata
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Penggunaan em-bung untuk wisata
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan situs cagar budaya
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio hotel dan pe-nginapan per desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio resto, kedai makan per desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio pasar, toko, swalayan per desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio bank umum & swasta per desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan ATM di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan biro perjalanan di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio fasilitas kese hatan per desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan pos polisi di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio BTS per desa/kelurahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kondisi sinyal telepon seluler
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kondisi sinyal internet seluler
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Rasio jenis opera-tor seluler per desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Keberadaan ruang publik terbuka (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan salon kecantikan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Keberadaan beng-kel mobil/motor (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan pub/ diskotek/karaoke
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan layanan pos
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan jasa ekspedisi di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
108
Hasil komposit pariwisata berdasarkan kategori aksesibilitas, tercatat sebanyak 3 kabupaten masih
tergolong kategori rendah, yaitu Kab. Mesuji, Kab. Tulangbawang, dan Kab. Lampung Barat. Kabupaten Mesuji memiliki komposit pariwisata terendah dari sisi aksesibilitas. 4 kabupaten
lainnya termasuk dalam kategori sedang, dan 8 kabupaten/kota termasuk dalam kategori tinggi. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.7.2.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Pariwisata
01. Kab. Mesuji
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Tulangbawang Permasalahan Utama
03. Kab. Lampung Barat ❶ Minimnya jalan desa yang beraspal 04. Kab. Pesisir Barat
Sedang Prioritas 2
❷ Beberapa kabupaten masih memiliki jalan desa dengan kondisi kurang baik 05. Kab. Way Kanan
06. Kab. Pesawaran ❸ Minimnya keberadaan penerangan jalan di jalan utama desa/kelurahan 07. Kab. Tanggamus
08. Kab. Lampung Tengah
Tinggi Prioritas 3
❹ Minimnya keberadaan dan waktu operasional angkutan umum 09. Kab. Tulang Bawang Barat
10. Kab. Lampung Utara ❺ Rendahnya tingkat kemudahan menu-ju hotel dan penginapan 11. Kab. Pringsewu
12. Kab. Lampung Timur ❻ Beberapa kabupaten masih sulit men-capai sarana penunjang pariwisata: rumah makan, bank, ATM, pasar/toko unit kesehatan, pos polisi, dan agen travel
13. Kab. Lampung Selatan
14. Kota Metro
15. Kota Bandar Lampung
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Aksesibilitas - Tematik Pariwisata Provinsi Lampung
109
0.8.4.7.2 Komposit Aksesibilitas Pariwisata
Berdasarkan hasil komposit pariwisata untuk kategori aksesibilitas yang disajikan pada tabel
berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu daerah
dengan tingkat aksesibilitas pariwisata rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu daerah
dengan tingkat aksesibilitas pariwisata sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah
dengan tingkat aksesibilitas pariwisata tinggi/cukup baik. Permasalahan utama dan prioritas
wilayah untuk aksesibilitas pariwisata disajikan pada tabel dibawah ini:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Jalan desa beraspal/beton
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Jalan desa kondisi baik
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan angkutan umum
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Hari operasional angkutan umum
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Jam operasional angkutan umum
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan pe-nerangan jalan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kemudahan menu-ju hotel/penginapan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kemudahan ke res-toran/kedai makan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kemudahan menu-ju pasar, pertokoan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kemudahan menu-ju bank umum
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kemudahan menu-ju ATM terdekat
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kemudahan menu-ju biro perjalanan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kemudahan menu-ju fasilitas kesehatan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kemudahan menu-ju pos polisi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kemudahan mencapai salon
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kemudahan menu-ju bengkel
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
110
Hasil komposit pariwisata berdasarkan kategori keberlanjutan, tercatat sebanyak 8 kabupaten/kota
masih termasuk kategori rendah, 1 kabupaten yaitu Kabupaten Tanggamus termasuk dalam kategori sedang, dan 6 kabupaten/kota lainnya termasuk kategori tinggi.
Kabupaten Tulang Bawang Barat memiliki komposit pariwisata terendah dari sisi keberlanjutan. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.7.3.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Pariwisata
01. Kab. Tulang Bawang Barat
Rendah Prioritas 1
02. Kab. Pringsewu Permasalahan Utama
03. Kab. Lampung Tengah ❶ Minimnya kegiatan pembangunan sarana dan prasarana rekreasi pariwisata di tiap desa/kelurahan
04. Kab. Way Kanan
05. Kab. Lampung Utara
06. Kab. Lampung Selatan 07. Kab. Tulangbawang
08. Kota Bandar Lampung
09. Kab. Tanggamus Sedang Prioritas 2
10. Kab. Lampung Barat
Tinggi Prioritas 3
11. Kab. Lampung Timur
12. Kab. Mesuji
13. Kab. Pesisir Barat
14. Kab. Pesawaran
15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Keberlanjutan - Tematik Pariwisata Provinsi Lampung
111
0.8.4.7.3 Komposit Keberlanjutan Pariwisata
Berdasarkan hasil komposit pariwisata untuk kategori keberlanjutan yang disajikan pada
tabel berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keberlanjutan pariwisata rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keberlanjutan pariwisata sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu
daerah dengan tingkat keberlanjutan pariwisata tinggi/cukup baik. Permasalahan utama dan
prioritas wilayah untuk keberlanjutan pariwisata disajikan sebagai berikut:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Kegiatan pem-bangunan sarana prasarana rekreasi wisata
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
112
Hasil komposit pariwisata berdasarkan kategori stabilitas, tercatat sebanyak 2 kabupaten masih tergolong kategori rendah (dibawah rata-rata provinsi dan nasional), yaitu Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pesisir Barat. 13 kabupaten/kota lainnya termasuk dalam kategori tinggi.
Kabupaten Lampung Barat memiliki komposit pariwisata terendah dari sisi stabilitas. Keterangan lebih detail terkait capaian per indikator dapat dilihat pada Tabel 0.8.4.7.4.
No. Kabupaten/Kota Status Lokasi Tematik Pariwisata
01. Kab. Lampung Barat Rendah Prioritas 1
02. Kab. Pesisir Barat Permasalahan Utama
03. Kab. Lampung Tengah
Tinggi Prioritas 2
❶ Beberapa kabupaten/kota masih me-miliki resiko bencana tanah longsor 04. Kab. Tanggamus
05. Kab. Lampung Timur ❷ Tingginya resiko terjadinya bencana banjir dan banjir bandang 06. Kab. Way Kanan
07. Kab. Pesawaran ❸ Beberapa kabupaten masih rawan gempa bumi dan kebakaran hutan 08. Kab. Lampung Selatan
09. Kab. Tulangbawang ❹ Tingginya resiko bencana gelombang pasang laut dan angin puyuh/topan 10. Kab. Pringsewu
11. Kab. Mesuji ❺ Minimnya keberadaan sistem peringa-tan dini, jalur evakuasi, serta perleng-kapan keselamatan saat bencana
12. Kota Bandar Lampung
13. Kab. Tulang Bawang Barat
14. Kab. Lampung Utara ❻ Minimnya kegiatan perawatan/nor-malisasi: sungai, kanal, dan drainase 15. Kota Metro
Sumber : Hasil Analisis Penyusunan Profil dan Analisis Daerah (PrADa, diolah dari berbagai sumber)
Hasil Analisis Kategori Stabilitas - Tematik Pariwisata Provinsi Lampung
113
0.8.4.7.4 Komposit Stabilitas Pariwisata
Berdasarkan hasil komposit pariwisata untuk kategori stabilitas yang disajikan pada tabel
berikut, terdapat 3 (tiga) kelompok daerah, yaitu: (i) daerah prioritas 1 (●) yaitu daerah
dengan tingkat stabilitas pariwisata rendah; (ii) daerah prioritas 2 (●) yaitu daerah dengan
tingkat stabilitas pariwisata sedang; dan (iii) daerah prioritas 3 (●) yaitu daerah dengan
tingkat stabilitas pariwisata tinggi/relatif baik. Permasalahan utama dan prioritas wilayah
untuk stabilitas pariwisata disajikan pada tabel dibawah ini:
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kab
upat
en T
angg
amus
Kab
upat
en L
ampu
ng S
elat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng T
imur
Kab
upat
en L
ampu
ng T
enga
h
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
Kab
upat
en W
ay K
anan
Kab
upat
en T
ulan
gbaw
ang
Kab
upat
en P
esaw
aran
Kab
upat
en P
rings
ewu
Kab
upat
en M
esuj
i
Kab
upat
en T
ulan
g B
awan
g B
arat
Kab
upat
en P
esis
ir B
arat
Kot
a B
anda
r La
mpu
ng
Kot
a M
etro
% Kejadian Tanah Longsor di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Banjir di desa/kelurahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Banjir Bandang di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian Gempa Bumi di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian gunung meletus di desa
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian tsunami di desa/kelurahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Kejadian gelombang pasang laut (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian angin puyuh/puting beliung
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Kejadian kebaka-ran hutan dan lahan
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan sis-tem peringatan dini bencana alam
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan sis-tem peringatan dini khusus tsunami
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan per-lengkapan kesela-matan saat bencana
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
% Keberadaan ram-bu dan jalur evakuasi
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Normalisasi sungai dan drainase (%)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
114
115
5.1. Kesimpulan
Mengacu kepada hasil analisis, sebagaimana yang telah diuraikan dalam Bab-4 Profil
dan Analisis Daerah (PrADa) tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat
capaian tematik RATA-RATA kabupaten/kota di wilayah Provinsi Lampung adalah sebagai
berikut:
❶ Pendidikan, tingkat capaian RENDAH;
❷ Kesehatan, tingkat capaian RENDAH;
❸ Perumahan dan Permukiman, tingkat capaian SEDANG;
❹ Pertanian: Tanaman Pangan, tingkat capaian SEDANG;
❺ Infrastruktur Konektivitas, tingkat capaian RENDAH hingga SEDANG;
❻ Industri, tingkat capaian SEDANG;
❼ Pariwisata, tingkat capaian SEDANG hingga TINGGI.
5.2. Rekomendasi
Profil dan Analisis Daerah (PrADa) ini, oleh para pemangku kepentingan dapat
digunakan sebagai salah satu masukan untuk mempertajam dan meningkatkan kualitas
perencanaan pembangunan yang berbasis kewilayahan, utamanya dalam rangka menyusun
program/kegiatan sesuai dengan isu atau permasalahan daerah, sebagaimana yang telah
diuraikan dan disajikan di dalam Bab-4 Profil dan Analisis Daerah (PrADa) Provinsi Lampung
ini.
Metode analisis yang dipergunakan dalam penyusunan PrADa ini, melalui
pendekatan Tematik, Holistik, Integratif dan Spasial (THIS). Metode analisis ini relatif baru
dan belum memiliki banyak referensi yang dapat digunakan, utamanya dalam rangka
merumuskan program/kegiatan sesuai dengan isu atau permasalahan daerah. Oleh
karenanya penerapan metode THIS dalam penyusunan PrADa ini, dapat dipergunakan
sebagai salah satu instrumen dalam rangka mempersiapkan penyusunan RPJMN 2020-2024,
yang akan dilaksanakan pada tahun 2019.
Top Related