AGUSTUS 2017
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA
Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari
No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718
-----
Keterangan Cover:
Biji Kakao Siap Olah di Perusahaan Pengolah Kakao Sulawesi Tenggara
Fotografer: Daniel AP
i
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
ridha- Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara
Agustus ini disusun setiap triwulan dan merupakan asesmen
terhadap perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara, keuangan pemerintah, inflasi, sistem
keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang,
ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan.
Kajian ekonomi daerah ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor
Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial maupun
sistem pembayaran, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para
stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi
stakeholder di wilayah kerjanya.
Dalam penyusunan laporan ini, data dan informasi selain dari internal Bank Indonesia, juga
bersumber dari berbagai instansi terkait, seperti Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan
dinas-dinas terkait, BPS Sulawesi Tenggara, BULOG Divre Sultra, Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, PLN, berbagai perusahaan, perbankan, asosiasi
dan akademisi. Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankanlah kami menyampaikan
terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang membantu penyusunan buku ini.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran serta
masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan kajian yang lebih
baik ke depan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan
menerangi setiap langkah kita.
Kendari, 22 Agustus 2017
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara
Minot Purwahono
KATA PENGANTAR
ii
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rencah dan nilai tukar yang stabil
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan Undang-Undang
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia,
manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku,
yang terdiri atas:
Trust and Integity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork
VISI MISI BANK INDONESIA
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Visi Misi Bank Indonesia ii
Daftar Isi iii
Daftar Grafik v
Daftar Tabel viii
Tabel Indikator Terpilih ix
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 5
1.1. KONDISI UMUM 6
1.2. SISI PERMINTAAN 7
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga 8
1.2.2. Konsumsi Pemerintah 9
1.2.3. Investasi 10
1.2.4. Ekspor dan Impor 11
1.3. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA UTAMA 14
1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 15
1.3.2. Pertambangan dan Penggalian 17
1.3.3. Industri Pengolahan 18
1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran 19
1.3.5. Konstruksi 21
1.4. PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN 22
BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 23
2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN 2017 24
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 24
2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan 24
2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja 26
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBN 27
2.3.1. Realisasi APBN Provinsi 27
2.3.2. Realisasi APBN Kabupaten/Kota 28
2.4. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN 29
2.4.1. Realisasi Anggaran Pendapatan 29
2.4.2. Realisasi Anggaran Belanja 30
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 33
3.1. KONDISI UMUM 34
3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (year on year) 34
3.1.2. Perkembangan Inflasi Bulanan (month to month) 36
3.2. DISAGREGASI INFLASI 38
3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI 40
DAFTAR ISI
iv
BOKS 1. Upaya Pengendalian Inflasi Sayur Hortikultura 42
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 45
4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA 46
4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 46
4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga 47
4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan 51
4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga 52
4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI 55
4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi 55
4.2.2. Kinerja Korporasi 55
4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi 58
4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA 60
4.3.1. Aset Bank Umum 60
4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 60
4.3.3. Penyaluran Kredit 62
4.3.4. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi Tenggara 65
4.3.5. Perbankan Syariah 65
4.3.6. Bank Perkreditan Rakyat 67
4.4. AKSES KEUANGAN 67
4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM 67
4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk 70
BAB V SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 71
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI 72
5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring 72
5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS 73
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 73
5.2.1. Aliran Uang Kartal 73
5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar 74
5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli 74
BAB VI KONDISI TENAGA KERJA DAN KESEJAHTERAAN 75
6.1. KETENAGAKERJAAN 76
6.2. KESEJAHTERAAN 77
BAB VII PROSPEK EKONOMI DAERAH 79
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 80
7.1.1. Triwulan IV 2017 80
7.1.2. Tahun 2017 81
7.2. PROSPEK INFLASI 82
7.2.1. Triwulan IV 2017 82
7.2.1. Tahun 2017 83
Daftar Istilah
Tim Penyusun
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara 6
Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan IV 2016 6
Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga 8
Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 8
Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi Di Sulawesi Tenggara 9
Grafik 1.6 Konsumsi Semen Di Sulawesi Tenggara 11
Grafik 1.7 Pertumbuhan Kerdit Investasi Di Sulawesi Tenggara 11
Grafik 1.8 Realisasi Investasi PMA Di Sulawesi Tenggara 11
Grafik 1.9 Realisasi Investasi PMDN Di Sulawesi Tenggara 11
Grafik 1.10 Nilai Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tenggara 12
Grafik 1.11 Pangsa Komoditas Ekspor 12
Grafik 1.12 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara 12
Grafik 1.13 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara 13
Grafik 1.14 Arus Muat Barang 13
Grafik 1.15 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara 14
Grafik 1.16 Arus Bongkar Barang Di Pelabuhan 14
Grafik 1.17 Pangsa Lapangan Usaha Pertanian 16
Grafik 1.18 Luas Panen Padi Di Sulawesi Tenggara 16
Grafik 1.19 Jumlah Pendaratan Ikan Di Kota Kendari 16
Grafik 1.20 Kredit Pertanian Sulawesi Tenggara 16
Grafik 1.21 Indeks Produksi Ore Nikel 18
Grafik 1.22 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara 18
Grafik 1.23 Kredit Industri Sulawesi Tenggara 19
Grafik 1.24 Pertumbuhan Produksi Manufaktur Mikro Dan Kecil 19
Grafik 1.25 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara 19
Grafik 1.26 Transaksi Perdagangan Luar Negeri 19
Grafik 1.27 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Kendari 20
Grafik 1.28 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara 20
Grafik 1.29 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara 21
Grafik 1.30 Perkembangan Ekonomi Non Pertambangan Sulawesi Tenggara 22
Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara 24
Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara 24
Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara
26
Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi Dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara
26
Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara 34
Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahun Tahunan Sultra dan Andilnya Berdasarkan Kelompok 34
Grafik 3.3 Peta Spasial Inflasi Tahunan 35
Grafik 3.4 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari Dan Kota BauBau Berdasarkan Kelompok 35
Grafik 3.5 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Pada Triwulan II 2017 Dan Tracking Juli 2017 35
Grafik 3.6 Pergerakan Dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara 37
Grafik 3.7 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari Dan Kota BauBau Triwulan II 2017 37
Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi 38
Grafik 3.9 Indeks Pengeluaran Konsumen 3 Bulan Mendatang 39
Grafik 3.10 Indeks Harga Triwulan III 39
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara 46
DAFTAR GRAFIK
vi
Grafik 4.2 Perbandingan Kontribusi Konsumsi RT Se-Sulawesi 46
Grafik 4.3 Indeks Keyakinan Konsumsi Sulawesi Tenggara 47
Grafik 4.4 Ekspektasi Konsumen Rumah Tangga 47
Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini Di Bandingkan 6 Bulan Yang Lalu 47
Grafik 4.6 Alasan Peningkatan/Penurunan Penghasilan 6 bulan Mendatang 47
Grafik 4.7 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 48
Grafik 4.8 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan 48
Grafik 4.9 Komposisi DSR Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 49
Grafik 4.10 Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar Cicilan
49
Grafik 4.11 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Debitur Bank 49
Grafik 4.12 Saving Ratio Rumah Tangga 49
Grafik 4.13 Kepemilikan Dana Cadangan Berupa Tabungan/Deposito/Cash 50
Grafik 4.14 Besaran Jumlah Dana Cadangan Rumah Tangga Terhadap Pendapatannya 50
Grafik 4.15 Kepemilikan Produk Perbankan 50
Grafik 4.16 Faktor Dalam Memilih Simpanan Perbankan 50
Grafik 4.17 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara 51
Grafik 4.18 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara 51
Grafik 4.19 Komposisi DPK Perseorangan Sulawesi Tenggara 51
Grafik 4.20 Pertumbuhan DPK perseorangan Tiap Jenis Penempatan 51
Grafik 4.21 Komposisi Kredit Perseorangan Di Sulawesi Tenggara 52
Grafik 4.22 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan Di Sulawesi Tenggara 52
Grafik 4.23 Pertumbuhan Kredit Konsumsi RT 52
Grafik 4.24 NPL dan Suku Bunga Kredit Konsumsi RT 52
Grafik 4.25 Pertumbuhan KPR Dan Pangsa KPR Tiap Tipe 53
Grafik 4.26 NPL Dan Suku Bunga KPR 53
Grafik 4.27 Pertumbuhan KKB Dan Pangsa Tiap Jenis 54
Grafik 4.28 NPL dan Suku Bunga KKB 54
Grafik 4.29 Pertumbuhan Multiguna Dan Pangsa Berdasarkan Besaran Kredit 54
Grafik 4.30 NPL dan Suku Bunga Multiguna 54
Grafik 4.31 Harga Nikel Internasional 55
Grafik 4.32 Pangsa Komoditas Ekspor 55
Grafik 4.33 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison 56
Grafik 4.34 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Di Sulawesi Tenggara 57
Grafik 4.35 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral 57
Grafik 4.36 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapat Korporasi 6 Bulan Mendatang 57
Grafik 4.37 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi 58
Grafik 4.38 Pertumbuhan Kredit Korporasi 58
Grafik 4.39 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan 58
Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi 58
Grafik 4.41 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan 59
Grafik 4.42 Pergerakan MPL Kredit Investasi Korporasi 59
Grafik 4.43 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara 60
Grafik 4.44 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank 60
Grafik 4.45 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara 60
Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK Per Penempatan 60
Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara 62
Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi 62
Grafik 4.49 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara 65
Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara 65
Grafik 4.51 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum 66
Grafik 4.52 Spread Suku Bunga Bank Umum 66
Grafik 4.53 Pangsa Perbankan Syariah 67
Grafik 4.54 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset Syariah se-Sulawesi 67
Grafik 4.55 Perkembangan DPK Syariah 67
Grafik 4.56 Perkembangan Pembiayaan Syariah 68
Grafik 4.57 Perkembangan Aset BPR 68
Grafik 4.58 Perkembangan DPK BPR di Sulawesi Tenggara 68
Grafik 4.59 Pertumbuhan Kredit BPR 68
vii
Grafik 4.60 Pangsa Kredit BPR per Sektoral 68
Grafik 4.61 Pangsa Kredit UMKM 68
Grafik 4.62 Pertumbuhan Kredit UMKM 68
Grafik 4.63 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral 69
Grafik 4.64 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan 69
Grafik 4.65 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara 69
Grafik 4.66 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara 69
Grafik 4.67 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja 70
Grafik 4.68 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja 70
Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 72
Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 72
Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi Tenggara 72
Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) 72
Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 73
Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 73
Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di Sulawesi Tenggara 73
Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank Sentral Sulawesi Tenggara 73
Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar 74
Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan 74
Grafik 6.1 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha 76
Grafik 6.2 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja 76
Grafik 6.3 Indeks Penghasilan Konsumen 77
Grafik 6.4 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara 77
Grafik 6.5 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara. 78
Grafik 6.6 Gini Rasio Sulawesi Tenggara 78
Grafik 7.1 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen 80
Grafik 7.2 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi 80
Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Dunia 82
Grafik 7.4 Proyeksi Harga Komoditas Internasional 82
Grafik 7.5 Perkiraan Inflasi dari Sisi Konsumen 82
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Di Kawasan Sulawesi 6
Tabel 1.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 7
Tabel 1.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 15
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Pada Semester I 2017
25
Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Pada Semester I 2017
27
Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Dan Belanja APBN Pada Semester I 2017
28
Tabel 2.4 Realisasi Dana Desa 29
Tabel 2.5 Pencapaian APBN Kota/Kabupaten 30
Tabel 2.6 Pencapaian Pendapatan dan Belanja Kota/Kabupaten 31
Tabel 4.1 Tabungan Berdasarkan Pemiliknya 61
Tabel 4.2 Tabungan Berdasarkan Nilainya 61
Tabel 4.3 DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Tri Wulan II 2017 61
Tabel 4.4 Deposito Berdasarkan Pemiliknya 63
Tabel 4.5 Deposito Berdasarkan Nilainya 63
Tabel 4.6 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan II 2017 63
Tabel 4.7 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2017 64
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 81
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 81
Tabel 7.3 Faktor Risiko Inflasi Tahun 2017 84
DAFTAR TABEL
ix
TABEL INDIKATOR
PDRB DAN IHK
I II III IV I II
Indeks Harga Konsumen
- Kendari 120,18 120,72 121,65 121,68 123,06 128,17
- Baubau 126,94 128,20 129,58 128,87 129,29 131,62
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
- Sulawesi Tenggara 4,75 3,49 3,28 2,69 2,25 5,21
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp miliar)
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan4.433 4.508 4.580 4.749 4.646 4.799
2. Pertambangan dan Penggalian 3.415 3.948 3.867 4.188 4.002 4.435
3. Industri Pengolahan 1.161 1.189 1.241 1.244 1.247 1.294
4. Pengadaan Listrik, Gas 10 10 10 10 11 11
5. Pengadaan Air 39 38 40 39 39 39
6. Konstruksi 2.144 2.480 2.719 2.930 2.387 2.531
7. Perdagangan Besar & Eceran, 2.191 2.394 2.632 2.564 2.321 2.596
8. Transportasi dan Pergudangan 825 880 956 936 906 970
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum106 113 115 119 114 121
10. Informasi dan Komunikasi 447 450 468 485 489 494
11. Jasa Keuangan 437 456 459 473 462 474
12. Real Estate 303 314 300 327 308 329
13. Jasa Perusahaan 40 42 42 43 42 45
14. Adm Pemerintahan, 964 1.077 1.033 1.035 967 1.089
15. Jasa Pendidikan 932 941 975 945 949 958
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 191 188 195 193 194 200
17. Jasa Lainnya 279 292 290 299 285 294
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp miliar)
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga8.989 9.167 9.419 9.483 9.516 9.769
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 189 194 203 211 212 218
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.308 2.926 2.817 2.941 2.462 2.956
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 7.227 7.892 8.195 8.936 8.314 8.601
5. Perubahan Inventori (16) 127 161 116 328 394
6. Eksport Luar Negeri 431 656 691 1.165 921 1.036
7. Import Luar Negeri 764 1.210 1.040 1.598 2.007 1.770
8. Net Eksport Antar Daerah (445) (431) (524) (675) (379) (525)
Total PDRB (Rp Miliar) 17.918 19.320 19.922 20.580 19.367 20.677
Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 5,5 6,8 6,0 7,6 8,1 7,0
2017Indikator
2016
TABEL INDIKATOR
x
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II
Total Asset (Rp miliar) 22.003 22.895 22.906 23.347 23.194 25.207
- Bank Umum (Konvensional & Syariah) 21.732 22.603 22.632 23.038 22.900 24.881
- BPR 271 292 274 309 294 327
Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Rp miliar) 15.367 15.690 15.442 14.872 15.882 17.058
- Giro 4.211 4.030 3.790 2.545 4.016 4.529
- Tabungan 7.245 7.665 7.717 8.627 7.635 8.109
- Deposito 3.912 3.995 3.934 3.700 4.230 4.420
Kredit Bank Umum* (Rp miliar) 16.915 17.910 18.119 18.266 18.813 19.450
- Modal Kerja 4.669 5.002 5.061 5.071 5.155 5.490
- Investasi 1.823 1.962 1.920 1.920 1.968 1.854
- Konsumsi 10.423 10.946 11.140 11.275 11.690 12.105
NPL Bank Umum(%) 2,61 2,48 2,79 2,69 3,23 3,27
LDR (%) 110 114 117 123 118 114
- Inflow 1.279 579 1.140 492 1.243 667
- Outflow 282 1.612 1.044 1.550 403 2.089
- Net (Inflow - Outflow) 997 (1.033) 96 (1.058) 840 (1.422)
- Volume (transaksi) 58 64 56 62 55 46
- Nominal (Rp miliar) 2.084 2.437 2.172 2.404 2.000 1.634
- Volume (transaksi) 481 529 478 539 525 504
- Nominal (Rp miliar) 848 874 689 801 587 631
*Lokasi Bank
2016
RTGS dari Perbankan Sultra
Indikator
Kas (Rp miliar)
Perbankan
Kliring
2017
RINGKASAN EKSEKUTIF
Agustus 2017
2
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
Perlambatan laju pertumbuhan
investasi, konsumsi rumah tangga dan
kegiatan ekspor menyebabkan terjadi
pelambatan perekonomian Sultra
Tekanan inflasi Sultra mengalami
peningkatan akibat adanya peningkatan
kelompok bahan makanan dan
kelompok perumahan, air,
listrik dan bahan bakar.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar
7,0% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mampu tumbuh sebesar 8,1% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan
oleh melambatnya pertumbuhan investasi, konsumsi pemerintah dan
kegiatan ekspor pada sisi permintaan. Dari sisi penawaran, perlambatan
pada kinerja lapangan usaha pertambangan dan penggalian dan lapangan
usaha konstruksi merupakan penyebab utama terjadinya perlambatan laju
pertumbuhan.
Pada triwulan III 2017 perekonomian Sulawesi Tenggara diperkirakan
masih mengalami akselerasi yang didorong oleh percepatan yang terjadi
pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian, lapangan usaha
industri pengolahan dan lapangan usaha konstruksi.
Inflasi Daerah
Inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan yang
cukup tinggi dari 2,25% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 5,21% (yoy).
Peningkatan laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh
peningkatan inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari maupun Kota Baubau.
Sumber utama naiknya tekanan inflasi tersebut berasal dari kelompok bahan
makanan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar.
Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama
Bank Indonesia selama triwulan II 2017 difokuskan untuk melaksanakan
pemantauan harga kebutuhan strategis di pasar dan pemantauan
ketersediaan stok serta menjaga ekspektasi masyarakat terhadap harga
kebutuhan strategis menyambut Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Namun demikian, tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan akan
mengalami penurunan. Tekanan inflasi masih pada triwulan tersebut masih
bersumber dari kelompok bahan makanan, sementara kelompok yang lain
secara umum sudah mengalami penurunan tekanan dibandingkan triwulan II
2017.
3
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Stabilitas keuangan
daerah masih terjaga terutama dari
ketahanan rumah tangga
Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD Provinsi Sulawesi
Tenggara mengalami penurunan
dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, namun untuk realisasi belanja APBN
mengalami peningkatan
Sistem pembayaran non tunai melalu RTGS mengalami
peningkatan. Namun sistem pembayaran
melalui kliring mengalami penurunan.
Sementara untuk transaksi tunai
terjadi net outflow
Stabilitas Keuangan Daerah
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan sektor
rumah tangga. Meskipun menghadapi kerentanan yang disebabkan oleh
adanya potensi tekanan harga, namun tingkat konsumsi yang masih
dalam batas wajar, perilaku berutang yang membaik dan risiko kredit yang
masih terjaga berdampak minimal pada stabilitas sistem keuangan.
Sementara itu dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama masih
cukup stabil meskipun terjadi penurunan dan kenaikan kinerja pada
beberapa sektor utama sehingga mampu meredam kerentanan yang
terjadi. Meskipun demikian, perekonomian yang masih terkonsolidasi
mempengaruhi kinerja institusi keuangan, khususnya perbankan di
Sulawesi Tenggara. Kinerja penghimpunan dana pihak ketiga masih
melanjutkan tren peningkatan, sementara itu penyaluran kredit kembali
mengalami perlambatan. Meskipun demikian, risiko kredit masih terjaga.
Keuangan Pemerintah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi
Tenggara pada tahun 2017 mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan anggaran tahun 2016. Pada triwulan II 2017, realisasi
pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 49,5%,
menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar 52,5%. Sejalan dengan kondisi tersebut, realisasi
belanja APBD Provinsi Sulawesi Tenggara juga mengalami penurunan dari
35,9% pada tahun 2016 menjadi 32,0% di periode laporan. Namun
demikian untuk realisasi belanja APBN Provinsi pada triwulan II tahun 2017
mampu terealisasi sebesar 31,4%, jauh lebih tinggi jika dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya tercatat sebesar 26,7%.
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Pada triwulan II 2017, aktivitas sistem pembayaran nontunai melalui RTGS
di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan baik secara nominal
maupun jumlah transaksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Namun demikian, pembayaran nontunai melalui sistem kliring tercatat
mengalami penurunan. Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan II
2017 terjadi net outflow uang kartal sesuai dengan pola musimannya
pada saat Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, KPw Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Tenggara juga terus melakukan peningkatan kelayakedaran dari
uang kartal dan meminimalkan peredaran uang palsu.
4
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
Sejalan dengan
perlambatan yang terjadi, kondisi
ketenagakerjaan dan kesejahteraan
mengalami penurunan.
Pertumbuhan ekonomi Sultra pada
triwulan IV 2017 diperkirakan akan meningkat namun
juga disertai dengan peningkatan tekanan
inflasi
Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2017
diindikasikan mengalami penurunan meskipun tidak signifikan. Hal ini
juga sejalan dengan terjadinya perlambatan ekonomi pada periode
triwulan II 2017.
Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan
masyarakat Sulawesi Tenggara cenderung mengalami penurunan. Hal
tersebut tercermin dari Nilai Tukar Pertani (NTP) yang menurun di periode
laporan.
Prospek Perekonomian
Pada triwulan IV 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara diperkirakan
mengalami akselerasi dan tumbuh pada kisaran 8,7% - 9,1% (yoy). Hal
ini mendorong perekonomian Sultra selama tahun 2017 diperkirakan
dapat tumbuh sebesar 8,0% - 8,4%. Akselerasi tersebut disebabkan oleh
perlambatan kinerja lapangan usaha pertambangan dan penggalian,
lapangan usaha industri pengolahan serta lapangan usaha konstruksi dari
sisi penawaran. Sementara dari sisi permintaan adanya akselerasi pada
konsumsi pemerintah, peningkatan investasi serta ekspor Sulawesi
Tenggara. Selain itu, stabilnya konsumsi rumah tangga juga turut
memberikan andil positif.
Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada triwulan IV 2017
diperkirakan akan dominan dipengaruhi oleh peningkatan harga pada
kelompok volatile food dan administered prices. Meskipun demikian,
inflasi pada akhir tahun diperkirakan masih tetap berada dalam batas
target inflasi nasional 4% + 1%.
1 Loading Peti Kemas di Pelabuhan Kendari
Foto: Daniel
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Ekonomi Makro Regional
6
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
1.1. KONDISI UMUM
Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan
II 2017 tumbuh sebesar 7,0% (yoy), mengalami
perlambatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 8,1%
(yoy) (Grafik 1.1). Dari sisi permintaan,
perlambatan tersebut disebabkan oleh
melambatnya pertumbuhan investasi, konsumsi
pemerintah dan kegiatan ekspor. Sementara itu
dari sisi penawaran, perlambatan pada kinerja
lapangan usaha pertambangan dan penggalian
dan lapangan usaha konstruksi menjadi sumber
utama melemahnya pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara pada periode tersebut.
Meskipun memiliki arah pertumbuhan yang
sama dengan perekonomian nasional, namun
pertumbuhan perekonomian Sulawesi Tenggara
masih lebih besar. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada periode yang sama hanya
tumbuh sebesar 5,0% (yoy). Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa perekonomian Sulawesi
Tenggara masih memiliki ruang untuk tumbuh
akibat pangsa ekonomi Sulawesi Tenggara yang
masih sangat kecil hanya mencapai 0,84%.
Berdasarkan spasial kawasan Sulawesi,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara yang
tercatat tumbuh sebesar 7,0% (yoy) pada
triwulan II 2017 seperti pada triwulan
sebelumnya masih merupakan pertumbuhan
yang tertinggi di kawasan, bahkan pada periode
tersebut merupakan yang tertinggi di Indonesia.
Pada periode triwulan II 2017, perekonomian
Provinsi Sulawesi Tenggara menyumbang
13,8% terhadap perekonomian Kawasan
Sulawesi. Nilai tersebut mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
memberikan andil sebesar 13,7% terhadap
perekonomian di kawasan Sulawesi.
Perekonomian Kawasan Sulawesi secara
dominan disumbang oleh Provinsi Sulawesi
Selatan (48,0%), diikuti oleh Provinsi Sulawesi
Tengah (16,4%) dan provinsi Sulawesi Tenggara
(13,8%).
Memasuki triwulan III 2017, perkembangan
beberapa indikator ekonomi di Sulawesi
Tenggara mengindikasikan arah pertumbuhan
dengan tren meningkat dan diperkirakan
mampu tumbuh pada kisaran 8,3% - 8,7%
(yoy). Hasil survei yang dilakukan oleh KPw Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara dan
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sulawesi
Sumber: BPS , ADHK, diolah
Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: BPS, ADHB, diolah Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
Sulawesi Tenggara Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian
Sulawesi Tenggara Triwulan IIV 2016
Keterangan Tw I 2017 Tw II 2017
Sulawesi Utara 6,4% 5,8%
Sulawesi Tengah 3,9% 6,6%
Sulawesi Selatan 7,5% 6,6%
Sulawesi Tenggara 8,1% 7,0%
Gorontalo 7,3% 6,6%
Sulawesi Barat 7,4% 4,8%
Sulawesi 6,8% 6,5%
8,1%
7,0%
5,0% 5,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
8,0%
9,0%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional
%, yoy
Sultra2015=6,9% Sultra
2016=6,5%23,221,46,3
12,212,6
Pertanian
Pertambangan
Industri
Pengolahan
Konstruksi
Perdagangan
Lainnya
7
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
pendalaman informasi yang dilakukan melalui
liaison juga mengindikasikan akan terjadi
percepatan pertumbuhan ekonomi. Lapangan
usaha yang diperkirakan akan mengalami
percepatan pertumbuhan yaitu lapangan usaha
pertambangan dan penggalian, lapangan usaha
industri pengolahan dan lapangan usaha
konstruksi. Namun demikian, lapangan usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan serta
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran
diperkirakan akan mengalami perlambatan
sehingga menahan laju akselerasi ekonomi yang
terjadi. Sementara dari sisi permintaan,
percepatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara diperkirakan berasal dari adanya
peningkatan konsumsi pemerintah, investasi
dan ekspor.
1.2. SISI PERMINTAAN
Realisasi Triwulan II 2017
Dari sisi permintaan (dilihat dari komponen
pengeluaran pada PDRB), perlambatan laju
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada
triwulan II 2017 disebabkan oleh melemahnya
pertumbuhan investasi, konsumsi pemerintah
dan ekspor luar negeri. Perlambatan yang terjadi
pada investasi disebabkan oleh melambatnya
pembangunan proyek pemerintah maupun
swasta seiring adanya gangguan cuaca maupun
telah mulai selesainya pembangunan smelter.
Sementara untuk konsumsi pemerintah,
perlambatan tersebut didorong penurunan
realisasi belanja pegawai akibat pembayaran gaji
ke-13 yang dilakukan pada awal triwulan III
2017. Selain itu, kinerja ekspor Sulawesi
Tenggara yang turun akibat adanya penurunan
ekspor komoditas perikanan juga turut
menyebabkan perlambatan yang terjadi pada
triwulan pertama tahun 2017.
Di sisi lain, akselerasi konsumsi rumah tangga
yang terjadi seiring peningkatan konsumsi
masyarakat pada saat Ramadhan dan Idul Fitri
serta adanya penurunan impor pada periode
triwulan II 2017 menahan laju perlambatan
perekonomian Sulawesi Tenggara. Penurunan
impor terutama terjadi pada impor mesin dan
peralatan dalam rangka pembangunan smelter
yang sedang memasuki tahap penyelesaian.
Dari sisi rasio komponen pengeluaran terhadap
total PDRB, konsumsi rumah tangga masih
mendominasi perekonomian Sulawesi Tenggara
dengan rasio sebesar 47,2% diikuti oleh
pengeluaran untuk kegiatan investasi sebesar
41,6%. Selain itu, konsumsi pemerintah juga
masih memiliki peran yang cukup besar dengan
rasio mencapai 14,3% sehingga realisasinya
perlu mendapat perhatian agar dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
optimal dan berkelanjutan. Sementara itu,
ekspor luar negeri Sulawesi Tenggara hanya
Tabel 1.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Dalam % (yoy) Rasio = perbandingan terhadap total PDRB di Tw II 2017 PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); p= proyeksi KPw BI Sultra LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga
Sumber: BPS, ADHK, diolah
I II III IV I II IIIP
Konsumsi Rumah Tangga 6,7 6,8 6,0 5,1 5,9 6,6 6,1 - 6,5 47,2%
Konsumsi LNPRT 6,6 7,2 3,2 1,5 12,1 12,5 12,4 - 12,8 1,1%
Konsumsi Pemerintah 4,8 11,4 1,2 -6,9 6,7 1,0 11,0 - 11,4 14,3%
PMTB 11,5 10,9 7,0 2,6 15,0 9,0 12,3 - 12,7 41,6%
Perubahan Inventori -110,5 -16,5 44,3 -230,1 -2145,6 209,4 (482) - (484) 1,9%
Eksport Luar Negeri -49,7 -29,7 -3,0 63,2 113,6 58,0 171 - 172 5,0%
Import Luar Negeri -22,7 28,0 4,0 6,3 162,6 46,2 43 - 44 -8,6%
Net Eksport Antar Daerah 36,9 -22,8 -4,3 -38,8 -14,8 21,8 43 - 44 -2,5%
PDRB 5,5 6,8 6,0 7,6 8,1 7,0 8,3 - 8,7 100%
*Keterangan Meningkat Melambat
Rasio2016 2017
Komponen Pengeluaran
Ekonomi Makro Regional
8
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
memberikan kontribusi sebesar 5,0% jika
dibandingkan dengan keseluruhan PDRB. (Tabel
1.2).
Tracking Triwulan III 2017
Pada triwulan III 2017 yang sedang berjalan
diperkirakan akan terjadi percepatan
pertumbuhan ekonomi yang masih didorong
oleh peningkatan konsumsi pemerintah,
kegiatan investasi serta peningkatan ekspor di
Sulawesi Tenggara. Adanya pembayaran gaji ke-
13 kepada PNS/ASN dan TNI/Polri pada periode
ini menyebabkan adanya peningkatan konsumsi
pemerintah. Di samping itu, mulai berjalannya
proyek pemerintah turut mendorong akselerasi
kegiatan investasi. Sementara itu, adanya
relaksasi ekspor nikel kadar rendah juga
diperkirakan akan semakin mendorong
akselerasi pertumbuhan ekonomi yang akan
terjadi.
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga
Realisasi Triwulan II 2017
Pada triwulan II 2017 konsumsi rumah tangga
tercatat mampu tumbuh sebesar 6,8% (yoy),
meningkat jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,7% (yoy).
Akselerasi laju pertumbuhan konsumsi rumah
tangga tersebut sebagai akibat dari masih
berlanjutnya peningkatan daya beli serta
kualitas konsumsi masyarakat seiring masuknya
bulan Ramadhan dan Idul Fitri di akhir periode.
Berdasarkan jenis pengeluaran konsumsinya,
pengeluaran rumah tangga yang mengalami
peningkatan pada periode tersebut terjadi pada
konsumsi makanan dan minuman selain
restoran, konsumsi pakaian dan alas kaki,
konsumsi kesehatan dan pendidikan, serta
konsumsi restoran dan hotel. Sementara untuk
konsumsi perumahan dan perlengkapan,
konsumsi restoran dan hotel serta konsumsi
lainnya tercatat tumbuh melambat sehingga
menahan laju percepatan yang terjadi (Grafik
1.3).
Konsumsi rumah tangga Sulawesi Tenggara
masih didominasi oleh konsumsi makanan dan
minuman sebesar 46,6%, diikuti oleh konsumsi
untuk transportasi dan komunikasi sebesar
20,5%. Sementara itu konsumsi perumahan
dan peralatan rumah tangga berada pada posisi
ke-3 dengan pangsa sebesar 12,4%.
Percepatan laju pertumbuhan konsumsi rumah
tangga tersebut juga masih disebabkan oleh
adanya peningkatan UMP tahun 2017. Pada
tahun 2017, UMP Provinsi Sulawesi Tenggara
ditetapkan sebesar Rp2.002.625, naik sebesar
8,25% dari UMP tahun sebelumnya. Hal ini
terlihat juga hasil Indeks Tendensi Konsumen
(ITK) yang meningkat. Berdasarkan hasil survei
tersebut terdapat peningkatan ITK dari 98,57
pada triwulan I 2017 menjadi 111,59 pada
triwulan II 2017 seiring dengan adanya
peningkatan pendapatan rumah tangga. Selain
itu, volume konsumsi barang dan jasa rumah
Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: BPS Prov Sultra, diolah
Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga
Grafik 1.4 Indeks Tendensi Konsumen
- 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00
Ma
kan
an
da
nM
inu
ma
n,
sela
inR
esto
ran
Pakaia
n d
an A
las
Ka
ki
Pe
rum
aha
n d
an
Pe
rle
ng
ka
pa
nR
um
ah
Ta
ng
ga
Ke
se
hata
n d
an
Pe
nd
idik
an
Tra
nspo
rta
si da
nK
om
un
ika
si
Resto
ran d
an H
ote
l
Ko
nsu
msi la
inn
ya
Tw I 2017 Tw II 2017
%, yoy
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017Indeks Tendensi Konsumen
Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen
indeks
9
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
tangga pada periode laporan juga mengalami
peningkatan akibat adanya bulan Ramadhan
dan Idul Fitri (Grafik 1.4).
Meskipun konsumsi masyarakat meningkat,
namun hal tersebut tidak diikuti oleh
peningkatan kredit konsumsi. Pertumbuhan
kredit konsumsi pada periode tersebut masih
mengalami tren perlambatan sejak tahun 2016.
Pada triwulan II 2017, kredit konsumsi di
Sulawesi Tenggara tercatat sebesar Rp13,0
triliun atau tumbuh sebesar 11,2% (yoy),
sedangkan pada triwulan sebelumnya dapat
tumbuh sebesar 12,6% (yoy) (Grafik 1.5).
Tracking Triwulan III 2017
Memasuki triwulan III 2017, perkembangan
berbagai indikator terkini mengindikasikan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih
akan tumbuh tinggi meskipun cenderung
melambat yakni pada kisaran 6,1% - 6,5%
(yoy). Perlambatan tersebut disebabkan oleh
kembali normalnya konsumsi masyarakat
pascaramadhan dan Idul Fitri. Hal ini juga
tercermin dari hasil Indeks Tendensi Konsumen
(ITK) pada triwulan mendatang yang menurun
1 Konsumsi kolektif pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (umum) dan semua anggota masyarakat mendapatkan manfaat dari jasa seperti ini. Jasa kolektif yang diberikan oleh pemerintah antara lain keamanan dan pertahanan, peraturan-peraturan yang menyangkut kemasyarakatan, pemeliharaan undang-undang dan peraturan, perlindungan lingkungan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur dan pembangunan ekonomi.
2 Konsumsi individu merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga individu antara lain: Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, olah raga dan rekreasi, dan kebudayaan
menjadi sebesar 107,1, setelah pada periode
triwulan II tercatat sebesar 111,59.
Meskipun demikian, adanya pembayaran gaji
ke13 bagi TNI/POLRI dan PNS/ASN pada awal
triwulan ini diperkirakan akan meningkatkan
konsumsi masyarakat terutama untuk
komoditas pendidikan sehingga mampu
menahan perlambatan konsumsi rumah tangga
yang diperkirakan akan terjadi.
1.2.2. Konsumsi Pemerintah
Realisasi Triwulan II 2017
Realisasi pertumbuhan pengeluaran belanja
pemerintah pada triwulan II 2017 tumbuh
melambat dan merupakan salah satu penyebab
perlambatan ekonomi Sulawesi Tenggara. Pada
periode tersebut konsumsi pemerintah tercatat
tumbuh sebesar 1,0% (yoy), jauh menurun jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
mampu tumbuh sebesar 6,7% (yoy).
Perlambatan tersebut disebabkan oleh
penurunan biaya pegawai pada periode
tersebut. Pada tahun 2017, pembayaran THR
(gaji ke-14) dilakukan pada triwulan II dan gaji
ke-13 dilakukan pada triwulan III, sementara
pada tahun 2016 kedua tambahan penghasilan
tersebut diberikan pada triwulan II.
Perlambatan konsumsi pemerintah tersebut
terjadi pada konsumsi kolektif1 dan konsumsi
individual pemerintah2. Pada periode tersebut
konsumsi kolektif pemerintah hanya tumbuh
sebesar 0,9%(yoy), setelah pada periode
sebelumnya tercatat mengalami pertumbuhan
sebesar 6,6% (yoy). Sedangkan untuk konsumsi
individual pemerintah hanya mampu tumbuh
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara
13,01
11,2%10,0%
11,0%
12,0%
13,0%
14,0%
15,0%
16,0%
17,0%
18,0%
-
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
Ekonomi Makro Regional
10
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
sebesar 1,2% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh
sebesar 6,9% (yoy).
Hal tersebut tercermin dari realisasi anggaran
belanja pemerintah yang berasal dari APBN pada
triwulan II 2017 hanya sebesar Rp466,6 miliar
atau terkontraksi cukup dalam mencapai 14,3%
(yoy). Kondisi tersebut jauh menurun
dibandingkan dengan periode triwulan
sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 6,8%
(yoy).
Tracking Triwulan III 2017
Pada triwulan III 2017, pertumbuhan konsumsi
pemerintah diperkirakan masih akan mengalami
perbaikan. Pada triwulan mendatang konsumsi
pemerintah diperkirakan akan kembali
meningkat dan tumbuh sebesar 11,0% - 11,4%
(yoy). Akselerasi tersebut didorong oleh adanya
pembayaran gaji ke-13 kepada PNS/ASN dan
TNI/Polri. Selain itu, adanya tindakan percepatan
realisasi proyek-proyek pemerintah yang
diharapkan pada periode mendatang telah
terealisasi seluruhnya diperkirakan akan
menyebabkan akselerasi pertumbuhan.
1.2.3. Investasi
Realisasi Triwulan II 2017
Komponen investasi di Sulawesi Tenggara pada
triwulan II 2017 tercatat melambat jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Investasi Sulawesi Tenggara pada triwulan II
2017 tercatat mampu tumbuh cukup tinggi
mencapai 9,0% (yoy) dibandingkan pada
periode sebelumnya mampu tumbuh sebesar
15,0% (yoy).
Perlambatan yang terjadi dipengaruhi oleh
terbatasnya pembangunan proyek pemerintah
maupun swasta. Untuk pengerjaan proyek
pemerintah, tingginya curah hujan
menyebabkan terganggunya pembangunan
proyek seperti jalan dan jembatan. Namun
adanya proses pengerjaan Bendungan Ladongi
mampu memberikan kontribusi positif pada
investasi Sulawesi Tenggara. Sementara untuk
proyek swasta disebabkan oleh beberapa proyek
smelter nikel yang mulai memasuki tahap
penyelesaian di beberapa daerah seperti
Konawe dan Bombana.
Hal tersebut juga tercermin dari data konsumsi
semen yang tercatat mengalami penurunan.
Konsumsi semen pada periode tersebut tercatat
sebesar 162,2 ton atau terkontraksi lebih dalam
mencapai 2,8%, setelah pada periode
sebelumnya hanya terkontraksi sebesar 0,7%
(yoy) (Grafik 1.6). Selain itu, investasi
nonbangunan juga tercatat mengalami
perlambatan dari 24,8% (yoy) menjadi sebesar
14,2% (yoy) pada triwulan II 2017.
Berdasarkan status penanaman modalnya,
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
merupakan sumber perlambatan investasi di
Sulawesi Tenggara. Pada triwulan II 2017,
jumlah PMDN adalah sebanyak 38 proyek
dengan total investasi mencapai Rp1,06 triliun
atau tumbuh hingga mencapai 19,2% (yoy),
lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya mencapai Rp1,41triliun. Sedangkan
untuk Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat
mengalami akselerasi pertumbuhan. Pada
triwulan II 2017 jumlah PMA adalah sebanyak
50 proyek dengan nilai investasi sebesar US$
167,4 ribu atau tumbuh sebesar 2.599,3%
(yoy), jauh meningkat dibandingkan dengan
periode triwulan I 2017 yang tercatat tumbuh
sebesar 1.272,6% (yoy).
Investasi pemerintah yang sedang berjalan pada
periode triwulan II 2017 antara lain
pembangunan Jembatan Teluk Kendari,
Revitalisasi Teluk Kendari, Pembangunan Mesjid
Al Alam, Pembangunan Bendungan Ladongi
dan Bendungan Pelosika, Pembangunan akses
jalan menuju Kawasan Industri Konawe.
Sejalan dengan perlambatan yang terjadi,
penyaluran kredit investasi untuk proyek-proyek
yang ada di Sulawesi Tenggara tercatat
terkontraksi sebesar 9,9% (yoy), jauh menurun
11
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang mampu tumbuh cukup tinggi mencapai
35,6% (yoy). Sampai dengan periode triwulan II
2017 tersebut, jumlah outstanding kredit
investasi adalah sebesar Rp4,59 triliun,
sementara pada triwulan sebelumnya mencapai
Rp4,87 triliun. (Grafik 1.7)
Tracking Triwulan III 2017
Pada triwulan berjalan kegiatan investasi di
Sultra diperkirakan akan mengalami akselerasi
jika dibandingkan dengan triwulan II 2017. Pada
triwulan berjalan kegiatan investasi diperkirakan
akan tumbuh sebesar 12,3% - 12,7% (yoy).
Kondisi tersebut didorong oleh adanya
peningkatan investasi baik dari belanja modal
pemerintah. Realisasi belanja modal pemerintah
juga diperkirakan mengalami peningkatan pada
triwulan III 2017 mendatang akibat kembali
berjalannya proyek-proyek pemerintah yang
sempat terhambat akibat kondisi cuaca yang
tidak kondusif. Sementara untuk investasi
swasta di pertambangan akan tumbuh stabil
seiring telah masuknya tahap penyelesaian
beberapa smelter nikel.
1.2.4. Ekspor dan Impor
Realisasi Ekspor Triwulan II 2017
Komponen ekspor luar negeri Sulawesi
Tenggara pada triwulan II 2017 tercatat
mengalami perlambatan yang cukup dalam
namun masih dapat tumbuh pada level yang
tinggi. Pada periode tersebut ekspor Sulawesi
Tenggara tercatat hanya tumbuh sebesar 58,0%
(yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang mampu tumbuh
sebesar 114,5% (yoy) (Tabel 1.2).
Perlambatan kinerja ekspor tersebut disebabkan
oleh penurunan pengiriman ekspor ikan, aspal
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi
Tenggara
Sumber: BKPM, diolah Sumber: BKPM, diolah
Grafik 1.8 Realisasi Investasi PMA di Sulawesi Tenggara Grafik 1.9 Realisasi Investasi PMDN di Sulawesi Tenggara
162,2
-2,78%-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Th
ou
sa
nd
s
Konsumsi semen Pertumbuhan Kons Semen (sb.kanan)
Ton yoy
4.588
-9,9%-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Kredit Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
167,4
2599%
-500%
0%
500%
1000%
1500%
2000%
2500%
3000%
-
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
PMA (US$ Juta) Pertumbuhan(sb. Kanan)
US$ (Juta) yoy
1.063
19,15%-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
PMDN (Rp miliar) Pertumbuhan(sb. Kanan)
US$ (Juta) yoy
Ekonomi Makro Regional
12
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
dan kakao olahan. Ekspor komoditas perikanan
pada periode laporan menunjukkan adanya
penurunan sehingga turut menjadi faktor utama
pendorong perlambatan pertumbuhan ekspor
Sulawesi Tenggara.
Pada triwulan II 2017, ekspor komoditas
perikanan tercatat senilai 5,8 juta dolar AS atau
mengalami pertumbuhan sebesar 107,5% (yoy),
lebih rendah dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang mencapai 6,4 juta dolar AS
dan mengalami pertumbuhan sebesar 121,9%
(yoy). Penurunan tersebut utamanya disebabkan
oleh penurunan pengiriman ekspor gurita senilai
1,13 juta dolar AS dan udang senilai 1,12 juta
dolar AS (Grafik 1.13). Selain itu, perlambatan
ekspor Sulawesi Tenggara dipengaruhi juga oleh
penurunan ekspor aspal dan kakao yang
masing-masing tercatat senilai 184,8 ribu dolar
AS dan 180,0 ribu dolar AS pada triwulan II
2017.
Meskipun demikian, ekspor komoditas nikel
olahan tercatat mengalami peningkatan
sehingga ekspor Sulawesi Tenggara masih dapat
tumbuh pada level yang tinggi. Komoditas
ekspor Sultra secara dominan diwakili oleh
komoditas nikel olahan dengan pangsa sebesar
70% dari total ekspor atau senilai 43,48 juta
dolar AS (Grafik 1.11). Kondisi tersebut
meningkat dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang mencapai 64,0% dari total
ekspor Sulawesi Tenggara. Hal ini menunjukkan
bahwa ketergantungan kinerja ekspor di
Sulawesi Tenggara terhadap komoditas
feronikel kembali mengalami peningkatan.
Peningkatan kinerja ekspor feronikel tersebut
sejalan dengan kondisi industri pengolahan nikel
di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil liaison,
korporasi-korporasi tersebut mengkonfirmasi
bahwa pada triwulan II 2017 melakukan ekspor
nikel olahan sebanyak 5.228,2 WMT, jauh
meningkat dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tercatat melakukan ekspor
feronikel sebanyak 2.562,4 WMT atau
terkontraksi sebesar 2,4%. Kondisi tersebut
terjadi seiring dengan tidak adanya gangguan
produksi seperti pada periode sebelumnya.
Selain itu, perlambatan ekspor Sulawesi
Tenggara juga tertahan oleh peningkatan
ekspor minyak nilam yang tercatat sebesar 4,13
juta dolar AS setelah pada periode sebelumnya
tercatat sebesar 3,74 juta dolar AS pada triwulan
II 2017.
Mitra dagang utama Sulawesi Tenggara untuk
ekspor mengalami sedikit perubahan
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.10 Nilai Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tenggara Grafik 1.11 Pangsa Komoditas Ekspor
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.12 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara
31.2%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Ekspor Sultra g Ekspor Sultra (sb. Kanan)
Juta US$ yoy
Feronikel, 43,480 ,
70%
Nikel Mentah
12%
Perikanan9%
Minyak Nilam
7%
Lainnya2%
USD
43
2.3%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
-
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan)
Juta US$ yoy
13
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Pangsa terbesar negara tujuan ekspor Sulawesi
Tenggara pada pertengahan tahun 2017 adalah
India yang mencapai 30,5%, lalu diikuti oleh
dengan pengiriman ke Korea Selatan (20,2%)
dan ke Taiwan (16,8%). Sementara pada
periode awal tahun pangsa terbesar negara
tujuan ekspor Sulawesi Tenggara pada awal
tahun 2017 adalah Korea Selatan yang
mencapai 37,1%, lalu diikuti dengan
pengiriman ke India (13,8%) dan ke Tiongkok
(10,3%). Perubahan tersebut disebabkan oleh
adanya peningkatan ekspor komoditas nikel
olahan ke India.
Di sisi lain, melambatnya kinerja ekspor juga
tercermin dari arus muat barang di pelabuhan
peti kemas yang pada periode laporan tercatat
berjumlah 75,5 ribu MT atau tumbuh sebesar -
3,6% (yoy). Kondisi tersebut lebih rendah jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
hanya terkontraksi sebesar 2,3% (yoy) (Grafik
1.14).
Realisasi Impor Triwulan II 2017
Sejalan dengan ekspor, aktivitas impor luar
negeri di Sulawesi Tenggara tercatat mengalami
perlambatan pada periode laporan. Penurunan
tersebut disebabkan oleh pembangunan smelter
di Sulawesi Tenggara yang memasuki tahap
akhir. Selama triwulan II 2017, aktivitas impor
hanya tumbuh sebesar 46,2% (yoy), jauh
melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh mencapai 162,6%
(yoy).
Impor luar negeri Sulawesi Tenggara didominasi
oleh impor barang (97,4%) yang pada periode
laporan mengalami peningkatan dan hanya
tumbuh sebesar 47,3% (yoy), setelah pada
periode sebelumnya tumbuh sebesar 169,9%
(yoy). Sementara untuk impor jasa juga tumbuh
positif sebesar 13,7% (yoy), setelah periode
sebelumnya tercatat tumbuh 15,0% (yoy).
Pada triwulan II 2017, impor Sulawesi Tenggara
didominasi oleh impor barang antara yang
mencapai 71,3%, lalu diikuti oleh barang modal
28,6% dan barang konsumsi 0,1%. Kondisi
tersebut berbeda dengan periode sebelumnya
yang didominasi oleh impor barang modal
mencapai 78,5% lalu barang antara 21,4% dan
barang konsumsi 0,1%. Pergeseran tersebut
merupakan dampak dari penurunan impor
barang modal untuk pembangunan smelter.
Untuk negara asal barang, pada triwulan II 2017
impor Sultra tersebut seluruhnya berasal dari
Tiongkok.
Tracking Triwulan III 2017
Memasuki triwulan III 2017, kinerja ekspor luar
negeri diperkirakan masih akan membaik. Pada
triwulan mendatang ekspor Sulawesi Tenggara
diperkirakan akan tumbuh sebesar 171% -
172% (yoy). Hal ini selain disebabkan oleh
adanya peningkatan ekspor komoditas nikel
olahan seiring dengan mulai adanya
peningkatan harga komoditas nikel olahan
dunia serta sudah mulai beroperasinya smelter
baru di Sulawesi Tenggara. Selain itu, adanya
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Pelindo IV Kendari, diolah
Grafik 1.13 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara Grafik 1.14 Arus Muat Barang
263 390
58
1,378 1,206
245 343
15
1,125 1,137
Ikan Hidup Ikan Beku Rajungan Udang Gurita
Tw I 2017 Tw II 2017
ribu USD
75,475
-3.6%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017Arus muat g Arus muat (sb. Kanan)
Volume (T/M3) yoy
Ekonomi Makro Regional
14
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
relaksasi ekspor nikel mentah kadar rendah oleh
pemerintah pusat menyebabkan akselerasi
pertumbuhan kinerja ekspor Sulawesi Tenggara.
Masih adanya faktor base effect juga turut
memberikan pengaruh yang kuat pada
akselerasi ekspor pada triwulan mendatang.
Pada tahun sebelumnya, ekspor Sulawesi
Tenggara mengalami penurunan akibat
rendahnya harga komoditas nikel dunia pada
saat itu.
Selain itu, ekspor komoditas perikanan
diperkirakan juga akan mengalami akselerasi
seiring dengan faktor musiman yang
mengakibatkan adanya peningkatan produksi
ikan pada periode mendatang.
Sedangkan impor Sulawesi Tenggara pada
triwulan berjalan diperkirakan masih akan
tumbuh stabil dengan kecenderungan
menurun. Pada periode tersebut impor
diperkirakan akan tumbuh sebesar 43% - 44%
(yoy). Stabilnya pertumbuhan tersebut terutama
terjadi pada impor barang modal seiring
kegiatan investasi pembangunan smelter
pengolahan nikel yang telah memasuki tahap
penyelesaian.
1.3. SISI PENAWARAN: LAPANGAN
USAHA UTAMA
Realisasi Triwulan II 2017
Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan II
2017 disebabkan oleh perlambatan yang terjadi
pada kinerja lapangan usaha pertambangan dan
penggalian serta lapangan usaha konstruksi.
Namun kondisi tersebut sedikit tertahan oleh
adanya akselerasi pada kinerja lapangan usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan
usaha industri pengolahan serta lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran.
Perlambatan laju pertumbuhan yang terjadi
pada lapangan usaha pertambangan dan
penggalian disebabkan oleh penurunan
produksi barang galian golongan C, terutama
batu dan pasir akibat faktor cuaca. Sedangkan
untuk lapangan usaha konstruksi dipicu oleh
rendahnya realisasi pembangunan terutama
yang dilakukan oleh pemerintah maupun
swasta.
Tracking Triwulan III 2017
Sementara itu, pada triwulan III yang sedang
berjalan diperkirakan akan terjadi percepatan
pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh
percepatan yang terjadi pada lapangan usaha
pertambangan dan penggalian, lapangan usaha
industri pengolahan serta lapangan usaha
konstruksi. Namun demikian, adanya
perlambatan pertumbuhan pada lapangan
usaha pertanian, kehutanan dan perikanan
seiring telah berlalunya panen raya dan
lapangan usaha perdagangan akibat berlalunya
Ramadhan dan Idul Fitri diperkirakan
memberikan andil yang negatif sehingga
menahan percepatan laju pertumbuhan
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Pelindo IV Kendari, diolah
Grafik 1.15 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara Grafik 1.16 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan
1,063
19.15%
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
PMDN (Rp miliar)
US$ (Juta) yoy
305,428
-11.3%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
450,000
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017Arus bongkar g Arus bongkar (sb. Kanan)
Volume (T/M3) yoy
15
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
ekonomi Sulawesi Tenggara pada periode
tersebut.
1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Realisasi Triwulan II 2017
Pada triwulan II 2017, lapangan usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan
(selanjutnya disebut usaha pertanian)
mengalami akselerasi pertumbuhan. Kinerja
lapangan usaha tersebut mampu tumbuh
sebesar 6,4% (yoy), setelah pada periode
sebelumnya hanya tumbuh sebesar 4,8% (yoy).
Jika diperhatikan dari sublapangan usahanya,
maka seluruh sublapangan usaha yakni
pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa
pertanian, kehutanan dan penebangan kayu
serta perikanan mengalami peningkatan.
Dilihat dari komposisinya, pangsa terbesar
sublapangan usaha ini adalah usaha pertanian,
peternakan, perburuan dan jasa pertanian
(54,5%), diikuti oleh usaha perikanan (42,9%)
dan usaha kehutanan dan penebangan kayu
(2,7%) (Grafik 1.17).
Pada triwulan II 2017, sublapangan usaha
pertanian, peternakan, perburuan dan jasa
pertanian tumbuh sebesar 4,7% (yoy),
mengalami percepatan jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 2,7% (yoy). Penyebab utama dari
akselerasi pertumbuhan yang terjadi adalah
peningkatan produksi tanaman bahan makanan
akibat masuknya musim panen pada periode
tersebut. Selain itu, adanya upaya pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah guna
meningkatkan produksi melalui perluasan lahan
pertanian, pemberian bibit unggul dan
penyediaan sarana prasarana pertanian melalui
program Upsus Pajale (padi, jagung, dan
kedelai) turut mendorong akselerasi
pertumbuhan yang terjadi.
Hal tersebut tercermin juga dari luas panen padi
yang mengalami peningkatan. Pada triwulan II
2107 jumlah luas panen padi mampu mencapai
61,4 ribu Ha atau tumbuh positif sebesar 14,5%
(yoy), jauh mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
Tabel 1.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sultra
Sumber: BPS, ADHK, diolah
I II III IV I II IIIP
Pertanian, Kehutanan, & Perikanan 11,0 5,7 5,5 9,0 4,8 6,4 5,8 - 6,2 23,2%
Pertambangan dan Penggalian (7,4) 3,7 (6,0) 10,2 17,2 12,3 18,2 - 18,6 21,4%
Industri Pengolahan 8,6 5,4 13,7 8,1 7,4 8,8 9,5 - 9,9 6,3%
Pengadaan Listrik, Gas 11,6 7,9 12,3 (6,5) 3,0 4,6 2,8 - 3,2 0,1%
Pengadaan Air 8,8 3,0 14,3 9,8 0,0 3,6 6,2 - 6,6 0,2%
Konstruksi 9,8 8,3 8,8 4,9 11,3 2,1 5,1 - 5,5 12,2%
Perdagangan Besar dan Eceran 6,1 6,2 16,3 11,1 5,9 8,4 6,1 - 6,5 12,6%
Transportasi dan Pergudangan 9,5 12,5 16,0 8,5 9,8 10,2 9,6 - 10,0 4,7%
Penyediaan Akomodasi & Makan 7,7 8,3 7,7 4,9 7,1 7,0 3,7 - 4,1 0,6%
Informasi dan Komunikasi 13,2 9,2 8,2 8,7 9,4 9,8 4,4 - 4,8 2,4%
Jasa Keuangan 14,5 21,6 14,0 11,1 5,8 4,0 1,1 - 1,5 2,3%
Real Estate 0,4 1,2 (4,6) 6,6 1,5 4,7 13,3 - 13,7 1,6%
Jasa Perusahaan 10,0 8,1 7,7 7,0 3,9 6,6 3,6 - 4,0 0,2%
Administrasi Pemerintahan 2,7 8,2 1,0 (2,9) 0,3 1,1 5,9 - 6,3 5,3%
Jasa Pendidikan 11,9 12,8 14,5 1,5 1,8 1,8 1,3 - 1,7 4,6%
Jasa Kesehatan dan Keg. Sosial 9,2 4,5 8,3 3,2 1,3 6,3 6,9 - 7,3 1,0%
Jasa Lainnya 8,5 9,4 6,1 6,1 2,0 0,6 3,3 - 3,7 1,4%
PDRB 5,5 6,8 6,0 7,6 8,1 7,0 8,3 - 8,7 100%
*Keterangan Meningkat Melambat
Pangsa2016 2017
Lapangan Usaha
Ekonomi Makro Regional
16
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
tumbuh negatif sebesar 37,4% (yoy). Namun
demikian, jumlah luas panen jagung mengalami
penurunan dari seluas 16,3 ribu hektar menjadi
sebesar 15,2 ribu hektar pada periode laporan.
Komoditas hortikultura juga mengalami
penurunan produksi akibat terganggunya
proses produksi akibat curah hujan yang tinggi
pada periode tersebut. Adanya penurunan
produksi komoditas jagung dan hortikultura
tersebut menyebabkan tertahannya akselerasi
kinerja sublapangan usaha pertanian,
peternakan, perburuan dan jasa pertanian.
Sementara itu, akselerasi sublapangan usaha
perikanan yang tercatat tumbuh dari 7,3% (yoy)
pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar
8,8% (yoy) mampu memberikan andil yang
positif pada pertumbuhan lapangan usaha
pertanian pada periode yang sama. Penyebab
utama dari akselerasi tersebut adalah
peningkatan hasil tangkapan ikan. Pada
triwulan II 2017 pemerintah pusat maupun
daerah melakukan upaya peningkatkan
tangkapan ikan melalui pemberian bantuan
kapal kepada beberapa Kota/Kabupaten seperti
Kota Kendari, Kab Kolaka Utara, Kab Buton
Selatan, Kab Buton Utara, Kab Konawe Utara,
Kab Buton dan Kab Muna. Selain itu, beberapa
komoditas perikanan air payau juga mengalami
peningkatan seperti udang vanname dan
bandeng.
Berbeda dengan pertumbuhan lapangan usaha
pertanian yang meningkat, penyaluran kredit
pada lapangan usaha tersebut mengalami
perlambatan. Pada triwulan II 2017 kredit
pertanian hanya tumbuh sebesar 36,0% (yoy),
setelah pada periode sebelumnya mampu
tumbuh sebesar 61,8% (yoy). Jumlah
penyaluran kredit pada lapangan usaha tersebut
tercatat sebesar Rp730,2 miliar (Grafik 1.19).
Tracking Triwulan III 2017
Pada triwulan III mendatang, lapangan usaha
pertanian diperkirakan akan mengalami tren
penurunan. Pada periode mendatang lapangan
usaha ini diperkirakan tumbuh sebesar 5,8% -
Sumber: BPS, diolah Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan, diolah Grafik 1.17 Pangsa Lapangan Usaha Pertanian Grafik 1.18 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara
Sumber: PPS Samudra Kendari, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.19 Jumlah Pendaratan Ikan di Kota Kendari Grafik 1.20 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara
54,5
42,9
2,7
Pertanian,
Peternakan,
Perburuan dan Jasa
Pertanian
Kehutanan dan
Penebangan Kayu
Perikanan
61.4
14.5%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
-
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Thousands
Luas Panen Padi Pertumbuhan(sb. Kanan)
Luas (ribu Ha)yoy
6.0
-2.6%
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Thousands
Pendaratan Ikan Pertumbuhan(sb. Kanan)
Jumlah (ribu ton)yoy 730.22
36.0%
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
-
100
200
300
400
500
600
700
800
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Kredit Pertanian gKredit Pertanian (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
17
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
6,2% (yoy). Penyebab utama penurunan
disebabkan oleh adanya penurunan hasil
produksi komoditas tabama. Hal ini tercermin
jumlah perkiraan luas panen yang hanya
mencapai 30,7 ribu ha, setelah pada periode
sebelumnya tercatat 61,4 ribu ha.
Namun demikian, mulai masuknya panen pada
komoditas perkebunan seperti komoditas kakao
pada triwulan III diperkirakan dapat memberikan
andil positif pada pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara. Selain itu, komoditas
perikanan diperkirakan juga akan mengalami
peningkatan sesuai dengan pola musimannya
sehingga menahan perlambatan laju
pertumbuhan. Disisi lain, kondisi curah hujan
yang menurun pada triwulan mendatang juga
menjadi risiko penurunan kinerja lapangan
usaha pertanian.
1.3.2. Pertambangan dan Penggalian
Realisasi Triwulan II 2017
Kinerja lapangan usaha pertambangan dan
penggalian pada periode triwulan II 2017 masih
tercatat tumbuh cukup tinggi walaupun
cenderung melambat dan merupakan salah satu
penyebab terjadinya perlambatan ekonomi di
Sulawesi Tenggara. Pada triwulan II 2017 kinerja
lapangan usaha ini tercatat tumbuh sebesar
12,3% (yoy), menurun dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang mampu tumbuh
sebesar 17,2% (yoy).
Perlambatan tersebut utamanya disebabkan
oleh perlambatan pada sublapangan usaha
pertambangan dan penggalian lainnya. Hal
tersebut disebabkan oleh berkurangnya
permintaan terhadap barang galian golongan C
seperti batuan dan pasir. Penurunan tersebut
terjadi seiring tingginya curah hujan yang
menghambat proses pembangunan proyek-
proyek seperti jalan dan jembatan.
Selain itu, berdasarkan hasil liaison diketahui
bahwa masih terjadi penurunan penjualan
komoditas aspal yang disebabkan oleh
minimnya permintaan yang berasal dari proyek
pemerintah. Kondisi ini turut memberikan andil
yang negatif terhadap laju pertumbuhan yang
terjadi di lapangan usaha pertambangan dan
penggalian.
Namun demikian, berlanjutnya tren perbaikan
harga nikel olahan dunia menyebabkan
peningkatan permintaan nikel mentah di
Sulawesi Tenggara. Peningkatan permintaan
bahan baku nikel olahan tersebut selain berasal
dari dalam Sulawesi Tenggara juga berasal dari
luar provinsi (Sulawesi Tengah dan Banten).
Terjadinya peningkatan harga nikel olahan
dunia tersebut terjadi seiring adanya penurunan
produksi nikel mentah maupun nikel olahan di
Filipina sebagai produsen penghasil biji nikel
terbesar di dunia. Filipina menyumbang sekitar
25% produksi nikel global. Selain itu, adanya
kebijakan pemerintah yang tertuang dalam
Permen ESDM no.6 tahun 2017 terkait relaksasi
penjualan ekspor nikel kadar rendah <1,7%
(kadar rendah) juga masih turut mengakibatkan
adanya peningkatan aktivitas penambangan
komoditas nikel di Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan hasil liaison pada beberapa
perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara,
pada triwulan II 2017 mampu memproduksi ore
nickel sekitar 840,3 ribu MWT, jauh meningkat
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
hanya memproduksi sebesar 232,1 ribu MWT.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya
kenaikan kebutuhan pembuatan nikel olahan
dan ekspor nikel kadar rendah.
Sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi
lapangan usaha pertambangan, penyaluran
kredit pada lapangan usaha tersebut tercatat
jauh menurun. Pada triwulan II 2017
pertumbuhan penyaluran lapangan usaha
pertambangan tercatat tumbuh negatif sebesar
14,5% (yoy), jauh menurun dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang mampu
tumbuh tinggi mencapai 76,6% (yoy) (Grafik
1.22).
Ekonomi Makro Regional
18
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
Tracking Triwulan III 2017
Memasuki triwulan III 2017, kinerja lapangan
usaha ini diperkirakan akan mengalami
pertumbuhan positif pada kisaran sebesar
18,2%-18,6% (yoy). Kondisi tersebut
mengalami percepatan jika dibandingkan
dengan periode triwulan sebelumnya. Adanya
relaksasi pemerintah serta membaiknya harga
nikel olahan dunia diperkirakan masih mampu
menyebabkan pertumbuhan yang tinggi pada
lapangan usaha pertambangan.
1.3.3. Industri Pengolahan
Realisasi Triwulan II 2017
Pada triwulan II 2017 kinerja lapangan usaha
industri pengolahan mengalami percepatan
sehingga mampu menahan laju perlambatan
pertumbuhan perekonomian Sulawesi
Tenggara. Kinerja lapangan usaha industri
pengolahan tumbuh sebesar 9,7%(yoy),
mengalami akselerasi dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang tumbuh sebesar
8,8%(yoy). Berdasarkan data BPS Prov Sultra,
akselerasi tersebut terutama terjadi pada
produksi industri manufaktur besar dan sedang
yang tumbuh dari 5,72% (yoy) menjadi 7,90%
(yoy).
Peningkatan produksi industri besar dan sedang
tersebut terutama terjadi pada produksi
feronikel di Sulawesi Tenggara akibat telah
kembali normalnya proses produksi. Hal
tersebut terutama terjadi di salah satu industri
pengolahan nikel terbesar di Sulawesi Tenggara
yang telah berhasil melakukan perbaikan
tungku produksi setelah pada triwulan
sebelumnya mengalami gangguan.
Kondisi tersebut juga terkonfirmasi dari hasil
liaison pada produsen nikel olahan di Sulawesi
Tenggara yang menyatakan mengalami
peningkatan produksi. Pada periode laporan,
produksi feronikel di Sulawesi Tenggara tercatat
mampu tumbuh positif mencapai 62,0% (yoy),
setelah pada periode sebelumnya tumbuh
negatif sebesar 32,7% (yoy).
Meskipun demikian produksi industri
manufaktur mikro dan kecil mengalami
perlambatan produksi dari 13,86% (yoy)
menjadi hanya tumbuh sebesar 2,45% (yoy).
Perlambatan tersebut terutama terjadi pada
industri tekstil dan pakaian jadi.
Berbeda dengan akselerasi yang terjadi pada
lapangan usaha tersebut, penyaluran kredit
lapangan usaha industri pengolahan mengalami
perlambatan yang cukup dalam. Pada triwulan II
2017, outstanding kredit ke lapangan usaha
industri pengolahan mencapai Rp463,7 miliar
atau hanya tumbuh sebesar 15,9% (yoy),
menurun jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar
111,1% (Grafik 1.23).
Sumber: Produsen Nikel Sultra, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.21 Indeks Produksi Ore Nikel Grafik 1.22 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara
745.4
-
100
200
300
400
500
600
700
800
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Indeks
2,143.89
-14.5%
-40.0%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Kredit Pertambangan
Rp Miliar yoy
19
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Tracking Triwulan III 2017
Pada periode mendatang, kondisi lapangan
usaha industri pengolahan diperkirakan masih
akan tumbuh tinggi dengan kecenderungan
yang meningkat. Pertumbuhan kinerja lapangan
usaha tersebut pada triwulan III 2017
diprakirakan tumbuh pada kisaran 9,5% -9,7%
(yoy). Tingginya pertumbuhan tersebut
utamanya disebabkan oleh tingginya realisasi
produksi feronikel pada triwulan III mendatang
seiring dengan telah selesainya pembangunan
beberapa smelter di Sulawesi Tenggara. Selain
itu, membaiknya harga nikel olahan dunia juga
turut menyebabkan peningkatan produksi.
Namun demikian, untuk industri manufaktur
mikro dan kecil diperkirakan akan mengalami
perlambatan laju pertumbuhan seiring kembali
normalnya konsumsi rumah tangga
pascaramadhan dan Idul Fitri.
1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran
Realisasi Triwulan II 2017
Kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan
eceran pada triwulan II 2017 tercatat mengalami
percepatan laju pertumbuhan sehingga mampu
menahan perlambatan perekonomian. Pada
triwulan tersebut lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran mampu tumbuh sebesar 8,4%
(yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang hanya mampu tumbuh
sebesar 5,9% (yoy). Akselerasi yang terjadi pada
triwulan tersebut didorong oleh peningkatan
perdagangan domestik seiring adanya bulan
Ramadhan dan Idul Fitri pada periode laporan.
Sementara untuk kinerja ekspor mengalami
perlambatan sehingga menahan laju
pertumbuhan yang tinggi pada lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran.
Kondisi peningkatan perdagangan domestik
tersebut tercermin dari meningkatnya aktivitas
bongkar yang mendominasi kegiatan di
pelabuhan Kendari. Dari data PT. Pelindo IV,
diketahui bahwa pada triwulan II 2017
pertumbuhan arus bongkar barang tercatat
mengalami kontraksi sebesar 11,3% (yoy),
mengalami perbaikan dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang terkontraksi cukup
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.25 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.26 Transaksi Perdagangan Luar Negeri
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.23 Kredit Industri Sulawesi Tenggara Grafik 1.24 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
246.41135.5%
-300%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
-
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Ekspor Sultra g Ekspor Sultra
Volume (ribu ton) yoy
62
51
-
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017Nilai Eksport Nilai Import
Juta USD
463.67
15.9%0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
120.0%
140.0%
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Kredit Industri g Kredit Industri (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
-10
-5
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Besar dan Sedang Mikro dan Kecil
Ekonomi Makro Regional
20
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
dalam mencapai 27,5% (yoy). Berbeda dengan
aktivitas bongkar, aktivitas muat barang tercatat
mengalami penurunan dari terkontraksi sebesar
2,3% (yoy) menjadi sebesar 3,6% (yoy) pada
periode laporan (Grafik 1.27).
Secara total, aktivitas di pelabuhan Kendari
sebagai salah satu sentra aktivitas bongkar-muat
di Sulawesi Tenggara tercatat tumbuh negatif
sebesar 9,8% (yoy), jauh membaik
dibandingkan dengan kinerja pada triwulan
sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar
23,0% (yoy).
Sementara itu, kinerja perdagangan ekspor luar
negeri pada periode laporan mengalami
perlambatan sehingga menahan laju akselerasi
pertumbuhan lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran. Pada triwulan II 2017, total
ekspor provinsi Sulawesi Tenggara tercatat
sebesar 246,4 ribu ton atau tumbuh mencapai
57,3% (yoy) (Grafik 1.22).
Pada triwulan tersebut, komoditas utama yang
menyebabkan perlambatan pertumbuhan pada
perdagangan luar negeri adalah komoditas nikel
olahan. Perdagangan ekspor komoditas nikel
olahan tercatat sebesar 21,9 ribu ton atau
tumbuh sebesar 40,2% (yoy). Kondisi tersebut
lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar
41,6% (yoy). Namun demikian, untuk
komoditas ikan segar mengalami peningkatan
dari sebelumnya tercatat tumbuh negatif
mencapai 93,1% (yoy) pada triwulan I 2017
menjadi hanya tumbuh negatif sebesar 1,1%
(yoy) atau sebesar 561,9 ton pada triwulan II
2017.
Berbeda dengan akselerasi pada lapangan usaha
perdagangan, laju pertumbuhan penyaluran
kredit ke lapangan usaha tersebut mengalami
perlambatan. Pada periode laporan total
penyaluran kredit pada lapangan usaha tersebut
tercatat sebesar Rp4,98 triliun atau tumbuh
sebesar 3,3% (yoy), melambat dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang tumbuh
sebesar 7,1% (yoy) (Grafik 1.28).
Tracking Triwulan III 2017
Memasuki triwulan III, kinerja usaha
perdagangan besar dan eceran diperkirakan
akan tumbuh cukup tinggi dengan
kecenderungan melambat pada kisaran 6,1%
s.d 6,5% (yoy). Perlambatan kinerja usaha
tersebut dipengaruhi oleh perdagangan
domestik seiring dengan kembali normalnya
daya beli masyarakat pasca bulan Ramadhan
dan Idul Fitri. Namun demikian, adanya
peningkatan produksi nikel olahan akibat sudah
mulai beroperasinya beberapa smelter dan
adanya relaksasi ekspor nikel mentah kadar
rendah diperkirakan akan menyebabkan
akselerasi pertumbuhan dan memberikan andil
positif di lapangan usaha perdagangan besar
dan eceran.
1.3.5. Konstruksi
Sumber: PT Pelindo, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.27 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Kendari
Grafik 1.28 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara
-11.3%
-3.6%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Arus bongkar Arus muat
%, yoy
4,979.07
3.3%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
12.0%
14.0%
16.0%
18.0%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Kredit Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
21
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Realisasi Triwulan II 2017
Pada triwulan II 2017, kinerja lapangan usaha
konstruksi tercatat mengalami perlambatan
sehingga turut menyumbang pada perlambatan
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada
periode laporan. Pada periode tersebut, kinerja
usaha konstruksi hanya mampu tumbuh sebesar
2,1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
kinerja periode sebelumnya yang mampu
tumbuh sebesar 11,3% (yoy). Kondisi tersebut
terjadi karena adanya penurunan realisasi
pembangunan oleh pemerintah daerah maupun
pembangunan yang dilakukan oleh swasta.
Dari sisi realisasi pembangunan pemerintah,
rendahnya realisasi proyek pembangunan pada
periode laporan disebabkan oleh tingginya
curah hujan sehingga mengganggu pengerjaan
fisik proyek pemerintah terutama pembangunan
jalan dan jembatan. Namun demikian, adanya
pembangunan bendungan Ladongi mampu
menahan laju perlambatan yang terjadi.
Dari sisi realisasi pembangunan proyek swasta,
berdasarkan hasil liaison diperoleh informasi
bahwa pembangunan smelter di beberapa
daerah seperti di Konawe dan Bombana yang
telah selesai merupakan penyebab utama
perlambatan lapangan usaha konstruksi pada
periode laporan.
Perlambatan laju pertumbuhan lapangan usaha
konstruksi tersebut juga tercermin dari konsumsi
semen di Sulawesi Tenggara yang mengalami
penurunan. Pada triwulan II 2017 konsumsi
semen di Sulawesi Tenggara sebanyak 162,2 ton
atau terkontraksi sebesar 2,8% (yoy), menurun
jika dibandingkan dengan periode sebelumnya
yang terkontraksi sebesar 0,7%(yoy).
Sejalan dengan perlambatan laju pertumbuhan
ekonomi, penyaluran kredit pada lapangan
usaha tersebut juga mengalami perlambatan.
Pada triwulan II 2017, outstanding kredit ke
lapangan usaha konstruksi mencapai Rp962,4
miliar atau mengalami pertumbuhan yang
negatif sebesar 4,5% (yoy). Kondisi tersebut
jauh menurun dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh positif sebesar 21,4%
(yoy).
Tracking Triwulan III 2017
Pada triwulan III 2017, lapangan usaha
konstruksi diperkirakan akan mampu tumbuh
dengan kecenderungan meningkat seiring
adanya peningkatan kegiatan investasi di
Sulawesi Tenggara. Pada triwulan mendatang
lapangan usaha tersebut diperkirakan mampu
tumbuh sebesar 6,2% - 6,6% (yoy).
Peningkatan tersebut terutama bersumber dari
pembangunan proyek pemerintah akibat
adanya percepatan pembangunan proyek-
proyek pemerintah dan kondisi cuaca yang
diperkirakan akan membaik sehingga tidak
mengganggu proses pengerjaan proyek.
Sementara itu, investasi swasta juga
diperkirakan masih stabil. Kondisi ini
dipengaruhi oleh masih berlangsungnya
penyelesaian pembangunan smelter. Selain itu
adanya kebijakan pemerintah pusat untuk
relaksasi ekspor nikel lowgrade yang masih
mewajibkan adanya pembangunan smelter
diperkirakan akan mendorong investor
melakukan percepatan aktivitas pembangunan
smelter-nya.
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.29 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara
962.38
-4.5%-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Kredit Konstruksi g Kredit Konstruksi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
Ekonomi Makro Regional
22
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
1.4. PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA
LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN
Realisasi Triwulan II 2017
Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara pada periode triwulan II
2017, pertumbuhan ekonomi
nonpertambangan juga mengalami sedikit
perlambatan. Pada triwulan II 2017
pertumbuhan ekonomi nonpertambangan
tercatat tumbuh sebesar 5,7% (yoy), setelah
pada periode sebelumnya mencapai 5,9% (yoy).
Hal ini menunjukkan bahwa kontraksi lapangan
usaha pertambangan pada periode laporan
merupakan penyebab utama terjadinya
perlambatan pertumbuhan.
Pada periode triwulan II 2017, lapangan usaha
yang tercatat mengalami akselerasi adalah
lapangan usaha pertanian seiring dengan
masuknya musim panen serta industri
pengolahan akibat peningkatan produksi
industri besar dan sedang. Selain itu, adanya
peningkatan perdagangan domestik yang
didorong oleh peningkatan daya beli
masyarakat di Bulan Ramadhan dan Idul Fitri
mampu memberikan andil positif pada
pertumbuhan pada periode tersebut. Namun
demikian lapangan usaha konstruksi yang
mengalami perlambatan mampu menahan laju
akselerasi yang terjadi.
Dari sisi rasio komponen lapangan usaha
terhadap total PDRB nonpertambangan,
lapangan usaha pertanian masih mendominasi
perekonomian Sulawesi Tenggara dengan rasio
sebesar 29,5%. Namun demikian rasio tersebut
menurun dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang mampu mencapai 30,2%.
Penurunan rasio tersebut disebabkan oleh
adanya peningkatan rasio pada lapangan usaha
lainnya seperti usaha perdagangan dari 15,1%
menjadi 16,0% dan usaha konstruksi dari
15,5% menjadi 15,6%.
Tracking Triwulan III 2017
Pada triwulan III 2017 mendatang lapangan
usaha nonpertambangan diperkirakan akan
mampu tumbuh terakselerasi berada di kisaran
5,9% - 6,3%(yoy), terutama didorong oleh
kinerja lapangan usaha industri pengolahan dan
lapangan usaha konstruksi.
Usaha industri pengolahan diperkirakan akan
mengalami peningkatan produksi seiring
perbaikan harga nikel olahan dan telah
selesainya pembangunan beberapa smelter.
Sementara untuk usaha konstruksi, peningkatan
didorong oleh realisasi pembangunan proyek
pemerintah. Namun demikian, akselerasi
tersebut diperkirakan akan tertahan oleh
perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha
pertanian seiring telah berlalunya musim panen
komoditas tabama.
Sumber: BPS, ADHK, diolah
Grafik 1.30 Perkembangan Ekonomi Nonpertambangan Sulawesi Tenggara
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
2011 2012 2013 2014 2015 2016 I II III IV I II III IV I II III IV I II
. 2014 2015 2016 2017
Pertumbuhan Ekonomi Tambang Pertumbuhan Ekonomi Non Tambang Pertumbuhan Ekonomi Sultra
%, yoy
2
KONDISI FISKAL DAERAH
Gudang Bulog
Foto: Daniel
Kondisi Fiskal Daerah
24
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN
2017
Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD
2017 meningkat dibandingkan dengan
anggaran APBD Perubahan tahun 2016.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi
Rp3,55 triliun atau naik cukup tinggi sebesar
43,3% dibanding dengan tahun 2016. Begitu
pula dengan anggaran belanja yang meningkat
menjadi Rp3,50 triliun atau naik sebesar 17,0%.
Dari sisi pendapatan, peningkatan anggaran
pendapatan tersebut terjadi pada anggaran
Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta pendapatan
transfer. PAD Sulawesi Tenggara pada tahun
2017 ditargetkan mencapai Rp743,9 miliar atau
meningkat 33,2% jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Sementara untuk
pendapatan transfer pada tahun 2017
ditargetkan mencapai Rp2,8 triliun atau
meningkat 35,2% dari tahun sebelumnya.
Dari sisi belanja, peningkatan anggaran belanja
pada tahun 2017 didorong hanya oleh
meningkatnya anggaran belanja operasi.
Sementara untuk anggaran belanja modal
mengalami penurunan. Pada tahun 2017
anggaran belanja operasi mencapai Rp2,4
triliun atau meningkat sebesar 41,3%. Kondisi
berbeda terjadi pada anggaran belanja modal
yang hanya mencapai Rp774,6 miliar atau
menurun sebesar 3,5% jika dibandingkan
dengan periode tahun sebelumnya.
Secara historis, APBD Provinsi Sulawesi Tenggara
selalu mencatatkan defisit sejak tahun 2010.
Namun demikian pada APBD tahun 2017, defisit
anggaran tercatat jauh lebih rendah jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Defisit
APBD tahun 2017 adalah sebesar Rp51,96 miliar
atau menurun sebesar Rp297,47 miliar
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tercatat Rp349,43 miliar.
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI
ANGGARAN APBD PROVINSI
2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan
Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara pada semester I 2017 relatif
lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi
pendapatan pemerintah daerah pada periode
yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara sampai
pertengahan tahun 2017 baru terealisasi senilai
Rp1,74 Triliun atau sebesar 49,48% dari target
total pendapatan dalam APBD 2017. Angka
serapan tersebut tercatat lebih rendah jika
dibandingkan dengan realisasi pada periode
yang sama pada tahun 2016 yang tercatat
sebesar 52,53% dari target dalam APBD tahun
2016 atau sebesar Rp1,38 Triliun. Penurunan
realisasi tersebut disebabkan oleh adanya
peningkatan target pendapatan dalam APBD
2017. Realisasi pendapatan pada tahun 2017
tersebut juga lebih rendah dibandingkan
dengan rata-rata realisasi pendapatan pada
Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah
Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara
3.545
43,3
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Pendapatan Growth Pendapatan
(miliar)
3.497
17,0
0
5
10
15
20
25
30
35
40
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Belanja Growth Belanja
Miliar % yoy
25
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
semester I selama lima tahun terakhir yaitu
sebesar 51,9%.
Sumber pendapatan daerah Sulawesi Tenggara
berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dan pendapatan transfer yang bersumber dari
Dana Perimbangan (Daper). Pangsa PAD
Sulawesi Tenggara tercatat stabil dari
sebelumnya 21,1% pada tahun 2016 menjadi
21,0% pada tahun 2017. Kondisi ini
mengindikasikan belum adanya perbaikan
kemandirian fiskal pemerintah provinsi.
Sementara itu, pangsa Daper sedikit meningkat
menjadi 78,96% pada tahun 2017 dari tahun
sebelumnya sebesar 78,4%.
Realisasi pendapatan transfer pada semester I
2017 tercatat hanya mampu mencapai 51,38%
dari total target dalam APBD tahun 2017 atau
sebesar Rp1,43 Triliun. Di sisi lain, pada periode
yang sama tahun 2016, realisasi pendapatan
mampu mencapai 53,42% dari total target
pendapatan transfer tahun 2016 atau senilai
Rp1,1 Triliun. Berdasarkan komponennya,
sumber pendapatan utama pemerintah Sulawesi
Tenggara berasal dari transfer pemerintah pusat
seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK).
Sementara untuk realisasi PAD Sulawesi
Tenggara pada semester I tahun 2017 tercatat
hanya sebesar Rp302,29 miliar atau mencapai
41,66%, menurun dibandingkan dengan
realisasi tahun sebelumnya yang mampu
mencapai 50,03%. Sumber utama PAD
Sulawesi Tenggara berasal dari komponen pajak
daerah, dengan pangsa 84,4% dari total PAD,
diikuti oleh lain-lain PAD yang sah (10,8%), hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
(3,2%) dan sisanya bersumber dari retribusi
daerah (1,2%).
Adapun pajak daerah yang dipungut oleh
provinsi diantaranya adalah pajak kendaraan
bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor,
pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak
air permukaan dan pajak rokok. Sampai dengan
pertengahan tahun 2017, pendapatan pajak
daerah tersebut hanya mampu terealisasi
sebesar 31,81% dari total anggaran. Kondisi
tersebut mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan periode tahun
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemprov Sulawesi Tenggara Pada Semester I
Keterangan: Anggaran dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Anggaran RealisasiSerap
(%)Anggaran Realisasi
Serap
(%)Anggaran Realisasi Serap (%)
PENDAPATAN 2.342,79 1.284,54 54,83 2.641,12 1.387,50 52,53 3.535,20 1.749,13 49,48
PENDAPATAN ASLI DAERAH 539,90 285,27 52,84 558,39 279,35 50,03 743,89 309,92 41,66
Pendapatan Pajak Daerah 415,49 205,50 49,46 455,62 221,69 48,66 628,12 199,78 31,81
Hasil Retribusi Daerah 16,67 8,87 53,25 10,07 5,54 55,06 11,97 5,66 47,28
Hasil Pengelolaan yang Dipisahkan 23,45 22,89 97,61 23,45 24,27 103,49 23,45 37,87 161,49
Lain-lain PAD 84,30 48,01 56,95 69,26 27,85 40,22 80,35 66,61 82,90
PENDAPATAN TRANSFER 1.785,51 986,51 55,25 2.071,73 1.106,65 53,42 2.801,31 1.439,21 51,38
Transfer Pemerintah Pusat 1.383,88 782,05 56,51 1.498,36 817,97 54,59 2.748,76 1.412,94 51,40
Dana Bagi Hasil Pajak 66,42 12,58 18,94 62,45 29,06 46,53 - - -
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 54,64 57,30 104,87 44,36 31,16 70,23 - - -
Dana Alokasi Umum 1.176,42 686,25 58,33 1.200,63 700,37 58,33 - - -
Dana Alokasi Khusus 86,40 25,92 30,00 190,92 57,39 30,06 - - -
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 408,18 204,46 50,09 573,36 288,68 50,35 52,55 26,28 50,00
Dana Otonomi Khusus - - - - - - - - -
Dana Penyesuaian 408,18 204,46 50,09 573,36 288,68 50,35 - - -
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH - 12,76 11,00 1,50 13,64 - - -
Pendapatan Lainnya - 12,76 - - - - - - -
U R A I A N
APBD 2015 APBD 2017APBD 2016
Kondisi Fiskal Daerah
26
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
sebelumnya yang mampu mencapai 48,66%
dari total anggaran.
Sementara itu, komponen Lain-Lain Pendapatan
Daerah yang Sah tercatat mengalami
peningkatan. Pada awal tahun 2017, realisasi
pos ini tercatat sebesar 82,9%, meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama pada
tahun sebelumnya yang hanya tercatat sebesar
40,22%. Keseluruhan pendapatan tersebut
berasal dari pos hibah. Sementara untuk realisasi
hasil pengelolaan yang dipisahkan pada tahun
2017 tidak dianggarkan.
2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja
Sejalan dengan kinerja di sisi pendapatan,
penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi
Sulawesi Tenggara pada awal 2017 juga tercatat
lebih rendah dibandingkan dengan realisasi
anggaran tahun 2016. Realisasi belanja
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara hingga
pertengahan tahun 2017 tercatat 32% atau
sebesar Rp1,15 triliun, lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya yang mampu merealisasikan
anggaran sebesar 35,93%. Menurunnya
persentase realisasi ini terutama didorong oleh
masih berhati-hatinya pemerintah daerah dalam
merealisasikan anggaran seiring adanya
pengetatan fiskal oleh pemerintah pusat.
Penurunan tersebut terjadi baik pada realisasi
belanja operasional maupun belanja modal.
Realisasi belanja operasional hanya mencapai
39,32% atau sebesar Rp943,97 miliar.
Rendahnya pencapaian tersebut disebabkan
oleh belum optimalnya realisasi belanja pegawai
yang hanya mencapai 39,38%, belanja barang
yang mencapai 38,42% dan belanja hibah yang
hanya 37,79%
Sedangkan, realisasi belanja modal pada periode
laporan juga menunjukkan kinerja yang kurang
maksimal dengan tingkat realisasi sebesar
18,13% atau senilai Rp140,45 miliar. Kondisi
tersebut menurun dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun sebelumnya
yang dapat mencapai 25%. Penurunan tersebut
disebabkan oleh rendahnya seluruh komponen
belanja modal seperti realisasi belanja peralatan
dan mesin yang hanya mencapai 13,32%,
realisasi belanja bangunan dan gedung yang
hanya mencapai 22,16% dan juga belanja jalan,
irigasi dan jaringan yang hanya sebesar 16,94%.
Berdasarkan sumbangannya, pangsa belanja
modal terbesar adalah pembangunan jalan,
irigasi dan jaringan yang mencapai 46,3%,
diikuti oleh belanja bangunan dan gedung
sebesar 38,6% dan belanja peralatan dan mesin
13,0%.
Berdasarkan data Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja
Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah
Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah
Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara
Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara
60,03%
52,03%
37,06% 33,48%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2016 2017
Target Realisasi
56,30% 55,49%
26,64%
37,81%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2016 2017
Target Realisasi
27
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
keuangan per bulan untuk Provinsi Sulawesi
Tenggara selama semester I 2017 relatif di
bawah target yang ditetapkan. Pada semester I
2017, kondisi realisasi keuangan Pemprov Sultra
baru mencapai 33,48% di bawah target
52,03% bahkan lebih rendah dibandingkan
dengan pencapaian pada tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar 37,06%. Sementara itu
kondisi penyelesaian fisik baru mencapai
37,81%, di bawah target yaitu sebesar 55,5%.
Namun pencapaian tersebut lebih tinggi jika
dibandingkan dengan periode tahun
sebelumnya yang hanya sebesar 26,64%.
Sementara untuk proses pengadaan barang dan
jasa, hingga akhir semester I 2017 tercatat
bahwa dari total aktivitas strategis yang terdiri
dari 1.242 paket atau senilai Rp880 miliar,
terdapat 2 proyek yang berstatus provisional
hand over (PHO) atau telah di lakukan serah
terima. Sedangkan yang sedang dalam tahap
kontrak mencapai 12% atau 154 proyek.
Sementara proyek yang dalam tahap
pemilihan/pelaksanaan adalah sebanyak 15%
atau 186 proyek dengan 172 proyek sudah
memiliki hasil pemilihan.
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI
ANGGARAN APBN
2.3.1 Realisasi APBN Provinsi
Alokasi anggaran APBN Provinsi Sulawesi
Tenggara pada tahun 2017 mengalami sedikit
peningkatan jika dibandingkan dengan tahun
2016. Tercatat, terjadi kenaikan anggaran APBN
sebesar 2,5% dari sebelumnya Rp1,62 triliun
pada tahun 2016 menjadi Rp1,66 triliun pada
tahun 2017.
Berdasarkan jenisnya, belanja barang
dianggarkan sebesar Rp837 miliar atau sebesar
50,4% dari total APBN Provinsi Sulawesi
Tenggara 2017, diikuti oleh belanja modal
sebesar Rp806,28 miliar (48,5%), belanja
pegawai sebesar Rp12,85 miliar (0,8%) dan
belanja bantuan sosial Rp4,43 miliar (0,3%).
Komposisi tersebut relatif tidak mengalami
perubahan jika dibandingkan dengan periode
tahun 2016.
Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan
mengalami perbaikan. Sampai pertengahan
tahun 2017, realisasi APBN tercatat sebesar
Rp521,92 miliar atau sebesar 31,43%,
meningkat dibandingkan dengan periode yang
Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemprov Sulawesi Tenggara Pada Semester I
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Anggaran RealisasiSerap
(%)Anggaran Realisasi
Serap
(%)Anggaran Realisasi
Serap
(%)
BELANJA 2.300,96 790,16 34,34 2.768,76 994,76 35,93 3.597,16 1.150,78 31,99
BELANJA OPERASI 1.445,49 588,11 40,69 1.699,15 749,24 44,10 2.400,67 943,97 39,32
Belanja Pegawai 593,62 234,72 39,54 622,06 291,41 46,85 1.360,28 535,71 39,38
Belanja Barang 313,54 100,33 32,00 385,93 135,17 35,03 321,14 123,37 38,42
Belanja Bunga 24,16 10,09 41,75 18,55 10,17 54,85 12,23 6,93 56,68
Belanja Hibah 412,99 210,82 51,05 584,66 294,87 50,43 707,03 267,21 37,79
Belanja Bantuan Keuangan 101,18 32,15 31,77 87,95 17,62 20,03 - 10,75 -
BELANJA MODAL 592,53 115,56 19,50 802,24 200,47 24,99 774,55 140,45 18,13
Belanja Tanah 21,81 10,79 49,49 11,00 - - 12,50 - -
Belanja Peralatan dan Mesin 51,72 12,30 23,78 55,42 24,90 44,92 100,45 13,38 13,32
Belanja Bangunan dan Gedung 185,48 20,89 11,26 275,72 94,36 34,22 298,86 66,22 22,16
Belanja Jalan, irigasi & Jaringan 331,64 71,58 21,58 459,06 81,16 17,68 358,54 60,75 16,94
Belanja Aset Tetap Lainnya 1,89 0,0009 0,05 1,04 0,05 4,43 4,20 0,10 2,34
BELANJA TIDAK TERDUGA 38,03 - - 25,25 - - 10,46 1,08 10,31
Belanja Tak Terduga 38,03 - - 25,25 - - 10,46 1,08 10,31
TRANSFER 224,91 86,49 38,46 242,12 45,05 18,61 411,47 65,28 15,86
APBD 2016
U R A I A N
APBD 2015 APBD 2017
Kondisi Fiskal Daerah
28
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
sama tahun 2016 yang tercatat sebesar
Rp432,2miliar atau 26,7% dari APBN provinsi
Sulawesi Tenggara 2016.
Realisasi belanja pegawai tercatat sebesar
Rp12,85miliar atau sebesar 39,9%, menurun
jika dibandingkan dengan periode tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp5,5miliar
atau 46,5%. Adapun realisasi belanja barang
pada tahun 2017 sebesar Rp264,64 miliar atau
31,61% dari total yang dianggarkan dalam
APBN 2017. Angka tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan realisasi tahun 2016 yaitu
Rp229,7 miliar atau 28,9% dari total anggaran
belanja barang dalam APBN 2016.
Sementara itu, realisasi belanja modal pada
tahun 2017 tercatat sebesar Rp252,15 atau
31,27% dari total anggaran, lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama pada
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
Rp196,3 miliar atau 24,4% dari total anggaran
belanja modal dalam APBN 2016. Peningkatan
tersebut juga disebabkan oleh adanya
pengerjaan beberapa proyek infrastruktur yang
sempat tertunda pada akhir tahun 2016 akibat
adanya penundaan transfer DAU oleh
pemerintah pusat. Sedangkan untuk belanja
bantuan sosial, sampai pertengahan tahun 2017
belum ada dana yang terealisasi. Sedangkan
pada periode yang sama pada tahun 2016 dana
bantuan sosial terealisasi sebanyak 7,1% atau
Rp600 juta.
Dana Desa
Sesuai dengan data dari Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara,
sampai dengan bulan Juni 2017, telah dilakukan
realisasi Dana Desa Tahap I sebesar Rp805,47
miliar. Dengan demikian, besaran Dana Desa
yang telah direalisasikan kepada masyarakat
adalah sebesar 54% dari total pagu Dana Desa
Sulawesi Tenggara sebesar Rp1,48 triliun.
Meskipun demikian, terdapat kabupaten yang
belum mendapatkan rekomendasi pencairan
Dana Desa Tahap I yaitu Kabupaten Buton.
Selain itu beberapa kabupaten juga tidak
mencapai realisasi sebesar 60%, karena sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
49/PMK/2016 Tentang Tata Cara Pengalokasian,
Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan
Evaluasi Dana Desa menyebutkan bahwa
penyaluran Dana Desa Tahap I adalah sebesar
60% dan dilakukan sampai bulan Maret serta
Tahap II sebesar 40% yang dilakukan sampai
bulan Agustus.
Beberapa kendala dalam pencairan antara lain:
1) adanya kendala transfer dari kas daerah ke
kas desa karena perbedaan perhitungan pagu
anggaran, 2) belum ada Laporan
Pertanggungjawaban (LPJ) Dana Desa tahun
2016 oleh desa, 3) adanya penjabaran program
penggunaan Dana Desa yang tidak sesuai
dengan program pada RPJMDes, RKPDes dan
APBDes.
2.3.2 Realisasi APBN Kabupaten/Kota
Porsi anggaran APBN Provinsi Sulawesi Tenggara
untuk Kabupaten/Kota pada tahun 2017
tercatat sebanyak Rp7,34 triliun. Dana ini
dibagikan kepada 17 kabupaten/kota di Provinsi
Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN Pada Semester I
Keterangan: Pagu dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Belanja Pegawai 13,68 6,4 46,9% 11,90 5,5 46,5% 12,85 5,13 39,90%
Belanja Barang 1012,83 123,8 12,2% 794,51 229,7 28,9% 837,20 264,64 31,61%
Belanja Modal 1475,02 209,5 14,2% 804,41 196,3 24,4% 806,28 252,15 31,27%
Belanja Bantuan Sosial 308,73 97,8 31,7% 8,44 0,6 7,1% 4,43 - -
Total 2810,26 437,6 15,6% 1619,26 432,2 26,7% 1660,76 521,92 31,43%
Jenis
Tahun 2015
Pagu Realisasi
Tahun 2016
Pagu Realisasi%
Realisasi
%
RealisasiPagu Realisasi
Tahun 2017
%
Realisasi
29
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Sulawesi Tenggara. Anggaran APBN
Kabupaten/kota terbagi atas anggaran belanja
pegawai sebesar Rp1,67 triliun atau 22,8% dari
total anggaran APBN untuk Kabupaten/Kota di
Sulawesi Tenggara, anggaran belanja barang
sebesar Rp1,54 triliun (21%), belanja modal
sebesar Rp1,23 triliun (16,8), belanja bantuan
sosial Rp11,5 miliar (0,2%), Dana Alokasi
Khusus Fisik Rp1,3 triliun (17,7%), dan dana
desa Rp1,48 miliar (20,2%).
Dari data realisasi anggaran belanja pegawai 17
kabupaten/kota di Sulawesi tenggara, diperoleh
rata-rata realisasi anggaran sebesar 42%, lebih
tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja
negara dari APBN di tingkat provinsi yaitu
39,9%.
Hal serupa juga terjadi pada realisasi belanja
barang. Secara rata-rata realisasi belanja barang
kabupaten kota mencapai 33% pada semester I
2017 ini sedangkan realisasi belanja barang
APBN provinsi Sultra sebesar 31,61%. Namun
terdapat beberapa daerah yang masih memiliki
angka realisasi cukup rendah yaitu Kabupaten
Kolaka Timur dan Muna Barat.
Realisasi belanja modal di kabupaten/kota juga
lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi APBN
di tingkat provinsi. Sampai pertengahan tahun
2017 ini anggaran belanja modal
kabupaten/kota telah terealisasi sebesar 35%
sementara di tingkat provinsi terealisasi sebesar
31,27%. Sejalan dengan anggaran belanja
lainnya, anggaran belanja bantuan sosial dari
APBN Sulawesi Tenggara pada semester I 2017
bahkan belum ada yang terealisasi. Sementara
belanja bantuan sosial di anggaran APBN
Kabupaten/kota telah terealisasi 16%.
2.4. PERKEMBANGAN REALISASI
ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN
2.4.1. Realisasi Anggaran Pendapatan
Berdasarkan data yang diperoleh dari realisasi
Kota/Kabupaten di Sulawesi Tenggara terdapat
beberapa Kota/Kabupaten yang realisasi
pendapatannya melebihi realisasi anggaran
provinsi yaitu, Kabupaten Konawe Utara,
Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Muna,
Kota Bau-Bau dan Kabupaten Muna Barat.
Kabupaten dengan capaian realisasi anggaran
tertinggi adalah Kabupaten Konawe Utara yang
Tabel 2.4 Realisasi Dana Desa
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Kabupaten/KotaPagu
(Rp Miliar)
Realisasi
(Rp Miliar)Realisasi %
Bombana 94,3 56,57 60%
Konawe 222,0 132,38 60%
Konawe Kepulauan 69,7 41,25 59%
Konawe Selatan 252,3 148,57 59%
Konawe Utara 120,8 72,49 60%
Buton 65,7 0,00 0%
Buton Selatan 49,5 29,71 60%
Buton Tengah 54,0 32,42 60%
Buton Utara 62,2 37,30 60%
Wakatobi 60,7 35,68 59%
Kolaka 78,4 47,04 60%
Kolaka Timur 91,0 54,61 60%
Kolaka Utara 99,2 59,49 60%
Muna 97,8 57,95 59%
Muna Barat 64,4 38,67 60%
Sulawesi Tenggara 1482,0 805,47 54%
Kondisi Fiskal Daerah
30
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
mencapai 24,3%. Capaian tinggi tersebut
disebabkan oleh capaian realisasi anggaran
pendapatan asli daerah yang mencapai 92%.
Sementara kabupaten dengan capaian realisasi
anggaran terendah adalah Kabupaten Konawe
Selatan (31%), rendahnya capaian tersebut
disebabkan oleh rendahnya capaian pendapatan
asli daerah yang hanya sebesar 18%.
2.4.2. Realisasi Anggaran Belanja
Berbeda dengan realisasi anggaran pendapatan,
realisasi anggaran belanja Kota/Kabupaten
relatif lebih rendah. Hal ini terlihat dari hanya
terdapat 1 (satu) daerah yang memiliki realisasi
belanja di atas realisasi provinsi.
Capaian realisasi belanja pada semester I 2017
yang tertinggi adalah Kabupaten Konawe Utara
yang mencapai 40%. Tingginya capaian realisasi
anggaran belanja tersebut disebabkan oleh
tingginya realisasi belanja operasi (43%).
Sementara daerah dengan capaian realisasi
terendah adalah Kabupaten Muna Barat yang
hanya mencapai 22%. Rendahnya capaian
tersebut terjadi akibat rendahnya realisasi
belanja modal (5%).
Tabel 2.5 Pencapaian APBN Kota/Kabupaten
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Belanja
Bantuan
Sosial
DAK Fisik Dana Desa
Buton 44% 28% 29% 12% 30% 0%
Muna 47% 43% 39% 12% 30% 59%
Kolaka 51% 35% 34% 2% 30% 60%
Konawe Selatan 48% 40% 30% 44% 30% 59%
Bombana 44% 48% 30% 12% 30% 60%
Wakatobi 44% 40% 24% 35% 30% 59%
Kolaka Utara 46% 23% 61% 9% 31% 60%
Konawe 47% 39% 21% 11% 30% 60%
Konawe Utara 42% 42% 69% 39% 30% 60%
Buton Utara 29% 24% 17% 0% 30% 60%
Kolaka Timur 29% 7% 11% 0% 30% 60%
Konawe Kepulauan 24% 18% 10% - 30% 59%
Kendari 47% 37% 38% 27% 30% -
Baubau 47% 39% 23% 0% 30% -
Muna Barat 43% 7% 8% - 30% 60%
Buton Selatan 39% 45% 60% - 60% 60%
Buton Tengah 41% 40% 83% - 30% 60%
% Realisasi
Kabupaten/ Kota
31
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Tabel 2.6 Pencapaian Pendapatan dan Belanja Kota/Kabupaten
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Sulawesi Tenggara 49% 42% 51% 32% 39% 18%
Kendari 44% 22% 53% 34% 35% 30%
Baubau 51% 58% 50% 27% 35% 5%
Kolaka 35% 43% 39% 37% 39% 30%
Kolaka Timur 52% 34% 52% 34% 38% 29%
Konawe 40% 21% 44% 33% 38% 17%
Konawe Selatan 31% 18% 31% 31% 23% 16%
Konawe Utara 53% 45% 52% 40% 43% 29%
Buton Tengah 51% 43% 52% 25% 30% 11%
Muna 51% 33% 52% 22% 32% 9%
Muna Barat 52% 92% 51% 22% 28% 5%
Belanja
ModalKabupaten/Kota Pendapatan
Pendapatan
Asli Daerah
Pendapatan
Transfer Belanja
Belanja
Operasi
Kondisi Fiskal Daerah
32
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
Sayuran di Pasar Mandonga Kendari
Foto: Daniel
Perkembangan Inflasi Daerah
34
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
11Angka inflasi Sulawesi Tenggara adalah angka inflasi hasil perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara dengan
menggunakan data IHK (indeks harga konsumen) Kota Kendari dan Kota Bau-Bau yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara
Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahunan Sultra dan Andilnya Berdasarkan Kelompok
5,21%
4,37%
4,46%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Sultra Nasional Sulawesi
yoy
-2,000,002,004,006,008,00
10,0012,00
Ba
ha
n M
aka
na
n
Ma
kan
an
Ja
di
Pe
rum
aha
n
Sa
nd
an
g
Ke
se
hata
n
Pe
nd
idik
an
Tra
nspo
r
Tw I 2017 Tw II 2017
2,26
0,860,64 0,54 0,42 0,21 0,17
0,00
1,00
2,00
3,00
Andil
%a
nd
il
%yo
y
35
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Grafik 3.4 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Bau-Bau Berdasarkan Kelompok
Grafik 3.5 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Pada Triwulan II 2017 dan Tracking Juli 2017
Grafik 3.3 Peta Spasial Inflasi Tahunan
0,00
5,00
10,00
15,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
Um
um
Ba
ha
n M
aka
na
n
Ma
kan
an
Ja
di
Pe
rum
aha
n
Sa
nd
an
g
Ke
se
hata
n
Pe
nd
idik
an
Tra
nspo
r
Tw I 2017 Tw II 2017
Ken
dari
Bau
bau
%yo
y
%yo
y
6,17
2,67
5,21 4,37 4,27
5,84
3,58
5,21 3,88
3,97
Kendari Baubau Sultra Nasional KawasanTimur
Tw II 2017 Jul-17
%, (yoy)
Perkembangan Inflasi Daerah
36
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
2Andon penangkapan ikan adalah kegiatan penangkapan ikan di laut yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan
kapal perikanan berukuran tidak lebih dari 30 (tiga puluh) grose tonnage (GT), dengan daerah penangkapan ikan sesuai dengan SIPI Andon namun berada di luar wilayah domisili administrasinya.
37
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Grafik 3.6 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara
Grafik 3.7 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan Kota Bau-Bau Triwulan II 2017
-0,27
0,54
3,24
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015 2016 2017
%, mtm
-0,13-0,67
0,68
0,17
3,58
2,32
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
Kendari Baubau
Apr-17 Mei-17 Jun-17
%, mtm
Perkembangan Inflasi Daerah
38
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
12
14
16
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5
2015 2016 2017
Inflasi Umum Inflasi Inti
Volatile Food Administered Prices
inflasi (%,yoy)
39
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Grafik 3.9 Indeks Pengeluaran Konsumen 3 Bulan Mendatang
Grafik 3.10 Indeks Harga Triwulan III
142
120
130
140
150
160
170
180
190
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
indeks
157
168
145
155
165
175
185
195
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Indeks Harga Indeks Harga Bahan Makanan
indeks
Perkembangan Inflasi Daerah
40
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
41
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Perkembangan Inflasi Daerah
42
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
TW II
43
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
840
446,6
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Jan Feb Mar Apr Mei Juni
Sangat Tinggi
Tinggi
Menengah
Rendah
Perkembangan Inflasi Daerah
44
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
4 Aktivitas Pelabuhan Kendari
Foto: Daniel
STABILITAS KEUANGAN
DAERAH
Stabilitas Keuangan Daerah
46
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA
4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor
Rumah Tangga
Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi
keuangan rumah tangga adalah tingkat
pendapatan, ketersediaan lapangan pekerjaan,
tingkat konsumsi, dan kondisi
pembiayaan/kredit oleh rumah tangga. Secara
umum, tingkat pendapatan dan ketersediaan
lapangan pekerjaan dipengaruhi oleh kinerja
perekonomian. Pada triwulan II 2017, kondisi
perekonomian Sulawesi Tenggara mengalami
perlambatan (lihat Bab 1). Perlambatan tersebut
disebabkan oleh melambatnya kinerja ekspor
luar negeri, pengeluaran pemerintah dan
investasi.
Meskipun perekonomian melambat, konsumsi
rumah tangga pada periode tersebut masih
mampu tumbuh sebesar 6,6% (yoy), lebih tinggi
daripada periode sebelumnya yang hanya
tumbuh sebesar 5,9% (yoy) (Grafik 4.1). Namun
sesuai dengan pola historisnya, pangsa
konsumsi terhadap PDRB mengalami penurunan
pada triwulan II, yaitu dari 49,1% menjadi
47,2%. Hal ini terjadi karena semakin besarnya
kontribusi net ekspor dan konsumsi pemerintah
pada periode tersebut.
Apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya di
Pulau Sulawesi, pertumbuhan konsumsi rumah
tangga di Sulawesi Tenggara tersebut
meningkat cukup tinggi dan telah berada di atas
rata-rata pertumbuhan konsumsi se-Sulawesi
(Grafik 4.2). Meskipun demikian, peran konsumsi
rumah tangga dalam perekonomian masih
merupakan yang terendah. Kondisi ini
disebabkan karena tingginya peranan investasi
di Sulawesi Tenggara dengan pangsa sebesar
43,5%, di atas rata-rata Sulawesi yang hanya
sebesar 39,0%
Peningkatan aktivitas konsumsi rumah tangga
selama triwulan II 2017 tersebut juga didukung
oleh tingkat optimisme rumah tangga untuk
melakukan kegiatan konsumsi. Selama periode
tersebut, rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) masih berada di atas 100, yaitu sebesar
131,3. Akan tetapi apabila dibandingkan
dengan periode sebelumnya maka IKK tersebut
relatif lebih rendah karena sebelumnya dapat
mencapai 139,1. (Grafik 4.3). Relatif
berkurangnya optimisme konsumen tersebut
terjadi karena konsumen memprediksi adanya
risiko berkurangnya ketersediaan lapangan kerja
dan kemungkinan penurunan usaha dalam
enam bulan ke depan.
Meskipun demikian, ekspektasi konsumen akan
penghasilan mereka masih cukup tinggi
sehingga bisa meredam kerentanan sektor
rumah tangga dalam sektor keuangan di
Sulawesi Tenggara. (Grafik 4.4). Berdasarkan
hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh KPw
BI Sulawesi Tenggara, peningkatan penghasilan
rumah tangga pada triwulan II 2017 dialami oleh
35% responden, sementara hanya 12% saja
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara
Grafik 4.2 Perbandingan Kontribusi Konsumsi RT se-Sulawesi
49,147,2
5,96,6
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
40,0
45,0
50,0
55,0
60,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Pangsa gKonsumsi RT (sb.kanan)
Pangsa thd PDRB (%) %, yoy %, yoy
%
Pe
rtum
buha
n K
onsum
si
RT
Pangsa Konsumsi RT dalam PDRB
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
40.0 45.0 50.0 55.0 60.0 65.0
TwI-17 TwII-17
Sulteng
Sultra Sulsel
Sulawesi
SulutSulbar
Gorontalo
47
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
yang mengalami penurunan penghasilan dan
sisanya masih mendapatkan penghasilan
yang sama dibandingkan dengan enam bulan
sebelumnya. Berdasarkan sektornya, hampir
seluruh sektor usaha mengalami peningkatan
penghasilan, kecuali sektor transportasi dimana
lebih banyak konsumen yang merasa bahwa
pendapatannya menurun. Bahkan tidak ada
penurunan penghasilan pada responden rumah
tangga yang bekerja pada sektor industri, listrik,
air, jasa keuangan, real estate, jasa profesional
dan Pendidikan (Grafik 4.5).
Sumber kerentanan yang berasal dari sisi
penghasilan rumah tangga diperkirakan masih
dapat terjaga pada periode mendatang. Hasil
dari Survei Konsumen juga menunjukkan bahwa
responden masih memperkirakan terjadinya
peningkatan penghasilan di enam bulan
berikutnya. Responden yang memperkirakan
kenaikan penghasilan yang berasal dari
kenaikan omzet sebanyak 23%, sementara yang
berasal dari kenaikan gaji mencapai 17% (Grafik
4.6).
Sumber kerentanan keuangan rumah tangga
lainnya adalah terkait dengan adanya potensi
tekanan harga. Kenaikan inflasi pada triwulan II
2017 turut menjadi faktor menurunnya
optimisme dari konsumen dengan capaian
inflasi pada periode tersebut sudah berada di
luar target sasaran inflasi nasional 4%±1%.
(lihat Bab 3). Sumber utama meningkatnya
tekanan inflasi berasal dari kenaikan harga
kelompok bahan makanan dan tarif listrik.
4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Secara umum, penggunaan keuangan rumah
tangga lebih banyak ditujukan untuk keperluan
konsumsi. Pada triwulan II 2017, pengeluaran
untuk konsumsi mengambil porsi sebesar
58,6%, lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (Grafik 4.7). Hal ini
menyebabkan dana rumah tangga yang
ditabung mengalami penurunan dari 33,7%
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.3 Indeks Keyakinan Konsumen Sulawesi Tenggara
Grafik 4.4 Ekspektasi Konsumen Rumah Tangga
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan dengan 6 Bulan yang lalu
Grafik 4.6 Alasan Peningkatan/Penurunan Penghasilan 6 Bulan Mendatang
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
200.0
1234567891011121234567891011121234567891011121234567
2014 2015 2016 2017Indeks Keyakinan KonsumenIndeks Kondisi EkonomiIndeks Ekspektasi KonsumenPoly. (Indeks Keyakinan Konsumen)
indeks
optim
ipesim
is
148 151 144
160
146 139
159
141
129
60
80
100
120
140
160
180
EkspektasiPenghasilan
EkspektasiLap.Kerja
EkspektasiUsaha
Est. Oct 17 Est. Nov 17 Est. Des 17
indeks
optim
ispesim
is
Stabilitas Keuangan Daerah
48
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
menjadi 26,7%. Hal serupa terjadi pada pangsa
dana rumah tangga yang digunakan untuk
membayar cicilan turun dari 21,8% menjadi
14,7%.
Apabila dilihat berdasarkan pendapatannya
(menggunakan pendekatan pengeluaran),
tingkat pengeluaran konsumsi yang tertinggi
dilakukan oleh kelompok rumah tangga
berpendapatan menengah (dengan total
pengeluaran sebesar Rp4,1-Rp6,0 juta).
Meskipun demikian, tingkat konsumsi terendah
ada pada kelompok rumah tangga dengan
tingkat pendapatan tinggi (dengan total
pengeluaran Rp6,1-8,0 juta). Hal tersebut juga
menyebabkan tingkat dana yang dikeluarkan
untuk tabungan/simpanan paling besar
dilakukan oleh kelompok rumah tangga
tersebut (Grafik 4.8).
Debt Service Ratio
Sementara itu jika dilihat dari perilaku
berhutang, maka risiko kredit masih relatif
terjaga karena secara agregat jumlah rumah
tangga yang memiliki debt service ratio (DSR)
lebih dari 30% (DSR>30%) masih lebih rendah
daripada rumah tangga dengan DSR di bawah
30% meski mengalami sedikit peningkatan.
Pada triwulan II 2017, jumlah rumah tangga
dengan DSR>30% mencapai 43,2%, meningkat
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
hanya sebesar 38,1% (Grafik 4.9). Meskipun
demikian, perlu diperhatikan bahwa pada
rumah tangga dengan tingkat pengeluaran per
bulan mencapai Rp6,1 juta-Rp8 juta memiliki
pangsa DSR>30% yang terbesar, yaitu
mencapai 100% dari sampel responden.
Institusi keuangan menilai bahwa rumah tangga
dengan DSR>30% memiliki risiko yang tinggi
dan dapat menjadi penyebab NPL (non
performing loan).
Kecukupan Keuangan RT Debitur Bank
Dari sisi rumah tangga yang merupakan debitur
bank, salah satu hasil Survei Konsumen juga
menunjukkan kondisi keuangan rumah tangga
masih berada dalam batas yang aman. Sebanyak
70% responden menyatakan bahwa
pendapatan yang diterima masih cukup untuk
memenuhi kebutuhan dan membayar cicilan,
bahkan masih terdapat sisa untuk ditabung
guna pemenuhan kebutuhan kesehatan dan
pendidikan. Bahkan terdapat 8,0% responden
yang menyatakan bahwa pendapatan yang
diterima dalam kategori sangat cukup yaitu
terdapat dana lebih untuk investasi dan rekreasi
dan sebanyak 2,7% responden yang
menyatakan lebih dari cukup karena
pendapatannya sebagian besar dialokasikan
untuk investasi, berlibur, dan membeli
kebutuhan tersier seperti mobil dan perabotan
mewah lainnya. Meskipun masih dalam batas
aman, kecukupan keuangan RT debitur bank
tetap memerlukan perhatian khusus. Terutama
karena terdapat peningkatan jumlah responden
yang berada dalam kondisi pas-pasan (17,3%
dari 11,8% pada periode sebelumnya) dan
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.7 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga
Sulawesi Tenggara Grafik 4.8 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga
Berdasarkan Pengeluaran/Bulan
49
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
dalam kondisi keuangan yang tidak mencukupi
(2,0% dari 1,8% pada periode sebelumnya)
(Grafik 4.10).
Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang
Kondisi keuangan rumah tangga juga berada
dalam kondisi yang aman karena beban
cicilan/pinjaman yang diperkirakan akan
semakin ringan. Rumah tangga yang
memperkirakan bahwa posisi pinjaman mereka
pada 6 bulan mendatang akan berkurang
sebanyak 37,3%. Pengurangan tersebut
sebagian besar karena sesuai dengan jadwal
pembayaran cicilan dan hanya sebagian kecil
yang karena adanya percepatan pelunasan
(Grafik 4.11). Sementara itu, rumah tangga yang
memperkirakan posisi pinjaman akan sama
sebanyak 60% dan yang memperkirakan akan
bertambah hanya sebanyak 2,7%.
Saving Ratio
Dari sisi rasio tabungan terhadap pengeluaran
rumah tangga, sebagian besar rumah tangga di
Sulawesi Tenggara yang menjadi responden
Survei Konsumen telah memiliki tabungan dan
hanya sebesar 5,3% dari keseluruhan
responden yang tidak memiliki tabungan (Grafik
4.12). Bahkan pada triwulan II 2017, jumlah
rumah tangga yang memiliki saving ratio > 30%
mencapai 41,3%. Kondisi ini menunjukkan
bahwa rumah tangga di Sulawesi Tenggara
memiliki ketahanan keuangan yang relatif baik.
Responden dengan tingkat pengeluaran tinggi
pun (> Rp6 juta) sudah memiliki pemahaman
mengenai keuangan yang cukup baik dengan
tidak adanya responden pada kelompok
tersebut yang tidak memiliki tabungan pada
triwulan berjalan.
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.9 Komposisi DSR Rumah Tangga Sulawesi Tenggara
Grafik 4.10 Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar Cicilan
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.11 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan
Mendatang Debitur Bank Grafik 4.12 Saving Ratio Rumah Tangga
Stabilitas Keuangan Daerah
50
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
Dana Cadangan
Dilihat dari ketahanan rumah tangga dalam
antisipasi kejadian tak terduga, rumah tangga
di Sulawesi Tenggara memiliki ketahanan
yang relatif baik. Hal ini terlihat dari
kepemilikan dana cadangan berupa
tabungan, deposito maupun uang tunai yang
dimiliki oleh sebanyak 83,3% responden
meskipun menurun dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang mencapai 90,3%
(Grafik 4.13). Dana cadangan yang dimiliki oleh
33,2% rumah tangga adalah sebesar 1 bulan
pendapatannya dan masing-masing sebesar
16,4% rumah tangga yang memiliki dana
cadangan sebesar 1-3 bulan dan 3-6 bulan
pendapatannya (Grafik 4.14).
Kepemilikan Produk Perbankan
Rumah tangga di Sulawesi Tenggara yang
menjadi responden Survei Konsumen relatif
telah memiliki produk-produk perbankan.
Sebanyak 96,7% responden rumah tangga
telah memiliki tabungan di bank dan sebanyak
81,0% telah memiliki kartu debit yang
merupakan fasilitas standar tabungan
perbankan (Grafik 4.15). Sementara itu dari sisi
kredit, rumah tangga paling banyak memiliki
kredit kendaraan dengan pangsa 27,7% dan
kepemilikan kartu kredit sebanyak 21,3%.
Selain itu, dari sisi kepemilikan uang elektronik,
hanya sebanyak 1,0% dari responden rumah
tangga di Sulawesi Tenggara yang memilikinya.
Dengan demikian perlu adanya upaya lebih
intensif dalam memasyarakatkan GNNT
(Gerakan Nasional Non Tunai).
Dalam memilih simpanan di bank, rumah
tangga memiliki preferensi yang berbeda-beda.
Secara agregat, rumah tangga memilih
berdasarkan faktor keamanan (24%) seperti
adanya jaminan pemerintah atau Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS). Faktor kedua adalah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.13 Kepemilikan Dana Cadangan Berupa Tabungan/Deposito/Cash
Grafik 4.14 Besaran Jumlah Dana Cadangan Rumah Tangga Terhadap Pendapatannya
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.15 Kepemilikan Produk Perbankan Grafik 4.16 Faktor Dalam Memilih Simpanan Perbankan
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Rp1,0-2juta
Rp2,1-4juta
Rp4,1-6juta
Rp6,1-8juta
>Rp8 juta SULTRA
<1 bulan 1-3 bulan 3-6 bulan
6-12 bulan >1tahun Tdk Jawabpangsa
pengeluaran/bulan
Keamanan24%
Pelayanan22%
Lokasi Bank21%
Suku Bunga16%
Kepemilikan Bank17%
51
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
pelayanan berupa keramahan dan kemudahan
dalam melakukan transaksi. Faktor ketiga utama
adalah lokasi bank yaitu dari sisi jarak tempuh
dan aksesibilitas (Grafik 4.16).
4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di
Perbankan
Sektor rumah tangga masih mendominasi dana
pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan
Sulawesi Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa
DPK perseorangan yang mencapai 67,3% dari
keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara dengan
nominal mencapai Rp11,5 triliun (Grafik 4.17).
Selain itu, DPK perseorangan juga dapat
tumbuh relatif tinggi sebesar 13,20% (yoy),
lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang
hanya tumbuh 13,15% (yoy) (Grafik 4.18).
Preferensi rumah tangga dalam melakukan
penempatan masih didominasi oleh fasilitas
tabungan dan deposito. Bahkan porsi tabungan
perseorangan pada perbankan Sulawesi
Tenggara mencapai 66,7% dibandingkan
dengan total keseluruhan DPK perseorangan.
Sementara itu porsi DPK dalam bentuk deposito
juga masih dominan dilakukan oleh nasabah
perseorangan dengan porsi mencapai 27,9%
dan sisanya merupakan nasabah pemegang
rekening giro (Grafik 4.19).
Dari sisi pertumbuhannya, peningkatan DPK
perseorangan didorong oleh adanya
peningkatan pada nasabah pemegang rekening
giro. Pada triwulan II 2017, giro milik
perseorangan tumbuh sebesar 72,1% (yoy),
lebih tinggi daripada sebelumnya yang hanya
tumbuh sebesar 20,0% (yoy). Kondisi ini sejalan
dengan preferensi rumah tangga untuk dapat
memiliki dana cadangan yang lebih besar dari 1
bulan pendapatan. Sebaliknya, pertumbuhan
DPK perseorangan dalam bentuk fasilitas
tabungan hanya tumbuh sebesar 3,5% (yoy),
lebih rendah daripada triwulan sebelumnya
yang dapat tumbuh sebesar 5,3% (yoy). Begitu
juga dengan fasilitas deposito yang tumbuh
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.17 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.18 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
Perseorangan Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.19 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi
Tenggara Grafik 4.20 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis
Penempatan
Kredit konsumsi oleh perseorangan digunakan
untuk berbagai keperluan. Paling besar adalah
dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai
pangsa sebesar 73,8% dari keseluruhan kredit
konsumsi perseorangan. Penggunaan kedua
terbesar adalah kredit kepemilikan rumah (KPR)
yang mencapai pangsa 19,2%. Sementara itu
kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB)
dan kredit peralatan rumah tangga masih relatif
kecil dengan pangsa masing-masing sebesar 6,0%
dan 1,1% (Grafik 4.22).
Dari sisi pertumbuhan kreditnya, kredit konsumsi
rumah tangga tumbuh sebesar 11,4% (yoy) pada
triwulan II 2017, lebih rendah daripada triwulan
sebelumnya yang mencapai 12,9% (yoy).
Stabilitas Keuangan Daerah
52
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
34,6% (yoy) dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh 36,2% (yoy) (Grafik
4.20).
4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah
Tangga
Dari sisi kredit perbankan, rumah tangga di
Sulawesi Tenggara mendominasi realisasi
penyaluran kredit. Hal ini terlihat dari pangsa
kredit untuk perseorangan pada triwulan II 2017
yang mencapai 80,0% dibandingkan dengan
keseluruhan kredit yang direalisasikan untuk
daerah ini (Grafik 4.21). Dari sisi penggunaannya,
sebagian besar kredit perseorangan tersebut
digunakan untuk konsumsi yaitu sebesar
68,8%, sedangkan sisanya digunakan untuk
kegiatan produktif seperti untuk modal kerja
dan investasi dengan pangsa masing-masing
sebesar 23,8% dan 7,4% (Grafik 4.22).
Dari sisi pertumbuhan kreditnya, kredit
konsumsi rumah tangga mengalami
perlambatan dengan tumbuh sebesar 11,4%
(yoy) pada triwulan II 2017, menurun
dibandingkan dengan pencapaian triwulan I
2017 yang sebesar 12,9% (yoy). Perlambatan
tersebut terjadi karena adanya perlambatan
pada kredit multiguna yang hanya mampu
tumbuh 12,9% (yoy) pada triwulan II 2017
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang sebesar 16,3% (yoy). Sementara itu, kredit
kendaraan bermotor (KKB) dan kredit
kepemilikan rumah (KPR) mengalami tren
perbaikan sehingga dapat menahan
perlambatan yang terjadi (Grafik 4.23).
Dilihat dari sisi suku bunganya, suku bunga
kredit konsumsi rumah tangga menunjukkan
arah yang lebih rendah. Pada triwulan II 2017,
suku bunga tertimbang kredit perseorangan di
Sulawesi Tenggara mencapai 12,86% per
tahun, sedikit lebih rendah daripada periode
sebelumnya yang mencapai 12,95% (Grafik
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.21 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara
Grafik 4.22 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.23 Pertumbuhan Kredit Konsumsi RT Grafik 4.24 NPL dan Suku Bunga Kredit Konsumsi RT
Konsumsi Modal Kerja Investasi
68,823,8
7,4
Multiguna KPR KKB Alat RT
73,819,2
6,01,1
*Lokasi Proyek
Tw II 2017
53
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
4.24). Sementara itu, dari sisi risiko kredit, kredit
konsumsi rumah tangga masih menunjukkan
tekanan yang minimal. Hal ini tercermin dari NPL
kredit perseorangan yang berada pada level
1,50%.
Kredit Kepemilikan Rumah
Pada triwulan II 2017, KPR di Sulawesi Tenggara
kembali menunjukkan adanya peningkatan dan
tumbuh sebesar 8,1% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang hanya tumbuh sebesar 4,5% (yoy) (Grafik
4.25). Peningkatan yang terjadi pada KPR
tersebut terutama didorong oleh peningkatan
realisasi kredit untuk pembelian rumah tipe kecil
(KPR s.d tipe 21) dan tipe sedang (KPR tipe 21
s.d 70). Pertumbuhan KPR tipe kecil dapat
tumbuh sampai 22,0% (yoy), sementara tipe
sedang tumbuh sebesar 16,9% (yoy) pada
triwulan II 2017. Hal ini juga dipengaruhi oleh
kebijakan program subsidi perumahan rakyat
(KPR bersubsidi). Sebaliknya, penyaluran KPR
untuk tipe besar (>T.70) dan KP Ruko masih
melanjutkan kontraksi.
Dari sisi risiko kredit KPR, perilaku rumah tangga
dalam melakukan pembayaran cicilan
pembayaran kredit rumah masih terjaga
meskipun memiliki tekanan lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan II 2017, NPL gross KPR mencapai
4,69%, lebih tinggi dari sebelumnya yang hanya
sebesar 4,55% (Grafik 4.27). Risiko kredit yang
perlu mendapatkan perhatian dari institusi
keuangan adalah pada penyaluran KP Ruko
yang kembali meningkat dan berada di atas
threshold 5%. Risiko lainnya berasal dari kredit
rumah tipe kecil yang pada triwulan II 2017
masih sedikit berada di atas threshold 5 %
Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor
Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi
Tenggara pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar
12,4% (yoy), meningkat dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,0%
(yoy). Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh
peningkatan yang signifikan dari kredit
kendaraan bermotor selain kendaraan roda 4
(mobil) dan kendaraan roda 2 (motor) yang
mencapai 305,6% (yoy) dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang terkontraksi sebesar
69,2% (yoy).
Selain itu, kredit mobil juga turut memberikan
sumbangan atas pertumbuhan ini dengan
mampu tumbuh sebesar 9,2% (yoy) meskipun
mengalami perlambatan dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang mencapai 18,4%
(yoy). Sementara itu, kredit motor masih
melanjutkan tren pada periode sebelumnya
dengan tetap terkontraksi sebesar 19,8% (yoy)
setelah pada periode sebelumnya terkontraksi
sebesar 2,9% (yoy) (Grafik 4.27).
Dari sisi risiko kredit, NPL gross KKB masih
terjaga pada level 2,37% pada triwulan II 2017
meskipun mengalami sedikit peningkatan
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tercatat sebesar 2,34% (Grafik 4.28). Hal ini
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.25 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe Grafik 4.26 NPL dan Suku Bunga KPR
Stabilitas Keuangan Daerah
54
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
ditopang oleh terjaganya risiko kredit
kepemilikan mobil dengan NPL sebesar 2,21%
dan kredit kepemilikan sepeda motor dengan
NPL sebesar 2,16%.
Kredit Multiguna
Besarnya penggunaan kredit konsumsi
perseorangan secara multiguna menunjukkan
bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga
lainnya masih cukup besar, di luar kebutuhan
untuk memiliki rumah, kendaraan bermotor
maupun peralatan rumah tangga. Hal ini terjadi
karena pengajuan kredit multiguna relatif
mudah dengan menggunakan jaminan/agunan
yang dimiliki oleh rumah tangga. Selain itu
penggunaan dana yang diterima dapat secara
leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam
melakukan aktivitas konsumsi seperti
merenovasi rumah, biaya pernikahan, biaya
pendidikan, biaya pengobatan, maupun
pembelian barang berharga/elektronik, dan
bahkan dapat digunakan untuk modal usaha.
Pada triwulan II 2017, kredit multiguna tumbuh
sebesar 12,1% (yoy), lebih rendah daripada
periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar
15,4% (yoy) (Grafik 4.29). Perlambatan tersebut
disebabkan oleh melambatnya kredit multiguna
dengan pangsa terbesar yaitu pinjaman >Rp100
juta s.d Rp500 juta, yang tumbuh sebesar
23,3% (yoy). Sementara itu kredit multiguna
dengan nominal kredit di bawah Rp100 juta
masih mengalami kontraksi.
Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga untuk
fasilitas multiguna berada dalam kondisi risiko
yang rendah. Pada triwulan II 2017, NPL kredit
multiguna hanya sebesar 0,45% dan NPL pada
pinjaman >Rp100 juta s.d Rp500 juta hanya
sebesar 0,32% (Grafik 4.30). Yang perlu menjadi
perhatian khusus adalah kredit multiguna
dengan nominal pembiayaan di atas Rp500 juta
dikarenakan NPL-nya sangat tinggi dengan
melewati threshold 5%. Meskipun begitu,
eksposur keuangan rumah tangga masih
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.27 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis Grafik 4.28 NPL dan Suku Bunga KKB
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.29 Pertumbuhan Multiguna dan Pangsa Berdasarkan Besaran Kredit
Grafik 4.30 NPL dan Suku Bunga Multiguna
0,55
13,30
11
12
13
14
0,0
2,5
5,0
7,5
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017Multiguna <Rp50jt>Rp50jt - Rp100 jt >Rp100jt - Rp500jt>Rp500jt Sk.Bunga
NPL % sk. bunga %
55
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
berdampak minimal pada institusi keuangan
maupun pada sistem keuangan di Sulawesi
Tenggara karena pangsanya yang hanya sebesar
1,7% dari keseluruhan kredit multiguna.
4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI
4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Peningkatan perekonomian Sulawesi Tenggara
pada triwulan II 2017 bersumber dari penurunan
kinerja usaha pertambangan dan penggalian
dan usaha konstruksi. Kondisi ini dapat menjadi
sumber kerentanan sistem keuangan di Sulawesi
Tenggara yang berasal dari sektor korporasi.
Meskipun demikian, sektor dominan lainnya di
Sulawesi Tenggara yaitu usaha pertanian, usaha
perdagangan dan industri pengolahan
mengalami peningkatan. Beberapa sektor
dominan tersebut dapat meredam sumber
kerentanan sistem keuangan dari sektor
korporasi di Sulawesi Tenggara.
Di sisi lain, pada triwulan II 2017,
ketergantungan ekspor Sulawesi Tenggara pada
ekspor komoditas feronikel kembali meningkat.
Pangsa ekspor komoditas tersebut mencapai
87% dari keseluruhan nilai ekspor Sulawesi
Tenggara, lebih tinggi daripada triwulan
sebelumnya yang hanya sebesar 64%.(Grafik
4.32). Meningkatnya permintaan feronikel
tersebut dapat membantu meredam risiko pada
korporasi pertambangan nikel di saat harga
nikel kembali mengalami perlambatan.
Setelah sempat mengalami rebound pada
periode-periode sebelumnya, harga nikel mulai
kembali menurun rata-rata harga pada triwulan
II 2017 hanya sebesar USD9.209/metric ton,
melambat sebesar 4,3% (yoy) dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang mampu
tumbuh 20,7% (yoy) (Grafik 4.31).
4.2.2. Kinerja Korporasi
Omzet Penjualan
Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi
di Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2017,
terdapat penurunan omzet penjualan domestik
pada korporasi perdagangan besar dan eceran,
akomodasi (hotel dan restoran), pertambangan
aspal, dan industri. Penurunan yang terjadi lebih
disebabkan oleh terlambatnya realisasi
pengerjaan proyek pemerintah dan adanya
pengurangan jadwal penerbangan ke destinasi
wisata untuk sektor akomodasi.
Di sisi lain, masih terdapat sektor usaha yang
mengalami peningkatan omzet domestik yaitu
pada korporasi perikanan, pertanian, dan
pertambangan nikel. Bahkan kenaikan yang
dirasakan oleh korporasi pertanian dan
korporasi pertambangan nikel cukup tinggi.
Peningkatan yang terjadi pada sektor pertanian
disebabkan oleh meningkatnya hasil produksi
panen pertama pada tahun 2017 yang
berlangsung di bulan April hingga Juni.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh
meningkatnya produktivitas lahan dari yang
sebelumnya berkisar di angka 4-4,8 ton per
hektar menjadi 5-5,8 ton per hektar. Hal ini juga
didukung dengan tingginya tingkat konsumsi
beras di masyarakat. Sementara itu,
peningkatan pada sektor pertambangan nikel
didukung oleh tingginya tingkat kebutuhan ore
Sumber: Bloomberg, diolah
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.31 Harga Nikel Internasional Grafik 4.32 Pangsa Komoditas Ekspor
9.2094,3
-60,0
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
20.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017Harga Nikel Perubahan yoy (sb.kanan)
USD/metric ton %, yoy
Minyak Nilam2%
Perikanan6%
Aspal1%
Mete2%Kakao olah
1%
Feronikel
87%
Lainnya1%
Stabilitas Keuangan Daerah
56
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
nickel untuk pasar dalam negeri. Hal tersebut
juga diindikasikan dengan tingginya tingkat
pembangunan infrastruktur yang menunjukkan
adanya peningkatan perkembangan ekonomi baik
di dalam maupun di luar negeri (Grafik 4.33).
Sementara itu dari sisi penjualan ekspor,
korporasi pertambangan aspal mengalami
peningkatan penjualan meskipun hanya pada
skala likert 0,50. Peningkatan tersebut masih
berada pada tingkat kewajaran atau berada di
bawah penurunan normal yang pernah dialami.
Kondisi tersebut terjadi karena adanya realisasi
dari pembaharuan kontrak kerja sama yang
timbul pada tahun 2016 dan dialihkan ke tahun
2017.
Biaya
Pada triwulan II 2017, seluruh korporasi
menyatakan terjadinya kenaikan biaya.
Korporasi yang bergerak pada sektor pertanian
mengalami kenaikan yang paling tinggi
meskipun tetap berada pada pola normalnya.
Hal ini terjadi karena kenaikan harga gabah yang
berada pada nilai Rp4.350 per kilogram
dibandingkan dengan kondisi rata-rata pada
umumnya yang bekisar di angka Rp3.700-
Rp3.800 per kilogram. Namun hal itu cukup
dapat dipahami mengingat kualitas dari gabah
tersebut juga membaik yang tercermin dari
tingkat rendemennya yang mencapai 57%
dibandingkan dengan sebelumnya yang sebesar
53%.
Selain itu, kenaikan biaya juga terjadi
diakibatkan oleh meningkatnya biaya tenaga
kerja sesuai dengan kenaikan UMR. Meskipun
demikian, peningkatan biaya masih dapat
diredam dengan melakukan efisiensi proses
yang ditunjukkan dengan penurunan biaya
energi.
Margin Keuntungan
Pada triwulan II 2017, perolehan laba atau
margin keuntungan dari korporasi pada
beberapa sektor masih cenderung normal atau
sedikit mengalami peningkatan seperti yang
dialami di sektor akomodasi dan pertambangan
aspal. Meskipun mengalami penurunan pada
omzet penjualan dan adanya kenaikan biaya,
korporasi masih dapat mempertahankan margin
keuntungan dengan melakukan peningkatan
harga jual.
Hal yang sebaliknya terjadi pada sektor
pedagang besar dan eceran yang mengalami
penurunan margin keuntungan cukup
signifikan. Meskipun begitu, penurunan yang
terjadi masih dianggap sesuai dengan pola
normalnya yang tercermin pada skala likertnya
Keterangan Skala Likert:
+/- 4,00 = Kenaikan/Penurunan Signifikan Di Luar Rata-rata/Pola Normal Korporasi
+/- 3,00 = Kenaikan/Penurunan Di Atas Rata-rata Pola Normal
+/- 2,00 = Kenaikan/Penurunan Sesuai dengan Pola Normalnya
+/- 1,00 = Kenaikan/Penurunan Di Bawah Pola Normalnya
Sumber: Liaison KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.33 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison
(2,50) (2,00) (1,50) (1,00) (0,50)
- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00
PenjualanDomestik
PenjualanEkspor
KapasitasUtilisasi
Persediaan Investasi Biaya Harga Jual Marjin
Perikanan Pertanian PBE PHR Pertambangan Aspal Pertambangan Nikel Industri
Skala Likert
57
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
yang bernilai -2,0. Hal ini terjadi karena adanya
penurunan penjualan sementara dari sisi biaya
mengalami peningkatan.
Kondisi likuiditas keuangan korporasi
Secara umum, dari hasil SKDU, likuiditas
keuangan korporasi menunjukkan posisi yang
masih aman meskipun dengan kondisi dalam
level mencukupi kebutuhan operasional
usahanya. Pada triwulan II 2017, pangsa
korporasi yang memiliki kondisi likuiditas baik
hanya sebesar mencapai 36,05%, berkurang
daripada triwulan sebelumnya yang mencapai
47,70% dari total responden korporasi di
Sulawesi Tenggara (Grafik 4.34).
Sebagian besar responden, sebanyak 60,5%
menyatakan memiliki likuiditas yang cukup
untuk melangsungkan kegiatan usahanya. Di sisi
lain, terdapat 3,5% responden korporasi yang
mengalami kondisi likuiditas yang buruk dan
dapat berisiko pada pembayaran angsuran
kredit maupun aktivitas investasi yang sedang
dilakukan.
Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang
berada pada kondisi likuiditas baik adalah
korporasi yang bergerak di sektor jasa. Jumlah
korporasi yang memiliki likuiditas keuangan
baik di sektor tersebut mencapai 45,2%.
Sementara itu, korporasi pada sektor konstruksi
hanya memiliki likuiditas yang cukup seiring
dengan melambatnya kinerja sektor tersebut
pada triwulan II 2017 (Grafik 4.35).
Beban Angsuran Hutang Korporasi
Dari sisi kemampuan membayar hutang,
korporasi di Sulawesi Tenggara secara umum
masih memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi
ini tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) pada triwulan II 2017 yang
menunjukkan bahwa terdapat 80,0%
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.36 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.34 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulawesi Tenggara
Grafik 4.35 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral
-50,0
-18,2
-25,0
-14,3
-10,0
50,0
50,0
15,4
9,1
10,0
-100,0 -50,0 0,0 50,0 100,0
Pertanian
Pertambangan
Industri
Konstruksi
Perdagangan
Hotel Restoran
Angkutan
Jasa
Total
Tambah Berat Tambah Ringan
Pangsa %
TETAP
18,00
15,38
33,33
40,00
38,24
45,83
44,44
22,58
29,07
Responden Sebagai Debitur Bank (%)
47,70%
50,00%2,30%
36,05%60,47%3,49%
Tw I 2017 Tw II 2017
Baik Cukup Buruk
7,7
16,7
32,4
37,5
44,0
44,4
45,2
100,0
84,6
83,3
64,7
58,3
56,0
33,3
51,6
7,7
2,9
4,2
22,2
3,2
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Konstruksi
Tambang
Industri
Perdagangan
Hotel Resto
Pertanian
Transportasi
Jasa jasa
Baik Cukup Buruk
Stabilitas Keuangan Daerah
58
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
responden korporasi yang merasakan bahwa
beban angsuran perbankan tetap seperti
periode sebelumnya. Bahkan terdapat 10,0%
korporasi yang sedang memiliki kredit
perbankan menyatakan bahwa beban angsuran
kredit ke depan akan semakin ringan terhadap
pendapatan perusahaan. Jumlah responden
SKDU yang merupakan debitur perbankan pun
menurun dari 31,61% menjadi 29,07% dari
keseluruhan responden (Grafik 4.36).
4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor
Korporasi
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di
daerah, kerentanan yang terjadi pada sektor
korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun
eksposur kredit perbankan pada sektor ini hanya
sebesar 19,96% dari total kredit di Sulawesi
Tenggara (berdasarkan lokasi proyek). Faktor
tersebut terjadi karena kondisi keuangan sektor
rumah tangga yang menjadi eksposur dominan
kredit perbankan di Sulawesi Tenggara juga
dipengaruhi oleh kinerja sektor korporasi,
terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan
tenaga kerja.
Kredit perbankan pada sektor korporasi di
Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2017
mencapai Rp4,71 triliun, terkontraksi sebesar
7,1% (yoy), dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 37,4% (yoy)
(Grafik 4.38). Penurunan kredit korporasi
tersebut terutama terjadi pada kredit investasi.
Kredit investasi yang memiliki pangsa paling
besar (67,9%) mengalami kontraksi sebesar
9,8% (yoy) setelah pada periode sebelumnya
mampu tumbuh sebesar 59,0% (yoy).
Sementara itu kredit modal kerja tumbuh 0,2%
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.39 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan
Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.37 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.38 Pertumbuhan Kredit Korporasi
4,8
10,212,8
-5,5
11,2
-12,2-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
Konstruksi Perdagangan Pertambangan
Tw I17 Tw II17%, yoy
pa
ng
sa
(%
) lainnya
44,4 36,1 9,80%
5%
10%
15%
20%
Konstruksi Perdagangan Pertambangan Modal KerjaKorporasi
Tw I17 Tw II17
%, NPL
risiko menurun
risiko terkendali
risiko terkendali
threshold
risiko menurun
31,6 %67,9 %0,4 %
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
Kredit Konsumsi-7,1
0,2
-9,8-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Kredit Korporasi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi
%, yoy
59
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
(yoy) mengalami perlambatan dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang mampu
tumbuh sebesar 7,5% (yoy).
Kredit Modal Kerja Korporasi
Posisi kredit modal kerja korporasi pada triwulan
II 2017 mencapai Rp1,49 triliun atau tumbuh
sebesar 0,2% (yoy), melambat dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang mampu
tumbuh sebesar 7,5% (yoy). Perlambatan yang
terjadi disebabkan karena dua dari tiga sektor
dominan penyaluran kredit modal kerja di
Sulawesi Tenggara mengalami kontraksi, yaitu
pada sektor konstruksi dan pertambangan.
Kredit modal kerja pada sektor konstruksi dan
pertambangan masing-masing terkontraksi
sebesar 5,5,% (yoy) dan 12,2% (yoy). Namun
kontraksi pada dua sektor tersebut masih dapat
diredam dengan tumbuhnya kredit modal kerja
pada sektor perdagangan yang juga merupakan
salah satu sektor dominan penyaluran kredit
modal kerja korporasi. Kredit modal kerja pada
sektor perdagangan mampu tumbuh sebesar
11,2% (yoy) (Grafik 4.39). Dari sisi pangsanya,
kredit modal kerja didominasi oleh kredit
kepada sektor konstruksi (pangsa 44,4%) dan
sektor perdagangan (pangsa 36,1%).
Sementara itu, pangsa sektor pertambangan
menempati posisi ke-3 dengan pangsa sebesar
9,8%.
Dari sisi risiko kredit, terjadi penurunan tekanan
dari sisi kredit modal kerja namun masih berada
di atas threshold 5%. NPL kredit modal kerja
korporasi pada triwulan II 2017 sebesar menjadi
5,59% lebih rendah dari periode sebelumnya
yang tercatat sebesar 6,39% (Grafik 4.40).
Penurunan tekanan risiko kredit tersebut berasal
dari penurunan risiko pada sektor perdagangan.
Sebaliknya kredit modal kerja pada sektor
pertambangan memiliki risiko yang rendah
dengan NPL sebesar 0,62%.
Kredit Investasi Korporasi
Posisi kredit investasi korporasi pada triwulan II
2017 mencapai Rp3,20 triliun atau mengalami
kontraksi sebesar 9,8% (yoy), setelah di periode
sebelumnya tercatat tumbuh 5,9% (yoy).
Berbeda dengan kredit modal kerja, pangsa
terbesar kredit investasi korporasi berada pada
sektor pertambangan dan penggalian (pangsa
61,4%). Diikuti oleh penyaluran kredit ke sektor
pertanian (pangsa 9,,6%) dan sektor perhotelan
(pangsa 8,1%) (Grafik 4.41).
Penurunan kredit investasi korporasi
dipengaruhi oleh penurunan kredit ke sektor-
sektor dominan pada penyaluran kredit investasi
korporasi. Pada triwulan II 2017, baki debet
kredit di sektor pertambangan terkontraksi
sebesar 15,2% (yoy), jauh lebih rendah daripada
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
87,0% (yoy). Sementara itu kredit investasi
korporasi ke sektor pertanian mengalami
perlambatan dengan tumbuh sebesar 32,8%
(yoy) dibandingkan dengan triwulan lalu yang
mampu tumbuh sebesar 88,1% (yoy) (Grafik
4.41).
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.41 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan
Grafik 4.42 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi
87,0 88,1
-4,1-15,2
32,8
-6,5-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
Pertambangan Pertanian Perhotelan
Tw I 17
Tw II 17
%, yoy
pangsa (%)
lainnya
61,4 9,6 8,1
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
Tambang Pertanian Perhotelan InvestasiKorporasi
Tw I 17 Tw II 17
%, NPL
risiko terjaga
risiko terjaga
risiko terjaga
risiko terjaga
threshold
Stabilitas Keuangan Daerah
60
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
Sementara itu dari sisi risiko kredit, kredit
investasi korporasi masih memiliki risiko yang
terjaga di bawah threshold 5%. Pada triwulan II
2017, NPL kredit ini hanya sebesar 1,59% (Grafik
4.42). Dengan kondisi tersebut, NPL kredit
korporasi secara keseluruhan hanya sebesar
2,85% pada triwulan tersebut dan secara umum
masih memiliki risiko kredit yang terjaga dan
relatif aman dalam mendukung stabilitas
keuangan di daerah.
4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN
(PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA
4.3.1. Aset Bank Umum
Aset bank umum yang berada di Sulawesi
Tenggara pada triwulan II 2017 mencapai
Rp24,88 triliun, atau tumbuh sebesar 10,1%
(yoy). Pertumbuhan aset bank umum tersebut
lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang
hanya 5,4% (yoy) (Grafik 4.43). Pertumbuhan
tersebut terjadi karena adanya pertumbuhan
penambahan aset bank pemerintah, terutama
dari bank persero. Secara umum berdasarkan
pangsanya, bank pemerintah masih
mendominasi industri perbankan di Sulawesi
Tenggara dengan porsi aset mencapai 84,0%,
sedangkan total bank swasta nasional hanya
sebesar 16,0% dari total aset bank umum di
Sulawesi Tenggara (Grafik 4.44).
4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun
oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi
Tenggara pada triwulan II 2017 mampu tumbuh
pada level yang cukup baik yaitu sebesar 8,7%
(yoy). Pertumbuhan DPK tersebut cukup
signifikan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang hanya dapat tumbuh 3,3%
(yoy) (Grafik 4.45). Dengan demikian, total DPK
di Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2017
mencapai Rp17,06 triliun.
Sebagian besar DPK yang dihimpun oleh bank
umum di Sulawesi Tenggara ditempatkan pada
fasilitas tabungan dengan pangsa 47,5%, diikuti
dengan penempatan pada giro 26,6% dan
deposito dengan pangsa 25,9%. Pada triwulan
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.43 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.44 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.45 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK Per Penempatan
24,88
10,1
5,8
18
19
20
21
22
23
24
25
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Aset Bank (sb.kanan) gAset Bank Pemerintah
gAset Total gAset Bank Swasta
%, yoy Rp triliun
84%16%
Aset Bank Pemerintah
Aset Bank Swasta
Rp3,99
Rp20,89
triliun
triliun
17,06
8,7
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
DPK (sb.kanan) gDPK
%, yoy Rp triliun
26,6% 47,5% 25,9%
12,410,6
5,8
-20,0-10,0
0,010,020,030,040,050,060,0
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
gDPK GirogDPK DepositogDPK Tabungan
%, yoy
pangsa thd total DPK
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
61
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
II 2017, peningkatan DPK terjadi pada seluruh
fasilitas yang tersedia dengan fasilitas giro
mengalami pertumbuhan paling besar, yaitu
12,4% dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang berkontraksi sebesar 4,6%.
Pertumbuhan pada fasilitas deposito juga
tumbuh cukup signifikan, yaitu 10,6% (yoy) dan
penempatan pada tabungan juga relatif
mengalami peningkatan sebesar 5,8% (yoy).
(Grafik 4.46).
Secara spasial, penghimpunan DPK di Sulawesi
Tenggara masih terkonsentrasi di Kota Kendari,
Kota Bau-Bau dan Kab. Kolaka. Ketiga daerah
tersebut merupakan pusat aktivitas bisnis dan
keuangan di Sulawesi Tenggara. DPK di Kota
Kendari yang memiliki pangsa sebesar 37,7%
dapat tumbuh sebesar 10,9% (yoy). Adapun
pertumbuhan DPK tertinggi berada di Kab.
Konawe Selatan dengan DPK yang dapat
tumbuh 34,4% (yoy), diikuti oleh Kab. Konawe
(18,3%, yoy) dan Kab. Wakatobi (16,1%, yoy).
Hal ini menunjukkan aktivitas perekonomian
sudah semakin merata dan perbankan juga
sudah aktif menjangkau daerah kabupaten
(Tabel 4.3).
Tabungan
Pada triwulan II 2017, penghimpunan dana
tabungan mampu tumbuh sebesar 5,8% (yoy),
lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 5,4% (yoy). Jumlah tabungan
masyarakat di Sulawesi Tenggara sampai
dengan periode tersebut adalah sebesar Rp8,10
triliun.
Adapun pangsa terbesar pemegang rekening
tabungan adalah nasabah perseorangan sebesar
94,41%, diikuti oleh korporasi sebesar 4,54%
dan sisanya adalah nasabah pemerintah.
Preferensi penempatan oleh pemilik dana dari
pemerintah pusat dan daerah lebih besar
menempatkan dananya di bank pemda.
Tabel 4.1 Tabungan Berdasarkan Pemiliknya Tabel 4.2 Tabungan Berdasarkan Nilainya
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Tabel 4.3 DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan II 2017
Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, gDPK = pertumbuhan DPK (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota masih menggunakan daftar daerah otonomi tahun 2005
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Stabilitas Keuangan Daerah
62
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
Perubahan yang cukup signifikan terjadi pada
penempatan dana oleh korporasi di bank pemda
dengan pangsa mencapai 21,42%, jauh
meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang hanya sebesar 11,26% (Tabel
4.1).
Berdasarkan nilai tabungannya, sebagian besar
penabung di Sulawesi Tenggara memiliki
tabungan di bawah Rp100 juta dengan jumlah
penabung mencapai 99,16% dari keseluruhan
rekening tabungan. Sementara itu penabung
dengan nilai di atas Rp1 miliar masih sedikit
dengan pangsa hanya sebesar 0,02%).(Tabel
4.2).
Deposito
Penghimpunan dana di deposito pada triwulan
II 2017 masih mampu tumbuh 10,6% (yoy),
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 8,1% (yoy). Jumlah
penghimpunan deposito sampai periode
tersebut mencapai Rp4,4 triliun.
Ketergantungan perbankan Sulawesi Tenggara
terhadap deposan besar pada triwulan laporan
tercatat cukup tinggi. Dari hasil pengelompokan
deposito berdasarkan nilainya, rekening dengan
nilai deposito di atas Rp1 miliar mencapai 57,4%
dari total deposito perbankan di Sulawesi
Tenggara (Tabel 4.5). Sementara itu berdasarkan
jangka waktu penempatan deposito, terdapat
variasi yang kecil pada penempatan 1 bulan, 3
bulan dan 1 tahun atau lebih. Kondisi ini relatif
aman bagi perbankan karena penempatan
deposito tidak terkonsentrasi pada salah satu
tenor tertentu.
Giro
Pada triwulan II 2017, penempatan dana di giro
mampu tumbuh sebesar 12,4% (yoy).
Pertumbuhan ini sangat signifikan jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang terkontraksi sebesar 4,6% (yoy).
Pertumbuhan giro ini disebabkan oleh
pertumbuhan signifikan pada giro yang dimiliki
oleh korporasi sebesar 40,0% (yoy) setelah pada
triwulan sebelumnya hanya tumbuh 6,8% (yoy).
Pertumbuhan yang signifikan juga terjadi pada
penempatan giro oleh perseorangan yang
mencapai 72,1% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
mampu tumbuh 20,0% (yoy). Sementara itu
dana giro pemerintah menguat terbatas dengan
tumbuh 0,1% (yoy) setelah mengalami
kontraksi 10,5%. pada triwulan sebelumnya.
Dari sisi kepemilikan, pangsa terbesar pemilik
giro adalah nasabah pemerintah (76,6%),
korporasi (14,5%), dan perseorangan (8,9%).
4.3.3. Penyaluran Kredit
Berbeda dengan kinerja penghimpunan dana
yang mengalami peningkatan, fungsi
penyaluran kredit perbankan oleh bank umum
yang berkantor di Sulawesi Tenggara secara
keseluruhan juga mengalami perlambatan. Pada
triwulan II 2017, kredit perbankan tumbuh
sebesar 8,6% (yoy) lebih rendah dibandingkan
dengan kinerja periode sebelumnya yang
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan Kredit di Sulawesi Tenggara
19,5
8,6
0
5
10
15
20
25
0,02,04,06,08,0
10,012,014,016,018,020,0
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Kredit (sb.kanan) Pertumbuhan Kredit
%, yoy Rp triliun
9,8
-5,5
10,6
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Modal Kerja Investasi Konsumsi
%, yoy Rp triliun
pangsa kredit (%) 28,2% 9,5% 62,2%
63
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
mampu tumbuh sebesar 11,2% (yoy). Secara
nominal, kredit perbankan yang disalurkan
sampai dengan triwulan II 2017 mencapai
Rp19,4 triliun (Grafik 4.47).
Kredit Berdasarkan Lokasi Bank
Secara spasial, penyaluran kredit masih
terkonsentrasi di Kota Kendari, dengan pangsa
sebesar 59,3% dari seluruh penyaluran kredit
yang dilakukan oleh perbankan di Sulawesi
Tenggara. Meskipun demikian, pertumbuhan
kredit di Kota Kendari hanya sebesar 7,1% (yoy)
berada di bawah rata-rata pertumbuhan kredit
Sulawesi Tenggara. Pertumbuhan kredit
tertinggi berada di Kabupaten Buton sebesar
29,5% (yoy), diikuti oleh penyaluran di Kab.
Buton Utara yang tumbuh sebesar 21,9% (yoy)
(Tabel 4.6).
Berdasarkan sebaran jenis penggunaannya,
sebagian besar kabupaten masih mengandalkan
penyaluran pada kredit konsumsi. Terdapat 7
kabupaten dari 12 kabupaten/kota (masih
menggunakan daftar daerah otonomi tahun
2005) yang memiliki pangsa kredit konsumsi di
atas 90%. Sebaliknya hanya terdapat 4 daerah
yang memiliki pangsa kredit modal kerja di atas
20%, yaitu Kota Kendari, Kota Bau-Bau, Kab.
Kolaka dan Kab. Muna, sedangkan 1 daerah
(Kab. Buton) sudah mulai mengalami
peningkatan baik itu untuk kredit investasi
ataupun kredit modal kerja.
Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Pada triwulan II 2017, perlambatan penyaluran
kredit terjadi pada seluruh jenis penggunaan.
Kredit konsumsi yang memiliki pangsa terbesar
(62,2%) hanya tumbuh 10,6% (yoy) setelah
pada triwulan sebelumnya tumbuh 12,2% (yoy).
Hal yang sama juga terjadi pada kredit modal
kerja. Dengan pangsa sebesar 28,2%, kredit
modal kerja mengalami perlambatan dengan
hanya tumbuh sebesar 9,8% (yoy) dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang mampu
tumbuh sebesar 10,4% (yoy). Perlambatan ini
Tabel 4.4 Deposito Berdasarkan Pemiliknya Tabel 4.5 Deposito Berdasarkan Nilainya
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Tabel 4.6 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan II 2017
Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, K.MK = Kredit Modal Kerja, K.INV = Kredit Investasi, K.KONS = Kredit Konsumsi gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota masih menggunakan daftar daerah otonomi tahun 2005
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Stabilitas Keuangan Daerah
64
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
juga turut disebabkan oleh terkontraksinya
kredit investasi sebesar 5,5% (yoy) setelah pada
triwulan sebelumnya tumbuh 7,9% (yoy). (Grafik
4.48).
Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Berdasarkan penyaluran kredit pada sektor
ekonomi, perlambatan kredit yang terjadi
terutama disebabkan karena melambatnya
penyaluran kredit ke sektor perdagangan yang
merupakan penyaluran kredit produktif (kredit
modal kerja dan kredit investasi) dengan pangsa
terbesar. Pada triwulan II 2017, kredit ke sektor
perdagangan yang disalurkan oleh perbankan di
Sulawesi Tenggara hanya tumbuh sebesar 3,2%
(yoy), lebih rendah dari sebelumnya yang
tumbuh sebesar 72,% (yoy). Selain
perdagangan, 10 sektor ekonomi lain yang
termasuk dalam kredit produktif juga
mengalami perlambatan seperti pertanian,
akomodasi makan dan minum, dan industri
pengolahan (Tabel 4.7).
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Kondisi intermediasi perbankan yang
diindikasikan dengan indikator Loan to Deposit
Ratio (LDR) menunjukkan penurunan. Pada
triwulan II 2017 LDR bank umum di Sulawesi
Tenggara mencapai 114,0%, lebih rendah
daripada triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 118,5% (Grafik 4.49). Hal tersebut terjadi
karena terdapat peningkatan DPK sementara
kredit tumbuh melambat. Nilai LDR yang lebih
dari 100 juga menunjukkan bahwa kapasitas
pembiayaan perekonomian di Sulawesi
Tenggara memerlukan dana dari daerah lain.
Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan
kewajiban antarkantor (penerimaan dari kantor
bank yang sama di daerah lain) sebesar 5,37%
(qtq) pada triwulan II 2017.
Non Performing Loan (NPL)
Dari sisi risiko kredit, penyaluran kredit oleh
bank umum yang ada di Sulawesi Tenggara
masih berada pada batas yang aman. Hal ini
terlihat dari indikator Non Performing Loan (NPL)
Gross pada triwulan II 2017 yang hanya sebesar
3,27%, sedikit meningkat daripada periode
sebelumnya yang mencapai 3,23% (Grafik 4.50).
Pada periode tersebut penyaluran kredit
investasi memiliki risiko kredit terbesar yaitu
dengan NPL sebesar 7,88%. Sementara itu
kredit modal kerja juga masih memiliki NPL
relatif tinggi dengan melebihi nilai batas
Tabel 4.7 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Posisi Triwulan II 2017
Ket: gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy), Kredit Produktif = Kredit Modal Kerja + Kredit Investasi NPL = Non Performing Loan
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
65
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
threshold 5%, yaitu sebesar 5,86%. Di sisi lain,
penyaluran kredit konsumsi masih memiliki
risiko kredit terendah dengan NPL hanya sebesar
1,39%.
Dari sisi NPL sektoral, NPL pada sektor
perdagangan yang memiliki pangsa penyaluran
kredit terbesar mencapai 6,8% dan berada di
atas threshold 5%. Sementara itu, NPL pada
kredit konstruksi juga mencapai 9,4%. Hal
tersebut menyebabkan NPL kredit produktif
masih berada di atas threshold 5%. Meskipun
demikian, NPL pada sektor lainnya seperti sektor
pertanian dan industri pengolahan masih relatif
rendah dan dapat menurunkan tekanan risiko
kredit dari perbankan di Sulawesi Tenggara.
4.3.4. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi
Tenggara
Rentabilitas suatu bank umum dipengaruhi dari
kemampuan mendapatkan pendapatan dari
aset yang dimiliki dan kemampuan unt uk
melakukan efisiensi biaya. Pada triwulan II 2017,
kondisi rentabilitas bank umum di Sulawesi
Tenggara relatif berada dalam kondisi yang baik.
Hal ini diindikasikan dengan tingkat Net Interest
Margin (NIM) yang relatif tinggi pada level
9,24% (Grafik 4.51). Kondisi tersebut terjadi
karena spread suku bunga (selisih antara bunga
kredit dengan bunga DPK) di Sulawesi Tenggara
relatif membesar dari sebelumnya pada kisaran
9,76% menjadi 9,86%% (Grafik 4.52).
Selain itu, dari sisi efisensi operasional
perbankan juga menunjukkan terjadinya
peningkatan. Konidisi ini tercermin dari rasio
BOPO (Biaya Operasional per Pendapatan
Operasional) yang semakin rendah. Pada
triwulan II 2017, BOPO perbankan di Sulawesi
Tenggara sebesar 69,43%, lebih rendah
daripada periode sebelumnya yang mencapai
73,49% (Grafik 4.51). Apabila rasio BOPO
semakin rendah maka rentabilitas semakin baik
karena bank dapat meningkatkan efisiensi
operasionalnya. Sebaliknya jika rasio BOPO
semakin tinggi, maka bank semakin tidak efisien
dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.
4.3.5. Perbankan Syariah
Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara
masih relatif kecil di tengah kondisi masyarakat
yang religius. Dari sisi aset, perbankan syariah
hanya memiliki aset sebesar Rp1,09 triliun, atau
sebesar 4,4% dari keseluruhan aset bank umum
di Sulawesi Tenggara (Grafik 4.53). Kondisi yang
sama juga terjadi pada penghimpunan dana dan
penyaluran pembiayaan. Pada triwulan II 2017,
pangsa pembiayaan hanya mencapai 4,7% dari
total realisasi kredit oleh bank umum.
Sedangkan penghimpunan DPK bank syariah
hanya sebesar 4,1% dari seluruh DPK se
Sulawesi Tenggara.
Apabila dibandingkan dengan kinerja
perbankan syariah di Pulau Sulawesi, maka
perkembangan aset bank syariah di Sulawesi
Tenggara menunjukkan arah yang lebih baik.
Pertumbuhan aset bank syariah di Sulawesi
Tenggara mencapai 16,2% (yoy), lebih tinggi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.49 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara
Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara
114,7111,0105,1110,9110,1114,1
117,3
122,8
118,5
114,0
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
95
100
105
110
115
120
125
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
DPK (sb.kanan) LDR Kredit (sb.kanan)
LDR (%) Rp triliun
3,27
5,86
7,88
1,39
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
NPL NPL K.MK NPL K.Inv NPL K.Kons
%, NPL
Stabilitas Keuangan Daerah
66
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
daripada rata-rata pertumbuhan aset bank
syariah se-Sulawesi yang hanya tumbuh sebesar
2,9% (yoy) pada triwulan II 2017. Sementara itu,
pangsa aset bank syariah di Sulawesi Tenggara
yang mencapai 4,4% sudah berada di atas rata-
rata pangsa aset bank syariah di Sulawesi yang
hanya sebesar 4,1%. Meskipun demikian,
pangsa aset bank syariah yang terbesar berada
di Provinsi Sulawesi Selatan yang mencapai
5,1% terhadap keseluruhan aset perbankan di
provinsi tersebut (Grafik 4.54).
Sampai dengan triwulan II 2017, penyaluran
pembiayaan syariah cenderung melemah
terbatas. Pada periode tersebut pembiayaan
syariah tumbuh sebesar 10,0% (yoy) dengan
baki debet sebesar Rp918,05 miliar,
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 10,1% (yoy) dengan baki debet
sebesar Rp906,15 miliar (Grafik 4.56). Sama
dengan penyaluran perbankan umum,
penyaluran pembiayaan syariah juga paling
banyak dilakukan untuk penggunaan konsumsi
sebanyak 68,2% dan tumbuh sebesar 18,5%
(yoy). Sementara itu, penyaluran pembiayaan
untuk modal usaha dengan pangsa sebanyak
18,9% mengalami terkontraksi sebesar 5,0%
(yoy).
Seiring dengan kinerja penyaluran
pembiayaannya, penghimpunan DPK perbankan
syariah juga menunjukkan peningkatan. Pada
periode tersebut jumlah DPK bank syariah
mencapai Rp690,9 miliar, tumbuh sebesar
15,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan
sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 10,2%
(yoy). Peningkatan tersebut disebabkan karena
terjadi peningkatan pada penempatan DPK di
seluruh fasilitas, yaitu giro sebesar 32,2% (yoy),
deposito sebesar 15,6% (yoy), dan tabungan
sebesar 13,9% (yoy). Dari sisi risiko pembiayaan,
tekanan pada risiko kredit mengalami
perbaikan. Hal ini terlihat dari NPF (Non
Performing Financing) yang mulai menurun dari
5,29% menjadi 4,50%.
4.3.6. Bank Perkreditan Rakyat
Pada triwulan II 2017, kinerja BPR relatif
membaik dalam hal penambahan aset dan
penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Aset
BPR tumbuh sebesar 11,9% (yoy), lebih tinggi
dari periode sebelumnya yang hanya dapat
tumbuh sebesar 8,4% (yoy) sehingga secara
nominal asetnya mencapai Rp326,7 miliar (Grafik
4.57).
Penghimpunan dana dari masyarakat pun sudah
mengalami perbaikan setelah mengalami
kontraksi pada periode sebelumnya.
Penghimpunan DPK tumbuh sebesar 10,3%
(yoy) atau tercatat sebesar Rp137,7 miliar,
setelah terkontraksi pada periode sebelumnya
sebesar 9,1% (yoy). (Grafik 4.58).
Sementara itu, kinerja penyaluran kredit BPR
masih menunjukkan perlambatan dan hanya
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.51 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum Grafik 4.52 Spread Suku Bunga Bank Umum
69,43%
9,24%
5,00%
6,00%
7,00%
8,00%
9,00%
10,00%
11,00%
12,00%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017BOPO Net Interest Margin (Sb. Kanan)
% %
9,86
4,004,254,504,755,005,255,505,756,006,256,506,757,007,257,507,758,00
8
8,5
9
9,5
10
10,5
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Spread Suku Bunga BI Rate (sb.kanan)BI 7 DRR (sb.kanan)
% %
67
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
dapat tumbuh sebesar 15,6% (yoy) dengan
nominal sebesar Rp236,4 miliar (Grafik 4.59).
Perlambatan tersebut terjadi pada seluruh jenis
penggunaan, termasuk kredit modal kerja yang
memiliki pangsa paling besar. Kredit BPR di
Sulawesi Tenggara pada triwulan tersebut
banyak disalurkan pada sektor perdagangan
hotel dan restoran (PHR) (Grafik 4.60).
Dengan kondisi tersebut, LDR BPR pada triwulan
II 2017 mencapai 171,7 yang berarti kredit yang
disalurkan oleh BPR menggunakan dana dari
institusi keuangan lainnya. Dengan demikian
risiko yang terjadi pada BPR dapat menyebabkan
risiko pada institusi keuangan lainnya.
Sementara itu, risiko kredit pada BPR masih
sangat tinggi yaitu sebesar 19,1%, di atas
threshold 5%.
1 Penentuan UMKM dilakukan berdasarkan kriteria dalam UU No. tahun 2008. Usaha mikro merupakan usaha
dengan aset maksimal Rp50 juta dan omzet maksimal Rp300 juta. Usaha kecil merupakan usaha dengan aset antara Rp50 juta s.d Rp500 juta dan omzet antara Rp300 juta s.d Rp2,5 miliar. Usaha menengah merupakan usaha dengan aset antara Rp500 juta s.d Rp10 miliar dan omzet antara Rp2,5 miliar s.d Rp50 miliar.
4.4. AKSES KEUANGAN
4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM
Pada triwulan II 2017, kredit yang diterima oleh
UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan
lokasi proyek) mencapai Rp6,44 triliun. Secara
pangsa mencapai mencapai 27,3%
dibandingkan dengan total kredit di Sulawesi
Tenggara. Kredit kepada UMKM1 tersebut,
sebagian besar diberikan kepada usaha kecil
sebesar 43,7% dan usaha mikro dengan pangsa
sebesar 30,9%. Sedangkan untuk usaha
menengah memiliki pangsa sebesar 25,4% dari
total kredit UMKM (Grafik 4.61).
Seiring dengan kredit perbankan secara umum
yang mengalami perlambatan, laju
pertumbuhan kredit UMKM juga mengalami
perlambatan dari 6,1% (yoy) menjadi 3,0%
(yoy) pada triwulan II 2017. Hal ini terjadi karena
terdapat perlambatan pada kredit usaha kecil
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.53 Pangsa Perbankan Syariah Grafik 4.54 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset Syariah se-Sulawesi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.55 Perkembangan DPK Syariah Grafik 4.56 Perkembangan Pembiayaan Syariah
Bank Konvensional Bank Syariah
Aset
4,4%Rp 1,09
triliunPembiayaan
4,7%Rp 918
miliar DPK
4,1%Rp 690
miliar
16,20
7,97
0,30
6,08
-3,99
0,352,89
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0
Tw I 17
Tw II 17
Sulut
Gorontalo
SulbarSulteng
SULAWESISulsel
Sultra
32,2
13,9
15,6
15,6
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017gGiro gTabungan gDeposito gDPK
%, yoy
pangsa DPK 7,0% 57,6% 35,4%
-5,0%
-4,1%
18,5%
10,0%
-30,0%
-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017gMdl.Kerja gInv gKonsumsi gPembiayaan
%, yoy
pangsa pembiayaan
18,9% 13,0% 68,2%
Stabilitas Keuangan Daerah
68
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
sebesar 4,8% (yoy) bahkan usaha menengah
berkontraksi sebesar 2,7% (yoy), sementara itu
kredit usaha mikro menunjukkan adanya
perbaikan (Grafik 4.62).
Secara sektoral, perlambatan kredit UMKM
tersebut dipengaruhi oleh penurunan kredit
UMKM pada sektor perdagangan yang
merupakan kontributor terbesar dengan pangsa
68,2%. Pada triwulan II 2017, kredit UMKM
sektor perdagangan tumbuh melambat sebesar
1,6% (yoy) dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mencapai 6.1%. Selain itu
sektor lainnya juga menunjukkan adanya
perlambatan penyaluran kredit, bahkan untuk
sektor konstruksi juga masih mengalami
kontraksi (Grafik 4.63).
Dari sisi risiko kreditnya, secara umum kredit
UMKM masih berada sedikit di atas threshold
5%. Pada triwulan II 2017 NPL kredit UMKM
mencapai 5.77%, mengalami penurunan dari
sebelumnya yang tercatat sebesar 5,88%.
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh penurunan
tingkat risiko yang cukup signifikan pada sektor
konstruksi dan transportasi meskipun masih
terjadi peningkatan tingkat risiko pada sektor
perdagangan (Grafik 4.64).
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.61 Pangsa Kredit UMKM Grafik 4.62 Pertumbuhan Kredit UMKM
Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.57 Perkembangan Aset BPR Grafik 4.58 Perkembangan DPK BPR di Sulawesi Tenggara
Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.59 Pertumbuhan Kredit BPR Grafik 4.60 Pangsa Kredit BPR per Sektoral
30,9%
43,7%
25,4%
Non UMKM
72.7%
UMKM
27.3%Rp6,44 triliun
UsahaMenengah
UsahaKecil
UsahaMikro
5,74,8
-2,7
3,0
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Mikro Kecil Menengah UMKM
%, yoy
326,7
11,9%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
60,0%
70,0%
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Aset BPR gAset (sb.kanan)
Aset (Rp miliar) %, yoy
7,1%
12,4%
10,3%
-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017gDeposito gTabungan gDPK
%, yoy
pangsa DPK 37,8% 62,2%
7,0%-2,1%
52,7%
15,6%
-20,0%0,0%
20,0%40,0%60,0%80,0%
100,0%120,0%140,0%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017gMdl.Kerja gInvestasi gKonsumsi gKredit
%, yoy
pangsa kredit 71,1% 2,5% 26,4%
Pertanian10%
Tambang1%
Industri3%
LGA0%
Konstruksi10%
PHR41%Tansport
1%
Jasa-Jasa8%
Lainnya26%
69
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Seiring dengan adanya perubahan kebijakan
KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2017,
terdapat peningkatan penyaluran kredit
tersebut kepada UMKM. Sampai dengan
triwulan II 2017, baki debet KUR di Sulawesi
Tenggara mencapai Rp1,18 triliun dengan
jumlah debitur aktif mencapai 64.382 usaha
(Grafik 4.65). Salah satu kebijakan yang
mendorong peningkatan adalah penurunan
suku bunga dari 12% efektif per tahun menjadi
9% efektif dan tambahan beberapa bank
swasta dan BPD Sultra sebagai bank penyalur
KUR. Penyaluran KUR di Sulawesi Tenggara
masih terkonsentrasi pada usaha di sektor
perdagangan mencapai 65,4%. Sementara itu
penyaluran pada produksi primer seperti ke
pertanian dan perikanan sudah menunjukkan
adanya peningkatan.
4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk
Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara
terutama dari sisi penghimpunan dana
mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi
kredit. Rasio jumlah rekening DPK terhadap
penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara
tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana
pada triwulan II 2017 rasio tersebut tercatat
sebesar 148,8% (Grafik 4.67). Rasio yang lebih
besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat
penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara
yang memiliki rekening simpanan lebih dari
satu. Selain itu rasio lebih dari 100% juga
mengindikasikan adanya penduduk bukan
angkatan kerja yang juga memiliki rekening
seperti siswa sekolah maupun mahasiswa.
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit
terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi
Tenggara masih stabil pada kisaran 18,4%
(Grafik 4.68). Meskipun demikian, rasio tersebut
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.63 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral Grafik 4.64 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank
Grafik 4.65 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara Grafik 4.66 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara
68,2%7,1%
6,3%4,4%
3,6%
6,1
2,6
46,3
24,6
7,61,6
-1,2
39,6
21,1
8,7
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
Tw I 17
Tw II 17
%, yoy
pangsa
0,0
5,0
10,0
15,0
Perd
ag
an
ga
n
Ko
nstr
uksi
Pe
rta
nia
n
Industr
i
Tra
nsp
ort
asi
Tw I 17 Tw II 17
%, NPL
theshold
1.185,1
64.382
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
KUR Rekening (sb.kanan)
Baki Debet (Rp miliar)
Nasabah
Perdagangan, 65,4%
Akomodasi Mamin, 2,9%
Industri Pengolahan,
6,0%Jasa
masyarakat, 4,3%
Pertanian, 15,6%
Perikanan, 3,4%
Transportasi, 1,3%
Jasa usaha, 0,9%
Lainnya, 0,2%
Stabilitas Keuangan Daerah
70
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
masih rendah karena pada awal tahun 2016
rasio dapat mencapai 21,0. Masih rendahnya
rasio rekening kredit menunjukkan bahwa
fasilitas pembiayaan masih sedikit digunakan
oleh masyarakat di provinsi ini dan masih
terdapat ruang untuk meningkatkan penyaluran
kredit di masa yang akan datang.
Upaya pengembangan akses keuangan memiliki
peran penting dalam menjaga stabilitas sistem
keuagan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu,
KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya
memberikan dan memfasilitasi berbagai
kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan
untuk memberikan informasi mengenai produk
dan jasa keuangan serta menumbuhkan
kesadaran masyarakat pada umumnya untuk
menabung dan melakukan pengelolaan
keuangan.
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.67 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja Grafik 4.68 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
1.7031.875
115,5118,0125,1
133,7
126,9
130,6
133,1
134,6135,2
148,8
02004006008001.0001.2001.4001.6001.8002.000
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Rekening DPK (sb. Kanan) Rasio DPK
% nasabah (ribu)
228232
19,7 20,021,3 22,0 21,0 22,0
18,1 18,4 18,1 18,4
200
210
220
230
240
250
260
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Rekening Kredit (sb. Kanan) Rasio Kredit
% nasabah (ribu)
Kantor Bank Indonesia
Foto: Daniel
SISTEM PEMBAYARAN
& PENGELOLAAN
UANG RUPIAH
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
72
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 5.3 Perputaran Kliring Harian di Sulawesi
Tenggara
Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong)
1633,78
-32,97-50
0
50
100
150
200
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017Nominal (Rp miliar) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)
%, yoyRp miliar
46,42
-27
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Lembar (ribu) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)
%, yoyTransaksi
30,8
875,8
0
200
400
600
800
1.000
1.200
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)
TransaksiRp miliar
25,02
916
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)
TransaksiRp miliar
73
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di Sulawesi Tenggara
Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank Sentral Sulawesi Tenggara
848 874
689
801
587631
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
I II III IV I II
2016 2017
Rp, Miliar
481529
478
539 525504
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II
2016 2017
transaksi
15
30
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Inflow Outflow
g Inflow (sb. Kanan) g Outflow (sb. Kanan)
%, yoyRp Miliar
840,1
-1422,4-2000
-1500
-1000
-500
0
500
1000
1500
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Rp Miliar
net in
flow
net outf
low
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
74
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan
61,6
-81,54
-150
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
0
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Nominal UTLE g Nominal UTLE (sb.Kanan)
Rp, Miliar %, yoy
Pecahan 100.000 Pecahan 50.000 Pecahan 20.000
11,3%87,4%
1,3%
6 Petani di Konawe
Foto: Suharjono
KONDISI TENAGA KERJA
& KESEJAHTERAAN
Kondisi Tenaga Kerja & Kesejahteraan
76
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
6.1. KETENAGAKERJAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara
pada triwulan II 2017 diindikasikan mengalami
penurunan meskipun tidak signifikan. Hal ini
juga sejalan dengan terjadinya perlambatan
ekonomi pada periode triwulan II 2017. Kondisi
ketenagakerjaan di suatu daerah tergantung
pada penawaran lapangan pekerjaan (labor
demand) dan angkatan kerja yang tersedia
(labor supply). Masih belum adanya perbaikan
kondisi ketenagakerjaan yang signifikan pada
triwulan II 2017 tercermin dari peningkatan
kondisi labor demand yang masih relatif kecil.
Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI
Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara umum
pelaku usaha masih memiliki jumlah tenaga
kerja yang sama sejak awal tahun 2017 (83,4%
responden). Namun, lebih banyak responden
yang melakukan pengurangan tenaga kerja
(9,8%) dibandingkan dengan responden yang
melakukan penambahan tenaga kerja (6,7%).
Dari hasil survei tersebut juga didapatkan
informasi bahwa tenaga kerja di sektor usaha
pertambangan relatif tidak mengalami
perubahan. Sementara itu, sektor akomodasi,
konstruksi dan industri mengalami penurunan
jumlah karyawan yang paling signifikan
dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
Penurunan tersebut disebabkan oleh 2 faktor
utama, yaitu produksi yang menurun dan
tenaga kerja pensiun atau mengundurkan diri.
Meskipun demikian, masih terdapat sektor yang
mampu menyerap tambahan tenaga kerja
seperti sektor angkutan (Grafik 6.1).
Sebaliknya, rumah tangga sebagai penyedia
tenaga kerja melihat bahwa terjadi penurunan
penyerapan tenaga kerja pada triwulan II 2017.
Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK)
yang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Sulawesi
Tenggara. Indeks ketersediaan lapangan kerja
menurun dari 106,3 pada triwulan I 2017
menjadi 102,0 pada triwulan II 2017 (Grafik 6.2).
Pengangguran
Di sisi lain, berdasarkan data BPS Provinsi
Sulawesi Tenggara diketahui bahwa
pengangguran terbuka pada bulan Februari
2017 adalah sebanyak 39,6 ribu jiwa.
Sedangkan untuk angkatan kerja adalah
sebanyak 1,26 juta jiwa. Kondisi tersebut
menyebabkan tingkat pengangguran terbuka
pada bulan Februari 2017 adalah sebesar
3,14%, mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan periode survei
sebelumnya yakni Agustus 2016 yang tercatat
sebesar 2,72%.
Pangsa terbesar pekerjaan di Sulawesi Tenggara
adalah di sektor pertanian (39,6%), diikuti
sektor perdagangan (19,4%) dan sektor jasa
(18,4%). Sementara untuk jenis pekerjaan yang
dominan pada bulan Februari 2017 adalah
kelompok orang yang bekerja sebagai
Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah
Grafik 6.1 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha
Grafik 6.2 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja
4,0%
8,8%
8,3%
22,2%
9,1%
90,0%
84,6%
100,0%
80,0%
82,4%
70,8%
77,8%
81,8%
6,0%
15,4%
20,0%
8,8%
20,8%
9,1%
0,0% 20,0% 40,0% 60,0% 80,0% 100,0%
Pertanian
Industri
Pertambangan
Konstruksi
Perdagangan
Hotel & Resto
Angkutan
Jasa
Meningkat Tetap Menurun
102
85
95
105
115
125
135
145
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
indeks
77
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
buruh/karyawan. Jumlah tenaga kerja yang
bekerja pada sektor formal hanya sebesar 383,8
ribu jiwa atau 31,5% dari total penduduk
bekerja di Sulawesi Tenggara.
6.2. KESEJAHTERAAN
Penghasilan Petani (NTP) Sejalan dengan perlambatan ekonomi yang
terjadi, kesejahteraan masyarakat Sulawesi
Tenggara cenderung mengalami penurunan
pada triwulan II 2017. Hal ini terlihat dari
penurunan indeks penghasilan masyarakat dan
Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode tersebut
jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
NTP merupakan suatu indikator perbandingan
antara Indeks harga yang diterima petani
dengan indeks harga yang dibayar petani. Oleh
karena itu, NTP dapat dijadikan alat ukur untuk
tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya
yang bekerja di sektor pertanian.
Pada triwulan II 2017, NTP Sulawesi Tenggara
tercatat sebesar 94,7 atau menurun
dibandingkan dengan triwulan I 2017 yang
tercatat sebesar 97,0 (Grafik 6.4). Penurunan NTP
terjadi pada hampir seluruh subsektor pertanian.
Hanya sektor perikanan yang masih cukup stabil
dengan mengalami penurunan yang cukup
kecil, yaitu dari 113,9 pada triwulan I 2017
menjadi 113,6 pada triwulan II 2017.
Selain subsektor perikanan, hanya subsektor
peternakan yang memiliki NTP di atas 100.
Sementara 3 subsektor lainnya memiliki NTP di
bawah 100, yang berarti bahwa total
pendapatan yang diterima oleh para petani
pada subsektor tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan total pengeluaran untuk
memproduksi hasil usahanya.
Penghasilan Umum Penurunan kesejahteraan juga terjadi pada
tingkat konsumen yang dicerminkan pada
terjadinya penurunan tingkat penghasilan
masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil Survei
Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi
Sulawesi Tenggara yang menunjukkan
penurunan Indeks Penghasilan Konsumen (IPK)
dari 137,0 pada triwulan I 2017 menjadi 122,7
pada triwulan II 2017 (Grafik 6.3).
Kemiskinan Di sisi lain, berdasarkan data BPS Provinsi
Sulawesi Tenggara diketahui bahwa penduduk
miskin pada bulan Maret 2017 (rilis bulan Juli
2017) tercatat sebanyak 331,7 ribu jiwa atau
sebesar 12,8% dari total penduduk Sulawesi
Tenggara (Grafik 6.5). Jumlah tersebut
cenderung tetap jika dibandingkan dengan data
pada bulan Maret 2016 yang tercatat sebanyak
12,8% dari total penduduk Sulawesi Tenggara.
Dilihat dari daerah tempat tinggalnya, terdapat
perbaikan angka kemiskinan pada daerah
pedesaan. Sedangkan untuk daerah perkotaan
mengalami peningkatan angka kemiskinan.
Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah Sumber: BPS Prov Sultra, diolah
Grafik 6.3 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.4 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara
123
110
115
120
125
130
135
140
145
150
155
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
indeks
94,7
90,3
88,9
90,2
104,7
113,6
97,0
92,7
90,2
94,0
105,9
113,9
- 50,0 100,0 150,0
Total
TanamanPangan
Hortikultura
PerkebunanRakyat
Peternakan
Perikanan
Tw I 2017 Tw II 2017
Kondisi Tenaga Kerja & Kesejahteraan
78
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
Dari jumlah penduduk miskin tersebut, 81,1%
atau 269,0 ribu jiwa berada di daerah pedesaan
sedangkan sisanya sebesar 18,9% atau 62,8
ribu jiwa berada di daerah perkotaan.
Konsentrasi jumlah penduduk miskin di
pedesaan menjadi tantangan pembangunan
ekonomi dan wilayah oleh pemangku
kepentingan khususnya pemerintah daerah,
mengingat potensi sumber daya alam Sulawesi
Tenggara yang dominan berada di daerah
pedesaan khususnya di sektor primer yaitu
sektor pertanian namun hasilnya belum secara
optimal mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di pedesaan secara lebih luas.
Sementara itu, jumlah penduduk miskin di
daerah perkotaan yang terus meningkat juga
harus mendapatkan perhatian khusus
mengingat jumlahnya pada bulan Maret 2017
tersebut merupakan yang tertinggi dalam
periode 5 tahun terakhir.
Ketimpangan Pengeluaran Penduduk
Ketimpangan pengeluaran penduduk Sulawesi
Tenggara juga masih belum mengalami
perbaikan bahkan cenderung semakin besar.
Hal tersebut tercermin dari adanya peningkatan
gini ratio dari 0,388 pada bulan September 2016
menjadi 0,394 pada bulan Maret 2017. Semakin
tinggi nilai gini ratio menunjukkan ketimpangan
suatu daerah yang semakin tinggi.
Berdasarkan daerah tempat tinggalnya,
peningkatan gini ratio terjadi baik di daerah
perkotaan maupun pedesaan. Untuk daerah
perkotaan gini ratio pada bulan September
2016 tercatat sebesar 0,395, meningkat
menjadi sebesar 0,403 pada periode Maret
2017. Sementara untuk daerah pedesaan juga
meningkat dari 0,352 pada bulan September
2016 menjadi 0,358 pada bulan Maret 2017.
Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah Sumber: BPS Prov Sultra, diolah
Grafik 6.5 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi
Tenggara Grafik 6.6 Gini Rasio Sulawesi Tenggara
53,1862,75
274,11
268,96
12,812,8
12
12
13
13
14
14
15
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17
Penduduk Miskin Desa
Penduduk Miskin Kota
Persentase Penduduk Miskin (sb.Kanan)
ribu jiwa %
0.403
0.358
0.394
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
0.5
Mar
-13
Jun-
13
Sep
-13
Dec
-13
Mar
-14
Jun-
14
Sep
-14
Dec
-14
Mar
-15
Jun-
15
Sep
-15
Dec
-15
Mar
-16
Jun-
16
Sep
-16
Dec
-16
Mar
-17
Perkotaan Pedesaan SULTRA
7
PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
Prospek Ekonomi Daerah
80
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
7.1.1. Triwulan IV 2017
Dengan didasarkan pada beberapa indikator
pendukung, hasil survei dan liaison,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada
triwulan IV 2017 diprakirakan berada pada
kisaran 8,7% - 9,1% (yoy), mengalami
akselerasi jika dibandingkan dengan periode
triwulan III 2017 yang diperkirakan akan
mengalami pertumbuhan sebesar 8,3% - 8,7%
(yoy).
Perkiraan akselerasi yang terjadi pada triwulan
IV 2017 tersebut sesuai dengan arah perkiraan
kegiatan usaha yang diungkapkan oleh para
pelaku perekonomian terutama dari sisi
konsumen dan dari sisi pelaku usaha (Grafik 7.1).
Dari sisi konsumen berdasarkan hasil Survei
Konsumen yang dilakukan, Indeks Perkiraan
Kegiatan Usaha tercatat mengalami
peningkatan dari 155 pada triwulan III 2017
menjadi 155,7 pada triwulan IV 2017.
Sedangkan dari sisi pelaku usaha masih
memperkirakan akan mengalami percepatan
pertumbuhan. Hal ini tercermin hasil liaison
diketahui bahwa pelaku usaha memperkirakan
akan terdapat peningkatan omzet penjualan
pada triwulan tersebut (Grafik 7.2).
Percepatan kinerja yang terjadi pada lapangan
usaha pertanian disebabkan oleh adanya
peningkatan produksi komoditas tabama
terutama tanaman padi seiring dengan
masuknya musim panen komoditas tersebut
pada periode triwulan IV 2017 mendatang.
Selain itu, produksi komoditas perikanan juga
diperkirakan meningkat sesuai dengan pola
historisnya.
Peningkatan yang terjadi pada lapangan usaha
industri pengolahan diperkirakan akan terjadi
pada triwulan IV 2017 akibat adanya
peningkatan produksi seiring dengan telah
berfungsinya beberapa smelter pengolahan
nikel di beberapa daerah seperti Konawe dan
Bombana serta peningkatan harga nikel olahan
dunia. Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil
liaison pada produsen nikel olahan di Sulawesi
Tenggara yang menyatakan adanya kebutuhan
untuk pemenuhan target produksi pada periode
tersebut. Pada periode triwulan IV mendatang,
produksi feronikel di Sulawesi Tenggara
diperkirakan akan mencapai mampu
memproduksi sebesar 6.730 MWT atau tumbuh
positif sebesar 14,1% (yoy), meningkat
dibandingkan dengan periode triwulan III
diperkirakan akan tumbuh sebesar 9,1% (yoy).
Lapangan usaha konstruksi juga diperkirakan
mengalami akselerasi yang disebabkan oleh
peningkatan realisasi pembangunan proyek
pemerintah. Selain itu, rendahnya based effect
akibat kebijakan pemerintah pusat melakukan
penundaan transfer DAU pada akhir tahun 2016
juga turut memberikan andil positif pada
pertumbuhan lapangan usaha tersebut pada
periode triwulan IV mendatang.
Sumber: SK KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah
Grafik 7.1 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen
Grafik 7.2 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi
-
5
10
15
20
25
30
35
40
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
PDRB Indeks Perkiraan Usaha
YOY SBT
(1.5)
(1.0)
(0.5)
-
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
LS Penj. Domestik LS Penj. Ekspor LS Ekspektasi Penjualan
81
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
Sementara itu, akselerasi lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran juga
diperkirakan akan terjadi pada triwulan IV 2017
didorong oleh peningkatan perdagangan
domestik seiring dengan adanya perayaan natal
dan libur akhir tahun. Selain itu perdagangan
luar negeri juga diperkirakan meningkat sebagai
dampak adanya peningkatan ekspor berbagai
komoditas pertambangan dan perikanan pada
periode triwulan IV mendatang.
Sedangkan dari sisi permintaan, akselerasi
perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan
IV 2017 disumbangkan oleh akselerasi konsumsi
pemerintah, peningkatan investasi serta ekspor
Sulawesi Tenggara. Selain itu stabilnya konsumsi
masyarakat seiring dengan terjaganya daya beli
masyarakat diperkirakan akan memberikan andil
positif.
Rendahnya based effect pada tahun sebelumnya
seiring dengan kebijakan pemerintah pusat
untuk melakukan penundaan transfer DAU
pada akhir tahun 2016 juga diperkirakan akan
menyebabkan percepatan laju pertumbuhan
konsumsi pemerintah dan investasi pada
triwulan IV 2017.
Ekspor Sulawesi Tenggara pada triwulan IV juga
diperkirakan memberikan andil akselerasi
pertumbuhan akibat adanya kebijakan
pemerintah untuk melakukan ekspor nikel kadar
rendah. Selain nikel mentah, komoditas ikan
dan nikel olahan juga diperkirakan akan
meningkat.
7.1.2. Tahun 2017
Berdasarkan beberapa indikator pendukung,
hasil survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara pada tahun 2017
Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
I II IIIP IVP
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.8 6.4 5.8 - 6.2 7.1 - 7.5 5.0 6.0 - 6.4
Pertambangan dan Penggalian 17.2 12.3 18.2 - 18.6 15.6 - 16.0 0.1 15.7 - 16.1
Industri Pengolahan 7.4 8.8 9.5 - 9.9 10.8 - 11.2 8.9 9.1 - 9.5
Pengadaan Listrik, Gas 3.0 4.6 2.8 - 3.2 8.6 - 9.0 5.7 4.7 - 5.1
Pengadaan Air 0.0 3.6 6.2 - 6.6 13.0 - 13.4 8.9 5.6 - 6.0
Konstruksi 11.3 2.1 5.1 - 5.5 6.3 - 6.7 7.7 5.9 - 6.3
Perdagangan Besar dan Eceran 5.9 8.4 6.1 - 6.5 7.3 - 7.7 10.0 6.9 - 7.3
Transportasi dan Pergudangan 9.8 10.2 9.6 - 10.0 12.1 - 12.5 11.6 10.4 -10.8
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.1 7.0 3.7 - 4.1 9.1 - 9.5 7.1 6.6 - 7.0
Informasi dan Komunikasi 9.4 9.8 4.4 - 4.8 9.7 - 10.1 9.8 8.2 - 8.6
Jasa Keuangan 5.8 4.0 1.1 - 1.5 4.9 - 5.3 15.1 3.8 - 4.2
Real Estate 1.5 4.7 13.3 - 13.7 2.0 - 2.4 0.9 5.1 - 5.5
Jasa Perusahaan 3.9 6.6 3.6 - 4.0 4.7 - 5.1 8.2 4.6 - 5.0
Administrasi Pemerintahan 0.3 1.1 5.9 - 6.3 5.7 - 6.1 2.1 3.2 - 3.6
Jasa Pendidikan 1.8 1.8 1.3 - 1.7 1.1 - 1.5 9.9 1.4 - 1.8
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.3 6.3 6.9 - 7.3 7.4 - 7.8 6.2 5.4 - 5.8
Jasa Lainnya 2.0 0.6 3.3 - 3.7 3.5 - 3.9 7.5 2.2 - 2.6
PDRB 8.1 7.0 8.3 - 8.7 8.7 - 9.1 6.5 8.0 - 8.4
Lapangan Usaha 201720162017
I II IIIP IVP
Konsumsi Rumah Tangga 5.9 6.6 6.1 - 6.5 6.3 - 6.7 6.1 6.1 - 6.5
Konsumsi LNPRT 12.1 12.5 12.4 - 12.8 12.5 - 12.9 4.5 12.3 - 12.7
Konsumsi Pemerintah 6.7 1.0 11.0 - 11.4 13.6 - 14.0 2.0 8.1 - 8.5
PMTB 15.0 9.0 12.3 - 12.7 13.6 - 14.0 7.6 12.4 -12.8
Perubahan Inventori -2145.6 209.4 (482) - (484) (587) - (588) 18.1 (218) - (219)
Eksport Luar Negeri 113.6 58.0 171 - 172 181 - 182 -8.5 141 - 142
Import Luar Negeri 162.6 46.2 43 - 44 76 - 77 3.9 75 - 76
Net Eksport Antar Daerah -14.8 21.8 43 - 44 96 - 97 -18.1 43 - 44
PDRB 8.1 7.0 8.3 - 8.7 8.7 - 9.1 6.5 8.0 - 8.4
*Keterangan
Meningkat
Melambat
Komponen Pengeluaran2017
2016 2017
Prospek Ekonomi Daerah
82
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
diprakirakan berada pada kisaran 8,0% - 8,4%
(yoy) mengalami akselerasi yang cukup tinggi
jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada
periode 2016 yang tumbuh sebesar 6,5% (yoy).
Perkembangan perekonomian di Sultra tersebut
searah dengan prakiraan perekonomian
Indonesia dan dunia yang juga diperkirakan
mengalami peningkatan. Kinerja lapangan
usaha pertambangan, industri pengolahan dan
konstruksi yang masih mendominasi
perekonomian Sultra secara signifikan
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global.
Beberapa asumsi yang menjadi pendorong
perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2017
adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha
utama, (2) peningkatan konsumsi rumah
tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan
(4) Peningkatan ekspor komoditas utama akibat
adanya peningkatan produksi maupun adanya
kebijakan pemerintah pusat untuk merelaksasi
ekspor nikel mentah kadar rendah.
7.2. PROSPEK INFLASI
7.2.1. Triwulan IV 2017
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan
IV 2017 mendatang diperkirakan akan berada
pada tekanan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perkiraan inflasi pada akhir triwulan III
2017. Inflasi pada akhir tahun 2017
diperkirakan masih berada pada sasaran inflasi
nasional yang sebesar 4% + 1% namun pada
batas atas.
Peningkatan tersebut utamanya lebih
disebabkan oleh based point effect yang sangat
rendah pada tahun sebelumnya seiring dengan
terjadinya deflasi yang cukup dalam mencapai
0,59% (mtm) di bulan November 2016. Deflasi
tersebut disebabkan oleh melimpahnya stok
ikan segar serta penurunan tarif angkutan udara
akibat dibukanya rute penerbangan Kendari-
Baubau. Andil kedua komoditas tersebut di
bulan November 2016 sangat besar mencapai -
0,46% dan -0,18%.
Sedangkan untuk kondisi harga komoditas
pangan diperkirakan akan mengalami
penurunan walaupun tidak sebesar tahun lalu
sebelumnya. Kondisi ini juga searah dengan
perkiraan konsumen sesuai dengan hasil Survei
Konsumen yang dilakukan oleh KPwBI Sultra.
Konsumen memperkirakan akan terjadi
Sumber: OECD (Juni 2016), diolah Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Oct 2016, diolah
Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Dunia
Grafik 7.4 Proyeksi Harga Komoditas Internasional
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 7.5 Perkiraan Inflasi dari Sisi Konsumen
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
2013 2014 2015 2016 2017
Sultra Indonesia (OECD) Dunia (OECD)
%, yoy
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Nickel Kakao (sb.kanan)
US$/mt US$/kg
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Inflasi Perkiraan Harga 3 Bulan Perkiraan Harga 6 Bulan
YOY SBT
83
KA
NTO
R P
ERW
AKILA
N B
AN
K IN
DO
NESIA
Pro
vinsi Sula
wesi Te
nggara
penurunan harga pada triwulan IV 2017, lebih
rendah daripada periode sebelumnya (Grafik
7.11). Hal ini didorong oleh peningkatan pasokan
komoditas bahan makanan terutama komoditas
beras yang akan memasuki musim panen serta
komoditas ikan yang sesuai dengan pola
historisnya memasuki musim puncak produksi.
7.2.2. Tahun 2017
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun
2017 mendatang diperkirakan akan meningkat
namun masih berada pada sasaran inflasi
nasional yaitu sebesar 4% + 1%. Meskipun
demikian, kondisi supply demand yang terjadi di
Sulawesi Tenggara mendorong inflasi lebih
tinggi dan berada pada kisaran batas atas
sasaran tersebut. Peningkatan tekanan inflasi
pada tahun tersebut didorong oleh peningkatan
tekanan volatile foods akibat faktor cuaca yang
mengganggu proses produksi dan administered
prices terkait dengan kebijakan energi.
1. Tekanan inflasi volatile foods meningkat
Kinerja produksi bahan pangan di Sultra
pada tahun 2017 diperkirakan akan
menurun terutama pada komoditi
hortikultura dan ikan. Penurunan tersebut
diperkirakan akibat oleh tinggi curah hujan
yang mengganggu proses produksi serta
tidak beroperasinya kapal andon dari
Sulawesi Selatan seiring dengan belum
adanya Perjanjian Penangkapan Ikan
antarprovinsi.
Meskipun demikian, peningkatan pasokan
bahan pangan seperti sayur-sayuran dan
beras seiring adanya Program kerja
peningkatan bahan pangan sebagai salah
satu program Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Sultra diperkirakan akan
menahan peningkatan harga yang
diperkirakan akan terjadi.
Di sisi lain, dengan terbentuknya TPID di
seluruh Kota/Kabupaten maka kerja sama/
koordinasi antardaerah dalam rangka
penyediaan pasokan dan distribusi bahan
pangan diperkirakan akan semakin lancar.
Selain itu, terbangunnya jalan dan
pelabuhan yang memadai diperkirakan akan
meningkatkan jumlah dan memperlancar
arus barang di Sultra. Kedua hal tersebut
diperkirakan akan turut menyebabkan
penurunan tekanan inflasi di Sulawesi
Tenggara.
Prospek Ekonomi Daerah
84
KA
JIA
N E
KO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI SU
LAW
ESI TE
NG
GA
RA
A
gus
tus
20
17
2. Tekanan inflasi administered price
meningkat.
Peningkatan kelompok administered price di
Sultra banyak dipengaruhi oleh pengaturan
subsidi, terutama pada listrik dan BBM. Hal
ini untuk lebih meningkatkan kapasitas
keuangan negara.
3. Tekanan inflasi inti relatif meningkat
Perkembangan inflasi inti dipengaruhi oleh
faktor domestik dan faktor eksternal.
Permintaan domestik diperkirakan masih
tinggi seiring dengan peningkatan
penghasilan masyarakat. Mulai aktifnya
pertambangan dan harga nikel dunia yang
sudah berangsur membaik menyebabkan
tingkat penghasilan masyarakat juga akan
meningkat. Kondisi tersebut akan
mendorong terciptanya lapangan kerja baru
dan adanya migrasi tenaga kerja dari daerah
maupun negara lain.
Tabel 7.3 Faktor Risiko Inflasi Tahun 2017
Faktor Risiko PotensiDampak thdp
Inflasi IHK
Volatile Food
a. Pasokan:
• Faktor cuaca dan serangan hama di beberapa daerah di Sulawesi Tenggara dapat berpotensi mengganggu produksi bahan makanan.
• Gelombang laut juga berpotensi menggangu pasokan komoditas ikan segar baik di Kota Kendari maupun Kota Baubau.
MEDIUM
b. Distribusi:
• Faktor cuaca juga dapat berpotensi menggangu aktivitas pelayaran, sehingga dapat menghambat distribusi barang di Sulawesi Tenggara. Selain itu, tingginya curah hujan di periode triwulan II 2017. Selain itu, tingginya curah hujan juga berpotensi menggangu distribusi jalur darat akibat longsor
• Pengaturan perdagangan yang tidak memperhatikan kecukupan lokal seringkali menyebabkan terjadinya inflasi karena pedagang menjual ke daerah lain dengan harga yang lebih tinggi.
Adm.Prices
• Penyesuaian tarif BBM yang tidak diikuti oleh penurunan tarif angkutan baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau.
• Penyesuaian TTL sesuai harga keekonomian (faktor penentu: harga minyak, nilai tukar, dan inflasi) masih menjadi risiko sepanjang tahun karena bergantung pada keputusan pemerintah.
• Adanya peningkatan permintaan angkutan udara, terutama di Kota Baubau.
MEDIUM
Core • Pergerakan nilai tukar yang masih dalam tren depresiasi terhadap US$ menambah tekanan dari sisi imported inflation, khususnya untuk komoditas pangan berbahan baku impor, kosmetika, dan obat.
• Dampak second-round dari kebijakan harga pemerintah.
• Harga emas global mengalami kecenderungan yang menurun dalam beberapa pekan terakhir.
LOW
Administered
price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota
terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi
masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana
Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi daerah.
Dana Pihak
Ketiga (DPK)
Dana masyarakat (berupa tabungan, deposito, giro, dll) yang disimpan di suatu
bank.
Faktor
Fundamental
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh
kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap,
eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor Non
Fundamental
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar
kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan
(volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah
(administered price)
Feronikel Hasil olahan nikel mentah (ore nickel) dengan kadar antara 20-30% Ni dan
digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja dan stainless steel
Imported
inflation
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh
perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Indeks Ekspektasi
Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1---100.
Indeks Harga
Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan
jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi
Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1---100.
Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1---
100.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
DAFTAR ISTILAH
Liaison
Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada
pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan
cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
Loan to Deposit
Ratio (LDR)
Ratio yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pinjaman yang disalurkan
dengan dana pihak ke tiga yang dihimpun pada suatu waktu tertentu.
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri
minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
NPI Nikcel Pig Iron. Hasil olahan ore nickel dengan kandungan 5-10% Ni.
Non Performing
Loan (NPL)
Besarnya jumlah kredit bermasalah pada suatu Bank dibanding dengan total
keseluruhan kreditnya
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah.
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah
negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan
sebelumnya.
Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban
meningkat dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban
menurun danmengabaikan jawaban sama .
SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih
sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang
bersangkutan sebagai penimbangnya.
Sektor ekonomi
dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai
pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
West Texas
Intermediate
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak
dunia.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
TIM PENYUSUN
PENANGGUNG JAWAB
Minot Purwahono
KOORDINATOR PENYUSUN
Harisuddin
TIM PENULIS
Daniel Agus Prasetyo
Argo Hadianto
KONTRIBUTOR
Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan
Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM
Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan
Unit Pengelolaan Uang Rupiah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari
No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718
TIM PENYUSUN
Top Related