KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
MEI 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
VISI DAN MISI
i
VISI DAN MISI
Visi Bank Indonesia:
“Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang
stabil”
Misi Bank Indonesia:
1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi
terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola
(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
Nilai-nilai Strategis:
Trust and Integrity- Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and
Teamwork
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara:
“Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan
kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional”
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara:
Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas
sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran
untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang
inklusif dan berkesinambungan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
KATA PENGANTAR
ii
KATA PENGANTAR
Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumut pada Triwulan I 2016 yang tercermin dari perkembangan makroekonomi regional, inflasi, perbankan dan sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, prospek ekonomi Sumatera Utara ke depan, serta rekomendasi kepada instansi terkait. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, data realisasi investasi dari Badan Penanaman Modal dan Promosi Sumatera Utara, data realisasi APBN dari Dirjen Perbendaharaan Negara Wilayah Sumatera Utara, data realisasi APBD dari Biro Keuangan Sumatera Utara, dan data dari instansi/lembaga terkait lainnya serta informasi dari para pelaku ekonomi utama di Sumatera Utara.
Senada dengan nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 melambat dari 5,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,0% (yoy). Meskipun demikian, realisasi perekonomian pada triwulan I 2016 masih dapat dikatakan cukup solid, yang tercermin dari kokohnya permintaan domestik yang diiringi dengan sisi eksternal yang terus membaik. Dari sisi penawaran, merosotnya produksi tanaman pangan serta penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja perekonomian dari sisi penawaran. Produksi tanaman pangan yang menurun menyebabkan tekanan inflasi yang merangkak naik hingga mencapai 7,2% (yoy).
Optimisme akan perbaikan perekonomian pada triwulan mendatang masih cukup kuat. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,0%-5,4% (yoy). Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kokohnya permintaan domestik. Perbaikan perekonomian juga ditunjang oleh tekanan inflasi yang menurun. Koordinasi TPI/TPID yang lebih intensif diharapkan dapat menjaga pasokan bahan pangan pada periode mendatang secara memadai. Tekanan inflasi dari penyesuaian harga komoditas yang diatur Pemerintah (administered prices) juga relatif terkendali. Dengan demikian, tekanan inflasi pada periode mendatang diperkirakan mampu terjangkar pada sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%.
Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Mei 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA
Difi A. Johansyah Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI ............................................................................................................................. I
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... II
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ III
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................................ V
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ VIII
TABEL INDIKATOR .................................................................................................................... IX
RINGKASAN UMUM ................................................................................................................... X
BAB 1 EKONOMI MAKRO REGIONAL ..................................................................................... 1
1.1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM ................................................... 2
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN ......................................................................... 2
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA/KATEGORI ................................................... 8
BAB 2 INFLASI ....................................................................................................................... 19
2.1 KONDISI UMUM .................................................................................................................. 20
2.2 PERKEMBANGAN INFLASI NON FUNDAMENTAL ........................................................................ 22
2.3 PERKEMBANGAN INFLASI FUNDAMENTAL ............................................................................... 23
2.4 INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA ................................................................... 23
2.3.1 KELOMPOK BAHAN MAKANAN ............................................................................................. 24
2.3.2 KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU ............................................ 24
2.3.3 KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR ........................................... 25
2.3.4 KELOMPOK SANDANG ...................................................................................................... 25
2.3.5 KELOMPOK KESEHATAN .................................................................................................... 25
2.3.6 KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA ........................................................... 26
2.5 PERBANDINGAN INFLASI ANTAR PROVINSI/KOTA DI SUMATERA ................................................. 26
2.6 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI ............................................................................................. 26
BAB 3 PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN ........ 29
3.1 RINGKASAN UMUM ............................................................................................................. 30
3.2 ANALISIS PERBANKAN DAERAH ............................................................................................. 30
3.3 KETAHANAN SEKTOR KORPORASI DAN UMKM ....................................................................... 34
3.4 KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA ................................................................................... 35
3.5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ................................................................................. 37
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR ISI
iv
3.5.1 SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI ....................................................................................... 37
BAB 4 KEUANGAN PEMERINTAH ......................................................................................... 41
4.1 GAMBARAN UMUM .............................................................................................................. 42
4.2 REALISASI APBD PROVINSI SUMATERA UTARA ....................................................................... 42
4.3 REALISASI APBD PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA ....................... 44
4.4 REKENING PEMERINTAH DAERAH DI BANK ............................................................................. 44
4.5 REALISASI BELANJA APBN DI SUMATERA UTARA TRIWULAN I 2016 .......................................... 45
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ............................................................ 47
5.1 KETENAGAKERJAAN ............................................................................................................. 48
5.2 KESEJAHTERAAN ................................................................................................................. 50
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI ................................................... 53
6.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI ...................................................................................... 54
6.1 PROSPEK INFLASI ............................................................................................................... 56
6.2 REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH ........................................................................ 57
LAMPIRAN ............................................................................................................................... 59
DAFTAR ISTILAH ..................................................................................................................... 62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR GRAFIK
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan ........................................................................ 2
Grafik 1.2 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja .............................................. 3
Grafik 1.3 Survei Konsumen ................................................................................................................. 3
Grafik 1.4 Konsumsi Listrik ................................................................................................................... 3
Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar .................................................................................................. 4
Grafik 1.6 Indeks Penjualan Eceran ..................................................................................................... 4
Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi ...................................................................................................... 4
Grafik 1.8 Perkembangan Kredit Konsumsi ........................................................................................ 4
Grafik 1.9 Persentase Realisasi APBN di Sumatera Utara ................................................................. 4
Grafik 1.10 Penjualan Semen ............................................................................................................... 5
Grafik 1.11 Penjualan Barang Konstruksi ........................................................................................... 5
Grafik 1.12 Impor Barang Modal .......................................................................................................... 5
Grafik 1.13 Pembelian Barang Tahan Lama ........................................................................................ 6
Grafik 1.14 Kredit Investasi .................................................................................................................. 6
Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ...................................................... 7
Grafik 1.16 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama .............................................................................. 7
Grafik 1.17 Ekspor CPO ......................................................................................................................... 7
Grafik 1.18 Perkembangan Harga CPO dan Karet .............................................................................. 7
Grafik 1.19 PMI Negara Mitra Dagang Utama ..................................................................................... 8
Grafik 1.20 Ekspor Karet ....................................................................................................................... 8
Grafik 1.21 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut ................................................................ 8
Grafik 1.22 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut ..................................................................... 8
Grafik 1.23 Penyaluran Pupuk Bersubsidi ........................................................................................... 9
Grafik 1.24 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara .......................................................... 10
Grafik 1.25 Penyaluran Kredit Perkebunan ...................................................................................... 11
Grafik 1.26 Penyaluran Kredit Pertanian .......................................................................................... 11
Grafik 1.27 Realisasi NTP Sumatera Utara ....................................................................................... 11
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR GRAFIK
vi
Grafik 1.28 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate........................... 12
Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Kategori PBE .................................................................................... 12
Grafik 1.30 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara ....................................................... 12
Grafik 1.31 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara ................................................................ 13
Grafik 1.32 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan................................................. 13
Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan ....................................... 13
Grafik 1.34 Perkembangan Ekspor Manufaktur ............................................................................... 13
Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan ......................................................... 14
Grafik 1.36 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi ......................................................................... 14
Grafik 1.37 Indeks Williamson Sumatera Utara ............................................................................... 15
Grafik 2.1 Inflasi Sumut dan Nasional .............................................................................................. 20
Grafik 2.2 Inflasi Kota di Sumut......................................................................................................... 20
Grafik 2.3 Pola Seasonal Inflasi Bulanan di Sumut.......................................................................... 21
Grafik 2.4 Disagregasi Inflasi Sumut ................................................................................................. 22
Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika .................................................................... 23
Grafik 2.6 Survei Harga Properti Residensial ................................................................................... 23
Grafik 2.7 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera
Utara .................................................................................................................................................... 23
Grafik 2.8 Pergerakan Harga Beras (Berbagai Kualitas) ................................................................. 24
Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan....................................................................................... 31
Grafik 3.2 Pangsa Dana Pihak Ketiga (DPK) .................................................................................... 31
Grafik 3.3 Perkembangan Komponen DPK ..................................................................................... 31
Grafik 3.4 Perkembangan Suku Bunga DPK .................................................................................... 32
Grafik 3.5 Perkembangan Kredit ....................................................................................................... 32
Grafik 3.6 Perkembangan Perbankan Sumut-Nasional ................................................................... 33
Grafik 3.7 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenisnya ................................................................. 33
Grafik 3.8 Perkembangan Suku Bunga Kredit.................................................................................. 33
Grafik 3.9 Perkembangan Intermediasi Perbankan ......................................................................... 33
Grafik 3.10 Perkembangan Risiko Kredit (NPL & NPF) .................................................................... 34
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Korporasi di Sumut ................................................................... 34
Grafik 3.12 Perkembangan NPL Kredit Korporasi............................................................................ 34
Grafik 3.13 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM vs Non UMKM di Sumut .................................. 35
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR GRAFIK
vii
Grafik 3.14 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM di Sumut ........................................................... 35
Grafik 3.15 Perkembangan Kredit UMKM di Sumut ........................................................................ 35
Grafik 3.16 Perkembangan NPL Kredit UMKM ................................................................................ 35
Grafik 3.17 Perkembangan Kredit Rumah Tangga .......................................................................... 36
Grafik 3.18 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga .................................................................. 36
Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS .................................................................................... 37
Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Kliring ................................................................................... 37
Grafik 3.21 Penarikan dan Penyetoran di Sumut ............................................................................. 38
Grafik 3.22 Pemusnahan Uang Rupiah Tidak Layak Edar di Sumatera Utara ............................... 38
Grafik 3.23 Temuan Uang Rupiah Palsu di Su ................................................................................. 38
Grafik 3.24 Indeks Smart City ............................................................................................................ 39
Grafik 3.25 Penjualan Kendaraan Bermotor .................................................................................... 39
Grafik 4.1 Posisi Rekening Pemda di Sumatera Utara..................................................................... 45
Grafik 4.2 Komposisi APBN di Sumatera Utara ................................................................................ 45
Grafik 5.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja ............................................................................. 48
Grafik 5.2 Indikator Jumlah Karyawan Total ..................................................................................... 48
Grafik 5.3 Sektor Tenaga Kerja ......................................................................................................... 49
Grafik 5.4 Indeks Kondisi dan Ekspektasi Penghasilan................................................................... 50
Grafik 5.5 Indeks Ekspektasi & Keyakinan Konsumen serta Kondisi Ekonomi ............................. 50
Grafik 5.6 Nilai Tukar Petani .............................................................................................................. 51
Grafik 5.7 Indeks Penghasilan Konsumen ........................................................................................ 51
Grafik 6.1 Survei Konsumen .............................................................................................................. 54
Grafik 6.2 Indeks Perkiraan Penjualan ............................................................................................. 54
Grafik 6.3 Stock Beras BULOG .......................................................................................................... 56
Grafik 6.4 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga .............................. 57
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan .............................................................. 2
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara ......................................................................... 6
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama ....................................................................................... 7
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran ................................................................. 9
Tabel 1.5 Progress Pembangunan Infrastruktur Mebidangro ......................................................... 17
Tabel 2.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang Triwulan I 2016 di Sumatera Utara
............................................................................................................................................................. 21
Tabel 2.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2016 di Sumatera
Utara .................................................................................................................................................... 21
Tabel 2.3 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa ................................................................... 24
Tabel 2.4 Inflasi Kelompok Bahan Makanan ................................................................................... 24
Tabel 2.5 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau ............................. 24
Tabel 2.6 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar .................................. 25
Tabel 2.7 Inflasi Kelompok Sandang................................................................................................ 25
Tabel 2.8 Inflasi Kelompok Kesehatan ............................................................................................ 25
Tabel 2.9 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga ....................................................... 26
Tabel 2.10 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ............................... 26
Tabel 4.1 Anggaran dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 . 42
Tabel 4.2 APBD Pemkab/Pemko Sumatera Utara ........................................................................... 44
Tabel 4.3 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara .......................................................................... 46
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama ......................................... 49
Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut lapangan Usaha ..................................................... 49
Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama ....................................... 49
Tabel 5.4 Nilai Tukar Petani ............................................................................................................... 51
Tabel 6.2 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan ............................................................................. 55
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
TABEL INDIKATOR
ix
TABEL INDIKATOR
IV Total I II III IV Total I IIP Totalp
PDRB (%,yoy) 4,7 5,2 4,8 5,1 5,1 5,3 5,1 5,0 5 - 5,4 5 - 5,4
Konsumsi 5,0 5,0 4,8 4,1 4,4 4,1 4,3 4,6 4,8 - 5,2 4,7 - 5,1
Konsumsi Swasta 5,3 5,3 4,8 4,5 4,6 4,5 4,6 4,7 4,9 - 5,3 4,7 - 5,1
Konsumsi Pemerintah 3,3 2,9 4,3 1,5 3,0 1,4 2,4 4,3 4,3 - 4,7 4,3 - 4,7
Pembentukan Modal Tetap Bruto* 3,0 3,1 3,3 3,1 4,9 4,5 4,0 5,0 4,9 - 5,3 5 - 5,4
Ekspor 1,5 7,9 -4,3 -1,8 -2,5 2,4 -1,6 3,3 3,1 - 3,5 3,5 - 3,9
Impor 1,4 8,3 -5,5 -6,6 -5,7 1,4 -4,1 1,4 1,9 - 2,3 1,8 - 2,2
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,2 4,4 6,1 5,6 3,8 7,0 5,6 5,5 5,2 - 5,6 5,5 - 5,9
Pertambangan dan Penggalian 4,1 5,1 12,4 6,1 3,7 3,8 6,4 1,4 1,4 - 1,8 1,3 - 1,7
Industri Pengolahan 0,3 3,0 0,3 3,1 5,0 5,5 3,5 6,6 4,1 - 4,5 4,1 - 4,5
Pengadaan Listrik, Gas 2,9 3,2 -8,5 -5,6 4,7 4,5 -1,3 7,2 6,6 - 7 6,5 - 6,9
Pengadaan Air 6,8 6,0 9,7 8,6 4,3 3,4 6,4 4,6 4,8 - 5,2 4,8 - 5,2
Konstruksi 8,5 6,8 8,3 6,6 5,6 2,0 5,5 4,3 5 - 5,4 5,4 - 5,8Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor5,5 6,9 4,5 5,4 4,2 3,3 4,4 2,4 4,7 - 5,1 4,2 - 4,6
Transportasi dan Pergudangan 6,3 5,7 5,1 5,1 6,0 5,7 5,5 5,6 5,8 - 6,2 5,7 - 6,1
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,5 6,5 9,2 6,9 6,2 5,7 7,0 4,3 5,1 - 5,5 4,9 - 5,3
Informasi dan Komunikasi 4,7 7,2 5,8 7,1 8,1 7,4 7,1 5,8 5,6 - 6 5,6 - 6
Jasa Keuangan 4,8 2,6 4,2 4,7 8,5 11,1 7,2 7,5 7,6 - 8 7,1 - 7,5
Real Estate 7,9 6,6 4,9 5,6 6,1 6,3 5,8 4,6 4,7 - 5,1 4,6 - 5
Jasa Perusahaan 7,5 6,8 7,2 6,8 5,0 4,5 5,9 5,5 6 - 6,4 5,9 - 6,3
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib5,2 6,9 5,3 6,3 7,0 4,7 5,8 5,5 5,9 - 6,3 5,9 - 6,3
Jasa Pendidikan 0,0 6,4 2,5 -0,2 8,1 9,8 5,0 7,4 7,2 - 7,6 7 - 7,4
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,6 7,0 6,4 7,9 8,8 4,7 6,9 7,9 7,7 - 8,1 7,4 - 7,8
Jasa lainnya 6,1 7,0 6,2 6,9 5,6 8,1 6,7 7,0 6,8 - 7,2 6,4 - 6,8
Inflasi IHK (%,yoy) 8,2 8,2 6,1 7,8 6,6 3,3 3,3 7,2 4.0±1.0 4.0±1.0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
p : angka proyeksi
Sisi Permintaan
Sisi Produksi
Pertumbuhan Ekonomi20152014 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
RINGKASAN UMUM
x
RINGKASAN UMUM
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Senada dengan nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 melambat dari 5,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,0% (yoy). Perlambatan ekonomi di triwulan I 2016 terkait dengan proses penyesuaian yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Kegiatan investasi sebagai penyokong ekonomi belum berjalan secara optimal sejalan dengan perlambatan ekonomi global. Kondisi ini menyebabkan kegiatan konsumsi banyak menggunakan stok barang (inventory) yang sudah ada. Perkembangan ini tercermin pada menurunnya inventory secara dalam sehingga menekan pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, perekonomian pada triwulan I 2016 masih memiliki pondasi yang kuat untuk membaik. Hal ini yang terlihat dari membaiknya permintaan domestik yang diiringi dengan sisi eksternal yang juga terus membaik. Dari sisi penawaran, melambatnya kinerja kategori Pertanian khususnya produksi tanaman pangan serta perlambatan kategori Perdagangan yang diindikasikan oleh penurunan penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja perekonomian. Menurunnya kualitas benih yang digunakan oleh petani dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab utama turunnya produksi tanaman pangan di periode laporan. Sementara itu, pondasi perbaikan ekonomi tercermin pada meningkatnya kategori konstruksi dan industri pengolahan mampu menahan perlambatan perekonomian lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan investasi khususnya bangunan tetap berjalan dan permintaan masyarakat diekspektasikan masih akan mengalami peningkatan khususnya terkait perayaan puasa/lebaran.
ASESMEN INFLASI
Inflasi IHK Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 7,2% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,2% (yoy). Memasuki awal tahun 2016, perkembangan harga pada triwulan I secara umum mengalami kenaikan dibandingkan triwulan IV 2015. Kondisi ini terutama didorong oleh tekanan inflasi pada kelompok volatile food yang meningkat signifikan. Realisasi inflasi Sumatera Utara lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 4,5% (yoy) maupun rata-rata inflasi Sumatera (5,7%, yoy). Secara kumulatif, sampai dengan Maret inflasi Sumatera Utara mencapai 2,0% (ytd), lebih tinggi dibanding nasional yang sebesar 0,6% (ytd).
ASSESMEN PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada triwulan I 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara di awal tahun 2016 melambat dibanding triwulan lalu. Perlambatan kinerja perbankan terlihat pada perlambatan aset dan kredit, sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) masih meningkat. Kondisi tersebut diiringi dengan penurunan LDR mendekati batas atas target LDR dan NPL yang masih dibawah level indikatif. Selain perlambatan asset, perlambatan yang paling signifikan terjadi pada Kredit yang hanya tumbuh 3,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2015 yang mencapai 7,4% (yoy). Sementara Dana Pihak Ketiga tumbuh lebih tinggi dari kredit sebesar 4,9% (yoy). Dengan kondisi tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun sebesar 1,2%. Sementara itu Non Performing Loan (NPL) meningkat 3,0% (yoy). Dari sisi sistem pembayaran tunai terjadi perubahan dari triwulan sebelumnya yang net outflow menjadi net inflow. Selain itu terdapat shifting pertumbuhan transaksi RTGS yang menurun digantikan dengan transaksi kliring yang meningkat. Hal ini terindikasi oleh regulasi baru dalam bidang sistem pembayaran.
ASESMEN KEUANGAN DAERAH
Sebagaimana polanya, realisasi belanja Pemerintah di Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD Provinsi, APBD Kabupaten / Kota maupun APBN pada triwulan I 2016 masih rendah. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 10,6% dari yang dianggarkan. Sementara untuk belanja APBD 18 (dari 33) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terealisasi 7,5%. Demikian halnya dengan serapan APBN baru terealisasi 11,4% dari pagunya. Namun realisasi belanja pada triwulan I 2016 secara umum meningkat dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan sumbangan konsumsi Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan laporan yang meningkat meski masih terbatas.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
RINGKASAN UMUM
xi
ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Seiring dengan perlambatan perekonomian, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara turut menurun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2016 tercatat menurun, begitu juga dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang meningkat dibandingkan dengan Februari 2015. Berdasarkan lapangan kerja utama, penurunan kondisi ketenagakerjaan tersebut terutama terjadi pada kategori Perdagangan, Rumah Makan dan Akomodasi, kategori Lainnya serta kategori Industri. Berbeda dari ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat pada triwulan laporan relatif membaik meski perekonomian masih menunjukkan perlambatan. Hal tersebut tercermin dari perkembangan persepsi penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan lalu dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang membaik.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Optimisme akan perbaikan perekonomian pada triwulan mendatang masih cukup kuat. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,0% - 5,4% (yoy). Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kokohnya permintaan domestik. Perbaikan perekonomian juga ditunjang oleh tekanan inflasi yang menurun. Koordinasi TPI/TPID yang lebih intensif diharapkan dapat menjaga pasokan bahan pangan pada periode mendatang secara memadai. Tekanan inflasi dari penyesuaian harga komoditas yang diatur Pemerintah (administered prices) juga relatif terkendali. Dengan demikian, tekanan inflasi pada periode mendatang diperkirakan mampu terjangkar pada sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
RINGKASAN UMUM
xii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
1
BAB 1 EKONOMI MAKRO REGIONAL
Senada dengan nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 melambat dari 5,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,0% (yoy). Perlambatan ekonomi
di triwulan I 2016 terkait dengan proses penyesuaian yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Kegiatan investasi sebagai penyokong ekonomi belum berjalan secara optimal sejalan dengan perlambatan ekonomi global. Kondisi ini menyebabkan kegiatan konsumsi banyak menggunakan stok barang (inventory) yang sudah ada. Perkembangan ini tercermin pada menurunnya inventory secara dalam sehingga menekan pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, perekonomian pada triwulan I 2016 masih memiliki pondasi yang kuat untuk membaik. Hal ini yang terlihat dari membaiknya permintaan domestik yang diiringi dengan sisi eksternal yang juga terus membaik. Dari sisi penawaran, melambatnya kinerja kategori Pertanian khususnya produksi tanaman pangan serta perlambatan kategori Perdagangan yang diindikasikan oleh penurunan penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja perekonomian. Menurunnya kualitas benih yang digunakan oleh petani dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab utama turunnya produksi tanaman pangan di periode laporan. Sementara itu, pondasi perbaikan ekonomi tercermin pada meningkatnya kategori konstruksi dan industri pengolahan mampu menahan perlambatan perekonomian lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan investasi khususnya bangunan tetap berjalan dan permintaan masyarakat diekspektasikan masih akan mengalami peningkatan khususnya terkait perayaan puasa/lebaran.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
2
1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
Senada dengan nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I
2016 melambat dari 5,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,0% (yoy).
Meskipun demikian, perekonomian pada triwulan I 2016 masih memiliki
pondasi yang kuat untuk membaik. Hal ini yang terlihat dari membaiknya
permintaan domestik yang diiringi dengan sisi eksternal yang juga terus
membaik. Terjaganya daya beli masyarakat dan perbaikan iklim investasi
yang terus digalakkan mendorong realisasi konsumsi dan investasi di Sumatera Utara. Cukup tingginya realisasi
investasi menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dimana realisasi investasi sudah terlihat di awal
tahun, meski realisasi belanja modal masih belum optimal. Sementara itu, mulai pulihnya harga komoditas
internasional mendorong perbaikan daya beli masyarakat dan kinerja ekspor.
Dari sisi penawaran, melambatnya kinerja kategori Pertanian khususnya produksi tanaman pangan serta
perlambatan kategori Perdagangan yang diindikasikan oleh penurunan penjualan kendaraan bermotor menekan
kinerja perekonomian. Menurunnya kualitas benih yang digunakan oleh petani dan kondisi cuaca yang tidak
menentu menjadi penyebab utama turunnya produksi tanaman pangan di periode laporan. Sementara itu,
pondasi perbaikan ekonomi tercermin pada meningkatnya kategori konstruksi dan industri pengolahan mampu
menahan perlambatan perekonomian lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan investasi khususnya
bangunan tetap berjalan dan permintaan masyarakat diekspektasikan masih akan mengalami peningkatan
khususnya terkait perayaan puasa/lebaran.
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi
Penggunaan
Perlambatan ekonomi di triwulan I 2016 terkait
dengan proses penyesuaian yang terjadi dalam
beberapa tahun terakhir. Kegiatan investasi sebagai
penyokong ekonomi belum berjalan secara optimal
sejalan dengan perlambatan ekonomi global. Kondisi
ini menyebabkan kegiatan konsumsi banyak
menggunakan stok barang (inventory) yang sudah ada.
Perkembangan ini tercermin pada menurunnya
inventory secara dalam sehingga menekan
pertumbuhan ekonomi. Sementara komponen
pembentuk PDRB lainnya cenderung membaik.
Membaiknya perekonomian domestik serta
pemulihan neraca perdagangan yang terus berlanjut
menjadi penyokong kokohnya perekonomian Sumut
triwulan I 2016. Kuatnya Konsumsi Rumah Tangga
masih menjadi faktor utama baiknya realisasi
perekonomian dengan sumbangan 2,6%. Begitu juga
dengan andil investasi yang masih cukup tinggi, yang
mencapai 1,5%.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan
I II III IV Total I II III IV Total I Arah
PDRB (%,yoy) 5,3 5,5 5,4 4,7 5,2 4,8 5,1 5,1 5,3 5,1 5,0
Konsumsi 5,3 4,8 4,9 5,0 5,0 4,8 4,1 4,4 4,1 4,3 4,6
Konsumsi Swasta 5,3 5,2 5,3 5,3 5,3 4,8 4,5 4,6 4,5 4,6 4,7
Konsumsi Pemerintah 5,3 1,5 1,9 3,3 2,9 4,3 1,5 3,0 1,4 2,4 4,3
Pembentukan Modal Tetap Bruto* 3,0 3,3 3,0 3,0 3,1 3,3 3,1 4,9 4,5 4,0 5,0
Ekspor 10,4 4,9 15,5 1,5 7,9 -4,3 -1,8 -2,5 2,4 -1,6 3,3
Impor 11,8 7,5 13,5 1,4 8,3 -5,5 -6,6 -5,7 1,4 -4,1 1,4
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pertumbuhan Ekonomi20152014 2016
Konsumsi Rumah Tangga;
2,6%Konsumsi Pemerintah; 0,3%
PMTB; 1,5%
Net Ekspor; 0,45%
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
5,3 5,0
Sumut
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
5,0 4,9
Nasional
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
3
Secara agregat, aktivitas konsumsi meningkat secara
signifikan dari 4,1% menjadi 4,6%. Perbaikan
konsumsi ini terjadi baik di sektor swasta maupun
pemerintah.
Peningkatan daya beli masyarakat akibat mulai
membaiknya harga komoditas perkebunan
mendorong kinerja konsumsi rumah tangga.
Kebijakan pemerintah untuk menurunkan beberapa
komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah
seperti BBM, tarif listrik dan tarif angkutan juga
menunjang adanya perbaikan daya beli masyarakat.
Adanya perbaikan daya beli yang diiringi dengan event
musiman seperti perayaan Tahun Baru dan Imlek
memberikan efek ganda sehingga konsumsi rumah
tangga membaik dari 4,5% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi 4,7% (yoy) pada triwulan I 2016.
Perbaikan daya beli masyarakat diindikasikan sejalan
dengan perbaikan harga komoditas dunia. Daya beli
masyarakat Sumatera Utara yang didominasi oleh
tenaga kerja di sektor pertanian sangat bergantung
pada perkembangan komoditas perkebunan. Meski
belum kembali ke titik normalnya, harga CPO dan kopi
mulai menunjukkan perbaikan.
Grafik 1.2 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan
Lapangan Kerja
Harga CPO di pasar domestik pada periode laporan
sudah mencapai Rp7.475,-/kg, lebih tinggi
dibandingkan dengan realisasi harga pada triwulan
lalu yang hanya sebesar Rp6.694,-/kg. Angin segar
perbaikan harga komoditas juga datang dari pasar
internasional. Harga CPO internasional naik menjadi
US$576/metric ton, jauh lebih baik dari periode
sebelumnya yang tercatat US$504/metric ton. Begitu
juga dengan komoditas kopi arabika yang harganya
juga sudah mengalami perbaikan.
Perbaikan daya beli ini juga turut terefleksikan dalam
ekspektasi masyarakat akan penghasilan saat ini
dibandingkan dengan penghasilan 6 bulan yang lalu.
Begitu juga dengan ketersediaan lapangan kerja yang
dinilai membaik. Hal ini turut mendorong optimisme
masyarakat dalam merealisasikan aktivitas
konsumsinya.
Grafik 1.3 Survei Konsumen
Optimisme konsumen tercermin dari hasil Survei
Konsumen yang dilakukan Kantor Perwakilan (KPw)
Bank Indonesia Sumatera Utara yang meningkat.
Seluruh komponen dari Survei Konsumen seperti
Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Ekspektasi
Konsumen, serta Indeks Kondisi Ekonomi
menunjukkan perbaikan setelah secara konsisten
dalam 4 periode terakhir menunjukkan tren
penurunan. Begitu juga dengan konsumsi listrik yang
relatif membaik.
Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.4 Konsumsi Listrik
Stabilitas nilai tukar yang terus diupayakan oleh Bank
Indonesia diperkirakan dapat menjaga level psikologis
masyarakat dalam melakukan aktivitas konsumsinya.
Nilai tukar Rupiah ini secara konsisten mengalami
penguatan sejak awal tahun 2016 dan terus berlanjut
memasuki triwulan II 2016.
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
4,5 4,7
-
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Persepsi Penghasilan Persepsi Lapangan Kerja
75
85
95
105
115
125
135
145
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
IEK IKK IKE Batas
OP
TIM
ISP
ESI
MIS
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-
1
1
2
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoymilyar kWhBisnis IndustriRumah Tangga G RumahG Bisnis G Industri
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
4
Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar
Perbaikan konsumsi rumah tangga juga terlihat dari
perkembangan indeks penjualan eceran yang secara
konsisten membaik sejak tahun 2015 lalu. Perbaikan
indeks penjualan eceran ini terutama terjadi pada
kelompok suku cadang dan asesoris.
Grafik 1.6 Indeks Penjualan Eceran
Aktivitas konsumsi yang membaik mendorong adanya
peningkatan volume impor barang konsumsi secara
signifikan, terutama kelompok makanan jadi untuk
rumah tangga. Impor barang konsumsi tercatat
tumbuh signifikan dari 0,7% (yoy) menjadi 88,6%
(yoy). Perbaikan ini juga didukung oleh meredanya
tekanan nilai tukar yang sempat terjadi sepanjang
tahun 2015.
Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi
Penyaluran kredit konsumsi yang masih terus
melambat menahan kinerja konsumsi untuk berjalan
secara maksimal. Adanya kebijakan pelonggaran
ketentuan Loan to Value (LTV) dari 30% menjadi 20%
per 18 Juni 2015 baik untuk kendaraan bermotor
maupun properti diindikasikan belum memberikan
dampak yang cukup signifikan dalam penyaluran
kredit konsumsi.
Grafik 1.8 Perkembangan Kredit Konsumsi
Stabilisasi iklim politik meski berjalan lambat
mendorong normalisasi realisasi konsumsi
pemerintah. Konsumsi pemerintah terakselerasi dari
1,4% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,3% (yoy) pada
periode laporan. Hal ini tidak terlepas dari baiknya
realisasi anggaran pemerintah. Realisasi anggaran
APBN yang disalurkan di Provinsi Sumatera Utara.
Realisasi APBN di Sumatera Utara pada triwulan I 2016
telah mencapai 11,4% dari pagunya, lebih tinggi dari
realisasi dalam 7 tahun terakhir.
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara,
diolah
Grafik 1.9 Persentase Realisasi APBN Triwulan I di
Sumatera Utara
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah Provinsi
Sumatera Utara masih dapat dikatakan belum
optimal. Realisasi belanja langsung APBD Provinsi
Sumatera Utara pada triwulan I 2016 cukup baik, yaitu
8,000
9,000
10,000
11,000
12,000
13,000
14,000
15,000
1 I 5 7 III 11 1 I 5 7 III 11 1 I 5 7 III 11 I 3
2013 2014 2015 2016
94
.2
96
.7
13
0.2
14
2.9
15
0.8
14
9.9
17
1.5
17
6.8
18
4.1
18
0.3
20
0.0
20
2.9
19
1.8
19
7.4
19
6.1
18
5.3
17
6.0
17
5.7
17
8.7
17
6.1
17
9.0
-8.9% -5.0% 1.7%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Indeks SPE Growth (yoy)
11
4.0
73
.9
83
.1
85
.6
62
.8
11
0.4
72
.6
65
.3
74
.9
86
.7
73
.3
11
9.9
62
.2
70
.0
48
.6
12
0.7
11
7.3
-33.6%
0.7%
88.6%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
jutaVolume (ton) Growth (yoy)
24
,78
1
26
,29
9
27
,80
3
29
,37
1
30
,21
9
31
,23
9
32
,88
0
34
,54
8
35
,07
2
35
,42
1
36
,94
3
37
,68
1
37
,82
1
38
,61
5
39
,75
2
40
,96
8
40
,96
5
41
,76
2
42
,41
4
42
,79
44
2,9
07
4.5%4.2%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
35.0%
40.0%
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp MiliarNominal
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
1,4 4,3 1
0,9
11
,0
8,5
8,6
8,6 10
,4
7,9 11
,4
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
5
mencapai 11,7% dari anggaran belanjanya. Realisasi
tersebut lebih rendah dari realisasi historisnya
Sumber: DJPK dan Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Grafik 1.10 Persentase Realisasi Belanja Langsung APBD
Triwulan I di Sumatera Utara
Membaiknya aktivitas konsumsi pemerintah juga
tercermin dari rekening pemda di perbankan yang
relatif menurun, dari 32,9% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi 1,2% (yoy) pada triwulan laporan (lihat Bab 4
Keuangan Daerah).
Ditengah realisasi belanja modal pemerintah
provinsi yang masih belum optimal, realisasi
investasi1 justru membaik dari 4,9% (yoy) menjadi
5,0% (yoy). Berlanjutnya beberapa proyek
infrastruktur strategis menjadi pendorong utama
akselerasi investasi bangunan. Hal ini terkonfirmasi
dari peningkatan konsumsi semen yang masih
mencatatkan pertumbuhan dari 20,0% (yoy) menjadi
21,9% (yoy).
Grafik 1.11 Penjualan Semen
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Grafik 1.12 Penjualan Barang Konstruksi
Realisasi investasi non bangunan justru menahan
optimalnya investasi secara agregat. Hal tersebut
tercermin dari impor barang modal yang justru
menurun dari -5,4% (yoy) menjadi -17,8% (yoy).
Grafik 1.13 Impor Barang Modal
Perbaikan investasi ditengarai masih didorong oleh
kuatnya investasi dari pihak swasta dan BUMN
sementara investasi pemerintah masih belum
optimal. Hal tersebut tercermin dari tercermin dari
realisasi belanja modal pemerintah provinsi hingga
triwulan I 2016 yang masih tercatat 0%.
Meski sudah cukup optimis dalam melakukan aktivitas
konsumsinya, namun rumah tangga belum cukup
optimis dalam melakukan investasi. Hal tersebut
tercermin dari indeks pembelian barang tahan lama
yang justru menurun. Penyaluran kredit investasi yang
melambat dari 10,2% (yoy) menjadi 7,8% (yoy) juga
turut menahan optimalnya capaian realisasi investasi
pada periode laporan.
10,3% 13,9% 11,6% 18,5% 11,7%0,0%
2,0%
4,0%
6,0%
8,0%
10,0%
12,0%
14,0%
16,0%
18,0%
20,0%
2012 2013 2014 2015 2016
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
4,9 5,0
75
8
84
4
67
0
74
0
68
9
78
1
70
6
75
1
78
2
79
3
63
4
77
1
75
3
67
6
59
2
72
4
72
5
68
0
61
2
86
8
82
9
3.3%
20.0%21.9%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Ribu Ton Volume Growth
2,97
8
3,14
6
3,66
8
3,99
9
3,99
7
3,73
8
3,96
3
3,98
9
4,15
2
4,27
8
4,19
9
4,17
7
4,89
0
4,86
3
4,77
3
4,77
6
4,95
0
14.3%
1.2%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Rp Juta Indeks Penjualan Barang Konstruksi Growth
36
.7
37
.3
31
.0
13
5.8
55
.1
42
.5
45
.1
33
.6
28
.2
96
.6
30
.3
32
.8
30
.3
28
.8
24
.8
31
.0
24
.9
-5.4%-17.8%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
jutaVolume (ton) Growth (yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
6
Grafik 1.14 Pembelian Barang Tahan Lama
Grafik 1.15 Kredit Investasi
Namun demikian, realisasi PMA dan PMDN di Provinsi
Sumatera Utara pada periode laporan mengalami
penurunan yang cukup signifikan, jauh lebih rendah
dari triwulan lalu. Realisasi PMA hanya mencapai US$
18.081 sementara realisasi PMDN hanya mencapai
Rp161,3 miliar. Kebijakan pemerintah dalam
menghapus atau meningkatkan porsi Daftar Negatif
Investasi (DNI) untuk beberapa sektor belum
memberikan dampak yang cukup signifikan dalam
perkembangan PMA. Hal ini mencerminkan perlu
upaya untuk terus membangun persepsi positif
investor akan iklim investasi di Sumatera Utara.
Penurunan realisasi PMA maupun PMDN terjadi
hampir di seluruh sektor. Sementara itu, lokasi
realisasi PMA di Sumatera Utara pada triwulan
laporan semakin terkonsentrasi2, berbeda dengan
PMDN yang relatif tersebar. Pada triwulan IV 2015,
realisasi PMA di Kabupaten Deli Serdang mencapai
57,3% dari total PMA yang direalisasikan. Sementara
itu, pada triwulan I 2016 PMA yang direalisasikan di
Kabupaten Deli Serdang mencapai 77% dari total
PMA. Secara sektoral, realisasi PMA masih didominasi
Badan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Utara dan
BKPM triwulanan
oleh sektor Listrik, Gas dan Air terkait dengan proyek
pembangkitan 35.000 Mega Watt yang banyak
ditempuh dengan mekanisme Independent Power
Producer (IPP). Negara utama asal investor Sumatera
Utara untuk triwulan I 2016 adalah Tiongkok,
Singapura, Swiss dan Malaysia.
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara
Periode PMA PMDN
Proyek I (juta USD)
Proyek I (Rp miliar)
2014 I 65 122,40 15 559,50
II 117 156,34 49 2985,77
III 74 200,30 20 428,51
IV 180 71,76 73 250,09
Total 436 550,80 157 4223,86
2015 I 123 308,10 53 905,10
II 107 323,60 59 2110,10
III 101 308,20 24 82,80
IV 107 306,13 33 1.189,49
2016 I 18.081 161.306
P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi
Sumber: BKPM, diolah
Di sisi eksternal, perbaikan kinerja ekspor terus
berlanjut. Perbaikan kinerja ekspor ini terjadi baik
untuk perdagangan luar negeri maupun perdagangan
antar daerah. Selain dipengaruhi oleh perkembangan
harga yang cukup baik, adanya mandatori bahan bakar
nabati (BBN) yang meningkatkan konsumsi biodiesel
dari sisi domestik turut memberikan dampak positif
bagi kinerja ekspor antar daerah. Dengan demikian,
perdagangan antar daerah turut mengalami perbaikan
dari 3,7% (yoy) menjadi 4,9% (yoy).
Selaras dengan ekspor dalam negeri, ekspor luar
negeri tercatat membaik dari 1,01% (yoy) menjadi
1,3% (yoy). Perbaikan ekspor luar negeri ini terutama
didorong oleh membaiknya ekspor luar negeri untuk
klasifikasi barang, sementara ekspor luar negeri untuk
klasifikasi jasa justru melambat tajam. Kenaikan
90,0
95,0
100,0
105,0
110,0
115,0
120,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
16
,65
1
17
,49
4
18
,11
7
22
,34
3
24
,62
6
25
,35
7
25
,87
3
29
,52
4
30
,19
4
35
,97
3
37
,25
7
40
,19
0
39
,91
0
39
,99
5
39
,05
4
38
,66
0
39
,54
7
39
,72
7
40
,15
0
42
,60
24
2,6
49
10.2%
7.8%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
80.0%
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp MiliarNominal
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
2,4 3,4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
7
ekspor barang ini terutama didorong oleh mulai
membaiknya harga komoditas di pasar internasional.
Grafik 1.16 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera
Utara3
Ekspor luar negeri Sumatera Utara masih didominasi
oleh ekspor kelapa sawit dengan pangsa sebesar
29,5% dari total nilai ekspor, disusul oleh komoditas
karet dengan pangsa 8,2% dan kopi 5,3%. Tingginya
dominasi produk ekstraktif dalam komoditas ekspor
menyebabkan tingginya pengaruh pasar komoditas
terhadap kinerja ekspor Sumatera Utara.
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama
Komoditas Pangsa
Kelapa Sawit 29,5% Karet 8,2% Kopi 5,3% Lainnya 57,0%
Kinerja ekspor Sumatera Utara juga cukup bergantung
pada kinerja perekonomian beberapa mitra dagang
utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India dan
Euro Area. Ekspor ke empat negara tersebut mencapai
sekitar 29% terhadap total ekspor Sumatera Utara.
Grafik 1.17 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama
Merupakan data Cognos Bank Indonesia, terdapat
perbedaaan pencatatan ekspor luar negeri oleh BPS dan
Bank Indonesia
Perbaikan harga CPO di pasar global mendorong
perbaikan ekspor luar negeri CPO dari -17,1% (yoy)
menjadi -12,5% (yoy). Secara nominal, ekspor CPO
selama triwulan I 2016 mencapai US$498,9 juta.
Perbaikan harga ini didorong oleh adanya penurunan
pasokan global imbas El Nino tahun 2015 di tengah
pemulihan permintaan global. Harga CPO di pasar
global meningkat dari US$504,-/metrik ton pada
triwulan lalu menjadi US$576,-/metrik ton pada
triwulan I 2016.
Grafik 1.18 Ekspor CPO
Pemberlakuan efektif pelarangan trans fat dalam
produk makanan oleh Food and Drug Administration
(FDA) Amerika Serikat menjadikan CPO sebagai salah
satu kandidat bahan substitusi yang relatif murah
sehingga permintaan CPO dari Amerika Serikat
meningkat.
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 1.19 Perkembangan Harga CPO dan Karet
Meskipun tren perbaikan sudah mulai terlihat, namun
perkembangan ini dapat dikatakan tersendat oleh
lemahnya permintaan. Perbaikan aktivitas
manufaktur negara mitra dagang utama dapat
2.6
2.4
2.6
2.5
2.4
2.3
2.3
2.4
2.3
2.3
2.3
2.2
1.8
2.0
2.0
1.9
1.7
2.0
1.7
2.3
2.4
2.2
2.2
2.2
2.3
2.1
2.0
2.3
2.3
1.9
2.2
2.4
2.5
2.0
-13.4% -6.3%
7.2% 4.8%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
-
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume
Tiongkok10%
USA12%
Europa9%
India8%
Lainnya61%
0.9
0.7
1.0
0.9
0.8
0.8
0.8
0.9
0.8
0.8
0.9
0.8
0.6
0.7
0.7
0.7
0.5
0.9
0.6
1.1
1.1
1.1
1.1
1.0
1.1
1.0
0.9
1.2
1.2
0.9
1.1
1.2
1.3
0.9
-17.1%
-12.5%
10.2%2.3%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume
-40.0%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
CPO Lokal CPO Intl Karet Lokal Karet Intl
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
8
dikatakan tidak merata. Perbaikan aktivitas
manufaktur hanya terlihat di Tiongkok dan India,
sementara Amerika Serikat masih terus menunjukkan
tren perlambatannya.
Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah
Grafik 1.20 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Berbeda dengan komoditas CPO, perbaikan harga
minyak dunia yang berjalan lambat untuk waktu yang
sangat panjang berdampak negatif bagi
perkembangan ekpor karet. Ekspor luar negeri
komoditas karet kembali melambat dari -17,2%
(yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi -26,6% (yoy) pada
triwulan I 2016.
Grafik 1.21 Ekspor Karet
Pada triwulan I 2016, impor Sumatera Utara pada
triwulan laporan relatif stabil. Impor antar daerah
yang relatif tinggi mampu mengimbangi perlambatan
impor luar negeri. Impor antar daerah tercatat stabil
sebesar 6,0% (yoy), sementara impor luar negeri
relatif menurun dari -6,8% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi -8,6% (yoy) pada triwulan I 2016.
Berdasarkan kategorinya, volume impor barang
konsumsi yang meningkat secara signifikan mampu
mengimbangi perlambatan impor barang kategori
lain. Impor barang konsumsi meningkat dari 0,7%
(yoy) menjadi 88,6% (yoy) untuk memenuhi
permintaan domestik yang masih cukup kuat.
Grafik 1.22 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut
Kondisi berbeda terjadi pada kategori lain yang justru
menunjukkan perlambatan. Impor bahan baku
melambat dari 5,4% (yoy) menjadi -11,1% (yoy).
Sementara itu, impor barang modal juga turut
melambat dari -5,4% (yoy) menjadi -17,8% (yoy).
Grafik 1.23 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi
Lapangan Usaha/Kategori
Perlambatan perekonomian triwulan laporan
disebabkan oleh perlambatan kategori Pertanian dan
Perdagangan Besar dan Eceran (PBE), sementara
kategori utama lainnya justru meningkat. Kelima
kategori tersebut menyumbang lebih dari 75% PDRB
Sumatera Utara.
45
47
49
51
53
55
57
59
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
US China India Jepang Batas
0.5
0.5
0.4
0.4
0.5
0.4
0.4
0.4
0.3
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.2
0.1
0.2
0.2
0.2
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
-17.2%
-26.6%
3.0%
-5.7%
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
-
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
1,4 1,4
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Bahan Baku Barang Konsumsi Barang Modal Total
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Bahan Baku Barang Konsumsi Barang Modal Total
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
9
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran
Produksi tanaman pangan yang tidak sebaik polanya
menekan kinerja kategori pertanian. Pertumbuhan
kategori pertanian turun menjadi 5,5% (yoy), jauh
lebih rendah dari capaian triwulan sebelumnya yang
mencapai 7,0% (yoy). Triwulan I merupakan puncak
panen tanaman pangan di Sumatera Utara. Data Dinas
Pertanian Provinsi Sumatera Utara menunjukkan
adanya penurunan produksi pangan yang cukup
signifikan untuk seluruh tanaman pangan utama
seperti beras dan cabai merah.
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.24 Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara
Aktivitas produksi tanaman pangan di Sumatera Utara
pada awal tahun 2016 menemui beberapa kendala.
Masih berlanjutnya “batuk” Gunung Sinabung sebagai
salah satu sentra hortikultura serta menurunnya
kualitas benih4 yang digunakan petani ditengah cuaca
yang kurang menentu menyebabkan produktivitas
tanaman menurun. Selain itu, terdapat beberapa
gangguan teknis irigasi yang menyebabkan
ketidaklancaran pengairan lahan padi, seperti di
Kabupaten Simalungun yang merupakan salah satu
sentra tanaman pangan.
Menurunnya penggunaan pupuk baik pupuk
bersubsidi maupun tidak bersubsidi menyebabkan
kondisi panen tanaman pangan tidak optimal. Total
pupuk yang disalurkan pada triwulan I 2016 adalah
19,8% dari perkiraan kebutuhan tahunan, lebih
rendah dari serapan periode yang sama tahun lalu
yang mencapai 22,9%. Jumlah pupuk yang disalurkan
adalah 90.759 ton atau terkontraksi 2,4% (yoy), lebih
rendah dari realisasi triwulan lalu yang mencapai 5,6%
I II III IV Total I II III IV Total I Arah
PDRB (%,yoy) 5,3 5,5 5,4 4,7 5,2 4,8 5,1 5,1 5,3 5,1 5,0
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,4 5,0 4,1 5,2 4,4 6,1 5,6 3,8 7,0 5,6 5,5
Pertambangan dan Penggalian 6,0 5,2 5,3 4,1 5,1 12,4 6,1 3,7 3,8 6,4 1,4
Industri Pengolahan 3,5 4,1 4,1 0,3 3,0 0,3 3,1 5,0 5,5 3,5 6,6
Pengadaan Listrik, Gas 9,0 -0,4 1,3 2,9 3,2 -8,5 -5,6 4,7 4,5 -1,3 7,2
Pengadaan Air 4,4 6,8 6,1 6,8 6,0 9,7 8,6 4,3 3,4 6,4 4,6
Konstruksi 5,9 4,9 7,7 8,5 6,8 8,3 6,6 5,6 2,0 5,5 4,3Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor7,7 6,3 8,3 5,5 6,9 4,5 5,4 4,2 3,3 4,4 2,4
Transportasi dan Pergudangan 5,1 6,1 5,3 6,3 5,7 5,1 5,1 6,0 5,7 5,5 5,6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,5 8,1 5,9 6,5 6,5 9,2 6,9 6,2 5,7 7,0 4,3
Informasi dan Komunikasi 10,0 8,8 5,7 4,7 7,2 5,8 7,1 8,1 7,4 7,1 5,8
Jasa Keuangan 4,7 0,9 0,3 4,8 2,6 4,2 4,7 8,5 11,1 7,2 7,5
Real Estate 6,5 7,9 4,2 7,9 6,6 4,9 5,6 6,1 6,3 5,8 4,6
Jasa Perusahaan 6,9 6,3 6,3 7,5 6,8 7,2 6,8 5,0 4,5 5,9 5,5
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib7,5 8,7 6,5 5,2 6,9 5,3 6,3 7,0 4,7 5,8 5,5
Jasa Pendidikan 9,3 11,0 5,8 0,0 6,4 2,5 -0,2 8,1 9,8 5,0 7,4
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,8 7,6 4,1 8,6 7,0 6,4 7,9 8,8 4,7 6,9 7,9
Jasa lainnya 7,6 7,6 6,9 6,1 7,0 6,2 6,9 5,6 8,1 6,7 7,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pertumbuhan Ekonomi20152014 2016
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
7,0 5,5
16
,7%
38
,4%
57
,8%
83
,2%
21
,5%
48
,4%
71
,9%
10
0,8
%
18
,9%
43
,9%
66
,0%
90
,4%
22
,9%
48
,2%
67
,4%
94
,4%
19
,8%
-30,0%
-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Realisasi Sisa Kebutuhan Growth Realisasi
Padi
-35 Cabai Besar
-49 Bawang Merah
-18
Produksi Triwulan I 2016 ( %, yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
10
(yoy). Sementara itu, impor pupuk terkontraksi
semakin dalam hingga -36,9% (yoy).
Grafik 1.25 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera
Utara
Kondisi cuaca yang kurang menentu juga
menyebabkan kurang kondusifnya aktivitas produksi.
Tedapat perubahan cuaca yang cukup ekstrem pada
periode panen raya tanaman pangan kali ini. Pada
bulan Februari 2016, sifat hujan di pantai timur dapat
dikatakan relatif tinggi. Kondisi berbeda terjadi pada
bulan Maret 2016 dimana curah hujat relatif rendah
bahkan cenderung kering.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.1 Realisasi Sifat Curah Hujan Februari 2016
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.2 Realisasi Sifat Curah Hujan Maret 2016
Masih terpuruknya kinerja perkebunan karet juga
turut menyumbang perlambatan kinerja kategori
pertanian. Masih anjloknya harga minyak mentah
sebagai produk substitusi karet alam menyebabkan
kembali merosotnya harga karet di pasar global
maupun domestik. Harga karet semakin terpuruk,
terkontraksi hingga -13,7% (yoy) atau Rp14.959/kg di
pasar domestik dan -29,0% (yoy) atau US$ cents
139/pound di pasar internasional. Tertekannya
permintaan dunia menahan perbaikan harga meski
pasokan karet sudah mulai menurun akibat hilangnya
appetite petani karet rakyat untuk menderes akibat
terlalu rendahnya harga.
Meskipun demikian, optimisme masih terpancar dari
subsektor perkebunan kelapa sawit dan kopi. Harga
komoditas baik di pasar lokal maupun internasional
sudah mulai menunjukkan perbaikan, terutama untuk
komoditas CPO. Perbaikan harga CPO di pasar lokal
tidak lepas dari mulai berjalannya penerapan CSF (CPO
Supporting Fund) di pasar domestik serta serapan
pasar domestik yang lebih tinggi sebagai imbas
mandatori pemerintah untuk meningkatkan
prosentase kelapa sawit dalam campuran biodiesel.
Harga CPO di pasar lokal pada akhir triwulan mencapai
Rp7.475,-/kg, jauh lebih baik dibandingkan dengan
harga pada triwulan lalu yang hanya mencapai
Rp6.694,-/kg.
Meski perbaikan pasar perdagangan komoditas
global berjalan lambat, namun tren perbaikan masih
terus berlanjut. Menurunnya produksi beberapa
negara yang terimbas oleh El Nino pada tahun 2015
lalu menyebabkan pasokan beberapa komoditas
menurun. Dengan demikian, harga kelapa sawit di
pasar internasional juga turut menunjukkan
perbaikan. Sementara itu ekspektasi perbaikan
subsektor perkebunan sawit masih cukup tinggi, yang
tercermin dari gairah perbankan dalam penyaluran
kredit yang cukup tinggi. Kredit perkebunan kelapa
sawit tumbuh signifikan, dari 18,9% (yoy) menjadi
22,9% (yoy).
Meski perbaikan pasar perdagangan komoditas
global berjalan lambat, namun tren perbaikan masih
terus berlanjut. Menurunnya produksi beberapa
negara yang terimbas oleh El Nino pada tahun 2015
lalu menyebabkan pasokan beberapa komoditas
menurun. Dengan demikian, harga kelapa sawit di
pasar internasional juga turut menunjukkan
perbaikan. Sementara itu, ekspektasi perbaikan
18
1.6
31
3.9
20
3.9
14
1.8
92
.3
18
1.9
20
2.4
19
3.4
16
6.6
31
0.8
21
4.8
16
6.8
26
1.9
18
8.2
17
4.9
20
6.3
16
5.2
-18.6%
23.7%
-36.9%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
jutaVolume (ton) Growth (yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
11
subsektor perkebunan sawit masih cukup tinggi, yang
tercermin dari gairah perbankan dalam penyaluran
kredit yang cukup tinggi. Kredit perkebunan kelapa
sawit tumbuh signifikan, dari 18,9% (yoy) menjadi
22,9% (yoy).
Kesuksesan dalam memperoleh Sertifikat Indikasi
Geografis (IG) untuk komoditas kopi diperkirakan
mampu meningkatkan kinerja kategori perkebunan
kopi. Kondisi ini mendorong adanya permintaan global
terhadap kopi Sumatera Utara yang tercermin dari
perbaikan kinerja ekspor luar negeri untuk komoditas
ini. Ekspor luar negeri kopi tercatat membaik dari -
13,7% (yoy) atau US$83,3 juta pada triwulan lalu
menjadi -8,9% (yoy) atau US$89,4juta pada triwulan
laporan.
Grafik 1.26 Penyaluran Kredit Perkebunan
Perbaikan kategori pertanian diharapkan terjadi pada
beberapa periode kedepan. Indikasi perbaikan ini
tercermin dari masih tingginya penyaluran kredit pada
kategori pertanian yang tumbuh dari 14,5% (yoy)
menjadi 20,9% (yoy).
Grafik 1.27 Penyaluran Kredit Pertanian
Ditengah perlambatan kinerja kategori pertanian,
salah satu indikator kesejahteraan petani
menunjukkan perbaikan. NTP Provinsi Sumatera
Utara5 justru membaik dari 98,1 pada triwulan lalu
menjadi 99,3 pada periode laporan meski masih
berada di bawah level indikatifnya. Perbaikan NTP
pada periode laporan terutama disebabkan oleh
membaiknya NTP masyarakat perkebunan secara
signifikan yang didorong oleh membaiknya harga
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Mulai membaiknya harga diharapkan menjadi daya
tarik bagi petani maupun buruh perkebunan untuk
tetap bekerja di sektor Pertanian. Alih profesi petani
perkebunan menjadi buruh pabrik atau bahkan
menjadi petani tanaman pangan yang marak
dilakukan akibat kemerosotan harga yang cukup
signifikan pada tahun lalu menyebabkan menurunnya
ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.28 Realisasi NTP Sumatera Utara
Penurunan penjualan kendaraan bermotor menekan
kinerja kategori Perdagangan Besar dan Eceran
(PBE). Penurunan penjualan kendaraan bermotor ini
merespon kenaikan harga mobil menyusul kenaikan
biaya operasional yang belum diiringi kenaikan daya
beli masyarakat yang seimbang. Dampak kebijakan
pelonggaran LTV kepemilikan kendaraan bermotor
yang dikeluarkan pada semester II 2015 belum terlihat
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
-
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rp Triliun Kebun Karet Kebun SawitG. P Karet G P Sawit
9,7
03
9,6
71
11
,55
0
13
,95
3
13
,98
0
14
,93
6
15
,50
1
18
,35
8
18
,39
6
18
,83
4
19
,18
3
22
,03
6
22
,29
1
23
,62
9
23
,56
5
25
,00
7
24
,19
6
25
,09
5
26
,28
6
28
,62
3
29
,47
3
14.5%
20.9%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp Miliar
Nominal Growth (yoy)
10
0.8
10
0.4
97
.8
98
.7
10
0.4
10
1.1
99
.3
99
.1
98
.5
98
.6
97
.7
98
.1
99
.3
10
0
98
93
97
10
0
10
1
96
95
95
96
93
93
95
10
4
10
5
10
2
10
0
96
98
98
10
1
99
98
93
97
97
10
0
10
0
98
99
10
0
10
1
10
0
98
96
96
96
97
98
86
88
90
92
94
96
98
100
102
104
106
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Rp Juta ntp NTPR NTPH NTPP
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
3,3 2,4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
12
pada data penjualan kendaraan bermotor. Selain itu,
event musiman seperti perayaan tahun baru dan libur
sekolah mendorong akselerasi kategori Perdagangan
Besar dan Eceran (PBE) secara terbatas. Kategori PBE
melambat dari 3,3% (yoy) menjadi 2,4% (yoy).
Kinerja pariwisata yang belum maksimal turut
menghambat akselerasi kategori PBE. Hal tersebut
tercermin dari tingkat occupancy rate hotel/
penginapan yang menurun serta kunjungan
wisatawan yang masih terkontraksi ditengah adanya
event musiman.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.29 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
dan Occupancy Rate
Penurunan kinerja kategori PBE juga turut tercermin
dari tajamnya penurunan penyaluran kredit. Kredit
kategori PBE melambat secara signfikan dari 14,4%
(yoy) menjadi -0,8% (yoy).
Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Kategori PBE
Meski penjualan kendaraan bermotor secara agregat
mengalami penurunan, namun penjualan suku cadang
masih mampu tumbuh sangat tinggi. Hasil survei yang
dilakukan mengindikasikan adanya akselerasi
Peraturan Menteri Perhubungan No.14/2016 tentang
Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif
penjualan suku cadang yang cukup signifikan dari 2,5%
(yoy) menjadi 24% (yoy).
Grafik 1.31 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera
Utara
Penurunan aktivitas perdagangan juga turut
menekan kategori Transportasi dan Pergudangan.
Masih rendahnya aktivitas pariwisata juga tercermin
dari rendahnya pertumbuhan jumlah penumpang
angkutan udara. Setelah mengalami peningkatan yang
cukup signifikan pada triwulan lalu hingga mencapai
33,0% (yoy), pertumbuhan jumlah penumpang
angkutan udara melambat menjadi 6,8% (yoy).
Penurunan jumlah penumpang angkutan udara ini
justru terjadi ditengah terjadinya penurunan tarif
batas atas dan batas bawah angkutan udara6.
Lain halnya dengan jumlah penumpang angkutan
udara, jumlah penumpang angkutan laut justru
terakselerasi setelah sebelumnya mencatatkan kinerja
di zona negatif. Meningkatnya preferensi masyarakat
untuk kembali menggunakan armada laut sebagai
pilihan moda transportasi tidak lepas dari selesainya
revitalisasi kapal penumpang milik PT Pelni sehingga
kapasitas dan kualitas pelayanan yang diberikan dapat
lebih baik. KM Kelud sebagai salah satu armada yang
menghubungkan Kota Batam dengan Kota Medan
selesai direvitalisasi pada akhir tahun 2015 lalu. Selain
itu, adanya perayaan tahun baru mendorong adanya
peningkatan kapasitas angkut dan frekuensi
Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan
Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
38
41
46
40
42
44
40
44
44
44
38
45
42
45
44
46
40
45
42
43
50
54
52
52
5
0
-35.1%
-11.4%
-40.0%
-30.0%
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
-
10
20
30
40
50
60Occupancy Rate Wisman
18
,43
1
19
,19
3
20
,64
3
21
,70
9
22
,78
4
24
,89
7
24
,52
5
26
,53
1
27
,06
6
32
,02
8
32
,14
4
33
,87
3
34
,49
6
36
,20
0
36
,73
5
38
,96
8
42
,19
5
42
,95
2
44
,01
1
44
,59
8
40
,94
1
14.4%
-0.8%
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
35.0%
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp Miliar
Nominal Growth (yoy)
53
2.8
54
8.4
58
6.7
58
0.5
64
0.8
55
5.4
46
9.0
37
6.6
37
1.9
42
6.6
48
7.3
47
2.8
45
0.1
41
8.0
45
9.1
48
4.6
55
8.2
2.5%
24.0%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
0
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Rp Juta Penjualan Suku Cadang Growth
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
5,7 5,6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
13
perjalanan kapal laut baik untuk rute Batam-Medan
maupun Padang-Gunungsitoli-Sibolga.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.32 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara
Sementara aktivitas bongkar muat membaik sehingga
mampu menahan turunnya kinerja kategori
transportasi dan pergudangan. Pertumbuhan aktivitas
bongkar di Sumatera Utara mulai mencatatkan kinerja
yang positif, dari sebelumnya tercatat -18,1% (yoy)
menjadi 0,8% (yoy). Efektifitas mekanisme tarif
progressif yang diterapkan oleh PT Pelindo I di
Pelabuhan Belawan mulai terasa. Aktivitas impor yang
didominasi oleh bahan baku dan barang setengah jadi
mencerminkan salah satu indikasi peningkatan
aktivitas industri di periode mendatang. Selaras
dengan aktivitas bongkar, aktivitas muat juga mulai
membaik meski masih tercatat diangka negatif.
Aktivitas muat membaik signifikan dari -70,9% (yoy)
pada triwulan lalu menjadi -32,9% (yoy) pada triwulan
I 2016.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.33 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan
Belawan
Ekspektasi akan membaiknya kategori transportasi
dan pergudangan di periode mendatang tercermin
dari masih terus berlanjutnya perbaikan penyaluran
kredit ke kategori ini. Penyaluran kredit kategori
transportasi dan pergudangan kembali membaik dari
-11,4% (yoy) menjadi -8,1% (yoy). Terus digenjotnya
akselerasi beberapa program peningkatan kapasitas
infrastruktur perhubungan yang telah dimulai pada
akhir tahun 2015 lalu diharapkan dapat mendukung
kinerja kategori ini di masa mendatang.
Grafik 1.34 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan
Pergudangan
Sebagai salah satu sector utama Sumatera Utara
kinerja kategori Industri Pengolahan membaik cukup
signifikan. Hal ini terkait dengan menguatnya
permintaan yang ekspektasikan membaik pada
periode mendatang. Kinerja kategori Industri
Pengolahan tumbuh dari 5,5% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi 6,6% (yoy). Perbaikan terlihat baik dari pasar
domestik maupun global. Dorongan pasar global
tercermin dari membaiknya ekspor manufaktur
Sumatera Utara meski masih mencatatkan
pertumbuhan negatif.
Grafik 1.35 Perkembangan Ekspor Manufaktur
Peningkatan kinerja kategori ini tidak lepas dari
meningkatnya ketersediaan fasilitas pendukung,
seperti listrik dan gas. Pada awal tahun 2016,
Sumatera Utara digadang-gadang telah melewati
episode defisit listrik yang telah lama dikeluhkan oleh
pelaku usaha dan masyarakat. Memadainya pasokan
listrik untuk kepentingan industri yang diiringi dengan
33.0%
6.8%
-2.2%
9.9%
-50.0%
-40.0%
-30.0%
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
-
1
1
2
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
juta orang Penumpang Udara Penumpang Laut
G Penumpang Udara G Penumpang Laut
-18.1%
0.8%
-70.9%
-32.9%
-80.0%
-60.0%
-40.0%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
-
1
1
2
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
juta Ton
Bongkar Muat G Bongkar G Muat
1,5
68
1,9
43
2,2
33
2,4
85
2,5
98
2,8
75
2,9
95
3,3
10
3,3
97
3,5
88
3,7
04
3,6
83
3,5
70
5,1
61
4,6
55
3,9
25
3,8
07
3,5
98
3,6
05
3,4
78
3,3
60
-11.4%
-8.1%
-40.0%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp Miliar
Nominal Growth (yoy)
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
5,5 6,6 1.
9
1.7
2.1
2.0
1.8
1.8
1.8
1.9
1.8
1.8
1.9
1.8
1.4
1.5
1.6
1.6
1.4
1.8
1.5
2.1
2.2
2.0
2.0
1.9
2.1
1.9
1.8
2.1
2.1
1.7
1.9
2.2
2.3
1.8
-13.4%
-3.6%
7.8% 6.2%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
-
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Milyar Nilai (USD) Volume (ton)
G Nilai G Volume
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
14
terus disesuaikannya harga listrik oleh pemerintah
mendorong mulai kondusifnya aktivitas industri
pengolahan.
Pemerintah terus menggodok kebijakan maupun
langkah-langkah akomodatif dalam menciptakan iklim
usaha maupun investasi yang kondusif. Memasuki
awal tahun 2016, pemerintah daerah Sumatera Utara
berhasil mengupayakan penurunan tarif gas industri
yang harganya jauh melebihi rata-rata harga gas
industri di ASEAN. Harga gas industri di Sumatera
Utara memasuki awal tahun 2016 turun dari
US$12,22/MMBTU menjadi US$11,22/MMBTU. Meski
sudah turun, namun harga gas industri di Sumatera
Utara masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
harga gas industri di daerah lain yang hanya mencapai
US$6-8/MMBTU. Pemerintah daerah Sumatera Utara
terus melakukan koordinasi dan konsolidasi untuk
mengatasi permasalahan tingginya harga gas ini.
Namun demikian, belum kokohnya permintaan
negara mitra dagang utama masih menahan
optimisme perbankan dalam menyalurkan kreditnya.
Ditengah cukup primanya performa kategori Industri
Pengolahan, penyaluran kredit justru melambat cukup
signifikan, bahkan terkontraksi ke titik -1,7% (yoy),
jauh lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada
triwulan lalu yang mencapai 10,1% (yoy).
Grafik 1.36 Penyaluran Kredit Kategori Industri
Pengolahan
Di kategori konstruksi, berlanjutnya proyek
infrastruktur strategis milik BUMN dan pemerintah
pusat yang dimulai pada akhir tahun 2015
menyebabkan masih kokohnya kinerja konstruksi
pada periode laporan. Kategori konstruksi tumbuh
signifikan dari 2,0% (yoy) pada periode lalu menjadi
4,3% (yoy). Hal ini selaras dengan akselerasi konsumsi
semen seperti yang dijelaskan pada bagian Investasi.
Beberapa proyek infrastruktur strategis yang
merupakan lanjutan dari proyek multiyears yang
dimulai tahun lalu diantaranya adalah pembangunan
Pelabuhan Belawan, Terminal Multi purpose
Pelabuhan Kuala Tanjung dan Tol Trans Sumatera.
Adanya arahan dari pemerintah pusat untuk
melakukan percepatan pembangunan infrastruktur
strategis turut berkontribusi dalam tingginya realisasi
proyek-proyek tersebut.
Grafik 1.37 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi
Sementara itu, kinerja konstruksi pada triwulan
laporan belum mendapat dorongan yang lebih besar
dari realisasi investasi bangunan swasta maupun
program pemerintah daerah. Belum pulihnya
psikologis swasta terkait dengan program
peningkatan disiplin lapor pajak yang ditindak lanjuti
dengan program amnesti pajak pada tahun 2016
belum mendapatkan respon yang cukup positif dari
swasta terutama perorangan. Swasta masih
cenderung wait and see terhadap perkembangan
perekonomian. Hal tersebut tercermin dari
berlanjutnya kontraksi penyaluran kredit ke sektor
konstruksi. Sementara itu, terlambatnya proses
pengadaan masih menjadi momok sulitnya
optimalisasi realisasi pembangunan dari sisi
pemerintah daerah.
17
,67
0
18
,22
6
18
,45
5
21
,66
6
20
,74
1
23
,12
0
23
,68
9
26
,14
0
25
,94
2
26
,89
9
29
,86
7
31
,88
3
31
,21
1
33
,20
7
33
,38
0
33
,03
0
35
,07
3
37
,80
3
38
,84
6
36
,36
9
35
,42
5
16.4%
10.1%
-1.7%
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
35.0%
40.0%
45.0%
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp Miliar
Nominal Growth (yoy)
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
2,0 4,3
2,7
02
2,6
87
3,1
90
3,1
56
2,9
35
3,2
97
3,8
35
3,9
53
3,7
76
4,4
07
5,2
79
5,1
14
4,9
04
4,9
07
5,3
57
5,3
94
5,0
27
5,1
81
5,2
97
5,2
70
4,9
22
-1.1% -2.3%
-4.5%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp Miliar
Nominal Growth (yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
15
Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru
Sebagai Daya Dorong Ekonomi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara sebagai provinsi dengan skala
perekonomian terbesar ke-6 di Indonesia pada dasarnya hanya
bertumpu pada beberapa kota/kabupaten saja. Roda
perekonomian Sumatera Utara didominasi oleh pergerakan
perekonomian di daerah pantai timur dengan pangsa 77% dari
PDRB Sumatera Utara.
Dominasi aktivitas perekonomian terutama ditunjang oleh
konektivitas dan infrastruktur perhubungan yang baik.
Beberapa indikator perekonomian juga menunjukkan lebih
baiknya tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah pantai
timur dibandingkan dengan dataran tinggi, pantai barat, maupun kepulauan Nias. Dengan demikian, daya tarik
rumpun pantai timur bagi perbankan jauh lebih baik dibandingkan dengan daerah lain yang tercermin dari
tingginya penyaluran kredit di daerah ini, mencapai 87,5% dari total kredit. Meskipun demikian, hal tersebut
tidak selalu menjadi hal yang menakutkan. Seiring dengan berkembangnya aktivitas ekonomi, ketidakmerataan
spasial akan meningkat. Namun, kondisi tersebut dapat diperbaiki apabila perekonomian dapat terus tumbuh
hingga berada di fase mature sehingga ketidakmerataan regional akan berkurang (Kuznet Curve).
Timpangnya aktivitas perekonomian Sumatera Utara, tercermin dari Indeks
Williamson yang terus meningkat7, bahkan sudah berada di kategori cukup tinggi. Hal
yang perlu diperhatikan lebih lanjut di Provinsi Sumatera Utara adalah pusat aktivitas
perekonomian Sumatera Utara yang hanya berada di kawasan pantai timur, bahkan
cenderung di beberapa kota/kabupaten saja. Pemerataan masih terus diupayakan
oleh pemerintah daerah.
Keterbukaan perdagangan, infrastruktur transportasi dan komunikasi, serta
distribusi kekuatan politik dan fiskal memiliki peranan yang cukup signifikan dalam
mengurangi ketimpangan antara daerah8. Adapun langkah yang sedang gencar
dilakukan oleh pemerintah adalah penyempurnaan infrastruktur transportasi serta
penciptaan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Kota Medan sebagai jantung
perekonomian Sumatera Utara memiliki performa perekonomian yang cukup kuat. Rata-rata pertumbuhan
ekonomi Medan pada tahun 1993-2007 mencapai 4,9% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan capaian Jakarta
yang mencapai 3,7% (yoy) dan Surabaya yang mencapai 3,3% (yoy)9. Meskipun demikian, dukungan kota-kota
lain yang tersebar masih dirasakan perlu mengingat luasnya wilayah Sumatera Utara. Kendala yang dihdapi
adalah infrastruktur perhubungan yang relatif terbatas ditengah potensi pengembangan masih cukup luas.
7 Indeks Williamson digunakan untuk mengukur kesenjangan regional, dengan rumus 𝑣𝑤 = √∑ (𝑦𝑖−𝑦)
2𝑓𝑖𝑛
𝑛𝑖=1
𝑦; 0 < 𝑣𝑤 < 1;
dimana Vw= Indeks Williamson, yi=PDRB per kapita daerah i; y=PDRB per kapita rata-rata seluruh daerah; fi=Jumlah penduduk
daerah i; n=Jumlah penduduk seluruh daerah. Jika Indeks Williamson<0,3, maka tingkat ketimpangan daerah rendah;
0,3≤Indeks Williamson<0,7 maka tingkat ketimpangan sedang; Indeks Williamson>0,7 maka tingkat ketimpangan daerah
tinggi. 8 Sukkoo Kim. 2008. Spatial Inequality and Economic Development: Theories, Facts and Policies. World Bank. Working Paper
No. 16. 9 The Rise of Metropolitan Regions: Towards Inclusice and Sustainable Region Development.
Grafik 1.38 Indeks Williamson Sumatera
Utara
Gambar 1.3 Kualitas
Jalan Sumatera Utara
Suplemen 1
0,560,59
0,51
0,63 0,65
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
2008 2009 2010 2011 2012
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
16
Beberapa rencana pusat pengembangan perekonomian baru di Sumatera Utara diarahkan sesuai dengan
potensi lokal, yaitu CPO, kopi dan karet. Kawasan yang rencananya dikembangkan diantaranya adalah kawasan
Mebidangro, kawasan Batu Bara, Kawasan Geopark Kaldera Toba, kawasan agropolitan dataran tinggi, kawasan
minapolitan dan kawasan Nias. Keseluruhan kawasan ini tertuang di dalam rencana pembangunan sentra
ekonomi Sumatera Utara 2016-2036. Dalam jangka pendek menengah, kawasan yang akan dikembangkan
terlabih dahulu adalah Kawasan Mebidangro.
Sumber: Bappeda Provinsi Sumatera Utara, diolah
Gambar 1.4 Kualitas Jalan Sumatera Utara
Kawasan Mebidangro merupakan kawasan perkotaan dengan luas lahan 302.702 Ha dan jumlah penduduk
4.306.847 jiwa. Pengembangan kawasan ini difokuskan pada industri pengolahan dan pertanian seperti industri
berbasis CPO, makanan dan minuman, kimia dan lainnya. Tingkat pembangunan di kawasan ini dapat dikatakan
cukup tinggi. Kawasan terbangun di daerah Deli Serdang meningkat
signifikan dari 9.583 ha (2005) menjadi 37.080 ha (2014). Begitu juga
dengan Kota Medan yang meningkat dari 15.150 ha (2005) menjadi
21.990 ha (2014). Kawasan ini sudah ditunjang oleh infrastruktur dan
konektivitas yang relatif memadai, seperti Pelabuhan Belawan,
Bandara Kualanamu dan lain lain.
Meskipun demikian, pengembangan kawasan ini masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, diantaranya
adalah (a) tingkat kemacetan dibeberapa ruas jalan Arteri di kawasan Mebidangro, terutama ruas Medan –
Binjai, jalan A.H. Nasution dan jalan Yos Sudarso, (b) belum terhubungnya antar kegiatan perkotaan dengan
sistem jaringan jalan arteri sekunder sehingga menimbulkan pemusatan kemacetan, (c) Belum ada terminal
terpadu Intermoda, (d) kurang optimalnya pemanfaatan angkutan massal (load factor angkutan umum hanya
0,42 tetapi jumlah angkot meningkat dan (e) sulitnya revitalisasi jalur kereta.
Dalam mendukung kelancaran Mebidangro, pemerintah terus membenahi infrastruktur perhubungannya. Hal
ini juga didorong oleh tingginya aktivitas komuter masyarakat di daerah penyangga Kota Medan. Menurut data
Bappeda Provinsi Sumatera Utara, jumlah komuter di daerah Mebidang diperkirakan mencapai 313 ribu
orang/hari. Pemerintah daerah dan pusat kompak untuk terus menyempurnakan kualitas infrastruktur serta
konektivitas antar daerah. Dengan demikian, diharapkan dampak dari pengembangan kawasan perkotaan dapat
optimal.
Kawasan Mebidangro• Pusat perdagangan dan industri pengolahan
• Ditunjang oleh Pelabuhan Belawan dan BandaraKualanamu
• Wisata budaya
Kawasan GeoparkKaldera Toba
• Fokus pada pariwisata Edukasi, Konservasi dan Pemberdayaan Masyarakat
Kawasan AgropolitanDataran Tinggi• Fokus pada pertanian, SDA dan
agrobisnis• Sumut merupakan sentra produksi
beras dan salah satu produsen cabai merah nasional
Kawasan Nias• Potensi agro, pertanian, perikanan
dan pariwisata
Kawasan Batubara• Sentra perkebunan dan industri pengolahan
• Ditunjang oleh Pelabuhan Kuala Tanjung (satu dari dua international hub port di Indonesia)
• KEK Sei Mangkei dan Kawasan Industri Kuala Tanjung pembangunan smelter besi baja
Kawasan Minapolitan• Sentra produksi, pengolahan,
pemasaran komoditas perikanan, jasa
• Progress infrastruktur fisik 80%
Rencana Pembangunan
Sentra Ekonomi Sumut
2016-2036
Bandar Udara Internasional Kualanamu
(Kapasitas Angkut Penumpang : 22,1 jt/th,
Kapasitas Angkut Kargo : 65.000 ton/th).
International Hub Port Kuala Tanjung
(Kapasitas : Curah Cair 3,5 ton, peti
kemas 10 juta TEUs)
Pelabuhan Internasional Belawan
Kapasitas: 2 juta TEUs
TRANSPORTASI UDARA
Bandar Udara Internasional Kualanamu
(Kapasitas Angkut Penumpang : 22,1 jt/th,
Kapasitas Angkut Kargo : 65.000 ton/th).
TRANSPORTASI LAUT
Pelabuhan Internasional Belawan
(Kapasitas : 2 juta TEU’S)
Suplemen 1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
17
Tabel 1.5 Progress Pembangunan Infrastruktur Mebidangro
Kode Program Lokasi Progress Target
Operasi
B1 Tol Medan-Binjai (16 km) Kota Medan, Kab.Deli Serdang,
Kota Binjai
Pembebasan lahan: 78%
Progress konstruksi: 8.89%
2018
B2 Tol Medan-Kualanamu (61,8
km)
Kab.Deli Serdang Pembebasan lahan: 82.58%
Progress konstruksi: 17.33%
2018
B3 Flyover Pinang Baris (1,5 km) Simpang Pinang Baris Penyusunan Detailed Design
Engineering (DED)
2018
B4 Underpass Brigjen Katamso Brigjen Katamso Pembebasan lahan dan FS 2018
B6 Jalan lingkar luar utara, fly
over sentis dan fly over
batang kuis
Cemara-BatangKuis FS dan Penyusunan Detailed
Design Engineering
2018
B7 Jalan lingkar luar selatan Deli Serdang Feasibility Study 2021
B8 Jalan alternatif Medan-
Berastagi
Deli Tua- Brastagi AMDAL (2015) 2019
B9 Lingkar luar pantai utara Belawan-Percut Sei Tuan-
Kualanamu
Lelang 2021
B10 Lingkar luar barat Belawan-Hamparan Perak-
Batas Kota Binjai-Jamin Ginting
Feasibility Study 2026
B11 Jalan lingkar luar barat I Belawan-Hamparan Perak-
Batas Kota Binjai-Jamin Ginting
Feasibility Study 2026
B12 Jalan lingkar luar timur Percut Sei Tuan-Tanjung
Morawa
Feasibility Study 2026
Sumber: Bappeda Provinsi Sumatera Utara, diolah
Suplemen 1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INFLASI
19
BAB 2 INFLASI
Inflasi Sumatera Utara triwulan I 2016 sebesar 7,2% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Berdasarkan disagregrasinya, kondisi tersebut terutama didorong oleh peningkatan inflasi kelompok
volatile food.
Berdasarkan kelompok komoditas barang/jasa, peningkatan inflasi terjadi pada seluruh kelompok
komoditas, kecuali kelompok kesehatan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.
Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sumatera Utara tercatat lebih tinggi dari inflasi nasional maupun inflasi
Sumatera.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INFLASI
20
2.1 Kondisi Umum
Inflasi IHK Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I
2016 mencapai 7,2% (yoy), meningkat dibanding-kan
triwulan sebelumnya yang sebesar 3,2% (yoy).
Memasuki awal tahun 2016, perkembangan harga
pada triwulan I secara umum mengalami kenaikan
dibandingkan triwulan IV 2015. Kondisi ini terutama
didorong oleh tekanan inflasi pada kelompok volatile
food yang meningkat signifikan, sementara inflasi
administered prices dan inflasi inti relatif stabil. Inflasi
ini lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang
sebesar 4,5% (yoy) (Grafik 2.1) maupun rata-rata
inflasi Sumatera (5,7%, yoy). Secara kumulatif, sampai
dengan Maret inflasi Sumatera Utara mencapai 2,0%
(ytd), lebih tinggi dibanding nasional yang sebesar
0,6%.
Kenaikan inflasi tersebut berbeda dengan pola inflasi
awal tahun yang cenderung rendah. Secara
triwulanan, inflasi pada periode laporan tercatat lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Pada triwulan I 2016, inflasi triwulanan
tercatat sebesar 2,0% (qtq), jauh lebih tinggi
dibandingkan inflasi triwulan I 2015 yang tercatat
deflasi -1,7% (qtq).
Peningkatan inflasi terjadi di semua kota penghi-
tungan IHK di Sumatera Utara. Secara umum, 4 kota
yang disurvei BPS di Sumatera Utara mencatatkan
peningkatan inflasi tahunan jika dibandingkan dengan
triwulan IV 2015. Kota Medan dengan bobot paling
besar, yakni 82,2% dari inflasi Sumatera Utara,
inflasinya meningkat signifikan menjadi 7,4% (yoy),
dari triwulan sebelumnya 3,3% (yoy).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.1 Inflasi Sumut dan Nasional
Disparitas inflasi antar kota di Sumatera Utara masih
terjadi pada triwulan laporan. Hal ini diduga
disebabkan oleh kesenjangan infrastruktur yang
berdampak pada tingginya biaya distribusi, terlebih
ketika terjadi gangguan di jalur distribusi seperti
longsor ataupun banjir sebagaimana terjadi pada awal
Februari 2016 akibat tingginya curah hujan. Kondisi
tersebut tercermin pada peningkatan inflasi terbesar
terjadi di kota Sibolga, dari sebelumnya 3,3% (yoy)
menjadi 7,9% (yoy), sedangkan inflasi terendah terjadi
di Padangsidempuan dengan tingkat inflasi 4,5% (yoy).
Seluruh kota mencatat inflasi di atas nasional.
Secara spasial wilayah Sumatera, inflasi tahunan
Provinsi Sumatera Utara pada periode laporan
berada di posisi tertinggi kedua setelah Sumatera
Barat. Tingginya inflasi tersebut disebabkan tekanan
inflasi yang lebih tinggi dibandingkan wilayah
Sumatera sejak awal triwulan laporan. Bahkan inflasi
bulanan Sumatera Utara mencatatkan angka yang
tertinggi di Sumatera pada akhir triwulan.
Gangguan pasokan komoditas bumbu-bumbuan
menjadi faktor utama yang mempengaruhi tingginya
inflasi pada triwulan laporan. Hal tersebut tercermin
pada meningkatnya inflasi kelompok bahan makanan,
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau, dan kelompok transpor, komunikasi & jasa
keuangan. Peningkatan inflasi pada kelompok bahan
makanan didorong oleh meningkatnya harga
komoditas hortikultura terutama cabai merah dan
bawang merah, di tengah melimpahnya pasokan
beras yang secara historis menekan inflasi ke level
deflasi. Sementara kenaikan harga pada kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau terkait
dengan kenaikan rokok kretek filter dan rokok kretek.
Pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa
keuangan kenaikan terkait dengan kenaikan harga
mobil.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.2 Inflasi Kota di Sumut
4,0
4,5
4,3
4,3
5,9
5,9
8,4
8,4
7,3
6,7
4,5
8,4
6,4
7,3
6,8
3,4
4,5
3,9
5,5
2,93,9
5,86,6
9,410,2
7,7
6,2
4,4
8,2
6,1
7,86,6
3,2
7,2
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
(% yoy)
NasionalSumut
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INFLASI
21
Tabel 2.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi
Sepanjang Triwulan I 2016 di Sumatera Utara
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.3 Pola Seasonal Inflasi Bulanan di Sumut
INFLASI BULANAN (% mtm) JANUARI 2016 FEBRUARI 2016 MARET 2016
0,9% 0,3% 0,8%
Tabel 2.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
sepanjang Triwulan I 2016 di Sumatera Utara
Sumber: BPS, diolah
Inflasi bulanan (mtm) di sepanjang triwulan I 2016
cenderung meningkat dan di luar pola historisnya.
Inflasi bulanan Januari, Februari, dan Maret 2016
berturut-turut sebesar 0,9%, 0,3%, dan 0,8%.
Gangguan pasokan komoditas bumbu-bumbuan
menjadi penyebab inflasi pada triwulan laporan diluar
polanya. Sumbangan inflasi terbesar bersumber dari
kenaikan harga cabai merah dan bawang merah.
Realisasi inflasi Sumatera Utara pada Januari 2016
tercatat sebesar 0,9% (mtm), lebih rendah dari
realisasi pada bulan Januari tahun-tahun sebelumnya
yang selalu berada di atas 1,0% kecuali tahun 2015,
yang tercatat deflasi sebesar -0,3%. Namun realisasi
ini masih lebih tinggi dari inflasi nasional yang hanya
0,5% (mtm) atau 4,1% (yoy).
Inflasi pada bulan Januari 2016 didorong oleh inflasi
kelompok daging-dagingan dan bumbu-bumbuan
yang secara polanya cenderung meningkat pada awal
tahun. Meski secara polanya memang cenderung
meningkat, namun bawang merah, daging ayam ras,
bawang putih dan cabai merah memberikan
sumbangan inflasi yang lebih tinggi dibandingkan
Januari 2015. Ditinjau dari sumbangannya, pada
Januari 2016 angkutan udara, tarif listrik dan kentang
memberikan sumbangan inflasi, setelah
menyumbangkan deflasi pada bulan Januari tahun
lalu. Sumbangan inflasi dari komoditas angkutan
udara diperkirakan terkait dengan kenaikan tarif di
akhir tahun 2015 sejalan dengan masuknya liburan.
Ditengah relatif melimpahnya pasokan bahan
pangan khususnya beras, Sumatera Utara pada
Februari 2016 mengalami inflasi sebesar 0,3% (mtm).
Realisasi tersebut berbeda dengan pola historisnya
yang biasanya terjadi deflasi cukup dalam di Februari,
sebagaimana yang terjadi pada Februari 2015 (-1,4%).
Sumbangan inflasi terbesar bersumber dari kenaikan
harga cabai merah yang pada bulan sebelumnya juga
menjadi komoditas penyumbang inflasi.
Dalam dua bulan awal 2016, kenaikan harga cabai
merah terjadi di Kota Medan dan Kota Sibolga. Di
Februari kenaikan terutama terjadi di Kota Medan
sementara di Januari terutama di Kota Sibolga. Selain
itu, di Februari 2016 harga beras juga mengalami
kenaikan khususnya di Medan dan Sibolga, dengan
kenaikan harga yang tidak terlalu signifikan. Gangguan
distribusi diperkirakan menjadi penyebab kenaikan
harga beras ditengah panen yang sedang berlangsung.
Meski demikian, penurunan harga sub kelompok
No. KomoditasKontribusi
(%, qtq)Komoditas
Kontribusi
(%, qtq)
1 Cabai Merah 0,8 Bensin -0,2
2 Bawang Merah 0,2 Angkutan Udara -0,2
3 Rokok Kretek Filter 0,2 Beras -0,1
4 Mobil 0,1 Bahan Bakar Rumah Tangga-0,1
5 Rokok Putih 0,1 Tarip Listrik -0,1
6 Kontrak Rumah 0,1 Dencis -0,1
7 Mie 0,1 Bayam 0,0
8 Kentang 0,1 Tomat Buah 0,0
9 Ketupat/Lontong Sayur 0,1 Apel 0,0
10 Nasi dengan Lauk 0,1 Solar 0,0
11 Tongkol/Ambu-ambu 0,1 Wortel 0,0
No. KomoditasKontribusi
(%, mtm)Komoditas
Kontribusi
(%, mtm)
1 Bawang Merah 0,2 Bensin -0,2
2 Angkutan Udara 0,1 Pepaya 0,0
3 Tarip Listrik 0,1 Solar 0,0
No. KomoditasKontribusi
(%, mtm)Komoditas
Kontribusi
(%, mtm)
1 Cabai Merah 0,1 Angkutan Udara -0,9
2 Rokok Kretek Filter 0,1 Bawang Merah -0,8
3 Ketupat/Lontong Sayur 0,1 Tarip Listrik -3,1
No. KomoditasKontribusi
(%, mtm)Komoditas
Kontribusi
(%, mtm)
1 Cabai Merah 0,6 Beras -0,1
2 Bawang Merah 0,2 Daging Ayam Ras -0,1
3 Mobil 0,1 Angkutan Udara -0,1
Februari 2016
Maret 2016
Januari 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INFLASI
22
bumbu-bumbuan seperti bawang merah dan cabai
hijau serta komoditas ikan dencis dan wortel mampu
meredam tekanan inflasi pada bulan laporan.
Pada Maret 2016, inflasi Sumatera Utara kembali
meningkat diluar pola historisnya. Ditengah relatif
melimpahnya pasokan bahan pangan, perkembangan
harga secara umum di bulan Maret 2016 mengalami
inflasi sebesar 0,9% (mtm), tertinggi se-Indonesia.
Sementara secara historis pada bulan Maret tercatat
deflasi dengan rata-rata 7 tahun terakhir sebesar -
0,3%. Sumbangan inflasi terbesar bersumber dari
kenaikan harga cabai merah dan bawang merah yang
selama 3 bulan berturut-turut menjadi penyumbang
inflasi. Selain itu, komoditas rokok putih dan mobil
juga menyumbang inflasi Maret sehingga menjadi
lebih tinggi dari polanya.
2.2 Perkembangan Inflasi Non
Fundamental
Pada triwulan I 2016, dinamika kenaikan inflasi
banyak dipengaruhi oleh faktor yang bersifat non
fundamental. Tekanan inflasi berasal dari faktor non
fundamental yang bersifat sementara menunjukkan
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik
di sisi Volatile Food maupun Administered Prices.
Inflasi Administered Prices pada triwulan I 2016
tercatat 4,3% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 1,0%. Beberapa
komoditas yang mendorong inflasi pada triwulan ini
adalah rokok kretek, rokok kretek filter, rokok putih
dan mobil. Ketidakseragaman pola pembelian cukai
yang dilakukan oleh pengusaha rokok menyebabkan
terdistribusinya dampak dari kebijakan ini terhadap
Peraturan Menteri (PM) Perhubungan No. 14 tahun 2016
tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan Dan Penetapan
Tarif Batas Atas Dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan
tekanan inflasi sepanjang triwulan laporan. Kenaikan
harga rokok pada Januari terjadi di Kota Medan,
Februari di Kota Medan dan Kota Padang Sidempuan,
dan Maret terjadi di Kota Pematangsiantar dan Kota
Medan.
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 2.4 Disagregasi Inflasi Sumut
Sementara itu, sumbangan deflasi bersumber dari
penurunan tarif listrik dan angkutan udara. Deflasi
tarif listrik sejalan dengan kebijakan penyesuaian tarif
dimana tarif Maret 2016 mengalami penurunan
menjadi Rp1.355 per KwH dari sebelumnya sebesar
Rp1.392 per KwH. Demikian juga kebijakan
Kementerian Perhubungan (Kemenhub)10 yang
memutuskan adanya penurunan sebesar 5% terhadap
tarif batas atas dan batas bawah penumpang layanan
kelas ekonomi angkutan udara berjadwal dalam
negeri menyebabkan angkutan udara tercatat deflasi
pada triwulan laporan.
Ditengah meningkatnya produksi pangan, tekanan
inflasi kelompok Volatile Foods justru meningkat
secara signifikan dari 4,5% (yoy) menjadi 13,7% (yoy),
lebih tinggi dari historisnya. Peningkatan tekanan
inflasi terutama didorong oleh kenaikan kelompok
Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga berjadwal Dalam
Negeri
INFLASI ADMINISTERED PRICE (% yoy)
TW IV-2015 1,00% TW I-2016 4,33%
Komoditas (+) Varian Rokok Komoditas (-) Tarif Listrik
Angkutan Udara
INFLASI VOLATILE FOOD (% yoy)
TW IV-2015 4,50% TW I-2016 13,73%
Komoditas (+) Cabai merah Bawang merah
Komoditas (-) Beras Daging ayam ras
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INFLASI
23
bahan makanan, lebih spesifiknya lagi bumbu-
bumbuan terutama cabai merah dan bawang merah.
Kenaikan harga diperkirakan terkait dengan gangguan
pasokan berkaitan dengan erupsi Gunung Sinabung.
Selain itu, lebih menariknya harga di daerah lain yang
berbatasan dengan Sumatera Utara menyebabkan
pasokan kedua komoditas tersebut diduga mengalir
ke luar Sumatera Utara. Erupsi Gunung Sinabung yang
kembali terjadi pada awal Maret lalu juga cukup
berpengaruh terhadap produksi komoditas
hortikultura mengingat daerah sekitar Gunung
Sinabung merupakan sentra produk hortikultura.
2.3 Perkembangan Inflasi
Fundamental
Inflasi inti (core inflation) relatif terkendali,
meskipun mengalami sedikit peningkatan menjadi
5,23% (yoy), dibanding triwulan IV 2015 yang
tercatat sebesar 4,39% (yoy). Peningkatan tekanan
inflasi inti diduga disebabkan oleh ekspektasi inflasi
dan faktor eksternal. Komoditas pendorong inflasi
pada triwulan ini utamanya komoditas mobil, kontrak
rumah dan emas perhiasan. Kenaikan inflasi
komoditas mobil diduga disebabkan oleh
meningkatnya biaya operasional dan dan dampak
depresiasi nilai tukar pada periode yang lalu. Dapat
ditambahkan bahwa beberapa pabrikan kendaraan
merk dagang pada periode lalu ditutup dengan alasan
tingginya biaya operasional yang bersumber dari
kenaikan UMP dan biaya bahan baku impor.
Sementara kenaikan kontrak rumah juga sejalan
dengan peningkatan harga properti yang terus
menjulang seiring permintaan masyarakat yang terus
meningkat akan hunian (Grafik 2.6).
Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
Grafik 2.6 Survei Harga Properti Residensial
2.4 Inflasi Menurut Kelompok
Barang dan Jasa
Grafik 2.7 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara
Peningkatan inflasi triwulan I 2016 terjadi di hampir
semua kelompok komoditas. Dua kelompok yang
justru mengalami penurunan adalah kelompok
kesehatan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas
dan bahan bakar (Tabel 2.4). Berturut-turut kelompok
yang memiliki andil terbesar terhadap inflasi tahunan
pada triwulan I 2016 adalah kelompok bahan
makanan (3,45%), makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau (1,69%), dan perumahan, air, listrik, gas dan
bahan bakar (0,72%).
CORE INFLATION (% yoy)
TW IV-2015 4,39% TW I-2016 5,23%
Komoditas (+) Mobil Kontrak rumah Emas perhiasan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INFLASI
24
2.4.1 Kelompok Bahan Makanan
Berdasarkan kelompoknya, kelompok Bahan
Makanan mengalami peningkatan inflasi tertinggi,
dari 4,4% (yoy) menjadi 14,8% (yoy). Subkelompok
utama yang menyumbang peningkatan tersebut
adalah bumbu-bumbuan (khususnya komoditas cabai
merah dan bawang merah) serta daging dan hasil-
hasilnya (khususnya komoditas daging ayam ras dan
nuggets). Tingginya inflasi komoditas cabai merah
disebabkan oleh terganggunya pasokan seiring
dengan berakhirnya masa panen dan terjadinya erupsi
Gunung Sinabung yang merupakan sentra produksi
hortikultura. Selain itu, komoditas cabai merah
diperkirakan juga banyak diperdagangkan keluar
provinsi, karena disparitas harga yang cukup besar.
Tabel 2.3 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
Tabel 2.4 Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Sumber: BPS, diolah
Sementara itu, inflasi pada sub kelompok padi-padian,
umbi-umbian dan hasilnya tercatat turun sebesar
7,7% (yoy), dari sebelumnya 10,3% (yoy). Penurunan
ini utamanya berasal dari komoditas beras yang
memasuki masa panen. Pada awal triwulan,
komoditas beras sempat mengalami kenaikan pada
awal triwulan, meskipun tidak signifikan.
Permasalahan distribusi diperkirakan menjadi
penyebab kenaikan harga beras tersebut. Namun
seiring dengan program TPID Provinsi Sumatera Utara
dalam stabilisasi harga beras, tekanan inflasi
komoditas ini pun relatif mereda, bahkan tercatat
deflasi. Harga beras tercatat menurun sebesar 2,97%
pada bulan Maret setelah dilakukannya Operasi Pasar
Cadangan Beras Pemerintah (OP CBP) dan penyaluran
beras untuk rakyat sejahtera (rastra). Ke depan, untuk
mendukung stabilisasi harga beras, Kementerian
Pertanian akan berupaya menjaga kestabilan harga
beras melalui inisiasi Program Toko Tani Indonesia
(TTI) yang diharapkan cukup efektif dalam memangkas
rantai distribusi beras.
Sumber: Survei Pemantauan Harga, KPw BI Sumut
Grafik 2.8 Pergerakan Harga Beras (Berbagai Kualitas)
Tabel 2.5 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Sumber: BPS, diolah
2.4.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok
dan Tembakau
Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok,
dan Tembakau pada triwulan I 2016 juga meningkat
cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Inflasi (yoy) kelompok ini meningkat dari 6,4% menjadi
10,7%. Mneingkatnya inflasi didorong oleh
meningkatnya harga seluruh komoditas, terutama
pada subkelompok makanan jadi serta tembakau dan
minuman beralkohol.
Komoditas dengan sumbangan inflasi (yoy) tertinggi
adalah berbagai varian rokok. Secara berurut dari
andil inflasi tertinggi adalah rokok kretek filter, rokok
kretek, dan rokok putih. Kenaikan tersebut seiring
IV I Arah Andil (yoy)
Bahan Makanan 4,4 14,8 3,4
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 6,2 10,8 1,7
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 4,0 3,0 0,7
Sandang 4,0 4,8 0,3
Kesehatan 6,0 4,9 0,2
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 5,9 6,0 0,4
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -2,8 1,8 0,4
Umum 3,3 7,2 7,2
2016Kelompok
2015
2015 2016
IV I
BAHAN MAKANAN 4,2 14,8 3,4
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 10,3 7,7 0,4
Daging dan Hasil-hasilnya 10,7 12,4 0,3
Ikan Segar 1,5 0,3 0,0
Ikan Diawetkan 4,3 2,5 0,0
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 7,5 7,9 0,2
Sayur-sayuran 1,5 10,6 0,2
Kacang-kacangan 3,6 8,3 0,0
Buah-buahan 7,6 4,9 0,1
Bumbu-bumbuan -5,3 101,2 2,2
Lemak dan Minyak -2,3 -2,3 0,0
Bahan Makanan Lainnya 4,3 6,5 0,0
Arah Andil
(yoy)Kelompok
2015 2016
IV I
MAKANAN JADI 6,4 10,7 1,7
Makanan Jadi 3,2 7,1 0,6
Minuman yang Tidak Beralkohol 8,9 8,8 0,2
Tembakau dan Minuman Beralkohol 10,8 18,7 0,8
Kelompok Arah Andil
(yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INFLASI
25
dengan kenaikan cukai rokok11 rata-rata sebesar
11,2% yang diberlakukan efektif per 1 Januari 2016
oleh Pemerintah.
2.4.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan
Bahan Bakar
Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan
Bahan Bakar pada triwulan I 2016 menurun menjadi
3% (yoy), dari sebelumnya 4,1% (yoy). Subkelompok
yang mengalami penurunan inflasi adalah bahan
bakar, penerangan, dan air, yang tercatat deflasi -
0,6% (yoy), dari sebelumnya inflasi 5,2% (yoy).
Tabel 2.6 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sumber: BPS, diolah
Komoditas yang mendorong deflasi subkelompok ini
adalah tarif listrik sejalan dengan kebijakan
penyesuaian tarif pada Maret 2016 menjadi Rp1.355
per KwH dari sebelumnya sebesar Rp1.392 per KwH.
Sementara itu, inflasi subkelompok biaya tempat
tinggal sedikit meningkat dari 3,8% (yoy) menjadi 4,3%
(yoy), didorong oleh peningkatan harga kontrak
rumah. Meningkatnya harga komoditas kontrak
rumah beriringan dengan makin mahalnya biaya
properti di tengah masih tingginya permintaan
masyarakat akan hunian. Selain itu, kenaikan bahan
bangunan dengan impor content (antara lain keramik,
granit dan gypsum) seiring dengan pelemahan nilai
tukar, kenaikan upah buruh bangunan terkait
kenaikan UMP, serta kenaikan harga lahan terkait
semakin terbatasnya lahan pemukiman di area
perkotaan diperkirakan menjadi faktor peningkatan
biaya properti.
2.4.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok Sandang meningkat dibanding
triwulan lalu, dari 4,0% (yoy) menjadi 4,8% (yoy).
Inflasi kelompok ini utamanya didorong oleh
peningkatan inflasi subkelompok sandang wanita dan
subkelompok barang pribadi dan sandang lain.
Komoditas penyumbang inflasi utama dalam
kelompok ini diantaranya baju batik, gaun/terusan
dan baju muslim wanita, yang mengalami kenaikan
harga setiap bulan, seiring dengan kecenderungan
meningkatnya permintaan menjelang hari raya
keagamaan.
Tabel 2.7 Inflasi Kelompok Sandang
Sumber: BPS, diolah
Tabel 2.8 Inflasi Kelompok Kesehatan
Sumber: BPS, diolah
2.4.5 Kelompok Kesehatan
Inflasi Kelompok kesehatan menurun dari 6,1% (yoy)
menjadi 4,9% (yoy). Penurunan inflasi kelompok ini
didorong oleh penurunan inflasi pada subkelompok
jasa kesehatan, jasa perawatan jasmani, serta
perawatan jasmani dan kosmetika. Komoditas yang
memberikan andil terhadap penurunan inflasi
tahunan yaitu tarif dokter umum, facial dan tarif
gunting rambut pria.
Tarif dokter umum turun signifikan pada bulan Januari
diduga seiring dengan semakin banyaknya
penggunaan pelayanan kesehatan melalui BPJS.
Sementara tarif facial dan tarif gunting rambut pria
diduga kembali ke posisi normalnya terkait telah
2015 2016
IV I
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB 4,1 3,0 0,7
Biaya Tempat Tinggal 3,8 4,3 0,5
Bahan Bakar, Penerangan dan Air 5,2 -0,6 0,0
Perlengkapan Rumah Tangga 3,5 6,3 0,1
Penyelenggaraan Rumah Tangga 3,7 3,9 0,2
Kelompok Arah Andil
(yoy)2015 2016
IV I
SANDANG 4,0 4,8 0,3
Sandang Laki-Laki 3,9 2,7 0,1
Sandang Wanita 6,8 10,1 0,1
Sandang Anak-Anak 3,3 3,5 0,1
Barang Pribadi dan Sandang Lain 2,1 3,4 0,1
Kelompok Arah Andil
(yoy)
2015 2016
IV I
KESEHATAN 6,1 4,9 0,2
Jasa Kesehatan 1,7 0,9 0,0
Obat-obatan 1,4 2,1 0,0
Jasa Perawatan Jasmani 8,8 2,4 0,0
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 10,4 9,4 0,2
Kelompok Arah Andil
(yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INFLASI
26
usainya aktivitas hari besar keagamaan Natal dan
Tahun Baru.
2.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
relatif stabil. Inflasi tahunan (yoy) kelompok ini
sebesar 6,0%. Terjaganya inflasi kelompok ini
utamanya terjadi karena stabilnya inflasi seluruh sub
kelompok, kecuali subkelompok olahraga yang
mengalami deflasi. Subkelompok pendidikan masih
mencatat inflasi cukup tinggi 9,2% (yoy), utamanya
didorong oleh inflasi komoditas sekolah dasar dan
menengah. Masih tingginya inflasi komoditas ini perlu
mendapatkan perhatian, karena pentingnya biaya
pendidikan yang murah dan terjangkau dalam
meningkatkan kualitas SDM.
Tabel 2.9 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
Sumber: BPS, diolah
Tabel 2.10 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Sumber: BPS, diolah
2.3.2 Kelompok Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan
Inflasi kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan meningkat dari -2,8% (yoy) menjadi 1,8%
(yoy). Peningkatan inflasi kelompok ini didorong oleh
peningkatan inflasi pada subkelompok transpor.
Komoditas yang memberikan andil inflasi terhadap
peningkatan inflasi kelompok ini adalah mobil.
Peningkatan harga mobil diperkirakan disebabkan
oleh penyesuaian harga oleh distributor terkait
meningkatnya biaya operasional dan masih mahalnya
komponen impor.
2.5 Perbandingan Inflasi Antar
Provinsi/Kota di Sumatera
Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau Sumatera
pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 5,71% (yoy), di
atas laju inflasi nasional sebesar 4,45% (yoy). Inflasi
Sumatera pada triwulan laporan lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya (3,05%; yoy).
Selain Provinsi Aceh, seluruh Provinsi di Sumatera
mencatat laju inflasi di atas nasional. Provinsi
Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Barat tercatat
sebagai Provinsi tertinggi pertama dan kedua secara
nasional.
Sementara itu pada bulan Maret 2016, dari 23 kota
IHK di Pulau Sumatera, 19 kota mengalami inflasi.
Salah satu diantaranya bahkan tercatat mempunyai
inflasi bulanan tertinggi se-Indonesia yaitu di
Bukittinggi sebesar 1,18% (mtm). Inflasi terendah
terjadi di Bengkulu sebesar 0,04% (mtm). Deflasi
tertinggi terjadi di Tanjung Pandan -1,22% (mtm).
Tingginya inflasi Sumatera Utara pada triwulan
laporan perlu diwaspadai agar inflasi tahun 2016 tetap
terjaga pada sasarannya sebesar 4 + 1%.
Gambar 2.1 Sebaran Inflasi Sumatera
2.6 Upaya Pengendalian Inflasi
Memperhatikan kecenderungan inflasi Sumatera
Utara yang masih cenderung fluktuatif, Tim
Pengendalian Inflasi Daerah yang terdiri dari Bank
Indonesia, Bulog dan SKPD terkait di level Provinsi dan
Kabupaten/Kota, terus berupaya melakukan berbagai
koordinasi intensif untuk menjaga inflasi yang rendah
dan stabil. Untuk menghadapi inflasi yang biasanya
meningkat menjelang puasa/lebaran, telah dilakukan
Rapat Koordinasi Provinsi (Rakorprov) TPID se-
2015 2016
IV I
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 6,2 6,0 0,4
Pendidikan 9,3 9,2 0,4
Kursus-Kursus / Pelatihan 0,6 0,6 0,0
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 3,9 4,3 0,0
Rekreasi 2,3 1,6 0,0
Olahraga 3,3 0,7 0,0
Kelompok Arah Andil
(yoy)
2015 2016
IV I
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN -2,8 1,8 0,4
Transpor -4,5 2,0 0,3
Komunikasi dan Pengiriman 0,1 0,1 0,0
Sarana dan Penunjang Transpor 7,9 3,5 0,1
Jasa Keuangan 0,0 1,5 0,0
Kelompok Arah Andil
(yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INFLASI
27
Sumatera Utara yang dilaksanakan pada tanggal 21-22
April 2016. Beberapa kesepakatan pada Rakorprov
tersebut adalah :
1. Melakukan evaluasi dan monitoring inflasi setiap
awal bulan setelah pengumuman inflasi dari Badan
Pusat Statistik.
2. Membangun kerjasama perdagangan antar
Provinsi untuk mengamankan pasokan komoditas.
3. Meningkatkan kerjasama antara Bulog dengan
Kabupaten/kota dalam menjaga kestabilan harga
baik di level petani maupun konsumen.
4. Mensosialisasikan kalender tanam agar panen
dapat terjadi sepanjang waktu sehingga tidak
terjadi kelangkaan pasokan.
5. Mengupayakan pemanfaatan teknologi
penyimpanan untuk menjaga suplai
barang/komoditas tidak tahan lama.
6. Mengupayakan penentuan harga referensi daerah
(HRD) di level petani dan Harga Eceran Tertinggi
(HET) untuk menjaga kestabilan harga.
7. Mempercepat implementasi Toko Tani Indonesia
dan Bulogmart yang untuk saat ini berfokus pada
komoditas beras, jagung dan kedelai sebagai salah
satu instrumen pengendalian harga dan
memangkas rantai distribusi.
8. Membangun pasar lelang komoditas sebagai
sarana bagi pedagang dan petani untuk dapat
langsung bertransaksi secara wajar, teratur, efisien
dan transparan sekaligus memperpendek rantai
distribusi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INFLASI
28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
29
BAB 3 PERBANKAN, STABILITAS SISTEM
KEUANGAN DAN SISTEM
PEMBAYARAN
Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada triwulan I 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara di awal tahun
2016 melambat dibanding triwulan lalu. Perlambatan kinerja perbankan terlihat pada perlambatan aset dan
kredit, sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) masih meningkat. Kondisi tersebut diiringi dengan penurunan LDR
mendekati batas atas target LDR (LFR) dan NPL yang masih dibawah level indikatif. Selain perlambatan asset,
perlambatan yang paling signifikan terjadi pada Kredit yang hanya tumbuh 3,5% (yoy), lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2015 yang mencapai 7,4% (yoy). Sementara Dana Pihak Ketiga tumbuh
lebih tinggi dari kredit sebesar 4,9% (yoy). Dengan kondisi tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun
sebesar 1,2%. Sementara itu Non Performing Loan (NPL) meningkat 3,0% (yoy). Dari sisi sistem pembayaran
terjadi perubahan dari triwulan sebelumnya yang net outflow menjadi net inflow. Selain itu terdapat shifting
pertumbuhan transaksi RTGS yang menurun digantikan dengan transaksi SKNBI yang meningkat. Hal ini
terindikasi oleh regulasi baru dalam bidang sistem pembayaran.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
30
Tabel 3.1 Indikator Perbankan Sumatera Utara Triwulan I 2016
3.1 Ringkasan Umum
Kinerja perbankan diindikasikan mengikuti siklus
ekonomi. Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada
triwulan I 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara di
awal tahun 2016 melambat dibanding triwulan IV 2015.
Perlambatan kinerja perbankan terlihat pada
pertumbuhan aset dan kredit, sementara Dana Pihak
Ketiga (DPK) masih meningkat. Kondisi tersebut diiringi
dengan penurunan LDR mendekati batas atas target
LDR (LFR) dan NPL yang masih dibawah level indikatif.
Selain perlambatan aset, perlambatan yang paling
signifikan terjadi pada Kredit yang hanya tumbuh 3,5%
(yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
triwulan IV 2015 yang mencapai 7,4% (yoy). Sementara
Dana Pihak Ketiga tumbuh lebih tinggi dari kredit
sebesar 4,9% (yoy). Dengan kondisi tersebut, Loan to
Deposit Ratio (LDR) menurun sebesar 1,2%. Sementara
itu Non Performing Loan (NPL) meningkat 3,0% (yoy).
Sementara itu, kinerja perbankan syariah masih
tumbuh pada level yang cukup baik. Ditengah
perlambatan kinerja perbankan konvensional, aset dan
kredit perbankan syariah masing-masing tumbuh 14,3%
dan 14,1%. Perkembangan perbankan syariah yang
positif tersebut mengkonfirmasi tren perbaikan yang
terjadi sejak awal tahun 2015.
Kinerja kredit yang hanya tumbuh 3,5% didominasi
oleh kredit Modal Kerja. Sektor Perdagangan Besar
dan Eceran (PBE) masih menjadi sektor penyaluran
kredit tertinggi untuk kategori korporasi sebesar 32,5%
dari total keseluruhan kredit yang disalurkan.
Sementara itu terjadi perubahan pola penerima kredit
berdasarkan kapasitas usaha UMKM pada 5 (lima)
tahun terakhir. Awal tahun 2011, pangsa penyaluran
kredit didominasi oleh pengusaha kecil, pada triwulan I
2016 bergeser ke pengusaha sedang dan mikro dimana
masing-masing dengan growth 8,7% (yoy) dan 19,8%
(yoy). Di sisi lain, kredit rumah tangga masih didominasi
oleh pertumbuhan segmen multiguna, KPR, dan KKB.
Selain itu terdapat tiga segmen dengan kue yang kecil
akan tetapi mengalami peningkatan sangat tinggi yaitu
flat atau apartemen s.d Tipe 21, furniture dan peralatan
rumah tangga, serta peralatan lainnya. Ketiga segmen
tersebut diperkirakan memiliki potensi tinggi namun
perlu dikelola dengan baik dari sisi kualitas kreditnya.
Di bidang sistem pembayaran, perlambatan ekonomi
diindikasikan oleh transaksi tunai yang mengalami
inflow. Pada triwulan I 2016, terjadi perubahan dari
triwulan sebelumnya yang memiliki kecenderungan
outflow menjadi kembali net inflow, sebagaimana pola
historisnya. Transaksi inflow cukup tinggi dan umum
terjadi setelah perayaan hari besar dimana tingkat
konsumsi masyarakat meningkat. Namun demikian,
transaksi non tunai mengalami peningkatan terutama
transaksi menggunakan kliring. Pembatasan transaksi
RTGS yang hanya dapat dilakukan untuk nominal di atas
Rp.500 Juta, berdampak pada peningkatan transaksi
kliring dan pembayaran transfer antara bank.
3.2 Analisis Perbankan Daerah
Pertumbuhan aset perbankan Sumatera Utara
mengalami perlambatan yang paling dalam selama 5
tahun terakhir. Pada triwulan I 2016, aset total
perbankan Sumatera Utara tercatat sebesar Rp243,6
triliun dengan tingkat pertumbuhan 4,0% (yoy), terus
melambat dibandingkan triwulan IV 2015 yang
tumbuh sebesar 5,7% (yoy). Perlambatan ini
didominasi perlambatan pada perbankan
Total Aset Triliun Rp 183,83 190,50 203,40 214,97 216,03 222,66 229,54 233,09 234,20 241,04 255,48 246,34 243,59
Pertumbuhan Aset (%yoy) 12,32 12,97 15,15 15,79 17,52 16,88 12,85 8,43 8,41 8,25 11,30 5,68 4,01
Kredit Triliun Rp 133,86 140,29 146,56 156,00 155,96 159,71 159,26 166,88 167,08 172,07 180,50 179,30 172,99
Pertumbuhan Kredit (%yoy) 21,98 18,68 18,41 18,56 16,51 13,84 8,67 6,97 7,13 7,74 13,34 7,44 3,54
DPK Triliun Rp 137,93 139,77 148,62 155,88 158,18 167,29 174,67 179,42 178,48 183,43 191,60 185,58 187,21
Pertumbuhan DPK (%yoy) 7,05 7,87 9,65 11,45 14,68 19,69 17,53 15,10 12,83 9,65 9,69 3,43 4,89
LDR % 97,05 100,32 98,61 100,08 98,60 95,47 91,18 93,01 93,61 93,81 94,21 96,61 92,40
NPL-Gross % 2,25 2,27 2,29 2,12 2,42 2,58 2,77 2,49 2,72 3,04 3,2 2,96 3,04
ASET PERBANKAN
NOMINAL DAN PERTUMBUHAN (% yoy)
TW IV-2015 Rp246,3 (5,7%) TW I-2016 Rp243,6T (4,0%)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
31
konvensional yang memiliki pangsa 95,7%, sedangkan
perbankan syariah yang memiliki pangsa 4,3% masih
mengalami peningkatan pertumbuhan.
Melambatnya aset perbankan Sumut terutama
bersumber dari perlambatan pertumbuhan kredit,
yang diduga dipengaruhi oleh masih belum pulihnya
ekspektasi pelaku ekonomi akan kondisi
perekonomian. Perlambatan ini diduga juga karena
faktor adanya beberapa regulasi baru yang
direncanakan akan diterbitkan oleh pihak otoritas.
Salah satunya adalah rencana pemberlakuan
pembatasan Net Interest Margin (NIM). Isu tersebut
ditengarai mempengaruhi risk appetite pemegang
saham sehingga menyebabkan penurunan saham
perbankan yang cukup signifikan terutama pada Bank
BUKU IV. Penurunan equitas berpengaruh pada
penyesuaian neraca bank yang pada akhirnya
menyebabkan perubahan pada aset likuid bank yang
berpengaruh pada aset bank secara keseluruhan.
Pertumbuhan aset perbankan Sumatera Utara ini di
bawah nasional.
Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan
Di tengah perlambatan pertumbuhan sejak triwulan
IV 2014, Dana Pihak Ketiga (DPK) menunjukkan
perbaikan. Pada triwulan I 2016, posisi DPK di
Perbankan Sumatera Utara tercatat sebesar Rp187,2
triliun, tumbuh 4,9% (yoy), meningkat dibanding
triwulan sebelumnya yang tercatat tumbur 3,4% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan DPK terjadi baik di
perbankan konvensional maupun syariah.
Grafik 3.2 Pangsa Dana Pihak Ketiga (DPK)
Peningkatan pertumbuhan DPK terjadi pada seluruh
komponen, baik giro, tabungan maupun deposito.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tabungan, diikuti
oleh deposito dan giro, masing-masing tumbuh
sebesar 7,8%, 3,2% dan 3,2% (yoy). Meningkatnya
pertumbuhan DPK sesuai dengan polanya, setelah
tingginya aktivitas konsumsi masyarakat pada triwulan
lalu terkait Natal dan Tahun Baru.
Pangsa DPK terbesar masih didominasi oleh deposito
senilai Rp85,9 triliun (46,3% dari total DPK) dengan
kecenderungan yang meningkat, di tengah penurunan
suku bunga deposito. Hal ini seiring dengan
meningkatnya optimisme masyarakat terkait
membaiknya harga komoditas. Optimisme masyarakat
juga tercermin dari menurunnya pangsa tabungan
sementara pangsa giro meningkat, yang
mengindikasikan peningkatan pencadangan dana
untuk kebutuhan bisnis. Peningkatan giro terutama
bersumber dari meningkatnya saldo giro pemerintah
di bank umum seiring dengan masih terbatasnya
proyek-proyek infrastruktur sesuai dengan polanya,
yang didukung pula oleh peningkatan suku bunga giro
sementara suku bunga tabungan menurun.
Dominasi deposito yang mencapai hingga 45,9% dari
komposisi DPK, mempengaruhi pertumbuhan DPK
secara keseluruhan. Dapat ditambahkan bahwa
pertumbuhan DPK diindikasikan terkait dengan
kebijakan capping suku bunga deposito Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) melalui Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan No.11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
diperkirakan menekan pertumbuhan DPK untuk
tumbuh lebih tinggi.
DANA PIHAK KETIGA
NOMINAL DAN PERTUMBUHAN (% yoy)
TW I 2016 Rp187,2T (3,4%) TW IV 2015 Rp185,6T (4,9%)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
32
Grafik 3.3 Perkembangan Komponen DPK
Grafik 3.4 Perkembangan Suku Bunga DPK
Suku bunga deposito menurun tajam sampai dengan
6,9% sejak triwulan III tahun 2015. Penurunan juga
diikuti oleh suku bunga tabungan yang cenderung
stabil sepanjang tahun (1,9%) dan sementara suku
bunga Giro mengalami kenaikan 2,0%.
Penurunan suku bunga deposito turut mendukung
masyarakat untuk memilih instrumen keuangan yang
lebih likuid dan margin yang lebih tinggi dari suku
bunga deposito seperti saham dan obligasi.
Penerbitan obligasi pemerintah/sukuk pada triwulan
laporan mendapatkan animo yang sangat tinggi dari
masyarakat dan terjual dalam waktu yang relatif
singkat.
12 Konsep penyaluran KREDIT dibagi menjadi dua: (1) lokasi bank dan
(2) lokasi proyek. Poin (1) mengacu pada data penyaluran kredit oleh
Bank yang ada di Sumut sementara poin (2) mengacu pada kredit
yang tersalur dari Bank daerah manapun untuk proyek/usaha yang
berlokasi di Sumut. Dalam buku ini, poin (1) digunakan untuk
Modal Kerja Investasi Konsumsi
Rp82,24T Rp51,34T Rp39,39T Tumbuh 3,2%
(yoy) Tumbuh
6,4% (yoy) Tumbuh
0,8% (yoy)
Grafik 3.5 Perkembangan Kredit
Posisi kredit12 pada triwulan I 2016 tercatat sebesar
Rp173,0 triliun, menunjukkan sedikit penurunan
dibanding triwulan sebelumnya. Kredit perbankan
tumbuh 3,5% (yoy), menurun dibanding triwulan
sebelumnya yang tumbuh 7,4% (yoy). Hal tersebut
dikarenakan secara umum perbankan dalam
menyalurkan kredit cenderung prosiklikal mengikuti
siklus ekonomi. Ekspektasi perlambatan ekonomi
biasanya diikuti dengan perlambatan penyaluran kredit,
dan sebaliknya. Melambatnya penyaluran kredit juga
terjadi pada level nasional.
Meskipun secara agregat kredit perbankan mengalami
penurunan, namun pembiayaan berbasis syariah
meningkat 8,3% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa
potensi pengembangan perbankan syariah di Sumatera
Utara masih sangat besar.
mengases kinerja perbankan, sementara poin (2) untuk mengases
PDRB serta ketahanan korporasi, UMKM dan rumah tangga. Angka
nominal kredit antara dua konsep tersebut jumlahnya sangat
mungkin berbeda.
KREDIT
NOMINAL DAN PERTUMBUHAN (% yoy)
TW IV 2015 Rp179,3T (7,4%) TW I 2016 Rp173,0T (3,5%)
PANGSA KREDIT (%) TW I-2016 Kredit Modal Kerja 45,9%
Kredit Investasi 28,6% Kredit Konsumsi 22,0%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
33
Grafik 3.6 Perkembangan Perbankan Sumut-Nasional
Komposisi Kredit dari sisi penggunaan masih
didominasi oleh kredit modal kerja dengan
kecenderungan melambat. Kondisi ini dipengaruhi
oleh suku bunga kredit yang masih cukup tinggi, secara
agregat 11,4%.
Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada semua
komponen kredit. Dengan porsi 47,5% dari total kredit,
kredit modal kerja pada triwulan I 2016 tumbuh
melambat dari 9,5% menjadi 3,1% (yoy). Perlambatan
kredit modal kerja diperkirakan sejalan dengan
melambatnya impor barang modal. Senada dengan hal
itu, kredit investasi dengan pangsa 29,7% dari total
kredit, juga tumbuh melambat di tengah Investasi
dalam PDRB Sumatera Utara yang masih tumbuh
meningkat. Kondisi ini diduga seiring dengan preferensi
wait and see pelaku usaha karena kapasitas utilisasi
masih di bawah optimal serta masih belum
terealisasikannya proyek-proyek investasi sebagai-
mana polanya. Meski demikian, peningkatan konsumsi
dalam PDRB Sumatera Utara dapat menahan stabilnya
penyaluran kredit Konsumsi.
Grafik 3.7 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenisnya
Grafik 3.8 Perkembangan Suku Bunga Kredit
Grafik 3.9 Perkembangan Intermediasi Perbankan
Sejalan dengan penurunan BI rate dari 7,5% menjadi
6,75% pada triwulan I 2016, suku bunga kredit mulai
menurun namun masih sangat terbatas. Masih
tertahannya penurunan suku bunga kredit ini diduga
karena masih belum efisiennya operasional
perbankan, meskipun suku bunga DPK menunjukkan
penurunan yang lebih cepat dibandingkan penurunan
suku bunga kredit. Kondisi ini diperkirakan turut
menahan peningkatan pertumbuhan kredit.
TW IV-
2015
TW I-
2016
LDR 96,6% 92,4%
LDR
Konvensional 96,6% 92,0%
FDR
Syariah
97,9% 101,4%
Perlambatan pertumbuhan indikator makro
perbankan berpengaruh pada intermediasi yang
tercermin pada Loan to Deposit Ratio (LDR) yang
secara agregat menurun dari 96,6% menjadi 92,4%.
Penurunan ini sejalan dengan kondisi perbankan
konvensional. Namun, pertumbuhan DPK yang lebih
rendah dibanding pembiayaan di perbankan syariah
menyebabkan Financing to Deposit Ratio (FDR)
perbankan syariah meningkat dari 97,8% menjadi
101,4%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
34
Pada triwulan I 2016, risiko perbankan Sumatera
Utara menunjukkan peningkatan, meski masih di
bawah level indikatif. Non Performing Loans (NPL)
meningkat menjadi 3,0% dan termasuk yang tertinggi
dalam 5 tahun terakhir, meski masih dibawah batas
aman 5%. Sementara itu, Non Performing Financing
(NPF) perbankan syariah juga masih tinggi diatas
8,0%, meski mulai ada indikasi perbaikan. Peningkatan
NPL yang diikuti dengan penurunan kredit didominasi
oleh kredit modal kerja, turut menaikkan risiko
likuiditas perbankan.
Grafik 3.10 Perkembangan Risiko Kredit (NPL & NPF)
3.3 Ketahanan Sektor Korporasi dan
UMKM
Kredit perbankan yang tersalur untuk sektor
korporasi13 di Sumatera Utara pada triwulan I 2016
mengalami perlambatan. Total kredit sektor
korporasi mencapai Rp169,06 triliun. Kredit korporasi
di Sumut tumbuh 2,8% (yoy), lebih rendah dari
triwulan sebelumnya, sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan ekonomi.
Kredit korporasi di Sumut sebagian besar (84%)
tersalur ke tiga kategori utama, yaitu Perdagangan
Besar dan Eceran (PBE, 32,5%), industri pengolahan
13 Merupakan kredit modal kerja atau investasi untuk pelaku usaha
(28,1%), dan pertanian (23,4%). Dari ketiga sektor
tersebut, hanya kredit kepada pertanian yang
meningkat, sementara kepada kedua sektor lainnya
melambat.
Realisasi kredit korporasi yang melambat terutama
didorong oleh perlambatan penyaluran kredit pada
sektor PBE dan industri pengolahan. Aktivitas
perekonomian yang masih relatif lemah maupun sikap
pelaku usaha yang cenderung wait and see terhadap
perkembangan pasar komoditas ke depan menahan
penyaluran kredit dari sisi permintaan.
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Korporasi di Sumut
Penyaluran kredit ke sektor industri pengolahan justru
relatif tertekan ditengah capaian yang relatif
cemerlang pada triwulan I 2016. Masih belum kuatnya
dorongan fundamental terutama dari sisi global belum
mampu meningkatkan optimisme perbankan
terhadap sektor ini maupun permintaan kreditnya.
Sementara itu, penyaluran kredit ke kategori
pertanian justru relatif meningkat meski kinerja
perekonomian sedang melambat. Adanya kontrak
biodiesel untuk periode 6 bulan ke depan yang telah
dilakukan pemerintah meningkatkan optimisme
perbankan dan pelaku usaha dalam meningkatkan
kapasitas permodalannya.
Grafik 3.12 Perkembangan NPL Kredit Korporasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
35
Perlambatan kredit kepada korporasi diikuti dengan
peningkatan risiko kredit. Kenaikan NPL14 terjadi pada
dua dari tiga sektor utama Sumut, yaitu sektor
pertanian dan sektor PBE. Perlambatan kredit sektor
PBE yang disertai dengan peningkatan NPL
menunjukkan peningkatan risiko likuiditas kepada
sektor PBE, meski angka NPL masih dibawah batas
aman 5,0%.
Komposisi kredit UMKM sebesar 28,5% dari
keseluruhan penyaluran kredit di Sumatera Utara
dan masih lebih rendah dari kredit Non UMKM. Porsi
ini terus meningkat dan menunjukkan bahwa sektor
UMKM masih memiliki potensi besar untuk meningkat
ditengah perekonomian yang sedang melambat. Jika
dilihat berdasarkan kategori kredit yang disalurkan,
Kredit menengah memiliki porsi paling besar sebesar
43% dan menurun -5,2% dari triwulan sebelumnya.
Selain Usaha menengah, usaha mikro juga meningkat
stabil dalam 5 tahun terakhir terakhir dengan porsi
terakhir pada 24,6%. Usaha kecil relatif stabil.
Grafik 3.13 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM vs Non
UMKM di Sumut
14 NPL dalam laporan ini adalah NPL gross, yang menunjukkan
persentase kredit kolektibilitas 3 (kurang lancar), 4 (diragukan) dan
5 (macet) terhadap total outstanding kredit
Penurunan porsi Usaha menengah di tengah
peningkatan porsi mikro dan kecil patut diwaspadai
seiring dengan perlambatan perekonomian.
Grafik 3.14 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM di Sumut
Grafik 3.15 Perkembangan Kredit UMKM di Sumut
Grafik 3.16 Perkembangan NPL Kredit UMKM
Perlambatan penyaluran kredit kepada sektor UMKM
diikuti oleh peningkatan risiko kredit. Hal ini
tercermin dari kenaikan NPL pada seluruh jenis kredit
UMKM yang bahkan sudah di atas level indikatif 5%,
kecuali kredit kepada usaha mikro. Kondisi ini
menunjukkan bahwa sektor UMKM juga terdampak
oleh perlambatan ekonomi.
KREDIT UMKM
NOMINAL DAN PERTUMBUHAN (% yoy)
TW IV 2015 Rp48,9T (9,6%)
TW I 2016 Rp48,2T (5,6%)
NOMINAL DAN PANGSA KREDIT (%) TW I-2016
Kredit Usaha Mikro Rp11,8T (24,6%)
Kredit Usaha Kecil Rp15,6T (32,4%)
Kredit Usaha Menengah Rp20,7T (43%)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
36
3.4 Ketahanan Sektor Rumah
Tangga
Posisi kredit perbankan kepada sektor rumah tangga
di Sumut pada triwulan I 2016 tercatat sebesar
Rp42,9 triliun. Kredit tersebut didominasi oleh kredit
multiguna (46,4%), kredit pemilikan rumah/KPR
(32,6), serta kredit kendaraan bermotor/KKB (11%)
Kredit sektor rumah tangga tumbuh 4,7% (yoy),
meningkat dibanding triwulan lalu yang mencapai
4,5% (yoy). Peningkatan tersebut terjadi sejalan
dengan peningkatan pertumbuhan konsumsi
Sumatera Utara.
Tabel 3.2 Alokasi Penghasilan Rumah Tangga Sumut
Grafik 3.17 Perkembangan Kredit Rumah Tangga
Pada tahun 2015 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) No.17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan
to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau
Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau
Semua jenis kredit konsumsi rumah tangga
mengalami tekanan pertumbuhan, kecuali kredit
multiguna. Kredit multiguna meningkat dari 5,1%
(yoy) pada triwulan lalu menjadi 6,8% (yoy) pada
triwulan laporan. Sementara itu kredit perumahan
rakyat (KPR) melambat terbatas. Di sisi lain, kredit
kendaraan bermotor (KKB) posisi akhir triwulan I 2016
terkontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan
sebelumnya. Penurunan KPR diperkirakan sejalan
dengan kebijakan LTV yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia15. Sementara itu kenaikan harga kendaraan
bermotor di tengah penurunan harga BBM
diperkirakan berdampak signifikan pada penurunan
daya beli masyarakat sehingga relaksasi ketentuan LTV
untuk KKB belum berdampak untuk meningkatkan laju
pertumbuhan kredit konsumsi ini.
Grafik 3.18 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga
Meski hampir seluruh kredit konsumsi Rumah Tangga
tumbuh melambat, namun terdapat 3 segmen kredit
yang mengalami peningkatan drastis secara tahunan
yaitu Flat atau apartemen s.d Tipe 21 (157,2%),
Furniture dan peralatan rumah tangga (221,1%), dan
peralatan lainnya (128,3%).
Ketiga segmen ini memiliki kue yang lebih kecil dari
segi volume dan nominal dari kredit Multiguna, KPR
dan KBB. Meskipun suku bunga tertimbang yang
ditawarkan bank untuk ketiga segmen ini relatif tinggi,
yaitu flat atau apartemen tipe 21 (suku bunga 18,0%),
furniture dan peralatan rumah tangga (suku bunga
11,5%) serta peralatan lainnya (suku bunga 10,1%).
Kenaikan segmen ini diduga bersumber dari
Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Aturan baru tersebut
meliputi kenaikan 10% rasio LTV untuk kredit properti semua
tipe rumah serta penurunan 5% uang muka kredit kendaraan
bermotor.
Kredit RT I 2015 II 2015 III 2015 IV 2015 I 2016
Multiguna 45,5% 45,6% 45,3% 45,8% 46,4%
KPR 33,9% 33,5% 33,2% 32,8% 32,6%
KKB 12,0% 11,9% 12,2% 11,3% 11,0%
Lainnya 8,7% 9,0% 9,3% 10,1% 10,0%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
37
pembangunan sektor swasta di kota Medan terutama
pembangunan apartemen.
Peningkatan kredit Rumah Tangga diiringi dengan
kenaikan risiko kredit. Hal ini tercermin dari NPL, yang
meski masih dibawah batas aman 5% (kecuali KPR),
namun cenderung meningkat. Peningkatan tersebut
terjadi baik di multiguna maupun KPR, sementara NPL
kredit KKB relatif stabil. Hal ini diduga terkait dengan
masih berlanjutnya penurunan harga komoditas yang
berdampak pada penurunan daya beli masyarakat.
3.5 Perkembangan Sistem
Pembayaran
3.5.1 Sistem Pembayaran Non Tunai
Kegiatan sistem pembayaran di Sumatera Utara juga
mengalami perubahan yang cukup signifikan pada
transaksi tunai maupun non tunai. Di transaksi non
tunai, transaksi kliring mengalami kenaikan yang
cukup signifikan sementara transaksi RTGS mengalami
penurunan. Di transaksi tunai, pada triwulan I 2016
mengalami net inflow dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mengalami net outflow.
Transaksi Non Tunai yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia terdiri dari transaksi RTGS, SKNBI dan
Transaksi APMK. Transaksi RTGS mengalami
penurunan yang cukup signifikan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Salah satu faktor penyebab
adalah implementasi RTGS Gen II pada 16 Desember
2015. Pembayaran melalui RTGS hanya dapat
dilakukan untuk transaksi di atas Rp.500 Juta.
Penurunan tersebut cukup signifikan secara nominal
mencapai -32,6% (qtq) dan secara volume -0,24%
(qtq). Penurunan volume yang relatif rendah salah
satunya dikarenakan rata-rata hari kerja pada triwulan
I tahun 2016 lebih banyak dari triwulan IV 2015.
16 SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia), berbeda
dengan BI RTGS, setelmennya periodik (netting) serta untuk
transaksi bernilai kecil (maksimal Rp.500 juta)
Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS
Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Kliring
Di sisi lain, transaksi kliring melalui SKNBI16
nominalnya tercatat sebesar Rp111 triliun atau
meningkat secara nominal 36,3% dan secara volume
35,8% dibandingkan triwulan IV 2015. Hal ini sejalan
dengan penurunan transaksi RTGS. Masyarakat yang
akan melakukan transaksi di bawah Rp500 Juta,
dilakukan melalui mekanisme SKNBI. Bank Indonesia
sejak 5 Juni 2015 telah mengimplementasikan SKNBI
Gen II dimana terdapat zonasi settlement. Proses
netting kliring yang sebelumnya hanya dilakukan 2 kali
dalam satu hari menjadi 5 kali netting dalam satu hari
sehingga transaksi dapat dilakukan lebih cepat.
3.5.2 Kinerja Sistem Pembayaran Tunai
Penyetoran uang kartal melalui Bank Indonesia di
Medan, Pematang Siantar, dan Sibolga pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp9,6 triliun, tumbuh
melambat dari triwulan sebelumnya sebesar 42,8%
(yoy) menjadi sebesar 15,7% (yoy). Sedangkan
penarikan uang kartal oleh perbankan dari Bank
Indonesia juga melambat dari 25,8% (yoy) menjadi
20,6% (yoy), menjadi sebesar Rp4,5 triliun.
Melambatnya penyetoran maupun penarikan uang
kartal pada triwulan laporan sesuai dengan polanya,
36
37
38
38
38
39
33
34
35
36
40
41
40
28
41
82
11
1
11
,2
11
,5
12
,0
11
,3
11
,2
11
,0
8,4
8,0
6,2
9,6
10
,8
17
,5
10
,9
7,6
10
,8
39
,5
12,49
99,01%
177,02%12,06
125,27%389,39%
-70
-20
30
80
130
0
50
100
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
yoy (%)Nominal (Triliun Rp)
Volume (ratus ribu lembar warkat)
Nominal (yoy)
Volume (yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
38
sejalan dengan kembali normalnya aktivitas
masyarakat pasca faktor musiman Natal dan Tahun
Baru pada triwulan lalu.
Aliran uang kartal di Medan mengalami net cash
inflow17 sebesar Rp5,12 triliun, setelah triwulan
sebelumnya tercatat posisi net outflow sebesar Rp3,04
triliun. Untuk Pematang Siantar juga mengalami net
outflow Rp0,4 triliyun sedangkan Sibolga mengalami
net outflow sebesar Rp0,3 triliyun.
Grafik 3.21 Penarikan dan Penyetoran di Sumut
Meningkatnya net cash inflow ini sejalan dengan pola
konsumsi masyarakat yang kembali normal setelah
adanya faktor musiman Natal dan Tahun Baru pada
triwulan lalu.
Grafik 3.22 Pemusnahan Uang Rupiah Tidak Layak
Edar di Sumatera Utara
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Provinsi
Sumatera Utara secara rutin melakukan kegiatan
penarikan uang lusuh, cacat, dan sudah dicabut dan
ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan
17 Net cash inflow mencerminkan jumlah penyetoran (inflow)
ke Bank Indonesia lebih banyak dibanding jumlah penarikan
(outflow) dari Bank Indonesia. Perhitungan inflow/outflow
uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank di wilayah
diganti dengan uang layak edar. Hal tersebut untuk
menjamin ketersediaan dan meningkatkan standar
kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat. Jumlah
uang rupiah tidak layak edar yang dimusnahkan pada
triwulan laporan menurun 8,8% dari Rp3,21 triliun
menjadi Rp2,93 triliun, seiring dengan penurunan
penyetoran uang kartal melalui Bank Indonesia. Uang
tidak layak edar yang dimusnahkan tersebut tercatat
sebesar 30% dari penyetoran uang kartal ke Bank
Indonesia di Sumatera Utara pada triwulan laporan.
Dalam kaitan dengan kebijakan clean money policy,
pada triwulan I 2016 Bank Indonesia juga
mengeluarkan uang hasil cetak sempurna senilai
Rp508 miliar, atau sebesar 11% dari penarikan uang
kartal oleh perbankan melalui Bank Indonesia di
Sumatera Utara.
Grafik 3.23 Temuan Uang Rupiah Palsu di Su
Temuan uang rupiah palsu meningkat 3,4% dari 1.446
lembar pada triwulan sebelumnya menjadi 1.496
lembar pada triwulan laporan. Temuan tersebut
antara lain berasal dari hasil setoran bank, setoran
masyarakat melalui loket penukaran, serta dari
temuan perbankan yang dilaporkan ke Bank
Indonesia. Temuan uang palsu tersebut masing-
masing sebanyak 93,1% di Medan, diikuti 5,4% di
Pematang Siantar dan 1,5% di Sibolga. Bank Indonesia
terus berupaya meningkatkan koordinasi dengan
berbagai pihak, termasuk Kepolisian, dan senantiasa
melakukan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah
(CiKUR) guna mengantisipasi penggunaan dan
peredaran uang Rupiah palsu.
kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada di
Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw
BI Sibolga, dan KPw BI Pematangsiantar.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
39
Memperkuat Pengembangan Smart City
Dalam Mendukung Pengembangan Kota Yang Berkelanjutan
Ruang pengembangan Smart City di Provinsi Sumatera Utara
dapat dikatakan cukup besar. Hasil pemetaan dimensi smart
city di Kota Medan sebagai kota terbesar di Sumatera Utara
menunjukkan bahwa dimensi smart government relatif lebih
maju dari dimensi lainnya.
Kemajuan dimensi ini tidak lepas dari untuk keinginan
Pemerintah Daerah untuk memberikan informasi
perkembangan daerah maupun menjaring partisipasi
masyarakat dalam pembangunan daerah. Hal tersebut
dilakukan melalui pengembangan portal kepemerintahan
serta penerapan e-procurement yang meningkatkan
kredibilitas pemerintah. juga Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara termasuk yang pertama kali menerapkan Sistem
Pelayanan Informasi Dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (PIPISE) pada Februari 2015 yang lalu.
Masih terdapat potensi yang besar untuk dikembangkan.
Salah satu diantaranya adalah elektronifikasi pembayaran
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan retribusi parkir. Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) memiliki pangsa 30% terhadap
total penerimaan pajak Provinsi Sumatera Utara. Dengan
rata-rata peningkatan kendaraan bermotor sebesar 11%
per tahun (periode 2005-2013), potensi penerimaan
daerah dari Pajak Kendaraan Bermotor masih cukup besar.
Potensi yang dapat dikembangkan adalah pembayaran
melalui online billing pada mesin ATM maupun penggunaan
aplikasi e-payment. Sementara itu, potensi dari retribusi
parkir dapat diserap dengan penempatan beberapa fasilitas
tapcash (uang elektronik) di tempat parkir pusat perbelanjaan.
Sasaran lain dalam memperkuat aspek smart goverment adalah mendukung pengembangan sistem tata kelola
keuangan dan penggajian secara elektronik. Sasaran ini telah menjadi program prioritas Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sumatera pada tahun 2016. Sistem penggajian secara elektronik menjadi salah satu prioritas
dikarenakan hingga saat ini 85% dari pembayaran gaji pegawai Pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih
dilakukan secara manual/tunai. Selain itu, belum dilakukannya penggajian pegawai secara elektronik lebih
disebabkan oleh permasalahan teknikal dan infrastruktur pendukung yang belum memadai. Lebih jauh,
pengembangan elektronifikasi kedepannya diharapkan pegawai dapat menggunakan uang elektronik maupun
kartu debet untuk berbelanja di koperasi pegawai. Ke depan, elektronifikasi perlu diperluas ke berbagai bentuk
transaksi keuangan. Hal ini didasarkan pada pemahaman pentingnya elektronifikasi dalam mendukung efisiensi
ekonomi yang diperlukan agar ekonomi Sumatera Utara dapat tumbuh lebih efisien sehingga roda
perekonomian dapat berputar lebih cepat lagi.
Pemerintah juga terus melakukan pembenahan untuk menciptakan tata kelola yang efektif dan efisien guna
memberikan pelayanan yang optimal terhadap masyarakat. Saat ini pemerintah sedang mengembangkan SIMDA
Suplemen 2
Sumber: Departemen Regional 1, Bank Indonesia
Grafik 3.24 Indeks Smart City
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
16,0
18,0
-
1
2
3
4
5
6
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
juta unit %, yoyJumlah Kendaraan Growth Rata-rata
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.25 Penjualan Kendaraan Bermotor
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
40
(Sistem Tata Kelola Keuangan Desa) yang merupakan bentuk turunan dari CMS (Cash Management System)18
yang telah terlebih dahulu dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Mengingat dana desa yang cukup
besar, sistem tata kelola elektronis menjadi prioritas untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi penyaluran
dana keuangan desa. Pembenahan terus dilakukan secara perlahan dan berkesinambungan diharapkan dapat
mendukung pengembangan Smart City di Provinsi Sumatera Utara sebagai salah satu bentuk pembangunan kota
berkelanjutan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
KEUANGAN PEMERINTAH
41
BAB 4 KEUANGAN PEMERINTAH
Sebagaimana polanya, realisasi belanja Pemerintah di Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh
APBD Provinsi, APBD Kabupaten / Kota maupun APBN pada triwulan I 2016 masih rendah. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 10,6% dari yang
dianggarkan. Sementara untuk belanja APBD 18 (dari 33) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terealisasi
7,5%. Demikian halnya dengan serapan APBN baru terealisasi 11,4% dari pagunya. Namun realisasi belanja
pada triwulan I 2016 secara umum meningkat dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya. Hal ini sejalan
dengan sumbangan konsumsi Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan laporan yang
meningkat meski masih terbatas.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
42
Tabel 4.1 Anggaran dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
4.1 Gambaran Umum
Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2013, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah dan
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Dalam penyusunannya, keterkaitan antara
kebijakan perencanaan dengan penganggaran oleh
Pemerintah Daerah, serta sinkronisasi dengan
berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dalam
perencanaan dan penganggaran negara tentunya
perlu diperhatikan.
Pada triwulan I 2016, serapan anggaran APBD Provinsi,
APBD Kabupaten Kota dan APBN di Sumatera Utara
masih sebagaimana polanya, rendah di awal tahun.
Realisasi anggaran masih bersifat pengeluaran rutin
kantor dan belanja pegawai.
4.2 Realisasi APBD Provinsi
Sumatera Utara
Dengan memperhatikan berbagai asumsi kondisi
makroekonomi daerah, APBD Provinsi Sumatera Utara
pada tahun 2016 meningkat baik dari sisi pendapatan
maupun dari sisi belanja.
Anggaran pendapatan daerah Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara tahun 2016 mencapai Rp9,97 triliun
atau meningkat 18% dibandingkan tahun 2015 yang
hanya sebesar Rp8,45 triliun. Peningkatan anggaran
pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara didorong
oleh kenaikan anggaran pendapatan transfer (dana
perimbangan) yang meningkat sebesar Rp1,5 triliun
(40%). Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya naik tipis
sebesar Rp 6 miliar (0,1%), sementara Lain-lain
Pendapatan yang Sah justru turun Rp 1 miliar (-2,5%).
Meskipun pangsanya menurun, PAD masih
merupakan sumber pendapatan utama Pemerintah
Daerah Provinsi Sumatera Utara yaitu mencapai 46,4%
dari total pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan
derajat otonomi fiskal (DOF) Provinsi Sumatera Utara
masih cukup baik. Komponen terbesar PAD adalah
pajak daerah yang dianggarkan sedikit menurun dari
Rp4,18 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp4,16 triliun
PAGU (Juta
Rp)
REALISASI
TW I
%
REALISASI
PAGU (Juta
Rp)
REALISASI
TW I
%
REALISASI
1. PENDAPATAN 8.452.311 1.895.140 22,4% 9.973.989 2.321.911 23,3% 0,9%
1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 4.623.637 905.536 19,6% 4.630.468 941.524 20,3% 0,7%
1.1.1 Pajak daerah 4.180.783 876.805 21,0% 4.168.615 895.840 21,5% 0,5%
1.1.2 Retribusi daerah 31.130 5.238 16,8% 31.965 7.805 24,4% 7,6%
1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 255.651 66 0,0% 261.614 66 0,0% 0,0%
1.1.4 Lain-lain PAD yang sah 156.074 23.427 15,0% 168.275 37.812 22,5% 7,5%
1.2 DANA PERIMBANGAN 1.712.731 462.985 27,0% 2.272.746 624.830 27,5% 0,5%
1.2.1 Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 486.657 83.231 17,1% 515.918 103.366 20,0% 2,9%
1.2.2 Dana Alokasi Umum 1.139.261 379.754 33,3% 1.604.506 521.464 32,5% -0,8%
1.2.3 Dana Alokasi Khusus 86.813 - 0,0% 152.322 0,0% 0,0%
1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 2.115.943 526.619 24,9% 3.070.775 755.557 24,6% -0,3%
1.3.1 Hibah 35.039 2.406 6,9% 34.148 2.316 6,8% -0,1%
1.3.2 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 2.080.904 520.199 25,0% 3.036.627 748.365 24,6% -0,4%
1.3.3 Pendapatan Lainnya 4.014 4.876 -
2 BELANJA 8.442.840 1.026.638 12,2% 9.950.848 1.058.330 10,6% -1,5%
2.1 Belanja Pegawai 1.150.132 285.209 24,8% 1.547.265 220.953 14,3% -10,5%
2.2. Belanja Hibah 2.131.351 0,0% 3.022.816 726.545 24,0% 24,0%
2.3 Belanja Bansos - 517.309 - - -
2.4 Belanja Bagi hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes 2.330.828 0,0% 2.478.630 36.152 1,5% 1,5%
2.5 Belanja Bantuan Keuangan 457.454 0,0% 179 - 0,0% 0,0%
2.6 Belanja Tidak Terduga 7.500 0,0% 7.500 - 0,0% 0,0%
2.7 Belanja Barang & Jasa 1.342.259 115.075 8,6% 1.472.526 74.679 5,1% -3,5%
2.8 Belanja Modal 1.023.316 109.045 10,7% 1.243.297 - 0,0% -10,7%
2015 2016
APBD PROVINSI SUMATERA UTARA Delta
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
43
pada tahun 2016. Penurunan target penerimaan
pajak tersebut merupakan salah satu upaya
pemerintah menstimulus aktivitas perekonomian
masyarakat untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi.
Pada triwulan I 2016, realisasi pendapatan Pemprov
Sumatera Utara mencapai Rp2,32 triliun atau 23,3%
dari target pendapatan. Realisasi ini lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2015 yang hanya mencapai
Rp1,89 triliun atau 22,4% dari target pendapatan.
Ketiga komponen pendapatan yakni PAD19,
pendapatan transfer (dana perimbangan), dan lain-
lain pendapatan yang sah masing-masing terealisasi
lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya.
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai
20,3% dari pagu, atau Rp941,5 miliar dari target
Rp4,63 triliun. Realisasi ini meningkat jika
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya
yang sebesar 19,6%. Pajak daerah masih menjadi
andalan sumber pendapatan yang terealisasi 21,5%
dari pagu atau Rp895,8 miliar, meningkat
dibandingkan penerimaan triwulan I 2015 yang
mencapai Rp876,8 miliar. Retribusi daerah juga
meningkat dari 16,8% menjadi 24,4% dengan nilai
nominal sebesar Rp7,8 miliar. Demikian juga dengan
lain-lain PAD yang sah juga meningkat dari 15%
menjadi 22,5% dari pagu dengan nominal sebesar
Rp37,8 miliar. Peningkatan ini sejalan dengan
konsumsi rumah tangga yang meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya, yang diperkirakan
ditopang oleh perbaikan daya beli masyarakat seiring
dengan koreksi harga komoditas, meskipun masih
terbatas.
Realisasi pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat
juga meningkat dibandingkan triwulan yang sama
tahun sebelumnya. Pada triwulan I 2016, pendapatan
transfer tercatat terealisasi sebesar Rp624,8 miliar
(27,5% dari pagu). Peningkatan realisasi bersumber
dari kenaikan dana bagi hasil yang terealisasi senilai
Rp103,3 miliar atau 20% dari pagu, meningkat dari
triwulan I 2015 yang sebesar 17,1% dari pagu.
Sementara itu dana alokasi umum secara pagu sedikit
menurun, yaitu 32,5%, dibandingkan triwulan I 2015
yang mencapai 33,3%. Namun secara nominal, dana
alokasi umum tercatat meningkat dari Rp379,7 miliar
pada triwulan I 2015 menjadi Rp521,4 miliar pada
triwulan laporan. Peningkatan yang cukup signifikan
secara nominal tersebut diperkirakan merupakan
realisasi dana operasional sekolah untuk persiapan
pelaksanaan Ujian Nasional tingkat SD, SMP dan SMU
yang berlangsung pada bulan April dan Mei 2016.
Berdasarkan strukturnya, realisasi pendapatan daerah
Pemprov Sumatera Utara pada triwulan Iaporan
terdiri atas PAD 40,5%, lain-lain pendapatan yang sah
32,5%, dan transfer sebesar 26,9%. Hal ini
menunjukkan derajat kemandirian fiskal Provinsi
Sumatera Utara terjaga cukup baik. Namun
pendapatan transfer menunjukkan peningkatan
pangsa dan nominal yang cukup besar, yang
bersumber dari peningkatan dana bagi hasil dan dana
alokasi umum.
Sementara itu anggaran belanja Pemprov Sumatera
Utara tahun 2016 tercatat sebesar Rp9,95 triliun,
meningkat 17,9% dari tahun 2015 yang sebesar
Rp8,44 triliun. Komponen yang mengalami kenaikan
tertinggi adalah belanja bansos dan hibah (naik
119,4%), diikuti oleh belanja barang dan jasa (naik
26,1%), belanja modal (naik 21,5%), dan belanja
pegawai (naik 16,8%).
Dari target belanja tersebut, pada triwulan I 2016
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah
merealisasikan anggaran belanja sebesar Rp1,05
triliun atau 10,6% dari pagunya. Sebagaimana pola
realisasi APBD yang umumnya rendah di awal tahun,
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
44
realisasi belanja tersebut yang meliputi belanja
langsung dan tidak langsung, tercatat lebih rendah
dibandingkan capaian triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya yang sebesar 11,8% dari pagunya.
Realisasi pada triwulan I baru mencakup realisasi
anggaran belanja rutin kantor dan pegawai.
Program pelelangan dini pada akhir tahun 2015 untuk
merealisasikan anggaran belanja tahun 2016
sebagaimana dicanangkan oleh Pemerintah Pusat,
perlaksanaanya masih terbatas di Sumatera Utara. Hal
ini tercermin dari progress pengadaan belanja
langsung di Sumatera Utara pada triwulan laporan.
Dari 741 rencana paket pengadaan dengan total nilai
sebesar Rp1,53 triliun pada tahun 2016, pada triwulan
laporan baru terproses pengadaan sebanyak 7,29%
(54 paket). Dari jumlah tersebut, hanya 1,48% (10
paket) yang dalam pelaksanaan.
Berdasarkan informasi dari SKPD terkait, proses
pelelangan untuk merealisasikan belanja modal
khususnya terkait jalan dan jembatan diperkirakan
baru akan dimulai pada bulan Mei 2016, dan
penandatanganan kontrak pada bulan Juli 2016.
Kondisi ini disebabkan oleh adanya perubahan
Rencana Anggaran Biaya yang harus direvisi terkait
penurunan harga BBM.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terus berupaya
untuk mempercepat proses pengadaan belanja modal
serta barang dan jasa yang akuntabel dan transparan,
antara lain dengan menerapkan e-procurement
melalui satu pintu. Ke depan, realisasi belanja modal
perlu senantiasa dicermati agar lebih optimal, karena
belanja modal yang efektif dapat memberikan
multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara yang lebih tinggi.
Tabel 4.2 APBD Pemkab/Pemko Sumatera Utara
Sumber: TEPRA – Kementerian Keuangan
4.3 Realisasi APBD Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara
Anggaran belanja 18 Pemerintah Daerah dari 33
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada tahun 2016
sebesar Rp21,5 triliun, meningkat 20% dibandingkan
tahun 2015 yang sebesar Rp17,9 triliun. Peningkatan
anggaran terutama pada anggaran belanja bansos dan
hibah yang meningkat 166% dari Rp936 miliar menjadi
Rp2,49 triliun. Sementara peningkatan terkecil
terdapat pada anggaran belanja modal yang hanya
meningkat 5% dari Rp4,1 triliun menjadi Rp4,28
triliun.
Berdasarkan pangsanya, belanja pegawai memiliki
pangsa tertinggi sebesar 51%, diikuti oleh belanja
modal 20%, belanja barang dan jasa 17%, dan belanja
bansos dan hibah sebesar 12%. Komposisi ini relatif
tidak berubah dibandingkan tahun 2015.
Realisasi belanja Pemkab/Pemko di Sumatera Utara
pada triwulan I 2016 mencapai Rp1,6 triliun atau
7,5% dari pagunya. Realisasi tersebut lebih tinggi
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar 4,6% dari pagunya.
Sebagaimana dengan APBD Provinsi, serapan belanja
APBD Kabupaten/Kota juga baru meliputi belanja
rutin kantor dan pegawai. Demikian juga halnya
dengan program pelelangan dini, diperkirakan juga
belum terlaksana dengan baik di level
Kabupaten/Kota. Hal ini tercermin dari 6.198 rencana
paket pengadaan dengan total nilai sebesar Rp3,79
triliun pada tahun 2016, pada triwulan I 2016
pemerintah Kabupaten/ Kota baru memproses
pengadaan belanja langsung (barang, jasa, dan modal)
sebanyak 14% (871 paket). Dari jumlah tersebut,
hanya 4% (362 paket) yang dalam pelaksanaan.
Realisasi anggaran belanja langsung diperkirakan baru
terakselerasi di triwulan II dan III sebagaimana
polanya.
4.4 Rekening Pemerintah Daerah di
Bank
Rekening Pemerintah Daerah (Pemda) di perbankan
dapat digunakan untuk memprediksi besaran dana
sisa anggaran yang dimiliki oleh Pemda selama
periode berjalan dan merupakan akumulasi dari
berbagai jenis dana pemerintah daerah, baik yang
APBD Pemkab/Pemko 2015 Pangsa 2016 Pangsa
Belanja Pegawai 9.632 54% 11.072 51%
Belanja Barang dan Jasa 3.278 18% 3.683 17%
Belanja Modal 4.099 23% 4.287 20%
Belanja bansos dan hibah 936 5% 2.494 12%
Total 17.945 21.536
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
45
bersumber dari Penerimaan Asli Daerah (PAD),
transfer baik dari provinsi maupun Pemerintah Pusat,
maupun sumber-sumber lainnya.
Grafik 4.1 Posisi Rekening Pemda di Sumatera Utara
Sebagaimana polanya, posisi simpanan Pemda
(gabungan Pemprov dan 33 Pemkab/Pemko) di
Sumatera Utara yang ditempatkan pada perbankan
pada akhir triwulan I 2016 meningkat tajam 115,8%
(qtq). Simpanan dimaksud meningkat dari Rp4,2
triliun pada triwulan IV 2015 menjadi Rp9,1 triliun
pada triwulan laporan. Posisi simpanan tersebut
masih lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama
tahun lalu, yakni tumbuh sebesar 1,22% (yoy). Namun
pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama
tahun 2015. Kondisi ini mencerminkan realisasi
pendapatan yang cukup baik di tengah peningkatan
realisasi belanja yang mendorong pertumbuhan
konsumsi pemerintah yang meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya.
4.5 Realisasi Belanja APBN di
Sumatera Utara triwulan I 2016
Target belanja APBN di Sumatera Utara pada tahun
2016 sebesar Rp19,04 triliun, menurun 11% (yoy)
dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp21,4
triliun. Penurunan terjadi pada seluruh komponen
belanja kecuali belanja barang. Pangsa belanja APBN
juga berubah. Belanja modal yang pada tahun 2015
memiliki pangsa tertinggi sebesar 35,7%, pada tahun
2016 hanya memiliki pangsa sebesar 31,9%, di bawah
pangsa belanja pegawai yang sebesar 36,3%.
Grafik 4.2 Komposisi APBN di Sumatera Utara
Sejalan dengan pola realisasi APBD, realisasi
penyerapan belanja APBN di Provinsi Sumatera
Utara juga masih tertahan, meskipun menunjukkan
perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Realisasi belanja APBN pada triwulan I
2016 tercatat sebesar Rp2,2 triliun atau 11,4% dari
target belanja tahun 2016. Dibandingkan triwulan I
2015, capaian tersebut lebih tinggi, baik secara
nominal maupun dari pagunya. Kondisi ini seiring
dengan akselerasi pertumbuhan konsumsi
Pemerintah yang lebih tinggi dari polanya.
Peningkatan realisasi belanja terjadi pada seluruh
komponen, kecuali belanja bantuan sosial.
Berdasarkan jenis belanja, realisasi belanja APBN
tertinggi pada triwulan I 2016 adalah belanja pegawai
sebesar 19,8% dari pagunya atau Rp1,4 triliun.
Peringkat selanjutnya diikuti oleh belanja barang 8,9%
dari pagunya (Rp543 miliar), belanja modal 4,8%
dari pagunya (Rp302 miliar), dan bantuan sosial 2,4%
dari pagunya (Rp2 miliar). Belanja pegawai digunakan
untuk membiayai gaji pegawai Kementerian atau
instansi Pemerintah Pusat yang berada di Sumatera
Utara, sedangkan belanja modal digunakan untuk
membiayai proyek-proyek infrastruktur strategis yang
dicanangkan oleh Pemerintah Pusat, seperti
Pembangunan Fly Over/Underpass/Terowongan,
sistem kelistrikan bandar udara, dan pembangunan
fasilitas pelabuhan (Pelabuhan Belawan dan Kuala
Tanjung). Pemerintah terus menggenjot
pembangunan infrastruktur strategis di Sumatera
Utara, salah satunya adalah Pelabuhan multi purpose
Kuala Tanjung tahap I, yang dijadwalkan dapat selesai
pada akhir tahun 2016 dan saat ini telah terealisasi
fisiknya antara 40-45%.
Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja APBN
tertinggi pada triwulan I 2016 dicapai oleh fungsi
ketertiban dan keamanan sebesar 22,3% dari pagunya
(Rp591 miliar), diikuti oleh fungsi pertahanan 19,2%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
46
(Rp420 miliar), pelayanan umum 14,8% (Rp144
miliar), dan agama 13,8% (Rp48 miliar). Realisasi
pengeluaran fungsi-fungsi tersebut umumnya masih
bersifat pembayaran gaji pegawai dan belanja
operasional rutin. Sedangkan realisasi belanja modal
berupa pembangunan gedung sekolah, pengadaan
tanah, bendungan irigasi, dan pelabuhan masih
minimal. Sementara capaian terendah adalah fungsi
pariwisata dan budaya yang belum terealisasi sama
sekali.
Tabel 4.3 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara
Sumber: Ditjen Pembendaharaaan Kanwil Provinsi Sumatera Utara
Nominal % Pagu Nominal % Pagu
Berdasarkan Jenis Belanja
1 Belanja Pegawai 7.102 33,2% 1.302 18,3% 7.073 36,3% 1.399 19,8%
2 Belanja Barang 5.888 27,5% 251 4,3% 6.142 31,5% 548 8,9%
3 Belanja Modal 7.637 35,7% 63 0,8% 6.231 31,9% 302 4,8%
4 Belanja Bantuan Sosial 774 3,6% 31 4,1% 65 0,3% 2 2,4%
21.400 1.648 7,7% 19.511 2.250 11,5%
Berdasarkan Fungsi
1. Agama 260 1,2% 17 6,6% 348 1,9% 48 13,8%
2. Ekonomi 7.760 37,1% 153 2,0% 6.734 35,9% 421 6,2%
3. Kesehatan 850 4,1% 6 0,7% 1.216 6,5% 146 12,0%
4. Ketertiban dan Keamanan 1.460 7,0% 224 15,4% 2.651 14,1% 591 22,3%
5. Lingkungan Hidup 373 1,8% 13 3,5% 349 1,9% 30 8,7%
6. Pariwisata dan Budaya 50 0,2% - 0,0% 4 0,0% - 0,0%
7. Pelayanan Umum 3.650 17,4% 499 13,7% 974 5,2% 144 14,8%
8. Pendidikan 3.943 18,8% 351 8,9% 3.653 19,5% 443 12,1%
9. Perlindungan Sosial 73 0,3% 2 3,0% 50 0,3% 2 5,0%
10. Pertahanan 2.023 9,7% 381 18,8% 2.185 11,7% 420 19,2%
11. Perumahan dan Fasilitas Umum 496 2,4% - 0,0% 585 3,1% 5 0,8%
No Uraian Realisasi Tw I
2015
Realisasi Tw I
2016
Anggaran Pangsa Anggaran Pangsa
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
47
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
Seiring dengan perlambatan perekonomian, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara turut
menurun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2016 tercatat menurun, begitu juga
dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang meningkat dibandingkan dengan Februari 2015.
Berdasarkan lapangan kerja utama, penurunan kondisi ketenagakerjaan tersebut terutama terjadi pada
kategori Perdagangan, Rumah Makan dan Akomodasi, kategori Lainnya serta kategori Industri. Berbeda dari
ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat pada triwulan laporan relatif membaik meski
perekonomian masih menunjukkan perlambatan. Hal tersebut tercermin dari perkembangan persepsi
penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan lalu dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang membaik.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
48
5.1 Ketenagakerjaan
Seiring dengan perlambatan perekonomian,
kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera
Utara turut menurun. Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) pada bulan Februari 2016 tercatat
68,9%, lebih rendah dibandingkan dengan TPAK
pada Februari 2015 yang tercatat 69,9% (Tabel
5.1).
Berdasarkan lapangan kerja utama, penurunan
kondisi ketenagakerjaan tersebut terutama terjadi
pada kategori Perdagangan, Rumah Makan dan
Akomodasi, kategori Lainnya serta kategori
Industri (Tabel 5.2). Sementara itu, perbaikan pada
kategori pertanian mampu menahan penurunan
kondisi ketenagakerjaan pada triwulan I 2016.
Pada triwulan I 2016, penurunan tingkat
partisipasi angkatan kerja di Sumatera Utara
diikuti oleh kenaikan Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT). TPT Provinsi Sumatera Utara pada
triwulan I 2016 mencapai 6,5%, meningkat bila
dibandingkan dengan TPT pada bulan Februari
2015 yang mencapai 6,4%.
Meskipun demikian, persepsi masyarakat terhadap
kondisi lapangan pekerjaan pada triwulan I 2016
masih dapat dikatakan cukup baik meski masih
berada dalam level pesimis20. Hal tersebut
tercermin dari perkembangan Indeks Ketersediaan
Lapangan Kerja pada triwulan ini yang meningkat
dari 71,1 menjadi 82,8. Mulai membaiknya
persepsi tenaga kerja terjadi seiring dengan
perbaikan harga komoditas serta perkembangan
pasar komoditas domestik yang mulai menjanjikan.
20 Optimis adalah ketika indeks > 100, pesimis adalah
ketika indeks < 100.
Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Sumut
Grafik 5.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Perbaikan pasar domestik juga turut mendorong
optimisme pelaku usaha, yang tercermin hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan
perbaikan indeks perkembangan penggunaan
tenaga kerja. Indeks perkembangan penggunaan
tenaga kerja membaik dari 3,2% pada triwulan lalu
menjadi 3,6% pada triwulan I 2016. Perbaikan ini
didorong oleh semakin membaiknya kinerja
perusahaan seiring dengan perbaikan harga
komoditas khususnya kelapa sawit dan kopi, meski
masih terbatas21.
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, KPw BI Sumut
Grafik 5.2 Indikator Jumlah Karyawan Total
Bebera[pa faktor yang diperkirakan mendorong
optimisme akan perbaikan kondisi
ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara
diantaranya adalah (1) Pemulihan harga komoditas
yang terus berlanjut, (2) peningkatan penyerapan
CPO domestik terkait mandatori biodiesel, (3)
pembangunan infrastruktur strategis yang terus
digenjot, serta (4) pembukaan lowongan Pegawai
Negeri Sipil. Hal ini tercermin dari Indeks
21 Hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara
Tenaga Kerja Feb 2016 (%)
TPAK
TPT
69,9 68,9
6,4 6,5
82,8
85,9
60,0
70,0
80,0
90,0
100,0
110,0
120,0
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Ekspektasi
11,8
3,6
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
*Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
Ekspektasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
49
Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 6 Bulan
Yang Akan Datang yang membaik, dari 82,8
menjadi 85,9. Optimisme ini didukung oleh
perbaikan persepsi penggunaan tenaga kerja dari
sisi pelaku usaha yang meningkat pada triwulan
mendatang (Grafik 5.4).
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: BPS, diolah
Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut lapangan Usaha
Sumber: BPS, diolah
Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama
Sumber: BPS, diolah
Berdasarkan status pekerjaannya, tenaga kerja di
Provinsi Sumatera Utara masih didominasi oleh
tenaga kerja yang bekerja di sektor informal
(58,2%). Tenaga kerja yang termasuk sektor formal
adalah kategori berusaha dengan dibantu buruh
tetap/dibayar serta kategori
buruh/karyawan/pegawai, sementara selebihnya
tergolong kedalam sektor informal. Sementara itu,
jumlah tenaga kerja di sektor formal mencapai
41,8% dari total tenaga kerja, lebih tinggi
dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang
bekerja di sektor formal pada bulan Februari 2015
yang hanya mencapai 40,1% (Grafik 5.3).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.3 Sektor Tenaga Kerja
2016
Feb Agt Feb Agt Feb
Penduduk 15 tahun ke atas (ribu) 8.759 8.835 9.264 9.351 9.432 9.499 9.575
Total Angkatan Kerja (ribu) 6.314 6.132 6.766 6.272 6.593 6.391 6.594
Bekerja 5.912 5.752 6.364 5.881 6.171 5.962 6.166
Pengangguran 402 380 402 391 421 429 427
Bukan Angkatan Kerja (ribu) 2.445 2.703 2.498 3.079 2.839 3.108 2.981
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 72,1% 69,4% 73,0% 67,1% 69,9% 67,3% 68,9%
Tingkat Pengangguran Terbuka 6,4% 6,2% 5,9% 6,2% 6,4% 6,7% 6,5%
2014 2015Sumatera Utara 2011 2012
Jumlah
(ribu)Persen
Jumlah
(ribu)Persen
Jumlah
(ribu)Persen
Jumlah
(ribu)Persen
Pertanian 2.501 42,5% 2.483 40,2% 2.462 41,3% 2.497 40,5%Perdagangan, rumah makan dan
akomodasi1.181 20,1% 1.352 21,9% 1.271 21,3% 1.264 20,5%
Jasa kemasyarakatan, sosial, dan
perorangan905 15,4% 897 14,5% 922 15,5% 1.037 16,8%
Industri 461 7,8% 528 8,6% 450 7,5% 516 8,4%
Lainnya 833 14,2% 912 14,8% 857 14,4% 852 13,8%
JUMLAH 5.881 100,0% 6.171 100,0% 5.962 100,0% 6.166 100,0%
Februari 2015 Februari 2016LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
Agustus 2014 Agustus 2015
Jumlah
(000)Persen
Jumlah
(000)Persen
Berusaha sendiri 1.112 18,7% 1.026 16,6% -7,7%
Berusaha dibantu buruh tidak tetap 939 15,7% 1.007 16,3% 7,2%
Berusaha dibantu buruh tetap 182 3,1% 207 3,4% 13,7%
Buruh/Karyawan/Pegawai 2.194 36,8% 2.371 38,5% 8,1%
Pekerja bebas 505 8,5% 560 9,1% 10,9%
Pekerja keluarga 1.030 17,3% 995 16,1% -3,4%
JUMLAH 5.962 100,0% 6.166 100,0% 3,4%
%
Kenaikan/
Penurunan
Feb-16
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
Agt 15
40,1%
59,9%
41,8%
58,2%
Formal
Informal
2016
2015
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
50
Peningkatan jumlah tenaga kerja formal terutama
terjadi pada lapangan pekerjaan
Buruh/Karyawan/Pegawai sementara jumlah
buruh tetap dapat dikatakan stabil. Hal ini
mengkonfirmasi hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
yang menunjukkan indikasi jumlah karyawan yang
meningkat. Aktivitas perekonomian yang mulai
menunjukkan indikasi pemulihan meningkatkan
optimisme pelaku usaha untuk meningkatkan
kesempatan kerja. Hal tersebut juga didukung oleh
adanya peningkatan jumlah tenaga kerja dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi (diploma dan
universitas).
Seiring dengan jumlah tenaga kerja formal yang
membaik, jumlah tenaga kerja informal
menunjukkan penurunan, dari 59,9% pada
Februari 2015 menjadi 58,2% pada Februari 2016.
Penurunan jumlah tenaga kerja informal tertinggi
terjadi pada klasifikasi tenaga kerja yang berusaha
sendiri serta pekerja keluarga. Tingkat pendidikan
tenaga kerja yang relatif lebih tinggi (diploma dan
universitas) menyebabkan lebih tingginya
preferensi pegawai untuk bekerja di sektor formal.
5.2 Kesejahteraan
Secara umum persepsi masyarakat atas
penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan lalu
masih cukup baik, bahkan dengan optimisme yang
meningkat. Kondisi ini tercermin dari Indeks
Kondisi Penghasilan yang meningkat dibanding
triwulan lalu (Grafik 5.4).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.4 Indeks Kondisi dan Ekspektasi Penghasilan
Masih optimisnya persepsi masyarakat akan
penghasilan juga sejalan dengan beberapa
indikator seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) yang juga masih
berada di level optimis (Grafik 5.5). Pada periode
mendatang, optimisme masyarakat terhadap
perekonomian dapat dikatakan cukup baik yang
tercermin dari masih tercatatnya Indeks Ekspektasi
Konsumen (IEK) yang kembali tercatat di rentang
optimis meski relatif tertahan (Grafik 5.4).
Sumber: BPS, Diolah
Grafik 5.5 Indeks Ekspektasi & Keyakinan Konsumen serta Kondisi Ekonomi
Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan indikator
kesejahteraan petani pada triwulan laporan
tercatat 99,3, lebih baik dibandingkan dengan
capaian triwulan lalu yang tercatat 98,1 (Grafik
5.6). Meksipun demikian, capaian ini masih lebih
renda dari level indikatif kesejahteraan (NTP=100)
yang disebabkan oleh menurunnya produksi hasil
pertanian di tengah masuknya masa panen raya
pada Februari-Maret.
SUMATERA UTARA KEYAKINAN KONSUMEN
IKE IKK IEK
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
98,1 99,3
SUMATERA UTARA NILAI TUKAR PETANI
ilai ukar etani erkebunan akyat
ilai ukar etani a i ala ija
ilai ukar etani r kultura
ilai ukar etani elayan an
e bu i aya kan
ilai ukar elayan
ilai ukar e bu i aya kan
ilai ukar etani eternakan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
51
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.6 Nilai Tukar Petani
Penurunan produksi hasil pertanian tersebut
diduga karena cuaca yang kurang baik,
penggunaan pupuk yang menurun dan kualitas
benih yang kurang baik. Selain itu, masih
tertekannya harga komoditas perkebunan seperti
karet juga mempengaruhi Nilai Tukar Perkebunan
Rakyat yang belum membaik dan berada dibawah
100 (Grafik 5.7). Seluruh komponen NTP masih
belum berada di level memadai (di bawah 100). Hal
ini menunjukkan pendapatan yang diterima petani
masih lebih rendah dari biaya produksi yang
dikeluarkan petani. Kondisi ini patut diwaspadai
agar daya beli petani tidak tergerus.
Tabel 5.4 Nilai Tukar Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Sumut
Grafik 5.7 Indeks Penghasilan Konsumen
2016
I II III IV I
NTP 98,52 98,60 97,67 98,07 99,30
NT Perkebunan 94,96 95,93 92,72 93,06 94,97
NT Tan.Pangan 96,02 96,18 96,00 96,77 99,26
NT Hortikultura 99,02 98,28 97,09 96,51 96,89
2015
Indeks
121,6
113,8
90,0
100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Ekspektasi
Pesimis
Optimis
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
53
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN
REKOMENDASI
Optimisme akan perbaikan perekonomian pada triwulan mendatang masih cukup kuat. Perekonomian
Sumatera Utara pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,0%-5,4% (yoy). Sumber utama
pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kokohnya
permintaan domestik. Perbaikan perekonomian juga ditunjang oleh tekanan inflasi yang menurun.
Koordinasi TPI/TPID yang lebih intensif diharapkan dapat menjaga pasokan bahan pangan pada periode
mendatang secara memadai. Tekanan inflasi dari penyesuaian harga komoditas yang diatur Pemerintah
(administered prices) juga relatif terkendali. Dengan demikian, tekanan inflasi pada periode mendatang
diperkirakan mampu terjangkar pada sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
54
6.1 Prospek Pertumbuhan
Ekonomi
Optimisme akan perbaikan
perekonomian pada triwulan
mendatang masih cukup kuat.
Perekonomian Sumatera Utara pada
triwulan II 2016 diperkirakan berada
pada kisaran 5,0%-5,4% (yoy). Sumber
utama pertumbuhan perekonomian
pada triwulan mendatang diperkirakan masih
bersumber dari kokohnya permintaan domestik.
Grafik 6.1 Survei Konsumen
Bergesernya bulan puasa ke triwulan II 2016 yang
disertai dengan perbaikan harga komoditas yang terus
berlanjut diperkirakan mampu mendorong realisasi
konsumsi rumah tangga. Optimisme konsumen dalam
merealisasikan aktivitas konsumsinya tercermin dari
Indeks Ekspektasi Konsumen yang masih terjaga di
level optimis. Meskipun demikian, optimisme
perekonomian di level konsumen belum disambut
cukup baik oleh optimisme pada level pedagang yang
terindikasi dari ekspektasi penjualan di level
pedagang yang masih relatif stabil.
Grafik 6.2 Indeks Perkiraan Penjualan
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.
258/K/12/DJE/2016 mengenai penetapan Badan Usaha
Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Alokasi Besaran Volume
Sejalan dengan polanya, realisasi
konsumsi pemerintah juga diperkirakan
membaik. Monitoring realisasi anggaran
yang terus dilaksanakan secara intensif
diperkirakan dapat mendorong realisasi
konsumsi pemerintah.
Realisasi investasi pada triwulan
mendatang diperkirakan terus menguat,
sejalan dengan komitmen pemerintah
untuk terus menyempurnakan kualitas
infrastruktur yang ada. Terus digenjotnya realisasi
infrastruktur strategis menjadi stimulus utama
akselerasi investasi pada periode mendatang.
Beberapa infrastruktur strategis yang masih berlanjut
pada triwulan mendatang adalah infrastruktur
perhubungan darat, laut serta listrik. Meskipun
demikian, proses pengadaan yang relatif terhambat
masih membayangi optimalnya realisasi belanja
infrastruktur.
Ekspektasi peningkatan investasi dari sisi swasta juga
masih cukup kuat, tercermin dari beberapa kontak
liaison yang menyatakan rencananya untuk
merealisasikan investasi berupa barang modal pada
periode mendatang, antara lain pembangunan
jaringan telekomunikasi, replanting dan perluasan
lahan Stabilitas politik yang mulai terjaga diiringi
dengan dampak paket kebijakan ekonomi pemerintah
diharapkan menciptakan daya tarik investasi swasta.
Di sisi eksternal, indikasi perbaikan kinerja ekspor
masih cukup kuat meski dihadapkan pada beberapa
tantangan. Harga komoditas diperkirakan membaik
khususnya CPO diperkirakan dapat mendorong kinerja
ekspor. Sementara itu, permintaan akan kopi
Sumatera Utara diperkirakan tetap kuat.
Dalam pada itu, permintaan CPO untuk kebutuhan
domestik diperkirakan meningkat khususnya untuk
memenuhi produksi biodiesel. Konsumsi biodiesel
yang terus meningkat yang tercermin dari komitmen
kontrak pengadaan biodiesel yang akan disalurkan
pada bulan Mei-Oktober 201622, diperkirakan akan
mendukung perbaikan harga tersebut.
Untuk Pengadaan BBN Jenis Biodiesel di PT Pertamina dan
PT AKR Corporindo Periode Mei-Oktober 2016
75
85
95
105
115
125
135
145
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
IEK IKK IKE Batas
OP
TIM
ISP
ESIM
IS
-
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Penjualan 3 bulan kedepan Penjualan 6 bulan kedepan
Tw -I
2016
Tw-IV
2015
Tw-II
2016
5,3 5,0 5,0
5,4 esimis
p mis
PROYEKSI PDRB SUMUT TW II 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
55
Tren harga domestik yang terus membaik serta
penetapan bea keluar untuk kelapa sawit sebesar US$
3/metrik ton23 mendorong bergesernya orientasi
penjualan kelapa sawit ke pasar domestik ditengah
produksi komoditas perkebunan mitra dagang yang
terganggu oleh El Nino tahun lalu. Dengan demikian,
harga di pasar global juga diharapkan mulai membaik.
Adanya kesepakatan antar produsen karet utama di
Asia untuk memotong ekspor sebanyak 615.000 ton
untuk periode Maret-Agustus 2016 diharapkan dapat
memicu dimulainya perbaikan harga karet ke depan.
Lebih lanjut, adanya kegiatan promosi dagang ke
negara-negara Timur Tengah terutama Turki
diharapkan dapat mendorong penetrasi pasar baru
untuk komoditas ekspor Sumatera Utara.
Adanya kebijakan pemerintah Tiongkok untuk
memotong bea masuk dan bea keluar beberapa
komoditas untuk menstimulasi konsumsi domestiknya
diharapkan dapat memberikan dampak positif
terhadap perekonomian Sumatera Utara.
Pengurangan pajak ekspor oleh Tiongkok akan
menyebabkan harga barang impor dari Tiongkok lebih
murah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
konsumsi. Sementara itu, pengurangan pajak impor
diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk
ekspor Indonesia dari produk lokal.
Tabel 6.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan
Komoditas Harga Triwulan I
2016 (%, yoy)
Harga Triwulan II 2016
(%, yoy)
Kelapa Sawit -9 0
Karet -28 -26
Kopi -23 -28
Sumber: IMF Edisi Feb 2016, diolah
Meskipun demikian, masih terdapat beberapa
tantangan yang harus diantisipasi ke depannya.
Perkembangan harga minyak dunia yang masih
rendah serta upaya negara mitra dagang untuk terus
melindungi industri maupun produsen lokalnya
diperkirakan masih menjadi risiko penahan kinerja
ekspor di periode mendatang. Pemerintah Tiongkok
yang mulai menggalakkan program pembiakan ternak
lebih memilih menggunakan soymeal dibandingkan
dengan kelapa sawit. Selain Tiongkok, Perancis dan
beberapa negara lain, pemerintah Rusia juga
23 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
29/MDAG/PER/4/2016 tentang Penetapan Harga Patokan
berencana untuk membebani pajak tambahan baru
kepada impor kelapa sawit US$200 per ton atau setara
30% dari harga minyak sawit dunia sekitar US$600 per
ton.
Dari sisi permintaan, permintaan terhadap produk
ekspor ke luar negeri yang tercermin pada permintaan
global dalam waktu dekat diperkirakan belum
membaik secara siginifkan. Perkiraan perekonomian
global masih mengalami koreksi ke bawah. Geliat
industri manufaktur negara mitra dagang utama
diperkirakan masih terbatas yang tercermin dari
pergerakan Purchasing Manager Index (PMI) yang
belum seimbang.
Dari sisi penawaran, perbaikan perekonomian pada
triwulan mendatang diperkirakan disokong oleh
membaiknya kategori konstruksi serta kategori
perdagangan besar dan eceran (PBE). Sementara dua
kategori utama lain yaitu pertanian dan industri
pengolahan diperkirakan kinerjanya relative terbatas
untuk mendukung perbaikan perekonomian Sumatera
Utara pada periode mendatang.
Berlanjutnya proyek infrastruktur strategis menjadi
pemicu utama membaiknya kinerja kategori
konstruksi pada periode mendatang. Realisasi
pembangunan yang terus dikejar mendorong
tingginya realisasi konstruksi. Beberapa proyek
infrastruktur strategis yang masih berlanjut adalah
revitalisasi Pelabuhan Belawan, pembangunan
Terminal Multipurpose Pelabuhan Kuala Tanjung, Tol
Trans Sumatera serta beberapa proyek pendukung
lainnya. Secara umum, proyek-proyek infrastruktur
tersebut berjalan sesuai jadwal yang ditetapkan (on
schedule). Meskipun demikian, realisasi ini masih
belum disukung secara optimal oleh realisasi belanja
modal pemerintah provinsi yang masih terkendala
proses pengadaan.
Masuknya bulan suci Ramadhan mendorong adanya
peningkatan kategori Perdagangan Besar dan Eceran.
Hal ini terkonfirmasi dari persepsi pedagang atas
penjualannya dalam 3 atau 6 bulan ke depan yang
menunjukkan perbaikan secara signifikan.
Ekspor (HPE) atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang
Dikenakan Bea Keluar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
56
Berakhirnya periode panen raya yang terjadi pada
triwulan I lalu menurunkan kinerja kategori pertanian.
Adanya saluran irigasi yang terganggu di Kabupaten
Simalungun diperkirakan cukup mengganggu aktivitas
tanam pada periode ini hingga dapat mengganggu
pasokan tanaman pada periode mendatang. Selain itu,
habisnya masa berlaku izin beberapa kapal Gabion
juga turut menekan kinerja kategori pertanian.
Sementara itu, kategori industri pengolahan
diperkirakan kembali mengalami penyesuaian.
Meningkatnya permintaan terkait puasa/lebaran
diperkirakan sudah banyak dipenuhi di triwulan I 2016
sehingga di triwulan II 2016 kinerja kategori Industri
Pengolahan lebih rendah. Kinerja kategori ini masih
meningkat untuk memenuhi permintaan ekspor ke
luar negeri sejalan dengan perbaikan harga
komoditas.
Meskipun demikian, adanya sistem kontrak penjualan
mampu menahan koreksi kinerja Industri Pengolahan
yang lebih dalam. Pemerintah juga telah mengambil
langkah kuratif dengan mengupayakan pengurangan
tarif gas industri mengingat harga gas di Sumut
diperkirakan sebagai tarif gas termahal di dunia. Hal
ini diharapkan menjadi insentif bagi industri dalam
efisiensi biaya produksi.
6.1 Prospek Inflasi
Inflasi April 2016 yang sebesar -1,2% (mtm)
memberikan optimisme bahwa perkembangan harga
secara umum di Sumatera Utara untuk tahun 2016
masih akan terkendali. Dengan perkembangan
tersebut, inflasi Sumatera Utara periode Januari s.d.
April 2016 mencapai 0,82% (ytd). Koordinasi TPI/TPID
yang lebih intensif diharapkan dapat menjaga
pasokan bahan pangan pada periode mendatang
secara memadai. Tekanan inflasi dari penyesuaian
harga komoditas yang diatur Pemerintah
(administered prices) juga relatif terkendali. Dengan
demikian, tekanan inflasi pada periode mendatang
diperkirakan mereda sehingga bisa mencapai sasaran
yang ditetapkan, yaitu 4±1%.
Kondisi pasokan komoditas pangan secara umum
diperkirakan relatif memadai. Hal ini didukung oleh
optimalisasi Bulog dan kerjasama antar daerah untuk
menjaga ketersediaan pasokan khususnya bahan
pangan. Memasuki triwulan II 2016, stok beras BULOG
mencapai 38 juta ton atau naik 38,3% (yoy) dari rata-
rata stok beras pada triwulan II tahun lalu.
Data triwulan II 2016 ada data stok pada bulan April 2016
Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah
Grafik 6.3 Stock Beras BULOG
Faktor risiko terkait cuaca diperkirakan minimal.
Cuaca diperkirakan berkisar antara normal hingga
sedikit di atas normal sehingga aktivitas tanam
maupun distribusi cukup kondusif. Permasalahan
terganggunya kelancaran saluran irigasi serta teknis
perizinan kapal penangkap ikan diperkirakan
memberikan tekanan inflasi pada awal triwulan II
2016.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 6.1 Perkiraan Sifat Curah Hujan April 2016
y y
ri es y y
4,0 ± 1,0% Tw-II 2016
-100,0%
-50,0%
0,0%
50,0%
100,0%
150,0%
200,0%
-
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
juta ton
Volume Growth
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
57
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 6.2 Perkiraan Sifat Curah Hujan Mei 2016
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 6.3 Perkiraan Sifat Curah Hujan Juni 2016
Tekanan inflasi kelompok barang yang harganya diatur
oleh pemerintah diperkirakan minimal. Harga minyak
dunia yang masih relatif rendah mendorong harga
BBM untuk disesuaikan kembali pada awal triwulan.
Rendahnya risiko kenaikan harga BBM diperkirakan
berlanjut hingga akhir triwulan. Namun,
perkembangan inflasi kelompok ini juga masih
dihadapkan pada beberapa risiko kedepannya.
Penyesuaian ke atas tarif listrik yang dilakukan pada
bulan Mei 2015 meningkatkan tekanan inflasi. Selain
itu, adanya rencana migrasi pelanggan listrik subsidi
ke non subsidi masih gencar untuk direalisasikan
meski masih dihadapkan pada fakta rendahnya harga
minyak dunia. Selain itu, adanya penyesuaian tarif
batas atas bawah angkutan udara ditengah persiapan
menghadapi HBKN pada bulan Juli mendatang
meningkatkan permintaan masyakarat akan tiket
angkutan udara.
Inflasi inti diperkirakan relatif stabil. Intensifnya
komunikasi diperkirakan mampu mengelola
ekspektasi inflasi sehingga inflasi inti dapat kembali
terkendali. Hal ini tercermin dari dari peningkatan
ekspektasi inflasi pada level pedagang yang tidak
diiringi oleh peningkatan ekspektasi inflasi pada level
konsumen. Hal ini mengindikasikan demand pull yang
masih relatif rendah pada periode mendatang. Hal
tersebut tercemin dari Indeks Ekspektasi Konsumen
yang masih relatif stabil.
Grafik 6.4 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap
Perubahan Harga
6.2 Rekomendasi kepada
Pemerintah Daerah
Pertumbuhan Ekonomi
Indikasi perbaikan perekonomian yang terus berlanjut
masih dibayangi oleh beberapa faktor risiko terutama
dari sisi eksternal yang belum menunjukkan perbaikan
secara fundamental. Dengan demikian, diperlukan
penguatan perekonomian dari sisi domestik yang
dapat didorong oleh Pemerintah Daerah. Beberapa
langkah dan rekomendasi di antaranya adalah:
a. Mengintensifkan monitoring realisasi APBD dan
APBN se-Provinsi Sumatera Utara.
b. Melakukan percepatan finalisasi RTRW Provinsi
Sumatera Utara. Koordinasi secara terbuka dan
efektif dengan stakeholder dan pemerintah pusat
dalam menanggulangi dampak terhambatnya
pengesahan RTRW juga perlu ditingkatkan.
c. Mendorong berbagai kegiatan MICE dalam rangka
penguatan permintaan domestik melalui aktivitas
konsumsi seperti event pariwisata melalui media
pemasaran yang massive dan terpusat serta
penciptaan budaya masyarakat pariwisata.
d. Menciptakan persepsi positif terhadap iklim
investasi di Sumatera Utara kepada investor dan
masyarakat luas melalui publikasi perkembangan
kemajuan pembangunan infrastruktur melalui
media komunikasi yang lebih luas dan terpusat
90.0
110.0
130.0
150.0
170.0
190.0
210.0
III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
SK (Perub Hrg 3 bln yad) SK (Perub Hrg 6 bln yad)
SPE (Perub Hrg 3 bln yad) SPE (Perub Hrg 6 bln yad)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
58
dengan kredibilitas informasi yang lebih tinggi
(Regional Investor Relation Unit/RIRU).
e. Penguatan ekonomi kerakyatan melalui UMKM
yang mengoptimalkan potensi lokal.
f. Menyempurnakan program pengembangan SDM
yang didasarkan pada potensi perekonomian
daerah.
g. Peningkatan efisiensi transaksi keuangan melalui
elektronifikasi.
Pengendalian Inflasi
Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk
pengendalian inflasi terkendali, diantaranya:
a. Meningkatkan koordinasi TPID dalam
mengendalikan fluktuasi harga komoditas pangan
yang bergejolak serta pengendalian ekspektasi
inflasi yang umumnya meningkat seiring dengan
persiapan pelaksanaan HBKN.
b. Meningkatkan program pendampingan dan
pembinaan kelompok petani terkait optimalisasi
produktivitas tanaman serta mendorong petani
“ elek” risik saat peri e tana /panen tertentu.
c. Melanjutkan program peningkatan produksi
pangan maupun diversifikasi konsumsi masyarakat
melalui komunikasi yang lebih intensif.
d. Melakukan percepatan pembangunan
infrastruktur perhubungan untuk mendukung
kelancaran distribusi barang. Hal tersebut dapat
dilakukan melalui kemudahan perizinan,
pengadaan lahan maupun penguatan komunikasi
dengan masyarakat. Hal ini juga penting untuk
meningkatkan perdagangan antar wilayah.
e. Mendukung peningkatan kapabilitas UMKM yang
bergerak dalam industri pangan untuk meredam
fluktuasi harga akibat panen.
f. Sosialisasi yang lebih intensif mengenai program
sertifikasi lahan pertanian dan skema pembiayaan
petani untuk meningkatkan akses pembiayaan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
LAMPIRAN
59
LAMPIRAN
STRUKTUR APBD PEMERINTAH DAERAH DI SUMATERA UTARA
Uraian 2015 2016
1 Pendapatan 8,452 9,974
1.1 PAD 4,624 4,630
1.1.1 Pajak daerah 4,181 4,169
1.1.2 Retribusi daerah 31 32
1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan 256 262
1.1.4 Lain-lain PAD yang sah 156 168
1.2 Transfer 3,794 5,309
1.2.1 DAPER 1,713 2,273
1.2.1.1 DBH 487 516
1.2.1.2 DAU 1,139 1,605
1.2.1.3 DAK 87 152
1.2.2 Otsus dan Penyesuaian 2,081 3,037
1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 35 34
1.3.1 Transfer antar Pemda/Pusat -
1.3.2 Dana Darurat
1.3.3 Hibah 35 34
2 Belanja 8,443 9,951
2.1 Belanja Pegawai 1,324 1,547
2.2 Belanja Barang & Jasa 1,168 1,473
2.3 Belanja Modal 1,023 1,243
2.4 Belanja Bansos dan Hibah 2,589 5,680
2.5 Transfer 2,331
2.6 Belanja Lainnya 8 8
Surplus/ Defisit 9 23
(9,370,374,916) (23,144,326,639)
3 Pembiayaan Netto (9,370,374,916) (23,144,326,639)
3.1 Penerimaan 14,897,905,723 1,123,954,000
3.1.1 SiLPA TA sebelumnya 14,897,905,723 1,123,954,000
3.2 Pengeluaran 24,268,280,639 24,268,280,639
3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi) Daerah 24,268,280,639 24,268,280,639
SILPA (9,370,374,907) (4,034,748)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
LAMPIRAN
60
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA
(dalam Triliun Rupiah)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
LAMPIRAN
61
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA
(dalam Triliun Rupiah)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR ISTILAH
62
DAFTAR ISTILAH
Administered Price Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya tembakau dan minuman beralkohol. Base Effect Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi. BEC Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut. Barang Modal (Capital Goods) Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1 tahun. Bahan Baku (Raw Material) Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri. BI Rate Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik. BI-RTGS Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)
pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time
(electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai
dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Ceteris paribus Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan. CPO (Crude Palm Oil) Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit. Dana Pihak Ketiga (DPK) Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka (deposito). Disposable income Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak penghasilan. Ekspor dan Impor Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar daerah. Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank konvensional. Harga Minyak WTI Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas Intermediate atau Texas light sweet.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR ISTILAH
63
Indeks Penjualan Barang Konstruksi Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang. Indeks Kondisi Ekonomi Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini. Inflasi IHK Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Inflasi Inti Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflow Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia. Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit Investasi Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik dan pembelian mesin. Kredit Modal Kerja Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku produksi. Kredit Konsumsi Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa agunan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible) tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah. Leading Indicators Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis. Liaison Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha. Loan to Value (LTV) Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan. Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank syariah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR ISTILAH
64
NTP (Nilai Tukar Petani) Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Outflow Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia. Passthrough effect Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada harga retail suatu produk. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja (yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Quarter on Quarter (qtq) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan sebelumnya. PDRB Riil Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu. Seasonal event Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung terjadi berulang antar tahun. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta. SurveI Konsumen Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian. Survei Penjualan Eceran Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran dan dilakukan secara bulanan. Uang Kartal Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas maupun logam. Volatile Foods Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile). Year on year (yoy) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR ISTILAH
65
Editor
Departemen Regional 1
Divisi Asesmen dan Advisory: Budi Trisnanto
Kontributor
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory: Demina R. Sitepu
Nur Fikriyah Dzakiyah
Fika Habbina
Tim Data dan SEKDA: Fransiska Sihaloho
Elian Ciptono
Fadli Putra
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory
Telp. 061-4150500
Fax. 061-4534760
Top Related