ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA
FENOLIK DARI BUNGA TUMBUHAN KERSEN
(Muntingia calabura L)
SKRIPSI
RIRIN APRIANI PAKPAHAN
170822020
PROGRAM STUDI S1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA
FENOLIK DARI BUNGA TUMBUHAN KERSEN
(Muntingia calabura L)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sains
RIRIN APRIANI PAKPAHAN
170822020
PROGRAM STUDI S1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
PERNYATAAN ORISININALITAS
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA
FENOLIK DARI BUNGA TUMBUHAN KERSEN
(Muntingia calabura L)
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan
dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2020
Ririn Apriani Pakpahan
170822020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
PENGHARGAAN
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Berkat dan
Kasih Karunia-Nya yang senantiasa menyertai sehingga penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini dengan judul Isolasi dan Identifiksi
Golongan Senyawa Fenolik dari Bunga Tumbuhan Kersen (Muntingia calabura L) .
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Albert Pasaribu,M.Sc
selaku Dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengajar penulis selama
penyusunan skripsi ini dan kepada Bapak Dr. Lamek Marpaung M.Phil yang juga telah
banyak memberi arahan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian. Terimakasih
kepada Ibu Dr.Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku Ketua Program studi Kimia beserta Ibu
Dr.Sovia Lenny, M.Si selaku sekretaris program studi Kimia FMIPA USU. Terimakasih
kepada ibu Dr.Helmina Br. Sembiring,M.Si selaku Dosen dan Kepala laboratorium kimia
bahan alam hayati. Terimakasih kepada Dr. Firman Sebayang M.S selaku koordinator Kimia
Ekstensi dan beserta seluruh Staf, Dosen, dan Pegawai Departemen Kimia FMIPA USU.
Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan dengan segala kerendahan
hati kepada Orangtua tercinta penulis, Bapak Rasman Pakpahan serta Ibu Erri Anni
Hutabarat dan juga abang kakak penulis Binsar, Ika, Dosdo, Dame, Putri atas Kasih Sayang,
motivasi, beserta dukungan Doa dan dana yang telah diberikan kepada penulis.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada sahabat penulis Bang Hardi, Ka
Sabeth, Winda, Jiah, Wardah, beserta seluruh teman seperjuangan S1 kimia Ekstensi
angkatan 2017, dan teman persekutuan di Zeal Campus Ministry yang telah mendukung
penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penelitian dan
kemajuan ilmu pengetauhan.
Medan, Juni 2020
Ririn Apriani Pakpahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA
FENOLIK DARI BUNGA TUMBUHAN KERSEN
(Muntingia calabura L)
ABSTRAK
Isolasi dan identifikasi golongan senyawa fenolik yang terkandung di dalam
bunga tumbuhan kersen (Muntingia calabura L) telah dilakukan. Bunga tumbuhan
kersen sebanyak 2060 g diekstraksi maserasi dengan pelarut metanol lalu disaring
kemudian dipekatkan. Ekstrak pekat metanol dilarutkan dengan etilasetat secara
berulang- ulang sampai negatif terhadap FeCl3 5% lalu dipekatkan. Kemudian
ekstrak etil asetat dilarutkan kembali dengan metanol dan dipartisi dengan n-heksan
sampai bening. Ekstrak metanol dipisahkan dengan kromatogafi kolom dengan fase
diam silika gel 40 (70-230 mesh) dan fase gerak eluen kloroform : metanol dengan
perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40 (v/v). Senyawa yang diperoleh dimurnikan
dengan kromatografi lapis tipis preparatif menghasilkan padatan amorf berwarna
kuning sebanyak 8,03 mg dengan harga Rf = 0,27 menggunakan eluen kloroform:
etil asetat (80:20) v/v. Berdasarkan spektrum UV-Visibel dengan pelarut metanol
menunjukkan panjang gelombang (λ mak) 276 nm dengan adsorbansi 0,99887.
Spektrum Inframerah (FT-IR) menunjukkan adanya gugus OH, C-H sp2 dari proton
aromatis, C-H sp3 dari OCH3, C=O ester, C=C aromatis dan gugus C-O. Spektrum
Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) menunjukkan adanya proton H-2 dan H-
6 pada cincin aromatis senyawa aromatis senyawa fenolik, dan proton dari OCH3.
Berdasarkan data yang diperoleh diduga bahwa senyawa hasil isolasi yang diperoleh
adanya senyawa fenolik golongan asam fenolat yaitu metil galat.
Kata Kunci : Asam Fenolat, Bunga tumbuhan kersen (Muntingia calabura L)
Fenolik, Metil Galat, Isolasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
ISOLATION AND IDENTIFICATION OF PHENOLICS COMPOUNDS
FROM THE FLOWER OF KERSEN PLANT
(Muntingia calabura L)
ABSTRACT
Isolation and identification of phenolics which contained from the flower of
the kersen plant (Muntingia calabura L) has been done. Flower of the kersen plant
2060 g were extracted maceration by methanol solvent. The concentrated methanol
extract was dissolved with ethyl acetate repeatedly until negative to 5% FeCl3 then
concentrated. Then the ethyl acetate extract was dissolved again with methanol and
partitioned with n-hexane until it was clear. Methanol extract was separated by
column chromatogaphy with silica gel 40 silent phase (70-230 mesh) and mobile
phase chloroform : methanol in the ratio of 90:10, 80:20, 70:30, 60:40 ( v /v). The
compound obtained was purified by preparative thin layer chromatography to
produce 8,03 mg of amorphous yellow solid with Rf 0,27 use eluent chroloform :
ethyl acetate (80:20) v/v Based on UV-Visible spectrum showed the presence of OH
groups, C-H sp2 from aromatic protons, C-H sp3 from OCH3, C=O ester, C=C
aromatic and C-O groups. Based on the magnetic resonance (1H-NMR) spectrum of
the proton nucleus shows the presence protons H-2 and H-6 in the aromatic ring of
phenolic compounds, and protons from –OCH3 From these dat, it was estimated that
the compound phenolic was estimated as phenolic acid of methyl gallate.
Keywords: Phenolic Acid, Flower of the Kersen Plant (Muntingia Calabura L),
Phenolic, Methyl Gallate, Isolation.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI I
PERNYATAAN ORISINALITAS Ii
PENGHARGAAN Iii
ABSTRAK Iv
ABSTRACT V
DAFTAR ISI Vi
DAFTAR TABEL Viii
DAFTAR GAMBAR Ix
DAFTAR LAMPIRAN X
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Tujuan Penelitian 2
1.4. Manfaat Penelitian 3
1.5. Metodologi Penelitian 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Kersen 4
2.2.1. Morfologi Tumbuhan Kersen 4
2.2.2. Kandungan dan Manfaat Tumbuhan Kersen 5
2.2.3. Sistematika Tumbuhan Kersen 5
2.2. Senyawa Organik Bahan Alam 6
2.3. Senyawa Fenolik 6
2.3.1. Klasifikasi Senyawa Fenolik 7
2.3.2. Manfaat Senyawa Fenolik 13
2.4. Teknik Pemisahan 14
2.4.1. Ekstraksi 15
2.4.2. Partisi 15
2.4.3. Kromatogafi 15
2.4.3.1. Kromatogafi Lapis Tipis 16
2.4.3.2. Kromatogafi Lapis Tipis Preparatif 19
2.4.3.3. Kromatogafi Kolom 19
2.5. Teknik Spektroskopi 20
2.5.1.Spektrofotometri Ultraviolet (UV-Vis) 21
2.5.2.Spektrofotometri Inframerah (FT-IR) 22
2.5.3.Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti
Proton(1HNMR)
23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 25
3.2. Alat dan Bahan Penelitian 25
3.2.1. Alat Penelitian 25
3.2.2. Bahan Penelitian 26
3.3. Penyediaan Sampel 27
3.3.1 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Bunga
Tumbuhan Kersen
27
3.3.2 Ekstraksi Bunga Tumbuhan Kersen 27
3.3.3 Analisis Kromatogafi Lapis Tipis 27
3.3.4 Pemisahan Senyawa Fenolik denganKromatogafi
Kolom
28
3.3.5 Pemurnian 29
3.3.6 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatogafi
Lapis Tipis
29
3.4. Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi 29
3.4.1. Identifikasi dengan Spektrofotometer
Ultraviolet Visible (UV-Vis)
29
3.4.2. Identifikasi dengan Spektrofotometer
Inframerah (FT-IR)
30
3.4.3. Identifikasi dengan Spektrofotometer
Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
30
3.5. Bagan Penelitian 31
3.5.1. Bagan Skrinning Fitokimia 31
3.5.2. Bagan Isolasi Senyawa Fenolik 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil Penelitian 33
4.2.Pembahasan 36
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 40
5.2. Saran 40
DAFTARPUSTAKA 41
LAMPIRAN 44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel
Judul Halaman
4.1 Panjang Gelombang UV-Visible Senyawa Hasil Isolasi 34
4.2 Hasil Analisis Spektrum FT-IR Senyawa Hasil Isolasi 35
4.3 Pergeseran Kimia 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar
Judul Halaman
2.1 Tumbuhan Kersen (Muntingia calabura L). 4
2.2 Bunga Tumbuhan Kersen 5
2.3 Struktur Senyawa Fenol 7
2.4 Stuktur Floroglukinol 8
2.5 Struktur Asam Galat 8
2.6 Struktur(a)metil galat (b)fenil galat( c)fenil galat
(d)trimetil asam galat metil ester (e)etil galat
9
2.7 Struktur 2-hidroasefenon 10
2.8 Struktur (a)asam p-kumarat (b)p-koumaril aldehid
(c)p-koumaril alkohol
10
2.9 Struktur Junglon 10
2.10 Struktur Xanton 11
2.11
2.12
2.13
2.14
2.15
Stuktur Stiben
Struktur Flavonoida
Struktur Koniferil Alkohol
Struktur Hinokiflavon
Struktur Tanin
11
12
12
13
13
4.1 Padatan amorf hasil isolasi 33
4.2 Spektrum UV-Visible Senyawa Hasil Isolasi 34
4.3 Spektrum Inframerah (FT-IR) Senyawa HasilIsolasi 35
4.4 Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 36
4.5 Struktur Senyawa fenolik turunan Asam Fenolat 39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran
Judul Halaman
1 Hasil Determinasi Tumbuhan Kersen 45
2 Kromatogram Lapis Tipis Ekstrak Pekat Etil Asetat
Tumbuhan kersen Sebelum Kromatogafi Kolom
46
3 Kromatogram Lapis Tipis ekstrak Kulit Batang
Tumbuhan Kersen Setelah Penggabungan Fraksi
47
4 Kromatogram Lapis Tipis Senyawa Murni Hasil Isolasi 48
5 Spektrum 1H-NMR Senyawa Pembanding Metil Galat 49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan tumbuhan obat yang
mengandung senyawa bioaktif dan telah digunakan secara tradisional dari generasi
ke generasi untuk penyembuhan penyakit (Keller et al, 2011). Setiap tumbuhan
memiliki senyawa kimia yang terkandung didalam tumbuhan. Beragam jenis dan
senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan akan memiliki khasiat dan
manfaat. Upaya pencarian tumbuhan berkhasiat obat telah lama dilakukan, baik
untuk mencari senyawa baru ataupun menambah keanekaragaman senyawa yang
telah ada. (Djauhariya dan Hernani, 2004).
Senyawa metabolit sekunder terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya
adalah senyawa fenolik. Istilah fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal
dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung
satu atau dua subtituen hidroksil. Senyawa fenol merupakan senyawa metabolit
sekunder terbesar persebarannya dalam tanaman (Cheynier et al, 2013). Saat ini
sudah lebih dari 8000 struktur fenolik yang dilaporkan yang terdapat pada kingdom
tumbuhan. Tumbuhan mengandung jumlah yang sangat besar variasi turunan dari
fenolik, grup fenolik yang dilaporkan sangat bersangkutan bagi kesehatan manusia
yaitu asam fenol, flavonoid, (flavonon, flavononon, flavonol, 3- flavonol, isolflavon,
antosianin) lignan, dan stiben (Watson, 2014).
Muntingia calabura L yang dikenal dengan tumbuhan kersen atau seri
merupakan tumbuhan yang mengandung senyawa metabolit sekunder yang terdiri
dari memiliki buah kecil dan manis, berwarna hijau ketika masih muda dan berwarna
merah setelah tua dan matang. Pohon kersen termasuk ke dalam tumbuhan liar yang
rindang dan mudah berkembang biak walaupun pada suhu panas, tingginya mampu
mencapai 12 meter. Pohon ini mudah dijumpai di sepanjang jalan sebagai penyerap
polusi udara dan peneduh. Selain bermanfaat sebagai tumbuhan peneduh, kersen juga
memiliki banyak manfaat untuk kesehatan manusia (Laswati dkk, 2017). Pohon
kersen termasuk ke dalam tumbuhan jenis neotropik yaitu tumbuhan yang hidup
dengan baik dengan iklim tropis seperti Indonesia. Kersen berasal dari Filipina dan
menyebar ke Indonesia sekitar abad ke-19. Berdasarkan klasifikasi botani, kersen
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
termasuk ke dalam famili Malvales (Rosandari dkk, 2011). Kersen sendiri adalah
spesies tunggal dari genus Muntingia. Pemanfaatan kersen sebagai bahan obat-
obatan dan pangan sendiri di Indonesia masih belum optimal karena dianggap tidak
memiliki nilai ekonomis dan pengetahuan yang masih kurang tentang tumbuhan ini,
padahal memiliki manfaat yang sangat tinggi (Vembriarto dan Rahmad 2014). Daun
kersen memiliki senyawa fitokimia yang menunjukkan aktivitas antioksidatif dan
antimikroba (Haki, 2009).
Penelitian terdahulu oleh Nenden Nurhasanah (2012) melaporkan isolasi
senyawa antioksidan ekstrak metanol daun kersen mengandung flavonoid minor jenis
flavanon. Selanjutnya Muhammad Walid dkk (2019) melakukan isolasi dan
identifikasi senyawa kimia aktif kulit batang kersen terhadap artemia salina
melaporkan bahwa Identifikasi terhadap isolat fraksi 4.5.5 patut diduga merupakan
senyawa metabolit sekunder dari golongan flavonoid yaitu 5- (7,8-dimetoksi-3,4-
dihidro-2H-1-benzopiran-2-yl)- 2,3-dimetoksifenol, yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan sebagai obat antikanker.
Dari uraian diatas dan studi literatur yang telah dilakukan terhadap tumbuhan
Kersen, maka peneliti tertarik untuk melakukan isolasi dari bunga tumbuhan Kersen
dan menentukan golongan senyawa fenolik yang terdapat dalam bunga tumbuhan
Kersen.
1.2 Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah golongan senyawa fenolik apakah
yang terkandung dalam bunga tumbuhan Kersen?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan golongan senyawa
fenolik yang terkandung pada bunga tumbuhan Kersen.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumber informasi ilmiah
pada bidang Kimia Bahan Alam Hayati khususnya tentang golongan senyawa fenolik
yang terkandung dalam bunga tumbuhan Kersen.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
1.4.1 Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, isolasi senyawa fenolik dilakukan terhadap bunga
tumbuhan Kersen segar yang sudah dihaluskan sebanyak 2060 gram. Tahap awal
dilakukan uji skrining fitokimia untuk senyawa fenolik dari ekstrak metanol dengan
menggunakan pereaksi FeCl3 5%. Tahap isolasi yang dilakukan yaitu ekstraksi
maserasi dilanjutkan dengan menggunakan pelarut metanol lalu dipekatkan dengan
rotarievaporator dan diuapkan hingga semua pelarut metanol menguap. Ekstrak
metanol yang diperoleh kemudian dilarutkan menggunakan etil asetat dipekatkan
kembali dengan rotarievaporator dan diuapkan sehingga diperoleh ekstrak pekat etil
asetat. Ekstrak pekat etil asetat yang diperoleh dilarutkan dengan metanol lalu
dipartisi dengan n-heksan hingga bening. Lapisan metanol dipekatkan lalu
dikromatografi kolom dengan fasa diam silika gel dan fasa gerak merupakan
campuran pelarut kloroform : metanol dari perbandingan (90:10v/v), (80:20v/v),
(70:30v/v), (60:40v/v), sehingga dihasilkan fraksi – fraksi fenolik. Fraksi-fraksi yang
diperoleh dianalisi kromatografi lapis tipis. Fraksi-fraksi dengan harga Rf yang sama
lalu digabungkan, diuapkan dan dimurnikan. Kemudian dianalisis dengan
spektrofotometer UV-Visibel, spektrofotometer Infra Merah FT-IR, serta
spektrofotometer resonansi magnetik inti proton 1H-NMR.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TUMBUHAN KERSEN (Muntingia calabura L).
2.2.1 Morfologi Tumbuhan Kersen
Kersen termasuk ke dalam tumbuhan tahunan dengan tinggi mencapai 12 m
(Gambar 2.1). Batang tumbuhan ini berkayu, tegak, dan bulat. Lembaran daunnya
memiliki pangkal yang nyata dan tidak simetris dengan ukuran mencapai 14 cm x 4
cm (Tjitroseopomo, 2016). Daun berwarna hijau muda dengan bulu rapat di
permukaan bawah daun. Batangnya dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 12 cm,
namun pada umumnya berkisar antara 1-4 m, percabangannya mendatar dan
membentuk naungan yang rindang. Sedangkan bunganya berwarna putih terletak di
ketiak sebelah kanan atas daun, memiliki tangkai yang panjang, mahkota bertepi
rata, bentuk telur bundar, jumlah benang sarinya banyak antara 10-100 belai. Buah
kersen berbentuk bulat, rasanya manis, berwarna hijau pada waktu muda dan merah
setelah matang. Di beberapa negara kersen dikenal dengan beberapa nama: datiles,
aratiles, manzanitas (Filipina), khoomsomz, takhob (laos), krakhop barang
(Kamboja), kerup siam (Malaysia), capulin blanco, cacaniqua, niqua, iguito
(Spanyol), jamaican cherry, panama berry, singapore cherry (Inggris) dan japanese
kers (Belanda) (Kosasih dkk, 2013).
Gambar 2.1 Tumbuhan Kersen
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
Berikut merupakan gambar bunga tumbuhan kersen (Gambar 2.2)
(Gambar 2.2 Bunga Tumbuhan Kersen)
2.2.2 Kandungan Fitokima dan Pemanfaatan Kersen
Tumbuhan kersen ini mengandung begitu banyak senyawa kimia yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia (Kosasih dkk, 2013). Kersen termasuk salah satu
tumbuhan obat-obatan yang diduga memiliki substansi aktif sebagai anti diabetes
yaitu asam askorbat, serat, niasin dan betakaroten (Verdayanti, 2009). Daun kersen
digunakan sebagai obat sakit kepala dan anti radang dikarenakan kandungan
senyawa kimianya yang beragam yaitu; flavonoid, tannin, triterpenoid, saponin dan
polifenol yang menunjukkan aktivitas antioksidatif dan antimikroba. Selain itu
tumbuhan kersen sangat bermanfaat sebagai obat batuk, obat sakit kepala,
antiimflamasi, antioksidan, antikanker, antinosiseptik, antibakteri dan kardioprotektif
(Lim, 2012).
2.2.3 Sistematika Tumbuhan Kersen
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae
Family : Malvales/Columniferae
Ordo : Elaeocarpaceae
Genus : Muntingia
Spesies : Muntingia calabura L.
(Sari, 2012)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
2.2 Senyawa Organik Bahan Alam
Bahan alam didefinisikan sebagai senyawa organik dengan bobot molekul
antara 100 hingga 2000. Istilah bahan alam juga dapat digunakan untuk senyawa
ruahan dari alam, seperti bahan tanaman mentah, bahan makanan, resin, dan eksudat
tanaman (misalnya myrrh dan frankincense) atau ekstrak bahan tanaman (ekstrak air
atau alkohol) (Heinrich, 2009). Kimia bahan alam merupakan pengetahuan yang
telah dikenal sejak peradaban manusia tumbuh. Contoh yang dapat segera diketahui
adalah pembuatan bahan makanan, perwarnaan benda, obat-obatan atau stimulan,
dan sebagiannya (Sastrohamidjojo,1996). Senyawa alami secara umum adalah
molekul kimia berupa mineral, metabolit primer, dan metabolit sekunder. Bahan
alam dibedakan menjadi dua berdasarkan fungsi terhadap makluh hidup pembuatnya
yakni metabolit primer dan metabolit sekunder yaitu:
1. Metabolit Primer
Metabolit primer pada semua organisme sama meskipun berbeda genetiknya
polisakarida, protein, lemak dan asam nukleat merupakan penyusun utama
mahluk hidup.
2. Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis oleh mahluk tumbuhan,
mikrobia atau hewan melewati proses biositesis yang digunakan unruk menunjang
kehidupan namun tidak vital sebagaimana gula, asam amino dan asam lemak.
Metabolit ini memiliki aktifitas farmakologi dan biologi. Dibidang farmasi secara
khusus, metabolit sekunder digunakan dan dipelajari sebagai bahan obat
(Saifudin, 2014)
2.3 Senyawa Fenolik
Senyawa fenolik adalah senyawa yang mempunyai satu atau lebih gugus
hidroksil pada cincin aromatiknya. Senyawa fenolik merupakan metabolit sekunder
yang paling banyak didistribusikan dan secara universal terdapat dalam kingdom
tumbuhan. Lebih dari 8000 jenis fenolik yang berbeda telah diidentifikasi (Nollet dan
Gutierrez, 2018 ).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
Senyawa fenolik secara umum memiliki potensi sebabagi bakterisidal,
antiseptik, antioksidan, dan sebagainya (Pangelly, 2006). Senyawa ini dapat
digolongkan sebagai antioksidan karena senyawa ini berkemampuan untuk
membersihkan spesies oksigen dan nitrogen reaktif (Firdaus dkk, 2013).
Gambar 2.3 Struktur Senyawa Fenol
Fenolik memiliki banyak kemiripan dengan alkohol alifatik dimana
kelompok hidroksil terikat pada rantai karbon. Gugus hidroksil pada fenolik
dipengaruhi oleh cincin aromatiknya dimana hidrogen pada fenolik bersifat labil
menyebabkan fenol bersifat asam lemah. Senyawa fenolik dapat dikarakterisasi dari
tanaman dan biasanya ditemukan dalam bentuk ester dan glikosida bukan sebagai
senyawa bebas (Vermerris et al., 2006).
2.3.1. Klasifikasi Senyawa Fenolik
1. C6: Fenolik Sederhana
Secara umum senyawa fenolik mempunyai sifat sebagai bakterisidal,
antiseptik, dan antihelmintik (Pengelly, 2006). Senyawa dari gugus ini merupakan
hasil substitusi dari gugus fenol, dimana substituennya dapat berupa substitusi dalam
posisi orto, meta atau para. Contoh asam fenolik sederhana adalah Floroglukinol
(Gambar 2.4) (Vermerris et al, 2006).
Gambar 2.4 Struktur Floroglukinol
2. C6-C1 : Asam Fenolat
Senyawa fenolik dari golongan asam fenolat adalah fenol yang tersubstitusi
oleh gugus karboksil. Contohnya adalah asam galat (Gambar 2.5) yang merupakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
trifenol yang biasa terdapat dalam daun teh dalam bentuk teresterifikasi bersama
katekin ( Vermerris et al, 2006 ).
Gambar 2.5 Struktur Asam Galat
2.1 Asam Galat
Asam galat atau nama lain 3,4,5-trihidroxyi benzoic acid merupakan salah
satu seyawa fenol yang memiliki aktifitas antijamur, antivirus dan antioksidan (Sohi
et al, 2003). Asam galat merupakan salah satu senyawa aktif yang banyak
dimanfaatkan dibidang medis. Senyawa ini terdapat sebagai metabolit sekunder pada
tanaman (Vazirian et al., 2011). Salah satu antioksidan alami yaitu asam galat. Asam
galat termasuk dalam senyawa fenolik dan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat.
Estimasi kandungan fenolik total dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi
Folin-Ciocalteau. Metode ini berdasarkan kekuatan mereduksi dari gugus hidroksi
fenolik. Semua senyawa fenolik termasuk fenol sederhana dapat bereaksi dengan
reagen Folin-Ciocalteau. Kandungan fenolik total dalam tumbuhan dinyatakan dalam
GAE (gallic acid equivalent) yaitu jumlah kesetaraan miligram asam galat dalam 1
gram sampel (Huang, dkk 2005). Asam galat dan sejenisnya umumnya hadir dalam
berbagai buah dan jumlah tanaman, selain itu sejumlah besar turunan asam galat
yang disintesis juga tersedia. Berikut struktur dari beberapa turunan asam galat.
(Nayeem et al, 2016) :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 2.6 Struktur (a) Metil Galat, (b) Fenil Galat , (c) 3,4,5 Triaseton Asam
Galat, (d) Trimetil Asam Galat Metil Ester, (e) Etil Galat
3. C6-C2 : Asetofenon dan Asam Fenilasetat
Asetofenon dan asam Fenilasetat jarang ditemukan dialam. Asetofenon
dikenal dengan adanya gugus karboksil, berbeda dengan asam fenolat dimana gugus
karboksil dari asetofenon tidak berikatan langsung dengan cincin aromatiknya
( Vermerris et al, 2006 ).
Gambar 2.7 Struktur 2-hidroasetofenon
4. C6-C3 : Asam Sinamat, sinamil aldehid, dan sinamil alkohol
Keberadaan senyawa fenolik ini berlimpah di tanaman. Asam sinamat
memiliki ciri-ciri dengan rangka cincin benzen terikat pada atom yang terikat dengan
gugus karboksil. Sinamil aldehid dan sinamil alkohol memiliki struktur yang sama
dengan asam sinamat namun gugus karboksil diganti dengan gugus aldehid dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
hidroksil. Contoh asam sinamat, sinamil aldehid, sinamil alkohol berturut-turut
seperti pada (gambar 2.8)
Gambar 2.8 (a) Struktur Asam p-kumarat; (b) Struktur p-koumaril Aldehid;
(c) Struktur p-koumaril Alkohol
5. C6-C4 : Naptakoinon
Naftokuinon adalah senyawa fenolik yang tersebar luas pada tanaman, jamur,
dan bakteri. Naftokuinon di biosintesis melalui jalur asetat dan mevalonate yang
dipadukan dengan jalur sikimat. Beberapa contoh naftokuinon adalah plumbagin,
lawson,dan alkanin ( Nollet, 2015 ).
Gambar 2.9 Struktur Junglon
6. C6-C1-C6 : Xanton
Xanton adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman,
jamur, dan lumut. Kerangka dasar dari xanton C6-C1-C6 yang mengandung dua buah
cincin aromatik yang terikat oleh atom O ( Nollet, 2015 ). Xanton yang ditemukan di
tanaman Garcinia dulcis diketahui memiliki kemampuan menghampar pertumbuhan
Palmadium falciparum. Dua jenis benzofenon yaitu guttiferon dan gambogenon
memiliki sifat sitotoksi pada kanker usus (Vermerris et al 2006).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
Gambar 2.10 Struktur Xanton
7. C6-C2-C6 : Stilben dan Antrakuinon
Stilben dan Antrakuinon merupakan senyawa fenolik dengan kerangka dasar
C6-C2-C6 dengan dua buah cincin aromatik yang terhubung oleh jembatan etilen
(Nollet, 2015). Stilben merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antifungal
(Vermerris et al, 2006)
Gambar 2.11 Stuktur Stilben
8. C6-C3-C6 : Flavonoid dan Isoflavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15
atom karbon, dimana 2 cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3)
sehingga bentuk susunan Co C-C6 senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa
jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propane dari sistem 1,3-
diarilpropana. Enam jenis flavonoid utama, yaitu: anthocyanidins, flavanols,
flavanones, flavones. flavonols dan isoflavons. (Khoddami, A. 2006)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
Gambar 2.12 Struktur Flavonoida
9. (C6-C3)2 : Lignan dan Neolignan
Lignan merupakan dimer atau oligomer dari monolignol. Istilah lignan dan
neolignan dibedakan berdasarkan posisi ikatan monolignol dengan monolignol
lainnya. Berbeda dengan lignin dan neolignan, lignin merupakan polimer dari
monolignol. Berikut gambar dari struktur koniferil alkohol. (Markham, 1988) :
Gambar 2.13 Struktur Koniferil Alkohol
10. (C6-C3-C6)2 : Bioflavonoid
Merupakan senyawa fenolik yang memiliki rangka yang disusun atas 30 atom
karbon dan merupakan dimer dari flavon. Flavon merupakan salah satu anggota dari
flavonoid (Vermerris et al, 2006)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
Gambar 2.14 Struktur Hinokiflavon
11. Tanin
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui
mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan
antioksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri
dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal, mengendapkan
protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut (Desmiaty et al,
2008).
Gambar 2.15 Struktur Tanin
2.3.2. Manfaat Senyawa Fenolik
Senyawa fenol merupakan kelas utama antioksidan yang berada dalam
tumbuh-tumbuhan .Kandungan senyawa fenolik banyak diketahui sebagai terminator
radikal bebas dan pada umumnya kandungan senyawa fenolik berkolerasi positif
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
terhadap aktivitas antiradikal (Marinova et al, 2011). Fenol berperan sebagai
scavenger (pemakan) radikal peroksil karena fenol memiliki struktur molekul penting
yaitu cincin aromatik dan gugus hidroksil yang mengandung hidrogen yang dapat
berpindah. Selain itu, kemampuan fenol juga diketahui dapat mengurangi radikal
bebas melalui pembentukan khelat dengan ion-ion yang bervalensi dua seperti logam
Cu, Fe, Zn, dan Mn yang menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Antioksidan
fenolik (ArOH) berperan dalam memutus reaksi inisiasi radikal bebas oleh transfer
atom hidrogen atau oleh transfer elektron dengan cara membentuk kation radikal
fenoksil (Ar OH') yang secara cepat dan reversibel mengalami deprotonasi dan
membentuk radikal fenoksil (ArO'). Suatu radikal fenoksil dapat bergabung dengan
radikal peroksil (ROO) membentuk produk yang non- radikal. (Khoddami, 2006).
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau
polifenol yang dapat berupa golongan flavonoida,turunan asam sinamat, kumarin
tokofenol dan asam-asam organik polifungsional. Senyawa antioksidan alami
polifenolik ini bersifat multifungsional karena dapat bereaksi sebagai penangkap
radikal bebas, pengkelat logam dan perendam terbentuknya singlet oksigen
(Trilaksani, 2003)
2.4 Teknik Pemisahan
Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan
ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-
komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:
1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang
akan dipisahkan.
2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang
termasuk dalam satu golongan (Muldja, 1995)
2.4.1. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu teknik pemisahan kimia untuk memisahkan
atau menarik satu atau lebih komponen atau senyawa-senyawa dari suatu sampel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
dengan menggunakan pelarut tertentu yang sesuai (Leba, 2017). Beberapa metode
ekstraksi dapat digunakan untuk mengekstrak atau konstituen dalam suatu bahan
tanaman, yang diantaranya adalah maserasi, perkolasi, ekstaraksi sokletasi, ekstraksi
dengan refluks, dan didestilasi uap dalam ekstraksi padat-cair, bahan tanaman
ditempatkan dalam sebuah wadah, dan dibiarkan terjadi kontak dengan pelarut.
(Sarker, 2006) Terdapat juga metode ekstraksi sederhana yakni ekstraksi dingin.
Ekstaksi dingin dilakukan dengan cara merendam sampel dengan pelarut yang sesuai
dalam suhu kamar. Keuntungan cara ini merupakan metode ekstraksi yang mudah
karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam menjadi
terurai (Heinrich et al, 2010).
2.4.2. Partisi
Ekstraksi cair-cair atau disebut juga ekstraksi pelarut merupakan metode yang
didasarkan pada fenomena distribusi atau partisi berdasarkan analit dari dua pelarut
yang tidak saling bercampur. Ekstraksi ini dilakukan untuk mendapatkan suatu
senyawa dari campuran berfasa cair dengan pelarut lain yang juga merupakan
perbedaan kelarutan suatu senyawa dalam dua pelarut cair. Ekstraksi cair-cair
ditentukan oleh distribusi Nernst yang Hukum Distribusi Nernst menyatakan pada
suhu dan tekanan yang konstan, komposisi-komposisi akan terdistribusi dalam
proporsi yang sesuai dengan dua pelarut yang tidak saling bercampur. Pada ekstrasi
cair-cair alat yang digunakan adalah corong pisah. Corong pisah adalah yang
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran antara fasa
pelarut dengan densitas atau massa jenis yang berbeda yang tidak saling dicampur.
(Leba, 2017)
2.4.3. Kromatografi
Kromatogafi adalah suatu metode fisik untuk pemisahan yang didasarkan atas
perbedaan afinitas senyawa-senyawa yang sedang dianalisis terhadap dua fasa yaitu
fasa stasioner/fasa diam dan fasa mobil/fasa gerak. Jadi, campuran senyawa-senyawa
dapat mengalami adsorpsi dan desorpsi oleh fasa dalam secara berturut-turut
sehingga secara berurutan fasa gerak juga akan melarutkan senyawa-senyawa
tersebut dan proses pemisahan dapat terjadi karena campuran senyawa memiliki
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
kelarutan yang berbeda di antara dua fasa tersebut. Fasa diam yang digunakan dalam
kromatogafi dapat berupa zat padat juga berupa zat cair. Silika dan alumina
merupakan contoh zat padat yang sering digunakan sebagai fasa diam berkat
kemampuannya dalam mengadsorpsi bahan-bahan yang akan dipisahkan (sebagai
adsorben). (Endarini, 2016)
Kromatogafi didefiniskan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu
proses migasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri atas dua fase atau lebih.
Salah satu fase bergerak secara bersinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya,
zat-zat terlarut menunjukkan perbedaan mobilitas yang disebabkan oleh perbedaan
adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul, atau kerapatan muatan ion
(Harmita, 2009).
2.4.3.1. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatogafi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode yang paling
banyak digunakan dan paling mudah untuk memurnikan sejumlah kecil komponen.
Metode ini menggunakan lempeng kaca atau aluminium yang telah dilapisi dengan
penyerap (misalnya silika gel) dengan ketebalan tertentu tergantung pada jumlah
bahan yang akan dimuat ke dalam lempeng analisis biasanya memiliki ketebalan 0,2
mm; lempeng preparatif dapat memiliki ketebalan hingga 1-2 cm (Heinrich et al,
2010).
Fenomena yang terjadi pada KLT adalah berdasar pada prinsip adsorpsi.
Setelah sampel ditotolkan di atas fasa diam, senyawa-senyawa dalam sampel akan
terelusi dengan kecepatan yang sangat bergantung pada sifat senyawa-senyawa
tersebut (kemampuan terikat pada fasa diam dan kemampuan larut dalam fasa gerak),
sifat fasa diam (kekuatan elektrostatis yang menarik senyawa di atas fasa diam) dan
sifat fasa gerak (kemampuan melarutkan senyawa). Pada KLT, secara umum
senyawa-senyawa yang memiliki kepolaran rendah akan terelusi lebih cepat daripada
senyawa-senyawa yang memiliki kepolaran rendah akan terelusi lebih cepat daripada
senyawa-senyawa polar karena senyawa polar terikat lebih kuat pada bahan silika
yang mengandung silanol (SiOH2) yang pada dasarnya memiliki afinitas yang kuat
terhadap senyawa polar. (Endarini, 2016)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
Dalam pembuatan lapisan tipis digunkan plat-plat kaca yang memiliki ukuran
20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dan ukuran ini dianggap “standart”. Plat ini dicuci
terlebih dahulu dengan air dan detergen kemudian dikeringkan dengan aseton.
Selanjutnya membuat penyerap menjadi bubur dengan air, biasanya dalam
perbandingan x g penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk dengan baik dan
dibentangkan di atas plat kaca dengan berbagai cara. Tebal “standart” adalah 250
mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal (0,5 – 2,0 mm) digunakan untuk
pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan penyerap hingga
250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu keukaran dengan lapisan
tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila kering (Sastrohamidjojo, 1985).
Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan dalam
kromatogafi lapis tipis adalah sebagai berikut :
1. Silika gel
Ada beberapa jenis silika gel, yaitu :
a. Silika gel G
Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13 % kalsium sulfat sebagai
perekat. Jenis silika gel ini biasanya mengandung ion logam, terutama ion besi.
Kandungan ion besi dapat dihilangkan dengan mengembangkan plat TLC silika
gel G dengan sstem pelarut metanol : asam HCl pekat 9 : 1.
b. Silika gel H
Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H tidak
menngandung perekat kalsium sulfat. Silika gel H dipakai untuk pemisahan yang
bersifat spesifik, terutama lipida netral
c. Silika gel PF
Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang dibuat sedemikian rupa
sehingga senyawa-senyawa organik terikat pada plat ini dapat mengadakan
fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya dapat dikerjakan dengan menempatkan
plat yang telah dikembangkan di dalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra
violet yang bergelombang pendek.
2. Alumina
Penggunaan alumina dalam TLC, yang semula diperkenalkan oleh peneliti
dari Cekoslowakia, tidak sesering silika gel. Sebenarnya alumina netral mempunyai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti terpena,
alkaloid, steroid, dan senyawa-senyawa alisklik, alifatik, serta aromatik. Sebagai zat
perekat alumina tidak mengandung zat perekat, mempunyai sifat alkalis dan dapat
digunakan baik tanpa maupun dengan aktivasi.
3. Kieselguhr
Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika gel dan alumina,
oleh karena itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa-senyawa polar (Adnan,
1997). Nilai utama KLT pada penelitian ialah sebagai cara analisis cepat yang
memerlukan bahan sangat sedikit.
Menurut Markham, KLT memiliki peranan penting dalam metode pemisahan dan
isolasi yaitu :
a. Mencari pelarut untuk kromatogafi kolom
b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatogafi kolom
c. Menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi
d. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatogafi
e. Isolasi flavonoida murni skala kecil.
Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang
diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan
jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang
ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk
mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat
dibandingkan dengan harga Rf senyawa pembimbing.
Rumus:
Rf =𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ𝐹𝑎𝑠𝑒𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘
Beberapa banyak diantaranya faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah:
1. Struktur senyawa yang dipisahkan
2. Sifat dari adsorben dan derajat aktivitasnya
3. Tebal dan kerataan permukaan adsorben
4. Kemurnian pelarut
5. Derajat kejenuhan uap pelarut dalam bejana pengembangan
8. Jumlah cuplikan
9. Temperatur (Rubiyanto, 2017)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
2.4.3.2. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
KLTP merupakan salah satu metode pemisahan yang memerlukan
pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling dasar. Walaupun KLTP
dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya
dalam jumlah milligram. Ketebalan plat yang sering dipakai adalah 0,5-2 mm.
ukuran plat biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Untuk jumlah sampel 10-100 mg,
dapat dipisahkan menggunakan KLTP dengan adsorben silika gel atau aluminium
oksida dengan ukuran 20 x 20 cm dan tebal 1 mm. jika tebalnya diduakalikan, maka
banyaknya sampel yang dapat dipisahkan bertambah 50%. Seperti halnya KLT biasa,
adsorben yang paling umum pada KLTP adalah silika gel. (Endarini, 2016)
Sebelum ditotolkan pada plat KLT Preparatif, sampel dilarutkan terlebih
dahulu dalam sedikit pelarut. Pelarut yang baik adalah pelarut yang mudah menguap,
misalnya n-heksana, diklorometana atu etil asetat. Karena jika pelarut yang
digunakan tidak mudah menguap, maka akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi
sampel juga sebaiknya hanya 5-10%. Sampel yang ditotolkan harus berbentuk pita
yang sesempit mungkin karena baik tidaknya pemisahan juga bergantung pada
lebarnya pita (Rohman, 2007).
2.4.3.3. Kromatografi Kolom
Kromatogafi kolom adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada
peristiwa adsorpsi. Sampel yang biasanya berupa larutan pekat diletakkan pada ujung
atas kolom. Eluen atau pelarut dialirkan secara kontinu ke dalam kolom. Dengan
adanya gravitasi atau karena bantuan tekanan, maka eluen/pelarut akan melewati
kolom dan proses pemisahan akan terjadi. Seperti pada umumya, eluen/pelarut akan
digunakan dimulai dari yang paling non polar dan dinaikkan secara gadien
kepolarannya hingga pemisahan dapat terjadi. (Endarini, 2016) Kromatogafi kolom
merupakan peralatan yang sangat penting dalam pemisahan flavonoida. Adapun fase
diam yang pada umumnya digunakan dalam kromatogafi kolom yaitu silica gel,
sephadex, polyamida dan selulosa dimana fase gerak yang biasa digunakan yaitu
campuran antara pelarut organik polar dan pelarut oganik nonpolar dengan
menggunakan metode elusi gadient (Bhat, 2005).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
Untuk dapat diperoleh pemisahan yang sempurna perlu dilakukan pemisahan
fasa diam dan fasa gerak secara tepat dan sesuai. Faktor yang menjadi ukuran
pemilihan terhadap kedua fase tersebut antara lain polaritas dan kelarutan.
Teknik Kromatografinya:
1. Dibuat bubur adsorben yang berasal dari padatan yang telah kita pilih.
2. Bubur adsorben dituangkan kedalam kolom gelas ukuran tinggi ± 40 cm
dan diameter ± 2 cm yang dibagian ujung bawahnya dilengkapi dengan
kran, secara hati-hati. Bagian bawah ditahan dengan glass wool atau
sejenisnya untuk menghindari lolosnya adsorben dari dalam kolom.
3. Dijaga jangan sampai terjadi gelembung udara pada bagian dalam kolom.
Hasil akhir penuangan bubur adsirben berbentuk padat tanpa retakan.
4. Padatan kolom yang terbentuk dijaga supaya tetap basah oleh pelarut
dengan menuangkan pelarut dengan hati-hati dan terhindar dari
kekeringan permukaan.
5. Bila akan digunakan pelarut yang berbeda sebagai fase gerak maka kolom
harus diuci terlebih dahulu dengan pelarut yang dimaksud dengan cara
mengalirkan secara berulang-ulang pelarut tersebut kedalam kolom serta
didiamkan beberapa saat sebagai langkah aktivasi kolom
6. Pada saat penuangan cuplikan dilakukan melalui bagian tepi tabung
kolom secara perlahan-lahan, tidak langsung ke permukaan padatan
karena dapat merusak permukaan padatan
7. Laju alir fase gerak diatur dengan menentukan kecepatan penetesan cairan
setiap satuan waktu. Fraksi yang ditampung diharapkan akan bervolume
sama dalam selang waktu tertentu (Rubiyanto, 2017)
2.5 Teknik Spektroskopi
Spektroskopi adalah alat analisis yang menggunakan radiasi (sinar) sebagai
sumber energi. Spektroskopi digunakan untuk menganalisis senyawa organik secara
kualitatif, kuantitatif dan yang paling penting adalah pelacakan atau elusidasi struktur
(Sitorus, 2009).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
2.5.1. Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)
Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar
ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan
elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis
biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam
larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit
informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum
ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di
dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang
tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer .
Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen atau deuterium
untuk pengukuran uv dan lampu tungsten untuk pengukuran pada cahaya tampak.
Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah panjang
gelombang (wavelength separator) seperti prisma atau monokromator. Spektrum
didapatkan dengan cara scanning oleh wavelength separator sedangkan pengukuran
kuantitatif bisa dibuat dari spektrum atau pada panjang gelombang tertentu. Ketika
suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan menyebabkan
tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Tipe
eksitasi tergantung pada panjang gelombang cahaya yang diserap. Sinar ultraviolet
dan sinar tampak akan menyebabkan elektron tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi.
Sistem yang bertanggung jawab terhadap absorbsi cahaya disebut dengan kromofor.
Beberapa istilah penting :
1. Kromofor; merupakan gugus tak jenuh (pada ikatan kovalen) yang
bertanggung jawab terhadap terjadinyaabsorbsi elektronik (misalnya C=C,
C=O, dan NO2).
2. Auksokrom; merupakan gugus jenuh dengan adanya elektron bebas (tidak
terikat), dimana jika gugus ini bergabung dengan kromofor, akan
mempengaruhi panjang gelombang dan intensitas absorban.
3. Pergeseran Batokromik; merupakan pergeseran absorban ke daerah panjang
gelombang yang lebih panjang karena adanya substitusi atau efek pelarut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
4. Pergeseran Hipsokromik; merupakan pergeseran absorban ke daerah panjang
gelombang yang lebih pendek karena adanya substitusi atau efek pelarut.
5. Efek Hiperkromik; merupakan peningkatan intensitas absorban.
6. Efek Hipokromik; merupakan penurunan intensitas absorban. (Dachriyanus,
2004)
2.5.2. Spektroskopi Infra Merah (FT-IR)
Spektrofotometer inframerah pada umumnya digunakan untuk menentukan
gugus fungsi suatu senyawa organik dan mengetahui informasi struktur suatu
senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya. Jika suatu frekuensi
tertentu dari radiasi inframerah dilewatkan pada sampel suatu senyawa organik maka
akan terjadi penyerapan frekuensi oleh senyawa tersebut. Detektor yang ditempatkan
pada sisi lain dari senyawa akan mendeteksi frekuensi yang dilewatkan pada sampel
yang tidak diserap oleh senyawa. Banyaknya frekuensi yang melewati senyawa
(yang tidak diserap) akan diukur sebagai persen transmitan. (Dachriyanus, 2004).
Spektrum infra merah merupakan plot antara transmitans dengan frekuensi
atau bilangan gelombang. Spektrum ini juga menunjukkan banyaknya puncak
absorpsi (pita) pada frekuensi atau bilangan gelombang yang karakteristik. Daerah
bilangan gelombang yang sering digunakan pada spektrum infra merah berkisar
antara 4000-670 cm-1(2,5-15 µm). (Swarya, 2015)
Faktor-faktor yang berpengaruh pada frekuensi vibrasi adalah sebagai berikut:
1. PenggandenganVibrasi
Ikatan-ikatan C-H pada gugus metilen saling mengalami penggandengan
sehingga mempunyai dua pita vibrasi ulur, yaitu simetris dan asimetris.
Frekuensi kedua pita ini berbeda.
2. Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen pada gugus karbonil akan memperpanjang ikatan C=O,
misalnya dalam asam salisilat. Akibatnya, kekuatan ikatan C=O berkurang
sehingga pita vibrasi muncul pada frekuensi yang lebih rendah.
3. Efek induksi
Unsur yang bersifat elektronegatif cenderung menarik elektron ke antara atom
karbon dan oksigen dalam ikatan C=O sehingga ikatan tersebut menjadi lebih
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
kuat. Akibatnya, pita vibrasi ikatan C=O muncul pada frekuensi yang lebih
tinggi.
4. Efek resonansi
Adanya ikatan C=C yang bertetangga dengan gugus karbonil menyebabkan
terjadinya delokalisasi elektron pada ikatan C=O dan ikatan rangkap.
Akibatnya, ikatan C=O akan lebih bersifat sebagai ikatan tunggal dan
kekuatan ikatannya melemah sehingga pita vibrasi akan muncul pada
frekuensi yang lebih rendah.
5. Sudut ikatan
Cicin berkeanggotaan enam yang memilki gugus karbonil tidak begitu tegang
sehingga pita vibrasi ikatan C=O muncul seperti ikatan C=O dalam keton
normal.
6. Efek medan
Keberadaan dua gugus dalam satu molekul sering kali saling mempengaruhi
frekuensi vibrasi masing-masing gugus tersebut karena terjadi interaksi
ruang, yang dapat bersifat elektrostatik dan atau sterik (Harmita, 2009).
2.5.3. Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
Spektrometer resonansi magnetik inti (Nuclear Magnetic Resonance), yang
disingkat sebagai NMR, merupakan instrumen yang sangat panting untuk
memperoleh informasi senyawa kimia, juga dapat menyelesaikan dan memecahkan
masalah atau informasi yang sebelumnya sulit untuk diperoleh. NMR mempunyai
peranan panting dalam ilmu kimia, disebabkan oleh dua faktor.Pertama, penerapan
NMR yang terbaru dimana hasil peningkatan selama beberapa tahun terakhir. Kedua,
spektrometer NMR merupakan instrumen yang tersedia di pasaran berkembang terus,
dan memenuhi standar sensitivitas, fleksibilitas, efsiensi, kecanggihan komputasi,
dan harga yang sesuai dipasaran (Jenie, 2014).
Fenomena 1H-NMR terjadi jika inti yang searah dengan medan magnet
eksternal dibuat mengabsorpsi energi (berupa radiasi elektromagnetik) sehingga
orientasi spinnya berubah. Dalam suatu molekul, tiap proton berada dalam
lingkungan kimia yang sedikit berbeda. Akibatnya, proton-proton itu mempunyai
perisai elektronik yang tingkatnya atau jumlahnya sedikit berdeda. Dengan demikian,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
proton-proton tersebut akan beresonansi pada frekuensi yang sedikit berbeda. Harga
freakuensi absolut masing-masing proton yang berbeda sangat sulit diukur hingga
presisi yang sedemikian kecil. Dalam 1H-NMR, yang diukur adalah perbedaan antara
frekuensi resonansi suatu jenis proton dan frekuensi resonansi proton senyawa
pembanding (Harmita, 2009).
Inti atom-atom tertentu akan mempunyai spin, yang berputar dan
menghasilkan momen magnetik sepanjang aksis spin. Jika inti yang berputar ini
diletakkan didalam medan magnet, maka sesuai dengan kalkulasi kuantum mekanik,
momen magnetiknya akan searah (paralel; mempunyai energi yang rendah) atau
berlawanan arah (antiparalel, mempunyai energi yang tinggi) dengan arah medan
magnet yang diberikan. Spektrometer resonansi magnet inti proton pada umumnya
digunakan untuk mentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang
sama pada suatu senyawa organik dan mengetahui informasi mengenai struktur suatu
senyawa organik (Dachriyanus, 2004).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Sampel yang diteliti adalah bunga tumbuhan kersen diperoleh dari daerah
Padang Bulan, Sumatera Utara. Kemudian diidentifikasi sampel dilakukan di
Laboratorium Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera Utara
(lampiran 1). Isolasi senyawa fenolik dilakukan pada bulan September sampai
Januari 2020 di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam dan Laboratorium
Pascasarjana FMIPA USU. Identifikasi senyawa hasil isolasi yang meliputi analisa
spektrofotometer UV-Vis, FT-IR dan Spektrofotometer 1H-NMR dilakukan di
Laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA ITB.
3.2.1 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.2 Alat Penelitian
Nama Alat Ukuran Merk
1. Spektroskopi 1H-NMR 500MHZ Jeol/Delta2NMR
2. Spektrofotometer FT-IR Shimadzu
3. Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu
4. Lampu UV 254nm/ 356nm UVGL 58
5. Rotarievapotaror Bűchi R-114
6. Labu Rotarievaporator 1000 mL Schoot/ Duran
7. Kolom Kromatogafi Pyrex
8. Neraca Analitis Mettler AE 200
9. Alat Destilasi
10. Corong Pisah 1000 mL Pyrex
11. Chamber
12. Beaker glass 500ml/1000ml Pyrex
13. Erlenmeyer 250ml Pyrex
14. Gelas Ukur 100ml Pyrex
15. Corong Kaca
16. Pipet Tetes
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
17. Spatula
18. Batang Pengaduk
19. Statif dan Klem
20. Penangas Air
21. Pipa Kapiler 75 mm Nesco
22. Botol Vial 12 mL
23. Pipet Tetes
3.2.2 Bahan Penelitian
Nama Bahan Ukuran Merek
1. Bunga Tumbuhan Kersen 2060 g
2. Metanol Teknis
3. Etil Asetat Teknis
4. Kloroform p.a.E.Merck
5. n-heksana Teknis
6. Silika Gel 40 (70-230 mesh) ASTM E.Merck KgA
7. Plat KLT Silika Gel 60 F254 E.Merck.Art 554
8. Plat KLT Preparatif
9. Aluminium Foil 8 m x 30 cm Klin Pak
10. Kapas
11. Kertas Saring
12. FeCl3 5%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
3.3 Penyedian Sampel
Bunga tumbuhan kersen segar dihaluskan menggunakan blender sampai
diperoleh serbuk bunga tumbuhan Kersen sebanyak 2060 gram.
3.3.1 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Bunga Tumbuhan Kersen
Serbuk segar halus bunga tumbuhan Kersen diidentifikasi dengan
menggunakan cara skrining fitokimia. Untuk membuktikan adanya senyawa fenolik
yang terdapat dalam Bunga Tumbuhan Kersen maka dilakukan uji pendahuluan
secara kualitatif dengan reaksi warna dengan cara merendam 10 g serbuk segar halus
bunga tumbuhan Kersen ke dalam gelas Erlenmeyer menggunakan pelarut metanol
sebanyak 100ml, kemudian diekstraksi maserasi dan didiamkan selama 1 malam lalu
didekantasi larutan dan dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan dengan
FeCl3 5% menghasilkan koloid berwarna hitam.
3.3.2 Ekstraksi Bunga Tumbuhan Kersen
Serbuk Bunga Tumbuhan Kersen ditimbang sebanyak 2060 g, kemudian
dimaserasi dengan metanol sebanyak ± 20 L sampai sampel terendam seluruhnya,
dibiarkan selama ± 48 jam. Maserat ditampung dan dipekatkan dengan menggunakan
alat rotarievaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol dan diuji dengan
FeCl3 5%. Kemudian diuapkan dengan penangas air hingga semua pelarut metanol
menguap. Lalu dilakukan pemisahan tanin dengan cara melarutkan ekstrak pekat
metanol dengan pelarut etil asetat secara berulang- ulang hingga negatif fenolik diuji
dengan FeCl3 5%. Filtrat kemudian dirotarievaporator lalu diuapkan dengan
penangas air hingga semua pelarut etil asetat menguap. Lalu ekstrak pekat etil asetat
diuji dengan FeCl3 5%. Ekstrak pekat etil asetat dilarutkan dengan metanol dan
diekstraksi partisi berulang-ulang dengan n-heksan sampai lapisan n-heksan bening.
Lapisan metanol dipisahkan dari lapisan n-heksan, lalu diuji dengan FeCl3 5% dan
dipekatkan kembali dengan rotarievaporator dan diuapkan kembali sehingga
diperoleh ekstrak padat lapisan metanol sebanyak 30 g.
3.3.3 Analisis Kromatogafi Lapis Tipis
Analisis Kromatogafi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak metanol dengan
menggunakan fase diam silika gel 60F254 Merck. Analisis ini dilakukan untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
menentukan sistem dan perbandingan pelarut yang sesuai untuk kromatogafi kolom.
Fase gerak yang digunakan adalah campuran pelarut kloroform : metanol dengan
perbandingan 90:10; 80:20; 70:30; 60:40 (v/v).
Dimasukkan 10 ml campuran larutan fase gerak kloroform : metanol 90:10
(v/v) kedalam chamber, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan ekstrak pekat metanol
pada plat KLT yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat kedalam chamber yang telah
berisi campuran pelarut yang telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi hingga pelarut
mencapai batas yang telah ditentukan. Plat yang telah dielusi, dikeluarkan dari
bejana, lalu dikeringkan. Diamati noda yang terbentuk dibawah sinar UV, kemudian
difiksasi dengan pereaksi FeCl3 5%. Diamati warna bercak yang timbul dan dihitung
harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama dilakukan untuk perbandingan pelarut
kloroform : metanol dengan perbandingan 80:20; 70:30; 60:40 (v/v).
3.3.4 Pemisahan Senyawa Fenolik dengan Kromatogafi Kolom
Pemisahan senyawa fenolik dilakukan dengan kolom kromatogafi terhadap
ekstrak padat metanol. Fase diam yang digunakan adalah silika gel 40 (70-230 mesh)
ASTM dan fase gerak yaitu kloroform 100%, campuran pelarut kloroform:metanol
dengan perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40 (v/v).
Terlebih dahulu dirangkai alat kromatogafi kolom. Kemudian dibuburkan
silika gel 60 (70-230 mesh) ASTM dengan menggunkan kloroform, diaduk-aduk
hingga homogen lalu dimasukkan kedalam kolom kromatogafi. Kemudian dielusi
dengan menggunakan kloroform 100% hingga silika gel padat dan homogen.
Dibuburkan 7 g ekstrak padat metanol ditambahkan dengan silika gel kemudian
dilarutkan dengan pelarut metanol, lalu dikeringkan. Kemudian dimasukkan kedalam
kolom kromatogafi yang telah berisi bubur silika gel, lalu ditambahkan fase gerak
kloroform:metanol 90:10 (v/v) secara perlahan-lahan dan diatur sehingga aliran fase
yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fase gerak dari atas.
Ditingkatkan kepolaran dengan menambahkan fase gerak kloroform:metanol dengan
perbandingan 80:20 (v/v), 70:30 (v/v), 60:40 (v/v). Hasil yang diperoleh ditampung
dalam botol vial setiap ± 10 mL, lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf
yang sama lalu diuji dengan FeCl3 5%. Kemudian diuapkan sampai terbentuk pasta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
3.3.5 Pemurnian
Pasta yang diperoleh dari isolasi dengan kromatogafi kolom dilarutkan
kembali dengan metanol lalu dianalisis KLT untuk mengetahui apakah senyawa yang
diperoleh sudah murni atau belum sekaligus mencari fase gerak yang sesuai untuk
KLT preparatif. Kloroform: Etil asetat 80:20 (v/v) adalah fase gerak yang
menunjukkan pemisahan yang paling baik untuk digunakan KLT preparatif. Pasta
yang telah dilarutkan ditotolkan secara perlahan-lahan dan sama rata disepanjang tepi
bawah plat KLT yang telah diaktifkan. Plat dimasukkan kedalam bejana yang berisi
campuran pelarut yang telah dijenuhkan, kemudian ditutup. Setelah dielusi, plat
dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, dan hasilnya diperiksa dibawah sinar UV. Tiap
zona diberi tanda dan digerus lalu dielusi dengan metanol: etil asetat (1:1). Hasil
elusi diuapkan hingga diperoleh padatan amorf berwarna kuning.
3.3.6 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatogafi Lapis Tipis (KLT)
Uji kemurnian pasta dilakukan dengan kromatogafi lapis tipis dengan
menggunakan fase diam silika gel 60 F254 dengan fase gerak dan kloroform: etil
asetat 80:20 (v/v).
Dimasukkan 10 mL larutan fase gerak kedalam bejana kromatogafi lapis
tipis, lalu dijenuhkan. Ditotolkan pasta yang sebelumnya dilarutkan dengan etil asetat
pada plat KLT. Dimasukkan plat KLT tersebut kedalam bejana kromatogafi lapis
tipis yang telah jenuh. Setelah pelarut fase gerak merembes sampai batas tanda, plat
KLT dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, diamati dibawah sinar UV, dan difiksasi
dengan menggunakan pereaksi FeCl3 5% menghasilkan bercak berwarna hitam yang
menunjukkan adanya senyawa fenolik dan dihitung harga Rf yang diperoleh.
3.4 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi
Analisis kemurnian senyawa hasil isolasi dilakukan uji dengan tiga jenis
spektroskopi yaitu Spektofotometer UV-Visible, Spektrofotometer Infra Merah (FT-
IR), dan Spektrofotometer Resonansi Magnet Inti Proton (1HNMR).
3.4.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer Ultraviolet Visible(UV-Vis)
Identifikasi dilakukan dengan alat spektrofotometer Ultraviolet Visible
menggunakan pelarut metanol, dengan :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
Nama Alat : UV
Spesifikasi : Agilent Technologies 8453 series
Waktu Pengerjaan : 16 Januari 2020
Operator : Lanang Solakhudin
3.4.2 Identifikasi dengan Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR)
Identifikasi dilakukan dengan alat Spektrofotometer FT-IR menggunakan
pelarut metanol, dengan:
Nama Alat : FT-IR PRESTIGE 21SHIMADZU
Spesifikasi : FT-IR merk FTIR prestige 21 shimadzu, made in Japan
Waktu Pengerjaan : 16 Januari 2020
Operator : Lanang Solakhudin
3.4.3 Identifikasi dengan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton
Identifikasi dilakukan denganSpektrofotometer Resonansi Magnetik Inti
Proton menggunakan pelarut metanol, dengan:
Nama Alat : Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
Spesifikasi : Merek Agilent 500 MHz dengan sistem konsol DD2,
Frekuensi 500MHz (1H) dan 125 MHz (13C)
Waktu Pengerjaan : 20 Januari 2020
Operator : Dr. Elvira Hermawati
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
3.5 Bagan Penelitian
3.5.1 Uji Skrining Fitokimia Menggunakan Pelarut Metanol
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
3.5.2 Bagan Isolasi Senyawa Fenolik Bunga Tumbuhan Kersen
(M. calabura L)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil skrining fitokimia terhadap ekstrak metanol dari bunga
tumbuhan kersen dengan penambahan pereaksi FeCl3 5% menghasilkan koloid
hitam, menunjukkan bahwa positif fenolik. Hasil elusi dari perbandingan eluen
kloroform : metanol 90:10 (v/v) pada fraksi 26-50, dilakukan KLT preparatif dengan
eluen kloroform: etil asetat 80:20 (v/v) untuk mendapatkan senyawa murni berupa
padatan amorf berwarna kuning seberat 8,03 mg (Gambar 4.1) dan Rf= 0,27 dengan
eluen kloroform : etil asetat 80:20 (v/v)
Gambar 4.1 Padatan amorf hasil isolasi
Untuk menentukkan struktur digunakan metode spektroskopi yaitu UV-Vis
untuk melihat lamda (λ) maksimum dari hasil isolasi. Dari sini terlihat adanya gugus
kromofor yaitu (C=O) dan ikatan rangkap (C=C) dari benzena. Spektrum UV-Visible
senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut metanol ditunjukkan pada
gambar 4.2 dibawah ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
Gambar 4.2 Spektrum UV-Vis Senyawa Hasil Isolasi
Dari hasil analisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis menunjukkan
adanya satu serapan panjang gelombang maksimum yang ditunjukkan pada tabel 4.1
dibawah ini :
Tabel 4.1 Panjang Gelombang UV-Visible Senyawa Hasil Isolasi
Puncak PanjangGelombang (nm) Absorbansi
I 276 0.99887
Kemudian FT-IR untuk melihat gugus – gugus fungsi dari senyawa yang
diisolasi. Vibrasi dari gugus fungsi ini terlihat pada spektrum FT-IR. Spektrum FT-
IR senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut metanol dapat dilihat pada
gambar 4.3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
Gambar 4.3 Spektrum Inframerah (FT-IR) Senyawa Hasil Isolasi
Hasil analisis spektrofotometer FT-IR padatan amorf hasil isolasi
menghasilkan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang yang dapat dilihat
pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil Analisis Spektrum FT-IR Senyawa Hasil Isolasi
Bilangan
Gelombang
(cm-1)
Bilangan
Gelombang
(cm-1) (Pavia
et al,1979)
Tipe Vibrasi Gugus Fungsi Intensitas
3412.08 3200-3500 Streaching O-H Tajam
2926.01 3000-2850 Streaching CH Sp2 dari
proton aromatis
Tajam
2854.65 3000-2850 Streaching CH dari CH3 Tajam
1728.22 1800-1600 Streaching C=O Ester Tajam
1516.05 1600-1475 Streaching C=C aromatis Tajam
1371.39 1450-1365 Bending CH Sp3 Tajam
1230.58 1300-1000 Streaching C-O Tajam
Kemudian data dari 1H-NMR untuk melihat peak dari proton, ada yang posisi
downfield dan upfield. Hasil ini dapat dilihat pada spektrum Gambar 4.4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Gambar 4.4 Spektrum H-NMR Senyawa Hasil Isolasi
Hasil analisis Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut metanol dan TMS sebagai
standar yang memberikan signal-signal pergeseran kimia dengan penjelasan pada
tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3 Pergeseran Kimia 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi
Atom H δ H Senyawa Hasil Isolasi Jenis Peak
H-2, H-6 7.0425 Puncak Singlet
H dari OCH3 3.8108 Puncak Singlet
4.2 Pembahasan
Hasil isolasi senyawa fenolik dari Bunga Tumbuhan Kersen mulai dari proses
ekstraksi maserasi dengan metanol karena sampel bersifat polar diperoleh ekstrak
pekat metanol 422,3 g kemudian dilarutkan menggunakan etil asetat secara berulang-
ulang sampai bening untuk melarutkan tanin karena tanin tidak larut dalam etil
asetat. Filtrat etil asetat dipekatkan kembali dengan rotarievaporator dan diuapkan
sehingga diperoleh ekstrak pekat etil asetat 60,2 g. Ekstrak pekat yang diperoleh
dilarutkan dengan metanol kemudian diekstraksi partisi dengan menggunakan pelarut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
n-heksan sampai bening karena n-heksan dan metanol tidak bercampur dan tujuan
partisi ini untuk memisahkan senyawa non polar. lapisan metanol diuapkan hingga
pekat sehingga diperoleh hasil 30 g. Dianalisis kromatogafi lapis tipis sebelum
kromatogafi kolom dan didapat perbandingan pelarut yang sesuai adalah kloroform :
metanol 90:10 v/v yang menunjukkan pemisahan yang lebih baik dari noda yang
dihasilkan. Hal ini dibuktikan dengan analisis KLT yang menunjukkan adanya dua
noda dengan jarak noda yang baik (Lampiran 2). Pada kromatografi kolom memakai
eluen kepolaran karena sampel yang ada disilika bervariasi kepolarannya. Setelah
pemisahan dengan kromatogafi kolom kemudian dilakukan analisis KLT untuk
penggabungan fraksi dan didapatkan lima penggabungan, fraksi yang dilanjutkan
adalah pengabungan tiga yaitu fraksi 26-50 dengan jarak Rf antar noda adalah 0.82
sebanyak 129 mg karena terdapat satu noda yang menunjukkan adanya pemisahan.
Dianalisis KLT kembali dengan sistem pelarut kloroform : etilasetat 80:20 (v/v),
selanjutnya dikromatogafi Lapis Tipis Preparatif dengan sistem pelarut kloroform :
etil asetat 80:20 (v/v), diamati dengan lampu UV, lalu diambil noda pertama dari
batas atas, kemudian silika gel digerus dari plat dan dielusi dengan perbandingan
pelarut metanol : etil asetat 1:1 (v/v). Senyawa yang diperoleh kemudian dianalisis
kembali dengan KLT menggunakan pelarut aseton dan n-heksan, kemudian diuji
kemurniannya dengan KLT menggunakan satu macam eluen. yang menunjukkan
satu noda pada senyawa yang dihasilkan dengan harga Rf sebesar 0,27 (lampiran 4).
Dari hasil analisis spektrum UV-Vis dengan pelarut metanol (Gambar 4.2)
memberikan serapan dengan panjang gelombang (λ max) 276 nm pada pita II dengan
adsorbansi 0.99887 nm Berdasarkan panjang gelombang yang diperoleh dapat
dinyatakan bahwa panjang gelombang senyawa hasil isolasi sama dengan panjang
gelombang rentan 270-295 nm adalah golongan asam galat, dihidroflavon, dan juga
flavonon (Bhat et al, 2005). Hal ini didukung dengan perhitungan panjang
gelombang untuk UV-Visible secara teori yaitu :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Kromofor Induk = 230 nm
m OH 2 x 7 =14 nm
p OH =25 nm
λ max = 269 nm
Berdasarkan hasil perhitungan λ max dari senyawa hasil isolasi sesuai dengan
panjang gelombang teori dari buku Pavia tahun 1982.
Dari hasil analisis spektrum FT-IR (Gambar 4.3) pada bilangan gelombang
3412.08 cm-1 dengan vibrasi stretching puncak tajam menunjukkan adanya O-H,
pada bilangan gelombang 2926.01 cm-1 puncak tajam menunjukkan adanya CH sp2
stretching dari proton aromatis, pada bilangan gelombang 2854.65 cm-1 puncak
tajam menunjukkan adanya CH dari CH3 stretching, pada bilangan gelombang
1728.22 cm-1 dengan vibrasi stretching puncak tajam dari gugus C=O ester, pada
bilangan gelombang 1516.05 cm-1 dengan vibrasi stretching puncak tajam
menunjukkan adanya C=C aromatis, pada bilangan gelombang 1371.39 cm-1 yang di
dukung oleh vibrasi bending dengan puncak tajam menunjukkan adanya CH dari sp3
dan pada bilangan gelombang 1230.58 cm-1 dengan vibrasi stretching puncak tajam
menunjukkan adanya C-O dengan data Spektrum Inframerah pembanding dari buku
Pavia tahun 1979.
Dari hasil analisis Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
dengan menggunakan pelarut metanol (CD3OD) dalam standar TMS (Gambar 4.4)
menunjukkan adanya pergeseran kimia pada daerah δ = 7,0425 ppm terdapat puncak
singlet yang menunjukkan proton H-2 dan H-6 pada cincin aromatis senyawa
fenolik, Puncak singlet menunjukkan karena adanya lingkungan kimia yang sama
sehingga memiliki pergeseran kimia yang sama. Proton H dari OCH3 ditunjukkan
pada pergeseran kimia pada daerah δ = 3,8108 ppm terdapat puncak Singlet yang
menunjukkan proton dari -OCH3. Spektrum ini dapat dibandingkan dengan data
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
proton 1H-NMR dari metil galat yang diisolasi dari Labisa pumila (Hisham, 2011)
memiliki pergeseran kimia pada daerah δ= 3,8 ppm yang menunjukkan proton
metoksi (-OCH3), sedangkan pada pergeseran kimia δ= 7,0 ppm menunjukkan dua
proton pada posisi 2 dan 6 (Lampiran 5).
Dari interpretasi data yang dilakukan pada spektrum UV-Visible, Spektrum
Inframerah (FT-IR), Spektrum 1H-NMR disimpulkan bahwa besar kemungkinan
senyawa hasil isolasi dari bunga tumbuhan kersen adalah senyawa fenolik yaitu metil
galat merupakan golongan asam fenolat seperti pada gambar 4.5 .
Gambar 4.5 Struktur Senyawa Hasil Isolasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil isolasi senyawa fenolik dari Bunga Tumbuhan Kersen (Muntingia
calabura L) sebanyak 2060 gram, dihasilkan padatan amorf berwarna kuning
sebanyak 8,03 mg menggunakan eluen kloroform: etil asetat 80:20 v/v, diuji
kemurnian dengan menggunakan eluen kloroform: etil asetat 70:30 v/v dan
diperoleh noda tunggal dengan harga Rf 0,27. Hasil analisa Spektrofotometer UV-
Visible, Spektrofotometer Inframerah (FT-IR) dan Spektrofotometer Resonansi
Magnetik Inti Proton (1H-NMR) menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi
diperkirakan merupakan senyawa fenolik golongan asam fenolat yaitu metil galat.
5.2 Saran
Untuk lebih mendukung struktur senyawa fenolik hasil isolasi, maka
sebaiknya perlu dilakukan analisis Spektrofotometer Karbon (13C-NMR) dan
Spektrofotometer Massa (MS).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Bhat, S., Nagasampagi, B., Sivakumar, S. 2005. Chemistry of Natural Product.
Narosa Publishing. New Dehli.
Cheynier V, Comte G,Davies KM. 2013.Plant Phenolic : Recent Advances on their
Biosinthedid,Genetics, and echophiciology. Plant physiology and Biochemis
try.71 : 1-20
Dachriyanus, 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik. Andalas University Press.
Padang
Desmiaty Y, Ratih H, Dewi M.A, Agustin R. 2008. Penentuan Jumlah Tanin Total
pada Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan Daun Sambang
Darah (Excoecaria bicolor Hassk.) Secara Kolorimetri dengan Pereaksi Biru
Prusia. Ortocarpus. 8: 106-109.
Djauhariya,E., dan Hermani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Cetakan I. Penerbit
Penebar Swadaya. Jakarta.
Endarini, L.K. 2016. farmakognisi dan fitokimia. Kementrian kesehatan republic
Indonesia.Jakarta Food Sources and Bioavailability.
Firdaus M, Prihanto AA, Nurdiani R, 2013. Tanaman Bakau Biologi dan
Bioaktivitas. Universitas Brawijaya Press (UB Press). Malang
Haki, M. 2009. Efek ekstrak daun Talok (Muntingia calabura L.) terhadap ektivitas
enzim SGPT pada mencit yang diinduksi karbon tetraklorida. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Harmita, 2009. Analisis fisikokimia. Volume 1 dan 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Heinrich, M., Barnes.J., Gibbons, S., Williamson, E.M. 2010. Farmakognosi dan
Fitoterapi.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hisham MN, Lip MJ, Noh MJ, Normah A, Nabila MF. 2011. Identification and
Isolation Of Methyl Gallate As A Polar Chemical Marker For Labisia Pumila
Benth. Journal Of Food Technologi Research Centre 279-284.
Huang. 2005. Identification of an Antifungal Chitinase from a Potential Biocontrol
Agent, Bacillus cereus. Journal of Biochemistry and molecular Biology, 38:
82-88.
Jenie, U. A. 2014. Teknik Modem Spektroskopi NMR: Teori dan Aplikasi dalam
Elusidasi Struktur Molekul Organik. LIPI Press. Jakarta
Keller PA, Nugraha AS, 2011. Revealing Indigenous Indonesian Traditional
Medicine: anti-infective agents. Natural Product Communications
Khoddami, A., Wilkes, M. A., Roberts, T. H. 2006. Techniques for Analysis of
Plant Phenolic Compounds.Department of Plant and Food Sciences,
University of Sydney.Australia
Kosasih, E., Supriatna, N., Ana, E. 2013. Informasi singkat benih kersen/talok
(Muntingiacalabura L.). Balai pembenihan Tanaman Hutan Jawa dan
Madura.
Laswati, D. T., Sundari, N. R. I., dan Anggraini, O. 2017. Pemanfaatan kersen
(Muntingia calabura, L.) sebagai alternatif produk olahan pangan: sifat kimia
dan sensoris. JurnalJITIPARI, Vol. 4: 127-134.
Leba, M. A. U. 2017. Ekstraksi dan Real Kromatogafi Penebit deepublish.
Yogyakarta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
Lim, T. K. 2012. Edible medicinal and non-medicinal plants. London New York.
Springer Dordrecht Heidelberg. 489-91.
Marinova D, Ribarova F, Atanassova M. 2005. Total Phenolics and Total
Flavonoids in Bulgarian Fruits and Vegetables. Univ Chem Technol
Metal
Markham KR, 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Terjemahan Kosasi
Padmawinata.ITB Press. Bandung.
Muhammad Walid, Simanjuntak P., Darmawan A., 2019. Isolasi dan identifikasi
senyawa kimia aktif kulit batang kersen terhadap artemia salina. jurnal
poltektegal, Vol 8 no 1
Muldja, M.H. 1995. Analisis Instrumental. Cetakan Pertama. Universitas Airlangga
Press. Surabaya.
Nayeem N, SMB A, Salem H, Alfqy SA, 2016. Gallic Acid: A Promising Lead
Molecule for Drug Development. Journal of Applied Pharmacy 8:213
Nenden nurhasanah,2012, isolasi senyawa antioksidan ekstrak metanol daun kersen
(Muntngia calabura Linn), Universitas Jenderal Achmad Yani, Bandung
Cimahi
NolletLML, Gutierrez JA, 2018. Food Analysis & Properties Series Phenolic
Compounds in Food Characterization and Analysis.. CRC Press, Taylor&
Francis Group. Boca Raton London.
Nollet L.M. 2015. Handbook of Food Analysis. Volume 1. CRC Press, Taylor&
Francis Group. Fidel Toldra.
Pavia DL, Lampman GM, Kris GZ. 1982. Organic Laboratory Techniques a
Contemporary Approach second edition. United States. America.
Pengelly WL, Vuayaraghavan SJ, Sciaky D, 1986. Neoplatic Progression In Crown
Gall In Tobacco Whitout Elevated Auxin Levels. Planta
Rosandari, T., Thayib, M. H., Krisdiawati, N. 2011. Variasi penambahan gula dan
lamainkubasi pada proses fermentasi Cider Kersen (Muntingina calabura L.).
Program Studi Teknologi Industri Pertanian.
Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Jakarta.
RubiyantoD.2017. Metode Kromatogafi Prinsip Dasar Praktikum dan Pembelajaran
Kromatogaf.i Deepublisher CV Bubi Utama. Yogyakarta.
Saifudin, A. 2014.Senyawa Alum Metabolit Sekunder.Deepublish.Yogyakarta.
Sari, C. I. P. 2012. Kualitas minuman serbuk Kersen (Muntingia calabura L.) dengan
variasi konsentrasi maltodekstrin dan ekstrak kayu secang (Caesalpinia
sappan L.). Skripsi, Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya,
Yogyakarta.
Sarker S. 2006.Natural Product Isolation.Second Edition. Humana Press Inc.
New Jersey
Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatogafi.Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Penertbit
Liberty.Yogyakarta
Sitorus, M. 2009. Spektroskopi. Elusidasi Struktur Molekul Organik. Gaha Ilmu.
Yogyakarta.
Sohi KK, Mittal N, Hundal MK, Khanduja KL, 2003. Gallic acid, and Antioxidant,
Exhibits Antiapoptotic potential in Normal Human Lympocytes:A Bcl-2
independent Mechanism.J. Nutr. Sci. Vitaminol49 (4): 221-227
Swarya, I. W. 2015. Spekstroskopi.Kimia FMIPA Universitas Udayana. Denpasar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
Tjitrosoepomo, G. 2016. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Trilaksani, W. 2003.Antioksidan: Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran
Terhadap Kesehatan. Bogor. Institut Pertanian Bogor
Verdayanti, T.E. 2009. Uji efektifitas jus buah kersen terhadap penurunan kadar
glukosa darah pada tikus putih. UMM. Malang
Vembriarto, J. P., dan Rahmad, S. 2014. Pengaruh ekstrak buah kersen (Muntingia
calabura L.) terhadap kadar glukosa darah tikus putih (Ratus novergicus)
yang diinduksistreptozotocin (STZ). Fakultas Kedokteran Hewan, UGM.
Yogyakarta.
Vazirian, M., Khanavi, M., Amanzadeh, Y., and Hajimehdipoor, H. 2011.
Quantification of Gallic Acid in Fruits of Three Medicinal Plants.Iranian
Journal of Pharmaceutical Research.
Vermerris, W. And Nicholson ,R. 2006. Phenolic Compound Biochemistry, Springer,
The Netherlands
Watson R. R, 2014. Pholyphenol in Plants Isolation, Purification, and Extract
Preparation, Elsivier. Inc. Amsterdam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
Lampiran 1: Hasil Determinasi Tumbuhan Kersen
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
Lampiran 2: Kromatogram Lapis Tipis ekstrak Bunga Tumbuhan Kersen
Sebelum kromatogafi kolom
Keterangan :
Fase diam: Kieselgel 60 F254
Fase Gerak: Kloroform: Metanol 90:10v/v
Jumlah Noda Rf
2 0,92
0,44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
Lampiran 3 : Kromatogram Lapis Tipis ekstrak Bunga Tumbuhan Kersen
Setelah Penggabungan Fraksi
Keterangan :
Fase diam: Kieselgel 60 F254
Fase Gerak: Kloroform: Metanol 80:20v/v
No. Fraksi Jumlahnoda Rf
1 5-19 1 0,95
2 20-25 1 0,88
3
4
5
26-50
51-100
101-250
1
2
2
0.82
0.77
0.2
0.75
0,22
1 2 3 4 5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
Lampiran 4: Kromatogram Lapis Tipis Senyawa Hasil isolasi
Keterangan :
Fase diam: Kieselgel 60 F254
Fase Gerak: Kloroform: Etil asetat 70:30 v/v
Jumlah Noda Rf
1 0,27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Lampiran 5 : Spektrum 1H-NMR Senyawa Pembanding Metil Galat
(Hisham et al 2011)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Top Related