INVENTARISASI POTENSI SUMBERDAYA LAHAN UNTUK
PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI
KECAMATAN NUSA PENIDA
KAB. KLUNGKUNG
Oleh:
I Wayan Sedana
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pembangunan Kabupaten Klungkung yang mengarahkan areal Nusa
Penida sebagai kawasan industri pariwisata yang diharapkan dapat
menyebabkan pertumbuhan ekonomi dari kegiatan kepariwisataan.
Menurut pola dasar pembangunan kawasan pariwisata Nusa Penida
Kabupaten Klungkung bertujuan :
1. Mewujudkan Nusa Penida sebagai kawasan wisata yang menarik bagi
pelaku bisnis pariwisata Bali, Indonesia, dan dunia.
2. Membentuk citra (image) Nusa Penida sebagai kawasan wisata yang unik
dan atraktif serta berdasarkan budaya Bali.
3. Mewujudkan keterpaduan dan sinergi perkembangan kawasan Nusa
Penida dan kawasan Bali lainnya.
4. Mewujudkan Nusa Penida sebagai kawasan wisata yang tumbuh dan
berkembang secara terencana, teratur, dan terkendali.
5. Mewujudkan pemanfaatan ruang kawasan pariwisata yang serasi dan
berwawasan lingkungan.
6. Mewujudkan Nusa Penida sebagai kawasan wisata yang menarik bagi
pelaku bisnis pariwisata Bali, Indonesia, dan dunia.
7. Membentuk citra (image) Nusa Penida sebagai kawasan wisata yang unik
dan atraktif serta berdasarkan budaya Bali.
8. Mewujudkan keterpaduan dan sinergi perkembangan kawasan Nusa
Penida dan kawasan Bali lainnya.
9. Mewujudkan Nusa Penida sebagai kawasan wisata yang tumbuh dan
berkembang secara terencana, teratur, dan terkendali.
10. Mewujudkan pemanfaatan ruang kawasan pariwisata yang serasi dan
berwawasan lingkungan.
11. Menghadirkan rencana tata ruang kawasan wisata Nusa Penida yang dapat
memberi kejelasan lokasi investasi.
B. Tujuan
Mengetahui potensi fisik sumberdaya lahan, untuk Perencanaan
Pengembangan Wilayah.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dent and Young (1987) menyatakan bahwa evaluasi lahan suatu
proses untuk memperkirakan potensi lahan untuk penggunaan tertentu
termasuk didalamnya penggunaan lahan untuk tanaman pangan,
perkebunan, daerah turis, pemukiman dan daerah konservasi. Dengan
demikian dalam mengevaluasi lahan diperlukan banyak ahli dalam
bidangnya masing-masing, sebagai contoh dalam evaluasi lahan untuk
pertanian memerlukan ahli dalam bidang tanah, agronomi, hidrologi,
biologi dan ekologi yang dibentuk menjadi satu tim yang akan
mengambil keputusan dalam menentukan kesesuaian lahan (Nasution,
2003).
Hasil dari evaluasi lahan merupakan dasar bagi pengambil
keputusan untuk menetapkan penggunaan lahan dan pengelolaan
(management) yang diperlukan.
Kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu biasanya dievaluasi
dengan menggunakan karakteristik lahan atau kualitas lahan.
Karakteristik lahan merupakan kelengkapan lahan itu sendiri, yang dapat
dihitung atau diperkirakan seperti curah hujan, tekstur tanah dan
ketersediaan air, sedangkan kualitas lahan lebih merupakan sifat
tanah yang lebih kompleks, seperti kesesuaian kelembaban tanah,
ketahanan terhadap erosi dan bahaya banjir (FAO, 1977).
Beberapa sistem evaluasi lahan (Klingebiel and Montgomery,
1976; Chan et al., 1975) menyarankan klasifikasi berdasarkan jumlah
dan tingkat keragaman dan faktor penghambat produksi. The FAO
Framework for Land Evaluation tidak dimaksudkan untuk
mengevaluasi lahan secara parametrik (Purnell, 1977). Hal ini
disebabkan oleh kesulitan untuk mendapatkan kesepakatan terhadap
kriteria yang akan digunakan dalam evaluasi, tetapi bukan berarti FAO
Framework tidak dapat digunakan untuk pendekatan parametriks
hanya perlu pengembangan pada parameter yang akan digunakan.
3
III. METODELOGI
Penelitian ini dilakukan dengan observasi langsung dan
menggunakan data sekender, selanjutnya dianalisa potensi fisik
sumberdaya lahan. Data informasi yang dipergunakan berasal dari data
sekunder dari hasil studi sejenis di sekitar wilayah studi, laporan dan
publikasi dari instansi teknis terkait baik di Kabupaten Klungkung dan
Provinsi Bali, rnaupun data primer yang didapatkan dari hasil pengukuran
dan survey di wilayah studi Wilayah studi termasuk wilayah Kecamatan
Nusa Penida, Kabupaten Klungkung yang memiliki luas wilayah 202.840
km2 terdiri atas 16 desa yakni, 79 Banjar, dan 37 desa adat.
4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Potensi fisik sumberdaya lahan
4.1.1. Iklim
A. Tipe Iklim
Tipe iklim di kawasan Pulau Nusa Penida adalah tipe iklim tropis
yang dicirikan dengan suhu dan kelembaban udara cukup tinggi dan
hujan bermusim, Kondisi iklim di kawasan tersebut termasuk tipe
iklim tropis yang dicirikan dengan suhu dan kelembaban udara cukup
tinggi dan hujan bermusim (Barry dan Chorley,1976). Berdasarkan
klasifikasi iklim Smith dan Fergusson, wilayah studi termasuk tipe
iklim F yang bercirikan dengan rata-rata bulan basah sebanyak 4 bulan
dengan curah hujan 1376 mm/tahun dan bulan kering rata-rata 55
hari//tahun. Kondisi iklim demikian mempengaruhi penggunaan lahan
yang lebih banyak pemanfaatan untuk lahan perkebunan di bandingkan
dengan persawahan. Berbeda dengan kawasan Kabupaten Klungkung
daratan, di sekitar dataran rendah yang lebih banyak memiliki areal
persawahan
Indeks perbandingan rata-rata bulan kering dan bulan basah (nilai
Q) sebesar 57 %.. Bulan kering terjadi sekitar bulan Juni sampai
September yang dipengaruhi oleh aliran udara dari daratan benua
Australia, yang dikenal dengan musim Timur. Kecepatan angin pada
musim ini bisa berhembus dengan cepat dari arah Tenggara maupun
Timur. Periode musim peralihan (pancaroba) diantara dua musim
terjadi pada bulan April sampai Mei dan bulan Oktober sampai
Nopember. Bulan basah merupakan bulan-bulan terjadinya musim
penghujan dicirikan dengan bulan yang terjadi mempunyai curah hujan
lebih dari 55 hari hujan berkisar tertinggi sebesar 1376 mm dan bulan
kering pada musim kemarau dicirikan dengan bulan yang mempunyai
curah hujan yang lebih kecil dari 60 mm
5
B. Temperatur
Temperatur udara di Kabupaten Klungkung rata-rata adalah 26°
Celsius dengan suhu terendah sekitar 24,7° Celsius dan tertinggi 28.3°
Celsius.
Sumber: BMKG 111,2015
Gambar 4.2.
Suhu Udara Rata-rata Bulanan Periode Tahun 2010
Kelembaban udara di wilayah studi akan lebih besar dari
kelembaban udara relatif rata-rata hasil analisis data stasiun
klimatologi, karena wilayah studi memiliki areal yang berada dekat
dengan daerah penguapan air laut. Kelembaban rata-rata di wilayah
studi sebesar 82 % yang berfluktuasi antara musim hujan dan musim
kemarau.
C. Curah Hujan
Pola curah hujan di wilayah studi umumnya mempunyai jumlah
curah hujan tahunan rata-rata di atas 1000 mm. Begitu juga curah
hujan menunjukkan perbedaan antara belahan Bali bagian selatan dan
bagian utara, dimana umumnya daerah Bali bagian selatan turun hujan
lebih banyak daripada bagian utara. Dari alat pencatat hujan pada
lokasi stasiun di Badan Meteorologi dan Geofisika di Tuban, terbaca
curah hujan tahun 2010 untuk wilayah di Kecamatan Nusa Penida rata-
rata 1376 mm/tahun.
22
23
24
25
26
27
28
29
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des
6
Tabel 4.1. Curah Hujan di Kecamatan Nusa Penida
Bulan Wilayah Kecamatan
Nusa Penida
Januari 526,0
Februari 326,5
Maret 139,5
April 26,5
Mei 89,0
Juni 1,5
Juli 33,0
Agustus 1,0
September 19,5
Oktober 15,0
November 9,0
Desember 295,5
Jumlah 1482,0
Rata-rata 123,5
Sumber: BMKG.2015
Pola curah hujan yang tercatat menunjukkan adanya potensi hujan
yang besar pada bulan Desember dan Januari yang berpotensi
menimbulkan genangan di kawasan yang tidak memiliki system
drainase yang memadai. Beberapa kawasan yang terdapat di wilayah
studi saat ini sedang dibenahi system drainasenya sehingga apabila
system drainase tersebut sudah selesai akan dapat mengurangi potensi
banjir.
D. Angin
Pada umumnya wilayah studi beriklim laut tropis dimana
perubahan musim terjadi setiap enam bulan dari musim kemarau ke
musim hujan. Musim kemarau dipengaruhi oleh massa udara dari
Benua Australia sedangkan musim hujan dipengaruhi oleh massa udara
Benua Asia dan Pasifik yang melewati samudera. Dalam kaitan itu,
pola arah angin di wilayah studi berubah-ubah secara musiman. Secara
umum arah angin yang dominan adalah angin Tenggara dan angin
timur yang terjadi pada bulan-bulan kemarau yaitu Juni sampai
Oktober. Pada musim hujan angin bertiup dominan barat dan barat
daya dari bulan Desember sampai Maret. Rata-rata kecepatan angin di
Kabupaten Klungkung tahun 2010 sebesar 5,6 Knot dapat dilihat pada
Gambar 3.5.
7
Sumber: BMKG III, 2015
Gambar 4.2.
Rata-rata kecepatan Angin Kabupaten Klungkung
E. Kelembaban Udara
Kelembaban udara nisbi rata-rata bulanan di wilayah studi
menurut Balai Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar
berkisar antara 78% sampai 81%, dengan rata-rata kelembaban
tahunan adalah 79,3 %.
Sumber: BMKG III. 2015
Gambar 4.3.
Rata-rata Kelembaban Udara, 2010
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des
74%
76%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des
8
F. Lamanya Penyinaran Matahari
Presentase lamanya penyinaran matahari rata-rata bulanan
bervariasi antara 64% sampai 89%. Bulan Januari merupakan bulan
yang lama penyinaran matahari paling rendah yaitu 64% dan
mengalami peningkatan hingga bulan Mei mencapai 88%. Selanjutnya
bulan Juni mengalami penurunan lagi menjadi 85% dan bulan
meningkat lagi hingga mencapai lama penyinaran maksimum pada
bulan September (89%), setelah itu menurun sampai bulan Januari.
Kondisi penyinaran matahari yang lama pada masa-masa tertentu
sangat erat kaitannya dengan potensi kekeringan dan kemungkinan
terjadi bahaya kebakaran akibat tingginya suhu udara di suatu
kawasan. Semak belukar menjadi kering dan pemicu yang keci! dapat
menyulut kobaran api.
Sumber: BMKG III. 2015 Gambar 4.4. Rata-rata lamanya
penyinaran matahari, 2015
G. Fisiografi dan tanah
Pulau Nusa Penida merupakan sebuah pulau bagian dari pulau
Bali bagian utaranya oleh sebuah isthmus yang diperkirakan terjadi
karena adanya sesar melintang ke arah timur-barat sehingga
memisahkan pulau Bali dengan Pulau Nusa Penida. Sebagian besar
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des
9
lapisan tanah di kawasan Nusa Penida merupakan tanah kapur
(limestone). Berdasarkan data pengeboran yang dilakukan di Kawasan
Bukit (JICA, 2005), lapisan kapur masih dijumpai pada kedalaman 250
meter, tetapi belum diketahui batas bawahnya. Batu kapur tersebut
mengandung clay dengan kadar yang bervariasi, sangat permeabel,
anisotropik. Pada gambar peta geologi pulau Bali, terlihat bahwa di
bagian Pulau Nusa Penida ditempat lokasi kegiatan akan dibangun
sebagian besar merupakan limestone.
Permukaan batuan kapur (karstic surface) telah mengalami
pelapukan. Hal ini menyebabkan terjadinya terra-rossa yang sangat
subur untuk tanaman pada ketebalan 2,0-6,0 meter. Pada bagian yang
tinggi, lapisan terra-rossa ini banyak yang terkelupas dan diendapkan
kembali pada bagian yang lebih rendah, sehingga kedalaman terra-
rossa dapat mencapai 3-5 meter lebih. Lapisan ini berwarna merah
kekuningan, bercampur dengan butir-butir kapur sebagai lapisan
penyela.
Lokasi kegiatan secara geologis terbagi menjadi dua bagian, yakni
di daerah yang berdekatan dengan pantai dan lahan tegalan. Batuan
kapur yang terkandung meliputi batu kapur kristalin dengan kadar clay
sangat rendah, kecuali pada lapisan terra rossa atas; sebagian areal
merupakan batu kapur yang tebal dan merupakan akifer yang paling
produktif dan di bawahnya terdapat lapisan kapur dengan kadar clay
yang sangat tinggi sebagai lapisan kedap air (semi permeable).
Secara umum tidak terdapat keunikan, keistimewaan struktur
geologi pada wilayah studi. Struktur geologi terdiri atas batuan
gamping yang keras.
Wilayah perbukitan kapur di bagian selatan memiliki jenis tanah
Alfisols dengan fisiografi pengangkatan (uplifit) daerah pantai.
Kerawanan yang mungkin timbul pada lapisan tanah bagian atas (top
soil) adalah pada kekuatan atau daya dukung tanah apabila lapisan
tersebut dipergunakan sebagai lokasi bangunan. Pemotongan lahan
10
perlu mempertimbangkan tofografi kawasan dan disesuaikan dengan
keindahan kawasan. Sungai yang mengalir pada satuan morfologi ini
kondisi keairannya bersifat intermitten (mengalir hanya pada musim
hujan).
Sebagian wilayah studi termasuk daerah perbukitan dengan rilief
halus hingga kasar dengan kemiringan landai hingga terjal (0-70%)
batuannya terdiri dari batuan-batuan gamping yang keras . Air hujan
pada wilayah proyek sangat mudah mengalir ke sisi Selatan atau ke
lembah yang berfungsi sebagai sungai pada musim hujan. Morfologi
kawasan yang berbukit dan memiliki lembah yang curam
menyebabkan lapisan yang memiliki kesuburan yang sedang
ditumbuhi oleh semak belukar. Jarang sekali dapat ditemui tumbuhan
tinggi yang dapat bertahan pada waktu yang lama. Areal di kawasan
perbukitan Nusa Penida memiliki tingkat tahanan air bawah tanah yang
terbatas sehingga berpengaruh pada potensi cadangan air tanah yang
memiliki waktu retensi yang terbatas.
Keunikan lahan di lokasi kegiatan terjadi karena morfologi ini
mempunyai bentuk permukaan bergelombang sedang dengan
kemiringan lereng umumnya 15 - 30% (setempat > 50%) dan berada
pada ketinggian 7 - 500 meter di atas permukaan laut. Penggunaan
lahan pada satuan ini umumnya berupa daerah tegalan.
Struktur dan tekstur tanah pada wilayah studi pada umumnya
termasuk Mediteran Coklat Merah, secara khususnya sub groupnya
termasuk Typic Haplustalfs. Profit tanah pada kedalaman 0 s.d. 10 cm
memiliki satuan horison jelas, rata dan tekstur liat dengan struktur
kubus membulat, kasar dan berpori banyak. Konsistensi tanah sangat
lekat dengan kondisi yang sangat plastis dengan pengakaran halus
banyak. Pada kedalaman 10 s.d. 20 cm batas horison tanah jelas, rata
dengan tekstur liat, struktur kubus membulat dan kasar. Konsistensi
tanah teguh dan sangat plastis dengan pori banyak dan pengakaran
sedang sedikit. Pada kedalaman di atas 20 cm atau lebih batas horison
11
agak kabur dengan tekstur liat dan struktur kubus membulat.
Konsistensi tanah teguh, sangat plastis, sangat lekat, dengan pori
sedang dan pengakaran halus sedang.
Tingkat kesuburan tanah di lokasi kegiatan sangat kurang baik.
Hal ini disebabkan karena lapisan tanahnya sangat tipis serta unsur
hara dan kandungan zat organik sangat kecil. Porositas tanah yang
sangat tinggi menyebabkan air irigasi tidak ada serta evaporasi yang
terjadi sangat tinggi mengakibatkan tanaman sulit bisa hidup, terutama
pada musim kemarau. Kondisi tanah tersebut akan menjadi hambatan
besar dalam pengelolaan pertamanan, sehingga harus didatangkan
tanah subur dari luar serta pemberian pupuk dan penggemburan tanah
yang harus dilakukan secara rutin dengan intensitas penyiraman yang
banyak.
Tabel. 4.3. Data Analisis Tanah
No. Parameter Hasil Analisa Keterangan
1 pH 6,6 N
2 DHL 0,82 mmhos/cm SR
3 C Organik 2,50 (%) S
4 N Total 0,8 (%) R
5 P Tersedia 6,78 ppm SR
6 K Tersedia 55,48 ppm SR
7 Kadar Air
- KU
- KL
6,77 (%)
31,52 (%)
-
-
8 Tekstur Lempung berliat
Sumber : Analisis Lab Tanah FP UNUD
H. Hidrologi
Wilayah studi termasuk daerah perbukitan dengan litologi batu
gamping yang secara hidrogeologis terpisah dari daratan pulau Bali
sehingga recftarge-nya hanya berasal dari air hujan. Nilai tingkat
infiltrasi batuan dari wilayah studi sangat tinggi yakni 70-100 %. Pada
waktu bulan kering nilai infiltrasi sangat tinggi mencapai 100 %
sedangkan pada waktu bulan basah atau musim hujan berkisar 71 %
hingga 89 %.
12
Perbukitan yang terdapat di tengah-tengah Pulau Nusa Penida
berfungsi sebagai water shed yang merupakan batas paling atas daerah
tangkapan hujan. Kondisi tofografi wilayah Bukit yang landai ke arah
utara menyebabkan kesempatan air hujan untuk berinflitrasi jauh lebih
besar. Hal ini ditandai dengan adanya vegetasi di bagian sebelah
Selatan maupun Timur relatif lebih jarang. Recharge boundry di
wilayah ini diperkirakan letaknya melintang dari Barat ke Timur.
Sungai yang ke Selatan umumnya lebih pendek dan sangat curam
sehingga menyebabkan inflitrasi air hujan ke dalam tanah di bagian ini
lebih rendah.
Air merupakan kebutuhan pokok yang mutlak harus dipenuhi
untuk kelangsungan hidup mahkluk hidup. Walaupun jumlah air di
bumi tetap, namun dari segi kualitas, jumlahnya sangat terbatas. Oleh
karena itu pemanfaatan air, harus disesuaikan dengan potensi yang
tersedia sehingga dapat terjaga keseimbangannya dapat terjaga.
Pemanfaatan air, terutama air tanah di Bali Selatan telah
dikembangkan dengan pembuatan sumur-sumur bor dengan tujuan
menambah kebutuhan air minum bagi masyarakat. Untuk kawasan
rencana kegiatan kebutuhan air minum sudah dapat dilayani dengan
fasilitas yang disediakan oleh penyediaan air perpipaan yang dikelola
dan ditangani langsung oleh PDAM Klungkung.
Akifer air tanah di Kabupaten Klungkung mengikuti pola Bali
secara umum. Akifer dangkal ditemukan pada kedalaman 30 - 50 m
dengan formasi miring ke arah selatan. Sedangkan akifer tertekan atau
air tanah dalam ditemukan pada kedalaman 50-150 m. Menurut
pengelompokan kandungan air tanah yang dibuat dalam Peta
Hidrogeologi Bali yang dicatat Bappeda & Litbang Provinsi Bali
Tahun 2011 terdapat wilayah-wilayah dengan kandungan air tanah
yang merentang atas kondisi sebagai berikut : 1) daerah yang
terpengaruh oleh air laut (air payau) meliputi wilayah Jimbaran,
Tanjung Benoa dan sekitarnya, 2) setempat kandungan air sangat
13
sedikit sekali 0,1 It/ det terdapat di wilayah Bukit Pecatu dan Nusa
Dua, 3) setempat kandungan air besar 10 It/det terdapat di wilayah
Kuta, Kuta Utara hingga sebagian kecamatan Mengwi, 4) setempat
kandungan sedang 5 It/det terdapat di wilayah Abiansemal, dan 5)
setempat kandungan sedikit 0,5 It/det terdapat di wilayah Petang.
Kondisi kualitas air tanah berdasarkan pengujian terhadap beberapa
sumur dangka! dan sumur dalam di Badung Selatan menunjukkan
bahwa air tanah masih memiliki kualitas baik. Tetapi pada beberapa
sumur sampel ditemukan bahwa air tanah sudah terasa asin karena
intrusi air laut dan terdapatnya pencemaran koli tinja.
Kondisi mata air di Kabupaten Klungkung menurut hasil
penelitian JICA (2008) masih memungkinkan untuk pelayanan
kebutuhan air bagi masyarakat dengan berusaha menjaga kualitas
daerah resapan air dengan baik. Namun bagi kawasan Badung Selatan
hanya terdapat di Jimbaran dengan kapasitas yang sangat terbatas.
Tabel 4.5. Keberadaan Mata Air di Kabupaten Klungkung
No. Mata Air Desa Kecamatan Debit lt/dt Pemanfaatan
1 Mata air Penida Bunga Mekar Nusa Penida 150 lt
2 Segening Batumadeg Nusa Penida 200 lt
3 Tembelig Batukandik Nusa Penida 175 lt
4 Guyangan Batukandik Nusa Penida 225 lt
5 Pelilit - Nusa Penida 150 lt
Sumber : Bappeda Kabupaten Klungkung
Dalam keadaan yang memungkinkan, akibat adanya rekahan,
celah atau bekerjanya fungsi kaliparitas, maka air tanah akan muncul
ke permukaan sebagai mata air. Keterdapatan mata air di Nusa Penida
menurut data Bappeda tahun 2005 ditemukan di beberapa tempat
sebanyak 5 buah. Upaya menjaga keberadaan mata air ini sangat
penting dilakukan agar ketersediaannya tetap lestari.
Hasil pengukuran terhadap sampel air yakni sampel yang
berasal dari mata air dan sampel air yang diambil salah satu mata air
di sekitar rencana kegiatan pada tanggal 10 November 2012
menunjukkan kondisi air yang memenuhi baku mutu air Kelas I dan
14
II. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat,
penyediaan air bersih dari PDAM sering mengalami kendala karena
kekurangan pasokan, sehingga masyarakat masih memanfaatkan
sumber air hujan dengan menampungnya dalam cubang atau tempat
air yang besar.
Beberapa parameter termasuk kategori tinggi seperti kandungan
nitrat dan sulfat. Kemungkinan hal ini berkaitan dengan penggunaan
bahan tambahan kimiawi di dalam tangki pengumpul air dan faktor
alam lainnya yang menyebabkan konsentrasi senyawa-senyawa
nitrogen dan sulfat menjadi relatif tinggi
4.1.2. Flora dan Fauna
Wilayah studi merupakan kawasan perbukitan yang terdiri atas areal
diidentifikasi dalam wilayah studi. Jenis tanaman yang ditemukan di wilayah studi
meliputi tanaman Jati (Tectona grandis), Gamal (Gylceridia sepium), jambu Mete
(Syzigium sp), Lamtoro (Sepium glauca), Bekul (Syzipus indica), Ketapang
(Terminalia katapang), Juwet (Syzigium sp), Singapur (Muntingia calabura),
Kapuk (Caiba petandra), Mengkudu (Morinda citrifolia), Jepun (Plumeria
accuminata), Ancak (Picus sikomorus), Nangka (Artirocarpus sp), Sotong
(Syzigium javanicum), Kembang Kertas (Buogenfile spectabilis),Kelor (Moringa
oliefera), Turi (Sesebenia sp), Kerasi (Lantana camara), Silik (Anona squmosa),
Beringin (Picus relegiosa), Soka (Ixora paludosa), Nusa Indah (Musaendah sp),
Pepaya (Carica papaya), Jambu Air (Syzigium aqueum), Kaktus (Cactus sp),
Asem (Tarindus indica), dan Sonokling (Darbergia speciosa). Penduduk
setempat berusaha menanami lahan perbukitan yang merupakan lahan kering
dengan berbagai tanaman, namun karena keterbatasan sumber air mengakibatkan
pohon-pohan tersebut hanya tumbuh dengan baik pada waktu musim hujan.
15
4.1.3. Sumberdaya Sosial ekonomi, Budaya
A. Demografi
Penduduk Pulau Bali mengalami peningkatan jumlah penduduk yang
tinggi setiap tahun. Pada tahun 1971 jumlah penduduk sebanyak 2.120.000
jiwa meningkat menjadi 3.891.000 jiwa pada tahun 2010. Kondisi ini
memiliki dampak langsung terhadap munculnya berbagai permasalahan sosial.
Seperti terlihat dalam gambar berikut yang memperlihatkan pertambahan
jumlah penduduk Bali dan Indonesia yang terus meningkat.
Sumber: Studi JICA.2011
Gambar 4.6.
Pertambahan Penduduk Pulau Bali
Kabupaten Klungkung merupakan wilayah yang cukup lambat
perkembangan perekonomian kawasannya, terutama di sumbang dari sektor
pariwisata. Jumlah penduduk Kecamatan Nusa Penida pada tahun 2012 adalah
47.757 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak berada di Desa Batukandik, yaitu
4.308 jiwa. Jumlah penduduk terendah terdapat di Desa Toya Pakeh, yaitu 597
jiwa.
16
B. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi masyarakat di wilayah studi sebagian besar
dipengaruhi oleh karakteristik daerahnya sebagai daerah kering yang berbukit.
Pemanfaatan lahan sebagian besar untuk lahan tegalan yang dibiarkan
ditumbuhi rumput dan perdu liar. Dengan berkembangnya aktivitas
kepariwisataan, lahan di saat ini lebih banyak dikembangkan sebagai kawasan
pariwisa seperti hotel, restoran dan villa.
C. Sosial Budaya
Masyarakat di yang sebagian besar beragama Hindu sangat mematuhi
nilai-nilai budaya tradisi yang bersumber dari ajaran Agama Hindu. Pada
setiap aktivitas masyarakat senantiasa merujuk pada nilai-nilai yang
bersumber pada sastra agama Hindu. Pelaksanaan tradisi di desa pakraman
selalu dikaitkan dengan landasan filosofi Tri Hita Karana yang
mengedepankan keselarasan dan harmoni yang direfleksikan dalam bentuk
awig-awig yang pada dasarnya mengatur aspek Parahyangan, Pawongan dan
Palemahan. Para remaja atau pemuda-pemudi terhimpun dalam wadah sekehe
Teruna-teruni. Lembaga-lembaga sosial lainnya yang menunjang keberadaan
Desa Pakraman berupa sekehe-sekehe seperti sekehe gong, sekehe kidung, dan
lain sebagainya. Subak abian juga ada di daerah tersebut sesuai dengan
topografi daerahnya yang berbukit dan berbatu sehingga pertanian lahan
kering yang mendominasi kehidupan petani di daerah tersebut.
Aktivitas kepariwisataan diharapkan selalu menjaga nilai-nilai kesucian
yang terdapat dalam areal tempat suci. Tidak seperti candi atau kuil Hindu di
India yang berupa bangunan tertutup, kawasan tempat suci di Bali (pura)
dirancang sebagai tempat ibadah di udara terbuka yang terdiri dari beberapa
lingkungan yang dikelilingi tembok. Masing-masing lingkungan ini
dihubungkan dengan gerbang atau gapura yang penuh berukiran indah.
Lingkungan yang dikelilingi tembok ini memuat beberapa bangunan seperti
pelinggih yaitu tempat suci bersemayam Hyang, meru yaitu menara dengan
atap bersusun, serta bale (pendopo atau paviliun). Struktur tempat suci pura
mengikuti konsep Tri Mandala, yang memiliki tingkatan pada derajat
kesuciannya, yakni:
17
1) Nista mandala (Jaba pisan): zona terluar yang merupakan pintu masuk
pura dari lingkungan luar. Pada zona ini biasanya berupa lapangan atau
taman yang dapat digunakan untuk kegiatan pementasan tari atau tempat
persiapan dalam melakukan berbagai upacara keagamaan.
2) Madya mandala (Jaba tengah): zona tengah tempat aktivitas umat dan
fasilitas pendukung. Pada zona ini biasanya terdapat Bale Kulkul, Bale
Gong (Baie gamelan), Wantilan (Bale pertemuan), Bale Pesandekan, dan
Perantenan.
3) Utama mandala (Jero): yang merupakan zona paling suci di dalam pura. Di
dalam zona tersuci ini terdapat Padmasana, Pelinggih Meru, Bale Piyasan,
Bale Pepelik, Bale Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong
Penyimpenan.
Prosesi budaya/keagamaan ada yang dilakukan secara reguler ada yang
dilakukan secara eventual. Prosesi yang dilakukan secara reguler yaitu melasti
yang dilakukan setiap tahun dari pura menuju pantai, kemudian piodalan di
Pura Tri Kahyangan yang meliputi Pura Dalem, Pura Puseh dan Pura
Baleagung adalah aktivitas ritual yang rutin dilaksanakan. Aktivitas
keagamaan yang paling dekat dengan lokasi proyek adalah upakara dan
upacara di Pura Dalem Ped. Selanjutnya terdapat Pura Pucak Mundi, Gua Giri
Putri, Pura Gua Gala-Gala, Pura Batu Medan, dan Pura Segara. Berikut ini
dapat diuraikan keberadaan beberapa tempat persembahyangan yang berada
dekat dengan lokasi kegiatan.
D. Sarana dan Prasarana Umum
Prasarana jalan telah dapat dijangkau atau menghubungkan seluruh desa,
dengan panjang jalan 138,50 km (110,5 km beraspal, 7,5 km diperkeras, jalan
masih berupa tanah 20,5 km, jembatan 6 unit). Jumlah kendaraan bermotor
499 unit atau kepemilikan kendaraan per 1000 penduduk sekitar 11 kendaraan.
Angka perjalanan penduduk tertinggi di pelabuhan, dengan 3.659 trip/bulan
dengan rata-rata penumpang per hari 122 penumpang. Pola jaringan jalan yang
telah terbentuk adalah pola radial atau jalan lingkar yang menghubungkan
setiap desa di Nusa Penida. Jenis angkutan penumpang dan barang yang
18
melayani kawasan Nusa Penida adalah jenis pick up dengan waktu operasi
yang relatif terbatas, yaitu di pelabuhan ke desa-desa atau banjar dan antar
desa. Terminal angkutan umum yang ada terdapat di Pelabuhan Buyuk,
Mentigi, dan Pasar Sampalan.
Sarana dan prasarana kelistrikan telah menjangkau semua wilayah studi.
Rata-rata peningkatan kapasitas listrik meningkat 6% dari tahun 2005-2008
untuk Kabupaten Klungkung, namun terjadi peningkatan yang cukup tajam di
Kecamatan Nusa Penida yaitu sebesar 17% yaitu dari 1.596.364.161 KWH
menjadi 697.960.240 KWH dengan Jumlah pelanggan sebanyak 20.315
pelanggan (Data Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah
Kabupaten Klungkung,2008). Fasilitas telepon telah dinikmati oleh sebagian
kecil masyarakat di wilayah Nusa Penida, walaupun belum semua rumah
penduduk mendapatkan sambungan telepon rumah. Penggunaan alat
komunikasi lainnya seperti telepon genggam sudah menjadi alat yang dikenal
luas dengan adanya beberapa toko pelayanan prasarana telepon selular di Nusa
Penida.
4.2. Pembahasan
Pembangunan Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung akan
memiliki arti penting di dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian
menambah potensi lapangan pekerjaan dan pertumbuhan pasar akan terbentuk
sebagai akibat adanya aktivitas pertumbuhan ekonomi tersebut. Pembangunan
fasilitas umum seperti jalan, sarana kesehatan, pendidikan, dan pasar akan
mendapat tambahan biaya.
Secara umum potensi fisik lingkungan terdiri atas Lingkungan A
(Abiotik), lingkungan B (Biotik), dan lingkungan C (Culture/Kebudayaan
Masyarakat/ Sosial). Lingkungan A adalah lingkungan geofisik-kimia yang
berkaitan dengan benda-benda fisik seperti air, tanah, udara, angin, batu-batuan,
dan lain lain. Lingkungan B adalah berkaitan dengan lingkungan biologi terutama
flora dan fauna. Termasuk didalamnya organisme hidup mulai dari organisme
bersel satu hingga organisme tinggi. Sedangkan lingkungan C berkaitan dengan
lingkungan manusia dan kebudayaannya yang menyangkut aspek sosial, ekonomi,
budaya, kesehatan, keamanan, dan lain lain. Kawasan lokasi kegiatan pada
umumnya lebih banyak terdiri atas lahan tegalan dan perkebunan. Undang-
19
Undang No 32 tahun 2009 didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia.
Dalam pengertian tersebut, lingkungan hidup Indonesia yang dianugrahkan Tuhan
Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan
rahmat-Nya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar
dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa
Indonesia serta mahluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan
kualitas hidup itu sendiri.
Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung merupakan kawasan yang
baru berkembang sebagai kawasan pariwisata, namun bagian timur kawasan,
masih memperlihatkan suasana perbukitan yang alami belum banyak terbangun
narnun memiliki pemandangan laut yang mempesona.
Pembangunan fasilitas akomodasi pariwisata yang sangat memerlukan
potensi sumber daya air di Bali yang sangat terbatas. Berdasarkan data di Bapedda
Propinsi Bali, 2006, cadangan efektif sumber air di pulau Bali berasal dari air
hujan sebanyak 5.507,90 juta m3. Cadangan yang berasal dari air tanah sebanyak
1.447,42 juta m3. Sedangkan besarnya cadangan yang bersumber dari air
permukaan seperti mata air sungai-sungai, danau dan waduk berjumlah kurang
lebih 2.315,39 juta m3. Melihat kondisi seperti ini. maka pembangunan fasilitas
akomodasi pariwisata yang boros air, perlu memberikan kontribusi nyata terhadap
peningkatan penyediaan sumber air baku dari dana yang dialokasikan bersumber
pada pendapatan sektor pajak dan dana pihak ketiga.
Pembangunan fasilitas pariwisata seperti Hotel dan Resort berbintang
sangat berperan dalam perubahan sumber daya air di Bali. Sebagai perbandingan,
satu kamar Hotel dan Resort berbintang lima memerlukan air kira-kira 1500
liter/hari, sedangkan kebutuhan air bagi penduduk rata-rata 140 liter per orang per
hari. Bila pembangunan fasilitas pariwisata tersebut tidak mengindahkan daya
dukung air di pulau Bali, maka cadangan air pun akan mengalami gangguan yang
signifikan bisa merusak tatanan masyarakat Bali pada umumnya yang tentunya
dapat rnengganggu keberlanjutan masa depan Bali.
20
Sumberdaya alam lainnya yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat
dalam pembangunan adalah sumber daya mineral dan bahan galian khususnya
galian C yang terdiri dari pasir-batu (sirtu); batu padas/paras; batu kapur/gamping
(limestone); batu apung; tanah liat; tanah urug; batu mulia dan batu tabas. Bahan
alam tersebut dapat ditambang di seluruh bagian pulau Bali, namun yang paling
banyak terdapat di kawasan bagian timur yakni di kabupaten Klungkung dan
Karangasem. Cadangan bahan galian C yang dimiliki pulau Bali diperkirakan
jumlahnya semakin terbatas. Bahan gaiian berupa batu kali berjumlah 1.090.073
m3; batu gamping (limestone) sebanyak 25.488.977.909 m3; batu padas
236.666.627 m3; pasir dan batu diperkirakan berjumlah 1.474.415.959 m3.
Sebagian besar cadangan tersebut dihasilkan sebagai akibat muntahan gunung
berapi seperti akibat letusan Gunung Agung pada tahun 1964. Sehingga untuk
masyarakat di daerah tersebut, keberadaan bahan alam tersebut sangat membantu
peningkatan kesejahteraannya. Namun, dengan semakin terbatasnya potensi yang
ada akibat pemanfaatan yang terus menerus, telah menimbulkan implikasi yang
besar bagi daerah sumber penghasil bahan petambangan galian C tersebut. Oleh
karenanya, dukungan terhadap program mitigasi lingkungan hidup di kawasan
sumber galian perlu semakin ditingkatkan, dengan memberikan porsi dan prioritas
yang besar dari anggaran yang bersumber pada pendapatan pajak pembangunan.
Dengan dukungan finansial yang memadai, tentunya program mitigasi dan
konservasi lingkungan hidup bagi kawasan sumber pertambangan galian C dapat
lebih ditingkatkan.
Lingkungan fisik Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung meliputi
keberadaan areal perbukitan kapur yang keras dengan cadangan air terbatas.
Ditinjau dari nilai ekonomi secara kulitatif, komponen lingkungan ini lebih
dimanfaatkan masyarakat untuk pengembalaan dan pertanian lahan kering.
Lingkungan biologi meliputi keberadaan flora dan fauna perbukitan yang banyak
digunakan sebagai lahan peternakan sapi, serta vegetasi pesisir dan laut yang
menjadi sumber penghidupan nelayan. Nilai ekonomis lingkungan biologi ini
adalah untuk menjaga keberlangsungan kehidupan masyarakat dalam penyediaan
sumber makanan dan tabungan kalau sewaktu-waktu diperlukan untuk kegiatan
senari-hari. Lingkungan sosial meliputi keberadaan tempat suci sebagai pusat
aktivitas keagamaan masyarakat, dengan beberapa fasilitas pendukung
perekonomian seperti pasar desa, LPD, dan fasilitas umum lainnya.
21
V. Penutup
Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung berada di kawasan pesisir
dan laut yang menjadi sumber penghidupan masyarakat nelayan. Kegiatan
pariwisata di kawasan tersebut, nantinya perlu mensinergikan kegiatan para
nelayan ini sehingga tetap da Mengingat kondisi lingkungan di wilayah studi
adalah daerah perbukitan, maka pada umumnya masyarakat sangat mengharapkan
adanya peningkatan kesejahteraan khususnya di bidang perekonomian masyarakat
melalui pengembangan kawasan pariwisata
Top Related