Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan[1]
-
Upload
aman-george -
Category
Documents
-
view
778 -
download
38
Transcript of Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan[1]
-
I
PENDAHULUAN
anah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak
fungsi dalam ekosistem, diantaranya adalah sebagai pertumbuhan
tanaman, habitat bagi jasad tanah, media bagi kontruksi (rekayasa), sistem
daur-ulang bagi unsur hara dan sisa-sisa organik serta sistem bagi
pasokan dan penyaringan/penjernihan air. Tanpa tanah, manusia tidak
dapat bertahan hidup. Mengingat tanah memainkan peranan sangat
penting dalam ekosistem kita, maka kita harus berhati-hati dalam
mengelola dan melindunginya dari kerusakan. Setiap tahun beratus-ratus
bahkan beribu-ribu ton tanah hilang karena erosi.
Prediksi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan
sangat diperlukan dalam bidang pertanian dan kehutanan, untuk kajian
kelayakan dan perencanaan pada proyek-proyek pengembangan wilayah
serta untuk berbagai pekerjaan keteknikan (rekayasa). Menurut Dent dan
Young (1991), tujuan utama survei tanah adalah untuk memprediksi lebih
banyak serta lebih teliti berbagai tujuan yang lebih spesifik mengenai
pengolahan tanah.
Untuk mencapai maksud tersebut, sangatlah perlu menentukan
pola tutupan tanah dan membagi pola-pola tersebut ke dalam satuan-
satuan yang relatif homogen; memetakan sebaran satuan-satuan tersebut
sehingga memungkinkan diprediksinya daerah-daerah tersebut dan
menentukan karakteristik satuan peta demikian rupa sehingga dapat di
buat pernyataan yang bermanfaat tentang penggunaan lahan potensial dan
tanggapannya terhadap perubahan pengelolaan.
Dalam kaitannya dengan sumber daya alam, di kenal istilah tanah
dan lahan yang pengertiannya seringkali rancu. Sesungguhnya pengertian
T
-
lahan lebih luas daripada tanah, sebagaimana dalam pengertian berikut
ini. Sumber daya lahan merupakan suatu limgkungan fisik yang terdiri
atas iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasi dimana pada batas-
batas tertentu mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan
(FAO,1976). Dengan demikian dalam pengertian lahan, tanah termasuk di
dalamnya.
Menurut FAO (1955), lahan memilki banyak fungsi yaitu ;
Fungsi produksi
Sebagai basis bagi berbagai sistem penunjang kehidupan, melalui
produksi biomassa yang menyediakan makanan, pakan ternak,
serat, bahan kayu bakar dan bahan biotik lainnya bagi manusia,
baik secara langsung melalui binatang termasuk budidaya kolam
dan tambak ikan.
Fungsi lingkungan biotik
Lahan merupakan basis bagi keragaman daratan (terrestrial) yang
menyediakan habitat biologi dan plama nutfah bagi tumbuhan,
hewan dan jasad-mikro diatas dan dibawah permukaan tanah.
Fungsi pengatur iklim
Lahan dan penggunaannya merupakan sumber (source) dan rosot
(sink) gas rumah kaca dan menetukan neraca energi global berupa
pantulan , serapan, dan transformasi dari energi radiasi matahari
dan daur hidrologi global.
Fungsi hidrologi
Lahan mengatur simpanan dan aliran sumber daya air tanah dan
air permukaan serta mempengaruhi kualitasnya.
Fungsi penyimpanan
Lahan merupakan gudang (sumber) berbagai bahan mentah dan
mineral untuk di manfaatkan oleh manusia.
Fungsi pengendali sampah dan polusi
Lahan berfungsi sebagai penerima, penyaring, penyangga, dan
pengubah senyawa-senyawa berbahaya.
Fungsi ruang kehidupan
Lahan menyediakan sarana fisik untuk tempat tinggal manusia,
industri dan aktivitas sosial seperti olahraga dan rekreasi.
-
Fungsi peninggalan dan penyimpanan
Lahan merupakan media untuk menyimpan dan melindungi
benda-benda bersejarah dan sebagai suatu sumber informasi
tentang kondisi iklim dan penggunaan lahan masa lalu.
Fungsi penghubung spasial
Lahan menyediakan ruang untuk transportasi manusia, masukan
dan produksi serta untuk pemindahan tumbuhan dan binatang
antara daerah terpencil dari suatu ekosistem alami.
Kesesuaian lahan untuk berbagai fungsi tersebut sangat beragam
di seluruh penjuru bumi. Satuan lansekap, sebagai satuan sumber daya
alami, memiliki dinamisme masing-masing tetapi campur tangan manusia
mempengaruhi dinamika tersebut secara amat luas dalam ruang dan
waktu kualitas lahan bagi satu atau lebih fungsi tersebut dapat di
tingkatkan (misalnya melalui tindakan-tindakan pengendali erosi) tetapi
seringkali lahan telah atau tengah mengalami degradasi karena tindakan
manusia.
Sumber daya tanah oleh sementara kalangan di anggap sebagai
sumber daya yang termasuk non renewable yaitu yang tidak mudah di
perbaharui, atau yang jika sekali mengalami kerusakan atau kehilangan
akan membutuhkan waktu pemulihan yang relatif lama.
Berdasarkan kenyataan di atas, sangatlah penting untuk meneliti sifat-sifat
tanah serta sebarannya sekaligus mengetahui tingkat kesesuaian dan
faktor-faktor pembatasnya untuk penggunaan lahan tertentu.
Survei tanah meliputi penelitian dan pengumpulan informasi dalam
rangka :
1. Menentukan karakteristik-karakteristik penting dari tanah.
2. Mengklasifikasikan tanah ke dalam satuan taksa sesuai dengan
sistem klasifikasi tanah baku.
3. Menentukan dan mendelineasi batas taksa-taksa tanah pada peta.
4. Mengolerasikan dan memprediksi kesesuaian (adaptabilitas) tanah
untuk berbagai macam penggunaan, baik di bidang pertanian
maupun non pertanian (pemukiman, pariwisata dan lain-lain).
-
Hasil dari survei tanah tersebut dapat di gunakan untuk
meemprediksi karakteristik tanah untuk bidang pertanian, kontruksi atau
teknik/rekayasa, pariwisata maupun pemanfaatan lainnya, yang lebih di
kenal dengan evaluasi lahan.
Evaluasi lahan merupakan proses pendugaan keragaan
(performance) lahan apabila lahan digunakan untuk tujuan tertentu
(FAO,1985) atau sebagai metode yang menjelaskan atau memprediksi
kegunaan potensial dari lahan (van diepen et all.,1991). Apabila potensi
lahan sudah dapat di tentukan, maka perencanaan penggunaan lahan
dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan yang rasional, paling tidak
mengenai apa yang dapat ditawarkan oleh sumber daya lahan tersebut
(FAO, 1993). Dengan demikian, evaluasi lahan merupakan alat
perencanaan penggunaan lahan lahan yang strategis. Evaluasi lahan
memprediksi keragaan lahan mengenai keuntungan yang diharapkan dari
penggunaan lahan dan kendala penggunaan lahan yang produktif serta
degradasi lingkungan yang di perkirakan akan terjadi karena penggunaan
lahan.
Alasan mengapa evaluasi lahan sangat penting di kemukakan oleh
Rosisster(1996) sebaagi berikut:
1. Lahan memiliki sifat fisik, sosial, ekonomi dan geografi yang
bervariasi. (lahan di ciptakan tidak sama).
2. Variasi tersebut mempengaruhi penggunaan lahan. Untuk masing-
masing penggunaan lahan, ada daerah (areal) yang lebih atau yang
kurang sesuai dalam pengertian fisik dan/atau ekonomi.
3. Variasi tersebut paling tidak sebagian terjadi secara sistematik dan
sebab-sebab yang dapat di ketahui dengan pasti.
4. Variasi tersebut (fisik, politik, ekonomi dan sosial) dapat dipetakan
dengan jalan survei, (daerah yang di survei di bagi menjadi satuan-
satuan yang relatif homogen).
5. Sifat-sifat lahan jika digunakan untuk penggunaan tertentu dapat
diramalkan dengan tingkat kepastian tertentu, tergantung pada
kualitas data sumber daya lahan dan kedalaman pengetahuan
mengenai hubungan antara lahan deabgan penggunaan lahan.
-
6. Kesesuaian lahan bagi berbagai penggunaan lahan aktual dan yang
diusulkan dapat dideskripsikan dan dipetakan secara sistematis.
7. Pengambil keputusan seperti perencana penggunaan lahan (Badan
Pertahanan Nasional), Bapedda, Dinas Pertanian, Lembaga
pemberi kredit bidang pertanian dan lain-lain, dapat menggunakan
perdiksi yang di hasilkan oleh evalusi lahan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
1.1 Tujuan Dan Pengertian Survei Tanah
Jika kita mangamati tanah pada suatu tempat dan membandingkannya
dengan tanah di tempat lain, maka akan terlihat beberapa perbedaan
warna , tekstur keadaan permukaan dan lain-lain. Belum lagi jika kita
mengamati dan mendeskripsikan profil tanahnya, jelas sekali akan terlihat
perbedaan dalam susunan dan sifat horison tanah. Perbedaan-perbedaan
itu kadang-kadang dapat terjadi di tempat-tempat yang berdekatan yang
hanya berjarak beberapa meter saja. Adanya perbedaan tersebut
menimbulkan adanya perbedaan potensi masing-masing tanah bagi
pengembangan suatu tanaman atau komoditas tertentu maupun untuk
kepentingan di luar pertanian.
Untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang
kemudian disajikan dalam suatu peta tanah, perlu dilakukan serangkaian
kegiatan yang disebut survei tanah atau inventarisasi sumber daya
tanah . oleh karena tanah tidak bisa berdiri sendiri dan selalu terkait
dengan lingkungannya seperti iklim, topografi (lereng), hidrologi dan lain-
lain maka kegiatan inventarisasi ini lebih tepat disebut inventarisasi
sumber daya lahan.
Survei tanah dapat didefinisikan sebagai penelitian di lapangan dan
di laboratorium, yang dilakukan secara sistematis dengan metode-metode
tertentu terhadap suatu daerah (areal) tertentu, yang di tunjang oleh
informasi dari sumber-sumber lain yang relevan (SCSA, 1982). Survei
tanah adalah pengamatan yang dilakukan secara sistematis, disertai
dengan mendeskripsikan, mengklasifikasikan dan memetakan tanah
disuatu daerah tertentu (Brady and Weil, 2002). Menurut Rosisster
-
(2000), survei tanah adalah proses menentukan pola tutupan tanah,
menentukan karakteristik tanah dan menyajikannya dalam bentuk yang
dapat dipahami dan diinterpreasi oleh berbagai kalangan pengguna.
Menurut Soil Survey Division Staff (1993), survei tanah
mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah,
mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot batas
tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaan
penggunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan mempengaruhi
tanah itulah yang terutama perlu di perhatikan (dalam merencanakan dan
melakukan survei tanah). Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah
membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus
mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap
lingkungan.
Hasil dari survei tanah adalah peta tanah beserta legenda peta dan
laporan. Peta tanah menyajikan informasi tentang jenis (klasifikasi tanah),
lokasi (sebaran) dan luasan masing-masing tanah yang terdapat pada
masing-masing satuan peta. Uraian beberapa sifat tanah yang penting
untuk tiap satuan peta disajikan pada legenda peta tanah. Dalam laporan
hasil survei tanah, disajikan latarbelakang dan tujuan dilakukannya survei,
metode serta hasil interpretasi tanah yang terdapat di daerah tersebut.
Hasil interpretasi tanah merupakan prediksi tentang prilaku tanah sebagai
respon terhadap berbagai jenis tanaman serta respons tanah terhadap
pengelolaannya.
Dengan demikian, tujuan utama survei tanah adalah;
1. Membuat semua informasi spesifik yang penting tentang tiap-tiap
macam tanah terhadap penggunaannya dan sifat-sifat lainnya
sehingga dapat di tentukan pengelolaannya.
2. Menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga dapat
diinterpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan fakta-fakta
mendasar tentang tanah.
Biasanya untuk memudahkan melihat sebaran tanah, masing-masing
satuan peta di beri simbol simbol dan bahkan warna yang berbeda. Tiap-
-
tiap simbol tercatat secara sistematisdalam legenda peta, yang
mendeskripsikan tanah secara ringkas dan satuan petanya, serta
membangun hubungan antara peta dan laporan.
Informasi yang terdapat pada masing-masing peta, ditentukan oleh
skala peta. Oleh karena itu peta berdasarkan skalanya mempunyai nama
(tipe) yang berbeda-beda (lihat bab 2).
Pelaksanaan survei tanah pada skala yang berbeda dilakukan dengan
cara yang berbeda pula. Semakin besar skala peta yang dihasilkan,
semakin banyak jumlah dan macam pengamatan yang dilakukan per-
satuan luasan tertentu. Demikian pula sebaliknya.
Menurut Eyk dalam rosisster (2001) tujuan utama survei tanah
adalah mengenali dan mengidentifikasikan tubuh tanah tiga dimensi yang
memiliki arti penting untuk berbagai tujuan dan menentukan batas
sebaran geografi tanah-tanah tersebut pada peta dasar.
Menurut Walmsley (1995), ada dua tujuan utama survei tanah yaitu:
1. Mengidentifikasi, mendeskripsi dan mengklasifikasikan tanah-tanah
yang berbeda di suatu daerah.
2. Mengidentifikasi, memprediksi dan delineasi berbagai jenis atau
kombinasi tanah dengan cara yang konsisten.
Berikut ini diuraikan lebih tanjut kegiatan yang tercakup dalam survei
tanah:
1. Mendeskripsi karakteristik tanah di suatu daerah
Mengingat bahwa tanah merupakan objek kajian maka
karakteristiknya harus diamati dengan teliti. Tujuannya adalah
mendeskripsikan 'tanah bukan mendeskripsikan geologi,
geomorfologi, landform, iklim, penggunaan lahan atau yang lainnya.
Memang diakui bahwa cara yang efisien untuk memetakan dan
memahami tanah adalah dengan mengacu kepada geomorfologi atau
-
yang lainnya, tetapi pada akhirnya, survei tanah harus menyajikan
kondisi tanah di daerah tersebut.
Kegiatan ini dilakukan di lapangan terhadap profil tanah, profil-mini
(minipit), pemboran atau irisan (tebing) jalan dengan menggunakan
pedoman-pedoman tertentu. Kegiatan ini harus disertai dengan
pengambilan contoh tanah serta analisis laboratorium.
2. Mengklasifikasi tanah menurut sistem klasifikasi Tanah
baku.
Tahap ini bertujuan mengorelasikan tanah di daerah tertentu dengan
tanah tanah di tempat lain dan juga untuk membakukan pemetaan
dalam setiap daerah yang disurvei. Pengertian sistem di klasifikasi
tanah baku dapat berupa sistem klasifikasi lokal nasional ataupun
internasitnal. Tujuan utama korelasi menurut Rossiter (2001) adalah
agar transfer tekhnologi lebih efisien, dalam pengertian pengalaman-
pengalaman di suatu daerah dapat diterapkan -di daerah lain.
Beberapa kasus tanah dengan sifat serupa (yang diharapkan
klasifikasinya juga sama) dapat terjadi dalam daerah geografi yang
sangat luas, bahkan dapat berada pada pulau atau benua yang
berlainan (discontinued) sehingga pengalaman-pengalaman disuatu
daerah dapat diterapkan di daerah lain yang tanahnya 'sama' tersebut.
Klasifikasi tanah dilakukan dengan mengikuti cara-cara baku yang
didasarkan pada hasil pencatatan (deskripsi) dan pencirian tanah
serta data-data yang diperoleh dari analisis laboratorium.
3. Mendelineasi batas tanah pada peta
Pada hampir semua aplikasi survei tanah, perbedaan jenis (taksa)
tanah harus dibedakan pada peta, yaitu yang menunjukan lokasi
geografis tanah yang kemungkinan akan menjadi perhatian pengguna
lahan. Kegiatan ini meliputi penggambaran ke dalam bentuk satuan
geografis pada suatu peta dasar yang biasanya dibuat dari peta
topografi (rupa bumi) atau mosaik-foto. Masing-masing satuan peta di
tandai dengan simbol.
-
Di dalam legenda peta, masing-masing simbol tersebut dijelaskan
dalam bentuk uraian. Di samping itu, dalam legenda juga disajikan
informasi-informasi penting tentang sifat-sifat masing-masing jenis
tanah yang terdapat dalam setiap satuan peta.
4. Memprediksi perilaku/sifat tanah (Interpretasi Survei Tanah)
Survei tanah pada dasarnya merupakan aktivitas yang mengarah
kepada aspek pemanfaatan tanah. Tahap ini dapat didefinisikan secara
sempit, yaitu hanyamenggunakan data tanah untuk memprediksi sifat
tanah untuk tujuan aplikasi yang seringkali diistilahkan dengan
interpretasi survei tanah. Dapat pula mencakup aktivitas yang lebih
luas yaitu evaluasi lahan, yang mempertimbangkan karakteristik lahan
yang lain selain tanah yaitu iklim, penggunaan lahan, lereng dan lain-
lain. Prediksi dapat dilakukan oleh pakar dalam bidang lain, bukan
oleh penyurvei tanah atau oleh penyurvei bersama-sama dengan pakar
lain (yang bertugas melakukan interpretasi) yang bekerja secara
bersama-sama. Umumnya dalam survei tanah selain mengamati tanah
juga harus mengumpulkan informasi tentang karakteristik lahan yang
penting untuk membuat prediksi.
1.2 Survei Tanah Bertujuan Umum dan Bertujuan
Khusus
Peta tanah yang dihasilkan dari survei tanah jika dilakukan cukup detail,
dengan penentuan sifat yang memadai untuk masing-masing satuan peta,
pada umumnya dapat diinterpretasikan untuk berbagai tujuan tanpa perlu
melakukan survei-ulang untuk menjawab masalah-masalah pengelolaan
yang timbul kemudian. Namun demikian untuk dapat memenuhi tujuan
pengguna, tujuan-tujuan tersebut harus diwujudkan dalam suatu konsep
survei (pemilihan satuan peta, skala peta, intensitas pengamatan dan-jenis
laporan). Menurut Dent dan Young (1981), ada dua strategi dalam
melakukan survei tanah, yaitu surveitanah untuk tujuan umum dan untuk
tujuan khusus (special purpose).
-
Survei tanah untuk tujuan umum ditujukan untuk memberikan
data sebagai dasar interpretasi untuk berbagai penggunaan yang berbeda,
bahkan beberapa dari penggunaan tersebut belum diketahui. Satuan peta
harus didasarkan pada morfologi tanah. Satuan yang sangat cocok adalah
sekelompok tanah dengan susunan horizon yang sama, berkembang pada
bahan induk serupa dan di bawah kondisi eksternal serupa. Yang terakhir
merupakan definisi dari seri tanah. Tanah-tanah yang dikelompokkan
dengan cara ini memiliki banyak persamaan dan seri-seri- tanah telah
terbukti sebagai satuan yang bermanfaat untuk interpretasi bertujuan
umum dan sebagai dasar untuk melakukan riset yang berkaitan dengan
hubungan tanah tanaman.
Survei tanah bertujuan umum meliputi pembuatan peta pedologi
yang menyajikan sebaran satuan-satuan tanah yang ditentukan menurut
morfologi serta data sifat fisik, kimia dan biologi yang dikumpulkan di
lapangan dan di laboratorium. Peta tanah bertujuan umum diharapkan
dapat digunakan sebagai dasar untuk keperluan tahap interpretasi
berikutnya, yaitu evaluasi lahan yang tidak hanya mencakup berdasarkan
karakteristik satuan tanah saja, melainkan juga berdasarkan atas faktor-
faktor fisik, ekonomi dari sosial lainnya yang berkaitan.
Survei tanah untuk tujuan khusus dilakukan apabila tujuannya
telah diketahui sebelumnya dan bersifat spesifik, misalnya untuk irigasi,
reklamasi lahan atau penanaman jenis tanaman tertentu seperti teh, tebu
atau tanaman lainnya. Survei tanah untuk tujuan khusus dapat dilakukan
asalkan sebelumnya tujuan penggunaannya dikemukakan secara jelas,
karakteristik tanah yang berkaitan dengan tujuan tersebut telah diketahui
dan dapat dipetakan baik melalui pendugaan atau penarikan kesimpulan
dari sifat-sifat yang dapat diamati atau jika sulit dilakukan, maka perlu
dilakukan pengamatan secara grid dan disertai analisis contoh tanah. Hal
ini dapat dilakukan misalnya dalam pengembangan irigasi, mengingat
sifat-sifat tanah yang terkait telah diketahui serta nilai-nilai pembatas
masing-masing faktor yang akan digunakan telah ditentukan, serta adanya
investasi ekonomi dimungkinkan untuk melakukan survei lapangan secara
intensif.
-
Survei tanah bertujuan umum sangat bermanfaat untuk diterapkan
pada wilayah-wilayah yang masih belum berkembang, yang faktor fisik
lingkungannya (potensi penggunaan lahannya) belum banyak diketahui.
Kisaran penggunaan-penggunaan lahan sangat luas, meliputi penggunaan
untuk pertanian dan non-pertanian. Dengan demikian, informasi dasar
tentang tanah harus dikumpulkan sebelum dilakukan pengambilan
keputusan penggunaan lahan yang paling menguntungkan. Survei tanah
untuk tujuan khusus sangat bermanfaat apabila mencantumkan informasi
tentang daerah tersebut berikut pengunaan lahan yang berpotensi untuk
dikembangkan telah diketahui, sehingga penggunaan khusus dapat
direncanakan. Keadaan seperti ini umumnya menjadi kasus di wilayah-
wilayah berkembang atau wilayah yang berpenduduk padat.
Kelemahan survei tanah bertujuan khusus ini adalah
ketidakmampuannya dalam memenuhi semua tujuan atau keperluan, tidak
seperti yang berlaku pada survei bertujuan umum. Dalam survei bertujuan
khusus, suatu survei khusus dilakukan untuk tujuan tertentu saja,
misalnya survei yang dirancang untuk perkebunan teh, sehingga tidak
dapat digunakan sebagai dasar untuk merencanakan tujuan lain, misalnya
untuk perkebunan tebu atau sawah irigasi. Apabila nantinya
membutuhkan informasi lebih lanjut, maka perlu. Dilakukan survei tanah
tambahan untuk mendapatkan informasi yang belum tersedia.
1.3 Pendekatan Mutahir dalam Survei Tanah dan
Evaluasi Lahan
Rossiter (2000) mengemukakan bahwa disiplin survei sumber daya lahan
kini memasuki era baru karena munculnya teknologi dan metode baru
berikut:
Satelit penginderaan jauh (yang dalam waktu dekat hampir sama
detailnya dengan foto udara) yang sangat bermanfaatuntuk
persiapan peta dasar dan klasifikasi tutupan lahan.
GPS (global positioning system?) yang sangat bermanfaat untuk
menentukan lokasi secara akurat, mampu menemukan teknologi
-
pemetaan bawah-pemukaan, serta berkembangnya model elevasi
digital (DEM) untuk memprediksi karakteristik medan.
Geostatistik dan teknik interpolasi lainnya.
Sistem inforrnasi geografi (GIS) untuk penyimpanan, transfomasi,
analisis dan pencetakan peta.
Dengan teknologi baru ini, umumnya tutupan tanah (maupun sumber
daya lahan lainnya) dipersepsikan sebagai bidang spasial (yaitu
dengan menentukan nilai pada masing- masing titik sehingga secara
kontinyu terjadi keragaman dalam ruang), yang berbada dengan
satuan peta yang digunakan dalam survei tanah tradisional.
Metode baru ini juga berkerja secara langsung pada titik-titik pengamatan
terkuantifikasi yang berbeda dengan satuan taksonomi berhirarki,
sebagaimana yang dilakukan dalam klasifikasi tanah tradisional.
Sumber daya lahan juga dapat diambil contohnya beberapa kali untuk
menyusun pola atau tren musiman. Dengan demikian, kita tertantang
untuk mengembangkan metode rutin yang dapat diakses oleh semua
kolega pelaku survei tanah yang didasarkan pada field spatial dan time-
-
series serta mengintegrasikannya dengan pendekatan-pandekatan
tradisional.
1.4 Peranan Survei Tanah dalam Pengambilan
Keputusan Pengelolaan Sumber Daya Lahan
Survei tanah dapat memberikan informasi tentang sumber daya alam,
terutama tentang sifat-sifat dan faktor-faktor pembatas tanah untuk suatu
tujuan-tujuan tertentu. Informasi ini sangat diperlukan untuk keputusan
pengembangan sumber daya lahan, baik untuk pertanian maupun untuk
kepentingan lain, agar bermanfaat secara optimal dan berkesinambungan.
Setiap tanah mempunyai sifat dan keterbatasan masing-masing
yang akan menentukan kapabilitas atau kemampuannya, sehingga untuk
mengembangkannya diperlukan suatu tindakan khusus yang berbeda-
beda untuk tiap-tiap jenis tanah. Misalnya untuk memutuskan tindakan
konservasi dan rehabilitasi lahan yang benar dan tepat, informasi tentang
tanah dan kesesuian lahannya untuk suatu penggunaan tertentu sangat
diperlukan. Anjuran untuk menanam tanaman tertentu untuk konservasi
lahan hanya akan berhasil jika tanaman yang dianjurkan itu memang
sesuai ditanam di tempat tersebut. Kalaupun hendakmenanam tanaman
tertentu karena memang dianjurkan dari segi konservasi tanah, agar
tanaman tersebut bisa tumbuh dengan baik, maka informasi yang
diperoleh dari hasil survei tanah dapat membantu pertumbuhan tanaman
tersebut dengan resiko kegagalan yang rendah.
Kebenaran informasi akan sangat menentukan ketepatan tindakan
yang akan diambil untuk pengembangan sumber daya alam yang langka
itu. Untuk mendapatkan informasi yang benar dan teliti, perlu dilakukan
dengan cara-cara atau metodologi tertentu yang akan dibahas dalam
uraian selanjutnya.
1.4.1 Pandangan Pengguna Survei Tanah
Survei tanah haruslah menghasilkan produk berkualitas tinggi yang
bermanfaat bagi satu atau beberapa kelompok pengambil keputusan.
-
Beberapa pertanyaan tentang metode survei pada akhirnya dapat
dipecahkan dengan jalan menyesuaikan metode survei dengan keinginan
dan anggaran yang tersedia dari pihak pengambil keputusan.
Rossiter (2000), mencoba memerinci beberapa pengguna survei tanah,
seperti yang diuraikan berikut;
Pengelola lahan, yaitu petani, peternak, pengelola hutan dan
pengelola perkebunan. Kelompok ini akan memutuskan apa yang
sebaiknya dilakukan atas lahannya, misalnya untuk apa dan
bagaimana sistem pengelolaan yang tepat.
Penyuluh lapangan. Kelompok ini bertugas memberikan penyuluhan
kepada pengelola lahan.
Industri jasa yang berhubungan dengan penggunaan Iahan,
misalnya lembaga pemberi kredit, bank dan kelompok investor.
Kelompok ini memfasilitasi penggunaan lahan dan membutuhkan
informasi apakah lahan tersebut menghasilkan dan menguntungkan
secara ekonomi.
Perencana penggunaan lahan pedesaan dan perkotaan.kelompok
pengguna ini merekomendasikan atau memfasilitasi jenis-jenis
pengunaan lahan tertentu di daerah yang berbeda.
lembaga pengendali penggunaan lahan, merupakan kelompok
perencana penggunaan dengan kewenangan khusus untuk mengatur
penggunaan lahan. Sebagai contoh, di Belanda jumlah pupuk kandang
yang boleh diberikan setiap hektar lahan ditentukan oleh jenis tanah
untuk menghindari polusi air tanah.
Badan otoritas pajak. Di beberapa negara, pajak atas lahan
didasarkan pada produksi potensial lahan. semakin subur tanahnya
semakin tinggi pajak yang harus di bayar pemilik lahan tersebut.
Pakar dalam bidang rekayasa. Ahli-ahli rekayasa (keteknikan)
sangat memerlukan hasil survei tanah untuk menentukan apa yang
harus diperhatikan dalam membangun gedung, jalan maupun pipa-
pipa saluran minyak dan gas bumi agar tidak mudah mengalami
korosi.
Pengelola lingkungan yang menggunakan tanah sebagai unsur
ekologi landskap. Hasil survei tanah dapat menunjukkan lokasi-
-
Iokasi dalam suatu daerah yang memiliki resiko tinggi jika digunakan
untuk kepentingan tertentu.
Peneliti, mengkaji tanggapan lahan terhadap berbagai penggunaan
lahan dan strategi pengelolaannya. Termasuk dalam kelompok ini
adalah peneliti pada plot percobaan, yang berharap bahwa satuan
tanah yang berbeda akan memberikan tanggapan (respons) yang
berbeda pula terhadap macam pengelolaan yang diterapkan.
Dengan demikian,hasil evaluasi lahan tidak hanya bermanfaat bagi
mereka yang bergerak dalam bidang pertanian, seperti yang selama ini
kita ketahui. Hasil survei tanah dan evaluasi lahan secara umum
mendasari kegiatan-kegiatan perencanaan dan pengembangan wilayah.
Dalam masing-masing kasus, pengguna hanya akan bersedia
menggunakan hasil survei tanah dan evaluai lahan, jika hal itu dapat
meningkatkan produktivitas mereka. Dengan demikian tuntutan pengguna
atas hasil survei tanah adalah:
1. Seberapa teliti dan seberapa tepat hasil survei itu dapat menjawab
pertanyaan pengguna
2. Berapa banyak nilai tambah yang diberikan oleh pengambilan
keputusan yang benar, yaitu yang didasarkan dari hasil survei tanah,
dibandingkan dengan pengambilan keputusan yang keliru (tanpa
menggunakan hasil survei tanah).
Tentu saja hal ini harus disadari sepenuhnya oleh pelaku survei tanah
dan evaluasi lahan. Pengguna tidak akan memanfaatkan hasil survei dan
evaluasi lahan jika ternyata tidak dapat menjawab kebutuhan mereka.
untuk itulah, perlu pemahaman serta metode yang benar, yang harus
diterapkan sebaik-baiknya dalam melakukan kegiatan ini.
1.4.2 Informasi Apa Saja yang Diperlukan oleh Penggambil
Keputusan
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang dapat dijawab hasil survei tanah
yang dilakukan olah Rossiter (2000):
-
1. Menyimpulkan keseluruhan daerah kajian.
a) Apa kelas (taksa) tanah yang dijumpai di daerah yang dikaji?
b) Bagaimana proporsi masing-masing kelas yang ada didaerah
tersebut?
c) Berapa persen dari daerah tersebut yang diduduki oleh tanah
dengan sifat-sifat tertentu? (Misalnya tanah yang berbatu pada
kedalaman kurang dari 50 cm.)
Kelompok pertanyaan pertama ini hanya memerlukan prosedur
pengambilan contoh secara statistik (titik atau daerah) dan tidak
memerlukan peta. Pertanyaan ini hanya bermanfaat untuk memberikan
informasi di tingkat nasional.
Yang dikehendaki oleh pihak pangambil kaputusan adalah informasi
tentang sebaran geografis tanah, sehingga harus ditampilkan dalam suatu
peta.
Dengan menggunakan peta, diharapkan mampu men jawab beberapa
pertanyaan yang akan diuraikan di bawah ini.
2. Pada lokasi tertentu (pada suatu daerah yang dipilih).
a) Apa kelas (taksa) tanah pada lokasi tersebut?
b) Bagaimana sifat tanah pada lokasi tersabut?
c) Bagaimana pola spasial dari kelas tanah pada dan di sekitar lokasi
tersebut?
d) Bagaimana pola spasial dari sifat-sifat tanah pada atau di sekitar
lokasi tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus diajukan oleh pihak pengelola
lahan yang sudah memiliki atau yang sedang mengelola daerag tertentu
serta oleh pihak perencana yang telah mengidentifikasi daerah tertetu
yang akan dirancang penggunaan lahannya.
3. Memilih lokasi daerah yang diinginkan.
a) Dimana lokasi kelas-kelas (taksa) tanah tertentu (misalnya
Mollisol) didaerah tersebut dapatdijumpai?
-
b) Dimana lokasi tanah-tanah yang memiliki sifat-sifat tertentu
(misalnya berdrainase baik, KTK tinggi, pH netral, KB > 50% dll)
dapat dijumpai?
c) Dimana sifat-sifat tanah dengan pola spasial tertentu (misalnya
yang berdrainase baik, KB > 50%, tidak berkerikil dan lain-lain,
yang berdekatan dengan tanah yang memiliki drainase buruk, KB
> 50%, dekat sumber air dan lain-lain) dapat di jumpai?
Kelompok pertanyaan di atas harus dijawab oleh pihak perencana
atau pengguna lahan yang akan mencari dan menggunakan lahan
sesuai dengan kebutuhan mereka. Lahan tersebut dapat berupa lahan
yang sudah di miliki atau telah dikelola atau bisa juga berupa lahan
yang dicari untuk dikelola.
Untuk dapat menjawab dua kelompok pertanyaan terakhir di atas
diperlukan peta tanah. Tanpa adanya peta tanah, mustahil pertanyaan-
pertanyaan tersebut dapat dijawab. Melalui survei dan pemetaan tanah
yang benar dapat di buat peta tanah yang akurat sehingga sangat
bermanfaat dalam perencanaan penggunaan lahan.
1.5 Perkembangan Survei Tanah di lndonesia
Survei tanah dimulai tahun 1999 di Amerika Serikat, yang
merupakan kegiatan penelitian dalam kaitannya dengan tanah-tanah
pertanian, serta penelitian hubungan antara tanah dengan iklim dan bahan
organik (Soil Survei staff, 1951). Survei tanah berkembang sejalan dengan
perkembangan bidang klasifikasi tanah dan teknik survei tanah.
Kegiatan survei dan pemetaan tanah di Indonesia, menurut Pusat
Penelitian dan Pengernbangan Tanah dan Agroklimat (2005), dimulai
sejak pemerintahan Belanda. Namun investigasi secara intensif untuk
mengkaji potensi tanah di Indonesia baru dimulai pada tahun 1905, yaitu
dengan berdirinyaLaboratorium voor Agrogeologie en Grondonderzoek
Pada tahun 1883, R.D.M. Verbeek melaporkan hasil pemetaan tanah yang
mendeskripsikan topografi dan geologi tanah di Pantai Barat sumatera.
Konsep pemetaan tanah skala 1 : 1.000.000 untuk Madura dan Jawa
disusun oleh E.c.J Morhr pada tahun 1912.
-
Pada tahun 1927, survei tanah dimulai di Pulau Sumatera, yaitu di
sumatera selatan, dengan aspek agrogeologi skala 1: 200.000. Pada tahun
1930 survei tanah untuk Jawa dan Madura dimulai. survei ini bertujuan
untuk pertanian dan untuk pengembangan industri bata merah dan
genteng, serta untuk infrastruktur jalan raya dan rel kereta api.
Pada tahun 1955, Balai Penelitian Tanah ditugaskan untuk
melakukan survei secara sistematis ke seluruh Indonesia untuk
kepentingan pertanian, dengan penekanan pada skala eksplorasi
(1:1.000.000). Untuk pulau Jawa dan Madura, dilakukan survei skala
1:250.000 untuk mendapatkan informasi dalam rangka penggunaan lahan,
perbaikan lahan dan program pemupukan.
Pada tahun 1979 - 1986 survei diprioritaskan untuk persiapan
daerah transmigrasi melalui proyek Penelitian pertanian Menunjang
Transmigrasi (P3MT). Setelah itu dilanjutkan dengan Proyek land
resources and evaluation planning (LREP) fase I (1985-1990) dan fase II
(1991-L997). Penilitian ini bertujuan mengetahui potensi lahan untuk
tujuan pembangunan pertanian secara umum pada skala 1:250.000 (LREP
I) dan skala 1:50.000 (LREP II).
Hampir 50% wilayah Indonesia, terutama bagian Barat Indonesia,
telah dipetakan selama periode 1955 - 2004. Kegiatan pemetaan di rawa
pasang surut dilakukan melalui kerjasama pusat penelitian Tanah dengan
Departemen Pekerjaan Umum pada Proyek Pembukaan Persawahan
Pasang Surut (P4S).
Sejak tahun 1957, sistem klasifikasi tanah di Indonesia
menggunakan klasifikasi Dudal dan Supraptohardjo, yang kemudian
mengalami penyempurnaan oleh suhadi (1961) dan
soepraptohardjo,(1961) pada skala besar. sistem ini masih dijumpai dalam
peta-peta tanah terbitan Pusat Penelitian Tanah hingga tahun 1978.
Setelah kongres HITI II, diperkenalkan sistem Klasifikasi Tanah
Nasional yang tidak banyak berbeda dari sistem sebelumnya dan hanya
menguraikan sampai pada tingkat marga (great-group).
-
Untuk keperluan survei dan pemetaan tanah daerah transmigrasi,
Pusat Penelitian Tanah menerbitkan panduan tentang jenis dan macam
talah di Indonesia beserta kuncinya (Suhardjo dan Soepraptohardjo,
1981). Beberapa penamaan jenis dan macam tanah, sebagian besar
diambil dari definisi sistem FAO-UNESCO, dengan berbagai penyesuaian
terhadap kondisi di Indonesia (Sitorus, 1986).
Sejak kongres HITI ke IV di Medan bulan Desember 1989, menurut
USDA-SCS, (1989) tetah diputuskan untuk menggunakan sistem taksonomi
tanah (Soil Taxonomy) untuk semua kegiatan survei dan penelitian tanah
di Indonesia. HaI ini dilakukan secara konsekuen oleh Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimatologi (Puslittanak) dalam kegiatan survei dan
pemetaan tanah dalam proyek LREP I (skala 1 : 250.000) pada tahun 1989
yang menerapkan metode fisiografi dengan satuan tanah menggunakan
taksonomi tanah pada kategori sub-grup. Pada kegiatan survei dan
pemetaan semi detail (skala 1: 50.000) dalam LREP II (1993 - 1995), tetap
digunakan taksonomi tanah (Soil Survey Staff, I992;1994) sebagai satuan
tanah pada kategori 'seri' (Hardjowigeno, 2003).
Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia dan dunia secara
umum pada tahun 1998, kegiatan survei tanah di Indonesia praktis
mengalami stagnasi. Seri tanah yang direncanakan untuk diolah menjadi
seri publikasi hingga saat ini (2005) terhenti sama sekali. Hal ini tentu
sangat disayangkan, mengingat informasi sumber daya lahan yang akurat
dan lengkap dari seluruh wilayah di Indonesia sangat menentukan
keberhasilan bidang pembangunan pertanian maupun bidang rekayasa
yang menunjang pengembangan wilayah.
***
-
II
TANAH, PETA TANAH DAN LEGENDA
PETA
stilah tanah menurut Arsyad (1999) memiliki 3 pengertian, yaitu: (1)
tanah sebagai media tumbuh tanaman, (2) tanah sebagai benda alami
tiga dimensi di permukaan bumi yang terbentuk dari interaksi antara
bahan induk, iklim, organisme topografi dalam kurun waktu tertentu, (3)
tanah sebagai ruangan atau tempat di permukaan bumi yang digunakan
oleh manusia untuk melakukan segala macam aktivitasnya. Dalam
pengertian yang pertama, perhatian lebih ditekankan kepada kualitas
tanah. Dalam pengertian yang kedua, tanah diperlakukan sebagai bahan
galian atau tambang dan bahan nyatakan dalam berat (ton, kg) atau
volume (m3), sedangkan pada pengertian yang ketiga tanah dinilai
berdasarkan luas (ha, m2). Dalam Bahasa Inggris, dua pengertian yang
pertama setara dengan kata soil sedangkan pengertian yang ketiga setara
dengan istilah land.
2.1 Tanah Sebagai Objek Survei
Sifat tanah berubah secara berangsur ke arah vertikal dan horizontal di
mana perubahan satu sifat tidak selalu setahap dengan perubahan sifat
lainnya, sehingga kombinasi yang identik jarang ditemukan pada bentang
alam.
Meskipun demikian, tanah sebagai suatu individu juga diakui
batas-batasnya, baik sebagai suatu transisi maupun sebagai intergrades.
Sebagai suatu individu, tanah sangat berbeda dengan dunia hayati yang
tiap individunya mempunyai ciri tersendiri. Masing-masing spesies
I
-
mempunyai kisaran sifat yang sempit, sehingga mudah dibedakan satu
dengan lainnya.
Tanah menurut SoiI Survey Staff (1999; 2003) adalah kumpulan benda
alami di permukaan bumi yang dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh
manusia dari bahan-bahan tanah, mengandung gejala-gejala kehidupan
dan mampu menopang pertumbuhan tanaman di lapangan. Tanah
meliputi horizon-horizon tanah yang terletak di atas bahan batuan dan
terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, mahluk
hidup (organisme), bahan induk dan relief. Pada umumnya, tanah kearah
bawah beralih ke batuan yang kukuh (amat keras) atau ke bahan tanah
(yang tidak kukuh) yang tidak mengandung akar tanaman, hewan atau
tanda-tanda kegiatan biologi lainnya. Konsep tanah menurut sistim
taksonomi tanah merupakan suatu kontinum' dan mempunyai pengertian
yang lebih luas, karena mencakup juga danau yang dangkal serta tanah
pertanian tua buatan manusia seperti yang terdapat di Belanda.
Batas atas tanah adalah batas antara tanah dan udara, air dangkal,
tumbuhan hidup atau bahan-bahan tumbuhan yang belum mulai melapuk.
Daerah yang dianggap tidak mempunyai tanah adalah apabila
permukaannya secara permanen tertutup oleh air yang terlalu dalam
(lebih dalam dari 2,5 meter) untuk pertumbuhan tumbuhan berakar.
Batas-batas horizontal tanah adalah wilayah di mana tanah berangsur
beralih ke air dalam, daerah-daerah tandus, batuan atau es (Gambar 2.1)
Padasebagian wilayah, pemisahan antara tanah dan bukan-tanah
sedemikian berangsur sehingga sulit ditentukan.
Batas bawah yang memisahkan tanah dari bahan bukan tanah yang
terletak di bawahnya adalah yang paling sulit ditetapkan. Tanah terdiri
atas horizon-horizon dekat permukaan bumi yang sangat berbeda dengan
bahan induk di bawahnya dan telah mengalami alterasi (perubahan) oleh
interaksi antara iklim, relief, dan jasad hidup selama kurun waktu tertentu.
Pada umunyanya, pada batas bawah tanah beralih berangsur ke batuan
keras atau ke bahan-bahan tanah yang sama sekali bebas dari fauna tanah,
perakaran, atau tanda-tanda kegiatan biologis lain. Meskipun demikian,
batas terbawah kegiatan biologis sulit dilihat dan seringkali terjadi secara
-
berangsur. Untuk tujuan klasifikasi, batas bawah tanah ditetapkan pada
kedalaman 200 cm. Pada tanah yang kegiatan biologis atau proses-proses
pedogeniknya sedang berlangsung dan dapat mencapai kedalaman rebih
dari 200 cm, batas bawah tanah untuk tujuan klasifikasi masih tetap 200
cm.
Dalam beberapa hal, batuan-batuan yang tersementasi Iernah
(bahan paralitik) harus dideskripsikan dengan teliti dan digunakan untuk
membedakan seri tanah (penggal penentu seri), sekalipun bahan-bahan
paralitik yang terletak di bawah kontak paralitik tidak dapat dianggap
sebagai tanah dalam pengertian yang sesungguhnya. Pada wilayah di mana
tanah mempunyai horizon-horizon tersementasi tipis yang tidak tembus
akar, tanah meluas ke bawah hingga sedalam horizon tersementasi yang
terdalam, tetapi tidak lebih dari 200 cm. Untuk tujuan-tujuan pengelolaan
tanah tertentu, lapisan-lapisan yang terletak lebih dalam dari batas bawah
tanah yang diklasifikasi (200 cm), harus juga dideskripsi apabila lapisan
tersebut memengaruhi kandungan dan gerakan air serta udara atau
apabila lapisan tersebut memengaruhi penggunaan tanah.
Mengacu kepada definisi tanah yaitu bahwa tanah harus mampu
menopang tumbuhan di lapangan (outsites), maka daerah yang tidak
-
mampu menyokong pertumbuhan tanaman di lapangan tidak termasuk
dalam pengertian tanah. Daerah yang dimaksud adalah daerah pantai,
daerah perkotaan, habitat perairan dalam, singkapan batuan dan glasier.
Daerah-daerah ini dutu* laporan survei tanah dipetakan sebagai daerah
aneka (miscellaneous areas) .
Tanah sebagai satuan tiga dimensi dengan variasi internal
disajikan dengan cara multifactorial' dalam bentuk peta tanah, sebagai
satuan dua dimensi digambarkan pada peta tanah, sedang dimensi vertikal
(kedalaman) serta sifat-sifat internalnya disajikan dalam legenda Peta.
Peta tanah merupakan peta yang dibuat untuk memperlihatkan
sebaran taksa tanah dalam hubungannya dengan kenampakan fisik dan
budaya dari permukaan bumi. Gambar 2.2 menyajikan ilustrasi sederhana
tentang tanah di alam dan kenampakannya pada Peta tanah.
Pada setiap peta tanah digambarkan garis-garis batas (delineasi)
tanah-tanah yang dijumpai di lapangan. Garis batas tersebut berupa
poligon-poligon yang digambarkan pada peta tanah yang lazim disebut
satuan peta tanah (SPT), merupakan tubuh tanah yang mewakili keadaan
sebenarnya di lapangan (serupa dengan polipedon).
-
Dalam setiap peta tanah selalu berisikan lebih dari satu satuan
peta tanah. Pada setiap satuan peta tanah, dapat terdiri atas satu satuan
(taksa) tanah tertentu atau dapat pula terdiri atas dua atau lebih taksa
tanah, baik berupa asosiasi maupun kompleks tanah yang didefinisikan
dalam istilah taksonomi tanah atau sistem klasifikasi tanah lainnya. Hal ini
perlu ditegaskan, karena dengan demikian, peta yang hanya menyajikan
karakteristik-tunggal (single value) bukanlah merupakan peta tanah.
2.2 Macam-macam Peta Tanah
Survei tanah menghasilkan sebaran geografi kelas-kelas (taksa) tanah atau
sifat-sifat tanah yang disajikan dalam peta. Peta tanah dapat dibedakan
atas bermacam-macam jenis, tergantung dari berbagai sudut pandang
yaitu berdasarkan penyajian, tujuan (intensitas pengamatan) dan teknik
pelaksanaannya.
2.2.1 Berdasarkan Cara Penyajian
Berdasarkan cara penyajiannya, peta tanah dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. Peta tanah bersimbolkan titik (Point soil maps). Peta yang
menunjukkan lokasi titik-titik pengamatan yang sesungguhnya
dilakuaan, disertai dengan nama taksa (kelas) tanah atau satu atau
lebih sifat-sifat tanah. Peta ini memberikan beberapa keuntungan,
yaitu dapat menyajikan secara langsung apa saja dan di mana telah
dilakukan pengamatan. Pengamatan hanya dilakukan pada
beberapa lokasi, sehingga tidak seluruh daerah survei diamati.
Pada peta ini tidak dapat diberlakukan pemodelan keragaman
spasial.
2. Peta tanah poligon kelas-areal. Daerah survei dibagi atas beberapa
poligon dengan menggunakan garis batas secara tegas. Masing-
masing- poligon diberi simbol dengan nama kelas dan tiap-tiap
kelas dalam legenda. Hampir semua peta survei tanah disajikan
dalam bentuk peta dalam kelompok dengan model vektor dalam
Sistem Informasi Geografi (SIG). Secara konseptual, peta ini
-
memenuhi model diskrit variasi spasial. Variasi yang memotong
lansekap dapat dibedakan dengan batas yang tegas dalam daerah
yang di petakan ke dalam m kelas dan kemudian ke dalam
delineasi individual. Masing-masing delineasi termasuk dalam
hanya satu kelas legenda.
Nama lain dari peta ini adalah peta tanah chloropleth (yaitu peta
yang menggunakan gradasi rona atau warna yang berbeda untuk
menyajikan perbedaan satuan peta. Misalnya peta kebutuhan
kapur, peta kesesuaian tahan untuk tanaman tertentu dan lain-
lain).
3. Peta Lapangan Kontinyu yang dibuat dengan metode interpolasi.
Peta ini umumnya di sajikan dengan isoline atau pada grid halus
(Model Raster pada SIG). Peta ini memperlihatkan kontinyuitas
sebaran sifat tanah yang diduga dengan jalan interpolasi. Secara
konseptual, peta ini memenuhi model kontinyu dari variasi spasial.
Tidak ada batas yang tegas, semua variasi yang memotong
lansekap dianggap kontinyu
4. Peta Lapangan Kontinyu yang dibuat melalui pengamatan langsung
diseluruh daerah survei. Pada peta ini terdapat pengukuran aktual
yang dilakukan pada tiap-tiap titik (dalam prakteknya yang relatif
tidak luas). Peta ini umumnya disajikan dengan peta grid (model
raster dalam SIG). Peta ini memperlihatkan sebaran sifat tanah
kontinyu yang diukur. Peta semacam ini sudah jarang digunakan
dan saat ini, peta semacam ini banyak digunakan dari parsel
individu untuk precision farming . Contoh yang umum adalah peta
elevasi, indeks vegetasi (bukan peta tanah) yang menggunakan
bantuan wahana satelit atau pesawat terbang atau bahkan dengan
survei lapangan.
-
2.2.2 Berdasarkan Teknik Pelaksanaannya
Terdapat dua pendekatan yang dapat ditempuh oleh pemeta,dalam
membagi permukaan tanah sebagai suatu 'kontinum' kedalam suatu
satuan-satuan tertentu dalam membuat peta tanah. Kedua pendekatan
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Mengamati, mendeskripsi dan mengklasifikasikan profil-profil
tanah (pedon) pada beberapa lokasi di daerah survei. Kemudian
membuat (mendelineasi) batas di sekitar daerah yang mempunyai
profil tanah yang serupa (memiliki taksa tanah yang sama), sesuai
dengan kriteria klasifikasi yang digunakan. Pendekatan ini disebut
pendekatan sintetik (synthetic approach).
2. Membagi kontinum' atas persil-persil atau satuan-satuan
berdasarkan pada pengamatan,perubahan dalam sifat-sifat tanah
'eksternal' (sifat bentang-alam), melalui interpretasi foto udara,
yang diteruskan dengan melakukan pengamatan dan
pengklasifikasian tanah untuk masing-masing satuan yang dibuat
tersebut. Pendekatan ini disebut pendekatan analitik (analytical
approach).
Gambar 2.3 menyajikan teknik pelaksanaan (cara pengamatan tanah)
survei tanah. Pendekatan sintetik (gambar paling atas) biasanya
dilakukan dengan menggunakan metode survei grid, sedangkan
pendekatan analitik menggunakan metode fisiografi, yaitu dengan
jalan menentukan batas (mendelineasi) satuan fisiografi/wujud-lahan
(landform) terlebih dahulu sebelum ke lapangan (gambar paling
bawah). Pada survei skala kecil, pendekatan kedua lebih sering
digunakan, sedangkan pada skala besar biasanya digunakan
pendekatan sintetik. Namun demikian, dalam praktiknya biasanya
kombinasi keduanya digunakan (gambar bagian tengah).
-
2.2.3 Berdasarkan Tujuan (lntensitas Pengamatan)
Tanah yang diamati dalam kegiatan survei tanah, setelah diklasifikasikan
berdasarkan sistem klasifikasi tanah yang digunakan perlu digambarkan
penyebarannya dalam peta tanah. Sebagai dasar pembuatan peta tanah
digunakan peta dasar yang umumnya berupa peta topografi atau peta rupa
bumi.
Jenis informasi dan tingkat ketelitian yang diperlukan sangat
ditentukan oleh tingkat survei tanah yang diterapkan.
-
Survei dan pemetaan tanah tidak hanya dapat memberikan
gambaran tentang macam tanah yang dijumpai, tetapi harus dapat
menggambarkan secara tepat di mana tanah tersebut dijumpai. Hal ini
tidak berarti bahwa tanah yang dijumpai haruslah homogen, melainkan
harus dapat menggambarkan bahwa pada suatu poligon yang
dicantumkan dalam satuan peta tanah (SFT) dapat diketahui satuan tanah
utama (yang mendominasi) dan satuan tanah pendamping. Untuk
menghindari rumitnya satuan dalam peta tanah, Van Wambeke (1986)
menyarankan luasan terkecil suatu satuan peta tanah (SPT) yang masih
diperbolehkan untuk disajikan dalam peta tanah adalah seluas 0,4 cm2.
Berdasarkan tujuannya (yang akan menentukan intensitas
pengamatan), survei tanah dibedakan atas 6 macarn, yaitu peta tanah
bagan, eksplorasi, tinjau, semi-detail, detail dan sangat detail (Tabel 2.1).
Masing-masing peta tersebut memiliki skala peta yang berbeda-beda.
Skala peta menunjukkan perbandingan jarak antara dua tempat
(titik) pada peta, dengan jarak sebenarnya di lapangan. Berikut ini akan
diuraikan secara singkat tentang masing-masing peta tersebut.
1. Peta Tanah Bagan
Peta ini dibuat sebagai hasil kompilasi dan generalisasi peta-peta
tanah eksplorasi atau peta tanah tinjau. Peta ini hanya digunakan
untuk memperoleh gambaran umum tentang sebaran tanah secara
nasional. Dalam pembuatannya tidak dilakukan pengamatan
lapangan. Skala peta sama atau lebih kecil dari 1: 2.500.000.
2. Peta Tanah Eksplorasi
Peta ini menyajikan keterangan yang sangat umum tentang
keadaan tanah dari suatu daerah. Biasanya peta ini dibuat dengan
survei yang dilakukan sepanjang jalan atau menggunakan
helikopter pada tempat-tempat tertentu yang dianggap
mempunyai perbedaan jenis tanah, yang ditunjukkan oleh
bentang-alam yang berbeda.
-
Biasanya survei ini dilakukan dengan bantuan interpretasi foto
udara atau citra satelit, dengan intensitas pengamatan lapangan
yang sangat rendah.
-
Skala peta bervariasi dari 1:500.000 hingga 1:5.000.000. Peta
ini hanya menggambarkan sebaran tanah secara umum untuk
penyusunan atlas nasional dan tidak dapat digunakan untuk
keperluan praktis, karena informasi tentang sifat-sifat tanah sangat
minim.
3. Peta Tanah Tinjau
Umumnya peta ini dibuat pada skala 1:250.000. Satuan peta
didasarkan atas satuan tanah-bentuk lahan atau sistem lahan yang
didelineasi melalui interpretasi foto udara dan atau citra satelit.
Pengamatan di lapangan kurang lebih 1 untuk 12,5 km2.
Peta ini dapat menggambarkan daerah-daerah yang berpotensi
untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.
4. Peta Tanah Semi-detail
Peta ini umumnya dibuat dengan skala 1:50.000, dengan intensitas
pengamatan sekitar 1 untuk setiap 50 hektar, tergantung dari
kerumitan bentang lahan. Biasanya dilakukan dengan sistim grid
yang dibantu oleh hasil interpretasi foto udara dan citra satelit.
Peta ini memberi gambaran tentang potensi daerah secara lebih
terperinci serta dapat menunjukkan lokasiproyek yang akan
dilaksanakan. Peta ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang potensi pertanian serta penggunaannya untuk berbagai
bentuk pengelolaannya
5. Peta Tanah Detail
Peta ini biasanya dibuat dengan skala 1:25.000 dan 1:10.000 serta
ditujukan untuk mempersiapkan pelaksanaan suatu proyek
termasuk proyek konservasi tanah (misalnya teknik-teknik
konservasi yang bisa dan cocok diterapkan pada masing-masing
satuan peta atau pada suatu demplot). Oleh karena itu, sifat dan
ciri tanah hendaklah diuraikan sedetail mungkin.
-
Batas satuan peta tanah didelineasi di lapangan dengan bantuan
foto udara yang didasarkan pada kemiringan lereng.
Jumlah pengamatan untuk adalah sekitar 1 untuk setiap 2 ha
hingga 12,5 ha (Tabel2.1).
6. PetaTanah Sangat Detail
Peta tanah sangat detail mempunyai skala Pengamatannya atau
lebih untuk setiap hektarnya. Peta ini ditujukan untuk penelitian
khusus, misalnya untuk petak percobaan pertanian guna
mempelajari variabilitas responstanaman terh adap pemupukan
atau perlakuan tertentu dan lain-lain.
2.3 Legenda Peta Tanah
Setiap peta tanah selalu disertai dengan suatu daftar atau tabel penjelasan
yang disebut legenda peta yang sangat bermanfaat, untuk memudahkan
dalam membaca peta tersebut. Legenda peta tanah berfungsi
mengidentifikasikan satuan peta serta memberikan informasi tentang
satuan-satuan yang terdapat dalam suatu peta tanah. satuan peta tanah
dalam setiap peta ditandai dengan simbol yang unik yang dapat berupa
warna, nama atau atribut lainnya.
Legenda peta tanah terdiri atas dua bagian, yaitu simbol dan
uraian atau deskripsi. Di dalam uraian terkandung informasi penting
mengenai tanah masing-masing satuan yang digambarkan oleh simbol
satuan peta. Informasi tersebut meliputi:
Keadaan drainase,
Kedalaman tanah
Keadaan erosi
Tekstur tanah
Keadaan batuan
Warna dan karatan
Aspek kesuburan (pH, salinitas)
Konsistensi tanah
-
Relif mikro
Informasi di atas sangat diperlukan oleh pemakai yang bukan ahti
tanah. Sedangkan informasi lain yang sangat penting bagi ahli tanah ialah
nama taksa tanah yang ditunjukkan oleh nama tanah menurut sistem
klasifikasi tanah yang digunakan (misalnya menurut Taksonomi Tanah
USDA atau Klasifikasi Tanah FAO) yang terdapat dalam satuan tersebut.
Pada satuan peta majemuk (lihat Bab 3), komposisi satuan klasifikasi
tanah, haruslah dijelaskan. Perlunya mencantumkan klasifikasi tanah ini
adalah memudahkan tujuan korelasi dengan tanah-tanah di tempat lain.
Dalam pemetaan tanah yang menggunakan metode fisiografi (dengan
bantuan interpretasi foto udara atau citra inderaja lainnya), biasanya
menggunakan legenda eksptilatif,sedangkan dalam survei dengan metode
grid, umumnya menggunakan legenda taksonomikal dan kadang legenda
mekanikal. Metode grid dan fisiografi akan dijelaskan dalam Bab 3.
Tabel-tabel berikut ini menyajikan contoh unsur-unsur yang harus ada
dalam suatu legenda peta tanah tinjau skala 1:250.000 (Tabet 2.2),
semidetail (Tabel 2'3), dalam Proyek LREP-II, dan peta tanah detail (Tabef
2.4).
-
2.4 Peta Dasar
Peta dasar adalah peta yang digunakan sebagai dasar untuk membuat peta
tanah atau wadah untuk menggambarkan delineasi satuan peta tanah.
Sebagai peta dasar dapat digunakan peta vegetasi/ penggunaan
lahan, peta iklim atau peta lainnya yang tersedia, asal diterbitkan oleh
instansi resmi dan mempunyai ketelitian yang tinggi baik isi maupun
skalanya. Dalam praktik umunnya menggunakan peta topografi atau peta
rupa bumi sebagai peta dasar.
Namun demikian, karena belum seluruh daerah di Indonesia
terliput oleh peta topografi (rupa bumi), kadang-kadang perlu disediakan
peta dasar dari citra penginderaan jauh (remote sensing), baik dari foto
udara (untuk skala besar) maupun citra satelit (untuk skala kecil).
Instansi pemerintah maupun swasta yang bergerak dalam
pembuatan peta di Indonesia, umunnya menghasilkan peta yang berbeda
kualitas maupun akurasinya untuk peta daerah yang sama. Hal ini
disebabkan karena belum adanya keseragaman di antara instansi-instansi
tersebut. Pembuatan peta terpaksa dilakukan tanpa koordinasi karena
terdesak oleh kebutuhan akan peta.
Sekalipun peta dasar ini bukan merupakan tanggung jawab ahli
(pemeta) tanah, tetapi karena alasan di atas, pemeta tanah harus dapat
menyediakan peta dasar untuk pembuatan peta tanah yang menjadi tujuan
utamanya. Pengetahuan tentang pembuatan mosaik foto perlu dikuasai
untuk dapat menghasilkan peta yang baik. Bantuan perangkat-lunak
komputer seperti PCI Geomatic akan membantu menyediakan peta dasar
untuk peta tanah berupa peta mosaik orthofoto. Gambar 2.6 menyajikan
contoh mosaik-foto yang digunakan sebagai peta dasar dalam menyajikan
hasil survei tanah. Peta tanah berskala besar (detail hingga sangat detail)
umumnya disarankan untuk menggunakan mosaik ortofoto sebagai peta
dasar, karena akan memudahkan pengguna peta dalam melakukan
orientasi di lapangan.
-
Saat ini Bakosurtanal (Badan Koordinasi Pemetaan Nasional) yang
merupakan instansi yang bertanggung jawab dalam penyediaan peta
(topografi/rupa bumi), telah dapat menyediakan peta rupa bumi untuk
sebagian besar wilayah di Indonesia sekalipun dengan skala yang
beragam. Beberapa diantara peta tersebut juga tersedia dalam format peta
digital. Pada Gambar 2.4 disajikan contoh liputan peta rupa bumi untuk
Pulau sumatera yang diterbitkan oleh Bakosurtanal (2004).
Dalam memutuskan memilih peta dasar untuk pembuatan peta
tanah, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Waktu pembuatan Peta.
Semakin muda umur peta, semakin baik karena tanda-tanda yang
terdapat pada peta umumnya lebih sesuai dengan kondisi lapangan.
2. Akurasi Peta
-
Hal ini terutama terkait dengan pengukuran-pengukuran di lapangan
yang menyangkut jarak, luasan dan lain-lain.
3. Skala
Idealnya skala peta yang digunakan untuk pengamatan lapangan
adalah dua kali lebih besar dari skala peta publikasi.
-
2.5 Kualitas Peta Tanah
Pusat Penelitian Tanah dan agroklimat (1995) mengemukakan bahwa
kualitas peta tanah ditentukan oleh sifat mudah dibaca, batas ukuran
minimum, dan tekstur peta. uraian rebih rinci akan dikemukakan di bawah
ini.
2.5.1 Sifat mudah Dibaca (Map legibility)
Sifat mudah dibaca menunjukkan mudah tidaknya pengguna peta
membaca informasi yang terdapat pada petal peta tanah harus dapat
menyajikan infomasi secara jelas, padat dan menarik. Mudah tidaknya
suatu peta tanah untuk dibaca ditentukan oleh:
Jumlah poligon satuan peta tanah
Warna yang membedakan satuan peta yang satu dengan lainnya
Gambaran topografi yang digambarkan pada peta
Kualitas penyajian peta
Peta yang menyajikan banyak poligon berukuran kecil sulit dibaca.
Warna yang dipilih untuk masing-masing satuan peta dibuat agar menarik
dan sedapat mungkin mencerminkan sifat tanah. Misalnya Mollisol diberi
warna hijau, oxisol berwarna merah dan sebagainya.
Pada peta tanah harus disajikan informasi yang memudahkan
untuk orientasi peta di lapangan seperti sungai, jalan, gunung, desa, garis
kontur, nama-nama (tempat, sungai, gunung dan sebagainya). Namun
demikian, gambaran topografi tersebut jangan disajikan terlalu banyak
karena akan menyulitkan pembacaan peta.
Selain itu map legibitity dipengaruhi oleh kualitas cetakan, kertas,
layout dan sebagainya. Kaidah-kaidah di dalam kartografi harus menjadi
perhatian dalam menyajikan peta tanah.
-
2.5.2 Delineasi Ukuran Minimal (Minimum Size Delineation)
Delineasi atau batasan ukuran minimal merupakan suatu luasan terkecil
yang masih dapat digambarkan pada peta. Pada dasarnya ukuran tersebut
merupakan parameter kartografi, karena setiap poligon pada suatu peta
harus tertulis simbol satuan petanya. Simbol tersebut harus tertulis
dengan ukuran tertentu, sehingga masih dapat dibaca.
Batasan ukuran poligon minimal sebagaimana dikemukakan
sebelumnya adalah 0,4 cm2 (untuk yang berbentuk bulat), sedangkan
untuk poligon berbentuk memanjang dan sempit, harus lebih besar (dari
aspek luasannya) agar dapat memuat simbol satuan peta.
2.5.3 Tekstur Peta Tanah
Tekstur peta tanah mencerminkan banyaknya sebaran poligon-poligon
satuan peta tanah yang terdapat pada suatu peta. Suatu peta dikatakan
bertekstur kasar apabila poligon-poligonnya berukuran besar, sedangkan
jika sebagian besar poligonnya merupakan poligon-poligon kecil, disebut
bertekstur halus.
Selain itu apabila poligon-poligon yang ada di dalam peta tersebut
merata disebut ber"intensitas mono", sedangkan apabila dalam suatu peta
terdapat dua atau lebih kelompok tekstur peta tanah maka disebut
berintensitas multi". Tekstur peta tanah tersebut mencerminkan
kerumitan keadaan tanah di lapangan. wilayah yang homogen akan
memperlihatkan intensitas mono, sedangkan wilayah yang variasi
landformnya sangat beragam akan menunjukkan intensitas multi.
Peta tanah bertekstur halus sulit dibaca, sebaliknya peta tanah yang
bertekstur kasar mudah dibaca.
***
-
III
PRINSIP-PRINSIP SURVEI TANAH
alam melakukan survei tanah, terdapat beberapa prinsip dasar yang
harus dipahami. Prinsip-prinsip tersebut akan diuraikan di bawah ini.
3.1 Satuan Peta Tanah dan Satuan Taksonomi
Satuan peta tanah (satuan peta) dan satuan taksonomi merupakan dua
istilah yang berbeda. satuan peta tanah merupakan satuan yang dibatasi di
lapangan berdasarkan pada kenampakan bentang alam (Iandscape).
Satuan taksonomi (satuan tanah) merupakan satuan yang diperoleh dari
menentu-kan suatu selang sifat (range in characteristic) tertentu dari sifat-
sifat tanah yang didefinisikan oleh suatu sistem klasifikasi tanah. Setiap
satuan peta tanah bisa berisi satu atau lebih satuan taksonomi tanah.
3.1.1 Satuan peta Tanah
Satuan peta tanah (soil mapping unit) atau satuan peta terdiri atas
kumpulan semua delineasi yang di tandai oleh simbol, warna, nama atau
lambang yang khas padi suatu peta. Delineasi tanah (soil delineation)
adalah daerah yang dibatasi oleh suatu batas tanah pada suatu peta.
umumnya peta tanah terdiri atas lebih dari satu satuan peta. Data atau
informasi dari masing-masing satuan peta yang terdapat dalam peta tanah
dijelaskan dalam legenda peta.
Satuan peta ialah satuan lahan yang mempunyai sistem
fisiografi/landform yang sama, yang dibedakan satu sama lain dilapangan
oleh batas-batas alami dapat dipakai sebagai satuan evaluasi lahan.
Satuan-satuan yang dihasilkan umumnya berupa tubuh lahan yang
D
-
memiliki ciri-ciri tertentu yang dibedakan oleh batas-batas alami di tempat
terjadinya perubahan ciri-ciri yang paling cepat ke arah lateral.
Pendekatannya merupakan pendekatan fisiografis.
Satuan peta tanah disusun untuk menampung informasi penting dari
suatu luasan (poligon) tentang hal-hal yang berkaitan dengan survei tanah.
Satuan peta tanah harus dengan mudah dapat dikenali, diukur, dan dapat
dipetakan pada skala yang tersedia dari peta dasarnya, waktu yang
tersedia, kemampuan dari para pemetanya, dan tujuan dari survei
tersebut.
Dalam taksonomi tanah dikenal istilah pedon dan poipedon. Pedon
dianggap terlalu kecil untuk dapat menunjukan kenampakan yang lebih
luas seperti lereng dan permukaan berbatu. Polipedon, seperti
dikemukakan dalam taksonomi tanah, merupakan suaatu satuan
klasifikasi, tubuh tanah dan homogen pada tingkat seri dan cukup luas
untuk menggambarkan semua karakteristik tanah yang dipertimbangkan
dalam deskripsi dan klasifikasi tanah (Gambar). Polipedon jarang
bertindak sebagai sesuatu yang nyata untuk klasifikasi karena amat sangat
sulit menemukan batas suatu polipedon di lapangan dan karena adanya
kontradiksi dan circular nature dari konsep tersebut. Ahli tanah
mengklasifikasikan pedon tanpa memperhatikan batasan ukurannya, yang
secara sadar atau tanpa disadari mengaitkan berbagai sifat-sifat yang lebih
luas yang dibutuhkan dari daerah sekitar tanah tersebut ke pedon.
Polipedon mengaitkan tubuh tanah nyata di alam kepada konsep mental
dari klas taksonomi.
Oleh karena itu, batasan dari polipedon ini secara konsepsional awal
sama dengan batasan dari seri tanah, yaitu yang merupakan kategori
terendah dari sistem klasifikasi taksonomi tanah. Dengan demikian, setiap
polipedon dapat diklasifikasikan kedalam seri tanah, hanya saja bahwa
seri tanah mempunyai selang sifat yang lebih lebar daripada polipedon.
Polipedon memiliki luasan minimal > 1 m2 dan maksimalnya tidak
terbatas.
-
Menurut Soil Survei Division Staff (1998), satuan peta merupakan
kumpulan daerah-daerah (area) yang didefinisikan dan komponen tanah
atau daerah aneka atau kelua-duanya di beri nama yang sama. setiap
satuan peta tanah berbeda dalam beberapa dengan yang lainnya dalam
suatu daerah survei dan secara unik didefinisikan pada suatu peta tanah.
-
Masing-masing daerah (luasan) pada peta tersebut disebut delineasi.
Satuan peta terdiri atas 1 atau lebih komponen (taksa) tanah. Komponen
individu dari suatu satuan peta mewakili kumpulan polipedon-polipedon
atau bagian-bagian dari polipedon yang merupakan anggota dari taksa
tersebut atau macam dari daerah aneka.
Pada Gambar 3.1 disajikan ilustrasi kaitan antara bentang lahan (soil-
scape), polipedon (tanah individu), pedon, dan profil tanah. Lanskap dapat
disamakan dengan satuan peta tanah.
Satuan peta (mapping unit) berbeda dengan satuan taksonomi tanah
(taxonomic unit), seperti yang akan diuraikan pada Gambar 3.1.
3.1.2 Satuan Taksonomi
Satuan taksonomi adalah sekelompok tanah dari suatu sisten klasifikasi
tanah; masing-masing di-wakili oleh suatu profil tanah yang
mencerminkan 'central concept' (konsep pusat) dengan sejumlah kisaran
penyimpangan sifat-sifat dari konsep pusat tersebut. Jadi satuan
taksonomi tanah menentukan suatu selang tertentu dari sifat-sifat tanah
dalarn kaitannya dengan selang sifat tanah secara total dalam suatu sistem
klasifikasi tanah tertentu. Pendekatannya merupakan pendekatan
morfologik.
Satuan taksonomi tanah seringkali dibuat tanpa mempertimbangkan
fakta-fakta yang ada di lapangan. Misalnya kita dapat saja
mengelompokkan tanah-tanah dengan lapisan-bawah berwarna kelabu
sebagai kelas tersendiri dan yang memiliki kontak litik yang dangkal
sebagai keras yang lain. Pengelompokan ini mungkin dapat didelineasi
pada peta, tetapi pada umumnya sangat sukar dilakukan karena tidak
terlihat di lapangan secara langsung. orang yang melakukan klasifikasi
atau pengelompokkan tadi menciptakan konsep yang abstrak. yang dapat
diterima sebagai anggota suatu kelas hanyalah tanah-tanah yang
memenuhi sifat-sifat tertentu. Kelas yang berwarna kelabu merupakan
suatu taksa di dalam sistem taksonomi, sebagai suatu pembagian lebih
lanjut dari tanah yang universal. Masing-masing nama tersebut akan
menunjuk semua tanah yang mempunyai sifat-sifat yang telah ditentukan.
-
Hampir tidak mungkin mendelineasi secara akurat padapeta daerah-
daerah yang benar-benar termasuk ke dalam satu kelas taksonomi di
lapangan. Artinya tidak seorangpun yang mampu memetakan tanah
dengan satuan taksonomi. Semua tanah tersembunyi dibawah permukaan.
Hanya kenampakan permukaan dan sifat-sifat permukaan tanah yang
terlihat. Dengan demikian tidak mungkin menelusurinya di lapangan.
Menurut van Wambeke dan Forbes (19g6), perbedaan yang prinsip
antara satuan taksonomi dan satuan peta adalah satuan taksonomi
merupakan suatu konsep yang dihasilkan dari membagi tanah sejagat (soil
universal), sedangkan satuan peta merupakan hasil dari pengelompokan
delineasi tanah yang mempunyai nama, simbol, warna, atau lambang khas
lainnya yang sama pada suatu peta yang dapat dikenali, diukur, dan
dipetakan di lapangan dengan mudah.
Komponen dari satuan peta tanah berbeda-beda, tergantung pada
skala survei tanah. Semakin besar skala peta tanah semakin banyak jumlah
-
pengamatan yang dilakukan dan semakin rendah kategori dari satuan
taksonomi.
Untuk menggambarkan perbedaan keduanya, dapat dilihat pada
Gambar 3.3 dan Gambar 3.4. Kenampakan permukaan bentang-alam
sangat membantu pemeta dalam mendelineasi satuan peta tanah. Tanah-
tanah yang berada dalam suatu delineasi (satuan) peta, seringkali tidak
semuanya dapat dikelompokkan kedalam satu satuan taksonomi,
melainkan termasuk dua atau lebih satuan taksonomi yang berbeda.
Karena satuan peta mengikuti kenampakan bentang-alam, dapat
dikatakan bahwa satuan peta itu benar-benar terdapat di alam dan dapat
dilihat serta diraba, sedangkan satuan taksonomi merupakan sesuatu yang
abstrak.
Klasifikasi (taksonomi) tanah merupakan pengembangan konsep
fikiran manusia. Dalam hal ini satuan taksonomi tanah adalah buatan
mantsia, sedangkan satuan peta merupakan batas tanah sesungguhnya
(merupakan tubuh tanah alami).
Berikut adalah fungsi sistem klasifikasi tanah:
- Sebagai media komunikasi bagi para pakar tanah, penyuluh,
Peneliti, dan lain-lain.
- Mengekstrapolasikanhasil-hasil penelitian.
Beberapa sistem klasifikasi tanah yang digunakan sebagai satuan
taksonomi di Indonesia antara lain sistem Puslittan (1981) yang
merupakan penyempurnaan dari sistem Dudal dan Suprptohardjo (1957),
sistem FAO-Unesco (1974; 1998) dan sistem Soil Taxonomy menurut
USDA (SoiI Survey staff, 1999, 2003). Padanan nama tanah ketiga sistem
klasifikasi tanah tersebut akan dibahas dalam Bab 6.
-
3.2 Satuan Peta Tanah dalam Survei Tanah
Satuan peta tanah (SPT) dibuat tergantung tingkat ketelitian survei atau
tingkat pemetaan yang dilakukan, sehingga satuan peta tanah dapat
memiliki kisaran karakteristik yang luas maupun sempit. Macam satuan
peta tanah menurut (Wambeke dan Forbes, 1986) ada ,yaitu konsosiasi,
asosiasi, kompleks, dan kelompok tak dibedakan ('undifferentiated
groups) yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
-
1. Satuan peta tanah sederhana (simple mapping unit). Satuan peta
ini hanya mengandung satu satuan tanah saja atau terdapat tanah lain
yang disebut sebagai inklusi. Satuan peta tanah ini banyak dijumpai
pada survei tanah detail, dari daerah yang relatif seragam. Satuan peta
ini disebut konsosiasi. Menurut Wambeke dan Forber (1986),
konsosiasi merupakan satuan peta yang didominasi oleh satu satuan
tanah dan tanah yang mirip (similar soil). Sekurang-kurangnya 50%
dari pedon-pedon yang ada di dalam satuan peta tersebut sama
dengan yang tertulis dalam satuan peta tanah, sedangkan pedon-
pedon atau tanah-tanah yang berbeda (dissimilar soil) yang disebut
inklusi, dalam satuan peta konsosiasi tidak lebih dari 25%, l5% atau
l0%, tergantung dari sifatnya yang diuraikan sebagai berikut:
Jika tanah yang berbeda tersebut lebih baik atau sama dengan
tanah utamanya, maka diperkenankan 25%.
Jika tanah yang berbeda tersebut bersifat sebagai pembatas untuk
penggunaannya, maka hanya diperkenankan hingga 15%.
Jika tanah yang berbeda tersebut berbeda kontras dan merupakan
faktor pembatas yang berat, maka hanya diperbolehk an hingga
10%.
Sedangkan sisanya merupakan tanah-tanah yang serupa (similar soil).
Gambar 3.5 menyajikan ilustrasi komposisi antara nama tanah yang
tercantum daram legenda, similar soils dan dissimilar soils dalam
satuan peta tanah.
-
2. Satuan peta tanah majemuk (compound mapping unit),terdiri atas
dua satuan tanah atau lebih yang berbeda (dissimilar soil). Biasanya
satuan peta tanah ini digunakan pada survei tinjau atau survei lainnya
yang berskala kecil pada daerah yang rumit/ heterogen. Satuan peta
tanah majemuk dibedakan menjadi:
a. Asosiasi tanah, yaitu sekelompok tanah yang berhubungan
secara geografis, tersebar dalam suatu satuan peta menurut pola
-
tertentu yang dapat diduga posisinya, tetapi karena kecilnya skala
peta, taksa-taksa tanah itu tidak dapat dipisahkan.
Setiap komponen dideskripsi secara terperinci tanpa ada
perbedaan.
Posisi geografis masing-masing anggota satuan peta dalam
bentang-alam diterangkan dengan jelas, sehingga
memungkinkan untuk diperhalus oleh pemakai peta.
b. Kompleks tanah, merupakan sekelompok tanah dari taksa yang
berbeda, yang berbaur satu dengan lainnya dalam suatu delineasi
(satuan peta) tanpa memperlihatkan pola tertentu atau
menunjukkan pola yang tidak beraturan.
Meskipun ada komponen tanah yang berasosiasi secara
geografis, tetapi tidak dapat dipisahkan kecuali pada tingkat
amat detail.
Menurut Wambeke dan Forbes (1986), satuan peta tanah
dikatakan kompleks jika komponen utama dalam satuan peta
kompleks tidak dapat membentuk satuan peta tersendiri jika
dipetakan pada skala 1 : 24.000. Pada skala tersebut luasan 0,4 cm2
pada peta adalah 2,3 ha dilapangan. Komponen utama dalam
satuan peta asosiasi jika dipetakan pada skala tersebut dapat
membentuk satuan peta tersendiri.
Dengan perkataan lain, jika komponen satuan-satuan tanah dalam
satuan tanah tersebut didelineasi dan luasnya lebih dari 2,3 hektar
maka satuan tanah tersebut adalah asosiasi; sedangkan apabila
kurang dan2,3 hektar maka termasuk ke dalam kompleks.
c. Kelompok tak dibedakan (undifferentiated groups), terdiri
atas dua atau lebih tanah yang secara geografis tidak selalu
berupa konsosiasi tetapi termasuk dalam satuan peta yang sama
karena penggunaan dan pengelolaannya sama atau mirip. Tanah-
tanah tersebut dimasukkan ke dalam satuan peta yang sama
karena sama-sama mempunyai sifat sebagai berikut: berlereng
-
terjal, berbatu, mengalami pengaruh banjir yang cukup parah
sehingga membatasi penggunaan dan pengelolaaanya.
Ketentuan proporsi dari masing-masing tanah yang menyusunnya
sama dengan asosiasi atau kompleks.
Beberapa kriteria untuk menetukan satuan peta menurut Dent dan
Young (1991) adalah:
1. Satuan peta hendaknya sehomogen mungkin (tidak perlu mempunyai
karakteristik yang seragam, tetapi variasi dalam satu satuan peta
dipertahankan dalam batasan yang telah dibuat). Macam variasi
hendaklah tetap konsisten dengan semua satuan peta yang
mempunyai nama yang sama.
2. Pengelompokan hendaknya mempunyai nilai praktis.
3. Harus memungkinkan untuk memetakan satuan secara konsisten.
4. Pemetaan hendaklah diselesaikan dalam waktu yang layak dan dengan
peralatan yang umum. Sifat tanah yang digunakan dalam pemetaan
haruslah (terutama) dapat diamati dan dirasakan seperti warna dan
tekstur. Banyak sifat-sifat tanah penting didalam praktek seperti unsur
hara misalnya, tidak dapat langsung diamati dan dipetakan di
lapangan. Hubungan sifat tanah yang dapat diamati dan sifat tanah
penting lainnya harus ditemukan selama survei.
5. Sifat tanah yang reratif stabil, seperti tekstur dan litologi, hendaklah
digunakan untuk memberi batasan satuan taksonomi, bukan sifat yang
cepat berubah dengan pengelolaan, seperti struktur atau bahan
organik tanah-atas.
Satuan taksonomi tanah pada masing-masing satuan peta tanah,
baik satuan sederhana maupun majemuk, tergantung dari skala peta final
yang akan dihasilkan. Makin besar skala makin rendah kategori klasifikasi
(taksonomi) tanah yang digunakan (lihat Tabei 2.1).
Dalam survei tanah detail, satuan peta yang sering digunakan
adalah:
-
1. Seri tanah, merupakan sekelompok tanah yang memiliki ciri dan
perilaku serupa, berkembang dari bahan induk yang sama dan
mempunyai sifat-sifat dan susunan horizon, terutama di bagian bawah
horizon olah dan sama dalam rezim kelembaban dan suhu tanah.
Nama seri diambil dari nama lokasi pertama kali ditemukan seri tanah
tersebut. Misal Seri Labuanteratak.
2. Fase tanah, merupakan pembagian lebih lanjut dari seri tanah sesuai
dengan ciri-ciri penting bagi pengelolaan/penggunaan lahan, seperti
drainase, erosi.
Fase dapat juga digunakan pada tingkat kategori lainnya seperti famili,
sub-group dan lain-lain. Uraian selanjutnya disajikan dalam subbab
3.3.
3. Soil variant, merupakan tanah-tanah yang sangat mirip dengan seri
yang sudah ditemukan, tetapi berbeda dalam beberapa sifat penting.
Hal ini mengurangi banyaknya seri tanah yang mungkin ditemukan
dalam suatu survei, dimana perbedaannya tidak terlalu besar. 'Soil
variant' dapat menjadi seri tersendiri, jika pengkajian lapangan telah
dilakukan lebih intensif.
3.3 Penamaan Satuan Peta Tanah
Penamaan satuan tanah yang dikemukakan dalam hal ini adalah penamaan
menggunakan sistem klasifikasi Taksonomi Tanah USDA (Soil Survey Staff,
1990; 2003), seperti dikemukan dalam Hardjowigeno, Marsoedi dan
Ismangun (1993).
Satuan peta tanah terdiri atas satuan tanah dan fasenya. Kategori
untuk penamaan satuan tanah tergantung dari skala pemetaan skala besar
(pemetaan detail) menggunakan kategori rendah (famili atau seri),
sedangkan skala,kecil menggunakan kategori tinggi (sub-grup, great-
group, sub-ordo atau ordo). Masing-masing kategori dapat menggunakan
satuan fase.
Fase merupakan segala sifat tanah atau faktor lingkungan yang
mempengaruhi penggunaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Biasanya
merupakan sifat-sifat atau corak tambahan suatu seri tanah atau satuan
-
tanah lainnya dalam kategori klasifikasi tanah. Misalnya tekstur lapisan
atas, kemiringan lahan (lereng), batuan di atas permukaan maupun di
dalam profil tanah dan sebagainya.
1. Konsosiasi
Cara penamaannya mengikuti ketentuan sebagai berikut:
Nama pertama terdiri dari satuan tanah atau taxon yang
kemudian diikuti dengan fase.
Untuk fase tekstur lapisan atas atau lapisan bahan organik di
permukaan tidak disertai dengan tanda koma. Contoh: Ciawi liat.
Tidak ditulis Ciawi,liat.
Jika fase tekstur lapisan atas juga berbatu, berkerikil dan
sebagainya, maka penulisannya adalah Cobanrondo skeletal
berliat.
Jika fase tekstur lapisan atas tidak digunakan tetapi karena
berbatu, berkerikil dsbnya, maka penulisannya menggunakan
'koma'. Contoh: Cobanrondo, berbatu.
Untuk dua atau tiga fase, digunakan 'koma'. Contoh: Pujian liat,
lereng 15-20%, tererosi.
Penulisan fase erosi, ditulis paling belakang.
Penulisan fase lereng ditulis paling belakang kecuali jika ada fase
erosi. contoh: Pujian skeletal berliat, substratum padas, lereng l5-
30%o, tererosi.
2. Kompleks
Ditulis kata 'kompleks; jika fase dari masing-masing taxon tersebut
tidak sama, misalnya tekstur lapisan atas tidak sama. Contoh :
Kompleks Cobanrondo-Sebaluh.
Kata 'kompleks' tidak ditulis jika fase tekstur lapisan atas seri-seri
tanah yang menyusunnya sama. Contoh: Jeho-Cula liat.
Perhatikan beberapa contoh berikut:
-
Kompleks Sedep-Pali, berbatu (kedua seri tsb mempunyai fase
berbatu di permukaan).
Kompleks Batu-Tandem, Iereng 5 8% (keduanya mempunyai fase
lereng sama).
Tandem-Toki liat, lereng 5 8% (keduanya mempunyai fase
tekstur lapisan atas dan lereng sama).
Kompleks Toki berbatu-Lante (hanya seri Toki yang mempunyai
fase berbatu).
3. Asosiasi
Berbeda dengan kompleks, maka kata Asosiasi selalu digunakan.
Perhatikan contoh berikut:
Asosiasi Cangar-Batu, terjal (dua seri tanah dengan fase lereng
terjal).
Asosiasi Cangar, terjal-Batu (fase lereng terjal hanya pada seri
Cangar).
Asosiasi Typic Fragiochrepts-Aeric Fragioaquepts (asosiasi sub-
grup).
4. Kelompok tak dibedakan ('Undifferentiated groups')
Untuk penamaan, digunakan kata dan guna menggabungkan satu seri
dengan seri lainnya. Atau digunakan kata 'tanah' didepan nama seri
tanah tersebut. Contoh:
Batu dan Cangar lempung berdebu, atau tanah Batu dan Cangar
Tanah Ciasem dan ldo, sangat terjal
Tanah Pendem dan Dau, sangat berbatu.
3.3.1 lnklusi dalam Satuan Peta Tanah
Dalam setiap satuan peta tanah, hampir selalu mengandung satuan tanah
lain yang di dalam Legenda Peta Tanah namanya tidak muncul. Satuan
tanah ini disebut inklusi.
-
Inklusi tersebut terlalu kecil untuk dideliniasi tersendiri, atau
kadang memang tidak teramati dengan metode survei yang dilakukan. Hal
ini berkaitan dengan ketentuan bahwa deliniasi terkecil datam peta adalah
0'4 cm2 (USDA, 1989).
Inklusi dapat berupa tanah yang serupa atau tanah yang tidak
serupa dengan tanah yang digunakan sebagai nama satuan peta tersebut.
Tanah yang tidak serupa dapat pula berupa tanah tanah penghambat
(limiting) atau tanah yang bukan penghambat (non limiting).
1. Inklusi tanah serupa
Mempunyai beberapa sifat penciri yang sama dengan sifat tanah
utama.
Berperilaku dan berpotensi serupa dengan tanah utama.
Memerlukan usaha konservasi dan pengelolaan yang sama dengan
tanah utama.
Contoh: Typic Argiaquolls dan Udollic Ochraqualfs. Kedua tanah ini
mempunyai persamaan sifat dalam hal:
Kelembaban tanah
Kejenuhan basa
Kandungan bahan organik
Memiliki perbedaan tidak lebih dari 2 atau 3 kriteria.
Kesamaan sifat dapat terjadi pada sembarang tingkat kategori
(fase, seri, famili, subgroup)
2. Inklusi tanah tidak serupa
Tidak mempunyai kesamaan terhadap sifat-sifat peneiti penting
atau memerlukan pengelolaan yang berbeda dengan tanah utama.
Perbedaan antara tanah yang tidak serupa dapat dalam arti
banyaknya sifat tanah yang berbeda atau besarnya tingkat
perbedaan, atau kedua-duanya.
Perbedaan dapat terjadi pada tingkat fase, seri, famili atau kategori
yang lebih tinggi. Tanah tidak serupa dapat sebagai penghambat
atau bukan penghambat.
-
Contoh: Tanah sempit dengan lereng I5 - 25 persen yang
merupakan inklusi dalam satuan peta tanah dengan lereng dominan 4 -
8 persen dapat merupakan penghambat serius penggunaan tanah di
daerah tersebut. Inklusi ini disebut inklusi penghambat.
Berikut adalah keterangan dari dua macam inklusi, yaitu:
Inklusi penghambat
Adalah inklusi tanah tidak serupa yang mempunyai faktor
penghambat lebih besar dari tanah utama atau memengaruhi
tingkat pengelolaannya.
Inklusi bukan penghambat
Adalah inklusi tanah tidak serupa dengan faktor penghambat lebih
rendah daripada tanah utama. Tidak akan mempengaruhi
interpretasi terhadap potensi satuan peta tersebut.
3.3.2 Fase Tanah
Fase merupakan pengelompokan tanah secara fungsional yang bermanfaat
untuk memprediksi potensi tanah di daerah yang disurvei. Semua sifat
yang memengaruhi potensi tanah yang tidak digunakan sebagai pembeda
pada tingkat seri tanah atau kategori yang lebih tinggi, dapat digunakan
sebagai pembeda untuk fase.
Fase yang biasa digunakan untuk seri tanah menurut
Hardjowigeno, Marsoedi dan Ismangun (1993) adalah sebagai berikut:
1. Tekstur lapisan atas tanah mineral
Fase tekstur diambil dari nama tekstur lapisan atas.
Bila terdapat lapisan tipis bahan organik di permukaan, maka
nama tekstur diambil dari tekstur setelah lapisan sampai
kedalaman paling sedikit 12 cm(tetapi tidak lebih dari25 cm
dicampur).
Untuk tanah yang mempunyai desert pavement (umumnya tanah
daerah Arid) adalah tekstur setelah dicampur dengan horizon A
dan E.
-
Contoh: Bogor lempung berliat; Cibinong liat berdebu.
Catatan: Seri tanah yang diikuti dengan fase tidak perlu ditulis kata
seri di depannya
2. Lapisan organik di permukaan tanah
Fase lapisan organik diberi narna sebagai berikut: bergambut
kasar (peat), bergambut sedang (mucky peat), bergambut halus
(muck).
Peat, setara dengan bahan fibrik (bahan organik kasar).
Mucky peat, setara dengan bahan hemik (bahan organik dengan
tingkat dekomposisi sedang).
Muck, setara dengan bahan saprik (bahan organik halus).
Contoh:
Cintamanis bergambut kasar.
Banjar lempung berdebu, bergambut halus (lapisan mineral di
permukaan yang banyak mengandung bahan organik halus)
3. Fragmen batuan di dalam tanah atas
Digunakan untuk fragmen batuan (kerikil) di dalam tanah atas yang
jumlahnya lebih dari 15% volume.
Contoh:
Pakem lempung berkerikil (fragmen batuan 15 - 35 %).
Kaliurang lempung sangat berkerikil (fragmen batuan 35 60%).
Tempel lempung amat sangat berkerikil (fragrnen batuan lebih
60%).
4. Batu di permukaan tanah
Digunakan untuk batu atau batuan dipermukaan tenah yang
jumlahnya lebih dari 0.01 pers'en volume. Batu tersebut akan
-
memengaruhi pengolahan tanah, panen, penggunaan mesin-mesin
pertanian dan sebagainya.
Tidak berbatu < 0.01 % Berbatu 0.01-0.1% Sangat berbatu 0.1-3.0% Amat sangat berbatu 3.0-15.0% Berbatuan (Rubly) 15-75% Lahan batuan >75%
Contoh:
Cangkringan lempung, lereng 10 -20 persen, amat sangat berbatu.
Ciapus lempung, lereng 15 - 30 persen, berbatuan (rubly).
5. Fase lereng
F