Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan[1]

274
I PENDAHULUAN anah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak fungsi dalam ekosistem, diantaranya adalah sebagai pertumbuhan tanaman, habitat bagi jasad tanah, media bagi kontruksi (rekayasa), sistem daur-ulang bagi unsur hara dan sisa-sisa organik serta sistem bagi pasokan dan penyaringan/penjernihan air. Tanpa tanah, manusia tidak dapat bertahan hidup. Mengingat tanah memainkan peranan sangat penting dalam ekosistem kita, maka kita harus berhati-hati dalam mengelola dan melindunginya dari kerusakan. Setiap tahun beratus-ratus bahkan beribu-ribu ton tanah hilang karena erosi. Prediksi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan sangat diperlukan dalam bidang pertanian dan kehutanan, untuk kajian kelayakan dan perencanaan pada proyek-proyek pengembangan wilayah serta untuk berbagai pekerjaan keteknikan (rekayasa). Menurut Dent dan Young (1991), tujuan utama survei tanah adalah untuk memprediksi lebih banyak serta lebih teliti berbagai tujuan yang lebih spesifik mengenai pengolahan tanah. Untuk mencapai maksud tersebut, sangatlah perlu menentukan pola tutupan tanah dan membagi pola-pola tersebut ke dalam satuan- satuan yang relatif homogen; memetakan sebaran satuan-satuan tersebut sehingga memungkinkan diprediksinya daerah-daerah tersebut dan menentukan karakteristik satuan peta demikian rupa sehingga dapat di buat pernyataan yang bermanfaat tentang penggunaan lahan potensial dan tanggapannya terhadap perubahan pengelolaan. Dalam kaitannya dengan sumber daya alam, di kenal istilah tanah dan lahan yang pengertiannya seringkali rancu. Sesungguhnya pengertian T

Transcript of Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan[1]

  • I

    PENDAHULUAN

    anah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak

    fungsi dalam ekosistem, diantaranya adalah sebagai pertumbuhan

    tanaman, habitat bagi jasad tanah, media bagi kontruksi (rekayasa), sistem

    daur-ulang bagi unsur hara dan sisa-sisa organik serta sistem bagi

    pasokan dan penyaringan/penjernihan air. Tanpa tanah, manusia tidak

    dapat bertahan hidup. Mengingat tanah memainkan peranan sangat

    penting dalam ekosistem kita, maka kita harus berhati-hati dalam

    mengelola dan melindunginya dari kerusakan. Setiap tahun beratus-ratus

    bahkan beribu-ribu ton tanah hilang karena erosi.

    Prediksi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan

    sangat diperlukan dalam bidang pertanian dan kehutanan, untuk kajian

    kelayakan dan perencanaan pada proyek-proyek pengembangan wilayah

    serta untuk berbagai pekerjaan keteknikan (rekayasa). Menurut Dent dan

    Young (1991), tujuan utama survei tanah adalah untuk memprediksi lebih

    banyak serta lebih teliti berbagai tujuan yang lebih spesifik mengenai

    pengolahan tanah.

    Untuk mencapai maksud tersebut, sangatlah perlu menentukan

    pola tutupan tanah dan membagi pola-pola tersebut ke dalam satuan-

    satuan yang relatif homogen; memetakan sebaran satuan-satuan tersebut

    sehingga memungkinkan diprediksinya daerah-daerah tersebut dan

    menentukan karakteristik satuan peta demikian rupa sehingga dapat di

    buat pernyataan yang bermanfaat tentang penggunaan lahan potensial dan

    tanggapannya terhadap perubahan pengelolaan.

    Dalam kaitannya dengan sumber daya alam, di kenal istilah tanah

    dan lahan yang pengertiannya seringkali rancu. Sesungguhnya pengertian

    T

  • lahan lebih luas daripada tanah, sebagaimana dalam pengertian berikut

    ini. Sumber daya lahan merupakan suatu limgkungan fisik yang terdiri

    atas iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasi dimana pada batas-

    batas tertentu mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan

    (FAO,1976). Dengan demikian dalam pengertian lahan, tanah termasuk di

    dalamnya.

    Menurut FAO (1955), lahan memilki banyak fungsi yaitu ;

    Fungsi produksi

    Sebagai basis bagi berbagai sistem penunjang kehidupan, melalui

    produksi biomassa yang menyediakan makanan, pakan ternak,

    serat, bahan kayu bakar dan bahan biotik lainnya bagi manusia,

    baik secara langsung melalui binatang termasuk budidaya kolam

    dan tambak ikan.

    Fungsi lingkungan biotik

    Lahan merupakan basis bagi keragaman daratan (terrestrial) yang

    menyediakan habitat biologi dan plama nutfah bagi tumbuhan,

    hewan dan jasad-mikro diatas dan dibawah permukaan tanah.

    Fungsi pengatur iklim

    Lahan dan penggunaannya merupakan sumber (source) dan rosot

    (sink) gas rumah kaca dan menetukan neraca energi global berupa

    pantulan , serapan, dan transformasi dari energi radiasi matahari

    dan daur hidrologi global.

    Fungsi hidrologi

    Lahan mengatur simpanan dan aliran sumber daya air tanah dan

    air permukaan serta mempengaruhi kualitasnya.

    Fungsi penyimpanan

    Lahan merupakan gudang (sumber) berbagai bahan mentah dan

    mineral untuk di manfaatkan oleh manusia.

    Fungsi pengendali sampah dan polusi

    Lahan berfungsi sebagai penerima, penyaring, penyangga, dan

    pengubah senyawa-senyawa berbahaya.

    Fungsi ruang kehidupan

    Lahan menyediakan sarana fisik untuk tempat tinggal manusia,

    industri dan aktivitas sosial seperti olahraga dan rekreasi.

  • Fungsi peninggalan dan penyimpanan

    Lahan merupakan media untuk menyimpan dan melindungi

    benda-benda bersejarah dan sebagai suatu sumber informasi

    tentang kondisi iklim dan penggunaan lahan masa lalu.

    Fungsi penghubung spasial

    Lahan menyediakan ruang untuk transportasi manusia, masukan

    dan produksi serta untuk pemindahan tumbuhan dan binatang

    antara daerah terpencil dari suatu ekosistem alami.

    Kesesuaian lahan untuk berbagai fungsi tersebut sangat beragam

    di seluruh penjuru bumi. Satuan lansekap, sebagai satuan sumber daya

    alami, memiliki dinamisme masing-masing tetapi campur tangan manusia

    mempengaruhi dinamika tersebut secara amat luas dalam ruang dan

    waktu kualitas lahan bagi satu atau lebih fungsi tersebut dapat di

    tingkatkan (misalnya melalui tindakan-tindakan pengendali erosi) tetapi

    seringkali lahan telah atau tengah mengalami degradasi karena tindakan

    manusia.

    Sumber daya tanah oleh sementara kalangan di anggap sebagai

    sumber daya yang termasuk non renewable yaitu yang tidak mudah di

    perbaharui, atau yang jika sekali mengalami kerusakan atau kehilangan

    akan membutuhkan waktu pemulihan yang relatif lama.

    Berdasarkan kenyataan di atas, sangatlah penting untuk meneliti sifat-sifat

    tanah serta sebarannya sekaligus mengetahui tingkat kesesuaian dan

    faktor-faktor pembatasnya untuk penggunaan lahan tertentu.

    Survei tanah meliputi penelitian dan pengumpulan informasi dalam

    rangka :

    1. Menentukan karakteristik-karakteristik penting dari tanah.

    2. Mengklasifikasikan tanah ke dalam satuan taksa sesuai dengan

    sistem klasifikasi tanah baku.

    3. Menentukan dan mendelineasi batas taksa-taksa tanah pada peta.

    4. Mengolerasikan dan memprediksi kesesuaian (adaptabilitas) tanah

    untuk berbagai macam penggunaan, baik di bidang pertanian

    maupun non pertanian (pemukiman, pariwisata dan lain-lain).

  • Hasil dari survei tanah tersebut dapat di gunakan untuk

    meemprediksi karakteristik tanah untuk bidang pertanian, kontruksi atau

    teknik/rekayasa, pariwisata maupun pemanfaatan lainnya, yang lebih di

    kenal dengan evaluasi lahan.

    Evaluasi lahan merupakan proses pendugaan keragaan

    (performance) lahan apabila lahan digunakan untuk tujuan tertentu

    (FAO,1985) atau sebagai metode yang menjelaskan atau memprediksi

    kegunaan potensial dari lahan (van diepen et all.,1991). Apabila potensi

    lahan sudah dapat di tentukan, maka perencanaan penggunaan lahan

    dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan yang rasional, paling tidak

    mengenai apa yang dapat ditawarkan oleh sumber daya lahan tersebut

    (FAO, 1993). Dengan demikian, evaluasi lahan merupakan alat

    perencanaan penggunaan lahan lahan yang strategis. Evaluasi lahan

    memprediksi keragaan lahan mengenai keuntungan yang diharapkan dari

    penggunaan lahan dan kendala penggunaan lahan yang produktif serta

    degradasi lingkungan yang di perkirakan akan terjadi karena penggunaan

    lahan.

    Alasan mengapa evaluasi lahan sangat penting di kemukakan oleh

    Rosisster(1996) sebaagi berikut:

    1. Lahan memiliki sifat fisik, sosial, ekonomi dan geografi yang

    bervariasi. (lahan di ciptakan tidak sama).

    2. Variasi tersebut mempengaruhi penggunaan lahan. Untuk masing-

    masing penggunaan lahan, ada daerah (areal) yang lebih atau yang

    kurang sesuai dalam pengertian fisik dan/atau ekonomi.

    3. Variasi tersebut paling tidak sebagian terjadi secara sistematik dan

    sebab-sebab yang dapat di ketahui dengan pasti.

    4. Variasi tersebut (fisik, politik, ekonomi dan sosial) dapat dipetakan

    dengan jalan survei, (daerah yang di survei di bagi menjadi satuan-

    satuan yang relatif homogen).

    5. Sifat-sifat lahan jika digunakan untuk penggunaan tertentu dapat

    diramalkan dengan tingkat kepastian tertentu, tergantung pada

    kualitas data sumber daya lahan dan kedalaman pengetahuan

    mengenai hubungan antara lahan deabgan penggunaan lahan.

  • 6. Kesesuaian lahan bagi berbagai penggunaan lahan aktual dan yang

    diusulkan dapat dideskripsikan dan dipetakan secara sistematis.

    7. Pengambil keputusan seperti perencana penggunaan lahan (Badan

    Pertahanan Nasional), Bapedda, Dinas Pertanian, Lembaga

    pemberi kredit bidang pertanian dan lain-lain, dapat menggunakan

    perdiksi yang di hasilkan oleh evalusi lahan sebagai bahan

    pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

    1.1 Tujuan Dan Pengertian Survei Tanah

    Jika kita mangamati tanah pada suatu tempat dan membandingkannya

    dengan tanah di tempat lain, maka akan terlihat beberapa perbedaan

    warna , tekstur keadaan permukaan dan lain-lain. Belum lagi jika kita

    mengamati dan mendeskripsikan profil tanahnya, jelas sekali akan terlihat

    perbedaan dalam susunan dan sifat horison tanah. Perbedaan-perbedaan

    itu kadang-kadang dapat terjadi di tempat-tempat yang berdekatan yang

    hanya berjarak beberapa meter saja. Adanya perbedaan tersebut

    menimbulkan adanya perbedaan potensi masing-masing tanah bagi

    pengembangan suatu tanaman atau komoditas tertentu maupun untuk

    kepentingan di luar pertanian.

    Untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang

    kemudian disajikan dalam suatu peta tanah, perlu dilakukan serangkaian

    kegiatan yang disebut survei tanah atau inventarisasi sumber daya

    tanah . oleh karena tanah tidak bisa berdiri sendiri dan selalu terkait

    dengan lingkungannya seperti iklim, topografi (lereng), hidrologi dan lain-

    lain maka kegiatan inventarisasi ini lebih tepat disebut inventarisasi

    sumber daya lahan.

    Survei tanah dapat didefinisikan sebagai penelitian di lapangan dan

    di laboratorium, yang dilakukan secara sistematis dengan metode-metode

    tertentu terhadap suatu daerah (areal) tertentu, yang di tunjang oleh

    informasi dari sumber-sumber lain yang relevan (SCSA, 1982). Survei

    tanah adalah pengamatan yang dilakukan secara sistematis, disertai

    dengan mendeskripsikan, mengklasifikasikan dan memetakan tanah

    disuatu daerah tertentu (Brady and Weil, 2002). Menurut Rosisster

  • (2000), survei tanah adalah proses menentukan pola tutupan tanah,

    menentukan karakteristik tanah dan menyajikannya dalam bentuk yang

    dapat dipahami dan diinterpreasi oleh berbagai kalangan pengguna.

    Menurut Soil Survey Division Staff (1993), survei tanah

    mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah,

    mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot batas

    tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaan

    penggunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan mempengaruhi

    tanah itulah yang terutama perlu di perhatikan (dalam merencanakan dan

    melakukan survei tanah). Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah

    membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus

    mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap

    lingkungan.

    Hasil dari survei tanah adalah peta tanah beserta legenda peta dan

    laporan. Peta tanah menyajikan informasi tentang jenis (klasifikasi tanah),

    lokasi (sebaran) dan luasan masing-masing tanah yang terdapat pada

    masing-masing satuan peta. Uraian beberapa sifat tanah yang penting

    untuk tiap satuan peta disajikan pada legenda peta tanah. Dalam laporan

    hasil survei tanah, disajikan latarbelakang dan tujuan dilakukannya survei,

    metode serta hasil interpretasi tanah yang terdapat di daerah tersebut.

    Hasil interpretasi tanah merupakan prediksi tentang prilaku tanah sebagai

    respon terhadap berbagai jenis tanaman serta respons tanah terhadap

    pengelolaannya.

    Dengan demikian, tujuan utama survei tanah adalah;

    1. Membuat semua informasi spesifik yang penting tentang tiap-tiap

    macam tanah terhadap penggunaannya dan sifat-sifat lainnya

    sehingga dapat di tentukan pengelolaannya.

    2. Menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga dapat

    diinterpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan fakta-fakta

    mendasar tentang tanah.

    Biasanya untuk memudahkan melihat sebaran tanah, masing-masing

    satuan peta di beri simbol simbol dan bahkan warna yang berbeda. Tiap-

  • tiap simbol tercatat secara sistematisdalam legenda peta, yang

    mendeskripsikan tanah secara ringkas dan satuan petanya, serta

    membangun hubungan antara peta dan laporan.

    Informasi yang terdapat pada masing-masing peta, ditentukan oleh

    skala peta. Oleh karena itu peta berdasarkan skalanya mempunyai nama

    (tipe) yang berbeda-beda (lihat bab 2).

    Pelaksanaan survei tanah pada skala yang berbeda dilakukan dengan

    cara yang berbeda pula. Semakin besar skala peta yang dihasilkan,

    semakin banyak jumlah dan macam pengamatan yang dilakukan per-

    satuan luasan tertentu. Demikian pula sebaliknya.

    Menurut Eyk dalam rosisster (2001) tujuan utama survei tanah

    adalah mengenali dan mengidentifikasikan tubuh tanah tiga dimensi yang

    memiliki arti penting untuk berbagai tujuan dan menentukan batas

    sebaran geografi tanah-tanah tersebut pada peta dasar.

    Menurut Walmsley (1995), ada dua tujuan utama survei tanah yaitu:

    1. Mengidentifikasi, mendeskripsi dan mengklasifikasikan tanah-tanah

    yang berbeda di suatu daerah.

    2. Mengidentifikasi, memprediksi dan delineasi berbagai jenis atau

    kombinasi tanah dengan cara yang konsisten.

    Berikut ini diuraikan lebih tanjut kegiatan yang tercakup dalam survei

    tanah:

    1. Mendeskripsi karakteristik tanah di suatu daerah

    Mengingat bahwa tanah merupakan objek kajian maka

    karakteristiknya harus diamati dengan teliti. Tujuannya adalah

    mendeskripsikan 'tanah bukan mendeskripsikan geologi,

    geomorfologi, landform, iklim, penggunaan lahan atau yang lainnya.

    Memang diakui bahwa cara yang efisien untuk memetakan dan

    memahami tanah adalah dengan mengacu kepada geomorfologi atau

  • yang lainnya, tetapi pada akhirnya, survei tanah harus menyajikan

    kondisi tanah di daerah tersebut.

    Kegiatan ini dilakukan di lapangan terhadap profil tanah, profil-mini

    (minipit), pemboran atau irisan (tebing) jalan dengan menggunakan

    pedoman-pedoman tertentu. Kegiatan ini harus disertai dengan

    pengambilan contoh tanah serta analisis laboratorium.

    2. Mengklasifikasi tanah menurut sistem klasifikasi Tanah

    baku.

    Tahap ini bertujuan mengorelasikan tanah di daerah tertentu dengan

    tanah tanah di tempat lain dan juga untuk membakukan pemetaan

    dalam setiap daerah yang disurvei. Pengertian sistem di klasifikasi

    tanah baku dapat berupa sistem klasifikasi lokal nasional ataupun

    internasitnal. Tujuan utama korelasi menurut Rossiter (2001) adalah

    agar transfer tekhnologi lebih efisien, dalam pengertian pengalaman-

    pengalaman di suatu daerah dapat diterapkan -di daerah lain.

    Beberapa kasus tanah dengan sifat serupa (yang diharapkan

    klasifikasinya juga sama) dapat terjadi dalam daerah geografi yang

    sangat luas, bahkan dapat berada pada pulau atau benua yang

    berlainan (discontinued) sehingga pengalaman-pengalaman disuatu

    daerah dapat diterapkan di daerah lain yang tanahnya 'sama' tersebut.

    Klasifikasi tanah dilakukan dengan mengikuti cara-cara baku yang

    didasarkan pada hasil pencatatan (deskripsi) dan pencirian tanah

    serta data-data yang diperoleh dari analisis laboratorium.

    3. Mendelineasi batas tanah pada peta

    Pada hampir semua aplikasi survei tanah, perbedaan jenis (taksa)

    tanah harus dibedakan pada peta, yaitu yang menunjukan lokasi

    geografis tanah yang kemungkinan akan menjadi perhatian pengguna

    lahan. Kegiatan ini meliputi penggambaran ke dalam bentuk satuan

    geografis pada suatu peta dasar yang biasanya dibuat dari peta

    topografi (rupa bumi) atau mosaik-foto. Masing-masing satuan peta di

    tandai dengan simbol.

  • Di dalam legenda peta, masing-masing simbol tersebut dijelaskan

    dalam bentuk uraian. Di samping itu, dalam legenda juga disajikan

    informasi-informasi penting tentang sifat-sifat masing-masing jenis

    tanah yang terdapat dalam setiap satuan peta.

    4. Memprediksi perilaku/sifat tanah (Interpretasi Survei Tanah)

    Survei tanah pada dasarnya merupakan aktivitas yang mengarah

    kepada aspek pemanfaatan tanah. Tahap ini dapat didefinisikan secara

    sempit, yaitu hanyamenggunakan data tanah untuk memprediksi sifat

    tanah untuk tujuan aplikasi yang seringkali diistilahkan dengan

    interpretasi survei tanah. Dapat pula mencakup aktivitas yang lebih

    luas yaitu evaluasi lahan, yang mempertimbangkan karakteristik lahan

    yang lain selain tanah yaitu iklim, penggunaan lahan, lereng dan lain-

    lain. Prediksi dapat dilakukan oleh pakar dalam bidang lain, bukan

    oleh penyurvei tanah atau oleh penyurvei bersama-sama dengan pakar

    lain (yang bertugas melakukan interpretasi) yang bekerja secara

    bersama-sama. Umumnya dalam survei tanah selain mengamati tanah

    juga harus mengumpulkan informasi tentang karakteristik lahan yang

    penting untuk membuat prediksi.

    1.2 Survei Tanah Bertujuan Umum dan Bertujuan

    Khusus

    Peta tanah yang dihasilkan dari survei tanah jika dilakukan cukup detail,

    dengan penentuan sifat yang memadai untuk masing-masing satuan peta,

    pada umumnya dapat diinterpretasikan untuk berbagai tujuan tanpa perlu

    melakukan survei-ulang untuk menjawab masalah-masalah pengelolaan

    yang timbul kemudian. Namun demikian untuk dapat memenuhi tujuan

    pengguna, tujuan-tujuan tersebut harus diwujudkan dalam suatu konsep

    survei (pemilihan satuan peta, skala peta, intensitas pengamatan dan-jenis

    laporan). Menurut Dent dan Young (1981), ada dua strategi dalam

    melakukan survei tanah, yaitu surveitanah untuk tujuan umum dan untuk

    tujuan khusus (special purpose).

  • Survei tanah untuk tujuan umum ditujukan untuk memberikan

    data sebagai dasar interpretasi untuk berbagai penggunaan yang berbeda,

    bahkan beberapa dari penggunaan tersebut belum diketahui. Satuan peta

    harus didasarkan pada morfologi tanah. Satuan yang sangat cocok adalah

    sekelompok tanah dengan susunan horizon yang sama, berkembang pada

    bahan induk serupa dan di bawah kondisi eksternal serupa. Yang terakhir

    merupakan definisi dari seri tanah. Tanah-tanah yang dikelompokkan

    dengan cara ini memiliki banyak persamaan dan seri-seri- tanah telah

    terbukti sebagai satuan yang bermanfaat untuk interpretasi bertujuan

    umum dan sebagai dasar untuk melakukan riset yang berkaitan dengan

    hubungan tanah tanaman.

    Survei tanah bertujuan umum meliputi pembuatan peta pedologi

    yang menyajikan sebaran satuan-satuan tanah yang ditentukan menurut

    morfologi serta data sifat fisik, kimia dan biologi yang dikumpulkan di

    lapangan dan di laboratorium. Peta tanah bertujuan umum diharapkan

    dapat digunakan sebagai dasar untuk keperluan tahap interpretasi

    berikutnya, yaitu evaluasi lahan yang tidak hanya mencakup berdasarkan

    karakteristik satuan tanah saja, melainkan juga berdasarkan atas faktor-

    faktor fisik, ekonomi dari sosial lainnya yang berkaitan.

    Survei tanah untuk tujuan khusus dilakukan apabila tujuannya

    telah diketahui sebelumnya dan bersifat spesifik, misalnya untuk irigasi,

    reklamasi lahan atau penanaman jenis tanaman tertentu seperti teh, tebu

    atau tanaman lainnya. Survei tanah untuk tujuan khusus dapat dilakukan

    asalkan sebelumnya tujuan penggunaannya dikemukakan secara jelas,

    karakteristik tanah yang berkaitan dengan tujuan tersebut telah diketahui

    dan dapat dipetakan baik melalui pendugaan atau penarikan kesimpulan

    dari sifat-sifat yang dapat diamati atau jika sulit dilakukan, maka perlu

    dilakukan pengamatan secara grid dan disertai analisis contoh tanah. Hal

    ini dapat dilakukan misalnya dalam pengembangan irigasi, mengingat

    sifat-sifat tanah yang terkait telah diketahui serta nilai-nilai pembatas

    masing-masing faktor yang akan digunakan telah ditentukan, serta adanya

    investasi ekonomi dimungkinkan untuk melakukan survei lapangan secara

    intensif.

  • Survei tanah bertujuan umum sangat bermanfaat untuk diterapkan

    pada wilayah-wilayah yang masih belum berkembang, yang faktor fisik

    lingkungannya (potensi penggunaan lahannya) belum banyak diketahui.

    Kisaran penggunaan-penggunaan lahan sangat luas, meliputi penggunaan

    untuk pertanian dan non-pertanian. Dengan demikian, informasi dasar

    tentang tanah harus dikumpulkan sebelum dilakukan pengambilan

    keputusan penggunaan lahan yang paling menguntungkan. Survei tanah

    untuk tujuan khusus sangat bermanfaat apabila mencantumkan informasi

    tentang daerah tersebut berikut pengunaan lahan yang berpotensi untuk

    dikembangkan telah diketahui, sehingga penggunaan khusus dapat

    direncanakan. Keadaan seperti ini umumnya menjadi kasus di wilayah-

    wilayah berkembang atau wilayah yang berpenduduk padat.

    Kelemahan survei tanah bertujuan khusus ini adalah

    ketidakmampuannya dalam memenuhi semua tujuan atau keperluan, tidak

    seperti yang berlaku pada survei bertujuan umum. Dalam survei bertujuan

    khusus, suatu survei khusus dilakukan untuk tujuan tertentu saja,

    misalnya survei yang dirancang untuk perkebunan teh, sehingga tidak

    dapat digunakan sebagai dasar untuk merencanakan tujuan lain, misalnya

    untuk perkebunan tebu atau sawah irigasi. Apabila nantinya

    membutuhkan informasi lebih lanjut, maka perlu. Dilakukan survei tanah

    tambahan untuk mendapatkan informasi yang belum tersedia.

    1.3 Pendekatan Mutahir dalam Survei Tanah dan

    Evaluasi Lahan

    Rossiter (2000) mengemukakan bahwa disiplin survei sumber daya lahan

    kini memasuki era baru karena munculnya teknologi dan metode baru

    berikut:

    Satelit penginderaan jauh (yang dalam waktu dekat hampir sama

    detailnya dengan foto udara) yang sangat bermanfaatuntuk

    persiapan peta dasar dan klasifikasi tutupan lahan.

    GPS (global positioning system?) yang sangat bermanfaat untuk

    menentukan lokasi secara akurat, mampu menemukan teknologi

  • pemetaan bawah-pemukaan, serta berkembangnya model elevasi

    digital (DEM) untuk memprediksi karakteristik medan.

    Geostatistik dan teknik interpolasi lainnya.

    Sistem inforrnasi geografi (GIS) untuk penyimpanan, transfomasi,

    analisis dan pencetakan peta.

    Dengan teknologi baru ini, umumnya tutupan tanah (maupun sumber

    daya lahan lainnya) dipersepsikan sebagai bidang spasial (yaitu

    dengan menentukan nilai pada masing- masing titik sehingga secara

    kontinyu terjadi keragaman dalam ruang), yang berbada dengan

    satuan peta yang digunakan dalam survei tanah tradisional.

    Metode baru ini juga berkerja secara langsung pada titik-titik pengamatan

    terkuantifikasi yang berbeda dengan satuan taksonomi berhirarki,

    sebagaimana yang dilakukan dalam klasifikasi tanah tradisional.

    Sumber daya lahan juga dapat diambil contohnya beberapa kali untuk

    menyusun pola atau tren musiman. Dengan demikian, kita tertantang

    untuk mengembangkan metode rutin yang dapat diakses oleh semua

    kolega pelaku survei tanah yang didasarkan pada field spatial dan time-

  • series serta mengintegrasikannya dengan pendekatan-pandekatan

    tradisional.

    1.4 Peranan Survei Tanah dalam Pengambilan

    Keputusan Pengelolaan Sumber Daya Lahan

    Survei tanah dapat memberikan informasi tentang sumber daya alam,

    terutama tentang sifat-sifat dan faktor-faktor pembatas tanah untuk suatu

    tujuan-tujuan tertentu. Informasi ini sangat diperlukan untuk keputusan

    pengembangan sumber daya lahan, baik untuk pertanian maupun untuk

    kepentingan lain, agar bermanfaat secara optimal dan berkesinambungan.

    Setiap tanah mempunyai sifat dan keterbatasan masing-masing

    yang akan menentukan kapabilitas atau kemampuannya, sehingga untuk

    mengembangkannya diperlukan suatu tindakan khusus yang berbeda-

    beda untuk tiap-tiap jenis tanah. Misalnya untuk memutuskan tindakan

    konservasi dan rehabilitasi lahan yang benar dan tepat, informasi tentang

    tanah dan kesesuian lahannya untuk suatu penggunaan tertentu sangat

    diperlukan. Anjuran untuk menanam tanaman tertentu untuk konservasi

    lahan hanya akan berhasil jika tanaman yang dianjurkan itu memang

    sesuai ditanam di tempat tersebut. Kalaupun hendakmenanam tanaman

    tertentu karena memang dianjurkan dari segi konservasi tanah, agar

    tanaman tersebut bisa tumbuh dengan baik, maka informasi yang

    diperoleh dari hasil survei tanah dapat membantu pertumbuhan tanaman

    tersebut dengan resiko kegagalan yang rendah.

    Kebenaran informasi akan sangat menentukan ketepatan tindakan

    yang akan diambil untuk pengembangan sumber daya alam yang langka

    itu. Untuk mendapatkan informasi yang benar dan teliti, perlu dilakukan

    dengan cara-cara atau metodologi tertentu yang akan dibahas dalam

    uraian selanjutnya.

    1.4.1 Pandangan Pengguna Survei Tanah

    Survei tanah haruslah menghasilkan produk berkualitas tinggi yang

    bermanfaat bagi satu atau beberapa kelompok pengambil keputusan.

  • Beberapa pertanyaan tentang metode survei pada akhirnya dapat

    dipecahkan dengan jalan menyesuaikan metode survei dengan keinginan

    dan anggaran yang tersedia dari pihak pengambil keputusan.

    Rossiter (2000), mencoba memerinci beberapa pengguna survei tanah,

    seperti yang diuraikan berikut;

    Pengelola lahan, yaitu petani, peternak, pengelola hutan dan

    pengelola perkebunan. Kelompok ini akan memutuskan apa yang

    sebaiknya dilakukan atas lahannya, misalnya untuk apa dan

    bagaimana sistem pengelolaan yang tepat.

    Penyuluh lapangan. Kelompok ini bertugas memberikan penyuluhan

    kepada pengelola lahan.

    Industri jasa yang berhubungan dengan penggunaan Iahan,

    misalnya lembaga pemberi kredit, bank dan kelompok investor.

    Kelompok ini memfasilitasi penggunaan lahan dan membutuhkan

    informasi apakah lahan tersebut menghasilkan dan menguntungkan

    secara ekonomi.

    Perencana penggunaan lahan pedesaan dan perkotaan.kelompok

    pengguna ini merekomendasikan atau memfasilitasi jenis-jenis

    pengunaan lahan tertentu di daerah yang berbeda.

    lembaga pengendali penggunaan lahan, merupakan kelompok

    perencana penggunaan dengan kewenangan khusus untuk mengatur

    penggunaan lahan. Sebagai contoh, di Belanda jumlah pupuk kandang

    yang boleh diberikan setiap hektar lahan ditentukan oleh jenis tanah

    untuk menghindari polusi air tanah.

    Badan otoritas pajak. Di beberapa negara, pajak atas lahan

    didasarkan pada produksi potensial lahan. semakin subur tanahnya

    semakin tinggi pajak yang harus di bayar pemilik lahan tersebut.

    Pakar dalam bidang rekayasa. Ahli-ahli rekayasa (keteknikan)

    sangat memerlukan hasil survei tanah untuk menentukan apa yang

    harus diperhatikan dalam membangun gedung, jalan maupun pipa-

    pipa saluran minyak dan gas bumi agar tidak mudah mengalami

    korosi.

    Pengelola lingkungan yang menggunakan tanah sebagai unsur

    ekologi landskap. Hasil survei tanah dapat menunjukkan lokasi-

  • Iokasi dalam suatu daerah yang memiliki resiko tinggi jika digunakan

    untuk kepentingan tertentu.

    Peneliti, mengkaji tanggapan lahan terhadap berbagai penggunaan

    lahan dan strategi pengelolaannya. Termasuk dalam kelompok ini

    adalah peneliti pada plot percobaan, yang berharap bahwa satuan

    tanah yang berbeda akan memberikan tanggapan (respons) yang

    berbeda pula terhadap macam pengelolaan yang diterapkan.

    Dengan demikian,hasil evaluasi lahan tidak hanya bermanfaat bagi

    mereka yang bergerak dalam bidang pertanian, seperti yang selama ini

    kita ketahui. Hasil survei tanah dan evaluasi lahan secara umum

    mendasari kegiatan-kegiatan perencanaan dan pengembangan wilayah.

    Dalam masing-masing kasus, pengguna hanya akan bersedia

    menggunakan hasil survei tanah dan evaluai lahan, jika hal itu dapat

    meningkatkan produktivitas mereka. Dengan demikian tuntutan pengguna

    atas hasil survei tanah adalah:

    1. Seberapa teliti dan seberapa tepat hasil survei itu dapat menjawab

    pertanyaan pengguna

    2. Berapa banyak nilai tambah yang diberikan oleh pengambilan

    keputusan yang benar, yaitu yang didasarkan dari hasil survei tanah,

    dibandingkan dengan pengambilan keputusan yang keliru (tanpa

    menggunakan hasil survei tanah).

    Tentu saja hal ini harus disadari sepenuhnya oleh pelaku survei tanah

    dan evaluasi lahan. Pengguna tidak akan memanfaatkan hasil survei dan

    evaluasi lahan jika ternyata tidak dapat menjawab kebutuhan mereka.

    untuk itulah, perlu pemahaman serta metode yang benar, yang harus

    diterapkan sebaik-baiknya dalam melakukan kegiatan ini.

    1.4.2 Informasi Apa Saja yang Diperlukan oleh Penggambil

    Keputusan

    Berikut adalah beberapa pertanyaan yang dapat dijawab hasil survei tanah

    yang dilakukan olah Rossiter (2000):

  • 1. Menyimpulkan keseluruhan daerah kajian.

    a) Apa kelas (taksa) tanah yang dijumpai di daerah yang dikaji?

    b) Bagaimana proporsi masing-masing kelas yang ada didaerah

    tersebut?

    c) Berapa persen dari daerah tersebut yang diduduki oleh tanah

    dengan sifat-sifat tertentu? (Misalnya tanah yang berbatu pada

    kedalaman kurang dari 50 cm.)

    Kelompok pertanyaan pertama ini hanya memerlukan prosedur

    pengambilan contoh secara statistik (titik atau daerah) dan tidak

    memerlukan peta. Pertanyaan ini hanya bermanfaat untuk memberikan

    informasi di tingkat nasional.

    Yang dikehendaki oleh pihak pangambil kaputusan adalah informasi

    tentang sebaran geografis tanah, sehingga harus ditampilkan dalam suatu

    peta.

    Dengan menggunakan peta, diharapkan mampu men jawab beberapa

    pertanyaan yang akan diuraikan di bawah ini.

    2. Pada lokasi tertentu (pada suatu daerah yang dipilih).

    a) Apa kelas (taksa) tanah pada lokasi tersebut?

    b) Bagaimana sifat tanah pada lokasi tersabut?

    c) Bagaimana pola spasial dari kelas tanah pada dan di sekitar lokasi

    tersebut?

    d) Bagaimana pola spasial dari sifat-sifat tanah pada atau di sekitar

    lokasi tersebut?

    Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus diajukan oleh pihak pengelola

    lahan yang sudah memiliki atau yang sedang mengelola daerag tertentu

    serta oleh pihak perencana yang telah mengidentifikasi daerah tertetu

    yang akan dirancang penggunaan lahannya.

    3. Memilih lokasi daerah yang diinginkan.

    a) Dimana lokasi kelas-kelas (taksa) tanah tertentu (misalnya

    Mollisol) didaerah tersebut dapatdijumpai?

  • b) Dimana lokasi tanah-tanah yang memiliki sifat-sifat tertentu

    (misalnya berdrainase baik, KTK tinggi, pH netral, KB > 50% dll)

    dapat dijumpai?

    c) Dimana sifat-sifat tanah dengan pola spasial tertentu (misalnya

    yang berdrainase baik, KB > 50%, tidak berkerikil dan lain-lain,

    yang berdekatan dengan tanah yang memiliki drainase buruk, KB

    > 50%, dekat sumber air dan lain-lain) dapat di jumpai?

    Kelompok pertanyaan di atas harus dijawab oleh pihak perencana

    atau pengguna lahan yang akan mencari dan menggunakan lahan

    sesuai dengan kebutuhan mereka. Lahan tersebut dapat berupa lahan

    yang sudah di miliki atau telah dikelola atau bisa juga berupa lahan

    yang dicari untuk dikelola.

    Untuk dapat menjawab dua kelompok pertanyaan terakhir di atas

    diperlukan peta tanah. Tanpa adanya peta tanah, mustahil pertanyaan-

    pertanyaan tersebut dapat dijawab. Melalui survei dan pemetaan tanah

    yang benar dapat di buat peta tanah yang akurat sehingga sangat

    bermanfaat dalam perencanaan penggunaan lahan.

    1.5 Perkembangan Survei Tanah di lndonesia

    Survei tanah dimulai tahun 1999 di Amerika Serikat, yang

    merupakan kegiatan penelitian dalam kaitannya dengan tanah-tanah

    pertanian, serta penelitian hubungan antara tanah dengan iklim dan bahan

    organik (Soil Survei staff, 1951). Survei tanah berkembang sejalan dengan

    perkembangan bidang klasifikasi tanah dan teknik survei tanah.

    Kegiatan survei dan pemetaan tanah di Indonesia, menurut Pusat

    Penelitian dan Pengernbangan Tanah dan Agroklimat (2005), dimulai

    sejak pemerintahan Belanda. Namun investigasi secara intensif untuk

    mengkaji potensi tanah di Indonesia baru dimulai pada tahun 1905, yaitu

    dengan berdirinyaLaboratorium voor Agrogeologie en Grondonderzoek

    Pada tahun 1883, R.D.M. Verbeek melaporkan hasil pemetaan tanah yang

    mendeskripsikan topografi dan geologi tanah di Pantai Barat sumatera.

    Konsep pemetaan tanah skala 1 : 1.000.000 untuk Madura dan Jawa

    disusun oleh E.c.J Morhr pada tahun 1912.

  • Pada tahun 1927, survei tanah dimulai di Pulau Sumatera, yaitu di

    sumatera selatan, dengan aspek agrogeologi skala 1: 200.000. Pada tahun

    1930 survei tanah untuk Jawa dan Madura dimulai. survei ini bertujuan

    untuk pertanian dan untuk pengembangan industri bata merah dan

    genteng, serta untuk infrastruktur jalan raya dan rel kereta api.

    Pada tahun 1955, Balai Penelitian Tanah ditugaskan untuk

    melakukan survei secara sistematis ke seluruh Indonesia untuk

    kepentingan pertanian, dengan penekanan pada skala eksplorasi

    (1:1.000.000). Untuk pulau Jawa dan Madura, dilakukan survei skala

    1:250.000 untuk mendapatkan informasi dalam rangka penggunaan lahan,

    perbaikan lahan dan program pemupukan.

    Pada tahun 1979 - 1986 survei diprioritaskan untuk persiapan

    daerah transmigrasi melalui proyek Penelitian pertanian Menunjang

    Transmigrasi (P3MT). Setelah itu dilanjutkan dengan Proyek land

    resources and evaluation planning (LREP) fase I (1985-1990) dan fase II

    (1991-L997). Penilitian ini bertujuan mengetahui potensi lahan untuk

    tujuan pembangunan pertanian secara umum pada skala 1:250.000 (LREP

    I) dan skala 1:50.000 (LREP II).

    Hampir 50% wilayah Indonesia, terutama bagian Barat Indonesia,

    telah dipetakan selama periode 1955 - 2004. Kegiatan pemetaan di rawa

    pasang surut dilakukan melalui kerjasama pusat penelitian Tanah dengan

    Departemen Pekerjaan Umum pada Proyek Pembukaan Persawahan

    Pasang Surut (P4S).

    Sejak tahun 1957, sistem klasifikasi tanah di Indonesia

    menggunakan klasifikasi Dudal dan Supraptohardjo, yang kemudian

    mengalami penyempurnaan oleh suhadi (1961) dan

    soepraptohardjo,(1961) pada skala besar. sistem ini masih dijumpai dalam

    peta-peta tanah terbitan Pusat Penelitian Tanah hingga tahun 1978.

    Setelah kongres HITI II, diperkenalkan sistem Klasifikasi Tanah

    Nasional yang tidak banyak berbeda dari sistem sebelumnya dan hanya

    menguraikan sampai pada tingkat marga (great-group).

  • Untuk keperluan survei dan pemetaan tanah daerah transmigrasi,

    Pusat Penelitian Tanah menerbitkan panduan tentang jenis dan macam

    talah di Indonesia beserta kuncinya (Suhardjo dan Soepraptohardjo,

    1981). Beberapa penamaan jenis dan macam tanah, sebagian besar

    diambil dari definisi sistem FAO-UNESCO, dengan berbagai penyesuaian

    terhadap kondisi di Indonesia (Sitorus, 1986).

    Sejak kongres HITI ke IV di Medan bulan Desember 1989, menurut

    USDA-SCS, (1989) tetah diputuskan untuk menggunakan sistem taksonomi

    tanah (Soil Taxonomy) untuk semua kegiatan survei dan penelitian tanah

    di Indonesia. HaI ini dilakukan secara konsekuen oleh Pusat Penelitian

    Tanah dan Agroklimatologi (Puslittanak) dalam kegiatan survei dan

    pemetaan tanah dalam proyek LREP I (skala 1 : 250.000) pada tahun 1989

    yang menerapkan metode fisiografi dengan satuan tanah menggunakan

    taksonomi tanah pada kategori sub-grup. Pada kegiatan survei dan

    pemetaan semi detail (skala 1: 50.000) dalam LREP II (1993 - 1995), tetap

    digunakan taksonomi tanah (Soil Survey Staff, I992;1994) sebagai satuan

    tanah pada kategori 'seri' (Hardjowigeno, 2003).

    Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia dan dunia secara

    umum pada tahun 1998, kegiatan survei tanah di Indonesia praktis

    mengalami stagnasi. Seri tanah yang direncanakan untuk diolah menjadi

    seri publikasi hingga saat ini (2005) terhenti sama sekali. Hal ini tentu

    sangat disayangkan, mengingat informasi sumber daya lahan yang akurat

    dan lengkap dari seluruh wilayah di Indonesia sangat menentukan

    keberhasilan bidang pembangunan pertanian maupun bidang rekayasa

    yang menunjang pengembangan wilayah.

    ***

  • II

    TANAH, PETA TANAH DAN LEGENDA

    PETA

    stilah tanah menurut Arsyad (1999) memiliki 3 pengertian, yaitu: (1)

    tanah sebagai media tumbuh tanaman, (2) tanah sebagai benda alami

    tiga dimensi di permukaan bumi yang terbentuk dari interaksi antara

    bahan induk, iklim, organisme topografi dalam kurun waktu tertentu, (3)

    tanah sebagai ruangan atau tempat di permukaan bumi yang digunakan

    oleh manusia untuk melakukan segala macam aktivitasnya. Dalam

    pengertian yang pertama, perhatian lebih ditekankan kepada kualitas

    tanah. Dalam pengertian yang kedua, tanah diperlakukan sebagai bahan

    galian atau tambang dan bahan nyatakan dalam berat (ton, kg) atau

    volume (m3), sedangkan pada pengertian yang ketiga tanah dinilai

    berdasarkan luas (ha, m2). Dalam Bahasa Inggris, dua pengertian yang

    pertama setara dengan kata soil sedangkan pengertian yang ketiga setara

    dengan istilah land.

    2.1 Tanah Sebagai Objek Survei

    Sifat tanah berubah secara berangsur ke arah vertikal dan horizontal di

    mana perubahan satu sifat tidak selalu setahap dengan perubahan sifat

    lainnya, sehingga kombinasi yang identik jarang ditemukan pada bentang

    alam.

    Meskipun demikian, tanah sebagai suatu individu juga diakui

    batas-batasnya, baik sebagai suatu transisi maupun sebagai intergrades.

    Sebagai suatu individu, tanah sangat berbeda dengan dunia hayati yang

    tiap individunya mempunyai ciri tersendiri. Masing-masing spesies

    I

  • mempunyai kisaran sifat yang sempit, sehingga mudah dibedakan satu

    dengan lainnya.

    Tanah menurut SoiI Survey Staff (1999; 2003) adalah kumpulan benda

    alami di permukaan bumi yang dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh

    manusia dari bahan-bahan tanah, mengandung gejala-gejala kehidupan

    dan mampu menopang pertumbuhan tanaman di lapangan. Tanah

    meliputi horizon-horizon tanah yang terletak di atas bahan batuan dan

    terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, mahluk

    hidup (organisme), bahan induk dan relief. Pada umumnya, tanah kearah

    bawah beralih ke batuan yang kukuh (amat keras) atau ke bahan tanah

    (yang tidak kukuh) yang tidak mengandung akar tanaman, hewan atau

    tanda-tanda kegiatan biologi lainnya. Konsep tanah menurut sistim

    taksonomi tanah merupakan suatu kontinum' dan mempunyai pengertian

    yang lebih luas, karena mencakup juga danau yang dangkal serta tanah

    pertanian tua buatan manusia seperti yang terdapat di Belanda.

    Batas atas tanah adalah batas antara tanah dan udara, air dangkal,

    tumbuhan hidup atau bahan-bahan tumbuhan yang belum mulai melapuk.

    Daerah yang dianggap tidak mempunyai tanah adalah apabila

    permukaannya secara permanen tertutup oleh air yang terlalu dalam

    (lebih dalam dari 2,5 meter) untuk pertumbuhan tumbuhan berakar.

    Batas-batas horizontal tanah adalah wilayah di mana tanah berangsur

    beralih ke air dalam, daerah-daerah tandus, batuan atau es (Gambar 2.1)

    Padasebagian wilayah, pemisahan antara tanah dan bukan-tanah

    sedemikian berangsur sehingga sulit ditentukan.

    Batas bawah yang memisahkan tanah dari bahan bukan tanah yang

    terletak di bawahnya adalah yang paling sulit ditetapkan. Tanah terdiri

    atas horizon-horizon dekat permukaan bumi yang sangat berbeda dengan

    bahan induk di bawahnya dan telah mengalami alterasi (perubahan) oleh

    interaksi antara iklim, relief, dan jasad hidup selama kurun waktu tertentu.

    Pada umunyanya, pada batas bawah tanah beralih berangsur ke batuan

    keras atau ke bahan-bahan tanah yang sama sekali bebas dari fauna tanah,

    perakaran, atau tanda-tanda kegiatan biologis lain. Meskipun demikian,

    batas terbawah kegiatan biologis sulit dilihat dan seringkali terjadi secara

  • berangsur. Untuk tujuan klasifikasi, batas bawah tanah ditetapkan pada

    kedalaman 200 cm. Pada tanah yang kegiatan biologis atau proses-proses

    pedogeniknya sedang berlangsung dan dapat mencapai kedalaman rebih

    dari 200 cm, batas bawah tanah untuk tujuan klasifikasi masih tetap 200

    cm.

    Dalam beberapa hal, batuan-batuan yang tersementasi Iernah

    (bahan paralitik) harus dideskripsikan dengan teliti dan digunakan untuk

    membedakan seri tanah (penggal penentu seri), sekalipun bahan-bahan

    paralitik yang terletak di bawah kontak paralitik tidak dapat dianggap

    sebagai tanah dalam pengertian yang sesungguhnya. Pada wilayah di mana

    tanah mempunyai horizon-horizon tersementasi tipis yang tidak tembus

    akar, tanah meluas ke bawah hingga sedalam horizon tersementasi yang

    terdalam, tetapi tidak lebih dari 200 cm. Untuk tujuan-tujuan pengelolaan

    tanah tertentu, lapisan-lapisan yang terletak lebih dalam dari batas bawah

    tanah yang diklasifikasi (200 cm), harus juga dideskripsi apabila lapisan

    tersebut memengaruhi kandungan dan gerakan air serta udara atau

    apabila lapisan tersebut memengaruhi penggunaan tanah.

    Mengacu kepada definisi tanah yaitu bahwa tanah harus mampu

    menopang tumbuhan di lapangan (outsites), maka daerah yang tidak

  • mampu menyokong pertumbuhan tanaman di lapangan tidak termasuk

    dalam pengertian tanah. Daerah yang dimaksud adalah daerah pantai,

    daerah perkotaan, habitat perairan dalam, singkapan batuan dan glasier.

    Daerah-daerah ini dutu* laporan survei tanah dipetakan sebagai daerah

    aneka (miscellaneous areas) .

    Tanah sebagai satuan tiga dimensi dengan variasi internal

    disajikan dengan cara multifactorial' dalam bentuk peta tanah, sebagai

    satuan dua dimensi digambarkan pada peta tanah, sedang dimensi vertikal

    (kedalaman) serta sifat-sifat internalnya disajikan dalam legenda Peta.

    Peta tanah merupakan peta yang dibuat untuk memperlihatkan

    sebaran taksa tanah dalam hubungannya dengan kenampakan fisik dan

    budaya dari permukaan bumi. Gambar 2.2 menyajikan ilustrasi sederhana

    tentang tanah di alam dan kenampakannya pada Peta tanah.

    Pada setiap peta tanah digambarkan garis-garis batas (delineasi)

    tanah-tanah yang dijumpai di lapangan. Garis batas tersebut berupa

    poligon-poligon yang digambarkan pada peta tanah yang lazim disebut

    satuan peta tanah (SPT), merupakan tubuh tanah yang mewakili keadaan

    sebenarnya di lapangan (serupa dengan polipedon).

  • Dalam setiap peta tanah selalu berisikan lebih dari satu satuan

    peta tanah. Pada setiap satuan peta tanah, dapat terdiri atas satu satuan

    (taksa) tanah tertentu atau dapat pula terdiri atas dua atau lebih taksa

    tanah, baik berupa asosiasi maupun kompleks tanah yang didefinisikan

    dalam istilah taksonomi tanah atau sistem klasifikasi tanah lainnya. Hal ini

    perlu ditegaskan, karena dengan demikian, peta yang hanya menyajikan

    karakteristik-tunggal (single value) bukanlah merupakan peta tanah.

    2.2 Macam-macam Peta Tanah

    Survei tanah menghasilkan sebaran geografi kelas-kelas (taksa) tanah atau

    sifat-sifat tanah yang disajikan dalam peta. Peta tanah dapat dibedakan

    atas bermacam-macam jenis, tergantung dari berbagai sudut pandang

    yaitu berdasarkan penyajian, tujuan (intensitas pengamatan) dan teknik

    pelaksanaannya.

    2.2.1 Berdasarkan Cara Penyajian

    Berdasarkan cara penyajiannya, peta tanah dapat dibedakan sebagai

    berikut:

    1. Peta tanah bersimbolkan titik (Point soil maps). Peta yang

    menunjukkan lokasi titik-titik pengamatan yang sesungguhnya

    dilakuaan, disertai dengan nama taksa (kelas) tanah atau satu atau

    lebih sifat-sifat tanah. Peta ini memberikan beberapa keuntungan,

    yaitu dapat menyajikan secara langsung apa saja dan di mana telah

    dilakukan pengamatan. Pengamatan hanya dilakukan pada

    beberapa lokasi, sehingga tidak seluruh daerah survei diamati.

    Pada peta ini tidak dapat diberlakukan pemodelan keragaman

    spasial.

    2. Peta tanah poligon kelas-areal. Daerah survei dibagi atas beberapa

    poligon dengan menggunakan garis batas secara tegas. Masing-

    masing- poligon diberi simbol dengan nama kelas dan tiap-tiap

    kelas dalam legenda. Hampir semua peta survei tanah disajikan

    dalam bentuk peta dalam kelompok dengan model vektor dalam

    Sistem Informasi Geografi (SIG). Secara konseptual, peta ini

  • memenuhi model diskrit variasi spasial. Variasi yang memotong

    lansekap dapat dibedakan dengan batas yang tegas dalam daerah

    yang di petakan ke dalam m kelas dan kemudian ke dalam

    delineasi individual. Masing-masing delineasi termasuk dalam

    hanya satu kelas legenda.

    Nama lain dari peta ini adalah peta tanah chloropleth (yaitu peta

    yang menggunakan gradasi rona atau warna yang berbeda untuk

    menyajikan perbedaan satuan peta. Misalnya peta kebutuhan

    kapur, peta kesesuaian tahan untuk tanaman tertentu dan lain-

    lain).

    3. Peta Lapangan Kontinyu yang dibuat dengan metode interpolasi.

    Peta ini umumnya di sajikan dengan isoline atau pada grid halus

    (Model Raster pada SIG). Peta ini memperlihatkan kontinyuitas

    sebaran sifat tanah yang diduga dengan jalan interpolasi. Secara

    konseptual, peta ini memenuhi model kontinyu dari variasi spasial.

    Tidak ada batas yang tegas, semua variasi yang memotong

    lansekap dianggap kontinyu

    4. Peta Lapangan Kontinyu yang dibuat melalui pengamatan langsung

    diseluruh daerah survei. Pada peta ini terdapat pengukuran aktual

    yang dilakukan pada tiap-tiap titik (dalam prakteknya yang relatif

    tidak luas). Peta ini umumnya disajikan dengan peta grid (model

    raster dalam SIG). Peta ini memperlihatkan sebaran sifat tanah

    kontinyu yang diukur. Peta semacam ini sudah jarang digunakan

    dan saat ini, peta semacam ini banyak digunakan dari parsel

    individu untuk precision farming . Contoh yang umum adalah peta

    elevasi, indeks vegetasi (bukan peta tanah) yang menggunakan

    bantuan wahana satelit atau pesawat terbang atau bahkan dengan

    survei lapangan.

  • 2.2.2 Berdasarkan Teknik Pelaksanaannya

    Terdapat dua pendekatan yang dapat ditempuh oleh pemeta,dalam

    membagi permukaan tanah sebagai suatu 'kontinum' kedalam suatu

    satuan-satuan tertentu dalam membuat peta tanah. Kedua pendekatan

    tersebut dijelaskan sebagai berikut:

    1. Mengamati, mendeskripsi dan mengklasifikasikan profil-profil

    tanah (pedon) pada beberapa lokasi di daerah survei. Kemudian

    membuat (mendelineasi) batas di sekitar daerah yang mempunyai

    profil tanah yang serupa (memiliki taksa tanah yang sama), sesuai

    dengan kriteria klasifikasi yang digunakan. Pendekatan ini disebut

    pendekatan sintetik (synthetic approach).

    2. Membagi kontinum' atas persil-persil atau satuan-satuan

    berdasarkan pada pengamatan,perubahan dalam sifat-sifat tanah

    'eksternal' (sifat bentang-alam), melalui interpretasi foto udara,

    yang diteruskan dengan melakukan pengamatan dan

    pengklasifikasian tanah untuk masing-masing satuan yang dibuat

    tersebut. Pendekatan ini disebut pendekatan analitik (analytical

    approach).

    Gambar 2.3 menyajikan teknik pelaksanaan (cara pengamatan tanah)

    survei tanah. Pendekatan sintetik (gambar paling atas) biasanya

    dilakukan dengan menggunakan metode survei grid, sedangkan

    pendekatan analitik menggunakan metode fisiografi, yaitu dengan

    jalan menentukan batas (mendelineasi) satuan fisiografi/wujud-lahan

    (landform) terlebih dahulu sebelum ke lapangan (gambar paling

    bawah). Pada survei skala kecil, pendekatan kedua lebih sering

    digunakan, sedangkan pada skala besar biasanya digunakan

    pendekatan sintetik. Namun demikian, dalam praktiknya biasanya

    kombinasi keduanya digunakan (gambar bagian tengah).

  • 2.2.3 Berdasarkan Tujuan (lntensitas Pengamatan)

    Tanah yang diamati dalam kegiatan survei tanah, setelah diklasifikasikan

    berdasarkan sistem klasifikasi tanah yang digunakan perlu digambarkan

    penyebarannya dalam peta tanah. Sebagai dasar pembuatan peta tanah

    digunakan peta dasar yang umumnya berupa peta topografi atau peta rupa

    bumi.

    Jenis informasi dan tingkat ketelitian yang diperlukan sangat

    ditentukan oleh tingkat survei tanah yang diterapkan.

  • Survei dan pemetaan tanah tidak hanya dapat memberikan

    gambaran tentang macam tanah yang dijumpai, tetapi harus dapat

    menggambarkan secara tepat di mana tanah tersebut dijumpai. Hal ini

    tidak berarti bahwa tanah yang dijumpai haruslah homogen, melainkan

    harus dapat menggambarkan bahwa pada suatu poligon yang

    dicantumkan dalam satuan peta tanah (SFT) dapat diketahui satuan tanah

    utama (yang mendominasi) dan satuan tanah pendamping. Untuk

    menghindari rumitnya satuan dalam peta tanah, Van Wambeke (1986)

    menyarankan luasan terkecil suatu satuan peta tanah (SPT) yang masih

    diperbolehkan untuk disajikan dalam peta tanah adalah seluas 0,4 cm2.

    Berdasarkan tujuannya (yang akan menentukan intensitas

    pengamatan), survei tanah dibedakan atas 6 macarn, yaitu peta tanah

    bagan, eksplorasi, tinjau, semi-detail, detail dan sangat detail (Tabel 2.1).

    Masing-masing peta tersebut memiliki skala peta yang berbeda-beda.

    Skala peta menunjukkan perbandingan jarak antara dua tempat

    (titik) pada peta, dengan jarak sebenarnya di lapangan. Berikut ini akan

    diuraikan secara singkat tentang masing-masing peta tersebut.

    1. Peta Tanah Bagan

    Peta ini dibuat sebagai hasil kompilasi dan generalisasi peta-peta

    tanah eksplorasi atau peta tanah tinjau. Peta ini hanya digunakan

    untuk memperoleh gambaran umum tentang sebaran tanah secara

    nasional. Dalam pembuatannya tidak dilakukan pengamatan

    lapangan. Skala peta sama atau lebih kecil dari 1: 2.500.000.

    2. Peta Tanah Eksplorasi

    Peta ini menyajikan keterangan yang sangat umum tentang

    keadaan tanah dari suatu daerah. Biasanya peta ini dibuat dengan

    survei yang dilakukan sepanjang jalan atau menggunakan

    helikopter pada tempat-tempat tertentu yang dianggap

    mempunyai perbedaan jenis tanah, yang ditunjukkan oleh

    bentang-alam yang berbeda.

  • Biasanya survei ini dilakukan dengan bantuan interpretasi foto

    udara atau citra satelit, dengan intensitas pengamatan lapangan

    yang sangat rendah.

  • Skala peta bervariasi dari 1:500.000 hingga 1:5.000.000. Peta

    ini hanya menggambarkan sebaran tanah secara umum untuk

    penyusunan atlas nasional dan tidak dapat digunakan untuk

    keperluan praktis, karena informasi tentang sifat-sifat tanah sangat

    minim.

    3. Peta Tanah Tinjau

    Umumnya peta ini dibuat pada skala 1:250.000. Satuan peta

    didasarkan atas satuan tanah-bentuk lahan atau sistem lahan yang

    didelineasi melalui interpretasi foto udara dan atau citra satelit.

    Pengamatan di lapangan kurang lebih 1 untuk 12,5 km2.

    Peta ini dapat menggambarkan daerah-daerah yang berpotensi

    untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.

    4. Peta Tanah Semi-detail

    Peta ini umumnya dibuat dengan skala 1:50.000, dengan intensitas

    pengamatan sekitar 1 untuk setiap 50 hektar, tergantung dari

    kerumitan bentang lahan. Biasanya dilakukan dengan sistim grid

    yang dibantu oleh hasil interpretasi foto udara dan citra satelit.

    Peta ini memberi gambaran tentang potensi daerah secara lebih

    terperinci serta dapat menunjukkan lokasiproyek yang akan

    dilaksanakan. Peta ini diharapkan dapat memberikan informasi

    tentang potensi pertanian serta penggunaannya untuk berbagai

    bentuk pengelolaannya

    5. Peta Tanah Detail

    Peta ini biasanya dibuat dengan skala 1:25.000 dan 1:10.000 serta

    ditujukan untuk mempersiapkan pelaksanaan suatu proyek

    termasuk proyek konservasi tanah (misalnya teknik-teknik

    konservasi yang bisa dan cocok diterapkan pada masing-masing

    satuan peta atau pada suatu demplot). Oleh karena itu, sifat dan

    ciri tanah hendaklah diuraikan sedetail mungkin.

  • Batas satuan peta tanah didelineasi di lapangan dengan bantuan

    foto udara yang didasarkan pada kemiringan lereng.

    Jumlah pengamatan untuk adalah sekitar 1 untuk setiap 2 ha

    hingga 12,5 ha (Tabel2.1).

    6. PetaTanah Sangat Detail

    Peta tanah sangat detail mempunyai skala Pengamatannya atau

    lebih untuk setiap hektarnya. Peta ini ditujukan untuk penelitian

    khusus, misalnya untuk petak percobaan pertanian guna

    mempelajari variabilitas responstanaman terh adap pemupukan

    atau perlakuan tertentu dan lain-lain.

    2.3 Legenda Peta Tanah

    Setiap peta tanah selalu disertai dengan suatu daftar atau tabel penjelasan

    yang disebut legenda peta yang sangat bermanfaat, untuk memudahkan

    dalam membaca peta tersebut. Legenda peta tanah berfungsi

    mengidentifikasikan satuan peta serta memberikan informasi tentang

    satuan-satuan yang terdapat dalam suatu peta tanah. satuan peta tanah

    dalam setiap peta ditandai dengan simbol yang unik yang dapat berupa

    warna, nama atau atribut lainnya.

    Legenda peta tanah terdiri atas dua bagian, yaitu simbol dan

    uraian atau deskripsi. Di dalam uraian terkandung informasi penting

    mengenai tanah masing-masing satuan yang digambarkan oleh simbol

    satuan peta. Informasi tersebut meliputi:

    Keadaan drainase,

    Kedalaman tanah

    Keadaan erosi

    Tekstur tanah

    Keadaan batuan

    Warna dan karatan

    Aspek kesuburan (pH, salinitas)

    Konsistensi tanah

  • Relif mikro

    Informasi di atas sangat diperlukan oleh pemakai yang bukan ahti

    tanah. Sedangkan informasi lain yang sangat penting bagi ahli tanah ialah

    nama taksa tanah yang ditunjukkan oleh nama tanah menurut sistem

    klasifikasi tanah yang digunakan (misalnya menurut Taksonomi Tanah

    USDA atau Klasifikasi Tanah FAO) yang terdapat dalam satuan tersebut.

    Pada satuan peta majemuk (lihat Bab 3), komposisi satuan klasifikasi

    tanah, haruslah dijelaskan. Perlunya mencantumkan klasifikasi tanah ini

    adalah memudahkan tujuan korelasi dengan tanah-tanah di tempat lain.

    Dalam pemetaan tanah yang menggunakan metode fisiografi (dengan

    bantuan interpretasi foto udara atau citra inderaja lainnya), biasanya

    menggunakan legenda eksptilatif,sedangkan dalam survei dengan metode

    grid, umumnya menggunakan legenda taksonomikal dan kadang legenda

    mekanikal. Metode grid dan fisiografi akan dijelaskan dalam Bab 3.

    Tabel-tabel berikut ini menyajikan contoh unsur-unsur yang harus ada

    dalam suatu legenda peta tanah tinjau skala 1:250.000 (Tabet 2.2),

    semidetail (Tabel 2'3), dalam Proyek LREP-II, dan peta tanah detail (Tabef

    2.4).

  • 2.4 Peta Dasar

    Peta dasar adalah peta yang digunakan sebagai dasar untuk membuat peta

    tanah atau wadah untuk menggambarkan delineasi satuan peta tanah.

    Sebagai peta dasar dapat digunakan peta vegetasi/ penggunaan

    lahan, peta iklim atau peta lainnya yang tersedia, asal diterbitkan oleh

    instansi resmi dan mempunyai ketelitian yang tinggi baik isi maupun

    skalanya. Dalam praktik umunnya menggunakan peta topografi atau peta

    rupa bumi sebagai peta dasar.

    Namun demikian, karena belum seluruh daerah di Indonesia

    terliput oleh peta topografi (rupa bumi), kadang-kadang perlu disediakan

    peta dasar dari citra penginderaan jauh (remote sensing), baik dari foto

    udara (untuk skala besar) maupun citra satelit (untuk skala kecil).

    Instansi pemerintah maupun swasta yang bergerak dalam

    pembuatan peta di Indonesia, umunnya menghasilkan peta yang berbeda

    kualitas maupun akurasinya untuk peta daerah yang sama. Hal ini

    disebabkan karena belum adanya keseragaman di antara instansi-instansi

    tersebut. Pembuatan peta terpaksa dilakukan tanpa koordinasi karena

    terdesak oleh kebutuhan akan peta.

    Sekalipun peta dasar ini bukan merupakan tanggung jawab ahli

    (pemeta) tanah, tetapi karena alasan di atas, pemeta tanah harus dapat

    menyediakan peta dasar untuk pembuatan peta tanah yang menjadi tujuan

    utamanya. Pengetahuan tentang pembuatan mosaik foto perlu dikuasai

    untuk dapat menghasilkan peta yang baik. Bantuan perangkat-lunak

    komputer seperti PCI Geomatic akan membantu menyediakan peta dasar

    untuk peta tanah berupa peta mosaik orthofoto. Gambar 2.6 menyajikan

    contoh mosaik-foto yang digunakan sebagai peta dasar dalam menyajikan

    hasil survei tanah. Peta tanah berskala besar (detail hingga sangat detail)

    umumnya disarankan untuk menggunakan mosaik ortofoto sebagai peta

    dasar, karena akan memudahkan pengguna peta dalam melakukan

    orientasi di lapangan.

  • Saat ini Bakosurtanal (Badan Koordinasi Pemetaan Nasional) yang

    merupakan instansi yang bertanggung jawab dalam penyediaan peta

    (topografi/rupa bumi), telah dapat menyediakan peta rupa bumi untuk

    sebagian besar wilayah di Indonesia sekalipun dengan skala yang

    beragam. Beberapa diantara peta tersebut juga tersedia dalam format peta

    digital. Pada Gambar 2.4 disajikan contoh liputan peta rupa bumi untuk

    Pulau sumatera yang diterbitkan oleh Bakosurtanal (2004).

    Dalam memutuskan memilih peta dasar untuk pembuatan peta

    tanah, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

    1. Waktu pembuatan Peta.

    Semakin muda umur peta, semakin baik karena tanda-tanda yang

    terdapat pada peta umumnya lebih sesuai dengan kondisi lapangan.

    2. Akurasi Peta

  • Hal ini terutama terkait dengan pengukuran-pengukuran di lapangan

    yang menyangkut jarak, luasan dan lain-lain.

    3. Skala

    Idealnya skala peta yang digunakan untuk pengamatan lapangan

    adalah dua kali lebih besar dari skala peta publikasi.

  • 2.5 Kualitas Peta Tanah

    Pusat Penelitian Tanah dan agroklimat (1995) mengemukakan bahwa

    kualitas peta tanah ditentukan oleh sifat mudah dibaca, batas ukuran

    minimum, dan tekstur peta. uraian rebih rinci akan dikemukakan di bawah

    ini.

    2.5.1 Sifat mudah Dibaca (Map legibility)

    Sifat mudah dibaca menunjukkan mudah tidaknya pengguna peta

    membaca informasi yang terdapat pada petal peta tanah harus dapat

    menyajikan infomasi secara jelas, padat dan menarik. Mudah tidaknya

    suatu peta tanah untuk dibaca ditentukan oleh:

    Jumlah poligon satuan peta tanah

    Warna yang membedakan satuan peta yang satu dengan lainnya

    Gambaran topografi yang digambarkan pada peta

    Kualitas penyajian peta

    Peta yang menyajikan banyak poligon berukuran kecil sulit dibaca.

    Warna yang dipilih untuk masing-masing satuan peta dibuat agar menarik

    dan sedapat mungkin mencerminkan sifat tanah. Misalnya Mollisol diberi

    warna hijau, oxisol berwarna merah dan sebagainya.

    Pada peta tanah harus disajikan informasi yang memudahkan

    untuk orientasi peta di lapangan seperti sungai, jalan, gunung, desa, garis

    kontur, nama-nama (tempat, sungai, gunung dan sebagainya). Namun

    demikian, gambaran topografi tersebut jangan disajikan terlalu banyak

    karena akan menyulitkan pembacaan peta.

    Selain itu map legibitity dipengaruhi oleh kualitas cetakan, kertas,

    layout dan sebagainya. Kaidah-kaidah di dalam kartografi harus menjadi

    perhatian dalam menyajikan peta tanah.

  • 2.5.2 Delineasi Ukuran Minimal (Minimum Size Delineation)

    Delineasi atau batasan ukuran minimal merupakan suatu luasan terkecil

    yang masih dapat digambarkan pada peta. Pada dasarnya ukuran tersebut

    merupakan parameter kartografi, karena setiap poligon pada suatu peta

    harus tertulis simbol satuan petanya. Simbol tersebut harus tertulis

    dengan ukuran tertentu, sehingga masih dapat dibaca.

    Batasan ukuran poligon minimal sebagaimana dikemukakan

    sebelumnya adalah 0,4 cm2 (untuk yang berbentuk bulat), sedangkan

    untuk poligon berbentuk memanjang dan sempit, harus lebih besar (dari

    aspek luasannya) agar dapat memuat simbol satuan peta.

    2.5.3 Tekstur Peta Tanah

    Tekstur peta tanah mencerminkan banyaknya sebaran poligon-poligon

    satuan peta tanah yang terdapat pada suatu peta. Suatu peta dikatakan

    bertekstur kasar apabila poligon-poligonnya berukuran besar, sedangkan

    jika sebagian besar poligonnya merupakan poligon-poligon kecil, disebut

    bertekstur halus.

    Selain itu apabila poligon-poligon yang ada di dalam peta tersebut

    merata disebut ber"intensitas mono", sedangkan apabila dalam suatu peta

    terdapat dua atau lebih kelompok tekstur peta tanah maka disebut

    berintensitas multi". Tekstur peta tanah tersebut mencerminkan

    kerumitan keadaan tanah di lapangan. wilayah yang homogen akan

    memperlihatkan intensitas mono, sedangkan wilayah yang variasi

    landformnya sangat beragam akan menunjukkan intensitas multi.

    Peta tanah bertekstur halus sulit dibaca, sebaliknya peta tanah yang

    bertekstur kasar mudah dibaca.

    ***

  • III

    PRINSIP-PRINSIP SURVEI TANAH

    alam melakukan survei tanah, terdapat beberapa prinsip dasar yang

    harus dipahami. Prinsip-prinsip tersebut akan diuraikan di bawah ini.

    3.1 Satuan Peta Tanah dan Satuan Taksonomi

    Satuan peta tanah (satuan peta) dan satuan taksonomi merupakan dua

    istilah yang berbeda. satuan peta tanah merupakan satuan yang dibatasi di

    lapangan berdasarkan pada kenampakan bentang alam (Iandscape).

    Satuan taksonomi (satuan tanah) merupakan satuan yang diperoleh dari

    menentu-kan suatu selang sifat (range in characteristic) tertentu dari sifat-

    sifat tanah yang didefinisikan oleh suatu sistem klasifikasi tanah. Setiap

    satuan peta tanah bisa berisi satu atau lebih satuan taksonomi tanah.

    3.1.1 Satuan peta Tanah

    Satuan peta tanah (soil mapping unit) atau satuan peta terdiri atas

    kumpulan semua delineasi yang di tandai oleh simbol, warna, nama atau

    lambang yang khas padi suatu peta. Delineasi tanah (soil delineation)

    adalah daerah yang dibatasi oleh suatu batas tanah pada suatu peta.

    umumnya peta tanah terdiri atas lebih dari satu satuan peta. Data atau

    informasi dari masing-masing satuan peta yang terdapat dalam peta tanah

    dijelaskan dalam legenda peta.

    Satuan peta ialah satuan lahan yang mempunyai sistem

    fisiografi/landform yang sama, yang dibedakan satu sama lain dilapangan

    oleh batas-batas alami dapat dipakai sebagai satuan evaluasi lahan.

    Satuan-satuan yang dihasilkan umumnya berupa tubuh lahan yang

    D

  • memiliki ciri-ciri tertentu yang dibedakan oleh batas-batas alami di tempat

    terjadinya perubahan ciri-ciri yang paling cepat ke arah lateral.

    Pendekatannya merupakan pendekatan fisiografis.

    Satuan peta tanah disusun untuk menampung informasi penting dari

    suatu luasan (poligon) tentang hal-hal yang berkaitan dengan survei tanah.

    Satuan peta tanah harus dengan mudah dapat dikenali, diukur, dan dapat

    dipetakan pada skala yang tersedia dari peta dasarnya, waktu yang

    tersedia, kemampuan dari para pemetanya, dan tujuan dari survei

    tersebut.

    Dalam taksonomi tanah dikenal istilah pedon dan poipedon. Pedon

    dianggap terlalu kecil untuk dapat menunjukan kenampakan yang lebih

    luas seperti lereng dan permukaan berbatu. Polipedon, seperti

    dikemukakan dalam taksonomi tanah, merupakan suaatu satuan

    klasifikasi, tubuh tanah dan homogen pada tingkat seri dan cukup luas

    untuk menggambarkan semua karakteristik tanah yang dipertimbangkan

    dalam deskripsi dan klasifikasi tanah (Gambar). Polipedon jarang

    bertindak sebagai sesuatu yang nyata untuk klasifikasi karena amat sangat

    sulit menemukan batas suatu polipedon di lapangan dan karena adanya

    kontradiksi dan circular nature dari konsep tersebut. Ahli tanah

    mengklasifikasikan pedon tanpa memperhatikan batasan ukurannya, yang

    secara sadar atau tanpa disadari mengaitkan berbagai sifat-sifat yang lebih

    luas yang dibutuhkan dari daerah sekitar tanah tersebut ke pedon.

    Polipedon mengaitkan tubuh tanah nyata di alam kepada konsep mental

    dari klas taksonomi.

    Oleh karena itu, batasan dari polipedon ini secara konsepsional awal

    sama dengan batasan dari seri tanah, yaitu yang merupakan kategori

    terendah dari sistem klasifikasi taksonomi tanah. Dengan demikian, setiap

    polipedon dapat diklasifikasikan kedalam seri tanah, hanya saja bahwa

    seri tanah mempunyai selang sifat yang lebih lebar daripada polipedon.

    Polipedon memiliki luasan minimal > 1 m2 dan maksimalnya tidak

    terbatas.

  • Menurut Soil Survei Division Staff (1998), satuan peta merupakan

    kumpulan daerah-daerah (area) yang didefinisikan dan komponen tanah

    atau daerah aneka atau kelua-duanya di beri nama yang sama. setiap

    satuan peta tanah berbeda dalam beberapa dengan yang lainnya dalam

    suatu daerah survei dan secara unik didefinisikan pada suatu peta tanah.

  • Masing-masing daerah (luasan) pada peta tersebut disebut delineasi.

    Satuan peta terdiri atas 1 atau lebih komponen (taksa) tanah. Komponen

    individu dari suatu satuan peta mewakili kumpulan polipedon-polipedon

    atau bagian-bagian dari polipedon yang merupakan anggota dari taksa

    tersebut atau macam dari daerah aneka.

    Pada Gambar 3.1 disajikan ilustrasi kaitan antara bentang lahan (soil-

    scape), polipedon (tanah individu), pedon, dan profil tanah. Lanskap dapat

    disamakan dengan satuan peta tanah.

    Satuan peta (mapping unit) berbeda dengan satuan taksonomi tanah

    (taxonomic unit), seperti yang akan diuraikan pada Gambar 3.1.

    3.1.2 Satuan Taksonomi

    Satuan taksonomi adalah sekelompok tanah dari suatu sisten klasifikasi

    tanah; masing-masing di-wakili oleh suatu profil tanah yang

    mencerminkan 'central concept' (konsep pusat) dengan sejumlah kisaran

    penyimpangan sifat-sifat dari konsep pusat tersebut. Jadi satuan

    taksonomi tanah menentukan suatu selang tertentu dari sifat-sifat tanah

    dalarn kaitannya dengan selang sifat tanah secara total dalam suatu sistem

    klasifikasi tanah tertentu. Pendekatannya merupakan pendekatan

    morfologik.

    Satuan taksonomi tanah seringkali dibuat tanpa mempertimbangkan

    fakta-fakta yang ada di lapangan. Misalnya kita dapat saja

    mengelompokkan tanah-tanah dengan lapisan-bawah berwarna kelabu

    sebagai kelas tersendiri dan yang memiliki kontak litik yang dangkal

    sebagai keras yang lain. Pengelompokan ini mungkin dapat didelineasi

    pada peta, tetapi pada umumnya sangat sukar dilakukan karena tidak

    terlihat di lapangan secara langsung. orang yang melakukan klasifikasi

    atau pengelompokkan tadi menciptakan konsep yang abstrak. yang dapat

    diterima sebagai anggota suatu kelas hanyalah tanah-tanah yang

    memenuhi sifat-sifat tertentu. Kelas yang berwarna kelabu merupakan

    suatu taksa di dalam sistem taksonomi, sebagai suatu pembagian lebih

    lanjut dari tanah yang universal. Masing-masing nama tersebut akan

    menunjuk semua tanah yang mempunyai sifat-sifat yang telah ditentukan.

  • Hampir tidak mungkin mendelineasi secara akurat padapeta daerah-

    daerah yang benar-benar termasuk ke dalam satu kelas taksonomi di

    lapangan. Artinya tidak seorangpun yang mampu memetakan tanah

    dengan satuan taksonomi. Semua tanah tersembunyi dibawah permukaan.

    Hanya kenampakan permukaan dan sifat-sifat permukaan tanah yang

    terlihat. Dengan demikian tidak mungkin menelusurinya di lapangan.

    Menurut van Wambeke dan Forbes (19g6), perbedaan yang prinsip

    antara satuan taksonomi dan satuan peta adalah satuan taksonomi

    merupakan suatu konsep yang dihasilkan dari membagi tanah sejagat (soil

    universal), sedangkan satuan peta merupakan hasil dari pengelompokan

    delineasi tanah yang mempunyai nama, simbol, warna, atau lambang khas

    lainnya yang sama pada suatu peta yang dapat dikenali, diukur, dan

    dipetakan di lapangan dengan mudah.

    Komponen dari satuan peta tanah berbeda-beda, tergantung pada

    skala survei tanah. Semakin besar skala peta tanah semakin banyak jumlah

  • pengamatan yang dilakukan dan semakin rendah kategori dari satuan

    taksonomi.

    Untuk menggambarkan perbedaan keduanya, dapat dilihat pada

    Gambar 3.3 dan Gambar 3.4. Kenampakan permukaan bentang-alam

    sangat membantu pemeta dalam mendelineasi satuan peta tanah. Tanah-

    tanah yang berada dalam suatu delineasi (satuan) peta, seringkali tidak

    semuanya dapat dikelompokkan kedalam satu satuan taksonomi,

    melainkan termasuk dua atau lebih satuan taksonomi yang berbeda.

    Karena satuan peta mengikuti kenampakan bentang-alam, dapat

    dikatakan bahwa satuan peta itu benar-benar terdapat di alam dan dapat

    dilihat serta diraba, sedangkan satuan taksonomi merupakan sesuatu yang

    abstrak.

    Klasifikasi (taksonomi) tanah merupakan pengembangan konsep

    fikiran manusia. Dalam hal ini satuan taksonomi tanah adalah buatan

    mantsia, sedangkan satuan peta merupakan batas tanah sesungguhnya

    (merupakan tubuh tanah alami).

    Berikut adalah fungsi sistem klasifikasi tanah:

    - Sebagai media komunikasi bagi para pakar tanah, penyuluh,

    Peneliti, dan lain-lain.

    - Mengekstrapolasikanhasil-hasil penelitian.

    Beberapa sistem klasifikasi tanah yang digunakan sebagai satuan

    taksonomi di Indonesia antara lain sistem Puslittan (1981) yang

    merupakan penyempurnaan dari sistem Dudal dan Suprptohardjo (1957),

    sistem FAO-Unesco (1974; 1998) dan sistem Soil Taxonomy menurut

    USDA (SoiI Survey staff, 1999, 2003). Padanan nama tanah ketiga sistem

    klasifikasi tanah tersebut akan dibahas dalam Bab 6.

  • 3.2 Satuan Peta Tanah dalam Survei Tanah

    Satuan peta tanah (SPT) dibuat tergantung tingkat ketelitian survei atau

    tingkat pemetaan yang dilakukan, sehingga satuan peta tanah dapat

    memiliki kisaran karakteristik yang luas maupun sempit. Macam satuan

    peta tanah menurut (Wambeke dan Forbes, 1986) ada ,yaitu konsosiasi,

    asosiasi, kompleks, dan kelompok tak dibedakan ('undifferentiated

    groups) yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

  • 1. Satuan peta tanah sederhana (simple mapping unit). Satuan peta

    ini hanya mengandung satu satuan tanah saja atau terdapat tanah lain

    yang disebut sebagai inklusi. Satuan peta tanah ini banyak dijumpai

    pada survei tanah detail, dari daerah yang relatif seragam. Satuan peta

    ini disebut konsosiasi. Menurut Wambeke dan Forber (1986),

    konsosiasi merupakan satuan peta yang didominasi oleh satu satuan

    tanah dan tanah yang mirip (similar soil). Sekurang-kurangnya 50%

    dari pedon-pedon yang ada di dalam satuan peta tersebut sama

    dengan yang tertulis dalam satuan peta tanah, sedangkan pedon-

    pedon atau tanah-tanah yang berbeda (dissimilar soil) yang disebut

    inklusi, dalam satuan peta konsosiasi tidak lebih dari 25%, l5% atau

    l0%, tergantung dari sifatnya yang diuraikan sebagai berikut:

    Jika tanah yang berbeda tersebut lebih baik atau sama dengan

    tanah utamanya, maka diperkenankan 25%.

    Jika tanah yang berbeda tersebut bersifat sebagai pembatas untuk

    penggunaannya, maka hanya diperkenankan hingga 15%.

    Jika tanah yang berbeda tersebut berbeda kontras dan merupakan

    faktor pembatas yang berat, maka hanya diperbolehk an hingga

    10%.

    Sedangkan sisanya merupakan tanah-tanah yang serupa (similar soil).

    Gambar 3.5 menyajikan ilustrasi komposisi antara nama tanah yang

    tercantum daram legenda, similar soils dan dissimilar soils dalam

    satuan peta tanah.

  • 2. Satuan peta tanah majemuk (compound mapping unit),terdiri atas

    dua satuan tanah atau lebih yang berbeda (dissimilar soil). Biasanya

    satuan peta tanah ini digunakan pada survei tinjau atau survei lainnya

    yang berskala kecil pada daerah yang rumit/ heterogen. Satuan peta

    tanah majemuk dibedakan menjadi:

    a. Asosiasi tanah, yaitu sekelompok tanah yang berhubungan

    secara geografis, tersebar dalam suatu satuan peta menurut pola

  • tertentu yang dapat diduga posisinya, tetapi karena kecilnya skala

    peta, taksa-taksa tanah itu tidak dapat dipisahkan.

    Setiap komponen dideskripsi secara terperinci tanpa ada

    perbedaan.

    Posisi geografis masing-masing anggota satuan peta dalam

    bentang-alam diterangkan dengan jelas, sehingga

    memungkinkan untuk diperhalus oleh pemakai peta.

    b. Kompleks tanah, merupakan sekelompok tanah dari taksa yang

    berbeda, yang berbaur satu dengan lainnya dalam suatu delineasi

    (satuan peta) tanpa memperlihatkan pola tertentu atau

    menunjukkan pola yang tidak beraturan.

    Meskipun ada komponen tanah yang berasosiasi secara

    geografis, tetapi tidak dapat dipisahkan kecuali pada tingkat

    amat detail.

    Menurut Wambeke dan Forbes (1986), satuan peta tanah

    dikatakan kompleks jika komponen utama dalam satuan peta

    kompleks tidak dapat membentuk satuan peta tersendiri jika

    dipetakan pada skala 1 : 24.000. Pada skala tersebut luasan 0,4 cm2

    pada peta adalah 2,3 ha dilapangan. Komponen utama dalam

    satuan peta asosiasi jika dipetakan pada skala tersebut dapat

    membentuk satuan peta tersendiri.

    Dengan perkataan lain, jika komponen satuan-satuan tanah dalam

    satuan tanah tersebut didelineasi dan luasnya lebih dari 2,3 hektar

    maka satuan tanah tersebut adalah asosiasi; sedangkan apabila

    kurang dan2,3 hektar maka termasuk ke dalam kompleks.

    c. Kelompok tak dibedakan (undifferentiated groups), terdiri

    atas dua atau lebih tanah yang secara geografis tidak selalu

    berupa konsosiasi tetapi termasuk dalam satuan peta yang sama

    karena penggunaan dan pengelolaannya sama atau mirip. Tanah-

    tanah tersebut dimasukkan ke dalam satuan peta yang sama

    karena sama-sama mempunyai sifat sebagai berikut: berlereng

  • terjal, berbatu, mengalami pengaruh banjir yang cukup parah

    sehingga membatasi penggunaan dan pengelolaaanya.

    Ketentuan proporsi dari masing-masing tanah yang menyusunnya

    sama dengan asosiasi atau kompleks.

    Beberapa kriteria untuk menetukan satuan peta menurut Dent dan

    Young (1991) adalah:

    1. Satuan peta hendaknya sehomogen mungkin (tidak perlu mempunyai

    karakteristik yang seragam, tetapi variasi dalam satu satuan peta

    dipertahankan dalam batasan yang telah dibuat). Macam variasi

    hendaklah tetap konsisten dengan semua satuan peta yang

    mempunyai nama yang sama.

    2. Pengelompokan hendaknya mempunyai nilai praktis.

    3. Harus memungkinkan untuk memetakan satuan secara konsisten.

    4. Pemetaan hendaklah diselesaikan dalam waktu yang layak dan dengan

    peralatan yang umum. Sifat tanah yang digunakan dalam pemetaan

    haruslah (terutama) dapat diamati dan dirasakan seperti warna dan

    tekstur. Banyak sifat-sifat tanah penting didalam praktek seperti unsur

    hara misalnya, tidak dapat langsung diamati dan dipetakan di

    lapangan. Hubungan sifat tanah yang dapat diamati dan sifat tanah

    penting lainnya harus ditemukan selama survei.

    5. Sifat tanah yang reratif stabil, seperti tekstur dan litologi, hendaklah

    digunakan untuk memberi batasan satuan taksonomi, bukan sifat yang

    cepat berubah dengan pengelolaan, seperti struktur atau bahan

    organik tanah-atas.

    Satuan taksonomi tanah pada masing-masing satuan peta tanah,

    baik satuan sederhana maupun majemuk, tergantung dari skala peta final

    yang akan dihasilkan. Makin besar skala makin rendah kategori klasifikasi

    (taksonomi) tanah yang digunakan (lihat Tabei 2.1).

    Dalam survei tanah detail, satuan peta yang sering digunakan

    adalah:

  • 1. Seri tanah, merupakan sekelompok tanah yang memiliki ciri dan

    perilaku serupa, berkembang dari bahan induk yang sama dan

    mempunyai sifat-sifat dan susunan horizon, terutama di bagian bawah

    horizon olah dan sama dalam rezim kelembaban dan suhu tanah.

    Nama seri diambil dari nama lokasi pertama kali ditemukan seri tanah

    tersebut. Misal Seri Labuanteratak.

    2. Fase tanah, merupakan pembagian lebih lanjut dari seri tanah sesuai

    dengan ciri-ciri penting bagi pengelolaan/penggunaan lahan, seperti

    drainase, erosi.

    Fase dapat juga digunakan pada tingkat kategori lainnya seperti famili,

    sub-group dan lain-lain. Uraian selanjutnya disajikan dalam subbab

    3.3.

    3. Soil variant, merupakan tanah-tanah yang sangat mirip dengan seri

    yang sudah ditemukan, tetapi berbeda dalam beberapa sifat penting.

    Hal ini mengurangi banyaknya seri tanah yang mungkin ditemukan

    dalam suatu survei, dimana perbedaannya tidak terlalu besar. 'Soil

    variant' dapat menjadi seri tersendiri, jika pengkajian lapangan telah

    dilakukan lebih intensif.

    3.3 Penamaan Satuan Peta Tanah

    Penamaan satuan tanah yang dikemukakan dalam hal ini adalah penamaan

    menggunakan sistem klasifikasi Taksonomi Tanah USDA (Soil Survey Staff,

    1990; 2003), seperti dikemukan dalam Hardjowigeno, Marsoedi dan

    Ismangun (1993).

    Satuan peta tanah terdiri atas satuan tanah dan fasenya. Kategori

    untuk penamaan satuan tanah tergantung dari skala pemetaan skala besar

    (pemetaan detail) menggunakan kategori rendah (famili atau seri),

    sedangkan skala,kecil menggunakan kategori tinggi (sub-grup, great-

    group, sub-ordo atau ordo). Masing-masing kategori dapat menggunakan

    satuan fase.

    Fase merupakan segala sifat tanah atau faktor lingkungan yang

    mempengaruhi penggunaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Biasanya

    merupakan sifat-sifat atau corak tambahan suatu seri tanah atau satuan

  • tanah lainnya dalam kategori klasifikasi tanah. Misalnya tekstur lapisan

    atas, kemiringan lahan (lereng), batuan di atas permukaan maupun di

    dalam profil tanah dan sebagainya.

    1. Konsosiasi

    Cara penamaannya mengikuti ketentuan sebagai berikut:

    Nama pertama terdiri dari satuan tanah atau taxon yang

    kemudian diikuti dengan fase.

    Untuk fase tekstur lapisan atas atau lapisan bahan organik di

    permukaan tidak disertai dengan tanda koma. Contoh: Ciawi liat.

    Tidak ditulis Ciawi,liat.

    Jika fase tekstur lapisan atas juga berbatu, berkerikil dan

    sebagainya, maka penulisannya adalah Cobanrondo skeletal

    berliat.

    Jika fase tekstur lapisan atas tidak digunakan tetapi karena

    berbatu, berkerikil dsbnya, maka penulisannya menggunakan

    'koma'. Contoh: Cobanrondo, berbatu.

    Untuk dua atau tiga fase, digunakan 'koma'. Contoh: Pujian liat,

    lereng 15-20%, tererosi.

    Penulisan fase erosi, ditulis paling belakang.

    Penulisan fase lereng ditulis paling belakang kecuali jika ada fase

    erosi. contoh: Pujian skeletal berliat, substratum padas, lereng l5-

    30%o, tererosi.

    2. Kompleks

    Ditulis kata 'kompleks; jika fase dari masing-masing taxon tersebut

    tidak sama, misalnya tekstur lapisan atas tidak sama. Contoh :

    Kompleks Cobanrondo-Sebaluh.

    Kata 'kompleks' tidak ditulis jika fase tekstur lapisan atas seri-seri

    tanah yang menyusunnya sama. Contoh: Jeho-Cula liat.

    Perhatikan beberapa contoh berikut:

  • Kompleks Sedep-Pali, berbatu (kedua seri tsb mempunyai fase

    berbatu di permukaan).

    Kompleks Batu-Tandem, Iereng 5 8% (keduanya mempunyai fase

    lereng sama).

    Tandem-Toki liat, lereng 5 8% (keduanya mempunyai fase

    tekstur lapisan atas dan lereng sama).

    Kompleks Toki berbatu-Lante (hanya seri Toki yang mempunyai

    fase berbatu).

    3. Asosiasi

    Berbeda dengan kompleks, maka kata Asosiasi selalu digunakan.

    Perhatikan contoh berikut:

    Asosiasi Cangar-Batu, terjal (dua seri tanah dengan fase lereng

    terjal).

    Asosiasi Cangar, terjal-Batu (fase lereng terjal hanya pada seri

    Cangar).

    Asosiasi Typic Fragiochrepts-Aeric Fragioaquepts (asosiasi sub-

    grup).

    4. Kelompok tak dibedakan ('Undifferentiated groups')

    Untuk penamaan, digunakan kata dan guna menggabungkan satu seri

    dengan seri lainnya. Atau digunakan kata 'tanah' didepan nama seri

    tanah tersebut. Contoh:

    Batu dan Cangar lempung berdebu, atau tanah Batu dan Cangar

    Tanah Ciasem dan ldo, sangat terjal

    Tanah Pendem dan Dau, sangat berbatu.

    3.3.1 lnklusi dalam Satuan Peta Tanah

    Dalam setiap satuan peta tanah, hampir selalu mengandung satuan tanah

    lain yang di dalam Legenda Peta Tanah namanya tidak muncul. Satuan

    tanah ini disebut inklusi.

  • Inklusi tersebut terlalu kecil untuk dideliniasi tersendiri, atau

    kadang memang tidak teramati dengan metode survei yang dilakukan. Hal

    ini berkaitan dengan ketentuan bahwa deliniasi terkecil datam peta adalah

    0'4 cm2 (USDA, 1989).

    Inklusi dapat berupa tanah yang serupa atau tanah yang tidak

    serupa dengan tanah yang digunakan sebagai nama satuan peta tersebut.

    Tanah yang tidak serupa dapat pula berupa tanah tanah penghambat

    (limiting) atau tanah yang bukan penghambat (non limiting).

    1. Inklusi tanah serupa

    Mempunyai beberapa sifat penciri yang sama dengan sifat tanah

    utama.

    Berperilaku dan berpotensi serupa dengan tanah utama.

    Memerlukan usaha konservasi dan pengelolaan yang sama dengan

    tanah utama.

    Contoh: Typic Argiaquolls dan Udollic Ochraqualfs. Kedua tanah ini

    mempunyai persamaan sifat dalam hal:

    Kelembaban tanah

    Kejenuhan basa

    Kandungan bahan organik

    Memiliki perbedaan tidak lebih dari 2 atau 3 kriteria.

    Kesamaan sifat dapat terjadi pada sembarang tingkat kategori

    (fase, seri, famili, subgroup)

    2. Inklusi tanah tidak serupa

    Tidak mempunyai kesamaan terhadap sifat-sifat peneiti penting

    atau memerlukan pengelolaan yang berbeda dengan tanah utama.

    Perbedaan antara tanah yang tidak serupa dapat dalam arti

    banyaknya sifat tanah yang berbeda atau besarnya tingkat

    perbedaan, atau kedua-duanya.

    Perbedaan dapat terjadi pada tingkat fase, seri, famili atau kategori

    yang lebih tinggi. Tanah tidak serupa dapat sebagai penghambat

    atau bukan penghambat.

  • Contoh: Tanah sempit dengan lereng I5 - 25 persen yang

    merupakan inklusi dalam satuan peta tanah dengan lereng dominan 4 -

    8 persen dapat merupakan penghambat serius penggunaan tanah di

    daerah tersebut. Inklusi ini disebut inklusi penghambat.

    Berikut adalah keterangan dari dua macam inklusi, yaitu:

    Inklusi penghambat

    Adalah inklusi tanah tidak serupa yang mempunyai faktor

    penghambat lebih besar dari tanah utama atau memengaruhi

    tingkat pengelolaannya.

    Inklusi bukan penghambat

    Adalah inklusi tanah tidak serupa dengan faktor penghambat lebih

    rendah daripada tanah utama. Tidak akan mempengaruhi

    interpretasi terhadap potensi satuan peta tersebut.

    3.3.2 Fase Tanah

    Fase merupakan pengelompokan tanah secara fungsional yang bermanfaat

    untuk memprediksi potensi tanah di daerah yang disurvei. Semua sifat

    yang memengaruhi potensi tanah yang tidak digunakan sebagai pembeda

    pada tingkat seri tanah atau kategori yang lebih tinggi, dapat digunakan

    sebagai pembeda untuk fase.

    Fase yang biasa digunakan untuk seri tanah menurut

    Hardjowigeno, Marsoedi dan Ismangun (1993) adalah sebagai berikut:

    1. Tekstur lapisan atas tanah mineral

    Fase tekstur diambil dari nama tekstur lapisan atas.

    Bila terdapat lapisan tipis bahan organik di permukaan, maka

    nama tekstur diambil dari tekstur setelah lapisan sampai

    kedalaman paling sedikit 12 cm(tetapi tidak lebih dari25 cm

    dicampur).

    Untuk tanah yang mempunyai desert pavement (umumnya tanah

    daerah Arid) adalah tekstur setelah dicampur dengan horizon A

    dan E.

  • Contoh: Bogor lempung berliat; Cibinong liat berdebu.

    Catatan: Seri tanah yang diikuti dengan fase tidak perlu ditulis kata

    seri di depannya

    2. Lapisan organik di permukaan tanah

    Fase lapisan organik diberi narna sebagai berikut: bergambut

    kasar (peat), bergambut sedang (mucky peat), bergambut halus

    (muck).

    Peat, setara dengan bahan fibrik (bahan organik kasar).

    Mucky peat, setara dengan bahan hemik (bahan organik dengan

    tingkat dekomposisi sedang).

    Muck, setara dengan bahan saprik (bahan organik halus).

    Contoh:

    Cintamanis bergambut kasar.

    Banjar lempung berdebu, bergambut halus (lapisan mineral di

    permukaan yang banyak mengandung bahan organik halus)

    3. Fragmen batuan di dalam tanah atas

    Digunakan untuk fragmen batuan (kerikil) di dalam tanah atas yang

    jumlahnya lebih dari 15% volume.

    Contoh:

    Pakem lempung berkerikil (fragmen batuan 15 - 35 %).

    Kaliurang lempung sangat berkerikil (fragmen batuan 35 60%).

    Tempel lempung amat sangat berkerikil (fragrnen batuan lebih

    60%).

    4. Batu di permukaan tanah

    Digunakan untuk batu atau batuan dipermukaan tenah yang

    jumlahnya lebih dari 0.01 pers'en volume. Batu tersebut akan

  • memengaruhi pengolahan tanah, panen, penggunaan mesin-mesin

    pertanian dan sebagainya.

    Tidak berbatu < 0.01 % Berbatu 0.01-0.1% Sangat berbatu 0.1-3.0% Amat sangat berbatu 3.0-15.0% Berbatuan (Rubly) 15-75% Lahan batuan >75%

    Contoh:

    Cangkringan lempung, lereng 10 -20 persen, amat sangat berbatu.

    Ciapus lempung, lereng 15 - 30 persen, berbatuan (rubly).

    5. Fase lereng

    F