i
OPTIMASI LAMA PERENDAMAN LARUTANBUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP
DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Tilapia nilotica)
INRIYANI(105 94 00653 11)
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2015
ii
OPTIMASI LAMA PERENDAMAN LARUTANBUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L)TERHADAP
DAYA TETAS TELUR IKAN NILA
SKRIPSI
INRIYANI(105 94 00653 11)
SkripsiSebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Perikanan pada Program StudiBudidaya Perairan
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2015
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Optimasi Lama Perendaman Larutan Buah Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L) Terhadap Daya Tetas Telur Ikan Nila (Tilapia nilotica)
adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri yang belum diajukan oleh
siapapun, bukan merupakan pengambil alihan tulisan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebut kedalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Makassar, September 2015
INRIYANINim: 105 94 00653 11
vi
ABSTRAK
INRIYANI. 105 94 00653 11. Optimasi Lama Perendaman Larutan BuahBelimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)Terhadap Daya Tetas Telur Ikan Nila(Tilapia Nilotica) Dibimbing oleh DARMAWATI dan ABDUL MALIK.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan optimasi lama perendamanlarutan buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)terhadap daya tetas telur ikannila (Tilapia nilotica). Metode penelitian yang digunakan adalah telur ikan nilayang diperoleh dari Balai Benih Ikan (BBI) yang berasal dari pemijahaan alami.Telur yang digunakan sebanyak 50 butir/wadah penelitian. Jumlah wadahpenelitian sebanyak 12 buah dengan kapasitas masing-masing wadah sebanyak 5liter air. Wadah penelitian diisi air sebanyak 1 liter. Perlakuan yang dicobakanadalah perendaman larutan buah belimbing dengan dosis berbeda dalammencegah bakteri dan jamur pada telur ikan nila. Pada penelitian ini terdapat 4perlakuan, lama perendaman 5 menit (perlakuan A), lama perendaman 10 menit(perlakuan B) , lama perendaman 15 menit (perlakuan C), tanpa perendamanlarutan buah belimbing (perlakuan D). Dengan dosis masing-masing (A,B dan C)perlakuan 4000 ppm. Hasil penelitian yang dilakukan selama 1 bulanmenunjukkan bahwa daya tetas tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu lamaperendaman 10 menit dengan daya tetas rata-rata 93,33%. Disarankan untukmenguji lama perendaman 10 menit dengan menambah kepadatan telur. Selain itudalam penetasan telur, kualitas air harus dalam kondisi layak dalamperkembangan telur hingga menjadi larva.
Kata Kunci: Larutan Buah Belimbing atau Ekstrak Buah Belimbing, Daya TetasTelur Ikan Nila
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan hidaya dan rahmat-Nya, tak lupa pula kami kirimkan shalawat
kepada Rasulullah Muhammad SAW pengembang amanah mulia dan guru ilmu
pengetahuan bagi umat manusia. Sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini dengan judul Optimasi Lama Perendaman Larutan Buah Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Terhadap Daya Tetas Telur Ikan Nila (Tilapia
nilotica) di Balai Benih Ikan (BBI) Limbung, Kelurahan Kalebajeng Kecamatan
Bajeng Kabupaten Gowa
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini
terdapat banyak kekurangan dan kendala yang dihadapi, namun berkat kesabaran,
petunjuk, saran, dan bantuan dari berbagai pihak, Alhamdulillah skripsi ini dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan yang
sangat tulus serta mendalam kepada Ibu Ir. Darmawati, M.Si. sebagai
pembimbing pertama yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, arahan, dan saran dalam menyusun skripsi ini, Bapak Abdul Malik,
S.Pi, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam menyusun skripsi ini,
Bapak Dr.Ir Abdul Haris, M. Si. selaku penguji pertama yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk menguji, memberikan arahan, dan saran dalam
menyusun skripsi ini, dan Ibu Ir Andi Khaeriyah, M. Pd selaku penguji kedua
viii
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya dalam penyusunan skripsi
ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya ucapkan kepada
Bapak Kepala Balai Benih Ikan (BBI) Limbung beserta staf dan pegawai yang
telah memberikan bantuan berupa ijin dan fasilitas selama penelitian.
Besar harapan saya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada
pihak pembaca terutama bagi penulis sendiri dan selalu mendapat ridho Allah
SWT. Amin.....
Makassar, September 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
No Teks Halaman
Sampul iHalaman Sampul iiHalaman Pengesahan iiiHalaman Pengesahan Komisi Penguji ivPernyataan Mengenai Skripsi Dan Sumber Informasi vAbstrak viKata Pengantar viiDaftar Isi ixDaftar Tabel xiiDaftar Gambar xiiiDaftar Lampiran xiv
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 11.2. Tujuan dan Kegunaan 3
II. Tinjauan Pustaka
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Tilapia nilotica) 42.2. Telur Ikan Nila 52.3. Jamur Saprolegnia sp 72.4. Klasifikasi Dan Morfologi Buah Belimbing wuluh 9
(Averrhoa bilimbi L)2.5. Kandungan Kimia Buah Belimbing wuluh 122.6. Parameter Kualitas Air 6 12
2.6.1. Suhu 122.6.2. Dissolved Oxygen (DO) 132.6.3. Derajat Keasaman (PH) 13
III. Metode Penelitian
3.1. Waktu dan Tempat 143.2. Alat dan Bahan 143.3. Prosedur Penelitian 15
3.3.1. Persiapan Wadah Penelitian 153.3.2. Persiapan Wadah Penelitian 153.3.3. Pembuatan Larutan Buah Belimbing wuluh 16
3.4. Perlakuan dan Penempatan Wadah Penelitian 173.5. Peubah Yang di Amati 17
x
3.5.1. Daya Tetas Telur Ikan Nila 173.5.2. Analisa Kualitas Air 18
3.6. Analisis Data 18IV. Hasil dan Pembahasan
4.1. Daya Tetas Tekur Ikan Nila 204.2. Parameter Kualitas Air 21
V. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan 245.2. Saran 24
Daftar Pustaka 25Lampiran 28
xi
DAFTAR TABEL
1. Alat dan Kegunaan 142. Bahan dan Kegunaan 153. Presentase daya tetas telur ikan nila (Tilapia nilotica) 194. Kisaran parameter kualitas air media penetasan telur ikan nila 22
xii
DAFTAR GAMBAR
1. Ikan Nila (Tilapia nilotica) 42. Telur ikan Nila (Tilapia nilotica) 63. Jamur jamur Saprolegnia sp 74. Siklus Jamur saprolegnia sp 95. Buah Belimbing (Averrhoa bilimbi L) 106. Rata-rata daya tetas telur ikan nila setiap perlakuan 20
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Banyaknya telur yang berhasil menjadi larva pada akhir penelitian 292.Uji analisis varians 303. Uji lanjut dengan metode LSD 314. Foto-foto penelitian. 32
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Budidaya ikan nila (Tilapia nilotica) mempunyai prospek yang bagus
untuk dikembangkan di Indonesia, karena budidayanya dapat dilakukan di tambak
dan Karamba Jaring Apung (KJA) di perairan umum. Ikan nila (Tilapia nilotica)
mudah berkembang biak, pertumbuhannya cepat, ukuran badan relatif besar,
tahan terhadap penyakit, mudah beradaptasi dengan lingkungan, harganya relatif
murah dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi sebagai sumber protein
hewani. Ikan nila (Tilapia nilotica) merupakan jenis ikan omnivore, artinya dapat
memakan tumbuhan maupun hewan (Wardoyo, 2005). Kendala yang dihadapi
pembudidaya ikan saat ini adalah kurangnya daya tetas telur ikan, serta benih
yang berkualitas akibat adanya serangan jamur pada saat penetasan telur.
Timbulnya jamur pada telur ikan nila disebabkan oleh kualitas air yang
tidak sesuai, sehingga terjadi kematian massal pada larva di pembenihan.
Kemudian terjadi kematian tersebut seringkali dikaitkan dengan bakteri patogen
oportunis (Skjermo dan Vadstein, 1999). Vibrio telah dilaporkan sebagai
penyebab untuk sejumlah wabah penyakit (Alavandi et al, 2004 : Kennedye et al,
2006)
Jamur Saprolegnia sp berbentuk benang menyerupai kapas, berwarna
putih sampai kelabu dan coklat (Klinger dan Francis-Floyd dalam Wahyuningsih,
2006). Jamur ini berkoloni pada telur yang telah mati, menghasilkan miselia kusut
yang berlebih sehingga mengakibatkan matinya telur hidup yang berada disekitar
2
telur mati tersebut. Jamur tersebut akan terganggu respirasi telur, akhirnya mati
sebelum menetas. Menurut Bauer, et al., dalam Wahyuningsih 2006, jamur akan
mengahalangi masuknya air yang mengandung oksigen dalam telur, sehingga
mengganggu pernapasan telur ikan.
Pencegahan dan pemberantasan jamur Saprolegnia sp dapat dilakukan
dengan menggunakan obat-obatan sintetis maupun bahan-bahan obat alami.
Penanggulangan penyakit ikan budidaya dengan menggunakan obat sintetis sangat
beresiko karena dapat menimbulkan resistensi terhadap bakteri dan jamur, perlu
biaya tinggi serta dapat mencemari lingkungan (Wahyuni, 2004). Alternatif yang
dapat dijadikan pilihan adalah penggunaan bahan-bahan obat alami salah satunya
dengan menggunakan buah belimbing (Averrhoa bilimbi L).
Buah belimbing wuluh mengandung tanin, sulfur, asam format, dan kalium sitrat
(Wijayakusuma, 2006). Buah belimbing wuluh mengandung tanin sedangkan batangnya
mengandung alkaloid dan polifenol (Anonymouse, 2008). Penelitian Fahrani (2009)
menunjukkan bahwa ekstrak buah belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin dan
tanin. Dalimartha (2000) menjelaskan bahwa didalam daun belimbing selain tanin juga
mengandung sulfur, asam format, kalsium oksalat dan kalium sitrat.
Pada penelitian sebelumnya, optimasi lama perendaman larutan buah belimbing
(Averrhoa bilimbi L) dengan dosis berbeda terhadap daya tetas telur ikan nila (Tilapia
nilotica) (Syamsuardi, 2014). Diperoleh data bahwa penggunaan dosis 4000 ppm dapat
menghasilkan daya tetas telur (hatching rate) mencapai 93,33%, dengan lama
perendaman 5 menit. Lama perendaman tersebut didasari pada penelitian sebelumnya
yang merendam telur ikan nila dengan formalin dengan dosis 6 ml/liter air. Data tersebut
tentunya belum dapat dijadikan patokan mengingat dosis dan jenis bahan yang berbeda
3
antara buah belimbing dan formalin. Hal yang mendasari perlunya dilakukan penelitian
untuk mengetahui lama perendaman yang ideal dengan menggunakan dosis 4000 ppm.
Martini, 2005 menyatakan bahwa lama perendaman yang tidak tepat dapat membunuh
jamur serta dapat mematikan telur ikan tersebut.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan lama
perendaman larutan buah belimbing wuluh terhadap daya tetas telur ikan nila
(Tilapia nilotica).
Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang
lama perendaman larutan buah belimbing wuluh yang optimasi untuk mengatasi
infeksi jamur Saprolegnia sp kepada masyarakat pembudidaya dan Sebagai upaya
dalam memperoleh benih ikan nila yang berkualitas, kuantitas dan tepat waktu.
4
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Tilapia nilotica)
Menurut Saanin (1984) klasifikasi ikan nila (Tilapia nilotica) sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Family : Cichlidae
Genus : Tilapia
Spesies : Tilapia nilotica
Gambar Ikan nila (Tilapia nilotica)
5
Ikan Nila adalah memiliki bentuk yang pipih kearah vertical (kompres),
bertulang belakang (vertebrata). Habitatnya perairan, bernafas dengan insang dan
menjaga keseimbangan tubuh menggunakan sirip. Sirip-sirip tersebut bersifat
Poikilotermal. Pada sirip ekor tampak jelas garis-garis yang vertical dan pada sirip
punggungnya garis terlihat condong lekuknya.Ciri ikan nila adalah garis-garis
vertikal berwarna hitam pada sirip, ekor, punggung dan dubur. Pada bagian sirip
caudal/ ekor yang berbentuk membulat warna merah dan biasa digunakan sebagai
indikasi kematangan gonad. Pada rahang terdapat bercak kehitaman.Sisik ikan
nila adalah tipe scenoid. Ikan nila juga ditandai dengan jari-jari darsal yang keras,
begitupun bagian awalnya. Dengan posisi siap awal dibagian belakang sirip dada
(Abdormal) (Sudjana, A. 2008).
2.2. Telur Ikan Nila
Pengaruh salinitas terhadap daya tetas bahkan lebih dini, yakni sudah
terlihat nyata pada salinitas 7 ppt. Akan tetapi kondisi 7-14 ppt tidak
menunjukkan perbedaan daya tetas yang signifikan (p>0,05) daya tetas telur ikan
nila menurun lebih dini pada salinitas diatas 7 ppt walaupun dengan perbedaan
yang lebih rendah. Seperti yang dilaporkan Watanabe & Kuo (1985), kemampuan
telur untuk menetas sebenarnya sama pada semua salinitas namun kematian
muncul setelah beberapa saat paska menetas.
Fekunditas ikan nila menurun pada perlakuan 14 ppt lebih awal apabila
dibandingkan daya pijahnya. Terlihat berdasarkan pengaruh salinitas terhadap
fekunditas fungsional induk ikan nila terendah terdapat pada salinitas 21 ppt.
Hasil kajian Watanabe, (1990) juga menyatakan penurunan produktivitas dengan
6
meningkatnya kadar garam sama dengan beberapa penelitian lain dengan strain
yang berbeda seperti Red Florida.
Fekunditas pada suatu spesies ikan dapat berbeda antara satu individu
dengan individu lainnya. Fekunditas mempunyai keterpautan dengan umur,
panjang, dan bobot individu. Ali (2005) menyatakan bahwa jumlah fekunditas
pada spesies yang sama dapat dipengaruhi oleh ukuran tubuh, umur, lingkungan,
dan ukuran diameter telur. Fekunditas ikan cenderung meningkat dengan
bertambahnya ukuran badan, yang dipengaruhi oleh jumlah makanan dan faktor-
faktor lingkungan lainnya seperti suhu dan musim.
Gambar 2 Telur Ikan Nila
7
2.3. Jamur Saprolegnia sp
Menurut Kabata (dalam Syamsuardi, 2014), Klasifikasi Jamur
Saprolegnia Sp adalah :
Filum : Phycomyphita
Kelas : Oomycetes
Ordo : Saprolegniales
Famili : Saprolegniaceae
Genus : Saprolegnia
Spesies : Saprolegnia sp
Jamur Saprolegnia mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:
1. Menghasilkan zoospora yang dapat bergerak bebas dengan dua flagella.
Zoospora ini dihasilkan oleh zoosporangia. Memiliki selulosa dalam ruang
selnya.
2. Sel tubuh menghasilkan filamen yang disebut hifa tanpa septa dan
bercabang.
3. Saprolegnia mempunyai bentuk yang paling umum disebut hifa, berbentuk
benang dan tidak memiliki segmen.
8
Gambar 3 jamur Saprolegnia sp
Jamur Saprolegnia berkembang biak secara vegetatif (reproduksi aseksual)
dan generatif (reproduksi seksual). Jamur Saprolegnia bersifat homothalic yang
artinya dalam setiap individu memiliki 2 organ seksual yaitu jantan dan betina
(Espeland dan Hensen 2004). Miselium terdiri dari beberapa hifa dan masing-
masing hifa seperti satu sel besar dengan banyak nucleus oleh karena dinding sel
tidak ada. Pada hifa terdapat dua organ kelamin jantan dan betina yang terpisah
yaitu antheridium dan oogonium secara berurut (Espeland dan Hensen 2004).
Pembelahan miosis terjadi untuk menghasilkan nuclei jantan dan telur
betina. Antheridia tumbuh ke arah oogonia dan menghasilkan pipa pembuahan
yang menembus oogonia. Pembuahan terjadi ketika nucleus jantan menekan pipa
fertilisasi ke sel telur dan menyatu dengan nuclei betina. Peristiwa tersebut
menghasilkan dinding zygote yang tebal yang disebut oospora. Setiap oospora
berkecambah menjadi hifa baru yang akan menghasilkan zoosporangium. Dari
zoosporangium inilah reproduksi aseksual terjadi.
9
Pada reproduksi seksual dimulai dengan pecahnya zoosporangium yang
kemudian melepaskan zoospora dengan dua flagella yang berenang beberapa saat
sebelum membentuk kista. Martini (2005), menyatakan bahwa zoospora
mempunyai waktu yang relatif pendek untuk berenang sekitar kurang dari 1 jam.
Setelah kurang lebih satu jam, kista tersebut mulai bertunas (tumbuh hifa) atau
pecah mengeluarkan zoospora sekunder. Zoospora sekunder ini bentuknya
berbeda dengan zoospora yang pertama mempunyai flagella pada sisinya dan
tahan lebih lama dari zoospora yang pertama. Kadang-kadang zoospora sekunder
mempunyai kista pula, tetapi pada akhirnya akan tumbuh tunas dan membentuk
hifa baru.
Gambar 4 Siklus Jamur saprolegnia sp
2.4. Klasifikasi Dan Morfologi Buah Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)
Buah Belimbing wuluh atau disebut juga belimbing sayur, belimbing
asam dengan nama latin( Averrhoa bilimbi L) merupakan tanaman yang mempunyai
buah berasa asam yang kaya khasiat sering digunakan sebagai bumbu sayuran atau
campuran jamu. Buah belimbing atau belimbing sayur diduga berasal dari kepulauan
10
Maluku dan kini tersebar ke seluruh Indonesia dan negara-negara sekitar seperti Filipina,
Myanmar, dan Srilanka.
Menurut Dasuki (1991) taksonomi Buah belimbing wuluh tanaman buah
belimbing sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Devisi : Magnoliophyta
Kls : Magnoliopsida
Ordo : Oxalidales
Famili : Oxalidacae
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa
Gambar 5. Buah Belimbing (Averrhoa bilimbi L)
Buah belimbing wuluh pohonnya tergolong kecil, tinggi mencapai 10 m
dengan batang tidak begitu besar, kasar berbenjol-benjol, dan mempunyai garis
tengah hanya sekitar 30 cm. Percabangan sedikit, arahnya condong ke atas,
cabang muda berambut halus seperti beludru berwarna coklat muda. Bentuk daun
11
menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Bunga berukuran kecil dan
berbentuk menyerupai bintang, warnanya ungu kemerahan. (Wijayakusuma,
2006).
Buah belimbing wuluh dapat tumbuh baik di tempat-tempat terbuka yang
mempunyai ketinggian kurang dari 500 meter di atas permukaan laut. Tanaman
ini tumbuh baik di daerah tropis dan di Indonesia banyak dipelihara di pekarangan
atau kadang tumbuh liar di ladang atau tepi hutan. Tumbuhan buah belimbing
menghasilkan buah berwarna hijau dan kuning muda atau sering juga disebut
berwarna putih (Thomas, 1992). Buah belimbing (Averrhoa bilimbi L) atau sering
disebut belimbing asam merupakan salah satu tanaman yang tumbuh subur di
seluruh daerah di Indonesia khususnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Tanaman ini termasuk salah satu jenis tanaman tropis yang mempunyai kelebihan
yaitu dapat berbuah sepanjang tahun (Amnur 2008)
Manfaat buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat
dimanfaatkan sebagai pengawet alami ikan nila. Ikan nila mudah busuk bisa
diawetakan dengan ekstrak buah belimbing dan sebagai bahan obat tradisional.
Selain buah, daun dan batangnya juga bisa dijadikan campuran obat. Ini lantaran
beberapa zat kimia yang terkandung pada tanaman seperti sponin, tanin,
glucoside, kalsium oksalat, sulfur, asal format, dan peroksidase yang terkandung
pada batang belimbing. Juga tanin, sulfur, asal sulfat, peroksidase, kalsium oksalat
dan kalium sitrat pada daunnya. Sedangkan buah belimbing sendiri berkhasiat
sebagai analgesik, dan diuretik.
12
2.5. Kandungan Kimia Buah Belimbing wuluh
Buah belimbing wuluh mengandung senyawa saponin, tanin, glukosida,
kalsium oksalat, sulfur, asam format. Daun belimbing mengandung tanin, sulfur,
asam format, dan kalium sitrat Wijayakusuma (2006). Sedangkan batangnya
mengandung alkaloid dan polifenol (Anonimouse, 2008). Penelitian Fahrani
(2009) menunjukkan bahwa ekstrak buah belimbing mengandung flavonoid,
saponin dan tanin. Daun belimbing selain tanin juga mengandung sulfur, asam
format , kalsium oksalat dan kalium sitrat. Bahan aktif pada daun belimbing yang
dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin. Tanin ini juga digunakan sebagai
astringent baik untuk saluran pencernaan maupun kulit dan juga dapat digunakan
sebagai obat diare. Buah belimbing juga mengandung senyawa peroksida yang
dapat berpengaruh terhadap antipiretik, peroksida merupakan senyawa
pengoksidasi dan kerjanya tergantung pada kemampuan pelepasan oksigen aktif
dan reaksi ini mampu membunuh banyak mikroorganisme.
2.6. Parameter Kualitas Air
Kualitas air merupakan suatu peubah yang dapat mempengaruhi
pengelolaan, kelangsungan hidup, pembenihan, serta produksi ikan. Kondisi air
harus disesuaikan dengan kondisi optimal bagi kebutuhan biota yang dipelihara
(Mulyanto, 1992).
2.6.1. Suhu
Kehidupan ikan, temperatur sangat berpengaruh karena pada keadaan
umum menunjukkan bahwa reaksi biologi dan kimia meningkat dua kali, untuk
13
kenaikan ideal suhu sebesar 10ºC. Djarijah (2001), mengemukakan bahwa suhu
air selama penetasan telur dipertahankan pada kisaran suhu 22°C – 24°C.
Nugroho et al (2014) mengemukakan bahwa pada suhu 23 – 26°C telur ikan nila
menetas dalam 2- 4 hari (144 jam).
2.6.2. Dissolved Oxygen (DO)
Kandungan oksigen terlarut optimal adalah 5 mg/ L dan lebih baik jika 7
mg/L. Oksigen terlarut dalam air sebanyak 5-6 mg/L dianggap paling ideal untuk
tumbuh dan berkembang biak ikan dalam kolam (Susanto, 2003). Alabster dan
Lloyd (dalam Anha 1993), mengemukakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut
minimal untuk penetasan telur adalah 5 ppm.
2.6.3. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) optimal untuk kehidupan ikan berkisar antara 6,5-9
Derajat keasaman air yang sangat rendah atau sangat asam dapat menyebabkan
kematian ikan. Sedangkan pH yang baik bagi perkembangan telur ikan nila adalah
7-8 (Pusat Penyuluhan Kelautan Dan Perikanan 2011).
14
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2015,
yang dimulai dari tahap persiapan sampai telur menetas menjadi larva. Bertempat
di Balai Benih Ikan (BBI) Limbung, Kelurahan Kalebajeng Kecamatan Bajeng
Kabupaten Gowa.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian disajikan pada Table 1.
Table 1. Alat dan kegunaan yang dipergunakan selama penelitian.
No Nama Alat Kegunaan
1 Toples volume 5 liter air Wadah penetasan dan perendaman telur
2 Waskom Untuk menampung air media
3 Perlengkapan Aerasi Untuk mensuplai oksigen
4 Timbangan Untuk menimbang
5 Kompor Untuk memasak larutan buah belimbing
6 Panci Untuk memasak larutan buah belimbing
7 Gelas ukur 1 L Untuk menakar jumlah air media
8 Saringan Untuk menyaring larutan buah belimbing
9 Blower Untuk mensuplai oksigen
10 DO Meter Untuk mengukur DO
11 Thermometer Untuk mengukur suhu
12 pH Meter Untuk mengukur Ph
15
Bahan yang digunakan pada penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan Kegunaan yang dipergunakan selama penelitian.
No Bahan Kegunaan
1 Telur ikan nila Telur uji
2 Buah Belimbing wuluh Antibiotik alami
3 Akuades Untuk campuran larutan buah belimbing
4 Air tawar Media penelitian
3.3. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian yang dilakukan meliputi persiapan wadah
penelitian, persiapan media penetasan, persiapan larutan buah belimbing dan
pengujian lama perendaman larutan buah belimbing.
3.3.1. Persiapan Wadah Penelitian
Penelitian ini menggunakan toples plastik bervolume 3 liter air sebagai
wadah penetasan. Toples dicuci bersih dengan menggunakan deterjen, dibilas
dengan air bersih, dan dijemur. Siap wadah penetasan ditandai dengan sudah
keringnya wadah tersebut. Toples berkapasitas 5 liter air sebanyak 12 buah
kemudian diisi dengan air media dari sumber air yang sama masing-masing 1 liter
air. Wadah penelitian juga dilengkapi aerasi untuk mensuplai oksigen pada setiap
media penetasan.
Sumber air yang digunakan pada penelitian adalah air dari sumur bor. Air
tersebut kemudian ditampung dengan menggunakan waskom. Setiap toples kan
16
diisi masing-masing 1 liter air, kemudian dipasang perlengkapan aerasi untuk
mensuplai oksigen.
3.3.2. Pembuatan Larutan Buah Belimbing wuluh
Untuk membuat larutan buah belimbing diawali dengan pencucian buah
belimbing hingga bersih, kemudian 4 buah belimbing dengan berat 4 gram direbus
kedalam 1 liter air, setelah mendidih diangkat dan didinginkan. Air rebusan
tersebut disaring dengan menggunakan saringan, lalu diisi kedalam media
perendaman sebanyak 12 wadah. Hal ini dikarenakan wadah perendaman yang
berjumlah 12 buah dan diisi larutan masing-masing 4 ml/ llter . Hal ini lakukan
untuk mempermudah penentuan dosis, dan meningkatkan konsentrasi zat aktif
pada bahan obat (Yuliani, 1992).
3.3.3. Pengujian Larutan Buah Belimbing wuluh
Telur dihitung sebanyak 50 butir/wadah dengan cara pengambilan induk
yang suda ada telur dimulutnya, dikasi keluar dan dikasi masuk kedalam setiap
wadah penetasan tanpa menyentuh telur tersebut. Telur kemudian direndam
dengan larutan buah belimbing 4 ml sesuai dengan konsentrasi 4000 ppm. Wadah
perendaman berjumlah 12 buah. Jumlah wadah perendaman adalah berasal 3
perlakuan dan 3 ulangan. Perendaman larutan buah belimbing dari semua
perlakuan dilakukan secara bertahap. telur yang telah direndam dengan waktu
perendaman berbeda, selanjutnya dipindahkan ke wadah penetasan yang telah
disiapkan sebelumnya. Wadah penetasan diisi air sebanyak 1 liter air dan masing-
masing wadah penetasan dilengkapi aerasi untuk mensuplai oksigen.
17
3.4. Perlakuan dan Penempatan Wadah Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan 3 ulangan sehingga berjumlah 12 unit (Gazper, 1991).
Adapun perlakuan lama perendaman dengan menggunakan konsentrasi
4000 ppm yang akan diuji pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Perlakuan A : Lama perendaman 5 menit
Perlakuan B : Lama perendaman 10 menit
Perlakuan C : Lama perendaman 15 menit
Perlakuan D : Kontrol
3.5. Peubah Yang di Amati
3.5.1. Daya Tetas Telur Ikan Nila
Pengamatan dilakukan terhadap telur-telur yang menetas dan telur yang
tidak menetas. Setelah 144 jam atau 2 sampai 4 hari telur menetas menjadi larva,
hasil tersebut sesuai pernyataan Nugroho (2014), yang menyatakan bahwa telur
menetas menjadi larva dalam waktu kurang lebih 2 - 4 hari. Untuk menghitung
jumlah telur yang menetas dilakukan dengan cara menghitung larva satu per satu
pada setiap wadah penetasan.
Menurut Suseno (1983) dalam (Putra, 2010), daya tetas telur ikan dapat
dihitung dengan cara menghitung larva satu persatu kemudian dinyatakan dalam
persen dengan rumus:
18
Daya tetas telur (HR) = x 100%
Dimana :
HR = Daya tetas telur (Hatching rate).
3.5.2. Analisa Kualitas Air
Pengamatan tidak hanya dilakukan pada telur-telur dan jumlah larva, akan
tetapi pengamatan juga mencakup kualitas air seperti, pH, suhu, dan oksigen
terlarut (DO). Pengukuran kualitas air akan dilakukan 2 kali dalam sehari, yaitu
jam 07.00 pagi, dan jam 5.00 sore.
3.5.3. Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan lama waktu perendaman larutan
buah Belimbing yang berbeda dengan konsentarsi 4000 ppm terhadap jumlah telur
yang berhasil menetas menjadi larva, maka akan dilakukan analisis dengan
menggunakan analisis sidik ragam. Apabila hasilnya menunjukkan adanya
pengaruh, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk
mengetahui perbedaan diantara perlakuan (Gasper, 1991).
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Daya Tetas Tekur Ikan Nila
Setelah penelitian dilakukan, maka diperoleh data perhitungan presentase
daya tetas telur ikan nila (hatching rate) dan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Presentase (%) daya tetas telur ikan nila (Tilapia nilotica) pada setiap
perlakuan.
PerlakuanUlangan
Rata-rata1 2 3
A 100 70 70 80.00B 100 100 80 93.33C 60 60 70 63.33
Kontrol 30 30 30 30.00
Pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa perlakuan dengan perendaman larutan
buah belimbing, diperoleh rata-rata presentase daya tetas telur tertinggi pada
perlakuan B dengan lama perendaman Sepuluh menit yaitu dengan presentase
telur yang menetas yaitu 93.33%, disusul perlakuan A dengan lama perendaman
lima menit yaitu 80%, kemudian perlakuan C lama perendaman lima belas menit
yaitu 63.33%.
Berdasarkan Anova (Lampiran 3), bahwa perlakuan perendaman larutan
buah belimbing dengan dosis berbeda, di peroleh hasil rata-rata berbeda sangat
nyata terhadap perlakuan lama perendaman pada tingkat kepercayaan 95 %. Hasil
uji lanjut dengan metode LSD (Lampiran 4), menujukkan bahwa perlakuan A
(lama perendaman 5 menit) tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan B (lama
20
perendaman 10 menit), dan C (lama perendaman 15 menit). Perlakuan B (lama
perendaman 10 menit) berpengaruh terhadap perlakuan C (lama perendaman 15
menit), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan A (lama perendaman 5
menit). Perlakuan C (lama perendaman 15 menit), berpengaruh dengan perlakuan
B (lama perendaman 10 menit), namun tidak berpengaruh dengan perlakuan A.
Gambar 6. Rata-rata daya tetas telur ikan nila setiap perlakuan
Berdasakan gambar diatas menunjukan bahwa perlakuan B dengan lama
perendaman 10 menit dapat memberikan daya tetas telur yang tinggi yaitu 93,33.
Tingginya presentase daya tetas telur ikan nila pada dengan lama perendaman 10
menit, disebabkan oleh lama perendaman yang terdapat pada larutan cukup dapat
melindungi telur dari infeksi bakteri dan jamur. Senyawa anti bakteri yang
terkandung dalam larutan seperti saponin dan tanin cukup dapat mencegah infeksi
jamur pada telur.
80,00
93,33
63,33
30.00
0,0010,0020,0030,0040,0050,0060,0070,0080,0090,00100,00
1 2 3 4
Day
aT
etas
Ikan
Nila
(%)
Perlakuan
21
Buah belimbing mengandung banyak vitamin C yang berguna sebagai
penambah daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap berbagai penyakit.
Belimbing wuluh mempunyai kandungan unsure kimia yang di sebutasam oksalat
dan kalium (Iptek, 2007). Sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaaan kandungan
kimia belimbing wuluh yang dilakukan Herlih (1993), menunjukkan bahwa buah
belimbing wuluh mengandung golongan senyawa oksalat, fenol, flavenoid dan
pectin. Flavonoid di duga merupakan senyawa antibakteri yang terkandung dalm
buah belimbing wuluh (Zakaria et. al., 2007). Dalam kandungan buah belimbing
terdapat senyawa antrakunion. Yang mana menurut pernyataan Robinson, (1995),
bahwa antrakuinon merupakan senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut dalam
pelarut organik dan basa. Turunan kuinon ini efektif dalam menghambat bakteri
gram negatif dengan menghambat sintesis DNA bakteri, sehingga tidak terjadi
replikasi DNA bakteri dan bakteri tidak dapat terbentuk secara utuh.
Pada perlakuan C rendahnya daya tetas telur ini dikarenakan bahwa
larutan buah belimbing yang terdapat pada perlakuan C dosis pengunaan larutan
yang lebih banyak dari perlakuan A dan B. Sehingga daya toksisnya tidak dapat
menekan bakteri dan jamur. Karena semakin tinggi dosis maka dapat merubah
media hidup bagi organism tersebut. Nabib dan Pasaribu (1989) menyatakan
bahwa munculnya penyakit jamur disebabkan adanya perubahan lingkungan yang
disebabkan oleh perubahan suhu, pemakaian antibiotik dan tingkat kebersihan
tambak atau kolam yang tidak diperhatikan yang menyebabkan terganggunya
keseimbangan lingkungan dan menurunkan daya tahan tubuh ikan. Menurut
Wahyuningsih (2006), jamur yang menempel pada lendir akan menghalangi
22
masuknya air yang mengandung oksigen dalam telur, sehingga mengganggu
pernapasan dan membuat telur mati sebelum menjadi larva.
4.2. Parameter Kualitas Air
Selama penelitian berlangsung dilakuan pengukuran kualitas air media
pemeliharaan meliputi pH, dan suhu. Nilai parameter kualitas air media
pemeliharaan disajikan pada table 4.
Tabel 4. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan telur ikan nila setiapperlakuan selama penelitian.
ParameterPerlakuan
A B C D
pH 6,7 – 8,05 6.9 – 8,12 6,8 – 8,08 6,7 – 8,12
Suhu (°C) 22-27 22-27 22-27 22-27Sumber : Data yang diolah
Kisaran pH air media pemeliharaan telur ikan nila untuk semua perlakuan
selama penelitian berkisar antara 6,70 – 8,12. Kisaran ini masih dalam batas
yang layak untuk kehidupan telur hingga menjadi larva ikan nila. Pernyataan ini
sesuai pendapat Sucipto (2005) yang menyatakan bahwa pH yang dapat
ditoleransi oleh ikan nila berkisar antara 6,5 – 8,5.
Suhu air media pemeliharaan telur ikan nila untuk semua perlakuan selama
penelitian yaitu berkisar antara 27-30ºC, kisaran ini juga masih dalam toleransi
benih ikan nila. Pernyataan ini juga sesuai dengan pendapat Bernard, T, dkk
(2010) yang menyatakan untuk hidup optimal ikan nila membutuhkan suhu yang
berkisar antara 25-30ºC. sedangkan untuk telur ikan nila menurut Djarijah (2001),
23
yang menyatakan bahwa suhu air selama penetasan telur dipertahankan pada
kisaran suhu 22°C-24°C. Nugroho mengemukakan bahwa pada suhu 23-26°C
telur ikan nila menetas dalam 2 - 4 hari (rata-rata 144 jam).
24
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan.
Penelitian lama perendaman larutan buah belimbing dengan dosis 4000 ppm yang
telah dilakukan bahwa presentase daya tetas tertinggi pada perlakuan dengan lama
perendaman 10 menit yaitu 93,33%. Di peroleh hasil rata-rata tidak berbeda nyata
terhadap pada tingkat kepercayaan 95 %. Hasil pengukuran parameter kualitas air
dari setiap perlakuan masih dalam kondisi layak dalam mendukung perkembangan
telur hingga menjadi larva.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan untuk melanjutkan hasil
penelitian ini. Dengan menggunakan ekstrak buah belimbing dengan menambah
kepadatan telur untuk menguji dosis 4000 ppm agar lebih maksimal dalam
penetasan telur. Selain itu dalam penetasan telur, kualitas air harus dalam kondisi
layak dalam perkembangan telur hingga menjadi larva.
25
DAFTAR PUSTAKA
Abdormal (Sudjana A, 2008) Ikan nila juga ditandai dengan jari-jari darsal yangkeras begitupun bagian awalnya. Dengan posisi siap awal dibagianbelakang Sirip dada.
Ali 2005 menyatakan bahwa jumlah fekunditas pada spesies yang sama dapatdipengaruhi oleh ukuran tubuh, umur, lingkungan, dan ukuran diametertelur.
Alavandi et al, 2004 : Kennedye et al, 2006 Vibrio telah dilaporkan sebagaipenyebab untuk sejumlah wabah penyakit.
Amri 2006 Pakan yang diberikan pada ikan hendaknya bermutu baik sesuaidengan Kebutuhan ikan, tersedia setiap saat, dapat menjamin kesehatandan harganya murah.
Amnur 2008 Tanaman ini termasuk salah satu jenis tanaman tropis yangmempunyai kelebihan yaitu dapat berbuah sepanjang tahun.
Anonymouse, 2008 Buah belimbing wuluh mengandung tanin sedangkanbatangnya mengandung alkaloid dan polifenol.
Bauer, et, al, dalam wahyuningsi 2006 jamur akan mengahalangi masuknya airyang Mengandung oksigen dalam telur, sehinggah memgganggupernapasan telur ikan.
Dasuki 1991 Taksonomi Buah belimbing tanaman buah belimbing wuluh.
Dalimartha 2000 Menjelaskan bahwa didalam daun belimbing selain tanin jugaMengandung sulfur, asam format, kalsium oksalat, dan kalium sitrat.
Djarijah 2001 mengemukakan bahwa suhu air selama penetasan telurdipertahankan Pada kisaran suhu 22%C-24°C.
Espeland dan Hensen 2004 Jamur Saprolegnia bersifat homothalic yang artinyadalam setiap individu memiliki 2 organ seksual yaitu jantan dan betina.
Fahrani, 2009 Penelitian Fahrani (2009) menunjukkan bahwa ekstrak buahbelimbing mengandung flavonoid, saponin, dan tanin.
26
Herlih, E.K., 2007, Pengaruh Air Perasan buah belimbing wuluh (Averrhoabilimbi L.) Terhadap Kadar Kolesterol serum Darah Tikus Putih, (Online(Http://wrintek. Ristek.go.id). Di akses 5 septemer 2015
Iptek, 2007, Belimbing Asam, (Online), (http://www.Iptek.net.id) di akses 5September 2015.
Mudjiman, 2002 Penyusunan ransum ikan sebaiknya digunakan protein yangberasal Dari sumber nabati dan hewani secara bersama – sama untukmencapai Keseimbangan nutrisi dengan harga relatif murah.
Mulyanto, 1992 Kondisi air harus disesuaikan dengan kondisi optimal bagiKebutuhan biota yang dipelihara.
Martini 2005 Menyatakan bahwa lama perendaman yang tidak tepat dapatmembunuh Jamur serta dapat mematikan telur ikan tersebut.
Nabib, R dan F. H, Pasaribu. 1989. Patologidan Penyakit Ikan. DepartemenPendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral pendidikan Tinggi. IPB.Bogor. 158 hal.
Nugroho et al (2014), yang menyatakan bahwa telur menetas menjadi larvadalam waktu kurang lebih 2 - 4 hari.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. EdisiKeenam.Terjemahan:K. Padmawinata. Institut Teknologi Bandung,Bandung.
Skjerno dan Vadstein, 1999 Kemudian terjadi kematian tersebut seringkalidikaitkan dengan bakteri patogen oportunis. Bogor putsaka
Saanin 1984 ) Klasifikasi ikan Nila (Tilapia nilotica)
Nugroho (2014), yang menyatakan bahwa telur menetas menjadi larva dalamwaktu kurang lebih 2 - 4 hari.
Thomas 1992 Tumbuhan buah belimbing wuluh menghasilkan buah berwarnahijau dan Kuning muda atau sering juga disebut berwarna putih.
Klinger dan Francis – floyd dalam wahyuningsih, 2006 Jamur Saprolegnia spBerbentuk benang menyerupai kapas, berwarna putih, sampai kelabu dancoklat.
27
Watanabe dan Kuo1985 Kemampuan telur untuk menetas sebenarnya sama padaSemua salinitas namun kematian muncul setelah beberapa saat paskamenetas.
Suseno (1983) dalam (Putra, 2010), daya tetas telur ikan dapat dihitung dengancara menghitung larva satu persatu kemudian dinyatakan dalam persen.
Zakaria, Z.A., Zaiton, H., Henie, E. F. P., Jais, A. MM., dan Zainuddin, E.N.H.,2007, In Vitro Antibakterial Activity if averrhoabilimbi L. Leaves andFruits Exctracts, Internasional Jurnal of Tropical Medicine, (online) 2(2):96-100, (Http://www. Medwelljournal.com) diakses pada tanggal 5september 2015.
28
Lampiran 1
Banyaknya telur yang berhasil menjadi larva pada akhir penelitian
Perlakuan UlanganAwal Penelitian Akhir Penelitian
Jumlah telur(butir)
Jumlah Larva(ekor)
Lama Perandaman A1 50 505 menit A2 50 35
A3 50 35Rata-rata 50 40.00
Lama Perandaman B1 50 5010 menit B2 50 50
B3 50 40Rata-rata 50 46.67
Lama Perandaman C1 50 3015 menit C2 50 30
C3 50 35Rata-rata 50 31.67Kontrol D1 50 15
D2 50 15D3 50 15
Rata-rata 50 15.00
29
Lampiran 2. Uji analisis varians
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Hasil
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4758.333a 3 1586.111 13.595 .002
Intercept 57408.333 1 57408.333 492.071 .000
Perlakuan 4758.333 3 1586.111 13.595 .002
Error 933.333 8 116.667
Total 63100.000 12
Corrected Total 5691.667 11
a. R Squared = .836 (Adjusted R Squared = .775)
30
Lampiran 3. Uji Anova
ANOVA
Hasil
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
(Combined) 4758.333 3 1586.111 13.595 .002
Linear
Term
Contrast 3375.000 1 3375.000 28.929 .001
Deviation 1383.333 2 691.667 5.929 .026
Within Groups 933.333 8 116.667
Total 5691.667 11
31
Lampiran 4. Uji lanjut dengan metode LSD
Multiple Comparisons
Hasil
LSD
(I)
Perlakua
n
(J)
Perlakua
n
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
A B -13.333 8.819 .169 -33.67 7.00
C 16.667 8.819 .095 -3.67 37.00
Kontrol 40.000* 8.819 .002 19.66 60.34
B A 13.333 8.819 .169 -7.00 33.67
C 30.000* 8.819 .009 9.66 50.34
Kontrol 53.333* 8.819 .000 33.00 73.67
C A -16.667 8.819 .095 -37.00 3.67
B -30.000* 8.819 .009 -50.34 -9.66
Kontrol 23.333* 8.819 .029 3.00 43.67
Kontrol A -40.000* 8.819 .002 -60.34 -19.66
B -53.333* 8.819 .000 -73.67 -33.00
C -23.333* 8.819 .029 -43.67 -3.00
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
32
Lampiran 4
Foto-foto Penelitian
RIWAYAT HIDUP
Inriyani, Asal Flores Nusa Tenggara Timur ( NTT )
lahir di Kolikapa 03 Oktober 1992. Anak kedua dari 3
bersaudara, anak dari pasangan Salahudin Saleh dan Siti
Fatimah Ipa. Penulis mengawali pendidikan formal di MIN
Negri Mbay. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan masa studi
di MTSN Negri Mbay, dan pada tahun 2007 penulis
melanjutkan studi di di MAN Negri Mbay.
Pada tahun 2011 Penulis di terima di Universitas Muhammadiyah Makassar
melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru ( SPMB ) dan sejak itu terdaftar
sebagai mahasiswa pada program studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan,
Fakultas pertanian. Dan mengakhiri masa studi dengan judul skripsi Optimasi Lama
Perendaman Larutan Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Terhadap Daya
Tetas Telur ikan Nila (Tilapia Niltica)
.
Top Related