MAKALAH
INGKAR AS-SUNNAH
OLEH
KELOMPOK 10
SYAHRIAL RAMADHAN
SISKA YANTI
SITI NURAINI
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKUTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2012/2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah kitab suci al-Qur'an, Hadits Nabi saw
telah disepakati oleh mayoritas ulama dan Umat Islam. Berbeda dengan al-Qur'an yang
semua ayat-ayat-nya disampaikan oleh Nabi saw secara mutawatir dan telah ditulis serta
dikumpulkan sejak Nabi saw masih hidup, serta dibukukan secara resmi sejak zaman
khalifah Abu Baqar Shiddiq (w.13 H). Sementara Hadits Nabi saw tidaklah
diriwayatkan secara mutawtir, dan peng-kodifikasian-nya pun baru dilakukan pada masa
khalifah Umar bin Abdul Aziz (w.101 H), salah seorang khalifah bani Umayyah.
Hal yang disebut terakhir (penangguhan kodifikasi), didukung oleh beberapa faktor
lainnya, oleh sekelompok kecil Umat Islam dijadikan sebagai alasan untuk menolak
otoritas Hadits Nabi saw sebagai hujjah atau sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan
diamalkan. (Ismail, 1995: 4) Kelompok ini dalam wacana ilmu Hadits, dikenal dengan
sebutan kelompok Ingkar Sunnah.
Sementara itu, as-Sunnah sebagai wahyu pendamping al-Qur'an, tidak bisa
dikesampingkan kedudukan dan fungsinya sebagai sumber hukum Islam orisinil.
Prinsip demikian merupakan fakta yang tidak bisa diganggu gugat sepanjang sejarah
Islam, dimana as-Sunnah selain berpungsi untuk menjelaskan, menafsirkan dan merinci
muatan-muatan universalitas al-Qur'an, ia juga menjadi teladan paripurna (uswatun
hasanah) dalam praktek ajaran Islam sehari-hari.
2
Mengesampingkan, apalagi menafikan kedudukan Sunnah sebagai wahyu, berarti
memenggal pilar utama yang menyangga tegaknya ajaran Islam itu sendiri dan
sekaligus menolak fungsi ke-Nabi-an Muhammad saw.
Dalam hal ini makalah akan dibahas tentang inkar sunnah, mulai dari pengertian,
tokohnya, sejarahnya, serta penyebab pengingkaran mereka terhadap sunnah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari inkar sunnah?
2. Bagaimana sejarah kemunculan serta tokoh inkar sunnah?
3. Apa ajaran pokok dalam inkar sunah?
4. Apa penyebab mereka mengingkari As sunnah?
5. Apa kelemahan faham (ajaran) inkar sunnah?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ingkar As-sunnah
Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar, Menurut
bahasa, artinya “menolak atau mengingkari”, berasal dari kata kerja, ankara-yunkiru.
Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah,
“jalan yang dijalani, terpuji atau tidak,” suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai
sunnah, meskipun tidak baik. Secara definitif Ingkar al-Sunnah dapat ddiartikan sebagai
suatu nama atau aliran atau suatu paham keagamaan dalam masyarakat Islam yang
menolak atau mengingkari Sunnah untuk dijadikan sebagai sumber san dasar syari’at
Islam.1
Secara bahasa pengertian hadits dan sunnah sendiri terjadi perbedaan dikalangan
para ulama, ada yang menyamakan keduanya dan ada yang membedakan. Pengertian
keduanya akan disamakan seperti pendapat para muhaditsin, yaitu suatu perkataan,
perbuatan, takrir dan sifat Rauslullah saw. Sementara Nurcholis Majid berpendapat
bahwa yang terjadi dalam sejarah Islam hanyalah pengingkaran terhadap hadits Nabi
saw, bukan pengingkaran terhadap sunnahnya. Norcholis Majid membedakan
pengertian hadits dengan Sunnah. Sunnah menurut beliau adalah pemahaman terhadap
pesan atau wahyu Allah dan teladan yang diberikan Rasulullah dalam pelaksanaannya
yang membentuk tradisi atau sunnah. Sedangkan hadits merupakan peraturan tentang
1 Prof. Dr. H. M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Cet. I, Penerbit. Gaung Persada Press, Jakarta, 2008, hlm. 200.
4
apa yang disabdakan Nabi saw. atau yang dilakukan dalam praktek atau tindakan orang
lain yang di diamkan beliau (yang diartikan sebagai pembenaran).
Kata “Ingkar Sunnah” dimaksudkan untuk menunjukkan gerakan atau paham
yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber
kedua hukum Islam.2
Menurut Imam Syafi’I, Sunnah Nabi saw ada tiga macam:
1. Sunnah Rasul yang menjelaskan seperti apa yang di nash-kan oleh al-Qur’an.
2. Sunnah Rasul yang menjelaskan makna yang dikehendaki oleh al-Qur’an. Tentang
kategori kedua ini tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama.
3. Sunnah Rasul yang berdiri sendiri yang tidak ada kaitannya dengan al-Qur’an.3
B. Sejarah Ingkar Sunnah
1. Ingkar Sunnah Pada Masa Periode Klasik
Pertanda munculnya “Ingkar Sunnah” sudah ada sejak masa sahabat, ketika
Imran bin Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang menyela untuk
tidak perlu mengajarkannya, tetapi cukup dengan mengerjakan al-Qur’an saja.
Menanggapi pernyataan tersebut Imran menjelaskan bahwa “kita tidak bisa
membicarakan ibadah (shalat dan zakat misalnya) dengan segala syarat-syaratnya
kecuali dengan petunjuk Rasulullah saw. Mendengar penjelasan tersebut, orang itu
menyadari kekeliruannya dan berterima kasih kepada Imran.
2 Drs. Suyitno, M.Ag, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, Cet. I, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, 2006, hlm. 275.
3 Op. Cit, Antologi Ilmu Hadits, hlm. 207.
5
Sikap penampikan atau pengingkaran terhadap sunnah Rasul saw yang
dilengkapi dengan argumen pengukuhan baru muncul pada penghujung abad ke-2
Hijriyah pada awal masa Abbasiyah.4
Di Indonesia, pada dasawarsa tujuh puluhan muncul isu adanya sekelompok
muslim yang berpandangan tidak percaya terhadap Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Dan tidak menggunakannya sebagai sumber atau dasar agama Islam. Pada akhir tujuh
puluhan, kelompok tersebut tampil secara terang-terangan menyebarkan pahamnya
dengan nama, misalnya, Jama’ah al-Islamiah al-Huda, dan Jama’ah al-Qur’an dan
Ingkar Sunnah, sama-sama hanya menggunakan al-Qur’an sebagai petunjuk dalam
melaksanakan agama Islam, baik dalam masalah akidah maupun hal-hal lainnya.
Mereka menolak dan mengingkari sunnah sebagai landasan agama.5
Imam Syafi’i membagi mereka kedalam tiga kelompok, yaitu :
1. Golongan yang menolak seluruh Sunnah Nabi SAW.
2. Golongan yang menolak Sunnah, kecuali bila sunnah memiliki kesamaan
dengan petunjuk al-Qur’an.
3. Mereka yang menolak Sunnah yang berstatus Ahad dan hanya menerima Sunnah
yang berstatus Mutawatir.6
Dilihat dari penolakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok
pertama dan kedua pada hakekatnya memiliki kesamaan pandangan bahwa mereka tidak
menjadikan Sunnah sebagai hujjah. Para ahli hadits menyebut kelompok ini sebagai
kelompok Inkar Sunnah.
4 Ibid,, hlm. 277.5 Log. Cit, Antologi Ilmu Hadits, hlm. 200.6 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa 1991, hlm. 141.
6
Argumen kelompok yang menolak Sunnah secara totalitas
Banyak alasan yang dikemukakan oleh kelompok ini untuk mendukung
pendiriannya, baik dengan mengutip ayat-ayat al-Qur’an ataupun alasan-alasan yang
berdasarkan rasio. Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan mereka sebagai alasan
menolak sunnah secara total adalah surat an-Nahl ayat 89 :
شئ لکل تبيانا الکتاب عليك ونزلنا
“Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala
sesuatu….”
Kemudian surat al-An’am ayat 38 yang berbunyi:
... شئ التابمن فى ....مافرطنا
“…Tidaklah kami alpakan sesuatu pun dalam al-Kitab…”
Menurut mereka kepada ayat tersebut menunjukkan bahwa al-Qur’an telah
mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan ketentuan agama, tanpa perlu
penjelasan dari al-Sunnah. Bagi mereka perintah shalat lima waktu telah tertera dalam
al-Qur’an, misalnya surat al-Baqarah ayat 238, surat Hud ayat 114, al-Isyra’ ayat 78 dan
lain-lain.7
Adapun alasan lain adalah bahwa al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Arab
yang baik dan tentunya al-Qur’an tersebut akan dapat dipahami dengan baik pula.
Argumen kelompok yang menolak hadits Ahad dan hanya menerima hadits
Mutawatir.
7 Syuhudi Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya, Jakarta : Gema Insani Press, hlm. 16.
7
Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat al-Qur’an
sebagai dallil yaitu, surat Yunus ayat 36:
شيئا الحق من اليغنى الظن وان
“…Sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap
kebenaran”.
Berdasarkan ayat di atas, mereka berpendapat bahwa hadits Ahad tidak dapat
dijadikan hujjah atau pegangan dalam urusan agama. Menurut kelompok ini, urusan
agama harus didasarkan pada dalil yang qath’I yang diyakini dan disepakati bersama
kebenarannya. Oleh karena itu hanya al-Qur’an dan hadits mutawatir saja yang dapat
dijadikan sebagi hujjah atau sumber ajaran Islam.
2. Ingkar Sunnah pada Periode Modern
Tokoh- tokoh kelompok Ingkar Sunnah Modern (akhir abad ke-19 dan ke-20)
yang terkenal adalah Taufik Sidqi (w. 1920) dari Mesir, Ghulam Ahmad Parvez dari
India, Rasyad Khalifah kelahiran Mesir yang menetap di Amerika Serikat, dan Kasasim
Ahmad mantan ketua partai Sosialis Rakyat Malaysia. Mereka adalah tokoh-tokoh yang
tergolong pengingkar Sunnah secara keseluruhan. Argumen yang mereka keluarkan
pada dasarnya tidak berbeda dengan kelompok ingkar sunnah pada periode klasik.
Tokoh-tokoh “ Ingkar Sunnah “ yang tercatat di Indonesia antara lain adalah
Lukman Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia) Dadang Setio Groho (karyawan Inilever),
8
Safran Batu Bara (guru SMP Yayasan Wakaf Muslim Tanah Tinggi) dan Dalimi Lubis
(karyawan kantor Departemen Agama Padang Panjang).8
Sebagaimana kelompok ingkar sunnah klasik yang menggunakan argumen baik
dalil naqli maupun aqli untuk menguatkan pendapat mmereka, begitu juga kelompok
ingkar sunnah Indonesia.9 Diantara ayat-ayat yang dijadikan sebagai rujukan adalah
surat an-Nisa’ ayat 87 :
اهللاحديثا من اصدق َو�من
Menurut mereka arti ayat tersebut adalah “Siapakah yang benar haditsnya dari
pada Allah”.
Kemudian surat al-Jatsiayh ayat 6:
يؤمنَون َواياته اهللا بعد حديث فبأي
Menurut mereka arti ayat tersebut adalah “Maka kepada hadits yang manakah
selain firman Allah dan ayat-ayatnya mereka mau percaya”.
Selain kedua ayat diatas, mereka juga beralasan bahwa yang disampaikan Rasul
kepada umat manusia hanyalah al-Qur’an dan jika Rasul berani membuat hadits selain
dari ayat-ayat al-Qur’an akan dicabut oleh Allah urat lehernya sampai putus dan ditarik
jamulnya, jamul pendusta dan yang durhaka. Bagi mereka Nabi Muhammad tidak
berhak untuk menerangkan ayat-ayat al-Qur’an, Nabi
Hanya bertugas menyampaikan.
8 M. Amin Djamaluddin, Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: Ma’had ad-Dirasati al-Islamiyah, 1986, hlm. 1.
9 Ibid, hlm. 45 dan 27.
9
C. Ajaran Pokok Ingkar Sunnah
Ajaran yang terdapat dalam inkar sunnah adalah sebagai berikut:
1. Dasar ajaran islam hanyalah Al-Qur’an karena Al-Qur’an sudah lengkap dan
sempurna.
2. Tidak percaya dan menolak seluruh hadits Nabi SAW.
3. Nabi Muhammad tidak berhak untuk memberikan penjelasan apapun tentang Al-
Qur’an.
4. Syahadad mereka adalah Isyhadu Bi Annana Muslimin (Saksikan kamulah
bahwa kami orang-orang islam).
5. Rokaat dan cara shalat terserah kepada masing-masing, boleh dua rokaat dan
boleh hanya dengan Eling(mengingat)saja.
6. Puasa wajib bagi yang melihat bulan saja, tidak wajib bagi orang yang tidak
melihatnya dengan alasan ayat” Faman Syahida Minkumusy syahra
Falyasumhu”(barang siapa yang melihat bulan diantara kamu, maka hendaklah
ia berpuasa.
7. Haji boleh dilakukan selama bulan-bulan haram, yaitu Muharram, Rojab,
Sya’ban dan Dzulhijah.
8. Pakaian ihram boleh memakai celana, baju, jas dan dasi.
9. Orang yang meninggal tidak diShalatkan karena tidak ada perintah dalam Al-
Qur’an.
10. Pengajian-pengajian inkar sunnah di Jakarta membuat semua shalat dua rokaat
tanpa adzan dan iqomat.
10
D. Sebab Pengingkaran Terhadap Sunnah Nabi SAW
Melihat dari beberapa permasalahan di atas yang berhubungan dengan
adanya pengingkaran sunnah dikalangan umat Islam, dapatlah kiranya dilihat
sebab adanya pengingkaran tersebut, diantaranya:
Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi saw. Dan
kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara
keseluruhan, demikian menurut Imam Syafi'i.
Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa arab, sejarah Islam,
sejarah periwayatan, pembinaan hadits, metodologi penelitian hadits, dan
sebagainya.
Keraguan yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi hadits, seperti
keraguan akan adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari
kalangan mereka para pemalsu dan pembohong.
Keyakinan dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada al-Qur'an
sebagai kitab yang memuat segala perkara.
Keinginan untuk memahami Islam secara langsung dari al-Qur'an
berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri
pada pengkajian hadits, metodologi penelitian hadits yang memiliki
karakteristik tersendiri. Sikap yang demikian ini, disebabkan oleh keinginan
untuk berfikir bebas tanpa terikat oleh norma-norma tertentu, khususnya
yang berkaiatan dengan hadits Nabi SAW.
Adanya statement al-Qur'an yang menyatakan bahwa al-Qur'an telah
menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran Islam (QS. Al-
Nahl: 89), juga terdapatnya tenggang waktu yang relatif lama antara masa
kodifikasi hadits dengan masa hidupnya Nabi SAW (wafatnya beliau).
11
E. Lemahnya Argumen Para Pengingkar Sunnah
Ternyata argumen yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi para pengingkar
sunnah memiliki banyak kelemahan, misalnya :
1. Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai
dengan kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu
landasan bagi kelompok ingkar sunnah untuk maenolak sunnah secara
keseluruhan. Menurut al-Syafi’I ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban
tertentu yang sifatnya global, seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini
fungsi hadits adalah menerangkan secara tehnis tata cara pelaksanaannya.
Dengan demikian surat an-Nahl sama sekali tidak menolak hadits sebagai salah
satu sumber ajaran. Bahkan ayat tersebut menekankan pentingnya hadits.
2. Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad
sebagai hujjan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni
adalah tentang keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu
berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara
ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhanni pada ayat tersebut sama
sekali tidak ada hubungannya dan tidak da kesamaannya dengan tingkat
kebenaran hasil penelitian kualitas hadits. Keshahihan hadits ahad bukan
didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi yang dapat
dipertanggung jawabkan.10
10 Mustafa Siba’I, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993, hlm. 122-125.
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa:
Faham inkar sunnah adalah paham yang mengingkari keberadaan hadits-hadits
Rasulullah SAW .
Inkar sunnah mulai muncul pada zaman sahabat usai perang sahabat setelah
wafatnya Nabi SAW, Tokoh-tokoh inkar sunah zaman dahulu diantaranya
adalah golongan Khawarij, golongan Mu'tajilah serta golongan Syi’ah, sedang
pada zaman modern tokoh inkar sunnah yang muncul diantaranya adalah
Rasyad Khalifa dari Mesir, Ghulam Ahmad Parwes dari India, Taufiq Shidqi
dari Mesir,Kasim Ahmad dari Malaysia dan empat orang dari Indonesia yaitu
Abdul Rahman, Moh. Irham, Sutarto, dan Lukman Saad.
Sebab peng-ingkaran mereka terhadap sunnah Nabi SAW diantaranya:
a. Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi saw. Dan
kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara
keseluruhan.
b. Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa arab, sejarah Islam,
sejarah periwayatan, pembinaan hadits, metodologi penelitian hadits, dan
sebagainya.
13
c. Keraguan yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi hadits, seperti
keraguan akan adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari
kalangan mereka para pemalsu dan pembohong.
d. Keyakinan dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada al-Qur'an
sebagai kitab yang memuat segala perkara.
e. Keinginan untuk memahami Islam secara langsung dari al-Qur'an
berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri
pada pengkajian hadits, metodologi penelitian hadits yang memiliki
karakteristik tersendiri.
14
DAFTAR PUSTAKA
Djamaluddin, Amin, Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: Ma’had ad-Dirasati al-
Islamiyah, 1986.
Ismail, Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa, 1991.
Ismail, Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan pemalsunya,
Jakarta: Gema Insani Press.
Siba’I, Mustafa, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam,
diterjemahkan oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993.
Sulaiman, Noor, Antologi Ilmu Hadits, Cet. I, Pnerbit. Gaung Persada Press,
Jakarta, 2008.
Suyitno, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, Cet. I, IAIN Raden Fatah Press, Palembang,
2006.
15
Top Related