INDEPENDENSI TELEVISI MENJELANG PEMILU PRESIDEN 2014
Ketika Media Jadi Corong Kepentingan Politik Pemilik (Bag. 2)
Sebuah laporan penelitian Remotivi mengenai
praktik pemberitaan, iklan, dan program non-berita politik di 11 stasiun televisi
Muhamad Heychael
INDEPENDENSI TELEVISI MENJELANG PEMILU PRESIDEN 2014:
Ketika Media Jadi Corong Kepentingan Politik Pemilik (Bagian 2)
Muhamad Heychael
©Remotivi, 2014
Penyunting:
Roy Thaniago
Yovantra Arief
Tim Peneliti:
Fina Azmiya
Grace Esther
Ika Prahasti Nuriana
Nadia Hanum
Nadia Silvarani
Rayhana Anwarie
Setyo Manggala Utama
Perdana Putri
Infografik:
Ellena Ekarahendy
Peneltian ini merupakan hasil kerja Divisi Penelitian Remotivi. Materi tayangan televisi yang digunakan untuk
keperluan analisis diperoleh dari rekaman yang dilakukan Remotivi, dan sebagian kecil lainnya didapat dari
Komisi Penyiaran Indonesia. Penelitian ini terselenggara atas dukungan dana Yayasan Tifa.
Kecuali dinyatakan berbeda, seluruh isi laporan ini dilindungi dengan lisensi Creative Common Attribution 3.0.
Hak cipta dilindungi secara terbatas
Remotivi adalah sebuah inisiatif warga untuk kerja pemantauan tayangan televisi di Indonesia. Cakupan
kerjanya turut meliputi aktivitas pendidikan melek media, penelitian, dan advokasi, yang bertujuan (1)
mengembangkan tingkat kemelekmediaan masyarakat, (2) menumbuhkan, mengelola, dan merawat sikap
kritis masyarakat terhadap televisi, dan (3) mendorong profesionalisme pekerja televisi untuk menghasilkan
tayangan yang bermutu, sehat, dan mendidik.
remotivi.or.id | [email protected] | t: @remotivi | f: Lembaga Remotivi
Pendahuluan
Keberimbangan informasi dan keadilan representasi adalah syarat bagi terwujudnya ide media
massa sebagai ruang publik. Menurut Habermas, media sebagai sarana komunikasi perlu menjadi
ruang yang setara bagi semua orang untuk mengakses informasi dan menyatakan pendapatnya
(Jones, 2009). Dalam momen-momen pemilu presidensial di Indonesia seperti sekarang ini, tuntutan
pada media untuk menjalankan fungsinya sebagai sebagai ruang publik semakin mendesak.
Tak pelak lagi, media yang independen adalah syarat mutlak bagi terpenuhinya kebutuhan akan
informasi yang berimbang dan berorientasi pada kepentingan publik. Studi ini merupakan bagian
dari rangkaian penelitian Remotivi yang bertujuan mengukur indepenpendesi stasiun televisi selama
Pemilu 2014. Penelitian sebelumnya telah diterbitkan dengan tajuk “Independensi Televisi
Menjelang Pemilu 2014: Ketika Media Menjadi Corong Kepentingan Politik Pemiliknya”.
Pada saat penelitian ini dilakukan, yakni pada 1-7 Meil 2014, terdapat lima tokoh yang sudah
dideklarasikan oleh partainya masing-masing, yakni Aburizal Bakrie (Capres Golkar), Prabowo
Subianto (Capres Gerindra), Joko Widodo (Capres PDIP), Wiranto (Capres Hanura), dan Hary
Tanoesoedibjo (Cawapres Hanura). Maka, untuk mengukur independensi tiap stasiun televisi, kami
meneliti program berita1, iklan2, dan non-berita3 berdasarkan kemunculan lima tokoh politik
tersebut.
Dalam program berita, kami mencatat kehadiran tokoh politik melalui tiga variabel, yaitu:
“frekuensi”4, “durasi”5, dan “durasi penonjolan”6. Namun, itu saja tidak cukup. Banyaknya ruang
kemunculan yang diberikan pada capres/cawapres tidak selalu menguntungkan. Sebab, untuk
mengonstruksi opini publik atas seorang tokoh politik, media kerap menggunakan bingkai
pemberitaan. Oleh karena itu, kami juga mengukur “nada pemberitaan”7.
1 Produk berita yang dimaksud dalam penelitian ini adalah program reguler berita di masing-masing stasiun
televisi. Misalnya, Liputan 6 di SCTV, Metro Pagi di Metro TV, Seputar Indonesia di RCTI, dan seterusnya. 2 Iklan dalam pengertian ini adalah commercial break yang di dalamnya memunculkan lima tokoh politik
sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Dengan definisi yang demikian, baik iklan politik maupun iklan komersial sekalipun, jika memunculkan salah satu tokoh politik maka akan di-coding sebagai bentuk kemunculan. Pada iklan politik kami hanya menghitung frekuensi dan durasi kemunculan. 3 Program non-berita adalah semua program di luar kategori iklan dan berita. Termasuk di dalamnya kuis,
reality show, talkshow, dan lain-lain. Pada program non-berita, kami hanya menghitung kemunculan saja (frekuensi)
3. Seorang tokoh capres disebut muncul dalam program non-berita ketika tokoh capres tersebut
hadir atau direpresentasikan (baik dalam bentuk nama, slogan, atau term yang menggantikan, misalnya “Win-HT”) dalam tayangan. Pada praktiknya, pada satu tayangan kuis misalnya, setiap kemunculan sebagaimana definisi di atas, kami hitung sebagai satu. Dan pada sebuah program umumnya terjadi lebih dari satu kali kemunculan dan meski demikian tetap kami hitung satu. Artinya, hanya mungkin satu kemunculan pada satu program untuk tiap capres dan cawapres. 4 Frekuensi dihitung berdasarkan kemunculan tokoh politik dalam setiap item berita, iklan, dan non-berita.
5 Durasi adalah lama waktu tayang sebuah berita, iklan, dan non-berita (hitungan detik) dalam memunculkan
tokoh politik. 6 Durasi Penonjolan dalam berita adalah ketika suara (berupa kalimat yang utuh, tidak termasuk kalimat
sapaan) tokoh politik muncul di dalam tayangan visual, baik diwawancarai langsung maupun ketika sedang berpidato atau beraktivitas lainnya. 7 Nada pemberitaan adalah bingkai yang diciptakan media atas sebuah berita melalui kata sifat yang terdapat
pada teks/audio yang dibacakan oleh pembaca berita. Bingkai pemberitaan ini yang menghasilkan nada pemberitaan: netral, positif, dan negatif.
Terakhir, berbeda dengan penelitian terdahulu, kami menambahkan variabel “topik berita”8 untuk
melihat strategi pembingkaian dari tiap stasiun televisi atas tiap capres-cawapres. Topik juga
berguna untuk memberikan potret wacana politik kita hari ini.
Selama periode pemantauan, populasi data yang kami jadikan sampel meliputi : 512 berita berdurasi
72.879 detik, 229 spot iklan berdurasi 14.168 detik, dan 58 titik kemunculan program non-berita.
Berdasar data itulah kami melakukan analisis terhadap 11 stasiun televisi bersiaran nasional.
Temuan: Eksploitasi Media Atas Nama Koalisi
Sebagaimana temuan pada penelitian sebelumnya, wajah televisi pada cuaca politik seperti saat
sekarang ini tak juga berubah. Data dalam riset ini masih menunjukkan kesimpulan yang sama, yaitu
stasiun televisi yang berafiliasi dengan partai politik terindikasi menggunakan medianya bagi
kepentingan golongan. Stasiun televisi tak ubahnya buletin internal partai politik, yang hanya lancar
berbicara dari satu sisi saja. Televisi kita hari ini adalah televisi satu dimensi.
Di Metro TV, misalnya, Jokowi diberikan porsi kemunculan yang tinggi (secara frekuensi 74,4%,
secara durasi 73,9%) dengan nada yang positif (31,3%). Bandingkan dengan rivalnya, yakni Prabowo,
yang hanya mendapat 12% (frekuensi) dan 12,2% (durasi), dengan 16,7% berita bernada negatif.
Metro TV menayangkan footage Prabowo yang sedang berjoged, dalam kontrasnya dengan Jokowi
yang diliput ketika sedang bekerja atau blusukan. Temuan lain juga menunjukkan bahwa hanya
Jokowi yang beriklan di Metro TV, dengan 31 spot (100%) iklan serta durasi 931 detik (100%). Lalu,
Aburizal Bakrie, yang hari ini mendukung pencapresan Prabowo adalah tokoh yang paling banyak
diberitakan secara negatif (53,8%).
Sebaliknya, di TV One, Prabowo mendapat ruang yang dua kali lipat lebih banyak ketimbang Jokowi
(secara frekuensi 38,4%, secara durasi 38,2%). Begitupun Aburizal Bakrie, yang mendapat 39%
(frekuensi) dan 37,7% (durasi).
Yang menarik adalah, peta koalisi politik sangat menentukan peta atau arah pemberitaan masing-
masing televisi. Pergerakan media hanyalah bayangan dari pergerakan politik pemiliknya. Sebagai
misal, pada penelitian Remotivi sebelumnya (1-7 November 2013), pemberitaan atas Jokowi di
Metro TV tidak lebih dari 12% (Heychael dan Rafika, 2014:15). Ini menunjukkan bahwa media massa
hari ini hanya menjadi medium pertemuan antarsyahwat kekuasaan9.
Sementara itu, TV One dan ANTV adalah dua stasiun televisi yang memberi frekuensi pemberitaan
paling tinggi pada Aburizal Bakrie (ANTV 50% frekuensi dan TV One 39%). Dari total durasi berita 419
detik di ANTV, 26% di antaranya menonjolkan Bakrie (jumlah tersebut adalah penonjolan tertinggi di
8 Topik merupakan ide utama berita yang menjadi tema paling dominan dalam narasi. Topik ditentukan lewat
headline (judul berita) dan sub-judul. Bila pada hal tersebut belum jelas topik yang diusung, coder diminta untuk memperhatikan narasi berita secara keseluruhan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai tema utama pemberitaan. Pada peneltian ini, karena beragamnya topik-topik berita yang tidak terantisipasi oleh kategori awal yang telah dibuat, sebagian topik ditentukan secara induktif. 9 Koalisi antara PDIP dan Nasdem Baru terjadi setelah pemilahan legislatif
ANTV). Hal yang serupa juga terjadi di TV One. Dari jumlah durasi berita 11.681 detik, 12,3% di
antaranya menonjolkan Bakrie (ini adalah jumlah penonjolan tertinggi di TV One).
Statistik yang berbeda ditunjukkan oleh MNC Grup. Global TV, RCTI, dan MNC TV secara ekslusif
hanya menyiarkan iklan dan program non-berita dari pasangan Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo. Di
Global TV, kuis Indonesia Cerdas yang memuat slogan dan atribut pasangan tersebut ditayangkan
sehari sekali. Tidak hanya sampai di situ, RCTI pun menayangkan reality show Mewujudkan Mimpi
Indonesia, yang juga memuat atribut pasangan ini. Selain lewat kuis dan reality show, mereka juga
beriklan di stasiun televisi milik MNC Group. Kalkulasi iklan mereka di tiga televisi ini mencapai 99
(100%) titik dan menghabiskan durasi 6.765 detik (100%).
Panorama di atas adalah bukti bahwa yang bertanding bukan hanya kandidat capres-cawapres,
melainkan juga media yang mengusung mereka. Pertandingan politik media ini tidak hanya diikuti
oleh dua televisi saja. Studi ini menunjukkan bahwa independensi media yang pemiliknya berafilisasi
langsung dengan partai politik punya problem dalam hal independensi. Pasalnya, proporsi
pemberitaan, iklan, dan program non-berita dari tiga kelompok bisnis media (MNC Group, Viva
Group, dan Media Group) terindikasi bias kepentingan politik pemiliknya.
Temuan-temuan di atas adalah satu tanda bahwa dalam hiruk-pikuk penyiaran politik dewasa ini,
publik diposisikan hanya sebagai penonton. Media penyiaran, yang menggunakan frekuensi publik,
telah dengan sewenang-wenang dipergunakan sebagai alat politik elit. Televisi partisan jelas
membahayakan demokrasi dan publik yang butuh informasi jernih bagi alat mengambil keputusan.
Televisi satu dimensi jelas tak akan mampu menghadirkan informasi yang utuh dan menyeluruh,
karena kemampuan itu telah lebih dulu dibunuh oleh keharusan yang lebih besar: melayani
pemiliknya.
Agenda Televisi, Agenda Elit
Bias dalam dunia pertelevisian kita ini menunjukkan bahwa diskurus berita politik lebih
mementingkan kepentingan politik elit ketimbang mengakomodasi perspektif publik. Media kurang
peka dalam mengenali masalah-masalah yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal ini
tergambar dengan jelas dari pemilihan topik berita.
Media diharapkan mampu menyediakan informasi tentang kemampuan serta komitmen capres dan
cawapres untuk menyelesaikan persoalan publik. Namun demikian, topik-topik yang berhubungan
dengan persoalan publik tidak mendapatkan perhatian yang layak. Isu yang paling dominan selama
periode 1-7 Mei di 11 stasiun televisi bersiaran nasional adalah “koalisi partai politik” (lihat
lampiran).
Tentu saja, informasi mengenai koalisi menjelang Pilpres adalah penting bagi publik yang hendak
menentukan pilihan. Namun, ketika pemberitaan koalisi partai politik diberikan porsi yang demikian
besar—bahkan di atas isu-isu seperti jaminan sosial, ketenagakerjaan, dan lainnya—maka kita harus
bertanya: siapa yang sebenarnya butuh koalisi? Suara siapa yang sebetulnya diwakili televisi?
Takluknya stasiun televisi pada agenda pemilik menemukan bentuknya yang paling gamblang dalam
pemberitaan Hary Tanoe dalam kaitannya dengan mengenai bisnis yang ia jalankan (20%). Melalui
tiga stasiun televisi miliknya (RCTI, MNC TV, dan Global TV), Hary Tanoe kerap muncul dalam berita-
berita mengenai ekspansi bisnisnya, semisal kerjasama MNC Group dengan ABC (Australia
Brodcasting Commision) atau bahkan rapat RUPS pemegang saham PT Global Mediatama. Melalui
berita-berita ini, MNC Group melakukan dua hal sekaligus: pertama, memanfaatkan berita sebagai
ajang promosi silang perusahaan, dan kedua, membentuk citra Hary Tanoe, selaku cawapres dari
Hanura, sebagai pengusaha sukses.
Memang terdapat beberapa pengecualian. Ada beberapa topik publik yang melekat pada
pemberitaan capres. Jokowi misalnya, dilekatkan pada topik “seputar kinerja Pemda DKI” dan
Prabowo dengan topik “ketenagakerjaan”. Hampir setiap pemberitaan tentang keduanya terkait
dengan dua hal tersebut. Kedua isu tersebut juga terbilang isu publik. Kinerja pemda merupakan
bekal publik menilai kinerja Jokowi. Sedangkan visi Prabowo mengenai ketenagakerjaan juga
merupakan informasi penting bagi publik untuk menetukan pilihan politiknya.
Namun, soalnya menjadi lain ketika topik-topik publik menjadi sarana politisasi kepentingan elit
pemilik media. Hal ini tampak dari tidak munculnya topik “kinerja Pemda DKI” di TV One dan ANTV.
Kedua stasiun televisi milik Aburizal Bakrie tersebut sama sekali tidak membuat berita Jokowi
berkaitan dengan kinerjanya selaku Gubernur DKI. Sebaliknya, TV One dan ANTV termasuk yang
menyumbang paling banyak melekatkan isu “Dugaan kampanye dalam soal Ujian Nasional” pada
Jokowi (TV One 12% dan ANTV 33%). Di sisi lain, besarnya porsi pemberitaan Jokowi dengan topik
“Kinerja Pemda DKI” di Metro TV (16,3%) juga perlu dipertanyakan, apakah dibingkai dalam
kerangka publik atau pesan sponsor dari pemilik?
Strategi pembingkaian dengan penghindaran isu juga dilakukan oleh MNC Group. Ketika banyak
televisi memberi porsi pemberitaan menyakut konflik politik di tubuh partai Hanura, tidak satu pun
televisi milik Hary Tanoe—yang ketika penelitian dilakukan masih menjabat sebagai Ketua Badan
Pemenangan Pemilu Partai Hanura—menyiarkan berita tersebut.
Lebih dari sekadar melakukan sensor informasi, televisi bahkan dijadikan alat untuk memoles citra
diri pemiliknya. Praktik ini teridentifikasi, misalnya, lewat TV One yang memberikan porsi
pemberitaan sebesar 3% untuk Aburzal Bakrie dengan topik “pembangunan ramah lingkungan”10.
Mudah bagi kita untuk mengingat bawah Aburizal Bakrie adalah juga pemilik Lapindo Brantas, yang
diduga bertanggungjawab atas bencana lumpur di Sidoarjo. Pemberitaan bertema pembangunan
ramah lingkungan, betapa pun kecilnya, bisa berarti upaya pembersihan nama. Ini sekali lagi bukti
bahwa televisi menjadikan agenda kepentingan politik pemiliknya sebagai agenda publik11.
***
10
TV One secara berulang memberitakan pidato Aburizal Bakrie di Indonesia Green Infrastructur Summit 2014. Tidak ada televisi lain yang memberitakan Aburizal Bakrie dengan topik “pembangunan ramah lingkungan”, selain TV One
PRABOWO
SUBIANTO
ABURIZAL
BAKRIE WIRANTO
HARY
TANOE
SOEDIBJO
JOKO
WIDODO
PROPORSI
di 11 Stasiun Televisi
Berita, Iklan, & Program Non-Berita
CAPRES & CAWAPRES
PROPORSI
CAPRES CAWAPRES
TVRI
Berita
Iklan
Non-Berita
22.2% 21.2%5.1% 8.1%43.4%
22.3% 24.2%
2.8% 2.7%
4.8% 7.2%41.4%
10.4% 4.3% 10.1%
0% 0% 5.3% 0% 0%
0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0%
12.5%
100% 100% 94.7% 100% 87.5%
20% 10% 40% 10% 20%
22.2% 21.2%5.1% 8.1%41.5%
22.3% 24.2%4.8% 7.2%41.4%
12% 22%48% 4% 14%
0% 0%
0% 0% 0% 0%
0% 0%
24% 43% 20%5% 8%
100%
100%
TV ONE
Berita
Iklan
Non-Berita
39% 38.4% 5.5% 1.8%15.2%
37.7% 38.2%
0%
6.6% 4%13.4%
6% 2.2% 0%
1.6% 0% 0% 22.2% 0%
0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0%
0%
98.4% 95.8% 100% 77.8% 100%
27.3%13.6% 31.8% 9.1% 18.2%
12.3%
4.2%
Metro TV
Berita
Iklan
Non-Berita
12.8%
12.7%
12%
12.2%
0.8% 0%74.4%
13.8%
1.2% 0%73.9%
9.4% 18.6% 0%
0% 0%
0%
53.8% 16.7% 0%
0% 100% 0% 0% 0%
0%
0%
100% 0% 0% 0%
0%
30.8% 68.7% 75% 100%
50%
15.9%
6%
15.4% 8.3%31.3%
PRABOWO
SUBIANTO
ABURIZAL
BAKRIE WIRANTO
HARY
TANOE
SOEDIBJO
JOKO
WIDODO
50% 0% 0%
39% 38.5% 5.5% 1.8%15.2%
37.8% 38.2%
0%
6.6% 4%13.4%
32% 3% 0%
33% 0% 0% 67% 0%
0% 0% 0% 0%
39%15%
40% 4% 2%
65%
100%
Berita12.8%
12.7%
12%
12.2%
0.8% 0%74.4%
75%
1.2% 0%73.9%
9% 2% 0%
0% 0%
0%
78% 22% 0% 0%
6% 80% 13% 1%
15%
0%
7% 3%90%
SCTV
Berita
Iklan
Non-Berita
22.7% 31.8% 4.5% 0%40.9%
20.3% 35.1% 5.6% 4%39%
8.1% 9.6% 0%
0%0% 0% 0%
0%
0% 0%0% 0%
0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0%
0%
100% 100%100% 100%
10.7%
Indosiar
Berita
Iklan
Non-Berita
11.1%
9.6%
16.7%
19.3%
0%0%72.2%
16.3%
0%0%7.1%
14.4% 18.6% 0%
0%
0%
0% 0% 0% 0%
0%
0% 100%
0%
0%
0% 0% 0%
0%
0%
0%0%
0%
0%0%0%0%
0%
91.7% 100%100%
9.8%
8.3%
PRABOWO
SUBIANTO
ABURIZAL
BAKRIE WIRANTO
HARY
TANOE
SOEDIBJO
JOKO
WIDODO
0%0% 0%
14.8%
Berita
22.7% 31.8% 4.5% 0%41%
20.3% 35.1% 5.6% 4%39%
25% 5% 0%
0%0% 0% 0%
0%
0% 0%0% 0% 0%
25% 25%25% 25%
19% 51%
Berita11.1%
9.6%
16.7%
19.4%
0%0%72.2%
76%
0%0%71%
18% 18.6% 0%
0%
0%
0%
0%
0%0%
0%
0%0%0%0%
0%
69%19%13%
6%
100%
RCTI
Berita
Iklan
Non-Berita
100% 0%
100%
100%
0%39%
27.4% 0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%0%0% 0% 0%
0%0%0% 0% 0%
0% 0% 0%
0% 0% 0% 50% 50%
0% 0%
0%
0% 45% 55%
0% 0% 0% 50% 50%
50% 50%
50% 50%
0%
MNC TV
Berita
Iklan
Non-Berita
20% 20% 35% 10% 15%
20.6% 20.2% 38.2% 6.9% 14.1%
8.5% 18.2% 6.2% 18.4% 33.7%
50% 33.3% 50% 33.3%
100%50% 66.7% 50% 66.7%
0%0% 0% 0% 0%
0% 0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
PRABOWO
SUBIANTO
ABURIZAL
BAKRIE WIRANTO
HARY
TANOE
SOEDIBJO
JOKO
WIDODO
0%0% 0%
Berita100% 0%
100%
100%
0%39%
100% 0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%0%0% 0% 0%
0%0%0% 0% 0%
0% 0% 0% 0%
0%
20% 20% 35% 10% 15%
20.6% 20.2% 38.2% 6.9% 14.1%
13% 27% 17% 9% 34%
33% 33% 17% 17%
25%17% 33% 8% 17%
0%0% 0% 0% 0%
Global TV
Berita
Iklan
Non-Berita
15.4% 0%
19.8%
100% 100% 100%100%50%
50%
0%39%
0%
38.5%
37.9%
19.6%
15.4%
10.6%
0%
30.8%
31.7%
8.4%
0%0%0% 0%
0%
0%
0% 0%0%
0% 0% 0% 50% 50%
0% 0%
50%
0%
0% 0% 0% 50% 50%
50% 50%
0%
Trans TV
Berita
Iklan
Non-Berita
17.6 47.1% 35.3%
22.6% 37.1% 40.3%
50% 33.3%
12.5% 16.7%
37.5%100% 83.3%
0%
0% 0%
0% 0%
0%
0%
0% 0%
0% 0%
0% 0%
0% 0%
0% 0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
PRABOWO
SUBIANTO
ABURIZAL
BAKRIE WIRANTO
HARY
TANOE
SOEDIBJO
JOKO
WIDODO
0%0% 0%
9.5% 8.6% 5.7%
Berita15.4% 0%
19.8%
80%20%
100%
0%39%
0%
38.5%
37.9%
36%
15.4%
10.6%
51%
30.7%
31.7%
13%
0%0%0% 0%
0%
0%
0% 0%0% 0%
100%
Berita17.6 47.1% 35.3%
22.6% 37.1% 40.3%
50% 33.3%
27%27% 45%
0%
0% 0%
0% 0%
0%
0%
0% 0%
0% 0%
0% 0%
0% 0%
28% 42% 30%
50%50%
50%
0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0%
Trans 7
Berita
Iklan
Non-Berita
29.2% 0%
31.6%
28.6%27.3%16.7%
50%
0%
0%
0%
0%
0%
45.8%
40.9%
8.4%
25%
27.6%
3.9%
0%63.3%33.3% 28.6%
1.9%
0%
0% 0%0% 0%
0% 0%
PRABOWO
SUBIANTO
ABURIZAL
BAKRIE WIRANTO
HARY
TANOE
SOEDIBJO
JOKO
WIDODO
0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0%
ANTV
Berita
Iklan
Non-Berita
20% 0%
24.7%
100% 66.7% 50%
33.3%
0%
0%
0%
0%
0%
30%
24%
0%
0%0%
50%
51.3%
26%
0%0%
0%0%0% 0%
0% 0%
17.8%
Berita
29.2% 0%
31.6%
33%50%17%
43%
0%
0%
0%
0%
0%
45.8%
40.8%
67%
25%
27.6%
21%
0%64%18% 18%
12%
0%
14% 0%43% 0%
0% 0%
100%
Berita
20% 0%
24.7%
57%29% 14%
100%
0%
0%
0%
0%
0%
30%
24%
0%
0%0%
50%
51.3%
75%
0%0%
0%0%0% 0%
0% 0%
25%
PRABOWO
SUBIANTO
WIRANTOHARY
TANOE
TOPIK
di 11 Stasiun Televisi
Pemberitaan
CAPRES & CAWAPRES
topik
CAPRES CAWAPRES
TVRI
ABURIZAL
BAKRIE
27.3%Koalisi Partai Politik
13.6%SurveyPolitik
22.7%Dukungandari Ormas
18.2%KandidatCawapres
18.2%Lainnya
/////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
12.5%Koalisi Partai Politik
10%Dugaan KampanyePada Soal Ujian Nasional
2.5%JaminanSosial
15%SurveyPolitik
2.5%Profil Capres
12.5%Dukungandari Ormas
25%KandidatCawapres
15%KinerjaPemda DKI
5%Lainnya
JOKO
WIDODO
52.4%KoalisiPartaiPolitik
60%KoalisiPartaiPolitik
75%KoalisiPartaiPolitik
25%KonflikInternalPartai
40%KonflikInternal Partai
14.3%SurveyPolitik
14.3%Ketenagakerjaan
19%KandidatCawapres
TV One
86%Koalisi PartaiPolitik
6%PembangunanRamah Lingkungan
8%DukungandariOrmas
/////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
100%Koalisi Partai Politik
76%Koalisi PartaiPolitik
12%Dugaan KampanyePada Soal Ujian Nasional
12%DukungandariOrmas
ANTV
60%Koalisi PartaiPolitik
40%ProfilCapre/Cawapress 34%
ProfilCapres/Cawapres
/////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
50%DukungandariOrmas
78%KoalisiPartaiPolitik
22%Lainnya
50%Ketenagakerjaan
33%Koalisi PartaiPolitik
33%Lainnya
95%KoalisiPartaiPolitik
5%Ketenagakerjaan
100%Koalisi Partai Politik
SCTV /////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
Indosiar
33%Koalisi PartaiPolitik
50%Koalisi PartaiPolitik
50%KandidatCawapres
34%KandidatCawapres
/////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
33%Ketenagakerjaan
16%Koalisi PartaiPolitik
20%Profil Capres/Cawapres
45%Profil Capres/Cawapres
20%SurveyPolitik
60%KandidatCawapres
43%KandidatCawapres
100%Kandidat Cawapres
11%Kandidat Cawapres
57%Ketenagakerjaan
33%Ketenagakerjaan
11%KinerjaPemda DKI
25%Profil Capres/Cawapres
25%KandidatCawapres
17%Ketenagakerjaan
17%KinerjaPemda DKI
RCTI /////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
MNC TV
100%Koalisi PartaiPolitik
/////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
71%DukungandariOrmas
78%KoalisiPartaiPolitik
22%BisnisCapres /Cawapres
29%Ketenagakerjaan
80%Koalisi PartaiPolitik
100%Ketenagakerjaan
20%KinerjaPemda DKI
67%KoalisiPartaiPolitik
33%“Perang” antarPendukung Capres di Dunia Maya
50%SurveyPolitik
50%Dugaan KampanyePada SoalUjian Nasional
Global TV /////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
Trans TV /////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
50%SurveyPolitik
20%KoalisiPartai Politik
80%Bisnis Capres /Cawapres
50%KoalisiPartaiPolitik
100%KoalisiPartaiPolitik
62%KoalisiPartaiPolitik
100%KoalisiPartaiPolitik
25%“Perang” antarPendukung Capres di Dunia Maya
13%KinerjaPemda DKI
100%Koalisi Partai Politik
Trans 7 /////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
Metro TV /////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
2.2%Dukungandari Ormas
50%KoalisiPartaiPolitik
50%KoalisiPartaiPolitik
46.7%KoalisiPartaiPolitik
72%KoalisiPartaiPolitik
14%SurveyPolitik
14%Profil Capres /Cawapres
83%KoalisiPartaiPolitik
18%KoalisiPartaiPolitik
17%Profil Capres
9%ProfilCapres /Cawapres
9%Dugaan KampanyePada Soal Ujian Nasional
9%SurveyPolitik
9%KinerjaPemda DKI
16.3%KinerjaPemda DKI
18%Ketenagakerjaan
6.5%Ketenagakerjaan
28%KandidatCawapres
20.7%KandidatCawapres
4.3%Lainnya
50%KandidatCawapres
13.3%KandidatCawapres
40%Ketenagakerjaan
Top Related