20
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Koperasi
2.1.1 Pengertian Koperasi
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2
dikatakan bahwa “koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan”. Koperasi sebagai suatu usaha
bersama harus mencerminkan ketentuan-ketentuan sebagaimana dalam kehidupan
keluaraga. Dalam suatu keluarga, segala sesuatu yang dikerjakan secara bersama-
sama ditujukan untuk kepentingan bersama seluruh anggota keluarga. Selain itu,
menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian bahwa
koperasi memiliki tujuan dan peranan penting dalam menjalankan usahanya.
Dalam Bab II pasal 3 No. 26 tahun 1992 dikatakan bahwa : “koperasi bertujuan
memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya serta ikut memnbangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945”, dari bunyi pasal 3 tersebut jelas, bahwa koperasi
hendak memajukan kesejahteraan anggota terlebih dahulu. Sedangkan peranan
koperasi menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 pasal 4 dikatakan bahwa
fungsi dan peranan koperasi adalah sebagai berikut.
1. Koperasi dapat mengurangi tingkat pengangguran.
Kehadiran koperasi KUD, misalnya diharapkan dapat menolong nasib mereka
yang membutuhkan pekerjaan, karena dengan adanya KUD tersebut akan
dibutuhkan banyak pekerja untuk mengelola usahanya.
8
21
2. Koperasi dapat mengembangkan kegiatan usaha masyarakat.
Misalnya KUD yang bergerak di bidang pertanian. KUD tersebut dapat
menyediakan alat-alat pertanian yang dibutuhkan petani dengan harga lebih
murah, sehingga petani akan membeli kebutuhan tersebut di KUD dan dapat
meningkatkan usahanya.
3. Koperasi dapat berperan serta meningkatkan pendidikan rakyat, terutama
pendidikan perkiperasian dan dunia usaha.
Koperasi dapat memberikan pendidikan kepada para anggota dan kemudian
secara berantai para anggota koperasi dapat mengamalkan pengetahuan
tersebut kepada masyarakat sekitarnya.
4. Koperasi dapat berperan sebagai alat perjuangan ekonomi.
Sikap ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan fasilitas dari pemerintah
harus dihilangkan. Koperasi harus dapat mandiri, sehingga mampu bersaing
dengan badan usaha yang lain. Majunya koperasi akan dapat member dorongan
untuk meningkatkan taraf hidup para anggota dan masyarakat.
5. Koperasi Indonesia dapat berperan menciptakan demokrasi ekonomi.
Demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah demokrasi berdasar Pancasila dan
UUD 1945, dimana demokrasi ekonomi tersebut menekankan peran aktif
masyarakat dalam pembangunan, sedangkan pemerintah hanya wajib member
dorongan, pengarahan dan bimbingan.
Di KUD Mandiri Cisurupan pun sudah menerapkan nilai-nilai koperasi
tersebut dimana bergabungnya para peternak dengan koperasi atas keinginan
mereka sendiri tanpa adanya paksaaan dari pihak manapun, pengelolaanya
dilakukan oleh para pengurus koperasi yang dipilih oleh anggota koperasi pada
9
22
rapat anggota, pembagian sisa hasil usaha dilakukan berdsarkan besarnya usaha
yaitu berdasarkan hasil produksi susu yang dihasilkan masing-masing ternak yang
dimiliki, selain itu KUD Mandiri Cisurupan juga sudah berhasil melakukan
kerjasama dengan Industri Pengolahan Susu (IPS).
2.1.2 Pembangunan Peternakan dan Koperasi
Menurut Handoko (2003), usaha koperasi umumnya masih berskala kecil,
namun usaha kecil ini sangat mendukung perekonomian bangsa. Pembangunan
peternakan memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia
yang terus meningkat, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, dan relatif
lebih meningkatnya taraf hidup masyarakat. Keberhasilan pembangunan sektor
ini berdampak pada perubahan pola konsumsi masyarakat yang tadinya banyak
mengkonsumsi karbohidrat ke konsumsi protein hewani seperti daging, telur,
dan susu. Sebagian dari permintaan akan produk hewani tersebut belum
sepenuhnya dapat dilayani oleh produksi dalam negeri, dengan demikian para
peternak diharapkan lebih meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha ternak,
kiranya dapat difasilitasi jika para peternak yang umumnya terdiri atas peternak
kecil mau bergabung dalam suatu wadah koperasi.
Cernea (1991) mengatakan bahwa “mengutamakan manusia” dalam
pembangunan dapat dipandang sebagai keinginan yang manusiawi dari para
perencana pembangunan. Pengertian dari hal tersebut juga sebagai suatu
permintaan yang sungguh-sungguh agar memberikan prioritas pada aspek dasar
dalam pembangunan. Makna ini harus digunakan dalam jangka panjang apapun
rintangannya. Mengutamakan manusia dalam pembangunan, termasuk dalam
pembangunan koperasi, dalam perjalanannya sangat sering tidak semulus konsep
10
23
idealnya. Koperasi yang seharusnya mengutamakan para anggota, sering
terkalahkan oleh kepentingan-kepentingan lain, baik itu dari dalam koperasi
sendiri maupun dari luar koperasi. Sementara para anggota sendiri
kesejahteraannya terabaikan, hal ini pada akhirnya bisa menyebabkan keruntuhan
institusi koperasi. Untuk melihat bagaimana berkembang tidaknya koperasi, dapat
dilihat dari kondisi aktual koperasi itu. Aspek-aspek yang bisa memberikan
gambaran tentang performa koperasi antara lain dengan melihat profil koperasi
berdasarkan dimensi sistem pengelolaan usaha, permodalan dan usahanya.
Krisnamurti (1998) menyatakan sedikitnya ada lima alasan mengapa
kegiatan usaha dilakukan dengan badan hukum berbentuk koperasi. Pertama,
karena koperasi merupakan perusahaan komunitas. Koperasi mempertahankan
manfaat ekonomi dalam masyarakat yang bersangkutan. Keuntungan tidak dibawa
keluar oleh kepentingan luar karena anggota koperasi pemilik, dan keberadaan
koperasi adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak dapat
dipenuhi oleh bentuk usaha atau perusahaan lainnya. Kedua, koperasi mendorong
demokrasi, setiap anggota dalam koperasi mengembangkan modal bersama-sama,
mengangkat pengurus dan menerima manfaat dari koperasi dengan prinsip
kebersamaan dan pemerataan. Pemecahan masalah dan kebijakan usaha juga
diputuskan secara demokratis melalui suatu mekanisme tertentu. Ketiga, koperasi
mengembangkan pasar terbuka. Keberadaan koperasi dengan melibatkan banyak
anggota mencegah pemusatan kekuatan ekonomi pada beberapa swasta tertentu.
Keempat, koperasi meningkatkan harkat hidup dan harga diri manusia. Kelima,
koperasi merupakan sistem untuk melakukan pembangunan, terutama jika
kegiatan komunitas dikembangkan dalam jaringan regional dan nasional. Di era
11
24
globalisasi dewasa ini, koperasi masih relevan sebagai institusi rakyat untuk
memperjuangkan bisnis dan ekonominya. Koperasi masih bisa diandalkan dengan
cara memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada rakyat untuk membangun
koperasi berdasarkan kekuatan sendiri agar rakyat dapat menerapkan doktrin
koperasi yang sebenarnya.
2.1.3 Usaha Koperasi dan Kemitraan Koperasi
Menurut Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah (1999)
SHU atau sisa hasil usaha adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam
waktu satu tahun buku setelah dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan dalam
pengelolaan koperasi, penyusutan, dan kewajiban lainnya, serta pajak pada tahun
buku yang bersangkutan. Proporsi alokasi penjatahan dan pembagian SHU
ditentukan dalam anggaran dasar koperasi.
Analisis terhadap usaha koperasi antara lain dapat dilakukan berdasarkan
jenis unit usaha dan volume usahanya. Namun demikian, dapat juga dikaji dari
segi aspek bentuk-bentuk usaha kerjasama dengan pihak lain, partisipasi anggota
dalam usaha, bagaimana pelaksanaan rencana operasional program dan
rencana kerjanya, serta aspek administrasi organisasi dan sarana usaha.
Pengkajian aspek usaha koperasi sangat perlu dilakukan, sebab koperasi
memiliki peranan yang cukup berarti dalam memberdayakan perekonomian
masyarakat luas. Pada sisi lain, pengembangan usaha koperasi masih berhadapan
dengan beberapa hambatan antara lain masih rendahnya aspek sumber daya
manusia yang tercermin dari kurang berkembangnya semangat atau jiwa
wirausaha, lemahnya penyerapan inovasi dan kurangnya kreativitas, serta
rendahnya etos kerja dan profesionalisme. Kondisi seperti ini pada gilirannya
12
25
akan menghambat daya saing dan kemampuan dalam menciptakan dan
memanfaatkan peluang usaha.
Usaha kecil perlu memberdayakan dirinya dengan beberapa cara
diantaranya adalah dengan pembinaan dan pengembangan usaha kecil melalui
kemitraan usaha. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas
secara optimal. Secara rinci, Hakim (2004) memaparkan tujuan dari kemitraan,
yaitu :
a. Tujuan dari Aspek Ekonomi
Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
kemitraan secara konkrit adalah :
1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat.
2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan agar lebih
menguntungkan.
3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil.
4. Meningkatkan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional.
5. Memperluas kesempatan kerja.
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional
b. Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya
Sebagai wujud tanggungjawab sosial dari pengusaha besar menurut Hakim
(2004) diwujudkan melalui pemberian pembinaan dan bimbingan kepada usaha
kecil. Dengan pembinaan dan bimbingan terus menerus, diharapkan pengusaha
kecil dapat tumbuh dan berkembang sebagai komponen ekonomi yang tangguh
dan mandiri. Selain itu, berkembangnya kemitraan diharapkan dapat menciptakan
pemerataan pendapatan dan mencegah kesenjangan sosial. Dari segi pendekatan
13
26
kultural, tujuan kemitraan adalah agar mitra usaha dapat menerima dan
mengadaptasikan nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan,
prakarsa dan kreativitas, berani mengambil resiko, etos kerja, kemampuan aspek-
aspek manajerial, bekerja atas dasar perencanaan dan berwawasan ke depan.
c. Tujuan dari Aspek Teknologi
Usaha kecil mempunyai skala usaha yang kecil, baik dari sisi modal,
penggunaan tenaga kerja dan orientasi pasar. Selain itu, usaha ini bersifat pribadi
atau perorangan sehingga kemampuan mengadopsi teknologi baru cenderung
rendah. Dengan demikian diharapkan dengan adanya kemitraan, perusahaan besar
dapat membina dan membimbing Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk
mengembangkan kemampuan teknologi produksi, sehingga dapat meningkatkan
produktivitas dan efisiensi usaha.
d. Tujuan dari Aspek Manajemen
Pengusaha kecil selain memiliki tingkat teknologi yang rendah juga
memiliki pemahaman manajemen usaha yang rendah. Dengan kemitraan usaha
diharapkan pengusaha besar dapat membina pengusaha kecil untuk membenahi
manajemen, meningkatkan mutu SDM dan memantapkan organisasi usaha.
2.2 Konsep Pendapatan dalam Usaha Ternak
2.2.1 Biaya Usaha Ternak Sapi Perah
Soekartawi et.al (1986) mendefinisikan pengeluaran total usahatani
sebagai nilai semua masukan yang dikeluarkan dan habis terpakai di dalam proses
produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja yang berasal dari keluarga peternak.
Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : (a) biaya tetap; dan
(b) biaya tidak tetap. Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang
14
27
relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh
banyak atau sedikit. Di sisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel didefinisikan
sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.
Dalam jangka pendek ditemui biaya tetap dan biaya variabel, namun
dalam jangka panjang semua biaya bersifat variabel. Biaya tetap yaitu biaya yang
besarnya tidak tergantung dari jumlah produksi, antara lain mencakup kandang,
lahan, peralatan dan pajak. Sementara biaya variabel yang yang dikeluarkan
tergantung dari besarnya jumlah output yang dproduksi, meliputi antara lain,
biaya pakan, obat-obatan, biaya tenaga kerja, dan biaya lainnya (Mubyarto, 1989).
Menurut Gittinger (1986) cara yang praktis untuk menentukan besarnya hasil
secara keseluruhan dari suatu usaha pertanian adalah dengan membandingkan
manfaat yang diterima dengan atau tanpa usaha. Usaha ini dalam rangka
pemanfaatan limbah ternak sapi perah.
2.2.2 Penerimaan Usaha Ternak Sapi Perah
Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka
waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan
harga satuan dari hasil produksi tersebut (Soekartawi et al, 1986). Penerimaan
usahatani dibagi menjadi :
a. Penerimaan Tunai Usahatani
Penerimaan tunai uasaha tani adalah nilai yang diterima dari penjualan
usahatani.
15
28
b. Penerimaan Kotor / Total Usahatani
Penerimaan kotor atau total usahatani adalah penerimaan dalam jangka
waktu (biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun
yang tidak dijual (tidak tunai, seperti konsumsi keluarga, bibit, dan pakan ternak).
Menurut Siregar (1990), penerimaan usahaternak sapi perah terdiri dari
penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penjualan susu, penjualan sapi-sapi
afkir, dan penjualan pedet yang tidak digunakan untuk mengganti sapi laktasi
merupakan penerimaan tunai usaha ternak sapi perah. Penjualan limbah kotoran
ternak sapi perah yang digunakan untuk input usahatani peternak, penjualan susu
untuk konsumsi keluarga merupakan penerimaan tidak tunai.
2.3 Perkembangan Usaha Ternak Sapi Perah di Indonesia
Menurut Sudono (1999), koperasi sapi perah merupakan perusahaan yang
bergerak di dalam produksi susu segar dan kemudian dipasarkan ke industri susu
sebagai bahan baku susu olahan dan produk asal susu lainnya. Koperasi dalam
memproduksi susu segar bermitra dengan peternak rakyat yang menjadi anggota
koperasi. Sebagai anggota koperasi, peternak adalah juga pemegang saham
melalui simpanan wajib dan simpanan pokok dan sebagainya. Dengan demikian
keberhasilan koperasi dalam bisnis susu segar secara langsung merupakan
keberhasilan para peternak anggota itu sendiri. Sebaliknya jika terjadi
mismanajemen dalam pengurusan koperasi akan merugikan perkembangan
peternak anggota koperasi. Pada kenyataannya, berbagai laporan penelitian
memperlihatkan bahwa usaha sapi perah rakyat selama 25 tahun terakhir tidak
mengalami perkembangan, malah cenderung statis, khususnya dalam ukuran
usaha yang tetap bertahan pada skala 2-3 ekor per peternak. Pada sisi koperasi
16
29
dilaporkan pula bahwa hanya 20 persen dari total koperasi sapi perah yang dapat
dinyatakan beroperasi secara layak dengan tingkat produksi yang relatif tinggi.
Permintaan susu dalam negeri relatif besar dan terus mengalami pertumbuhan dan
baru dapat dipenuhi 30 persen sedangkan sisanya dipenuhi melalui impor.
Beberapa tahun lagi, Indonesia akan memasuki pasar bebas dunia, dan ini berarti
koperasi harus segera mencari jalan keluar bagi peningkatan produksi dan menjadi
tuan di rumah sendiri. Sekalipun setelah krisis ekonomi, susu impor menurun dan
penyerapan susu segar dalam negeri meningkat, IPS (Industri Pengolahan Susu)
akan lebih menyukai impor susu karena harganya akan lebih murah. Meskipun
saat ini, harga susu dunia melonjak hingga lebih dari 100% akibat kekeringan di
Australia. Selama Januari hingga Juni 2007, harga bahan baku susu berupa full
cream milk powder impor naik dari 2.900 dolar AS per ton menjadi 4.500 dolar
AS per ton. Kebutuhan susu dalam negeri yang dapat dipasok dari produksi dalam
negeri baru mencapai 45% (360.000 ton) dari total kebutuhan 800.000 ton,
sehingga sisanya masih diimpor dari luar negeri. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, maka produksi dalam negeri harus ditingkatkan, baik kuantitas maupun
kualitasnya. Secara nasional, sebagian besar agribisnis sapi perah merupakan
peternakan rakyat yang ditangani koperasi, sehingga sebagian besar (90%)
produksi susu ditangani oleh koperasi.
Peternakan rakyat menurut Badan Pusat Statistik tahun 2000, populasi sapi
perah sebanyak 354,3 ribu ekor dengan skala kepemilikan 2-3 ekor per KK dan
produktivitas rendah sekitar 9-10 liter per ekor per hari. Hal ini disebabkan antara
lain kualitas pakan yang belum baik dan pemeliharaan yang belum optimal. Skala
usaha KUD sebagian besar (60%) kapasitas produksinya masih rendah, yaitu di
17
30
bawah 5.000 liter per hari. Skala kepemilikan sapi perah 2-3 ekor per peternak
hasilnya tidak optimal dengan produktivitas rendah berakibat kehidupan peternak
stagnan, bahkan tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
2.4 Penelitian Terdahulu
Anisa (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis Fungsi Biaya
dan Efisiensi Usaha Ternak Sapi Perah di Wilayah kerja KPSBU Lembang
Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa rata-rata peternak memiliki sapi laktasi
kurang dari 10 ekor atau hanya 3,18 ST dari rata-rata kepemilikan sapi 4,03 ST.
rataan produksi susu di daerah penelitian adalah 14,68 liter per ekor per hari.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa biaya produksi terbesar yang dikeluarkan
peternak alah biaya pakan yaitu mencapai 54 persen pada peternak skala I dengan
pemilikan sapi 3,91 ST dan 69,17 persen, pada peternak skala II dengan pemilikan
sapi 4,29 ST. komponen biaya terbesar kedua dan ketiga secara berturut-turut
adalah biaya pembelian ternak dan biaya tenaga kerja. Penerimaan usaha ternak
sapi perah di daerah penelitian yang paling utama adalah dari penjualan susu.
Penerimaan sampingan usaha ternak sapi perah di lokasi penelitian berasal dari
penjualan ternak, penjualan karung, penjualan kotoran ternak, nilai perubahan
ternak dan susu yang dikonsumsi oleh keluarga peternak.
Selanjutnya, Penelitian yang sama dilakukan oleh Sinaga (2003) dengan
judul Pendugaan Fungsi Biaya Usaha Ternak Sapi Perah di Kawasan Usaha
Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa semakin besar skala usaha
maka semakin tinggi produktivitas sapi laktasi. Produksi optimal dicapai pada saat
produksi susu 670,99 liter per bulan per peternak atau 99,70 liter per ekor per
18
31
bulan atau pada saat penerimaan peternak hasil penjualan susu sebesar Rp
1.072.769,75 per peternak per bulan.
Nurhayati (2000) melakukan penelitian dengan judul Pendugaan Fungsi
Biaya dan Analisis Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah di Wilayah KUD
Mukti Kabupaten Bandung, menunjukkan besarnya Biaya Variabel untuk skala
usaha sampai tiga ekor sapi laktasi adalah Rp 365.270,00 per peternak per bulan
dan untuk skala lebih dari atau sama dengan empat ekor sapi laktasi adalah Rp
576.038,00 per peternak per bulan. Ini berarti bahwa semakin besar skala usaha
maka semakin besar biaya variabel yang dikeluarkan.
19
Top Related