i
IDENTIFIKASI PENGGUNAAN VASEKTOMI SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI PRIA DI PUSKESMAS LEPO-LEPO
KOTA KENDARI TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan padaProgram Studi Diploma III Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari
Disusun Oleh:
RENI ANDRIANINIM : P00324013027
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEBIDANANPROGRAM STUDI DIII
TAHUN 2016
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Reni Andriani
NIM : P00324013027
Program Studi : Kebidanan
Judul KTI : Identifikasi Penggunaan Vasektomi Sebagai Alat
Kontrasepsi Pria di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari
Tahun 2016
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar
hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran
orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila
dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Kendari, Agustus 2016Yang Membuat Pernyataan
Penulis
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini dengan judul
“Identifikasi Penggunaan Vasektomi Sebagai Alat Kontrasepsi Pria di Puskesmas
Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016”.
Penulis menyadari bahwa semua ini dapat terlaksana karena dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak, secara langsung maupun tidak langsung dalam
memberikan bimbingan dan petunjuk sejak dari pelaksanaan kegiatan awal sampai
pada penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Askrening, SKM., M.Kes., selaku Pembimbing I dan Ibu Wa Ode Asma
Isra, S.Si.T., M.Kes., selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan
pikiran dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab guna memberikan bimbingan
dan petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Petrus, SKM., M.Kes., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Ibu Hj. dr. Maryam Rufiah, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Kendari.
3. Bapak Ir. Sukanto Toding, MSP., MA., selaku Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara.
4. Ibu dr. Jeni Arni Harli T., selaku Kepala Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari dan
staf yang telah membantu dalam memberikan informasi selama penelitian ini
berlangsung.
5. Ibu Halijah, SKM., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Kendari.
vii
6. Ibu Sitti Zaenab, SKM., SST., M.Keb., selaku Penguji I, Ibu Sultina Sarita, SKM.,
M.Kes., selaku Penguji II, dan Ibu Wahida S, S.Si.T., M.Keb, selaku Penguji III.
7. Seluruh Dosen dan staf pengajar Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan
Kebidanan yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu pengetahuan
maupun motivasi selama mengikuti pendidikan di Poltekkes Kemenkes Kendari.
8. Teristimewa kepada ayahanda La Ode Hermaide dan Ibunda Nurgaya yang telah
mengasuh, membesarkan dengan cinta dan penuh kasih sayang, serta
memberikan dorongan moril, material dan spiritual, serta saudara-saudaraku,
terima kasih atas pengertiannya selama ini.
9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan
Kebidanan angkatan 2013.
Tiada yang dapat penulis berikan kecuali memohon kepada Allah SWT,
semoga segala bantuan dan andil yang telah diberikan oleh semua pihak selama ini
mendapat berkah dari Allah SWT. Akhir kata penulis mengharapkan semoga karya
tulis ilmiah ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat
bagi kita semua, Amin.
Kendari, Agustus 2016
Penulis
viii
ABSTRAK
Identifikasi Penggunaan Vasektomi Sebagai Alat Kontrasepsi Pria di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016
Reni Andriani 1, Askrening 2, Wa Ode Asma Isra 3
Latar Belakang: Data hasil laporan kabupaten/kota tahun 2010-2014 diketahuijumlah peserta vasektomi di Sulawesi Tenggara hanya 1,2%. Sedangkan tahun 2014, BKKBN menargetkan pemakian akseptor KB pria di Indonesia yaitu 90% tetapi hanya 1,2% yang menggunakan vasektomi. Tahun 2015 data peserta vasektomi di Kota Kendari sebanyak 0,2%.Tujuan Penelitian: untuk mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari.Metode Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016 pada tanggal 24 Juni – 16 Juli 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan usia subur yang sudah menikah, yang belum memakai vasektomi tetapisudah memenuhi syarat untuk vasektomi sejumlah 84 PUS, dengan jumlah sampel sebanyak 46 responden.Hasil Penelitian: Menunjukkan bahwa tingkat inteligensi responden tentang penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori kurang (71,7%); lingkungan responden tentang penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori tidak mendukung (95,7%); tingkat pendidikan responden tentang penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori pendidikan dasar (58,7%); dan agama responden tentang penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori berpengaruh (65,2%).Kesimpulan: Tingkat inteligensi responden sehubungan dengan penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria masih kurang, dimana lingkungan tidak mendukung dan tingkat pendidikan responden yang rendah serta faktor agama sangat berpengaruh terhadap penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria. Saran: Suami hendaknya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang perananya dalam keluarga berencana terutama perannya dalam menggunakan vasektomi dengan cara aktif mencari informasi tentang vasektomi.
Kata Kunci : Kontrasepsi Pria, VasektomiDaftar Pustaka : 22 (2004-2015)
1. Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan2. Dosen Pembimbing I Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan3. Dosen Pembimbing II Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ iHALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iiHALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iiiSURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................. ivRIWAYAT HIDUP ......................................................................................... vKATA PENGANTAR ..................................................................................... viABSTRAK .................................................................................................... viiiDAFTAR ISI ................................................................................................... ixDAFTAR TABEL ........................................................................................... xiDAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiiDAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiiiBAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1B. Rumusan Masalah ................................................................. 4C. Tujuan Penelitian ................................................................... 4D. Manfaat Penelitian ................................................................. 5E. Keaslian Penelitian ................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kontrasepsi .............................................................. 7B. Metode Operasi Pria (MOP) / Vasektomi .............................. 9C. Konsep Dasar Perilaku ......................................................... 18D. Kerangka Teori ...................................................................... 27E. Kerangka Konsep ................................................................. 28
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...................................................................... 30B. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 30C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................ 30D. Definisi Operasional .............................................................. 31E. Instrumen Penelitian ............................................................. 33F. Pengumpulan Data ............................................................... 33G. Pengolahan Data .................................................................. 34H. Analisis Data ......................................................................... 35I. Etika Penelitian Data ............................................................ 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian ...................................................................... 38B. Pembahasan ........................................................................ 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan ............................................................................ 49B. Saran .................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Tenaga Kesehatan di Puskesmas Lepo-Lepo ..................................... 402. Distribusi Pendidikan Responden di Puskesmas Lepo-Lepo
Kota Kendari ........................................................................................ 413. Distribusi Intelegensi Responden di Puskesmas Lepo-Lepo
Kota Kendari ........................................................................................ 414. Distribusi Lingkungan Responden di Puskesmas Lepo-Lepo
Kota Kendari ........................................................................................ 425. Distribusi Agama Responden di Puskesmas Lepo-Lepo
Kota Kendari ........................................................................................ 42
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Kerangka Konsep ....................................................................................... 28
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Permohonan Pengisian Kuisioner2 Surat Pernyataan Persetujuan Responden3 Kuisioner Penelitian4. Master Tabel5. Surat Ijin Penelitian dari Litbang6. Surat Telah Melakukan Penelitian
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kelurga Berencana adalah usaha untuk mengontrol jumlah dan
jarak kelahiran anak, untuk menghidari kehamilan yang bersifat sementara
dengan menggunakan kontrasepsi sedangkan untuk menghindari
kehamilan yang sifatnya menetap yang bisa dilakukan dengan cara
sterilisasi (BKKBN, 2011). Sterilisasi salah satu dengan jalan vasektomi.
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas
reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa diferensia sehingga
alur trasportasi sperma terlambat dan proses fertilisasi (penyetuan dengan
ovum) tidak terjadi (Syaifuddin, 2006).
Setiap tahun ada 500.000 perempuan meninggal akibat berbagai
masalah yang melingkupi kehamilan, persalinan dan pengguguran
kandungan (aborsi) yang tak aman (Safrina, 2012). Selama ini akseptor
KB pria lebih sedikit dibandingkan akseptor KB wanita. Itu terbukti dengan
rendahnya target akseptor KB pria dalam propenas tahun 2005 – 2009.
Mestinya 75% tetapi hanya tercapai 1,3%. Rinciannya, pemakaian
kondom 0,9%, vasektomi 0,4% (BKKBN, 2008) karena peserta KB pria di
Indonesia hanya pada kisaran 1.3% dari target 75%. Maka untuk itu,
tahun 2014-2017, peran serta pria ditargetkan kembali menjadi 90%
karena kurangnya pastisipasi pria dalam ber-KB masih belum mkaskimal.
Sementara data peserta KB aktif menunjukan bahwa presentasi
vasektomi di Indonesia adalah 0.3%, meskipun angka yang di dapat
2
sedikit namun dari tahun ke tahun jumlah peserta vasektomi meningkat.
Angka yang dicatat BKKBN menunjukkan bahwa pada tahun 2011
terdapat 21.048 suami yang divasektomi dan meningkat pada tahun 2012
menjadi 24.144 suami (BKKBN, 2011).
Data hasil laporan kabupaten/kota tahun 2010-2014 diketahui
jumlah peserta vasektomi di Sulawesi Tenggara hanya 1,2% (BKKBN,
2014). Sedangkan tahun 2014, BKKBN menargetkan pemakian akseptor
KB pria di Indonesia yaitu 90% tetapi hanya 1,2% yang menggunakan
vasektomi. Tahun 2015 data peserta vasektomi di Kota Kendari sebanyak
0,2%, Sedangkan berdasarkan studi pendahuluan pada bulan Januari
2016 belum terdapat akseptor KB vasektomi di Puskesmas Lepo-Lepo
Kota Kendari.
Partisipasi pria dalam keluarga berencana bisa dikatakan belum
maksimal, hal itu pada dasarnya tidak terlepas dari operasional program
KB yang selama ini dilaksanakan mengarah kepada wanita sebagai
sasaran. Demikian juga masalah penyediaan alat kontrasepsi yang hampir
semuanya untuk wanita, sehingga terbentuk pola pikir bahwa para
pengelola dan pelaksana program mempunyai persepsi yang dominan
yakni yang hamil dan melahirkan adalah wanita, maka wanitalah yang
harus menggunakan alat kontrasepsi. Oleh sebab itu, semenjak tahun
2000 pemerintah secara tegas telah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan partisipasi pria dalam keluarga berencana melalui kebijakan.
Masalah jangka panjang yang akan timbul adalah berhasil atau
tidaknya program KB pemerintah. Salah satu indikator keberhasilan
3
program KB dalam memberikan kontribusi yang nyata untuk mewujudkan
keluarga kecil berkualitas adalah adanya partisipasi pria dalam ber-KB
sesuai dengan Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) (BKKBN, 2011).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 bahwa
metode MOP cenderung meningkat walaupun presentasinya masih rendah
di bandingkan metode kontrasepsi lainnya, karena dalam dua tahun
terakhir ini kembali digalakkan melalui revitalisasi program KB nasional.
Salah satunya program pelayanan KB metode kontrasepsi jangka panjang
(MKJP) berupa implant, vasektomi, IUD dan tubektomi (Kemenkes RI,
2013). Selama ini sudah dilakukan upaya yang ditempuh oleh Bidan,
Tokoh Masyarakat (TOMA) dan kader-kader untuk meningkatkan
partisipasi pria dalam ber-KB dengan penyuluhan, pelatihan petugas untuk
melakukan Metode Operasi Pria (MOP), tersedia tenaga penyuluh
lapangan keluarga berencana di tiap-tiap RT namun partisipasi pria masih
tetap rendah. Rendahnya partisipasi pria dalam mengikuti perkumpulan
disebabkan oleh tokoh masyarakat (TOMA) dan kader-kader yang kurang
efektif dalam penyuluhan baik karena kendala waktu yang tidak terjadwal
dan juga materi yang diberikan pada saat penyuluhan lebih bersifat umum
sehingga para suami PUS enggan untuk mengikuti kegiatan tersebut
(Depkes RI, 2008).
Berdasarkan data di atas penulis telah melakukan penelitian
dengan judul: Identifikasi Penggunaan Vasektomi Sebagai Alat
Kontrasepsi Pria di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan
masalah yaitu, “Bagaimanakah identifikasi penggunaan vasektomi sebagai
alat kontrasepsi pria di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat
kontrasepsi pria di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi
pria berdasarkan intelegensi.
b. Mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi
pria berdasarkan lingkungan.
c. Mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi
pria berdasarkan pendidikan.
d. Mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi
pria berdasarkan agama.
5
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana informasi bagi
ilmu kesehatan terutama mengenai teori-teori yang berhubungan
dengan penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan menjadikan pengalaman yang nyata dalam melakukan
penelitian secara baik dan benar.
b. Bagi PUS
Hasil penelitian ini dapat memberikan motivasi bagi keluarga
khususnya suami untuk meningkatkan partisipasi pria dalam ber-KB
di Puskesmas Lepo-lepo Kota Kendari Tahun 2016.
c. Bagi Poltekkes Kemenkes Kendari
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah
informasi bagi mahasiswa agar dapat dikembangkan pada penelitian
selanjutnya dan dijadikan bahan kepustakaan.
d. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pelayanan
kesehatan selanjutnya sehingga menjadi lebih baik.
6
E . Keaslian Penelitian
Yuyun, (2013) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
rendahnya pemakaian alat kontrasepsi pada pria pada pria (MOP) di
wilayah kerja Puskesmas.
Perbedaan dari penelitian ini adalah penelitian menggunakan
metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik deskriptif serta
pengambilan sampel yang diggunakan yaitu teknik accidental sampling
dimana subjek dipilih karena aksesibilitas nyama dan pendekatan mereka
kepada peneliti.
Sedangkan pada Penelitian ini mengenai identifikasi penggunaan
vasektomi sebagai alat kontrasepsi pada pria di Puskesmas Lepo-Lepo
Kota Kendari. Jenis peneltian ini adalah deskriptif dengan besar sample 46
responden dan teknik pengambilang sampel adalah dengan cara purposive
sampel dimana pengambilan sampelnya secara sengaja sesuai dengan
persyaratan sampel yang diperlukan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kontrasepsi
1. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata Kontra yang berarti mencegah
atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur
yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan, maksud
dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan
sebagai akibat pertemuan antara sel telur matang dengan sel sperma
tersebut (BKKBN, 2011).
2. Tujuan Kontrasepsi
Menurut Hartanto (2010) tujuan kontrasepsi ada 2, yaitu:
a. Tujuan umum
Pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan
KB yaitu dihayatinya NKKBS.
b. Tujuan pokok
Penurunan angka kelahiran yang bermakna Guna mencapai tujuan
tersebut maka di tempuh kebijaksanaan mengkategorikan tiga fase
untuk mencapai sasaran, yaitu:
1) Fase menunda perkawinan / kesuburan
2) Fase menjarangkan kehamilan
3) Fase menghentikan / mengakhiro kehamilan/kesuburan.
8
3. Sasaran kontrasepsi
a. Pasangan usia subur
b. Ibu yang mempunyai banyak anak
c. Ibu yang mempunyai resiko tinggi terhadap kehamilan.
4. Macam-macam kontrasepsi
Menurut Handayani (2010) macam-macam kontrasepsi adalah:
a. Metode kontrasepsi sederhana
Metode kontrasepsi sederhana ini terdiri dari:
1) Metode kontrasepsi sederhana dengan alat
a) Kondom
b) Diafragma
c) Cup serviks
d) spermisida
2) Metode kontrasepsi sederhana tanpa alat
a) Metode Amenorhoe Laktasi (MAL)
b) Coitus Interuptus
c) Metode Kalender
d) Metode Lendir Serviks (MOB)
e) Metode Suhu Basal Badan
f) Simptotermal Yaitu perpaduan antara suhu basal dan lender
seriks.
9
b. Metode Kontrasepsi Hormonal
1) Kombinasi (hormone progesterone dan estrogen sintetik)
a) Pil
b) Suntikan/ Injeksi
2) Progresteron
a) Pil
b) Suntikan/ Injeksi
c) Implant
c. Metode kontrasepsi dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi:
1) AKDR yang mengandung hormone (sintetik progesterone)
2) AKDR yang tidak mengangundung hormone (sintetik
progesterone)
d. Metode Kontrasepsi Mantap
1) Metode Operasi Wanita (MOW) / Tubektomi
2) Metode Operasi Pria (MOP) / Vasektomi
e. Metode kontrasepsi Darurat
Metode yang digunakan dalam situasi darurat yaitu pil dan AKDR
B. Metode Operasi Pria (MOP) / Vasektomi
1. Kontrasepsi Vasektomi
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas
reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa diferensia
10
sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi
(penyatuan dengan ovum) tidak terjadi (Syaifuddin, 2006).
2. Cara kerja/teknik vasektomi (MOP)
Ada dua cara kerja/teknik sterilisasi vasektomi yaitu :
a. Teknik vasektomi standar
Teknik ini ada 10 langkah, diantaranya yaitu:
1) Celana dibuka dan baringkan pasien dengan posisi terlentang.
2) Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan bagian dalam
bingkai dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan
cairan yang tidak merangsang seperti larutan betadin 0,75 atau
larutan klorheksidini (hibiscrub) 4% atau asam pikrat 2%. Bila
ada bulu perlu dicukur terlebih dahulu, sebaiknya dilakukan oleh
pasien sendiri sebelum berangkat ke klinik.
3) Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain
steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.
4) Tepat di linea mediana diatas vas deferens, kulit skrotum diberi
anastesi (Prokain atau Lidokain atau Novokain atau Xilokain
1-2%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal
serta proksimal vas deferens di deponir lagi masing-masing
0,5 ml.
5) Kulit skrotum diiris longitudinal 1 sampai 2 cm, tepat diatas vas
deferens yang telah ditonjolkan ke permukaan kulit.
6) Setelah kulit dibuka, vasdeferens dipegang dengan klem,
disiangi sampai tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara,
11
perdarahan dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah lagi
obat anastesi kedalam fasia vas deferens dan baru kemudian
fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi
sayatan rata (dapat dicapai jika pisau cukup tajam) hingga
memudahkan penjahitan kembali. Setelah fasia vas deferens
dibuka terlihat vas deferens yang berwarna putih mengkilat
seperti mutiara. Selanjutnya vas deferens dan fasianya
dibebaskan dengan gunting halus berujung runcing.
7) Jepitkan vas deferens dengan klem pada dua tempat dengan
jarak 1-2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah
diikat jangan dipotong dulu. Tariklah benang yang mengkilat
kedua ujung vas deferen tersebut untuk melihat kalau ada
perdarahan yang tersembunyi. Jepitan hanya pada titik
perdarahan, jangan terlalu banyak karena dapat menjepit
pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau defernsialis
yang berakibat kematian testis itu sendiri.
8) Potonglah diantara dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm.
Gunakan benang sutra no 00,0 atau 1 untuk mengikat vas
deferens tersebut. Ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi
juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens.
9) Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang dianjurkan
adalah dengan melakukan interposisi vas deferens, yakni
menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vas
deferens bagian distal (sebelah ureteral dibenamkan dalam
12
fasia dan vas deferens bagian proksimal (sebelah testis) terletak
diluar fasia. Cara ini akan mencegah timbulnya kemungkinan
rekanalisasi.
10)Lakukanlah tindakan di atas (langkah 6-9) untuk vas deferens
kanan dan kiri, dan setelah selesai, tutuplah kulit dengan 1-2
jahitan plain catgut no. 00,0 kemudian rawat luka operasi
sebagaimana mestinya, tutup dengan kasa steril dan diplester
(Syaifuddin, 2006).
b. Teknik Vasektomi Tanpa Pisau
1) Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi
terlentang.
2) Rambut di daerah skrotum di cukur sampai bersih.
3) Penis di plester ke dinding perut.
4) Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis, dan bagian
dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang
tidak merangsang seperti larutan betadin 0,75%, atau larutan
klorheksidin (hibiscrub) 4%.
5) Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain
steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.
6) Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum
diberi anastesi lokal (Prokain atau Lidokain atau Novokain atau
Xilokain 1-2%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk sejajar vas
13
deferens searah distal, kemudian di deponir lagi masing-masing
3-4 ml, prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri.
7) Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan di fiksasi
di dalam lingkaran klem fiksasi pada garis tengah skrotum.
Kemudian klem direbahkan kebawah sehingga vas deferens
mengarah ke bawah kulit.
8) Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens,
tepat di sebelah distal lingkaran klem dengan sebelah ujung
klem diseksi dengan membentuk sudut ± 45 derajat. Sewaktu
menusuk vas deferens sebaiknya sampai kena vasdeferens,
kemudian klem diseksi ditarik, tutupkan ujung-ujung klem dan
dalam keadaan tertutup ujung klem dimasukkan kembali dalam
lobang tusukan, searah jalannya vas deferens.
9) Renggangkan ujung-ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan
jaringan dari kulit sampai dinding vas deferens akan dapat
dipisahkan dalam satu gerakan. Setelah itu dinding vas
deferens yang telah telanjang dapat terlihat.
10)Dengan ujung klem diseksi menghadap ke bawah, tusukkan
salah satu ujung klem ke dinding vas deferens dan ujung klem
diputar menurut arah jarum jam, sehingga ujung klem
menghadap ke atas. Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan
pegang dinding anterior vas deferens. Lepaskan klem fiksasi
dari kulit dan pindahkan untuk memegang vasdefrens yang
14
telah terbuka. Pegang dan fiksasi vas deferens yang sudah
telanjang dengan klem fiksasi lalu lepaskan klem diseksi.
11)Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan
sekitarnya dipisahkan pelan-pelan kebawah dengan klem
diseksi. Kalau lubang telah cukup luas, lalu klem diseksi
dimasukkan ke lubang tersebut. Kemudian buka ujung- ujung
klem pelan-pelan paralel dengan arah vas deferens yang
diangkat. Diperlukan kira-kira 2 cm vas deferens yang bebas.
Vas deferens di crush secara lunak dengan klem diseksi,
sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutra.
12)Diantara dua ligasi kira-kira 1-1,5 cm vas deferens dipotong
dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak di
potong. Kontrol perdarahan dan kembalikan putung-putung vas
deferens dalam skrotum.
13)Tarik pelan-pelan benang pada putung yang distal. Pegang
secara halus fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup
lubang fasia dengan mengikat sedemikian rupa sehingga
putung bagian epididimis tertutup dan putung distal ada di luar
fasia. Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas
deferens tidak tegang, maka benang yang terakhir dapat
dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam skrotum.
14)Lakukan tindakan di atas (langkah 7-13) untuk vas deferens
sebelah yang lain, melalui luka di garis tengah yang sama,
kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak
15
15)perlu di jahit hanya diproksimalkan dengan band aid atau
tensoplas (Syaifuddin, 2006).
3. Indikasi dan Kontraindikasi Kontrasepsi MOP (Vasektomi)
a. Indikasi Kontrasepsi MOP (Vasektomi)
Indikasi MOP menurut Syaifuddin (2006) yaitu terdiri atas
indikasi medik seperti: kelainan jiwa, kemungkinan kehamilan yang
dapat membahayakan, penyakit keturunan atau ingin membatasi
jumlah anak.
Menurut Thomas (2008) indikasi MOP yaitu: keluarga telah
lengkap setelah berumur 30 tahun, kontraindikasi untuk seorang istri
hamil atau intoleran metode kontrasepsi lain, dan ditawarkan pada
usia dibawah 30 tahun hanya dalam keadaan sangat khusus.
Menurut Hartanto (2010) yaitu: usia > 26 tahun, paritas > 2
tahun, yakni telah memenuhi keluarga besar yang sesuai, pada
kehamilannya pasangan menimbulkan risijko kesehatan, paham dan
sukarela dengan prosedur ini. Sedangkan menurut Wiknjosastro
(2008) indikasi MOP yaitu: umur minimal 25 tahun dengan 4 anak
hidup, umur 30 tahun dengan 3 anak hidup dan umur 35 tahun
dengan 2 anak hidup.
b. Kontraindikasi Kontrasepsi MOP (Vasektomi)
Kontraindikasi vasektomi, terjadi hanya apabila ada kelainan
lokal yang bersifat menggangu atau penyakit berat, penyakit DM,
kardiovaskuler atau penyakit berat lainnya. Beberapa hal yang
menimbulkan kontraindikasi dan cara penggunaannya:
16
1) Perdarahan
Bila perdarahan banyak, hendaknya dirujuk dan akan dilakukan
operasi kembali dengan anestesi umum kemudian mengeluarkan
bekuan darah dan mencari sumber perdarahan dan
menanganinya. Bekuan darah di dalam skrotum dapat
mengandung kuman-kuman dan menimbulkan infeksi.
2) Hematoma
Pembengkakan terjadi sekitar 3-5 hari. Biasanya terjadi bila
daerah skrotum diberi beban berlebihan, misalnya naik sepeda
atau duduk terlalu lama
3) Infeksi
Dikarenakan perawatan luka yang kurang baik, penanganannya
yaitu apabila basah dikompres, bila kering diberi salep antibiotika.
Apabila terjadi infiltrasi di dalam kulit skrotum di tempat vasektomi
sebaiknya dirujuk. Di sini pasien diistrahatkan dengan berbaring,
kompres es pemberian antibiotika dan analgetika
4) Granuloma sperma
Pembentukan granuloma relatif jarang dan dapat hilang sendiri.
Dapat terjadi pada ujung proksimal vasdeferens atau epidemilis.
Gejalanya benjolan kenyal dan kadang juga nyeri dan kadang
juga tidak nyeri. Granuloma terjadi 1-2 minggu setelah vasektomi.
Pada keadaan ini dilakukan eksisi granuloma dan mengikat
kembali vasdeferens.
17
5) Antibody sperma
Biasanya akseptor vasektomi akan membentuk antibody
terhadap sperma. Tetapi belum terbukti adanya penyulit yang
disebabkan aktibodi tersebut.
4. Keuntungan Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP)
Menurut Handayani (2010), keuntungan kontrasepsi Metode
Operasi Pria (MOP) adalah:
a. Efektif, Kemungkinan gagal tidak ada karena dapat di chek
kepastian dilaboratorium.
b. Aman, morbiditas rendah dan tidak ada mortalitas.
c. Cepat, hanya memerlukan waktu 5 – 10 menit dan pasien tidak
perlu di rawat di RS.
d. Menyenangkan bagi akseptor karena memerlukan anestesi
local saja.
e. Tidak menganggu hubungan seks selanjutnya
f. Biaya rendah.
g. Secara kultural sangat dianjurkan di negara-negara dimana wanita
merasa malu untuk diganti oleh dokter pria atau kurang tersedia
dokter wanita dan para medis wanita.
5. Kerugian Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP)
a. Harus dengan tindakan operatif.
b. Kemungkinan ada komplikasi seperti perdarahan dan infeksi.
18
c. Tidak seperti sterilisasi wanita yang langsung menghasilkan steril
permanen, pada vasektomi masih harus menunggu beberapa hari,
minggu atau bulan sampai sel mani menjadi negatif.
d. Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin punya anak
lagi (reversibilitas tidak terjamin).
e. Pada orang-orang yang mempunyai problem-problem psikologis
yang mempengaruhi seks, dapat menjadikan keadaan semakin
parah.
6. Efek samping/Komplikasi Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP)
a. Komplikasi Minor
1) Ecchymosis, terjadi pada 2-65%. Penyebabnya pecahnya
pembuluh darah kecil subcutan, sehingga terjadi perembesan
daerah bawah kulit.Tidak memerlukan terapi, akan hilang sendiri
1-2 minggu post operatif.
2) Pembengkakan (0,8-67%)
3) Rasa sakit / rasa tidak enak
4) Terapi pembengkakan dan rasa sakitb/ tidak enak dengan
kompres es, analgetika, penunjang skrotum.
b. Komplikasi mayor
1) Hematoma
a) Incident <1%
b) Terjadi pembentukan masa bekuan darah dalam kantung
skrotum yang berasal dari pembuluh darah yg pecah.
c) Pencegahan : hemostasis yang baik selama operasi.
19
d) Pengobatan: jika kecil kompres es, istirahat beberapa hari.
Sedangkan jika besar buka kembali skrotum, ikat pembuluh
darah dan lakukan drainase.
2) Infeksi
a) Jarang terjadi <2%
b) Infeksi dapat terjadi pada: insisi, vas deferens, epididimys
menyebabkan epididymiistis, testis menyebabkan orchitis.
3) Sperm granuloma
a) Granuloma adalah suatu abses non bacterial, yang terdiri
dari spermatozoa, sel sel epitel dan lymphocyte, dan
merupakan suatu respons inflamatoir terhadap spermatozoa
yang merembes ke dalam jaringan sekitarnya.
b) Insidens 0,1-3 %
c) Penyebab merembesnya/bocornya spermatozoa kedalam
jaringan sekitarnya.
d) Diagnosa: ras sakit yang tiba tiba dan pembengkakan pada
lokasi operasi setelah 1-2 minggu, sedasng sebelumnya
sama sekali a-simptomatik
e) Terapi Umumnya granuloma yang kecil akan menghilang
sendiri atau dapat dilakukan kompres es, istirahat dan
pemberian analgetika.
f) Bila granuloma besar dan sangat sakit, harus
dilakukan eksisi. Hanya saja eksisi satu granuloma tidak
20
menjamin bahwa tidak akan terjadi suatu granuloma
lainnya.
c. Efek samping sperma-granuloma
1) Bisa menyebabkan rekanalisasi vas deferens, karenater bentuk
saluran saluran didalam granuloma-nya.
2) Granuloma epididyma; dapat mencegah keberhasilan
reversal/pemulihan kembali kontap- pria.
3) Komplikasi lain: sangat jarang terjadi <1 %: perlekatan
vaskutaneous, hydrocele, fistula vaskutaneous.
C. Konsep Dasar Perilaku
1. Definisi perilaku
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat di amati langsung, maupun tidak langsung,
maupu yang tidak dapat di amati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012).
Perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang
(stimulus) dan tanggapan (respon). Perilaku dinyatakan sebagai
kelakuan yang mencerminkan seseorang selalu menuju kearah tujuan.
Perilaku yang ditunjukkan dengan aktivitas yang sudah dilakukan atau
hal-hal yang mereka kerjakan.
Perilaku menurut Azwar (2008), terdiri dari tiga aspek yang
merupakan satu kesatuan urutan yang tidak di pisah- pisahkan. ketiga
aspek itu adalah:
21
a. Aspek Kognitif (Pengetahuan)
Yaitu aspek yang berhubungan dengan keinginan otak,
berupa proses berpikir mengenai suatu objek tertentu tentang
kontrasepsi dan bagaimana dalam memilih kontrasepsi.
b. Aspek Afektif (Sikap)
Yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk mengikut sertakan diri secara aktif dalam
fenomena tertentu dan membuat reaksi dengan cara tertentu.
Bahwasanya sikap adalah kecenderungan seseorang untuk
memberikan tanggapan pasif maupun negatif terhadap orang,
benda atau situasi tertentu. Dalam hal ini dapat diambil
kesimpulan bahwa sikap adalah kecenderungan bertindak. Sikap
bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk
berperilaku dalam menggunakan kontrasepsi.
c. Aspek Psikomotorik (keterampilan)
Yaitu aspek yang berhubungan dengan keteerampilan
seseorang setelah menerima pengalaman belajar tertentu. Aspek
psikomotirik merupakan kelanjutan dari aspek pengetahuan
(kognitif) dan aspek sikap (afektif). Bentuk kecenderungan
bertindak atas respon yang diterimanya. Menurut Notoatmojo
(2010), ia membedakan adanya dua respon yakni:
1) Responden respon atau reflexive, yaitu respon yang timbul
dari rangsangan rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus
22
semacam ini disebut eliciting stimulation, karena menimbulkan
respon respon respon yang relative tetap.
2) Operant Respon atau instrumental respone, yaitu respon
yang timbul dan berkembang diikuti oleh stimulus atau
perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing
stimulation atau renforcer, karena memperkuat respon.
Dari segi biolagis, perilaku suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Sehingga yang
dimaksud dengan perilaku manusia hakikadnya adalah tindakan
atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas.
2. Bentuk perilaku
Secara operasional perilaku dapat diartikan suatu respon
organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar
subjek tersebut. Menurut Notoadmodjo (2010), bentuk respon ini
terhadap stimulus ini, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup (convert behavior). Respon seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk selubung atau tertutup (convert). Reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi
pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum diamati secara jelas oleh
orang lain.
23
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap bentuk tindakan nyata/terbuka.
Respon stimulus sudah jelas dalam bentuk nyata atau praktek
(practice), yang dengan mudah dapat di amati atau dilihat oleh orang
lain. Perilaku pria yang terbuka dalam memperoleh segala informasi
mengenai vasektomi baik melalui bertanya, media, maupun diskusi
dengan orang klain yang dianggap lebih.
Menurut Green dalam Notoadmodjo (2012), perilaku manusia
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1) Faktor internal (berasal dari diri manusia)
a. Jenis ras atau keturunan
Setiap ras yang ada di dunia memperlihatkan tingkah
laku yang khas. Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap ras,
karena memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri perilaku ras negrosis
antara lain bertemperamen keras, tahan menderita, menonjol
dalam kegiataan olahraga. Ras mongoid mempunyai ciri
ramah, senang bergotong royong, agak tertutup atau email
dan sering mengadakan upacara ritual. Demikian pula
beberapa ras lain memiliki ciri perilaku yang berbeda pula.
b. Jenis kelamin
Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain
cara berpakaian, melakukan pekerjaan sehari hari, dan
pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkinkan
karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma
24
pembagian tugas. Wanita seringkali berperilaku berdasarkan
perasaan, sedangkan orang laki laki cenderung berperilaku
atau bertindakatas pertimbangan rasional.
c. Sifat fisik
Kretschmer Sheldon membuat tipologi perilaku
seseorang berdasarkan tipe fisiknya. Misalnya, orang yang
pendek, bulat, gendut, wajah berlemak adalah tipe piknis.
Orang dengan ciri demikian dikatakan senang bergaul,
humoris, ramah, dan banyak teman.
d. Kepribadian
Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia
yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi
serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik
yang datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya,
sehingga corak dan kebiasaan itu merupakan suatu fungsional
yang khas untuk manusia itu. Dari pengertian tersebut,
kepribadian seseorang berpengaruh terhadap perilakunya
sehari harinya.
e. Intelegensia
Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan individu
untuk berfikir dan bertindak secara terarah dan efektif. Bertitik
tolak dari pengertian tersebut, tingkah laku yang individu
sangat dipengaruhi oleh intelegansia adalah tingkah laku
25
intelegen dimana seseorang dapat bertindak cepat, tepat, dan
mudah terutama dalam mengambil keputusan.
f. Bakat
Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang
memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai
suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus
misalnya berupa kemampuan memainkan musik, melukis,
olahraga dan sebagaianya.
2) Faktor Eksternal (berasal dari luar diri manusia)
a. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
individu, baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial.
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku individu.
b. Pendidikan
Pendidikan dapat diartikan sebagai proses bantuan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum
dewasa untuk mencapai kedewasaan. Hasil dari proses
belajar mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku.
c. Agama
Agama merupakan suatu keyakinan hidup seseorang sesuai
dengan norma-norma atau ajaran agamanya. Agama akan
menjadikan individu berperilaku sesuai norma dan nilai yang
diyakini. Seseorang penganut dengan ajaran agamanya.
26
Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan
masyarkat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan)
lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koresi.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan atau promosi kesehatan
adalah suatu bantuk intervensi atau upaya yang ditunjukkan kepada
perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan
perkataan lain, promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku
individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif
terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Agar intervensi
atau upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu
diagnosis atau analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Konsep
umum yang digunakan untuk mendiagnosa perilaku adalah konsep dari
Lawrence Green (1980) dalam Notoadmojdo (2012). Menurut Green,
perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu:
1) Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kesehtan, sistim nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan
sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk
berperilaku kesehatan, misalnya untuk memutuskan menggunakan
vasektomi diperlukan pengetahuan dan kesadaran pria. Disamping
itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai
masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat pria untuk
27
menggunakan vasektomi. Misalnya adanya kepercayaan tentang
tidak bolehnya memakai alat kontrasepsi untuk agama-agama
tertentu.
2) Faktor pemungkin
Faktor pendukung adalah faktor yang mendukung untuk terjadinya
perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah
ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pelayanan
kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan
komitmen pemerintah terhadap kesehatan dan ketrampilan yang
berkaitan dengan kesehatan.
Tersedia atau tidaknya sarana yang dapat dimanfaatkan
adalah hal penting dalam munculnya perilaku seseorang dibidang
kesehatan. Betapapun positifnya latar belakang, kepercayaan dan
persiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak
tersedia tentu seseorang tidak akan dapat berbuat banyak dan
perilaku kesehatan tidak akan muncul.
3) Faktor Pendorong (reinforcing factors)
Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong untuk terjadinya
perilaku tertentu. Yang termasuk faktor ini adalah pendapat,
dukungan, kritik baik dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat,
tokoh agama, juga dari petugas kesehatan sendiri.
Dukungan istri dianggap melemahkan dampak stress dan
secara langsung memperkokoh kesehatan mental individu dalam
keluarga. Keberadaan dukungan istri yang adekuat terbukti
28
berhubungan dengan status kesehatan yaitu timbulnya suatu
motivasi bagi suami yang mengarah pada perilaku tertentu.
Bentuk dukungan dari istri dapat berupa persetujuan istri pada
suami untuk menggunakan vasektomi.
29
D. Kerangka Teori
Faktor Internal Faktor Eksternal
Gambar 2.1 kerangka konsep
(Sumber: Notoatmodjo, 2012)
- Jenis ras- Jenis kelamin- Sifat fisik- Intelengensia- bakat
- Lingkungan- Pendidikan- Agama
Penggunaan vasektomi
30
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah
kerangka hubungan antara konsep konsep yang ingin diamati atau
diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan
(Notoadmodjo, 2002).
Faktor internal faktor eksternal
Gambar 1. Kerangka Konsep
Keterangan :
= tidak diteliti
= diteliti
Faktor rendahnya rendahnya pemakaian vasektomi adalah faktor
internal dan eksternal. Faktor internal meliputi jenis ras, jenis kelamin,
sifat fisik, intelegensi, kepribadian, dan bakat kesehatan. Sedangkan
Jenis Ras
Jenis Kelamin
Sifat Fisik
Kepribadian
bakat
Lingkungan
Pendidikan
agamaIntelegensia
Pemakaian vasektomi
31
faktor eksternal meliputi pendidikan, lingkungan, dan agama. Dari faktor
faktor tersebut peneliti meneliti berdasarkan dari faktor intelegensia,
lingkungan, pendidikan, dan agama.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Deskriptif yaitu suatu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat
gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif.
Penelitian ini mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat
kontrasepsi pria.
B. Waktu dan Tempat
1. Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 24 Juni – 16
Juli 2016
2. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Lepo-lepo Wilayah
Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah pasangan usia subur
yang sudah menikah, yang belum memakai vasektomi tetapi sudah
memenuhi syarat untuk vasektomi sejumlah 84 PUS.
33
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah pria usia subur yang sudah
menikah yang belum memakai vasektomi tetapi sudah memenuhi
syarat untuk vasektomi sebanyak 46 responden. Tehnik dalam
penelitian ini adalah purposive sampel.
Adapun perkiraan besarnya sampel yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah :
=45,6 dibulatkan 46 responden.
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Standar error (10 %)
Jadi jumlah sampel sebanyak 46 responden (Sugiyono,
2008).
D. Definisi Operasional
1. Pendidikan
Pendidikan adalah jenis pendidikan formal yang terakhir
yang diselesaikan oleh responden, dengan kategori:
34
a. Pendidikan Dasar : SD dan SMP
b. Pendidikan Menengah: SMA Sederajat
c. Perguruan Tinggi: Diploma dan Sarjana (Notoatmodjo, 2012).
2. Intelegensia
Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan responden
untuk berfikir dan bertindak secara terarah dan efektif, atau
pemahaman tentang pengertian dan syarat vasektomi bertindak
cepat, tepat dan mudah terutama dalam mengambil keputusan,
dengan kategori:
a. Cukup, Bila skor yang diperoleh > 60%
b. Kurang, Bila skor yang diperoleh ≤ 60% (Armansyah, 2006).
3. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
responden yang dirasakan fisik, sosial ekonomi, atau pengaruh
lingkungan terhadap pilihan memakai vasektomi, dengan kategori:
a. Mendukung, bila skor responden > 1
b. Tidak mendukung, bila skor responden 0 – 1 (Yani, 2013)
4. Agama
Agama adalah keyakinan hidup manusia sesuai dengan
norma dan ajaran agama, terhadap pilihan norma dan nilai yang
diatur dalam keyakinan responden memakai vasektomi, dengan
kategori:
35
a. Berpengaruh, bila skor responden 0 - 1
b. Tidak berpengaruh, bila skor responden > 1 (Septianto, 2010)
E. Instrumen Penelitian
a. Pengertian Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya baik (cermat, lengkap, dan
sistematis) sehingga lebih mudah diolah (Sugiyono, 2008).
Instrumen yang digunakan adalah dengan kuisioner terstruktur
dengan pertanyaan tertutup
b. Jenis Instrumen
Dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian
berupa kuesioner. Responden akan mendapatkan lembar
pertanyaan, dan responden diminta untuk menjawab sesuai dengan
kondisi responden.
c. Bentuk atau Jenis Pertanyaan
Jenis petanyaan tertutup dengan pilihan jawaban, responden
memberikan tanda (√) pada jawaban yang dipilih sesuai kondisi
responden.
d. Jumlah Pertanyaan
Jumlah pertanyaan yang akan diberikan adalah sebanyak 18
butir peryantaan.
36
F. Pengumpulan Data
Prosedur penelitian data pengurusan perijinan penelitia kepada
Direktur Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari, kemudian Pengurusan
perijinan kepada BAKESBANGPOL dan LINMAS. Setelah semua
perijinan selesai, peneliti datang ke rumah calon responden dan
memberikan penjelasan kepada calon responden dan bila bersedia
menjadi responden diminta untuk menandatangani informed concent.
Peneliti memberikan kuesioner untuk di isi dengan cara memberikan
tanda chek (√) dan setelah diisi diserahkan kembali kepada peneliti.
Setelah kuisioner kembali kepada peneliti, peneliti memberikan kode
pada setiap lembar jawaban (kuisioner) dan terakhir peneliti
memberikan skor.
G. Pengolahan Data
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan
pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik
(angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.
Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis
data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode
dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (Code Book)
37
untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari
suatu variabel.
3. Scoring
Scoring adalah memberikan penilaian terhadap item- item
yang perlu diberi penilaian atau skor. Untuk pengukuran faktor
rendahnya pemakaian vasektomi yang sesuai diberi nilai 1, dan
tidak sesuai diberi nilai 0.
4. Tabulating
Tabulating adalah kegiatan untuk meringkas data yang
masuk dalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan. Proses tabulasi
meliputi, pertama mempersiapkan tabel dengan kolom dan baris
yang disusun dengan cermat sesuai kebutuhan, kedua menghitung
banyaknya frekuensi untuk tiap kategori jawaban dan yang ketiga
menyusun distribusi frekuensi dengan tujuan agar data yang telah
tersusun rapi mudah dibaca dan dianalisa.
H. Analisa Data
Analisa data dilakukan secara manual dengan menggunakan
kalkulator, kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel frekuensi
disertai penjelasan-penjelasan. Sedangkan dalam pengolahan data
maka digunakan rumus:
%100¥N
fP
38
Keterangan:
f : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : Number Of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu)
P : Angka persentase (Sugiyono, 2008).
I. Etika Penelitian
1. Informed consent
Bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden
penelitian Dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuanya
adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,
mengetahui dampaknya.
2. Anonimoty
Dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian.
3. Memberikan jaminan kerahasiaan
Hasil penelitian baik informasi atau masalah-masalah lainya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya
oleh peneliti hanya sekelompok data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil riset.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Keadaan Geografis
Wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari terdiri
dari 4 (empat) Kelurahan, yakni Kelurahan Lepo-Lepo,
Wundudopi, Baruga, dan Watubangga yang merupakan wilayah
administratif Kecamatan Baruga, dengan luas wilayah ± 13.130
Ha. dengan batas wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo sebagai
berikut:
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Wua-wua
dan Kecamatan Kadia
2) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Poasia
3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Konda
4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ranomeeto
b. Keadaan Demografi
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo
pada tahun 2015 sebanyak 24.571 jiwa yang tersebar di 4
(empat) kelurahan dengan jumlah KK (Kepala Keluarga)
40
sebanyak 5.639 jiwa. Adapun penyebaran penduduk tiap
kelurahan adalah sebagai berikut:
1) Kelurahan Lepo-Lepo : 1.302 KK dengan 5.557 jiwa.
2) Kelurahan Wundudopi : 968 KK dengan 4.432 jiwa.
3) Kelurahan Baruga : 1.904 KK dengan 8.761 jiwa.
4) Kelurahan Watubangga : 1.465 KK dengan 5.821 jiwa.
c. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Sarana Kesehatan yang terdapat di wilayah kerja
Puskesmas Lepo-Lepo terdiri dari:
1) Sarana Kesehatan Pemerintah
a) Puskesmas Induk 1 unit yang merupakan puskesmas
perawatan yang menyelenggarakan rawat jalan, rawat
inap, rawat umum dan kebidanan serta unit gawat
darurat 24 jam yang berlokasi di kelurahan Lepo-Lepo.
b) Puskesmas pembantu 2 unit, masing-masing terletak di
Kelurahan Watubangga dan Kelurahan Baruga.
c) Puskesmas keliling 2 unit, masing-masing berlokasi di
Kelurahan Baruga dan Kelurahan Watubangga,
keduanya sudah berfungsi.
2) Sarana Kesehatan
a) Rumah bersalin 2 unit, yang berlokasi di Kelurahan
Wundudopi dan Kelurahan Baruga.
41
b) Praktek dokter berkelompok 1 unit, berlokasi di
Kelurahan Wundudopi.
3) Sarana kesehatan bersumber daya masyarakat
a) Posyandu 18 unit, berlokasi di Kelurahan Lepo-Lepo 4
unit, di Kelurahan Baruga 4 unit, di Kelurahan
Watubangga 6 unit dan di Kelurahan Wundudopi 4 unit.
b) Posyandu lansia 3 unit, berlokasi di Kelurahan Lepo-
Lepo 1 unit, di Kelurahan Baruga 1 unit dan
Watubangga 1 unit.
d. Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan yang berkerja di Puskesmas Lepo-
Lepo adalah sebagai berikut:
42
Tabel 1. Tenaga Kesehatan di Puskesmas Lepo-Lepo.
Jumlah tenagaStatus
JumlahPNS Honorer Sukarela
Dokter Umum
Dokter Gigi
Sarjana Keperawatan
Sarjana Kes. Masyarakat
Sarjana Kebidanan
Apoteker
Ahli madya keperawatan
Ahli madya kebidanan
Ahli madya Gizi
Ahli madya kesling
Ahli madya analisis kes
Perawat
Perawat gigi
Bidan
SPAG
SPPH
SMF
Tenaga administrasi
Pekarya kesehatan
Sopir
Petugas kebersihan
3
1
3
10
1
1
17
16
2
1
1
11
3
5
1
2
1
3
1
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
1
-
-
17
-
3
1
3
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3
1
3
11
1
1
34
16
5
2
4
13
3
5
1
2
1
3
1
1
2
43
Tukang masak dan cuci
SMU
-
-
2
1
-
-
2
1
Sumber: Data Sekunder, Tahun 2016.
2. Analisis Variabel Penelitian
a. Pendidikan Responden
Tabel 2. Distribusi Pendidikan Responden di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari
Pendidikan n %
Dasar 27 58,7
Menengah 8 17,4
Tinggi 11 23,9
Total 46 100,0
44
Sumber: Data Primer, Diolah, 2016.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 46 responden,
terbanyak memiliki tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP),
yakni sebanyak 27 orang (58,7%), dan terendah adalah
responden yang memiliki tingkat pendidikan menengah (SMA)
sebanyak 8 orang (17,4%).
b. Intelegensi
Tabel 3. Distribusi Intelegensi Responden di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari
Intelegensi n %
Cukup 13 28,3
Kurang 33 71,7
Total 46 100,0
Sumber: Data Primer, Diolah, 2016.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 46 responden,
terbanyak intelegensia responden dalam kategori kurang, yakni
sebanyak 33 orang (71,7%), dan responden dalam kategori
cukup sebanyak 13 orang (28,3%).
45
c. Lingkungan
Tabel 4. Distribusi Lingkungan Responden di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari
Lingkungan n %
Mendukung 2 4,3
Tidak Mendukung 44 95,7
Total 46 100,0
Sumber: Data Primer, Diolah, 2016.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 46 responden,
terbanyak lingkungan tidak mendukung vasektomi, yakni
sebanyak 44 orang (95,7%), dan responden yang mendukung
vasektomi sebanyak 2 orang (4,3%).
d. Agama
Tabel 5. Distribusi Agama Responden di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari
Agama n %
Berpengaruh 30 65,2
Tidak Berpengaruh 16 34,8
Total 46 100,0
Sumber: Data Primer, Diolah, 2016.
46
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 46 responden,
terbanyak agama berpengaruh terhadap rendahnya
penggunaan alat kontrasepsi vasektomi, yakni sebanyak 30
orang (65,2%), dan responden yang menyatakan tidak
berpengaruh sebanyak 16 orang (34,8%).
B. Pembahasan
1. Faktor Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 46 responden,
terbanyak memiliki tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP), yakni
sebanyak 27 orang (58,7%), dan terendah adalah responden yang
memiliki tingkat pendidikan menengah (SMA) sebanyak 8 orang
(17,4%).
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi pengetahuan dan sikap tentang metode kontrasepsi
pria (vasektomi). Orang berpendidikan tinggi akan memberikan
respon yang lebih rasional daripada mereka yang berpendidikan
rendah, lebih kreatif dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha
pembaharuan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Wulansari (2007), tingkat
pendidikan tidak saja mempengaruhi seseorang untuk memutuskan
ber-KB namun juga mempengaruhi orang tersebut untuk memilih
jenis apa yang digunakannya. Memperlihatkan bahwa metode
47
kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan berpendidikan.
Dihipotesiskan bahwa suami yang berpendidikan menginginkan
keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil
risiko yang terkait dengan sebagian metode kontrasepsi.
Demikian juga dengan pendapat Siagian menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin
tinggi keinginannya untuk menggunakan pengetahuan dan
keterampilan yang dimilikinya. Penggunaan pengetahuan akan
meningkatkan pemahaman seseorang terhadap sesuatu objek
yang tentu saja akan mempengaruhi persepsinya terhadap objek
tertentu.
Dan hal ini juga didukung dengan pendapat Notoatmodjo
(2012) menyatakan bahwa seorang yang memiliki pendidikan tinggi
cenderung mempunyai permintaan (demand) yang lebih tinggi.
Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran
akan status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan
pelayanan kesehatan.
Menurut hasil penelitian Haryani (2008) tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi akseptor Keluarga Berencana dalam
pemilihan penggunaan jenis kontrasepsi vasektomi menyatakan
ada pengaruh yang bermakna antara faktor pendidikan terhadap
pemilihan penggunaan kontrasepsi vasektomi. Sesuai dengan
pendapat Purwoko (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi
48
tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, makin besar pasangan
suami istri memandang anaknya sebagai alasan penting untuk
melakukan KB, sehingga semakin meningkatnya pendidikan
semakin tinggi proporsi mereka yang mengetahui dan
menggunakan kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya.
2. Faktor Intelegensi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih dari
setengah responden yang memiliki intelegensi kurang tentang alat
kontrasepsi vasektomi. Intelegensi dalam penelitian ini di ukur dari
pemahaman tentang pengertian vasektomi, syarat syarat
vasektomi, keuntungan vasektomi, dan efek samping vasektomi.
Dari beberapa hal di atas dibuktikan dari hasil jawaban responden
didapatkan hasil kategori kurang sebanyak 33 orang (71,7%) dari
46 pria yang menjadi responden.
Hal itu dikarenakan karena rendahnya pendidikan yang di
peroleh para responden, dari data peneliti menunjukkan sebagian
besar pria berpendidikan dasar yaitu SD. Menurut Notoatmodjo
(2012) Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan individu untuk
berfikir dan bertindak secara terarah dan efektif. Intelegensi akan
mempengaruhi seseorang untuk bertindak, dalam hal ini
menggunakan vasektomi sebagai alat kontrasepsi.
Selain itu, Notoatmodjo (2012) juga menjelaskan, pendidikan
tinggi akan mampu mengatasi menggunakan koping yang efektif
49
dan konstruktif dari pada seseorang dengan pendidikan rendah.
Semakin tinggi pendidikan seorang pria, maka akan semakin
mudah menerima informasi. Jadi dengan banyaknya pria yang
berpendidikan SMA dan Perguruan Tinggi atau Akademi maka
memungkinkan kemampuan pria untuk menerima informasi tentang
vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria menjadi lebih mudah.
Begitu pula sebaliknya, bila semakin banyak pria yang
berpendidikan SD semakin banyak maka semakin sulit kemampuan
pria untuk menerima informasi tentang vasektomi sebagai alat
kontrasepsi pria.
Menurut peneliti, rendahnya pendidikan suami menyebabkan
sulitnya untuk menerima informasi-informasi tentang vasektomi
sebagai alat kontrasepsi, juga pemahaman tentang vasektomi
rendah, maka pemakaian vasektomi sebagai alat kontrasepsi pun
rendah.
Untuk meningkatkan pemahaman responden, dapat dilakukan
dengan memberikan penyuluhan tentang vasektomi dan
menyarankan untuk lebih sering menambah wacana serta
mendengarkan dan melihat media masa yang menjelaskan
tentang vasektomi.
3. Faktor Agama
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 46 responden,
terbanyak agama berpengaruh terhadap rendahnya penggunaan
50
alat kontrasepsi vasektomi, yakni sebanyak 30 orang (65,2%), dan
responden yang menyatakan tidak berpengaruh sebanyak 16 orang
(34,8%).
Pengaruh ini terjadi karena begitu mendalamnya keimanan
yang mereka punya dan mereka imani, sehingga sulit untuk
menerima sebuah informasi.
Menurut Notoatmodjo (2010), agama merupakan suatu
keyakinan hidup seseorang sesuai dengan norma norma atau
ajaran agamanya. Agama akan menjadikan individu berperilaku
sesuai norma dan nilai yang diyakini. Seseorang penganut dengan
ajaran agamanya.
Keterpengaruhan agama ini tidak dapat dihindari dari
kehidupan individu dalam memutuskan sesuatu. Hal yang paling
berpengaruh adalah mereka meyakini dua hadist yang menyatakan
bahwa islam menganjurkan umatnya untuk mempunyai banyak
anak. Sama halnya dengan yang dikatakan oleh Al-ustad
Abdul hakim bin Amir Abdat bahwa dalam masalah Islam yang
menganjurkan umatnya untuk mempunyai banyak anak ini telah
datang dalil-dalil yang menunjukkan bahwa islam sangat
menganjurkan umatnya untuk mempunyai anak bahkan mempunyai
anak banyak sebagai mana akan datang keterangannya di fasal ke
tiga.
51
Hadist ini sangat mereka yakini sehingga sampai saat ini
mereka enggan untuk memakai alat kontrasepsi dan mensyukuri
anugrah anak yang mereka terima, walaupun jarak usia anak
sangatlah dekat. Banyak responden yang memiliki 4 anak dengan
jarak antar anak tidak kurang dari 2 tahun. Bahkan ada diantara
responden yang dalam 1,5 tahun melahirkan 2 anak.
Untuk mengatasi keterpengaruhan ini dengan memberikan
beberapa informasi kepada suami dari tenaga kesehatan atau
tokoh agama. Informasi ini diharapkan dapat meningkatkan
ketertarikan suami untuk menggunakan vasektomi sebagai alat
kontrasepsi.
Namun sebelum memberikan informasi kepada responden
melalui tokoh agama, tenaga kesehatan juga harus melihat kondisi
tenaga kesehatan terlebih dahulu. Tokoh agama yang akan
memberikan informasi hendaknya tokoh agama yang
mendukung program pemerintah tentang Keluarga Berencana,
bukan tokoh agama yang tidak mendukung program pemerintah
tentang Keluarga Berencana tetapi meyakini hadist tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian perilaku ber KB suami masih
dipengaruhi oleh agama, sehingga pemakaian vasektomi masih
rendah.
52
4. Faktor Lingkungan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 46 responden,
terbanyak lingkungan tidak mendukung vasektomi, yakni sebanyak
44 orang (95,7%), dan responden yang mendukung vasektomi
sebanyak 2 orang (4,3%).
Adanya sarana kesehatan yang memadai di lingkungan
sekitar akan mempengaruhi perilaku seseorang untuk memakai
vasektomi. Menurut Notoatmodjo (2010), Lingkungan adalah
segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik,
biologis maupun social. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap
perilaku individu. Jika lingkungan sekitar berpendidikan tinggi maka
pengaruh yang diberikan terhadap seseorang akan baik adanya,
begitu pula sebaliknya.
Menurut peneliti tidak mendukungnya lingkungan ini di
pengaruhi lingkungan keluarga yang kurang mendukung, dan
sedikitnya pemakai vasektomi di Puskesmas Lepo-Lepo kota
kendari tahun 2016. Sehingga alangkah baiknya jika fasilitas
kesehatan di tambah dan penyuluhan KB terutama vasektomi di
tingkatkan.
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dikemukakan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Tingkat inteligensi responden tentang penggunaan vasektomi sebagai
alat kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori kurang (71,7%).
2. Lingkungan responden tentang penggunaan vasektomi sebagai alat
kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori tidak mendukung (95,7%).
3. Tingkat pendidikan responden tentang penggunaan vasektomi sebagai
alat kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori pendidikan dasar (58,7%).
4. Agama responden tentang penggunaan vasektomi sebagai alat
kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori berpengaruh (65,2%).
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan mampu menambah wacana dan informasi khususnya
mahasiswi jurusan kebidanan mengenai perilaku suami terhadap
vasektomi sebagai alat kontrasepsi
54
2. Bagi Pasangan Usia Subur
Suami hendaknya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan
tentang perananya dalam keluarga berencana terutama perannya
dalam menggunakan vasektomi dengan cara aktif mencari
informasi tentang vasektomi
3. Bagi Peneliti
Diharapkan mampu menambah wawasan dan lebih
meningkatkan lagi pemberian informasi kepada suami tentang
vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria.
DAFTAR PUSTAKA
Adhyani, Annisa Rahma. 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Kontrasepsi Non IUD Pada Akseptor KB Wanita Usia 20-39 Tahun. Universitas Diponegoro. Semarang
Armansyah, 2006. Kecerdasan Manusia: Teori dan Praktik. Jakarta: Salemba Medika.
Azwar, S.A. 2008. Sikap dan Pengukurannya. Jakarta: Binarupa Aksara.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2008. Pedoman Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Pengendalian Lapangan Program KB Nasional di Kecamatan dan Desa/Kelurahan, Jakarta.
________. 2011. Badan Pelayanan kontasepsi & Pengendalian Lapangan Program KB Nasional. Jakarta: BKKBN.
Handayani, 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihana.
Hartanto, Hanafi. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.
Manuaba, I. B. G. 2008. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
___________. 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Poltekkes Kendari, 2014/2015. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Kendari: Jurusan Kebidanan Poltekkes Kendari.
Puskesmas Lepo-Lepo, 2016. Rekapitulasi Laporan Bulanan Puskesmas-KIA Puskesmas Lepo-Lepo Tahun 2016. Kendari: Puskesmas Lepo-Lepo.
Safrina, 2012. Pengaruh Penggunaan Kontrasepsi Terhadap Pasangan Usia Subur di Kecamatan Tanjung Rejo. Jurnal Kesehatan. Vol. 4 No. 7. 275-282.
Septianto, 2010. Kategori Keberhasilan Penelitian Ilmiah. Surabaya: Aerlangga Press.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian. Bandung: CV. Alfa Beta.
Suratun, dkk., 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media.
Syaifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Thomas, 2008. Pelayanan Alat Kontrasepsi MOP. Jakarta: Rineka Cipta.
Wiknjosastro, H. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Yani, Ahmad, 2013. Cara Penentuan Kriteria Objektif. Bandung: Puspa Persada.
Lampiran 1.
SURAT PERMOHONAN PENGISIAN KUESIONER
Lampiran : 1 (satu) berkasPerihal : Permohonan Pengisian KuesionerKepada Yth.
Saudara ............................
Di –Puskesmas Lepo-Lepo
Dengan Hormat,
Dalam rangka penulisan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul:
”IDENTIFIKASI PENGUNAAN VASEKTOMI SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI
PRIA DI PUSKESMAS LEPO-LEPO KOTA KENDARI TAHUN 2016”, maka
saya mohon dengan hormat kepada saudara untuk menjawab beberapa
pertanyaan kuesioner (angket penelitian) yang telah disediakan. Jawaban
saudara diharapkan objektif (diisi apa adanya).
Kuesioner ini bukan tes psikologi, maka dari itu saudara tidak perlu
takut atau ragu-ragu dalam memberikan jawaban yang sejujur-jujurnya.
Artinya, semua jawaban yang saudara berikan adalah benar dan jawaban
yang diminta adalah sesuai dengan kondisi yang terjadi. Oleh karena itu,
data dan identitas saudara akan dijamin kerahasiaannya.
Demikian atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Kendari, Mei 2016
Ttd
...................................
Lampiran 2.
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN
Dalam rangka memenuhi salah satu syarat penulisan Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul “IDENTIFIKASI PENGUNAAN VASEKTOMI SEBAGAI
ALAT KONTRASEPSI PRIA DI PUSKESMAS LEPO-LEPO KOTA KENDARI
TAHUN 2016”, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ...........................................................
Alamat : ...........................................................
Menyatakan Bersedia/Tidak Bersedia*) menjadi responden dalam
penelitian ini.
Kendari, 2016
Hormat Saya,
(.........................................)
Responden
*) Coret yang tidak perlu
Lampiran 3.
KUESIONER PENELITIAN
IDENTIFIKASI PENGGUNAAN VASEKTOMI SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI PRIA DI PUSKESMAS LEPO-LEPO KOTA KENDARI TAHUN 2016
Identifikasi Responden :
1. Nama :
2. Umur :
3. Alamat :
4. Pendidikan :
Inteligensia
No. Pernyataan Ya Tidak
1. Vasektomi adalah metode kontrasepsi pada pria
2. Vasektomi merupakan alat kontrasepsi dengan jalan operasi
3 Vasektomi adalah Metode kontrasepsi yangpermanen
4 Semua laki laki boleh menggunakan metodekontrasepsi
5 jika pasangan suami istri masih menginginkan anakboleh
menggunakan Vasektomi .
6 Setelah menggunakan Vasektomi, terdapat kemungkinan
terjadi infeksi pada luka.
7 Pembengkakan kulit akan terjadi setelah melakukanoperasi
Vasektomi.
8 Kegiatan akan terganggu setelah melakukan operasi
Vasektomi.
9 Setelah melakukan operasi Vasektomi, hubunganseks akan
terganggu.
10 Biaya jika menggunakan Vasektomi rendah, karenahanya satu kali datang.
11 Suami yang telah melakukan operasi Vasektomi perlu dirawat di rumah sakit.
Agama
No. Pernyataan Ya Tidak
1. Dalam masyarakat terdapat pandangan bahwa"banyak anak banyak rejeki"
2. Mempunyai anak dalam jumlah banyak tidak dilarang agama
3 Pemakaian kontrasepsi Vasektomi dilarang agama
Lingkungan
No. Pernyataan Ya Tidak
1. Tetangga saya ada yang menggunakan vasektomi
2. Vasektomi banyak diminati diminati dalamlingkungan saya.
3 Sudah adanya sarana dan pelayanan tentangVasektomi di lingkungan sekitar
4 Saya mendengar kata Vasektomi pertama kali dari lingkungan sekitar.
Lampiran 4. Master TabelFAKTOR RENDAHNYA PEMAKAIAN VASEKTOMI SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI PADA PRIA
DI PUSKESMAS LEPO-LEPO KOTA KENDARI
No. KodePendidikan
Kriteria InteligensiaJml %
Kriteria
Resp Resp Dasar Menengah Tinggi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Cukup Kurang
1 001 SD √0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 3 27.3
√
2 002 SD √1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 5 45.5
√
3 003 SMP √0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 6 54.5
√
4 004 PT √1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 9 81.8
√
5 005 SD √ 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 4 36.4 √
6 006 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 5 45.5
√
7 007 SD √0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 5 45.5
√
8 008 SD √1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 9.1
√
9 009 PT √1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 8 72.7
√
10 010 PT √1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 8 72.7
√
11 011 PT √ 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 9 81.8 √
12 012 SD √1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 18.2
√
13 013 PT √1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 7 63.6
√
14 014 PT √1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 9 81.8
√
15 015 SMA √0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 2 18.2
√
16 016 SMA √1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 5 45.5
√
17 017 PT √ 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 9 81.8 √
18 018 PT √1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 81.8
√
19 019 SMA √1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 6 54.5
√
20 020 SD √0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 5 45.5
√
21 021 PT √1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 9 81.8
√
22 022 SMA √1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 8 72.7
√
23 023 SMA √1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 6 54.5
√
24 024 SD √0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 6 54.5
√
25 025 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 4 36.4
√
26 026 SMP √0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 5 45.5
√
27 027 SD √0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 5 45.5
√
28 028 SD √0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 18.2
√
29 029 SD √0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 4 36.4
√
30 030 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 4 36.4
√
31 031 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 5 45.5
√
32 032 PT √1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 9 81.8
√
33 033 SMA √1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 6 54.5
√
34 034 SD √0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 5 45.5
√
35 035 PT √1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 9 81.8
√
36 036 SMA √1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 8 72.7
√
37 037 SMA √1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 6 54.5
√
38 038 SD √0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 6 54.5
√
39 039 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 4 36.4
√
40 040 SMP √0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 5 45.5
√
41 041 SD √0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 5 45.5
√
42 042 SD √0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 18.2
√
43 043 SMP √0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 4 36.4
√
44 044 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 4 36.4
√
45 045 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 5 45.5
√
46 046 SD √0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 3 27.3
√