BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Intracerebral haemorrhages atau perdarahan intraserebral (PIS) adalah
penyakit yang sering dengan insiden dari 11-23 kasus dari 100,000 pertahun.
Walaupun termasuk 10-15% dari semua stroke, tetapi merupakan subtype stroke
paling fatal yang bisa mengakibatkan kematian lebih dari 40%. Perdarahan
intracranial dapat diklasifikasikan dari aspek anatomi dan aspek etiologi.
Berdasarkan dari anatomi terdapat beberapa perdarahan seperti perdarahan
parenkim, subarachnoid, subdural, epidural, perdarahan supra dan
infratentorial.Berdasarkan aspek etilogi dibedakan atas perdarahan primer atau
spontan dan perdarahan sekunder.Perdarahan primer merupakan perdarahan
spontan yang mana paling banyak disebabkan oleh penyakit hipertensi arteri.
Perdarahan sekunder terjadi akibat trauma,tumor, dan akibat pengunaan obat1.
Gambar 1 :Perdarahan intrserebral1
1
Gambar 2: Perdarahan intraserebarl2
Perdarahan intracerebral adalah tipe stroke yang disebabkan oleh
perdarahan yang disebabkan oleh perdaharahan dari jaringan otak itu sendiri.
Stroke terjadi apabila jaringan otak kekurangan oksigen kerana adanya gangguan
pada suplai darah3. PIS paling sering terjadi disebabkan oleh Hipertensi,
arterivenous Malformasi (AVM)4, atau trauma kepala. Pengobatan harus di
fokuskan pada penghentian pendarahan, membersihkan hematom dan
menurunkan tekanan pada otak3.
Gambar 3 : Perdarahan intraserebral (PIS) biasanya disebabkan oleh
pecahnya arteri kecil di dalam jaringan otak (kiri). Darah yang terkumpul,
2
hematoma atau darah bekuan menyebabkan peningkatan tekanan pada otak.
Malformasi arteri (AVMs) dan tumor juga bisa menyebabkan perdarahan ke
dalam jaringan otak (kanan)3.
Kelainan hematologi khusunya gangguan pembekuan darah terhitung
sedikit namun menjadi factor resiko yang nyata terhadap perdarahan intracranial.
Pada keadaan seperti hemofilia dan leukemia akut terkait trombositopenia,
perdarahan intracranial massif sering menjadi penyebab kematian. Gangguan
hematologic dapat dibagi menjadi dua yaitu kelainan hematologi congenital dan
didapat.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah
”Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan pasien yang
mengalami Perdarahan intraserebral spontan akibat gangguan hematologi”.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis mengenai Perdarahan
intraserebral spontan akibat gangguan hematologi.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus Perdarahan
intraserebral spontan akibat gangguan hematologi pada pasien secara
langsung.
3. Untuk memahami perjalanan Perdarahan intraserebral spontan akibat
gangguan hematologi.
1.4. Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini
diantaranya :
1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu
penyakit dalam, khususnya mengenai Perdarahan intraserebral
spontan akibat gangguan hematologi.
3
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih
lanjut topik-topik yang berkaitan dengan perdarahan intraserebral
spontan akibat gangguan hematologi.
.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi
Gambar 4 :
Otak terdiri dari tiga bagian: batang otak, cerebrum, dan cerebelum.
Cerebrum dibagi menjadi empat lobus: frontal, parietal, temporal dan oksipital8.
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari belahan kanan
dan kiri. Ini melakukan fungsi yang lebih tinggi seperti menafsirkan sentuhan,
penglihatan dan pendengaran, serta pidato, penalaran, emosi, belajar, dan kontrol
baik dari gerakan. Cerebellum terletak di bawah otak besar. Fungsinya adalah
untuk mengkoordinasikan gerakan otot, menjaga postur tubuh, dan
keseimbangan.Batang otak termasuk otak tengah, pons, dan medula. Ini bertindak
sebagai pusat estafet menghubungkan otak dan cerebellum ke sumsum tulang
belakang. Ia melakukan banyak fungsi otomatis seperti bernapas, denyut jantung,
suhu tubuh, bangun dan tidur siklus, pencernaan, bersin, batuk, muntah, dan
menelan. Sepuluh dari dua belas saraf kranial berasal di batang otak8.
5
Gambar 5 : common carotid arteries sampai leher dan membagi kepada arteri
karotid internal dan eksternal. Sirkulasi anterior otak diberikan oleh arteri karotis
interna (ICA) dan sirkulasi posterior diberi makan oleh arteri vertebralis (VA).
Kedua sistem terhubung di Lingkaran Willis (lingkaran hijau)8
6
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh
dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dan adalam
rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem
anastomosis, yaitu sirkulus wilisi8.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis kira kira setinggi tulang rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk
kedalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kisma optikum, menjadi
arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah
pada struktur-struktur seperti nukleus kaudattus dan putamen basal ganglia,
kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk kortes somestetik dan korteks motorik.
Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis, dan
frontalis korteks serebri. 8
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi
yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah,
dan disini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata,
pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior
dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. 8
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena
interna, yang mengumpulkan darah vena galen dan sinus rektus, dan kelompok
vena eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darahm
kesinus sagitalis superior dan sinius-sinus basalis lateralis dan seterusnya ke vena-
vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. 8
2. 2. Perdarahan intraserebral spontan
2.2.1. Definisi
7
Perdarahan intaserebral spontan didifenisikan sebagai pendarahan non
traumatik yang mengakibatkan darah masuk kedalam parenkim otak. PIS juga
dikenal sebagai bagian dari subtipe stroke hemoragik.9
2.2.2. Klasifikasi dan Etiologi
PIS itu sendiri dibagi menjadi PIS traumatic dan PIS non traumatik atau
PIS spontan. PIS spontan atau non traumatik PIS adalah pendarahan didalam
parenkim otak yang dapat menyebar ke ventrikel dan dalam kasus yang jarang
dapat menyebar ke subarachnoid.10
Faktor resiko dari spontan PIS pada gangguan hematologi dapat disebabkan oleh
banyak hal antara lain thrombocytopenia, leukosistosis dan diseminasi
intravaskular koagulopati.11
Pada PIS spontan , abnormalitas dari hematologi dilaporkan sebagai faktor resiko
terbesar yakni 10% - 30% penyebab kejadian PIS. Selain itu pendarahan PIS juga
disebabkan oleh kelainan perdarahan seperti idiopathic thrombocytopenic purpura
(ITP), acute lymphoblastic anemia (ALL), sickle cell anemia (SCA),
hemophilia,and kelainan koagulopati.12
8
PIS Spontan berhubungan dengan adanya gangguan koagulopati, lesi vaskular,
obat – obatan dan gangguan hematologi lainnya. Prosedur pemberian transfusi
platelet dan managemen dari diseminasi koagulopati intravaskular telah
menurunkan insidensi dari PIS spontan , hal ini juga terjadi pada pasien pasien
dengan leukemia.11
9
2.2.3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari PIS bergantung pada lokasi, ukuran, arah
penyebaran darah dan perkembangan dari hematoma. Gejala dari PIS sering sekali
salah interpretasi dengan infark cerebral tromboembolik. 10% dari kejadian PIS
biasanya terkena pada bagian fossa posterior sehingga dapat mempengaruhi
cerebellum atau pons, sehingga akan menunjukkan gejala yang berbeda dengan
PIS yang mengenai tempat lain. Untuk mengetahui topografi pasti dari PIS harus
dilakukan pemeriksaan dengan CT SCAN ataupun MRI.2
Berdasarkan struktur yang terkena PIS maka manifestasi klinis yang mungkin
terjadi, antara lain: 10
Struktur yang terlibat Manifestasi Klinis
LOBAR HEMORRHAGE
Frontal lobe Abulia
Contralateral hemiparesis
Bifrontal Headache (maximum ipsilateral)
Occasionally, mild gaze prefence away from
hemiparesis
Parietal lobe Contralateral hemisensory loss
Neglect of the contralateral visual field
Headache (usually anterior temporal location)
Mild hemiparesis
Occasionally,hemianopia or anosognosia
Temporal Lobe Wernicke’s aphasia (dominant temporal lobe)
Conduction or globalaphasia (dominant temporal
parietal lobe)
Variable degrees of visual field deficit
Headache around or anterior to ipsilateral ear
Occasionally, agitated delirium
Occipital Lobe Ipsilateral orbital pain
Contralateral homonymous hemianopia
10
Putaminaal
Hemorrhage
The putamen is the most common site of hypertensive
PIS
Hemiparesis or hemiplegia and, to a lesser degree,
hemisensory deficit
Transient global aphasia with dominant hemispheric
lesions
Agnosia or unilateral neglect with nondominant
hemispheric lesions
Homonymous hemianopia
Contralateral gaze palsy : the patient looks toward
The hematoma and away from the hemiplegia
Alloesthesia : anoxious stimulus on the side of the
hemisensory disturbance is perceived at the
corresponding area of the other (normal) side
Thalamic hemorrhage
Findings
Hemisensory deficit and,to a lesser degree,
hemiparesis
Anomic aphasia with impaired comprehension, with
lesions of the dominant thalamus
Convergence – retraction nystagmoid movements,
impairment of vertical gaze,and papillary near light
dissociation
Downward – inward deviation of the eyes
Unilateral orbilateral pseudo-sixth nerve paresis
Skew deviation
Conjugate gaze palsy to the side of the lesion
(wrongside) or conjugate horizontal gaze deviation
Cerebellar
Hemorrhage
Symptoms
Most common in the area of the dentate nucleus
Sudden occipital headache
Nausea and repeated vomiting
Dizziness, vertigo
Inability to stand
11
Findings
Variable degrees of alertness
Small reactive pupils
Skew deviation
Ipsilateral gazepalsy
Ocular bobbing and nystagmus toward the gaze;
paresis
Ipsilateral peripheral facial weakness
Ipsilateral absence or decrease of corneal reflex
Slurred speech
Gait or truncal ataxia
Bilateral hyperreflexia and Babinski signs
12
Menurut penelitian yang dilakukann oleh Zidan & Ihab (2012)
menunjukkan tentang manifestasi klinis yang sering terjadi pada anak yang
menderita PIS
Table 4. Clinical features in 30 patients with PIS
Clinical Features CaseNo Percentage
Increased intracranial pressure
18 60
Vomiting 13 43Seizures 9 30Deterioration in sensorium 14 46Limb weakness 11 36
2.2.4. Diagnosis
Anamnesis
1. Waktu timbulnya gejala
2. Apa gejala yang pertama kali dialami oleh pasien dan bagaimana
progresifitasnya
3. Resiko vaskular yang terdapat pada pasien yakni hipertensi, diabetes,
hiperkolesterolemia, merokok
13
4. Apakah pasien menggunakan obat-obatan antikoagulan, antiplatelet,
dekongestan, obat – obat antihipertensi, obat – obat diet, simpatomimetik
5. Apakah pasien mengalami trauma akhir – akhir ini atau mengalami operasi
carotid ebdaterectomy dan stenting carotid, karena PIS berhubugan dengan
adanya hiperperfusi dari prosedur operasi tersebut.
6. Dementia , berhubungan dengan amyloid angiopathy
7. Penggunaan alkohol dan obat obatan seperti cocaine and obat simpatomimetik
lain yang berhubungan dengan PIS, stimulant.
8. Kejang
9. Penyakit hati yang berhubungan dengan koagulopati
10. Apakah ada riwayat menderita kanker dan gangguan hematologi lainnya
Pemeriksaan Fisik
1. Vital sign, keadaan pasien yang demam juga berhubungan dengan adanya
kelainan neurologi lainnya
2. Kenaikan tekanan darah yang berhubungan dengan kelainan neurologi lain
dan meningkatnya mortalitas
3. Pemeriksaan berfokus pada kepala, hati, paru, abdomen dan ekstremitas
4. Pemeriksaan neurologis
5. Pemeriksaan terstruktur berdasarkan National Institutes of Health Stroke Scale
yang dapat dilakukan untuk mendapatkan bagaimana tingkat keparahan
penyakit pasien dan menjelaskan bagaimana cara menjaga pasien dengan baik
kepada care giver.
6. Memeriksa GCS pasien sebagai prediktor kuat untuk melihat prognosis pasien
kedepannya.
7. Tes lain yang dapat dilakukan juga antara lain, pemeriksaan serum dan urine,
pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea darah, nitrogen, kreatinin dan
glukosa. Tingginya serum kreatinin berhubungan dengan ekspansi hematoma,
tingginya glukosa darah berhubungan dengan ekspansi hematoma dan
outcome yang buruk.
14
8. Prothrombin time or INR dan activated partial thromboplastin time, Warfarin-
berhubungan dengan pendarahan yang dapat meningkatkan volume dari
hematoma, meningkatkan morbilitas dan mortilitas dari pasien.
9. Pada pasien dengan usia muda dapat dilakukan pemeriksaan Toxicology
screen untuk melihat kadar cocaine dan obat obat simpatomimetik
10. Lakukan pemeriksaan EKG untuk mendeteksi adanya active coronary
ischemia or prior cardiac injury yang dapat mendeteksi penurunan fungsi
jantung dan gangguan jantung paru selama masa pengobatan di rumah sakit.
11. Foto Thorax
12. Neuroimaging seperti CT Scan dan MRI
15
16
2.2.5. Penatalaksanaan
17
2.2.6. Prognosis pasien dengan PIS spontan
2.3. Hemostasis darah
Hemostasis berasal dari kata haima(darah) dan stasis (berhenti), suatu
proses yang menghentikan perdarahan dari pembuluh darah yang cedera. Proses
ini berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan
serta menghentikan perdarahan akibat kerusakan sistem pembuluh darah. Proses
ini melibatkan pembentukan bekuan darah, lisis atau penghancuran bekuan darah,
diikuti dengan perbaikan pembuluh darah.14
Lima komponen penting dari hemostasis adalah :
(1)pembuluh darah,
(2)trombosit,
(3)kaskade faktor koagulasi,
(4)Inhibitor koagulasi dan
(5) Fibronolisis
18
Hemostasis terdiri dari 3 tahap : 15
1. Hemostasis primer
Jika terjadi desquamasi dan luka kecil pada pembuluh darah, akan terjadi
hemostasis primer. Hemostasis primer ini melibatkan tunika intima pembuluh
darah dan trombosit. Luka akan menginduksi terjadinya vasokonstriksi dan
pembentukan plak trombosit. Hemostasis primer ini bersifat cepat dan tidak tahan
lama. Karena itu, jika hemostasis primer belum cukup untuk mengkompensasi
luka, maka akan berlanjut menuju hemostasis sekunder.
2. Hemostasis Sekunder
Jika terjadi luka yang besar pada pembuluh darah atau jaringan lain,
vasokonstriksi dan plak trombosit belum cukup untuk mengkompensasi luka ini.
Maka, terjadilah hemostasis sekunder yang melibatkan trombosit dan faktor
koagulasi. Hemostasis sekunder ini mencakup pembentukan jaring-jaringan fibrin.
Hemostasis sekunder ini bersifat delayed dan long-term response. Kalau proses ini
sudah cukup untuk menutup luka, maka proses berlanjut ke hemostasis tersier.
3. Hemostasis Tersier
Hemostasis tersier ini bertujuan untuk mengontrol agar aktivitas koagulasi tidak
berlebihan. Hemostasis tersier melibatkan sistem fibrinolisis.
19
Kelainan pada sistem hemostasis dapat dibagi menjadi :
a) Kelainan pada pembuluh darah
b) Kelainan pada trombosit
c) Kelainan pada koagulasi
d) Kelainan pada sistem fibrinolitik
Kelainan koagulasi dapat dibagi menjadi dua kategori.
a) Kelainan yang diturunkan/herediter
b) Kelainan yang didapat atau acquired (dari reaksi obatan atau sekunder
dari suatu penyakit)
Mekanisme hemostatik normal terdiri dari empat sistem utama: (1) sistem
pembuluh darah (vascular), (2) trombosit, (3) sistem pembekuan, dan (4) sistem
fibrinolitik.15,16
A. Sistem Pembuluh Darah (Vascular)
Pembentukan sumbat hemostatik dimulai dengan kerusakan pembuluh darah,
kerusakan darah, atau keduanya, yang menyebabkan terjadinya suatu proses yang
berantai. Reseptor nyeri pada pembuluh darah di stimulasi apabila terdapat cedera
pada vaskular yang seterusnya akan menyebabkan vasokonstriksi. Vasokonstiksi
ini bertahan selama beberapa menit dan mekanisme lain akan mengambil alih
untuk mencegah kehilangan darah. Sel endotel yang rusak akan melepaskan
endotelin yang bersifat vasokontriksi. Endotelin bersama trombin dapat
menginduksi endotel untuk mengeluarkan substansi adhesi seperti integrin dan
selektin. Endotelin juga dapat menarik leukosit dan trombosit ke tempat yang
cedera (adhesi trombosit), kelamaan banyak trombosit untuk “menyumbat”
pembuluh yang cedera (agregasi trombosit). Dinding pembuluh juga merupakan
sumber faktor von Willebrand dan zat antiagregasi trombosit prostasiklin.
20
b)Adhesi dan agregasi trombosit
Trombosit tidak akan menempel pada endothelium pembuluh darah yang
tidak cedera. Normalnya endothelium dilapisi oleh prostasiklin, zat yang menolak
adhesi trombosit. Endotelin akan menarik trombosit untuk adhesi pada pembuluh
darah yang rusak. Di subendotel,trombosit akan beradhesi pada molekul adhesi
seperti kolagen, FvW dan fibronektin. FvW akan menyebabkan ikatan trombosit
dengan reseptor GIb. Trombosit yang diaktifkan akan membentuk pseudopodia
sehingga melepaskan ADP, menyebabkan agregasi trombosit. Trombin akan
menghambat sintesis AMP siklik yang akan meningkatkan ion kalsium dan
menyebabkan hiperagregasi. Sejumlah kecil thrombin juga merangsang sekresi
trombosit, berkerja memperkuat reaksi faktor. Dengan cara ini, terbentuklah
sumbatan trombosit, kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa yang
dikenal sebagai fibrin. Sekresi ADP yang berlebihan akan mengaktifkan
membrane fosfolipid (faktor 3 trombosit) sehingga terjadi aktivasi sistem
koagulasi.
c)Koagulasi
Pembekuan darah (Koagulasi) adalah suatu proses kimiawi yang protein-
protein plasmanya berinteraksi untuk mengubah molekul protein plasma besar
yang larut, yaitu fibrinogen menjadi gel stabil yang tidak larut yang disebut fibrin.
Objektif dari proses koagulasi adalah konversi fibrinogen menjadi fibrin. Produksi
fibrin dimulai dengan perubahan faktor X dan X (aktif). Faktor X teraktivasi
melalui dua rangkaian reaksi. Rangkaian pertama memerlukan faktor jaringan,
atau tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh endotel pembuluh darah pada
saat cedera. Kerana faktor jaringan tidak terdapat di dalam darah, maka faktor ini
merupakan faktor ekstrinsik koagulasi, yang juga disebut jalaur ekstrinsik untuk
rangkaian ini.Faktor jaringan(tromboplastin) bersama ion kalsium membentuk
kompleks dengan F.VII menjadi F.VIIa. F.VIIa mengaktifkan F.IX maupun F.X.
Pengaktifan F.X mengakibatkan pembentukan trombin dalam jumlah kecil.
Trombin yang terbentuk akan meningkatkan proses koagulasi dengan
21
mengaktifkan kofaktor V dan VIII, Jalur amplifikasi melibatkan faktor VIII dan
faktor IX dengan sebagai suatu peranan yang dominan dalam meningkatkan faktor
Xa. Trombin juga dapat mengaktifkan faktor XI, yang meningkatkan produksi
faktor IXa.
Pengaktifan lewat jalur intrisik diawali dengan pengaktifan dengan
pengaktifan faktor XII( Hageman) Fosfolipid, kolagen subendotel, dan kalikrein
mampu mengubah F.XII menjadi F.XIIa. F.XIIa merupakan serin protease yang
dapat mengubah F.XI menjadi faktor F.XIa. Reaksi ini akan terjadi dengan cepat
apabila terdapat kinninogen dengan molekul tinggi, tanpa kininogen reaksi terjadi
lambat. F.IXa bersama ion kalsium mengubah F.IX menjadi F.IXa , F.IXa
merupakan enzim yag berfungsi untuk pembentukan F.Xa. Perlu ditambahkan
bahawa F.XIIa dapat mengubah prakalikrein menjadi kalikrein, sehingga dapat
mengubah lebih banyak F.XII menjadi F.XIIa.
Langkah berikutnya pada pembentukan fibrin berlangsung jika faktor Xa,
dibantu oleh fosfolipid dari trombosit yang diaktivasi, memecah protrombin
menjadi thrombin.Selanjutnya thrombin memecahkan fibrinogen membentuk
fibrin.(sejumlah kecil thrombin dicadangkan untuk memperkuat agregasi
trombosit). Fibrin ini, yang awalnya merupakan jeli yang dapat larut , distabilkan
oleh factor XIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat,
trombosit, dan memerangkap sel darah merah. Untaian fibrin kemudian
memendek, mendekatkan tepi-tepi pembuluh darah yang cedera dan menutup
daerah tersebut.
22
Penghentian Pembentukan Bekuan
Trombin dan sel endothelial mensekresi PDGF( platelet –derived growth
factor). PDGF menstimulasi fibroblast dan otot polos untuk melipatgandakan dan
membaiki pembuluh darah yang cedera.Fibroblas juga menginvasi bekuan darah
dan menghasilkan jaringan ikat fibrosa yang akan menguatkan dan menutup
bekuan pembuluh darah. Setelah proses perbaikan jaringan pembuluh darah
selesai, bekuan darah yang terbentuk perlu dihentikan dan dihancurkan.
Antikoagulan yang terjadi secara alami meliputi antitrombin III (ko faktor
heparin) , Protein C dan Protein S. Antitrombin III bersirkulasi secara bebas di
dalam plasma dan menghambat sistem prokoagulan, dengan mengikat thrombin
serta menginaktivasi faktor Xa , IXa dan XIa , menetralisirkan aktivitasnya dan
menghambat pembekuan. Protein C suatu polipeptida juga merupakan
antikoagulan fisiologik yang dihasilkan oleh hati, dan beredar secara bebas dalam
bentuk inaktif dan diaktivasi menjadi protein Ca. Protein C yang diaktivasi
menginaktivasikan protrombin dan jalur intrinsik dengan membelah dan
menginaktivasikan faktor Va dan VIIIa. Protein S mempercepat inaktivasi factor-
faktor itu oleh protein c. Trombomodulin, suatu zat yang dihasilkan oleh dinding
pembuluh darah, diperlukan untuk menimbulkan pengaruh netralisasi yang tecatat
sebelumnya. Defisiensi Protein S dan C menyebabkan episod trombotik. Individu
23
dengan faktor V yang abnormal cenderung untuk mengalami thrombosis vena,
kerana faktor V resisten terhadap degradasi oleh protein c yang diaktivasi.
e) Sistem fibrinolitik
Sistem fibrinolitik atau fibronolisis adalah rangkaian yang fibrinnya
dipecahkan oleh plasmin menjadi produk-produk degradasi fibrin, menyebabkan
hancurnya bekuan darah. Diperlukan beberapa interaksi untuk mengubah protein
plasma spesifik inaktif di dalam sirkulasi menjadi enzim fibrinolitik plasmin aktif.
Proaktivator plasminogen, dengan adanya enzim-enzim kinase seperti
streptokinase, stafilokinase , kinase jaringan , serta faktor XIIa , dikatalisasi
menjadi activator plasminogen . dengan adanya enzim-enzim tambahan seperti
urokinase, maka aktivator-aktivator mengubah plasminogen plasma yang sudah
bergabung dalam bekuan fibrin, menjadi plasmin. Faktor XII mengkatalisa
pembentukan enzim plasma yang disebut kallikrein . Kallikrein kemudiannya
akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Trombin juga mengaktifkan
plasmin dan plasmin secara tidak langsung meningkatkan pembentukan
kallikrein.Plasmin memecahkan fibrin dan fibrinogen menjadi fragmen-fragmen,
yang menganggu aktivitas trombin, fungsi trombosit dan polimerasi fibrin,
menyebabkan hancurnya bekuan. Makrofag dan neutrofil juga berperan dalam
fibrinolisis melalu aktivitas fagositiknya.16
24
Tabel 1. Faktor Koagulasi
Nomor faktor Nama deskriptif Bentuk aktif
I Fibrinogen Subunit fibrin
II Protrombin Serin protease
III Faktor jaringan Reseptor/kofaktor*
V Faktor labil Kofaktor
VII Prokonvertin Serin protease
VIII Faktor antihemofilik Kofaktor
IX Faktor Christmas Serin protease
X Factor Stuart-Prower Serin protease
XIPlasma thromboplastin
antecedent
Serin protease
XII Faktor Hageman (kontak) Serin protease
XIII
Fibrin stabilizing factor
Prakalikrein (faktor Fletcher)
HMWK (faktor Fitzgerald)
Transglutaminase
Serin protease
Kofaktor*
HMWK, high molecular weight kininogen (kininogen berberat molekul tinggi)*Aktif tanpa modifikasi proteolitik
2.4. PERDARAHAN INTRASEREBRAL TERKAIT KELAINAN HEMATOLOGI
Perdarahan intraserebral (PIS) spontan pada kelainan hemotologi dapat
dibagi menjadi 2 garis besar menjadi kelainan hematologi kongenital dan didapat
(acquired). Kelainan hematologi kongenital misalnya hemophilia A, hemophilia
B, dan penyakit hematogi jarang lainnya. Kelainan hematologi yang didapat
misalnya iatrogenic (aspirin, antikoagulan, trombolitik), Idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP), trombositopenia oleh karena alcohol, penyakit
hati dan ginjal, dan obat-obatan lain.
A. Acqiured (Didapat)
1. Koagulopati iatrogenik yang menyebabkan PIS spontan
a. Antiplatelet
25
Aspirin banyak digunakan pada kasus infark miokard akut, dan
penyakit kardiovaskular sebelumnya dan terbukti mengurangi resiko
kematian akibat infark miokard, stroke, dan penyakit vascular. Pemakaian
aspirin pada penyakit kardiovaskular setiap hari dapat meningkatkan
resiko perdarahan sebagai contoh perdarahan saluran cerna dan PIS.
Menurut penelitan Physician’s Health Study yang melaporkan peningkatan
insidensi PIS yang mungkin merupakan komplikasi dari penggunaan
aspirin sebanyak 23 stroke hemoragik diantara 11.037 orang yang
mendapatkan aspirin dosis rendah (325 mg setiap hari) dibandingkan 12
stroke hemoragik diantara 11.034 orang yang mendapatkan placebo17 .
Mekanisme aspirin menyebabkan PIS adalah aspirin bekerja
sebagai penghambat enzim siklooksigenase yang akan menghasilkan
produksi thromboxane A2 (aggregasi platelet terhambat). Selain sebagai
penghambat, aspirin bekerja menghambat aktivasi enzim siklooksigenase
irreversible sehingga menjadikan aspirin menjadi antiplatelet poten pada
klinis18. Pasien yang mempunyai riwayat TIA atau stroke, aspirin mampu
mencegah 1-2 kejadian vascular (stroke, infark miokard akut, atau
penyakit vascular) per 100 pengobatan/tahun dengan resiko perdarahan
fatal 0.4-0.6 per 100 pengobatan /tahun19. Namun, karena keuntungan yang
dihasilkan oleh aspirin pada pencegahan primer dan sekunder stroke dan
pencegahan infark miokard, resiko perdarahan intracranial dapat
diabaikan.
Antiplatelet lain selain aspirin adalah clopidogrel (plavix),
abciximab (ReoPro). Beberapa penelitian membandingkan angka PIS pada
pemakaian aspirin dengan clopidogrel pada pasien yang beresiko iskemik.
Sebanyak 19.185 pasien dengan lebih dari 6.300 pada masing-masing
kelompok klinis yang difollow selama 3 tahun dengan rata-rata waktu
follow up 1.91 tahun. Tidak ada perbedaan utama pada keadaan aman.
Insidensi PIS pada kelompok clopidogrel adalah 0.33%, dimana 0.47%
pada kelompok aspirin.
26
Clopidogrel dan abciximab adalah glycoprotein IIb/IIIb inhibitor
yang bertindak sebagai integrin pada permukaan platelet yang berikatan ke
fibrinogen dan penting dalam aggregasi platelet.
b. Antikoagulan
Antikoagulan seperti warfarin, heparin dan enoxaparin adalah
antikoagulan yang paling banyak digunakan. Warfarin adalah antikoagulan
oral yang mengganggu metabolism vitamin K dihati dan menghasilkan
factor koagulasi yang tidak berfungsi seperti factor II, VII, IX, X , juga
protein C dan S. pada pemakaian warfarin ankan memanjangkan waktun
pembekuan (Protrombin Time/PT) dan perlu untuk memperhatikan INR
pasien.
Heparin yang biberikan parenteral bertindak sebagai potensiasi
antithrombin II dan TPFI yang akan memperpanjang PTT (aPTT).
Enoxaparin merupakan antikoagulan kelas baru yang dikenal sebagai
heparin berat molekul rendah, dengan mekanisme kerja mirip dengan
heparin walaupun enoxapari memilikiwaktu paruh yang lebih panjangdan
tidak memerlukan monitoring aPTT.
Sebanyak 70% PIS terkait dengan penggunaan antikoagulan terjadi
di intraparenkim dan kebanyakan merupakan subdural hemetom. INR 2.5-
4.5 meningkatkan resiko pertahun perdarahan intracranial 7-10 kali lipat
dengan resiko rata-rata 1% pada kelompok pasien resiko tinggi. PIS terkait
pemakaian antikoagulan berkembang perlahan-lahan dan tiba-tiba, dalam
hitungan jam sampai hari dan berlanjut membesar pada imaging sejak
pertama kali dilihat.
Mekanisme antikoagulan menyebabkan PIs masih belum
sepenuhnya dimengerti. Pada autopsy pasien tua hipertensi sering
menunjukkan pengumpulan hemosiderin terkait vaskulopati pembuluh
darah kecil. Perdarahan yang dihasilkan oleh pembuluh darah ini adalah
mekanisme hemostatik normal yang akan gagal jika ada antikoagulan yang
membuat perdarahan semakin banyak.
27
c. Thrombolytic
Obat trombolitik adalah obat yang mengaktifkan system
fibrinolisistubuh dengan cara mengubah plasminogen menjadi plasmin.
Plasmin akan berikatan pada fibrin, menghancurkannyadan membuat
degradasi fibrinogen. Trombolitik banyak digunakan pada pengobatan
miokard infark akut dan stroke iskemik.
Fibrinolitik seperti streptokinase, urokinase, dan tPA endogen.
Obat fibrinolitik akan megaktifkan plasminogen yang berikatan dengan
fibrin dan plasminogen yang bersirkulasi yang akan menghasilkan
keadaaan fibrinolisis sistemik.
Peningkatan resiko PIS pada pemakaian tPA adalah usia diatas 65
tahun, riwayat hipertensi dan penggunaan aspirin, riwayat penyakit
neurologi (stroke atau TIA), dan penggunaan Ca-Channel blocker akan
meningkatakan resiko terhadap komplikasi ini.
Heparinisasi dianggap terapi standar pada pasien yang menjalani
trombolisis dan dilakukan untuk mencegah reoklusi dari arteri koroner.
Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah menggabungkan trombolitik
dengan agen antikoagulan meningkatkan risiko PIS terkait tPA. Di tahun
1988 hasil Studi Anglo-Scandinavian Study of Early Thrombolysis,
penulis melaporkan 0,08% kejadian perdarahan di 2.493 pasien dalam
kelompok heparin placeboplus- dan kejadian 0,27% di TPA-plusheparin.
Meskipun peningkatan ini secara statistik tidak signifikan, hal itu
menunjukkan insiden yang lebih tinggi dari PIS ketika tPA dan heparin
digabungkan.
2. Trombositopenia
a. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
ITP atau yang lebih dikenal sebagai Immune Thrombocytopenic
Purpura adalah penyakit autoimun yang menyerang platelet yang
menghasilkan destruksi platelet yang cepat. Gejala klinis ITP yang banyak
28
dilaporkan adalah petekie, perdarahan mukosa, perdarahan saluran cerna
dan perdarahan intrakranial. Perhatian utama pada pasien ITP terhadap
resiko perdarahan intracranial (0.1-0.9%), yang muncul pada pasien
dengan jumlah platelet sangat rendah (<20.000/mm3).
b. Penyebab trombositopenia lain yang terkait PIS
Setiap kondisi yang menghasilkan jumlah trombosit yang rendah
secara teoritis merupakan predisposisi pasien dengan gangguan
perdarahan, termasuk PIS. Trombositopenia memiliki beberapa penyebab,
dan satu skema klasifikasi umum adalah sebagai berikut: 1) penurunan
produksi trombosit, seperti yang terlihat dalam gangguan tertentu
kongenital dan kasus kerusakan sumsum tulang (karena radiasi, obat); 2)
peningkatan trombosit kehancuran, seperti di ITP, dan penyakit lainnya
termasuk purpura trombotik trombositopenik, posttransfusion purpura, dan
DIC; 3) penyerapan abnormal, biasanya dalam limpa, seperti pada sirosis;
dan 4) beberapa penyebab, seperti biasa terlihat pada pecandu alkohol.
Kasus trombositopenia yang diinduksi PIS telah dikaitkan dengan
penggunaan obat-obatan tertentu, serta uremia, penggunaan alkohol, dan
transplantasi hati.
Obat yang menginduksi trombositopenia terkait PIS diantaranya obat
sitotoksik, antimalaria, antiepilepsi, furosemide, digoxin, dan estrogen.
Setiap obat dapat menyebabkan trombositopenia yang pada gilirannya
dapat memberikan kontribusi untuk PIS pada pasien, terutama satu dengan
faktor risiko lainnya.
Uremia sebagian besar terlihat pada orang dewasa dengan penyakit
ginjal yang mengembangkan kecacatan trombosit yang cenderung parallel
dengan kenaikan pasien di nitrogen urea darah dan kreatinin. Selain
penurunan jumlah trombosit, perdarahan juga mencerminkan defisit
fungsional aktivitas koagulan platelet. Insiden komplikasi perdarahan
serius dalam uremia menurun, sebagian besar karena khasiat dialisis dalam
mengoreksi diskrasia darah. Meskipun gangguan perdarahan sekunder
29
uremia kronis menurun, hal lebih akut disebut HUS telah dilaporkan
sebagai penyebab PIS. Sindrom ini biasanya mempengaruhi anak-anak
muda dari 10 tahun dan ditandai dengan penghancuran merah sel darah,
kerusakan pada lapisan dinding pembuluh darah, dan, pada kasus yang
berat, gagal ginjal. Sebagian besar kasus HUS terjadi setelah infeksi pada
sistem pencernaan yang disebabkan oleh EscherPISia coli. Pasien dengan
HUS hadir dengan gejala GI seperti perutnyeri, muntah, dan diare
berdarah.
B. Kongenital
1. Hemophilia
Hemophilia A dan B adalah kondisi yang jarang dengan insidensi 1
dalam 10.000 orang. Kelainan ini diakibatkan oleh kekurangan factor
koagulasi VIII (hemophilia A) dan IX (hemophilia B). kedua kelainan ini
adalah penyakit kongenital terkait X dan lebih sering pada pria disbanding
wanita. Hemophilia dapat dikelompokkan menurut keparahannya menjadi
ringan, sedang, berat. Pada hemophilia ringan, 5-30% factor normal ada,
perdarahan abnormal biasanya terkait trauma yang nyata seperti ekstraksi
gigi, atau pembedahan. Pada hemophilia sedang kadar factor 1-3% dan
gejalanya biasanya sedang antara pasien ringan dengan penyakit berat.
Pada penyakit berat kadar factor 0-1% dari rata-rata jumlah normal dan
pasien menderita berbagai perdarahan sejak usia muda seperti perdarahan
sponta pada otot dan sendi. PIS spontan adalah komplikasi yang paling
ditakutkandari hemophilia dan merupakan penyebab kematian pada pasien
dengan penyakit ini.
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial.
Faktor von 12 Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi
trombosit.
Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan
protein lain trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit
30
dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih
lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue factor dan
mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade
pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan
trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff
pada tahun 1950an. Kaskade ini menggambarkan jalur intrinsik dan
ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa
kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi
yang lazim dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada penderita hemofilia
dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka pembentukan bekuan darah
terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak
berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti.
Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam otak, proses
perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka
dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan
darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat
proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.
Tata laksana yang diberikan adalah faktor VIII (konsentrat atau
kriopresipitat) untuk hemofilia A dan faktor IX (konsentrat atau FFP)
untuk hemofilia B selama 7 – 14 hari, sesuai guideline WFH tahun 2005
untuk pengobatan pasien hemofilia di negara berkembang. Terapi
antikonvulsan dan diuretik diberikan bila terdapat gejala kejang dan
peningkatan tekanan intraserebral /edema serebri. Kraniotomi dilakukan
bila tidak ada perbaikan klinis dengan pemberian faktor pembekuan atau
pada kasus yang berat dengan perdarahan luas dan terdapat tanda-tanda
midline shift atau herniasi.
Seluruh episode perdarahan mendapat replacement therapy faktor
VIII berupa kriopresipitat dan/atau konsentrat. Kecuali pada beberapa
kasus , median durasi pemberian faktor VIII adalah 10,5 hari (7-16 hari).
31
Ada kasus meninggal dunia dalam waktu kurang dari 24 jam perawatan.
Terapi lain adalah diuretik, antikonvulsan dan antifibrinolitik. Beberapa
juga menjalani kraniotomi untuk mengevakuasi hematoma intraserebral
karena mengalami kejang berulang pada hari ke-2 perawatan, walaupun
telah mendapat replacement therapy dengan dosis optimal. Ada jga yang
mengalami komplikasi epilepsi partial secondary generalized setelah
episode perdarahan intraserebral yang kedua, dibuktikan dengan
pemeriksaan EEG yang menunjukkan aktifitas epileptiform di temporal
tengah kiri dan perlambatan temporooksipitoparietal kiri.
Aspek terpenting dalam tata laksana perdarahan intrakranial pada
hemofilia adalah replacement therapy dosis adekuat (target kadar plasma
80-100%) dan tepat waktu. Dosis yang tidak adekuat atau keterlambatan
replacement therapy akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas.
Edukasi bagi pasien dan keluarga sangat penting agar tidak terjadi
keterlambatan datang ke rumah sakit, terutama bila pasien mengalami
trauma kepala. Ketersediaan faktor pembekuan untuk replacement therapy
dan kerjasama tim multidisiplin sangat penting untuk memperbaiki luaran
pasien hemofilia yang mengalami perdarahan intraserebral.
2. Kelainan kongenital jarang
Kelainan kongenital jarang yang dapat menyebabkan PIS diantaranya
adalah defisiensi vWF kekurangan, kongenital afibrinogenemia, dan
kekurangan dalam koagulasi tertentu faktor termasuk faktor V, VII, dan
XIII. Bahkan lebih jarang, keadaan hiperkoagulasi seperti sindrom
antifosfolipid, mutasi protrombin, dan defisiensi faktor V Leyden telah
dikaitkan dengan PIS melalui mekanisme thrombosis sinus sagital superior
(atau vena lainnya) berubah menjadi perdarahan vena. Keadaan
hiperkoagulasi ini sangat berbahaya ketika risiko diperparah, seperti pada
wanita hamil atau mereka menerima kontrasepsi oral
Perdarahan intraserebral pada bayi akibat defisiensi kompleks
protrombin merupakan salah satu manifestasi dari sindrom Hemorrhagic
32
Disease of the Newborn (HDN)/ penyakit gangguan perdarahan pada bayi.
Kompleks protrombin merupakan sebutan bagi faktor II, VII, IX, X dalam
system pembekuan darah (koagulasi). Vitamin K berperanan pada
metabolism kompleks protrombin ini dan proses tersebut terjadi di dalam
hati. Defisiensi kompleks protrombin dapat terjadi akibat defisiensi
vitamin K. Secara alami terdapat 2 jenis vitamin K, yaitu vitamin K1
(Phyloquinone yang berasal dari tumbuhan, larut dalam lemak) dan
vitamin k2 (Menaquinone yang berasal dari flora saluran cerna, larut
dalam air). Vitamin k2 simpan lebih lama di hati daripada vitamin k1.
Orang dewasa mendapat setengah kebutuhan vitamin K dari diet dan
setenga lagi dari flora saluran cerna. Untuk bayi yang baru lahir vitamin k
didapat dari ibu dalam jumlah yang kecil. Selanjutnya sumber utama
vitamin K pada bayi berasal dari makanan (susu) dan hanya sedikit dari
flora saluran cerna. Kadar kompleks protrombin dalam tubuh bayi akan
menurun pada usia 1-2 minggu dan menjadi normal pada usia 6 minggu
sampai 6 bulan. Pada bayi yang menerima diet hanya dari ASI dan tidak
mendapatkan suntian vitamin K1 postnatal rentan untuk mengalami
perdarahan akibat defisiensi kompleks protrombin.
Pasien dengan perdarahan intraserebral akibat Acquired Protrombin
Complex Deficiency sering mengalami gejala berupa kejang dan
penurunan kesadaran, anemia, dan demam. Sebagian kecil kasus dapat
ditemukan perdarahan ekstrakranial di saluran cerna, kulit dan mukosa
mulut. Defisit sisa neurologis yang terjadi dapat berupa hemiparesis,
mikrosefali, gangguan kejang, spastisitas dan hidrosefalus.
Diagnosis adalah gangguan pembekuan darah berupa pemanjangan
waktu perdarahan dan pembekuan darah, masa protrombin (PT) yang
memanjang, masa tromboplastin parsial (PTT) yang memanjang, masa
thrombin (TT) yang normal, dan jumlah trombosit yang normal. Diagnosis
perdarahan intraserebral ditentukan dengan CT scan kepala.
Kejadian perdarahan intraserebral akibat Acquired Protrombin
Complex Deficiency dengan gambaran klinis ataupun radiologis terdapat
33
proses mendesak ruang secara jelas memerlukan penatalaksanaan segera
berupa tindakan operasi bedah saraf. Peran dokter ali kesehatan anak
penting, terutama bagian kegawatdaruratan, hematologi, dan perawatan
intensif.
Pasien dengan perdarahan intraserebral akibat Acquired Protrombin
Complex Deficiency memerlukan stabilisasi fungsi hemostasis perioperatif
disertai perawatan intensif sambil menunggu tindakan operatif definitive
dapat dilakukan. Tindakan bedah saraf dapat berupa kraniektomi evakuasi
hematom sampai dengan suatu proses kraniektomi dekompresi, tergantung
beratnya perdarahan dan kerusakan otak yang terjadi.
34
BAB 3
KESIMPULAN
Perdarahan intaserebral spontan didifenisikan sebagai pendarahan non
traumatik yang mengakibatkan darah masuk kedalam parenkim otak. PIS juga
dikenal sebagai bagian dari subtipe stroke hemoragik.9
PIS itu sendiri dibagi menjadi PIS traumatic dan PIS non traumatik
atau PIS spontan. PIS spontan atau non traumatik PIS adalah pendarahan didalam
parenkim otak yang dapat menyebar ke ventrikel dan dalam kasus yang jarang
dapat menyebar ke subarachnoid.
Manifestasi klinis dari PIS bergantung pada lokasi, ukuran, arah
penyebaran darah dan perkembangan dari hematoma. Gejala dari PIS sering sekali
salah interpretasi dengan infark cerebral tromboembolik. 10% dari kejadian PIS
biasanya terkena pada bagian fossa posterior sehingga dapat mempengaruhi
cerebellum atau pons, sehingga akan menunjukkan gejala yang berbeda dengan
PIS yang mengenai tempat lain. Untuk mengetahui topografi pasti dari PIS harus
dilakukan pemeriksaan dengan CT SCAN ataupun MRI.2
Perdarahan intraserebral (PIS) spontan pada kelainan hemotologi dapat
dibagi menjadi 2 garis besar menjadi kelainan hematologi kongenital dan didapat
(acquired). Kelainan hematologi kongenital misalnya hemophilia A, hemophilia
B, dan penyakit hematogi jarang lainnya. Kelainan hematologi yang didapat
misalnya iatrogenic (aspirin, antikoagulan, trombolitik), Idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP), trombositopenia oleh karena alkohol, penyakit
hati dan ginjal, dan obat-obatan lain.
35
DAFTAR PUSTAKA
1.Intracerebral Hemorrhage,Indication for surgical treatment and surgical
treatment and Surgical Techniques.R.RaPISart and S.Frank.Department of
surgery,Jena University Hospital,FriedrPIS-schiller-University,Erlanger Alle
101,D-07747 Jena Germany.
2.Cerebrovascular Disease-Intracerebral Haemorhage.Neurology and
Neurosurgery illustrated,Kennerh w.Lindsay.Ian Bone.Churchill Livingstone.4th
edition.pg 270-1
3.Intracerebral Hemorrhage (PIS).Mayfield clinic and Spine Institute. www.
mayfieldclini.com
4.Intracerebral haemorrhage.J M MacKenzie.Department of pathology, Aberdeen
Royal Infirmary Foresterhill,Aberdeen AB9 2ZD.Accepted for publication 21
November 1995.
5.Head Injury,SM Tabatabei1, AM Seddighi1, A Seddighi2* Department of
Neurosurgery, Shahid Beheshti University of Medical Sciences, Neurofunctional
Reseach Center of Shohada Tajrissh Hospital, Tehran, 2Department of
Neurosurgery, Shahid Rajaee Hospital, Qazvin University of Medical Sciences,
Qazvin, Iran. WWW.ircmj.384 com Vol 13 June 2011.pg 382-91
6.Itracerebral Hemorrhage annotated Biobliography, Cristina Gamboa,University
of Illonois at Chicago,college of medicine medical candidate,2010,Department of
emergency medicine University of Illionois at Chicago,college of medicine.pg 1-
26
7.Spontaneous Intracerebral Hemorrhage.Adnan I Qureshi, dll.The New England
Journal of Medicine.N Engl J Med, Vol.344,No. 19. May 10,2001.www.nejm.org
8.anatomy of the brain.Mayfield Certified Health Info materials are written and
developed by the Mayfield Clinic & Spine Institute.
36
9. Hoffer, Allan, 2000, Spontaneus Intracerebral Hemorrhage, chapter 16 In
Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery
10. Qureshi, Adnani M.D, 2001, Spontaneous Intracerebral Hemorrhage In N
Engl J Med, Vol. 344, No. 19· May 10, 2001· www.nejm.org
11. Jun Choi, Young, 2004, Intracranial Hemorrhage in Patients with
Hematologic Disorders In J Korean Neurosurg, 2004, Soc 36 pp 302-305
12. Zidan, Ihab, 2012, Alexandria University Faculty of Medicine In Alexandria
Journal of Medicine, (2012) 48, 139–145
13. Morgenstern et al, 2010, Guidelines for the Management of Spontaneous
Intracerebral Hemorrhage, DOI: 10.1161/STR.0b013e3181ec611b, pp 2109 –
2117, download on May 7, 2015 http://stroke.ahajournals.org/
14. W.Sudoyo, Aru dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia
15. Bleeding and clotting disorder. Akses dari
http://web.squ.edu.om/med-Lib/MED_CD/E_CDs/oral%20medicine/docs/ch17.p
df. Mei 08 , 2015
16. British Journal of Anesthesia(2000). Peri-operative management of patients
with coagulation disorder. Akses dari
http://bja.oxfordjournals.org/content/85/3/446.full.pdf+html. Mei 08, 2015
17. Steering Committee of the Physicians' Health Study Research Group: Final
report on the aspirin component of the ongoing Physicians' Health Study. N Engl J
Med 321:129-135, 1989
18. Vane JR: Inhibition of prostaglandin synthesis as a mechanism of action for
aspirin-like drugs. Nat New Biol 231:232-235,1971
19. Boysen G: Bleeding complications in secondary stroke prevention by
antiplatelet therapy: a benefit-risk analysis. J Intern Med 246:239-245, 1999
37
38
Top Related