BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fisika adalah ilmu pengetahuan berbasis eksperimen. Dalam melakukan
eksperimen, kita memerlukan pengukuran – pengukuran. Biasanya untuk
menggambarkan hasil pengukuran kita menggunakan angka – angka. Setiap
ukuran yan kita gunakan untuk menggambarkan gejala fisika secara kuantitatif
disebut dengan besaran. Sebagai contoh dua besaran fisika yang menggambarkan
diri kita adalah massa dan tinggi badan kita. Ketika kita mengukur suatu besaran,
kita selalu membandingkan dengan standar acuan tertentu yang disebut dengan
satuan.
Mengukur ialah proses membandingkan suatu besaran yang diukur dengan
besaran tertentu yang diketahui atau ditentukan sebagai satuan. Dalam melakukan
pengukuran selalu dimungkinkan terjadi kesalahan. Oleh karena itu, kita harus
menyertakan angka – angka kesalahan agar kita dapat memberikan penilaian yang
wajar dari suatu hasil pengukuran.
Besaran fisika tidak dapat diukur secara pasti dengan setiap alat ukur.
Hasil pengukuran selalu mempunyai derajat ketidak pastian. Pada saat kita
menggunakan penggaris untuk mengukur besaran panjang, bacaan akan diambil
ke skala millimeter tersebut.
Dalam percobaan kali ini dilakukan pengukuran panjang, lebar, dan tinggi
balok ; diameter bola besi ; serta massa balok dan bola – bola besi. Percobaan kali
ini dilakukan untuk mengetahui cara mengguakan alat – alat ukurnya yan benar.
1.2 Tujuan Percobaan
1. Mampu menggunakan alat –alat ukur dasar
2. Mengetahui analisis kesalahan
3. Memahami penggunakan metode kuadrat terkecil dalam pengolahan data
1.3 Manfaat percobaan
1. Dapat memahami cara menggunakan dan fungsi alat ukur dasar
2. Dapat memahami tingkat ketelitian alat ukur dasar dalam percobaan
3. Dapat memahami Metoda dalam pengolahan data yaitu metoda kuadrat
terkecil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran adalah suatu teknik untuk menyatakan suatu sifat fisis dalam
bilangan sebagai hasil membandingkannya dengan suatu besaran baku yang
diterima sebagi satuan. (soejoto, 1993).
Dalam melakukan pengukuran kita harus berusaha agar sedikit mungkin
menimbulkan gangguan pada sistem yang sedang diamati. Dalam pengukuran
suhu thermometer dapat mengambil atau memberian kalor pada sistem yang
diukur sehingga mempengaruhi suhu sistem yang diukur, ini perlu disadari dan
diperhitungkan agar pengaruh tersebut sekecil mungkin, lebih kecil dari sesaat
eksperimen (experimental error) ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam
pembahasan berikut mengenai ketidakpastian pada pengukuran. (soejoto,1993).
Suatu pengukuran yang akurat dan persis sangat bergantung pada metode
pengukuran dan alat ukur. SI juga mengunakan dua buah satuan pelengkap :
1. Suatu bidang, dalam radian (rad)
2. Suatu ruang, dalam sterdian (sr)
Sangat bergantung pada metode pengukuran dan alat ukur. Hasil
pengamatan yang baik akan bermanfaat jika pengolahan dikerjakan secara tetap
oleh karena itu harus ada pengetahuan yang lengkap tentang presisi pengukuran,
cara analisis, teori ralat, dan statistik. Contoh –contoh alat ukur berbagai
pengukuran yang berkaitan dengan panjang benda yang presisi adalah jangka
sorong, mikrometer dan sferometer. (Hikam, 2004).
Jangka sorong dapat digunakan untuk menentukan dimensi dalam, luar
dan kedalam dari benda uji. Skala vernier dari jangka sorong meningkatkan
akurasi pengukuran hingga 1/20 mm. (Hikam, 2004).
Pada alat ukur mikrometer, benda uji diletakan diantara batang
pengukuran, kemudian batang bergerak didekatkan kebenda uji dengan memutar
sekrup. Pembacaan penuh dan setengah milimeter dapat dibaca pada skala dan
nilai perseratus milimeter dibaca pada skala vefnier. Jika skala vernier tidak
menutupi. (Young, 2002).
Pengukuran dengan mikrometer sekrup memiliki ketidakpastian yang
lebih kecil, ini menghasilkan suatu pengukuran yang lebih akurat. Ketidakpastian
juga disebut galat (error), karena hal tersebut juga mengindikasikan selisih
maksimum yang mungkin terjadi antara nilai terukur dan nilai sebenarnya.
Ketidak pastian atau galat dari sebuah nilai terukur bergantung pada teknik
pengukuran yang dilakukan.
Kita juga dapat menyatakan akurasi dengan galat fraksional (fractional
error) atau galat persen (percent error) maksimum (disebut juga fraksi ketidak
pastian dan persen ketidakpastian). (Young, 2002).
Ketidakpastian dari suatu bilangan tidak dicantumpak secara eksplisit.
Sebaiknya, ketidakpastian dinyatakan dengan banyaknya angka-angka penuh arti,
atau angka signifikan (significant figure),dalam nilai terukur. (young, 2002).
Dua nilai dengan jumlah angka signifikan yang sama dapat memberikan
ketidakpastian yang berbeda suatu jarak yang dinyatakan sebagai 135 km juga
memiliki tiga angka signifikan, tetapi ketidakpastiannya sekitar 1 km. (Young,
2002).
Suatu pengukuran yang akurat dan presisi setengah millimeter, ini harus
ditambahkan pada perseratusan milimeter. (Hikam, 2004).
Alat ukur sferometer terdiri dari 3 kaki yang membentuk segitiga sama
sisi. Melalui pusat 3 kaki dipassang sekrup micrometer dan alat pengukurnya.
Sekrup ini memiliki sebuah pelat dengan sekala lingkaran. Jarak pengukuran skala
0,5 mm, dan angka sekala dari 0 sampai 500, sehingga perubahan vertikal dari
ujung pengukur dapat dibaca dengan ketepatan 1 μm . (1 μm=10−6). (Hikam,
2004).
Berbagai metode digunakan untuk menggunakan massa jenis sutu benda
yang bergantung pada bentuk dan homogenitas dari benda ter sebut.
ρ=MV
(2.1)
Massa dan volume dari benda uji biasanya diukur terpisah kemudian
digunakan persamaan (2.1) untuk menentukan massa jenis benda. (Hikam, 2004).
Mistar ingsut berfungsi untuk mengukur. Bagian luar panjang, lebar, tebal
dan diameter. Bagian dalam, dalamnya lubang, diameter lubang dan lebar lubang.
Mistar ingsut memiliki ketelitian 0,1 sampai 0,02 mm, selain mistar ingsut biasa
seperti tersebut diatasmasih ada macam yang lain yaitu mistar ingsut kedalam dan
mistar ingsut gigi. (Daryanto, 2000).
Untuk menentukan hasil suatu pengukuran, diperlukan keterampilan
membaca mistar ingsut tersebut. Adapun pembacaan mistar ingsut dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Setelah selesai mengukur lihat kedudukan strip nol pada rangka mulut geser
mistar ingsut, misalnya menunjukan strip ke-21 pada rangka tetap berarti
hasil pengukuran 21 mm.
2. Perhatikan strip nonius mana yang paling segaris/lurus, jika misalnya nonius
yang paling lurus dengan strip-strip pada rangka adalah strip ke-3 ini berarti
mempunyai harga 0,3 mm. untuk ketelitian 0,1 mm, maka hasil pengukuran
selengkapnya 21,3 mm.
0 10 20 30
0 3
Gambar 2.1 (skala pengukuran)
(Daryanto, 2002).
Pengukuran semua besaran sebenarnya relatif terhadap suatu setandar atau
satuan tertentu dan satuan ini harus dispesifikasikan. (Giancoli, 2001).
Pengukuran besaran panjang dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai macam alat ukur, misalnya mistar, jangka sorong, dan micrometer
sekrup. Berikut ini akan dijelaskan cara pengukuran besaran panjang dengan
menggunakan alat ukur tersebut.
Jangka sorong terdiri dari dua pasang rahang, sepasang digunakan
utuk pengukuran luar dan sepasang lagi digunakan untuk pengukuran dalam. Dari
pasangan itu ada rahang yang tepat dan ada rahang yang digeser – geser. Pada
rahang tetap terdapat batang skala yang diberi skala dalam cm dan mm sebagai
skala utama. Pada rahang geser terdapat terdapat 10 ( sepuluh ) skala yang
panjangnya 9 mm sebagai skla nonius. Oleh karena itu, 1 skala nonius sama
dengan 0,9 mm. jadi, skala nonius berselisih 0,1 mm dengan skala mm pada skala
utama. Angka 0,1 mm menyatakan ketelitian jangka sorong, misalkan kedudukan
skala nonius terhadap skala uatama.
Mikrometer sekrup mempunyai bagian – bagian utama, antara lain :
poros tetap, poros geser, skala uatam dan skala nonius yang merupakan pemutar.
Biasanya alat ini digunakan untuk mengukur panjang, ketebalan, diameter bola,
dan diameter kawat yang sangat kecil. Skala utama memiliki skala mm dan 0,5 m.
Skala nonius mempunyai 50 skala dengan laju putar 0,5 mm/putaran. Oleh karena
itu satu skala nonius sama dengan 0,01 mm = 0,001 cm, yang menyatakan tingkat
ketelitian mikrometer sekrup. Misalkan kedudukan skala nonius dan skala utama
seperti pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.2 (Mikrometer)
Skala utama menunjukan angka 1,5 mm dan skala noonius yang segaris
dengan skala uatama adalah skla ke – 15 ( 15 x 0,01 mm = 0,15 mm ). Hasil
pengukuran = 1,5 mm + 0,15 mm = 1,65 mm. (Daryanto, 2000).
Standar internasional yang pertama adalah meter (drsingkat m),
dinyatakan sebagai standar panjang oleh French Academy of Sciences pada tahun
1790-an. Meter didefinisikan dengan lebih tepat sebagai jarak antara dua tenda
yang dibuat jelas pada sebuah penggaris campuran platinum irradium. (Daryanto,
2000).
Satuan setandar waktu adalah detik atau sekon (S) standar sekon sekarang
didefinisikan lebih tepat dalam frekuensi radrasi yang dipancarkan oleh atom
cesium ketika meleati dua keadaan tertentu. (Daryanto, 2000).
Suatu pengukuran yang akurat dan persisi sangat bergantung pada metode
pengukuran dan alat ukur. (Hikam, 2004).
Setiap pengukuran selalu memiliki ketidakpastiaan. Supaya jelas, hasil
pengukuran harus dinyatakan secara kuantitatif, bukan secara kualitatif atau hanya
dengan ilustrasi. Hasil kuantitatif ini diperlukan untuk berbanding dengan hasil-
hasil yang lain. Ketepatan pengukuran adalah hal yang sangat penting difisika
untuk mendaatkan hasil yang dapat dipercaya. Namun demikian tidak ada
pengukuran yang absolut tepat, selalu ada ketidakpastian dalam setiap
pengukuran. (young, 2002).
Ketidakpastian dari suatu bilangan tidak dicantumkan secara eksplirsit.
Sebaliknya, ketidakpastian dinyatakan dengan banyaknya angka-angka penuh arti
atau angka signifikan. (young, 2002).
Besaran ada dua yaitu besaran vektor mempunyai arah dan nilai, besaran
turinan mempunyai nilai tapi tidak memiliki arah.
Satuan unit adalah cara mengungkapkan suatu ukuran dengan
menggunakan bilangan. Contoh : satuan panjanga adalah meter,feet, dan satuan
massa adalah kg, gr. Ada 3 macam sistem satuan digunakan saat ini yaitu:
1. British Gravitational Systcm (BGS)
2. Metric System (MKSA)
3. System International Des Unites (SI)
Sistem satuan Internasional (SI) adalah suatu sistem yang telah diolah dan
dikembangkan oleh komisi teknik dan ISO (International Organization for
Standardization). Standar satuan ini tercantum dalam international standard ISO
R31. Oleh karena SI unit ini dalam tahun 80-an telah dipakai secara internasional,
maka dirasa perlu untuk memakai standar ini di indonesia.
Nama system Internasional d’unites yang singkat SI, disetujui dalam
Conference Generale des Poids et Mesures (CGPM) ke-11 pada tahun 1960. SI
unit ini terdiri dari 3 macam satuan:
a. Satuan dasar
b. Satuan tambahan
c. Satuan turunan
Tabel 2.1 (Satuan Dasar SI)
Besaran Nama satua lambang Definisi
Panjang Meter m Meter adalah suatu panjang
Massa Kilomgram kg Kilogram adalah massa yang
dengan massa dari prototoype
kilogram international
Waktu Detik s Detik adalah waktu
91926311770 periode
Arus listrik Ampere A Amper adalah arus tetap
Suatu
termudinamika
Kelvin K Adalah satuan suhu
termodinamika
Jumlah substansi Mole Mol Mole adalah jumlah subtansi
dari suatu sistem
Intensitas cahaya candela ccl Candela adalah
intensitas cahaya dalam arah
tegak lurus
(Daryanto,2000).
Ukuran keperluan pengukuran terdapat besaran dan
satuan fundamental dan yang di turunkan. Fisikawan mengenal
empat besaran fundamental yang tak bergantung pada yang
lain: panjang, massa, waktu, dan muataan listrik.
Panjang dan waktu adalah konsep-konsep utama yang kita
terima semua secara ilmiah: adalah sulit untuk berusaha
mendefinisikan konsep-konsep demikian. Meskipun demikian,
massa dan muatan listrik bukanlah sesuatu yang naluriah massa
adalah suatu koefisien, yang khas bagi setiap partikel, yang
menentukan sifat partikel bila berinteraksi dengan partikel lain,
yaitu massa suatu partikel menentukan reaksinya atas suatu
gaya. Massa suatu partikel juga menentukan kuat antaraksi
grativikasinya dengan partikel-partikel lain. Demikian juga
muatan listrik adalah sebuah koefisien lain. Yang khas bagi tiap
partikel yang menentukan kuat antaraksi elektromagnetiknya
dengan partikel-partikel lain.
Meter di singkat dengan M, adalah satuan panjang.
Besarnya sama dengan 1.650.763,73 panjang gelombang radiasi
elektromagnetik dalam ruang hampa yang di pancarkan oleh
isotop86kr dalam transisinya antara keadaan 2pio dan 5d5.
Kedua lambang ini mengacu pada keadaan fisis tertentu
dari atom kriypton. Pada mulanya meter pilih sebagai 1/
10.000.000 kutdran suatu meridian bumi, tapi devinisi ini di
tinggalkan untuk di gantikan dengan suatu definisi yang lebih
tepat dan mantap.
Setiap besaran dapat di ukur secara langsung atau secara tidak
langsung. Pengukuran suatu besaran akan menghasilkan nilai
(bilangan), jadi :
“Besaran ialah sesuatu yang mempunyai bilangan atau sesuatu
yang dapat di nyatakan dengan bilangan.”
Selain mempunyai bilangan, kebanyakan besaran juga
mempunyai satuan. Satuan adalah sesuatu yang di jadikan
pembanding dan pengukuran.
Contoh satuan :
a. Untuk besaran panjang, satuannya : meter, kilometer, inci,
yard, depa, jengkal.
b. Untuk besaran massa, satuannya : kilogram, gram, ons,
pound, kuintal, ton.
c. Untuk besaran waktu, satuannya : sekon, menit, jam, hari,
tahun.
d. Untuk besaran suhu, satuannya : kelvin, derajat celcius,
derajat fahrenheit.
Untuk menyatakan besaran yang mempunyai satuan,
maka di samping harus di nyatakan bilangannya, harus pula di
nyatakan bilangannya, harus pula di nyatakan satuannya.
Misalnya :
a. Panjang bambu itu 2 depa
b. Panjang adalah besaran
c. Dua adalah bilangan
d. Dua adalah satuan
Untuk menyatakan pekerjaan itu di butuhkan waktu 5 haria. Waktu adalah besaran
b. Lima adalah bilangan
c. Hari adalah satuan
Di dalam ilmu pengetahuan alam ada juga besaran yang mempunyai bilangan, tetapi tidak mempunyai satuan. Misalnya :1. Keuntungan mekanis sebuah tuas
2. Perbesaran bayangan
Dari 7 besaran pokok ini hanya 5 yang harus di pelajari dan di pahami
pemakaiannya oleh setiap siswa sehingga mampu mempergunakannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Kelima besaran pokok itu adalah:
a. Panjang
b. Massa
c. Waktu
d. Suhu
e. Kuat arus listrik
Sebuah balok mempunyai panjang. Besaran panjang dapat di ukur baik
dalam satuan baku maupun dalam satuan tak baku. Di dalam SI besaran panjang
di ukur dalam satuan meter. Meter adalah satuan baku untuk besaran panjang, di
singkat m, kilometer, hektometer, sentimeter, yard, inci, jengkal, hasta, dan depa
adalah beberapa contoh satuan tak baku untuk besaran panjang.
Lebar, tinggi, tebal, dan jarak suatu benda adalah besaran yang sejenis
dengan besaran panjang karena satuannya sama dengan satuan besaran panjang.
Sebagai patokan satuan meter, maka konferensi internasional yang di
selenggarakan khusus untuk membahas sistem satuan memutuskan untuk
membuat sebuah meter standar yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Panjang tidak dapat di ubah
b. Mudah di tiru bila di perlukan
Untuk pertama kalinya, meter standar di buat dalam bentuk batang logam
campuran platina iridium. Pada batang standar ini di buat 2 buah garis lurus yang
jaraknya satu meter. Meter standar yang asli di simpan di kantor internasional
tentang berat dan ukuran diserves, Prancis. Sekarang meter standar itu di anggap
kurang memenuhi syarat karena :
a. Panjangnya mengalami perubahan walaupun kecil sekali.
b. Kurang praktis (tidak dapat segera di tiru).
c. Tidak memakai untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern.
Sejak tahun 1960, meter standar yang di pergunakan dalam SI adalah
meter standar yang di dasarkan pada panjang gelombang cahaya merah jingga
yang di pancarkan oleh gas Krypton-86. Satu meter sama dengan 1.650.763,73
kali panjang gelombang cahaya merah jingga yang di pancarkan oleh gas
Krypton-86 di dalam ruang hampa pada suatu lucutan listrik.
Untuk mengukur besaran panjang di perlukan alat ukur, contohnya :
a. Meteran Kelos : Di pergunakan untuk panjang yang lebih dari satu
meter.
b. Mistar : Di pergunakan untuk panjang yang kurang dari satu meter.
c. Jangka sorong : Di pergunakan untuk mengukur diameter pipa
ketelitiannya mencapai 0,1 mm.
d. Micrometer sekrup : Di pergunakan untuk mengukur tebalnya benda
ketelitiannya mencapai 0,01 mm.
Kita telah melihat pentingnya mengetahui akurasi dari bilangan yang
menyatakanbesaran fisika. Tetapi perkiraan besaran yang sangat kasar seklaipun
seringkali member kita informasi yang berguna. Kadang-kadang kita tau
bagaimana menghitung suatu besaran tertentu tetapi harus menduga data yang
diperlukan dalam perhitungan atau perhitungan terlalu rumit jika dilakukan
dengan menggunakan bilangan yang tepat, sehungga kita membat seberapa
pendekatan kasar. Pada kedua kasus hasil yang idapatkan juga merupakan sebuah
dugaan, tetapi dugaan ini dapat berguna. (young, 2002).
Setiap pengukurn selalu memiliki ketidakpastian. Jika anda mengukur
ketebalan anda mengukur ketebalan sampul diandalkan, kebenarannya sampai
pada milimeter terdekat, dan hasil pengukuran anda adalah 3 mm. pernyataan
hasil pengukuran ini sebagai 3,00 mm adalah salah karena keterbatsan alat ukur
yang digunakan, anda tidak dapat mengatakan bahwa ketebalan sebenarnya adalah
3,00 mm, 285 mm, atau 3,11 mm. tetapi jika anda menggunakan micrometer
sekrup, suatu alat yang dapat mengukur sampai ketelitian 0,01 mm, hasil
pengukurannya adalah 2,91 mm. Perbedaan antara kedua hasil ini adalah pada
ketidakpastian (uncurently) pengukuran tersebut. Pengukuran dengan micrometer
sekrup memiliki kepastianyang lebih kecil, suatu pengukuran yang akurat.
Ketidakpastian juga disebut galat (error), karena hal tersebut juga
mengindikasikan selisih maksimum yang mungkin terjadi antara nilai ukur dan
nilai sebenarnya. Ketidakpastian atau galat dari sebuah nilai sebenarnya
bergantung pada teknik pengukuran yang dilakukan. Ketika sering
mengindikasikan akurasi dari nilai terukur yaitu, seberapa dekat nilai terukur itu
terhadap nilai sebenarnya dengan menuiskan bilangan diikuti ± dan bilangan
kedua yang menyatakan ketidak pastian pengukuran. Kita juga dapat menyatakan
akurasi dengan galat fraksional (fractional error) atau gala persen (percent error)
maksimum (disebut juga fraksi ketidakpastian dan persen ketidakpastian).
(Zemansky, 2002).
Ketidakpastian dinyatakan dengan banyaknya angka-angka penuh arti,
atau angka signifikasi (signifikasi figure), dalam nilai terukur. Besaran dibagi
menjadi 2 yaitu : (1) Besar vector, yaitu besaran yang mempunyai arah, misalnya :
gaya. (2) Besaran skala, yaitu besaran yang tidak mempunyai arah, misalnya :
massa, waktu, suhu, dan lain-lain. (young, 2002).
Satuan (unit) adalah cara mengungkapkan suatu ukiran dengan
menggunakan bilangan. Contoh : satuan panjang adalah kg, gr, dan sebagainya.
Ada 3 macam sistem satuan digunakan saat ini yaitu :
1. British Gravitational System (BGS).
2. Metric System (MKSA).
3. System International Des Unites (SI).
Sistem satuan internasional (SI) adalah suatu sistem yang telah diolah
dan dikembangkan oleh komisi teknik dan ISO (International Organization For
Standaridization). Standar satuan ini tercampur dalam international
standardization). Standar satuan ini tercampur dalam international standard ISO,
R31. Oleh karena SI unit ini dalam tahun 80an telah dipaksa secara internasional.
Maka dirasa perlu untuk memakai standar ini di Indonesia. (Soejoto, 1993).
Standar Internasional yang pertama adalah meter (disingkat m),
dinyatakan sebagai standar panjang. (Giancoli, 2001).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Percobaan pengukuran dasar ini dilaksanakan pada hari sabtu, 23
November 2013, pada pukul 13.00-14.30 WITA. Bertempat dilaboratorium FIsika
Dasar, Gedung C, Lantai 3, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur.
3.2 Alat –alat
1. Jangka sorong
2. Neraca ohaus
3. Mikrometer sekrup
4. Balok-balok kuningan 5 buah
5. Bola-bola besi 5 buah
3.3 Prosedur Percobaan
1. Disiapkan alat-alatpengukuran dasar
2. Ditimbang balok-balok kuningan untuk mencari massa menggunakan
neraca ohauss
3. Diukur panjang, lebar, dan tinggi balok-balok kuningan dengan
menggunakan jangka sorong
4. Diulangai percobaan sebanyak 5 kali
5. Ditimbang bola-bola besi untuk mencari massa mengunakan neraca ohauss
6. Diukur diamaeter bola-bola besi dengan menggunakan micrometer sekrup
7. Diulangi percobaan sebanyak 5 kali
BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN
4.1 Data Pengamatan
4.1.1 Balok
No. Panjang ( cm ) Lebar ( cm ) Tinggi ( cm ) Massa ( gr )
1 4,55 1,71 1,08 92,47
2 4,61 1,91 1,27 92,71
3 4,61 1,93 1,27 92,66
4 4,61 1,91 1,27 92,79
5 4,61 1,91 1,27 92,67
4.1.2 Bola
No. Diameter ( cm ) Jari – Jari ( cm ) Massa ( gr )
1 1,873 9,365×10−1 28,15
2 1,873 9,39×10−1 28,14
3 1,871 9,355 ×10−1 28,14
4 1,875 9,375 ×10−1 28,15
5 1,876 9,38×10−1 28,14
4.2 Analisis Data
4.2.1 Perhitungan Tanpa KTP
4.2.1.1 Volume Balok
V1 = p × l × t
= 4,55 × 1,71 × 1,08
= 8,40 cm3
V2 = p × l × t
= 4,61 × 1,91 × 1,27
= 11,18 cm3
V3 = p × l × t
= 4,61 × 1,93 × 1,27
= 11,29 cm3
V4 = p × l × t
= 4,61 × 1,91 × 1,27
= 11,18 cm3
V5 = p × l × t
= 4,61 × 1,91 × 1,27
= 11,18 cm3
4.2.1.2 Volume Bola
V1 = 43
π r3
= 43
×3,14 ×(0,936)3
= 3,438 cm3
V2 = 43
π r3
= 43
×3,14 ×(0,939)3
= 3,466 cm3
V3 = 43
π r3
= 43
×3,14 ×(0,935)3
= 3,427 cm3
V4 = 43
π r3
= 43
×3,14 ×(0,937)3
= 3,449 cm3
V5 = 43
π r3
= 43
×3,14 ×(0,938)3
= 3,455 cm3
4.2.1.3 Massa Jenis Balok
ρ1 = mv
= 92,47 ×10−3
8,40 ×10−6
= 11,01 gr/cm3
ρ2 = mv
= 92,71× 10−3
11,18×10−6
= 8,29 gr/cm3
ρ3 = mv
= 92,66 ×10−3
11,29× 10−6
= 8,20 gr/cm3
ρ4 = mv
= 92,79 ×10−3
11,18×10−6
= 8,29 gr/cm3
ρ5 = mv
= 92,67 ×10−3
19,35 ×10−6
= 8,28 gr/cm3
4.2.1.4 Massa Jenis Bola
ρ1 = mv
= 28,153,438
= 8,187 gr/cm3
ρ2 = mv
= 28,143,466
= 8,118 gr/cm3
ρ3 = mv
= 28,143,427
= 8,211 gr/cm3
ρ4 = mv
= 28,153,449
= 8,161 gr/cm3
ρ5 = mv
= 28,143,455
= 8,165 gr/cm3
4.2.2 Perhitungan Dengan KTP
∆ ρ=∆ t=∆ l=23
×nst jangka sorong
¿ 23
× 0 ,05
¿0,033
¿3,33 ×10−3 cm
∆ r=23
× nst mikrometer sekrup
¿ 23
× 0,01
¿6,667 ×10−4 cm
∆ m=23
×nst neraca× ohauss
¿ 23
× 0,01
¿6,67 ×10−3 gr
4.2.2.1 Volume Balok
∆ v1=[( ∂ v∂ p )
2
∆ p2+( ∂ v∂l )
2
∆ l2+( ∂ v∂t )
2
∆ t 2]1 /2
= {(l ×t )2 ( ∆ p )2+ ( p× t )2 (∆ l )2+( p× l )2 ( ∆ t )2 }12
=
{ (1,71×1,08 )2 (3,33×10−3 )2+(4,55 ×1,08 )2 (3,33 ×10 ˉ ³ )2+ (4,55×1,71 )2 (3,33× 10ˉ ³ )2}12
= √976,7 ×10−6
= 31,25×10−3 cm3
∆ v2=[( ∂ v∂ p )
2
∆ p2+( ∂ v∂l )
2
∆ l2+( ∂ v∂t )
2
∆ t 2]1 /2
= {(l ×t )2 ( ∆ p )2+ ( p× t )2 (∆ l )2+( p× l )2 ( ∆ t )2 }12
=
{(1,91×1,27 )2 (3,33×10 ˉ ³ )2+ (4,61× 1,27 )2 (3,33× 10 ˉ ³ )2+(4,61 ×1,91 )2 (3,33 ×10 ˉ ³ )2 }12
= √1304,93 ×10−6
= 36,12×10−3 cm3
∆ v3=[( ∂ v∂ p )
2
∆ p2+( ∂ v∂l )
2
∆ l2+( ∂ v∂t )
2
∆t 2]1 /2
= {(l ×t )2 ( ∆ p )2+ ( p× t )2 (∆ l )2+( p× l )2 ( ∆ t )2 }12
=
{(1,93×1,27 )2 (3,33×10 ˉ ³ )2+ (4,61 ×1,27 )2 (3,33 ×10 ˉ ³ )2+¿ ( 4,61× 1,93 )2 (3,33 ×10 ˉ ³ )2 }12
= √1324,33 ×10−6
= 36,39×10−3cm3
∆ v4=[( ∂ v∂ p )
2
∆ p2+( ∂ v∂ l )
2
∆ l2+( ∂ v∂ t )
2
∆ t 2]1/2
= {( l ×t )2 ( ∆ p )2+ ( p× t )2 (∆ l )2+( p× l )2 ( ∆ t )2 }12
=
{(1,91×1,27 )2 (3,33×10 ˉ ³ )2+ (4,61× 1,27 )2 (3,33× 10 ˉ ³ )2+(4,61 ×1,91 )2 (3,33 ×10 ˉ ³ )2 }12
= √1304,93 ×10−6
= 36,12×10−3cm3
∆ v5=[( ∂ v∂ p )
2
∆ p2+( ∂ v∂l )
2
∆ l2+( ∂ v∂t )
2
∆t 2]1 /2
= {( l ×t )2 ( ∆ p )2+ ( p× t )2 (∆ l )2+( p× l )2 ( ∆ t )2 }12
=
{(1,91×1,27 )2 (3,33×10 ˉ ³ )2+ (4,61× 1,27 )2 (3,33× 10 ˉ ³ )2+(4,61 ×1,91 )2 (3,33 ×10 ˉ ³ )2 }12
= √1304,93 ×10−6
= 36,12×10−3cm3
4.2.2.2 Massa Jenis Bola
∆ v1=[( ∂ v∂ r )
2
∆ r2]12
= { (4 π r2 )2 ∆ r2}12
= {(4 ×3,14 (0,9365)2)2×(6,67 × 10−4)2}
12
= √5,398 ×10−5
= 7,34 ×10−3 cm3
∆ v2=[( ∂ v∂ r )
2
∆ r2]12
= { (4 πr2 )2 ∆ r2}12
={(4 ×3,14 (0,939)2)2×(6,67×10−4)2}
12
= √5,456 ×10−5
= 7,38 ×10−3 cm3
∆ v3=[( ∂ v∂ r )
2
∆ r2]12
= { (4 π r2 )2 ∆ r2}12
= {(4 ×3,14 (0,9355)2)2×(6,67 × 10−4)2}
12
= √5,375 ×10−5
= 7,33×10−3 cm3
∆ v4=[( ∂ v∂ r )
2
∆ r2]12
= { (4 π r2 )2 ∆ r2}12
= {(4 ×3,14 (0,9375)2)2×(6,67 × 10−4)2}
12
=√5,421× 10−5
= 7,36×10−3 cm3
∆ v5=[( ∂ v∂ r )
2
∆ r2]12
= { (4 π r2 )2 ∆ r2}12
= {(4 ×3,14 (0,938)2)2×(6,67×10−4)2}
12
= √5,433 ×10−5
= 7,37×10−3 cm3
4.2.2.3 Massa Jenis Balok
∆ ρ1=[( ∂ v∂ m )
2
∆ m2+( ∂ ρ∂ v )
2
∆ v2]
= {( 1v )
2
(∆ m)2+(−m(v )2 )
2
(∆ v )2}12
= {( 18,40 )
2
(6,67 × 10−3 )2+(−92,47(8,40)2 )
2
(31,25×10−3 )2}12
¿√1,677 ×10−4
= 0,040 gr
cm3
∆ ρ2=[( ∂ v∂ m )
2
∆ m2+( ∂ ρ∂ v )
2
∆ v2] ={( 1
v )2
(∆ m)2+(−m(v )2 )
2
(∆ v )2}12
= {( 111,18 )
2
(6,67 × 10−3 )2+(−92,71(11,18 )2 )
2
( 36,12× 10−3 )2}12
=√7,103 ×10−4
= 0,027 gr
cm3
∆ ρ3=[( ∂ v∂m )
2
∆ m2+( ∂ ρ∂ v )
2
∆ v2]= {( 1
v )2
(∆ m)2+(−m(v )2 )
2
(∆ v )2}12
= {( 111,29 )
2
(6,67 × 10−3 )2+(−92,63(11,29 )2 )
2
(36,39× 10−3 )2}12
=√7,001× 10−4
= 0,026 gr
cm3
∆ ρ4=[( ∂ v∂ m )
2
∆ m2+( ∂ ρ∂ v )
2
∆ v2] = {( 1
v )2
(∆ m)2+(−m(v )2 )
2
(∆ v )2}12
= {( 111,18 )
2
(6,67 × 10−3 )2+(−92,79(11,18 )2 )
2
(36,12× 10−3 )2}12
=√7,193 ×10−4
= 0,027 gr
cm3
∆ ρ5=[( ∂ v∂m )
2
∆ m2+( ∂ ρ∂ v )
2
∆ v2]= {( 1
v )2
(∆ m)2+(−m(v )2 )
2
(∆ v )2}12
= {( 111,18 )
2
(6,67 × 10−3 )2+(−92,67(11,18 )2 )
2
(96,12 ×10−3 )2}12
=√7,175
= 0,027 gr
cm3
4.2.2.4 Masaa Jenis Bola
∆ ρ1=[( ∂ v∂ m )
2
∆ m2+( ∂ ρ∂ v )
2
∆ v2]= {( 1
v )2
(∆ m)2+(−m(v )2 )
2
(∆ v )2}12
= {( 13,43 )
2
(6,67 ×10−3 )2+(−28,15(3,43)2 )
2
(7,34 × 10−3 )2}12
= √3,122× 10−4
= 0,018 gr
cm3
∆ ρ2=[( ∂ v∂ m )
2
∆ m2+( ∂ ρ∂ v )
2
∆ v2]= {( 1
v )2
(∆ m)2+(−m(v )2 )
2
(∆ v )2}12
= {( 13,46 )
2
(6,67 × 10−3 )2+(−28,14(3,46)2 )
2
(7,38× 10−3 )2}12
= √3,046 ×10−4
= 0,017 gr
cm3
∆ ρ3=[( ∂ v∂m )
2
∆ m2+( ∂ ρ∂ v )
2
∆ v2]= {( 1
v )2
(∆ m)2+(−m(v )2 )
2
(∆ v )2}12
= {( 13,42 )
2
(6,67 ×10−3 )2+(−28,14(3,42 )2 )
2
(7,33 ×10−3 )2}12
= √3,147 ×10−4
= 0,018gr
cm3
∆ ρ4=[( ∂ v∂ m )
2
∆ m2+( ∂ ρ∂ v )
2
∆ v2] = {( 1
v )2
(∆ m)2+(−m(v )2 )
2
(∆ v )2}12
= {( 13,44 )
2
(6,67 × 10−3 )2+(−8,37(3,44)2 )
2
(7,36 ×10−3 )2}12
= √3,073 ×10−4
= 0,018 gr
cm3
∆ ρ5=[( ∂ v∂m )
2
∆ m2+( ∂ ρ∂ v )
2
∆ v2] = {( 1
v )2
(∆ m)2+(−m(v )2 )
2
(∆ v )2}12
= {( 13,45 )
2
(6,67 ×10−3 )2+( −8,37(3,45)2 )
2
(7,37 ×10−3 )2}12
= √3,073 ×10−4
= 0,018 gr
cm3
4.2.3 Perhitungan KTP Mutlak
4.2.3.1 Volume Balok
V1 ± ∆ V 1=( 8,40±31,25 ×10−3 ) cm3
V2 ± ∆ V 2=(11,18 ±36,12 ×10−3 ) cm3
V3 ± ∆ V 3=( 11,29±36,39 × 10−3 ) cm3
V4 ± ∆ V 4=(11,18± 36,12 ×10−3 ) cm3
V5 ± ∆ V 5=( 11,18±36,12 ×10−3 ) cm3
4.2.3.2 Volume Bola
V1 ± ∆ V 1=(3,43 ± 7,34 ×10−3 ) cm3
V2 ± ∆ V 2=( 3,46±7,38 ×10−3 ) cm3
V3 ± ∆ V 3=( 3,42± 7,33 ×10−3) cm3
V4 ± ∆ V 4=(3,44± 7,36 ×10−3 ) cm3
V5 ± ∆ V 5=( 3,45± 7,37 ×10−3 ) cm3
4.2.3.3 Massa Jenis Balok
ρ1 ± ∆ ρ1= (11,01 ±0,040 ) gr
cm3
ρ2 ± ∆ ρ2= (8,29± 0,027 ) gr
cm3
ρ3 ± ∆ ρ3= (8,20 ±0,026 ) gr
cm3
ρ4 ± ∆ ρ4=(8,29 ± 0,027 ) gr
cm3
ρ5 ± ∆ ρ5= (8,28 ±0,028 ) gr
cm3
4.2.3.3 Massa Jenis Bola
ρ1 ± ∆ ρ1= (8,20 ±0,018 ) gr
cm3
ρ2 ± ∆ ρ2= (8,13 ±0,017 ) gr
cm3
ρ3 ± ∆ ρ3= (8,22± 0,018 ) gr
cm3
ρ4 ± ∆ ρ4=(8,18 ± 0,018 ) gr
cm3
ρ5 ± ∆ ρ5= (8,15 ±0,018 ) gr
cm3
4.2.4 Perhitungan KTP Relatif
4.2.4.1 Volume Balok
V1 = ∆ V 1
V 1
×100 %=31,25 ×10−3
8,40×100 %=0,372 %
V2 = ∆ V 2
V 2
×100 %=36,12 ×10−3
11,18×100 %=0,323 %
V3 = ∆ V 3
V 3
×100 %=36,39 ×10−3
11,19×100 %=0,322 %
V4 = ∆ V 4
V 4
×100%=36,12× 10−3
11,18× 100 %=0,323 %
V5 = ∆ V 5
V 5
×100 %=36,12 ×10−3
11,18×100 %=0,323 %
4.2.4.2 Volume Bola
V1 = ∆ V 1
V 1
×100 %=7,34 × 10−3
3,43×100 %=0,215 %
V2 = ∆ V 2
V 2
×100 %=7,38 ×10−3
3,46×100 %=0,213 %
V3 = ∆ V 3
V 3
×100 %=7,33 ×10−3
3,42×100 %=0,214 %
V4 = ∆ V 4
V 4
×100%=7,36 ×10−3
3,44× 100 %=0,214 %
V5 = ∆ V 5
V 5
×100 %=7,37 ×10−3
3,45×100 %=0,213 %
4.2.4.3 Massa Jenis Balok
ρ 1 = ∆ ρ1
ρ1
× 100 %=0,04011,01
×100 %=0,363 %
ρ 2 = ∆ ρ2
ρ2
× 100 %=0,0278,29
×100 %=0,325 %
ρ 3 = ∆ ρ3
ρ3
× 100 %=0,0268,20
×100 %=0,317 %
ρ 4 = ∆ ρ4
ρ4
×100 %=0,0278,29
× 100 %=0,325 %
ρ 5 = ∆ ρ5
ρ5
× 100 %=0,0278,28
×100 %=0,326 %
4.2.4.4 Massa Jenis Bola
ρ 1 = ∆ ρ1
ρ1
× 100 %=0,088,20
×100 %=0,219 %
ρ 2 = ∆ ρ2
ρ2
× 100 %=0,0178,13
×100 %=0,206 %
ρ 3 = ∆ ρ3
ρ3
× 100 %=0,0188,122
×100 %=0,218 %
ρ 4 = ∆ ρ4
ρ4
×100 %=0,0188,18
× 100 %=0,220 %
ρ 5 = ∆ ρ5
ρ5
× 100 %=0,0188,15
×100 %=0,220 %
4.3 Analisi Grafik
4.3.1 Balok – Balok Besi
No. Massa ( gr ) Volume ( cm³ )
1 11 8,402
2 8,3 11,182
3 8,2 11,299
4 8,3 11,182
5 8,3 11,182
4.3.2 Bola – Bola Besi
No. Massa ( gr ) Volume ( cm³ )
1 8,187 3,438
2 8,118 3,466
3 8,211 3,427
4 8,161 3,449
5 8,168 3,455
4.4 Grafik
4.4.1 Grafik Balok Kuningan
11 8,3 8,2 8,3 8,30
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
Grafik Balok
Massa
Volume
4.4.2 Grafik Bola Besi
8,187 8,118 8,211 8,161 8,1683,400
3,410
3,420
3,430
3,440
3,450
3,460
3,470
Grafik Bola
Massa
Volume
4.5 Pembahasan
Dalam pengukuran, sedikit banyaknya di pengaruhi oleh kesalahan
eksperimen karena ketidak sempurnaan yang terdapat dalam alat ukur atau karena
batasan yang ada pada indra kita (penglihatan dan pendengaran) atau karena itu
seorang fisikawan merancang suatu teknik pengukuran sedemikian sehingga
gangguan pada besaran yang di ukur lebih kecil daripada kesalahan eksperimental.
Agar pengukur menghasilkan bilangan yang teliti, maka kedudukan mata harus di
atur sehingga garis penglihatan tegak lurus terhadap bidang penglihatan dan tepat
di titik sasaran.
Kesalahan dalam teknik pengukuran juga merupakan salah satu faktor
kesalahan. Misalnya jika mengukur ketebalan sampul sebuah buku dengan
menggunakan mistar biasa, hasil pengukuran hanya bias di andalkan
kebenarannya sampai pada milimeter terdekat, dan hasil pengukuran adalah 3
mm. Pernyataan hasil pengukuran ini sebagai 3,00 mm atau 3,11 mm. Tetapi jika
menggunakan mikrometer sekrup, suatu alat yang dapat mengukur sampai
ketelitian 0,01 mm, hasil pengukurannya adalah 2,91 mm. Perbedaan antara hasil
kedua pengukuran ini adalah pada ketidakpastian pengukuran tersebut.
Pengukuran dengan mikrometer sekrup memiliki ketidakpastian yang lebih kecil,
ini menghasilkan suatu pengukuran yang lebih akurat.
Pengukuran dapat di katakan sebagai hal yang sangat penting dalam
kehidupan. Hampir setiap hari kita dapat menjumpai (adanya) pengukuran,
misalnya mengukur suhu pasien menggunakan thermometer, mengukur massa
beras menggunakan neraca atau timbangan mengukur selang waktu (lamanya)
suatu peristiwa berlangsung menggunakan stopwatch, mengukur volume zat cair
menggunakan gelas ukur, mengukur berat badan menggunakan timbangan,
mengukur tegangan listrik, dan sebagainya.
Mistar ingsut berfungsi untuk mengukur. Bagian luarnya untuk mengukur
panjang, lebar, tebal, dan diameter, sedangkan bagian dalamnya untuk mengukur
dalamnya lubang, diameter lubang, dan lebar lubang. Mikrometer di gunakan
untuk mengukur diameter luar, tebal, dan lebar suatu benda kerja, mikrometer
dalam di gunakan untuk mengukur diameter lubang dan lebar celah. Mikrometer
kedalaman di gunakan untuk mengukur dalamnya lubang. Neraca ohauss adalah
alat ukur untuk mengukur massa suatu benda dengan tingkat ketelitiannya sampai
dengan 0,01 gr. Sebuah jangka sorong baru bisa di gunakan apabila telah di
ketahui nilai skala terkecil atau nst dari jangka sorong tersebut.
Massa balok dan bola akan berbeda ketika di timbang karena ada beberapa
factor dari luar yang mempengaruhi hasil pertimbangan. Misalnya ketika ada
angin maka terkadang bola bergerak ketika di timbang sehingga akan
menghasilkan nilai yang berbeda. Atau ketika balok dan bola di timbang, partikel-
partikel dari luar ikut tertimbang sehingga nilai suatu timbangan suatu benda
kurang akurat.
Suatu pengukurn tidak luput dari kesalahan. Maka dari itu untuk
meminimalisir hal tersebut maka pengambilan data pengukuran yang berulang-
langlah yang tepat. Sehingga akan di dapatkan hasil atau nilai suatu pengukuran
yang mendekati hasil atau nilai yang sebenarnya.
Pengukuran dapat di katakan sebagai hal yang sangat penting dalam
kehidupan. Hampir setiap hari kita dapat menjumpai pengukuran misalnya,
mengukur suihu pasien, mengukur massa beras dengan menggunakan neraca atau
timbangan , mengukur selang waktu ( lamanya ) suatu peristiwa berlangsung
menggunakan stopwatch , menggunakan gelas ukur , untuk mengukur voleme gas
cair,mengukur tegangan listrik dan mengukur panjang kain.
Skala nonius atau skala vernier adalah skala bantu yang membuat
pengukuran menjadi semakin teliti . skala nonius bergerak sepanjang skala utama
yang menunjukkan cabibrated pecahan divisi utama dari skala. Skala nonius
ditemukan oleh Pedro Nunes , seorang portagis matematika, cosnografer, dan
professor dari new Christian. Nunes, dianggap sebagai matematikan terbesar
dalam zamannya, yang terbaik dikenal untuk kontribusinya dibidang teknik
navigasi, yang penting dari portugies periode penemuan . dia adalah yang pertama
mengusulkan ide loksodrome dan juga penemu beberapa alat ukur, termasuk
nonius.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Praktikan mampu menggunakan beberapa alat ukur dasar seperti :
a. Jangka sorong
Berfungsi untuk mengukur panjang, lebar, tinggi, maupun diameter.
Alat ini mempunyai tingkat ketelitian sebesar 1,01 mm
b. Mikrometer sekrup
Berfungsi untuk mengukur panjang, lebar, dan tinggi, bahkan suatu
ketebalan
c. Neraca ohaus
Berfungsi untuk mengukur massa benda dengan tingkat ketelitian
sebesar 0,01 gr
2. Berikut adalah sifat – sifat analisis kesalahan
a. Penjumlahan
Z ± ∆Z = ( X + Y ) ± ( ∆X + ∆Y )
b. Pengurangan
Z ± ∆Z = ( X – Y ) ± ( ∆X + ∆Y )
c. Perkalian
Z ± ∆Z = ( X . Y ) ± ( Y∆X + X∆Y )
d. Pembagian
Z ± ∆Z = ( XY
) ± ( ∆XY
+ ∆Y
XY )
e. Eksponensial
Z ± ∆Z = ( X a ) ± ( a X a−1 ∆X )
3. Hasil percobaan dapat disajikan dalam bentuk grafik yang memberikan
informasi yang lebih banyak dianalisis hubungan dari dua besaran yang
terdapat dalam persamaan ( modul ), misalnya Y = aX = b dengan X dan Y
merupan parameter. Jika kita mempunyai sekumpulan data dan data
tersebut digambarakan dalam bentuk grafik pada kertas grafik linier maka
akan diperoleh garis lurus. Dengan menganggap bahwa X memiliki
sesatan lebih kecil dari pada sesatan Y, maka garis lurus terbaik dapat
diperoleh berdasarkan metode kuadrat terkecil.
5.2 Saran
Disarankan pada praktikum pengukuran dasar untuk digunakan juga alat
ukur dasar yang lainnya, seperti thermometer.
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto. 2000. FISIKA TEKNIK. Jakarta : Rineka Cipta
Giancoli. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Hikam, Muhammad. FISIKA DASAR untuk Perguruan Tinggi. Depok :
Universitas Indonesia
Soejoto. 1993. PETUNJUK PRAKTIKUM FISIKA DASAR. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Young. 2002. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Zemansky, Sears. 2002. FISIKA UNIVERSITAS. Jakarta : Andi