1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keanekaragaman hayati terutama tumbuhan yang terdapat di Indonesia,
menjadikan Indonesia termasuk dalam peringkat lima besar di dunia dengan jumlah
mencapai 38.000 jenis (Bappenas, 2003 dalam Galingging, 2007). Habitat alami dari
jenis-jenis tumbuhan denagan varietas lokal tersebut pada umumnya terdapat pada
ekosistem hutan termasuk di dalamnya plasma nutfah tumbuhan obat yang sebagian besar
merupakan tumbuhan yang berkhasiat. World Conservation Monitoring Center telah
melaporkan bahwa wilayah Indonesia merupakan kawasan yang banyak dijumpai
beragam jenis tumbuhan obat dengan jumlah tumbuhan yang telah dimanfaatkan
mencapai 2.518 jenis (EISAI, 1995 dalam Galingging dan Bhermana, 2010).
Wilayah Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 15.380.000 Ha (Galingging,
2006) termasuk salah satu kawasan yang juga banyak menyimpan keanekaragaman hayati
(biodiversity) untuk plasma nutfah tumbuhan obat. Penduduk lokal di wilayah ini secara
turun temurun sudah mengenal khasiat dan memanfaatkan tanaman lokal sebagai obat
tradisional. Adanya alih fungsi hutan baik untuk tujuan pengembangan perkebunan,
pertanian dan pemukiman maupun kebakaran hutan secara langsung mengancam
keberadaan habitat alami dari plasma nutfah tumbuhan obat.
Secara umum tumbuhan obat yang terdapat di wilayah Kalimantan dan tempat-
tempat lainnya di Indonesia merupakan salah satu kelompok komoditas hutan yang
mengalami erosi genetis yang tergolong pesat. Kelangkaan tumbuhan obat ini banyak
diakibatkan oleh beberapa hal antara lain: a) kerusakan habitat akibat alih fungsi hutan;
2
b) daya regenerasi yang lambat pada beberapa jenis tanaman terutama untuk jenis
tumbuhan tahunan (perennial crop); dan c) kurangnya perhatian terhadap upaya
pelestarian antara lain melalui usaha budidaya tanaman obat terutama untuk jenis-jenis
yang tergolong langka (Djauhariya dan Sukarman, 2002).
Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi memungkinkan untuk
melakukan eksplorasi lebih mendalam pada tumbuhan yang memiliki nilai medis.
Tercatat bahwa potensi tumbuhan obat yang terdapat di hutan tropis Indonesia berasal
dari berbagai tipe ekosistem hutan, dari 1.260 spesies tumbuhan obat, 180 spesies
diantaranya dimanfaatkan dalam jumlah besar dari hutan untuk bahan baku industri obat
tradisional di Indonesia (Zuhud, 1997 dalam BTNS, 2009) seperti jamu, sehingga potensi
tumbuhan obat dapat dikembangkan secara optimal dan masyarakat dapat merasakan
manfaat dari khasiat tumbuhan obat.
Taman Nasional Sebangau merupakan salah satu kawasan hutan rawa gambut
tropika yang tersisa di Provinsi Kalimantan Tengah. Ekosistem gambut Sebangau dengan
kondisinya yang relatif masih baik merupakan kawasan yang memiliki peranan yang
sangat penting sebagai reservoir biodiversitas. Salah satu potensi yang ada di Taman
Nasional Sebangau adalah Akar Kuning (Arcangelisia flava). Walaupun demikian dari
potensi tumbuhan tersebut, belum pernah dilakukan pendataan atau kegiatan inventarisasi.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang Potensi dan Ekologi Akar Kuning
(Arcangelisia flava).
3
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai potensi,
ekologi jenis Akar Kuning (Arcangelisia flava) termasuk komposisi jenis, dominansi jenis
tumbuhan yang berasosiasi dan keanekaragaman jenis di habitat Akar Kuning.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitiaan ini diharapkan dapat memberi masukan bagi
pengelola kawasan Taman Nasional Sebangau dalam upaya melestarikan jenis tumbuhan
Akar Kuning (Arcangelisia flava).
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Ekologi
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan Ernest Haeckel, yaitu seorang ahli
biologi berkebangsaan Jerman pada tahun 1869. Istilah ekologi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal atau hábitat, dan logos yang
berarti ilmu, telaah, studi, atau kajian (Soemarwoto, 1983; Irwan 1992; Resosoedarmo
dkk., 1986 dalam Indriyanto, 2006).
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dengan lingkungannya (Soerianegara dan Indrawan, 1982; Resosoedarmo dkk.,
1986 dalam Indriyanto, 2006). Hubungan timbal balik atau yang dikenal dalam
pengetahuan ekologi sebagai interaksi antara organisme dengan lingkungannya,
sesungguhnya merupakan hubungan yang erat dan kompleks, sehingga ekologi disebut
juga sebagai biologi lingkungan (Odum, 1993 dalam Indriyanto, 2006).
Lingkungan merupakan gabungan dari berbagai komponen fisik maupun hayati
yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Jadi, lingkungan
di sini mempunyai arti luas mencakup semua hal yang ada di luar organisme yang
bersangkutan, misalnya radiasi matahari, suhu, curah hujan, kelembapan, topografi,
parasit, predator, dan kompetitor (Kandeigh, 1980; Heddy, Soemitro, dan Soekartomo,
1986 dalam Indriyanto, 2006).
Adapun ekologi hutan adalah cabang dari ekologi yang khusus mempelajari
ekosistem hutan. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan antara
5
masyarakat tetumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam lingkungannya
sangat erat.
B. Analisis Vegetasi
Menurut para ahli analisis vegetasi merupakan studi untuk mengetahui komposisi
dan struktur hutan (Latifah, 2005). Analisis vegetasi juga dapat diartikan sebagai suatu
cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi
dari masyarakat tumbuh- tumbuhan (Irwanto, 2010)
Menurut Bratawinata (2001) analisis vegetasi merupakan kegiatan risalah hutan
yang dipergunakan untuk menganalisa hutan, bagaimana:
- Komposisi yaitu, susunan dan jumlah jenis persatuan luas.
- Struktur yaitu penyebaran populasi, penyebaran individu.
- Potensi Tegakan yaitu luas bidang dasar dan volume.
- Ekologi.
- Kegunaan.
Struktur vegetasi menurut Dansereau (1957) dalam Bratawinata (2001) adalah suatu
pengaturan ruang oleh individu-individu pohon yang pada akhirnya membentuk tegakan.
Kershaw (1973) dalam Bratawinata (2001) menyatakan bahwa struktur vegetasi terdiri
dari 3 komposisi yakni:
1. Struktur vertikal, contoh tinggi pohon dan lapisan tajuk pohon/tegakan.
2. Struktur horizontal, penyebaran jenis dan penyebaran pohon.
3. Struktur kuantitatif, jumlah (banyak atau sedikit) jenis dalam komunitas.
6
Kriteria pertumbuhan yang digunakan adalah sebagai berikut (BTNS, 2008):
1. Semai adalah anakan pohon mulai berkecambah sampai setinggi 1,5 meter.
2. Pancang adalah anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 meter dan diameter
kurang dari 10 cm.
3. Tiang adalah pohon muda yang diameternya mulai 10 cm sampai diameter
20 cm.
4. Pohon adalah pohon dewasa berdiameter ≥ 20 cm.
Menurut Gopal dan Bharwadwaj (1979) dalam Indriyanto (2006) untuk
kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal 3 (tiga) macam
parameter kuantitatif antara lain: densitas, frekuensi dan dominansi. Dimana pengertian
dari parameter tersebut adalah sebagai berikut (Indriyanto, 2006) yaitu:
1. Densitas
Jumlah individu per unit luas atau perunit volume. Dengan kata lain, densitas
merupakan jumlah individu organisme persatuan ruang.
2. Frekuensi
Proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah
sampel. Frekuensi spesies tumbuhan adalah jumlah petak contoh tempat
ditemukannya suatu spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat.
3. Luas Penutupan
Proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total
habitat.
7
4. Indeks Nilai Penting
Parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi
(tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan (Soegianto,
1994 dalam Indriyanto, 2006).
Selain parameter tersebut di atas, masih banyak parameter kuantitatif yang dapat
digunakan untuk mendeskripsikan komunitas tumbuhan, baik dari segi struktur komunitas
maupun tingkat kesamaannya dengan komunitas lainnya. Parameter yang dimaksud untuk
kepentingan tersebut salah satunya adalah indeks keanekaragaman spesies (Soegianto,
1994 dalam Indriyanto, 2006). Keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukkan bahwa
suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi spesies yang terjadi dalam
komunitas itu sangat tinggi.
Indeks asosiasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara Akar Kuning
dengan vegetasi di sekitarnya, dalam hal ini adalah tumbuhan inang yang dirambatinya
(Subiandono dan Heriyanto, 2009). Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) dalam
(Heriyanto dan Subiandono, 2007) menyatakan bahwa asosiasi terdapat pada kombinasi
habitat yang seragam. Walaupun demikian hal ini belum menunjukkan terdapatnya
kesamaan habitat, tetapi paling tidak terdapat gambaran kesamaan kondisi lingkungan
secara umum.
C. Akar Kuning
1. Asal Usul Akar Kuning
Tumbuhan obat Akar Kuning (Arcangelisia flava) diperkirakan berasal dari
Indonesia, Filipina, Thailand, Indocina dan Malaya. Dalam bahasa Inggris, liana ini
8
mempunyai nama yellow-fruited moonseed. Di Indonesia Akar Kuning (Arcangelisia
flava) disebut juga sebagai Kayu Kuning atau Tali Kuning lantaran batang yang juga
disebut akar dari tumbuhan ini apabila dibelah maka bagian dalamnya berwarna
kuning. Di beberapa daerah di Indonesia liana ini sering disebut sebagai reuy ki
koneng (Sunda), oyod sirawanan (Jawa), sirawan kunyit (Jawa), kayu kuning
(Palembang), wali bulan (ambon), oyod koneng (Madura), mololeya gumini
(Halmahera Utara) (Hariyana, 2005).
Akar Kuning (Arcangelisia flava) termasuk salah satu jenis tumbuhan obat
status kelangkaan yang dikategorikan “rawan” (Sulistiarini, 1992 dalam Setyowati dan
Wardah, 2007), karena tumbuhan ini yang digunakan sebagai obat adalah
kayunya/batangnya dengan cara menebang menyeluruh pohonnya maka ancaman
kepunahan populasinya meningkat.
2. Ciri-Ciri Fisik Akar Kuning
Akar Kuning (Arcangelisia flava) adalah jenis tumbuhan liana, panjang pada
daerah tertentu dapat mencapai 10 m. Memiliki komposisi daun majemuk, tebal dan
kuat seperti kulit, berbentuk oval, tumpul tidak tajam, lebar daun 7 sampai 20 cm,
permukaan daun bagian atas mengkilap dan memiliki tangkai yang panjang lebih dari
dua daun terletak pada ruas yang sama. Bunganya berumah dua dengan ukuran kecil-
kecil tersusun dalam rangkaian berupa glabrous 20 sampai 50 cm, tajuk bercuping
putih kekuningan (Widyatmoko dan Zick, 1998 dalam Subiandono dan Heriyanto,
2009).
9
Batang utama sebelum bercabang dua besarnya seperti lengan/betis orang
dewasa, batang tersebut mengandung air, batang dan cabangnya liat, dalam batang
berwarna kuning dan rasanya pahit. Pada batang atau cabang yang besar terdapat
tandan buah yang menggantung, buah berwarna kuning, buah terdiri dari daging buah
berlendir, biji besar dan berbentuk pipih yang dapat digunakan untuk membius ikan
(Heyne, 1987 dalam Subiandono dan Heriyanto, 2009).
Klasifikasi ilmiah tumbuhan Akar Kuning adalah sebagai berikut (Plantamor,
2008):
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Divisio : Spermatophyta (berbiji)
Sub Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Class : Magnoliopsida (berkeping dua)
Sub Kelas : Magnolidae
Ordo : Ranunculales
Familia : Menispermaceae
Genus : Arcangelisia
Spesies : Arcangelisia flava
3. Tempat Tumbuh Akar Kuning
Di Indonesia tumbuhan ini banyak tumbuh dan dijumpai antara lain di
Kalimantan, Sumatera, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua (Sulistiarini, 1992
dalam Setyowati dan Wardah, 2007).
10
Akar kuning dapat tumbuh pada lahan kering tidak becek dengan ketinggian
0 sampai 700 m dpl, jenis tanah yang banyak mengandung humus dengan rata-rata
curah hujan 2.000 sampai 3.000 mm per tahun (Heyne, 1987 dalam Subiandono dan
Heriyanto, 2009). Akar kuning menyukai pohon yang bertajuk lebat untuk dirambati,
karena tumbuhan ini menyukai kelembapan yang tinggi untuk hidupnya (Widyatmoko
dan Zick, 1998 dalam Subiandono dan Heriyanto, 2009).
4. Pemanfaatan Akar Kuning
Tumbuhan Akar Kuning merupakan salah satu tanaman obat yang
mengandung sumber senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat. Rebusan batang
dapat untuk mengobati penyakit kuning, gangguan pencernaan, cacingan, obat
kuat/tonikum, demam, peluruh haid, liver, bisul dan sariawan. Bagian buahnya dapat
digunakan untuk membius ikan (Heyne, 1987 dalam Subiandono dan Heriyanto,
2009). Selain itu tumbuhan ini memiliki kegunaan sebagai pewarna, penghasil racun
yang tergolong insektisida (Prosea dan Kehati, 2008).
11
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Resort Mangkok, SPTN Wilayah II Pulang Pisau,
Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah (peta lokasi penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 1).
Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini kurang lebih 1 bulan yaitu mulai awal
bulan April 2012 meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan penelitian, sampai dengan
pengolahan data.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Global Positioning System (GPS), digunakan untuk mengambil posisi koordinat lokasi
penelitian dan untuk mengukur ketinggian di atas permukaan laut.
2. Kompas, digunakan untuk menentukan arah jalur ukur agar sistematis.
3. Tally sheet, digunakan untuk mencatat data pengamatan di lapangan.
4. Alat tulis kantor (milimeter block, bolpoint/pensil, buku tulis, spidol permanen, Clip
Board).
5. Roll meter, digunakan untuk mengukur panjang jalur dan panjang tumbuhan akar
kuning.
6. Peta lokasi, digunakan sebagai alat bantu penentuan lokasi penelitian.
7. Parang, digunakan untuk membuat rintisan di sepanjang jalur.
12
8. Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan pelaksanaan kegiatan dan objek
penelitian.
9. Phi band, digunakan untuk mengukur diameter tumbuhan akar kuning dan diameter
tumbuhan tingkat tiang dan tingkat pohon.
10. Bor gambut, digunakan untuk mengukur kedalaman gambut.
11. Komputer dan Software aplikasi Sistem Informasi Geografis, digunakan untuk
pembuatan peta lokasi dan sebaran Akar Kuning.
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Stik kayu, Patok kayu dan Cat
Minyak.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan menggunakan teknik penarikan contoh bertingkat dengan
peletakan/pemilihan satuan contoh tingkat pertama dilakukan secara terarah dan satuan
contoh tingkat kedua dilakukan secara sistematik (Bustomi, Wahjono dan Heriyanto,
2006).
Satuan contoh berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 500 m x 500 m (25 ha). Di
dalam plot bujur sangkar dibuat 5 jalur ukur yang diletakkan secara sistematik dengan
jarak antar jalur 100 m, lebar jalur 20 m, panjang jalur 500 m. Pada setiap jalur dilakukan
pengukuran diameter tumbuhan akar kuning yang dilakukan pada panjang 20 cm di atas
leher akar sampai tunas batang serta dilakukan pengamatan terhadap tempat tumbuhnya.
13
Desain Jalur Pengamatan diperlihatkan pada gambar berikut:
500 m
500 m
Gambar 1. Jalur ukur pengamatan Akar Kuning
D. Parameter yang Diamati
1. Akar Kuning
Parameter yang diamati dan diukur adalah
a. Jumlah individu Akar Kuning (Arcangelisia flava), pengamatan dan pengukuran
dilakukan secara sensus atau di lakukan secara menyeluruh pada 5 (lima) jalur
ukur.
b. Diameter dan panjang individu Akar Kuning (Arcangelisia flava).
c. Habitat tempat tumbuh yang meliputi pengukuran ketinggian di atas permukaan
laut, kondisi tempat tumbuhnya, ketebalan gambut dan jenis tumbuhan inang yang
berasosiasi dengan Akar Kuning (Arcangelisia flava).
2. Tumbuhan inang
Parameter yang diamati dan diukur adalah
a. Jenis dan jumlah tumbuhan pada tingkat semai dan pancang yang terdapat di
seluruh jalur ukur.
100 m 100 m
JU JU JU
20 m 20 m 20 m dst…
Keterangan :
JU = Jalur Ukur
Pengamatan
Akar Kuning
(20m x 500 m)
14
b. Jenis dan diameter tumbuhan pada tingkat tiang dan pohon yang berasosiasi dengan
Akar Kuning (Arcangelisia flava).
Tally sheet yang digunakan pada pengambilan data di lapangan dibuat dengan
format sebagai berikut :
Tabel 1. Tally Sheet Pengamatan Tumbuhan Akar Kuning
Tanggal Pengamatan :
Lokasi :
Azimut :
Cruiser :
No.
Jalur
No.
Urut
Nama Jenis Diameter
(cm)
Panjang
(m)
Tumbuhan
Inang
Kondisi
tempat
tumbuh
1 2 3 4 5 6 7
I 1
2
Dst...
II 1
2
Dst...
Dst..
Tabel 2. Tally Sheet Pengamatan Tumbuhan Tingkat Semai dan Tingkat Pancang.
Tanggal Pengamatan : Azimut :
Lokasi : No Petak :
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah Individu Ket
1 2 3 4 5
1
2
3
4
5
Dst
15
Tabel 3. Tally Sheet Pengamatan Tumbuhan Tingkat Tiang dan Tingkat Pohon
Tanggal Pengamatan : Azimut :
Lokasi : No Petak :
No Nama Lokal Nama Ilmiah Diameter
(cm) Ket
1
2
3
Dst
E. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan
Sebelum pelaksanaan penelitian semua keperluan baik bahan dan alat yang diperlukan
sudah dipersiapkan, termasuk tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
penelitian.
2. Penentuan Lokasi Penelitian
Menentukan lokasi penelitian dengan berpegangan pada peta lokasi yang telah ada.
Lokasi dipilih dengan memperhatikan faktor yang mempengaruhi keterwakilan sub
tipe vegetasi. Selain itu informasi keberadaan tumbuhan obat Akar Kuning juga dapat
dijadikan dasar dalam penentuan lokasi penelitian.
3. Penentuan Titik Ikat
Menentukan titik ikat pengamatan dengan menggunakan Global Positioning System
(GPS).
4. Pembuatan Jalur Ukur
Pembuatan jalur ukur sebagai jalur yang digunakan untuk pengukuran dibuat dengan
cara membuat rintisan dengan ukuran lebar 20 m dan panjang 500 m sehingga luas
16
setiap jalur ukur adalah 1 ha. Jalur ukur dibuat sebanyak 5 buah yang diletakkan
secara sistematik dengan jarak antara jalur ukur 100 m sehingga luas keseluruhan
jalur adalah 5 ha. Pada tiap sudut jalur ukur diberi tanda patok berupa kayu bulat
berukuran diameter 5 cm dan tinggi 1,5 m yang pada bagian atasnya dicat berwarna
merah sepanjang 20 cm sebanyak 20 buah.
5. Pembuatan Petak Ukur Pengamatan Semai, Pancang, Tiang dan Pohon.
Petak ukur pengamatan semai, pancang, tiang dan pohon dilakukan bersamaan pada
saat pembuatan jalur ukur. Petak ukur semai dibuat berukuran 2 m x 2 m, pancang 5
m x 5 m, tiang 10 m x 10 m dan pohon 20 m x 20 m. Pada setiap petak ukur ditandai
dengan patok kayu bulat yang pada bagian atasnya dicat, untuk semai berwarna putih,
pancang berwarna kuning, tiang berwarna biru dan pohon berwarna hijau.
Bentuk petak ukur pengamatan yang terdapat dalam jalur ukur adalah sebagai
berikut :
20 m
Gambar 2. Petak Ukur Pengamatan untuk analisis vegetasi
Keterangan :
A. Petak Ukur Semai (2 x 2) m
B. Petak Ukur Pancang (5 x 5) m
C. Petak Ukur Tiang (10 x 10) m
D. Petak Ukur Pohon (20 x 20) m.
D
C
D
B
A
C
B
A
17
6. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan mencatat seluruh tumbuhan Akar Kuning
(Arcangelisia flava) yang dijumpai pada setiap jalur ukur. Selain itu sebagai data
pendukung dalam melakukan analisis vegetasi juga dilakukan pencatatan terhadap
tumbuhan tingkat semai, pancang, tiang dan pohon yang dijumpai pada petak ukur,
ketinggian tempat di atas permukaan laut dan kedalaman gambut.
7. Pembuatan Peta Penyebaran
Pembuatan peta penyebaran tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava) dilakukan
dengan menggunakan kertas millimeter block dan dengan menggunakan aplikasi
Sistem Informasi Geografis.
F. Analisis Data
1. Akar Kuning
Data tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava) yang diperoleh dari hasil
pengamatan di lapangan dilakukan analisis data yang meliputi jumlah individu di
seluruh jalur ukur, diameter dan panjang individu untuk mengetahui potensi Akar
Kuning (Arcangelisia flava) dan kondisi habitatnya.
2. Tumbuhan Inang
Data tumbuhan inang yang diperoleh dari pengukuran di lapangan dianalisis
untuk menentukan jenis-jenis yang dominan. Jenis dominan merupakan jenis yang
mempunyai nilai penting tertinggi di dalam tipe vegetasi yang bersangkutan
(Samingan, 1979).
18
Jenis dominan tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan rumus
(Soerianegara dan Indrawan, 1982):
a. Kerapatan Jenis :
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan =
Luas contoh
Kerapatan suatu jenis
Kerapatan relatif/KR (%) = x 100
Kerapatan seluruh jenis
b. Dominansi Jenis :
Jumlah bidang dasar suatu jenis
Dominansi =
Luas contoh
Dominansi dari suatu jenis
Dominansi relatif/DR (%) = x 100
Dominansi seluruh jenis
c. Frekuensi
Jumlah plot ditemukannya suatu jenis
Frekuensi =
Jumlah seluruh plot yang dibuat
Frekuensi dari suatu jenis
Frekuensi relatif/FR (%) = x 100
Frekuensi seluruh jenis
d. Indeks Nilai Penting
Indek nilai penting/INP (%) = Kerapatan relatif + dominansi relatif +
frekuensi relatif (untuk tingkat tiang dan pohon)
Indek nilai penting/INP (%) = Kerapatan relatif + frekuensi relatif (untuk
tingkat semai dan pancang)
19
e. Indeks Keanekaragaman Jenis
Indeks keanekaragaman jenis dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
Indeks Shannon dan Wiener sebagaimana rumus yang dikemukakan Indriyanto
(2006):
n ni ni
H’ = - ∑ Log e i=1 N N
Keterangan :
H’ = Indeks Shanon
ni = Nilai penting masing-masing jenis
N = Nilai penting seluruh jenis
e = Konstanta
f. Indeks Asosiasi/Indeks Oichiai
Untuk menentukan Indeks Asosiasi/Indeks Oichiai (Ludwig dan Reynold, 1988,
dalam Endro dan Heriyanto, 2009), yaitu:
a
Oi =
(√a + b)(√a+c)
Keterangan :
Oi = Indeks Asosiasi
a = Jumlah Plot ditemukannya kedua jenis (a dan b)
b = Jumlah Plot ditemukannya jenis a
c = Jumlah Plot ditemukannya jenis b
20
IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Kawasan
Taman Nasional Sebangau ditetapkan pada tahun 2004 oleh Menteri Kehutanan
melalui perubahan fungsi kawasan hutan produksi dengan luas + 568.700 hektar.
Penunjukkan Taman Nasional Sebangau sebagai kawasan Taman Nasional pada tahun
2004 belum memiliki unit pengelola sendiri. Pengelolaan Taman Nasional Sebangau
sejak ditetapkan untuk sementara dilaksanakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya
Alam Kalimantan Tengah, sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Pada bulan Oktober
2006 baru ditunjuk Kepala Balai Taman Nasional Sebangau dan dilakukan pengelolaan
sendiri (BTNS, 2008).
B. Letak dan Luas
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 423/Menhut-II/2004
tanggal 19 Oktober 2004, Taman Nasional Sebangau terletak antara Sungai Sebangau dan
Sungai Katingan, dan berada pada Wilayah Administrasi Kabupaten Katingan, Kabupaten
Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah tepatnya pada
koordinat 113° 18' - 114° 03' BT dan 01° 55' - 03° 07' LS serta memiliki luas + 568.700
hektar (BTNS, 2008).
C. Topografi, Iklim, Geologi dan Tanah
Keadaan topografi kawasan Taman Nasional Sebangau sebagian besar datar dengan
kelerengan kurang dari 2% dengan ketinggian antara 0-35 meter di atas permukaan laut.
21
Sedangkan sebagian kecil bergelombang pada tempat yang memiliki ketinggian di atas 35
meter di atas permukaan laut.
Menurut pembagian tipe iklim dari Schmidt dan Ferguson, kawasan Taman
Nasional Sebangau didominasi oleh tipe iklim A yaitu daerah yang memiliki bulan basah
(CH > 100 mm) 9-12 bulan dengan bulan kering (CH < 60 mm) 0-1 bulan (BTNS, 2008).
Menurut peta Geologi Taman Nasional Sebangau skala 1 : 250.000 dalam (BTNS,
2008), kawasan TNS terbentuk oleh formasi endapan alluvium (Qa) yang terdiri dari:
a. Endapan alluvium sungai dan endapan gambut dan/atau bahan organik, yang terdiri
dari pasir dan liat.
b. Endapan bahan organik berwarna hitam sampai hitam kemerahan dengan kedalaman
mencapai 12 meter dan membentuk kubah gambut (Peat Dome).
Satuan lahan alluvial membentuk dataran rawa (floodplain) dan tanggul sungai
(levee). Lahan di kawasan TNS juga merupakan satuan lahan kubah gambut (gambut
ombrogen atau oligotrofik) dengan tingkat kematangan fibrik sampai saprik.
Jenis tanah di kawasan Taman Nasional Sebangau termasuk ke dalam kelompok
histosol (tanah gambut) yang terbentuk dari sisa-sisa tanaman atau lapukan bahan organik
pada daerah cekungan yang selalu tergenang dalam jangka waktu yang lama. Tanah di
kawasan Taman Nasional Sebangau memiliki kandungan bahan organik tanah antara 12-
18% dengan ketebalan minimal 40 atau 60 cm yang dibedakan menjadi tiga bagian
berdasarkan tingkat kematangannya, yaitu fibrik, hemik dan saprik (BTNS, 2008).
D. Vegetasi
Ekosisem hutan rawa gambut Taman Nasional Sebangau menurut Pusat Penelitian
Biologi LIPI (2006) dalam (BTNS, 2008) kawasan Taman Nasional Sebangau memiliki
22
beberapa jenis flora, antara lain ramin (Gonystylus bancanus), Jelutung (Dyera costulata),
Belangeran (Shorea balangeran), Bintangur (Calophyllum sclerophyllum), Meranti
(Shorea spp.), Nyatoh (Palaquium spp.), Keruing (Dipterocarpus spp.), Agathis (Agathis
spp.), Nepenthes sp., dan Menjalin (Xanthophyllum spp.).
Kawasan Taman Nasional Sebangau memiliki tujuh tipe sub vegetasi hutan dari
hasil penelitian Page et al (1999) dalam (BTNS, 2008) yaitu :
a. Sub Vegetasi Riparian
Sub Vegetasi ini terletak diantara hutan rawa air tawar dengan hutan rawa
gambut. Lokasinya terletak dekat dengan sungai 0-1 km dari tepi sungai. Daerah ini
selalu tergenang air pada saat musim hujan, dengan kedalaman gambut 0-1,5 meter.
b. Sub Vegetasi Transisi (Hutan Riparian - Hutan Rawa Campuran)
Sub vegetasi ini pada umumnya mendominasi areal yang sangat sempit, yaitu
1-1,5 km dari tepi sungai dengan kedalaman gambut umumnya sampai 2 meter.
Daerah dengan tipe hutan ini merupakan daerah perbatasan pasang surut.
c. Sub Vegetasi Rawa Campuran
Sub vegetasi ini umumnya dapat dijumpai mulai dari batas tepi kubah gambut
sampai 4 km ke dalam dengan kedalaman gambut umumnya berkisar antara 2-6
meter. Umumnya tegakan di dalam sub vegetasi ini tinggi-tinggi dan berlapis.
d. Sub Vegetasi Transisi (Hutan Rawa Campuran-Hutan Pole Rendah)
Sub vegetasi ini umumnya dijumpai di daerah yang berjarak antara 4-6 km dari
tepi sungai dengan kondisi degradasinya yang lambat mulai dari hutan rawa
campuran sampai dengan hutan pole rendah. Kompossi lapisan tajuk atas dan tengah
umumnya relatif sama dengan hutan rawa campuran.
23
e. Sub Vegetasi Pole Rendah
Sub vegetasi ini umumnya djumpai di daerah yang letaknya antara 6-11 km
dari tepi sungai dengan kedalaman gambut berkisar antara 7-10 meter. Tinggi
permukaan air (water–table) pada umumnya tinggi secara permanen dan lantai hutan
sangat tidak menentu.
f. Sub Vegetasi Tegakan Tinggi (Tall Interior Forest)
Sub vegetasi ini umumnya terletak di sisi miring kubah gambut lebih dari 12
km dari tepi sungai, dimana terdapat perubahan tipe hutan yang jelas sampai lebih
dari 24,5 km dengan kedalaman gambut dapat mencapai lebih dari 12 meter.
g. Sub Vegetasi Kanopi Sangat Rendah
Sub vegetasi ini relatif terbuka dan terletak diantara dua system sungai. Sedikit
tumbuhan yang dapat melebihi ketinggian 1,5 meter.
24
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tumbuhan Akar Kuning
1. Potensi Akar Kuning (Arcangelisia flava)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Resort Mangkok kawasan
Taman Nasional Sebangau (Lampiran 2), dalam 5 jalur yang terdiri dari 125 petak
ukur dengan luas 5 Ha ditemukan sebanyak 192 individu Akar Kuning (Arcangelisia
flava) atau 38,4 individu/Ha dengan diameter rata-rata 2,15 cm dan panjang rata-rata
12,74 meter. Dari 125 petak ukur yang dibuat, Akar Kuning (Arcangelisia flava)
ditemukan pada 100 petak ukur. Data hasil inventarisasi tumbuhan Akar Kuning pada
seluruh jalur ukur tersaji pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel. 4 Jumlah Akar Kuning (Arcangelisia flava) Pada Semua Jalur Penelitian Di
Resort Mangkok Kawasan Taman Nasional Sebangau
No
No Jalur
Jumlah Akar Kuning
(individu)
Diameter
Rata-Rata
(cm)
Panjang
Rata-Rata
(m)
1. I 46 2,18 11,96
2. II 41 2,02 11,90
3. III 35 2,34 12,94
4. IV 40 2,08 13,40
5. V 30 2,15 13,50
Jumlah 192 2,15 12,74
Mengacu tabel di atas dapat dilihat jumlah individu Akar Kuning (Arcangelisia
flava) paling banyak dijumpai adalah berada pada jalur I yaitu sebanyak 46 individu
dan yang paling sedikit dijumpai berada pada Jalur V yaitu sebanyak 30 individu, hal
ini disebabkan karena pada Jalur V banyak dijumpai lokasi yang vegetasinya terbuka
atau tidak rapat dan sebagian kondisi bagian bawah atau lantai hutannya terdapat
bagian yang tergenang air, kondisi seperti ini bukan merupakan habitat Akar Kuning
(Arcangelisia flava), selanjutnya untuk diameter rata-rata terbesar berada pada jalur III
25
yaitu 2,34 cm dan diameter rata-rata terkecil berada pada jalur II yaitu 2,02 cm,
sedangkan untuk panjang rata-rata terbesar berada pada jalur V yaitu 13,50 meter dan
panjang rata-rata terkecil berada pada jalur II yaitu 11,90 meter.
2. Kondisi Habitat
Sesuai hasil pengamatan tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava) umumnya
terdapat pada ketinggian 24-40 m dpl, dengan topografi yang datar dengan kelerengan
kurang dari 2%. Tumbuhan Akar Kuning juga menyukai tempat yang relatif lembap,
dengan vegetasi yang cukup rapat dan banyak ditumbuhi pohon-pohon yang memiliki
tajuk yang lebat.
Akar Kuning (Arcangelisia flava) yang dijumpai di lokasi penelitian umumnya
juga menyukai tempat tumbuh dengan kondisi habitat yang tidak tergenang air atau
relatif kering, pada bagian bawah atau lantai hutannya banyak dijumpai guguran daun
yang kering (serasah). Berdasarkan hasil pengukuran, pada lokasi penelitian memiliki
kedalaman gambut yang bervariasi, kedalaman gambut pada jalur I berkisar 205-243
cm, jalur II berkisar 212-257 cm, jalur III berkisar 209-264 cm, jalur IV berkisar 221-
278 cm dan pada jalur V berkisar 237-281 cm. Dari data di atas menunjukkan bahwa
pada lokasi penelitian memiliki kedalaman gambut pada kisaran antara 205-281 cm.
Berdasarkan data di atas, secara umum kondisi habitat Akar Kuning
(Arcangelisia flava) di lokasi penelitian masuk ke dalam kategori sub vegetasi rawa
campuran, hal ini sesuai hasil penelitian Page et al (1999) dalam (BTNS, 2008) yang
menyatakan sub vegetasi rawa campuran umumnya dapat dijumpai mulai dari batas
tepi kubah gambut sampai 4 km ke dalam dengan kedalaman gambut berkisar antara
2-6 meter, umumnya tegakan di dalam sub vegetasi ini tinggi-tinggi dan berlapis.
26
B. Komposisi dan Dominansi Jenis Tumbuhan di Habitat
Akar Kuning (Arcangelisia flava)
Indeks Nilai Penting (INP) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk
menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu
komunitas tumbuhan (Soegianto, 1994 dalam Indriyanto, 2006). Tingkat dominansi suatu
jenis dapat berperan dalam ekosistem vegetasi jika INP untuk tingkat semai, pancang dan
tiang lebih dari 10% atau lebih dari 15% untuk tingkat pohon (Sutisna, 1981; Heriyanto,
2004 dalam Subiandono dan Heriyanto, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 24 jenis vegetasi tingkat semai,
dari jumlah tersebut 9 (sembilan) diantaranya merupakan jenis dominan, yakni: Pasir-
Pasir, Tatumbu, Nyatoh, Meranti, Malam-Malam, Resak, Manggis Hutan, Punak dan
Bintan.
Untuk lebih jelasnya indeks nilai penting suatu jenis pada tumbuhan tingkat semai
dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan hasil perhitungan INP vegetasi tingkat semai
ditunjukkan pada Lampiran 3.
Gambar 3. Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Semai
27
Berikutnya untuk tumbuhan tingkat pancang yang dijumpai pada lokasi penelitian
adalah sebanyak 24 jenis, dari jumlah tersebut 4 (empat) jenis diantaranya merupakan
jenis dominan yakni, Tatumbu, Pasir-Pasir, Malam-Malam dan Nyatoh.
Untuk lebih jelasnya indeks nilai penting suatu jenis untuk tumbuhan tingkat
pancang dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan hasil perhitungan INP vegetasi tingkat
pancang ditunjukkan pada Lampiran 3.
Gambar 4. Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Pancang
Pada tumbuhan tingkat tiang yang ditemukan di lokasi penelitian adalah sebanyak
29 jenis, dari jumlah tersebut 11 jenis diantaranya merupakan jenis dominan yakni,
Malam-Malam, Nyatoh, Gerunggang, Pasir-Pasir, Resak, Tatumbu, Terentang, Pisang-
Pisang, Meranti, Bintan dan Mertibu.
Untuk lebih jelasnya indeks nilai penting suatu jenis untuk tumbuhan tingkat tiang
dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan hasil perhitungan INP vegetasi tingkat tiang
ditunjukkan pada Lampiran 3.
28
Gambar 5. Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Tiang
Pada tumbuhan tingkat pohon yang ditemukan di lokasi penelitian adalah sebanyak
31 jenis, dari jumlah tersebut 7 (tujuh) jenis diantaranya merupakan jenis dominan yakni,
Malam-malam, Resak, Meranti, Pisang-pisang, Rahanjang, Pasir-pasir, Gerunggang.
Untuk lebih jelasnya indeks nilai penting suatu jenis untuk tumbuhan tingkat pohon
dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan hasil perhitungan INP vegetasi tingkat tiang
ditunjukkan pada Lampiran 3.
Gambar 6. Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Pohon
29
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa dari semua tingkat pertumbuhan
terdapat 14 jenis tumbuhan yang mendominasi pada habitat Akar Kuning (Arcangelisia
flava) yaitu: Pasir-Pasir, Tatumbu, Nyatoh, Meranti, Malam-Malam, Resak, Manggis
Hutan, Punak, Bintan, Gerunggang, Terentang, Pisang-Pisang, Mertibu dan Rahanjang.
C. Tumbuhan yang Berasosiasi Dengan Akar Kuning (Arcangelisia flava)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Resort Mangkok kawasan
Taman Nasional Sebangau, dalam 5 jalur yang terdiri dari 125 petak ukur, tumbuhan yang
menjadi inang dari tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava) adalah sebanyak 192
individu yang terdiri dari 23 jenis sebagaimana tersaji pada Tabel 5. Tumbuhan inang
yang berasosiasi dengan Akar Kuning (Arcangelisia flava) hanya pada tumbuhan tingkat
tiang dan tingkat pohon, sedangkan untuk tumbuhan tingkat pancang dan tingkat semai
belum pernah dijumpai.
Indeks asosiasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara Akar Kuning
(Arcangelisia flava) dengan jenis tumbuhan yang dirambatinya. Nilai indeks yang
digunakan untuk menentukan asosiasi Akar Kuning (Arcangelisia flava) dengan jenis
lain, yaitu Indeks Ochiai menunjukkan sebagian besar spesies berasosiasi dengan Akar
Kuning (Arcangelisia flava). Nilai yang ditunjukkan oleh indeks berkisar antara 0-1,
semakin mendekati angka 1 berarti asosiasi semakin kuat, demikian pula sebaliknya.
Peringkat 10 besar jenis tumbuhan yang berasosiasi dengan Akar Kuning
(Arcangelisia flava) yaitu: Pasir-pasir (indeks asosiasi 0,209), kemudian diikuti oleh jenis
Tatumbu (0,196), Malam-malam (0,119), Resak (0,090), Nyatoh (0,086), Bintan (0,079),
Jinjit (0,061), Rahanjang (0,057), Jangkang (0,055) dan Manggis Hutan (0,055). Untuk
30
lebih jelasnya, data indeks asosiasi Akar Kuning (Arcangelisia flava) dengan jenis
tumbuhan lain pada lokasi penelitian di Resort Mangkok kawasan Taman Nasional
Sebangau dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Indeks Asosiasi Akar Kuning (Arcangelisia flava) dengan Jenis Tumbuhan Lain
No Nama Jenis Nilai Indeks Asosiasi
(Indeks Ochiai) Lokal Ilmiah
1 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 0,209
2 Tatumbu Syzygium havilandii 0,196
3 Malam-malam Diospyros bontaneensis 0,119
4 Resak Vatica rassak 0,090
5 Nyatoh Palaquium sp. 0,086
6 Bintan Licania splendens 0,079
7 Jinjit Caloophyllum hosei 0,061
8 Rahanjang Xylopia fusca 0,057
9 Jangkang Xylopia ferruginea 0,055
10 Manggis Hutan Garcinia sp. 0,055
11 Meranti Shorea sp. 0,054
12 Mendarahan Horsefielda crassifolia 0,046
13 Ketiau Madhuca mottleyana 0,044
14 Mertibu Gluta velutina 0,042
15 Gerunggang Cratoxylum arborescen 0,039
16 Rambutan Hutan Xerospermum noronhianum 0,038
17 Belangeran Shorea balangeran 0,035
18 Asam-asam Tamarindus sp. 0,019
19 Punak Tetramerista glabra 0,019
20 Kajalaki Adina fagifolia 0,019
21 Galam Tikus Eugenia spicata 0,018
22 Terentang Campnosperma coriaceum 0,017
23 Perupuk Laphopetalum rigiden 0,010
Selanjutnya dari 10 jenis tumbuhan yang berasosiasi kuat dengan Akar Kuning
(Arcangelisia flava), 8 jenis diantaranya merupakan jenis yang dominan pada habitat
Akar Kuning (Arcangelisia flava), yakni Bintan, Malam-malam, Manggis Hutan, Nyatoh,
Pasir-pasir, Rahanjang, Resak, dan Tatumbu. Secara lengkap Indeks Nilai Penting jenis
tumbuhan yang berasosiasi kuat dengan Akar Kuning ditunjukkan pada Tabel 6.
31
Tabel 6. INP 10 Jenis Tumbuhan yang Berasosiasi Kuat Dengan Akar Kuning
(Arcangelisia flava)
No Nama Jenis Indeks Nilai Penting (INP)
Lokal Ilmiah Semai
(%)
Pancang
(%)
Tiang
(%)
Pohon
(%)
1 Bintan Licania splenden 10,87 0,79 13,54 1,69
2 Jangkang Xylopia ferruginea 5,47 0 7,51 0
3 Jinjit Caloophyllum hosei 2,24 5,58 7,37 7,91
4 Malam-malam Diospyros bontaneensis 13,91 33,27 43,46 32,07
5 Manggis Hutan Garcinia sp. 11,96 4,34 9,43 0,88
6 Nyatoh Palaquium sp. 17,99 28,88 25,06 10,16
7 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 39,41 34,49 20,29 17,98
8 Rahanjang Xylopia fusca 5,09 3,77 6,91 18,79
9 Resak Vatica rassak 12,70 5,13 13,10 23,69
10 Tatumbu Syzygium havilandii 29,80 37,39 16,81 11,73
D. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Habitat Akar Kuning
Indeks keanekaragaman jenis (H’) vegetasi dari semua tingkat pertumbuhan yang
ditemukan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini:
Tabel 7. Indeks Keanekaragaman Jenis Vegetasi Dari Semua Tingkat Pertumbuhan
No Tingkat Pertumbuhan
Nilai Indeks
Keanekaragaman Jenis
(H')
1 Pohon 1,352
2 Tiang 1,318
3 Pancang 1,085
4 Semai 1,149
Data yang tersaji pada Tabel 7 menunjukkan indeks keanekaragaman jenis (H’)
vegetasi tingkat pohon memiliki indeks tertinggi yaitu 1,352, diikuti tingkat tiang 1,318,
tingkat semai 1,149 dan pancang 1,085.
32
Berdasarkan H’ (Tabel 7) bahwa H’ untuk vegetasi tingkat pohon lebih tinggi dari
tiga tingkatan pertumbuhan lainnya, diikuti tingkat tiang, pancang dan semai. Hal ini
disebabkan bahwa jumlah jenis pada tingkat pohon lebih banyak dan nilai total frekuensi
lebih besar, yakni 3,624 diikuti tingkat tiang 3,136; semai 3,10 dan pancang 2,816.
Secara umum H’ vegetasi tingkat semai, pancang, tiang dan pohon dapat
dikategorikan sedang, asumsi ini sesuai dengan pendapat Bratawinata (2001) yang
memberikan batasan bahwa kriteria indeks keanekaragaman jika H’ ≤ 1 menunjukkan
keanekaragaman spesies rendah, jika nilai 1 < H’< 3 menunjukkan keanekaragaman
spesies sedang dan jika H’ ≥ 3 menunjukkan keanekaragaman spesies tinggi.
33
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian di Resort Mangkok, SPTN Wilayah II Pulang Pisau
Kawasan Taman Nasional Sebangau potensi Akar Kuning (Arcangelisia flava)
ditemukan sebanyak 192 individu/5 ha atau 38,4 individu/ha ditemukan pada 100
petak ukur, dengan diameter rata-rata 2,15 cm dan panjang rata-rata 12,74 meter.
2. Akar Kuning (Arcangelisia flava) yang dijumpai pada lokasi penelitian umumnya
hidup pada ketinggian antara 24-40 m dpl, dengan topografi yang datar dengan
kelerengan kurang dari 2%, menyukai tempat tumbuh dengan kondisi habitat yang
tidak tergenang air atau relatif kering dan banyak dijumpai guguran daun (serasah),
menyukai tempat yang relatif lembap dengan vegetasi yang cukup rapat dan terdapat
pohon-pohon yang memiliki tajuk yang lebat dengan kedalaman gambut berkisar
antara 205-281 cm.
3. Jenis tumbuhan yang mendominasi pada habitat Akar Kuning (Arcangelisia flava)
yaitu: Pasir-Pasir, Tatumbu, Nyatoh, Meranti, Malam-Malam, Resak, Manggis Hutan,
Punak, Bintan, Gerunggang, Terentang, Pisang-Pisang, Mertibu, Rahanjang.
4. Jenis tumbuhan yang berasosiasi dengan Akar Kuning (Arcangelisia flava) adalah
sebanyak 23 jenis, dari jumlah tersebut 10 jenis diantaranya memiliki asosiasi kuat
dengan Akar Kuning (Arcangelisia flava) yaitu: Pasir-pasir, Tatumbu, Malam-
malam, Resak, Nyatoh, Bintan, Jinjit, Rahanjang, Jangkang dan Manggis Hutan.
5. Jenis tumbuhan yang berasosiasi kuat dengan Akar Kuning (Arcangelisia flava) serta
mempunyai tingkat dominansi yang tinggi pada habitat Akar Kuning (Arcangelisia
34
flava) antara lain yaitu: Bintan, Malam-malam, Manggis Hutan, Nyatoh, Pasir-pasir,
Rahanjang, Resak, dan Tatumbu.
6. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) tumbuhan pada habitat Akar Kuning (Arcangelisia
flava) termasuk sedang yaitu, tingkat pohon (1,352), tingkat tiang (1,318), tingkat
pancang (1,085) dan tingkat semai (1,149)
B. Saran
1. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut dengan mempertimbangkan tipe habitat,
penyebaran, morfologi dan fisiologi dari tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava)
sehingga dapat diperoleh data yang lebih lengkap dan beragam.
2. Kawasan Taman Nasional Sebangau khususnya di Resort Mangkok potensi Akar
Kuning (Arcangelisia flava) masih banyak, oleh karena itu untuk mempertahankan
populasi Akar Kuning (Arcangelisia flava) diperlukan upaya-upaya perlindungan
terhadap habitatnya.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan kajian untuk
perencanaan dan pengelolaan kawasan Taman Nasional Sebangau yang lebih baik.
35
DAFTAR PUSTAKA
Balai Taman Nasional Sebangau, 2008. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Sebangau
2007-2026. Balai Taman Nasional sebangau. Palangka Raya.
___________________________, 2009. Laporan Hasil Kegiatan Identifikasi Tumbuhan
Obat di SPTN Wilayah I Palangka Raya. Balai Taman Nasional Sebangau.
Palangka Raya.
Bratawinata, A.A., 2001. Ekologi Hutan Hujan Tropis dan Metoda Analisis Hutan.
Departemen Pendidikan Nasional.
Bustomi, S., D. Wahjono, dan Heriyanto, N.M., 2006. Klasifikasi Potensi Tegakan Hutan
Alam Berdasarkan Citra Satelit di Kelompok Hutan Sungai Bomberai-Sungai
Besiri di Kabupaten Fakfak, Papua. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
III(4): 437-458.
Djauhariya dan Sukarman, 2002. Pemanfaatan Plasma Nutfah Dalam Industri Jamu dan
Kosmetika Alami. Buletin Plasma Nutfah 8 (2): 12 – 13.
Galingging, R.Y. dan Bhermana, A., 2010. Pewilayahan Plasma Nutfah Tanaman Obat
Berbasis Sistem Informasi Geografi Di Kalimantan Tengah.
Galingging, R.Y., 2007. Potensi Plasma Nutfah Tanaman Obat Sebagai Sumber
Biofarmaka di Kalimantan Tengah. Jurnal Pengembangan dan Pengkajian
Teknologi Pertanian Vol. 10. No. 1: 76-83.
Hariyana, A., 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Jakarta.
Heriyanto, N.M. dan Subandiono, E., 2007. Studi Ekologi dan Potensi Geronggang
(Cratoxylon arborescens BI) di Kelompok Sungai Berpasir-Sungai Siduung,
Kabupaten Tanjung Redeb, Kalimantan Timur. Buletin Plasma Nutfah. Vol.
13.No. 2:82-87.
Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.
Irwanto, 2010. Analisis Vegetasi. Diunduh melalui web site http://pengertian-
definisi.blogspot.com/2010/10/analisis-vegetasi.html tanggal 22 Maret 2011.
Latifah, 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Universitas Sumatra Utara Medan.
Plantamor, 2008. Akar Kuning (Arcangelisia flava Merr). www.plantamor.com diakses
tanggal 28 Maret 2011.
36
Prosea dan Kehati, 2008. Arcangelisia flava Merr. Diakses tanggal 15 Maret 2011.
Samingan, T., 1979. Beberapa Catatan tentang Vegetasi di Daerah Pasang Surut Sumatera
Selatan. Proceed. Simposium Nasional III Pengembangan daerah Pasang Surut di
Indonesia. Dirjen Pengairan. Departemen Pekerjaan Umum-Institut Pertanian
Bogor.
Setyowati, F.M. dan Wardah, 2007. Keanekaragaman Tumbuhan Obat Masyarakat
Tulang Mamak di Sekitar Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Riau. Biodiversitas
Volume 8, No. 3, Halaman 229.
Soerianegara, I. dan A. Indrawan, 1982. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen
Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Subiandono, E. dan Heriyanto, N.M., 2009. Kajian Tumbuhan Obat Akar Kuning
(Arcangelisia flava Merr.) di Kelompok Hutan Gelawan, Kabupaten Kampar,
Riau. Buletin Plasma Nutfah Vol. 15. No.1. 43-48
37
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian di Resort Mangkok SPTN Wilayah II Pulang Pisau
Kawasan Taman Nasional Sebangau.
38
Lampiran 2. Peta Potensi Sebaran Akar Kuning pada Lokasi Penelitian di Resort
Mangkok SPTN Wilayah II Pulang Pisau Kawasan Taman Nasional
Sebangau
39
Lampiran 3. Indeks Nilai Penting Vegetasi di Habitat Tempat Hidup Akar Kuning
(Arcangelisia flava)
1. Tingkat Semai
No
Nama Jenis
Jumlah
Individu
Jumlah
PU
ditemukan
KR FR INP
Lokal Ilmiah (%) (%)
KR+
FR
(%)
1 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 218 64 22,88 16,54 39,41
2 Tatumbu Zyzygium havilandii 151 54 15,84 13,95 29,80
3 Nyatoh Palaquium sp. 100 29 10,49 7,49 17,99
4 Meranti Shorea sp. 59 33 6,19 8,53 14,72
5 Malam-malam Diospyros bontaneensis 71 25 7,45 6,46 13,91
6 Resak Vatica rassak 57 26 5,98 6,72 12,70
7 Manggis Hutan Garcinia sp. 50 26 5,25 6,72 11,96
8 Punak Tetramerista glabra 47 25 4,93 6,46 11,39
9 Bintan Licania splendens 47 23 4,93 5,94 10,87
10 Jangkang Xylopia ferruginea 25 11 2,62 2,84 5,47
11 Rahanjang Xylopia fusca 19 12 1,99 3,10 5,09
12 Rambutan Hutan Xerospermum noronhianum 16 7 1,68 1,81 3,49
13 Belangeran Shorea balangeran 11 9 1,15 2,33 3,48
14 Mendarahan Horsefielda crassifolia 13 8 1,36 2,07 3,43
15 Pelawan Tristaniopsis obovata 16 5 1,68 1,29 2,97
16 Mertibu Gluta velutina 9 6 0,94 1,55 2,49
17 Kajalaki Adina fagifolia 11 5 1,15 1,29 2,45
18 Jinjit Caloophyllum hosei 9 5 0,94 1,29 2,24
19 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 7 4 0,73 1,03 1,77
20 Galam Tikus Eugenia spicata 6 3 0,63 0,78 1,40
21 Asam-asam Tamarindus sp. 4 2 0,42 0,52 0,94
22 Pantung Dyera lowii 3 2 0,31 0,52 0,83
23 Ramin Gonystylus bancanus 3 2 0,31 0,52 0,83
24 Pelawan Putih Tristaniopsis grandifolia 1 1 0,10 0,26 0,36
JUMLAH 953 100 100 200
40
2. Tingkat Pancang
No
Nama Jenis Jumlah
Individu
Jumlah
PU
ditemukan
KR FR INP
Lokal Ilmiah (%) (%) KR+FR
(%)
1 Tatumbu Zyzygium havilandii 167 66 18,64 18,75 37,39
2 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 169 55 18,86 15,63 34,49
3 Malam-malam Diospyros bontaneensis 153 57 17,08 16,19 33,27
4 Nyatoh Palaquium sp. 134 49 14,96 13,92 28,88
5 Kajalaki Adina fagifolia 29 12 3,24 3,41 6,65
6 Jinjit Caloophyllum hosei 22 22 2,46 3,13 5,58
7 Meranti Shorea sp. 24 10 2,68 2,84 5,52
8 Resak Vatica rassak 18 11 2,01 3,13 5,13
9 Mendarahan Horsefielda crassifolia 20 9 2,23 2,56 4,79
10 Manggis Hutan Garcinia sp. 16 9 1,79 2,56 4,34
11 Rahanjang Xylopia fusca 16 7 1,79 1,99 3,77
12 Pelawan Tristaniopsis obovata 15 7 1,67 1,99 3,66
13 Galam Tikus Eugenia spicata 16 6 1,79 1,70 3,49
14 Mertibu Gluta velutina 12 7 1,34 1,99 3,33
15 Punak Tetramerista glabra 22 3 2,46 0,85 3,31
16 Gentalang Garcinia parvifolia 13 6 1,45 1,70 3,16
17 Pantung Dyera lowii 10 7 1,12 1,99 3,10
18 Belangeran Shorea balangeran 12 6 1,34 1,70 3,04
19 Asam-asam Tamarindus sp. 10 4 1,12 1,14 2,25
20 Ketiau Madhuca motleyana 8 3 0,89 0,85 1,75
21 Ramin Gonystylus bancanus 5 2 0,56 0,57 1,13
22 Terentang Campnosperma coriaceum 2 2 0,22 0,57 0,79
23 Bintan Licania splendens 2 2 0,22 0,57 0,79
24 Rambutan Hutan Xerospermum noronhianum 1 1 0,11 0,28 0,40
JUMLAH 896 100 100 200
41
3. Tingkat Tiang
No
Nama Jenis Jumlah
Individu
∑
PU
ditemukan
lbds
KR FR DR INP
Lokal Ilmiah (%) (%) (%) (%)
1 Malam-malam Diospyros bontaneensis 61 49 1,345 14,45 12,50 15,61 42,56
2 Nyatoh Palaquium sp. 33 32 0,74 7,82 8,16 8,59 24,57
3 Gerunggang Cratoxylum arborescen 33 29 0,639 7,82 7,40 7,42 22,63
4 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 29 29 0,519 6,87 7,40 6,02 20,29
5 Resak Vatica rassak 26 24 0,574 6,16 6,12 6,66 18,94
6 Tatumbu Zyzigium havilandii 24 23 0,453 5,69 5,87 5,26 16,81
7 Terentang Campnosperma coriaceum 22 20 0,377 5,21 5,10 4,38 14,69
8 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 20 18 0,436 4,74 4,59 5,06 14,39
9 Meranti Shorea sp. 18 16 0,439 4,27 4,08 5,09 13,44
10 Bintan Licania splendens 18 18 0,381 4,27 4,59 4,42 13,28
11 Mertibu Gluta velutina 4 14 0,316 2,32 3,57 3,67 10,56
12 Manggis Hutan Garcinia sp. 13 12 0,267 3,08 3,06 3,10 9,24
13 Belangeran Shorea balangeran 11 11 0,202 2,61 2,81 2,34 7,76
14 Jangkang Xylopia feruginea 11 11 0,167 2,61 2,81 1,94 7,35
15 Galam Tikus Eugenia spicata 10 10 0,206 2,37 2,55 2,39 7,31
16 Jinjit Caloophyllum hosei 10 10 0,198 2,37 2,55 2,30 7,22
17 Rahanjang Xylopia fusca 10 10 0,159 2,37 2,55 1,85 6,77
18 Gentalang Garcinia parvifolia. 9 9 0,167 2,13 2,30 1,94 6,37
19 Mendarahan Horsefielda crassifolia 8 8 0,178 1,90 2,04 2,07 6,00
20 Ketiau Madhuca mottleyana 8 8 0,165 1,90 2,04 1,91 5,85
21 Kajalaki Adina fagifolia 8 8 0,143 1,90 2,04 1,66 5,60
22 Punak Tetramerista glabra 8 8 0,139 1,90 2,04 1,61 5,55
23 Asam-asam Tamarindus sp. 7 5 0,175 1,66 1,28 2,03 4,97
24 Ramin Gonystylus bancanus 3 3 0,069 0,71 0,77 0,80 2,28
25 Pelawan Tristaniopsis obovata 2 2 0,041 0,47 0,51 0,48 1,46
26 Cempedak Air Parartocarpus venenosus 2 2 0,035 0,47 0,51 0,41 1,39
27 Perupuk Laphopetalum rigiden 2 1 0,049 0,47 0,26 0,57 1,30
28 Rambutan Hutan Xerospermum noronhianum 1 1 0,02 0,24 0,26 0,23 0,72
29 Nyatoh Gagas Palaquium cochlearifolium 1 1 0,018 0,24 0,26 0,21 0,70
JUMLAH 422 100 100 100 300
42
4. Tingkat Pohon
No
Nama Jenis Jumlah
Individu
∑
PU ditemukan
lbds
KR FR DR INP
Lokal Ilmiah (%) (%) (%) (%)
1 Malam-malam Diospyros bontaneensis 51 46 2,998 10,69 10,15 11,22 32,07
2 Resak Vatica rassak 41 35 1,969 8,60 7,73 7,37 23,69
3 Meranti Shorea sp. 45 40 0,432 9,43 8,83 1,62 19,88
4 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 33 32 1,495 6,92 7,06 5,60 19,58
5 Rahanjang Xylopia fusca 31 30 1,515 6,50 6,62 5,67 18,79
6 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 30 30 1,353 6,29 6,62 5,07 17,98
7 Gerunggang Cratoxylum arborescen 30 28 1,451 6,29 6,18 5,43 17,90
8 Ramin Gonystylus bancanus 23 22 1,188 4,82 4,86 4,45 14,13
9 Mertibu Gluta velutina 20 20 1,207 4,19 4,42 4,52 13,13
10 Lunuk Ficus sp. 6 6 2,645 1,26 1,32 9,90 12,48
11 Terentang Campnosperma coriaceum 19 19 1,049 3,98 4,19 3,93 12,10
12 Tatumbu Zyzygium havilandii 18 16 1,181 3,77 3,53 4,42 11,73
13 Nyatoh Palaquium sp. 14 14 1,105 2,94 3,09 4,14 10,16
14 Ketiau Madhuca mottleyana 15 15 0,861 3,14 3,31 3,22 9,68
15 Papung Sandoricum becanarium 14 14 0,811 2,94 3,09 3,04 9,06
16 Jinjit Caloophyllum hosei 12 12 0,733 2,52 2,65 2,74 7,91
17 Belangeran Shorea balangeran 12 12 0,661 2,52 2,65 2,47 7,64
18 Gentalang Garcinia parvifolia 10 10 0,484 2,10 2,21 1,81 6,12
19 Pelawan Tristaniopsis obovata 9 9 0,535 1,89 1,99 2,00 5,88
20 Galam Tikus Eugenia spicata 9 9 0,532 1,89 1,99 1,99 5,87
21 Kajalaki Adina fagifolia 6 6 0,520 1,26 1,32 1,95 4,53
22 Ehang Diospyros siamang 6 6 0,376 1,26 1,32 1,41 3,99
23 Mendarahan Horsefielda crassifolia 7 7 0,228 1,47 1,55 0,85 3,87
24 Punak Tetramerista glabra 4 3 0,323 0,84 0,66 1,21 2,71
25 Rambutan Hutan Xerospermum noronhianum 4 4 0,189 0,84 0,88 0,71 2,43
26 Bintan Licania splendens 1 1 0,337 0,21 0,22 1,26 1,69
27 Cempedak Air Parartocarpus venenosus 2 2 0,12 0,42 0,44 0,45 1,31
28 Perupuk Laphopetalum rigiden 2 2 0,098 0,42 0,44 0,37 1,23
29 Manggis Hutan Garcinia sp. 1 1 0,119 0,21 0,22 0,45 0,88
30 Nyatoh Gagas Palaquium cochlearifolium 1 1 0,115 0,21 0,22 0,43 0,86
31 Pantung Dyera lowii 1 1 0,08 0,21 0,22 0,30 0,73
JUMLAH 477 100 100 100 300
43
Dokumentasi/Foto-Foto Kegiatan Penelitian
Foto Lokasi Penelitian di Resort Mangkok
Foto Pembuatan Jalur Ukur di Lokasi Penelitian
44
Foto Asosiasi Akar Kuning dengan Tumbuhan Inang
Foto Pengukuran Diameter Pohon di Lokasi Penelitian
45
Foto Asosiasi Akar Kuning dengan Tumbuhan Inang
Foto Pencatatan Data Akar Kuning pada Thally Sheet
47
Foto Buah Muda Akar Kuning yang Ditemukan di Lokasi Penelitian
Foto Batang, Daun dan Buah Tua Akar Kuning yang Ditemukan
Top Related