I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Wardah, 2007), karena tumbuhan ini yang digunakan sebagai obat...

48
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati terutama tumbuhan yang terdapat di Indonesia, menjadikan Indonesia termasuk dalam peringkat lima besar di dunia dengan jumlah mencapai 38.000 jenis (Bappenas, 2003 dalam Galingging, 2007). Habitat alami dari jenis-jenis tumbuhan denagan varietas lokal tersebut pada umumnya terdapat pada ekosistem hutan termasuk di dalamnya plasma nutfah tumbuhan obat yang sebagian besar merupakan tumbuhan yang berkhasiat. World Conservation Monitoring Center telah melaporkan bahwa wilayah Indonesia merupakan kawasan yang banyak dijumpai beragam jenis tumbuhan obat dengan jumlah tumbuhan yang telah dimanfaatkan mencapai 2.518 jenis (EISAI, 1995 dalam Galingging dan Bhermana, 2010). Wilayah Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 15.380.000 Ha (Galingging, 2006) termasuk salah satu kawasan yang juga banyak menyimpan keanekaragaman hayati (biodiversity) untuk plasma nutfah tumbuhan obat. Penduduk lokal di wilayah ini secara turun temurun sudah mengenal khasiat dan memanfaatkan tanaman lokal sebagai obat tradisional. Adanya alih fungsi hutan baik untuk tujuan pengembangan perkebunan, pertanian dan pemukiman maupun kebakaran hutan secara langsung mengancam keberadaan habitat alami dari plasma nutfah tumbuhan obat. Secara umum tumbuhan obat yang terdapat di wilayah Kalimantan dan tempat- tempat lainnya di Indonesia merupakan salah satu kelompok komoditas hutan yang mengalami erosi genetis yang tergolong pesat. Kelangkaan tumbuhan obat ini banyak diakibatkan oleh beberapa hal antara lain: a) kerusakan habitat akibat alih fungsi hutan;

Transcript of I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Wardah, 2007), karena tumbuhan ini yang digunakan sebagai obat...

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keanekaragaman hayati terutama tumbuhan yang terdapat di Indonesia,

menjadikan Indonesia termasuk dalam peringkat lima besar di dunia dengan jumlah

mencapai 38.000 jenis (Bappenas, 2003 dalam Galingging, 2007). Habitat alami dari

jenis-jenis tumbuhan denagan varietas lokal tersebut pada umumnya terdapat pada

ekosistem hutan termasuk di dalamnya plasma nutfah tumbuhan obat yang sebagian besar

merupakan tumbuhan yang berkhasiat. World Conservation Monitoring Center telah

melaporkan bahwa wilayah Indonesia merupakan kawasan yang banyak dijumpai

beragam jenis tumbuhan obat dengan jumlah tumbuhan yang telah dimanfaatkan

mencapai 2.518 jenis (EISAI, 1995 dalam Galingging dan Bhermana, 2010).

Wilayah Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 15.380.000 Ha (Galingging,

2006) termasuk salah satu kawasan yang juga banyak menyimpan keanekaragaman hayati

(biodiversity) untuk plasma nutfah tumbuhan obat. Penduduk lokal di wilayah ini secara

turun temurun sudah mengenal khasiat dan memanfaatkan tanaman lokal sebagai obat

tradisional. Adanya alih fungsi hutan baik untuk tujuan pengembangan perkebunan,

pertanian dan pemukiman maupun kebakaran hutan secara langsung mengancam

keberadaan habitat alami dari plasma nutfah tumbuhan obat.

Secara umum tumbuhan obat yang terdapat di wilayah Kalimantan dan tempat-

tempat lainnya di Indonesia merupakan salah satu kelompok komoditas hutan yang

mengalami erosi genetis yang tergolong pesat. Kelangkaan tumbuhan obat ini banyak

diakibatkan oleh beberapa hal antara lain: a) kerusakan habitat akibat alih fungsi hutan;

2

b) daya regenerasi yang lambat pada beberapa jenis tanaman terutama untuk jenis

tumbuhan tahunan (perennial crop); dan c) kurangnya perhatian terhadap upaya

pelestarian antara lain melalui usaha budidaya tanaman obat terutama untuk jenis-jenis

yang tergolong langka (Djauhariya dan Sukarman, 2002).

Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi memungkinkan untuk

melakukan eksplorasi lebih mendalam pada tumbuhan yang memiliki nilai medis.

Tercatat bahwa potensi tumbuhan obat yang terdapat di hutan tropis Indonesia berasal

dari berbagai tipe ekosistem hutan, dari 1.260 spesies tumbuhan obat, 180 spesies

diantaranya dimanfaatkan dalam jumlah besar dari hutan untuk bahan baku industri obat

tradisional di Indonesia (Zuhud, 1997 dalam BTNS, 2009) seperti jamu, sehingga potensi

tumbuhan obat dapat dikembangkan secara optimal dan masyarakat dapat merasakan

manfaat dari khasiat tumbuhan obat.

Taman Nasional Sebangau merupakan salah satu kawasan hutan rawa gambut

tropika yang tersisa di Provinsi Kalimantan Tengah. Ekosistem gambut Sebangau dengan

kondisinya yang relatif masih baik merupakan kawasan yang memiliki peranan yang

sangat penting sebagai reservoir biodiversitas. Salah satu potensi yang ada di Taman

Nasional Sebangau adalah Akar Kuning (Arcangelisia flava). Walaupun demikian dari

potensi tumbuhan tersebut, belum pernah dilakukan pendataan atau kegiatan inventarisasi.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang Potensi dan Ekologi Akar Kuning

(Arcangelisia flava).

3

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai potensi,

ekologi jenis Akar Kuning (Arcangelisia flava) termasuk komposisi jenis, dominansi jenis

tumbuhan yang berasosiasi dan keanekaragaman jenis di habitat Akar Kuning.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitiaan ini diharapkan dapat memberi masukan bagi

pengelola kawasan Taman Nasional Sebangau dalam upaya melestarikan jenis tumbuhan

Akar Kuning (Arcangelisia flava).

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Ekologi

Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan Ernest Haeckel, yaitu seorang ahli

biologi berkebangsaan Jerman pada tahun 1869. Istilah ekologi berasal dari bahasa

Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal atau hábitat, dan logos yang

berarti ilmu, telaah, studi, atau kajian (Soemarwoto, 1983; Irwan 1992; Resosoedarmo

dkk., 1986 dalam Indriyanto, 2006).

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk

hidup dengan lingkungannya (Soerianegara dan Indrawan, 1982; Resosoedarmo dkk.,

1986 dalam Indriyanto, 2006). Hubungan timbal balik atau yang dikenal dalam

pengetahuan ekologi sebagai interaksi antara organisme dengan lingkungannya,

sesungguhnya merupakan hubungan yang erat dan kompleks, sehingga ekologi disebut

juga sebagai biologi lingkungan (Odum, 1993 dalam Indriyanto, 2006).

Lingkungan merupakan gabungan dari berbagai komponen fisik maupun hayati

yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Jadi, lingkungan

di sini mempunyai arti luas mencakup semua hal yang ada di luar organisme yang

bersangkutan, misalnya radiasi matahari, suhu, curah hujan, kelembapan, topografi,

parasit, predator, dan kompetitor (Kandeigh, 1980; Heddy, Soemitro, dan Soekartomo,

1986 dalam Indriyanto, 2006).

Adapun ekologi hutan adalah cabang dari ekologi yang khusus mempelajari

ekosistem hutan. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan antara

5

masyarakat tetumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam lingkungannya

sangat erat.

B. Analisis Vegetasi

Menurut para ahli analisis vegetasi merupakan studi untuk mengetahui komposisi

dan struktur hutan (Latifah, 2005). Analisis vegetasi juga dapat diartikan sebagai suatu

cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi

dari masyarakat tumbuh- tumbuhan (Irwanto, 2010)

Menurut Bratawinata (2001) analisis vegetasi merupakan kegiatan risalah hutan

yang dipergunakan untuk menganalisa hutan, bagaimana:

- Komposisi yaitu, susunan dan jumlah jenis persatuan luas.

- Struktur yaitu penyebaran populasi, penyebaran individu.

- Potensi Tegakan yaitu luas bidang dasar dan volume.

- Ekologi.

- Kegunaan.

Struktur vegetasi menurut Dansereau (1957) dalam Bratawinata (2001) adalah suatu

pengaturan ruang oleh individu-individu pohon yang pada akhirnya membentuk tegakan.

Kershaw (1973) dalam Bratawinata (2001) menyatakan bahwa struktur vegetasi terdiri

dari 3 komposisi yakni:

1. Struktur vertikal, contoh tinggi pohon dan lapisan tajuk pohon/tegakan.

2. Struktur horizontal, penyebaran jenis dan penyebaran pohon.

3. Struktur kuantitatif, jumlah (banyak atau sedikit) jenis dalam komunitas.

6

Kriteria pertumbuhan yang digunakan adalah sebagai berikut (BTNS, 2008):

1. Semai adalah anakan pohon mulai berkecambah sampai setinggi 1,5 meter.

2. Pancang adalah anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 meter dan diameter

kurang dari 10 cm.

3. Tiang adalah pohon muda yang diameternya mulai 10 cm sampai diameter

20 cm.

4. Pohon adalah pohon dewasa berdiameter ≥ 20 cm.

Menurut Gopal dan Bharwadwaj (1979) dalam Indriyanto (2006) untuk

kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal 3 (tiga) macam

parameter kuantitatif antara lain: densitas, frekuensi dan dominansi. Dimana pengertian

dari parameter tersebut adalah sebagai berikut (Indriyanto, 2006) yaitu:

1. Densitas

Jumlah individu per unit luas atau perunit volume. Dengan kata lain, densitas

merupakan jumlah individu organisme persatuan ruang.

2. Frekuensi

Proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah

sampel. Frekuensi spesies tumbuhan adalah jumlah petak contoh tempat

ditemukannya suatu spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat.

3. Luas Penutupan

Proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total

habitat.

7

4. Indeks Nilai Penting

Parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi

(tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan (Soegianto,

1994 dalam Indriyanto, 2006).

Selain parameter tersebut di atas, masih banyak parameter kuantitatif yang dapat

digunakan untuk mendeskripsikan komunitas tumbuhan, baik dari segi struktur komunitas

maupun tingkat kesamaannya dengan komunitas lainnya. Parameter yang dimaksud untuk

kepentingan tersebut salah satunya adalah indeks keanekaragaman spesies (Soegianto,

1994 dalam Indriyanto, 2006). Keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukkan bahwa

suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi spesies yang terjadi dalam

komunitas itu sangat tinggi.

Indeks asosiasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara Akar Kuning

dengan vegetasi di sekitarnya, dalam hal ini adalah tumbuhan inang yang dirambatinya

(Subiandono dan Heriyanto, 2009). Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) dalam

(Heriyanto dan Subiandono, 2007) menyatakan bahwa asosiasi terdapat pada kombinasi

habitat yang seragam. Walaupun demikian hal ini belum menunjukkan terdapatnya

kesamaan habitat, tetapi paling tidak terdapat gambaran kesamaan kondisi lingkungan

secara umum.

C. Akar Kuning

1. Asal Usul Akar Kuning

Tumbuhan obat Akar Kuning (Arcangelisia flava) diperkirakan berasal dari

Indonesia, Filipina, Thailand, Indocina dan Malaya. Dalam bahasa Inggris, liana ini

8

mempunyai nama yellow-fruited moonseed. Di Indonesia Akar Kuning (Arcangelisia

flava) disebut juga sebagai Kayu Kuning atau Tali Kuning lantaran batang yang juga

disebut akar dari tumbuhan ini apabila dibelah maka bagian dalamnya berwarna

kuning. Di beberapa daerah di Indonesia liana ini sering disebut sebagai reuy ki

koneng (Sunda), oyod sirawanan (Jawa), sirawan kunyit (Jawa), kayu kuning

(Palembang), wali bulan (ambon), oyod koneng (Madura), mololeya gumini

(Halmahera Utara) (Hariyana, 2005).

Akar Kuning (Arcangelisia flava) termasuk salah satu jenis tumbuhan obat

status kelangkaan yang dikategorikan “rawan” (Sulistiarini, 1992 dalam Setyowati dan

Wardah, 2007), karena tumbuhan ini yang digunakan sebagai obat adalah

kayunya/batangnya dengan cara menebang menyeluruh pohonnya maka ancaman

kepunahan populasinya meningkat.

2. Ciri-Ciri Fisik Akar Kuning

Akar Kuning (Arcangelisia flava) adalah jenis tumbuhan liana, panjang pada

daerah tertentu dapat mencapai 10 m. Memiliki komposisi daun majemuk, tebal dan

kuat seperti kulit, berbentuk oval, tumpul tidak tajam, lebar daun 7 sampai 20 cm,

permukaan daun bagian atas mengkilap dan memiliki tangkai yang panjang lebih dari

dua daun terletak pada ruas yang sama. Bunganya berumah dua dengan ukuran kecil-

kecil tersusun dalam rangkaian berupa glabrous 20 sampai 50 cm, tajuk bercuping

putih kekuningan (Widyatmoko dan Zick, 1998 dalam Subiandono dan Heriyanto,

2009).

9

Batang utama sebelum bercabang dua besarnya seperti lengan/betis orang

dewasa, batang tersebut mengandung air, batang dan cabangnya liat, dalam batang

berwarna kuning dan rasanya pahit. Pada batang atau cabang yang besar terdapat

tandan buah yang menggantung, buah berwarna kuning, buah terdiri dari daging buah

berlendir, biji besar dan berbentuk pipih yang dapat digunakan untuk membius ikan

(Heyne, 1987 dalam Subiandono dan Heriyanto, 2009).

Klasifikasi ilmiah tumbuhan Akar Kuning adalah sebagai berikut (Plantamor,

2008):

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Divisio : Spermatophyta (berbiji)

Sub Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Class : Magnoliopsida (berkeping dua)

Sub Kelas : Magnolidae

Ordo : Ranunculales

Familia : Menispermaceae

Genus : Arcangelisia

Spesies : Arcangelisia flava

3. Tempat Tumbuh Akar Kuning

Di Indonesia tumbuhan ini banyak tumbuh dan dijumpai antara lain di

Kalimantan, Sumatera, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua (Sulistiarini, 1992

dalam Setyowati dan Wardah, 2007).

10

Akar kuning dapat tumbuh pada lahan kering tidak becek dengan ketinggian

0 sampai 700 m dpl, jenis tanah yang banyak mengandung humus dengan rata-rata

curah hujan 2.000 sampai 3.000 mm per tahun (Heyne, 1987 dalam Subiandono dan

Heriyanto, 2009). Akar kuning menyukai pohon yang bertajuk lebat untuk dirambati,

karena tumbuhan ini menyukai kelembapan yang tinggi untuk hidupnya (Widyatmoko

dan Zick, 1998 dalam Subiandono dan Heriyanto, 2009).

4. Pemanfaatan Akar Kuning

Tumbuhan Akar Kuning merupakan salah satu tanaman obat yang

mengandung sumber senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat. Rebusan batang

dapat untuk mengobati penyakit kuning, gangguan pencernaan, cacingan, obat

kuat/tonikum, demam, peluruh haid, liver, bisul dan sariawan. Bagian buahnya dapat

digunakan untuk membius ikan (Heyne, 1987 dalam Subiandono dan Heriyanto,

2009). Selain itu tumbuhan ini memiliki kegunaan sebagai pewarna, penghasil racun

yang tergolong insektisida (Prosea dan Kehati, 2008).

11

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Resort Mangkok, SPTN Wilayah II Pulang Pisau,

Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah (peta lokasi penelitian dapat dilihat pada

Lampiran 1).

Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini kurang lebih 1 bulan yaitu mulai awal

bulan April 2012 meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan penelitian, sampai dengan

pengolahan data.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Global Positioning System (GPS), digunakan untuk mengambil posisi koordinat lokasi

penelitian dan untuk mengukur ketinggian di atas permukaan laut.

2. Kompas, digunakan untuk menentukan arah jalur ukur agar sistematis.

3. Tally sheet, digunakan untuk mencatat data pengamatan di lapangan.

4. Alat tulis kantor (milimeter block, bolpoint/pensil, buku tulis, spidol permanen, Clip

Board).

5. Roll meter, digunakan untuk mengukur panjang jalur dan panjang tumbuhan akar

kuning.

6. Peta lokasi, digunakan sebagai alat bantu penentuan lokasi penelitian.

7. Parang, digunakan untuk membuat rintisan di sepanjang jalur.

12

8. Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan pelaksanaan kegiatan dan objek

penelitian.

9. Phi band, digunakan untuk mengukur diameter tumbuhan akar kuning dan diameter

tumbuhan tingkat tiang dan tingkat pohon.

10. Bor gambut, digunakan untuk mengukur kedalaman gambut.

11. Komputer dan Software aplikasi Sistem Informasi Geografis, digunakan untuk

pembuatan peta lokasi dan sebaran Akar Kuning.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Stik kayu, Patok kayu dan Cat

Minyak.

C. Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan teknik penarikan contoh bertingkat dengan

peletakan/pemilihan satuan contoh tingkat pertama dilakukan secara terarah dan satuan

contoh tingkat kedua dilakukan secara sistematik (Bustomi, Wahjono dan Heriyanto,

2006).

Satuan contoh berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 500 m x 500 m (25 ha). Di

dalam plot bujur sangkar dibuat 5 jalur ukur yang diletakkan secara sistematik dengan

jarak antar jalur 100 m, lebar jalur 20 m, panjang jalur 500 m. Pada setiap jalur dilakukan

pengukuran diameter tumbuhan akar kuning yang dilakukan pada panjang 20 cm di atas

leher akar sampai tunas batang serta dilakukan pengamatan terhadap tempat tumbuhnya.

13

Desain Jalur Pengamatan diperlihatkan pada gambar berikut:

500 m

500 m

Gambar 1. Jalur ukur pengamatan Akar Kuning

D. Parameter yang Diamati

1. Akar Kuning

Parameter yang diamati dan diukur adalah

a. Jumlah individu Akar Kuning (Arcangelisia flava), pengamatan dan pengukuran

dilakukan secara sensus atau di lakukan secara menyeluruh pada 5 (lima) jalur

ukur.

b. Diameter dan panjang individu Akar Kuning (Arcangelisia flava).

c. Habitat tempat tumbuh yang meliputi pengukuran ketinggian di atas permukaan

laut, kondisi tempat tumbuhnya, ketebalan gambut dan jenis tumbuhan inang yang

berasosiasi dengan Akar Kuning (Arcangelisia flava).

2. Tumbuhan inang

Parameter yang diamati dan diukur adalah

a. Jenis dan jumlah tumbuhan pada tingkat semai dan pancang yang terdapat di

seluruh jalur ukur.

100 m 100 m

JU JU JU

20 m 20 m 20 m dst…

Keterangan :

JU = Jalur Ukur

Pengamatan

Akar Kuning

(20m x 500 m)

14

b. Jenis dan diameter tumbuhan pada tingkat tiang dan pohon yang berasosiasi dengan

Akar Kuning (Arcangelisia flava).

Tally sheet yang digunakan pada pengambilan data di lapangan dibuat dengan

format sebagai berikut :

Tabel 1. Tally Sheet Pengamatan Tumbuhan Akar Kuning

Tanggal Pengamatan :

Lokasi :

Azimut :

Cruiser :

No.

Jalur

No.

Urut

Nama Jenis Diameter

(cm)

Panjang

(m)

Tumbuhan

Inang

Kondisi

tempat

tumbuh

1 2 3 4 5 6 7

I 1

2

Dst...

II 1

2

Dst...

Dst..

Tabel 2. Tally Sheet Pengamatan Tumbuhan Tingkat Semai dan Tingkat Pancang.

Tanggal Pengamatan : Azimut :

Lokasi : No Petak :

No. Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah Individu Ket

1 2 3 4 5

1

2

3

4

5

Dst

15

Tabel 3. Tally Sheet Pengamatan Tumbuhan Tingkat Tiang dan Tingkat Pohon

Tanggal Pengamatan : Azimut :

Lokasi : No Petak :

No Nama Lokal Nama Ilmiah Diameter

(cm) Ket

1

2

3

Dst

E. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan

Sebelum pelaksanaan penelitian semua keperluan baik bahan dan alat yang diperlukan

sudah dipersiapkan, termasuk tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

penelitian.

2. Penentuan Lokasi Penelitian

Menentukan lokasi penelitian dengan berpegangan pada peta lokasi yang telah ada.

Lokasi dipilih dengan memperhatikan faktor yang mempengaruhi keterwakilan sub

tipe vegetasi. Selain itu informasi keberadaan tumbuhan obat Akar Kuning juga dapat

dijadikan dasar dalam penentuan lokasi penelitian.

3. Penentuan Titik Ikat

Menentukan titik ikat pengamatan dengan menggunakan Global Positioning System

(GPS).

4. Pembuatan Jalur Ukur

Pembuatan jalur ukur sebagai jalur yang digunakan untuk pengukuran dibuat dengan

cara membuat rintisan dengan ukuran lebar 20 m dan panjang 500 m sehingga luas

16

setiap jalur ukur adalah 1 ha. Jalur ukur dibuat sebanyak 5 buah yang diletakkan

secara sistematik dengan jarak antara jalur ukur 100 m sehingga luas keseluruhan

jalur adalah 5 ha. Pada tiap sudut jalur ukur diberi tanda patok berupa kayu bulat

berukuran diameter 5 cm dan tinggi 1,5 m yang pada bagian atasnya dicat berwarna

merah sepanjang 20 cm sebanyak 20 buah.

5. Pembuatan Petak Ukur Pengamatan Semai, Pancang, Tiang dan Pohon.

Petak ukur pengamatan semai, pancang, tiang dan pohon dilakukan bersamaan pada

saat pembuatan jalur ukur. Petak ukur semai dibuat berukuran 2 m x 2 m, pancang 5

m x 5 m, tiang 10 m x 10 m dan pohon 20 m x 20 m. Pada setiap petak ukur ditandai

dengan patok kayu bulat yang pada bagian atasnya dicat, untuk semai berwarna putih,

pancang berwarna kuning, tiang berwarna biru dan pohon berwarna hijau.

Bentuk petak ukur pengamatan yang terdapat dalam jalur ukur adalah sebagai

berikut :

20 m

Gambar 2. Petak Ukur Pengamatan untuk analisis vegetasi

Keterangan :

A. Petak Ukur Semai (2 x 2) m

B. Petak Ukur Pancang (5 x 5) m

C. Petak Ukur Tiang (10 x 10) m

D. Petak Ukur Pohon (20 x 20) m.

D

C

D

B

A

C

B

A

17

6. Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan mencatat seluruh tumbuhan Akar Kuning

(Arcangelisia flava) yang dijumpai pada setiap jalur ukur. Selain itu sebagai data

pendukung dalam melakukan analisis vegetasi juga dilakukan pencatatan terhadap

tumbuhan tingkat semai, pancang, tiang dan pohon yang dijumpai pada petak ukur,

ketinggian tempat di atas permukaan laut dan kedalaman gambut.

7. Pembuatan Peta Penyebaran

Pembuatan peta penyebaran tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava) dilakukan

dengan menggunakan kertas millimeter block dan dengan menggunakan aplikasi

Sistem Informasi Geografis.

F. Analisis Data

1. Akar Kuning

Data tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava) yang diperoleh dari hasil

pengamatan di lapangan dilakukan analisis data yang meliputi jumlah individu di

seluruh jalur ukur, diameter dan panjang individu untuk mengetahui potensi Akar

Kuning (Arcangelisia flava) dan kondisi habitatnya.

2. Tumbuhan Inang

Data tumbuhan inang yang diperoleh dari pengukuran di lapangan dianalisis

untuk menentukan jenis-jenis yang dominan. Jenis dominan merupakan jenis yang

mempunyai nilai penting tertinggi di dalam tipe vegetasi yang bersangkutan

(Samingan, 1979).

18

Jenis dominan tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan rumus

(Soerianegara dan Indrawan, 1982):

a. Kerapatan Jenis :

Jumlah individu suatu jenis

Kerapatan =

Luas contoh

Kerapatan suatu jenis

Kerapatan relatif/KR (%) = x 100

Kerapatan seluruh jenis

b. Dominansi Jenis :

Jumlah bidang dasar suatu jenis

Dominansi =

Luas contoh

Dominansi dari suatu jenis

Dominansi relatif/DR (%) = x 100

Dominansi seluruh jenis

c. Frekuensi

Jumlah plot ditemukannya suatu jenis

Frekuensi =

Jumlah seluruh plot yang dibuat

Frekuensi dari suatu jenis

Frekuensi relatif/FR (%) = x 100

Frekuensi seluruh jenis

d. Indeks Nilai Penting

Indek nilai penting/INP (%) = Kerapatan relatif + dominansi relatif +

frekuensi relatif (untuk tingkat tiang dan pohon)

Indek nilai penting/INP (%) = Kerapatan relatif + frekuensi relatif (untuk

tingkat semai dan pancang)

19

e. Indeks Keanekaragaman Jenis

Indeks keanekaragaman jenis dapat ditentukan dengan menggunakan rumus

Indeks Shannon dan Wiener sebagaimana rumus yang dikemukakan Indriyanto

(2006):

n ni ni

H’ = - ∑ Log e i=1 N N

Keterangan :

H’ = Indeks Shanon

ni = Nilai penting masing-masing jenis

N = Nilai penting seluruh jenis

e = Konstanta

f. Indeks Asosiasi/Indeks Oichiai

Untuk menentukan Indeks Asosiasi/Indeks Oichiai (Ludwig dan Reynold, 1988,

dalam Endro dan Heriyanto, 2009), yaitu:

a

Oi =

(√a + b)(√a+c)

Keterangan :

Oi = Indeks Asosiasi

a = Jumlah Plot ditemukannya kedua jenis (a dan b)

b = Jumlah Plot ditemukannya jenis a

c = Jumlah Plot ditemukannya jenis b

20

IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Kawasan

Taman Nasional Sebangau ditetapkan pada tahun 2004 oleh Menteri Kehutanan

melalui perubahan fungsi kawasan hutan produksi dengan luas + 568.700 hektar.

Penunjukkan Taman Nasional Sebangau sebagai kawasan Taman Nasional pada tahun

2004 belum memiliki unit pengelola sendiri. Pengelolaan Taman Nasional Sebangau

sejak ditetapkan untuk sementara dilaksanakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya

Alam Kalimantan Tengah, sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Pada bulan Oktober

2006 baru ditunjuk Kepala Balai Taman Nasional Sebangau dan dilakukan pengelolaan

sendiri (BTNS, 2008).

B. Letak dan Luas

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 423/Menhut-II/2004

tanggal 19 Oktober 2004, Taman Nasional Sebangau terletak antara Sungai Sebangau dan

Sungai Katingan, dan berada pada Wilayah Administrasi Kabupaten Katingan, Kabupaten

Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah tepatnya pada

koordinat 113° 18' - 114° 03' BT dan 01° 55' - 03° 07' LS serta memiliki luas + 568.700

hektar (BTNS, 2008).

C. Topografi, Iklim, Geologi dan Tanah

Keadaan topografi kawasan Taman Nasional Sebangau sebagian besar datar dengan

kelerengan kurang dari 2% dengan ketinggian antara 0-35 meter di atas permukaan laut.

21

Sedangkan sebagian kecil bergelombang pada tempat yang memiliki ketinggian di atas 35

meter di atas permukaan laut.

Menurut pembagian tipe iklim dari Schmidt dan Ferguson, kawasan Taman

Nasional Sebangau didominasi oleh tipe iklim A yaitu daerah yang memiliki bulan basah

(CH > 100 mm) 9-12 bulan dengan bulan kering (CH < 60 mm) 0-1 bulan (BTNS, 2008).

Menurut peta Geologi Taman Nasional Sebangau skala 1 : 250.000 dalam (BTNS,

2008), kawasan TNS terbentuk oleh formasi endapan alluvium (Qa) yang terdiri dari:

a. Endapan alluvium sungai dan endapan gambut dan/atau bahan organik, yang terdiri

dari pasir dan liat.

b. Endapan bahan organik berwarna hitam sampai hitam kemerahan dengan kedalaman

mencapai 12 meter dan membentuk kubah gambut (Peat Dome).

Satuan lahan alluvial membentuk dataran rawa (floodplain) dan tanggul sungai

(levee). Lahan di kawasan TNS juga merupakan satuan lahan kubah gambut (gambut

ombrogen atau oligotrofik) dengan tingkat kematangan fibrik sampai saprik.

Jenis tanah di kawasan Taman Nasional Sebangau termasuk ke dalam kelompok

histosol (tanah gambut) yang terbentuk dari sisa-sisa tanaman atau lapukan bahan organik

pada daerah cekungan yang selalu tergenang dalam jangka waktu yang lama. Tanah di

kawasan Taman Nasional Sebangau memiliki kandungan bahan organik tanah antara 12-

18% dengan ketebalan minimal 40 atau 60 cm yang dibedakan menjadi tiga bagian

berdasarkan tingkat kematangannya, yaitu fibrik, hemik dan saprik (BTNS, 2008).

D. Vegetasi

Ekosisem hutan rawa gambut Taman Nasional Sebangau menurut Pusat Penelitian

Biologi LIPI (2006) dalam (BTNS, 2008) kawasan Taman Nasional Sebangau memiliki

22

beberapa jenis flora, antara lain ramin (Gonystylus bancanus), Jelutung (Dyera costulata),

Belangeran (Shorea balangeran), Bintangur (Calophyllum sclerophyllum), Meranti

(Shorea spp.), Nyatoh (Palaquium spp.), Keruing (Dipterocarpus spp.), Agathis (Agathis

spp.), Nepenthes sp., dan Menjalin (Xanthophyllum spp.).

Kawasan Taman Nasional Sebangau memiliki tujuh tipe sub vegetasi hutan dari

hasil penelitian Page et al (1999) dalam (BTNS, 2008) yaitu :

a. Sub Vegetasi Riparian

Sub Vegetasi ini terletak diantara hutan rawa air tawar dengan hutan rawa

gambut. Lokasinya terletak dekat dengan sungai 0-1 km dari tepi sungai. Daerah ini

selalu tergenang air pada saat musim hujan, dengan kedalaman gambut 0-1,5 meter.

b. Sub Vegetasi Transisi (Hutan Riparian - Hutan Rawa Campuran)

Sub vegetasi ini pada umumnya mendominasi areal yang sangat sempit, yaitu

1-1,5 km dari tepi sungai dengan kedalaman gambut umumnya sampai 2 meter.

Daerah dengan tipe hutan ini merupakan daerah perbatasan pasang surut.

c. Sub Vegetasi Rawa Campuran

Sub vegetasi ini umumnya dapat dijumpai mulai dari batas tepi kubah gambut

sampai 4 km ke dalam dengan kedalaman gambut umumnya berkisar antara 2-6

meter. Umumnya tegakan di dalam sub vegetasi ini tinggi-tinggi dan berlapis.

d. Sub Vegetasi Transisi (Hutan Rawa Campuran-Hutan Pole Rendah)

Sub vegetasi ini umumnya dijumpai di daerah yang berjarak antara 4-6 km dari

tepi sungai dengan kondisi degradasinya yang lambat mulai dari hutan rawa

campuran sampai dengan hutan pole rendah. Kompossi lapisan tajuk atas dan tengah

umumnya relatif sama dengan hutan rawa campuran.

23

e. Sub Vegetasi Pole Rendah

Sub vegetasi ini umumnya djumpai di daerah yang letaknya antara 6-11 km

dari tepi sungai dengan kedalaman gambut berkisar antara 7-10 meter. Tinggi

permukaan air (water–table) pada umumnya tinggi secara permanen dan lantai hutan

sangat tidak menentu.

f. Sub Vegetasi Tegakan Tinggi (Tall Interior Forest)

Sub vegetasi ini umumnya terletak di sisi miring kubah gambut lebih dari 12

km dari tepi sungai, dimana terdapat perubahan tipe hutan yang jelas sampai lebih

dari 24,5 km dengan kedalaman gambut dapat mencapai lebih dari 12 meter.

g. Sub Vegetasi Kanopi Sangat Rendah

Sub vegetasi ini relatif terbuka dan terletak diantara dua system sungai. Sedikit

tumbuhan yang dapat melebihi ketinggian 1,5 meter.

24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tumbuhan Akar Kuning

1. Potensi Akar Kuning (Arcangelisia flava)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Resort Mangkok kawasan

Taman Nasional Sebangau (Lampiran 2), dalam 5 jalur yang terdiri dari 125 petak

ukur dengan luas 5 Ha ditemukan sebanyak 192 individu Akar Kuning (Arcangelisia

flava) atau 38,4 individu/Ha dengan diameter rata-rata 2,15 cm dan panjang rata-rata

12,74 meter. Dari 125 petak ukur yang dibuat, Akar Kuning (Arcangelisia flava)

ditemukan pada 100 petak ukur. Data hasil inventarisasi tumbuhan Akar Kuning pada

seluruh jalur ukur tersaji pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel. 4 Jumlah Akar Kuning (Arcangelisia flava) Pada Semua Jalur Penelitian Di

Resort Mangkok Kawasan Taman Nasional Sebangau

No

No Jalur

Jumlah Akar Kuning

(individu)

Diameter

Rata-Rata

(cm)

Panjang

Rata-Rata

(m)

1. I 46 2,18 11,96

2. II 41 2,02 11,90

3. III 35 2,34 12,94

4. IV 40 2,08 13,40

5. V 30 2,15 13,50

Jumlah 192 2,15 12,74

Mengacu tabel di atas dapat dilihat jumlah individu Akar Kuning (Arcangelisia

flava) paling banyak dijumpai adalah berada pada jalur I yaitu sebanyak 46 individu

dan yang paling sedikit dijumpai berada pada Jalur V yaitu sebanyak 30 individu, hal

ini disebabkan karena pada Jalur V banyak dijumpai lokasi yang vegetasinya terbuka

atau tidak rapat dan sebagian kondisi bagian bawah atau lantai hutannya terdapat

bagian yang tergenang air, kondisi seperti ini bukan merupakan habitat Akar Kuning

(Arcangelisia flava), selanjutnya untuk diameter rata-rata terbesar berada pada jalur III

25

yaitu 2,34 cm dan diameter rata-rata terkecil berada pada jalur II yaitu 2,02 cm,

sedangkan untuk panjang rata-rata terbesar berada pada jalur V yaitu 13,50 meter dan

panjang rata-rata terkecil berada pada jalur II yaitu 11,90 meter.

2. Kondisi Habitat

Sesuai hasil pengamatan tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava) umumnya

terdapat pada ketinggian 24-40 m dpl, dengan topografi yang datar dengan kelerengan

kurang dari 2%. Tumbuhan Akar Kuning juga menyukai tempat yang relatif lembap,

dengan vegetasi yang cukup rapat dan banyak ditumbuhi pohon-pohon yang memiliki

tajuk yang lebat.

Akar Kuning (Arcangelisia flava) yang dijumpai di lokasi penelitian umumnya

juga menyukai tempat tumbuh dengan kondisi habitat yang tidak tergenang air atau

relatif kering, pada bagian bawah atau lantai hutannya banyak dijumpai guguran daun

yang kering (serasah). Berdasarkan hasil pengukuran, pada lokasi penelitian memiliki

kedalaman gambut yang bervariasi, kedalaman gambut pada jalur I berkisar 205-243

cm, jalur II berkisar 212-257 cm, jalur III berkisar 209-264 cm, jalur IV berkisar 221-

278 cm dan pada jalur V berkisar 237-281 cm. Dari data di atas menunjukkan bahwa

pada lokasi penelitian memiliki kedalaman gambut pada kisaran antara 205-281 cm.

Berdasarkan data di atas, secara umum kondisi habitat Akar Kuning

(Arcangelisia flava) di lokasi penelitian masuk ke dalam kategori sub vegetasi rawa

campuran, hal ini sesuai hasil penelitian Page et al (1999) dalam (BTNS, 2008) yang

menyatakan sub vegetasi rawa campuran umumnya dapat dijumpai mulai dari batas

tepi kubah gambut sampai 4 km ke dalam dengan kedalaman gambut berkisar antara

2-6 meter, umumnya tegakan di dalam sub vegetasi ini tinggi-tinggi dan berlapis.

26

B. Komposisi dan Dominansi Jenis Tumbuhan di Habitat

Akar Kuning (Arcangelisia flava)

Indeks Nilai Penting (INP) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk

menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu

komunitas tumbuhan (Soegianto, 1994 dalam Indriyanto, 2006). Tingkat dominansi suatu

jenis dapat berperan dalam ekosistem vegetasi jika INP untuk tingkat semai, pancang dan

tiang lebih dari 10% atau lebih dari 15% untuk tingkat pohon (Sutisna, 1981; Heriyanto,

2004 dalam Subiandono dan Heriyanto, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 24 jenis vegetasi tingkat semai,

dari jumlah tersebut 9 (sembilan) diantaranya merupakan jenis dominan, yakni: Pasir-

Pasir, Tatumbu, Nyatoh, Meranti, Malam-Malam, Resak, Manggis Hutan, Punak dan

Bintan.

Untuk lebih jelasnya indeks nilai penting suatu jenis pada tumbuhan tingkat semai

dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan hasil perhitungan INP vegetasi tingkat semai

ditunjukkan pada Lampiran 3.

Gambar 3. Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Semai

27

Berikutnya untuk tumbuhan tingkat pancang yang dijumpai pada lokasi penelitian

adalah sebanyak 24 jenis, dari jumlah tersebut 4 (empat) jenis diantaranya merupakan

jenis dominan yakni, Tatumbu, Pasir-Pasir, Malam-Malam dan Nyatoh.

Untuk lebih jelasnya indeks nilai penting suatu jenis untuk tumbuhan tingkat

pancang dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan hasil perhitungan INP vegetasi tingkat

pancang ditunjukkan pada Lampiran 3.

Gambar 4. Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Pancang

Pada tumbuhan tingkat tiang yang ditemukan di lokasi penelitian adalah sebanyak

29 jenis, dari jumlah tersebut 11 jenis diantaranya merupakan jenis dominan yakni,

Malam-Malam, Nyatoh, Gerunggang, Pasir-Pasir, Resak, Tatumbu, Terentang, Pisang-

Pisang, Meranti, Bintan dan Mertibu.

Untuk lebih jelasnya indeks nilai penting suatu jenis untuk tumbuhan tingkat tiang

dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan hasil perhitungan INP vegetasi tingkat tiang

ditunjukkan pada Lampiran 3.

28

Gambar 5. Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Tiang

Pada tumbuhan tingkat pohon yang ditemukan di lokasi penelitian adalah sebanyak

31 jenis, dari jumlah tersebut 7 (tujuh) jenis diantaranya merupakan jenis dominan yakni,

Malam-malam, Resak, Meranti, Pisang-pisang, Rahanjang, Pasir-pasir, Gerunggang.

Untuk lebih jelasnya indeks nilai penting suatu jenis untuk tumbuhan tingkat pohon

dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan hasil perhitungan INP vegetasi tingkat tiang

ditunjukkan pada Lampiran 3.

Gambar 6. Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Pohon

29

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa dari semua tingkat pertumbuhan

terdapat 14 jenis tumbuhan yang mendominasi pada habitat Akar Kuning (Arcangelisia

flava) yaitu: Pasir-Pasir, Tatumbu, Nyatoh, Meranti, Malam-Malam, Resak, Manggis

Hutan, Punak, Bintan, Gerunggang, Terentang, Pisang-Pisang, Mertibu dan Rahanjang.

C. Tumbuhan yang Berasosiasi Dengan Akar Kuning (Arcangelisia flava)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Resort Mangkok kawasan

Taman Nasional Sebangau, dalam 5 jalur yang terdiri dari 125 petak ukur, tumbuhan yang

menjadi inang dari tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava) adalah sebanyak 192

individu yang terdiri dari 23 jenis sebagaimana tersaji pada Tabel 5. Tumbuhan inang

yang berasosiasi dengan Akar Kuning (Arcangelisia flava) hanya pada tumbuhan tingkat

tiang dan tingkat pohon, sedangkan untuk tumbuhan tingkat pancang dan tingkat semai

belum pernah dijumpai.

Indeks asosiasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara Akar Kuning

(Arcangelisia flava) dengan jenis tumbuhan yang dirambatinya. Nilai indeks yang

digunakan untuk menentukan asosiasi Akar Kuning (Arcangelisia flava) dengan jenis

lain, yaitu Indeks Ochiai menunjukkan sebagian besar spesies berasosiasi dengan Akar

Kuning (Arcangelisia flava). Nilai yang ditunjukkan oleh indeks berkisar antara 0-1,

semakin mendekati angka 1 berarti asosiasi semakin kuat, demikian pula sebaliknya.

Peringkat 10 besar jenis tumbuhan yang berasosiasi dengan Akar Kuning

(Arcangelisia flava) yaitu: Pasir-pasir (indeks asosiasi 0,209), kemudian diikuti oleh jenis

Tatumbu (0,196), Malam-malam (0,119), Resak (0,090), Nyatoh (0,086), Bintan (0,079),

Jinjit (0,061), Rahanjang (0,057), Jangkang (0,055) dan Manggis Hutan (0,055). Untuk

30

lebih jelasnya, data indeks asosiasi Akar Kuning (Arcangelisia flava) dengan jenis

tumbuhan lain pada lokasi penelitian di Resort Mangkok kawasan Taman Nasional

Sebangau dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Indeks Asosiasi Akar Kuning (Arcangelisia flava) dengan Jenis Tumbuhan Lain

No Nama Jenis Nilai Indeks Asosiasi

(Indeks Ochiai) Lokal Ilmiah

1 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 0,209

2 Tatumbu Syzygium havilandii 0,196

3 Malam-malam Diospyros bontaneensis 0,119

4 Resak Vatica rassak 0,090

5 Nyatoh Palaquium sp. 0,086

6 Bintan Licania splendens 0,079

7 Jinjit Caloophyllum hosei 0,061

8 Rahanjang Xylopia fusca 0,057

9 Jangkang Xylopia ferruginea 0,055

10 Manggis Hutan Garcinia sp. 0,055

11 Meranti Shorea sp. 0,054

12 Mendarahan Horsefielda crassifolia 0,046

13 Ketiau Madhuca mottleyana 0,044

14 Mertibu Gluta velutina 0,042

15 Gerunggang Cratoxylum arborescen 0,039

16 Rambutan Hutan Xerospermum noronhianum 0,038

17 Belangeran Shorea balangeran 0,035

18 Asam-asam Tamarindus sp. 0,019

19 Punak Tetramerista glabra 0,019

20 Kajalaki Adina fagifolia 0,019

21 Galam Tikus Eugenia spicata 0,018

22 Terentang Campnosperma coriaceum 0,017

23 Perupuk Laphopetalum rigiden 0,010

Selanjutnya dari 10 jenis tumbuhan yang berasosiasi kuat dengan Akar Kuning

(Arcangelisia flava), 8 jenis diantaranya merupakan jenis yang dominan pada habitat

Akar Kuning (Arcangelisia flava), yakni Bintan, Malam-malam, Manggis Hutan, Nyatoh,

Pasir-pasir, Rahanjang, Resak, dan Tatumbu. Secara lengkap Indeks Nilai Penting jenis

tumbuhan yang berasosiasi kuat dengan Akar Kuning ditunjukkan pada Tabel 6.

31

Tabel 6. INP 10 Jenis Tumbuhan yang Berasosiasi Kuat Dengan Akar Kuning

(Arcangelisia flava)

No Nama Jenis Indeks Nilai Penting (INP)

Lokal Ilmiah Semai

(%)

Pancang

(%)

Tiang

(%)

Pohon

(%)

1 Bintan Licania splenden 10,87 0,79 13,54 1,69

2 Jangkang Xylopia ferruginea 5,47 0 7,51 0

3 Jinjit Caloophyllum hosei 2,24 5,58 7,37 7,91

4 Malam-malam Diospyros bontaneensis 13,91 33,27 43,46 32,07

5 Manggis Hutan Garcinia sp. 11,96 4,34 9,43 0,88

6 Nyatoh Palaquium sp. 17,99 28,88 25,06 10,16

7 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 39,41 34,49 20,29 17,98

8 Rahanjang Xylopia fusca 5,09 3,77 6,91 18,79

9 Resak Vatica rassak 12,70 5,13 13,10 23,69

10 Tatumbu Syzygium havilandii 29,80 37,39 16,81 11,73

D. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Habitat Akar Kuning

Indeks keanekaragaman jenis (H’) vegetasi dari semua tingkat pertumbuhan yang

ditemukan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Indeks Keanekaragaman Jenis Vegetasi Dari Semua Tingkat Pertumbuhan

No Tingkat Pertumbuhan

Nilai Indeks

Keanekaragaman Jenis

(H')

1 Pohon 1,352

2 Tiang 1,318

3 Pancang 1,085

4 Semai 1,149

Data yang tersaji pada Tabel 7 menunjukkan indeks keanekaragaman jenis (H’)

vegetasi tingkat pohon memiliki indeks tertinggi yaitu 1,352, diikuti tingkat tiang 1,318,

tingkat semai 1,149 dan pancang 1,085.

32

Berdasarkan H’ (Tabel 7) bahwa H’ untuk vegetasi tingkat pohon lebih tinggi dari

tiga tingkatan pertumbuhan lainnya, diikuti tingkat tiang, pancang dan semai. Hal ini

disebabkan bahwa jumlah jenis pada tingkat pohon lebih banyak dan nilai total frekuensi

lebih besar, yakni 3,624 diikuti tingkat tiang 3,136; semai 3,10 dan pancang 2,816.

Secara umum H’ vegetasi tingkat semai, pancang, tiang dan pohon dapat

dikategorikan sedang, asumsi ini sesuai dengan pendapat Bratawinata (2001) yang

memberikan batasan bahwa kriteria indeks keanekaragaman jika H’ ≤ 1 menunjukkan

keanekaragaman spesies rendah, jika nilai 1 < H’< 3 menunjukkan keanekaragaman

spesies sedang dan jika H’ ≥ 3 menunjukkan keanekaragaman spesies tinggi.

33

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian di Resort Mangkok, SPTN Wilayah II Pulang Pisau

Kawasan Taman Nasional Sebangau potensi Akar Kuning (Arcangelisia flava)

ditemukan sebanyak 192 individu/5 ha atau 38,4 individu/ha ditemukan pada 100

petak ukur, dengan diameter rata-rata 2,15 cm dan panjang rata-rata 12,74 meter.

2. Akar Kuning (Arcangelisia flava) yang dijumpai pada lokasi penelitian umumnya

hidup pada ketinggian antara 24-40 m dpl, dengan topografi yang datar dengan

kelerengan kurang dari 2%, menyukai tempat tumbuh dengan kondisi habitat yang

tidak tergenang air atau relatif kering dan banyak dijumpai guguran daun (serasah),

menyukai tempat yang relatif lembap dengan vegetasi yang cukup rapat dan terdapat

pohon-pohon yang memiliki tajuk yang lebat dengan kedalaman gambut berkisar

antara 205-281 cm.

3. Jenis tumbuhan yang mendominasi pada habitat Akar Kuning (Arcangelisia flava)

yaitu: Pasir-Pasir, Tatumbu, Nyatoh, Meranti, Malam-Malam, Resak, Manggis Hutan,

Punak, Bintan, Gerunggang, Terentang, Pisang-Pisang, Mertibu, Rahanjang.

4. Jenis tumbuhan yang berasosiasi dengan Akar Kuning (Arcangelisia flava) adalah

sebanyak 23 jenis, dari jumlah tersebut 10 jenis diantaranya memiliki asosiasi kuat

dengan Akar Kuning (Arcangelisia flava) yaitu: Pasir-pasir, Tatumbu, Malam-

malam, Resak, Nyatoh, Bintan, Jinjit, Rahanjang, Jangkang dan Manggis Hutan.

5. Jenis tumbuhan yang berasosiasi kuat dengan Akar Kuning (Arcangelisia flava) serta

mempunyai tingkat dominansi yang tinggi pada habitat Akar Kuning (Arcangelisia

34

flava) antara lain yaitu: Bintan, Malam-malam, Manggis Hutan, Nyatoh, Pasir-pasir,

Rahanjang, Resak, dan Tatumbu.

6. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) tumbuhan pada habitat Akar Kuning (Arcangelisia

flava) termasuk sedang yaitu, tingkat pohon (1,352), tingkat tiang (1,318), tingkat

pancang (1,085) dan tingkat semai (1,149)

B. Saran

1. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut dengan mempertimbangkan tipe habitat,

penyebaran, morfologi dan fisiologi dari tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava)

sehingga dapat diperoleh data yang lebih lengkap dan beragam.

2. Kawasan Taman Nasional Sebangau khususnya di Resort Mangkok potensi Akar

Kuning (Arcangelisia flava) masih banyak, oleh karena itu untuk mempertahankan

populasi Akar Kuning (Arcangelisia flava) diperlukan upaya-upaya perlindungan

terhadap habitatnya.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan kajian untuk

perencanaan dan pengelolaan kawasan Taman Nasional Sebangau yang lebih baik.

35

DAFTAR PUSTAKA

Balai Taman Nasional Sebangau, 2008. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Sebangau

2007-2026. Balai Taman Nasional sebangau. Palangka Raya.

___________________________, 2009. Laporan Hasil Kegiatan Identifikasi Tumbuhan

Obat di SPTN Wilayah I Palangka Raya. Balai Taman Nasional Sebangau.

Palangka Raya.

Bratawinata, A.A., 2001. Ekologi Hutan Hujan Tropis dan Metoda Analisis Hutan.

Departemen Pendidikan Nasional.

Bustomi, S., D. Wahjono, dan Heriyanto, N.M., 2006. Klasifikasi Potensi Tegakan Hutan

Alam Berdasarkan Citra Satelit di Kelompok Hutan Sungai Bomberai-Sungai

Besiri di Kabupaten Fakfak, Papua. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam

III(4): 437-458.

Djauhariya dan Sukarman, 2002. Pemanfaatan Plasma Nutfah Dalam Industri Jamu dan

Kosmetika Alami. Buletin Plasma Nutfah 8 (2): 12 – 13.

Galingging, R.Y. dan Bhermana, A., 2010. Pewilayahan Plasma Nutfah Tanaman Obat

Berbasis Sistem Informasi Geografi Di Kalimantan Tengah.

Galingging, R.Y., 2007. Potensi Plasma Nutfah Tanaman Obat Sebagai Sumber

Biofarmaka di Kalimantan Tengah. Jurnal Pengembangan dan Pengkajian

Teknologi Pertanian Vol. 10. No. 1: 76-83.

Hariyana, A., 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Jakarta.

Heriyanto, N.M. dan Subandiono, E., 2007. Studi Ekologi dan Potensi Geronggang

(Cratoxylon arborescens BI) di Kelompok Sungai Berpasir-Sungai Siduung,

Kabupaten Tanjung Redeb, Kalimantan Timur. Buletin Plasma Nutfah. Vol.

13.No. 2:82-87.

Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

Irwanto, 2010. Analisis Vegetasi. Diunduh melalui web site http://pengertian-

definisi.blogspot.com/2010/10/analisis-vegetasi.html tanggal 22 Maret 2011.

Latifah, 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Universitas Sumatra Utara Medan.

Plantamor, 2008. Akar Kuning (Arcangelisia flava Merr). www.plantamor.com diakses

tanggal 28 Maret 2011.

36

Prosea dan Kehati, 2008. Arcangelisia flava Merr. Diakses tanggal 15 Maret 2011.

Samingan, T., 1979. Beberapa Catatan tentang Vegetasi di Daerah Pasang Surut Sumatera

Selatan. Proceed. Simposium Nasional III Pengembangan daerah Pasang Surut di

Indonesia. Dirjen Pengairan. Departemen Pekerjaan Umum-Institut Pertanian

Bogor.

Setyowati, F.M. dan Wardah, 2007. Keanekaragaman Tumbuhan Obat Masyarakat

Tulang Mamak di Sekitar Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Riau. Biodiversitas

Volume 8, No. 3, Halaman 229.

Soerianegara, I. dan A. Indrawan, 1982. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen

Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia.

Subiandono, E. dan Heriyanto, N.M., 2009. Kajian Tumbuhan Obat Akar Kuning

(Arcangelisia flava Merr.) di Kelompok Hutan Gelawan, Kabupaten Kampar,

Riau. Buletin Plasma Nutfah Vol. 15. No.1. 43-48

37

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian di Resort Mangkok SPTN Wilayah II Pulang Pisau

Kawasan Taman Nasional Sebangau.

38

Lampiran 2. Peta Potensi Sebaran Akar Kuning pada Lokasi Penelitian di Resort

Mangkok SPTN Wilayah II Pulang Pisau Kawasan Taman Nasional

Sebangau

39

Lampiran 3. Indeks Nilai Penting Vegetasi di Habitat Tempat Hidup Akar Kuning

(Arcangelisia flava)

1. Tingkat Semai

No

Nama Jenis

Jumlah

Individu

Jumlah

PU

ditemukan

KR FR INP

Lokal Ilmiah (%) (%)

KR+

FR

(%)

1 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 218 64 22,88 16,54 39,41

2 Tatumbu Zyzygium havilandii 151 54 15,84 13,95 29,80

3 Nyatoh Palaquium sp. 100 29 10,49 7,49 17,99

4 Meranti Shorea sp. 59 33 6,19 8,53 14,72

5 Malam-malam Diospyros bontaneensis 71 25 7,45 6,46 13,91

6 Resak Vatica rassak 57 26 5,98 6,72 12,70

7 Manggis Hutan Garcinia sp. 50 26 5,25 6,72 11,96

8 Punak Tetramerista glabra 47 25 4,93 6,46 11,39

9 Bintan Licania splendens 47 23 4,93 5,94 10,87

10 Jangkang Xylopia ferruginea 25 11 2,62 2,84 5,47

11 Rahanjang Xylopia fusca 19 12 1,99 3,10 5,09

12 Rambutan Hutan Xerospermum noronhianum 16 7 1,68 1,81 3,49

13 Belangeran Shorea balangeran 11 9 1,15 2,33 3,48

14 Mendarahan Horsefielda crassifolia 13 8 1,36 2,07 3,43

15 Pelawan Tristaniopsis obovata 16 5 1,68 1,29 2,97

16 Mertibu Gluta velutina 9 6 0,94 1,55 2,49

17 Kajalaki Adina fagifolia 11 5 1,15 1,29 2,45

18 Jinjit Caloophyllum hosei 9 5 0,94 1,29 2,24

19 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 7 4 0,73 1,03 1,77

20 Galam Tikus Eugenia spicata 6 3 0,63 0,78 1,40

21 Asam-asam Tamarindus sp. 4 2 0,42 0,52 0,94

22 Pantung Dyera lowii 3 2 0,31 0,52 0,83

23 Ramin Gonystylus bancanus 3 2 0,31 0,52 0,83

24 Pelawan Putih Tristaniopsis grandifolia 1 1 0,10 0,26 0,36

JUMLAH 953 100 100 200

40

2. Tingkat Pancang

No

Nama Jenis Jumlah

Individu

Jumlah

PU

ditemukan

KR FR INP

Lokal Ilmiah (%) (%) KR+FR

(%)

1 Tatumbu Zyzygium havilandii 167 66 18,64 18,75 37,39

2 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 169 55 18,86 15,63 34,49

3 Malam-malam Diospyros bontaneensis 153 57 17,08 16,19 33,27

4 Nyatoh Palaquium sp. 134 49 14,96 13,92 28,88

5 Kajalaki Adina fagifolia 29 12 3,24 3,41 6,65

6 Jinjit Caloophyllum hosei 22 22 2,46 3,13 5,58

7 Meranti Shorea sp. 24 10 2,68 2,84 5,52

8 Resak Vatica rassak 18 11 2,01 3,13 5,13

9 Mendarahan Horsefielda crassifolia 20 9 2,23 2,56 4,79

10 Manggis Hutan Garcinia sp. 16 9 1,79 2,56 4,34

11 Rahanjang Xylopia fusca 16 7 1,79 1,99 3,77

12 Pelawan Tristaniopsis obovata 15 7 1,67 1,99 3,66

13 Galam Tikus Eugenia spicata 16 6 1,79 1,70 3,49

14 Mertibu Gluta velutina 12 7 1,34 1,99 3,33

15 Punak Tetramerista glabra 22 3 2,46 0,85 3,31

16 Gentalang Garcinia parvifolia 13 6 1,45 1,70 3,16

17 Pantung Dyera lowii 10 7 1,12 1,99 3,10

18 Belangeran Shorea balangeran 12 6 1,34 1,70 3,04

19 Asam-asam Tamarindus sp. 10 4 1,12 1,14 2,25

20 Ketiau Madhuca motleyana 8 3 0,89 0,85 1,75

21 Ramin Gonystylus bancanus 5 2 0,56 0,57 1,13

22 Terentang Campnosperma coriaceum 2 2 0,22 0,57 0,79

23 Bintan Licania splendens 2 2 0,22 0,57 0,79

24 Rambutan Hutan Xerospermum noronhianum 1 1 0,11 0,28 0,40

JUMLAH 896 100 100 200

41

3. Tingkat Tiang

No

Nama Jenis Jumlah

Individu

PU

ditemukan

lbds

KR FR DR INP

Lokal Ilmiah (%) (%) (%) (%)

1 Malam-malam Diospyros bontaneensis 61 49 1,345 14,45 12,50 15,61 42,56

2 Nyatoh Palaquium sp. 33 32 0,74 7,82 8,16 8,59 24,57

3 Gerunggang Cratoxylum arborescen 33 29 0,639 7,82 7,40 7,42 22,63

4 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 29 29 0,519 6,87 7,40 6,02 20,29

5 Resak Vatica rassak 26 24 0,574 6,16 6,12 6,66 18,94

6 Tatumbu Zyzigium havilandii 24 23 0,453 5,69 5,87 5,26 16,81

7 Terentang Campnosperma coriaceum 22 20 0,377 5,21 5,10 4,38 14,69

8 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 20 18 0,436 4,74 4,59 5,06 14,39

9 Meranti Shorea sp. 18 16 0,439 4,27 4,08 5,09 13,44

10 Bintan Licania splendens 18 18 0,381 4,27 4,59 4,42 13,28

11 Mertibu Gluta velutina 4 14 0,316 2,32 3,57 3,67 10,56

12 Manggis Hutan Garcinia sp. 13 12 0,267 3,08 3,06 3,10 9,24

13 Belangeran Shorea balangeran 11 11 0,202 2,61 2,81 2,34 7,76

14 Jangkang Xylopia feruginea 11 11 0,167 2,61 2,81 1,94 7,35

15 Galam Tikus Eugenia spicata 10 10 0,206 2,37 2,55 2,39 7,31

16 Jinjit Caloophyllum hosei 10 10 0,198 2,37 2,55 2,30 7,22

17 Rahanjang Xylopia fusca 10 10 0,159 2,37 2,55 1,85 6,77

18 Gentalang Garcinia parvifolia. 9 9 0,167 2,13 2,30 1,94 6,37

19 Mendarahan Horsefielda crassifolia 8 8 0,178 1,90 2,04 2,07 6,00

20 Ketiau Madhuca mottleyana 8 8 0,165 1,90 2,04 1,91 5,85

21 Kajalaki Adina fagifolia 8 8 0,143 1,90 2,04 1,66 5,60

22 Punak Tetramerista glabra 8 8 0,139 1,90 2,04 1,61 5,55

23 Asam-asam Tamarindus sp. 7 5 0,175 1,66 1,28 2,03 4,97

24 Ramin Gonystylus bancanus 3 3 0,069 0,71 0,77 0,80 2,28

25 Pelawan Tristaniopsis obovata 2 2 0,041 0,47 0,51 0,48 1,46

26 Cempedak Air Parartocarpus venenosus 2 2 0,035 0,47 0,51 0,41 1,39

27 Perupuk Laphopetalum rigiden 2 1 0,049 0,47 0,26 0,57 1,30

28 Rambutan Hutan Xerospermum noronhianum 1 1 0,02 0,24 0,26 0,23 0,72

29 Nyatoh Gagas Palaquium cochlearifolium 1 1 0,018 0,24 0,26 0,21 0,70

JUMLAH 422 100 100 100 300

42

4. Tingkat Pohon

No

Nama Jenis Jumlah

Individu

PU ditemukan

lbds

KR FR DR INP

Lokal Ilmiah (%) (%) (%) (%)

1 Malam-malam Diospyros bontaneensis 51 46 2,998 10,69 10,15 11,22 32,07

2 Resak Vatica rassak 41 35 1,969 8,60 7,73 7,37 23,69

3 Meranti Shorea sp. 45 40 0,432 9,43 8,83 1,62 19,88

4 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 33 32 1,495 6,92 7,06 5,60 19,58

5 Rahanjang Xylopia fusca 31 30 1,515 6,50 6,62 5,67 18,79

6 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 30 30 1,353 6,29 6,62 5,07 17,98

7 Gerunggang Cratoxylum arborescen 30 28 1,451 6,29 6,18 5,43 17,90

8 Ramin Gonystylus bancanus 23 22 1,188 4,82 4,86 4,45 14,13

9 Mertibu Gluta velutina 20 20 1,207 4,19 4,42 4,52 13,13

10 Lunuk Ficus sp. 6 6 2,645 1,26 1,32 9,90 12,48

11 Terentang Campnosperma coriaceum 19 19 1,049 3,98 4,19 3,93 12,10

12 Tatumbu Zyzygium havilandii 18 16 1,181 3,77 3,53 4,42 11,73

13 Nyatoh Palaquium sp. 14 14 1,105 2,94 3,09 4,14 10,16

14 Ketiau Madhuca mottleyana 15 15 0,861 3,14 3,31 3,22 9,68

15 Papung Sandoricum becanarium 14 14 0,811 2,94 3,09 3,04 9,06

16 Jinjit Caloophyllum hosei 12 12 0,733 2,52 2,65 2,74 7,91

17 Belangeran Shorea balangeran 12 12 0,661 2,52 2,65 2,47 7,64

18 Gentalang Garcinia parvifolia 10 10 0,484 2,10 2,21 1,81 6,12

19 Pelawan Tristaniopsis obovata 9 9 0,535 1,89 1,99 2,00 5,88

20 Galam Tikus Eugenia spicata 9 9 0,532 1,89 1,99 1,99 5,87

21 Kajalaki Adina fagifolia 6 6 0,520 1,26 1,32 1,95 4,53

22 Ehang Diospyros siamang 6 6 0,376 1,26 1,32 1,41 3,99

23 Mendarahan Horsefielda crassifolia 7 7 0,228 1,47 1,55 0,85 3,87

24 Punak Tetramerista glabra 4 3 0,323 0,84 0,66 1,21 2,71

25 Rambutan Hutan Xerospermum noronhianum 4 4 0,189 0,84 0,88 0,71 2,43

26 Bintan Licania splendens 1 1 0,337 0,21 0,22 1,26 1,69

27 Cempedak Air Parartocarpus venenosus 2 2 0,12 0,42 0,44 0,45 1,31

28 Perupuk Laphopetalum rigiden 2 2 0,098 0,42 0,44 0,37 1,23

29 Manggis Hutan Garcinia sp. 1 1 0,119 0,21 0,22 0,45 0,88

30 Nyatoh Gagas Palaquium cochlearifolium 1 1 0,115 0,21 0,22 0,43 0,86

31 Pantung Dyera lowii 1 1 0,08 0,21 0,22 0,30 0,73

JUMLAH 477 100 100 100 300

43

Dokumentasi/Foto-Foto Kegiatan Penelitian

Foto Lokasi Penelitian di Resort Mangkok

Foto Pembuatan Jalur Ukur di Lokasi Penelitian

44

Foto Asosiasi Akar Kuning dengan Tumbuhan Inang

Foto Pengukuran Diameter Pohon di Lokasi Penelitian

45

Foto Asosiasi Akar Kuning dengan Tumbuhan Inang

Foto Pencatatan Data Akar Kuning pada Thally Sheet

46

Foto Kondisi Habitat Akar Kuning

Foto Kondisi Habitat Tempat Hidup Akar Kuning

47

Foto Buah Muda Akar Kuning yang Ditemukan di Lokasi Penelitian

Foto Batang, Daun dan Buah Tua Akar Kuning yang Ditemukan

48

Foto Bentuk Daun Akar Kuning di Lokasi Penelitian

Foto Buah Tua Akar Kuning yang Ditemukan di Lokasi Penelitian