HUBUNGAN ANTARA KRONOTIPE DENGAN BMI
(BODY MASS INDEX) PADA SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Oleh :
SUKMA DEWANTARI
J 500 130 017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
1
HUBUNGAN ANTARA KRONOTIPE DENGAN BMI
(BODY MASS INDEX) PADA SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA
Abstrak
Overweight dan obesitas telah mengalami peningkatan prevalensi dalam tiga
dekade terakhir dengan jumlah anak yang mengalami kelebihan berat badan
meningkat sebanyak tiga kali lipat. Jika selama ini kelebihan berat badan
dipercaya terjadi akibat dari asupan energi (konsumsi makanan dan minuman)
yang lebih besar daripada pengeluaran energi (melalui metabolisme tubuh dan
aktivitas fisik), faktor genetik dan lingkungan, beberapa penelitian terbaru
menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara kronotipe dengan peningkatan BMI
(Body Mass Index).Untuk membuktikan adanya hubungan antara kronotipe
dengan BMI (Body Mass Index) pada siswa SMA Negeri 4 Surakarta. Penelitian
observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dan teknik sampling
cluster sampling. Kronotipe diukur menggunakan Morningness-Eveningness
Questionnaire (MEQ) dan klasifikasi BMI menggunakan tabel persentil CDC.
Analisis data dengan Uji Pearson menggunakan Program SPSS versi 23.
Didapatkan nilai r -0,274 dan nilai p = 0,018. Terdapat hubungan terbalik antara
kronotipe dengan BMI dengan kekuatan hubungan lemah. Terdapat hubungan
terbalik antara kronotipe dengan BMI. Semakin tinggi nilai kronotipe maka
semakin rendah skor BMI atau semakin pagi kronotipe (tipe morningness) maka
semakin rendah BMI.
Kata Kunci: Kronotipe, Index Massa Tubuh, Overweigth, Irama Sirkadian.
Abstract
Prevalence of overweight and obesity has increased in the past three decades with the number of children who are overweight increased threefold. All this time,
overweight is believed to occur as a result of energy intake (food and beverage
consumption) is greater than the expenditure of energy (through metabolism and
physical activity), genetic and environmental factors, but some recent research
suggests that there is a correlation between chronotype and Body Mass Index. To
prove the correlation between chronotype and BMI (Body Mass Index) in SMA
Negeri 4 Surakarta. Analytic observational study with cross sectional approach
and cluster sampling technique sampling. Chronotype measured used
Morningness-Eveningness Questionnaire (MEQ) and the classification of BMI
used CDC percentile table. Pearson Test data analysis used SPSS version 23.
Obtained values of r = -0.274 and p = 0.018. There is an inverse relationship
between chronotype and BMI. There is an inverse correlation between chronotype
and BMI. When the value of chronotype is higher, it makes the BMI scores
become lower. Or in other words, when the chronotype getting earlier
(morningness type), it makes BMI scores become lower.
Keywords: Chronotype, Body Mass Index, Overweight, Circadian Rhythm.
2
1. PENDAHULUAN
Overweight dan obesitas telah mengalami peningkatan prevalensi dalam
tiga dekade terakhir. Sejak tahun 1980, jumlah anak yang mengalami
kelebihan berat badan meningkat tiga kali lipat dengan perkirakan 170 juta
anak (usia kurang dari 18 tahun) mengalami kelebihan berat badan. Kelebihan
berat badan merupakan faktor risiko utama terjadinya beberapa penyakit
sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas hidup. Dengan
kata lain overweight dan obesitas akan memberikan dampak buruk bagi
kesehatan (WHO, 2012).
Kejadian overweight dan obesitas disebagian besar negara di Asia juga
mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Ramachandran &
Snehalatha, 2010), yaitu dengan prevalensi overweight 14% dan obesitas 3%
untuk wilayah Asia Tenggara (WHO, 2016). Di Indonesia kelebihan berat
badan bahkan juga mulai terjadi pada masyarakat pedesaan dan masyarakat
dengan tingkat ekonomi rendah (Roemling & Qaim, 2012). Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas
diseluruh provinsi selalu mengalami peningkatan pada tiap tahunnya (Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
Jawa Tengah termasuk dalam salah satu provinsi yang memiliki
prevalensi gemuk di atas prevalensi nasional. Kota Surakarta merupakan
salah satu kota di Jawa Tengah dengan prevalensi kegemukan diatas
prevalensi provinsi untuk rentang usia antara 13-15 tahun. Sedangkan untuk
usia 16-18 tahun, Kota Surakarta merupakan kota dengan tingkat kegemukan
paling tinggi di Jawa Tengah yaitu 6,4% overweight dan 5,9% obesitas
(Santoso et al., 2013).
Pengelompokkan status berat badan menggunakan BMI (body mass
index) lebih dianjurkan dan lebih sering digunakan karena metode ini
merupakan metode yang relatif mudah, murah serta non-invasif sehingga
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih maupun masyarakat
umum (Association of Public Health Observatories, 2009). Jika selama ini
kelebihan berat badan dipercaya terjadi akibat dari asupan energi (konsumsi
3
makanan dan minuman) yang lebih besar daripada pengeluaran energi
(melalui metabolisme tubuh dan aktivitas fisik) (Local Government
Association, 2015), beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa terdapat
korelasi antara kronotipe dengan peningkatan BMI.
Irama sirkadian adalah siklus fluktuasi perubahan, seperti suhu tubuh,
tingkat hormon, dan tidur yang terjadi selama periode 24 jam yang didorong
oleh jam biologis tubuh (Wagner & Webb, 2009). Perubahan ritmis perilaku
dan fisiologi ini setiap harinya dipengaruhi oleh siklus gelap-terang. Studi
menemukan bahwa perubahan ini diatur oleh jam biologis yang terletak pada
nucleus suprachiasmatic (Vitaterna et al., 2001).
Karakteristik dari irama sirkadian adalah mampu melakukan
penyelarasan dengan jam matahari (isyarat eksternal). Kemampuan
penyelarasan ini disebut entrainment. Hasil dari entrainment adalah
terjadinya kesesuaian antara irama sirkadian dengan isyarat eksternal yang
baru (Vitaterna et al., 2001). Isyarat eksternal yang biasanya mempengaruhi
adalah cahaya fajar dimana stimulus inilah yang mengatur ulang jam biologis
tubuh. Isyarat eksternal ini kemudian disebut zeitgeber (Carlson, 2015). Jika
pusat jam biologis tidak menyesuaikan dengan keadaan eksternal, maka irama
sirkadian akan keluar dari sinkronisasi siklus gelap-terang. Contoh efek
ketidaksinkronan ini terjadi pada orang yang mengalami jetlag (Sherwood,
2011) dan pada pekerja shift (Sack, et al., 2007).
Kronotipe merupakan fase entrainment yang terjadi pada manusia
(Pagani, 2010). Kronotipe adalah cerminan perbedaan individual dalam
memilih pola tidur atau waktu dalam memulai aktivitas di siang hari
(Simpkin, et al., 2014).
Pembagian kronotipe bukan hanya dengan membagi kebiasaan tidur
seseorang tetapi juga menilai bagaimana pola aktivitas seseorang tersebut
dalam beradaptasi dengan periode awal hari. Kronotipe diklasifikasikan
menjadi morningness (larks) dan eveningness (night owls). Orang tipe
morningness bangun dan berangkat tidur lebih awal sehingga adaptasi
aktivitasnya pada periode hari yang lebih awal. Sedangkan pada tipe
4
eveningness, adaptasi aktivitasnya pada periode hari yang lebih akhir
sehingga membuat waktu tidur orang eveningness menjadi terlambat atau
lebih larut malam (Carvalho et al., 2014).
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara
kronotipe dengan peningkatan BMI. Seperti hasil penelitian Baron yang
menunjukkan bahwa kronotipe eveningness memiliki waktu tidur yang
terlambat. Waktu tidur yang terlambat ini akan berkorelasi dengan konsumsi
makanan tinggi kalori dan makanan cepat saji setelah pukul 20.00 (Baron et
al., 2011). Tipe eveningness memiliki peningkatan BMI yang lebih signifikan
(P <0,05) jika dibandingkan dengan tipe morningness (Culnan et al., 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Teresa Arora juga menunjukkan adanya
perbedaan rata-rata yang signifikan antara tipe kronotipe dengan BMI,
dimana tipe eveningness memiliki rata-rata BMI yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tipe morningness 0,14 ± 1,06 dan -0,36 ± 0,81 (p =
0,04) (Arora & Taheri, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Ruiz juga mendapatkan hasil bahwa pada
eveningness menunjukkan berat badan yang berlebih (P=0.015) dan BMI (p =
0,014) dibandingkan pada tipe morningness (T et al., 2016). Lucassen juga
menemukan bahwa kronotipe eveningness berkorelasi dengan jam makan
yang terlambat (konsumsi di atas jam 20.00) baik pada hari kerja maupun
libur. Ditemukan juga hubungan antara eveningness dengan peningkatan
BMI, denyut jantung saat istirahat, ukuran porsi makanan, penurunan
kesempatan makan dan HDL (Lucassen, et al., 2013). Hubungan antara tidur
pendek dan berat badan bahkan lebih konsisten pada anak-anak dan dewasa
muda dibandingkan pada populasi lanjut usia. (Moraes et al., 2013).
Dari latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan antara kronotipe dengan BMI pada siswa di
SMA Negeri 4 Surakarta.
5
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian jenis observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan antara kronotipe dengan BMI. Penelitian dilakukan di SMA Negeri
4 Surakarta pada bulan November 2016 dengan teknik sampling yang
digunakan adalah cluster sampling. Sampel yang diperoleh dalam penelitian
ini adalah 74 siswa. Kronotipe dikelompokkan dengan menggunakan
kuisioner Morningness - Eveningness Questionnaire (MEQ) dari James A.
Horne and Olov Ostberg dan BMI diklasifikasikan menggunakan tabel
persentil CDC.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia
No. Usia Frekuensi Persentase
1. 16 tahun 9 12
2. 17 tahun 61 83
3. 18 tahun 4 5
Jumlah 74 100 %
(Sumber : Data Primer November 2016)
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa jumlah responden
terbesar berada pada usia 17 tahun yaitu sebanyak 61 siswa (83%).
Data dari Tabel 2. menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelamin
sample adalah 54 siswa perempuan (73%) dan 20 siswa laki-laki (27%).
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1. Laki-laki 20 27%
2. Perempuan 54 73%
Jumlah 74 100%
(Sumber : Data Primer November 2016)
Data dari Tabel 3. menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang
memiliki tipe kronotipe morningness (55%) daripada eveningness (45%).
6
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Kronotipe
No. Kronotipe Jumlah Persentase
1. Morningness 41 55%
2. Eveningness 33 45%
Jumlah 74 100%
(Sumber : Data Primer November 2016)
Berdasarkan Tabel 4. menunjukkan bahwa jumlah sampel yang
memiliki BMI underweight 11 siswa (15%), normal 51 siswa (69%),
overweight 8 siswa (11%), dan obesitas sebanyak 4 siswa (5%).
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan BMI
No. BMI Jumlah Persentase
1. Underweight 11 15%
2. Normal 51 69%
3. Overweight 8 11%
4. Obesitas 4 5%
Jumlah 74 100%
(Sumber : Data Primer November 2016)
Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan Uji Kolmogorov-
Smirnov menunjukan bahwa distribusi data pada penelitian ini normal,
yaitu memenuhi syarat nilai p > 0,05.
Tabel 5. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Skor Kronotipe Skor BMI
N 74 74
Normal Parametersa,b Mean 73.38 20.7440
Std. Deviation 7.753 3.90618
Most Extreme Differences
Absolute .119 .138
Positive .058 .138
Negative -.119 -.081
Kolmogorov-Smirnov Z 1.023 1.184
Asymp. Sig. (2-tailed) .247 .121
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
(Sumber : Data Primer November 2016)
7
Tabel 6. Uji Pearson
(
S
(
(Sumber : Data Primer November 2016)
Berdasarkan Uji Pearson didapatkan nilai r adalah -0,274 dan nilai p
= 0,018. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan terbalik antara
kronotipe dengan BMI dengan kekuatan hubungan lemah. Penjelasan
dari hubungan terbalik ini adalah semakin tinggi nilai kronotipe maka
semakin rendah skor BMI atau semakin pagi kronotipe maka semakin
rendah BMI.
Tabel 7. Cross Table kronotipe dengan BMI
Kronotipe * BMI Crosstabulation
BMI
Underweight Normal Overweight Obesitas
Kronotipe Eveningness 4 20 5 4
Morningness 7 31 3 0
Total 11 51 8 4
(Sumber : Data Primer November 2016)
Hasil crosstable menunjukkan bahwa responden dengan tipe
kronotipe morningness yang memiliki BMI normal adalah 33 orang,
overweight 3 orang, underweight 7 orang, dan tidak ada yang mengalami
obesitas. Sedangkan tipe eveningness yang memiliki BMI underweight
adalah 4 orang, normal 20 orang, overweight 5 orang dan obesitas 4
orang.
Setelah dilakukan koreksi menggunakan uji multivariat terhadap
faktor – faktor perancu lainnya (kecukupan serat, pengaruh genetic dan
Correlations
Skor BMI Skor Kronotipe
Skor BMI
Pearson Correlation 1 -.274*
Sig. (2-tailed) .018
N 74 74
Skor
Kronotipe
Pearson Correlation -.274* 1
Sig. (2-tailed) .018
N 74 74
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
8
aktivitas fisik total) menunjukkan bahwa kronotipe mempunyai pengaruh
yang paling signifikan dibandingkan faktor perancu lainnya. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai p = 0,021 dan nilai F sebesar 5,542.
Tabel 8. Uji Multivariat Pengaruh Kronotipe, Kecukupan Serat, Pengaruh
Genetik, dan Aktivitas Fisik Total terhadap BMI
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Skor BMI
Source Type III Sum
of Squares
Df Mean Square F Sig.
Corrected
Model 135.741a 5 27.148 1.887 .108
Intercept 11065.521 1 11065.521 769.293 .000
Kecukupan_
Serat 2.448 1 2.448 .170 .681
Aktivitas_Tot
al 2.822 1 2.822 .196 .659
Kronotipe 79.714 1 79.714 5.542 .021
Pengaruh_Ge
netik 28.448 1 28.448 1.978 .164
Kronotipe *
Pengaruh_Ge
netik
37.449 1 37.449 2.603 .111
Error 978.113 68 14.384
Total 32957.203 74
Corrected
Total 1113.854 73
a. R Squared = .122 (Adjusted R Squared = .057)
(Sumber : Data Primer November 2016)
3.2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak responden
berkronotipe morningness daripada eveningness. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyebutkan bahwa tipe kronotipe mengalami perubahan
disetiap fase usia, dimana anak-anak biasanya lebih banyak memiliki tipe
kronotipe morningness dibandingkan dengan kelompok usia yang lain.
Tipe kronotipe biasanya mulai mengalami “lateness" atau berubah
menjadi tipe eveningness disekitar usia 20 tahun. Kemudian, setelah usia
50 tahun tipe kronotipe berubah kembali ke arah morningness (Preckel et
al., 2013).
9
Hasil Uji Pearson didapatkan nilai r adalah -0,274 dan nilai p =
0,018. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan terbalik antara
kronotipe dengan BMI dengan kekuatan hubungan lemah. Penjelasan
dari hubungan terbalik ini adalah semakin tinggi nilai kronotipe maka
semakin rendah skor BMI atau semakin pagi kronotipe maka semakin
rendah BMI. Hasil cross tabulation antara kronotipe dengan BMI juga
menunjukkan bahwa tipe kronotipe eveningness memiliki BMI yang
berlebih dibanding tipe morningness.
Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan
bahwa orang dengan tipe kronotipe eveningness memiliki peningkatan
BMI yang lebih signifikan (Culnan et al., 2013), rata-rata berat badan
yang lebih tinggi (Arora & Taheri, 2014) dan memiliki berat badan
berlebih (T et al., 2016) daripada mereka yang memiliki tipe kronotipe
morningness.
Hal ini terjadi karena orang dengan kronotipe eveningness memiliki
waktu tidur lebih larut daripada tipe morningness. Waktu tidur yang lebih
larut akan berkorelasi dengan konsumsi makanan yang lebih banyak dan
tinggi kalori sehingga saat bangun pagi mereka masih merasa kenyang
dan akhirnya akan melewatkan sarapan. Dengan terlewatnya sarapan ini
porsi makan di siang dan malam hari justru akan bertambah (Baron et al.,
2011).
Selain kronotipe, BMI juga dipengaruhi oleh faktor – faktor lain.
Empat etiologi paling berperan adalah faktor genetik, lingkungan, asupan
makanan dan olahraga (Gurevich-Panigrahi et al., 2009), kombinasi
antara faktor fisiologis, genetik dan lingkungan (Skolnik & Ryan,
2014).Selain itu masukan energi yang lebih besar dari pengeluaran
energi, gaya hidup tidak aktif, perilaku makan yang tidak baik, nutrisi
berlebih pada masa kanak-kanak, kelainan neurogenik serta sosial dan
psikologis juga dapat mempengaruhi status BMI (Guyton & Hall, 2008).
Namun, dalam penelitian ini dipastikan bahwa faktor yang paling
mempengaruhi BMI adalah tipe kronotipe responden. Hal ini ditunjukkan
10
dengan hasil dari tabel uji multivariat yang menguji antara pengaruh
kronotipe dan faktor perancu lain terhadap BMI, dimana kronotipe
mempunyai nilai p = 0,021 dan nilai F = 5,542.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara kronotipe dengan BMI pada siswa SMA Negeri 4 Surakarta, yaitu
semakin tinggi nilai kronotipe maka semakin rendah skor BMI atau semakin
pagi kronotipe (tipe morningness) maka semakin rendah BMI.
PERSANTUNAN
Terimakasih penulis haturkan kepada: DR. Dr. E. M. Sutrisna, M.Kes. selaku
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, Dr. Erna
Herawati., Sp.KJ. selaku Kepala Biro Skripsi, Dr. Rh. Budi Muljanto, Sp. KJ.
selaku ketua dewan penguji, Dr. N. Juni Triastuti, M.Med.Ed. selaku anggota I
dewan penguji, Dr. Yusuf Alam Romadhon, M.Kes. selaku pembimbing dan
anggota II dewan penguji, segenap dosen dan staff Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta, kedua orang tua yang selalu mendoakan
dan mendukung, keluarga tersayang dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arora, T. & Taheri, S., 2014. Associations Between Late Chronotype, Body Mass
Index and Dietary Behaviors in Young Adolescents. International Journal
of Obesity, (doi: 10.1038/ijo.2014.157.), pp.1-22.
Association of Public Health Observatories., 2009. National Obesity Observatory.
[Online] NHS Available at:
www.noo.org.uk/uploads/doc789_40_noo_BMI.pdf [Accessed 11 Agustus
2016].
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan., 2013. RISET KESEHATAN
DASAR (RISKESDAS) 2013. 2013th ed. Jakarta: KEMENTERIAN
KESEHATAN RI.
Baron, K.G., Reid, K.J., Kern, S. & Zee, C., 2011. Role of Sleep Timing in
Caloric Intake and BMI. Obesity, 19(7), pp.1374–1381 doi:
10.1038/oby.2011.100.
11
Carlson, N. R. (2015). Tidur dan Ritme Biologis. Dalam N. I. Sallama (Penyunt.),
Fisiologi Perilaku (11 ed., hal. 308-346). Jakarta: Erlangga.
Carvalho, F. G., Hidalgo, M. P., & Levandovski, R. (2014). Differences in
circadian patterns between rural and urban populations : An
epidemiological study in countryside. Chronobiology International, DOI:
10.3109/07420528.2013.846350, 1-9.
Culnan, , Kloss, D. & Grandner., 2013. A prospective study of weight gain
associated with chronotype among college freshmen. Chronobiol Int., 30(5),
pp.682–90.
Gurevich-Panigrahi, T. Panigrahi, S., Wiechec, E. & Los, M., 2009. Obesity :
Pathophysiology and Clinical Management. Current Medicinal Chemistry,
16(1), pp.1-15.
Guyton, C. & Hall, J.E., 2008. Keseimbangan Diet ; Aturan Pemberian Makanan;
Obesitas dan Kelaparan; Vitamin dan Mineral. In Y. Rachman, H. Hartanto,
Novrianti & Wulandari, eds. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed.
Jakarta: EGC Medical Publisher. pp.909-25.
Local Government Association., 2015. Tackling The Causes And Effects Of
Obesity. London: Local Government House.
Lucassen, E. A., Zhao, X., Rother, K. I., Mattingly, M. S., Courville, A. B., Jonge,
L. d., et al. (2013). Evening Chronotype Is Associated with Changes in
Eating Behavior, More Sleep Apnea, and Increased Stress Hormones in
Short Sleeping Obese Individuals. Chronotype, Eating Behavior and
Metabolism, 8(3), 1-11.
Moraes, W., Zimberg, L. Z., De Mello, M. T., Santos-Silva, R., Poyares, D., &
Bittencourt, L. R. (2013). Association between body mass index and sleep
duration assessed by objective methods in a representative sample of the
adult population. Sleep Medicine, 14(2013), 312-318.
Pagani, L. (2010). A cellular model for human daily behaviour. Philosophisch
Naturwissenschaftlichen Fakultät. Italian: Basel University.
Preckel, F. et al., 2013. Morningness-eveningness and educational outcomes : The
lark has an advantage over the owl at high school. British Journal of
Educational Psychology, 83, pp.114-34.
Roemling, C. & Qaim, M., 2012. Obesity Trends, Determinants and Policy
Implications in Indonesia. Brazil: Cornelia Roemling and Matin Qaim
Department of Agricultural Economics and Rural Development, Georg-
August-University of Goettingen.
12
Sack, R. L., Auckley, D., Auger, R., Carskadon, M. A., Wright Jr, K. P., Vitiello,
M. V., et al. (2007). Circadian Rhythm Sleep Disorders : Part I, Basic
Principles, Shift Work and Jet Lag Disorder. Sleep, 30(11), 1460-1524.
Santoso, B., Sulistiowati, E., Sekartuti, & Lamid, A. (2013). Riset Kesehatan
Dasar 2013 Provinsi Jawa Tengah. (S. Herman, & N. Puspasari, Penyunt.)
Jakarta: Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes.
Sherwood, L. (2011). Prinsip-Prinsip Endokrinologi ; Kelenjar Endokrin Sentral.
Dalam N. Yesdelita (Penyunt.), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (6
ed., hal. 749). Jakarta: EGC.
Simpkin, C. T., Jenni, O. G., Carskadon, M. A., Wright JR, K. P., Akacem, L. D.,
Garlo, K. G., et al. (2014). Chronotype is associated with the timing of the
circadian clock and sleep in toddlers. J Sleep Res, 2014(23), 397-405.
Skolnik, N.S. & Ryan, H., 2014. Pathophysiology, Epidemiology, and Assessment
of Obesity in Adults. Journal of Family Practice, 63(No 7), pp.53-59.
T, Ruiz L., J, Vidal., A, de Hollanda., M, Canteras., M, Garaulet., M, Izquierdo
Pulido., 2016. Evening-Chronotype Associates With Obesity In Severe
Obese Subjects: Interaction With Clock 3111T/C. International Journal of
Obesity, (doi: 10.1038/ijo.2016.116.), pp.1-34.
Vitaterna, M. H., Takahashi, J. S., & Turek, F. W. (2001). Overview of Circadian
Rhythms. Alkohol Research and Health, 25(2), 85-93.
Wagner, M., & Webb, D. (2009). The Science of Sleep. Dalam R. Riegelman
(Penyunt.), Essentials of Public Health Biology A Guide for the Study of
Pathophysiology (hal. 527-530). United States of America: Michael
Brown.
WHO., 2012. Childhood Obesity. [Online] WHO Document Production Services
Available at:
http://www.who.int/dietphysicalactivity/childhood/Childhood_obesity_modi
fied_4june_web.pdf [Accessed 13 Maret 2016].
WHO., 2016. Global Health Observatory (GHO) data : Obesity. [Online]
Available at: who.int/gho/ncd/risk_factors/obesity_text/ [Accessed 12 Juni
2016].
Top Related