HUBUNGAN ANTARA BRONKOSKOPI DENGAN SITOLOGI PA PASIEN
SUSPEK KANKER PARU
PROPOSAL TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
Mochamad Naufal Bachtiar
NIM. 145070100111014
PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
HUBUNGAN ANTARA BRONKOSKOPI DENGAN SITOLOGI PA PASIEN
SUSPEK KANKER PARU
Oleh :
Mochamad Naufal Bachtiar
NIM 145070100111014
Telah diuji pada
Hari : Rabu
Tanggal : 6 Desember 2017
dan dinyatakan lulus oleh :
Penguji-I
Dr. Djoko Santoso, M.Kes, DAHK
NIP20170448061611001
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Ngakan Putu Parsama P, Sp. P
NIP. 196608122009041001
Dr. dr. Wisnu Barlianto M.Si.Med,Sp. A (K)
NIP. 197307262005011008
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kedokteran,
dr. Triwahju Astuti, M.Kes., Sp.P(K)
NIP. 196310221996012001
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan lancar dan tepat
waktu.
Tugas Akhir disusun sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran dengan judul “Hubungan Antara Bronkoskopi dengan Sitologi
PA Pasien Suspek Kanker Paru”
Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terimakasih
yang tak terhingga kepada:
1 dr. Ngakan Putu Parsama Putra, Sp.P sebagai pembimbing I penelitian ini
yang dengan sangat luar biasa membagikan ilmu dan bimbingannya
sehingga dapat terwujud penelitian ini dan penulis mampu menyajikannya
dalam bentuk sebuah tugas akhir.
2 Dr. dr. Wisnu Barlianto M.Si.Med, Sp.a(K) selaku pembimbing II penelitian
ini yang telah memberikan bimbingannya selama penelitian ini berjalan
sehingga penulis dapat menulis nya sebagai tugas akhir.
3 Dr. Djoko Santoso M.Kes, DAHK selaku Ketua Tim Penguji.
4 dr. Triwahju Astuti, M.Kes., Sp.P(K) sebagai Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter yang telah membimbing penulis menuntut ilmu di
Program Studi Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
5 Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes., selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya yang telah memberikan saya kesempatan menuntut ilmu di
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
iv
6 Segenap anggota Tim Pengelola Tugas Akhir FKUB, yang telah membantu
administrasi, sehingga penulis dapat melaksanakan Tugas Akhir dengan
lancar.
7 Yang tercinta kedua orang tua saya, dr. Mochamad Bachtiar Budianto,
Sp.B Onk(K) dan Titin Dina Adha Prihatin yang senantiasa memberikan
doa dan semangatnya selama saya menulis Tugas Akhir ini.
8 Frida, Quila, Thalia dan Mita, sahabat sekaligus keluarga yang tidak pernah
menolak ketika dimintai bantuan, memberikan dukungan moral dan
melawati semua suka duka bersama.
9 Teman teman PBL tercinta 2.01, Mita, Bella, Lia, Hastin, Vania, Willi, Agus,
Dhanang, Aryo, Arbi, Yuko, dan Rifqi yang telah memberikan semangat
untuk kelancaran pengerjaan Tugas Akhir ini.
10 Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna oleh
karena itu, penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang membangun.
Akhirnya semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Malang, 29 Oktober 2017
Penulis
v
HUBUNGAN ANTARA BRONKOSKOPI DENGAN SITOLOGI PA PASIEN
DENGAN SUSPEK KANKER PARU
Mochamad Naufal Bachtiar
Abstrak
Kanker paru butuh tindakan yang segera dan sesuai. Untuk melakukan
diagnosa kanker paru butuh dilakukan beberapa metode. Seperti Bronkoskopi dan
Sitologi PA. Bronkoskopi adalah prosedur kesehatan yang dilakukan dengan
memasukkan alat bernama bronkoskop melalui tenggorokan, laring, trakea ke
dalam bronkus untuk melihat bagian toraks (dada). Tindakan ini dapat dilakukan
untuk mendiagnosis dan mengobati suatu penyakit serta mengambil sampel
jaringan atau mukus melalui tindakan yang disebut biopsi yang nantinya dapat
menentukan jenis stenosis dari kanker paru. Lalu sitologi bertujuan untuk
identifikasi kelainan genetik dan hormonalxyang nantinya dapat dilihat tingkat
keganasan dari kanker paru. Tujuan penelitian dapat mengetahui beberapa hubungan
dari kedua metode ini yaitu Bronkoskopi dan Sitologi PA. Penelitian ini merupakan
retrospektif analitik observasional dengan melihat data pasien dari tiap metode
yang akan dihubungkan dengan observasional. Analisa data menggunakan chi-
square untuk menguji proporsional data dari tingkat keganasan dengan jenis
stenosis kanker paru.
Kata Kunci : Bronkoskopi, Sitologi PA, Kanker Paru,
vi
THE RELATIONSHIP OF BRONCHOCOPY AND PA CYTOLOGY OF
SUSPECT LUNG CANCER PATIENT
Mochamad Naufal Bachtiar
Abstract
Lung cancer requires fast targeted treatment and action. Enforcement of this
disease diagnose requires skills and facilities that are not simple and require a
special approach and multidisciplinary cooperation. The finding of lung cancer at
an early stage will greatly helped the patient, and the finding of a diagnosis faster
allows the patient to obtain a better life of his illness even though he can not cure
it. To perform a diagnosis of lung cancer needs to be done several methods. Like
Bronkoskopi and Cytology. Bronkoskopi is a medical procedure performed by
inserting a device called the bronchoscope through the throat, larynx, trachea into
the bronchus to see the chest. This can be done to diagnose and treat an illness
and to take a sample of tissue or mucus through an action called a biopsy that can
later determine the type of stenosis of lung cancer. Then cytology aims to find and
assess the changes of each cell structure found; for cancer detection, as well as
genetic and hormonal abnormalities that can later be seen the level of malignancy
of lung cancer. The purpose is to know the relation between both methods are
Bronkoskopi and Sitologi PA. This study is an observational analytic retrospective
by looking at patient data from each method to be associated with observational.
The data analysis used chi-square to test proportional data from malignancy rates
with lung cancer stenosis type.
Keywords : Bronchoscopy, Cytology, Lung Cancer.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampul ............................................................................................ i
Halaman Persetujuan ..................................................................................... ii
Kata Pengantar ............................................................................................... iii
Abstak .............................................................................................................. v
Daftar Isi .......................................................................................................... vii
Daftar Tabel...................................................................................................... ix
Daftar Gambar ................................................................................................. x
Daftar Singkatan .............................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Paru ................................................................................... 4
2.1.1 Definisi Kanker Paru ........................................................... 4
2.1.2 Epidemiologi & Etiologi Kanker Paru ................................... 4
2.1.3 Deteksi Dini Kanker Paru .................................................... 6
2.1.4 Diagnosis Kanker Paru ........................................................ 7
2.1.5 Klasifikasi Kanker Paru ...................................................... 9
2.1.6 Stadium Kanker Paru .......................................................... 10
2.1.7 Penatalaksanaan Kanker Paru ............................................ 13
2.1.8 Pencegahan Kanker Paru ................................................... 18
2.1.9 Prognosis Kanker Paru ........................................................ 19
2.2 Bronkoskopi .................................................................................. 20
2.2.1 Pengertian Bronkoskopi ....................................................... 20
2.2.2 Jenis Bronkoskopi ................................................................ 21
2.2.3 Peralatan bronkoskopi ......................................................... 22
2.2.4 Teknik Pengambilan Spesimen Bronkoskopi ...................... 24
2.2.5 Indikasi Bronkoskopi ............................................................ 25
2.2.6 Kontra Indikasi Tindakan Bronkoskopi ................................ 25
2.2.7 Komplikasi Bronkoskopi ....................................................... 26
2.2.8 Definisi Sitologi PA ............................................................... 27
2.2.9 Tipe Histopatologi Kanker .................................................... 28
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 29 3.2 Hipotesis Penelitian ....................................................................... 29 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Racangan Penelitian .................................................................. 30
viii
4.2 Populasi dan Sampel ................................................................... 30
4.2.1 Populasi Penelitian............................................................... 30
4.2.2 Sampel Penelitian ................................................................ 30
4.2.3 Teknik Pengambilan Sampel ............................................... 30
4.2.4 Inklusi Sampel ...................................................................... 30
4.3 Variabel Penelitian ..................................................................... 31
4.3.1 Variabel Bebas ..................................................................... 31
4.3.2 Variabel Tergantung ............................................................ 31
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 31
4.5 Bahan dan Alat .............................................................................. 31
4.5.1 Bahan .................................................................................. 31
4.5.2 Alat ...................................................................................... 31
4.6 Definisi Operasional ...................................................................... 31
4.6.1 Suspek Kanker Paru ........................................................... 31
4.6.2 Sitologi PA ............................................................................ 31
4.6.3 Bronkoskopi ......................................................................... 31
4.7 Prosedur Penelitian ....................................................................... 32
4.8 Jadwal Penelitian ........................................................................... 32
BAB V HASIL ANALISIS 5.1 Analisis Deskriptif ........................................................................... 33
5.1.1 Hasil Sitologi PA .................................................................. 33
5.1.2 Hasil Gambaran Bronkoskopi .............................................. 37
5.1.3 Karakteristik Dasar pasien Kanker Paru terkait .................. 40
5.1.4 Tabel Distribusi Frekuensi Tingkat keganasan berdasarkan
Kategori Stenosis ................................................................................. 43
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan Hasil Penelitian.......................................................... 42
6.1.1 Hubungan klasifikasi gambaran PA terhadap jenis stenosis
bronkoskopi kanker paru ...................................................................... 42
6.1.2 Hubungan antara Keganasan terhadap Gambaran Stenosis 43
6.1.3 Hasil Uji Perbedaan Proporsi dari Tingkat Keganasan Kanker
Paru ...................................................................................................... 44
6.2 Keterbatasan Penelitian .................................................................. 44
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan ...................................................................................... 45
7.2 Saran ................................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ . 46 LAMPIRAN ....................................................................................................... .... 48
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Skala grading kemoterapi kanker ................................................. 19 Tabel 5.1 Data Pasien Kanker Paru ............................................................. 41 Tabel 5.2 Frekuensi Sitologi PA berdasarkan setiap kategori...................... 44
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Tipe Kanker Paru ......................................................................... 12 Gambar 2.2 Definisi Stadium dan lima tahun angka kelangsungan hidup
untuk non-kecil kanker paru-paru sel (NSCK) berdasarkan arus (6) TNM klasifikasi ...................................................................... 13
Gambar 2.4 A.rigid bronchoscope (tengah) dengan telescope (atas) dan kateter
suction (bawah). B: Proximal end of universal head of Dumon bronchoscope, memperlihatkan kateter suction, laser fiber, telescope, dan ventilasi. .............................................................. 26
Gambar 5.1 Hasil Gambaran Sampel Kelas 2 yang merupakan Jinak ......... 37 Gambar 5.2 Hasil Gambaran Sampel Kelas 3 yang merupakan Jinak .......... 37 Gambar 5.3 Hasil Gambaran Sampel Kelas 4 yang merupakan Ganas ........ 38 Gambar 5.4 Hasil Gambaran Sampel Kelas 5 yang merupakan Ganas ....... 38 Gambar 5.5 Gambaran Sampel Bronkoskopi Stenosis Obstruksi ................. 39 Gambar 5.6 Gambaran Sampel Bronkoskopi Stenosis Edematous .............. 39 Gambar 5.7 Gambaran Sampel Bronkoskopi Stenosis Kompresi ................. 40
xi
DAFTAR SINGKATAN
RSUD Rumah Sakit Umum Dae
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
IARC : International Agency for Research on Cancer
KPKSK : Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil
KPKBSK : Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil
KGB : Kelenjar Getah Bening
EFGR : Epidermal Growth Hormone
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
WHO : World Health Organization
PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
HUBUNGAN ANTARA BRONKOSKOPI DENGAN SITOLOGI PA PASIEN DENGAN SUSPEK
KANKER PARU
Mochamad Naufal Bachtiar
Abstrak
Kanker paru butuh tindakan yang segera dan sesuai. Untuk melakukan diagnosa kanker
paru butuh dilakukan beberapa metode. Seperti Bronkoskopi dan Sitologi PA. Bronkoskopi adalah
prosedur kesehatan yang dilakukan dengan memasukkan alat bernama bronkoskop melalui
tenggorokan, laring, trakea ke dalam bronkus untuk melihat bagian toraks (dada). Tindakan ini
dapat dilakukan untuk mendiagnosis dan mengobati suatu penyakit serta mengambil sampel
jaringan atau mukus melalui tindakan yang disebut biopsi yang nantinya dapat menentukan jenis
stenosis dari kanker paru. Lalu sitologi bertujuan untuk identifikasi kelainan genetik dan
hormonalxyang nantinya dapat dilihat tingkat keganasan dari kanker paru. Tujuan penelitian dapat
mengetahui beberapa hubungan dari kedua metode ini yaitu Bronkoskopi dan Sitologi PA. Penelitian
ini merupakan retrospektif analitik observasional dengan melihat data pasien dari tiap metode yang
akan dihubungkan dengan observasional. Analisa data menggunakan chi-square untuk menguji
proporsional data dari tingkat keganasan dengan jenis stenosis kanker paru.
Kata Kunci : Bronkoskopi, Sitologi PA, Kanker Paru,
THE RELATIONSHIP OF BRONCHOCOPY AND PA CYTOLOGY OF SUSPECT LUNG
CANCER PATIENT
THE RELATIONSHIP OF BRONCHOCOPY AND PA CYTOLOGY OF SUSPECT LUNG
CANCER PATIENT
Mochamad Naufal Bachtiar
Abstract
Lung cancer requires fast targeted treatment and action. Enforcement of this disease diagnose
requires skills and facilities that are not simple and require a special approach and
multidisciplinary cooperation. The finding of lung cancer at an early stage will greatly helped the
patient, and the finding of a diagnosis faster allows the patient to obtain a better life of his illness
even though he can not cure it. To perform a diagnosis of lung cancer needs to be done several
methods. Like Bronkoskopi and Cytology. Bronkoskopi is a medical procedure performed by
inserting a device called the bronchoscope through the throat, larynx, trachea into the bronchus
to see the chest. This can be done to diagnose and treat an illness and to take a sample of tissue
or mucus through an action called a biopsy that can later determine the type of stenosis of lung
cancer. Then cytology aims to find and assess the changes of each cell structure found; for cancer
detection, as well as genetic and hormonal abnormalities that can later be seen the level of
malignancy of lung cancer. The purpose is to know the relation between both methods are
Bronkoskopi and Sitologi PA. This study is an observational analytic retrospective by looking at
patient data from each method to be associated with observational. The data analysis used chi-
square to test proportional data from malignancy rates with lung cancer stenosis type.
Keywords : Bronchoscopy, Cytology, Lung Cancer.
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
HUBUNGAN ANTARA BRONKOSKOPI DENGAN SITOLOGI PA PASIEN SUSPEK
KANKER PARU
Oleh :
Mochamad Naufal Bachtiar
NIM 145070100111014
Telah diuji pada
Hari : Rabu
Tanggal : 6 Desember 2017
dan dinyatakan lulus oleh :
Penguji-I
Dr. Djoko Santoso, M.Kes, DAHK
NIP20170448061611001
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Ngakan Putu Parsama P, Sp. P
NIP. 196608122009041001
Dr. dr. Wisnu Barlianto M.Si.Med,Sp. A (K)
NIP. 197307262005011008
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kedokteran,
dr. Triwahju Astuti, M.Kes., Sp.P(K)
NIP. 196310221996012001
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta, kanker paru merupakan
kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4 terbanyak pada perempuan tapi merupakan
penyebab kematian utama pada laki-laki dan perempuan. Data hasil pemeriksaan di
laboratorium Patalogi Anatomik RSUP Persahabatan kanker paru merupakan lebih dari 50
persen kasus dari semua jenis kanker yang didiagnosa. Data registrasi kanker Rumah Sakit
Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus dan paru merupakan
keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah kanker nasofaring (13,63%) dan
merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada pria (28,94%). Berdasarkan
data dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI-RSUP Persahabatan,
angka kasus baru kanker paru meningkat lebih dari 5 kali lipat dalam waktu 10 tahun terakhir,
dan sebagian besar penderita datang pada stage lanjut (IIIB/IV). Penderita kasus baru kanker
paru yang berobat di RSUP Persahabatan mencapai lebih dari 1000 kasus per tahun
(Kemkes, 2004).
Kanker paru memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah.
Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak
sederhana dan memerlukan pendekatan yang erat dan kerja sama multidisiplin. Penemuan
kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis
dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih
baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya (PDPI, 2006).
Bronkoskopi adalah prosedur kesehatan yang dilakukan dengan memasukkan alat
bernama bronkoskop melalui tenggorokan, laring, trakea ke dalam bronkus untuk melihat
bagian toraks (dada). Tindakan ini dapat dilakukan untuk mendiagnosis dan mengobati suatu
2
penyakit serta mengambil sampel jaringan atau mukus melalui tindakan yang disebut
biopsi(PDPI, 2006).
Sitologi PA bertujuan mencari dan menilai perubahan dari setiap struktur sel yang
ditemukan; untuk deteksi kanker, serta kelainan genetik dan hormonal. Kanker adalah nama yang
diberikan untuk koleksi penyakit terkait. Dalam semua jenis kanker, beberapa sel-sel tubuh
mulai membagi tanpa berhenti dan menyebar ke jaringan sekitarnya(PDPI, 2006).
Setelah dilakukan pencarian dari berbagai sumber artikel dan jurnal penelitian,
ditemukan beberapa penelitian yang mencakup dari Identifikasi penggunaan gambaran
bronkoskopi dan pembagian klasifikasi dari Sitologi PA. Namun, masih belum ada yang
menghubungkan keduanya yaitu gambaran bronkoskopi dan gambaran dari Sitologi PA.
Maka dari itu, dilakukanlah penelitian yang diharapkan mampu menjelaskan korelasi dari
kedua gambaran tersebut(PDPI, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara gambaran Bronkoskopi dengan Sitologi PA pasien
dengan suspek kanker paru ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui hubungan antara gambaran Bronkoskopi dengan Sitologi PA pasien
dengan suspek kanker paru.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan klasifikasi gambaran PA terhadap jenis stenosis bronkoskopi
kanker paru.
2. Mengetahui hubungan antara keganasan terhadap gambaran stenosis.
3. Mengetahui hasil uji perbedaan proporsi dari tingkat keganasan kanker paru.
3
1.4 Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan dan kesadaran dalam penggunaan Bronkoskopi untuk
pasien sitologi PA
2. Mampu menegakkan diagnosa mengenai kanker paru lebih lanjut.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Paru
2.1.1 Definisi Kanker Paru
Kanker paru merupakan keganasan pada jaringan paru. Kanker paru merupakan
abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam paru (WHO, 2015).
Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru
yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan, terutama asap rokok. Menurut
World Health Organization (WHO), kanker paru merupakan penyebab kematian utama dalam
kelompok kanker baik pada pria maupun wanita (WHO, 2015)
2.1.2 Epidemiologi & Etiologi Kanker Paru
Epidemiologi
Kanker paru jarang dijumpai sebelum ditemukannya kebiasaan merokok; bahkan
belum dikenali sebagai suatu penyakit khusus hingga tahun 1761. Berbagai aspek berbeda
dari kanker paru dijelaskan lebih jauh pada tahun 1810. Jumlah kanker paru ganas hanya
sebanyak 1% dari semua kanker yang ditemukan pada autopsi pada tahun 1878, tetapi telah
meningkat 10–15% di awal 1900-an. Laporan kasus dalam literatur kedokteran hanya
sebanyak 374 di seluruh dunia pada tahun 1912, tetapi kajian pada hasil autopsi menunjukkan
bahwa insiden kanker paru telah meningkat dari 0, 3% pada 1852 menjadi 5, 66% pada 1952.
Di Jerman pada 1929, dokter Fritz Lickint menemukan hubungan antara kebiasaan merokok
dengan kanker paru, yang menjadi penyebab munculnya kampanye antirokok yang agresif.
British Doctors Study, yang dipublikasikan pada 1950-an, merupakan bukti kuat epidemiologis
hubungan antara kanker paru dengan kebiasaan merokok. Akibatnya, pada 1964 Surgeon
General Amerika Serikat menyarankan para perokok untuk berhenti merokok (Greaves,
2000).
5
Hubungan dengan gas radon pertama kali dijumpai di kalangan penambang di
Pegunungan Ore di dekat Schneeberg, Saxony. Perak telah ditambang di sana sejak 1470,
dan tambang ini kaya dengan uranium, yang disertai radium, dan gas radon. Para penambang
menderita jumlah penyakit paru-paru yang tak sebanding, yang kemudian dikenali sebagai
kanker paru pada 1870-an. Walaupun ada penemuan ini, penambangan tetap berlanjut
hingga 1950-an, karena adanya permintaan uranium dari Uni Republik Sosialis Soviet. Radon
dikonfirmasi sebagai penyebab kanker paru pada tahun 1960-an(Greaves, 2000).
Pneumonektomi pertama yang sukses untuk kanker paru dilakukan pada 1933.
Radioterapi paliatif telah digunakan sejak 1940-an. Radioterapi radikal, yang mulai digunakan
pada 1950-an, merupakan usaha untuk menggunakan dosis radiasi yang lebih besar pada
pasien kanker paru dengan stadium yang relatif awal, tetapi yang tidak cocok untuk
pembedahan. Pada 1997, radioterapi dipercepat dengan hiperfraksionisasi dipandang
sebagai perbaikan terhadap radioterapi radikal konvensional. Untuk kanker paru sel kecil,
upaya awal dilakukan pada 1960-an saat pembedahan dan radioterapi radikal tidak berhasil.
Pada tahun 1970-an, dikembangkan perawatan kemoterapi yang sukses. (Thomson, 1997).
Etiologi
a. Merokok
Merupakan penyebab utama kanker paru. Suatu hubungan statistik yang definitif telah
ditegakkan antara perokok ber at (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru
(karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderungan sepuluh kali lebih
besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar
10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam tembakau rokok yang jika
dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor (Greaves, 2000).
6
b. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan
penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan
dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen
etiologi operatif (Thomson, 1997) .
c. Zat-zat yang terhirup ditempat kerja .
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur
nikel) dan arsenikum (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite)
dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami
peningkatan insiden. Contoh : radon, nikel, radiasi dan arsenikum (Greaves, 2000).
d. Polusi Udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada
mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri
dan uap diesel dalam atmosfer di kota. Contoh: Polusi udara, pemaparan gas RT, asap
kendaraan atau pembakaran (Greaves, 2000).
e. Genetik.
Terdapat perubahan atau mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,
yakni: i. Proton oncogen. ii. Tumor suppressor gene. iii. Gene encoding enzyme (Greaves,
2000).
2.1.3 Deteksi Dini Kanker Paru
Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk darah, batuk kronik, berat
badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijurnpai pada jenis penyakit paru lain.
Penernuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang terjadi, biasanya keluhan yang
ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker
paru terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada staging lanjut. Dengan rneningkatnya
kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan meningkatnya pengetahuan
7
dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan.
Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko tinggi yaitu: • Laki -
laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok • Paparan industri tertentu dengan satu atau lebih gejala:
batuk darah, batuk kronik, sesak napas,nyeri dada dan berat badan menurun. Golongan lain
yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan salah satu gejala di atas dan
seseorang yang dengan gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit dada, penurunan berat
badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang menderita
kanker paru juga perlu jadi faktor pertimbangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio toraks dan pemeriksaan
sitologi sputum. Jika ada kecurigaan kanker paru, penderita sebaiknya segera dirujuk ke
spesialis paru agar tindakan diagnostik lebih lanjut dapat dilakukan lebih cepat dan terarah
(PDPI, 2003).
2.1.4 Diagnosis Kanker Paru
Gambaran Klinik
A. Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya,
terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan utama
dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya
diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :
• Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
• Batuk darah
• Sesak napas
• Suara serak
• Sakit dada
• Sulit / sakit menelan
• Benjolan di pangkal leher
8
• Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang
hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar
paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau
patah tulang kaki.
Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :
• Berat badan berkurang
• Nafsu makan hilang
• Demam hilang timbul
• Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy", trombosis
vena perifer dan neuropatia (PDPI, 2003)
B. Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil yang didapat
sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan
terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan
ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura
atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga
dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau
tumor diluar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar,
pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya
fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang (PDPI, 2003)
C. Gambaran radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak
dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium
penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral,
9
bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT
dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.
2.1.5 Klasifikasi Kanker Paru
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil ( small lung cancer, SCLC) dan
kanker paru sel tidak kecil ( non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk
menentukan terapi. Termasuk di dalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah
epidermoid, adenokarsinoma, tipe -tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya (Auliya,
2011).
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru yang
paling sering ditemukan berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia atau displasia akibat merokok jangka panjang secara khas mendahului timbulnya
tumor. Karsinoma sel skuamosa bisasanya terletak sentral di sekitar hilus dan menonjol ke
dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung
menyebar secara langsung ke kelenjar bening hilus, dinding dada, dan mediasternum.
Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan (Auliya, 2011).
Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan
kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstitial
kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering
bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala -gejala (Auliya, 2011).
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam
klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan
berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-
macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat - tempat yang jauh (Auliya, 2011).
10
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu -abu pucat yang terletak di
sentral dengan peluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening
hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong,
sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Bia sanya
ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan
fragmentasi dan “ crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil,
yang paling jelas pada pemeriksaan sitologik adalah berlipatnya nukleu s akibat letak sel
tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Auliya, 2011).
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam -macam. Sel-sel ini
cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat -tempat yang jauh (Auliya, 2011).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma
bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai karsinoma
bronkogenik dan mengancam jiwa (Auliya, 2011).
2.1.6 Stadium Kanker Paru
Ada dua tipe utama kanker paru:
• Small cell lung cancer (SCLC) --- kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK)
• Non-small cell lung cancer (NSCLC) --- kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK) yaitu terdiri dari :
- Adenokarsinoma yang mencakup 40% kanker paru, lebih banyak muncul pada
wanita.
- Skuamous sel karsinoma lebih jarang dijumpai, dan mencakup 25% dari kasus
kanker paru serta paling banyak terjadi pada pria dan orang tua.
• KPKBSK adalah tipe yang paling umum dari kanker paru, mencakup 75-80% dari semua
kasus. Membedakan KPKBSK and KPKSK sangatlah penting karena kedua tipe kanker ini
memerlukan terapi yang berbeda (Linda, 2006).
11
Gambar 2.1 : Tipe Kanker Paru
Tahapan penyebaran kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu (Linda, 2006) :
a. Penyebaran Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)
• Penyebaran terbatas, yaitu kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja
dan pada jaringan disekitarnya.
b. Penyebaran Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)
• Penyebaran tersembunyi, merupakan tahap ditemukannya sel kanker pada dahak (sputum)
pasien di dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor di paru-paru.
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM International menurut Union
12
Against (IUAC/The American Joint Comittee on Cancer (AJCC) 1997 adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Definisi Stadium dan lima tahun angka kelangsungan hidup untuk non-kecil
kanker paru-paru sel (NSCK) berdasarkan arus (6) TNM klasifikasi
13
Gambar 2.3 Metode investigasi dan nilai relatif mereka atau kegunaan dalam membuat
diagnosis patologis dan untuk pembagian Stadium.
2.1.7 Penatalaksanaan Kanker Paru
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a) Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b) Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
d) Suportif.
14
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi, tranfusi
darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi (Ilmu Penyakit Dalam,
2001 dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 2000).
Penatalaksanaan pada pasien Kanker Paru
A) Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin
fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
a) Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkonfirmasi diagnosis tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsi.
b) Pneumonektomi pengangkatan paru
Karsinoma bronkogenik bila aman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat.
c) Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiektasis atau bula
emfisematosa, abses paru, infeksi jamur dan tumor jinak tuberkulosis.
d) Resesi segmental.
Merupakan pengangkatan atau atau lebih segmen paru.
e) Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan-bahan fibrin dari pleura viseral. Radiasi (PDPI,
2003)
Radioterapi dilakukan pada beberapa kasus, sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga
sebagai terapi adjuvant atau paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek
obstruksi atau penekanan terhadap pembuluh darah atau bronkus.
15
Tindakan radiasi sering merupakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan
keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superior, nyeri tulang akibat invasi tumor ke
dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau otak.
Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan oleh beberapa faktor
1. Stadium penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
B) Kemoterapi
Pemberian kemoterapi pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus ditentukan.
Jenis histologis tumor dan tampil an (performance status) harus lebih dan 60 menurut skala
Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa
obat anti kanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan
1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan (PDPI, 2003).
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah:
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. Respons obyektif satu obat antikanker 15%
3. Toksisitas obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
4. Harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 siklus pada penilaian terjadi
tumor progresif.
Regimen untuk KPKBSK adalah :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
16
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
I. Persyaratan pasien Kemoterapi (Linda, 2006)
Pasien dengan keganasan memiliki kondisi dan kelemahan - kelemahan yang apabila
diberikan kemoterap i dapat terjadi efek samping yang tidak dapat dielakkan, sebelum
memberikan kemoterapi harus dipertimbangkan :
1. Menggunakan kriteria Eastren Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status
penampilan < 2.
2. Jumlah lekosit lebih dari 3000/ml.
3. Jumlah trombosit lebih dari 120.000/ul.
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misalnya Hb lebih dari 10 gr%.
5. Kliren kreatinin diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam).
6. Bilirubin kurang dari 2 ml/dl, SGOT dan SGPT dalam batas normal.
7. Elektrolit dalam batas normal.
8. Mengingat toksisitas obat sebaiknya tidak diberikan diatas umur 70 tahun.
Status penampilan penderita ini mengambil indikator kemampuan pasien, di mana
penyakit kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal ini juga
menjadi faktor prognostik dan faktor yang menetukan pilihan terapi yang tepat pada pasien
sesuai dengan status penampilannya (PDPI, 2003).
17
Skala Status Penampilan Menurut ECOG ialah :
• Grade 0 :Masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas dan
pekerjaan sehari-hari.
• Grade 1 : Hambatan pada pekerjaan berat, namun masih mampu bekerja kantor ataupun
pekerjaan rumah yang ringan.
• Grade 2 : Hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 % waktunya untuk tiduran dan
hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak dapat melakukan pekerjaan lain.
• Grade 3 : Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50 % waktunya
untuk tiduran.
• Grade 4 : Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, hanya dikursi atau tiduran
terus. Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain keadaan umum baik skala
Karnofsky diatas > 70, fungsi hati, ginjal dan homeostatik (darah) baik dan masalah finansial
dapat diatasi. Syarat homeostatik yang memenuhi syarat ialah : HB >10 gr%, leukosit >
4000/dl, trombosit >100000/dl.
Tabel 2.1 Skala grading kemoterapi kanker.
Skala Pengertian
90-100 0 Dapat beraktivitas normal, tanpa keluhan yang menetap
70-80 1 Dapat beraktivitas normal tetapi ada keluhan berhubungan dengan
sakitnya
50-70 2 Membutuhkan bantuan pada orang lain untuk aktivitas spesifik
30-50 3 Sangat tergantung pada bantuan orang lain untuk aktivitas rutin
10-30 4 Tidak dapat bangkit dari tempat tidur
18
D) Imunoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil penelitian
di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
E) Hormonoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil penelitian
di Indonesia yang men yokong manfaatnya.
F) Terapi Gen
Metode dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian
2.1.8 Pencegahan Kanker Paru
Menurut CDC (2010), pencegahan dari kanker paru ada empat,yaitu :
a. Berhenti Merokok
Dengan berhenti merokok, akan menurunkan resiko terjadinya kanker paru dibandingkan
dengan tidak berhenti merokok sama sekali. Semakin lama seseorang berhenti merokok, maka
akan semakin baik kesehatannya dibanding mereka yang merokok. Bagaimanapun, risiko bagi
mereka yang berhenti merokok tetap lebih besar dibandingkan mereka yang tidak pernah
merokok.
b. Menghindari menghisap rokok orang lain (secondhand smoke)
c. Membuat lingkungan kerja dan rumah aman dari gas radon
d. Menurut EPA (Environmental Protection Agency ), setiap rumah disarankan untuk
dites apakah ada gas radon atau tidak.
e. Mengkonsumsi buah dan sayuran yang banyak. Konsumsi buah dan sayuran yang
banyak akan membantu melindungi dari kanker paru.
19
2.1.9 Prognosis Kanker Paru
Prognosis dari kanker paru tergantung pada tingkat kesulitan penyembuhan dan lokasi
serta ukuran tumor, gejala-gejala, tipe kanker paru, dan kondisi kesehatan pasien secara
keseluruhan. SCLC mempunyai pertumbuhan yang paling agresif dari semua kanker -
kanker paru, dengan kelangsungan hidup lebih kurang hanya dua sampai empat bulan
setelah didiagnosis jika tid ak dirawat (Sutji, 2001).
SCLC merupakan tipe kanker paru yang paling responsif pada terapi radiasi dan
kemoterapi. Karena SCLC menyebar sangat cepat dan biasanya sudah terjadi penyebaran
pada saat diagnosis, metode - metode seperti pengangkatan secara operasi atau terapi
radiasi lokal akan berkurang efektifnya dalam merawat tipe tumor ini. Waktu kelangsungan
hidup dapat diperpanjan g empat sampai lima kali ketika penggunaan kemoterapi sendiri
atau dalam kombinasi dengan metode - metode lain. Dari semua pasien-pasien dengan
SCLC, hanya 5%-10% masih hidup lima tahun setelah diagnosis (PDPI, 2003).
Pada non-small cell lung cancer (NSCLC), hasil-hasil dari perawatan standar biasanya
secara keseluruhan jelek namun kebanyakan kanker yang terlokalisir dapat diangkat secara
operasi. Bagaimanapun, pada stadium I kanker-kanker yang dapat diangkat sepenuhnya
dengan angka kelangsungan hidup lima tahun mendekati 75%. Terapi radiasi dapat
menghasilkan suatu penyembuhan pada sebagian kecil pasien-pasien dengan NSCLC dan
mengarah pada menghilangkan gejala-gejala pada kebanyakan pasien. Kemoterapi
menawarkan perbaikan waktu kelangsungan hidup yang sedang pada penyakit stadium
lanjut, meskipun angka -angka kelangsungan hidup keseluruhan jelek (PDPI, 2003).
Jika dibandingkan dengan beberapa kanker -kanker lain, keseluruhan prognosis untuk
kanker paru adalah jelek. Umumnya angka kelangsungan hidup untuk kanker paru lebih
rendah dibandingkan kanker lainnya, dengan angka kelangsungan hidup lima tahun untuk
kanker paru sebesar 16% dibandingkan dengan 65% untuk kanker usus besar, 89% untuk
kanker payudara, dan untuk kanker prostat adalah lebih dari 99% (PDPI, 2003).
20
2.2 Bronkoskopi
2.2.1 Pengertian Bronkoskopi
Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani: “broncho” yang berarti batang
tenggorokan dan “scopos” yang berarti melihat atau menonton. Jadi, bronkoskopi adalah
pemeriksaan visual jalan nafas atau saluran pernafasan paru yang disebut bronkus. Lebih
khusus lagi, bronkoskopi merupakan prosedur medis, yang dilakukan oleh dokter yang
mempunyai kompetensi di bidangnya dengan memeriksa bronkus atau percabangan paru-
paru untuk tujuan diagnostik dan terapeutik (Pengobatan). Untuk prosedur ini dokter
menggunakan bronkoskop, sejenis endoskop yang merupakan instrumen untuk pemeriksaan
organ dalam tubuh. Tergantung pada alasan medis atau indikasi klinis untuk bronkoskopi,
dokter dapat menggunakan bronkoskopi kaku (rigid) atau Fiber Optic Bronkoskopi (FOB).
Bronkoskopi adalah inspeksi dan pemeriksaan langsung erhadap laring, trakea, dan
bronki baik melalui bronkoskop serat optik yang fleksibel atau bronkoskop yang
kaku(Smeltzer,2001).
Bronkoskopi merupakan pemeriksaan visual pada pohon trakeobronkial melalui
bronkoskop serat optik fleksibel dan sempit, yang dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi
dan cairan atau sampel sputum dan untuk mengangkat plak lender atau benda asing yang
menghambat jalan napas (Potter & Perry: 2005).
Rigid bronkoskopi ditemukan tahun 1897 oleh Gustav killian. Pada mulanya
bronkoskopi digunakan hanya untuk operasi obstruksi saluran napas oleh karena benda asing
dan stenosis trakea oleh karena difteri. Tahun 1950, bronkoskopi mulai digunakan untuk
diagnosis kanker paru. Kemudian dengan berkembangnya optik berupa fibers glass, flexible
fiberoptic bronkoskopi pertama kali digunakan tahun 1967 oleh Shigeto Ikeda. Saat ini Flexible
bronkoskopi banyak digunakan untuk diagnosis kelainan paru (Potter & Perry: 2005).
21
2.2.2 Jenis Bronkoskopi
Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam
bronkoskopi, yaitu Rigid Bronkoskopi (Pipa Kaku) dan Fiber Optik Bronkhoskopi (Serat Optik).
1. Rigid Bronkoskopi ( Pipa Kaku )
Menutur Smeltzer (2001), bronkoskopi adalah selang logam berongga dengan cahaya
pada ujungnya; panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa biasanya
berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 9-13.5 mm. tebal dinding bronkoskop berkisar
2-3 mm. Bronkoskopi rigid biasanya dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum.
Tindakan ini harus dilakukan oleh bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi.
Bronkoskopi rigid diindikasin pada penderita dengan obstruksi saluran nafas besar dimana
dengan FOB tidak dapat dilakukan. Keuntungan dari penggunaan bronkoskop rigid adalah
lebih mudah untuk menilai clan mendiagnasis pita suara. kelainan saluran pernapasan atas.
atau trakea Indikasi umum lainnya adalah:
• Mengontrol dan penanganan batuk darah massif
• Mengeluarkan benda asing dan i saluran trakeobronk ial
• Penanganan stenosis saluran nafas
• Penanganan obstruksi saluran nafas ak ibat neoplasma
• Pemasangan sten bronkus
• Laser bronkoskopi
2. Fiber Optic Bronkoskopi ( Serat Optik )
Fiber Optic Bronkoskopi adalah bronkoskop yang tipis dan fieksibel yang dapat
diarahkan ke dalam bronchial segmental (Smehzer; 2001). FOB sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis pada kelainan yang dijumpai di paru-paru. Dan berkembang sebagai
suatu prosedur diagnostik invasif paru. FOB berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-
6 mm. merupakan saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan
22
untuk mendapatkan sampel dahak ataupun jaringan. Biasanya 55 cm dari total panjang
tabung FOB mengandung serat optik yang memancarkan cahaya. Ujung distal FOB memiliki
sumber cahaya yang dapat mempebesar 120° dan 100° lapangan pandang yang
diproyeksikan ke layar video atau kamera. Tabungnya sangat fleksibel sehingga
memungkinkanan operator untuk melihat sudut 160°-180° keatas dan 100°-130° ke bawah.
Hal ini memungkinkan bronchoscopist FOB untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan
segmen subcabang bronkus ke atas dan ke bawah dari bronkus utama. dan juga ke depan
belakang (anterior dan superior).
Bronkoskop serat optik (FOB) ditoleransi lebih baik oleh pasien disbanding
bronkoskopi rigid (Pipa Kaku). karena memungkinkan biopsi tumor yang semulannya dapat
dicapai. aman digunakan untuk pasien yang sakit parah dan dapat dilakukan di tempat tidur
atau melalui selang endotrakeal ataau trakeastomi pada pasien dengan ventilator. FOB
memungkinkan intubasi langsung dari lobus atas kanan. yang tidak mungkin dilakukan
dengan bronkoskopi rigid (USU, 2003).
2.2.3 Peralatan Bronkoskopi
Peralatan utama terdiri dari bronchoscope fleksibel yang dihubungkan dengan sumber
cahaya, beraneka sikat, gunting biopsi dan peralatan ekstaksi. Diameter bronchoscope
fleksibel bervariasi dari 3,5 mm untuk anak anak sampai 6 mm untuk orang dewasa. Ultrathin
bronchoskop fleksibel tersedia tapi banyak praktisi tidak terbiasa menggunakannya. Diameter
saluran yang digunakan (saluran pengisap, saluran instilasi dan tempat lintasan peralatan)
ukuran standard bronchoscope fleksibel antara 1,2 – 2,8mm. Ukuran sikat bervariasi sesuai
bulu sikatnya dengan tujuan meminimalkan perdarahan traumatik. Gunting biopsi disesuaikan
dengan kebiasaan operator dan lokasi jaringan target demikian juga peralatan ekstraksi
disesuaikan dengan tipe dan lokasi aspirasi benda asing. Layar fluoroskopi tidak dibutuhkan
selama biopsi endobronkial maupun biopsi transbronkial pada penyakit paru difus, sedangkan
a C-arm atau biplano fluoroskop mutlak digunakan untuk akurasi dan biopsi yang aman pada
23
lesi paru. Fluoroskop berfungsi mencegah pneumonia selama biopsi translokal dan
menghindari penggunaan foto dada. Rigid bronkoskop terdiri dari tabung baja berlubang,
teleskop yang dapat digerakan dengan sumber cahaya yang ditempatkan melalui ujung
próxima. Teleskop biasa (0, 30 dan 900 sudut lensanya) dibutuhkan untuk menampakkan
lobus atas bronkus dengan bronkoskop yang akurat serta untuk ventilasi, katéter penyedot
dan saluran masuknya instrumen, tabung dengan berbagai ukuran dan diameter. Bagian
ujungnya dibengkokan dan memiliki saluran untuk ventilasi yang berfungsi mencegah trauma
pelika suara , membuka sumbatan melalui jalan nafas yang sempit dan menghindari lesi
obstruksi (USU, 2003)
Gambar 2.4 A.rigid bronchoscope (tengah) dengan telescope (atas) dan kateter suction
(bawah). B: Proximal end of universal head of Dumon bronchoscope, memperlihatkan
kateter suction, laser fiber, telescope, dan ventilasi.
24
2.2.4 Teknik Pengambilan Spesimen Bronkoskopi
1. Aspirasi Biopsi
Pengambilan specimen dengan cara memasukkan jarum panjang ditempat yang dicurigai ada
keganasan. Dihisap dengan menggunakan spuit 50 cc dan specimen disemprotkan diatas
objek glass.
2. Biopsi Forcep
Cara pengambilan jaringan dengan memakai forcep. Forcep diarahkan ketempat yang
dicurigai adanya keganasan. mulut forcep dibuka dan ditancapkan ke jaringan tersebut dan
ditutup (sesuai aba-aba operator). Hal ini dilakukan 2-3 kali sampai didapatkan jaringan untuk
bahan pemeriksaan.
3. Bronkhial Brushing:
Dilakukan sikatan ditempat yang dicurigai adanya keganasan atau keradangan untuk
mendapatican bahan pemeriksaan. Dari hasil sikatan dioleskan pada objek glass yang sudah
disediakan. Setelah selesai tindakan bronkoskopi penderita dipindahkan ke ruang khusus
untuk observasi selanjutnya, apakah ada komplikasi dari tindakan tersebut.
4. Bronkhial Washing:
Dilakukan pencucian ditempat yang dicurigai adanya keganasan dan dilakukan sesudah
biopsi. Pencucian pada luka bekas biopsi diharapkan ada sisa-sisa jaringan yang ikut dalam
cairan bilas tersebut (Eva, 2011)
25
2.2.5 Indikasi Bronkoskopi
Indikasi dari bronkoskopi adalah untuk membantu dalam menegakkan diagnosis, sebagai
terapeutik serta evaluasi pre operatif / post operasi (Eva, 2011)
Indikasi Dagnostik
Yang termasuk indikasi diagnastik bronkoskopi antara lain:
•Batuk
•Batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya
•Wheezing lokal dan stridor
•Gambaran foto toraks yang abnormal
•Obstruksi dan atelektasis
•Adanya benda using dalam saluran napas
•Pemeriksaan Bronchoalveolar lavage (BAL)
•Lymphadenopathy atau mama intrabronkial pada intra toraks
•Karsinoma bronkhus
•Ada bukti sitologi atau masih tersangka
•Penentuan derajat kars. inoma bronkus
•Follow up karsinoma bronkus
Indikasi Terapi
Yang termasuk indikasi terapeutik bronkoskopi antara lain:
Mengeluarkan sekret/gumpalan mukus yang tertahan penyclubatelektasis, pneumonia dan abses paru.
2.2.6 Kontra Indikasi Tindakan Bronkoskopi
Kontra indikasi tindakan bronkoskopi terdiri dari kontra indikasi absolut dan relatif (Eva, 2011)
1. Kontra indikasi absolut antara lain:
• Penderita kurang kooperatif
26
• Keterampilan operator kurang
• Fasilitas kurang memadai
• Angina yang tidak stabil
• Aritmia yang tidak terkontrol
• Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen
2. Kontra indikasi retail antara lain:
• Asma berat
• Hiperkarbia berat
• Koagulopati yang sering.
• Bulla emfisema berat
• Obstruksi trakea
• High Positive end -expiratory pressure
2.2.7 Komplikasi Bronkoskopi
Pada umumnya FOB mempunyai batas keamanan yang tinggi dengan
angka mortality 0-0.4 % dengan komplikasi mayor (pendarahan pada waktu dilakukan biopsi,
depresi pemafasan. henti jantung. aritmia. Dan pneumotoraks)
27
3. Komplikasi akibat tindakan bronkoskopi
• Spasme taring
• Gagal napas
• Pneumonia
• Pneu =thorax
• Perdarahan
• Henti jantung (cardiac arrest)
• Takikardi
2.2.8 Definisi Sitologi PA
Histopatologi merupakan cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan
dalam hubungannya dengan penyakit. Teknik pemeriksaaan histopatologi berguna untuk
mendeteksi adanya komponen patogen yang bersifat infektif melalui pengamatan secara
mikroanatomi. Histopatologi sangat penting dalam kaitan dengan diagnosis penyakit karena
salah satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan
terhadap jaringan yang diduga terganggu. Oleh karena itu, dengan proses diagnosis yang
benar akan dapat ditentukan jenis penyakitnya sehingga dapat dipilih tindakan preventif dan
kuratif.
Pemeriksaan histopatologi dilakukan melalui pemeriksaan terhadap perubahan-
perubahan abnormal pada tingkat jaringan. Histopatologi dapat dilakukan dengan mengambil
sampel jaringan (misalnya seperti dalam penentuan kanker payudara) atau dengan
mengamati jaringan setelah kematian terjadi Pemeriksaan histopatologi bertujuan untuk
memeriksa penyakit berdasarkan pada reaksi perubahan jaringan. Pemeriksaan ini
hendaknya disertai dengan pengetahuan tentang gambaran histologi normal jaringan
sehingga dapat dilakukan perbandingan antara kondisi jaringan normal terhadap jaringan
sampel (abnormal). Dengan membandingkan kondisi jaringan tersebut maka dapat diketahui
apakah suatu penyakit yang diduga benar-benar menyerang atau tidak. (UDINUS, 2016)
28
2.2.9 Tipe Histopatologi Kanker
Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas (Kurniawan, 2009),
yaitu:
a. Kelas I: tidak ada sel abnormal.
b. Kelas II: terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya
keganasan.
c. Kelas III: gambaran yang dicurigai keganasan, displasia ringan
sampai sedang.
d. Kelas IV: gambaran sitologi dijumpai displasia berat.
e. Kelas V: keganasan (PDPI, 2008).
29
BAB III
KERANGKA KONSEP dan HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
3.2 Hipotesis Penelitian
Adanya hubungan antara gambaran Bronkoskopi dengan Sitologi PA pasien dengan
suspek kanker paru.
Mutasi Sel
Proliferasi Sel
Tumor Paru
Gambaran Bronkoskopi Sitologi PA
Data
Analisa
Hubungan
30
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian Retrospektif analitik
observasional, dengan desain studi menggunakan rekam medis.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ialah pasien rawat inap di Laboratorium Pulmonology Rumah Sakit dr.
Saiful Anwar Malang dengan suspek kanker paru berdasarkan faktor resiko kanker paru
dalam 1 tahun terakhir.
4.2.2 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua puluh lima persen dari total
jumlah sampel, dengan perhitungan sampel minimal pada populasi yang diketahui
sebagai berikut:
N = 25%𝑥𝑝
n= jumlah sampel minimal yang diperlukan
p= prevalensi pasien dengan Suspek Kanker Paru
4.2.3 Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling.
1.2.4 Inklusi Sampel
1. Usia dewasa di atas 18 Tahun
2. Pasien suspek kanker paru yang dilakukan Bronkoskopi dengan pemeriksaan lanjutan
di Sitologi PA
31
4.3 Variabel Penelitian
4.3.1 Variabel Bebas
Gambaran Bronkoskopi
4.3.2 Variabel Tergantung
Hasil Sitologi PA
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pulmonology dan Laboratorium Patologi Anatomi
4.5 Bahan dan Alat
Bronkoskopi, Mikroskop, Hasil pemeriksaan patologi anatomi, sampel bronkus
4.6 Definisi Operasional
4.6.1 Suspek Kanker Paru
Pasien yang datang Rawat Inap ke Rumah Sakit dr.Saiful Anwar Malang yang klinis dan
pemeriksaan penunjangnya yaitu rontgen dan CT Scan mencurigakan kanker paru.
4.6.2 Sitologi PA
Gambaran Mikroskopis dari hasil biopsi washing dan brushing bronkoskopi. Klasifikasi
dari gambaran Sitologi PA adalah Kelas 1 yang merupakan Sel normal, Kelas 2
merupakan perubahan sel epitel, Kelas 3 merupakan sel atipikal, Kelas 4 merupakan
curiga folikular neoplasma, dan Kelas 5 merupakan sel yang dapat dipastikan ganas.
4.6.3 Bronkoskopi
Suatu alat diagnostic untuk mengetahui struktur bronkus dan percabangannya serta untuk
pengambilan sampel jaringan maupun sel agar dapat diketahui ada atau tidaknya sel yang
ganas. Klasifikasi dari Bronkoskopi adalah Stenosis Obstruksi, Stenosis Kompresi, dan
Stenosis Edematous
32
4.7 Prosedur Penelitian
4.8 Analisa Data
4.8.1 Jadwal Penelitian
No Kegiatan Bulan
Sep
2016
Okt
2016
Nov
2016
Des
2016
Jan
2017
Feb
2017
Mar
2017
Apr
2017
Mei
2017
1 Pembuatan
Usulan
2 Persetujuan
Usulan
3 Pembuatan
Etik
4 Pengumpulan
Data
5 Pengolahan
Data
6 Penulisan
Laporan
7 Penyajian
Laporan
POPULASI
SAMPEL
BRONKONSKOPI
SITOLOGI PA
33
BAB V
HASIL ANALISIS
5.1 Analisis Deskriptif
5.1.1 Hasil Sitologi PA
Seluruh sampel Sitologi PA yang telah didapatkan dilakukan di
Laboratorium Patologi Anatomi dengan menggunakan Mikroskop yang tersedia di
tempat tersebut. Dari hasil bacaan ditemukan Gambaran Jinak yang berjumlah 63
Sampel, dan sisanya yang berjumlah 20 merupakan Gambaran Ganas.
Gambar 5.1 Hasil Gambaran Sampel Kelas 2 yang merupakan Jinak
Gambar 5.2 Hasil Gambaran Sampel Kelas 3 yang merupakan Jinak
34
Gambar 5.3 Hasil Gambaran Sampel Kelas 4 yang merupakan Ganas
Gambar 5.4 Hasil Gambaran Sampel Kelas 5 yang merupakan Ganas
35
5.1.2 Hasil Gambaran Bronkoskopi
Seluruh sampel Bronkoskopi didapatkan dari Laboratorium Pulmonology RSUD
Saiful Anwar Malang dengan menggunakan alat yang sesuai. Dari hasil bacaan
didapatkan sebanyak 55 Sampel merupakan Stenosis Obstruksi. Stenosis
Kompresi yang didapatkan sebanyak 19 Sampel. Dan sisanya yaitu 9 sampel
merupakan Stenosis Edematous.
Gambar 5.5 Gambaran Sampel Bronkoskopi Stenosis Obstruksi
Gambar 5.6 Gambaran Sampel Bronkoskopi Stenosis Edematous
36
Gambar 5.7 Gambaran Sampel Bronkoskopi Stenosis Kompresi
37
5.1.3 Karakteristik Dasar pasien Kanker Paru terkait
Berikut merupakan tabel usia rata-rata dan tabel distribusi frekuensi Jenis
Kelamin, Stenosis, dan Sitologi PA pasien kanker paru pada pasien Rumah Sakit
Syaiful Anwar Malang Bulan September 2016 sampai dengan Bulan Februari 2017
Tabel 5.1 Data Pasien Kanker Paru
Usia Frekuensi
Rata-Rata 55
Jenis Kelamin Frekuensi %
Laki-Laki 28 66.30%
Perempuan 55 33.70%
Jenis Stenosis Frekuensi %
Obstruksi 55 66.30%
Kompresi 19 22.90%
Edematous 9 10.80%
Jenis Keganasan Frekuensi %
Normal 0 0.00%
Jinak 63 75.90%
Ganas 20 24.10%
38
66.3
33.7
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
66.3
22.9
10.8
Jenis Stenosis
Obstruksi Kompresi Edematous
39
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 83 orang pasien penderita
kanker paru di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang Bulan September 2016 sampai
dengan Bulan Februari 2017 memiliki rata-rata usia yaitu 55 Tahun. Paling banyak
merupakan Perempuan sebanyak 55 orang (66.3%). Sedangkan sisanya
sebanyak 28 orang pasien (33.7%) termasuk dalam kriteria ganas. Paling banyak
pasien termasuk dalam kategori Obstruksi sebanyak 55 orang (66.3%). Lalu
sebanyak 19 orang (22.9%) pasien termasuk dalam kategori Kompresi.
Sedangkan sisanya sebanyak 9 orang (10.8%) pasien termasuk dalam kategori
Edematous. Paling banyak pasien termasuk dalam kriteria jinak sebanyak 63
orang (75.9%). Sedangkan sisanya sebanyak 20 orang (24.1%) pasien termasuk
dalam kriteria ganas.
0
75.9
24.1
Jenis Keganasan
Normal Jinak Ganas
40
5.1.4 Tabel Distribusi Frekuensi Tingkat Keganasan Berdasarkan Kategori
Berikut merupakan tabel distribusi frekuensi tingkat keganasan kanker
paru pada pasien Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang Bulan September 2016
sampai dengan Bulan Februari 2017 :
Tabel 5.2 Frekuensi Sitologi PA Berdasarkan Setiap Kategori
Keganasan Jinak Ganas Total P
F % F % F %
Obstruksi 37 67.3% 18 32.7% 55 100.0%
Kompresi 17 89.5% 2 10.5% 19 100.0% 0.030
Edematous 9 100% 0 0.0% 9 100.0%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 63 orang pasien
penderita kanker paru yang termasuk jinak di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang
Bulan September 2016 sampai dengan Bulan Februari 2017 paling banyak berasal
dari kategori obstruksi sebanyak 37 orang (58,7%), kemudian dari kategori
kompresi sebanyak 17 orang (27.0%), dan dari kategori edematous sebanyak 9
orang (14.3%).
Selanjutnya dari 20 orang pasien penderita kanker paru yang termasuk
ganas di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang Bulan September 2016 sampai
dengan Bulan Februari 2017 paling banyak berasal dari kategori obstruksi
sebanyak 18 orang (90,0%), kemudian dari kategori kompresi sebanyak 2 orang
(10.0%), dan tidak satupun pasien dari kategori edematous yang tergolong ganas.
Pengujian perbedaan proporsi tingkat keganasan kanker paru pada pasien
rumah sakit Syaiful Anwar Malang Chi Square dengan hipotesis berikut ini :
Commented [NB1]: Bacanya : Ganas itu berarti kemungkinan besar adalah Stenosis Obstruksi. “Munculnya Stenosis jika ditemui ganas, kemungkinan sangat besar adalah Stenosis Obstruksi.”
41
H0 : Tidak ada perbedaan proporsi tingkat keganasan kanker paru pada pasien
rumah sakit Syaiful Anwar Malang
H1 : Terdapat perbedaan proporsi tingkat keganasan kanker paru pada pasien
rumah sakit Syaiful Anwar Malang
Pengujian Chi Square menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.030. Hal
ini dapat diketahui bahwa probabilitas < alpha 0.050 (5%), sehingga H0 ditolak.
Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan proporsi tingkat
keganasan kanker paru pada pasien rumah sakit Syaiful Anwar Malang.
42
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian
6.1.1 Hubungan klasifikasi gambaran PA terhadap jenis stenosis bronkoskopi kanker
paru.
Dalam penelitian ini, hasil gambaran dari bronkoskopi yang berupa jenis
stenosis, akan digabungkan dengan gambaran dari PA yang klasifikasinya berupa kelas 1
sampai kelas 5 yang dapat kita lihat bagaimana statistik dari hasil yang berupa ganas atau
tidak. Kelas 1 adalah gambaran specimen adequacy yang ditemukan adanya endocervical
transformation zone yang merupakan tanda inflamasi radang yang tidak ada tanda
keganasan(Nayar,et.all,2014). Kelas 1 dari yang kita temukan dari sampel adalah gambaran
adequat yang menandakan jinak. Kelas 2 adalah gambaran Non-neoplastic yang merupakan
abnormalitas epitel klasik, perubahan keratotic, metaplasia tubal dan atrofi(Nayar,et.all,2014).
Dari sampel yang kita temukan bahwa kelas 2 adalah perubahan sel epitel dengan
keradangan yang bukan merupakan keganasan sel. Melihat dari pasien yang ditemukan
atipikal sel di sputumnya, ditemukan bahwa pasien terserang kanker paru yang low-grade,
pneumonia, dan tuberculosis(Kim,et.all,2007). Kelas 3 dari sampel yang ditemukan adalah sel
atipikal berarti yang ditemukan adalah kanker dengan low-grade atau ringan. Kasus
mencurigakan dari well-differentiated dan multifocal adenocarcinoma dari paru dapat
diasosiasikan dengan perubahan inlamasi yang menyebar luas dan honeycombing, yang
nantinya kondisi ini merupakan tanda dari diagnose keganasan(Lantuejoul,et.all,2007). Dari
sampel yang ditemukan bahwa kelas 4 merupakan curiga adenocarcinoma dan kelas 5
merupakan well-differentiated adenocarcinoma, yang dapat disebutkan bahwa kedua kelas
ini merupakan kanker ganas. Maka dari itu, yang harus diamati adalah kelas dari gambaran
PA yang akan berpengaruh pada statistika ganas atau tidaknya dari stenosis kanker paru.
43
6.1.2 Hubungan antara keganasan terhadap gambaran Stenosis.
Dari hasil penelitian yang didapatkan bahwa 90% dari seluruh sampel stenosis yang
ditemukan ganas merupakan bagian dari Stenosis Obstruksi yang sesuai menurut penelitian
(Murgu, et.al, 2012) yang menyatakan bahwa Stenosis Obstruksi sendiri merupakan tanda
tersering dari Malignancy yang merupakan kanker paru ganas. Dari sampel yang didapatkan,
ditemukan hasil gambaran sitologi PA kelas 4 dan 5 mendukung terbentuknya suatu kanker
ganas yang menginfiltrasi mukosa dan menyebabkan penutupan lumen bronkus dan paru
sehingga pada saat dilakukan biopsy forcep dan bronchial brushing, sel ganasnya akan
terlepas.
Dari hasil penelitian selanjutnya didapatkan pula bahwa terbanyak kedua dari seluruh
sampel stenosis yang ditemukan ganas (10%) merupakan bagian dari Stenosis Kompresi
masih ditemukan adanya kemungkinan untuk menjadi ganas namun lebih sering menjadi
sebuah gambaran radang dan bukan merupakan kanker ganas. Dapat dilihat dari sampel
yang didapatkan bahwa hanya 2 sampel saja yang ditemukan merupakan bagian dari kelas 4
dan 5 yang merupakan keganasan. Pada stenosis kompresi, beberapa sampel didapatkan
sel-sel ganas, prediksinya adalah pada sampel ini sudah terjadi infiltrasi sel-sel kanker ke
dinding bronkus, sehingga pada waktu pengambilan, jaringan atau sampel sel-sel ganasnya
terlepas dan massa tumor berada di luar bronkus. Sehingga pada saat dibiopsi tidak akan
ditemukan jaringan kanker..
Dari hasil penelitian yang terakhir, didapatkan bahwa tidak ada sedikitpun (0%) dari
sampel stenosis Edematous yang ditemukan keganasan. Hal ini yang sesuai menurut
penelitian dari (Bucca,1989), bahwa Pembesaran atau Edematous pada bagian airway lebih
sering ditemukan bahwa disebabkan oleh inflamasi atau keradangan yang tidak berhubungan
dengan kanker ataupun adanya massa tumor namun terletak di luar bronkus, sehingga tidak
dapat diidentifikasi pada biopsi.
44
6.1.3 Hasil Uji Perbedaan Proporsi dari Tingkat Keganasan Kanker Paru
Dari hasil penelitian terakhir yaitu uji beda proporsi, ditemukan bahwa adanya
perbedaan yang proporsi dari tingkat keganasan kanker paru pada rumah sakit Syaiful Anwar
Malang. Uji proporsi menggunakan chi-square dan ditemukan hasilnya berbedea proporsi
dikarenakan adanya faktor dari tingkat keganasan yang mempengaruhi perbedaan dari
masing-masing stenosis. Dimana dari tiap stenosis, jumlah dari hasil gambaran sitologi PA
nya memiliki perbedaan yang signifikan dengan nila 0.030, yang telah diketahui bahwa
signifikan < alpha 0.050 (5%). Dapat dilihat dari Stenosis Obstruksi, ditemukan jumlah dari
sampel yang lebih banyak daripada Stenosis Kompresi dan Stenosis Edematous. Ditemukan
pula jumlah keganasan yang lebih banyak yaitu sejumlah 32.7% dibandingkan dari Stenosis
Kompresi yaitu 10.5% dan Stenosis Edematous 0%. Dari jumlah kategori jinak pun dapat
dilihat perbedaan yang signifikan, yaitu 100% untuk stenosis Edematous, 89.5 % untuk
stenosis kompresi dan 67.3 % untuk stenosis Obstruksi.
6.2 Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini baik karena faktor keterbatasan
kemampuan dari peneliti itu sendiri maupun kesulitan dari keterbatasan situasi sampel.
Adapun yang menjadi keterbatasan penelitian, dapat diuraikan seperti di bawah ini.
1. Dari sampel yang didapatkan, terdapat tumor yang ternyata berada di luar bronkus.
Sehingga dari hasil biopsi dan dilakukan bronkoskopi, keganasan dari kanker tersebut
tidak ditemukan. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan pengambilan sampel
digantikan dengan biopsi tulang toraks.
45
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ditemukan hubungan klasifikasi gambaran PA terhadap jenis stenosis bronkoskopi
kanker paru.
2. Ditemukan hubungan antara keganasan terhadap gambaran stenosis.
3. Ditemukan hasil uji perbedaan proporsi dari tingkat keganasan kanker paru.
7.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu sebagai berikut:
1. Adanya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan dari gambaran bronkoskopi dan gambaran
sitologi PA yang lebih difokuskan pada tiap kelas dari tingkat keganasan Kanker Paru.
2. Adanya identifikasi lebih lanjut dari hasil gambaran bronkoskopi mengenai jenis stenosis yang
menentukan sebuah kanker atau radang.
3. Adanya identifikasi lebih lanjut dari hasil gambaran Sitologi PA mengenai klasifikasi tingkat
keganasan yang menentukan jinak atau ganas.
46
DAFTAR PUSTAKA
CDC. (2016). Lung Cancer. Diambil kembali dari CDC.gov: (On-Line)
Efriliana, E. M. (2011). Pemeriksaan Diagnostik Bronkoskopi. Diambil kembali dari Universitas Respati Yogyakarta: (On-line)
Husen, A. (2011). Kanker Paru. Lapangan KTI, 7.
Kurniawan. (2009). Kanker Thinprep Patologi Anatomi. Diambil kembali dari Repository UII: (On-line)
Mariono, S. A. (2000). Experience of Treatment of Lung Cancer Patients using Paclitaxel and Carboplatin. Diambil kembali dari Medical Journal of Indonesia: (On-line)
Mulyadi. (2011). Bronkoskopi Serat Optik pada Saluran Nafas Bawah. Diambil kembali dari Jurnal Kedokteran Unsyiah: (On-line)
Murgu, S. D. (2016). Central Airway Obstruction. Diambil kembali dari CHEST: (On-line)
PDPI. (2003). Kanker Paru. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia, 3.
PDPI. (2003). Konsensus Kanker Paru. Diambil kembali dari KlikPDPI: (On-line)
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia. (2012). Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Jurnal PPTI, 17.
Repository USU. (2011). Profil Penderita yang dilakukan Tindakan Bronkoskopi. Diambil kembali dari USU: (On-line)
Tsao, A. S. (2016). Lung Carcinoma. Diambil kembali dari Merckmanuals: (On-line)
UDINUS Journal. (2016). Patologi Anatomi. Diambil kembali dari Universitas Dian Nuswantoro Semarang: (On-line)
WHO. (2017). Lung Cancer. Diambil kembali dari WHO International: (On-line)
Wiley. (2015). Pap Test and Bethesda Journal. Diambil kembali dari Cancer
Cytopathology: (On-line)
Alsegaff, H., Amin, M., Saleh, W.B.M.T., 2000, Ilmu Penyakit Paru, UNAIR,
Surabaya, hal 91-106.
47
Alsegaff, H., Saleh, W.B.M.T., Wibisono, M.Y., Amin, M., 2001, Pleura,
dalam : Lab./UPF Ilmu Penyakit Paru RSUD Dokter Soetomo, Pedoman
Diagnosa dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, hal 111-114.
Alexandrikis., kyriakov., passon., 2004, pleural effusion in hematologic
malignancies, FKUI, Jakarta, 125.
Amin, Z., Bahar, A., 2001, Tumor Paru, dalam : Tim Editor, Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II, edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal 915-396.
Amin, Z., Suwondo, A., 2005, Tumor Paru, dalam : Suparman, Waspadji S,
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, edisi empat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
hal 1015-1021.
Halim, H., 2001, Penyakit-Penyakit Pleura, dalam : Tim Editor, Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid II, edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Hal 927-936.
Hisyam, B., Sja’bani, M., Edijomo, 1998, Sebab-Sebab Pleural Effusion di RS
UGM Bagian Penyakit Dalam Yogyakarta, dalam : Ikatan Dokter Paru
Indonesia, Naskah Lengkap Konggres Nasional III, UNAIR, Surabaya,
hal 629-633.
Rab, T., 2002, Ilmu Penyakit Paru, Hipokrates, Jakarta, hal 549-579.
Rab,T., 1999, Prinsip Gawat Paru, EGC, Jakarta, hal 15, 248-257.
Bucca C. (1989), PubMed. Diambil kembali dari NCBI :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2595105
48
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik
49
LAMPIRAN 2. Surat Pernyataan Keaslian Tulisan
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mochamad Naufal Bachtiar
NIM : 145070100111014
Program Studi : Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil-alihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya. Apabila di
kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Malang, 2 Desember 2017
Yang membuat pernyataan,
Mochamad Naufal Bachtiar
NIM. 145070100111014
50
LAMPIRAN 3. Surat Keterangan Uji Plagiasi
51
LAMPIRAN 4 Surat Izin Penelitian RSSA
52
LAMPIRAN 5
Pengujian Normalitas Data Tingkat Keganasan kanker Paru pada Pasien
Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang
Descriptives
Katagori Statistic Std. Error
Stenosis Obstruksi Mean 2.9273 .13696
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2.6527
Upper Bound 3.2019
5% Trimmed Mean 2.8636
Median 3.0000
Variance 1.032
Std. Deviation 1.01570
Minimum 2.00
Maximum 5.00
Range 3.00
Interquartile Range 2.00
Skewness .590 .322
Kurtosis -1.004 .634
Kompresi Mean 2.3684 .19058
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.9680
Upper Bound 2.7688
5% Trimmed Mean 2.2427
Median 2.0000
Variance .690
Std. Deviation .83070
Minimum 2.00
Maximum 5.00
Range 3.00
Interquartile Range .00
Skewness 2.418 .524
Kurtosis 5.495 1.014
Edematous Mean 2.2222 .14699
53
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.8833
Upper Bound 2.5612
5% Trimmed Mean 2.1914
Median 2.0000
Variance .194
Std. Deviation .44096
Minimum 2.00
Maximum 3.00
Range 1.00
Interquartile Range .50
Skewness 1.620 .717
Kurtosis .735 1.400
Tests of Normality
Katagori
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Stenosis Obstruksi .292 55 .000 .796 55 .000
Kompresi .461 19 .000 .524 19 .000
Edematous .471 9 .000 .536 9 .000
a. Lilliefors Significance Correction
54
Pengujian Perbedaan Tingkat Keganasan kanker Paru Kategori Obstruksi
dengan Kompresi pada Pasien Rumah Sakit Syaiful Anwar
Malang
Mann Whitney Test
Ranks
Katagori N Mean Rank Sum of Ranks
Stenosis Obstruksi 55 40.55 2230.00
Kompresi 19 28.68 545.00
Total 74
Test Statisticsa
Stenosis
Mann-Whitney U 355.000
Wilcoxon W 545.000
Z -2.294
Asymp. Sig. (2-tailed) .022
a. Grouping Variable: Katagori
55
Pengujian Perbedaan Tingkat Keganasan kanker Paru Kategori Obstruksi
dengan Edematous pada Pasien Rumah Sakit Syaiful Anwar
Malang
Mann Whitney Test
Ranks
Katagori N Mean Rank Sum of Ranks
Stenosis Obstruksi 55 34.20 1881.00
Edematous 9 22.11 199.00
Total 64
Test Statisticsa
Stenosis
Mann-Whitney U 154.000
Wilcoxon W 199.000
Z -1.965
Asymp. Sig. (2-tailed) .049
a. Grouping Variable: Katagori
56
Pengujian Perbedaan Tingkat Keganasan Kanker Paru Kategori Kompresi
dengan Edematous pada Pasien Rumah Sakit Syaiful Anwar
Malang
Mann Whitney Test
Ranks
Katagori N Mean Rank Sum of Ranks
Stenosis Kompresi 19 14.55 276.50
Edematous 9 14.39 129.50
Total 28
Test Statisticsa
Stenosis
Mann-Whitney U 84.500
Wilcoxon W 129.500
Z -.069
Asymp. Sig. (2-tailed) .945
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .962b
a. Grouping Variable: Katagori
b. Not corrected for ties.
LAMPIRAN 6. Hasil Akumulasi Data Sitologi PA dan Bronkoskopi
16-Sep
Nama Kelas Stenosis Usia Jenis
Kelamin
Gunawan Tn 2 Infiltratif 59 L
Saryono Tn 5 Infiltratif 44 L
Wakit Tn 3 Infiltratif 69 L
Ngatini Ny 3 Obstruksi 69 P
Suharjono Tn 3 Obstruksi 67 L
Untung Abdiyono Tn 2 Obstruksi 65 L
Endang Suyanti Ny 3 Obstruksi 44 P
57
Kristyo Y Tn 2 Kompresi 65 L
16-Oct
Nama Kelas Stenosis Usia Jenis
Kelamin
Wasiatin Ny 4 Obstruksi 65 P
Tukiyem Ny 2 Infiltratif 43 P
Drikah Ny 2 Infiltratif 51 P
Suliyanto Tn 2 Obstruksi 53 L
Sardi Tn 2 Kompresi 56 L
Samin Tn 4 Obstruksi 52 L
Pornomo Tn 5 Obstruksi 59 L
Tn Adi Sutrisno 2 Infiltratif 37 L
Sih Mirmo Tn 2 Edematous 71 L
Tumini Ny 4 Infiltratif 50 P
Mustakim Tn 3 Infiltratif 54 L
Sumaiyah Ny 2 Kompresi 70 P
Samsul Arifin Tn 2 Kompresi 55 L
Sudjianto Tn 2 Kompresi 55 L
Sulastri Ny 4 Obstruksi 56 P
Tiksimin Tn 2 Edematous 71 L
AH.Fitrani Sujianto Tn 2 Kompresi 46 L
Tn Sutrisno 2 Kompresi 56 L
Ny Sri Wahyuni 4 Obstruksi 39 P
Ny. Rohimah 2 Obstruksi 39 P
16-Nov
Nama Kelas Stenosis Usia Jenis
Kelamin
Supiyah Ny 2 Kompresi 69 P
Eni Susanti Ny 2 Obstruksi 44 P
Ngadiman Tn 2 Infiltratif 55 L
Edi Suhaedi Tn 4 Obstruksi 48 L
Andhi Kurniawan Tn 2 Kompresi 25 L
Acip Tn 2 Kompresi 51 L
Ahmad Tohadi Tn 4 Obstruksi 67 L
Minto Hadi 2 Infiltratif 57 L
Ponimah Ny 2 Kompresi 49 P
Soedjito Tn 3 Obstruksi 82 L
KASAN TN 2 Kompresi 55 L
Dulkawi Tn 2 Obstruksi 57 L
58
Adi Puto 2 Kompresi 44 L
Des 16
Nama Kelas Stenosis Usia Jenis
Kelamin
suparlan tn 2 Infiltratif 61 L
Sulasi Tn 2 Infiltratif 62 L
KISSA TASLIM Ny 2 Obstruksi 54 P
Suwarno Tn 2 Obstruksi 76 L
MATIUS JASARIADI TN 2 Obstruksi 51 L
Sri Sunaeni 3 Infiltratif 50 P
Sumariadi Tn 4 Kompresi 61 L
Anik Ny 2 Infiltratif 51 P
Muradji Tn 3 Infiltratif 68 L
Hariyanto 2 Edematous 36 L
Endang sulistyowati 4 Infiltratif 54 P
Siti masnunah Ny 5 Infiltratif 37 P
Sumiati Ny 2 Kompresi 60 P
Siti Nurhayati Ny 2 Kompresi 36 P
KHOIRUL MARDIYAH tn 2 Edematous 47 L
17-Jan
Nama Kelas Stenosis Usia Jenis
Kelamin
Supardi Tn 3 Infiltrasi 69 L
Gunawan Tn 3 Obstruksi 35 L
Suparti Ny 3 Obstruksi 65 P
Heni Sapta T Ny 2 Obstruksi 47 P
Wiyanto Tn 4 Obstruksi 68 L
T.Maksum 2 Obstruksi 49 L
Rochmi Aida Ny 4 Obstruksi 59 P
Sukadi Tn 2 Obstruksi 52 L
Emar Sucipto Tn 3 Edematous 54 L
Suyono Tn 4 Obstruksi 47 L
Saiin Tn 4 Obstruksi 70 L
Ngatemi Ny 5 Infiltrasi 44 P
59
17-Feb
Nama Kelas Stenosis Usia Jenis
Kelamin
Arlina Ny 3 Kompresi 76 P
NIBUN Tn 2 Infiltrasi 81 L
Abd Karim Tn 3 Edematous 73 L
Hartatik Ny 4 Obstruksi 29 P
Fransisco Wuisan Tn 2 Edematous 63 L
Sugiono Tn 2 Edematous 56 L
Antonius Tn 5 Kompresi 36 L
Yasin Tn 3 Kompresi 42 L
Sukemi Ny 2 Infiltrasi 69 P
Purnomo Tn 2 Obstruksi 58 L
Suyanto Tn 4 Obstruksi 60 L
Anwar Tn 2 Obstruksi 66 L
Giran Tn 2 Obstruksi 71 L
Malikah Ny 2 Edematous 46 P
Teguh Santoso Tn 2 Obstruksi 46 L
1. COVER + DAFTAR ISIABSTRAK
Top Related