7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
1/13
Abstraksi
Bukan rahasia lagi jika produk hortikultura, terutama buah dan sayur, dipasar Indonesia dikuasai produk impor.
Berdasarkan hasil kajian Bank Dunia, produk impor saat ini menguasai
pasar sebesar 60 persen, sementara produk lokal hanya 40 persen. Hal itu
membuat gairah petani hortikultura Indonesia semakin turun. Yang menjadi tugas
pemerintah adalah berusaha membalik keadaan itu, produk hortikultura lokal
harus 60 persen dan impor hanya 40 persen.
Menurut Sekretaris Direktorat Hortikultura Departemen Pertanian
(Deptan) Sri Kuntarsih, sejak tahun 2004, jumlah petani hortikultura semakin
berkurang. Bahkan, bahan baku untuk produk olahan seperti jus dalam kemasan
pun diimpor dari luar negeri.
Saat ini, investasi masyarakat pada tanaman hortikultura mulaimeningkat, besarnya hampir Rp 40 triliun. Pemerintah hanya sebagai penggerak.
Daya saing pun ditingkatkan pemerintah dengan Permendag No. 30
Tahun 2012 mewajibkan para importir produk hortikultura untuk memperhatikan
aspek keamanan pangan, ketersediaan produk dalam negeri, dan penetapan
sasaran produksi dan konsumsi produk hortikultura. Selain itu para importir juga
harus memenuhi persyaratan kemasan dan pelabelan, standar mutu serta
ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan,
tumbuhan dan lingkungan
7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
2/13
Pendahuluan
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara besar yang memiliki potensi sumber daya
alam yang melimpah. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar
penduduknya bermatapencaharian di bidang pertanian. Pertanian adalah suatu
jenis kegiatan produksi yang berlandaskan prsoes pertumbuhan dari tumbuh-
tumbuhan dan hewan. Pertanian dalam arti sempit dinamakan pertanian rakyat
sedangkan pertanian luas meliputi pertanian sempit, kehutanan, peternakan dan
perikanan. Cuaca dan iklim di Indonesia sangat mendukung untuk kegiatan
pertanian Indonesia.
Keragaman komoditas hortikultura yang antara lain terdiri atas tanaman
buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman berkhasiat obat menjadi modal
dasar dalam pengembangan produk pertanian tropis. Dibandingkan komoditas
pertanian lainnya, produk hortikultura memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Dengan demikian, pengembangannya diharapkan berdampak nyata terhadap
pendapatan masyarakat, penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomian
nasional. Dalam rangka merebut pasar global, produk hortikultura nasional perlu
mendapatkan sentuhan inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing yang
tercermin dari peningkatan mutu, cita rasa, penampilan, keterjangkauan harga,
keberlanjutan pasokan, keefisienan produksi dan perluasan jangkauan pasar.
Subsektor hortikultura berperan sebagai penyedia lapangan kerja dan
sumber pendapatan masyarakat. Berdasarkan sensus pertanian tahun 2003, jumlah
rumah tangga hortikultura mencapai 8,4 juta rumah tangga dan menempati posisi
kedua terbesar setelah subsektor Tanaman Pangan. Besarnya jumlah rumah tangga
hortikultura menunjukkan bahwa subsektor ini berperan strategis dalam
mensejahterakan masyarakat. Produk hortikultura umumnya merupakan
komoditas bernilai ekonomi tinggi, sehingga pengembangan usaha hortikultura
berpotensi besar dan berperan strategis dalam percepatan peningkatan pendapatan
masyarakat atau percepatan penurunan angka kemiskinan di dalam negeri. Selain
itu produk hortikultura mempunyai potensi ekspor yang sangat besar khususnya
7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
3/13
produk-produk tropis yang bersifat eksotik, misalnya Manggis, Salak, Mangga,
Anggrek, Daun potong, Jamur, dan Temulawak. Selain memberikan kontribusi
positiif terhadap perekonomian nasional, subsektor hortikultura berperan dalam
penyediaan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan masyarakat. Peningkatan
konsumsi produk hortikultura diharapkan berdampak positif terhadap
meningkatnya pertumbuhan usaha budidaya hortikultura di tanah air.
Identifikasi Permasalahan
Peningkatan produksi dan mutu produk merupakan hal mutlak yang harus
dilakukan untuk dapat meningkatkan daya saing hortikultura di dalam negeri,
memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat dan mengurangi impor.
Introduksi teknologi sebagai komponen utama di dalam peningkatan daya saing
belum berjalan optimal. Selain itu penyediaan prasarana dan sarana pasca panen
berjalan lambat, akibatnya mutu produk yang diperoleh petani tidak sesuai
dengan standar yang diinginkan. Permasalahan yang dijumpai di lapangan yang
terkait dengan rendahnya daya saing produk hortikultura di Indonesia adalah
sebagai berikut :1. Penerapan teknologi budidaya (on farm)dan pasca panen hortikultura
sampai saat ini masih kurang berkembang.
2. Terbatasnya sarana dan prasarana antara lain alat panen, alsin sortasi,pengangkutan/transportasi berpendingin, cold storage, grading dan
packaging house.
3. Kurangnya sumber daya manusia yang terampil dalam pengelolaan danpengoperasian sarana dan prasarana hortikultura.
Tujuan
Tujuan dari dibuatnya karya tulis ini adalah unuk merumuskan suatu
strategi Negara Indonesia kedepan, agar ketika fungsi pengawasan lembaga
keuangan bank diserahkan kepada lembaga independen lain atau Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) fungsi tersebut menjadi efektif. Efektifitas dalam konteks ini
adalah menjadikan OJK menjadi suatu lembaga independen yang dapat berjalan
sinergis dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia.
7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
4/13
7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
5/13
buah jeruk USD 150,3 juta dan anggur USD 99,8 juta. Sementara itu, negara
pengeskpor produk hortikultura terbesar ke Indonesia pada 2011 adalah China,
Thailand dan Amerika Serikat. Komoditi hortikultura yang diatur dalam
Permendag ini terdiri atas produk tanaman hias, seperti anggrek dan krisan;
produk hortikultura segar, seperti bawang, sayur-sayuran dan buah-buahan
(wortel, lobak pisang, kentang, cabe, jeruk, apel, anggur, pepaya); serta produk
hortikultura olahan, seperti sayuran dan buah-buahan yang diolah dan jus buah.
Keadaan Usaha Hortikultura di Indonesia
Usaha mempunyai lahan yang terbatas. Sebagian tanamandibudidayakan di perkarangan.
Masyarakat masih menggunakan cara tradisional untuk budidaya. Adayang memperoleh bibit dengan ala kadarnya sehingga terkadang tidak
sesuai dengan kondisi lingkungan. Hal ini juga tercermin dalam
pemupukan dan pemberantasan hama.
Biasanya mempunyai jenis tanaman yang heterogen. Penanganan hasil panen masih sederhana. Sebagian daerah pegunungan
masih mengandalkan sayuran sebagai hasil utama. Di dataran rendah
mengandalkan bunga potong, sedangkan buah-buahan masih belum
mendapatkan porsi perhatian yang memadai.
Berbagai Kendala Budidaya Tanaman Hortikultura
Ada beberapa catatan bagi budidaya tanaman hortikultura di Indonesia
menurut beberapa penelitian yang bisa dituliskan, di antaranya:
1. Sebagian besar mutu hasil tanaman hortikultura di Indonesia mesihperlu ditingkatkan. Sebahai negara agraris, kualitas produk si negeri ini
masih kalah oleh Thailand.
2. Daerah tropis mempunyai keuntungan dan kerugian. Salah satukerugiannya adalah serangan hama dan penyakit dengan durasi waktu
yang lama. Karena perbedaan cuaca di musim kemarau dan hujan,
tidak terlalu ekstrim. Hal ini butuh penanganan khusus dari para ahli
untuk memperbaiki jumlah produksi hasil hortikultira.
7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
6/13
3. Beberapa buah dan sayuran di negeri ini mempunyai ukuran yang lebihkecil dibandingkan hasil produk dari negara lain. Tetu unu sebuah
pekerjaan rumah untuk meningkatkan bobot dan ukuran hasil
hortikultura, sehingga produksi lokal tidak kalah oleh produk impor.
4. Tekstur yang memikat, bentuk yang proporsional hingga warna yangmengundang selera masih belum mewarnai sebagian besar produk
hortikultura negeri ini.
5. Seringkali ketika memakan sayuran segar sperti wortel atau kacangpanjanh, kita merasakan rasa langu yang luar biasam sehingga enggan
untuk mengonsumsi sayuran segar. Rasa tersebut timbul akibat
akumulasi pestisida di lahan pertanian. Hasil panen yang bebas dari
residu pestisida seperti tanaman organik, perlu ditingkatkan. Selain
membuat petani lebih sejahtera, juga lebih menyehatkan bagi
konsumen.
Neraca Perdagangan Komoditas Hortikultura
Nilai impor yang semakin kecil dan nilai ekspor yang semakin besar
merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap negara dalam melakukan
perdagangan antar negara. Secara empirik situasi tersebut tercerminkan pada
penurunan rasio impor terhadap ekspor atau peningkatan surplus perdagangan
suatu negara. Namun seberapa jauh tujuan tersebut dapat dicapai sangat
tergantung kepada daya saing produk yang dihasilkan. Jika daya saing produk
yang dihasilkan relatif lemah dibandingkan negara lain maka akan terjadi defisit
perdagangan, dengan kata lain nilai impor lebih tinggi daripada nilai ekspor.
Dalam perdagangan sayuran dan buah negara-negara Eropa dan USA
mengalami defisit perdagangan, baik dikaji dalam nilai perdagangan maupun
kuantitas perdagangan (Tabel 7). Nilai rasio impor terhadap ekspor di kedua
negara tersebut pada periode 1985-1989 sangat tinggi, masing-masing 1.48 dan
1.62 untuk nilai perdagangan serta 1.44 dan 2.21 untuk kuantitas perdagangan.
Sedangkan di negara Asia dan negara berkembang lainnya, nilai rasio tersebut
lebih kecil dari satu, artinya negara-negara tersebut memiliki surplus dalam
7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
7/13
perdagangan sayuran dan buah. Nilai rasio untuk Indonesia pada periode 1985-89
masingmasing sebesar 0.32 dan 0.14 untuk nilai perdagangan dan kuantitas
perdagangan, dengan kata lain nilai impor dan kuantitas impor sayuran dan buah
pada periode tersebut rata-rata sebesar 32 persen dan 14 persen dari nilai ekspor
dan kuantitas ekspor.
Tabel 1. Rasio impor terhadap ekspor komoditas sayuran dan buah, 1985-1999
Rasio harga produk hortikultura yang diimpor terhadap harga produk
hortikultura yang diekspor, secara umum lebih besar dari satu untuk kawasan
Asia. Hal ini mengungkapkan bahwa kawasan Asia cenderung mengekspor
produk hortikultura bernilai tambah rendah dan mengimpor produk hortikultura
bernilai tambah tinggi. Kecenderungan demikian juga terjadi di negara-negara
berkembang lainnya, terutama Indonesia dimana harga produk hortikultura yang
diimpor pada periode yang sama rata-rata 2.93 kali harga produk yang diekspor.
Sebaliknya untuk USA harga produk yang diimpor lebih murah dari pada harga
produk yang diekspor sedangkan untuk negara Eropa kedua jenis harga tersebut
relatif berimbang.
Jika dikaji menurut periode, rasio harga impor-ekspor produk hortikultura
mengalami penurunan signifikan di kawasan Asia, terutama di Indonesia. Pada
1985-89 rata-rata rasio harga tersebut untuk Indonesia sebesar 2.93, kemudian
turun menjadi 1.51 pada 1995-99. Penurunan rasio harga tersebut
mengindikasikan bahwa nilai pertukaran produk hortikultura nasional di pasar
dunia semakin baik. Akan tetapi membaiknya nilai pertukaran tersebut tampaknya
7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
8/13
tidak diikuti dengan peningkatan volume ekspor secara signifikan sehingga
surplus nilai perdagangan hortikultura nasional terus mengalami penurunan yaitu
dari 68 persen pada 1985-1989 menjadi 25 persen pada 1995-1999 (Tabel 7).
Sebaliknya, negaranegara berkembang lain diluar kawasan Asia semakin mampu
memanfaatkan peluang pasar tersebut, hal ini ditunjukkan oleh surplus nilai
perdagangan di negara-negara tersebut yang mengalami peningkatan dari 28
persen pada 1985-1989 menjadi 52 persen pada 1995-1999.
Dalam perdagangan produk hortikultura nasional, komoditas sayuran
memiliki peran lebih besar dibandingkan komoditas buah. Tabel 8
memperlihatkan bahwa rasio nilai impor terhadap nilai ekspor sayuran umumnya
lebih besar dari satu, artinya, neraca nilai perdagangan produk sayuran secara
umum mengalami defisit, kecuali pada periode 1990- 1994. Hal ini menjelaskan
bahwa posisi surplus perdagangan produk hortikultura yang terjadi selama ini
(lihat Tabel 7) sebenarnya lebih disebabkan oleh surplus perdagangan buah.
Sedangkan perdagangan produk sayuran justru merupakan sumber defisit
perdagangan produk hortikultura, terutama pada periode 1995-1999. Pada periode
tersebut nilai impor komoditas sayuran sekitar 4.2 kali nilai sayuran yang
diekspor, jauh lebih besar dibandingkan rasio nilai impor-ekspor pada periode
1985-1989 dan 1990-1994 yang besarnya masing-masing 1.21 dan 0.96.
Tabel 2. Nilai impor dan ekspor sayuran nasional menurut periode lima tahunan, 1980-1999
Fakta di atas mengungkapkan bahwa secara agregat produk sayuran
nasional semakin kalah bersaing dengan negara lain sehingga kebutuhan sayuran
dalam negeri semakin banyak dipenuhi melalui impor. Fenomena ini dapat pula
7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
9/13
disimak dari laju pertumbuhan kuantitas ekspor sayuran yang terus mengalami
perlambatan, bahkan pada 1995-1999 kuantitas ekspor sayuran rata-rata turun
sebesar -18.5 persen per tahun (Tabel 8). Sebaliknya, laju pertumbuhan kuantitas
impor cenderung naik dan pada 1995-1999 kuantitas impor sayuran rata-rata
meningkat sebesar 32.3 persen per tahun. Hadi et al. (2000) berpendapat bahwa
turunnya kuantitas ekspor sayuran pada dasarnya terjadi akibat tidak
dipercayainya Usance L/C Indonesia, padahal, para eksportir sangat
mengandalkan Usanse L/C sebagai sumber modal. Konsekuensinya adalah
depresiasi rupiah yang terjadi pada masa krisis ekonomi tidak mampu mendorong
ekspor komoditas sayuran. Pendapat ini mungkin benar untuk menjelaskan
penurunan ekspor selama masa puncak krisis ekonomi 1997/98 karena pada waktu
itu negara-negara lain sangat pesimis dengan kondisi perekonomian nasional yang
tidak mampu mengatasi lonjakan harga dolar.
Namun sejak adanya jaminan IMF yang mendukung anggaran pemerintah
alasan tersebut tidak cukup kuat untuk menjelaskan penurunan ekspor yang terjadi
setelah 1998. Begitu pula pendapat tersebut kurang relevan untuk menjelaskan
turunnya laju pertumbuhan kuantitas ekspor sayuran yang terjadi pada periode
1985-1996 atau sebelum terjadinya krisis ekonomi.
Metode Penelitian
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah data
sekunder. Data tersebut merupakan data yang diperoleh dari berbagai sumber,
studi literatur, dan hasil penelitian oleh Survei Sosial Ekonomi Nasional dan
Badan Pusat Statistik (BPS).
Metode Pengumpulan Data
Karya tulis ilmiah ini menggunakan metode pengumpulan data dengan
studi literatur, yaitu memperoleh informasi dan data kualitatif dengan
memperkaya bacaan dari berbagai literature seperti internet, makalah atau rujukan
7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
10/13
7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
11/13
komoditi buah-buahan menjadi komoditi unggulan karena produksi di dalam
negeri cukup tinggi yang berkontribusi lebih dari 50 persen dari seluruh PDB
subsektor hortikultura, diikuti oleh komoditi sayuran sebesar 34,74 persen,
komoditi tanaman hias sebesar 6,52 persen dan komoditi biofarmaka sebesar 4,97
persen. Jenis tanaman buah-buahan yang potensial dan memberikan kontribusi
besar terhadap total produksi buah-buahan nasional adalah jeruk, mangga, nenas,
pepaya, pisang dan salak. Tapi bagaimana dengan Impor dan Ekpor hortikultura
di Indonesia, apakah dengan PDB yang tercantum telah mewakili permintaan dan
kebutuhan masyarakatnya?
REKAPITULASI NILAI IMPOR DAN EKSPOR TOTAL PRODUK HORTIKULTURA
TAHUN 2011
No Komoditas
Nilai (US$)
Impor Ekspor
1 Sayuran 643.545.784 139.219.255
2 Buah 673.899.140 179.334.917
3 Florikultura 1.274.545 7.614.135
4 Tanaman Obat 9.921.387 11.331.400
Total 1.328.640.856 337.499.707
Sumber Data Ekspor Impor: BPS diolah Ditjen Hortikultura
Data Ekspor Impor tahun 2011 per September
REKAPITULASI NILAI IMPOR DAN EKSPOR PRODUK HORTIKULTURA SEGAR TAHUN
2011
No Komoditas Nilai (US$)
7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
12/13
Impor Ekspor
1 Sayuran 396.192.273 17.771.020
2 Buah 627.018.669 9.270.594
3 Florikultura 1.274.545 7.614.135
4 Tanaman Obat 9.534.281 10.177.697
Total 1.034.019.768 44.833.446
Data Ekspor Impor tahun 2011 per September
Sumber Data Ekspor Impor: BPS diolah Ditjen Hortikultura
Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang,
Indonesia, 2002-2011
Kelompok Barang 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Makanan:
- Padi-padian 12.47 10.36 9.44 8.54 11.37 10.15 9.57 8.86 8.89 7.48
- Umbi-umbian 0.64 0.65 0.76 0.58 0.59 0.56 0.53 0.51 0.49 0.51
- Ikan 5.17 5.37 5.06 4.66 4.72 3.91 3.96 4.29 4.34 4.27
- Daging 2.86 2.9 2.85 2.44 1.85 1.95 1.84 1.89 2.1 1.85
- Telur dan susu 3.28 3.04 3.05 3.12 2.96 2.97 3.12 3.27 3.2 2.88
- Sayur-sayuran 4.73 4.8 4.33 4.05 4.42 3.87 4.02 3.91 3.84 4.31
- Kacang-kacangan 2.02 1.9 1.75 1.7 1.63 1.47 1.55 1.57 1.49 1.26
- Buah-buahan 2.84 2.97 2.61 2.16 2.1 2.56 2.27 2.05 2.49 2.15
- Minyak dan lemak 2.25 2.23 2.31 1.93 1.97 1.69 2.16 1.96 1.92 1.91
- Bahan minuman 2.71 2.52 2.48 2.23 2.5 2.21 2.13 2.02 2.26 1.8
- Bumbu-bumbuan 1.55 1.46 1.43 1.33 1.37 1.1 1.12 1.08 1.09 1.06
- Konsumsi lainnya 1.37 1.24 1.23 1.34 1.27 1.34 1.39 1.33 1.29 1.07- Makanan jadi 9.7 9.81 10.28 11.44*) 10.29*) 10.48*) 11.44*) 12.63*) 12.79*) 13.73*)
- Minuman beralkohol 0.08 0.08 0.08 - - - - - - -
- Tembakau dan sirih 6.8 7.56 6.89 6.18 5.97 4.97 5.08 5.26 5.25 5.16
Jumlah makanan 58.47 56.89 54.59 51.37 53.01 49.24 50.17 50.62 51.43 49.45
Bukan makanan:
- Perumahan danfasilitas rumahtangga
17.8 19.15 20.65 22.53 22.56 20.78 20.21 19.89 20.36 19.91
- Barang dan jasa 12.07 12.59 13.48 15.42 14.99 17.01 17.12 17.49 16.78 17.92
- Pakaian, alas kaki dantutup kepala
5.18 5.49 5.11 3.82 4.42 3.33 3.37 3.33 3.38 2.02
7/22/2019 Holtikultura di Indonesia
13/13
- Barang-barang tahanlama
4.1 3.56 4.15 4.52 2.98 6.47 6.37 5.88 5.14 7.52
- Pajak dan asuransi 0.8 0.77 0.83 1.22 0.97 1.27 1.25 1.41 1.57 1.64- Keperluan pesta dan
upacara1.57 1.55 1.19 1.11 1.06 1.89 1.51 1.36 1.32 1.53
Jumlah bukan makanan 41.53 43.11 45.42 48.63 46.99 50.76 49.83 49.38 48.57 50.55
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional , Modul Konsumsi 2002 dan 2005 (2003, 2004 dan 2006 hanya
mencakup panel 10.000 rumahtangga, sedangkan 2007, 2008, 2009, dan 2010 mencakup panel 68.800 rumah
tangga). Untuk tahun 2011 merupakan merupakan data Susenas Triwulan I (Maret 2011) dengan sampel
75.000 rumah tangga.
Catatan : *) Termasuk minuman beralkohol
Top Related