Presentasi Kasus
SEORANG WANITA USIA 70 TAHUN DENGAN HEMIPARESE SINISTRA,
DISARTRIA, PARESE N VII&XII SINISTRA, GANGGUAN KOGNITIF
E.C. SUSPEK STROKE NON HEMORAGIK,
DIABETES MELLITUS (DM) TIPE 2,
HIPERTENSI
Oleh :
Arifa Martha Santoso
G99142010
Pembimbing :
Trilastiti Widowati., dr., Sp.KFR., M.Kes.
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Wirogunan, Kartasura, Sukoharjo
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 23 Juli 2015
Tanggal Periksa : 27 Juli 2015
No CM : 01 30 82 21
B. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak kiri
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami kelemahan anggota gerak kiri setelah mengalami
kejang ±2 jam SMRS saat sedang mengantri obat di RSOP. Kelemahan
anggota gerak kiri didapatkan mendadak, dengan tangan dan kaki kiri lemah
namun masih dapat digerakkan. Saat kejang pasien tidak sadar dengan tangan
dan kaki kelojotan, mata melirik ke atas, lidak tidak tergigit, mulut tertarik ke
kanan. Pasien tidak mengeluh padangan kabur, nyeri kepala, mual muntah.
Pasien terdengar berbicara pelo (+), mulut merot ke kanan (+), kesemutan /
mati rasa (-)
Sebelumnya pasien tidak mengeluhkan nyeri kepala kronis, demam,
batuk lama, kelemahan anggota gerak, merot, pelo. BAB dan BAK keluar
sendiri, psien tidak merasakan saat hendak BAK dan BAB sejak 2 hari SMRS.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Trauma : disangkal
Riwayat Hipertensi : (+) rutin berobat
Riwayat DM : (+) rutin berobat
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit serupa : disangkal
Riwayat Stroke : disangkal
Riwayat kejang : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Stroke : disangkal
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama
suaminya dan seorang anak. Penderita mondok di RSDM dengan
menggunakan fasilitas BPJS PBI.
G. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Penderita makan tiga kali sehari dengan sepiring nasi dan lauk pauk dan
sayur.
Riwayat merokok : (-)
Riwayat mengonsumsi alkohol : disangkal
Riwayat olahraga : tidak pernah olahraga
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, E3V4M6, gizi kesan cukup.
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 90 x/ menit, isi cukup, irama teratur, simetris
Respirasi : 18x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal
Suhu : 36,8 0C (per aksiler)
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-)
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut putih
beruban, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut.
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor (-),
stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-)
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-)
J. Thoraks
a. retraksi (-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
c. Paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler ( menurun / menurun ), Ronkhi
Basah Kasar ( - / - ), Ronkhi Basah Halus ( - / - ),
Wheezing (-/ -)
K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sama dengan dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak beralih ( - )
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
M. Ekstremitas
Oedem Akral dingin
N. Status Psikiatri
Deskripsi umum
Penampilan : Perempuan, tampak sesuai umur, perawatan diri baik
Kesadaran : Kuantitatif : compos mentis
- -- -
- -- -
Kualitatif : tidak berubah
Perilaku dan Aktivitas Motorik : hipoaktif
Pembicaraan : koheren
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif, kontak mata (+)
Afek dan Mood
Afek : elasi
Mood : eutimia
Ganguan persepsi
Halusinasi (-), ilusi (-)
Proses berpikir
Bentuk : realistik
Isi : waham (-)
Arus : koheren
Sensorium dan Kognitif
Daya konsentrasi : baik
Orientasi : baik
Daya ingat : jangka pendek / panjang : terganggu
Tilikan diri : derajat 1
O. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E3VxM6
Nervus Cranialis
N.VII dan N.XII: parese UMN sinistra
N II, III : Reflek cayaha (+/+)
N III, IV, VI : dbn
Fungsi Otonom : inkontinensia alvi dan urin, terpasang IV line dan DC
Fungsi Luhur : Orientasi orang (baik), waktu dan tempat (terganggu)
Fungsi memori (terganggu)
Fungsi Sensorik :
Rasa Ekseteroseptik Lengan Tungkai
Suhu
Nyeri
Rabaan
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Rasa Propioseptik Lengan Tungkai
Getar Rasa Posisi
Nyeri Tekan
Nyeri Tusukan
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Rasa Kortikal
Stereognosis
Barognosis
Pengenalan 2 titik
Dbn
Dbn
Dbn
Fungsi Motorik dan Reflek : Kekuatan Tonus RF RP
5/5/5 4/4/4 n N +2/+2 +3/+3 - -
5/5/5 4/4/4 n N +2/+2 +3/+3 - B/C (+/-)
Meningeal Sign (-)
Range of Motion (ROM)
Neck ROM Pasif ROM Aktif
Fleksi 0-700 0-700
Ekstensi 0-400 0-400
Lateral bending kanan 0-600 0-600
Lateral bending kiri 0-600 0-600
Rotasi kanan 0-900 0-900
Rotasi kiri 0-900 0-900
Trunk ROM aktif ROM pasif
Fleksi sde sde
Ekstensi sde sde
Rotasi sde sde
Ekstremitas SuperiorROM pasif ROM aktif Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Shoulder Fleksi 0-900 0-900 0-900 0-800
Ekstensi 0-300 0-300 0-300 0-300
Abduksi 0-1800 0-1800 0-1800 0-1500
Adduksi 0-450 0-400 0-450 0-450
External Rotasi 0-450 0-450 0-450 0-400
Internal Rotasi 0-550 0-550 0-550 0-500
Elbow Fleksi 0-800 0-800 0-800 0-600
Ekstensi 5-00 5-00 5-00 3-00
Pronasi 0-900 0-900 0-900 0-800
Supinasi 900-0 900-0 900-0 800-0Wrist Fleksi 0-900 0-900 0-900 0-800
Ekstensi 0-700 0-700 0-700 0-600
Ulnar deviasi 0-300 0-300 0-300 0-100
Radius deviasi 0-200 0-200 0-200 0-100
Finger MCP I fleksi 0-500 0-500 0-500 0-400
MCP II-IV fleksi 0-900 0-900 0-900 0-800
DIP II-V fleksi 0-900 0-900 0-900 0-800
PIP II-V fleksi 0-1000 0-1000 0-1000 0-900
MCP I ekstensi 0-00 0-00 0-00 0-00
Ekstremitas Inferior ROM aktif ROM PasifDextra Sinistra Dextra Sinistra
Hip Fleksi 0-120 0-100 0-120 0-120Ekstensi 0-30 0-20 0-30 0-30Abduksi 0-45 0-40 0-45 0-45Adduksi 30-0 20-0 30-0 30-0Eksorotasi 0-45 0-40 0-45 0-45Endorotasi 0-35 0-30 0-35 0-35
Knee Fleksi 0-135 0-120 0-135 0-135Ekstensi 0-0 0-0 0-0 0-0
Ankle Dorsofleksi 0-20 0-10 0-20 0-20Plantarfleksi 0-50 0-40 0-50 0-50Eversi 0-5 0-5 0-5 0-5Inversi 0-5 0-5 0-5 0-5
Manual Muscle Testing (MMT)
NECK
Fleksor M. Sternocleidomastoideum 5
Ekstensor M. Sternocleidomastoideum 5
TRUNK
Fleksor M. Rectus Abdominis Sde
EktensorThoracic group Sde
Lumbal group Sde
Rotator M. Obliquus Eksternus Abdominis Sde
Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris Sde
Ekstremitas Superior Dextra Sinistra
Shoulder Fleksor M Deltoideus anterior 5 4
M Biseps 5 4
Ekstensor M Deltoideus anterior 5 4
M Teres mayor 5 4
Abduktor M Deltoideus 5 4
M Biceps 5 4
Adduktor M Lattissimus dorsi 5 4
M Pectoralis mayor 5 4
Internal
Rotasi
M Lattissimus dorsi 5 4
M Pectoralis mayor 5 4
Eksternal
Rotasi
M Teres mayor 5 4
M Infra supinatus 5 4
Elbow Fleksor M Biceps 5 4
M Brachialis 5 4
Ekstensor M Triceps 5 4
Supinator M Supinator 5 4
Pronator M Pronator teres 5 4
Wrist Fleksor M Fleksor carpi radialis 5 4
Ekstensor M Ekstensor digitorum 5 4
Abduktor M Ekstensor carpi radialis 5 4
Adduktor M ekstensor carpi ulnaris 5 4
Finger Fleksor M Fleksor digitorum 5 4
Ekstensor M Ekstensor digitorum 5 4
Ekstremitas inferior Dextra Sinistra
Hip Fleksor M Psoas mayor 5 4
Ekstensor M Gluteus maksimus 5 4
Abduktor M Gluteus medius 5 4
Adduktor M Adduktor longus 5 4
Knee Fleksor Harmstring muscle 5 4
Ekstensor Quadriceps femoris 5 4
Ankle Fleksor M Tibialis 5 4
Ekstensor M Soleus 5 4
Pengukuran Skor ADL (Activity of Daily Living) menurut Katz
Activiy Independence DependenceBathing √Dressing √Toileting √Transfering √Continence √Feeding √
Indeks Katz: Kategori G (Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut,
yaitu dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),berpindah, ke kamar kecil,
berpakaian dan mandi)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. Laboratorium Darah
23 Juli 2015 Satuan RujukanKolest. Total 194 mg/dl 50-200Koles-HDL 25 mg/dl 41-67Koles-LDL 87 mg/dl 96 – 206Trigliserid 411 mg/dl 50-150
Glukosa puasa 238mg/dl
78 – 110
Glukosa 2jam pp
222mg/dl
80 – 140
HbA1c 16,3%
4,8 – 5,9
B. Foto CT Scan (22 Juli 2015)
Tampak infark lobus frontotemporal kiri serta hemiventriculomegaly kiri.
IV. ASSESSMENT
Klinis : Hemiparese sinistra, parese N VII dan XII sinistra UMN, disatria,
kejang general, gangguan kognitif, inkontinensia urin dan alvi, DM
tipe 2, Hipertensi stage II, DM Tipe 2.
Topis : lobus frontal
Etiologis : Stroke non hemorragik
V. DAFTAR MASALAH
Masalah Medis : Stroke non hemorragik
Hipertensi stage II
Diabetes Tipe 2
Masalah Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : Penderita sulit menggerakkan lengan dan tungkai
kirinya
2. Speech Terapi : Gangguan dalam artikulasi
3. Okupasi Terapi : Gangguan kognitif, gangguan dalam melakukan
aktivitas fisik, inkontinensia alvi dan urin
4. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
5. Ortesa-protesa : Keterbatasan saat ambulasi
6. Psikologi : tilikan diri pasien rendah
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa :
1. Bed rest
2. Head up 30 derajat
3. O2 2lpm nasal canule
4. IVFD NaCl 0,9%
5. Injeksi Ranitidin 50mg/12 jam
6. Injeksi vitamin B12 500mg/12jam
7. Injeksi manitol 100mg/6 jam tapering off
8. Injeksi diazepam 5-10mg IV jika kejang bolus pelan
9. Aspar K 2x1 tab p.o
10. Paracetamol 3x500 mg p.o jika perlu
11. Injeksi novorapid 10 iu subcutan / insulin 8 iu jika perlu
Rehabilitasi Medik:
a) Fisioterapi: active general ROM exercise anggota gerak dextra dan
sinistra, bowel bladder retraining
b) Terapi wicara: pelatihan artikulasi
c) Okupasi terapi: latihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, latihan
motorik halus tangan, evaluasi kognitif
d) Sosiomedik: memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai
penyakitnya serta memberikan edukasi kepada keluarga tentang
pentingnya peran keluarga dalam pengawasan dan membantu pasien
untuk melakukan latihan rehabilitasi
e) Ortesa protesa: penggunakan alat bantu jalan jika pasien kesulitan
mobilisasi
f) Psikologi : evaluasi status mental pasien
IMPAIRMENT, DISABILITY DAN HANDICAP
Impairment: hemiparesis sinistra, disartria, parese n.VII dan n.XII sinistra,
gangguan kognitif, inkontinensia alvi dan urin, DM tipe 2, Hipertensi stage II
Disabilitas: Mobilisasi terganggu karena penurunan fungsi anggota gerak,
kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari (makan dan minum, membersihkan
diri, mandi, dll)
Handicap: Kesulitan dalam mengurus diri dan melakukan pekerjaan, serta
kesulitan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan.
TUJUAN REHABILITASI MEDIK
Jangka Pendek
a. Perbaikan keadaan umum sambil menunggu koreksi medis problem yang
belum dikoreksi dari bagian bedah.
b. Mencegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring lama seperti ulkus
decubitus, pneumonia, atrofi otot, hipotensi ortostatik dan lain sebagainya.
Jangka Panjang
a. Mengurangi impairment, disabilitas, dan handicap yang dialami pasien
b. Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot
c. Meningkatkan dan memelihara ROM
d. Meningkatkan ADL
e. Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit yang diderita
pasien
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
TINJAUAN PUSTAKA
I. STROKE
a. Definisi
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala
hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang
cepat (dalam detik atau menit). Gejala – gejala ini berlangsung lebih dari
24 jam atau menyebabkan kematian (Ginsberg, 2008). Adapun definisi
yang lain ialah, stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak
akut, fokal maupun global,akibat gangguan aliran darah ke otak karena
perdarahan ataupun sumbatan dengan gejala dan tanda yang sesuai bagian
otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,
atau berakhir dengan kematian (Junaidi, 2004).
Stroke adalah penyakit serebrovaskular mangacu pada setiap
gangguan neurologic mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak. Stroke
diklasifikasikan menjadi dua kategori utama, yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh sumbatan pada
pembuluh darah, dibagi dua, akibat trombotik dan embolik. Sedangkan
stroke hemoragik disebabkan perdarahan, baik perdarahan intraserebral
maupun subarachnoid (Price dan Wilson, 2006; Sidharta, 2008).
b. Klasifikasi
Stroke dibagi dalam dua jenis. Yaitu stroke karena sumbatan dan
penyempitan pembuluh darah arteri otak atau stroke iskhemik dan stroke
karena perdarahan atau stroke hemoragik (Soeharto, 2004).
Sekitar 80-85% stroke adalah stroke iskemik. Penyumbatan pada satu
arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas. Mekanisme
dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energy yang disebabkan oleh
iskemia (Silbernagl dan Lang, 2007).
Stroke trombotik sebagian besar terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Thrombosis
pembuluh otak cenderung memiliki awitan bertahap, pola ini
menyebabkan timbulnya istilah stroke in evolution. Gejala hilang timbul
berganti-ganti secara cepat. Pasien mungkin sudah mengalami beberapa
kali TIA (transien iskemik attack) sebelum akhirnya mengalami stroke
(Price dan Wilson, 2006).
Stroke embolik dapat berasal dari embolus arteri distal atau jantung.
Stroke biasanya mendadak dengan efek maksimum sejak awitan pertama.
Biasanya serangan terjadi saat pasien sedang beraktivitas.
Stroke akibat perdarahan intraserebrum paling sering dipicu oleh
hipertensi dan rupture salah satu arteri otak. Serangan paling sering terjadi
saat pasien terjaga dan aktif, sehingga kejadiannya disaksikan orang lain.
Karena lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, stroke
menimbulkan defisist yang sangat merugikan. Hemplegia merupakan
tanda khas pertama keterlibatan capsula interna. Angka kematian
mendekati 50%.
Stroke akibat perdarahan subarachnoid memiliki dua kasus utama :
rupture aneurisma vascular dan trauma kepala. Tempat aneurisma yang
lazim adalah sirkulus willisi (Price dan Wilson, 2006).
Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non hemoragik
dikelompokkan menjadi 4, yaitu :
1) Serangan Iskhemia Sepintas atau Transient Ischemic Attack
(TIA)
Gejala neorologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah otak dan akan menghilang dalam waktu 24 jam (Aliah
dkk, 1996).
2) Defisit Neurologik Iskhemik Sepintas atau Reversible Ischemic
Neurologica Defisit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
yang lebih lama dari 24jam, tapi tidak lebih dari satu minggu
(Aliah dkk, 1996).
3) Stroke Progresif (Progresive Stroke / Stroke in
evolution)
Stroke yang semakin bertambah gawat keadaannya (Ngoerah,
1991). Berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai
menjadi berat (Junaidi, 2004).
4) Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke)
Stroke yang memperlihatkan tanda – tanda defisit neurologis
yang sudah menetap.Defisit neurologis itu dapat merupakan
hemiplegi, monoplegi, atau afasia (Ngoerah, 1991).
Sedangkan menurut WHO dalam International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problem 10 th Revision,
stroke hemoragik dapat dibagi 2, yaitu (Aliah dkk, 1996):
1) Perdarahan Intra Serebral (PIS)
PIS adalah perdarahan primer berasal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
2) Perdarahan Sub Arakhnoidal (PSA)
PSA adalah keadaan terdapatnya atau masuknya darah ke
dalam ruangan sub arakhnoid.
c. Patogenesis
1) Stroke Iskemik /stoke non hemoragik
Stroke iskhemik terjadi akibat turunnya tekanan perfusi otak.
Keadaan ini disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya salah
satu pembuluh darah otak di daerah sumbatan atau tertutupnya
aliran darah otak, penyebabnya antara lain (Misbach, 1999) :
a) Perubahan patologik pada dinding arteri pembuluh
darah otak menyebabkan trombosis yang diawali oleh
proses arteriosklerosis di tempat tersebut.
b) Perubahan akibat proses hemodinamik, karena
sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri.
c) Perubahan akibat perubahan sifat darah.
d) Tersumbatnya pembuluh darah akibat emboli daerah
proksimal.
2) Stroke hemoragik
Stroke hemoragik terjadi akibat adanya perdarahan. Perdarahan
dapat terjadi bila arteri di otak pecah, darah tumpah ke otak
atau rongga antara permukaan luar otak dan tengkorak.
a) Perdarahan Intra Serebral
Perdarahan intra serebral biasanya timbul karena
pecahnya mikroaneurisma (Charcot-Bouchard
aneurysms) akibat hipertensi maligna (Mitchell et all,
2006). Hal ini paling sering terjadi di daerah sub
kortikal, serebelum, pons, dan batang otak. Gejala
neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan
otak yang menimbulkan nekrosis (Misbach, 1999).
b) Perdarahan Sub Arachnoid
Perdarahan sub arachnoid biasanya timbul karena
pecahnya dinding pembuluh darah yang lemah. Apakah
karena suatu malformasi arterivenosa ataupun suatu
aneurisma (pelebaran setempat pada arteri) (Aliah dkk,
1996).
d. Faktor Risiko
Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya
suatu penyakit (Fletcher et all, 1992). Faktor risiko stroke dikelompokkan
menjadi dua, yaitu faktor – faktor yang tidak dapat diubah maupun yang
dapat diubah (Bustami, 2007). Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai
berikut (Sacco and Lipset, 1996) :
1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah :
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Ras dan etnis
d) Hereditas / riwayat keluarga
2) Faktor risikoyang dapat diubah
a) Hipertensi
b) Penyakit jantung
c) Diabetes Mellitus
d) Hiperkolesterol, dan lain – lain.
e. Gejala dan Manifestasi Klinis
Pembagian tanda - tanda stroke sebagai berikut (Soeharto, 2004) :
1) Kehilangan rasa pada muka , bahu, atau kaki, terutama bila
hanya terjadi pada separuh tubuh.
2) Merasa bingung, sulit bicara, atau sulit menangkap
pengertian.
3) Sulit melihat dengan sebelah mata ataupun kedua mata. Tiba
– tiba sulit berjalan, pusing, dan kehilangan keseimbangan.
4) Sakit kepala yang amat sangat tanpa diketahui penyebabnya
dengan jelas.
f. Diagnosis
Penegakan diagnosa stroke didasarkan anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik neurologik dan pemeriksaan penunjang (Misbach,
1999). Beberapa institusi telah mengembangkan sistem penilaian
berdasarkan gejala klinis untuk menentukan jenis GPDO (Gangguan
Peredaran Darah Otak), antara lain Siriraj score system, Djoenaidi scoring
system, atau algoritma Gajah Mada, tetapi penggunaannya tetap kurang
populer, mungkin karena kurang praktis akibatnya banyaknya hal yang
harus dinilai (Siriraj dan Djoenaidi scoring system) atau karena kurang
akurat meskipun sederhana (algoritma Gajah Mada) (Wreksoatmodjo,
2006). Pemeriksaan LDL – kolesterol termasuk pemeriksaan profil lemak
di laboratorium untuk menunjang diagnosa tingkat risiko stroke.
Sedangkan untuk membedakan jenis stroke iskhemik dengan stroke
hemoragik dilakukan pemeriksaan radiologi CT Scan kepala (Misbach,
1999). Pada stroke hemoragik akan terlihat adanya gambaran hiperdens,
sedangkan pada stroke iskhemik akan terlihat gambaran hipodens.
g. Prognosis
Stroke hemoragik walaupun jarang terjadi, tetapi lebih berbahaya dan
banyak menyebabkan kematian. Sedangkan stroke iskhemik kemungkinan
selamat lebih banyak, tetapi kelainan yang terjadi pada stroke iskhemik
dapat lebih berat dan kemungkinan sembuh kecil (Soeharto, 2004).
II. DIABETES MELITUS TIPE 2
A. Pengertian dan Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus atau lebih dikenal dengan sebutan “penyakit kencing
manis” di masyarakat merupakan salah satu penyakit “abadi” yang terus
bermunculan penderitanya dalam kehidupan sehari-hari. DDiabetes melitus
merupakan sekumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemi, yang terjadi akibat kerusakan pada sekresi insulin, aksi insulin
atau keduanya.
Berdasarkan etiologinya, American Diabetes Association (2005)
mengklasifikasikan diabetes mellitus menjadi empat tipe, yaitu:1,2
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut): Melalui proses imunologik serta Idiopatik
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan
gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
3. Diabetes Mellitus Tipe Lain:
a) Defek genetik fungsi sel beta
b) Defek genetik kerja insulin
c) Penyakit eksokrin pancreas
d) Endokrinopati
e) Karena obat/zat kimia
f) Infeksi
g) Imunologi (jarang)
h) Sindroma genetik lain
i) Diabetes Kehamilan (Gestasional)
Diabetes Mellitus Tipe-2 (DM tipe-2) adalah suatu kelompok kelainan
metabolisme yang ditandai oleh hiperglikemi kronis sebagai akibat adanya
defek sekresi insulin, kinerja insulin, atau kombinasi kedua-duanya.
Hiperglikemia kronis pada DM tipe-2 dihubungkan dengan terjadinya
kerusakan jangka panjang, disfungsi, kegagalan berbagai organ tubuh,
terutama pada mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah.
B. Diagnosis DM
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada diabetesi. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di
bawah ini :
1. Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui 3 cara, yaitu :
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200
mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan
sesaat pada waktu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Jika keluhan klasik DM ditemukan, maka kadar glukosa darah puasa ≥
126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8 jam.
3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) tergantung dari
hasil yang diperoleh.
a. TGT : glukosa darah plasma bronkiale 2 jam setelah beban antara 140 –
199 mg/dL (7,8 – 11,0mmol/L).
b. GDPT : glukosa darah puasa antara 100 -125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L).
Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan
spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa darah puasa, namun memiliki
keterbatasan tersaendiri. TTGO sulit dilakukan berulang-ulang dan dalam
praktek sangat jarang dilakukan. Dengan pemeriksaan glukosa darah puasa
lebih mudah dilakukan, mudah diterima pasien, seta murah, sehingga
pemeriksaan ini dianjurkan untuk pemeriksaan DM
C. Faktor Risiko DM
Adapun faktor risiko DM antara lain :
1. usia > 45 tahun
2. berat badan lebih : BBR > 110 % BB Idaman atau Indeks Massa Tubuh >
23 kg/m2
3. hipertensi (≥ 140/90 mmHg)
4. riwayat DM dalam garis keturunan (genetik)
5. riwayat abortus berulang.
D. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas
hidup diabetesi, yaitu :
1. jangka pendek
a. menghilangnya keluhan dan tanda DM
b. mempertahankan rasa nyaman
c. tercapainya target pengendalian glukosa
2. jangka panjang
a. tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
b. Tujuan akhir penatalaksanaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas dini DM.
Untuk tujuan tersebut dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara holistik
dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan tingkah laku. Pilar
penatalaksanaan DM :
1. edukasi
2. terapi gizi medis
3. latihan jasma bronkialeni
4. intervensi farmakologis.
E. Penyulit DM
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan
menahun :
1. penyulit akut
a. ketoasidosis diabetik
b. hiperosmolar non ketotik
2. hipoglikemi.
Petunjuk Praktis Terapi Hipoglikemia dengan Rumus 3-2-1.
(Pengalaman Klinik : Askandar Tjokroprawiro 1996-2002)
Kadar glukosa
(mg/dL)
Terapi hipoglikemia dengan Rumus 3-2-1 Glukosa
1 flakon = 25 ml
40 % (10 gram)
< 30 mg/dl Injeksi i.v Dekstrosa 40 %, bolus 3 fl Rumus 3
30-60 mg/dl Injeksi i.v Dekstrosa 40 %, bolus 2 fl Rumus 2
60-100 mg/dl Injeksi i.v Dekstrosa 40 %, bolus 1 fl Rumus 1
3. penyulit menahun
a. makroangiopati yang melibatkan :
1) pembuluh darah jantung
2) pembuluh darah tepi
3) pembuluh darah otak
b. mikroangiopati
1) retinopati diabetik
2) nefropati diabetik
c. neuropati
III. HIPERTENSI
A. Definisi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan
pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang
dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan.
Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena
termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih
dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat
melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan
usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian
besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential).
Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut
jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan
peningkatan volume aliran darah (Kurniawan, 2002).
Hipertensi yang tidak diketahui didefinisikan sebagai hipertensi esensial,
atau lebih dikenal hipertensi primer, untuk membedakannya dengan hipertensi
sekunder bahwa hipertensi sekunder dengan sebab yang diketahui. Menurut The
Seventh Report Of The Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok Normotensi, Prahipertensi, Hipertensi
Derajat I, Hipertensi derajat II.
Klas.Tekanan Darah TDS (mmHG) TDD (mmHg)
Normal
Prahipertensi
Hipertensi Stage I
<120
120-139
140-159
<80
80-89
90-99
Hipertensi Stage II ≥160 ≥100
B. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi lanjut
usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga, dimana
hipertensi sistolik maupun hipertensi sistolik diastolik sering timbul pada usia
>60 tahun. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000,insiden hipertensi pada
orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang
hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III
tahun 1989-1991.Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus
hipertensi.
C. Manifestasi Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila
demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak,
atau jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan adalah sakit kepala,
epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata
berkunang –kunang dan pusing
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan untuk menentukkan adanya kerusakan organ dan faktor lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium , natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol
total, kolesterol HDL, kolesterol LDL) dan EKG. Sebagai tambahan dapat
dilakukan pemeriksaan yang lain seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam,
asam urat, kolesterol HDL,dan EKG.
E. Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran,
hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan
yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis.
Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar,
setelah pasien beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan
yang sesuai.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lamanya
menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan penyakit
jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dll. Apakah terdapat
riwayat penyakit dalam keluarga dan gejala-gejala yang berkaitan dengan
penyebab hipertensi, perubahan aktivitas/ kebiasaan merokok, konsumsi
makanan, riwayat obat-obatan bebas, faktor lingkungan, pekerjaan, psikososial
dsb.
F. Patogenesis
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi antara faktor-faktor risisko tertentu. Faktor- faktor risiko yang
mendorong timbulnya kenaikan darah tersebut adalah :
1. faktor risiko, seperti : diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas,
merokok, genetik
2. sistem syaraf simpatis
a. tonus simpatis
b. variasi diurnal
3. keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos
dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir.
4. pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan pada system renin,
angiotensin, dan aldosteron.
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam
pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi Tekanan Darah = Curah
Jantung x Tekanan Perifer.14
G. Pengobatan
Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah :
a. target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi
(diabetes,gagal ginjal proteinuri)<130/80 mmHg
b. penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler
c. mengahambat laju penyakit ginjal proteinuri
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi
farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien
hipertensi dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor-faktor resiko, serta penyakit penyerta lainnya.Adapun terapi
nonfarmakologis sbb:
a. menghentikkan merokok
b. menurunkan berata badan yang berlebihan
c. menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan
d. latihan fisik
e. menurunkan asupan garam
f. meningkatkan konsumsi buah dan sayur
g. menurunkan asupan lemak
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oelh JNC 7 adalah :
a. diuretika, terutaman jenis thiazid atau aldosterone antagonist
b. beta bloker (BB)
c. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)
Masing-masing obata antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan
dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat hipertensi juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain, faktor sosial ekonomi, profil faktor resiko
kardiovaskuler, ada tidaknya kerusakan target organ, ada tidaknya penyakit
penyerta, variasi individu dari respon pasien terhadap obat anti hipertensi,
kemungkinan interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain,
bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi dalam menurunkan risiko
kardiovaskuler.
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan
target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan
untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang dan yang
memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Jika terapi dimulai
dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah
belum mancapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatakan dosis
obat tersebut atau berpindah ke antihipertensi yang lain dengan dosis rendah baik
tunggal maupun kombinasi. Kombinasi yang terbukti dapat ditolerir pasien adalah
: diuretika dan ACEI atau ARB, CCB dan BB, CCB dan atau ARB, CCB dan
diuretika, ARB dan BB,kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.
DAFTAR PUSTAKA
Aliah A., Kuswara F.F, Limora R.A., Wuysang G. 1996. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak. Dalam: Harsono (ed). Kapita Selekta Neurologi.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, pp: 81, 86, 93.
Bustami M. 2007. Peduli faktor risiko. Dalam: Fauzan (ed). Parameter.Edisi Nov – Des 2007. Jakarta : Parameter Info Medika, p: 10.
Ginsberg L. 2008. Dalam: Wardhani, Indah Retno (terj). Lecture Notes Neurologi. 8th
ed. Surabaya : Erlangga, pp: 89-91.
Guyton, A.C. and Hall,J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi-11. Jakarta :EGC. Pp: 210, 282.
Hariyono T. 2006. Hipertensi dan Stroke. SMF Ilmu Penyakit Syaraf RSUD Banyumas. http://www.tempointeraktif.com/medika/arsip/052002/pus-1.htm
Junaidi I. 2004. Stroke A-Z. Jakarta: Gramedia, pp: 1-47.
Mansjoer A, dkk. 2001. Nefrologi dan hipertensi. Dalam: Triyanti K, dkk (eds). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. 3rd ed. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, p: 518.
Martono H. dan Kuswardhani R.A.T. 2006. Stroke dan penatalaksanaanya oleh internis. Dalam: Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departermen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p: 1441.
Misbach J., 1999. Aspek Diagnostik, Patofisiologi, dan Manajemen Stroke. Jakarta: Balai Pustaka FKUI, PP:19-24.
Mitchell R.N., Kumar V., Abbas A.K., Fausto N. 2006. Pocket Companion to Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Inc, p:682.
Ngoerah I.G.N.G. 1991. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga University Press, pp:171, 247.
Wreksoatmodjo B.R., 2006. Profil penderita gangguan peredaran darah otak di unit gawat darurat sebuah rumah sakit di Jakarta (januari-juli 2005). Majalah Kedokteran Damianus. 5: 153-160.
Daftar Pustaka
1. Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy III (revisi). Surakarta: Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.
2. Mardjono dan Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. Jakarta: Dian Rakyat.
3. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC.
4. Sidharta, Priguna. 2008. Neurologi Klinis dalam Praktik Umum. Cetakan ke-6. Jakarta: Dian Rakyat.
5. Sidharta, Priguna. 2008. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Cetakan ke-6. Jakarta: Dian Rakyat.
6. Silbernagl dan Lang. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.
6. Snell, Richard S. 2007. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed : 5. Jakarta: EGC.
DM
Daftar Pustaka
1. Gustaviani, R., 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1879.
2. Kurniawan, A., 2005. Current Review of Diabetes Mellitus. Kumpulan Makalah One Day Symposium an Update on the Management of Diabetes Mellitus, Panitia Pelantikan Dokter Baru Periode 151 Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Solo, 5.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2005. Diabetes Melitus. Standar Pelayanan Medik, PB PAPDI, Jakarta, 7.
4. Soegondo, S. 2011. Diagnosis, Klasifikasi, dan Patofisiologi Diabetes Mellitus. Kumpulan Makalah Update Comprehensive Management of Diabetes Mellitus, Panitia Seminar Ilmiah Nasional Continuing Medical Education Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 11
Top Related