Download - Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Transcript
Page 1: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

BAB 1

PEMBUKAAN

1. Latar Belakang

Sebuah karya sastra dapat ditelaah dengan berbagai cara. Cara yang

dapat digunakan untuk menelaah karya sastra antara lain dengan

menggunakan teori strukturalisme, stilistika, semiotika, feminisme, dan yang

lain. Teori tersebut memberikan berbagai masukan mengenai cara menelaah

karya sastra. Setiap teori (pendekatan) memiliki perbedaan dan persamaan

yang pada akhirnya sama-sama mengkaji sebuah karya sastra.

Salah satu teori yang telah disebutkan sebelumnya adalah strukturalisme.

Sesuai dengan namanya, teori ini berkeyakinan bahwa karya sastra dapat

dibongkar strukturnya. Artinya, kajian terhadap sebuah karya sastra dilakukan

dengan memperhatikan karya sastra itu sendiri sebagai sebuah output yang

mandiri. Karya sastra menurut teori ini merupakan sebuah karya yang otonom

(berdiri sendiri) sehingga analisis terhadap karya sastra itu dilakukan dengan

memperhatikan unsur yang ada di dalam karya sastra itu saja.

Teori strukturalisme kemudian bergabung dengan pandangan marxisme.

Marxisme adalah sebuah pandangan yang tidak mempercayai bahwa sebuah

teks adalah sesuatu yang otonom atau berdiri sendiri. Marxisme mempercayai

bahwa sebuah teks (termasuk di dalamnya karya sastra) merupakan suatu

sistem ideologi yang tidak dapat dilepaskan dari pertarungan kekuatan-

kekuatan sosial di dalam masyarakat dalam memperebutkan penguasaan

mereka atas sumber-sumber ekonomi yang terdapat di dalam lingkungan

sekitar mereka (Hudayat, 2007: 62).

Penggabungan teori strukturalisme dengan pandangan maxisme

menghasilkan strukturalisme genetik. Maka, strukturalisme genetik

merupakan sebuah kajian sastra dengan menelaah struktur yang terdapat di

dalam karya sastra itu (karya sastra sebagai karya yang otonom) dan sekaligus

menelaah kajian sosiokultural pengarangnya, dan sosiokultural yang terjadi

pada saat karya sastra itu terbit. Hal inilah yang nantinya dikenal dengan

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 1

Page 2: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

mengkaji karya sastra berdasarkan struktur intrinsik dan ekstrinsik karya

sastra itu.

Bilangan Fu salah satu karya Ayu Utami. Ayu Utami memenangkan

sayembara penulisan Roman (Novel) Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998

untuk novel pertamanya berjudul Saman. Saman telah diterbitkan dalam enam

bahasa asing. Novel tersebut juga memenangkan Prince Claus Award dari

Belanda pada tahun 2000, sementara Bilangan Fu meraih penghargaan

Khatulistiwa Literary Award 2008.

Sampai saat ini Ayu Utami telah menghasilkan Saman (KPG, 2008),

Larung (KPG,2001), kumpulan kolom Si Parasit Lajang (Gagas Media:

2003), naskah drama Sidang Susila (2008), Bilangan Fu (KPG: 2008).

Sedangkan novel terbaru Ayu Utami adalah Manjali dan Cakrabirawa yang

merupakan roman pertama misteri seri Bilangan Fu, yaitu serial yang

berhubungan dengan novel Bilangan Fu (http://ayuutami.com/, diakses 7

September 2010).

Peneliti tertarik mengkaji novel Bilangan Fu karya Ayu Utami ini

didasarkan pada beberapa alasan berikut

a. Ayu Utami adalah seorang penulis muda yang mendapat banyak

pujian dan sekaligus banyak mendapat celaan. Berbagai ulasan di internet

menjuluki Ayu Utami sebagai sastrawan sastrawangi. Hal tersebut

dikarenakan novel Ayu Utami banyak mengangkat kisah seputar sex dan

sexualitas.

b. Ayu Utami beragama Katolik. Dalam novelnya, peneliti menemui

banyak nuansa agama Katolik walaupun Ayu Utami tidak menyatakan ke-

katolik-annya secara langsung.

c. Pada novel Bilangan Fu, Ayu Utami juga mengangkat kisah yang

(dalam interpretasi peneliti) serupa dengan kisah Yesus dan 12 rasulnya.

Hal ini dibuktikan dengan adanya kisah kotbah di bukit yang juga mirip

dengan kisah yang sama yang terdapat di Alkitab. Nama tokoh utamanya

(Yudha) disampaikan Ayu dapat menyerupai Yudas (terutama jika

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 2

Page 3: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

diucapkan sambil mendesis). Selain itu, sifat Yudha yang suka bertaruh

serupa dengan sikap Yudas Iskariot, murid Yesus yang menghianati-Nya.

d. Ayu Utama menyatakan bahwa novelnya ini merupakan novel

spiritualisme kritis. Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti tertarik

untuk menyelaminya lebih dalam melalui strukturalisme genetik.

e. Kisah dalam Bilangan Fu menurut peneliti merupakah kisah yang

didasari dengan riset yang cukup dalam. Oleh sebab itu, teori

strukturalisme genetik dianggap cocok untuk dijadikan dasar

penganalisisan Bilangan Fu.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian

ini adalah bagaimanakah kajian Bilangan Fu dengan menggunakan teori

strukturalisme genetik?

Selanjutnya rumusan masalah di atas dibagi menjadi beberapa rumusan

masalah berikut

a. Bagaimana analisis data yang berhubungan dengan struktur Bilangan

Fu melalui hubungan antar tokoh dan tokoh dengan lingkungannya?

b. Bagaimana analisis hubungan kehidupan sosial Ayu Utami sebagai

pengarang dengan novel Bilangan Fu?

c. Bagaimana analisis latar belakang sejarah yang melahirkan Bilangan

Fu?

d. Bagaimana hubungan pandangan Ayu Utami terhadap masyarakat luas

(Indonesia) dalam Bilangan Fu?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguraikan kajian Bilangan Fu dengan

menggunakan pendekatan strukturalisme genetik. Secara spesifik, tujuan

penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 3

Page 4: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

a. Mengetahui hasil analisis data yang berhubungan dengan struktur

Bilangan Fu melalui hubungan antar tokoh dan tokoh dengan

lingkungannya.

b. Mengetahui hasil analisis hubungan kehidupan sosial Ayu Utami

sebagai pengarang dengan novel Bilangan Fu.

c. Mengetahui hasil analisis latar belakang sejarah yang melahirkan

Bilangan Fu.

d. Mengetahui hasil analisis hubungan pandangan Ayu Utami terhadap

masyarakat luas (Indonesia) dalam Bilangan Fu.

4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat dibagi menjadi manfaat teoritis dan manfaat

praktis. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah

a. menambah wawasan dan pengetahuan pembaca berkaitan

pengaplikasian teori strukturalisme genetik pada novel, dalam hal ini pada

novel Bilangan Fu,

b. menjadi sumber referensi bagi peneliti lain yang tertarik pada

bidang kajian yang sama.

Manfaat praktis penelitian ini adalah

a. sebagai sumbangan pemikiran kepada pembaca berkaitan

pengaplikasian teori strukturalisme genetik pada novel Bilangan Fu,

b. hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi

berkaitan dengan analisis strukturalisme genetik pada novel Bilangan Fu.

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 4

Page 5: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

BAB 2

LANDASAN TEORI

1. Kajian Penelitian yang Relevan

a. Penelitian Strukturalisme Genetik

1) Penelitian berjudul “Strukturalisme Genetik

Asmaraloka”, karya Gustaf Sitepu, mahasiswa Program Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara Medan

(http://repostory.usu.ac.id/bitstream/123456789/ 5783/1/

09E01966.pdf, diakses 7 September 2010).

Lima hasil penelitian Gustaf Sitepu adalah

a) Dalam menghadapi persoalan, tokoh-tokoh novel

Asmaraloka melakukan penyerahan sepenuhnya kepada otoritas

Tuhan. Salat dan zikir merupakan jalan keluar yang dilakukan para

tokoh novel dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh tiap

tokoh.

b) Sesuai dengan latar kehidupan sosialnya, Danarto dalam

novel Asmaraloka berusaha memperjuangkan nilai-nilai sosial

yang dianutnya.

c) Yang melatarbelakangi lahirnya novel Asmaraloka karya

Danarto adalah perang antaretnis dan kerusuhan sosial yang terjadi

di Indonesia pada tahun 1998.

d) Melalui novel Asmaraloka, Danarto berpandangan bahwa

untuk keluar dari krisis moral akibat permusuhan antargolongan

diperlukan kesadaran penyucian hati semua manusia Indonesia.

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 5

Page 6: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

e) Dalam novel Asmaraloka terdapat 182 proses mental.

Proses mental persepsi mempunyai persentase yang tinggi, yakni

80 klausa atau 43,95%. Sedangkan proses mental afeksi sebanyak

57 klausa atau 31,32% dan proses mental kognisi sebanyak 45

klausa atau 24,73%. Tingginya persentase proses mental persepsi

yang diikuti proses mental afeksi menunjukkan bahwa Danarto

ingin menggambarkan dengan gamblang bagaimana keadaan jiwa

para tokoh yang merasa frustasi dalam menghadapi suasana perang

yang tidak senyatanya.

2) Penelitian berjudul “Analisis Strukturalisme Genetik

Dalam Roman Germinal Karya Emile Zola”, karya Agung Wijayanto,

mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Semarang

(http://lib.unnes.ac.id/4503/, diunduh pada 2 November 2011).

Hasil penelitian Agung Wijayanto adalah tema pokok dalam

roman Germinal ini adalah penderitaan yang dialami kaum buruh

tambang Voreux viii sebagai akibat eksploitasi dari kaum borjuis.

Tokoh utama dalam roman ini adalah Etienne Lantier. Tokoh

tambahan dalam roman ini adalah Maheu, La Maheude, Catherine,

Chaval, Hennebeau, Bonnemort, Souvarine, dan Rasseneur. Germinal

beralur maju atau progressif karena roman ini dimulai dari awal cerita

hingga akhir tanpa adanya cerita pengulangan. Dalam roman Germinal

rangkaian peristiwa yang ditampilkan berlangsung di komplek

pertambangan Montsou dan di pemukiman Deux cents quarante yang

keduanya terletak di Anzin. Dalam fakta kemanusiaan membahas

mengenai konteks sejarah pada masa kekaisaran kedua pada abad XIX.

Dalam Subjek Kolektif membahas tentang perbedaan yang sangat

mencolok antara kehidupan buruh tambang dengan kehidupan borjuis.

Dalam Pandangan Dunia Pengarang membahas tentang ideologi Emile

Zola yang menganut sosialisme dan penggambaran ideologi Emile

Zola melalui tokoh utama yaitu Etienne Lantier. Dalam proses

Dialektika, tesis ditimbulkan oleh Kapitalisme. Tujuan dari

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 6

Page 7: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

kapitalisme adalah uang yang artinya mengumpulkan pundi-pundi

uang untuk kaum borjuis sebagai pemilik modal. Kaum borjuis

menggunakan watak kapitalismenya melalui eksploitasi dan akumulasi

untuk mempertahankan kekayaannya, tetapi cara tersebut

menimbulkan kesengsaraan bagi buruh. Sikap-sikap dari kapitalisme

menimbulkan antithesis dari sosialisme. Dalam novel Germinal

terdapat dua aliran sosialisme yaitu Marxisme dan Anarkisme.

Marxisme menggunakan diskusi dan jalan damai untuk mencapai

tujuan mereka. Ternyata cara yang digunakan oleh Marxisme tidak

efektif dan membuang-buang waktu saja. Kemudian timbul antithesis

dari Anarkisme yang menggunakan cara-cara anarki untuk mencapai

tujuan mereka. Dalam novel Germinal tidak ditemukan sintesisnya,

karena tidak ada yang dapat menyatukan antara Kapitalisme,

Marxisme, maupun Anarkisme dan masing-masing paham tersebut

mempunyai jalan keluar sendiri-sendiri.

3) Penelitian berjudul “Strukturalisme Genetik Drama

Panembahan Reso Karya W.S. Rendra”, karya Budi Waluyo,

mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Indonesia, Program

Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta

(http://pasca.uns.ac.id/?p=1028, diunduh pada 2 November 2011).

Hasil temuan penelitian dengan pendekatan strukturalisme

genetik menunjukkan bahwa: (1) Pandangan dunia Rendra terhadap

naskah drama Panembahan Reso, bahwa naskah drama ini sarat

dengan kritik sosial atas keadaan negeri ini; (2) struktur drama

Panembahan Reso yang terdiri dari plot atau kerangka cerita,

penokohan atau perwatakan, dialog atau percakapan, setting atau

tempat kejadian, tema atau nada dasar cerita, amanat atau pesan

pengarang, petunjuk teknis dan konflik tersusun dengan sangat

menarik dan memiliki keterjalinan yang erat sehingga drama

Panembahan Reso karya W.S. Rendra tergolong sebagai drama yang

baik; (3) ketimpangan dan kesewenang-wenangan panguasa pada masa

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 7

Page 8: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

orde baru menjadi latar belakang terciptanya naskah drama ini; (4)

pandangan W.S. Rendra terhadap suksesi atau pergantian kekuasaan

pada drama Panembahan Reso terdapat kelemahan yaitu adanya

pemimpin yang berkuasa terlalu lama dan kurangnya kebebasan

berpendapat; dan (5) ada persamaan dan perbedaan antara drama

Panembahan Reso karya Rendra dengan drama Macbeth karya

William Shakespeare, dan sekaligus ada nuansa keterpikatan Rendra

terhadap karya-karya William Shakespeare.

4) Penelitian Virry Grinitha berjudul “Analisis

Strukturalisme Genetik Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya

Ananta Toer”, mahasiswa Universitas Bengkulu

(http://library.unib.ac.id/koleksi/Virry%20 Grinitha-Abst-FKIP-

PendBIN-Des2010.pdf, diunduh pada 2 November 2011).

Hasil penelitian Virry Grinitha adalah tokoh‐tokoh yang

terdapat pada novel Bumi Manusia dalam menghadapi problemnya

dengan perjuangan, nilai‐nilai perjuangan tersebut diharapkan

mengingat kita bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dan

orang lain harus menghormati hak‐hak tersebut tanpa melihat ras,

status sosial,bangsa maupun jenis kelamin, sesuai dengan sosiologis

Ananta Toer dalam novel Bumi Manusia serta sejarah yang

melatarbelakangi lahirnya novel Bumi Manusia karya Pramoedya

Ananta Toer.

5) Ulasan dari Dwi Vian yang merupakan anggota

komunitas sastra (dan pertunjukan drama) Komunitas Segogurih,

berjudul “Tinjauan Strukturalisme Genetik terhadap Lakon BLEG-

BLEG THING”

(http://komunitassegogurih.wordpress.com/2011/07/23/tinjauan-

strukturalisme-genetik-terhadap-lakon-%E2%80%9Cbleg-bleg-thing

%E2%80%9D/, diunduh pada 2 November 2011).

Hasil penelitiannya Dwi Vian adalah naskah BLEG-BLEG

THING karya Yusuf Peci Miring merupakan naskah yang berkisah

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 8

Page 9: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

tentang masyarakat kelas bawah yang selalu tertindas dan ditindas.

Jika dikaji melalui pendekatan struktural genetik naskah ini bisa

mewakilkan keadaan sosial masyarakat miskin kota. Dalam naskah ini

pengarang yang memiliki latar belakang social sebagai pekerja LSM

yang umumnya bergerak di bidang masyarakat miskin, benar-benar

bisa menggambarkan bagaimana nasib masyarakat miskin kota.

Naskah ini sarat dengan kritik-kritik sosial, dan pengarang juga

mengkritik pemerintah.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang

telah diuraikan di atas terleak pada bahan bakunya. Teori yang digunakan

adalah teori strukturalisme genetik, namun diaplikasikan pada novel yang

berbeda.

b. Penelitian Novel Bilangan Fu

1) Penelitian Adil Sastrawan, mahasiswa UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang berjudul “Spiritualitas dalam Novel

Bilangan Fu” (http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?

mod=browse&op=read&id= digilib- uinsuka--adilsastra-5569, diunduh

pada 2 November 2011).

Hasil penelitian Adil Sastrawan adalah bentuk-bentuk

spiritualitas yang terdapat dalam novel Bilangan Fu, memiliki

kecenderungan mengarah pada spiritualitas masyarakat primitif.

Kepercayaan terhadap mitos, legenda rakyat, mahluk-mahluk halus,

merupakan bentuk-bentuk spiritualitas yang diungkapkan dalam novel

ini. Dengan kepiawaian penulis novel dalam membahasakan,

menghubungkan dan membenturkan dengan berbagai bentuk

pandangan modernitas yang cenderung meninggalkan spiritualitas,

sehingga bentuk spiritualitas yang terdapat dalam novel ini mampu

memberi alternatif baru dalam bersikap dan bertindak dengan tanpa

meninggalkan spiritualitas dan juga tidak mernjadi primitif.

Secara garis besar, nilai-nilai spiritualitas yang terdapat dalam

nonel ini merupakan kritik terhadap cara pandang masyarakat modern

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 9

Page 10: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

yang cenderung antroposentris dan anti ekologi. Alih-alih mengajak

masyarakat untuk kembali "menyembah" pohon, percaya pada mitos

dan mahluk-mahluk halus, nilai dan pesan yang terkandung

didalamnya pada dasarnya hanyalah mengajak untuk untuk

menghormati ibu (alam), karena ibu adalah yang mengandung,

melahirkan serta menyusui anak-anaknya.

2) Penelitian Pangky Sudarwanto, mahasiswa

Universitas Airlangga, berjudul “Kepoufanikan dan Kedialogisan

Tematik Novel Bilangan Fu Karya Ayu Utami”

(http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/ 468819525_abs.pdf, diunduh

pada 8 November 2011).

Hasil penelitian Pangky Sudarwanto adalah: Bilangan Fu

mengandung banyak suara yang disampaikan secara bebas keluar dari

kesadaran tokoh. Suara-suara dari argumentasi tokoh merupakan genre

polifonik dalam novel. Novel polifonik selalu cenderung dialogis.

Novel Bilangan Fu telah memberikan unsur dialogis tersebut. Secara

garis besar faktor pemicu kedialogisan dalam Bilangan Fu terletak

pada segi tematik yang direduksi dari realitas untuk dijadikan sebuah

gagasan. Gagasan yang dimunculkan merupakan hasil perdebatan

antara tokoh-tokoh dan pengarang itu sendiri. Pengarang seringkali

memprovokasi para tokoh dalam membangun sebuah cerita. Latar

yang disuguhkan pun sesuai dengan latar karnival, yakni, pada tempat

umum yang mempunyai ruang lingkup yang cukup luas.

3) Penelitian Rina Viniati, mahasiswa program

pascasarjana Universitas Sebelas Maret dengan judul “Mistik Kejawen

dalam Novel Bilangan Fu (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai

Pendidikan)” (http://pasca.uns.ac.id/?p=882, diunduh pada 2

November 2011).

Hasil penelitian Rina Viniati adalah (1) pandangan tokoh-tokoh

di dalam novel Bilangan Fu terhadap mistik kejawen terungkap ada

tiga hal: modernisme, religius, dan rasional; (2) budaya mistik kejawen

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 10

Page 11: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

yang masih berjalan di masyarakat modern adalah sajenan; (3)

relevansi budaya mistik kejawen dalam novel Bilangan Fu dengan

kondisi masyarakat yang sebenarnya berupa upacara perayaan dihari-

hari yang dianggap keramat; (4) nilai-nilai pendidikan yang terungkap

adalah nilai spiritual dan nilai vitalitas dalam kehidupan masyarakat

kejawen.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan ini dengan penelitian yang

dipaparkan di atas terletak pada teori yang digunakan untuk menganalisis

novel Bilangan Fu karya Ayu Utami.

2. Kajian Teori

a. Pencetus dan Dasar Pemikiran Strukturalisme Genetik

Pencetus pendekatan strukturalisme genetik adalah Prancis Lucien

Goldman, seorang ahli sastra Perancis (Iswanto dalam Jabrohim, 2003:

60). Strukturalisme genetik (genetic structuralism) dikembangkan

Goldmann atas dasar pemikiran seorang Marxis lain bernama Georg

Lukacs.

Goldmann menyatakan bahwa tidak ada pertentangan antara

sosiologi sastra dan aliran strukturalis (Teeuw, 1988: 152). Pendekatan ini

tidak hanya sepakat dengan pendekatan stukturalisme yang memandang

sastra sebagai sebuah karya yang otonom saja, melainkan juga

menyepakati pendekatan marxisme yang cenderung positivistik dan

mengabaikan keliteraran sebuah karya sastra.

Pendekatan strukturalisme genetik memperbaiki kekurangan

pendekatan strukturalisme dan kekurangan pendangan marxisme.

Kekurangan pendekatan strukturalisme adalah memandang karya sastra

sebagai sebuah karya yang otonom. Pengkajian terhadap karya sastra

mengabaikan unsur pengarang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari

karya sastra. Sedangkan marxisme memandang karya sastra sebagai

produk/ reaksi sebuah kejadian sosial kemasyarakatan. Hal ini tentunya

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 11

Page 12: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

memiliki kekurangan, yaitu adanya kenyataan bahwa sedekat-dekatnya

sebuah karya sastra dengan realitas sosial karya satra tersebut tetaplah

mengandung unsur imajinatif.

Teeuw (1988: 153) menuliskan pendapat Goldmann sebagai

berikut

Goldmann mengemukakan bahwa setiap karya sastra yang penting mempunyai structure significative, yang menurut Goldmann bersifat otonom dan imanen, yang harus digali oleh peneliti berdasarkan analisis yang cermat. Menurut Goldmann struktur kemaknaan itu tidak mewakili pandangan dunia (vision du monde) penulis, tidak sebagai individu, tetapi sebagai wakil golongan masyarakatnya.

Strukturalisme genetik (Hudayat, 2007: 63) memandang sastra

merupakan suatu sistem ideologi yang tidak dapat dilepaskan dari

pertarungan kekuatan-kekuatan sosial di dalam masyarakat dalam

memperebutkan penguasaan mereka atas sumber-sumber ekonomi yang

terdapat di dalam lingkungan sekitar mereka. Artinya, kajian

strukturalisme genetik terjadi pada tataran struktural karya sastra dan

kajian terhadap kondisi kemasyarakatan yang terjadi sebagai latarbelakang

kemunculan sebuah karya sastra.

Damono dikutip Sitepu (2009: 40) menuliskan,

Strukturalisme genetik sebagai teori penelitian sosiologi sastra memiliki empat ciri mendasar. Pertama, perhatian utama strukturalisme genetik adalah keutuhan atau totalitas. Totalitas itu lebih penting daripada bagian-bagiannya. Totalitas dan bagiannya dapat dijelaskan jika dipandang dari segi hubungan-hubungan yang ada antara bagian-bagian itu. Sasaran strukturalisme genetik adalah jaringan hubungan-hubungan yang ada antara bagian-bagian itu menyatukannya menjadi totalitas. Kedua, strukturalisme genetik tidak menelaah struktur pada permukaan, tetapi struktur

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 12

Page 13: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

di balik kenyataan empiris. Ketiga analisis strukturalisme genetik adalah analisis sinkronis dan bukan diankronis. Perhatian dipusatkan pada hubungan-hubungan yang ada; pada suatu saat pada suatu waktu. Keempat, strukturalisme genetik mempercayai hukum perubahan bentuk dan bukan kausalitas.

Secara umum, strukturalisme genetik dibagun oleh prinsip

‘struktur-historisdialektik” yang berarti pemahaman sebuah karya sastra

harus berangkat dari struktur teks dan tidak hanya berhenti di situ saja

melainkan juga mengkaitkan bagian-bagian itu menjadi sebuah totalitas

analisis (Sitepu, 2009: 38). Oleh sebab itu, secara ringkas dapat dikatakan

bahwa strukturalisme genetik merupakan kajian karya sastra berdasarkan

unsur intrinsik dan ekstrinsiknya.

b. Strukturalisme dalam Strukturalisme Genetik

Berdasarkan uraian di bagian sebelumnya, dapat disimpulkan

bahwa strukturalisme genetik merupakan gabungan pandangan

strukturalisme dan pandangan marxisme dalam sebuah karya sastra.

Artinya, strukturalisme genetik mengakui keberadaan karya sastra sebagai

sebuah struktur yang bisa dipahami sebagai secara struktural pula.

Persoalan selanjutnya adalah beberapa ahli sastra memiliki

pendapat tersendiri tentang kajian struktur karya sastra. Ahli sastra itu

antara lain Propp, Greimas, dan Trodov. Kebanyakan konsep yang

berkaitan dengan struktur karya sastra itu mengikuti konsep linguistik

yang berkaitan dengan struktur formal bahasa. Hanya beberapa

diantaranya yang mencoba membagun pola struktur semantiknya dengan

mendasarkan pada konsep semantik bahasa. Tokoh yang mengemukakan

hal ini adalah Barthes dan Greimas. Strukturalisme genetik berkaitan

dengan struktur karya sastra yang cenderung bersifat semantik seperti

yang dikemukakan oleh Barthes dan Greimas walaupun tidak sama persis

(Hudayat, 2007: 69—70).

Tetapi yang paling mendekati konsep strukturalisme genetik adalah

strukturalisme Levi’Strauss. Dengan menggunakan fonologi sebagai

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 13

Page 14: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

dasarnya, strukturalisme Levi’Strauss berpusat pada konsep oposisi biner

atau oposisi berpasangan. Maksudnya bangunan dunia sosial dan kultural

manusia dilihat sebagai sesuatu yang distrukturkan atas dasar binarisme,

terbangun dari seperangkat satuan yang saling beroposisi satu dengan yang

lain (Hudayat, 2007: 70).

Halliday dikutip Sitepu (2009: 43) menjelaskan adanya satu unit

pengalaman yang sempurna dan direalisasikan dalam klausa yang terdiri

atas tiga unsur. Ketiga unsur tersebut adalah proses (process), partisipan

(participant), dan sirkumstan (circumstance). Proses adalah kegiatan atau

aktivitas yang terjadi dalam klausa tersebut. Bentuk atau wujudnya adalah

kata kerja atau verba. Partisipan adalah orang atau benda yang terlibat

dalam proses mental tersebut. Sedangkan sirkumstan adalah lingkungan

tempat partisipan dan proses itu bertemu dan terjadi.

c. Metode Dialektik

Seperti yang telah dipahami di bagian sebelumnya bahwa

strukturalisme merupakan pandangan yang menganggap bahwa karya

sastra merupakan sebuah struktur yang saling berkaitan dan membentuk

struktur keseluruhan karya sastra. Hudayat (2007: 71) mengemukakan,

Struktur karya sasra itu hanya dapat dipahami dengan baik dengan cara dialektik, yaitu dengan bergerak bolak-balik dari bagian ke keseluruhan dan dari keseluruhan kembali ke bagian. Gerakan bolak balik itu dianggap selesai jika koherensi antara keseluruhan dan bagian-bagiannya telah terbangun.

Hal ini berarti menganalisis karya sastra dengan menggunakan

struturalisme genetik tidak bisa berhenti jika struktur karya sastra telah

dianalisis lalu dihubungkan dengan struktur yang lebih besar. Tetapi,

kajian sastra itu haruslah kembali lagi (mengembalikan lagi) struktur yang

besar ke dalam struktur karya sastra itu sehingga membentuk pemahaman

yang menyeluruh.

d. Kategori dalam Strukturalisme Genetik

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 14

Page 15: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Paul Johnson dikutip Faruk (1988: 70) menyatakan bahwa

struktural genetik adalah teori ilmiah yang eksplisit. Artinya, seperangkat

konsep yang terbangun dari konsep yang paling abstrak hingga konsep

yang paling konkret dinyatakan secara sistematik, saling berhubungan

secara logis, dan didasarkan teguh pada data empirik. Hal ini berarti kajian

strukturalisme genetik tidak dapat dilepaskan dari kajian konsep-konsep

yang berhubungan secara langsung dan tak langsung dengan karya sastra

tersebut.

Goldmann menopang teorinya dengan membangun seperangkat

kategori yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Kategori tersebut

adalah fakta kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia, pemahaman

dan penjelasan.

1) Fakta Kemanusiaan

Fakta kemanusiaan adalah segala bentuk aktivitas atau perilaku

manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami

oleh ilmu pengetahuan. Fakta tersebut dapat berupa fakta aktivitas

sosial tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi kultural seperti

filsafat, seni sastra, dan lainnya (Faruk, 1994: 12). Artinya, fakta

kemanusiaan adalah perwujudan ekspresi manusia dalam bersosialisasi

dengan manusia yang lain. Juga merupakan ekspresinya sebagai

aktualisasi diri manusia dalam masyarakatnya.

Dalam proses strukturasi dan akomodasi yang terus-menerus,

karya sastra sebagai fakta kemanusiaan yang merupakan aktivitas

kultural manusia memperoleh artinya. Proses tersebut yang sekaligus

merupakan genesis dari struktur karya sastra (Faruk, 1994: 14).

2) Subjek Kolektif

Fakta kemanusiaan muncul akibat hasil aktivitas manusia

sebagai subjeknya. Oleh sebab itu, subjek fakta kemanusiaan dapat

dibedakan menjadi subjek individual dan subjek kolektif. Subjek

individual merupakan subjek fakta individual (libidinal), sedangkan

subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial (historis).

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 15

Page 16: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Subjek kolektif dapat dibentuk dari struktur mental pengarang

yang merupakan hasil bentukan antara pribadi pengarang, keluarga,

dan lingkungan sosial (Sitepu, 2009: 24). Karya sastra yang dihasilkan

merupakan perwujudan struktur mental pengarang yang mencerminkan

subjek kolektifnya.

3) Pandangan Dunia (Vision du Monde)

Pandangan dunia diatikan sebagai struktur global yang

bermakna, sebuah pemahaman total terhadap dunia yang mencoba

menangkap maknanya, dengan segala kerumitan serta keutuhannya

(Sitepu, 2009: 28). Pandangan dunia merupakan struktur gagasan,

aspirasi, dan perasaan yang mampu menyatukan suatu kelompok sosial

lainnya. Gagasan, aspirasi, dan perasaan tersebut merupakan respon

atas “realitas yang tidak dikehendaki” oleh pengarang. Maka,

pengarang mencoba mencari jalan keluar dari realitas tersebut.

4) “Pemahaman-Penjelasan” dan “Keseluruhan-Bagian”

Kajian terhadap karya sastra haruslah merupakan kajian yang

memahami struktur secara menyeluruh. Pemahaman karya sastra

sebagai struktur yang menyeluruh akan mengarahkan pada penjelasan

hubungan sastra dengan sosiobudaya sehingga karya tersebut memiliki

arti.

Saraswati dikutip Sitepu (2009: 31) mengatakan bahwa konsep

“keseluruhan-bagian” merupakan dialektika antara keseluruhan dan

bagian. Keseluruhan hanya dapat dipahami dengan mempelajari

bagian-bagiannya, dan bagian-bagian tersebut dapat dipahami jika

ditempatkan secara keseluruhan. Pemahaman merupakan sebuah

proses yang melingkar terus menerus dari keseluruhan ke bagian dan

dari bagian ke keseluruhan.

Dari uraian mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan

strukturalisme genetik di atas, dapat disimpulkan bahwa proses analisis

sastra dimulai dari struktur karya sastra tersebut sebagai sebuah konsep yang

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 16

Page 17: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

paling konkret. Struktur karya sastra dianggap sebagai konsep yang paling

konkret dikarenakan kajian struktural tersebut langsung berkaian dengan

karya sastra yang dianalisis.

Proses selanjutnya adalah mengkaitan pemahaman mengenai struktur

yang telah dianalisis tersebut dengan realitas sosial yang menjadi dasar

pemikiran kemunculan karya sastra tersebut. Tahapan ini disebut dengan

konsep pandangan dunia.

Setelah sampai pada konsep pandangan dunia, penelusuran

strukturalisme genetik dapat dilanjutkan dengan melihat kembali dengan

mengkaitkan realitas sosial yang menjadi dasar kemunculan karya sastra

dengan reaksi pengarang terhadap realitas tersebut. Maka perlu diketahui

latar belakang pengarang yang sebenarnya. Latar belakang tersebut nantinya

yang memberikan informasi pandangan pengarang sebagai subjek kolektif

dan sekaligus subjek komunal dalam karya sastra tersebut.

Selanjutnya, setelah mengenahui subjek kolektifnya, karya sastra dan

kepengarangan tersebut dapat menunjukkan kepada penganalisis mengenai

fakta kemanusiaan. Fakta kemanusiaan ini merupakan konsep paling abstrak

dalam analisis dengan pendekatan strukturalisme genetik.

Langkah selanjutnya adalah melihat ulang atau mereview analisis

tersebut. Analisis dalam kerangka abstrak (besar) hingga masuk ke dalam

kerangka sederhana yaitu struktur yang ada dalam karya sastra itu sendiri.

Setelah muncul penjelasan mengenai karya sastra itu dari bagian ke

keseluruhan dan keseluruhan ke bagian, maka analisis strukturalisme genetik

bisa dikatakan selesai.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis

strukturalisme genetik dilakukan dengan mencari empat konsep yang

terdapat dalam karya sastra tersebut. Untuk lebih memudahkan proses ini,

maka konsep yang dianalisis dimulai dari konsep yang paling konkret

menuju konsep yang paling abstrak. Artinya analisis karya sastra akan

dimulai dengan analisis unsur intrinsiknya sebelum masuk pada konsep yang

lain.

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 17

Page 18: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

3. Bilangan Fu

Bilangan Fu lahir pada tahun 2008. Di bagian ucapan terimakasih, Ayu

Utami mengungkapkan terimakasihnya pada Erik Prasetya dengan menuliskan

“Usaha pembuahannya yang berkali-kali gagal memakan waktu empat tahun,

proses mengandung-menuliskannya menghabiskan sembilan bulan” (Utami,

2008: 535). Dari pernyataan tersebut, dapat diasumsikan bahwa novel ini

mulai dipikirkan untuk dibuat sekitar tahun 2004.

Tetapi perkiran mengenai tahun pembuatan ini belum secara otomatis

menunjukkan proses pemikiran Ayu Utami. Ia banyak berbicara, bertemu, dan

membaca tulisan orang lain yang memperkaya inspirasi menulisnya. Tokoh-

tokoh yang disebutkan Ayu dalam ucapan terimakasihnya turut memberi andil

yang besar terhadap pemikiran Ayu Utami dalam Bilangan Fu.

Salah satu tokoh yang ditemui Ayu Utami adalah para kelompok

pemanjat tebing Skygers. Utami (2008: 534) menuliskan “Teddy Ixdiana,

penerusnya yang paling banyak memberi waktu bagi saya sejak akhir 2003”.

Hal ini mengindikasikan bahwa Bilangan Fu sudah menjadi inspirasi bagi

Ayu Utami pada tahun 2003 akhir, namun belum sempat dituliskannya dalam

bentuk sebuah novel yang utuh.

Bilangan Fu pada awalnya berinisial Jalur 13. Namun, Ayu Utami

menganggap angka 13 sebagai angka sial. Angka ini sebenarnya embrio yang

ingin diperkenalkan oleh Ayu Utami sebagai angka permainan dengan

bilangan berkesan angker. Stigma keangkeran angka itu sanggup

memerdayainya untuk menggunakan atribut bilangan 13. Atas dasar itu,

“Bilangan Fu” berkonotasi sebagai bilangan metaforis dan spiritual

berkembang menjadi serbaneka hidup dan kehidupan yang akrab dengan sikap

kritis (http://johnherf.wordpress.com/2008/07/24/spiritualisme-kritis-ayu-

utami/, diunduh pada 7 September 2010).

4. Sinopsis Bilangan Fu

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 18

Page 19: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Bilangan Fu berkisah tentang pemanjat tebing. Tokoh utamanya

adalah Yudha yang merupakan seorang pemanjat ‘kotor’ (meminjam istilah

Parang Jati). Tokoh selanjutnya adalah Parang Jati, seorang pemuda yang

memiliki dua belas jari. Parang Jati mengajak Yudha untuk pindah ‘agama’,

dari pemanjat ‘kotor’ (pemanjat yang selalu menggunakan alat pemanjatan

sehingga memungkinkan kerusakan tebing) menjadi pemanjat ‘bersih’. Tokoh

lain yang juga berperan dalam Bilangan Fu adalah Marja. Marja adalah

kekasih Yudha.

Bagian awal Bilangan Fu dimulai dengan kisah tentang sebuah almari.

Almari tersebut berisi banyak benda yang tidak layak disebut dengan koleksi

pada umumnya. Ada stoples berisi ruas kelingking, ada sebuah tulang iga, ada

sebuah nisan, dan lainnya. Hampir semua benda yang menghuni lemari

tersebut didapatkan Yudha dari hasil bertaruh.

Awal pertemuan Yudha dengan Parang Jati terjadi saat Yudha pergi ke

Bandung. Parang Jati adalah mahasiswa geologi yang akan melakukan

penelitian di perbukitan kapur Sewugunung dan sekitarnya. Tujuan Yudha ke

Bandung adalah untuk memesan alat pemanjatan pada temannya yang

bernama Fulan. Disanalah ia bertemu dengan Parang Jati yang memesan alat

pemanjatan pula. Yudha mengajak Parang Jati untuk mampir ke kontrakan

Marja. Di tempat itulah, ketiga tokoh ini bertemu.

Bilangan Fu sendiri merupakan bilangan yang ‘diciptakan’ oleh

Yudha. Yudha penasaran dengan bunyi desau angin yang menyerupai bunyi

hu. Bunyi itu didengar Yudha ketika ia bergantung di tali pengaman sambil

memandangi celah tebing yang dinamakannya Sebul, di deretan tebing

Watugunung yang berada di daerah Sewugunung. Watugunung nantinya

disebut Yudha sebagai Batu Bernyanyi. Menurut Yudha, bilangan fu atau

bilangan hu merupakan bilangan sempurna yang merupakan angka 13.

Bilangan fu atau bilangan hu dilambangkan dengan .

Bilangan Fu tidak hanya bercerita tentang tebing-tebing yang dipanjat

Yudha saja. Bilangan Fu juga berbicara tentang numerulogi, ketuhanan,

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 19

Page 20: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

pelestarian alam, dan kritik sosial yang cukup pedas terhadap situasi sosial

ekonomi politik yang terjadi pada era 1998.

5. Ayu Utami

Ayu Utami lahir di Bogor, Jawa Barat pada 21 November 1968. Ia

bernama lengkap Justina Ayu Utami. Ayu menamatkan pendidikannya di SD

Regina Pacis Bogor (1981), SMP Tarakanita 1 Jakarta (1984), SMA

Tarakanita 1 Jakarta (1987), Jurusan Sastra Rusia Fakultas Sastra Universitas

Indonesia (1994), Advanced Journalism, Thomson Foundation, Cardiff, UK

(1995), dan Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan (1999).

Pada mulanya, Ayu adalah seorang wartawan. Ia pernah menjadi

wartawan di majalah Humor, Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Tak lama

setelah penutupan Tempo, Editor, dan Detik di masa Orde Baru, ia ikut

mendirikan Aliansi Jurnalis Independen yang memprotes pembredelan.

Ayu juga seorang kurator Teater Utan Kayu, dan peneliti di Institut Studi

Arus Informasi. Ayu menjadi anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta

2006—2009. Kini, ia bekerja di jurnal kebudayaan Kalam dan di Teater Utan

Kayu (http://id.wikipedia.org/wiki/Ayu_Utami, diakses 7 September 2010).

Ayu Utami memenangkan sayembara penulisan Roman (Novel) Dewan

Kesenian Jakarta tahun 1998 untuk novel pertamanya berjudul Saman. Saman

telah diterbitkan dalam enam bahasa asing. Novel tersebut juga memenangkan

Prince Claus Award dari Belanda pada tahun 2000.

Sampai saat ini Ayu Utami telah menghasilkan Saman (KPG, 2008),

Larung (KPG,2001), kumpulan kolom Si Parasit Lajang (Gagas Media:

2003), naskah drama Sidang Susila (2008), Bilangan Fu (KPG: 2008).

Sedangkan novel terbaru Ayu Utami adalah Manjali dan Cakrabirawa yang

merupakan roman pertama misteri seri Bilangan Fu, yaitu serial yang

berhubungan dengan novel Bilangan Fu (http://ayuutami.com/, diakses 7

September 2010).

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 20

Page 21: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi

objek sesuai dengan apa adanya (Best dikutip

http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/163-

penelitian-deskriptif.html, diunduh pada 14 November 2011). Penelitian

deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu

menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan sobjek

yang diteliti secara tepat. Penelitian deskriptif yang baik sebenarnya  memiliki

proses dan sadar yang sama seperti penelitian kuantitatif lainnya. Disamping

itu, penelitian ini juga memerlukan tindakan yang teliti pada setiap

komponennya agar dapat menggambarkan subjek atau objek yang diteliti

mendekati kebenaranya. Sebagai contoh, tujuan harus diuraikan secara jelas,

permasalahan yang diteliti signifikan, variabel penelitian dapat diukur, teknik

sampling harus ditentukan secara hati-hati, dan hubungan atau komparasi yang

tepat perlu dilaukan untuk mendapatkan gambaran objek atau subjek yang

diteliti secara lengkap dan benar

(http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/163-

penelitian-deskriptif.html, diunduh pada 14 November 2011).

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 21

Page 22: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan peneliti dalam penelitiannya ini adalah metode

penelitian kepustakaan, yaitu menelaah data yang berupa buku-buku. Data

primer adalah novel Bilangan Fu dan data sekunder diperoleh dari

pembacaan novel yang berkaitan dengan Bilangan Fu.

3. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah teks novel Bilangan Fu karya Ayu

Utami yang diterbitkan oleh Kepustakaan Gramedia Populer, Jakarta pada

tahun 2008. Penelitian ini didukung pula oleh data skunder berupa sumber

tertulis yang mendeskripsikan latar kehidupan sosial pengarang dan peristiwa-

peristiwa sosial di Indonesia yang melahirkan novel Bilangan Fu.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah

dengan mengadakan kajian kepustakaan. Penelitian dilaksanakan dengan

melakukan observasi langsung pada novel Bilangan Fu. Langkah kerja

penelitian ini adalah

a. Membaca keseluruhan novel Bilangan Fu dengan cermat,

b. Peneliti melakukan identifikasi unsur intrinsik yang terdapat pada

novel Bilangan Fu ini. Pada penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan

pada tokoh dan penokohannya. Hal ini dikarenakan peneliti ingin

mengkaji secara lebih mendalam kaitan novel ini dengan kitab suci agama

Katolik.

c. Peneliti mencari data berkaitan dengan pengarang dan dunia

kepengarangan.

d. Peneliti menghubungkan poin b dan c di atas untuk sampai pada

tahap simpulan.

5. Teknik Analisis Data

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 22

Page 23: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Teknik analisis data tersebut dilaksanakan dengan cara: (1) pembacaan

seluruh isi novel Bilangan Fu. (2) identifikasi dan analisis data unsur

dominan, struktur novel Bilangan Fu, yaitu problematika tokoh melalui

hubungan dengan struktur antartokoh dan lingkunganya, (3) identifikasi dan

analisis data latar kehidupan sosial pengarang, Ayu Utami yang berhubungan

dengan struktur novel Bilangan Fu, (4) identifikasi dan analisis data peristiwa-

peristiwa sosial di Indonesia yang mengkondisikan lahirnya novel Bilangan

Fu, (5) penemuan pandangan dunia pengarang, Ayu Utami dalam novel

Bilangan Fu, dan simpulan.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis strukturalisme genetik dalam Bilangan Fu ini dilakukan dalam

empat tahap. Tahap pertama adalah analisis data yang berhubungan dengan

struktur Bilangan Fu melalui hubungan antar tokoh dan tokoh dengan

lingkungannya. Tahap kedua yaitu analisis hubungan kehidupan sosial Ayu Utami

sebagai pengarang dengan novel Bilangan Fu. Tahap ketiga analisis latar

belakang sejarah yang melahirkan Bilangan Fu. Tahap keempat adalah melihat

hubungan pandangan Ayu Utami terhadap masyarakat luas (Indonesia) dalam

Bilangan Fu.

1. Analisis data yang berhubungan dengan struktur Bilangan Fu melalui

hubungan antar tokoh dan tokoh dengan lingkungannya.

Tokoh-tokoh dalam Bilangan Fu adalah Yudha, Parang Jati, dan Marja.

Selain ketiga tokoh tersebut, ada tokoh bernama Suhubudi, Fulan, Kupu-kupu,

Penghulu Semar, pak Potiman, mbok Manyar, dan lain sebagainya.

Setiap tokoh dalam Bilangan Fu memiliki hubungan yang tidak hanya

menimbulkan keterkaitan dalam cerita saja tetapi juga menimbulkan masalah

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 23

Page 24: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

satu dengan lainnya. Yudha, si tokoh utama dalam Bilangan Fu berpacaran

dengan Marja, seorang mahasiswa desain yang berhati riang. Parang Jati

adalah sahabat Yudha yang nantinya (kemungkinan) memberikan nuansa cinta

segitiga di antara ketiga tokoh ini seperti nampak pada kutipan berikut

Marja menyeret aku kepada seorang ibu pembaca tarot yang tengah menawarkan konsultasi di kios terbuka. Kartu Marja dibaca.“Akan ada cinta segitiga,” ramalnya.Kekasihku tertawa sementara akumenduga-duga. Sekarang giliran dia, Marja menunjuk padaku. Kartuku dibaca. Sang dukun mengangguk-angguk senang.“Akan ada cinta segitiga,” ramalnya (Utami, 2008: 198)

Kutipan lain menunjukkan ramalan akan hubungan segitiga itu terjadi

dengan memanfaatkan penggunaan kata segitiga yang sesungguhnya.

Ia berkata kepadaku, “Bolehkah saya menumpang di sini malam ini?”Marja menjawab, “Tentu boleh.”Malam itu ia tidur di atas kantong tidurku. Kami mendengar ia mendengkur lembut seperti bayi. Dan ia tinggal bersama kami lima hari lagi. Pada malam terakhir, kutemukan kami tidur membentuk segitiga. Tiba-tiba aku teringat ramalan dukun tarot itu (Utami, 2008: 212).

Tokoh lain adalah Suhubudi yang merupakan ayah angkat Parang Jati.

Suhubudi merupakan orang terkaya di daerah Sewugunung itu. Ia memiliki

hobi bermeditasi dan memiliki sebuah padepokan dimana terdapat aturan tidak

berbicara ketika berada di padepokan tersebut (tempat itu dikondisikan tenang

dan sunyi). Hal tersebut tampak pada kalimat “Pintu terbuka. Kulihat lelaki itu

duduk bersila sempurna, bagaikan padma, bagaikan mahaguru yoga” (Utami,

2008: 301).

Suhubudi menikah dengan seorang perempuan yang sangat cantik

namun tidak bisa berbicara. Nama perempuan tersebut adalah Dayang Sumbi.

Untuk menghargai perasaan Dayang Sumbi yang tidak dapat berbicara,

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 24

Page 25: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Suhubudi pun menerapkan aturan di rumahnya. Hal tersebut tampak pada

kutipan berikut (Utami, 2008: 296)

Sejak hari itu ia menerapkan sebuah pembagian wilayah di istananya. Pusat wilayah, yaitu bangunan joglo besar yang dikelilingi rumah-rumah Majapahitan, akan menjadi jeron padepokan Suhubudi. …. Maka, di wilayah jeron negerinya, sejak hari itu orang tak boleh lagi bersuara dan berkata-kata. Biarlah semua orang yang berada di sana menjadi sama seperti Dayang Sumbi: tak memiliki pita suara.

Kisah di atas, mirip dengan salah satu fragmen dalam kisah

perwayangan. Prabu Destarata (Bapak dari Bala [sekelompok] Kurawa) yang

buta menikah dengan Dewi Gendari. Untuk menunjukkan rasa cintanya yang

besar kepada Prabu Destarata, Dewi Gendari pun menutup matanya dengan

kain hitam. Tak hanya sampai di situ, seluruh pelayan atau siapapun yang

masuk di kompleks rumahnya pun harus menutup matanya dengan kain

hitam.

Suhubudi inilah yang memberi inspirasi Yudha tentang bunyi misterius

yang diyakininya merupakan penjelmaan (pembunyian) angka paling

sempurna dalam deret bilangan. Hal tersebut dinyatakan dalam peristiwa

berikut (Utami, 2008: 302)

Suhubudi telah menerima dan membacanya. Ia menuliskan sesuatu pada kertas baru. Cukup panjang.Aku tak sabar.Ia mengulurkan kertas jawabannya.Tergesar-gesa aku menyimaknya. adalah hu. Yaitu bilangan sunyi.

Parang Jati sendiri diketemukan oleh mbok Manyar di Sendang Hu atau

Sendang ke tigabelas. Parang Jati diketemukan oleh mbok Manyar tersangkut

di dekat lumut pakis dan bebatuan dan ia berada di dalam sebuah keranjang

pandan seperti tampak pada kutipan berikut (Utami, 2008: 217)

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 25

Page 26: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Lubuk ketigabelas, atau yang dinamai Sendang Hu, atau Sendang Hulu, dimana dahulu ada burung hantu jelmaan nyai penjaga mataair dan bunga-bunga, burung yang bernyanyi hu hu. …. Ia sedang menatap ke paras air di dekat kakinya. …. Tersangkut dekat lumut pakis dan bebatu sebuah keranjang dari serat pandan. Di dalamnya ada seonggok bayi lelaki yang masih merah.

Kisah penemuan (lahirnya) Parang Jati mirip dengan kisah kelahiran dan

proses penyelamatan Nabi Musa. Cara yang digunakan Ayu Utami untuk

memunculkan tokoh Parang Jati serupa dengan cara penyelamatan Nabi Musa

dari kekejaman Firaun (yang menginginkan semua anak laki-laki dibunuh).

Nabi Musa akhirnya ditemukan oleh puteri Firaun yang sedang berjalan-jalan

di tepi Sungai Nil bersama para dayangnya. Sedangkan Parang Jati ditemukan

oleh seorang perempuan bernama Manyar, yaitu penjaga sendang.

Berikut kisah penyelamatan Nabi Musa (Kitab Keluaran, Bab 2, Ayat 1

—3)

Seorang laki-laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi; lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikanlah tiga bulan lamanya. Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalkanya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil.

Tokoh Suhubudi menjelma menjadi tokoh antagonis dalam konteks

Parang Jati (yang memiliki dua belas jari) dan teman-temannya yang memiliki

keanehan tubuh yang lain. Hal tersebut dikarenakan semua manusia yang

memiliki keanehan tubuh dipertontonkan seperti sebuah sirkus yang ironis

dalam sebuah pertunjukan bernama Klan Saduki.

Kupu-kupu adalah tokoh yang memiliki sejarah kelahiran yang sama

dengan Parang Jati. Namun karena kehadirannya adalah kehadiran kedua

(setelah Parang Jati muncul), maka Kupu-kupu tidak diadopsi oleh Suhubudi

yang kaya raya tetapi diasuh oleh Parlan dan Mentel yang miskin. Ditambah

Kupu-kupu memiliki badan yang normal, tidak seperti Parang Jati yang

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 26

Page 27: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

memiliki dua belas jari. Kupu-kupu dibesarkan oleh sebuah keluarga yang

sangat miskin. Kupu-kupu ini memiliki kecemburuan atau iri terhadap segala

keberuntungan material yang diterima Parang Jati.

Kecemburuan Kupu-kupu tersebut tampak pada peristiwa perebutan

beasiswa. Tak hanya pada peristiwa itu saja, Kupu-kupu juga merasa iri

karena Parang Jati mendapatkan peran utama dalam sebuah pementasan

drama.

Kecemburuan Kupu-kupu terhadap Parang Jati tidak hanya dikarenakan

keberuntungan material Parang Jati saja, tetapi memang dari awal

penemuannya, Kupu-kupu sudah menyimpan kemarahan. Hal tersebut

dikarenakan Nyi Manyar tidak menemukannya tepat waktu. Ayu Utami (2008:

229) melukiskannya sebagai berikut

Setelah alpa sehari, keesokan harinya ia kembali mengunjungi pancuran-pancuran utama di desa itu. …. Keranjang itu sama dan bayi itu serupa dengan yang ia dapati tiga tahun yang lalu. Tapi ia tak menemukan mata bidadari. Mata bayi itu nyalang penuh kemarahan. Nyi Manyar tersengat mundur sejenak. Tahulah Nyi Manyar bahwa bayi itu telah sejak kemarin diletakkan di mata air.

Tokoh yang cukup berperan mempertemukan Yudha dan Parang Jati

adalah Fulan. Fulan adalah teman pemanjat tebing Yudha. Setelah menikah,

Fulan memutuskan untuk tidak lagi menjadi seorang pemanjat. Tetapi

kecintaannya akan panjat tebing tidak pudar. Oleh sebab itu, Fulan menjual

alat-alat pemanjatan. Di rumah Fulan inilah Yudha dan Parang Jati bertemu.

Penghulu Semar mewakili pemimpin keagamaan. Sedangkan untuk

perwakilan kepemerintahan diwakilkan dengan tokoh Pak Potiman Sutalip

yang merupakan lurah Sewugunung.

Tokoh militer diwakilkan dengan dua orang polisi yang disebut Yudha

dengan Karna dan Kumbakarna (tokoh dalam pewayangan yaitu dua ksatria

dalam epos Mahabarata dan Ramayana yang hidup dalam dunia hitam/ jahat

atau dua orang ksatria yang berpihak pada yang jahat).

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 27

Page 28: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Masalah yang menghubungkan hampir keseluruhan tokoh adalah

pemanjatan dan Watugunung yang merupakan jajaran perbukitan kapur di

daerah Sewugunung ini. Yudha yang seorang pemanjat terbiasa menggunakan

alat untuk menjelajahi tebing. Hal ini ditentang oleh Parang Jati yang sejak

awal begitu getol dengan teori pelestarian alamnya (termasuk menjaga

Watugunung tetap terjaga keutuhannya).

Parang Jati mengejek Yudha dan mengajaknya untuk menjadi pemanjat

bersih yaitu pemanjat tebing yang tidak mengebor cincin emas ke tebing-

tebing yang membuat tebing-tebing itu cepat hancur. Yudha yang beraliran

sex bebas ini dimanfaatkan dengan apik oleh Parang Jati untuk menyindir

seperti yang nampak pada kutipan berikut (Utami, 2008:71—72):

… Peralatan yang dapat ditemui hanyalah yang tidak bersikap sewenang-wenang pada alam. Tanggalkan bor, piton, paku, maupun pasak. Bawalah di sabuk kengkangmu pengaman perangko, penahan, sisip, dan pegas. Maka, pasanglah pengaman sesuai dengan sifat batu yang kau temui, tanpa merusaknya sama sekali. Jika kau tak bisa menempuhnya, maka kau tak bisa memanjatnya. Begitu saja. Itu tak mengurangi kehormatanmu sama sekali. Tak mengurangi kejantananmu juga.Secred climbing.Aku membuka mulutku hendak menggugat dia. Ketika itulah ia bersabda, “Kamu biasa memaku dan mengebor perempuan di ranjang. Dengan ibundamu, pakailah cara lain.”

Istilah ibunda untuk menggantikan tebing yang hendak dipanjat

merupakan istilah Parang Jati. Parang Jati mengatakan bahwa bumi Indonesia

adalah ibu pertiwi. Oleh sebab itu, pegunungan adalah ibu atau ibunda.

Memanjat pegunungan diartikan Parang Jati sebagai memanjat ibunda.

Yudha dan Parang Jati juga memiliki keenganan (cenderung pada

ketidaksukaan) terhadap birokrasi dan militer. Yudha tidak menyukai

birokrasi namun masih sedikit mau menyukai militer. Yudha tidak menyukai

birokrasi karena ia menganggap dirinya adalah seorang petualang. Bagi Yudha

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 28

Page 29: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

seorang petualang tidak akan pernah cocok bergaul dengan para birokrat yang

senang dengan prosedural yang kaku dan sistematis.

Sedangkan Parang Jati tidak menyukai birokrat dan militer karena

keduanya dianggap berperan sangat besar dalam perusakan ekosistem atau

keseimbangan alam (dalam hal ini tebing-tebing di Sewugunung). Oleh sebab

itu, tokoh Potiman Sutalib menjadi tokoh yang memiliki konflik tersembunyi

dengan Parang Jati seperti tampak pada kutipan berikut (Utami, 2008: 390—

391)

… Aku tahu Parang Jati menyimpan kejengkelan pada Poniman Sutalip karena kepala desa ini melancarkan ijin perusahaan besar penambang batu itu bekerja di Sewugunung. Dan karena ia diam-diam mengelola penebangan jati yang kini semakin tak mengendalikan nafsu serakah. Pak Potiman adalah agen di tubuh wilayah ini yang akan pertama-tama merusak ekosistem”

Ketidaksukaan Parang Jati terhadap para birokrat (pelaksana

pemerintahan dan lainnya) dan juga pada militer nampak pada kutipan berikut

(Utami, 2008: 81)

… Kalau kita mengebor dan memaku, kenapa tidak membuat tangga sekalian, dan memasang hiasan, patung, dan lampu, seperti yang dilakukan para birokrat pariwisata terhadap goa-goa dan kawah-kawah sehingga hilang kealamiahannya? Kalau kita merusak tebing, apa pula lebihnya kita dari serdadu?

Ketidaksukaan Parang Jati terhadap militer terlihat dalam kutipan

berikut (Utami, 2008: 81)

… Pemanjatan kotor itu boleh. Tapi hanya cocok untuk militer. Karena tujuan mereka memang berperang dan menaklukkan. Yang ditaklukkan adalah musuh. Yaitu sesuatu di luar tebing itu sendiri. Bagi militer, tebing hanyalah medan yang harus

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 29

Page 30: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

ditempuh untuk mencapai target lain. Kita tahu cara-cara militer dan intelejen: serang, hancurkan, perkosa.

Sedangkan dengan Penghulu Semar keterkaitan langsung terjadi antara

tokoh Penghulu Semar, Kupu-kupu, dan Parang Jati. Parang Jati menentang

monoteisme dan mendukung animisme dan dinamisme. Penghulu Semar

mengajarkan Kupu-kupu tidak takut kepada setan dan lain sebagainya. Ia

merupakan perwakilan pemimpin agama (monoteis).

Bagi Parang Jati, monoteisme yang melarang pemberian sesaji kepada

alam (pohon, laut, telaga, dan lainnya) merupakan salah satu penyebab orang

tak lagi takut untuk merusak alam. Menurut pemikiran Parang Jati, jika

seseorang percaya bahwa sebuah pohon memiliki penunggu, maka orang tak

berani menebangnya. Jika orang tak berani menebang pohon itu, berarti pohon

itu akan terus hidup. Dengan terus hidup, berarti pemanasan global dapat

dicegah dengan cara sederhana.

2. Analisis hubungan kehidupan sosial Ayu Utami sebagai pengarang

dengan novel Bilangan Fu.

Ayu Utami beragama katolik. Secara tidak langsung nuansa keagamaan

(dalam hal ini agama Katolik) dimunculkan Ayu Utami dalam Bilangan Fu.

Contohnya, ia menggunakan kata ‘sabda’ yang dipilihnya untuk

menggantikan kata ‘berkata’. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut

(Utami, 2008: 72)

… Aku membuka mulutku hendak menggugat dia. Ketika itulah ia bersabda, “Kamu biasa memaku dan mengebor perempuan di ranjang. Dengan ibundamu, pakailah cara lain”….

Dalam Bilangan Fu, Ayu Utami dengan hati-hati menyisipkan perikop

Alkitab dari Kitab Kejadian hingga Kitab Wahyu. Kehati-hatian Ayu nampak

dengan meminta Romo Magnis Suseno untuk membaca novel ini sebelum

diterbitkan (Utami, 2008: 535).

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 30

Page 31: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Franz Magnis-Suseno, SJ bernama asli Franz Graf von Magnis atau

nama lengkapnya Maria Franz Anton Valerian Benedictus Ferdinand von

Magnis. Sebagai seorang pastur, Magnis-Suseno memiliki panggilan akrab

Romo Magnis. Romo Magnis adalah seorang tokoh Katolik dan budayawan

Indonesia. Ia berasal dari sebuah keluarga bangsawan. Romo Magnis juga

dikenal sebagai seorang Direktur Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi

Filsafat Driyarkara. Tulisan-tulisannya telah dipublikasikan dalam bentuk

buku dan artikel. Buku "Etika Jawa" dituliskan setelah ia menjalani sabbatical

year di Paroki Sukoharjo Jawa Tengah. Buku lain yang sangat berpengaruh

adalah "Etika politik" yang menjadi acuan pokok bagi mahasiswa filsafat dan

ilmu politik di Indonesia. Magnis dikenal kalangan ilmiah sebagai seorang

cendekiawan yang cerdas dan bersahabat dengan semua orang tanpa pandang

bulu (http://www.tokoh-indonesia.com/ensiklopedi/f/franz-maginis-suseno/

index.shtml, diunduh pada 14 November 2011).

Perikop Alkitab itu tidak dituliskan Ayu di sembarang tempat, sesuka

hatinya. Ia mengaitkannya dengan kajian/ bahasan yang sesuai dengan topik

yang dibicarakan antara tokoh. Contohnya, Ayu mengaitkan kisah Kain dan

Habil yang terdapat dalam kitab Kejadian bab 4 ayat 1—16 dengan pemikiran

Yudha tentang bilangan berbasis 10 dan berbasis 12 (Utami, 2008: 275—276)

berikut ini

Sepuluh dan selusin berbeda umur seperti Kain dan Habil. Inilah yang diceritakan sebuah Alkitab: Kain menjadi petani, Habil menjadi penggembala. Keduanya adalah putra-putra Adam dan Hawa.

Kutipan selanjutnya menunjukkan keterkaitan Bilangan Fu dan Alkitab

yang menjadi kitab suci agama Katolik. Kutipan pertama berkisah tentang

Parang Jati berzinah dengan Dayang Sumbi (istri tak resmi Suhubudi) dan

kutipan kedua berkisah tentang perempuan berdosa yang dibawa ke hadapan

Yesus untuk menerima hukum rajam (dalam film The Passion Of The Christ,

adegan ini dilakukan dengan sangat dramatis).

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 31

Page 32: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Perhatikan kutipan berikut

… pada masa yang sulit, anak muda iitu merasa bagaikan dibentangkan dipancang. Si perempuan di sebelah kanannya. Iblis kecil buruk rupa di sebelah kirinya tubuh mereka dilucuti. Segala yang memalukan didedahkan dan diperinci di hadapan orang-orang. Sebagai pelajaran agar janganlah dosa yang sama mereka coba cicipi.…. Tapi Suhubudi berkata, “Barangsiapa yang tak pernah terbersit perzinahan di kepalanya, biarlah dia menjadi pelempar batu yang pertama.”Satu per satu orang pergi (Utami, 2008: 338—339).

Bandingkan kutipan tersebut dengan kutipan berikut

…. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jariNya di tanah. Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepadaNya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melempar batu kepada perempuan itu.” Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah. Tetapi setelah mereka mendengarkan perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua (Kitab Yohannes, Bab 8 Ayat 7—9a).

Bagian cerita yang juga menunjukkan hubungan antara Bilangan Fu

dengan Alkitab tampak pada saat Ayu Utami mengkisahkan kubur yang

kosong. Diceritakan seorang perempuan yang sedang sangat berduka karena

suaminya baru saja meninggal. Perempuan tersebut dengan panik mengatakan

bahwa suaminya telah bangkit dari kubur. Hal tersebut tampak pada kutipan

berikut (Utami, 2008: 123)

… lalu manakala ia sudah cukup dekat sehingga kata-katanya bisa dimengerti, aku mendengar ia meneriakkan sesuatu yang tak bias dimengerti, aku mendengar ia meneriakkan sesuatu yang tak bisa kupercaya. Sebuah humor hukuman dari alam gaib bagi diriku:

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 32

Page 33: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

“Dia bangkit! Dia bangkit! Kuburnya terbuka dan kosong!”

Bandingkan dengan perikop Alkitab berikut (Kitab Yohanes Bab 20,

Ayat 1—2)

Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur. Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu dimana Ia diletakkan.”

Bagian lain yang juga menunjukkan hubungan Bilangan Fu dengan

Alkitab tampak pada beberapa kisah. Kotbah di bukit yang merupakan

‘pidato’ Parang Jati tentang clean climbing mirip dengan kotbah di bukit yang

dilakukan Yesus. Bedanya, Yesus tidak berkotbah tentang clean climbing

melainkan tentang 10 Sabda Bahagia.

Parang Jati sangat identik dengan Yesus. Hal ini ditunjukkan dengan

penggambaran tokoh Parang Jati yang memiliki wibawa dan bermata

malaikat. Aura kepemimpinan Parang Jati digambarkan dengan cukup tegas

oleh Ayu Utami. Hal tersebut yang menyebabkan Parang Jati berhasil

mempengaruhi Yudha dan teman-temannya berpindah aliran dari dirty

climbing menjadi clean climbing.

Selain penokohan Parang Jati, kisah akhir kehidupan Parang Jati mirip

dengan kisah akhir hidup Yesus. Yesus sempat mengadakan perjamuan

terakhir dengan murid-murid yang dikasihiNya. Parang Jati melakukan

pertemuan dengan Yudha dan Marja (orang yang dikasihinya) sebelum ia

ditangkap dan dibunuh. Yesus memberikan pesan untuk berjaga-jaga, Parang

Jati juga melakukan hal yang sama.

Akhir hidup Parang Jati dimana ia harus menanggalkan pakaiannya dan

digelandang bersama orang yang memang bersalah mengingatkan pembaca

yang beragama Katolik pada peristiwa penyaliban Yesus. Yesus diceritakan

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 33

Page 34: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

digelandang dan diperlakukan dengan tidak hormat dan disetarakan dengan

penjahat kelas kakap sebelum Ia meninggal.

Selain perikop Alkitab, Ayu Utami menggunakan nama tokoh yang

menyerupai 12 Rasul atau 12 Murid Yesus. Contohnya nama Yudha,

dijabarkan Ayu menyerupai nama Yudas (jika dibaca sambil mendesis).

Yudas adalah murid Yesus yang menghianati-Nya. Hal ini dituliskan Ayu

Utami (2008: 5) secara jelas “Ia menyebut namaku, tapi aku yakin kudengar

bunyi desis di akhir ucapnya. Yudas. Engkau Yudas, si Penghianat.”

Tokoh Yudha diungkapkan Ayu menyukai taruhan. Ia selalu melakukan

taruhan terhadap apapun. Salah satu penegasan Ayu Utami terhadap hobi

Yudha tersebut dituliskannya antara lain dalam kutipan berikut (Utami, 2008:

6) “Aku justru mengajukan taruhan. Taruhan sepertinya adalah satu-satunya

bahasa yang kumengerti pada usiaku waktu itu.”

Sifat Yudha mirip dengan tokoh Yudas Iskariot dalam Kitab Perjanjian

Baru (dari Kitab Matius sampai Kitab Yohanes) yang juga mempertaruhkan

nyawa Yesus demi 300 dinar. Kitab Yohanes menuliskan hal tersebut di Bab

13 Ayat 21—30.

Nama Marja pun menyerupai nama Maria Magdalena, yaitu tokoh yang

sangat dekat dengan Yesus (bandingkan dengan tokoh Magdalen pada novel

The Secreat yang merupakan kekasih Yesus). Marja merupakan kekasih

Yudha sekaligus memiliki hubungan khusus dengan Parang Jati.

Tokoh teman-teman pemanjat tebing Yudha ada 11 (ber-12 dengan

Yudha), antara lain bernama Pete (yang mirip dengan Peter/ Petrus), Matias

(mirip dengan Mateus/ Matius), Marzuki (yang hampir mirip dengan Markus),

Lukman (yang mendekati Lukas), dan Joni (yang merupakan bentuk

‘Indonesia’ untuk Jhon/ Johannes/ Yohanes).

Gerombolan Pemanjat Tebing itu kini sudah bersedia menjadi mualaf sacred climbing. Mulanya ada sedikit perlawanan. Terutama pada Pete dan keempat sekondannya: Matias, Marzuki, Lukman, dan Joni (Utami, 2008: 405).

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 34

Page 35: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Ayu Utami lebih suka ke gereja pada misa harian daripada misa pada

hari minggu. Hal ini dikarenakan Ayu Utami tidak suka mendengarkan kotbah

yang panjang lebar. Menurut Ayu, kotbah di gereja lebih banyak yang jelek

daripada yang bagus (http://ayuutami.com, diunduh pada 7 September 2010).

Ayu Utami merasa senang ketika Kofrensi Wali Gereja Indonesia (KWI)

membuat Nota Pastoral mengenai habitus baru yang salah satunya adalah

membuang sampah. Kiranya inilah bagian yang cukup banyak menjadi

sorotan Ayu dalam novelnya.

Konfrensi Wali Gereja Indonesia (KWI) merupakan pertemuan para

pemimpin Gereja Katolik se-Indonesia. Pada pertemuan tersebut, biasanya

membahas isu yang berhubungan dengan katolik, iman katolik, katolisitas,

dalam kerangka hidup berbangsa dan bernegara.

Habitus baru adalah kebiasaan baru yang ingin dikembangkan. Melalui

penumbuhan kebiasaan baru melalui kegiatan kecil dari lingkup terkecil

diharapkan perubahan besar terjadi. Habitus baru yang ditawarkan oleh KWI

melalui nota pastoralnya berkaitan dengan masalah serius yang dihadapi

bangsa Indonesia berkaitan dengan kehidupan berbangsa yang dipandang

begitu lemah. Hal tersebut tampak pada kutipan nota pastoral 2004

(http://www.mirifica.net/artDetail.php?aid=1198 , diunduh pada 13 November

2011) yang menjadi salah satu inspirasi Ayu Utami

dikarenakan kehidupan berbangsa tidak ditata berdasarkan iman dan ajaran agama. Hidup tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai budaya dan cita-cita mulia kehidupan berbangsa. Hati nurani tidak dipergunakan, perilaku tidak dipertanggungjawabkan kepada Allah dan sesama. .... Dalam kehidupan bersama, terutama kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara manusia menjadi egoistik, konsumeristik dan materialistik. .... Keadilan dan hukum tidak dapat ditegakkan, korupsi merajalela, penyelenggara negara memboroskan uang rakyat. Semua itu membuat orang menjadi rakus dan kerakusan itu merusak lingkungan hidup dan dengan demikian orang tidak memikirkan masa

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 35

Page 36: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

depanya, merebaklah wabah ketidak-adilan di bidang politik, ekonomi, dan budaya.

Melalui novelnya Ayu Utami menyampaikan beberapa hal yang erat

berkaitan dengan latar belakangnya sebagai seorang yang beragama Katolik.

Pertama, ia tidak hanya mengkritik kepemimpinan agama yang cenderung

banyak bicara. Hal ini dilihat dengan tokoh Penghulu Semar yang banyak

memberi wejangan-wejangan untuk memelihara alam tetapi tidak memberi

bukti atau langkah konkret untuk hal itu. Tokoh Penghulu Semar merupakan

tokoh yang mewakili kepemimpinan agama yang menolak kehadiran mahluk

lain. Padahal tanpa disadari jika konsep budaya (upacara bekakak-pemberian

sesaji-) dan ‘ketakutan’ akan mahluk gaib itu dapat dimanfaatkan dengan baik,

maka kelestarian alam dapat terjaga. Hal ini dikarenakan secara tidak langsung

manusia akan mengontrol tingkah lakunya.

Kedua, ketertarikan Ayu akan Nota Pastoral yang dikeluarkan KWI

berkaitan dengan habitus baru yang sangat sederhana seperti membuang

sampah, sepertinya menjadi alasan kuat bagi Ayu untuk mendukung tema

kelestarian alam yang diusungnya. Kebiasaan kecil seperti membuang sampah

jika dilakukan secara bersama-sama dan menjadi kesadaran tiap manusia, akan

membuat lingkungan bersih. Kebersihan itu akan menjaga kelangsungan

hidup manusia itu sendiri.

Dalam novelnya, Ayu Utami dengan sangat jelas mengkritik para

pemanjat yang menggunakan alat-alat untuk memanjat. Alat-alat itu membuat

tebing menjadi rusak. Ketika tebing rusak, ekosistem terganggu. Ayu juga

tidak menyembunyikan ketidaksukaannya terhadap para penambang kapur

yang menggerogoti bukit-bukit kapur. Hal ini nampak dengan uraian Ayu

Utami melalui tokoh Parang Jati tentang bukit kapur yang banyak hilang

akibat penambangan legal dan illegal.

Ayu Utami adalah seorang wartawan sebelum ia menjadi penulis novel.

Ia banyak berhubungan dengan fakta lapangan. Hal ini dapat dilihat dari

beberapa berita yang sengaja disertakan Ayu Utami di novelnya. Berita itu

antara lain terdapat di halaman 179—183. Berita yang pertama (halaman 179)

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 36

Page 37: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

diambil dari Suara Merdeka tertanggal 20 November yang berjudul “Ngaku

Dukun, Nyaris Dihakimi Massa”. Berita yang kedua berada di halaman 181,

diambil dari Detikcom, tertanggal 21 November, berjudul “Isu Hantu Cekik

Meluas”. Berita di halaman 182, diambil dari Detikcom tertanggal 17

November dengan judul berita “Dua Kisah tentang Asal Muasal Hantu

Cekik”, dan di halaman 183 terdapat berita berjudul “Usut hantu Cekik, Polisi

Amankan Orang Gila dan Pencari Kodok. Berita tersebut juga diambil dari

Detikcom tertanggal 17 November.

Ayu Utami juga seorang pendiri Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) yang

menentang pembredelan. Sebagai seorang wartawan, ia merupakan salah satu

saksi kejadian perpindahan pemerintahan. Pemerintahan Suharto (orde baru

yang menyebabkan koran tempatnya bekerja dibredel), pemerintahan BJ.

Habibie, Pemerintahan Gus Dur, dan pemerintahan Megawati. Hal ini nampak

pada kesengajaan Ayu memainkan kalimat sehingga interpretasi pembaca

tergiring pada peristiwa seputar reformasi itu. Hal ini nampak pada kutipan

berikut (Utami, 2008: 350)

… Setahun setelah krismon, terjadilah hal yang tidak terbayangkan pada zaman itu. Diktator yang telah memerintah selama 32 tahun itu turun dari tahta kepresidenan! Jendral Soeharto namanya. Ia mengundurkan diri begitu saja seperti orang tua yang ngambek. Itu terjadi tahun ’98, setelah mahasiswa mendemo pemerintahannya dan kabinet mogok. Padahal selama 32 tahun ia dikenal sebagai penguasa bertangan besi. Peristiwa ini dikenal dengan nama “lengser keprabon”-mundur dari keprabuan.

Ayu Utami mewarisi darah jawa dari Ibunya. Ia sendiri lahir di kota

Bogor, Jawa Barat. Hal inilah yang membuat Ayu Utami tak ragu menuliskan

cerita dengan latar Jawa Barat (deret perbukitan tepi pantai Laut Selatan). Hal

itu juga yang membuat Ayu Utami memiliki ketertarikan untuk mengangkat

tradisi Jawa yang menurut pandangan Ayu dapat menyelamatkan ekosistem.

Tradisi yang dimaksud adalah upacara bekakak yang berasal dari Jawa

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 37

Page 38: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Tengah, yang merupakan tradisi memberikan sesaji kepada Ratu Pantai Laut

Selatan (Nyi Roro Kidul) dengan dua boneka manten yang terbuat dari ketan.

Kedua boneka itu nantinya disembelih dan mengeluarkan darah (berupa

lelehan gula jawa yang encer) dan dilarung di laut beserta perangkat sesaji

yang lain.

Ayu juga banyak mengulas tokoh-tokoh pewayangan, Babad Tanah

Jawi, dan filosofi Jawa, selain tradisi yang telah dikemukakan sebelumnya.

Contoh paling jelas adalah tokoh utamanya selain Yudha adalah Parang Jati

yang biasanya merupakan nama keris yang bertuah. Ia juga memberi nama

tokoh perwakilan militernya dengan Karna dan Kumbakarna, lalu menamai

tokoh yang mewakili pemuka agama dengan nama Penghulu Semar.

Ayu Utami juga memunculkan tokoh-tokoh figuran yang merupakan

representasi dari pandangan mistis jawa. Tokoh tersebut seperti gundul

pringis, yaitu hantu yang berupa buah kelapa yang tiba-tiba jatuh. Buah kelapa

itu serupa dengan kepala dengan wajah meringis.

Selain itu, Ayu juga mengangkat tokoh Nyi Roro Kidul (Nyi Ratu

Kidul). Seperti yang diketahui secara luas, Nyi Roro Kidul adalah salah satu

mitos yang berhubungan dengan laut selatan. Diceritakan bahwa Nyi Roro

Kidul merupakan tokoh perempuan yang menikahi seluruh raja mataram. Ayu

Utami bahkan membuat diagram pohonnya pada halaman 246.

Pola pikir Ayu Utami berkaitan dengan budaya jawa juga tampak pada

klaim Ayu tentang bilangan berbasis 10 merupakan bilangan berbasis tubuh

sedangkan bilangan berbasis 12 adalah bilangan berbasis alam. Dalam budaya

Jawa dikenal dengan 9 lubang yang disebut dengan howo songo (pada

perempuan jumlah lubangnya menjadi 10).

Namun pernyataan tersebut tentunya bertolak belakang dengan esai

karangan Alan Bishop yang berjudul “Western Mathematics: A Secret

Weapon of Cultural Imperialism”. Alan menjelaskan ada 600 bahasa di Papua

New Guinea dan ratusan sistem berhitung yang banyak berbasis tubuh, bukan

cuman bilangan sepuluh. Dikatakan bahwa tubuh yang jumlah bilangannya

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 38

Page 39: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

sepuluh adalah jari (Guruh, http://indonesiabuku.com/?p=6299, diunduh pada

7 September 2010).

Dalam kumpulan esai Parasit Lajang-nya, Ayu Utami menjabarkan

banyak alasan Ayu menolak pernikahan. Sejauh yang peneliti ketahui, sampai

sekarang, Ayu Utami belum menikah. Pandangan Ayu tentang pernikahan

yang (menurutnya di Parasit Lajang) adalah sebuah lembaga yang mengekang

‘kebebasan’ Ayu (kebebasan dapat diterjemahkan dalam kebebasan lain selain

sex—mohon membaca Parasit Lajang—). Dalam novel, pandangan ini

muncul sebagai berikut

… Aku tak pernah jatuh tertidur setelah bermain cinta. Tak sekali pun aku membiarkan diriku tertidur. Itu bahaya. Lelaki yang tidur akan memberi sinyal bahwa ia merasa aman, dan karenanya akan memberikan rasa aman yang sama kkepada perempuannya. Rasa aman ini akan ditafsirkan oleh perempuan sebaggai tawaran untuk hidup berumahtangga. (Utami, 2008: 39).

Pandangan Ayu Utami mengenai kebebasan diwujudnyatakan pada

Bilangan Fu (dan karyanya yang lain). Hal inilah yang menyebabkan Ayu

mendapat kecaman selain pujian. Salah satu kecaman muncul dari Saut

Situmorang anggota Ode Kampung yang sangat menyerang Utan Kayu

(tempat Ayu Utami bergabung didalamnya). Kecaman tersebut nampak pada

ungkapan Saut Situmorang saat diwawancarai majalah mahasiswa dari

Universitas Indonesia (http://literature.wordpress.com/2008/02/10/perang-

sastra-boemipoetra-vs-teater-utan-kayu/, diunduh pada 7 September 2010)

berikut ini

Siapa yang bilang bahwa “seks dan agama” itu bertentangan! Apa ada “agama” yang melarang seks! Gereja Katolik yang melarang pastor untuk kawin itu aja tidak melarang seks bagi yang non-pastor!!! Ketidakhati-hatian orang kita dalam berbahasa memang sudah fenomenal. boemipoetra tidak anti-seks malah sangat suka seks! Yang dilawan boemipoetra adalah eksploitasi seks (seksploitasi)

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 39

Page 40: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

sebagai standar estetika sastra (paling) bermutu, yang mengorbankan estetika sastra non-seks seperti nilai-nilai Islami pada Forum Lingkar Pena misalnya.

Pengarang perempuan yang setipe dengan Ayu Utami juga diserang Saut

Situmorang sebagai berikut http://literature.wordpress.com/2008/02/10/

perang-sastra-boemipoetra-vs-teater-utan-kayu/, diunduh pada 7 September

2010)

Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu dan Dinar Rahayu adalah para penulis perempuan Indonesia yang mengeksploitasi seks dalam tulisan mereka dan menjadi terkenal karenanya. Menjadi dibaca tulisannya karenanya. Itu saja alasannya kenapa mereka dibaca. Lucu ya bahwa ketiga perempuan tukang eksploitasi seks perempuan ini punya nama sama, yaitu “Ayu”. Mungkin nama Sastrawangi musti diganti jadi “Sastrayu”

3. Analisis latar belakang sejarah yang melahirkan Bilangan Fu.

Seperti yang telah diuraikan di bagian awal, Ayu Utami merupakan salah

satu orang yang cukup kritis dengan pemerintahan. Saman, Larung, dan

Bilangan Fu diciptakan Ayu Utami berdasarkan peristiwa sosial itu. Memang

peristiwa kerusuhan Mei ’98 ini tidak hanya sempat membuat ethnis Cina/

Tioghoa dan kaum perempuan terancam dan teraniaya saja. Tetapi juga

menyentuh dimensi sosial ekonomi dan iklim politik saat itu.

Sebagai seorang wartawan (pada saat peristiwa itu terjadi), Ayu Utami

menyimpan dan merekam peristiwa itu. Rekaman itu diolah Ayu dalam

bentuk novel dengan kritik sosial, ekonomi, politik (dan budaya) yang kental

dalam novelnya.

Pada tahun 2008, dunia kesusastraan Indonesia baru saja diharu-birukan

dengan kemunculan Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Pada tahun ini,

hampir semua ulasan tertuju pada sistem kependidikan yang amburadul di

Indonesia. Andrea Hirata memberikan contoh konkret dengan SD

Muhammadiahnya tempat Ikal dan kawan-kawan bersekolah. Sedangkan Ayu

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 40

Page 41: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Utami memberikan contoh SD Negeri di Sewugunung tempat Parang Jati dan

Kupu-kupu bersekolah.

Kritik sosial yang kuat terjadi akibat jarak yang cukup lebar antara kaum

berada dan kaum tak berada. Untuk memperjelas hal ini, bandingkan dengan

tema sosial yang diangkat Andrea Hirata ketika ia menggambarkan nasib

buruh PN Timah dan para pendatang yang mengelola Timah. Ayu Utami

menyoroti kesenjangan kesejahteraan ekonomi masyarakat Sewugunung

dengan membandingkan kehidupan para penguasa (pemegang kekuasaan) dan

para penambang kapur atau petani biasa. Hal ini nyata terlihat dengan

berbedanya status sosial Parang Jati dan Kupu-kupu.

Juga bandingkan isu kerusakan alam yang diangkat Ayu Utami dan

Andrea Hirata. Bilangan Fu menceritakan rusaknya tebing-tebing di pesisir

Laut Selatan. Kerusakan alam di Belitong yang diakibatkan dengan

keserakahan pengelola PN Timah yang diselipkan Andrea Hirata dalam

Laskar Pelangi.

Seorang pendaki gunung dan sekaligus penulis buku Amanat Gua

Pawon (AGP) yang diterbitkan oleh Kelompok Riset Cekungan Bandung

(KRCB) pada tahun 2004 menuliskan pendapatnya di blog pribadinya.

Brahmantyo (pendaki gunung dan penulis buku tersebut) menyatakan bahwa

Ayu Utami mengubah nama Gunung Sewu menjadi Sewugunung sebagai

salah satu setting dalam Bilangan Fu.

Bagi yang mengenal geologi dan geografi karst Pulau Jawa, setting lokasi sangat membingungkan. Ayu Utami menempatkan karst Sewugunung (jelas pelesetan dari Gunungsewu) yang sangat dekat dari Yogyakarta (dalam novel ini, Yuda bisa pulang-pergi kurang dari sehari ke Yogyakarta dari Sewugunung dengan sepeda onthel). Di Sewugunung ini muncul bukit terjal andesit Watugunung yang menghadap Laut Selatan. Bagi saya Watugunung berasosiasi dengan Gunung Parang di Plered, Purwakarta (http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=270, diunduh pada 2 November 2011).

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 41

Page 42: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

4. Hubungan pandangan Ayu Utami terhadap masyarakat luas

(Indonesia) dalam Bilangan Fu.

Ayu Utami memiliki beberapa isu yang dibahasnya dalam Bilangan Fu.

Isu yang dibahas Ayu ini merupakan problematika sosial yang ditangkap Ayu

Utami sebagai bagian dari kemasyarakatan luas (Indonesia).

Isu yang pertama adalah pandangan Ayu mengenai konsep

keseimbangan dan keterjagaan ekosistem. Ayu berpendapat bahwa

menyelamatkan bumi dapat dilakukan dengan cara-cara sederhana. Contohnya

dengan memanfaatkan acara sedekah bumi, dan sesajen yang lain. Pola

pikirnya bukan ditujukan pada pemujaan roh, melainkan memunculkan rasa

‘takut’ untuk merusak pohon, telaga, tebing, dan lainnya. Berdasarkan isu ini,

berarti Ayu memiliki pandangan untuk memanfaatkan budaya yang beragam

di Indonesia untuk melestarikan lingkungan. Dengan demikian tak hanya

lingkungan (ekosistem) yang terlestarikan saja, tetapi juga usur budaya yang

merupakan kekhasan masyarakat Indonesia yang majemuk.

Isu selanjutnya adalah pada situasi sosial kemasyarakatan. Ayu

berpendapat bahwa ada begitu banyak masyarakat dalam novelnya yang

mudah terprovokasi. Hal ini merefleksikan pandangan Ayu terhadap sifat

kebanyakan masyarakat Indonesia. Dengan sifat mudah terprovokasi,

kerusuhan Mei ’98 masih menyisakan trauma yang sulit hilang. Selain itu,

penegakan hukum berkaitan dengan peristiwa kerusuhan Mei ’98 tak kunjung

mengalami kemajuan (http://www.komnasperempuan.or.id, diakses 16

September 2010).

Selanjutnya, isu mengenai ekonomi masyarakat Indonesia. Kesenjangan

antara si kaya dan si miskin nampak dalam novel Bilangan Fu ini. Ayu

berpendapat bahwa kemiskinan yang menjamur di Indonesia bukan

disebabkan sumber dayanya yang tidak ada tetapi tidak bisa membudayakan

sumber daya yang ada.

Hal lain berkaitan dengan kemiskinan dimunculkan Ayu Utami dengan

gaya sarkastik. Ia menyampaikannya melalui tokoh Kupu-kupu yang sangat

sensitif dan mudah merasa diabaikan/ diperlakukan tidak baik. Bahkan

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 42

Page 43: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

kesensitifan itu dilukiskan sebagai sebuah mainset yang membentuk perilaku

yang konstan. Hal tersebut tamak pada kutipan berikut (Utami, 2008: 318)

Limaratus ribu rupiah hadiahnya. Angka yang besar bagi anak-anak desa. Sangat berarti bagi Kupu-kupu yang berbapak pemecah batu penderes nira. Belum lagi kemenangan ini –jika ia menang- akan semakin melapangkan jalannya menjadi kandidat beasiswa ke luar negeri. …. Tapi, kemudian rasa itu datang lagi. Rasa terancam. Kekhawatiran seperti akan dizalimi…. Tapi bagaimana kalau ia dizalimi? (Ia tak sadar, begitu mudahnya ia merasa akan dizalimi).

Isu mengenai politik juga dibahas oleh Ayu Utami. Bilangan Fu

menggunakan setting era ’98 untuk memotret pemerintahan reformasi. Ayu

mengkristalkan empat konsep yang ditawarkan oleh Gus Dur yaitu

pembaharuan sistem ekonomi, sistem politik, sistem etika, dan pendidikan

nasional (http://www.gusdur.net, diakses 16 September 2010). Tentu saja hal

itu disampaikan Ayu untuk mengkritisi pemerintahan yang cenderung

mendukung kaum berduit. Contoh konkret nampak pada ijin yang diturunkan

oleh pemerintah terhadap penebangan jati dan eksploitasi kapur di

Sewugunung.

Isu religiositas juga diangkat oleh Ayu Utami melalui Bilangan Fu. Ia

menampakkan ketidaksukaannya terhadap praktik agama yang melupakan

keseimbangan ekosistem melalui sikap dan pandangan tokoh-tokoh dalam

Bilangan Fu. Hal tersebut dilakukan Ayu Utami dengan menggunakan

keberpihakan tokoh dalam Bilangan Fu (Parang Jati) dalam membela ritual

budaya yang justru secara tidak langsung mengakibatkan ekosistem tetap

terjaga. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut

“Jika dalam sebuah tradisi, kepercayaan tentang siluman dan roh-roh penguasa alam itu ternyata berfungsi untuk membuat masyarakat menjaga hutan dan air, apa yang jahat dengan kepercayaan yang demikian? Tidakkah ia setara dengan perintah untuk memelihara pohon?”

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 43

Page 44: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

“Tidak ada hubungannya dengan Nyi Rara Kidul dan agama!” bantah Kupu-kupu.“Tapi ada hubungannya dengan memasang sesajen di pohon-pohon angker, goa, ataupun mataair yang kamu sebut tadi. Yang kamu anggap syirik. Sikap mengeramatkan ini sesungguhnya mengurangi pengrusakan hutan dan alam. Sikap mengeramatkan alam sejalan dengan sikap memeliharanya.

Sikap dan pandangan Ayu Utami melalui tokoh Parang Jati berkaitan

dengan praktik keagamaan dipertegas dengan pernyataan Parang Jati berikut

(Utami, 2008: 317) “Jadi kesimpulannya: Kepercayaan pada Ratu Kidul tidak

perlu dipertentangkan dengan pemahaman keagamaan atas Tuhan yang Maha

Esa. Titik! Keduanya bisa berjalan berdampingan. Titik!”

Sebuah ulasan di internet ( http://haisa.wordpress.com/2010/06/23/

agama-dalam-sastra-pertemuan-dan-persimpangannya/, diunduh pada 8

November 2011) memberi pernyataan yang senada. Disampaikannya bahwa

Bilangan Fu secara keseluruhan melakukan kritik terhadap ’agama’ dan

menawarkan suatu yang disebutnya sebagai ’spiritualitas kritis.’ Menurut

penulis dalam kehidupan yang tertutup, represif, dikuasai oleh satu nilai

kebenaran tertentu, entah itu berdasar politik, ideologi, maupun agama, sastra

berperan untuk melakukan interupsi. Walaupun hal ini tidaklah mudah, lebih-

lebih terhadap kemapanan yang bersumber pada suatu agama, karena sastra

dengan corak seperti ini bisa segera dituduh anti-Tuhan, menghina agama,

memprovokasi konflik, dan sebagainya, yang membuatnya sah untuk

diberangus.

Pernyataan tersebut dipertegas dengan kutipan berikut

(http://haisa.wordpress.com/2010/06/23/ agama-dalam-sastra-pertemuan-dan-

persimpangannya/, diunduh pada 8 November 2011)

Meski beralur sederhana, karya Ayu ini cukup kompleks. Ia mendedahkan lagi beberapa kepercayaan kuno pra-Islam dan menganyamnya dalam relasi cerita yang bertingkat-tingkat, berlapis-lapis, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, dari suatu topik ke topik lain. Ilmu pengetahuan modern

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 44

Page 45: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

dipertemukan dengan kearifan kuno yang telah banyak dilupakan. Kita dihadapkan pada keriuhan teks yang mewacanakan kehadirannya sendiri-sendiri

Melalui Bilangan Fu, Ayu Utami menyampaikan pandangannya

mengenai bangsa Indonesia. Pandangan Ayu tersebut berkaitan dengan banyak

aspek kehidupan sosial dan bahkan juga berkaitan dengan cara pandang

bangsa Indonesia.

BAB 5

PENUTUP

1. Simpulan

Strukturalisme genetik adalah teori kajian sastra yang merupakan

gabungan antara teori strukturalisme dan marxisme. Teori ini secara singkat

merupakan kajian sastra yang mengkaji tidak hanya unsur intrinsiknya saja

tetapi juga mengkaji unsur ekstrinsiknya. Kajian dalam strukturalisme genetik

harus dilakukan berulang dan saling berkaitan antara struktur di dalam karya

sastra itu sendiri dengan unsur di luar karya sastra itu.

Analisis novel Bilangan Fu dengan menggunakan teori strukturalisme

genetik dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama adalah analisis data

yang berhubungan dengan struktur Bilangan Fu melalui hubungan antar tokoh

dan tokoh dengan lingkungannya. Tahap kedua yaitu analisis hubungan

kehidupan sosial Ayu Utami sebagai pengarang dengan novel Bilangan Fu.

Tahap ketiga analisis latar belakang sejarah yang melahirkan Bilangan Fu.

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 45

Page 46: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Tahap keempat adalah melihat hubungan pandangan Ayu Utami terhadap

masyarakat luas (Indonesia) dalam Bilangan Fu.

Simpulan yang dapat ditarik adalah Bilangan Fu merefeksikan

pandangan Ayu Utami tentang situasi sosial-ekonomi-budaya-politik-

spiritualisme bangsa Indonesia. Struktur dalam Bilangan Fu merupakan

bagian yang terintegrasi dengan kerangka berpikir dan bersikap masyarakat

Indonesia secara umum. Penulis, karya sastra, dan lingkungan menjadi faktor

yang saling berkaitan dalam kemunculan sebuah karya sastra, dalam hal ini

kemunculan Bilangan Fu.

2. Saran

Karya sastra dapat ditelaah dengan melihat hubungan karya sastra

tersebut dengan situasinya. Biasanya karya sastra yang memiliki hubungan

yang erat dengan situasi kemasyarakatan merupakan karya sastra yang berupa

kritik sosial. Bilangan Fu merupakan karya sastra yang demikian. Oleh sebab

itu, pembaca sebaiknya menghubungkan Bilangan Fu ini dengan situasi sosial

kemasyarakatan negara Indonesia, sehingga pembaca tidak buru-buru

mengatakan karya Ayu Utami ini semata-mata mengumbar sex dan sexualitas

secara vulgar.

Katolisitas Bilangan Fu hasil penelitian ini diharapkan dapat dimaknai

secara positif dalam kerangka berpikir akademik yang luas. Nilai-nilai

religiositas yang hendak disampaikan Ayu Utami melalui Bilangan Fu

menarik untuk dikaji dengan perspektif agama dan akademik sepanjang fokus

pembahasan dan pembicaraan tidak berhenti pada klaim porno yang terlanjur

melekat pada Ayu Utami setelah kemunculan Saman dan Larung.

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 46

Page 47: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

DAFTAR PUSTAKA

Brahmantyo. tt. “Mengikuti Petualangan Mahasiswa Geologi ITB di Novel Ayu Utami”. http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=270, diunduh pada 2 November 2011

Faruk. 1988. Strukturalisme Genetik dan Epistemologi Sastra. Yogyakarta: PD Lukman Jaya

Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukuralisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Guruh, Ian Ahong. 2010. “Ngobrol Bareng Ayu Utami”. http://indonesiabuku.com/?p=6299, diunduh pada 7 September 2010

Grinitha, Virry. 2010. “Analisis Strukturalisme Genetik Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer”, http://library.unib.ac.id/koleksi/ Virry%20Grinitha-Abst-FKIP-PendBIN-Des2010.pdf, diunduh pada 2 November 2011

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 47

Page 48: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Hudayat, Asep Yusup. 2007. “Modul Metode Penelitian Sastra”. http://resoouces-unpad.ac.id/unpad-content/.../metode-penelitian-sastra.pdf. diunduh pada 7 September 2010

Iswanto, Drs.. 2003. “Penelitian Sastra dalam Perspektif Strukturalisme Genetik” dalam Metodologi Penelitian Sastra. Jabrohim (Ed.). Yogyakarta: Hanindita Graha Widya

Sastrawan, Adil. 2011. “Spiritualitas dalam Novel Bilangan Fu”. http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--adilsastra-5569, diunduh pada 2 November 2011

Sitepu, Gustaf. “Strukturalisme Genetik Asmaraloka”. Tesis Universitas Sumatera Utara Medan. http://repostory.usu.ac.id/bitstream/123456789/5783/ 1/09E01966.pdf diunduh pada 7 September 2010

Sudarwanto, Pangky. tt. “Kepoufanikan dan Kedialogisan Tematik Novel Bilangan FU Karya Ayu Utami”. http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/ 468819525_abs.pdf, diunduh pada 8 November 2011

Teeuw, A.. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya

Utami, Ayu. 2008. Bilangan Fu. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia

Vian, Dwi. 2011. “Tinjauan Strukturalisme Genetik terhadap Lakon BLEG-BLEG THING”, http://komunitassegogurih.wordpress.com/2011/07/23/ tinjauan-strukturalisme-genetik-terhadap-lakon-%E2%80%9Cbleg-bleg-thing%E2%80%9D/, diunduh pada 2 November 2011

Viniati, Rina. 2010. “Mistik Kejawen dalam Novel Bilangan Fu Karya Ayu Utami (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan)”. Tesis Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Diunduh dari http://pasca.uns.ac.id/?p=882, pada 2 November 2011

Waluyo, Budi. 2010. “Strukturalisme Genetik Drama Panembahan Reso Karya W.S. Rendra”. http://pasca.uns.ac.id/?p=1028, diunduh pada 2 November 2011

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 48

Page 49: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

Wijayanto, Agung. 2011. “Analisis Strukturalisme Genetik dalam Roman Germinal Karya Emile Zola”. http://lib.unnes.ac.id/4503/, diunduh pada 2 November 2011

2004. “Nota Pastoral: Keadaban Publik: Menuju Habitus Baru Bangsa”. http://www.mirifica.net/artDetail.php?aid=1198 diunduh pada 13 November 2011

2005. “Ayu Utami”. http://id.wikipedia.org/wiki/Ayu_Utami. diunduh pada 7 September 2010

2008. “Bilangan Fu”. http://johnherf.wordpress.com/2008/07/24/spiritualisme-kritis-ayu-utami/. Diunduh pada 7 September 2010

2008. “Perang Sastra boemipoetra vs Teater Utan Kayu”. http://literature. wordpress.com/2008/02/10/perang-sastra-boemipoetra-vs-teater-utan-kayu/, diunduh pada 7 September 2010

2008. “Tentang Ayu Utami”.http://ayuutami.com/index.php?option=com_ content&view=category&layout=blog&id=31&Itemid=54. diunduh pada 7 September 2010

2009. “Agama dalam Sastra; Pertemuan dan Persimpangannya”. Pengantar diskusi ‘Agama dan Kesusasteraan,’ Balai Budaya Soejatmoko, Solo, 6 September 2009 M/16 Ramadhan 1430 H. tulisan ini diunduh dari http://haisa.wordpress.com/2010/06/23/ agama-dalam-sastra-pertemuan- dan-persimpangannya/, pada 8 November 2011

2009. “Penelitian Deskriptif”. http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/163-penelitian-deskriptif.html, diunduh pada 14 November 2011

2010. “Novel Terbaru Ayu: Manjali dan Cakrabirawa”. http://ayuutami.com/. Diunduh pada 7 September 2010

tt. “Ester Jusuf, S.H: ”Kita Harus Membangun Kekuatan Bersama Korban dan Masyarakat!”. http://www.komnasperempuan.or.id/. diunduh pada 16 September 2010

tt. “Untuk Membangun Pemerintahan Alternatif Diperlukan Kejujuran dan Konsep”.http://www.gusdur.net. diunduh pada 16 September 2010

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 49

Page 50: Hasil Penelitian Sastra (Contoh Analisis Novel)

tt. “Franz Magnis Suseno”. http://www.tokoh-indonesia.com/ensiklopedi/f/franz-maginis-suseno/index.shtml, diunduh pada 14 November 2011

Strukturalisme Genetik Bilangan Fu Karya Ayu Utami 50