HASIL PENELITIAN
PENGARUH LATIHAN MOBILITAS DAN POSTUR TERHADAP PENINGKATAN
FUNGSI SENSOMOTORIK, FLEKSIBILITAS, LGS DAN PENURUNAN KELUHAN-KELUHAN
PADA LANJUT USIA
A. LATAR BELAKANG
Salah satu tolak ukur kemajuan bangsa adalah dilihat dari usia harapan hidup penduduknya, terutama negara berkembang. Menurut Joyosugito (2000) meningkatnya status kesehatan masyarakat tercermin dari makin menurunnya angka kesakitan dan kematian serta semakin meningkatnya usia harapan hidup. Hal tersebut mengandung konsekwensi terjadinya peningkatan jumlah penduduk lanjut usia, disamping merupakan suatu kebanggaan namun juga sebagai tantangan yang berat, terutama oleh pihak keluarga jika para lanjut usia tersebut memiliki status kesehatan yang buruk .
BAB IPENDAHULUAN
Di masa yang akan datang jumlah usia lanjut di Indonesia semakin bertambah. Tahun 1990 jumlah lansia 6,3 persen (11,3 juta orang), pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 24,5 persen dan akan melewati jumlah balita yang pada saat itu diperkirakan mencapai 18,8 juta. Laporan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1995 jumlah lansia 60 tahun ke atas sebesar 7,5 persen atau 9,5 juta jiwa (SKRT 1986). Tahun 2020 jumlah lansia di Indonesia di perkirakan menempati urutan ke-6 terbanyak di dunia. Berdasarkan laporan dari Kantor Pusat Statistik dan BKKBN terdapat 4,5 juta penduduk Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas pada tahun 1995, dan akan meningkat menjadi sekitar 18 juta jiwa lebih pada tahun 2020 atau meningkat 11,09 persen. Meningkatnya harapan hidup dipengaruhi oleh majunya pelayanan kesehatan, menurunnya angka kematian bayi dan anak, perbaikan gizi dan sanitasi serta meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi.
Secara umum menjadi tua atau menua ditandai dengan kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mengendur, penglihatan dan pendengaran, kulit mulai keriput, rambut mulai memutuh, gigi mulai lepas, mudah lelah, gerakan lamban dan kurang lincah , sering jatuh yang disebabkan oleh multifaktor, berespon terhadap input sensoris lambat, dimensia yang biasanya dikaitkan dengan resiko jatuh, gangguan gaya berjalan, yang disebabkan oleh berkurangnya jaringan otot, kekakuan jaringan penghubung yang menyebabkan penurunan range of motion, nyeri dada yang disebabkan penyakit jantung koroner, dan radang pada selaput jantung, sesak nafas bila beraktivitas, kekacauan mental karena gangguan fungsi hati dan otak, berdebar-debar, akibat gangguan irama jantung, pembengkakan pada kaki bagian bawah, berat badan menurun, nyeri pinggang dan punggung, sukar menahan buang air seni dan air besaar, mudah gatal, gangguan tidur, keluhan pusing-pusing, perasaan dingin dan kesemutan, serta kurangnya fleksibiltas atau luas gerak sendi (LGS).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui Pengaruh Latihan Mobilitas dan Postur terhadap Peningkatan Fungsi Sensomotorik Fleksibilitas, LGS dan Penurunan Keluhan-Keluhan yang sering dirasakan oleh Lanjut Usia.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Mengetahui Gambaran Fungsi Sensomotorik pada
Lanjut Usia 2. Mengetahui Gambaran Keluhan-Keluhan pada Lanjut
Usia 3. Apakah ada Pengaruh Latihan Mobilitas dan Postur
terhadap Fungsi Sensomotorik 4. Apakah ada pengaruh Latihan Mobilitas dan Postur
terhadap Keluhan-Keluhan yang dirasakan oleh Lanjut Usia. 5. Apakah ada hubungan antara Fungsi Sensomotorik
dengan Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh Lanjut Usia.
C. HIPOTESIS
1. Ada pengaruh Latihan Mobilitas dan Fostur terhadap
peningkatan Fungsi Sensomotorik 2. Ada Pengaruh Latihan Mobilitas dan Postur
terhadap Keluhan- Keluhan pada Usia Lanjut 3. Ada Pengaruh Latihan Mobilitas dan Postur
trehadap Fleksibilitas . 4. Ada Pengaruh Latihan Mobilitas dan Postur
terhadap Luas Gerak Sendi pada Usia Lanjut 3. Ada hubungan antara Fungsi Sensomotorik dan
Keluhan- Keluhan yang sering dirasakan oleh Lanjut Usia.
D. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran dan pengaruh latihan Mobilitas dan Postur terhadap Fungsi Sensomotorik
dan Keluhan-Keluhan yang dirasakan pada Lanjut Usia. 2. Tujuan Khusus a. Memperoleh gambaran Fungsi Sensomotorik pada
Lanjut Usia b. Memperolah gambaran Keluhan-Keluhan yang
dirasakan oleh Lanjut Usia c. Mengetahui Pengaruh Latihan Mobilitas dan Postur terhadap Fungsi Sensomotorik d. Mengetahui Pengaruh Latihan Mobilitas dan Postur terhadap Keluhan-Keluhan pada Lanjut Usia
E. MANFAAT PENELITIAN 1. Bidang Keilmuan Mendapat informasi tentang pengaruh Latihan
Mobilitas dan Postur terhadap Fungsi Sensomotorik dan Keluhan-
Keluhan yang sering terjadi pada lanjut usia. 2. Pelayanan Kesehatan Dapat digunakan dalam menyusun program-
progaram latihan untuk lanjut usia di pelayanan kesehatan dalam
upaya meningkatkan kualitas hidup 3. Bidang Profesi Menambah wawasaan bagi tenaga kesehatan
khususnya paramedis yang bekerja di bidang pelayanan
kesehatan dalam upaya mencari solusi dalam memberikan
latihan untuk mencegah cedera fisik dan meningkatkan
kemandirian dalam melakukan aktvitas sehari-hari pada lanjut usia.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. PROSES MENUA
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides,1994).
Proses menua merupakan proses terus menerus secara alamiah, dimulai sejak lahir dan umumnya dialami semua makhluk hidup.
Menurut, Binner dan Jenner (1977), membedakan antara usia biologis, usia psikologis, dan usia sosial.● Usia Biologis, menunjukkan kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup tidak mati.● Usia Psikologis, menunjukkan kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi-situasi yang dihadapi.● Usia Sosial, menunjukkan kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
Ketiga jenis usia yang dibedakan oleh Birren dan Jenner itu saling mempengaruhi dan proses-prosesnya saling berkaitan. Oleh karena secara umum tidak akan terdapat perbedaan yang terlalu menyolok antara kelangsungan ketiga jenis usia tersebut.
Menurut Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) lanjutan usia meliputi :
● Middle age (usia pertengahan : 45 – 59 tahun.● Elderly (lanjut usia) : antara 60 – 74 tahun.● Old (lanjut usia tua) : antara 75 – 90 tahun. ● Very Old (usia sangat tua) : di atas 90 tahun.
Menurut Azis (1994) batasan lanjut usia digolongkan dalam tiga kelompok yaitu :
● Lanjut Usia dini 55 – 64 tahun.● Lanjut Usia 65 tahun ke atas● Lanjut Usia resiko tinggi 70 tahun ke atas.
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai di dalam nuklei (Inti sel) nya suatu jam genetik yang telah di putar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak di putar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan konsep “genetic clock” di dukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa spesies terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata, secara teoritis dapat di mungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan obat-obat atau tindakan-tindakan tertentu.
B. TEORI PROSES MENUA Secara Individual teori proses menua terjadi pada orang
dengan usia yang berbeda, masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda, dan tidak ada satu faktor pun di temukan untuk mencegah proses menua.
1. Teori “ Genetik Clock”
2. Teori Mutasi Somatik ( Teori Error Catastrophe )
Hal penting lainnya yang perlu di perhatikan dalam menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum dan di ketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Sebaliknya menghindari tekanannya radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik, dapat memperpanjang umur. Sebaliknya menghindari tekanannya radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik, dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut. Salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatic adalah hipotesis “Error Catasrophe”
3. Rusaknya Sistem Imun Tubuh Mutasi yang berulang atau perubahan protein
pasca translasi dapat menyebkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa antoimun (Goldstein 1989). Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen / antibodi yang luas mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkontabilitas pada banyak jaringan.
4. Teori Menua Akibat Metabolisme
Pentingnya metabolisme sebagai faktor penghambat umur panjang dikemukakan oleh Balin dan Alen (1989), (dikutip oleh Suhana 1994) menurut merka ada hubungan antara tingkat metabolisme dengan panjang umur. Beberapa hasil penelitian menunjukkan keterkaitan tersebut. Perkembangan lalat lebih cepat umurnya lebih pendek pada tempratur 30 derajat celcius dibandingkan dengan lalat yang dipelihara pada temperatur 10 derajat celsius.
5. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas dan didalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria (Oen, 1993). Untuk organisme oerobik, radikal bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob) didalam mitokondria, karena 90 persen oksigen yang diambil oleh tubuh, masuk kedalam mitokonria waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim-enzim respirasi di dalam mitokondria, maka radikal bebas dihasilkan sebagai zat antara radikal bebas yang terbentuk adalah superoksida (O2), radikal hidroksil (OH) dan juga peroksida hydrogen (H2O2). Radikal bebas bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membrane sel dan dengan gugus SH.
6. Teori Hormonal
Donner dan Denckle percaya bahwa pusat penuaan terletak pada otak, pernyataan ini didasarkan pada studi hipertiroidisme. Hipertiroidisme dapat menjadi fatal apabila tidak diobati dengan tiroksin sebab seluruh manifestasi dan penuaan akan tampak seperti penurunan system kekebalan tubuh, kulit keriput, uban dan penurunan proses metabolisme secara perlahahanPada wanita menopouse merupakan peristiwa hormonal yang kronis, tetapi tidak mengatur penuaan. Ovarium merupakan glandula endokrin yang kapasitas fungsinya berkurang sejalan dengan penuaan normal.
Pada laki-laki produktif androgen dari testis tidak mudah diperkirakan karena perbedaan pada tiap individu.
C. PERUBAHAN FISIOLOGI DAN PATOLOGI AKIBAT PROSES MENUA
Dengan makin lanjutnya usia seseorang maka
kemungkinan terjadinya penurunan anatomi dan fungsional dari
organ. Penelitian dari Andres dan Tobin mengintroduksi “
hukum 1 %”yang menyatakan bahwa fungsi organ-organ akan
menurunsebanyak satu persen setiap tahunnya setelah usia 30
tahun lebih tepat bila dikatakan bahwa penurunan anatomi
dan fungsi organ tersebut tidak dikaitkan dengan umur
kronologiktetapi dengan umur biologiknya.
Tabel 2. Perubahan sistem indra pada penuaan
1. Penurunan penglihatan jarak
dekat2. Penurunan kondisi gerak
bola mata3. Distropi banyangan4. Pandangan biru merah5. Compromized night vision6. Penurunan ketajaman penglihatan mengenal
warna hijau, biru dan ungu7. Kesulitan mengenal benda yang bergerak
1. Penurunan jaringan lemak sekitar mata2. Penurunan elastisitas dan tonus jaringan3. Penurunan kekuatan otot mata4. Penurunan ketajaman kornea5. Degenerasi pada sclera pupil dan iris6. Peningkatan frekuensi proses terjadinya penyakit7. Perlambatan densitas dan rigiditas lensa
8. Perlambatan proses informasi dari SSP
Penglihatan
Perubahan Fisiologis Perubahan Morfologis
(Sumber : Bonder & Wagner, 1994)
1. Penurunan respon terhadap stimulus toksil
2. Penyimpangan persepsi nyeri 3. Resiko terhadap bahaya termal yang berlebihan
Penurunan kecepatan hantaran saraf
Peraba
Penurunan sensivitas nilai ambang terhadap bau
Degenerasi sel sensorik mukosa hidung
Penghidu
Peningkatan nilai ambang untuk identifikasi benda
Penurunan kemampuan pengecap
Pengecap
1. Kesulitan mendengar suara frekwensi tinggi
2. Penurunan kemampuan membedakan pola
titik nada3. Penurunan kemampuan dan
penerimaan bicara penurunan fungsi membedakan ucapan
1. Penurunan sel rambut koklea2. Perubahan talinga dalam3. Degenerasi pusat pendengaran4. Hilangnya fungsi neurotrans
miter
Pendengaran
Tabel. 3
1. Atrofi serebrum 2. Peningkatan cairan serebrospinal 3. Neuronal loss 4. Kematian dendrit 5. Peningkatan granula lipofusin 6. Penurunan keefektifan system neurotransmitter 7. Penurunan sirkulasi darah otot 8. Penurunan penggunaan glukosa 9. Perubahan pada elektroensefalogram10. Berkurangnya serabat saraf monorik11. Penurunan kecepatan konduksi saraf
Perubahan sstem saraf pada penuaan
(Sumber : Bonder dan Wayner 1994)
Tabel. 4 Perubahan kulit pada penuaan
1. Kulit mengelupas, tipis kering, keriput dan mudah pecah.2. Cenderung terjadi bercak
senilis berwarna merah ungu3. Atrofi kuku, perubahan warna rambut abu-abu.
1. Peningkatan pigmentasi2. Atrofi epidermisi gladula
sebasea, glandula sudorifera dan folikel rambut3. Degenerasi kolagen dan
elastin4. Peningkatan Viskositas aliran darah5. Mutasi somatik6. Pengurangan jaringan
subkutan7. Pengurangan lemak
Perubahan FungsionalPerubahan Morfologi
(Sumber : Bonder dan Wayner 1994
Tabel. 5 Perubahan Sistem Respirasi dan Penuaan
1. Peningkatan tahanan dinding
dada2. Penurunan keefektifan3. Penurunan volume tidal4. Peningkatan exercise –
indukce hyperpnea5. Penurunan ventilasi sadar maksimal6. Penurunan kekuatan batuk7. Peningkatan resiko aspirasi
1. Klasifikasi pada bronkhus dan kartilago kosta
2. Peningkatan kekakuan sendi kosta – vertebralis
3. Peningkatan diameter antero-posterior
4. Peningkatan kerja otot pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan
Toraks
Perubahan Fisiologis Perubahan Morfologis dan Struktur
(Sumber : Bonder & Wagner, 1994)
1. Penurunan area pertukaran gas
2. Peningkatan ruang ragi fisiologis
3. Penurunan elastisitas rengangan paru
4. Penurunan kapasitas virtal paru
5. Peningkatan volume cadangan respirasi
6. Peningkatan volume residu dan volume residu
fungsional
7. Penurunan distribusi ventilasi
8. Penurunan arus ventilasi paru
9. Peningkatan penutupan aliran udara bebas
10. Peningkatan desaturasi arterial
11. Peningkatan tahanan terhadap aliran udara pada
saluran udara kecil
12. Pengurangan jaringan capital paru
13. Penurunan distribusi perfusi
14. Peningkatan hambatan kapasitas difusi
15. Peningkatan jaringan ikat pada tunika intima kapiler
16. Penurunan ventilasi untuk perfusi yang
sebanding
1. Peningkatan ukuran duktus alveolus.
2. Penurunan jaringan penyokong
3. Peningkatan ukuran alveolus
4. Peningkatan kerja gladula mukosa
5. Peningkatan pemenuhan alveolar
Paru
Tabel. 6 Perubahan Sistem Kardiovaskuler pada Penuaan
1. Penurunan eksibilitas2. Penurunan euras jantung3. Penurunan aliran darah balik4. Penurunan distritmia jantung
1. Peningkatan jaringan lemak2. Peningkatan jaringan ikat3. Peningkatan massa dan volume
4. Peningkatan lipofusin5. Peningkatan kandungan amibid
6. Penurunan konduksi saraf7. Penurunan inverse intrimsal dan
ekstrimsik8. Peningkatan kalsifikasi
Jantung
Perubahan Fisiologis Perubahan Morfologis dan Struktur
(Sumber : Bonder & Wagner, 1994)
1. Penurunan aliran darah untuk memenuhi kebutuhan O2
jaringan.
2. Penurunan aliran dan resiko penggumpalan darah pada
sirkulasi vena
3. Menurunnya curah jantung
4. Penurunan aliran darah balik
1. Peningkatan proporsi perubahan jaringan otot
polos normal terjadi jaringan ikat
dan elastic
2. Peningkatan rigiditas arteri besar
3. Peningkatan ateroma sirkulasi
arteri
4. Peningkatan kalsifikasi
5. Peningkatan dilatasi vena
Aliran darah
1. Penurunan jumlah serabut otot2. Atrofi pada beberapa serabut otot dan fibril menjadi tidak
teratur, dan hipertrofi pada beberapa serabut otot yang lain3. Berkurangnya 30 % massa otot tipe II (Fast Twitch)4. Penumpukan Lipofusin.5. Penigkatan jaringan lemak dan jaringan penghubung6. Adanya ringbiden7. Adanya badan Sitoplasma8. Degenerasi myofibril9. Timbulnya berkas garis Z pada serabut otot.
Tabel 7. Perubahan Morfologis Otot pada Penuaan
(Sumber : Bonder dan Wayner 1994)
D. FUNGSI SENSOMOTORIK
Fungsi sensomotorik yang terpenting adalah koordinasi dan keseimbangan saat dilakukan tes koordinasi, selain faktor kemampuan melakukan gerakan faktor kecepatan untuk membentuk gerakan juga di pertimbangkan. Gerakan halus dan akurat dengan arah gerakan, kecepatan, keseimbangan, dan ketegangan otot harus tepat.
Pemeriksaan koordinasi non- ekuilibrium meliputi pemeriksaan : 1. Jari ke hidung, sendi bahu abduksi 90 derajat dengan sendi siku ekstensi 2. Jari ke jari tangan yang lain 3. Jari ke jari yang lain 4. Menyentuh hidung dan jari – jari tangan bergantian 5. Gerak oposisi jari tangan 6. Mengenggam 7. Pronasi – supinasi 8. Rebound test 9. Tepuk tangan 10. Tepuk kaki11. Menunjuk.12. Tumit kejari-jari kaki bergantian.13. Jari- jari kaki menyentuh jari tangan terapis.14. Tumit menyentuh bawah lutut15. Menggambar lingkaran dengan tangan.16. Menggambar lingkaran dengan kaki.17. Menggambar lingkaran dengan kaki18. Mempertahankan posisi anggota gerak atas19. Mempertahankan posisi anggota gerak bawah
Kriteria penilaian test koordinasi non-ekuilibrium
1. Tidak mampu melakukan aktivitas
2. Keterbatasan berat hanya dapat mengawali aktivitas tetapi
tidak lengkap
3. Keterbatasan sedang dapat menyelesaikan aktivitas, tetapi
koordinasi tampak menurun dengan jelas, gerakan lambat,
kaku dan tidak stabil
4. Keterbatasan minimal, dapat menyelesaikan aktivitas
dengan kecepatan dan kemampuan lebih lambat sedikit
dibanding normal.
5. Kemampuan normal
Pemeriksaan koordinasi ekuilibrum meliputi : 1. Berdiri dengan postur normal 2. Berdiri dengan postur normal, mata tertutup 3. Berdiri dengan kaki rapat 4. Berdiri pada satu kaki 5. Berdiri fleksi trunk dan kembali keposisi netral 6. Berdiri lateral fleksi trunk 7. Berjalan, letakkan tumit salah satu kaki didepan jari kaki yang lain 8. Berjalan pada garis lurus 9. Berjalan mengikuti tanda yang digambar pada lantai10. Berjalan menyamping11. Berjalan mundur12. Berjalan pada lingkaran13. Berjalan dengan tumit14. Berjalan dengan ujung kaki
Kriteria penilaian tes koordinasi ekuilibrium
1. Tidak mampu melakukan aktivitas
2. Mampu melakukan aktivitas dengan bantuan sedang sampai maksimal untuk mempertahankan keseimbangan
3. Mampu melakukan aktivitas dengan sedikit bantuan mempertahankan kesimbangan
4. Mampu melakukan aktivitas
E. LATIHAN MOBILITAS DAN POSTUR
Latihan ini berguna untuk menjaga mobilitas sendi seluruh
tubuh dan memeliharan postur yang baik. Kemampuan mobilitas sendi dipengaruhi oleh keadaan struktur sendi dan
kekuatan dapat penggerak sendi. Latihan ini dilakukan secara
bertahap sesuai dengan kemampuan lansia. Latihan dilakukan 3 kali seminggu dengan 8 - 10 kali ulangan atau sesuai dengan kemampuan lansia.
Gerakan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Gerakan 1. Berdiri dengan mengangkat satu tungkaiPosisi : Lansia berdiri dengan berpegangan pada
kursiGerakan : Angkat satu tungkai sampai lutut setinggi
panggul (fleksi sendi panggul 90°). Upayakan pegangan tidak
kuat, pertahankan dalam lima hitunganGerakan 2. Berdiri dengan mengangkat satu tungkai
ke samping
Posisi : Lansia berdiri tegak berpegangan pada kursiGerakan : Ayun satu tungkai kesamping dan
pertahankan dalam lima hitungan. Lakukan bergantian untuk tungkai kanan dan kiri.
Gerakan 3. Berdiri dari posisi duduk dan duduk kembaliPosisi : Lansia duduk di kursiGerakan: Berdiri dari posisi duduk, tempatkan kedua kaki di
depan kursi. Apalagi perlu gunakan pegangan kursi.
Gerakan ini adalah gerakan kunci agar lansimandiri.
Gerakan 4. Mengayun lenganPosisi : Duduk tegak atau berdiri tegakGerakan: Ayun lengan ke depan dan ke belakang setinggi
mungkin dan lepaskan dengan rileks. Gerakan ini dilakukan pada ke dua lengan dengan arah yang berlawanan seperti berlenggang saat berjalan.
Gerakan 5. Fleksi dan ekstensi lenganPosisi :Duduk tegak atau berdiri tegakGerakan :Luruskan tangan kedepan setinggi bahu dan
fleksi tangan kemudian ekstensi, dilakukan bersamaan
kedua lengan
Gerakan 6. Mengangkat lengan lurus ke atasPosisi :Duduk tegak atau berdiri tegak Gerakan :Angkat lengan lurus ke atas disamping kepala
lakukan bergantian tahan sampai lima hitungan.
Kemudian turunkan sejajar dengan bahu, tahan sampai lima hitungan.
Gerakan 7. Gerakan leherPosisi : Berdiri tegak atau duduk tegakGerakan : Putar dagu ke arah bahu kiri, tegak dan kebahu
kanan. Dekatkan telinga kebahu kiri, tegak, dan
kebahu kanan pegan dagu dengan tangan, perlahan
dorong dagu ke belakang. Hindari rotasi kepala
ke belakang
Gerakan 8. BerjalanGerakan : Berjalan sesuai dengan kemampuan. Jika hanya
mampu lima puluh meter, mulai pada tingkat ini dan
coba meningkatkan jarak dan kecepatannya. Hindari
jalan terputus-putus.
F. PRINSIP LATIHAN FISIK PADA USIA LANJUT
Setiap jenis latihan fisik sebaiknya dilaksanakan melalui tahappemanasan latihan inti dan pendinginan.
Pemanasan bertujuan untuk memberi dorongan hasrat latihanagar bersemangat, memanaskan jaringan tubuh supaya tidak kaku, akibat lama tidak bergerak dan mencegah cedera yang mungkin timbul akibat gerakan memperkecil difisit oksigen.
Sifat dari gerakan pemanasan mudah dilakukan, melibatkan banyak sendi dan otot yang berhubungan dengan gerakan inti.
Pemanasan harus meliputi dua komponen yaitu :1. Latihan bertahap, seperti jalan atau gerakan senam yang berirama lambat.2. Latihan kelenturan (flexibility) sesuai aktivitas yang dilakukan Pendinginan untuk mencegah pengumpulan darah dalam venadan memastikan cukupnya aliran darah dalam otot rangka, jantung dan otak, mencegah kekakuan dan nyeri otot.
1. Dosis Latihan
Secara umum dosis dijabarkan sebagai berikut :a. Frekwensi : Tiga atau lima kali seminggu untuk meningkatkan
kebugaran jantung paru minimal berlatih tiga kali dalam seminggu, hal ini dianjurkan oleh ACSM, berselang satu hari
dalam zona latihanb. Intensitas : Bagi pemula dianjurkan dengan intensitas lima puluh sampai enam puluh persen dari VO2 max, ACSM mengajukan
latihan dengan Intensitas 60 – 90 % dari denyut jantung maksimal untuk kebugaran jantung paru.c. Durasi : Hasil yang bermanfaat harus berlatih pada zona latihan
selama 15 – 30 menit dengan pemanasan dan pendinginan selama 5 – 10 menitd. Macam-Latihan yang menggerakkan sebagian besar otot pada
panggul kaki secara ritmis dan berkesinambangan sangat bermanfaat bagi kebugaran misalnya senam, jalan, jogging, lari,
berenang dan bersepeda.
2. Program Latihan Program latihan dapat disusun sebagai berikut : a. Cukup memahami tingkat kebugaran yang dapat menunjang pekerjaan sehari-hari atau setidaknya mencapai kebugaran untuk membantu mengurangi penyakit yang berkaitan dengan kegemukan, diabetes, degenerasi, kelemahan otot.
b. Mudah dilakukan tanpa memerlukan bakat khusus, fasilitas peralatan, dan keadaan sekitar.
c. Tidak perlu banyak waktu 30 – 60 menit dan tidak melelahkan selama latihan.
d. Manfaatnya dapat segera dirasakan dan diukur
3. Pakaian Sebaiknya mempertimbangkan hal-hal berikut : a. Tidak menghalangi gerakan
b. Cukup ventilasi
c. Mudah menyerap keringat
d. Rapih dalam penampilan
e. Bahan katun murni
f. Sepatu datar supaya tidak menghalangi pergerakan betis.
BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN VARIABEL
A. KERANGKA KONSEP
Program latihan fisik bagi para lanjut usia harus meningkatkankemungkinan bahwa meraka akan menjalankan tingkatan aktivitas yang lebih tinggi sambil menghindari kecelakaan Yang mungkin terjadi. Latihan fisik pada usia lanjut dapat memberikan keuntungan terutama untuk status kardiovaskuler dan paru yang berhubungan dengan kebugaran, resiko fraktur, abilitas fungsional, proses mental, keuntungan fungsional, penguatan otot dan tulang penyangga keseimbangan tubuh.
B. BAGAN KERANGKA KONSEPB. BAGAN KERANGKA KONSEP
Latihan Mobilitas & Postur
- Penyakit CVD- Waktu
- Umur - Jenis Kelamin
V. Bebas V. Kendali
V. Dikendalikan
Keluhan - Keluhan-Nyeri sendi-Nyeri punggung-Nyeri pinggang-Nyeri otot-Kesemutan
- Fungsi Kognitif & Interpersonal- Fungsi Sosial & Interpersonal- Kemampuan Fungsional- Lingkungan Aktifitas Fisik
V. Tergantung
Fungsi Sensomotorik Fleksibilitas Luas Gerak Sendi (LGS)
TidakDiteliti
Diteliti
BAB IVMETODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperimen NonEquivalent Kontrol Group. Dengan cara subjek di bagi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok yang telah dipisahkan, kemudian dilakukan pre-test. Kelompok eksperimen diberi treatmen sedangkan kelompok kontrol tidak diberi treatmen. Untuk mengetahuiseberapa besar pengaruh maka kedua kelompok diukur perubahan indikator untuk melihat efek perlakuan. Pengaruhdari treatmen adalah :Kelompok perlakuan : Q1 Q3Kelompok kontrol : Q2 Q4
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna Werda Gau Mabbaji Kab. Gowa Sulawesi Selatan pada bulan Juli–Agustus 2006
C. POLULASI DAN SAMPEL 1. Populasi Kesuluruhan subjek penelitian yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian dicari kesimpulan (Sugiono, 2004). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni PSTW Gau Mabbaji Kab. Gowa.
B. Sampel Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah Total Sampling yaitu mengambil semua
subjek yang masuk dalam kriteria.a. Kriteria inklusi
● Lanjut usia berusia lebih 60 tahun● Jenis kelamin laki-laki dan perempuan● Lanjut usia yang dalam keadaan sehat atau tidak menderita penyakit yang mengganggu pada saat melakukan latihan● Lanjut usia yang bersedia menjadi sampel.
b. Kriteria eksklusi● Lanjut usia yang tiba – tiba sakit pada saat melakukan latihan.● Lanjut usia yang memiliki riwayat gangguan CVD● Lanjut usia yang tidak bersedia untuk menjadi
sampel
D. DEFENISI OPERASIONAL
1. Latihan mobilitas dan pastur adalah latihan dengan melakukan gerakan dengan memakai Kursi dan
dilanjutkan dengan jalan biasa sejauh 200 m pada jalan yang rata,
atau dimulai sesuai kemampuan lanjut usia. Terdiri dari delapan gerakan yang dilakukan 3 kali seminggu dalam waktu 4 minggu.
2. Fungsi sensomotorik yang terpenting adalah koordinasi dan
keseimbangan yang dibagi dalam : koordinasi non ekuilibrium
dan koordinasi ekuilibrium yang digunakan untuk komponen
statis yang dinamis postur dan keseimbangan ketika tubuh
dalam posisi berdiri, meliputi gerakan motorik kasar dan observasi tubuh saat statik dan dinamis.3. Keluhan – keluhan pada lanjut usia adalah keluhan –
keluhan yang diungkapkan seperti : nyeri sendi, nyeri punggung,
nyeri pinggang, nyeri otot, kesemutan : pemeriksaan nyeri
dengan VAS (Verbal Analog Scala)
4. Luas Gerak Sendi adalah jangkauan gerak sendi yang dapat dilakukan oleh suatu sendi. Pengukuran LGS menggunakan alat Goniometer.
5. Fleksibilitas adalah kemampuan tubuh melakukan gerakan kelenturan dengan posisi duduk kemudian tangan meraih jarij kaki atau semaksimal mungkin dapat menjauhi/melewati sumbu (jari-jari kaki, dengan menggunakan alat yaitu kotak yang berukuran centimeter.
E. PENGUMPULAN DATA
1. Mengindentifikasi tempat penelitian
2. Mengajukan surat permohonan izin untuk penelitian
3. Tes fungsi sensomotorik dilakukan dengan : Tes koordinasi non ekuilibrium dengan 5 kriteria penilaian dan Tes koordinasi ekuilibrium dengan 4 kriteria penilaian, keduanya dicatat dengan mempergunakan formulir tes dari Sulivan dan Schimitz (1994).
4. Sampel diambil secara total sampling.
5. Mengidentifikasi sampel berdasarkan kriteria inklusi, subjek yang setuju dijadikan sampel dibagi dalam dua kelompok menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
6. Keluhan – keluhan pada lanjut usia dapat melalui wawancara dan pengukuran dengan memakai
lembar observasi yang dilakukan sebelum dan sesudah
perlakuan.
7. Latihan mobilisasi dan postur dilakukan 3 kali seminggu
selama 30 menit dalam waktu 8 minggu.
8. Apabila dalam kelompok perlakuan ada yang tidak bisa
mengikuti latihan dianggap DO.
9. Setelah perlakuan terhadap kelompok eksperimen selesai,
dilakukan post test terhadap kedua kelompok.
10. Hasil dari pre-test dan post-test diolah dengan menggunakan uji Statistic Pearson Chi Squart Test
ke dalam program SPSS versi 11,5
BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL Subjek penelitian adalah lansia yang
berada di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Gowa. Jumlah subjek penelitian sebanyak 80 orang. 40 orang sebagai kelompok perlakuan dan 40 orang sebagai kelompok kontrol. Subjek dipilih sesuai kriteria inklusi yang telah ditentukan oleh peneliti, subjek yang memenuhi kriteria inklusi tersebut langsung dijadikan sebagai subjek penelitian.
Tabel 5.1
Distribusi Tingkat Flekisbilitas menurut Jenis Kelamin Di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa
Tingkat Fleksibilitas
< - 5,0 cm - 4,0 cm > 0 cm Total Jenis
Kelamin n % n % n % n %
P
Pria 16 20,0 15 18,8 4 5,0 35 43,8
Wanita 16 20,0 14 17,5 15 18,8 45 56,3 0,73
Total 32 40,0 29 36,3 19 23,8 80 100,0
Keterangan : P = Probabilitas dengan menggunakan Uji Pearson Chi Square
Tabel 5.2
Distribusi Tingkat Fleksibilitas menurut kelompok Umur Di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa
Tingkat Fleksibilitas
< - 5,0 cm - 4,0 cm > 0 cm Total Umur
(Tahun) n % n % n % n %
P
60 – 70 9 11,3 10 12,5 4 5,0 23 28,8
71 – 80 22 27,5 18 22,5 13 16,3 53 66,3
81 – 90 1 1,3 1 1,3 2 2,5 4 5,0
0,668
Total 32 40,0 29 36,3 19 23,8 80 100,0
Keterangan : P = Probabilitas dengan menggunakan Uji Pearson Chi Square
Tabel 5.3 Distribusi Perubahan tingkat Fleksibilitas Kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol di Pnti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa
Tingkat Fleksibilitas
Meningkat Tetap Menurun Total Kelompok
n % n % n % n %
P
Perlakuan 40 100 0 0,0 0 0,0 40 100
Kontrol 0 0,0 38 95 2 5,0 40 100 0,00
Keterangan : P = Probabilitas dengan menggunakan Uji Pearson Chi Square
Gambar 5.1 Distribusi Perubahan Tingkat Fleksibilitas Kelompok Perlakuan dan Kontrol di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Gowa
0
20
40
60
80
100
Perlakuan Kontrol
Meningkat
Tetap
Menurun
Tabel 5.4 Distribusi Keluhan-keluhan Muskuloskeletal sebelum perlakuan
Di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Gowa
Frekuensi Keluhan
Selalu Sering Kadang2 Total Keluhan
n % n % n % n %
P
Nyeri sendi 52 65,0 26 32,5 2 2,5 80 100,0 0,158
Nyeri Punggung 3 3,8 55 68,8 22 27,5 80 100,0 0,766
Nyeri Pinggang 11 13,8 32 40,0 37 46,3 80 100,0 0,943
Nyeri Otot 8 10,0 36 45,0 36 45,0 80 100,0 0,737
Kesemutan 10 12,5 40 50,0 30 37,5 80 100,0 0,627
Keterangan : P = Probabilitas dengan menggunakan Uji Pearson Chi Square
Tabel 5.5 Distribusi Keluhan-keluhan Muskuloskeletal Sesudah Perlakuan
Di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa
Frekuensi Keluhan
Selalu Sering Kadang2 Total Keluhan
n % n % n % n %
P
Nyeri sendi 24 30,0 43 58,8 13 16,3 80 100,0 0,000
Nyeri Punggung 1 1,3 29 36,3 50 62,5 80 100,0 0,000
Nyeri Pinggang 5 6,3 22 27,5 53 66,3 80 100,0 0,000
Nyeri Otot 3 3,8 23 28,8 54 67,5 80 100,0 0,000
Kesemutan 5 6,3 27 33,8 48 60,0 80 100,0 0,000
Keterangan : P = Probabilitas dengan menggunakan Uji Pearson Chi Square
Tabel 5.6 Distribusi Tingkat Keluhan Muskuloskeletal sebelum Perlakuan Di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa
Frekuensi Keluhan
Berat Sedang Ringan Total Keluhan
n % n % n % n %
P
Nyeri sendi 14 17,5 56 70,0 10 12,5 80 100,0 0,081
Nyeri Punggung 2 2,5 31 77,5 16 20 80 100,0 1,000
Nyeri Pinggang 70 87,5 10 12,5 80 100,0 1,000
Nyeri Otot 60 75,0 20 25,0 80 100,0 1,000
Kesemutan 50 62,5 30 37,5 80 100,0 1,000
Keterangan : P = Probabilitas dengan menggunakan Uji Pearson Chi Square
Tabel 5.7 Distribusi Tingkat Keluhan Muskuloskeletal Sesudah Perlakuan
Di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa
Frekuensi Keluhan
Berat Sedang Ringan Total Keluhan
n % n % n % n %
P
Nyeri sendi 10 12,5 37 46,3 33 41,3 80 100,0 0,000
Nyeri Punggung 1 1,3 34 42,5 45 56,3 80 100,0 0,000
Nyeri Pinggang 2 2,5 35 43,8 43 53,8 80 100,0 0,000
Nyeri Otot 32 40,0 48 60,0 80 100,0 0,000
Kesemutan 31 38,8 49 61,3 80 100,0 0,000
Keterangan : P = Probabilitas dengan menggunakan Uji Pearson Chi Square
0
20
40
60
80
100
Perlakuan Kontrol
Selalu
Sering
Kadang2
Gambar 5.2 Distribusi Frekwensi Keluhan sebelum perlakuan di Panti Sosial Tresna
Werdha Gau Mabaji Gowa
010203040506070
Selalu
Sering
Kadang2
Gambar 5.3 Distribusi Frekwensi keluhan sesudah perlakuan di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Gowa
Gambar 5.4 Distribusi Tingkat Keluhan sebelum perlakuan di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Gowa
Gambar 5.5 Distribusi Tingkat keluhan sesudah perlakuan kontrol di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Gowa
Tabel 5.8Distribusi Perubahan Luas Gerak Sendi Kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Wredha
Gau Mabaji Gowa
Kelompk
Luas Gerak Sendi
Meningkt Tetap Menurun Total
n % n % N % n %
Perlakuan 40 100 0 0,0 0 0,0 40 100
Kontrol 0 0,0 35 87,5 5 12,5 40 100
T-Test
One-Sample Statistics
80 47,2500 5,67584 ,63458
80 53,1875 8,57741 ,95898
Fleksi_Pre
Fleksi_Post
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
One-Sample Test
74,459 79 ,000 47,25000 45,9869 48,5131
55,462 79 ,000 53,18750 51,2787 55,0963
Fleksi_Pre
Fleksi_Post
t df Sig. (2-tailed)Mean
Difference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Test Value = 0
T-TestOne-Sample Statistics
80 48,6875 5,26174 ,58828
80 53,1250 7,17657 ,80236
Ekstensi_Pre
Ekstensi_Post
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
T-Test
T-Test
One-Sample Test
82,762 79 ,000 48,68750 47,5166 49,8584
66,211 79 ,000 53,12500 51,5279 54,7221
Ekstensi_Pre
Ekstensi_Post
t df Sig. (2-tailed)Mean
Difference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Test Value = 0
One-Sample Statistics
80 39,6875 7,68624 ,85935
80 40,7500 7,91969 ,88545
Hprekstnsi_Pre
Hprekstnsi_Post
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
T-TestOne-Sample Statistics
80 12,2500 4,65112 ,52001
80 14,5000 4,32830 ,48392
Adduksi_Pre
Adduksi_Post
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
One-Sample Test
23,557 79 ,000 12,25000 11,2149 13,2851
29,964 79 ,000 14,50000 13,5368 15,4632
Adduksi_Pre
Adduksi_Post
t df Sig. (2-tailed)Mean
Difference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Test Value = 0
T-Test
One-Sample Statistics
80 148,1250 13,15379 1,47064
80 154,6250 10,87254 1,21559
Abduksi_Pre
Abduksi_Post
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
• T-Test
One-Sample Test
100,722 79 ,000 148,12500 145,1978 151,0522
127,202 79 ,000 154,62500 152,2054 157,0446
Abduksi_Pre
Abduksi_Post
t df Sig. (2-tailed)Mean
Difference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Test Value = 0
• T-Test
One-Sample Statistics
80 138,1250 22,53513 2,51950
80 140,6250 17,29079 1,93317
Fleksi_Bahu_Pre
Fleksi_Bahu_Post
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
One-Sample Test
54,822 79 ,000 138,12500 133,1101 143,1399
72,743 79 ,000 140,62500 136,7771 144,4729
Fleksi_Bahu_Pre
Fleksi_Bahu_Post
t df Sig. (2-tailed)Mean
Difference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Test Value = 0
Oneway (Koordinasi Non Equilibrium)
ANOVA
39,200 1 39,200 2,132 ,148
1434,000 78 18,385
1473,200 79
198,450 1 198,450 15,842 ,000
977,100 78 12,527
1175,550 79
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Pretes
Postest
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Oneway (Koordinasi Equilibrium)
ANOVA
3,200 1 3,200 ,256 ,614
974,000 78 12,487
977,200 79
214,513 1 214,513 23,761 ,000
704,175 78 9,028
918,688 79
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Pretes
Postest
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat
ditarik kesimpulan bahwa, terdapat pengaruh latihan Mobilitas dan Postur terhadap perubahan fleksibilitas, luas gerak sendi, fungsi sensomotorik dan mengurangi keluhan pada sistem muskuloskeletal berupa nyeri sendi, nyeri punggung, nyeri otot dan kesemutan.
B. SARAN 1. Kepada petugas Panti sosial tresna
wredha agar latihan Mobilitas dan Postur dijadikan latihan rutin bagi lanjut usia guna meningkatkan fleksibiliats, Luas gerak sendi dan sensomotorik dalam upaya memperbaiki kualitas hidup bagi lansia
2. Bagi lanjut usia di anjurkan untuk melakukan latihan mobilitas dan postur untk meningkatkan fungsional
Top Related