132
H. FINALISASI DRAF PEDOMAN PENANGANAN EKSTRADISI (SOP)
Finalisasi hasil revisi dan perbaikan terhadap Perja Tentang Pedoman
Penanganan Ekstradisi yang terdiri dari tiga bahagian yaitu Batang tubuh Perja
Tentang Pedoman Penanganan Ekstradisi an sich serta lampiran I yang berisi
tentang proses ekstradis dan lampiran II tentang formulir administrasi
Pedoman Penanganan Ekstradisi. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan. Finalisasi Draf Perja Tentang Pedoman Penanganan
Ekstradisi dilaksanakan pada tanggal 13 s.d 14 Agustus 2018, yang dipimpin
langsung oleh Kepala Biro Hukum dan hubungan Luar Negeri Darmawel Aswar,
S.H., M.H. beserta anggota dengan rincian sebagai berikut:
Pengarah : Darmawel Aswar, S.H., M.H. (Kepala Biro Hukum dan
Hubungan Luar negeri
Penanggung Jawab : Rina Virawati, S.H., M.H. (Kepala Bagian Rancangan dan
pertimbangan Hukum)
Ketua : Apreza Darul Putra, S.H., M.H. Kasubbag Ekstradisi dan
bantuan Hukum Timbal balik Biro Hukum dan Hubungan
Luar Negeri Pada Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan.
Sekretaris : Hasnadirah, S.H. Kasubbag Penysunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan
Anggota : 1. Prinuka ARrom, S.H. M.H.
2. Eis Trinuryani, S.H.
3. Anton Suhartono, S.H.
4. Sonata Lukman,S.H., M.H.
133
5. Deasy Ristin Dhamasanthy, S.H.
6. Ratih Andrawina S. S.H., M.H.
7. Fiyulia Hartini Putri, S.H.
8. Aci Endykawati, S.H.
9. Rika Yunita, S.H.
10. M. Fabiyan Suwantoro, S.H.
11. Mutiara Helena, S.H.
12 .Novita Dwi Astuti, S.H.
13. Ade Jaja Badruzaman, A.Md
Pada pembahasan finalisasi tersebut dirumuskan terdapat empat hal
yaitu:
1. Melakukan Inventarisasi dan menyesuaikan antara masukan peserta
Focus Group Discussion dengan subtansi yang diatur.
2. Menyisir kembali mulai dari batang tubuh sampaidengan lampiran
dan disesuaikan dengan masukan dari peserta Focus Group
Discussion.
3. Secra legal drafting telah disesuaikan dengan format yang telah
diatur dalam peraturan Menteri Hukum dan HAM RI
4. Disimpulkan bahwa semua masukan telah diakomodir dan layak
utuk ditetapkan oleh Jaksa Agung RI.
134
Pada tahap finalisasi, seluruh masukan yang berasal dari FGD yang
dilaksanakan, masukan dari stake holders internal dan eksternal ditemukan
komposisi struktur tetang Pedoman Penanganan Ekstradisi, dibagi dalam 5 BAB
yaitu:
BAB I mengatur tentang Pendahuluan yang memuat latar belakang,
maksud dan tujuan, ruang lingkup dan pengertian umum.
BAB II mengatur tentang Permintaan Ekstradisi dari Pemerintah
Republik Indonesia. Yang terdiri dari, pendampingan, tahap pencarian buronan
pelaku kejahatan, tahap pengajuan resmi ekstradisi, tahap pelaksanaan
ekstradisi.
Pada BAB III mengatur tentang permintaan ekstradisi kepada
Pemerintah Indonesia, yang terdiri dari: Pendampingan, tahap penahanan
pelaku kejahatan, tahap pra persidangan, tahap persidangan serta tahap
eksekusi dan pelaksanaan ekstradisi.
BAB IV mengatur tentang administrasi pelaporan, yang terdiri dari;
Permintaan ekstradisi dari Pemerintah Indonesia, permintaan ekstradisi kepada
pemerintah Indonesia.
BAB V Mengatur tentang pembiayaan dan BAB VI mengatur tentang
penutup.
1. Lampiran II
Lampiran II memuat tntang berita acara dengan rincian sebagaiman berikut
ini:
1) Data Pelaku Kejahatan yang Akan Dimintakan Ekstradisi.
135
2) Surat Perintah Penunjukan Jaksa Untuk Mengikuti Perkembangan
Penyidikan Ekstradisi (P-16 Ekstradisi).
3) Surat Perintah Penunjukan Jaksa Untuk Penanganan Ekstradisi (P-16A
Ekstradisi).
4) Surat Perintah Penunjukan Jaksa Untuk Penanganan Ekstradisi (P-16B
Ekstradisi).
5) Hasil Penelitian Berkas Perkara Ekstradisi atas nama Termohon
Ekstradisi Belum Lengkap (P-18 Ekstradisi).
6) Pengembalian Berkas Perkara Ekstradisi untuk dilengkapi (P-19
Ekstradisi).
7) Pemberitahuan Hasil Penelitian Berkas Perkara Ekstradsi Sudah
Lengkap (P-21 Ekstradisi).
8) Berita Acara Pendapat (Hasil Penelitian Berka Perkara Ekstradisi (P-24
Ekstradisi).
9) Catatan Jaksa (P-30 Ekstradisi).
10) Permintaan/Permohonan Penetapan Ekstradisi (P-31 Ekstradisi).
11) Tanda Terima Surat Permintaan Penetapan Ekstradisi (P-33
Ekstradisi).
12) Laporan Pelimpahan Penanganan Perkara Ekstradisi (P-35 Ekstradisi).
13) Permintaan Bantuan Pengawalan Tahanan/Pengamanan Persidangan
(P-36 Esktradisi).
14) Surat Panggilan Saksi/Termohon Ekstradisi (P-37 Ekstradisi) dan
Tanda Terima surat Panggilan.
136
15) Bantuan Pemanggilan Saksi/Termohon Ekstradisi (P-38 Ekstradisi) dan
Petunjuk/Cara Pengisian.
16) Laporan Hasil Persidangan (P-39 Ekstradisi).
17) Perlawanan Jaksa terhadap Penetapan Ketua Pengadilan
Negeri/Pentetapan Hakim (P-40 Ekstradisi).
18) Laporan Penetapan Pengadilan Dalam Perkara Ekstradisi atas nama
Termohon Ekstradisi (P-45 Ekstradisi).
19) Surat Perintah Pelaksanaan Penetapan Pengadilan atas Permintaan
Ekstradisi (P-48 Ekstradisi).
20) Surat Perintah Penahanan Sementara (T-2A Ekstradisi).
21) Surat Perintah Penahanan Ekstradisi (T-2 Ekstradisi).
22) Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan Terhadap Termohon
Ekstradisi (T-6 Ekstradisi).
23) Surat Izin Mengunjungi Tahanan (T-10 Ekstradisi).
24) Berita Acara Pemeriksaan Saksi/Termohon Ekstradisi (BA-1
Ekstradisi).
25) Berita Acara Pendapat (Resume) (BA-5 Ekstradisi).
26) Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim (BA-6 Ekstradisi).
27) Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim Atas Permintaan Ekstradisi
(BA-8 Ekstradisi).
28) Berita Acara Penerimaan dan Penelitian Termohon Ekstradisi (BA-15
Ekstradisi).
29) Berita Acara Penggeledahan/Penyitaan (BA-16 Ekstradisi).
137
30) Berita Acara Penerimaan dan Penelitian Benda Sitaan/Barang Bukti
(BA-18 Ekstradisi).
31) Surat Pernyataan Jaksa.
I. MEMBAHAS DAN MENYUSUN DRAF PERATURAN JAKSA AGUNG
TENTANG PEDOMAN PENANGANAN EKSTRADISI
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 16 Agustus 2018,
dengan pembahasan Draf Perja Tentang Pedoman Penangana ekstradisi
sebagai berikut:
1) Konsideran menimbang sebagai berikut: a. bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang wajib
melaksanakan proses hukum yang adil guna melindungi hak asasi manusia;
b. bahwa penanganan ekstradisi memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan proses penanganan perkara pidana pada umumnya sehingga diperlukan keseragaman dan koordinasi yang baik dalam pelaksanaannya;
c. bahwa untuk mewujudkan optimalisasi pelaksanaan tugas Kejaksaan Republik Indonesia dalam penanganan ekstradisi, perlu diatur standar tata cara penanganan ekstradisi yang baku di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kejaksaan tentang Pedoman Penanganan Ekstradisi;
2)Konsideran mengingat:
1. UU No. 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);
2. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 65);
3. Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-006/A/JA/ 07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1069);
138
Mengenai isi pasal di kelompokan dalam 5 (lima) pasal yang
terdiri dari:
Pasal 1 yang menyatakan ”bahwa Perkara ekstradisi merupakan perkara
penting dan termasuk perkara yang didahulukan”. Hal ini berarti bahwa
perkara ekstradisi memerlukan proses yang cepat efektip dan efesien
dalam penanganannya. Kejaksaan pada saat ini sebagai otoritas
berwenang yang paling doninan dalam menangani perkara ekstradisi,
mulai dari proses sebagai Jaksa ektradisi yang menyidangkan di depan
pengadilan sampai terbitnya penetapan, selanjutnya dilaksanakan
eksekusi oleh Jaksa. Pada proses tersebut maka perkara ekstradisi harus
didahulukan karena menyangkut kepentingan hubungan antara negara.
Pada rumusan Pasal 2 diatur tentang dua hal yaitu; Pertama:
Penanganan ekstradisi mengacu pada Pedoman Penanganan Ekstradisi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Kejaksaan ini. Kedua; Administrasi
penanganan perkara ekstradisi mengacu pada Formulir Administrasi
Perkara Ekstradisi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kejaksaan ini.
Rumusan pasal 2 (dua) hanya mengatur hal yang umum dan secara
khusus diatur dalam lampiran Perja tersebut.
Pengaturan di pasal 3 (tiga) dirumuskan “Peraturan ini
merupakan pedoman dalam penanganan ekstradisi di lingkungan
Kejaksaan Republik Indonesia”. Rumusan tersebut sebagai penekanan
bahwa aturan Perja pada dasarnya merupakan pedoman bagi jaksa
dilingkungan Kejaksaan, akan tetapi karena proses ekstradisi
berhubungan dengan berbagai lembaga maka lembaga lain (eksternal)
juga harus memahami dan mepedomani Peraturan jaksa Agung ini.
Pasal 4 dirumuskan “Segala ketentuan di lingkungan Kejaksaan
Republik Indonesia yang berkaitan dengan penanganan perkara tetap
139
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Kejaksaan ini”.
Rumusan ini berhubungan dengan asas pemberlakukan peraturan
perundang-undangan dengan proses singkronisasi dan harmonisasi.
Setidaknya terdapat empat asas hukum terkait dengan berlakunya
peraturan perundang-undangan:
1. Lex superior derogat legi inferiori.
Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi
mengesampingkan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah,
kecuali apabila substansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi
mengatur hal-hal yang oleh undang-undang ditetapkan menjadi
wewenang peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah.
2. Lex specialis derogat legi generalis
Lex specialis is a Latin phrase which means “law governing a
specific subject matter”. It comes from the legal maxim “lex specialis derogat legi generali”. This doctrine relates to the interpretation of laws. It can apply in both domestic and international law contexts.1 The doctrine states that a law governing a specific subject matter overrides a law that only governs general matters .(Lex specialis adalah frasa Latin yang berarti “hukum yang mengatur materi pelajaran tertentu”. Itu berasal dari pepatah hukum “lex specialis derogat legi generali”. Doktrin ini berkaitan dengan penafsiran hukum. Hal ini dapat diterapkan dalam konteks hukum domestik dan internasional. Doktrin tersebut menyatakan bahwa sebuah undang-undang yang mengatur masalah tertentu mengesampingkan undang-undang yang hanya mengatur masalah umum.
Asas ini mengandung makna, bahwa aturan hukum yang khusus
akan mengesampingkan aturan hukum yang umum. Ada beberapa prinsip
yang harus diperhatikan dalam asas lex specialis derogat legi generali:
1http://definitions.uslegal.com/l/lex-specialis/ diakses pada tanggal 8 Desember 2014
140
a) Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap
berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus
tersebut.
b) Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-
ketentuan lex generali (undang-undang dengan undang-undang).
c) Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan
hukum (rezim) yang sama dengan lex generali. Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama-sama
termasuk lingkungan hukum keperdataan.
3. Asas lex posterior derogat legi priori.
Aturan hukum yang lebih baru mengesampingkan atau
meniadakan aturan hukum yang lama. Asas lex posterior derogat legi priori
mewajibkan menggunakan hukum yang baru. Asas ini pun memuat
prinsip-prinsip:
a. Aturan hukum yang baru harus sederajat atau lebih tinggi dari aturan
hukum yang lama;
b. Aturan hukum baru dan lama mengatur aspek yang sama.
Asas ini antara lain bermaksud mencegah dualisme yang dapat
menimbulkan ketidak pastian hukum. Dengan adanya Asas Lex posterior
derogat legi priori, ketentuan yang mengatur pencabutan suatu peraturan
perundang-undangan sebenarnya tidak begitu penting. Secara hukum,
ketentuan lama yang serupa tidak akan berlaku lagi pada saat aturan
hukum baru mulai berlaku.
4. Asas Legalitas
Keseluruhan peraturan perundang-undangan yang berlaku mesti
disingkronisasikan dan diharmonisasikan karena dengan cara inilah akan
terdapat aturan yang efektif dan efesien yang dapat diterapkan dengan
141
benar dan tanpa saling berlawananan. Peraturan perundang-undangan
seringkali diidentikkan dengan hukum atau sebaliknya mengartikan
hukum sebagai peraturan perundang-undangan
Pada rumusan Pasal 5 menernagkan tentang mulai berlakunya
Peraturan Kejaksaan ini, pada tanggal diundangkan. Ketentyuan ini
merupakan ketentuan baku bahwa dari lahirnya suatu peratutan
perundang-undangan disyaratkan dalam salah satu pasal yang biasanya
dimuat diakhir dari suatu peraturan perundang-undangan
J. MENGOREKSI DRAFT PERATURAN JAKSA AGUNG TENTANG PEDOMAN
PENANGANAN EKSTRADISI
Setelah Tim Pokja Perumusan Draf melaksanakan tugasnya untuk
merampungkan draf Perja selanjutnya Tim Pokja Penyempurnaan dan Koreksi
Draft Peraturan Jaksa Agung Tentang Pedoman Penanganan Ekstradisi,
melakukan beberapa penyempurnaan dan revisi baik dari aspek kesalahan
tulisan, dan perbaikan subtansi dan rumusan kaidah hukum yang dimuat dalam
Rancangan draf Perja tersebut.
Kegiatan mengoreksi Draft Peraturan Jaksa Agung Tentang Pedoman
Penanganan Ekstradisi dilaksankan pada tanggal 20 Agustsus 2018, dengan
hasil kegiatan tersusunya draf Draft Peraturan Jaksa Agung Tentang Pedoman
Penanganan Ekstradisi yang depenitip.
Bagian awal draf perja yang berisi tentang konsideran menimbang
sebagai berikut:
142
a. bahwa penanganan ekstradisi memiliki karakteristik khusus yang
berbeda dengan penanganan perkara lainnya;
b. bahwa untuk terciptanya keseragaman proses penanganan dan
terciptanya koordinasi yang baik dalam penanganan ekstradisi
diperlukan peraturan yang mengatur tatacara pelaksanaan ekstradisi
yang baku, standar serta mengikat bagi seluruh Jaksa, untuk
optimalisasi pelaksanaan tugas Kejaksaan Republik Indonesiadalam
proses penanganan ekstradisi;
c. bahwa pelaksanaan penanganan ekstradisi sebagaiamna diatur dalam
UU No. 1 tahun 1979 Tentang Ekstradisi perlu diatur lebih lanjut
tentang tatacara pelaksanaannya;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Jaksa Agung
Tentang Pedoman Pelaksanaan Koordinasi dan Penanganan Ekstradisi;
Setelah merumuskan konsideran mengingat, yang terdiri dari tiga
item yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3130);
3. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi
143
dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 65);
3. Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-006/A/JA/ 07/2017 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia (Berita Negara
Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1069);
Selanjutnya juga dirumuskan tentang subtansi dari perja tersebut
yang terdiri dari ”memutuskan” dan ”menetapkan” tentang ”Peraturan
Kejaksaan Tentang Pedoman Penanganan Ekstradisi”. Tim Pokja
Perumusan Draf Perja pada awalnya merumuskan tentang aturan ekstradisi
yang terdiri dari, esensi Perja yang terdir dari lima rumusan pasal yaitu:
1. Pedoman Pelaksanaan Koordinasi dan Penaganan Ekstradisi adalah
sebagaimana tercantum dalam lampiran merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Perja ini;
2. Perkara ekstradisi merupakan perkara Penting;
3. Pedoman pelaksanaan Koordinasi dan penaganan ekstradisi
merupakan pedoman bagi Jaksa dalam melaksanakan penanganan
permintaaan Ekstradisi di Kejaksaan RI.
4. Mengatur tentang aturan peralihan
5. Mengenai mulai berlakuknya Perja.
Pada draf awal Perja ini disebut dengan “Perja Tentang Pedoman
Pelaksanaan Ekstradisi dan Penanganan Ekstradisi”. Selanjutnya dalam draf
tersebut diatur lampiran yang tidak terpisahkan dari Perja Tentang Pedoman
Pelaksanaan Ekstradisi dan Penanganan Ekstradisi.
144
Terdapat tiga hal yang direvisi oleh Tim Pokja Penyempurnaan Dan
Koreksi Draft Peraturan Jaksa Agung Tentang Pedoman Penanganan Ekstradisi
yang pertama adalah Draf Perja Tentang Pedoman Penanganan Ekstradisi;
Drafa perja terdiri dari Lima pasal dengan kaidah hukum yang mengatur di
dalamnya. Kedua Draf Pedoman Pedoman Penanganan Ekstradisi yang
dimasukkan dalam lampiran I dari Peraturan Jaksa Agung Tentang Pedoman
Penanganan Ekstradisi dan Ketiga; Tentang formulir Pedoman Penanganan
Ekstradisi, yang dimasukan ke dalam lampiran II Draft Peraturan Jaksa Agung
Tentang Pedoman Penanganan Ekstradisi
Penyempurnaan yang dilakukan oleh Tim Pokja Penyempurnaan dan
Koreksi Draft Peraturan Jaksa Agung Tentang Pedoman Penanganan Ekstradisi,
melakukan secara teliti mulai dari kesalahan tulis sampai dengan subtansi dan
rumusan pasal-pasal yang terdapat dalam perja tersebut. Tim yang melakukan
revis sama juga halnya dengan tim penyusun draf Rancangan Draft Peraturan
Jaksa Agung Tentang Pedoman Penanganan Ekstradisi namun hanya ada
pembagian menjadi dua kelompok. Tim tersebut terdiri dari ahli tata bahasa,
serta ahli legal drafting yang memahami mengenai struktur dan subtansi
rumusan peraturan perundang-undangan.
1. Revisi dan penyempurnaan Draft Peraturan Jaksa Agung Tentang Pedoman
Penanganan Ekstradisi adalah sebagai berikut: