GAMBARAN PERILAKU IBU KANDUNG ATAU IBU MERTUA
SEBAGAI KENDALA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KEBAYORAN LAMA JAKARTA SELATAN
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Serjana
Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
Suharni
NIM : 1112101000102
PEMINATAN GIZI MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438/2017
i
ii
iii
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM
STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI
Skripsi, Maret 2017
Suharni, NIM : 1112101000102
GAMBARAN PERILAKU IBU KANDUNG ATAU IBU MERTUA
SEBAGAI KENDALA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DIWILAYAH
KERJA PUSKESMAS KEBAYORAN LAMA TAHUN 2016
xiv + 99 halaman, 3 tabel, 2 bagan, 8 lampiran
ABSTRAK
Pencapaian ASI eksklusif di Indonesia masih tergolong sangat rendah
belum mencapai terget yang ditetapkan. Ibu atau ibu mertua memiliki pengaruh
dalam menentukan keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku ibu kandung
atau ibu mertua di Kebayoran Lama dan faktor-faktor yang melandasi berdasarkan
theory planned behavior. Adapun faktor-faktor yang diteliti yaitu niat, sikap,
norma subjektif, persepsi kontrol perilaku, faktor yang melatarbelakangi yaitu
umur, suku, pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan pengetahuan.
Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam pada bulan Desember-
Januari 2016 dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Jumlah informan dalam
penelitian ini berjumlah 6 informan utama dan 6 informan pendukung. Informan
utama penelitian ini adalah ibu kandung dan informan pendukung adalah ibu bayi
dan tetangga. Penelitian ini menggunakan analisis spradley yaitu dengan mencari
tahu terlebih dahulu gambaran perilaku secara umum, kemudian mencari faktor
yang mempengarahui perilaku tersebut. Setelah itu, menganalisis faktor-faktor
yang paling mempengaruhi perilaku informan.
Hasil penelitian menunjukkan informan berperilaku menganjurkan dan
memberikan makanan atau minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan. Semua
informan memiliki niat dan sikap positif dalam memberikan makanan atau
minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan. Sebagian informan melakukan
pemberian makanan atau minuman bukan karena norma subjektif dan sebagian
berperilaku karena adanya norma subjektif. Sebagian informan lainnya merasa
tidak memiliki hambatan didalam menganjurkan dan memberikan makanan atau
minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan dan sebagian informan lainnya
menganggap mampu mengatasi hambatan yang dialami. Faktor yang
melatarbelakangi terbentuknya behavioral belief adalah pekerjaan, pengalaman
dan pengetahuan. Sedangkan faktor yang melatarbelakangi terbentuknya
normative belief adalah usia dan suku. Selanjutnya faktor yang melatarbelakangi
terbentuknya control belief adalah suku. Perlunya dilakukan penyuluhan ASI
eksklusif pada ibu kandung atau ibu mertua.
Kata Kunci : Kendala pemberian ASI eksklusif, ibu kandung atau ibu
mertua
Daftar bacaan : 67 (1991-2016)
v
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH MAJOR
CONCENTRATION OF PUBLIC HEALTH NUTRITION
Undergraduate thesis, March 2017
Suharni, NIM : 1112101000102
THE BEHAVIOR OF MOTHER AND MOTHER IN LAW AS
LIMITATIONS FOR EXCLUSIVE BREASTFEEDING PRACTICE IN
KEBAYORAN LAMA PUBLIC HEALTH CENTER, 2016: A
DESCRIPTIVE STUDY
xiv + 99 pages, 3 tables, 2 graphics, 8 appendixes
ABSTRACT
Exclusive breastfeeding rate in Indonesia is still low and yet to achieve the
intended target. Mothers and mothers in law have an influenced in the success of
exclusive breastfeeding. This research aimed to describe the behaviors of mothers
and mothers in law in Kebayoran Lama and the factors that contribute to their
behavior based on theory of planned behavior. Factors that is being studied consisted of intention, attitude, subjective norm, behavior control perception,
background factors like age, race, education, work, experience and knowledge
This research was conducted on December 2016 to January 2017 with
qualitative approach using in-depth interview. This research consists of six main
informants and six supporting informants. Main informant for this research is the
biological mother of the family with infant, while the supporting informant is the
mother of the infant and the neighbor. This research used spradley analysis to
identify the general behavioral overview, then identify the contributing factors to
said behavior. After that, the most influencial factors to informant behavior are
analyzed.
Results showed that informants encourage and do give food and beverage
to their grandchildren before the infant is six months old. All the informants have
positive intention and attitude in giving their grandchildren food and beverage
before the infant is six months old. Some of the informant provides food and
beverage not because of subjective norm while the other does behave because of
the subjective norm. Some of the informant felt like they did not have any
obstacle in encouraging and giving foods and beverage to their grandchildren
before the infant is six months old while other informant felt like they could deal
with the obstacles. Factors that contribute in shaping the behavioral beliefs are
work, experience, and knowledge. Factors that contribute in shaping the
normative beliefs are age and race. Control belief is being shaped by race factors.
There needs to be an exclusive breastfeeding counseling for mother or mother-in-
law.
Keyword: obstacle in exclusive breastfeeding, biological mother and mother
in law
Refrences : 67 (1991-2016)
vi
DAFTAR HIDUP PENULIS
I. IDENTITAS
Nama : Suharni
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Ka. Lemang, 6 April 1993
Agama : Islam
Alamat : Jl. H. Muri Salim 1 C Pisangan Ciputat Timur,
Tangsel 15419
No Hp : 082312402170
Email : [email protected]
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
2014 – sekarang : Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
2009 – 2012 : MA. Al-Ikhlas Bone Sulawesi Selatan
2006 - 2009 : MTs Bintang Fajar Kecamatan Keritang,
Kabupaten Indragiri Hilir Riau Provinsi Riau
2001 - 2006 : MI Bintang Fajar Kecamatan Keritang,
Kabupaten Indragiri Hilir Riau Provinsi Riau
2000 - 20001 : TK Bintang Fajar Kecamatan Keritang,
Kabupaten Indragiri Hilir Riau Provinsi Riau
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini
dengan judul “Gambaran Perilaku Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai
Kendala Pemberian ASI eksklusif Pada Bayi Menyusui di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebayoran Lama Tahun 2016”. Yang disusun dan diajukan salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Serjana Kesehatan Masyarkat.
Selama proses penyusunan skripsi, banyak pihak yang turut membantu dan
memberikan petunjuk, dorongan, semangat dan motivasi terhadap penulis.
Sehingga, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Orang tua (ibu dan bapak, kakek, nenek, dan saudara -saudara saya yang
tersayang yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, dukungan
moril maupun materil, serta doa yang tulus agar penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan baik dan lancar.
2. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM,.M.Kes selaku Dekan, dan Seluruh
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti,SKM, M.Kes, Ph.D, selaku Kaprodi Jurusan Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan.
4. Ibu Febrianti, Sp, M.Si, dan Ibu Fase Badriah SKM, M.Kes, Ph.D selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah begitu sabar memberikan bimbingan
dan arahan kepada penulis selama ini.
5. Pimpinan beserta Staff Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama Tahun
dan Kader setempat, khususnya Kader posbindu dan Posyandu yang telah
meluangkan waktunya dalam membantu serta memberikan Informasi guna
melengkapi penyusunan laporan skripsi.
6. Teman-teman CSS MoRa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Khususnya
angkatan 2012 yang selalu memberikan motivasi bagi penulis.
viii
7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 program Studi Kesehatan
Masyarakat khususnya peminatan Gizi, yang selalu memberikan
dorongan, motivasi dan masukan.
8. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini,
baik yang langsung maupun yang tidak langsung yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi atau laporan penelitian ini masih
sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan
dan saran yang membangun agar dimasa mendatang penulis dapat
menyusun laporan penelitian yang lebih baik lagi.
Semoga dengan disusunnya skripsi ini akan memberikan manfaat
bagi banyak pihak, khususnya bagi penulis serta bagi pembaca.
Wasalamua’alaikum Wr.Wb.
Ciputat, Maret 2017
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................... Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN PERSETUJUAN .......................... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
DAFTAR HIDUP PENULIS ............................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................ xii
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ......................................................................................... 7
1.4 Tujuan ................................................................................................................ 8
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................... 8
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 8
1.5 Manfaat Penelitian.............................................................................................. 9
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti ........................................................................ 9
1.5.2 Manfaat Bagi Puskesmas .................................................................. 9
1.5.3 Manfaat Bagi Program Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah ................................................................................................... 10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 11
2.1 ASI ................................................................................................................... 11
2.1.1 Definisi ASI .................................................................................... 11
2.1.2 Definisi ASI eksklusif ..................................................................... 11
2.1.3 Manfaat ASI .................................................................................... 12
2.1.4 Dampak Kesehatan tidak ASI Eksklusif ......................................... 14
2.2 Peran Ibu Atau Ibu Mertua Dalam Pemberian ASI Eksklusif ........................... 16
2.3 Perilaku ............................................................................................................ 19
x
2.3.1 Definisi Perilaku.............................................................................. 19
2.4 Teori Perilaku Berencana (Theory of Planned Behavior) ................................. 20
2.4.1 Sikap ................................................................................................ 25
2.4.2 Norma Subjektif .............................................................................. 27
2.4.3 Persepsi Terhadap Kontrol Perilaku............................................... 30
2.4.4 Niat .................................................................................................. 32
2.5 Kerangka Teori................................................................................................. 33
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH .............................. 34
3.1 Kerangka Pikir ................................................................................................. 34
3.2 Definisi Istilah .................................................................................................. 35
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................... 38
4.1 Desain Penelitian .............................................................................................. 38
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 38
4.3 Informan Penelitian .......................................................................................... 38
4.4 Instrumen Penelitian ......................................................................................... 39
4.5 Sumber Data ..................................................................................................... 39
4.6 Validasi Data .................................................................................................... 40
4.7 Pengelolahan dan Analisis Data ....................................................................... 40
BAB V HASIL PENELITIAN .......................................................................... 42
5.1 Gambaran Umum Penelitian ............................................................................ 42
5.1.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ............................................ 42
5.2 Karateristik Informan ....................................................................................... 43
1. Informan Utama .............................................................................. 43
2. Informan Pendukung ....................................................................... 44
5.3 Gambaran Perilaku Ibu Kandung atau Ibu M ertua Sebagai Kendala Pemberian
ASI Eksklusif ............................................................................................................... 45
5.4 Gambaran Latar Belakang Ibu Atau Ibu Kandung Sebagai Kendala Pemberian
ASI Eksklusif ............................................................................................................... 48
5.5 Gambaran Sikap Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala Pemberian
ASI Eksklusif ............................................................................................................... 50
5.6 Gambaran Norma Subjektif Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala
Pemberian ASI Eksklusif ............................................................................................. 53
5.7 Gambaran Persepsi Kontrol Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala
Pemberian ASI Eksklusif ............................................................................................. 56
xi
5.8 Gambaran Niat Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala Pemberian ASI
Eksklusif ...................................................................................................................... 58
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 60
6.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 60
6.2 Gambaran Perilaku Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala Dalam
Pemberian ASI Eksklusif ............................................................................................. 60
6.3 Sikap Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala Pemberian ASI Eksklusif
61
6.4 Norma Subjektif Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala Pemberian
ASI Eksklusif ............................................................................................................... 66
6.5 Persepsi atas kontrol Perilaku ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala
Pemberian ASI Eksklusif ............................................................................................. 70
6.6 Niat Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala Pemberian ASI Eksklusif
73
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 75
7.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 75
7.2 Saran ................................................................................................................ 76
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 78
LAMPIRAN ......................................................................................................... 84
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Definisi Istilah ......................................................................................... 35
Tabel 2. Karateristik Informan utama ................................................................... 43
Tabel 3. Karateristik Informan pendukung ........................................................... 44
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Theory Planned Behavior Ajzen, 2005 .................................................. 22
Bagan 2. Kerangka Teori ...................................................................................... 33
Bagan 3. Kerangka Pikir ....................................................................................... 34
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat izin Penelitian
Lampiran 2 Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan
Lampiran 3 Pedoman Wawancara Mendalam Bagi
Informan Utama
Lampiran 4 Pedoman Wawancara Bagi Informan
Pendukung
Lampiran 5 Matriks Wawancara Mendalam Bagi Informan
Utama
Lampiran 6 Matriks Wawancara Mendalam Bagi Informan
Pendukung
Lampiran 7 Reduksi data Informan Utama
Lampiran 8 Reduksi data Informan Pendukung
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan data SDKI, 2012 angka kematian bayi pada tahun 1991
sampai 2012 mengalami penurunan dari 68 per 1000 menjadi 32 per 1.000
penduduk. Akan tetapi belum mencapai target dalam penurunan angka
kematian bayi (AKB) pada Millenium Development Goals (MDGs) 2015
menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2014). Menurut Profil
Kesehatan 2015 mengatakan bahwa dalam rangka penurunan angka
kematian pada bayi, United Nation Children Fund (UNICEF) dan World
Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa pemberian ASI
eksklusif secara dini hingga bayi berumur 6 bulan (Kemenkes RI, 2015).
Air susu ibu memegang peranan penting yang merupakan satu-
satunya makanan bayi yang menyumbang zat gizi bagi bayi, makanan yang
terbaik dan paling cocok bagi bayi, makanan ini mempunyai nilai gizi yang
tinggi di bandingkan dengan makanan apapun (Pandi, 2010). Selain itu, air
susu ibu juga mengandung sel darah putih, protein dan zat kekebalan yang
cocok untuk bayi yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan
bayi secara optimal serta melindungi terhadap penyakit (Kemenkes RI,
2013).
Pemberian ASI memiliki banyak manfaat diantaranya dapat
mencegah dan menurunkan beberapa faktor penyebab kematian bayi seperti
diare , konstipasi, otitis media, dan infeksi saluran pernafasan akut bagian
bawah telinga, batuk, filek, dan penyakit alergi. Karena dalam ASI
2
mengandung kolostrum yang berguna sebagai zat kekebalan 10-17 lebih
banyak, yang dapat melindungi bayi dari penyakit dan menurunkan
kemungkinan bayi terkena penyakit (Infodatin, 2014).
Pemberian ASI eksklusif memiliki banyak manfaat, namun
pencapaian cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih tergolong sangat
rendah. Menurut Kementerian Kesehatan pada tahun 2013 hanya sebesar
54,34% (Kemenkes RI, 2013), di tahun 2014 sebesar 52,3% (Kemenkes RI,
2014), dan di tahun 2015 hanya sebesar 55,7 % (Kemenkes RI, 2015).
Sedangkan Data jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di DKI
Jakarta hanya 67,1%, (Kemenkes RI, 2015). Data per-wilayah kota Provinsi
DKI Jakarta menunjukan bahwa cakupan tertinggi yaitu Kepulauan Seribu
91,7%. Kemudian tertinggi kedua Jakarta Pusat 71,7% dan Jakarta Selatan
70,2% (Sudin Jaksel, 2015).
Wilayah Jakarta Selatan cakupan ASI eksklusif pada tahun 2015
tertinggi berada di Puskesmas Kecamatan Pancoran (83,9%), kemudian
Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru (82,5%), Puskesmas Kecamatan
Setia Budi (77%), Puskesmas Kecamatan Jagakarsa (73,9%), Puskesmas
Kecamatan Tebet (73,4%), Puskesmas Kecamatan Cilandak (71,8%),
Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu (68,9%), Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan (66%). Sedangkan cakupan ASI eksklusif yang terendah
terdapat di Puskesmas Kebayoran Lama sebesar 53% (Sudin Jaksel, 2015).
Jika dibandingkan dengan target Renstra Nasional, belum mencapai target
Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu 80%.
3
Menurut Afifah (2007), rendahnya presentase pemberian ASI
eksklusif dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adanya faktor dari
luar yaitu dukungan dari keluarga terdekat yaitu ibu atau ibu mertua.
Berdasarkan penelitian oleh Ida (2012) di wilayah kerja Puskesmas Kemiri
Muka Depok, terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga
(ibu atau ibu mertua) dengan pemberian ASI eksklusif. Hasil analisis
Multivariat menunjukkan bahwa dukungan keluarga (ibu dan ibu mertua)
merupakan faktor yang paling dominan dalam hubungannya dengan
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Artinya bahwa ibu yang didukung
baik oleh keluarganya berpeluang 4,111 kali lebih besar berperilaku
memberikan ASI eksklusif 6 bulan dibandingkan dengan ibu yang
dukungan keluarganya kurang.
Hasil penelitian Afifah (2007) yang dilakukan di Puskesmas
Kecamatan Tembalang Kota Semarang menunjukan bahwa ibu yang
menyusui yang tinggal dengan ibu atau ibu mertua mempunyai peluang
sangat besar untuk memberikan makanan pendamping (MP-ASI) secara dini
pada bayi. Pemberian makanan pendamping yang terlalu cepat merupakan
anjuran dari keluarga terdekat yaitu ibu atau ibu mertua dengan memberikan
makanan nasi dan pisang pada saat bayi berumur 11 hari.
Berdasarkan penelitian kuantitatif oleh Zakiyah (2012) di Kelurahan
Semanan Kecamatan Kalideres Jakarta Barat dengan jumlah 82 responden,
bahwa dukungan keluarga ibu atau mertua yang kurang, cenderung tidak
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (46,38%) dibandingkan ibu yang
4
mendapatkan dukungan mertua sedang (3,7%) dan dukungan mertua tinggi
(14,6%).
Ibu atau ibu mertua sebagai seseorang yang dianggap cukup
dominan, memiliki pengaruh emosional terhadap menantu atau anaknya.
Sehingga tidak jarang ibu atau ibu mertua menjadi pendorong dalam
mengenalkan makanan pada bayi sejak masa menyusui. Selain itu, ibu atau
ibu mertua yang tidak mempraktekan pemberian ASI eksklusif cenderung
menekan lebih dominan dibandingkan dengan menantu atau anaknya.
Sehingga hal ini berujung pada kegagalan pemberian ASI eksklusif selama
6 bulan (Grassley, Spencer dan Law 2012).
Kegagalan pemberian ASI eksklusif dikarenakan ibu atau mertua
dijadikan oleh ibu bayi sebagai acuan atau sumber informasi, namun ibu
atau ibu mertua tidak memiliki pengetahuan yang benar dan cukup seputar
ASI (Grassley, Spencer dan Law 2012). Para ibu atau ibu mertua
menganggap bahwa pengenalan awal pemberian makanan tambahan dan
ramuan herbal akan lebih baik daripada ASI saja (Agunbiade, 2012).
Penelitian Aruben (2011) mengatakan bahwa pemberian makanan padat
secara dini pada bayi sudah menjadi kebiasaan dan kepercayaaan para ibu
atau ibu mertua. Pemberian makanan tambahan terlalu dini karena anjuran
dari ibu atau ibu mertua, agar bayi tidak lapar dan gampang tidur (Manalu,
2005). Penelitian Saputri (2013) yang dilakukan di Puskesmas
Pesanggrahan Jakarta Selatan bahwa pola pengasuhan anak, biasanya
dilakukan oleh ibu atau ibu mertua terutama pemberian makanan atau
5
minuman secara dini. Hal ini merupakan kebiasaan dan sudah menjadi turun
temurun ibu atau ibu mertua.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada awal
bulan Agustus tahun 2016 di Puskesmas Kebayoran Lama melalui
wawancara terhadap ibu atau ibu mertua yang tinggal bersama dengan
cucunya dari umur 6 bulan sampai 1 tahun. Para ibu atau mertua merupakan
pengunjung Posbindu Nusa Indah dan Posbindu RW 10. Dari 30 ibu atau
ibu mertua yang berhasil diwawancarai terdapat 20 ibu atau ibu mertua yang
berperilaku tidak mendukung pemberian ASI eksklusif. Akan tetapi, ibu
atau ibu mertua lebih mendorong dan menganjurkan terhadap pemberian
makanan pendamping ASI secara dini. Beberapa ibu atau ibu mertua
memiliki kebiasaan memberikan makanan tambahan secara dini pada
cucunya, dan menganggap bahwa kebutuhan cucunya tidak mencukupi jika
hanya diberikan ASI saja. Selain itu, ibu atau ibu mertua ikut berperan
dalam memberikan makanan tambahan pada cucunya dikarenakan ibu atau
ibu mertua ikut didalam mengasuh bayi.
Melalui pendekatan perilaku terencana theory of planned behavior,
yang dikembangkan oleh Ajzen. Model ini merupakan pengembangan dari
teori model dengan sebelumnya yang dikenal dengan teori tindakan
beralasan (Theory Reasoned Action) oleh Ajzen dan Fishbein. Dalam
modifikasii, theory planned behavior menambahkan satu variabel yaitu
persepsi kontrol perilaku. Kedua model teori tersebut, keinginan atau niat
dipandang sebagai prediktor terbaik untuk berperilaku (Gibney, 2009).
6
Menurut Ajzen (2005), Faktor sentral dari perilaku individu bahwa perilaku
itu dipengaruhi oleh niat individu (behavior intention) terhadap perilaku
tertentu. Niat untuk berperilaku dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu,
sikap (attitude), norma subjektif (subyektif norma) dan persepsi kontrol
berperilaku (perceived bahavior control).
Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai gambaran perilaku ibu atau ibu mertua sebagai kendala
pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama
tahun 2016. Dalam penelitian ini, theory of planned behavior yang
merupakan teori perilaku tingkat intrapersonal akan digunakan untuk
mengetahui faktor yang melatarbelakangi ibu atau ibu mertua dalam
berperilaku sebagai kendala pemberian ASI eksklusif.
1.2 Rumusan Masalah
Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama merupakan Puskesmas yang
paling terendah pencapain ASI eksklusif yang ada diwilayah Jakarta
Selatan, pencapain program ASI eksklusif di Puskesmas Kebayoran Lama
pada tahun 2015 hanya mencapai 53 %. Hal ini masih jauh dari target
Standar Pelayanan Minimal (SPM ) yaitu 80%. Faktor yang menyebabkan
rendahnya pemberian ASI eksklusif, salah satunya adanya peran ibu atau
ibu mertua menganjurkan dan memberikan makanan atau minuman sebelum
cucunya berusia 6 bulan. Peranan ibu atau mertua sebagai seorang yang
dianggap cukup dominan, memiliki pengaruh emosional. Serta adanya
tekanan dan dorongan dari para ibu atau ibu mertua tersebut sulit dihindari.
7
Dalam hal ini, bahwa ibu yang menyusui yang tinggal dengan ibu atau ibu
mertua mempunyai peluang sangat besar untuk memberikan makanan
pendamping (MP-ASI) secara dini pada bayi. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk meneliti lebih dalam terkait gambaran perilaku ibu atau ibu
mertua sebagai kendala pemberian ASI eksklusif di wilayah Kerja
Puskesmas Kebayoran Lama Tahun 2016.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran perilaku ibu atau ibu mertua yang sebagai
kendala pemberian ASI pada eksklusif pada ibu menyusui di
wilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama Tahun 2016?
2. Bagaimana gambaran sikap ibu atau ibu mertua sebagai kendala
pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui diwilayah kerja
Puskesmas Kebayoran Lama Tahun 2016?
3. Bagaimana gambaran norma subjektif ibu atau ibu mertua sebagai
kendala pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui diwilayah
kerja Puskesmas Kebayoran Lama Tahun 2016?
4. Bagaimana gambaran persepsi kontrol perilaku ibu atau ibu mertua
sebagai kendala pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui
diwilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama Tahun 2016?
5. Bagaimana gambaran niat ibu atau ibu mertua sebagai kendala
pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui diwilayah kerja
Puskesmas Kebayoran Lama Tahun 2016?
8
6. Bagaimana gambaran latar belakang ibu kandung dan ibu mertua
yang menjadi kendala pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui
diwilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama tahun 2016?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku
ibu atau ibu mertua sebagai kendala pemberian ASI eksklusif pada ibu
menyusui di wilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama Jakarta
Selatan tahun 2016.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahui gambaran perilaku ibu atau ibu mertua sebagai
kendala pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui di wilayah
kerja Puskesmas Kebayoran Lama Tahun 2016.
2. Diketahui gambaran sikap ibu atau ibu mertua sebagai kendala
pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui diwilayah kerja
Puskesmas Kebayoran Lama Tahun 2016.
3. Diketahui gambaran norma subjektif ibu atau ibu mertua
sebagai kendala pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui
diwilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama Tahun 2016.
4. Diketahui gambaran persepsi kontrol perilaku ibu atau ibu
mertua sebagai kendala pemberian ASI eksklusif pada ibu
menyusui diwilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama Tahun
2016.
9
5. Diketahui gambaran niat ibu atau ibu mertua sebagai kendala
pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Kebayoran
Lama Tahun 2016.
6. Diketahui gambaran latar belakang ibu kandung dan ibu mertua
yang menjadi kendala pemberian ASI eksklusif pada ibu
menyusui diwilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama tahun
2016
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai pengembangan kompetensi diri, sekaligus
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan serta menambah
wawasan dalam pengalaman dalam melakukan penelitian kesehatan
masyarakat.
1.5.2 Manfaat Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi informasi terkait
perilaku ibu atau ibu mertua sebagai kendala pemberian ASI eksklusif.
Selain itu, di harapkan dapat dijadikan masukan oleh pemegang
koordinator KIA dan gizi dalam memberikan penyuluhan kepada ibu atau
ibu mertua dalam mendukung pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Kebayoran Lama Jakarta Selatan tahun 2016.
10
1.5.3 Manfaat Bagi Program Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah
Menambah refrensi pustakaan mengenai gambaran perilaku ibu atau
ibu mertua sebagai kendala pemberian ASI eksklusif.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku
ibu atau ibu mertua sebagai kendala pemberian ASI eksklusif pada cucunya
di wilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama Jakarta Selatan pada bulan
Desember - Februari 2017. Metode penelitian ini menggunakan studi
kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam
terhadap informan di wilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama Tahun
2016.
11
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ASI
2.1.1 Definisi ASI
Air susu ibu (ASI) Merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh
kelenjar payudara ibu melalui proses menyusui. Secara alamiah, ia mampu
menghasilkan ASI. Air susu ibu merupakan makanan yang telah disiapkan
untuk calon bayi (Soetjiningsih, 1997). Air susu ibu (ASI) Merupakan
makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi, yang bersifat alamiah.
Karena mengandung zat gizi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan
perkembangan bayi (Nugroho, 2011). ASI mengandung nutrisi yang baik
bagi bayi yang dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat yang dibutukan
selama 6 bulan pertama kehidupan bayi (Tuliarti, 2010).
2.1.2 Definisi ASI eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) sedini
mungkin setelah persalinan, dan tidak diberikan makanan lain, walaupun
hanya air putih, sampai berumur 6 bulan, setelah 6 bulan bayi mulai
dikenalkan dengan makanan lain (Purwanti, 2004). Sedangan menurut
IDAI (2013) bahwa ASI eksklusif diberikan kepada bayi selama 6 bulan,
tanpa ada tambahan makanan lain, dan setelah bayi berumur 6 bulan
mulai diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI).
12
2.1.3 Manfaat ASI
Sesorang ibu dikodratkan untuk dapat memberi air susunya kepada
bayi yang telah dilahirkannya, kodrat ini merupakan suatu tugas yang
mulia bagi ibu demi keselamatan bayi dikemudian hari. Manfaat
pemberian ASI, khususnya ASI secara eksklusif bagi bayi, ibu, keluarga
(Priyono, 2010).
1. ASI sebagai Nutrisi
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal, berkomposisi
seimbang, dan secara alami disesuaikan dengan kebutuhan masa
pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna,
baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan melaksanakan manajemen
laktasi secara baik, ASI sebagai makanan yang tunggal akan
mencukupi kebutuhan tumbuh bayi hingga usia enam bulan.
2. ASI bagi daya tahan tubuh dan kesehatan bayi
Bayi baru lahir secara alamiah mendapatkan immunoglobulin
(zat kekebalan atau daya tahan tubuh) dari ibunya melalui plasenta,
tetapi kadar zat tersebut dengan cepat akan menurun segera setelah
kelahirannya.
Kesenjangan tersebut hanya dapat dihilangkan atau dikurangi
dengan pemberian ASI. Air susu ibu merupakan cairan yang
mengandung kekebalan atau daya tahan tubuh sehingga dapat menjadi
pelindung bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, dan jamur.
Selain itu, ASI akan merangsang terbentuknya antibodi bayi lebih
cepat. Jadi, ASI tidak saja bersifat imunisasi pasif, tetapi juga aktif.
13
3. ASI eksklusif mengembangkan kecerdasan
Perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan
pertumbuhan otak. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan
otak anak adalah nutrisi yang diterima saat pertumbuhan otak,
terutama saat pertumbuhan otak cepat. Air susu ibu selain merupakan
nutrien ideal, dengan komposisi tepat, dan sangat sesuai kebutuhan
bayi, juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang sangat diperlukan
pertumbuhan optimal otak bayi.
4. ASI dan jalinan kasih sayang
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya karena
menyusui, dapat merasakan kasih sayang ibu dan mendapatkan rasa
aman, tentram, dan terlindung. Perasaan terlindung dan disayang inilah
yang menjadi dasar perkembangan emosi bayi, yang kemudian
membentuk kepribadian anak menjadi baik dan penuh percaya diri.
5. Air susu ibu merupakan makanan bayi yang mudah dicerna, bersih,
aman dari kuman, selalu siap disajikan, mengandung zat gizi dan zat
pelindung yang dibutuhkan bayi. Gerakan menghisap payudara ibu
tiap menyusui akan memperkuat rahang dan merangsang pertumbuhan
gigi bayi tersebut.
6. Keuntungan lain
a. Tidak muntah tercemar
ASI steril dan tidak mudah tercemar, sedangkan susu formula
mudah dan sering tercemar bakteri, terutama bila ibu kurang
mengetahui cara pembuatan susu formula yang baik dan benar.
14
Bila botol tidak bersih, maka bakteri akan cepat tumbuh. Selain itu,
susu sudah berbahaya bagi bayi walaupun belum tercium basi.
b. Melindungi bayi dari infeksi
ASI mengandung berbagai antibodi terhadap penyakit yang
disebabkan bakteri, virus, jamur, dan parasit yang menyerang
manusia. Susu sapi tidak mengandung antibodi terhadap penyakit
sehingga bayi susu formula lebih sering terserang muntah-berak
dan batuk filek serta infeksi saluran pernafasan.
7. Keuntungan bagi ibu antara lain mempercepat proses pemulihan rahim
keukuran sebelum melahirkan, mengurangi kemungkinan terjadinya
kanker payudara di kemudian hari, mempercepat jalinan kasih sayang
antara ibu dan bayi, dan menghemat serta mudah mendapatkannya.
8. Manfaat secara ekonomi
Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya
untuk makanan bayi sampai bayi berumur 6 bulan. Dengan demikian
akan menghambat pengualaran rumah tangga untuk membeli susu
formua an peralatannya (Mauris, 2010).
2.1.4 Dampak Kesehatan tidak ASI Eksklusif
Bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan beresiko terjadi
penurunan sistem kekebalan tubuh pada bayi, Air susu ibu sering disebut
sebagai darah putih karena mengandung sel-sel yang penting dalam
pemusnahan (fagosit) kuman dan merupakan perlindungan pertama pada
saluran cerna bayi. Para ahli menemukan makrofag dan limfosit di dalam
15
ASI. Sama seperti sistim imun pada umumnya, ASI juga memiliki sistim
pertahanan (IDAI, 2013).
Bayi yang tidak diberikan ASI secara ASI eksklusif lebih besar
mengalami mencret atau diare, alergi, sembelit ataupun kelebihan kalori
(Manuaba, 2009). Berdasarkan penelitian pada anak-anak di Filandia di
dapatkan bahwa semakin lama bayi diberi ASI, semakin rendah
kemungkinan bayi menderita penyakit alergi, penyakit kulit, dan alergi
makanan. Selain itu, bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
akan meningkatkan risiko kegemukan (obesitas), karena pemberian ASI
eksklusif terbukti menjadi faktor pelindung terhadap obesitas (Roesli,
2008).
Dampak negatif pemberian cairan tambahan akan meningkatkan
risiko terkena penyakit. Pemberian cairan dan makanan dapat menjadi
saranan masuknya patogen. Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri
penyebab diare. Seorang bayi yang diberi air putih, teh ataupun minuman
dan makanan lainnya akan berisiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak
dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif (Yuliarti, 2010).
Menurut Rahmadhani (2010), pemberian ASI eksklusif merupakan
salah satu upaya untuk mencapai tumbuh kembang optimal dan terlindungi
dari penyakit seperti diare. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa diare akut lebih sering pada bayi yang tidak mendapat ASI
eksklusif (74,3%) dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif
(26,5%) dengan uji statistik sangat bermakna (p<0,5). Pemberian ASI
16
eksklusif selama 6 bulan harus ditingkatkan karena mempunyai hubungan
dengan angka kejadian diare akut.
Berdasarkan hasil penelitian terbukti secara statistik bahwa lama
pemberian ASI eksklusif mempunyai hubungan dengan perkembangan
anak. Balita dengan riwayat lama pemberian ASI Eksklusif tidak lebih dari
6 bulan mengalami perkembangan yang menyimpang, yaitu 24%.
Sebaliknya balita yang mendapat ASI eksklusif >6 bulan mayoritas (47%)
mempunyai perkembangan yang tidak menyimpang atau normal. Keadaan
ini disebabkan karena anak yang diberi ASI eksklusif pertumbuhannya
akan sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya (Triyani, 2014).
2.2 Peran Ibu Atau Ibu Mertua Dalam Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2013) bahwa
dukungan ibu atau ibu mertua mempunyai korelasi positif yang signifikan
terhadap keberhasilan ASI eksklusif. Ibu yang mendapatkan dukungan ibu
atau ibu mertua untuk tidak menyarankan memberikan susu formula atau
makanan tambahan sejak dini berpeluang besar untuk memberikan ASI
eksklusif.
Simbolon (2011), dalam penelitian kualitatif diwilayah kerja
Puskesmas Gurilla Pematang Siantar menyatakan, umumnya setelah
melahirkan ibu-ibu selama kurang enam bulan ditemani ibu atau ibu mertua
secara bergantian. Sementara kebiasaan masyarakat diwilayah tersebut
terutama ibu atau ibu mertua adalah memberikan makanan tambahan.
17
Menurut Yamin (2007), mengatakan bahwa dalam kehidupan rumah
tangga keluarga di Indonesia, keikutsertaan dalam pengambilan keputusan
didalam rumah tangga sering saja melibatkan ibu atau ibu mertua. Menurut
Hariyani (2014) ibu atau ibu mertua merupakan orang yang terdekat dalam
keluarga, keberadaan ibu atau mertua mempunyai pengaruh dalam
pengambilan keputusan dalam berbagai hal urusan keluarga khususnya
dalam pengasuhan anak dari mulai lahir bahkan sampai dewasa. Dalam hal
ini jika keluarga memberikan dorongan dan arahan pada ibu untuk
memberikan ASI non eksklusif, maka kemungkinan besar ibu akan
memberikan ASI non eksklusif, demikian pula sebaliknya jika keluarga
memberikan dorongan dan arahan untuk memberikan ASI eksklusif,
kemungkinan ibu akan memberikan ASI eksklusif (Roesli, 2005).
Penelitian Aruben (2011), dengan studi kualitatif di Kota Semarang
menunjukkan bahwa terdapat peran ibu atau ibu mertua terhadap praktik
menyusui. Ibu yang tinggal serumah dengan ibu atau ibu mertua
memberikan MP-ASI dini pada bayi pada hari ke-7, hal ini didasarkan atas
dorongan ibu atau ibu mertua, agar ibu memberikan madu, dan kuning telur.
Pemberian pendamping ASI (MP-ASI) secara dini dipercayai bermanfaat
untuk kesehatan bayi. Ibu lainnya yang tidak tinggal serumah dengan
saudara dalam hal ini ibu atau ibu mertua juga mendapat saran dari keluarga
dan teman bahwa jika bayi memainkan lidah atau rewel berarti tanda bayi
harus diberi tambahan susu formula atau makanan.
18
Penelitian yang dilakukan Wijayanti (2015) dengan metode
kualitatif berupa wawancara mendalam didapatkan bahwa banyak ibu yang
melaporkan mereka didukung oleh ibu atau ibu mertua pada praktik
pemberian ASI. Namun ada juga para ibu atau ibu mertua mengikuti saja
praktik pemberian ASI yang dilakukan ibu. Akan tetapi, banyak pula dari
mereka yang memberikan saran kepada ibu berdasarkan kebiasaan mereka
terdahulu, seperti memberikan makanan sebelum bayi berusia enam bulan.
Faktor pendorong atau penghambat dari keluarga untuk melakukan
ASI eksklusif umumnya adalah suami dan ibu atau ibu mertua. Suami dan
ibu atau ibu mertua adalah orang terdekat yang dapat mempengaruhi
informan untuk tetap menyusui secara eksklusif atau malah memberikan
makanan atau minuman tambahan kepada bayi (Fikawati, 2009).
Penelitian Safitri (2013) yang dilakukan di Pesanggrahan Jakarta
Selatan, bahwa ibu atau ibu mertua mengatakan pemberian makanan
pendamping ASI dini, yang diberikan kepada cucunya merupakan kebiasaan
orang betawi, dan sudah menjadi turun-temurun keluarga, yaitu dengan
memberikan pisang siem yang diulek bersama nasi ataupun dapat diganti
dengan tape. Pemberian makanan pendamping ASI dini juga merupakan
kebiasaan keluarga dalam hal ini mertua.
Penelitian Yuliarti (2008) didapatkan temuan yaitu adanya faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam memberikan ASI
secara eksklusif selain faktor pengetahuan dan sikap. Beberapa reponden
menyatakan bahwa sikapnya dalam menyusui atau pemberian makanan
19
tambahan sebelum bayi berusia 6 bulan karena ajuran dari keluarga
terutama ibu atau ibu mertua dan kelurga terdekat yang ikut merawat bayi.
Hal ini juga berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Padmawati (2009)
seorang ibu tidak akan mudah menetapkan aturan sendiri karena
disekelilingnya yaitu adanya keluarga salah satunya ibu atau ibu mertua
yang berperan dalam pengasuhan anak.
Penelitian Safitri (2010) yang dilakukan di Wilayah Kerja
Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber mengatakan bahwa anjuran
pemberian makanan tambahan sebelum waktunya, seperti susu formula,
makan biskuit, bubur, dan pisang dan anjuran pemberian makanan prakteal
dikarenakan saran dari ibu mertua atau orang tua informan. Sehingga
keberhasilan dalam menyusui sangat berkaitan erat dengan dukungan atau
pun dorongan dari keluarga sekitarnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kummer, Suzane et,al.
(2005), bahwa ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif dalam enam bulan
pertama disebabkan oleh ibu atau ibu mertua atau ayah yang menyarankan
untuk memberikan air atau teh dan jenis susu. Dalam penelitian ini ibu atau
ibu mertua merupakan salah orang yang berpengaruh negatif terhadap
pemberian ASI eksklusif.
2.3 Perilaku
2.3.1 Definisi Perilaku
Dalam aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau mahluk hidup yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007).
20
Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Oleh sebab
itu, untuk mencapai target pemberian ASI eksklusif maka intervensi
terhadap perilaku menjadi strategis (Notoatmodjo, 2010).
Perilaku merupakan hal yang unik dari individual, di mana setiap
perilaku individu berbeda dengan individu lain. Perilaku tidak selalu
mengikuti urutan tertentu sehingga terbentuk perilaku yang positif.
Namun, secara minimal jika didasari pengetahuan yang cukup, perilaku
positif biasanya terbentuk dalam waktu yang lama. Sehingga dalam
perilaku dengan kekhasan dan keunikannya di pengaruhi oleh banyak
variabel (Maulana, 2009).
Pembentukan suatu perilaku dipengaruhi oleh faktor internal
maupun faktor eksternal (Notoadmodjo, 2010). Teori perilaku yang
menjelaskan bahwa pembentukan perilaku yang disebabkan faktor
internal, termasuk dalam teori intrapersonal yang menfokuskan bahwa
faktor- faktor yang yang ada diri seseorang yang mempengaruhi suatu
perilaku, seperti pengetahuan, sikap, belief, motivasi pengalaman dan
kemampuan.
2.4 Teori Perilaku Berencana (Theory of Planned Behavior)
Teori ini awalnya dinamakan dengan Theory of Reasoned Action
(TRA), yang dikembangkan pada tahun 1967, selanjutnya teori ini terus
diperbaharui dan diperluas oleh Ajzen dan Martin Fishbein. Pada tahun
1980 teori ini digunakan untuk mempelajari perilaku manusia. Kemudian
pada tahun 1988, hal ini ditambahkan beberapa variabel yaitu perceived
21
control behavior, sehingga dimanakan dengan theory of planned behavior
(Mutuli dan Walingo, 2014).
Theory of Reasoned Action paling berhasil ketika diaplikasikan pada
perilaku yang dibawa kendali atau kemauan individu sendiri. Jika perilaku
tersebut tidak sepenuhnya dibawa kendali atau kemauan individu, meskipun
ia sangat termotivasi oleh sikap (attitude), dan norma subjektifnya, ia
mungkin tidak akan secara nyata menampilkan perilaku tersebut.
Sebaliknya, Theory of Planned Behavior dikembangkan untuk memprediksi
perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak dibawa kendali individu (Ajzen,
2005).
Theory of Planned Behavior (TPB) memperhitungkan bahwa semua
perilaku tidak semua dibawa kendali individu. Akan tetapi, perilaku-
perilaku juga bisa disebabkan karena ada kendali diluar individu. Individu
mungkin memiliki kendali sepenuhnya ketika tidak terdapat hambatan
apapun dalam menampilkan suatu perilaku. Dalam keadaan eksktrim yang
sebaliknya, mungkin sama sekali tidak terdapat kemungkinan untuk
mengendalikan suatu perilaku karena tidak adanya kesempatan, karena tidak
adanya sumber daya atau keterampilan. Faktor faktor internal antara lain
keterampilan, kamampuan, informasi, emosi, dan stres. Faktor- faktor
eksternal meliputi situasi dan faktor-faktor lingkungan (Achmat, 2010).
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, Ajzen memodifikasi TRA
dengan menambahkan anteseden intensi yang ke tiga yang disebut perceived
behavioral control (PBC). Dengan tambahan anteseden ke tiga tersebut, ia
22
menamai ulang teorinya menjadi Theory of Planned Behavior (TPB). PBC
menunjuk suatu derajat dimana seorang individu merasa bahwa tampil atau
tidaknya suatu perilaku yang dimaksud adalah di bawah pengendaliannya.
Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk
menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki
sumber atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap
yang positif dan ia percaya bahwa orang-orang lain yang penting baginya
akan menyetujuinya (Ahmad, 2010).
=ontrol
Bagan 1. Theory Planned Behavior Ajzen, 2005
Berdasarkan bagan diatas dijelaskan bahwa theory of reasoned
action dan theory of planned behavior dimulai dengan melihat niat
merupakan faktor yang paling terdekat yang dapat memprediksi terjadinya
Niat Perilaku
Faktor-faktor
yang
melatarbelakangi
Personal
Sikap umum
Sifat kepribadian
Emosi
Intelegensi
Sosial
Umur, gender,
ras, suku,
pendidikan, dan
agama
Informasi
Pengalaman
Pengetahuan
Sikap
terhadap
perilaku
Behavioral
beliefs
Normative
beliefs
Subjective
norm
Control
beliefs
Perceived
behavioral
control
23
suatu perilaku seseorang. Menurut Achmat (2010), mengatakan bahwa
semakin kuat niat seseorang dalam menampilkan suatu tindakan tertentu,
maka diharapkan pula semakin berhasil untuk melakukan suatu tindakan
tertentu.
Informasi yang kedua yang dapat diperoleh bahwa teori planned
behavior memiliki determinan atau penentu utama dari niat yang diikuti
dengan perilaku antara lain sikap, normatif subjektif, dan persepsi kontrol
perilaku. Informasi selanjutnya bahwa masing-masing determinan yang
mempengaruhi niat (sikap, norma subjektif dan persepsi atas kontrol
perilaku di pengaruhi oleh anteseden lainnya yaitu belief. Keyakinana atau
belief adalah dasar pengerak dalam berperilaku.
Informasi lainnya bahwa terbentuknya sikap karena adanya
behavioral belief yaitu keyakinan akan berhasil atau tidak berhasilnya suatu
tindakan, tergantung apabila dia memiliki keyakinan bahwa outcome yang
akan didapatkan. Norma subjektif dipengaruhi oleh keyakinan normatif
yaitu keyakinan mengenai tindakan akan dilakukan didukung atau tidak
didukung oleh orang-orang disekitarnya, dan persepsi atas kontrol perilaku
dipengaruhi oleh control belief yaitu keyakinan bahwa individu mampu
melakukan suatu tindakan (Ajzen, 2005).
Persepsi kontrol merupakan ciri khas dari theory planned behavior
terdapat dua cara atau jalan yang menghubungkan tingkah laku dengan
persepsi atas kontrol perilaku. Cara pertama diwakili dengan garis penuh
yang menghubungkan persepsi atas kontrol perilaku dengan tingkah laku
24
secara tidak langsung melalui perantara niat. Hubungan ini setara dengan
dua faktor lainnya dengan tingkah laku. Ajzen (2005), berasumsi bahwa
persepsi atas kontrol perilaku mempunyai implikasi motivasional pada niat.
Individu yang percaya bahwa dia tidak memiliki sumber daya atau
kesempatan untuk menampilkan tingkah laku tertentu cenderung tidak
membentuk niat yang kuat untuk melakukannya. Cara yang kedua adalah
hubungan secara langsung antara persepsi atas kontrol perilaku dengan
perilaku dengan yang digambarkan dengan garis putus-putus, tanpa melalui
niat, menandakan bahwa hubungan antara persepsi kontrol perilaku dengan
tingkah laku dapat muncul jika ada kesepakatan antara persepsi atas kontrol
perilaku dengan kontrol aktualnya dengan derajat akurasi yang cukup tinggi.
Variabel-variabel yang terdapat dilatar belakang seperti personal,
(Sifat kepribadian, nilai, emosi dan intelegensi), sosial (umur, gender, ras,
suku, pendidikan, dan agama) dan informasi (pengalaman, pengetahuan dan
media), diasumsikan sebagai hal yang mempengaruhi behavioral belief,
normatif belief dan control belief. Faktor latar belakang menunjukkan
bahwa setiap individu berbeda lingkungan sosialnya seperti umur, jenis
kelamin, pendidikan, agama, pengalaman yang dapat menunjukkan beragam
isu atau informasi yang dapat mempengaruhi kepercayaan individu (Ajzen,
2005).
25
2.4.1 Sikap
2.4.1.1 Definisi Sikap
Dalam theory of planned behavior, sikap merupakan anteseden
pertama dalam membentuk intensi untuk berperilaku (Achmat, 2010).
Sikap adalah kecenderungan seseorang merespons terhadap objek dengan
cara menilai apakah objek tersebut baik atau buruk, menguntungkan atau
merugikan. Dalam mengambil keputusan untuk melakukan suatu tindakan,
seseorang akan dipengaruhi oleh keyakinannya akan hasil yang diperoleh
bila melakukan tindakan tersebut (Sunaryo,2004).
Notoatmodjo (2010), Sikap adalah kepercayaan positif atau negatif
seseorang terhadap perilaku tertentu yang tampak. Sikap ditentukan oleh
kepercayaan individu mengenai konsekuensi dari menampilkan suatu
perilaku dan ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap
konsekuensinya.
Sikap masih dalam bentuk respon tertutup seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat emosi
yang bersangkutan berupa senang atau tidak senang, setuju atau tidak
setuju, baik atau tidak baik (Notoatmodjo, 2010).
2.4.1.2 Anteseden Sikap
Sikap yang dimiliki seseorang terhadap tingkah laku dilandasi oleh
belief atau kepercayaan-kepercayaaan seseorang terhadap konsekuensi
(outcome) yang akan diperoleh dalam menampilkan suatu perilaku
tersebut. Menurut Ajzen (2005) mengatakan bahwa hubungan antara
26
behavioral belief dan evaluation to behavioral belief dengan sikap dapat
di lihat rumus di bawa ini.
AB = Sikap terhadap tingkah laku
bi = Keyakinan
ei = Evaluasi terhadap konsekuensi
I = Konsekuensi dari tingkah laku
Berdasarkan rumus diatas dijelaskan bahwa sikap terhadap tingkah
laku (AB) diperoleh dari hasil penjumlahan hasil kali antara kekuatan
belief terhadap outcome yang dihasilkan (bi) dengan evaluasi terhadap
outcome (ei). Artinya, seseorang yang percaya bahwa tingkah laku dapat
memperoleh outcome yang positif, maka ia akan memiliki sikap yang
positif. Sebaliknya, individu percaya bahwa tingkah laku yang
menghasilkan outcome yang negatif, maka ia akan memiliki sikap yang
negatif terhadap tingkah laku tersebut.
Menurut Kohlhuber et.al, (2008), bahwa sikap positif ibu atau ibu
mertua merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan ibu untuk tetap
menyusui. Hal ini diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Sunarto dkk
(2013), sikap ibu atau ibu mertua yang kurang mendukung menyusui
secara eksklusif akan memberikan resiko untuk berhenti menyusui sebesar
1.49 kali besar dibandingkan sikap ibu atau ibu mertua yang mendukung
pemberian ASI eksklusif. Sehingga promosi kesehatan tidak hanya
AB∑ = bi ei
27
diberikan kepada ibu hamil atau ibu menyusui akan tetapi lebih efektif jika
diberikan juga kepada keluarga khususnya ibu atau ibu mertua.
Hal ini juga di perkuat bahwa sikap yang positif terhadap
pemberian ASI eksklusif, maka akan berdampak baik pada perilaku
mendukung praktik pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Saptari dan Sudiarti (2013), Mahasiswa Megister di
Universitas Indonesia diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara sikap dengan niat untuk mendukung praktik pemberian ASI
eksklusif pada mahasiswa pria (P< 0.05). Mahasiswa pria yang memiliki
sikap positif terhadap praktik pemberian ASI eksklusif 4.7 kali berpeluang
untuk mendukung praktik pemberian ASI eksklusif.
2.4.2 Norma Subjektif
2.4.2.1 Definisi Norma subjektif
Norma subjektif adalah persepsi seorang individu terkait apakah
orang lain akan mendukung atau tidak terwujudnya tindakan yang akan
dilakukan (Ajzen, 2005). Norma subjektif merupakan salah satu faktor dari
niat dimana persepsi seseorang dipengaruhi tekanan sosial sehingga
mereka mempertimbangkan untuk menunjukkan atau tidak menunjukkan
suatu perilaku.
Menurut Widyarini (2009), Norma subjektif adalah keyakinan atau
belief seseorang mengenai apa yang harus dilakukan menurut pikiran
orang lain, beserta kekuatan motivasinya untuk memenuhi harapan
tersebut. Untuk melakukan sesuatu yang penting, biasanya seseorang
28
mempertimbangkan apa harapan orang lain (orang-orang terdekat,
masyarakat) terhadap dirinya. Harapan dari orang lain yang berpengaruh
lebih kuat, lebih memotivasi orang yang bersangkutan untuk memenuhi
harapan tersebut akan lebih menyokong kemungkinan seseorang
bertingkah laku sesuai dengan harapan tersebut.
2.4.2.2 Anteseden Norma Subjektif
Terbentuknya norma subjektif pada seseorang disebabkan oleh
belief yang disebut normative belief. Hubungan nortamative beliefs
dengan norma subyektif dapat dilihat dalam rumus dibawah ini:
SN = Norma subjektif (subjective norma)
ni = Normative beliefs terkait dengan orang atau
kelompok orang yang berpengaruh
mi = Motivasi individu untuk mematuhi orang atau
kelompok orang yang berpengaruh (motivation to
comply)
I = Orang atau kelompok yang berpengaruh
Berdasarkan rumus diatas dijelaskan bahwa norma subjektif (SN)
diperoleh dari hasil penjumlahan kali dari normative beliefs terkait
tingkah laku (ni) dengan motivation to comply (mi). Artinya, individu
yang percaya bahwa individu atau kelompok yang berpengaruh
SN ∑ = ni mi
29
terhadapnya akan mendukung untuk melakukan tingkah laku tersebut,
maka akan menjadi tekanan sosial bagi individu tersebut untuk
melakukannya. Sebaliknya, jika ia percaya orang lain yang berpengaruh
padanya tidak mendukung tingkah laku tersebut, maka hal ini
menyebabkan ia memiliki norma subjektif untuk tidak melakukannya.
Normative belief memiliki hubungan terhadap persepsi subjek terhadap
sikap orang yang berpengaruh tentang tingkah laku yang dimaksud.
Sedangkan motivaion to comply berhubungan dengan kekuatan yang
dimiliki orang yang berpengaruh terhadap subjek yang bersangkutan.
Norma subjektif adalah persepsi seseorang terhadap dukungan
sosial (keluarga, tokoh masyarakat, teman sebaya dan orang disekitar)
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan niat menyusui
secara positif pada praktek perilaku menyusui yang optimal (Mutuli dan
Walingo, 2014). Hal diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Jatmika
(2015), hasil uji squere diperoleh bahwa terdapat hubungan antara norma
subjektif dengan niat ibu hamil untuk memberikan ASI eksklusif.
Menurut teori Green (1991), mengatakan bahwa salah satu faktor
yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku seseorang karena
ada dukungan sosial dari berbagai pihak seperti, dukungan atau pengaruh
teman sebaya, pengaruh tokoh masyarakat, pengaruh keluarga dan
sebagainya. Dukungan atau informasi ibu atau ibu mertua yang
diperoleh akan berusaha mengaplikasikannya, apabila ibu atau ibu
mertua memiliki belief bahwa orang disekitarnya yang mereka anggap
penting mendukung, seperti, tokoh masyarakat (tokoh agama, ketua
30
PKK, serta ketua RW dan RT), dukungan keluarga (Sutedjo, 2003 dan
Lupiana,2012).
2.4.3 Persepsi Terhadap Kontrol Perilaku
2.4.3.1 Definisi Persepsi terhadap Kontrol Perilaku
Kontrol perilaku menurut Ajzen (2005), mengacu pada persepsi
seseorang akan kemampuannya untuk menampilkan perilaku tertentu.
Dengan kata lain kontrol perilaku menunjuk kepada sejauh mana
seseorang merasa bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku
tertentu berada di bawah kontrol individu yang bersangkutan. Menurut
Feldman (1995), Persepsi kontrol perilaku didefinisikan sebagai persepsi
individu mengenai kemudahan atau kesulitan untuk melakukan suatu
perilaku.
Perceived Behavioral Control ditentukan oleh kombinasi antara
keyakinan individu mengenai faktor pendukung atau penghambat untuk
melakukan suatu perilaku, dengan kekuatan individu akan setiap faktor
pendukung atau penghambat (Anissa dkk, 2013).
2.4.3.2 Anteseden Persepsi terhadap Kontrol Perilaku
Menurut Ajzen (2005), kontrol perilaku merupakan salah satu
faktor dari tiga yang mempengaruhi niat untuk bertingkah laku.
Perceived Behavior Control sebagai fungsi yang didasarkan oleh
keyakinan individu mengenai faktor pendukung atau penghambat untuk
melakukan suatu perilaku. Keyakinan (beliefs) tentang faktor pendukung
dan penghambat untuk melakukan suatu perilaku didasarkan pada
31
pengalaman terdahulu individu, serta informasi yang dimiliki individu
tentang suatu perilaku yang diperoleh dengan melakukan observasi
mengenai pengetahuan yang di miliki diri sendiri maupun orang lain, dan
juga oleh berbagai faktor lain yang dapat meningkatkan ataupun
menurunkan perasaan individu mengenai tingkat kesulitan dalam
melakukan suatu perilaku. Berikut adalah rumus yang menghubungkan
antara Control Beliefs dengan Perceived Behavioral Control sebagai
berikut:
PBC = Perceived behavioral control
ci = Control belief, keyakinan bahwa i adalah faktor yang
mendorong atau sebagai kendala tingkah laku
pi = Perceived power tentang persepsi individu terhadap
seberapa kuat kontrol tersebut untuk mempengaruhi
dirinya dalam pemumculan tingkah laku
I = Orang atau kelompok yang berpengaruh
Berdasarkan rumus diatas dijelaskan bahwa Perceived Behavioral
Control merupakan hasil penjumlahan kali dari control beliefs terkait hadir
atau tidaknya (ci) dengan kekuatan faktor yang menfasilitasi atau
menghambat tingkah laku (pi). Artinya bahwa semakin besar mengenai
persepsi mengenai kesempatan dan sumber daya yang dimiliki, maka
PBC =∑ ci pi
32
semakin kecil persepsi tentang hambatan yang dimiliki seseorang, maka
semakin besar persepsi kontrol yang dimiliki orang tersebut.
2.4.4 Niat
2.4.4.1 Definisi Niat
Menurut Ajzen (2005), penentu terpenting perilaku seseorang
adalah intensi untuk berperilaku. Niat individu untuk menampilkan suatu
perilaku seseorang adalah kombinasi dari sikap, norma subjektif dan
persepsi kontol untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan
semakin berhasil ia melakukannya. Niat adalah rencana atau resolusi
individu untuk melaksanakan tingkah laku yang sesuai dengan sikap
mereka (Feldman, 1995).
Niat keinginan kuat di dalam hati untuk melakukan sesuatu. Niat
termasuk perbuatan hati, sehingga semua perbuatan yang hendak
dilakukan oleh manusia, niatnya secara otomatis tertanam di dalam
hatinya. Niat tergantung pada sikap terhadap perilaku dan norma subjektif.
Niat berperilaku adalah transisi niat atau kehendak ke dalam tindakan
(Shaharudin 2001). Niat akan terwujud dalam tingkah laku yang
sebenarnya, jika individu tersebut mempunyai kesempatan yang baik dan
waktu yang tepat untuk merealisasikannya. Selain itu, niat tersebut akan
dapat memprediksi tingkah laku (Feldman, 1995).
Penentu terpenting perilaku seseorang adalah niat untuk
berperilaku. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saptari dan
Sudiarti (2013), Mahasiswa Magister di Universitas Indonesia bahwa
33
proporsi berniat untuk mendukung pemberian ASI eksklusif sebanyak
83.1% lebih tinggi dibandingkan mahasiswa kurang berniat mendukung
praktik pemberian ASI eksklusif. Artinya, bahwa seseorang yang memiliki
niat yang baik terhadap pemberian ASI ekslusif maka ia akan mendukung
pemberian ASI eksklusif.
2.5 Kerangka Teori
Menurut Ajzen (2005), suatu penelitian yang bertujuan untuk
meramalkan suatu tingkah laku dapat menfokuskan analisisnya pada niat
untuk bertingkah laku. Timbulnya niat dalam berperilaku ditentukan oleh
tiga komponen yaitu, sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan kontrol
tindakan. Teori inilah yang digunakan peneliti untuk menggambarkan dan
mengetahui latar belakang perilaku ibu atau ibu mertua sebagai kendala
pemberian ASI eksklusif.
Bagan 2. Kerangka Teori
Sumber : Ajzen (20005)
Niat Perilaku
Sikap
terhadap
perilaku
Behavioral
beliefs
Subjective
norma
Normative
beliefs
Perceived
behavioral
control
Control
beliefs
Faktor-faktor
yang
melatarbelakangi
Personal
Sikap umum
Sifat kepribadian
Emosi
Intelegensi
Sosial
Umur, gender,
ras, suku,
pendidikan, dan
agama
Informasi
Pengalaman
Pengetahuan
34
3 BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Pikir
Rendahnya persentase cakupan ASI eksklusif di Puskesmas
Kebayoran Lama Tahun 2017 salah satunya disebabkan karena masih
terdapat ibu atau ibu mertua yang berperilaku sebagai kendala pemberian
ASI eksklusif. Akan tetapi, ibu atau ibu mertua lebih mendorong dalam
menganjurkan dan memberikan makanan tambahan secara dini. Sehingga
dalam hal inilah peneliti ingin menggali lebih dalam terkait perilaku ibu atau
ibu mertua sebagai kendala pemberian ASI eksklusif untuk memberikan
gambaran faktor-faktor apa saja yang melandasi terbentuknya perilaku
tersebut sesuai dengan fakta-fakta yang ada dilapangan. Faktor-faktor yang
melandasi terbentuknya perilaku menurut pola yang telah ditentukan oleh
peneliti dengan berdasarkan theory of planned behavior, dengan menggali
niat untuk berperilaku, sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan
persepsi kontrol ibu atau ibu mertua. Dalam penelitian ada beberapa yang
tidak diteliti seperti faktor latar belakang yaitu personal seperti intelengensi
sifat keperibadian dan emosi, karena harus menggunakan pengukuran
tertentu dan orang yang ahli dalam psikologis.
Bagan Bagan 3. Kerangka Pikir
Perilaku ibu
atau ibu
mertua yang
menghambat
pemberian
ASI
eksklusif
Persepsi
kontrol
perilaku
Norma
Subjektif
Sikap
terhadap
perilaku
Niat
Faktor-faktor
yang
melatarbelakangi
Sosial
Umur, gender,
ras, suku,
pendidikan, dan
agama
Informasi
Pengalaman
Pengetahuan
Behavioral
beliefs
Normative
beliefs
Control
beliefs
35
3.2 Definisi Istilah
Tabel 1. Definisi Istilah
No Domain Definisi Istilah Metode Rincian Wawancara
1 Perilaku sebagai
kendala
pemberian ASI
eksklusif
Suatu tindakan ibu atau
ibu mertua dalam
berperilaku
memberikan dan
berperilaku
menganjurkan
pemberian makanan
atau minuman sebelum
cucunya berusia 6 bulan
Wawancara
Mendalam
- Perilaku ibu atau ibu
mertua dalam pemberian
makanan sebelum
cucunya berusia 6 bulan
- Makanan apa saja yang
sering ibu berikan atau
anjurkan kepada cucu ibu.
2 Sikap ibu atau
ibu mertua
sebagai kendala
pemberian ASI
eksklusif
Kepercayaan positif
atau negatif ibu atau ibu
mertua dalam
menganjurkan atau
memberikan makanan
atau minuman sebelum
cucunya berusia 6
bulan.
Kepercayaan positif
apabila makanan yang
dianjurkan atau
diberikan memiliki
keuntungan serta tidak
ada dampak atau
penyakit yang
ditimbulkan dari
pemberian makanan
atau minuman.
Sedangangkan
kepercayaan negatif
apabila makanan atau
minuman yang
dianjurkan atau
diberikan tidak
memiliki keuntungan
serta menimbulkan
dampak atau penyakit
yang ditimbulkan dari
pemberian makanan
atau minuman kepada
cucunya sebelum
berusia 6 bulan.
Wawancara
mendalam
- Belief tentang kegunaan
dari pemberian makanan
atau minuman sebelum
cucunya berusia usia 6
bulan
- Ada atau tidaknya dampak
atau penyakit yang
ditimbulkan dari
pemberian makanan atau
minuman sebelum usia 6
bulan
3 Norma subjektif
ibu atau ibu
mertua sebagai
Pandangan individu
yang dilandasi dengan
kepercayaan apakah
Wawancara
mendalam
- Belief tentang norma
sosial atau tekanan yang
didapat dari luar ketika
36
kendala
pemberian ASI
eksklusif
orang lain akan
mendukung atau tidak
terwujudnya tindakan
untuk menganjurkan
pemberian makanan
atau minuman
tambahan secara dini
pada cucunya.
memiliki keinginan untuk
memberikan atau
menganjurkan pemberian
makanan tambahan
sebelum cucunya berusia
6 bulan.
4 Persepsi atas
kontrol perilaku
sebagai kendala
pemberian ASI
eksklusif
Pandangan ibu atau ibu
mertua mengenai
kemampuan
menghadapi hambatan
dalam pemberian
makanan atau minuman
sebelum cucunya
berusia 6 bulan
Wawancara
mendalam
- Belief ibu atau ibu
mertua dalam
menghadapi hambatan
tersebut
5 Niat ibu atu ibu
mertua sebagai
kendala
pemberian ASI
eksklusif
Keinginan yang kuat
ibu atau ibu mertua
dalam berperilaku
memberikan makanan
atau minuman
tambahan atau
menganjurkan
pemberian makanan
atau minuman sebelum
bayi berumur 6 bulan.
Wawancara
mendalam
- Keinginan untuk
mewujubkan perilaku
6 Pengetahuan ibu
atau ibu mertua
Pengetahuan ibu atau
ibu mertua terkait
makanan atau minuman
yang baik untuk bayi
sebelum usia 6 bulan
Wawancara
mendalam
- Pengetahuan ibu atau
ibu mertua terkait
makanan atau
minuman yang baik
untuk bayi usia
dibawah 6 bulan
7 Pengalaman Sesuatu yang pernah
dialami ibu atau ibu
mertua terkait
pemberian makanan
atau minuman pada
anaknya, sehingga
diterapkan terhadap
cucunya
Wawancara
mendalam
- Sesuatu yang pernah
dialami ibu atau ibu
mertua terkait
pemberian makanan
atau minuman pada
anaknya, sehingga
diterapkan terhadap
cucunya
8 Umur Lama hidup informan
yang dihitung sejak
lahir sampai saat
penelitian berlangsung
atau wawancara
dilakukan
Wawancara - Lama hidup informan
dihitung sejak lahir
sampai saat penelitian
berlangsung atau
wawancara dilakukan
9 Pendidikan Jenjang informal
tertinggi yang pernah
Wawancara - Jenjang informal
tertinggi yang pernah
37
dijalani oleh ibu
kandung atau ibu
mertua
dijalani oleh ibu
kandung atau ibu
mertua
10 Suku Anggota suatu suku
bangsa pada umumnya
ditentukan menurut
keturunan seperti suku
batak,jawa dan sunda
wawancara - Anggota suatu suku
bangsa pada
umumnya ditentukan
menurut keturunan
sepertu suku
batak,jawa dan sunda
11 Pekerjaan Aktivitas rutin dan
formal yang dilakukan
oleh ibu kandung atau
ibu mertua
wawancara - Aktivitas rutin dan
formal yang dilakukan
oleh ibu kandung atau
ibu mertua
4 BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang
mengekplorasi, menemukan, menjelaskan, dan menerangkan suatu
fenomena atau objek sosial yang tidak dapat dijelaskan, didefiniskan,
diukur, dan tidak dapat dijumlahkan secara numerik atau angka-angka
(Afiyanti dan Rachmati, 2014).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Kebayoran Lama Jakarta Selatan, pada bulan Desember- Januari
tahun 2016.
4.3 Informan Penelitian
Metode pengambilan informan yang digunakan oleh peneliti untuk
penelitian ini adalah teknik purposive sampling yang digunakan sebagai
penetapan sampel dengan menggunakan prinsip kecukupan dan kesesuain.
Kesesuain yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ibu atau ibu mertua
yang berperilaku sebagai kendala pemberian ASI eksklusif, dengan kreteria:
a. Ibu atau ibu mertua yang tinggal bersama dengan cucunya
dengan usia 6 bulan sampai 1 tahun yang tidak ASI eksklusif
b. Dapat berkomunikasi dengan baik
c. Menetap di lingkungan kebayoran lama
39
Informan pendukung penelitian ini adalah ibu kandung bayi.
Sedangkan prinsip kecukupan informan dalam penelitian ini, apabila pada
saat pengumpulan tidak ditemukan jawaban yang tidak bervariasi, maka
proses pengumpulan data dihentikan. Jumlah informan utama dalam
penelitian ini sebanyak 6 informan. Informan pendukung sebanyak 6
informan. Proses penentuan informan utama dalam penelitian ini,
dilakukan dengan cara meminta informasi dari kader puskesmas terkait
bayi yang tinggal dengan neneknya dengan usia 6 sampai 1 tahun. Setelah
diperoleh informasi, peneliti mendatangi informan untuk melakukan
wawancara, agar memastikan apakah informan benar-benar sebagai
kendala pemberian ASI eksklusif. Ketika sesuai dengan kreteria informan,
maka peneliti menetapkan sebagai informan dalam penelitian ini.
4.4 Instrumen Penelitian
Pada tahap pengumpulan data, instrumen penelitian yang digunakan
adalah pedoman wawancara mendalam. Dalam pelaksanaan ini, alat atau
instrumen lainnya yang digunakan alat perekam dan buku catatan.
4.5 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi
dua yaitu data primer dan data skunder. Data primer didapatkan dari ibu
atau ibu mertua yang tinggal dengan anaknya atau menantunya yang
memiliki bayi usia 6 bulan sampai 1 tahun sebagai kendala pemberian ASI
eksklusif, dengan cara melakukan wawancara mendalam. Sedangkan data
skunder yaitu data Cakupan ASI eksklusif, gambaran umum wilayah
penelitian, tingkat pendidikan, dan status ekonomi.
40
4.6 Validasi Data
Untuk menjaga validitas data maka dilakukan triangulasi.
Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini hanya menggunakan
triangulasi sumber. Triangulasi sumber dilakukan pada 6 informan
pendukung yaitu orang tua bayi dan tetangga yang dapat menvalidasi
informasi dari informan utama.
4.7 Pengelolahan dan Analisis Data
Pengelolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
wawancara mendalam yang direkam dengan alat elektronik yaitu HP.
Setelah itu, dibuat transkrip wawancara. Kemudian dari transkrip
wawancara di buat kedalam bentuk transkrip verbatim dengan mereduksi
dari transkrip wawancara. Selanjutnya dibuat dalam bentuk matriks
wawancara. Setelah dilakukan pengelolahan data, kemudian dilakukan
analisis data. Berikut analisis data menggunakan model Spradley (1980)
dalam Sugiyono (2016) :
1. Analisis Domain
Analisis domain ini hanya memperolah gambaran secara umum.
Dalam penelitian ini hanya mengambarkan perilaku ibu atau ibu
mertua secara umum terkait pemberian makanan atau minuman
sebelum cucunya berusia 6 bulan.
2. Analisis Taksonomi
Analisis taksonomi adalah ketika sudah mengetahui gambaran
perilaku secara umum maka dicari tahu lagi domain yang
mempengaruhi individu untuk melakukan suatu tindakan.
41
Domani dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teori planned behavior yang dijelaskan bahwa faktor yang
mempengaruhi perilaku adalah sikap terhadap perilaku, norma
subjektif, dan persepsi kontrol perilaku. Serta fakor yang
melatarbelakangi terbentuknya sikap, norma subjektif dan
persepsi kontrol.
3. Analisis Komponensial
Setelah melakukaan analisis taksonomi selanjutnya dilakukan
analisis komponensial yaitu dengan mencari tahu domain apa
saja persamaan dan perbedaan dari faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku tersebut. Sehingga diketahui apa saja
faktor yang mempengaruhi perilaku.
4. Analisis Tema Kultural
Analisis tema kulturan adalah mencari tahu hubungan diantara
faktor - faktor atau domain yang mempengaruhi perilaku ibu atau
ibu dalam pemberian makanan atau minuman sebelum cucunya
berusia 6 bulan dan mencari tahu hubungan dengan keseluruhan.
.
\
42
5 BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Penelitian
5.1.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja binaan langsung Puskesmas
Kecamatan Kebayoran Lama yang berada di Jalan, Ciputat Raya Kebayoran
Lama RT 005 RW 01 Jakarta Selatan. Jumlah penduduk umur 0 sampai 5
tahun di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama sebanyak
763 balita.
Mayoritas tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh
masyarakat Kebayoran Lama tahun 2015, masyarakat yang tidak pernah
sekolah sebesar 2% orang, yang tidak atau belum tamat SD sebesar 13%,
SD/MI sederajat sebesar 18%, SLTP/MTS sederajat sebesar 18%,
SLTA/MA sederajat sebesar 29%, Sekolah menengah Kejuruan 4%,
Diploma 1/II sebesar 1%, Diploma III sebesar 4%, Diploma IV sebesar 9%,
dan S2 dan S3 sebesar 2%.
Sedangkan status ekonomi masyarakat di wilayah Puskesmas
Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan pendapatan rumah tangga
terdapat 4 % orang yang berpenghasilan menengah kebawah, 70 % orang
yang berpenghasilan menengah dan 26% orang yang berpenghasilan
menengah keatas.
Program peningkatan cakupan ASI eksklusif yang dilakukan
Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama adalah konseling di ruang KIA dan
43
penyuluhan. Konseling dilakukan di puskesmas pada saat ibu bayi
berkunjung ke Poli KIA, adapun materi yang disampaikan berupa
pengertian ASI eksklusif dan manfaat ASI eksklusif. Program kedua yaitu
penyuluhan yang dilakukan pada masyarakat Tanah Kusir II dan masyarakat
Jalan Ismail. Akan tetapi, penyuluhan ini belum terjadwal dan tidak rutin
dilakukan, kegiatan ini hanya dilakukan ketika ada hari peringatan
kesehatan seperti hari gizi Nasional. Namun, selama tahun 2016 hanya
terlaksana 2 kali penyuluhan.
5.2 Karateristik Informan
1. Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini adalah ibu atau ibu mertua
yang tinggal bersama cucunya dengan usia 6 sampai 1 tahun yang menetap
di wilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama Tahun 2016. Karateristik ibu
atau ibu mertua yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah ibu
atau ibu mertua yang berperilaku sebagai kendala pemberian ASI eksklusif.
Informan penelitian ini memiliki karateristik yang berbeda-beda. Hal ini
dapat dilihat dari segi umur, suku, pendidikan, pekerjaan dan status
informan. Berikut karateristik informan dalam penelitian ini:
Tabel 2. Karateristik Informan utama
No Informan Umur Suku Pendidikan Pekerjaan Status
Informan
1 A 64 Sunda SD IRT Ibu
Mertua
2 B 52 Jawa SMA IRT Ibu
kandung
3 C 58 Jawa SD IRT Ibu
kandung
44
4 D 68 Jawa SD IRT Ibu mertua
5 E 56 Sunda SD IRT Ibu
kandung
6 F 46 Jawa SMP IRT Ibu
kandung
Dari tabel 5.1, diketahui bahwa karateristik umur informan
bervariasi. Umur informan yang termuda 52 tahun dan yang tertua 68
tahun. Suku informan adalah sunda dan jawa. Pendidikan informan
tamatan SD, SMP dan SMA. Pekerjaan informan adalah semua ibu rumah
tangga. Sedangkan status informan sebagian besar berstatus sebagai ibu
kandung dan sebagian lainnya berstatus sebagai ibu mertua.
2. Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian adalah ibu kandung dari
bayi. Berikut karateristik informan pendukung dalam penelitian ini:
Tabel 3. Karateristik Informan pendukung
No Informan Umur Suku Pendidikan Pekerjaan
1 A 19 Aceh SMA IRT
2 B 27 Jawa SMA IRT
3 C 29 Jawa SD Pedagang
4 D 32 Jawa SMA IRT
5 E 26 Sunda D3 Karyawan
6 F 25 Jawa SMA IRT
Dari data tabel 5.2 bahwa informan pendukung juga memiliki
variasi. Umur yang termuda adalah 19 tahun dan tertua adalah 32 tahun.
Suku aceh, jawa dan sunda. Pendidikan adalah SD, SMP dan SMA dan D3
45
dan pekerjaannya sebagian besar adalah ibu rumah tangga, namun ada satu
informan yang berprofesi sebagai karyawan.
5.3 Gambaran Perilaku Ibu Kandung atau Ibu M ertua Sebagai Kendala
Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil wawancara semua informan pernah memberikan
makanan atau minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan. Perilaku ibu
atau ibu mertua sebagai kendala pemberian ASI eksklusif berupa perilaku
menganjurkan dan perilaku memberikan minuman sebelum cucunya
berusia 6 bulan. Berdasarkan hasil wawancara dari 6 informan, sebagian
besar informan berperilaku memberikan makanan atau minuman sebelum
cucunya berusia 6 bulan. Sebagian lainnya hanya menganjurkan
pemberian makanan atau minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan. Hal
ini dibuktikan hasil kutipan wawancara mendalam dibawah ini:
“Kalau pisang saya pertama ngasih, kalau susu botol saya sama
ibunya, soalnya susah kalau ibu nya lagi kemana gitu, kan di tinggal
diasuh saya tapi gitu neng kalau mau pergi disiapkan dulu sama
ibunya soalnya susu pakai ukuran kan jadi saya tinggal ngasih aja”.
(Informan A)
“Ya saya lah, kan saya selalu ngasuh dia”. (Informan B)
“Kalau madu mah ibu pas lahir soalnya kan buat obat juga ya”.
(Informan E)
“Saya yang ngasih sendiri pertamanya tapi saya suruh dilanjutkan
oleh ibunya”. (Informan F)
“Setelah lahir sudah saya suruh”. (Informan D)
Selain ada informan yang berperilaku memberikan dan berperilaku
menganjurkan pemberian makanan atau minuman sebelum cucunya
berusia 6 bulan. Namun, juga ditemukan ada informan yang berperilaku
serta menganjurkan pemberian makanan atau minuman sebelum cucunya
46
berusia 6 bulan. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan wawancara
mendalam dibawah ini:
“Iya, nenek yang nganjurin untuk dikasih, ibu juga selalu ngasih
kalau misalnya ibu nya jualan, kan tinggal sama saya”. (Informan C)
Adapun makanan yang pernah dianjurkan dan diberikan oleh
informan berupa susu botol, buah-buahan, biskuit, madu, air putih, regar,
biskuit, dan netsle. Perilaku memberikan dan perilaku menganjurkan
pemberian makanan atau minuman dilakukan pada usia 4 bulan, 3 bulan, 1
bulan, dua setengah bulan dan setelah bayi lahir. Hal ini dapat dibuktikan
dengan kutipan wawancara mendalam dibawah ini:
“Susu botol merek nestle dan SGM, tapi pas umur 4 bulan sudah ta
dikasihkan pisang”. (Informan A)
“Susu botolnya umur 2 bulan lebih”. (Informan A)
“Pisang biskuit tapi campur ASI juga tapi dikasih dikit dikit sih
porsinya, takut eeh ya ya, soalnya kalau cuman ASI aja bisanya kan
mencret mencret doang aya, kalau dikasih pisang sama biskuit kan
enggak, tapi sedikit cuman separuh, iya madu juga, tapi kalau lagi
sakit aja”. (Informan B)
“Umur 3 bulan emba, anaknya udh agak gede jugakan” (Informan
B)
“Kasih susu botol mereknya SGM, umur 3 bulan dikasih buah
buahan kadang kadang saya kasih pisang alpukat pepaya, kasih
madu juga d biar enggak sariawan”. (Informan C)
“Susu botolnya seingatnya 1 bulan lebih neng”. (Informan C)
“Air tetap sama susu dari tetek”. (Informan D)
“Kalau ibu cuman pernah ngasih madu pas lahir, sama susu
formula emang ibunya yang pertama ngasih”. (Informan E)
“Regar, biskuit, netsle, air putih aja sih umur dua bulan setengah
dikasih makan”. (Informan F)
Perilaku menganjurkan dan perilaku memberikan makanan atau
minuman dari ibu atau ibu mertua dibenarkan oleh informan pendukung,
ibu atau ibu mertua selalu menganjurkan serta membantu memberikan
makanan atau minuman terhadap cucunya pada saat berusia dibawah bulan
47
6 bulan. Namun ada satu informan yaitu informan E, tidak mengetahui
kalau anaknya diberika madu. Hal ini dibuktikan hasil kutipan wawancara
mendalam dibawah ini:
“Uuh , kalau membantu buat susu botol enggak pernah apalagi
kalau susu botol itu dia enggak tau kan ada ukuran nya tuch, tapi
kalau ngasih makan iya kayak pisang tadi”. (Informan A)
“Iya emang orang tua yang nyaranin sama bantuin, katanya sih
buat obat, kalau anak ibu sakit suka dikasi sama neneknya”.
(Informan B)
“Iya, kalau anaknya lagi sakit suka disaranin ngasih obat, kayak
madu itu, tapi kalau ibu pergi ya ditinggal sama neneknya dikasih
makan deh sama neneknya”. (Informan C)
“Iya, kalau air putih emang dari ibu mertua saya yang
nganjurinnya”. (Informan D)
“Enggak tau mah kalau madu, kalau susu botol emang air susunya
enggak banyak”. (Informan E)
“Ya ibu ngasih makanan gitu sama nyuruh”. (Informan F)
Makanan dan minuman yang dianjurkan dan diberikan oleh ibu
atau ibu mertua dibenarkan oleh informan pendukung. Berikut ma kanan
atau minuman yang diberikan yaitu : madu, pisang, buah-buahan, air putih,
biskuit, dan netsle. Hal ini dibuktikan dengan hasil kutipan wawancara
mendalam dibawah ini:
“Pisang susu botol aja sih soalnya kan bagus”. (Informan A)
“Palingan madu sama pisang biskuit aja sih, soalnya buat obat juga
kannya” (Informan B)
“Madu, buahan buahan juga”. (Informan C)
“Air putih itu aja emba, soalnya katanya menghilangkan putih putih
dimulut, aku juga pikir kalau air putih mah enggak apa apa”.
(Informan D
“Apa ya neng, tapi seingat ku biskuit, netsle, air putih”. (Informan F)
Pemberian makanan atau minuman sebelum 6 bulan dibenarkan
oleh informan pendukung yaitu usia 2 bulan, 3 bulan lebih, 1 bulan dan 2
bulan. hal ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil kutipan wawancara
informan pendukung.
48
“Seingat ibu umur 2 bulan lebih untuk susu botolnya soalnya susah
kalau ibu mau kemana-kemana”. (Informan A)
“Umur 3 bulan (Informan 3 bulan lebih lah” (Informan B)
“Saya lupa bulan berapa tapi sebelum 6 bulan sudah dikasih”
(Informan C)
“Mulai dari lahir saya kasih” (Informan D)
“Karena saya kerja jadi usia 1 bulan lebih sudah saya kasih, soalnya
air asi nya juga tidak lancar kan ya” (Informan E)
“2 bulan emba (Informan F)
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa sebagian
informan yang berperilaku langsung didalam pemberian makanan atau
minuman makanan atau minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan.
Sebagian lainnya informan menganjurkan untuk diberikan makanan atau
minuman kepada cucunya, dan informan lainnya berperilaku serta
mengajurkan pemberian makanan atau minuman sebelum cucunya berusia 6
bulan. Adapun makanan yang di berikan atau dianjurkan berupa susu botol,
buah-buahan, biskuit, madu, air putih, regar, biskuit, dan netsle. Perilaku
memberikan dan perilaku menganjurkan pemberian makanan atau minuman
dilakukan pada usia 4 bulan, 3 bulan, 1 bulan, dua setengah bulan dan
setelah bayi lahir.
5.4 Gambaran Latar Belakang Ibu Atau Ibu Kandung Sebagai Kendala
Pemberian ASI Eksklusif
Menurut theory planned behavior, munculnya sikap didasarkan pada
belief beserta evaluasinya terhadap objek. Latar belakang munculnya belief
atau keyakinan pada diri individu dapat berasal dari beberapa hal seperti
yang dikemukakan dalam bagan 1. Dari hasil penelitian ini, bagian faktor
dari latar belakang yang memiliki peran untuk membentuk behavioral belief
seperti personal, sosial dan informasi (pengalaman dan pengetahuan)
49
Pengetahuan yang tergali dalam penelitian ini adalah pengetahuan
ibu atau ibu mertua terkait makanan atau minuman untuk bayi usia dibawah
enam bulan. Sebagian informan memiliki pengetahuan yang baik. Namun
sebagian lainnya memiliki pengetahuan kurang terkait makanan atau
minuman untuk bayi usia dibawah enam bulan. Hal ini dapat dilihat dari
sebagian besar jawaban informan mengatakan bahwa makanan atau
minuman yang baik bayi usia 6 bulan adalah susu botol, pisang, buahan-
buahan dan air putih. Hal ini dibuktikan dengan hasil kutipan wawancara
mendalam dibawah ini:
“Menurut ibu mah susu botol dan pisang aja, tapi dicampur dengan
ASI juga dia”. (Informan A)
“ASI kadang kadang bantu susu botol, tp susu botol dan buah kan
enggak apa2 kan dikasih dikit-dikit”. (Informan C)
“ASI sama air putih ngilangin putih putih tadi”. (Informan D)
“Enggak tau, jaman dulu mah suka ngasih serelackannya tp jaman
sekarang ngikutin anjuran dokter bidan, kalau kita mah dulu kalau 2
bulan udh dikasih makan biskuit, regar”.(Informan E)
Namun sebagian informan lainnya memiliki pengetahuan yang
baik terkait makanan atau minuman untuk bayi usia dibawah 6 bulan.
Akan tetapi, perilaku menganjuran dan perilaku memberikan makanan
atau minuman seperti madu, pisang dan air putih diberikan sebagai obat
dan juga menghilangkan jamuran dimulut bayi. Hal ini dibuktikan dengan
hasil kutipan wawancara mendalam dibawah ini:
“ASI saja sebenarnya, tapi kalau dikasih sedikit kan enggak apa
apa cuman buat obat kan ya”. (Informan B)
“Belum boleh ya. Aturan nya kan emang enam bulan keatas, tapi
kasih sendiri aja”. (Informan F)
Selain pengetahuan sebagian informan yang kurang terkait makanan
atau minuman yang baik untuk bayi usia dibawah enam bulan. Pemberian
50
makanan atau minuman sebelum bayi berusia 6 bulan memang sudah
menjadi pengalaman yang dilakukan informan terhadap anak kandung
sendiri, dimana ibu atau ibu mertua sudah memiliki kebiasaan dalam
memberikan makanan atau minuman kepada bayi sebelum berusia 6 bulan.
Makanan yang diberikan ibu atau ibu mertua pada anaknya seperti yang
diberikan pisang, bubur tim, madu dan air putih. Hal ini dibuktikan dengan
hasil kutipan wawancara mendalam dibawah ini:
“Anak ibu ada 7 Emang udh pisang bagus kalau udah gede kasiha
tim aronan diatas nasi dikukus dikucek kucek sampai halus, dulu
mah nenek suka dikunyah dulu eo baru dikeluarin terus dikasih
bayinya si nenek dulu kayak gitu katanya bagus tp sekarang pada
geli. nasinya biasanya di kunyah dulu. Tapi pada mah sehat sehat
aja dulu bayi. Lain lain dulu sama sekarang tapi sekarang banyak
obat banyak penyakit”. (Informan A)
“Uu pengalaman mah itu ngasih makan, madukan juga enggak
ngefekan nya, madu juga kan buat masker juga sekarang”.
(Informan B)
“Anak saya empat semua gitu, kalau madukan buat panas dalam,
anak saya dulu kasih panas saya kasih madu buat obat panas dalam
dulu umur 3 bulan”. (Informan C)
“Saya kasih air putih emang dari orang tua dulu suka ngasihnya”.
(Informan D)
“Anak ibu juga dulu dikasih aku ngikutin sampai cucunya, tp
sekarang dikasih tau sama bidan aku enggak ngasih lagi, kan jaman
dulu kitakan enggak ngerti”. (Informan E)
“Anak ibu kasih makan gemuk dulu kalau emang jawa pisang
campur nasi enak itu, orang tua masih ada jadi enggak asi aja”.
(Informan F)
5.5 Gambaran Sikap Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala
Pemberian ASI Eksklusif
Dalam penelitian ini informan memiliki sikap yang positif terhadap
pemberian makanan atau minuman sebelum bayi berusia 6 bulan. Hal ini
dapat dilihat bahwa semua informan berpandangan bahwa makanan atau
minuman yang dianjurkan memiliki keuntungan yang cukup baik untuk bayi
51
yaitu: tidurnya lebih nyenyak, supaya kenyang, gampang masuk
kepencernaan, pelancar BAB, buat obat, sebagai vitamin, menghindari agar
bibirnya tidak pecah-pecah, sariawan, obat panas dalam, menghilangkan
putih-putih dimulut, biar sehat dan menambah berat badan. Hal ini
dibuktikan berdasarkan hasil wawancara berikut dibawah ini:
“Tidurnya lebih nyenyak, kasih netsle dulu enggak berak berak tau 2
hari tapi kalau kasih pisang dia bab, soalnya pisang pelancar bab
juga terus kalau pisang enak dikruk kruk langsung dikruk kan lembek,
kalau lain kan keras gitu, kalau pisang lembut dan gampang masuk
pencernaannya terus supaya kenyang juga kan nya”. (Informan A)
“Buat obat aja sih, itu pisang tadi, selain itu juga buat vitamin juga
buat pelancar BAB juga, Pernah waktu dia sakit sih suka dikasih madu
kadang kadang kering diolesin madu. Soalnya madukan sejenis obat
juga kan sariawan, kalau bibienya kering diolesin diluarnya aja”.
(Informan B)
“Kalau buah buahan kan harus vitamin kan, tapi kalau madu dikasih
ke bibir supaya enggak pecah-pecah, buat obat panas dalam, biar
enggak sariawan”. (Informan C)
“Saya kasih untuk menghindari putih putih dimulut itu, dua sendok
teh itu emba, biar juga anaknya lebih mengenal air putih aja, repot
juga nanti itu, jadinya yang enggak tau jadi tau, biar nanti jadi
doyan, ada itu susu susu itu, saya mampus belinya nanti kalau susu.
Soalnya ada tetangga juga dulu bayi nya terbiasa dikasih susu
formula jadi pas bayinya umur enam bulan tidak doyan lagi minum
air putih”. (Informan D)
“Buat panas dalam, biar enggak pecah kering gitu doang”. (Informan
E)
“Nambah berat aja”. (Informan F)
Selain keuntungan yang baik dari pemberian makanan atau minuman
sebelum bayi berusia 6 bulan, ibu atau ibu mertua juga menganggap bahwa
dengan pemberian makanan atau minuman sebelum bayi berusia 6 bulan
tidak memiliki dampak atau penyakit yang ditimbulkan, dari pertanyaan
peneliti disebutkan bahwa apakah terdapat dampak atau penyakit yang
ditimbulkan dari pemberian makanan atau minuman tersebut, semua
52
informan menganggap tidak ada dampak atau penyakit yang dirasakan. Hal
ini dibuktikan dengan hasil kutipan wawancara mendalam dibawah ini:
“Kalau pisang ambonya enggak ada masalah kok, kan katanya kalau
ngasih makanan lihat tiga hari dulu dengan makanan yang sama,
cuman pas tiga hari bab nya juga bagus, enggak keras banget.
Percobaan kedua dikasih yang instan kayak netsele, dia belum bab bab
atau karena lebih berat, soalnya pakai tepung lebih berat apa mungkin
berat enggak kuat cernanya, cuman pas dulu dikasih susu botol merek
bebelac itu langsung mencret mencret gitu, setelah diganti SGM bagus
cocok “. (Informan A)
“Enggak, palingan anak kecil suka kecetit, suka nangis palingan diurut
juga hilang itu bukan dari makanan itu dari luar apa ketarik ama
kakanya”. (Informan B)
“Enggak ada sehat sehat aja”. (Informan C)
“Enggak ada, soalnya aku kasih enggak banyak, jadi enggak kenapa-
kenapa maksudnya, lagi pula air putih enggak ada pengaruhnya kok
mencret nya setelah umur dua tahun baru kena”. (Informan D)
“Enggak, biasanya poop nya pup susu kan nya”. (Informan E)
“Enggak ada”. (Informan F)
Semua informan pendukung membenarkan bahwa pemberian makanan
atau minuman sebelum berusia 6 bulan tidak menimbulkan penyakit. Hal ini
dapat dibuktikan berdasarkan hasil kutipan wawancara dibawah ini:
“Tidak ada kok, dikasihnya kan buat obta juga “.(Informan A)
“Anaknya enggak kenapa kenapa” (Informan B)
“Selama ini sih anak-anak sehat sehat aja” (Informan C)
“Cuman air putih aja, enggak banyak sih kalau menurut ibu supaya
anak lebih kenal jugakan air puth kan baik” (Informan D)
“Enggak ada sih selama ini kan susu botol aja, engga dikasih makanan
padat” (Informan E)
“Enggak apa-apa malahan enggak rewel anaknya “ (Informan F)
Berdasarkan hal tersebut, ibu atau ibu mertua memiliki sikap yang
positif terhadap pemberian makanan atau minuman sebelum berusia 6
bulan, karena ibu atau ibu mertua percaya bahwa tingkah laku dalam
menganjurkan atau memberikan makanan atau minuman kepada cucunya
sebelum berusia 6 bulan memiliki outcome yang positif. Keuntungan baik
untuk bayi yaitu: tidurnya lebih nyenyak, supaya kenyang, gampang masuk
53
ke pencernaan, pelancar BAB, buat obat, sebagai vitamin, menghindari agar
bibirnya tidak pecah-pecah, sariawan, obat panas dalam, menghilangkan
putih-putih dimulut, biar sehat dan menambah berat badan. Selain itu,
dikatakan bahwa selama pemberian makanan atau minuman sebelum
cucunya berusia 6 bulan tidak menimbulkan dampak penyakit terhadap
bayi.
5.6 Gambaran Norma Subjektif Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai
Kendala Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan bahwa sebagian
besar yang mempengaruhi ibu atau ibu mertua dalam menganjurkan
pemberian makanan atau minuman sebelum cucu berusia 6 bulan adalah
tetangga dan keluarga. Tekanan atau dukungan sosial yang mereka dapat
dari tetangga agar anaknya lebih mengenal, tidak rewel, dan sebagai obat.
Hal ini dibuktikan dengan hasil kutipan wawancara dibawah ini:
“Tetangga juga sering bilang cucunya sudah dikasih makan belum,
kasih aja pisang biar anaknya lebih mengenal”. (Informan A)
“Ibu-ibu lain dari tetangga, kalau bayi baru lahir diolesin madukan
bibirnya kering”. (Informan E)
“Ya tetangga kan banyak, kalau dulu kan pisang gitu aja, terus kita
cobain dulu kita belien gitu, jaman sekarang dikasih nestle biar anaknya
enggak rewel kenyang dan enggak nangis emba”.(Informan F)
Terbentuknya suatu perilaku Informan F, tidak hanya di karena
adanya norma subjektif dengan tekanan atau pengaruh dari orang tetangga
tetapi juga adanya keluarga yang mempengaruhi informan dalam
menganjurkan atau memberikan pemberian makanan atau minuman
sebelum bayi berusia 6 bulan. Hal ini dibuktikan dengan kutipan hasil
wawancara dibawah ini:
54
“Saudara juga kaka dan ipar yang punya anak, dia bilang gini ini
anak saya sudah ta kasih makan, soalnya tetek kurang kenyang, buat
tambahan aja. (Informan F)
Selain keluarga dan tetangga, yang dapat mempengaruhi ibu atau
ibu mertua dalam berperilaku menganjurkan dan berperilaku memberikan
makanan atau minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan. Namun, sebagian
informan lainnya tidak memiliki norma subjektif. Akan tetapi, pemberian
makanan atau minuman dilakukan berasal dari diri sendiri, karena sudah
menjadi tradisi dan saran orang tua dulu. Hal ini dibuktikan dengan kutipan
hasil wawancara dibawah ini:
“Enggak ada, dari ibu sendiri aja, kalau jaman dulu orang tua suka
ngasih pisang ulek”. (Informan C)
“Dari orang tua kita juga, diturunin tu ke anak anaknya, diikutin
dah itu orang sarannya baik”. (Informan B)
“Ibu sendiri kan kalau dari keluarga kayak tante saya dulu suka
ngasih air putih emang, kalau itu, anak saya kalau lagi enggak enak
badan atau panas badan akau kasih air putih soalnya ngaruh,
soalnya kalau ke warung warung nanti kan lebih ngenal air putih
jangan kayak okey jelidrink”. (Informan D)
Selain pengaruh dari keluarga dan tetangga, sebagian informan ada
yang menjadikan tenaga kesehatan sebagai norma subjektif. Dari pertanyaan
peneliti disebutkan bahwa apabila tenaga kesehatan melarang ibu didalam
memberikan dan menganjurkan pemberian makanan atau minuman sebelum
cucunya berusia 6 bulan, sebagian informan menjawab jika mendapatkan
larangan dari tenaga kesehatan, informan akan berhenti. Namun, sebagian
informan lainnya tidak menjadikan tenaga kesehatan sebagai orang yang
berpengaruh terhadapnya seperti informan B, C, dan F. Hal ini dibuktikan
hasil kutipan wawancara mendalam dibawah ini:
55
“Berhenti aja, kalau dilarang, selama cucu ibu tidak kenapa kenapa”.
(Informan A)
“Ya diberhentin”. (Informan D)
“ iya berhenti, setelah saya tau tidak saya kasih lagi”. (Informan E)
“Sudah pasti melarang, dibawah enam bulan dikasih ASI, ibu taunya
dari bidan. Kalau ibu tetap ngasih soalnya bermanfaat,kalau tidak ada
manfaatnya ngapain dikasih”. (Informan B)
“Orang ini ya tetap aja saya kasih ya, dokter enggak tau sehari-hari
dikasih makan, buah-buahan kan bagus kata saya sih dan tidak
menganggu kesehatan, kalau ASI ajakan rewel, ini juga dia gemuk
anaknya”. (Informan C)
“Kita ngasihnya ngumpet-ngumpet gitu, iya saya tetap ngasih enggak
dibanyakin gitu, kita diam aja kalau ngasih, ada juga manfaatnya kan
biar kenyang enggak nangis”. (Informan F)
Adanya pengaruh orang sekitar, khususnya tetangga dan keluarga
dalam menganjurkan dan memberikan juga dibenarkan oleh informan
pendukung. Bentuk tekanan sosial dan pengaruh. Hal ini dibuktikan dengan
hasil kutipan wawancara mendalam dibawah ini:
“Iya eneng, anak ibu juga udah dikasih makanan kok sebelum berusia
6 bulan, kan kita selalu ngumpul sore kita sering bahas tentang
makanan untuk anak-anak, kan ada itu anak yang rewel”. (Informan
A)
“Soalnya pada jaman dulu keluarga keluarga emang selalu nyaranin
kayak gitu kannya”. (Informan B)
“Emang dari jaman dulu emang seperti itu dikampung dan emang
sudah tradisi orang tua saya kalau bayi baru lahir dikasih madu”.
(Informan C)
“Dari keluarga jaman dahulu mah itu”. (D)
“Iya, pernah tapi madu aja, soalnya kan cucunya sering dibawa
kesini main- mian, soalnya madu emang baik, terus tidak apa-apa
juga kan sedikit aja cuman obat kan ya”. (Informan E)
“Ibu juga sering main kerumah ibu x ya ibu sering gendongin
cucunya, karena anaknya agak kurus terus lemes lihatnya, saya suruh
kasih makan tapi tidak banyak-banyak lah, tapi makanan yang
lembut”. (Informan F)
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
norma subjektif ibu atau ibu mertua dalam menganjurkan pemberian
makanan atau minuman sebelum bayi berusi 6 bulan berasal dari tetangga,
keluarga. Namun ada sebagian informan yang tidak memiliki norma
56
subjektif. Akan tetapi, pemberian makanan atau minuman dilakukan diri
sendiri karena sudah menjadi kebiasaan dan tradisi keluarga informan dalam
pemberian makanan atau minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan. Selain
itu, sebagian informan menjadikan tenaga kesehatan sebagai norma
subjektif.
5.7 Gambaran Persepsi Kontrol Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai
Kendala Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil wawancara bahwa sebagian besar informan
informan tidak memiliki kendala didalam menganjurkan atau memberikan
makanan atau minuman sebelum bayi berusia 6 bulan. Namun, sebagian
informan lainnya memiliki hambatan, seperti pada informan D
mengganggap hambatan yang dirasakan tidak terlalu besar. Sedangkan
informan F memiliki hambatan tetapi mampu mengatasinya. Hal ini
dibuktikan dengan hasil kutipan wawancara mendalam dibawa ini:
“Enggak ada sih, kalau susu kan lebih murah jadi kebeli terus, SGM
kan 50 ribu juga besar kannya, kalau pisangnya habis apa aja deh
yang ada dirumah kayak wortel ka bisa dibelender halus halus di
suapin, labu juga bisa, atau buah naga apa aja biar tau rasa juga.
Terus anak anak juga senang aja dan mau mau aja makannya”.
(Informan A)
“Enggak ada tuch, soalnya anaknya juga mau mau aja. terus pisang
Sjugakan murah selain itu buat obat juga kan ya”. (Informan B)
“Enggak lah, buah gampang nyarinya pepaya banyak pisang banyak
indomerat banyak, terus cucunya juga mau orang manis”. (Informan
C)
“Enggak ada hambatan kok, kalau misalnya lupa yaudh enggak deh,
kalau misalnya aku nyusuhin kan langsung tidur, tp kalau ketiduran
ya enggak dikasih jadinya”. (Informan D)
“Enggak sih, mau mau aja cucunya, kalau dari mamanya cuman
belum boleh ngasih makanan berat, apalagi yang ngasuh kan saya
mama nya kerja”. (Informan E)
“Ada, sering ganti kalau enggak mau anaknya,ya anaknya bosen”.
(Informan F
57
Meskipun informan F, memiliki kendala didalam menganjurkan
pemberian makanan atau sebelum bayi berusia 6 bulan. Namun, ibu atau
ibu mertua memiliki cara dalam mengatasi hambatan tersebut yaitu dengan
cara mengganti makanan yang baru setiap kali bayi merasa bosan. Hal ini
dibuktikan dengan hasil wawancara mendalam dibawah ini :
“Kalau cocok lanjutin kalau enggak ya enggak, kalau enggak mau
cocok kacang hijau, baru ganti apa gitu”. (Informan F)
Semua informan pendukung mengatakan bahwa pemberian makanan
atau minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan tidak memiliki hambatan.
Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil kutipa wawancara mendalam
terhadap informan pendukung :
“Enggak sih, soalnya enggak terlalu mahal kannya”. (Informan A)
“Kalau ibu sih enggak ada enak nya juga tidak rewel”. (Informan B)
“Enggak ada soalnya banyak kan ya“. (Informan C)
“Enggak ada neng soalnya banyak yang bantuin kann ya”.
(Informan D)
“Enggak ada, soalnya kan susu botol gampang ya”. (Informan E)
“Enggak emba, tapi palingan kalau anak bu sering bosen, kan
tinggal gantinya”. (Informan F)
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
informan tidak memiliki hambatan didalam berperilaku memberikan dan
beperilaku menganjurkan pemberian makanan sebelum berusia 6 bulan. Hal
ini dikarenakan makanan atau minuman yang diberikan dan yang dianjurkan
lebih terjangkau dan murah, dan apabila kehabisan makanan diganti dengan
makanan apa saja yang ada dirumah, serta cucunya menerima apa saja yang
diberikan oleh informan. Namun, sebagian informan lainnya memiliki
hambatan, tetapi dengan hambatan dialami dianggap tidak terlalu
berpengaruh dan hambatan informan lainnya mampu mengatasi.
58
5.8 Gambaran Niat Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala
Pemberian ASI Eksklusif
Terbentukya niat ibu atau ibu mertua sebagai kendala pemberian
ASI eksklusif diwilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama, dapat
dipengaruhi oleh sikap ibu atau ibu mertua, norma subjektif informan dan
persepsi kontrol atas perilaku. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
bahwa semua informan memang sudah memiliki niat atau keinginan dalam
berperilaku menganjurkan dan berperilaku memberikan makanan atau
minuman sebelum cucunya berusia enam bulan.
Kuatnya niat ibu atau ibu mertua didalam berperilaku menganjurkan
dan berperilaku memberikan makanan atau minuman tertentu sebelum
cucunya berusia enam bulan, karena informan menyakini bahwa dengan
pemberian makanan atau minuman tertentu yang dianjurkan memiliki
banyak keuntungan seperti tidur anak lebih nyenyak dan juga sebagai obat.
Selain itu, ibu atau ibu mertua menyakini bahwa adanya dukungan atau
pengaruh dari keluarga dan tetangga serta persepsi kontrol yang baik. Hal
ini dibuktikan hasil kutipan hasil wawancara mendalam dibawah ini:
“Iya emang dari awal tapi ibu lihat gerak geriknya juga, kalau kata
orang bayi boleh kasih makan kalau katan sudah siap makan gitu,
misalnya kalau dia lihat makan sudah ngerai ngerai terus kepengen
dan lidahnya juga ketek ketek gitu, kasian gitu yah”. (Informan A)
“Enggak keinginan sih, buat kesehatan aja sih”. (Informan B)
“Iya, soalnya kan bagus buat anak anak”. (Informan C)
“Emang niat, soalnya aku tanya juga orang enggak apa apa”.
(Informan D)
“........Iya, biasanya kan bayi setelah lahir kan biasanya suka ini
bibirnya pecah pecah, tp setelah tau enggak tak dikasih lagi”.
(Informan E)
“Iya, emang keinginan”. (Informan F)
59
Terbentuknya niat seseorang didalam berperilaku memberikan dan
berperilaku menganjurkan didukung oleh sikap yang positif, norma subjektif
dan persepsi kontrol perilaku. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan
bahwa semua informan memiliki keinginan dari awal dalam memberikan
makanan atau minuman tertentu.
60
6 BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti tidak dapat mengobservasi langsung
perilaku ibu atau ibu mertua didalam memberikan makanan atau minuman
sebelum cucunya berusia 6 bulan. Namun penelitian ini masih bisa dipercaya
karena peneliti melakukan validasi dengan melakukan triangulasi sumber
terhadap informan pendukung.
6.2 Gambaran Perilaku Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala
Dalam Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil wawancara dapat bahwa sebagian informan yang
berperilaku langsung didalam pemberian makanan atau minuman makanan
atau minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan. Namun sebagian lainnya
informan menganjurkan untuk diberikan makanan atau minuman kepada
cucunya. Simbolon (2011), dalam penelitian kualitatif diwilayah kerja
Puskesmas Gurilla Pematang siantar menyatakan, umumnya setelah
melahirkan ibu-ibu selama kurang enam bulan ditemani ibu atau ibu mertua
secara bergantian. Sementara kebiasaan masyarakat diwilayah tersebut
terutama ibu atau ibu mertua adalah memberikan makanan tambahan.
Penelitian Aruben (2011), dengan studi kualitatif di Kota Semarang
menunjukkan bahwa terdapat peran ibu atau ibu mertua terhadap praktik
menyusui. Ibu yang tinggal serumah dengan ibu atau ibu mertua
memberikan MP-ASI dini pada bayi pada hari ke-7, hal ini didasarkan atas
dorongan ibu atau ibu mertua, agar ibu memberikan madu, dan kuning telur.
61
Pemberian pendamping ASI (MP-ASI) secara dini dipercayai bermanfaat
untuk kesehatan bayi. selain itu juga berdasarkan penelitian Penelitian
Safitri (2010) yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber
Kelurahan Cibeber mengatakan bahwa anjuran pemberian makanan
tambahan sebelum waktunya, seperti susu formula, makan biskuit, bubur,
dan pisang dan anjuran pemberian makanan prakteal dikarenakan saran dari
ibu mertua atau orang tua informan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa makanan atau
minuman yang di berikan atau dianjurkan berupa susu botol, buah-buahan,
biskuit, madu, air putih, regar, biskuit, dan netsle. Perilaku memberikan dan
perilaku menganjurkan pemberian makanan atau minuman dilakukan pada
usia 4 bulan, 3 bulan, 1 bulan, dua setengah bulan dan setelah bayi lahir
pemberian makanan atau minuman pada bayi diberikan pada bayi atau anak
berusia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi (Depkes RI, 2006). Bayi
yang masih berusia dibawah 6 bulan hanya boleh diberikan ASI saja.
Menurut IDAI (2013) bahwa ASI eksklusif diberikan kepada bayi selama 6
bulan, tanpa ada tambahan makanan lain, dan setelah bayi berumur 6 bulan
mulai diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI).
6.3 Sikap Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala Pemberian ASI
Eksklusif
Berdasarkan theory planned of behavior dikatakan bahwa sikap
adalah seseorang yang percaya bahwa tingkah laku dapat memperoleh
outcome yang positif, maka ia akan memiliki sikap yang positif. Sebaliknya,
62
individu percaya bahwa tingkah laku yang menghasilkan outcome yang
negatif, maka ia akan memiliki sikap yang negatif terhadap tingkah laku
tersebut (Ajzen, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa semua ibu atau ibu
mertua memiliki sikap yang positif terhadap pemberian makanan atau
minuman sebelum berusia enam bulan. Hal ini karena ibu atau ibu mertua
percaya bahwa tingkah laku dalam menganjurkan atau memberikan makanan
atau minuman kepada cucunya sebelum berusia 6 bulan memiliki outcome
yang positif. Adapun keuntungan yang diperoleh menurut informan A, B, D
dan F dari pemberian makanan atau minuman sebelum cucunya berusia 6
bulan, tidurnya lebih nyenyak, supaya kenyang, gampang masuk ke
pencernaan, pelancar BAB, buat obat, sebagai vitamin, menghindari agar
bibirnya tidak pecah-pecah, sariawan, obat panas dalam, menghilangkan
putih-putih dimulut, biar sehat dan menambah berat badan.
Menurut Priyono (2010), keuntungan pemberian ASI secara eksklusif
bagi bayi ASI sebagai nutrisi, sebagai daya tahan tubuh dan kesehatan bayi,
mengembangkan kecerdasan, air susu ibu merupakan makanan bayi yang
mudah dicerna, bersih, aman dari kuman, selalu siap disajikan, mengandung
zat gizi dan zat pelindung yang dibutuhkan bayi, tidak mudah tercemar,
melindungi bayi dari infeksi dan ekonomis.
Sedangkan menurut informan C dan E, pemberian madu dapat
mencegah bibir pecah, obat sariawan dan obat panas. Berdasarkan penelitian
dilakukan oleh Anggraeni (2012) dalam Saputri (2013), yang dilakukan di
63
wilayah Puskesmas Pasenggarahan Jakarta Selatan mengatakan bahwa
pemberian madu merupakan kebiasaan yang dilakukan bayi baru lahir sejak
dulu dan dilakukan secara turun temurun oleh keluarga. Alasan pemilihan
madu sebagai makanan prelakteal berdasarkan hasil kepercayaan tertentu,
diantaranya dapat mengobati deman, panas, dan dapat meningkatkan
kekebalan tubuh bayi sehingga bayi tidak mudah terkena influenza jika
memakan makanan yang manis karena sejak kecil sudah terbiasa memakan
yang manis seperti madu.
Selain itu, dalam penelitian ini semua informan menganggap bahwa
pemberian makanan atau minuman sebelum bayi berusia 6 bulan tidak
memiliki dampak atau penyakit yang ditimbulkan. Berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Pudjiadi (2002), dikatakan bahwa dampak pemberian
pendamping ASI (MP-ASI) dini dan makanan prakteal akan beresiko diare,
alergi dan infeksi pada bayi, dengan terjadinya infeksi tubuh akan
mengalami deman sehingga kebutuhan zat gizi dan energi meningkat
sedangkan asupan makanan akan menurun yang berdampak pada daya tahan
tubuh. Dengan pemberian makanan secara dini maka konsumsi energi zat
gizi dari ASI akan menurun yang berdampak pada kegagalam pertumbuhan
bayi. Hal ini juga sama yang dikemukakan oleh Yuliarti (2010), dampak
negatif pemberian makanan dan cairan tambahan akan meningkatkan risiko
terkena penyakit. Pemberian cairan dan makanan dapat menjadi sarana
masuknya patogen. Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri penyebab
diare. Seorang bayi yang diberi air putih, teh ataupun minuman dan
64
makanan lainnya akan berisiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak
dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif.
Bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan beresiko terjadi
penurunan sistem kekebalan tubuh pada bayi, Air susu ibu sering disebut
sebagai darah putih karena mengandung sel-sel yang penting dalam
pemusnahan (fagosit) kuman dan merupakan perlindungan pertama pada
saluran cerna bayi. Para ahli menemukan makrofag dan limfosit di dalam
ASI. Sama seperti sistim imun pada umumnya, ASI juga memiliki sistim
pertahanan (IDAI, 2013).
Selain itu, menurut theory planned behavior, hal-hal yang
diasumsikan dapat mempengaruhi behavioral belief (sikap) adalah umur,
suku, pendidikan, pekerjaan pengalaman dan pengetahuan (Ajzen, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa umur tidak mempengaruhi
behavioral belief informan, dikarenakan umur informan dalam penelitian ini
berbeda-beda. Akan tetapi, sikap informan semua sama yaitu memiliki sikap
positif. Seharusnya ketika umur informan berbeda-beda maka sikap informan
juga sama. Selanjutnya yang akan dibahas adalah suku. Suku informan dalam
penelitian ini adalah sunda dan jawa. Diketahui bahwa suku juga tidak
mempengaruhi sikap informan dikarenakan suku informan yang berbeda.
Akan tetapi sikap informan sama semua yaitu memiliki sikap positif.
Dilihat dari pendidikan, pendidikan informan dalam penelitian ini
adalah berbeda-beda yaitu ada SD, SMP, dan SMA. Pendidikan juga tidak
mempengaruhi sikap informan karena pendidikan informan juga berbeda-
beda tapi sikap informan sama semua yaitu sikap positif. Pekerjaan informan
65
dalam penelitian ini sama semua yaitu sebagai ibu rumah tangga dan semua
informan memiliki sikap yang sama semua yaitu positif. Jadi diketahui bahwa
pekerjaan mempengaruhi sikap informan karena pekerjaan informan sama
semua sehingga sikapnya juga sama.
Pengalaman informan dalam penelitian ini adalah semua informan
sudah menjadi pengalaman dalam memberikan makanan atau minuman
sebelum berusia enam bulan dan menyatakan bahwa tidak ada efek negatif
dari pengalaman tersebut sehingga mempengaruhi sikap informan terhadap
pemberian makanan atau minuman sebelum cucunya berusia enam bulan.
Menurut Azwar (2005), mengatakan bahwa diantara faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,
orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga
pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
Faktor yang turut dalam pengambilan keputusan adalah pengalaman
dalam keluarga dalam menyusui (Prawirodihardjo, 2012). Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Greenow Raynes Camiile, et.al (2016)
mengatakan bahwa jika ibu atau ibu mertua dari bayi memiliki pengalaman
menyusui mereka sendiri, maka secara positif cenderung ke arah menyusui
secara ASI eksklusif atau menahan diri untuk memperkenalkan makanan pada
pada bayi.
Sedangkan pengetahuan informan kebanyakan tidak mengetahui
makanan atau minuman yang baik untuk bayi usia dibawah enam bulan
sehingga sikap informan terhadap pemberian makanan atau minuman
tambahan sebelum cucunya berusia enam bulan juga positif.
66
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa faktor latar belakang
yang mempengaruhi terbentuknya behavioral belief adalah pekerjaan,
pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan faktor latar belakang yang tidak
mempengaruhi terbentukya behavioral belief adalah umur, suku dan
pendidikan.
6.4 Norma Subjektif Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala
Pemberian ASI Eksklusif
Dalam theory of planned behavior, norma subjektif adalah individu
atau kelompok yang cukup berpengaruh terhadapnya akan mendukungnya
untuk menganjurkan pemberian makanan atau minuman sebelum cucunya
berusia 6 bulan. Maka hal ini akan menjadi tekanan sosial bagi ibu atau ibu
mertua untuk melakukannya. Sebaliknya jika ia percaya orang lain yang
berpengaruh padanya tidak mendukung tingkah laku tersebut, maka hal ini
menyebabkan ia memiliki subjective norma untuk tidak melakukannya
(Ajzen, 2005).
Menurut Azwar (2005), orang lain disekitar kita merupakan salah
satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita, seseorang
yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi
setiap gerak tingkah laku pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita
kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak
mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Dimana orang yang
biasanya kita anggap penting adalah orang tua, orang yang status sosialnya
lebih tinggi, teman sebaya, tetangga, teman dekat, guru teman kerja atau
suami atau lain-lain.
67
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diketahui
bahwa sebagian informan memperoleh keyakinan normatif atau orang yang
mereka anggap penting yang memberikan pengaruh, yang mendukung
didalam menganjurkan atau memberikan makanan atau minuman tertentu
sebelum berusia enam bulan berasal dari tetangga dan keluarga. Menurut
Dimatteo (1991) dalam Nurmaradina (2010), dukungan sosial berasal dari
lingkungan sosial seperti teman, keluarga, tetangga, teman sekerja dan orang-
orang lainnya. Dukungan sosial terdiri dari atas informasi atau nasihat verbal
dan nonverbal, saran, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh orang-
orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya dan hal- hal
yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada
tingkah laku penerimanya (Marliyah dkk, 2004).
Namun, dalam penelitian ini juga ditemukan ada beberapa
informan yang tidak memiliki norma subjektif. Akan tetapi, pemberian
makanan atau minuman dilakukan diri sendiri karena sudah menjadi
kebiasaan dan tradisi keluarga informan dalam pemberian makanan atau
minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) tradisi merupakan adat kebiasaan turun temurun dari nenek
moyang yang masih dijalankan masyarakat sebagai keturunannya. Marzuki
(2011) mengatakan bahwa tradisi dan budaya merupakan aspek yang menjadi
acuan masyarakat didalam menampilkan perilaku atau tindakan.
Tradisi merupakan aspek budaya yang mempengaruhi status
kesehatan, dimana terdapat tradisi didalam masyarakat setempat yang dapat
berpengaruh positif atau negatif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
68
Adapun beberapa tradisi didalam masyarakat setempat yang dapat
berpengaruh negatif terhadap kesehatan, yaitu adanya tradisi pemberian
makanan pendamping secara dini (MP-ASI). Tradisi keluarga didalam
pemberian MP-ASI dini secara dini biasanya diturunkan oleh orang tua
kepada anak-anaknya seperti memberikan pisang, nasi, madu, air dan
sebagainya (Rolina, 2016). Penelitian Sattu (2013), kegagalan pemberian ASI
eksklusif pada bayi disebabkan karena nenek masih mengikuti tradisi yang
secara turun temurun yang memberikan madu, sagu, pisang pada bayi, hal ini
diberlakukan pada seluruh anggota keluarga.
Selain norma subjektif berasal dari tetangga juga didapatkan sebagian
informan yang menjadikan tenaga kesehatan sebagai orang yang berpengaruh.
Akan tetapi, dari tenaga kesehatan belum pernah melakukan penyuluhan
terhadap informan. Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014, Tenaga
Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Salah satu program kegiatan
peningkatan cakupan ASI eksklusif adalah dengan melakukan penyuluhan.
Penyuluhan merupakan salah satu program promosi kesehatan, promosi
kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja, tetapi juga
disertai upaya - upaya memfasilitasi perubahan perilaku. Hal ini berarti
bahwa promosi kesehatan adalah program kesehatan yang dirancang untuk
69
membawa perubahan, baik di dalam masyarakat sendiri maupun dalam
organisasi dan lingkungannya (Notoatmodjo, 2007).
Hal-hal yang diasumsikan dapat mempengaruhi Normative belief
(Norma Subjektif) adalah umur, suku, pendidikan, pekerjaan pengalaman dan
pengetahuan (Ajzen, 2005). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa
usia informan mempengaruhi normative belief (Norma subjektif), kebanyakan
usia informan termasuk golongan usia madya atau pertengahan. Akan tetapi,
ada informan yang memiliki norma subjektif dan tidak memiliki norma
subjektif, seharusnya ketika usia nya sama maka semua informan memiliki
norma subjektif yang sama. Semua suku sunda memiliki norma subjektif dan
hampir suku jawa tidak memiliki norma subjektif, sehingga dapat
disimpulkan bahwa suku mempengaruhi normative belief (Norma subjektif).
Selain itu, pendidikan juga tidak mempengaruhi normative belief
(Norma subjektif), karena kebanyakan informan memiliki pendidikan SD dan
sebagian memiliki norma subjektif dan sebagian lainnya tidak memiliki
norma subjektif. Pekerjaan tidak mempengaruhi normative belief (Norma
subjektif). Karena semua informan yang memiliki norma subjektif dengan
yang tidak memiliki norma subjektif, memiliki pekerjaan yang sama.
Pengalaman informan tidak mempengaruhi normative belief (Norma
subjektif), karena semua informan memiliki pengalaman yang sama. Akan
tetapi, ada informan yang memiliki norma subjektif dan tidak memiliki norma
subjektif.
70
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor latar
belakang yang mempengaruhi terbentuknya normative believe (norma
subjektif) adalah suku dan usia informan. Sedangkan faktor latar belakang
yang tidak mempengaruhi adalah pekerjaan, pendidikan, pengalaman dan
pengetahuan.
6.5 Persepsi atas kontrol Perilaku ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai
Kendala Pemberian ASI Eksklusif
Perceived Behavioral Control ditentukan oleh kombinasi antara
keyakinan individu mengenai faktor pendukung atau penghambat untuk
melakukan suatu perilaku, dengan kekuatan individu akan setiap faktor
pendukung atau penghambat (Anissa dkk, 2013). Berdasarkan hasil
wawancara, sebagian besar informan mengakui tidak memiliki hambatan
didalam memberikan makanan atau mimunan kepada cucunya.
Berdasarkan rumus diatas dijelaskan bahwa Perceived Behavioral
Control merupakan hasil penjumlahan kali dari control beliefs terkait hadir
atau tidaknya (ci) dengan kekuatan faktor yang menfasilitasi atau
menghambat tingkah laku (pi). Artinya bahwa semakin besar mengenai
persepsi mengenai kesempatan dan sumber daya yang dimiliki, maka semakin
kecil persepsi tentang hambatan yang dimiliki seseorang, maka semakin besar
persepsi kontrol yang dimiliki orang tersebut (Ajzen, 2005).
Perilaku informan A dan B, dan C dalam menganjurkan dan
memberikan makanan atau minuman kepada cucunya sebelum usia 6 bulan,
informan tidak mendapatkan hambatan apapun. Hal ini dikarenakan makanan
71
yang disering diberikan lebih terjangkau, banyak tersedia dan apabila
persediaan makanan habis maka diganti dengan apa saja yang ada dirumah
seperti wortel, labu, dan buah naga. Selain itu, cucunya menerima apa saja
yang diberikan atau disarankan oleh informan dan ditambah lagi cucunya
mau saja karena makanan yang diberikan rasa manis.
Faktor ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan
untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas,
kualitas, keragaman dan keamanannya. Distribusi berfungsi mewujudkan
sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar masyarakat
dapat memperoleh pangan dalam jumlah, kualitas dan keberlanjutan yang
cukup dengan harga yang terjangkau (Prabowo, 2010).
Namun, berbeda dengan informan F, Pemberian makanan yang
diberikan oleh informan terhadap cucunya memiliki hambatan yaitu cucunya
sering merasakan bosan. Namun, dalam menghadapi hambatan tersebut
informan mengganti makanan yang baru ketika bayi sudah merasa bosan
dengan makanan yang diberikan.
Menurut Feldman (1995), Persepsi kontrol perilaku didefinisikan
sebagai persepsi individu mengenai kemudahan atau kesulitan untuk
melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku menurut Ajzen (2005), mengacu
pada persepsi seseorang akan kemampuannya untuk menampilkan perilaku
tertentu. Dengan kata lain kontrol perilaku menunjuk kepada sejauh mana
seseorang merasa bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku
tertentu berada di bawah kontrol individu yang bersangkutan.
72
Hal-hal yang diasumsikan dapat mempengaruhi terbentuknya
Perceived Behavioral Control adalah umur, suku, pendidikan, pekerjaan
pengalaman dan pengetahuan (Ajzen, 2005). Berdasarkan hasil penelitian
ditemukan bahwa umur tidak mempengaruhi Perceived Behavioral Control,
karena kebanyakan informan memiliki usia madya (menengah), dan diketahui
ada yang memiliki hambatan dan ada yang tidak memiliki hambatan. Suku
mempengaruhi Perceived Behavioral, karena suku sunda semua tidak
memiliki hambatan, begitu juga sebaliknya hampir semua jawa tidak
memiliki hambatan juga.
Selaian itu, juga pendidikan tidak mempengaruhi Perceived
Behavioral, karena kebanyakan informan berpendidikan SD dan semua
informan tidak memiliki hambatan, sedangkan yang berpendidikan menengah
ada yang memiliki hambatan dan ada yang tidak memiliki hambatan.
Pekerjaan tidak mempengaruhi Perceived Behavioral, karena semua informan
tidak memiliki pekerjaan, dan diketahui juga hampir semua informan tidak
memiliki hambatan. Pengalaman tidak mempengaruhi Perceived Behavioral,
karena semua informan memiliki pengalaman dalam pemberian makanan atau
minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan, sehingga informan tidak
memiliki hambatan. Pengetahuan tidak mempengaruhi Perceived Behavioral,
karena kebanyakan informan yang tidak mengetahui makanan atau minuman
yang baik untuk bayi usia dibawah enam bulan. Akan tetapi, informan tidak
memiliki hambatan.
Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa yang dapat
mempengaruhi persepsi kontrol adalah suku. Sedangkan usia, pendidikan,
73
pekerjaan pengalaman dan pengetahuan tidak mempengaruhi perceived
behavioral control.
6.6 Niat Ibu Kandung atau Ibu Mertua Sebagai Kendala Pemberian ASI
Eksklusif
Theory of planned behavior dimulai dengan melihat niat berperilaku
sebagai anteseden terdekat dari suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin
kuat niat seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan
semakin berhasil ia melakukannya (Ajzen, 2005).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar informan
memiliki niat untuk menerapkan perilaku didalam menganjurkan dan
memberikan makanan atau minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan. Niat
akan terwujud dalam tingkah laku yang sebenarnya, jika individu tersebut
mempunyai kesempatan yang baik dan waktu yang tepat untuk
merealisasikannya. Selain itu, niat tersebut akan dapat memprediksi tingkah
laku (Feldman, 1995). Penentu terpenting perilaku seseorang adalah intensi
untuk berperilaku. Niat individu untuk menampilkan suatu perilaku seseorang
adalah kombinasi dari sikap, norma subjektif dan persepsi kontol untuk
menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia
melakukannya (Ajzen, 2005).
Berdasarkan penelitian ini, semua ibu atau ibu mertua memiliki sikap
yang positif terhadap pemberian makanan atau minuman kepada cucunya
sebelum berusia enam bulan. Sikap positif muncul karena ibu atau ibu mertua
menyakini bahwa dengan pemberian makanan atau minuman tertentu
74
memiliki keutungan yang diperoleh bayi. Tidak hanya memiliki sikap yang
positif, sebagian informan juga memiliki norma subjektif, hal ini terlihat dari
hasil wawancara mendalam yakni ibu atau ibu mertua menyakini bahwa
adanya dukungan atau pengaruh yang diperoleh tetangga dan keluarga. Selain
itu, sebagian informan berperilaku memberikan makanan atau minuam
terhadap cucunya karena memang sudah menjadi tradisi dan kebiasaan
didalam keluarga terdahulu untuk memberikan makanan atau minuman
sebelum tertentu kepada bayi berusia 6 bulan.
Selain sikap dan norma subjektif yang positif, untuk menghasilkan
niat yang positif juga harus didukung oleh persepsi kontrol perilaku yang kuat
untuk dapat menampilkan perilaku yang diinginkan. Berdasarkan hasil
wawancara mendalam didapatkan bahwa ibu semua informan tidak memiliki
hambatan dalam berperilaku memberikan dan berperilaku menganjurkan
pemberian makanan atau minuman sebelum berusia enam bulan.
75
7 BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Perilaku informan sebagai kendala pemberian ASI eksklusif berupa
perilaku menganjurkan dan perilaku memberikan minuman sebelum
cucunya berusia 6 bulan. Makanan atau minuman yang di berikan dan
dianjurkan berupa susu botol, buah-buahan, biskuit, madu, air putih, regar,
biskuit, dan netsle. Perilaku memberikan dan perilaku menganjurkan
dilakukan pada usia 4 bulan, 3 bulan, 1 bulan, dua setengah bulan dan
setelah bayi lahir.
2. Semua informan memiliki sikap positif terhadap pemberian makanan atau
minuman sebelum bayi berusia 6 bulan. Makanan atau minuman yang
mereka anjurkan memiliki keuntungan yang cukup baik untuk bayi yaitu,
tidurnya lebih nyenyak, supaya kenyang, gampang masuk kepencernaan,
pelancar BAB, buat obat, sebagai vitamin, menghindari agar bibirnya tidak
pecah-pecah, sariawan, obat panas dalam, menghilangkan putih-putih
dimulut, biar sehat dan menambah berat badan.
3. Sebagian informan merasa bahwa orang disekitarnya mendukung tindakan
yang dilakukan yang berasal dari tetangga. Sebagian informan lainnya
tidak memperhitungkan orang disekitarnya untuk melakukan tindakan
tetapi berdasarkan keputusan diri sendiri. Sedangkan petugas kesehatan
hanya diperhitungkan sebagian informan. Sebagian informan lainnya tidak
memperhitungkan tenaga kesehatan sebagai norma subjektif.
76
4. Sebagian informan lainnya merasa tidak memiliki hambatan didalam
menganjurkan dan memberikan makanan atau minuman sebelum cucunya
berusia 6 bulan. Sebagian informan lainnya menganggap mampu
mengatasi hambatan yang dialami dalam pemberian makanan atau
minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan.
5. Semua informan berniat untuk memberikanan dan menganjurkan makanan
atau minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan.
6. Faktor yang melatarbelakangi terbentuknya behavioral belief adalah
pekerjaan, pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan faktor yang
melatarbelakangi terbentuknya normative belief adalah usia dan suku.
Selanjutnya faktor yang melatarbelakangi terbentuknya control belief
adalah suku.
7.2 Saran
1. Saran untuk Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama
Petugas Puskesmas Kecamatan Kebayoran lama khusunya
pemegang program gizi dan KIA, tidak hanya memberikan penyuluhan
atau konseling terhadap ibu bayi. Akan tetapi, juga harus diberikan
penyuluhan dan pembinaan terkait program ASI eksklusif terhadap ibu
atau ibu mertua yang tinggal dan ikut mengasuh cucunya. Pemberian
penyuluhan atau konseling ASI eksklusif, salah satunya dapat dilakukan
pada saat kegiatan posbindu lansia.
2. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya
77
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut siapa kira-kira yang dapat
membentuk norma subjektif ibu atau ibu mertua yang tidak
memperhitungkan petugas kesehatan sebagai norma subjektif.
2. Selain itu, untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan
penelitian kualitatif dengan informan tidak hanya sebagai kendala
pemberian ASI eksklusif. Akan tetapi, juga informan yang
mendukung pemberian ASI eksklusif.
78
8 DAFTAR PUSTAKA
Achmat, Z. 2010. Theory of Planned Behavior, Masih Relavan?. Malang
Universitas Muhammadiyah Malang
(http://zakaria.staff.umm.ac.id?files?2010?12?theory-of-planned-behavior
masihkah –relavan.pdf diakses pada tanggal 25 september 2016, pukul
20.20 WIB.
Afifah, Diana Nur. 2007.”Faktor yang berperan dalam Kegagalan Praktik
Pemberian ASI Eksklusif (Studi Kualitatif di Kecamatan Tembalang, Kota
Semarang. Tesis Program Pascaserjana Universitas Dipenogoro Semarang
2007. Diakses melalui http://eprints.undip.ac.id/1724/1/Diana Nur
Afifah.pdf pada tanggal 30 Juli 2016.
Afiyanti, Y., & Rachmawati, I. N. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam
Riset Keperawatan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Agunbiade, Ojo. M., and Opeyemi V. Ogunyele. 2012. Contraints to Exclusive
Breastfeeding Practice among Breastfeeding Mothers in Southwest
Negeria; Implications For Scaling Up. Obafemi Awolowo University.
Negeria. The Journal of Perinatal Education, 21(2), 80–89. Tersedia
http//www.internationalbreastfeedingjournal.com/content/7/1/5. Di akses
pada 26 agustus pukul 8.00 WIB.
Triyani Sugeng, Nessi Meilan, dan Niken Purbowati. 2014.Hubungan Antara
Lama Pemberian ASI Eksklusif Dengan Perkembangan Anak Usia 12 - 36
Bulan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol. 1, Nomor 2, Maret
2014, hlm : 113 - 119
Rahmadhani, Eka Putri, Gustina Lubis, dan Edison. 2013. Hubungan Pemberian
ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare Akut pada Bayi Usia 0-1
Tahun di Puskesmas Kuranji Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
2013; 2(2)
Mauris, Hindah. 2010. Menu Ibu Hamil Agar Tetap Langsing Sehat Setelah
Melahirkan: Jakarta. PT Gramdia Pustaka Utama
Ajzen. 2005. Attitudes, personality and behavior (second edition). New york:
McGraw Hill.
Anissa, Sepryna. 2013. Pengaruh Sikap, Norma Subjektif, Dan Perilaku Yang
Idrasakan Terhadap Niat, Serta Pengaruh Niat Terhadap Kepatuhan
Membawar Zakat Penghasilan. Program Studi Ekstensi Manajemen
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
79
Aruben, Roni dkk 2011. Beberapa faktor Determinan dalam Praktik Inisiasi
Menyusu Dini dan Pemberian ASI eksklusif Studi Kualitatif pada dua
Puskesmas, Kota Semarang. Artikel M Medika Indonesia.45 (3) Tahun
2011.
Azwar, Saifuddin. 2005. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya. Yogjakarta.
Pustaka Belajar.
Dharma, Kelana Kusuma. Metodologi penelitian Keperawatan (pedoman
melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian). Jakarta: CV.Trans Info
Media. 2011.
Feldman, R.S. 1995. Social pschology. New Jersey: Prentice Hall.
Fikawati, Sandra dan Ahmad Syafiq. 2009. Penyebab Keberhasilan dan
Kegagalan Praktik Pemberian ASI Eksklusif. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional 4 (3) Desember 2009.
Gibney, M.j. et.al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC
Greenow, Raynes Camille, et.al. 2016. The influence of grandmothers on
breastfeeding rates: A systematic Review. Negin et.al BMC Pregnancy and
Childbirth DOI 10.1186/s12884-016-0880-5.
Grassley, JS, spencer, BS dan Law, B. 2012. A grandmothers’ tea: Evaluation of
a Breastfeeding Support Intervention: the journal of perinatal education,
21 (2), 80-89. http://www.ncbi.nml.nih.gov/pmc/articles/PMC3400246/
Green Lawrence, and Marshall W. Kreuter. 1991. Health Promotion Planning An
Education And Envirimental Approach.
Hariyani. 2014. Alasan Tidak di berikan ASI Eksklusif Oleh Ibu Bekerja Di Kota
Mataram Nusa Tenggara Barat. Tesis Program Pascasarjana Universitas
Udayana Denpasar 2014.
Ida. 2012. Faktor faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif 6
bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiri Muka Depok tahun 2011. Tesis
Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Peminatan Promosi Kesehatan Depok.
IDAI, 2013. Air Susu Ibu dan Kekebalan Tubuh. Tersedia di Web
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-kekebalan-tubuh di
akses pada tanggal 29 Oktober 2016.
80
IDAI, 2013. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu tersedia di Web
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-susu-ibu. di akses
pada tanggal 18 oktober 2016
INFODATIN. 2014. Situasi dan Analisis ASI eksklusif. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.
Jatmika, S.D.E,. 2015. Norma Masyarakat Untuk Meningkatkan Niat Ibu Hamil
dalam Memberikan ASI Eksklusif. Jurnal Kesehatan “ Samodra Ilmu” Vol
06, No 1.
KBBI “Tradisi” diakses pada tanggal 16 Februari 2017. Online. Diakses di
http://kbbi.wed.id/tradisi.
Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kummer, Suzane, et.al 2005. Influence of Grandmother on Breastfeeding
Practice. Rev Saude Publica 2005: 39 (2)
Kurniawan, Bayu. 2013. Determinan Keberhasilan Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 27 (4).
Lupiana, dkk. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Pemberian MP-
ASI Dini pada Bayi di Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus.
Jurnal Keperawatan Volume VIII, No 1.
Manalu, Helper dkk 2005. Faktor-Faktor Sosial Budaya yang Melatar Belakangi
Pemberian ASI Eksklusif. Jurnal Ekologi Kesehatan vol 4 no 2, 241-246.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta. EGC. Cetakan 1. Hlm, 92.
Marliyah dkk. 2004. Persepsi Terhadap Dukungan Orang Tua dan Pembuatan
Keputusan Karir Remaja. Journal Provitae No. 1
Marzuki. 2011. Tradisi Dan Budaya Masyarakat Jawa dalam Perspektif Islam.
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogjakarta.
81
Maulana. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta. EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nugroho, Taufan. 2001. ASI dan Tumor Payudara. Yogjakarta. Nuha Medika.
Cetekan 1, hlm 29.
Nurmadina, Mira. Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan
Pada Wanita Manopause. 2010.
(http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17450. diakses pada 17
Februari 2017 Pukul 00.13 WIB)
Padmawati, dkk 2009. Peran Ayah dalam Praktik Menyusui. Jurnal Berita
Kedokteran Masyarakat. Vol. 26. No. 4, Desember 2010
Pandi, E. 2010. Sehat cara Al-qur’an dan Hadist. Jakarta: PT Mizan Publika.
Prabowo, Rosii. 2010. Kebijakan Pemerintah dalam Mewujubkan Ketahanan
Pangan di Indonesia. Mediagro Vol 6. No 2, hal 62-73.
Priyono, Yunisa. 2010. Merawat Bayi tanpa Baby Sitter.Yogjakarta : Media
Pressindo.
Prawirodihardjo, leo dkk. 2012. Faktor determinan pemberian ASI eksklusif di
wilayah kerja puskesmas jumpandang baru kecamatan tallo kota
makassar. Jurnal kebidanan dan keperawatan, vol.8 No. 1 juni 2012; 63-
71
Pudjiadi, Solihin. 2002. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru.
Purwanti, P. 2004. Konsep pemberian ASI ekslusif. Jakarta. EGC.
Roesli, Utami. 2005. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Roesli, Utami. 2008. Inisiasi Menyusui Dini. Jakata: Pustaka Bunda.
Rolina, Shintya dan Rahmalia. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan di DPM Nurlita Pelembang,
Jurnal Kesehatan, Volume 7 (2), 260-265
Safitri, Yeni. 2010. Analisis Perilaku tidak Memberikan ASI Eksklusif pada Ibu
yang Memiliki Bayi 6 Bulan Sampai 12 Bulan di Wilayah Kerja
82
Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber Tahun 2010. Skripsi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saptari, A. F dan Sudiarti Trini. 2013. Hubungan Sikap dan Pengetahuan dengan
Niat Mendukung Praktik Pemberian ASI Eksklusif pada Mahasiswa
Magister Pria Universitas Indonesia. Program Studi Gizi, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok
Saputri, Kiki Chairani. 2013. Alasan Ibu Memberikan Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI) Dini Dengan Pendekatan Teori Health Belief Model di Wilayah
Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sattu, Marsalina. 2013. Pemberian Ibu Menyusui yang tidak ASI Eksklusif pada
Suku Belantak Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Tesis. Universitas
Hasanuddin Makkasar.
Shaharudin. 2001. Mengaplikasikan Teori Psikologi dalam sukan. Malaysia.
Yeohprinco.
Simbolon, Pomarida, 2011. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Pemberian
ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Gurilla Pemantasiantar. Tesis.
Universitas Indonesia Depok.
Soetjiningsih. 1997. ASI: petunjuk untuk tenaga kesehatan. Jakarta :EGC
Sugiyono. 2015. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. 2015. Pencapaian Indikator Kinerja
Pembinaan Gizi Enam Bulanan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kota
Administrasi Jakarta Selatan.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC
Sunarto dkk. 2013. Determinan menyusui eksklusif di pedesaan jawa : hasil
program promosi menyusui eksklusif. Semnas PAGI, Biokima Gizi, Gizi
Klinis, dan Dietetik.
Sutedjo. 2003. Analisis Perilaku Masyarakat Dalam Penggunaan Jamban
Keluarga pada Dua Desa Di Kabupaten Rembang. Tesis
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga
kesehatan.
83
Walingo. M, dan Mutuli. 2014. Applicability of Theory of Planned Behavior in
Understanding Breastfeeding Intention of Postpartum Women.
International Journal of Multisciplinary Current Research.
Widyarini, Nilam. 2009. Kunci Pengembangan Diri. PT Elex Media Komputindo.
Gramedia.
Wijayanti, Hartanti Sandi. 2015. Faktor- Faktor yang mempengaruhi Praktik
Pemberian ASI di Wilayah Perkotaan, Kelurahan Paseban, Jakarta. Gizi
Indonesia 2015, 38 (1) : 29-40.
Yamin, M. 2007. Faktor faktor yang berhubungan dengan pemberian ASeksklusif
oleh ibu bayi yang berumur 6-12 bulan dikecamatan metro timur kota
metro lampung tahun 2007. Tesis. FKM-UI.
Yuliarti, Iin Dwi. 2008. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Perilaku
Pemberian ASI Eksklusif. Tesis Program Studi Kedokteran Keluarga
Program Serjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 2008. Tersedia di
web eprints.uns.ac.id/9582/1/72380707200904201.pdf
Tuliarti, Nurheti. 2010. Keajaiban ASI- Makanan Terbaik untuk Kesehatan,
Kecerdasan, dan Kelincahan Si Kecil. Yogjakarta : C.V ANDI Offset..
Zakiyah, 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif
di kelurahan Semanan Kecamatan Kalideres Jakarta Barat.Fakultas
Kesehatan Masyarakat Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
84
9 LAMPIRAN
85
Lampiran 1
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI INFORMAN
Penelitian Mengenai Gambaran Perilaku Ibu atau Ibu Mertua Sebagai
Kendala Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kebayoran
Lama Tahun 2017
Kepada YTH
Calon Informan Penelitian
Di Tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Suharni
NIM : 1112101000102
Alamat : Jln. Puri Intan No. 52 Pisangan Ciputat
Adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program
Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sedang melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Perilaku ibu Kandung
Atau Ibu Mertua Sebagai Kendala Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebayoran Lama Tahun 2016”.
Pada penelitian ini sayan mengharapkan kepada ibu untuk dapat menjadi
informan penelitian saya dan bersedia untuk diwawancarai, baik dengan
melakukan tatap muka secara langsung atau melalui telpon. Penelitian ini tidak
menimbulkan akibat merugikan bagi ibu yang telah menjadi informan saya.
Kerahasiaan informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya untuk kepentingan
penelitian. Jika ibu tidak bersedian menjadi informan, maka tidak ada ancaman
bagi anda. Apabila ibu menyetujui, maka saya mohon bersedia untuk
menandatangani lembar persetujuan.
Atas perhatian dan kesediaan ibu menjadi informan, saya ucapkan terimakasih.
Ciputat, Desember 2013
Peneliti
86
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia menajdi
informan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, yang bernama Suharni
dengan judul “ Gambaran Perilaku ibu kandung atau ibu mertua sebagai kendala
Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kebayoran Lama Tahun
2016.
Saya memahami bahwa yang dihasilkan merupakan rahasia dan hanya
digunakan untuk kepentingan pengembangan Ilmu Kesehatan dan tidak
merugikan bagi saya. Oleh karena itu, saya bersedia untuk menjadi informan
dalam penelitian ini saya akan memberikan informasi yang sebenar-benarnya.
Ciputat, Desember 2017
Informan
(......................................................)
87
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (INFORMAN UTAMA IBU
KANDUNG ATAU IBU MERTUA) DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS
KEBAYORAN LAMA TAHUN 2016
Karateristik Responden
Nama :
Alamat :
No Hp :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Suku :
No Elemen TPB Pertanyaan
1. Perilaku yang
menghambat
pemberian ASI
eksklusif
1. Apakah cucu ibu pernah diberikan makanan
atau minuman sebelum berusia 6 bulan?
2. Siapa yang pertama menganjurkan atau
memberikan makanan atau minuman pada
cucunya sebelum berusia 6 bulan?
3. Makanan seperti apa yang ibu sering berikan
atau anjurkan untuk diberikan sebelum cucu
ibu berusia 6 bulan?
4. Usia berapa cucunya diberikan makanan atau
minuman?
2 Faktor Latar
Belakang
- Sosial
- Individu
- Informasi
5. Ibu, apa yang ibu ketahui tentang makanan atau
minuman yang baik untuk bayi usia dibawah 6
bulan?
6. Apa saja pengalaman ibu didalam memberikan
makanan atau minuman sebelum cucunya
berusia 6 bulan?
7. Menurut ibu pemberian makanan atau
minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan,
menurut ibu bagaimana baik atau bagaimana?
3. Sikap
8. Menurut ibu apa keuntungan atau manfaat dari
pemberian makanan atau minuman sebelum
cucunya berusia 6 bulan?
9. Menurut ibu ada enggak dampak atau penyakit
yang timbulkan dari pemberian makanan atau
minuman sebelum cucunya berusia 6 bulan?
88
4. Norma Subjektif
10. Siapa saja orang yang berpengaruh sehingga
ibu berperilaku menganjurkan pemberian
makanan pada cucu ibu sebelum berusia 6
bulan?
11. Seperti apa saran yang diberikan kepada ibu?
12. Ibu kalau misalnya dari tenaga kesehatan
melarang ibu untuk tidak memberikan atau
menganjurkan makanan atau minuman seperti
yang ibu anjurkan tadi, sebelum cucunya
berusia 6 bulan? kira kira ibu berhenti atau
tidak?
5 Persepsi terhadap
kontrol yang dimiliki
13. Apa hambatan ibu atau ibu mertua dalam
menganjurkan atau memberikan makanan
sebelum bayi cucu ibu berusia 6 bulan?
14. Jika ada, bagaimana cara ibu menghadapi
hambatan tersebut?
6 Niat
15. Apakah selama cucu ibu berusia di bawah 6
bulan anda memiliki keinginan yang kuat
untuk memberikan makanan sebelum berusia 6
bulan?
16. Apa saja usaha yang ibu lakukan untuk tetap
menganjurkan pemberian makanan tambahan
sebelum bayi berusia 6 bulan?
89
Lampiran 4
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (INFORMAN PENDUKUNG
IBU DARI BAYI) DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS KEBAYORAN
LAMA TAHUN 2016
Nama :
Alamat :
No Hp :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Suku :
No Elemen TPB Pertanyaan
1. Perilaku Ibu atau Ibu
Mertua
1. Apakah selama ini anak ibu pernah
diberikan makanan atau minuman
sebelum cucunya berusia 6 bulan?
2. Ibu, ibu selama bayi ibu berusia dibawah 6 bulan, ibu pernah dapat
saran dari ibu kandung atau ibu
mertua ibu dalam memberikan
makanan atau mimunan/
memberikan langsung pada anak
ibu?
3. Makanan seperti apa yang sering
ibu mertua yang anjurkan untuk
diberikan kepada anak ibu?
4. Usia berapa ya bu anak ibu
diberikan makanan atau minuman?
2 Norma Subjektif
1. Siapa saja orang yang
mempengaruhi ibu atau ibu mertua
anda dalam menganjurkan
pemberian makanan tambahan
secara dini pada anak anda? (Ibu
kandung)
2. Apakah orang tersebut
menyarankan ibu atau ibu mertua
anda untuk memberikan makanan
tambahan secara dini pada anak
anda? (Ibu kandung)
3. Ibu pernah enggak memberikan
saran atau memberikan kepada ibu
x untuk memberikan makanan
kepada cucunya sebelum berusia 6
bulan? (Tetangga)
4. Bagaimana saran atau
90
informasinya bu?(Tetangga)
Persepsi Kontrol atas
Perilaku
5. Apakah ada hambatan ibu didalam
pemberian makanan atau minuman
sebelum cucunya berusia 6 bulan?
Lampiran 5
Matriks Wawancara Informan Utama
Pertanyaan Informan
A
Informan
B
Informan
C
Informan
D
Informan
E
Informan
F
Perilaku
1. Apakah cucu
ibu pernah
diberikan
makanan atau
minuman sebelum
berusia 6 bulan?
Iya Iya Iya Iya Iya Iya
2.Siapa yang
pertama
menganjurkan
atau memberikan
makanan atau
minuman pada
cucunya sebelum
berusia 6 bulan?
Neneknya
berperilaku
langsung
memberikan
makanan atau
minuman
sebrlum
berusia 6
bulan
Neneknya
berperilaku
langsung
memberikan
makanan atau
minuman
sebelum berusia
6 bulan
Neneknya
berperilaku serta
menganjurkan
pemberian
makanan atau
minuman
sebelum
cucunya berusia
6 bulan
Neneknya
meganjurkan
pemberian
minuman sebelum
cucunya berusia 6
bulan
Nenek berperilaku
langsung didalam
pemberian madu
pada cucunya
Neneknya berperilaku
langsung memberikan
makanan atau
minuman sebelum
cucunya berusia 6
bulan
3.Makanan seperti
apa yang ibu
sering berikan
atau anjurkan
untuk diberikan
sebelum cucu ibu
berusia 6 bulan?
Susu botol
merek nestle
dan SGM dan
pisang
Pisang, biskuit
dan madu
Susu botol,
madu dan buah-
buahan seperti
pisang, pepaya,
dan alpukat
Air putih dengan
ASI
Madu Regar, biskuit, netsle
dan air putih
92
4.Usia berapa
cucunya diberikan
atau dianjurkan
makanan atau
minuman
Pisang : 4
bulan
Susu botol : 2
bulan lebih
3 bulan 3 bulan Sejak lahir Sejak lahir 2 bulan setengah
5. Ibu, apa yang
ibu ketahui
tentang makanan
atau minuman
yang baik untuk
bayi usia dibawah
6 bulan?
Tidak
mengetahui
makanan atau
minuman
yang baik
untuk bayi
usia dibawah
6 bulan
Sudah
mengetahui
makanan atau
minuman yang
baik untuk bayi
usia 6 bulan
Tetapi
pemberian
makanan atau
minuman untuk
obat dan
diberikan
sedikit-sedikit
Tidak
mengetahui
makanan atau
minuman yang
baik untuk bayi
usia dibawah 6
bulan
Tidak mengetahui
makanan atau
minuman yang
baik untuk bayi
usia dibawah 6
bulan
Tidak mengetahui
makanan atau
minuman yang baik
untuk bayi usia
dibawah 6 bulan.
Sudah mengetahui
makanan atau
minuman yang baik
untuk bayi usia 6
bulan
6. Apa saja
pengalaman ibu
didalam
memberikan
makanan atau
minuman sebelum
cucunya berusia 6
bulan?
Pemberian
makanan atau
minuman
sebelum
berusia 6
bulan sudah
menjadi
pengalaman
Pemberian
makanan atau
minuman
sebelum berusia
6 bulan sudah
menjadi
pengalaman
Pemberian
makanan atau
minuman
sebelum berusia
6 bulan sudah
menjadi
pengalaman
Pemberian
makanan atau
minuman sebelum
berusia 6 bulan
sudah menjadi
pengalaman
Pemberian
makanan atau
minuman sebelum
berusia 6 bulan
sudah menjadi
pengalaman
Pemberian makanan
atau minuman
sebelum berusia 6
bulan sudah menjadi
pengalaman
Sikap
93
6. Menurut ibu
pemberian
makanan atau
minuman sebelum
cucunya berusia 6
bulan, menurut
ibu bagaimana
baik atau
bagaimana?
Memang
bagus kalau
mah pisang
bagus, dari
dulu emang
pisang
Baik –baik aja
kalau dikasih
makanan nah
Enggak apa,
anaknya juga
enggak apa kok
Enggak apa- apa
kan sedikit aja
Anak nya sehat aja Baik- baik aja kalau
dikasih makan
7.Menurut ibu,
apa keuntungan
atau manfaat dari
pemberian
makanan atau
minuman sebelum
cucunya berusia 6
bulan?
Tidurnya lebih
nyenyak,
pelancar BAB
juga dan
gampang
masuk
pencernaan
untuk bayi
Buat obat, buat
vitamin dan
pelancar BAB
Madu
diberikan
digunakan
sebagai obat
kalau bibir
cucunya pecah
pecah, panas
dalam dan
sariawan.
Sedang buah
digunakan
sebagai
vitamin untuk
bayi
Air putih
diberikan untuk
menghindari
adanya putih
putih dimulut dan
mengenal air
putih ke anak
Sebagai obat bibir
yang pecah-pecah
Menambah berat
badan bayi
8. Menurut ibu
ada enggak
dampak dari
pemberian
makanan atau
Tidak ada
penyakit yang
ditimbulkan
akibat
diberikan
Tidak ada kalau
anak sakit bukan
karena makanan
yang diberikan
Tidak ada dan
cucunya sehat
sehat saja
Tidak ada, air
putih hanya
diberikan sedikit
dan tidak ada efek
Tidak ada,
biasanya BAB nya
air susu botol
Tidak ada penyakit
yang timbul
94
minuman sebelum
cucunya berusia 6
bulan?
pisang dan susu
formula. Akan
tetapi, kalau
makanan yang
instan seperti
netsle BAB nya
tidak lancar
karena pakai
tepung
sehingga
pencernaannya
tidak kuat
Norma Subektif
9.Siapa saja orang
yang berpengaruh
sehingga ibu
berperilaku
memberikan atau
berperilaku
menganjurkan
pemberian
makanan
tambahan sebelum
cucu ibu berusia 6
bulan?
Tetangga
Dari diri sendiri
yang diturunkan
dari orang tua ke
anak anaknya
karena sarannya
baik
Inisiatif diri sendiri Diri sendiri.
Karena tante
saya dulu
suka
memberikan
air putih
Ibu lain - lain
dari tetangga
Tetangga dan keluarga yaitu
ipar dan kaka
10. Seperti apa
saran yang
Supaya lebih
mengenal dan
- - - Kalau kering
diolesin aja
Supaya anaknya tidak
rewel, kenyang dan tidak
95
diberikan kepada
ibu?
tidak menangis nangis
11. Ibu kalau
misalnya dari
tenaga kesehatan
melarang ibu
untuk tidak
memberikan atau
menganjurkan
makanan atau
minuman seperti
yang ibu anjurkan
tadi, sebelum
cucunya berusia 6
bulan? kira kira
ibu berhenti atau
tidak?
Berhenti, kalau
dilarang,
selama cucu ibu
tidak kenapa
kenapa
Sudah pasti
melarang,
dibawah enam
bulan dikasih
ASI. Kalau ibu
tetap ngasih
soalnya
bermanfaat,kala
u tidak ada
manfaatnya
ngapain dikasih
Tetap saya berikan
karena dokter tidak
tahu kalau sehari-
hari diberi makan,
buah-buahan kan
bagus kata saya
dan tidak
menganggu
kesehatan, kalau
ASI ajakan rewel,
ini juga dia gemuk
anaknya.
Diberhentink
an
Diberhentikan Kita ngasihnya ngumpet-
ngumpet gitu, soalnya ada
manfaatnya kan biar
kenyang dan tidak nangis
Persepsi atas kontrol yang dimiliki
12. Apa hambatan
ibu atau ibu
mertua dalam
menganjurkan
atau memberikan
makanan sebelum
bayi cucu ibu
berusia 6 bulan?
tidak ada
soalnya kan
kalau susu
terbeli terus,
kalau pisang
habis diganti
yang lain
tidak ada
hambatan
karena makanan
yang diberikan
terjangkau
ditambah
anaknya senang
senang aja
diberikan
makanan seperti
tidak ada
hambatan,
makanan yang
diberikan
terjangkau dan
banyak dijual.
Ditambah lagi
cucunya suka
karena
makanannya manis
tidak ada
hambatan.
Palingan
kalau
ketiduran,
tidak dikasih
tidak ada
hambatan,
karena ibu
kandung bayi
hanya
melarang
untuk
diberikan
makanan
Ada, anaknya cepat
merasa bosan
96
pisang
13. Bagaimana
cara ibu
menghadapi
hambatan
tersebut?
- - - - - Kalau bayinya sudah
merasa bosan diganti
dengan makanan yang
baru
Niat
14. Apakah
selama cucu ibu
berusia di bawah
6 bulan anda
memiliki
keinginan yang
kuat untuk
memberikan
makanan sebelum
berusia 6 bulan?
Memang sudah
keinginan dari
awal tapi
sebelum nya lihat
dari gerak gerik
cucu.
Sudah menjadi
keinginan
Sudah menjadi
keinginan, karena
baik untuk anak
Memang
sudah
menjadi
keinginan,
karena
cucunya
tidak apa
apa.
Memang sudah
menjadi
keinginan,
tetapi pas
bidan bilang
jangan dikasih
saya tidak
kasih lagi pada
saat imunisasi
cucunya umur
4 bulan
Memang sudah menjadi
keinginan
Lampiran 6
Matriks Wawancara Informan Pendukung
Pertanyaan Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E Informan F
1. Ibu, ibu selama
bayi ibu berusia
dibawah 6 bulan,
ibu pernah dapat
saran dari ibu
kandung atau ibu
mertua ibu dalam
memberikan
makanan atau
mimunan/
memberikan
langsung pada
anak ibu?
Ibu membantu
pemberian
makanan seperti
pisang
iya orang tua
membantu dan
menyarankan
karena untuk
obat, kalau anak
ibu sakit suka
dikasih sama
neneknya.
Iya, kalau
anaknya lagi sakit
suka saranin
ngasih obat,
kayak madu itu.
Kalau ibu pergi
kerja diasuh sama
neneknya
Iya, kalau air
putih emang dari
ibu mertua saya
Tidak Iya. Ibu saya
memberikan
makanan dan
menyuruh
2.Makanan seperti
apa yang sering
ibu atau ibu
mertua yang
anjurkan atau
diberikan kepada
anak ibu?
Pisang dan susu
botol
Palingan madu
sama pisang,
soalnya buat obat
Madu, buahan
buahan
Air putih, soalnya
dapat
menghilangkan
putih putih
dimulut, karena
air putih tidak
berpengaruh apa-
apa
Ibunya tidak
mengetahui
makanan yang
pernah dianjurkan
atau diberikan.
kalau susu botol
memang sudah
diberikan karena
air susunya tidak
banyak
Seingat ibu
biskuit, netsle dan
air putih
98
3. Usia berapa ya
bu anak ibu
diberikan
makanan atau
minuman?
2 bulan 3 bulan - Mulai dari lahir 1 bulan 2 bulan
4.Apakah ada
hambatan ibu
didalam
pemberian
makanan atau
minuman sebelum
cucunya berusia 6
bulan?
Tidak ada
hambatan
Tidak ada
hambatan
Tidak ada
hambatan
Tidak ada
hambatan
Tidak ada
hambatan
Tidak ada
hambatan
5.Siapa saja orang
yang
mempengaruhi
ibu atau ibu
mertua anda
dalam
menganjurkan
pemberian
makanan
tambahan secara
dini pada anak
anda? Ibu
kandung)
- Jaman dulu
keluarga emang
selalu
menyarankan.
Dari jaman dulu
emang seperti itu
dikampung dan
emang sudah
tradisi orang tua
saya kalau bayi
baru lahir dikasih
madu
Dari keluarga
jaman dulu
- -
99
4. Ibu pernah
enggak
memberikan saran
kepada ibu x
untuk
memberikan
makanan kepada
cucunya sebelum
berusia 6 bulan?
(Tetangga)
Iya anak ibu juga
udah dikasih
makanan kok
sebelum berusia
6 bulan, kalau
kita ngumpul
sore kita sering
bahas tentang
makanan untuk
anak-anak, kan
ada itu anak yang
rewel
- - - Iya, pernah tapi
madu aja, soalnya
kan cucunya
sering dibawa
kesini main-
main, soalnya
madu emang
baik, terus tidak
apa-apa juga kan
sedikit aja cuman
obat kan ya
Ibu juga sering
main kerumah ibu
x ya ibu sering
gendongin
cucunya, karena
anaknya agak
kurus terus lemes
lihatnya, saya
suruh kasih
makan tapi tidak
banyak-banyak
lah, tapi makanan
yang lembut
Lampiran 7
Pertanyaan Jawaban informan
utama (Ibu Kandung
Dan Ibu Mertua)
Kesimpulan Pertanyaan Jawaban informan
Pendukung (Ibu
Kandung Dan tetangga)
Kesimpulan
Perilaku
1. Apakah
cucu ibu
pernah
diberikan
makanan
atau
minuman
sebelum
berusia 6
bulan?
“Iyaa dikasih “ (Informan
A)
“Iya sudah tapi di
campur” (Informan B)
“Ibu yang selalu ngasih
kalau kecil saya giniin,
soalnya ngerawat sama”
(Informan C)
Sudah tp cuman air sama
tetek “ (Informan D)
“Enggak pernah kalau
makanan, ASI cuman
sampai 2 bulan soalnya
ASI nya sedikit. Jadi
dikasih susu formula,
akhirnya enggak keluar
sampai sekarang deh susu
nya” (Informan E)
“Netek sama dikasih
Regar, biskuit, netsle, air
putih” (Informan F)
Semua cucu
informan pernah
diberikan makanan
atau minuman
sebelum cucunya
berusia 6 bulan (6
informan)
Perilaku
1. Apakah
selama ini
anak ibu
pernah
diberikan
makanan atau
minuman
sebelum
cucunya
berusia 6
bulan?
Iya pernah (Informan A)
Iya, emang dikasih
makan (Informan B)
Iya, dari kecil dikasih
makan (Informan C)
”Iya. Tapi air putih aja”
(Informan D)
“Iya dikasih susu botol”.
(Informan E)
“Iya dikasih kayak netsle
nesle an” (Informan F)
Semua informan
pendukung
membenarkan
kalau anaknya
pernah diberikan
makanan atau
minuman sebelum
berusia 6 bulan
2. Siapa yang
pertama
“Kalau pisang saya
pertama ngasih, kalau
Neneknya (6
informan)
2. Ibu, ibu
selama bayi
“Uuh , kalau membantu
buat susu botol enggak
Informan
pendukung
101
menganjurk
an atau
memberikan
makanan
atau
minuman
pada
cucunya
sebelum
berusia 6
bulan?
susu botol saya sama
ibunya, soalnya susah
kalau ibu nya lagi
kemana gitu, kan di
tinggal diasuh saya tapi
gitu neng kalau mau
pergi disiapkan dulu
sama ibunya soalnya
susu pakai ukuran kan
jadi saya tinggal ngasih
aja” (Informan A)
“Ya saya lah, kan saya
selalu ngasuh dia”
(Informan B)
“Iya nenek yang
nganjurin untuk dikasih,
ibu juga selalu ngasih
kalau misalnya ibu nya
jualan, kan tinggal sama
saya” (Informan C)
“Setelah lahir sudah saya
suruh”. (Informan D)
“Kalau madu mah ibu
pas lahir soalnya kan
buat obat juga ya”
(Informan E)
“Saya yang ngasih
sendiri pertamanya tapi
ibu berusia
dibawah 6
bulan, ibu
pernah dapat
saran dari ibu
kandung atau
ibu mertua
ibu dalam
memberikan
makanan atau
mimunan/
memberikan
langsung
pada anak
ibu?
pernah apalagi kalau
susu botol itu dia enggak
tau kan ada ukuran nya
tuch, tapi kalau ngasih
makan iya kayak pisang
tadi” (Informan A)
“Iya emang orang tua
yang nyaranin sama
bantuin, katanya sih buat
obat, kalau anak ibu
sakit suka dikasi sama
neneknya”
(Informan B)
“Iya, kalau anaknya lagi
sakit suka disaranin
ngasih obat, kayak madu
itu, tapi kalau ibu pergi
ya ditinggal sama
neneknya dikasih makan
deh sama neneknya”.
(Informan C)
“Iya, kalau air putih
emang dari ibu mertua
saya yang nganjurinnya”
(Informan D)
“Enggak tau mah kalau
madu, kalau susu botol
emang air susunya
membenarkan
bahwa ibu mertua
atau ibu kandung
ikut membantu
dan menyarankan
untuk diberikan
makanan atau
minuman kepada
anaknya (5
Informan)
1 informan tidak
mengetahui kalau
anak nya
diberikan madu
karena ibu bayi
bekerja
102
saya suruh dilanjutkan
oleh ibunya” (Informan
F)
enggak banyak”.
(Informan E)
“Ya ibu ngasih makanan
gitu sama nyuruh”.
(Informan F)
3. Makanan
seperti apa
yang ibu
sering
berikan atau
anjurkan
untuk
diberikan
sebelum
cucu ibu
berusia 6
bulan?
“Susu botol merek nestle
dan SGM, tapi pas umur
4 bulan sudah ta
dikasihkan pisang”.
(Informan A)
“Pisang biskuit tapi
campur ASI juga tapi
dikasih dikit dikit sih
porsinya, takut eeh ya ya,
soalnya kalau cuman ASI
aja bisanya kan mencret
mencret doang aya,
kalau dikasih pisang
sama biskuit kan enggak,
tapi sedikit cuman
separuh, iya madu juga,
tapi kalau lagi sakit aja”
(Informan B)
“Kasih susu botol
mereknya SGM, umur 3
bulan dikasih buah
buahan kadang kadang
saya kasih pisang
susu botol, buah-
buahan, biskuit,
madu, air putih,
regar, biskuit, dan
netsle.
3. Makanan
seperti apa
yang sering
ibu atau ibu
mertua yang
anjurkan
atau
diberikan
kepada anak
ibu?
“Dulu anak saya dikasih
Pisang susu botol aja sih
soalnya kan bagus”.
(Informan A)
“Palingan madu sama
pisang biskuit aja sih,
soalnya buat obat juga
kannya” (Informan B)
“Madu, buahan buahan
juga” (Informan C)
“Air putih itu aja emba,
soalnya katanya
menghilangkan putih
putih dimulut, aku juga
pikir kalau air putih mah
enggak apa apa”
(Informan D)
“Apa ya neng, tapi
seingat ku biskuit, netsle,
air putih” (Informan F)
susu botol, madu,
buah- buahan, air
putih, madu,
netsle,dan biskuit
103
alpukat pepaya, kasih
madu juga d biar enggak
sariawan” (Informan C)
“Air tetap sama susu dari
tetek” (Informan D)
“Kalau ibu cuman
pernah ngasih madu pas
lahir, sama susu formula
emang ibunya yang
pertama ngasih”
(Informan E)
“Regar, biskuit, netsle,
air putih aja sih umur
dua bulan setengah
dikasih makan”.
(Informan F)
104
4. Usia berapa
cucunya diberikan
atau dianjurkan
makanan atau
minuman?
“Susu botolnya umur 2
bulan lebih”. (Informan
A)
“Umur 3 bulan emba,
anaknya udh agak gede
jugakan” (Informan B)
“Susu botolnya
seingatnya 1 bulan lebih
neng”. (Informan C)
Pemberian makanan
atau minuman
dilakukan pada usia
3 bulan, sejak lahir,
4 bulan dan 2 bulan
setengah
4. Usia berapa
ya bu anak
ibu
diberikan
makanan
atau
minuman?
“Seingat ibu umur 2
bulan lebih untuk susu
botolnya soalnya susah
kalau ibu mau kemana-
kemana”. (Informan A)
“Umur 3 bulan
(Informan 3 bulan lebih
lah” (Informan B)
“Saya lupa bulan berapa
tapi sebelum 6 bulan
sudah dikasih”
(Informan C)
“Mulai dari lahir saya
kasih” (Informan D)
“Karena saya kerja jadi
usia 1 bulan lebih sudah
saya kasih, soalnya air
asi nya juga tidak lancar
kan ya” (Informan E)
“2 bulan emba (Informan
F)
Pemberian
makanan atau
minuman sebelum
6 bulan
dibenarkan oleh
informan
pendukung yaitu
usia 2 bulan, 3
bulan lebih, 1
bulan dan 2 bulan
Pengetahuan
5. Ibu, apa
yang ibu
ketahui
tentang
makanan
atau
“Menurut ibu mah susu
botol dan pisang aja, tapi
dicampur dengan ASI
juga dia”. (Informan A)
“ASI saja sebenarnya,
tapi kalau dikasih sedikit
kan enggak apa apa
2 informan
mengetahui makanan
atau minuman yang
baik untuk bayi usia
dibawah 6 bulan
4 informan tidak
mengetahui makanan
-
- -
105
minuman
yang baik
untuk bayi
usia
dibawah 6
bulan?
cuman buat obat kan ya”
(Informan B)
“ASI kadang kadang
bantu susu botol, tp susu
botol dan buah kan
enggak apa2 kan dikasih
dikit-dikit”. (Informan C)
“ASI sama air putih
ngilangin putih putih
tadi”. (Informan D)
“Enggak tau, jaman dulu
mah suka ngasih
serelackannya tp jaman
sekarang ngikutin
anjuran dokter bidan,
kalau kita mah dulu
kalau 2 bulan udh
dikasih makan biskuit,
regar”(Informan E)
“Belum boleh ya. Aturan
nya kan emang enam
bulan keatas, tapi kasih
sendiri aja” (Informan F)
atau minuman yang
baik untuk bayi usia
dibawah 6 bulan
106
Pengalaman
6. Apa saja
pengalaman
ibu didalam
memberikan
makanan
atau
minuman
sebelum
cucunya
berusia 6
bulan?
“Anak ibu ada 7 Emang
udh pisang bagus kalau
udah gede kasiha tim
aronan diatas nasi
dikukus dikucek kucek
sampai halus, dulu mah
nenek suka dikunyah
dulu eo baru dikeluarin
terus dikasih bayinya si
nenek dulu kayak gitu
katanya bagus tp
sekarang pada geli.
nasinya biasanya di
kunyah dulu. Tapi pada
mah sehat sehat aja dulu
bayi. Lain lain dulu sama
sekarang tapi sekarang
banyak obat banyak
penyakit” (Informan A)
“Uu pengalaman mah itu
ngasih makan, madukan
juga enggak ngefekan
nya, madu juga kan buat
masker juga sekarang”
(Informan B)
“Anak saya empat semua
gitu, kalau madukan buat
panas dalam, anak saya
Semua informan
sudah menjadi
pengalaman didalam
memberikan
makanan atau
minuman sebelum
cucunya berusia 6
bulan (6 informan)
- - -
107
dulu kasih panas saya
kasih madu buat obat
panas dalam dulu umur 3
bulan” (Informan C)
“Saya kasih air putih
emang dari orang tua
dulu suka ngasihnya”.
(Informan D)
“Anak ibu juga dulu
dikasih aku ngikutin
sampai cucunya, tp
sekarang dikasih tau
sama bidan aku enggak
ngasih lagi, kan jaman
dulu kitakan enggak
ngerti” (Informan E)
“Anak ibu kasih makan
gemuk dulu kalau emang
jawa pisang campur nasi
enak itu, orang tua masih
ada jadi enggak asi
aja”(Informan F)
108
Sikap
7. Menurut ibu
bayi yang
diberikan
makanan
atau
minuman
sebelum
cucunya
berusia 6
bulan itu
gimana,
baik atau
gimana?
“ Memang bagus kalau
pisang mah bagus, dari
dulu emang pisang”
(Informan A)
“Baik baik aja kalau
dikasih makanan mah”
(Informan B)
“Enggak apa, anaknya
juga apa kok” (Informan
C) “Enggak apa apa kan
sedikit aja” (Informan D)
“Ya sih anak ku sehat
sehat aja dikasih pisang
umur 3 bulan di kerok
enggak masalah cuman
sekarang udh banyak
dokter anak, nyebutin
anjuran enggak boleh
ngasih makan, jadinya
kau enggak berani ngasih
makan kalau mama nya
juga belum bilang boleh”
(Informan E)
“Kalau menurut ibu baik
baik aja kalau dikasih
makan” (Informan F)
Setuju karena baik
untuk bayi (6
informan)
5. Apakah ibu
setuju dengan
pemberian
makanan atau
minuman
sbelum anak
ibu berusia 6
bulan?
“Kalau ibu sih setuju
setuju aja ya, toh selama
ini anak ibu tidak
kenapa-kenapa”.
(Informan A)
Iya ibu ma enggak apa-
apa (Informan B)
Enggak apa-apa biar
anaknya kenyang
(Informan C)
Setuju-setuju aja
(Informan D)
Sebenarnya enggak
boleh ya, tapi dikasih
susu botol soalnya air
susunya tidak lancar
(Informan E)
Kalau menurut saya
tidak apa-apa bayi
dikasih makan asal tidak
kebanyakan (Informan F)
Semua informan
setuju dengan
pemberian
makanan atau
minuman sebelum
cucunya berusia 6
bulan
109
6. Menurut ibu
apa
keuntungan
atau manfaat
dari
pemberian
makanan
atau
minuman
sebelum
cucunya
berusia 6
bulan?
“Tidurnya lebih nyenyak,
kasih netsle dulu enggak
berak berak tau 2 hari
tapi kalau kasih pisang
dia bab, soalnya pisang
pelancar bab juga terus
kalau pisang enak dikruk
kruk langsung dikruk kan
lembek, kalau lain kan
keras gitu, kalau pisang
lembut dan gampang
masuk pencernaannya
terus supaya kenyang
juga kan nya” (Informan
A)
“Buat obat aja sih, itu
pisang tadi, selain itu
juga buat vitamin juga
buat pelancar BAB juga,
Pernah waktu dia sakit
sih suka dikasih madu
kadang kadang kering
diolesin madu. Soalnya
madukan sejenis obat
juga kan sariawan, kalau
bibienya kering diolesin
diluarnya aja” (Informan
B)
Tidurnya lebih
nyenyak, pelancar
BAB, buat obat bibir
yang pecah, panas
dalama, sariawan,
sebagai vitamin,
menghindari putih-
putih didalam lidah
dan menambah berat
badan
- - -
110
“Kalau buah buahan kan
harus vitamin kan, tapi
kalau madu dikasih ke
bibir supaya enggak
pecah-pecah, buat obat
panas dalam, biar
enggak sariawan”
(Informan C)
“Saya kasih untuk
menghindari putih putih
dimulut itu, dua sendok
teh itu emba, biar juga
anaknya lebih mengenal
air putih aja, repot juga
nanti itu, jadinya yang
enggak tau jadi tau, biar
nanti jadi doyan, ada itu
susu susu itu, saya
mampus belinya nanti
kalau susu. Soalnya ada
tetangga juga dulu bayi
nya terbiasa dikasih susu
formula jadi pas bayinya
umur enam bulan tidak
doyan lagi minum air
putih” (Informan D)
“Buat panas dalam, biar
enggak pecah kering gitu
111
doang” (Informan E)
“Nambah berat aja”
(Informan F)
7. Menurut ibu
ada enggak
dampak atau
penyakit
yang
timbulkan
dari
pemberian
makanan
atau
minuman
sebelum
cucunya
berusia 6
bulan?
“Kalau pisang ambonya
enggak ada masalah kok,
kan katanya kalau ngasih
makanan lihat tiga hari
dulu dengan makanan
yang sama, cuman pas
tiga hari bab nya juga
bagus, enggak keras
banget. Percobaan kedua
dikasih yang instan
kayak netsele, dia belum
bab bab atau karena
lebih berat, soalnya
pakai tepung lebih berat
apa mungkin berat
enggak kuat cernanya,
cuman pas dulu dikasih
susu botol merek bebelac
itu langsung mencret
mencret gitu, setelah
diganti SGM bagus
cocok “. (Informan A)
“Enggak, palingan anak
kecil suka kecetit, suka
nangis palingan diurut
Semua informan
mengatakan bahwa
pemberian makanan
atau minuman
sebelum cucunya
berusia 6 bulan tidak
menimbulkan
penyakit (6
Informan)
6. Ibu apakah
selama
pemberian
makanan atau
minuman
sebelum anak
ibu berusia 6
bulan ada
penyakit
yang timbul?
Tidak ada kok,
dikasihnya kan buat obta
juga (Informan A)
“Anaknya enggak kenapa
“kenapa” (Informan B)
“Selama ini sih anak-
anak sehat sehat aja”
(Informan C)
“Cuman air putih aja,
enggak banyak sih kalau
menurut ibu supaya anak
lebih kenal jugakan air
puth kan baik” (Informan
D)
“Enggak ada sih selama
ini kan susu botol aja,
engga dikasih makanan
padat” (Informan E)
“Enggak apa-apa
malahan enggak rewel
anaknya “ (Informan F)
Semua informan
pendukung
membenarkan
bahwa pemberian
makanan atau
minuman sebelum
berusia 6 bulan
tidak
menimbulkan
penyakit
112
juga hilang itu bukan
dari makanan itu dari
luar apa ketarik ama
kakanya”. (Informan B)
“Enggak ada sehat sehat
aja”. (Informan C)
“Enggak ada, soalnya
aku kasih enggak
banyak, jadi enggak
kenapa-kenapa
maksudnya, lagi pula air
putih enggak ada
pengaruhnya kok
mencret nya setelah
umur dua tahun baru
kena”. (Informan D)
“Enggak, biasanya poop
nya pup susu kan nya”.
(Informan E)
“Enggak ada”. (Informan
F)
Norma Subjektif
7. Siapa saja
orang yang
berpengaruh
sehingga ibu
berperilaku
menganjurka
“Tetangga juga sering
bilang cucunya sudah
dikasih makan belum,
kasih aja pisang biar
anaknya lebih
mengenal”. (Informan A)
“Dari orang tua kita
3 Tetangga
3 Diri sendiri
1 Keluarga
8. Siapa saja
orang yang
mempengaru
hi ibu atau
ibu mertua
anda dalam
menganjurka
“Iya eneng, anak ibu
juga udah dikasih
makanan kok sebelum
berusia 6 bulan, kan kita
selalu ngumpul sore kita
sering bahas tentang
makanan untuk anak-
Sudah menjadi
tradisi keluarga (3
Informan)
Tetangga (3
Informan)
113
n pemberian
makanan
pada cucu
ibu sebelum
berusia 6
bulan?
juga, diturunin tu ke
anak anaknya, diikutin
dah itu orang sarannya
baik”. (Informan B)
“Enggak ada, dari ibu
sendiri aja, kalau jaman
dulu orang tua suka
ngasih pisang ulek”.
(Informan C)
“Ibu sendiri kan kalau
dari keluarga kayak tante
saya dulu suka ngasih air
putih emang, kalau itu,
anak saya kalau lagi
enggak enak badan atau
panas badan akau kasih
air putih soalnya ngaruh,
soalnya kalau ke warung
warung nanti kan lebih
ngenal air putih jangan
kayak okey jelidrink”.
(Informan D)
“Ibu-ibu lain dari
tetangga, kalau bayi
baru lahir diolesin
madukan bibirnya
kering”. (Informan E)
“Ya tetangga kan
n pemberian
makanan
tambahan
secara dini
pada anak
anda? Ibu
kandung)
anak, kan ada itu anak
yang rewel”. (Informan
A)
“Soalnya pada jaman
dulu keluarga keluarga
emang selalu nyaranin
kayak gitu kannya”.
(Informan B)
“Emang dari jaman dulu
emang seperti itu
dikampung dan emang
sudah tradisi orang tua
saya kalau bayi baru
lahir dikasih madu”.
(Informan C)
“Dari keluarga jaman
dahulu mah itu”. (D)
“Iya, pernah tapi madu
aja, soalnya kan
cucunya sering dibawa
kesini main- mian,
soalnya madu emang
baik, terus tidak apa-apa
juga kan sedikit aja
cuman obat kan ya”.
(Informan E)
“Ibu juga sering main
kerumah ibu x ya ibu
114
banyak, kalau dulu kan
pisang gitu aja, terus kita
cobain dulu kita belien
gitu, jaman sekarang
dikasih nestle biar
anaknya enggak rewel
kenyang dan enggak
nangis emba”.(Informan
F)
“Saudara juga kaka dan
ipar yang punya anak,
dia bilang gini ini anak
saya sudah ta kasih
makan, soalnya tetek
kurang kenyang, buat
tambahan aja. (Informan
F)
sering gendongin
cucunya, karena anaknya
agak kurus terus lemes
lihatnya, saya suruh
kasih makan tapi tidak
banyak-banyak lah, tapi
makanan yang lembut”.
(Informan F)
9. Seperti apa
saran yang
diberikan
kepada ibu?
Ya itu neng biar anaknya
mengenal kan ya
Supaya anaknya
lebih mengenal,
sebagai obat, tidak
rewel dan tidak
menangis
115
10. Ibu kalau
misalnya
dari tenaga
kesehatan
melarang ibu
untuk tidak
memberikan
atau
menganjurka
n makanan
atau
minuman
seperti yang
ibu anjurkan
tadi, sebelum
cucunya
berusia 6
bulan? kira
kira ibu
berhenti atau
tidak?
“Berhenti aja, kalau
dilarang, selama cucu
ibu tidak kenapa
kenapa”. (Informan A)
“Sudah pasti melarang,
dibawah enam bulan
dikasih ASI, ibu taunya
dari bidan. Kalau ibu
tetap ngasih soalnya
bermanfaat,kalau tidak
ada manfaatnya ngapain
dikasih”. (Informan B)
“Orang ini ya tetap aja
saya kasih ya, dokter
enggak tau sehari-hari
dikasih makan, buah-
buahan kan bagus kata
saya sih dan tidak
menganggu kesehatan,
kalau ASI ajakan rewel,
ini juga dia gemuk
anaknya”. (Informan C)
“Ya diberhentin”.
(Informan D)
“ iya berhenti, setelah
saya tau tidak saya kasih
lagi”. (Informan E)
3 informan
menjadikan tenaga
kesehatan sebagai
norma subjektif
3 informan yang
menjadikan tenaga
kesehatan sebagai
norma subjektif
- - -
116
“Kita ngasihnya
ngumpet-ngumpet gitu,
iya saya tetap ngasih
enggak dibanyakin gitu,
kita diam aja kalau
ngasih, ada juga
manfaatnya kan biar
kenyang enggak nangis”.
(Informan F)
Persepsi terhadap
Kontrol yang di
miliki
11. Apa
hambatan
ibu atau ibu
mertua
dalam
menganjurka
n atau
memberikan
makanan
sebelum bayi
cucu ibu
berusia 6
bulan?
“Enggak ada sih, kalau
susu kan lebih murah
jadi kebeli terus, SGM
kan 50 ribu juga besar
kannya, kalau pisangnya
habis apa aja deh yang
ada dirumah kayak
wortel ka bisa dibelender
halus halus di suapin,
labu juga bisa, atau buah
naga apa aja biar tau
rasa juga. Terus anak
anak juga senang aja
dan mau mau aja
makannya”. (Informan
A)
“Enggak ada tuch,
soalnya anaknya juga
mau mau aja. terus
Informan tidak
memiliki hambatan
didalam memberikan
dan menganjurkan
pemberian makanan
atau minuman
sebelum cucunya
berusia 6 bulan (4
Informan)
Informan yang
memilik hambatan
tetapi dapat diatasi
(1 Informan)
Sebenarnya
informan memiliki
hambatan, tetapi
hambatan tidak
terlalu besar ( 1
Informan)
8. Apakah ada
hambatan ibu
didalam
pemberian
makanan atau
minuman
sebelum
cucunya
berusia 6
bulan?
“Enggak sih, soalnya
enggak terlalu mahal
kannya” (Informan A)
“Kalau ibu sih enggak
ada enak nya juga tidak
rewel” (Informan B)
“Enggak ada soalnya
banyak kan ya“
(Informan C)
“Enggak sih soalnya
banyak yang bantuin
kann ya” (Informan D)
“Enggak ada, soalnya
kan susu botol gampang
ya” (Informan E)
“Enggak siih, tapi
palingan kalau anak bu
sering bosen, kan tinggal
gantinya” (Informan F)
Semua informan
pendukung
mengatakan
bahwa pemberian
makanan atau
minuman sebelum
cucunya berusia 6
bulan tidak
memiliki
hambatan
117
pisang jugakan murah
selain itu buat obat juga
kan ya”. (Informan B)
“Enggak lah, buah
gampang nyarinya
pepaya banyak pisang
banyak indomerat
banyak, terus cucunya
juga mau orang manis”
(Informan C)
“Enggak ada hambatan
kok, kalau misalnya lupa
yaudh enggak deh, kalau
misalnya aku nyusuhin
kan langsung tidur, tp
kalau ketiduran ya
enggak dikasih jadinya”
(Informan D)
“Enggak sih, mau mau
aja cucunya, kalau dari
mamanya cuman belum
boleh ngasih makanan
berat, apalagi yang
ngasuh kan saya mama
nya kerja”. (Informan E)
“Ada, sering ganti kalau
enggak mau anaknya,ya
anaknya bosen”
118
(Informan F)
12. Jika ada,
bagaimana
cara ibu
menghadapi
hambatan
tersebut?
“Kalau cocok lanjutin
kalau enggak ya enggak,
kalau enggak mau cocok
kacang hijau, baru ganti
apa gitu”. (Informan F)
Kalau bayinya sudah
merasa bosan diganti
dengan makanan
yang baru
- - -
Niat
13. Apakah
selama cucu
ibu berusia
di bawah 6
bulan anda
memiliki
keinginan
yang kuat
untuk
memberikan
makanan
sebelum
berusia 6
bulan?
“Iya emang dari awal
tapi ibu lihat gerak
geriknya juga, kalau kata
orang bayi boleh kasih
makan kalau katan sudah
siap makan gitu,
misalnya kalau dia lihat
makan sudah ngerai
ngerai terus kepengen
dan lidahnya juga ketek
ketek gitu, kasian gitu
yah”. (Informan A)
“Enggak keinginan sih,
buat kesehatan aja sih”.
(Informan B)
“Iya, soalnya kan bagus
buat anak anak”.
(Informan C)
“Emang niat, soalnya
aku tanya juga orang
enggak apa apa”.
Sudah menjadi
keinginan (6
Informan)
- - -
119
(Informan D)
“Iya, biasanya kan bayi
setelah lahir kan
biasanya suka ini
bibirnya pecah pecah, tp
setelah tau enggak tak
dikasih lagi”. (Informan
E)
“Iya, emang keinginan”.
(Informan F)
Top Related