FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL
KARYA DEE LESTARI:
PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indoneisa
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Scholastica Pratiwi Putri Nastiti
NIM: 134114026
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Juni 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL
KARYA DEE LESTARI:
PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indoneisa
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Scholastica Pratiwi Putri Nastiti
NIM: 134114026
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Juni 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
Skripsi
FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL
KARYA DEE LESTARI:
PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI
Oleh
Scholastica Pratiwi Putri Nastiti
NIM: 134114026
Telah disetujui oleh
Pembimbing I
Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. Tanggal ………………..
Pembimbing II
Drs. B. Rahmanto, M.Hum. Tanggal ……………….
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
Skripsi
FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL
KARYA DEE LESTARI:
PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Scholastica Pratiwi Putri Nastiti
NIM: 134114026
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
pada tanggal 13 Juni 2017
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : S.E Peni Adji, S.S., M.Hum. ………………
Sekretaris : Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ……………...
Anggota 1 : Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ……………...
Anggota 2 : Drs. B. Rahmanto, M.Hum. ……………...
Yogyakarta, 30 Juni 2017
Fakultas Sastra
Universitas Sanata Dharma
Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum.
Dekan Fakultas Sastra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 30 Juni 2017
Penulis
Scholastica Pratiwi Putri Nastiti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah
untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Scholastica Pratiwi Putri Nastiti
NIM : 134114026
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul FORMASI
IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI:
PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI.
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan
mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 30 Juni 2017
Yang menyatakan,
Scholastica Pratiwi Putri Nastiti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada orangtuaku Norbertus Sukirno
dan Valentina R.R. Sri Tuti Mulatsih
Saudara terkasihku Willybrodus Dani Prabowo dan Y.C. Awang Adhy Wibowo
Serta semua orang yang saya cintai dan mencintai saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
MOTO
“Urip iku urup”
(Pepatah Jawa)
Coba pelajari sesuatu tentang apapun dan apapun tentang sesuatu.
(Thomas Henry Huxley)
Tidak ada hal yang betul-betul salah,
bahkan jam rusak pun benar dua kali dalam sehari.
(Paulo Coelho)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih
karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang
berjudul Formasi Ideologi dalam Novel Partikel Karya Dee Lestari: Perspektif
Antonio Gramsci ini. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana (S-1) Program Studi Sastra Indonesia di Fakultas
Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bantuan dari banyak pihak,
skripsi ini tidak akan selesai pada waktunya. Oleh karena itu, dari hati yang paling
dalam, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. yang telah bersedia menjadi
pembimbing I dan memberikan banyak masukan berharga. Penulis
menyadari bahwa semangat dan bimbingan beliau mempengaruhi
arah penulisan skripsi ini.
2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku pembimbing II yang telah
menyempatkan diri untuk menilik dan mengarahkan penyusunan
skripsi ini.
3. S.E Peni Adji, S.S., M.Hum. selaku Kaprodi yang telah dengan
sabar ikut mendorong dan menyemangati penulis.
4. Seluruh jajaran pejabat dan dosen Program Studi Sastra Indonesia,
Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Sastra; S.E
Peni Adji, S.S., M.Hum; Drs. Hery Antono, M.Hum. (Alm); Prof.
Dr. Praptomo Baryadi Isodorus, M.Hum. yang telah banyak
memberikan petuah dan dukungan; Sony Cristian Sudarsono, S.S.,
M.A. yang juga turut memberikan semangat dan dukungan kepada
penulis.
5. Seluruh staf dan karyawan Sekretariat Fakultas Sastra, khususnya
Theresia Rusmiyati yang telah membantu penulis dalam hal
kesekretariatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
6. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Sanata Dharma yang telah
membantu penulis memperoleh referensi yang dibutuhkan.
7. Kedua orang tuaku, Norbertus Sukirno dan Valentina R.R. Sri Tuti
Mulatsih yang telah memberikan dukungan doa, perhatian,
motivasi, dan materiil.
8. Kedua masku, Willybrodus Dani Prabowo dan Y.C. Awang Adhy
Wibowo yang dengan segala keusilannya telah memberikan
banyak motivasi, perhatian, dan dukungan kepada penulis.
9. Seluruh teman Program Studi Sastra Indonesia angkatan 2013,
khususnya Vero, Cici, Rendra, Dandy, Galang, dan Beto untuk
kebersamaan serta ceritanya; Paula, Nicko, Catrin, Esti, Anna,
Egha, Rite, dan There yang telah berjuang bersama dan saling
mendukung.
10. Terima kasih juga kepada Bella Belinda untuk doa, dukungan, dan
semangatnya; Patrick Ardina Barata, Dea Ramantika DD, dan
Scholastica Novena untuk dukungan dalam bentuk apapun.
11. Seluruh keluarga besar HMPS dan Bengkel Sastra yang telah
mendewasakan saya dalam pengalaman berorganisasi dan bersastra
di luar kelas.
Penulis menyadari bahwa banyak lagi yang belum sempat disebutkan.
Semoga semua orang di atas jasa baik mereka diberkati oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis berharap
kiranya skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi perkembangan
pendidikan Sastra Indonesia.
Penulis
Scholastica Pratiwi Putri Nastiti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRAK
Nastiti, Scholastica Pratiwi Putri. 2017. Formasi Ideologi dalam Novel Partikel
Karya Dee Lestari: Perspektif Antonio Gramsci. Skripsi Strata Satu (S-
1). Yogyakarta: Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata
Dharma.
Penelitian ini mengangkat topik formasi ideologi dalam novel Partikel
karya Dee Lestari. Tujuan penelitian ini (1) mendeskripsikan struktur penceritaan,
(2) mendeskripsikan mengenai formasi ideologi berdasarkan perspektif Antonio
Gramsci. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan. 1) Pendekatan objektif
untuk menganalisis struktur intrinsik yaitu tokoh-penokohan dan latar. 2)
Pendekatan Sosiologi Sastra dengan teori ideologi Gramsci untuk melihat formasi
ideologi. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka.
Hasil analisis penceritaan (tokoh penokohan, dan latar) dan formasi
ideologi. Tokoh utama dalam novel ini adalah Zarah Amala dan Firas. Sedangkan
tokoh tambahan terdiri dari Aisyah, Abah Hamid dan Pak Simon Hardiman.
Novel Partikel berlatar tempat di Bogor dan Tanjung Puting yang terletak di
Indonesia dan juga London dan Glastonbury yang terletak di Inggris. Latar waktu
terjadi di antara rentang tahun 1979-2003. Latar sosial dalam novel ini adalah latar
mengenai sistem pendidikan di Indonesia, latar spiritual mengenai takhayul dan
latar mengenai fenomena crop circle dan UFO yang terjadi di Inggris.
Ada lima ideologi dominan yang ditemukan dalam penelitian ini, yaitu 1)
Liberalisme, 2) Konservatisme, 3) Teisme, 4) Panteisme, dan 5) New Age.
Formasi ideologi dari kelima ideologi tersebut adalah 1) Ideologi konservatisme
berkorelasi dengan ideologi teisme. 2) Ideologi panteisme berkorelasi dengan
ideologi liberalisme dan juga ideologi new age. 3) Ideologi liberalisme
bertentangan dengan ideologi konservatisme. 4) Ideologi teisme bertentangan
dengan ideologi panteisme dan juga ideologi new age. Sedangkan formasi
ideologi tokohnya adalah 1) Zarah memiliki ideologi liberalisme, panteisme dan
juga new age, ideologi dominan yang dimiliki Zarah adalah panteisme. 2) Firas
memiliki ideologi liberalisme, panteisme dan juga new age, ideologi dominannya
adalah liberalisme. 3) Aisyah memiliki ideologi teisme dan konservatisme,
ideologi dominannya adalah konservatisme. 4) Abah Hamid memiliki ideologi
yang sama dengan Aisyah, namun ideologi dominannya adalah teisme. 5) Pak
Simon memiliki ideologi panteisme dan new age, ideologi dominannya adalah
new age.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRACT
Nastiti, Scholastica Pratiwi Putri. 2017. Ideology Formation in Dee Lestari‟s
Partikel: Antonio Gramsci‟s Perspective. Undergraduate Thesis.
Yogyakarta: Indonesian Literature. Faculty of Letters. Sanata Dharma
University.
The topic of this thesis was ideology formation in Dee Lestari‟s Partikel.
The aims of this thesis were (1) to describe the story-telling structure and (2) to
describe the ideology formation based on Antonio Gramsci‟s perspective. This
thesis used two approaches. 1) Objective approach for analyzing the intrinsic
elements which were character-characterization and setting. 2) Sociological
approach with Gramsci‟s theory of ideology for analyzing the ideology formation.
The method used in this thesis was qualitative descriptive method. The data
collecting used the bibliographical technique.
The result of the story-telling (character, characterization, and setting)
and ideology formation. The main characters in this novel were Zarah Amala and
Firas. The other additional characters were Aisyah, Abah Hamid dan Pak Simon
Hardiman. Partikel had setting in Bogor and Tanjung Puting which located in
Indonesia, and also in London and Glastonbury which located in England. The
setting of time of this novel was 1979-2003. The setting of society in this novel
was the background of the education system in Indonesia, the spiritual
background about superstition, and the background of crop circle phenomena and
UFO which happened in England.
There were five dominant ideologies found in this thesis, they were 1)
Liberalism, 2) Conservatism, 3) Theism, 4) Pantheism, and 5) New Age. The
ideology formation of those ideologies were 1) The correlation between
conservatism and theism. 2) The correlation between pantheism and liberalism
and new age. 3) The contradiction between liberalism and conservatism. 4) The
contradiction between theism and pantheism and new age. While the ideology
formation of the characters was 1) Zarah embraced liberalism, pantheism, and
new age. Her most dominant ideology was pantheism. 2) Firas embraced
liberalism, pantheism, and new age. His most dominant ideology was liberalism.
3) Aisyah embraced theism and conservatism ideology. Her most dominant
ideology was conservatism. 4) Abah Hamid embraced the same ideology with
Aisyah, but his most dominant ideology was theism. 5) Pak Simon embraced
pantheism and new age ideology. His most dominant ideology was new age.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ....................... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA .......... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vi
MOTO .............................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
ABSTRAK ...................................................................................................... x
ABSTRACT ...................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………...………… 9
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………… 9
1.4 Manfaat Hasil Penelitian …………………………………………… 10
1.4.1 Manfaat Teoretis ………..............................................…...... 10
1.4.2 Manfaat Praktis ……..............................................……….... 10
1.5 Tinjauan Pustaka ……………………………………………………. 10
1.6 Landasan Teori …………………………………………………...… 13
1.6.1 Kajian Struktural ……………………………………................ 14
1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan …………................................ 15
1.6.1.2 Latar ………………………………...……………...... 19
1.6.2 Formasi Ideologi dalam Perspektif Gramsci ……………….... 23
1.6.2.1 Ideologi menurut Antonio Gramsci ………..……….... 24
1.6.2.2 Formasi Ideologi ……………………………………... 27
1.7 Metode Penelitian …………………………………………………… 28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
1.7.1 Pendekatan ................................................................................ 28
1.7.2 Metode Pengumpulan Data ……………………...…………….. 29
1.7.3 Metode Analisis Data ................................................................. 30
1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data …..……….……………. 30
1.8 Sumber Data …………………………………..…..………………… 31
1.9 Sistematika Penyajian …………………….…………………………. 31
BAB II STRUKTUR PENCERITAAN DALAM NOVEL PARTIKEL .... 33
2.1 Pengantar ……………………………………………………………. 33
2.2 Tokoh dan Penokohan ………………………………………………. 34
2.2.1 Tokoh Utama …………………………………….……...…… 35
2.2.2 Tokoh Tambahan ………………………………….………..... 45
2.3 Latar …………………………………………………………………. 56
2.3.1 Latar Tempat …………………………………………….….... 56
2.3.2 Latar Waktu …………………………………………….…….. 61
2.3.3 Latar Sosial ………….............................................................. 65
2.4 Rangkuman ………………………………………………………….. 70
BAB III FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL .............. 73
3.1 Pengantar ……………………………………………………………. 73
3.2 Ideologi dalam Novel Partikel ……………………………………… 74
3.2.1 Ideologi Liberalisme ……………………………………........ 75
3.2.2 Ideologi Konservatisme ………………………………...…… 79
3.2.3 Ideologi Teisme ……………………………………………… 82
3.2.4 Ideologi Panteisme …………………………………………... 85
3.2.5 Ideologi New Age ……………………………………………. 88
3.3 Formasi Ideologi dalam novel Partikel ………………………………… 94
3.4 Rangkuman …………………………………………………………. 97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 100
4.1 Kesimpulan ………………………………………………………….. 100
4.2 Saran ………………………………………………………………… 104
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 105
LAMPIRAN .................................................................................................... 108
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ……………………………………………………………………. 70
Tabel 2 ……………………………………………………………………. 97
Tabel 3 …………………………………………………………………..... 99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan
dimanfaatkan masyarakat (pembaca). Sastra menampilkan gambaran kehidupan,
dan kehidupan itu sendiri merupakan kenyataan sosial dalam suatu lingkungan
pergaulan (Damono, 1984:1). Gambaran kehidupan yang direpresentasikan dalam
karya sastra merupakan hasil produksi pandangan pengarang terhadap kondisi
masyarakat pada masa tertentu. Sastra bukanlah sekadar permainan imajinasi yang
pribadi sifatnya, tetapi merupakan rekaman tata cara zamannya, suatu perwujudan
macam pikiran tertentu (Tanie dalam Saraswati, 2003: 27). Novel misalnya adalah
cerminan yang bisa dibawa ke mana pun dan paling cocok untuk memantulkan
segala aspek kehidupan dan alam.
Partikel adalah sebuah novel karya Dee Lestari yang diterbitkan pada tahun
2012. Partikel merupakan episode keempat dari tujuh episode novel Supernova
karya Dee Lestari. Episode Supernova pertama berjudul Ksatria, Puteri, dan
Bintang Jatuh yang terbit pada 16 Februari 2001. Kemudian pada 16 Oktober
2002, Dee meluncurkan episode kedua Akar, dilanjutkan Petir (2004), Partikel
(2012), Gelombang (2014) dan yang terakhir adalah Inteligensi Embun Pagi
(2016). Novel Supernova secara keseluruhan merupakan novel yang tergolong
dalam jenis novel fiksi ilmiah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Supernova karya Dee lestari sempat menjadi nominasi pada Katulistiwa
Literary Award (KLA) yang digelar QB World Books. Ia bersaing dengan
sastrawan kenamaan seperti Goenawan Muhammad, Danarto, Dorothea Rosa
Herliany, Sutardji Calzoum Bachri, dan Hamsad Rangkuti. Baru-baru ini,
Sepernova episode terakhir, yakni Intelegensi Embun Pagi mendapat penghargaan
Book Of The Year 2016 oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI).
Novel-novel karya Dee Lestari kebanyakan merupakan novel yang
membutuhkan riset-riset yang mendalam. Dari hasil riset-riset tersebut selain
dapat menikmati latar cerita yang menarik, pembaca juga diberikan pengetahuan-
pengetahuan baru yang mencerdaskan. Terutama dalam novel Partikel ini, Dee
melakukan riset yang mendalam mengenai Fungi¹. Dee menghabiskan waktu
hampir sekitar delapan tahun untuk menerbitkan episode keempat dari
Supernovanya.
Partikel merupakan kisah petualangan Zarah Amala dalam mencari
ayahnya, yaitu Firas yang hilang begitu saja. Zarah adalah anak pertama dari Firas
dan Aisyah. Firas adalah seorang dosen dan ahli mikologi di Institut Pertanian
Bogor (IPB). Mereka juga memiliki seorang anak perempuan lagi bernama Hara.
¹ Tumbuhan tanpa daun atau klorofil, hidup dari bahan tumbuhan atau
binatang lain, dapat terdiri atas satuan sel, dapat menyebabkan penyakit pada
tumbuhan atau binatang, dapat membusukkan kayu, makanan, dsb; cendawan;
jamur (KBBI,2007: 322).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Firas dan Aisyah sebenarnya adalah anak dari Abah Hamid dan Umi.
Namun, Firas adalah anak angkat Abah, sedangkan Aisyah adalah anak kandung.
Masalah pernikahan Firas dan Aisyah ini merupakan awal permasalahan dari
kurang harmonisnya keluarga besar ini. Namun, masalah pernikahan itu bukanlah
permasalahan utama dalam novel yang ditulis oleh Dee Lestari ini.
Kisah dalam Partikel berawal dari Zarah yang sangat menyayangi ayahnya
lebih dari apa pun. Ia bahkan mengumpamakan ayahnya adalah seorang dewa.
Sejak ia kecil, Zarah dididik dengan cara yang berbeda dari anak-anak lain yang
seumuran dengannya. Zarah hingga umurnya 12 tahun belum pernah merasakan
pendidikan formal seperti teman-temannya. Ia hanya dididik sendiri oleh Firas di
rumah. Firas tidak mau Zarah masuk sekolah formal seperti anak-anak sebayanya.
Ideologi yang dimiliki oleh Firas tersebut yang menimbulkan pelbagai konflik
dalam hidupnya. Firas menganggap bahwa sekolah formal seperti yang telah ada
sekarang itu tidak banyak membantu untuk anak perempuannya. Firas tidak
pernah suka sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Sebenarnya Firas sendiri
adalah dosen IPB, tapi ia tidak suka dengan sistem pendidikan di Indonesia. Ia
memiliki pemikirannya sendiri mengenai pendidikan yang pantas untuk anaknya.
Kutipan berikut ini menujukkan ideologi yang dimiliki oleh tokoh Firas dan
Zarah tentang sistem pendidikan di Indonesia.
(1) “Tidak perlu Aisyah. Zarah akan jauh lebih pintar kalau aku yang
mengajarkannya langsung.” Begitu selalu katanya (Lestari, 2014: 17).
(2) Aku mengerjakannya sambil setengah tidak percaya. Untuk inikah
anak-anak itu disekap berjam-jam di kelas? Lebih baik mereka semua
ikut Ayah ke Kebun Raya dan mendengarkan cerita-ceritanya tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
alam semesta. Nilaiku sempurna. Dengan setengah tidak percaya pula,
mereka akhirnya mengizinkanku bersekolah di sana (Lestari, 2012: 95).
Kutipan di atas menujukkan bahwa Firas memiliki sebuah pemikiran dan
kesadaran bahwa pendidikan tidak harus didapatkan dari bangku sekolah. Jika
seorang anak dididik dengan baik dan benar, diberi pelajaran setiap hari tanpa
harus berada di kelas, maka sekolah formal bukan sebuah hal yang wajib.
Kemudian Zarah membuktikan apa yang dikatakan ayahnya mengenai pendidikan
informal.
Selain ideologi mengenai sistem pendidikan, novel ini juga memiliki
ideologi mengenai hubungan alam semesta dan manusia.
(3) Dengan tegas Ayah menandaskan, “Umat manusia selamanya
berhutang budi kepada kerajaan fungi. Kita bisa ada hari ini karena
fungi melahirkan kehidupan buat kita.”
Bagi Ayah, fungi adalah orang tua alam ini (Lestari, 2012: 21).
(4) Berkesempatan melihat tanah airku dari ribuan kaki di atas permukaan
laut menyadarkanku atas kebenaran kata-kata Ayah dulu. Hutan
Kalimantan tidak selebat yang kubayangkan. Tampak bolong-bolong
luas di mana-mana. Hutan yang tinggal jadi sejarah. Tebaran atap serta
padatnya permukiman manusia terlihat bagai sel kanker yang
menyebar. Menggerogoti hijaunya hutan. Dari atas sini, aku melihat
Kalimantan yang terluka (Lestari, 2012: 178).
(5) “Kalau bumi ini hidup seperti kita, maka dia pun akan punya sistem
meridian, dia punya chakra. Jadi, bagi saya, ley lines, teori World
Crystalline, teori World Gird menunjukkan bahwa ada aspek lain dari
Bumi kita yang belum sepenuhnya kita kenali. Aspek yang
menunjukkan Bumi kita adalah makhluk hidup yang berkesadaran
(Lestari, 2012: 421).”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Kutipan tersebut di atas merupakan beberapa contoh ideologi yang terdapat
dalam Partikel mengenai alam semesta. Bahwa bumi adalah makhluk hidup yang
berkesadaran. Dan bumi yang dipijak manusia saat ini tengah mengalami
kerusakan akibat eksploitasi sumber daya yang dilakukan oleh manusia. Selain hal
tersebut, juga muncul pemikiran tentang fungi dan perannya yang amat besar bagi
alam semesta.
Kisah Zarah tidak hanya berhenti di situ. Petualangan Zarah semakin
menarik ketika seseorang yang ia dewakan, yaitu Firas hilang. Hilangnya Firas
membawanya dalam sebuah pelarian yang tidak ada hentinya. Ia pergi ke Tanjung
Puting hingga akhirnya ia ke London. Di London ia bertemu dengan Pak Simon,
koresponden Firas. Dari Pak Simon, Zarah mendapatkan titik terang akan keadaan
Firas. Dari Pak Simon juga, Zarah mempelajari hal-hal mengenai Ayahnya yang
selama ini hanya ia pahami ala kadarnya.
Karya sastra memiliki peran penting, baik dalam usahanya untuk menjadi
pelopor pembaharuan, maupun memberikan pengakuan terhadap suatu gejala
kemasyarakatan (Ratna, 2012: 334). Sastra memberikan gambaran atas situasi
sosial, ideologi, dan harapan-harapan individu yang sesungguhnya
mempresentasikan kebudayaan bangsanya. Dalam karya sastra, pengarang
membawa gagasan-gagasan tertentu. Gagasan-gagasan tersebut mencerminkan
ideologi pengarang yang ditransfer dalam karyanya melalui dialog tokoh, latar,
peristiwa, maupun karakter tokoh. Melalui hal-hal tersebut, pengarang dapat
menyampaikan tujuannya menciptakan sebuah karya sastra. Penelitian ini tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
membahas mengenai ideologi pengarang, namun membahas mengenai ideologi
yang ada di dalam sebuah karya sastra.
Para tokoh dalam Partikel memiliki beberapa konflik mengenai persoalan
dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satu konfilk muncul ketika Firas menolak
permintaan Abah dan Umi agar Zarah masuk sekolah formal. Persoalan tersebut
kemudian menjadi sebuah konflik berkepanjangan antara Firas dan Abah, Umi,
serta isterinya, Aisyah. Selain itu, konflik juga dihadapi Firas dalam hal Bukit
Jambul. Masyarakat dan Abah mengira Bukit Jambul itu adalah tempat angker,
sehingga tidak ada yang boleh memasuki area terlarang tersebut. Namun, bagi
Firas Bukit Jambul adalah aset yang harus dijaga, maka ia dapat keluar masuk
Bukit Jambul karena ia mengetahui kebenarannya.
Pemikiran tokoh yang satu dan pemikiran tokoh-tokoh lainnya kadang
bertentangan. Dengan pelbagai pemikiran tersebut mengisyaratkan adanya
pertentangan ideologi terkait pelbagai sisi kehidupan. Pertentangan ideologi yang
terjadi karena adanya perbedaan gagasan dan pemikiran antartokoh yang satu
dengan tokoh lainnya tersebut memunculkan gejala dan upaya dari ideologi yang
tertindas untuk melakukan perlawanan terhadap ideologi yang mendominasi.
Upaya perlawanan terhadap dominasi ideologi menujukkan adanya usaha
negosiasi yang dilakukan untuk mencapai kesepakatan bersama demi kesatuan
sosial.
Ideologi oleh Gramsci didefinisikan sebagai kesadaran yang aktif. Sama
seperti Lukacs, ia tidak menyetujui pendefinisian ideologi oleh Marx sebagai
kesadaran palsu, melainkan kesadaran sebagai sesuatu yang aktif (Takwin, 2003:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
79-83). Menurut Gramsci, ideologi adalah manifestasi dari bekerjanya sistem dan
proses kekuasaan (Simon, 2004: 86). Ideologi terbentuk melalui proses sejarah
yang panjang yang melahirkan suatu keadaan di mana kelompok atau individu
yang dikuasai seolah-olah menerima hubungan dominasi yang ada. Kekuasaan itu
merasuk dan ideologi diterima sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan sehari-hari seakan-akan terjadi “consensus” antara kelompok atau
pihak tersubordinasi dan penguasa. Kondisi penguasaan negara ini dalam
pemikiran Gramsci dikenal dengan istilah hegemoni (Takwin, 2003: 84).
Gagasan-gagasan dan opini-opini tidak lahir begitu saja dari otak individu,
melainkan punya pusat informasi, iradiasi, penyebaran, dan persuasi (Faruk, 2012:
132). Ide-ide tentang sebuah ideologi tidak dapat dilepaskan dari praktik-praktik
kultural dalam hal penyebaran dan persuasinya. Puncak dari keberhasilan upaya
penyebaran dan persuasi tersebut dikenal sebagai hegemoni. Faruk (Ibid., 136)
berpendapat bahwa hegemoni menyangkut cara-cara serangkaian kompleks dan
menyeluruh dari praktik-praktik kultural, politisi, ideologis yang bekerja untuk
„menyemen‟ masyarakat menjadi kesatuan yang relatif. „Menyemen‟ dalam hal ini
memiliki artian mengikat kelas-kelas yang sebenarnya bersifat antagonistik
menjadi satu kesatuan yang seakan-akan rukun dan harmonis.
Berdasarkan kerangka pikiran di atas, teori ideologi menurut perspektif
Gramsci dirasa relevan untuk menganalisis ideologi yang terdapat dalam Partikel.
Teori ini dipilih karena menjelaskan relasi ideologi secara mendalam. Dalam teori
Gramsci, ideologi memiliki peran penting untuk mengikat pelbagai kelompok
sosial yang berbeda-beda dalam satu wadah sebagai sarana penyatu sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Dengan menggunakan teori ideologi Gramsci, diharapkan ideologi-ideologi yang
ada dalam Partikel dapat dipahami lebih terfokus dan lebih mendalam.
Peneliti memilih topik mengenai formasi ideologi karya sastra dalam novel
Partikel karya Dee Lestari ini didasarkan alasan sebagai berikut. Pertama,
berdasarkan observasi peneliti, topik yang membahas mengenai formasi ideologi
pada Partikel belum banyak ditemukan dan dilakukan. Hasil searching peneliti,
Partikel pernah dikaji dengan kajian psikologi sastra yaitu kepribadian dan
aktualisasi diri tokoh utamanya, dan juga kajian feminis.
Kedua, ideologi yang dimiliki para tokoh dalam Partikel adalah sesuatu
permasalahan menarik dalam novel ini. Perbedaan ideologi yang dialami oleh para
tokoh tersebut menyebabkan pertentangan dan konflik dalam masyarakat yang
berkepanjangan. Hal ini menjadikan peneliti tertarik untuk menelusuri lebih dalam
mengenai formasi ideologi yang ada di dalam novel Partikel karya Dee Lestari
ini.
Ketiga, peneliti ingin melihat lebih terperinci mengenai permasalahan
formasi ideologi yang ada di dalam Partikel yang juga termasuk ke dalam
fenomena sosial yang tengah terjadi di dalam masyarakat dewasa ini. Ada
pelbagai permasalahan dalam novel ini yang ternyata banyak dialami oleh
masyarakat dewasa ini, hanya saja masyarakat tidak begitu mengambil pusing
tentang fenomena yang terjadi di sekitar mereka.
Novel Partikel karya Dee Lestari ini merupakan teks sastra yang akan
dijadikan bahan penelitian. Teks-teks sastra dalam novel tersebut akan dianalisis
tokoh, penokohan, dan latarnya terlebih dahulu. Kemudian akan dibahas lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
jauh mengenai bagaimana formasi ideologi yang ada dalam Partikel yang
kemudian diasumsi merupakan ideologi yang dimiliki oleh novel Partikel.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur penceritaan novel Partikel karya Dee Lestari?
2. Bagaimana formasi ideologi yang ada dalam novel Partikel karya Dee
Lestari?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan formasi ideologi
dalam novel Supernova: Episode Partikel karya Dee Lestari. Secara khusus tujuan
penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan struktur penceritaan novel Partikel karya Dee Lestari.
Struktur penceritaan yang akan dianalisis adalah tokoh, penokohan, dan
latar dalam novel Partikel. Kemudian hasil analisis dari struktur
penceritaan novel Partikel akan dibahasa pada bab II.
2. Mendeskripsikan formasi ideologi yang ada dalam novel Partikel karya
Dee Lestari. Formasi ideologi yang digunakan untuk menganalisis
Partikel ini adalah formasi ideologi dalam perspektif Antonio Gramsci.
Hasil analisis formasi ideologi ini kemudian akan dibahas dalam bab
III.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
1.4.1.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan di bidang sosiologi sastra yaitu memberikan contoh kajian
penerapan teori tokoh, penokohan, dan latar dalam karya sastra. Karya
sastra yang diteliti di sini adalah novel Partikel karya Dee Lestari.
1.4.1.2 Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang studi sastra
mengenai ideologi berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Gramsci
khususnya mengenai teori ideologi dalam perspektif Gramsci.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai rujukan penelitian
tentang studi ideologi dalam bidang karya sastra. Dengan demikian, diharapkan
penelitian ini dapat membantu pembaca dalam memahami novel Partikel karya
Dee Lestari secara lebih dalam. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat
digunakan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra,
khususnya novel Partikel.
1.5 Tinjauan Pustaka
Topik mengenai ideologi dalam karya sastra pernah dijadikan topik skripsi
S-1 oleh Nanang Syaiful Rohman, dalam skripsinya berjudul “Ideologi
Perempuan dalam Novel Tempurung Karya Oka Rusmini” (2011). Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa ada dua bagian ideologi yakni ideologi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
bersumber dari budaya tradisional Bali yang terdiri dari ideologi umum, ideologi
familialisme, dan ideologi ibuisme dan ideologi yang bersumber dari budaya
tradisional Bali yang dipadukan dengan budaya modern yang terdiri dari ideologi
matriarki, ideologi familialisme. Terdapat beberapa tokoh yang memiliki ideologi
lebih dari satu. Hal ini terjadi karena tokoh-tokoh perempuan tersebut menghadapi
pelbagai masalah dalam kehidupan yang sangat kompleks, sehingga menyebabkan
ideologi yang dianut sebelumnya beralih ke ideologi lain. Ideologi-ideologi yang
dimiliki tokoh perempuan dalam novel Tempurung karya Oka Rusmini tampak
dalam pandangan tokoh perempuan terhadap dirinya sendiri, pandangan tokoh
perempuan terhadap perempuan lain, dan pandangan tokoh perempuan terhadap
laki-laki. Pandangan tersebut tercermin dalam kutipan unit teks yang terinci dalam
monolog, dialog, dan narasi tokoh.
Kemudian formasi ideologi juga pernah dijadikan topik skripsi oleh Ardila
Chandra, dalam skripsi yang berjudul “Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam
Novel Burung-Burung Rantau Karya Y.B. Mangunwijaya: Analisis Hegemoni
Gramsci” (2015). Di dalam penelitiannya, Chandra menyimpulkan bahwa terdapat
dua belas ideologi dalam novel BBR. Keduabelas ideologi tersebut yaitu
humanisme, patriarkat, feminisme, tradisionalisme, konvensionalisme, teisme,
realisme, rasionalisme, nasionalisme, materialisme, kapitalisme, dan liberalisme.
Kedua belas ideologi tersebut memiliki korelasi, pertentangan, dan subordinasi.
Untuk mencapai hegemoni, dibutuhkan negosiasi yang bisa terjadi melalui dialog
antartokoh dan melalui perenungan diri sendiri. Dalam hal ini, terdapat sepuluh
negosiasi ideologi dalam novel Burung Burung Rantau (BBR). Melalui BBR,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
pengarang ingin memperkenalkan gagasannya mengenai pascanasional dan
menyebarkan jiwa humanis. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
novel BBR adalah usaha pengarang untuk memperlihatkan kekompleksan
permasalahan manusia pada era globalisasi. Kekompleksan permasalahan tersebut
ditunjukkan melalui ideologi-ideologi para tokoh. Pengarang menceritakan
kegelisahan-kegelisahan pikirannya terkait humanisme melalui kehidupan Neti
sebagai tokoh utama. Pengarang menonjolkan ideologi humanisme untuk
menyuarakan kemanusiaan dan kesetaraan bagi semua manusia.
Novel Partikel karya Dee Lestari sebelumnya pernah menjadi objek
penelitian skripsi S-1 oleh Kartika Nurul Nugraheni yang berjudul “Kepribadian
dan Aktualisasi Diri Tokoh Utama dalam Novel Supernova Episode Partikel
Karya Dewi Lestari” (2014) menganalisis novel Partikel dengan tinjauan
psikologi sastra. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa pertama, kepribadian
yang menonjol pada tokoh utama bernama Zarah dalam novel Partikel karya
Dewi Lestari adalah cerdas, pemberontak, dan keras kepala. Kedua, konflik batin
yang dialami tokoh utama bernama Zarah dalam novel Partikel karya Dewi
Lestari adalah keinginan yang tidak sesuai kenyataan dan pertentangan batin.
Konflik yang paling utama adalah pelarian Zarah dari kekangan kebudayaan di
masyarakat karena perbedaan ideologi. Ketiga, aktualisasi diri pada tokoh Zarah
dalam novel Partikel karya Dewi Lestari terdiri dari dua tujuan, yaitu keinginan
untuk menemukan Firas (ayahnya), memiliki pemikiran yang konsisten, dan teguh
pendirian untuk mempertahankan hasil riset Firas (ayahnya).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Sedangkan Nurlinda, dkk melakukan kajian nilai-nilai terhadap novel
Patikel karya Dee Lestari. Judul yang mereka pakai adalah “Nilai-nilai dalam
Novel Partikel Karya Dewi Lestari (DEE). Dalam penelitian tersebut disimpulkan
bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam novel karya Dee Lestari ini terdiri dari nilai
pendidikan, religius, sosial, dan individu. Nilai pendidikan itu meliputi nilai setia
kawan, toleransi, kebulatan tekad, menjaga kelestarian hewan dan alam, dan
tolong menolong. Nilai religiusnya adalah keyakinan kepada Tuhan Maha Esa;
Mengerjakan Salat, puasa, dan membaca Alquran; Berdoa kepada Allah;
Menghormati ibu; Manusia makhluk lemah; Setan musuh manusia; dan Percaya
kepada takdir Allah; Nilai sosial meliputi, pengorbanan, kemenangan, kasih
sayang, kegotongroyongan, dan kepedulian. Kemudian nilai individunya adalah
bijaksana, keteguhan, keberanian, perjuangan, keegoisan, kerja keras, kejujuran,
kesadaran, kegelisahan, penderitaan, dan kesedihan.
Beberapa hasil penelitian di atas kemudian akan dijadikan tinjauan untuk
mendukung kajian dalam penulisan penelitian ini. Berbeda dengan penelitian-
penelitian sebelumnya, penelitian ini menekankan pembahasan mengenai formasi
ideologi yang ada dalam Partikel. Dialog, tokoh, peristiwa, dan latar dalam
Partikel menunjukkan pertentangan pikiran dan ideologi masing-masing tokoh,
oleh karena itu penelitian ini dikaji menggunakan teori ideologi Gramsci.
1.6 Landasan Teori
Suatu penelitian memerlukan teori-teori atau pendekatan yang tepat dan
sesuai dengan objeknya. Landasan teori dalam penelitian ini memaparkan tokoh,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
penokohan, dan latar dalam drama, kajian sosiologi sastra, dan teori ideologi
menurut perspektif Antonio Gramsci dalam karya sastra.
1.6.1 Kajian Struktural
Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan
Strukturalisme Praha. Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum
formalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh pelbagai
unsur (pembangun)-nya.
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendekripsikan fungsi dan hubungan
antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Analisis strukruktural dilakukan
dengan mengidentifikasi peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut
pandang, dan lain-lain. Analisis struktural bertujuan memaparkan secermat
mungkin fungsi dan ketertarikan antarpelbagai unsur karya sastra yang secara
bersama menghasilkan sebuah keseluruhan.
Dalam konteks penelitian ini, peneliti membatasi kajian struktural hanya
pada tokoh dan penokohan serta latar tempat, waktu dan sosial. Hal ini dilakukan
karena peneliti berupaya melakukan studi yang efisien dan efektif. Selain itu, hasil
dari analisis tokoh dan penokohan tersebut membantu peneliti untuk merumuskan
formasi ideologi yang terdapat dalam Partikel. Kemudian latar tempat, waktu, dan
sosial melengkapi dan menjelaskan bagaimana keadaan masyarakat sosial dalam
Partikel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan
Dalam penelitian ini digunakan teori tokoh dan penokohan untuk
menganalisis novel Partikel. Analisis unsur tokoh dan penokohan akan membantu
peneliti untuk mendalami sifat-sifat tokoh dalam novel Partikel dan menemukan
ideologi yang dimiliki oleh setiap tokoh. Hasil analisis tokoh dan penokohan
tersebut akan digunakan oleh peneliti untuk mendalami ideologi yang ada di
dalam novel Partikel karya Dee Lestari ini.
Dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti
tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi
secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah
tersebut sebenarnya tidak menyaran pada pengertian yang persis sama, atau paling
tidak dalam tulisan ini akan dipergunakan dalam pengertian yang berbeda,
walaupun memang ada di antaranya yang sinonim. Ada istilah yang pengertiannya
menyaran pada tokoh cerita dan atau “teknik” pengembangannya dalam sebuah
cerita (Nurgiyantoro, 1995:164-165).
Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai
jawaban terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada
berapa orang jumlah pelaku novel itu?”, dan sebagainya. Penokohan dan
karakterisasi menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak (-
watak) tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh Jones (1968: 33),
penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita (Ibid., 165).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Penggunaan istilah “karakter” (character) sendiri dalam berbagai literatur
bahasa Inggris menyarankan pada dua pengertian berbeda, yaitu sebagai tokoh-
tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi,
dan prinsup moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Staton dalam
Nurgiyantoro, 1995: 165). Dengan demikian, character dapat berarti „pelaku
cerita‟ dan dapat pula berarti „perwatakan‟. Antara seseorang tokoh dan
perwatakan yang dimilikinya memang merupakan sebuah kepaduan yang utuh
(Ibid.’ 165).
Tokoh cerita (character) menurut Abrams (1981) adalah orang(-orang) yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan
dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari kutipan tersebut juga
dapat diketahui antara seseorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan
dalam penerimaan pembaca. Dalam hal ini, khususnya dari pandangan teori
resepsi, pembacalah sebenarnya yang memberi arti semuanya. Berkaitan dengan
kasus kepribadian sang tokoh, pemaknaan itu dilakukan berdasarkan kata-kata
(verbal) dan tingkah laku lain (nonverbal). Pembedaan antara tokoh yang satu
dengan yang lain lebih ditentukan oleh kualitas pribadi daripada dilihat secara
fisik. Dengan demikian, istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada
“tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh
cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya
dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca (Nurgiyantoro, 1995: 165-166).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Tokoh adalah pemegang peran (peran utama) dalam roman atau drama
(KBBI, 2007: 1203). Abrams dalam Nurgiyantoro (2007: 165) mengungkapkan
bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan.
Penelitian ini akan menganalisis tokoh dalam novel Partikel karya Dee
Lestari yang diklasifikasikan berdasarkan perannya, yakni tokoh utama dan tokoh
tambahan. Teori tokoh utama dan tokoh tambahan lebih dipilih daripada teori
lainnya karena hasil analisis tokoh utama dan tokoh tambahan akan
mencerminkan mengenai bagaimana ideologi utama dalam Partikel.
1.6.1.1.1 Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel
yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2007: 176-
177). Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan
dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan latar secara
keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan
konflik penting yang mempengaruhi perkembangan latar (Ibid., 177).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
1.6.1.1.2 Tokoh Tambahan
Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita
lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya
dengan tokoh utama, secara langsung atau tidak langsung (Ibid., 177). Dominasi
tokoh tambahan dalam cerita ada di bawah tokoh utama, sehingga mereka dapat
dipadang sebagai tokoh tambahan, walau harus dicatat: ada tokoh tambahan yang
utama (Ibid., 178).
Apa yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pembedaan antara
tokoh utama dan tokoh tambahan tidak dapat dilakukan secara eksak. Pembedaan
itu lebih bersifat gradasi. Kadar keutamaan tokoh-tokoh itu beringkat: tokoh
utama (yang) utama, tokoh tambahan, tokoh tambahan utama, tokoh tambahan
(yang memang) tambahan. Dalam penelitian ini, hanya dibatasi pada tokoh-tokoh
yang memiliki pengaruh besar pada tokoh utama.
Penokohan adalah penciptaan citra tokoh dalam karya susastra (KBBI,
2007: 1203). Istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan
“perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana
perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran jelas kepada pembaca. Penokohan
sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam
sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007: 166).
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan oleh Dee dalam Partikel adalah
teknik dramatik. Teknik dramatik adalah teknik pelukisan tokoh secara tidak
langsung. Nurgiyantoro (2007: 198) mengungkapkan bahwa teknik dramatik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
artinya adalah pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap
serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk
menunjukkan kediriannya sendiri melalui pelbagai aktivitas yang dilakukan, baik
secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan
juga melalui peristiwa yang terjadi.
1.6.1.2 Latar
Penelitian ini menggunakan teori latar yang meliputi latar tempat, latar
waktu, dan latar sosial. Hasil analisis latar digunakan untuk lebih memahami
bagaimana kondisi latar dalam cerita. Bagaimana latar waktu, tempat dan sosial
yang ada dalam masyarakat novel dapat menjelaskan ideologi yang terkandung
dalam karya sastra tersebut.
Abrams dalam (Nurgiyantoro, 2010: 216) mengungkapkan bahwa latar atau
setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian
tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara kongkret dan
jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca,
menciptakan susasna tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.
Jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengan
perwatakannya ke dalam cerita, makan pembaca akan dimudahkan untuk
mengoperasikan daya imajinasinya.
Nurgiyantoro (2010: 227-236) mengungkapkan bahwa unsur latar dapat
dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan
dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling
memengaruhi satu dengan yang lainnya.
Unsur latar menjadi penting untuk dianalisis dalam penelitian ini karena
latar menjelaskan dan mengungkapkan bagaimana keadaan dan kondisi
masyarakat sesungguhnya yang menjadi latar belakang cerita tersebut.
Nurgiyantoro (2010: 100) menjelaskan bahwa dalam sebuah karya fiksi sering
dijumpai peristiwa-peristiwa dan permasalahan yang diceritakan. Karena
kelihaian dan kemampuan imajinasi pengarang, cerita fiksi menjadi tampak
kongkret dan seperti benar-benar ada dan terjadi.
Unsur latar dalam Partikel merupakan latar-latar yang nyata, walaupun
ceritanya fiksi, namun latar yang digunakan adalah latar faktual. Misalnya latar
tempat yang ada di dunia nyata, yaitu Bogor, Tanjung Putting, London,
Glastonbury, dll. Beberapa peristiwa juga merupakan peristiwa nyata misalnya
Simposium yang dilaksanakan di Glastonbury pada 2003. Peristiwa itu benar-
benar terjadi dan membahas mengenai biokimia dan molekul genetik
(https://bmg.med.virginia.edu/events/past-simposia/bmg-symposium-2003/)
1.6.1.2.1 Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu
tanpa nama jelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
https://bmg.med.virginia.edu/events/past-simposia/bmg-symposium-2003/
21
Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah
mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan
geografis tempat yang bersangkutan. Ketidaksesuaian deskripsi antara keadaan
tempat secara realistis dengan yang ada di novel dapat menyebabkan karya yang
bersangkutan kurang meyakinkan jika pembaca mengenalinya. Deskripsi tempat
secara teliti dan realistis ini penting untuk mengesani pembaca seolah-olah hal
yang diceritakan sungguh ada dan terjadi.
Perlu dikemukakan bahwa latar tempat dalam sebuah novel biasanya
meliputi pelbagai lokasi. Ia akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain
sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh. Dari sekian banyak tempat yang
disebut, tentu sajaa tidak semuanya fungional dan sama pentingnya. Jika latar
tempat dikemukakan secara terperinci, makan latar tempat tersebut merupakan
latar tempat yang penting.
1.6.1.2.2 Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat
dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap
waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam
suasana cerita. Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional
jika digarap dengan teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Lama waktu cerita dalam karya fiksi juga sering dihubungkan dengan
lamanya waktu yang dipergunakan dalam cerita. Dalam hal ini terdapat variasi
pada pelbagai novel yang ditulis pengarang. Ada novel yang membutuhkan waktu
panjang, katakanlah (hampir) sepanjang hayat tokoh, ada pula yang relatif pendek
misalnya hanya beberapa hari atau bahkan hanya beberpa jam.
1.6.1.2.3 Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup pelbagai masalah dalam lingkup
yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang
tergolong latar spiritual.
Untuk mengangkat latar tempat tertentu ke dalam karya fiksi, pengarang
perlu menguasai medan. Hal itu juga terlebih berlaku untuk latar sosial, tepatnya
sosial budaya. Latar sosial berperan menentukan apakah sebuah latar, khususnya
latar tempat, menjadi khas dan tipikal atau sebaliknya bersifat netral. Dengan kata
lain, untuk menjadi tipikal dan lebih fungsional, deskripsi latar tempat harus
sekaligus disertai latar sosial, tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di tempat
yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2010: 234).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
1.6.2 Formasi Ideologi dalam Perspektif Antonio Gramsci
Kajian tentang formasi ideologi dalam perspektif Antonio Gramsci ini
merupakan bidang kajian dengan pendekatan sosiologi sastra. Sosiologi sastra
adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah
tentang lembaga sosial. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat
dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Dengan
mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian,
keagamaan, politik dan lain-lain (yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial),
kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang
menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing (Damono, 1979:
7).
Seperti halnya sosiologi, sastra berurusan dengan manusia dalam
masyarakat: usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk
mengubah masyarakat itu. Dalam hal isi, sesungguhnya sosiologi dan sastra
berbagi masalah yang sama. Dengan demikian, novel merupakan genre utama
sastra dalam zaman industri ini, dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan
kembali dunia sosial ini: hubungan manusia dengan keluarganya, lingkungannya,
politik, negara, dan sebagainya. Dalam pengertian dokumenter murni, jelas
tampak bahwa novel berurusan dengan tekstur sosial, ekonomi, dan politik- yang
juga menjadi urusan sosiologi (Ibid., 8)
Kemudian Ratna (2004: 334) mengungkapkan bahwa hubungan karya sastra
dengan masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi, maupun afirmasi, jelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
merupakan hubungan yang hakiki. Karya sastra mempunyai tugas penting, baik
dalam usahanya menjadi pelopor pembaharuan, maupun memberikan pengakuan
terhadap suatu gejala kemasyarakatan. Melalui teori sosiologi sastra, peneliti
dapat mengkonstruksikan mengenai formasi ideologi dalam novel Partikel karya
Dee Lestari.
1.6.2.1 Ideologi menurut Antonio Gramsci
Secara etimologis, ideologi berasal dari kata idea (ide, gagasan) dan ology
(logos, ilmu). Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan,
keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis. Dalam arti luas,
ideologi adalah pedoman normative yang dipakai oleh seluruh kelompok sebagai
dasar cita-cita, nila dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi.
Konsep ideologi bagi Gramsci itu melewati arti “ilmu pengetahuan
gagasan” dan seperangkat doktrin (Gramsci, 2013: 527). Ideologi adalah penanda
cara manusia meninggalkan peran mereka dalam masyarakat-kelas, nilai, ide, dan
imaji-imaji yang mengikat mereka pada fungsi sosial (Elgeton, 2002: 20).
Gramsci mengungkapkan bahwa ideologi lebih dari sekedar sistem ide karena
memberikan arah dan tujuan bagi kelangsungan hidup individu maupun kelompok
(Gramsci, 2013: 528).
Bagi Gramsci, ideologi secara historis memiliki keabsahan yang bersifat
psikologis. Artinya ideologi „mengatur‟ manusia dan memberikan tempat bagi
manusia untuk bergerak, mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan
mereka dan sebagainya. Ideologi bagi Gramsci berfungsi untuk mengatur manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak mendapatkan kesadaran
tentang posisinya dan perjuangan mereka.
Gramsci menganggap dunia gagasan, kebudayaan, superstruktur, bukan
hanya refleksi atau ekspresi dari struktur kelas ekonomik atau infrastruktur yang
bersifat material, melainkan sebagai salah satu kekuatan material itu sendiri.
Sebagai kekuatan material, dunia gagasan atau ideologi berfungsi mengorganisasi
massa manusia, menciptakan suatu tanah lapang yang di atasnya manusia
bergerak. Persoalan kultural dan formasi ideologi menjadi penting bagi Gramsci
karena di dalamnya pun berlangsung proses yang rumit.
Ideologi terbentuk melalui proses sejarah yang panjang yang melahirkan
suatu keadaan di mana kelompok atau individu yang dikuasai seolah-olah
menerima hubungan dominasi yang ada. Kekuasaan itu merasuk dan ideologi
diterima sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari seakan-
akan terjadi “consensus” antara kelompok atau pihak tersubordinasi dan penguasa.
Kondisi penguasaan negara ini dalam pemikiran Gramsci dikenal dengan istilah
hegemoni (Takwin, 2003: 84).
Ideologi menurut Gramsci (dalam Harjito, 2001: 33) mengandung empat
elemen. Empat elemen tersebut yaitu elemen kesadaran, elemen material, elemen
solidaritas-identitas, dan elemen kebebasan.
Elemen kesadaran menandakan bahwa ideologi memberi tempat bagi
manusia untuk bergerak dan mendapatkan kesadaran tentang posisi mereka, baik
dalam bidang ekonomi, politik, sosial, maupun perjuangan untuk menjadi kelas
hegemoni. Titik awal kesadaran adalah pemikiran awam (common sense).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Pemikiran awam berasal dari pelbagai sumber dan kejadian masa lalu yang
membuat masyarakat menerima kebiasaan, kekuasaan, ketidakadilan, dan
penindasan sebagai hal yang alamiah, produk alam, kehendak Tuhan, dan tidak
dapat diubah (Simon, 2004: 33). Gramsci menggunakan istilah pendapat umum
(common sense) untuk menunjukkan cara orang awam yang tidak kritis dan tidak
sadar dalam memahami dunia (Ibid., 27). Pemikiran ini merupakan tempat
dibangunnya ideologi dan menjadi tempat perlawanan ideologi.
Elemen material adalah wujud eksistensi dalam pelbagai aktivitas praktis
dan menjelma dengan cara hidup kolektif masyarakat. Ideologi bukanlah fantasi
atau angan-angan seseorang, tetapi menjelma dalam kehidupan keseharian
masyarakat, lembaga, ataupun organisasi di tempat praktik sosial berlangsung,
misalnya dalam partai politik, serikat dagang, masyarakat sipil, aparat negara,
perusahaan komersial, atau lembaga keuangan (Simon, 2004: 83-86).
Elemen solidaritas identitas merupakan tanda bahwa ideologi mampu
mengikat sebagai pondasi penyatuan sosial pelbagai kelompok yang berbeda ke
dalam satu wadah. Dengan demikian, kelompok-kelompok lain diikutsertakan,
termasuk ideologinya, guna mendapatkan dukungan. Pernyataan tersebut secara
tidak langsung mengakui adanya pluralitas ideologi di masyarakat karena terdapat
pelbagai kelompok sosial. Untuk merangkul pelbagai kelompok sosial, dalam
menyusun ideologi baru tidak harus menyingkirkan semua sistem ideologi yang
berbeda, tetapi justru melakukan transformasi ideologi dengan mempertahankan
dan menyusun kembali beberapa unsur yang paling tangguh. Istilah untuk
menggambarkan keadaan ini disebut negosiasi (Harjito, 2001: 35).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Elemen kebebasan menjelaskan bahwa ideologi menghasilkan kebebasan
maksimal kepada individu untuk merealisasikan dirinya. Kebebasan memberi
peluang kepada masyarakat demi menghilangkan penindasan tersebut (Ibid., 36).
Keempat elemen tadi tidak harus muncul bersamaan. Elemen yang harus
muncul adalah elemen solidaritas-identitas, elemen kebebasan yang berwujud
pelbagai aktivitas praktis dan terjelma dalam kehidupan keseharian, cara hidup
kolektif masyarakat, lembaga, serta organisasi tempat praktik sosial berlangsung.
1.6.2.2 Formasi Ideologi
Formasi adalah suatu susunan (KBBI, 2007: 320). Ideologi adalah sistem
berpikir, kepercayaan, praktik-praktik simbolik yang berhubungan dengan
tindakan sosial dan politik. Menurut Thompson (2003: 17) ideologi adalah sistem
gagasan yang mempelajari keyakinan dan hal-hal ideal filosofis, ekonomis,
politis, dan sosial. Ideologi dalam hal ini disebut neutral conception. Dari kedua
pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa formasi ideologi adalah suatu
susunan sistem gagasan yang mempelajari keyakinan dan hal-hal ideal filosofis,
ekonomis, politis, dan sosial. Formasi ideologi tidak hanya membahas ideologi
apa saja yang terdapat di dalam teks, akan tetapi juga membahas bagaimana relasi
antar ideologi tersebut.
Formasi ideologi dalam teks muncul melalui tokoh, latar (yang mencakup
tempat, waktu, dan sosial). Dalam perspektif kajian ini, semua elemen tersebut
merupakan representasi ideologi yang melekat pada setiap elemen tadi. Oleh
karena itu, karya sastra disebut juga sebagai situs ideologi. Hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
disebabkan karena teks sastra merupakan dialektika pemikiran pengarang itu
sendiri yang dimunculkan melalu tokoh, latar, serta peristiwa.
Novel Partikel karya Dee Lestari memiliki beberapa ideologi dan ideologi
tokoh utamanya tersebut bertentangan dengan ideologi yang ada di dalam
masyarakat sekitarnya. Ideologi yang dimiliki Partikel antara lain alalah sebagai
berikut, pertama ideologi liberalisme dalam sistem pendidikan. Bahwa tidak
selamanya pendidikan harus dilakukan secara formal (dengan belajar di sekolah
dan disekap beberpa jam di kelas). Kedua, pandangan mengenai alam semesta.
Beberapa tokohnya percaya bahwa alam semesta ini adalah makhluk yang
memiliki kesadaran. Selain itu, ada beberapa ideologi lagi yang menyimpang dari
ideologi yang sudah ada. Berdasarkan teori di atas, peneliti akan melihat dan
menganalisis lebih dalam mengenai formasi ideologi yang terdapat dalam
Partikel. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bagaimana formasi ideologi
karya sastra dalam Partikel.
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu (i) pendekatan, (ii)
pengumpulan data, (iii) analisis data, dan (iv) penyajian hasil analisis data.
1.7.1 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif
dan pendekatan ssiologis. Pendekatan objektif memusatkan perhatian semata-mata
pada unsur-unsur, yang dikenal dengan analisis intrinsik (Ratna, 2012: 73).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Analisis tokoh dan penokohan adalah unsur intrinsik yang dipakai oleh peneliti
untuk lebih mendalami tokoh. Pendalaman tokoh tersebut dipakai untuk
mengetahui ideologi-ideologi yang terdapat dalam novel Partikel karya Dee
Lestari.
Dasar filosofis pendekatan sosiologis adalah hubungan hakiki antara karya
sastra dengan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan
oleh: (i) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, (ii) pengarang itu sendiri adalah
anggota masyarakat, (iii) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam
masyarakat, dan (iv) hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat
(Ibid., 60).
Pendekatan sosiologis memiliki implikasi metodologis berupa pemahaman
mendasar mengenai kehidupan manusia dalam masyarakat. Maka dalam
penelitian ini diasumsikan bahwa ideologi yang ada dalam Partikel merupakan
cerminan kondisi masyarakat sesungguhnya saat itu. Yang dimaksud dengan
cermin dalam pendekatan sosiologis adalah sastra yang cenderung mengangkat
hal ihwal sebagai pantulan hidup. Sastra memancarkan seluruh aset sosial
(Endraswara, 2011: 169).
1.7.2 Metode Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah formasi ideologi dalam novel Partikel karya Dee
Lestari yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa studi pustaka.
Peneliti membaca pelbagai pustaka, termasuk karya sastra yang menjadi objek
penelitian secara cermat.
1.7.3 Metode Analisis Data
Analisis data merupakan bagian terpenting dalam sebuah metode penelitian,
karena dengan analisislah, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna
dalam memecahkan masalah penelitian (Nazir, 2014:304). Fungsi dari tahap
analisis data adalah mencari hubungan antardata yang tidak akan pernah
dinyatakan sendiri oleh data yang bersangkutan (Faruk, 2012: 25). Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode formal dan deskriptif kualitatif.
Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek
formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsur karya sastra. Ciri-ciri utama metode
formal adalah analisis terhadap unsur-unsur karya sastra, kemudian bagaimana
hubungan antara unsur-unsur tersebut dengan totalitasnya (Ratna, 2012, 49-50).
Metode formal ini digunakan untuk menganalisis tokoh, penokohan, dan latar
dalam Partikel.
Metode deskriptif kualitaif adalah metode yang secara keseluruhan
memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikan dalam bentuk deskripsi
yang dikaitkan dengan hakikat penafsiran. Metode yang memberi perhatian
terhadap data ilmiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya.
Metode deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menganalisis bagaimana formasi
ideologi yang ada di dalam novel Partikel karya Dee Lestari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Setelah dianalisis secara mendalam, hasil penelitian perlu dilaporkan secara
lengkap dan sistematis. Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan
deskriptif kualitatif. Di mana hasil analisis data dideskripsikan dalam bentuk
paragraf.
1.8 Sumber Data
Data merupakan bahan penelitian. Karya sastra yang menjadi objek
penelitian adalah sebuah novel dengan identitas sebagai berikut:
judul : Supernova Episode: Partikel
pengarang : Dee Lestari
cetakan : ketiga
tahun terbit : 2016
penerbit : Bentang Pustaka
tebal : x + 494 halaman
ukuran : 20 cm
1.9 Sistematika Penyajian
Penelitian ini dibagi menjadi empat bab. Sistematika penelitian ini dirinci
sebagai berikut.
Bab I berisi pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagi
menjadi sembilan sub bab, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode
penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian.
Bab II berisi deskripsi hasil analisis tokoh, penokohan, dan latar dalam
novel Partikel karya Dee Lestari. Bab III berisi deskripsi ideologi karya sastra
dalam novel Partikel karya Dee Lestari. Kemudian Bab IV berupa kesimpulan
yang berisi kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
BAB II
STRUKTUR PENCERITAAN DALAM NOVEL PARTIKEL
KARYA DEE LESTARI
2.1 Pengantar
Tokoh, penokohan, dan latar merupakan bagian penting dalam sebuah
cerita. Tokoh dan penokohan tersebut mencerminkan gagasan-gagasan dan
ideologi yang ada di dalam karya sastra. Tokoh dan penokohan dikategorikan
berdasarkan pembedaan sudut pandang, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama dan tokoh tambahan digunakan untuk menganalisis penokohan
karena dari tokoh utama dan tokoh tambahan akan didapatkan ideologi utama
dalam karya sastra. Pada bab ini, peneliti membatasi kajian tokoh tambahan.
Tidak semua tokoh tambahan yang berada di dalam Partikel akan dianalisis.
Tokoh tambahan yang dianalisis adalah tokoh-tokoh yang memiliki peran penting
dalam menjelaskan formasi ideologi yang terdapat di dalam Partikel.
Latar atau sering disebut dengan setting juga menjadi salah satu hal penting
untuk mengungkapkan formasi ideologi yang ada di dalam Partikel. Melalui latar
tempat, waktu, dan sosial, diketahui latar belakang cerita dalam karya sastra.
Analisis latar kemudian digunakan untuk menjelaskan mengenai bagaimana
ideologi yang ada di dalam masyarakat umum Partikel. Peneliti juga melakukan
pembatasan dalam analisis latar. Peneliti hanya menganalisis latar yang memiliki
hubungan dengan analisisi formasi ideologi dalam Partikel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
2.2 Tokoh dan Penokohan
Secara umum, teknik pelukisan tokoh yang digunakan oleh Dee dalam
Partikel adalah teknik dramatik. Teknik dramatik adalah teknik pelukisan tokoh
secara tidak langsung. Nurgiyantoro (2007: 198) mengungkapkan bahwa teknik
dramatik artinya adalah pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat
dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita
untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui pelbagai aktivitas yang dilakukan,
baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku,
dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Berhubung sifat kedirian tokoh tidak dideskripsikan secara jelas dan
lengkap, ia akan hadir kepada pembaca secara sepotong-sepotong, dan tidak
sekaligus. Ia menjadi “lengkap” barangkali setelah pembaca menyelesaikan cerita.
Dalam teknik ini, pembaca dituntut untuk dapat menafsirkan sendiri bagaimana
karakter atau sifat tokoh.
Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik.
Dalam sebuah karya fiksi, biasanya pengarang mempergunakan pelbagai teknik
itu secara bergantian dan saling mengisi, walaupun ada perbedaan frekuensi
penggunaan masing-masing teknik. Mungkin sekali ada satu teknik yang lebih
sering dipergunakan dibanding teknik-teknik lainnya. Tentunya hal tersebut sesuai
dengan selera pengarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Tokoh-tokoh yang dihadirkan tersebut selanjutnya dikategorikan
berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan. Tokoh-tokoh dalam Partikel
akan dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.
2.2.1 Tokoh Utama
Seperti yang telah dijelaskan pada poin 1.6.1.1 bahwa tokoh utama adalah
tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia
merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian
maupun yang dikenai kejadian. Dalam novel Partikel, tokoh utamanya terdiri dari
dua orang, yaitu Zarah dan Firas (ayah Zarah). Mereka dikategorikan menjadi
tokoh utama dan tokoh utama (yang) tambahan karena keduanya merupakan
penggerak alur cerita. Jika tidak ada kedua tokoh tersebut, cerita tidak berjalan.
2.2.1.1 Zarah Amala
Zarah merupakan tokoh utama dalam novel Partikel. Zarah adalah tokoh
penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga mendominasi sebagian besar
cerita. Zarah menjadi salah satu tokoh penggerak alur.
Zarah merupakan seorang perempuan keturunan Arab dan Sunda. Darah
Arab jelas ia dapatkan dari Abah Hamid yang bercampur dengan darah Sunda dari
Umi. Untuk ukuran orang Indonesia, Zarah termasuk perempuan yang tinggi
dengan paras yang cantik. Zarah juga termasuk orang yang cuek dengan
penampilan. Ia terbiasa mengenakan setelan santai dan simpel yang tidak ribet.
Berikut ini adalah kutipan penjelas argumen tersebut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
(6) “Aku menjelaskan bahwa darahku campuran Arab dan Sunda (Lestari,
2012: 311).”
(7) Usiaku dan Paul terpaut sepuluh tahun. Badanku yang tingginya 172 cm
seperti bonsai jika berada di sebelahnya (Lestari, 2012: 7).”
(8) Selama ini aku sudah terlalu nyaman dengan celana kargo, kaus oblong,
kemeja lengan panjang, dan sepatu botku, hingga lupa bahwa ada
peristiwa sosial lain di kehidupan ini yang perlu busana berbeda
(Lestari, 2012: 302).”
Zarah merupakan anak pertama dari Firas dan Aisyah. Zarah tumbuh besar
dalam lingkungan orang tua yang sangat mencintai dan menjaga kelestarian
lingkungan. Ayahnya, Firas adalah seorang dosen dan ahli mikologi dari Institut
Pertanian Bogor (IPB). Keluarga Zarah merupakan keluarga yang disegani di
desanya karena keberhasilan Ayah Zarah dalam mengajari warga dalam hal
pertanian. Hal tersebut terbukti melalui kutipan berikut ini:
(9) Bersama Ayah di sisinya, visi Abah masuk ke jalur cepat. Pertanian di
Batu Luhur maju pesat karena berhasil ditekan biayanya. Ayah
menemukan cara untuk mengadakan pupuk dan obat-obatan sendiri. Ia
mendayakan ibu-ibu untuk mengumpulkan semak kirinyuh dan sampah-
sampah organik, lalu membangun mesin-mesin pengolah kompos dengan
mesin kayuh (Lestari, 2012: 12).”
(10) “Dan tidak Cuma itu, satu pohon di Bukit Jambul adalah rumah bagi
puluhan bahkan ratusan spesies, termasuk fungi-fungi langka yang
berpotensi besar menyelamatkan bumi. Satu saja pohon di Bukit Jambul
ditebang, semua spesies tadi ikut hilang. Tugas kita, Zarah, adalah
melindungi hutan di Bukit Jambul dari manusia (Lestari, 2012: 70).”
Zarah tumbuh dalam didikan seorang Firas. Bahkan ia menanggap ayahnya
adalah dewa. Dengan begitu, sifat Zarah hampir sama persis seperti sifat Firas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Zarah adalah seseorang yang cerdas. Namun, ia juga seorang yang sangat keras
kepala dan memiliki pendirian teguh. Berikut ini adalah gambarannya pada
kutipan di bawah ini
(11) “Atas permintaan ibuku, mereka memberikan variasi soal mulai level 6
SD sampai pelajaran kelas 3 SMA.
Aku mengerjakannya dengan setengah tidak percaya. Untuk inikah
anak-anak itu disekap berjam-jam di kelas? Lebih baik mereka semua
ikut Ayah ke Kebun Raya dan mendengarkan cerita-ceritanya tentang
alam semesta. Nilaiku sempurna. Dengan setengah tidak percaya pula,
mereka akhirnya mengizinkanku bersekolah di sana (Lestari, 2012:
95).”
(12) “Nilaimu bagus, Zarah. Kalau bukan karena nilai PMP dan agamamu
yang jeblok, kamu pasti masuk tiga besar. Kenapa kamu mau tinggal
kelas? (Bu Kartika, 2012: 116).”
Sifat keras kepala Zarah juga terbukti dalam kutipan di bawah ini:
(13) “Kenapa kamu begitu bodoh Zarah? Kenapa kamu begitu keras kepala?
Nggak cukup ayahmu menyiksa keluarga kita? Masih harus kamu ikut-
ikutan? Nggak kasihan kamu sama Ibu? (Lestari, 2012: 106).”
(14) Secepat kilat aku menyambar tiket di tangannya. Dan untuk bisa
merampas dari tangan Paul, aku harus melompat tinggi seolah
membidik ring basket. “No. You return this ticket. Now. Saya pergi
sendiri.”
“Kenapa sih, kamu keras kepala banget jadi orang?” seru Paul gemas.
“You’ve done so much already, Paul,” kataku lembut. Kukembalikan
tiketnya baik-baik. “Perjalanan yang satu ini adalah jatah saya
sendirian,” tegasku lagi (Lestari, 2012: 380).
Zarah juga merupakan seseorang yang tegas dalam mengambil keputusan. Ia
selalu berpegang teguh pada apa yang ia yakini. Sikap tegasnya dalam mengambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
keputusan ini kemudian banyak menuai konflik dari orang-orang yang ada di
sekitarnya. Hal tersebut terbukti dalam kutipan:
(15) “S—saya… tetap mau tinggal kelas bu,” aku tergagap sambil beranjak.
Tatapan itu berhasil mendesakku keluar.
Sebagaimana yang sudah kuduga dan kuantisipasi, Ibu mengamuk
habis-habisan. Aku juga tak berupaya menjelaskan panjang lebar
alasanku. Aku yakin Ibu tak akan mengerti (Lestari, 2012: 118).
(16) Malam itu juga kuputuskan, aku tak pulang lagi ke Jawa.
Esok harinya, keputusanku untuk tidak pulang menggemparkan seisi
kelotok. Melalui pertengkaran sengit yang berakhir dengan aku
menandatangani surat perjanjian pelepasan tanggung jawab, aku
berhasil tinggal (Lestari, 2012: 194).
(17) Yang kutahu, kemarahan Ibu bukan karena aku memilih orangutan
ketimbang keluargaku sendiri. Kemarahan Ibu hari ini adalah
kemarahan yang tertunda. Yang terakumulasi sejak perang dingin kami
dimulai dan aku memilih tinggal di saung Batu Luhur setahun lalu.
Kemarahan Ibu adalah karena anaknya melihat segala tempat di dunia
ini, entah itu saung tak berdinding di tengah ladang, atau teras
bangunan kayu di tengah hutan belantara, seolah lebih baik dari
rumahnya sendiri. Rumah yang telah ibu wujudkan dan pertahankan
dengan air mata dan jerih payah (Lestari, 2012: 218).
Selain cuek dengan penampilannya, Zarah juga memiliki sifat yang cuek
terhadap apa yang dipikirkan orang lain. Ia tidak begitu ambil pusing tentang apa
yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. Hal itu terbukti dari reaksinya ketika ia
dianggap native oleh teman-temannya dan juga ia tidak ambil pusing ketika
orang-orang tidak percaya kepada apa yang ditulis ayahnya, sedangkan ia sangat
percaya pada ayahnya. Berikut ini adalah kutipan penjelasnya.
(18) Zach roboh ke tanah dan tertawa terguling-guling melihat pemandangan
itu. Antara Valerie yang rela kencan dengan sepuluh orangutan demi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
masuk short list pendamping WWF yang secara berkala memboyong
selebritas Hollywood masuk hutan, dengan aku yang berkali-kali
ditawari ikut, tapi selalu menolak tanpa tahu apa yang sebenarnya
kulewatkan. Tahun lalu, mereka membawa Julia—something—
Roberts? Lupa lagi. Zach membodoh-bodohiku selama sebulan karena
ia sendiri rela melakukan apa saja demi memotret senyum maut Julia di
pagi hari. Seakan-akan panjang gigi perempuan itu bakal bertambah
atau berkurang seinci, tergantung sinar matahari (Lestari, 2012: 4).
(19) “Kamu menyembah apa?”
“Jamur”
Semenjak hari itu mereka menganggapku sinting. Keuntungan ada di
pihakku, karena teror pernyataan mereka mereda (Lestari, 2012: 98).
(20) Maka, kuputuskan untuk diam. Untuk apa menabrak-nabrakkan diri ke
benteng batu? Hanya akan mengundang masalah, dan aku tak punya
cukup ruang untuk itu. Tujuanku jelas dan pasti: mencari Ayah. Yang
lain hanya berisikan. Tak perlu didengar (Lestari, 2012: 105).
Zarah juga menuruni sifat Firas yang pemberani dan pemberontak. Jika ia
mengetahui sesuatu yang salah (tidak sesuai dengan apa yang ia percaya), tidak
segan-segan ia mengeluarkan pendapatnya dan mengatakan kesungguhannya
walaupun itu menyakiti hati orang lain. Hal ini mungkin bisa disebut dengan
nama ceplas-ceplos. Hal tersebut dapat ditunjukkan dalam kutipan berikut:
(21) “Karena kebenaran hanya ada satu,” potong Abah, “Kebenaran Allah
subhanahu wa taala”.
“Kalau kenenaran cuma ada satu, kenapa ada banyak agama? Abah
sendiri bilang, Islam banyak alirannya. Berarti nggak cumma satu
dong,” balasku. “Kalau yang benar cuma Islamnya Abah, berarti teman-
temanku yang dari agama lain, dari Islam aliran lain, juga harusnya
diskors. Kenapa cuma Zarah? Padahal, Zarah nggak percaya apa-apa.
Zarah cuma menceritakan apa yang Zarah baca (Lestari, 2012: 103).”
(22) “Loh, apa salahnya bilang begitu?” tanyaku bingung.
“Memang apa buktinya Allah pasti ada? (Lestari, 2012: 130).”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Zarah memang banyak mewarisi sifat Firas. Salah satunya adalah tidak
mudah percaya pada suatu hal. Apalagi jika itu menyangkut tentang agama. Ia
selalu mempertanyakan kebenaran tentang agama. Dan hal ini yang menyebabkan
pelbagai macam konflik di dalam keluarganya. Zarah, dalam hal kepercayaan, ia
menganut ideologi ayahnya mengenai alam semesta. Berikut ini adalah kutipan
penjelasnya.
(23) “Karena apa yang kamu ceritakan tidak sesuai dengan pelajaran Agama.
Tidak sesuai dengan Islam.”
“Cerita saya itu memang belum tentu benar, Pak. Namanya juga cerita.
Yang diceritakan Bu Aminah tentang Adam dan Hawa, kan, belum
tentu benar juga— (Lestari, 2012: 102).”
(24) “Zarah tak pernah bilang Zarah beriman pada tulisan Ayah, Zarah cuma
cerita. Apa salahnya? Kenapa nggak boleh?”
“Karena kebenaran cuma ada satu,” potong Abah, “Kebenaran Allah
subhanahu wa taala.”
“Kalau kebenaran cuma satu, kenapa ada banyak agama? Abah sendiri
bilang, Islam banyak alirannya. Berarti nggak cuma satu dong,”
balasku. “Kalau kebenaran cuma Islamnya Abah, berarti teman-
temanku yang dari agama lain, dari Islam aliran lain, juga harusnya
diskors. Kenapa cuma Zarah? Padahal Zarah nggak percaya apa-apa.
Zarah cuma menceritakan apa yang Zarah baca (Lestari, 2012: 104).”
(25) Aku pun merasakan luapan amarah dalam hatiku. Mengapa mereka
harus meradang karena pertanyaan-pertanyaanku? Seolah-olah semua
yang kuucapkan adalah hinaan? Kenapa mereka tidak bisa melihat
semata-mata sebagai pertanyaan? Mengapa kata “agama” dan “Tuhan”
menyulut api dalam setiap hati orang yang kutemui? Dan sungguh aku
muak dengan satu kata itu. Atheis. Bagiku ini bukan soal percaya atau
tidak percaya, melainkan tidak adanya kesempatan untuk
mempertanyakan.
“Zarah buka Ateis. Zarah percaya sama alam ini, tapi nggak peduli
siapa yang bikin.” (Lestari, 2012: 131).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Zarah juga merupakan seseorang yang tangguh dalam menghadap pelbagai
masalah. Dibuktikan dengan ia tetap kuat ketika kehilangan ayahnya. Ketika ia
juga menghadapi masalah tentang kelahiran adeknya yang disebut tumbal. Zarah
merupakan sosok yang mewarisi sifat dan watak Firas, ayahnya.
2.2.1.2 Firas
Firas adalah tokoh utama (yang) tambahan. Hal itu karena, jika tidak ada
Firas, maka alur cerita yang menceritakan pencarian Zarah tidak akan pernah ada.
Firas juga merupakan seorang tokoh yang menggerakkan alur dalam novel
Partikel. Firas memegang peranan penting dalam novel, karena dominasinya
dalam cerita ada di bawah Zarah.
Firas adalah ayah Zarah dan Hara. Ia adalah angkat dari Abah Hamid dan
Umi. Firas juga merupakan menantu Abah dan Umi, karena ia menikahi Aisyah,
anak kandung Abah dan Umi. Firas bekerja sebagai dosen mikologi di IPB.
(26) Firas adalah seorang laki-laki yang cerdas. Kepandaiannya melampaui
semua anak di Batu Luhur pada masanya. Dengan kepandaiannya, ia
mampu meraih pelbagai beasiswa hingga tingkat perguruan tinggi.
Top Related