BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan
karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001). Otits
media akut (OMA) dapat terjadi kare beberapa faktor penyebab, seperti sumbatan
tuba eustachius (merupakan penyebab utama dari kejadian otitis media yang
menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu), ISPA
(infeksi saluran pernafasan atas), dan bakteri (Streptococcus peumoniae,
Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis, dan bakteri piogenik lain, seperti
Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris).
Otitis media efusi ( OME ) merupakan penyakit yang sering di derita oleh
bayi dan anak-anak. Diluar negeri, khususnya di Negara yang mempunyai 4 musim
penyakit ini di temukan dengan angka insiden dan prevalensi yang tinggi. Dari
beberapa kepustakaan dapat disimpulkan rata-rata insiden OME sebesar 14% - 62%,
sedang peneliti lain ada yang melaporkan angka rata-rata prevelensi OME sebesar 2%
- 52%.
OME adalah peradangan telinga tengah yang di tandai dengan adanya cairan
efusi di rongga telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa disertai dengan
tanda-tanda infeksi akut. OME termasuk dalam golongan otitis media non supuratif.
Terdapat banyak sinonim dari OME ini. Tetapi yang paling banyak diterima
berdasarkan terminologi adalah otitis media efusi.
Otitis media supuratif kronik adalah peradangan mukosa telinga tengah
disertai keluarnya cairan dari telinga melalui perforasi membran timpani (gendang
telinga berlubang). Cairan yang keluar dari telinga dapat terus menerus atau hilang
timbul. Kejadian OMSK dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain suku bangsa,
jenis kelamin, tingkat sosioekonomi, keadaan gizi, dan kekerapan mengalami infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA).
1
Menurut survei yang dilakukan pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996
ditemukan prevalensi Otitis Media Supuratif sebesar 3% dari penduduk Indonesia.
Dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6, 6 juta
penderita OMSK. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran, Depkes tahun 1993-1996 prevalensi OMSK adalah 3, 1%-5, 20%
populasi. Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan
penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMSK.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menegtahui tentang penyakit pada telinga tengah yaitu otitis media
akut,otitis media efusi, dan otitis media supuratif kronik.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui tentang definisi, epidemiologi, etiologi, pathogenesis,
patofisiologi, gejala klinik, diagnosis, penatalkasanaan, dan prognosis dari
otitis media akut, otitis media efusi, dan otitis media supuratif kronik.
1.3 Manfaat
Menambah wawasan dan keilmuan untuk penulis serta membantu pembaca
khususnya teman-teman mahasiswa fakultas kedokteran laninnya untuk
memahami tentang penyakit telinga bagian tengah, yaitu otitis media akut, otitis
media efusi, dan otitis media supuratif kronik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi dan Anatomi Pendengaran
Telinga secara anatomis terbagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah
dan dalam. Telinga luar dan tengah berperan dalam transmisi suara melalui udara
menuju telinga bagian dalam yang terisi cairan. Pada telinga dalam ini, terjadi
amplifikasi energy suara. Di sana juga terdapat dua macam system sensoris yaitu
koklea yang mengkonversikan gelombang suara menadi impuls saraf dan vestibular
apparatus yang berguna untuk keseimbangan.
Gambar 2.1 Anatomi Telinga
2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi
kulit, terdiri atas auricular dan meatus acusticus externus.
3
Auricula mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulka getaran
udara auricular terdiri atas lempeng tulang rawan elastic tipis yang ditutupi kulit.
Auricular mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik keduanya dipersarafi oleh N.
facialis.
Gambar 2.2 Anatomi Telinga Luar
Meatus acusticus eksternus adalah tabung berkelok yang menghubungkan
auricular dengan membrane timpani. Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang
suara dari auricular ke membrane timpani. Pada orang dewasa panangnya lebih
kurang 1 inci (2,5 cm), dan dapat diluruskan untuk memasukkan otoskop dengan cara
menarik auricular ke atas dan belakang.
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah cartilage elastis, dan dua pertiga
bagian dalam adalah tulang, yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi
oleh kulit, dan sepertiga bagian luarnya mempunyai rambut, kelenar sebacea, dan
galndula seruminosa. Glandula ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang
menghasilkan secret lilin berwarna cokelat kekuningan. Rambut dan lilin ini
merupakan barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda asing.
4
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus dipersarafi oleh N.
auriculotemporalis dan ramus auricularis N. vagus.Aliran limfe menuju nodi parotidei
superficialis, mastoidei dan cervicales superfisialis.
2.1.2 Membrana Timpani
Membrane timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk
kerucut dengan puncaknya umbo, mengarah ke medial. Membrane timpani umumnya
bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu
epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan incus meluas melampaui batas
atas membrane timpani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum yang meluas
melampaui batas bawah membrane timpani. Membrane timpani tersusun oleh suatu
lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai
maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat
di atas prosesu lateralis maleus dan ini yang menyebabkan bagian membranan
timpani yang disebut membrane Shrapnell menjadi lemas (flaksid).
Gambar 2.3 Anatomi Membrana Timpani
5
2.1.3 Telinga Tengah
Telinga tengah mengirimkan pergerakan vibratory dari membranan timpani
menuju cairan pada telinga dalam. Ada tiga tulang ossicle yang membantu proses ini
yaitu malleus incus stapes yang meluas dari telinga tengah. Malleus menempel pada
membrane timpani, sedangkan stapes menempel pada oval window yang merupakan
gerbang menuju koklea yang berisi cairan.
Saat membrane timpani bergetar, tulang-tulang tersebut bergerak dengan
frekuensi yang sama mentrasmisikan frekuensi tersebut dari menu oval window.
Selanjutnya tiap-tiap getaran menghasilkan pergerakan seperti gelombang pada cairan
di telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan gelombang suara aslinya.
System osikular mengamplikasikan tekanan dari gelombang suara pada udara
dengan dua mekanisme untuk menghasilkan getaran cairan pada koklea. Pertama
adalah karena permukaan area dari membrn timpani lebih besar dari oval window,
tekanan ditingkatkan ketika gaya yang mempengaruhi membrane timpani
disampaikan oleh ossicle ke oval window. Kedua adalah kerja dari ossicle
memberikan keuntungan mekanis lainnya. Kedua hal tersebut meningkatkan gaya
pada ova window sampai 20 kali. Tambahan tekanan tersebut penting untuk
menghasilkan pergerakan cairan pada koklea.
Beberapa otot tipis di telinga tengah dapat berkontraksi secara reflex terhadap
suara keras (70dB) menyebabkan membrane timpani menebal dan menyebabkan
pembatasan gerakan pada rangkaian ossicle. Pengurangan pergerakan pada struktu
teinga tengah akan mengurangi transmisi dari suara yang keras tersebut ke telinga
dalam guna melindungi bagian sensoris dari kerusakan. Reflex tersebut berlangsung
relative lambat terjadi setidaknya sekitar 40 msec sesudah pajanan terhadap suara
keras. Oleh karena itu hanya bias melindungi dari suara yang berkepanjangan, bukan
suara yang sangat tiba-tiba seperti ledakan.
6
Adapun batas telinga tengah bagian luar adalah membrane timpani, sedangkan
batas bagian depan adalah tuba eustacius, batas bagian bawah adalah vena ugularis
(bulbus jugularis), batas bagian belakang adalah aditus ad antrum, kanalis facialis
pars servikalis, batas atas adalah tegmen timpani (meningen/otak) dan batas dalam
berturut-turut dari atas ke bawah oleh kanalis semisirkularis horizontal, kanalis
facialis, oval window, round window dan promontorium.
2.1.4 Telinga Dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial
VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan
bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun
tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak
membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang
berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh
perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan
dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran,
dinamakan organ Corti.. Di dalam lulang labirin, namun tidak sempurna mengisinya,
Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang
berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus
koklearis.
Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, sakulus, dan duktus semisirkularis,
duktus koklearis.
a. Utrikulus, bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gempeng terpaut pada
tempatnya oleh jaringan ikat. Disini terdapat saraf (nervus akustikus) pada bagian
depan dan sampingnya ada daerah yang lonjong yang disebut macula. pada
dinding belakang utrikulus ada muara dari duktus semisirkularis dan pada dinding
7
depannya ada tabung halus disebut utrikulosa sirkularis, saluran yang
menghubungkan utrikulus dengan sakulus.
b. Sakulus, bentuknya agak lonjong lebih kecil dari utrikulus, terletak pada bagian
depan dan bawah dari vestibulum dan terpaut erat oleh jaringan ikat, tempat
terdapatnya nervus akustikus. Pada bagian depan sakulus ditemukan serabut-
serabut halus cabang nervus akustikus yang berakhir pada macula akustika sakuli.
Pada permukaan bawah sakulus ada duktus reunien yang menghubungkan sakulus
dengan duktus koklearis, di bagian sudut sakulus ada saluran halus disebut
duktus endolimfatikus, berjalan melalui aquaduktus vestibularismenuju
permukaan bagian bawah tulang temporalis dan berakhir sebagai kantong buntu
disebut sakus endolimfatikus yang terletak tepat di lapisan otak duramater.
c. Duktus semisirkularis, ada tiga tabung selaput semisrkularis yang berjalan dalam
kanalis semisrkularis (superior, posterior, dan lateralis). Penampangannya kira-
kira sekitar sepertiga penampang kanalis semisirkularis. Bagian duktus yang
melebar disebut ampula selaput. Setiap ampula mengandung satu celah siklus,
sebelah dalam ada Krista ampularis yang terlihat menonjol kedalam yang
menerima ujung-ujung saraf.
d. Duktus koklearis merupakan saluran yang berbentuk agak segitiga seolah-olah
membuat batas pada koklea timpani. Atap duktus koklearis terdapat membrane
vestibularis pada alasnya terdapat membran basilaris. Duktus koklearis mulai dari
kantong buntu (seikum vestibular) dan berakhir tepat diseberang kanalis lamina
spiralis pada kantong buntu (seikum ampulare) pada membrane basilaris
ditemukan organ korti sepanjang duktus koklearis yang merupakan hearing sense
organ.
Pada pertemuan antara lamina spiralis tulang dengan mediolus terdapat
ganglion spiralis yang sebagaian besar diliputi tulang bagian bawah dan menyatu
dengan membrane basilaris melintasi duktus koklearis dan melekat pada ligamentum
basilaris.
8
Membran basilaris : dibentuk oleh lapisan serat – serat kolagen, permukaan
bawah yang menghadap skala timpani diliputi oleh jaringan ikat fibbrosa yang
mengandung pembuluh darah.
Membran vestibularis : suatu lembaran jaringan ikat tipis, diliputi pada
permukaan atas vestibular oleh pelapis rongga perilimf yaitu jaringan epitel
selapis gepeng yang terdiri atas sel mesenkim.
Dektus koklearis : dektus ini mengandung pigmen, bentuknya lebih tinggi dan
tidak beraturan, di bawahnya terdapat jaringan ikat yang banyak mengandung
kapiler yang disebut stria vaskularis. Dektus koklearis merupakan tempat
sekresi endolimf dan termasuk organ korti.
9
10
Telinga dalam terdiri dari labirin osea (labirin tulang), sebuah rangkaian rongga
pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perilimfe & labirin
membranasea, yang terletak lebih dalam dan memiliki cairan endolimfe. Di labirin
osea terdapat koklea, vestibulum, kanalis semisirkularis.
Koklea atau rumah siput. Penampang melintang koklea trdiri aras tiga bagian
yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Bagian dasar dari skala
vestibuli berhubungan dengan tulang sanggurdi melalui jendela berselaput
yang disebut tingkap oval, sedangkan skala timpani berhubungan dengan
telinga tengah melalui tingkap bulat. Bagian atas skala media dibatasi oleh
membran vestibularis atau membran Reissner dan sebelah bawah dibatasi oleh
membran basilaris. Di atas membran basilaris terdapat organ corti yang
berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls. Organ corti terdiri dari sel
rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat membran tektorial
yang terdiri dari gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut akan dihubungkan
dengan bagian otak dengan saraf vestibulokoklearis.
Vetibulum, bagian tengah labirintus osseous pada vestibulum ini membuka
fenestra ovale dan fenestra rotundum dan pada bagian belakang atas
menerima muara kanalis semisirkularis
Kanalis semisirkularis merupakan saluran setengah lingkaran yang terdiri dari
3 saluran. Saluran yang satu dengan yang lainnya membentuk sudut 90%,
kanalis semisrkularis superior, kanalis semisirkularis posterior dan kanalis
semisirkularis lateralis.
Labirin membranosa mengandung cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat
keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam;
banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan
angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan
merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris
yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan
posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga
mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis
11
VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis yang muncul dari koklea,
bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis,
utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang
bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus
fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut
dan asupan darah ke batang otak.
2.2 Otitis Media Akut
2.2.1 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3
minggu.
Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan
otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut
dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis
media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis
media adhesive
2.2.2 Etiologi
Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga akan terganggu
1. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya
(misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis
alergika). Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar
kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA
dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak
horisontal.
2. Bakteri
12
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,
dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus
aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring
dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody.
Otitis media akut (OMA) terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini
terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari
otitis media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan infasi kuman
ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk kedalam telinga
tengah dan terjadi peradangan.
Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran
napas atas.Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin
besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah
oleh karena tuba eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal.
2.2.3 Patofisiologi
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas
menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba
eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusanya adalah
infeksi saluran nafas atas. Infeksi saluran nafas bagian atas menyebabkan
penyumbatan pada tuba eustachius sehingga terjadi gangguan ventilasi tuba yang
menyebabkan terjadinya tekanan negative pada telinga tengah akibat absorpsi
udara oleh mukosa telinga tengah, yang menyebabkan retraksi dari membran
timpani lalu terjadi pula respon inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah di membrane timpani, protein plasma keluar dan terkumpulnya
cairan yang menyebabkan efusi serta edema dan selanjutnya bila fungsi tuba
tetap terganggu dan adanya infiltrasi kuman pathogen dari nasofaring dan rongga
13
hidung akan menimbulkan supurasi. Akumulasi cairan yang terus menerus
menyebabkan membrane timpani menonjol lama kelamaan membrane timpani
bisa perforasi.
2.2.4 Manifestasi Klinik
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan
umur pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran
berkurang, rasa penuh di telinga, demam. Pada anak-anak biasanya timbul
keluhan demam, anak gelisah dan sulit tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak
memegang telinga yang sakit. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan
mukosa telinga tengah terdiri dari :
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi
membran timpani akibat tekanan negatif didalam telinga tengah, karena
adanya absorpsi udara. Posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks
cahaya juga berkurang, edema yang terjadi pada tuba eustachius juga
menyebabkannya tersumbat. Kadang-kadang membrane timpani tampak
normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak
dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (presupurasi)
Pada stadium ini tampak seluruh membrane timpani hiperemis serta
edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
serosa sehingga sukar terlihat1. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.
Proses inflamasi terjadi di telinga tengah dan membran timpani menjadi
kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan
pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran
mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari
cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang
14
meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam
sampai dengan satu hari.
3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
epitel superficial, serta terbentuknya sekret eksudat yang purulen di cavum
timpani menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan
nanah di cavum timpani tidak berkurang maka terjadi iskemia akibat tekanan
pada kapiler-kapiler, kemudian timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil
serta nekrosis pada mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane
timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan berwarna kekuningan atau
yellow spot. Di tempat ini akan terjadi rupture.
15
4. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotic atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani
dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar, secret yang
keluar terlihat seperti berdenyut. Anak-anak yang tadinya gelisah sekarang
menjadi tenang, suhu badan turun dan anak-anak dapat tidur nyenyak.
5. Stadium Resolusi
Stadium terakhir dari OMA. Bila membrane timpani tetap utuh maka
keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan normal kembali bila sudah
terjadi perforasi, kemudian secret akan berkurang dan akhirnya kering.
Pendengaran kembali normal. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi
kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Otitis
media akut dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media
serosa bila secret menetap di cavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran
timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang
timbul.
2.2.5 Diagnosis
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga
hal berikut, yaitu:
16
1 Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2 Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda
berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging,
terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat
bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang
keluar dari telinga.
3 Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau
erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal4.
2.2.6 Diagnosis Banding
1. Otitis eksterna
2. Otitis media efusi
3. Eksaserbasi akut otitis media kronik
4. Infeksi saluran napas atas
17
OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai
OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada
OMA dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan
gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.
2.2.7 TERAPI
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya :
1. Stadium oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga
tekanan negative di telinga tengah hilang dengan diberikan :
Obat tetes hidung HCL efedrin 0.5% dalam larutan fisiologis
(anak<12
18
tahun) atau HCL efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk
anak di atas 12 tahun atau dewasa.
Mengobati sumber infeksi lokal dengan antibiotika bila
penyebabnya kuman.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Antibiotic (golongan penisilin atau ampisilin) selama 7 hari
dengan pemberian IM pada awalnya agar tidak terjadi
mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala
sisa, dan relaps.
Obat tetes hidung (decongestan)
Analgesic / antipiretic
3. Stadium supurasi
Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.
Pasien harus dirujuk untuk dilakukan mirongotomi bila
membrane timpani masih utuh sehingga gejala-gejala klinis
cepat hilang dan rupture (perforasi) dapat dihindari.
4. Stadium perforasi
Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O3 3% selama 3-
5 hari
Antibiotika yang adekuat sampai 3 minggu.
Biasanya secret akan hilang dan perforasi akan menutup
sendiri dalam 7-10 hari.
5. Stadium resolusi
Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada
perbaikan membrane timpani, secret dan perforasi.
Pengobatan pada anak-anak dengan kecenderungan mengalami otitis
media akut dapat bersifat medis atau pembedahan. Penatalaksanaan medis
berupa pemberian antibiotic dosis rendah dalam jangka waktu hingga 3
bulan. Alternative lain adalah pemasangan tuba ventilasi untuk
mengeluarkan secret terutama pada kasus-kasus yang membandel.
19
Keputusan untuk melakukan miringotomi umumnya berdasarkan
kegagalan profilaksis secara medis atau timbul reaksi alergi terhadap
antimikroba yang lazim dipakai.
2.2.8 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi faktor resiko terutama
pada anak-anak, bisa dengan beberapa seperti : pencegahan terjadinya ISPA pada
bayi dan anak, pemberian ASI minimal 6 bulan, hindari memberi makanan atau
minuman ketika anak berbaring, hindari dari pajanan asap rokok, hindari
memaksa keluarkan terlalu keras mucus, biasakan untuk tidak sering mengorek-
ngorek liang telinga, lindungi telinga selama penerbangan atau saat berenang.
2.2.9 Prognosis Dan Komplikasi
Prognosis otitis media akut adalah dubia ad bonam, biasanya gejala
membaik dalam 24 jam dan dapat sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan
yang adekuat, tetapi jika tidak diobati dengan benar, otitis media akut dapat
menimbulkan komplikasi mulai dari mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal
sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut
biasanya didapat pada OMSK. Jika perforasi menetap dan secret tetap keluar
lebih dari 3 bulan maka keadaan ini disebut OMSK.
2.3 Otitis Media Supuratif Kronik
2.3.1 Definisi
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret
yang keluar dari telinga tengah menetap atau berulang dan biasanya
diikuti oleh penurunan pendengaran dalam beberapa tingkatan.Sekret mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah
T i p e k l i n i k O M S K d i b a g i a t a s d u a , y a i t u t i p e b e n i g n a
( OMSK tipe jinak atau aman) dan tipe maligna (OMSK tipe bahaya). OMSK
20
tipe ganas ini dapat menimbulkan komplikasi kedalam tulang temporaldan ke
intrakranial yang dapat berakibat fatal
2.3.2 Etiologi
Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah
yang tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut
telinga tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit
telinga pada waktu bayi. Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan
otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi
biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis),
mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Proses infeksi ini sering
disebabkan oleh campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang
multiresisten terhadap standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering
dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus
sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%. Fungsi tuba Eustachius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak.
Beberapa penyebab OMSK antara lain :
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani
menetap pada OMSK :
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
21
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami
pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses
ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah
supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
2. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
3. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
4. Perforasi membran timpani yang menetap.
5. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya
pada telinga tengah.
6. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
7. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid.
8. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.
2.3.3 Patofisilogi
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang
sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi
sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga
tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai
keadaan inaktif dari otitis media kronis. OMA dengan perforasi membran
timpani menjadi OMSK apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Sumbatan
Tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama terjadinya OMA.
22
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan
tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi
untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar
(tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek,
penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan
mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar
ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OMA daripada dewasa.
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah.
Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan
pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil,
monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat
proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan
menambah pengeluaran sekret di telinga tengah.
Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang
dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah. Mukosa telinga
tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel
skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan
banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini
mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak
serta pembuluh darah. Kondisi ini menyebabkan peningkatan pengeluaran sekret.
Perforasi membran timpani terjadinya nekrosis jaringan akibat toxin nekrotik
yang dikeluarkan oleh bakteri. Penyembuhan OMA ditandai dengan hilangnya
sel-sel tambahan dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana, membran
timpani yang berangsur normal dan kemudian menutup serta sekret yang tidak
ada lagi. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari 2 bulan maka
keadaan ini disebut Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)2,3.
23
2.3.4 Klasifikasi OMSK
OMSK dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
1. Tipe Benigna
Tipe benigna disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan
perforasi yang letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan
fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut
juga dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada
mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan
komplikasi yang berbahaya.
2. Tipe Maligna
Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang
karena penyakit menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya ataupun sering
disebut sebagai chronic supurative otitis media with cholesteatoma. Perforasi
membran timpani yang terjadi pada tipe ini biasanya perforasi yang marginal
yang dihasilkan dari suatu kantong retraksi dan muncul di pars plasida,
merupakan perforasi yang menyebabkan tidak ada sisa pinggir membran
timpani (annulus timpanikus). Oleh sebab itu dinding bagian tulang dari liang
telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid dapat terlibat dalam proses
inflamasi sehingga tipe ini disebut ‘penyakit atikoantral.
Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong
retraksi yang dibatasi oleh epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris
keratin yang muncul dalam ruang yang berpneumatisasi dari tulang temporal.
Kolesteatoma mempunyai kemampuan untuk tumbuh, mendestruksi tulang,
dan menyebabkan infeksi kronik sehingga suatu otitis media kronik dengan
kolesteatoma sering dikatakan sebagai ‘penyakit yang tidak aman dan secara
umum memerlukan penatalaksanaan bedah.
2..3.5 Gejala Klinik OMSK
Gejala Klinis yang sering ditemukan pada pasien dengan OMSK adalah
sebagai berikut :
24
1. Telinga Berair (Otorrhe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan.
Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang
timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret
telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret
yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi
dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis
sinus lateralis.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel
labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul
biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada
panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
25
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi
akibat komplikasi serebelum.
2.3.6 Diagnosis OMSK
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara :
1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan
penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah
lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair,
adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya
lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan
intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit,
berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi
atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada
kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau
telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak
perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk
menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat
penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.
Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’
pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller
berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan
26
CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan
kolesteatoma.
2.3.7 Penatalaksanaan
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus
berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu
kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa
keadaan, yaitu (1) Adanya perforasi membran timpani yang permanen,
sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, (2) infeksi di
faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal (3) sudah terbentuk
jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga matoid, dan (4) gizi
dan higiena yang kurang.
A. Terapi OMSK tipe aman
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah dengan konservatif atau
dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus,
maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama
3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan
memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan
kortikosteroid. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada OMSK
adalah Polimiksin B atau Polimiksin E, Neomisin, dan
Kloramfenikol. Secara oral diberikan antibiotika golongan ampisilin
atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil
tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena
penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan
ampisilin asam klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah
diobservasi selam 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti
atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan
infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang
27
perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap
ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus
diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan,
misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.
B. Terapi OMSK tipe bahaya
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahan, yaitu
mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi
yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau
tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa
hanyalah merupakan terapi sementara sebelebul dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka
insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.
Terdapat beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi pada
OMSK dengan komplikasi mastoiditis yaitu (1) mastoidektomi
sederhana, (2) mastoidektomi radikal, (3) mastoidektomi radikal
dengan modifikasi, (4) miringoplasti, (5) timpanoplasti, dan (6)
pendekatan ganda timpanoplasti.
2.3.8 Komplikasi
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis,
mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang
dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk
patologik ini tergantung kelainan yang menyebabkan otore. Biasanya
komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK
tipe aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi
kuman yang purulen. Klasifikasi otitis media menurut adams dkk (1989)
adalah sebagai berikut :
1. Komplikasi di telinga tengah :
28
Perforasi membran timpani persisten
Erosi tulang pendengaran
Paralisis nervus facialis
2. Komplikasi di telinga dalam :
Fistula Labirin
Labirinitis supuratif
Tuli saraf (sensorineural)
3. Komplikasi ekstradural :
Abses ekstradural
Thrombosis sinus lateralis
Petrositis
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat :
Meningitis
Abses otak
Hidrosefalus otitis
2.4 Otitis Media Efusi
2.4.1 Definisi
OME adalah peradangan telinga tengah yang di tandai dengan adanya
cairan efusi di rongga telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa disertai
dengan tanda-tanda ifeksi akut. OME termasuk dalam golongan otitis media non
supuratif. Terdapat banyak sinonim dari OME ini. Tetapi yang paling banyak
diterima berdasarkan terminologi adalah otitis media efusi.
Adanya cairan di dalam telinga tengah mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran. Orang tua mengeluhkan anak-anaknya mendengarkan
suara televise dengan volume terlalu keras, sering menanyakan ulang atas
jawaban yang diberikan orang tuanya dan tidak segera mengacuhkan bila di
panggil. Beberapa anak mungkin tidak didapatkan keluhan. Cairan dalam telinga
29
tengah pada anak-anak bisa berbulan-bulan dan baru diketahui ketika diadakan
pemeriksaan rutin.
2.4.2 Etiologi dan Patogenesis
OME bersifat multifaktorial antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan
fungsi tuba Eustachius, status imunologi, alergi, faktor lingkungan dan sosial.
Walaupun demikian tekanan telinga tengah yang negatif, abnormalitas
imunologi, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut diperkirakan menjadi faktor
utama dalam pathogenesis OME. Faktor penyebab lainnya termasuk hipertropi
adenoid, adenoiditis kronis, palatoskisis, tumor nasofaring, barotrauma, terapi
radiasi, dan radang penyerta seperti sinusitis atau rinitis. Merokok dapat
menginduksi hiperplasi limfoid nasofaring dan hipertropi adenoid yang juga
merupakan patogenesis timbulnya OME.
1. Gangguan fungsi tuba
Gangguan fungsi tuba menyebabkan mekanisme aerasi ke
rongga telinga tengah terganggu, drainase dari rongga telinga ke
rongga nasofaring terganggu dan gangguan mekanisme proteksi
rongga telinga tengah terhadap refluks dari rongga nasofaring. Akibat
gangguan tersebut rongga telinga tengah akan mengalami tekanan
negatif. Tekanan negatif di telinga tengah menyebabkan peningkatan
permaebilitas kapiler dan selanjutnya terjadi transudasi. Selain itu
terjadi infiltrasi populasi sel-sel inflamasi dan sekresi kelenjar.
Akibatnya terdapat akumulasi sekret di rongga telinga tengah.
Inflamasi kronis di telinga tengah akan menyebabkan terbentuknya
jaringan granulasi, fibrosis dan destruksi tulang.
Obstruksi tuba Eustachius ytang menimbulkan terjadinya
tekanan negatif di telinga tengah akan diikuti retraksi membran
30
timpani. Orang dewasa biasanya akan mengeluh adanya rasa tak
nyaman, rasa penuh atau rasa tertekan dan akibatnya timbul gangguan
pendengaran ringan dan tinnitus. Anak-anak mungkin tidak muncul
gejala seperti ini. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu
lama cairan akan tertarik keluar dari membran mukosa telinga tengah,
menimbulkan keadaan yang kita sebut dengan otitis media serosa.
Kejadian ini sering timbul pada anak-anak berhubungan dengan
infeksi saluran nafas atas dan sejumlah gangguan pendengaran
mengikutinya.
2. Infeksi
Infeksi bakteri merupakan faktor penting dalam patogenesis
terjadinya OME sejak dilaporkan adanya bakteri di telinga tengah.
Streptococcus Pneumonia, Haemophilus Influenzae, Moraxella
Catarrhalis dikenal sebagai bakteri pathogen terbanyak ditemukan
dalam telinga tengah.
Meskipun hasil yang didapat dari kultur lebih rendah.
Penyebab rendahnya angka ini diduga karena : (1) Penggunaan
antibiotik jangka lama sebelum pemakian ventilation tube akan
mengurangi proliferasi bakteri patogen, (2) Sekresi immunoglobulin
dan lisosim dalam efusi telinga tengah akan menghambat proliferasi
patogen
3. Status Imunologi
Faktor imunologis yang cukup berperan dalam OME adalah
sekretori Ig A. immunoglobulin ini diproduksi oleh kelenjar di dalam
mukosa kavum timpani. Sekretori Ig A terutama ditemukan pada efusi
mukoid dan di kenal sebagai suatu imunoglobulin yang aktif bekerja
dipermukaan mukosa respiratorik. Kerjanya yaitu menghadang kuman
31
agar tidak kontak langsung dengan permukaan apitel, dengan cara
membentuk ikatan komplek. Kontak langsung dengan dinding sel
epitel adalah tahap pertama dari penetrasi kuman untuk infeksi
jaringan. Dengan demikian Ig A aktif mencegah infeksi kuman.6,7,8
4. Alergi
Bagaimana faktor alergi berperan dalam menyebabkan OME
masih belum jelas. Akan tetapi dari gambaran klinis di percaya bahwa
alergi memegang peranan. Dasar pemikirannya adalah analogi
embriologik, dimana mukosa timpani berasal sama dengan mukosa
hidung. Setidak-tidaknya manifestasi alergi pada tuba Eustachius
merupakan penyebab okulasi kronis dan selanjutnya menyebabkan
efusi. Namun demikian dari penelitian kadar Ig E yang menjadi
kriteria alergi atopik, baik kadarnya dalam efusi maupun dalam serum
tidak menunjang sepenuhnya alergi sebagai penyebab.
2.4.3 Epidemiologi
Infeksi telinga tengah menjadi masalah medis yang paling sering pada
bayi dan anak-anak umur pra sekolah, dan diagnosa utama yang paling sering
pada anak-anak yang lebih muda dari usia 15 tahun yang diperiksa di tempat
praktek dokter.
Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA), otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Di
Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode
otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka
mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak
mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di negara
tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.
32
Statistik menunjukkan 80-90% anak prasekolah pernah menderita OME.
Kasus OME berulang (OME rekuren) pun menunjukkan prevalensi yang
cukup tinggi terutama pada anak usia prasekolah, sekitar 28-38%.
Otitis media efusi ( OME ) merupakan penyakit yang sering di derita
oleh bayi dan anak-anak. Diluar negeri, khususnya di Negara yang
mempunyai 4 musim penyakit ini di temukan dengan angka insiden dan
prevalensi yang tinggi. Dari beberapa kepustakaan dapat disimpulkan rata-rata
insiden OME sebesar 14% - 62%, sedang peneliti lain ada yang melaporkan
angka rata-rata prevelensi OME sebesar 2% - 52%.
Di Indonesia masih jarang ditemukan kepustakaan yang melaporkan
angka kejadian penyakit ini, hal ini di sebabkan kerena belum ada penelitian
yang khusus mengenai penyakit ini, atau tidak terdeteksi karena minimalnya
keluhan pada anak yang menderita OME.
2.4.4 Gejala klinis
Anak-anak yang lebih tua atau dewasa mungkin mengeluhkan
pendengarannya yang berkurang atau telinganya terasa penuh. Penderita OME
jarang memberikan gejala sehingga pada anak-anak sering terlambat
diketahui. Gejala OME ditandai dengan rasa penuh dalam telinga, terdengar
bunyi berdengung yang hilang timbul atau terus menerus, gangguan
pendengaran dan rasa nyeri yang ringan. Dizziness juga dirasakan penderita-
penderita OME. Gejala kadang bersifat asimtomatik sehingga adanya OME
diketahui oleh orang yang dekat dengan anak misalnya orang tua atau guru.
Anak-anak dengan OME juga kadang-kadang sering terlihat menarik-
narik telinga mereka atau merasa seperti telinganya tersumbat.Pada kasus
yang lanjut sering ditemukan adanya gangguan bicara dan perkembangan
33
berbahasa. Kadang-kadang juga ditemui keadaan kesulitan dalam
berkomunikasi dan keterbelakangan dalam pelajaran.
2.4.5 Diagnosis
Dokter mendiagnosa serous otitis media dengan melihat perubahan
warna dan penampilan pada gendang telinga dan dengan menekankan udara
ke dalam telinga untuk melihat ke alam telinga untuk melihat apakah gendang
telinga tersebut berubah. Jika gendang telinga tidak berubah tetapi tidak
terdapat kemerahan atau tonjolan dan anak tersebut mengalami beberapa
gejala, kemudian serous otitis media adalah mungkin terjadi.
Diagnosis OME pada anak tidak mudah dan terdapat perbedaan yang
bermakna sesuai dengan kecakapan klinisi, khususnya di tingkat pelayanan
primer atau dokter anak yang mendiagnosisnya. Gejala tidak ada sensitif
maupun spesifik, banyak anak justru tanpa gejala. Pemeriksaan fisik pada
anak penderita OME berpotensi tidak akurat kerena kesan subjektif gambaran
membran timpani sulit dinilai. Belum lagi anak-anak yang tidak kooperatif
saat dilakukan pemeriksaan. Namun enamnesis dan pemeriksaan fisik tetap
sangat berperan dalam mendiagnosis OME.
1. Anamnesis
Dalam mendiagnosis OME diperlukan kejelian dari pemeriksa. Ini
disebabkan keluhan yang tidak khas terutama pada anak-anak. Biasanya
orang tua mengeluh adanya gangguan pendengaran pada anaknya, guru
melaporkan bahwa anak mempunyai problem pendengaran, kemunduran
dalam pelajaran di sekolah, bahkan dalam gangguan wicara dan bahasa.
Sering kali OME ditemukan secara tidak sengaja pada saat skrining
pemeriksaan telinga dan pendengaran di sekolah-sekolah.
34
Pada anak-anak dengan OME dari anamnesis keluhan yang paling
sering adalah penurunan pendengaran dan kadang merasa telinga merasa
penuh sampai dengan merasa nyeri telinga. Dan pada anak-anak penderita
OME biasanya mereka juga sering didapati dengan riwayat batuk pilek
dan nyeri tenggorokan berulang. Pada anak-anak yang lebih besar
biasanya mereka mengeluhkan kesulitan menengarkan pelajaran di
sekolah, atau harus membesarkan volume saat menonton televisi di
rumah. Orang tua juga sering mendengarkan keluhan telinga anaknya
terasa tidak nyaman atau sering melihat anaknya menarik-narik daun
telinganya.
2. Pemeriksaan fisik
Untuk mendiagnosis OME pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan
pemeriksaan otoskopi, timpanogram, audiogram dan kadang tindakan
miringotomi untuk memastikan adanya cairan dalam telinga tengah.
a. Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dilakukan untuk kondisi, warna, dan
translusensi membrana tempani. Macam-macam perubahan atau
kelainan yang terjadi pada membran timpani dapat dilihat
sebagaimana berikut :
Membrana timpani yang suram dan berwarna kekuningan yang
menggati gambaran tembus cahaya selain itu letak segitiga reflek
cahaya pada kuadran antero inferior memendek, mungkin saja
didapatkan pula peningkatan pembuluh darah kapier pada
membran timpani tersebut. Pada kasus dengan cairan mukoid
atau mukupurulen membrana timpani berwarna lebih muda
( krem ).
35
Membrana timpani retraksi yaitu bila manubrium malei terlihat
lebih pendek dan lebih horizontal, membran kelihatan cekung
dan reflex cahaya memendek. Warna mungkin akan berubah
agak kekuningan.
Atelektasis, membrana timpani biasanya tipis, atropi dan
mungkin menempel pada inkus, stapes dan promontium,
khusunya pada kasus-kasus yang sudah lanjut, biasanya kasus
yang seperti ini karena disfungsi tuba Eustachius dan otitis media
efusi yang sudah berjalan lama.
Pemeriksaan radiologi foto mastoid dahulu efektif digunakan untuk
skrining OME, tetapi sekarang jarang dikerjakan. Anamnesis riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik banyak membantu diagnosis penyakit ini.
CT Scan sangat sensitive dan tidak diperlukan untuk diagnosis.
Meskipun CT scan penting untuk menyingkirkan adanya komplikasi dari otitis
media missal mastoiditis, trombosis sinus sigmoid ataupun adanya
kolesteatoma. CT scan penting khususnya pada pasien dengan OME unilateral
yang harus dipastikan adanya massa di nasofaring telah disingkirkan.
2.4.6 Komplikasi
Jika otitis media tidak segera diobati dapat terjadi mastoiditis.
Komplikasi lebih lanjut seperti infeksi ke otak (meningitis) dan sumbatan
pembuluh darah akibat tromboemboli.
Akibat lanjut OME dapat mengakibatkan hilangnya fungsi pendengaran
sehingga akan mempengaruhi perkembangan bicara dan intelektual.
Perubahan yang terjadi pada telinga tengah dapat mengakibatkan penyakit
berlanjut menjadi otitis media adesiva dan otitis media kronis maligna.
36
2.4.7 Penatalaksanaan
Pengobatan pada OME meliputi pengobatan konservatif dan tindakan
operatif. Dimana Terapi medikamentosa dari otitis media efusi (OME)
termasuk penggunaan antibiotik, steroid, antihistamin dan dekongestan, serta
mukolitik. Karena otitis media efusi menunjukkan terdapatnya bakteri
patogen, diperlukan pengobatan dengan antibiotik yang tepat, meskipun bukti
yang menunjukkan hanya bermanfaat untuk jangka masa pendek. Penelitian
eritromisin, sulfisoxazole, amoksisilin, amoksisilin-klavulanat, dan
trimetoprim-sulfametoksazol.
Pengobatan secara operatif dilakukan pada kasus dimana setelah
dilakukan pengobatan konservatif selam lebih dari 3 bulan tidak sembuh.
Untuk memberikan hasil yang baik terhadap drainase dilakukan miringotomi
dan pemasangan pipa ventilasi. Pada Anak-anak yang tidak dapat di terapi
dengan antibiotik profilaksis atau dalam masa infeksi/peradangan dapat
disarankan untuk dilakukan operasi myringotomy. Prosedur ini dilakukan di
bawah anestesi umum. Pipa ventilasi dipasang pada daerah kuadran antero
inferior atau antero superior. Pipa ventilasi akan dipertahankan sampai fungsi
tuba ini paten. Dimana Penatalaksanaan secara operatif meliputi mirigotomi
dengan atau tanpa pemasangan pipa ventilasi dan adenoidektomi dengan atau
tanpa tonsilektomi.
Tujuan pemasangan pipa ventilasi adalah menghilangkan cairan pada
telinga tengah, mengatasi gangguan pendengaran yang terjadi, mencegah
kekambuhan, mencegah gangguan perkembangan kognitif, bicara, bahasa dan
psikososial.
2.4.8 Pencegahan
37
Hindari iritan seperti asap rokok, yang dapat mengganggu fungsi tuba
eustakius.
Identifikasi dan menghindari allergen yang dapat menyebabkan Ome
anak Anda.
Cuci tangan dan mainan
Gunakan filter udara dan mendapatkan udara segar untuk membantu
menurunkan paparan terhadap kuman udara.
Jangan gunakan terlalu banyak antibiotik. Terlalu sering menggunakan
antibiotik keturunan bakteri semakin resisten.
Menyusui akan membuat anak kurang rentan terhadap infeksi telinga
selama bertahun-tahun.
Vaksin pneumokokus dapat mencegah infeksi dari penyebab yang
paling umum dari infeksi telinga akut (yang dapat menyebabkan
Ome). Vaksin flu juga dapat membantu.
Untuk dewasa dan anak-anak yang lebih besar, mengunyah permen
karet bisa membantu fungsi tuba eustakius.
2.4.9 Prognosis
Otitis media dengan efusi (Ome) adalah penyebab utama gangguan
pendengaran pada anak-anak. Kondisi ini terkait dengan perkembangan
bahasa pada anak-anak muda tertunda dari 10 tahun, dan kehilangan
pendengaran konduktif, dengan ambang konduksi udara rata-rata 27,5 desibel
(dB), tetapi otitis media dengan efusi juga telah dikaitkan dengan hilangnya
pendengaran sensorineural. Kedua prostaglandin dan leukotrien telah
ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada efusi telinga tengah (MEE). Paparan
kronis ini metabolit asam arakidonat dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran sementara dan kadang-kadang permanen sensorineural.
38
Otitis media dengan efusi biasanya hilang dengan sendirinya selama
beberapa minggu atau bulan. Pengobatan dapat mempercepat proses
ini. OME biasanya tidak mengancam nyawa. Kebanyakan anak tidak
mengalami kerusakan pada pendengaran jangka panjang mereka atau
kemampuan berbicara, bahkan ketika cairan tetap selama berbulan-bulan.
Otitis media efusi biasanya akan sembuh dengan sendirinya dalam
waktu minggu atau bulan. Penatalaksanaan yang tepat dapat mempercepat
proses penyembuhan. Selama cairan masih terakumulasi di tengah telinga,
maka akan mengurangi fungsi pendengaran. Hal ini dapat mempengaruhi
perkembangan bahasa pada anak-anak. Gangguan ini tidak akan menjadi
ancaman bagi kehidupan tetapi dapat mengakibatkan komplikasi serius
DAFTAR PUSTAKA
39
Adams G. L Boies L. R, dan Higler P. A. 2002. BOIES Buku Ajar Penyakit THT.
EGC: Jakarta
Dewi Y. A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan
Leher. Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS: Bandung
Moore Keith L. 2003.Anatomi Klinis Dasar. Hipocrates: Jakarta
Snell Richard. 200. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Edisi 6. EGC: Jakarta
Soepardi E. A, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan
Kepala dan Leher. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta
40
Top Related