SKENARIO
Mutu Pelayanan Kesehatan Primer di Puskesmas (Khususnya Pelayanan Ibu Hamil)
Dr. Sukmawan baru tiga bulan ditugaskan sebagai dokter fungsional di sebuah
puskesmas terpencil di Papua Barat. Satu bulan yang lalu Kepala Dinas Kesehatan kabupaten
memberikan tanggungjawab structural sebagai Kepala Puskesmas karena kelangkaan tenaga
kesehatan profesional. Data pencatatan dan pelaporan di puskesmas setahun terakhir
menunjukkan kunjungan pemeriksaan ibu hamil rendah sebesar 40%, dengan K4 45% selain
itu data AKI cukup tinggi sekitar 70/1000 kelahiran hidup.
Sebagai manajer puskesmas, Dr. Sukmawan menganalisis faktor internal maupun
eksternal manajeman puskesmas yang mungkin mempengaruhi kinerja dan peroduktivitas
petugas. Dr. Sukmawan menggunakan diagram tulang ikan (fish bone) untuk
mengidentifikasi dan mengklarifikasi akar penyebab kulaitas rendah, khususnya faktor
internal.
Wawancara dengan staf puskesmas diperoleh keterangan bahwa sebagian petugas
puskesmas memiliki motivasi rendah. Untuk mencari penyebab rendahnya motivasi staf
puskesmas, Dr. Sukmawan menganalisis dengan menggunakan Teori Motivasi dari Maslow
dan Hezberg.
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang berhubungan
dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan
hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi
(Milton I Roemer dan C Montoya Aguiler, WHO, 1988)
Dalam bukunya “The Definition And Approaches Its Assesment”, Avedis Donabedian
(1980) mengatakan bahwa “mutu adalah suatu sifat yang dimiliki dan merupaka suatu
keputusan terhadap unit pelayanan tertentu dan bahwa pelayanan dibagi kedalam dua
golongan teknik dan interpersonal”.
Mutu dalam pelayanan kesehatan dapat dimaksudkan adalah dari aspek teknis medis yang
hanya berhubungan langsung antara pelayanan medis dan pasien saja, atau mutu kesehatan
dalam sudut pandang sosial dan pelayanan kesehatan secara keseluruhan, termasuk akibat-
akibat manajemen administrasi, keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya. Menilai
mutu adalah suatu keputusan yang berhubungan dengan proses pelayanan, yang berdasarkan
tingkat dimana pelayanan memberikan kontribusi terhadap nilai outcomes.
Proses pelayanan dibagi dalam dua komponen utama, antata lain:
1. Proses interpersonal
Adalah wahana yang diperlukan untuk aplikasi dari pelayanan teknis, namun ia juga
penting dalam kaidah-kaidahnya sendiri, karena ia sendiri adalah mungkin sebagai
trapi atau penyembuh.
2. Pelayanan teknik(medis)
Adalah aplikasi ilmiah dan teknologi medis dan ilmu kesehatan lainnya, terhadap
persoalan kessehata seseorang. Manajemen pelayanan medis adalah gabungan atau
interaksi antara manajemen teknis medis dengan sosial psikologi antara klien dan
praktisioner.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat
diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan
menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya
yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tesebut
2
diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna
mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
perorangan. Pengelolaan puskesmas biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten
dan Kota.
Antenatal merupakan perawatan atau asuhan yang diberikan kepada ibu hamil sebelum
kelahiran, yang berguna untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu hamil
maupun bayinya dengan jalan menegakkan kepercayaan ibu, mendeteksi komplikasi yang
dapat mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan kesehatan
(Depkes RI, 2009).
Menurut Saifuddin,dkk (2002), asuhan antenatal penting untuk menjamin bahwa proses
alamiah dari kehamilan berjalan normal. Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau
komplikasi setiap saat, sehingga memerlukan pemantauan selama kehamilan
Menurut statistik kesehatan World Health Organization(WHO) Tahun 2009, setiap tahun
diperkirakan sebanyak 536.000 wanita meninggal dunia akibat masalah persalinan dan 99%
kematian ibu akibat masalah persalinan terjadi di negara-negara berkembang. Rasio
kematian ibu secara global 400 per 100.000 kelahiran hidup (Oxfam, 2009
http://www.alernet.org).
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator status kesehatan masyarakat.
Dewasa ini angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi dibandingkan negara Association of
Southeast Asia Nations(ASEAN) lainnya. Menurut Badan penelitian dan pengembangan
Depkes RI, AKI tahun 2009 mencapai 226 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini turun
dibandingkan AKI hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2007 yang
mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup (Anonim, 2010 http://www.jarlitbangkes.or.id).
Kehamilan, persalinan dan menyusukan anak merupakan proses alamiah bagi kehidupan
seorang ibu dalam usia produktif. Bila terjadi gangguan dalam proses ini baik gangguan
fisiologik maupun psikologis dapat menimbulkan efek yang buruk tidak hanya terhadap
kesehatan ibu sendiri, tetapi membahayakan bagi bayi yang dikandungnya, bahkan tidak
jarang menyebabkan kematian ibu (Murniati, 2007).
Selanjutnya Depkes RI (2009) menyatakan penyebab langsung kematian ibu sebesar 90%
terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Penyebab langsung kematian ibu
adalah perdarahan (28%), eklamsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung
3
kematian ibu adalah Kurang Energi Kronik (KEK) pada kehamilan (37%) dan anemia pada
kehamilan (40%).
Upaya-upaya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Indonesia telah lama
dilakukan yaitu sejak berdirinya Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) pada Tahun 1950
yang memberi pelayanan berupa perawatan kehamilan, persalinan, perawatan bayi dan anak,
pendidikan kesehatan, pelatihan dukun bayi dan pelayanan keluarga berencana. Namun angka
kematian ibu sampai sekarang masih tinggi (Murniati, 2007).
Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) diharapkan dapat berperan besar dalam
menurunkan AKI. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008,
AKI di Sumatera Utara Tahun 2008 adalah 260 per 100.000 kelahiran hidup. Selanjutnya
menurut Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008, cakupan kunjungan
ibu hamil K4 di Sumatera Utara tertinggi di Kota Sibolga (92,31%) dan di Kabupaten
Batubara (92,17%). Cakupan kunjungan ibu hamil K4 paling rendah di Kabupaten Dairi
(53,18%) dan Kabupaten Pakpak Bharat (50,34%).
Menurut Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008 angka
kematian ibu di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008 sebanyak 243 per 100.000
kelahiran hidup. Angka tersebut menunjukkan bahwa angka kematian ibu di Kabupaten
Tapanuli Tengah masih tinggi dan masih jauh dari target yang ingin dicapai oleh Depkes RI
untuk Tahun 2015 yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009). Kabupaten
Tapanuli Tengah terdiri dari 20 kecamatan dengan 17 Puskesmas. Berdasarkan Profil Dinas
kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008, jumlah ibu hamil sebanyak 8.080 dan
yang datang memeriksakan kehamilannya ke sarana pelayanan kesehatan yaitu K1 sebanyak
(81,83%) dan K4 sebanyak (71,09%). Puskesmas Sarudik terletak di Kecamatan Sarudik
memiliki ibu hamil sebanyak 470 dan yang datang memeriksakan kehamilannya ke sarana
pelayanan kesehatan yaitu K1 (64,85%) dan K4 (52,55%).
Menurut Anderson yang dikutip Notoatmodjo (2003), bahwa faktor-faktor yang
menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan dibagi dalam 3 kategori, yakni karakteristik
predisposisi, karakteristik pemungkin dan karakteristik kebutuhan. Karakteristik
predisposisimencakup ciri-ciri demografi, struktur sosial, sikap, keyakinan dan pandangan
individu terhadap pelayanan kesehatan. Karakteristik pemungkin meliputi
pendapatan/penghasilan keluarga dan sumber daya masyarakaat. Menurut penelitian Murniati
(2007), faktor–faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu
4
hamil adalah faktor predisposisi, faktor pemungkin dan kebutuhan. Faktor predisposisi
meliputi variabel umur, paritas, jarak kehamilan, pengetahuan sedangkan sikap tidak
berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal. Faktor pemungkin meliputi variabel
pekerjaan suami dan keterjangkauan. Penelitian Ulina (2004) menunjukkan variabel
pendidikan, pengetahuan, pendapatan dan paritas mempunyai pengaruh terhadap
pemanfaatan pelayanan antenatal, sedangkan variabel pekerjaan dan riwayat persalinan tidak
berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal. Penelitian Agnes (2005) menyatakan
bahwa variabel pengetahuan, pendapatan keluarga, pekerjaan mempunyai pengaruh positif
terhadap peningkatan kunjungan pelayanan antenatal di wilayah kerja Puskesmas Sei
Semayang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2005. Menurut Adri (2008), faktor geografi dan
prilaku ibu hamil berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal, sedangkan faktor
sosial budaya tidak berpengaruh.
5
I.2 Rumusan masalah
1. apa saja yang menjadi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi motivasi
petugas Puskesmas?
2. bagaimana cara meningkatkan motivasi petugas Puskesmas?
3. bagaimana cara meningkatkan kunjungan pemeriksaan ibu hamil ke Puskesmas?
4. bagaimana cara menurunkan angka kematian ibu (AKI)?
I.3 Tujuan
Tujuan dari pembahasan pada makalah ini diantaranya:
1. Tujuan umum:
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya motivasi petugas
Puskesmas dan tingginya angka kemtian ibu (AKI)
2. Tujuan khusus:
a. Memahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya motivasi petugas
Puskesmas
b. Memahami factor yang berpegaruh terhadap rendahnya kunjungan ibu hamil ke
Puskesmas
c. Menyusun rencana program peningkatan kerja petugas Puskesmas
d. Mengetahui cara menurunkan angka kematian ibu (AKI)
6
BAB II
ANALISIS KASUS
II.1 Analisis Secara Epidemiologi
MENURUT LORI DI PRETE BROWN, ADA 8 DIMENSI MUTU PELAYANAN, YAITU:
1). Kompetensi teknis (Technical competence)
Adalah terkait dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer
dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas
mengikuti standart pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal: kepatuhan, ketepatan
(accuracy), kebenaran (reliability), dan konsistensi.
2). Akses terhadap pelayanan (Acces to service)
Adalah pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi,
budaya, organisasi atau hambatan bahasa.
7
MAN
1.kepala puskesmas
2. .petugas kesehata n puskesmasn
METHOD
1. Penyuluhan 2. Pelatihan staf
Puskesmas
Tujuan
1.meningkatnya motivasi kerja petugas puskesmas
ENVIRONTMENT
1.puskesmas
MATERIAL
1.film
2.poster
GOAL
Meningkatnya kunjungan ibu hamil ke Puskesmas
3). Efektivitas (Effectiveness)
Adalah kualits pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas yang menyangkut
norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standart yang ada.
4). Efisiensi (Efficiency)
Adalah dimensi yang penting dari kualitas karena efisiensi akan mempengaruhi hasil
pelayanan kesehatan, apalagi sumberdaya pelayanan kesehatan pada umumnya
terbatas. Pelayanan yang efesien pada umumnya akan memberikan perhatian yang
optimal kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan memberikan pelayanan yang
terbaik dengan sumber daya yang dimiliki.
5).Kontinuitas (Continuity)
Adalah klien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk
rujukan) tanpa mengulangi prosedur diagnose dan terapi yang tidak perlu.
6).Keamanan (Safety)
Adalah mengurangi resiko cidera, infeksi atau bahaya lain yang berkaitan dengan
pelayanan. Keamanan pelayanan melibatkan petugas dan pasien
7).Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
Adalah interaksi antara petugas kesehatan dan pasien, manajer dan petugas, dan
antara tim kesehatan dengan masyarakat. Hubungan antar manusia yang baik
menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia,
menghormati, responsive, dan memberikan perhatian.
8).Kenyamanan (Amenities)
Adalah pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan efektifitas
klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedianya untuk kembali ke
fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya. Amenities juga berkaitan
dengan penampilan fisik dari fasilitas kesehatan, personil,dan peralatan medis
maupun non medis.(Wijoyo, Djoko. 2008).
8
II.2 Kausa dan alternatif kausa
Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat berubah, dengan
memberikan dorongan, apresiasi terhadap petugas/staf puskesmas, pengakuan dan perhatian
individual dari atasan yang mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi seorang staf
puskesmas. Menurut Herzberg (dalam Munandar, 2001) motivasi kerja pada seseorang
pekerja dapat menimbulkan kepuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan motivasi kerja
terbagi dua yaitu :
a.Faktor Internal yang terdiri atas :
1. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan
diberikan kepada seorang tenaga kerja.
2. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju
dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.
3. Pekerjaan itu sendiri (the work it self), besar kecilnya tantangan yang dirasakan
tenaga kerja dari pekerjaannya.
4. Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai
prestasi kerja tinggi.
5. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga
kerja atas hasil kerja.
b.Faktor Eksternal terbagi atas :
1. Administrasi dan kebijaksanaan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga
kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan.
2. Penyeliaan, derajat kewajaran penyelia yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.
3. Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan untuk kerjanya.
4. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan
tenaga kerja lain.
5. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas
pekerjaan-pekerjaannya.
Jika faktor internal tersebut ada dapat memberi motivasi yang kuat dan kepuasan
dalam diri seseorang, namun tidak menyebabkan ketidak puasan bila faktor tersebut tidak
ada. Sedangkan faktor eksternal, bila kurang atau tidak diberikan maka akan menyebabkan
ketidak puasan pada tenaga kerja tetapi dapat menyebabkan tidak adanya ketidak puasan jika
faktor tersebut ada. Sedangkan Sagir (2002) mengemukakan bahwa motivasi tenaga kerja
ditentukan oleh perangsangnya, perangsang yang dimaksud merupakan mesin penggerak
9
motivasi tenaga kerja, sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu tenaga kerja yang
bersangkutan.
Maslow sebagaimana dikutip oleh Indra Wijaya (2005) merinci kebutuhan hirarkis
manusia yang terdiri dari :
1. Kebutuhan fisik (Physiologica Needs)
2. Kebutuhan akan rasa aman (Safety and Security Needs)
3. Kebutuhan sosial (Affiliation or Aceptance Needs)
4. Kebutuhan akan penghargaan diri (Esteen or Status Needs)
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (Self Actualization)
Menurut Herzberg faktor-faktor yang berperan sebagai motivator terhadap pegawai,
yakni yang mampu memuaskan dan mendorong orang untuk bekerja baik, yang terdiri dari:
1. Keberhasilan pelaksanaan (Achievement)
2. Pengakuan (Recognition)
3. Pekerjaaan itu sendiri (The Work It Self )
4. Tanggung Jawab (Responbility)
5. Pengembangan (Advancement )
Menurut Siagian (1995) faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dapat
diketahui berdasarkan karakteristik dari individu yang bersifat khas yang terdiri dari delapan
faktor yaitu :
a. Usia, hal ini penting karena usia mempunyai kaitan yang erat dengan berbagai segi
kehidupan organisasional. Misalnya kaitan usia dengan tingkat “kedewasaan”
seseorang, yang dimaksud disini adalah kedewasaan teknis yaitu keterampilan
melaksanakan tugas.
b. Jenis Kelamin, karena jelas bahwa implikasi jenis kelamin para pekerja merupakan
hal yang perlu mendapat perhatian secara wajar dengan demikian perlakuan terhadap
merekapun dapat disesuaikan sedemikian rupa sehingga mereka menjadi anggota
organisasi yang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
c. Status perkawinan, dengan status perkawinan ini secara tidak langsung dapat
memberikan petunjuk cara, dan teknik motivasi yang cocok digunakan bagi para
pagawai yang telah menikah dibandingkan dengan pagawai yang belum menikah.
10
d. Jumlah tanggungan, dalam hal ini jumlah tanggungan dilihat dari kaca mata “sosial
budaya”. Pada masyarakat yang menganut konsep “Extended family system” yang
dianggap menjadi tanggungan seorang pencari nafkah utama keluarga adalah semua
orang yang biaya hidupnya tergantung pada pencari nafkah utama tersebut, tidak
terbatas hanya pada istri atau suami dan anak-anaknya. Interpretasi ini mempunyai
implikasi yang kompleks karena dalam masyarakat demikian, secara formal yang
diperhitungkan sebagai tanggungan seorang pegawai hanyalah istri atau suami dan
anak-anak kedua orang tua yang bersangkutan,padahal dalam kenyataannya yang
menjadi tanggungan seseorang bisa lebih dari jumlah tanggungan yang secara sah
diakui berdasarkan peraturan perundang-undangan.
e. Masa kerja, dalam organisasi perlu diketahui masa kerja seseorang karena masa kerja
merupakan salah satu indikator kecenderungan para pekerja dalam berbagai segi
organisasional seperti ; produktivitas kerja dan daftar kehadiran. Karena semakin
lama seseorang bekerja ada kemungkinan untuk mereka mangkir atau tidak masuk
kerja disebabkan karena kejenuhan.
.Kepuasan kerja : Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang yang positif terhadap
kehidupan organisasionalnya.
Kausa dari rendahnya kunjungan pemeriksaan ibu hamil ke Puskesmas :
Sosial Ekonomi
Menurut hasil penelitian Taruli Rohana Sinaga (2009) Dari 24 responden berdasarkan pendapatan rendah dengan kunjungan antenatal sebanyak 8 orang(33,3%), pendapatan sedang dengan kunjungan antenatal sebanyak12 orang (50,0%) dan pendapatan tinggi terhadap kunjungan sebanyak 4 orang (16,7%). Berdasarkan hasil penelitian dengan uji spearman diperoleh (p<0,000) dan nilai r = 0,802 menunjukkan pengaruh dalam melakukan kunjungan antenatal care. Dimana bagi ibu-ibu yang mempunyai biaya akan lebih leluasa dalam melakukan kunjungan antenatal, sedangkan ibu yang pendapatan rendah kurang memeriksakan kehamilannya. Dengan kata lain pendapatan mempengaruhi kemampuan untuk mendapatkan pelayanan antenatal.
Golongan ekonomi rendah pada umumnya tergolong kategori resiko besar karena kesehatannya yang biasanya terganggu oleh gizi yang kurang atau makan yang cukup sehingga kecepatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak kurang memungkinkan untuk memperoleh antenatal, yang mana ibu hamil terkadang tidak memeriksakan kehamilannya (Depkes 2000). Menurut hasil penelitian Wibowo (1992), mengemukakan bahwa penghasilan keluarga berpengaruh terhadap pemampaatan pelayanan kesehatan yang sebagian besar responden berpenghasilan rendah. Dan besanya tingkat
11
penghasilan memungkinkan keluarga dapat memilih tenaga kesehatan yang lebih modern, keluarga dengan penghasilan yang cukup dapat memeriksakan kehamilan secara rutin, merencanakan persalinan tenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik (Sari, Puspita, Ayu Rusliana, 2006)
Menurut asumsi penulis, bahwa pendapatan yang diperoleh pendapatan mempunyai kontribusi yang besar dalam melakukan kunjungan antenatal care, bagi ibu-ibu yang mempunyai biaya akan lebih leluasa dalam melakukan kunjungan antenatal, sebaliknya ibu-ibu yang kurang mampu akan kurang untuk melakukan kunjungan antenatal. Pendapatan ibu yang kurang lebih banyak melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan, hal ini didasari pentingnya kesehatan ibu yang pendapatannya termasuk dalm ekonomi menengah kebawah.
Kausa dari tingginya Angka Kematian Ibu (AKI)
Status Gizi
Eklampsia, perdarahan, serta penyakit infeksi dianggap sebagai penyebab kematian
pada umumnya. Ketiga penyakit ini terkait erat, baik langsung maupun tidak langsung
dengan status gizi ibu. Perdarahan pasca partum dan plasenta previa, misalnya, kerap
menyengsarakan penderita anemia defisiensi gizi. Kasus anemia defisiensi gizi umumnya
selalu disertai dengan malnutrisi serta infestasi parasit (Dr. Arisman, B, 2004).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil
antara lain:
memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur Lingkar Lengan Atas
(LILA), dan mengukur kadar Hb. Pertambahan berat badan selama hamil sekitar 10 – 12 kg,
dimana pada trimester I pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan trimester
III sekitar 6 kg. Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau
pertumbuhan janin. Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang
menderita Kurang Energi Kronis (KEK), sedangkan pengukuran kadar Hb untuk mengetahui
kondisi ibu apakah menderita anemia gizi.
II.3. Alternatif Penyelesaian Masalah dan Prioritas Pemecahan masalah Yang Dipilih
1. Alternatif pemecahan masalah
a. Memotivasi tenaga kerja kesehatan
b. Meningkatkan pemahaman ibu hamil tentang kesehatan janin (Penyuluhan)
12
Dari keempat alternatif penyelesaian masalah tersebut akan diprioritaskan pada satu
alternatif saja agar masalah dapat disrelesaikan dengan efektif dan efisien. Pemilihan
prioritas penyelesaian masalah dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
No. Alternatif Jalan Keluar Efektivitas Efisien Hasil
M I V C P= M × I ×VC
1. Memotivasi petugas kesehatan 5 5 3 5 15
2. Meningkatkan pemahaman ibu hamil
tentang kesehatan janin (Penyuluhan)
4 3 3 4 9
Keterangan :
P (Prioritas) : Prioritas jalan keluar
M (Magnitude) : Besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini
dilaksanakan (turunnya prevalensi dan besarnya maslah lain)
I (Implementasi) : Kelanggengan selesainya masalah
V (Valiability) : Sensitifnya dalam mengatasi masalah
C (Cost) : Biaya yang diperlukan
Dari hasil perhitungan diatas maka Dr. Sukmawan mengambil / memilih program
prioritas memotivasi petugas kesehatan.
13
BAB III
RENCANA PROGRAM
III.1 Pendekatan Melalui Konsep Kesehatan Masyarakat
a. Memberikan penyuluhan terutama pada ibu hamil
b. Meningkatkan status gizi ibu hamil (memberi susu ibu hamil).
c. Memperhatikan kesehatan ibu dan anak (contoh: diperhatikan staf puskesmas yang
siap)
d. Memperbaiki kesehatan lingkungan
e. Mencegah dan memberantas penyakit menular terutama pada ibu hamil
f. Mendidik ibu hamil tentang prinsip-prinsip kesehatan selama hamil
g. Mengkoordinasi staf puskesmas untuk melayani pengobatan dan perawatan
h. Pemasangan poster
i. Pemutaran film/video tentang pentingnya menjaga kesehatan janin
III.2. Pendekatan Melalui Pengembangan Organisasi
Organisasi internasional dan non-pemerintah dan kelompok sukarelawan seperti
perkumpulan wanita dapat didekati untuk membantu, Misalnya dapat melakukan :
1. Pelatihan petugas puskesmas
Pelatihan adalah pendidikan singkat yang dilakukan kepada staf di Puskesmas untuk
meningkatkan motivasi kinerja agar melakukan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat
khususnya ibu hami. Untuk mendukung penerapan kurikulum tersebut, didalam rencana
pelatihan ditentukan tenaga pelatih, sarana dan fasilitas serta pembiayaan pelatihan.
2. Peningkatan pelayanan Antenatal
Tujuan Pelayanan Antenatal
1. Menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat.
2. Memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan, dan merencanakan
penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko tinggi.
3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal.
14
Jadwal kunjungan asuhan antenatal
Dalam bahasa program kesehatan ibu dan anak, kunjungan antenatal ini diberi
kode angka K yang merupakan singkatan dari kunjungan. Pemeriksaan antenatal
yang lengkap adalah K1, K2, K3 dan K4. Hal ini berarti, minimal dilakukan sekali
kunjungan antenatal hingga usia kehamilan 28 minggu, sekali kunjungan antenatal
selama kehamilan 28-36 minggu dan sebanyak dua kali kunjungan antenatal pada
usia kehamilan diatas 36 minggu.
Selama melakukan kunjungan untuk asuhan antenatal, para ibu hamil akan
mendapatkan serangkaian pelayanan yang terkait dengan upaya memastikan ada
tidaknya kehamilan dan penelusuran berbagai kemungkinan adanya penyulit atau
gangguan kesehatan selama kehamilan yang mungkin dapat mengganggu kualitas
dan luaran kehamilan. Identifikasi kehamilan diperoleh melalui pengenalan
perubahan anatomi dan fisiologi kehamilan seperti yang telah diuraikan
sebelumnya. Bila diperlukan, dapat dilakukan uji hormonal kehamilan dengan
menggunakan berbagai metoda yang tersedia.
Ada 6 alasan penting untuk mendapatkan asuhan antenatal, yaitu:
1. Membangun rasa saling percaya antara klien dan petugas kesehatan
2. Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang
dikandungnya
3. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya
4. Mengidentifikasi dan menatalaksana kehamilan risiko tinggi
5. Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam menjaga kualitas
kehamilan
6. Menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan yang akan
membahayakan keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya.
Perencanaan
Jadwal pemeriksaan (usia kehamilan dari hari pertama haid terakhir) :
- sampai 28 minggu : 4 minggu sekali
- 28 – 36 minggu : 2 minggu sekali
- di atas 36 minggu : 1 minggu sekali
KECUALI jika ditemukan kelainan / faktor risiko yang memerlukan
penatalaksanaan medik lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif.
15
KUNJUNGAN / PEMERIKSAAN PERTAMA ANTENATAL CARE
1. menentukan diagnosis ada/tidaknya kehamilan
2. menentukan usia kehamilan dan perkiraan persalinan
3. menentukan status kesehatan ibu dan janin
4. menentukan kehamilan normal atau abnormal, serta ada/ tidaknya faktor
risiko kehamilan
5. menentukan rencana pemeriksaan/penatalaksanaan selanjutnya
Tujuan kunjungan K1
K1 Kehamilan adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas
kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan seorang ibu hamil sesuai
standar pada Trimester pertama kehamilan, dimana usia kehamilan 1 sampai 12
minggu dengan jumlah kunjungan minimal satu kali
Meliputi :
1. Identitas/biodata
2. Riwayat kehamilan
3. Riwayat kebidanan
4. Riwayat kesehatan
5. Pemeriksaan kehamilan
6. Pelayanan kesehatan
7. Penyuluhan dan konsultasi
serta mendapatkan pelayanan 7T yaitu :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Ukur Tekanan Darah
3. Skrinning status imunisasi Tetanus dan berikan Imunisasi Tetanus Toxoid
(TT) bila diperlukan
4. Ukur tinggi fundus uteri
5. Pemberian Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan
6. Test Laboratorium (rutin dan Khusus)
7. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Atau yang terbaru 10T yaitu dengan menambahkan 7T tadi dengan:
8. Nilai status Gizi (ukur lingkar lengan atas)
9. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
16
10. Tata laksana kasus.
Cakupan K1 yang rendah berdampak pada rendahnya deteksi dini kehamilan
berisiko, yang kemudian mempengaruhi tingginya AKB dan AKI.
Tujuan k1 :
a) Menjalin hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan klien
b) mendeteksi komplikasi-komplikasi/masalah yang dapat diobati sebelum
mengancam jiwa ibu
c) Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia
karena (-) Fe atau penggunaan praktek tradisional yang merugikan
d) Memulai mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan.
Asuhan itu penting untuk menjamin bahwa proses alamiah dari
kalahiran berjalan normal dan tetap demikian seterusnya.
e) mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat
dan sebagainya) bertujuan untuk mendeteksi dan mewaspadai.
f) Memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu maupun bayinya
dengan jalan menegakkan hubungan kepercayaan dengan ibu
g) Mengidentifikasi faktor risiko dengan mendapatkan riwayat detail
kebidanan masa lalu dan sekarang, riwayat obstetrik, medis, dan pribadi
serta keluarga.
h) Memberi kesempatan pada ibu dan keluarganya mengekspresikan dan
mendiskusikan adanya kekhawatiran tentang kehamilan saat ini dan
kehilangan kehamilan yang lalu, persalinan, kelahiran atau puerperium.
K1 ini mempunyai peranan penting dalam program kesehatan ibu dan anak yaitu
sebagai indikator pemantauan yang dipergunakan untuk mengetahui jangkauan
pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat
(Depkes RI, 2001).
Tujuan Kunjungan k2
K2 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada
trimester II (usia kehamilan 12 – 28 minggu) dan mendapatkan pelayanan 7T atau
10T setelah melewati K1.
17
Tujuan k2 :
a) Menjalin hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan klien
b) mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa
c) Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia
karena (-) Fe atau penggunaan praktek tradisional yang merugikan.
d) Memulai mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan. Asuhan
itu penting untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kalahiran berjalan
normal dan tetap demikian seterusnya.
e) Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan
sebagainya) bertujuan untuk mendeteksi dan mewaspadai.
f) Kewaspadaan khusus mengenai PIH (Hipertensi dalam kehamilan),
tanyakan gejala, pantau TD (tekanan darah), kaji adanya edema dan
protein uria.
g) Pengenalan koplikasi akibat kehamilan dan pengobatan.
h) Penapisan pre-eklamsia, gameli, infeksi, alat rerproduksi dan saluran
perkemihan.
i) Mengulang perencanaan persalinan.
Tujuan Kunjungan k3 dan k4
K3 dan K4 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada
trimester III (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan. akhir)
dan mendapatkan pelayanan 7T setelah melewati K1 dan K2.
Tujuan k4
a) Sama dengan kunjungan I dan II
b) Palpasi abdomen
c) Mengenali adanya kelainan letak dan persentase yang memerlukan
kehahiran RS.
d) Memantapkan persalinan Mengenali tanda-tanda persalinan.
18
Menurut Muchtar (2005), jadwal pemeriksaan antenatal yang dianjurkan adalah :
Pemeriksaan pertama kali yang ideal yaitu sedini mungkin ketika haid terlambat
satu bulan
a) Periksa ulang 1 kali sebulan sampai kehamilan 7 bulan
b) Periksa ulang 2 kali sebulan sampai kehamilan 9 bulan
c) Pemeriksaan ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan
d) Periksa khusus bila ada keluhan atau masalah
3.Peningkatan pertolongan persalinan yang ditujukan oleh tenaga profesional
Tenaga Profesional : dokter spesialis kandungan, dokter umum, vidan, pembantu
bidan (PKE) dan perawat bidan.
4.Peningkatan deteksi dini resiko ibu hamil
Menurunkan angka kematian ibu secara bermakna, deteksi ibu hamil dini beresiko di
perlukan fasilitas pelayanan KIA maupun masyarakat. Fokus deteksi ibu hamil beresiko
kepada keadaan yang menyebabkan kematian ibu bersalin di rumah dengan pertolongan oleh
seorang dukun bayi.
2. Program Kartu Sehat Ibu Hamil
a) Memotivasi ibu hamil agar memeriksa kehamilannya secara teratur dan lebih dini.
b) Media pendidikan gizi dan kesehatan
c) Memperkirakan berat bayi yang akan dilahirkan berdasarkan pertambahan berat
badan selama kehamilan
d) Diharapkan ibu dapat menganali kondisi-kondisi yang berhubungan dengan faktor
resiko kehamilan seperti edema, gerakan janin abnormal, anemia, ukuran
abdomen terlalu besar dan sakit kepala persisten serta perdarahan selama
kehamilan apabila hamil kembali.
19
5. Meningkatkn hubungan antara kepala Puskesmas dengan petugas Puskesmas
1. .memberikan kepada pekerja keterangan yang mereka perlukan untuk melakukan
sesuatu pekerjaan yang baik.
2. memberikan kesempatan umpan balik secara teratur.
3. meminta masukan dari petugas yang lain dan melibatkan mereka di dalam keputusan
yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Suasana komunikasi terbuka dan berbagi
komunikasi dua arah lebih memotivasi, jika hal itu menjadi suatu bagian pelengkap
dalam menjalankan bisnis. Oleh karena itu perusahaan harus
4. membuat saluran komunikasi yang mudah dipergunakan, sehingga petugas
Puskesmas dapat menggunakannya untuk mengutarakan pertanyaan/kehawatiran
mereka dan memperoleh jawaban. Sambungan telepon langsung, kotak saran.
5. mempelajari apa saja kegiatan-kegiatan lain yang pekerja lakukan bila mereka
mempunyai waktu luang, dan kemudian menciptakan kesempatan bagi mereka untuk
melakukan kegiatan itu secara lebih teratur
6. memberi selamat secara pribadi kepada petugas Puskesmas yang melakukan
pekerjaan dengan baik. Pemberian selamat ini harus dilakukan khusus dan tepat
waktu.. Suatu cara untuk memastikan penghargaan adalah agar para manajer
7. menghargai petugas Puskesmas karena pekerjaan mereka yang baik secara umum.
Mereka akan menyatakan bahwa yang berprestasi mengagumkan telah mendapat
perhatian positif dari semua orang. Mengingat kelompok adalah suatu kenyataan
yang ada di dalam perusahaan, maka upaya-upaya penghargaan juga harus termasuk
di dalamnya.
8. meliputi pertemuan-pertemuan pembentukan moril seperti “merayakan kesuksesan
yang dicapai kelompok” dan tidak perlu dibesaar-besarkan cukup dengan
memberitahukan kelompok pada waktu yang tepat bahwa mereka telah mengerjakan
suatu pekerjaan dengan baik.
9. memberi petugas Puskesmas satu pekerjaan yang baik untuk dikerjakan dan kepala
harus memperlihatkan kepada mereka bagaimana mereka dapat berkembang dan
memberi kesempatan untuk mempelajari kemampuan-kemampuan baru.
10. memastikan apakah para petugas Puskesmas mempunyai sarana kerja yang terbaik.
11. Kenalilah kebutuhan-kebutuhan pribadi para Petugas karena karyawan akan lebih
terdorong untuk bekerja bagi perusahaan yang memperhatikan keperluan pribadinya.
20
12. Gagasan menggunakan kinerja sebagai sadar untuk promosi masih dianggap
revolusioner. Membahas tentang kinerja,
13. menetapkan suatu kebijakan promosi dari dalam secara komprehensif. Kebijakan-
kebijakan tersebut harus mencakup keamanan pekerjaan dengan menegaskan
komitmen Puskesmas terhadap perkaryaan jangka panjang.
14. membantu berkembangnya rasa “bermasyarakat” sehingga Petugas Puskesmas akan
merasa betah di dalamnya, telah hilang.
15. Gaji secara bersaing berdasarkan apa yang mereka kerjakan. Jika diberi kompensasi
(gaji) yang tepat, mereka tidak akan akan begitu tertuju pada lembarslip gaji mereka
dan Puskesmas dapat memperoleh prestasi para Petugasnya lebih baik lagi dari
imbalan yang tidak berhubungan dengan keuangan (nonfiancial).
III.3 Pendekatan penyuluhan kesehatan masyarakat
Penyuluhan sebaiknya dilaksanakan dengan melibatkan tokoh-tokoh
masyarakat dan agama, serta direncanakan pada waktu tertentu, misalnya satu bulan
sekali pada saat posyandu. Dalam penyuluhan dikemas dalam bahasa yang mudah
dimengerti oleh responden, yaitu ibu-ibu hamil. Dan perlu diadakannya pelatihan
khusus bagi tenaga kesehatan dan para kader agar dapat memberikan informasi yang
tepat dan mampu menjalin komunikasi yang baik sehingga timbul kepercayaan para
ibu untuk memeriksakan kehamilannya. Sosialisasi yang baik juga diperlukan dalam
mensukseskan program ini, yaitu dengan upaya-upaya promosi dan penyajian
penyuluhan yang menarik perhatian para ibu.
Selain untuk meningkatkan ketertarikan para ibu dalam mengikuti program k4 ini,
juga perlu diperhatikan bagi tenaga-tenaga kesehatan dan para kader agar dapat
memiliki semangat dalam memberikan informasi dan menjalankan promosi serta
penyuluhan mengenai k4 itu sendiri, misalnya dengan memberikan penghasilan
tambahan apabila mampu menghadirkan sejumlah orang dalam penyuluhan, atau
memberikan konsumsi dan transportasi tersendiri bagi tenaga kesehatan dan para
kader dalam menyelenggarakan penyuluhan, serta tersedianya sarana dan prasarana
yang mendukung seperti ruangan yang nyaman dan peralatan pendukung penyuluhan
yang baik.
Dengan demikian diharapkan tenaga kesehatan dan para kader akan lebih
bersemangat untuk melaksanakan penyuluhan dan memberikan energi positif bagi
21
ibu-ibu hamil sehingga para ibu juga merasakan pentingnya K4 itu sendiri dan mulai
merasa membutuhkan pemeriksaan kehamilan sehingga rendahnya K4 dapat diatasi.
Setelah ibu-ibu hamil yang mengikuti penyuluhan merasa membutuhkan pemeriksaan
K4 itu, diharapkan mereka dapat memberikan informasi dan mengajak rekan-rekan
ibu hamil lainnya agar turut memeriksakan kehamilannya dan cakupan K4 diharapkan
semakin meningkat.
III.4. Pendekatan melalui konsep pencegahan
1. Dilaksanakannya “Refreshing Kader”, dengan materi yang disesuaikan pada
hasil monitoring dalam program revitalisasi posyandu. Pada refreshing kader, materi
yang disampaikan adalah Sistem Informasi Posyandu (SIP) dan Deteksi Dini Ibu
Hamil oleh Kader.
Untuk materinya disesuaikan dengan permasalahan yang ada di skenario, yaitu
kunjungan pemeriksaan ibu hamil yang rendah yaitu sebesar 40%, K4 45%, dan AKI
yang cukup tinggi sekitar 70/1000 kelahiran hidup.
2. Pembagian daerah binaan posyandu dan jadwal posyandu oleh petugas Pukesmas.
3. Penetapan hari terampil yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kapabilitas petugas Puskesmas, baik dalam keterampilan klinis, managemen, teknik
komputerisasi dan administrasi.
4. Pemantapan persiapan dan pembinaan Riset Kesehatan Dasar di setiap desa.
5. Sinkronisasi kegiatan Pencerah Nusantara dan Puskesmas untuk membuat rencana
kerja bulanan.
Parameter tercapainya pelatihan :
1. menurunnya angka kematian ibu (AKI)
2. meningkatnya kunjungan pemeriksaan ibu hamil di puskesmas
22
BAB IV
REKOMENDASI/SARAN
IV.1 Bagi mayarakat desa dan seluruh sektor
Lebih aktif mengikuti penyuluhan tentang kesehatan ibu hamil untuk mencegah tingginya
angka kematian ibu (AKI) dalam masyarakat. Ibu harus lebih sering memeriksakan
kandungan ke Puskesmas.
IV.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Meningkatakan motivasi staf puskesmas professional dengan cara mengikuti seminar –
seminar motivasi.pimpinan Puskesmas dalam rangka menumbuhkan motivasi staf
administrasi dalam bekerja, harus memperhatikan kebutuhan fundamental para staf, dan
dalam proses selanjutnya tentu saja pimpinan Puskesmas dapat melakukan proses motivasi
dengan menggunakan teori-teori motivasi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi para
staf dalam pemenuhan kebutuhannya secara hirarkis dan simultan, yang tentu saja diharapkan
dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan produktivitas kerja sekaligus
indikator dari peningkatan kinerja staf administrasi di Puskesmas.
IV.3 Bagi Pemerintah
Membuat dan menjalankan program monitoring terhadap petugas kesehatan di
puskesmas ,serta melakukan upaya penyuluhan kepada ibu hamil agar lebih memperhatikan
kesehatan diri sendiri dan janin.
23
DAFTAR PUSTAKA
RISKESDAS,2013.hasil riskesdas terkait kesehatan ibu
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/678 (diakses mei 2014)
Azrul ,Azwar.2008.Program kesehatan reproduksi dan pelayanan integrative di tingkat pelayan dasar.Jakarta:Departement kesehatan republic Indonesia. (diakses Mei 2014)
http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2013/08/Program-Kesehatan-Reproduksi-Pel-Integratif-Di-YanDas.pdf (diakses mei 2014)
Anonim.2012. Kelas Ibu Hamil di Jembatan Kembar, Kab Lombok Barat, NTB.Lombok:Kementrian kesehatan republic Indonesia:http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/409#more-409 (Diakses Mei 2014)
Depkes RI. Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat. 1992. Pedoman Pelayanan Kesehatan Prenatal di Wilayah Kerja Puskesmas. Jakarta.
24