7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
1/16
1. PERKEMBANGAN TEKNIK ANALISIS
Dari Manual ke Digital
Ketika berbagai negara berkembang masih memiliki akses terbatas ke sistemkomputer untuk pengolahan citra digital, pemanfaatan produk penginderaan jauh satelit
masih berupa citra tercetak (hard copy) yang diinterpretasi secara visual atau
manual. Teknik interpretasi semacam ini telah berkembang pesat dalam penginderaan
jauh sistem fotografik, dan hingga saat ini merupakan teknik yang dipandang
mapan. Prinsip-prinsip interpretasi fotografis dapat diterapkan pada citra satelit yang
telah dicetak, dan memberikan banyak informasi mengenai fenomena spasial di
permukaan bumi pada skala regional. Citra-citra satelit yang telah tercetak ini
memberikan keuntungan terutama dalam hal (a) kemudahan analisis regional secara
cepat (karena dimungkinkannya synoptic overviewpada satu lembar citra berukuran 60
km x 60 km sampai dengan 180 km x 185 km), dan (b) kemudahan pemindahan hasilinterpretasi (plotting) ke peta dasar, karena tidak memerlukan banyak lembar dengan
skala yang berbeda-beda dan mempunyai distorsi geometri yang relatif lebih rendah
dibandingkan foto udara.
Sejalan dengan perkembangan teknologi komputer yang semakin pesat dewasa ini --di mana banyak
perusahaan telah melakukan downsizing(beralih dari komputer mainframeke komputer mini, dan dari komputer mini
ke komputer mikro/PC) maka akses berbagai kelompok praktisi dan akademisi ke otomasi pengolahan citra digital
pun semakin besar. Semakin banyak paket perangkat lunak pengolah citra digital dan SIG yang dioperasikan
dengan PC dan bahkan komputer jinjing ( laptop). Di sisi lain, berbagai jenis PC dan laptop saat ini ditawarkan
dengan harga yang semakin murah namun dengan arsitektur prosesor yang semakin canggih dan kemampuan
pengolahan maupun penyimpanan data yang semakin tinggi.
Teknologi SIG sebenarnya telah dimulai pada akhir tahun 1960-an, antara lain oleh Tomlinson (Marble dan
Pequet, 1990). Kemudian pada dekade 1970-an beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah memulai untuk
menerapkan SIG dalam pengelolaan sumberdaya lahan dan perencanaan wilayah. Pada sekitar tahun 1979, Jack
Dangermond mengawali pengembangan paket perangkat lunak SIG yang sangat terkenal, yaitu Arc/Info untuk
mengisi pasar komersia (Rhindet al., 2004). Setelah itu, puluhan --bahkan ratusan macam paket perangkat lunak
SIG, yang sebagian besar di antaranya dioperasikan untuk PC, membanjiri pasar dunia. Kebutuhan akan fasilitas
pengolahan citra digital yang sekaligus dilengkapi dengan fasilitas SIG telah membuka kemungkinan-kemungkinan
baru dalam analisis data spasial. Sistem pengolah citra satelit dapat memberikan masukan pada SIG berupa peta-
peta tematik hasil ekstraksi informasi dari citra digital satelit. Di sisi lain, fasilitas analisis spasial dari SIG mampu
mempertajam kemampuan analisis penglohan citra, terutama dalam hal pemanfaatan data bantu untuk
meningkatkan akurasi hasil klasifikasi multispektral (Jensen, 2005).
Dari Multispektral ke Multisumber dan Hiperspektral
7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
2/16
Pada awal perkembangannya, kamera hanya mampu menghasil-kan foto hitam-putih. Hal yang sama
diberikan oleh foto yang dipasang pada pesawat udara untuk kebutuhan pengintaian dalam aplikasi
miltiter. Kehadiran film berwarna pun secara cepat berimbas pada penggunaan yang lebih intensif dalam
penginderaan jauh berbasis foto udara. Ketersediaan film inframerah kemudian mendorong perkembang-an kamera
multisaluran (multiband), yang pada umumnya memuat empat lensa dalam satu badan kamera, dengan kepekaan
yang berbeda-beda untuk wilayah spektral berikut: biru, hijau, merah dan inframerah dekat. Tahap ini menandai
perkembangan sistem pemotretan dari yang bersifat unispektral (saluran tunggal) dan berjulat spektral lebar
misalnya dari biru hingga merahke sistem pemotretan multispektral. Analisis visual foto udara pankromatik, baik
hitam-putih maupun berwarna pun kemudian bergeser ke analisis multispektral sederhana, dengan memanfaatkan
alat pemadu warna elektrik seperti additive colour viewer(ACV).
ACV merupakan suatu antarmuka (interface)yang dapat digunakan untuk
menampilkan diapositif film multispektral dengan penyinaran warna primer (merah, hijau
dan biru) untuk masing-masing saluran. Melalui teknik ini, empat saluran yang tersedia
dalam empat frame diapositif dapat disajikan sebagai foto udara komposit warna semu
atau warna asli, tergantung pada pemilihan kombinasi sinar merah, hijau dan biru padadiapositif saluran yang berbeda-beda. Interpretasi visual atas citra analog dilakukan di
atas kaca tempat memproyeksikan sorotan komposit diapositif tersebut.
Dengan tersedianya sistem perekam citra digital, maka citra multispektral pun diolah
dengan komputer, dan setiap kombinasi warna dalam bentuk citra komposit bisa
dihasilkan dengan mudah. Analisis multispektral dapat dilakukan secara lebih teliti
dengan membaca nilai-nilai piksel pada berbagai saluran spektral secara serentak,
untuk diperbandingkan, dikombinasi melalui transformasi, maupun diekstrak melalui
berbagai analisis statistik multivariat yang rumit, di mana setiap saluran berfungsi
sebagai satu variabel informasi spektral. Dari awal tahun 1970-an hingga saat buku iniditulis, telah berkembang banyak metode analisis multispektral, yang dapat dibaca di
Adams dan Gilespie (2006), Liu dan Mason (2008), dan juga Gao (2010).
Kehadiran teknologi informasi spasial melalui SIG telah memperluas jangkauan
analisis citra, sehingga kemudian berkembanglah metode-metode ekstraksi informasi
objek atau fenomena di permukaan bumi dengan memasukkan data yang bersifat nir-
spektral, sepertu misalnya jenis tanah, bentuklahan, kemiringan lereng, elevasi, dan
juga peta-peta berisi objek-objek spasial lain. Tentu saja, peta-peta ini harus disimpan
dan diproses dalam format data digital. Dengan demikian, perkembangan metode yang
sudah berlangsung sekitar 25 tahun ini kemudian semakin mengarah ke klasifikasi
multisumber. Beberapa tulisan awal yang mengintegrasikan penginderaan
jauh (khususnya pengolahan citra) dan SIG angara lain yang ditulis oleh Verbyla dan
Nyquist (1987), Srinivasan dan Richards (1990), Danoedoro (1993). Sementara tulisan
yang relatif baru untuk topik-topik ini, dengan teknik-teknik yang juga baru, antara lain
bisa dijumpai di Weng (2010).
7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
3/16
Perkembangan analisis multispektral juga mengarah ke penambahan jumlah
saluran dan lebar setiap saluran. Sistem hiperspektral mampu mencitrakan fenomena
di permukaan bumi dengan jumlah saluran spektral yang mencapai ratusan dan dengan
lebar setiap saluran yang hanya beberapa nanometer. Analisis citra semacam ini, yang
disebut dengan spectral cube(kubus spektral) berkembangan dengan pendekatan yang
berbeda, mengingat bahwa metode-metode analisis multispektral tidak akan efisien dari
sisi waktu pemrosesan dan akurasi hasilnya. Tulisan-tulisan van der Meer dan de Jong
(2003) serta Jensen (2007) dapat dijadikan rujukan awal untuk keperluan ini.
Dari Per-piksel ke Per-objek
Perkembangan sistem penginderaan jauh satelit telah menghasilkan citra-citra
digital yang tidak pernah dibayangkan oleh praktisi di tahun 1980-an, yaitu citra
multispektral dengan kualitas detil yang mendekati atau bahkan menyamai foto
udara. Hal ini tidak lepas dari berakhirnya era Perang Dingin di awal 1990-an dan
keputusan Presiden Bill Clinton untuk mengijinkan perusahaan-perusahaan swastamengoperasikan satelit penginderaan jauh dengan teknoogi satelit mata-mata. Pada
tahun 1999 muncullah perusahaan Space Imaging yang meluncurkan satelit Ikonos
dengan resolusi spasial hingga 1 meter, disusul oleh Quickbird dengan resolusi spasial
hingga 0,6 meter, serta satelit-satelit lain seperti OrbView. Saat ini, satelit GeoEye
telah mampu menghasilkan citra digital dengan resolusi spasial sekitar 40 cm,
meskipun undang-undang di Amerika Serikat hanya mengijinkan citra tersebut diproses
dan digunakan oleh publik pada resolusi spasial 50 cm atau lebih kasar.
Kehadiran citra resolusi spasial tinggi telah menantang para analis citra untuk
mengembangkan metode ekstraksi informasi tematik yang berbeda dengan klasifikasimultispektral yang biasa diterapkan pada citra resolusi spasial menengah dan
rendah. Metode ini dikenal dengan nama klasifikasi berbasis objek (object-based
classification). Di Indonesia, citra resolusi spasial tinggi lebih banyak diperlakukan
seperti foto udara karena para analis mengalami kesulitan dalam menerapkan
klasifikasi multispektral terhadap citra semacam itu. Pada klasifikasi multispektral citra
resolusi tinggi, satu piksel merupakan bagian dari objek penutup lahan yang umumnya
berukuran jauh lebih besar, sehingga hasil klasifikasi cenderung merupakan kumpulan
piksel yang tidak berkaitan langsung dengan kategorisasi objek yang dikembangkan
dalam klasifikasi (Danoedoro, 2006). Untuk mengatasi masalah ini, dalam kurun 10
tahun terakhir mulai berkembang metode klasifikasi berbasis objek, yang
memanfaatkan teknik segmentasi citra (Baatz dan Schappe, 2000; Ranasinghe, 2006;
Navulur, 2007).
7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
4/16
2. Spektrum EM dalam Penginderaan Jauh
3. Spektrum EM dalam Penginderaan Jauh
3. Konsep resolusi
Resolusi yaitu kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi
yang secara spasial berdekatan atau secara spektral mempunyai kemiripan. Dalam
pengindraan jauh, dikenal konsep resolusi, yaitu resolusi spasial, resolusi temporal, resolesi
spektral, resolusi radiometrik, dan resolusi layer.
Resolusi spasial
Resolusi spasial adalah luas obyek sebenarnya yang direpresentasikan dalam 1 piksel di
citra digital. Jika obyek sebenarnya mempunyai luas 30 x 30 meter dan di citra digital
direpresentasikan dalam 1 piksel, maka citra digital tersebut mempunyai resolusi spasial 30
meter. Dengan kata lain, jika citra mempunyai resolusi spasial 30 meter, maka 1 piksel di
citra digital merepresentasikan obyek sebenarnya dengan luas 30 x 30 meter. Jadi semakin
besar resolusi spasial maka semakin detil obyek yang ditampilkan dalam citra digital. Skala
peta juga akan menjadi semakin besar. Secara penampakan visual ada hubungan antara
resolusi spasial dengan skala maksimal pada peta citra yaitu : Skala peta maksimal = 1500x resolusi spasial. Dengan demikian, resolusi spasial dapat dikatakan dengan halus /
kasarnya pembagian kisi-kisi baris dan kolom. Transformasi citra kontinue ke citra digital
disebut digitisasi (sampling). Contoh: Hasil digitisasi dengan jumlah baris 256 dan jumlah
kolom 256 resolusi spasial 256 x 256.
2) Resolusi Spasial Sampling
4. Sampling Uniform dan Non-uniform
5. - Sampling Uniform mempunyai spasi (interval) baris dan kolom yang sama pada
seluruh area sebuah citra. Proses sampling melalui celah yg berukuran sama.
6. - Sampling Non-uniform bersifat adaptif tergantung karakteristik citra dan bertujuanuntuk menghindari adanya informasi yang hilang. Daerah citra yang mengandung detil
yang tinggi di-sampling secara lebih halus, sedangkan daerah yang homogen dapat di-
sampling lebih kasar. Kerugian sistem sampling Non uniform adalah diperlukannya data
ukuran spasi atau tanda batas akhir suatu spasi. Proses sampling melalui celah yg
bervariasi.
7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
5/16
7. 3) Resolusi kecemerlangan
8. Resolusi kecemerlangan adalah banyaknya derajat keabuan yang dimiliki oleh citra
digital. Semakin besar resolusi kecemerlangan citra digital, maka semakin halus citra
tersebut. Citra digital 16 bit tentu akan lebih halus dan mempunyai tingkat
kecemerlangan lebih banyak daripada citra digital 8 bit. Karena citra digital 16 bit
mempunyai tingkat keabuan lebih banyak yaitu 2 pangkat 16, daripada citra 8 bit yang
mempunyai tingkat keabuan 2 pangkat 8. Dengan demikian, resolusi kecemerlangan
dikatakan sebagai halus / kasarnya pembagian tingkat kecemerlangan. Transformasi
data analog yang bersifat kontinue ke daerah intensitas diskrit disebut kwantisasi. Bila
intensitas piksel berkisar antara 0 dan 255 resolusi kecemerlangan citra adalah 256.
9. 4) Resolusi Kecemerlangan Kuantisasi
10. Kuantisasi Uniform, Non-uniform, dan Tapered
11. - Kuantisasi Uniform mempunyai interval pengelompokan tingkat keabuan
yang sama (misal: intensitas 1 s/d 10 diberi nilai 1, intensitas 11 s/d 20 diberi nilai 2,
dstnya).
12. - Kuantisasi Non-uniform: Kuantisasi yang lebih halus diperlukan terutama
pada bagian citra yang menggambarkan detil atau tekstur atau batas suatu wilayah
obyek, dan kuantisasi yang lebih kasar diberlakukan pada wilayah yang sama pada
bagian obyek.
13. - Kuantisasi Tapered: bila ada daerah tingkat keabuan yang sering muncul
sebaiknya di-kuantisasi secara lebih halus dan diluar batas daerah tersebut dapat di-
kuantisasi secara lebih kasar (local stretching).
14. 5) Resolusi Spektral.
15. Resolusi spektral menunjukkan lebar kisaran dari masing-masing band spektral
yang diukur oleh sensor. Band Spectral adalah range panjang gelombang band.
16. 6) Resolusi Temporal.
17. Resolusi ini hanya dimiliki oleh citra digital dari satelit penginderaan jauh, yaitu
menunjukkan interval waktu pengukuran atau pengambilan citra untuk daerah yang
sama. Landsat7 membutuhkan waktu 16 hari untuk mengambil citra daerah yang sama.
Jadi Landsat7 mempunyai resolusi temporal 16 hari.
18. Tahapan pengolahan citra digital meliputi akusisi citra, peningkatan kualitascitra, segmentasi citra, representasi dan uraian, pengenalan dan interpretasi.
19. 1) Akusisi citra
20. Pengambilan data dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media seperti
kamera analog, kamera digital, handycamp, scanner, optical reader dan sebagainya.
Citra yang dihasilkan belum tentu data digital, sehingga perlu didigitalisasi.
7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
6/16
21. 2) Peningkatan kualitas citra
22. Pada tahap ini dikenal dengan pre-processing dimana dalam meningkatkan
kualitas citra dapat meningkatkan kemungkinan dalam keberhasilan pada tahap
pengolahan citra digital berikutnya.
23. 3) Segmentasi citra
24. Segmentasi bertujuan untuk memilih dan mengisolasikan (memisahkan) suatu
objek dari keseluruhan citra. Segmentasi terdiri dari downsampling, penapisan dan
deteksi tepian. Tahapdownsampling merupakan proses untuk menurunkan jumlah
piksel dan menghilangkan sebagian informasi dari citra. Dengan resolusi citra yang
tetap, downsampling menghasilkan ukuran citra yang lebih kecil. Tahap segmentasi
selanjutnya adalah penapisan dengan filter median, hal ini dilakukan untuk
menghilangkan derau yang biasanya muncul pada frekuensi tinggi pada spektrum citra.
Pada penapisan dengan filter median, gray level citra pada setiap piksel digantikan
dengan nilai median dari gray level pada piksel yang terdapat pada window filter. Tahap
yang terakhir pada proses segmentasi yaitu deteksi tepian. Pendekatan algoritma Canny
dilakukan berdasarkan konvolusi fungsi citra dengan operator Gaussian dan turunan-
turunannya. Pendeteksi tepi ini dirancang untuk merepresentasikan sebuah tepian yang
ideal, dengan ketebalan yang diinginkan. Secara umum, proses segmentasi sangat
penting dan secara langsung akan menentukan keakurasian sistem dalam proses
identifikasi iris mata.
25. 4) Representasi dan Uraian
26. Representasi mengacu pada data konversi dari hasil segmentasi ke bentuk yang
lebih sesuai untuk proses pengolahan pada komputer. Keputusan pertama yang harus
sudah dihasilkan pada tahap ini adalah data yang akan diproses dalam batasan-batasan
atau daerah yang lengkap. Batas representasi digunakan ketika penekanannya pada
karakteristik bentuk luar, dan area representasi digunakan ketika penekanannya pada
karakteristik dalam, sebagai contoh tekstur. Setelah data telah direpresentasikan ke
bentuk tipe yang lebih sesuai, tahap selanjutnya adalah menguraikan data.
27. 5) Pengenalan dan Interpretasi
28. Pengenalan pola tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan citra dengan suatu
kualitas tertentu, tetapi juga untuk mengklasifikasikan bermacam-macam citra. Dari
sejumlah citra diolah sehingga citra dengan ciri yang sama akan dikelompokkan pada
suatu kelompok tertentu. Interpretasi meliputi penekanan dalam mengartikan objek
yang dikenali.
4. Pemilihan Spektrum
7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
7/16
JENIS SENSOR DAN SIFATNYA
SPEKTRUM DAN SISTEM SENSOR PANJANG GELOMBANG (m) KEMAMPUAN
MENGATASI KENDALA CUACA SAAT PENGINDERAAN
Ultra Violet
= Optical mechanical scanner
= Image orthicon= Kamera dengan film infra merah
TAMPAK
= Kamera konvensional
= Multispektral Scanner
= Vidicon
INFRAMERAH PANTULAN = Kamera konvensional dengan film inframerah
= Solid state detector dalam scanner
= Radiometer
INFRAMERAH THERMAL
= Solis state detector dalam Scanner dan radiometer
= Quantum detector
GELOMBANG MIKRO
= Scanner dan Radiometer Kabut/ awan
= Antena dan siecuit
RADAR
= Scanner dan Radiometer
= Antena dan Sircuit 0,01 - 0,4
0,4 - 0,7
0,7 - 1,5
3,5 - 30,0
103 - 106
8,3 x 103 1,3 x 106
Kabut Tipis
Campuran asap dan kabut
7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
8/16
Kabut tipis, asap
Kabut tipis, asap
Kabut tipis, asap, awan hujan Siang
Siang, kecuali bila digunakan penyinaran aktif
siang
siang - malam
siang - malam
siang - malam
Sensor dalam pj
Berdasarkan proses perekamannya, sensor dibedakan:
a. Sensor Fotografi
Proses perekaman ini berlangsung secara kimiawi. Tenaga elektromagnetik
diterima dan direkam pada emulsi film yang bila diproses akan menghasilkan
foto. Kalau pemotretan dilakukan dari pesawat udara atau wahana lainnya,
fotonya disebut foto udara. Tapi bila pemotretan dilakukan dari antariksa,
fotonya disebut foto orbital atau foto satelit.b. Sensor Elektrik
Sensor ini menggunakan tenaga elektrik dalam bentuk sinyal elektrik. Alat
penerima dan perekamannya berupa pita magnetik atau detektor lainnya.
Sinyal elektrik yang direkam pada pita magnetik ini kemudian diproses
menjadi data visual maupun menjadi data digital yang siap dikomputerkan.
Pemerosesannya menjadi citra dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:
1) dengan memotret data yang direkam dengan pita magnetik yang
diwujudkan secara visual pada layar monitor.
2) dengan menggunakan film perekam khusus. Hasilnya berupa foto dengan
film sebagai alat perekamnya, tapi film di sini hanya berfungsi sebagai alat
perekam saja, maka hasilnya disebut citra penginderaan jauh.
Pencitraan Hiperspektral
Teknologi Hyperspektral merupakan kelanjutan dari multi spektral, Sensor Hiperspektral
memanfaatkan jumlah kanal yang jauh lebih banyak dari pada sensor multispektral dengan resolusi
7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
9/16
bandwidth yang lebih sempit. Umumnya sensor hyperspektral terdiri dari 100-200 kanal dengan
resolusi bandwidth 5-10 nm. Akan jauh berbeda jika dibandingkan dengan multispektral yang rata
rata hanya terdiri dari 5 10 kanal, dengan resolusi bandwidth yahg lebih besar: 70-400 nm.
Dengan kanal kanal yang lebih sempit dengan jumlah yang jauh lebih banyak, sensor hyperspektral
dapat digunakan untuk melakukakan pemisahan, klasifikasi dan identifikasi objek / material di muka
bumi, sebagaimana objek aslinya. Kemampuan lainnya adalah untuk mendeteksi target subpixel,
yang akan sangat membantu dalam mendeteksi objek dengan resolusi pixel yang lebih kecil.
Gambar 1, menunjukkan bahwa Hiperspektral mampu mendeteksi suatu objek dengan resolusi pixel
yang kecil. Objek berwarna merah kecil yang ada pada citra hiperspektral tidak bisa kita temukan
pada citra multispectral
Statistik Citra
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penginderaan jauh dengan pengolahan citra digital yang
dipadukan dengan kerja lapangan dan analisis statistik. Pengolahan citra digital tersebut dititikberatkan pada aspek
transformasi indeks vegetasi yang didasarkan pada nilai piksel hasil ekstraksi dari data citra Landsat 7 ETM+. Hutan
rawa gambut tropika kaya strata kanopi. Dalam pengolahan indeks vegetasi adanya strata kanopi akan menimbulkan
bayangan pohon yang merupakan masalah, karena akan menimbulkan kesalahan nilai indeks. Pada kajian ini akan
digunakan software yang menggunakan koreksi bayangan dan yang tidak menggunakan koreksi bayangan. Kedua
software yang digunakan yaitu Forest Canopy Density (FCD) Mapper Versi 1.0 dan Enviromental for Visualizing
Images (ENVI) Versi 4.2 . FCD Mapper 1.0 digunakan untuk melakukan transformasi Forest Canopy Density Index
(FCDI) yang menggunakan integrasi empat buah indeks yaitu : Advances Vegetation Index (AVI), Bare Soil Index,
Thermal Index dan Shadow Index. ENVI 4.2 digunakan untuk transformasi indeks vegetasi yang menggunakan
penisbahan antara band merah dan inframerah dekat yaitu Ratio Vegetation Indeks (RVI), Normalized Difference
Vegetation Indeks (NDVI), Transformed Vegetation Indeks (TVI), Different Vegetation Indeks (DVI), Soil Adjusted
Vegetation Indeks (SAVI) dan Modified Soil Adjusted Vegetation Indeks (MSAVI). Pembagian kelas hutan tersebut
didasarkan pada hasil klasifikasi digital dari masing masing transformasi indeks vegetasi. Klasifikasi multispektral
yang digunakan adalah klasifikasi terselia (supervised classification) dengan menggunakan algoritma maximum
likelihood (maximum likelihood algorithm). Pembagian kelas liputan kanopi menggunakan pembagian kelas menurut
FCDI yang keluarkan oleh ITTOJOFCA tahun 2003 dengan modifikasi. Survey lapangan dilakukan pada 32 lokasi
contoh yang masing-masing lokasi contoh terdiri dari 9 piksel. Kerapatan kanopi pohon diukur pada 9 piksel, akan
tetapi kerapatan tegakan, diameter, tinggi pohon bebas cabang, tinggi tinggi total dan tumbuhan bawah serta data
lain yang diperlukan hanya diukur pada 2 piksel dari setiap lokasi contoh yang dipilih. Data hasil transformasi indeks
vegetasi yang diperoleh dari citra Landsat 7 ETM+ dan parameter lapangan dianalisis dengan menggunakan model
7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
10/16
regresi-korelasi berganda. Hasil perhitungan statistik digunakan untuk melihat pengaruh xvparameter lapangan
dalam model regresi. Model regresi yang memenuhi syarat akan digunakan untuk menghitung volume tegakan.
Aljabar Citra
Algoritma mak histogram[dit]
Algoritma katgori ieu ngagunakeunhistogramtina citra asal pikeun ngahasilkeun citra anyar.
Peregangan Kontras
Ekualisasi histogram Filter Minimum
Filter Mdian
Filter Maksimum
Algoritma mak matematika[dit]
Algoritma dina katgori ieu ngagunakeun piksel / sababaraha piksel pikeun jadi asupan hiji fungsi
matematik pikeun nangtukeun nily piksel dina citra nu dihasilkeun.
Binr
Operasi ieu dumasar kana operasi boolean (AND,OR,NOT) pikeun ngamanipulasi citra
Aritmatika
Operasi ieu dumasar kana operasi aritmatika (pajumlahan, pangurangan, pakalian sarta
pangbagian citra)
Geomtri
Algoritma mak konvolusi[dit]
Algoritma dina katgori ieu ngagunakeun tknik konvolusi pikeun ngahasilkeun citra.
Algoritma mak difrnsial[dit]
Algoritma mak morfologi
Visualisasi Citra
http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=9http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=9http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=9http://su.wikipedia.org/wiki/Histogramhttp://su.wikipedia.org/wiki/Histogramhttp://su.wikipedia.org/wiki/Histogramhttp://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=10http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=10http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=10http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=11http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=11http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=11http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=12http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=12http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=12http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=12http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=11http://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=10http://su.wikipedia.org/wiki/Histogramhttp://su.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengolahan_citra&action=edit§ion=97/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
11/16
Penafsiran citra secara visual memliki arti hubungan interaktif (langsung)
dari penafsir dengan citra, artinya ada prose perunutan dari penafsir
untuk mengenalai obyek hingga prose pendeliniasian batas obyek untuk
medefiniskan obyek tersebut. Penafsiran citra secara manual pada awalnya
dengan cara deliniasi obyek pada citra cetak kertas (hardcopy) yang telahdilakukan preprocessing lebih dulu. Perkembangan tehnologi hardware dan
software memungkinkan penafsiran langsung dikomputer dengan metode
on screen digitize. Meskipun memanfaatkan computer. Metode ini masih
termasuk interpretasi secara manual. Hasil dari metode ini adalah data
kalsifikasi tematik dalam format vector. Kodifikasi data ( encoding) dapat
secara langsung dilakukan. Sehingga metode ini sering dikenal juga metode
penafsiran interaktif.
Kelebihan dari metode ini adalah penafsir dapat memperhitungkan
konsteks spasial wilaya pada saat penafsiran dengan melibatkan lebih dari
satu elemen ( unit lahan, bentuk lahan, local knowledge dll) yang tidak
mungkin dapat dilakukan dengan metode klasifikasi digital secara langsung.
Keuntungan kedua adalah metode ini cocok untuk daerah pada ekuator
yang banyak tertutup awan.
Ada dua factor yang harus diperhatikan pada metode ini yakni
1. Kaidah perbesaran ( Zooming)
Tingkat ketelitian pemetaan disesuaikan dengan tingkat skala yang
digunakan . semakin besar skala pemetaannya semakin rinci informasi
yang harus disajikan dan sebaliknya. Penafsiran manual sangat
tergantung dari visualisasi citra. Berbeda dengan penafsiran digital
yang tidak memperhitungkan skala.
Dimensi citra landsat Tm 7+ dapat memberikan ketelitian samapai
skala 1 : 50.000. Satu hal yang menjadi kelemahan metode ini adalah
;luas visualisasi monitor computer, dimana semakin besar skala
visualisasi semakin kecil luas citra yang tergambarkan begitu pula
sebaliknya. Konsekuensi dari hal ini adalah kegiatan melakukan
penggeseran visual citra setiap kali berpindah lokasi interpretasi.
7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
12/16
Dalam praktek ini skal visualisasi diupayakan maksimal 1 : 50.000 ,
hal ini untuk menjaga kualitas hasil penafsiran .
2. Kartografi pemetaan dalam penafsiran citra..Akurasi geometric pemetaan melaui penafsiran citra ditentukan oleh
dua hal yakni :
- akurasi geometrik citra
- akurasi deliniasi antar obyek yang dipeetakan.
Akurasi geometric ditentukan oleh koreksi geometris yang dilakukan
pada citra.
Akurasi deliniasi ditentukan oleh penafsir , apabila kedua hal ini
telah dilakukan kaidah kartografis yang harus diperhatikan adalahukuran luas polygon yang yang harus dideliniasi. Luasan sangat
tergantung pada tujuan skala pemetaan yang direncanakan. Proses ini
dikenal dengan nama generalisasi pemetaan. Aturannya menentukan
luas polygon terkecil adalah 0,5 x 0,5 x skala pemetaan.
Berikut adalah skala generalisasi pemetaan pada tiap skala peta :
a. Skala pemetaan 1 : 50.000 luas polygon terkecil 1, 25 ha
b. Skala pemetaan 1 : 100.000 luas polygon terkecil 2, 5 hac. Skala pemetaan 1 : 250.000 luas polygon terkecil 6, 25 ha
Sistem Pengolah Citra
Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini
mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Istilah pengolahan citra digital secara
umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih luas,
pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi. Citra digital adalah barisan bilangan nyata maupunkompleks yang diwakili oleh bit-bit tertentu.
Umumnya citra digital berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar (pada beberapa sistem pencitraan ada pula
yang berbentuk segienam) yang memiliki lebar dan tinggi tertentu. Ukuran ini biasanya dinyatakan dalam banyaknya
titik atau piksel sehingga ukuran citra selalu bernilai bulat. Setiap titik memiliki koordinat sesuai posisinya dalam citra.
Koordinat ini biasanya dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yang dapat dimulai dari 0 atau 1 tergantung pada
7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
13/16
sistem yang digunakan. Setiap titik juga memiliki nilai berupa angka digital yang merepresentasikan informasi yang
diwakili oleh titik tersebut.
Format data citra digital berhubungan erat dengan warna. Pada kebanyakan kasus, terutama untuk keperluan
penampilan secara visual, nilai data digital merepresentasikan warna dari citra yang diolah. Format citra digital yang
banyak dipakai adalah Citra Biner (monokrom), Citra Skala Keabuan ( gray scale ), Citra Warna ( true color ), dan
Citra Warna Berindeks.
1. Warna
Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Nilai warna
ditentukan oleh tingkat kecerahan maupun kesuraman warna. Nilai ini dipengaruhi oleh penambahan putih ataupun
hitam.
Penelitian memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang memberikan rentang paling lebar adalah red (R), green (G)
dan blue (B). Ketiga warna tersebut merupakan warna pokok yang biasa disebut RGB. Warna lain dapat diperoleh
dengan mencampurkan ketiga warna pokok tersebut dengan perbandingan tertentu. Setiap warna pokok mempunyai
intensitas sendiri dengan nilai maksimum 255 (8-bit). Misal warna kuning merupakan kombinasi warna merah dan
hijau sehingga nilai RGB: 255 255 0.
RGB disebut juga ruang warna yang dapat divisualisasikan sebagai sebuah kubus seperti gambar 2.4, dengan tiga
sumbunya yang mewakili komponen warna merah (red) R, hijau (green) G, biru (blue) B. Salah satu pojok alasnya
yang Sistem Klasifikasi Jenis dan Kematangan Buah Tomat Berdasarkan Bentuk dan Ukuran serta Warna Permukaan
Kulit Buah Berbasis Pengolahan Citra Digital berlawanan menyatakan warna hitam ketika R = G = B = 0, sedangkan
pojok atasnya yang berlawanan menyatakan warna putih ketika R= G= B= 255 ( sistem warna 8 bit bagi setiapkomponennya ).
Pada gambar 2.5 di atas, garis diagonal ruang menyatakan warna grayscale, yakni warna-warna piksel dalam
rentang gradasi warna hitam dan putih yang dapat diperoleh dengan mengalikan ketiga komponen warna pokok
merah, hijau dan biru dengan suatu koefisien yang jumlahnya satu.
2.Citra Biner (Binary Image)
Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan yaitu hitam dan putih.
Alasan masih digunakannya citra biner dalam pengolahan citra digital hingga saat ini adalah algoritma untuk citra
biner telah berkembang dengan baik dan waktu pemrosesan lebih cepat karena jumlah bit untuk tiap pikselnya lebih
sedikit.
http://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/tekom.jpg7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
14/16
3.Citra YCbCr
YCbCr merupakan standar internasional bagi pengkodean digital gambar televisi yang didefinisikan di CCIR
Recommendation. Y merupakan komponen luminance, Cb dan Cr adalah komponen chrominance. Pada monitor
monokrom nilai luminance digunakan untuk merepresentasikan warna RGB, secara psikologis ia mewakili intensitas
sebuah warna RGB yang diterima oleh mata. Chrominance merepresentasikan corak warna dan saturasi (saturation).
Nilai komponen ini juga mengindikasikan banyaknya komponen warna biru dan merah pada warna. YCbCr (256 level)
dapat diperoleh dari RGB 8 bit dengan menggunakan rumus berikut:
Y = 0.299 R + 0.587 G + 0.114 B
Cb = -0.1687 R0.3313 G + 0.5 B + 128
Cr = 0.5 R0.4187 G0.0813 B + 128
Sedangkan untuk konversi YCbCr ke RGB dapat dilakukan dengan rumus:
R = Y + 1.402 (Cr-128)
G = Y0.34414 (Cb-128)0.71414 ( Cr128)
B = Y + 1.772 (Cb128)
Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan dekomposisi citra RGB ke dalam komponen luminance dan
chrominance-nya.
C. Berdasarkan jenisnya, citra digital dapat dibagi menjadi 3 (Sutoyo, 2009), yaitu:
1. Citra Biner (Monokrom)
Memiliki 2 buah warna, yaitu hitam dan putih. Warna hitam bernilai 1 dan warna putih bernilai 0. Untuk menyimpan
kedua warna ini dibutuhkan 1 bit di memori. Contoh dari susunan piksel pada citra monokrom adalah sebagai
berikut:
http://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/2.pnghttp://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/telkom3.jpghttp://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/.jpghttp://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/2.pnghttp://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/telkom3.jpghttp://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/.jpghttp://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/2.pnghttp://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/telkom3.jpghttp://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/.jpg7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
15/16
2. Cita Grayscale (skala keabuan)
Citra grayscale mempunyai kemungkinan warna hitam untuk nilai minimal dan warna putih untuk nilai maksimal.
Banyaknya warna tergantung pada jumlah bit yang disediakan di memori untuk menampung kebutuhan warna
tersebut. Semakin besar jumlah bit warna yang disediakan di memori, maka semakin halus gradasi warna yang
terbentuk. Contoh:
skala keabuan 2 bit jumlah kemungkinan 22 = 4 warna
Jadi,, kemungkinan warna 0 (minimal) sampai 4 (maksimal)
3. Citra Warna (true color)
Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan
biru (RGB = Red, Green, Blue). Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte (nilai maksimum 255
warna), jadi satu piksel pada citra warna diwakili oleh 3 byte.
Pengolahan citra digital adalah salah satu bentuk pemrosesan informasi dengan inputan berupa citra (image) dankeluaran yang juga berupa citra atau dapat juga bagian dari citra tersebut. Tujuan dari pemrosesan ini adalah
memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin computer. Operasi-operasi pada
pengolahan citra digital secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement), contohnya perbaikan kontras gelap/terang,
penajaman (sharpening), dan perbaikan tepian objek (edge enhancement)
2. Restorasi citra (image restoration), contohnya penghilangan kesamaran (deblurring)
3. Pemampatan citra (image compression)
4. Segmentasi citra (image segmentation)
5. Pengorakan citra (image analysis), contohnya pendeteksian tepi objek (edge enhancement) dan
ekstraksi batas (boundary)
6. Rekonstruksi citra (image recronstruction)
http://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/4.pnghttp://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/3.pnghttp://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/4.pnghttp://ginan88.files.wordpress.com/2011/12/3.png7/22/2019 Fadli Afrianto 1101549 Mentari Pratami1101582 Tugas2 Icd
16/16
Kualitas Citra