EVALUASI BAHAN ORGANIK SETELAH 1 TAHUN DIAPLIKASIKAN
TERHADAP NISBAH DISPERSI TANAH PADA LAHAN ULTISOL
DI PT GREAT GIANT PINNEAPPLE (GGP),
LAMPUNG TENGAH
(SKRIPSI)
Oleh
SITI CHAIRANI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
EVALUASI BAHAN ORGANIK SETELAH 1 TAHUN DIAPLIKASIKAN
TERHADAP NISBAH DISPERSI TANAH PADA LAHAN ULTISOL
DI PT GREAT GIANT PINNEAPPLE (GGP),
LAMPUNG TENGAH
Oleh
SITI CHAIRANI
Sifat fisik tanah seperti mikroagregat, daya menahan air, dan kadar air tanah kapasitas
lapang merupakan faktor yang mempengaruhi kestabilan agregat yang akan
berdampak pada pendispersian tanah. Bahan organik yang diaplikasikan ke dalam
tanah dapat memperbaiki sifat- sifat tanah salah satunya sifat fisik tanah agar tanah
tidak mudah terdispersi dan nilai nisbah dispersi dapat ditekan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi bahan organik terhadap nisbah dispersi
tanah pada lahan ultisol. Bahan organik yang digunakan pada penelitian ini yaitu
berupa kompos dengan komposisi kotoran sapi sebanyak 90%. Penelitian dilakukan
di perkebunan nanas PT Great Giant Food (GGF), Kecamatan Terbanggi Besar,
Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Rancangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan aplikasi bahan
organik terdiri dari empat taraf, yaitu BO0 (Bahan Organik 0 ton/ha (Kontrol)), BO1
Siti Chairani
(Bahan Organik 50 ton/ha), BO2 (Bahan Organik 100 ton/ha), BO3 (Bahan Organik
180 ton/ha) dengan 5 ulangan di setiap perlakuan. Variable pengamatan meliputi
analisis nisbah dispersi, distribusi mikroagregat, daya menahan air, dan kadar air
kapasitas lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemberian bahan organik
berupa kompos dengan kandungan 90% kotoran sapi setelah diaplikasikan ± 1 tahun
pada tanah berpengaruh terhadap nisbah dispersi tanah pada lahan ultisol dan
berpengaruh pula terhadap pendistribusi mikroagregat tanah, serta daya menahan air
tanah. Namun, aplikasi bahan organik tidak mempengaruhi kadar air tanah (kering
udara dan kapasitas lapang) namun tidak dapat meningkatkan kestabilan tanah
dengan pendekatan nisbah dispersi tanah. pada lahan Ultisol di PT Great Giant
Pineapple, Lampung Tengah.
Kata kunci : nisbah dispersi, ultisol, bahan organik, kotoran sapi, sifat fisik tanah.
EVALUASI BAHAN ORGANIK SETELAH 1 TAHUN DIAPLIKASIKAN
TERHADAP NISBAH DISPERSI TANAH PADA LAHAN ULTISOL
DI PT GREAT GIANT PINNEAPPLE (GGP),
LAMPUNG TENGAH
Oleh
SITI CHAIRANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
rtri"[tl]I
il
i
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NPM
Jurusan
Fakultas
Dr. Afandi, M.P.NIP I 640402 198803 I 001
EVALUASI BA}IAN ORGANIK SETELAH I TAHUNDIAPLIKASIKAN TERHADAP NISBAH DISPERSITANAH PADA LAHAN ULTISOL DI PT GKEATGUNT PINNEAPPLE (GGP/, LAMPUNG TENGAH
Siti Chairani
1414121224
Agroteknologi
Pertanian
MEIIYETUJUI
l. Komisi Pembimbing
sIr. Hery Novpriansyah, M.SiNIP 19661115 199010 1001
2. Ketua Jurusan Agroteknologi
Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si.NIP 19630508 198811 2 001
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr.Ir. Afandi, M.P.
Sekretaris : Ir. Hery Novpriansyah, M.Si.
PengujiBukan Pembimbing : Prof. Dr.Ir. hwan Sukri Banuwa, M
rvyan Sukri Banuwa, M.Si.198603 I 002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 12 Oktober 2018
akultas Pertanian
w
SIJRAT PER}IYATAAI\I
Sayayang bertandatangan di bawatr ini menyatakan bahwa skripsi saya yang
berjudut *Evaluasi Bahan Organik Setelah 1 Tahun diaplikasikan terhadap
Nisbah Dispersi Tanah pada Lahan Ultisol Di PT Great Giant Pinneapple
(GGP), Lampung Tengah' merupakan hasil karyb saya sendiri dan bukan hasil
karya orang lain. Semua hasil yang tertuang dalam skripsi ini telah mengikuti
kaidah-kaidah penulisan karya tulis ilmiah Universitas Larrpung. Jika pernyataan
ini dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan salinan atau dibuat oleh
orang lairu maka saya bersediamenerima sanksi sesuai ketentuan akademik yang
berlaku.
Bandar Lampung, 12 Oktober 2018
t4121224
RIWAYAT HIDUP
Siti Chairani dilahirkan di kota Jakarta pada tanggal 23 Februari 1997, anak
kedua dari 5 bersaudara yang merupakan putri dari pasangan Bapak Heriyadi dan
Ibu Yuliani. Penulis menempuh Pendidikan formal di SDN 1 Sukabumi Indah
pada tahun 2002 – 2008 dan melanjutkan pendidikan di SMPN 5 Bandar
Lampung pada tahun 2008 – 2011 serta SMAN 6 Bandar Lampung pada tahun
2011 – 2014. Selama SMA penulis aktif sebagai sekretaris 1 Organisasi Siswa
Intra Sekolah (OSIS) pada tahun 2012/2013 dan Bendahara ekstrakurikuler
Jurnalistik pada tahun 2012/2013.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada tahun 2014, melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SBMPTN) dengan konsentrasi Ilmu Tanah. Penulis aktif pada berbagai
organisasi kampus tingkat Fakultas maupun tingkat Universitas sebagai Anggota
Paduan Suara Mahasiswa Universitas Lampung (PSM UNILA) pada tahun 2014-
2015 dan Anggota bidang Eksternal di Perhimpunan Mahasiswa Agroteknologi
(Perma Agt) periode 2016/2017 serta aktif sebagai Sekretaris Departemen
Pendidikan dan Sumberdaya Manusia (PSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Pertanian (BEM FP) Universitas Lampung Pada Tahun 2016/2017.
Selain aktif pada Internal Kampus, Penulis juga aktif pada kegiatan eksternal
kampus yaitu sebagai anggota aktif kelas volunteer bahasa Jepang Minna No
Nihongo (MNN). Selain dalam bidang kemahasiswaan, penulis merupakan
asisten pada beberapa matakuliah yaitu Kesuburan Tanah, Biologi, Ilmu Tanah
Hutan, dan Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Pada tahun 2017 penulis
melakukan praktik umum (PU) di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Bogor, Jawa Barat. Penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2018 di desa Mataram Baru,
Mataram Baru, Lampung Timur.
“Seorang muslim sejati adalah mampu bersyukur kepada Allah SWT dalam
kemakmuran, dan pasrah kepada kehendak-Nya ketika dalam kesulitan”
(HR Muslim)
“The way to be ahead is getting started now. If you start now, next year you will
see many things that are now unknown, and you will not know the future if you
waiting.” (William Feather).
“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat
suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya
ia dengan kemajuan selangkah pun” (Bung Karno).
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada :
Kedua Orangtua yang menjadi sumber semangat
dalam setiap perjalananku.
SANWACANA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
penulis sanjung agungkan kepada Baginda Rasulallah Muhammad SAW yang
selalu istiqomah mensyiarkan agama Islam hingga akhir hayatnya. Dengan
selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung sekaligus Penguji atas segala saran dan nasehat yang
telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
2. Dr. Ir. Afandi, M.P. selaku pembimbing pertama yang telah membimbing dan
memberikan arahan, saran, dan kritik yang membangun bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
3. Ir. Hery Novpriansyah, M.Si. selaku pembimbing kedua yang telah
membimbing dan memberikan saran serta kritik yang membangun bagi
penulis selama melakukan penulisan skripsi.
4. Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Agroteknologi.
5. Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc. selaku Ketua Bidang Ilmu
Tanah.
6. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P. selaku dosen pembimbing akademik,
atas bimbingan dan nasehat selama ini.
7. Bapak Bambang prayitno selaku pihak dari PT Great Giant Food (GGF) atas
bantuan yang diberikan selama penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Staf Laboratorium Bapak Suwarto, S.P., Ibu Rahmatus dan Adi Setiawan
yang telah banyak membantu dalam melaksanakan penelitian.
9. Keluarga dirumah : Bapak Heriyadi, Ibu Yuliani, Kakak Heni Wahyuni, Adik
Suwandi Rahman, Arifin Chairansyah dan Rahmad Ghany atas segala doa
dan dukungannya.
10. Sahabat-sahabat tercinta, Mai Linda Safitri, S.E., Dike Damayanti, S.H.,
Angela Adiratnasari, S.Pd., Ismi Nurhayati, S.Si dan M. Fathur Rahman atas
segala dukungan, motivasi dan kritik yang membangun selama ini.
11. Kakak tingkat Dominicus A, S.P., Arif Wicaksono, S.P., Galang Indra Jaya,
S.P., Siti Bherliana Maharani, S,P., dan Siti Nurrohmah, S.P. atas bantuannya
selama penulisan skripsi ini.
12. Teman-teman 4GGF, Vivi Liansari, S.P., Sherly Megawati, S.P dan Dimas
Pranata Gama, S.P atas dukungan, pengalaman dan motivasi selama
penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.
13. Teman-teman KKN Mataram Baru, Emi Yunida, Nita Apriyani, Resti Ayu
Prabowo, Yandi Permana Hidayat, M. Yasier, dan Putra Jaya Nugraha atas
segala dukungan, motivasi, dan bantuan yang diberikan selama ini.
14. Teman-teman seperjuanganku Yuves, Uun, Tunsiyah, Zaki, Mifta, Silfi,
Yecti, Nico, Galih, Resti, Alvika, dan Alfan atas segala bantuan, dukungan
dan motivasi selama masa perkuliahan hingga terselesaikannya penulisan
skripsi ini.
15. Teman-teman Agroteknologi 2014, khususnya Agroteknologi kelas D atas
keceriaan, dukungan dan pengalaman yang diberikan selama kuliah di
Jurusan Agroteknologi.
16. Semua pihak yang telah berjasa dan turut berperan dalam penulisan skripsi
ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Karena
sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Oktober 2018
Penulis,
Siti Chairani
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ v
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.3 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 3
1.4 Hipotesis ........................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah Ultisol ..................................................................................... 9
2.2 Bahan Organik ................................................................................... 10
2.3 Kotoran Sapi ...................................................................................... 12
2.4 Nisbah Dispersi .................................................................................. 14
2.5 Tekstur Tanah .................................................................................... 15
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 18
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................. 18
3.3 Rancangan Percobaan ........................................................................ 19
3.4 Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 20
3.4.1 Penentuan Lokasi Penelitian .................................................. 20
3.4.2 Penentuan Lokasi Titik Pengambilan Sampel ...................... 20
3.4.3 Pengambilan Sampel Tanah .................................................. 21
3.5 Variabel Pengamatan ........................................................................ 21
3.5.1 Nisbah Dispersi ...................................................................... 21
3.5.2 Distribusi Mikroagregat ......................................................... 24
3.5.3 Variabel Pendukung .............................................................. 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 29
ii
4.1.1 Rekapitulasi Analisis Ragam Variabel Penelitian ................. 29
4.1.2 Distribusi Mikroagregat ........................................................ 30
4.1.3 Nisbah Dispersi ..................................................................... 32
4.1.4 Daya Menahan Air ................................................................ 34
4.2 Pembahasan ....................................................................................... 36
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ........................................................................................... 41
5.2 Saran ................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Tabel 10 – 23 .............................................................................................. 45
Gambar 4 – 10 ............................................................................................ 52
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi Kotoran Sapi .................................................................. 13
Tabel 2. Interpretasi Data Nisbah Dispersi .................................................... 24
Tabel 3. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh bahan organik
terhadap sifat tanah .......................................................................... 29
Tabel 4. Pengaruh bahan organik terhadap mikroagregat tanah. ................... 30
Tabel 5. Distribusi Mikroagregat pada setiap dosis bahan organik. .............. 31
Tabel 6. Pengaruh bahan organik terhadap Nisbah dispersi tanah................. 32
Tabel 7. Kriteria nisbah dispersi pada setiap dosis bahan organik. ............... 33
Tabel 8. Pengaruh bahan organik terhadap daya menahan air tanah. ........... 34
Tabel 9. Pengaruh bahan organik terhadap kadar air dan
daya menahan air tanah .................................................................. 35
Tabel 10. Data Uji Pendahuluan Tekstur Tanah .............................................. 46
Tabel 11. Data Analisis Tekstur Tanah Terdispersi ........................................ 46
Tabel 12. Data Analisis Tekstur Tanah Tidak Terdispersi (Air Saja) .............. 47
Tabel 13. Pengaruh Bahan organik terhadap nisbah dispersi tanah. ............... 47
Tabel 14. Kandungan C-Organik dan Bahan Organik Tanah ……………….. 48
Tabel 15. Uji Homogenitas Ragam Pengaruh Bahan Organik
Terhadap Nisbah Dispersi Tanah. .................................................... 48
iv
Tabel 16. Analisis Ragam Hasil Pengaruh Bahan Organik
Terhadap Nisbah Dispersi Tanah. .................................................... 48
Tabel 17. Pengaruh Bahan organik terhadap mikroagregat tanah. ................. 49
Tabel 18. Uji Homogenitas Ragam Pengaruh Bahan Organik Terhadap
Mikroagregat Tanah. ........................................................................ 49
Tabel 19. Analisis Ragam Hasil Pengaruh Bahan Organik Terhadap
Mikroagregat Tanah. ........................................................................ 49
Tabel 20. Pengaruh Bahan organik terhadap Daya Menahan Air Tanah. ........ 50
Tabel 21. Uji Homogenitas Ragam Pengaruh Bahan Organik Terhadap Daya
Menahan Air Tanah ……………………………………………….. 50
Tabel 22. Analisis Ragam Hasil Pengaruh Bahan Organik Terhadap Daya
Menahan Air Tanah.......................................................................... 50
Tabel 23. Data Analisis Daya Menahan Air Tanah dan Kadar Air Tanah. .... 51
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Perubahan kestabilan agregat setelah penambahan bahan organik ....... 6
Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran ............................................... 7
Gambar 3. Tanaman Nanas terserang penyakit busuk hati .............................. 40
Gambar 4. Lokasi Pengambilan Sampel (Lokasi 86)....................................... 52
Gambar 5. Lokasi Pengambilan Sampel (Kontrol). ......................................... 52
Gambar 6. Pengambilan Sampel Tanah. .......................................................... 53
Gambar 7. Pengayakan Sampel Tanah Analisis. ............................................. 53
Gambar 8. Analisis Tektur Tanah ................................................................... 54
Gambar 9. Analisis Daya Menahan Air ........................................................... 54
Gambar 10. Analisis C-Organik Tanah. ........................................................... 55
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap jenis tanah memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri, seperti
halnya pada tanah Ultisol atau lebih dikenal dengan nama tanah Podsolik Merah
Kuning (PMK) yang menurut Prasetyo et al., (2005) merupakan jenis tanah
dengan peyebaran yang luas di Indonesia yaitu sekitar 45,79 juta ha yang
mendominasi tanah lahan kering di daerah Sumatera, Kalimantan dan Papua.
Berdasarkan hal itu, tanah ultisol memiliki potensi yang besar dalam
pengembangan budidaya pertanian.
Tanah Ultisol adalah lahan marginal dengan kandungan hara yang umumnya
rendah akibat dari pencucian basa yang berlangsung secara intensif dan
kandungan bahan organik yang rendah akibat dari proses dekomposisi yang
berjalan cepat. Permasalahan utama pada jenis tanah ultisol salah satunya adalah
sifat fisiknya. Permasalahan sifat fisik ini menjadi dasar banyaknya masalah pada
tanah Ultisol, diantaranya masalah retensi dan transmisi air, penetrasi akar, dan
kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, total ruang pori
rendah, permeabilitas yang lambat, dan daya simpan air terbatas
(Notohadiprawiro, 2006).
2
Watanabe (2017) telah melakukan evaluasi stabilitas bahan organik tanah yang
dibutuhkan untuk mempertahankan kualitas tanah dengan menggunakan kotoran
sapi dan biochar pada lahan kering dan lahan padi di lahan Nagoya University,
Jepang. Evaluasi dilakukan dalam 2 (dua) tahap pengaplikasian bahan organik
yaitu pada periode pertama atau pada periode 0 – 19 tahun digunakan kotoran sapi
sebanyak 400 t ha-1
tahun-1
, sedangkan pada peroide 19 – 28 tahun diaplikasikan
kotoran sapi sebanyak 200 t ha-1
tahun-1
. Evaluasi yang dilakukan menunjukan
bahwa kotoran sapi tidak memberikan pengaruh terhadap agregat, absorbsi
mineral sehingga tidak ada stabilisasi pada tanah yang terjadi akibat dari
pemberian kotoran sapi.
Di Indonesia, tanah Ultisol umumnya belum dapat ditangani dengan baik, tanah
ultisol memiliki kendala utama dalam pengembangannya untuk lahan pertanian
yaitu karena tanah Ultisol termasuk tanah dengan keharaan yang rendah
(Prahastuti, 2005). Hanafiah (2005) menyampaikan bahwa bahan organik dapat
memperbaiki sifat-sifat tanah diantaranya dengan cara merangsang granulasi,
menurunkan plastisitas dan kohesi tanah serta memperbaiki struktur tanah dan
meningkatkan daya tanah menahan air sehingga kelembaban dan temperatur tanah
menjadi lebih stabil. Bahan organik dapat memperbaiki sifat tanah karena bahan
organik yang berasal dari tumbuhan atau hewan yang terdekomposisi dapat
menjadi bagian dari padatan tanah (Salam, 2012).
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka penelitian ini dilakukan
untuk menjawab rumusan masalah yaitu apakah bahan organik setelah
3
diaplikasikan ± 1 tahun akan berpengaruh terhadap nisbah dispersi tanah pada
lahan ultisol di PT Great Giant Pineapple?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dikemukakan maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bahan organik setelah
diaplikasikan ± 1 tahun terhadap nisbah dispersi pada lahan ultisol di PT Great
Giant Pineapple, Lampung Tengah.
1.3 Kerangka Pemikiran
Tanah Ultisol memiliki potensi yang cukup besar dalam pengembangan budidaya
pertanian, akan tetapi dalam pengelolaannya tanah Ultisol menghadapi kendala
baik sifat fisik, kimia maupun biologi. Kendala sifat fisik pada tanah ultisol
adalah kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, total ruang
pori yang rendah, permeabilitas yang lambat, dan daya pegang air yang rendah
(Prasetyo et al., 2005). Permasalahan pada tanah Ultisol perlu diatasi dengan
beberapa cara diantaranya penggunaan bahan organik yang diaplikasikan ke
dalam tanah sehingga sifat- sifat tanah Ultisol dapat diperbaiki (Winarso, 2005).
Perbaikan sifat fisik tanah Ultisol dilakukan agar tanah tidak mudah terdispersi
dan nilai nisbah dispersi dapat ditekan. Peningkatan nilai perbandingan dispersi
menunjukan bahwa tanah makin mudah tersuspensi dan terangkut oleh aliran air,
sehingga tanah menjadi rentan terhadap erosi air (Notohadiprawiro, 2006).
4
Peningkatan nilai nisbah dispersi dipengaruhi oleh struktur yang dapat
memodifikasi pengaruh tekstur dalam hubungannya dengan porositas, tersedianya
unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pertumbuhan, sehingga struktur tanah
berpengaruh terhadap sistem dan gerakan air (Foth, 1994).
Ketahanan tanah terhadap dispersi ditentukan oleh bahan perekatnya. Partikel
pasir, liat dan debu membentuk bangunan atau agregat, dalam hal ini pasir dan
debu berperan sebagai kerangka sedangkan liat dan bahan organik yang akan
berfungsi sebagai bahan perekat tanah (Salam, 2012). Sumber primer bahan
organik tanah adalah jaringan organik tanaman sedangkan sumber sekunder bahan
organik tanah berasal dari jaringan organik fauna/hewan termasuk kotorannya.
Dalam pengelolaannya bahan organik diaplikasikan dalam bentuk pupuk kandang,
kompos dan pupuk hayati (Hanafiah, 2005).
Bahan organik membantu mengikat butiran liat membentuk ikatan butiran yang
lebih besar sehingga memperbesar ruang-ruang udara diantara ikatan butiran
sehingga tanah lebih stabil (Schjønning et al., 2007 dalam Intara et al., 2011).
Kandungan bahan organik yang semakin banyak menyebabkan air yang berada
dalam tanah akan bertambah banyak. Bahan organik dalam tanah dapat menyerap
air 2–4 kali lipat dari berat bobotnya yang berperan dalam ketersediaan air (Sarief,
1985 dalam Intara et al., 2011).
Penambahan bahan organik dalam tanah dapat dilakukan dengan cara pemberian
pupuk organik. Keuntungan dari penambahan pupuk organik ke dalam tanah
tidak hanya terletak pada kadar unsur haranya saja tetapi juga mempunyai peranan
lain yaitu memperbaiki keadaan struktur, aerasi, kapasitas menahan air tanah,
5
mempengaruhi atau mengatur keadaan temperatur tanah dan menyediakan suatu
zat hasil perombakan yang dapat membantu pertumbuhan tanaman (Purnomo et
al., 1992 dalam Intara et al., 2011).
Menurut Tisdall et al., (1982) bahan organik memiliki 3 sifat yaitu temporary,
transient dan persistent, yang ketiga nya berasal dari bahan yang berbeda serta
mempengaruhi agregasi dengan cara berbeda. Akar tanaman dan hifa jamur
membantu proses pembentukan makroagegat tanah yang sifatnya temporary,
Sedangkan bahan dengan kandungan polisakarida serta bahan yang mampu
membentuk jembatan kation akan membantu proses pembentukan mikroagegat
tanah yang sifatnya transient dan persistent.
Bahan organik dan aktivitas mikroorganisme akan mempengaruhi proses agregasi
tanah pada partikel berukuran <20µm dan membentuk mikroagregat.
Mikroagregat berukuran 2 - 20µm terbentuk melalui proses flokulasi partikel-
partikel tanah. Kation bermuatan tinggi seperti Ca2+
dan Al3+
akan meningkatkan
flokulasi pada partikel liat. Pembentukan kompleks ikatan antara liat dan kation
bermuatan tinggi akan meningkatkan proses agegasi oleh bahan organik (Tisdall
et al., 1982).
Berdasarkan penelitian Tisdall et al., (1982) menunjukkan bahwa bahan organik
dari sumber berbeda memiliki pengaruh dalam jangka waktu yang bervariasi
(Gambar 1). Salah satunya bahan organik dengan kandungan polisakarida yang
dominan seperti pada kotoran sapi mampu berpengaruh terhadap kestabilan tanah.
akan tetapi, pengaruh yang diberikan hanya akan bertahan sekitar 3 bulan pertama
6
yang kemudian menurun hingga pada bulan ke-9 sehingga pengaruh yang
diberikan menjadi setara dengan perlakuan kontrol.
Gambar 1. Perubahan kestabilan agregat setelah penambahan bahan organik (Tisdall et
al., 1982)
Watanabe (2017) menyampaikan bahwa evaluasi kestabilan tanah yang dilakukan
selama 28 tahun dengan menggunakan kotoran sapi tidak berpengaruh terhadap
perbaikan sifat fisik tanah tersebut dan berdasarkan informasi pribadi dari PT.
Great Giant Food (GGF) bahwa pemberian kotoran sapi pada tanah tidak
berpengaruh atau tidak dapat meningkatkan produksi tanaman budidaya di PT.
Great Giant Food (GGF).
7
Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Penelitian.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang dikemukakan, maka diperoleh hipotesis
dalam penelitian ini yaitu pemberian bahan organik setelah diaplikasikan ± 1
Ultisol
Sifat Fisik Buruk Sifat Kimia Buruk
Penanganan
Olah Tanah Bahan Organik
Sisa Tanaman Sisa Hewan
Berpengaruh terhadap
Sifat – sifat Tanah
Ikatan Bahan
Organik dengan
Tanah
Nisbah Dispersi
Hanya Bertahan 2
-3 Bulan dan
menurun secara
signifikan hingga
bulan ke 9.
(Tisdall, 1982)
Tidak Berpengaruh
Terhadap Produksi
Tanaman Budidaya
(Informasi Pribadi
PT. GGF)
Tidak
Berpengaruh
Terhadap
Kestabilan Tanah
(Watanabe, 2017)
8
tahun berupa kompos dengan kandungan 90% kotoran sapi pada tanah tidak dapat
meningkatkan kestabilan tanah dengan pendekatan nisbah dispersi tanah pada
lahan ultisol di PT Great Giant Pineapple, Lampung Tengah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah Ultisol
Kata Ultisol berasal dari bahasa latin “ultimus” yang berarti terakhir. Tanah
Ultisol telah mengalami banyak pelapukan sehingga kejenuhan basa tinggi dan
sering mengalami pencucian. Tanah Ultisol memiliki horizon argilik dan horizon
kandik dengan kejenuhan basa sekitar kurang dari 35 % pada horizon yang rendah
(Soil Survey Staf, 1999). Tanah Ultisol memiliki potensi yang cukup besar dalam
pengembangan budidaya pertanian, akan tetapi dalam pengelolaannya tanah
Ultisol menghadapi kendala baik sifat fisik, kimia maupun biologi. Kendala sifat
fisik pada tanah Ultisol adalah kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah
mudah padat, total ruang pori yang rendah, permeabilitas yang lambat, dan daya
pegang air yang rendah (Prasetyo et al., 2005).
Tanah Ultisol adalah jenis tanah mineral asam (acid soil) yang berpotensi besar
untuk perluasan dan peningkatan produksi pertanian di Indonesia. Kendala utama
pengembangan tanah ultisol untuk lahan pertanian adalah karena termasuk tanah
yang mempunyai harkat keharaan yang rendah (Prahastuti, 2005). Tanah Ultisol
umumnya berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Warna tanah ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah bahan organik,
kandungan mineral primer fraksi ringan, serta oksida besi seperti goethit dan
10
hematit akan memberikan warna kecoklatan hingga merah (Prasetyo dan
Suriadikarta, 2006). Tanah Ultisol memiliki ciri yang merupakan masalah bagi
budidaya tanaman yaitu: pH rendah, kejenuhan Al tinggi, daya semat fosfat kuat,
kejenuhan basa rendah, kandungan bahan organik tanah yang rendah, daya simpan
air terbatas, derajat agregasi rendah dan kemantapan agregat lemah
(Notohadiprawiro, 2006). Kandungan bahan organik pada tanah Ultisol umumnya
rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi.
Tanah Ultisol merupakan tanah yang mengalami proses pencucian yang intensif
yang menyebabkan ultisol miskin secara kimia dan fisik (Prasetyo dan
Suriadikarta, 2006).
2.2 Bahan Organik
Bahan organik berperan dalam peningkatan kesuburan tanah dan sebagai penentu
produktivitas tanah. Bahan organik berperan penting terhadap sifat fisik, kimia
dan biologi tanah. Berkaitan dengan kesuburan fisik tanah, bahan organik
berperan dalam memperbaiki struktur tanah melaui agregasi dan aerasi tanah,
memperbaiki kapasitas menahan air, mempermudah pengolahan tanah dan
meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi. Usaha untuk mempertahankan dan
meningkatkan bahan organik tanah perlu dilakukan pengelolaan yang tepat, yaitu
dengan melakukan penambahan bahan organik. Bahan organik tanah merupakan
salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang berperan sebagai bahan perekat
antar partikel tanah untuk membentuk agregat tanah, sehingga bahan organik
penting dalam pembentukan struktur tanah (Atmojo, 2003).
11
Bahan organik adalah bahan yang mampu memantapkan agregat tanah, berperan
sebagai sumber hara tanaman serta sumber energi bagi organisme tanah. Sekitar
setengah dari kapasitas kation berasal dari bahan organik. Bahan organik berasal
dari dua sumber yaitu sumber primer yang berasal dari jaringan tanaman yang
mengalami dekomposisi, sedangkan sumber sekunder berasal dari binatang yang
terlebih dahulu menggunakan bahan organik tanaman kemudian menyumbangkan
bahan organik. Sumber dan komposisi bahan organik menentukan kecepatan
dekomposisi dan senyawa yang dihasilkan (Hakim et al., 1986). Menurut
Mowidu (2001) pemberian 20 – 30 t ha-1
bahan organik berpengaruh nyata dalam
meningkatkan porositas total, jumlah pori berguna, jumlah pori penyimpan lengas
dan kemantapan agregat serta menurunkan kerapatan zarah, kerapatan bongkah
dan permeabilitas.
Bahan organik mentah dengan nisbah C/N yang tinggi, jika diaplikasikan ke
dalam tanah secara langsung akan berdampak negatif terhadap kesediaan hara
tanah karena bahan organik akan langsung digunakan oleh mikrobia untuk
memperoleh energi. Mikrobia akan memerlukan hara untuk tumbuh dan
berkembang, yang diambil dari tanah yang digunakan oleh tanaman, sehingga
mikrobia dan tanaman akan bersaing merebutkan hara yang ada. Hara yang
diperebutkan menjadi tidak tersedia di dalam tanah karena telah berubah menjadi
senyawa organik mikroba, hal ini disebut sebagai immobilisasi hara. Untuk
menghindari persaingan hara perlu dilakukan proses pengomposan terlebih dahulu
terhadap bahan organik. Proses pengomposan adalah suatu proses penguraian
bahan organik dari bahan dengan nisbah C/N tinggi (mentah) menjadi bahan yang
mempunyai nisbah C/N rendah (kurang dari 15) (matang) dengan upaya
12
mengaktifkan kegiatan mikrobia pendekomposer (bacteri, fungi, dan
actinomicetes) (Atmojo, 2003). Aktivitas mikroorganisme yaitu merombak sisa-
sisa tanaman dan penyusunan beberapa campuran bahan organik. Humus adalah
bahan organik yang telah mengalami perombakan secara ekstensif sehingga
terjadi perubahan (Foth, 1994).
Pada proses pengomposan bahan organik dengan sumber yang memiliki
kandungan lignin tinggi akan menyebabkan kecepatan mineralisasi N terhambat.
Lignin adalah senyawa polimer pada jaringan tanaman berkayu, yang mengisi
rongga antar sel tanaman, sehingga menyebabkan jaringan tanaman menjadi keras
dan sulit untuk dirombak oleh organisme tanah. (Atmojo, 2003).
Proses perombakan bahan organik pada tahap awal bersifat hidrolisis karena
proses ini berlangsung dengan adanya air dan enzim hidrolisa ekstra selular yang
menghasilkan senyawa yang lebih sederhana dan mudah larut dalam air sehingga
mikroorganisme dapat memanfaatkannya terutama dalam kondisi aerobik.
Perombakan selanjutnya dalam kondisi aerobik dengan hasil akhirnya CO2 dan
H2O. Dalam kondisi anaerobik, hasil samping adalah asam asetat, asam
propionat, asam laktat, asam butirat dan asam format serta alkohol dan gas-gas
CO2, H2 dan metan (CH4) (Sugito et al., 1995).
2.3 Kotoran Sapi
Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran
hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan. Selama ini sisa
13
tanaman dan kotoran tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai pengganti
pupuk buatan. Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami
pelapukan dengan ciri yaitu warna yang sudah berbeda dengan warna bahan
pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang. Proses
pembuatan dan pemanfaatan kompos dirasa masih perlu ditingkatkan agar dapat
dimanfaatkan secara lebih efektif, menambah pendapatan peternak dan mengatasi
pencemaran lingkungan (Prihandini dan Purwanto, 2007).
Proses pengomposan adalah proses menurunkan C/N bahan organik hingga sama
dengan C/N tanah (20). Selama proses pengomposan, terjadi perubahan
perubahan unsur kimia yaitu: 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan
lilin menjadi CO2 dan H2O; 2) penguraian senyawa organik menjadi senyawa
yang dapat diserap tanaman (Prihandini dan Purwanto, 2007). Berikut ini
komposisi senyawa pada kotoran sapi (Tabel 1).
Komposisi kotoran sapi yang umumnya telah diteliti dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kotoran Sapi
Senyawa Presentase
Hemisellulosa 18,6 %
Selulosa 25,2 %
Lignin 20,2 %
Protein 14,9 %
Nitrogen 1,67 %
Fosfat 1,11 %
Kalium 0,56 %
Sumber : Windyasmara et al., (2012)
Kompos merupakan salah satu komponen untuk meningkatkan kesuburan tanah
dengan memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat pemakaian pupuk anorganik
(kimia) pada tanah secara berlebihan yang dapat merusak struktur tanah dalam
jangka waktu lama (Prihandini dan Purwanto, 2007). Pengolahan kotoran sapi
14
yang mempunyai kandungan N, P dan K yang tinggi sebagai pupuk kompos dapat
mensuplai unsur hara yang dibutuhkan tanah dan memperbaiki struktur tanah
menjadi lebih baik (Setiawan, 2002).
2.4 Nisbah Dispersi
Dispersi adalah penganalisisan sifat-sifat fisika tanah dengan cara melepaskan
butir-butir primer tanah satu sama lain. Pelepasan partikel tanah iini biasa
dilakukan dengan cara mengocok tanah ke dalam larutan kalgon atau bahan
pendispersi lain (Hardjowigeno, 1992). Faktor yang berpengaruh terhadap nisbah
dispersi tanah adalah tekstur tanah, bahan organik, struktur tanah dan
permeabilitas tanah. Tekstur tanah, bahan organik, ukuran dan porsi partikel-
partikel tanah akan mempengaruhi bentuk dan tipe tanah. Nilai nisbah dispersi
tanah yang tinggi menunjukan bahwa sebagian besar debu dan liat mudah
didispersikan oleh air, sebaliknya apabila nisbah dispersi rendah hal tersebut
mengindikasikan bahwa secara aktual hanya sedikit debu dan liat yang
didispersikan oleh air (Boardman et al., 2009).
Dalam suatu agregat, Butir tanah melekat satu sama lain sehingga perlu dilakukan
pemisahan butiran (Partikel) tanah untuk melakukan analisis tanah tersebut
dengan membuang zat perekatnya dan penambahan zat anti flokulasi
(deflocculating agents). Zat perekat yang umum di dalam tanah adalah bahan
organik, kalsium karbonat dan oksida besi (Hillel, 1982 dalam Kurnia, 2006).
Setelah memlalui proses penghilangan zat perekat kemudian tambahkan zat anti
flokulasi, zat yang digunakan adalah sodium hexametafosfat [(NaPO3)6]. Ion Na+
15
yang terkandung didalam sodium hexametafosfat akan mensubtitusi kation yang
memiliki valensi lebih tinggi sehingga partikel liat akan menjadi lebih terhidrasi
dan saling tolak menolak. Setelah dilakukan dispersi secara kimia maka
selanjutnya dilakukan dispersi secara fisik, seperti pengocokan, pengadukan, atau
vibrasi secara ultrasonik (Jury et al., 1991 dalam Kurnia, 2006).
Kemantapan agregat terbagi dua menurut faktor perusak yaitu kemantapan agregat
kering adalah kemampuan agregat bertahan terhadap daya perusak yang berasal
dari gaya-gaya mekanis sedangkan kemantapan agregat basah (Agregat Water
Stability) merupakan manifestasi ketahanan agregat terhadap daya rusak air
(Utomo, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan agregat antara lain pengolahan
tanah, aktivitas mikroorganisme tanah, dan penutupan tajuk tanaman pada
permukaan tanah yang dapat menghindari splash erosi akibat curah hujan tinggi.
Agregat tanah terbentuk karena proses flokulasi dan fragmentasi, flokulasi terjadi
jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian
bergabung membentuk agregat, sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah dalam
keadaan masif, kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil
(Santi et al., 2008).
2.5 Tekstur Tanah
Besarnya partikel tanah relatif sangat kecil, atau dikenal dengan istilah tekstur.
Tekstur menggambarkan tingkat kekasaran maupun kehalusan butiran tanah.
16
tekstur ditentukan oleh perimbangan kandungan antara pasir, debu dan liat dalam
tanah. Kerikil dan partikel yang lebih besar lagi ukurannya tidak diperhitungkan
dalam pengukuran tekstur karena material ini tidak mengambil peranan penting
dalam penentuan tekstur tanah. Segumpal tanah tidak hanya tersusun oleh satu
macam fraksi tanah secara tersendiri. Sekurang-kurangnya ada bagian kecil dari
fraksi lainnya dalam tanah tersebut (Rafi’i, 1990).
Pada tanah dengan dominasi fraksi tertentu akan memiliki tekstur sesuai dengan
dominasi fraksi pada tanah tersebut. Seperti pada tanah dengan dominasi fraksi
debu akan memiliki tekstur debu, begitu pula pada tanah dengan dominasi fraksi
pasir akan memiliki tekstur pasir dan pada tanah dengan dominasi fraksi liat akan
memiliki testur liat. Sebagian tanah memiliki tekstur tertentu dengan suatu fraksi
yang cukup signifikan sehingga terdapat tanah dengan tekstur berdebu, berliat
maupun berpasir, hal ini ditentukan dengan bantuan segitiga tekstur (Salam,
2012).
Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah dengan
tekstur yang kasar memiliki daya menahan air yang rendah daripada tanah dengan
tekstur yang lebih halus. Maka, tanaman pada tanah pasir umumnya lebih mudah
mengalami kekeringan daripada tanah dengan teksur liat atau lempung. Air dalam
jumlah yang berlebih maupun kurang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Ketersediaan air didalam tanah dipengaruhi oleh banyaknya curah hujan atau air
irigasi, kemampuan menahan air, besarnya evapotranspirasi, tinggi muka air tanah
dan kadar bahan organik tanah serta senyawa kimiawi atau kandungan garam-
garam, dan kedalaman solum tanah atau lapisan tanah.
17
Luas permukaan fraksi mencerminkan luas situs yang dapat bersentuhan dengan
air, energi dan bahan lainnya, sehingga makin dominan fraksi pasir maka daya
menahan tanah terhadap ketiga hal tersebut semakin kecil dan sebaliknya apabila
liat yang mendominasi tanah tersebut (Hanafiah, 2005). Tanah-tanah yang
bertekstur pasir memiliki butiran dengan ukuran yang lebih besar, maka setiap
satuan berat (gram) memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga air dan
unsur hara sulit diserap. Tanah-tanah yang bertekstur liat, karena lebih halus
maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga
kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara lebih tinggi (Soetedjo dan
Kartasapoetra, 2002).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada lahan yang telah diaplikasikan bahan organik
berupa 90% kotoran sapi dengan dosis berbeda di PT Great Giant Food (GGF),
Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan analisis tanah telah dilakukan di
Laboratorium Fisika Tanah, Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Unversitas
Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2018 sampai dengan
bulan Mei 2018.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu cangkul, sekop,
meteran, pisau, spidol, plastik, ring sampel, timbangan, tabung ukur, kertas label,
ayakan 2 mm, thermometer, pengaduk listrik, dan hydrometer serta alat
pendukung analisis lainnya.
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu sampel tanah dari
lahan dengan aplikasi bahan organik berupa kompos dari 90% kotoran sapi,
larutan Calgon atau Sodium Hexametaphospate ((NaPO3)6) 5%, Hidrogen
Peroksida (H2O2) 30 % dan aquades serta bahan pendukung analisis lainnya.
19
3.3 Rancangan Percobaan
Penelitian ini dirancang dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4
perlakuan percobaan dan ulangan pada setiap perlakuan sebanyak 5 kali sehingga
diperoleh 20 sampel percobaan. Pengambilan sampel dilakukan pada tanah
dengan kedalaman 0-20 cm.
Formasi empat perlakuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. BO0 = Bahan Organik 0 t ha-1
(Kontrol)
2. BO1 = Bahan Organik 50 t ha-1
3. BO2 = Bahan Organik 100 t ha-1
4. BO3 = Bahan Organik 180 t ha-1
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam pada taraf 5%
yang terlebih dahulu diuji homogenitas ragamnya dengan menggunakan Uji
Bartlett dan aditivitasnya diuji dengan Uji Tukey. Rata-rata nilai tengah dari data
yang diperoleh diuji dengan uji BNT 5%. Pengambilan sampel dilakukan dengan
metode simple random sampling (SRS) atau pengambilan contoh acak sederhana.
Sampel tanah yang digunakan diambil dalam bentuk sampel tanah terganggu.
Penentuan titik pengambilan sampel ditentukan secara acak dengan mengambil 3
titik sampel pada setiap ulangan yang kemudian di kompositkan.
20
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan adalah lahan milik di PT Great Giant Food. Lokasi
survei ditentukan berdasarkan dosis bahan organik yang sebelumnya diberikan
pada lahan tersebut. Banyaknya dosis bahan organik yang diberikan pada lahan
yang dilakukan survei sesuai dengan dosis yang digunakan oleh PT Great Giant
Food. yaitu 0 t ha-1
; 50 t ha-1
; 100 t ha-1
; dan 180 t ha-1
.
3.4.2 Penentuan Lokasi Titik Pengambilan Sampel
Lokasi titik pengambilan sampel ditentukan secara acak untuk mewakili keadaan
lahan. Pada penelitian ini banyaknya titik sampel yang diambil yaitu sebanyak 3
titik pada 4 tempat pengambilan pada masing-masing lahan yang telah
diaplikasikan bahan organik sebanyak 0 t ha-1
; 50 t ha-1
; 100 t ha-1
dan 180 t ha-1
.
Perlakuan 0 t ha-1
, 50 t ha-1
dan 100 t ha-1
merupakan dosis standar
pengaplikasian bahan organik di PT Great Giant Food. Lahan dengan perlakuan
0 t ha-1
adalah lahan yang tidak diberi perlakuan bahan organik dan digunakan
sebagai kontrol dengan kondisi permukaan lahan berupa bagian tanaman sisa
panen yang belum diangkat. Lahan dengan perlakuan 50 t ha-1
pada lokasi 407 L
adalah lahan yang telah di aplikasikan bahan organik sejak Agustus 2017 dan
Lahan dengan perlakuan 100 t ha-1
pada lokasi 407 K adalah lahan yang telah di
aplikasikan bahan organik sejak September 2017 sedangkan lahan dengan dosis
21
180 t ha-1
pada lokasi 86 adalah lahan project yang dilakukan PT Great Giant
Food dan telah diaplikasikan bahan organik sejak Mei 2017.
3.4.3 Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah pada setiap lokasi dilakukan pada kedalaman 0 – 20
cm pada tiga titik berbeda yang kemudian dikompositkan. Sampel tanah yang
diambil berupa sampel tanah terganggu. Sampel tanah terganggu diambil
menggunakan cangkul dan sekop pada kedalaman 0 – 20 cm. Sampel tanah
diambil pada lahan yang telah diberi bahan organik berdasarkan dosis perlakuan
yang dibutuhkan di PT Great Giant Food, Terbanggi Besar, Lampung Tengah.
3.5 Variabel Pengamatan
3.5.1 Nisbah Dispersi
Variabel utama yang diamati pada penelitian ini yaitu Nisbah Dispersi tanah.
Dispersi adalah penganalisisan sifat-sifat fisika tanah dengan cara melepaskan
butir-butir primer tanah satu sama lain. Hal ini biasa dilakukan dengan cara
mengocok tanah ke dalam larutan kalgon atau bahan pendispersi lain
(Hardjowigeno, 1992).
Untuk mengetahui nilai perbandingan dispersi tanah dalam penelitian ini
dilakukan dengan membandingkan 2 cara analisis yaitu analisis tekstur tanah
dengan penambahan Calgon + H2O2+Air yang akan menghasilkan % fraksi
22
terdispersi dan analisis tekstur tanah dengan mengggunakan Air saja yang akan
menghasilkan % fraksi tak terdispersi. Analisis tekstur tanah dilakukan dengan
menggunakan metode hydrometer.
Prosedur analisis dengan penggunaan Calgon + H2O2+Air , dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut :
1. 50 g tanah dimasukan kedalam gelas Erlenmeyer 500 ml, tambahkan 100 ml
air dan 25 ml H2O2 kemudian dibiarkan semalaman.
2. Lalu suspensi dipanaskan diatas hotplate dan tambahkan 10 ml H2O2, setelah
mendidih angkat suspensi dari atas hotplate kemudian dinginkan.
3. Setelah dingin, masukan 100 ml larutan Calgon dan biarkan semalaman.
4. Kocok suspensi dengan alat pengocok selama 5 menit, lalu masukan kedalam
tabung sedimentasi 1000 ml dan tambahkan air hingga mencapai 1000 ml.
5. Kemudian aduklah suspensi dengan menggunakan alat pengaduk.
6. Nyalakan stopwatch bersamaan dengan diangkatnya alat pengaduk, setelah
20 detik masukan hydrometer secara perlahan lalu baca angka yang
ditunjukan hydrometer pada detik ke 40 sebagai H1. Lalu angkat hydrometer
dan masukan Termometer untuk mengukur Suhu (T1).
7. Biarkan suspensi dan lakukan pembacaan kedua setelah 2 jam (H2).
8. Buat larutan Blanko dengan memasukan 100 ml Calgon dan air kedalam
tabung sedimentasi hingga menjadi 1000ml tanpa menambahkan tanah dan
lakukan pengukuran yang sama.
Prosedur analisis dengan penggunaan air saja dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
23
1. 50 g tanah dimasukan kedalam gelas Erlenmeyer 500 ml,
2. Kemudian tambahkan 100 ml air kedalam Erlenmeyer
3. Kocok suspensi dengan alat pengocok selama 5 menit, lalu masukan kedalam
tabung sedimentasi 1000 ml dan tambahkan air hingga mencapai 1000 ml.
4. Kemudian aduklah suspensi dengan menggunakan alat pengaduk.
5. Nyalakan stopwatch bersamaan dengan diangkatnya alat pengaduk, setelah
20 detik masukan hydrometer secara perlahan lalu baca angka yang
ditunjukan hydrometer pada detik ke 40 sebagai H1. Lalu angkat hydrometer
dan masukan Termometer untuk mengukur Suhu (T1).
6. Biarkan suspensi dan lakukan pembacaan kedua setelah 2 jam (H2).
Persentase pasir, debu dan liat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
( )
( )
( )
( )
Keterangan :
BB = Berat basah tanah
BK = Berat kering tanah
KA = Kadar air tanah
H1 = Angka hidrometer pada 40 detik
H2 = Angka hidrometer pada 120 menit
24
B1 = Angka hidrometer blanko pada 40 detik
B2 = Angka hidrometer blanko pada 120 detik
FK = Faktor Koreksi (FK = 0,36 (T – 20))
T = Suhu suspensi yang diukur setelah 40 detik (T1) atau 120 menit (T2)
Nisbah Dispersi tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumus menurut
Middleton (1930), sebagai berikut:
Nisbah Dispersi =
x 100 %
Data yang diperoleh kemudian dihitung dalam bentuk persen dan di
interpretasikan pada tabel interpretasi data nisbah dispersi berikut ini:
Tabel 2. Interpretasi Data Nisbah Dispersi (Afandi, 2005).
Nisbah Dispesi Interpretasi
<5% Sangat Mantap
6 % - 10 % Mantap
11 % - 15 % Agak Mantap – Nilai yang biasa diperoleh pada tanah yang diolah
16 % - 25 % Agak Kurang Mantap
26% - 30 % Tidak Mantap
> 31 % Sangat Tidak Mantap
3.5.2 Distribusi Mikroagregat
Distribusi mikroagregat dianalisis dengan menggunakan metode yang sama
dengan analisis nisbah dispersi karena kedua analisis yang dilakukan akan
menghasilkan persentase kandungan liat yang sebenarnya dan persentase
kandungan liat yang masih berikatan dengan fraksi lain atau bahan organik
(Mikroagregat). Pada analisis dengan menggunakan Calgon dan H2O2, Tanah
akan mengalami dispersi atau pelepasan partikel-partikel tanah. Sehingga,
25
mikroagregat akan terlepas dari ikatannya dan membentuk partikel seukuran
fraksi pasir dan debu. Hasil analisis diperoleh berdasarkan perhitungan berikut :
Mikroagregat = % liat terdispersi - % Liat tidak terdispersi
% pasir semu = % pasir tidak terdispersi - % pasir terdispersi
% debu semu = % debu tidak terdispersi - % debu terdispersi
Hal ini karena,
Mikroagregat = % pasir semu + % debu semu
3.5.3 Variabel Pendukung
Variabel Pendukung yang diamati pada penelitian ini, yaitu :
a. C-Organik Tanah
Analisis C-organik dilakukan berdasarkan jumlah bahan organik yang mudah
teroksidasi (metode Walkey and Black) dengan tahapan sebagai berikut :
1. 0,5 g tanah ditimbang kemudian ditempatkan pada Erlenmeyer 250 ml.
2. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7C 1N dan goyangkan Erlenmeyer hingga
tercampur dengan tanah.
3. Segera tambahkan H2SO4 pekat sebanyak 10 ml sambil digoyangkan selama
2 menit dan kemudian diamkan selama 30 menit.
4. Setelah dingin, campurkan 100 ml aquades
5. Tambahkan 5 ml Asam Fosfat pekat, 2,5 ml larutan Na-F, dan 5 tetes
Indikator difenilamin kedalam tabung Erlenmeyer.
26
6. Titrasi sampel dengan larutan ammonium ferro sulfat 0,5 N hingga titik akhir
larutan berubah warna menjadi hijau terang.
7. Penetapan Blanko dilakukan dengan melakukan cara tersebut diatas (Tahap
1- 6) tanpa penambahan contoh tanah.
Perhitungan yang akan dilakukan dalam penelitian ini untuk mendapatkan
kandungan C-organik adalah sebagai berikut:
% C-organik = ( )
% Bahan Organik = % C-organik x 1,724
Keterangan :
T = titrasi blangko
S = titrasi sampel
b. Kadar Air Tanah
Penetapan kadar air tanah pada penelitian ini diperoleh dengan metode
gravimetrik dengan tahapan sebagai berikut :
1. Contoh tanah diambil dari kedalaman 0 – 20 cm di lokasi penelitian
2. Kemudian kering anginkan tanah selama +/- 3 – 6 hari (Afandi, 2005).
3. Contoh tanah yang diambil kemudian ditimbang dan diambil sebanyak 10 gr.
4. Timbang wadah dan masukan contoh tanah yang telah ditimbang kedalam
wadah.
5. Keringkan contoh tanah tersebut dalam oven pada suhu 105°C selama 24
Jam.
27
6. Setelah 24 jam, keluarkan contoh tanah dari dalam oven dan dinginkan
kemudian timbangkan contoh tanah beserta wadahnya.
Perhitungan yang akan dilakukan dalam penelitian ini untuk mendapatkan kadar
air tanah adalah sebagai berikut:
BTKO = –
KAT =
Keterangan :
KAT = Kadar Air Tanah (%)
BTKO = Bobot tanah kering oven 105°C
A = Bobot wadah berisi tanah lembab
B = Bobot wadah berisi tanah kering oven 105°C
C = Bobot wadah
c. Kadar Air Kapasitas Lapang dan Daya Menahan Air
Penetapan kadar air kapasitas lapang dan daya menahan air tanah pada penelitian
ini diperoleh dengan metode corong dengan tahapan sebagai berikut :
1. Corong yang akan digunakan dihitung volumenya.
2. Corong diletakkan di atas labu Erlenmeyer 250 ml dan lapisi corong
dengan kertas saring di atasnya.
3. Tanah dimasukkan keatas kertas saring sesuai dengan tanah yang
dibutuhkan berdasarkan rumus berikut ini :
Berat basah tanah yang dibutuhkan = berat kering (1 – Kadar air)
Berat kering tanah diperoleh berdasarkan rumus berikut :
28
Berat kering tanah = Bulk Density x Volume Corong
= (1,2 ) x Volume corong
4. Tuang Air 100 ml keatas corong secara perlahan dan biarkan air menetes
kedalam tabung Erlenmeyer.
5. Setelah tidak ada air yang menetes lagi, ambil 20 g tanah basah tersebut
kemudian oven pada suhu 105°C selama 24 Jam. Dan hitung kadar air
kapasitas lapang dengan rumus berikut ini :
Kadar Air Kapasitas Lapang = –
6. Penentuan daya menahan air diperoleh berdasarkan rumus berikut ini :
Daya menahan air =
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Pemberian bahan organik berupa kompos dengan kandungan 90% kotoran sapi
setelah diaplikasikan ± 1 tahun pada tanah menunjukkan bahwa aplikasi bahan
organik dosis tinggi berpengaruh terhadap nisbah dispersi tanah pada lahan ultisol
dan berpengaruh pula terhadap pendistribusi mikroagregat tanah, serta daya
menahan air tanah. Namun, aplikasi bahan organik tidak mempengaruhi kadar air
tanah (kering udara dan kapasitas lapang) namun tidak dapat meningkatkan
kestabilan tanah dengan pendekatan nisbah dispersi tanah pada lahan Ultisol di PT
Great Giant Pineapple, Lampung Tengah.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, sebaiknya perlu dilakukan penelitian dengan
pendekatan nisbah dispersi melalui penambahan bahan organik yang bersumber
dari bahan lainnya. Selain itu, perlu diperhatikan pengaruh penambahan bahan
organik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi nisbah dispersi tanah dengan
mempertimbangkan sumber-sumber bahan organik yang digunakan serta dampak-
dampak yang terjadi terhadap tanah dan tanaman yang dibudidayakan.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, 2005. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Universitas Lampung.
Lampung. 57 hlm.
Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap kesuburan Tanah dan
Upaya Pengolahannya. Sebelas Maret University Press. Surakarta. 36
hlm.
Boardman, J., S, Mark., l, Walker., Edward, and Foster, D. L. 2009. Soil
Erosion and Risk-Assesment for on and Off-Farm Impact. Journal of
Environmental Management. 90 : 2578-2588.
Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Diterjemahkan Oleh S. Adisoemanto.
Erlangga. Jakarta. 374 hlm.
Hakim, N., M.Y. Nyakpa., A.M. Lubis., S.G. Nugroho., M.A. Diha., G.B. Hong.,
H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
Bandar Lampung. 488 hlm.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
360 hlm.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah Edisi Ketiga. Mediyatama Sarana Perkasa.
Jakarta. 233 hlm.
Intara, Y. I., Sapei, A., Erizal., Sembiring, N dan Djoefrie, M.H.B. 2011.
Pengaruh Pemberian Bahan Organik Pada Tanah Liat dan Lempung
Berliat Terhadap Kemampuan Mengikat Air. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. 16 (2) : 130-135.
Jaya, G.I. 2017. Pengaruh Aplikasi Kompos Terhadap Keterjadian Penyakit
Busuk Hati Phytophthora Sp.) di Perkebunan Nanas (Ananas Comosus)
PT Great Giant Food (GGF) Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 48 hlm.
43
Kurnia, U. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
282 hlm.
Middleton, H.E. 1930. Properties of soils which influence soil erosion. United
States Department of Agriculture. Technical Bulletin. 178 : 1 - 16.
Mowidu, I. 2001. Pengaruh Bahan Organik dan Lempung Terhadap Agregasi dan
Agihan Ukuran Pori Pada Psamment. Tesis. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. 73 hlm.
Notohadiprawiro, T. 2006. Ulitsol, Fakta dan Implikasi Pertaniannya. Ilmu
Tanah Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 13 hlm.
Prahastuti, S.W. 2005. Perubahan Beberapa Sifat Kimia dan Serapan P Jagung
Akibat Pemberian Bahan Organik dan Batuan Fosfat Alam Pada Ultisol
Jasinga. Jurnal Agroland. 12 (1) : 68 – 74.
Prasetyo, B.H., D. Subardja., B. Kaslan. 2005. Ultisols bahan Volkan Andesitik :
Diferensiasi Potensi Kesuburan dan Pengelolannya. Jurnal Tanah dan
Iklim. 23 : 1 -12.
Prasetyo, B.H., dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi, dan
Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol untuk Pengembangan Pertanian
Lahan Kering di Indonesia. Jurnal litbang pertanian 25 (2) : 7-11.
Prihandini, P. W, dan Purwanto, T. 2007. Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos
Berbahan Kotoran Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
14 hlm.
Rafi’i, S. 1990. Ilmu Tanah. Angkasa. Bandung. 84 hlm.
Salam, A.K. 2012. Ilmu Tanah Fundamental. Global Madani Press, Bandar
Lampung. 362 hlm.
Santi, L.P., A. Dariah, dan D.H. Goenadi. 2008. Peningkatan Kemantapan
Agregat Tanah Mineral oleh Bakteri Penghasil Eksopolisakarida. Jurnal
Menara Perkebunan. 76 (2) : 93-103.
Setiawan, A.1. 2002. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
76 hlm.
44
Soetedjo, M.M., A.G. Kartasapoetra. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka
Cipta. Jakarta. 152 hlm.
Sugito, Y., Yulia, N., dan Ellis N. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 84 hlm.
Soil Survey Staff. 1999. Soil Taxonomy : A Basic System of Soil Classification for
Making and Interpreting Soil Surveys. Second Edition. United State
Department of Agricultur. United State of Amerika. 871 hlm.
Tisdall, J.M dan Oades, J.M. 1982. Organic Matter And Water-Stable Aggregates
In Soils. Journal of Soil Science. 33 : 141 – 163.
Utomo, W. H. 1985. Dasar-Dasar Fisika Tanah. Universitas Brawijaya. Malang.
196 hlm.
Watanabe. A. 2017. Stability Of Soil Organic Matter In Soil Management
For Sustainable Agriculture. Proceeding Of International
Symposium On Soil Mangement For Sustainable Agriculture 2017 : 15-16.
Agustus 2017, Gifu, Japan.
Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah : Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah.
Gava Media. Yogyakarta. 269 hlm.
Windyasmara, L., Pertiwiningrum, A., L. M. Yusiati. 2012. Pengaruh Jenis
Kotoran Ternak Sebagai Substrat dengan Penambahan Serasah Daun Jati
(Tectona grandis) Terhadap Karakteristik Biogas pada Proses Fermentasi.
Buletin Peternakan. 36 (1) : 40 -47.
Top Related