Etiologi Maloklusi
Herediter
Lundstrom, menenilit pada anak kembar dan menemukan ciri-ciri yang sama yang
berhubungan dengan keturunan, yaitu: ukuran gigi, panjang dan lebar lengkung, gigi
berdesakan dan diastema, serta overjet. Pada ras yang berbeda memiliki bentuk
kepala yang berbeda. Pada individu dengan bentuk muka yang lebar memiliki bentuk
lengkung rahang yang lebar pula, demikian juga pada bentuk muuka sempit terdapat
lengkung rahang yang sempit pula. (FKG UNEJ. 2009: 126-127)
Kebiasaan Jelek
Tulang merupakan jaringan yang responsive terhadap tekanan. Peranan otot sangat
menentukan. Bila terjadi malrelasi RA dan RB fungsi normal otot tergagnggu.
Gangguan keseimbangan tekanan intra dan ekstra oral akan menyebabkan maloklusi.
Penelanan abnormal dapat menyebabkan gigi anterior terbuka dan gigi anterior
terdorong ke labial. (FKG UNEJ. 2009: 129)
Kehilangan Prematur Gigi Sulung
Salah satu fungsi dari gigi sulung adalah menyediakan tempat bagi gigi permanen
pengggantinya, dan secara tidak langsung juga mempertahankan panjang lengkung
geligi. Penyebab dari kelainan ini dalah karies dan trauma. Maloklusi yang
disebabkan oleh adanya kehilangan premature gigi sulung sangat sering dijumpai hal
ini dikarenakan indeks karies pada anak masih tergolong tinggi juga ditunjang
dengan masih rendahnya kesadaran orangtua untuk merawatkan gigi ank-anaknya
sedini mungkin. Apabila terjadi loss premature maka akan terjadi pula perubahan
panjang lengkung geligi hal ini disebabkan karena tempat gigi sulung yang tanggal
akan ditempati oleh gigi-gigi sebelahnya sehingga apabila benih gigi permanen
penggantinya akan erupsi akan kekurangan tempat sehingga gigi geligi menjadi
saling tumpah tindih, bahkan bila tempat yang tidak cukup untuk tumbuhnya benih
gigi pengganti, maka gigi permanen penggantinya tidak dapatt erupsi atau terjadi
retensi. (FKG UNEJ. 2009: 139-140)
Kelainan Jumlah Gigi
Kelainan jumlah gigi merupakan salah satu penyebab terjadinya maloklusi gigi,
dibanding dengan faktor etiologi yang lain faktor ini relative lebih jarnag ditemukan
karena etiologi dari adanya kelainan jumlah gigi sangat terpaut dengan adanya faktor
herediter atau keturunan. Anomaly jumah gigi lebih sering terjadi di rahang atas
dibandingkan rahang bawah. Biasanya kelainan ini ditemukan lewat foto Ro.
Kelainan jumlah gigi secara garis besar terdiri dari: kelebihan jumlah gigi pada
lengkung rahang biasanya dapat menyebabkan suatu keadaan yang crowded atau
berdesakan, dan kekurangan jumlag gigi, yaitu tidak tumbuhnya satu atau lebih
elemen gigi yang secara normal dijumpai pada gigi geligi akinat agenesis yang
merupakan tidak terbentuknya benih gigi. (FKG UNEJ. 2009: 130-133)
Letak Salah Benih
Pada umumnya letak salah benih menyebabkan erupsi gigi yang bersangkutan tidak
pada lengkung yyang benar. Secara klinis letak salah benih biasannya ditandai
dengan adanya rotasi atau versi, dimana rotasi merupakan perputaran sumbu gigi
pada arah vertical sedangkan versi merupakan perputaran sumbu gigi dalam arah
horizontal. Kelainan ini banyak dijumpai pada keadaan maloklusi, akibat yang
ditimbulkan adalah adanya gigi berdesakan pada lengkung rahang. Kelainan ini lebih
sering ditemukan pada gigi permanen karena pola pembentukan gigi permanen lebih
llama dibanding dengan gigi sulung sehingga seiring perjalanan waktu pembentukan
benih gigi dapat terjadi kemungkinan kelainan ini. (FKG UNEJ. 2009: 140-141)
Defek Kongenital
Kelainan congenital sangat berhubungan dengan keturuanan. Contoh kelainan
congenital: cleft palate dan cleft lip. Pada unilateral cleft gigi-gigi pada daerah/sisi
cleft tersebut biasanya terdapat crossbite, gigi RA maalposisi, gigi insisiv lateral
mungkin missing atau bentuknya tidak normal. (FKG UNEJ. 2009: 127)
2.6 Macam Perawatan
Adalah perawatan yang berlaku mulai awal sampai dengan perawatan aktif selesai.
Ditentukan oleh :
- diskrepansi
- tipe profil
Macam perawatan :
1. Ekstraksi.
Pencabutan (ekstraksi) dilakukan pada gigi sulung, yaitu gigi kaninus rahang atas. Hal ini
disebabkan karena gigi kaninus permanen rahang atas erupsi paling terakhir. Sehingga
apabila setelah gigi permanen telah erupsi semua sedangkan gigi kaninus permanen tidak
mendapat tempat untuk erupsi, dapat dilakukan kembali pencabutan pada gigi permanen.
Pencabutan gigi permanen tersebut perlu dilakukan apabila diskrepansi total menunjukkan
kekurangan tempat lebih dari 8 mm. Gigi permanen yang sering dicabut adalah gigi premolar
pertama. Hal ini bertujuan untuk mengoreksi gigi berdesakan baik di anterior maupun
posterior. Bila premolar pertama dicabut pada saat kaninus sedang bererupsi biasanya
kaninus secara spontan menempati bekas pencabutan premolar pertama. Sebagian besar
ruangan bekas pencabutan premolar pertama dipakai untuk koreksi berdesakan di anterior.
2. Ekspansi.
Apabila gigi kaninus permanen rahang atas akan erupsi dan tidak mendapat tempat, maka
dilakukan pencabutan pada gigi premolar pertama permanen rahang atas. Tempat yang
tadinya adalah tempat dari premolar pertama permanen akan digunakan sebgai tempat dari
kaninus permanen rahang atas. Dari ekspansi ke arah transversal tersebut di regio anterior
didapatkan tempat agar gigi-gigi anterior yang sedikit berdesakan dapat dikoreksi. Ekspansi
ke arah sagital dapat memperpanjang lengkung geligi. Untuk melakukan ekspansi sagital
regio anterior perlu diperhatikan posisi gigi yang lebih ke anterior tidak mengganggu profil
pasien.
3. Koreksi
Selain itu juga perlu dilakukan koreksi garis median. Garis median yang bergeser apa lagi di
rahang atas dan pergeserannya jauh sangat mempengaruhi estetik. Bila garis median bergeser
ke sisi kanan maka untuk mengoreksi kelainan itu gigi-gigi insisif harus digerakkan ke kiri
sampai sisi mesial insisif kanan terletak di garis median. Untuk itu diperlukan ruangan di sisi
kontra lateral pergeseran garis median. Apakah pergeseran garis median perlu dikoreksi
tergantung pada piranti yang dipakai. Piranti lepasan yang digunakan untuk menggerakkan
gigi ke arah proksimal menghasilkan gerakan gigi tipping sehingga gigi terletak miring.
Letak insisif yang miring (mesioklinasi atau distoklinasi) tidak baik secara estetik dan juga
tidak stabil. Piranti cekat mampu mengoreksi pergeseran garis median.
4. Evaluasi.
5. Masa retensi
Perlu perencanaan masa retensi pada akhir perawatan untuk kasus yang dirawat ortodontik.
Hampir semua kasus yang dirawat ortodontik membutuhkan masa retensi untuk mencegah
relaps, yaitu kecenderungan untuk kembali ke posisi sebelum dilakukan perawatan. Macam
piranti retensi dan lama pemakaian piranti tersebut perlu dijelaskan kepada pasien sebelum
dilakukan perawatan ortodontik. Untuk piranti retensi lepasan dibutuhkan kepatuhan pasien
untuk memakai piranti retensinya.
2.7 Alat-alat Orthodontik
Secara garis besar, alat orthodontik dapat dibagi dua, yaitu alat orthodontik cekat (fixed
orthodontic appliances) dan lepasan (removable orthodontic appliances).
Pemilihan jenis alat sangat bergantung kepada diagnosis, dan berat ringannya kasus.
Biasanya pada kasus maloklusi ringan yang tidak memerlukan pencabutan, yang digunakan
adalah alat orthodontik lepasan. Alat ini dapat dilepas sewaktu-waktu oleh pasien, oleh karena itu
tingkat keberhasilan perawatan sangat bergantung pada kedisiplinan pasien itu sendiri.
Gbr. Alat orthodontik lepasan
Salah satu alat orthodontik lepasan adalah expantion arch yang digunakan untuk
mengekspansi langit-langit sehingga didapatkan ruangan untuk pergeseran gigi.
Gbr. Expantion arch pada model gigi
Penggunaan alat lepasan pada perawatan ortodonti
Pada umumnya, pasien memilih alat lepasan dengan alasan biaya lebih murah, mudah
dibuka dan dipasang sendiri, serta mudah dibersihkan. Namun alat ini mudah patah bahkan
hilang, seringkali mengganggu fungsi bicara, dan pemakaian pada rahang bawah lebih sulit
ditoleransi dibandingkan rahang atas sehingga pasien jarang yang menggunakannya secara purna
waktu. Berdasarkan sudut pandang dokter gigi, alat lepasan juga memiliki keuntungan, antara
lain penjangkaran dapat diperoleh dari palatum dan dapat digunakan pada pasien anakanak untuk
mengurangi overjet. Tetapi alat ini mempunyai kekurangan yaitu gerakan yang bisa dihasilkan
hanya tipping, sulit menghasilkan penjangkaran intermaksiler, tidak efektif untuk pergerakkan
sejumlah gigi secara bersamaan, dan karena alat dibuat di laboratorium, maka memerlukan
keterampilan dan keahlian yang memadai. Dengan pertimbangan bahwa kemampuan alat lepasan
sangat terbatas, maka kasus yang bisa dirawat menggunakan alat jenis ini harus dibatasi.
Menurut Proffit2, penggunaan alat lepasan ditujukan untuk kasus yang bisa diatasi
dengan mengekspansi lengkung gigi, yaitu dengan cara menggerakkan gigi gigi sehingga
menempati lengkung yang lebih lebar atau mereposisi gigi secara individual untuk masuk ke
dalam lengkung.
Indikasi alat lepasan untuk kasus-kasus:
(1) Maloklusi skeletal berkisar pada kelas I. Pengurangan atau penambahan overjet hanya
sebatas yang bisa dikoreksi dengan mengubah inklinasi gigi insisif,
(2) Perawatan bisa dilakukan hanya pada salah satu rahang, misalnya rahang atas
menggunakan alat lepasan sementara rahang bawah hanya dicabut atau tidak dirawat,
(3) Malposisi individual gigi dimana posisi apikalnya bisa diperbaiki dengan tipping,
(4) Perawatan dengan pencabutan yang membutuhkan hanya gerakan tipping untuk
menutup ruang pencabutannya,
(5) Maloklusi dalam arah buko-lingual yang diikuti dengan pergeseran mandibula,
contohnya crossbite unilateral gigi posterior,
(6) Penutupan ruang pencabutan yang menyisakan ruangan sehingga gigi segmen bukal harus
dimajukan.
Kontra indikasi pemakaian alat lepasan adalah:
(1) Maloklusi skeletal yang nyata, misalnya kelas I protrusif bimaksiler, kelas II dan kelas III
skeletal, openbite atau deepbite skeletal,
(2) Perawatan yang memerlukan perbaikan relasi gigi antara rahang atas dan bawah,
(3) Kelainan posisi apikal gigi dan rotasi yang parah, serta melibatkan banyak akar,
(4) Membutuhkan pergerakan secara bodily,
(5) Kelainan dalam arah vertikal seperti deepbite, openbite, dan kelainan ketinggian gigi,
(6) Masalah kekurangan atau kelebihan ruangan yang besar.
Kasus-kasus yang diindikasikan untuk alat lepasan juga harus mempertimbangkan faktor
usia. Alat lepasan lebih sesuai untuk pasien usia 6 hingga 16 tahun, dimana waktu perawatan
lebih banyak memanfaatkan periode masa geligi pergantian.
Alat Lepasan : Alat ortodontik ini dapat dipasang dan dilepas oleh pasien sendiri. Contoh:
a. Plat Dengan Pir-Pir Pembantu
b. Plat Dengan Peninggi Gigitan
c. Plat Ekspansi
d. Aktivator/Monoblock
Komponen alat lepasan terdiri dari :
A. Pelat Dasar /Baseplate
B. Komponen Retentif :
1. Klamer / Clasp
2. Kait / Hook
3. Busur Labial / Labial Arch / Labial Bow (dalam keadaan pasif).
C. Komponen Aktif :
1. Pir-pir Pembantu / Auxilliary Springs
2. Busur Labial / Labial Arch / Labial Bow
3. Skrup Ekspansi / Expansion Screw
4. Karet Elastik / Elastic Rubber
D. Komponen Pasif :
1. Busur Lingual / Lingual Arch / Mainwire
2. Peninggi Gigitan / Biteplane
E Komponen Penjangkar :
a. Verkeilung,
b. Busur Labial dalam keadaan tidak aktif.
c. Klamer-klamer. dan modifikasinya.
Gambar 2 : Alat Ortodontik Lepasan
A. Pelat Dasar /Baseplate B. Komponen Retentif C. Komponen Aktif
D. Komponen Pasif E Komponen Penjangkar
Rencana Perawatan
Dalam merencanakan perawatan ortodontik berdasar problema yang ada pada pasien
beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah:
- Keinginan pasien
- Wajah pasien
- Susunan dan simetri gigi dalam rahang
- Relasi gigi dan rahang dalam jurusan sagital
- Relasi gigi dan rahang dalam jurusan transversal
- Relasi gigi dan rahang dalam jurusan horizontal
(Rahardjo, Pambudi. 2009.).
Prinsip dasar perencanaan perawatan ortodontik meliputi kesehatan mulut, perencanaan
perawatan rahang bawah, perencanaan perawatan rahang atas, relasi gigi posterior, penjangkaran
dan masa retensi (Rahardjo, Pambudi. 2009.).
Kesehatan mulut. Sebelum memulai perawatan ortodontik harus diupayakan kesehatan
mulut yang baik. Gigi-gigi yang karies perlu dirawat demikian juga adanya kalkulus dan
penyakit periodontal harus dirawat. Bila didapatkan penyakit sistemik, misalnya diabetes
mellitus kadar gula darah harus terkontrol (Rahardjo, Pambudi. 2009.).
Perencanaan perawatan rahang bawah. Perencanaan perawatan di rahang bawah
terutama di region insisivi dilakukan lebih dahulu kemudian rencana perawatan rahang atas
disesuaikan. Insisivi bawah diletakkan dalam posisi yang stabil, yaitu terletak pada daerah
keseimbangan di antara lidah, bibir dan pipi. Perubahan letak insisivi yang berlebihan cenderung
terjadi relaps (Rahardjo, Pambudi. 2009.).
Perencanaan perawatan rahang atas. Penyesuaian perawatan rahang atas terhadap
rahang bawah dilakukan terutama untuk mendapatkan relasi kaninus klas I, hal ini
mempengaruhi pertimbangan seberapa banyak tempat yang dibutuhkan dan banyaknya kaninus
diretraksi (Rahardjo, Pambudi. 2009.).
Relasi gigi posterior. Hendaknya diupayakan mendapatkan relasi molar pertama
permanen kelas I tetapi bila tidak memungkinkan relasi molar bisa juga kelas II atau kelas III
(Rahardjo, Pambudi. 2009.).
Penjangkaran. Mavam penjangkaran yang digunakan perlu dipikirkan untuk mencegah
terjadinya kehilangan penjangkaran (gigi penjangkar bergeser ke mesial) yang berlebihan,
apakah penjangkaran cukup dari gigi-gigi yang ada ataukah perlu mendapat penjangkaran dari
tempat yang lain misalnya dari penjangkaran ekstra oral (Rahardjo, Pambudi. 2009.).
Masa retensi. Perlu perencanaan masa retensi pada akhir perawatan untuk kasus yang
dirawat ortodontik. Hampir semua kasus yang dirawat ortodontik membutuhkan masa retensi
untuk mencegah relaps, yaitu kecenderungan untuk kembali ke posisi sebelum dilakukan
perawatan. Macam piranti retensi dan lama pemakaian piranti tersebut perlu dijelaskan kepada
pasien sebelum dilakukan perawatan ortodontik. Untuk piranti retensi lepasan dibutuhkan
kepatuhan pasien untuk memakai piranti retensinya (Rahardjo, Pambudi. 2009.).