ESTERIFIKASI DAN SULFONASI
Disusun Oleh :
Andrew Faguh Sitanggang (120425002)
Panca Nababan (120425005)
Rahmad Nauli Lubis (110425010)
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
ESTERIFIKASI
1.1 Pengertian Esterifikasi
Esterifikasi merupakan reaksi pembentukan ester. Salah satu jenis reaksi ini
adalah reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol. Produk reaksi berupa ester dan
air. Persamaan umum reaksi ini dapat ditentukan sebagai berikut :
R – COOH + HO - R’ R - COOR’ + H2O
Reaksi ini dapat bersifat dapat balik dan umumnya sangat lambat sehingga
memerlukan katalis agar diperoleh ester yang maksimal
1.2 Sifat - Sifat Ester
1.2.1 Sifat Fisika
1. Larutan maupun padatan ester mempunyai bau yang khas
2. Ester dari asam karboksilat suku rendah berwujud cair dan jernih sedikit larut
dalam air, berbau harum sedangkan ester dari asam karboksilat suku tinggi
berwujud padat seperti lilin, lemak dan poliester
3. Titik didih dan titik lebur ester lebih rendah daripada asam pembentuknya
karena ester tidak dapat berikatan hidrogen antar sesamanya
4. Titik didih ester berantai lurus lebih tinggi dibandingkan dengan isomernya
yang berantai panjang
5. Ester dengan berat molekul yang rendah agak larut dalam air. Kelarutan ini
dapat berkurang seiring dengan kenaikan berat molekulnya
6. Ester tidak dapat membentuk ikatan hidrogen, sehingga ester memiliki titik
didih yang lebih rendah dari asam pembentuknya
7. Ester kurang dapat larut dalam air
8. Larutan netral tidak berwarna, lebih mengkilat dibandingkan dengan air dan
berbau harum.
9. Titik didihnya naik sebanding dengan kenaikan gugus karbonnya
10. Pada umumnya ester dapat dijumpai pada organisme hidup
11. Merupakan zat cair yang mudah menguap
1.2.2 Sifat Kimia
1. Ester merupakan senyawa yang bersifat netral, tidak bereaksi dengan logam
Na maupun PbCl3
2. Ester berisomer gugus fungsi dengan asam karboksilat
3. Dapat diuraikan menjadi asam karboksilat dan alkohol pembentuknya bila
dihidrolisa dalam suasana asam
4. Dapat mengalami reaksi penyabunan bila dihidrolisa dalam suasana basa
5. Dapat bereaksi dengan amonia berair membentuk amida melalui reaksi
amonolisa
6. Dapat bereaksi dengan fosfor pentaklorida membentuk asiklorida
1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Esterifikasi
a) Konsentrasi reaktan
Konsentrasi reaktan berbanding lurus terhadap kecepatan reaksi esterifikasi. Hal
ini dapat dilihat pada persamaan (2.1) di bawah, yaitu :
(1)
Jadi jika konsentrasi reaktan besar, maka kecepatan reaksi juga menjadi besar.
Sebaliknya jika konsentrasi reaktan kecil, maka kecepatan reaksi menjadi kecil.
b) Katalisator
Kecepatan reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh pemakaian katalis.
Penambahan katalis dalam reaksi dapat memperbesar kecepatan reaksi. Tetapi
tidak mempengaruhi produk yang dihasilkan dalam reaksi. Katalis ini berfungsi
untuk menurunkan energi aktivasi dari reaktan sehingga reaksi mudah terjadi.
Reaksi pertama-tama terjadi antara katalis dengan alkohol membentuk kompleks
alkohol, kemudian kompleks alkohol bereaksi dengan asam organik membentuk
ester. Jadi semakin banyak katalis yang digunakan, maka semakin banyak
kompleks alkohol yang terbentuk pada satu satuan waktu tertentu dan ester yang
terbentuk pun semakin banyak sehingga dikatakan reaksi esterifikasi berlangsung
semakin cepat.
c) Temperatur reaksi
Kenaikan temperatur akan menaikkan aktivitas (energi kinetik) molekul-molekul
yang mengakibatkan meningkatnya jumlah tumbukan antara molekul-molekul
sehingga menghasilkan energi yang cukup untuk memutuskan ikatan antara
atom-atom molekul dan reaksi berjalan cepat. Pengaruh temperatur terhadap
kecepatan reaksi esterifikasi juga dapat dilihat dari persamaan kecepatan reaksi
esterifikasi seperti pada persamaan (1). Konstanta k pada persamaan (1) adalah
konstanta kecepatan reaksi. Konstanta ini merupakan fungsi temperatur seperti
yang dinyatakan dalam persamaan Arrhenius :
(2)
dimana : k = konstanta kecepatan reaksi
A = konstanta Arrhenius
Ea = energi aktivasi
R = konstanta gas ideal
T = temperatur
Jika temperatur semakin besar, maka harga k juga semakin besar sehingga
kecepatan reaksi semakin besar. Sebaliknya jika temperatur kecil, maka harga k
menjadi kecil sehingga kecepatan reaksi menjadi kecil.
d) Jenis reaktan
Seperti terlihat pada persamaan (1) bahwa harga konstanta kecepatan reaksi juga
bergantung pada energi aktivasi reaktan. Setiap jenis reaktan memiliki energi
aktivasi yang spesifik. Jadi kecepatan reaksi juga bergantung pada jenis reaktan
yang digunakan. Semakin banyak percabangan pada rantai karbon asam
karboksilat dan alkohol, maka semakin besar halangan steriknya sehingga harga
energi aktivasi reaktan menjadi besar dan reaksi berjalan lambat. Jadi reaksi
esterifikasi yang menggunakan reaktan berantai karbon lurus akan berlangsung
lebih cepat dibandingkan dengan yang bercabang.
1.4 Kegunaan Ester
a) Digunakan sebagai parfum
b) Dipakai sebagai aroma buah-buahan sinetis atau penyedap rasa makanan
c) Cita rasa buah-buahan sintetik dari suatu ester dapat menyamai rasa dan aroma
buah-buahan alamiah lainnya
d) Senyawa ester dari gliserol (minyak dan lemak) digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun dan mentega
e) Senyawa ester suku tinggi (lilin) digunakan untuk pemoles mobil dan lantai
f) Metil salisilat (minyak gandapura) digunakan untuk membentuk cita rasa
dalam obat gosok untuk mengurangi nyeri otot.
g) Aspirin berfungsi sebagai antipiretika dan anelgetika atau penawar nyeri di
dalam dunia kedokteran
h) Ester dari selulosa digunakan dalam film fotografi dan sebagai serat tekstil
i) Sodium solisilat dan asetil asam solisilat (aspirin) sebagai obat demam
j) Dibutil pthalat sebagai bahan pelunak
k) Etil asetat dan butil asetat sebagai pelarut industri yang mudah menguap
digunakan dalam pembentukan pelumas
l) Selulosa asetat propionat dan selulosa asetat butirat sebagai bahan
thermoplastic
1.5 Aplikasi Esterifikasi dalam Industri
Pembuatan Etil Asetat dari Asam Asetat dan Etanol dengan Katalis Asam Sulfat
Uraian Proses
Proses pembuatan etil asetat membutuhkan bahan baku berupa etanol dengan kemurnian
95%, asam asetat dengan kemurnian 98%, dan katalis asam sulfat 98% yang disimpan
dalam tangki penyimpanan bahan (T-01, T-02, T-03). Etanol, asam asetat, dan katalis
asam sulfat akan diumpankan ke dalam reactor R-01, beserta campuran cairan dari arus
recycle. Cairan tersebut akan melewati pemanas (HE-01 dan HE-02) sehingga kondisi
cairan sesuai dengan kondisi operasi di dalam reaktor yaitu 100 oC dan 1,6 atm.
Perbandingan mol antar reaktan asam asetat dan etanol adalah 1:1,95. Jenis reaktor yang
digunakan adalah reaktor alir tangki berpengaduk. Reaksi yang terjadi dalam reaktor
dengan konversi 55% adalah :
CH3 – C – OH + HOC2H5 CH3 – C – OC2H5 + H2O
(as.asetat) (etanol) (etil asetat)
Reaksi berjalan pada kondisi isothermal dan adiabatis sehingga reactor
dilengkapi dengan jaket pendingin dengan menggunakan media pendingin berupa air,
untuk menjaga kekonstanan dari kondisi operasi. Cairan hasil keluaran reactor
selanjutnya dilewatkan expansion valve dan pendingin CL-01 sebelum dipisahkandalam
dekanter DEC-01. Kondisi campuran masuk ke dekanter DEC-01 yaitu 50 oC dan 1 atm.
Di dalam dekanter DEC-01 campuran cairan akan dipisahkan berdasarkan kelarutan
masing-masing komponen campuran terhadap air, sehingga akan terbentuk dua lapisan.
Komponen yang terlarut sempurna dalam air akan menjadi lapisan bawah dekanter
DEC-01 sedangkan komponen yang tidak terlarutsempurna akan menjadi lapisan atas
dekanter DEC-01.Lapisan atas dekanter DEC-01 akan dimurnikan dari 97% menjadi
99%, maka lapisan atas dipompa menuju menara distilasi MD-01 yang sebelumnya
dilewatkan pemanas HE-03 sehingga suhu menjadi 94,32 oC. Hasil atas dari menara
distilasi MD-01 yang berupa etil asetat dipompa menuju tangki penyimpanan produk T-
04 yang sebelumnya dilewatkan pendingin CL-02 sehingga suhu menjadi 50 oC.
Sedangkan hasil bawah MD-01 langsung dialirkan menuju unit pengolahan lanjut
(UPL).
Lapisan bawah dekanter akan dipompakan menuju menara distilasi MD-02 yang
sebelumnya akan dilewatkan pemanas HE-04 sehingga suhu menjadi 102,49 oC. Hasil
bawah dari menara distilasi MD-02 direcycle, dimana sebesar 25% cairan dialirkan
OO
menuju UPL. Sebelum direcycle menuju reaktor R-01, campuran akan dipompa menjadi
satu aliran dengan umpan segar asam asetat dan katalis asam sulfat yang kemudian akan
dipanaskan di pemanas HE-02 untuk memenuhi kondisi operasi reaktor R-01.
Produk hasil atas menara distilasi MD-02 akan diumpankan menuju menara
distilasi MD-03. Hasil atas menara distilasi MD-03 direcycle. Sebelum direcycle menuju
reaktor R-01, campuran akan dipompa menjadi satu aliran dengan umpan segar etanol
yang kemudian akan dipanaskan di pemanas HE-01 untuk memenuhi kondisi operasi
reaktor R-01. Sedangkan hasil bawah menara distilasi MD-03 langsung dialirkan menuju
unit pengolahan lanjut (UPL).
SULFONASI
1.1 Pengertian Sulfonasi
Istilah sulfonasi terutama digunakan untuk menyatakan reaksi-reaksi yang
menggunakan pereaksi sulfonasi yang umum seperti asam sulfat pekat, oleum, dan
pereaksi lainnya yang mengandung sulfur trioksida.
Sulfonasi senyawa aromatik merupakan salah satu tipe jenis sulfonasi yang paling penting. Sulfonasi tersebut dapat dilakukan dengan mereaksikan senyawa aromatik dengan asam sulfat, contohnya
Dalam percobaan sulfonasi ini, senyawa aromatik yang digunakan adalah anilin, dan percobaan dilakukan dengan mereaksikan anilin dengan asam sulfat pekat (oleum) pada suhu 1800C-1950C, dan menghasilkan produk utama berupa asam sulfanilat dan air (sebagai produk sampingannya).
Reaksi: NH2 + H2SO4 NHHSO4 NH2 SO3H +H2O
Sulfonasi adalah reaksi kimia yang melibatkan penggabungan gugus asam sulfonat, -SO3H, ke dalam suatu molekul ataupun ion, termasuk reaksi-reaksi yang melibatkan gugus sulfonil halida ataupun garam-garam yang berasal dari gugus asam sulfonat, misalnya penggabungan –SO2Cl ke dalam senyawa organik. Jenis-jenis zat pensulfonasi antara lain :
1. Persenyawaan SO3, termasuk didalamnya : SO3
H2SO4
Oleum2. Persenyawaan SO2.
3. Senyawa sulfoalkilasi.
Sedangkan, zat-zat yang disulfonasi antara lain: zat alifatik misalnya hidrokarbon jenuh, oleofin, alkohol, selulosa, senyawa aromatis, naphtalena, antraquinone dan lain sebagainya.
Zat pensulfonasi yang paling efisien adalah SO3 karena hanya melibatkan satu reaksi adisi secara langsung, contohnya:
ROH + SO3 ROSO3HSO3 yang banyak digunakan adalah SO3 dalam bentuk hidrat (oleum atau asam
sulfat pekat) karena dengan SO3 hidrat, air akan bertindak murni sebagai pelarut.
1.2 Aplikasi Sulfonasi
Linear Alkylbenzene Sulfonic Acid
a) Linear Alkylbenzene Sulfonic
Hasil sulfonasi ini merupakan produk yang masih bersifat asam yaitu
Linear Alkylbenzene Sulfonic Acid (LAS/LABSA/LABS/HLAS) Produk ini lebih
lanjut di netralisasi dengan NaOH menjadi produk Linear Alkylbenzne Sulfonate
Sodium Salt(LAS) yang umum berbentuk padat.
Di Indonesia, pemakaian LAS untuk bahan baku deterjen dimulai sekitar tahun
1970an. Hingga saat ini perkembangan LAS yang digunakan sebagai bahan baku
deterjen di Indonesia sudah terbilang maju, yang ditandai dengan banyaknya
produsen-produsen yang menghasilkan deterjen menggunakan bahan baku LAS,
diantaranya PT. Unilever, PT. Sinar Ancol, PT. KAO, PT. Sayap Mas, dan lain-lain.
Akan tetapi banyaknya produsen deterjen ini tidak sama dengan jumlah produsen bahan
surfactant. Alkylbenzene sulfonate acid (HLABS) merupakan senyawa bersifat
surfaktan dan pada dasarnya sudah dapat digunakan untuk mencuci. Tetapi karena
bersifat asam, maka tidak aman digunakan karena dapat merusak kulit pemakai dan
bahan yang akan dicuci. Oleh karena itu sebelumdapat digunakan, terlebuh dahulu
dinetralisasi dengan senyawa basa alkali untuk menghasilkan garam detergent
yang aman digunakan.
Basa alkali yang umumnya digunakan dalam reaksi netralisasi surfactant ini adalah
caustic soda (NaOH). Pada reaksi netralisasi ini, dihasilkan juga air sebagai hasil
samping seperti yang ditunjukkan pada skema reaksi netralisasi berikut ini
Gugus alkil (R) yang terdapat dalam suatu detergentdapat berupa rantai C linier
atau rantai C yang bercabang. Jika dilihat dari segi pengaruh detergent terhadap
lingkungan, maka detergent dengan gugus alkil linier lebih ramah lingkungan
karena gugus alkil dengan rantai C linier mudah untuk didegradasi oleh
mikroorganisme dibandingkan dengan gugus alkil dengan rantai C yang Secara
kimia, Linear (LAS) dan Branched (ABS) Alkylbenzene Sulfonate merupakan
campuran ikatan isomer dan homolog.
Masing-masing molekul mengandung cincin aromatik tersulfonasi pada posisi
parayang menempel pada rantai alkil yang lurus maupun bercabang pada suatu
posisi atom, kecuali pada atom karbon paling ujung . Panjangnya rantai bervariasi
namun umumnya pada range C 10 sampai C 14. Bahan LAS/ABS didapat dengan
proses sulfonasi linear dan non-linear alkylbenzene. Struktur linear dari
alkylbenzeneberdasarkan atas reaksi alpha olefin (R-CH=CH2) dengan benzene, dengan
atau tanpa katalis.
b) Sulfonasi LAS
Proses pembuatan LAS adalah dengan sulfonasi. Disini terjadi substitusi
dari suatu gugus asam sulfonat (-SO2OH) ke dalam suatu Linear Alkylbenzene
sehingga terbentuklah Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS). Sebagai bahan
sulfonasi dapat juga dipakai H2SO4 pekat (98%) atau SO3 uap.
Reaksi sulfonasi merupakan tingkat reaksi yang paling sederhana dalam urutan
urutan proses. Tetapi walaupun sederhana, sulfonasijuga merupakan tingkat yang cukup
kritis bagi mutu LAS-nya. Perlu dicatat bahwatujuan dari sulfonasi adalah mendapatkan
sifat hidrofobik-hidrofilik yang seimbang di dalam suatu senyawa LAS, sehingga
senyawa tersebut mempunyai afinitas yang cukup besar dalam air maupun dalam
minyak.
Contoh:
1. Wetting agent.
Berfungsi sebagai senyawa pembasah, maka keseimbangan harus cenderung
kepada gugus yang hydrofilik.
2. Emulsifier.
Berfungsi untuk mempertahankan emulsi, maka keseimbangan harus
cenderung kepada gugus hidrofobik.
3. Sabun.
Istilah sabun menunjukan beberapa larutan air garam dari fatty acid asam
lemak yang terdapat 6 sampai dengan 27 atom karbon dalam rantai paraffin.
Sebagian besar didunia, sabun dibuat dari 2 dekomposisi dari Glycerin dan
Caustic soda. Saponifikasi adalah pembentukan sabun peristiwa penyabunan. Jika
suatu jenis lemak dan minyak dilakukan penyabunan dengan menambahan
NaOH, prosedur ini dapat disebut saponifikasi minyak netral . Jika dalam
kandungan yang tetap asam lemak didestilasi terlebih dahulu, maka proses ini
adalah saponifikasi fatty acid. Apabila proses dari saponifikasi asam lemak methyl
ester dengan larutan natrium hidroksida maka proses ini dinyatakan dengan
persamaan reaksi sebagai berikut dibawah ini:
Saponification minyak netral.
R = Asam lemak kelompok alkali
Saponifikasi asam lemak
c) Seleksi proses
Pembuatan LAS dibagi menjadi dua proses utama yaitu proses pembutan LAB
dan proses sulfonasi LAB menjadi LAS. Terakhir,produk LAS masih harus dikenakan
proses netralisasi untuk menghilangkan asam. Saat ini terdapat beberapa metode
proses pembuatan LAB dan proses sulfonasi. Untuk memilih proses yang sesuai, di
sini dapat ditinjau dari beberapa segi diantaranya:
Konversi.
Waktu reaksi
Kondisi operasi.
Proses.
Bahan-bahan
d) Proses Pembuatan LAB
Pengembangan komersial LAB difokuskan pada pengambilan paraffin
dengan kemurnian tinggi, yang dipisahkan dari kerosen yang telah dikenakan
proses hydrotreating. Linear paraffin ini kemudian dikonversi melalui proses
dehidrogenasi menjadi linear mono-olefin. Keluaran dari proses dehidrogenasi,
campuran paraffin-olefin, digunakan untuk meng-alkilasi benzene dengan bantuan
katalis. Proses konversi olefin menjadi alkylbenzene ini dilengkapi dengan unit
separasi untuk memisahkan paraffin yang tidak bereaksi dan kemudian
dikembalikan ke proses dehidrogenasi. Linear alkylbenzene yang dihasilkan akan
menjadi LAS (dengan sulfonasi), surfaktan sintesis bidegradable utama pada saat ini.
Secara komersial telah lama digunakan dua katalis utama, hydrogen fuorida
(HF) dan AlCl3 , dalam proses alkilasi benzene dengan alpha atau internal mono-olefin
(range olefin C10-C16untuk deterjen). Proses dengan basis HF lebih banyak digunakan
dari pada proses berbasis aluminium klorida. Namun pada tahun 1995, UOP
memperkenalkan proses baru dengan nama Detal, yang mampu mengurangi
permasalahan pembuangan katalis dan netralisasi katalis. LAB diproduksi melalui cara-
cara berikut ini:
Dehidrogenasi n-paraffin menjadi internalolefin diikuti oleh proses alkilasi
benzene menggunakan katalis HF. Lisensi proses ini dimiliki oleh UOP dan
saat ini merupakan 75% dari seluruh kapasitas instalasi LAB didunia.
Dehidrogenasi n-paraffin menjadi internal olefin diikuti oleh proses alkilasi
benzene menggunakan fixed-bedasam, katalis padat non-korosif. Proses ini
dikembangkan bersama CEPSA dan UOP, dengan lisensi UOP, disebut juga
sebagai proses Detal dan merupakan yang paling barudiantara proses-proses
komersial. Plant-plant baru disarankan untuk mengadopsi teknologi ini.
Klorinasi n-paraffin untuk membentuk monokloroparaffin. Kemudian
monokloroparaffin di-alkilasi-kan dengan benzene, dengan katalis AlCl3
Proses ini diterapkan oleh dua produsen – Sasol danWibarco (BASF) pada dua
buah plant di seluruh didunia.
Klorinasi n-paraffin membentuk kloroparaffin. Kloroparaffin kemudian
dikenakan proses dehidrokloronasi menjadi olefin (alpha dan internal).
Olefin ini lalu digunakan untuk alkilasi benzene dengan katalis AlCl3 Akan
tetapi proses ini sudah tidak lagi diterapkan secara komersil.
Beberapa plant yang awalnya ditujukan untuk memproduksi branched
alkylbenzene (BAB) dari bahan baku propylene tetramer, telah dikonversi
untuk membuat LAB dengan mereaksikan olefin (yang didapat dengan
membeli) tipe campuran alpha dan internal dengan benzene menggunakan
katalis HF. Hanya ada 3 plant di seluruh dunia yang menggunakan proses
ini, yaitu Quimica Venoco di Venezuela, Shell dan Karbochem di Afrika
selatan.
Kebanyakan dari plant LAB dapat memakai alpha dan internal olefin
sebagai bahan proses alkilasi namun umumnya hal ini tidak ekonomis. Pemasukan
alpha olefin jarang dilakukan pada saat n-paraffin tidak tersedia maupun saat
produsen LAB ingin melebihi kemampuan produksi plant-nya dan mendapatkan
tambahan produksi untuk sementara. Proses pembuatan LAB dengan katalis HF masih
mendominasi plant-plant yang ada di dunia. Sedangkan pemakaian metode
AlCl3semakin menurun sehubungan dengan isu pencemaran limbah yang dihasilkan
katalis tersebut. Proses dengan zeolite yang telah dikenal luas adalah proses Detal
milik UOP. Namun barubaru ini terdapat alternatif proses zeolite lain yang
menawarkan kualitas produk yang lebih baik dimana kandungan isomer 2-phenyl
yang diinginkan dalam detergen bisa di tingkatkan. Katalis yang digunakan adalah
mordenite yang diproses dengan HF.
Reaksi :
Top Related