Epilepsi Tonik-Klonik Umum pada Pria 23 TahunTesa Iswa Rahman
102012179F2
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Koresponden: [email protected]
Pendahuluan
Kejang adalah masalah neurologik yang sering dijumpai. Diperkirakan bahwa 1 dari
10 orang akan mengalami kejang suatu saat selama hidup mereka. Kejang terjadi akibat lepas
muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu.
Namun, kejang juga dapat terjadi pada jaringan otak normal dibawah kondisi patologik
tertentu, contohnya perubahan asam-basa atau kadar elektrolit. Kejang dapat terjadi sekali
ataupun berulang.1
Kejang yang rekuren, spontan, dan tidak disebabkan adanya kelainan metabolisme
yang terjadi bertahun-tahun disebut epilepsi. Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan
berbagai etilologi namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang
disebabkan oleh lepas muatan neuron kortikal secara berlebihan. Epilepsi dibagi menjadi
beberapa jenis, salah satu yang paling sering dan akan dibahas lebih lanjut adalah epilepsi
tonik-klonik.2
Epilepsi tonik-klonik dikenal juga dengan nama epilepsi grand mal adalah kejang
epilepsi yang klasik, kejang tonik-klonik diawali penurunan kesadaran yang cepat. Pasien
kehilangan posisi berdirinya , mengalami gerakan, tonik kemudian klonik, dan inkontinensia
urin atau alvi (atau keduanya) disertai adanya disfungsi otonom. Keseluruhan kejang
berlangsung 3 sampai 5 menit dan diikuti periode tidak sadar. Epilepsi bisa menimbulkan
komplikasi berupa status epileptikus yang merupakan kasus kegawat daruratan. Sehingga
dibutuhkan pemahaman untuk mendiagnosis epilepsi serta melakukan penatalaksanaan yang
tepat.1,3
1
Pembahasan
Anamnesis
Keluhan Utama
Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini? Usia
serangan dapat memberi gambaran klasifikasi dan penyebab kejang. Serangan kejang yang
dimulai pada neonatus biasanya penyebab sekunder gangguan pada masa perinatal, kelainan
metabolik dan malformasi kongenital. Serangan kejang umum cenderung muncul pada usia
anak-anak dan remaja. Pada usia sekitar 70 tahunan muncul serangan kejang biasanya ada
kemungkinan mempunyai kelainan patologis di otak seperti stroke atau tumor otak dsb.
Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak pada waktu
serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala peringatan yang dirasakan pasien
menjelang serangan kejang muncul disebut dengan “aura” dimana suatu “aura” itu bila
muncul sebelum serangan kejang parsial sederhana berarti ada fokus di otak.
Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Bila pasien bukan dengan
serangan kejang sederhana yang kesadaran masih baik tentu pasien tidak dapat menjawab
pertanyaan ini, oleh karena itu wawancara dilakukan dengan saksi mata yang mengetahui
serangan kejang berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi? Apakah pada
awal serangan kejang terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai dari satu sisi tubuh?
Apakah pasien dapat berbicara selama serangan kejang berlangsung? Apakah mata berkedip
berlebihan pada serangan kejang terjadi? Apakah ada gerakan “automatism” pada satu sisi ?
Apakah ada sikap tertentu pada anggota gerak tubuh? Apakah lidah tergigit? Apakah pasien
mengompol ? Serangan kejang yang berasal dari lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan
kepala dan mata deviasi kearah kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari lobus
temporalis sering tampak gerakan mengecapkan bibir dan atau gerakan mengunyah. Pada
serangan kejang dari lobus oksipitalis dapat menimbulkan gerakan mata berkedip yang
berlebihan dan gangguan penglihatan. Lidah tergigit dan inkontinens urin kebanyakan
dijumpai dengan serangan kejang umum meskipun dapat dijumpai pada serangan kejang
parsial kompleks.
Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode sesudah
serangan kejang berlangsung adalah dikenal dengan istilah “post ictal period” Sesudah
mengalami serangan kejang umum tonik klonik pasien lalu tertidur. Periode disorientasi dan
kesadaran yang menurun terhadap sekelilingnya biasanya sesudah mengalami serangan
kejang parsial kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah serangan kejang disebut
“Todd’s Paralysis“ yang menggambarkan adanya fokus patologis di otak. Afasia dengan
2
tidak disertai gangguan kesadaran menggambarkan gangguan berbahasa di hemisfer
dominan. Pada “Absens“ khas tidak ada gangguan disorientasi setelah serangan kejang.
Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari? Serangan kejang tonik klonik
dan mioklonik banyak dijumpai biasanya pada waktu terjaga dan pagi hari. Serangan kejang
lobus temporalis dapat terjadi setiap waktu, sedangkan serangan kejang lobus frontalis
biasanya muncul pada waktu malam hari.
Apakah ada faktor pencetus ? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh karena kurang
tidur, cahaya yang berkedip,menstruasi, faktor makan dan minum yang tidak teratur,
konsumsi alkohol, ketidak patuhan minum obat, stress emosional, panas, kelelahan fisik dan
mental, suara suara tertentu, “drug abuse”, “ reading & eating epilepsy”. Dengan mengetahui
faktor pencetus ini dalam konseling dengan pasien maupun keluarganya dapat membantu
dalam mencegah serangan kejang.
Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang ? Pertanyaan ini
mencoba untuk mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat obat anti kejang atau
belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut yang sedang digunakan spesifik
bermanfaat?.4
Riwayat medik dahulu
Dengan mengetahui riwayat medik yang dahulu dapat memberikan informasi yang
berguna dalam menentukan etiologinya. Lokasi yang berkaitan dengan serangan kejang dan
pengetahuan tentang lesi yang mendasari dapat membantu untuk pengobatan selanjutnya.
Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genap bulan maupun proses persalinannya?
Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau “respiratory distress”?
Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?
Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah serangan kejang
demam sederhana sekitar 2 % dan serangan kejang demam kompleks 13 %.
Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis? atau penyakit
infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang disertai serangan kejang. Dibeberapa negara
ada yang diketahui didapat adanya cysticercosis.
Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala, perdarahan intra serebral,
kesadaran menurun dan amnesia yang lama?
Apakah ada riwayat tumor otak?
Apakah ada riwayat stroke?.4
3
Riwayat sosial
Ada beberapa aspek sosial yang langsung dapat mempengaruhi pasien epilepsi dan ini
penting sebagai bagian dari riwayat penyakit dahulu dan sekaligus untuk bahan evaluasi.
Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat pendidikan pasien epilepsi mungkin
dapat menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut dikelola dengan baik. Dan juga
dapat membantu mengetahui tingkat dukungan masyarakat terhadap pasien dan bagaimana
potensi pendidikan kepada pasien tentang cara menghadapi penyakit yang dialaminya itu.
Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya? Pasien epilepsi yang seragan
kejangnya terkendali dengan baik dapat hidup secara normal dan produktif. Kebanyakan
pasien dapat bekerja paruh waktu atau penuh waktu. Tetapi bila serangan kejangnya tidak
terkendali dengan baik untuk memperoleh dan menjalankan pekerjaan adalah merupakan
suatu tantangan tersendiri. Pasien sebaiknya dianjurkan memilih bekerja dikantoran, sebagai
kasir atau tugas - tugas yang tidak begitu berisiko, tetapi bagi pasien yang bekerja di bagian
konstruksi, mekanik dan pekerjaan yang mengandung risiko tinggi diperlukan penyuluhan
yang jelas untuk memodifikasikan pekerjaan itu agar supaya tidak membahayakan dirinya.
Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor? Pasien dengan epilepsi yang
serangan kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan kesadaran sebaiknya tidak
mengemudikan kendaraan bermotor. Hal ini bisa membahayakan dirinya maupun masyarakat
lainnya. Dibeberapa negara mempunyai peraturan sendiri tentang pasien epilepsi yang
mengemudikan kendaraan bermotor.
Apakah pasien peminum alkohol? Alkohol merupakan faktor risiko terjadinya
serangan kejang umum, sebaiknya tidak dianjurkan minum-minuman alkohol. Selain
berinteraksi dengan obat-obat anti epilepsi tetapi dapat juga menimbulkan ekstraserbasi
serangan kejang khususnya sesudah minum alkohol.4
Riwayat keluarga
Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah ada sindrom
epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan faktor genetik
dimana manifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai contoh “Juvenile myoclonic epilepsy
(JME)“,“ familial neonatal convulsion“,“ benign rolandic epilepsy“ dan sindrom serangan
kejang umum tonik klonik disertai kejang demam plus.4
Riwayat pengobatan
Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan
bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa lama sudah
diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya.4
4
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis klinis epilepsi didasarkan pada anamnesis yang didapat dan yang paling
penting adalah inspeksi. Pemeriksaan fisik lebih berguna jika dicurigai ada kelainan sekunder
yang mendasari kejang.1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab
Hiponatremia, hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati dapat
mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan
glukose, kalsium, magnesium, BUN , kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat
memberikan petunjuk yang sangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga
sebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya “drug abuse”.5
Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan
elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada
waktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan
hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang penting untuk
membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut:
Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien dengan
serangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akan membantu
dalam membuat diagnosis, mebgklarifikasikan jenis serangan kejang yang benar dan
mengenali sindrom epilepsi.
Dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik dan neurologi, pola epileptiform pada
EEG (spikes and sharp waves) sangat mendukung diagnosis epilepsi. Adanya gambaran EEG
yang spesifik seperti “3-Hz spike-wave complexes“ adalah karakteristik kearah sindrom
epilepsi yang spesifik. Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptogenik pada rekaman EEG
dapat menjelaskan manifestasi klinis daripada“aura“ maupun jenis serangan kejang. Pada
pasien yang akan dilakukan operasi, pemeriksaan EEG ini selalu dilakukan dengan cermat.
Sebaliknya harus diketahui pula bahwa terdapat beberapa alasan keterbatasan dalam
menilai hasil pemeriksaan EEG ini yaitu :
Pada pemeriksaan EEG tunggal pada pertama kali pasien dengan kemungkinan epilepsi
didapat sekitar 29-50 % adanya gelombang epileptiform, apabila dilakukan pemeriksaan
ulang maka persentasinya meningkat menjadi 59-92 %. Sejumlah kecil pasien epilepsi tetap
5
memperlihatkan hasil EEG yang normal, sehingga dalam hal ini hasil wawancara dan
pemeriksaan klinis adalah penting sekali.
Gambaran EEG yang abnormal interiktal bisa saja tidak menunjukkan adanya epilepsi
sebab hal demikian dapat terjadi pada sebagian kecil orang-orang normal oleh karena itu hasil
pemeriksaan EEG saja tidak dapat digunakan untuk menetapkan atau meniadakan diagnosis
epilepsi. Suatu fokus epileptogenik yang terlokalisasi pada pemeriksaan EEG mungkin saja
dapat berubah menjadi multifokus atau menyebar secara difus pada pasien epilepsi anak.
Pada EEG ada dua jenis kelainan utama yaitu aktivitas yang lambat dan epileptiform,
bila pada pemeriksaan EEG dijumpai baik gambaran epileptiform difus maupun yang fokus
kadang-kadang dapat membingungkan untuk menentukan klasisfikasi serangan kejang
kedalam serangan kejang parsial atau serangan kejang umum.2,5
Pemeriksaan Video EEG
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan untuk memastikan diagnosis epilepsi
atau serangan kejang yang bukan oleh karena epilepsi atau bila pada pemeriksaan rutin EEG
hasilnya negatif tetapi serangan kejang masih saja terjadi, atau juga perlu dikerjakan bila
pasien epilepsi dipertimbangkan akan dilakukan terapi pembedahan. Biasanya pemeriksaan
video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh karena epilepsi atau bukan
dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terus-menerus dalam waktu 72 jam, sekitar
50-70% dari hasil rekaman dapat menunjukkan gambaran serangan kejang epilepsi.5
Pemeriksaan Radiografi
Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) kepala adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural diotak.
Indikasi CT Scan kepala adalah:
Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengan dugaan ada kelainan struktural di
otak, perubahan serangan kejang, ada defisit neurologis fokal, serangan kejang parsial,
serangan kejang yang pertama diatas usia 25 tahun, untuk persiapan operasi epilepsi.
CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian
pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi
dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat
mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan
hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi
pembedahan.5
6
Klasifikasi dan Diagnosis Banding
Epilepsi diklasifikasikan berdasarkan onsetnya yaitu fokal (parsial) atau menyeluruh
(generalisata).1
Kejang parsial/fokal dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum:1,6
Kejang parsial sederhana, tidak ada gangguan kesadaran, kejang parsial sederhana dibagi
lagi menjadi beberapa kategori berdasarkan tanda dan gejala yang dihasilkan oleh kejang.
Kejang parsial kompleks, disertai gangguan kesadaran kesadaran. Lepas muatan kejang ini
sering berasal dari lobus temporalis medial atau inferior dan melibatkan gangguan pada
fungsi serebrum yang lebih tinggi serta proses-proses pikiran, serta proses perilaku yang
kompleks. Kejang inidapat dipicu musik, cahaya berkedip-kedip, atau rasngsang lain, dan dan
sering disertai aktifitas motorik repetitif involuntar yang terkordinasi yang dikenal sebagai
perilaku otomatis. Contoh perulaku ini adalah, menarik-narik baju, meraba-raba benda,
menegecap bibir atau mengunyah berulang-ulang.
Kejang parsial yang berkembang menjadi kejang umum, kejang ini didahului kejang
parsial sederhana maupun kompleks yang menjadi kejang umum biasanya tonik-klonik
Kejang umum atau generalisata, melibatkan seluruh korteks serebrum dan
diensefalon serta ditandai dengan aktifitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di
kedua hemisfer tanpa tanda-tanda kejang diawali sebagai kejang fokal, pasien tidak sadar dan
tidak tahu keadaan sekeliling saat terjadi serangan kejang:1,6
Kejang lena (absence/petit mal), ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang
berlangsung lebih dari beberapa detik. Sebagai contoh, pasien mungkin tiba-tiba
menghentikan pembicaraan, menatap kosong atu berkedip-kedip.
Kejang mioklonik, kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat
umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih ekstremitas, atau satu grup otot.
dapat berulang atau tunggal.
Kejang tonik, merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap
dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai
rotasi seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak
dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif, dan pupil dilatasi.
Kejang atonik, berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh
ke depan atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien terjatuh.
Kejang klonik, pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot.
dijumpai terutama sekali pada anak.
7
Kejang tonik-klonik, merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian
diikuti oleh gerakan klonik.
Diagnosis Kerja
Epilepsi Tonik-Konik
Kejang tonik-klonik (dahulu disebut grand mal) adalah kejang peilepsi yang klasik.
Kejang tonik-klonik diawali dengan hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasie mungkin
bersuara menangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan spasme toraks atau abdomen.
Pasien kehilangan posisis berdinya mengalami gerakan tonik kemudian klonik, dan
inkontinesia urin atau alvi ( atau keduanya). Pada fase tonik otot-oto berkontraksi dan posisi
tubuh mungkin berubah, fase ini berlangsung selama beberapa detik. Fase klonik
memperlihatkan kelompok otot-otot yang berlawanan bergantian berkontraksi dan melemas
sehingga terjadi gerakan yang menyentak. Lidah mungkin tergigit, hali ini terjadi pada sepruh
pasien (spasme rahang dan lidah). Keseluruhan periode serangan berlangsung 3 sampai 5
menit diikuti periode tidak sadar yang berlangsung selama beberapa menit sampai 30 menit.
Setelah sadar pasien mungkin tampak agak kebingungan, agak stupor atau bengong. Tahap
ini disebut sebagai periode pascaiktus. Hal yang tidak boleh terlupakan adalah diagnosis
epilepsi dapat ditegakkan jika pasien mengalami lebih dari dua kali serangan yang sama.2
Etiologi
Berdasarkan etiologinya epilepsi dapat dibedakan menjadi dua jenis:
Epilepsi idiopatik atau esensial, merupakan sebagian besar penyebab kasus epilepsi. Pada
epilepsi ini tidak ditemukan adanya bukti lesi anatomik dan penyebabnya belum bisa
dijelaskan secara pasti.2
Epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu epilepsi yang disebabkan karenan adanya kelainan
serebrum yang mendorong terjadinya kejang. Diantara berbagai penyakit yang mungkin
mnyebabkan epilepsi sekunder adalah cedera kepala, gangguan metabolik dan gizi, gangguan
elektrolit, toksik gangguan sirkulasi,infeksi, dan neoplasma.2
Epidemiologi
Ditaksir bahwa 0,1-0,4 % dari masyarakat umum menderita epilepsi dan 77% dari
semua epilepsi adalah idopatik. Yang idiopatik bisanya mulai antara usia 10-20 tahun.
Permulaan yang timbul sebelum dan sesudah usia-usia ini sering merupakan epilepsi
simtomatik dan diperlukan pemeriksaan yang seksama.7
8
Patofisiologi
Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial
membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Potensial aksi
itu disalurkan melalui akson yang bersinaps dengan dendrit neuron lain. Pada keadaan
patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial membran
neuron, sehingga neuron melepaskan muatan listriknya. Manifestasi klinisnya berupa kejang
atau terasanya suatu modalitas perasaan. Diduga neurotransmitter acetylcholine merupakan
zat yang merendahkan potensial membran postsinaptik. Apabila sudah cukup acetylcholine
tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik neuron-neuron kortikal
dipermudah. Penimbunan acetylcholine setempat harus mencapai suatu konsentrasi tertentu
untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi.
Oleh karena itu, fenomena lepas muatan listrik epileptik terjadi secara berkala.2
Ditinjau dari bidang biokimia, didapatkan juga faktor etiologik yang dapat
menjelaskan mekanisme epilepsi yang hingga saat ini dianggap sebagai idiopatik. Misalnya
zat yang dikenal sebagai gama-aminobutyric-acid (GABA). Substansi serbral itu dapat
dianggap sebagai zat anti-konvulsi alamiah. Pada orang tertentu zat itu kurang cukup,
sehingga neuron-neuron kortikalnya mudah sekali terganggu dan bereaksi dengan
melepaskan muatan listriknya secara menyeluruh.2
Pada kejang grand mal yang secara primer melepaskan muatan listriknya adalah
nuklei intralaminares talami atau inti centrecephalic. Inti tersebut merupakan terminal dari
lintasan asendens aspesifik atau lintasan asendens ektralemniskal. “Input” korteks serebri
melalui lintasan aferen aspesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bila sama sekali tidak ada
“input”, maka timbullah koma. Pada grand mal, terjadi lepas muatan listrik dari inti-inti
intralaminar talamik secara berlebihan. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini
menghasilkan kejang otot seluruh tubuh (konvulsi umum) dan sekaligus menghalangi neuron-
neuron pembina kesdaran menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.
Selain mekanisme di atas, terdapat bagian dari substansia retikularis di bagian rostral dari
mesensefalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar talamik,
sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang-kejang pada otot skeletal. Hal ini
terjadi pada kejang petit mal. Demam merupakan keadaan dimana nuklei intralaminares
talami menjadi lebih peka untuk diaktifkan atau merupakan keadaan dimana ambang lepas
muatan listrik neuron-neuron kortikal direndahkan, sehingga kejang umum mudah terjadi.2
9
Gejala Klinis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, gambaran klinis pasien dengan epilepsi
tonik-klonik adalah: ketidaksadaran biasanya disertai dengan jatuh, otot-otot seluruh badan
kaku dan diikuti oleh kejang klonik. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut
menjadi berbusa karena hembusan nafas. Pasien juga dapat mengalami inkontinensia urin dan
atau alvi. Setelah kejang berhenti, pasien tertidur beberapa lama atau terbangun dengan
kesadaran yang masih rendah, dapat pula langsung sadar dengan keluhan bada pegal, lelah,
dan nyeri kepala.3,8
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan primer untuk pasien epilepsi adalah terapi obat untuk mencegah
timbulnya kejang dan mengurangi frekuensinya sehingga pasien dapat hidup normal. Sekitar
70 sampai 80% pasien memperoleh manfaat dari obat antikejang. Pemilihan obat antikejang
harus disesuaikan dengan jenis epilepsinya dan diagnosis harus tepat bahwa epilepsi kejang
tidak disebabkan adanya kelainan sekunder. Untun kejang tonik klonik obat pulihannya
adalah fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, dan primidon. Dan pemberian dosis terapi
disesuaikan secara individual. Pengobatan dihentikan setelah epilepsi hilang selama minimal
2-3 tahun. Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan dosisnya. Dosis dan
cara pemberian obat tertera pada tabel.8,9
Tabel 1. Dosis obat antiepilepsi.8
Jenis Obat Dosis
(mg/kgBB/hari)
Cara pemberian
Fenitoin 4 – 20 1-2x/hari
Fenobarbital 1 – 5 1x/hari
Karbamazepin 4 - 20 3x/hari
Asam Valproat 10 – 60 3x/hari
Klonazepam 0,05 – 0,2 3x/hari
Diazepam 0,05 – 0,15 IV
0,4 – 0,6 Per rektal
10
Prognosis
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2 tahun,
dan bila setelah 5 tahun obat dihentikan pasien tidak mengalami serangan lagi, dikatakan
mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi meskipun minum
obat dengan teratur.8
Kesimpulan
Epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun dengan
gejala tunggal yang khas yaitu serangan berkala yang disebabkan lepas muatan listrik neuron
kortikal secara berlebih. Salah satu jenis epilepsi yang paling umum ditemui adalah epilepsi
tonik-klonik umum dimana penderitanya akan mengalami kejang tonik lalu klonik selama
beberapa menit. Penatalaksaan yang penting adalah pemberian obat anti kejang sepert
fenitoin, karbamazepin, atau fenobarbital untuk mencegah dan mengurangi frekuensi kejang
agar kualitas hidup pasien membaik.
Daftar Pustaka
1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2006.
2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi dasar klinis. Jakarta: Dian Rakyat; 2012.
3. Mansjoer A, Kuspuji T, Savitri R. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius; 2008.
4. Ahmed Z, Spencer SS. An approach to the Evaluation of a patient for seizures and
Epilepsy, Wisconsin Medical Journal, 103(1); 2004. 49-55.
5. Sisodiya SM, Duncan J. Epilepsy : epidemiology, clinical assessment, investigation and
natural history, Medicine International,00(4); 2000. 36-41
6. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. Edisi 8. Jakarta: Erlangga; 2006.
7. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi I. Surabaya : Airlangga
8. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2007.
9. Olson J. Belajar mudah farmakologi. Jakarta: EGC; 2004.
11