BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena
tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam Sistem Ekskresi, paru-paru
berfungsi untuk mengeluarkan karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Di
dalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan
karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah
menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan
dibawa ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida dan uap air dilepaskan dan
dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung. Kelainan-kelainan pada paru-paru
diantaranya dapat berupa asma atau sesak nafas, kanker paru-paru dan
emphysema.
Penyakit Paru Obstruksi Khronis (PPOK) yang di dalamnya terdapat
emfisema yang menjadi kontributor terbesar, dinegara maju merupakan
masalah kesehatan utama, karena semakin bertambahnya penderita. Di
Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang prevalensi PPOK. Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menunjukkan angka
kematian emfisema, bronkhitis khronis dan asma menduduki peringkat ke 6
dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
Emfisema mempunyai kelainan berupa pelebaran abnormal dan permanen
ruang udara sebelah distal dari bronkhiolus terminalis. Kelainan yang
mendasari adalah destruksi difus dinding alveoli tanpa fibrosis yang nyata,
bersifat kronis progresif dan memberikan kecacatan yang menetap sulit
dilakukan sehingga penegakan diagnostik masih cenderung mempelajari
emfisema dengan jalan mengukur derajat abnormalitas faal paru dengan
pemeriksaan spirometri sebagai standar baku emas. Abnormalitas
pemeriksaan faal paru pada emfisema menunjukkan tanda obstruktif.
1
Pemeriksaan spirometri cukup sulit dan cukup lama serta sangat memerlukan
kerjasama pasien dalam hal melakukan manouver berkali-kali. Apabila pasien
tidak mampu melakukan manuver secara benar maka tidak akan didapatkan
hasil spirometri yang akurat. Emfisema mempunyai kelainan berupa
pelebaran abnormal dan permanen ruang udara sebelah distal dari bronkhiolus
terminalis. Kelainan yang mendasari adalah destruksi difus dinding alveoli
tanpa fibrosis yang nyata, bersifat kronis progresif dan memberikan kecacatan
yang menetap.
B. Tujuan
Referat ini dibuat untuk mengetahui definisi, klasifikasi, Etiologi,
Patogenesisi, gambaran klinis, pemeriksaan radiologi, dan terapi dari
Emphysema pulmonum.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Emfisema pulmonum adalah suatu keadaan dimana paru lebih banyak berisi
udara, sehingga ukuran paru bertambah, baik anterior-posterior maupun
ukuran paru secara vertikl kearah diafragma.
Emfisema pulmonum merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang
ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi
jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka dappat dikatakan bahwa tidak
termasuk emfisema jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara
(alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan
Emfisema secara morfologi dapat didefinisikan sebagai pelebaran saluran
udara pernafasan setelah bronkhiolus terminalis dengan dilatasi dan
kerusakan pada dinding mukosanya. Klasifikasi emfisema juga didasarkan
kepada morfologi paru, maka pengetahuan dasar mengenai struktur paru-paru
sangat relevan. Trakea, bronkhus, dan bronkhiolus terminalis adalah saluran
udara pernafasan. Setelah bronkhiolus terminalis, maka akan terjadi
pertukaran gas. Sehingga bronkhiolusrespiratorius, duktus alveolaris, dan
sakus alveolaris adalah struktur dari saluran udarasekaligus juga sebagai alat
respirasi sedangkan alveolus murni merupakan alat respirasi.
Emfisema terkadang sering disalah artikan dengan bronkhitis kronik.
Sehingga sejak awal perlu ditekankan bahwa definisi emfisema adalah
defenisis morfologik, sedangkan defenisi bronkhitis kronis merupakan
gambaran klinis. Selain itu pola distribusi anatomi juga berbeda pada
bronkitis kronis mengenai saluran napas besar dan kecil, sebaliknya emfisema
terbatas di asinus, struktur yang terletak distal pada bronkiolus terminal.
Emfisema tidak saja didasarkan pada sifat anatomik lesi tetapi juga oleh
3
distribusinya di lobulus dan asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak
distal dari bronkiolus terminal dan mencakup bronkiolus respiratorik, duktus
alveolaris dan alveolus.
B. Insidensi
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema. Emfisema
menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan
gangguan aktifitas . Data epidemiologis di Indonesia sangat kurang. Nawas
dkk melakukan penelitian di poliklinik paru RS Persahabatan Jakarta dan
mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26 %, kedua terbanyak setelah
tuberkulosis paru (65 %). Emfisema jauh lebih sering ditemukan pada laki-
laki (65 %).
C. Etiologi
Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik
diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau
peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive
bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi
protein alfa – 1 anti tripsin.
Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan
anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan
keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru
akan berubah dan timbul emfisema.
Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara
patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas,
menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran
pernapasan.
4
Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat
sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti
pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada
obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu
menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan
paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus
influenzae dan streptococcus pneumoniae.
Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan
angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang
padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat
menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan
faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
Pengaruh usia
Ada tiga faktor yang memegang peran dalam timbulnya emfisema yaitu :
Kelainan radang bronchus dan bronchiolus yang sering disebabkan oleh
asap rokok, debu industri. Radang peribronchiolus disertai fibrosis
menyebabkan iskhemia dan parut sehingga memperluas dinding
bronchiolus.
Kelainan atrofik yang meliputi pengurangan jaringan elastik dan gangguan
aliran darah. Hal ini sering dijumpai pada proses degeneratif.
Obstruksi inkomplit yang menyebabkan gangguan pertukaran udara. Hal
ini dapat disebabkan oleh perubahan pada dinding bronchiolus akibat
bertambahnya makrophag pada penderita yang banyak merokok.
5
Gambaran alveolus pada penderita emfisema
(sumber: Healthwise, incorporate)
D. Manifestasi Klinik
Gejala utama emfisema adalah sesak napas, napas cepat dan pendek, mudah
lelah dengan aktivitas biasa, dan gejala ini akan semakin memburuk seiring
dengan progresifitas penyakit.
Pada paparan yang lebih lanjut akan menimbulkan gejala :
Batuk produktif disertai sputum yang meningkat.
Gangguan pernapasan.
Gangguan pengembangan thorax.
Kelemahan otot-otot pernapasan.
Spasma/tegang otot-otot leher.
E. Pathogenesis
Terdapat empat perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien
emfisema, yaitu:
Hilangnya elastisitas paru-paru
6
Protease (enzim paru-paru) mengubah atau merusak alveoli dan saluran
napas kecil dengan cara merusak serabut elastin. Sebagai akibatnya,
kanntung alveolus kehilangan elastisitasnya dan jalan napas kecil menjadi
kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli menjadi rusak dan yang lainnya
kemungkinan menjadi membesar.
Hiperinflasi paru-paru
Pembesaran alveoli sehingga paru-paru sulit untuk dapat kembali ke posisi
istirahat normal selama ekspirasi.
Terbentuknya bullae
Dinding alveolus membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu
bullae (ruangan tempat udara di antara parenkim paru-paru) yang dapat
dilihat pada pemeriksaan X-ray.
Kolapsnya jalan napas kecil dan udara terperangkap
Ketika pasien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif
intratoraks akan menyebabkan kolapsnya jalan napas.
F. Tipe Emfisema
Keterlibatan lobulus pulmonalis sekunder oleh suatu emfisema mungkin
dapat bersifat selektif atau non selektif.
1. Emfisema Centrilobular (Centriaciner Emfisema)
Pelebaran dan kerusakan terjadi pada bagian bronkiolus respiratorius,
duktus alveolaris, dan daerah sekitar asinus. Emfisema centri lobular
adalah suatu proses selektif yang disebabkan oleh kerusakan dan dilatasi
dari bronkhiolus respiratorius.. Ditandai dengan pembesaran rongga udara
di bagian proksimal acinus, terutama pada tingkat bronchiolus repiratorius.
Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan
hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia,
dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis,
edema perifer, dan gagal napas.
7
Normal asinus dan emfisema tipe sentrilobular (CLE)
2. Distal acinar emfisema
Distal acinar emfisema adalah salah satu jenis emfisema paru-paru yang
terbatas pada ujung distal alveolus di sepanjang septum interlobularis dan
di bawah pleura membentuk bula.
3. Emfisema Panlobular (Panaciner Emfisema)
Emfisema Panlobular adalah suatu proses non selektif yang disebabkan
oleh kerusakan semua bagian paru distal sampai bronkhiolus terminalis.
Ditandai dengan pembesaran rongga udara yang relatif seragam di seluruh
acinus. Merupakan bentuk yang jarang, gambaran khas nya adalah tersebar
merata di seluruh paru-paru, meskipun bagian-bagian basal cenderung
terserang lebih parah. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi
dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.
8
4. Irregular emfisema
Irregular emfisema adalah kerusakan pada parenkim paru tanpa
menimbulkan kerusakan pada asinus.
Menurut lokasi timbunan udaranya, kita mengenal dua jenis emfisema yaitu
emfisema alveolaris dan emfisema interstisialis.
1. Emfisema alveolaris
Emfisema alveolaris adalah jenis emfisema yang timbunan udaranya masih
tertimbun di dalam alveoli.
2. Emfisema interstitialis
Emfisema interstitialis adalah keadaan emfisema di mana dinding alveoli
sudah robek lalu udara yang terjebak tadi lepas ke ruang interstisial pulmo
yang ada di antara alveolus. Emfisema interstisial ini, jika berlanjut, akan
berkembang menjadi emfisema subkutan
Emfisema dapat bersifat kompensatorik atau obstruktif :
1. Emfisema kompensatorik
Terjadi di bagian paru yang masih berfungsi, karena ada bagian paru lain
yang tidak atau kurang berfungsi, misalnya karena pneumonia, atelektasis,
pneumothoraks.
9
2. Emfisema obstruktif
Terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus yang tidak
menyeluruh, hingga terjadi mekanisme ventil.
G. Patofisiologi
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan
alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau
terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara
berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang
mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari
dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada pemasukannya. Dalam keadaan
demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari
alveolus.
Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian paru yang paling sering terkena
adalah belahan paru kiri atas. Hal ini diperkirakan oleh mekanisme katup
penghentian. Pada paru-paru sebelah kiri terdapat tulang rawan yang terdapat
di dalam bronkus-bronkus yang cacat sehingga mempunyai kemampuan
penyesuaian diri yang berlebihan.
Selain itu dapat juga disebabkan stenosis bronkial serta penekanan dari luar
akibat pembuluh darah yang menyimpang. Mekanisme katup penghentian:
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi
sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran
udara dari dalam alveolus menjadi lebih penimbunan udara di alveolus
menjadi bertambah®sukar dari pemasukannya di sebelah distal dari paru.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan
elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan
antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan
intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan
paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
10
Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-). Sebagian
besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok.
Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang
rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya
modifikasi fungsi dari anti elastase pada saluran napas. Sehingga timbul
kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikel asap rokok dan polusi udara
mengenap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus. Sehingga
menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa
berkurang. Sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan
lebih merangsang kelenjar mukosa.
Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia. Bila oksidasi dan
iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi epital serta
pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi squamosa dan
pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi
saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi pelebaran alveolus
yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli.
Mekanisme timbulnya emfisema
11
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksan radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Pemeriksaan radiologi dapat
menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan
area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema);
peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode
remisi (asma).
Foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri
Over inflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang
terlihat konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan
penambahan corakan kedistal.
b. Corakan paru yang bertambah
Sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular dan blue
bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
Pada emfisema lanjut, hal-hal berikut dapat ditemukan.
Hiperinflasi dada
Perubahan vaskuler
Bullae
2. Pemeriksaan fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan
apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk
memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi,
12
misalnya bronkodilator. Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Sputum
Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen;
pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
4. Analisis Gas Darah
Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa
emfisema primer. Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat
dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau
normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
5. Pemeriksaan EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio
R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.
I. Gambaran Radiologi
Panaciner Emfisema
Gambaran radiologis dari panasiner emfisema merupakan akibat dari
kerusakan jaringan paru-paru yang mengubah pola vaskuler paru,
mempengaruhi ventilasi, mengurangi perfusi paru, dan menimbulkan
bendungan udara. Akibat dari pan asiner emfisema hampir selalu tampak
secara klinis, sebelum manifestasi secara radiografis muncul, tetapi Ro
13
toraks akan menunjukkan gambaran emfisema generalisata pada kasus
yang berat.
Tanda radiologis yang pokok pada emfisema:
Penurunan vaskularisasi pulmonal perifer.
Hiperinflasi paru-paru.
Perubahan bayangan jantung dan arteri pulmonal sentralis.
Pola vaskuler daerah paru-paru yang terkena tidak jelas. Keterlibatan
paru-parumungkin bersifat lokal atau menyeluruh. Bila menyeluruh
biasanya akan tampak tidak rata. Daerah yang terkena mempunyai
gambaran pembuluh darah yang lebih sedikit daripada yang normal, dan
pembuluh darah yang masih ada tampak mengecil. Tingkat penyempitan
vaskuler ringan sulit dilihat, sehingga kita perlu
membandingkannyadengan ukuran pembuluh pada bagian yang lain. Bila
tampak pembuluh darah mengecildiameternya dan jumlahnya berkurang
pada suatu daerah tertentu, maka pada daerahtersebut mungkin
mengalami emfisema.
Penyempitan vaskuler perifer disebabkan oleh sejumlah faktor, antara
lain: perfusi paru yang mengalami emfisema kurang daripada yang
normal, dan aliran darah pulmonal akan mengalir lebih banyak ke daerah
paru yang tidak mengalami emfisematous. Pembuluh darah pulmonal
bergeser ke sekeliling daerah emfisema atau bula. Arteri yang kecil akan
mengalami obliterasi yang disebabkan oleh -terutama- proses emfisema,
tetapi pembuluh darah ini terlalu kecil untuk dapat dilihat
secararadiologis. Maka proses ini tidak akan menampakkan gambaran
oligaemik, tetapi mungkin menjadi faktor penyebab peningkatan
radiolusensi didaerah tersebut.
Pan asiner emfisema cenderung mempengaruhi daerah basal paru dan
dapat menyebabkan pengalihan aliran darah paru ke dasar apeks paru,
dan hal ini tidak boleh dianggap sebagai hipertensi vena pulmonalis.
Pada defisiensi α-1-anti tripsin perubahan-perubahan tersebut cenderung
14
terjadi pada daerah basal. Bendungan udara menyebabkanhiperinflasi
paru, pendataran diafragma, dan bertambahnya diameter antero-posterior
toraks. Pendataran diafragma terlihat paling jelas pada proyeksi lateral,
dan ketinggiandiafragma sering serendah tulang iga ke-11. Beberapa
individu normal dapat menekandiafragma serendah itu pada inspirasi
maksimal, tetapi pada saat ekspirasi diafragmaakan naik sampai 5-10
sentimeter, sedangkan pada penderita emfisema peranjakan diafragma
biasanya kurang dari 3 sentimeter. Pada kasus emfisema yang berat
diafragma mungkin akan terbalik.
Barrel chest disebabkan oleh melengkungnya sternum dan bertambahnya
kiposistoraksik. Ruang retrosternal mungkin bertambah dalam,
mengembang ke bawah antara permukaan anterior jantung dan sternum.
Jantung sering tampak panjang dan sempit. Hal ini mungkin terutama
disebabkan oleh posisi yang rendah daripada diafragma yang mengubah
proyeksi jantung. Dan membesarnya arteri pulmonal sentralis biasanya
berarti terjadi hipertensi arteri pulmonalis. Jika terjadi kor-pulmonal
jantung dapat membesar yang disebabkan olehdilatasi ventrikel kanan.
Pada penderita emfisema yang mengalami gagal jantung kiri, tanda-tanda
hiper-inflasi berkurang, dan diafragma beranjak naik. Hal ini disebabkan
oleh odema pulmonal yang meningkatkan kompliens paru dan dengan
demikian mengurangi volume paru. Pada penderita ini distribusi cairan
udema dalam paru-paruyang emfisematous mungkin tidak memiliki pola
tertentu.
CT-scan lebih sensitif daripada Ro toraks polos dalam mendeteksi
keberadaan dan distribusi emfisema. Penurunan vaskuler bisa dideteksi
lebih awal dan bula dapat diidentifikasi lebih dini. Hal ini tidak akan
tampak pada Ro toraks.
15
Hanya sedikit bayangan vaskular perifer, khususnya di basal. Diafragma
letak rendah, gambaran jantung yang mengecil.
o Tanda-tanda hiperinflasi (diafragma datar, peningkatan ruang
retrosternal, bula, cavum toraks besar), dan
o Kriteria vaskular (pembuluh perifer menurun, penyempitan pembuluh
garis tengah, area avascular lokal, pembesaran arteri pulmonalis)
16
Resolusi tinggi CT (HRCT) scan menggunakan 1 potongan 1 mm
melalui lobus kanan atas pada pasien emfisema asinar withearly pusat.
Perhatikan banyak daerah diskrit kecil kepadatan menurun tanpa dinding
yg jelas. Sebuah pusat arteriola kecil dapat dilihat di banyak lesi.
HRCT scan lobus atas kiri pada pasien dengan emfisema tingkat lanjut
yang dipicu oleh merokok. Hampir semua dari paru-paru telah kembali
ditempatkan dengan emfisema dan sulit untuk membedakan emfisema
asinar sentral dari panacinar emphysemaat titik ini
17
Bulla
Bula biasanya terdapat pada paru-paru bersamaan dengan bentuk
emfisema tertentu, tetapi kadang-kadang bula terjadi secara lokal di paru-
paru yang semestinya normal. Bula ini biasanya terjadi pada emfisema
paraseptal, dan pada emfisema yang berkaitan dengan adanya sikatriks,
tetapi secara klinis bula yang paling penting adalah bula yang disebabkan
oleh emfisema pan asiner dengan atau tanpa bronkhitis kronis.
Bula tampak sebagai daerah radiolusen berbentuk bulat atau oval yang
ukurannya bervariasi dari 1 sentimeter sampai menempati seluruh
hemitoraks. Bula dapat terjadi satu atau banyak dan biasnya di aderah
perifer. Pada penderita asimtomatik dan penderita yang memiliki
sikatriks pulmonal, bula cenderung terdapat di daerah apeks, tetapi rada
penderita PPOM bula terdapat diseluruh paru. Dinding bula dapat terlihat
seperti bayangan garis yang halus. Bila dinding bula tidak kelihatan,
penggeseran pembuluh darah di daerah radiolusen itu mungkin
menunjukkan adanya bula.
Bula biasanya berisi udara tetapi dapat terinfeksi dan terisi cairan.
Inflamasi mungkin terjadi di sekitarnya. Bula akan menampakkan
gambaran fluid level bila terisi sebagian, tetapi akan tampak solid bila
terisi penuh. Bula yang besar mungkin sulit dibedakan dari pneumotoraks
yang lokuler dan dibutuhkan tomografi untuk melihat dinding bula atau
jembatan jaringan ada dalam rongga bula.
18
Foto roentgen thoraks wanita penderita emfisema yang berumur 65 tahun
dengan riwayat mengkonsumsi rokok sebanyak 120 bungkus. Tampak
paru-paru terisi udara dalam jumlah yang melebihi normal, diafragma
datar, bayangan jantung yang sempit, pelebaran intercostalis, serta
berkurangnya corakan vascular pada lapang paru.
Foto roentgen paru pria berumur 41 tahun yang menunjukkan bullae
semacam bentuk gelembung-gelembung radioluscent pada apek paru.
19
Panah menunjukan gambaran bullae pada paru penderita emfisema
Gambaran emfisema pada lobus superior kedua pulmo dengan
perselubungan radioopaque (bullae) pada lobus superior pulmo sinistra
20
Lobus superior pulmo dekstra dan bahu kanan menunjukan garis-garis
radioluscent pada bahu kanan dan dada kanan (lingkaran biru)
menunjukan karakteristik dari emfisema subcutaneous. Berkas otot
pektoralis menjadi tampak. Panah merah menunjukkan emfisema
subcutaneous pada daerah supraclavikular, sedangkan panah putih
menunjukan garis-garis udara pada mediastinum (pneumomediastinum).
pneumomediastinum adalah udara atau gas bebas pada mediastinum yang
biasanya berasal dari alveolar atau jalan napas.
21
Emfisema subkutaneus lanjut yang berkembang parah (rapidly developed
severe subcutaneous emphysema). Merupakan foto roentgen thoraks dari
pria berusia 90 tahun yang mengalami massive traumatic subcutaneous
emphysema akibat terjatuh dari tempat tidur. Tidak didapatkan tanda-
tanda pneumothoraks.
22
CT dada di paru-paru jendela mengkonfirmasi bula besar. Bula yang
lebih kecil juga diidentifikasi, kompatibel dengan emfisema bulosa.
Radioghraph dada frontal menunjukkan lucency besar di zona paru-paru
kiri bawah dan menengah.
23
Sentri asiner
Sentri asiner terjadi terutama pada bronkhitis kronis dan pneumokoniosis
pekerja tambang tanpa komplikasi. Gambaran radiologisnya sama
dengan gambaran untuk kondisi primer. Pada stadium selanjutnya pan
asiner emfisema dan bula emfisema menjadi lebih nyata. Terdapat ruang-
ruang kecil seperti cerobong asap.
Unilateral Emfisema atau Lobar Emfisema (Macleod atau Swyer-James Sindrom)
Sindrom ini mempunyai ciri hemitoraks yang hipertransradian yang
berkaitan dengan bendungan udara. Hal itu mungkin disebabkan oleh
infeksi virus pada masa anak-anak yang menyebabkan bronkhiolitis dan
obliterasi dari saluran nafas yang kecil,sedangkan saluran nafas distal
yang terlibat akan dilayani oleh aliran udara kolateral, dan udara yang
terbendung menimbulkan pan asiner emfisema.
Daerah paru-paru yang terkena akan menunjukkan hipertransradian,
disebabkan oleh penurunan perfusi, dan mungkin lebih kecil daripada
yang normal. Arteri pulmonalis ipsilateral tampak kecil, dan pola
vaskuler perifer menjadi berkurang. Bendungan udara terjadi pada paru-
paru yang terkena, dan cenderung mempertahankan volumenya pada saat
ekspirasi, yang menimbulkan pergeseran mediastinum ke sisi normal
disertai restriksi pada hemidiafragma ipsilateral.
24
Sindrom ini juga dapat ditunjukkan dengan scan radionuklei, pada scan
Perfusi akan menunjukkan aliran udara yang menurun ke daerah paru
yang terkena, dan scan ventilasi dengan menggunakan xenon akan
menunjukkan bendungan udara.
Diagnosis diferensial dari gambaran Ro toraks yang demikian meliputi:
a. Interupsi arteri pulmonalis
b. Sindrom hipogenetik paru
c. Obstruksi arteri pulmonalis akibat emboli; tetapi semua itu tidak
menunjukkan adanya bendungan udara.
25
Emfisema dengan Bronkitis Kronis
Banyak penderita dengan PPOM menderita emfisema dan bronkhitis
kronis sekaligus. Pada Ro toraks dapat menunjukkan gabungan antara
hiperinflasi, hipertensi arteri pulmonalis, dan peningkatan tanda
bronkovaskuler yang disebut dirty chest.
Pada suatu stadium ekstem ada yang disebut sebagai pink puffer, dimana
sistem pernafasan masih dapat mencukupi ventilasi alveoli untuk
mempertahankan kadar gas darah dalam batas-batas normal. Karena tidak
adanya hipoksemia, maka tekanan arteri pulmonalis dapat terjaga dalam
batas normal. Pink puffer cenderung mempunyai panasiner emfisema
26
dengan Ro toraks yang menunjukkan penurunan vaskularisasi
danhiperinflasi. Gambaran ini dikenal sebagai pola Defisiensi Arterial.
Pada suatu stadium ekstrem lainnya yang disebut dengan blue bloaters,
dimana terjadi tingginya kadar korbon dioksida secara kronik akibat dari
kecilnya ventilasi alveoler. Pusat respirasi menjadi tidak peka terhadap
peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri, sehingga terjadi sianosis
kronis. Hipoksemia kronis menyebabkankonstriksi dari arteriole paru-
paru, dan pada saatnya akan timbul hipertensi arteri pulmonalis dan kor-
pulmonal.
Blue bloaters cenderung mempunyai sentri asiner emfisema dan pan
asiner emfisema tetapi dalam kondisi yang terbatas. Ro
toraksmenunjukkan peningkatan tanda-tanda bronkhovaskuler, arteri
pulmonal sentralis serta jantung mungkin membesar. Gambaran ini
menunjukkankanincreased markings dari emfisema dan tanda hiperinflasi
yang berat. Kebanyakan penderita dengan bronkhitis kronis dan
emfisema menunjukkan gejala-gejala diantara kedua stadium ekstrem
tersebut.
27
Obstruktif Emfisema
Hiperinflasi obstruktif dapat mempengaruhi seluruh paru, lobus, atau
segmen. Penyebabnya dapat berupa benda asing yang masuk, seperti gigi
atau tumor sentral yang tampak jelas dalam Ro toraks. Pola vaskuler
daerah yang terkena akan menurun dan pada daerah ini akan tampak
hipertransradian. Film yang dibuat saat ekspirasi atau fluoroskopi akan
menunjukkan bendungan udara dengan deviasi mediastinum ke sisi yang
normal, dan restriksi dari hemidiafragma ipsilateral pada saat ekspirasi.
J. Penatalaksanaan Fisioterapi Emfisema
Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi ini mengikuti prosedur fisioterapi
yaitu:
1. Pemeriksaan fisioterapi
- Anamnesis Umum : Identitas penderita
- Anamnesis Khusus : Keluhan utama, lokasi keluhan utama, ciri/bentuk
keluhan utama, berapa lama keluhan terjadi,hambatan gerak, jumlah
produksi sputum keluar dalam sehari, posisi saat serangan timbul serta
riwayat perjalanan penyakit.
- Inspeksi statis dan dinamis : melihat bentuk tubuh pasien,bentuk
thoraks, pola pernapasan, gerakan thoraks serta akti-vitas yang tidak
dapat dilakukan oleh penderita; dan pe-meriksaan kekuatan otot
ekspirasi dan inspirasi.
- Pemeriksaan fungsi dasar : Pemeriksaan ini dikhususkanpada gerakan
thorakal berupa gerakan aktif dan pasif sertapengembangan
costovertebra.
- Pemeriksaan spesifik : Tes fremitus suara, Tes pe-ngembangan thorax,
Tes Pump Handle Movement dan Bucket Handle Movement,
Paradoxical breathing, Tes ventilasi (meniup lilin), Tes spirometer, Tes
palpasi, perkusi, auskultasi & vital sign, serta pemeriksaan sputum.
28
2. Problematik Fisioterapi
Berdasarkan patofisiologi emfisema, maka problematik fisioterapi yang
dapat terjadi adalah :
- Batuk produktif disertai sputum yang meningkat
- Gangguan pernapasan
- Gangguan pengembangan thorax
- Kelemahan otot-otot pernapasan
- Spasma/tegang otot-otot leher
3. Pelaksanaan Fisioterapi
- Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efi-siensi batuk.
- Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
- Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
- Meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan.
- Mengurangi spasme/ketegangan otot-otot leher pasien.
4. Penerapan Modalitas Fisioterapi
Postural Drainage
Postural drainage adalah salah satu teknik membersihkan jalan napas
akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita menarik papas pelan
dengan dengusan ringan sebab bila menarik napas keras sesudah batuk
dapat menyebabkan batuk kembali dan dapat mendorong mukus ke
dalam paru lagi. Atur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan
sputum dengan bantuan gaya gravitasi. Tujuan postural drainage ini
adalah mengeluarkansputum yang terkumpul dalam lobus paru,
mengatasi gangguanpernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme
batuk. Teknik postural drainage ini dikombinasikan dengan deep
breathing, deep coughing, perkusi, dan vibrasi.
Latihan Mobilisasi
Latihan mobilisasi ini dilakukan secara perlahan-lahan dan teratur
dalam posisi duduk, tidur terlentang dan berdiri sesuai dengan
kemampuan penderita, yaitu :
29
- Breathing Exercises
Secara perlahan memutar kepala ke kanan dan ke kiri. Breathing
exercises dikerjakan dalam berbagai posisi oleh karena distribusi
udara dan sirkulasi paru bervariasi dalam hubungannya dengan
posisi dada.
Memutar badan ke kiri dan ke kanan membungkuk ke depan dan
ke belakang.
Memutar bahu ke depan dan ke belakang. Dasar pelaksanaannya
yaitu mulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut
tertutup, kemudian menghembuskan napas melalui bibir dengan
mulut mencucur (seperti posisi meniup).
Mengayun tangan ke depan dan ke belakang dalam mem-
bungkuk.
Menggerakkan tangan melingkar dan gerakan
menekuk tangan.Posisi yang dapat digunakan adalah tidur
terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan,
duduk di kursi atau di tempat tidur, dan berdiri
Latihan Relaksasi
Secara individual, penderita sering tampak cemas, takut karena sesak
napas dan kemungkinan mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka
latihan relaksasi merupakan usaha yang paling penting dan sekaligus
sebagai langkah pertolongan. Adapun tujuan latihan ini adalah
memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan,
meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan,
mendapatkan rileksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan
memelihara pergerakan dada. Latihan relaksasi yang dapat digunakan
adalah metodeYacobson, contohnya : penderita ditempatkan dalam
ruangan yang hangat, segar dan bersih, kemudian penderita ditidurkan
terlentang dengan kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan memberi
bantal sebagai penyangga.
30
Latihan Batuk
Batuk merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring,
trakea dan bronkhioli dari sekret dan benda-benda asing. Untuk
memudahkan batuk yang efektif, posisi penderita duduk di tepi tempat
tidur, membungkuk ke depan untuk memudahkan kontraksi otot
dinding perut dan otot-otot dada sehingga timbul tekanan
intraabdominal dan intratorakal yang besar. Selain itu posisi penderita
dapat juga setengah duduk, tidur miring dengan bagian dada
ditinggikan dan kedua lutut ditekuk.
31
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Emfisema pulmonum adalah suatu keadaan dimana paru lebih banyak berisi
udara, sehingga ukuran paru bertambah, baik anterior-posterior maupun
ukuran paru secara vertikl kearah diafragma.
Etiologi emfisema pulmonum antara lain :
1 Faktor Genetik
2 Hipotesis Elastase-Anti Elastase
3 Rokok
4 Infeksi
5 Polusi
6 Faktor Sosial Ekonomi
7 Pengaruh usia
Ada tiga faktor yang memegang peran dalam timbulnya emfisema yaitu :
1 Kelainan radang bronchus dan bronchiolus
2 Kelainan atrofik
3 Obstruksi inkomplit
Gejala utama emfisema adalah sesak napas, napas cepat dan pendek, mudah
lelah dengan aktivitas biasa, dan gejala ini akan semakin memburuk seiring
dengan progresifitas penyakit.
Pada paparan yang lebih lanjut akan menimbulkan gejala :
Batuk produktif disertai sputum yang meningkat.
Gangguan pernapasan.
Gangguan pengembangan thorax.
Kelemahan otot-otot pernapasan.
Spasma/tegang otot-otot leher.
Tipe Emfisema
Emfisema Centrilobular (Centriaciner Emfisema)
Distal acinar emfisema
32
Emfisema Panlobular (Panaciner Emfisema
Irregular emfisema
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan radiologis
Pemeriksaan fungsi paru
Sputum
Analisis Gas Darah
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Pemeriksaan radiologi dapat
menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area
udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema);
peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode
remisi (asma).
Foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:
Gambaran defisiensi arteri
Corakan paru yang bertambah
Pada emfisema lanjut, hal-hal berikut dapat ditemukan.
Hiperinflasi dada
Perubahan vaskuler
Bullae
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Patologi Jilid 2 Edisi 7: Paru dan Saluran Napas Atas. Jakarta:
EGC
2. Davey. 2006. At a Glance Medicine: Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
Jakarta: Erlangga.
3. Guyton dan Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9: Insufesiensi
Pernapasan. Jakarta: EGC Kumar dkk. 2006.
4. http://akhtyo.blogspot.com/2009/03/asma-bronkhitis-emfisema.html
5. http://medinfo.ufl.edu/~bms5191/pulmon/em1.html
6. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/emfisema.html
7. http://www.radrounds.com/photo/barrel-chest?context=latest
8. R. Patel Pradip. 2006. Lecture Notes – Radiologi. Erlangga: Jakarta.
9. www.learningradiology.com
34
Top Related