EKSISTENSI PEMUDA ISLAM DALAM PERSPEKTIF
HASAN AL BANNA
Disusun Oleh :
M U K S I N
NIM: 204033203111
Jurusan Pemikiran Politik Islam
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
1429 H / 2008 M
EKSISTENSI PEMUDA ISLAM DALAM PERSPEKTIF
HASAN AL BANNA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
M U K S I N
NIM:204033203111
Pembimbing
Dr.Sirajudin Aly,MA
NIP. 150 318 684
PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
Pengesahan Panitia Ujian
Skripsi berjudul “EKSISTENSI PEMUDA ISLAM DALAM PERSPEKTIF
HASAN AL BANNA”, telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tanggal 18 Desember 2008. Skripsi ini telah ditetapkan sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos) pada Program Studi Pemikiran
Politik Islam.
Jakarta, …. 2008
Sidang Munaqosyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Harun Rasyid, M.A Drs. Rifqi Muchtar, M.A NIP. 150 232 921 NIP. 150 282 120
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Drs. Agus Nugraha, M. Si Dr. Yusron Rozak,MA
NIP. 150 299 478 NIP. 150 216 359
Pembimbing,
Dr.Sirajudin Aly,MA
NIP. 150 318 684
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata-1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan in telah saya cantumkan
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 5 Desember 2008
MUKSIN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil alamin, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. skripsi ini merupakan salah satu Tugas Akhir dalam kurikulum
jenjang pendidikan sarjana pada jurusan Pemikiran Politik Islam, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan, bantuan dan bimbingan
hingga terselesaikannya skripsi yang penulis beri judul “Eksistensi Pemuda
Islam Dalam Perspektif Hasan Al Banna” Sebagai sebuah karya, rasanya
skripsi ini akan tidak memiliki makna apa-apa apabila di dalamnya tidak merajut
untaian terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian
penulisan skripsi ini. Adapun ucapan terimakasih saya haturkan sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Amin Nurdin, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Agus Darmaji, M.Fils dan Ibu Dra. Wiwi Sajaroh, M. Ag selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. Harun Rasyid, M.A dan Drs. Rifqi Muchtar, M.A selaku Ketua
dan Sekretaris Program Non Reguler Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dengan baik kepada penulis
setiap apa yang penulis perlukan.
5. Bapak Dr.Sirajudin Aly,MA selaku Dosen Pembimbing atas semua dedikasi
dan perhatiannya dalam memberikan masukan dan arahan selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan staff pengajar pada Program Studi Pemikiran Politik Islam
(PPI) yang telah sangat banyak mentransformasikan ilmu dan intelektualitas
selama penulis duduk di bangku perkuliahan.
7. Seluruh jajaran, staff, dan petugas di Perpustakaan Utama UIN Jakarta,
Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Perpustakaan Iman Jama’
Lebak Bulus yang banyak memberikan kemudahan penulis dalam mengakses
seluruh literatur yang tersedia dan juga yang ikhlas membantu penulis.
8. Sebesar-besarnya kebanggaan ini penulis persembahkan kepada orang yang
telah memberikan dan mengorbankan segala materi dan dukungan kepada
penulis, Ayahanda Mashud dan Ibu tercinta Maryam, terimakasih atas segala
curahan perhatian dan bantuannya serta do’a yang selalu menyertai penulis
dalam setiap melangkah untuk berangkat . Dan mereka semua layak mendapat
balasan surga dari Allah swt. Semoga Allah senantiasa memberikan kesabaran
dan kemanfaatan dalam setiap jejak langkah yang akan ditempuhnya.
9. Adik ku Samuih Assalam, keponakan ku yang nakal tapi ngegemesin Ani
Susilawati dan Agus Susilo mereka merupakan orang terdekat yang selalu
membuat penulis tersenyum walaupun kadang suka menjengkelkan
10. Kepada mereka semua tak pernah lelah memotivasi penulis untuk menjadi
lebih baik, yang selalu memberikan kasih sayangnya, selalu memberikan
motivasi belajar, mendo’akan, tak pernah bosan membantu.
11. Kepada seluruh teman-teman kelas PPI Angkatan 2004 Ahmad Hudori,
Saiman, Sofian, Pujiono, Iskak, Tsani, Zulfikar, Indra, Isti, Buhari, Ucup,
Sa’di, Aziz, Fadil, Galo, Iin Solihin, Asep, Awe, Surono, Hadi, dan semua
sahabat, teman-teman seperjuangan. Keyakinan dan kesungguhan merekalah
yang menjadi sumber inspirasi penulis.
12. Guru-guru ku di Al-Wasatiyah Cipondoh Indah yang sekarang ini menjadi
tempat penulis mengabdi terutama kepada Drs.Imam Zarkasih,M.Pd,
Drs.H.Sarudin Alfaqir, Drs. Akhmad Suja’I,MM, M.Saruan,S.Ag, S.Pd, yang
selalu memberikan kemudahan kepada penulis. Latifah Ramli, Safrudin,S.Fil
serta kawan-kawan staf dan guru yang tidak bisa penulis sebutkan tetapi tidak
mengurangi rasa terima kasih penulis ucapkan yang selama ini memotivasi
penulis untuk segera menjadi seorang sarjana .
13. Teman curhat ku Jesslyn, teman ku yang baru ku kenal tetapi selalu setia
menemani dalam kesepian ku untuk bercerita dan bercanda.
14. Gemintang, rembulan, lampu-lampu jalan, hembusan angin, hujan, sinar
matahari dan balutan semesta malam yang selalu setia menemani penulis
selama menjalani perkuliahan di Jurusan Pemikiran Politik Islam Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat.
Akhirnya kesempurnaan hanyalah milik-Nya, dan kita sebagai manusia
sangat tidak layak untuk mengakui kesempurnaan itu. Begitu pula skripsi ini,
yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Penulis berharap dari
ketidaksempurnaan itu, akan hadir kebaikan untuk semua.
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………... i
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………. ii
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………. iii
LEMBAR MOTTO …………...……………………………………………... iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………. 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………….. 12
D. Metode Penelitian ……………………………………………... 13
E. Sistematika Penulisan …………………………………………. 13
BAB II BIOGRAFI HASAN AL BANNA
A. Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan ………………. 14
B. Pemikiran Politik dan Karya-karyanya ………………………... 21
C. Peranannya dalam Negara Mesir ...….………………………… 24
1. Dalam Bidang Agama …………………………………….. 24
2. Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial ……………………….. 25
3. Dalam Bidang Politik ……………………………………… 28
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMUDA ISLAM
A. Konsep tentang Pemuda Islam ………………………………... 35
B. Sejarah Perkembangan Pemuda Islam di Dunia ………………. 42
1. Pemuda Islam pada era Permulaan Islam …………………. 42
2. Pemuda Islam pada Era Modern …………………………... 45
3. Pemuda Islam di Indonesia ………………………………... 46
BAB IV PEMUDA ISLAM PERSPEKTIF HASAN AL BANNA
A. Karakteristik Pemuda Islam ideal ……………………………... 59
B. Formulasi Pendidikan Pemuda Islam …………………………. 77
C. Peranan Pemuda dalam Politik Kenegaraan …………………... 81
D. Kontekstualisasi Pemuda Islam Ideal dalam Indonesia Modern 85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………. 92
B. Saran …………………………………………………………... 94
LAMPIRAN-LAMPIRAN
== MOTTO ==
“Nilai hidup yang terbesar adalah hidup sedemikian rupa sehingga nilai hidup
anda lebih besar dari pada hidup anda sendiri”
“Daripda mencemaskan apa yang orang katakana tentang diri anda, bukanlah
lebih baik menggunakan waktu anda untuk menyelesaikan sesuatu yang akan
mereka kagumi”
( Mark R.Douglas. dalam buku “How to Make a Habbit of Ducceeding”:
Bagaimana membangun kebiasaan untuk berhasil.)
“Kesuksesan adalah bukan ketika anda mengetahui apa yang
disukai orang lain, tetapi ketika anda menerapkan langkah-
langkah yang membuat anda bisa memperoleh simpati
mereka”
( Dr.Muhammad Al-‘Areifi dalam buku “Enjoy Your
Life”: Seni menikmati hidup )
BAB I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam sejarah kebangkitan bangsa-bangsa, pemuda selalu memiliki peran yang besar dan strategis, karena untuk menuju kebangkitan bangsa dibutuhkan
energi yang kuat berupa keyakinan yang kuat, ketulusan, motivasi yang jujur, kesungguhan dalam kerja dan pengorbanan.
Dalam hal ini, pemudalah yang berpotensi untuk itu, karena pemuda
adalah simbol purifikasi gerakan moral sehingga memiliki keyakinan dan
iman yang kuat, kejujuran yang memungkinkan untuk memiliki ketulusan dan
keikhlasan dalam beramal serta agitasi yang menggelora. Semua itu
mengindikasikan adanya peran yang cukup sentral dalam ranah perubahan,
baik yang bersifat evolutif maupun revolusioner.
Pemuda secara harfiah, kamus Webster Princeton mengartikan bahwa
youth yang diterjemahkan sebagai pemuda adalah “the time of life between
childhood and maturity, early maturity, the state of being young of immature
or inexperienced, the freshness and vitality characteristic of a young person.
Dari definisi ini, maka dapat diinterpretasikan pemuda adalah individu dengan
karakter dinamis, penuh vitalitas bahkan bergejolak dan berpandangan
optimistik, namun belum memiliki kontrol emosi yang stabil karena periode
transisional psikologisnya. Pemuda juga menghadapi suatu periode perubahan
yang signifikan dalam struktur sosial dan kultural yang terus berkembang
dengan pesat. Dalam situasi psikologis seperti ini tidak jarang periode, -dalam
perspektif psikologi perkembangan sebagai periode “pencarian jati diri”-, usia
muda yang kemudian terjerumus dalam pola hidup yang justru merusak 1
dirinya sendiri atau ada sebaliknya justru masa muda yang penuh vitalitas ini
dimaknai secara lebih positif sehingga tidak sedikit anak-anak muda juga telah
mengukir prestasi di usia yang masih dini.1
Pemahaman tentang Pemuda sebagaimana dijelaskan di atas sengaja
dikemukakan untuk mempertegas betapa usia muda menjadi begitu
menentukan perjalanan hidup seseorang di masa depan. Lalu, bagaimana
Islam memandang Pemuda ? Pemuda memiliki rasa idealisme yang tinggi,
berani menanggung resiko untuk keteguhan tujuannya, gesit, kuat, yang
terpenting memiliki fitrah yang masih bersih. Sebagai produk generasi yang
serba ingin tahu, pemuda selalu menunjukkan kebolehannya dan
kemampuannya dalam mencapai cita-cita meraih izzah (kemuliaan ) di dunia
maupun akhirat. Pemuda juga memiliki semangat tinggi dan kemampuan
belajar, mudah menyerap kebaikan bahkan kemungkinan dapat terpengaruh
oleh kejahatan. Islam sebagai agama yang tsumul sangat memperhatikan dan
memuliakan para pemuda, al-Qur'an menceritakan tentang potret pemuda
ashaabul kahfi sebagai kelompok pemuda yang beriman kepada Allah SWT
dan meninggalkan mayoritas kaumnya yang menyimpang dari agama Allah
SWT, sehingga Allah SWT menyelamatkan para pemuda tersebut dengan
menidurkan mereka selama 309 tahun. Kisah pemuda ashaabul ukhdud dalam
al-Qur'an juga menceritakan tentang pemuda yang tegar dalam keimanannya
kepada Allah SWT sehingga menyebabkan banyak masyarakatnya yang
beriman dan membuat murka penguasa.
1 Ubaidilah Badrun “Pemuda Islam dan Kontribusinya bagi Masa Depan Politik di
Indonesia” artikel ini di akses pada tanggal 13 Mei 2008 dari http://Ubed-Centre.Blogspot.Com
/2006/08/ Pemuda-islam-dan kontribusinya-bagi-html.
Karakteristik pemuda yang penuh dengan “elan vital” dan gairah
perubahan yang membuncah setiap saat, menjadi parameter tersendiri dalam
pemilihan individu yang tepat sebagai sosok ‘Pembawa Risalah Kenabian’.
Ibnu abbas ra, berkata " tidak ada seorang nabi pun yang diutus Allah
melainkan ia pilih dari kalangan pemuda saja (sekitar30-40 tahun) begitu juga
seorang tidak alim pun yang diberi ilmu melainkan dari pemuda saja." (tafsir
Ibnu Katsir III/63). Banyak pula yang tercantum dalam Al-Quran, kisah-kisah
para pemuda , di antaranya: Nabi Yusuf, Musa, Ibrahim, dan lainnya. Dalam
surat al-Anbiya 60" mereka berkata: kami dengar ada seorang pemuda yang
mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." Selanjutnya kisah-kisah
lainnya dapat kita lihat dan renungkan bagaimana Ibrahim menentang raja
Nambrud yang sangat kejam, bagaimana Daud mengalahkan Raja Jalut yang
bengis dan berpengalaman tempur terhebat kala itu, bagaimana Musa dan
Harun melawan Raja Firaun yang dzalim dan sombong, yang tega membunuh
semua bayi laki-laki yang lahir tanpa berdosa itu untuk kepentingannya
sendiri.
Masih banyak lagi contoh-contoh kisah para pemuda lainnya, di
antaranya bahwa mayoritas dari assabiquunal awwaluun (orang-orang yang
pertama kali beriman kepada Rasulullah SAW) adalah para pemuda. Ketika Nabi
Muhammad SAW di utus Oleh Allah untuk menyampaikan risalah Islamiyah,
yang mengimani saat itu diawali mayoritas oleh pemuda. Diantaranya Ali bin Abi
Thalib dan Zubair bin Awwam (masing-masing 8 tahun), Thalhah bin Ubaidillah (
11 tahun), Al-Arqam bin Abi Al-Arqom (12 tahun), seorang ahli tafsir terkemuka,
Abdullah bin Mas’ud (14 tahun), Saad bin Abi Waqqash (17 tahun), Ja’far bin
Abi Thalib (18 tahun), Zaid bin Haristah (20 tahun ), Mush’ab bin Umair (24
Tahun), Umar bin Khattab (26 tahun), Abu bakar Ash-Siddiq (37 tahun).
Bahkan seringkali di antara mareka di tunjuk oleh Nabi Saw menjadi
panglima yang memimpin tidak hanya kaum muda saja tetapi juga yang tua
yang lebih berpengalaman. Selain kisah-kisah usia muda yang mengagumkan
pada masa assabiquunal awwaluun, juga tidak sedikit kita menemukan kisah-
kisah usia muda yang mengagumkan pada periode salafus sholeh, semisal
kisah Imam Syafii yang hafal al-Qur’an diusia tujuh tahun.
Di penghujung abad 20, gerakan-gerakan pemuda Islam yang dipelopori
oleh mahasiswa telah menjadi pemeran dalam menumbangkan rezim-rezim
otoriter dan mendorong perubahan-perubahan mendasar di sejumlah negara.
Kita bisa belajar dari perjuangan tokoh-tokoh pergerakan muda Islam seperti
Hasan Al-Bana, Sayid Qutub, Abdullah Azzam, Said Hawa dan masih banyak
lagi, ikut membangun kembali umat dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Kisah-kisah muda para perintis perjuangan Islam di Indonesia juga
tak lapuk untuk dikaji oleh para pemikir Islam dan ilmuwan sosial, sebut saja
misalnya bagaimana kisah muda Agus Salim yang hanya lulusan setingkat SMA
(Hoogere Burgerschool) namun mampu menjadi pemikir besar yang mewarnai
perkembangan Islam Indonesia, mempengaruhi arah politik nasional di periode
awal kemerdekaan, hingga turut memberikan khazanah keislaman secara
internasional karena aktifitasnya di dunia jurnalistik dan diplomasi. Kisah-kisah
perjuangan H.O.S Tjokroaminoto yang menjadi pelopor penting lahirnya Syarikat
Dagang Islam (SDI) dan kisah M.Natsir yang dengan prinsip Islamnya memberi
warna tersendiri bagi perkembangan Dakwah Islam dan politik di Indonesia.
Penjelasan yang bersifat eksploratif di atas tentang bagaimana Islam
memandang pemuda dan bagaimana kisah-kisah pemuda Islam sejak para
Nabi hingga beberapa catatan kisah pemuda di Zaman Rasulullah hingga kisah
pergerakan pemuda Islam di belahan dunia lainya termasuk Indonesia
sebagaimana dijelaskan di atas, kita bisa mengambil ibroh dari kisah-kisah
yang mengagumkan itu. Bahwa betapa banyaknya pemuda-pemuda Islam di
usianya yang masih muda telah memberi manfaat yang besar bagi kejayaan
Islam, termasuk mampu memberi kontribusi bagi lahirnya model pergerakan
politik Islam hingga saat ini.2
Ranah perpolitikan Indonesia telah menunjukkan bahwa generasi muda
hampir selalu tampil sebagai penentu perubahan-perubahan yang besar yang
terjadi dalam kehidupan bangsa. George Mc.Turnan Kahin bahkan
menggunakan penamaan “Revolusi Kaum Muda” untuk menyebutkan
pergerakan tokoh-tokoh yang mempelopori terjadinya perubahan yang
melahirkan bangsa dan negara Indonesia modern.3
Perubahan-perubahan besar yang terjadi pada masa Indonesia merdeka
umumnya berupa upaya untuk merobohkan kekuasaan rezim-rezim totaliter
dan keditaktoran yang membawa kehidupan bangsa jatuh pada kondisi kritis
yang dapat membawa kehancuran.
2 Ubaidilah Badrun “Pemuda Islam dan Kontribusinya bagi Masa Depan Politik di
Indonesia”…… 3 Rum Aly, Menyilang Jalan Kekuasaan Militter Otoriter (Jakarta : PT.Kompas Media
Nusantara, 2004), h.3
Sejarah mencatat bahwa runtuhnya kekuatan-kekuatan totaliter Soekarno
maupun Soeharto dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pemuda dalam hal ini
mahasiswa sebagai penentu. Namun sayangnya kemudian di ambil alih dalam
proses-proses berikutnya oleh kekuatan pemegang kekuasaan baru yang
cenderung menjadi totaliter dan diktator sedang pemuda hanya di balik
kampus dan jalanan.
Tepatnya 20 Mei 2008, seratus tahun Kebangkitan Nasional hendaknya
pemuda melakukan langkah cepat untuk dapat tampil kedepan, tidak hanya
jadi orator dan menuntut perubahan. Perubahan yang dimaksudkan haruslah
benar-benar menjiwai totalitas kesadaran akan perbaikan di segala aspek
kehidupan, bukan bersifat parsial apalagi cenderung oportunistik.
Proses perubahan adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itu, pemuda
Islam yang menjadi mayoritas mampu mengambil peran yang konstruktif
dalam mengusung proses tersebut. Proses maturitas dari gerakan pemuda
Islam dewasa ini sedang mengalami gerak evolusi yang cukup
membanggakan. Gerak kebangkitan pemuda ini dapat kita lihat dari media
massa maupun elektronik atas kemengangan Hermawan dan Dede Yusuf
sebagai pemenang Pilkada Jawa Barat dan terpilihnya golongan muda di
Sumatra Utara ini membuktikan saatnya pemuda bangkit.
Bahkan banyak analisis politik di Indonesia, atas kontroversi dari hasil
pilkada tersebut mengindikasikan bahwa pemuda mulai dapat menaiki tangga
kekuasaan untuk secepatnya melakukan perubahan di Indonesia yang memang
di liputi krisis moral yang sangat memprihatinkan.
Ada sebuah pepatah yang berbunyi “ negara yang tangguh salah satunya
bisa dilihat dari sosok pemudanya” maka jika negara tidak membina
pemudanya maka akan hilang satu generasi.
Dari apa yang terjadi sekarang, terlihat pemuda tidak berada pada
fitrahnya, bahwa pemuda merupakan reflika masa depan suatu bangsa, bahkan
pemuda seakan terhipnotis dengan dunia hedonisme kepemudaanya. Inilah
yang menjadi tantangan sebenarnya bagi seorang pemuda, bagaimana dia
dapat melawan akan dirinya sendiri. Dan tantangan yang paling besar ada di
pundak pemuda-pemuda Islam, mereka selalu dituntut untuk dapat bangkit
membangkitkan dakwah Islam demi kebangkitan agama Islam yang memang
selama ini terpinggirkan dengan budaya-budaya atau isme-isme yang dibuat
oleh Barat.
Jika dilihat dari uraian di atas, pemuda tidaklah seorang pemuda yang
hanya mementingkan dirinya sendiri, pemuda yang didambakan adalah
pemuda yang mempunyai karakter perjuangan yang kuat untuk membangun
bangsa dan agamanya. Kemudian menjadi pertanyaan sudah benarkan jalur
perjuangan pemuda Islam dalam kebangkitan negara dan agama untuk saat
ini?.
Sebagai penentu masa depan, pemuda haruslah mempunyai karakter-
karakter yang kuat untuk menghadapi tantangan zaman. Seperti yang di
katakan oleh pejuang pemuda Islam Hasan Al Banna mengatakan bahwa
untuk mencapai keberhasilan kebangkitan Islam pemuda harus mempunyai
beberapa karakter yaitu iman yang kuat, keikhlasan , semangat dan amal.4
Dalam konteks pemikiran Hasan Al Banna selalu menempatkan pemuda
pada posisi istimewa dalam setiap putaran roda sejarah. Pemuda baginya akan
selalu hadir dalam setiap proses perubahan. Pesan tersebut dapat di tangkap
melalui ungkapannya yang popular “ sejak dulu dan sekarang pemuda
merupakan pilar kebangkitan setiap umat, rahasia kekuatan dalam setiap
kebangkitan dan pengibar panji setiap fikrah”.5
Pemuda bagi Hasan Al Banna juga memandang bahwa generasi muda
adalah rahasia kehidupan umat dan sumber mata air kebangkitannya. 6 Dari
ungkapan-ungkapan Hasan Al Banna ini mengindikasikan bahwa bagaimana
pemuda sebagai objek perubah sejarah, sebagai tokoh-tokoh yang akan
membangkitkan suatu bangsa atau umat.
Tidak dapat di pungkiri, kebangkitan pemuda Ikhwanul Muslimin
melahirkan satu gagasan baru bahwa pemuda tidak hanya menjadi pengikut
sejarah akan tetapi perubah sejarah. Terminologi kebangkitan (renaissance)
adalah paradigma utama perubahan yang digagas oleh kaum muda dalam
wadah Ikhwanul Muslimin.
Gerakan Ikhwanul Muslimin yang di pimpin seorang pemuda seperti
Hasan Al Banna, menjadikan gerakan ini sebagai gerakan pemuda yang
mampu membangkitkan semangat pemuda Mesir. Namun tidak hanya di
4 Hasan al Banna, Kumpulan Risalah Hasan al Banna. Terjemahan: Khojin Abu
Faqih,LC. (Jakarta Timur: Al I’tshom Cahaya Umat, 2005), h.70 5 Hasan al Banna, Kumpulan Risalah Hasan al Banna, h.71
6 Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 2. Terjemahan: Anis Matta,
et.all.. (Surakarta : Era Intermedia,1999), h.127
negara Mesir sebagai negara asal berdirinya, gerakan kebangkitan pemuda ini
pun sampai ke negara-negara sekitar yang memang saat itu sedang di jajah
oleh negara-negara Barat untuk bangkit dan membela tanah air mereka untuk
merdeka.
Gerakan kebangkitan Islam di belahan Timur Tengah, terutama di Mesir
yang dimotori oleh Al-Afghani dan Muhammad Abduh, kemudian diikuti oleh
murid setianya Sayyid Qutb telah berimplikasi luas terhadap gerakan
revivalisme dan purifikasi Islam pasca kolonial. Faktor kebangkitan gerakan
pemuda Islam di Mesir pasca kolonial bertujuan untuk meng-counter
hegemoni barat yang dianggap merusak tatanan nilai Islam.
Kemudian dalam konteks kekinian, kita dapat menyaksikan bagaimana
pemuda mulai terlihat menunjukkan kebangkitannya. Ini kita dapat saksikan
bagaimana perdebatan golongan muda vs tua menjadi tema yang sangat ramai
menuju pemilu 2009. Kesadaran untuk memanfaatkan peluang ke arah
perubahan yang radikal hanya dapat diraih dalam gerakan struktural, yaitu
mengambil alih peran-peran politik, terutama mekanisme meraih kekuasaan
politis.
Momentum kebangkitan nasional dan 80 tahun hari Sumpah Pemuda
kiranya dapat menjadikan sebagai tahun kebangkitan pemuda Indonesia untuk
tampil sebagai pemimpin bangsa. Siklus kebangkitan pemuda membutuhkan
mainstream tersendiri guna menempatkan pemuda Islam tidak dalam menara
gading, hidup dalam lokalitas mereka tanpa mau berinteraksi dengan realitas
sosial. Panggilan hati nurani untuk membela kaum dlu’afa adalah
pertanggungjawaban moral ajaran agama yang harus dipikul secara simultan
oleh pemuda.
Kemudian tidak hanya di Indonesia, dengan slogan “ Harapan dan
Perubahan” menjadi tema Barack Obama pada pemilihan Presiden Amerika
Serikat7. Dengan tema ini Obama mampu membangkitkan histeria massa
sehingga dukungan kepadanya begitu luar biasa. Tidak hanya di AS dukungan
untuk Obama, Indonesia pun menjadikan Obama sebagai trendsetter untuk
majunya pemuda dalam politik Indonesia dengan tema yang sama yaitu
perubahan.
Gaung kebangkitan peran pemuda Islam di awal milenium ketiga dapat
dimaknai secara mendalam dengan menggunakan sudut pandang pemikiran
Hasan Al-Banna. Alasan yang paling rasional dalam memilih tokoh
pembaharuan politik Islam kontemporer asal Mesir ini adalah pergulatan
pemikirannya yang mengeksplorasi potensi kepemudaan sebagai tokoh utama
pembawa perubahan signifikan ke arah struktur politik yang berbasis Islam.
Hal tersebut dapat dilihat dari pemikirannya tentang konsep tarbawi (tarbiyah)
dan ciri-ciri seorang muslim ideal dengan karakter keimanan yang kuat,
keikhlasan (purifikasi amal dengan niat yang tulus), semangat yang
dimanifestasikan dalam bentuk jihad, dan amal yang menjadi nilai praksis
keimanan. Keempat karakteristik tersebut dalam pandangan psikologi
kontemporer adalah ciri yang melekat pada diri pemuda.
7 Rama Pratama “Kaum Muda, Asa, dan Perubahan”, Republika, 23 Juli 2008. h.8
Proses perubahan yang dijalankan Hasan Al-Banna menggunakan pola
pendidikan yang terstruktur rapi, dengan penanaman nilai-nilai religius pada
diri pemuda. Cikal bakal perubahan melalui proses pendidikan yang
dimaksudkan Al-Banna dapat dijalankan apabila pemuda termasuk bagian dari
proses edukasi itu. Alasan-alasan di atas adalah bagian tak terpisahkan
(integrated elements) dalam mengangkat tema yang cukup menarik tentang
pemikiran Hasan Al-Banna tentang eksistensi pemuda Islam sebagai sebuah
riset.
Dengan demikian perlu kiranya penulis mengangkat tema pemuda yang
sangat urgen ini dan dengan melihat seorang Hasan al Banna sebagai ulama,
politikus, pejuang Islam yang sangat menginginkan mengembalikan kejayaan
Islam melalui pemuda-pemuda yang mempunyai semangat kebangkitan.
Untuk itu penulis mengambil judul skripsi ini yaitu “ Eksistensi Pemuda
Islam Dalam Perspektif Hasan al Banna”
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat kompleksitasnya permasalahan yang akan dibahas
khususnya mengenai pemikiran Hasan Al Banna ini, maka penulis membatasi
permasalahannya mengenai eksistensi pemuda Islam yang dikaitkan dengan
gerakan-gerakan politik dan sosial (Social and Political Movement) saja
menurut perspektif Hasan Al Banna.
Dari pembatasan tersebut penulis merumuskan permasalahan :
Bagaimana konsep pemuda Islam dalam berbagai perspektif?
Bagaimana sejarah pergerakan kaum muda di dunia dan di Indonesia?
Apa bentuk tipologi pemuda ideal dalam perspektif Hasan Al Banna?
Apa implikasi gerakan pemuda Islam terhadap perubahan di Indonesia?
Bagaimana proses transformasi perubahan politik kontemporer Indonesia
dengan menggunakan pendekatan dakwah kepemudaan dalam metode
Hasan Al-Banna?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
Untuk mengeksplorasi konsep kepemudaan dalam perspektif Islam.
Untuk mengetahui karakteristik pemuda Islam menurut Hasan Al Banna
Untuk mengetahui formulasi pendidikan pemuda Islam menurut Hasan Al
Banna
Untuk Mengetahui kontekstualisasi pemuda Islam ideal di Indonesia modern
b. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan oleh penulis agar memberikan manfaat,
antara lain :
1. Untuk pengembangan ilmu politik kontemporer khususnya tentang peran
pemuda Islam ideal dalam konteks pergumulan umat.
2. Bagi para pemuda Islam di Indonesia, diharapkan penelitian ini mampu
menstimulasi kognisi intetelektualitas keislaman yang bersifat universal.
Metode Penelitian
Dalam membahas skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian
kepustakaan (Library Research), yaitu penulis berusaha memperoleh data-data
dan informasi melalui literature-literatur kepustakaan, majalah-majalah
maupun artikel-artikel yang berhubungan dengan masalah tersebut. Dalam
pengolahan data ini penulis menggunakan metode deskripsi analisis.
Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan ini, agar lebih terarah dan terperinci terbagi
kedalam bab-bab dalam tiap sub-babnya dijelaskan secara global.
Di dalam bab I yang diawali dengan pendahuluan, ini terdiri atas latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian serta sistematika penelitian.
Di dalam bab II terdiri dari Biografi Hasan Al Banna serta Peranannya
dalam negara
Di dalam bab III terdiri dari tinjauan umum tentang pemuda Islam dari
era Islam sampai Indonesia.
Di dalam bab IV terdiri dari karakteristik pemuda Islam, formulasi
pendidikan pemuda Islam, peranan pemuda dalam politik kenegaraan menurut
Hasan Al Banna serta kontekstualisasi pemuda Islam ideal dalam Indonesia
Modern.
Dan dalam bab V terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran.
BAB II
BIOGRAFI HASAN AL BANNA
Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan
Di antara sunnatullah adalah adanya tokoh pada masa yang sesuai dengan kebutuhan zaman sehingga pada setiap penghujung abad Allah mengutus
orang yang membangkitkan agama untuk umat ini dan mengembalikan
vitalitasnya.
Imam Ali bin Abu Thalib mengatakan, “Bumi ini tidak sepi dari orang
yang bangkit untuk Allah dengan hujjah”. Sedangkan Abu Al-Hasana
An Nadavi memberi catatan dalam bukunya “ Rijal Al-Fikr wa Ad-Da’wah fi
Al Islam” (Tokoh Pemikiran dan Dakwah dalam Islam) bahwa sejarah Islam
pada setiap periode melahirkan tokoh-tokoh yang memang dibutuhkan oleh
keadaan, lalu mereka mengisi kekosongan, memenuhi kebutuhan,
melaksanakan tugas yang di butuhkan masa dan tempat untuk membangkitkan
umat, merehabilitasi kerusakan-kerusakan yang dialami oleh struktur
bangunan umat ini8. Imam Syahid Hasan Al Banna merupakan tokoh yang
dinantikan masyarakat Mesir saat itu yang memang sedang mengalami
kemerosotan yang diakibatkan penjajahan.
Hasan Al Banna di lahirkan di Mahmudiyah dekat Iskandariyah yaitu
kota kecil yang terletak di sebelah Timur laut Kairo, Propinsi Buhairah, pada
bulan Rabi’ul Awal tahun 1325 H/ Oktober 1906 M9. Imam Syahid tumbuh di
8 Yusuf Qardhawi. 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan
Jihad. Terjemahan: H.Mustofa Maufur dan H.Abdurrahman Husain (Jakarta Timur : Pustaka Al-
Kautsar,1999), h.43 9 Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H. Terjemahan:
Fachrudin. (Bandung : Asy Syaamil Press & Grafika, 2001), h.19
14
bawah asuhan kedua orang tua yang mulia serta sifat yang terpuji kepada
putra-putrinya. Ayah beliau Syeikh Ahmad Abd al-Rahman termasuk salah
seorang ahli hadits besar yang sudah masyur, yang lebih dikenal dengan
panggilan As Sa’ati karena pekerjaannya sebagai tukang reparasi jam.
Imam Hasan Al Banna dididik oleh orang tua yang alim. Bimbingan
dan arahan orang tuanya telah memberikan pengaruh yang besar sekali pada
diri beliau sehingga menghasilkan buah dan manfaat yang sangat baik serta
melimpah. Ketika hampir mencapai usia delapan tahun -yang merupakan
batas minimal untuk masuk sekolah- orang tua Hasan Al Banna sudah
memasukannya ke Madrasah Diniyah Ar Rasyad. Di madrasah ini beliau
menghafal separuh Al Qur’an dan banyak hadis-hadis Rosul SAW. Mengenai
hal ini beliau pernah menuturkan : “Saya ingat bahwa sebagian besar hadis-
hadis yang saya hafal adalah sebagian dari hadis-hadis yang terekan kuat di
dalam benakku sejak waktu itu”. Di madrasah ini pula beliau belajar kaidah-
kaidah bahasa Arab dan penerapannya serta sastra dan hafalan-hafalan syair
dan prosa.10
Suatu hari ia dikejutkan dengan keputusan Majlis Daerah Bukhairah
yang menghapuskan sistem pendidikan Madrasah I’dadiyah. Di depan beliau
hanya ada dua alternatif yang harus di pilih : pertama, pergi ke Ma’had Diiniy
di Iskandariah, atau kedua, melanjutkan ke Madrasah Mu’alimin di
Damanhur. Dan pilihan beliau jatuh pada pilihan kedua yaitu Madrasah
10 Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H, h.20
Mu’alimin (Sekolah guru) di Damanhur.11
Di sekolah ini beliau
menyelesaikan studinya selama 3 tahun sejak tahun 1923 hingga tahun 1927.
Dalam mengisi hari-harinya Al Banna muda sangat di sibukkan
dengan berbagai kegiatan di sekolahnya, sampai akhirnya ia mendirikan
sebuah organisasi yang bernama Jam’iyah Man’il Muharramat (Perhimpunan
Anti Haram ) dengan Hasan Al Banna sebagai ketuanya.
Misi perhimpunan ini adalah menjaga aspek-aspek keagamaan dan
memantau orang-orang yang menyepelekannya atau melakukan salah satu
perbuatan dosa. Misi ini dijalankan dengan mengirimkan surat peringatan
kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran atau menyia-nyiakan
kebaikan. Surat tersebut berisi larangan berbuat kemungkaran dan
menunjukkan jalan kebaikan. Dan aktivitas ini menimbulkan kegoncangan di
masyarakat, para pelaku kemaksiatan memberikan reaksi yang keras terhadap
surat-surat yang ditujukan kepada mereka dan berusaha mencari tahu siapa
dalang dibaliknya.12
Kesibukan berorganisasi tidak membuat Al Banna terlena dan lupa
akan tugasnya sebagai pelajar, namun justru semakin membuat ia memiliki
pengetahuan yang lebih disbanding para pelajar yang lain. Hal tersebut dapat
terlihat dari diperolehnya predikat lulusan terbaik ke-5 untuk seluruh Sekolah
Menengah Umum (SMU) di Mesir.
Kecerdasan otak sang Imam yang sejak remaja sudah turut ambil
bagian dalam tarekat sufi Hasyafiyah ini memang sudah tidak dapat diragukan
11
Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H, h.22 12 Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H, h.29
lagi keabsahannya. Hal tersebut kembali dapat dibuktikan dengan
dinobatkannya sebagai mahasiswa yang berhasil lulus dengan yudisium
pertama tingkat Universitas yang didirikan oleh Muhammad Abduh itu.13
Sesungguhnya disanalah kehidupan Hasan Al Banna mulai terasa
semakin “hidup”, karena di kota besar itulah beliau benar-benar memahami
arti kehidupan dengan banyak berkenalan dan berinteraksi dengan orang-
orang ternama disekitarnya. Mengenal Rasyid Ridha beserta gerakan
Salafiyahnya merupakan awal pembentukan pola pikir Al Banna muda dalam
menyikapi berbagai persoalan kehidupan di dunia. Apalagi hal tersebut
didukung oleh rajinnya sang imam untuk membaca majalah Al Manar yang
memang merupakan kumpulan beberapa tulisan tokoh-tokoh ternama seperti
Jamaludin Al Afghani, Muhammad Abduh serta Rasyid Ridha.
Tetapi yang paling berpengaruh pada pembentukan pandangan Hasan
Al Banna muda adalah karya tulis Ridha tentang aspek politik dan sosial,
tentang pembaharuan Islam, serta perlunya didirikan negara/pemerintahan
Islam dan diberlakukannya hukum Islam. Dengan kata lain, dari tiga serangkai
tokoh salafiyah, Al Afghani, Abduh, dan Ridha, yang terakhir itulah yang
besar pengaruhnya pada Al Banna muda, terutama keyakinan Ridha bahwa
Islam adalah agama sempurna dan lengkap dengan segala sistem yang
dibutuhkan bagi kehidupan umat Islam, termasuk sistem politik, ekonomi dan
13 Fathi Yakan. Revolusi Hasan Al Banna (Jakarta : Harakah, 2002), h.4
sosial, dan bahwa untuk meraih kembali kejayaan umat Islam tidak perlu
meniru Barat.14
Setelah menyelesaikan studinya di Universitas Dar Al-Ulum yang
sempat dimasyurkan oleh Muhammad Rasyid Ridha tersebut, pada September
1927 Al Banna mulai mengajar di sekolah dasar di Isma’iliyah. Di tengah
kesibukan kegiatan barunya, ia masih tetap menjadi koresponden majalah
Pemuda Muslim Kairo yang bernama Al Fath serta menjalin hubungan baik
dengan kelompok maktabah Salafiyah atau penerbit Al Manar pimpinan
Rasyid Ridha.
Latar belakang keluarga yang penuh dengan keilmuan dan
pengetahuan agama merupakan dasar yang sangat dominan dalam
pembentukan diri sang imam Al Banna. Hal tersebut dapat terlihat pada
perkembangan pribadi al Banna yang sangat mengagumkan. Ia tumbuh
menjadi sosok yang sangat cerdas, kritis serta bersifat zuhud. Sejak kecil ia
selalu menerapkan atau membiasakan diri unttuk shalat malam, puasa senin-
kamis dan menghafal ayat-ayat Al Qur’an. Semua yang telah dilakukan Al
Banna kecil bukanlah suatu pekerjaan yang main-main, karena dengan hasil
kerja kerasnya itu ia mampu menghafal setengah Al Qur’an (15 juz) yang
kemudian ia sempurnakan menjadi 30 juz ketika menginjak dewasa.
Secara tidak langsung pengaruh Rasyid Ridha telah menginspirasi
pemikiran tentang pembaharuan Islam terhadap diri Hasan Al Banna, dan hal
ini barangkali wajar disebabkan menjelang Al Banna menginjak dewasa dan
14
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara : ajaran, sejarah, dan pemikiran. (Jakarta :
UI Press, 1993), h.147
lebih matang pengetahuannya, Al Banna lebih banyak bersinggungan dengan
orang-orang salaf yang sufi tersebut. Namun setelah Al Banna mulai bergelut
dengan urusan-urusan sosial, Al Banna sedikit demi sedikit mulai
meregangkan diri dari aktivitas kesufian, walaupun tidak secara serta merta
memutuskan diri dari pelaksanaan mistik sufi, tetapi dia mulai terpanggil
dengan isu-isu dan wacana-wacana sosial politik di mesir saat itu, terutama
responnya terhadap krisis politik Mesir pada tahun 1919.
Besarnya dominasi Inggris di Mesir menjadikan Al Banna muda
merasa terpanggil untuk membangun masyarakat Mesir yang dalam
pandangannya mulai dirusak oleh budaya-budaya Eropa yang semuanya itu
menurut pandangannya merupakan sebab-sebab terbesar bagi kelumpuhan dan
kemunduran pihak muslim.Dan ia merasa tersinggung atas perlakuan Inggris
terhadap masyarakat Mesir yang telah memandang hina dengan
memperlakukan para pekerja selayaknya seorang budak.
Hasan Al Banna melihat kebebasan dan kerusakan moral telah
mewabah di seantero dunia Islam, khususnya saat runtuhnya Kekhalifahan
Islam oleh Attaturk tahun 1924 M. Dia menilai bahwa Barat berupaya secara
sungguh-sungguh untuk mencabut Islam dari akarnya dan menghilangkan
eksistensinya di muka bumi.
Fenomena yang terjadi di atas pada masyarakat muslim Mesir itu
akhirnya membawa Hasan Al Banna kepada lima rekannya untuk menggagas
sebuah proyek pergerakan perbaikan umat dan kejayaan Islam. Pada awalnya
mereka hanya menamakan diri mereka dengan sebutan “ Muslimin” saja,
namun secara spontan mereka berseru “ kita adalah ‘Ikhwanul Muslimin’,
yang berarti, “Para saudara dari kaum muslim”.
Keberhasilan Ikhwanul Muslimin di awal pertumbuhannya menjadikan
gerakan ini di anggap sebagai gerakan yang dapat membangun masyarakat
Islam Mesir yang diawali dengan menjadikan masyarakat kelas bawah
menjadi generasi yang teladan dalam memahami nilai-nilai agama islam.
Namun perkembangan kelompok Ikhwanul Muslimin kian pesat
menjadi ancaman bagi pemerintahan Raja Faruq pada saat itu, karena dengan
peristiwa pada tahun 1947 ketika al Banna mengutus tentara sukarelanya ke
Palestina untuk perang melawan Israel, Faruq benar-benar merasa telah
menerima pelajaran pahit dari gerakan yang mempunyai kantor di ( Darul
Ikhwan) di kota Kairo itu.15
Posisi kekuasaan Faruq yang kian tersudutkan
oleh eksistensi Ikhwanul Muslimin merupakan konsekuensi dari kebijakan
politik luar negeri yang pro Barat. Apalagi para mujahidin kian besar
kekuatannya pasca kedatangan mereka dari Palestina. Melihat perkembangan
yang mengkhawatirkan bagi kekuasaan Faruq, maka Raja Faruq menerapkan
kebijakan represif dalam membendung pengaruh Hasan Al-Banna, sampai
pada akhirnya terjadi konspirasi politik di Mesir dengan terbunuhnya Hasan
Al-Banna pada tanggal 12 Februari 1949.
Di sinilah awal dari sejarah kelam gerakan Ikhwanul Muslimin, ketika
raja Faruq merasa khawatir mulai ditinggalkan dan dikhianati oleh para sekutu
Arabnya, dan sehingga ia merasa sangat takut dengan kembalinya para
15
Rachilda Devina. “Konsep Syura’ Perspektif Hasan Al Banna”, ( Skripsi S1 Fakultas
Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri,Jakarta, 2007 ), h.14
mujahidin Ikhwanul Muslimin dari Palestina. Pemerintah mulai bergerak
untuk melakukan penawaran-penawaran sampai akhirnya pada peristiwa
pembunuhan sang Imam di depan kantor Pusat Pemuda Ikhwanul Muslimin (
Dar Asy-Syubban Al Muslimin) pada tanggal 12 Februari 1949 M / 1368 H.
Sang Imam pun menyerahkan ruhnya untuk kembali keharibaan Sang
Penciptanya dalam keadaan suci, Insya Allah, setelah menunaikan amanah-
Nya dan tetap dalam keadaan teguh mengangkat bendera agama-Nya sampai
napas terakhir.
Pemikiran Politik dan Karya-karyanya
Islam menurut Hasan Al Banna merupakan agama universal yang
melingkupi aspek kehidupan tak terkecuali bidang politik. Banna melihat
bahwa eksistensi konsep Negara Islam telah dicontohkan oleh Rosulullah
SAW dan para Khulafah Rasyidin di Madinah sekitar abad ketujuh Hijriyah.16
Pemikiran tentang Islam dan politik ini dapat terlihat jelas dari karakteristik
organisasi yang dia bangun “ Ikhwanul Muslimin”, Islam tidak dipahami
seperti banyak orang, khususnya pada era kemunduran peradaban dan stagnasi
pemikiran, di mana Islam dipandang sebagai kepercayaan dan ibadah ritual,
tidak ada kaitannya dengan masalah-masalah masyarakat dan urusan negara,
politik dan ekonomi, aliran kebudayaan dan pemikiran.17
16
Arifin. Pemikiran Politik Hasan Al Banna. (Telaah Gerakan Politik Ikhwanul
Muslimin. ”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri,Jakarta,,
2004), h.28 17
Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan
Jihad, h.137
Islam sebagai satu sistem yang memiliki keunggulan universalitas
zamani (waktu), makani (geografis), dan insani (kemanusiaan), ini dapat di
lihat dari ungkapan Hasan Al Banna dalam makalahnya dengan judul Min
wahy Hara’. Ia mengemukakan bahwa Islam adalah misi yang membentang
panjang hingga mencakup keabadian zaman; membentang luas hingga
mencakup jajaran ufuk bangsa-bangsa dan membentang dalam hingga
meliputi urusan dunia akhirat.18
Pemikiran Al Banna mengenai agama dan politik, mencerminkan
transisi dari penekanan pembaharu Islam seberlumnya bahwa Islam dan
politik tak dapat dipisahkan. Al Banna menegaskan bahwa prinsip Islam dapat
diterapkan pada keyakinan yang banyak di anut dalam politik dan lembaga
politik. Al Banna menulis bahwa Islam memerlukan suatu pemerintah yang
mencegah anarki, namun tidak menetapkan bentuk pemerintah tertentu. Islam
hanya meletakan tiga prinsip pokok. Pertama, pernguasa bertanggung jawab
kepada Allah SWT dan rakyat, bahkan dianggap sebagai abdi rakyat. Kedua,
bangsa muslim harus bertindak secara bersatu, karena persaudaraan muslim
merupakan prinsip Islam. Ketiga, bangsa muslim berhak memonitor tindakan
penguasa, menasehati penguasa, dan mengupayakan agar kehendak bangsa di
hormati.19
Dari ketiga prinsip di atas terlihat Al Banna tidak menekankan
bagaimana bentuk pemerintahan Islam. Akan tetapi pemerintahan yang selalu
18
Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan
Jihad , h.138 19
Arifin. Pemikiran Politik Hasan Al Banna, h.30. lihat Ali Rahmena dalam buku “Para
Perintis Zaman Baru Islam”
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dan selalu memegang akan syari’at
Islam. Intinya Hasan Al Banna tidak memisahkan antara agama dan kehidupan
masyarakat atau politik. Adapun pemerintahan Islam yang di maksud Hasan
Al Banna adalah “pemerintahan yang para pejabatnya adalah orang-orang
Islam yang melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam dan tidak terang-
terangan melakukan kemaksiatan serta konstitusinya bersumber dari Al
Qur’an dan As Sunnah, yakni menerapkan syari’at Islam. Secara tidak
langsung pemikiran ini dilatar belakangi akan pemerintahan Mesir yang
bersifat sekuler dan bukan mencerminkan pemerintahan Islam.
Di antara karya-karya Imam Hasan Al Banna baik yang berupa tulisan
maupun dalam bentuk kumpulan-kumpulan pesan masih terus selalu di kaji
oleh para pengikutnya. Adapun di antara karya-karya tulis yang ditinggalkan
oleh Imam Hasan Al Banna adalah : Ahaditsul Jum’ah (Pesan setiap Jum’at),
Mudzakkiratud-Dakwah wad-Da’iah (Pesan-pesan buat Dakwah dan Dai),
dan Al-Ma’tsurat ( Wasiat-wasiat).
Karya-karya yang berupa bentuk kumpulan-kumpulan pesan
(majmu’atur-Rasail) adalah : Da’watuna (Menuju Kecerdasan), Nahwan Nur
(Kepada para Pemuda),bainal Amsi Wal Yaum (Antara Kemarin dan Hari ini ),
Risalatul Jihad (Pesan Jihad), Risalatut Ta’lim (Pesan-pesan Pendidikan), Al-
Mu’tamar Al-Khamis (Konfrensi Kelima), Nizhamul Usar (Sistem Kelompok
Kecil Pergerakan), Al-‘Aqaid (Prinsip-Prinsip), Nizhamul Hukm (Sistem
Pemerintahan), Al-Ikhwan Tahta Rayatil-Qur’an (Ikhwan di Bawah Bendera
Al-Qur’an), Da’watuna fi Thaurin Jadid (Misi kita dalam Masa Baru), Ila
Ayyi Syai’in Nad’un Nas (Ke Arah Mana Kita Menyeru Manusia ?), dan An-
Nizham Al-Iqtishadi (Sistem perekonomian).
Peranannya Dalam Negara Mesir
Dalam bidang Agama
Al Banna berpijak di atas dasar-dasar agama Islam sebagai faktor
yang aktif dan efektif untuk menciptakan perubahan dalam diri seorang
individu. Jika yang dimaksud dengan kerusakan jiwa adalah akhlak yang
bobrok, perilaku yang menyimpang dan dekadensi moral, maka
sesungguhnya kunci untuk mengubah tidak lain kecuali faktor agama.
Karena agama sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Hasan Al Banna,
“Menghidupkan jiwa dan memberikan pada setiap diri suatu pengontrol
atau filter yang tidak pernah lalai dan senantiasa mendorongnya untuk
berbuat baik dengan sangat kuat”. 20
Imam Hasan Al Banna juga menekankan, kepada para pemuda
bahwa faktor yang paling efektif dalam memperbaiki diri semua bangsa
adalah agama, dan mereka juga memandang bahwa Islam menghimpun
segala aspek positif perubahan dan menjauhi segala aspek negatifnya.
Dapat dikatakan di sini bahwa akidah Ikhwanul Muslimin yang dirancang
oleh Al Banna disimpulkan dalam tujuh pasal. Langkah pertama, yaitu
perbaikan diri yang berorientasikan pada kegiatan praktis di mana mereka
–para Ikhwan- akan berusaha mengembalikan vitalitas Islam dalam
20 Fathi Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, h.30
kerangka umum bagi proses perubahan yang dimulai dari perbaikan
individu21
. Sangat jelas pada garis besarnya bahwa metode ini memberikan
ruang bagi ikhwan untuk menentang arus pemikiran dan politik kebarat-
baratan yang berusaha untuk menjadikan Islam bergerak dalam lingkup
pribadi saja dan berusaha pula melepaskannya dari segala peran sosial dan
politik. Bahkan salah satu pasal menyerukan dengan terang-terangan
pentingnya menentang arus-arus tersebut, dan memboikot setiap
propagandanya dengan segala cara, seperti tertulis pada pasal keempat .
“Dan saya berjanji untuk menyebarkan dan mengembangkan ajaran-ajaran
Islam kepada setiap individu di keluargaku, dan saya tidak akan
memasukkan anak-anakku ke sekolah yang tidak menjaga akidah dan
akhlak mereka, dan saya akan memboikot setiap surat kabar, berita, buku,
badan, klub, instansi yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam”.
Keterangan di atas sangat jelas bagaimana Al Banna membangun
Ikhwanul Muslimin dengan menekankan kepada menegakkan Amar
Ma’ruf Nahi Munkar. Dengan cara membina para Ikhwan dengan
menancapkan akidah Islam yang kuat dengan harapan untuk menegakkan
syari’at Islam.
Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial
Gerakan pembaharuan Hasan Al Banna dalam organisasi Ikhwanul
Muslimin merepresentasikan sebuah gerakan yang berusaha menyadarkan
21 Fathi Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, h.32
bahwa riba itu haram.22
. Visi ekonomi Islam Hasan Al Banna
mengandung unsur nasionalisme ekonomi. Menurut Banna Mesir perlu
memutuskan hubungan dengan blok sterling Inggris dan mengeluarkan
mata uangnya sendiri pada berstandar emas. Manajemen mata uang yang
baik, akan mengendalikan inflasi Mesir yang tinggi, dan akan menciptakan
kondisi yang lebih menguntungkan keseimbangan perdagangan luar negeri
Mesir. Segi lain nasionalisme ekonomi yang di kemukakan Al Banna
adalah melakukan Mesiriasi atas perusahaan swasta di bidang real estate,
transfortasi, dan keperluan umum. Untuk mewujudkan visi ekonomi Islam
ini, Banna bersama dengan organisasi Ikhwannya mendirikan perusahaan
pemintalan dari tenun, perusahaan perdagangan dan rekayasa, dan pers
Islam.23
Perekonomian suatu bangsa akan menjadi sulit jika sistem ekonomi
masyarakat merupakan sistem yang asing bagi masyarakat, jati diri dan
budayanya. Oleh karena itu, Al Banna berpendapat mengenai ekonomi ini
harus ada sebuah program ekonomi yang berprinsip pada Islam dan nilai-
nilainya. Pemikiran di atas secara tidak langsung merupakan
ketidakpercayaan Al Banna terhadap sistem ekonomi Barat yang di
dikembangkan pemerintah Mesir saat itu. Al Banna menganggap sistem
yang di bangun di masyarakat adalah penyebab kemunduran ekonomi
masyarakat Mesir dan merusak kehidupan masyarakat muslim Mesir
dengan budaya-budaya baratnya.
22
Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan
Jihad, h.144 23 Arifin. Pemikiran Pollitik Hasan Al Banna, h.35
Ekonomi dan sosial merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Karena dengan masyarakat
yang sejahtera dalam bidang ekonomi suatu negara maka secara otomatis
akan melahirkan manusia yang berjiwa sosial pula. Untuk itu pembenahan
ekonomi dan sosial masuk ke dalam cita-cita pembaharuan Al Banna.24
Untuk itu Al Banna mengadopsi salah satu rukun Islam yaitu zakat. Ia
mengatakan bahwa karena zakat diwajibkan dalam agama Islam untuk
pembelanjaan sosial (menolong orang-orang yang pailit dan miskin), maka
harus diterapkan pajak-pajak sosial secara bertahap dengan
memperhitungkan kekayaan bukan keuntungan.
Pengelolaan zakat adalah salah satu tugas penguasa. Ia harus
bekerja untuk mengumpulkan, mendata, dan membagikannya kepada para
mustahiq (orang yang berhak) yang telah Allah SWT, tetapkan. 25
Hasan Al Banna selalu menekankan bahwa pentingnya penerapan
sistem seraya mengatakan,
“Menurut saya, tidak ada baiknya sama sekali apabila kita memilih
salah satu dari sistem-sistem Barat (Kapitalisme dan Sosialisme).
Setiap sistem tersebut mempunyai kelemahan di samping terlihat
memiliki kebaikan. Sistem-sistem tersebut lahir bukan di negeri
kita dan untuk diterapkan dalam situasi yang tidak sama dengan
sistem kita serta untuk masyarakat yang tidak seperti masyarakat
kita. Apalagi kita sendiri sudah memiliki sebuah sistem paripurna
yang akan mengantarkan kita menuju perbaikan yang
komprehensif di bawah bimbingan Islam yang hanif. Kita juga
memiliki kaidah-kaidah integral dan fundamental yang ditetapkan
oleh Islam dalam bidang ekonomi, yang apabila kita memahami
dan menerapkannya dengan benar, maka kita akan mampu
menyelesaikan semua problem ekonomi. Dengan demikian berarti
24
Rachilda Devina. Konsep Syura’ Persepktif Hasan Al Banna,. h.18 25 Hasan Al Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, h.140
kita telah mendapatkan sisi-sisi kebaikan dari berbagai sistem
buatan manusia dan menjauhkan diri dari semua sisi
keburukannya. Kita bisa melihat bagaimana tingkat kesejahteraan
hidup akan terangkat, kecemburuan sosial antar berbagai strata sosial akan hilang, serta kita bisa menemukan jalan terdekat
menuju kemakmuran hidup”.26
Pemikiran Al Banna di atas merupakan sebuah pandangan yang
fundamental tentang Islam, keyakinannya mengenai sifat ajaran Islam
yang universal telah mengalirkan konsep ijtihad yang tinggi mengenai
aspek perekonomian dalam Islam.
Dalam Bidang Politik
Pemikiran di bidang politik merupakan instrumen utama yang
dikembangkan Hasan Al-Banna. Konstelasi bidang agama, ekonomi, dan
sosial mengkerucut pada pergerakan politik yang cenderung bersifat
revolusioner. Hal ini adalah bagian dari karakteristik gerakan
pembaharuan di hampir sebagian besar negara-negara dunia ketiga,
termasuk Mesir. Proses pergulatan intelektual Muslim ini adalah bentuk
pencarian identitas kenegaraan pasca kolonial Inggris di Semenanjung
Utara benua Afrika.
Kesadaran sebagai individu yang terikat oleh persaudaraan karena
persamaan akidah (brotherhood relationship) adalah landasan filosofis
bidang politik yang dicetuskan Al-Banna27
. Gerakan politik Al-Banna
yang dinahkodai dalam institusi Ikhwanul Muslimin, tercetus oleh dua
26
Abdul Hamid Al Ghazali. Pilar-Pilar Kebangkitan Umat : Telaah Ilmiah terhadap
Konsep Pembaruan Hasan Al Banna ( Jakarta Timur : Al I’tishom Cahaya Umat, 2001), h.198 27
Landasan persaudaraan bahkan menjadi nama organisasi yang disebut dengan Ikhwanul
Muslimin yang didirikan secara resmi pada tahun 1941. lih. Fatih Yakan. Revolusi Hasan Al-
Banna: Gerakan Ikhwanul Muslimin (Jakarta: Penerbit Harakah, 2002), h. 15.
tujuan utama: Pertama, menentang hegemoni Barat (westernisasi) yang
telah mempengaruhi keyakinan, nilai-nilai keislaman, bahkan telah
meracuni para pemuda Islam untuk mengikuti paradigma Barat, sehingga
membuat Islam jauh tertinggal dari peradaban Barat. Perlawanan
hegemonik yang dijalankan Al-Banna adalah perlawanan ideologis.
Kedua, gerakan politik Al-Banna dalam bendera Ikhwanul Muslimin
adalah upaya awal menentang kolonialisme Inggris yang telah bercokol
sejak abad 18. Tentunya, tipologi gerakan Ikhwanul Muslimin bersifat
revolusioner-agitatif dan konfrontatif.28
Gerakan Ikhwanul Muslimin menjadi corong utama perjuangan Al-
Banna dalam gerakan politik Mesir kontemporer. Bahkan sebagai mursyid
al-‘aam, Al-Banna menuangkan gagasan-gagasan segar yang
mengarahkan para anggota IM berjuang memperebutkan kekuasaan politik
sebagai bentuk jihad di jalan Allah. Baginya, agama di satu sisi dan politik
kekuasaan dan negara di sisi lain merupakan satu-kesatuan yang bersifat
integralistik. Ia menamakan kesadaran adanya kesatuan agama dan politik
sebagai politik Islam internal. Al-Banna memberikan komentar:
“Ajaran Al-Qur’an tidak pernah lepas dari kendali kekuasaan,
politik pemerintahan merupakan bagian dari agama, dan di antara
kewajiban orang Muslim adalah harus memiliki kepekaan dalam
memberikan solusi kepada pemerintah dalam permasalahan politik
sebagaimana memberi jalan keluar dalam permasalahan ruhiah.” 29
Gerakan politik internal Al-Banna sesungguhnya
merepresentasikan bentuk kesadaran sejati tentang ajaran Islam yang
28
Fathih Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, .h. 49 29 Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, h. 72
bersifat menyeluruh (kaffah). Dalam hal ini Al-Banna menolak segala
bentuk sekulerisme absolut yang berusaha memisahkan ajaran Islam dalam
konstelasi politik.
Al-Banna memberikan ilustrasi tentang totalitas ajaran Islam. Bagi
Al-Banna, model-model perundang-undangan perdata dan pidana dengan
pelbagai cabangnya telah diungkapkan oleh Islam. Islam- pada semua
posisi- telah meletakkan diri pada suatu posisi yang menjadikannya
sebagai sumber yang pertama dan rujukan yang paling suci. Tatkala
melakukan itu, Islam telah menggariskan ushul30
yang integral, kaidah-
kaidah yang umum dan maqhasid31
, yang melingkupi semuanya. Islam
mewajibkan manusia untuk merealisasikannya dan membiarkan mereka
untuk melaksanakan rincian sesuai dengan situasi dan kondisi mereka,
serta berijtihad dengan apa yang lebih memungkinkan untuk
mendatangkan maslahat bagi umat.
Kerangka teoretis Al-Banna tentang politik Islam dibuktikan
dengan keberadaan kitab-kitab fikih klasik yang memuat secara mendalam
tentang hukum imarah (kepemimpinan), syahadah (kesaksian), da’awaa
(hukum tuduhan), al-bai’u (hukum jual beli), muamalah (hubungan
personal dan sosial), hudud (eksekusi hukuman), dan ta’zir (pengasingan).
30
Dalam kajian ushul fikih dikenal dengan istilah ushul yang secara harfiah berarti asal,
sumber, pokok, berakar, asas, fondasi dasar. (Kamus Al-Munawwir, terbitan PonPes Krapyak
Yogyakarta, h. 30). Berarti ushul adalah pokok ajaran Islam yang memiliki cabang-cabang
syar’I dalam kehidupan kongkrit. 31
Maqhasid adalah bentuk plural dari al-qhasdu yang diambil dari kata qashada yang
bermakna maksud, tujuan, mengikuti, kehendak, memaksa, dan menyusun (lihat kamus Al-
Munawwir . h. 1208).
Ini semua merupakan serangkaian hukum yang bersifat amaliah
(operasional) dan ruhiah (spiritual).32
Al-Banna juga mencetuskan politik Islam yang bersifat eksternal.
Baginya, politik eksternal bermakna menjaga kebebasan dan kemerdekaan
umat, menanamkan rasa percaya diri, kewibawaan, dan meniti jalan
menuju sasaran –sasaran yang mulia, yang dengan itu umat akan memiliki
harga diri dan kedudukan yang tinggi di kalangan bangsa-bangsa lain,
membebaskannya dari imperialisme dan campur tangan bangsa lain dalam
urusannya, dengan menetapkan pola interaksi bilateral dan multilateral
yang menjamin hak-haknya, serta mengarahkan semua negara menuju
perdamaian internasional. Koridor hukum yang berlaku dalam membalut
perdamaian dunia disebut Hukum Internasional.33
Kesadaran akan totalitas Al-Banna tentang makna ajaran Islam
yang mengantarkan pada konsep politik internal dan eksternal telah
berimplikasi pada pandangan politik yang sangat eksentrik, yaitu
pandangan bahwa partai politik tidak dibutuhkan dalam konstelasi politik
moderen pada level negara.34
Al-Banna memprioritaskan persatuan atas
dasar keimanan kepada Allah semata, bukan berdasarkan segmentasi
kepartaian. Kebaradaan partai membuat Islam terfragmentasi ke dalam
32 Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. h. 72 33
Hasan Al-Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, h. 73 34
Pandangan Al-Banna sangat bersebarangan dengan mayoritas ilmuwan barat ataupun
Islam di Negara-negara lain yang menganut paham demokrasi, dan juga komunisme. Mayoritas
politikus menganggap partai politik adalah representasi suara rakyat yang akan
menyederhanakan pola-pola relasi kekuasaan. Partai politik adalah suatu keniscayaan dari
demokrasi itu tersendiri. Partai juga yang akan menjalankan kontrol kekuasaan atas
penyalahgunaan kekuasaan. (lihat Karl Mannheim, Freedom, Power and Democratic Planning.
(London: Routledge and Keegan Paul Ltd., 1951), h. 108
perpecahan, konflik berkepanjangan, permusuhan, bahkan saling
membunuh antar umat Islam. Padahal itu semua dilarang keras oleh ajaran
Islam yang hakiki.
Atas dasar inilah Al-Banna membentuk lembaga yang bersifat
universal, komprehensif, dan inklusif yang melewati batas-batas ideologis
dan geografis dalam wadah Ikhwanul Muslimin.35 Meskipun bersifat
kosmopolit bukan berarti Al-Banna menegasikan nasionalisme dan
patriotisme Mesir. Dalam hal ini Al-Banna mengungkapkan:
‘Adalah kesalahan besar bagi mereka yang menyangka bahwa
Ikhwanul Muslimin apatis terhadap masalah tanah air dan nasionalisme.
Kaum muslimin adalah orang-orang yang paling ikhlas berkorban bagi
tanah air mereka, mau berkhidmat kepadanya, dan menghormati siapa saja
yang mau berjuang dengan ikhlas dalam membelanya.”36
Nasionalisme Al-Banna berbeda dengan nasionalisme yang
diperjuangkan oleh tokoh-tokoh pembaharuan Islam lainnya, seperti Ali
Jinnah khusus wilayah Pakistan, Musthofa Kemal Attaturk untuk wilayah
Turki, Muhammad Ibn Abdul Wahab khusus wilayah Saudi Arabia,
Soekarno untuk Indonesia, dan masih banyak tokoh lainnya. Namun, Al-
Banna dengan jelas menyatakan bahwa nasionalisme Ikhwanul Muslimin
adalah berdasarkan persamaan akidah bukan teritorial wilayah negara,
sehingga melampaui dimensi nation-state.37
Boleh dikatakan bentuk
35 Ikhwanul Muslimin secara etimologis berarti persaudaraan orang-orang Islam.
Lembaga ini adalah akumulasi kesadaran politik Al-Banna yang bersifat kosmopolitan, anti
partai politik, dan lebih mengutamakan persaudaraan sebagaimana yang selalu diungkapkan Al-
Banna dalam Al-Qur’an Ali Imran ayat 103: “dan berpegang teguhlah kalian semuanya dengan
tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai”. 36
Abdul Hamid Al-Ghozali, Pilar-Pilar Kebangkitan Umat: Telaah Ilmiah terhadap
Konsep Pembaruan Hasan Al-Banna, h. 157 37
Abdul Hamid Al-Ghozali, Pilar-Pilar Kebangkitan Umat: Telaah Ilmiah terhadap
Konsep Pembaruan Hasan Al-Banna, h.158
“nasionalisme” bukanlah nasionalisme yang dipahami oleh sebagian besar
pemikir politik barat ataupun Islam, melainkan sebuah spiritisme
religiusitas dalam sebuah pemahaman keagamaan yang mengidealisasikan
negara yang berasaskan “Piagam Madinah” sebagai bentuk ideal konstitusi
negara modern. Spiritisme religiusitas tersebut melampaui dimensi
teritorial dan kesukuan (‘ashabiyah), tetapi berlandaskan kesamaan
akidah. Inilah makna internasionalisme religiusitas yang dikembangkan
Hasan Al-Banna (Pan-Islamisme).
Pandangan Al-Banna tentang nasionalisme juga berbeda dengan
para pemikir Mesir kontemporer seperti Ahmad Luthfi Sayyid (1872-
1963) dan Thaha Husein (1889-1973).38
Keunikan konsep nasionalisme
yang diimplementasikan dalam wadah gerakan Ikhwanul Muslimin dapat
disebutkan dalam karakteristik sebagai berikut:
1. Rasa bangga terhadap loyalitas kebangsaan dan kesejahteraan serta
sikap keteladanan generasi baru kepada generasi pendahulu.
2. prioritas antusiasme kebangsaan dan hak untuk menerima kebaikan
dan kebajikan.
3. Memerangi kebanggaan terhadap ras, suku, dan tradisi jahiliah.
4. Keberpijakan kebangsaan kaum muslimin pada loyalitas mutlak
kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman.39
38
Mereka berdua berpandangan bahwa nasionalisme Mesir didasarkan pada pengklaiman
tiada tanah air kecuali Mesir. Asas kebangsaan Mesir didasarkan pada fakta histories dan
imperialisme Inggris (lihat. John J. Donohue dan John L. Esposito dalam Islam In Transition:
Muslim Perspectives (New York: Oxford University Press, 1982), h. 70-73 39 Abdul Hamid Al-Ghozali, Pilar-Pilar Kebangkitan Umat, h. 161.
Dimensi politik Al-Banna mencitrakan suatu pergerakan Islam
baru (The New Islamic Movement)40
. Dimensi tersebut berangkat dari
kepercayaan yang sepenuhnya terhadap ajaran Islam yang mampu
menawarkan tatanan sosial alternatif yang dibutuhkan bagi kesejahteraan
dan kemajuan masyarakat Islam. Proses pergerakan politik diawali pada
tahapan reformasi individu, kemudian terintegrasi pada perbaikan pada
level keluarga. Setelah kedua institusi terkecil tersebut diislamisasikan
secara total, maka dapat ditempuh langkah perbaikan di tingkat
masyarakat. Dampak reformasi sosial mendeterminasi kekuatan suatu
bangsa untuk terbebas dari kolonialisme dan imperialisme. Bagi Al-Banna,
pasca kemerdekaan maka langkah berikutnya adalah reformasi di bidang
pemerintahan untuk menciptakan tata pemerintahan yang berhati Islami –
bahasa politik modern disebut “clean government”. Cita-cita Al-Banna
mulai mengekspansi ke dunia luar dengan sebuah tujuan mengembalikan
keberadaan dunia Islam ke panggung dunia internasional41. Model
Khilafah Islamiyah barangkali menjadi grand design bagi keterwujudan
aspek ini. Pada akhirnya kaum muslimin menjadi pihak yang menentukan
dalam percaturan dunia internasional.
40
Sebagai sebuah pergerakan Islam Baru Al-Banna menawarkan pandangan baru bagi
persoalan kemasyarakatan di dunia Islam pada umumnnya dan masyarakat Mesir khususnya.
Seperti yang diungkapkan oleh Abu Baker A. Bagader sebagai berikut: Al-Banna presented a
new vision of the role and function of Islam in the modern-state without losing sight of the
dream pan-Islamism. (lihat Abubaker A. Bagader dalam Akbar S. Ahmed dan Hastings Donnan
(ed.) Islam, Globalization and Postmodernity. (London: Routledge, 1994), h. 117. 41 Fathi Yakan, Revolusi Hasan Al-Banna: Gerakan Ikhwanul Muslimin, h. 150-151
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG PEMUDA ISLAM
Konsep Pemuda Islam
Mustafa Al-Rafi’ie menggambarkan masa muda dengan mengatakan
bahwa pemuda adalah kekuatan, sebab matahari tidak dapat bersinar di senja
hari seterang ketika di waktu pagi. Pada masa muda ada saat ketika mati
dianggap sebagai tidur, dan pohon pun berbuah ketika masih muda dan
sesudah itu semua pohon tidak lagi menghasilkan apa pun kecuali kayu.42
Secara sosial, definisi pemuda adalah generasi antara umur 20
sampai 40 tahun. Sedang referensi lain juga ada yang menyebutkan usia 18
hingga 35 tahun. Sementara, dalam kajian ilmu sosial, puncak kematangan
peran publik seorang manusia berkisar antara umur 40-60 tahun.43
Sebenarnya konsep tentang pemuda bukanlah sebuah gagasan-gagasan yang
hanya dibatasi oleh persoalan umur semata. Pemuda sebagai sebuah konsep
juga memiliki dimensi politis. Benedict Anderson, misalnya menggambarkan
pemuda di masa revolusi dan di awal kemerdekaan Indonesia menyebut
bahwa pemuda sebelum Orde Baru selalu dikaitkan dengan dimensi politis.
Pemuda adalah kelompok umur tertentu yang menghabiskan sebagian besar
42
Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam Rekontruksi Dunia
Kontemporer. (Jakarta : Media Dakwah, 1991), h.63 43
Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia. (Jakarta : PT.Wahana
Semesta Intermedia, 2008), h.8
35
-atau kalau tidak malah semua- waktu longgar mereka dalam kegiatan yang
sifatnya politis.44
Pemahaman tentang hakikat pemuda dapat dimaknai dalam
perspektif psikologis. Artinya, seorang yang berusia 20 tahun tetapi lebih
suka berpikir mapan, pro status quo, dan tidak tergerak untuk melakukan
perubahan, maka status “kepemudaan”-nya patut di ragukan. Karena, posisi
pemuda yang paling ideal adalah selalu menjadi garda terdepan “avan garde”
dari perubahan.
Berbicara masalah pemuda, tentunya kita tidak boleh melupakan dari
sosok pribadi penyokong dari idealisme pola pikir pemuda itu sendiri. Selain
itu, perlu pula pemahaman tentang makna realitas kehidupan bagi mereka.
Pemuda merupakan istilah yang ditunjukkan bagi orang-orang yang berada
pada suatu tahap kehidupan tertentu dalam rangka perjalanan kehidupan
mereka mencapai kedudukan usia dewasa. Bagi komunitas pemuda, realitas
kehidupan yang dihadapinya sehari-hari sering kali dipersepsikan sebagai
kenyataan-kenyataan yang membatasi idealisme dan hasrat (bersifat muluk)
yang mendominasi pikiran mereka. Berbeda dengan orang dewasa, dimana
tipikal orang dewasa cenderung untuk melihat kenyataan itu sebagai bagian
dari suatu dunia nyata yang mapan.
Dari uraian diatas, tentunya pemuda dapat dipandang dalam arti
sempit dimana pemuda merupakan masa seseorang mengalami perubahan dari
masa remaja menuju masa dewasa perubahan ini dapat dilihat dari perubahan
44 Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia..h.8
fisik mereka. Elizabet B. Hurlock, mengistilahkan pemuda menjadi dewasa
dikatakan sebagai individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan
siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa
lainnya.45 Kemudian Elizabet B. Hurlock , membagi masa dewasa dengan
tiga tahapan yaitu Masa dewasa dini yaitu masa dimana usia 18 tahun sampai
kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang
menyertai berkurangnya kemampuan refrodukif.
Kemudian masa dewasa madya, masa ini dimulai pada usia 40 tahun
sampai pada umur 60 tahun, yakni saat baik menurunnya kemampuan fisik
dan psikologis yang jelas nampak pada setiap orang. Serta masa dewasa lanjut
(usia lanjut) yaitu masa usia 60 tahun sampai kematian.
Bagaimana Islam mendefinisikan pemuda. Islam merupakan suatu sistem yang
menyeluruh dan sempurna. Islam bukan hanya agama. Ia juga merupakan sistem sosial, sebuah kultur dan peradaban. Karena itu ia mempunyai nilai-
nilai, ide-ide, dan tujuan-tujuan yang dipandangnya sebagai kulminasi dari kesempurnaan manusia dalam seluruh aspek kehidupan.
Islam memandang masa muda sebagai masa yang menjadi dasar bagi
pembentukan kepribadian dan kesuksesan seorang pemuda di masa depan.
Oleh karena itu, Islam mengajarkan agar dalam masa ini potensi-potensi fisik,
intelektual dan mental pemuda ditumbuh-kembangkan dengan baik, sehingga
kelak ia dapat menimba ilmu pengetahuan, memiliki moral dan keterampilan
dengan sempurna.
Pemuda merupakan kekuatan, kekuasaan, vitalitas dan energik. Tidak dapat
disangkal, masa pemuda secara universal, baik fisik, mental, intelektual,
moral, maupun potensialitasnya mencapai tingkat perkembangan dan
pemanfaatan yang optimum. Ia adalah masa ketika pikiran menunjukkan
kapasitas dan kapabilitas invensif dan imaginatifnya dalam bentuk yang
terbaik.
Al Qur’an memang tidak menyebut langsung bagaimana pemuda itu, akan tetapi Al Qur’an menggambarkan melalui kisah-kisah seorang pemuda yang
45
Elizabet B. Hurlock. Psikologi Perkembangan.terjemahan dari “Developmental
Psyclology A Life-Span Approach” oleh : Dra.Istiwidayanti. ( Jakarta ; Erlangga, 1994) cet. Ke-
4, h. 246
dapat menjadi teladan (ibroh) bagi pemuda-pemuda Islam. Seperti yang di
kisahkan dalam surat Al Anbiya ayat 60 yang mengisahkan keberanian
seorang pemuda dalam menentang kezaliman raja yang kejam agar tidak
sombong dan menyembah Allah SWT ini dapat kita lihat dalam kisah Nabi Ibrahim AS. Ayat terbut berbunyi :
)٦٠: ا#ن! �ء . ( �اه� ����� ��� ��آ�ه� ���ل �� اا����
Artinya : Mereka berkata: “Kami dengar ada seorang pemuda yang
mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim” (QS. Al Anbiya
:60)
Kemudian kisah seorang pemuda yang lari kedalam gua kisah ini disebut
dengan ashhab al kahfi kisah ini didasari dengan kekuatan iman dan demi mempertahankan keimanan mereka, mereka menyelamatkan diri dan masuk
ke dalam goa dan tertidur selama ratusan tahun. Mereka itu disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Kahfi ayat 10. yang berbunyi:
� 5 ا�� ا234� �����ا ر0�� ءات�� م- اذ أوى ا�): ا�234 (6�ن; ر:5� وه 89 ��� م- أم�ن� ر67ا
١٠(
Artinya : Ingatlah tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat
berlindung kedalam gua lalu mereka berdo’a : “Wahai Tuhan kami
berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-sisiMu dan sempurnakanlah
bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan ini”. (QS.Al Kahfi : 10)
ان30� �� 5 ام��ا ن<- نA BC�@ ; ن!?ه� ��<=9 )١٣: ا�234(�39� وزدن�ه� ه6ا
Artinya : “Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad)
dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-
pemuda yang beriman pada Tuhan mereka dan kami tambahkan
kepada mereka petunjuk” (QS. Al Kahfi:13)
Dari kisah-kisah dalam Al Qur’an tersebut, Sayyid Quthb
memberikan interpretasi bahwa pemuda adalah manusia yang memiliki
tingkat keimanan kepada Allah yang sangat kuat, mereka juga mempunyai
bentuk fisik yang prima, dan berani mengingkari tradisi yang bertentangan
dengan nilai ketauhidan. Kekuatan dan keimanan mereka senantiasa
dipertahankan dengan segala resiko, sehingga mereka berani untuk
meninggalkan kampung halaman, berpisah dengan keluarga, meninggalkan kenikmatan harta dan kehormatan yang selama itu mereka sandang.46
Nabi Muhammad SAW pun sangat memperhatikan masa muda
seperti dalam sebuah hadits di bawah ini Rasulullah menegaskan47
:
“Saya wasiatkan para pemuda kepadamu dengan baik, sebab mereka
berhati tulus. Ketika Allah mengutus diriku untuk menyampaikan
agama yang bijaksana ini, maka kaum mudalah yang pertama-tama
menyambut saya, sedangkan kaum tua menentangnya”.
Dalam hadits lain juga beliau bersabda :
“Raihlah lima perkara sebelum datangnya lima : masa mudamu
sebelum masa tuamu, kesehatanmu sebelum datang sakitmu, kayamu
sebelum datang miskinmu, kesempatanmu sebelum datangnya
kesempitanmu dan hidupmu sebelum engkau mati”
Dari hadits diatas dapatlah kita ambil kesimpulan bagaimana Rosulullah
menegaskan masa pemuda adalah masa yang harus di jaga dan di manfaatkan
sebaik-baiknya. Sebab masa muda merupakan gambaran masa depan.
Sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW. Adalah pemuda yang memainkan peran utama serta penentu dalam memperjuangkan wahyu
dan Syari’ah Allah. Abdullah Abbas Ra, berkata : Allah tidak menunjuk Nabi
kecuali ia seorang pemuda, dan tidak ada sarjana atau ulama memperoleh ilmu
pengetahuannya kecuali dalam masa pemudanya.48
Periode atau masa kemampuan optimum dalam kehidupan manusia ini disebut
dalam Al Qur’an dengan sebutan “bulugh al ashudd” mencapai usia matang dan ia berada antara usia tujuh belas hingga empat puluh tahun.
Kemudian di sebutkan juga dalam surat Yusuf ayat 22, yang artinya:
“Setelah Yusuf mencapai kedewasaanya, maka Kami berikan
kepadanya hikmah dan ilmu. Dan demikianlah Allah memberi
pahala terhadap orang-orang yang berbuat baik”
46
Al Eurqon Hasan. “Pemuda Dalam Al Qur’an (Studi Atas Penafsiran Sayyid Quthb)”
(Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003), h. 29-31 47
Hasan Al Banna, et.all., Pemuda Militan.Terjemahan: Abu Ahmad Al Wakidy dan SA
Zemool.. (Solo : Pustaka Mantiq, 1992), h.61 48 Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam, h.66
Sangat jelaslah Al Qur;an menggambarkan masa usia pemuda yang di
gambarkan dengan kedewasaannya untuk dapat menerima keilmuan dan
amanat yang sangat besar serta ia juga dianggap sebagai usia ketika seseorang
mencapai kematangan secara penuh dan menjadi qualified untuk memikul dan
menerima tugas-tugas dan tanggung jawab yang tertinggi dan paling
diperlukan.
Sejumlah Nabi diangkat ke dalam kenabian ketika mereka mencapai usia ashud termasuk Nabi Muhammad SAW yang mencapai kenabiannya pada
usia empat puluh tahun.
Dikarenakan pentingnya masa muda untuk kebangkitan dan masa depan
agama Islam oleh karena itu para ulama pun tidak lupa selalu menyerukan
kepada pemuda untuk tidak terlena dengan kemewahan hidup dan tantangan
lainnya. Seperti sahabat Umar bin Khattab, pernah berkata kepada para pemuda :
“Wahai kaum muda, hindarkanlah dirimu dari kemewahan hidup.
Janganlah bertindak seperti bangsa Ajam (bangsa asing selain Arab).
Usahakanlah berjemur di bawah sinar matahari, karena cara seperti
itu adalah kebiasaan bangsa kita. Bertindaklah dengan tegas,
kendarailah kuda dan lemparkanlah panah”
Kemudian Ibnu Syihab Az-Zuhry memberikan nasihat kepada kaum muda :
“Jangalah kamu merasa rendah diri karena usia mudamu. Sahabat
Umar bin Khattab selalu memberi peranan para pemuda jika
menghadapi peristiwa penting. Kemudian beliau bermusyawarah
dengan mereka untuk memperoleh masukan dan pendapat pikiran
mereka.
Dari uraian di atas, sangat jelaslah bagaimana perhatian Al Qur’an terhadap
pemuda yang dikisahkan dengan keberanian dalam menegakkan agama Allah.
Kemudian Rasulullah juga menegaskan bahwa memanfaatkan masa muda
merupakan perintah Rasulullah SAW. Tidak hanya Allah dan Rasulullah
memberikan perhatian penuh kepada pemuda, para sahabat Rasulullah pun
memberikan perhatian khusus kepada pemuda untuk tampil membela agama Allah. Tidak mengherankan jika di abad 20 seorang Mujahid seperti Hasan Al
Banna menginginkan pemuda seperti yang dikisahkan dan diperintahkan Rasulullah untuk tampil membela dan membangkitkan umat Islam demi
kebangkitan Agama Allah SWT, sebab di tangan pemudalah masa depan agama Islam dapat ditegakkan.
Sejarah Perkembangan Pemuda Islam di Dunia
Pemuda Islam Pada Era Permulaan Islam
Pada awal uraian diatas telah dikemukakan sebuah hadits Nabi Muhammad
SAW bahwa pertama-tama penyambut kedatangan agama yang dibawa beliau
adalah para pemuda, sedang kaum tua menentangnya. Timbul pertanyaan
mengapa kaum tua menantang dakwah Islamiyah ? seorang Fisioterapi bangsa
Perancis mencoba mengungkapkan tabir pertanyaan ini. katanya :
“Perbedaan mendasar antara kaum muda dengan kaum tua adalah
terletak pada daya pikirnya. Orang yang sudah tua telah mengalami
kelemahan otak sehingga menjadi lemah dan tidak dapat mengikuti
perkembangan zaman yang sudah maju”.49
Dalam menanggapi hadits Nabi Muhammad yang menyatakan :
“Perkembangan Islam semula disambut oleh kaum muda,” Montgomeri
Watt dalam bukunya “ Muhammad di Makkah” memberikan pendapatnya.
Menurut dia, ketika Nabi Muhammad membawa risalah suci di kalangan
bangsa Arab, maka pertama-tama beliau disambut oleh para pemuda dari
kalangan keluarga terhormat. Kemudian diikuti pula oleh para pemuda
lainnya yang berasal dari kabilah suku-suku terkenal. Dari kenyataan ini
dia menyimpulkan bahwa pada asasnya Islam adalah gerakan kaum
muda.50
Untuk mendukung kebenaran pendapatnya, Montgomeri Watt
mencatat beberapa nama pemuda yang mendukung perjuangan
49
Hasan Al Banna, et.all., Pemuda Militan, .h.67 50 Hasan Al Banna, et.all., Pemuda Militan, h.68
Rasulullah SAW. Mereka antara lain : Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin
Awwam (masing-masing 8 tahun), Thalhah bin Ubaidillah ( 11 tahun), Al-
Arqam bin Abi Al-Arqom (12 tahun), seorang ahli tafsir terkemuka,
Abdullah bin Mas’ud (14 tahun), Saad bin Abi Waqqash (17 tahun), Ja’far
bin Abi Thalib (18 tahun), Zaid bin Haristah (20 tahun ), Mush’ab bin
Umair (24 Tahun), Umar bin Khattab (26 tahun), Abu bakar Ash-Siddiq
(37 tahun).
Peranan pemuda dalam sejarah awal perkembangan Islam dicatat
dengan tinta emas ketika Rasulullah menunjuk Usamah bin Zaid bin
Haritsah untuk memimpin pasukan ke wilayah Syam. Padahal usia
Usamah pada saat itu belum mencapai 20 tahun.51
Tentu saja keputusan
Nabi ini mendapat banyak protes oleh sebagian besar sahabat yang sudah
terlebih dahulu masuk Islam. Alasan penunjukkan Usamah oleh Nabi
dimaksudkan untuk menempati tempat ayahnya yang sudah gugur dalam
pertempuran di Mu’tah dulu. Ini akan membawa kemenangan yang akan
dapat dibanggakan sebagai alasan atas gugurnya ayahnya, di samping
sebagai semangat yang akan timbul dalam hati pemuda-pemuda, juga
untuk mendidik mereka membiasakan diri memikul beban tanggung jawab
yang besar dan berat.
Gagasan perubahan yang diusung Nabi dari zaman jahiliyah ke
zaman peradaban Islam sangat membutuhkan instrumen kekuatan pemuda.
Selain Usamah, barangkali yang paling menonjol peran kepemudaan pada
51
Kisah kepahlawanan Usamah sebagian besar dicatat dalam sejarah hidup Muhammad
SAW. Lihat Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terjemahan oleh Ali
Audah. Jakarta: Lentera Hati, 2008, h. 570-571.
masa awal Islam adalah Ali bin Abi Thalib, keponakan sekaligus menantu
kesayangan Rasulullah. Salah satu peran yang dicatat dalam sejarah adalah
keberaniannya menggantikan posisi Rasulullah di waktu malam sebelum
hijrah ke Madinah.
Sederet peran tidak cukup dimuat dalam skripsi ini, namun tak ayal
lagi peran pemuda pada masa awal Islam memegang peranan yang
signifikan.
Pemuda Islam Pada Era Modern
Konsep pemuda Islam pada era moderen memiliki kompleksitas
teoretik, terutama ketika bersinggungan dengan pemikiran barat. Konteks
modernitas dalam perspektif barat dimulai sejak akhir abad ke-17 sampai
pada masa sekarang ini. Tema yang menjadi narasi besar modernitas barat
adalah rasionalitas. Semua unsur kehidupan harus bersentuhan dengan
paham rasionalisme, dan proses pembaharuan harus pula berasaskan
rasionalitas.52
Konstruksi ideologis pemuda Islam pada masa Moderen dimulai
ketika Al-Afghani dan muridnya Muhammad Abduh menggunakan kaca
mata rasionalitas dalam mendeteksi penyakit umat. Dengan mengusung
reformasi teologis dan jurisprudensi Islam, kedua tokoh ini mendapat
sambutan luar biasa dari para pemuda Mesir, India, Afghanistan, Turki,
52
Paham rasionalitas berdasarkan pada pemikiran filsuf Perancis, Rene Descartes yang
dinggap sebagai Bapak Filsafat Modern, dengan ungkapan yang terkenal: Cogito Ergo Sum (aku
berpikir maka aku ada)
Pakistan, dan terus menjalar ke wilayah Asia Tenggara. Sebut saja
tokohnya antara lain: Sayyid Qutub, Musthofa Kamal Attaturk, Hasan Al-
Banna, Muhammad Iqbal, Ali Abdul Razik, Abul A’la Al-Maududi,
Rasyid Ridha, Fazlur Rahman, dan sederet pembaharu lainnya.
Ada sisi kesamaan di antara tokoh pembaharuan ini yaitu pada
masa muda sebagian besar dari mereka berbasis pada pendidikan formal
yang meniru gaya barat. Mereka juga menggeluti dunia jurnalistik yang
menjadi corong penyebaran gagasan pembaharuan Islam ke seluruh
pelosok dunia.53
Meskipun berbasis pendidikan sekuler generasi muda
Islam masa moderen tetap menggunakan landasan historis dan ajaran
klasik sebagai menu awal untuk melakukan otokritik. Konvergensi antara
landasan normativitas-klasik dengan kreativitas-rasionalitas menghasilkan
pemuda Islam yang ideal guna menghadapi hegemoni barat.
Gerakan pemuda Islam pada zaman modern sesungguhnnya ingin
melenyapkan imperialisme dan kolonialisme Barat. Mereka tak hanya
merevitalisasi ajaran Islam dalam konteks perpolitikan nasional,
melainkan juga berupaya menjadikan ajaran tersebut sebagai ideologi
perjuangan guna membela kebenaran yang substansial. Gerakan ini
cenderung bersifat radikal-revolusioner. Ada sebuah elan vital yang
menjadikannya demikian, yakni gerakan berbasis syariat Islam, atau
mensekulerisasikan ajaran Islam ketika bersentuhan dengan negara-
bangsa.
53 Akbar S. Ahmed dan Ziauddin Sardar. Islam, Globalization, and Postmodernity,.h. 190
Pemuda Islam di Indonesia
Dalam sebuah bangsa, kaum muda adalah aset yang tak ternilai harganya.
Bahkan, kemajuan sebuah bangsa sangat tergantung kepada kemampuan kaum
mudanya untuk membuat perubahan-perubahan yang signifikan.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Ortega G. Yasset, pemuda
adalah the agent of change, agen perubahan yang pada pundaknya
dibebani harapan-harapan sebuah bangsa. Bila kaum muda memiliki
kababilitas, visi, dan kinerja yang memuaskan, maka sebuah bangsa akan
menuai keberhasilannya.
Dalam konteks sejarah Indonesia, peran pemuda dapat di bagi ke
dalam beberapa periode, yaitu periode Kebangkitan Nasional, periode
Sumpah Pemuda, periode, Proklamasi 1945, periode Revolusi, dan periode
Pembangunan. Setiap periode itu menggambarkan bahwa pemuda secara
ideologis merupakan kelompok yang optimis, kritis, adaptif, dan mampu
melahirkan gagasan baru yang diinginkan masyarakat. Selain itu, secara
kultural mereka adalah produk dari sebuah sistem nilai sosial kultural yang
telah mengalami proses aktualisasi kesadaran dan kematangan identitas
sebagai agent of change.
Periode awal atau dapat di sebut juga era Kebangkitan Nasional ini
di mulai sejak awal abad 20. Eskalasi terus meningkat hingga ke tahun-
tahun berikutnya seiring dengan tekanan imperialisme yang begitu kuat
terhadap warga pribumi. Era kebangkitan nasional merupakan titik tolak
dimulainya sejarah baru dalam perjalanan Indonesia sebagai sebuah
bangsa. Rakyat pribumi yang pada masa-masa sebelumnya tidak pernah
menyadari dan mengenali terhadap situasi sebenarnya yang dihadapi,
melalui gerakan itu semangat dan kesadaran itu berhasil ditularkan kepada
hampir seluruh masyarakat Indonesia.
Hal yang menarik dari peristiwa kebangkitan nasional itu adalah
para pelaku yang berada di baliknya adalah kelompok muda atau pemuda.
Untuk lebih fokus dalam penulisan skripsi ini, kami lebih menekankan
bagaimana kiprah pemuda Islam dalam proses kebangkitan nasional.
Walaupun memang tidak dapat di pungkiri hampir seluruh elemen
masyarakat berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia.
Bung Karno salah seorang tokoh pergerakan yang pernah
melontarkan gagasan agar perlawanan perlu ditingkatkan dan diefektifkan.
Perlawanan tersebut perlu disusun secara rapih dalam bentuk organisasi
(partai). Organisasi inilah yang menurutnya dapat mendidik rakyat jelata
ke dalam ke-bewust-an54 dan keadilan. organisasi dapat menuntun rakyat
jelata ke dalam perjalanannya ke arah kemenangan. organisasi menjadi
pelopor rakyat jelata menuju kepada maksud dan cita-cita. organisasilah
yang memegang obor, organisasilah yang berjalan di muka. organisasilah
yang memimpin massa di dalam perjuangannya merobohkan musuh,
organisasilah yang memegang kendali komando barisan massa.
54 bewust berarti kesadaran
organisasilah yang harus memberikan ke-bewust-an pada pergerakan
massa, memberi kesadaran dan memberikan keradikalan.55
Bila kita lebih jauh memperhatikan pendapat Sukarno maka
gagasan ini dapat kita artikan bahwa Sukarno melihat kegagalan
perjuangan perlawanan dengan cara sporadis sering kali mengalami
kegagalan secara fisik pada masa sebelumnya. Untuk itu terlihat Sukarno
menginginkan agar perlawanan terhadap penjajah dilakukan secara
terorganisir.
Politik etis56
yang diterapkan oleh Pemerintah Belanda secara
tidak langsung berimplikasi timbulnya para pelajar dari golongan bawah.
Mereka di didik secara barat akan tetapi mereka tetap masih memiliki
jiwa nasionalisme yang tinggi.
Sementara terjadi kulturisasi Barat dalam bidang pendidikan
dengan adanya pengiriman pelajar-pelajar ke Eropa atau memasukan
orang-orang pribumi ke dalam sekolah-sekolah dengan sistem pendidikan
Barat di Indonesia, pendidikan Islam yang berbasis madrasah/surau masih
berkembang. Banyak pelajar-pelajar dan guru-guru agama misalnya di
Minangkabau pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah, serta bermukim
di sana untuk menuntut ilmu agama bertahun-tahun lamanya. Hal ini
terjadi semenjak abad ke 19.
55
Dwi Purwoko, Pemuda Islam di Pentas Nasional (Jakarta : Bonaciptama, 1993) cet.1.
h.48 56
Politik etis dapat di sebut juga politik balas jasa yang diterapkan pemerintah kolonial
Belanda terhadap negara jajahannya.
Sepulangnya mereka ke Indonesia, mereka menyebarkan ilmu
agama dan bahasa Arab yang diperolehnya di Mekkah kepada anak
didiknya di surau-surau57 di tanah air. Di surau inilah para santri muda
yang umumnya adalah orang kampung dan desa memecahkan masalah
sosial budaya termasuk membahas perkembangan politik yang melanda
tanah airnya.
Yudi Latif menyatakan Kaoem Moeda Islam memainkan peran
penting dalam memperluas ruang publik modern melampaui milieu priayi.
Para intelektual organik dari komunitas ini merupakan kombinasi antara
ulama-intelek reformis (clerical-intelligentsia) dan intelek-ulama modernis
(intelligentsia), yang keduanya merupakan produk sampingan dari politik
“asosiasi” yang diterapkan pihak kolonial. Terekspos secara luas terhadap
wacana mengenai isu-isu keagamaan, ulama-intelek cenderung
memprioritaskan agenda “reformasi Islam” untuk mereformasi
masyarakat Hindia melalui jalan kembali ke ajaran Islam murni.
Sementara itu, karena terekspos secara luas terhadap wacana mengenai
isu-isu sekuler, intelek-ulama dari generasi pertama ini cenderung lebih
mengutamakan “modernisme Islam” dengan memprioritaskan agenda
memodernisasi masyarakat Islam.58
57
Istilah surau itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Melayu. Secara harfiah kata
surau dalam bahasa Melayu berarti bangunan kecil untuk tempat sembahyang bagi pemeluk
agama Islam. Di samping itu surau juga dapat digunakan sebagai tempat belajar (mengaji) Al
Qur’an bagi anak-anak Islam serta tempat pengajian untuk orang-orang dewasa.Namun
perkembangan selanjutnya surau di gunakan sebagai lembaga-lembaga pendidikan atau disebut
juga dengan Pesantren (Dwi Purwoko, Pemuda Islam di Pentas Nasional (Jakarta :
Bonaciptama, 1993) cet.1. h.53) 58 Yudi Latif, Intelegensia Muslim dan Kuasa, .h.174
Dalam perkembangan selanjutnya, terkadang antara tokoh-tokoh
pergerakan yang mempunyai latar belakang pendidikan Barat dan
pesantren menimbulkan konflik di antara mereka. Konflik itu muncul
karena adanya perbedaan persepsi sebagai produk dari latar belakang
pendidikan yang berbeda. Namun mereka sama-sama menentang
penjajahan Belanda.
Situasi hingar bingar munculnya organisasi-organisai perlawanan
secara terorganisir seperti Sarekat Islam (SI). Budi Utomo (BU) Persatuan
Muslimin Indonesia (Permi), Partai Islam Indonesia (PII) Nahdlatul Ulama
(NU), Muhamadiyah, serta Persatuan Islam (Persis) menimbulkan
semangat pemuda Islam turut mendirikan organisasi kepemudaan. Salah
satu organisasi pemuda Islam yang sangat menonjol pada masa pergerakan
nasional adalah Jong Islamieten Bond (JIB) pada akhir tahun 1925.59
Kelahiran JIB tidak terlepas dari keprihatinan dan kritik H.Agus
Salim (tokoh pergerakan nasional dari kalangan Islam) terhadap pemuda-
pemuda Indonesia yang terdidik secara Barat. Selain itu kaum reformis
maupun koservatif untuk beberapa lamanya sama-sama merasa gelisah
terhadap meluasnya westernisasi terutama dalam dunia pendidikan.
Ketua JIB adalah R.Syamsurijal dan H.Agus Salim diangkat
sebagai penasehat.Adapun tujuan dirikannya JIB adalah untuk memajukan
pengetahuan tentang Islam, hidup secara Islam dan persaudaraan dalam
Islam terutama ditujukan untuk pemudanya. Maksimal umur untuk
59 Dwi Purwoko, Pemuda Islam di Pentas Nasiona, h.57
menjadi anggota JIB adalah 30 tahun dan bersifat terbuka. Diharapkan
terbentuknya JIB dapat memperkuat ke-Islam-an antar kaum terpelajar
Islam Indonesia. Sedangkan cita-cita JIB adalah ingin mempersatukan
organisasi-organisasi pemuda Islam.
JIB bukanlah organisasi yang bersifat politik karena tidak
mencampuri urusan politik praktis. Akan tetapi mereka di bebaskan untuk
masuk ke organisasi-organisasi politik di luar JIB atau ikut terlibat dalam
salah satu partai politik pada masa pergerakan nasional.
Untuk menggalang persatuan di antara organisasi pemuda Islam
yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, maka mereka sepakat untuk
membentuk federasi yakni Pemuda Muslimin Indonesia. Federasi ini salah
satunya bertujuan untuk membentuk langkah yang satu dalam
menghadapi penjajah Belanda.
Sementara itu organisasi-organisasi pemuda yang cenderung
berdasarkan diri pada nasionalisme dan yang bersifat kedaerahan
membentuk federasi yang diberinama Indonesia Muda (IM). Organisasi ini
dibentuk pada tanggal 31 Desember 1930 di Solo.60
Gerakan yang banyak diluncurkan oleh organisasi-organisasi
kepemudaan pada masa itu membuat gerah pemerintahan Hindia-Belanda.
Untuk memendam gerakannya semakin meluas, pemerintah kolonial
mengeluarkan regulasi yang kemudian dikenal sebagai pasal-pasal karet
60 Dwi Purwoko, Pemuda Islam di Pentas Nasiona, .63
dan Exorbitance Rechten Gubernur Jenderal.61
Regulasi ini mengatur
larangan penyebaran informasi berbentuk tulisan atau gambar yang
memungkinkan mengganggu keamanan.
Pada saat yang sama, politik Devide Et Impera yang diberlakukan
pemerintah Hindia Belanda yang bermaksud untuk memecah belah
kekuatan politik pribumi tidak kalah menjadi tantangan sangat serius bagi
gerakan pemuda pada masa itu. Pemerintah kolonial melakukan adu
domba atas pemimpin-pemimpin politik tanah air. Kebijakan politik ini
dibuat agar pemerintah Hindia Belanda dapat melemahkan gerakan
separatis yang dilakukan oleh pemuda di tanah air.
Kebijakan politik yang dilakukan Hindia Belanda terasa tidak laku
diakibatkan timbulnya kesadaran dari para pemimpin politik tanah air.
Hingga akhirnya pemuda-pemuda Indonesia yang tadinya terpecah belah
belah sepakat untuk menggalang persatuan guna mencapai cita-citanya.
Sumpah pemuda adalah jawaban tegas terhadap politik Devide Et Impera
pemerintah kolonial Belanda. Dan yang perlu di catat bahwa pemuda
Islam dan organisasi pemuda lainnya mendukung Ikrar Sumpah Pemuda.
Organisasi pemuda Islam yang mendukung sepenuhnya dalam
pendeklarasian Sumpah Pemuda adalah Jong Islamieten Bond (JIB) dan
federasi organisasi Islam dalam wadah Pemuda Muslimin Indonesia.
Deklarasi Sumpah Pemuda memiliki arti yang sangat mendalam
bagi cikal bakal ide terwujudnya negara kesatuan dan persatuan Indonesia.
61 Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia..h.34
Sumpah Pemuda merupakan momentum yang berhasil menyatukan
pemuda se Indonesia dalam satu ikatan kebangsaan.
Dapat disebut deklarasi Sumpah Pemuda sebagai wujud dari
gelombang nasionalisme tahap kedua. Perbedaannya, bila pemuda pada 20
tahun sebelumnya (1908) disebut sebagai tahap angkatan perintis, pada
tahun 1928 gerakan kelompok pemuda lebih disebut sebagai tahap
angkatan penegas. Yaitu antara tahun 1927-1934.62
Disebut penegas
karena manifestasi nasionalismenya semakin terwujud nyata melalui
kesepakatan di antara pemuda dalam deklarasi Sumpah Pemuda, di
samping sifat politiknya yang digulirkan secara terbuka dan terang-
terangan terhadap Belanda.
Periode selanjutnya adalah periode masa revolusi, di mana
pemuda mempunyai peran sangat besar dengan diproklamirkannya
kemerdekaan Indonesia. Dengan desakan kaum mudalah akhirnya
Soekarno-Hatta berani membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.
Onghokham mengkategori golongan pemuda pada tahun 1945
sebagai pejuang. Mereka (pemuda) secara terang-terangan menyatakan
berperang angkat senjata terhadap pendudukan penjajah kolonial Belanda.
Perjuangan yang diperlihatkan dengan sangat gagah berani oleh para
pemuda melawan penindasan Belanda.63
62
Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia, h.41-42 63 Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia,h.43
Aksi-aksi penyerangan terhadap Belanda tidak henti dilakukan,
bahkan terus meningkat. Bersamaan dengan itu, menyusul keluarnya
informasi kekalahan Belanda atas Jepang dalam peperangan yang terjadi
hingga beberapa bulan.
Sejarawan Benedict Anderson menyebut apa yang terjadi ketika
memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945 sebagai gejala Pemuda-
Revolution.64
Kesadaran pemuda yang sudah ada secara tradisionil di
pesantren-pesantren dan murid-murid di sekitar guru yang juga
memainkan peranan pada pemberontakan abad-abad yang lalu.
Perpindahan pemerintahan Belanda ke Jepang menandai babak
baru perjuangan pemuda Islam. Jepang melihat bahwa para pemuda,
khususnya pemuda Islam merupakan kelompok yang perlu diwaspadai,
oleh karenanya Jepang dalam upayanya membangun dan
mempertahankan kekuasaan serta keberadaannya di dunia Internasional,
Jepang mengalihkan perhatiannya pada kalangan Islam.65
Di zaman Jepang ini pula diaktifkan kembali organisasi pesantren
Islam yang sejak zaman Belanda sudah ada yakni Majlis Islam A’la
Indonesia (MIAI). Dalam perkembangan selanjutnya yakni tanggal 22
Nopember 1943 MIAI diubah menjadi Masyumi (Majlis Syuro Muslimin
Indonesia). 66
Sementara itu Jepang juga mendorong dibentuknya organisasi lain.
Di kalangan Islam dibentuk barisan pemuda yang dinamakan Hizbullah.
64
Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia, h.45 65
Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam, h.70 66 Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam, h.71
Hizbullah dibentuk pada bulan Desember 1944. Menurut terminologi
bahasa, Hizbullah artinya Tentara Allah. Organisasi ini bersifat semi
militer. Hizbullah dibentuk Jepang atas permintaan dari pihak Indonesia.
Di bentuknya Hizbullah awalnya diharapkan dapat membantu tentara
Jepang dalam melawan sekutu. Dan Hizbullah mempunyai peranan
penting setelah Jepang kalah dalam perang tanda syarat terhadap sekutu.
Pasukan Hizbullah yang berpusat di Cibarusa (Jawa Barat) merupakan
kekuatan hasil sikap dan siasat dari pemuda Islam untuk mendapatkan
latihan militer dari Jepang.
Pada akhir masa pendudukan Jepang, muncul kembali organisasi-
organisasi pemuda. Para pemuda yang telah mengetahui kekalahan Jepang
berdasarkan informasi yang diberikan pemuda bawah tanah, menjadikan
mereka mempunyai kepercayaan pada diri sendiri akan upayanya
mencapai kemerdekaan. Pada bulan Mei 1945 sejumlah pemuda
mengadakan pertemuan yanag di pimpin BM. Diah dengan mengambil
tempat di Gedung Asia Raya (sekarang jalan Hayam Wuruk, Jakarta) .
BM. Diah menganjurkan agar para pemuda Indonesia lebih berani lagi
terhadap Jepang.67
Pertemuan para pemuda diadakan kembali pada tanggal 6 Juni
1945 bertempat di Gedung Djawa Hokokai (Gambir Selatan No.6,
Jakarta). Pertemuan ini menghasilkan kebulatan tekad untuk meraih
kemerdekaan sekarang juga dengan kekuatan sendiri.
67 Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam, h.81
Selain itu akan dibentuk organisasi Gerakan Angkatan Baru
Indonesia. Dalam rencana pembentukan organisasi ini pemuda Islam turut
pula memberi dukungannya. Hal ini terlihat dari keikutsertaan yang aktif
dari Harsono Tjoktoaminoto (pemuda Islam) dalam keanggotaana Gerakan
Angkatan Baru Indonesia.
Gerakan Angkatan Baru Indonesia ini mempunyai prinsip yang
tegas. Ketua gerakan ini dengan tegas menyatakan : “Kami menghendaki
agar kemerdekaan segera dapat di capai menjadi kenyataan. Kekalahan
Jepang sudah jelas..”68
Ternyata apa yang dilakukan pemuda Islam dan kekuatan-kekuatan
rakyat lainnya telah menghantarkan raakyat Indonesia untuk mencapai
kemerdekaan yang diiringi dengan ridho dari Allah SWT. Proklamasi pun
berhasil dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Masa revolusi penuh dengan gejolak. Adalah Bung Karno yang
berpendapat bahwa revolusi belum selesai. Kalaulah demikian
pendapatnya, negara akan selalu digoncang oleh kekuatan-kekuatan
ideologi yang ada.
Pada masa revolusi terbentuk beberapa organisasi pemuda Islam
yang baru diantaranya HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia), sebuah
organisasi mahasiswa muslim yang dibentuk pada tanggal 5 Februari 1947
di Yogyakarta, Jawa Tengah oleh Lafran Pane.69
Dalam perkembangan
selanjutnya HMI menjadi salah satu organisasi pemuda Islam yang
68
Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam, h.82 69 Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam, h.111
mengimbangi dominasi kekuatan organisasi Partai Komunis Indonesia
(PKI).
Pada tahun 1948, HMI berhasil mendirikan Yayasan Pendidikan
Mahasiswa Islam, sebuah lembaga yang bertugas menyediakan bantuan
baik keuangan maupun barang bagi anggotanya yang berniat menjadi
mahasiswa sepenuhnya. Dalam bidang kegiatan politik praktis HMI
terlihat tidak terlalu bergairah, ini terlihat dari tidak mendukung partai
Islam tertentu termasuk Masyumi pada pemilu 1955.
Selain HMI, berdiri pula Perhimpunan Mahasiswa Muslim
Indonesia (PMII) yang menjadi underbow NU. Ada pula Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang berafiliasi ke Muhammadiyah.
Secara umum, gerakan mahasiswa pada era Orde Baru bertujuan
mempertegas citra ke-Islam-an kaum muda meskipun berwawasan
modern.
Menjelang kejatuhan rezim Orde Baru, gairah keberagamaan
mahasiswa Muslim bertambah semarak, yang menurut Yudhi Latief berkat
gelombang Islamisme revolusi Iran.70
Di sebagian kampus-kampus sekuler
seperti UI, UGM, ITB, dan lain sebagainya banyak dijumpai pengajian,
halaqah, yang mengkerucut pada Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang
berbasis masjid kampus. Generasi muda inilah yang mempengaruhi
perkembangan sejarah kebangsaan Indonesia, terutama peran Kesatuan
70 Yudi Latief, Intelegensia Muslim dan Kuasa, h. 550.
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dalam menjatuhkan
Soeharto dari tampuk kekuasaanya.
BAB IV
PEMUDA ISLAM DALAM PERSPEKTIF HASAN AL BANNA
Karakteristik Pemuda Islam Ideal
Pemuda dengan tenaga yang masih segar ditambah semangat yang menyala adalah beruntung jika potensinya itu digunakan untuk mengabdi kapada Allah
SWT : Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu
dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad : 7)
Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari yang
tidak ada perlindungan selain perlindungan-Nya (satu di antaranya ialah)
pemuda yang sejak kecil selalu beribadah kepada Allah. (HR. Syaikhani).
Sabda Rasulullah : “Perjuangan Aku didukung oleh pemuda, oleh sebab itu
berilah wasiat yang baik untuk mereka”.
Menurut Hasan Al-Banna, perbaikan suatu umat tidak akan terwujud kecuali
dengan perbaikan individu, yang dalam hal ini adalah pemuda. Perbaikan individu (pemuda) tidak akan sukses kecuali dengan perbaikan jiwa.
Perbaikan jiwa tidak akan berhasil kecuali dengan pendidikan dan pembinaan. Yang dimaksud dengan pembinaan adalah membangun dan mengisi akal
dengan ilmu yang berguna, mengarahkan hati lewat do’a, serta memompa dan
menggiatkan jiwa lewat instropeksi diri.
Dr. Syakir Ali Salim AD berpendapat, Pemuda Islam merupakan tumpuan umat, penerus dan penyempurna misi risalah Ilahiah. Perbaikan pemuda
berarti adalah perbaikan umat. Oleh karena itu, eksistensinya sangat menentukan di dalam masyarakat.
Beberapa ulama menggolongkan peranan pemuda Islam seperti di bawah ini :
1. Pemuda sebagai Generasi Penerus
Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti
mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan
mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka. (QS.
Ath-Thur : 21)
2. Pemuda sebagai Generasi Pengganti
Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang
murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintainya.(QS. Al-
Maidah:54
59
3. Pemuda Sebagai Generasi Pembaharu (Reformer)
Ingatlah ketika ia (Ibrahim-pen) berkata kepada bapaknya : wahai
bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak
melihat dan tidak dapat menolong sedikitpun. (QS. Maryam : 42)..71
Tidak berlebihan jika kita mengatakan : “Sesungguhnya Allah SWT telah
memilih di penghujung abad 20 seorang laki-laki yang cerdas, seorang da’i
yang shalih; Imam Hasan Al-Banna yang telah berhasil melakukan
pembaharuan Islam, dan membawa panji-panji Islam sebelum ruuntuh di
tangan musuh, beliau pun membekali diri pada iman dan mentarbiyah
orang-orang yang berada dalam naungannya, menyebarkan risalah pada
sekalian alam, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi saw:
“Sesungguhnya Allah akan mengutus pada umat ini disetiap penghujung
100 tahun orang yang memperbaharui agamanya”. (HR. Abu Daud).
Imam Syahid Al-Banna mampu membentuk dirinya dan
ikhwannya melalui halaqoh bagi warga Mesir, Arab dan Islam
kontemporer, seakan seperti ruh baru yang berjalan di dalam tubuh umat,
hidup dengan Al-Quran secara segar, sekalipun para musuh berkumpul
dan berusaha melemahkan perannya melalui penjajahan. Dan dengan
cahaya iman ini eksistensi umat kembali menjadi baru, berjuang dengan
gigih di jalan Allah untuk mengembalikan kebebasan dan kehormatannya,
membawa panji tauhid, dalam lingkup konsep syar’iyyah Islamiyah yang
elastis, konstruktif, mendalam, kokoh dan visioner.
Dalam buku kumpulan dakwah Hasan Al Banna, beliau
mengatakan bahwa “Sesungguhnya, sebuah pemikiran akan meraih sukses
manakala keimanan kepadanya kuat, tersedia keikhlasan di jalannya,
semangat untuk memperjuangkannya semakin bertambah, dan ada
kesiapan untuk berkorban serta beramal dalam mewujudkannya.
71
Data diambl dari internet Yahoo.co.id. ”Pemuda Islam” pukul 10.00 WIB tanggal 15
Oktober 2008.
Sepertinya keempat instrumen kepribadian yakni iman, ikhlas, semangat,
dan amal merupakan karakter pemuda. Sebab sesungguhnya dasar
keimanan adalah hati yang cerdas, dasar keikhlasan adalah nurani yang
jernih, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal
adalah kemauan yang kuat. Dan, itu semua tidak terdapat kecuali pada diri
pemuda”.72
Dari kutipan di atas sangat jelas bagaimana Imam Hasan Al Banna
memandang bahwa pemuda merupakan sosok yang dapat melaksanakan
semua itu. Oleh karena itu Imam Hasan Al Banna menyatakan bahwa
“sejak dulu dan sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan setiap
umat, rahasia kekuatan dalam setiap kebangkitan, dan pengibar panji
setiap fikrah”.73
Oleh karena itu, di tangan pemudalah terdapat tanggung
jawab yang besar. Masa depan bangsa dan umat tergantung dari semangat
mereka. Di pundak merekalah kebangkitan Islam akan tercapai.
Perbedaan yang paling substansial antara Hasan Al-Banna dengan
para pemikir Islam lainnya yang berkenaan dengan konsep pemuda Islam
adalah pemberian atribusi terhadap sosok pemuda yang menjadi harapan
masyarakat banyak. Bagi Al-Banna, pemuda harus memiliki kekuatan
iman yang berdasarkan pada sumber otentik (Al-Qur’an dan Sunah Rasul),
disertai ketulusan dalam mengimplementasikan ruh keberagamaan
(Keikhlasan), dengan semangat revolusioner (jihad) dalam proses
72
Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna (Jakarta : Al-I’Tishom
Cahaya Umat, 2005), h.70. terjemahan dari Majmu’atu Rasail karangan Hasan Al-Banna
terbitan Darud Dakwah, Iskandariyah, Mesir. 73 Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna, h.71
pengamalan, dan yang paling hakiki adalah pengamalan dari kesadaran
spiritual yang didapat dalam Al-Qur’an dan Sunah Nabi. Proses tersebut
harus melalui pendidikan tarbawi yang dijalankan secara
berkesinambungan (continous process).
Dari karakter-karakter yang disebutkan di atas, Hasan Al Banna
menitipkan kepada para pemuda. Dan untuk itu akan dijelaskan karakter
pemuda Islam, menurut Hasan Al Banna.
1. Iman
Keimanan merupakan aspek terpenting dalam pendidikan Ikhwanul Muslimin
yaitu organisasi yang di pimpinnya. Aspek keimanan ini sangat besar artinya
dan sangat dalam pengaruhnya, apalagi mengingat tujuan utama pendidikan
Islam adalah membentuk manusia mukmin.
Menurut ajaran Islam, iman itu bukan sekedar omongan dan
pengakuan belaka. Tetapi iman merupakan hakekat yang apabila
cahayanya menembus ke dalam akal pikiran, ia akan menyadarkan, apabila
menembus perasaan akan mengokohkannya dan apabila menembus ke
dalam kemauan akan menjadi dinamis dan akan mampu bergerak.74
Iman merupakan landasan spiritual dalam berperilaku, baik dalam
konteks keluarga, bermasyarakat maupun dalam bernegara. Betapa
pentingnya iman, menurut Al-Banna harus ditanamkan sedini mungkin
melalui tarbiyah –pendidikan keagamaan. Tujuannya tak lain adalah
menghindari generasi muda Islam dari pengaruh westernisasi yang
74
Yusuf Qardhawi, Sistem Kaderisasi Ikhwanul Muslimin terjemahan dari At-Tarbiyah
Al-Islamiyah Wa Madrasah Hasan Al-Banna ( Solo : CV.Pustaka Mantiq, 1993), h.21.
memiliki ideologi yang berbeda dari Islam. Jalan keimanan menurut
perspektif Hasan Al-Banna adalah jalan yang telah dirintis dan ditempuh
oleh Nabi saw, sahabat-sahabat dan pelanjut perjuangan beliau.75 Mereka
itulah yang patut diteladani karena telah memberikan arah yang terang ,
lurus dan benar. Mereka membangun peradaban manusia atas dasar nilai-
nilai ilahiah dengan tatanan masyarakat yang kuat.
Allah SWT berfirman:
����� ������ ��������� ���� ������ �� ������� !"�#
$%&��'(�� )*+�,-�.�� �/0�⌧2 �34+�&� ����5�����☺(��
7�"+8#���9 �� :;<=��� 7�"+�?�9�� @A�B&'&C D )A�E#&��� �/�G?��
Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin,
Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu
dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-
buruk tempat kembali. (QS. An-Nisaa’ : 115)
Bagi kaum muslimin yang telah beriman kepada Allah, hendaknya
menyerahkan seluruh keadaan pribadi seseorang tanpa terkecuali. Sebagai
konsekuensi logis dari nilai keimanan, maka wajib hukumnya bagi Muslim
masuk Islam secara komprehensif. Sehingga seluruh bagian anatomi tubuh
baik hati, akal, telinga, tangan, dan sebagainya terlibat dalam aktivitas
keimanan kepada sang kholik. Bahkan seluruh aktivitas dalam konteks
keluarga, lingkungan kerja, bermasyarakat, urusan-urusan politik
pemerintahan harus senantiasa dilandasi oleh keyakinan agama Islam.
75
Hasan Al-Banna, Abdullah Nashih Ulwan dan Ahmad Muhammad Jamal, Pemuda
Militan, terj: Abu Ahmad AlWakaidy dan SA.Zemool. Solo; Pustaka Mantiq, h. 77.
Akidah Islam yang sudah dianut sebagai jalan hidup (way of life)
merupakan ketetapan hati untuk berhubungan dengan Allah (hablum min
Allah). Dari relasi vertikal tersebut, dilanjutkan dalam relasi horisontal
antar umat manusia (hablum min annas).
Hasan Al-Banna menjelaskan keimanan yang murni dan bersih,
ibadah yang benar dan terbebas dari berbagai bid’ah, serta mujahadah
yang jauh dari sikap berlebih-lebihan mempunyai pengaruh yang amat
baik bagi pelakunya. Pengaruh-pengaruh tersebut dibagi dua:
1. Allah swt memberikan cahaya kepada pemiliknya (keimanan, ibadah
dan mujahadah), dengan cahaya itu ia dapat mengetahui apa yang tidak
dapat diketahui oleh orang lain dan ia dapat membedakan hal-hal yang
samar (mutasyabihat) serta rancu.
2. Allah swt menganugerahkan kelezatan iman kepada pemiliknya hingga
ia merasakan kebahagiaan dalam hidup.76
2. Ikhlas
Dalam Risalah Ta’limnya, Imam Hasan Al Banna menjadikan
keikhlasan sebagai ba’iat ke dua sedangkan yang pertama adalah
pemahaman yang benar terhadap Islam yang tercantum dalam dua puluh
prinsip.77
Dan ikhlas diartikan oleh Al-Banna dengan perkataan : “yang
kami kehendaki dengan sikap ikhlas adalah pemuda Islam dalam setiap
76
Muhammad Abdullah Al Khatib dan Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Gerakan
Ikhwan, h. 40. 77
Yusuf Qardhawi, Sistem Kaderisasi Ikhwanul Muslimin terjemahan dari At-Tarbiyah,
h.31
kata, aktivitas, dan jihadnya harus dimaksudkan semata-mata untuk
mencari ridho Allah dan pahala-Nya, tanpa mempertimbangkan aspek
kekayaan, penampilan, pangkat, gelar, kemajuan, atau keterbelakangan.
Dengan itulah.
Firman Allah
� رب , �� ان� ��� و��� و����ي و�����.* (#ی$ �' و&%�$ ا�#ت. ا� ����
“Katakanlah, Sesunggunya shalatku, ibadahku, hidupku, dan
matiku adalah karena Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu
baginya dan dengan itulah aku diperintahkan. “ (Q.S. Al-An’Am :
162-163).
Dengan berpedoman pada ayat di atas, Hasan Al-Banna
mengekspresikan bentuk slogan perjuangan di jalan Allah dengan
semboyan: “Allah tujuan kami, Allah Maha Besar, segala puji bagi
Allah”.78
Ikhlas79
adalah menginginkan keridhoan Allah dengan melakukan
amal dan membersihkan amal dari berbagai debu duniawi.80
Ikhlas
78
Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna, h. 301. lihat juga Sa’id
Hawwa, Membina Angkatan Mujahid (Solo : Era Intermedia, 2005) cet. Ke-5. h.162 79
Ikhlas berasal dari kata khuluushon atau kholaashon artinya jernih dan bersih dari
pencemaran. Dikatakan kholashosy artinya sesuatu menjadi murni. Kholashtu ilaa syai-in
artinya aku sampai pada sesuatu. Kholaashus samini artinya samin murni. Lafaz ikhlas
menunjukkan pengertian jernih, bersih, murni dari campiran dan pencemaran. Sesuatu yang
murni artinya bersih tanpa ada campuran. ( Lihat Muhammad bin Shalih Al-Munajid, Silsilah
Amalan Hati. (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2006), h.14-15)
merupakan istilah tauhid. Orang yang ikhlas adalah mereka yang
mengesakan Allah dan merupakan hamba-hamba-Nya yang terpilih.
Adapun pengertian ikhlas menurut istilah syara’ adalah seperti yang
diungkapkan oleh Ibnu Qayyim sebagai berikut : “Mengesakan Allah
Yang Hak dalam berniat melakukan ketaatan, bertujuan hanya kepada
Allah tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun”.81
Orang-orang yang bijaksana (arif) terhadap penyakit batin akan
menyadari bahwa bahaya yang acap kali diterima oleh orang-orang yang
bergelut di bidang dakwah ialah perasaaan ingin popular, ingin
menduduki jabatan, cinta kemewahan dan kedudukan. Karena itu
Rasulullah telah memperingatkan mereka agar waspada terhadap cinta
pangkat, harta, dan terjerumus ke lembah syirik yang tersembunyi yaitu
riya’.
Dengan demikian, seseorang ketika berjuang dalam dakwah
Islamiyah amalnya tidak tercampuri oleh keinginan-keinginan jiwa yang
bersifat sementara, seperti menginginkan materi, kedudukan, harta,
ketenaran, tempat di hati manusia, pujian dari mereka, menghindari
cercaan mereka, mengikuti bisikan nafsu, atau ambisi-ambisi lainnya yang
dapat dipadukan dalam satu kalimat yaitu melakukan amal untuk selain
Allah, apapun bentuknya.
80
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep
Pemikiran Gerakan Ikhwan. terj: dari Nazharat Fi Risalatut-Ta’lim oleh Ustdz.Mustafa Masyur.
(Bandung : Asy Syaamil Press & Grafika, 2001), h.127 81
Muhammad bin Shalih Al-Munajid, Silsilah Amalan Hati. (Bandung : Irsyad Baitus
Salam, 2006), h.15
Ikhlas merupakan syarat diterimanya amal. Amal shaleh mempunyai
dua rukun yang menjadi syarat diterimanya amal tersebut oleh Allah SWT,
yaitu : pertama, keikhlasan dan lurusnya niat. kedua, sejalan dengan sunah
dan syari’at.82
Firman Allah dalam surat Luqman ayat 22, yang berbunyi :
H ����� 0A+IJ� KL�M&')C�� ;N=+O P#� ���Q�� ⌦�GJ(��S ���O�T &UVJ)☺�W��
Y��0�!�(�+� :;�Z([\�(�� $ ;N=+O�� P#� �]�U^O_�!
`�!�ab� “Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang
dia orang yang berbut kebaikan, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang kokoh”
Yang dimaksud menyerahkan diri kepada Allah adalah mengikhlaskan
niat dan amal hanya kepada Allah, mencapai ihsan dalam melakukannya dan
mengikuti Sunah Rosulullah SAW dalam pelaksanaannya.
Fudhail bin ‘Iyadh berkata tentang Firman Allah SWT : “Supaya
dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”.
(QS.Al Mulk, 67:2). Yang di maksud lafal “Ahsannu ‘Amalan” adalah
yang paling ikhlas dan paling tepat. Ditanyakan kepadanya, “Apa yang di
maksud paling ikhlas dan paling tepat itu wahai Abu ‘Ali (nama panggilan
Fudhail)?” Ia menjawab, “ sesungguhnya, suatu amal itu bila dilakukan
dengan ikhlas tetapi tidak tepat, maka tidak diterima (oleh Allah), dan bila
dilakukan secara tepat tetapi tidak ikhlas, maka tidak diterima (oleh
Allah). Amal tidak diterima sehingga dilakukan dengan ikhlas dan tepat.
82
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep
Pemikiran Gerakan Ikhwan, .h.128
Yang di maksud dengan ikhlas adalah menjadikan amal untuk Allah,
sedangkan tepat adalah sesuai dengan Sunah (Rasulullah SAW).”
Kemudian Fudhail membaca firman Allah SWT 83:
D �&☺�T �c⌧� D��!C0��. �E#�O�� 7�M+N��`
03&☺���4TI�T a⌧�d�! ☯�+I_Vf gh�� j+/)k� Y&l�U��+�
K7�M+N��` �☺��N�" “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada
Tuhannya.”(QS.Al Kahfi,18:110)
Dengan penjelasan di atas kita dapat mengetahui, bahwa
keikhlasan niat dalam beramal tidak cukup bagi diterimanya sebuah amal,
bila amal tersebut tidak sejalan dengan apa yang diajarkan oleh syari’at
dan dibenarkan oleh Sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana suatu amal
yang telah di ajarkan oleh syari’at, ia tidak akan diterima Allah kecuali
bila dilakukan dengan ikhlas dan hanya mengharapkan keridhoan Allah
SWT.
Hal-hal inilah yang sangat ditekankan dalam pendidikan Ikhwanul
Muslimin, dan sangat berwaspada agar jangan sampai terjangkit penyakit
gila popularitas, yang akan membahayakan diri mereka. Karena itu,
pendidikan Ikhwanul Muslimin berhasil melahirkan prajurit-prajurit
tangguh yang tidak di kenal.
Berapa banyak anggota Ikhwanul Muslimin yang telah
memberikan harta benda dan mengerahkan segenap jiwa raga, tanpa di
83
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep
Pemikiran Gerakan Ikhwan, h.129
sebutkan nama mereka, atau tanpa di abadikan kepahlawanan mereka.
Berapa banyak dari kalangan pemuda-pemudanya yang telah berjuang di
Palestina dan Terusan Suez. Mereka telah menampilkan kepahlawanan
yang menawan, tanpa mencari balasan dari seorang pun atau ucapan
terima kasih. Mereka tanpa mengumumkan diri, atau menyebutkan apa
yang telah diperbuatnya karena dibayangi rasa takut kalau-kalau amal
mereka rusak lantaran ujub (bangga diri).84
Karakter inilah yang di jadikan ciri seorang pemuda yang dapat
membangkitkan Islam. Dengan keikhlasan seorang tidak menjadi buta
akan popularitas yang dapat membawa rusaknya amal mereka.
3. Semangat
Semangat merupakan instrumen utama yang menjadi karakteristik
pemuda Islam. Dalam literarur Barat, semangat secara etimologis berasal
dari kata “motivation”, atau dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan
“ghirah”. Tentang manhaj semangat ini, Hasan Al-Banna berkomentar:
“kekuatan sendiri merupakan syi’ar Islam dalam perundang-undangan
dan syariatnya. Oleh karenanya, Ikhwanul Muslimin harus kuat dan
harus bekerja dengan semangat yang besar pula”.85
Konsep semangat diimplementasikan secara jelas berupa kekuatan
dan gerakan revolusi dalam mewujudkan cita-cita islami. Revolusi itu
dimungkinkan sebagai sebuah keniscayaan situasi yang pelik dan
tekanan kekuatan eksternal agar berfungsinya perangkat perbaikan.
Pendekatan Al-Banna tentunya tidak bersifat sporadis, melainkan
84
Yusuf Qardhawi, Sistem Kaderisasi Ikhwanul Muslimin, h.34 85 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, h. 117
melalui analisis yang matang dalam melihat keadaan, faktor-faktor
penentu, sehingga dimungkinkan perjuangan jihad dapat
direalisasikan. Jihad adalah mencurahkan potensi dalam rangka
meninggikan kalimat Allah, dan membentuk masyarakat Muslim.
Sedang mencurahkan tenaga dengan melakukan perang adalah salah
satu jenis jihad. Tujuan jihad adalah membentuk masyarakat yang
islami, dan membentuk negara Islam yang benar.86
4. Amal
Dalam Risalah Ta’lim, Imam Hasan Al Banna menyatakan : Maksud
dengan amal (aktivitas) adalah buah dari ilmu dan keikhlasan. Firman Allah :
�3��� D���I&☺)!� %�/@�VJ�T m#� 0�E$NI�n⌧o L!"�#����`��
�c�!5�����☺(���� D pq�rl�/Es&��� :;N=+O ^[I_�!
^I(4�(�� Y&�_]8tu���� �E$!v+MU�w!4�T &☺+� �xEy5E�
�c��I&☺��� “Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rosul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melihat amal kalian itu, dan kalian
akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yanag gaib
dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah
kalian amalkan”. (QS.At-Taubah,9:105).87
Amal shaleh itu selalu menyertai keimanan dan sebagai bukti
kebenarannya. Kedua hal tersebut merupakan penyebab datangnya
kemenangan, kemantapan di muka bumi, dan kebahagiaan serta
kenikmatan di ahirat nanti. Dalam rangka meneguhkan agama Allah, serta
86
M Abdullah Al Khatib dan Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Gerakan, h.148 87 Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna, h.302
untuk menegakkan daulah (negara) Islam adalah amal shaleh yang paling
mulia dan paling utama.
Sejak pertama kali mendirikan jama’ah, Imam Hasan Al Banna
menginginkan seluruh anggota Ikhwanul Muslimin menjadi para aktivis,
bukan orang-orang yang mahir dalam berteori dan berdebat belaka. Karena
itu, Hasan Al Banna selalu memotivasi mereka untuk beramal secara
serius, melakukan hal-hal yang berat dan beraktivitas dalam berbagai
bidang.88
Imam Hasan Al Banna menjelaskan nilai sebuah amal, ia
menyatakan bahwa amal merupakan buah dari ilmu dan keikhlasan.
Sebuah ilmu tetap akan menjadi cacat dan sangat dangkal bila tidak dapat
mendorong pemiliknya untuk melakukan amal yang positif dan
konstruktif.
Ilmu dan keikhlasan yang tidak disertai amal nyata adalah ibarat
pohon besar dan rindang yang tidak berbuah. Oleh karena itu, pengamalan
terhadap nilai-nilai dakwah yang bersifat persuasif dilandaskan pada
konsep keikhlasan adalah fondasi keberhasilan dalam menarik seruan ilahi.
Setelah proses keberamalan sangat di determinasikan oleh daya
implementasi kaum muslim, sebagaimana pernyataan dari Allah SWT :
�3��� D���I&☺)!� %�/@�VJ�T m#� 0�E$NI�n⌧o
L!"�#����`�� �c�!5�����☺(���� D
pq�rl�/Es&��� :;N=+O
88 Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep
Pemikiran Gerakan Ikhwan, h.138
^[+I_�! ^I(4�(�� Y&�_]8tu����
�E$!v+MU�w!4�T &☺+� �xEy5E� �c��I&☺���
“Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rosul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melihat amal kalian itu, dan
kalian akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan
yanag gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian
apa yang telah kalian amalkan”. (QS.At-Taubah, 9:105).
Muatan dakwah benar-benar mengandung makna yang substansial, bukan
sekedar slogan semata yang hanya bermain kata-kata. Hal tersebut termaktub
dalam hikmah sebagai berikut :
Janganlah menjadi budak angan-angan
Sebab,ia adalah modal orang-orang merugi89
Penjelasan rinci dan amat menarik tentang sifat-sifat Pemuda Islam
yang tulus, yang diutarakan oleh Imam Hasan Al Banna memberikan
argumen dan dorongan kepada para murobbi dan anggota Ikhwan untuk
beramal dan memfokuskan perhatian pada amal.
Imam Hasan Al Banna telah menetapkan cara beramal yang harus di
tempuh oleh Pemuda Islam muslim. Ia juga telah menjelaskan langkah-
langkah dan tingkatan-tingkatan amal tersebut. Di bawah ini penulis
sebutkan beberapa komentar tentang hal tersebut :
• Urutan-urutan amal tersebut sangat cermat dari awal hingga akhir.
Sebab amal-amal yang di tuntut dari umat Islam sangat agung serta
89
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep
Pemikiran Gerakan Ikhwan, h.138
mulia, dan amanat yang harus di pikul umat sangat berat. Oleh karena
itu, agar umat dapat melaksanakan amal-amal tersebut, maka sangat
diperlukan adanya individu muslim yang tulus, yang terdidik secara
benar, integral, seimbang, bersih, kreatif, dan rabbani.
• Konsentrasi pada individu muslim dengan menyebutkan sifat-sifat
yang harus dimilikinya, agar ia menjadi batu bata yang kuat bagi
kemegahan istana Islam yang diidamkan.90
Imam Hasan Al Banna sangat memperhatikan masalah amal. Karena itu,
beliau menjadikannya sebagai salah satu dari sepuluh rukun bai’at, bahkan
saat berbicara mengenai perangkat umum Ikhwanul Muslimin, beliau
mengatakan,
“Perangkat umum kita adalah Iman yang mendalam, pengkaderan
(takwin) yang cermat, dan amal yang berkesinambungan”
Dan untuk memperjelas kedudukan dan nilai amal, beliau mengatakan :
“Mengkhayal adalah pekerjaan mudah yang dapat dilakukan oleh
banyak orang. Akan tetapi tidak semua khayalan yang terlintas dalam
pikiran seseorang dapat dipahami dalam bentuk kata-kata dengan
lisan. Banyak orang yang mampu berkata namun sedikit dari mereka
yang mampu memikul beban-beban jihad dan amal yang melelahkan.
Para mujahid dari kalangan para pendukung yang jumlahnya sangat
sedikit itu terkadang salah jalan dan tidak mencapai sasaran, bila tidak mendapatkan pertolongan dan bimbingan dari Allah. Kisah
Thalut adalah bukti nyata dari apa yang telah kukatakan. Oleh karena itu, persiapkanlah jiwa kalian, perhatikanlah jiwa kalian dengan
memberikan tarbiyah yang benar dan pengujian yang teliti, ujilah ia dengan amal, yaitu amal yang berat dan tidak disukainya, serta
90
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep
Pemikiran Gerakan Ikhwan, h.139
sapihlah ia dari syahwatnya, kebiasaannya, dan tradisinya.” (Risalah
Mu’tamar Khamis, hal.128. dari ‘Majmu’atur Rasail’.)91
setelah menjelaskan rukun amal yaitu buah dari ilmu dan keikhlasan,
beliau menjelaskan urutan-urutan amal yang harus di lakukan oleh Pemuda
Islam yang tulus adalah 92:
Pertama, memperbaiki diri sendiri, sehingga ia menjadi orang yang
kuat fisiknya, kokoh akhlaknya, luas wawasannya, mampu mencari
penghidupan, selamat akidahnya, benar ibadahnya, melakukan mujahadah
terhadap diri sendiri, penuh perhatian akan waktunya, rapi urusannya, dan
bermanfaat bagi orang orang lain. Itu semua adalah kewajiban bagi setiap
Pemuda Islam.
Kedua, membentuk keluarga muslim, yaitu dengan mengkondisikan
keluarga agar menghargai fikrahnya, memelihara etika Islam dalam setiap
aktivitas kehidupan rumah tangganya, baik dalam memilih istri dan
memposisikan istri sesuai hak dan kewajibannya, baik dalam mendidik
anak-anak dan pembantu, serta membimbing mereka dengan dasar Islam.
Itu semua juga merupakan kewajiban masing-masing Pemuda Islam.
Ketiga, membimbing masyarakat, yaitu dengan menyebarkan seruan
kebaikan di tengah-tengahnya, memerangi berbagai perilaku kerendahan
dan kemunkaran, mendukung berbagai perilaku mulia, melakukan amar
ma’ruf, segera melakukan kebajikan, menggaet opini umum untuk
91
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep
Pemikiran Gerakan Ikhwan, h.140 92
Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna, h.302-306. lihat juga
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran
Gerakan Ikhwan, h.141-143
mendukung fikrah Islam dan mewarnai segala aspek kehidupan umum
secara terus menerus dengannya. Itu semua menjadi tanggung jawab
masing-masing Pemuda Islam dan juga tanggung jawab jama’ah sebagai
institusi yang dinamis.
Keempat, memerdekaan tanah air, yaitu dengan membebaskan dari
setiap penguasa asing nonmuslim, baik secara politik, ekonomi, maupun
mental.
Kelima, membenahi pemerintah sehingga menjadi pemerintahan
yang benar-benar Islami. Dengan begitu ia dapat melaksanakan tugasnya
sebagai pelayan umat, karyawan umat, dan bekerja untuk kemaslahatan
mereka. Pemerintah yang anggota-anggotanya terdiri dari kaum muslimin,
yang menunaikan hal-hal yang diwajibkan oleh Islam, tidak melakukan
kemaksiatan dengan terang-terangan, dan menerapkan hukum-hukum
Islam serta ajaran-ajarannya.
Menerima bantuan terhadap pihak non muslim tidak dipermasalahkan, asalkan
bukan pada jabatan-jabatan yang menangani urusan publik. Hasan Al-Banna
juga tidak terlalu mementingkan bentuk pemerintahan yang diambil, selama
sesuai dengan kaidah-kaidah umum dalam sistem pemerintahan Islam.
Keenam, mengembalikan eksistensi kenegaraan (al-kayyan ad-dauli)
bagi umat Islam, yaitu dengan memerdekakan negeri-negerinya,
menghidupkan kembali kejayaannya, memadukan peradabannya, dan
menyatukan kata-katanya, sehingga itu semua dapat mengembalikan
khilafah yang telah hilang dan persatuan yang diidam-idamkan.
Ketujuh, kepeloporan internasional (ustadziyatul ‘alam), yaitu
dengan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Setelah itu, Imam Hasan Al Banna mengakhiri penjelasannya mengenai rukun
amal ini, ia berkata : “Keempat terakhir ini menjadi kewajiban jama’ah secara
bersama dan juga menjadi tanggung jawab setiap Pemuda Islam sebagai
anggota dalam jama’ah tersebut. Sungguh betapa luhurnya tugas ini. orang
lain melihatnya sebagai utopia, sedangkan Pemuda Islam melihatnya sebagai
kenyataan. Kita tidak akan pernah berputus asa, dan kita memiliki harapan
besar kepada Allah SWT. Firman Allah : “Dan Allah berkuasa terhadap
urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”.
(QS.Yusuf:21).
Dari penjelasan di atas, karakter pemuda Islam menurut Hasan Al Banna
merupakan kombinasi antara aspek psiko-teologis dengan aspek praksis
perbuatan, atau mengandung unsur ushuliyah (asas keimanan) dengan unsur
furu’iyyah (asas perilaku). Dengan demikian, karakter pemuda Islam tersebut
menjadi manusia sempurna di sisi Allah (insan kamil) dimana kesempurnaan
tersebut sebagai perwujudan nilai-nilai ilahiah pada konteks historisitas
kemanusiaan itu sendiri.
Formulasi Pendidikan Pemuda Islam
Imam Al-Banna juga memiliki perhatian yang besar terhadap tarbiyah
sehingga beliau membuat berbagai sarana dan metode yang berkaitan dengan
penyiapan individu muslim agar terbentuk yang berada pada jalan yang benar,
karena setiap jiwa hidup diatas bumi namun hatinya tetap memiliki hubungan
yang erat dengan langit; karena dengan tarbiyah menjadikan kaum muslimin
memiliki sifat amanah dan kapabilitas; sesuai dengan firman Allah : “Dia-lah
yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As-sunnah). dan
Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.
(Al-Jumu’ah : 2)
Nabi Muhammad SAW telah menghidupkan Dar el Arqom, sebagai
cikal bakal dalam melakukan pembentukan dan pembinaan sehingga ketika
keluar darinya menjadi pribadi yang memiliki keyakinan dan kepastian.
Dan tarbiyah menurut al-ikhwan adalah jalan satu-satunya –kemarin, hari ini
dan hari esok- untuk membangun generasi yang penuh tanggungjawab dan bertaqwa, dan sebagai jalan satu-satunya untuk menghadirkan sosok muslim
mujahid, seorang hakim yang memberikan keputusan secara adil, yang berkata dengan penuh kejujuran. Dan imam Al-Banna sadar bahwa hal tersebut
merupakan jalan panjang yang berat dan penuh dengan rintangan dan hambatan, yang tidak akan mampu diemban oleh banyak orang kecuali
sedikit, dan tarbiyah merupakan jalan satu-satunya guna mencapai tujuan dan tidak ada alternatif lainnya; karena hal tersebut merupakan jalan yang pernah
ditempuh oleh seorang makhluk yang mulia –nabi Muhammad saw- maka
beliau melakukan pembentukan, mentarbiyah orang yang nantinya menjadi
pemimpin negeri dan pembimbing umat.
Dan tentunya melalui tarbiyah umat mampu menghadapi berbagai
macam rintangan dan tantangan; karena pohon yang tinggi dan memiliki buah
yang berlimpah, menjulang tinggi hingga menembus angkasa, tidak mampu
tegak kecuali setelah memiliki akar yang kokoh dan kuat menghunjam di
bawah tanah yang dalam dipermukaan bumi, jika tidak, maka tidak akan
mampu menahan kerasnya tiupan angin dan topan yang begitu dahsyat. Jika
tidak ada tarbiyah maka al-ikhwan tidak akan mampu menghadapi pasukan
zionis di Palestina dan Inggris di terusan Suez, dan tidak akan menghadapi
banyak ujian, penjara, siksaan dan penderitaan yang meliputi mereka.
Imam Al-Banna telah memberikan ilham tentang sendi-sendi Islam
yang agung dan mulia dimulai dari teori-teori dalam kitab-kitab hingga pada
realita yang kasat mata dan konkrit; yang mana prinsip-prinsip tersebut –pada
awalnya- hanya tertulis di dalam kitab beberapa saat lamanya, kemudian
datanglah imam Al-Banna yang menyampaikan tentang kebangkitan Islam
yang membawa berkah di tubuh jamaah al-ikhwan al-muslimun, dan
kemudian mengalir ke tubuh umat dan bangsa, hingga berpindah keberbagai
daerah di seluruh pelosok dunia.
Praktek pendidikan sebagai sebuah sistem yang komprehensif
mengandung dua pilar pokok:
1. Pilar tarbawi (pembinaan)
Hal ini terdiri dari pola belajar-mengajar dengan ragam perangkatnya yang
bertujuan untuk menyempurnakan potensi pribadi muslim yang terpelajar
dengan mengubahnya ke potensi yang lebih baik agar mampu berinteraksi
dengan hidup dan kehidupan.
2. Pilar Tanzhimi (institusional)
Pilar ini terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Institusi internal masyarakat. Ia bertugas meletakkan aturan dan kode
etik, di samping menetapkan batasan-batasan hubungan yang harus
terjalin sesama muslim di setiap waktu dan tempat dalam naungan hak
dan kewajiban.
2. Institusi eksternal. Ia bertugas menetapkan batasan-batasan hubungan
antara negara Islam dan lainnya, perihal aturan perang, damai, dakwah,
kekuasaan, serta bagaimana menjadikan Islam sebagai penutup bagi
seluruh sistem nilai dan agama manapun.93
Adapun tujuan dari tarbiah islamiyah yang dikembangkan oleh Hasan
Al-Banna memiliki beberapa tujuan yang bersifat global, yaitu: pertama,
ibadah kepada Allah semata sesuai dengan syari’at-Nya; Kedua, tegaknya
khilafah Alla di muka bumi ini; Ketiga, saling mengenal sesama muslim;
Keempat, kepemimpinan dunia; Kelima, menghukum dengan syari’at.94
Pada tataran praksis, model pembelajaran dengan menggunakan
metode tarbiyah islamiyah dapat dijabarkan secara:
1. Tujuan-tujuan permanen tarbiyah dalam Jamaah Ikhwanul muslimin
berupa penerapan terhadap lima tujuan di atas.
2. Tujuan-tujuan kontekstual tarbiyah disertai dengan penerapan berbagai
arus nilai yang terdiri dari:
a. Arus pemikiran dan peradaban
b. Arus sistem nilai sosial dan politik
c. Arus politik dan ekonomi
d. Sarana-sarana kehidupan dan polanya
93
Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah, h.24 94 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah, h. 27-28
3. Peletakkan kurikulum untuk proses tarbiyah individu, keluarga, dan
masyarakat.
4. Mengamati realitas dunia Islam kontemporer, meliputi:
a. Sistem nilai sosial yang berbahaya
b. Institusi politik yang destruktif
c. Institusi ekonomi yang bertentangan dengan Islam.95
Peranan Pemuda dalam Politik Kenegaraan
Adalah sebuah panggilan suci apabila gerakan pemuda Islam dalam
pandangan Hasan Al-Banna bersentuhan dengan dimensi politik. Gaung
pergerakan Ikhwanul Muslimin (IM) yang bersifat revolusioner karena
bersinggungan dengan dunia politik, terutama sikap anti-kolonialisme, anti-
imperialisme, anti-zionisme, anti-barat, dan anti-ketidakadilan. Semua itu
merupakan aktivitas utama IM sebagai sebuah organisasi pergerakan modern
di Mesir. Oleh karena itu, peranan pemuda memainkan isntrumentasi yang
cukup signifikan. Tanpa disadari, peranan pemuda akan memudar apabila
tujuan organisasi IM hanya sebatas gerakan moral belaka, tetapi sebaliknya
gairah kepemudaan membucah secara eksplosif apabila diekspresikan dalam
gagasan-gagasan politik modern dan aktivitas-aktivitas politik praktis. Kedua
ranah perjuangan pemuda Islam itu mengisyaratkan adanya keanggotaan
pemuda yang berkualitas dalam mencapai tujuan “masyarakat yang berbasis
pada syari’at Islam”.
95
Konsep dan apliksi dari model Tarbiyah lebih terperinci dapat dibaca karangan Ali
Abdul Halim Mahmud, Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, h. 31- 105.
Berdasarkan suatu analisis yang mendalam, ada keterpautan antara
konsep iman, amal, ikhlas, dan jihad di satu sisi dengan politik kenegaraan
dan syariat Islam di lain pihak. Semua konstruksi epistemologis yang dibalut
dengan unsur ideologis menjadi corong pemuda Islam untuk bersosialisasi
secara sistematis sekaligus upaya menyadarkan penguasa –baca: pemerinta—
agar selalu mengambil kebijakan politik yang berdasarkan Al-Qur’an dan
Sunah Rasul.
Pada suatu kesempatan Hasan Al-Banna menggambarkan sosok
pemuda Islam sebagai seorang yang berkepribadian mulia, yang berhati jernih,
yang bercita-cita tinggi, yang berjiwa terhormat, yang cinta bekerja, dan
menjadi tumpuan harapan.96
Deskripsi idealis yang dieksplanasikan Al-Banna
mengisyaratkan tugas yang besar dalam menjalankan peran di bidang politik
kenegaraan.
Saluran perjuangan yang diamanatkan Al-Banna dapat dijalankan
melalui medan dakwah.97 Dengan mekanisme dakwah, para pemuda Islam
dapat meneyerukan pesan-pesan moral yang diamanatkan dalam Al-Qur’an
dan Sunah Nabi. Dakwah ini bersifat militansi, tak kenal menyerah, bermuatan
religius sebagai upaya penyadaran masyarakat untuk tidak tercerabut dari
nilai-nilai Islami. Meskipun tujuan awal dakwah tersebut adalah memperbaiki
akhlak masyarakat, anggota usroh, dan konteks yang lebih luas negara, dan
juga menyadarkan akan bahaya penyakit hati, namun muara dari dakwah
sistemik itu berdampak politis di mata pemerintah.
96
Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul, h. 117. 97 Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul, h. 118.
Proses pembaharuan melalui medan dakwah adalah memperbaharui
mentalitas dan membangun jiwa kembali dengan bentuk bangunan yang bukan
sekedar konstruksi lama, yang telah lapuk dimakan usia. Rekonstruksi
peradaban Islam oleh kalangan pemuda Islam untuk merubah mentalitas
masyarakat dengan cara pembinaan umat dalam perspektif Hasan Al-Banna
disebut tarbiyah shahihah.98
Pembaharuan pertama yang harus dilakukan dalam konteks politik
adalah memperbaiki tatanan usroh. Usroh adalah sistem kekeluargaan
(ukhuwah) yang paling kecil dan sederhana, dalam terminologi Indonesia
disebut keluarga. Usroh adalah unsur yang paling fundamental yang harus
direformasi dalam menanamkan nilai-nilai keislaman. Inilah konsep awal
Hasan Al-Banna memberikan ilustrasi politik yang panjang tentang langkah-
langkah memformulasikan gagasan negara yang berdasarkan syari’at Islam.
Usroh menurut pemahaman Hasan Al-Banna merupakan batu bata
pertama dalam struktur bangunan jamaah. Ia juga merupakan landasan bagi
pembentukan kepribadian anggota dan perangkat paling tepat untuk
mentarbiyah mereka secara integral menyentuh seluruh sendi kepribadian,
untuk selanjutnya memformat mereka dengan format Islam sesuai dengan
Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya.99
Dalam metode tarbiyah ini, segala keterampilan diberikan bagi
masing-masing anggota Jamaah, yang pada umumnya masih berusia remaja.
Cikal-bakal gerakan revolusioner yang dicanangkan kaum muda mendapat
98
Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanu, .h. 129. 99 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul, h. 123.
momentum tepat dalam mekanisme usroh. Setiap pemuda yang di didik
memiliki modal yang cukup untuk melakukan perubahan pada level yang
lebih tinggi. Oleh karena itu dalam struktur jamaah, dibentuk organ baru yang
disebut katibah, yaitu pola yang spesifik dalam mentarbiyah sekelompok
anggota Ikhwan.100 Pola tersebut bertumpu pada tarbiyah ruhani, pelembutan
hati, penyucian jiwa, dan membiasakan fisik beserta seluruh anggota badan
untuk melaksanakan ibadah secara umum, juga untuk bertahajjud, dzikir,
tadabur, dan berpikir secara khusus.
Setelah terbentuk proses katibah, dimulai langkah baru dalam
mempersiapkan pemuda Islam untuk berkecimpung di dunia politik.
Perangkat tarbiyah berikutnya adalah rihlah. Wadah ini bersifat kolektif. Di
dalamnya para peserta diberi kebebasan untuk bergerak, berolahraga, berlatih,
bersabar untuk bekerja secara sungguh-sungguh, serta menahan rasa haus dan
lapar.101
Setelah proses tarbiyah dalam wadah rihlah terbentuk, barulah
dilakukan proses pembentukan ideologi pergerakan politik bagi kalangan
pemuda Islam dalam wadah mukhayam atau mu’asykar. Sistem ini merupakan
pengembangan dari metode rihlah. Mu’asykar adalah mekanisme
pembentukan karakter pemuda yang memiliki semangat jihad yang tinggi,
dimana Hasan Al-Banna melihat bahwa jihad dalam Islam harus dimunculkan
dalam bentuk yang kongkret. Yakni dengan menyiapkan para pemuda yang
haus akan aktivitas dan gerakan demi memperjuangkan Islam, agar mereka
100
Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul, h. 250. 101 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul, h. 280
menjadi anggota group mukhayam, yang di tangan mereka inilah ide tentang
jihad dalam Islam dapat terwujud.102
Peran pemuda menjadi lebih menonjol dalam pergerakan politik pada
konteks negara. Proses penggembelengan yang sangat panjang menjadi sebuah
pelatihan yang menghasilkan pemuda Islam dengan karakter jihad. Jihad yang
dilakukan anggota mu’asykar tidak hanya sebatas dakwah, melainkan upaya
melawan segala gelombang pemikiran yang menentang Islam. Di antara aliran
yang dilawan oleh pemuda Islam ini meliputi zionisme, zending, orientalisme,
kapitalisme dengan segenap ragamnya, atheisme, dekadensi moral,
sekularisme, kebangkitan Islam, ekstrimisme, westernisasi, ghazwul fikri wat
tsaqafi, komunisme, eksistensialisme, dan anarkisme.103
Gerakan pemuda
dalam wadah Ikhwanul Muslimin menggoncang kekuasaan pemerintahan
Gamal Abdul Nasser, yang dianggap oleh sebagian besar anggota jamaah
lebih berkiblat pada kapitalisme barat.
Kontektualisasi Pemuda Islam Ideal dalam Indonesia Modern
Setelah mengeksplorasi pemuda Islam dalam pandangan Mursyid Al-
‘Aam Hasan Al-Banna, maka konsep pemuda ideal tersebut
dikontekstualisasikan secara kritis dalam struktur kebangsaan Indonesia
modern. Barangkali kita memaklumi statemen salah seorang founding father
Indonesia, Bung Karno: “Berikan aku sepuluh pemuda yang revolusioner,
maka aku akan merubah tatanan dunia”.
102
Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul, h. 298 103 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul, h. 305
Pernyataan demikian mengafirmasikan gagasan-gagasan Hasan Al-
Banna, tentang peran pemuda dalam konteks pembangunan, khususnya di
Indonesia. Sosok pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam
pergolakan sejarah. Dalam setiap pergantian peradaban, di belakangnya selalu
ada “darah muda” yang mempeloporinya. Indonesia sebagai sebuah bangsa
mengalami pergolakan sejarah berkali-kali. Mulai sejak bangsa ini berbentuk
kerajaan (kesultanan), hingga sejak zaman kolonialisme Belanda dan Jepang.
Bahkan, kiprah kepemimpinan sosok muda dalam sejarah Indonesia sudah
bisa diruntut jauh sebelum kemerdekaan terjadi.104
Kiprah kepemimpinan kaum muda semakin diakui dalam fase
sejarah pembentukan nasionalisme kebangsaan, terutama pemikiran kaum
muda untuk memulai memikirkan pola-pola perjuangan model baru. Pola
tersebut dimanifestasikan dalam pembentukan organisasi-organisasi modern
seperti Budi Utomo, Jong Sumatera, Jong Java, Jong Islamieten Bond, dan
lain sebagainya. Akumulasi peran kepemudaan memuncak padah Sumpah
Pemuda yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928.
Pasca kemerdekaan, kaum muda bergumul dengan gagasan-
gagasan besar tentang ide hubungan agama dengan negara. Persoalan ini
akibat pergesekan ideologis antara kaum nasionalisme-sekuler yang diwakili
Soekarno dengan kaum sosialisme-religius yang dinahkodai oleh tokoh
Masyumi Mohammad Natsir. Polemik yang berkepanjangan di antara tokoh-
tokoh tua menginspirasi pemuda Muslim memainkan peran tersendiri dalam
104
Aziz Syamsuddin, Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia, (Jakarta: PT.Wahana
Semesta Intermedia,2008,), h. 1
pergerakan kepemudaan. Barangkali konsep membumikan syari’at Islam –
meminjam terminologi Quraish Shihab “membumikan Al-Qur’an”- berangkat
dari gagasan-gagasan pemikir Mesir modern, termasuk Hasan Al-Banna.
Sebagaimana pandangan Hasan Al-Banna yang melembagakan
gerakan pemuda Islam dalam wadah Ikhwanul Muslimin, pemuda Islam
Indonesia juga memerlukan sebuah wadah organisasi independen yang tidak
berafiliasi dengan partai politik tertentu, atau bahkan bersinggungan dengan
kekuasaan negara. Maka, pada tahun 1949 tokoh Islam dari Yogakarta Raflan
Pane membentuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sebuah wadah yang
memadukan nasionalisme dengan agama. Baru setelah HMI berdiri,
bermunculan beberapa organisasi pemuda Islam lainnya yang terjadi pada
dekade awal Orde Baru. Pada saat naiknya Orde Baru, lahirlah PMII dan IMM
yang berafiliasi ke NU dan Muhammadiyah pada ruang publik. Meskipun
demikian kedua organisasi ini masih berada di bawah bayang-bayang HMI
dan masih kuatnya patron politik tokoh tua NU maupun Muhammadiyah.
Kelahiran beberapa organisasi tersebut menjadi embrio terhadap lahirnnya
intelektual generasi keempat inteligensia muslim.105
Pola embrionisasi intelektual muda muslim yang ditempa dalam
organisasi HMI, PMII, IMM, dan sejenisnya hampir mirip dengan kaderisasi
anggota yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin melalui konsep tarbiyah.
Walaupun kader-kader generasi keempat tersebut lebih condong berkiblat ke
105 Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa, h. 508.
Barat, akan tetapi proses kaderisasi yang dijalankan merupakan konsep dasar
Hasan Al-Banna.
Tokoh-tokoh nasional yang dilahirkan dari HMI, IMM, dan PMII
merupakan orang yang berpengaruh dalam pemerintahan Orde Baru. Mereka
antara lain: Akbar Tanjung, Nurkholis Madjid, Muhaimin Iskandar, Amien
Rais, Habibie, Hatta Radjasa, dan sederet tokoh lainnya. Kematangan
berpolitik mereka pada umumnya diasah dalam pendidikan yang berjenjang,
pelatihan-pelatihan, pengembangan konsep kepemimpinan, penanaman
ideologi, dan sebagainya. Mekanisme itu tak lain adalah model dakwah yang
dikembangkan Hasan Al-Banna.
Justru pada akhir kejatuhan rezim orde baru, intelektual muda
muslim mengalami kematangan berorganisasi yang didapatkan melalui
metode dakwah kampus. Gairah keberagamaan generasi 1990-an,
sebagaimana yang ditelusuri oleh Yudi Latif berawal dari halaqah-halaqah di
wilayah kampus, pengajian-pengajian yang diselenggarakan oleh masjid-
masjid kampus, seperti Masjid Salman-nya ITB, Masjid Jamaah Shalahuddin-
nya UGM, dan beberapa kampus sekuler lainnya. Aktivitas keberagamaan
mereka juga dipengaruhi oleh gerakan-gerakan pemuda muslim di belahan
Timur Tengah, khususnya Mesir yang menjadi kiblat mahasiswa Indonesia
mendalami ilmu-ilmu keislaman.106
Gairah keberagaman di kalangan mahasiswa sekuler adalah
fenomena yang menarik untuk diperhatikan oleh kaum dakwah. Ketertarikan
106
Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa, h. 563.
orang-orang yang berlatar kelas menengah atas dan kalangan mahasiswa
terhadap sufisme Islam tampaknya menjadi semacam kompensasi bagi
perasaaan dekadensi spiritual mereka di tengah kehidupan metropolitan yang
materialistis dan konsumeristis. Mereka ternyata mengunakan konsep-konsep
dasar Hasan Al-Banna dalam proses kaderisasi. Termasuk proses pembai’atan
yang harus dilakukan sebagai wujud menanamkan loyalitas dan nilai jihad
pada diri anggota.
Faktor lain yang menyebabkan generasi kelima lahir dalam
percaturan intelektual muda Islam di Indonesia adalah akibat pembatasan yang
dilakukan rezim Orde Baru dalam aktivitas politik, sehingga mereka lebih
memfokuskan pada kajian-kajian, studi, halaqah, jam’iyyah, dan sebagainya.
Penetrasi asing dalam modernisasi kehidupan dalam negeri mempercepat
proses perubahan yang terjadi di kalangan pemuda Islam. Ketertarikan
terhadap ajaran Islam kian memuncak setelah dekade 1970-an, para elit
sekuler dan ideologi sekulernya untuk menawarkan sebuah penyelamatan
yang efektif bagi penderitaan sosio-ekonomi kaum muslim mengalami
kegagalan. Sejak itu, kemujaraban ideologi-ideologi sekuler seperti
sosialisme, liberalisme, dan Arabisme mulai dipertanyakan, dan banyak
aktivis Islam Indonesia menyerukan kepada umat muslim untuk kembali
kepada sumber autentik dari nilai-nilai Islam. Teks-teks barat digantikan
dengan karangan-karangan tokoh Ikhwanul Muslimin seperti Sayyid Qutub
dan Hasan Al-Banna.
Gerakan Ikhwanul Muslimin yang dikembangkan di Indonesia
dipelopori oleh Dewan Dakwah Islam Indoneisa (DDII) yang didirikan oleh
Mohammad Natsir, pasca pembubaran Masyumi oleh rezim pemerintah Orde
Lama. Bagi DDII, konsep Hasan Al-Banna tentang tarbiyah sangat
dimungkinkan untuk diaplikasikan di Indonesia dalam dunia dakwah,
terutama di kalangan terpelajar. Pemikiran Hasan Al-Banna semakin
berpengaruh setelah beberapa bukunya diterbitkan oleh penerbit Islam seperti
Era Intermedia, Gema Insani Press, yang mengilhami kelahiran metode
dakwah dan sangar mempengaruhi para aktivis kampus di masjid-masjid
kampus dan dengan segera diadopsi oleh program training dan mentoring
Lembaga Dakwah Kampus (LDK).
Untuk memperkokoh gerakan mahasiswa muslim di universitas
sekuler, berdiri sebuah organisasi yang sangat militan dan kuat hubungannya
antar sesama anggota meskipun berbeda universitas, yaitu Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). KAMMI sendiri merupakan jalinan
LDK-LDK dari universitas sekuler yang ada di Indonesia yang di bentuk pada
bulan Maret 2008 di Masjid Universitas Muhammadiyah Malang dengan
Fahri Hamza sebagai ketua yang pertama.107
Justru peran dari KAMMI ini sangat menonjol pada gerakan
mahasiswa menuntut reformasi di tahun 1998. Bahkan, KAMMI mampu
menggeser peran HMI yang begitu dominan pada gerakan mahasiswa di tahun
107
Penjelasan lebih lengkap tentang kelahiran KAMMI yang berasal dari LDK dikupas
panjang lebar dalam Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa, Bandung: Mizan,
1966. KAMMI berada di garda terdepan dalam menggulingkan rezim Suharto
yang secara resmi mngundurkan diri pada 21 Mei 1998.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah mengeksplorasi konsep pemuda Islam dalam pandangan Hasan
Al-Banna, maka pada bagian akhir ini diberikan beberapa kesimpulan
mengenai pemikiran Hasan Al-Banna tentang konsep pemuda Islam. Pemuda
Islam dalam pandangan Hasan Al-Banna adalah sosok pemuda yang memiliki
iman, ikhlas, semangat, dan amal yang menyatu sebagai karakter dirinya
dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Sebab sesungguhnya dasar
keimanan adalah hati yang cerdas, dasar keikhlasan adalah nurani yang jernih,
dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah
kemauan yang kuat.
Pemuda memiliki peran sebagai generasi penerus, generasi pengganti,
dan generasi pembaharu. Ketiga peran tersebut senantiasa melekat kuat pada
diri pemuda dalam melakukan perubahan di setiap sejarah pergolakan bangsa.
Proses beramal menjadi bagian utama dalam menanamkan karakter
pada diri pemuda melalui tujuh tahapan yaitu: memperbaiki diri sendiri,
membentuk keluarga muslim, membimbing masyarakat, memerdekakan tanah
air, membenahi pemerintahan sehingga terbentuk pemerintahan yang Islami,
mengembalikan eksistensi negara bagi umat Islam, dan terakhir kepeloporan
internasional dengan melakukan dakwah di seluruh negara.
Formulasi pendidikan pemuda Islam dalam pandangan Hasan Al-
Banna dapat ditempuh dengan metode tarbiyah. Metode tarbiyah adalah jalan
92
satu-satunya –kemarin, hari ini dan hari esok- untuk membangun generasi
yang penuh tanggung jawab dan bertaqwa, dan sebagai jalan satu-satunya
untuk menghadirkan sosok muslim mujahid, seorang hakim yang memberikan
keputusan secara adil, yang berkata dengan penuh kejujuran.
Peran pemuda Islam dalam politik kenegaraan menurut Hasan Al-
Banna dimulai dari pengkaderan yang berkesinambungan, agar tertanam
semangat dan jihad dalam menegakkan agama Allah. Proses kaderisasi
meliputi usroh, kaatibah, rihlah, dan mukhayam atau mu’asykar. Usroh
merupakan batu bata pertama dalam struktur bangunan jamaah. Ia juga
merupakan landasan bagi pembentukan kepribadian anggota dan perangkat
paling tepat untuk mentarbiyah mereka secara integral menyentuh seluruh
sendi kepribadian, untuk selanjutnya memformat mereka dengan format Islam
sesuai dengan Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya. Kaatibah yaitu pola yang
spesifik dalam mentarbiyah sekelompok anggota Ikhwan. Rihlah dalamnya
para peserta diberi kebebasan untuk bergerak, berolahraga, berlatih, bersabar
untuk bekerja secara sungguh-sungguh, serta menahan rasa haus dan lapar.
Dan mukhayam atau mu’asykar adalah mekanisme pembentukan karakter
pemuda yang memiliki semangat jihad yang tinggi, dimana Hasan Al-Banna
melihat bahwa jihad dalam Islam harus dimunculkan dalam bentuk yang
kongkret.
Gerakan Ikhwanul Muslimin yang dikembangkan di Indonesia
dipelopori oleh Dewan Dakwah Islam Indoneisa (DDII) yang didirikan oleh
Mohammad Natsir, pasca pembubaran Masyumi oleh rezim pemerintah Orde
Lama (ORLA). Bagi DDII, konsep Hasan Al-Banna tentang tarbiyah sangat
dimungkinkan untuk diaplikasikan di Indonesia dalam dunia dakwah,
terutama di kalangan terpelajar. Pemikiran Hasan Al-Banna semakin
berpengaruh setelah beberapa bukunya diterbitkan oleh penerbit Islam seperti
Era Intermedia, Gema Insani Press, yang mengilhami kelahiran metode
dakwah dan sangat mempengaruhi para aktivis kampus di masjid-masjid
kampus dan dengan segera diadopsi oleh program training dan mentoring
Lembaga Dakwah Kampus (LDK).
Saran
Adapun saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:
1. Hendaknya diperlukan kajian yang mendalam guna mendapatkan
pemahaman yang lebih komprehensif tentang pemikiran Hasan Al-Banna,
khususnya berkaitan tentang kepemudaan.
2. Hendaknya proses pengkaderan yang dilakukan oleh Hasan Al-Banna
dalam Ikhwanul Muslimin dijadikan pola pembentukan karakter di setiap
organisasi kepemudaan ataupun partai politik. Tujuannya untuk
mendapatkan anggota dengan tingkat militansi yang tinggi, bukan seorang
oportunis sejati.
3. Konsep tarbiyah sepatutnya menjadi bahan pertimbangan untuk
diaplikasikan pada sistem pendidikan di sebuah organisasi pemuda,
sehingga tercipta karakter pemuda yang memiliki concern terhadap
permasalahan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Mohammad Manzoor. Peran Pemuda Islam dalam Rekonstruksi Dunia
Kontemporer.Jakarta : Media Dakwah, 1991
Al Banna, Hasan. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin.Terjemahan: Anis
Matta,LC, et.all. Surakarta : Era Intermedia,1999
________________. Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna Jilid 1.
Terjemahan: Khojin Abu Faqih,LC. Jakarta : Al-‘Itishom,2005
________________. et.all., Pemuda Militan. Terjemahan: Abu Ahmad Al-
Wakidy dan SA.Zemool. Solo : Pustaka mantiq, 1992
Al Ghazali, Abdul Hamid. Pilar-Pilar Kebangkitan Umat : Telaah Ilmiah
terhadap Konsep Pembaharuan Hasan Al Banna. Jakarta Timur : Al
I’tishom Cahaya Umat, 2001
Al Khathib, Muhammad Abdullah dan Hamid, Muhammad Abdul Halim. Konsep
Pemikiran Gerakan Ikhwan.Terjemahan: Ustdz.Musthafa Masyur.
Bandung : Asy Syaamil Press & Grafika, 2001
Al-Munajid, Muhammad bin Shalih. Silsilah Amalan Hati. Terjemahan:Bahrun
Abubakar Ihzan Zubaidi,LC. Bandung:Irsyad Baitus Salam, 2006
Al-Wakil, Muhammad Sayyid. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H.
terjemahan :Fachrudin. Bandung : As Syamil Press & Grafika, 2001
Aly, Rum. Menyilang Jalan Kekuasaan Militer Otoriter. Jakarta :
PT.Kompas,2004
Arifin. “Pemikiran Politik Hasan Al Banna. (Telaah Gerakan Politik Ikhwanul
Muslimin).” Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas
Islam Negeri Jakarta, 2004
Badrun, Ubaidilah. “Pemuda Islam dan Kontribusinya bagi Masa Depan Politik di
Indonesia” Artikerl di akses pada tanggal 13 Mei 2008, dari http://Ubed-
Centre.Blogspot.Com/2006/08/Pemuda-islam-dan kontribusinya-bagi-
html.
Bagader, Abubaker A. dalam Akbar S. Ahmed dan Hastings Donnan (ed.) Islam,
Globalization and Postmodernity. London: Routledge, 1994
Devina, Rachilda. “Konsep Syura’ Perspektif Hasan Al Banna.“ Skripsi S1
Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta,2007
Donohue, John J dan. Esposito, John L dalam Islam In Transition: Muslim
Perspectives. New York: Oxford University Press, 1982
Hasan, Al Furqon. “Pemuda Dalam Al-Qur’an (Studi Atas Penafsiran Sayyid
Qutb)”. Skrisi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003
Haekal, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Muhammad. Terjemahan : Ali
Audah. Jakarta : Lentera Hati,2008
Hawwa, Sa’id. Membina Angkatan Mujahid, Studi Analisis atas Konsep Dakwah
Hasan Al Banna Dalam Risalah Ta’alim.terjemahan : Hawin Murtadho.
Solo : Era Intermedia, 2005
Hawwa, Sa’id. Memoar Hasan Al-Banna untuk Dakwah dan Para Dainya.
Surakarta : Era Intermedia, 2004
Hurlock, B.Elizabet. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga, 1994
Latif, Yudi. Intelegensia Muslim dan Kuasa, Geneologi Intelegensia Muslim
Indonesia Abad ke-20. Bandung : PT.Mizan Pustaka, 2005
Mahmud, Ali Abdul Halim. Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin.
Terjemahan : Wahid Ahmadi, et.all. Solo:Era Intermedia,1999
Manheim,Karl. Freedom, Power and Democratic Planning. London :Routledge &
Faul LTD, 1951
Munawir, A.W. Kamus Al Munawwir Arab Indonesia terlengkap, Yogyakarta:
Badan Wakaf PonPes Al Munawir, 1984
Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara ; Ajaran, sejarah, dan pemikiran.
Jakarta : UI Press, 1993
Thahan, Musthafa Muhammad. Risalah Pergerakan Pemuda Islam. Jakarta :
VISI,2002
Syamsudin, Aziz. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia. Jakarta ;
PT.Wahana Semesta Intermedia, 2008
Pratama, Ratna. “Kaum Muda, Asa, dan Perubahan”. Republika, 23 Juli 2008
Purwoko, Dwi. Pemuda Islam di Pentas Nasional. Jakarta : Bonaciptana, 1993
Qardhawi, Yusuf. Sistem Kaderisasi Ikhwanul Mulimin . Solo : CV.Pustaka
Mantiq, 1993
Qardhawi, Yusuf, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, dan Jihad.
Terjemahan :H.Mustofa Maufur dan H.Abdurrahman Husain. Jakarta
Timur : Pustaka Al-Kautsar, 1999
Yakan, Fathi. Revolusi Hasan Al Banna. Jakarta : Harakah, 2002
Top Related