EKSISTENSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Oleh :
P R O D I A K U N T A N S I
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TRUNOJOYOMADURA
2012
1. Abd. Basith 0702211000012. Ainul Faqih 0702211000073. Fariqul Isbahah 0902211000284. Rahmat Hidayat 0902211000405. Moh. Djalil 090221100114
BAB II
PEMBAHASAN
A.Bank Syariah
A.1 Definisi Bank Syariah
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank
yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini
banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain
istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free
Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank).
Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis
penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syariah”,
atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”.
Dalam RUU No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum
merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan prinsip syari'ah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip
syari'ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan
atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari'ah.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syari'ah berarti
bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara
Islam yang mengacu kepada ketentuan alquran dan al hadist.
A.2 Prinsip-Prinsip Perbankan Syari'ah
Lembaga keuangan syariah atau perbankan syariah harus beroperasi
secara ketat berdasarkan prinsip-prinsip syari'ah. Prinsip ini sangat berbeda
dengan prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan non-syari'ah. Adapun
prinsip-prinsip yang dirujuk adalah:
1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi;
2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada
kewajaran dan keuntungan yang halal;
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya;
4. Larangan menjalankan monopoli; dan
5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis
dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.
A.3 Produk Operasional Perbankan Syariah
Sesuai dengan fungsi dan jenis dana yang dapat dikelola oleh Bank
Islam yang mengembangkan konsep bebas-bunga, selanjutnya
melahirkan berbagai macam jenis produk pengumpulan dan penyaluran
dana oleh bank Islam. Sebagai gambaran ringkas tentang produk-produk
bank Islam tersebut dapat diurai sebagai beriku:
1. Produk Pengumpulan dana Bank Islam
Pelayanan jasa simpanan/tabungan berupa simpanan/tabungan yang
diselenggarakan adalah bentuk simpanan/tabungan yang terikat dan tidak
terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan
penarikannya. Berkaitan dengan itu, jenis simpanan/tabungan yang dapat
dikumpulkan oleh Bank Islam adalah sangat beragam sesuai dengan
kebutuhan dan kemudahan yang dimiliki simpanan tersebut.
Adapun akad yang mendasari berlakunya simpanan di bank Islam
adalah: Akad Wadiah dan Mudharabah.
a). Simpanan Wadiah, adalah titipan dana yang tiap waktu dapat
ditarik pemilik atau anggota dengan cara mengeluarkan semacam
surat berharga pemindah bukuan/transfer dan perintah membayar
lainya. Simpanan wadi'ah dikenakan biaya administrasi namun oleh
karena dana dititipkan diperkenankan untuk diputar maka oleh
Bank Islam kepada penyimpan dana dapat diberikan bonus sesuai
dengan jumlah dana yang ikut berperan didalam pembentukan laba bagi
Bank Islam.
Simpanan yang berakad wadi'ah ada dua:
• Wadi'ah amanah
• Wadi'ah Yadhomanah, titipan ini akan mendapatkan bonus
dari bank Islam, jikalau bank Islam mengalami keuntungan.
b). Tabungan Mudharabah, adalah simpanan/tabungan pemilik dana yang
penyetorannya dan penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah
disepekati sebelumnya. Pada simpanan mudharabah tidak diberikan bunga sebagai
pembentukan laba bagi bank Islam tetapi diberikan bagi hasil. Variasi jenis simpan yang
berakad mudharabah dapat dikembangkan kedalam berbagai variasi simpanan, seperti:
Simpanan Idul Fitri; Simpanan Idul Qurban; Simpanan Haji; Simpanan Pendidikan; Simpanan
Kesehatan; dan lain-lain.
Selain kedua jenis simpanan/tabungan tersebut, bank Islam juga mengelola dana ibadah seperti
rakat, Infaq dan Shodaqah (ZIS), yang dalam hal ini bank Islam dapat berfungsi sebagai amil.
2. Produk Penyaluran Dana
Bank Islam bukan sekedar lembaga keuangan yang bersifat
sosial. Namun, Bank Islam juga sebagai lembaga bisnis dalam rangka
memperbaiki perekonomian ummat. Sesuai dengan itu, maka dana yang
dikumpulkan dari masyarakat harus disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada
masyarakat yang membutuhkan.
Pinjaman dana kepada masyarakat disebut juga pembiayaan.
Pembiayaan adalah suatvi fasilitas yang diberikan bank Islam kepada
masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah
dikumpulkan oleh bank Islam dari masyarakat yang surplus dana. Orientasi
pembiayaan yang diberikan Bank Islam adalah untuk mengembangkan dan
atau meningkatkan pendapatan nasabah dan Bank Islam. Sasaran
pembiayaan ini adalah semua sektor ekonomi untuk pembiayaan seperti
pertanian, industri rumah tangga, perdagangan dan jasa.
Ada berbagai jenis pembiayaan yang dikembangkan oleh Bank Islam, yang
kesemuanya itu mengacu minimal pada dua jenis akad, yaitu:
• Akad syarikah
• Akad jual beli
Dari kedua akad ini dikembangkan sesuai dengan rebutuhan yang
dikehendaki oleh Bank Islam dan nasabah. Di antara pembiayaan yang
sudah umum dikembangkan oleh Bank Islam maupun lembaga keuangan
Islami lainrvya adalah:
a) Pembiayaan Bai'u Bithaman Ajil (BBA). Pembiayaan berakad
jual beli, Adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara
Bank Islam dengan nasabah, di mana Bank Islam menyediakan
dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal
dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya
dilakukan secara mencicil atau angsuran. jumlah kewajiban yang
harus dibayarkan oleh peminjam adalah jumlah atas harga barang
modal dan mark-up yang disepakati.
b) Pembiayaan Murabahah (MBA). Pembiayaan berakad jual beli..
Pembiayaan murabahah pada dasarnya merupakan kesepakatan
antara Bank Islam sebagai pemberi modal dan nasabah (debitur)
sebagai peminjam. Prinsip yang digunakan adalah sama seperti
pembiayaan Bai'u Bithaman Ajil, hanya saja proses
pengembaliannya dibayarkan pada saat jatuh tempo
pengembaliannya.
c ) Pembiayaan Mudharobah (MDA). Pembiayaan dengan akad
syirkah Adalah suatu perjanjian pembiayaan antara Bank
Islam dan nasabah di mana Bank Islam menyediakan dana
untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam
berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan
usahanya. Jenis usaha yang dimungkinkan untuk diberikan
pembiayaan adalah usaha-usaha kecil seperti pertanian,
industri rumah tangga, dan perdagangan.
d) Pembiayaan Musyarakah (MSA ). Pembiayaan dengan akad
syirkah. Adalah penyertaan Bank Islam sebagai pemilik
modal dalam suatu usaha yang mana antara risiko dan
keuntungan ditanggung bersama secara berimbang dengnan
porsi penyertaan.
e) Pembiayaan Al-Qordhul Hasan (QH). Pembiayaan dengan akad
ibadah. Adalah perjanjian pembiayaan antara Bank Islam dengan
nasabah. Hanya nasabah yang dianggap layak yang dapat diberi
pinjaman ini. Kegiatan yang dimungkinkan untuk diberikan pembiayaan
ini adalah nasabah yang terdesak dalam melakukan kewajiban-
kewajiban non-usaha atau pengusaha yang menginginkan usahanya
bangkit kembali yang oleh karena ketidakmampuannya untul melunasi
kewajiban usahanya.
Melalui produk-produk yang dihasilkan oleh Bank Islam dalam bentuk
produk pengumpulan dana dan penyaluran dana tersebut dapat dioperasikan
sesuai dengan syari'ah Islam dengan benar, sehingga mampu mengantarkan
kepada keridhloaan Allah.
A.4 Ciri Bank Syari'ah
Bank Syari'ah mempunyai ciri yang berbeda dengan bank
konvensional. cirri-ciri ini bersifat Universal dan kualitatif, artinya Bank
Syari'ah beroperasi dimana harus memenuhi ciri-ciri tersebut.
a) Beban biaya yang telah disepakati pada waktu akad perjanjian
diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnyan tidak
kaku dan dapat ditawar dalam batas yang wajar.
b) Penggunaan prosentasi dalam hal kewajiban untuk
melakukan pembayaran selalu dihindarkan. Karena prosentase
bersifat melekat pada sisa hutang meskipun utang bada batas
waktu perjanjian telah berakhir.
c) Didalam kontrak pembiayaan proyek bank tidak menetapkan
perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (Fixed
Return) yang ditetapkan dimuka. Bank Syari'ah menerapkan
system berdasarkan atas modal untuk jenis kontark al mudharabah
dan al musyarakah dengan system bagi hasil (Profit and losery)
yang tergantung pada besarnya keuntungan. Sedangkan penetapan
keuntungan dimuka ditetapkan pada kontrak jual beli melalui
pembiayaan pemilkikan barang (al murabahah dan al bai’u
bithaman ajil, sewa guna usaha (al ijarah), serta kemungkinan rugi
dari kontrak tersebut amat sedikit.
d) Pegarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito atau tabungan
oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi’ah) sedangkan
bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai
pernyataan dana pada proyek yang dibiayai oleh bank sesuai
dengan prinsip-prinsip syari'ah hingga kepada penyimpan tidak
dijanjikan imbalan yang pasti (fixed return). Bentuk yang lain
yaitu giro dianggap sebagai titipan murni (al-wadiah) karena
sewaktu-waktu dapat ditarik kembali dan dapat dikenai biaya
penitipan.
e) Bank Syari'ah tidak menerapkan jual beli atau sewa-
menyewa uang dari mata uang yang sama dan transaksinya itu
dapat menghasilkan keuntungan. Jadi mata uang itu dalam
memberikan pinjaman pada umumnya tidak dalam bentuk tunai
melainkan dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang selama
pembiayaan, barang tersebut milik bank.
f) Adanya dewan syari'ah yang bertugas mengawasi bank dari sudut
syari'ah.
g) Bank Syari'ah selalu menggunakan istilah-istilah dari bahasa
arab dimana istilah tersebut tercantum dalam fiqih Islam
h) Adanya produk khusus yaitu pembiayaan tanpa beban murni yang
bersifat social, dimana nasabah tidak berkewajiban untuk
mengembalikan pembiayaan (al-qordul hasal)
i) Fungsi lembaga bank juga mempunyai fungsi amanah yang
artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas
keamanan dana yang telah dititipkan dan siap sewaktu-waktu
apabila dana ditarik kembali sesuai dengan perjanjian.
Selain karakteristik diatas, Bank Syari'ah mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
Dalam Bank Syari'ah hubungan bank dengan nasabah adalah
hubungan kontrak (akad) antara investor pemilik dana
(shohibul maal) dengn investor pengelola dana (mudharib)
bekerja sama untuk melakukan kerjasama untuk yang produktif dan
sebagai keuntungan dibagi secara adil (mutual invesment
relationship). Dengan demikian dapat terhindar hubungan
eskploitatif antara bank dengan nasabah atau sebaliknya antara
nasabah dengan bank.
Adanya larangan-larangan kegiatan usaha tertentu oleh
Bank Syari'ah yang bertujuan untuk menciptakan kegiatan
perekonomian yang produktif (larangan menumpuk harta benda
(sumber daya alam) yang dikuasai sebagian kecil masyarakat dan
tidak produktif, menciptakan perekonomian yang adil (konsep usaha
bagi hasil dan bagi resiko) serta menjaga lingkungan dan
menjunjung tinggi moral (larangan untuk proyek yang merusak
lingkungan dan tidak sesuai dengan nilai moral seperti miniman
keras, sarana judi dan lain-lain.
Kegiatan uasaha Bank Syari'ah lebih variatif dibanding bank
konvensional, yaitu bagi hasil, sistem jual beli, sistem sewa
beli serta menyediakan jasa lain sepanjang tidak
bertentangan dengan nilai dan prinsip-prinsip syari’ah.
A.5 Fungsi Bank Syariah
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan
bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary
institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan
kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya
dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam
jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang
dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari
pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut
sebagai imbalan, baik berupa jasa ( fee-base income ) maupun
mark-up atau profit margin, serta bagi hasil ( loss and profit
sharing ).
Disamping dilibatkannya Hukum Islam dan pembebasan transaksi
dari mekanisme bunga (interest free), posisi unik lainnya dari Bank
Syariah dibandingkan dengan bank konvensional adalah
diperbolehkannya Bank Syariah melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang
bersifat multi-finance dan perdagangan (trading). Hal ini berkenaan
dengan sifat dasar transaksi Bank Syariah yang merupakan investasi dan
jual beli serta sangat beragamnya pelaksanaan pembiayaan yang dapat
dilakukan Bank Syariah, seperti pembiayaan dengan prinsip murabahah
(jual beli), ijarah (sewa) atau ijarah wa iqtina (sewa beli) dan lain-lain.
A.6 Perkembangan Perbankan Islam
Melihat gagasannya yang ingin membebaskan diri dari mekanisme
bunga, pembentukan Bank Islam mula-mula banyak menimbulkan
keraguan. Hal tersebut muncul mengingat anggapan bahwa sistem
perbankan bebas bunga adalah sesuatu yang mustahil dan tidak lazim,
sehingga timbul pula pertanyaan tentang bagaimana nantinya Bank Islam
tersebut akan membiayai operasinya.
Konsep teoritis mengenai Bank Islam muncul pertama kali pada
tahun 1940-an, dengan gagasan mengenai perbankan yang berdasarkan
bagi hasil. Berkenaan dengan ini dapat disebutkan pemikiran-pemikiran
dari penulis antara lain Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) dan
Mahmud Ahmad (1952). Uraian yang lebih terperinci mengenai gagasan
pendahuluan mengenai perbankan Islam ditulis oleh ulama besar
Pakistan, yakni Abul A’la Al-Mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah
(1944-1962) .
Secara kelembagaan yang merupakan Bank Islam pertama adalah
Myt-Ghamr Bank. Didirikan di Mesir pada tahun 1963, dengan bantuan
permodalan dari Raja Faisal Arab Saudi dan merupakan binaan dari Prof.
Dr. Abdul Aziz Ahmad El Nagar. Myt-Ghamr Bank dianggap berhasil
memadukan manajemen perbankan Jerman dengan prinsip muamalah
Islam dengan menerjemahkannya dalam produk-produk bank yang sesuai
untuk daerah pedesaan yang sebagian besar orientasinya adalah industri
pertanian . Namun karena persoalan politik, pada tahun 1967 Bank Islam
Myt-Ghamr ditutup . Kemudian pada tahun 1971 di Mesir berhasil
didirikan kembali Bank Islam dengan nama Nasser Social Bank, hanya
tujuannya lebih bersifat sosial daripada komersil.
Bank Islam pertama yang bersifat swasta adalah Dubai Islamic
Bank, yang didirikan tahun 1975 oleh sekelompok usahawan muslim dari
berbagai negara. Pada tahun 1977 berdiri dua bank Islam dengan nama
Faysal Islamic Bank di Mesir dan Sudan. Dan pada tahun itu pula
pemerintah Kuwait mendirikan Kuwait Finance House .
Secara internasional, perkembangan perbankan Islam pertama kali
diprakarsai oleh Mesir. Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara
Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi Pakistan bulan Desember
1970, Mesir mengajukan proposal berupa studi tentang pendirian Bank
Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International
Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi
Bank Islam (Federation of Islamic Banks) . Inti usulan yang diajukan dalam
proposal tersebut adalah bahwa sistem keuangan bedasarkan bunga
harus digantikan dengan suatu sistem kerjasama dengan skema bagi hasil
keuntungan maupun kerugian. Proposal tersebut diterima, dan Sidang
menyetujui rencana pendirian Bank Islam Internasional dan Federasi Bank
Islam. Bahkan sebagai tambahan diusulkan pula pembentukan badan-
badan khusus yang disebut Badan Investasi dan Pembangunan Negara-
negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries),
serta pembentukan perwakilan-perwakilan khusus yaitu Asosiasi Bank-
bank Islam (Association of Islamic Banks) sebagai badan konsultatif
masalah-masalah ekonomi dan perbankan Islam .
Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya bulan Maret
1973, usulan sebagaimana disebutkan di atas kembali diagendakan.
Bulan Juli 1973, komite ahli yang mewakili negara-negara Islam penghasil
minyak bertemu di Jeddah untuk membicarakan pendirian Bank Islam.
Rancangan pendirian bank tersebut, berupa anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga dibahas pada pertemuan kedua, bulan Mei 1972.
Pada Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah tahun 1975 berhasil
disetujui rancangan pendirian Islamic Development Bank (IDB) dengan
modal awal 2 milyar dinar dan beranggotakan semua negara anggota
OKI .
Sejak saat itu mendekati awal dekade 1980-an, Bank-bank Islam
bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran,
Malaysia, Bangladesh dan Turki. Secara garis besar lembaga-lembaga
perbankan Islam yang bermunculan itu dapat dikategorikan ke dalam dua
jenis, yakni sebagai Bank Islam Komersial (Islamic Commercial Bank),
seperti Faysal Islamic Bank (Mesir dan Sudan), Kuwait Finance House,
Dubai Islamic Bank, Jordan Islamic Bank for Finance and Investment,
Bahrain Islamic Bank dan Islamic International Bank for Finance and
Development; atau lembaga investasi dengan bentuk international
holding companies, seperti Daar Al-Maal Al-Islami (Geneva), Islamic
Investment Company of the Gulf, Islamic Investment Company (Bahama),
Islamic Investment Company (Sudan), Bahrain Islamic Investment Bank
(Manama) dan Islamic Investment House (Amman).
A.5 Perbankan Islam di Indonesia
Rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal
periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai
pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut,
untuk menyebut beberapa, di antaranya adalah Karnaen A
Perwataatmadja, M Dawam Rahardjo, AM Saefuddin, dan M Amien Azis.
Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala
yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB)
dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). Sebagai gambaran, M Dawam
Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi Bank
Syari’at Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari larangan riba,
sekaligus berusaha menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan
guna pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya
secara sepintas disebutkan dengan transaksi pembiayaan berdasarkan
tiga modus, yakni mudlarabah, musyarakah dan murabahah.
Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia baru
dilakukan tahun 1990. Pada tanggal 18 – 20 Agustus tahun tersebut,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank
dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut
kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di
Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi
pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia.
Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas
untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang
terkait.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya
PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri
pada tanggal 1 Nopember 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi
beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-. Sampai
bulan September 1999, BMI telah memiliki lebih dari 45 outlet yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Kelahiran Bank Islam di Indonesia relatif terlambat dibandingkan
dengan negara-negara lain sesama anggota OKI. Hal tersebut merupakan
ironi, mengingat pemerintah RI yang diwakili Menteri Keuangan Ali
Wardana, dalam beberapa kali sidang OKI cukup aktif memperjuangkan
realisasi konsep bank Islam, namun tidak diimplementasikan di dalam
negeri. KH Hasan Basri, yang pada waktu itu sebagai Ketua MUI
memberikan jawaban bahwa kondisi keterlambatan pendirian Bank Islam
di Indonesia karena political-will belum mendukung.
Selanjutnya sampai diundangkannya Undang-undang No. 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, BMI merupakan satu-satunya bank umum yang mendasarkan
kegiatan usahanya atas syariat Islam di Indonesia. Baru setelah itu berdiri
beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI membuka cabang Syariah pada
tanggal 28 Juni 1999, Bank Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari
Bank Susila Bakti (BSB), anak perusahaan Bank Mandiri, serta pendirian
lima cabang baru berupa cabang syariah dari PT Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk. Per bulan Februari 2000, tercatat di Bank Indonesia bank-
bank yang sudah mengajukan permohonan membuka cabang syariah,
yakni: Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD
Jabar dan BPD Aceh.
Berikut daftar nama perbankan syariah yang ada di
Indonesia :
- Bank BNI Syariah
- Bank BRI Syariah
- Bank Maybank Syariah
- Bank Pan Indonesia Bank
Syariah
- Bank CIMB Niaga Syariah
Indonesia
- Bank Mega Syariah Indonesia
- Bank Muamalat Indonesia
- Bank Syariah Bukopin
- Bank Syariah Mandiri
- Bank Victoria Syariah
- Bank OCBC NISP Syariah
- Bank Danamon Syariah
- Bank Riau Kepri Syariah
- Bank BCA Syariah
- Bank BJB Syariah
- Bank Permata Syariah
B. Asuransi Takaful
B.1 Pengertian Asuransi Syariah (Takaful)
Asuransi Takaful adalah asuransi yang dijalankan sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam, yang tata cara beroperasinya mengacu
kepada ketentuan-ketentuan al-Qur’an dan Hadist.
Yang dimaksud dengan “Dijalankan dengan prinsip-prinsip
syariah Islam”, ialah bahwa dalam beroperasinya, mengikuti
ketentuan-ketentuan syariah, khususnya yang menyangkut tata
cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata cara bermuamalat itu
dijatuhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur
riba, gharar (ketidakpastian), maysir (judi), jual beli sharaf (akad tabaduli)
dan unsur-unsur terlarang lainnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan mengacu kepada Al-
Qur’an dan hadist ialah, bahwa tata cara operasi Asuransi Takaful
mengikuti petunjuk Al-Quran dan Hadist, baik suruhan seperti
keharusan tolong menolong, saling menanggung dan sebaginya
ataupun larangan yang yang tercantum di dalam keduanya,
seperti larangan riba, manipulasi, judi dan sebagainya. Mengacu
kepada Al-Quran dan Hadist juga berarti, bahwa prinsip-prinsip dan dasar-
dasar filosofi Asuransi Takaful dibangun di atas paradigma Al-Quran dan
Hadist dan sesuai dengan pandangan dunia (welstan-chaung) keduanya.
Seperti prinsip tauhid, ta’awun (tolong menolong), saling menyayangi dan
saling melindungi (menjamin).
B.2 Prinsip dan Dasar Filosofi
Sebagaimana disebut di atas bahwa prinsip dan dasar filosofis
Asuransi Takaful berasal dari Al-Quran dan Sunnah. Setidaknya, ada tiga
prinsip dan dasar filosofis Takaful yang digali dari Al-Quran dan Sunnah,
yaitu :
1) Prinsip tauhid,
2) Tolong menolong,
3) Saling melindungi dan menyayangi.
1. Tauhid
Tauhid merupakan wacana teologis yang mendasari segala aktivitas
manusia, termasuk kegiatan asuransi. Jadi, seluruah kegiatan Asuransi
Takaful, didasari oleh sebuah doktrin Islam dan fundamental yang disebut
dengan tauhid. Muatan konsep tauhid dalam tataran ini adalah iman dan
taqwa. Seseorang yang masuk dan menceburkan diri dalam kancah
Takaful, baik pengelola maupun nasabahnya (pemegang polis), harus
mendasarkan aktivitasnya kepada iman dan taqwa, manusia akan bersifat
jujur, adil, amanah, dan bertanggungjawab. Jujur, adil, dan amanah
merupakan dasar bisnis yang fundamental. Sedangkan
pertanggungjawaban tersebut, tidak saja terhadap manusia, tetapi juga
kepada Allah swt.
Syed Nawab Haidar an-Naqwi, intelektual India kontemporer yang
terkemuka, dalam buku Etika dan Ilmi Ekonomi, memaparkan empat
aksioma ekonomi Islam, yaitu tauhid, keadilan, kebebasan dan
tanggungjawab. Tauhid menurutnya, adalah prinsip fundamental aktivitas
ekonomi manusia muslim. Tauhid menyadarkan manusia sebagai makhluk
Ilahiyah, sosok makhluk yang bertuhan, dengan demikian seluruh
kegiatan asuransi tidak terlepas dari pengawasan Allah dan dalam rangka
melaksanakan titah Tuhan (QS. 62: 10).
Manusia yang bertauhid dalam menjalankan setiap aktivitasnya
adalah sosok yang mempunyai kesadaran ketuhanan. Kesadaran
ketuhanan, tidak saja mewujudkan insan jujur, amanah dan
bertanggungjawab, tetapi juga memberikan vitalitas dengan daya kreatif
dan dinamis. Itulah sebabnya, Rasulullah menegaskan, supaya dalam
setiap aktivitas, kita menghadirkan Allah dalam kesadaran kita. Nabi
bersabda, “Setiap aktivitas yang baik, tidak dmulai dengan nama Allah,
maka aktivitas itu tidak berakah.”
Menyebut nama Allah sudah barang tentu mengandung arti
komitmen dan konsisten kesadaran kita terhadap Allah dalam
keseluruhan aktivitas kita. Lebih lanjut, hal itu berarti bahwa kita
membawa Allah ke dalam keseluruhan kehidupan kita. Konsekwensinya,
adalah bahwa di satu pihak kita harus menjunjung norma-normanya
(norma ekonomi Islam) serte bekerja secara optimal dan sempurna dalam
setiap profesi dan kedudukan yang dipercayakan kepada kita, dan pihak
lain kita merasa dibimbing dan dilindungi Allah setiap saat. Oleh karena
itu kita senantiasa tegar dan dinamis, efisien dan efektif dalam hidup ini.
Sebab, Allah senantiasa hadir dalam diri kita.
Secara terminologis, tauhid sebenarnya bermakna mengesakan
Allah, baik pengesaan dalam tataran ‘ubudiyah’ (semata-mata
menyembah kepada Allah), uluhiyah (mengesakan Allah dalam tataran
Zat dan Sifat), maupun tataran tauhid rububiyah (keyakinan bahwa
pemelihara alam hanya Allah).
Tauhid yang bernuansa aqidah tersebut, harus direfleksikan kepada
tauhis sosial yang bersifat empiris. Dengan kata lain, tauhid aqidah harus
memantulkan sikap dinamis, aktif, kreatif dan progesif, serta
memantulkan aktifitas dan perilaku jujur, amanah, adil dan
bertanggungjawab dan dapat dipercaya. Seseorang yang jujur, adil,
bertanggungjawab dan dapat dipercaya, pasti disenangi umat. Dan bila
meraka yang bertauhid itu melakukan hubungan dalam konteks asuransi,
maka hubungan tersebut akan berjalan serasi, harmonis dan penuh
kedamaian.
2. Tolong menolong
Takaful didasarkan kepada prinsip tolong menolong sesama muslim
dan manusia. Islam mengajarkan bahwa umat manusia merupakan
keluarga besar kemanusian. (Kemanusiaan universal). Untuk dapat
diselenggarakan kehidupan bersama, umat harus tolong menolong. Ibnu
Khaldun dalam karya monumnetalnya Muqaddimah, menyebut manusia
sebagai al-insan madaniyyun bi al-thabi’i (makhluk sosial dan beradapan
yang saling membutuhkan).
Ayat Al-Qur’an surah al-Maidah ayat 2 sangat lantang
mendeklerasikan keniscayaan tolong menolong dalam mengemban misi
kemanusian menuju kebajikan dan taqwa. “Tolong menolonglah kamu
dalam kebajikan dan taqwa dan jangan kamu tolong menolong dalan dosa
dan permusuhan.”
Dalam konteks ini, tolong menolong dalam kebajikan diwujudkan
dalam kegiatan takaful, yaitu saling menanggung, saling menjaga
amanah, saling melindungi dan saling bertanggungjawab.
Tolong menolong atau saling membantu merupakan upaya strategis
mewujudkan kekuatan umat Islam, sebagaimana sabda Nabi Muhammad
SAW, ”Seorang mukmin dengan seorang mukmin laksana sebagian
bangunan menguatkan sebagian yang lain.” (Muslim).
Dalam Takaful Syariah, dipakai akad takafuli, bukan akad tabaduli.
Akad takafuli adalah akad yang bermuatan melaksanakan tolong
menolong dan saling menanggung resiko. Wujud tolong menolong
terejawantah dalam dana tabarru’ (derma) yang ditentukan berdasarkan
program yang dipilih dan klasifikasi umur. Sedangkan akad tabaduli
adalah akad yang bernuansa jual beli semata-mata. Hubungan nasabah
dan perusahaan hanyalah dalam bentuk transaksi bisnis. Takaful Syariah
menerapkan akad takafuli sedangkan asuransi biasa (konvensional)
menerapkan akad tabaduli.
3. Saling Melindungi dan Menanggung (Takaful dan Ta’min)
Prinsip Takaful didasarkan kepada prinsip saling melindungi dan
bertanggungjawab antara yang satu dengan yang lain. Jadi, Takaful
(saling menanggung) antar umat manusia merupakan dasar pijakan
Asuransi Takaful. Dalam Takaful diujudkan hubungan manusia yang islami
di antara para pesertanya yang bersepakat untuk menanggung bersama
antara mereka, atas resiko yang diakibatkan musibah atau lainnya,
seperti kebakaran, kematian dan sebagainya.
Semangat takaful adalah menekankan kepada kepentingan
bersama atas dasar rasa persaudaraan di antara para peserta.
Persaudaraan di sini meliputi dua bentuk, yakni berdasarkan kesamaan
keyakinan (Ukhuwah Islamiyah) dan persaudaraan atas dasar kesamaan
derajat manusia (Ukhuwah Insaniyah).
Persaudaraan dalam konsep Islam, membutuhkan sikap saling
menyayangi di antara sesama manusia. Sikap saling menyayangi ini
tentunya mewujudkan sikap sosial yang terpuji untuk melepaskan dan
membantu orang yang mendapat kesulitan hidup.
Sifat mengutamakan kepentingan pribadi atau dorongan
untuk mendapatkan keuntungan semata-mata, tidak tercermin
dalam asuransi Islam. Karena asuransi Islam berlandaskan
prinsip-prinsip kemanusiaan universal yang bersifat sosial, yaitu
saling menyayangi, saling bertanggungjawab antar peserta,
saling bekerjasama dan tolong menolong (ta’awun), saling bantu
dan meringankan penderitaan orang lain, terutama sesama
peserta.
Prinsip-prinsip universal yang digali dari doktrin Islam yang
bersumber dari Al-Quran dan Hadist itu, diterapkan secara konsisten
dalam operasi Takaful. Sehingga dengan demikian, diharapkan tercipta
sistem asuransi yang islami yang pada gilirannya mewujudkan pola dan
tatanan masyarakat madani yang ideal, membawa rahmat dan
kemaslahatan bagi umat manusia secara menyeluruh.
Berikut daftar nama asuransi syariah yang ada di Indonesia :
1. PT Asuransi Takaful Umum
2. PT Asuransi Takaful Keluarga
3. PT Asuransi Syariah Mubarakah
4. PT MAA Life Assurance
5. PT MAA General Assurance
6. PT Great Eastern Life Indonesia
7. PT Asuransi Tri Pakarta
8. PT AJB Bumiputera 1912
9. PT Asuransi Jiwa BRIngin Life Sejahtera
10. PT Asuransi BRIngin Sejahtera
Artamakmur
22. PT Tugu Pratama
Indonesia
23. PT Asuransi AIA
Indonesia
24. PT Asuransi Allianz Life
Indonesia
25. PT Panin Life, Tbk
26. PT Asuransi Allianz
Utama Indonesia
27. PT Asuransi Ramayana,
Tbk
11. PT Asuransi Binagriya Upakara
12. PT Asuransi Jasindo Takaful
13. PT Asuransi Central Asia
14. PT Asuransi Umum
BumiPuteraMuda 1967
15. PT Asuransi Astra Buana
16. PT BNI Life Indonesia
17. PT Asuransi Adira Dinamika
18. PT Staco Jasapratama
19. PT Asuransi Sinar Mas
20. PT Asuransi Tokio Marine
Indonesia
21. PT Asuransi Jiwa SinarMas
28. PT Asuransi Jiwa Mega
Life
29. PT AJ Central Asia Raya
30. PT Asuransi Parolamas
31. PT Asuransi Umum
Mega
32. PT Asuransi Jiwa Askrida
33. PT Asuransi Jiwasraya
(Persero)
34. PT Equity Financial
Solution
35. PT Asuransi Kredit
Indonesia
36. PT Asuransi Bintang,
Tbk
37. PT Asuransi Bangun
Askrida
38. PT Prudential Life
Assurance
39. PT Jasaraharja Putera
40. PT AIG Life
41. PT Asuransi Karyamas
Sentralindo
42. PT Asuransi Jiwa Sequis
Lif
C. Pasar Modal Islami
C.1 Definisi
Pengertian Pasar Modal Menurut kepres no. 60 tahun 1998, pasar
modal adalah bursa yang merupakan sarana untuk mempertemukan
penawar dan peminta dana jangka panjang dalam bentuk efek.
Pengertian Pasar Modal Syari’ah Pasar modal syariah adalah pasar
modal yang di dalamnya ditransaksikan instrumen keuangan atau modal
yang sesuai dengan syariat Islam dan dengan cara-cara yang
berlandaskan syariah pula atau pasar modal yang menerapkan prinsip-
prinsip syariah antara lain melarang setiap transaksi yang mengandung
unsur ketidak jelasan dan instrumen yang diperjualbelikan harus
memenuhi kriteria halal
Dasar Hukum Pasar Modal Syari’ah Surat Al-Baqoroh: 275 .........
.......... واحQQQل اللQQQه بيQQQع وحQQQرم الربQQQا ” “……… padahal Allah Telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba……..”
Pemikiran untuk mendirikan pasar modal syariah dimulai sejak
munculnya instrumen pasar modal yang menggunakan prinsip syariah
yaitu reksadana syariah yang diluncurkan pertama kali pada tahun 1997.
Pasar modal syariah di Indonesia secara resmi diluncurkan pada tanggal
14 Maret 2003 oleh pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan yaitu
Budiono, Bapepam dan MUI.
C.2 Prinsip-prinsip dalam Pasar Modal Syariah
a) Pembiayaan atau investasi hanya bisa dilakukan pada aset atau
kegiatan usaha yang halal, spesifik dan bermanfaat. Karena uang
merupakan alat bantu pertukaran nilai, dimana pemilik harta akan
memperoleh bagi hasil dari kegiatan usaha tersebut, maka
pembiayaan dan investasi harus pada mata uang yang sama
dengan pembukuan kegiatan usaha.
b) Akad yang terjadi antara pemilik harta dengan emiten harus jelas.
Tindakan maupun informasinya harus transparan dan tidak boleh
menimbulkan keraguan yang dapat menimbulkan kerugian di salah
satu pihak. Baik pemilik harta maupun emiten tidak boleh
mengambil resiko yang melebihi kemampuannya dan dapat
menimbulkan kerugian. Penekanan pada mekanisme yang wajar
dan prinsip kehati-hatian baik pada investor maupun emiten.
C.3 Karakteristik
a) Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek. Bursa perlu
mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat
diperjualbelikan melalui pialang. Semua peusahaan yang
mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan pada bursa efek
diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan (account)
keuntungan dan kerugian, serta neraca keuntungan kepada komite
manajemen bursa efek, dengan jarak tidak lebih dari tiga bulan.
b) Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi(HST) tiap-
tiap perusahaan dengan interval tidak lebih dari tiga bulan sekali.
Saham tidak boleh diperdagangkan dengan harga lebih tinggi dari
HST. Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST.
c) HST ditetapkan dengan membagi jumlah kekayaan bersih
perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang diterbitkan. Komite
manajemn harus memastikan bahwa semua perusahaan yang
terlibat dalam bursa efek itu mengikuti prakter standar akuntansi
syariah. Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam
satu minggu, periode perdagangan, setelah menentukan HST.
Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode
perdagangan dan dengan harga HST.
Di Indonesia, cikal bakal instrumen-instrumen keuangan atau modal
yang menggunakan prinsip-prinsip syariah adalah saham-saham yang
terdaftar di Jakarta Islamic Index . Jakarta Islamic Index (JII) merupakan
indeks yang terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan syariah Islam dan
merupakan tolak ukur kinerja suatu investasi saham berbasis syariah. JII
merupakan subset dari Indeks Harga Gabungan (IHSG) yang diluncurkan
pada tanggal 3 Juli 2000 dan menggunakan tanggal 1 Januari 1995
sebagai base date (dengan nilai 100).
Kriteria Saham-saham yang Masuk dalam Indeks Syariah
1) Menurut Fatwa DSN No.20 Usaha penjudian dan permainan yang
tergolong judi atau perdagangan yang dilarang. Dan ini sesuai
dengan firman Allah Surat Al-Maidah (5): 90-91 yang berbunyi: يايها
الذين امنوا انماالخمر والميسر واالنصQQاب والزالم رجس من عمQQل الشQQيطن فQQاجتنبوه
لعلكم تفلحون . انما يريد شيطان ان يوقع بينكم العداوة والبغضاء فى الخمر والميسQQر
ويصدكم عن ذكر الله و عن الصلوة فهل انتم منتهون
2) Menurut Fatwa DSN No.20 Usaha lembaga keuangan konvensional
(ribawi) termasuk perbankkan dan asuransi konvensional. Hal ini
sesuai dengan firman Allah Surat Al-Imron (3): 130 yang berbunyi:
يايها الذين امنوا ال تأكلوا الربوا اضعافا مضاعفه واتقوا الله لعلكم تفلحون
3) Menurut Fatwa DSN No.20 Usaha yang memproduksi,
mendistribusikan serta memperdagangkan makanan dan minuman
yang tergolong haram Usaha yang memproduksi, mendistribusi
dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak
moral dan besifat mudhorot.
Peluang dan Tantangan Pasar Modal Syariah Di Indonesia
Dalam mengembangkan pasar modal syariah di Indoensia, ada beberapa
kendala yang dihadapi antara lain :
1. Belum ada ketentuan yang menjadi legitimisi pasar modal
syariah dari Bapepam atau pemerintah, misalnya Undang-Undang.
Perkembangan keberadaan pasar modal syariah saat ini merupakan
gambaran bagaimana legalitas yang diberikan Bapepam dan
pemerintah lebih tergantung dari permintaan pelaku pasar yang
menginginkan keberadaan pasar modal syariah.
2. Selama ini pasar modal syariah lebih populer sebagai sebuah
wacana dimana banyak bicara tentang bagaimana pasar yang
disyariahkan. Dimana selama ini praktek pasar modal tidak bisa
dipisahkan dari riba, maysir dan gharar, dan bagaimana
memisahkan ketiganya dari pasar modal.
3. Sosialisasi instrumen syariah di pasar modal perlu dukungan
dari berbagai pihak. Karena ternyata perkembangan pasar modal
perlu dukungan berbagai pihak. Karena ternyata perkembangan
Jakarta Islamic Index dan reksadana syariah kurang tersosialisasi
dengan baik sehingga perlu dukungan dari berbagai pihak,
khususnya praktisi dan akademisi. Praktisi dapat menjelaskan
keberadaan pasar modal secara pragmatis sedangkan akademisi
bisa menjelaskan secara ilmiah.
Beradasarkan pada kendala –kendala di atas maka strategi yang perlu
dikembangkan :
1. Keluarnya Undang-Undang Pasar modal syariah diperlukan
untuk mendukung keberadaan pasar modal syariah atau minimal
menyempurnakan UUPM No 8 Tahun 1995, sehingga dengan hal ini
diharapkan semakin mendorong perkembangan pasar modal
syariah.
2. Perlu keaktifan dari pelaku bisnis (pengusaha) muslim untuk
membentuk kehidupan ekonomi yang islami. Hal ini guna
memotivasi meningkatkan image pelaku pasar terhadap
keberadaan instrumen pasar modal yang sesuai dengan syariah.
3. Diperlukan rencana jangka pendek dan jangka panjang oleh
Bapepam untuk mengakomodir perkembangan instrumen-
instrumen syariah dalam pasar modal. Sekaligus merencanakan
keberadaan pasar modal syariah di tanah air.
4. Perlu kajian-kajian ilmiah mengenai pasar modal syariah, oleh
karena itu dukungan akadmisi sangat diperlukan guna
memahamkan perlunya keberadaan pasar modal syariah.
C.4 Perbedaan Pasar Modal Islami Dengan Pasar Modal
Konvensional
Ada dua hal utama dalam pasar modal syariah yaitu indeks Islam
dan pasar modal syariah itu sendiri. Indeks Islam menunjukkan
pergerakan harga-harga saham dari emiten yang dikatagorikan sesuai
syariah, sedangkan pasar modal syariah merupakan institusi pasar modal
sebagaimana lazimnya yang diterapkan berdasarkan “prinsip-prinsip
syariah.”
a. Indeks saham konvensional dan Indeks saham Islam
Indeks Islam tidak hanya dapat dikeluarkan oleh pasar modal
syariah saja tetapi juga oleh pasar modal konvensional. Bahkan sebelum
berdirinya institusi pasar modal syariah di suatu negeri, bursa efek
setempat yang tentu saja berbasis konvensional terlebih dahulu
mengeluarkan indeks Islam. Di Bursa Efek Jakarta misalnya, PT Bursa Efek
Jakarta (BEJ) bekerja sama dengan PT Danareksa Invesment Management
(DIM) meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) sebelum pasar modal syariah
sendiri diresmikan.
Adapun tujuan diadakannya indeks Islam sebagaimana Jakarta
Islamic Index yang melibatkan 30 saham terpilih, yaitu sebagai tolak ukur
(benchmark) untuk mengukur kinerja investasi pada saham yang berbasis
syariah dan meningkatkan kepercayaan para investor untuk
mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah, atau untuk
memberikan kesempatan kepada investor yang ingin melakukan investasi
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Perbedaan mendasar antara indeks konvensional dengan
indeks Islam adalah indeks konvensional memasukkan seluruh
saham yang tercatat di bursa dengan mengabaikan aspek halal
haram, yang penting saham emiten yang terdaftar (listing) sudah sesuai
aturan yang berlaku (legal). Akibatnya bukanlah suatu persoalan jika ada
emiten yang menjual sahamnya di bursa bergerak di sektor usaha yang
bertentangan dengan Islam atau yang memiliki sifat merusak kehidupan
masyarakat. Misalnya pada awal tahun 2003 yang lalu, di Australia ada
rumah bordir (pelacuran) yang masuk ke bursa efek setempat.
Secara lebih rinci Dow Jones dalam websitenya membuat kriteria
saham yang tidak boleh dimasukkan ke dalam perhitungan Indeks Pasar
Islam (DJ Islamic Market Indexes), yaitu perusahaan yang bergerak dalam
produksi :
· Alkohol (minuman keras)
· Babi dan yang terkait dengannya
· Jasa keuangan konvensional / Kapitalis, seperti bank dan asuransi
· Industri hiburan, seperti hotel, kasino dan perjudian, bioskop, media
porno dan industri musik.
Dari uraian di atas dapat ditarik garis pemisah antara indeks Islam
dan indeks konvensional.
Pertama, jika indeks Islam dikeluarkan oleh suatu institusi yang
bernaung dalam pasar modal konvensional, maka perhitungan indeks
tersebut berdasarkan kepada saham-saham yang digolongkan memenuhi
kriteria-kriteria syariah sedangkan indeks konvensional memasukkan
semua saham yang terdaftar dalam bursa efek tersebut.
Kedua, jika indeks Islam dikeluarkan oleh institusi pasar modal
syariah, maka indeks tersebut didasarkan pada seluruh saham yang
terdaftar di dalam pasar modal syariah yang sebelumnya sudah diseleksi
oleh pengelola.
b. Instrumen
Dalam pasar modal konvensional instrumen yang diperdagangkan
adalah surat-surat berharga (securities) seperti saham, obligasi, dan
instrumen turunannya (derivatif) opsi, right, waran, dan Reksa Dana.
Saham merupakan surat tanda penyertaan atau pemilikan
seseorang atau badan terhadap perusahaan yang menerbitkan saham
tersebut, sedangkan obligasi merupakan bukti pengakuan utang dari
perusahaan kepada para pemegang obligasi yang bersangkutan. Adapun
right adalah efek yang memberikan hak kepada pemegang saham lama
untuk membeli saham baru yang akan dikeluarkan emiten pada proporsi
dan harga tertentu. Waran merupakan turunan dari saham biasa yang
bersifat jangka panjang dan memberikan hak kepada para pemegangnya
untuk membeli saham atas nama dengan harga tertentu.
Sedangkan Reksa Dana (mutual fund) adalah perusahaan investasi
yang mengelola investasi saham, obligasi, dan lain-lainnya, dengan
menerbitkan surat berharga tersendiri yang ditujukan kepada para
investor, sehingga para investor tersebut tidak perlu lagi melakukan
investasi langsung terhadap berbagai surat berharga yang
diperdagangkan di bursa efek tetapi cukup membeli surat berharga yang
diterbitkan Reksa Dana tersebut.
Dalam pasar modal syariah, instrumen yang diperdagangkan
adalah saham, obligasi syariah dan Reksa Dana Syariah,
sedangkan opsi, waran dan right tidak termasuk instrumen yang
dibolehkan.
Adapun yang dimaksud saham dalam pasar modal syariah sama
dengan saham dalam pasar modal konvensional. Hanya bedanya saham
yang diperdagangkan dalam pasar modal syariah harus datang dari
emiten yang memenuhi kriteria-kriteria syariah .
Sementara obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional.
Obligasi konvensional merupakan suatu jenis produk keuangan yang tidak
dibenarkan dalam Islam karena menggunakan bunga sebagai daya
tariknya. Menurut Muhammad al-Amin, intrumen obligasi syariah dapat
diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah,
ijarah, istisna’, salam, dan murabahah sehingga dari prinsip ini nama
obligasi syariah tergantung pada prinsip yang mana yang digunakan
emiten.
Di Indonesia penerbitan obligasi syariah ini dipelapori oleh Indosat
dengan menerbitkan Obligasi Syariah Mudharabah Indosat senilai Rp 100
milyar pada Oktober 2002 yang lalu. Obligasi ini mengalami oversubribed
dua kali lipat sehingga Indosat menambah jumlah obligasi yang
ditawarkan menjadi Rp 175 milyar.Langkah Indosat ini diikuti Bank
Muamalat dan Bank Syariah Mandiri (BSM) pada tahun ini.
Dalam konsep Obligasi Syariah Mudharabah, emiten menerbitkan
surat berharga jangka panjang untuk ditawarkan kepada para investor
dan berkewajiban membayar pendapatan berupa bagi hasil atau margin
fee serta pokok utang obligasi pada waktu jatuh tempo kepada para
pemegang obligasi tersebut. Dalam hal ini pihak emiten berfungsi sebagai
mudharib sedangkan investor pemegang obligasi sebagai shahibul mal.
Sementara emiten yang menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi
persyaratan seperti persyaratan emiten yang masuk dalam kriteria indeks
Islam.
Instrumen ketiga yang diperdagangkan dalam pasar modal syariah
adalah Reksa Dana Syariah. Reksa Dana Syariah merupakan sarana
investasi campuran yang menggabungkan saham dan obligasi syariah
dalam satu produk yang dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi
menawarkan Reksa Dana Syariah kepada para investor yang berminat,
sementara dana yang diperoleh dari investor tersebut dikelola oleh
manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi syariah
yang dinilai menguntungkan.
c. Mekanisme transaksi
Dalam konteks pasar modal syariah, menurut Alhabshi, idealnya
pasar modal syariah itu tidak mengandung transaksi ribawi, transaksi
yang meragukan (gharar), dan saham perusahaan yang bergerak pada
bidang yang diharamkan. Pasar modal syariah harus bebas dari transaksi
yang tidak beretika dan amoral, seperti manipulasi pasar, transaksi yang
memanfaatkan orang dalam (insider trading), menjual saham yang belum
dimiliki dan membelinya belakangan (short selling).
Sementara itu Obaidullah mengemukakan etika di pasar modal
syariah, yaitu setiap orang bebas melakukan akad (freedom contract)
selama masih sesuai syariah, bersih dari unsur riba (freedom from al-
riba), gharar (excessive uncertainty), al-qimar/judi (gambling), al-maysir
(unearned income), manipulasi dan kontrol harga (price control and
manipulation), darar (detriment) dan tidak merugikan kepentingan publik
(unrestricted public interest), juga harga terbentuk secara fair
(entitlement to transact at fair price) dan terdapat informasi yang akurat,
cukup dan apa adanya (entitlement to equal, adequate, and accurate
infromation).
Inti dari apa yang disebutkan oleh Alhabshi dan Obaidullah tersebut
adalah pasar modal syariah harus membuang jauh-jauh setiap transaksi
yang berlandaskan spekulasi. Inilah bedanya dengan pasar modal
konvensional yang meletakkan spekulasi saham sebagai cara untuk
mendapatkan keuntungan. Meskipun dalam kasus-kasus tertentu seperti
insider trading dan manipulasi pasar dengan membuat laporan keuangan
palsu dilarang dalam pasar modal konvensional.
D. Perlunya Akuntansi Syari'ah Di Lembaga Bisnis (Keuangan)
Syari'ah
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, perubahan masyarakat
telah membawa perubahan yang cukup mendasar terhadap organisasi
akuntansi. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri, hadirnya lembaga
keuangan syari'ah pada khususnya dan sistem bisnis Islami (berdasarkan
syari'ah) tentunya akan mempengaruhi dan mencntukan organisasi
akuntansi yang akan digunakan. Hal ini muncul, karena karakteristik
masyarakat Islam menuntut aspek-aspek yang berbeda dengan apa yang
terjadi dan berlaku dalam masyarakat kapitalis. Hal berarti pula bahwa
akuntansi yang berlaku dalam sistem lembaga keuangan syari'ah, jelas
berbeda dengan sistem akuntansi yang berlaku dalam sistem lembaga
keuangan konvensional.
Tujuan informasi akuntansi dalam lembaga keuangan syari'ah
muncul karena dua alasan, yaitu:
1. Lembaga keuangan syari'ah dijalankan dengan kerangka syari'ah,
sebagai akibat dari hakikat transaksi yang berbeda dengan lembaga
keuangan konvensional;
2. Pengguna informasi akuntansi pada lembaga keuangan syari'ah
adalah berbeda dengan pengguna informasi akuntansi di lembaga
keuangan konvensional.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dapat diuraikan sebagai
berikut:
Pengguna informasi akuntansi. Pengguna informasi akuntansi
utama dalam sistem lembaga keuangan syari'ah meliputi:
a. Shareholder;
b. Deposan;
c. Unrestricted investment account holders
d. Restricted investment account holders
e. Pengusaha, perusahaan atau agensi yang berhubungan dengan
bank;
f. Dewan Pengawas Syari'ah
g. Lembaga pemerintah, Bank sentral, Menteri Keuangan, Badan
Administrasi/Pengelola
Zakat;
h. Masyarakat luas
i. Pengamat non-Muslim;
j. Peneliti;
k. Pegawai lembaga yang bersangkutan.
Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna, meliputi:
a. Informasi yang dapat membantu dalam menilai pelaksanaan
operasional bank dengan aturan tertulis dan jiwa syari'ah;
b. Informasi yang dapat membantu dalam menilai kemampuan
lembaga dalam menjaga aset, mempertahankan likuiditas, dan
meningkatkan laba;
c. Informasi tentang inisiatif lembaga atas tanggung-jawabnya
terhadap pekerja, pelanggan, rnasyarakat dan lingkungan; dan
d. Informasi yang dapat membantu dalam pertanggung-jawaban
manajemen.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perubahan masyarakat
telah membawa perubahan yang cukup mendasar terhadap organisasi akuntansi. Oleh karena
itu, tidak dapat dipungkiri, hadirnya lembaga keuangan syari'ah pada khususnya dan sistem
bisnis Islami (berdasarkan syari'ah) tentunya akan mempengaruhi dan menentukan organisasi
akuntansi yang akan digunakan. Hal ini muncul, karena karakteristik masyarakat Islam
menuntut aspek-aspek yang berbeda dengan apa yang terjadi dan berlaku dalam masyarakat
kapitalis. Hal ini berarti pula bahwa akuntansi yang berlaku dalam sistem lembaga keuangan
syari'ah, jelas berbeda dengan sistem akuntansi yang berlaku dalam sistem lembaga keuangan
konvensional.
Inti dari ekonomi islam khususnya lembaga keuangan syariah dan instansi syariah
lainnya adalah manusia dituntut agar menyadari bahwa manusia diciptakan untuk beribadah
kepada Allah swt, dalam segala hal yang dilakukan oleh manusia disana harus “ada Allah swt”
khususnya dalam kegiatan ekonomi.
Top Related