BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Harus diakui bahwa negeri ini sedang dihadapkan pada situasi yang sulit, dimana
berbagai persoalan seakan tak pernah terpecahkan, terutama untuk menentukan nasib
bangsa beberapa waktu ke depan. Salah satu persoalan yang dimaksud adalah
ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negeri beberapa pihak menyebutnya bantuan
luar negeri yang telah terjadi sejak awal bangsa ini merdeka.
Secara historis dapat diketahui bahwa Indonesia “terpaksa” terlibat dalam pusaran
utang luar negeri berawal dari Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Den
Haag, Kerajaan Belanda pada bulan November 1949, ketika itu utang Pemerintah Hindia-
Belanda diambilalih oleh Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejarah mencatat
pula, setelah Pemerintah RIS menyepakati pengambilalihan utang tersebut, kedaulatan
Indonesia diakui secara resmi oleh Kerajaan Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
Setali tiga uang, Kerajaan Belanda melalui kepanjangan tangannya, Pemerintah Hindia-
Belanda berhasil menjerat Indonesia dibawah “ketiak” imperialisme modern. Alih-alih
mengakui kedaulatan negara, Kerajaan Belanda dan para kroninya ingin tetap
menginjakkan kaki mereka di tanah surga bernama Indonesia dengan memaksa
meninggalkan utang di tanah ini.
Kendati demikian, Indonesia terlihat tidak mau ambil pusing memikirkan “warisan”
utang yang ditinggalkan Pemerintah kolonial. Satu hal yang mendasar bagi pemimpin
bangsa waktu itu, Presiden Sukarno, adalah membangun kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia dengan menciptakan ketahanan di pelbagai bidang, terutama di bidang ekonomi
guna melunasi utang-utang yang telah diwariskan. Namun, sejarah mengatakan sebaliknya,
Indonesia mengalami permasalahan-permasalahan yang krusial, mulai dari ancaman
disintegrasi hingga puncaknya pada akhir tahun 1965, ekonomi Indonesia mengalami
“masa-masa kelam” terpahit sepanjang sejarah, yang dapat dipastikan sejajar dengan
negara-negara ketiga di sub-sahara Afrika.
1
Peristiwa ini yang menyebabkan rezim Orde Lama diakhir hegemoninya, meninggalkan
utang luar negeri yang begitu membengkak dan keadaan negara yang kacau.
2. Rumusan Masalah
1. Apa itu ekonomi politik?
2. Apakah perekonomian di Indonesia bergantung pada politik?
3. Bagaimanakah dampak (positif maupun negatif) utang luar negeri terhadap proses
pembangunan di Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh utang luar negeri terhadap kemandirian nasional dan
kedaulatan negara?
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Ekonomi Politik
Ekonomi dan politik berasal dari bahasa Yunani. Ekonomi berasal dari kata "oikos"
yang berarti aturan dan "nomos" yang berarti rumah tangga. Sedangkan politik berasal dari
kata "polis” yang berarti negara atau kota. Berdasarkan maknanya yang secara empiris
tidaklah sama, namun dalam perkembangan dunia kedua kata tersebut menjadi hal yang
berkaitan dan saling mempengaruhi. Tindakan politik tidak terbebas dari kepentingan
ekonomi dan sebuah kebijakan ekonomi tidak terlepas pula dari kepentingan politik.
Dengan demikian ekonomi politik dimaksudkan untuk mengungkapkan kondisi di mana
produksi atau konsumsi diselenggarakan negara-negara.
B. Ekonomi Politik Menurut Ahli
Definisi ekonomi polotik menurut Balaam merupakan disiplin intelektual yang
mengkaji hubungan antara ekonomi dan politik. Menurut P. Todaro, ekonomi politik
membahas hubungan politik dan ekonomi dengan tekanan pada peran kekuasaan dalam
pengambilan keputusan ekonomi. Pakar lainnya menggunakan istilah ekonomi politik
untuk merujuk pada masalah yang dihasilkan oleh interaksi kegiatan ekonomi dan politik.
Dengan demikian ekonomi politik menjelaskan dan mengungkapkan hukum-hukum
produksi kekayaan di tingkat negara dunia
C. Ekonomi Politik Secara Umum
Biasanya ketika berbicara atau membahas ekonomi maka ingatan akan langsung
tertuju pada kata yang tidak lepas dari unsur produksi, komsumsi, distribusi, investasi,
ekspor dan impor dan sebagainya yang tentu berbeda ketika membahas politik, istilah kata
yang akan ditemukan seperti negara, ideologi, kelompok, pemerintah dan sebagainya.
Kemudian seiring dengan perkembangan dunia, kajian mengenai ekonomi politik pun
semakin luas. Dengan sengaja atau tidak kedua kata yang secara empiris maupun istilah
3
berbeda tersebut, dipadu-padankan menjadi satu kalimat "ekonomi politik". Sehingga dari
kata tersebut muncul kajian baru yang berkaitan dengan kegiatan maupun keputusan yang
dilakukan pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingan masayarakat
atau rakyannya sesuai dengan tujuan dan ideologi negara yang bersangkutan.
D. Pengertian Utang Luar Negeri
Utang luar negeri didefiniskan sebagai setiap penerimaan negara baik dalam bentuk
devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau
jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan
persyaratan tertentu. (Badan Pemeriksa Keuangan, 2013). Pinjaman dapat berbentuk
pinjaman program 2] dan/atau pinjaman proyek 3], yang terdiri dari pinjaman lunak, fasilitas
kredit ekspor, pinjaman komersial, dan pinjaman campuran.
Pinjaman Lunak adalah pinjaman yang berasal dari suatu negara atau lembaga
multilateral, yang ditujukan untuk pembangunan ekonomi atau untuk peningkatan
kesejahteraan sosial bagi negara penerima dan memiliki komponen hibah minimal 35 %.
contohnya pinjaman dari Prancis untuk membiayai pelbagai program penanganan
perubahan iklim atau baru-baru ini tawaran pinjaman keuangan dari Jerman untuk proyek
proyek bidang transportasi, infrastruktur termasuk juga pengembangan geothermal.
Fasilitas Kredit Ekspor adalah pinjaman komersial yang diberikan oleh lembaga keuangan
atau lembaga non-keuangan di negara pengekspor yang dijamin oleh lembaga penjamin
kredit ekspor. Contohnya fasilitas ini diberikan untuk UKM pada sektor furniture, pangan
dan perikanan. Pinjaman Komersial adalah pinjaman luar negeri Pemerintah yang
diperoleh dengan persyaratan yang berlaku di pasar dan tanpa adanya penjaminan dari
lembaga penjamin kredit ekspor. Pinjaman Campuran adalah kombinasi antara dua unsur
atau lebih yang terdiri dari hibah, pinjaman lunak, fasilitas kredit ekspor, dan pinjaman
komersial.
Semua bentuk dan jenis pinjaman luar negeri ini diterima dari negara asing,
lembaga multilateral, lembaga keuangan dan lembaga non keuangan asing, dan lembaga
keuangan non asing, yang berdomisili dan melaksanakan kegiatan usaha diluar wilayah
negara RI.
4
E. Utang Luar Negeri di Negara Berkembang
Sekian waktu lamanya pendapat bahwa sumber pembiayaan yang berasal dari luar
negeri menjadi sebuah alternatif yang paling tepat untuk membiayai kekurangan modal
pembangunan di dalam negeri, sekaligus menjadi alasan fundamental para pengambil
kebijakan di negara berkembang untuk memperoleh dana bantuan yang dimaksud. Hal ini
menjadi argumen yang kuat pula bahwa pemberian pembiayaan luar negeri tidak semata-
mata karena alasan pembangunan ekonomi, tetapi lebih dari itu merupakan upaya
mengeratkan hubungan politik antara negara pemberi bantuan (kreditur) terhadap negara
peminjam (debitur), serta untuk membendung pengaruh ideologi —yang bersebrangan
dengan ideologi negara kreditur—terhadap negara debitur. (Pasaribu, 2013)
Pengaruh ideologi ini sangat gencar dilakukan oleh Amerika Serikat. Salah satu yang
terkenal adalah program Marshall Plan, sebuah paket bantuan ekonomi bagi negara-negara
yang dilanda krisis pasca Perang Dunia ke-II. Kebijakan bantuan ini diluncurkan pada awal
tahun 1950-an untuk membendung pengaruh Soviet dengan ideologi komunisnya terhadap
negara-negara yang dibantu oleh Amerika Serikat.
Meskipun ada ancaman dalam hal terjadinya kemacetan pengembalian pinjaman,
pada kenyataannya arus dana pinjaman tersebut terus saja mengalir ke negara-negara
berkembang. Ada 3 (tiga) faktor yang menyebabkan hal ini terjadi yaitu : Pertama, peluang
investasi asing di negara-negara berkembang dilihat dari sudut ekonomi sangat
menguntungkan, banyak terdapat kawasan kaya sumber daya alam yang belum
dieksplotasi. Kedua, di negara-negara di luar Inggris, seperti Amerika Serikat, Kanada,
Argentina dan Australia merupakan negara yang masih jarang penduduknya, sehingga
migrasi penduduk yang terjadi di negara-negara tersebut bila diimbangi dengan tersedianya
modal untuk investasi merupakan peluang yang sangat menguntungkan. Ketiga, peranan
Inggris sebagai pemain utama ekonomi dunia begitu dominan. Hal ini ditunjang dari
infrastruktur ekonomi dan keuangan Inggris yang lebih baik dibandingkan negara lain pada
masa itu.
5
F. Pembangunan dan Kemandirian Nasional
Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pembangunan Nasional menjadi pusat perhatian bagi Pemerintah yang silih berganti
memimpin Indonesia. Pembangunan Nasional dititikberatkan terhadap bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan (Poleksosbudhankam) berdasarkan
Pancasila dan kemandirian nasional. Kemandirian Nasional berarti hasil dari segenap usaha
yang telah dilakukan seluruh perangkat di dalam negara dalam membangun kesejahteraan
dan martabat negara.
Namun keadaan berbanding terbalik dengan harapan, yang pada akhirnya mengantarkan
Indonesia menghadapi pelbagai permasalahan yang semakin sulit diselesaikan.
G. Pro-Kontra Utang Luar Negeri Indonesia
Indonesia mengalami performa ekonomi yang begitu cemerlang ketika memasuki
era Orde Baru. Melalui kebijakan Pembangunan Lima Tahun (Pelita) dan nasihat Mafia
Berkeley-nya, Presiden Suharto berhasil membawa Indonesia dari jurang keterpurukan
menuju The Next Tiger of Asia atau Macan Asia Masa Depan bersama-sama Jepang dan
Taiwan. Performa ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang stabil mencapai
kisaran 7% sejak awal 1980-an hingga pertengahan 1990-an, berkurangnya pengangguran
dan angka buta huruf, serta turunnya angka kemiskinan. (Supratikno, 2011)
Kegemilangan Indonesia tersebut ternyata ditopang secara kuat oleh dibukanya
pelbagai bantuan luar negeri yang masuk ke dalam negara. Dapat dipastikan, beragam
program-program pembangunan pada masa Orde Baru dibiayai dari pinjaman luar negeri,
terutama negara-negara kreditur yang tergabung dalam Inter-Governmental Group on
Indonesia (IGGI), dimana Kerajaan Belanda menjadi koordinator utama. Selain itu, masih
6
banyak pula negara kreditur maupun lembaga-lembaga asing lain yang memberi bantuan
kepada Indonesia, dengan catatan bukan berasal dari blok komunis. Hal ini dapat dipahami,
bahwa rezim Suharto dikenal sebagai rezim yang anti-komunis, melainkan “berkongsi”
dengan negara-negara kapitalis untuk menjamin stabilitas pembangunan nasional.
Penulis tidak dapat berpendapat bahwa tidak sepenuhnya utang luar negeri tersebut
baik. Baik dalam artian, utang luar negeri telah menjadi “penyelamat” Indonesia dari krisis
parah di tahun 1965, dan selanjutnya menjadi tonggak penting dalam pembiayaan pelbagai
pembangunan di penjuru tanah air, mulai dari program-program pemerintah untuk
pendidikan, kesehatan, jaringan transportasi, telekomunikasi, dan sektor-sektor lainnya,
hingga pembiayaan bagi swasta dan perbankan. Dapat dikatakan, bahwa secara keseluruhan
pembangunan di negara ini bersumber dari pembiayaan luar negeri. Namun, jika utang luar
negeri dianggap menguntungkan Indonesia, mengapa Indonesia belum bisa mandiri dalam
pembangunan ekonomi dan semakin bergantung terhadap utang itu sendiri?. Berdasarkan
data yang dikeluarkan Kementerian Keuangan, utang luar negeri Indonesia hingga bulan
Mei 2013 mencapai angka Rp 2.036 triliun, sebagai tren semakin meningkatnya beban
utang luar negeri terhadap modal pembangunan di dalam negeri. Bahkan Uchok Sky
Khadafi, menyebutkan bahwa diperlukan urunan biaya sebesar 7 juta rupiah setiap warga
Indonesia untuk melunasi utang negara yang semakin membengkak.
H. Perekonomian dan politik di Indonesia
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini
mengatakan, ekonomi Indonesia mendatang sangat bergantung pada perkembangan politik
yang ada. Sayangnya, hingga saat ini masih ada potensi konflik antara legislatif dan
eksekutif yang mengganggu optimisme pertumbuhan ekonomi 2015.
Dalam presentasinya bertajuk 'Indonesia 2015 and Beyond: Reinventing Economic
Priorities', Hendri mengatakan rangkaian panjang kegiatan politik 2014 telah menghasilkan
legilatif dengan kelengkapan di DPD, DPR, dan MPR serta pemerintahan baru yang
dikomandoi Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Namun demikian, pesta demokrasi tersebut ternyata masih menyisakan catatan yang
7
berpotensi menganggu stabilitas politik. "Pertama, potensi konflik antara legislatif dan
eksekutif," kata Hendri, Kamis (6/11/2014).
Hendri menuturkan, selama ini partai pendukung Presiden dan Wapres selalu
memimpin legislatif. Namun dengan perubahan UU MD3, saat ini kepemimpinan legislatif
dikuasai koalisi partai oposisi, dalam hal ini koalisi Merah Putih. Dengan kekuatan 63
persen KMP di parlemen, tentu hal ini memunculkan kekhawatiran potensi konflik.
"Kedua, ada indikasi potensi konflik tidak hanya antara legislatif dan eksekutif, tetapi juga
di internal legislatif sendiri. Sekarang ini ada gesekan-gesekan di internal legislatif. Ini satu
hal yang harus dikelola Jokowi-JK," lanjut Hendri.
Menurut Hendri, bagi pemerintah Indonesia, dukungan legislatif sangat penting
karena sistem politik memberi peran yang cukup besar pada DPR lewat berbagai fungsinya.
"Oleh karenanya Presiden Jokowi-JK dan Tim Kabinet Kerja memang harus memiliki
strategi untuk mengelola potensi gesekan yang akan terjadi," ucap Hendri.
Selain itu, lanjut dia, masih ada peluang bagi pemerintah Presiden Jokowi-JK untuk
menciptakan optimisme karena bagi pelaku bisnis. "Menurut kami, yang penting bagi
pebisnis saat ini bukan tidak adanya konflik, tapi segera hadirnya eksekutif yang mampu
menjadi eksekutor efektif untuk mendorong dan menciptakan iklim usaha yang produktif
bagi percepatan pertumbuhan ekonomi," pungkas Hendri. 9]
http://bisniskeuangan.kompas.com/
8
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa Indonesia telah terjebak dalam
pusaran utang luar negeri sejak awal kemerdekaan hingga saat ini dan permasalahan
tersebut telah berdampak luas bagi pembangunan Indonesia di pelbagai sektor. Dengan
menggunakan kebijakan utang luar negeri, seharusnya Indonesia dapat mandiri secara
ekonomi dengan peningkatan produktivitas kerja dan surplus ekonomi negara, tidak lagi
harus tunduk terhadap saran dan arahan dari para kreditur dana. Ketidakberdayaan
Indonesia menunjukkan lemahnya kedaulatan negara dan bargaining position posisi tawar
terhadap negara-negara peminjam dan lembaga-lembaga asing pemberi bantuan lainnya.
SARAN
Untuk mewujudkan kembali kedaulatan negara yang kukuh dan kemandirian
nasional, moratorium utang menjadi penting untuk segera dilakukan. Upaya penghapusan
utang tersebut memerlukan pula kepemimpinan nasional yang memiliki komitmen yang
jelas mengenai masa depan Indonesia yang mandiri dan bebas dari pengaruh asing.
Komitmen kemandirian tersebut perlu juga didukung oleh pelbagai stakeholder di negeri
ini, mulai dari tingkat akar rumput hingga level suprastruktur. Selain itu, pemberdayaan
terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia perlu digalakkan demi terciptanya
produktivitas kerja yang optimal yang akan menghasilkan keuntungan positif bagi
perekonomian Indonesia yang mandiri, berdaulat, dan bermartabat.
9
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sritua dan Adi Sasono. (2013) Indonesia : Ketergantungan dan Keterbelakangan.
Bandung : Mizan
Dumairy. (1996). Perekonomian Indonesia. Jakarta : Erlangga
Gie, Kwik Kian. (1999). Ekonomi Indonesia dalam Krisis dan Transisi politik. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Nugroho, Boy. (2007). Indonesia Bangkrut ! . Yogyakarta : Navila
Rachbini, Didik J. (2002). Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik. Bogor : Ghalia
Indonesia
Supratikno, Hendrawan. (2011). Ekonomi Nurani vs Ekonomi Naluri. Jakarta : Yayasan
Pustaka Obor Indonesia
Tambunan, Tulus T. Hamonangan. (2008). Pembangunan Ekonomi dan Utang Luar
Negeri. Jakarta : Rajagrafindo Persada
Sumber Internet
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/06/131332526/
Perekonomian.Indonesia.Sangat.Bergantung.pada.Dinamika.Politik. ( di akses 22 november
2014)
http://www.academia.edu/174878/Rational_and_Public_Choice_for_Polictical_Economics
( di akses 22 november 2014)
http://anikwahyuningsih.blogspot.com/02/pengaruh-utang-luar-negeri-terhadap.html (di
akses 22 november 2014)
10
Ekonomi Indonesia dalam Krisis dan Transisi politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
http://www.academia.edu/174878/Rational_and_Public_Choice_for_Polictical_Economics
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/06/131332526/
Perekonomian.Indonesia.Sangat.Bergantung.pada.Dinamika.Politik.
http://anikwahyuningsih.blogspot.com/02/pengaruh-utang-luar-negeri-terhadap.html
12
Top Related