BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada tahun 2008 terdapat 76.267 unit usaha.
Industri di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Propinsi didominasi oleh usaha kecil dan menengah
dengan nilai 99% atau sekitar 75.956 unit,
sedangkan industri besar hanya dengan nilai sebesar
1%. Penyerapan tenaga kerja untuk usaha kecil dan
menengah adalah antara 5-19 orang per unit.
Kontribusi industri terhadap perekonomian wilayah
mi namun cukup besar. Hal mi menunjukkan bahwa
industri kecil dan menengah (UKM) relative tahan
terhadap krisis ekonomi yang mengguncang dunia
karena fleksibilitas dan kemampuan mengantisipasi
perubahan. Sektor Industri di Daerah Istimewa
Yogyakarta memiliki peran penting dalam
penyediaan lapangan pekerjaan. Pada tahun 2008 mi
sektor mi menyerap 273.621 pekerja, atau naik
3,50% dibandingkan pada tahun 2007 dengan
1
jumlah 264.368 tenaga kerja. Dilihat dan kiasifikasi,
industri DIY didominasi oleh industri kerajinan,
termasuk kayu, bambu, rotan, serta tekstil dan
pakaian jadi berbahan kulit yang tersebar di 281
tempat dengan jumlah usaha 12.304 unit. Nilai
investasi sektor industri adalah Rp 769.274.520.000
(setara dengan US $ 80 juta) pada tahun 2008 atau
naik 4,00% dibandingkan dengan nilai investasi
sektor industri pada tahun 2007 dengan jumlah Rp
739.687.038.700 (setara dengan US $ 75 juta). Nilai
investasi mi merupakan investasi non-fasilitasi.
Sedangkan investasi sampai dengan tahun 2008
dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tercatat
sebanyak 165 PMA dan 145 PMDN dengan total
nilai investasi Rp 4,5 T dengan jumlah 34.713
tenaga kerja Indonesia dan 127 tenaga kerja asing.
Saat ini, industri kreatif juga dikembangkan di
Yogyakarta. Industri kreatif berpusat pada pasar
kerajinan tangan, kerajinan, desain, fashion, jasa
komputer dan perangkat lunak. Yogyakarta yang
memiliki SDM yang memadai sesuai untuk
2
mengembangkan industri kreatif dalam skala besar.
Industri kreatif perlu dikembangkan di Provinsi DIY
karena industri mi memberikan kontribusi ekonomi
yang signifikan, menciptakan iklim bisnis yang
positif, membangun citra sosial yang layak.
II. RUMUSAN MASALAH
A.Apa definisi dari sektor informal?
B.Bagaimana Karakteristik dari sektor informal
yang ada di indonesia?
C.Apa yang dimaksud dengan pekerja sektor
informal?
D.Apa contoh dari sektor informal yang kini sudah
berkembang?
III. TUJUAN PENULISAN
A. Mengetahui definisi dari sektor informal.
B. Mengetahui karakteristik dari sektor informal
yang ada di indonesia.
C. Mengetahui apa yang dimaksud dengan
pekerja sektor informal.
3
D. Mengetahui contoh dari sektor informal yang
kini sudah berkembang.
BAB II
PEMBAHASAN
4
A.DEFINISI SEKTOR INFORMAL
Menurut KBBI
1. Lingkungan usaha tidak resmi; lapangan pekerjaan
yg diciptakan dan diusahakan sendiri oleh pencari
kerja, seperti wirausaha.Contoh: usaha yg paling
menguntungkan dari sektor informal adalah
membuka rumah makan di tempat-tempat yg ramai.
2. Unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi
dan atau distribusi barang dan jasa untuk
menciptakan lapangan kerja dan penghasilan bagi
mereka yg terlibat unit tersebut bekerja dengan
keterbatasan, baik modal, fisik, tenaga, maupun
keahlian.
Arti Secara Umum
Menurut pendapat Damsar (1997: 158-159), ciri-ciri
dinamis dari konsep sektor informal yang diajukan
Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan dalam
birokrasi ILO. Informalitas didefinisikan ulang sebagai
sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan. Sektor
informal menunjukkan kepada cara perkotaan
melakukan sesuatu dengan dicirikan dengan : a)
5
Mudah memasukinya dalam arti keahlian, modal, dan
organisasi; b) Perusahaan milik keluarga; c)
Beroperasi pada skala kecil; d) Intentif tenaga kerja
dalam produksi dan menggunakan teknologi
sederhana; dan e) Pasar yang tidak diatur dan
berkompetitif.
Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor
informal oleh ILO, banyak mendapatkan kritikan
tajam dari berbagai ilmuwan yang berkecimpung
dalam bidang Sosiologi, khususnya Sosiologi
Ekonomi. Mereka menganggap bahwa aktivitas sektor
informal merupakan suatu tanda berkembangnya
dinamika kewiraswastaan masyarakat. Menurut
Hernando de Soto dalam The Other Parh (Damsar,
1997: 159-160) informalitas merupakan respon
masyarakat terhadap negara merkantalis yang kaku.
Oleh karena itu, tidak seperti gambaran ILO yang
melihatnya sebagai mekanisme kelangsungan hidup
dalam merespon ketidakcukupan lapangan pekerjaan
modern, melainkan sebagai serbuan kekuatan pasar
nyata dalam suatu ekonomi yang dikekang oleh
regulasi (pengaturan) negara.
6
Dalam Ensiklopedia Ekonomi, Bisnis dan
Manajemen (1997: 292-293) dijelaskan bahwa belum
ada kebulatan pendapat tentang batasan yang tepat
untuk sektor informal di Indonesia. Tetapi ada
kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan yang
terlihat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk
menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia
sebagai berikut : a) Sektor yang tidak menerima
bantuan atau proteksi ekonomi dari pemerintah; b)
Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak
punya akses) bantuan, meskipun pemerintah telah
menyediakannya; c) Sektor yang telah menerima
bantuan pemerintah tetapi bantuan tersebut belum
sanggup membuat sektor itu mandiri.
B.KARAKTERISTIK SEKTOR INFORMAL DI
INDONESIA
Berdasarkan definisi kerja tersebut, disepakati pula
serangkaian ciri sektor informal di Indonesia, yang
meliputi :
a. Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik,
karena unit usaha timbul tanpa menggunakan
7
fasilitas atau kelembagaan yang tersedian secara
formal.
b. Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin
usaha.
c. Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik,
dalam arti lokasi maupun jam kerja.
d. Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk
membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai
ke sektor ini.
e. Unit usaha berganti-ganti dari satu sub-sektor ke
sub-sektor lain; f) Teknologi yang digunakan masih
tradisional.
f. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga
skala operasinya juga keciL.
g. Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan
pendidikan formal, sebagian besar hanya diperoleh
dari pengalaman sambil bekerja.
h. Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok
one man enterprise, dan kalau ada pekerja, biasanya
berasal dari keluarga sendiri.
8
i. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal
dari tabungan sendiri, atau dari lembaga keuangan
tidak resmi.
j. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh
golongan masyarakat kota/desa berpenghasilan
rendah atau menengah.
C.PEKERJA SEKTOR INFORMAL
Perekonomian di kebanyakan negara berkembang
bahkan di beberapa negara maju adalahfenomena jumlah
dan tingginya peningkatan penduduk yang bekerja di
sektor informal. Hal ini didorong oleh tingkat urbanisasi
yang tinggi dimana penawaran pasar tenaga kerja mampu
direspon oleh permintaan tenaga kerja sektor
informal.Pengelompokkan definisi formal dan informal
menurut Hendri Saparini dan M. Chatib Basri dari
Universitas Indonesia menyebutkan bahwa tenaga Kerja
sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada
segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan
atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak.
Definisi lainnya adalah segala jenis pekerjaan yang
tidak menghasilkan pendapatan yang tetap, tempat
9
pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job
security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen
atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau lembaga yang
tidak berbadan hukum. Sedangkan ciri-ciri kegiatan-
kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap
orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal
ini, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha
milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya,
keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah
dan tidak diatur dan pasar yang kompetitif. Contoh dari
jenis kegiatan sektor informal antara lain pedagang kaki
lima (PKL), becak, penata parkir, pengamen dan anak
jalanan, pedagang pasar, buruh tani dan lainnya.
Kemajuan perekonomian sebuah negara dapat pula
ditandai dengan adanya transformasi ke arah penurunan
pekerja kasar (blue collar) yang merepresentasikan
pekerja sektor informal. Pekerja blue collar dapat
dimaknai sebagai pekerja pada pekerjaan yang
mengandalkan kekuatan fisik, pada kelompok lapangan
usaha di Indonesia biasanya dimasukkan kedalam jenis
pekerjaan di sektor usaha pertanian, kehutanan,
10
perburuan, perikanan, tenaga produksi, alat angkut dan
pekerja kasar.
Disisi lain, pekerja manajerial (white collar) yang
merepresentasikan pekerja sektor formal terdiri dari
tenaga professional, teknisi dan sejenisnya, tenaga
kepemimpinan dan ketatalaksanaan, tenaga tata usaha
dan sejenisnya, tenaga usaha penjualan, tenaga usaha
jasa. Pada beberapa tahun terakhir tercermin adanya
kecenderungan penurunan peran pekerja blue collar dan
sedikit peningkatan pekerja white collar. Ini merupakan
sinyal kemajuan perekonomian dan juga kemajuan
pendidikan karena pekerja white collar secara umum
membutuhkan tingkat pendidikan yang memadai. Dalam
analisis pembagian pekerja menjadi pekerja sektor
formal dan pekerja sektor informal sering terkendala
dengan data yang tersedia. Tidak adanya keseragaman
secara internasional tentang definisi sektoR informal dan
ketersediaan data yang ada di Indonesia, pengertian
pekerja sektor informal dalam analisis ini didekati
dengan status pekerjaan. Pekerja informal adalah mereka
yang berusaha sendiri, berusaha sendiri dan dibantu
buruh tidak tetap.
11
D.CONTOH SEKTOR INFORMAL YANG
BERKEMBANG
Identitas Perusahaan
Nama Perusahaan : Tom’s Silver Manufacture
Nama Pemilik : Nevi Ervina Rahmawati
Bentuk Perusahaan : Perseorangan
Alamat
Kantor pusat : Jl.Ngeksigondo No.60 Jogjakarta
55172
Telp. : 0274-372818
Website : www.tomsilver.com
Produk unggulan : Perak
Produk sampingan : Furniture
Modal : Modal awal milik pribadi,
keuntungan awal untuk modal selanjutnya.
1. SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN
12
Siapa yang tak kenal kerajinan perak dari Kotagede,
Yogyakarta? Di salah satu jalan yang dahulu cuma cukup
untuk jalan kuda, nama Tom’s Silver telah sampai
mancanegara dan dicari para turis. Siapa yang
menyangka kalau kerajinan perak ini berawal dari
kesulitan hasil bumi yang melanda petani Kotagede.
Mungkin ini yang namanya blessing in disguised, dalam
kesusahan muncul kreativitas pembawa berkah, berupa
pesanan dari Keraton Yogyakarta.
Awalnya para petani ini hanya menatah logam untuk
peralatan makan dengan mencontoh gambar dan produk
dari Belanda. Salah satu keturunannya adalah Sutomo
Sastrodiwarno yang kemudian mendirikan bengkel
kerajinan perak dengan 25 perajin. Kelak bengkel ini
menjadi Sutomo Silver, lantas di mancanegara lebih
dikenal dengan Tom’s Silver.
Pada tahun 1972, Tom memulai ekspor perdananya. Tapi
jangan membayangkan dengan pengapalan dan
sebagainya, melainkan dengan tas kopor alias ditenteng.
Ekspor peralatan makan dengan tas kopor itu bahkan
pernah mencapai 100 lusin sendok makan. Berikutnya
ekspor mulai disertai perhiasan dan miniatur perak
13
sekitar 25 persen. Ketika Sutomo menjadi anggota
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Daerah Istimewa
Yogyakarta, mulailah ekspor Tom’s Silver mengenal
letter of credit (L/C). Ekspor kerajinan perak berupa
peralatan makan tetap dominan, tapi juga diikuti dengan
furniture.
Tidak berhenti pada ekspor produk saja, mulai tahun
1985 Tom’s Silver meraih penghargaan dari Trade
Leader Club. Selanjutnya, bekerja sama dengan biro
perjalanan luar negeri, Sutomo menjadikan bengkel dan
tokonya sebagai ajang wisata belanja. “Kami
mengundang turis untuk melihat dari dekat proses
pembuatan perak. Bahkan ada pelatihan singkat untuk
membuat cincin perak bagi turis, yang boleh dimiliki
pembuatnya,” kata Direktur Tom’s Silver Nevi Ervina di
tengah ulang tahun ke-35 Badan Pengembangan Ekspor
Nasional (BPEN) di Jakarta, beberapa waktu lalu. Wisata
belanja ini berkembang dengan biro perjalanan dalam
negeri yang menjadikan wisata edukatif. Wisatawan
dapat berkunjung ke bengkel Tom’s Silver untuk melihat
dari dekat proses peleburan hingga finishing berbagai
14
bentuk kerajinan berbahan baku perak, bahkan kini
sampai ke emas dan platinum (emas putih).
Generasi Keempat
Mulai tahun 1995, Sutomo mewariskan Tom’s Silver
pada Nevi yang semula memegang kendali perkebunan
teh dan kopi keluarga. Nevi merupakan generasi keempat
perajin perak di Kotagede ini. Di tangan Nevi, Tom’s
Silver kian rajin mengikuti berbagai pameran. Kali ini
tidak hanya di dalam negeri, tapi melalui BPEN menjadi
peserta pameran di Belanda. Di sini Tom’s Silver
mendapat buyer besar sampai berhasil melewati krisis
moneter di tahun 1997-1998. Bahkan hingga kini buyer
itulah menjadi perantara untuk memasok cendera mata
Tom’s Silver di Bandar Udara Schiphol dan berbagai
tempat di Belanda serta Laffayette di Prancis. Eropa
menjadi tujuan ekspor terbesar Tom’s Silver dengan
barometer desain pada kota Paris dan London secara
bergantian. Sekarang Tom’s Silver tengah kebanjiran
permintaan dari Ukraina. Bahkan Swarovski pun kini
memesan beberapa desain dekoratif dari Tom’s Silver.
Dengan teknologi radium platinum, Nevi beranjak tidak
sekadar menyajikan kerajinan perak.
15
Kendati masih mempertahankan kerajinan buatan tangan
(handmade), Nevi juga bergerak pada produksi massal.
Ia menawarkan cincin kelulusan (graduate ring).
“Kami sudah mendapat pesanan 1.500-2.000 graduate
ring dari Harvard (University),” ujar Nevi. Kreativitas
dan inovasi terus-menerus Tom’s Silver tampaknya bisa
menjadi contoh bagi UKM untuk menjadi besar dan
menembus pasar global. (mega Christina)
2. PELAKSANAAN KEGIATAN
Untuk mendapatkan bahan baku kerajinan, para
pengrajin mendapatkannya dari pemasok bahan perak di
Jogjakarta yang mendapat pasokan perak dari PT. Aneka
Tambang. Bahan baku perak ini ada yang berbentuk
batangan, ada juga yang berbentuk bola-bola sangat
kecil. Untuk membuat kerajinan, bahan baku perak
kemudian dicampur dengan 7,5% tembaga. Jadi, kadar
peraknya 92,5%. Hal ini dilakukan agar perak yang
dibuat tidak terlalu lemas. “Kalau terlalu lemas akan
cepat rusak, alat-alat yang diperluka antara lain :
16
1. Kompor perak
2. Gunting
3. Perak
4. Tang jepit
5. Pinset
6. Perak murni
7. Tembaga
Pada pembuatan secara tradisional, untuk mencampur
perak dan tembaga ini kedua bahan dipanaskan dengan
api dari kompor yang menggunakan bahan bakar gas.
Sistem kerjanya mirip dengan tukang las. Hanya saja
agar api bisa keluar, pengrajin yang membuat harus
menginjak kompor tersebut. Api pun keluar menyemprot
ke arah bahan hingga luntur.
Setelah itu bahan dipotong berdasarkan keperluan.
Misalnya untuk gelang, bahan itu dibentuk pipih dengan
lebar 2-3 cm dan panjang sekitar 15 cm. Karena masih
lentur, bahan itu kemudian dibentuk melingkar seperti
layaknya gelang. Pada sisi potongan itu diberi dasar
kawat yang dilekatkan dengan lem pada bentuk gelang
17
itu tadi. Untuk menghaluskan sambungan kawat dengan
perak, kedua bahan juga dipatri sehingga melekat
permanen. Baru kemudian gelang tesebut diisi dekorasi
atau hiasan batu mulia atau hiasan lainnya sebagai
aksesori.
Bahan yang jadi itu kemudian diampelas dan
dibersihkan dengan asam jawa kemudian direndam
dengan garam dan air yang mendidih. Selesai
dibersihkan dengan air mendidih, bahan disikat untuk
kemudian dikeringkan sampai tidak ada air sama sekali
pada gelang. Untuk membuat agar mengkilap, bahan
dipoles dengan mesin pemoles. Dan, barang siap dijual.
Lamanya membuat barang kerajinan ini tergantung
pada tingkat kerumitan pembuatannya. Misalnya cincin
yang relatif kecil tentu saja berbeda dengan miniatur
becak misalnya. Cincin yang sederhana desainnya lebih
cepat proses pembuatannya daripada miniatur becak
yang bisa sampai seminggu. Proses pembuatan kerajinan
di kami biasanya sistem tahapan, tidak per barang.
Misalnya membuat gelang, selama satu hari hanya
membuat campuran dulu hingga bentuknya dulu.
Besoknya baru diberi aksesoris hingga barang siap dijual.
18
Umumnya, untuk barang kerajinan sederhana
semacam cincin, di tiap art shop terdapat beberapa
pengrajinnya. Di art shop kami misalnya, ada tiga
pengrajin untuk membuat kerajinan sederhana seperti
cincin, gelang, dan anting. Sedangkan kerajinan yang
rumit, biasanya ada tukang lain yang membuat kami juga
membeli dari beberapa pengrajin di desa. Model yang
sama diterapkan di semua art shop. Selain ada pengrajin
sendiri, mereka juga membeli dari pengrajin
lokal.Namun, ada beberapa hal yang bisa dijadikan acuan
kalau berburu kerajinan perak.
Disamping itu Tom’s Silver juga membuat
kerajinan sampingan dengan mneggunakan bahan
kuningan dan kulit. Biasanya kuningan digunakan untuk
membuat hiasan berupa candi, stupa, gamelan dll.
Sedangkan Kulit digunakan untuk membuat wayang
kulit, kipas dll.
3. TUJUAN KEGIATAN PERUSAHAAN
Perusahaan Tom’s silver yang mengelola kerajinan perak
ini mempunyai tujuan:
19
Sebagai tempat berkunjung wisatawanlokal maupun
asing (objek wisata). Tidak berhenti pada ekspor
produk saja, mulai tahun 1985 Tom’s Silver meraih
penghargaan dari Trade Leader Club. Selanjutnya,
bekerja sama dengan biro perjalanan luar negeri,
Sutomo menjadikan bengkel dan tokonya sebagai
ajang wisata belanja. “Kami mengundang turis
untuk melihat dari dekat proses pembuatan perak.
Bahkan ada pelatihan singkat untuk membuat cincin
perak bagi turis, yang boleh dimiliki pembuatnya,”
kata Direktur Tom’s Silver Nevi Ervina di tengah
ulang tahun ke-35 Badan Pengembangan Ekspor
Nasional (BPEN) di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Wisata belanja ini berkembang dengan biro
perjalanan dalam negeri yang menjadikan wisata
edukatif. Wisatawan dapat berkunjung ke bengkel
Tom’s Silver untuk melihat dari dekat proses
peleburan hingga finishing berbagai bentuk
kerajinan berbahan baku perak, bahkan kini sampai
ke emas dan platinum (emas putih).
Sebagai tempat pelestarian kebudayaan bangsa
20
Sabagai tempat yang dapat menciptakan lapangan
pekerjaan.
4. PERAN SERTA PERUSAHAAN DALAM
PEMBANGUNAN DAN MASYARAKAT
Tom’s silver sebagai salah satu perusahaan besar yang
ada di Jogja yang sudah terkenal di Indonesia bahkan
manca negara merupakan perusahan yang sangat
memperhatikan keadaan masyarakat sekitarnya.
Perusahaan ini dari tahun ke tahun selalu berusaha
memajukan usahanya. Namun dalam usahanya ini selalu
melibatkan masyarakat sekitar sebagai tenaga kerjannya.
Tenaga kerja ini inipun tidak sembarangan dalam
perekrutannya. Dilakukan seleksi demkian karena untuk
mencari karyawan yang terbaik. Tidak hanya itu
perusahaan juga memberikan pembinaan dan
pengembangan demi meningkatkan kemampuan tenaga
kerjannya.
Selain hal di atas tom’s silver juga turut berpartisipasi
aktif dalam kegiatan bakti sosial demi rasa kepedulian
terhadap masyarakat yang kekurangan. Dalam event-
21
event tertentu Tom’s silver melaksanakan kegiatan bakti
social dengan memberikan bantuan baik dalam bentuk
uang ataupun barang kepada masyarakat yang
kekurangan. Sering juga sumbangan itu diberikan kepada
panti asuhan yang ada di wilayah Yogyakarta. Dengan
hal-hal di atas, Tom’s silver sangat berperan aktif dan
peduli dalam pembangunan dan masyarakat.
5. KEUNTUNGAN YANG DIPEROLEH
PERUSAHAAN
Keuntungan yang diperoleh perusahaan Tom’s Silver
dari usaha perak yang dijalankannya dapat dijelaskan
dari kegiatan pemasaran.
Pemasaran yang dilakukan oleh Tom’s silver
manufacture meliputi pemasaran lokal dan internasional.
Pemasaran lokal menjangkau daerah Jakarta dan Bali
Sedangkan Pemasaran Internasional telah mencapai
wilayah Eropa. Pemasaran dilakukan di wilayah tersebut
dikarenakan permintaan yang tinggi akan barang-barang
dari perak. Dari kegiatan pemasaran, perusahaan
mendapat keuntungan berupa uang hasil penjualan
22
barang-barang perak ataupun furniture tersebut yang
menjadi modal selanjutnya untuk menjalankan usaha.
Keuntungan dari usaha Tom’s silver ini dihitung dari
omset yang diperoleh dari hasil penjualan barang-barang
perak maupun furniture baik yang berasal dari dalam
atau luar negeri yang dikurangi dengan biaya yang
dikeluarkan untuk modal, menggaji karyawan dan
pemeliharaan alat.
6. MANFAAT PERUSAHAAN
Dalam kegiatan usahanya, Tom’s silver sangat
membantu memperbaiki tingkat perekonomian
masyarakat pada khususnya dan Negara pada umumnya.
Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:
Bagi pemerintah:
Memberikan tambahan pemasukan negara, dalam hal
ini barang yang di ekspor akan memberikan devisa
bagi negara.
Dengan kegiatan usahanya, Tom’s silver membantu
pemerintah untuk mengurangi tingkat pengangguran.
23
Bagi masyarakat:
Membantu masyarakat dalam meningkatkan
kesejahteraannya.
Memberikan lapangan pekerjaan, yang dapat
digunakan masyarakat sabagai sumber mata pencarian
hidupnya.
24
BAB III
KESIMPULAN
Ternyata sektor informal merupakan salah satu bagian
penting dalam ekonomi kerakyatan. Sektor ini mampu
menopang perekonomian masyarakat kelas menengah
25
kebawah dan mengurangi pengangguran. Pemerintah
seharusnya memperhatikan sektor informal, memberikan
fasilitas agar sektor informal berkembang di kancah
perekonomian dunia. Dan juga dapat meningkatkan
pendapatan perkapita di Indonesia, dan sudah
semestinyalah kita sebagai generasi intelek juga ikut
berperan aktif dalam sektor informal tersebut.
26
DAFTAR PUSTAKA
http://portal.jogjaprov.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=139:peluang-
investasi-industri&catid=42:perintisan-
bisnis&Itemid=3612
http://imantri.wordpress.com/2008/07/23/kisah-toms-
silver-memulai-ekspor/
http://awikzaenalarif.wordpress.com/2011/06/09/laporan-
kunjungan-ke-kerajinan-perak-tom%E2%80%99s-silver-
yogyakarta/
27
http://ssantoso.blogspot.com/2008/07/konsep-sektor-
informal-pedagang-kaki_28.html
menegpp.go.id/V2/index.../ketenagakerjaan?...sektor-
formalinformal
28
Top Related