LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN MIE DAN
PASTA
”MIE WONTON”
Oleh:
THEO TANDIYONO 6103011090
YETFA HARNANIANTO M 6103012027
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2015
I. TUJUAN
Mahasiswa memahami cara pembuatan mie telur.
Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap kualitas mie.
II. DASAR TEORI
Mie adalah bahan pangan berbentuk pilinan yang mempunyai diameter
antara 0,07-0,125 inchi dan dibuat dari tepung terigu dengan penambahan telur
atau kuning telur (Matz, 1970). Mie merupakan produk pangan protein tinggi
akibat adanya tepung terigu dengan kandungan utama gluten. Gluten ini berfungsi
membentuk struktur mie, meningkatkan elastisitas, dan ekstensibilitas. Selain
tepung terigu, pembuatan mie juga dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-
bahan lain yang tentunya dapat meningkatkan kualitas mie. Seperti air, garam
alkali, garam, telur, serta bumbu.Berdasarkan prosesnya mie dibagi menjadi 3
macam yaitu :
1. Mie Basah
Menurut Astawan (2001), mie basah merupakan jenis mie yang langsung
mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan. Kadar air yang
dimiliki mie basah ini bisa mencapai 52%, sehingga masa simpannya lebih
pendek dibandingkan mie jenis lainnya yaitu maksimal 40 jam pada suhu
kamar. Setelah waktu itu maka mie basah ini akan ditumbuhi jamur dan
kapang. Kandungan gizi mie basah tergantung dari bahan baku yang
digunakan, tapi umumnya merupakan sumber karbohidrat yang tinggi
2. Mie kering
Mie yang setelah proses pemotongan dilakukan proses steam kemudian
dikeringkan hingga mencapai kadar air yang rendah. Selanjutnya dilakukan
perebusan kembali sebelum dikonsumsi.
3. Mie Instant
Mie yang setelah dipotong disteam dahulu lalu digoreng dalam minyak
panas selama 20-30 detik. Sebelum dikonsumsi mie instant direbus selama 2-3
menit sehingga lebih cepat dikonsumsi dibandingkan mie kering.
Ada 2 macam bahan pembuat mie yaitu bahan baku dan bahan pembantu.
Tepung terigu merupakan bahan baku pembuatan mie yang kadang disubstitusi
dengan tepung lain. Sedangkan yang termasuk bahan baku pembantu diantaranya
adalah air, garam, telur, bahan pengembang, alkali, serta zat pewarna.
Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan pembentuk kerangka mie dan mempunyai
komponen utama berupa pati. Menurut Kent (1983), tepung terigu yang
digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk pasta seperti macaroni, spageti,
maupun mie diperoleh dari penggilingan biji gandum. Tepung terigu mengandung
sejumlah protein yang terdiri dari gliadin (40-50%) dan glutenin (30-40%).
Gliadin dan glutenin ini akan terkoagulasi dan mengabsobsi air membentuk
kompleks bernama gluten bila ditambahkan air dan diberi perlakuan fisik yaitu
diuleni (Charley, 1982).
Gluten dan protein lainnya memiliki 2 pengaruh yaitu elastisitas dan
rigiditas setelah dipanaskan. Sedangkan menurut Astawan (2001) keistimewaan
terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten, dimana
sifat elastis gluten pada mie inilah yang menyebabkan mie yang dihasilkan tidak
mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Pada pembuatan mie dan
sejenisnya, biasanya digunakan gandum durum jenis hard yang mempunyai
kandungan protein sekitar 11,5-13% (Kent, 1983). Pada tepung terigu, terdapat
beberapa komponen penting yang dapat mempengaruhi produk akhir mie, yaitu
lipid, pati, pigmen flavonoid, enzim polifenol oksidase, enzim proteolitik, dan
enzim amilase.
Air
Menurut Astawan (2001), jumlah air yang ditambahkan pada umumnya
sekitar 28-38% dari berat bahan yang digunakan. Jika lebih dari 38%, maka
adonan akan sangat lengket dan jika dalam penambahannya kurang dari 38%
maka adonan akan jadi rapuh dan sulit dicetak.dalam pembuatan mie. Air
berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat, melarutkan
garam-garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan harus
memenuhi persyaratan air minum, diantaranya adalah tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa. Menurut Kim (1996), air yang digunakan memiliki pH
7,2-7,5 dan memiliki temperatur antara 20-30°C.
Larutan Alkali
Mie yang diberi larutan alkali akan memberikan warna yellow alkaline
noodles karena pemberian larutan alkali menyebabkan warna mie menjadi kuning.
Warna kuning ini dikarenakan adanya flavonoid pada tepung gandum yang akan
berwarna kuning pada suasana alkali. Tapi selain memberi warna kuning, larutan
alkali dapat menyebabkan warna menjadi gelap karena adanya aktivitas enzim
polifenol oksidase yang efektif pada pH 8,4 (Miskelly, 1996).
Larutan alkali yang sering dipakai adalah air kie/bleng yang digunakan
untuk membuat adonan menjadi kental dan lunak. Air kie/soda abu terdiri dari 2
macam yaitu garam natrium dan garam kalium. Menurut Kruger (1998)
komponen yang terdapat dalam air kie adalah natrium klorida, sedikit magnesium
sulfat, kalsium bromide, dan kalium iodida. Parameter yang sama dengan air kie
antara lain potasium hidroksida, potasium karbonat, sodium hidroksida, sodium
karbonat, sulfat, klorida dan fosfor. Fungsi air kie yaitu mempercepat pengikatan
gluten, meningkatkan kelenturan, dan kehalusan tekstur mie serta meningkatkan
sifat kenyal dari mie. Penggunaan air kie tidak boleh berlebih karena
menyebabkan tekstur mie menjadi keras, gelap dan berbau asing. Tepung terigu
dengan kadar abu 0,36-0,40% menghasilkan produk mie yang berwarna cerah
(Kruger, 1998).
Telur
Pada pembuatan mie biasanya ditambahkan telur sekitar 2-5%. Penambahan telur
dimaksudkan meningkatkan mutu protein dan menciptakan adonan yang lebih liat
sehingga tidak mudah putus. Hal ini dikarenakan putih telor pada saat pemanasan
terjadi koagulasi maka akan membentuk lapisan tipis yang kuat pada permukaan
mie. Dengan adanya lapisan tipis akan mencegah penyerapan minyak dan
membuat mie tidak mudah putus. Selain itu, putih telur berfungsi untuk mencegah
kekeruhan air
Garam Dapur
Menurut Winarno (1991), garam pada pembuatan mie berfungsi sebagai
peningkat cita rasa dan memperkuat kekompakan adonan. Garam juga memberi
rasa gurih dan menambah keliatan gluten (Kent, 1983). Selain itu, garam
berfungsi meningkatkan untuk fleksibilitas dan elastisitas mie, mengikat air, serta
berinteraksi langsung dengan protein dan pati. Selain itu garam juga dapat
menghambat aktivitas enzim protease dan amilase, membuat adonan bersifat tidak
lengket, dan tidak mengembang secara berlebihan (Astawan, 2001).
III. ALAT DAN BAHAN
Alat:
- Ayakan - Panci
- Baskom - Saringan
- Beaker gelas - Sendok
- Gelas ukur - Solet
- Mesin Sheeting dan Cutting - Timbangan
- Mixer - Kompor
- Nampan
Bahan:
- Tepung terigu (Cakra Kembar) 100% (250 gr)
- Air 27% (67,5 mL)
- Garam 2% (5 gr)
- NA carbonat 1,5% (1,8 gr)
- telur 10% (25mL)
IV. CARA KERJA
Tepung Cakra kembar
Penimbangan 250 g
Pencampuran dengan mixer
Natrium karbonat, air, telur dan garam
1 menit, speed 1
Penirisan
Peremasan dalam plastik tertutup
Resting
Pemipihan (sheeting)
Pemotongan (cutting)
Perebusan
10 menit
2,5 menit
Penyiraman air dingin
Pencampuran
Mie Hokkien
Air dingin
Minyak
Pencampuran dengan mixer
4 menit, speed 2
V. DATA PENGAMATAN
EVALUATION OF CHINESE STYLE NOODLES
Wonton Noodles
SCORE PROPERTIES ITEMS REMARKSSCORE
Control Wonton Noodles
10 Machining
Mixing1 to 2 pts – less fine (unaccepted)
4 43 pts – fine dough ball4 to5 pts – fine and even dough ball
Reduction1 to 2 pts – lest smooth (unaccepted)
4 33 pts – smooth surface4 to 5 pts – very smooth surface
20Uncooked noodles(0 hr)
Yellowness1 to 2 pts – light yellow 4 43 to 4 pts – yellow5 pts – intense yellow
Dryness1 to 2 pts – not dry (unaccepted) 4 33 pts – fairly dry4 to 5 – dry
Brightness
1 to 2 pts – dull 8 73 to 6 pts – slightly dull7 to 8 pts – bright9 to 10 pts – clear bright
20Uncooked noodles(24 hr)
Yellowness1 to 2 pts – light yellow
4 53 to 4 pts – yellow5 pts – intense yellow
Dryness1 to 2 pts – not dry (unaccepted) 4 43 pts – fairly dry4 to 5 – dry
Brightness
1 to 2 pts – dull 8 63 to 6 pts – slightly dull7 to 8 pts – bright9 to 10 pts – clear bright
20Cooked noodles
(24 hr)
Yellowness1 to 2 pts – light yellow
4 43 to 4 pts – yellow5 pts – intense yellow
Brightness
1 to 2 pts – dull
8 53 to 6 pts – slightly dull7 to 8 pts – bright9 to 10 pts – clear bright
Surface Appearance
1 to 2 pts – less smooth (unaccepted)4 53 pts – smooth
4 to 5 pts – clear smooth
10 CookingCooking
time:3 mins
1 to 2 pts – overcooked (gummy & pasty)
86
3 to 4 pts – slightly overcooked (sticky)Note: 1 to 4 pts are unacceptable5 to 7 pts – partially cooked (opaque centre)8 to 10 pts – properly cooked
20 Eating Quality Bite 1 to 4 pts – too soft or too hard (unaccepted)
8 8
5 to 6 pts – firm
8 to 10 pts – optimum firm (clear bite)
Springiness1 to 3 pts – less springy
4 44 pts – springy5 pts – more springy
Smoothness1 to 3 pts – less smooth
4 44 pts – slimy5 pts – slippery
100 Total Score 80 72
VI. PEMBAHASAN
Mie Hokkien merupakan mie basah yang mempunyai komposisi yaitu
tepung, air, garam, soda ash. Tahapan proses dalam pembuatan mie ini adalah
preparasi, pencampuran / mixing, pemipihan / pressing, sheeting dan cutting
1. Preparasi
Preaprasi merupakan tahapan penyiapan bahan-bahan yang diperlukan
dalam pembuatan mie, antara lain tepung terigu dengan protein tinggi,
air, soda ash, garam. Seluruh bahan tersebut ditimbang sesuai dengan
formulasi.
2. Pencampuran / mixing
Proses pencampuran dalam pembuatan mie ini dilakukan dengan
menggunakan mixer. Mula-mula mixer diatur pada kecepatan satu,
supaya larutan air garam, soda ash dan tepung dapat tercampur terlebih
dahulu. Kemudian kecepatan mixer ditingkatkan pada kecepatan dua
sampai homogeny supaya didapatkan distribusi yang merata. Setelah
proses pencampuran ini harus didapatkan adonan yang beremah-remah
(crumbly).
3. Pemipihan / pressing
Pemipihan adonan dilakukan dengan menekan adonan dengan tangan
dalam kantung plastik yang dibentuk empat persegi panjang. Hal ini
dilakukan untuk mendistribusikan air secara merata, sehingga tidak ada
bercak-bercak pada adonan dan mie yang dihasilkan tidak lengket.
Kemudian dilakukan pendiaman (resting) selama sepuluh menit supaya
memberikan kesempatan agar hidrasi air lebih merata.
4. Sheeting dan cutting
Adonan dimasukkan dalam mesin dan dilakukan sheeting berkali-kali
untuk dibentuk menjadi lembaran-lembaran yang mempunyai
permukaan halus. Kemudian dimasukkan mesin pemotong dan
lembaran-lembaran tersebut dipotong menjadi mie. Salah satu cara untuk
mengetahui kualitas mie adalah mengangkat mie dan menjatuhkannya.
Jika mie terpisah maka kualitasnya baik, sebaliknya jika mie
menggumpal maka kualitasnya kurang baik. Mie Hokkien yang
dihasilkan terpisah-pisah, berarti kualitas mie baik.
Setelah proses di atas, mie dimasak dalam air mendidih sebanyak 1 – 2
liter selama 3 menit. Kemudian disiram dengan air dingin (shocking) dengan
tujuan supaya mie tidak lengket karena mie belum tergelatinisasi sempurna
sehingga pati muncul di permukaan mie, namun tidak semua pati larut dalam
air sehingga ketika diangkat pati akan menempel. Selanjutnya mie
ditambahkan minyak kelapa sawit secukupnya supaya mie tidak mengempal.
Pengamatan yang dilakukan dalam praktikum ini meliputi kualitas mie
ketika dimasukkan dalam mesin, sebelum mie dimasak (dalam kondisi
mentah) selama 3 menit pada 0 jam dan setelah 24 jam, sesudah mie
dimasak setelah 24 jam dan saat mie dikonsumsi.
1. Machining
Machining meliputi proses mixing dan reduction. Pada proses mixing,
adonan mie Hokkien mendapat skor 4 (fine and even dough ball). Hal
ini disebabkan karena adonan yang terbentuk sudah crumbly, namun
masih terdapat sedikit gumpalan adonan karena distribusi air yang
kurang merata (terkonsentrasi pada satu tempat).
Reduction dievaluasi berdasarkan halus atau tidaknya permukaan
lembaran mi yang di-sheeting. Adonan mie Hokkien setelah di-
sheeting menunjukkan permukaan yang halus sehingga diberi skor 3
(smooth). Hal ini dipengaruhi oleh adonan yang terbentuk pada saat
mixing, dimana air dalam adonan mie Hokkien telah terdistribusi
cukup merata setelah pemampatan, sehingga pada saat sheeting
permukaannya menjadi lebih halus.
2. Uncooked noodles (0 jam)
Pengamatan terhadap mie mentah meliputi yellowness, dryness,
dan brightness. Mie Hokkien mentah (0 jam) mendapat warna kuning
dengan skor 4 (yellow) dan brightness dengan skor 7 (bright).
Warna kuning pada mie dipengaruhi oleh kandungan pigmen
flavonoid dalam tepung yang diidentifikasi sebagai apigenin-
glycosides (Mares, 1992 dalam Kruger, J. F et al, 1998). Pigmen ini
tidak berwarna pada kondisi asam sedangkan pada kondisi basa
menjadi kuning. Pigmen flavonoid sangat penting untuk meningkatkan
warna kuning pada mie. Intensitas warna kuning pada mie tergantung
pada alkali yang digunakan, varietas tepung, dan pigmen kuning yang
ada dalam tepung. Adanya penambahan garam NaOH akan
menghasilkan warna lebih kuning karena membuat pH adonan lebih
tinggi (lebih basa).
Yellowness dan brightness mie selain dipengaruhi oleh alkali, juga
dipengaruhi oleh noda bran, protein tepung, protease dan polifenol
oksidase, tingkat damaged starch, ukuran partikel tepung, dan
penambahan bleaching agents, telur atau pewarna makanan.
Dryness pada mie mentah 0 jam mendapat nilai 3 (fairly dry). Hal
ini dikarenakan adanya penambahan air yang cukup dan telah
terdistribusi merata. Apabila penambahan air terlalu banyak maka mie
akan menjadi basah (unaccepted).
3. Uncooked noodles (24 jam)
Setelah penyimpanan 24 jam, mie mentah akan menjadi makin
pudar dan lebih kuning. Ini ditunjukkan dengan skor intensitas warna
kuning meningkat dengan skor 5 (intense yellow) dan skor brightness
yang turun menjadi 6 (slightly dull). Semakin pudarnya mie
dipengaruhi oleh kehadiran noda bran dan pencoklatan enzimatis oleh
enzim polifenol oksidase.
Setelah penyimpanan selama 24 jam, mie menjadi semakin kering
dengan skor 4 (dry), hal ini dikarenakan terjadi penguapan air dari mie
ke lingkungan refrigerator yang mempunyai RH lebih rendah.
4. Cooked noodles (24 jam)
Pengamatan terhadap mie yang sudah dimasak 3 menit
meliputi yellowness, brightness, dan surface appearance. Evaluasi
dilakukan setelah mie disimpan selama 24 jam. Dari hasil pengamatan,
warna kuning dari mie yang telah direbus sedikit berbeda dari mie
mentah, kecerahan mie (brightness) berkurang menjadi bernilai 5
(slighty dull), sedangkan untuk parameter yellowness bernilai 4
(yellow) setelah mengalami penyimpanan selama 24 jam.
Mie Hokkien yang dihasilkan bersifat sticky (lengket) karena
kandungan airnya yang cukup banyak sehingga jika dipegang oleh
tangan terasa lebih halus atau basah (tidak kering). Kenampakan
permukaan (surface appearance) mie yang telah direbus diberi skor 5
(clear smooth). Kenampakan permukaan mie selain dipengaruhi oleh
kandungan air juga dipengaruhi oleh proses sheeting, ketebalan mie,
dan berapa kali adonan di-sheeting (pengulangan). Semakin banyak
pengulangan sheeting, maka permukaan mie menjadi semakin halus
karena distribusi air lebih merata.
5. Cooking time (3 menit)
Evaluasi terhadap perebusan berkaitan dengan mie yang
dihasilkan yaitu setengah matang, matang, atau terlalu matang. Dalam
percobaan, pemasakan atau perebusan mie dilakukan selama 3 menit.
Hasilnya adalah mie mengalami gelatinisasi yang tidak sempurna.
Gelatinisasi yang tidak sempurna dapat dilihat ketika seuntai mie
ditekan dengan beaker glass dan terlihat bagian tengah yang masih
kompak atau opaque (berwarna kuning) dan bagian tepi yang
transparan. Bagian yang opaque merupakan pati yang belum
tergelatinisasi. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat dikatakan
bahwa mie hokkien tersebut belum sepenuhnya matang tetapi masih
setengah matang (partially cooked).
Proses gelatinisasi pati dipengaruhi oleh penambahan alkali,
ketebalan mie, intensitas panas, jumlah air untuk merebus dan waktu
perebusan. Alkali dapat meningkatkan suhu gelatinisasi pati sehingga
bagian tengah mie masih opaque. Semakin tebal mie maka waktu yang
dibutuhkan untuk merebus lebih lama.
6. Eating quality
Eating quality merupakan pengukuran kualitas berhubungan
dengan sensoris (ketika mie dimakan). Evaluasi terhadap eating
quality meliputi bite, springiness, dan smoothness. Mie dengan
penambahan alkali mempunyai tekstur yang kokoh (firm), elastis, dan
permukaannya tidak lengket. Mie hokkien mudah dihisap dengan
mulut (slimy) dan tidak mudah patah (firm). Penggunaan alkali dalam
pembuatan mie hokkien dapat mempercepat pengikatan gluten,
meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas, meningkatkan kehalusan
tekstur serta meningkatkan sifat kenyal mie.
Dari hasil pengamatan, diperoleh bite dengan skor 8 (optimum
firm), springiness dengan skor 4 (springy), smoothness dengan skor 4
(slimmy), dari data tersebut dapat diartikan bahwa mie yang dihasilkan
mempunyai kualitas yang baik.
VII. KESIMPULAN
Total nilai mie wonton yang dihasilkan adalah 72,sehingga layak untuk
dikonsumsi dan diperjualbelikan.
Lama penyimpanan akan mempengaruhi kenampakan mie (yellowness,
dryness, dan brightness)
DAFTAR PUSTAKA
Anonimos.2008. budiboga.blogspot.com/.../sejarah-dan-aneka-jenis- mie .html
Astawan, M. 2001. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.
Charley, H. 1982. Food Science (2nd ed). Toronto, Canada: John Willey and Sons,
Inc.
Kent, N.L. 1983. Technology of Cereal (3rd ed). Sydney: Pergamon Press.
Krueger, J. F. dan Robert B. M. 1998. Pasta and Noodle Technology. USA:
American Association of Cereal Chemist, Inc.
Matz, S. A. 1970. Cereal Technology. USA, Connecticut: The AVI Publishing,
co Inc.
Miskelly, D.M. 1996. The Use of Alkali For Noodle Processing in Pasta and
Noodle Tech. USA: American Association of Cereal Chemist.
Top Related