1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan
tahap perkembangannya. Sebagai individu yang unik, anak memiliki berbagai
kebutuhan yang berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan tahap pertumbuhan
dan perkembangan anak seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis,
maupun kebutuhan sosial (Hidayat, 2008). Anak harus hidup sejahtera agar
tumbuh dan berkembang secara optimal untuk melaksanakan tugas-tugas
pembangunan di masa depan. Anak dengan status kesehatan sering terganggu akan
tumbuh menjadi pribadi lemah dan tidak siap mengemban tugas bangsa
(Damayanti, 2008).
Dahulu kala, demam dianggap sebagai penyakit dan harus diatasi seketika.
Penggunaan Termometer dalam dunia klinis diperkenalkan pertama kali oleh
sanctorius pada abad ke-17. Dua ratus tahun kemudian, Wunderlich memulai
penelitian termometri medikal. Sejak saat itu, berakhirlah anggapan bahwa demam
merupakan suatu penyakit; Demam hanya bagian dari suatu gejala penyakit.
Pengobatan rasional terhadap demam memrlukan pemahaman terhadap regulasi
suhu tubuh, produksi dan konversi panas, serta penerapan patofisiologi demam
pada beberapa keadaan, dan pengetahuan mengenai mekanisme penurunan suhu
tubuh (Pujiarto, 2008).
Overmedication yang dialami anak ketika demam disebabkan oleh
beberapa hal. Pertama, kepanikan orang tua yang disebabkan karena ketidak
tahuan mereka akan demam. Kedua, keinginan tenaga kesehatan untuk segera
2
menghilangkan demam. Ketiga, iklan obat demam yang tidak edukatif (Pujiarto,
2008). Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan
pengelolaan demam pada anak. Ibu dengan tingkat pengetahuan rendah tentang
demam memiliki risiko 7 kali lebih besar untuk melakukan pengelolaan demam
anak yang buruk daripada ibu dengan tingkat pengetahuan yang tinggi (Riandita,
2012). Dalam Keperawatan Anak, salah satu peran penting Perawat adalah
memberikan pelayanan kesehatan kepada Anak. Sebagai perawat anak, pemberian
pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan dengan memenuhi kebutuhan
dasar anak (Hidayat, 2008).
Pada manusia untuk mendapatkan gambaran suhu tubuh dilakukan
pengukuran yang dapat dipilih yaitu di ketiak (aksila), mulut (oral), dan anus
(rektal) (Syaifudin. 2009). Protokol Kaiser permanete appoinment and advice call
center mendefinisikan demam atau febris untuk semua umur yaitu temprature
rektal diatas 380 C, aksilar 37,50 C, dan diatas 38,20 C dengan pengukuran
membran timpani. Sedangkan demam tinggi bila suhu tubuh diatas 39,50 C, atau
Hiperpireksia bila suhu >410 C (Kania, 2010).
Pada anak dengan demam hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua
mulai di Ruang praktek dokter sampai ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), meliputi
10-30% dari jumlah kunjungan. Demam membuat orang tua menjadi Risau.
Demam yang berhubungan dengan infeksi kurang lebih 29-52% sedangkan 11-
20% dengan keganasan. 4% dengan penyakit metabolik dan 11-12% dengan
penyakit lain. Dampak jika tidak mendapatkan penaganan seperti dehidrasi sedang
hingga berat, kerusakan neurologis, serta kejang demam (Kania, 2010).
3
Demam ibarat alarm, demam bukan merupakan penyakit. Hal pertama
yang harus kita pikirkan adalah penyebab terjadinya demam. Demam umumnya
tidak berbahaya, pemberian obat berlebihan untuk menurunkan demam justru akan
berbahaya dan berpotensi membahayakan anak. Beberapa kebiasaan lama dalam
penanganan demam pada anak terbukti tidak berdasar bahkan menyesatkan seperti
pemberian antibiotik, atau memberikan kombinasi parasetamol dan luminal.
Langkah pertama dalam tatalaksana demam adalah menegakkan diagnosis setepat
mungkin, kemudian menetapkan modalitas terapi yang belum tentu obat (Pujiarto,
2008). Penanganan demam sangat penting dilakukan, karena prognosis anak
dengan demam dapat menjadi kejang demam dan bahkan menimbulkan kematian.
Tekhnik Kompres Tepid Sponge maupun Kompres hangat Konvensional dapat
dilakukan oleh petugas kesehatan dalam penangan demam.
Pada penelitian Tuti Damayanti dengan Judul “perbandingan Kompres
hangat dan dingin di Ruang Rawat Inap RSUD Muwardi Surakarta”
mengemukakan bahwa kompres hangat lebih efektif dari kompres dingin melalui
proses evaporasi (Damayanti, 2008). Sedangkan menurut Arianti (2010),
pemberian Kompres Hangat di Daerah dahi dengan Axilla pada anak Hipertermi
secara Kuantitatif tidak mempunyai perbedaanyang signifikan terhadap penurunan
suhu tubuh, tetapi secara Kualitatif pemberian Kompres Hangat daerah Axilla
lebih baik karena bisa melebarkan pembuluh darah.
Menurut Djuwariyah (2011) dalam penelitiannya berjudul “Efektivitas
Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Air Hangat Dan Kompres Plester
Pada Anak Dengan Demam Di Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas”, mengemukakan bahwa Kompres air hangat lebih efektif 74,6% untuk
4
menurunkan suhu tubuh pada pasien anak dengan demam dari pada kompres
plester. Sedangkan Mohamad (2012), mengemukakan bahwa tindakan kompres
hangat efektif dalam menurunkan demam pada pasien thypoid abdominalis di
Ruang G1 Lt. 2 RSUD. Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Menurut Purwanti (2008), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien anak hipertermia di
ruang rawat inap RSUD dr. Moewardi surakarta”, mengemukakan bahwa terdapat
pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh. Sedangkan Menurut
Hamid (2011), dalam Tesisnya yang berjudul “Keefektifan Kompres Tepid Sponge
yang dilakukan Ibu dalam menurunkan Demam pada Anak: Randomized Control
Trial. Di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember”, mengemukakan bahwa
Kompre hangat Tepid Sponge yang dilakukan ibu efektif dalam menurunkan suhu
pada anak dengan Demam, maupun Kejang untuk menrunkan suhu tubuh pada
anak.
Tepid Sponge merupakan salah satu tekhnik kompres hangat untuk
menurunkan suhu tubuh febris. Hingga akhir-akhir ini tekhnik ini terus diteliti dan
meluas ke negara lain di dunia seperti di Hong Kong. Luk (2008),
mempublikasikan hasil penelitiannya yang berjudul “Sebuah survei pada praktek
manajemen demam antara perawat anak di tiga wilayah rumah sakit akut di Hong
Kong" menunjukkan bahwa metode mandi hangat peringkat ketiga yang umum
digunakan untuk manajemen demam pada bangsal.
Termostat Hipotalamus bekerja berdasarkan masukan dari ujung saraf dan
dari suhu darah yang beredar di tubuh. Berdasarkan input tersebut maka set point
akan membentuk panas atau justru akan membuang panas. Neuron dan transmitter
5
berperan pada pengaturan suhu tubuh. Di daerah praoptik terdapat dua jenis
neuron termosensitif, warm sensitif neurons yang meningkatkan pembuangan
panas (firing rate) ketika suhu praoptik meningkat, dan cold sensitif neuron yang
meningkatkan firing rate ketika suhu praoptik turun. Neuron sensitif panas
jumlahnya lebih banyak dari pada neuron sensitif dingin. Suhu tubuh mengalami
variasi diurnal, paling tinggi di penghujung sore menjelang malam, paling rendah
pada pagi hari saat bangun tidur. (Pujiarto, 2008).
Hipotalamus akan menerima informasi bahwa suhu sekitar sedang hangat
agar segera diturunkan, inilah efek yang diharapkan. Selain itu, kelebihan yang
lain dari kompres panas saat demam, karena tubuh merasa kedinginan walaupun
tubuh kita sedang demam. Kompres panas membantu mengurangi rasa dingin dan
menjadikan tubuh anak menjadi lebih nyaman. Alasan memilih tempat penelitian
di Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa, karena pada umunya masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Kampili seing melakukan kompres panas hanya pada
dahi saja dan tidak dilakukan sesuai prosedur dan efektif ketika anak mereka
mengalami febris baik di Rumah maupun saat di rawat di Puskesmas Kampili.
Berdasarkan permasalahan diatas, penulis bermaksud melakukan penelitian yang
akan membedakan Pengaruh Kompres Panas Konvensional dengan Kompres
Panas Tekhnik Tepid Sponge terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien Anak Febris
di Ruang Rawat Inap Puskesmas Kampili.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah “Bagaimana Perbedaan Kompres Panas Konvensional dengan
Kompres Panas Tekhnik Tepid Sponge terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien
Anak Febris”.
C. Hipotesis
1. H0 (Hipotesis Nol)
Tidak ada Perbedaan Kompres Panas Konvensional dengan Kompres Panas
Tekhnik Tepid Sponge terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien Anak Febris.
2. Ha (Hipotesis Alternatif)
Ada Perbedaan Kompres Panas Konvensional dengan Kompres Panas Tekhnik
Tepid Sponge terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien Anak Febris.
D. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Kompres Panas Konvensional
Kompres panas konvensional adalah kompres panas basah yang dilakukan
pengompresan pada dahi anak. Dilakukan sebanyak 1 kali sehari yaitu pada
pukul 16. 00 sore pada setiap pasien, mengingat Suhu tubuh mengalami variasi
diurnal, paling tinggi di penghujung sore menjelang malam, paling rendah
pada pagi hari saat bangun tidur, dan dilakukan selama dua hari.
2. Kompres Panas Tepid Sponge
Kompres panas Tepid Sponge adalah kompres panas basah yang dilakukan
pengompresan pada dahi, axilla, dan lipatan paha anak secara bersamaan
selanjutnya mengusap bagian ekstremitas klien dan kemudian punggung klien
selama 5 menit. Dilakukan sebanyak 1 kali sehari yaitu pada pukul 16. 00 sore
7
pada setiap pasien, mengingat Suhu tubuh mengalami variasi diurnal, paling
tinggi di penghujung sore menjelang malam, paling rendah pada pagi hari saat
bangun tidur, dan dilakukan selama dua hari.
3. Suhu Tubuh
Suhu tubuh diukur dengan menggunakan Thermometer air raksa yang
dilakukan sebelum melakukan Kompres sebagai data Pre test dan setelah
kompres (pada menit ke-5, menit ke-15, menit ke30 dan menit ke-60) sebagai
data Post test, pengukuran suhu tubuh diambil dari suhu aksila dengan
pertimbangan lebih mudah bagi peneliti dibanding suhu oral dan suhu rectal.
Kriteria Objektif:Meningkat : apabila pre test < post test
Menurun : apabila pre test > post test
Tetap : apabila pre test = post test
E. Kajian Pustaka
Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan
pengelolaan demam pada anak. Ibu dengan tingkat pengetahuan rendah tentang
demam memiliki risiko 7 kali lebih besar untuk melakukan pengelolaan demam
anak yang buruk daripada ibu dengan tingkat pengetahuan yang tinggi. Dari 44
responden acak, ditemukan bahwa sebagian besar ibu (88,6%) menyadari bahwa
pengertian demam adalah keadaan peningkatan suhu tubuh. Pengetahuan
responden mengenai temperatur demam masih sangat terbatas karena sebagian
besar responden tidak mengerti batasan suhu tubuh yang tepat, baik suhu tubuh
normal, suhu tubuh demam awal, suhu tubuh saat demam tinggi, dan suhu tubuh
yang dapat menyebabkan kematian (Riandita, 2012).
8
Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Ali Hamid 2011 dalam
tesisnya yang berjudul “berjudul Keefektifan Kompres Tepid Sponge yang
dilakukan Ibu dalam menurunkan Demam pada Anak: Randomized Control Trial.
Di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember” menyebutkan bahwa Kompres
hangat Tepid Sponge yang dilakukan ibu efektif dalam menurunkan suhu pada
anak dengan Demam, maupun Kejang untuk menrunkan suhu tubuh pada anak.
Desain penelitian yang dilakukan adalah Randomized control trial yang digunakan
untuk mengetahui keefektifan kompres Tepid Sponge yang dilakukan ibu dalam
menurunkan suhu tubuh anak demam. Dilakukan pada 30 anak, dengan
menggunakan termometer air raksa yang diperiksa pada axilla. yang diambil
dengan tekhnik simple Random Sampling, analisis yang digunakan adalh t- test
dengan P value perbedaan rerata penurunan suhu masing-masing kelompok pada
menit ke-5-0,079, menit ke -15=0,956, menit ke-30=0,030, menit ke-60=0,000,
menit ke-90=0,032 dan menit ke-120=0,010. Penurunan suhu tubuh pada
kelompok tepid sponge mulai terjadi pada menit ke-6 dan terus menerus sampai
menit ke-90 mencapai 10 C. Setelah itu suhu tubuh anak akan meningkat kembali
(Hamid, 2011).
Penelitian Djuwariyah. 2011. Seorang Perawat Ruang Kanthil RSUD
Banyumas Mahasiswa Kelas Paralel Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto dalam penelitiannya berjudul “Efektivitas Penurunan
Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Air Hangat Dan Kompres Plester Pada Anak
Dengan Demam Di Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas”,
mengemukakan bahwa Kompres air hangat efektif untuk menurunkan suhu tubuh
pada anak dengan demam, dengan penurunan suhu tubuh sebesar 0.71ºC
9
(p<0,0001) sedangkan Kompres plester efektif untuk menurunkan suhu sebesar
0.13 ºC (p<0.0001). sehingga Kompres air hangat lebih efektif 74,6% untuk
menurunkan suhu tubuh pada pasien anak dengan demam dari pada kompres
plester. Sedangkan Mohamad (2012), mengemukakan bahwa tindakan kompres
hangat efektif dalam menurunkan demam pada pasien thypoid abdominalis di
Ruang G1 Lt. 2 RSUD. Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo Djuwariyah
(2011).
Menurut Purwanti (2008), dalam penelitiannya yang berjudul: Pengaruh
kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien anak hipertermia di
ruang rawat inap RSUD dr. Moewardi surakarta, mengemukakan bahwa terdapat
pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh. Sedangkan Menurut
Hamid (2011), dalam Tesisnya yang berjudul Keefektifan Kompres Tepid Sponge
yang dilakukan Ibu dalam menurunkan Demam pada Anak: Randomized Control
Trial. Di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember mengemukakan bahwa
Kompres hangat Tepid Sponge yang dilakukan ibu efektif dalam menurunkan suhu
pada anak dengan Demam, maupun Kejang untuk menrunkan suhu tubuh pada
anak.
10
F. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui perbedaan kompres panas konvensional dengan kompres panas
tekhnik tepid sponge pada perubahan suhu tubuh anak.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi perubahan suhu tubuh anak yang dilakukan tekhnik
kompres konvensional
b. Mengidentifikasi perubahan suhu tubuh anak yang dilakukan tekhnik
kompres panas tekhnik Tepid sponge.
c. Menganalisis perbedaan antara kompres panas konvensional dengan
kompres panas tekhnik Tepid sponge pada perubahan suhu tubuh anak.
3. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Teoris
Mamberikan bukti-bukti empiris bahwa kompres panas konvensional dan
kompres panas tekhnik Tepid sponge dapat dilakukan di pelayanan kesehatan
untuk penanganan saat Demam pada anak.
b. Manfaat Praktisi
1. Bagi Peneliti
Memberikan pengetahuan tambahan tentang materi Keperawatan untuk
meningkatkan pengetahuan terutama di bidang Keperawatan Anak dan
dapat dijadikan bahan penyuluhan kepada Masyarakat dalam upaya
peningkatan kemandirian masyarakat dalam menangani Demam pada
anak.
11
2. Bagi Iptek
Memberikan konstribusi bagi ilmu pengetahuan khususnya untuk dunia
kesehatan dengan adanya data-data yang menunjukan perbedaan
kompres hangat konvesvensional dengan tekhnik Tepid Sponge, serta
menambah khazanah penelitian tentang penanganan Demam pada anak
dan dapat dimasukkan ke dalam kurikulum keperawatan. Penelitian ini
dapat dijadikan landasan untuk penelitian selanjutnya
3. Bagi keperawatan
Memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori Keperawatan
khususnya penanganan Demam pada Anak.
4. Bagi masyarakat Umum
Memberikan informasi dan pengetahuan tambahan tentang pentingnya
tekhnik kompres yang tepat untuk menangani masalah demam pada anak.
12
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Umum Tentang Kompres
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan
cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh
yang memerlukan (Asmadi, 2009).
1. Kompres Panas Konvensional
a. Kompres panas basah
Persiapan alat:
1) Kom berisi cairang hangat sesuai kebutuhan (40-160 C)
2) Bak steril berisi pinset 2 buah, kasa beberapa potong dengan ukurang yang
sesuai.
3) Kasa perban/ kain segitiga
4) Pengalas.
5) Sarung tangan bersih pada tempatnya.
6) Bengkok 2 buah (satu kosong, satu berisi larutan lysol 3%)
Prosedur:
1) Dekatkan alat-alat ke klien.
2) Perhatikan privacy klien.
3) Cuci tangan.
4) Atur posisi klien yang nyaman.
5) Pasang pengalas dibawah daerah yang akan dikompres.
6) Kenakan sarung tangan bersih, lalu buka balutan bila diperban. Kemudian,
buang bekas balutankedalam bengkok kosong.
13
7) Ambil beberapa potong kasa dengan pinset dari bak steril. Lalu masukkan
kedalam kom yang berisi cairan panas.
b. Kompres panas kering
Persiapan alat:
1) Buli- buli panas dan sarungnya.
2) Termos berisi air panas.
3) Termometer air panas (bila perlu).
4) Lap kerja
Prosedur
1) Siapkan peralatan.
2) Cuci tangan.
3) Lakukan pemanasan pendahuluan pada buli-buli panas dengan cara: mengisi
buli-buli dengan air panas, kencangkan penutupnya, kemudian membalik
posisi buli-buli berulang-ulang, lalu kosongkan isinya.
4) Siapkan dan ukur suhu air yang diinginkan (50-600 C).
5) Isi buli-buli dengan air panas sebanyak 1/2 bagian dari ukuran buli-buli tersebut.
Lalu keluarkan udaranya dengan cara:
a) Letakkan atau tidurkan buli-buli di atas meja atau tempat datar.
b) Bagian atas buli-buli dilipat sampai kelihatan permukaan air di leher buli-
buli,
c) Kemudian penutup buli-buli ditutup dengan rapat.
6) Periksa apakah buli-buli bocor atau tidak. Lalu keringkan dengan lap kerja lalu
masukkan kedalam sarung buli-buli.
7) Bawa buli-buli tersebut kedekat klien.
14
8) Jelaskan prosedur kepada klien lalu atur posisi yang nyaman.
9) Letakkan buli-buli pada daerah yang memerlukan
10) Kaji secara teratur kondisi klien untuk mengetahui kelainan yang timbul akibat
pemberian kompres dengan buli-buli panas, seperti kemerahan,
ketidaknyamanan, kebocoran, dan sebagainya.
11) Ganti buli-buli panas setelah 20 menit, lalu bereskan alat dan cuci tangan.
12) Dokumentasikan.
2. Kompres Panas Tekhnik Tepid Sponge
B. Tinjauan Umum tentang Suhu Tubuh
Menurut Asmadi (2009), suhu tubuh relatif konstan. Hal ini diperlukan
untuk sel- sel tubuh agar dapat berfungsi secara efektif. Normalnya suhu tubuh
berkisar 36-370 C. Suhu tubuh dapat diartikan sebagai keseimbangan antara panas
yang diproduksi dengan panas yang hilang dari tubuh. Kulit merupakan organ
tubuh agar tetap normal dengan mekanisme tertentu.
Panas diproduksi tubuh melalui proses metabolisme. Aktivitas otot dan
sekresi kelenjar. Produksi panas dapat meningkat atau menurun dipengaruhi oelh
suatu sebab, misalnya karena penyakit atau stres. Suhu tubuh terlalu ekstrim, baik
panas atau dingin yang ekstrim, dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu,
perawat perlu membantu klien pada mekanisme homeostasis tubuh, mengontrol
suhu tubuh, tidak mampu menanggulangi perubahan suhu tubuh tersebut secara
efektif.
1. Fisiologi Suhu Tubuh
Tubuh yang sehat mampu memelihara suhu tubuh secara konstan
walaupun pada kondisi lingkungan yang berubah- ubah. Sistem pengatur suhu
15
tubuh terdiri atas tiga bagian yaitu reseptor yang terdapat pada kulit dan bagian
tubuh lainnya, integrator di dalam Hipotalamus, dan efektor sistem yang
mengatur produksi dan kehilangan panas.
Reseptor sensori paling banyak terdapat pada kulit. Kulit mempunyai
lebih banyak reseptor untuk dingin dan hangat dibandingkan reseptor yang
terdapat padaorgan tubuh lainnya seperti: lidah, saluran pencernaan, maupun
organ visera lainnya. Bila kulit menjadi dingin melebihi suhu tubuh, maka ada
tiga proses yang terjadi untuk meningkatkan suhu tubuh yaitu: menggigil untuk
meningkatkan produksi panas, berkeringat untuk menghalangi kehilangan
panas, dan vasokontriksi untuk menurunkan kehilangan panas.
Selain reseptor suhu pada permukaan kulit, terdapat reseptor suhu lain
yaitu reseptor pada inti tubuh yang merespon terhadap suhu pada organ tubuh
bagian dalam, seperti visera abdominal, spinal cord, dan lain-lain.
Termoreseptor di Hipotalamus lebih sensitif terhadap suhu ini. Hipotalamus
integrator sebagai pusat pengaturan suhu inti berada pada preoptik di
Hipotalamus. Bila sensitif reseptor panas dihipotalamus dirangsang, efektor
sistem mengirim sinyal yang memprakarsai pengeluaran keringat dan
vasodilatsi perifer. Hal tersebut dimasksudkan untuk menurunkan suhu tubuh,
seperti menurunkan produksi panas dan meningkatkan kehilangan panas.
Sinyal dari sensitif dingin di Hipotalamus memprakarsai efektor untuk
vasokontriksi, menggigil, serta melepaskan epineprin yang meningkatkan
metabolisme sel dan produksi panas. Hal tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan produksi panas dan menurunkan kehilangan panas.
16
Efektor sistem yang lain adalah sistem saraf somatis. Bila sistem ini
dirangsang, maka seseorang secara sadar membuat penilaian yang cocok,
misalnya menambah baju sebagai respon dingin, atau mendekati kipas bila
terasa panas.
2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Panas
Menurut Asmadi (2009), Beberapa faktor yang memengaruhi
peningkatan atau penurunan produksi panas tubuh, antara lain:
a. BMR (Basal Metabolisme Rate):
BMR merupakan pemanfaatan energi didalam tubuh guna memelihara aktivitas
pokok seperti bernapas. Besarnya BMR bervariasi sesuai dengan umur dan jenis
kelamin. Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya BMR ini menunjukkan
tingginya metabolisme yang dialami klien. Peningkatan metabolisme akan
menghasilkan peningkatan produksi panas daam tubuh, sehingga suhu tubuh klien
menjadi naik.
b. Aktivitas Otot
Aktivitas otot termasuk menggigil, dapat memproduksi panas tubuh sebanyak lima
kali.
c. Peningkatan produksi tiroksin
Hipotalamus merespon terhadap dingin dengan melepaskan faktor releasing.
Faktor ini merangsang tirotropin pada adenohipofise untuk merangsang
pengeluaran tiroksin oleh kelenjar tiroid. Efek tiroksin meningkatkan nilai
metabolisme sel diseluruh tubuh dan memproduksi panas.
d. Termogenesis Kimia
17
Termogenesis kimia adalah perangsangan produksi panas melalui sirkulasi
norepineprin dan epineprin atau melalui perangsangan saraf simpatis. Hormon-
hormon ini segera meningkatkan nilai metabolisme sel dijaringan tubuh. Secara
langsung, norepineprin dan epineprin memengaruhi hati dan sel- sel otot sehingga
meningkatkan aktivitas otot. Selain itu, produksi sejumlah panas juga dapat
diperoleh melalui rangsangan saraf simpatis terhadap lemak coklat.
e. Demam
Demam meningkatkan metabolisme sel. Reaksi- reaksi kimia meningkat rata- rata
120% untuk setiap peningkatan suhu 100 C. Hal tersebut berarti setiap peningkatan
10 C suhu tubuh menyebabkan 12% reaksi kimia akan terjadi.
Tanbai lagi,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
3. Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
Menurut Asmadi (2009), Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
peningkatan maupun penurunan suhu tubuh antara lain:
a. Umur
Pada bayi baru lahir, mekanisme pengaturan suhu tubuh belum sempurna. Oleh
karena itu, suhu tubuh bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus
dilindungi dari perubahan- perubahan suhu yang ekstrem.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat memengaruhi suhu tubuh. Misalnya, terdapat peningkatan
suhu tubuh sebesar 0,3-0,50 C pada wanita yang sedang mengalami ovulasi. Hal
tersebut karena selama ovulasi terjadi peningkatan hormon progesteron.hormon
estrogen dan progesteron meningkatkan basal metabolisme rate.
c. Emosi
18
Keadaan emosi dan perilaku yang berlebihan dapat memengaruhi suhu tubuh.
Peningkatan emosi dapat meningkatkan suhu tubuh. Pada orang yang apatis,
depresi dapat menurunkan produksi panas, sehingga suhu tubuhnya pun dapat
menurun.
d. Aktivitas fisik
Suhu tubuh dapat meningkat sebagai hasil dari aktivitas fisik, seperti olahraga.
Olahraga dapat meningkatkan metabolisme sel, sehingga produksi panas pun
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan suhu tubuh.
e. Lingkungan
Lingkungan juga dapat memengaruhi suhu tubuh seseorang.lingkungan yang
suhunya panas dapat memengaruhi peningkatan suhu tubuh.
4. Kehilangan Panas Tubuh
Asmadi (2009), mengemukakan bahwa Panas hilang dari tubuh
melalui empat cara, yaitu:
a. Radiasi
Radiasi adalah cara untuk mentransfer panas dari permukaan suatu objek ke
permukaan objek yang lain tanpa kontak diantara keduanya. Satu objek lebih
panas dari objek yang lain maka ia akan kehilangan panasnya melalui radiasi.
Misalnya, seseorang berdiri di depan kulkas yang terbuka, maka ia akan
kehilangan panas tubuhnya melalui radiasi.
b. Konduksi
Konduksi adalah pemindahan panas dari satu molekul ke molekul yang lain. Penas
dipindahkan ke suhunya lebih rendah. Pemindahan melalui cara konduksi ini tidak
19
dapat terjadi tanpa adanya kontak diantara keduanya. Misalnya, seseorang akan
kehilangan panas tubuh bila direndah dalam es selama waktu tertentu.
c. Konveksi
Konveksi adalah kehilangan panas tubuh karena adanya pergerakan udara. Udara
yang dekat dengan tubuh akan menjadi lebih hangat yang kemudian bergerak
untuk diganti dengan udara dingin. Misalnya, udara akan terasa dingin ketika
membuka pintu rumah.
d. Evaporasi
Kehilangan panas melalui evaporasi ini terus menerus terjadi sepanjang hidup.
Kehilangan panas secara evaporasi terjadi melalui pernapsan dan perspirasi kulit.
5. Patofisiologi Febris (Demam)
C. Tinjauan Umum tentang Keperawatan Anak
D. Kerangka Pikir
E. Kerangka Konsep
F. Kerangka Kerja
G. Variabel yang diteliti
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis PenelitianB. Lokasi dan Waktu PenelitianC. Populasi dan SampelD. Sumber dan Metode Pengumpulan DataE. Instrumen PeneluitianF. Validasi dan Reliabilitas InstrumenG. Tekhnik Pengolahan dan Analisa DataH. Etika Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil PenelitianB. Pembahasan
BAB V
PENUTUP
A. KesimpulanB. Implikasi Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Arianti, Irda. “Perbandingan Efektivitas pemberian Kompres Hangat antara daerah Dahi dengan Axilla terhadap penurunan suhu tubuh pada anak Hipertermi di RSUD Lanto Daeng Pasewang Kabupaten Jeneponto”. Skripsi Makassar. Fakultas Ilmu Kesehatan UIN ALAUDDIN, 2010.
Asmadi. Tekhnik prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika, 2009.
Damayanti, Tri Tuti. 2008. Perbandingan Kompres Hangat dan Dingin di Ruang Rawat Inap RSUD Moewardi Surakarta.
21
http://eprints.uns.ac.id/7020/1/211211812201107501.pdf. diakses 1 Januari 2015.
Djuwariyah. 2011. Efektivitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Air Hangat Dan Kompres Plester Pada Anak Dengan Demam Di Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/16/jhptump-a-djuwariyah-758-1-efektivi-.pdf. Diakses 31 Desember 2014.
Hamid, Mohammad Ali. Keefektifan Kompres Tepid Sponge yang dilakukan Ibu dalam menurunkan Demam pada Anak: Randomized Control Trial. Di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember. Tesis, Surakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, 2011.
Hidayat, Aziz Alimul A. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika, 2008.
Luk, Leung. 2008. A survey on fever management practice among pediatric nurses in three region acute hospitals in Hong Kong. http://www.kwnc.edu.mo/Journal/FullText/MJN_2008_VOL7_NO1/MJN_2008_Vol7_No1_5.pdf. Diakses 1 januari 2015.
Mohamad, Fatwati. 2012. Efektifitas Kompres Hangat Dalam Menurunkan Demam Pada Pasien Thypoid Abdominalis Di Ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=41378&val=3594. Diakses 31 Desember 2014.
Kania, N., Upaya Peningkatan Kualitas Tumbuh Kembang Anak . Tersedia dalam: http://pustaka.unpad.ac.id/ wp-content/uploads /2010 /02/upaya peningkatan_tumbuh_kembang_anak.pdf. [diakses pada 2 Januari 2015].
Pujiarto, Purnamawati Sujud. Demam pada Anak. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 58 no. 9 (September 2008). http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/900/899 (diakses pada 31 Desember 2014).
Purwanti, Sri dan Winarsih Nur Ambarwati. 2008. Pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien anak hipertermia di ruang rawat inap RSUD dr. Moewardi surakarta. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-2-6.pdf. Diakses 31 Desember 2014.
Riandita, Amarilla. 2012. Hubungan antara Tingkat pengetahuan Ibu tentang Demam dengan Pengelolaan Demam pada Anak. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=73555&val=4695. Diakses 31 Desember 2014.
Syaifuddin. Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. ed. 2. Jakarta: Salemba Medika, 2009.
LAMPIRAN
22
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Top Related