Draft Proposal

27
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangannya. Sebagai individu yang unik, anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, maupun kebutuhan sosial (Hidayat, 2008). Anak harus hidup sejahtera agar tumbuh dan berkembang secara optimal untuk melaksanakan tugas-tugas pembangunan di masa depan. Anak dengan status kesehatan sering terganggu akan tumbuh menjadi pribadi lemah dan tidak siap mengemban tugas bangsa (Damayanti, 2008). Dahulu kala, demam dianggap sebagai penyakit dan harus diatasi seketika. Penggunaan Termometer dalam dunia klinis diperkenalkan pertama kali oleh sanctorius pada abad ke-17. Dua ratus tahun kemudian, Wunderlich memulai penelitian termometri medikal. Sejak saat itu, berakhirlah anggapan bahwa demam merupakan suatu penyakit; Demam hanya bagian dari suatu gejala penyakit. Pengobatan rasional terhadap demam memrlukan pemahaman terhadap regulasi suhu tubuh, produksi dan

description

jajsjsj

Transcript of Draft Proposal

Page 1: Draft Proposal

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan

tahap perkembangannya. Sebagai individu yang unik, anak memiliki berbagai

kebutuhan yang berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan tahap pertumbuhan

dan perkembangan anak seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis,

maupun kebutuhan sosial (Hidayat, 2008). Anak harus hidup sejahtera agar

tumbuh dan berkembang secara optimal untuk melaksanakan tugas-tugas

pembangunan di masa depan. Anak dengan status kesehatan sering terganggu akan

tumbuh menjadi pribadi lemah dan tidak siap mengemban tugas bangsa

(Damayanti, 2008).

Dahulu kala, demam dianggap sebagai penyakit dan harus diatasi seketika.

Penggunaan Termometer dalam dunia klinis diperkenalkan pertama kali oleh

sanctorius pada abad ke-17. Dua ratus tahun kemudian, Wunderlich memulai

penelitian termometri medikal. Sejak saat itu, berakhirlah anggapan bahwa demam

merupakan suatu penyakit; Demam hanya bagian dari suatu gejala penyakit.

Pengobatan rasional terhadap demam memrlukan pemahaman terhadap regulasi

suhu tubuh, produksi dan konversi panas, serta penerapan patofisiologi demam

pada beberapa keadaan, dan pengetahuan mengenai mekanisme penurunan suhu

tubuh (Pujiarto, 2008).

Overmedication yang dialami anak ketika demam disebabkan oleh

beberapa hal. Pertama, kepanikan orang tua yang disebabkan karena ketidak

tahuan mereka akan demam. Kedua, keinginan tenaga kesehatan untuk segera

Page 2: Draft Proposal

2

menghilangkan demam. Ketiga, iklan obat demam yang tidak edukatif (Pujiarto,

2008). Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan

pengelolaan demam pada anak. Ibu dengan tingkat pengetahuan rendah tentang

demam memiliki risiko 7 kali lebih besar untuk melakukan pengelolaan demam

anak yang buruk daripada ibu dengan tingkat pengetahuan yang tinggi (Riandita,

2012). Dalam Keperawatan Anak, salah satu peran penting Perawat adalah

memberikan pelayanan kesehatan kepada Anak. Sebagai perawat anak, pemberian

pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan dengan memenuhi kebutuhan

dasar anak (Hidayat, 2008).

Pada manusia untuk mendapatkan gambaran suhu tubuh dilakukan

pengukuran yang dapat dipilih yaitu di ketiak (aksila), mulut (oral), dan anus

(rektal) (Syaifudin. 2009). Protokol Kaiser permanete appoinment and advice call

center mendefinisikan demam atau febris untuk semua umur yaitu temprature

rektal diatas 380 C, aksilar 37,50 C, dan diatas 38,20 C dengan pengukuran

membran timpani. Sedangkan demam tinggi bila suhu tubuh diatas 39,50 C, atau

Hiperpireksia bila suhu >410 C (Kania, 2010).

Pada anak dengan demam hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua

mulai di Ruang praktek dokter sampai ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), meliputi

10-30% dari jumlah kunjungan. Demam membuat orang tua menjadi Risau.

Demam yang berhubungan dengan infeksi kurang lebih 29-52% sedangkan 11-

20% dengan keganasan. 4% dengan penyakit metabolik dan 11-12% dengan

penyakit lain. Dampak jika tidak mendapatkan penaganan seperti dehidrasi sedang

hingga berat, kerusakan neurologis, serta kejang demam (Kania, 2010).

Page 3: Draft Proposal

3

Demam ibarat alarm, demam bukan merupakan penyakit. Hal pertama

yang harus kita pikirkan adalah penyebab terjadinya demam. Demam umumnya

tidak berbahaya, pemberian obat berlebihan untuk menurunkan demam justru akan

berbahaya dan berpotensi membahayakan anak. Beberapa kebiasaan lama dalam

penanganan demam pada anak terbukti tidak berdasar bahkan menyesatkan seperti

pemberian antibiotik, atau memberikan kombinasi parasetamol dan luminal.

Langkah pertama dalam tatalaksana demam adalah menegakkan diagnosis setepat

mungkin, kemudian menetapkan modalitas terapi yang belum tentu obat (Pujiarto,

2008). Penanganan demam sangat penting dilakukan, karena prognosis anak

dengan demam dapat menjadi kejang demam dan bahkan menimbulkan kematian.

Tekhnik Kompres Tepid Sponge maupun Kompres hangat Konvensional dapat

dilakukan oleh petugas kesehatan dalam penangan demam.

Pada penelitian Tuti Damayanti dengan Judul “perbandingan Kompres

hangat dan dingin di Ruang Rawat Inap RSUD Muwardi Surakarta”

mengemukakan bahwa kompres hangat lebih efektif dari kompres dingin melalui

proses evaporasi (Damayanti, 2008). Sedangkan menurut Arianti (2010),

pemberian Kompres Hangat di Daerah dahi dengan Axilla pada anak Hipertermi

secara Kuantitatif tidak mempunyai perbedaanyang signifikan terhadap penurunan

suhu tubuh, tetapi secara Kualitatif pemberian Kompres Hangat daerah Axilla

lebih baik karena bisa melebarkan pembuluh darah.

Menurut Djuwariyah (2011) dalam penelitiannya berjudul “Efektivitas

Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Air Hangat Dan Kompres Plester

Pada Anak Dengan Demam Di Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah

Banyumas”, mengemukakan bahwa Kompres air hangat lebih efektif 74,6% untuk

Page 4: Draft Proposal

4

menurunkan suhu tubuh pada pasien anak dengan demam dari pada kompres

plester. Sedangkan Mohamad (2012), mengemukakan bahwa tindakan kompres

hangat efektif dalam menurunkan demam pada pasien thypoid abdominalis di

Ruang G1 Lt. 2 RSUD. Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Menurut Purwanti (2008), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh

kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien anak hipertermia di

ruang rawat inap RSUD dr. Moewardi surakarta”, mengemukakan bahwa terdapat

pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh. Sedangkan Menurut

Hamid (2011), dalam Tesisnya yang berjudul “Keefektifan Kompres Tepid Sponge

yang dilakukan Ibu dalam menurunkan Demam pada Anak: Randomized Control

Trial. Di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember”, mengemukakan bahwa

Kompre hangat Tepid Sponge yang dilakukan ibu efektif dalam menurunkan suhu

pada anak dengan Demam, maupun Kejang untuk menrunkan suhu tubuh pada

anak.

Tepid Sponge merupakan salah satu tekhnik kompres hangat untuk

menurunkan suhu tubuh febris. Hingga akhir-akhir ini tekhnik ini terus diteliti dan

meluas ke negara lain di dunia seperti di Hong Kong. Luk (2008),

mempublikasikan hasil penelitiannya yang berjudul “Sebuah survei pada praktek

manajemen demam antara perawat anak di tiga wilayah rumah sakit akut di Hong

Kong" menunjukkan bahwa metode mandi hangat peringkat ketiga yang umum

digunakan untuk manajemen demam pada bangsal.

Termostat Hipotalamus bekerja berdasarkan masukan dari ujung saraf dan

dari suhu darah yang beredar di tubuh. Berdasarkan input tersebut maka set point

akan membentuk panas atau justru akan membuang panas. Neuron dan transmitter

Page 5: Draft Proposal

5

berperan pada pengaturan suhu tubuh. Di daerah praoptik terdapat dua jenis

neuron termosensitif, warm sensitif neurons yang meningkatkan pembuangan

panas (firing rate) ketika suhu praoptik meningkat, dan cold sensitif neuron yang

meningkatkan firing rate ketika suhu praoptik turun. Neuron sensitif panas

jumlahnya lebih banyak dari pada neuron sensitif dingin. Suhu tubuh mengalami

variasi diurnal, paling tinggi di penghujung sore menjelang malam, paling rendah

pada pagi hari saat bangun tidur. (Pujiarto, 2008).

Hipotalamus akan menerima informasi bahwa suhu sekitar sedang hangat

agar segera diturunkan, inilah efek yang diharapkan. Selain itu, kelebihan yang

lain dari kompres panas saat demam, karena tubuh merasa kedinginan walaupun

tubuh kita sedang demam. Kompres panas membantu mengurangi rasa dingin dan

menjadikan tubuh anak menjadi lebih nyaman. Alasan memilih tempat penelitian

di Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa, karena pada umunya masyarakat di

wilayah kerja Puskesmas Kampili seing melakukan kompres panas hanya pada

dahi saja dan tidak dilakukan sesuai prosedur dan efektif ketika anak mereka

mengalami febris baik di Rumah maupun saat di rawat di Puskesmas Kampili.

Berdasarkan permasalahan diatas, penulis bermaksud melakukan penelitian yang

akan membedakan Pengaruh Kompres Panas Konvensional dengan Kompres

Panas Tekhnik Tepid Sponge terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien Anak Febris

di Ruang Rawat Inap Puskesmas Kampili.

Page 6: Draft Proposal

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah “Bagaimana Perbedaan Kompres Panas Konvensional dengan

Kompres Panas Tekhnik Tepid Sponge terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien

Anak Febris”.

C. Hipotesis

1. H0 (Hipotesis Nol)

Tidak ada Perbedaan Kompres Panas Konvensional dengan Kompres Panas

Tekhnik Tepid Sponge terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien Anak Febris.

2. Ha (Hipotesis Alternatif)

Ada Perbedaan Kompres Panas Konvensional dengan Kompres Panas Tekhnik

Tepid Sponge terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien Anak Febris.

D. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Kompres Panas Konvensional

Kompres panas konvensional adalah kompres panas basah yang dilakukan

pengompresan pada dahi anak. Dilakukan sebanyak 1 kali sehari yaitu pada

pukul 16. 00 sore pada setiap pasien, mengingat Suhu tubuh mengalami variasi

diurnal, paling tinggi di penghujung sore menjelang malam, paling rendah

pada pagi hari saat bangun tidur, dan dilakukan selama dua hari.

2. Kompres Panas Tepid Sponge

Kompres panas Tepid Sponge adalah kompres panas basah yang dilakukan

pengompresan pada dahi, axilla, dan lipatan paha anak secara bersamaan

selanjutnya mengusap bagian ekstremitas klien dan kemudian punggung klien

selama 5 menit. Dilakukan sebanyak 1 kali sehari yaitu pada pukul 16. 00 sore

Page 7: Draft Proposal

7

pada setiap pasien, mengingat Suhu tubuh mengalami variasi diurnal, paling

tinggi di penghujung sore menjelang malam, paling rendah pada pagi hari saat

bangun tidur, dan dilakukan selama dua hari.

3. Suhu Tubuh

Suhu tubuh diukur dengan menggunakan Thermometer air raksa yang

dilakukan sebelum melakukan Kompres sebagai data Pre test dan setelah

kompres (pada menit ke-5, menit ke-15, menit ke30 dan menit ke-60) sebagai

data Post test, pengukuran suhu tubuh diambil dari suhu aksila dengan

pertimbangan lebih mudah bagi peneliti dibanding suhu oral dan suhu rectal.

Kriteria Objektif:Meningkat : apabila pre test < post test

Menurun : apabila pre test > post test

Tetap : apabila pre test = post test

E. Kajian Pustaka

Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan

pengelolaan demam pada anak. Ibu dengan tingkat pengetahuan rendah tentang

demam memiliki risiko 7 kali lebih besar untuk melakukan pengelolaan demam

anak yang buruk daripada ibu dengan tingkat pengetahuan yang tinggi. Dari 44

responden acak, ditemukan bahwa sebagian besar ibu (88,6%) menyadari bahwa

pengertian demam adalah keadaan peningkatan suhu tubuh. Pengetahuan

responden mengenai temperatur demam masih sangat terbatas karena sebagian

besar responden tidak mengerti batasan suhu tubuh yang tepat, baik suhu tubuh

normal, suhu tubuh demam awal, suhu tubuh saat demam tinggi, dan suhu tubuh

yang dapat menyebabkan kematian (Riandita, 2012).

Page 8: Draft Proposal

8

Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Ali Hamid 2011 dalam

tesisnya yang berjudul “berjudul Keefektifan Kompres Tepid Sponge yang

dilakukan Ibu dalam menurunkan Demam pada Anak: Randomized Control Trial.

Di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember” menyebutkan bahwa Kompres

hangat Tepid Sponge yang dilakukan ibu efektif dalam menurunkan suhu pada

anak dengan Demam, maupun Kejang untuk menrunkan suhu tubuh pada anak.

Desain penelitian yang dilakukan adalah Randomized control trial yang digunakan

untuk mengetahui keefektifan kompres Tepid Sponge yang dilakukan ibu dalam

menurunkan suhu tubuh anak demam. Dilakukan pada 30 anak, dengan

menggunakan termometer air raksa yang diperiksa pada axilla. yang diambil

dengan tekhnik simple Random Sampling, analisis yang digunakan adalh t- test

dengan P value perbedaan rerata penurunan suhu masing-masing kelompok pada

menit ke-5-0,079, menit ke -15=0,956, menit ke-30=0,030, menit ke-60=0,000,

menit ke-90=0,032 dan menit ke-120=0,010. Penurunan suhu tubuh pada

kelompok tepid sponge mulai terjadi pada menit ke-6 dan terus menerus sampai

menit ke-90 mencapai 10 C. Setelah itu suhu tubuh anak akan meningkat kembali

(Hamid, 2011).

Penelitian Djuwariyah. 2011. Seorang Perawat Ruang Kanthil RSUD

Banyumas Mahasiswa Kelas Paralel Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Purwokerto dalam penelitiannya berjudul “Efektivitas Penurunan

Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Air Hangat Dan Kompres Plester Pada Anak

Dengan Demam Di Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas”,

mengemukakan bahwa Kompres air hangat efektif untuk menurunkan suhu tubuh

pada anak dengan demam, dengan penurunan suhu tubuh sebesar 0.71ºC

Page 9: Draft Proposal

9

(p<0,0001) sedangkan Kompres plester efektif untuk menurunkan suhu sebesar

0.13 ºC (p<0.0001). sehingga Kompres air hangat lebih efektif 74,6% untuk

menurunkan suhu tubuh pada pasien anak dengan demam dari pada kompres

plester. Sedangkan Mohamad (2012), mengemukakan bahwa tindakan kompres

hangat efektif dalam menurunkan demam pada pasien thypoid abdominalis di

Ruang G1 Lt. 2 RSUD. Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo Djuwariyah

(2011).

Menurut Purwanti (2008), dalam penelitiannya yang berjudul: Pengaruh

kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien anak hipertermia di

ruang rawat inap RSUD dr. Moewardi surakarta, mengemukakan bahwa terdapat

pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh. Sedangkan Menurut

Hamid (2011), dalam Tesisnya yang berjudul Keefektifan Kompres Tepid Sponge

yang dilakukan Ibu dalam menurunkan Demam pada Anak: Randomized Control

Trial. Di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember mengemukakan bahwa

Kompres hangat Tepid Sponge yang dilakukan ibu efektif dalam menurunkan suhu

pada anak dengan Demam, maupun Kejang untuk menrunkan suhu tubuh pada

anak.

Page 10: Draft Proposal

10

F. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui perbedaan kompres panas konvensional dengan kompres panas

tekhnik tepid sponge pada perubahan suhu tubuh anak.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi perubahan suhu tubuh anak yang dilakukan tekhnik

kompres konvensional

b. Mengidentifikasi perubahan suhu tubuh anak yang dilakukan tekhnik

kompres panas tekhnik Tepid sponge.

c. Menganalisis perbedaan antara kompres panas konvensional dengan

kompres panas tekhnik Tepid sponge pada perubahan suhu tubuh anak.

3. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat Teoris

Mamberikan bukti-bukti empiris bahwa kompres panas konvensional dan

kompres panas tekhnik Tepid sponge dapat dilakukan di pelayanan kesehatan

untuk penanganan saat Demam pada anak.

b. Manfaat Praktisi

1. Bagi Peneliti

Memberikan pengetahuan tambahan tentang materi Keperawatan untuk

meningkatkan pengetahuan terutama di bidang Keperawatan Anak dan

dapat dijadikan bahan penyuluhan kepada Masyarakat dalam upaya

peningkatan kemandirian masyarakat dalam menangani Demam pada

anak.

Page 11: Draft Proposal

11

2. Bagi Iptek

Memberikan konstribusi bagi ilmu pengetahuan khususnya untuk dunia

kesehatan dengan adanya data-data yang menunjukan perbedaan

kompres hangat konvesvensional dengan tekhnik Tepid Sponge, serta

menambah khazanah penelitian tentang penanganan Demam pada anak

dan dapat dimasukkan ke dalam kurikulum keperawatan. Penelitian ini

dapat dijadikan landasan untuk penelitian selanjutnya

3. Bagi keperawatan

Memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori Keperawatan

khususnya penanganan Demam pada Anak.

4. Bagi masyarakat Umum

Memberikan informasi dan pengetahuan tambahan tentang pentingnya

tekhnik kompres yang tepat untuk menangani masalah demam pada anak.

Page 12: Draft Proposal

12

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Umum Tentang Kompres

Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan

cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh

yang memerlukan (Asmadi, 2009).

1. Kompres Panas Konvensional

a. Kompres panas basah

Persiapan alat:

1) Kom berisi cairang hangat sesuai kebutuhan (40-160 C)

2) Bak steril berisi pinset 2 buah, kasa beberapa potong dengan ukurang yang

sesuai.

3) Kasa perban/ kain segitiga

4) Pengalas.

5) Sarung tangan bersih pada tempatnya.

6) Bengkok 2 buah (satu kosong, satu berisi larutan lysol 3%)

Prosedur:

1) Dekatkan alat-alat ke klien.

2) Perhatikan privacy klien.

3) Cuci tangan.

4) Atur posisi klien yang nyaman.

5) Pasang pengalas dibawah daerah yang akan dikompres.

6) Kenakan sarung tangan bersih, lalu buka balutan bila diperban. Kemudian,

buang bekas balutankedalam bengkok kosong.

Page 13: Draft Proposal

13

7) Ambil beberapa potong kasa dengan pinset dari bak steril. Lalu masukkan

kedalam kom yang berisi cairan panas.

b. Kompres panas kering

Persiapan alat:

1) Buli- buli panas dan sarungnya.

2) Termos berisi air panas.

3) Termometer air panas (bila perlu).

4) Lap kerja

Prosedur

1) Siapkan peralatan.

2) Cuci tangan.

3) Lakukan pemanasan pendahuluan pada buli-buli panas dengan cara: mengisi

buli-buli dengan air panas, kencangkan penutupnya, kemudian membalik

posisi buli-buli berulang-ulang, lalu kosongkan isinya.

4) Siapkan dan ukur suhu air yang diinginkan (50-600 C).

5) Isi buli-buli dengan air panas sebanyak 1/2 bagian dari ukuran buli-buli tersebut.

Lalu keluarkan udaranya dengan cara:

a) Letakkan atau tidurkan buli-buli di atas meja atau tempat datar.

b) Bagian atas buli-buli dilipat sampai kelihatan permukaan air di leher buli-

buli,

c) Kemudian penutup buli-buli ditutup dengan rapat.

6) Periksa apakah buli-buli bocor atau tidak. Lalu keringkan dengan lap kerja lalu

masukkan kedalam sarung buli-buli.

7) Bawa buli-buli tersebut kedekat klien.

Page 14: Draft Proposal

14

8) Jelaskan prosedur kepada klien lalu atur posisi yang nyaman.

9) Letakkan buli-buli pada daerah yang memerlukan

10) Kaji secara teratur kondisi klien untuk mengetahui kelainan yang timbul akibat

pemberian kompres dengan buli-buli panas, seperti kemerahan,

ketidaknyamanan, kebocoran, dan sebagainya.

11) Ganti buli-buli panas setelah 20 menit, lalu bereskan alat dan cuci tangan.

12) Dokumentasikan.

2. Kompres Panas Tekhnik Tepid Sponge

B. Tinjauan Umum tentang Suhu Tubuh

Menurut Asmadi (2009), suhu tubuh relatif konstan. Hal ini diperlukan

untuk sel- sel tubuh agar dapat berfungsi secara efektif. Normalnya suhu tubuh

berkisar 36-370 C. Suhu tubuh dapat diartikan sebagai keseimbangan antara panas

yang diproduksi dengan panas yang hilang dari tubuh. Kulit merupakan organ

tubuh agar tetap normal dengan mekanisme tertentu.

Panas diproduksi tubuh melalui proses metabolisme. Aktivitas otot dan

sekresi kelenjar. Produksi panas dapat meningkat atau menurun dipengaruhi oelh

suatu sebab, misalnya karena penyakit atau stres. Suhu tubuh terlalu ekstrim, baik

panas atau dingin yang ekstrim, dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu,

perawat perlu membantu klien pada mekanisme homeostasis tubuh, mengontrol

suhu tubuh, tidak mampu menanggulangi perubahan suhu tubuh tersebut secara

efektif.

1. Fisiologi Suhu Tubuh

Tubuh yang sehat mampu memelihara suhu tubuh secara konstan

walaupun pada kondisi lingkungan yang berubah- ubah. Sistem pengatur suhu

Page 15: Draft Proposal

15

tubuh terdiri atas tiga bagian yaitu reseptor yang terdapat pada kulit dan bagian

tubuh lainnya, integrator di dalam Hipotalamus, dan efektor sistem yang

mengatur produksi dan kehilangan panas.

Reseptor sensori paling banyak terdapat pada kulit. Kulit mempunyai

lebih banyak reseptor untuk dingin dan hangat dibandingkan reseptor yang

terdapat padaorgan tubuh lainnya seperti: lidah, saluran pencernaan, maupun

organ visera lainnya. Bila kulit menjadi dingin melebihi suhu tubuh, maka ada

tiga proses yang terjadi untuk meningkatkan suhu tubuh yaitu: menggigil untuk

meningkatkan produksi panas, berkeringat untuk menghalangi kehilangan

panas, dan vasokontriksi untuk menurunkan kehilangan panas.

Selain reseptor suhu pada permukaan kulit, terdapat reseptor suhu lain

yaitu reseptor pada inti tubuh yang merespon terhadap suhu pada organ tubuh

bagian dalam, seperti visera abdominal, spinal cord, dan lain-lain.

Termoreseptor di Hipotalamus lebih sensitif terhadap suhu ini. Hipotalamus

integrator sebagai pusat pengaturan suhu inti berada pada preoptik di

Hipotalamus. Bila sensitif reseptor panas dihipotalamus dirangsang, efektor

sistem mengirim sinyal yang memprakarsai pengeluaran keringat dan

vasodilatsi perifer. Hal tersebut dimasksudkan untuk menurunkan suhu tubuh,

seperti menurunkan produksi panas dan meningkatkan kehilangan panas.

Sinyal dari sensitif dingin di Hipotalamus memprakarsai efektor untuk

vasokontriksi, menggigil, serta melepaskan epineprin yang meningkatkan

metabolisme sel dan produksi panas. Hal tersebut dimaksudkan untuk

meningkatkan produksi panas dan menurunkan kehilangan panas.

Page 16: Draft Proposal

16

Efektor sistem yang lain adalah sistem saraf somatis. Bila sistem ini

dirangsang, maka seseorang secara sadar membuat penilaian yang cocok,

misalnya menambah baju sebagai respon dingin, atau mendekati kipas bila

terasa panas.

2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Panas

Menurut Asmadi (2009), Beberapa faktor yang memengaruhi

peningkatan atau penurunan produksi panas tubuh, antara lain:

a. BMR (Basal Metabolisme Rate):

BMR merupakan pemanfaatan energi didalam tubuh guna memelihara aktivitas

pokok seperti bernapas. Besarnya BMR bervariasi sesuai dengan umur dan jenis

kelamin. Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya BMR ini menunjukkan

tingginya metabolisme yang dialami klien. Peningkatan metabolisme akan

menghasilkan peningkatan produksi panas daam tubuh, sehingga suhu tubuh klien

menjadi naik.

b. Aktivitas Otot

Aktivitas otot termasuk menggigil, dapat memproduksi panas tubuh sebanyak lima

kali.

c. Peningkatan produksi tiroksin

Hipotalamus merespon terhadap dingin dengan melepaskan faktor releasing.

Faktor ini merangsang tirotropin pada adenohipofise untuk merangsang

pengeluaran tiroksin oleh kelenjar tiroid. Efek tiroksin meningkatkan nilai

metabolisme sel diseluruh tubuh dan memproduksi panas.

d. Termogenesis Kimia

Page 17: Draft Proposal

17

Termogenesis kimia adalah perangsangan produksi panas melalui sirkulasi

norepineprin dan epineprin atau melalui perangsangan saraf simpatis. Hormon-

hormon ini segera meningkatkan nilai metabolisme sel dijaringan tubuh. Secara

langsung, norepineprin dan epineprin memengaruhi hati dan sel- sel otot sehingga

meningkatkan aktivitas otot. Selain itu, produksi sejumlah panas juga dapat

diperoleh melalui rangsangan saraf simpatis terhadap lemak coklat.

e. Demam

Demam meningkatkan metabolisme sel. Reaksi- reaksi kimia meningkat rata- rata

120% untuk setiap peningkatan suhu 100 C. Hal tersebut berarti setiap peningkatan

10 C suhu tubuh menyebabkan 12% reaksi kimia akan terjadi.

Tanbai lagi,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

3. Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

Menurut Asmadi (2009), Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

peningkatan maupun penurunan suhu tubuh antara lain:

a. Umur

Pada bayi baru lahir, mekanisme pengaturan suhu tubuh belum sempurna. Oleh

karena itu, suhu tubuh bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus

dilindungi dari perubahan- perubahan suhu yang ekstrem.

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin dapat memengaruhi suhu tubuh. Misalnya, terdapat peningkatan

suhu tubuh sebesar 0,3-0,50 C pada wanita yang sedang mengalami ovulasi. Hal

tersebut karena selama ovulasi terjadi peningkatan hormon progesteron.hormon

estrogen dan progesteron meningkatkan basal metabolisme rate.

c. Emosi

Page 18: Draft Proposal

18

Keadaan emosi dan perilaku yang berlebihan dapat memengaruhi suhu tubuh.

Peningkatan emosi dapat meningkatkan suhu tubuh. Pada orang yang apatis,

depresi dapat menurunkan produksi panas, sehingga suhu tubuhnya pun dapat

menurun.

d. Aktivitas fisik

Suhu tubuh dapat meningkat sebagai hasil dari aktivitas fisik, seperti olahraga.

Olahraga dapat meningkatkan metabolisme sel, sehingga produksi panas pun

meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan suhu tubuh.

e. Lingkungan

Lingkungan juga dapat memengaruhi suhu tubuh seseorang.lingkungan yang

suhunya panas dapat memengaruhi peningkatan suhu tubuh.

4. Kehilangan Panas Tubuh

Asmadi (2009), mengemukakan bahwa Panas hilang dari tubuh

melalui empat cara, yaitu:

a. Radiasi

Radiasi adalah cara untuk mentransfer panas dari permukaan suatu objek ke

permukaan objek yang lain tanpa kontak diantara keduanya. Satu objek lebih

panas dari objek yang lain maka ia akan kehilangan panasnya melalui radiasi.

Misalnya, seseorang berdiri di depan kulkas yang terbuka, maka ia akan

kehilangan panas tubuhnya melalui radiasi.

b. Konduksi

Konduksi adalah pemindahan panas dari satu molekul ke molekul yang lain. Penas

dipindahkan ke suhunya lebih rendah. Pemindahan melalui cara konduksi ini tidak

Page 19: Draft Proposal

19

dapat terjadi tanpa adanya kontak diantara keduanya. Misalnya, seseorang akan

kehilangan panas tubuh bila direndah dalam es selama waktu tertentu.

c. Konveksi

Konveksi adalah kehilangan panas tubuh karena adanya pergerakan udara. Udara

yang dekat dengan tubuh akan menjadi lebih hangat yang kemudian bergerak

untuk diganti dengan udara dingin. Misalnya, udara akan terasa dingin ketika

membuka pintu rumah.

d. Evaporasi

Kehilangan panas melalui evaporasi ini terus menerus terjadi sepanjang hidup.

Kehilangan panas secara evaporasi terjadi melalui pernapsan dan perspirasi kulit.

5. Patofisiologi Febris (Demam)

C. Tinjauan Umum tentang Keperawatan Anak

D. Kerangka Pikir

E. Kerangka Konsep

F. Kerangka Kerja

G. Variabel yang diteliti

Page 20: Draft Proposal

20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis PenelitianB. Lokasi dan Waktu PenelitianC. Populasi dan SampelD. Sumber dan Metode Pengumpulan DataE. Instrumen PeneluitianF. Validasi dan Reliabilitas InstrumenG. Tekhnik Pengolahan dan Analisa DataH. Etika Penelitian

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil PenelitianB. Pembahasan

BAB V

PENUTUP

A. KesimpulanB. Implikasi Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Arianti, Irda. “Perbandingan Efektivitas pemberian Kompres Hangat antara daerah Dahi dengan Axilla terhadap penurunan suhu tubuh pada anak Hipertermi di RSUD Lanto Daeng Pasewang Kabupaten Jeneponto”. Skripsi Makassar. Fakultas Ilmu Kesehatan UIN ALAUDDIN, 2010.

Asmadi. Tekhnik prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika, 2009.

Damayanti, Tri Tuti. 2008. Perbandingan Kompres Hangat dan Dingin di Ruang Rawat Inap RSUD Moewardi Surakarta.

Page 21: Draft Proposal

21

http://eprints.uns.ac.id/7020/1/211211812201107501.pdf. diakses 1 Januari 2015.

Djuwariyah. 2011. Efektivitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Air Hangat Dan Kompres Plester Pada Anak Dengan Demam Di Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/16/jhptump-a-djuwariyah-758-1-efektivi-.pdf. Diakses 31 Desember 2014.

Hamid, Mohammad Ali. Keefektifan Kompres Tepid Sponge yang dilakukan Ibu dalam menurunkan Demam pada Anak: Randomized Control Trial. Di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember. Tesis, Surakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, 2011.

Hidayat, Aziz Alimul A. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika, 2008.

Luk, Leung. 2008. A survey on fever management practice among pediatric nurses in three region acute hospitals in Hong Kong. http://www.kwnc.edu.mo/Journal/FullText/MJN_2008_VOL7_NO1/MJN_2008_Vol7_No1_5.pdf. Diakses 1 januari 2015.

Mohamad, Fatwati. 2012. Efektifitas Kompres Hangat Dalam Menurunkan Demam Pada Pasien Thypoid Abdominalis Di Ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=41378&val=3594. Diakses 31 Desember 2014.

Kania, N., Upaya Peningkatan Kualitas Tumbuh Kembang Anak . Tersedia dalam: http://pustaka.unpad.ac.id/ wp-content/uploads /2010 /02/upaya peningkatan_tumbuh_kembang_anak.pdf. [diakses pada 2 Januari 2015].

Pujiarto, Purnamawati Sujud. Demam pada Anak. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 58 no. 9 (September 2008). http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/900/899 (diakses pada 31 Desember 2014).

Purwanti, Sri dan Winarsih Nur Ambarwati. 2008. Pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien anak hipertermia di ruang rawat inap RSUD dr. Moewardi surakarta. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-2-6.pdf. Diakses 31 Desember 2014.

Riandita, Amarilla. 2012. Hubungan antara Tingkat pengetahuan Ibu tentang Demam dengan Pengelolaan Demam pada Anak. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=73555&val=4695. Diakses 31 Desember 2014.

Syaifuddin. Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. ed. 2. Jakarta: Salemba Medika, 2009.

LAMPIRAN

Page 22: Draft Proposal

22

DAFTAR RIWAYAT HIDUP