Definisi | Pengertian | Arti dan IstilahKumpulan Definisi, Pengertian, Arti, Istilah, Definisi Menurut Para Ahli, Pengertian Menurut Pakar, Yang bersumber dari Buku, Majalah, Koran dan Internet.
Home Pengertian Agama Pengertian Belajar Pengertian Data Pengertian Kurikulum Pengertian Ilmu Pengertian Pendidikan
Browse » Home » Pengertian Menulis » Pengertian Menulis
Sunday, April 4, 2010
Pengertian Menulis
Definisi dan Pengertian Menulis
Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, atau menghibur. Hasil dari proses kreatif ini biasa disebut dengan istilah karangan atau tulisan. Kedua istilah tersebut mengacu pada hasil yang sama meskipun ada pendapat mengatakan kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
Istilah menulis sering melekatkan pada proses kreatif yang berjenis ilmiah. Sementara istilah mengarang sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis nonilmiah.
Menulis dan mengarang sebenarnya dua kegiatan yang sama karena menulis berarti mengarang (baca: menyusun atau marangkai bukan menghayal) kata menjadi kalimat, menyusun kalimat menjadi paragraf, menyusun paragraf menjadi tulisan kompleks yang mengusung pokok persoalan.
Pokok persoalan di dalam tulisan disebut gagasan atau pikiran. Gagasan tersebut menjadi dasar bagi berkembangnya tulisan tersebut. Gagasan pada sebuah tulisan bisa bermacam-macam, bergantung pada keinginan penulis penulis. Melalui tulisannya, penulis bisa mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, pendapat, kehendak dan pengalaman.
Menulis sebagai keterampilan adalah kemampuan seseorang dalam mengemukakan gagasan-
pikirannya kepada orang atau pihak lain dengan dengan media tulisan. Setiap penulis pasti memiliki tujuan dengan tulisannya antara lain mengajak, menginformasikan, meyakinkan, atau menghibu pembaca.
Referensi: Buku “Penuntun Perkuliahan Bahasa Indonesia” Karangan Daeng Nurjamal, S.Pd dan Warta Sumirat, M.Pd halaman 68.
TAGS: Pengertian menulis, Definisi menulis, Istilah menulis
http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/04/pengertian-menulis.html
idayati, Lilik. 2010. Peningkatan Kemampuan Menulis Kalimat Sederhana Melalui Media Kartu Kata Pada Siswa Kelas II SDI Daarul Fikri Dau Malang. Skripsi S1 PGSD, Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Pembimbing I : Drs. M. Thoha AR, S.Pd, M.Pd. Pembimbing II: Drs. Rumidjan, M.Pd.
Kata Kunci: Kemampuan Menulis , Kalimat Sederhana, Media Kartu Kata
Sesuai dengan kompetensi dasar menulis dan kompetensi dasar kalimat, siswa kelas II SD diharapkan sudah mampu membuat kalimat dengan baik dan benar baik secara lisan maupun tulisan. Siswa diharapkan mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya dalam bentuk kalimat sederhana. Namun di SDI Daarul Fikri Dau Malang siswa kelas II seringkali mengalami kesulitan dalam membuat kalimat, terutama dalam bentuk tulisan. Jika diminta menulis kalimat, siswa kesulitan untuk menuangkan gagasan dalam pikirannya menjadi sebuah kalimat.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah penggunaan media kartu kata untuk meningkatkan kemampuan menulis kalimat sederhana pada siswa kelas II SDI Daarul Fikri Dau Malang?, dan (2) apakah penggunaan media kartu kata dapat meningkatkan kemampuan menulis kalimat sederhana siswa kelas II SDI Daarul Fikri Dau Malang?
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan penggunaan media kartu kata untuk meningkatkan kemampuan menulis kalimat sederhana pada siswa kelas II SDI Daarul Fikri Dau Malang, dan (2) mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis kalimat sederhana siswa kelas II SDI Daarul Fikri Dau Malang.
Data dari penelitian ini diperoleh melalui observasi , wawancara, dokumentasi dan tes. Teknik observasi digunakan untuk mengamati gejala-gejala yang tampak dalam proses pembelajaran tentang keaktifan siswa, keberanian siswa dan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran. Teknik wawancara digunakan untuk mengetahui kesan-kesan dan perasaan siswa ketika belajar menulis kalimat sederhana menggunakan media kartu kata. Teknik dokumentasi digunakan untuk mendokumentasikan data tentang proses pembelajaran yang menggambarkan langkah-langkah kongkrit yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran. Sedangkan tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan siswa mengerjakan soal evaluasi yang berhubungan dengan menulis kalimat sederhana.
Berdasarkan hasil penelitian, Penggunaan media kartu kata dapat meningkatkan kemampuan menulis kalimat sederhana pada siswa kelas II SDI Daarul Fikri Dau Malang. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan yang terjadi setelah diberi tindakan pada siklus I dan siklus II, yaitu peningkatan aktifitas belajar siswa sebesar 15,17 (9,75 %) dan peningkatan hasil belajar siswa sebesar 8,77 (5,56 %).
Disarankan pada guru kelas II agar lebih meningkatkan kreatifitasnya dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya materi menulis kalimat sederhana. Misalnya dengan memanfaatkan media kartu kata, karena media kartu kata terbukti dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa dalam menulis kalimat sederhana.
MAKALAH KEMAMPUAN SISWA SD DALAM MEMAHAMI NARASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sala satu pembelajaran yang diharapkan dapat dikuasai oleh murid
sekolah dasar murid sekolah dasar, yaitu pembelajaran memahami cerita
(narasi). Cerita merupakan karya sastra berbentuk prosa singkat padat dan
unsur ceritanya berpusat pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah tokoh
dan pengembangan perilaku terbatas pada keseluruhan cerita, serta
memberikan kesan tunggsl.
Memahami cerita atau narasi merupakan salasatu kompetensi di
bidang kesastraan yang harus dikuasai oleh murid. Cerita atau narasi
merupakan salah satu karya sastra yang banyak diminati dikalangan murid,
khususnya murid sekolah dasar karena karya estetis yang bermakna.
Keestetisannya itulah sehingga perlu diajarkan dan diatanamkan agar murid
mampu menafsirkan dan memahami melalui kegiatan kegiatan apresiasi.
Memahami cerita/narasi merupakan kegiatan apersepsi yang bertujuan
mengauli cerita sehingga rasa peka terhadap karya sastra, khususnya cerita.
Hal ini diharpkan agar siswa mampu memahami dan memberi makna
terhadap cerita.
Sebuah cerita atau narasi didalamnya terdapat misi yang diemban
oleh penulis, yaitu pesaan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca.
Pesan-pesan itu banya berkaitan dengan perilaku dan tatanan kehidupan
masyarakat, khususnya murid yang harus dibentuk perilakunya kearah yang
lebih positif . untuk mencapai hal tersebut dapat dilakukan dengan melalui
pembelajaran narasi disekolah dasar.
Fenomena yang terlihat saat ini yaitu murid mempelajari cerita
guna memahami tujuan pembelajaran. Dampaknya adalah murid tidak dapat
menikmati nilai-nilai estetis yang terkandung dalam cerita. Padahal, cerita
merupakan salah satu bentuk proses yang sering diajarkan di sekolah dasar.
Akan tetapi, kemampuan murid mengapresiasi cerita masih minim. Hal ini
dapat diamati melalui hasil penelitian Ramli (2006) yang menunjukkan
bahwa hasil belajar siswa, khususnya memahami cerita masih kurang. Hal
ini disebabkan oleh pembelajaran cerita saat ini sarat dibekali teori, tetapi
bimbingan apresiasi dan menggaulnya masih kurang. Akhirnya, ketika murid
diminta mengapresiasi dan menginterpretasi sebuah cerita untuk menemukan
pesan yang terdapat di dalam tindak sesuai dengan harapan.
Berdasrkan uraian tersebut, kegiatan apresiasi cerita sangant
penting disosialisasikan pada lingkungan pembelajaran sastra yang
menggunaka bahasa sebagai medianya. Pembelajaran cerita dikelas menurut
guru untuk selalu memancing dan memekarkan asosiasi setiap murid yang
terlibat dalam proses apresiasi sehingga dapat berkembang dan mencapai
hasil yang diinginkan. Keberlangsungan kegiatan memahami cerita di
sekolah ditentukan oleh pengajar dan murid itu sendiri. Guru sebagai
pembelajar harus mampu memberikan pemahaman kepada murid agar
mudah memahami proses belajar di lingkungan sekolah dan di luar sekolah,
utamanya pada kegiatan memahami cerita itu sendiri sebagai modal awal
dalam kegiatan mengembangkan kemampuan siswa di bidang sastra.
Adanya kesulitan-keulitan yang diaalami oleh murid dalam
memahami cerita tersebut diduga sebagai akibat pelaksanaan pembelajaran
yang masih terikat dengan pengunaan strategi konvensional dalam
pembelajaran. Dalam strategi itu, murid diperlakukan secara klasikal pada
saat pembelajaran berlangsung. Akibatnya, murid tidak mengetahui
keterbatasan kemampuanya dalam setiap sajian materi pembelajaran. Selain
itu, murid tidak mendapat kesempatan untuk saling berbagi pengalaman dan
kemampuan antar sesama dalam proses pembelajaran.
Faktor lain yang diduga menjadi penyebab rendahnya pemahaman
murid adalah guru tidak sepenuhnya melakukan kegiatan yang
mendukung proses pembelajaran pada saat pembelajaran berlangsung.
Dalam hal ini, ketergantungan guru terhadap penilaian hasil belajar masih
tinggi . Sementara itu, penilaian proses belajar belum dilembagakan secara
maksimal padahal, idealnya adalah ada keseimbangan antara penilaian
proses dan penilaian hasil dalam pembelajaran.
Faktor-faktor diatas menuntut guru untuk melakukan inovasi
dalam pembelajaran memahami cerita. Dalam hal ini, diperlukan teknik
yang tepat digunakan dalam pembelajaran murid pada aspek tersebut. Teknik
pembelajaran yang memberi harapan bagi pemecahan masalah tersebut
adalah teknik yang memiliki ciri adanya interaksi kelas dalam pembelajaran,
baik interaksi antar siswa, maupun antara dan siswa.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat bahwa kegagalan
pengajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat dilihat dari beberapa
komponen pengajaran, seperti guru, murid, kurikulum, teknik mengajar
dan bahan pengajaran (Hastuti 2000:1) dengan demikian seorang guru
yang terampil tentu dapat memilih teknik yang cocok dengan materi
yang disajikan, seperti teknik bercerita.
Penerapan teknik bercerita dapat mengatasi perbedaan minat
belajar siswa. Penyajian teknik bercerita yang baik dapat menumbuhkan
imajinasi dan merangsang kreativitas siswa dalam mengangkat pesan atau
informasi yang disampaiakan. Dengan demikian, dilibatkan dalam
berinteraksi, sehingga kondisi yang tercipta tidak hanya komunikasi satu
arah dari guru kesiswa, tetapi juga komunikasi timbal balik antara keduanya.
Penerapan teknik bercerita dipandang perlu karena setiap pokok
bahasan mata pelajaran bahsa Indonesia hampir selalu dihadapi dengan
wacana. Kemudian informasi-informasi yang ada didalamnya dikembangkan
oleh siswa berdasarkan konsep yang ada. Bercerita merupakan bentuk
komunikasi dua arah yang di dalamnya terjadi pertukaran pikiran atau
pendapat tentang suatu masalah yang dilaksanakan secara teratur dan terarah
untuk mencapai tujuan tertentu.
Penerapan teknik bercerita. Dalam pengajaran bahasa Indonesia
dapat memotivasi dan membantu siswa belajar berkomunikasi dengan lisan
dengan bahasa yang baik dan benar. Murid dilatih agar mampu
mengungkapkan pukiran dan perasaan pada setiap kegiatan berbicara.
Dengan demikian, melalui penetapan teknik menceritakan yang efektif,
diharapkan siswa dapat menguasai materi yang diajarkan.
Berdasarkan urian di atas, penulis terinspirasi melakukan
penelitian dengan judul : Keefektifan Teknik Becerita Dalam Meningkatkan
Kemampuan Memahami Cerita Murid Kelas V SD Inpres Borongkapala
Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Hal ini dilakukan karena
kemampuan murid sampai saat ini dalam memahami cerita atau narasi sulit
terwujud disebabkan oleh teknik yang selama ini yang digunakan masi
bersifat konvensional. Selain itu, penelitian yang relevan masih kurang,
penelitian sebelumnaya tentang teknik bercerita telah dilakukan oleh Ramli
(2006) dengan judul: Keefektifak Teknik Bercerita Dalam Meningkatkan
Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VI SDN Lipukasi Kabupaten
Barru. Hasilnya menunjukkan bahwa teknik bercerita dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
Mencermati penelitian tersebut yang hasilnya efektif
memunculkan ide baru dalam meneliti kembali teknik yang sama dengan
materi dan lokasi penelitian yang berbeda. Tujuanya adalah mengetahui
secara pasti peran dan keefektipan teknik bercerita dalam pembelajaran
memahami narasi sehingga dapatdijadikan sebagai teknik pembelajaran yang
inovatif yang dapat membantu anak didik memahami materi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah teknik bercerita efektif
diterapkan dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita murid kelas
V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng.
C. Tijuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan keefektifan teknik
bercerita dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita murid kelas V
SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng.
D. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi berbagai pihak terkait, baik secara teoritis
maupun praktis.
Secara teoritis, yaitu (1) sebagai informasi berharga tentang teknik
bercerita yang dapat meningkatkan kemampuan murid dalam memahami
cerita, (2) memberikan informasi tentang teknik bercerita yang dapat
membangun semangat kelas dan dapat merangsang keaktifan belajar murid
dan memberikan informsi dan pengetahuan kepada guru tentang teknik
bercerita efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan memahami
cerita murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu
Kabupaten Bantaeng.
Secara praktis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat langsung
dirasakan manfaatnya dalam pembelajaran sastra khususnya memahami
cerita di kelas. Selain itu, membantu guru yang mengakami kesulitan dalam
pembelajaran memahami narasi sehinggaa dapat menerapkan teknik
bercerita. Selanjutnya, manfaat bagi peneliti ialah memperkaya pengetahuan,
wawasan, dan pengalaman tentang teknik bercerita efektif diterapkan dalam
meningkatkan kemampuan memahami cerita murid kelas V SD Inpres
Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng, dan dapat
membandingkan prinsip-prinsip penerapan antara teknik yang berbeda
dalam praktek pembelajaran apresiasi cerita dikelas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
Teori yang dipakai sebagai landasan dalam penelitian ini adalah
teknik pembelajaran, khususnya teknik bercerita yang masing-masing
diangkat dari pustaka yang relevan dengan penelitian ini. Dalam penelitian
ini dibahas tentang kefektifan teknik bercerita dalam meningkatkan
kemampuan memahami cerita murid kelas V SD Inpres Borongkapa
Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Oleh karena itu, dapat
dijelaskan bahwa keefektifan adalah keberhasilan pengaruh sebagai akibat
dan perlakuan teknik dalam proses belajar mengajar, umtuk. Untuk
menunjukkan keberhasilan pembelajaran ini, dapat dipaparkan tentang
konsep keefektifan bercerita, teknik bercerita, dan kerangka narasi. Untuk
lebih jelasnya, dapat diuraikan berikut ini.
1. Pengertian Keefektifan Bercerita
Kefektifan berasal dari kata efektif yang mendapat imbuhan ke-an.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektif berarti (1) ada. Efeknya
(akibatnya, pengaruhnya, kesannya), (2) dapat membawa hasil, berhasil
guna. Keefektifan berarti (1) keadaan berpengaruh, hal yang berkesan (2)
keberhasilan usaha atau tindakan (Depdikbud, 2002:284).
Dalam penelitian ini dikaji keefektifan sebuah metode
pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dimaksud adalah
metode demonstrasi Shadly (1980: 33) mengartikan keefektifan yaitu
keberhasilan pengaruh sebagai akibat perlakuan media dalam proses belajar
mengajar.
Berdasrkan kedua pengerin diatas, dapat dinyatakan bahwa.
Keefektifan adalah hasil yang lebih baik atau pengaruh positif sebagai
pengaruh perlakuan, usaha, atau tindakan yang diberikan.
2. Teknik Pembelajaran
Sudjana. (1995: 76) mengemukakan bahwa teknik belajar ialah
cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa
pada saat berlangsungnya pengajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dinyatakan bahwa teknik merupakan cara kerja yang bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
dikehendaki. Jadi, sebuah teknik merupakan usaha untuk melakukan suatu
pekerjaan yang melibatkan unsur pengetahuan dan keterampilan dalam
rangka menghasilkan dalam sebuah keputusan mengenai suatu yang lebih
baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Djamrah dan Zain (2002: 85) mengemukakan bahwa teknik adalah
salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan teknik
secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan pengajaran. Teknik adalah
pelicin jalan pengajaran menuju tujuan. Kridalaksana (1993: 136)
mengemukakan bahwa teknik adalah cara mendekati, mengamati,
menganalisis dan menjelaskan suatu fenomena.
Menurut Saliwangi (1989: 45). Teknik adalah cara-cara mengajar
yang telah disusun berdasarkan prinsip dan sistem tertentu. Hakikat teknik
pengajaran bahasa Indonesia sesungguhnya tidak lain dari persoalan
pemilihan bahan yang akan diajarkan, penentuan cara-cara penyajiannya dan
cara mengevaluasi atau dengan perkataan lain bahwa teknik pengajaran
bahasa Indonesia ditentukan oleh bebrapa faktor yang semuannya
diorentasikan pada tujuan pengajaran yang ingin dicapai.
Menurut Pasaribu dan Simanjuntak (1983: 13), teknik ialah cara
yang sistematik yang digunakan untuk mencapai tujuan. Cara yang
sistematik ini merupakan bentuk konkret penerapan petunjuk-petunjuk
umum pengajaran pada proses pengajaran tertentu.
3. Bercerita
a. Teknik Bercerita
Bercerita merupakan menggambarkan secara kronologis suatu
kejadian atau peristiwa, baik berdasarkan urutan waktu maupun tempat.
Bercerita merupakan narasi atau cerita tentang peristiwa masa lampau yang
telah dialami oleh tokoh tertentu yang meninggalkan bekas dan pesan yang
bermakna. Cerita dapat berisi tentang pengalaman yang menggembirakan,
mengharukan, menyenangkan, ,menyedihkan dan sebagainya. Cerita juga
dapat berwujud dongen dan cerita tentang binatang dan sebagainya.
Bercerita memiliki tujuan, fungsi dan manfaat. Tujuan bercerita
bagi anak, yaitu agar anak mampu mendengarkan dengan seksama terhadap
apa yang disampaiakan orang lain, anak dapat bertanyaapabila tidak
memahaminy, anak dapat menjawab pertanyaan. Selanjutnya, anak dapat
menceritakan dan mengekspresikan kembali terhadapat apa yang
didengarkan dan diceritakannya (Tampubulon, 1991: 10).
Fungsi bercerita, yaitu menumbuhkan minat dan kebiasaan
membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak.
Dengan demikian, fungsi kegiatan bercerita, yaitu membantu kemampuan
bercerita, dengan menambah perbendaharaan kosakata, kemampuan
mengungkapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap
perkembangannya. Selanjutnya, anak dapat mengekspresikannya melalui
bernyanyi, bersyair, menulis atau mengambar sehingga pada akhirnya anak
mampu membaca situasi.
Teknik bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman
belajar anak-anak SD dengan menambahkan cerita secara lisan. Cerita yang
membawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian anak.
Ada bebrapa macam teknik bercerita yang dapat dipergunakan
antara lain, guru dapat membaca langsung dari buku, menggunakan ilustrasi
dari gambar, mengunakan papan flanel, bermain perang dalam suatu cerita.
Teknik bercerita merupkan salah satu pemberian pengalaman
belajar anak-anak dengan membawakan cerita secara lisan. Cerita yang
dibawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian anak. Teknik
bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran
secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak didik.
Dalam pelaksanaan pembelajaran. Teknik bercerita
didalaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan,
atau menjelaskan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan
pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai kopetensi dasar anak.
Manfaat teknik bercerita menurut Tampubulon (dalam diheni,
2006: 68) yaitu:
1) Melatih daya serap anak, artinya anak dapat dirangsang untuk mampu
memahami isi atau ide pokok dalam cerita secara keseluruhan.
2) Melatih daya pikir anak. Untuk tetlatih memahami proses cerita,
mempelajari hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan
sebab-akibatnya.
3) Melatih daya konsentrasi anak. Untuk memusatkan perhatiannya
kepada keseluruhan cerita karena dengan pemusatan perhatian tersebut
anak dapat melihat hubungan bagian-bagian cerita sekaligus
menangkap ide pokok dalam cerita.
4) Mengembangkan daya imajinasi anak.
5) Menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan
suasana hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Ada bebrapa macam teknik bercerita yang dapat dipergunakan
antara lain, guru dapat membaca langsung dari buku, menggunakan ilustrasi
dari gambar, mengunakan papan flanel, bermain perang dalam suatu cerita.
Adapun teknik bercerita yang dapat digunakan adalah:
1) Membaca langsung dari buku cerita
Teknik bercerita dengan membaca langsung itu sangat bangus, bila
guru mempunyai puisi atau prosa yang sesuai untuk membacakan kepada
anak SD. Ukurn kebagusan puisi atau prosa itu terutama ditekankan pada
pesan-pesan yang disampaikan yang dapat ditangkap oleh anak.
2) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku
Bila cerita yang disampaikan pada nak terlalu panjang dan terinci
dengan menambahkan ilustrasi gambar dari buku ysng dapat dapat menarik
perhatian anak, maka teknik bercerita itu akan berfungsi dengan baik.
Penggunaan ilustrasii gambar dalam bercerita dimaksudkan untuk
memperjelas pesan-pesan yang dituturkan, juga untuk mengikat perhatian
anak pada jalannya cerita.
3) Menceritakan dongen
Cerita dongen merupaka bentuk kesenian yang paling lama,
mendongen merupakan cara meneruskan warisan budaya dari satu generasi
kegenarasi berikutnya. Dongeng dapat dipergunkan untuk menyampaikan
pesan-pesan kebajikan kepada anak didik.
4) Bercerita dengan menggunakan papan flanel
Guru dapat membuat papan flanel dengan melapisi seluas papan
dengan kain flanel yangb berwarna netral yang berupa gambar tokoh-tokoh
yang mewakili perwatkan dalam cerita.
5) Dramatisasi suatu cerita
Guru dalam bercerita memaikan perwatakan tokoh-tokoh dalam
suatu cerita yang disukai anak dan merupakan daya tarik yang bersifat
universal.
b. Rancangan Bercerita bagi Anak di SD
Rancangan kegiatan bercerita, dibicarakan rancangan persiapan
guru, rancangan pelaksanaan kegiatan, dan rancangan penilaian.
1) Rancangan persiapan pengajaran dengan metode bercerita
Persiapan yang dilakukan untuk merancang kegiatan bercerita ada
tiga, yaitu: (1) Menetapkan tujuan atau tema yang diplih. (2) Menetapkan
rancangan bentuk bercerita yang dipilih, dam (3) Menetapkan alat dan bahan
yang diperlukan untuk kegiatan bercerita.
a) Menetapkan tujuan dan tema yang dipilih
Langkah pertama yang dilakukan dalam menetapkan tujuan dan
tema sebagaimana yang telah dikemukakan tujuan pengunaan metode
bercerita terutama dalam rangka memberi pengalaman belajar melalui cerita
guru untuk mencapai tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran melalui bercerita
ada dua macam, yakni memberi informasi atau menanam nilai-nilai sosial,
moral atau keagamaan. Misalnya, kita menetapkan rancangan tujuan
menanakan nilai-nilai. Dalam menetapkan tujuan pengarang itu, harus
dikaitkan dengan tema yang dipilih. Tema iti harus ada kedekatan hubungan
dengan kehidupan anak didalam keluarga, sekolah atau diluar sekolah. Tema
itu harus menarik.
Dalam hal ini, menetapkan rancangan seperti berikut ini.
Tujuan : Menanamkan kepekaan dan ketanggapan terhadap
penderitaan orang lain, suka menolong dan cinta terhadap
orang lain.
Tema : Bencana banjir
Setelah menetapkan tema cerita yang dipilih. Kemudian
mempelajari isi cerita yang akan dituturkan, selanjutnya guru masih harus
memvisualisasikan seluruh rincian cerita. Visualisasi meliputi tata
lingkungan, pakaian karakteristik fisik masing-masing perwatakan
pemegang peran dalam cerita.
b) Menetapkan rancangan bentuk bercerita yang dipilih
Menetapkan rancangan tujuan dan tema, yakni pekat dan tanggap
terhadap penderitaan orang lain, suka menolong dan cinta terhdap orang lain
dengan tema. Bencana Banjir, langkah selanjutnya memilih salah satu
diantara bentuk-bentuk bercerita antara lain: Bercerita tentang banjir dengan
menggunakan ilustrasi gambar, membaca cerita dengan rencana banjir
dengan menggunakan ilustrasi gambar. Dalam hal ini peneliti memilih dua
bentuk bercerita, yaitu:
(1) Bercerita tentang bencana banjir dengan menggunakan ilustrasi
gambar, yaitu kegiatan bercerita yang dilakukan dengan mengunakan
ilustrasi gambar. Dalam bercerita tentang bencana banjir, berusaha
menimbulkan suasana emosional keadaan banjir itu dengan
menggunakan alat bantu gambar, misalnya: rumah yang terendam
banjir, sekolah yang terendam banjir, pengungsi yang tinggal di tenda-
tenda dan sebagainya. Anak diingatkan tentang bahya listrik, air kotor,
hanyut, penyakit-penyakit yang mengancam seperti diare, agar anak
mengrti dari bahaya banjir bagi dirinya.
(2) Bercerita tentang bencana banjir dengan membaca cerita dan
majalah/buku, seperti menceritakan sebuah keluarga yang rumahnya
terkena banjir, anak-anak tidak dapat bersekolah, bapak tidak dapat
pergi kekantor, ibu tidak dapat memasak, ayam, anjing, kucing, sapi
semua mati kedinginan, dan seisi rumah kelaparan, kemudian datang
bantuan dari orang-orang yang berbaik hati, karena orang itu pekah dan
tanggap terhadap penderitaan orang lain.
c) Menetapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan bercerita.
Sesuai dengan bentuk cerita yang akan dituturkan, ada tiga macam
bentuk bercerita. Dalam hal ini, peneliti menggunakan dua bentuk yang
dipilih, yaitu bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dan bercerita
dengan menggunakan buku atau majalah. Oleh karena itu, dipersiapkan
rancangan gambar peristiwa banjir, misalnya ilustrasi rumah penduduk yng
terkena banjir orang tua dan anak-anak tinggal direnda-tenda, sekolah mera
yang terendam air. Untuk bentuk bercerita dengan menggunakan
buku/majalah, maka yang harus dipersiapkan adalah gambar dalam buku
pada waktu bercerita.
d) Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita
Sesuai dengan tema cerita, ditetapkan enam langkah sebagai
berikut ini:
(1) Mengomunikasikan tujuan dan tema dalam kegiatan bercerita kepada
anak. Tujuan bercerta sebagaiman telah ditetapkan adalah untuk
menanamkan dan tanggap terhadap penderitaan orang lain. Tema yang
dipilih yaitu, bencana alam.
(2) Mengatur tempat duduk anak, kemudian mengatur bahan dan alat yang
dipergunakan sebagai alat bantu bercerita sesuai dengan bercerita yang
dipilih.
(3) Merupakan pembukuan kegiatan bercerita. Guru menggali pengalaman-
pengalan anak dalam kaitannya dengan peristiwa banjir agar anak dapat
melihat relevansinya dengan ilustrasi.
(4) Merupakan pengembangan cerita yang ditutrkan guru. Guru
mennyajikan fakta-fakta disekitar kehidupan anak tentang bencana
banjir yang melanda bebrapa daerah melalui ilustrasi gsmbar.
(5) Bila guru mennyajikan langkah ketiga dan keempat secara lancar,
maka guru menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat
mengantarkan perasaan anak dengan cara memberikan gambaran anal-
anak yang bernasib baik yang terhindar dari bencana banjir (ilustrasi)
(6) Merupaka langkah penutup kegiatan bercerita dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaiatan dengan isi cerita dalam gambar
dan apa yang dapat kita lakukan untuk membantu para korban banjir.
4. Narasi
a. Pengertian Narasi
Narasi adalah suatu peristiwa atau kejadian. Narasi sama diartikan
dengan cerita. Karangan narasi adalah wancana yang berkisah dengan
menjalin beberapa rangkaian peristiwa (Keraf, 1981: 140). Wacana ini
berusaha mennyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya,
dengan maksud memberikan arti kepada sebuah kejadian atau serentetan
kejadian, dan agar pembaca dapat memetik hikmahnya dari cerita itu.
Dengan kata lain, wacna semacam ini hendak memenuhi keinginan pembaca
yang selalu bertanya-tanya. “Apa yang terjadi ?” pernyataan peristiwa
didasarkan atas urutan waktu (kronologis).
Selanjutnya, (Ambo Enre dkk, 1994.90) mengatakan bahwa narasi
adalah karangan yang bersifat subyektif. Isinya bergantung pada selera
pengarang. Maksudnya, sekalipun karangan itu bersumber dari suatu
kenyataan, misalnya biografi, namun materi cerita dan penyusunannya tidak
lepas dari keinginan pengaraang.
Wacana narasi dapat berisi fakta yang benar-benar terjadi, dapat
pula berisi sesuatu yng khayali. Wacana narasi yang berupa fakta misalnya
otobiogrfi atau biografi seseorang tokoh terkenal. Isi wacana itu benar-benar
nyata atau berdasarkan fakta sejarah yang tidak dibuat-buaat namun, cerpen,
novel, roman, hikayat, drama, dongeng, dan lain-lain digolongkan wacana
narasi yang khayali, karena disusun atas dasar imajinasi seseorang
pengarang, sebenarnya cerita itu sendiri tidak perna terjadi.
Selain apa yang telah disebutkan di atas, mesti ada beberapa
bentuk lain yang termasuk wacana narasi faktual, yaitu (1) anekdot, yaitu
suatu narasi singkat yang biasanya digunakan untuk menujukkan sifat yng
khas yang mencolok dari seseorang atau masyarakat. (2) laporan perjalanan,
yaitu cerita tentang peristiwa perjalanan disertai pelukisan kedaan kota,
daerah atau pemandangan, dan (3) pengalaman persoalan, yaitu ceruta
tentang kejadian yang pernah dialami oleh seseorang.
Dalam wacana narasi sering terlihat ada dialog tokoh-tokoh
ceritanya, di samping uraian biasa. Dengan dialog, cerita memang terasa
lebih hidup dan menarik sehingga lebih dapat mengasyikkan bagi pembaca.
Lukisan watak, pribadi, kecerdasan sikap, dan tingkat pendidikan tokoh
dalam cerita yang disunguhkan sering dapat lebih tepat dan mengenah
apabila ditampilkan lewat dialog-dialog. Tokoh yang kejam, buta huruf atau
lemah lembut yang sangat penyatuan akan lebih hidup apabila diceritakan
dalam bentuk ercakapan, daripada dibicarakan dengan uraian biasa.
Dengan demikian, karangat narasi adalah suatu bentuk wacana
yang sasran utamanya adalah tindakan-tindakan yang dijalin dan
dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan
waktu. Selain itu, karangan narasi adalah karangan yang bersifat subjektif
yang isinya bergantung kepada selera pengarang.
b. Jenis-jenis Narasi
Keraf (1981: 141) mengemukakan beberapa jenis narasi anatara
lain autobiografi dan biografi, anekdot dan insiden sketsa, dan profil. Untuk
memahami jenis narasi tersebut, dapat dilihat pada uraian berikut ini.
1) Autobiografi dan Biografi
Pengertian autobiografi dan biografi sudah sering diungkapkan.
Perbeaaanya terletak dalam masalah naratornya (pengisahnya), yaitu siapa
yang bekisah dalam bentuk wacana ini. Pengisah dalam autobiografi adalah
tokohnya sendiri, sedangkan pengisah dalan biografi adalah orang lain.
Namun, keduanya mempunyai kesamaan, yaitu mennyampaikan kisah yang
menarik mengenai kehidupan dn pengalaman-pengalaman.
Karena bentuk wacana ini mengisahkan pengalaman-pengalaman
dan kehidupan pribadi seseorang, pola umumnya yang dikembangkan adalah
riwayat hidup pribadi seseorang, urutan-urutan peristiwa atau tindak-tanduk
yang mempunyai kaitan dengan kehidupan seorang tokoh. Sasrang utama
autobiografi dan biografi adalah menyanjikan atau mengumukakan
peristiwa-peristiwa yang dramatis daan berusaha menarik manfaat dari
seluruh pengalaman pribadi yang kaya raya bagi pembeca dan anggota
masyarakat lainnya.
Karena autobiografi dan biografi mengiahkan suka duka dan
pengalaman seseorang secara faktual, maka dapat dijamin keautentikan dan
citarasa kehidupan yang sesungguhnya, terutama yang menyankut perincian
lingkunga yang nyata sebagaimana dikemukakan pengarang. Terlepas dari
bagaimana wujud dramatik dan sat-sat tegang yang dihadapi sng tokoh,
riwayat hidup biasanya dijalanin dengan rangkaian secara manis, langsung,
dan sederhana, serta tata cam menceritakannya juga menarik perhatian
pembaca.
2) Anekdot dan Insiden
Anekdot adalah cerita pendek yang bertujuan menyampaikan
karakteristik yang menarik atau aneh mengenai seseorang atau suatu hal lain.
Anekdot yang menjadi bagian dari narasi yang lebih luas sama sekali tidak
menunjang gerak umum dan narasi namun, perhatian sentral yang dibuatnya
dapat menambali daya tarik bagi latar belakang dan suasana secara
keseluruhan.
Insiden sebaliknya memiliki karakter yang lebih bebas lagi dan
anekdot. Daya tariknya terletak pada karakter-karakter yang khas dan hidup-
hidup yang menjelaskan perbutan atau kejadian itu sendiri. Sesuatu yang
diceritakan biasanya menyaksikan.
3) Sketsa
Sketsa adalah suatu bentuk wacana yang singkat yang selalu
dikategorikan dalam tulisan naratif, walaupun kenyataannya unsur perbuatan
atau tindakan yang berlangsung dalam suatu unit waktu itu tidak menonjol
atau kurang sekali diungkapkan. Sketsa dikembangkan dengan
mempergunakan detail-detail yang terpilih berdasarkan suatu karangan
perbuatan naratif.
4) Profil
Profil pertama-tama bukan suatu bentuk narasi murni. Bentuk
wacana ini adalah suatu wacana modern yang berusaha mengabungkan
narasi, deskripsi, dan eksposisi yang dijalin dalam bermacam-macam
proporsi.
Bagaimana yang terpenting yang dimasukkan kedalam sebuah
profil adalah sebuah sketsa karakter yang disusun sedemikian rupa untuk
mengembankan subjeknya. Penggarapannya tidak dibuat gesa-gesa, tetapi
menbuat kesan seolah-olah dibuat seenaknya. Penggarapannya dilakukan
secara cermat berdasarkan kerangka yang telah di susun.
Berdasarkan jenis-jenis narasi di atas dapat di kemukakan unsur-
unsur sebuah narasi. Unsur-unsur narasi menurut Keraf (1981: 145) sebagai
berikut.
a) Alur, yakni rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan
konflik yang terdapat dalam narasi itu yang brusaha memulihkan situasi
narasi kedalam suatu situasi yang seimbang dan harmonis.
b) bagian pendahuluan, yakni bagian yang menyajikan situasi dasar,
memungkinkan pembaca memahami adegan-adegan selanjutnya. Oleh
karena itu, bagian ini sering disebut eksposisi. Bagian pendahuluan
menentukan daya tarik dan selera pembaca terhadap bagian-bagian
berikutnya. Bagian pendahuluan harus merupakan seni tersendiri yang
berusaha menjaring minat dan perhatian pembaca.
c) Bagian perkembangan. Perkembangan tentu saja terjadi pertikaian
sebagai akibat logis dan situasi awal yang mengandung faktor-faktor
peledak. Dari pertikaian timbul penggawatan yang menyiapkan jalan
untuk mencapai puncak dari seluruh narasi.
d) Bagian penutup, merupakan bagian terakhir dari suatu narasi atau
disebut juga peleraian dalam bagaian ini di komplikasi akhirnya dapat
diatasi dan di selesaikan. Namun, tidak selalu terjadi bahwa bagian
peleraian betul-betul memecahkan masalah yang dihadapi.
Selanjutnya, Nugriyantoro (1994: 22) yang mengemukakan
bahwa sebuah karya fiksi yang jadi merupakan sebuah bangun cerita yang
menampilkan dunia yang di sengaja di kreasikan pengaran. Wujud formal
fiksi itu sendiri hanya berupa kata dan kata-kata. Adapun unsur fiksi
menurut Nurgiyantoro (1994: 23-26), sebagai berikut:
1) Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang menbangun karya sastra itu sendiri . unsur
yang dimaksud, seperti: peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar,
sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa selanjutnya.unsur
ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi tidak
secarah langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme
karya sastra. Unsur yang menbangun sebuah fiksi, seperti: keadaan
subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan dan
pandangan hidup yang kesemuanya itu akan menpengaruhi karya yang
ditulisnya, bigrafi, psikologi, dan sebagainya
2) Fakta, Tema, Sarana Cerita
Fakta sebuah sebua cerita meliputi karakter, plot dan setting.
Ketiganya merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan
peristiwanya, eksistensinya dalam sebuah karya sastra. Tema adalah suatu
yang menjadi dasar cerita, ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman
kehidupan, seperti masalah cinta kasih, rindu takut, maut, religius, dan
sebgainya. Dalam hal tertentu sering tema disinonimkan dengan ide atau
tujuan utama cerita. Sararan cerita adalah teknik yang dipergunakan oleh
pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita menjadi pola yang
bermakna. Tujuan penggunaan sarana kesastraan adalah untuk
memungkinkan pembaca melihat fakta sebagaimana yang ditafsirkan
pengarang, menafsirkan makna fakata sebagaimana yang ditafsirkan
pengarang, dan merasakan penalaan seperti yang dirasakan pengarang.
3) Cerita dan Wacana
Cerita merupakan isi dari ekspresif naratif seangkan wacana
merupakan bentuk dari suatu yang diekspresikan. Ceriita terdiri dari
peristiwa dan wujud keberadaannya, eksistensinya. Peristiwa itu sendiri
dapat berupa tindakan, aksi, peristiwa yang berupa tindakan manusia.
Sebaliknya, wacana merupakan sarana untuk mengungkapkan isi. Dengan
kata lain, cara melukiskan sesuatu.
B. Kerangka Pikir
Pembelajran bahasa Indonesia sesuai Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan menuntut murid harus mampu memahami isi cerita. Cerita
merupakan yang berbentuk prosa yang singkat padat yang unsur ceritanya
berpusat pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah tokoh dan
pengembangan perilakunya terbatas dan keseluruhan cerita memberikan
kesan tunggal.
Cerita atau narasi terdiri atas autobiografi dan biografi, anekdot,
dan insiden, sketsa, dan profil. Salah satu bentuk narasi atau cerita yang
menjadi materi dalam penelitian ini yaitu anekdot. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini ditetapkan anekdot sebagai narasi untuk menjadikan materi
pembelajaran. Anekdot dijadikan sebagai materi karena mengandung pesan
dan nilai moral dibandingkan dengan narasi lain.
Untuk mengunkapkan keefektifan teknik bercerita dalam
meningkatkan kemampuan memahami cerita murid kelas V SD Inpres
Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng, maka penelitian
ini dirancang peneliti yang melibatkan dua tahap penelitia, yaitu tahap pretes
(sebelum menggunakan teknik bercerita) dan tahap postes (setelah
mengunakan teknik bercerita). Jadi, pelaksanaanya dilakukan dengan
terlebih dahulu menugasi murid memahami isi narasi untuk mengetahui
kemampuan awal murid, lain menerapkan teknik bercerita sebgaia wujud
postes yang tujuannya mengetahui kemampuan murid dengan menggunakan
metode bercerita.
Berdasarkan pelaksanaan tersebut selankutnya dilakukan kegiatan
analisis. Hasil analisis tersebut sebagai sarana untu menarik kesimpulan
penelitian ini. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam bangang kerangka
pikir berikut ini.
Bagang Kerangka Pikir
Simpulan
Keefektifan teknik bercerita
Menggunakan teknik bercerita dalam pembelajaran narasi (postes)
Tidak menggunakan teknik bercerita dalam pembelajaran narasi (pretes)
Cerita/Narasi
KTSP
C. Hipotesis
Berdasrkan uraian yang terdapat dalam latar belakang, kajian
pustaka, maupun kerangka pikir dalam penelitian ini digunakan hipotesis
sebagai berikut: teknik bercerita secara efektif dapat meningkatkan
kemmpuan memahami cerita murid kelas V SD Inpres Borongkapala
Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng .
D. Kriteria Pengujian Hipotesis
Rumusan Hipotesis diuji dengan menggunakan kriteria pengujian
hipotesis sebagai berikut: Hipotesis alternatif (H1) diterima apabila thitunglebih
besar atau sama dengan ttabel(th> tt).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel dan Desai Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas, yaitu
penerapan teknik bercerita sebagai variabel bebas (independen) peningkatan
kemampuan memahami ini cerita sebagai variabel terikat (dependen).
2. Desai Penelitian
O1 x O2
Desain atau model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif kuantitatif yang bersifat eksperimen dengan pola sebagai berikut:
O1: Hasil tes yang diberikan sebelum perlakuan (treatmen)
O2: Hasil tes yang diberikan sesudah perlakuan (treatmen)
X : Treatmen (perlakuan)
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan
memberikan dua kali tes, yaitu pretes (sebelum eksperimen) dan kegiatan
postes (setelah eksperimen).
B. Defenisi Operasional Variabel
Keefektipan teknik bercerita adalah kesesuaian dengan materi dan
karakteristik murid sehingga dapat pengaruh positif terhadap pembelajaran
memahami narasi. Kemampuan memahami cerita yang dimaksud dalam
penelitian ini, yaitu tingkat pemahaman, penguasaan, dan pengetahuan
murid dalam menafsirkan dan terhadap cerita yang meliputi tema, alur, latar,
penokohan, pesan/amanat, serta nilsi-nilai yang terkandung didalamnya.
C. Populasi sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan murid kelas V SD Inpres
Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng yang berjumlah
20 orang. Untuk lebih jelasnya, keadaan populasi dapat dilihat pada tabel 1.
berikut ini.
Tabel 1. Keadaan Populasi
No Kelas Jumlah
1. V 35 Orang
Jumlah 35 Orang
Sumber : Wali Kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan
Tompobulu Kabupaten Bantaeng
2. Sampel
Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total
sampling,artinya penentuan sampel dilakukan dengan mengambil
keseluruhan populasi. Jadi, sampel penelitian ini ditetapkan sebanyak 20
orang.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini
adalah teknik tes. Tes berbentuk esai sebanyak 15 butir soal yang dikerjakan
selama 2 x 45 menit. Dalam pelaksanaan di kelas, pertama-tama
guru/peneliti memberikan tes awal kepada murid dengan menggunakan
teknik yang lazim diterapkan oleh guru. Selanjutnya, menerapkan teknik
bercerita (treatmen)yang bertujuan mengukur keefektifan teknik yang
digunakan dalam penelitian ini.
Langkah-langkah pengumpulan data dalam meneliti adalah:
1. Peneliti melakukan observasi untuk mengetahui jumlah dan keadaan
siswa.
2. Peneliti memberi tes awal kepada murid.
3. Peneliti melakukan pembelajaran narasi dengan menerapkan teknik
bercerita. Dalam pelaksanaannya, guru dan murid menceritakan cerita,
setelah itu, murid menggali dan megapresiasi cerita.
4. Memberikan skor hasil tes awal dan akhir.
5. Pada akhirya, peneliti melakukan kegiatan analisis dengan
menggunakan analisis deskriftif.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, data yang terkumpul akan di analisis dengan
menggunakan teknik statistik deskriftif. Adapun langkah-langkah
menganalisis data sebagai berikut ini.
Hasil penelitian berupa bahan mentah yang diperoleh dari sampel
diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik analisis raam
persentase. Langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai
berikut ini.
1. Membuat tabulasi skor siswa.
2. Melakukan perhitungan persentase kemampuan tiap siswa dengan
menggunakan rumus berikut ini.
Keterangan
P = Kemampuan Siswa
Fg = Skor Perolehan
N = Skor Maksimal
3. Mengklasifikasi kemampuan siswa dengan menggunakan standar
penilaian sebagai berikut ini.
Tabel 2. Klasifikasi Nilai Siswa
No Perolehan Nilai Frekuensi (f) Persentase (%)
Nilai 70 keatas
Nilai dibawah 70
...............
.................
...........
.............
Jumlah ................ ...............
(Depdiknas, 2006)
4. Menentukan perbandingan hasil pretes dan postes kemampuan murid
memahami narasi dengan rumus.
Keterangan
Md = mead dari perbedaan pretes dan postes
xd = deviasi masing-masing subjek (d-Md)
åx 2d = jumlah kuadrat deviasi
N = Subjek pada sampel
db = ditentukan dengan N-1 (Arikunto 2006:306)