1
DEATH ON ARRIVAL
Disusun untuk memenuhi tugas referat kepaniteraan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani
Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Disusun oleh
Mona Tania Pahdariesa (4151121504)Adinda Leonisti (4151121505)Rikza Anaupal (4151121506)Imas Masturoh (4151121507)Futri Yuma Amelia (4151121508)Slamet Iriyanto (4151121509)Leni Widiawati (4151121510)Fitria Diah Suharjo (4151121511)Dian Muthia Luthfiana (4151121512)Indriyani Nurhakimudin (4151121513)
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
CIMAHI 2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas rahmat, berkah, dan karunia-Nya, sehingga penyusun mampu
menyelesaikan referat untuk memenuhi tugas Laboratorium Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal dengan judul “Death on Arrival”.
Proses penyusunan referat ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang paling
dalam, penyusun mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dokter/dosen Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang telah
memberikan bimbingan, serta kepada seluruh pihak yang telah membantu
penyelesaian referat ini sehingga dapat selesai tepat waktu
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dalam bentuk tata
bahasa, ejaan, penyusunan, maupun dari segi materi. Oleh karena itu penyusun
terbuka terhadap saran dan kritik konstruktif agar penyusunan referat yang akan
datang lebih baik.
Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih.
Cimahi, Juli 2013
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1 Definisi Death on Arrival..............................................................................3
2.2 Tanatologi.....................................................................................................3
2.2.1 Definisi tanatologi...............................................................................3
2.2.2 Cara mendeteksi kematian..................................................................3
2.2.3 Tanda kematian...................................................................................5
2.3 Kematian wajar dan tidak wajar....................................................................8
2.4 Tatalaksana Death on Arrival.......................................................................11
2.5 Surat keterangan kematian............................................................................11
2.5.1 Isi surat kematian................................................................................12
2.5.2 Kegunaan surat kematian....................................................................13
2.5.3 Dasar hukum surat kematian...............................................................25
2.5.4 Kasus yang boleh diberikan surat keterangan kematian dan kasus yang
tidak boleh diberikan surat keterangan kematian.........................................25
BAB III KESIMPULAN...................................................................................29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kasus kematian seseorang dalam perjalanan menuju sarana kesehatan atau yang
biasa dikenal dengan istilah dead on arrival sering ditemukan dalam praktik dokter
sehari-hari. Dead on arrival merupakan istilah yang digunakan pada pasien yang
meninggal secara klinis sebelum sampai di rumah sakit.1
Kematian mendadak menurut WHO didefinisikan sebagai suatu proses
kematian yang terjadi dalam 24 jam semenjak gejala-gejala mulai timbul.2
Mekanisme kematian mendadak dapat disebabkan oleh cara yang wajar dan tidak
wajar. Seseorang dikatakan meninggal dengan cara yang wajar (natural sudden
death) apabila disebabkan oleh penyakit, sedangkan dikatakan meninggal tidak wajar
(unnatural sudden death) apabila disebabkan oleh perlukaan akibat pembunuhan,
bunuh diri, atau kecelakaan.3
Dalam menangani kasus kematian mendadak seorang dokter harus mampu
menentukan apakah kematian tersebut merupakan kematian wajar (natural sudden
death) atau kematian tidak wajar (unnatural sudden death). Selain cara kematian
mendadak perlu diketahui penyebab kematian mendadak. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa penyebab kematian mendadak terbanyak disebabkan oleh
penyakit sistem kardiovaskular, yaitu sudden cardiac arrest atau sudden cardiac
death.3
1
2
Penentuan cara dan sebab kematian seseorang dapat menjadi penting terkait
dengan kepentingan hukum, membantu penyelesaian klaim asuransi yang adil,
membantu upaya keselamatan kerja dalam bidang industri dan otomotif dengan
pengumpulan data korban kecelakaan industri maupun kecelakaan lalu lintas lainnya.
Dead on arrival bukanlah diagnosis, melainkan hanya keterangan kematian
sementara saat diperiksa pertama kali oleh dokter. Dead on arrival belum dapat
dikatakan termasuk kematian mendadak sebelum ditegakkan sebab kematian pastinya
melalui hasil otopsi klinis atau otopsi forensik. Prosedur yang medikolegal dokter
pada kasus dead on arrival adalah untuk menentukan apakah termasuk kematian
wajar atau tidak wajar. Maka dari itu diperlukan pemahaman yang baik bagi seorang
dokter tentang materi dead on arrival sehingga bisa mempraktikan pemanfaatan ilmu
kedokteran untuk kepentingan hukum serta keadilan.4,5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Death on Arrival
Death on arrival istilah yang digunakan pada pasien yang meninggal secara
klinis sebelum sampai di rumah sakit. Kasus death on arrival di Indonesia masih
belum banyak dilaporkan, namun di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
terdapat laporan dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2012 terdapat 121
jenazah.1
2.2 Kematian Mendadak
2.2.1 Definisi Kematian mendadak
Menurut world Health Organization (WHO) yang dimaksud dengan kematian
mendadak yaitu suatu proses kematian yang terjadi dalam 24 jam semenjak gejala-
gejala timbul.2
2.2.2 Mekanisme Kematian Mendadak
1) Natural Sudden Death
Terminologi kematian mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah yang
terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan kematian
mendadak dengan terminologi ”sudden natural unexpected death”. Kematian alamiah
di sini berarti kematian hanya disebabkan oleh penyakit bukan aibat trauma atau
racun .6
3
4
Kematian alamiah dapat dibagi menjadi dua kategori besar yaitu:6
1. Kematian yang terjadi dimana ada saksi mata dan keadaan dimana faktor fisik dan
emosi mungkin memainkan peran, juga dapat terjadi saat aktivitas fisik, dimana
cara mati dapat lebih mudah diterangkan atau kematian tersebut terjadi selama
perawatan/pengobatan yang dilakukan oleh dokter (attendaned physician).
2. Keadaan dimana mayat ditemukan dalam keadaan yang lebih mencurigakan
seringnya diakibatkan TKP nya atau pada saat orang tersebut meninggal tidak
dalam perawatan atau pengobatan dokter (unattendaned physician), terdapat
kemungkinan hadirnya saksi-saksi yang mungkin ikut bertanggung jawab terhadap
terjadinya kematian.
Pada kematian alamiah kategori pertama, kematian alamiah dapat dengan lebih
mudah ditegakkan, dan kepentingan dilakukannya autopsi menjadi lebih kecil. Pada
kematian alamiah kategori kedua, sebab kematian harus benar-benar ditentukan agar
cara kematian dapat ditentukan dan kematian alamiah dan tidak wajar sedapat
mungkin ditentukan dengan cara apakah kekerasan atau racun ikut berperan dalam
menyebabkan kematian.
Pada kematian alamiah kategori kedua, karena keadaan yang lebih
mencurigakan, polisi akan mengadakan penyidikan dan membuat surat permintaan
visum et repertum. Pada keadaan ini hasil pemeriksaan akan dituangkan dalam visum
et repertum, dan persetujuan keluarga akan menjadi prioritas yang lebih rendah dari
kepentingan penegakan hukum.
5
Pada kematian mendadak alamiah, penyebab paling banyak yaitu ditemukan
pada sistem kardiovaskuler, walaupun tidak semua lesinya ditemukan pada jantung
dan pembuluh darah besar. Sebagai contoh antara lain, perdarahan otak masif,
perdarahan subarachnoid, kehamilan ektopik terganggu, hemoptisis, hematemesis dan
emboli paru, dapat menyertai penyakit jantung dan aneurisma aorta dalam
menyebabkan kematian mendadak.6
2) (unnatural sudden death) yaitu dikatakan meninggal tidak wajar apabila
disebabkan oleh perlukaan akibat pembunuhan, bunuh diri, atau kecelakaan.
2.2.3 Penyebab Kematian Mendadak
Penyebab kematian mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh,
yaitu sistem susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan, sistem
gastrointestinal, sistem hemopoietik, dan sistem endokrin.7
1. Sistem Kardiovaskular
Penyakit jantung (sudden cardiac death) merupakan 60% dari keseluruhan
kasus penyebabk kematian mendadak. Sudden cardiac death adalah kematian tidak
terduga karena penyakit jantung yang didahului dengan atau tanpa gejala yang terjadi
1 jam sebelumnya.8 Sudden cardiac death merupakan 91% dari semua kasus
terbanyak pada kematian mendadak.9 Pada penyakit kardiovaskular lebih dari 50%
adalah penyakit jantung iskemik akibat sklerosis koroner yang dapat mengakibatkan
kematian mendadak.10
Sklerosis koroner dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti makanan
berlemak, kebiasaan merokok, diabetes mellitus, stress psikis, hipertensi. Adanya
6
sklerosis dengan lumen yang menyempit hingga pin point sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis iskemik karena tidak semua kematian pembuluh darah koroner
disertai kelainan pada otot jantung. Sumbatan pada pembuluh darah koroner
merupakan awal dari munculnya berbagai penyakit kardiovaskular yang dapat
menyebabkan fibrilasi ventrikel, infark miokard, dan kematian.10
2. Sistem Respirasi
Kematian biasanya dapat melalui mekanisme perdarahan dan asfiksia.
Perdarahan dapat terjadi pada tuberculosis paru, kanker paru, bronkiektasis, abses
paru. Sedangkan asfiksia dapat terjadi pada pneumonia, spasme pada saluran
pernapasan, asma, penyakit paru obstruktif kronis, aspirasi darah atau tersedak.10
3. Sistem Saraf Pusat
Masalah mati mendadak yang berhubungan dengan penyakit system saraf pusat
biasanya akibat dari perdarahan yang dapat terjadi pada subarachnoid atau
intraserebral. Perdarahan subarachnoid berhubungan dengan ruptur aneurisma. Pada
umumnya, ruptur terjadi karena adanya kelainan kongenital pada dinding pembuluh
darah. Pada dewasa muda, kematian mendadak karena adanya kelainan pada sistem
saraf pusat akibat pecahnya aneurisma serebri yang masih dapat diketahui lokasinya
bila pemeriksaan pembuluh darah otak dilakukan dengan teliti.7
Perdarahan subarachnoid dapat menyebabkan kolaps mendadak dan kematian
yang cepat. Tanda-tanda yang dapat muncul seperti sakit kepala, kaku kuduk
beberapa hari atau minggu sebelum ruptur yang mematikan tersebut. Pada otopsi
ditemukan daerah perdarahan pada bagian bawah otak. Kematian yang berkaitan
7
dengan fungsi otak adalah kekacauan dari batang otak dalam mengatur jantung dan
pernapasan.7
Stroke adalah suatu sindroma akibat lesi vaskular regioner yang terjadi di
daerah batang otak, daerah subkortikal maupun kortikal. Lesi vaskuler tersebut dapat
terjadi tersumbatnya pembuluh darah (stroke iskemik) maupun pecahnya pembuluh
darah (stroke hemoragik).11
4. Sistem Pencernaan
Kematian dapat cepat terjadi pada kasus perdarahan akibat gastritis kronis atau
ulkus duodeni. Kematian mendadak juga dapat disebabkan oleh varises esofagus.
Varises esofagus sering merupakan komplikasi dari sirosis hepatis. Mekanisme
terjadinya akibat dari hipertensi portal yang disebabkan oleh kelainan intrahepar
(virus hepatitis, sirosis bilier, tumor primer maupun metastasis hepar, trombosis vena
hepatika) menyebabkan sirkulasi portal dalam hepar terbendung, sehingga tidak
lancar. Sebagai kompensasinya, aliran portal akan melalui pembuluh vena lain untuk
masuk ke sirkulasi darah. Varises esofagus dapat pecah, sehingga terjadi perdarahan
ke dalam gastrointestinal.7
Ulkus peptikum dapat menyebabkan kematian mendadak. Lokasi usus mulai
dari bawah esofagus, lambung, dan duodenum bagian atas. Komplikasi pada ulkus
peptikum yang sering terjadi adalah perdarahan, perforasi, dan obstruksi. Jika
perdarahan pada ulkus peptikum banyak, maka akan menimbulkan hematemesis dan
melena. Luka pada daerah lambung lebih sering menyebabkan hematemesis,
sedangkan luka pada duodenum akan menyebabkan melena. Hematemesis dan
8
melena sendiri akan memicu timbulnya syok hipovolemik dan dapat berujung
kematian.8
5. Sistem Hematopoietik
Ruptur dari limpa dapat menyebabkan kolaps dan mati mendadak. Ruptur
limpa dengan cepat dapat terjadi karena ruptur secara spontan atau akibat trauma. Hal
ini terjadi jika limpa terlibat dalam berbagai penyakit yang cukup berat, yaitu
leukemia, malaria, hemopfilia.7
6. Sistem Endokrin
Penyakit pada sistem endokrin jarang berhubungan dengan kematian
mendadak. Jika ada, biasanya berhubungan dengan organ lain. Kelenjar endokrin
pada pankreas jarang berhubungan dengan kematian mendadak. Hipoglikemi
merupakan sebab kematian yang dapat terjadi karena tumor pankreas atau overdosis
pemberian insulin. Pada hiperfungsi maupun hipofungsi tiroid dapat menyebabkan
mati mendadak karena efeknya terhadap jantung. Pada pasien tirotoksikosis 50% mati
mendadak dan tidak terduga tanpa adanya kelainan infark miokard atau emboli
pulmo. Perdarahan yang besar pada adenoma tiroid dapat menyebabkan mati
mendadak karena sumbatan akut dari trakhea.7
2.4 Aspek Medikolegal
Pelaku pembunuhan akan melakukan suatu tindakan kejahatan dengan bersih
yaitu tanpa diketahui oleh keluarga, masyarakat dan pihak penyidik (polisi). Salah
satu bentuk modus pembunuhan dapat berupa kecelakaan atau meninggal
9
diperjalanan ketika menuju kerumah sakit (death on arrival) dimana sebelumnya
korban mengalami serangan suatu penyakit (natural sudden death) atau modus
lainya.12
Dokter sebagai seseorang yang ahli mempunyai kewenangan untuk
memberikan surat keterangan kematian harus bersikap sangat hati-hati dalam
mengeluarkan dan menandatangani surat kematian pada kasus kematian mendadak
(sudden death) karena dikhawatirkan kematian tersebut setelah diselidiki oleh pihak
penyidik merupakan kematian yang terjadi akibat suatu tindak pidana. Kesalahan
prosedur atau kecerobohan yang dokter lakukan dapat mengakibatkan dokter yang
membuat dan menandatangani surat kematian tersebut dapat terkena sangsi hukuman
pidana.1 Maka dari itu ada beberapa prinsip yang harus diketahui oleh dokter
berhubungan dengan kematian mendadak akibat penyakit yaitu: 13
a. Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-tanda kekerasan yang
signifikan dan dapat diprediksi dapat menyebabkan kematian?
b. Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang mengarah pada
keracunan?
c. Apakah almarhum merupakan pasien yang rutin datang berobat ke tempat praktek atau
poliklinik di rumah sakit?
d. Apakah almarhum mempunyai penyakit kronis tetapi bukan merupakan penyakit
tersering penyebab natural sudden death?
Pada tahap medikolegal, setelah dipastikan penyebab kematian, pada kematian
wajar dokter akan menerbitkan surat kematian dan pada kematian tidak wajar dokter
10
melaporkan kepada polisi, polisi akan membuat Surat Pembuatan Visum (SPV) dan
sebagai dokter berkewajiban membuat VeR berdasarkan Pasal 133 KUHAP ayat 1
yaitu “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya”. Serta ayat 2 “Permintaan
keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang
dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat”. Permintaan tersebut dilanjutkan dengan
pasal 179 KUHAP ayat 1 yaitu “Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakirnan atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan”.13,14
Untuk meminimalisirkan dan mengetahui sejauh mana perjalanan penyakit atau
keadaan korban yang menyebabkan meninggal, dokter dapat melakukan pembadahan
untuk meneggakan diagnosis dan sesuai pada pasal 199 KUHAP ayat 2 “bedah mayat
klinis sebagaimana dimaksud pada ayat ditujukan untuk menegakkan diagnosis dan
atau menyimpulkan penyebab kematian”. Lalu dilanjutkan dengan pasal 121 KUHAP
ayat 1 “Bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan oleh
dokter sesuai dengan keahlian dan kewenangannya” dan ayat 2 yaitu “Dalam hal pada
saat melakukan bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis ditemukan adanya
dugaan tindak pidana, tenaga kesehatan wajib melaporkan kepada penyidik sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”.14
11
2.4 Pengelolaan Death on Arrival
Sebuah kematian mendadak dapat mungkin dilaporkan kepada dokter umum
dan hal pertama yang paling penting untuk memastikan dan menentukan apakah
kematian termasuk wajar atau tidak wajar. Ketika mendapatkan pasien dengan
kematian mendadak, hal pertama yang dilakukan adalah mencari tau mengenai
identitas korban, identifikasi mengenai riwayat penyakit terdahulu, bukti-bukti
penyakit jantung atau penyakit serius lalu menanyakan kronologis meninggalnya
pasien. Kemudian dokter umum memeriksa tanda-tanda pasti kematian, seperti lebam
mayat, kaku mayat, dan penurunan suhu tubuh. Namun, perlu dipertimbangkan
mengenai kemungkinan kematian tidak wajar. Sehingga tubuh pasien dijauhkan dari
manipulasi berlebihan karena bila pasien telah dicurigai sebagai korban kematian
yang tidak wajar, tempat ditemukannya korban dapat menjadi tempat kejadian
perkara. Selain itu, perlu diperhatikan barang-barang yang dibawa atau berada pasien,
seperti botol obat kosong, surat yang ditulis oleh korban sebelum kematian, dan
sejenisnya. Dokter umum harus dapat menentukan waktu kematian pasti. Waktu
kematian dapat diperkirakan berdasarkan kaku mayat, lebam mayat, dan penurunan
suhu tubuh. Bila didapatkan kecurigaan kematian yang tidak wajar, dokter wajib
menginformasikan kepada keluarga dan pihak yang berwajib. Setelah itu, pihak yang
berwajib akan mengirimkan surat permintaan visum dan dokter harus dapat
meyakinkan keluarga korban agar dapat dilakukan pemeriksaan forensik.15
12
Pada kasus kematian mendadak, autopsi dan pemeriksaan histopatologi
merupakan suatu keharusan. Sampel diambil dari semua organ yang dianggap terlibat
dengan perjalanan penyakit hingga menyebabkan kematian, juga kelainan pada organ
yang tampak secara makroskopik, walau mungkin kelainan tersebut tidak
berhubungan langsung dengan penyebab kematian. Setiap jenis organ dimasukkan
pada wadahnya sendiri, menghindari bias pembacaan mikroskopik. Eksisi sampel
organ haruslah mencakup daerah yang normal dan daerah yang kita curigai secara
mikroskopik terjadi proses patologi. Informasi mengenai temuan-temuan pada autopsi
perlu disertakan dalam permintaan pemeriksaan histopatologi. Sedangkan pada
unnatural sudden death selain dilakukan autopsi forensik, dilakukan juga pemeriksaan
penunjang, seperti pemeriksaan laboratorium dan toksikologi.15
2.4.1 Pemeriksaan Luar
1. Pakaian
Pakaian mayat dicatat dengan teliti meliputi bahan, warna dasar, warna, corak
atau motif, bentuk atau model, ukuran, dan merek. Indentifikasi bila ada pengotoran
atau robekan dan bila ditemukan saku maka harus diperiksa isinya.4
2.Tanda-tanda Kematian
a. lebam mayat: lebam mayat dapat digunakan sebagai tanda pasti kematian yaitu
memperkirakan sebab kematian, misalnya lebam warna merah terang pada keracunan
CO atau CN, warna kecoklatan pada keracunan aniline, nitrit, nitrat, sulvonal;
13
mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat
yang menetap; dan memperkiraan saat kematian.10
b. kaku mayat: dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda kematian dan
memperkirakan saat kematian. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian
dan mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh
(otot-otot kecil) ke arah dalam.10
c. penurunan suhu tubuh: kecepatan penurunan suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu
keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh dan pakaian. Selain
itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian.10
2.4.2 Pemeriksaan Dalam
1. Pemeriksaan Lidah
Pada permukaan lidah, perhatikan adanya kelainan bekas gigitan baru atau
lama. Bekas gigitan yang berulang dapat ditemukan pada penderita epilepsi. Bekas
gigitan ini dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah sebaiknya tidak
sampai teriris putus, agar setelah selesai autopsi, mayat masih tampak berlidah utuh.
2. Pemeriksaan Tonsil
Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran
infeksi, nanah dan sebagainya. Ditemukannya tonsilektomi kadang-kadang membantu
dalam identifikasi.
3. Pemeriksaan Kelenjar Gondok
Untuk melihat kelenjar gondok dengan baik, otot-otot leher terlebih dahulu
dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang. Dengan pinset bergigi pada tangan
14
kiri, ujung bawah otot-otat leher dijepit dan sedikit diangkat, dengan gunting pada
tangan kanan, otot leher dibebaskan dari bagian posterior. Setelah otot leher ini
terangkat, maka kelenjar gondok akan tampak jelas dan dapat dilepaskan dari
perlekatannya pada rawan gondok dan trakea. Perhatikan ukuran dan beratnya.
Periksa apakah permukaannya rata, catat warnanya, adakah perdarahan berbintik atau
resapan darah. Lakukan pengikisan di bagian lateral pada kedua baga kelenjar gondok
dan catat perangai penampang kelenjar ini.
4. Pemeriksaan Kerongkongan (Esofagus)
Esofagus dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding belakang.
Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan selaput lendir serta kelainan yang
mungkin ditemukan (misalnya striktura, varises). Setelah selesai diperiksa, esofagus
dilepaskan dari perlekatannya dengan batang tenggorok mulai dari arah bawah.
5. Pemeriksaan Batang Tenggorok (Trakea)
Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang tenggorok, dimulai pada epiglotis.
Perhatikan adakah edema, benda, asing, perdarahan dan kelainan lain. Perhatikan
pula pita suata dan kotak suara. Pembukaan trakea dilakukan dengan melakukan
pengguntingan dinding belakang (bagian jaringan ikat pada cincin trakea) sampai
mencapai cabang bronkus kanan dan kiri. Perhatikan adanya benda asing, busa,
darah, serta keadaan selaput lendirnya.
6. Pemeriksaan Tulang Lidah, Rawan Gondok (Kartilago Tiroidea), dan Rawan
Cincin (Kartilago Krikoidea)
15
Tulang lidah kadang-kadang ditemukan patah unilateral pada kasus pencekikan.
Tulang lidah terlebih dahulu dilepaskan dari jaringan sekitarnya dengan
menggunakan pinset dan gunting. Perhatikan adanya patah tulang, resapan darah.
Rawan gondok dan rawan cincin seringkali juga menunjukkan resapan darah pada
kasus dengan kekerasan pada daerah leher (pencekikan, penjeratan, gantung).
7. Pemeriksaan Arteri Karotis Interna
Arteri karotis komunis dan interna biasanya tertinggal melekat pada pemukaan
depan ruas tulang leher. Perhatikan adanya tanda kekerasan pada sekitar arteri ini.
Buka pula arteri ini, dengan menggunting dinding depannya dan perhatikan keadaan
intima. Bila kekerasan pada daerah leher mengenai arteri ini, kadang-kadang dapat
ditemukan kerusakan pada intima, di samping terdapatnya resapan darah pada
permukaan luar arteri.
8. Pemeriksaan Kelenjar Kacangan (Timus)
Kelenjar kacang biasanya telah berganti menjadi thymic fat body pada orang
dewasa, namun kadang-kadang masih dapat ditemukan (status thymicolymphaticus).
Kelenjar kacangan melekat di permukaan depan kandung jantung. Pada
permukaannya perhatikan akan adanya perdarahan berbintik serta kemungkinan
adanya kelainan lain.
9. Pemeriksaan Paru-Paru
Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaan paru-
paru. Pada paru-paru yang mengalami emfisema, dapat ditemukan cekungan bekas
penekanan iga. Perhatikan warnanya, serta adanya bintik perdarahan atau bercak
16
perdarahan akibat aspirasi darah ke dalam alveoli (tampak pada permukaan paru-paru
sebagai bercak berwama merah-hitam dengan batas tegas), resapan darah, luka, buih,
dan sebagainya. Perabaan paru-paru yang normal terasa seperti meraba spons/karet
busa. Pada paru-paru dengan proses peradangan, perabaan dapat menjadi padat atau
keras. Penampang paru-paru diperiksa setelah melakukan pengirisan paru-paru yang
dimulai dari apeks sampai ke basal, dengan tangan kiri memegang paru-paru pada
daerah hilus. Pada penampang paru ditentukan wamanya serta dicatat kelainan yang
mungkin ditemukan.
10. Pemeriksaan Jantung
Jantung dilepaskan dari pembuluh darah besar yang keluar/masuk ke jantung
dengan jalan memegang apeks jantung dan dengan kepalan tinju kanan mayat.
Perhatikan akan adanya resapan darah, luka atau bintik-bintik perdarahan. Pada
autopsi jantung, ikuti sistematika pemotongan dinding jantung yang dilakukan
dengan ‘mengikuti’ aliran darah di dalam jantung. Pertama-tama jantung diletakkan
dengan permukaan ventral menghadap ke atas. Posisi ini dipertahankan terus sampai
autopsi jantung selesai. Vena kava superior dan inferior dibuka dengan jalan
menggunting dinding belakang vena-vena tersebut. Dengan gunting buka pula aurikel
kanan. Perhatikan akan adanya kelainan baik pada aurikel kanan maupun atrium
kanan. Dengan pisau panjang, masuki bilik jantung kanan sampai ujung pisau
menembus apeks di sisi kanan septum dengan mata pisau mengarah ke lateral,
lakukan irisan menembus tebal otot dinding sebelah kanan. Dengan demikian, rongga
bilik jantung sebelah kanan dapat terlihat.
17
Lakukan pengukuran lingkaran katup trikuspidal serta memeriksa keadaan
katup, apakah terdapat penebalan, benjolan atau kelaman lain. Tebal dinding bilik
kanan diukur dengan terlebih dahulu membuat irisan tegak lurus pada dinding
belakang bilik kanan ini, 1 sentimeter di bawah katup. Irisan pada dinding depan bilik
kanan dilakukan menggunakan gunting, mulai dari apeks, menyusuri septum pada
jarak setengah sentimeter, ke arah atas menggunting dinding depan arteria pulmonalis
dan memotong katup semilunaris pulmonal. Katup diukur lingkarannya dan keadaan
daun katupnya dinilai. Pembukaan serambi dan bilik kiri dimulai dengan
pengguntingan dinding belakang vv. pulmonales, yang disusul dengan pembukaan
aurikel kiri.
Dengan pisau panjang, apeks jantung sebelah kiri dari septum ditusuk, lalu
diiris ke arah lateral sehingga bilik kiri terbuka. Lakukan pengukuran lingkaran katup
mitral serta perulaian terhadap keadaao katup. Tebal otot jantung sebelah kiri diukur
pada irisan tegak yang dibuat 1 sentimeter di sebelah bawah katup pada dinding
belakang. Dengan gunting, dinding depan bilik kiri dipotong menyusun septum pada
jarak ½ sentimeter, terus ke arah atas, membuka juga dinding depan aorta dan
memotong katup semilunaris aorta. Lingkaran katup diukur dan daun katup dinilai.
Pada daerah katup semilunaris aorta dapat ditemukan dua muara a. koronaria, kiri dan
kanan. Untuk memeriksa keadaan a. koronaria sama sekali tidak boleh menggunakan
sonde, karena ini akan dapat mendorong trombus yang mungkin terdapat.
18
Pemeriksaan nadi jantung ini dilakukan dengan membuat irisan melintang
sepanjang jalannya pembuluh darah. A. koronaria kiri berjalan di sisi depan septum,
dan a.koronaria kanan ke luar dari dinding pangkal aorta ke arah belakang. Pada
penampang irisan diperhatikan tebal dinding arteri, keadaan lumen serta
kemungkinan terdapatnya trombus. Septum jantung dibelah untuk melihat kelainan
otot, baik merupakan kelainan yaug bersifat degeneratif maupun kelainan bawaan
Nilai pengukuran pada jantung normal orang dewasa adalah sebagai berikut: ukuran
jantung sebesar kepalan tangan kanan mayat, berat sebesar 300 gram, ukuran
lingkaran katup serambi bilik kanan sekitar 11 cm, yang kiri sekitar 9,5 cm, lingkaran
katup pulmonal sekitar 7 cm dan aorta sekitar 6,5 cm. Tebal otot bilik kanan 3-5 mm
sedangkan yang kiri sekitar 14 mm.
11. Pemeriksaan Aorta Torakalis
Pengguntingan pada dinding belakang aorta torakalis dapat memperlihatkan
permukaan dalam aorta. Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur, ateroma
atau pembentukan aneurisma. Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan tanda
kekerasan merupakan resapan darah atau luka. Pada kasus kematian bunuh diri
dengan jalan menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi, bila korban mendarat dengan
kedua kaki terlebih dahulu, seringkali ditemukan robekan melintang pada aorta
torakalis.
12. Pemeriksaan Aorta Abdominalis
Bloc organ perut dan panggul diletakkan di atas meja potong dengan
permukaan belakang menghadap ke atas. Aorta abdominalis digunting dinding
19
belakangnya mulai dari tempat percabangan a. iliaka komunis kanan dan kiri.
Perhatikan dinding aorta terhadap adanya penimbunan perkapuran atau ateroma.
Perhatikan pula muara dari pembuluh nadi yang keluar dari aorta abdominalis ini,
terutama muara a. renalis kanan dan kiri. Mulai pada muaranya, a. renalis kanan dan
kiri dibuka sampai memasuki ginjal. Perhatikan apakah terdapat kelainan
penyempitan dinding pembuluh darah yang mungkin merupakan dasar dideritanya
hipertensi renal oleh yang bersangkutan.
13. Pemeriksaan Anak Ginjal (Kelenjar Suprarenalis)
Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan
lanjut pada bloc alat rongga perut dan panggul. Hal ini perlu mendapat perhatian,
karena bila telah dilakukan pemeriksaan atau telah dilakukan pemisahan alat rongga
perut dan panggul, anak ginjal sukar ditemukan. Anak ginjal kanan terletak di bagian
mediokranial dari kutub atas ginjal kanan, tertutup oleh jaringan lemak, berada antara
permukaan belakang hati dan permukaan bawah diafragma. Untuk menemukan anak
ginjal sebelah kanan ini, pertama-tama digunting otot diafragma sebelah kanan.
Pada tempat yang disebutkan di atas, lepaskan dengan pinset dan gunting jaringan
lemak yang terdapat dan akan tampak anak ginjal yang berwarna kuning kecoklat--
coklatan, berbentuk trapesium dan tipis. Anak ginjal kemudian dibebaskan dari
jaringan sekitamya dan diperiksa terhadap kemungkinan terdapatnya kelainan ukuran,
resapan darah dan sebagainya.
Anak ginjal kiri terletak di bagian mediokranial kiri kutub atas ginjal kiri, juga
tertutup dalam jaringan lemak, terletak antara ekor kelenjar liur perut (pankreas) dan
20
diafragma. Dengan cara yang sama seperti pada pengeluaran anak ginjal kanan, anak
ginjal kiri yang berbentuk bulan sabit tipis dapat dilepaskan untuk dilakukan
pemeriksaan dengan seksama. Pada anak ginjal yang normal, pengguntingan anak
ginjal akan memberikan penampang dengan bagian korteks dan medula yang tampak
jelas.
14. Pemeriksaan Ginjal, Ureter, dan Kandung Kencing
Kedua ginjal masing diliputi olehjaringan lemak yang dikenal sebagai kapsula
adiposa ginjal. Adanya trauma yang mengenai daerah ginjal seringkali menyebabkan
resapan darah pada kapsul ini. Dengan melakukan pengirisan di bagian lateral
kapsula, ginjal dapat dibebaskan.
Untuk pemeriksaan lebih lanjut, ginjal digenggam pada tangan kiri dengan
pelvis ginjal dan ureter terletak antara telunjuk dan jari tengah. Irisan pada ginjal
dibuat dari arah lateral ke medial, diusahakan tepat di bidang tengah sehingga
penampang akan melewati pelvis ginjal. Pada tepi insan, dengan menggunakan pinset
bergigi, simpai ginjal dapat di”cubit” dan kemudian dikupas secara tumpul. Pada
ginjal yang normal, hal ini dapat dilakukan dengan mudah. Pada ginjal yang
mengalami peradangan, simpai ginjal mungkin akan melekat erat dan sulit
dilepaskan. Setelah simpai ginjal dilepaskan, lakukan terlebih dahulu pemeriksaan
terhadap permukaan ginjal. Adakah kelainan berupa resapan darah, luka-luka ataupun
kista-kista retensi.
Pada penampang ginjal, perhatikan gambaran korteks dan medula ginjal. Juga
perhatikan pelvis ginjal akan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda peradangan,
21
nanah dan sebagainya. Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan pada pelvis
ginjal, terus mencapai vesika urinaria. Perhatikan kemungkinan terdapatnya batu,
ukuran penampang, isi saluran serta keadaan mukosa. Kandung kencing dibuka
dengan jalan menggunting dinding depannya mengikuti bentuk huruf T. Perhatikan
isi serta selaput lendirnya.
15. Pemeriksaan Hati dan Kandung Empedu
Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati, yang pada keadan biasa
menunjukkan permukaan yang rata dan licin, berwarna merah-coklat. Kadangkala
pada permukaan hati dapat ditemukan kelainan berupa jaringan ikat, kista kecil,
permukaan yang berbenjol-benjol, bahkan abses.
Pada perabaan, hati normal memberikan perabaan yang kenyal. Tepi hati
biasanya tajam. Untuk memeriksa penampang, buatlah 2 atau 3 irisan yang melintang
pada punggung hati sehingga dapat terlihat sekaligus baik bagian kanan maupun kiri.
Hati yang normal menunjukkan penampang yang jelas gambaran hatinya. Pada hati
yang telah lama mengalami perbendungan dapat ditemukan gambaran hati pala.
Pada kandung empedu diperiksa ukurannya serta diraba akan kemungkinan
terdapatnya batu empedu. Untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan pada saluran
empedu, dapat dilakukan pemeriksaan dengan jalan menekan kandung empedu ini
sambil memperhatikan muaranya pada duodenum (papilla Vateri). Bila tampak
cairan coklat hijau keluar dari muara tersebut, ini menandakan saluran empedu tidak
tersumbat. Kandung empedu kemudian dibuka dengan gunting untuk memperlihatkan
selaput lendirnya yang seperti beludru berwarna hijau-kuning.
22
16. Pemeriksaan Limpa dan Kelenjar Getah Bening
Limpa dilepaskan dari sekitarnya. Limpa yang normal menunjukkan permukaan
yang berkeriput, berwama ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan
penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwama
coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan limpa.
Jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa. Catat pula bila ditemukan kelenjar
getah bening regional yang membesar.
17. Pemeriksaan Lambung, Usus Halus, dan Usus Besar
Lambung dibuka dengan gunting pada kurvatura mayor. Perhatikan isi lambung
dan simpan dalam botol atau kantong plastik bersih bila isi lambung ini diperlukan
untuk pemeriksaan toksikologi atau pemeriksaan laboratorium lainnya. Selaput lendir
lambung disiram dan diperiksa terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi,
perdarahan/resapan darah. Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam
lumen serta kemungkinan terdapatnya kelainan bersifat ulseratif, polip dan lain-lain.
18. Pemeriksaan Kelenjar Liur Perut (Pankreas)
Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya.
Kelenjar liur perut yang normal mempunyai warna kelabu agak kekuningan dengan
permukaan yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran serta
beratnya. Catat bila ada kelainan.
19. Pemeriksaan Otak Besar, Otak Kecil, dan Batang Otak
Perhatikan permukaan luar otak dan catat kelainan yang ditemukan. Adakah
perdarahan subdural, perdarahan subaraknoid, kontusio jaringan otak atau laserasi.
23
Pada edema serebri, girus otak akan tampak mendatar dan sulkus tampak menyempit.
Perhatikan pula akan kemungkinan terdapatnya tanda penekanan yang menyebabkan
sebagian permukaan otak menjadi datar. Pada daerah ventral otak, perhatikan
keadaan sirkulus Willisi. Nilai keadaan pembuluh darah pada sirkulus, adakah
penebalan dinding akibat kelainan ateroma, adakah penipisan dinding akibat
aneurisma, adakah perdarahan. Bila terdapat perdarahan hebat, usahakan agar dapat
ditemukan sumber perdarahan tersebut. Perhatikan pula bentuk serebelum. Pada
keadaan peningkatan tekanan intrakranial akibat edema serebri misalnya, dapat
terjadi herniasi serebelum ke arah foramen magnum, sehingga bagian bawah
serebelum tampak menonjol dan edematous.
Pisahkan otak kecil dari otak besar dengan melakukan pemotongan pada
pedunkulus serebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian dipisahkan juga dari
batang otak dengan melakukan pemotongan pada pedunkulus serebeli. Otak besar
diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa. Lakukan pemotongan otak
besar secara koronal/melintang, perhatikan penampang irisan. Tempat pemotongan
haruslah sedemikian rupa agar struktur penting dalam otak besar dapat diperiksa
dengan teliti. Kelainan yang dapat ditemukan pada penampang otak besar antara lain
adalah: perdarahan pada korteks akibat kontusio serebri, perdarahan berbintik pada
substansi putih akibat emboli, keracunan barbiturat serta keadaan lain yang
menimbulkan hipoksia jaringan otak, infark jaringan otak, baik yang bilateral maupun
unilateral akibat gangguan pendarahan oleh arteri, abses otak, perdarahan
intraserebral akibat pecahnya a. lenticulostriata dan sebagainya.
24
Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat suatu irisan melintang,
catat kelainan perdarahan, perlunakan dan sebagainya yang mungkin ditemukan.
Batang otak diiris melintang mulai daerah pons, medula oblongata sampai ke bagian
proksimal medula spinalis. Perhatikan kemungkinan terdapatnya perdarahan. Adanya
perdarahan di daerah batang otak biasanya mematikan.
20. Pemeriksaan Alat Kelamin Dalam (Genitalia Interna)
Pada mayat laki-laki, testis dapat dikeluarkan dari skrotum melalui rongga
perut. Jadi tidak dibuat irisan baru pada skrotum Perhatikan ukuran, konsistensi serta
kemungkinan terdapatnya resapan darah. Perhatikan pula bentuk dan ukuran dari
epididimis. Kelenjar prostat perhatikan ukuran serta konsistensinya.
Pada mayat wanita, perhatikan bentuk serta ukuran kedua indung telur, saluran
telur dan uterus sendiri. Pada uterus diperhatikan kemungkinan terdapatnya
perdarahan, resapan darah ataupun luka akibat tindakan abortus provokatus. Uterus
dibuka dengan membuat irisan berbentuk huruf T pada dinding depan, melalui
saluran serviks serta muara kedua saluran telur pada fundus uteri. Perhatikan keadaan
selaput lendir uterus, tebal dinding, isi rongga rahim serta kemungkinan terdapatnya
kelainan lain.
21. Timbang dan catatlah berat masing-masing alat/organ.
Sebelum mengembalikan organ-organ (yang telah diperiksa secara
makroskopik) kembali ke dalam tubuh mayat, pertimbangkan terlebih dahulu
kemungkinan diperlukannya potongan jaringan guna pemeriksaan histopatologik atau
diperlukannya organ guna pemeriksaan toksikologik.
25
Potongan jaringan untuk pemeriksaan histopatologik diambil dengan tebal maksimal
5 mm. Potongan yang terlampau tebal akan mengakibatkan cairan fiksasi tidak dapat
masuk ke dalam potongan tersebut dengan sempurna. Usahakan mengambil bagian
organ di daerah perbatasan antara bagian yang normal dan yang mengalami kelainan.
Jumlah potongan yang diambil dari setiap organ agar disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing kasus. Potongan ini kemudian dimasukkan ke dalam botol yang
berisi cairan fiksasi yang dapat merupakan larutan formalin 10% (= larutan
formaldehid 4%) atau alkohol 90-96%, dengan jumlah cairan fiksasi sekitar 20-30
kali volume potongan jaringan yang diambil.
Jumlah organ yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologi disesuaikan
dengan kasus yang dihadapi serta ketentuan laboratorium pemeriksa. Bahan yang
diambil untuk pemeriksaan toksikologi umumnya adalah urin, darah, isi lambung,
dan organ-organ lain seperti hati, ginjal, dan sebagainya tergantung dari jenis dugaan
racunnya. Sedapat mungkin setiap jenis organ ditaruh dalam botol tersendiri. Bila
diperlukan pengawetan, agar digunakan alkohol 90%. Pada pengiriman bahan untuk
pemeriksaan toksikologik, contoh bahan pengawet agar juga turut dikirimkan di
samping keterangan klinik dan hasil sementara autopsi atas kasus tersebut.
2.4.3 Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus yang diduga kematian mendadak hampir semua pemeriksaan
toksikologi harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan toksikologi penegakkan sebab
kematian menjadi kurang tajam. Pemeriksaan yang rutin dilakukan diantaranya:10
1. Pemeriksaan Darah
26
Pemeriksaan mikroskopis darah bertujuan untuk melihat morfologi sel-sel darah
merah. Cara ini tidak dapat dilakukan bila telah terjadi kerusakan pada sel-sel darah.
Cara pemeriksaannya darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca
objek dan ditambahkan satu tetes garam faal, kemudian ditutup dengan kaca penutup.
Darah diambil dengan semprit dan jarum yang bersih. Diambil 2 contoh darah masing
masing sebanyak 50 ml dari jantung sebelah kanan dan kiri. Dua contoh darah tepi
diambil masing-masing 30 ml dari tempat yag berlainan, biasanya dari vena leher
atau subaxila dari arteri femoralis. Perhatikan warna darah pada intksikasi dengan
racun yang menimbulkan hemolisis (bias ular, pirogalol, hodroquinon, dinitrofenol
dan arsen) darah dan organ-organ dalam berwarna coklat kemerahan gelap. Pada
racun yang menimbulkan gangguan trombosit akan terdapat banyak bercak
perdarahan pada organ-organ. Bila terjadi keracunan yang cepat menimbulkan
kematian, misalnya sianida, alkohol, kloroform, maka darah dalam jantung dan
pembuluh darah besar tetap cair tidak terdapat bekuan darah.
2. Urin
Ambil 1 ml atau 2 ml urin dengan semprit dan jarum yang bersih, seluruh urin
diambil dari kandung kemih untuk pemeriksaan toksikologi. Urin dimasukkan ke
dalam kontainer kosong, kecuali bila ada penundaan pemeriksaan, dapat dimasukkan
sodium azide.
3. Muntahan atau isi lambung
Muntahan dapat dimasukkan ke dalam kantung plastik yang dapat ditutup rapat,
pada autopsi isi lambung dapat dimasukkan ke dalam wadah yang sama dengan
27
membuka kurvatura minor dengan gunting. Laboratorium tertentu jugaakan meminta
sampel dinding lambung karena bubuk atau debris tablet dapat melekat pada lipatan
lambung dengan konsentrasi yang tinggi.
4. Feses
Isi rektum umumnya tidak diperlukan untuk analisa kecuali ada kecurigaan
keracunan logam berat, sampel sebanyak 20-30 gram dapat dimasukkan ke dalam
wadah yang dapat tertutup rapat.
5. Pemeriksaan rambut
Pemeriksaan laboratorium terhadap rambut dalam bidang forensic adalah untuk
membantu penentuan identitas seseorang, menunjukan keterkaitan antara seseorang
yang dicurigai dengan suatu kejahatan tertentu. Pemeriksaan makroskopis pada
rambut dicatat keadaan warnanya, panjangnya, bentuk, dan zat pewarna rambut.
Untuk pemeriksaan mikroskopisnya. Rambut dibersihkan dengan air, alcohol dan eter
kemudian letakkan pada glas objek dan tetesi gliseril kemudian tutup dengan glass
penutup dengan cara ini dapat dilihat gambaran medula dari rambut. Untuk melihat
pola sisik dari rambut dibuat cetakan rambut pada sehelai film selulosa dengan
menteteskan asam asetat glacial, lalu letakan rambut yang telah dibersihkan diatasnya
dan ditekan menggunakan glass objek.
6. Hati
Bahan yang penting untuk analisis tosikologi, diambil seluruh hati atau paling
sedikit 500 gram untuk pemeriksaan histologik. Bila hanya sebagian hati yang
28
diambil sebagai sampel maka berat total hati harus dicantumkan dalam lembar
permintaan pemeriksaan.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dead on arrival merupakan istilah dimana pada pasien yang meninggal secara
klinis sebelum sampai di rumah sakit. Seorang dokter dalam menangani kasus
kematian mendadak dan mampu menentukan cara dan sebab kematian korban, hal ini
bertujuan untuk mdmbantu menegakkan kepentingan hukum serta keadilan.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Suryani L, Zaidar Z. Aspek medikolegal dead on arrival. Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/119875322/forensik (diunduh 31 Juli 2013).
2. James JP, Jones R, Karch SB, Manlove J. Simpson’s forensic medicine. 13th
edition. 2011. p. 54.
3. Sharma RK. Concise textbook of forensic. 3rd edition. 2011. p 22-27.
4. Staf pengajar bagian kedokteran forensik FK UI. Teknik autopsi forensik. Jakarta: bagian kedokteran forensik, fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2000.
5. Kerkutanto. Aspek medikolegal pelayanan gawat darurat. Maj. Kedokt Indon, Volum:57, nomor: 2, Pebuari 2007.
6. Payne-James J. Simpson’s Forensic Medicine. Thirteenth edition. New York: Arnold. 2011: 54-64.
7. Rahmawati ALM. Hubungan Antara Usia Dengan Prevalensi Dugaan Mati Mendadak. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2010.
8. Moerdowo. Sekitar Masalah Serangan Jantung. Jakarta: Bharata Karya Aksara. 1984.
9. Wujoso, Hari. Pola Penyakit Penyebab Kematian Medadak Di Laboratorium Ilmu Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran UNS Tahun 1990-1998. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Surakarta. 2000.
10. Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997.
11. Sidharta P, Mardjono, M. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. p : 290−2.
12. Olshaker JS, Jackson MC, Smock. Forensic Emergency Medicine. 2nd edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2007. P. 55-71.
13. Draper R. Sudden death. 2011. Tersedia di: http://www.patient.co.uk/doctor/sudden-death (diunduh 31 Juli 2013).
30
31
14. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
15. Draper R, Willacy H. tersedia di: http://www. Patient.co.uk/doctor/suddendeath. (diunduh: 1 Agustus 2013).
Top Related