DISERTASI
MODEL ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA BERBASIS NURSING
RELATIONAL CAPITAL TERHADAP KEMANDIRIAN KELUARGA
DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH KOTA SURABAYA
SITI NUR KHOLIFAH
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN
SURABAYA
2017
DISERTASI
MODEL ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA BERBASIS NURSING
RELATIONAL CAPITAL TERHADAP KEMANDIRIAN KELUARGA
DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH KOTA SURABAYA
SITI NUR KHOLIFAH
NIM. 101417087306
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN
SURABAYA
2017
MODEL ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA BERBASIS NURSING
RELATIONAL CAPITAL TERHADAP KEMANDIRIAN KELUARGA
DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH KOTA SURABAYA
DISERTASI
Untuk memperoleh Gelar Doktor
Dalam Program Studi Ilmu Kesehatan
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Telah dipertahankan di hadapan
Panitia Ujian Doktor Terbuka
Pada hari : Rabu
Tanggal : 22 Pebruari 2017
Pukul : 10.00 -12.00 WIB
Oleh :
SITI NUR KHOLIFAH
NIM. 101417087306
PENGESAHAN
Dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Disertasi Tahap I (Tertutup)
Program Studi Ilmu Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Dan diterima untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Doktor (Dr.)
Pada Tanggal 15 Desember 2016
Mengesahkan
Universitas Airlangga
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Dekan,
Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S.
NIP. 195603031987012001
PERSETUJUAN
DISERTASI INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 22 PEBRUARI 2017
Oleh:
Promotor
Prof. Dr. H. Nursalam, M.Nurs (Hons)
NIP. 19661225198931004
Ko- Promotor I
Dr. Merryana Adriani, SKM, M.Kes
NIP. 195905171994032001
Ko-Promotor II
Dr. Ahsan, SKp, M.Kes
NIP. 196408141984011001
Mengetahui
KPS Doktor Ilmu Kesehatan
Dr. Nyoman Anita Damayanti, drg., MS.
NIP. 196202281989112001
SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS
(SUDAH ADA)
PANITIA PENGUJI DISERTASI
Telah diuji pada Ujian Doktor Tahap I (Tertutup)
Tanggal 15 Desember 2016
Ketua : Prof. Kuntoro, dr. M.PH., Dr. PH.
Anggota :1. Prof.Dr.H.Nursalam, M.Nurs (Hons).
2. Dr. Merryana Adriyani, SKM, M.Kes.
3. Dr. Ahsan, S.Kp, M.Kes.
4. Prof.Dr.Stefanus Supriyanto, dr.,M.S.
5. Prof.Dr.Tjipto Suwandi, dr.,MOH.,Sp.Ok
6. Dr. Tri Johan, A.Y., S.Kp, M.Kep.
Ditetapkan dengan Surat Keputusan
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
Nomor : 239/UN3.1.10/2016
Tanggal : 15 Desember 2016
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah dan
InayahNya sehingga penyusunan disertasi yang berjudul, “Model Asuhan
Keperawatan Keluarga Berbasis Nursing Relational Capital Terhadap
Kemandirian Keluarga dengan Hipertensi di Kota Surabaya“ dapat diselesaikan.
Penulisan disertasi ini selesai atas dukungan dari Promotor dan Ko-
Promotor, maka pada kesempatan ini perkenankanlah saya menghaturkan ucapan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Prof. Dr. H. Nursalam, M.Nurs (Hons)
selaku Promotor dan Dr. Merryana Adriani, SKM, M.Kes, selaku Ko-Promotor 1
serta Dr. Ahsan, SKp, M,Kes selaku Ko-Promotor 2 dengan penuh kesabaran dan
perhatian memberikan bimbingan, arahan, koreksi serta senantiasa memberikan
semangat mulai dari perencanaan penelitian sampai pada penyelesaian disertasi
ini.
Penyelesaian disertasi ini juga didukung oleh berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini pula perkenankanlah saya menghaturkan ucapan terima kasih yang
tulus kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Fasich, Apt, selaku Rektor Universitas Airlangga periode 2011-2015
dan Prof.Dr. Muhammad Nasih, SE., MT.,OMA., CA selaku Rektor
Universitas Airlangga periode 2015-2020 yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk menempuh pendidikan Doktor Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Universitas Airlangga Surabaya.
2. Prof. Dr. Tri Martiana, dr., MS sebagai Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya.
3. Dr. Nyoman Anita Damayanti, drg., MS selaku Ketua Program Studi
Program Doktor Ilmu Kesehatan yang banyak memberikan bimbingan,
arahan, dan motivasi mulai dari awal studi sampai tahap penyelesaian studi.
4. Prof. Dr. Stefanus Supriyanto, dr., MS, dan Dr. Tri Johan, A.Y.,SKp,M.Kep
selaku dosen mata kuliah penunjang disertasi dan sekaligus selaku penguji
yang telah memberikan motivasi dan bimbingan.
5. Prof. H. Kuntoro, dr., MPH., selaku konsultan statistik dan penguji yang
telah memberi arahan dan bimbingan sehingga disertasi ini bisa diselesaikan.
6. Prof. Dr. Tjipto Suwandi, dr., MOH., SpOK, yang bersedia menjadi penguji
dan telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaian disertasi ini.
7. drg. Febria Rachmanita, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya yang
telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk melakukan penelitian.
8. Segenap Kepala Puskesmas dan seluruh Perawat di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Surabaya yang telah memberikan dukungan dan fasilitas
serta berperan aktif dalam proses penelitian ini.
9. Seluruh dosen FKM Universitas Airlangga Surabaya khususnya dosen
Program Studi S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah dengan ikhlas
memberikan ilmunya.
10. Seluruh staf administrasi FKM Universitas Airlangga Surabaya dan
khususnya staf administrasi Program Studi S3 Ilmu Kesehatan masyarakat
yang telah membantu kelancaran proses administrasi sampai selesainya
disertasi ini.
11. drg. Bambang Hadi Sugito, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Surabaya beserta staf, yang telah memberikan ijin
dan dukungan kepada saya untuk mengikuti pendidikan program Doktor pada
Program Studi Ilmu Kesehatan di Universitas Airlangga Surabaya.
12. H. Moh. Najib, SKp, MSc selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya dan Minarti, M.Kep.Sp.Kom
selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan Kampus Sutopo Surabaya
beserta staf yang telah memberikan ijin dan dukungan kepada saya selama
mengikuti pendidikan di Program Studi S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga Surabaya.
13. Orang tua tercinta Bapak H.Fauzi (Alm), Ibu Hj. Juariyah (Almh) dan mertua
Bapak Suwarno (Alm), Ibu Sri Winartin (Almh), atas do’a, kasih sayang, dan
motivasi beliau yang tulus dan ihklas semasa hidup adalah dorongan dan
penyemangat yang paling besar bagi saya untuk terus melanjutkan jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
14. Kakak-kakaku tercinta, Hj. Sugiarti, SPd., MPd dan H.M.Arifin, Hj. Sri
Hariyanti dan H.Moh.Nurizal, Siti Sholihatun, Dra. dan Supri Handoko, Drs,
M.M, Lettu Laut (P) Iwan Navianto Wibrata dan Sri Mukti, serta adik-adik
iparku dan semua anak-anak keponakan yang telah memberikan motivasi dan
dukungan selama saya mengikuti pendidikan.
15. Akhirnya kepada suamiku tercinta Dr.H.Dwi Ananto Wibrata, SST, M.Kes
dan kedua anakku tersayang Firmansyah Fariz Prasaja dan Dwifa Nashita
Nuha Prasaja, yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan setiap
saat untuk menyelesaikan disertasi ini.
16. Teman-teman seangkatan pada Prodi S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga tahun 2014 yang selalu memberikan dukungan.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu mohon kritik dan saran yang lebih bermanfaat demi
kesempurnaan disertasi ini. Akhirnya, semoga disertasi ini dapat bermanfaat untuk
meningkatkan kinerja perawat Puskesmas dalam melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga.
Surabaya, Oktober 2016
Penulis
RINGKASAN
MODEL ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA BERBASIS NURSING
RELATIONAL CAPITAL TERHADAP KEMANDIRIAN
KELUARGA DENGAN HIPERTENSI DI KOTA SURABAYA
Perawat memiliki peran dan fungsi dalam memberikan asuhan
keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pelaksanaan
asuhan keperawatan keluarga merupakan bentuk kinerja perawat yang belum
dilaksanakan secara optimal. Kinerja perawat ini dapat dipengaruhi oleh modal
yang berasal dari perawat, sarana, klien dan keluarga serta interaksi yang
dibangun melalui kerjasama. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model
asuhan keperawatan keluarga berbasis nursing relational capital (NRC) terhadap
kemandirian keluarga dengan hipertensi.
Model asuhan keperawatan keluarga yang dikembangkan dalam penelitian
ini dengan mengintegrasikan teori Nursing Intellectual Capital (NIC), teori goal
attainment dan Family Centered Nursing (FCN). Nursing relational capital
merupakan pengembangan dari teori nursing intellectual capital yang
dikembangkan pertama kali oleh Covell tahun 2011. Teori ini meliputi nursing
structural capital dan nursing human capital. Nursing relational capital dibangun
dengan mengintegrasikan teori goal attainment terdiri dari interaksi personal,
interpersonal dan kerjasama dengan tim kesehatan lain (interprofessional
collaboration). Interaksi ini dapat meningkatkan motivasi dan berdampak pada
peningkatan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga.
Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap satu dilakukan untuk
menganalisis variabel yang berpengaruh pada kinerja perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga sampai terbentuknya model asuhan
keperawatan keluarga berbasis Nursing Relational Capital (NRC). Metode yang
digunakan observasional analitik. Populasinya adalah perawat di Puskesmas
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Surabaya dengan pendidikan
D III Keperawatan dan PNS berjumlah 175 orang. Sampel dalam penelitian ini
adalah sebagian perawat yang memenuhi kriteria yaitu 110 orang. Pengambilan
sampel dengan teknik multistage sampling. Variabel penelitian meliputi nursing
structural capital, nursing human capital, faktor klien, keluarga, nursing
relational capital dan kinerja. Penelitian tahap 2 menggunakan penelitian quasy
eksperimen untuk melakukan uji coba model asuhan keperawatan keluarga
berbasis NRC terhadap kemandirian keluarga dengan hipertensi. Populasinya
adalah keluarga dengan anggota keluarga sakit hipertensi. Sampel dalam
penelitian ini adalah sebagian keluarga dengan anggota keluarga sakit hipertensi
yang berjumlah 30 orang. Teknik pengambilan sampel simple random sampling .
Variabel penelitiannya adalah kemandirian keluarga dalam melakukan perawatan
hipertensi terdiri dari kemandirian dalam menjalankan diit, minum obat, aktivitas
dan olah raga, manajemen stres dan kontrol ke pelayanan kesehatan. Instrumen
yang digunakan pada penelitian tahap satu dan dua menggunakan kuesioner yang
sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis data menggunakan analisis
deskriptif dan pengujian model dengan software Partial Least Square (PLS).
Hasil penelitian tahap satu, dari pengujian model struktural (outer model)
didapatkan semua indikator dari nursing structural capital, nursing human
capital, faktor klien, keluarga, nursing relational capital dan kinerja memiliki
nilai loading factor > 0,5, sehingga semua indikator dinyatakan valid dan dapat
menjelaskan variabel konstruk. Analisis diagram jalur yang telah ditemukan pada
semua variabel eksogen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
karena diperoleh T-statistik > dari T-tabel, kecuali nursing structural capital
terhadap nursing relational capital karena diperoleh T-statistik 0,178 < T-tabel
sebesar 1,96. Hasil penelitian tahap dua berdasarkan hasil pengujian validitas
konvergen diketahui bahwa nilai T-statistik > 1,96 sehingga dapat dikatakan
indikator variabel konstruk kemandirian keluarga tersebut valid dan signifikan
direfleksikan oleh indikator masing-masing. Besarnya pengaruh yang diberikan
dari simulasi model diukur dengan nilai parameter pengaruh sebesar 0,504,
artinya bahwa kemandirian keluarga terjadi peningkatan nilai rata-rata
kemandirian sebesar 50,4% lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata sebelumnya.
Perawat meningkatkan asuhan keperawatan keluarga dengan menggunakan
modal manusia (nursing human capital), modal struktural (nursing structural
capital) dan modal hubungan keperawatan (nursing relational capital). Modal ini
dapat mempengaruhi kinerja melalui interaksi personal, interpersonal dan
interprofessional collaboration. Tindakan keperawatan yang dilakukan tidak
hanya bersifat independen tetapi juga tindakan kolaboratif agar masalah kesehatan
klien dapat teratasi. Faktor keluarga merupakan komponen penting. Keluarga
sebagai penanggungjawab perawatan bagi klien di rumah memberikan berbagai
fasilitas yang dapat menghubungkan klien dengan perawat dan tim kesehatan lain.
Interaksi keluarga dengan perawat dan tim kesehatan lain menentukan
keberhasilan pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga.
Temuan ilmiah baru dari penelitian disertasi ini adalah terbentuknya model
asuhan keperawatan keluarga berbasis nursing relational capital (NRC) dapat
meningkatkan kemandirian keluarga dengan hipertensi. Model dibangun dengan
mengintegrasikan teori nursing intellectual capital, teori goal attainment dan teori
family centre nursing. Indikator nursing relational capital terdiri dari interaksi
personal, interpersonal dan interprofessional collaboration. Nursing relational
capital merupakan temuan baru, pengembangan dari teori kinerja nursing
intellectual capital dengan mengintegrasikan teori goal attainment. Pengertian
asuhan keperawatan keluarga berbasis nursing relational capital adalah rangkaian
proses interaksi perawat dengan dirinya sendiri, klien, keluarga dan
lingkungannya serta dengan tim kesehatan lain untuk memenuhi kebutuhan dan
kemandirian klien dan keluarga.
Kesimpulan pada penelitian ini adalah nursing structural capital, nursing
human capital, nursing relational capital, faktor klien, keluarga dan kinerja
berpengaruh secara signifikan baik melalui jalur langsung maupun jalur tidak
langsung terhadap terbentuknya model asuhan keperawatan keluarga berbasis
nursing relational capital (NRC). Model asuhan keperawatan dapat meningkatkan
kemandirian keluarga dengan hipertensi.
SUMMARY
FAMILY NURSING CARE MODEL BASED ON NURSING
RELATIONAL CAPITAL (NRC) ON INDEPENDENCE FAMILIES WITH
HYPERTENSION IN SURABAYA
The functions and roles of a nurse is to provide nursing care to individuals,
families, groups and communities. Implementation of family nursing care is a
form of performance of nurses that have not been implemented optimally. The
nurse performance can be affected by capital from nurses, facilities, clients and
families as well as the interaction that is built through collaboration. The purpose
of this study was to develop a family nursing care model based on nursing
relational capital (NRC) to the independence of the family with hypertension.
Family nursing care model developed in this study integrates the theory of
Nursing Intellectual Capital (NIC), the theory of Goal Attainment, and Family
Centered Nursing (FCN). Nursing relational capital is the development of nursing
theory of intellectual capital which was first developed by Covell in 2011. These
include nursing theory and nursing human capital structural capital. Nursing
structural capital is built by integrating the theory of goal attainment which
consists of personal interaction, interpersonal interaction, and collaboration with
other health team (interprofessional collaboration). Interaction built aims to
increase motivation and impact on improving the performance of nurses in
implementing family nursing care.
The study consisted of two stages. First phase research conducted to
analyze the variables that affect the performance of nurses in implementing family
nursing care through the establishment of family-based model of nursing care
Nursing Relational Capital (NRC). This study applied observational analytic
method. The population of this study are the nurses working at health centers
under the work area of Surabaya Puskesmas and D III Nursing education,
consisting of 175 nurses. The sample in this study was 110 people. Sampling was
conducted through multistage sampling technique. Variables observed in this
study were nursing structural capital, nursing human capital, client factors, family,
nursing relational capital and performance. Second phase study was a quasy
research experiments to test models of family nursing care based on NRC to the
independence of the family with hypertension. The population was families which
one of its members suffering hypertension. The sample in this study consisted of
30 patients with hypertension chosen based on simple random sampling.
Variables in this study were independence of the family in the treatment of
hypertension consist of independence in the diet, taking medication, activity and
exercise, stress management, and check ups to health services. Instruments used in
the research of phase one and two are questionnaires that had been tested for its
validity and reliability. Data analysis was conducted using descriptive analysis
and software testing of models with Partial Least Square (PLS).
Results of the study showed that the first phase of testing the structural
model (outer model) find that all indicators, namely nursing structural capital,
nursing human capital, client factors, family, nursing relational capital, and
performance have value loading factor higher than 0.5, so all the indicators are
valid and may explain the variable constructs. Analysis of the path diagram that
had been found on all exogenous variables has a significant effect on performance
because it indicates T-statistics value higher thanT-table, except for nursing
structural capital on nursing relational capital because it indicates T-statistic 0.178
(less than the T-table of 1.96). The results of the study stage two convergent
validity of test results was known that T-statistic values were higher than 1.96 so
indicator variables construct family independence was valid and significant in the
indicator reflected by each. The amount of influence given from the simulation
model parameter values can be measured by the effect of 0.504. This value gives
the interpretation that the average independence value of the same client who has
given the family independence assessment before treatment increased by 50.4%
higher than the previous average value after the treatment.
Nurses are to nursing care families and used human capital (nursing
human capital), structural capital (nursing structural capital), and relational capital
(nursing relational capital). These capitals can affect the performance through
personal interaction, interpersonal and interprofessional collaboration. Nurses did
not only perform independent actions but also collaborative actions to treat
client’s health problems. Family factors are important components. Family as a
responsible care for clients at home providing various facilities to connect cliets
with nurses and other health team. Family interactions with nurses and other
health team strongly determine the successful implementation of family nursing
care that will impact on improving the condition of hypertension clients at home.
New scientific findings from this dissertation research is the creation of
model family nursing care based on nursing relational capital (NRC) as an
application of the theory of goal attainment to increase the independence of the
family with hypertension. The model was build by integrating nursing intellectual
capital theory, the theory of goal attainment and family nursing center theory.
Indicators of nursing relational capital were the interaction of personal,
interpersonal and interprofessional collaboration. Nursing relational capital was a
new finding, the development of the performance theory of nursing intellectual
capital by integrated the theory of goal attainment. Definition of family nursing
care nursing based relational capital was a series of processes of interaction of
nurses with itself, clients, families and communities as well as with other health
team to meet the needs and independence of the client and family.
The conclusion of this researched was nursing structural capital, nursing
human capital, nursing relational capital, clients, family factors and performance
significantly (either directly or indirectly) influence the formation of a family-
based model of nursing care nursing relational capital (NRC). Models of nursing
care can increase the independence of family with hypertension.
ABSTRAK
Pendahuluan: Asuhan keperawatan keluarga merupakan bentuk kinerja perawat
yang belum dilaksanakan secara optimal. Tujuan penelitian ini adalah mendesain
model asuhan keperawatan keluarga berbasis nursing relational capital (NRC)
terhadap kemandirian keluarga dengan hipertensi. Metode: Penelitian ini terdiri
dari dua tahap. Tahap satu dilakukan untuk menganalisis variabel yang
berpengaruh terhadap terbentuknya model menggunakan metode observasional
analitik. Sampelnya adalah sebagian perawat di Puskesmas wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Surabaya diambil secara multistage sampling, berjumlah 110
orang. Variabel penelitian meliputi nursing structural capital, nursing human
capital, faktor klien, keluarga, nursing relational capital dan kinerja. Penelitian
tahap 2 dengan metode quasy eksperimen untuk uji coba model. Sampelnya
adalah sebagian keluarga dengan hipertensi berjumlah 30 orang diambil secara
simple random sampling. Variabel penelitiannya adalah kemandirian keluarga
melakukan perawatan hipertensi. Instrumen menggunakan kuesioner. Analisis
data menggunakan analisis deskriptif dan pengujian model dengan software
Partial Least Square (PLS). Hasil: Hasil penelitian tahap satu didapatkan dari
pengujian model struktural (outer model) semua indikator dari nursing structural
capital, nursing human capital, klien, keluarga, nursing relational capital dan
kinerja dapat menjelaskan variabel konstruk. Analisis diagram jalur pada semua
variabel eksogen memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja kecuali nursing
structural capital terhadap nursing relational capital. Hasil penelitian tahap dua
didapatkan besarnya pengaruh dari simulasi model sebesar 0,504 berarti
peningkatan nilai rata-rata kemandirian sebesar 50,4% lebih tinggi dari nilai rata-
rata sebelumnya. Pembahasan dan Kesimpulan: Temuan ilmiah baru penelitian
disertasi ini adalah terbentuknya model asuhan keperawatan keluarga berbasis
Nursing Relational Capital (NRC) dengan mengintegrasikan teori goal attainment
yang terdiri dari interaksi personal, interpersonal dan interprofessional
collaboration yang dapat meningkatkan kemandirian keluarga dengan hipertensi.
Kesimpulannya bahwa kemandirian keluarga dengan hipertensi dapat
ditingkatkan dengan mengaplikasikan model asuhan keperawatan keluarga
berbasis NRC. Model ini dapat meningkatkan kerjasama, kemampuan perawat
dan modal struktural. Model ini juga meningkatkan kemampuan klien dan
keluarga sehingga dapat berpartispasi dalam perawatan hipertensi di rumah. Saran
untuk penelitian selanjutnya perlu menerapkan model ini pada kasus penyakit
kronis yang lain, sehingga model ini dapat dikembangkan untuk meningkatkan
kemandirian keluarga dengan penyakit kronis.
Kata Kunci : Asuhan keperawatan keluarga, nursing, relational, capital,
kemandirian keluarga hipertensi.
ABSTRACT
Introduction: Family nursing care is a form of performance of nurses that had not
been implemented optimally. The purpose of this study was to design a model of
family nursing care based on nursing relational capital (NRC) improved the
independence of the family hypertension. Method: The studied consisted of two
stages.The first phase was conducted to analyze the variables that influenced
establishes of the model using analytical observation. The sample was the nurses
at the health center working area of Surabaya Health Agency chosen through
multistage sampling, consisting of 110 people. Variable study included nursing
structural capital, nursing human capital, client, family, nursing relational capital
and performance. The second phase of this research was quasy experiments to test
the model. The samples were families hypertension consisting of 30 families
taken by simple random sampling. Research variables are the independence of the
family providied care of hypertension. The instrument used in this research was
questionnaire. Data analysis was conducted using descriptive analysis and
software testing of models with Partial Least Square (PLS). Result: Research
results obtained from the testing phase of the structural model (outer model)
showed all indicators nursing structural capital, nursing human capital, client,
family, nursing relational capital and performance explained the variable
constructs. Analysis of the path diagram on all exogenous variables had a
significant influence on the performance, except for nursing structural capital on
nursing relational capital. The results of second phase research indicates the
influence of simulation models for 0.504, means the improvement of average
independent value is 50.4% higher than the previous average. Discussion &
Conclusion: New scientific findings from this dissertation researched was the
established of family nursing care models based on nursing relational capital
(NRC) by integrated the theory of goal attainment which consists of personal
interaction, interpersonal and interprofessional collaboration increased the
independence of the family hypertension. The conclusion that the independence
of the family hypertension can be increased by applied the family nursing care
models based on NRC. This model can improved collaboration, the ability of
nurses and structural capital. This model also enhanced the ability of clients and
families so that they can participate in the treatment of hypertension in the home.
Recommendation for further research needs applied this model in other chronic
cases, so that these models can be developed to increased the independence of
families with chronic diseases.
Keywords: Family nursing care, nursing relational capital, independence of the
family hypertension.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawat memiliki tugas pokok dan fungsi dalam memberikan asuhan keperawatan
pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Tujuannya untuk meningkatkan
kemandirian dalam menangani dan mencegah masalah kesehatan. Pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga merupakan bentuk kinerja perawat yang mempunyai daya ungkit
besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan, tetapi belum dilaksanakan secara
optimal. Data hasil evaluasi peran dan fungsi perawat kesehatan masyarakat di
Puskesmas daerah terpencil dan tidak terpencil di 10 provinsi tahun 2005 didapatkan
asuhan keperawatan keluarga belum dilaksanakan secara optimal (Kemenkes R.I, 2010).
Hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) Nasional tahun 2011 menunjukkan persentase
pencapaian pelayanan keperawatan keluarga di Puskesmas seluruh Indonesia adalah 61%
dari 100% target nasional (Kemenkes R.I., 2012).
Pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga di tingkat Provinsi Jawa Timur dan Kota
Surabaya juga belum optimal. Laporan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1 Persentase Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Keluarga
Di Jawa Timur dan Kota SurabayaTahun 2012-2013
No Tahun Provinsi Jawa Timur Kota Surabaya
1 2012 46 % 22 %
2 2013 63 % 24 %
Tabel 1.1 menjelaskan bahwa persentase asuhan keperawatan keluarga di
Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2013 mengalami peningkatan dari 46% menjadi 63%.
Persentase di Kota Surabaya pencapaiannya lebih rendah dari Provinsi Jawa Timur yaitu
22-24%.
Dampak kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga yang
tidak optimal adalah menurunnya kemandirian keluarga dalam melakukan perawatan
kesehatan dan upaya pencegahan semua masalah kesehatan. Akibatnya kualitas kesehatan
masyarakat akan menurun, karena keluarga adalah unit terkecil di masyarakat yang
mempunyai kontribusi dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat.
Penyebab belum optimalnya pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
berdasarkan hasil Rifaskes Nasional tahun 2011 adalah kurangnya kemampuan
perawat dalam melaksanakan kegiatan pelayanan keperawatan keluarga. Hal ini
disebabkan terbatasnya pelatihan asuhan keperawatan yang diperoleh dan
banyaknya tugas limpah yang dibebankan pada perawat. Pelayanan keperawatan
yang diberikan lebih banyak di dalam gedung dan bersifat kuratif, sedangkan
pelayanan keperawatan di luar gedung yang terkait dengan pelayanan
keperawatan keluarga di rumah belum dilakukan secara optimal (Kemenkes R.I.,
2012). Hasil penelitian kualitatif dari Kholifah, S.N., (2015) tentang persepsi
perawat pada faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan asuhan keperawatan
keluarga di Puskesmas Krembangan Selatan Surabaya didapatkan data enam
faktor yang berpengaruh yaitu imbalan, kebijakan pimpinan, kerjasama, sarana
1
Sumber: Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Kota
Surabaya tahun 2012-2013
dan prasarana, banyaknya tugas yang harus dikerjakan, serta kurangnya
kemampuan perawat.
Sasaran asuhan keperawatan keluarga adalah keluarga dengan masalah
kesehatan. Penelitian ini menfokuskan sasarannya adalah keluarga dengan salah
satu anggotanya menderita hipertensi. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal. Tekanan darah
dinyatakan sebagai hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg (Savitri S., 2014).
Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013 prevalensi hipertensi melalui
pengukuran tekanan darah pada umur > 18 tahun sebesar 25,8%. Di Jawa Timur,
berdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012 didapatkan data pasien
rawat jalan pada 24 rumah sakit tipe B terbanyak adalah hipertensi (112583
kasus). Seperti halnya pada rumah sakit tipe B, pasien rawat jalan rumah sakit tipe
C dan tipe D terbanyak juga hipertensi. Di Kota Surabaya, hipertensi menduduki
peringkat kedua untuk penyakit tidak menular terbanyak tahun 2015 (Dinkes Kota
Surabaya, 2016).
Penyakit hipertensi membutuhkan keteraturan perawatan dari
penderitanya. Keteraturan perawatan akan meningkatkan kualitas hidup dan
mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita
hipertensi adalah stroke. Apabila sudah terjadi komplikasi, biaya yang akan
dikeluarkan untuk perawatan akan semakin banyak dan produktivitas penderita
hipertensi akan menurun.
Asuhan keperawatan keluarga yang dilaksanakan selama ini berfokus pada
keluarga sebagai klien. Teori yang digunakan adalah family centered nursing. Kelemahan
teori ini belum memperhatikan faktor perawat dan interaksinya dalam melaksanakan
pelayanan keperawatan keluarga.
Pengembangan model asuhan keperawatan keluarga dalam penelitian ini dapat
meningkatkan kinerja perawat. Model ini dibangun dari teori Nursing Intellectual Capital
(NIC), teori Goal Attainment dan Family Centered Nursing (FCN). Kinerja perawat ini
diprediksi akan berpengaruh terhadap kemandirian keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit hipertensi. Teori pertama yang diintegrasikan adalah teori intellectual
capital. Teori ini terdiri dari tiga domain yaitu modal manusia (Human Capital), modal
struktural (Structural Capital) dan modal korelasional (Correlational Capital) (Bontis,
Choo, 2002). Teori ini secara efektif menggunakan sumber daya pengetahuan untuk
mendapatkan keuntungan bagi organisasi. Di keperawatan modal pengetahuan sangat
penting dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Kompleksitas masalah keperawatan
yang dialami oleh klien yang bersifat personal dan unik membutuhkan pendekatan khusus
melalui proses interaksi dengan menggunakan pengetahuan yang memadai dari perawat.
Pengembangan teori intellectual capital dikeperawatan adalah teori nursing
intellectual capital yang dikembangkan oleh Covell tahun 2011. Hasil penelitian
menjelaskan pengaruh nursing intellectual capital terhadap peningkatan kualitas
pelayanan keperawatan dan retensi perawat teregistrasi (Covell, 2011). Perbedaan dengan
intellectual capital, teori ini menggunakan dua domain yaitu nursing human capital dan
nursing structural capital. Relational capital belum dikembangkan dalam penelitian
Covell tahun 2011.
Modal manusia keperawatan (nursing human capital) berpengaruh
terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Modal manusia dalam hal ini adalah
faktor perawat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Modal
berikutnya yang mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan adalah modal
struktural (Covell, 2011). Di area pelayanan keperawatan modal struktural ini
berbentuk pedoman praktik, sistim informasi, perangkat yang digunakan untuk
tujuan diagnostik dan perangkat portable komputerisasi (Doran & Mylopoulos,
2008 dalam Covell, 2011).
Modal hubungan merupakan salah satu modal yang mempengaruhi kinerja
(Bontis-Fitz-enz, Jack 2002). Modal hubungan meliputi hubungan organisasi dengan
lingkungan internal dan eksternalnya. Modal hubungan ini dipengaruhi oleh modal
manusia dan struktur. Di area keperawatan modal hubungan ini diartikan sebagai
interaksi yang dibangun oleh perawat dengan klien dan tim kerjanya. Interaksi yang
terjadi antara perawat dan klien dimulai pada tahap pengumpulan data sampai dengan
penilaian keberhasilan tindakan.Interaksi ini mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan (Gunther, 2001). Namun modal hubungan
ini belum dikembangkan dalam nursing intellectual capital.
Faktor lain yang mempengaruhi interaksi perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga adalah faktor klien dalam hal ini adalah anggota keluarga yang
sakit hipertensi. Kondisi kesehatan fisik dan psikologis seperti tekanan darah, keluhan
yang dirasakan dan kondisi stres mempengaruhi bagaimana klien berespon terhadap
perawat. Selain faktor klien, faktor keluarga juga mempengaruhi interaksi perawat karena
keluarga sebagai fokus sasaran.
Interaksi yang dibangun dari beberapa faktor yaitu perawat, struktural, klien dan
keluarga mempengaruhi kinerja perawat apabila terjadi proses transaksi. Transaksi
diartikan sebagai perwujudan proses interaksi berupa tindakan yang dilakukan oleh
perawat dengan keluarga dan tim kerja dalam mengatasi masalah kesehatan. Ketika
transaksi sudah terjadi maka perawat akan mampu meningkatkan kinerjanya (King, 1981
dalam Alligood, 2014). Peningkatan kinerja dalam melaksanakan asuhan keperawatan
keluarga ini berdampak pada peningkatan kemandirian klien dan keluarga dalam
perawatan kesehatannya serta peningkatan upaya preventif dalam mencegah terjadinya
komplikasi penyakit hipertensi.
1.2 Kajian masalah
Kinerja perawat dalam pelayanan keperawatan keluarga di Kota Surabaya
belum optimal. Model yang digunakan selama ini adalah family centered nursing.
Model ini berorientasi pada klien dan keluarga. Tetapi hasilnya belum sesuai
karena baru mencapai 24%, sehingga perlu dikembangkan model baru untuk
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Secara konsep kinerja perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut terdapat pada teori nursing intellectual capital, goal
attainment dan family centered nursing.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa pelaksanaan teori modal intelektual
sudah terbukti di bidang ekonomi dan akuntansi dapat meningkatkan kinerja
perusahaan. Teori ini mampu menjelaskan hubungan antara aset pengetahuan di
semua tingkatan organisasi, sehingga terjadi peningkatan pengetahuan pada
individu dan kelompok serta berdampak pada peningkatan kinerja (Youndt,
Subramanian, & Snell, 2004). Covell (2011) juga menjelaskan bahwa nursing
intellectual capital merupakan pengembangan dari teori intellectual capital
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan keperawatan.
Nursing human capital merupakan modal pertama dari nursing intellectual
capital. Modal manusia keperawatan yang dimaksud dalam teori ini adalah
pengetahuan, kemampuan, bakat, pengalaman perawat, kompetensi, motivasi,
komitmen dan kemampuan kepemimpinan (Covell, 2011; Kamukama, et.al, 2010;
Bontis-Fitz-enz, Jack, 2002). Hasil penelitian juga menjelaskan bahwa faktor yang
berpengaruh paling kuat pada kinerja seseorang adalah kemampuan (44,8%)
(Hafizurrachman, 2009). Pada penelitian ini modal manusia keperawatan terdiri
dari pengetahuan, motivasi, komitmen dan penilaian klinis (Clinical judgment).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan
perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2011). Pengetahuan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pengetahuan perawat tentang asuhan keperawatan keluarga
terdiri dari pengetahuan dalam melaksanakan pengkajian, perumusan diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengetahuan mempengaruhi
motivasi (A. Pratami, 2014).
Motivasi adalah dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia
untuk mencapai tujuan (Wibowo, 2014). Motivasi perawat dalam melaksanakan
tindakan menentukan keberhasilan dalam menyelesaikan masalah keperawatan.
Motivasi berpengaruh terhadap komitmen (Novy Tri, 2008).
Komitmen perawat merupakan kemampuan dan kemauan menyelaraskan
perilaku pribadi perawat dengan tujuan organisasi (Soekidjan, 2009). Komitmen
perawat mempengaruhi kinerja (Sigit S., 2014).
Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan membutuhkan kemampuan
dalam melakukan penilaian klinis (Clinical judgment). Penilaian klinis diperlukan
dalam menentukan masalah dan tindakan pada klien (Naylor M.D., 2011).
Ketepatan dalam penilaian akan mempengaruhi keberhasilan dalam
menyelesaikan masalah klien.
Modal manusia ini mempengaruhi modal struktural yaitu berupa sarana yang
dibutuhkan dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga (Bontis Fits- Enz,
2002). Modal struktural dalm penelitian ini adalah pedoman pelaksanaan
pelayanan keperawatan keluarga, standar prosedur operasional dan format
dokumentasi asuhan keperawatan keluarga. Modal struktural ini dipengaruhi
modal manusia (Bontis, Choo, 2002). Perawat melaksanakan asuhan keperawatan
keluarga berdasarkan pedoman pelayanan keperawatan keluarga, melaksanakan
tindakan keperawatan berdasarkan standar prosedur operasional dan
menggunakan format asuhan keperawatan keluarga untuk mendokumentasikan
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan. Hasil penelitian Covell (2011)
menjelaskan bahwa modal struktural keperawatan berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. Modal manusia dan struktural
mempengaruhi interaksi yang dibangun dalam modal hubungan.
Domain modal hubungan (relational capital) berpengaruh terhadap kinerja
(Kamukama, Ahiauzu, Ntayi, 2010). Pentingnya interaksi ini tidak sejalan dengan
penelitian dari Covell (2011) yang tidak memasukkan domain nursing relational
capital ke dalam domain yang mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan.
Berkaitan dengan interaksi, pengertian asuhan keperawatan menurut UU N0.38
tahun 2014 adalah rangkaian proses interaksi antara perawat dengan klien dan
lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan klien dan mencapai kemandiriannya.
Oleh karenanya interaksi merupakan komponen yang sangat penting dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. Mengingat pentingnya interaksi, dalam
penelitian ini pengembangan teori nursing intellectual capital yang dilakukan
peneliti dengan memasukkan relational capital di keperawatan (nursing relational
capital) sebagai domain yang mempengaruhi kinerja perawat.
Kerjasama yang dilaksanakan oleh perawat merupakan interaksi antar perawat,
perawat dengan tim kesehatan dan klien serta lingkungannya (King, 1981 dalam
Alligood, 2014). Kerjasama perawat dengan tim kesehatan (Interprofessional
collaboration) merupakan proses komunikasi dan interaksi antar tim dalam pengambilan
keputusan untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan klien (Diane R. Bridges,
et.al, 2011). Teori goal attainment dari King diintegrasikan untuk mengembangkan
nursing relational capital (NRC) dengan tujuan memperjelas proses interaksi yang
terjadi.
Interaksi pada sistem personal diartikan sebagai interaksi perawat dengan dirinya
sendiri. Dimensi personal merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi kinerja
perawat (Riggio, Shelby, 2000). Dimensi interpersonal merupakan sistem interaksi yang
dibangun oleh perawat dengan klien, keluarga dan antar perawat. Interaksi interpersonal
membutuhkan kemampuan komunikasi. Hasil penelitian dari Arifin (2005), bahwa
komunikasi juga berpengaruh terhadap kinerja. Hasil penelitian lain didapatkan interaksi
antara perawat dengan klien berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan (Gunther, 2001).
Keluarga sebagai fokus sasaran memerlukan pendekatan dengan strategi khusus
karena perbedaan budaya, rasial, etnik, dan sosioekonomi dalam keluarga (Friedman,
et.al, 2003). Teori family centered nursing perlu diintegrasikan bersama teori nursing
intellectual capital dan teori goal attainment karena faktor keluarga mempengaruhi
perilaku dalam mengendalikan hipertensi (Reni Z., 2006; Delima, 2012). Faktor keluarga
yang perlu dikaji pada teori ini adalah struktur, fungsi dan koping keluarga. Friedman
et.al (2003) menjelaskan bahwa struktur, fungsi dan koping keluarga menggambarkan
interaksi dalam keluarga dan lingkungannya. Struktur keluarga meliputi pola komunikasi,
peran, dan nilai-nilai dalam keluarga. Fungsi keluarga terdiri dari fungsi afektif,
sosialisasi, perawatan kesehatan, ekonomi dan reproduksi. Koping keluarga meliputi
upaya keluarga dalam menyelesaikan masalah yang terjadi terkait dengan perawatan
anggota keluarga dengan hipertensi (Friedman et.al, 2003).
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan proses interaksi antara perawat
dengan klien, keluarga dan tim kesehatan lain untuk mencapai tujuan. Frey (2003)
menjelaskan bahwa pencapaian kesehatan membutuhkan proses interaksi antar
anggota keluarga. Interaksi ini mempengaruhi dukungan sosial dalam keluarga
sehingga berdampak positif terhadap kesehatan keluarga. Oleh karenanya perlu
dikembangkan model asuhan keperawatan keluarga berbasis interaksi. Model ini
akan meningkatkan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
keluarga melalui proses transaksi. Kinerja perawat yang baik dalam melaksanakan
asuhan keperawatan keluarga akan mempengaruhi kemandirian keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit hipertensi.
Uraian kajian masalah penelitian di atas dapat digambarkan pada skema
di bawah ini :
Uraian kajian masalah penelitian di atas dapat digambarkan pada skema
di bawah ini :
Human Capital (Modal Manusia) : 1. Pengetahuan 2. Motivasi 3. Komitmen 4. Clinical judgment (Penilaian klinis)
Structural Capital (Modal struktural) : 1. SOP 2. Pedoman pelaksanaan pelayanan
keperawatan keluarga 3. Format pengkajian keperawatan
keluarga
Relational capital (Modal Hubungan): 1. Sistem personal 2. Sistem interpersonal 3. Kerjasama dengan tim kesehatan lain
Masalah
penelitian
Kinerja perawat
dalam
melaksanakan
asuhan
keperawatan
keluarga untuk
semua kasus
penyakit termasuk
kasus hipertensi
rendah yaitu
24%
Kemandirian keluarga
rendah
Keluarga : 1. Struktur keluarga 2. Fungsi keluarga 3. Koping keluarga
Gambar 1.1 Kajian Masalah Penelitian
Klien : 1. Kondisi fisik 2. Kondisi psikologis
1.3 Masalah Penelitian
Berdasarkan kajian masalah, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut:
1. Adakah pengaruh nursing structural capital terhadap nursing human capital ?
2. Adakah pengaruh nursing structural capital, nursing human capital, klien dan keluarga
terhadap nursing relational capital?
3. Adakah pengaruh nursing structural capital, nursing human capital nursing relational
capital terhadap kinerja perawat ?
4. Adakah pengaruh model asuhan keperawatan keluarga berbasis Nursing Relational
Capital (NRC) terhadap kemandirian keluarga dengan hipertensi ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum.
Mengembangkan model asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC untuk
meningkatkan kemandirian keluarga dengan hipertensi.
1.4.2 Tujuan Khusus.
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh nursing structural capital terhadap nursing human capital.
2. Menganalisis pengaruh nursing structural capital, nursing human capital, klien dan
keluarga terhadap nursing relational capital.
3. Menganalisis pengaruh nursing structural capital, nursing human capital nursing
relational capital terhadap kinerja perawat.
4. Menganalisis pengaruh model asuhan keperawatan keluarga berbasis Nursing Relational
Capital (NRC) terhadap kemandirian keluarga dengan hipertensi.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini menghasilkan model baru dibidang keperawatan dengan
mengintegrasikan teori keperawatan nursing intellectual capital, goal attainment, dan
family centered nursing untuk melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Model ini
dapat meningkatkan kinerja perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya terutama
dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga berbasis nursing relational capital
(NRC). Model ini juga memperkaya body of knowledge keperawatan terutama dibidang
ilmu keperawatan keluarga dan komunitas.
1.5.2. Manfaat Praktis
Model asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC yang dibangun mempunyai
manfaat yang sangat besar dalam meningkatkan kinerja perawat. Model ini menjadi
acuan dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga yang berkualitas dengan
mengoptimalkan hubungan kerjasama antar tim serta melibatkan klien dan keluarga,
mengembangkan kemampuan diri, dan sarana prasarana. Model ini dapat meningkatkan
pengetahuan, motivasi dan komitmen perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
keluarga. Selain itu klien dan keluarga juga mendapatkan pengetahuan dan keterampilan
tentang perawatan hipertensi. Kemampuan yang meningkat dan prasarana yang lengkap
dapat meningkatkan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan,
meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat dan mencegah terjadinya komplikasi
pada anggota keluarga yang sakit hipertensi sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Indonesia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Teori Nursing Intellectual Capital
2.1.1 Pengertian Intellectual Capital
Intellectual Capital (IC) merupakan sebuah konsep modal yang merujuk
pada modal yang tidak berwujud (Intangible) yang terkait dengan pengetahuan
dan pengalaman manusia serta teknologi yang digunakan (Stewart, 1997 dalam
Covell, 2011). Sebagai aset organisasi yang berwujud, modal intelektual
mencakup pengetahuan karyawan sebagai individu atau kelompok yang dianggap
penting bagi kelanjutan kesuksesan perusahaan dan struktur organisasi, berisi
informasi tentang proses, pelanggan atau informasi lain yang memberikan
kontribusi untuk meningkatkan kinerja bisnis atau keuntungan. Modal intelektual
adalah kombinasi dari pengetahuan kolektif individu dan struktur dalam suatu
organisasi atau masyarakat. Manajemen modal intelektual adalah proses secara
efektif penggunaan sumber daya pengetahuan untuk mendapatkan keuntungan
kompetitif bagi organisasi (Youndt, Subramaniam, & Snell, 2004).
Teori modal intelektual melukiskan modal pengetahuan dalam organisasi
(Bontis, Choo, 2002). Teori modal intelektual mengusulkan hubungan antar
modal pengetahuan di semua tingkatan organisasi. Peningkatan pengetahuan pada
individu dan kelompok akan meningkatkan kinerja bisnis. Peningkatan modal
pengetahuan dapat terjadi melalui investasi organisasi dalam belajar,
mempekerjakan atau mempertahankan karyawan. Modal pengetahuan dalam suatu
15
organisasi disebarkan melalui penggunaan jaringan sosial organisasi (Seibert,
Scott, Kraimer, & Michael, 2001). Jaringan sosial melibatkan hubungan pribadi
dan interaksi sosial antar individu. Hal ini diyakini bahwa jaringan sosial di antara
karyawan membantu organisasi melalui proses pembelajaran dan inovasi sehingga
dapat meningkatkan efisiensi informasi, mendorong perilaku kooperatif, dan
mengurangi biaya transaksi. Jaringan sosial dapat memfasilitasi pengembangan
modal intelektual dengan menciptakan kondisi yang diperlukan untuk pertukaran
pengetahuan (Bontis, Choo, 2002).
2.1.2 Domain Intellectual Capital
Modal intelektual terdiri dari tiga domain yaitu modal manusia, modal
struktural dan modal hubungan (Stewart, 1997 dalam Covell, 2011). Sejalan
dengan pernyataan tersebut, Bontis & Choo (2002) juga membagi intellectual
capital (IC) menjadi 3 (Tiga) bagian yaitu human capital (HC), structural capital
(SC) dan relational capital (RC). Hasil penelitian yang berbeda dari Chen, Zhu
dan Xie (2004), membagi elemen IC menjadi 4 (Empat) yaitu human capital,
structural capital, innovation capital dan customer capital. Empat elemen
tersebut saling mempengaruhi satu dengan lainnya dan mempengaruhi kinerja
organisasi. Innovation capital dapat dibentuk dari kerjasama yang baik antara
human capital dan structural capital. Innovation capital dapat memberikan
dorongan berkembangnya customer capital. Berbeda dengan hasil penelitian dari
Aseiaei dan Jusoh (2014) menjelaskan bahwa intellectual capital terdiri dari
empat komponen yaitu human capital, structural capital, relational capital dan
social capital. Penelitian ini merujuk pada pembagian IC menjadi tiga yaitu
human capital, structural capital dan relational capital dimana semua bagian
akan dikaitkan dengan keperawatan.
Human capital merupakan dasar dari intellectual capital dan elemen pertama
dari fungsi kinerja teori intellectual capital. Human capital mencerminkan
individual knowledge stock suatu organisasi yang dipresentasikan oleh
karyawannya (Zhu, Chen, Xie, 2004; Bontis, Choo, 2002). Human capital
meliputi kemampuan, kompetensi, komitmen dan loyalitas karyawan terhadap
perusahaan. Structural capital (SC) adalah kemampuan suatu perusahaan yang
berkaitan dengan usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual
perusahaan yang optimal dan kinerja bisnis secara keseluruhan. SC meliputi
seluruh non human store house of knowledge dalam organisasi, terdiri dari data
base, organizational chart, prosess manuals, strategies, routines dan segala
sesuatu yang membuat nilai perusahaan lebih besar dari nilai materialnya.
Relational capital adalah hubungan yang dimiliki oleh perusahaan dengan pihak
luar. Kerjasama yang sudah dijalin dapat memberikan keuntungan pada kedua
belah pihak sehingga dapat meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan (Bontis,
Choo, 2002).
2.1.3 Pengembangan Intellectual Capital di Keperawatan
Pengembangan teori intellectual capital di keperawatan adalah nursing
intellectual capital hasil penelitian dari Covell tahun 2011. Nursing Intellectual
Capital Theory merupakan modal pengetahuan keperawatan yang diterjemahkan
ke dalam pelayanan keperawatan dan kinerja organisasi (Covell, Sidani,
2013).Teori modal intelektual keperawatan merupakan middle range theory
karena terdiri dari sejumlah konsep dan proposisi yang dapat diukur dan diuji
dalam konteks yang berbeda. Intellectual capital sebagai aset organisasi yang
berwujud, mencakup pengetahuan perawat sebagai individu atau kelompok,
struktur organisasi yang ada didalamnya berisi informasi tentang proses pelayanan
keperawatan, klien dan informasi lain yang memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kinerja. Kinerja keperawatan yang baik membawa keuntungan bagi
institusi pelayanan kesehatan karena dapat meningkatkan kualitas perawatan
pasien (Covell, Sidani, 2013). Kinerja keperawatan menggambarkan peningkatan
hasil yang dirasakan oleh pasien yang berhubungan dengan kualitas perawatan
seperti pengurangan efek samping, adanya infeksi nosokomial, pasien jatuh dan
kesalahan pengobatan.
Penelitian tentang hubungan antara nursing intellectual capital theory (teori
modal intelektual keperawatan) dengan kualitas pelayanan pada pasien dan
mempertahankan perawat teregistrasi, hasil yang didapatkan adalah modal
intelektual keperawatan berhubungan dengan kualitas pelayanan keperawatan
pada pasien dan berasosiasi dengan rekruitmen dan retensi perawat teregistrasi
(Covell, 2011). Sejalan dengan penelitian ini, penelitian lain dari Kamukama,
Ahiauzu, M. Ntayi (2010), menguji pengaruh interaksi elemen modal intelektual
dan bagaimana modal intelektual mempengaruhi kinerja keuangan di lembaga
keuangan mikro, hasilnya terdapat dampak yang signifikan dari human capital,
structural capital, dan relational capital terhadap kinerja keuangan di lembaga
keuangan mikro.
Konsep yang dijelaskan dalam nursing intellectual capital theory terdiri dari
2 (dua) komponen yaitu nursing human capital dan nursing structural capital
(Covell, 2011). Nursing human capital (modal manusia keperawatan) terdiri dari
komponen pengetahuan, keterampilan, pengalaman dari perawat yang teregistrasi
(Covell, Sidani, 2013). Kamukama, et.al. (2010) menyatakan bahwa modal
manusia meliputi kompetensi profesional, kompetensi sosial, motivasi dan
kemampuan kepemimpinan. Bontis, Fitz-enz dan Jack (2002) menjelaskan bahwa
terdapat 3 (tiga) komponen yang menggambarkan modal manusia adalah
kepuasan, motivasi dan komitmen. Penelitian dari Yossa dan Zunaidah (2013)
menjelaskan bahwa kemampuan, pembagian tugas dan motivasi secara bersama-
sama mempengaruhi kinerja. Modal manusia keperawatan dalam penelitian ini
adalah pengetahuan, keterampilan, motivasi, komitmen dan clinical judgment.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek. Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting dalam pembentukan perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2011). Plato dan
Descrates menjelaskan bahwa pengetahuan manusia bersumber dari akal budi atau
rasio. Francis Bacon dan Hobbes berpendapat lain, bahwa sumber pengetahuan
dari pengalaman inderawi. Mereka menyatakan bahwa ide atau konsep manusia
sebenarnya berasal dari pengalaman mereka. Pendapat tersebut di atas
disempurnakan oleh Emmanuel Kant yang mempunyai pendapat bahwa seluruh
ide dan konsep manusia bersifat apriori, sehingga ada kebenaran apriori, tetapi ide
dan konsep tersebut dapat diaplikasikan apabila ada pengalaman (Supriyanto,
2013). Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan
perawat tentang asuhan keperawatan keluarga terdiri dari pengetahuan dalam
melaksanakan pengkajian, perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Pengetahuan berhubungan dengan keterampilan
perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan (Lumadi, 2014). Pengetahuan
dan keterampilan perawat akan dapat meningkatkan kinerja apabila memiliki
motivasi yang tinggi dalam bekerja. Hasil penelitian dari Hendarni (2009)
menjelaskan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberikan
kontribusi pada komitmen seseorang pada tingkat tertentu (Nursalam, 2011).
Motivasi adalah dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia untuk
mencapai tujuan (Wibowo, 2014). Teori motivasi dari Herzberg menyatakan
bahwa kepuasan dan ketidakpuasan seseorang dipengaruhi oleh dua kelompok
yaitu faktor independen yakni faktor-faktor pendorong orang mendapatkan
kebutuhannya (motivator) dan hygiene factors (faktor kebutuhan dasar manusia,
tidak bersifat memotivasi tetapi kegagalan mendapatkannya dapat menyebabkan
ketidakpuasan). Motivators diantaranya adalah pengakuan, tanggungjawab,
prestasi, peluang untuk maju, dan pekerjaannya sendiri. Hygiene factors adalah
gaji, hubungan antar teman, kondisi tempat kerja, supervisi dan kebijakan
pimpinan (Wibowo, 2014). Ada hubungan antara motivasi dan komitmen kerja
(Fanidia, 2014).
Komitmen adalah kemauan dan kemampuan untuk menyelaraskan perilaku
dengan kebutuhan dan prioritas organisasi (Soekidjan, 2009). Komitmen juga
berarti mengutamakan kepentingan organisasi dan berusaha untuk berkarya dan
bertahan pada organisasi tersebut (Meyer dan Allen, 1991, dalam Soekidjan,
2009). Komitmen dipengaruhi oleh faktor personal, situasional dan posisi. Faktor
personal terdiri dari tipe kepribadian, usia, pendidikan, jenis kelamin, status
perkawinan, dan masa kerja. Faktor situasional terdiri dari value tempat kerja,
keadilan dan dukungan organisasi, dan karakteristik pekerjaan. Faktor posisi
dipengaruhi oleh masa kerja dan tingkat pendidikan (Dyne dan Graham, 2005,
dalam Muchlas, 2008). Meyer dan Allen (1991 dalam Soekidjan, 2009) membagi
komitmen organisasi menjadi tiga macam atas dasar sumbernya :
1. Affective commitment, merupakan jenis komitmen yang berkaitan dengan
keinginan secara emosional terikat dengan organisasi. Mampu megidentifikasi
keterlibatan dalam organisasi berdasarkan atas nilai-nilai yang sama.
2. Continuance commitment, komitmen berdasarkan kesadaran biaya yang akan
ditanggung jika tidak bergabung dengan organisasi. Komitmen pada jenis ini
didasari pula tidak adanya alternatif lain.
3. Normative commitment, merupakan komitmen berdasarkan perasaan untuk
tetap bekerja karena merasa hutang budi dan terjadi internalisasi norma-norma.
Komponen nursing human capital berikutnya adalah keputusan klinis
(Clinical judgment). Komponen ini merupakan pengembangan dari peneliti yang
berkaitan dengan modal manusia di keperawatan. Definisi Clinical judgment
adalah sebagai berikut :
“Clinical judgment is the process by which the nurse decides on data to be
collected about client makes an interpretation of the data, arrives at a nursing
diagnosis and identifies appropriate nursing actions, this involves problem
solving, decision making and critical thingking”(Medical dictionary, 2009).
Penilaian dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk membuat
keputusan logis/rasional dan menentukan apakah suatu tindakan yang akan
dilakukan benar atau salah. Sedangkan kata klinis, berkaitan dengan tempat
perawatan; didasarkan pada observasi dan perawatan klien yang sebenarnya, yang
dibedakan antara konsep teori dan eksperimental; dan terdiri atas tanda-tanda
klinis dari suatu masalah kesehatan. Penilaian klinis merupakan suatu proses
dimana perawat menetapkan keadaan klien berdasarkan data-data yang telah
dikumpulkan, kemudian membuat interpretasi data, dan diakhiri dengan
penetapan diagnosis keperawatan. Setelah diagnosis keperawatan dirumuskan,
perawat mengidentifikasi tindakan keperawatan yang tepat. Hal ini termasuk
proses pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan berfikir kritis (Margot
P., 2008; Thompson dkk, 2013).
Komponen yang kedua dari modal intelektual keperawatan adalah nursing
structural capital (modal struktural keperawatan). Modal struktural adalah modal
pengetahuan yang telah dikonversi keinformasi yang ada dalam struktur
organisasi, sistem, dan database. Contoh modal struktural termasuk perangkat
lunak, paten, dan merek dagang (Stewart,1997 dalam Covell, 2011).
Modal struktural dalam keperawatan adalah sumber daya struktural yang
mengandung pengetahuan keperawatan. Modal struktural digunakan untuk
mendukung perawat dalam penerapan pengetahuan dan keterampilan dalam
pemberian perawatan pasien (Covell, 2011). Modal ini dioperasionalkan dalam
bentuk ketersediaan pedoman praktek untuk pencegahan efek samping dan
tindakan keperawatan, contohnya adalah pedoman praktek, peta perawatan, sistem
informasi, dan teknologi informasi seperti perangkat yang digunakan untuk tujuan
diagnostik (misalnya glucometers darah, telemetri) dan perangkat portabel
komputerisasi (misalnya laptop, iPad) yang digunakan untuk memperoleh data
dasar dan informasi disaat memberikan perawatan (Doran & Mylopoulos, 2008
dalam Covell, 2011). Modal struktural keperawatan dalam penelitian ini adalah,
buku pedoman pelaksanaan pelayanan keperawatan keluarga dari Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur, standar prosedur operasional tindakan
keperawatan dan format asuhan keperawatan keluarga. Buku pedoman praktik
keperawatan keluarga berisi tentang acuan pengelolaan dan penyelenggaraan
pelayanan keperawatan keluarga, acuan dalam pembinaan, pengawasan, evaluasi
terhadap pelayanan keperawatan keluarga yang diberikan, acuan dalam
mengembangkan jejaring kerja yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan
keperawatan keluarga serta acuan dalam sistem pencatatan dan pelaporan pada
pelayanan keperawatan keluarga (Dinkes Prov. Jawa Timur, 2011). Pedoman ini
berlaku untuk seluruh perawat Puskesmas di Jawa Timur.
Standart Operating Procedure (SOP) merupakan Suatu perangkat
instruksi/langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin
tertentu. SOP memberikan langkah-langkah yang benar berdasarkan konsensus
bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan. Tujuan dari
SOP diantaranya adalah agar perawat dapat menjaga konsistensi dan tingkat
kinerja, memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari perawat,
menghindari malpraktik, dan menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan,
duplikasi dan inefisiensi (Sailendra, Annie, 2015).
Sub variabel ketiga dari modal struktural keperawatan dalam penelitian ini
adalah format asuhan keperawatan keluarga. Format dokumentasi asuhan
keperawatan keluarga ini dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Format
asuhan keperawatan keluarga merupakan panduan bagi perawat dalam melakukan
pengkajian atau pengumpulan data baik pada klien maupun keluarga. Selain untuk
pengkajian data, kolom yang tersedia pada format adalah kolom diagnosis
keperawatan keluarga, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Komponen ketiga dari modal intelektual adalah relational capital (modal
hubungan) belum dikembangkan di keperawatan. Modal hubungan merupakan
pengetahuan yang terkandung dalam hubungan organisasi dengan para pemangku
kepentingan internal dan eksternal dipengaruhi oleh manusia serta struktur modal
organisasi (Bontis,Fitz-en, 2002). Definisi lain dari modal hubungan adalah nilai
hubungan kerjasama organisasi dengan lingkungannya.
Modal hubungan terdiri dari hubungan kerjasama organisasi secara internal
dan eksternal. Konsep modal hubungan berkonsentrasi pada pengembangan
hubungan organisasi dengan lingkungan ekternalnya. Hubungan kerjasama yang
dimaksud adalah kerjasama yang bermanfaat untuk bisnis (Navaro et.al., 2008).
Penelitian dari Navaro, et.al. (2008) menjelaskan bahwa relational capital
berkonsentrasi pada pengembangan hubungan organisasi dengan lingkungan
ekternalnya. Hasil penelitian lain menjelaskan relational capital ini dipengaruhi
oleh human capital dan structural capital dalam melaksanakan pelayanan
keperawatan di unit rumah sakit di rumah (Hospital in Home Unit). Sejalan
dengan hasil penelitian tersebut, Bontis, Fitz-Enz dan Jack, (2002) menjelaskan
bahwa human capital dan structural capital mempengaruhi relational capital.
Relational capital merupakan unsur penting dalam pengembangan kualitas
sumber daya manusia dan meningkatkan kinerja tiap karyawan dalam suatu
perusahaan. Hubungan yang dibangun antara perawat, klien dan keluarga serta
sistem pendukung pelayanan keperawatan lainnya merupakan unsur penting
dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan keluarga. Hubungan antara
perawat dengan klien dipengaruhi oleh rasa saling percaya, memahami hak
masing-masing, peka terhadap kondisi fisik klien dan ketidakberdayaan,
memahami kondisi psikologis klien sehingga perawat mampu bersikap sabar,
memahami perbedaan nilai antar pribadi sehingga tidak menimbulkan konflik.
Faktor fisik dapat mempengaruhi komunikasi verbal dan non verbal antara
klien dan perawat. Komunikasi verbal (verbal communication) adalah bentuk
komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara
tertulis (written) atau lisan (oral). Komunikasi verbal menempati porsi besar,
karena ide-ide, pemikiran atau keputusan, lebih mudah disampaikan secara verbal
daripada non verbal. Komunikan (baik klien maupun perawat) dapat lebih mudah
memahami pesan-pesan yang disampaikan (Potter & Perry, 2009).
Faktor psikologis diprediksi mempengaruhi komunikasi. Perry & Potter,
(2009) menjelaskan faktor psikologis dipengaruhi oleh nilai dan emosi. Nilai
adalah standar yang mempengaruhi perilaku. Klien perlu mengetahui dan
mengklarifikasi nilai yang dimiliki sehingga dapat membuat keputusan dan
interaksi yang tepat dengan perawat. Emosi merupakan perasaan subyektif
terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang dapat mempengaruhi
klien dalam berkomunikasi dengan perawat. Perawat perlu mengkaji emosi klien
dengan benar, sehingga mampu memilih waktu yang tepat untuk berkomunikasi
dengan klien.
Griffin & Mc Keever (2000) menjelaskan bahwa hubungan antara perawat dan
keluarga ada 4 (empat) tipe yang berbeda tetapi saling berhubungan, yaitu :
Hubungan antara perawat dan pengasuh (helper), hubungan antara pekerja-
pekerja, hubungan antara manajer dan pekerja, dan hubungan antara perawat dan
pasien. Penjelasan dari keempat tipe tersebut adalah sebagai berikut:
1. Nurse-helper relationship
Hubungan antara perawat dan pembantu. Perawat berperan sebagai
perawat, dan keluarga berperan sebagai pembantu perawat. Perawat menyediakan
dan mengkoordinasikan seluruh perawatan yang dibutuhkan, sementara keluarga
mengambil peran mendukung tindakan perawat. Hubungan antara perawat dan
keluarga saling mendukung dan bekerjasama. Keluarga percaya dengan perawat
dalam hal pemberian perawatan.
2. Worker-worker relationship
Jenis hubungan memerlukan negosiasi antara perawat dan keluarga yang
berpusat pada keluarga pemberi perawatan. Negosiasi diperlukan karena perawat
dan keluarga mempunyai posisi yang sama yaitu sebagai sebagai pekerja. Hampir
75% dari pengasuh keluarga bekerjasama sepenuhnya dengan perawat dalam
mempelajari keterampilan baru. Keluarga sebagai pengasuh yang diberikan
keterampilan mengeluh takut, kewalahan, atau marah karena tugasnya terlalu
sulit. Pada tipe ini sering terjadi konflik karena peran yang membingungkan dari
perawat sebagai pekerja dan keluarga pengasuh juga sebagai pekerja.
3. Manager- worker relationship
Hubungan pada tipe ini perawat sebagai manajer, keluarga sebagai pekerja.
Perawat secara bertahap mengalihkan perawatan pada pengasuh mereka yang
sebenarnya, pentingnya pemantauan pengasuh keluarga dalam hal strategi koping
dan kompetensi ditingkatkan. Keluarga sebagai pengasuh telah menerima
peningkatan kemampuan dalam melakukan pelayanan keperawatan pada anggota
keluarganya yang sakit, namun tidak semua keluarga merasa puas dengan tipe
hubungan ini. Keluarga merasa bingung dan sedih karena waktu mereka untuk
bertemu perawat berkurang. Perawat berusaha untuk menetapkan batas peran
mereka tetapi keberhasilannya minimal.
4. Nurse-patient relationship
Tipe ini perawat sebagai perawat dan keluarga pemberi pelayanan sebagai
pasien. Keluarga dipandang sebagai orang yang memerlukan perawatan seperti
pasien yang mengalami penyakit kronis. Keluarga mencatat semua bantuan
pelayanan yang diberikan pada anggota keluarganya sebagai penyebab kelelahan
fisik dan emosi, isolasi sosial dan ketegangan.Tujuan dari intervensi keperawatan
yang ditujukan pada keluarga adalah mengurangi ketergantungan keluarga kepada
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Tipe ini hampir sama seperti
manager-worker. Ketika perawat memposisikan keluarga sebagai pekerja atau
sebagai pasien tidak ada keluhan dari keluarga, karena keluarga akan mendapat
keterampilan baru sehingga mampu memberikan pelayanan keperawatan pada
anggota keluarganya yang sakit.
Selain hubungan perawat dengan keluarga, menurut Gittel, et.al. (2013)
menjelaskan bahwa kolaborasi interpersonal antara pasien, keluarga, komunitas,
dan tenaga profesional pemberi layanan akan meningkatkan kualitas perawatan
yang diberikan. Hubungan koordinasi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dapat
meningkatkan keterampilan sehingga mampu mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kolaborasi perawat dengan dokter, ahli gizi dan tim kesehatan lain
mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas pada individu, keluarga dan
komunitas.
Kerjasama antara perawat dengan berbagai profesi (interprofessional
collaboration) dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dan
mengurangi dampak kesalahan medis (Naylor, 2011; Johnson, 2011).
Interprofessional collaboration dapat meningkatkan sumberdaya manusia dan
memberikan informasi yang adekuat. Penggunaan pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman mereka dalam melaksanakan praktik akan mendukung proses
pengambilan keputusan (Naylor, 2011). Hasil penelitian menjelaskan bahwa
interprofessional collaboration dapat meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan pada pasien kritis. Kolaborasi ini terjadi transisi dari rumah sakit
ke rumah (Naylor, 2011). Kerjasama antar tenaga professional di bidang
kesehatan akan meningkatkan manfaat yang diperoleh pasien dan keluarga.
Kerjasama dan hubungan koordinasi antar profesional meliputi shared goals,
shared knowledge dan mutual respect (Gittel et.al., 2013). Johnson (2011)
menyatakan bahwa rekomendasi untuk kolaborasi interprofesional ke depan
adalah memperhatikan nilai dan etika praktek dari masing-masing profesi,
kepekaan terhadap pasien di pusat kesehatan, memperhatikan keragaman budaya
dan perbedaan antar tim, memperhatikan peran yang unik dan tanggungjawab
antar tim, komunikasi dengan pasien, keluarga dan komunitas serta tim kesehatan
yang lain, bekerja efektif dalam berbagai peran.
Interprofessional collaboration dalam pelayanan keperawatan keluarga
terutama pada kasus hipertensi adalah kolaborasi antara perawat, dokter dan ahli
gizi yang ada di Puskesmas. Kolaborasi perawat dengan dokter terkait dengan
terapi medis yang diberikan pada klien. Kolaborasi dengan ahli gizi berkaitan
dengan perencanaan diet hipertensi.
2.1.4 Proposisi dan Kerangka Konsep Nursing Intellectual Capital
Konsep dan proposisi nursing intellectual capital dengan mengembangkan
dua komponen yaitu nursing human capital dan nursing structural capital dalam
meningkatkan pelayanan keperawatan dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1.Konsep dan Proposisi Teori Intellectual Capital dalam Bisnis
dan Keperawatan (Covell, 2011)
Intellectual Capital Theory Nursing Intellectual Capital Theory
Intellectual capital adalah
pengorganisasian pengetahuan yang
diterjemahkan ke dalam kinerja bisnis
(Bontis, 1999)
Intellectual capital keperawatan adalah
pengetahuan keperawatan yang
diterjemahkan ke dalam pelayanan
keperawatan dan kinerja organisasi
Kinerja bisnis memberikan keuntungan
pada organisasi dan mempertahankan
orang-orang kunci (Bontis &Fitz-enz,
2002)
Kinerja keperawatan meningkatkan hasil
pada pasien yang berhubungan dengan
kualitas perawatan seperti pengurangan
efek samping adanya infeksi nosokomial,
pasien jatuh dan kesalahan pengobatan.
Kinerja organisasi meningkatkan hasil
organisasi, seperti hasil yang berhubungan
dengan biaya yang terkait dengan
perekrutan dan retensi perawat teregistrasi
berpengetahuan dan berpengalaman
(misalnya jam orientasi yang lebih rendah,
omset perawat teregistrasi, lowongan,
rekrutmen yang lebih tinggi dan retensi
perawat).
Modal manusia adalah pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman karyawan
(Edvinsson & Malone, 1997).
Modal manusia keperawatan adalah
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman
perawat teregistrasi (McGillis Hall, 2003).
Hal ini tercermin dalam:
a. persiapan akademik
b. status sertifikasi khusus
c. Jam pendidikan berkelanjutan yang
dihadiri
d. Pengalaman profesional
e. Pengalaman khusus klinis
Modal struktural adalah pengetahuan
organisasi yang ada dalam organisasi
pengajuan, database, dan rutinitas
(Edvinsson & Malone, 1997). Modal
struktural mendukung penggunaan sumber
daya manusia organisasi (Bontis, 2002).
Modal struktural keperawatana adalah
sumber daya struktural yang mengandung
pengetahuan keperawatan dan digunakan
untuk mendukung perawat teregistrasi
dalam penerapan pengetahuan dan
keterampilan dalam pemberian perawatan
pasien. Hal ini dioperasionalkan pada:
a. Ketersediaan pedoman praktek, peta
perawatan, dan protokol
b. Teknologi informasi untuk tujuan
diagnostik (misalnya glucometers,
telemetri)
Intellectual Capital Theory Nursing Intellectual Capital Theory
c. Perangkat komputerisasi portabel yang
digunakan untuk memperoleh informasi
berbasis bukti (misalnya laptop, iPad,
dan lain-lain).
Investasi sumber daya manusia adalah
investasi oleh organisasi dalam
pengembangan pengetahuan dan
keterampilan karyawan melalui pelatihan
dan pengembangan inisiatif (Bontis & Fitz-
enz, 2002).
Dukungan dari pemilik modal untuk
melanjutkan pengembangan profesional
perawat adalah investasi oleh organisasi
dalam pengembangan pengetahuan dan
keterampilan perawat teregistrasi melalui
kegiatan pengembangan profesional
lanjutan.
Hal ini dapat dijelaskan dalam strategi
berikut:
a. Bantuan keuangan dari organisasi untuk
menghadiri kegiatan pengembangan
profesional lanjutan
b. Diberikan biaya untuk melaksanakan
studi
c. Ketersediaan staf pengganti perawat
teregistrasi ketika meninggalkan unit
kerja untuk belajar
d. Ketersediaan pendidik klinis atau
konsultan untuk membantu perawat
teregistrasi dalam mengambil keputusan
klinis, pengembangan pengetahuan dan
keterampilan
Deplesi modal manusia adalah hilangnya
karyawan dengan pengetahuan dan
keterampilan yang bernilai bagi organisasi
(Bontis & Fitz-enz, 2002).
Perawat staf adalah ketersediaan perawat
teregistrasi yang memiliki pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman yang
kompeten dalam memenuhi kebutuhan
perawatan pasien di unit (ANA, 2002). Hal
ini dioperasionalkan menjadi:
a. Jam per pasien per hari
b. Keterampilan yang dilaksanakan
c. Rasio perawat : pasien
Kerangka konsep teori nursing intellectual capital adalah sebagai berikut :
Quality of Patient Care Out comes Nurse Staffing Nursing Human
Capital
Gambar 2.1 Middle Range Nursing Intellectual Capital Theory (Covell, 2011).
2.1.5 Implikasi Nursing Intellectual Capital
Implikasi teori intellectual capital keperawatan pada penelitian adalah
peningkatan kontribusi pelayanan keperawatan kepada pasien melalui kegiatan
penelitian. Pengetahuan keperawatan merupakan aset yang tidak berwujud
sehingga sebagian besar penelitian diarahkan pada penelitian modal intelektual.
Penelitian yang sudah dilakukan di bidang bisnis seperti perusahaan Fortune 500,
dilaporkan tentang persepsi modal intelektual tidak secara langsung mengukur
pengetahuan dalam organisasi. Pendekatan ini digunakan oleh Rondeau et al.
(2009), penelitian yang dilakukan menggunakan kuesioner modal intelektual
melalui survei persepsi karyawan tentang pengaruh investasi organisasi modal
manusia pada perawat yang bekerja sukarela di rumah sakit. Penelitian dilakukan
untuk menyelidiki persepsi individu yang cenderung mengalami bias pelaporan,
berpotensi menghasilkan perbedaan terlalu tinggi dari hubungan antara konsep
(Covell, Sidani, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Covell dan Sidani (2013) berusaha untuk
mengukur modal intelektual yang sebenarnya tersedia dalam rumah sakit dengan
menggunakan data dari rumah sakit dan database departemen. Peneliti dibatasi
Recruitment and retention outcome
Employee support
For nurse CPD Nursing
Structural Capital
oleh jenis data yang tersedia dalam rumah sakit yang berpartisipasi dalam
penelitian. Covell dan Sidani (2013) menemukan bahwa beberapa tindakan
keperawatan tidak berdasarkan konsep dengan baik. Perlu pemikiran untuk
memodifikasi kuesioner modal intelektual yang ada sehingga dapat
mencerminkan teori modal intelektual keperawatan. Kuesioner yang telah direvisi
dapat digunakan untuk melakukan studi perbandingan validitas dari dua jenis data
yaitu jawaban kuesioner terhadap indikator yang relevan dan dari database rumah
sakit. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi metode yang paling akurat dan
layak untuk mengukur modal intelektual dalam organisasi pelayanan
keperawatan. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengeksplorasi
kontribusi keperawatan modal intelektual dalam mengukur hasil pelayanan
keperawatan yang sensitif seperti risiko pasien jatuh dan manajemen gejala.
Implikasi teori intellectual capital keperawatan untuk praktek akan
berpengaruh pada pelayanan keperawatan yang diberikan. Kombinasi indikator
modal manusia mempengaruhi kualitas perawatan pasien yang lebih baik dan
mempertahankan perawat teregistrasi. Manajer perawat dapat mempertimbangkan
dan mempertahankan staf keperawatan yang terdiri dari perawat teregistrasi,
sertifikasi khusus dan berpengalaman. Manajer perawat dapat mencapai tujuan ini
dalam beberapa cara, pertama, untuk meningkatkan persiapan akademik pada staf,
manajer perawat dapat menyesuaikan praktik perekrutan dengan memasukkan
proporsi yang lebih besar dari sarjana muda untuk disiapkan menjadi perawat
teregistrasi, mengganti biaya dari perawat teregistrasi berkaitan dengan kemajuan
pendidikan akademis mereka, dan membuat upaya untuk mempertahankan
perawat teregistrasi. Temuan dari penelitian yang diuji, dipilih proposisi teori
modal intelektual keperawatan yang menunjukkan bahwa unit dengan modal
manusia lebih tinggi dan memiliki kualitas yang lebih baik untuk perawatan
pasien dapat mengurangi efek samping.
2.1.6 Analisis Kelebihan dan Kekurangan Nursing Intellectual Capital
Kelebihan dari teori nursing intellectual capital adalah membahas tentang
kinerja perawat dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang
dipengaruhi oleh komponen dari perawat dan sarana yang dibutuhkan dimana
semuanya bersumber dari pengetahuan. Kelemahan dari teori ini belum
menjelaskan tentang bagaimana interaksi antara komponen modal manusia dan
struktural dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Teori nursing
intellectual capital juga tidak memasukkan komponen modal hubungan
(relational capital) sebagai komponen yang mempengaruhi kualitas pelayanan
keperawatan. Pengembangan dari teori nursing intellectual capital dalam
penelitian ini adalah menambahkan komponen relational capital dalam
keperawatan sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan kinerja perawat.
2.2 Teori Goal Attainment
Imogene King (1981) mengembangkan “Theory of Goal Attainment” (teori
pencapaian tujuan). Pengembangan teori ini diawali dengan studi literatur dalam
keperawatan, ilmu-ilmu perilaku terapan, diskusi dengan beberapa teman sejawat
dan menghadiri beberapa konferensi serta alasan-alasan induktif dan deduktif dari
beberapa pemikiran kritis. Informasi yang dikumpulkan tersebut kemudian
diformulasikan kedalam suatu kerangka kerja konseptual (Conceptual
Framework) pada tahun 1981 (Gonzalo, 2011).
2.2.1 Asumsi Teori Goal Attainment
King berasumsi dasar terhadap kerangka kerja konseptualnya, bahwa manusia
seutuhnya (human being) sebagai sistem terbuka yang secara konsisten
berinteraksi dengan lingkungannya. Asumsi lain bahwa keperawatan berfokus
pada interaksi manusia dengan lingkungannya dan tujuan keperawatan adalah
untuk membantu individu dan kelompok dalam memelihara kesehatannya.
Derivat asumsi tersebut lebih spesifik terhadap interaksi perawat-klien terdiri dari:
1. Persepsi perawat dan klien mempengaruhi proses interaksi.
2. Tujuan, kebutuhan dan nilai dari perawat serta klien mempengaruhi proses
interaksi.
3. Individu mempunyai hak untuk mengetahui tentang dirinya sendiri.
4. Individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
yang mempengaruhi kehidupan dan kesehatan mereka serta pelayanan
kesehatan masyarakat.
5. Profesional kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap pertukaran
informasi sehingga membantu individu dalam membuat keputusan tentang
pelayanan kesehatannya.
6. Individu mempunyai hak untuk menerima atau menolak pelayanan kesehatan.
7. Tujuan profesional kesehatan dan penerima pelayanan kesehatan dapat
berbeda.
Human being mempunyai tiga dasar kebutuhan kesehatan yaitu :
1. Kebutuhan informasi kesehatan yang dapat digunakan pada saat dibutuhkan.
2. Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan bertujuan untuk pencegahan
penyakit. Pelayanan kesehatan dibutuhkan ketika individu tidak mampu untuk
membantu dirinya sendiri.
3. Perawat dalam posisinya, membantu apa yang mereka ketahui dan pikirkan,
bagaimana mereka merasakan dan bagaimana mereka melakukan kegiatan
untuk memelihara kesehatannya.
2.2.2 Kerangka Konsep Teori Goal Attainment
King mengemukakan dalam kerangka konsepnya, hampir setiap konsep
yang dimiliki oleh perawat dapat digunakan dalam asuhan keperawatan.
Kerangka Konsep Imogene King :
Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa perawat dan klien yang
Perawat sebagai personal dipengaruhi oleh persepsi kemudian muncul
pertimbangan untuk melakukan aksi. Klien sebagai personal dipengaruhi pula
oleh persepsi yang dimiliki kemudian muncul pertimbangan untuk melakukan
suatu aksi. Aksi dari perawat maupun klien bereaksi ketika klien mengalami
masalah kesehatan dan perawat sebagai tenaga profesional membantu
menyelesaikan masalah. Reaksi tersebut menjadi suatu interaksi dimana pada saat
terjadi interaksi inilah perawat dan klien menetapkan berbagai kegiatan untuk
mencapai tujuan. Interaksi akan terjadi transaksi ketika perawat dan klien
melakukan tindakan untuk merubah perilaku. Keperawatan menurut King
merupakan proses interaksi antara perawat dan klien dengan melibatkan proses
interpersonal dari tindakan, reaksi dan interaksi yang dipengaruhi oleh persepsi
(King, 1981 dalam Alligood, M.R., 2014).
NURSE
PATIENT
PERSEPTION
ACTION
JUDGMENT
REACTION
INTERACTION TRANSACTION
PERSEPTION
JUDGMENT
ACTION
FEED BACK
FEED BACK
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep “ Human Interaction” King (1981dalam
Alligood, M.R., 2014)
Kerangka kerja konseptual (Conceptual Framework) dari Imogene King
terdiri dari tiga sistem interaksi yang dikenal dengan dynamic interacting systems,
meliputi: Personal systems, interpersonal systems dan social systems.
Interpersonal systems merupakan elemen utama dari teori pencapaian tujuan dari
King, dimana dua orang (perawat-klien) yang tidak saling mengenal berada
bersama-sama di organisasi pelayanan kesehatan untuk saling membantu dalam
mempertahankan status kesehatan sesuai dengan peran dan fungsinya.
Interpersonal systems antara perawat-klien terjadi interaksi dalam suatu area
dengan intensitas yang sangat menentukan dalam menetapkan dan mencapai
tujuan keperawatan.
Kerangka konsep dynamic interacting adalah sebagai berikut :
Gambar 2.3: Kerangka Konsep Dinamic Interacting System
dari King (1981dalam Alligood, M.R., 2014)
)
2.2.3 Konsep Interaksi Manusia Menurut Imogene King
King menjelaskan pengertian interaksi adalah sebagai suatu proses dari
persepsi dan komunikasi antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, individu dengan lingkungan yang dimanifestasikan sebagai perilaku
verbal dan non verbal dalam mencapai tujuan (Alligood, M.R., 2014). Arti
interaksi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hal saling melakukan
aksi, berhubungan, saling mempengaruhi antara orang perseorangan, antara
perseorangan dan kelompok, dan antara kelompok dan kelompok.
King (1990 dalam Gonzalo, 2011) menyatakan bahwa setiap individu
adalah sistem personal (sistem terbuka). Konsep yang relevan dari sistem personal
adalah persepsi, diri, pertumbuhan dan perkembangan, citra tubuh, dan waktu.
1. Sistem Personal
King menjelaskan bahwa setiap individu adalah sistem personal (sistem
terbuka). Sistem personal pada manusia dapat dijelaskan dengan konsep yang
relevan yaitu persepsi (perception), diri (self), pertumbuhan dan perkembangan
(growth & development), citra diri (body image), ruang (space), waktu (time).
a. Persepsi (perception)
Persepsi adalah gambaran seseorang tentang objek, orang dan kejadian-
kejadian. Persepsi berbeda dari satu orang ke orang lain dan hal ini tergantung
dari pengalaman masa lalu, latar belakang, pengetahuan dan status emosi.
Karakteristik persepsi adalah universal atau dialami oleh semua, selektif untuk
semua orang, dan subyektif atau personal (King, 1981 dalam Alligood, M.A,
2014).
b. Diri (self)
King menjelaskan bahwa diri adalah gabungan dari pikiran dan perasaan
yang merupakan kesadaran seseorang tentang siapa dan apa dia. Diri antara
lain, sistem ide, sikap, nilai-nilai, dan komitmen. Diri adalah total lingkungan
subyektif seseorang. Diri merupakan dunia batin seseorang yang dibedakan
dari dunia luar. Diri adalah individu ketika kita mengatakan "AKU" (King,
1981 dalam Alligood, M.A, 2014).
c. Pertumbuhan dan perkembangan (growth and development)
Pertumbuhan dan perkembangan dapat didefinisikan sebagai proses
seluruh kehidupan seseorang dimana dia bergerak dari potensial mencapai
aktualisasi diri.Tumbuh kembang meliputi perubahan sel, molekul dan perilaku
manusia. Perubahan terjadi dengan cara yang tertib, dapat diprediksi walaupun
individu itu bervariasi. Perubahan juga dapat dipengaruhi oleh fungsi genetik,
pengalaman yang berarti dan memuaskan.
d. Citra diri (body image)
King mendefinisikan citra tubuh sebagai cara orang memahami tubuh
seseorang dan reaksi orang lain untuk penampilan seseorang.
e. Ruang (space)
Ruang yang dimaksud adalah ruang yang ada di semua arah, ada dimana-
mana dan didefinisikan oleh area fisik yang dikenal sebagai "wilayah" sesuai
dengan perilakunya.
f. Waktu (time)
King mendefinisikan waktu sebagai “Durasi antara satu peristiwa dan
peristiwa lainnya sebagai hal unik yang dialami oleh setiap manusia, dan
berhubungan satu peristiwa ke peristiwa”.
2. Sistem Interpersonal
King menjelaskan sistem interpersonal terbentuk oleh interaksi
antar manusia. Interaksi antar dua orang disebut dyad, tiga orang disebut
triad, dan empat orang disebut group. Konsep yang relevan dengan sistem
interpersonal adalah interaksi, komunikasi, transaksi, peran dan stres.
a. Interaksi
“Interaction is a process of perception and communication between person
and environment and between person and person represented by verbal and
non verbal behaviors that are goal-directed” (King, 1986 dalam Gonzalo,
2011).
Interaksi didefinisikan sebagai proses persepsi dan komunikasi antara orang
dan lingkungan, orang dan orang yang ditunjukkan oleh perilaku verbal dan
non verbal yang diarahkan pada tujuan.
b. Komunikasi
King mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana informasi yang
diberikan dari satu orang ke orang lain baik langsung maupun tidak langsung,
misalnya melalui telepon, televisi atau tulisan. Ciri-ciri komunikasi adalah
verbal, non verbal, situasional, perseptual, transaksional, tidak dapat diubah,
bergerak maju dalam waktu, personal, dan dinamis. Komunikasi dapat
dilakukan secara lisan maupun tertulis dalam menyampaikan ide-ide satu orang
ke orang lain. Aspek perilaku non verbal yang sangat penting adalah sentuhan.
Aspek lain dari perilaku adalah jarak, postur, ekspresi wajah, penampilan fisik
dan gerakan tubuh.
c. Transaksi
“Transaction is a process of interactions in which human beings
communicate with the environment to achieve goals that are valued;
transactions are goal-directed human behaviors”(King, 1986 dalam Gonzalo,
2011).
Pengertian transaksi adalah proses interaksi di mana manusia
berkomunikasi dengan lingkungan untuk mencapai tujuan yang bernilai.
Transaksi perilaku manusia diarahkan pada tujuan. Ciri-ciri transaksi adalah
unik, karena setiap individu mempunyai realitas personal berdasarkan persepsi
mereka.
d. Peran
Peran melibatkan sesuatu yang timbal balik dimana seseorang pada suatu
saat sebagai pemberi dan disaat yang lain sebagai penerima. Tiga elemen utama
peran yaitu, perilaku yang diharapkan pada orang yang menduduki posisi di
sistem sosial, prosedur atau aturan yang ditentukan oleh hak dan kewajiban
yang berhubungan dengan prosedur atau organisasi, dan hubungan antara dua
orang atau lebih berinteraksi untuk mencapai tujuan pada situasi khusus.
e. Stres
Definisi stres menurut King adalah suatu keadaan yang dinamis
dimanapun manusia berinteraksi dengan lingkungannya untuk memelihara
keseimbangan pertumbuhan, perkembangan dan perbuatan yang melibatkan
pertukaran energi dan informsi antara seseorang dengan lingkungannya untuk
mengatur stressor. Stres adalah suatu yang dinamis pada sistem terbuka secara
terus menerus terjadi pertukaran dengan lingkungan, intensitasnya bervariasi,
pada dimensi temporal-spatial yang dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu,
individual, personal, dan subyektif.
3. Sistem Sosial
King mendefinisikan sistem sosial sebagai sistem pembatas peran
organisasi sosial, perilaku, dan praktik yang dikembangkan untuk memelihara
nilai-nilai dan mekanisme pengaturan antara praktik dan aturan (Alligood, M.A,
2014). Konsep yang relevan dengan sistem sosial adalah organisasi, otoritas,
kekuasaan, status dan pengambilan keputusan.
a. Organisasi
Organisasi mempunyai ciri struktur posisi yang berurutan dan aktifitas
yang berhubungan dengan pengaturan formal dan informal pada seseorang dan
kelompok untuk mencapai tujuan personal atau organisasi.
b. Otoritas
King mendefinisikan otoritas atau wewenang adalah bahwa wewenang itu
aktif, proses transaksi yang timbal balik dimana latar belakang, persepsi, nilai-
nilai dari pemegang mempengaruhi definisi, validasi dan penerimaan posisi di
dalam organisasi serta berhubungan dengan wewenang.
c. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan sumber daya dalam
organisasi untuk mencapai tujuan. Kekuasaan adalah proses dimana satu atau
lebih orang mempengaruhi orang lain dalam suatu situasi. Kekuasaan
merupakan kapasitas atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk
mencapai tujuan, terjadi disemua aspek kehidupan dan setiap orang memiliki
potensi daya ditentukan oleh sumber daya individu dan kekuatan lingkungan
yang dihadapi. Kekuatan sosial yang dapat memelihara masyarakat.
d. Pembuatan keputusan
Pembuatan keputusan merupakan proses dinamis dan sistematis
dimana pilihan diarahkan pada tujuan yang dibuat dan ditindaklanjuti oleh
individu atau kelompok untuk mencapai tujuan.
e. Status
Status adalah posisi individu dalam kelompok dan hubungannya dengan
kelompok lain dalam sebuah organisasi. Status mengenali hak-hak istimewa,
tugas-tugas dan kewajiban.
2.2.4 Analisis Teori
Ketiga sistem interaksi dari King membentuk hubungan interpersonal
antara perawat dan pasien/klien. Hubungan perawat dan klien merupakan sarana
dalam pemberian asuhan keperawatan, di mana proses interpersonal dinamis yang
ditampilkan oleh perawat dan klien dipengaruhi oleh perilaku masing-masing.
Penelitian dari Riggio, Shelby (2000) menyatakan bahwa dimensi personal dan
keterampilan komunikasi berhubungan dengan kinerja Perawat. Perawat
memanfaatkan komunikasi untuk membantu klien dalam menciptakan dan
mempertahankan adaptasi positif terhadap lingkungan (King, 1981 dalam
Alligood, M.R., 2014). Penelitian dari Gunther (2001) menjelaskan bahwa
interaksi antara perawat dan klien mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan.
Sistem personal perawat terdiri dari empati, kesadaran diri dan persepsi yang
adekuat, sistem interpersonal dan sistem sosial mempengaruhi proses
pengambilan keputusan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan perawat dan
klien.
Penelitian dari Wibrata, D.A. et.al. (2014) menjelaskan bahwa kinerja
Perawat dipengaruhi oleh faktor personal, afeksi dan interaksi. Model konseptual
King dapat digunakan pula untuk menjelaskan hubungan antara orang tua,
keluarga, anak dan kesehatan. King menekankan pada interaksi antara lingkungan
dan kesehatan yang berfokus pada praktik dan penelitian keperawatan (Frey,
2003).
2.2.5 Makna Teori
King mendefinisikan teorinya sebagai serangkaian konsep yang saling
berhubungan dengan jelas dan dapat diamati dalam praktek keperawatan. Teori ini
membangun tubuh ilmu pengetahuan keperawatan (body of knowledge) yang
diperkuat oleh dua metode:
1. Teori keperawatan dari Imogene King dapat dikembangkan dan diuji melalui
riset.
2. Prosedur lain dapat juga digunakan dengan menelusuri ulang pengembangan
sembilan konsep utama teori of goal attainment.
Manfaat dari teori ini adalah:
1. Berkontribusi pada pengembangan tubuh ilmu pengetahuan keperawatan.
2. Sebagai bahan rujukan dalam memperbaiki praktek keperawatan.
3. Dapat dimanfaatkan oleh pelajar, guru, peneliti dan praktisi untuk
menganalisa dan mengidentifikasi kejadian dalam situasi keperawatan yang
spesifik.
4. Sebagai pendekatan untuk seleksi dan pemilihan konsep yang dijadikan dasar
praktek keperawatan profesional.
Kelebihan teori human interaction dalam pencapaian tujuan dapat
menjelaskan atau memprediksi sebagian besar fenomena dalam keperawatan dan
menyesuaikan pada setiap perubahan, sosial, ekonomi dan politik, karena sistem
ini terbuka dan dinamis. Teori ini cukup adekuat dan logis karena beberapa
variabel yang mendukung konsep berdasarkan hasil penelitian. Teori ini
mempunyai keterbatasan khususnya pada penerapan asuhan keperawatan klien
yang tidak mampu berinteraksi dengan perawat, contohnya: kondisi koma, dan
bayi baru lahir ( Wibrata, D.A., et.al, 2014).
2.3 Teori Family Centered Nursing
Family Centered Nursing (FCN) atau keperawatan yang berpusat pada
keluarga didasarkan pada perspektif bahwa keluarga adalah unit dasar untuk
perawatan individu dari anggota keluarga dan unit yang lebih luas. Keluarga
didefiniskan sebagai perspektif sistem yaitu sebuah sistem sosial kecil yang
terbuka dan terdiri atas suatu rangkaian yang saling bergantung serta dipengaruhi
oleh struktur internal dan lingkungan eksternalnya (Friedman, et.al, 2003).
Definisi keluarga dari perspektif tradisional menurut U.S Bureau of the Cesus
dalam Friedman, et.al (2003) menjelaskan keluarga adalah terdiri dari individu
yang bergabung bersama oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi dan tinggal
dalam satu rumah tangga yang sama. UU No. 10 tahun 1992 menjelaskan bahwa
keluarga adalah unit terkecil di masyarakat, terdiri dari suami istri, atau suami
istri dan anak, atau ayah ibu dan anak. Konteks pembangunan Indonesia tujuan
keluarga adalah menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Keluarga
sejahtera dalam Undang-Undang disebut sebagai keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah dan mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan material, bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, memiliki
hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan dengan
masyarakat. Definisi keluarga dalam penelitian ini adalah kumpulan individu yang
tinggal dalam satu rumah karena ikatan perkawinan, pertalian darah dan adopsi
serta dipengaruhi oleh lingkungannya.
Penerapan asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan family-
centered nursing menggunakan Friedman Model. Pengkajian dengan model ini
melihat keluarga sebagai subsistem dari masyarakat dengan mempertimbangkan
faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya ketika melakukan pengkajian dan
perencanaan, implementasi, dan evaluasi perawatan pada anak dan keluarga
(Friedman, et.al, 2003).
Keluarga merupakan entry point dalam pemberian pelayanan kesehatan di
masyarakat, untuk menentukan risiko gangguan akibat pengaruh gaya hidup dan
lingkungan. Potensi dan keterlibatan keluarga menjadi makin besar, ketika salah
satu anggota keluarganya memerlukan bantuan terus menerus karena masalah
kesehatannya bersifat kronik, seperti misalnya pada penderita pasca stroke.
Praktek keperawatan yang berpusat pada keluarga (family-centered nursing),
didasarkan pada perspektif bahwa keluarga unit dasar untuk keperawatan individu
dari anggota keluarga. Proses keperawatan keluarga meliputi: pengkajian,
diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
1. Asuhan keperawatan keluarga difokuskan pada peningkatan kesehatan seluruh
anggota keluarga. Upaya ini dilakukan melalui perbaikan dinamika hubungan
internal keluarga, struktur dan fungsi keluarga yang terdiri dari efeksi,
sosialisasi, reproduksi, ekonomi dan perawatan kesehatan bagi anggota
keluarga.Tujuannya agar mampu merawat anggota keluarga yang sakit,
mencegah terjadinya penularan penyakit pada anggota keluarga yang lain, dan
adanya interdependensi antar anggota keluarga sebagai suatu system, serta
meningkatkan hubungan keluarga dengan lingkungannya (Friedman et.al,
2003).
Tujuan dari asuhan keperawatan keluarga memandirikan keluarga dalam
melakukan pemeliharaan kesehatan para anggotanya. Keluarga melakukan
5 (lima) tugas kesehatan keluarga, diantaranya yaitu: mampu mengenal
masalah kesehatan, mampu memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi
keluarga, mampu merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan, mampu mempertahankan suasana di rumah yang sehat atau
memodifikasi lingkungan untuk menjamin kesehatan anggota keluarga; mampu
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga
(Maglaya S.A., 2009). Hasil penelitian menjelaskan bahwa peran perawat di
keluarga dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan merubah perilaku
keluarga (Reni Z., Agrina, Herlina, 2012).
Keluarga merupakan suatu sistem, dimana jika salah satu anggota keluarga
bermasalah akan mempengaruh sistem anggota keluarga yang lain, begitupun
sebaliknya. Masalah individu dalam keluarga diselesaikan melalui intervensi
keluarga dengan melibatkan secara aktif anggota keluarga lain (Maglaya S.A.,
2009). Keluarga sehat terbentuk dari hasil interaksi internal dan pertukaran
antara keluarga dan lingkungannya sehingga terjadi keseimbangan dalam
keluarga (Wright & Leahey, 2000 dalam Friedman, et.al., 2003).
2. Keluarga menjadi salah satu sentral dalam perawatan, dengan alasan:
a) Keluarga sebagai sumber dalam perawatan kesehatan; b) Masalah kesehatan
individu akan berpengaruh pada anggota keluarga yang lainnya; c) Keluarga
merupakan tempat berlangsungnya komunikasi individu sepanjang hayat,
sekaligus menjadi harapan bagi setiap anggotanya; d) Penemuan kasus suatu
penyakit sering diawali dari keluarga; e) Anggota keluarga lebih mudah
menerima suatu informasi, jika informasi tersebut didukung oleh anggota
keluarga lainnya; f) keluarga merupakan support system bagi individu
(Friedman, et.al., 2003).
Pendekatan yang dilakukan dalam asuhan keperawatan keluarga adalah
proses keperawatan, yang terdiri dari pengkajian individu dan keluarga,
perumusan diagnosis keperawatan, penyusunan rencana asuhan keperawatan,
pelaksanaan dan evaluasi dari tindakan yang telah dilaksanakan (Friedman
et.al, 2003).
a. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu kegiatan perawat untuk mendapatkan informasi
anggota keluarga yang dibinanya secara terus-menerus. Penekanan pada
pengkajian model Friedman adalah kerangka struktur-fungsi keluarga, teori
perkembangan dan teori sistem. Pengkajian model ini memungkinkan perawat
mengkaji sistem keluarga secara keseluruhan sebagai unit dari masyarakat.
Asumsi yang mendasari model pengkajian keluarga ini adalah :1) Keluarga
sebagai sistem sosial yang mempunyai fungsi; 2) Keluarga adalah kelompok
kecil dari masyarakat; 3) Keluarga sebagai sistem sosial mempunyai fungsi
menghantarkan individu bermasyarakat; 4) Individu akan bertindak sesuai
dengan norma dan nilai yang dipelajari dalam sosialisasi dalam keluarga.
Data yang dikaji pada model family centered nursing ini adalah
1) Data Sosial Budaya
Data sosial budaya yang perlu dikaji adalah: Latar belakang budaya
keluarga, bahasa di rumah yang digunakan, asal daerah, aktivitas agama, sosial,
dan budaya, kebiasaan diet dan berpakaian tradisional, agama keluarga,
pekerjaan, pendidikan, pendapatan, siapa pencari nafkah, siapa yang memberi
bantuan memenuhi kebutuhan, berapa pendapatan keluarga, bagaimana
keluarga mengatur keuangan (pengeluaran, tabungan).
2) Data Lingkungan
Data lingkungan yang dikaji adalah lingkungan dalam dan luar rumah,
karakteristik tetangga dan komunitas dan fasilitas umum, dan mobilitas
geografis keluarga, data perkumpulan keluarga dan interaksi dengan
masyarakat, sistem pendukung keluarga.
3) Struktur keluarga
Struktur keluarga menunjukkan cara pengaturan keluarga, pengaturan unit-
unit dalam keluarga dan bagaimana unit-unit saling mempengaruhi (Friedman
et.al, 2003). Data struktur keluarga adalah pola komunikasi terdiri dari
observasi penggunaan komunikasi antar anggota keluarga, bagaimana anggota
keluarga menjadi pendengar, jelas dalam menyampaikan pendapat dan
perasaannya selama berkomunikasi dan berinteraksi. Berapa sering terjadi
emosi karena penyampaian pesan, bagaimana tipe emosi keluarga negatif,
positif atau keduanya. Data berikutnya yang dikaji adalah peran formal dan
informal dalam keluarga.
Peran formal terdiri dari provider, pengurus rumah tangga, pengasuh anak,
rekreasional, peran pertemanan (memelihara hubungan dengan keluarga pihak
ayah dan ibu), peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif pasangan), peran
seksual. Sedangkan peran informal bersifat implisit, sering tidak tampak dan
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarga (Satir,
1969 dalam Friedman, et.al, 2003).
Peran informal terdiri dari peran pendorong adalah peran dalam hal
memuji, menyetujui, dan menerima kontribusi orang lain; penyelaras adalah
peran dalam menengahi perbedaan yang ada diantara anggota keluarga;
inisiator-kontributor adalah peran dalam menyarankan atau mengusulkan ide
atau perubahan; negosiator adalah peran untuk menawarkan jalan tengah pada
pihak yang berkonflik; dominator adalah peran untuk memperkuat kewenangan
dengan memanipulasi kelompok atau anggota tertentu; pengikut adalah peran
yang lebih cenderung untuk menerima ide secara pasif, sebagai pendengar
dalam diskusi; pencari pengakuan adalah peran untuk mencoba denga cara
apapun yang mungkin untuk mencari perhatian terhadap diri dan keinginan;
sahabat adalah peran sebagai teman bermain keluarga yang memperturutkan
diri sendiri dan memperbolehkan perilaku anggota keluarga tanpa
mempertimbangkan akibatnya.
4) Nilai-nilai keluarga
Nilai keluarga didefinisikan sebagai suatu sistem ide, perilaku, keyakinan
tentang nilai suatu hal atau konsep secara sadar maupun tidak sadar mengikat
anggota keluarga karena pengaruh kebudayaan (Parad & Kaplan, 1965 dalam
Friedman, et.al, 2003). Data nilai keluarga yang dikaji adalah siapa yang
berperan dalam mencari nafkah, kemajuan dan penguasaan lingkungan, orientasi
masa depan, kegemaran keluarga, keluarga sebagai pelindung dan kesehatan bagi
keluarga, apakah ada kesesuaian antara nilai-nilai keluarga dan nilai subsistem
keluarga, bagaimana pentingnya nilai-nilai keluarga secara sadar atau tidak,
apakah ada konflik nilai yang menonjol dalam keluarga itu sendiri, bagaimana
nilai-nilai mempengaruhi kesehatan keluarga.
5) Fungsi Keluarga
Friedman, et.al (2003) menjelaskan bahwa fungsi keluarga adalah sebagai
berikut:
a) Fungsi afektif, meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan psikososial anggota keluarga. Fungsi ini keluarga dapat
menjalankan tujuan psikososial yang utama, yaitu membentuk sifat-sifat
kemanusiaan dalam diri mereka, stabilisasi kepribadian dan tingkah laku,
kemampuan menjalin secara lebih akrab dan harga diri. Data yang dikaji adalah
pola kebutuhan keluarga dan responnya; apakah anggota keluarga memberikan
perhatian satu sama lain, bagaimana mereka saling mendukung satu sama
lainnya, apakah anggota keluarga menunjukkan kasih sayang, apakah ada
kedekatan khusus anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya,
bagaimana keluarga menanamkan perasaan kebersamaan dengan anggota
keluarganya.
b) Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial
Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian.
Sosialisasi merupakan proses perkembangan atau perubahan yang dialami oleh
seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran peran-
peran sosial (Gegas, 1979 dalam Friedman, et.al, 2003). Data yang dikaji
adalah bagaimana keluarga menanamkan disiplin, penghargaan dan hukuman
bagi anggota keluarga, bagaimana keluarga melatih otonomi dan
ketergantungan, memberi dan menerima cinta, latihan perilaku yang sesuai
usia.
c) Fungsi reproduksi, keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan
menambah sumber daya manusia. Data yang dikaji adalah jumlah anak, alat
kontrasepsi dan teknologi reproduksi yang digunakan.
d) Fungsi ekonomi, keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga
secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Data yang
dikaji adalah jumlah pendapatan keluarga, sumber pendapatan keluarga,
penggunaan sumber pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang
dan papan.
e) Fungsi perawatan kesehatan, menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan
kesehatan. Perawatan kesehatan dan praktik-praktik sehat (yang mempengaruhi
status kesehatan anggota keluarga secara individual) merupakan bagian yang
paling relevan dari fungsi perawatan kesehatan. Data yang dikaji adalah
keyakinan dan nilai perilaku keluarga untuk kesehatan terdiri dari: Bagaimana
keluarga menanamkan nilai kesehatan terhadap anggota keluarga, bagaimana
sumber informasi kesehatan bagi anggota keluarga. Bagaimana keluarga
mengenal masalah kesehatan dari anggota keluarga, persepsi keluarga terhadap
masalah kesehatan anggota keluarga, bagaimana persepsi keluarga terhadap
upaya yang dilakukan untuk menjaga kesehatan. Siapa yang mengambil
keputusan untuk melakukan suatu tindakan apabila anggota keluarga sakit,
bagaimana proses pengambilan keputusan dalam keluarga apabila ada anggota
keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
Praktik diet keluarga yang dikaji pada fungsi ini adalah apakah keluarga
mengetahui sumber-sumber makanan bergizi, apakah diet keluarga yang
mengalami masalah kesehatan sudah memadai, siapa yang bertanggungjawab
terhadap perencanaan belanja dan pengolahan makanan, berapa jumlah dan
komposisi makanan yang dikonsumsi oleh keluarga sehari, apakah ada batas
anggaran belanja rumah tangga, bagaimana sikap keluarga terhadap makanan
dan jadual makan. Kebiasaan tidur dan istirahat: Apakah jumlah jam tidur
anggota keluarga sesuai dengan perkembangan, apakah ada jadual tidur tertentu
yang harus diikuti oleh anggota keluarga, fasilitas tidur anggota keluarga. Olah
raga dan latihan: Bagaimana kebiasaan olah raga anggota keluarga, persepsi
keluarga terhadap kebiasaan oleh raga, bagaimana latihan anggota keluarga
yang mengalami masalah kesehatan. Kebiasaan penggunaan obat-obatan dalam
keluarga: apakah ada kebiasaan keluarga mengkonsumsi kopi dan alkohol,
bagaimana kebiasaan minum obat pada anggota keluarga yang mempunyai
masalah kesehatan, apakah keluarga secara teratur menggunakan obat-obatan
tanpa resep, apakah obat-obatan ditempatkan pada tempat yang aman dan jauh
dari jangkauan anak-anak.
Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji tentang bagaimana kesehatan
keluarga dan anggota keluarga yang lain dalam satu keturunan, apakah ada
penyakit keturunan dalam keluarga. Pelayanan kesehatan yang diterima.
Pelayanan kesehatan yang diterima dari praktisi kesehatan, apakah ada tenaga
kesehatan yang datang bertemu dengan anggota keluarga, apakah pelayanan
kesehatan mudah terjangkau oleh keluarga. Bagaimana perasaan dan persepsi
keluarga terhadap pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan,
bagaimanakah pengalaman keluarga terhadap pelayanan keperawatan
kesehatan yang telah didapatkan. Sumber pembiayaan yang dikaji adalah
bagaimana keluarga membayar pelayanan yang diterima, apakah keluarga
masuk asuransi kesehatan, apakah keluarga mendapat pelayanan kesehatan
gratis (Friedman, et.al, 2003).
6) Koping Keluarga
Koping keluarga adalah upaya pemecahan masalah secara aktif dengan
memanfaatkan sumber daya keluarga yang ada dan mengembangkan perilaku
serta sumber baru yang akan memperkuat unit keluarga dan mengurangi
dampak peristiwa hidup penuh stress (Lazarus, Averill & Opton, 1974;
McCubbin, 1979 dalam Friedman, et.al, 2003). Data yang dikaji untuk stresor
keluarga berkaitan dengan ekonomi dan sosialnya, apakah keluarga dapat
memastikan lama dan kekuatan stresor yang dialami, apakah keluarga dapat
mengatasi stresor dan ketegangan sehari-hari, apakah keluarga mampu
bertindak berdasarkan penilaian yang obyektif dan realistis terhadap situasi
yang menyebabkan stress, bagaimana keluarga bereaksi terhadap situasi yang
penuh dengan stres, strategi koping bagaimana yang diambil oleh keluarga,
apakah anggota keluarga mempunyai koping yang berbeda-beda.
b. Diagnosis keperawatan
Data yang telah dikumpulkan pada tahap pengkajian, selanjutnya dianalisis dan
dirumuskan diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan adalah keputusan
klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah
kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan
perawat. Semua diagnosis keperawatan harus didukung oleh data. Data
diartikan sebagai definisi karakteristik. Rumusan diagnosis keperawatan
keluarga ada empat jenis, yaitu aktual, risiko, promosi kesehatan dan sejahtera
(NANDA, 2014). Proses perumusan diagnosis keperawatan keluarga
melibatkan keluarga. Diagnosis keperawatan memberikan dasar dalam
pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang diharapkan
(Friedman, et.al, 2003).
c. Perencanaan
Penyusunan rencana keperawatan bekerjasama dengan keluarga. Rencana
keperawatan dikomunikasikan dengan tim kesehatan untuk meningkatkan
pendekatan ketika bekerja dengan keluarga untuk mencapai hasil yang
diharapkan (Friedman, et.al, 2003). Perencanaan keperawatan keluarga terdiri
dari, penetapan tujuan, kriteria hasil yang spesifik, dan rencana tindakan
keperawatan. Keluarga berhak dan bertanggungjawab untuk membuat
keputusan kesehatan mereka sendiri. Penempatan rencana asuhan keperawatan
keluarga mengikuti pilihan bersama yang dirancang untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan (Friedman, et.al, 2003).
d. Intervensi
Intervensi keperawatan merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat
untuk individu, keluarga dan komunitas dengan tujuan untuk membantu klien,
keluarga dan komunitas meningkatkan atau menyesuaikan kondisi fisik, emosi,
psikososial, spiritual, budaya dan lingkungan (ANA, dalam Friedman et.al,
2003). Robinson (1996, dalam Friedman, et.al, 2003) menjelaskan bahwa
intervensi keperawatan yang dapat membuat suatu perubahan pada keluarga
adalah intervensi yang dapat meningkatkan hubungan antara keluarga dan
perawat. Keluarga dan perawat perlu membentuk kemitraan untuk
meningkatkan kesehatan dan perhatian kepada keluarga.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses terus menerus yang terjadi setiap saat yang
didasari atas seberapa efektif intervensi oleh perawat dan keluarga serta tim
lainnya. Keberhasilan ditentukan dengan dengan melihat hasil pada anggota
keluarga (Friedman, et.al, 2003). Proses evaluasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menilai keberhasilan tindakan keperawatan keluarga yang
telah dilaksanakan dengan menilai tingkat kemandirian keluarga dalam minum
obat, diet, aktifitas dan istirahat, manajemen stres dan kontrol ke pelayanan
kesehatan.
Kerangka konsep model family centered nursing adalah sebagai berikut:
Susu
Skema 2.4 Model Family-Centered Nursing (Friedman, et.al, 2003)
2.4 Konsep Kinerja
2.4.1 Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari kata to perform artinya (1) melakukan, menjalankan,
melaksanakan (To do or carry of a execute), (2) memenuhi atau melaksanakan
kewajiban suatu intense atau niat (to discharge of fulfill), (3) melaksanakan atau
menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understanding),
(4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is
expected of a person, machine) (Supriyanto, 2010).
Pengkajian anggota keluarga
secara individual
Fisik, emosional, sosial dan
spiritual.
Pengkajian terhadap keluarga
Mengidentifikasi data sos-bud, data
lingkungan, struktur dan fungsi, stress
keluarga dan koping strategis
Identifikasi masalah-masalah
keluarga dan individu
Diagnosis keperawatan
Rencana keperawatan
Susun tujuan, identifikasi sumber daya,
definisikan pendekatn alternatif, pilih intervensi
keperawatan, susun prioritas
Intervensi; implementasi rencana
Evaluasi keperawatan
Kinerja mempunyai makna yang luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi
termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung. Kinerja adalah tentang apa
yang dikerjakan, bagaimana mengerjakannya dan hasil yang dicapai dari
pekerjaan tersebut (Wibowo, 2014). Pendapat tentang kinerja merupakan
cerminan pekerjaan seseorang atau kelompok baik proses maupun hasil yang
dicapai.
2.4.2 Indikator Kinerja
Indikator untuk mengukur kinerja terdiri dari tujuh komponen (Wibowo, 2014) :
1. Tujuan
Tujuan menentukan arah kinerja harus dilakukan untuk mencapai tujuan.Upaya
untuk mencapai tujuan diperlukan kinerja individu, kelompok dan organisasi.
2. Standar
Standar mempunyai arti penting untuk menunjukkan kapan suatu tujuan dapat
diselesaikan. Kinerja seseorang dinilai baik apabila mampu mencapai standar
yang ditentukan atau disepakati bersama.
3. Umpan balik
Umpan balik merupakan masukan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar
kinerja dan pencapaian tujuan. Umpan balik menilai kinerja dan hasilnya dapat
digunakan untuk memperbaiki kinerja.
4. Alat atau sarana
Alat atau sarana merupakan sumber daya penunjang tercapainya tujuan.Tanpa
sarana yang memadai pekerjaan tidak dapat dilakukan dengan baik.
5. Kompetensi
Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang baik pengetahuan
maupun keterampilan untuk menjalankan pekerjaan dan menjadi syarat utama
dalam kinerja. Kompetensi dapat mewujudkan tugas yang berkaitan dengan
tercapainya suatu tujuan.
6. Motif
Motif merupakan pendorong seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.
Manajer dapat memotivasi karyawan dengan insentif, memberikan pengakuan,
menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar yang terjangkau,
memberikan pengakuan, meminta umpan balik, menyediakan sumberdaya yang
diperlukan dan memberikan kebebasan melakukan pekerjaan.
7. Peluang
Peluang diperlukan karyawan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Dua faktor
penyebab kurangnya peluang yang diperoleh karyawan yaitu ketersediaan
waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat.
2.4.3 Klasifikasi Ukuran Kinerja
Ukuran kinerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Wibowo, 2014):
1. Produktivitas
Produktivitas berhubungan dengan input dan output dari suatu proses.
Produktivitas dapat diartikan sebagai hubungan antar jumlah output
dibandingkan dengan sumberdaya yang digunakan dalam menghasilkan
output.
2. Kualitas
Kualitas dapat dinilai secara eksternal dari kepuasan pelanggan atau
penilaian frekuensi penggunaan ulang oleh pelanggan.
3. Ketepatan waktu
Ketepatan waktu dapat diukur dengan hasil produksi yang dapat dicapai,
pada permulaan waktu yang ditetapkan bersamaan koordinasi dengan hasil
produk yang lain dan memaksimalkan waktu yang tersedia untuk kegiatan-
kegiatan lain.
4. Cycle time
Cycle time menunjukkan waktu yang digunakan dari satu proses ke proses
berikutnya.
5. Pemanfaatan sumberdaya
Pemanfaatan sumberdaya merupakan pengukuran terhadap sumberdaya
yang digunakan dalam melakukan suatu proses kerja.
6. Biaya
Ukuran biaya terutama digunakan untuk kalkulasi dasar perunit. Ketepatan
penggunaan biaya dibandingkan dengan alokasi anggaran menunjukkan
efisiensi dari suatu proses kerja.
2.4.4 Perbaikan Kinerja
Perbaikan kinerja hakikatnya merupakan proses transformasi kondisi
kinerja saat ini menuju pada kinerja yang lebih baik dimasa mendatang. Perbaikan
kinerja dilakukan ketika prestasi kerja yang dicapai tidak seperti yang diharapkan
dan apabila organisasi telah mampu mencapai prestasi kerja yaitu dengan
menetapkan target kuantitatif yang lebih tinggi. Perbaikan kinerja dapat membuka
peluang bagi individu, kelompok dan organisasi untuk mengembangkan diri dan
meningkatkan kinerjanya (Wibowo, 2014).
Rencana perbaikan kinerja dirancang untuk merubah perilaku karyawan.
Upaya untuk melakukan perubahan perilaku diperlukan 5 (lima) persyaratan
sebagai berikut (Wibowo, 2014):
1. Desire (keinginan)
Terdapat keinginan dari karwayan untuk berubah.Tanpa adanya keinginan,
perilaku tidak mungkin berubah.
2. Knowledge and skill (Pengetahuan dan keterampilan)
Karyawan harus tahu apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya.
Pengetahuan dan keterampilan yang baik merupakan faktor pendorong
terjadinya perubahan perilaku.
3. Climate (iklim)
Karyawan harus bekerja dengan iklim yang memberikan kesempatan untuk
melakukan suatu perubahan.
4. Help and support (bantuan dan dukungan)
Karyawan yang telah bersedia merubah perilakunya memerlukan dorongan dan
bantuan. Orang mungkin takut untuk mencoba sesuatu yang baru, sehingga
perlu bantuan dan dukungan. Bantuan dapat berupa pendampingan dari
manajer, pelatihan profesional atau kedua-duanya.
5. Rewards (Penghargaan)
Seseorang yang dihargai ketika melakukan perubahan cenderung untuk
menetapkan perubahan sebagai perilakunya.
2.5 Asuhan Keperawatan Keluarga
2.5.1 Pengertian
Pengertian pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit. Pengertian asuhan
keperawatan adalah proses atau rangkaian interaksi perawat dengan klien dan
lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian
klien dalam merawat dirinya (UU No.38 tahun 2014).
Pengertian asuhan keperawatan keluarga yang tertuang dalam Kepmenkes
RI No.908/Menkes/SK/VII/2010 adalah proses pemberian pelayanan kesehatan
sesuai kebutuhan keluarga dalam lingkup praktik keperawatan. Asuhan
keperawatan keluarga dapat ditujukan pada individu dalam konteks keluarga,
keluarga sebagai satu kesatuan yang utuh, dan keluarga sebagai bagian dari
masyarakat. Asuhan keperawatan keluarga merupakan pelayanan holistik yang
menempatkan keluarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan.Upaya ini
juga melibatkan anggota keluarga dalam tahap pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi tindakan keperawatan dengan memobilisasi sumber-
sumber pelayanan kesehatan yang tersedia di keluarga dan sumber-sumber dari
profesi lain termasuk pemberi pelayanan kesehatan dan sektor lain di komunitas
(Kemenkes R.I., 2010). Integrasi asuhan keperawatan keluarga dengan pelayanan
kesehatan lain di rumah mendukung kebijakan pelayanan kesehatan di masyarakat
sehingga dapat mengatasi masalah kesehatan klien dan keluarganya di rumah.
Pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga memerlukan kerjasama antara
petugas kesehatan dengan klien dan anggota keluarganya, tenaga profesional,
tenaga pembantu pelayanan kesehatan maupun tenaga pendamping (care giver).
Keluarga dan anggotanya harus dilibatkan penuh dalam merencanakan dan
melaksanakan penanggulangan masalahnya. Pelibatan peran serta keluarga
merupakan salah satu aspek yang harus dioptimalkan dalam meningkatkan
kesehatan keluarga. Upaya pelayanan kesehatan yang diberikan mencakup upaya
pelayanan pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Kemenkes R.I., 2010).
2.5.2 Tujuan
Tujuan asuhan keperawatan keluarga adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup klien dan meningkatkan kontribusi keluarga dalam menunjang kualitas
hidup anggotanya. Keluarga akan mampu memenuhi kebutuhan dasar (biologis,
psikologis, sosiokultural dan spiritual) secara mandiri. Pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga juga dapat meningkatkan kemandirian keluarga dalam
pemeliharaan kesehatan dan perawatan. Sasaran dari asuhan keperawatan keluarga
adalah keluarga sehat, keluarga risiko tinggi, keluarga rawan kesehatan dan
keluarga dengan anggota keluarga yang memerlukan tindak lanjut (Kemenkes
R.I., 2010).
Asuhan keperawatan keluarga merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan di masyarakat diharapkan mampu menunjang tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan nasional serta mampu berkontribusi dalam mendukung
pelaksanaan kebijakan dibidang kesehatan. Kontribusi asuhan keperawatan
keluarga adalah meningkatkan pengetahuan dan kesadaran keluarga akan
pentingnya kesehatan, peningkatan kemampuan keluarga untuk menolong dirinya
sendiri dalam mengatasi masalah kesehatannya dan mampu berperilaku hidup
bersih dan sehat. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan keluarga dalam
mengantisipasi risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
(bencana, wabah penyakit, kegawat-daruratan dan sebagainya) serta peningkatan
dukungan kerjasama lintas program dan lintas sektor dalam meningkatkan
kesehatan keluarga di masyarakat juga merupakan kontribusi dari pelaksanaan
asuhan keperawatan keluarga (Kemenkes R.I., 2010). Asuhan keperawatan
keluarga yang dilaksanakan bertujuan untuk mencapai kemandirian keluarga
dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.
2.5.3 Strategi Pelaksanaan
Strategi pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga menurut Kemenkes R.I.,
2010 adalah sebagai berikut :
1. Melibatkan semua stakeholder/ peningkatan jejaring kerja.
2. Memobilisasi dan mengelola semua sumber yang tersedia.
3. Mengembangkan dan mengoperasionalkan system informasi kesehatan yang
sesuai.
4. Peningkatan koordinasi lintas program dan lintas sektor.
5. Pengembangan IPTEK terkait dengan pelayanan keperawatan keluarga.
6. Advokasi pelayanan keperawatan keluarga.
7. Peningkatan kemampuan dan keterampilan petugas : Pengelola, Pelaksana,
Care Giver terkait pelayanan keperawatan keluarga.
8. Penyediaan sarana dan pengembangan juklak, juknis, protap terkait
pelayanan keperawatan kesehatan keluarga.
Pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga membutuhkan kerjasama dengan
klien, keluarga dan tenaga kesehatan lain. Tindakan yang dilakukan mengacu
pada SPO yang berlaku. Jenis tindakan yang dapat dilakukan yaitu tindakan yang
bersifat mandiri maupun tindakan kolaborasi. Tindakan keperawatan yang lazim
dilakukan di keluarga adalah :
1. Melaksanakan kegiatan manajemen kasus mencakup :
a. Pengkajian kebutuhan merencanakan pelayanan
b. Mengkoordinir penyedia pelayanan
c. Monitoring pengawasan dan evaluasi
2. Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan keluarga dengan
pendekatan proses keperawatan.
3. Melakukan kegiatan sesuai peran perawat di keluarga :
a. Memberikan pendidikan kesehatan
b. Melakukan kegiatan penemuan kasus dan rujukan kasus
c. Melakukan perawatan luka : tindakan yang dilakukan adalah debridemen
dan irigasi luka, pembalutan luka, pengkajian dan pengambilan kultur
luka, mengajarkan keluarga tentang perawatan luka di rumah.
d. Memberikan perawatan pada klien dengan gangguan sistem pernapasan :
tindakan yang dilakukan antara lain pengisapan/suction lendir, manajemen
terapi oksigen, manajemen ventilasi mekanik, perawatan tracheostomi.
e. Memberikan perawatan pada klien dengan gangguan eliminasi :
Tindakannya antara lain irigasi dan perawatan kolostomi, mengajarkan
pasien dan pengasuhnya tentang cara menggunakan peralatan seperti
pispot, urinal, perawatan kateter urin, observasi adanya tanda-tanda
infeksi.
f. Memberikan perawatan pada klien dengan gangguan nutrisi :
Tindakannya antara lain memberi makan melalui NGT, Mengajarkan
keluarga tentang cara memberikan makan melalui NGT, Mengkaji status
nutrisi pasien, memberikan petunjuk pelaksanaan diet.
g. Melakukan kegiatan rehabilitasi : Tindakannya mengajarkan
keluarga tentang cara menggunakan alat bantu, melakukan latihan fisik,
ambulasi dan tehnik pemindahan klien.
h. Pelaksanaan Pengobatan : memberi petunjuk dan membimbing pasien dan
keluarganya tentang cara kerja dan efek samping obat, pemberian obat,
dan tindakan jika ada efek samping obat.
i. Kolaborasi pemberian terapi intravena antara lain dengan pengkajian dan
penatalaksanaan hidrasi, pemberian antibiotik, pemberian nutrisi
parenteral, transfusi darah, pemberian analgetik dan kemoterapi.
2.6 Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk
menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya,
pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari bagaimana cara
memelihara kesehatan, menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan
kesehatan dan mencari pengobatan jika sakit (Notoatmodjo, 2011).
2.6.1 Tujuan pendidikan kesehatan
Tujuan pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan 3 domain
perilaku yaitu kognitif (cognitive domain), afektif (affective domain), dan
psikomotor (psychomotor domain) (Notoatmodjo, 2011).
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Contohnya menjelaskan tentang tanda dan gejala hipertensi,
ketika klien dan keluarga sudah bisa menjawab pertanyaan tentang tanda
dan gejala hipertensi maka tujuan sudah tercapai.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Contoh : Klien dan keluarga mampu menjelaskan
kembali tentang pencegahan hipertensi dengan menggunakan kalimatnya
sendiri.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. Contoh: Klien sudah mampu
menerapkan diit hipertensi dengan benar.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Contonya : Klien dan
keluarga sudah mampu mengidentifikasi gejala apabila terjadi komplikasi
stroke.
2. Praktik atau tindakan (practice)
Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan:
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek berhubungan dengan tindakan yang
akan diambil.
b. Respon terpimpin (guided response)
Melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh.
c. Mekanisme (mechanism)
Seseorang yang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sudah menjadi kebiasaan.
d. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah dilakukan dengan baik, mampu
melakukan modifikasi tindakan tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
4. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau obyek. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (obyek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
5. Proses perubahan perilaku
Terdapat 5 tingkatan perubahan perilaku :
a. Prekontemplasi , belum ada niat merubah perilaku.
b. Kontemplasi.
Individu sadar adanya masalahnya dan secara serius ingin mengubah perilakunya
menjadi lebih sehat, tetapi belum siap berkomitmen untuk berubah.
c. Persiapan : Individu siap berubah dan ingin mencapai tujuan.
d. Tindakan : Individu sudah mulai melakukan perilaku sehat.
e. Pemeliharaan : Individu berusaha mempertahankan perilaku sehat yang telah
dilakukan.
2.7 Konsep Kemandirian
Istilah yang berkaitan dengan kemandirian yaitu independence dan
autonomy (Steinberg, dalam Hendriani, A., 2006). Istilah tersebut memiliki arti
yang sama yakni kemandirian, tetapi secara konseptual kedua istilah tersebut
berbeda. Kemandirian diartikan sebagai kemampuan untuk mengatur dan
menyeleksi tingkah laku, membimbing keputusan serta berani bertanggung jawab
atas keputusannya.
Tiga aspek kemandirian yaitu :
1. Emotional autonomy, tidak bergantung pada orang lain dan mampu membuat
pertimbangan sendiri
2. Behavioral autonomy, perubahan kedekatan emosional, yakni mampu membuat
keputusan berdasarkan pertimbangan sendiri, mencapai keputusan yang bebas,
berfikir semakin abstrak.
3. Value autonomy, ditandai dengan mengemukakan pendapat benar-salah,
penting dan tidak penting, keyakinan pada prinsip ideologi, keyakinan pada
nilai-nilai sendiri.
Kemampuan dalam mengelola diri sendiri ini ditandai dengan kemampuannya
untuk tidak bergantung kepada dukungan emosional orang lain, mampu
mengambil keputusan secara mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan
secara mandiri, serta memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta
tentang penting dan tidak penting. Substansi kemandirian yaitu kemampuan :
1. Menseleksi, mengatur dan mengelola setiap tindakannya.
2. Mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
3. Percaya pada diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
4. Bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya.
2.8 Penyakit Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik (TDS) > 140
mmHg dan atau diastolik (TDD) > 90 mmHg (Savitri, 2014).
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Untuk Usia Diatas 18 Tahun menurut JNC
(Joint National Commite)-7
Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah sistolik Tekanan darah distolik
Normal
Pra hipertensi
Hipertensi stadium I
Hipertensi stadium II
120 mmHG
120 – 139 mmHg
140 – 159 mmHg
>160 mmHg
80 mmHg
80 – 89 mmHg
90 – 99 mmHg
>100 mmHg
Sumber : JNC-7 dalam Savitri S., 2014
Penyebab hipertensi dibedakan menjadi dua bagian yaitu hipertensi
esensial/primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah jenis hipertensi
yang penyebabnya belum diketahui. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita
jenis hipertensi ini. Beberapa penelitian dan pengobatan lebih banyak ditujukan
bagi penderita hipertensi primer. Hipertensi sekunder dapat diketahui antara lain
karena kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar thyroid (hipertyhiroid)
atau penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme) dan diabetes mellitus.
Gejala hipertensi adalah pusing, mudah marah, telinga berdengung,
mimisan (jarang), sulit tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan
mata berkunang-kunang (Aru W. Sudoyo, 2012).
Perawatan pada penyakit hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Manajemen Diet
Pengaturan makan pada klien hipertensi adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup dan memperbaiki kesehatan klien. Kondisi tersebut dapat dicapai
apabila perencanaan makan dapat menurunkan tekanan darah, mencapai dan
mempertahankan status gizi dalam batas normal, mencegah dan mengurangi
komplikasi baik akut maupun kronis (Savitri S., 2014).
Pola makan yang dapat menurunkan tekanan darah :
1) Konsumsi kalori sesuai dengan kebutuhan tubuh
Penghitungan jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan tubuh per hari adalah
dengan cara rule of the tumb: 25-30 kal/Kg BB (Berat Badan). Apabila
seseorang mempunyai kebiasaan konsumsi makan tinggi kalori, perhitungan
menggunakan 25 kal/Kg BB, sedangkan bila konsumsi makan sehari-hari tidak
berlebihan, perhitungan menggunakan 30 kal/Kg BB (Savitri S., 2014).
2) Konsumsi natrium dibatasi
Asupan natrium natrium dibatasi sebanyak 2400 mg/hari setara dengan
6 gr/NaCl (garam dapur) + 1 sendok teh.
3) Meningkatkan konsumsi kalium
Asupan kalium yang tinggi dapat menurunkan tekanan darah. Bahan makanan
sumber kalium adalah sayur dan buah. Sesuai dengan anjuran WHO: Konsumsi
sayur dan buah lima porsi atau lebih per hari (Satu porsi sayuran adalah
1 mangkok sayur segar atau setengah mangkok sayur masak. Satu porsi buah
adalah satu potongan sedang atau dua potongan kecil atau satu mangkok buah
irisan (Savitri S., 2014).
4) Konsumsi hasil olahan susu rendah lemak, membatasi asupan lemak jenuh dan
lemak total.
Lemak dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat kejenuhan
asam lemaknya yaitu asam lemak jenuh/saturated fatty acid (SFA), asam
lemak tak jenuh tunggal/mono unsaturated fatty acid (MUFA) dan asam lemak
tak jenuh ganda /poly unsaturated fatty acid (PUFA). Contoh bahan makanan
yang tinggi SFA nya adalah lemak mentega, lemak daging, minyak kelapa
sawit dan minyak kelapa. MUFA terdapat dalam jenis makanan utamanya
minyak kacang, olive oil, alpukat dan minyak zaitun. PUFA terdapat pada
minyak jagung, minyak kacang dan wijen. Berdasarkan struktur kimianya,
PUFA terdiri dari lemak omega-3 dan omega-6/linoleat yang disebut asam
lemak esensial. Di dalam tubuh asam lemak lioleat akan diubah menjadi EPA
(eicopentaenoic) dan DHA (docosa-hexaenoic). EPA dan DHA banyak
terdapat pada ikan dan minyak ikan. Berbagai hasil penelitian menjelaskan
bahwa minyak ikan dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
terutama pada golongan lanjut usia (Savitri S., 2014).
5) Meningkatkan konsumsi bahan antioksidan
Konsumsi bahan antioksidan dapat meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah
dengan menghambat pelepasan renin dan norepinefrin. Hasil penelitian Sulasti
dkk, (2010) dan Linda R., (2011) menjelaskan bahwa terjadi penurunan darah
yang bermakna baik sistolik maupun diastolik (p=0,00) setelah pemberian diet
antioksidan. Sumber makanan mengandung antioksidan adalah kacang merah
kecil, kacang merah, buah blueberry, strawberry, blackberry, apel, wortel,
anggur merah, brokoli, kubis, sawi hijau, lobak.
b. Olahraga
Olahraga dapat mengurangi tekanan darah. Tekanan darah ditentukan oleh
dua hal yaitu jumlah darah yang dipompakan jantung per detik dan hambatan
yang dihadapi oleh darah dalam melakukan tugasnya melalui arteri. Latihan
aerobik secara teratur dan sesuai dengan kebutuhan tubuh mencegah hipertensi.
Gerakan yang tepat dalam melakukan olah raga selama 30-45 menit 3-4 kali per
minggu, dapat menurunkan tekanan darah10 mmHg dan menurunkan berat badan
serta mengurangi stress (Savitri, S., 2014). Penelitian lain menjelaskan bahwa
berolahraga dengan senam jantung sehat secara teratur dan terukur mampu
menurunkan tekanan darah sistolik dan distolik pada penderita hipertensi.
Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 2,9 ± 5,9 mmHg dan tekanan darah
diastolik 0,7 ± 3,3 mmHg (I Nyoman S., 2006).
Olah raga dianjurkan untuk memperhatikan aturan. Olah raga
menggunakan tiga tahapan yang saling menunjang, melalui tahap pemanasan yang
dilakukan selama 5-10 menit. Tahap pemanasan diperlukan untuk mempersiapkan
jantung dan paru agar siap bekerja lebih cepat, memperlancar peredaran darah,
meningkatkan suhu tubuh, dan mencegah terjadinya cedera otot serta tulang sendi.
Tahap latihan atau gerakan inti dilakukan sekitar 15-20 menit, dilakukan untuk
memperkuat otot jantung, memperlancar peredaran darah, dan mengontrol
tekanan darah. Latihan pada tahap ini dilakukan sampai berkeringat dan nafas
menjadi cepat tanpa sesak nafas. Tahap terakhir adalah pendinginan selama 5-10
menit. Tahap ini menghentikan latihan secara perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut nadi dan mencegah terjadinya pening .
c. Manajemen stres
Manajemen stres adalah kemampuan penggunaan sumber daya (manusia)
secara efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan mental dan emosional
yang muncul karena tanggapan (respon). Tujuan dari manajemen stres adalah
memperbaiki kualitas hidup individu agar menjadi lebih baik (Dadang H., 2013).
Manajemen stres terdiri dari beberapa pendekatan (Dadang H., 2013) :
1) Fisik (somatik)
a) Makanan
Mengatur jadual makan dan minum, jumlah kalori sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Asupan jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan akan
meningkatkan kekebalan tubuh.
b) Tidur
Jadual tidur secara teratur, lama tidur 7-8 jam dalam semalam, atau
paling tidak 4 malam dalam seminggu seseorang tidur dalam jangka waktu
tersebut. Jumlah jam tidur yang kurang akan menurunkan kekebalan
tubuh.
c) Olah raga
Olah raga dilaksanakan secara teratur 30-45 menit perhari. Olah raga
secara teratur akan meningkatkan daya tahan tubuh baik secara fisik
maupun mental.
d) Tidak Merokok
Tidak merokok adalah kebiasaan hidup yang baik bagi kesehatan dan
ketahanan serta kekebalan tubuh.
e) Tidak meminum minuman keras
Dampak dari minuman keras dapat mengakibatkan gangguan mental
dan perilaku. Menghindari minum minuman keras, baik bagi kesehatan
dan ketahan serta kekebalan tubuh.
f) Berat badan seimbang
Menjaga berat berat badan ideal. Seseorang dengan berat badan
berlebihan atau kurang akan menurunkan kekebalannya terhadap stres.
g) Menjaga pergaulan
Manusia adalah makhluk sosial. Untuk meningkatkan daya tahan dan
kekebalan terhadap stres, hendaknya banyak bergaul.
2) Psikologik
Pendekatan psikologi dalam manajemen stres untuk klien hipertensi adalah
psikoterapi, terdiri dari :
a) Psikoterapi supportif
Memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar klien yang sakit
hipertensi percaya diri dan tidak putus asa serta mampu mengatasi stresor
yang sedang dihadapi.
b) Psikoterapi kognitif
Upaya memulihkan fungsi kognitif dengan memberikan pendidikan
kesehatan tentang penyakit hipertensi agar klien mampu berpikir secara
rasional dalam menajalani perawatan hipertensi.
c) Psikoterapi keluarga
Terapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab stres.
3) Psikoreligius
Terapi untuk melakukan kegiatan keagamaan secara teratur dapat
memperoleh ketenangan jiwa sehingga kekebalan dalam menghadapi stresor
meningkat. Berbagai penelitian membuktikan bahwa keimanan seseorang
berhubungan dengan imunitas fisik dan mental.
Stres yang menurun karena dikelola dengan baik akan
mempengauhi neuron nucleus paraventricular hypothalamus (PVN)
menurunkan sintesis corticotropin releasing hormone (CRH) dan arginine
vasopressin (AVP). Penurunan CRH dan AVP akan menghambat hipofisis
anterior untuk mensintesis adrenocorticotropin hormone (ACTH) dan
diikuti penurunan kortisol kelenjar adrenal bagian korteks. Penurunan
kortisol inilah yang akan mempengaruhi peningkatan produksi serotonin
dan endorfin yang menyebabkan perasaan rileks.
d. Pengobatan
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu
pengobatan non obat (non farmakologis) dan pengobatan dengan obat-obatan
(farmakologis).
1) Pengobatan non farmakologis
Pengobatan non farmakologis yang dapat menunjang pengobatan farma-
kologis diantaranya adalah terapi keperawatan dan terapi komplementer. Terapi
keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas sebagai upaya untuk
mempercepat penyembuhan atau pengendalian masalah kesehatan pada komunitas
dengan hipertensi. Terapi keperawatan tersebut adalah terapi sentuhan, reiki,
akupresur, dan refleksiologi (Allender, J.A., Rector, C., Warner, D.K.,2010).
2) Pengobatan farmakologis
Jenis obat antihipertensi adalah sebagai berikut :
a) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing). Contoh: Hidroklorotiazid.
b) Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis.
Contoh: Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
c) Betabloker
Mekanisme kerja melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker
tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan
pernapasan seperti asma bronkial. Contoh: Metoprolol, Propranolol, Atenolol.
d) Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos (otot pembuluh darah). Contoh : Prasosin, Hidralasin. Efek samping
yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala
dan pusing.
e) Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang
mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
f) Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Contoh : Nifedipin, Diltiasem, Verapamil.
g) Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya
sehingga ringannya daya pompa jantung. Contoh: Valsartan (Diovan).
2.9 Hasil Penelitian Terkait
Tabel 2.3 Hasil Penelitian Terkait
Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian Kesimpulan
The relationship of
nursing intellectual
capital to the quality of
patient care and the
recruitment and retention
of registered nurses
Penulis :
Christine Lynn Covell
A thesis submitted in
conformity with the
requirements for the
degree of doctor of
philosophy
Faculty of Nursing
Universitas Toronto
@copyright by Christien
L. Covell 2011
Teori
Intellectual
capital
Teori Nursing
intellectual
capital
Kerangka konsep middle
range theory nursing
intellectual capital.
Preposisi teori nursing
intellectual capital
Implikasi untuk teori
Implikasi untuk praktek
Implikasi untuk
administrasi praktek
Implikasi untuk
pengembangan
kebijakan keperawatan
Tujuan dari penelitian
yang telah tercapai
adalah menguji
proposisi dari middle
range theory of
nursing intellectual
capital.
Teori Nursing
intellectual capital
mengusulkan staf
perawat dan dukungan
tenaga untuk perawat
CPD berhubungan
dengan nursing human
capital.
Nursing human capital
berhubungan dengan
kualitas pelayanan
pasien, penerimaan
dan retensi perawat
teregistrasi.
Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian Kesimpulan
Nursing structural
capital berhubungan
dengan kualitas
pelayanan pasien.
Nursing intellectual
capital theory:
Implication and Research
Penulis :
Chiristine L. Covell dan
Souraya Sidani
Jurnal :
The online Journal of
Issues in Nursing Vol. 18
No. 2 tahun 2013
Intellectual
capital theory
Nursing
intellectual
capital theory
Intellectual capital di
keperawatan merupakan
pengetahuan
keperawatan yang
diterjemahkan ke dalam
keperawatan dan kinerja
organisasi
Kinerja keperawatan
berhubungan dengan
kualitas perawatan
pasien seperti
pengurangan efek
samping adanya infeksi
nosokomial, pasien jatuh
dan kesalahan
pengobatan.
Human capital di
keperawatan merupakan
pengetahuan,
keterampilan,
pengalaman dari perawat
yang teregistrasi.
Structural capital di
keperawatan adalah
sumberdaya structural
keperawatan seperti
- Tersedianya pedoman
Nursing intellectual
capital theory
merupakan middle
range theory, terdiri
dari sejumlah konsep
dan proposisi yang
dapat diukur dan diuji
dalam konteks yang
berbeda
Implikasi terhadap
penelitian
Berusaha untuk
mengukur modal
intelektual yang
sebenarnya tersedia
dalam rumah sakit
dengan menggunakan
data dari rumah sakit
berbasis data
departemen, peneliti
dibatasi oleh jenis data
yang tersedia di rumah
sakit
Implikasi terhadap
praktik
Kombinasi nursing
intellectual capital
Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian Kesimpulan
praktik, peta
keperawatan, dan
protocol praktik
- Teknologi Informasi
untuk tujuan
diagnostic
(Glucometer,
telemetry)
- Komputer untuk
mencari data dan
informasi
Relational capital
terdiri dari hubungan
kerjasama internal dan
eksternal
berpengaruh terhadap
kualitas pelayanan
keperawatan yang
lebih baik.
The Effect of Intellectual
Capital Management on
Organizational
Competitive Advantage in
Egyptian Hospitals
Penulis :
Eman Salman Taie
Jurnal :
International Journal of
Business and Social
Science Vol.5 No.2
February 2014
Intellectual
capital
Terdapat dampak positif
pada modal manusia,
struktur dan relasi
dengan competitive
advantage (Kompetitif
yang unggul).
Ada hubungan antara
modal manusia, modal
struktur dan modal relasi
dengnn modal
intelektual
Masing-masing
komponen dalam
intellectual capital
yaitu human capital,
structural capital dan
relational capital
berhubungan
Antecedent Condition for Intellectual Ada pengaruh tipe - Budaya organisasi,
Ukuran organisasi,
Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian Kesimpulan
Leveraging Intellectual
Capital: A Contingency
Perspective
Penulis : Kaveh Asiaei;
Ruzita Jusoh
Jurnal :
International Journal of
Reasearch in Business
and Technology
Vol.4 No.1 February
2014
capital industry, dan ukuran
organisasi dengan
intellectual capital, tidak
ada pengaruh budaya
organisasi dengan
intellectual capital
Hasil uji statistic
mempertimbangkan tipe
industry, dan ukuran
organisasi
mempengaruhi
intellectual capital
dan tipe industry
mempengaruhi
perkembangan
intellectual capital
(modal intelektual)
Kapasitas intelektual
(Intellectual capital)
terdiri dari 4 domain
yaitu modal manusia
(Human capital),
modal structural
(Structural capital),
modal hubungan
(Relational capital),
modal social (Social
capital)
Judul :
Intellectual capital and
performance : testing
interaction effects
Penulis:
Nixon Kamukama
Augustine Ahiauzu
Joseph M. Ntayi
Jurnal:
Journal intellectual capital
Vol. 11 No.4 tahun 2010
pp.554-574
- Intellectual
capital
- Kinerja
Terdapat dampak yang
signifikan dari human
capital, structural
capital, dan relational
capital terhadap kinerja
keuangan
- Human capital terdiri
dari komponen
kompetensi
professional,
kompetensi social,
motivasi karyawan,
kemampuan
kepemimpinan
- Structural capital
digambarkan sebagai
competitive
intellegance, formula,
sistim informasi, hak
paten, kebijakan dan
lain sebagainya
- Relational capital
seperti pemeliharaan
kualitas yang tinggi
dari kerjasama
dengan berbagai
organisasi, individu
atau kelompok yang
berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan.
Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian Kesimpulan
@Emerald Group
Publishing Limited
1469-1930
Intellectual capital ROI:
a causal map of human
capital antecedents and
consequens
Penulis :
Nick Bontis
Jac Fitz-enz
Journal of Intellectual
Capital Vol.3 No.3 tahun
2002. Pp.223-247
http://www.emeraldinsigt
h.com/1469-1930.htm
- Intellectual
capital
- Leadership
- Performance
- Managerial
kepemimpinan
merupakan kunci awal
dalam keberhasilan
manajemen
sumberdaya manusia.
- Kepemimpinan yang
efektif bertindak
sebagai stimulan untuk
berbagi pengetahuan
organisasi yang akan
menyelaraskan nilai-
nilai organisasi.
- Manajemen yang
efektif dari modal
intelektual (intellectual
capital) akan
menghasilkan kinerja
yang baik tiap
karyawan. Komponen
human capital dan
structural capital
mempunyai dampak
positif terhadap
relational capital.
- Relational capital
merupakan kunci
faktor yang
menentukan efektivitas
dari efektinya modal
manusia.
- Ada 3 konstruk yang
menggambarkan
secara umum
karyawan dalam
organisasi yaitu
kepuasan karyawan,
komitmen karyawan
dan motivasi
karyawan. Komitmen
karyawan adalah
konstruk yang paling
- Menajemen modal
intelektual merupakan
hal penting dalam
membangun
kredibilitas karyawan.
- Kesulitan dalam
mengatur sumber
daya manusia dapat
diatasi dengan tidak
meremehkan berbagai
metode yang ada.
- Perbedaan pendekatan
dalam pengukuran
dapat dilakukan untuk
mendapatkan
informasi penting
tentang kredibilitas
sumber daya manusia
yang ada
Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian Kesimpulan
penting dalam
memperatahankan
orang-orang kunci di
perusahaan,
pengetahuan dan
kinerja perusahaan.
Judul:
The preservation of
intellectual capital of
nurses working in the
community hospital
Penulis:
Gloria Reidinger
Jurnal :
Olivet Nazarene
university,
http://digitalcommons.oli
vet.edu/edd_diss tahun
2013
- Nursing
Intellectual
capital
Mentoring dapat
meningkatkan percaya
diri dengan model peran
positif dan kerja sama
tim. Mentoring
menghasilkan
keuntungan finansial
karena komitmen dan
retensi perawat.
Kesuksesan dalam
perencanaan merupakan
investasi dari organisasi
dan kesuksesan dari
human capital.
Tidak ada perbedaan
yang signifikan aktifitas
organisasi dan
pendidikan
- Intellectual capital
Terdiri dari 2 (Dua)
faktor yaitu human
capital dan
structural capital
- Analisis dari
produktivitas dalam
keperawatan adalah
berapa jam dalam
memberikan
pelayanan langsung,
keluar masuknya
perawat, perawat
yang tidak masuk,
kesalahan perawat
dan kepuasan pasien.
- Keberhasilan
perencanaan
merupakan proses
identifikasi dan
persiapan individu
yang mempunyai
asumsi positif, dan
posisi staf merupakan
posisi yang penting.
Social support and
health: A Theoritical
formulation derived from
Kings conseptual
framework
Penulis:
Maureen A. Frey
-Kings Theory
-Social
support
- Social support orang
tua berhubungan dengan
kesehatan keluarga
- Social support orang
tua berhubungan dengan
kesehatan anak
- Model konseptual
King dapat digunakan
untuk menjelaskan
hubungan antara
orang tua, keluarga,
anak dan kesehatan.
- King menekankan
pada interaksi antara
lingkungan dan
kesehatan yang
berfokus pada praktik
keperawatan
Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian Kesimpulan
Jurnal :
Nursing Science
Quarterly tahun 2003.p:
138-145
Copy right @ Williams &
Willkins
The influence of nursing
leadership on nurse
performance: a
systematic literature
review
Penulis:
Brady Germain P. &
Cumming G.G (2010)
Journal of nursing
management Vol 14.
Issue 4 pages 425-439,
May 2010
- Kinerja
- Kepemimpin-
an dalam
keperawatan
Review literature
menyarankan bahwa
kinerja perawat mungkin
dapat ditingkatkan
dengan memberikan
otonomi pada perawat,
kerjasama antar perawat,
kepemimpinan dan
organisasi, dan akses
sumber daya.
Peningkatan kinerja
perawat dengan
memberikan otonomi
pada perawat,
kerjasama antar
perawat,
kepemimpinan dan
organisasi dan akses
sumber daya.
The Meaning of High
Quality Nursing Care
Derived From King’s
Interacting System.
Penulis:
Mary Ellen Gunther
A Dissertation for Doctor
Philosophy Degree
University of Tenessee-
Koxville. Tahun 2001
http://trace.tennessee.edu/
Teori
Goal
atainment
Quality
nursing Care
Interaksi interpersonal
merupakan area
tindakan keperawatan
dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan dari
sistem pribadi masing-
masing perawat sebagai
karakteristik konseptual
dari sistem sosial yang
lebih besar.
Kualitas pelayanan
keperawatan
dipengaruhi oleh
interaksi perawat dan
Sistem personal yang
terdiri dari empati,
kesadaran diri dan
persepsi merupakan
pedoman komunikasi
selama perawat dan
pasien berinteraksi
bertujuan untuk
pengambilan
keputusan tindakan
dalam mencapai
tujuan (Goal
attainment).
Sistem interpersonal
Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian Kesimpulan
utk_graddiss/2388/
pasien yang kedua-
duanya unik dan
memiliki nilai yang
saling berbagi didalam
interaksi-transaksi untuk
mencapai tujuan.
Teori goal attainment
berbasis bukti dapat
meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan.
dan sosial juga
mempengaruhi proses
pengambilan
keputusan dan
merefleksi nilai-nilai
pasien yang
berpengaruh terhadap
tindakan keperawatan
Judul :
Improving village health
post (Ponkesdes) nurses
performance, which
model should be use?
Penulis :
Dwi Ananto W., Tjipto
Suwandi, Nursalam, Siti
Nur Kholifah, Ferry
Effendi
Jurnal:
Journal of Nursing
Education and Practice
(JNEP),
Vol.4 No. 7. Tahun 2014
-Human
Interaction
Theory
- Health
promotion
theory
Hasil uji statistik
mempertimbangkan 3
(Tiga) faktor yaitu faktor
personal, afeksi dan
interaksi dapat
meningkatkan kinerja.
Model ini sesuai untuk
diterapkan dalam
meningkatkan kinerja
perawat Ponkesdes di
Jawa Timur Indonesia
dalam melaksanakan
program Perawatan
Kesehatan Masyarakat.
Ditemukan model
kinerja baru yang
dikembangkan dari
kombinasi model
health promotion dan
human interaction
theory dengan
beberapa faktor
penguat.
Impact of relational
coordination on job
satisfaction and quality
outcomes: a study of
nursing homes
-Relational
Coordination
-Job
satisfaction
Dampak hubungan
koordinasi dengan
peningkatan kualitas
hidup penduduk
mempunyai hubungan
yang signifikan (r=0,37,
p=0,08),
Model menghasilkan 16
Konsep koordinasi
relasional merupakan
alasan yang paling
relevan untuk
mencapai hasil yang
diinginkan dalam
pengaturan kerja yang
ditandai tingginya
Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian Kesimpulan
Penulis:
Jody Hoffer Gittel
Dana Weinberg
Susan pfefferle
Christine Bishop
Human Resources
Management Journal
Vol.18 No.2 tahun 2008
p:154-170
persen adanya variasi
fasilitas dan 24 persen
antara variasi fasilitas
dan kualitas hidup
penduduk. Perbedaan
jenis kelamin dari
penduduk sedikit
berhubungan dengan
kualitas hidup, dalam
arah yang diharapkan
(r = 0,19, p = 0.052).
Kovariat lainnya tidak
signifikan. Temuan ini
mendukung hipotesis
pertama mengenai
dampak antara
koordinasi relasional
karyawan dengan
kualitas keluaran yang
dihasilkan .
Dampak hubungan
koordinasi terhadap
kepuasan kerja.
Hubungan koordinasi
merupakan prediktor
kepuasan kerja pada
asisten keperawatan.
Koordinasi relasional
secara bermakna
dikaitkan dengan
kepuasan kerja asisten
keperawatan
(r = 0,30, p <0,001).
Model ini menghasilkan
10 persen dalam variasi
fasilitas dan 31 persen
antara variasi fasilitas
dengan kepuasan kerja
tingkat saling
ketergantungan
terhadap tugas,
ketidakpastian dan
waktu dalam
melaksanakan tugas.
Karena kondisi
tersebut hadir di panti
jompo, kami
berpendapat bahwa
koordinasi relasional
dapat mempengaruhi
hasil di panti jompo.
Berdasarkan teori
sebelumnya, kami
berpendapat bahwa
koordinasi relasional
juga mempengaruhi
kepuasan kerja
karyawan dan
bermanfaat untuk
membangun hubungan
positif dengan orang
lain.
Studi juga memiliki
implikasi teoritis yang
penting. Teori sumber
daya manusia sering
berpendapat bahwa
yang penting bagi
karyawan adalah
mencapai kinerja yang
tinggu baik melalui
komitmen, motivasi,
pengetahuan dan
ketrampilan mereka
Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian Kesimpulan
asisten. Pendidikan
asisten keperawatan
sedikit berhubungan
dengan kepuasan kerja
dalam arah yang
diharapkan (r = -0,12,
p = 0,66). Kovariat
lainnya tidak signifikan.
Temuan ini mendukung
hipotesis kedua
mengenai dampak
koordinasi relasional
antar karyawan terhadap
kepuasan kerja
karyawan.
selama melaksanakan
pekerjaan.
Saran berdasarkan
hasil studi ini bahwa
hal yang penting untuk
mencapai kinerja yang
tinggi diperlukan
hubungan antar
karyawan,yang
berpotensi saling
melengkapi, dan
menggunakan
hubungan mereka
untuk lebih efektif
mengkoordinasikan
pekerjaan mereka
antara satu sama lain.
Relationalship between
nurses and family
caregivers: Partners in
care ?
Penulis:
Catherine Ward Griffin
Patricia McKeever
Jurnal:
Advance in nursing
science journal, ed.
March tahun 2000
Realtionship
nurse-family
- Hubungan antara
perawat dan keluarga
pemberi perawatan
lanjut usia di rumah
bersifat dinamis dan
komplek.
- Hubungan antara
perawat dan keluarga
ada 4 tipe yang
berbeda tetapi saling
berhubungan, yaitu :
1. Nurse-helper
relationship
2. Worker-worker
relationship
3. Manager worker
relationship
4. Nurse- patient
relationship
Hubungan antara
perawat sebagai
Tenaga profesional
dengan keluarga
dibentuk berdasarkan
efisiensi secara
ekonomi.
Ada batas yang jelas
antara peran perawat
dan keluarga sebagai
pengasuh baik formal
maupun informal dan
terdapat batas waktu
untuk 4 tipe hubungan
antara perawat dan
keluarga.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual penelitian disajikan dalam gambar 3.1 berikut:
Nursing structural capital:
1. Pedoman pelayanan
keperawatan keluarga 2. SPO (Standar Prosedur
Operasional)
3. Format dokumentasi
asuhan keperawatan keluarga
Klien:
1. Kondisi fisik
2. Kondisi psikologis
Nursing Human Capital:
1. Pengetahuan
2. Motivasi
3. Komitmen
4. Keputusan klinis
(Clinical judgment)
Keluarga :
1. Struktur keluarga
2. Fungsi keluarga
3. Koping keluarga
89
Nursing Relational capital
1. Interaksi personal perawat
2. Interaksi interpersonal
perawat dengan klien,
keluarga dan perawat lain
3. Kerjasama perawat dengan
tim kesehatan lain
(Interprofessional
collaboration)
Kinerja Perawat
1. Pendidik
an kesehatan
2. Tindakan
keperawatan pada
klien hipertensi
Gambar 1. Kerangka Konsep Pengembangan Model Asuhan Keperawatan Keluarga
Berbasis NRC Terhadap Kemandirian Keluarga dengan Hipertensi
Kemandirian
keluarga:
1. Minum obat
2. Diit hipertensi
3. Aktifitas dan
istirahat
4. Manajemen stres
5. Kontrol ke
pelayanan
kesehatan
Keterangan :
Proses peningkatan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga dipengaruhi oleh nursing relational capital, nursing
structural capital, dan nursing human capital (Reidinger. G.,2013; Covell, 2011;
Diane R. Bridges, et.al, 2011; King, 1981 dalam Tomey, 2006; Youndt, M.A.,
Subramaniam M., & Snell, S.A., 2004). Nursing structural capital terdiri dari
pedoman pelayanan keperawatan keluarga, standar prosedur operasional dan
Format dokumentasi keperawatan (Covell, 2011). Nursing structural capital
mempengaruhi nursing human capital (Bontis, 2002). Nursing structural capital
mempengaruhi nursing relational capital (Eman S.T., 2014). Nursing structural
capital dapat mempengaruhi kinerja perawat (Covell, 2011). Nursing human
capital terdiri dari pengetahuan, keterampilan, motivasi, komitmen dan clinical
judgment (Covell, 2013; Thomson, et.al, 2013; Kamukama, et.al, 2010; Margot
Phaneuf, 2008; Bontis, Fitz-enz, 2002). Nursing human capital dapat
mempengaruhi kinerja perawat (Covell, 2011; Ferris, R.,Kenneth., 2016; Posner
B.,2014; Khasefi Ali, et.al., 2013). Nursing structural capital dan nursing human
capital mempengaruhi nursing relational capital (Kamukama, et.al, 2010; Bontis,
Fitz-enz, 2002; Kholifah, S.N. et.al., 2016).
Nursing relational capital juga dipengaruhi oleh faktor klien dan keluarga
(Frey, 2003; Friedman, et.al., 2003; Griffin & Mc Keever, 2000). Faktor klien
adalah anggota keluarga yang menderita hipertensi terdiri dari kondisi fisik dan
psikologis mempengaruhi proses interaksi (Gunther, 2001). Faktor keluarga terdiri
dari struktur keluarga, fungsi dan koping keluarga berpengaruh terhadap nursing
relationl capital (Friedman, et.al., 2003; Frey, 2003 Griffin & Mc Keever, 2000).
Nursing relational capital adalah pengembangan dari komponen teori intellectual
capital di keperawatan. Pengembangan teori dengan mengintegrasikan teori of
goal attainment dari King (1981) dalam nursing relational capital yang terdiri
dari interaksi personal, interpersonal dan kerjasa dengan tim kesehatan lain
(Interprofessional collaboration) (Naylor, Mary. D., 2011; King, 1986 dalam
Gonzalo, 2011; Navaro. J.G, Carrion.G, Caro.E.M, Sanchez.M. 2008). Setelah
terjadi interaksi maka akan terjadi transaksi (King, 1986 dalam Gonzalo, 2011;
Ronald E Riggio, Shelby J. Taylor., 2000). Transaksi inilah yang merupakan
bentuk kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan
hipertensi, berupa pemberian pendidikan kesehatan dan tindakan keperawatan.
Integrasi nursing structural capital, nursing human capital, nursing relational
capital, klien dan keluarga diprediksi menjadi model yang dapat meningkatkan
kinerja perawat (Y1), proses ini dilakukan pada penelitian tahap 1. Model asuhan
keperawatan keluarga berbasis nursing relational capital yang terbentuk pada
penelitian tahap 1 berpengaruh pada peningkatan kemandirian keluarga dengan
hipertensi (Y2). Kemandirian keluarga merupakan outcome dalam penelitian
tahap 2.
3.2 Hipotesis
H1= Ada pengaruh nursing structural capital terhadap nursing human capital.
(Chris A., 2016; Van Paemel, Kathy, 2011; Covell, 2011; Douglas,H.,
2003;Bontis, 2002).
H2= Ada pengaruh nursing structural capital terhadap nursing relational capital.
(Eman S.T., 2014; Kamukama, et.al., 2010; Bontis Ftz-En., 2002).
H3=Ada pengaruh nursing structural capital terhadap kinerja perawat.
(Kamukama, et.al., 2010; Covell, 2011; Covell, Sidani, 2013).
H4= Ada pengaruh nursing human capital terhadap nursing relational capital.
(Kholifah, S.N, et.al., 2016; Eman S.T., 2014; Covell; Sidani, 2013; Gittel,
et.al, 2013; Thomson, et.al, 2013; Diane R. Bridges, et.al., 2001; Naylor,
Johnson, 2011; Morgot P., 2008).
H5= Ada pengaruh nursing human capital terhadap kinerja perawat.
(Ferris, K., 2016; Kholifah, S.N., et.al., 2016; Posner B.,2014; Kashefi, dkk,
2013; Covell, Sidani, 2013; Thomson, et.al., 2013; Roseanne, CM., Daniel,
J.P., 2012; Covell, 2011; Morgot P., 2008; Nick Bontis, Fitz-enz, 2002).
H6= Ada pengaruh faktor klien terhadap nursing relational capital.
(Perry P., 2009; Frey, 2003).
H7= Ada pengaruh faktor keluarga terhadap nursing relational capital.
(Watkins, Edward, Gastrell, 2003; Frey, 2003; Friedman, Bowden, Jones,
2003; Griffin, Mc Keever, 2000).
H8= Ada pengaruh nursing relational capital terhadap transaksi (kinerja perawat).
(Reidinger. G.,2013; Naylor, Mary. D., 2011; King, 1986 dalam Gonzalo,
2011; Naylor, 2011; Johnson, 2011; Kamukama, et.al, 2010; Navaro et.al.,
2008; Nick Bontis, Fitz-enz, 2002; Gunther, 2001; Riggio, Shelby, 2000).
H9= Ada pengaruh model asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC terhadap
kemandirian keluarga dengan hipertensi.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
4.1.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama menggunakan metode
observasional analitik. Penelitian observasional adalah pendekatan penelitian
dimana dalam pengumpulan data tanpa dilakukan intervensi pada populasi.
Analitik yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan penjelasan adanya
pengaruh antar variabel (Supriyanto.S., 2007) yaitu variabel yang berpengaruh
pada kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Tahap
kedua menggunakan penelitian quasy eksperimen untuk melakukan uji coba
model asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC terhadap kemandirian keluarga
dengan hipertensi.
4.1.2 Rancangan Penelitian
4.1.2.1 Penelitian Tahap I
Rancangan penelitian tahap pertama menggunakan desain cross sectional,
dimana seluruh variabel diukur dalam waktu yang bersamaan atau menggunakan
pendekatan snapshot (Kuntoro, 2011). Populasi penelitian pada tahap ini adalah
Perawat Puskesmas di wilayah Dinas Kesehatan Kota Surabaya, berpendidikan
minimal D III Keperawatan, status kepegawaiannya adalah PNS. Jumlah populasi
175 orang. Besar sampel menggunakan rule of the thumb dalam SEM,
sebagaimana yang dinyatakan oleh Wijanto (2008) dan Kusnedi (2008) bahwa
penggunaan SEM dengan metode maximum likehood memerlukan sampel
93
minimal 100-150 responden, atau sebesar lima kali indikator-indikator (Observed
variables) yang ada dalam model. Apabila menggunakan kaidah SEM, besar
sampel 110 responden, dengan hitungan sebagai berikut :
Pengambilan sampel dengan probability sampling. Metode pemilihan
sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kaidah-kaidah probabilitas.
Pemilihan sampel tidak dilakukan secara subyektif, dalam arti sampel yang
terpilih tidak didasarkan pada keinginan peneliti, sehingga setiap anggota populasi
memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel (Kuntoro, 2010).
Teknik pengambilan sampel menggunakan jenis multistage sampling yaitu
pengambilan sampel secara bertahap (Kuntoro, 2010).
Penelitian Tahap pertama ini menggunakan 2 (dua) tahap proses
pengambilan sampel. Tahap pertama, menggunakan simple random sampling
untuk menetapkan sampel dengan memilih secara acak 6 (enam) Puskesmas di
setiap wilayah Surabaya Utara, Barat, Timur, Selatan dan Tengah, sehingga
ditetapkan 30 (tiga puluh) Puskesmas. Jumlah perawat Puskesmas secara
keseluruhan adalah 351 Orang yang terdiri dari 116 orang tenaga kontrak dan 235
Orang pegawai negeri sipil (PNS) dengan pendidikan SPK, D III dan S1
Keperawatan. Perawat yang berpendidikan Diploma III dan S1 Keperawatan
jumlahnya 175 orang. Jumlah responden tiap Puskesmas = 110:30= 3,67 atau
antara 3-4 responden.
Tahap kedua, setiap Puskesmas yang terpilih, dipilih lagi secara acak 3-4
orang perawat yang ditetapkan sebagai sampel penelitian dengan menggunakan
5 X 22 variabel observed = 110 responden
simple random sampling. Struktur pengambilan sampel sesuai gambar di bawah
ini:
Setelah pengambilan sampel, tahap berikutnya adalah pengumpulan data.
Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data dengan langkah-
langkah sebagai berikut : 1) editing, yaitu memeriksa kelengkapan, konsistensi
dan kesesuaian dari data yang telah diperoleh; 2) coding, mengklasifikasi jawaban
berdasarkan kode tertentu; 3) entry data, daftar pertanyaan yang telah dilengkapi
Puskesmas (PKM) di Kota Surabaya
(62 Puskesmas )
Surabaya Barat Surabaya Selatan Surabaya Pusat Surabaya Timur
PKM
M.
PKM
.
PKM PKM
perawat
PKM
.
Surabaya Utara
PKM
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
PKM
M.
perawat perawat perawat
Gambar 4.1 : Struktur Pengambilan Sampel
dengan pengkodean jawaban, selanjutnya diproses dengan komputer sehingga
siap untuk dianalisis; 4) cleaning, pembersihan data apabila terdapat kesalahan
pada saat entry data.
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensial. Analisis data
secara deskriptif untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
perawat Puskesmas dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Analisis
deskriptif ini dilakukan dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan
menghitung frekuensi dan persentase dari aspek yang diukur. Deskripsi setiap
indikator dinyatakan dalam nilai frekuensi. Analisis deskriptif ini dapat
memperoleh gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat
Puskesmas dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga.
Analisis inferensial digunakan untuk menguji model empiris dan hipotesis
yang diusulkan dalam penelitian ini. Teknik analisis yang digunakan adalah
model persamaan struktural (Structural Equation Modelling-SEM) berbasis
variance atau component based SEM, yang terkenal disebut Partial Least Square
(PLS). PLS memungkinkan pengujian rangkaian hubungan yang relatif
rumit secara simultan. Model analisis jalur semua variabel dalam PLS terdiri atas
tiga rangkaian hubungan, yaitu: 1) Inner model yang menspesifikan hubungan
antar variabel laten (structural model), 2) outer model yang menspesifikasikan
hubungan antara variabel laten dengan indikator (measurement model), dan 3)
weight relation dimana nilai kasus dari variabel laten dapat diestimasi. Tanpa
kehilangan generalisasi, dapat diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator di
skala zero means dan unit variance (nilai stanardize), sehingga parameter lokasi
(konstanta) dapat dihilangkan dalam model (Ghozali, 2008).
PLS menangani model reflektif dan formatif, bahkan konstruk dengan
item (indikator) tunggal (Hair et. al., 2010). Penelitian ini menggunakan model
struktural yang dianalisis memenuhi model rekursif dan semua indikator dari
variabel penelitian yakni: faktor nursing structural capital ( X1), faktor nursing
human capital (X2), faktor klien (X3), faktor keluarga (X4), faktor nursing
relational capital (X5), kinerja perawat (Y1) dan kemandirian keluarga (Y2).
Masing-masing faktor memiliki indikator reflektif.
PLS merupakan metode analisis yang dapat diterapkan pada semua skala
data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampelnya tidak harus besar,
direkomendasikan berkisar dari 30-100 kasus (Ghozali, 2008) atau kurang dari 30
observasi (Hair et. al., 2010). Penelitian tahap 1 ini memiliki unit analisis adalah
30 Puskesmas yang ada di wilayah Kota Surabaya, dengan jumlah sampel
110 perawat yang memenuhi syarat untuk pengujian dengan PLS.
Perancangan model berbasis teori, hasil penelitian empiris, analogi,
normatif dan rasional. Fokusnya adalah mendapatkan model prediktif yang
merupakan hubungan antar variabel yang sebelumnya tidak diketahui, berguna
untuk maksud eksplorasi (Hair et. al., 2010; Ghozali, 2008). Penegasan Secara
rinci analisis inferensial ditampilkan pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.2 Kerangka Analisis Model Asuhan keperawatan Berbasis Nursing
Relational Capital (NRC).
Keterangan :
X1= Nursing structural capital
X2= Nursing human capital
X3= Faktor klien
X4= Faktor keluarga
X5= Nursing relational capital
Y1= Kinerja Perawat
X5
X3
X4
X1 X2
Y1
4.1.2.2 Penelitian Tahap II
Penelitian tahap kedua adalah melakukan uji coba model asuhan keperawatan
keluarga berbasis NRC pada perawat Puskesmas yang terpilih. Uji coba
dilakukan setelah modul tersusun dan perawat sudah diberikan pelatihan tentang
model yang akan diujicobakan kepada keluarga dengan hipertensi.
Sampel pada penelitian tahap kedua adalah keluarga dengan anggota keluarga
menderita hipertensi tanpa komplikasi. Kriteria sampel memiliki minimal 2 (dua)
anggota keluarga, penghasilan keluarga minimal sesuai dengan UMR (Upah
Minimum Regional) Kota Surabaya, dan memiliki asuransi kesehatan (menjadi
anggota BPJS).
Jumlah populasi 4459 orang penderita hipertensi. Pengambilan sampel
dengan teknik two stage sampling yaitu memilih secara acak penderita hipertensi
yang berkunjung di Puskesmas. Dari 19 RW yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Gundih dipilih 5 RW. Dari 5 RW tersebut dipilih 30 orang.
Hasil simulasi ini digunakan untuk menilai tingkat kemandirian keluarga.
Keluarga yang terpilih untuk simulasi dilakukan penilaian kemandirian terlebih
dahulu (pre test) dan setelahnya dilakukan penilaian kemandirian (post test).
Desain yang digunakan adalah pre-test dan post test design. Analisis perbedaan
kemandirian pre test dan post test menggunakan rumus t-test dan membandingkan
ke dua mean dengan alpha 0,05. Selain itu juga dilakukan analisis dengan model
persamaan struktural berbasis variance yaitu Partial Least Square (PLS) untuk
mengetahui nilai variasi yang memungkinkan dalam implementasi dan besarnya
nilai pengaruh secara bersama dari persamaan struktural yang didapatkan.
Selanjutnya berdasarkan hasil simulasi model, dilakukan revisi dan diakhiri
dengan penetapan model.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
4.2.1.1 Lokasi Penelitian Tahap 1
Lokasi penelitian di Kota Surabaya dengan persentase pelaksanaan
asuhan keperawatan keluarga yaitu 24%. Kota Surabaya mempunyai 62
Puskesmas yang tersebar di 31 kecamatan, rata-rata memiliki 2 Puskesmas tiap
kecamatan. Di Kota Surabaya ini belum pernah dilakukan penelitian tentang
model asuhan keperawatan keluarga untuk nneningkatkan dan kemandirian
keluarga dengan hipertensi.
4.2.1.2 Lokasi Penelitian Tahap 2
Lokasi Penelitian tahap 2 di wilayah Puskesmas Gundih dengan prevalensi
hipertensi tertinggi di Kota Surabaya.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April-September 2016.
4.3 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional Variabel
4.3.1 Variabel penelitian
Pengukuran variabel dalam penelitian ini tidak dapat dilakukan secara
langsung, maka dibutuhkan beberapa indikator sebagai berikut :
Tabel 4.1 Variabel dan Indikator penelitian Variabel Indikator Penelitian
Variabel Indikator Penelitian
(X1)
Nursing structural capital
X1.1 Pedoman pelayanan asuhan keperawatan
keluarga
X1.2 SPO (Standar Operasional Prosedur)
X1.3 Format dokumentasi asuhan asuhan
keperawatan keluarga
(X2)
Nursing Human Capital
X2.1 Pengetahuan
X2.2 Motivasi
X2.3 Komitmen
X2.4 Keputusan klinis (Clinical
judgment)
(X3)
Nursing relational capital
X5.1 Interaksi personal perawat
X5.2 Interaksi perawat dengam klien,
keluarga dan perawat lain
X5.3 Kerjasama dengan tim kesehatan
lain
(X4)
Faktor klien X3.1 Kondisi fisik
X3.2 Kondisi psikologis
(X5)
Faktor keluarga
X4.1 Struktur keluarga
X4.2 Fungsi keluarga
X4.3 Koping keluarga
(Y1)
Transaksi (Kinerja
perawat)
Y1.1 Melaksanakan pendidikan
kesehatan di keluarga
Y1.2 Melaksanakan tindakan
keperawatan langsung di keluarga
(Y2)
Kemandirian keluarga
Y2.1 Minum obat
Y2.2 Diet hipertensi
Y2.3 Aktifitas dan istirahat
Y2.4 Manajemen stres
Variabel Indikator Penelitian
Y2.5 Kontrol ke pelayanan kesehatan
4.3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional variabel dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian
No. Faktor/Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
1. Nursing structural
capital (X1)
Modal sarana yang
digunakan perawat
dalam melaksanakan
asuhan keperawatan
keluarga dengan
hipertensi yang diduga
mempengaruhi nursing
relational capital dan
kinerja perawat
(Transaksi), terdiri dari
pedoman pelayanan
asuhan keperawatan
keluarga, SPO (Standar
Prosedur Operasional)
dan format pencatatan
asuhan keperawatan
keluarga.
Pedoman
pelayanan asuhan
keperawatan
keluarga (X1.1)
Panduan yang digunakan
dalam melaksanakan
asuhan keperawatan
keluarga dengan
hipertensi dalam
3 bulan terakhir, terdiri
dari:
a. Sasaran dari asuhan
keperawatan keluarga
b. Jenis tindakan
keperawatan keluarga
yang dilakukan oleh
perawat
Kuesioner dengan skala
liket. yaitu tidak pernah,
jarang, kadang-kadang,
sering, dan selalu
dilaksanakan.
Kriteria penilaian:
Baik : 24-30
Cukup : 18- 23
Kurang: < 18
Ordinal
No. Faktor/Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
(Arikunto, S, 2013)
SPO (Standar
Prosedur
Operasional)
(X1.2)
Alur/langkah-langkah
yang harus dipenuhi oleh
perawat dalam
melaksanakan kunjungan
rumah, mengukur tekanan
darah dan pemberian
pendidikan kesehatan
pada keluarga dan klien
dengan hipertensi dalam 3
bulan terakhir terdiri dari
:
a. Persiapan,
b. Pelaksanaan tindakan
c. Evaluasi pelaksanaan
tindakan.
Kuesioner dengan skala
liket. yaitu tidak pernah,
jarang, kadang-kadang,
sering, dan selalu
dilaksanakan.
Kriteria penilaian:
Baik : 36-45
Cukup :27-35
Kurang: < 27
(Arikunto, S, 2013)
Ordinal
Format
dokumentasi
asuhan asuhan
keperawatan
keluarga (X1.4)
Lembar isian yang diisi
oleh perawat selama
melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga
dalam 3 bulan terakhir
terdiri dari :
a. Format pengkajian
b. Format diagnosis
keperawatan
c. Format tindakan
keperawatan
d. Format evaluasi
keperawatan
Kuesioner dengan skala
liket yaitu tidak pernah,
jarang, kadang-kadang,
sering, dan selalu
dilaksanakan.
Kriteria penilaian:
Baik : 48-60
Cukup : 36-47
Kurang: < 36
(Arikunto, S, 2013)
Ordinal
2 Nursing human
capital (X2)
Modal yang dimiliki
perawat dalam
melaksanakan asuhan
keperawatan kelurga
dengan hipertensi yang
diduga mempengaruhi
No. Faktor/Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
nursing relational capital
dan kinerja perawat,
terdiri dari pengetahuan
perawat, motivasi,
komitmen, keputusan
klinis (Clinical
judgment).
Pengetahuan
(X2.1)
Pemahaman perawat
tentang asuhan
keperawatan keluarga
dengan hipertensi, terdiri
dari:
a. Pengertian asuhan
keperawatan
b. Pengkajian
keperawatan
c. Diagnosis keperawatan
d. Perencanaan
keperawatan
e. Tindakan keperawatan
f. Evaluasi keperawatan
Kuesioner dengan skala
dikotomi, benar, salah
Kriteria penilaian:
Baik : >80% dari total
pernyataan benar
Cukup : 60-<80% dari
total pernyataan
benar
Kurang: < 60 dari total
pernyataan benar
Ordinal
Motivasi (X2.2) Dorongan atau minat
perawat untuk
melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga
dengan hipertensi yang
dipengaruhi oleh :
a. Tanggungjawab
b. Pengakuan
c. Peluang untuk maju
d. Gaji
e. Kerjasama tim
f. Supervisi
Kuesioner dengan skala
likert yaitu sangat setuju,
setuju, tidak Setuju, sangat
tidak setuju.
Kriteria penilaian:
Baik : 36-48
Cukup : 35-24
Ordinal
No. Faktor/Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
Kurang: < 24
(Arikunto, S, 2013)
Komitmen (X2.3) Kemampuan dan kemauan
perawat dalam
menyesuaikan perilaku
pribadi untuk
melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga
dengan hipertensi, terdiri
dari affective commitment,
continuance commitment,
normative commitment
Kuesioner dengan skala
likert sangat setuju, setuju,
tidak setuju, sangat tidak
setuju.
Kriteria penilaian:
Baik : 18-24
Cukup : 12-17
Kurang: <12
(Arikunto, S, 2013)
Ordinal
Keputusan klinis
(Clinical judgment)
(X2.4)
Kemampuan perawat
dalam mengambil
keputusan klinis terdiri
dari:
a. Keputusan klinik dalam
menentukan masalah
klien
b. Keputusan klinis dalam
menentukan tindakan
keperawatan
Kuesioner dengan skala
likert dilakukan, tidak
dilakukan, modifikasi
Kriteria penilaian:
Baik : 12 -16
Cukup :8 -11
Kurang: < 8
(Arikunto, S, 2013)
Ordinal
3 Klien
(X3)
Faktor klien dengan
hipertensi dalam asuhan
keperawatan keluarga
yang diduga
mempengaruhi nursing
relational capital terdiri
dari kondisi fisik dan
kondisi psikologis klien.
Kondisi fisik klien
(X3.1)
Keadaan fisik klien
hipertensi, terdiri dari
tekanan darah, keluhan
Kuesioner dengan skala
likert yaitu tidak pernah,
jarang, kadang-kadang,
Ordinal
No. Faktor/Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
yang dirasakan, penyakit
penyerta yang ditemukan
oleh perawat selama
melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga
dalam 3 bulan terakhir.
sering, dan selalu terjadi.
Kriteria penilaian:
Baik : 18-20
Cukup : 12-17
Kurang: < 12
(Arikunto, S, 2013)
Kondisi psikologis
klien (X3.2)
Keadaan dalam diri klien
yang dapat ditunjukkan
melalui respon verbal
maupun nonverbal terdiri
keluhan tidak dapat tidur,
cepat marah, mengeluh
ada masalah, banyak
pekerjaan, dan kurang
respon yang ditemukan
oleh perawat selama
melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga
dalam 3 bulan terakhir.
Kuesioner dengan skala
likert yaitu tidak pernah,
jarang, kadang-kadang,
sering, dan selalu terjadi.
Kriteria penilaian:
Baik : 20-25
Cukup : 15-19
Kurang: < 15
(Arikunto, S, 2013)
4 Keluarga (X4) Faktor keluarga dengan
hipertensi dalam asuhan
keperawatan keluarga
yang diduga
mempengaruhi nursing
relational capital terdiri
dari struktur keluarga,
fungsi keluarga dan
koping keluarga
Struktur keluarga
(X4.1)
Perilaku keluarga dalam
mengatur komunikasi dan
membagi peran dengan
klien hipertensi yang
ditemukan oleh perawat
selama melaksanakan
asuhan keperawatan
keluarga dalam 3 bulan
Kuesioner dengan skala
likert yaitu tidak pernah,
jarang, kadang-kadang,
sering, dan selalu terjadi.
Kriteria penilaian:
Baik : 20-25
Ordinal
No. Faktor/Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
terakhir.
Cukup : 15-19
Kurang: < 15
(Arikunto, S, 2013)
Fungsi keluarga
(X4.2)
Fungsi keluarga dalam
memenuhi kebutuhan
anggota keluarga dengan
hipertensi yang ditemukan
oleh perawat selama
melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga
dalam 3 bulan terakhir
terdiri dari:
a. Fungsi keluarga dalam
memberikan perhatian
dan kasih sayang pada
klien dengan hipertensi.
b. Fungsi keluarga dalam
berinteraksi dengan
klien yang sakit
hipertensi dan anggota
keluarga lain serta
masyarakat sekitarnya.
c. Fungsi keluarga dalam
merawat klien dengan
hipertensi
d. Fungsi keluarga dalam
memenuhi kebutuhan
anggota keluarga
termasuk klien dengan
hipertensi
Kuesioner dengan skala
likert yaitu tidak pernah,
jarang, kadang-kadang,
sering, dan selalu terjadi.
Kriteria penilaian:
Baik : 24-30
Cukup : 18-23
Kurang: < 18
(Arikunto, S, 2013)
Ordinal
Koping keluarga
(X4.3)
Upaya keluarga dalam
menerima klien hipertensi,
dan memberikan
dukungan perawatan yang
ditemukan oleh perawat
selama melaksanakan
asuhan keperawatan
keluarga dalam 3 bulan
Kuesioner dengan skala
likert yaitu tidak pernah,
jarang, kadang-kadang,
sering, dan selalu terjadi.
Kriteria penilaian:
Baik : 16-20
Ordinal
No. Faktor/Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
terakhir.
Cukup : 12-15
Kurang: < 12
(Arikunto, S, 2013)
5 Nursing
Relational capital
(X5)
Modal interaksi atau
hubungan kerjasama
perawat dengan diri
sendiri, klien, keluarga,
sejawat dan tim
kesehatan lain dalam
mengidentifikasi
masalah sampai
menyusun perencanaan
keperawatan, terdiri
dari interaksi personal,
interaksi perawat
dengan klien, keluarga
dan perawat lain dan
interaksi perawat
dengan tim kesehatan
lain.
Interaksi personal
perawat (X5.1)
Komunikasi perawat
dengan diri sendiri
sebelum dan selama
melakukan asuhan
keperawatan pada klien
dan keluarga, terdiri dari
empati, kesadaran diri dan
persepsi
Kuesioner dengan skala
likert.
yaitu tidak pernah, jarang,
kadang-kadang, sering, dan
selalu dilaksanakan.
Kriteria penilaian:
Baik : 20-25
Cukup : 15-19
Kurang: < 15
(Arikunto, S, 2013)
Ordinal
Interaksi perawat
dengan klien,
Kerjasama perawat
dengan perawat lain, klien
Kuesioner dengan skala
likert.
Ordinal
No. Faktor/Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
keluarga dan
perawat lain (X5.2)
dan keluarga selama
melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga
dengan hipertensi, terdiri
dari:
a. Timbang terima antar
perawat
b. Diskusi antar perawat
dan keluarga untuk
pengambilan keputusan
c. Perawat melibatkan
keluarga dalam
perawatan hipertensi
yaitu tidak pernah, jarang,
kadang-kadang, sering, dan
selalu dilaksanakan.
Kriteria penilaian:
Baik : 36-45
Cukup :-27-35
Kurang: <27
(Arikunto, S, 2013)
Kerjasama perawat
dengan tim
kesehatan lain
(Interprofessional
collaboration)
(X5.3)
Interaksi perawat dengan
tim kesehatan selama
melaksanakan pengkajian
sampai menyusun rencana
tindakan keperawatan
keluarga dengan
hipertensi.
Kuesioner dengan skala
likert, yaitu tidak pernah,
jarang, kadang-kadang,
sering, dan selalu
dilaksanakan..
Kriteria penilaian:
Baik : 16-20
Cukup : 12-15
Kurang: < 12
(Arikunto, S, 2013)
Ordinal
6 Transaksi atau
Kinerja (Y1)
Perilaku yang
ditunjukkan oleh
perawat dalam
melaksanakan tindakan
keperawatan bersama-
sama dengan klien,
keluarga dan tim.
Pendidikan
kesehatan di
keluarga (Y1.2)
Kegiatan perawat dalam
memberikan informasi
kesehatan terkait dengan
perawatan hipertensi
meliputi pengertian, gejala
dan perawatan hipertensi.
Kuesioner dengan skala
likert, yaitu tidak pernah,
jarang, kadang-kadang,
sering, dan selalu
dilaksanakan.
Ordinal
No. Faktor/Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
Kriteria penilaian:
Baik : 28-35
Cukup : 21-27
Kurang: < 21
(Arikunto, S, 2013)
Tindakan
keperawatan
langsung di
keluarga dengan
hipertensi (Y1.3)
Kegiatan perawat dalam
melaksanakan tindakan
keperawatan terdiri dari
pemantauan keteraturan
minum obat, pemantauan
diet hipertensi,
pemantauan latihan fisik,
mengajarkan manajemen
stress, pemeriksaan
tekanan darah dan tanda
vital, memberikan
motivasi dan evaluasi.
Kuesioner dengan skala
likert, yaitu tidak pernah,
jarang, kadang-kadang,
sering, dan selalu
dilaksanakan.
Kriteria penilaian:
Baik : 36-45
Cukup : 27-35
Kurang: <27
(Arikunto, S, 2013)
Ordinal
7 Kemandirian
keluarga (Y2)
Kemampuan klien dan
keluarga secara mandiri
dalam melakukan
perawatan hipertensi
terdiri dari kemandirian
dalam minum obat, diet
rendah garam, aktifitas
dan istirahat,
manajemen stres dan
kontrol ke pelayanan
kesehatan.
Minum obat Kemampuan klien secara
mandiri dalam minum
Kuesioner dengan skala
dikotomi
Nominal
No. Faktor/Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
(Y2.1) obat sesuai dengan jadual,
minum obat sesuai dengan
dosis, tidak minum obat
selain obat sesuai dengan
resep dokter.
1. Ya
2. Tidak
Kriteria penilaian:
Mandiri = > median
Tidak Mandiri= < median
(Arikunto, S, 2013)
Diet hipertensi
(Y2.2)
Kemampuan klien secara
mandiri dalam
melaksanakan diet rendah
garam dan kemampuan
keluarga dalam
mendukung diet yang
dilaksanakan klien
Kuesioner dengan skala
dikotomi
1. Ya
2. Tidak
Kriteria penilaian:
Mandiri = > median
Tidak Mandiri= < median
(Arikunto, S, 2013)
Nominal
Aktifitas dan
istirahat
(Y2.3)
Kemampuan klien dan
keluarga secara mandiri
dalam mendukung
aktifitas klien sesuai
dengan kemampuan,
mengatur jam tidur sesuai
dengan kebutuhan dan
berolah raga.
Kuesioner dengan skala
dikotomi
1. Ya
2. Tidak
Kriteria penilaian:
Mandiri = > median
Tidak Mandiri= < median
(Arikunto, S, 2013)
Nominal
Manajemen stres Kemampuan klien dan
keluarga secara mandiri
Kuesioner dengan skala
dikotomi
Nominal
No. Faktor/Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
(Y2.4) dalam mengelola stres 1. Ya
2. Tidak
Kriteria penilaian:
Mandiri = > median
Tidak Mandiri= < median
(Arikunto, S, 2013)
Kontrol ke
pelayanan
kesehatan
(Y2.5)
Kemampuan klien dan
keluarga secara mandiri
dalam melakukan kontrol
ke pelayanan kesehatan
secara teratur dan segera
ke pelayanan kesehatan
ketika ada keluhan
Kuesioner dengan skala
dikotomi : 1. Ya; 2. Tidak
Kriteria penilaian:
Mandiri = > median
Tidak Mandiri= < median
(Arikunto, S, 2013)
Nominal
4.4 Prosedur Pengumpulan Data dan Instrumen yang Digunakan
4.4.1 Prosedur Pengumpulan Data
Langkah-langkah dalam proses pengumpulan data adalah :
1. Mengurus ijin penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan
Masyarakat serta dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya
2. Mendatangi 30 Puskesmas yang terpilih secara acak untuk memberikan surat
ijin penelitian. Melakukan pendekatan dengan Kepala Puskesmas dan
menjelaskan penelitian yang akan dilakukan.
3. Memberi pengarahan tentang tujuan penelitian dan pertanyaan-pertanyaan
yang ada pada pedoman wawancara kepada perawat.
4. Penandatanganan inform consent sebagai bukti persetujuan perawat untuk
menjadi responden.
5. Memberikan kuesioner kepada perawat untuk diisi dengan batas waktu
pengisian kuesioner sesuai kesepakatan antara peneliti dan perawat.
6. Mengambil kembali kuesioner yang telah diisi dan memeriksa kelengkapan
data yang telah diisi oleh perawat.
7. Tahap berikutnya sebagai lanjutan untuk pengembangan model asuhan
keperawatan keluarga berbasis NRC, peneliti melakukan diskusi pakar dengan
pakar keperawatan keluarga. Diskusi juga dilakukan dengan
penanggungjawab Program Keperawatan Kesehatan Masyarakat Dinas
Kesehatan Provinsi Jatim, Penanggungjawab Program Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
8. Setelah modul dari model asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC
tersusun, kemudian melakukan pelatihan perawat dengan modul tersebut.
9. Tahapan simulasi model pada perawat yang telah dilatih melakukan asuhan
keperawatan keluarga berbasis NRC pada keluarga dengan hipertensi
merupakan penelitian tahap kedua. Respondennya adalah keluarga dengan
hipertensi.
10. Perawat menilai tingkat kemandirian keluarga sebelum dan sesudah
dilaksanakan asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC untuk mengetahui
perbedaan tingkat kemandiriannya.
4.4.2 Instrumen yang Digunakan
Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah
kuesioner dikembangkan dari variabel penelitian faktor yang mempengaruhi
kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Kuesioner
penelitian terdiri dari :
1. Kuesioner nursing structural capital (X1)
Kuesioner dikembangkan dari Kepmenkes R.I. No.908/Menkes/VII/2010
tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan keperawatan keluarga dan Buku
Pedoman Pelayanan Keperawatan Keluarga dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur. Kuesioner pedoman pelayanan keperawatan keluarga berbentuk
pernyataan tertutup dengan menggunakan skala likert (TP= Tidak pernah; JR =
Jarang; KK= Kadang-kadang; SR= Sering; SL= Selalu) dengan jumlah 6
pernyataan.
Kuesioner standar prosedur operasional terdiri dari 9 pernyataan dengan
menggunakan skala likert. Format dokumentasi asuhan keperawatan keluarga
terdiri 12 pernyataan. Penilaian berdasarkan jumlah pernyataan dengan nilai
masing-masing tanggapan adalah tidak pernah = 0, jarang = 1, kadang-kadang =
2, Sering =3, Selalu=4. Penilaian berdasarkan antara jumlah pernyataan
dikalikan 4, hasil perkalian dibagi tiga berdasarkan katagori penilaian baik, cukup
dan kurang. Kisi-kisi instrumen secara rinci dapat dijelaskan pada tabel di bawah
ini :
Tabel 4. 3 Blue Print Kuesioner Nursing Structural Capital
Variabel Sub variabel Indikator Jumlah
butir soal
No.
Pertanyaan
Variabel Sub variabel Indikator Jumlah
butir soal
No.
Pertanyaan Nursing
structural
capital
(X1)
Pedoman
pelayanan
asuhan
keperawatan
keluarga
1. Sasaran pelayanan
keperawatan keluarga
2. Tindakan keperawatan
3
3
1-3
4-6
SPO 1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Evaluasi
3
3
3
1-3
4-6
7-9
Format
dokumentasi
asuhan asuhan
keperawatan
keluarga
1. Format pengkajian
2. Format diagnosis
keperawatan
3. Format pelaksanaan
tindakan keperawatan
4. Format evaluasi
keperawatan
3
3
3
3
1-3
4-6
7-9
10-12
2. Kuesioner nursing human capital (X2)
Kuesioner bersumber dari teori nursing intellectual capital dari Covell
(2011), konsep asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi, konsep motivasi,
konsep komitmen dan clinical judgment. Menggunakan kuesioner pilihan ganda
dan skala likert. Kuesioner ini dibagi menjadi empat katagori yaitu kuesioner
tentang pengetahuan asuhan keperawatan keluarga, motivasi, komitmen perawat
dan penilaian klinis.
Kuesioner tentang pengetahuan asuhan keperawatan keluarga menggunakan
skala dikotomi dengan jumlah 10 pernyataan. Kuesioner motivasi dan komitmen
perawat menggunakan skala likert dengan jumlah 12 pernyataan untuk motivasi
perawat dan 6 pernyataan untuk komitmen perawat. Kuesioner penilaian
klinis terdiri dari 8 pernyataan. Kuesioner diisi dengan cara memberi
tanda (√) pada kolom tanggapan.
Penilaian berdasarkan jumlah pernyataan dengan nilai masing-masing
tanggapan adalah sangat tidak setuju = 1, tidak setuju= 2, setuju =3, sangat
setuju=4. Katagori penilaiannya adalah baik, cukup dan kurang. Secara rinci
dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. 4 Blue Print Kuesioner Nursing Human Capital
Varia
bel
Sub
variabel
Indikator Juml
ah
butir
soal
No.
Pertany
aan
Nursi
ng
Huma
n
Capit
al
(X2)
Pengetah
uan
1. Pengertian asuhan keperawatan
2. Pengkajian keperawatan
3. Diagnosis keperawatan
4. Perencanaan keperawatan
5. Tindakan keperawatan
6. Evaluasi keperawatan
2
2
2
2
2
2
1-2
3-4
5-6
7-8
9-10
11-12
Motivasi 1. T
anggungjawab
2. P
engakuan
3. P
eluang untuk maju
4. G
aji
5. K
erjasama tim
6. S
upervisi
2
2
2
2
2
2
1-2
3-4
5-6
7-8
9-10
11-12
Komitm
en
1. Affective commitment
2. Continuence commitment
3. Normative commitment
2
2
2
1-2
3-4
5-6
Clinical
judgment
1. Keputusan klinik dalam menentukan masalah
klien
2. Keputusan klinis dalam menentukan tindakan
keperawatan
4
4
1-4
5-8
3. Kuesioner faktor klien (X3)
Kuesioner dikembangkan dari konsep perawatan penyakit hipertensi (Aru
W.S, 2012). Kuesioner terdiri dari kondis fisik dan psikologis klien. Penilaian
berdasarkan pernyataan tertutup dengan menggunakan skala likert (TP= Tidak
pernah; JR = Jarang; KK= Kadang-kadang; SR= Sering; SL= Selalu) dengan
jumlah 9 pernyataan. Secara rinci dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. 5 Blue Print Kuesioner Faktor Klien
Variabel Sub variabel Indikator Jumlah
butir soal
No.
Pertanyaan
Faktor klien
(X3)
Kondisi fisik 1. Peningkatan tekanan
darah
2. Keluhan yang dirasakan
3. Penyakit penyerta
1
2
1
1
2-3
4
Kondisi
psikologis
1. Keluhan tidak dapat tidur
2. Cepat marah
3. Keluhan ada masalah
4. Banyak pekerjaan
5. Kurang respon
1
1
1
1
1
1
2
3
4
5
4. Kuesioner Faktor keluarga (X4)
Kuesioner dikembangkan dari teori family centered nursing (Friedman,
2003). Kuesioner dibagi tiga kategori yaitu struktur keluarga, fungsi keluarga dan
koping keluarga. Kuesioner menggunakan skala likert. Sruktur keluarga 5
pernyataan, fungsi keluarga berjumlah 7 pernyataan dan koping keluarga 4
pernyataan.
Penilaian berdasarkan pernyataan tertutup dengan menggunakan skala likert
(TP= Tidak pernah; JR = Jarang; KK= Kadang-kadang; SR= Sering; SL=
Selalu). Katagori penilaian baik, cukup dan kurang. Secara rinci dapat dijelaskan
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. 6 Blue Print Kuesioner Faktor Keluarga
Variabel Sub variabel Indikator Jumlah
butir soal
No.
Pertanyaan
Faktor Struktur 1. Pola komunikasi keluarga 2 1,4
Variabel Sub variabel Indikator Jumlah
butir soal
No.
Pertanyaan
Keluarga keluarga 2. Peran di keluarga 3 2,3,5
Fungsi
keluarga
1. Fungsi keluarga dalam
memberikan perhatian
dan kasih sayang pada
klien dengan hipertensi.
2. Fungsi keluarga dalam
berinteraksi dengan
klien, anggota keluarga
lain serta masyarakat
sekitarnya.
3. Fungsi keluarga dalam
merawat klien dengan
hipertensi
2
2
2
1,2
3,4
5,6
Koping
keluarga
1. Penyelesaian masalah
dengan musyawarah
2. Respon sakit
2
2
2,3
1,4
5. Kuesioner nursing relational capital (X5)
Kuesioner bersumber dari teori human interaction (King, 1981 dam
Tomey, 2006) dan konsep Interprofessional collaboration (Gittel et.all, 2013;
Naylor, 2011; Johnson, 2011). Menggunakan kuesioner dengan skala likert
dengan skala berjenjang. Pilihan jawaban pada pernyataan yang dipilih terdiri dari
tidak pernah, jarang, sering, dan selalu. Kuesioner dibagi 3 kategori yaitu interaksi
personal terdiri dari 5 pernyataan, interaksi perawat dengan klien,
keluarga dan perawat lain terdiri dari 9 pernyataan dan kerjasama dengan
profesi lain terdiri dari 4 pernyataan.
Penilaian berdasarkan jumlah pernyataan dengan nilai masing-masing
tanggapan adalah tidak pernah= 0, jarang= 1, kadang-kadang= 2, Sering =3,
Selalu=4. Penilaian berdasarkan antara jumlah pernyataan dikalikan 4, hasil
perkalian dibagi tiga berdasarkan katagori penilaian baik, cukup dan kurang.
Secara rinci dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. 7 Blue Print Kuesioner Nursing Relational Capital
Variabel Sub variabel Indikator Jumlah
butir soal
No.
Pertanyaan
Nursing
relational
capital
(X5)
Interaksi
personal
perawat
1. Orientasi terhadap diri
2. Persepsi
3. Memperhatikan ruang
4. Memperhatikan waktu
5. Citra diri
1
1
1
1
1
1
2
3
4
5
Interaksi
perawat
dengan klien,
keluarga dan
perawat lain
1. Timbang terima antar
perawat
2. Diskusi antar perawat dan
keluarga untuk
pengambilan keputusan
3. Perawat melibatkan
keluarga dalam
perawatan
3
3
3
1,2,3
4,5,6
7,8,9
Kerjasama
Perawat
dengan tim
kesehatan lain
Kolaborasi dengan dokter
dan ahli gizi untuk
program perawatan
hipertensi
4
1,2, 3,4
6. Kuesioner transaksi (Kinerja) (Y1)
Kuesioner dikembangkan dari Savitri S, (2014), Aru W.S., (2012), Dadang
H., (2014) . Kuesioner terdiri dari dua kategori yaitu pendidikan kesehatan dan
tindakan keperawatan. Menggunakan skala likert. Pernyataan terdiri dari
pendidikan kesehatan terdiri dari 7 pernyataan dan tindakan keperawatan 9
pernyataan.
Penilaian berdasarkan jumlah pernyataan dengan nilai masing-masing
tanggapan adalah tidak pernah = 0, jarang = 1, kadang-kadang = 2, Sering =3,
Selalu=4. Katagori penilaian adalah baik, cukup dan kurang.
Tabel 4. 8 Blue Print Kuesioner Transaksi (Kinerja Perawat) (Y1)
Variabel Sub Variabel Indikator Jumlah
Butir Soal
No.
Pertanyaan
Transaksi
(Kinerja)
(Y1)
Melaksanakan
pendidikan
kesehatan di
keluarga
1. Perencanaan pendidikan
kesehatan
2. Media pendidikan
kesehatan
3. Pemberian pendidikan
kesehatan
4. Melakukan evaluasi
1
1
4
1
1
2
3,4,5,6
7
Tindakan
keperawatan
1. Menganjurkan minum
obat
2. Pengaturan diet
hipertensi
3. Melakukan tindakan
rehabilitasi :
mengajarkan latihan fisik
4. Manajemen stres
5. Pemeriksaan tekanan
darah
6. Memotivasi untuk
periksa ke pelayanan
kesehatan
7. Melakukan rujukan
8. Monitoring dan Evaluasi
1
1
2
1
1
1
1
1
1
2
3,7
4
5
6
8
9
7. Kuesioner Kemandirian Keluarga (Y2)
Kuesioner kemandirian keluarga dikembangkan dari konsep perawatan
hipertensi dari Savitri S., (2014) dan Ari W.S., (2012). Kuesioner terdiri dari lima
kategori yaitu minum obat, diet rendah garam, aktifitas dan istirahat, manajemen
stres serta kontrol ke pelayanan kesehatan. Menggunakan skala dikotomi. Jumlah
pernyataan masing-masing katagori adalah 4 pernyataan. Secara rinci dapat
dijelaskan pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. 9 Blue Print Kuesioner Kemandirian Keluarga (Y2)
Variabel Sub Variabel Indikator Jumlah
Butir Soal
No.
Pernyataam
Kemandirian
keluarga
(Y2)
Minum Obat 1. Minum obat sesuai
dengan jadual
2. Minum obat sesuai
dengan dosis
3. Tidak minum obat selain
dengan resep dokter
1
2
1
1
2,3
4
Diet hipertensi Diet hipertensi 4 1,2,3,4
Aktifitas dan
istirahat
1. Aktifitas klien sesuai
dengan kemampuan,
2. Mengatur jam tidur sesuai
dengan kebutuhan
2
2
1,2
3.4
Manajemen stres Upaya mengelola stres 4 1,2,3,4
Kontrol ke
pelayanan
kesehatan
1. Kontrol ke pelayanan
kesehatan secara teratur
2. Segera ke pelayanan
kesehatan ketika ada
keluhan
4 1,2,3,4
Kuesioner yang digunakan diuji coba pada perawat yang memenuhi
kriteria tetapi tidak terpilih menjadi responden dari Puskesmas yang berbeda.
Langkah selanjutnya adalah melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner.
Tujuannya agar dapat diperoleh data yang valid serta memiliki konsistensi yang
tinggi (reliabel).
1. Uji Validitas kuesioner
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstruk
(construct validity) dan validitas isi (content validity). Upaya untuk mendapatkan
validitas yang tinggi , maka pertanyaan disusun dengan cara :
a. Mempertimbangkan teori-teori yang relevan
b. Menyesuaikan isi pertanyaan dengan kondisi responden
c. Mengujicobakan kuesioner
d. Uji validitas kuesioner
Pengujian validitas internal dari setiap item pertanyaan di uji dengan
menggunakan pendekatan korelasi item-total dikoreksi (corrected item-total
correlation) dengan batas validitas hasil koefisien korelasi (r) adalah 0,25-0,30.
Setelah dilakukan uji validitas ditemukan 3 item pertanyaan yang tidak valid.
Ketiga item soal tersebut adalah sebagai berikut, dari 10 soal standar prosedur
operasional ditemukan item pertanyaan yang tidak valid yaitu pertanyaan no. 6.
Dua item pertanyaan yang tidak valid lainnya dari pertanyaan komitmen, yaitu
pertanyaan no. 3 dan no.5.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas instrumen dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari
instrumen yang digunakan. Reliabilitas dijelaskan dalam bentuk koefisien korelasi
1 (satu) menunjukkan reliabel sempurna dan nilai 0 (nol) tidak reliabel. Instrumen
dinyatakan reliabel jika nilai Cronbach’s alpha > 0,6. Reliabilitas dari instrumen
penelitian ini semuanya reliabel karena nilainya > 0,6.
4.5 Kerangka Operasional
Kerangka operasional penelitian seperti tertulis pada gambar 4.3 dibawah ini :
Issue strategis
Menganalisis model baru secara empiris
Validasi pakar dengan metode diskusi, tersusunnya modul
Analisis faktor
secara empiris
Simulasi model oleh Perawat Puskesmas setelah dilakukan pelatihan pelaksanaan model
asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC dengan modul yang telah disusun untuk
mencapai kemandirian keluarga dengan hipertensi
Mengidentifikasi faktor-faktor :
1. Nursing structural capital (pedoman pelayanan
asuhan keperawatan keluarga, SPO (Standar Prosedur
Operasional), format dokumentasi asuhan asuhan
keperawatan keluarga
2. Nursing Human Capital (pengetahuan, motivasi,
komitmen, clinical judgment) 3. Nursing relational capital (interaksi perawat secara
personal, interaksi perawat dengan klien, keluarga),
kerjasama perawat dengan tim kesehatan lain
4. Faktor klien (Kondisi fisik dan psikologis)
5. Faktor keluarga (Fungsi keluarga, struktur dan koping
keluarga)
6. Transaksi (Kinerja Perawat).
Penelitian Tahap 1
Penelitian Tahap 2
Keterangan :
Penelitian tahap 1 dilaksanakan berdasarkan data dari kajian pustaka dan
identifikasi permasalahan yang terkait pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
pada perawat Puskesmas. Kemudian dikembangkanlah pemikiran untuk
menyusun gambaran representasi tentang model yang dapat meningkatkan kinerja
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga melalui teori
keperawatan dan memodifikasi faktor yang belum tertuang didalam middle
theory. Setelah tersusun model yang merupakan integrasi dari teori Nursing
Intellectual Capital Theory (NIC), teori of Goal Attainment dan Family Centered
Nursing (FCN) dengan memperhatikan issue strategis sebagai bahan
pertimbangan sampai tersusun sebuah abstraksi pemikiran yang disebut model
asuhan keperawatan keluarga yang merupakan model kinerja bagi perawat
Puskesmas.
Model diklarifikasi dan dikonfirmasi hubungan kausal antara variabel laten
dan variabel observnya melalui analisa Structural Equation Models (SEM)
dengan metode alternatif PLS. Setelah diperoleh model yang fit, kemudian
dilakukan diskusi pakar. Diskusi ini dilakukan dengan pakar keperawatan,
penanggungjawab Program Keperawatan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Kegiatan diskusi
Penetapan model
akhir
Gambar 4.3 : Bagan Alur Kerangka Kerja Operasional Penelitian
Perbaikan model Rekomendasi
Model
membahas model yang telah dibuat dipandang dari berbagai sudut keahlian
sehingga menghasilkan suatu modul.
Penelitian tahap 2 dilaksanakan untuk uji coba model. Uji coba ini
merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian pengembangan model.
Dilakukan setelah rancangan model selesai. Uji coba model bertujuan untuk
mengetahui apakah model yang dibuat layak digunakan. Uji coba model juga
melihat sejauh mana model yang telah dibuat dapat mencapai sasaran dan tujuan.
Uji coba model dilakukan terbatas terhadap kelompok kecil (simulasi) sebagai
pengguna model yaitu perawat Puskesmas kepada keluarga dengan hipertensi
tanpa komplikasi yang sudah dipilih sesuai kriteria yang ditetapkan. Sebelum uji
coba dilakukan, perawat dilatih dengan menggunakan modul yang telah disusun.
Uji coba ini diharapkan dapat menguji secara empiris model yang dikembangkan
terhadap kemandirian keluarga dengan hipertensi. Setelah uji coba model,
dilakukan perbaikan model. Tahap akhir pada penelitian tahap 2 adalah adalah
penetapan model.
BAB 5
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
Bab ini menjelaskan hasil penelitian secara empiris. Penjelasan hasil
penelitian dibagi 2 yaitu hasil penelitian tahap 1 dan tahap 2. Hasil penelitian
tahap 1 meliputi karakteristik perawat dan hasil analisis model asuhan
keperawatan keluarga berbasis Nursing Relational Capital (NRC). Hasil
penelitian tahap 2 menjelaskan tentang uji coba model asuhan keperawatan
keluarga berbasis NRC terhadap kemandirian keluarga dengan hipertensi.
Analisis secara deskriptif meliputi karakteristik data penelitian dan analisis
inferensial dengan pendekatan model persamaan struktural dengan Partial Least
Square Path Modeling untuk mengetahui besarnya pengaruh antar variabel
konstruk penelitian dan perbedaan kemandirian keluarga sebelum dan sesudah
dilaksanakan model asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC.
5.1 Hasil Penelitian Tahap 1
5.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
Dinas Kesehatan sesuai dengan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 42
Tahun 2011 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Kota Surabaya
mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintah daerah berdasarkan azas
ekonomi dan tugas pembantuan di bidang kesehatan. Visi Dinas Kesehatan Kota
Surabaya adalah terwujudnya masyarakat kota Surabaya yang sehat, cerdas dan
mandiri.
120
Misi Dinas Kesehatan Kota Surabaya adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat
2. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau
segala lapisan masyarakat.
3. Meningkatkan upaya pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah
kesehatan.
4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan.
5. Meningkatkan pemenuhan, pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan.
Tujuan pembangunan kesehatan yang akan dicapai berdasarkan visi dan
misi Dinas Kesehatan Kota Surabaya adalah meningkatnya derajat kesehatan
setinggi-tingginya dengan penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
berdaya guna dan berhasil guna.
Sasaran pembangunan kesehatan di Kota Surabaya adalah sebagai berikut:
1. Pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan
2. Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita dan keluarga berencana (KB).
3. Perbaikan status gizi masyarakat
4. Pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta penyehatan lingkungan
5. Peningkatan pelayanan jaminan kesehatan masyarakat
6. Peningkatan pembiayaan kesehatan yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
7. Pemenuhan, pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM)
kesehatan
8. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan, mutu dan
penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan.
Program pembangunan kesehatan di Kota Surabaya adalah sebagai berikut :
1. Program upaya kesehatan masyarakat
Program ini bertujuan untuk memberikan kemudahan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin. Tolok ukur keberhasilannya adalah meningkatnya cakupan
pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin dan cakupan kelurahan
mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) yang ditangani < 24 jam.
2. Program pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana
Puskesmas/Puskesmas Pembantu dan jaringannya.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan baik kesehatan primer, sekunder maupun tersier. Tolok ukur
keberhasilan program ini adalah meningkatnya Puskesmas induk menjadi
Puskesmas rawat inap dan meningkatnya Puskesmas pembantu menjadi
Puskesmas induk.
3. Program peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak
Program ini bertujuan meningkatkan kesehatan ibu hamil, bayi dan balita.
Tolok ukur keberhasilan program ini adalah meningkatnya cakupan
pertolongan persalinan, imunisasi dasar lengkap bagi bayi 0-11 bulan,
kunjunagn ibu hamil K4, kunjungan bayi serta perawatan balita gizi buruk.
Tahun 2015, Puskesmas di Kota Surabaya berjumlah 62 Puskesmas, yaitu
21 Puskesmas dengan pelayanan rawat inap dan 41 Puskesmas rawat jalan.
Puskesmas rawat jalan maupun rawat inap melaksanakan program pokok dan
program pengembangan. Program pokok Puskesmas terdiri promosi kesehatan,
kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta KB, perbaikan gizi
masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,upaya pengobatan
dasar. Program pengembangan Puskesmas di Kota Surabaya adalah Poli Sexual
Transmitted Disease, Poli Paliatif, Poli Pengobatan Tradisional (BATRA),
Pelayanan Santun lansia, Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar), dan Pelayanan kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Tidak semua
Puskesmas memiliki program pengembangan. Puskesmas yang melaksanakan
program pengembangan mempunyai 1 (satu) program yang dikembangkan sesuai
dengan kapasitas yang dimiliki. Program Perawatan Kesehatan Masyarakat
(Perkesmas) juga dikembangkan di Puskesmas Kota Surabaya. Pelaksanaan
program ini meliputi pelaksanaan asuhan keperawatan individu, asuhan
keperawatan keluarga dan asuhan keperawatan kelompok
Tenaga kesehatan yang ada di sarana pelayanan kesehatan Kota Surabaya
terdiri dari: tenaga medis (dokter spesialis, dokter gigi dan dokter umum), tenaga
perawat, bidan, tenaga farmasi, tenaga gizi, sanitasi dan teknisi medis serta tenaga
kesehatan masyarakat. Persebaran tenaga kesehatan meliputi 62 Puskesmas,
rumah sakit dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya serta sarana kesehatan lainnya.
Angka kesakitan pada penduduk kota Surabaya diperoleh dari data
berdasarkan pengamatan (Surveillance) dan data yang diperoleh dari fasilitas
kesehatan dengan sistim pencatatan dan pelaporan rutin dan insidentil. Penyakit
yang menjadi penyebab angka kesakitan adalah penyakit TB Paru, pneumonia
pada balita, HIV/AIDS dan penyakit menular seksual (IMS), diare, kusta, demam
berdarah, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Difteri, pertusis,
tetanus, tetanus neonatorum, polio dan hepatitis B), dan PTM (penyakit tidak
menular terdiri dari hipertensi, diabetes mellitus, kanker, jantung koroner dan
stroke). Upaya pencegahan dan pengendalian PTM di Surabaya adalah
pengukuran tekanan darah untuk hipertensi, pemeriksaan Inspeksi Visual Asam
Asetat (IVA) untuk deteksi kanker serviks dan pengukuran berat badan untuk
obesitas. Hasil pengukuran tekanan darah pada pasien di Puskesmas sejumlah
818.331 orang terdapat 16,78% menderita hipertensi. Lima Puskesmas yang
memiliki jumlah penderita hipertensi terbanyak di Surabaya adalah Puskesmas
Gundih, 4459 orang; Puskesmas Tambak Rejo, 2472 orang; Puskesmas Dukuh
Kupang, 2169 orang dan Puskesmas Kedurus, 2047 orang.
5.1.2 Karakteristik Responden
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 110 perawat yang tersebar
di 33 (tiga puluh tiga) Puskesmas di wilayah Kota Surabaya, yang memenuhi
kriteria sampel.
Penelitian tahap I dilakukan selama tiga bulan sejak bulan April –Juni 2016
di lokasi terpilih dari penentuan sampel di Puskesmas Kota Surabaya. Adapun
data lengkap karakteristik responden sebagai berikut :
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Perawat Puskesmas di Kota
Surabaya, Tahun 2016
No Karakteristik Jumlah Prosentase
1 Umur
a. 20-30 tahun
b. 31-40 tahun
c. 41-50 tahun
d. > 50 tahun
17
70
14
9
15,5
63,6
12,7
8,2
2 Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
38
72
34,5
65,5
3 Status Perkawinan
a. Kawin
b. Tidak Kawin
104
6
94,5
5,5
4 Pendidikan
c. D3 Keperawatan
d. S1 Ners
e. S2 Kesehatan
90
19
1
81.8
17.3
0.9
5 Lama Bekerja
a. Kurang dari 10 tahun
b. 11 – 20 tahun
c. 21 – 30 tahun
d. Lebih dari 30 tahun
54
40
15
1
46,7
39,2
13,3
0,80
Tabel 5.1 dapat menjelaskan bahwa kelompok terbanyak perawat termasuk
usia produktif berkisar 31-40 tahun. Jenis kelamin sebagian besar adalah
perempuan. Status perkawinan sebagian besar adalah kawin. Pendidikan perawat
terbanyak adalah D III Keperawatan. Berdasarkan lama kerja rata-rata perawat
telah bekerja selama kurang dari 10 tahun. Lama kerja minimal adalah 2 tahun.
5.1.3 Deskripsi Variabel Penelitian
Bagian ini menampilkan konstruk data penelitian menurut indikator terukur
pada masing-masing konstruk faktor penelitian. Konstruk faktor yang diteliti
dalam penelitian ini melingkupi faktor nursing structural capital (X1), faktor
nursing human capital (X2), faktor nursing relational capital (X3), klien (X4),
keluarga (X5), faktor kinerja (Y1) dan faktor kemandirian keluarga (Y2).
1. Faktor Nursing Structural Capital (X1)
Faktor nursing structural capital diukur melalui 3 aspek indikator yaitu
pedoman pelayanan asuhan keperawatan keluarga, standar prosedur operasional /
SPO, dan format dokumentasi asuhan keperawatan keluarga. Hasil analisis secara
deskriptif pada konstruk faktor nursing structural capital dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Nursing Structural Capital Pada Pengembangan
Model Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis NRC di Kota
Surabaya, Tahun 2016.
No. Indikator
Kategori Total
Baik Cukup Kurang
n % n % n % n %
1. Pedoman
pelayanan askep
keluarga
23
20,9
62
56,4
25
22,7
110
100
2. SPO
40 36,4 64 58,2 6 5,5 110 100
3. Format
dokumentasi
askep
9 8,2 68 61,8 33 30 110 100
Tabel 5.2 menjelaskan semua indikator nursing structural capital pada
katagori cukup. Katagori baik yang tertinggi adalah standar operasional prosedur
dan terendah adalah format dokumentasi askep.
2. Faktor Nursing Human Capital (X2)
Faktor Nursing Human Capital dikonstruksikan oleh empat indikator yaitu
faktor pengetahuan (X2.1), faktor motivasi (X2.2), faktor komitmen (X2.3) dan
faktor keputusan klinis (X. 2.4), hasilnya sebagai berikut :
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Variabel Nursing Human Capital Pada
Pengembangan Model Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis NRC
di Kota Surabaya, Tahun 2016.
No. Indikator
Kategori Total
Baik Cukup Kurang
N % n % n % n %
1. Pengetahuan 22 20 64 58,2 24 21,8 110 100
2. Motivasi 82 74,5 28 25,5 0 0 110 100
3. Komitmen 74 67,3 36 32,7 0 0 110 100
4. Keputusan
Klinis
92 83,6 15 13,6 3 2,7 110 100
Tabel 5.3 di atas dapat diketahui bahwa indikator nursing human capital
sebagian besar berkatagori baik secara berurutan adalah pada indikator keputusan
klinis, motivasi dan komitmen. Indikator pengetahuan sebagian besar berkatagori
cukup.
3. Klien (X3)
Faktor klien dikonstruksikan oleh dua indikator yaitu kondisi fisik (X3.1)
dan kondisi psikologis (X3.2).
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Variabel Klien Pada Pengembangan Model
Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis NRC di Kota Surabaya,
Tahun 2016.
No. Indikator
Kategori Total
Baik Cukup Kurang
N % n % n % n %
1. Kondisi fisik 3 2,7 29 26,4 78 70,9 110 100
2. Kondisi 3 2,7 37 33,6 70 63,6 110 100
No. Indikator
Kategori Total
Baik Cukup Kurang
N % n % n % n %
psikologis
Tabel 5.4 menjelaskan bahwa indikator faktor klien yang ditemukan
perawat selama kunjungan rumah 3 (Tiga) bulan terakhir baik kondisi fisik
maupun psikologis semua pada katagori kurang.
4. Keluarga (X4)
Faktor keluarga dikonstruksikan oleh struktur keluarga (X4.1), fungsi
keluarga (X4.2) dan koping Keluarga (X4.3). Hasil analisis secara deskriptif dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Variabel Keluarga Pada Pengembangan Model
Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis NRC di Kota Surabaya,
Tahun 2016.
No.
Indikator
Kategori Total
Baik Cukup Kurang
N % n % n % n %
1. Fungsi
keluarga
28 25,5 74 67,2 8 7,3 110 100
2. Struktur
keluarga
44 40 60 54,5 6 5,5 110 100
3. Koping
keluarga
41 37,3 63 57,2 6 5,5 110 100
Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa indikator fungsi keluarga, struktur keluarga
dan koping keluarga yang ditemukan perawat selama kunjungan rumah 3 (tiga)
bulan terakhir dalam kondisi yang cukup.
5. Faktor Nursing Relational Capital (X5)
Faktor nursing relational capital (NRC) dikonstruksikan oleh tiga indikator
yaitu interaksi personal perawat (X5.1.), interaksi perawat dengan klien keluarga
dan perawat lainnya (X5.2.) dan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya (X5.3.).
Hasil analisis secara deskriptif pada konstruk faktor nursing relational capital
(NRC) dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Variabel Nursing Relational Capital Pada
Pengembangan Model Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis NRC
di Kota Surabaya, Tahun 2016
No. Indikator
Kategori Total
Baik Cukup Kurang
n % n % n % n %
1. Interaksi personal . 52 47,3 57 51,8 1 0,9 110 100
2. Interaksi
interpersonal
perawat dengan
klien, keluarga,
perawat lainnya
55 50 48 43,6 7 6,4 110 100
3. Kerjasama dengan
tim kesehatan
lainnya
96 87,3 14 12,7 0 0 110 100
Tabel 5.6 diatas menyatakan bahwa faktor nursing relational capital
perawat pada indikator kerjasama dengan tim kesehatan lain mempunyai
persentase tertinggi. Interaksi interpersonal separuhnya berkatagori baik
sedangkan interaksi personal lebih dari separuhnya berkatagori cukup.
6. Faktor Kinerja Perawat (Y1)
Faktor kinerja perawat dikontruksikan oleh indikator pendidikan kesehatan
di keluarga (Y1.1) dan tindakan keperawatan langsung di keluarga (Y1.2). Hasil
analisis secara deskriptif pada konstruk faktor kinerja perawat dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Variabel Kinerja Pada Pengembangan Model
Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis NRC di Kota Surabaya,
Tahun 2016.
No. Indikator
Kategori Total
Baik Cukup Kurang
N % n % n % n %
1. Pelaksanaan
pendidikan kesehatan
80 72,7 27 24,6 3 2,7 110 100
2. Tindakan keperawatan
di keluarga
67 60,9 41 37,3 2 1,8 110 100
Tabel 5.7 menjelaskan bahwa indikator kinerja perawat yang tertinggi
adalah pelaksanaan pendidikan kesehatan dalam katagori baik (72,7%). Tindakan
keperawatan lebih dari setengahnya (60,9%) berkatagori baik.
5.1.4 Analisis Model Persamaan Struktural Model Asuhan Keperawatan
Keluarga Berbasis NRC
Teknis analisis data penelitian menggunakan SEM-PLS. Pengujian yang
dilakukan yaitu pengujian model pengukuran (outer model) dan pengujian model
struktural (inner model). Pengujian model pengukuran digunakan untuk
memastikan bahwa indikator yang mengukur variabel laten adalah valid dan
reliabel. Pengujian model struktural mengetahui signifikansi hubungan diantara
faktor eksogen terhadap endogen, sehingga akan didapatkan model yang tepat.
5.1.4.1 Analisis Model Pengukuran (Outer Model)
Model pengukuran (outer model) dianalisis dengan melakukan pengujian
validitas konstruk dan reliabilitas konstruk. Tujuan uji validitas konstruk adalah
mengetahui apakah indikator valid dalam menjelaskan variabel latennya. Tujuan
reliabilitas konstruk adalah menguji kehandalan variabel laten. Pengujian validitas
konstruk dengan melakukan uji konvergen validitas, uji diskriminan dan uji
pengaruh signifikansi indikator. Hasil uji konvergen validitas dengan melihat
nilai loading faktor dari indikator ke variabel laten dan uji pengaruh signifikansi
indikator dijelaskan pada tabel 5.8 sebagai berikut :
Tabel 5.8 Hasil Uji Konvergen Validitas Konstruk.
No Variabel
Laten
Indikator Uji Konvergen Validitas
Nilai Loading
Nilai T-
Statistik
Keterangan
1. Nursing
structural
capital
Pedoman
Pelayanan
Keperawatan
Keluarga
0,845 18,834
Valid
SPO 0,671 5,472 Valid
Format
dokumentasi askep
keluarga
0,671 5,431
Valid
2. Nursing
human
capital
Pengetahuan 0,660 5,545 Valid
Motivasi 0,869 20,799 Valid
Komitmen 0,691 9,769 Valid
Cinical Judgment 0,777 16,702 Valid
3. Klien Kondisi fisik 0,958 16,989 Valid
Kondisi psikologis 0,676 2,940 Valid
4. Keluarga Struktur keluarga 0,885 47,924 Valid
Fungsi keluarga 0,848 21,856 Valid
Koping keluarga 0,530 4,507 Valid
5. Nursing
relational
capital
Interaksi personal 0,575 5,103 Valid
Interaksi
interpersonal 0,866 31,352
Valid
Kerjasama dengan
tim kesehatan lain 0,687 7,811
Valid
6. Kinerja
perawat
Pendidikan
kesehatan 0,849 20,767
Valid
Tindakan
keperawatan 0,799 15,602
Valid
Tabel 5.8 diatas diketahui bahwa hasil pengujian konvergen validitas
menjelaskan bahwa nilai loading factor dari indikator > 0,5 dan semua indikator
signifikan untuk mengukur variabel faktornya (T-statistik lebih dari 1,96).
Kesimpulan dari analisis adalah indikator-indikator di atas valid mengukur
variabel latennya dan menunjukkan kriteria kebaikan dari suatu model
pengukuran (outer model).
5.1.4.2 Analisis Model Struktural (Inner Model)
Analisis model struktural dilakukan untuk menguji pengaruh antara faktor
eksogen terhadap faktor endogen. Nilai yang digunakan sebagai acuan adalah nilai
T-tabel (109;0,025=1,96). Faktor eksogen berpengaruh terhadap faktor endogen
apabila nilai T-statistik lebih besar dari nilai tabel dengan toleransi kesalahan (α)
= 5%. Hasil pengujian signifikansi pengaruh selengkapnya dijelaskan pada tabel
5.9 sebagai berikut :
Tabel 5.9 Hasil Uji Signifikansi Pada Model Struktural (Inner Model)
No Jalur Koefisien
parameter
jalur
Uji Pengaruh
Signifikansi hubungan
T-Statistik T-Tabel
1 (X1) Nursing Structural Capital
(X2) Nursing Human Capital
0,277 3,528 1,96 Signifikan
2 (X1) Nursing Structural Capital
(X5) Nursing Relational Capital
-0,015 0,193 1,96 Tidak
Signifikan
3 (X1) Nursing Structural Capital
(Y1) Kinerja 0,270 2,567 1,96 Signifikan
4 (X2) Nursing Human Capital
(X5) Nursing Relational Capital
0,136 2,206 1,96 Signifikan
5 (X2) Nursing Human Capital
(Y1) Kinerja
0,334 4,129 1,96 Signifikan
6 (X3) Klien
(X5) Nursing Relational Capital
-0,215 2,631 1,96 Signifikan
7 (X4) Keluarga
(X5) Nursing RelationalCapital
0,808 9,643 1,96 Signifikan
8 (X5) Nursing Relational Capital
(Y1) Kinerja
0,268 2,898 1,96 Signifikan
Tabel 5.9 menjelaskan bahwa tiap variabel eksogen berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel endogen, kecuali variabel nursing structural capital
terhadap nursing relational capital tidak signifikan. Selanjutnya pada gambar 5.1
disajikan jalur nilai T-statistik secara lengkap pada pemodelan asuhan
keperawatan berbasis NRC baik yang signifikan dan tidak signifikan.
Gambar 5.1. Diagram Jalur Nilai T-Statistik
Keterangan :
X1= Nursing structural capital (NSC)
X2= Nursing human capital (NHC)
X3= Klien
X4= Keluarga
X5= Nursing relational capital (NRP)
Y1= Kinerja Perawat
X1 X2
X5
Y1
X3
11
11
X4
11
1
Gambar 5.1 menjelaskan bahwa tidak semua nilai T-statistik pada diagram
jalur (hubungan faktor eksogen terhadap faktor endogen) mempunyai nilai lebih
besar dari nilai t-tabel = 1.96 yaitu jalur nursing structural capital (X1) ke nursing
relational capital (X5) dengan nilai T-statistik = 0,193.
Nilai pengaruh koefisien parameter jalur (path coefficient) pada tabel 5.9
didapatkan pengaruh langsung (direct effect) dan pengaruh tidak langsung
(indirect effect). Gambaran jalur pengaruh variabel laten eksogen ke endogen
dalam diagram jalur model Asuhan keperawatan keluarga berbasis Nursing
Relational Capital dapat dijelaskan pada gambar 5.2.
Gambar diagram jalur dan koefisien parameter jalur di atas dapat menjelaskan
pengaruh langsung dan tidak langsung serta total pengaruh antara variabel laten
eksogen ke variabel laten endogen. Nilai pengaruh langsung dan tidak langsung
Nursing
Structural
Capital (X1)
(x1)
Nursing
Relasional
Capital (X5)
Klien
(X3)
Nursing
Human
capital (X2)
Keluarga
(X4)
KINERJA
PERAWAT (Y1)
0,277
0,334
0,268
-0,215
0,808
0,270
0,136
Gambar 5.2 Diagram Jalur dan Koefisien Parameter Jalur Model
Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis NRC
serta total pengaruh dari variabel laten eksogen ke variabel laten endogen terdapat
pada tabel 5.10. sebagai berikut :
Tabel 5.10 Pengaruh Langsung, Tidak Langsung, Total Pengaruh dari Variabel
Laten Eksogen ke Laten Endogen dan Koefisien Parameternya
Jalur Langsung Jalur Tidak Langsung Total Laten eksogen ke endogen Koefisien
parameter
jalur
Laten eksogen ke endogen Koefisien
parameter
jalur
Pengaruh
X1(NSC) ke Y1 (Kinerja) 0,270 X1 (NSC) ke X2 (NHC) ke Y1 0,093 0,363
X2 (NHC) ke Y1 (Kinerja) 0,334 X2 (NHC) ke X5 (NRC) ke Y1 0,036 0,370
X5 (NRC) ke Y1(Kinerja) 0,268 X5 (NRC) ke Y1 - 0,268
X3 (Klien) ke Y1(Kinerja) - X3 (Klien) ke X5 (NRC) ke Y1 -0, 058 -0,058
X4 (Keluarga) ke Y1 (Kinerja) - X4 (Keluarga) ke X5 (NRC)
ke Y1
0,216 0,216
Tabel 5.10 di atas dapat menjelaskan beberapa interpretasi yang terkait
pengaruh variabel laten eksogen ke endogen dalam diagram jalur, sebagai berikut:
1. Nilai pengaruh langsung dan tidak langsung nursing structural capital (X1)
terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga
(Y1) lebih besar nilai langsungnya, dimana nilai pengaruh langsung sebesar
0,270 dan nilai pengaruh tidak langsung 0,093.
2. Nilai pengaruh langsung nursing human capital (X2) terhadap kinerja
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga (Y1) lebih besar
dibandingkan dengan nilai pengaruh tidak langsungnya, dimana nilai pengaruh
langsung 0,334 dan nilai pengaruh tidak langsungnya 0,036.
3. Nilai pengaruh langsung nursing relational capital (X5) terhadap kinerja
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga (Y1) sebesar
0,268.
4. Berdasarkan nilai pengaruh langsung, apabila akan meningkatkan kinerja
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga perlu
memperhatikan secara berurutan yaitu nursing human capital (X2), nursing
structural capital (X1) dan nursing relational capital (X5).
5. Nilai pengaruh tidak langsung terhadap kinerja perawat adalah klien (X3)
dan keluarga (X4) melalui nursing relational capital (X5), dimana keluarga
mempunyai nilai pengaruh tidak langsung lebih tinggi yaitu sebesar 0,216
dibandingkan nilai pengaruh tidak langsung dari klien.
6. Nilai pengaruh langsung dari variabel endogen ke eksogen selain ke laten
kinerja perawat yang paling tinggi adalah antara keluarga (X4) ke nursing
relational capital (X5) yaitu 0,808.
7. Diketahui total pengaruh paling tinggi pada kinerja perawat adalah jalur
tidak langsung dari variabel laten eksogen ke laten endogen yaitu dari nursing
human capital (X2) ke nursing relational capital (X5) ke kinerja (Y1) dengan
nilai total 0,370.
Nilai pengaruh antara faktor eksogen terhadap endogen dalam diagram jalur
terdapat pada nilai R-square. Data persentase pengaruh dalam diagram path (R-
Square) adalah sebagai berikut :
Tabel 5.11 Nilai R-Square pada Diagram Jalur
No Variabel Laten Endogen R-Square
1 X2. Faktor nursing human capital 0,075
2 X5. Faktor nursing relational capital 0,559
3 Y1. Kinerja perawat 0,429
Berdasarkan nilai R-square pada tabel 5.11 maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Nilai R-square variabel endogen nursing human capital=0,075. Hal ini berarti
bahwa variasi faktor nursing human capital terkait dengan kinerja perawat
yang dijelaskan oleh faktor nursing structural capital sebesar 7,5%, sedangkan
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat didalam model
penelitian yang dikembangkan dalam model analisis ini.
2. Nilai R-square variabel endogen nursing relational capital=0,559. Artinya
bahwa faktor nursing relational capital mampu dijelaskan oleh faktor nursing
human capital, klien dan keluarga sebesar 55,9%. Persentase sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat didalam model penelitian
yang dikembangkan dalam model analisis ini.
3. Nilai R-square variabel endogen kinerja perawat =0,429. Data ini berarti
bahwa kinerja perawat mampu dijelaskan oleh nursing structural capital,
nursing human capital dan nursing relational capital sebesar 42,9%. Sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat didalam model penelitian
yang dikembangkan dalam model analisis ini.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah model akhir di atas telah memiliki
kemampuan yang bagus dalam prediktif, maka dilakukan pengujian kekuatan
prediksi.
5.1.4.3 Penilaian Kekuatan Prediksi dari Model
Untuk memvalidasi model prediksi secara keseluruhan dapat dilihat dari
nilai goodness of fit (GoF) absolut dengan formula sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan diperoleh pada analisis validitas konvergen di atas
dapat dihitung nilai rata-rata communallities sebesar 0,598 sedangkan nilai rata-
rata sebesar 0,354; sehingga dapat dihitung besarnya nilai GoF model prediksi
sebagai berikut (Cohen,1988) :
GoF = √Comm. = √0.598. 0.354= 0,460
Berdasarkan nilai GoF di atas sebesar 0,460 merupakan ukuran GoF besar
sehingga bisa dikatakan model prediksi tersebut dalam penelitian ini sangat kuat
dalam menjelaskan variabel penelitian atau ukuran pengaruh variabel kategori
besar.
5.1.4 Jawaban Hipotesis
1. Hipotesis 1 : Ada pengaruh nursing structural capital terhadap nursing
human capital.
Tabel 5.9 menjelaskan bahwa nursing structural capital berpengaruh
terhadap nursing human capital dengan nilai T-statistik sebesar 3,528
(T-statistik > 1,96), H1 diterima berarti ada pengaruh secara langsung
nursing structural capital terhadap nursing human capital.
2. Hipotesis 2 : Ada pengaruh nursing structural capital terhadap nursing
relational capital dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga.
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa nursing structural capital tidak berpengaruh
terhadap nursing relational capital dengan nilai T-statistik sebesar 0,193
(T-statistik < 1,96), H 1 ditolak berarti tidak ada pengaruh secara langsung
nursing structural capital terhadap nursing relational capital dalam asuhan
keperawatan keluarga berbasis NRC.
3. Hipotesis 3 : Ada pengaruh nursing structural capital terhadap kinerja
perawat.
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa nursing structural capital berpengaruh
terhadap kinerja perawat dengan nilai T-statistik sebesar 2,567
(T-statistik > 1,96), H1 diterima berarti ada pengaruh secara langsung
nursing structural capital terhadap kinerja perawat.
4. Hipotesis 4 : Ada pengaruh nursing human capital terhadap nursing
relational capital.
Tabel 5.9 menjelaskan bahwa nursing human capital berpengaruh
terhadap nursing relational capital dengan nilai T-statistik sebesar 2,206
(T-statistik > 1,96), H1 diterima berarti ada pengaruh secara langsung
nursing human capital terhadap nursing relational capital.
5. Hipotesis 5 : Ada pengaruh nursing human capital terhadap kinerja
perawat.
Tabel 5.9 menjelaskan bahwa nursing human capital berpengaruh
terhadap kinerja perawat dengan nilai T-statistik sebesar 4,129
(T-statistik > 1,96), H1 diterima berarti ada pengaruh secara langsung
nursing human capital terhadap kinerja perawat.
6. Hipotesis 6 : Ada pengaruh faktor klien terhadap nursing relational
capital.
Tabel 5.9 menjelaskan bahwa faktor klien berpengaruh terhadap nursing
relational capital dengan nilai T-statistik sebesar 2,631
(T-statistik > 1,96), H1 diterima berarti ada pengaruh secara langsung
faktor klien terhadap nursing relational capital.
7. Hipotesis 7 : Ada pengaruh faktor keluarga terhadap nursing relational
capital.
Tabel 5.9 menjelaskan bahwa faktor keluarga berpengaruh terhadap
nursing relational capital dengan nilai T-statistik sebesar 9,643
(T-statistik >1,96), H1 diterima berarti ada pengaruh secara langsung
faktor keluarga terhadap nursing relational capital.
8. Hipotesis 8 : Ada pengaruh nursing relational capital terhadap kinerja
perawat.
Tabel 5.9 menjelaskan bahwa nursing relational capital berpengaruh
terhadap kinerja perawat dengan nilai T-statistik sebesar 2,898
(T-statistik > 1,96), H1 diterima berarti ada pengaruh secara langsung
nursing relational capital terhadap kinerja perawat.
5.1.5 Hasil Diskusi
Diskusi dilakukan dengan pakar keperawatan yaitu ketua kolegium
keperawatan keluarga (Dr. Astuti Yuni Nursasi, MN) dan penanggungjawab
Program Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) Provinsi Jawa Timur,
Penanggungjawab Program Keperawatan kesehatan Masyarakat (Perkesmas)
Kota Surabaya, dan Kasie Program Pelayanan Khusus dilakukan setelah model
asuhan keperawatan keluarga secara statistik terbentuk. Diskusi ini bertujuan
untuk mendapatkan masukan tentang asuhan keperawatan keluarga yang telah
dilaksanakan dan model asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC yang telah
dikembangkan. Masukan dari hasil diskusi ini dijadikan bahan dalam menyusun
modul.
Waktu pelaksanaan diskusi dengan informan adalah sebagai berikut :
1. Penanggungjawab Program Perawatan kesehatan Masyarakat Prov. Jawa
Timur tanggal 23 Juni 2016.
2. Kasie Pelayanan Khusus dan Penanggungjawab Program Perawatan
Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Surabaya tanggal 23 Juni 2016.
3. Pakar keperawatan (Ketua Kolegium Keperawatan Keluarga) Tanggal 15
Juli 2016.
Hasil diskusi adalah sebagai berikut :
Tabel 5.12 Hasil Diskusi
No Issue strategis, Kemungkinan penyebab, Hasil diskusi, Telaah peneliti
1 Issue Strategis:
Nursing structural Capital dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
masih dalam katagori cukup.
Kemungkinan Penyebab:
1. Keterbatasan jumlah pedoman, SOP dan format dokumentasi keperawatan
keluarga
2. Pemahaman perawat terhadap pedoman pelaksanaan asuhan keperawatan
keluarga yang masih berbeda-beda
Hasil Diskusi:
1. Pedoman penyelenggaraan pelayanan keperawatan keluarga sudah ada
namun definisi operasionalnya masih menimbulkan pemahaman yang
No Issue strategis, Kemungkinan penyebab, Hasil diskusi, Telaah peneliti
berbeda-beda.
2. Pedoman pelaksanaan keperawatan keluarga sudah dikeluarkan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2011 dan sudah dibagikan
kepada seluruh Puskesmas, penanggungjawab Perkesmas di Puskesmas juga
sudah dilakukan pelatihan, tetapi sosialisasi kepada tim perawat belum
berjalan dengan baik. Banyak perawat yang belum tahu pedoman pelayanan
keperawatan keluarga.
3. SPO kunjungan rumah dibuat oleh masing-masing Puskesmas, sehingga
berbeda-beda pemahamannya.
4. Format dokumentasi keperawatan sudah ada standar dari Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur, tetapi kendalanya adalah pada penggandaan format
dokumentasi keperawatan yang belum terpenuhi oleh kabupaten/kota untuk
semua perawat.
5. Di Kota Surabaya format dokumentasi sudah terpenuhi jumlahnya, tetapi
masih ada perawat yang belum paham tentang pengisiannya sehingga tidak
mendokumentasikan askep keluarga yang telah dilaksanakan.
Telaah Peneliti:
1. Peningkatan pemahaman perawat tentang pedoman pelaksanaan
pelayanan keperawatan keluarga dan pengisian format dokumentasi
keperawatan keluarga
2. SPO kunjungan rumah perlu disusun bersama seluruh Puskesmas di bawah
koordinasi Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
2 Issue strategis :
Nursing human capital dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga dalam
katagori baik.
Kemungkinan penyebab:
1. Pengetahuan perawat tentang asuhan keperawatan keluarga belum optimal
2. Keterbatasan jumlah perawat tiap Puskesmas
Hasil diskusi:
1. Kemampuan perawat secara khusus untuk memberikan asuhan keperawatan
keluarga belum mendapat perhatian khusus untuk selalu di update.
2. Pelatihan perawat tentang pelaksanaan pelayanan keperawatan keluarga
sudah dilaksanakan terbatas pada penanggungjawab programnya saja,
harapannya penanggungjawab program mensosialisasikan kepada seluruh
perawat di Puskesmasnya masing-masing, tetapi belum berjalan pada semua
Puskesmas, sehingga pengetahuan perawat masih kurang.
3. Ada dana dari BOK dan APBD untuk pelaksanaan asuhan keperawatan
keluarga. Di Kota Surabaya tiap kali kunjungan 100 rb dipotong pajak.
4. Perawat yang tidak melakukan asuhan keperawatan keluarga mendapatkan
teguran dari Kepala Puskesmas, apabila teguran dari kepala Puskesmas tidak
direspon, akan dilaporkan di Dinkes Kota Surabaya, tetapi selama ini belum
pernah ada teguran sampai ke Dinkes.
No Issue strategis, Kemungkinan penyebab, Hasil diskusi, Telaah peneliti
5. Perawat melaksanakan kunjungan ke tiap keluarga minimal 4 kali sesuai
dengan pedoman pelaksanaan pelayanan keperawatan keluarga, atau sampai
tercapai kemandirian tingkat 4. Tetapi juga melihat kasusnya, ada yang 2
kali sudah KM 4.
6. Secara konsep berapa kali frekuensi kunjungan rumah belum ada, yang ada
dalam bukunya Friedman adalah waktu kunjungan rumah dilakukan
perminggu.
7. Dukungan kepala Puskesmas untuk pelaksanaan asuhan keperawatan juga
besar, terutama untuk pembagian tugas. Karena jumlah perawat terbatas,
kalau pembagian tugas kurang jelas, waktu perawat habis untuk
melaksanaan pelayanan dalam gedung.
8. Sewaktu melaksanakan asuhan keperawatan keluarga, perawat harus mampu
mengambil keputusan tentang perawatan klien di rumah. Kadang-kadang
ada perawat yang tidak percaya diri untuk mengambil keputusan karena
kemampuan dan pengalaman yang kurang, biasanya terjadi pada perawat
kontrak.
Telaah peneliti:
1. Peningkatan kemampuan perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga.
2. Peningkatan dukungan dari Kepala Puskesmas untuk pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga.
3 Issue strategis :
Nursing relational capital dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
sudah baik.
Kemungkinan penyebab:
1. Banyaknya program Puskesmas yang harus dilaksanakan oleh perawat
2. Perawat harus melaksanakan kerjasama lintas program
3. Kerjasama dengan klien
Hasil diskusi :
1. Pelaksanaan program pelayanan keperawatan keluarga seharusnya
dilakukan melalui kerjasama lintas program.
2. Di Jatim, ada pelaksanaan kunjungan rumah yang sudah di SK kan
timnya yaitu Kota Kediri. Tim tergantung dari kasus nya, misalnya kasus DM
timnya perawat, dokter, ahli gizi.
3. Di Surabaya kerjasama lintas program untuk pelaksaaan asuhan
keperawaan belum berjalan pada semua kasus. Kerjasama tim sudah berjalan
untuk kasus paliatif.
4. Kerjasama tim disini juga berkaitan dengan pelaksanaan program.
Misalnya program P2M (TB Paru). Tetapi yang masih menjadi masalah
sistem pencatatan dan pelaporannya masih sendiri-sendiri. Jadi pada saat
kunjungan rumah dengan TB Paru, perawat harus membuat dua laporan,
laporan untuk askep keluarganya dan laporan untuk program TB Parunya.
No Issue strategis, Kemungkinan penyebab, Hasil diskusi, Telaah peneliti
Telaah peneliti :
1. Peningkatan koordinasi lintas program yang melibatkan perawat sebagai
pelaksananya
2. Peningkatan kerjasama lintas program dengan sistem pencatatam dan
pelaporan yang terpadu
4 Issue strategis
Faktor kondisi klien dan keluarga dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
keluarga masih kurang.
Kemungkinan penyebab :
1. Respon psikologis klien masih kurang
2. Kemampuan koping keluarga yang masih kurang
Hasil diskusi :
1. Besar dan sifat masalah yang dimiliki keluarga sangat beragam. Pada
beberapa kondisi atau wilayah tertentu, pelayanan keperawatan keluarga
masih fokus pada tindakan keperawatan individu. Keluarga lebih banyak berfungsi sebagai sistem pendukung.
2. Kesediaan atau kemampuan keluarga untuk berubah dan menerima intervensi
keperawatan dipengaruhi oleh budaya, status sosial ekonomi, pemahaman
terhadap informasi.
Telaah peneliti :
Peningkatan pemahaman keluarga tentang perannya dalam merawat anggota
keluarga yang sakit
5 Issue strategis
Kinerja perawat dalam melaksanakan pendidikan kesehatan dan tindakan
keperawatan keluarga sudah baik tetapi belum memenuhi target.
Kemungkinan penyebab :
Pendidikan minimal perawat sebagai responden adalah D III Keperawatan
Adanya dasar hukum pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga.
Hasil diskusi :
1. Ada beberapa dasar hukum dimana sebagian perawat sudah tahu kalau
perawat harus melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Kalau sekarang
sudah ada keputusan menteri kesehatan tentang pelayanan keperawatan
keluarga lebih memantapkan perawat untuk melakukan askep keluarga,
tetapi masalahnya kadang-kadang mereka sudah melaksanakan tetapi tidak
didokumentasikan, sehingga buktinya tidak ada. Hal ini berpengaruh pada
persentase capaian program. Di Kota Surabaya tahun 2015 adalah 43%.
2. Secara konsep, otonomi dan akuntabilitas perawat dalam melaksanakan
askep keluarga sangat kuat. Pada kondisi nyata, perawat banyak memiliki
No Issue strategis, Kemungkinan penyebab, Hasil diskusi, Telaah peneliti
tugas non keperawatan. Mis. seringkali perawat menggantikan tugas dokter
di BP, menjadi bendahara BPJS atau BOK, PJ untuk beberapa program
kesehatan di Puskesmas yang menyita banyak waktu untuk pencatatan dan
pelaporannya. Akibatnya perawat memiliki waktu yang terbatas untuk
memberikan intervensi keperawatan.
Telaah peneliti :
Peningkatan persentase capaian program perawatan kesehatan masyarakat
melalui peningkatan dokumentasi asuhan keperawatan keluarga.
Tabel 5.13 menjelaskan bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
sudah dilaksanakan di Kota Surabaya tetapi belum optimal. Hal ini disebabkan
oleh keterbatasan pemahaman terhadap pedoman asuhan keperawatan pada semua
perawat karena sosialisasi antar perawat belum berjalan. Peningkatan pengetahuan
perawat pelaksana terhadap asuhan keperawatan keluarga masih kurang karena
pelatihan yang diadakan terbatas pada penanggungjawab program. Tugas
tambahan lain yang diberikan kepada perawat. Keterbatasan sarana untuk
pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga, dan waktu karena banyak tugas
tambahan yang harus dikerjakan oleh perawat. Kerjasama antar perawat masih
terkendala dengan sistim operan dan dokumentasi keperawatan yang belum
berjalan denga baik, demikian juga kerjasama lintas program dengan profesi yang
lain juga belum dilaksanakan pada semua kasus penyakit di masyarakat. Jumlah
tenaga perawat yang terbatas dan banyaknya tugas yang harus dikerjakan
memerlukan kerjasama untuk pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga.
Kerjasama dengan klien dan keluarga penting dilakukan karena pelaksanaan
tindakan sepenuhnya dilakukan oleh klien dan keluarga.
Issue strategis yang ditemukan pada saat diskusi memerlukan pendekatan
model asuhan keperawatan keluarga berbasis nursing relational capital dengan
mengintegrasikan faktor nursing human capital, nursing structural capital, faktor
klien dan keluarga untuk meningkatkan kinerja perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan keluarga.
5.1.7 Rekomendasi Hasil Diskusi
Hasil diskusi yang telah dilakukan tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga di Kota Surabaya mendapat beberapa rekomendasi sebagai
berikut :
1. Nursing structural capital dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
masih dalam katagori cukup. Rekomendasi sebagai berikut :
a. Pedoman penyelenggaraan pelayanan keperawatan keluarga telah ada
secara resmi namun perlu didefinisikan secara operasional agar bentuk dan
jenis pelayanan yang dapat diberikan menjadi lebih jelas dan kompetensi
minimal pemberi pelayanan keperawatan keluarga dapat terukur.
b. Peningkatan pemahaman perawat tentang pengisian dokumentasi
keperawatan keluarga melalui pelatihan penulisan dokumentasi
keperawatan yang dikoordinir oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
c. Penyusunan SPO kunjungan rumah sebagai pedoman bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga di bawah koordinasi Dinas
Kesehatan Kota Surabaya.
2. Nursing human capital dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
terutama pengetahuan perawat masih belum optimal. Rekomendasi sebagai
berikut :
a. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang asuhan keperawatan keluarga
melalui pertemuan yang terjadual untuk update informasi terkait dengan
pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga.
b. Meningkatkan kemampuan perawat dalam mengambil keputusan klinis
ketika melaksanakan kunjungan rumah setelah meningkatkan
pengetahuannya dalam melaksanakan asuhan keperawatan kelurga.
3. Nursing relational capital dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
secara umum sudah baik tetapi masih perlu ditingkatkan untuk beberapa
kasus. Rekomendasi sebagai berikut :
a. Meningkatkan koordinasi lintas program dengan mengadakan pertemuan
untuk membuat perencanaan kegiatan secara bersama sehingga perawat
sebagai pelaksana program dapat mengatur tugasnya dengan baik
b. Peningkatan kerjasama lintas program dengan memperbaiki sistem
pencatatan dan pelaporan secara terpadu antara program Perawatan
Kesehatan masyarakat dengan program kesehatan lain.
4. Faktor kondisi klien dan keluarga dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
keluarga masih kurang. Rekomendasi sebagai berikut :
a. Meningkatkan pemberdayaan klien dan keluarga dalam melaksanakan
tindakan keperawatan keluarga.
b. Memaksimalkan sarana dan prasarana yang dimiliki keluarga untuk
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga.
5. Kinerja perawat dalam melaksanakan pendidikan kesehatan dan tindakan
keperawatan keluarga sudah dilaksanakan tetapi belum sesuai dengan target
(43%). Rekomendasi sebagai berikut :
a. Pengaturan dalam pembagian tugas perawat di Puskesmas.
b. Pengaturan dalam pemberian tugas limpah pada perawat di Puskesmas
c. Meningkatkan kesadaran perawat tentang tupoksi utama perawat adalah
melaksanakan asuhan keperawatan pada setiap pertemuan.
d. Meningkatkan motivasi perawat dalam mendokumentasikan setiap
tindakan keperawatan keluarga yang telah dilaksanakan.
5.1.8 Pengembangan Model Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis Nursing
Relational Capital.
Asuhan keperawatan keluarga yang telah dilaksanakan di Kota Surabaya
tetapi belum optimal. Kurangnya pengetahuan perawat, sarana yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga, kerjasama lintas program,
kerjasama dengan klien dan keluarga serta interaksi personal perawat yang kurang
merupakan penyebab belum optimalnya pelaksanaan asuhan keperawatan
keluarga.
Model asuhan keperawatan keluarga berbasis nursing relational capital
adalah model kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga
yang berfokus pada kerjasama antar perawat, kerjasama dengan tim kesehatan
lain, kerjasama dengan klien dan keluarga dan interaksi perawat dengan dirinya
sendiri. Nursing relational capital dipengaruhi oleh nursing human capital yang
terdiri dari pengetahuan perawat tentang asuhan keperawatan keluarga, motivasi,
komitmen dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan kemampuan perawat
dalam mengambil keputusan klinis. Selain itu, faktor klien dan keluarga juga
besar pengaruhnya terhadap peningkatan kerjasama perawat tersebut. Kinerja
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga selain dipengaruhi
nursing relational capital secara langsung juga dipengaruhi oleh nursing human
capital dan nursing structural capital. Faktor-faktor tersebut yang dapat
meningkatkan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga.
Tabel 5.13 Pengembangan Model Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis NRC
No Struktur Standar Pengembangan
1 Nursing structural
capital dalam
pelaksanaan asuhan
keperawatan
keluarga
1. Pedoman pelaksanaan
asuhan keperawatan
keluarga dipahami oleh
penanggungjawab
program Perawatan
Kesehatan masyarakat.
2. Format dokumentasi
asuhan keperawatan
keluarga belum
dipahami pengisiannya.
3. SPO disusun di
masing-masing
Puskesmas.
1. Penyusunan definisi
operasional dari
pedoman pelaksanaan
asuhan keperawatan
agar mudah
dilaksanakan.
2. Peningkatan
pemahaman perawat
dalam pengisian
dokumentasi asuhan
keperawatan keluarga.
3. Meningkatkan
koordinasi dalam
menyusun dan
mengaplikasikan SPO
asuhan keperawatan
keluarga.
2 Nursing human
capital dalam
pelaksanaan asuhan
keperawatan
keluarga
1. Pengetahuan perawat
dalam melaksanakan
asuhan keperawatan
keluarga
2. Melakukan
1. Komitmen perawat
dalam melaksanakan
asuhan keperawatan
keluarga, guna
menyelaraskan perilaku
No Struktur Standar Pengembangan
pengambilan keputusan
klinis ketika
melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga
perawat dengan
kewajiban dalam
melaksanakan tugas.
2. Motivasi perawat untuk
memberikan dorongan
baik secara internal dan
eksternal dalam
meningkatkan
pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga.
3 Nursing relational
capital dalam
melaksanakan
asuhan
keperawatan
keluarga
1. 1. Kerjasama antar
2. perawat
3. 2. Kerjasama lintas
4. program kesehatan
1. Interaksi perawat
dengan dirinya sendiri
sebagai bentuk
introspeksi kesiapan
perawat dalam
melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga
dan menilai kualitas
pelayanan keperawatan
yang telah diberikan
2. Kerjasama dengan
klien dan keluarga,
agar kooperatif dalam
melaksanakan tindakan
yang telah dianjurkan,
sehingga dapat
meningkatkan
keberhasilan tindakan
keperawatan keluarga
4 Klien dan keluarga 1. Sistem pendukung
dalam memberikan
perawatan pada
anggota keluarganya
yang sakit.
2. Perilaku klien dan
keluarga dalam
melakukan perawatan
dipengaruhi oleh
budaya.
1. Membentuk persepsi
klien dan keluarga
bahwa kesehatan
adalah tanggungjawab
bersama.
2. Meningkatkan
kerjasama antar
anggota keluarga dalam
memberikan perawatan
pada anggota keluarga
yang sakit.
5 Kinerja perawat
dalam
melaksanakan
1. Perawat melakukan
pendidikan kesehatan
pada klien dan keluarga
1. Meningkatkan
kualitas modal
hubungan dalam
No Struktur Standar Pengembangan
pendidikan
kesehatan dan
tindakan
keperawatan
keluarga
2. Tindakan keperawatan
yang dilakukan sesuai
dengan kewenangan
perawat
keperawatan dengan
interprofessional
collaboration dalam
melakukan tindakan
keperawatan keluarga
2. Meningkatkan
kualitas modal manusia
dalam keperawatan
(nursing human
capital)
3. Meningkatkan
kecukupan modal
struktural keperawatan
(nursing structural
capital).
5.2 Hasil Penelitian Tahap 2
Penelitian tahap 2 dilaksanakan setelah modul dari model asuhan keperawatan
keluarga berbasis NRC tersusun. Penelitian pada tahap ini diawali dengan pemilihan
lokasi uji coba model yaitu Puskesmas Gundih Surabaya. Tahap berikutnya adalah
memilih perawat Puskesmas yang akan dilatih dengan kriteria lokasi Puskesmas
tempat kerja Perawat tidak jauh dari Puskesmas Gundih Surabaya yaitu Puskesmas
Krembangan Selatan, Puskesmas Dupak, Puskesmas Sidotopo dan Puskesmas
Gundih sendiri. Perawat yang dilatih berjumlah 15 orang. Adapun data karakteristik
perawat sebagai berikut :
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Karakteristik Perawat Puskesmas Yang Dilatih
Modul Asuhan keperawatan Keluarga Berbasis NRC di Kota
Surabaya, tahun 2016
No Karakteristik Jumlah Prosentase
1 Umur
a. 20-30 tahun
b. 31-40 tahun
c. 41-50 tahun
2
12
1
13,3
80
6,7
No Karakteristik Jumlah Prosentase
2 Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
6
9
40
60
3 Status Perkawinan
a. Kawin
b. Tidak Kawin
14
1
93,3
6,7
4 Pendidikan
a. D3 Keperawatan
b. S1 Ners
c. S2 Kesehatan
13
1
1
86,6
6,7
6,7
5 Lama Bekerja
a. Kurang dari 10 tahun
b. 11 – 20 tahun
8
7
53,3
46,7
Tabel 5.14 dapat menjelaskan bahwa kelompok terbanyak perawat termasuk
usia produktif berkisar 31-40 tahun. Jenis kelamin sebagian besar adalah
perempuan. Status perkawinan sebagian besar adalah kawin. Pendidikan perawat
terbanyak adalah D III Keperawatan. Berdasarkan lama kerja rata-rata perawat
telah bekerja selama kurang dari 10 tahun. Lama kerja minimal adalah 5 tahun.
Sebelum dilakukan uji coba model, perawat di latih terlebih dahulu dengan
menggunakan modul yang telah tersusun. Sebelum dan sesudah pelatihan dilakukan
tes pengetahuan perawat tentang modul, hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 5.15 Nilai Pre-Post Test Pengetahuan Perawat Tentang Modul Asuhan
Keperawatan Keluarga Berbasis NRC
Variabel Mean SD Minimal-Maksimal
- Pre-Test
- Post-Test
46,5
63,1
15.2
12. 5
15 – 65
40 – 75
Tabel 5.15 dapat menjelaskan bahwa nilai rata-rata sesudah pelatihan lebih
tinggi dari sebelum pelatihan, nilai yang dicapai oleh perawat sesudah pelatihan
yang tertinggi adalah 75.
Setelah pelatihan dilakukan pelaksanaan uji coba model asuhan keperawatan
keluarga berbasis NRC mulai tanggal 20 Juli - 9 September 2016. Simulasi model
dilakukan pada 30 keluarga dengan hipertensi tanpa komplikasi di wilayah kerja
Puskesmas Gundih Surabaya.
Kegiatan perawat selama melaksanakan kunjungan rumah adalah melakukan
pengkajian data, perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
tindakan dan evaluasi. Tindakan keperawatan keluarga yang dilakukan adalah
memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan hipertensi, mengajarkan cara
diet hipertensi bersama dengan ahli gizi, mengajarkan senam, mengajarkan
manajemen stres, dan memantau kontrol ke pelayanan kesehatan. Fokus model
asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC ini adalah interaksi perawat dengan
dirinya sendiri sebagai bentuk introspeksi kesiapan diri sebelum melaksanakan
asuhan keperawatan keluarga dan menilai kualitas pelayanan keperawatan keluarga
yang dilakukan, kerjasama perawat dengan perawat lain, tim kesehatan, klien dan
keluarga. Kerjasama perawat dengan keluarga diantaranya dengan meningkatkan
interaksi antar anggota keluarga sebagai sistem pendukung perawatan,
pemberdayaan keluarga dengan memberikan tanggungjawab pemantauan
keteraturan perawatan pada anggota keluarga.
Pada kunjungan pertama keluarga diukur kemandiriannya dalam perawatan
hipertensi dan diukur lagi kemandiriannya setelah dilakukan kunjungan rumah
minimal 4 kali dalam waktu 7 (tujuh) minggu. Data kemandirian keluarga sebelum
dan sesudah pelaksanaan asuhan keperawatan berbasis NRC adalah sebagai berikut:
Tabel 5.16 Kemandirian Keluarga dalam Melakukan Perawatan Hipertensi
Sebelum dan Sesudah Uji coba Model Asuhan Keperawatan
Keluarga Berbasis NRC
Kemandirian Sebelum Sesudah
Mandiri Tidak
Mandiri
Mandiri Tidak
Mandiri
Minum obat 8
(26,7%)
22
(73,3%)
30
(100%)
0
Diit 6
(13,3%)
24
(86,7%)
27
(90%)
3
(10%)
Aktifitas dan istirahat 10
(33.3%)
20
(66,7%)
29
(93,7%)
2
(6,7%)
Manajemen stres 13
(43,3%)
17
(56,7%)
30
(100%)
0
Kontrol ke pelayanan
kesehatan
19
(63,3%)
11
(36,7%)
30
(100%)
0
Tabel 5.16 menunjukkan bahwa kemandirian keluarga dalam melakukan
perawatan hipertensi terjadi peningkatan sesudah dilakukan model asuhan
keperawatan keluarga berbasis NRC.
Hasil uji statistik paired t-test (p>0,05) untuk mengetahui perbedaan sebelum
dan sesudah dilakukan ujicoba model asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.17 Uji Beda Parametrik Rata-Rata Nilai Kemandirian Sebelum dan
Sesudah Uji Coba Model Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis NRC
Paired Differences
T
df
Sig.
(2-tailed) Mean Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of The
Difference
Lower Upper
P1_a- P2_a
Perlakuan
Rata-Rata
Sebelum
Sesudah
1.39333
(2.20 –
3.67)
.65069 .11880 -1.63631 -1.15036 -11.728 29 .000
Diketahui dari Tabel 5.17 data diatas bahwa rata-rata nilai kemandirian
sebelum dan sesudah uji coba model mengalami perbedaan yang signifikan pada
taraf kepercayaan signfikansi 5%. Besarnya perbedaan rata-rata pada uji coba ini
sebesar 2.20 – 3.67 satuan dari perlakuan awal sebelum diberikan asuhan
keperawatan berbasis NRC.
Analisis dilanjutkan dengan model persamaan PLS. Hasil analisis model
persamaan struktural partial least squares model asuhan keperawatan keluarga
berbasis NRC terhadap kemandirian keluarga dengan hipertensi melalui uji coba
pretest-postest mendapatkan persamaan struktural sebagai berikut :
Gambar 5.2. Diagram Jalur Nilai T-Statistik Perbedaan Kemandirian Keluarga
Pada Pemodelan Model Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis
NRC dengan Pendekatan Pretest-Posttest
Berdasarkan gambar diatas didapatkan hasil analisis bahwa secara keseluruhan
konstruk yang menyusun nilai kemandirian keluarga sebelum dan sesudah
diberikan perlakuan memiliki korelasi signifikan pada konstruk yang dibentuk.
Hal ini memperkuat asumsi bahwa indikator yang ada membentuk konstruk secara
valid dan reliabel dalam penelitian ini. Hasil ini juga menunjukkan bahwa nilai
kemandirian keluarga sangat erat kaitannya dengan kelima indikator yang disusun
dalam pemodelan persamaan struktural.
Tabel 5.18 Hasil Validitas Konvergen Perbedaan Kemandirian Keluarga Pada
Pemodelan Model Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis NRC
dengan Pendekatan Pretest-Posttest
No Variabel
Laten
Indikator Uji Konvergen Validitas
Nilai
Loading
Nilai T-
Statistik
Keterangan
1. Pre test
Kemandirian
Keluarga
Minum obat 0,858 14,032 Valid
Diit 0,619 7,383 Valid
Aktifitas dan istirahat 0,324 1,984 Valid
Manajemen stres 0,334 2,270 Valid
Kontrol ke pelayanan
kesehatan 0,736 9,230
Valid
2. Post Test
Kemandirian
Keluarga
Minum obat 0,683 9,810 Valid
Diit 0,896 29,118 Valid
Aktifitas dan istirahat 0,320 1,973 Valid
Manajemen stres 0,614 5,731 Valid
Kontrol ke pelayanan
kesehatan 0,822 16,684 Valid
Berdasarkan hasil pengujian validitas konvergen pada tabel tersebut diatas
dapat diketahui bahwa nilai loading dari indikator lebih dari 0,7 dan atau
memiliki nilai kurang dari 0.7 tetapi tetap mempunyai nilai T-statistik > 1,96
sehingga dapat dikatakan indikator variabel konstruk faktor kemandirian keluarga
tersebut valid dan signifikan dalam direfleksikan oleh indikator masing-masing.
Besarnya pengaruh yang diberikan dari simulasi model dapat diukur
dengan menggunakan ukuran total effect. Hasil yang diukur dalam tabel korelasi
antar konstruk sebagai berikut:
Tabel 5.19 Pengaruh Total Nilai Kemandirian Keluarga Pada Pemodelan Model
Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis NRC dengan Pendekatan
Pretest-Posttest
Korelasi Antar Variabel
Konstruk Laten
Koefisien
Parameter
Jalur
T-Statistik Pengaruh
Pretest-Posttest 0,504 13,353 Signifikan
Tabel 5.19 menjelaskan bahwa ada pengaruh pemberian intervensi model
dengan nilai parameter pengaruh sebesar 0.504. Nilai ini memberikan interpretasi
bahwa pada klien yang sama yang telah diberikan penilaian kemandirian keluarga
sebelum perlakuan dan diukur kembali setelah perlakuan maka akan terjadi
peningkatan nilai rata-rata kemandirian sebesar 50.4% lebih tinggi dibandingkan
nilai rata-rata sebelumnya.
Penelitian tahap 2 ini menjawab hipotesis 9 yaitu ada pengaruh model asuhan
keperawatan keluarga berbasis NRC terhadap kemandirian keluarga dengan
hipertensi. Berdasarkan tabel 5.19 didapatkan nilai T-statistik 13,353
(T-statistik>1,96) berarti H1 diterima artinya ada pengaruh model asuhan
keperawatan keluarga berbasis NRC dengan kemandirian keluarga dengan
hipertensi.
BAB 6
PEMBAHASAN
Bab 6 ini menguraikan tentang ulasan dan telaah penelitian yang
dihasilkan berdasarkan hasil tahap 1 dan tahap 2 serta analisis penelitian.
Perpaduan antara teori dan hasil analisis menghasilkan opini dari peneliti.
6.1 Model asuhan keperawatan keluarga berbasis nursing relational capital.
6.1.1 Pengaruh nursing structural capital terhadap nursing human capital.
Nursing structural capital (modal struktural keperawatan) yang baik
mempengaruhi nursing human capital (modal manusia keperawatan) yang baik
pula dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Modal struktural
mendukung perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan
menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki (Covell, 2011). Modal
struktural keperawatan memberikan arah yang jelas pada perawat dalam
melaksanakan tugasnya. Indikator modal struktural yang berpengaruh adalah buku
pedoman pelayanan keperawatan keluarga, berguna dalam memberikan arahan
dalam penyelenggaraan asuhan keperawatan keluarga. Tujuan disusunnya buku
pedoman ini untuk memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga (Dinkes Jatim, 2013).
VanPaemel, Kathy, (2011) menjelaskan bahwa pedoman kerja membantu
memenuhi kontinuitas dan ekuitas di tempat kerja. Pedoman yang disusun dapat
memberikan informasi kepada perawat agar mematuhi peraturan dan kebijakan
yang berlaku sehingga dapat bekerja dengan baik. Pedoman kerja berisi
bagaimana seharusnya bekerja agar memenuhi kebutuhan pelanggan, prosedur
158
pelaporan absensi, jam kerja dan pengaturannya. Pedoman asuhan keperawatan
keluarga yang dikeluarkan oleh Dinkes Provinsi Jawa Timur disusun secara rinci
sehingga perawat mudah dalam melaksanakannya. Kemudahan dalam
mempelajari pedoman akan meningkatkan motivasi dalam bekerja.
Indikator modal struktural keperawatan lainnya yang berpengaruh adalah
standar prosedur operasional (SPO). Hasil penelitian didapatkan sebagian kecil
perawat berkatagori baik dalam menerapkan SPO pada pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga, artinya SPO belum diterapkan secara optimal oleh perawat.
Secara konsep, SPO memudahkan perawat dalam melakukan kegiatan rutin. SPO
menjadi alat berkomunikasi untuk melaksanakan kebijakan penting dalam suatu
pekerjaan. SPO membantu memastikan konsistensi dan kualitas kerja perawat
(Dowglas H., 2003). SPO menggambarkan proses pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga. Deskripsi proses mencakup rincian tentang masukan,
berlangsung input menjadi output, dan umpan balik yang diperlukan untuk
memastikan hasil yang konsisten. Pendekatan dalam SPO adalah PDCA (Plan,
Do, Check, Act). Plan digunakan untuk menjelaskan persiapan klien, alat dan
lingkungan sebelum melakukan tindakan dan tujuan dari tindakan yang akan
dilakukan, do menjelaskan urutan tindakan keperawatan yang harus dilakukan
oleh perawat, check memberikan informasi bagaimana mengevaluasi respon klien
setelah tindakan keperawatan dilakukan, dan act menjelaskan tentang bagaimana
menindaklanjuti tindakan yang telah dilakukan (Chris A., 2016).
SPO yang tersedia di Puskesmas untuk melaksanakan asuhan keperawatan
keluarga meliputi komponen pengertian, tujuan dari tindakan, kebijakan dalam
melakukan tindakan dan prosedur kerja. Komponen dalam SPO ini belum sesuai
secara teoritis tetapi untuk kepentingan praktis sudah dapat dilaksanakan.
Indikator yang mempengaruhi modal struktural keperawatan berikutnya
adalah format dokumentasi asuhan keperawatan keluarga. Data yang didapatkan
dokumentasi asuhan keperawatan dengan menggunakan format yang ada sebagian
besar dalam katagori cukup dan sebagan kecil katagori baik. Format asuhan
keperawatan penting bagi perawat dalam menunjang pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga. Format ini merupakan modal struktural sebagai bukti dari
pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan proses
keperawatan.
Hasil penelitian Retyaningtyas I.D dkk (2013) menjelaskan bahwa ada
hubungan antara kualitas dokumentasi keperawatan dengan motivasi perawat dan
supervisi kepala ruangan. Motivasi yang tinggi pada perawat untuk
mendokumentasikan hasil kerjanya akan menghasilkan kualitas dokumentasi
keperawatan yang baik pula. Hasil penelitian lain yang sama adalah penelitian
Widyaningtyas, K. (2010) menjelaskan bahwa motivasi dan unsur tenaga
mempengaruhi kepatuhan perawat dalam mendokumentasikan asuhan
keperawatan. Unsur tenaga yang dimaksudkan adalah jumlah tenaga dan pelatihan
yang telah diikuti. Berkaitan dengan jumlah tenaga, perawat tiap Puskesmas di
Surabaya jumlahnya tidak sama, tergantung dari jumlah penduduk di wilayah
kerja Puskesmas tersebut. Kondisi ini mungkin mempengaruhi pendokumentasian
asuhan keperawatan keluarga. Terkait dengan adanya pelatihan berhubungan
dengan dokumentasi keperawatan, perawat Puskesmas yang mengikuti pelatihan
terbatas pada penangggungjawab program Perawatan Kesehatan Masyarakat
(Perkesmas). Sebagian besar penanggungjawab program ini belum
mensosialisasikan kepada perawat pelaksana. Pelatihan yang diselenggarakan
dapat meningkatkan pengetahuan perawat tentang dokumentasi asuhan
keperawatan keluarga.
Data penelitian yang ditemukan sebagian besar pengetahuan perawat
tentang asuhan keperawatan keluarga adalah cukup dan pendokumentasian asuhan
keperawatannya juga cukup. Pribadi. A (2009) menjelaskan bahwa pengetahuan
perawat yang baik akan meningkatkan pelaksanaan dokumentasi keperawatan.
Pengetahuan yang baik merupakan domain penting untuk terbentuknya perilaku
perawat dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan keluarga.
Pengisian format dokumentasi asuhan keperawatan dipengaruhi tingkat
pendidikan perawat (Ana Z., 2012). Di Surabaya mayoritas pendidikan perawat
adalah D III Keperawatan. Pendidikan perawat menyangkut kemampuan
intelektual dan berkaitan dengan kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan
(Siagian, S.P., 2002). Pengalaman yang diperoleh dalam pendidikan dapat
meningkatkan kemampuan dan kualitas perawat, oleh karenanya semakin tinggi
tingkat pendidikan perawat maka semakin tinggi pula keinginan untuk
menerapkan pengetahuannya dalam bekerja. Tingkat pendidikan perawat juga
berpengaruh dalam memberikan respon terhadap masalah klien. Perawat yang
berpendidikan tinggi lebih rasional, kreatif dan terbuka pada pembaharuan dan
mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan (Maltis, R., 2000).
Format dokumentasi keperawatan keluarga merupakan sarana bagi
perawat agar dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan standar.
Standar asuhan keperawatan yang telah ditetapkan secara resmi oleh organisasi
profesi terdiri dari 6 (enam) standar dan pendokumentasian asuhan keperawatan
termasuk pada standar ke 6. Pendokumentasian asuhan keperawatan keluarga juga
merupakan peran perawat di Puskesmas (Kemenkes RI., 2006). Peran merupakan
tingkah laku yang diharapkan dari perawat sesuai dengan kedudukannya
(Allender, S. et al., 2010). Peran ini harus dijalankan sebagai bentuk
tanggungjawab perawat dalam melaksanakan kewenangannya (Asmadi, 2008).
Fakta yang ditemukan, ada perawat yang sudah melaksanakan perannnya
dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga tetapi tidak
mendokumentasikannya, sehingga bukti tanggungjawab kinerjanya tidak ada.
Pendokumentasian keperawatan merupakan bukti tanggungjawab hukum dan etik
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga yang berkualitas
(Setiadi, 2012). Dokumentasi keperawatan yang tidak akurat menyebabkan
terjadinya klaim malpraktik pada perawat. Satu-satunya cara untuk menghindari
terhadap tuduhan kelalaian profesional perlu melakukan dokumentasi
keperawatan yang lengkap dan akurat. Dokumentasi keperawatan berisi tentang
respon klien dan keluarga terhadap penyakit, pernyataan masalah keperawatan
klien, tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dan penilaian keberhasilan
tindakan keperawatan. Penulisan dokumentasi keperawatan yang berkualitas
merupakan alasan penting bagi responsibilitas dan akuntabilitas profesional
perawat (Nursalam, 2001).
Dokumentasi asuhan keperawatan keluarga perlu dilakukan oleh perawat
untuk memantau perkembangan kondisi klien, sebagai alat komunikasi antar tim
dan sebagai bentuk tanggungjawab perawat dalam melaksanakan kewenangannya.
Format dokumentasi asuhan keperawatan keluarga harus mudah dipahami, mudah
pengisiannya dan dapat dimengerti oleh semua tim tidak hanya perawat, sehingga
format ini akan menjadi alat komunikasi yang efektif bagi perawat dan tim
kesehatan lain.
6.1.2 Pengaruh nursing structural capital terhadap nursing relational capital.
Nursing structural capital tidak mempengaruhi nursing relational capital
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Kondisi ini tidak sependapat
dengan hasil penelitian dari Eman Salman T., (2014) menjelaskan bahwa
structural capital berhubungan dengan relational capital dalam meningkatkan
keunggulan kompetitif organisasi di rumah sakit. Penelitian dari Kamukama, et.al.
(2010) juga menyatakan bahwa structural capital mempengaruhi relational
capital dalam meningkatkan kinerja keuangan. Structural capital yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sistem informasi, prosedur kerja yang
inovatif melalui sistem yang sudah diatur untuk meningkatkan pengetahuan
karyawan. Hubungan yang terjalin antar karyawan melalui sistem informasi yang
tersedia dalam modal struktural. Penelitian dari Bontis, Fitz-en (2002) juga
menguatkan bahwa structural capital mempunyai korelasi yang positif dengan
relational capital dalam meningkatkan menajemen sumber daya di perusahaan.
Tidak adanya hubungan nursing structural capital dan nursing relational
capital dalam penelitian ini dikarenakan nursing structural capital yang tersedia
belum digunakan sebagai alat komunikasi antar tim kesehatan. Tiap profesi
sebagai tim kesehatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga memiliki
SPO dan sistem pendokumentasian masing-masing, sehingga hubungan yang
terjalin tidak memanfaatkan modal struktural keperawatan yang ada.
Pedoman pelayanan keperawatan keluarga sebenarnya disusun tidak hanya
untuk perawat, tetapi untuk seluruh tim kesehatan yang ada di Puskesmas.
Kenyataan di lapangan buku pedoman yang diberikan di tiap-tiap Puskesmas oleh
Dinkes Provinsi Jawa Timur hanya dipegang oleh penanggungjawab program dan
perawat pelaksana. Tim kesehatan lain belum memanfaatkan buku pedoman
tersebut untuk koordinasi pelaksanaan kewenangan masing-masing. Buku
pedoman yang disusun berisi tentang ruang lingkup, tujuan, konsep dasar dan
upaya pembinaan keluarga rawan, tanggungjawab dan kewenangan, pembinaan,
pengawasan dan evaluasi (Dinkes Provinsi Jatim, 2011).
Selain buku pedoman, SPO kunjungan rumah yang disusun oleh masing-
masing Puskesmas masih belum dimanfaatkan untuk menjalin kerjasama antar
tim. Fungsi SPO diantaranya adalah memperlancar tugas perawat atau tim,
mengarahkan perawat dan tim untuk sama-sama disiplin dalam bekerja dan
sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin (Tambunan, Rudi, 2011).
Format dokumentasi asuhan keperawatan keluarga juga belum digunakan
sebagai alat komunikasi antara perawat dengan klien dan keluarga serta tim
kesehatan lain. Setiadi (2012) menjelaskan tujuan dari dokumentasi keperawatan
diantaranya adalah sebagai sarana komunikasi. Dokumentasi yang ditulis secara
akurat dan lengkap membantu koordinasi perawat dan tim kesehatan lain,
mencegah informasi yang berulang kepada klien dan keluarga dari anggota tim
kesehatan, mencegah tumpang tindih tindakan keperawatan atau bahkan sama
sekali tidak dilakukan. Dokumentasi keperawatan juga mengurangi kesalahan dan
meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dan
keluarga.
Modal struktural keperawatan seharusnya menjadi alat dalam
melaksanakan koordinasi atau kerjasama antar tim kesehatan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan keluarga. Pedoman pelaksanaan, SPO dan format
dokumentasi keperawatan keluarga disusun sebagai alat komunikasi agar tindakan
keperawatan dapat terkoordinir dengan baik. Kondisi ini perlu ditindaklanjuti
dengan melengkapi sarana secara terpadu yang diperlukan dan menggunakan
sarana tersebut sebagai alat dalam membangun sistem interaksi dengan klien,
keluarga dan tim kesehatan lain. Hasil diskusi pakar didapatkan data bahwa
pencatatan dan pelaporan dari masing-masing program di Dinas Kesehatan masih
belum terintegrasi, misalnya seorang perawat melaksanakan kunjungan rumah
pada klien TB Paru maka pencatatan dan pelaporannya ada 2 (dua), pencatatan
dan pelaporan untuk program TB Paru dan program perawatan kesehatan
masyarakat dengan dokumentasi asuhan keperawatan. Pencatatan dan pelaporan
yang terpadu diperlukan, sehingga modal struktural berupa dokumentasi asuhan
keperawatan dapat digunakan secara optimal untuk membangun kerjasama antar
tim.
Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam koordinasi penulisan
dokumentasi keperawatan dengan membantu mencatat segala sesuatu yang telah
dilaksanakan. Perawat yang tidak berada 24 jam dengan klien dan keluarga dapat
melakukan evaluasi keberhasilan tindakan atau perubahan perilaku dengan
melihat catatan dari klien dan keluarga. Dokumentasi yang dilaksanakan secara
terpadu selain meningkatkan koordinasi antar tim, juga mendapatkan data yang
aktual mencakup seluruh kegiatan keperawatan yang dilakukan melalui tahapan
kegiatan proses keperawatan. Data yang didapatkan ini dapat digunakan sebagai
sumber data penelitian, sehingga melalui penelitian dapat mengembangkan bentuk
pelayanan keperawatan yang efektif dan etis.
6.1.3 Pengaruh nursing structural capital terhadap kinerja perawat.
Nursing structural capital yang baik akan meningkatkan kinerja perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga, terutama dalam memberikan
pendidikan kesehatan dan tindakan keperawatan keluarga. Hasil penelitian selaras
dengan penelitian dari Kamukama, et.al. (2010) menjelaskan bahwa structural
capital mempunyai dampak positif terhadap kinerja keuangan. Structural capital
digambarkan sebagai competitive intellegance, sistim informasi, dan hak paten
yang mampu mempengaruhi peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Penelitian
lain yang sependapat dari Covell dan Sidani (2013) menjelaskan bahwa nursing
structural capital dapat mempengaruhi peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan. Covell menjelaskan bahwa nursing strucural capital yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan adalah
pedoman praktik, peta perawatan, protokol, komputer yang digunakan untuk
mencari informasi (evidence based).
Modal struktural keperawatan digunakan perawat sebagai sarana
penunjang pelaksanaan pendidikan kesehatan dan tindakan keperawatan keluarga.
Sarana merupakan sumber daya penunjang tercapainya tujuan keperawatan karena
perawat dapat melakukan pekerjaannya dengan baik (Wibowo, 2014). Tindakan
perawat mengacu pada SPO yang berlaku. Jenis tindakan keperawatan yang
dilakukan perawat bersifat mandiri maupun tindakan kolaborasi (Kemenkes RI.,
2010).
Jenis-jenis tindakan keperawatan yang harus dilakukan selama
melaksanakan asuhan keperawatan semua tertulis dalam pedoman pelayanan
keperawatan keluarga. Pedoman juga menjelaskan bagaimana perawat
menentukan kriteria keluarga yang memerlukan pelayanan keperawatan,
penghitungan jumlah sasaran keluarga dan cara menilai kemandirian keluarga.
Perawat perlu mempelajari pedoman terlebih dahulu sebelum melaksanakan
asuhan keperawatan keluarga. Pedoman menjadi acuan yang mengarahkan
perawat dan tim agar dapat menjalankan peran sesuai dengan kewenangan
(Dinkes Prov. Jatim, 2011).
Tindakan keperawatan yang dilakukan di keluarga adalah melaksanakan
manajemen kasus dengan melakukan pengkajian masalah, penemuan kasus,
merencanakan tindakan tindakan, melakukan perawatan sesuai kebutuhan,
melakukan pengaturan diit, mengatur aktifitas dan istirahat klien, mengkoordinir
penyedia pelayanan, melakukan pengawasan dan penilaian dan melakukan
rujukan. Tiap tindakan yang dilakukan perawat membutuhkan standar prosedur
operasional untuk menjamin konsistensi dari tindakan yang dilakukan
(Tambunan, Rudi, 2011). Format dokumentasi asuhan keperawatan juga
diperlukan untuk mencatat tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Pencatatan ini dapat menjamin kualitas tindakan keperawatan yang dilakukan,
mencegah terjadinya kelalaian dan alat komunikasi antar tim untuk mengkoordinir
tindakan keperawatan kepada klien dan keluarga (Setiadi, 2012).
Nursing structural capital menjadi modal bagi perawat ketika
melaksanakan pendidikan kesehatan. Modal ini berupa SPO dan format
dokumentasi keperawatan. Tiap Puskesmas sudah membuat standar prosedur
operasional untuk melakukan pendidikan kesehatan sesuai dengan masalah
kesehatan keluarga. Perawat yang memberikan pendidikan kesehatan tentang
perawatan hipertensi perlu mentaati SPO tentang pendidikan kesehatan pada
keluarga dengan hipertensi (Dinkes Prov. Jatim).
Modal struktural keperawatan merupakan komponen penting untuk
menunjang kinerja perawat dalam melaksanakan pendidikan kesehatan dan
tindakan keperawatan keluarga. Perawat akan memiliki arah yang jelas dalam
melakukan tindakan ketika sudah mempelajari pedoman pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga, mengacu standar prosedur operasional selama
melaksanakan tindakan dan menulis dokumentasi keperawatan setelah selesai
melaksanakan tindakan keperawatan. Perawat akan mampu menjamin kualitas
pelayanan keperawatan keluarga yang diberikan ketika modal struktural
dimanfaatkan dengan baik.
6.1.4 Pengaruh nursing human capital terhadap nursing relational capital.
Nursing human capital yang baik akan meningkatkan nursing relational
capital. Eman Salman T. (2014) menjelaskan bahwa human capital (modal
manusia) berhubungan dengan relational capital (modal hubungan). Modal
manusia yang dimaksudkan terdiri dari pengetahuan, keterampilan, sikap,
motivasi, kompetensi, kemampuan dalam mengeluarkan ide-ide yang inovatif,
karyawan yang mampu memberikan kepuasan pada organisasi dan mempunyai
kinerja terbaik. Modal hubungan menurut Eman Salman T. (2014) diantaranya
adalah hubungan kolaborasi untuk memecahkan masalah, berbagi informasi,
interaksi untuk mengubah ide-ide yang berbeda, berinteraksi untuk
pengembangan informasi, pengetahuan dan keterampilan.
Perawat yang memiliki kerjasama yang baik dengan tim meningkatkan
motivasinya dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Hasil penelitian
dari Kholifah, S.N. et.al. (2016) terhadap 122 perawat mendapatkan hasil bahwa
kerjasama yang terjalin dengan baik antar tim kesehatan dapat meningkatkan
motivasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Perawat
membutuhkan orang lain sebagai tim kerja. Hubungan perawat dengan tim
kesehatan lain seperti dokter dan ahli gizi dalam melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga dengan hipertensi berpengaruh terhadap motivasinya.
Naylor dan Johnson (2011) menjelaskan bahwa kerjasama antara perawat dengan
berbagai profesi (Interprofessional collaboration) dapat meningkatkan
sumberdaya manusia.
Gittel, et.al. (2013) menyatakan berbagi pengetahuan dan keterampilan
dapat terjadi selama proses kolaborasi dengan tim. Perawat akan mendapatkan
tambahan pengetahuan dan keterampilan sehingga akan meningkatkan
kemampuannya dalam melaksanakan asuhan keperaatan keluarga. Kondisi inilah
yang dapat meningkatkan motivasi perawat dalam bekerja. Penambahan
kemampuan perawat merupakan peluang untuk maju menjadi lebih baik. Peluang
ini menurut teori Herzberg adalah motivator bagi perawat untuk melakukan
asuhan keperawatan dengan baik pula. Kompleknya masalah kesehatan yang ada
di keluarga mendorong perawat untuk melakukan kerjasama tidak hanya dengan
tim kesehatan (lintas program) tetapi juga dengan lintas sektor seperti aparat
pemerintah setempat, kader kesehatan dan organisasi masyarakat lainnya.
Peningkatan motivasi melalui kolaborasi akan meningkatkan komitmen
perawat dalam melaksanakan suhan keperawatan keluarga. Komitmen perawat
yang telah terbentuk mampu menyelaraskan perilaku diri sendiri dengan
kebutuhan klien dan keluarga (Soekidjan, 2009). Perawat yang telah berkomitmen
untuk melakukan kerjasama dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga
akan mengutamakan kepentingan klien dan keluarga serta berusaha untuk
menyelesaikan masalah keperawatan yang dihadapi klien dan keluarga bersama
dengan tim (Meyer dan Allen, 1991, dalam Soekidjan, 2009).
Kerjasama tim dapat meningkatkan pengetahuan perawat dan
kemampuannya dalam mengambil keputusan klinis (clinical judgment). Perawat
yang melaksanakan kolaborasi akan terjadi proses komunikasi. Komunikasi yang
terjadi dalam proses interaksi yaitu komunikasi timbal balik dengan proses sebab
akibat atau aksi reaksi. Ketika berkomunikasi inilah terjadi pertukaran informasi
sehingga pengetahuan terhadap berbagai hal dapat berubah. Peningkatan
pengetahuan akan meningkatkan kemampuan perawat dalam melakukan penilaian
klinis. Penilaian klinis yang dilakukan oleh perawat dimulai ketika menentukan
masalah keperawatan setelah dilakukan pengumpulan data, merumuskan
diagnosis keperawatan keluarga, merencanakan tindakan, melaksanakan dan
melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Margot P.,
2008; Thompson, et.al, 2013). Berdasarkan uraian di atas, peluang untuk
penelitian selanjutnya adalah mengidentifikasi pengaruh nursing relational
capital terhadap nursing human capital yang belum diteliti dalam penelitian ini.
Modal manusia keperawatan (nursing human capital) akan meningkat
apabila modal hubungan keperawatan (nursing relational capital) dilakukan
dengan baik. Kerjasama dengan tim mempunyai banyak keuntungan dalam
meningkatkan pengetahuan, motivasi, komitmen dan kemampuan dalam
mengambil keputusan klinis. Peningkatan kerjasama tidak hanya terbatas pada
kegiatan rujukan, tetapi kegiatan kunjungan rumah bersama-sama secara tim agar
pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga yang diberikan berkualitas.
6.1.5 Pengaruh nursing human capital terhadap kinerja perawat.
Modal manusia keperawatan (nursing human capital) yang baik akan
meningkatkan kinerja perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan
keluarga dan pendidikan kesehatan. Kinerja perawat ini diartikan sebagai apa
yang dikerjakan, bagaimana mengerjakannya dan hasil yang dicapai dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan (Wibowo, 2014). Covell dan Sidani (2013)
menjelaskan bahwa nursing human capital mempengaruhi kualitas pelayanan
keperawatan. Modal manusia keperawatan dapat dijelaskan dengan indikator
pengetahuan, motivasi, komitmen dan clinical judgment.
Pengetahuan perawat yang baik akan meningkatkan kinerja perawat. Wibowo
(2014) menjelaskan salah satu indikator kinerja yang bisa diukur adalah
kompetensi perawat. Kompetensi menjadi syarat utama dalam kinerja.
Kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh perawat baik
pengetahuan maupun keterampilan untuk melaksanakan asuhan keperawatan
keluarga. Sejalan dengan pernyataan tersebut, hasil penelitian Riezky D.E (2013)
menyatakan bahwa pengetahuan perawat berhubungan secara siginifikan dengan
tindakan keperawatan klien pasca operasi di Ruang Pemulihan RSD Dr. Subandi
Jember. Hasil penelitian lain dari Ace Sudrajat dkk (2014) juga menjelaskan
adanya hubungan antara pengetahuan perawat dengan keterampilan triase di IGD
RSCM. Pengetahuan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan meliputi
pengetahuan tentang pengkajian, perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
Pengetahuan perawat tentang asuhan keperawatan keluarga merupakan faktor
penentu keberhasilan perawat dalam mengidentifikasi kebutuhan klien termasuk
kebutuhan belajarnya. Perawat memberikan pendidikan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan klien dan keluarga untuk meningkatkan kemampuannya dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan suatu
bentuk intervensi keperawatan yang mandiri bagi perawat (Notoatmodjo. S.,
2010).
Pelaksanaan intervensi keperawatan baik mandiri maupun kolaboratif
memerlukan motivasi perawat dalam melaksanakannya. Motivasi perawat yang
baik akan meningkatkan kinerjanya. Roseanne C.M dan Daniel J.P (2006)
menjelaskan bahwa motivasi perawat berkaitan dengan kinerja. Penelitian ini
memberikan wawasan dan menunjukkan bahwa perbedaan motivasi pada tiap
perawat akan berpengaruh pada hasil perawatan yang dilakukannya pada klien.
Penelitian lain yang sependapat dari Windy A.M dan Gunasti H. (2012)
menyatakan bahwa motivasi berhubungan dengan kinerja karyawan bagian
akuntansi pada perusahaan manufaktur di Surabaya. Motivasi perawat diartikan
sebagai dorongan yang dapat menciptakan kegairahan dalam melakukan
kerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi untuk mencapai kepuasan kerja
(Nursalam, 2011).
Motivasi perawat digerakkan secara intrinsik oleh faktor pengakuan perawat
sesuai dengan kewenangannya (cognition), tanggung jawabnya dalam
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga (responsibility), prestasi (achievement)
artinya perawat memperoleh kesempatan untuk mencapai hasil yang baik atau
berprestasi, peluang untuk maju (advancement) maksudnya besar kecilnya
kemungkinan perawat dapat maju dalam pekerjaannya, dan pekerjaan itu sendiri
(job it self), artinya memang pekerjaan yang dilakukan itu sesuai dan
menyenangkan bagi perawat (Nursalam, 2011). Hasil penelitian Tyas H.S. (2014)
menyatakan bahwa motivasi intrinsik dan kemampuan berhubungan dengan
kinerja di Bank BTN Surabaya. Penjelasan lebih lanjut dikatakan bahwa dari
5 (lima) motivasi intrinsik yang mempunyai nilai siginikansi paling tinggi adalah
peluang untuk maju.
Motivasi juga dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yaitu gaji (salary) yang
diterima, hubungan antar pribadi dengan teman sejawat, atasan atau bawahan
(interpersonal relation), penyeliaan (supervision), kondisi tempat kerja (working
condition), kebijakan perusahaan (company policy) (Nursalam, 2011). Lutfi F.R
(2014) juga menjelaskan berdasarkan kajian literatur didapatkan pengaruh
motivasi ekstrinsik terhadap kinerja perawat. Motivasi ekstrinsik tersebut adalah
gaji, kebijakan, rekan kerja, kondisi lingkungan kerja dan supervisi. Motivasi
kerja perawat yang baik maka komitmen perawat akan baik pula.
Komitmen perawat yang tinggi dapat meningkatkan kinerja dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Hasil penelitian Kholifah, S.N. et.al.
(2016) terhadap 117 perawat di Jawa Timur mendapatkan hasil bahwa komitmen
mempengaruhi kinerja dalam melaksanakan asuhan keperawatan komunitas. Hasil
penelitian lain yang sependapat dari Ferris, K. (2016) yang menjelaskan bahwa
ada hubungan antara komitmen dengan kinerja individu. Berdasarkan dimensi
affective commitment, perawat yang mencintai profesinya berkomitmen untuk
melaksanakan asuhan keperawatan sebaik-baiknya (Allen & Meyer, 1997 dalam
Soekidjan, 2009). Kashefi, et.al. (2013) menjelaskan bahwa komitmen
berdampak pada kinerja organisasi. Komitmen karyawan adalah konstruk yang
paling penting dalam mempertahankan orang-orang kunci, pengetahuan dan
kinerja perusahaan (Nick Bontis, Fitz-enz, 2002).
Komitmen dipengaruhi oleh karakteristik perawat. Umur, status
pernikahan, tingkat pendidikan, kebutuhan untuk berprestasi, etos kerja, dan
persepsi individu mengenai kompetensinya mempengaruhi proses terbentuknya
affective commitment (Allen & Meyer, 1997 dalam Soekidjan, 2009). Pendapat ini
sesuai dengan hasil penelitian dari Kholifah, S.N. et.al. (2016) menyatakan bahwa
karakteristik personal perawat mempengaruhi kinerja dalam melaksanakan asuhan
keperawatan komunitas. Karakteristik personal yang dimaksudkan adalah faktor
biologis, psikologis dan sosiokultural. Faktor biologis salah satunya adalah umur
perawat.
Hasil penelitian berdasarkan karakteristik perawat didapatkan data
mayoritas perawat berumur 31-40 tahun. Kelompok umur tersebut termasuk
katagori umur produktif. Mayoritas berjenis kelamin perempuan, hampir
seluruhnya berpendidikan D III Keperawatan dan sudah menikah, lama kerja
mayoritas 5-10 tahun. Sunar (2012) menjelaskan bahwa semakin produktif usia
maka proses penyerapan ilmu pengetahuan seseorang semakin baik, sehingga
mendukung kearah sikap yang lebih positif. Posner (2014) juga menyatakan
bahwa pengembangan diri perawat sangat ditentukan oleh pendidikan, usia, jenis
kelamin, suku, ras, dan sistem regulasi yang berlaku. Lebih lanjut Putri A. Dan
Rahmi L. (2013) menjelaskan bahwa jenis kelamin perempuan mempunyai
komitmen lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada 40 karyawan PT. Indomarco
Prismata Medan. Berdasarkan lama kerja, semakin lama masa kerja maka semakin
tinggi komitmen karyawan pada organisasi (Martha.I.H., Diah K. & Tri M.I.,
2013).
Perawat yang memiliki komitmen tinggi memiliki kemauan untuk
meningkatkan kinerjanya, berupaya untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan profesional, senantiasa menjaga kualitas kerja dan memanfaatkan
waktu kerja seoptimal mungkin. Perawat agar mempunyai komitmen tinggi perlu
mencintai pekerjaan dan profesinya, mempunyai kesadaran yang tinggi untuk
melaksanakan tugas karena banyak keuntungan yang didapatkan dan merasa
dirinya merupakan bagian penting dari sistem pelayanan keperawatan.
Indikator nursing human capital yang berkaitan dengan kinerja adalah
kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis (Clinical Judgment). Hasil
penelitian ditemukan data bahwa sebagian besar perawat mempunyai kemampuan
pengambilan keputusan klinis yang baik. Pengambilan keputusan klinis ini
dimaksudkan sebagai suatu kemampuan untuk membuat keputusan rasional
selama pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga mulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi. Perawat dapat menetapkan masalah keperawatan pada klien dan
keluarga berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, mengambil keputusan
klinis dalam menetapkan diagnosis keperawatan dengan tipenya yang tepat untuk
klien, mengambil keputusan klinis untuk menentukan tindakan keperawatan
sesuai dengan masalah klien dan menentukan keberhasilan tindakan keperawatan
dengan menggunakan kriteria penilaian keluarga mandiri (Margot P., 2008;
Thompson, et.al, 2013). Ketepatan dalam mengambil keputusan klinis sangat
mempengaruhi keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan.
Modal manusia keperawatan (Nursing human capital) menunjukkan pengaruh
langsung terhadap kinerja yang terbesar. Artinya modal manusia keperawatan ini
adalah komponen terpenting secara langsung yang dapat meningkatkan kinerja
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Modal manusia
keperawatan yang kurang mendukung peningkatan kinerja dapat diperbaiki
dengan syarat perawat mempunyai keinginan untuk berubah, diberikan
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga, adanya iklim yang kondusif terhadap terjadinya perubahan
perilaku perawat, memberikan bantuan dan dukungan pada perawat yang
mempunyai keinginan untuk berubah dan memberikan penghargaan pada perawat
yang telah memperbaiki kinerjanya.
6.1.6 Pengaruh klien terhadap nursing relational capital.
Faktor klien yang baik tidak diikuti peningkatan nursing relational capital.
Data penelitian didapatkan bahwa sebagain besar kondisi fisik dan psikologis
klien dalam katagori kurang. Kondisi fisik adalah suatu kondisi yang tampak atau
dapat diamati dengan indera. Kondisi fisik mempengaruhi komunikasi (Perry &
Potter, 2009). Hal ini dapat dijelaskan bahwa ketika tekanan darah meningkat
akan menyebabkan klien merasa tidak nyaman, sehingga akan berpengaruh pada
respon terhadap orang lain. Klien hipertensi yang mengalami peningkatan tekanan
darah akan mengeluh nyeri kepala dan mudah lelah. Keluhan ini mempengaruhi
proses komunikasi klien dengan perawat. Pengiriman pesan dari perawat kepada
klien tentang informasi kesehatan terkait dengan perawatan hipertensi mungkin
tidak dapat diterima dengan baik.
Kondisi psikologis mempengaruhi interaksi antara klien dengan perawat
(Perry & Potter, 2009). Komponen psikologis yang dimaksud adalah nilai dan
emosi. Nilai merupakan standar dari perilaku klien. Perbedaan nilai tersebut
dapat dicontohkan sebagai berikut, misalnya klien hipertensi memandang bahwa
bila tidak ada keluhan tidak perlu minum obat, yang penting tidak makan yang
asin-asin, sementara nilai yang ditanamkan oleh perawat bahwa klien hipertensi
harus minum obat dengan teratur meskipun tidak ada gejala yang dirasakan.
Emosi juga berpengaruh terhadap komunikasi. Emosi merupakan perasaan
subyektif seperti marah, sedih, senang akan mempengaruhi klien dalam merespon
hubungan dengan orang lain termasuk dengan tim kesehatan. Perawat perlu
mengkaji emosi klien dengan benar, sehingga mampu memilih waktu yang tepat
untuk berkomunikasi.
Kondisi klien yang menurun akan meningkatkan nursing relational
capital. King menyatakan bahwa interaksi antara lingkungan dan kesehatan yang
berfokus pada praktik keperawatan akan mempengaruhi kesehatan (Frey, 2003).
Kerjasama dan koordinasi tim kesehatan ditingkatkan dalam memberikan
perawatan untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien. Kondisi tekanan darah
klien dipantau selama pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga, apabila tekanan
darah naik maka semua tim kesehatan akan mengevaluasi penyebab dari
kenaikan darahnya. Tim medis akan mengevaluasi obat yang diberikan, perawat
memantau obat diminum rutin atau tidak, ahli gizi akan memantau diit hipertensi
yang dijalankan, perawat mengevaluasi olah raga dan manajemen stres yang
dilakukan klien. Ketika penyebab sudah ditemukan maka tanggungjawab masing-
masing profesi untuk menyelesaikan dengan mengoptimalkan kerjasama dengan
profesi lain dan keluarga sebagai pendukung perawatan. Kerjasama yang
meningkat ini dilakukan agar kondisi klien yang menurun menjadi lebih baik.
6.1.7 Pengaruh keluarga terhadap nursing relational capital.
Struktur, fungsi dan koping keluarga yang baik diikuti peningkatan
nursing relational capital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga indikator
lebih dari setengahnya berkatagori cukup, artinya faktor keluarga cukup
mendukung dalam memberikan perawatan pada anggota keluarganya yang sakit
hipertensi. Pengaruh faktor keluarga terhadap nursing relational capital ini
memiliki nilai t-statistik dan nilai koefisien parameter jalur yang tertinggi. Berarti
keluarga merupakan faktor yang paling kuat mempengaruhi nursing relational
capital. Faktor keluarga dapat diukur dengan 3 (tiga) indikator yaitu fungsi
keluarga, struktur keluarga dan koping keluarga, dimana ketiga indikator ini
berkaitan dengan interaksi internal dalam keluarga. Berkaitan dengan fungsi
keluarga, hasil penelitian Rahmawati (2014) pada 210 lansia didapatkan adanya
hubungan fungsi keluarga dengan kejadian hipertensi. Penjelasan lebih lanjut
bahwa fungsi perawatan kesehatan yang mempunyai hubungan paling kuat
dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Darul Imarah Aceh Besar. Hasil
penelitian lain dari Laksmi W.A (2013) menjelaskan bahwa fungsi perawatan
kesehatan berhubungan dengan pencapaian tugas perkembangan balita. Friedman,
Bowdens, Jones (2003) menyatakan bahwa fungsi perawatan kesehatan keluarga
dengan menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan pada anggota
keluarga yang sakit. Perawatan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga dan
upaya pencegahan sakit pada tiap anggota keluarga merupakan bagian yang paling
relevan dari fungsi perawatan kesehatan. Keluarga merupakan komponen utama
sebagai pendukung dalam pemberian perawatan di rumah (Watkins, Edwards &
Gastrell, 2003).
Keluarga sebagai pemberi perawatan membutuhkan hubungan dengan
perawat dan tim kesehatan lain. Sependapat dengan Griffin & Mc Keever (2000)
menjelaskan bahwa hubungan antara perawat dan keluarga ada 4 (empat) tipe
yang berbeda tetapi saling berhubungan, yaitu : Hubungan antara perawat dan
pengasuh (Nurse-helper relationship), hubungan antara pekerja-pekerja (Worker-
worker relationship), hubungan antara manajer dan pekerja Manager-worker
relationship, dan hubungan antara perawat dan klien (Nurse-patient
relationship).
Tipe yang digunakan oleh perawat saat ini cenderung pada tipe nurse-
patient relationship. Penerapan tipe pada keluarga adalah perawat sebagai perawat
dan keluarga pemberi pelayanan sebagai klien. Keluarga diposisikan sebagai klien
yang membutuhkan pelayanan keperawatan. Keluarga mencatat semua tindakan
keperawatan yang dilakukan pada anggota keluarganya yang sakit. Keluarga akan
melakukan instruksi dari perawat selama perawat tidak ada di keluarga. Perawat
memberikan petunjuk dengan jelas tentang tindakan yang perlu ditindaklanjuti
oleh keluarga. Sesuai pendapat pakar keperawatan pada kegiatan diskusi
dikatakan keluarga mempunyai persepsi bahwa kesehatan adalah tanggungjawab
dari tenaga kesehatan, sehingga perawat harus menunjukkan dengan jelas
kebutuhan keluarga. Tujuan dari intervensi keperawatan yang ditujukan pada
keluarga adalah proses pemberdayaan keluarga agar keluarga mampu mandiri
dalam melakukan perawatan pada anggota keluarga yang sakit. Keluarga akan
mendapatkan berbagai pengetahuan dan keterampilan terkait dengan perawatan
yang akan dilakukan pada anggota keluarganya, tetapi ada batas yang jelas antara
peran perawat dan keluarga sebagai pengasuh (Griffin & Mc Keever, 2000).
Berdasarkan analisis hasil penelitian, faktor keluarga yang baik
ditunjukkan dengan fungsi keluarga yang sudah berjalan, struktur keluarga yang
baik dan koping yang efektif dalam melakukan perawatan pada anggota keluarga
yang sakit hipertensi. Kondisi ini sangat mendukung keberhasilan asuhan
keperawatan keluarga yang dilakukan. Sependapat dengan Frey (2003)
menyatakan bahwa social support orang tua berpengaruh pada kesehatan anak.
Faktor keluarga sebagai faktor yang berpengaruh pada nursing relational capital
sehingga keluarga dapat memberikan penguatan pada anggota keluarga yang sakit
agar perawatan pada klien menjadi lebih baik.
Keluarga merupakan komponen penting dalam mempengaruhi modal
hubungan keperawatan. Keluarga sebagai penanggungjawab perawatan bagi klien
di rumah memberikan berbagai fasilitas yang dapat menghubungkan klien dengan
perawat dan tim kesehatan lain. Interaksi keluarga dengan perawat dan tim
kesehatan lain sangat mendukung keberhasilan pelaksanaan asuhan keperawatan
keluarga yang akan berdampak pada peningkatan kondisi klien hipertensi di
rumah.
6.1.8 Pengaruh nursing relational capital terhadap kinerja perawat.
Perawat yang memiliki nursing relational capital yang baik menunjukkan
proses transaksi (kinerja) yang baik pula dalam melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga. Sependapat dengan hasil penelitian Riggio, Shelby (2000)
menyatakan bahwa kinerja perawat berhubungan dengan dimensi personal dan
keterampilan komunikasi. Komunikasi yang dibangun oleh perawat untuk
membantu klien dalam mencapai adaptasi positif terhadap lingkungan (King,
1981 dalam Alligood, M.R., 2014). Interaksi antara perawat dan klien
mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan (Gunther, 2001).
Hasil penelitian yang sependapat dari Kamukama, et.al. (2010) menyatakan
bahwa relational capital berhubungan dengan kinerja keuangan. Relational
capital terdiri dari hubungan kerjasama internal dan eksternal merupakan salah
satu komponen yang berpengaruh pada kinerja (Nick Bontis-Fitz.enz, 2002).
Kualitas pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh interaksi perawat dengan klien
yang kedua-duanya unik dan memiliki nilai yang saling berbagi didalam interaksi-
transaksi untuk mencapai tujuan (Gunther, 2001).
Nursing relational capital merupakan temuan baru dari penelitian ini.
Nursing relational capital dikembangkan dari teori nursing intellectual capital
oleh Covell tahun 2011. Teori ini terdiri 2 (Dua) komponen yaitu nursing human
capital dan nursing structural capital. Nursing relational capital dibangun dengan
mengintegrasikan teori of goal attainment. Indikator yang menjelaskan nursing
relational capital dalam penelitian ini adalah interaksi personal, interaksi
interpersonal perawat dengan klien, keluarga dan perawat lainnya serta kerjasama
dengan tim kesehatan lain. Gunther (2011) menjelaskan bahwa sistem personal
yang terdiri dari empati, kesadaran diri dan persepsi merupakan pedoman
komunikasi selama perawat dengan klien berinteraksi bertujuan untuk
pengambilan keputusan tindakan dalam mencapai tujuan (Goal attainment).
Sistem interpersonal dan sosial juga mempengaruhi proses pengambilan
keputusan dan merefleksi nilai-nilai klien yang berpengaruh terhadap tindakan
keperawatan. Interaksi interpersonal merupakan area tindakan keperawatan
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dari sistem pribadi masing-masing
perawat sebagai karakteristik konseptual dari sistem sosial yang lebih besar.
Interaksi personal dan interpersonal mempengaruhi kinerja perawat dalam
melaksanakan program perawatan kesehatan masyarakat (Wibrata, D.A. et.al,
2014). Interaksi personal adalah interaksi dengan diri sendiri. Interaksi ini
dipengaruhi oleh persepsi (perception), diri (self), pertumbuhan dan
perkembangan (growth & development), citra diri (body image), ruang (space),
waktu (time) (King, 1981 dalam Alligood, M.A, 2014). Penafsiran perawat
terhadap suatu stimulus yang masuk terkait cara pandangnya terhadap suatu objek
tertentu berbeda-beda. Objek yang diamati oleh perawat sehari-hari adalah klien
dan keluarga yang memerlukan bantuan karena salah satu anggota keluarganya
mengalami masalah kesehatan. Objek inilah yang dapat menjadi stimulus bagi
perawat mengenai alat indra perawat dan langsung bekerja sebagai reseptor yang
menimbulkan suatu minat untuk melakukan tindakan keperawatan keluarga
(Bimo, W., 2004).
Persepsi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga akan
mempengaruhi motivasinya dalam melaksanakan kegiatan. Pengetahuan dan
pengalaman perawat selama melaksanakan tugas dan wewenang merupakan hal
penting dalam membentuk persepsi dalam melaksanakan pelayanan keperawatan
keluarga (Bimo, W., 2004). Karakteristik persepsi adalah universal atau dialami
oleh semua, selektif untuk semua orang, dan subyektif atau personal (King, 1981
dalam Alligood, M.A, 2014). Oleh karenanya interaksi personal sangat perlu
dilakukan agar tindakan keperawatan keluarga yang dilakukan berkualitas.
Interaksi interpersonal perawat yang menjadi indikator pada penelitian ini
yang berpengaruh pada kinerja adalah interaksi antar perawat, klien dan keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh tidak langsung faktor klien dan keluarga
melalui nursing relational capital terhadap kinerja. Jalur yang terbesar adalah dari
keluarga ke nursing relational capital kemudian ke kinerja. Jalur yang terkecil
adalah dari klien ke nursing relational capital dan ke kinerja. Keluarga
mempunyai pengaruh penting terhadap kinerja perawat melalui nursing relational
capital. Keberadaan klien dan keluarga dengan semua masalah kesehatannya
dapat meningkatkan interaksi perawat dengan diri sendiri, kerjasama perawat
dengan perawat, klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya.
Kerjasama tim kesehatan dapat meningkatkan kinerja. Hasil penelitian
Dina R.S., Lucy A.(2013) menyatakan kerjasama tim dapat meningkatkan
efisiensi kerja pada PT. Mitha Samudera Wijaya Medan. Kerjasama tim
merupakan hubungan kerjasama dan koordinasi antar profesional meliputi shared
goals, shared knowledge dan mutual respect (Naylor, 2011). Kolaborasi tim
kesehatan untuk klien hipertensi dilakukan antar perawat, perawat dengan dokter
serta ahli gizi. Tujuan utama dari kolaborasi tim kesehatan adalah memberikan
pelayanan yang tepat. Elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu
keterampilan komunikasi yang efektif, saling menghargai, rasa percaya, dan
proses pembuatan keputusan. Konsep kolaborasi tim kesehatan itu sendiri
merupakan konsep hubungan kerjasama yang kompleks dan membutuhkan
pertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan kesehatan untuk klien.
Johnson (2011) menyatakan bahwa rekomendasi untuk kolaborasi
interprofessional ke depan adalah memperhatikan nilai dan etika, kepekaan,
memperhatikan keragaman budaya dan perbedaan antar tim, peran yang unik dan
tanggungjawab antar tim, serta komunikasi efektif dalam berbagai peran.
Jenis kolaborasi tim kesehatan, diantaranya (1) Fully Integrated Major
merupakan kolaborasi dimana setiap bagian dari tim memiliki tanggung jawab
dan kontribusi yang sama untuk tujuan yang sama, (2) Partially Integrated Major,
adalah bentuk kolaborasi yang setiap anggota dari tim memiliki tanggung jawab
yang berbeda tetapi tetap memiliki tujuan bersama, (3) Joint Program Office
adalah bentuk kolaborasi yang tidak memiliki tujuan bersama tetapi memiliki
hubungan pekerjaan yang menguntungkan bila dikerjakan bersama, (4) Joint
Partnership with Affiliated Programming merupakan kerjasama untuk
memberikan jasa dan umumnya tidak mencari keuntungan antara satu dan
lainnya, (5) Joint Partnership for Issue Advocacy adalah bentuk kolaborasi yang
memiliki misi jangka panjang tapi dengan tujuan jangka pendek, namun tidak
harus membentuk tim yang baru (Family Health Team, 2005).
Jenis kolaborasi tim ada 12 (dua belas) yaitu perawatan reproduktif primer
(misalnya, pre-natal, kebidanan, pasca persalinan, dan perawatan bayi baru lahir);
perawatan kesehatan mental primer, perawatan paliatif primer; in-home/fasilitas
penggunaan yang mendukung pelayanan; pelayanan koordinasi/care navigation;
pendidikan klien dan pencegahan; program penanganan penyakit kronis seperti
hipertensi, diabetes, penyakit jantung, obesitas, arthritis, asma, dan depresi;
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit; kesehatan ibu/anak; kesehatan kerja;
kesehatan lansia; pengobatan kecanduan; pelayanan rehabilitas; dan pengasuhan.
Prinsip-prinsip kolaborasi tim kesehatan adalah (1) Patient-centered care
adalah prinsip ini lebih mengutamakan kepentingan dan kebutuhan klien. Klien
dan keluarga merupakan pemberi keputusan dalam masalah kesehatannya,
(2) Recognition of patient-physician relationship merupakan kepercayaan dan
berperilaku sesuai dengan kode etik serta menghargai satu sama lain,
(3) Physician as the clinical leader, merupakan pemimpin yang baik dalam
pengambilan keputusan terutama dalam kasus yang bersifat darurat, (4) Mutual
respect and trust,adalah saling percaya dengan memahami pembagian tugas dan
kompetensinya masing-masing (Gittel, et.al, 2013).
Membangun dan mempertahankan kolaborasi tim kesehatan sangat
diperlukan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada klien dengan
optimal. Kerjasama tim kesehatan meningkatkan kualitas pelayanan kepada klien.
Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membangun dan mempertahankan
kolaborasi tim kesehatan yaitu pastikan semua anggota tim dapat bertemu secara
berkala untuk mendiskusikan tentang program perawatan klien dengan hipertensi,
semua tim kesehatan terlibat dalam setiap rencana, saling mengenal antar anggota
tim agar dapat berkontribusi dengan baik, komunikasi harus terjalin dengan baik
dan rutin dilakukan, saling percaya, mendukung, dan menghormati, melakukan
evaluasi secara berkala untuk memperbaiki keadaan dimasa yang akan datang dan
menghargai setiap pendapat dan kontribusi semua anggota tim (Naylor, 2011).
Kolaborasi tim kesehatan ini dilakukan agar tindakan keperawatan yang dilakukan
dapat mengatasi semua masalah klien di keluarga.
Tindakan keperawatan keluarga yang dilakukan sangat bergantung pada
masalah keperawatan dan sumber-sumber yang tersedia. Pada asuhan keperawatan
keluarga, tindakan yang dilakukan ditujukan untuk mengurangi atau
menghilangkan sebab-sebab yang dapat mengakibatkan timbulnya masalah
keperawatan. Penyebab dari masalah keperawatan yang timbul berdasarkan
ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan 5 (lima) tugas kesehatan keluarga
yaitu (1) ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, (2)
ketidakmampuan dalam mengambil keputusan yang tepat, (3) ketidakmampuan
dalam merawat anggota keluarga yang sakit, (4) ketidakmampuan keluarga dalam
memodifikasi lingkungan yang sehat dan (5) ketidakmampuan keluarga dalam
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan (Friedman, et.al, 2003). Tindakan
keperawatan keluarga yang dilakukan untuk mengatasi penyebab masalah
keperawatan.
Tindakan keperawatan tersebut terdiri dari membantu keluarga dalam
menstimulasi kesadaran dan penerimaan terhadap masalah keperawatan,
membantu keluarga agar dapat menentukan keputusan yang tepat dalam rangka
penyelesaian masalah, meningkatkan kepercayaan diri keluarga dalam
memberikan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit, meningkatkan
kemampuan keluarga dalam menciptakan lingkungan yang menunjang kesehatan,
membantu keluarga dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. Tujuan
tindakan keperawatan adalah membantu kepentingan klien dan keluarga
meningkatkan kondisi fisik, emosional, psikososial, budaya dan lingkungan
(Friedman, et.al, 2003).
Indikasi intervensi keperawatan keluarga dilakukan diantaranya adalah
adanya masalah dalam keluarga yang mempengaruhi anggota keluarga, adanya
penyakit yang diderita anggota keluarga yang berdampak pada anggota keluarga
yang lain, anggota keluarga mendukung permasalahan atau gejala suatu individu,
anggota keluarga menunjukkan perbaikan atau kemunduran dari suatu gejala,
seorang anggota keluarga didiagnosa menderita penyakit pertama kali, adanya
masalah perkembangan anak atau remaja dalam konteks keluarga yang sakit,
anggota keluarga menderita penyakit kronis dan adanya penyakit keluarga yang
mematikan (Kemenkes RI., 2010). Tindakan keperawatan keluarga secara mandiri
diantaranya dengan melakukan pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan dilakukan oleh perawat untuk merubah perilaku klien
dan keluarga (Notoatmodjo, 2011). Pendidikan kesehatan diartikan sebagai suatu
upaya untuk menciptakan perilaku yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan
kesehatan berupaya agar keluarga menyadari dan mengetahui bagaimana cara
memelihara kesehatan, menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan
kesehatan keluarga dan orang lain, dan mengerti kemana seharusnya mencari
pengobatan jika sakit. Tujuan pendidikan kesehatan adalah mengembangkan atau
meningkatkan 3 (tiga) domain perilaku yaitu kognitif (cognitive domain), afektif
(affective domain), dan psikomotor (psychomotor domain) (Notoatmodjo, 2011).
Schamall (1994, dalam Lueckenotte, 2000) mengkatagorikan 6 (enam)
informasi umum yang perlu diberikan perawat kepada keluarga yaitu pengetahuan
tentang kondisi fisik, peningkatan keterampilan koping, persetujuan dengan
keluarga, komunikasi yang efektif, memanfaatkan pelayanan yang ada di
masyarakat dan perencanaan perawatan dalam jangka waktu yang panjang.
Pengetahuan keluarga tentang kondisi fisik diberikan karena keluarga perlu
mengetahui tentang tanda dan gejala penyakit hipertensi. Peningkatan
keterampilan koping keluarga diperlukan untuk mencegah terjadinya konflik.
Informasi untuk meningkatkan keterampilan koping keluarga terdiri dari
manajemen stres, keterampilan membangun hubungan sosial, keterampilan untuk
mengatur perilaku dan keterampilan memecahkan masalah. Perubahan psikologi
dan emosional pada klien hipertensi seringkali sebagai pemicu stres pada sehingga
klien dan keluarga perlu memiliki pengetahuan untuk meningkatkan keterampilan
koping yang konstruktif.
Keluarga perlu mengetahui juga tentang komunikasi secara efektif dengan
klien hipertensi. Wayne dan Faules (2006) menjelaskan komunikasi efektif adalah
komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada
orang yang terlibat dalam komunikasi. Keluarga perlu menjadi pendengar aktif
untuk memenuhi kebutuhan psikososial klien hipertensi.
Keluarga juga perlu mengetahui pelayanan sosial dan kesehatan yang ada di
masyarakat. Informasi yang dibutuhkan terdiri dari jenis pelayanan yang ada di
masyarakat, tipe bantuan yang diberikan dan bagaimana cara memperoleh
pelayanan tersebut. Pelayanan yang tersedia merupakan fasilitas yang dapat
dimanfaatkan oleh keluarga agar dapat merawat klien hipertensi secara optimal.
Modal hubungan keperawatan (nursing relational capital) dapat
mempengaruhi kinerja melalui interaksi personal, interpersonal dan
interprofessional collaboration. Modal ini sangat penting bagi perawat untuk
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Tindakan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat tidak hanya bersifat mandiri (independen) tetapi juga
tindakan kolaboratif agar masalah kesehatan klien dapat teratasi. Modal hubungan
ini perlu ditingkatkan agar asuhan keperawatan keluarga dapat terlaksana secara
komprehensif sehingga dapat meningkatkan kondisi klien hipertensi seoptimal
mungkin.
6.2 Model asuhan keperawatan keluarga berbasis nursing relational capital
terhadap kemandirian keluarga dengan hipertensi.
Model asuhan keperawatan berbasis NRC dapat meningkatkan
kemandirian keluarga dalam melakukan perawatan hipertensi. Sependapat dengan
hasil penelitian Ersida (2015) menjelaskan bahwa kunjungan rumah secara aktif
dari perawat dapat meningkatkan kemandirian klien dengan schizofrenia di
Puskesmas Dewantara dan Nisam Kabupaten Aceh Utara. Kemandirian diartikan
sebagai kemampuan dalam mengatur tingkah laku dan mengambil keputusan
tanpa paksaan serta pengawasaan. Kemampuan tersebut diartikan sebagai
kemampuan individu dalam mengelola potensi yang dimiliki dan menerima
semua konsekuensi. Kemandirian sebagai motivasi melakukan kegiatan dengan
bertanggung jawab (Hendriani.A., 2006). Ciri-ciri orang mandiri menurut Spencer
dan Kass (dalam Ali, M dan Asrori, 2005) adalah mampu mengambil inisiatif dan
mengatasi masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari upaya yang
dilakukan serta berusaha menjalankan dengan kemampuan diri sendiri.
Asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC dilaksanakan dengan tahapan
kegiatan pengkajian keperawatan, perumusan diagnosis keperawatan keluarga,
pelaksanaan dan evaluasi keberhasilan pelaksanaan tindakan. Penekanan asuhan
keperawatan keluarga berbasis NRC ini adalah proses interaksi perawat dengan
diri sendiri, antar perawat, klien dan keluarga dan tim kesehatan lain. Interaksi
perawat dengan diri sendiri (interaksi personal) dapat menilai kesiapan dan
pengaturan diri secara personal dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga.
Gunther (2001) menjelaskan bahwa kesadaran diri perawat dalam mengambil
keputusan merupakan komponen penting dalam mencapai tujuan keperawatan
(goal attainment). Ketika perawat sudah menilai dirinya sendiri siap dalam
melaksanakan kegiatan akan berpengaruh terhadap kepercayaan dirinya. Kesiapan
diartikan sebagai keseluruhan dari kondisi seseorang yang membuatnya siap
untuk memberikan respon dengan cara tertentu dalam suatu situasi. Kesiapan
kerja dipengaruhi oleh faktor fisik, mental, emosional, pengetahuan, keterampilan,
kebutuhan, motif dan tujuan (Slameto, 2010). Hasil penelitian Putra Mahendra,
I.B.M (2015) menyatakan bahwa kepercayaan diri mempengaruhi kesiapan
perawat dalam bekerja.
Kepercayaan diri dapat diartikan sebagai pandangan seseorang secara utuh
pada dirinya sendiri sehingga menimbulkan tekad untuk melakukan sesuatu yang
diinginkan dan dibutuhkan serta siap menghadapi tantangan (Angelis, 2003).
Kepercayaan diri perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan akan
tercermin dari tindakannya yang sungguh-sungguh. Hal ini akan mempengaruhi
rasa percaya (trust) klien dan keluarga. Susilowati (2011, dalam Wattimena, I.,
2014) menjelaskan bahwa upaya yang sungguh-sungguh dari perawat akan
membangun kepercayaan masyarakat. Perawat harus dapat bekerja berdasarkan
nilai-nilai yang dihayati, nilai dasar sebagai manusia, melayani dengan altruisme
yang tinggi, dan selalu sadar diri dengan apa yang akan dilakukan. Lebih lanjut
dijelaskan dari hasil penelitian Saihan (2011) bahwa kepercayaan klien kepada
perawat berhubungan dengan motivasi sembuh di Rumah Sakit Bhakti Wira
Tamtama Semarang. Apabila klien termotivasi untuk sembuh maka akan
melakukan perawatan yang dianjurkan kepadanya dengan penuh tanggungjawab.
Kepercayaan klien kepada perawat merupakan hal penting karena akan
mendorong kemandiriannya dalam melakukan perawatan diri, sehingga interaksi
personal perlu dilakukan oleh perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
keluarga.
Selain interaksi personal, interaksi interpersonal harus dilaksanakan pada
asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC ini. Interaksi interpersonal diartikan
sebagai kerjasama yang dibangun oleh perawat dengan perawat lain, klien, dan
keluarga. Unsur dari interaksi interpersonal adalah interaksi, komunikasi,
transaksi, peran dan stres (King, 1986 dalam Gonzalo, 2011). Hasil penelitan dari
Muadi (2009) tentang hubungan iklim dan kepuasan kerja dengan produktifitas
kerja perawat pelaksana menyatakan bahwa kerjasama antar perawat
mempengaruhi produktifitas kerja. Hubungan kerjasama saling percaya, saling
menghargai dan saling mendukung antar perawat merupakan salah satu faktor
utama dalam meningkatkan produktivitas kerja. Kurangnya kerjasama antar
perawat dapat disebabkan karena kurangnya saling percaya dan menghargai satu
sama lain. Kerjasama antar perawat dapat ditingkatkan melalui pertemuan
sebelum dan sesudah bekerja, mengefektifkan fungsi dokumentasi keperawatan
sebagai alat komunikasi, melakukan kegiatan out door atau kegiatan informal di
luar kegiatan rutin seperti rekreasi atau outbond.
Kerjasama yang baik dengan klien dan keluarga juga berpengaruh
terhadap kemandirian keluarga dengan hipertensi. Interaksi antara perawat dan
klien dan keluarga terdapat proses berbagi informasi, perilaku dan budaya yang
mempunyai pengaruh dalam pencapaian tujuan keperawatan yang disepakati
(Gunther, 2001). Hasil penelitian Imam, H dan Selvia, D. (2012) menjelaskan
bahwa keterampilan perawat dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan
klien berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan klien. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa komunikasi interpersonal perawat dapat membangun hubungan yang
terapeutik karena klien merasa diperhatikan dan dihargai oleh perawat.
Komunikasi interpersonal adalah alat bagi perawat untuk mempengaruhi tingkah
laku klien dalam melaksanakan intervensi keperawatan.
Proses perubahan perilaku dalam teori goal attainment adalah proses
transaksi. Ketika perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga dengan
hipertensi akan muncul persepsi sebagai pertimbangan dalam melakukan aksi.
Klien dan keluarga sebagai individu juga mempunyai persepsi terhadap perawat
sehingga memunculkan pula pertimbangan untuk melakukan aksi. Pertimbangan
aksi dari perawat dan klien bereaksi ketika klien dan keluarga meminta bantuan
kepada perawat untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien hipertensi di
rumah karena sudah terjalin rasa percaya dari persepsi positif yang dimiliki.
Perawat juga memiliki persepsi positif sehingga bereaksi untuk membantu
menyelesaikan masalah kesehatan secara profesional. Reaksi tersebut menjadi
suatu interaksi antara perawat, klien dan keluarga dan menyusun rencana
tindakan keperawatan bersama-sama untuk menyelesaikan masalah dan mencapai
tujuan (King, 1986, dalam Gonzalo, 2011). Tujuan yang ingin dicapai dalam
proses transaksi antar perawat, klien dan keluarga adalah kemandirian dalam
melakukan perawatan hipertensi. Oleh karenanya perawat perlu mempunyai
kemampuan untuk membangun interaksi interpersonal dengan klien, keluarga dan
antar perawat untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan keluarga.
Indikator lain dari nursing relational capital pada model asuhan
keperawatan keluarga adalah kerjasama dengan tim kesehatan lain
(Interprofessional collaboration). Pada penelitian ini kerjasama dengan tim
kesehatan lain merupakan indikator tersendiri karena dinilai penting untuk
keberhasilan pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. American Medical
Association (AMA) (1994, dalam Nandang A.W., 2012) menjelaskan tentang
kolaborasi merupakan proses dimana dokter dan perawat menyusun rencana dan
melakukan praktik bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam
batasan-batasan lingkup praktik sesuai profesi masing-masing dengan berbagi
nilai-nilai dan saling mengakui serta menghargai terhadap setiap orang yang
berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.
Kolaborasi melakukan suatu proses pertukaran ide yang memberikan
perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi
profesional membutuhkan mutual respek baik setuju maupun tidak setuju yang
dicapai dalam interaksi tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat
aspek positif yang timbul pada hubungan kolaborasi dokter-perawat yang
berlangsung baik. American Nurses Credentialing Centre (ANCC) melakukan
penelitian pada 14 rumah sakit melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat
berdampak langsung pada hasil yang dialami klien (Kramer dan Schamalenberg,
2003, dalam Nandang A.W, 2012). Interprofessional collaboration menghasilkan
outcome bagi keluarga dan klien dalam mencapai upaya penyembuhan dan
memperbaiki kualitas hidup.
Kemandirian dapat dicapai dengan proses pemberdayaan keluarga. Asuhan
keperawatan keluarga berbasis NRC ini diterapkan sebagai proses alih peran dari
perawat kepada klien dan keluarga. Alih peran disini dimaksudkan bahwa perawat
memberikan pengetahuan, keterampilan dan mengembangkan sikap positif klien
dan keluarga selama melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Interaksi
pertama, perawat yang mempunyai peran yang dominan pada keluarga, tetapi
setelah beberapa kali pertemuan, maka keluarga yang akan mengendalikan peran
dalam perawatan pada anggota keluarga yang sakit. Proses ini termasuk
pemberdayaan keluarga. Sependapat dengan Stanhope, M. & Lancaster, J.,( 2009)
menyatakan bahwa proses pemberdayaan berkaitan dengan upaya untuk
meningkatkan kemampuan individu dengan menggali segala potensi yang dimiliki
oleh individu baik kemampuan keahlian (skill) ataupun pengetahuan (knowledge)
Kemandirian keluarga dalam melaksanakan perawatan hipertensi adalah
respon dari perubahan perilaku. Mulvey, J. (2011) menjelaskan bahwa proses dari
perubahan perilaku klien terdiri dari lima tahap yaitu prakontempelasi,
kontempelasi, persiapan, tindakan dan pemeliharaan. Hasil dari beberapa
penelitian menjelaskan bahwa waktu yang dibutuhkan dalam perubahan perilaku
klien antara 18-224 hari (Mulvey, J., 2011). Hal ini menunjukkan bahwa
dibutuhkan variasi waktu bagi klien untuk mengubah perilakunya atau membuat
perilaku menjadi suatu kebiasaan. Klien kadang-kadang dapat berubah dalam
waktu yang sangat lama tetapi juga dapat berubah dalam waktu yang relatif
pendek. Sebaiknya perawat tidak fokus pada jumlah waktu tetapi lebih fokus pada
pola perilaku positif yang berulang. Perilaku baru yang dilakukan secara
berulang-ulang merangsang sel-sel otak yang terlibat untuk tumbuh ekstensi
(dendrit) dan terhubung satu dengan lainnya serta perilaku baru menjadi pola yang
tertanam (Mulvey, J. 2011). Frekuensi kunjungan rumah yang dilakukan selama
simulasi antara 4-6 kali dalam waktu 7 minggu. Frekuensi ini disesuaikan dengan
pedoman pelayanan keperawatan keluarga dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur yang menuliskan bahwa untuk mencapai keluarga mandiri dalam
melakukan perawatan dibutuhkan minimal 4 (empat) kali kunjungan rumah
(Dinkes Prov.Jatim, 2011).
Kemandirian yang dicapai keluarga dengan hipertensi berdasarkan hasil
simulasi model didapatkan seluruh keluarga mandiri dalam minum obat,
manajemen stres, dan kontrol ke pelayanan kesehatan. 3 (tiga) keluarga belum
mandiri dalam melakukan diit hipertensi dan 2 (dua) keluarga belum mandiri
berolah raga secara teratur. Belum mandirinya keluarga dalam diit hipertensi
karena kurangnya motivasi untuk merubah kebiasaannya dalam mengkonsumsi
sambal terasi, ikan asin dan penyedap masakan dalam makanannya. Diit yang
dilakukan ini dipengaruhi oleh faktor budaya, selera dan kebiasaan dalam
keluarga. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan dari pakar keperawatan keluarga
(Dr. Yuni Nursasi, MN) bahwa perilaku keluarga dalam praktik kesehatan
dipengaruhi oleh sosial budaya keluarga. Friedman et.al. (2003) juga menjelaskan
bahwa budaya yang dianut keluarga mempengaruhi kesehatan anggota keluarga.
Kemandirian dalam berolah raga juga belum seluruhnya tercapai. Keluarga
sudah diajarkan olah raga tetapi masih ada keluarga yang belum melakukan
dengan teratur. Perawat bersama klien dan keluarga sudah membuat jadual olah
raga sesuai dengan kesepakatan, ketika klien berolah raga keluarga mencontreng
jadual tersebut. Keluarga yang belum melaksanakan olah raga secara rutin
beralasan sibuk dengan pekerjaannya dan lupa. Sebenarnya klien dan keluarga
selain olah raga sendiri di rumah juga dapat memanfaatkan kegiatan oleh raga
yang ada di masyarakat.
Di Wilayah Puskesmas Gundih terdapat 17 Posyandu Lansia dari 19 RW
yang ada dan mempunyai kegiatan senam lansia. Sasaran Posyandu Lansia adalah
semua masyarakat yang berusia 45-59 tahun. Klien hipertensi yang menjadi
responden simulasi model ini semuanya berusia di atas 45 tahun, sehingga
memungkinkan untuk mengikuti senam di wilayah sekitar tempat tinggalnya.
Ketidakmandirian keluarga untuk melakukan perawatan hipertensi kemungkinan
disebabkan karena kurang motivasi untuk melakukannya. Motivasi dapat diartikan
sebagai karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada tingkat
komitmen seseorang (Nursalam, 2008). Keluarga yang belum mempunyai
motivasi untuk melakukan olah raga dan diet secara teratur juga memiliki
komitmen yang rendah terhadap kegiatan tersebut.
Berdasarkan hasil analisis, kemandirian yang dicapai dalam perawatan
hipertensi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu motivasi, tanggungjawab dan
komitmen. Parker (2005) berpendapat bahwa kemandirian seseorang dipengaruhi
oleh tanggungjawab, kepercayaan pada diri sendiri, pengalaman, otonomi,
kemampuan memecahkan masalah. Motivasi bagi klien sangat berpengaruh
terhadap komitmennya dalam melakukan kegiatan. Tanggungjwab klien dan
keluarga diartikan sebagai kesadaran bertingkah laku atau perbuatan yang
disengaja maupun yang tidak di sengaja oleh klien dan keluarga sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Tanggungjawab diperlukan oleh klien
dan keluarga sebagai upaya pencapaian dan pemeliharaan kemandirian dalam
perawatan hipertensi. Kemandirian dicapai melalui proses perubahan perilaku.
Peningkatan pengetahuan, penguatan sikap yang positif dan memberikan berbagai
keterampilan yang dibutuhkan oleh klien dan keluarga harus dilakukan untuk
mencapai kemandirian. Kemandirian perawatan hipertensi ini sangat penting
karena termasuk program prioritas keluarga sehat pada Program Indonesia Sehat.
Model asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC ini perlu diaplikasikan
agar asuhan keperawatan keluarga yang diberikan dapat mencapai tujuan. Model
asuhan keperawatan keluarga ini mampu meningkatkan kemandirian klien dalam
melaksanakan diet, olah raga, minum obat, manajemen stres dan kontrol ke
pelayanan kesehatan dengan melibatkan klien dan keluarga secara aktif. Model ini
mengutamakan modal hubungan dengan mempertimbangkan modal manusia dan
struktural sehingga perawat mampu berinteraksi dengan dirinya sendiri untuk
membangun persepsi yang positif, berinteraksi dengan klien dan keluarga serta
kerjasama dengan tim kesehatan lain. Peningkatan pengetahuan, motivasi dan
komitmen perawat serta kelengkapan sarana merupakan komponen yang
menunjang keberhasilan proses interaksi. Modal hubungan ini dapat
meningkatkan kemampuan klien dan keluarga untuk melakukan perawatan
hipertensi secara mandiri.
6.3 Temuan Penelitian
Temuan hasil penelitian model asuhan keperawatan keluarga berbasis
NRC terhadap kemandirian keluarga dengan hipertensi berdasarkan hasil analisis
model pengukuran dan model struktural. Temuan baru berdasarkan hasil analisis
model struktural selengkapnya adalah sebagai berikut :
Gambar 6.1 menjelaskan temuan penelitian yang didasarkan dari hasil
analisis model struktural adalah sebagai berikut :
Hasil analisis diketahui untuk mencapai kemandirian keluarga dalam
melakukan perawatan hipertensi dibutuhkan pelaksanaan asuhan keperawatan
keluarga berbasis nursing relational capital (NRC) karena mempunyai pengaruh
langsung dengan nilai koefisien sebesar 0,504.
Klien :
3. Kondisi fisik
4. Kondisi psikologis
Keluarga :
4. Struktur keluarga
5. Fungsi keluarga
6. Koping keluarga
Kemandirian keluarga:
6. Minum obat
7. Diit hipertensi
8. Aktifitas dan
istirahat
9. Manajemen stres
10. Kontrol ke pelayanan
kesehatan
Nursing Relational capital
1. Interaksi personal perawat
2. Interaksi interpersonal
perawat dengan klien,
keluarga dan perawat lain
3. Kerjasama perawat dengan
tim kesehatan lain
Kinerja Perawat
3. Pendidik
an kesehatan
4. Tindaka
n keperawatan pada
klien hipertensi
0,277
0,270
0,136 0,334
-0,215 0,808
0,268 0,504
Nursing Structural Capital
4. Pedoman pelayanan
keperawatan keluarga 5. SPO (Standar Prosedur
Operasional)
6. Format dokumentasi asuhan
keperawatan keluarga
Nursing Human Capital
4. Pengetahuan
5. Motivasi
6. Komitmen
7. Clinical judgment
Gambar 6.1. Temuan Penelitian, Model Asuhan Keperawatan Keluarga
Berbasis NRC Terhadap Kemandirian Keluarga dengan Hipertensi
Kinerja perawat dalam model asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC
dipengaruhi secara langsung oleh nursing human capital dengan nilai koefisien
sebesar 0,334, nursing structural capital dengan nilai koefisien sebesar 0,270 dan
nursing relational capital 0,268. Berdasarkan hasil ini, didapatkan temuan baru
merupakan pengembangan dari teori nursing intelelectual capital yang
dikembangkan pertama kali oleh Covell tahun 2011. Teori nursing intellectual
capital dari Covell (2011) terdiri dari 2 (dua) komponen yaitu nursing structural
capital dan nursing human capital. Temuan baru tersebut adalah nursing
relational capital mempengaruhi kinerja perawat. Nursing relational capital
dibangun dengan mengintegrasikan teori goal attainment.
Model ini juga menemukan 4 (empat) jalur tidak langsung yang
mempengaruhi kinerja perawat. Jalur tidak langsung pertama dari nursing
structural capital (X1) nursing human capital (X2) kinerja (Y1) dengan
jumlah koefisien sebesar 0,093. Artinya modal struktural keperawatan secara
tidak langsung mempengaruhi kinerja perawat melalui modal manusia
keperawatan. Jalur kedua nursing human capital (X2) nursing relational
capital (X5) kinerja (Y1) dengan jumlah koefisien sebesar 0,036, berarti
dengan meningkatkan modal manusia keperawatan juga dapat mempengaruhi
peningkatan kinerja perawat melalui modal kerjasama yang dibangun. Jalur tidak
langsung ketiga adalah dari klien (X3) nursing relational capital (X5) kinerja
(Y1) dengan nilai koefisien -0,058, berarti ketika kondisi klien menurun maka
dapat meningkatkan modal kerjasama keperawatan dan berdampak pada
peningkatan kinerja. Jalur tidak langsung keempat adalah dari keluarga (X4) ke
nursing relational capital (X5) kinerja (Y1) dengan nilai koefisien 0,808,
berarti ketika struktur, fungsi dan koping keluarga meningkat dapat meningkatkan
nursing relational capital dan berdampak pada peningkatan kinerja. Nilai
koefisien terbesar adalah pada jalur tidak langsung yang ke empat, artinya modal
kerjasama keperawatan merupakan variabel yang baik untuk meningkatkan
kinerja dari faktor keluarga. Faktor keluarga juga merupakan faktor yang paling
mempengaruhi modal kerjasama keperawatan, karena peningkatan dukungan
keluarga terhadap klien dengan hipertensi merupakan hal penting dalam
membangun kerjasama dan dapat meningkatkan kinerja perawat untuk mencapai
kemandirian keluarga.
Model ini dapat meningkatkan modal manusia keperawatan meliputi
pengetahuan, motivasi, komitmen dan clinical judgment dengan memberikan
pelatihan bagi perawat. Modal struktural keperawatan juga ditingkatkan sebagai
prasarana penting dan alat komunikasi selama melaksanakan asuhan keperawatan
keluarga. Nursing relational capital menjadi fokus dalam model ini dengan
meningkatkan interaksi personal perawat untuk membangun persepsi positif
sehingga dapat meningkatkan motivasi. Interaksi interpersonal dan kerjasama
dengan tim kesehatan lain (interprofesional collaboration) dalam melaksanakan
asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi juga ditingkatkan. Model ini juga
meningkatkan faktor klien dan keluarga dengan meningkatkan partisipasinya
dalam perawatan hipertensi. Pembentukan paguyuban hipertensi di wilayah
Puskesmas Gundih merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan partisipasi
keluarga dan masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah memberikan
pengetahuan, keterampilan serta express feeling pada klien dan keluarga dalam
paguyuban sehingga dapat meningkatkan motivasi dan partispasinya dalam
melakukan perawatan hipertensi.
6.4 Kontribusi Penelitian
Kontribusi dari penelitian ini adalah memberikan sebuah model asuhan
keperawatan keluarga berbasis nursing relational capital (NRC) untuk mencapai
kemandirian keluarga dengan hipertensi. Model ini memberikan kontribusi teoritis
dan praktis, sebagai berikut :
6.4.1 Kontribusi Teoritis
Kontribusi teoritis ini penting dalam pengembangan keilmuan
keperawatan dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya,
serta memperkuat dan mengembangkan teori yang sudah ada sebelumnya.
Kontribusi teoritis dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Nursing structural capital berpengaruh secara langsung dan tidak langsung
terhadap kinerja perawat yang dimediasi oleh pedoman pelayanan keperawatan
keluarga, standar prosedur operasional dan format dokumentasi asuhan
keperawatan keluarga.
2. Nursing structural capital tidak mempengaruhi nursing relational capital. Hal
ini tidak sependapat dengan Eman S.T., (2014); Kamukama et.al. (2010); Nick
Bontis, Fitz-En (2002), menyatakan bahwa structural capital berpengaruh
terhadap relational capital.
3. Nursing human capital berpengaruh secara langsung dan tidak langsung
terhadap kinerja perawat yang dimediasi oleh pengetahuan, motivasi,
komitmen dan clnical judgment.
4. Nursing relational capital berpengaruh langsung terhadap kinerja. Hasil ini
merupakan pengembangan teori nursing intellectual capital yang
dikembangkan pertama kali di keperawatan oleh Covell tahun 2011.
5. Nursing relational capital adalah kerjasama yang dibangun oleh perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga melalui proses interaksi meliputi:
a. Interaksi personal adalah interaksi perawat dengan dirinya sendiri untuk
membangun persepsi dan penilaian diri yang positif dalam melaksanakan
asuhan keperawatan keluarga.
b. Interaksi interpersonal adalah interaksi perawat dengan perawat lain, klien
dan keluarga.
c. Interprofessional collaboration adalah interaksi perawat dengan tim
kesehatan lain.
6. Kondisi klien mempunyai pengaruh negatif terhadap nursing relational
capital berarti apabila kondisi klien menurun maka dapat meningkatkan
nursing relational capital dan sebaliknya apabila kondisi klien meningkat
maka nursing relational capital akan menurun.
7. Keluarga mempengaruhi kinerja melalui nursing relational capital.
8. Indikator nursing structural capital adalah pedoman pelyanan keperawatan
keluarga, standar prosedur operasional dan format dokumentasi asuhan
keperawatan keluarga. Hal ini sesuai dengan Covell dan Sidani (2013) yang
menyatakan bahwa structural capital di keperawatan adalah sumberdaya
struktural keperawatan seperti tersedianya pedoman praktik, peta keperawatan,
dan protokol praktik.
9. Indikator nursing human capital adalah pengetahuan, motivasi, komitmen dan
clinical judgment. Sesuai dengan Covell dan Sidani (2013) menjelaskan bahwa
human capital di keperawatan merupakan pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman dari perawat. Kamukama et.al. (2010) menambahkan bahwa
human capital terdiri dari komponen kompetensi profesional dan motivasi
karyawan. Komitmen dan clinical judgment adalah pengembangan indikator
pada penelitian ini karena modal yang penting dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga.
10. Indikator nursing relational capital adalah integrasi teori goal attainment dari
Imogene King yaitu interaksi personal, interaksi interpersonal dan kerjasama
dengan tim kesehatan (Interprofessional collaboration).
11. Indikator kondisi klien adalah kondisi fisik dan psikologis (Perry & Potter,
2009; Savitri S., 2014).
12. Indikator keluarga adalah fungsi keluarga, struktur keluarga dan koping
keluarga sesuai dengan teori family centered nursing (Friedman et.al., 2003).
13. Indikator kinerja perawat adalah pelaksanaan pendidikan kesehatan dan
tindakan keperawatan keluarga baik dependen maupun independen sesuai
Maglaya, A. (2009) yang menyatakan bahwa perawat melakukan tindakan
keperawatan mandiri dan kolaboratif untuk menyelesaikan masalah di
keluarga.
14. Indikator pengukur kemandirian keluarga dengan hipertensi adalah
kemandirian minum obat, diit, aktifitas dan istirahat, manajemen stres dan
kontrol ke pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan Savitri. S. (2014) yang
menyatakan bahwa perawatan penderita hipertensi adalah diit dan menjaga
keseimbangan berat badan dengan olah raga. Pendapat dari Dadang H. (2013)
manajemen stres menyebabkan perasaan rileks.
15. Pengertian asuhan keperawatan keluarga berbasis nursing relational capital
adalah rangkaian proses interaksi perawat dengan dirinya sendiri, klien,
keluarga dan lingkungannya serta dengan tim kesehatan lain untuk memenuhi
kebutuhan dan kemandirian klien dan keluarga.
6.4.2 Kontribusi Praktis
Kontribusi praktis dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kinerja
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi.
Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan
asuhan keperawatan keluarga dengan memperhatikan modal kerjasama baik lintas
program maupun lintas sektor sehingga dapat tercapai pelayanan keperawatan
keluarga yang komprehensif. Hasil penelitian ini dapat diusulkan pula kepada
pengambil kebijakan untuk meningkatkan capaian pelayanan keperawatan
keluarga di Jawa Timur.
6.5. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian model asuhan keperawatan keluarga berbasis
NRC untuk mencapai kemandirian keluarga dengan hipertensi adalah pelaksanaan
Focus Group Discussion (FGD) tidak dapat dilaksanakan tetapi dapat diganti
dengan diskusi pakar. Peserta diskusi disesuaikan dengan peserta yang
direncanakan pada FGD. Hasil diskusi sudah menunjukkan konten yang sesuai
dengan harapan dari tujuan penelitian.
BAB 7
PENUTUP
Bab penutup berisikan tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan
penelitian berisi tentang jawaban dari tujuan penelitian yang disusun berdasarkan
hasil pengujian model pengukuran dan hasil pengujian struktural. Saran dibuat
untuk menindaklanjuti hasil penelitian dan pengembangan model yang telah
dihasilkan dalam penelitian ini. Saran ditujukan kepada pengambil kebijakan,
perawat dan peneliti selanjutnya. Kesimpulan dan saran selengkapnya adalah
sebagai berikut:
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Model asuhan keperawatan keluarga berbasis Nursing Relational Capital
(NRC) tersusun dengan komponen penyusun model terdiri dari nursing
structural capital, nursing human capital, nursing relational capital, klien,
keluarga dan kinerja perawat.
2. Nursing structural capital merupakan faktor penting untuk meningkatkan
nursing human capital. Indikator nursing structural capital adalah pedoman
pelayanan keperawatan keluarga, standar prosedur operasional dan format
dokumentasi asuhan keperawatan keluarga.
3. Nursing human capital, klien dan keluarga dapat meningkatkan nursing
relational capital. Nursing structural capital tidak berpengaruh terhadap
nursing relational capital. Komponen nursing relational capital terdiri diri
208
interaksi personal, interpersonal dan interprofessional collaboration.
Pedoman pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga, SPO dan dokumentasi
keperawatan belum dilaksanakan dengan baik dan kurang dimanfaatkan
sebagai alat komunikasi, belum adanya format pencatatan dan pelaporan yang
terintegrasi merupakan faktor penyebab nursing structural capital tidak
mempengaruhi nursing relational capital. Nursing human capital yaitu
perawat yang memiliki pengetahuan yang baik, motivasi dan komitmen serta
kemampuan clinical judgment dapat meningkatkan nursing relational capital.
Kondisi klien yang menurun juga dapat meningkatkan interaksi agar masalah
kesehatan teratasi dengan dukungan keluarga.
4. Nursing structural capital, nursing human capital, nursing relational capital
dapat meningkatkan kinerja perawat. Interaksi personal merupakan proses
penilaian diri yang positif untuk melaksanakan asuhan keperawatan keluarga.
Interaksi interpersonal dan kerjasama dengan tim kesehatan lain dapat
meningkatkan motivasi. Motivasi yang baik akan meningkatkan komitmen
sehingga akan meningkatkan kinerja perawat.
5. Model asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC meningkatkan kemandirian
keluarga dengan klien hipertensi. Model ini juga meningkatkan kemampuan,
motivasi, komitmen perawat serta meningkatkan modal struktural yang
merupakan prasarana perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
keluarga. Kemandirian klien dan keluarga juga dapat tercapai dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat
berpartisipasi dalam memberikan perawatan hipertensi.
7.2 Saran
Model asuhan keperawatan keluarga berbasis NRC untuk meningkatkan
kemandirian keluarga dengan hipertensi dapat diterapkan, oleh karenanya saran
yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Pengambil kebijakan terkait dengan pelaksanaan program Perawatan Kesehatan
Masyarakat (Perkesmas) perlu merekomendasikan model ini pada perawat
Puskesmas untuk meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan keluarga.
2. Penanggungjawab Program Perawatan Kesehatan Masyarakat di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur perlu melakukan koordinasi lintas program
untuk menfasilitasi penyusunan format pencatatan dan pelaporan yang
terintegrasi pada semua kasus sebagai basis data untuk semua program, serta
menjadi media komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pelayanan keperawatan keluarga untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat Indonesia melalui penguatan kesehatan keluarga.
3. Pendidikan keperawatan hendaknya memasukkan model asuhan keperawatan
berbasis NRC ke dalam materi mata kuliah Keperawatan Keluarga.
4. Perawat diharapkan dapat meningkatkan interaksi personal untuk menilai
kesiapan diri untuk membangun persepsi yang positif sebelum melaksanakan
asuhan keperawatan keluarga, meningkatkan kerjasama lintas program dan
lintas sektor termasuk kerjasama dengan klien dan keluarga sebagai fokus
pelayanan perawatan.
5. Perawat perlu meningkatkan pendokumentasian asuhan keperawatan keluarga
sebagai bukti tanggungjawab hukum dan kinerja yang akan berdampak pada
peningkatan persentase pelayanan keperawatan keluarga. Diharapkan pula
perawat meningkatkan penggunaan pedoman pelayanan keperawatan keluarga
dan standar prosedur operasional sebagai pedoman dan alat komunikasi dalam
pembagian peran dengan tim kesehatan lain.
6. Peneliti berikutnya dapat mengidentifikasi pengaruh nursing relational capital
terhadap peningkatan nursing human capital serta mengaplikasikan model ini
pada kasus yang lain, sehingga model asuhan keperawatan berbasis NRC dapat
dikembangkan untuk meningkatkan kemandirian keluarga dengan kasus
penyakit kronis.
DAFTAR PUSTAKA
Ace Sudrajat, Suhana, H., Pramita I. (2014). Hubungan antara Pengetahuan dan
Pengalaman Perawat dengan Keterampilan Triase di IGD RSCM. Jurnal
Keperawatan, Vol.2. No.3. Hal. 1-8.
Allender, J.A., Cherie R., Warner K.D., (2010). Community Health Nursing:
Promoting and Protecting the Public’s Health. (7th
ed), Lippincott,
Philadelphia.
Alligood, Martha Raile. (2014). Nursing Theorists and Their Work. Mosby,
America.
Ali, M & Asrori. (2005). Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik. Bumi
Aksara, Jakarta.
Ana Zakiyah. (2012). Hubungan Sikap dan Karakteristik Perawat Dengan
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Sidoarjo.
Jurnal Penelitian Kesehatan. Vol.5 No.1. Hal. 1-8
Angelis, Barbara. (2003). Percaya Diri, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Amyani, 2, (2012). Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kemandirian
Santri Pesantren Tahfizh Sekolah Daarul Qur'an Internasional Bandung,
disitasi Tanggal 20 September 2016,
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/21645
Arifin, Bey, (2005). Pengaruh Faktor-Faktor Kepuasan Komunikasi Terhadap
Karyawan. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi (JSMO), Volume 2 No
1. pp. 16-34.
Arikunto, Suharsimi, (2013). Manajemen Penelitian. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Aru W. Sudoyo. (2012). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
Asiaei. K., Jusoh R. (2014). Antecedent Condition for Leveraging Intellectual
Capital: A Contingency Perspective. International Journal of Reasearch in
Business and Technology, Vol.4 No.1 pp. 354-366.
Asmadi (2008). Konsep Dasar Keperawatan. EGC, Jakarta.
A. Pratami (2014). Pengaruh Pengetahuan dan Motivasi Mahasiswa Terhadap
Minat Beli Produk Madoe Honey IPB, disitasi tanggal 4 Juli 2015,
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/73438.
Bimo Walgito. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Andi, Yogyakarta.
Bontis, N., Choo, C.W. (2002). The Strategic Management of Intellectual Capital
and Organizational Knowledge. Newyork, Oxford University Press.
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr, disitasi 14 November 2014.
Bontis, N., J.Fitz-Enz, Jack. (2002). Intellectual capital ROI: a causal map of
human capital antecedents and consequens. Journal of Intellectual Capital.
Vol.3 No.3, pp.1-25.
Brady Germain P. & Cumming G.G. (2010). The influence of nursing leadership
on nurse performance: a systematic literature review. Journal of nursing
management, Vol 14. Issue 4, pp.425-439.
212
Chris Anderson (2016). What’s the Difference Between Procedures and Work
Instructions?, disitasi tanggal 20 September 2016,
https://www.bizmanualz.com/write-better-procedures/are-procedures-the-
same-as-work-instructions.html
Covell, Sidani. (2013). Nursing Intellectual Capital Theory: Implication and
Research. The online Journal of Issues in Nursing, Vol. 18 No. 2, pp.56-72
Covell, Christine Lynn. (2011). The Relationship of Nursing Intellectual to the
Quality of Patient Care and the Recruitment and Retention of Registered
Nurse. Thesis, Faculty of Nursing University, Toronto.
Dadang Hawari. (2013). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
Diane R. Bridges, et.al . (2011). Interprofessional collaboration: three best
practice models of interprofessional education. Journal Medical Education
Online, Vol. 16, No.2, pp.1-11.
Dinkes Prov. Jatim (2012). Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun
2012
Dinkes Prov. Jatim (2011). Buku Pedoman Pelayanan Keperawatan Keluarga.
Dinkes Kota Surabaya (2013). Profil Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
Dinkes Kota Surabaya (2012). Profil Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
Dinkes Kota Surabaya (2011). Profil Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
Dina R. S., Lucy A., (2013) Analisis Hubungan Kerjasama Tim Untuk
Meningkatkan Efisiensi Kerja Pada Mitha Samudera Wijaya Medan, Jurnal
Media Informasi Manajemen, Vol.2, No.1., Hal. 10-19.
Depkes R.I. (2006). Kepmenkes RI.No.279/Menkes/SK/IV/2006 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Keperawatan kesehatan Masyarakat di
Puskesmas, Jakarta.
Delima F.P.N. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diit
dan Kepatuhan Keteraturan Kontrol Tekanan Darah pada Penderita
Hipertensi di Poliklinik RSUD Tugurejo Semarang, disitasi tanggal
1 Agustus 2015, https://www.academia.edu/7385190/
Eman Salman,Taie. (2014). The Effect of Intellectual Capital Management on
Organizational Competitive Advantage in Egyptian Hospitals. International
Journal of Business and Social Science, Vol.5 No.2, pp.160-167.
Ersida. (2015). Hubungan Home Visit Perawat Dengan Kemandirian Keluarga
Dalam Perawatan Halusinasi Pada Pasien Schizophrenia Di Puskesmas
Dewantara Dan Nisam Kabupaten Aceh Utara, disitasi tanggal 21
September. 2016. http://onesearch.id/Record/IOS3139-oai:etd.unsyiah.ac.id
Eva Yuliani. (2010). Pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap kemandirian
keluarga dalam merawat pasien TB Paru dengan program DOTS di
Puskesmas Jongaya Makasar, disitasi tanggal 10 Desember 2015,
http://myzonaskripsi.blogspot.co.id/2011/01/
Faizin A. (2008). Hubungan antara Tingkat pendidikan dan Lama Kerja Perawat
dengan Kinerja di RSUP Pandan Arang Kabupaten Boyolali, Jurnal Berita
Ilmu Keperawatan, Vo.1 No.3, hal.137-142.
Family Health Teams. (2005). Guide to Collaborative Team Practice. Disitasi
tanggal 12 Januari 2016, https://scele.ui.ac.id/.
Fanidia Ifani. (2014). Hubungan motivasi kerja dan komitmen kerja karyawan di
Balai Pendidikan dan Pelatihan Sosial. Jurnal Administrasi pendidikan.
Vol.2 No. 1, hal. 220-231.
Ferris, R.,Kenneth. (2016). Organizational Commitment and Performance in a
Professional Accounting firm. Elsevier B.V.Vol. 6, Issue 4, pp.317-325
Frank-S., Marilyn; Christensen, A.; Do, David E. (2001). Nurse Documentation:
Not Done or Worse, Done the Wrong Way-Part II. Oncology Nursing
Forum , Vol. 28 Issue 5, pp.841-846.
Frey, Maureen A. (2003). Social support and health: A Theoritical formulation
derived from Kings conseptual framework, Nursing Science Quarterly
Journal, Vol. 89, No. 2. pp.138-148
Friedman,M.M, Bowden, V.R. & Jones, E.G. (2003). Family nursing : Research,
Theory & Practice, (5th
ed.), New Jersey, Prentice Hall.
Gittel. H.J., Godfrey.M., Thistletwaite, J. (2013). Interprofessional collaborative
practice and relational coordination: Improving healthcare through
relationships, Journal of Interprofessional Care, Vol. 27, No.3, pp. 210-213.
Griffin, Catherine W., McKeever, Patricia. (2000). Relationalship between nurses
and family caregivers: Partners in care?, Advance in nursing science
journal, Vol. 22, No.3, pp. 89-103.
Ghozali, (2008). Struktural Equosion Model, Analisis Strutural dengan
Pengembangan Partial Least Square. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Gonzalo. (2011). King’s Conceptual System and Theory of Goal Attainment and
Transactional System, disitasi tanggal 2 Januari 2015,
http://nursingtheories.weebly.com.
Gunther, Mary Ellen. (2001). The Meaning of High Quality Nursing Care Derived
From King’s Interacting System. Dissertation. University of Tenessee-
Koxville.
Hafizurrachman. (2009). Health status, ability, and motivation influenced district
hospital nurse performance. Medical Journal Indonesia, Vol. 18, No.4, pp.
283-289.
Hair, Joseph F. et al, (2010). Multyvariate Data Analysis, 4 th
-ed., Prentice Hall
International Inc, New Jersey, disitasi 15 Desember 2014.
http://therizkikeperawatan.blogspot.com.
Harry M., Veronika A.S. (2013). Pengaruh motivasi terhadap kinerja pegawai
dengan variabel pemediasi kepuasan kerja pada PDAM Kota Madiun.
Jurnal Riset Manajemen dan Akuntansi. Vol.1 No.1. Hal.10-17.
Hauber, R. P.,Cormier, E., Whyte, J. (2010). Performance‐Related Variables in
High‐Fidelity Simulation: Designing Instruction That Promotes Expertise in Practice, Nursing Education Perspectives Journal, Vol. 31 Issue 4 pp. 242–
246
Hendriani, Agustiani,. (2006). Psikologi perkembangan: pendekatan Ekologi
Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Remaja,
Bandung, PT. Refika Aditama.
Hendarni, Wiwik. (2009). Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja asuhan
keperawatan dalam pengkajian dan implementasi di Rumah sakit
Bhayangkara Medan, disitasi 5 Mei 2015. http://repository.usu.ac.id/.
Imam.H, Selvi D. (2012). Keterampilan Komunikasi Interpersonal Perawat
Berpengaruh Terhadap Peningkatan Kepuasan Pasien. Jurnal STIKES Vol.5
No.2.
I Nyoman S. (2006). Pengaruh olah raga terhadap penemuan tekanan darah pada
penderita hipertensi di klub Jantung Sehat Bhumi Phala Kabupaten
Temanggung, disitasi 30 November 2015, http://etd.repository.ugm.ac.id/.
Johnson, Jean E. (2011). Working Together in the Best Interest of Patients,
American Board of Family Medicine Journal, Vol. 26 No.3 pp. 241-243.
Jin Chen, Zhaohui Zhu, Hong Yuan Xie. (2004). Measuring intellectual capital: a
new model and empirical study, Journal of Intellectual Capital, Vo. 5 No.1
pp.195-212.
Jody Hoffer Gittel. (2011). New Direction for relational coordination theory.
http://rcrc.brandeis.edu/, disitasi 2 Mei 2015.
Kamukama. N., Ahiauzu. A., Ntayi. J. (2010). Intellectual Capital and
Performance : Testing interaction effects. Journal Intellectual Capital.
Vol. 11 No.4, pp. 554-574.
Kamukama. N., Ahiauzu. A., Ntayi. J.. (2011). Competitive Advantage: Mediator
of Intellectual Capital and Performance. Journal of Intellectual Capital, Vol.
12. No.1, pp.152-164.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, disitasi tanggal 15 Mei 2015,
http://kbbi.web.id/interaksi
Khasefi Ali, et.al (2013). Organizational Commitment and Its Effect on
Organizational Performance. Interdisiplinary Journal of Contemporary
Research In Business, Vol. 4. No.12. pp. 501-510.
Kemenkes R.I. (2010). Kepmenkes RI. No.908/Menkes/SK/IX/2010 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Keperawatan Keluarga, Jakarta.
Kemenkes R.I. (2012). Laporan Akhir Riset Fasilitas Kesehatan Tahun 2011.
Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kholifah, S.N., et.al. (2016). Improving The Community Nurse Performance In
East Java Through Personal Factors And Commitment, Journal of Applied
Science And Research, Vol. 4, No.4 pp. 1-7.
Kholifah, S.N., et.al. (2016). Analysis of Cooperation and Motivation Nurse in
Implementation Nursing of Family, International Journal Public Health
Science, Vol.5, No.3, pp. 189-199.
Kholifah, S.N. (2015). Perception of Nurse Implementation of Family Health
Nursing in Health Centre in South Krembangan Surabaya. Proceeding.
International Conference Faculty of Nursing Airlangga University.
Kuntoro. (2010). Metode Sampling Dan Penentuan Besar Sampel. Pustaka Melati,
Surabaya.
Laksmi W. A. (2013). Hubungan Pelaksanaan Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga dengan Pencapaian Tugas Perkembangan Balita di Bina Keluarga
Balita (BKB) GlagahWero Kecamatan Kalisat Jember, disitasi tanggal
21 September 2016. http://repository.unej.ac.id.
L. Herlinah, W Wiarsih, E Rekawati, (2013). Hubungan Dukungan Keluarga
dengan Perilaku Lansia dalam Pengendalian Hipertensi. Jurnal Keperawatan
Komunitas, Vol. 1, No.2, hal. 108-115.
Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic nursing. (2th
ed.), Mosby, St. Louis.
Lumadi, Sih Ageng, (2014). Hubungan Pengetahuan dan Keterampilan dalam
Melakukan Mobilisasi dengan Terjadinya Ulkus Tekan Pada Pasien GICU di
RSUP Hasan Sadikin Bandung, disitasi tanggal 24 April 2015,
http://pustaka.unpad.ac.id/archives/123578/
Lutfi Fauzi R. (2013). Pengaruh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik
terhadap kinerja perawat (suatu kajian literatur), disitasi tanggal
19 September 2016, http://pustaka.unpad.ac.id/.
Maglaya, S.Arceli, (2009). Nursing Practice In The Community. Argonauta
Corporation, Nangka Marikina City.
Maltis, Robet. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Salemba. Jakarta.
Margot Phaneuf, (2008). Clinical Judgement – An Essential Tool in the Nursing
Profession, Medical Psychologi Journal, Vol. 6, No. 2, pp. 1-10.
Martha I. H., Diah K., Tri M. I. (2013). Perbedaan Komitmen Organisasi
Ditinjau Dari Masa Kerja Karyawan, Prosiding Seminar Nasional, disitasi
tanggal 22 September 2016, http://eprints.umk.ac.id.
Mukhlas, M. (2008). Perilaku Organisasi, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
M.H. Matondang (2008). Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Manajemen
Stratejik. Graha Ilmu,Yogyakarta.
Muadi. (2009). Hubungan antara Iklim Kerja, Kepuasan Kerja dengan
Poduktivitas kerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap BRSUD. Waled,
Tesis, Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Mulvey, James. (2011). How long does it take to adopt a new behaviour?. Disitasi
tanggal 20 Juni 2016, http://www.redbirdonline.com/.
Mosby's Medical Dictionary, 8th edition. © 2009, Elsevier. http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/clinical+judgment
NANDA, (2014). Nursing Diagnosis, Definition dan Classification 2015-2017.
Pondicherry, India.
Nandang, A.W. (2012). Trend dan Issue Keperawatan Pelaksanaan Kolaborasi
Perawat-Dokter, disitasi tanggal 23 September 2016,
http://www. pkko.fik.ui.ac.id/files/kolaborasi
Navaro. J.G, Carrion.G, Caro.E.M, Sanchez.M. (2008). How to create relational
capital in hospital in the home units.The electric journal of knowledge
management, Vol. 9 Issue 1, pp. 19-27.
Naylor, Mary. D. (2011). Interprofessional collaboration and the future of health
care, Healthcom Media. Vol.6, No.6, pp. 1-5.
Novy Tri. (2008). Pengaruh Motivasi Terhadap Komitmen Organisasi di PT
Sequislife, Cabang Baratajaya Surabaya, disitasi tanggal 30 Juni 2015,
http://www.researchgate.net/publication/39739411_
Notoatmodjo, S. (2011). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan, Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Salemba Medika, Jakarta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta.
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. EGC, Jakarta.
Putra Mahendra, I.B.M. (2015). Eksplorasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kesiapan Kerja Perawat Lulusan Politeknik Kesehatan Denpasar, disitasi
tanggal 20 September 2016, http://etd.repository.ugm.ac.id/.
Potter, Patricia A. dan Anne G. Perry. (2009). Fundamental Keperawatan Buku 1
Ed. 7, Salemba Medika, Jakarta.
Posner B. (2014). The Impact of Gender, Ethnicity, School Setting and
Experiance on Student Leadership : Does It Really Matter? Journal
Management and Organizational Studies. Vol. 1, No.1, 2014.
Priyantini H.R., Nita M., Musaadah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga
dengan Kepatuhan Diit Rendah Garam dan Keteraturan Kontrol Tekanan
Darah Pada Penderita Hipertensi Di Poliklinik RSUD Tugurejo Semarang.
Jurnal Ilmu Keperawatan dan kebidanan. Vol. 1, No.2, hal. 1-10.
Pramita Iriana. (2014). Hubungan Pengetahuan dan Pengalaman Perawat dengan
keterampilan Triase Pasien di IGD RSCM. Jurnal Keperawatan, Vol.2
No.3, Hal.1-10.
Pribadi, Agung. (2009). Analisis Faktor Pengetahuan, Motivasi, dan Persepsi
Perawat Tentang Supervisi Kepala Ruang Terhadap Pelaksanaan
Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah di Jepara, disitasi tanggal 19 September 2016,
http://eprints.undip.ac.id/10502/.
Putri A.R., Rahmi L. (2013). Perbedaan Komitmen Organisasi Ditinjau Dari
Gender, Karyawan PT. Indomarco Prismata Medan, Jurnal Psikologia, Vol.
8, No. 1, hal. 19-24
Parker D.A (2005). Menumbuhkan Kemandirian dan Harga Diri Anak, Prestasi
Pustaka Karya, Jakarta.
Rahmawati. (2014). Hubungan Fungsi Keluarga dengan Kejadian Hipertensi Pada
Lanjut Usia di Puskesmas Darul Imarah Aceh, Skripsi,
Reidinger. G. (2013). The preservation of intellectual capital of nurses working in
the community hospital. Dissertations. Olivet Nazarene University.
Reni Z., Agrina, Herlina. (2012). Gambaran Pelaksanaan Fungsi Perawatan
Kesehatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai. Jurnal Ners
Indonesia, Vol.2, No.2, hal. 81-89.
Reni Zulfitri, ( 2006). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Lansia
Hipertensi dalam Mengontrol Kesehatannya di Wilayah Kerja Puskesmas
Melur Pekan Baru Riau. Tesis. Universitas Indonesia, Jakarta.
Retyaningsih, Ida Y, Bambang Edi.W. (2013). Hubungan Karakteristik Perawat,
Motivasi, dan Supervisi dengan Kualitas Dokumentasi Proses Asuhan
Keperawatan. Jurnal Manajemen Keperawatan Vol.1 No.2. Hal.107-114.
Riezky Dwi. E. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan
Tindakan Keperawatan Pada Pasien Pasca Operasi dengan “Gejala
Aenesthesia” di Ruang Pemulihan IBS RSD dr. Soebandi Jember, disitasi
Tanggal 19 September 2016. http://repository.unej.ac.id.
Rakhmat, Jalaludin. (2000). Psikologi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Robert Wood Johnson Foundation. (2011). What can be done to encourage more
interprofessional collaboration in health care ? Disitasi tanggal 11 Pebruari
2016. http://www.rwjf.org/.
Ronald E Riggio, Shelby J. Taylor. (2000). Personality and communication skills
as predisctors of hospice nurse performance. Journal of Business and
Psychology. Vol. 15. Issue 2, pp. 351-359.
Rosalina, L., (2011). Pengaruh Diet Antioksidan Terhadap Tekanan Darah dan
Profil Lipid Pada penderita Hipertensi. Jurnal Kesehatan Medika Saintika.
Vol. 2, No.1, Hal. 5-12.
Roseanne C.M., Daniel J.P. (2006). The Motivation to Care, Application and
Extension of Motivation Theory to Professional Nurseing Work, Journal of
Health Organization and Management, Vol. 20 Issue 1 pp.15-48.
Saihan. (2011). Hubungan Kepercayaan Pasien Kepada Perawat dengan
Motivasi Sembuh Pasien Di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang
Ruang Nusa Indah, disitasi tanggal 20 September 2016.
http://digilib.unimus.ac.id
Sailendra, Annie. (2015). Langkah-Langkah Praktis Membuat SOP, Cetakan
Pertama. Trans Idea Publishing, Yogyakarta.
Sastroasmoro, S. (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung
Seto, Jakarta.
Savitri Sayogo. (2014). Smart Diet Pada Hipertensi. Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta.
Sevvy Yossa & Zunaidah. (2013). Analisis Pengaruh Kemampuan Karyawan,
Pembagian Tugas, dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.
Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Palembang. Jurnal Manajemen dan
Bisnis Sriwijaya. Vol. 11 No. 4, Hal. 263-286.
Seibert, Scott, Kraimer, & C.J.Michael. (2001). What Do Proactive people Do?
Longitudinal Model Linking Proactive Personality and Career Success.
Journal Personal Psychology. Vol. 54 Issue 4, pp. 845-874.
Setiadi, (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan, Teori
dan Praktik. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Siagian, S.P.(2002). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. PT Rineka Cipta,
Jakarta.
Sigit Sanjaya (2014). Pengaruh Komitmen terhadap Kinerja Manajerial dan
Penerapan Pilar Dasar Total Quality Manajeman sebagai variabel
Intervening. Jurnal Akuntansi. Vol.2, No.2, hal. 1-5.
Sih Ageng Lumadi. (2012). Hubungan Pengetahuan dan Keterampilan Perawat
Dalam Melakukan Mobilisasi dengan Terjadinya Ulkus Tekan pada Pasien di
Ruang GICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, Majalah Kedokteran
Terapi Intensif. Vol.2, No.4, hal. 177-182.
Sunar. (2012). Pengaruh Biografis (Usia, Masa Kerja, dan Gender) Terhadap
Produktivitas Karyawan. Jurnal Forum Ilmiah. Vol.9 No.1. hal. 167-176
Soekidjan. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta.
Sulastri, Delmi., N.I.Liputo. (2010). Konsumsi Antioksidan dan Ekspresi Gen
eNOSE3 Alel-786>C Pada Penderita Hipertensi Etnik Minangkabau. Majalah
Kedokteran Indonesia. Vol.60, No.12, hal. 564-570.
Suryabrata, S., (2010). Psikologi Pendidikan. PT Radja Grafindo Persada, Jakarta.
Sutikno, Ekawati (2011). Hubungan Fungsi Keluarga dengan Kualitas Hidup
Pada Lansia. Tesis. Disitasi tanggal 20 Desember 2015. Universitas Sebelas
Maret. http://eprints.uns.ac.id/8489/
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2009). Community & Public Health Nursing.
(6th
ed), Mosby, Philadelphia. Hal. 563-580.
Supriyanto, S. (2013). Filsafat Ilmu, Prestasi Pustaka Raya, Jakarta.
Supriyanto, S.(2007). Metodologi Riset, Universitas Airlangga, Surabaya.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta,
Rineka Cipta.
Soegiarto, Soekidjan. (2009). Komitmen Organisasi Apakah Sudah Ada Dalam
Diri Anda?, disitasi tanggal 18 Januari 2015, http://www.kesad.mi.id.
Tambunan, M.Rudi. (2011). Pedoman Teknis Penyusunan Standart Operating
Procedure. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Thompson, Carl, et.al. (2013). An Agenda For Clinical Decision Making and
Judgment in Nursing Research and Education, disitasi tanggal 7 Januari
2016. http://www.journalofnursingstudies.com.
Tyas Hardianti S. (2014). Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Kemampuan Terhadap
Kinerja Karyawan. Jurnal Ilmu Manajemen. Vol. 2 No. 3 Juli 2014 hal..
928-940.
Youndt, M.A., Subramaniam M., & Snell, S.A. (2004). Intellectual Capital
Profile: an Examination of Investment and Returns. Journal of Management
Studies, Vol.41, No.2, pp. 335-361.
Udjianti, W.J., (2010). Keperawatan Kardiovaskuler, Salemba Medika, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan
Watkins, D., Edward, J., &. Gastrell, P. (2003). Community health nursing :
Framework for practice. (2 nd ed.), Bailliere Tindall, London.
Wattimena, Inge. (2014). Menelusuri Arus Pemeriksaan Kesehatan dan
Pengobatan Ke Luar Negeri, Jurnal Ners Lentera, Vol.2 Hal. 48-56.
Wayne Pace dan Don F. Faules. ( 2006). Komunikasi Organisasi; Strategi
Meningkatkan Kinerja Perusahaan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Wibrata, D.A. et.al. (2014). Improving Village Health Post (Ponkesdes) Nurses
Performance, which Model Should be Use?. Journal of Nursing Education
and Practice (JNEP), Vol.4 No. 7, pp. 24-30.
Wibowo. (2014). Manajemen Kinerja. Rajawali Pres, Jakarta, hal. 7-196.
Widyaningtyas, Kristina S. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kepatuhan Perawat dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan,
disitasi Tanggal 19 September 2016. http://eprints.undip.ac.id/10502.
Windy A.M., Gunasti H. (2012). Pengaruh Kompensasi, Motivasi dan Komitmen
Organisasional Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Akuntansi (Studi Kasis
Pada Perusahaan Manufaktur di Surabaya), The Indonesian Accounting
Review, Volume 2, No. 2, Hal. 215 – 228.
VanPaemel, Kathy., (2011). Providing Work Guidlines, disitasi tanggal
18 September 2016.http://www.purdue.edu.
Lampiran 3
Kuesioner Pengembangan Model Asuhan Keperawatan Keluarga Berbasis
Nursing Relational Capital (NRC)
(Diisi Perawat Puskesmas)
Nama :
………………………………………..……...……………….
Jenis Kelamin :
................................................................................................
TTL/Umur :
.................................................................................................
Status Perkawinan :
................................................................................................
Puskesmas :
………………………….……………………………………..
Lama Bekerja :
..................................................................................................
Pendidikan Terakhir :
...................................................................................................
Petunjuk Pengisian :
1. Mohon dengan hormat kesediaan bapak/ibu/sdr untuk menjawab pertanyaan di
bawah ini 2. Pilihlah tanggapan sesuai dengan pendapat anda dan berilah tanda (√ ) pada
kotak yang tersedia.
I. Nursing Structural Capital (X1)
1. Pedoman pelayanan asuhan keperawatan keluarga (X1.1)
Pernyataan di bawah ini tentang pedoman pelayanan asuhan keperawatan
keluarga yang anda gunakan dalam 3 bulan terakhir.
Pilihan Jawaban : TP= Tidak pernah; JR = Jarang; KK= Kadang-kadang; SR=
Sering
SL= Selalu
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Saya melakukan asuhan keperawatan keluarga pada klien
hipertensi setelah menjalani rawat inap di rumah sakit
2 Saya juga melakukan asuhan keperawatan pada keluarga
dengan hipertensi yang dirawat di rumah
3 Klien yang baru terdiagnosis hipetensi termasuk sasaran
kunjungan rumah
4 Saya memantau pengobatan klien hipertensi sewaktu
kunjungan rumah
5 Saya memberikan informasi kepada klien dan keluarga
tentang perawatan hipertensi
6 Saya melakukan kerjasama dengan pemegang program
kesehatan yang lain ketika melakukan kunjungan rumah
2. Standar Prosedur Operasional (X1.2)
Pernyataan di bawah ini tentang standar prosedur operasional selama
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan anggota keluarga
menderita hipertens dalam 3 bulan terakhir.
Pilihan Jawaban : TP= Tidak pernah; JR = Jarang; KK= Kadang-kadang; SR=
Sering
SL= Selalu
Berilah tanda (√ ) pada pilihan jawaban sesuai dengan kondisi yang telah anda
lakukan.
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Sebelum melakukan kunjungan rumah yang perlu saya
siapkan adalah format pengkajian saja
2 Saya memeriksa apakah tensimeter dalam kondisi yang baik
sebelum melakukan pemeriksaan tekanan darah.
3 Saya menilai kemandirian keluarga terlebih dahulu sebelum
melakukan pendidikan kesehatan
4 Saya menjelaskan pada klien tentang prosedur pemeriksaan
tekanan darah
5 Saya langsung mengukur tekanan darah klien tidak perlu
menanyakan berapa hasil pengukuran tekanan darah yang lalu
6 Saya melakukan pendidikan kesehatan pada klien hipertensi
tanpa menggunakan media
7 Saya menanyakan kembali keluhan yang dirasakan klien
setelah melakukan tindakan keperawatan
8 Saya meminta klien untuk mengulang kembali materi
perawatan hipertensi yang sudah dijelaskan
9 Memberikan penguatan kepada klien untuk melaksanakan
perawatan hipertensi secara teratur
3. Format dokumentasi asuhan keperawatan keluarga (X1.3)
Pernyataan di bawah tentang format pendokumentasian asuhan keperawatan
keluarga yang telah anda laksanakan dalam waktu 3 bulan terakhir.
Pilihan Jawaban : TP= Tidak pernah; JR = Jarang; KK= Kadang-kadang; SR=
Sering
SL= Selalu
Berilah tanda (√ ) pada pilihan jawaban sesuai dengan kondisi yang telah anda
lakukan.
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Mencatat tipe keluarga klien pada kolom identitas
2 Keluhan klien dicatat pada riwayat penyakit sekarang
3 Mencatat jenis obat klien pada bagian fungsi keluarga
4 Diagnosis keperawatan yang dicatat adalah tipe aktual
5 Mencatat pernyataan masalah saja pada diagnosis keperawatan
6 Mencatat satu diagnosis keperawatan keluarga untuk satu keluarga
dengan hipertensi
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
7 Mencatat materi pendidikan kesehatan yang telah saya lakukan pada
bagian intervensi keperawatan
8 Mencatat hasil pengukuran tekanan darah pada data keluarga
9 Mencatat latihan senam yang dilakukan klien pada bagian
perencanaan tindakan
10 Mencatat kemampuan klien menjawab pertanyaan tentang
perawatan hipertensi pada bagian evaluasi
11 Mencatat kemandirian keluarga setelah semua tindakan dilakukan
12 Mencatat ungkapan keluarga tentang perkembangan kemampuan
klien
II. Nursing human capital (X2)
1. Pengetahuan Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga
dengan hipertensi (X2.1)
Berilah tanda (√ ) pada kotak sesuai dengan tanggapan anda.
No Pernyataan Kode
1 Keluhan yang sering muncul pada kebutuhan aktivitas dan
istirahat pada klien hipertensi adalah
a. Kelemahan
b. Nyeri kepala
c. Mual
d. Gangguan koordinasi
2 Pengkajian yang perlu dilakukan untuk pemenuhan nutrisi
pada klien hipertensi adalah
a. Pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler
b. Anamnesa adanya keluhan tidur
c. Identifikasi adanya kecemasan
d. Penimbangan berat badan
3 Diagnosis keperawatan risiko terhadap penurunan curah
jantung mungkin muncul pada klien hipertensi dengan
gejala :
a. Peningkatan suhu tubuh
No Pernyataan Kode
b. Peningkatan tekanan darah
c. Peningkatan denyut nadi
d. Akral hangat
4 Masalah diagnosis keperawatan gangguan perfusi jaringan
serebral dirumuskan apabila pada klien hipertensi
ditemukan gejala :
a. Tekanan darah meningkat
b. Berat badan menurun
c. Kecemasan
d. Akral hangat
5 Langkah pertama yang dilakukan perawat untuk menyusun
rencana keperawatan keluarga dengan hipertensi adalah
a. Menyusun tujuan
b. Menyusun tindakan keperawatan
c. Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan
d. Memodifikasi lingkungan keluarga
6 Rencana tindakan untuk meningkatkan kemampuan
keluarga dalam mengenal masalah perawatan hipertensi
adalah
a. Berikan informasi tentang perawatan hipertensi
b. Demonstrasikan senam hipertensi
c. Lakukan pengukuran tekanan darah
d. Lakukan modifikasi lingkungan
7 Perawat akan melakukan tindakan keperawatan langsung
(direct care) pada klien hipertensi dan keluarganya, yang
dilakukan Perawat adalah :
a. Evaluasi kondisi klien melalui dokumentasi
keperawatan
b. Melakukan pengukuran tekanan darah
c. Mengevaluasi hasil pemeriksaan laboratorium
d. Memberikan masukan pada perawat yang akan
melakukan kunjungan rumah pada klien hipertensi
8 Ketika kunjungan rumah perawat menemukan klien
hipertensi dengan kondisi mengeluh nyeri kepala, dada
berdebar-debar, tekanan darah 190/120 mmHg dan
takikardi, yang dilakukan oleh perawat adalah
a. Memberikan diet hipertensi
b. Merujuk ke Puskesmas
No Pernyataan Kode
c. Menyuruh klien untuk minum obat
d. Memberikan minum air putih yang banyak
9 Perawat yang sedang melakukan asuhan keperawatan
keluarga pada klien dengan hipertensi memutuskan untuk
merujuk klien ke Puskesmas. Rujukan dilakukan perawat
bila :
a. Klien tidak kooperatif
b. Keluarga tidak mandiri
c. Masalah kesehatan tidak teratasi
d. Keluarga tidak berfungsi dengan baik
10 Hasil evaluasi ditemukan data keluarga telah menyediakan
diet hipertensi, mengingatkan minum obat dan kontrol,
sudah melakukan pencegahan hipertensi untuk anggota
keluarga yang lain. Keluarga tersebut termasuk pada tingkat
kemandirian :
a. I
b. II
c. III
d. IV
2. Motivasi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga
dengan hipertensi (X2.3)
Pilihlah salah satu diantara : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),
Sangat Tidak Setuju (STS) pada tiap pernyataan dengan memberi tanda (√ ) pada
kotak yang tersedia.
No Pernyataan Tanggapan
SS S TS STS
1 Saya melaksanakan kegiatan asuhan keperawatan keluarga
sebagai tugas dan wewenang saya sebagai Perawat Puskesmas
2 Saya melaksanakan asuhan keperawatan karena mendapatkan
tambahan penghasilan
3 Saya merasa bangga setelah membantu mengatasi masalah
kesehatan keluarga dengan hipertensi
No Pernyataan Tanggapan
SS S TS STS
4 Saya melaksanakan asuhan keperawatan keluarga karena
perintah dari Kepala Puskesmas
5 Saya melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan
hipertensi sebagai syarat kenaikan pangkat
6 Saya mendapatkan tambahan pengetahuan dan keterampilan
selama melaksanakan asuhan keperawatan keluarga
7 Jasa yang saya dapatkan selama melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan
8 Saya melakukan kunjungan rumah lebih dari teman yang lain
karena banyak keuntungan yang diperoleh
9 Kerjasama tim dapat memberikan solusi masalah yang terjadi
selama proses pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
10 Pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga membutuhkan
integrasi berbagai program kesehatan
11 Penanggungjawab program Perkesmas mencarikan solusi
apabila ada masalah mempengaruhi pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga
12 Supervisi keperawatan keluarga merupakan kegiatan yang
mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
3. Komitmen Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
keluarga
Pilihlah salah satu diantara : sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS),
Sangat tidak setuju (STS), pada setiap pernyataan dengan memberi tanda (√ )
pada kotak yang tersedia.
No Pernyataan Tanggapan
SS S TS STS
1 Saya memegang teguh peraturan selama
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga
2 Saya senang melaksanakan asuhan keperawatan
keluarga
3 Saya mengerahkan seluruh tenaga dan pikiran saya
melebihi yang diharapkan untuk kesuksesan
pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
4 Saya melakukan yang terbaik karena kebahagiaan
hidup saya berada pada profesi keperawatan
5 Kemungkinan sangat kecil saya tidak melakukan
asuhan keperawatan keluarga
6 Saya melaksanakan kunjungan rumah dengan giat
karena saya mendapatkan imbalan yang sesuai
4. Keputusan klinis (clinical judgment) pada keluarga dengan hipertensi (X)
Pilihlah salah satu diantara : Dilakukan, tidak dilakukan, modifikasi pada setiap
pernyataan dengan memberi tanda (√ ) pada kotak yang tersedia.
No
Pernyataan
Tanggapan Dilakukan Tidak
Dilakukan
Modifikasi
1 Klien mengeluh cepat lelah bila beraktivitas,
diagnosis keperawatan yang saya rumuskan
adalah kelemahan
2 Tekanan darah meningkat, denyut nadi
meningkat, dan akral dingin, diagnosis
keperawatan yang saya rumuskan adalah
risiko penurunan curah jantung
3 Klien mengatakan cepat marah dan mudah
tersinggung, diagnosis keperawatan yang di
rumuskan adalah koping yang tidak efektif
4 Klien mengatakan kebutuhannya dibantu oleh
keluarga apabila nyeri kepala, diagnosis
keperawatan yang dirumuskan intoleransi
aktivitas
5 Ketika klien mengatakan kepalanya pusing,
intervensi keperawatan yang dilakukan adalah
mengajarkan teknik relaksasi
6 Klien mengeluh banyak pekerjaan yang harus
diselesaikan dan banyak masalah, intervensi
keperawatan yang dilakukan mengajarkan
manajemen stres
No
Pernyataan
Tanggapan Dilakukan Tidak
Dilakukan
Modifikasi
7 Menilai keluarga termasuk mandiri II ketika
keluarga melakukan perawatan pada klien
hipertensi dengan benar
8 Keluarga mampu menerapkan diet hipertensi
adalah tujuan yang dirumuskan pada diagnosis
keperawatan kurangnya pengetahuan
III. Faktor klien (anggota keluarga dengan hipertensi) mempengaruhi
nursing relational capital (X.3)
1. Kesehatan fisik (X3.1)
Pernyataan di bawah ini tentang kondisi fisik klien yang anda temukan
selama melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi 3
bulan terakhir.
Berilah tanda (√ ) pada kotak yang tersedia sesuai dengan kondisi klien
pada saat
kunjungan rumah.
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Tekanan darah 140/90 mm Hg
2 Mengeluh nyeri kepala
3 Mengeluh cepat lelah
4 Mempunyai penyakit penyerta
2. Kondisi Psikologis
Pernyataan di bawah ini tentang kondisi psikologis klien yang anda temukan
selama melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi 3
bulan terakhir.
Berilah tanda (√ ) pada kotak yang tersedia sesuai dengan kondisi klien pada
saat
kunjungan rumah.
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Mengeluh tidak bisa tidur
2 Cepat marah
3 Mengeluh ada masalah
4 Klien mengeluh banyak pekerjaan
5 Kurang merespon perawat
IV. Faktor keluarga dengan hipertensi mempengaruhi nursing relational
capital (X4)
1. Struktur keluarga dengan hipertensi (X4.1)
Pernyataan di bawah ini tentang struktur keluarga yang anda temukan selama
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi 3 bulan
terakhir.
Berilah tanda (√ ) pada kotak yang tersedia sesuai dengan kondisi keluarga
pada saat
kunjungan rumah.
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Keluarga kooperatif dengan tindakan keperawatan yang
diberikan
2 Masing-masing anggota keluarga melaksanakan
perannya
3 Keluarga mengingatkan untuk minum obat secara
teratur
4 Keluarga menjaga komunikasi dengan klien hipertensi
agar tidak terjadi konflik
5 Keluarga saling membantu dalam merawat klien dengan
hipertensi
2. Fungsi keluarga dengan hipertensi (X4.2)
Pernyataan di bawah ini tentang fungsi keluarga yang anda temukan selama
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi 3 bulan
terakhir.
Berilah tanda (√ ) pada kotak yang tersedia sesuai dengan kondisi keluarga
pada saat
kunjungan rumah.
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Keluarga memberikan perhatian terhadap perawatan
klien hipertensi
2 Keluarga mengingatkan klien untuk berolah raga secara
teratur
3 Keluarga mengajak klien pergi bersama dengan anggota
keluarga lain.
4 Keluarga menfasilitasi kegiatan klien di masyarakat
5 Keluarga menyediakan diit hipertensi
6 Keluarga menyampaikan informasi dari Perawat kepada
klien tentang perawatn hipertensi.
3. Koping keluarga dengan hipertensi (X4.3)
Pernyataan di bawah ini tentang koping keluarga yang anda temukan selama
melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi 3 bulan terakhir.
Berilah tanda (√ ) pada kotak yang tersedia sesuai dengan kondisi keluarga
pada saat
kunjungan rumah.
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Keluarga menerima klien hipertensi sesuai dengan kondisinya
saat ini.
2 Keluarga menyelesaikan masalah secara musyawarah.
3 Keluarga mengatur peran masing-masing anggota keluarga.
4 Keluarga banyak mendekatkan diri pada Tuhan bila sedang ada
masalah
V. Nursing Relational Capital (X5)
Interaksi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga
dengan hipertensi
1. Interaksi personal (X5.1)
Pernyataan di bawah ini tentang bagaimana Anda berinteraksi dengan diri
sendiri ketika melaksanakan asuhan keperawatan keluarga. Pilihan Jawaban :
TP= Tidak pernah; JR = Jarang; KK= Kadang-kadang; SR= Sering; SL=
Selalu
Berilah tanda (√ ) pada pilihan jawaban sesuai dengan kondisi yang telah anda
lakukan.
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Saya merasa percaya diri bila berkomunikasi dengan klien
2 Ketika saya bingung dengan maksud lawan bicara, saya
akan mempersepsikan sendiri maksudnya
3 Saya memperhatikan kondisi tempat ketika berinteraksi
dengan klien dan keluarga
4 Saya mencari waktu yang tepat ketika akan membicarakan
hal-hal terkait dengan data yang ditemukan pada klien
5 Saya akan memperhatikan penampilan saya ketika
berkomunikasi dengan klien dan keluarga
2. Interaksi interpersonal (X5.2)
Pernyataan di bawah ini tentang interaksi perawat dengan klien, keluarga dan
perawat lain.
Pilihan Jawaban : TP= Tidak pernah; JR = Jarang; KK= Kadang-kadang;
SR= Sering SL= Selalu
Berilah tanda (√ ) pada pilihan jawaban sesuai dengan kondisi yang telah
anda lakukan.
No
Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Saya memberikan catatan keperawatan tentang tindakan
yang telah saya lakukan kepada perawat lain yang akan
melaksanakan kunjungan rumah
2 Saya mengoperkan segala informasi terkait dengan klien
dan keluarga kepada perawat yang akan melaksanakan
kunjunagn rumah berikutnya
3 Saya akan membahas masalah keperawatan yang belum
terselesaikan dengan tim sebelum kunjungan berikutnya
4 Ketika ada masalah ketidakpatuhan program perawatan
pada klien, saya akan mendiskusikan pemecahan
masalahnya dengan keluarga dan perawat lain.
5 Saya mendiskusikan dengan keluarga dan tim perawat ,
klien yang tidak patuh minum obat
6 Ketika saya mempunyai beberapa alternatif rencana
tindakan untuk mengatasi masalah klien, saya akan
mendiskusikan dengan keluarga dan tim perawat rencana
tindakan yang mana yang akan dilaksanakan.
7 Saya membuat catatan harian yang harus diisi oleh klien
dan keluarga ketika melaksanakan program perawatan.
8 Saya menyusun menu diet hipertensi bersama klien dan
keluarga.
9 Saya memberikan tugas kepada keluarga untuk memantau
minum obat dan diet hipertensi ketika saya tidak
melakukan kunjungan rumah.
3. Kerjasama perawat dengan tim kesehatan lain (X5.3)
Pernyataan di bawah ini tentang interaksi perawat dengan tim kesehatan lain
Pilihan Jawaban : TP= Tidak pernah; JR = Jarang; KK= Kadang-kadang; SR=
Sering SL= Selalu
Berilah tanda (√ ) pada pilihan jawaban sesuai dengan kondisi yang telah anda
lakukan.
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Saya berkolaborasi dengan tim medis untuk penatalaksanaan
terapi hipertensi
2 Apabila ada keluhan klien yang berkaitan dengan penyakit
hipertensi saya akan konsultasikan dengan tim medis
3 Saya komunikasikan dahulu dengan ahli gizi tentang
program diet hipertensi yang telah disusun sebelum
mendiskusikannya dengan keluarga
4 Saya akan diskusikan dengan dokter, ahli gizi dan tim
kesehatan lain yang terkait, untuk membahas informasi
terkini tentang program perawatan hipertensi
VI. Transaksi (Kinerja) (Y1)
1. Pendidikan kesehatan (Y1.1)
Pilihan Jawaban : TP= Tidak pernah; JR = Jarang; KK= Kadang-kadang; SR=
Sering SL= Selalu
Berilah tanda (√ ) pada pilihan jawaban sesuai dengan kondisi yang telah anda
lakukan.
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Sebelum melaksanakan pendidikan
kesehatan perawat menyusun perencanaan
kegiatan (SAP)
2 Menyiapkan media pendidikan kesehatan
3 Memberikan pendidikan kesehatan tentang
pengertian penyakit hipertensi, tanda dan
gejala serta perawatan hipertensi
4 Menyarankan kepada anggota keluarga lain
untuk kontrol tekanan darah
5 Memotivasi klien dan keluarga untuk
mematuhi program perawatan hipertensi
6 Melibatkan keluarga pada saat memberikan
pendidikan kesehatan
7 Melakukan evaluasi keberhasilan dengan
menilai pemahaman keluarga tentang
materi perawatan hipertensi yang
disampaikan
2. Tindakan keperawatan (Y1.2)
Pilihan Jawaban : TP= Tidak pernah; JR = Jarang; KK= Kadang-kadang;
SR= Sering SL= Selalu
Berilah tanda (√ ) pada pilihan jawaban sesuai dengan kondisi yang telah
anda lakukan.
No Pernyataan Tanggapan
TP JR KK SR SL
1 Menganjurkan minum obat secara teratur
2 Mengajarkan cara pengaturan diit hipertensi
3 Melatih senam hipertensi
4 Mengajarkan manajeman stress
5 Melakukan pemeriksaan tekanan darah saat kunjungan
rumah
6 Bersama dengan klien membuat catatan harian tentang
kegiatan program perawatan hipertensi
7 Memberikan penghargaan kepada klien setelah
melaksanakan perawatan hipertensi
8 Menyarankan keluarga untuk mengingatkan klien
kontrol ke pelayanan kesehatan secara teratur
9 Melakukan evaluasi keberhasilan setiap selesai
melakukan tindakan keperawatan
Lampiran 4
Kuesioner Kemandirian Keluarga Dalam Melakukan Perawatan Hipertensi
(Y2)
(Keluarga)
Nama : …………………………..……...……………….
Jenis kelamin : .............................................................................
TTL/Umur : ..............................................................................
Alamat : …….…………………………………….............
Berapa lama sakit : .........................................................................
Obat yang di minum : ........................................................................
Petunjuk Pengisian :
3. Mohon dengan hormat kesediaan bapak/ibu/sdr untuk menjawab pertanyaan di
bawah ini
4. Pilihlah tanggapan sesuai dengan apa yang sudah dilakukan dan berilah tanda
(√ ) pada kotak yang tersedia.
1. Minum Obat (Y2.1)
Pernyataan di bawah ini tentang kemampuan klien dan keluarga dalam
minum obat.
Berilah tanda (√ ) pada pilihan jawaban sesuai dengan kondisi klien.
No Pernyataan Tanggapan Skor
Ya Tidak
1 Klien tidak mempunyai jadual minum obat
2 Klien minum obat apabila diiingatkan oleh
keluarga
3 Apabila tidak ada keluhan, obat tidak diminum
4 Apabila ada keluhan pusing, klien minum obat
yang dibeli sendiri di warung
2. Diit hipertensi (Y2.2)
Pernyataan di bawah ini tentang kemampuan klien dan keluarga dalam
melaksanakan diet hipertensi.
Berilah tanda (√ ) pada pilihan jawaban sesuai dengan apa yang sudah
anda lakukan .
No Pernyataan Tanggapan Skor
Ya Tidak
1 Pantang makanan yang berasa asin
2 Mengkonsumsi kecap manis dalam
makanannya
3 Makan sambal terasi setiap hari
4 Mengkonsumsi garam khusus penderita
hipertensi
3. Aktifitas dan istirahat (Y2.3)
Pernyataan di bawah ini tentang kemampuan klien dan keluarga dalam
aktifitas dan istirahat.
Berilah tanda (√ ) pada pilihan jawaban sesuai dengan apa yang anda
lakukan.
No Pernyataan Tanggapan Skor
Ya Tidak
1 Melakukan olah raga minimal 2 kali seminggu
2 Melakukan kegiatan membersihkan rumah
3 Melakukan kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan diri tanpa dibantu (Makan, minum,
ke kamar mandi)
4 Tidur siang 2 jam perhari
5 Tidur malam 6-8 jam perhari
4. Manajemen stres (Y2.4)
Pernyataan di bawah ini tentang kemampuan klien dan keluarga
melaksanakan manajemen stres.
Berilah tanda (√ ) pada pilihan jawaban sesuai dengan apa yang sudah
anda lakukan.
No Pernyataan Tanggapan Skor
Ya Tidak
1 Apabila ada masalah segera diselesaikan
2 Tidak putus asa dalam melakukan pengobatan
3 Bercerita kepada teman/sahabat/saudara
apabila mengalami masalah
4 Berusaha melakukan perawatan sesuai anjuran
dengan dukungan keluarga
5 Mendekatkan diri pada Tuhan apabila ada
masalah
5. Kontrol ke pelayanan kesehatan (Y2.5)
Pernyataan di bawah ini tentang kemampuan klien hipertensi dan keluarga
dalam melakukan kontrol ke pelayanan kesehatan.
Berilah tanda (√ ) pada pilihan jawaban sesuai dengan apa yang sudah
anda lakukan.
No Pernyataan Tanggapan Skor
Ya Tidak
1 Periksa tekanan darah ke pelayanan kesehatan
1 bulan sekali
2 Pergi ke pelayanan kesehatan apabila ada
keluhan
3 Kontrol ke pelayanan kesehatan apabila ada
yang mengantar
4 Kontrol ke pelayanan kesehatan apabila obat
habis