1
DINAMIKA PEMILIHAN LEGISLATIF DAN
PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2009 DAN 2014
DI KABUPATEN KUPANG
Oleh :
Ir. Zet Malelak, MSi
Jonathan E. Koehuan, ST.MP
KOMISI PEMILIHAN UMUM
KABUPATEN KUPANG
JULI 2015
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan atas karunia dan perlindungannya sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan akhir kegiatan “Dinamika Pemilihan Legislatif dan Pemilihan
Presiden Tahun 2009 dan 2014 di Kabupaten Kupang”. Laporan hasil penelitian ini
menyajikan seluruh informasi hasil penelitian yang dilakukan.
Hasil penelitian ini merupakan bentuk tanggung jawab ilmiah dari kami team peneliti.
Kami juga berterima kasih kepada berbagi pihak yang telah mendukung penelitian ini hingga
selesai laporannya. Apabila dari hasil penelitian ini hasilnya belum sempurna dari yang
diharapkan maka kritik dan saran sangat kami harapkan.
Demikian laporan hasil penelitian ini . Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin
Kabupaten Kupang, Juli 2015
Team Peneliti
3
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. ii
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………….. 2
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………………… 2
D. Manfaat Penelitian …………………………………………………………………. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………… 4
A. Konsep Bernegara ……………………………………………………………………. 4
B. Konsep Demokrasi …………………………………………………………………… 5
C. Konsep Pemilihan Umum ……………………………………………………………. 8
D. Konsep Partisipasi ……………………………………………………………………. 11
E. Konsep Perilaku Pemilih ……………………………………………………………... 17
BAB III. METODE PENELITIAN …………………………………………………… 19
A. Jenis Penelitian ………………………………………………………………………. 19
B. Lokasi Penelitian ……………………………………………………………………... 19
C. Populasi Dan Sample ………………………………………………………………… 19
D. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………………………… 20
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………... 21
A. Gambaran Umum Kabupaten Kupang ……………………………………………….. 21
B. Partisipasi Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden …………………………….. 23
C. Dinamika Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden ……………………………... 26
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………. 32
A. Kesimpulan …………………………………………………………………………... 32
B. Saran ………………………………………………………………………………….. 33
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………. 34
LAMPIRAN………………………………………………………………………….... 35
4
BAB I
PENDAHULUAN
B. Latar belakang
Jhon Locke dan Rousseau dalam Adisusilo (2013), memberikan pemikiran tentang
negara adalah kehendak rakyat yakni dari , oleh dan untuk rakyat dan salah satu konsistusi
pemikiran mereka berdua tersebut adalah; adanya lembaga perwakilan rakyat serta pemilihan
umum. Bangsa Indonesia mencoba mengadobsi kedua pemikiran tersebut, sehingga pada
tahun 1955 hingga 2014, sudah 9 (sembilan) kali untuk melakukan pemilihan umum dalam
rangka memilih perwakilan rakyat maupun president. Sebagai Alat kelengkapan negara
dalam konsep trias politika maka perangkat ini harus dibentuk oleh rakyat agar nantinya
mereka yang dibentuk tersebut dapat menjalakan amanah yang diberikan oleh rakyat.
Bagi negara demokrasi pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur dari
demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dan
kebebasan berpendapat mencerminkan secara akurat aspirasi rakyat.
Pemilihan umum di Indonesia merupakan suatu pesta demokrasi per periodik lima
tahunan untuk memilih baik wakil rakyat maupun president di negara kita . Perjalanan
pemilihan umum sudah berlang kurang lebih 9 (Sembilan) kali yakni sejak tahun 1955
kingga 2014 selama negara ini merdeka . Dengan pola yang selalu berubah dari satu pemilu
yang satu ke pemilu lainnya. Mengapa terjadi perubahan- perubahan tersebut , sebab dari
dokumen, ada begitu banyak persoalan yang terjadi dalam setiap pemilihan umum yang
dianggap merugikan sistem pemilu itu sendiri serta tidak demokrasi misalnya pola pemilihan
umum pada saat orde lama ke orde baru dan era reformasi sehingga dibutuhkan perbaikan –
perbaikan.
Adapun hal – hal yang sering ditemukan dalam pemilihan umum yang menjadikannya
tidak demokrasi dan inefisien, misalnya terjadi penipuan perhitungan suara, keterlambatan
dalam pemilihan dikotak suara (TPS), pengelembungan suara, kesulitan dalam hal
penceblosan , biaya (honor) ditingkat KPPS yang rendah dan persoalan lainnya, yang
berakibat pada menurunya tingkat kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu yakni
pemerintah baik pemerintah daerah maupun pusat. Akumulasi dari seluruh persoalan tersebut
menyebabakan partisipasi masyarakat untuk ikut pesta demokrasi tersebut cenderung
menurun, dan ini terjadi hampir diseluruh wilayah di Indonesia.
5
Negara lewat UUD 1945 dan Kepres, membentuk Lembaga pemilihan umum yang
disebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memiliki wewenang penuh untuk melakukan
pemilihan umum baik pada pemilihan para legislator, president, dan kepala- kepala daerah.
Dengan berbagai kekuatan KPU menjalankan tugas tersebut namun dari berbagai diskusi dan
analisis ternyata ada temuan yang cukup esensial yakni ada kecenderungan partisipasi
pemilih yang menurun baik pada pemilihan anggota legislatif maupun president. Dari
fenomena dan berbagai analisis sementara mengatakan juga bahwa, ada gap antara
pemilihan legislative dengan pemilihan prisident. Dari berbagai fenomena sudah dapat ditarik
beberapa kesimpulan mengapa terjadi demikian, namun perlu kajian mendalam secara
ilmiah.
Partisipasi merupakan bagian dari kesadaran suatu masyarakat untuk ikut suatu
kegiatan tertentu tanpa paksaan tetapi dengan kesenagan yang timbul karena, dirasakan oleh
masyarakat atau individu tertentu ada manfaat dari mengikuti kegiatan tersebut. Dari
hipotesis yang di bangun di kangan mansyarakat bahwa ada indikasi bahwa partispasi dalam
Pileg maupun Pilpres diberbagai tempat di seluruh Indonesia ada kecenderungan menurun.
Oleh sebab itu dengan melihat fakta tersebut diatas maka perlu dilakukan sebuah penelitian
agar mendapatkan informasi yang akurat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat pemilih atau partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum baik pada
pemilihan legislatif maupun president pada tahun 2009 dan 2014 di Kabupaten Kupang
Provinsi Nusa Tenggra Timur ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kehadiran atau partsisiapasi pemilih
untuk Pileg maupun Pilpres di Kabupaten Kupang ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tingkat partisipasi pemilih dalam pemilihan anggoata legislatif maupun
prisident tahun 2009 dan 2014 di Kabupaten Kupang.
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tingkat partisipasi menurun
atau ada gap antara Pileg dan Pilpres pada tahun 2009 dan 2014 di Kabupaten
Kupang.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan informasi baru dan pengetahuan yang baru secara akurat dan ilmiah
tingkat partisipasi pemilu baik Pileg dan Pilpres tahun 2009 dan 2014 di Kab Kupang.
2. Mengetahui masalah apa saja yang menyebabkan tingkat partisipasi pemilu di
Kabupaten Kupang menurun.
3. Memberikan masukan atau solusi bagi penyelenggara pemilu (KPU) baik ditingkat
kota, kabupaten , provinsi maupun pusat untuk menyusun strategi yang tepat dalam
menjalankan pemilu dengan partisipasi yang tinggi.
4. Menjadi acuan bagi pemerintah untuk menyiakan regulasi – regulai antisipatif dalam
rangka penyelengaraan pemilu yang demokrasi dan efisien di masa yang akan datang.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam menelah sebuah fenomena atau perubahan – perubahan atau persoalan yang
terjadi di masyarakat dan lingkungannya maka, selalu dilakukan telah ilmiah agar dapat
menghasilkan pendapat- pendapat baru yang nantinya dapat dipakai sebagai solusi. Namun
untuk menelaah sesuatu secara ilmiah membutuhkan suatu metode yang ilmiah agar benar-
benar telaah yang dihasilkan ini ada dasarnya .
Dalam penelitian ini dengan judul Dinamika Tingkat Partisipasi Pemilihan Legislaatif
Dan Presiden RI Tahun 2009 Dan 2014 Di Kabupaten Kupang membutuhkan juga dasar
berpikir yang kuat agar alur berpikir ilmiah akan didapati sehingga dalam pengambilan
kesimpulan serta saran dalam penelitian tersebut dasarnya jelas . Maka pada BAB II ini
peneliti ingin mencatat juga teori- teori sebagai dasar berpikir dan jalan menuju kebenaran
penelitian ini maka, perlu diketahui bahwa peneliti akan menulis beberapa cara pemikiran
ilmiah dari berbagai pendapat para ahli baik dari buku, jurnal, akses internet, majalah
maupun hasil- hasil penelitian yang berhubungan dengan peneltian tersebut. Adapun hal- hal
teori yang akan ditulis dalam penelitian ini adalah :
a. Konsep Bernegara
b. Konsep Demokrasi
c. Konsep Pemilihan Umum
d. Konsep Partisipasi
e. Konsep Perilaku Pemilih
F. Konsep Bernegara
Mac Iver terjemahan Moertono(1984) bernegara : negara (state), Negara adalah
suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi sosial
maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara juga
merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua
individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent. Syarat primer sebuah negara
adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat.
Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain.
8
1. Pengertian Negara
Negara adalah sebuah organisasi atau badan tertinggi yang memiliki kewenangan
untuk mengatur perihal yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas serta
memiliki kewajiban untuk mensejahterakan, melindungi dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Menurut John Locke dan Rousseau, negara merupakan suatu badan atau organisasi
hasil dari perjanjian masyarakat. Menurut pandangan Max Weber, negara adalah sebuah
masyarakat yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam
wilayah tertentu. Menurut Mac Iver, sebuah negara harus memiliki tiga unsur pokok, yaitu
wilayah, rakyat, dan pemerintahan.
Roger F. Soleau menyatakan, negara adalah alat atau dalam kata lain wewenang yang
mengendalikan dan mengatur persoalan-persoalan yang bersifat bersama atas nama
masyarakat.
Prof. Mr. Soenarko menyatakan bahwa, Negara adalah organisasi masyarakat yang
mempunyai daerah tertentu dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai suatu
kedaulatan, sedangkan Prof. Miriam Budiardjo memberikan pengertian Negara adalah
organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua
golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan
bersama itu. Jadi Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan
diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya mempunyai kedaulatan (keluar
dan ke dalam).
Rousseau dalam Adisusilo (2013) mengemukakan bahwa, kehendak negara harus
sesuai dengan kehendak rakyat atau sebaliknya , harus satu dan sama, dan kehendak rakyat
itu dapat diketahui lewat pemilihan umum.
G. Konsep Demokrasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, pemakaian kata "demokrasi"
untuk menyebut sistem yang melibatkan pemilu multipartai, pemerintahan perwakilan, dan
kebebasan berbicara, lihat Demokrasi liberal. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang
semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat
mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara
langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
9
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya
praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Kata ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία (dēmokratía) "kekuasaan rakyat",
yang terbentuk dari δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (kratos) "kekuatan" atau "kekuasaan"
pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota Yunani salah satunya Athena;
kata ini merupakan antonim dari ἀριστοκρατία (aristocratie) "kekuasaan elit". Secara
teoretis, kedua definisi tersebut saling bertentangan, namun kenyataannya sudah tidak jelas
lagi. Sistem politik Athena Klasik, misalnya, memberikan kewarganegaraan demokratis
kepada pria elit yang bebas dan tidak menyertakan budak dan wanita dalam partisipasi
politik. Di semua pemerintahan demokrasi sepanjang sejarah kuno dan modern,
kewarganegaraan demokratis tetap ditempati kaum elit sampai semua penduduk dewasa di
sebagian besar negara demokrasi modern benar-benar bebas setelah perjuangan gerakan hak
suara pada abad ke-19 dan 20.
Kata demokrasi (democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke-16 dan berasal dari
bahasa Perancis dan Latin. Suatu pemerintahan demokratis berbeda dengan bentuk
pemerintahan yang kekuasaannya dipegang satu orang, seperti monarki, atau sekelompok
kecil, seperti oligarki. Apapun itu, perbedaan-perbedaan yang berasal dari filosofi Yunani ini
sekarang tampak ambigu karena beberapa pemerintahan kontemporer mencampur aduk
elemen-elemen demokrasi, oligarki, dan monarki. Karl Popper mendefinisikan demokrasi
sebagai sesuatu yang berbeda dengan kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada
kesempatan bagi rakyat untuk mengendalikan para pemimpinnya dan menggulingkan mereka
tanpa perlu melakukan revolusi.
Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya
menjelaskan cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya. Bentuk demokrasi yang pertama
adalah demokrasi langsung, yaitu semua warga negara berpartisipasi langsung dan aktif
dalam pengambilan keputusan pemerintahan. Di kebanyakan negara demokrasi modern,
seluruh rakyat masih merupakan satu kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya
dijalankan secara tidak langsung melalui perwakilan; ini disebut demokrasi perwakilan.
Konsep demokrasi perwakilan muncul dari ide-ide dan institusi yang berkembang
pada Abad Pertengahan Eropa, Era Pencerahan, dan Revolusi Amerika Serikat dan Perancis.
Beberapa ahli mengemukakan pendangannya tentang demokrasi seperti dibawah ini.
Abraham Lincoln ; Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
10
Charles Costello, Demokrasi adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan
kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan
untuk melindungi hak-hak perorangan warga negara.
John L. Esposito, Demokrasi pada dasarnya adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat. Oleh
karenanya, semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif
maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain
itu, tentu saja lembaga resmi pemerintah terdapat pemisahan yang jelas
antara unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Hans Kelsen, Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang
melaksanakan kekuasaan Negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih.
Dimana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya
akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan Negara.
Sidney Hook, Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan
pemerintah yang penting secara langsung atau tidak didasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
C.F. Strong, Demokrasi adalah Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota
dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan
yang menjamin pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-
tindakannya pada mayoritas tersebut.
Hannry B. Mayo, Kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil
yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
di mana terjadi kebebasan politik.
Merriem, Demokrasi dapat didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat; khususnya, oleh
mayoritas; pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan
dilakukan oleh mereka baik langsung atau tidak langsung melalui sebuah sistem
perwakilan yang biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang
diadakan secara periodik; rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber
otoritas politik; tiadanya distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan atau
kesewenang-wenangan.
Samuel Huntington, Demokrasi ada jika para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat
dalam sebuah sistem dipilih melalui suatu pemilihan umum yang adil,
jujur dan berkala dan di dalam sistem itu para calon bebas bersaing
untuk memperoleh suara dan hampir seluruh penduduk dewasa dapat
11
memberikan suara. Dengan berpatokan pada beberapa pandangan dari
beberapa ahli abad pertengan tentang demokrasi dapat disimpulkan
bahwa inti dari demokrasi adalah kekuasaan secara berdaulat ditangan
rakyat dan diwakilkan ke lembaga baik lembaga legislatif,eksekutif
dan yudikatif dan semua lembaga itu harus berasal dan terbentuk dari
hasil pemilihan umum (pemilu).
H. Konsep Pemilihan Umum
1. Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu)
Kurniawan (2014) menyatakan berdasarkan UUD 1945 Bab I Pasal 1 ayat (2)
kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam
demokrasi modern yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat yang
ditentukan sendiri oleh rakyat. Untuk menentukan siapakah yang berwenang mewakili rakyat
maka dilaksanakan pemilihan umum. Pemilihan umum adalah suatu cara memilih wakil-
wakil rakyat yang akan duduk dilembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-
hak asasi warga negara dalam bidang politik.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemiliham Umum dinyatakan bahwa pemilihan umum, adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia tahun 1945.
Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu hak asasi warga negara yang sangat
prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi
pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai dengan asas bahwa rakyatlah yang berdaulat
maka semuanya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah suatu
pelanggaran suatu hak asasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilu atau
memperlambat pemilu.
Dari pengertian di atas bahwa pemilu adalah sarana mewujudkan pola kedaulatan
rakyat yang demokratis dengan cara memilih wakil-wakil rakyat, Presiden dan Wakil
Presiden secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Karena pemilu merupakan
hak asasi manusia maka warga negara yang terdaftar pada daftar calon pemilih berhak
memilih langsung wakil-wakilnya dan juga memilih langsung Presiden dan Wakil
Presidennya.
12
2. Tujuan Pemilihan Umum
Tujuan pemilu adalah menghasilkan wakil-wakil rakyat yang representatif dan
selanjutnya menentukan pemerintahan. Dalam UUD 1945 Bab VII B pasal 22 E ayat (2)
pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden serta Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), kemudian dijabarkan dalam UU RI Nomor 15 tahun 2011 bahwa pemilihan
umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sesuai dengan amanat konstitusional
yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Asas Pemilihan Umum
Berdasarkan Pasal 22 E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indoneisa tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil. Pengertian asas pemilu adalah :
a. Langsung : Yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk secara langsung
memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b. Umum : Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal
dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut
memilih dalam pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih
dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).
c. Bebas : Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan dan
paksaan dari siapapun/dengan apapun. Dalam melaksanakan haknya setiap warga
negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati
nurani dan kepentingannya.
d. Rahasia : Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan
diketahui oleh pihak manapun dan dengan apapun. Pemilih memberikan suaranya
pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapapun
suaranya akan diberikan.
e. Jujur : Dalam penyelenggaraan pemilu setiap penyelenggara/pelaksana pemilu,
pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas, dan pemantau pemilu,
termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap
dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku.
13
f. Adil : Berarti dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilih dan parpol perserta
pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
4. Sistem Pemilihan Umum
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-maca sistem pemilhan umum, akan tetapi
umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu : single member constituency (satu daerah
pemilihan memilih satu wakil ; biasanya disebut Sistem Distrik dan multi-member
constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan
Prorportional Representation atau sistem Perwakilan Berimbang)”.
a. Single-member constituency (Sistem Distrik)
Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas
kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang
diliputi) mempunyai satu wakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk keperluan
itu daerah pemilihan dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat
dalam Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Dalam pemilihan
umum legislatif tahun 2014, untuk anggota Dwan Perwakilan Daerah pesertanya
perseorangan menggunakan sistem distrik.
b. Multi-member constituency (sistem Perwakilan Berimbang)
Satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan
prorportional representation atau sistem perwakilan berimbang. Sistem ini dimaksud
untuk menghilangkan bebarapa kelemahan dari sistem distrik. Gagasan pokok ialah
bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu golongan atau partai adalah sesuai
dengan jumlah suara yang diperolehnya. Untuk keperluan ini diperlukan suatu
pertimbangan.
Jumlah total anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan atas dasar
pertimbangan dimana setiap daerah pemilih memilih sejumlah wakil sesuai dengan
banyaknya penduduk dalam daerah pemilih itu.
Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi dimana dengan adanya sistem
pemilihan umum yang bebas untuk membentuk dan terselenggaranya pemerintahan yang
demokratis. Hal ini sesuai dengan tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14
Penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan sebagai saranan pelaksanaan
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu 2014 dilakukan
dua kali putaran dimana pemilu putaran pertama memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD
(legislatif) kemudian pemilu putaran ke dua yaitu memilih Presiden dan Wakil Presiden
(eksekutif).
Dalam pemilu legislatif rakyat dapat memilih secara langsung wakil-wakil mereka
yang akan duduk di kursi DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Pada pemilihan
umum anggota legislatif menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka
dimana dalam memilih, rakyat dapat mengetahui siapa saja calon wakil-wakilnya yang akan
mewakilinya daerahnya. Selain dilaksanakan sistem proporsional juga adanya sistem distrik
dalam pemilihan untuk anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Dengan adanya sistem
pemilihan umum yang terbuka inilah diharapkan dapat memilih wakil-wakil rakyat yang
mempunyai integritas dan benar-benar mewakili aspirasi, keragaman, kondisi, serta keinginan
dari rakyat yang memilihnya.
I. Konsep Partisipasi
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” adalah pengambilan
bagian atau pengikutsertaan. Menurut Keith Davis, partisipasi adalah suatu keterlibatan
mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di
dalamnya. Dalam defenisi tersebut kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan emosi.
Sebenarnya partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam
suatu perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai
dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam
bidang-bidang fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijaksanaan.
Soerjono Soekanto (1993:355) menyatakan bahwa merupakan setiap proses
identifikasi atau menjadi peserta, suatu proses komunikasi atau kegiatan bersama dalam suatu
situasi sosial tertentu. Mifthah Thoha (1993:92) mengatakan dasar pokok yang amat penting
atas keterlibatan seseorang dalam kehidupan berkelompok adalah kesempatan untuk
berinteraksi dengan pihak lainnya. Menurut Canter ( dalam Arimbi 1993: 1) mendefinisikan
partisipasi sebagai feed-forward information and feedback information dengan defenisi ini
partisipasi masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah yang terus menerus dapat
diartikan bahwa partisipasi masyarakat merupakan komunikasi antara pihak pemerintah
15
sebagai pemegang kebijakan dan masyarakat dipihak lain sebagai pihak yang merasakan
langsung dampak dari kebijakan tersebut. Dari pendapat Canter juga tersirat bahwa
masyarakat dapat memberikan respon dalam artian mendukung atau memberikan masukan
terhadap program atau kebijakan yang dan diambil oleh pemerintah, namun dapat juga
menolak kebijakan.
Bank Dunia dalam Suhartanti, (2001) memberikan defenisi partisipasi sebagai suatu
proses para pihak yang terlibat dalam suatu program/proyek, yang ikut mempengaruhi dan
mengendalikan inisiatif pembangunan dan pengambilan keputusan serta pengelolaan sumber
daya pembangunan yang mempengaruhinya.
Jadi dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi
adalah suatu keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta dalam memberikan respon
terhadap kegiatan yang melaksanakan dalam suatu proses serta mendukung pencapaian
tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.
Bentuk partisipasi yang nyata yaitu :
Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi
pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan.
Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda,
biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas.
Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk
pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program.
Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang
dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya
Partisipasi buah pikiran lebih merupakan partisipasi berupa sumbangan ide,
pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk
memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan
memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang
diikutinya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa dalam partisipasi terdapat
unsur-unsur sebagai berikut :
1. Keterlibatan peserta dalam segala kegiatan yang dilaksanakan dalam suatu proses.
2. Kemauan peserta untuk merespon dan berkreasi dalam kegiatan yang dilaksanakan
dalam suatu proses.
16
Partisipasi dalam suatu proses sangat penting untuk menciptakan kondisi yang aktif,
kreatif, dan menyenangkan. Dengan demikian tujuan yang sudah direncanakan bisa dicapai
semaksimal mungkin. Tidak ada proses tanpa partisipasi dan keaktifan, hanya yang
membedakannya adalah kadar/bobot keaktifan peserta dalam proses. Ada keaktifan itu
dengan kategori rendah, sedang dan tinggi. Disini perlu kreatifitas regulator dalam mengelola
proses agar peserta dapat berpartisipasi aktif dalam suatu proses. Penggunaan strategi dan
metode yang tepat akan menentukan keberhasilan kegiatan dan pencapaian tujuan. Metode
yang bersifat partisipatoris akan mampu menciptakan situasi yang lebih kondusif karena
peserta lebih berperan serta lebih terbuka dan sensitif dalam setiap kegiatan.
1. Bentuk - Bentuk Partisipasi
Menurut Effendi, partisipasi ada dua bentuk, yaitu partisipasi vertikal dan partisipasi
horizontal.
Partisipasi vertikal adalah suatu bentuk kondisi tertentu dalam masyarakat yang
terlibat di dalamnya atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam
hubungan mana masyarakat berada sebagai posisi bawahan.
Partisipasi horizontal adalah dimana masyarakatnya tidak mustahil untuk
mempunyai prakarsa dimana setiap anggota / kelompok masyarakat berpartisipasi
secara horizontal antara satu dengan yang lainnya, baik dalam melakukan usaha
bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. menurut
Effendi sendiri, tentu saja partisipasi seperti ini merupakan tanda permulaan
tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.
2. Prinsip-prinsip partisipasi
Sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipati yang
disusun oleh Department for International Development (DFID) (dalam Monique
Sumampouw, 2004: 106-107) adalah:
Cakupan : Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak
dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan.
Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership): Pada dasarnya setiap orang
mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk
menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun dialog
tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak.
17
Transparansi : Semua pihak harus dapat menumbuh kembangkan komunikasi dan
iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.
Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership) : Berbagai pihak yang
terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk
menghindari terjadinya dominasi.
Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility : Berbagai pihak mempunyai
tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan
(sharing power) dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan
langkah-langkah selanjutnya.
Pemberdayaan (Empowerment ) : Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan
aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling
memberdayakan satu sama lain.
Kerjasama : Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk saling
berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang
berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia.
3. Tipe Partisipasi
Tipe dan karakteristik partisipasi masyarakat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Tipe dan Karakteristik Partisipasi Masyarakat
Tipologi Karakteristik
Partisipasi pasif /
manipulatif
a. Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang
atau telah terjadi;
b. Pengumuman sepihak oleh manajemen atau pelaksana tanpa
memperhatikan tanggapan masyarakat;
c. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional
di luar kelompok sasaran.
Partisipasi dengan cara
memberikan informasi
a. Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-
pertanyaan penelitian seperti dalam kuesioner atau sejenisnya;
b. Masyarakat tidak punya kesempatan untuk terlibat dan
memengaruhi proses penyelesaian;
c. Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.
18
Tipologi Karakteristik
Partisipasi melalui
konsultasi
a. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi;
b. Orang luar mendengarkan dan membangun pandangan-
pandangannya sendiri untuk kemudian mendefinisikan
permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi
tanggapan-tanggapan masyarakat;
c. Tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama;
d. Para profesional tidak berkewajiban mengajukan pandangan-
pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindak lanjuti.
Partisipasi untuk insentif
materil
a. Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya
seperti tenaga kerja, demi mendapatkan makanan, upah, ganti
rugi, dan sebagainya;
b. Masyarakat tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses
pembelajarannya;
c. Masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan kegiatan-
kegiatan yang dilakukan pada saat insentif yang
disediakan/diterima habis.
Partisipasi fungsional
a. Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk
mencapai tujuan yang berhubungan dengan tujuan;
b. Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-
keputusan utama yang disepakati;
c. Pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada pihak
luar (fasilitator, dll) tetapi pada saatnya memiliki kemampuan
sendiri.
Partisipasi inter aktif
a. Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang mengarah
pada perencanaan kegiatan dan pembentukan lembaga sosial baru
atau penguatan kelembagaan yang telah ada;
b. Partisipasi ini cenderung melibatkan metode inter-disiplin yang
mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang
terstruktur dan sistematik;
c. Kelompok-kelompok masyarakat mempunyai peran kontrol atas
keputusan-keputusan mereka, sehingga mereka mempunyai andil
dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan.
Self mobilization
a. Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara
bebas (tidak dipengaruhi/ditekan pihak luar) untuk mengubah
sistem-sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki;
b. Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga
lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumber daya
yang dibutuhkan;
c. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumber daya
yang ada.
19
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu
program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan program namun
ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program. Misalnya saja faktor usia,
terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Angell (dalam Ross, 1967:
130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:
a. Usia : Faktor usia merupakan faktor yang memengaruhi sikap seseorang terhadap
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke
atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap,
cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia
lainnya.
b. Jenis kelamin : Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa
mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti
bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus
rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser
dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
c. Pendidikan : Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.
Pendidikan dianggap dapat memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya,
suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
d. Pekerjaan dan penghasilan : Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena
pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya.
Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat
mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.
Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh
suasana yang mapan perekonomian.
e. Lamanya tinggal : Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan
pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada
partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa
memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar
dalam setiap kegiatan lingkungan tertentu.
20
5. Partisipasi Politik
Menurut Rona Dasmara Putra (2014), Partisipasi politik secara umum adalah :
kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik,
antara lain dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung maupun tidak
langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Partisipasi politik adalah kegiatan warga
negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan
dalam ikut serta menentukan pemimpin pemerintahan, ada beberapa kegiatan dalam
partisipasi politik dibedakan menjadi empat kategori, yaitu :
a. Apatis, artinya orang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik.
b. Spektator artinya orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilihan
umum.
c. Gladiator, yakni mereka yang secara aktif terlibat dalam proses politik, seperti
aktivis partai, pekerja kampanye dan aktivis masyarakat.
d. Pengritik, yakni partisipasi dalam bentuk non konvensional.
J. Konsep Perilaku Pemilih
Dalam kajian perilaku pemilih hanya ada dua konsep utama yakni; perilaku pemilih
(voting behavior) dan perilaku tidak memilih (not voting behavior). David Monn dalam
Dama putra (2014), mengatakan ada dua pendekatan teoritik utama dalam menjelaskan
perilaku non voting yaitu pertama menekankan pada karakteristik sosial ekonomi dan
psikologi pemilih dan karakteristik institusional sistem pemilu, ke dua menekankan pada
harapan pemilih tentang keuntungan dan kerugian atas keputusan mereka untuk hadir atau
tidak hadir memilih, yang dimaksud dengan :
a. Karakteristik Sosial Ekonomi : ada beberapa alasan mengapa tingkat status sosial
ekonomi berkolerasi dengan memilih untuk menggunakan hak pilihnya atau tidak
mengunakan hakpilihnya.
b. Pendekatan Pisikologis : pendekatan yang dikembangkan untuk merespon
kelemahan yang dimiliki oleh pendekatan sosiologi, terutama pada rangka analisis
metodologi,
c. Pendekatan Pilihan Rasional : pendekatan yang melihat kegiatan memilih sebagai
produksi kalkulasi untung rugi, yang meliputi antara lain ongkos memilih,
kemungkinan suarahnya dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan dan perbedaan
dari hasil alternatif berupa pilihan yang ada.
21
d. Pendekatan Struktural : pendekatan ini melihat perilaku memilih sebagai hasil dari
bentuk sosial yang luas cakupannya, seperti jumlah partai kelompok-kelompok sosial
yang ada dalam masyarakat, sistem kepartaian, program kerja atau visi maupun misi
yang diusung oleh partai, yang semuanya ini berbeda antara satu negara dengan
negara yang lainnya disebabkan adanya perbedaan basis sosial yang ada di
masyarakat.
e. Pendekatan Ekologis : pendekatan yang hanya relevan jika dalam suatu daerah
pemilihan terdapat adanya sebuah ciri khas dalam pemilih yang berdasarkan unit
toritorial seperti desa, kelurahan, kecamatan serta kabupaten dan juga kelompok
masyarakat dengan tipe tertentu seperti penganut agama, profesi, suku dan bermukim
disuatu daerah.
Dengan demikian konsep Negara – Demokrasi- Pemilihan Umum – Partsipasi –
Partispasi Politik dan juga Perilaku Pemilih, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
subuah hubungan yang sangat linear dalam membentuk perjalanan sebuah negara yang stabil.
Apabila terjadi tidak ada partispasi atau kurangnya atau macetnya partisipasi masyarakat
untuk ikut pemilihan umum yang bersifat demokrasi maka perjalanan bernegara, negara
tersebut akan lemah.
Gambaran dasar- dasar teori yang telah dikemukakan di atas tersebut dan juga
pemikiran –ahli, filsuf, sosiologi, antropolgi dan hukum tatanegara mengisayartkan bahwa
pemilihan umum begitu penting dalam perjalanan sebuah negara karena dengan adanya
pemilihan umum yang bermartabat maka akan menghasilkan pula pimpinan sebuah negara
yang bermartabat serta rakyat menjadi satu-satunya alat kontrol kebijakan.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
E. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif kualitatif dan kuantatif yakni dengan
mengsurvei berbagai informasi yang berkaitan dengan fenomena yang terjadi dalam konteks
Pileg maupun Pilpres dengan cara melibatkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Pada umumnya untuk mendapatkan berbabagi data tersebut dilakukan dengan teknik
wawancara, pengamatan, studi pustaka yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Dan
alat yang diapakai untuk wawancara adalah Questioner dan Focus Group Disscusion (FGD)
(Singarimbun dan Efendi 2008).
F. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kupang sesuai dengan thema penelitian
yakni; Dinamika partisipasi masyarakat dalam mengikuti pemilu legislatif dan president
tahun 2009 dan 2014.
G. Populasi Dan Sampel
Pupulasi yang diambil dalam penelitian ini adalah mereka yang terdaftar dalam
Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan mendapat undangan untuk pemilihan umum baik Pileg
maupun Pilpres pada tahun 2009 dan 2014. 8 (delapan) kecamatan diambil dari 24
kecamatan sebagai sampel berdasarkan jarak dari pusat pertumbuhan Kabupaten Kupang dan
daerah kepulauan agar terwakilkan responden dengan berbagai latar belakang ekologi, sosial
budaya , dan pendidikan. Kecamatan dan karakteristik sampling ditampilkan pada tabel
berikut.
Tabel 2. Tabel Sebaran Dan Karakteristik Sampel
No. Kecamatan Karakteristik Alat Pengumpulan
Data
1. Semau Daerah kepulauan terpisah dari pulau Timor
dan transpotasi menggunakan perahu
Questioner
2. Kupang Barat Daerah selatan Kabupaten Kupang dan
didiami oleh dua suku yakni Rote dan
Timor
Questioner
23
No. Kecamatan Karakteristik Alat Pengumpulan
Data
3 Amarasi Barat Mewakili daerah tengah Kab.Kupang
didominasi suku Timor
Questioner
5 Amfoang Barat laut Mewakili Daerah Selatan Kab.Kupang
didominasi suku Timor
Questioner
6 Amfoang Utara Mewakili wilayah tengah Kab Kupang dan
daerah pegunungan didominasi suku Timor
Questioner
7 Kupang Timur Wewakili daerah pertumbuhan ekonomi Kab.
Kupang dan pusat Kab. Kupang didominasi
suku Rote dan sangat heterogen
FGD
8 Kupang Tengah Mewakili darah berbatasan dengan Kota
Kupang, masyarakat Heterogen
FGD
H. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan questioner
wawancara , Fokus Group Disscusion, studi pustaka serta data- data sekunder hasil analisis
KPU Kabupaten Kupang.
1. Data Primer
Adapun yang dimaksud dengan data primer dalam peneltian ini adalah ; data yang
diperoleh langsung dari informan yang pernah mengikuti maupun tidak mengikuti Pileg dan
Pilpres 2009 dan 2014 di Kabupaten Kupang.
2. Data Sekunder
Adapun yang dimaksud dengan data sekunder dalam penelitian ini adalah semua data
yang diperoleh oleh peneliti tidak langsung ditempat penelitian antara lain : Data sekunder
dari KPU, pustaka dan media elektronik yang berhubungan dengan tema penelitian ini.
3. Teknik analisis data
Dalam penelitian ini peneliti mempergunakan dua teknik analsisi adapun teknik
tersebut adalah teknik analisis data kualitatif dan data kuantitatif dalam bentuk grafik, rasio
maupun presentasi.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Kupang
1. Letak Geografis, Iklim dan Luas Wilayah
Kabupaten Kupang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi NTT dan
berada di Pulau Timor. Dan bagian dari 21 kabupaten dan 1 kota. Dari segi geografis Kab
Kupang diapit oleh 2 kabupaten 1 negara dan 1 kota yakni bagian utara sampai tengah diapit
oleh kab Timor Tengah Selatan dan Distrik Oecusi Timor Leste, bagian barat dengan Kota
Kupang, bagian selatan dengan Laut Timor dan bagian barat yang lain berbatasan dengan
Laut sawu . Terdapat juga 2 (dua) pulau yang berpenghuni yakni Pulau Semau dan Pulau
Kera. Dengan luas wilkayah daratan 515,250 Ha. Merupakan daerah yang masuk dalam
wilayah zona beriklim kering tipe E,D (Oldeman) dengan curah hujan 3 – 4 bulan dan bulan
kering 8 - 9 bulan. Rata- rata curah hujan 100-150 mm perbulan namun ada beberapa daerah
yang curah hujan lebih dari rata-rata umum yakni Kecamatan Amfoang Tengah karena, dan
Amarasi Barat sebab memiliki ketinggian tampat 500 dpl. Topografi berbukit- hingga
bergunung dengan kemiringan 15 - 35 % mendominasi wilayah daratan.
2. Jumlah Penduduk.
Penduduk kabupaten kupang susenas 2013 berjumlah 328,688.dengan perbandingan
laki- laki 168,316 dan perempuan 160.372 orang mereka tersebar secara merata di 24
kecamatan namun kecamatan yang tertinggi penbduduknya di Kecamatan Kupang Timur dan
yang terendah di kecamatan amfoang barat daya 4425 orang.
3. Suku dan agama
Suku Timor (Dawan ) merupakan suku mayoritas , diikuti suku Rote, Sabu , Helong
dan pendatang Suku Flores, Bugis Dan Jawa. Agama mayoritas Kristen Protestan ( 266.240
orang) selanjutnya Katolik (39.581 orang) muslim (6.239 Orang) dan Agama Hindu (376
Orang) serta Agama Budha.
25
4. Pendidikan
Dari jumlah penduduk diKab Kupang yang tidak atau belum pernah sekolah, 29%,
masih SD 9,96%, SMP 6,62%, SMA 5,67%, dan Perguruan Tingggi 4,74% yang tidak
sekolah lagi 64,71%.
5. Infrastruktur
Jalan beraspal 269.0 km, jalan kerikil 168,70 km, tanah 259,69 km , dari total panjang
jalan 697,47 km . Dan yang unik dan membuat infrastruktur tidak bertahan lama serta sangat
mempengaruhi akses transportasi di Kabupaten Kupang adalah jalannya sebagian besar
berbukit sampai bergunung, dengan tanah yang labil (Struktur tanah Liat Bobonaro Clay)
serta melewati ratusan anak sungai sehingga banyak infrastuktur jalan tidak terpakai secara
ekonomi misalnya dari keseluruhan jalan bahwa jalan yang kondisinya baik hanya 108,31
Km, dengan demikian untuk jalan- jalan trans Kabupten Kupang biaya perawatannya lebih
tinggi dibanding dengan jalan-jalan di Pulau Jawa.
6. Struktur Pekerjaan
Sebagian besar pekerjaan penduduk di Kabupaten Kupang adalah petani dan peternak
(68,22%) Nelayan, PNS, TNI - Polri (0,68%), Tenaga Profesional ( 5,12%) , Teknisi Dan
Asisten Tenaga Profesional (0,48%) Tenaga Tata Usaha (2,28%) , Tenaga Usaha Jasa Dan
Tenaga Penjual Di Tokoh Dan Pasar (8,10%) , Tenaga Pengolahan Dan Kerajinan (7,42%) ,
Operator Dan Perakit Mesin (4,68%).
7. Pendapatan perkapita
Pendapatan perkapita di Kabupaten Kupang Rp 2.070.000.-
26
B. Partisipasi Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden
Pemilihan Umum merupakan salah satu kegiatan 5 tahunan yang dilaksanakan KPU
Pusat, dengan bantuan dari KPU Provinsi dan KPU Kota/Kabupaten. Berdasarkan hal itu
maka kegiatan tersebut seharusnya dapat dijalankan dengan baik, namun terkadang yang
menjadi kendalanya adalah partisipasi masyarakat dalam memilih. Untuk mengamati
kecenderungan pemilih dalam kegiatan Pemilu maka pada gambar dibawah ini ditampilkan
jumlah pemilih dan Partisipasi pemilih dalam Pileg dan Pilpres Tahun 2009 dan 2014 di
Kabupaten Kupang.
Gambar 1. Jumlah Pemilih, Peserta Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Peserta Pemilihan
Presiden ( Pilpres) Tahun 2009 dan 2014 di Kabupaten Kupang
1. Jumlah Pemilih Dan Penggunaan Hak Pilih
Terdapat peningkatan jumlah pemilih pada Pemilihan legislatif dan Pemilihan
Presiden pada tahun 2009 dan tahun 2014. Jumlah pemilih Pilpres lebih tinggi dibanding
jumlah pemilih Pileg pada tahun 2009 dan 2014. Pada tahun 2009, jumlah penggunaan hak
pilih pada Pilpres lebih banyak dibanding Pileg. Pada tahun 2014, meskipun terjadi kenaikan
jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih dibanding tahun 2009, namun jumlah
penggunaan hak pilih pada pilpres tahun 2014 lebih rendah dibanding pengunaan hak pilih
pada Pileg tahun 2014.
Jumlah pemilih dalam Pemilihan Legislatif 2009 tercatat 177,319 orang dan jumlah
pemilih legislatif 2014 tercatat 198,319 orang, terjadi peningkatan jumlah pemilih. Jumlah
pemilih presiden 2009 tercatat 179,704 orang meningkat pada tahun 2014 menjadi 204,150
27
orang. Peningkatan jumlah pemilih ini dikarenakan faktor usia pemilih yang bertambah
khususnya pada usia dewasa dan juga faktor untuk memberi dukungan suara bagi calon
legislatif yang berasal dari daerah pemilihan mereka serta untuk adanya keterwakilan dari
daerah mereka sendiri.
a. Penggunan Hak Pilih Pada Pileg 2009 dan Pilpres 2009
Jumlah pemilih legislatif yang mengunakan hak pilih pada pemilihan legislatif 2009
sebanyak 144,911 orang dari jumlah hak pilih sebanyak 177,319 orang, sehingga jumlah
pemilih yang tidak mengunakan hak pilih sebanyak 32,408 orang.
Jumlah pemilih presiden tahun 2009 sebanyak 179,704 orang lebih banyak
dibandingkan jumlah pemilih pada Pemilihan Legislatif tahun 2009 yang sebanyak 177,319
orang. Jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih untuk Pemilihan Presiden sebanyak
146,167 orang, lebih banyak dibandingkan jumlah pemilih pada Pemilihan Legislatif tahun
2009 sebanyak 144,911 orang.
b. Penggunaan Hak Pilih Pada Pileg 2014 dan Pilpres 2014
Partisipasi masyarakat dalam pemilihan legislatif dan Pemilihan Presiden tahun 2014
menunjukkan peningkatan jumlah dibandingkan pemilihan legislatif dan Pemilihan Presiden
tahun 2009. Namun pada tahun 2014 terjadi penurunan jumlah penggunan hak pilih pada
Pemilihan Presiden dibanding jumlah penggunaan hak pilih pada Pemilihan Legislatif.
Dari jumlah pemilih dalam pemilihan legislatif 2014 sebanyak 198,319 orang, yang
menggunakan hak pilihnya sebanyak 158,709 orang. Pemilih yang tidak menggunakan hak
pilih dalam Pemilihan Legislatif 2014 sebanyak 39,610 orang.
Dari jumlah pemilih presiden 2014 sebanyak 204,150 orang, yang menggunakan hak
pilih sebanyak 151,729 orang. Pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam
Pemilihan Presiden tahun 2014 sebanyak 52,421 orang.
2. Rasio Pemilih Tahun 2009 dan Tahun 2014
Rasio pemilih tahun 2009 dan tahun 2014 dimaksudkan untuk mengamati
perkembangan yang terjadi antara dua kegiatan pemilu ini. Rasio yang diamati adalah Rasio
Pileg 2014 dan Pileg 2009, Rasio Pilpres 2014 dan Pilpres 2014, Rasio Golput Pilpres 2014
28
dan Pilpres 2009, Rasio Peserta Pileg dan Pilpres 2009 serta Rasio Peserta Pileg dan Pilpres
2014. Nilai rasio-rasio tersebut ditampilkan pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Rasio Pemilihan Legislatif dan Pemilian Presiden Tahun 2009 dan 2014 di
Kabupaten Kupang
Nilai Rasio jumlah pemilih Pileg 2014 dibandingkan jumlah pemilih Pileg 2009
menunjukan nilai lebih dari 1 sehingga dapat dikatakan jumlah pemilih pada Pileg 2014
meningkat 1,12 kali jumlah pemilih pada Pileg 2009. Nilai rasio mengindikasikan jumlah
pemilih pada Pilpres 2014 meningkat 1,14 kali jumlah pemilih pada Pilpres 2009. Hal ini
merupakan hal yang wajar sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk yang memiliki hak
suara.
Nilai rasio Golput pada Pemilihan Legislatif (Pileg) mengindiaksikan terjadi kenaikan
jumlah Golput sebanyak 1,22 kali pada Pileg tahun 2014 dibanding Pileg tahun 2009. Nilai
Rasio Golput pada Pemilihan Presiden mengindikasikan terjadi peningkatan jumlah pemilih
yang tidak menggunakan hak pilih pada Pemilihan Presiden tahun 2014 sebanyak 1,54 kali
dibandingkan Golput pada Pilpres 2009. Peningkatan Golput pada Pilpres 2014
dibandingkan Pilpres 2009 ini menjadi indikator yang harus dicermati agar dalam
pelaksanaan Pelpres periode depan rasio ini tidak meningkat lagi. Peningkatan nilai indikator
ini mengindikasikan terjadi penurunan tingkat partisipasi pemilih dalam kegiatan Pilpres.
Rasio pemilih yang menggunakan hak suara pada Pemilihan Legislatif tahun 2009
dibanding penggunaan hak suara pada Pemilihan Presiden tahun 2009 mengindikasikan
bahwa jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih pada Pemilihan Presiden tahun 2009
29
sedikit lebih banyak dibanding penggunaan hak pilih pada Pemilihan Legislatif tahun 2009.
Indikator yang ideal adalah 1, dimana setidaknya jumlah penggunan hak pilih pada Pileg dan
Pilpres sama banyaknya.
Rasio penggunaan hak suara pada Pileg 2014 dibandingkan pada Pilpres 2014
mengindikasikan terjadi penurunan penggunaan hak suara pada kegiatan Pilpres 2014
sebanyak 1,05 kali disbanding penggunan hak suara pada Pileg 2014.
C. Dinamika Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden
Dinamika pemilihan Legislatif danPemilihan Presiden di Kabupaten Kupang pada
tahun 2009 dan tahun 2014 ditampilkan menggunakan data yang dianalisis dari hasil
questioner dan FGD. Dinamika ini dimaksudkan menampilkan dinamika yang lebih mikro
dan lebih faktual yang terkait informasi kondisi dan presepsi pemilih.
1. Informasi umum responden
Sebagian besar responden merupakan perempuan (53%) sedangkan 48% laki-laki.
Rata-rata umur responden 43 tahun, dengan usia terndah 20 tahun dan tertinggi 79 tahun.
Sebagian besar (58%) merupakan anggota keluarga, sisanya 43 % merupakan kepala
keluarga. Pada umumnya responden merupakan tokoh masyarakat (50%), anggota
masyarakat 43% , pengurus RT 5% dan anggota pemerintahan kabupaten 3%. Rata-rata
pendidikan terakhir responden adalah tamatan SLTA (48%), tamatan SD (15%), tamatan
Perguruan Tinggi (13%), tamatan SLTP (10%) dan sisanya 15% adalah tidak bersekolah atau
tidak memberikan informasi pendidikannya. Pekerjaan utama responden adalah petani (25%),
swasta (30%), PNS ( 5%) dan pekerjaan lainnya seperti pensiunan sebanyak 40%. Sebagian
besar responden tidak memiliki pekerjaan tambahan (94%), bertani dan nelayan merupakan
pekerjaan sebagian kecil responden masing-masing sebanyak 3%. Rata-rata pendapatan
responden Rp. 1.121.053/ bulan dengan pendapatan terendah Rp.100.000/ bulan dan
pendapatan tertinggi Rp. 3.300.000/ bulan.
2. Partisipasi Dalam Pileg dan Pilpres Tahun 2009
78% responden menyatakan berpartisipasi dalam Pileg 2009 namun hanya 48% yang
menyatakan berpartisipasi dalam Pilpres 2009. Terdapat 23% responden yang tidak
berpartisipasi dalam Pileg 2009 dan 53% responden yang tidak berpartisipasi dalam Pilpres
2009.
30
Dari responden yang terlibat dalam Pileg 2009 selain sebagai pemilih juga sebagai
Panitia Pemilihan (PPS) sebanyak 44%, sebagai anggota tim sukses partai, sebagai saksi,
sebagai anggota Panwaslu dan sebagai anggota keamanan masing-masing sebesar 11%.
Sebagian besar responden yang mengikuti Pileg 2009 menyatakan karena kesadaran pribadi
(33%), adanya sosialisasi dari KPU/ PPS (22%), ingin memilih dan mengenal caleg yang
berasal dari keluarga (13%), kepribadian caleg yang baik (7%), dan kerena alasan lain (9%).
Sedangkan keterlibatan dalam Pileg 2009 juga disebabkan oleh pertemanan, caleg berasal
dari tokoh masyarakat/gereja, sosialisasi caleg, caleg merupakan anggota partai yang sesuai,
peran pemerintah desa/ petugas keamanan dan peran tokoh masyarakat merupakan bagian
yang kecil masing-masing sebesar 2%.
Beberapa kesulitan yang ditemui selama mengikuti Pileg 2009 antara lain :
1. Parpol dan Caleg sangat banyak dan caleg tidak disertai foto sehingga menyulitkan
pemilih dalam memilih caleg yang diharapkan.
2. Cara atau metode pemilihan dianggap masih menyulitkan pemilih.
Meskipun sebagian besar (45%) responden tidak memberikan jawaban terhadap
tingkat kepuasan dalam Pileg 2009, namun dari responden yang memberikan pendapat,
sebagian besar 26% menyatakan Cukup Puas dengan pelaksanaan Pileg 2009, 13% responden
masing-masing menyatakan sangat puas dan puas, hanya 1% responden yang menyatakan
kurang puas terhadap pelaksanaan Pileg 2009.
Dari seluruh responden yang ikut memilih dalam Pilpres 2009, sebagian besar
responden (35%) menyatakan karena kesadaran pribadi sebagai warga Negara, 23% karena
adanya sosialisasi dari KPU/PPS, 13% merupakan peran tokoh masyarakat/ gereja, 10%
merupakan peran pemerintah desa/ pihak keamanan, 8% menyatakan karena tertarik dengan
program Capres, 6% menyatakan peran Tim Sukses/ Partai dan karena bantuan Capres dan
alasan lainnya masing-masing 2%. Sebagian besar peserta Pilpres 2009 menyatakan Puas
(53%), 21% responden menyatakan Cukup Puas, 16% menyatakan Sangat Puas dan 11%
tidak memberikan tanggapan.
Pada umumnya responden tidak memberikan alasan ketidak hadiran dalam Pileg dan
Pilpres 2014 ( 40% pada Pileg dan 71% pada Pilpres). Alasan pribadi seperti sakit, belum
masuk dalam usia memilih, ada aktifitas lain seperti bertani dan berdagang di luar wilayah
pemilihan) dikemukakan oleh 20% pada Pileg dan 24% pada Pilpres. 20% responden yang
tidak ikut memilih dalam pileg dan 5% responden yang tidak ikut memilih dalam Pilpres
2009 menyatakan Tidak Tertarik untuk ikut dalam proses pemilihan.
31
Terkait keterlibatan pemilih dalam Pileg dan Pilpres tahun 2009 di Kabupaten
Kupang, dapat digeneralisasi bahwa kesadaran pribadi dan sosialisasi KPU/PPS berperan
besar dalam keterlibatan pemilih. Sifat kekeluargaan juga merupakan faktor pendorong,
karena ada anggota keluarga yang menjadi caleg maka pemilih cenderung mengikuti Pileg.
Keterlibatan pemilih dalam Pilpres ternyata juga didorong oleh peran tokoh-tokoh eksternal
dan juga program Capres. Hal yang menarik adalah peran Tim Sukses/Partai tidak terlalu
signifikan.
Banyak responden tidak memberikan keterangan jelas terkait tidak turut memilih
dalam Pileg maupun Pilpres, hal ini merupakan indicator yang harus diwaspadai agar tidak
menimbulkan rasa apatis bagi pemilih untuk masa-masa yang akan datang. Alasan pribadi
dan ketidak tertarikan tentunya menjadi perhatian agar ditemukan strategi bersama untuk
meningkatkan kesadaran pribadi sehingga pada akhirnya meningkatkan minat pemilih dalam
berpartisipasi dalam kegiatan Pemilu.
3. Partisipasi Dalam Pileg dan Pilpres 2014
50% responden berpartisipasi dalam Pileg 2014 dan 53% responden berpartisipasi
dalam Pilpres 2014. Terdapat 50% responden yang tidak berpartisipasi dalam Pileg 2014 dan
47% responden yang berpartisipasi dalam Pilpres 2014.
Sebagian besar responden sebagai pemilih dalam Pileg 2014 (39%), hanya sebagian
kecil sebagai pemilih sekaligus sebagai anggota Tim Sukses Caleg (3%) dan Sebagai Panitia
Pemilu/PPS (8%). Sebagian besar responden yang ikut memilih dalam Pileg 2014 karena
Kesadaran Pribadi sebagai warga Negara (37%). Karena ada sosialisasi dari KPU/ PPS
sebanyak 20% dan Peran dati Tokoh Masyarakat/Gereja sebanyak 5%. Pemilihan Caleg
sebagian besar karena Caleg merupakan Keluarga (15%), sosialisasi caleg dan kepribadian
Caleg masing-masing 7%. Caleg dikenal baik/ sebagai teman, Program/Janji Kampanye
Caleg, Tokoh Masyarkat dan Alasan Lain seperti ingin memilih Caleg yang mewakili
wilayah tempat tinggal masing-masing sebesar 2%.
Beberapa kesulitan yang dialami selama Pileg 2014 antara lain :
1. Jumlah Caleg terlalu banyak, tidak terdapat foto sehingga pemilih kesulitan memilih
Caleg yang diinginkan.
2. Kertas suara terlalu besar sehingga pemilih kesulian dalam mencari Caleg, memilih
Caleg dan melipat Kertas Suara.
32
Berdasarkan kesulitan diatas maka responden mengusulkan :
1. Mencantumkan Foto Caleg
2. Mengurangi jumlah partai peserta dan jumlah Caleg tiap partai misalnya hanya 5
(lima) partai peserta dengan jumlah Caleg 3 (tiga) orang tiap partai.
3. Perlu meningkatkan sosialisasi Pemilu sehngga semua kalangan dapat lebih
memahami proses pemilu dan meminimalisasi dugaan pengaruh politik uang (money
politic) dari para Caleg.
Sebagian besar responden peserta menyatakan Cukup Puas terhadap proses Pileg
2014. Persepsi sangat puas dan puas meningkat dibandingkan pada Pileg 2009. Meskipun
masih terdapat resonden yang Kurang Puas, Tidak Puas dan Tidak memberikan Jawaban
masing-masing pada porsi yang lebih kecil. Namun perlu dicermati agar diupayakan
perbaikan proses Pemilu agar tingkat kepusan pemilih dapat ditingkatkan. Sebaran persepsi
pemilih dalam Pileg 2014, ditampilkan pada gambar berikut.
Gambar 3. Tingkat Kepuasan Pemilih Dalam Pemilihan Legislatif Tahun 2014 Di Kabupaten
Kupang
Keteribatan responden sebagai pemilih dalam Pilpres 2014 selain sebagai pemilih
juga sebagai Tim Sukses Capres, Panitia Pemungutan Suara (PPS), Saksi, Pengurus Partai
masing-masing sebanyak 5% dan sebagai Tim Sukses Partai sebanyak 3%. Keterlibatan
dalam Pilpres 2014 sebagian besar karena Kesadaran Pribadi sebagai Warga Negara (31%)
dan Adanya Sosialisasi dari KPU/PPS (24%), Peran Tokoh Masyarkat/ Gereja ( 14%), Peran
Tim Sukses/ Partai dan Program Capres yang sesuai kebutuhan masing-masing sebanyak
10% serta alasan lainnya 8%.
33
Tingkat kepuasan Pilpres 2014 menurut responden adalah sebagian besar merasa
Cukup Puas, Sangat Puas, Puas, Tidak memberikan Pendapat dan sebagian kecil yang
menyatakan Tidak Puas. Tingkat kepuasan resonden terhadap pelaksanaan Pilpres 2014
ditampilkan pada gambar berikut.
Gambar 4. Tingkat Kepuasan Pelaksanaan Pilpres 2014 di Kabupaten Kupang
Keterlibatan Pemilih dalam Pileg maupun Pilpres 2014 dipengaruhi oleh dua variabel
yaitu kesadaran pribadi dan adanya sosialisasi dari KPU/ PPS. Pada Kegiatan Pileg, peran
kedudukan caleg dalam struktur masyarakat baik sebagai keluarga, teman maupun kerabat
memiliki pengaruh namun karena beberapa keterbatasan maka pemilih cukup sulit
menentukan pilihannya karena banyaknya peserta pemilu dan kesulitan dalam mencari posisi
caleg yang diinginkan dalam kertas suara.
Peran eksternal seperti peran tokoh masyarakat/ gereja kurang berpengaruh dalam
pemilihan legislatif tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses pemilihan presiden
(Pilpres). Oleh sebab itu salah satu upaya meningkatkan minat pemilih dalam pemilihan
presiden adalah dengan memberikan penguatan juga pada Tokoh Masyarakat/ Gereja.
Adanya sebagian responden yang memilih karena tertarik degan Program Capres adalah hal
yang menggembirakan karena hal ini mengindikasikan bahwa pemilih di Kabupaten Kupang
mulai bergerak dari pemilih tradisional menuju pemilih yang lebih rasional. Hal ini mungkin
akibat tingkat pendidikan, sosialisasi dan kemudahan mengakses informasi.
34
Terkait tidak ikut dalam Pileg maupun Pilpres 2014, sebagian besar responden tidak
memberikan jawaban. Hanya sebagia kecil responden yang menyatakan Alasan Pribadi dan
Tidak Tertarik sebagai alasan untuk tidak ikut Pileg, dan Tidak mengenal Calon Presiden
sebagai alasan untuk tidak ikut Pilpres 2014. Sebagian kecil responden tidak ikut memilih
karena melakukan aktifitas di luar daerah pemilihan, akibat belum mengetahui proses
pengalihan lokasi pemilihan, hal ini mengindikasikan belum semua pemilih memahami
penggunaan hak pilihnya. Banyaknya responden yang tidak memberikan alasan kenapa tidak
ikut memilih tentunya menjadi perhatian agar hal ini tidak menimbulkan sikap apatis
terhadap proses pemilihan umum.
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Nilai hasil analsis rasio jumlah pemilih Pileg 2014 dan Pileg 2009 nilainya 1,12 (lebih
besar dari 1) mengindikasikan ada peningkatan jumlah pemilih pada Pemilih Legislatif
Tahun 2014 dibanding Pileg 2009.
2. Hasil analsis rasio Golput Pileg 2014 dan 2009 nilainya 1,22 ( lebih besar dari 1)
mengindikasikan ada kecenderungan masyarakat mulai apatis dengan Pileg.
3. Nilai hasil analsis ratio Golput pada Pilpres 2014 dan 2009 1,54 (lebih besar dari 1) ada
kecendurungan masyarakat mulai apatis dengan Pilpres.
4. Nilai hasil analsis rasio Pileg dan Pilpres 2009 nilainya 0,99 ( kurang dari 1)
mengindikasikan partisipasi Pilpres tahun 2009 lebih tinggi disbanding Pileg 2009.
5. Nilai hasil analsisi rasio Pileg 2014 dan Pilpres 2014 nilainya 1.05 ( lebih dari 1)
mengindikasikan ada kecenderungan masyarakat mulai apatis dengan Pilpres.
6. Kesadaran Pribadi dan Sosialisasi KPU/PPS memiliki peran yang berpengaruh pada
pengunaan hak memilih pada Pileg maupun Pilpres. Peran Tokoh Masyarakat/ Gereja
lebih berpengaruh pada Pilpres dibanding pada Pileg.
7. Adapun faktor penyebab peningkatan jumlah pemilih Pileg tahun 2014 dibanding tahun
2009 karena adanya penambahan usia yang sebelumya berumur dibawah 17 tahun, pada
pemilu 2014 sudah berumur 17 atau lebih dan pendatang.
8. Adapun faktor penyebab penurunan jumlah penggunaan hak suara pada Pileg 2014
dibanding tahun 2009 sesuai dengan hasil wawancara, quisioner serta FGD, mengatakan
bahwa masyarakat semakin rasional dalam memilih anggota legislatif misalnya tidak
menepati janji- janji sesuai kampanye, tidak ada perubahan pembangunan selama periode
lima tahunan, caleg terlalu banyak, kertas coblos terlalu besar serta menunggu waktu
untuk pencoblosan terlalu lama di TPS .
9. Adapun faktor penyebab menurunya pemilihan president tahun 2014 dibanding tahun
2009 sesuai hasil analisis data sekunder, wawancara, quisioner dan FGD, penyebabnya
ada indikasi tidak ditepatinya janji sesuai program yang dikampanyekan baik lewat tatap
muka langsung maupun lewat media masa dan presiden periode 2009 - 2014 membuat
begitu banyak hal yang mengecewakan rakyat dan dampaknya pada pemilihan presiden
36
2014 masyarakat menjadi apatis. Ini sesuai dengan teori pendekatan psikologis, struktural
dan pendekatan rasional.
10. Adapun faktor penyebab mengapa Pileg dan Pilpres tahun 2009 tidak ada gap, sebab
masyarakat masih dibayangi dengan model pemilu yang reformatif atau masyarakat
masih menaruh harapan yang tinggi terhadap hasil Pemilu.
11. Adapun faktor penyebab mengapa tingkat partisipasi lebih tinggi pada saat Pileg 2014
dibanding Pilpres 2014 Sebab masyarakat merasa mengenal baik calon legislatif, pernah
bertemu, kenal sebagai teman dan keluarga. Tetapi untuk Pilpres kurang berminat karena
programnya tidak berdampak langsung kepada masyarakat. Ada anggota DPR yang
mengkampanyekan bahwa program yang sampai kemasyarakat adalah program dari
anggota DPR tersebut, dengan alasan demikian tidak ada alasan bagi masyarakat untuk
datang memilih presiden.
B. Saran
1. Perlu sosialisasi yang lebih intensif oleh KPU bukan saja untuk Pemilihan Umum tetapi
untuk Pendidikan Politik.
2. KPU harus melibatkan ketokohan masyarakat setempat sebagai corong KPU baik pada
tingkat kabupaten, kecamatan maupun desa.
3. KPU perlu memperkuat KPPS sebagai tangan resmi KPU yang ada didesa yang selalau
berhubungan langsung dengan masyarakat, dengan demikian KPU harus bekerja setiap
saat tidak saja menjelang Pemilihan Umum.
4. KPU harus melibatkan lembaga lembaga desa baik yang berlatar budaya, agama sebagai
corong untuk mengsosialisasikan program- program KPU menyangkut Pemilihan Umum
yang baik.
37
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo JR. 2013. syarat pemerintahan barat dari yang klasik sampai yang modern.
Penerbit PT. Raja Gratindo Persada
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kupang. 2015. Kabupaten Kupang Dalam Angka 2014
Dinasthi, Juna. 2013. Pengertian Negara, Unsur, Sifat, Fungsi, Tujuan. Http: //
sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/09/pengertian-negara-unsur-
fungsi-tujuan.html.
Dokumen KPU Kabupaten Kupang 2009-2015
https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
https://id.wikipedia.org/wiki/Negara
https://id.wikipedia.org/wiki/Partisipasi
Isrok dan Dhia Al Uyun. 2010. Ilmu Negara Berjalan Dalam Dunia Abstrak.
Kurniawan. 2015. Penelitian Studi Terhadap Tingkat Kehadiran Pemilih Dilokasi TPS,
Analisis Tingkat Partisipasi Pemilih Dalam Pemiluh Tahun 2004 di Kabupaten
Lombok Tengah.
Kusnardi, M. dan Ibrahim, H. 1994. Pengantar Hukum Tata Negara. Penerbit Sinar Bakti.
Jakarta
Mac Iver. 1984. Negara Modern. Terjemahan Moertono. Penerbit Aksara Baru Jakarta.
Rahman, H.A. 2007. Sistem Politik Indonesia. Penerbit Garaha Ilmu. Yogyakarta
Rona Desmara Putra. 2014. Faktor Yang Menyebabkan Masyarakat Tidak Mengunakan Hak
Pilihnya Dalam Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Tahun 2013 Di TPS 5
RT/RW 1 Kelurahan Tuah Kerja Kecamatan Tampan Baru. Jurnal Penelitian
Jurusan Fisip No.2 Oktober 2014.
Syarbaini, S. Dkk. 2002. Sosiologi dan Politik. Penerbit Galia Indonesia. Jakarta,
Singaribun, Masri dan Sofia Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Penerbit LP3ES,Edisi
Revisi. Jakarta.
38
LAMPIRAN
39
Lampiran 1. Data Pemilih dan Penggunaan Hak Pilih Pemilih Legislatif dan Pemilihan
Presiden Tahun 2009 dan Tahun 2014 Di Kabupaten Kupang
1 Amfoang Tengah 3,390 3480 2,958 2,724 432 756
2 Amarasi Timur 3,639 3669 3,247 3,174 392 525 4,480 4548 3,856 3,459 624 1,089
3 Semau Selatan 2,745 2772 2,276 2,722 469 500 2,890 2981 2,483 2,213 407 768
4 Amabi Oefeto Timur 7,200 7262 6,028 6,129 1,172 1,133 7,801 7915 6,642 6,154 1,159 1,761
5 Amfoang Selatan 8,519 8314 7,537 7,453 982 861 5,085 5305 4,294 4,086 791 1,219
6 Amarasi 9,103 9300 7,785 7,842 1,318 1,458 9,792 10082 8,245 7,898 1,547 2,184
7 Fatuleu Tengah 2,879 2871 2,556 2,641 323 230 2,779 3000 2,330 2,442 449 558
8 Amarasi Selatan 6,018 6117 5,061 4,991 957 1,126 6,607 6865 5,530 4,868 1,077 1,997
9 Kupang Barat 8,724 8981 7,626 7,822 1,098 1,159 10,500 10,794 8,773 8,406 1,727 2,388
10 Amfoang Barat Daya 2,527 2502 2,276 2,232 251 270 2,720 2769 2,267 2,171 453 598
11 Amarasi Barat 8,818 9119 7,769 7,265 1,049 1,854 9,659 9981 8,026 7,334 1,633 2,647
12 Amfoang Utara 4,148 4148 3,355 3,450 793 698 4,093 4122 3,394 3,172 699 950
13 Amabi Oefeto 4,263 4388 3,554 3,500 709 888 4,685 4904 3,837 3,671 848 1,233
14 Taebenu 8,739 8858 6,805 6,971 1,934 1,887 10,110 10343 8,181 7,971 1,929 2,372
15 Fatuleu Barat 4,819 4831 3,897 4,114 922 717 5,088 5107 4,073 4,068 1,015 1,039
16 Amfoang Barat Laut 5,087 5061 4,360 4,211 727 850 5,224 5235 4,176 4,073 1,048 1,162
17 Nekamese 5,701 5778 4,826 4,766 875 1,012 6,776 6919 5,363 5,044 1,413 1,875
18 Kupang Timur 23,141 23726 17,850 18,041 5,291 5,685 25,942 26955 20,508 20,073 5,434 6,882
19 Takari 12,364 12504 9,897 9,981 2,467 2,523 13,407 13738 10,492 9,929 2,915 3,809
20 Sulamu 8,644 8775 7,016 7,244 1,628 1,531 9,559 9974 7,460 7,177 2,099 2,797
21 Amfoang Timur 4,083 4012 3,208 3,262 875 750 4,299 4380 3,348 3,178 951 1,202
22 Fatuleu 12,679 13110 10,275 10,711 2,404 2,399 14,310 14857 11,053 10,870 3,257 3,987
23 Semau 4,209 4245 3,556 3,422 653 823 4,648 4610 3,548 3,144 1,100 1,466
24 Kupang Tengah 19,270 19361 14,151 14,223 5,119 5,138 24,475 25286 17,872 17,604 6,603 7,682
177,319 179,704 144,911 146,167 32,408 34,017 198,319 204,150 158,709 151,729 39,610 52,421
Golput
Pileg
2014
Golput
Pilpres
2014
Golput
pileg
2009
Golput
Pilpres
2009
Jumlah
Pemilih Pileg
2014
Jumlah
pemilih
Pilpres
Pileg 2014Pilpres
2014NO KECAMATAN
T O T A L
Jumlah
Pemilih
Pileg
Jumlah
Pemilih
Pilpres
Pileg 2009Pilpres
2009
40
Lampiran 2. Rasio Pemilih dan Penggunaan Hak Pilih Pemilih Legislatif dan Pemilihan
Presiden Tahun 2009 dan Tahun 2014 Di Kabupaten Kupang
1 Amfoang Tengah 1.086
2 Amarasi Timur 1.231 1.240 1.592 2.074 1.023 1.115
3 Semau Selatan 1.053 1.075 0.868 1.536 0.836 1.122
4 Amabi Oefeto Timur 1.083 1.090 0.989 1.554 0.984 1.079
5 Amfoang Selatan 0.597 0.638 0.805 1.416 1.011 1.051
6 Amarasi 1.076 1.084 1.174 1.498 0.993 1.044
7 Fatuleu Tengah 0.965 1.045 1.390 2.426 0.968 0.954
8 Amarasi Selatan 1.098 1.122 1.125 1.774 1.014 1.136
9 Kupang Barat 1.204 1.202 1.573 2.060 0.975 1.044
10 Amfoang Barat Daya 1.076 1.107 1.805 2.215 1.020 1.044
11 Amarasi Barat 1.095 1.095 1.557 1.428 1.069 1.094
12 Amfoang Utara 0.987 0.994 0.881 1.361 0.972 1.070
13 Amabi Oefeto 1.099 1.118 1.196 1.389 1.015 1.045
14 Taebenu 1.157 1.168 0.997 1.257 0.976 1.026
15 Fatuleu Barat 1.056 1.057 1.101 1.449 0.947 1.001
16 Amfoang Barat Laut 1.027 1.034 1.442 1.367 1.035 1.025
17 Nekamese 1.189 1.197 1.615 1.853 1.013 1.063
18 Kupang Timur 1.121 1.136 1.027 1.211 0.989 1.022
19 Takari 1.084 1.099 1.182 1.510 0.992 1.057
20 Sulamu 1.106 1.137 1.289 1.827 0.969 1.039
21 Amfoang Timur 1.053 1.092 1.087 1.603 0.983 1.053
22 Fatuleu 1.129 1.133 1.355 1.662 0.959 1.017
23 Semau 1.104 1.086 1.685 1.781 1.039 1.128
24 Kupang Tengah 1.270 1.306 1.290 1.495 0.995 1.015
1.118 1.136 1.222 1.541 0.991 1.046
Rasio Peserta
Pileg dan Pilpres
2009
Rasio Peserta Pileg
dan pilpres 2014
Rasio Jumlah
Pemilih pileg
2014/jumlah pemilih
pileg 2009
Rasio Jumlah
Pemilih Pilpres 2014/
jumlah pemilih
pilpres 2009
Rasio Golput Pileg
2014/pileg 2009
Rasio Golput
Pilpres
2014/pilpres
2009
NO KECAMATAN
T O T A L
41
Lampiran 3. Dokumentasi
Top Related