Download - DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

Transcript
Page 1: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

1

DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRI

Agus Santoso, Azis Taba Pabeta, Iin Surminah dan Saut H. Siahaan

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Kemajuan suatu negara sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuan

sektor produksi dalam mendayagunakan teknologi untuk menghasilkan produk

barang dan jasa yang berguna bagi pemenuhan kebutuhan pasar domestik dan

ekspor. Salah satu untuk memperoleh kemajuan tersebut, diperlukan suatu

linkages antara lembaga litbang dengan industri. Kasus lembaga litbang (baca:

empat puslit di LIPI) diantaranya: Puslit bioteknologi, puslit informatika, puslit

fisika dan puslit elektronika dan telekomunikasi, bahwa dinamika linkages yang

terjadi dengan industri tampaknya belum sepenuhnya menyentuh kebutuhan

industri sebagai stakeholder-nya. Hal ini terlihat dari perencanaan kegiatan

penelitian lembaga litbang belum mendorong usaha bersama atau menuju pada

pendirian industri. Sementara dari sisi industri orientasinya lebih pada

peningkatan kemampuan untuk memperoleh nilai tambah dalam kegiatan

usahanya. Sedangkan para penelitinya lebih tertarik pada kegiatan penelitiannya

untuk peningkatan kompetensinya. Sejalan dengan itu mekanisme linkages

lembaga litbang dengan industri umumnya terbangun melalui pembinaan SDM

industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi yang dihasilkan lembaga

litbang. Kegiatan-kegiatan ini umumnya dilakukan personil peneliti, sehingga

linkages yang dibangun sifatnya lebih pada personal peneliti dengan industri.

Sehingga secara kelembagaan masih relatif belum terbangun, karena linkages

yang terjadi masih dalam tatanan pelatihan SDM industri. Pada akhirnya pola

dinamika linkages lembaga litbang dengan industri hanya pemanfaatan SDM

(peneliti) dan fasilitas di lembaga litbang oleh industri.

Kata kunci: Lingkages, Lembaga Litbang, Industri.

Page 2: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

2

PENDAHULUAN

Dinamika linkages lembaga litbang (kasus empat puslit di LIPI) dengan industri merupakan suatu proses pembelajaran yang bertujuan untuk menghasilkan produk lembaga litbang yang dapat berkontribusi pada industri. Kontribusi produk lembaga litbang sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing sangat dibutuhkan di era globalisasi saat ini. Untuk mendorong kontribusi hasil lembaga litbang dibutuhkan terobosan yang strategis. Salah satu terobosan yang diharapkan mampu menjawab adalah dengan membangun linkages yang dinamis antara lembaga litbang dengan industri. Banyak produk lembaga litbang yang berpotensi dan bernilai ekonomi tinggi, namun mengalami kendala sistemik, seperti kemampuan SDM industri, penguasaan teknologi, manajemen, produksi, pemasaran dan sebagainya.

Produk lembaga litbang yang berpotensi untuk dikembangkan yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat diterima oleh masyarakat dan pasar, serta mempunyai manfaat sosial bagi masyarakat terdapat 3 (tiga) aspek yang harus dikembangkan bersama antara lembaga litbang dengan industri. Untuk membangun dinamika linkages tersebut, yaitu aspek orientasi program dan kegiatan yang ditetapkan dalam berbagai kebijakan baik di tingkat lembaga litbang maupun ditingkat penentu kebijakan serta mencakup interaksi unsur pelaku sistem iptek (Lembaga Litbang, Perguruan Tinggi, Badan Usaha/Masyarakat).

Tiga aspek yang dimaksud meliputi : (1) Aspek hasil dan nilai manfaat; (2) Aspek kontribusinya bagi masyarakat; (3) Aspek ekonomi atau nilai komersial yang disertai strategi pemasaran. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif untuk melihat dinamika linkages, melalui pengumpulan dan pengolahan data serta analisis dan pembahasan mengenai terbangunnya dinamika linkages dengan win-win solution. Oleh karenanya ada sejumlah manfaat dari studi ini, antara lain: yakni memudahkan bagi lembaga litbang untuk membangun komunikasi dengan industri; memudahkan bagi lembaga litbang untuk menentukan program-program litbang yang dibutuhkan oleh industri; dan memudahkan bagi lembaga litbang untuk meningkatkan kemampuan sumber daya industri. Dengan demikian output dari studi ini adalah akan terlihat pola dinamika linkages antara lembaga litbang dengan industri yang dapat dijadikan rujukan dalam mendorong pembangunan nasional/daerah khususnya di bidang iptek.

KERANGKA BERPIKIR

Suatu dinamika linkages antara lembaga litbang dengan industri seperti dalam gambar 1, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor/variabel. Pada gambar yang tertulis, didalam lingkaran sebelah kiri tengah adalah “lembaga litbang” yang intinya terlihat meliputi perencanaan program lembaga litbang dan kemampuan “sumber daya lembaga litbang” yang dimiliki serta “iptek yang strategis”. Secara singkat hal ini dimaksudkan bahwa sebagai lembaga litbang, praktis harus melakukan kegiatan penelitian namun sebelum itu harus mempunyai perencanaan program terlebih dulu yang diharapkan hasilnya sesuai dengan kebutuhan industri. Kemudian berikutnya terlihat, ”sumberdaya lembaga litbang” diartikaa bahwa didalam lembaga litbang tentu mempunyai SDM (khusus tenaga peneliti),

Page 3: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

3

kemudian sarana dan prasarana litbang (laboratorium). Untuk masalah SDM, dalam pengembangan kedepan diwajibkan mengikuti diklat serta meningkatkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Oleh karena itu peran lembaga litbang bisa dikatakan sebagai pemasok iptek yang mempunyai nilai strategis.

Gambar 1: Dinamika linkages lembaga litbang dengan industri

Disisi lain tertulis pada kolom sebelah kanan adalah "Industri" dimana pada sisi industri ini yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan produk industri, standar mutu produk yang dihasilkan oleh industri, bahan baku utama dan bahan baku penolong yang dbutuhkan untuk produksi, teknologi produksi, proses produksi, desain produk, pemasaran, dan harga yang terjangkau. Sedangkan garis lingkaran yang menggambarkan angka delapan menunjukkan bahwa garis tersebut, merupakan proses dinamika linkages secara feedback, nah sejauhmana dinamika linkages tersebut berjalan tergantung dari pembuktian fakta-fakta di lapangan dan faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah selain kebijakan internal dari lembaga litbang juga dukungan kebijakan iptek nasional sebagai pengaruh lingkungan eksternal. Demikian pula pengaruh lingkungan eksternal lainnya adalah perkembangan teknologi yang selalu berubah dengan cepat dan penuh ketidakpastian. Dalam hubungan ini, maka dari kedua belah pihak tersebut, yaitu antara lembaga litbang dengan industri, bila diperhatikan terhadap garis yang melingkar seperti angka delapan menunjukkan adanya pola dinamika linkages yang saling berinteraksi. Nah sejauhmana pola dinamika linkages yang terjadi dari empat kasus puslit di LIPI, bisa dilihat pada bagian hasil dan pembahasan.

METODE

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Kegiatan penelitian Dinamika Linkages Litbang dengan Industri ditujukan untuk mengetahui kemampuan lembaga litbang dalam menghasilkan program yang memiliki keterkaitan/hubungan dengan industri di beberapa bidang Iptek. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan memilih daerah yang

Page 4: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

4

disesuaikan dengan keberadaan institusi litbang di lingkungan LIPI dan pelaku industri di bawah organisasi Kadin DKI dan Jawa Barat yang berlokasi di Bandung, dan Bogor. Dalam penelitian ini ditekankan pada dinamika linkages dengan produk-produk hasil litbang yang terkait dengan industri. Pemilihan lembaga litbang didasarkan pada pertimbangan bahwa institusi ini melakukan kegiatan litbang di bidang yang banyak menghasilkan produk yang dapat dikomersialisasikan.

Berbagai variabel dalam studi ini disusun dalam pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan dinamika linkages litbang dengan industri di beberapa bidang iptek dan industri antara lain: Produk yang terkait atau mempunyai hubungan dengan industri. Upaya peningkatan kinerja lembaga litbang dalam kaitan dinamika linkages. Dengan mengetahui variabel kemampuan dan kinerja lembaga litbang sesuai tujuan yang ingin dicapai organisasi.

Untuk memperoleh informasi yang akurat dan valid, data yang dibutuhkan adalah data primer. Data primer pada dasarnya adalah data yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara. Dalam penyebaran kuesioner dilakukan pendekatan secara langsung dengan menghubungi pimpinan lembaga litbang sekaligus menjelaskan maksud dan tujuan penelitian tersebut. Lembaga litbang tersebut, yaitu Puslit Informatika, Puslit Bioteknologi, Puslit Fisika, Puslit Elektronika dan Telekomunikasi dilingkungan LIPI. Kuesioner yang disebarkan hanya diisi oleh pimpinan Satker/UPT litbang atau pejabat yang diberi wewenang atau ditunjuk oleh pimpinan puslit dan UPT.

Selanjutnya pengolahan data hasil kuesioner dilakukan dengan mengarahkan pada jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Teknik pengolahan menggunakan tabulasi sesuai dengan variabel-variabel utama dari studi ini. Sementara data sekunder yang diperoleh melalui studi literatur baik melalui kepustakaan, laporan tahunanl lembaga litbang maupun informasi dari media cetak dan elektronik. Adapun analisa dan pembahasan digunakan analisis isi (content analisys) untuk mengetahui dinamika linkages dan kemampuan Lembaga Litbang terkait dengan industri. Hasil analisis dan pembahasan yang secara mendalam ini diperoleh hasil secara kualitatif yang menunjukkan suatu gambaran objektif dari dinamika linkages lembaga litbang dengan industri.

Metode Pengumpulan Data

Sebagai alat penghimpun data digunakan panduan wawancara dari sejumlah responden melalui survey dengan pengambilan sampel secara sengaja (purposif sampling). Sementara itu panduan wawancara disusun dari landasan teori dinamika lingkage secara terstruktur. Hal yang perlu diperhatikan pada pengumpulan data adalah mengungkapkan hal-hal yang bersifat kausalitatif melalui variabel-variabel atau faktor-faktor dinamika linkages. Selanjutnya digunakan pula kuesioner untuk penjaringan data kemampuan lembaga litbang.

Secara khusus wawancara mendalam dilakukan kepada pengelola dan peneliti lembaga litbang, serta ketua Kadin propinsi. Dalam kasus ini peneliti perlu memahami bagaimana lembaga litbang membangun linkage dengan industri serta

Page 5: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

5

dinamikanya terkait pada perencanaan, sumber daya, dan industri strategis. Selanjutnya wawancara mendalam dengan pimpinan Kadin untuk memahami faktor dinamika linkages pada sisi industri terkait pada kebutuhan produk industri, standar mutu produk, bahan baku utama dan penolong, teknologi produksi, proses, desain, pemasaran, dan daya saing.

Kriteria Responden, dipilih dari,

a. Kepala Pusat dan Peneliti di lembaga litbang LIPI yaitu:

1. Puslit Fisika (Serpong);

2. Puslit Bioteknologi (Cibinong);

3. Puslit Informatika (Bandung); dan

4. Puslit Elektronika dan Telekomunikasi (Bandung).

b. Ketua Kamar Dagang dan Industri Propinsi Jawa Barat dan DKI.

Jenis Data

Data yang digunakan:

1) Data primer, diperoleh dari hasil wawancara mendalam pada responden terpilih. Data yang dikumpulkan meliputi faktor dinamika linkage antara lembaga litbang dengan industri terkait sesuai kerangka pikir penelitian (lihat gambar 2.1)

2) Data primer, hasil pengisian kuesioner di lembaga litbang dan Kadin.

3) Data sekunder, diperoleh dari laporan tahunan lembaga dan kepustakaan, baik dari publikasi buku, artikel jurnal/journal-online, proseding, artikel dalam media masa, dan disertasi.

Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel penelitian meliputi:

(a). Lembaga Litbang:

1. Perencanaan program litbang yang berkaitan dengan dinamika linkage

2. Sumber daya litbang

3. Iptek yang strategis

(b). Industri:

1. Kebutuhan produk industri

2. Standar mutu produk

3. Bahan baku utama & Penolong

Page 6: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

6

4. Teknologi: produk Proses, Desain

5. Pemasaran

6. Daya saing industri

Metode Pengolahan Data dan Analisis

Data Indepth interview ditranskripkan kemudian dipilah, dan dikategorikan agar dapat diperlakukan sebagai data. Proses pengaturan urutan data, organisasi data dilakukan dengan suatu pola menurut kategori dan unit analisis (Sugiyono, 2006). Selanjutnya data kuesioner dipetakan dalam bentuk matriks untuk menunjukkan faktor-faktor dinamika linkages lembaga litbang dengan industri. Metode analisis kualitatif melalui penyusunan data secara induktif dan menginterpretasikan dinamika linkages dengan menyoroti keterkaitan program lembaga litbang dengan kebutuhan industri yang berujung pada win-win solution. Hal ini akan menunjukkan gambaran skematis dinamika linkages lembaga litbang dengan industri.

Sumber: Sugiyono (2006)

Gambar 2 : Model Analisis Data Kualitatif

Secara skematis analisis data kualitatif ditunjukkan pada gambar 2. Hal ini menunjukkan bahwa analisis kualitatif dimulai dari pengumpulan data yang dilanjutkan dengan proses pemetaan data dan reduksi data. Selanjutnya hasil data akhir digunakan untuk menggambarkan dinamika linkages. Analisis ini jika masih belum memuaskan masih dapat diulang kembali ke tahapan pengumpulan data dan seterusnya (loop tertutup). Analisis kemudian dilanjutkan dengan membangun model melalui analisis variabel yang terkait dengan dinamika linkages lembaga litbang dengan industri.

Page 7: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

7

Hasil dari Puslit Bioteknologi; Puslit Informatika; Puslit Fisika dan Puslit PPET:

Dimensi Perencanaan Program Litbang

Dimensi perencanaan program litbang ditunjukkan dari kapasitas dan kapabilitas perencanaan lembaga litbang terkait pada acuannya, kebutuhan industri maupun lingkungan serta kebijakan iptek. Hasilnya menunjukkan bahwa perencanaan program litbang di P2 Bioteknologi mengacu pada nilai jual teknologi, jasa produksi, kontrak riset, inkubator, dan spin off. Dalam kasus ini perencanaan program tidak didasarkan pada kemungkinan pendirian industri maupun pendirian usaha bersama. Sementara itu perencanaan program litbang untuk memenuhi kebutuhan industri ditunjukkan melalui standar mutu produk, kemampuan teknologi, proses produksi, pengembangan dan inovasi, potensi pasar produk industri, daya saing produk dengan keunggulan teknologi dan harga yang terjangkau. Lebih jauh perencanaan program litbang juga memperhatikan ilmu pengetahuan yang strategis, lingkungan yang selalu cepat berubah, kebijakan iptek, dan daya saing bangsa.

Kemudian dalam melihat perencanaan program Puslit Informatika, juga mengacu pada kapasitas dan kapabilitas lembaga yang antara lain diarahkan pada: Jasa produksi, seperti membuat software, hardware dan aplikasi (otomasi dan kontrol). Kemudian pernah melakukan kontrak riset atau mengembangkan kerjasama dengan sejumlah instansi, seperti pada tahun 2006 dengan BPPT yang menghasilkan distribusi (distro) IGOS Nusantara. Pada tahun 2007 juga menjalin kerjasama dengan PT. INTI untuk mengembangkan model bisnis IGOS Nusantara. Selain itu Puslit Informatika berupaya menerima dan memberi pelayanan konsultasi yang berkenaan dengan software, hardware dan aplikasi.

Kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki Puslit Informatika tentu disesuaikan dengan kebutuhan industri, misalnya standar dan mutu produk, beberapa hasil produk penelitian berupa aplikasi, meliputi Network Digital Library; Aplikasi Multi Media; Sistem e-Government untuk Aset, SDM dan P2JP dan lain sebagainya. Sedang kegiatan dalam perencanaan program yang terkait dengan kapabilitas teknologi, adalah penguasaan iptek yang meliputi: Operating System, Digital, Signal Processing, Spread Spectrum, Embedded System dan Interfacing, Teknologi Pengaksesan, Arsitektur Komputer, Multimedia System. Untuk menunjang hal-hal di atas, daya saing yang dilakukan adalah dengan modifikasi teknologinya.Semua rangkaian tersebut, tentu mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan: ilmu pengetahuan yang strategis, karena dunia information technology (IT) dipengaruhi oleh lingkungan yang selalu cepat berubah.

Dalam perencanaan program Pusat Penelitian Fisika (PPF) didasarkan pada kapasitas dan kapabilitas lembaga litbang yang mengacu pada: menjual teknologi, dan kontrak riset sedangkan hal-hal lain seperti jasa produksi, pembuatan usaha bersama, konsultasi, pendirian industri, inkubator, dan Spint off tidak menjadi pertimbangan PPF-LIPI. Pilihan tersebut berarti PPF hanya sebatas

Page 8: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

8

menjual teknologi yang dihasilkan oleh puslit kemudian ditawarkan pada industri, belum melihat apa sesungguhnya yang dibutuhkan pihak industri. Kemudian PPF melakukan kontrak riset dengan pihak industri/UKM sebagai pengguna hasil litbang PPF, dalam hal ini kontrak riset biasanya dilakukan kerjasama baik untuk produk, proses, maupun jasa.

Dalam perencanaan program litbang PPF tentu disesuaikan kebutuhan industri dengan mempertimbangkan pada kemampuan teknologi, proses produksi, pengembangan dan inovasi serta potensi pasar produk industri. Sedangkan dalam perencanaan program yang disesuaikan dengan kebutuhan industri PPF tidak mempertimbangkan standar dan mutu produk, bahan baku utama dan bahan baku penolong, serta daya saing produk dengan keunggulan teknologi dan harga yang terjangkau dan lainnya. Pilihan ini tentu didasarkan pada kemampuan PPF dalam menghasilkan produk-produk hasil litbangnya yang dapat dikomersialkan kepada pengguna. Kemampuan PPF tersebut meliputi kemampuan pengembangan teknologi, proses produksi, sampai melakukan pengembagan inovasi hasil litbang, serta mempertimbangkan potensi pasar dari produk hasil litbangnya.

Dalam perencanaan kedepan PPF senantiasa memikirkan iptek yang strategis yang dapat diterapkan dalam dunia bisnis demikian juga dengan dukungan kebijakan iptek yang telah ada dan dapat diacu sebagai kebijakan yang mendukung program-program PPF-LIPI selanjutnya. Di samping itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara dengan Kepala PPF-LIPI diperoleh informasi bahwa untuk menghasilkan program litbang terapan masih terbatas pada anggaran yang tersedia serta kesiapan sarana dan prasarana organisasi yang sudah ada. Dalam penyusunan program litbang terapan yang dianggap dibutuhkan oleh pelaku industri pada dasarnya mampu dari segi kesiapan SDM, namun tidak mudah direalisasikan. Salah satu kendala/hambatannya yang dihadapi oleh PPF LIPI adalah sarana dan prasarana yang dibutuhkan tidak mudah diadakan karena keterbatasan anggaran yang telah ditetapkan atau kebijakan pimpinan LIPI yang telah menetapkan pagu anggaran yang dibiayai APBN dan hal ini menjadi hambatan dan dialami oleh semua satuan kerja/ Puslit maupun UPT di lingkungan LIPI.

Demikian pula pada kasus perencanaan program litbang di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (PPET)-LIPI pada dasarnya tidak berbeda dengan puslit lainnya, yaitu selalu didasarkan atas pertimbangan pada kapasitas dan kapabilitas sumber daya litbang yang mengacu pada jual teknologi; jasa produksi; kontrak riset. Hal yang tidak dilakukan oleh PPET dalam membangun dinamika linkages dengan industri dalam perencanaan seperti tidak mengarah pada pembuatan usaha bersama, konsultasi, pendirian industri, inkubator maupun spin off.

Selain itu dalam perencanaan program litbang, juga selalu dikaitkan dengan kebutuhan industri seperti: kemampuan teknologi, proses produksi, pengembangan dan inovasi, potensi pasar produk industri. Hal yang tidak dilakukan oleh PPET dalam membangun dinamika linkages dengan industri, seperti tidak mengarah pada standar dan mutu produk, bahan baku utama dan penolong, daya saing produk dengan keunggulan teknologi dan harga terjangkau. Dalam perencanaan program litbang juga telah dipertimbangkan hal-hal yang

Page 9: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

9

menyangkut : Ilmu pengetahuan yang strategis, lingkungan yang cepat berubah, dan kebijakan iptek.

Dimensi Linkages Lembaga Litbang Dengan Industri

Pada kasus Puslit Bioteknologi lingkages dengan industri dapat dibangun mulai dari berbagai upaya seperti pengenalan iptek yang dihasilkan oleh lembaga, penetapan idea, uji coba hasil, studi kelayakan komersial, pembinaan SDM industri, implementasi produk litbang, bahkan dapat dimulai dari perencanaan sebelum kerjasama dimulai. Dalam membangun linkages dengan industri diperlukan kesiapan diantaranya adalah pengadaan peralatan litbang untuk pelengkap instrument yang sudah tersedia, pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kinerja personal lembaga litbang, serta dana yang mencukupi. Selanjutnya mekanisme yang digunakan untuk membangun linkages dengan industri adalah melalui koordinasi dengan industri/masyarakat /UKM, seminar/lokakarya/workshop, pameran dan sosialisasi, jaringan teknologi informasi, dan jaringan personal/pertemanan. Kegiatan linkages atau kerjasama dengan industri dimonitor dan dievaluasi dengan mendatangi lokasi industri. Kunjungan ke industri digunakan juga sebagai ajang negosiasi bagi komersialisasi hasil litbang. Dalam hal ini negosiasi digunakan untuk menentukan harga dan standar mutu. Berdasarkan hal ini maka kemampuan yang harus dimiliki lembaga litbang meliputi kemampuan untuk perubahan dalam mengintegrasikan berbagai aspek, kemampuan untuk membangun dan menyusun ulang kompetensi internal ataupun eksternal, kemampuan berinteraksi dan saling hubungan antar kegiatan ekonomi.

Tetapi pada kasus Puslit Informatika tidak melakukan mitra atau linkages dengan industri (UKM), tidak seperti puslit lain linkages yang terjadi biasanya menghasilkan produk, teknologi atau jasa. Jadi jarang sekali bermitra dengan UKM justru lebih banyak melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah, seperti BUMN dan PTN atau PTS. Dalam kerjasama tersebut, lebih kearah partner teknologi, sehingga fungsi Puslit Informatika tidak ubahnya sebagai pengembang software, hardware dan aplikasi (otomasi). Oleh karenanya hasil litbangnya berkaitan erat dengan bidang IT, terutama membuat atau mengembangkan aplikasi software maupun menyangkut hardwarenya. Pernah suatu saat indofood membutuhkan software untuk pengontrolan barang, tapi ini bersifat sementara setelah itu aplikasinya dikembangkan sendiri oleh indofood.

Untuk itu dalam rangka membangun linkages atau kerjasama dengan mitra di atas, tentu kapabilitas SDM menjadi perhatian utama Puslit Informatika. Oleh karena itu peningkatan SDM melalui jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi terus dilakukan. Demikian pula kegiatan pelatihan dan mengikut sertakan sejumlah SDM di bidangnya ke berbagai kesempatan di dalam dan luar negeri juga merupakan bagian yang tak terpisahkan.Perlakuan semua ini tentu untuk menginisiasi berbagai kemungkinan, karena mengingat kebutuhan dan perkembangan informatika yang begitu cepat berubah. Oleh sebab itu kegiatan penelitian-penelitian baik yang dilakukan melalui program tematik maupun

Page 10: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

10

program kompetitif akan menjadi sumber inspirasi bagi para peneliti khususnya dan kelembagaan Puslit Informatika pada umumnya.

Pada kasus PPF-LIPI linkages lembaga litbang dengan industri dapat dibangun dimulai dari: pengenalan iptek yang dihasilkan oleh lembaga dan pembuatan prototype. Pilihan ini disesuaikan dengan tahapan dalam menghasilkan produk hasil litbang yang dilakukan oleh PPF. Kemudian seluruh produk yang dihasilkan sudah berbentuk prototype. Linkages lembaga litbang dengan industri, dimana PPF dibentuk tidak dimulai dari tahapan-tahapan, seperti perencanaan sebelum kerjasama dilakukan, penetapan ide, uji coba hasil, uji produksi, studi kelayakan, komersial implementasi produk litbang, dan pembinaan SDM industri tidak menjadi pertimbangan oleh PPF-LIPI.

Dalam membangun linkages dengan industri, PPF-LIPI tentu sangat memerlukan pengadaan peralatan litbang untuk melengkapi alat yang ada dan memerlukan lembaga penghubung yang didukung penuh dengan kebijakan. Sedangkan dalam membangun linkages dengan industri PPF tidak memerlukan pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kinerja SDM lembaga litbang. Gambaran ini mencerminkan bahwa PPF dalam membangun linkages kedepan memang sangat membutuhkan sarana dan prasarana litbang untuk melengkapi sarana prasarana yang telah ada, karena sarana dan prasarana yang sudah ada belum memadai untuk menghasilkan produk hasil litbang yang dapat bersaing dengan produk yang dihasilkan oleh industri lain. Dalam menghasilkan produk hasil litbang untuk membangun linkages dengan pengguna kadang-kadang sarana dan prasarana yang digunakan PPF meminjam dari Puslit LIPI lainnya untuk saling melengkapi dan membantu. Selain itu juga perlu dukungan lembaga penghubung (misalnya: peran Pusinov-LIPI) yang lebih pro-aktif. Akhirnya diharapkan dukungan kebijakan internal LIPI guna mendorong program-program prioritas yang mempunyai daya saing di pasar regional maupun global.

Dalam membangun linkages litbang dengan industri dibutuhkan mekanisme, mekanisme yang dilakukan oleh PPF-LIPI, diantaranya adalah melalui: Seminar/lokakarya/workshop, dan jaringan teknologi informasi. Kegiatan seminar/lokakarya dan semacamnya sudah dilakukan baik pada event-event yang diselenggarakan oleh LIPI maupun pada kesempatan lain di luar LIPI, sepanjang anggaran untuk kegiatan dimaksud dapat mencukupi. Kemudian yang terkait dengan jaringan teknologi informasi, linkages yang dibangun dengan industri nampaknya belum berjalan secara optimal, masih terbatas pada inisiatif individu (peneliti). Sedangkan koordinasi dengan industri/masyarakat/UKM, pameran dan sosialisasi, dan jaringan personal/pertemanan tidak menjadi mekanisme dalam membangun linkages dengan industri.

Dalam melakukan monitoring dan evaluasi linkages lembaga litbang dengan industri, maka PPF melakukan langkah-langkah antara lain dengan mendatangi lokasi industri. Hal ini yang paling dianggap paling tepat untuk melakukan monitoring dan evaluasi atas linkages yang telah dibangun oleh PPF. Kegiatan mendatangi lokasi industri ini dapat dilakukan oleh Kepala Pusat, Kepala Bidang di bawahnya, Kepala Sub Bagian kerjasama, dan peneliti. Dalam kaitan ini PPF-LIPI tidak melakukan dengan mengirimkan daftar isian yang harus diisi oleh industri. Dalam membangun linkages dengan industri sebagai upaya komersialisasi hasil

Page 11: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

11

litbang diperlukan negosiasi untuk menentukan: standar mutu/kualitas produk. Akan tetapi harga teknologi tidak menjadi pertimbangan oleh PPF dalam melakukan negosiasi. Untuk hal yang satu ini pihak PPF pada prinsipnya selalu menginginkan produk hasil litbangnya dapat bersaing dengan produk lain yang sejenis.

Dalam membangun linkages dengan industri diperlukan kemampuan yang menjadi pertimbangan penting bagi PPF-LIPI adalah: kemampuan berinteraksi dan saling hubungan antar kegiatan ekonomi. Kemampuan dapat membentuk kerjasama yang baik, saling menguntungkan, dan penuh komitmen selalu dituntut agar dinamika linkges terus berjalan. Disamping itu perlu jaringan kerja dengan industri/UKM dan membentuk komunikasi yang baik. Namun bagi PPF-LIPI tidak menjadi pertimbangan penting adalah mengenai kemampuan untuk perubahan dalam mengintegrasikan berbagai aspek dan kemampuan untuk membangun dan menyusun ulang kompetensi internal ataupun eksternal.

Kemudian pada kasus PPET – LIPI di bawah kepemimpinan Kapus PPET selalu diupayakan agar setiap program litbang dapat dibangun suatu linkages dengan industri. Hal ini tampak dari kegiatan litbang di mana selalu ada pengenalan iptek dan pembuatan prototype yang dihasilkan oleh PPET untuk sebuah produk yang berpeluang untuk dimitrakan dengan industri. Selain itu, dilakukan uji coba produk dan implementasi. Sedangkan yang belum dilakukan oleh PPET pada industri adalah uji produk, studi kelayakan komersial dan pembinaan SDM industri. Oleh karenanya dalam membangun linkages dengan industri diperlukan hal-hal, seperti : (1) Pengadaan peralatan litbang untuk melengkapi alat yang telah ada; (2) Pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kinerja SDM PPET. Mekanisme dalam membangun linkages dengan industri dilakukan, seperti: (1) Koordinasi dengan industri/masyarakat yang terkait; (2) Pameran dan sosialisasi; (3) Mengakses pada jaringan teknologi informasi; dan (4) jaringan personal/pertemanan.

Dalam monitoring dan evaluasi lingkages dengan industri dilakukan, seperti mengunjungi/mendatangi lokasi industri. Sedangkan hal yang belum dilakukan, seperti mengirimkan daftar isian yang perlu diisi oleh industri. Dalam membangun linkages dengan industri sebagai upaya komersialisasi hasil litbang selalu dilakukan negosiasi untuk menentukan: 1). Harga teknologi yang ditawarkan kepada industri; 2). Standar mutu/kualitas produk teknologi yang akan ditawarkan. Demikian juga diperlukan kemampuan yang meliputi: kemampuan untuk perubahan dalam mengintergrasikan berbagai aspek; berinteraksi dan saling hubungan antar kegiatan ekonomi. Sedangkan yang belum dilakukan oleh PPET-LIPI kemampuan untuk membangun dan menyusun ulang kompetensi internal ataupun eksternal

Dimensi Faktor-Faktor Pendukung Linkages

Pada kasus Puslit Bioteknologi faktor-faktor yang mendukung linkages dengan industri secara sistematis diuraikan di bawah ini. Faktor utama adalah daya saing produk litbang memegang peranan penting dalam mendukung terbangunnya kerjasama ini. Selanjutnya perlu disediakan dana litbang oleh lembaga litbang/Pemerintah yang perlu ditindaklanjuti oleh analisis kelayakan ekonominya. Selanjutnya faktor pendukung lainnya adalah keunggulan teknologi, kemudahan dalam komunikasi, memiliki potensi pasar, alih teknologi dapat

Page 12: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

12

dilakukan dengan mudah, mudah pemanfaatan, pengoperasian, dan perawatannya. Seperti sudah diuraikan di atas bahwa keunggulan produk adalah faktor pendukung terbangunnya linkages antara lembaga litbang dengan industri. Walaupun demikian terbangunnya linkages lembaga litbang dengan industri juga dipengaruhi oleh kebijakan nasional iptek, kebijakakan internal lembaga litbang, struktur organisasi,tugas dan fungsi lembaga litbang, strategi dan lingkungan iptek yang strategis.

Dilihat dari sisi lembaga litbang (puslit) kesinambungan linkages tentu adanya interaksi positif antara puslit dengan industri dan sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas puslit itu sendiri. Oleh karenanya dalam interaksi ini tentu ada banyak faktor-faktor pendukung linkages tersebut, antara lain: daya saing produk litbang; tersedia dana litbang oleh puslit; analisis kelayakan ekonomi; keunggulan teknologi; kemudahan dalam komunikasi; memiliki potensi pasar; alih teknologi dapat dilakukan dengan mudah; mudah pemanfaatan, pengoperasian, dan perawatannya.

Pada kasus Puslit Informatika selain faktor-faktor pendukung linkages, secara struktural didalam struktur organisasi lembaga litbang (puslit) kegiatan ini terkait erat dengan tugas dan fungsi yang menjadi acuan dalam melaksanakan kegiatan harian. Ada 3 (tiga) kegiatan bidang yang menjadi perhatian utama di puslit informatika, yaitu: (1) bidang komputer, (2) bidang otomasi dan (3) bidang sistem informasi.

Pada bidang komputer, sasaran yang hendak dicapai adalah, kemampuan penguasaan teknologi dan perekayasaan rangkaian elektronika berbasis processor DSP, microprocessor dan microcontroller, yang mendukung berbagai aplikasi di bidang industri, lingkungan, keamanan, kesehatan, teknologi jaringan informasi dan komunikasi.

Di bidang otomasi merupakan laboratorium otomasi dan kontrol (kendali) yang melakukan litbang berbagai aplikasi otomasi, diantaranya sistem monitoring, kendali dan robotika. Kemudian di bidang sistem informasi, bidang ini merupakan laboratorium komputasi yang melakukan litbang perangkat lunak (software) untuk berbagai aplikasi ilmiah, administrasi dan umum. Bidang ini juga meneliti sejumlah kinerja layanan yang diberikan oleh server dan perangkat jaringan, serta mengamati pendistribusian paket, pengalokasian koneksi, dan keamanan jaringan. Selain itu mencakup perancangan sistem, inovasi algoritma, dan pencarian solusi komputer.

Hal-hal tersebut di atas, setidaknya melihat dan mempertimbangkan strategi dan lingkungan iptek yang strategis. Satu hal yang tidak kalah penting adalah adanya daya dukung kebijakan nasional iptek disamping kebijakan internal puslit tentunya. Nampaknya semua ini menjadi pertimbangan dalam rangka mendukung linkages.

Demikian pada kasus Puslit Fisika – LIPI, faktor-faktor yang mendukung terbangunnya linkages sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas lembaga litbang. Oleh karena itu PPF melakukan tiga pilihan yang dianggap terkait, yaitu: tersedianya dana litbang oleh Lembaga litbang/pemerintah, keunggulan teknologi, dan memiliki potensi pasar. Berdasarkan ketiga pilihan ini, melihat kapasitas dan

Page 13: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

13

kapabilitas puslit fisika, maka diperlukan faktor-faktor pendukung linkages, diantaranya dukungan dana penelitian. Dengan tersedianya dana pencapaian atau keunggulan teknologi melalui konsep inovasi bisa dicapai. Selain itu sebagai faktor-faktor pendukung linkages lainnya seperti, memiliki potensi pasar. Untuk hal yang satu ini tampaknya hasil litbang PPF belum bisa memenuhi kebutuhan industri secara optimal, tetapi kalau untuk kategori skala kecil sebagian puslit sudah melakukan bahkan sudah berjalan. Akan tetapi PPF-LIPI tidak menilih enam poin pilihan lainnya, yaitu: Daya saing produk litbang, analisis kelayakan ekonomi, kemudahan dalam komunikasi, alih teknologi dapat dilakukan dengan mudah, dan mudah pemanfaatan, pengoperasian, dan perawatannya.

Di samping itu faktor-faktor pendukung lain dalam membangun linkages antara PPF dengan industri juga dipertimbangkan kebijakan nasional Iptek. Masalah kebijakan nasional iptek, sejauh ini implementasi kebijakannya memang belum berjalan efektif sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan kebijakan internal lembaga litbang, Sstruktur organisasi, tugas dan fungsi lembaga litbang, dan strategi dan lingkungan iptek yang strategis tidak merupakan pertimbangan dari PPF.

Pada akhirnya kasus Puslit Elektronika dan Telekomunikasi (PPET) dalam membangun linkages ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas litbang PPET. Oleh karena itu faktor-faktor pendukung seperti : 1). Daya saing produk litbang; 2). Keunggulan teknologi; 3). Memiliki potensi pasar. Sedangkan faktor pendukung lainnya belum diperhitungkan oleh PPET seperti : 1). Tersedianya dana litbang oleh lembaga litbang; 2). Analisa kelayakan ekonomi; 3). Kemudahan dalam komunikasi; 4). Alih teknologi dapat dilakukan dengan mudah; 5). Mudah pemanfaatan; 6). Pengoperasian dan perawatannya.Selain faktor pendukung lingkages antara litbang dengan industri yang berpengaruh seperti : 1). Kebijakan nasional iptek; 2). Kebijakan internal lembaga litbang; 3). Struktur organisasi, tugas dan fungsi lembaga litbang; 4). Strategi dan lingkungan iptek yang strategis.

Dimensi Faktor-Faktor Penghambat Terjadinya Linkages

Pada kasus Puslit Bioteknologi-LIPI, faktor penghambat linkages ini umumnya terkait pada masalah yang timbul di lembaga litbang maupun yang terjadi di industri. Masalah di lembaga litbang umumnya terkait pada budaya kerjasama yang belum kondusif, belum adanya standar uji mutu produk yang dihasilkan oleh lembaga litbang, terbatasnya potensi pasar, harga yang tidak kompetitif/daya saing, kemampuan berkomunikasi yang masih lemah, jiwa entrepreneur yang tidak dimiliki, dan kepercayaan yang belum terbangun. Sementara masalah di industri meliputi perbedaan cara pandang industri dengan lembaga litbang, kemampuan SDM industri dalam alih dan menerapkan hasi, dan tidak adanya litbang di industri.Namun sebaliknya ada pula faktor-faktor penghambat untuk menjalin terjadinya linkages, ini menunjukkan ada masalah-masalah yang dihadapi dalam membangun linkages. Pada kasus Puslit Informatika, mungkin kendalanya juga tidak jauh berbeda dengan puslit lain. Misalkan pada masalah, budaya kerjasama yang belum kondusif, seperti pendanaan merupakan kendala terbesar bagi kemajuan riset di Indonesia. Dengan adanya keterbatasan

Page 14: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

14

tersebut, selayaknya dilakukan kerjasama dari dua atau bahkan beberapa laboratorium untuk mengatasi keterbatasan yang ada. Kerjasama antar laboratoirum juga akan mampu menekan penelitian yang berulang yang sebenarnya telah dilakukan oleh salah satu laboratorium.

Kemudian pada kasus Puslit Informatika, faktor penghambat lain tentang linkages, yaitu belum standarnya uji mutu produk yang dihasilkan oleh lembaga litbang (puslit). Kalau masalah standar sebagaimana disebutkan sangat sulit, karena ini menyangkut masalah TI tetapi untuk uji mutu produk hasilnya sudah dilakukan. Faktor penghambat lain, seperti terbatasnya bahan baku utama dan bahan baku penolong yang dibutuhkan untuk industri. Bagi Puslit Informatika, kalau di bidang software untuk bahan baku, mungkin belum perlu. Sedangkan kalau di bidang hardwarenya tentu sangat perlu, karena terkait dengan komponen, material dan lainnya. Tetapi dalam memenuhi kebutuhan bahan baku hardware tersebut, ketergantungan terhadap bahan baku impor masih sangat tinggi sehingga pada akhirnya harganya menjadi mahal.

Berkenaan dengan terbatasnya potensi pasar, dapat dikatakan relatif, karena posisi puslit informatika sebagai lembaga pemerintah salah satu tugas dan fungsinya adalah melayani jasa iptek di bidang informasi. Jasa iptek tersebut lebih kepada teknologi partner baik dalam bentuk kontrak riset atau kerjasama dengan instansi pemerintah atau swasta sekalipun. Berbeda dengan pelaku pengembang software dari swasta yang murni orientasinya bisnis. Sehingga kalau ditanyakan masalah "harga yang tidak kompetitif/daya saing" sebagai faktor penghambat terjadinya linkages, inipun dapat dikatakan relatif.

Kemudian pada kasus Puslit Fisika (PPF) – LIPI, masalah yang dihadapi dalam membangun linkages lembaga litbang dengan industri adalah: budaya kerjasama yang belum kondusif, akan tetapi masalah seperti belum standard dan uji mutu produk yang dihasilkan oleh lembaga litbang, terbatasnya bahan baku utama dan bahan baku penolong yang dbutuhkan untuk produksi di industri, terbatasnya potensi pasar, dan harga yang tidak kompetitif/daya saing tidak merupakan masalah yang penting bagi PPF-LIPI. Gambaran ini menunjukkan bahwa dalam membangun linkages dengan industri sangat didasari oleh pengalaman yang cukup lama, bahwa yang mana keduanya masih terjadinya diskoneksi, misalnya perbedaan "speed", "mind set" dan lain sebagainya.

Masalah lainnya yang terkait dengan industri dilihat dari kacamata industri, PPF-LIPI menilai bahwa dalam membangun linkages tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan karena adanya perbedaan cara pandang industri terhadap lembaga litbang, dan kemampuan SDM industri dalam alih teknologi dan menerapkan hasil litbang belum seimbang. Akan tetapi PPF-LIPI tidak menjadi pertimbangan bahwa hal ini merupakan penghambat adalah mengenai rendahnya tingkat pendidikan SDM, rendahnya penguasaan teknologi SDM industri, dan terbatasnya kemampuan pemasaran.

Demikian halnya pada kasus PPET-LIPI, masalah yang dihadapi terutama sebagai institusi pemerintah dalam membangun lingkages dengan industri terdapat faktor penghambat seperti: (1) Budaya kerjasama yang belum kondusif; (2) Produk litbang PPET – LIPI belum memenuhi standar dan uji mutu. Sedangkan

Page 15: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

15

yang tidak diperhitungkan sebagai faktor penghambat, seperti: (1) Terbatasnya bahan baku utama dan penolong; (2) Terbatasnya potensi pasar; (3) Harga yang tidak kompetitif/berdaya saing. Faktor penghambat internal industri dalam membangun linkages seperti, perbedaan cara pandang antara lembaga litbang dengan industri. Sedangkan hal yang tidak diperhitungkan sebagai penghambat seperti: (1) Rendahnya tingkat pendidikan SDM industri; (2) Kemampuan SDM industri dalam alih teknologi dan penerapkan hasil litbang masih rendah; (3) Rendahnya penguasaan teknologi SDM industri; (4) Terbatasnya kemampuan pemasaran.

Dimensi Upaya-Upaya Meningkatkan Hubungan Dengan Industri

Untuk kasus Puslit Bioteknologi, upaya yang dilakukan lembaga litbang untuk mendrong linkages dengan industri dilakukan dengan peningkatan kapabilitas lembaga yang meliputi peningkatan kemampuan SDM, kualitas jaringan komunikasi, sarana dan prasarana litbang, anggaran/dana litbang, promosi, potensi pasar hasil litbang. Kemampuan pengelolaan lembaga litbang juga terus dikembangkan diantaranya melalui peran pimpinan dalam melibatkan peneliti untuk menjalin linkages dengan industri. Selanjutnya untuk meningkatkan keberhasilan dalam membangun linkages jangka panjang maka diperlukan pertimbangan untuk membangun mekanisme linkages yang efektif dan efisien, ketersediaan peraturan dan prosedur yang semakin mudah dan mengikuti, memberikan keuntungan kedua belah pihak yang membangun linkages.

Sedang kasus Puslit Informatika, sejauh ini upaya-upayanya tidak saja dalam rangka mendorong linkages untuk meningkatkan hubungan dengan industri, tetapi disisi lain ini merupakan kebijakan internal puslit yang terus dilakukan, yaitu pembinaan sumberdaya manusia terutama kemampuan SDM, melalui pendidikan formal dalam dan luar negeri; mengikutsertakan training, seminar; dan pemberian bimbingan teknis serta berupaya untuk berperan aktif dalam pemasyarakatan hasil penelitian. Selain itu upaya-upaya untuk mendorong linkages, puslit juga menjaga dan memelihara kualitas jaringan komunikasi serta investasi sarana dan prasarana.

Mengenai sarana dan prasarana cukup mendukung, seperti JEC (Java Education Center) merupakan pusat pelatihan dan pengembangan teknologi Java dan Open Technology yang dilengkapi dengan prasarana yang memadai yang meliputi sejumlah workstation berteknologi 64-bit dengan Processor UltraSparc lli - Sun Blade 150, koneksi internet yang memadai dan materi pelatihan berbasis web. JEC yang diresmikan pada tanggal 22 Maret 2005 merupakan kerjasama antara Sun Microsystem dengan Pusat Penelitian Informatika - LIPI.

Masalah promosi juga sangat penting, karena hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan harus dipromosikan baik melalui media cetak atau media elektronik. Bersamaan dengan promosi tersebut, diharapkan dapat meningkatkan potensi pasar hasil litbang. Dan terakhir masalah peningkatan anggaran/dana litbang, untuk hal yang satu ini sangat sulit, sebab anggaran pemerintah sangat terbatas, kecuali ada temuan atau inovasi yang strategis dan spektakuler mungkin

Page 16: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

16

bisa didanai dengan nominal yang pantas, tetapi harus melalui kegiatan program tematik/kompetitif.

Secara empiris peran pimpinan dalam membangun linkages cukup proaktif baik pada pimpinan terdahulu maupun saat ini. Kegiatan linkages ini juga melibatkan pejabat struktural dibawahnya, yaitu kepala subbagian jasa dan informasi (Eselon IV), namun subbagian ini ruang geraknya agak terbatas, mungkin mengingat pemegang eselon tersebut dipimpin oleh seorang wanita. Seandainya bagian ini masuk pada level eselon III mungkin kiprahnya agak berbeda, baik dari sisi penampilan; skill; kemampuan dan lainnya. Sedangkan keterlibatan tenaga peneliti dalam membangun linkages masih bersifat individual yang langsung dengan industri, lebih sering dilakukan oleh pimpinan lembaga atau pejabat struktural dibawahnya dan ini bersifat formal.

Upaya-upaya meningkatkan hubungan dengan industri yang dilakukan oleh Puslit Informatika selama ini diistilahkan sebagai kerjasama. Uniknya sebagian besar kerjasama tersebut dilakukan dengan instansi pemerintah, diantaranya dengan: Kementrian Negara Riset dan Teknologi - IGOS Desktop; Kementrian Komunikasi dan Informasi; PT. INTI; PT. PLN; PT. TELKOM; TNI - Angkatan Laut; PTN dan PTS. Sebaliknya hubungan dengan industri usaha kecil menengah (UKM), jarang terjadi atau bisa dikatakan tidak pernah ada. Walaupun demikian pada intinya bahwa semua bentuk kerjasama yang pernah ada tentu untuk memperlancar keberhasilan dalam membangun linkages jangka panjang. Semua ini tentunya diperlukan tahapan-tahapan: mekanisme yang efisien dan efektif; aturan dan prosedur yang semakin mudah dalam mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta memberikan keuntungan kedua belah pihak.

Pada kasus PPF-LIPI, dalam mendorong linkages upaya-upaya yang dilakukan oleh melakukan peningkatan kualitas jaringan komunikasi, anggaran/dana litbang, dan potensi pasar hasil litbang. Upaya-upaya lain seperti peningkatan kemampuan SDM, peningkatan, sarana dan prasarana litbang, dan peningkatan promosi tidak merupakan pilihan dari PPF. Gambaran ini menunjukkan bahwa merupakan pilihan ini yang dianggap cukup signifikan dalam upaya meningkakan hubungan dengan industri. Peningkatan jaringan komunikasi merupakan cara yang efektif dalam membangun linkages, disamping cukup anggaran/dana litbang dalam mengembangkan produk hasil litbang yang dibutuhkan oleh pengguna/industri/UKM, serta tidak melupakan potensi pasar yang sedang in di masyarakat agar produk-produk hasil litbang dari PPF tidak ketinggalan trend dibandingkan dengan produk-produk lain.

Peran pimpinan dalam membangun linkages PPF hanya memilih dua saja, yakni: Melibatkan pejabat di bawahnya secara aktif dalam menjalin linkages, dan pimpinan melibatkan peneliti secara aktif dalam menjalin linkages. Sedangkan peran pimpinan dalam membangun linkages pilihan pimpinan proaktif dalam menjalin linkages, melibatkan pejabat di bawahnya secara aktif dalam menjalin Linkages, dan Pimpinan melibatkan peneliti secara aktif dalam menjalin Linkages tidak menjadi pilihan bagi PPF-LIPI. Nampaknya pilihan ini, pimpinan menyerahkan sepenuhnya pada bawahannya secara struktural atau juga pada penelitinya dalam membangun linkages dengan industri.

Page 17: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

17

Untuk memperlancar keberhasilan dalam membangun linkages jangka panjang PPF melakukan upaya meningkatkan kemampuan teknologi pada: proses produksi, investasi, dan inovasi teknologi dan pasar, dan pilihan kedua, memberikan keuntungan kedua belah pihak yang membangun linkages. Sedangkan mekanisme yang efisien dan efektif dan aturan dan prosedur yang semakin mudah dan mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi bukan merupakan pilihan bagi PPF dalam upaya memperlancar keberhasilan membangun linkages. Kedua pilihan ini setidaknya untuk memacu kompetensi puslit guna membangun linkages jangka panjang.

Akhirnya pada kasus PPET – LIPI, dalam mendorong lingkages, upaya-upaya yang dilakukan secara internal seperti: (1) Meningkatkan kemampuan, keterampilan SDM PPET; (2) Kualitas jaringan komunikasi; (3) Sarana dan prasarana litbang; (4) Promosi; (5) Potensi pasar hasil litbang. Peran pimpinan dalam membangun linkages seperti : 1). Pimpinan proaktif dalam menjalin linkages; 2). Melibatkan pejabat di bawahnya secara aktif dalam menjalin linkages; 3). Pimpinan melibatkan peneliti secara aktif dalam menjalin linkages. Untuk memperlancar kebehasilan dengan membangun linkages jangka panjang perlu dilakukan seperti : 1). Meningkatkan kemampuan teknologi pada proses produksi, investasi, inovasi teknologi dan pasat; 2). Memberikan keuntungan kedua pihak yang bekerjasama membangun linkages.

Dimensi Unsur Dinamika Linkages

Diawali pada kasus Puslit Bioteknologi-LIPI, unsur dinamika lingkages lembaga litbang dengan industri dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan pada alat-alat kerja setiap tahun yang mendukung produk/hasil litbang, kerjasama antar lembaga dalam penggunaan alat kerja dalam mendukung produk/hasil litbang, pengembangan SDM dalam mendukung program litbang untuk menghasilkan produk litbang yang dapat diterima oleh pengguna, SDM litbang yang turut serta dalam kegiatan litbang dengan industri, dan pengembangan produk litbang.

Pada kasus Puslit Informatika, unsur dinamika tentang perubahan pada alat-alat kerja yang mendukung produk/hasil litbang setiap tahunnya bisa dikatakan relatif dikaitkan pada masalah anggaran dan kebutuhan. Sedangkan dinamika dan perubahan pada aplikasi software tentu sangat dimungkinkan bisa terjadi mengingat perkembangan TI begitu pesat. Demikian pula perubahan pada hardware-nya terutama yang terkait dengan komponen dan material lain yang memungkinkan untuk membuat atau mengembangkan sebuah produk.

Tentang kerjasama antar lembaga dalam penggunaan alat kerja dalam mendukung produk/hasil litbang, dilihat dari beberapa pengalaman kerjasama yang pernah dilakukan, adanya saling ketergantungan dalam penggunaan alat atau perangkat teknologi tidak menutup kemungkinan bisa saja terjadi. Kemudian pada masalah pengembangan SDM dalam mendukung program litbang untuk menghasilkan produk litbang yang dapat diterima oleh pengguna. Untuk hal ini

Page 18: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

18

bagi puslit informatika secara efektif selalu menyesuaikan dengan perkembangan informatika dan ilmu pengetahuan komputer terakhir.

Pada kasus PPF-LIPI, unsur dinamika gambaran dari produk hasil litbang yang duhasilkan belum menunjukkan suatu kondisi yang dinamis karena baik dampak pada internal maupun eksternal belum memberikan perubahan yang dapat dirasakan oleh dunia bisnis maupun masyarakat. Padahal sebagaimana diharapkan bahwa produk litbang terapan seharusnya mampu berkontribusi dalam memperbaiki atau mengembangkan suatu produk yang ada menjadi lebih unggul lagi sehingga mampu meningkatkan nilai tambah pada suatu produk industri. Kegiatan penelitian di lembaga litbang pada umumnya harus dimulai dari perencanaan pembuatan program kegiatan yang melihat pada kebutuhan pengguna, akan tetapi ternyata belum sepenuhnya dapat direalisasikan oleh PPF-LIPI. Alasan ini karena hasil litbang belum dapat mendorong usaha bersama yang mengarah pada pendirian industri. PPF baru pada tahap pengenalan ide dilanjutkan pembuatan prototype. Apabila dilihat dari sisi pengguna yaitu indusrti/UKM yang memanfaatkan produk hasil litbang PPF belum mengarah pada pembentukan industry tapi hanya sebatas memanfaatkan produk hasil litbang. Sedangkan pada kasus PPET-LIPI, Dalam mebangun lingkages dengan industri seperti : 1). Kerjasama antar lembaga dalam penggunaan peralatan kerja dalam mendukung produk/hasil litbang; 2) Pengembangkan SDM dalam mendukung program litbang untuk menghasilkan produk litbang yang dapat diterima oleh pengguna terutama industri terkait.

Pembahasan untuk Puslit Bioteknologi; Puslit Informatika; Puslit Fisika dan Puslit Elektronika dan Telekomunikasi

Linkages lembaga litbang dengan industri yang dibangun oleh lembaga litbang (empat puslit), secara teoritis umumnya diawali dari perencanaan program litbang untuk kemudian direalisasikan kedalam kegiatan penelitian yang merangkul industri dalam suatu kemitraan yang dinamis. Dalam kenyataannya kegiatan litbang yang berinteraksi dengan industri tidaklah sederhana, Tusy A. Adibroto (2010) menunjukkan bahwa masalah pembangunan iptek merupakan gap atau perbedaan antara supplay (diperankan lembaga litbang) dalam penyediaan solusi teknologi dan kemampuan pengguna dengan demand (diperankan industri) dalam menyerap dan mengembangkan teknologi baru yang tersedia. Sehingga pada akhirnya dibutuhkan integrasi antara lembaga litbang sebagai penyedia teknologi dan industri sebagai penerima teknologi.

Kegiatan penelitian di lembaga litbang yang diawali dari perencanaan belum sepenuhnya menyentuh kebutuhan industri sebagai stakeholder-nya. Hal ini terlihat dari belum sepenuhnya perencanaan kegiatan penelitian yang mendorong usaha bersama atau menuju pada pendirian industri. Sementara dari sisi industri orientasinya lebih pada peningkatan kemampuan untuk memperoleh nilai tambah dalam kegiatan usahanya. Walaupun wacana untuk mendorong lingkages dengan industri sudah dikemukakan melalui perencanaan yang mendukung keunggulan teknologi dan harga, akan tetapi para peneliti lebih tertarik pada penelitian untuk peningkatan kompetensinya. Sebagai contoh

Page 19: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

19

proposal penelitian dibuat oleh peneliti di sejumlah puslit dengan mempertimbangkan kebutuhan industri seperti kegiatan penelitian Pada sisi yang lain juga mengemukakan bahwa kesiapan industri untuk pemanfaatan hasil litbang melalui lembaga litbangnya (litbang industri) tidak terealisasi karena pada umumnya industri menghendaki produk yang sudah siap dan sesuai permintaannya (didasari dari permintaan pasar).

Untuk membangun linkages antara lembaga litbang dengan industri sudah disadari perlunya dukungan peralatan litbang, keterampilan SDM dan dana yang mencukupi. Sementara keterbatasan lembaga litbang pemerintah dalam penyediaan dana dan peralatan merupakan salah satu kendala dalam membangun lingkages. Hal ini dapat dimengerti mengingat bahwa empat puslit di LIPI dalam penelitiannya mengacu pada tupoksi yang cakupannya relatif besar, yaitu penyiapan bahan perumusan kebijakan penelitian bidang kajian; penyusunan pedoman, pembinaan, dan pemberian bimbingan teknis dalam bidang masing-masing; penyusunan rencana, program, dan pelaksanaan penelitian bidang bioteknologi; pemantauan pemanfaatan hasil penelitian bidang bioteknologi; pelayanan jasa iptek; melakukan evaluasi dan penyusunan laporan penelitian bioteknologi; dan pelaksanaan urusan tata usaha. Sejalan dengan itu mekanisme linkages lembaga litbang dengan industri pada umumnya terbangun melalui pembinaan SDM industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi yang dihasilkan lembaga litbang. Kegiatan-kegiatan ini pada umumnya dilakukan personil peneliti, sehingga kerjasama penelitian yang dibangun sifatnya lebih pada personal peneliti dengan industri. Sementara secara kelembagaan masih relatif belum terbangun, karena pada umumnya secara kelembagaan kerjasama masih dalam tatanan pelatihan SDM industri.

Selanjutnya hasil temuan penelitian juga menunjukkan bahwa lembaga litbang, khususnya empat puslit LIPI sebagai kasus, menyadari untuk kegiatan lingkages perlu ditopang oleh kemampuan lembaga dalam pengelolaan perubahan dan integrasi aspek teknologi, kemampuan untuk pembangunan dan penyusunan ulang kompetensi internal atau eksternal kelembagaan, kemampuan untuk berinteraksi dan saling berhubungan antar kegiatan ekonomi. Hal mana akan melahirkan daya saing produk litbang, ketepatan pengalokasian dana, keunggulan teknologi, komunikasi yang baik, keberhasilan alih teknologi dari lembaga litbang ke industri, yang kesemuanya menuju linkages lembaga litbang-industri yang dinamis. Kerjasama linkages empat puslit di LIPI tentunya juga dilakukan dengan pertimbangan kebijakan nasional bidang iptek, strategi dan lingkungan strategis iptek.

Dalam upaya membangun linkages dengan industri, pimpinan lembaga litbang harus mampu untuk menciptakan budaya kerjasama yang kondusif serta melibatkan peneliti secara aktif. Hal mana pada gilirannya akan mendorong terbangunnya komunikasi yang baik guna menghasilkan produk litbang sesuai standar yang diinginkan industri dan harga yang kompetitif. Budaya kerjasama yang kondusif ini juga diharapkan dapat menurunkan perbedaan cara pandang industri dengan lembaga litbang serta ketiadaan unit litbang di industri. Beberapa cara yang dapat ditempuh misalnya melalui keterbukaan dan kemudahan industri untuk akses ke lembaga litbang. Oleh karena itu upaya peningkatan kemampuan

Page 20: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

20

SDM lembaga litbang dan peningkatan kualitas jaringan komunikasi perlu dilakukan, baik melalui promosi hasil litbang, peningkatan sarana dan prasarana, serta insentif bagi kegiatan kerjasama litbang dengan industri. Upaya lain yang perlu ditempuh untuk membangun linkages ini antara lain adalah menciptakan mekanisme yang efektif dan efisien dan tidak menekankan pada birokrasi yang kaku serta memberikan keuntungan pada kedua belah pihak.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan yang sekaligus juga menyarankan pada sejumlah puslit sebagai kasus, tentang dinamika linkages dengan industri yang akan dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

1. Dari setiap puslit di lingkungan LIPI agar dalam penyusunan program litbang agar selalu dikaitkan dengan kebutuhan industri/masyarakat/pemerintah yang telah dikoordinasi, sosialisasi perencanaan program litbangnya baik itu berupa temuan baru yang dapat diterapkan, inovasi teknologi, maupun kemampuan dalam hal kontrak riset, konsultasi sehingga industri/masyarakat/pemerintah dapat memahami dan menjawab kebutuhan mereka.

2. Dalam membangun program litbang yang diperkirakan dibutuhkan oleh industri/ masyarakat/pemerintah hendaknya ada pengembangan kualitas SDM satker yang memperlihatkan kemajuan sejalan dengan program litbang yang dihasilkan, sehingga menghasilkan SDM yang profesional dan ahli dalam bidangnya.

3. Program litbang dari setiap satker yang sudah jelas untuk membantu dan menyelesaikan kebutuhan industri/masyarakat/ pemerintah yang dapat memberi nilai tambah bagi penggunanya serta dapat meningkatkan dan menambah pengetahuan dan keahlian SDM satker perlu ada upaya-upaya yang serius untuk memperjuangkan agar pendanaan dapat dipenuhi.

4. Anggaran litbang untuk mensikapi dinamika linkages perlu bahkan berbagai instrumen kebijakan harus digunakan antara lain UU Otonomi daerah No. 22 dan No. 25 serta hasil revisi menjadi UU no. 34 Tahun 2003. Undang-undang tersebut dapat digunakan sebagai strategi dalam pembiayaan litbang Daerah. Dengan demikian akan memberi peluang bagi keikutsertaan partisipasi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA Amin Pujiati. 2008. Inter Firm Linkage : Teori dan Implementasi di Indonesia, Adibroto, Tusy A. 2007. Peran Negara Dalam Pembangunan Riset.

(http://oc.its.ac.id/ ambifile.php?idp=120, diakses 18 Februari 2009)

Page 21: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

21

Cohen.W.M (at.al). 1998. "Industry and the Academy: Uneasy Partners in the Cause

of Technological Advance" in Challenge to the Research Universities. R.No.ll (ed). Washington D.C.: Brookings Institutions (dalam Grace).

IGN 2009 dan LIPIRISm@ di ITB Fair 2010. (http://informatika.lipi.

go.id/latest/ign- 2009-dan-lipirism-di-itb-fair-2010.html, diakses 12 Januari 2011 ).

Jenny, K. 1999. "The Indo-Swiss Collaboration in Biotechnology in Search of New

Direction." In Biotechnology and Development Monitor. No.39 (dalam Grace).

Leonard, D & Barton, 1990. Organization Science, Vol. 1, No. 3, Special Issue:

Longitudinal Field Research Methods for Studying Processes of Organizational Change. (1990), pp. 248-266.

Movery, D. 1998. The Roles and Contributions of R&D Collaboration: Matching Policy

Goals and Design. Berkeley: University of California (dalam Grace). Schunk, K. 1999. GMD's Techno Park - Window to Technology and SME. German

National Research Center for Information Technology (dalam Grace). Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Penerbit Alfabeta. Bandung. Teece, David J at.al. Gary Pisano; Amy Shuen. Dinamic Capabilities and Strategic

Management . Strategic Management Journal, Vol.18, No.7. (Aug., 1997),pp. 509-533.

Page 22: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

22

EVALUASI HASIL LITBANG KOMPETITIF LIPI UNTUK MENETAPKAN KLASTER UNGGULAN

Mohammad Arifin, Radot Manalu, dan Setiyowiji Handoyo

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Sejak tahun 2003, LIPI melaksanakan program kompetitif. Esensi dari program kompetitif adalah mensinergikan berbagai sumberdaya yang dimiliki LIPI, baik secara lintas satuan kerja (satker) maupun lintas kedeputian guna menghasilkan luaran yang holistik dan strategik. Program ini ditetapkan secara top-down dengan tema kegiatan mempertimbangkan isu-isu strategis dan mendesak untuk ditangani. Harapannya adalah menghasilkan keluaran yang terukur, berkualitas, dan jelas pengguna akhirnya. Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 100 peneliti utama yang telah melakukan kegitan penelitian kompetitif minimal tiga kali selama periode 2004-2009. Hasil lapangan menunjukkan bahwa sebaran kegiatan litbang kompetitif menurut tujuan sosial ekonomi (TSE), yang terbesar digunakan untuk tujuan environmental management & other aspects (15,7%). Untuk tujuan manufacturing dan advancenment of natural sciences & humanities masing-masing sebesar 11,8%, serta animal production & animal primary products dan natural sciences masing-masing sebesar 9,8%. Sementara itu, kegiatan litbang untuk TSE yang lain proporsinya di bawah 8% dan yang terkecil adalah untuk TSE energy supply dan health masing-masing sebesar 2%. Pada klaster I (kegiatan eksplorasi), hampir 50% merupakan kegiatan litbang yang lebih menekankan pada aspek pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk klaster II (kegiatan kebijakan), kurang dari 50% merupakan kegiatan litbang yang lebih menekankan pada aspek pemanfatan/aplikasi. Sedangkan klaster III (kegiatan menghasilkan produk), hanya sebagian kecil yang merupakan kegiatan litbang yang menekankan tidak hanya pada aspek pengembangan ilmu pengetahuan tetapi juga aspek aplikasi.

Kata kunci: Evaluasi, hasil litbang, kompertitif.

PENDAHULUAN

Tuntutan masyarakat yang semakin besar akan peran iptek dalam memberikan solusi bagi pemecahan permasalahan dan peningkatan daya saing perekonomian bangsa, mendorong LIPI sebagai salah satu lembaga riset untuk terus berupaya memberikan kontribusi yang signifikan. Selama ini, LIPI telah melakukan berbagai program dan kegiatan riset dalam berbagai spektrum keilmuan yang cukup luas. Akan tetapi, sangat menyebarnya kegiatan riset

Page 23: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

23

tersebut menyebabkan output yang dihasilkan masih berskala kecil, divergen dan cenderung terfragmentasi antar satu kegiatan dengan kegiatan lainnya.

Bertolak dari hal di atas, sejak tahun 2003 LIPI menyepakati untuk melaksanakan program kompetitif. Esensi dari program kompetitif adalah mensinergikan berbagai sumberdaya yang dimiliki LIPI, baik secara lintas satuan kerja (satker) maupun lintas kedeputian guna menghasilkan luaran yang holistik dan strategik. Program ini merupakan program LIPI yang ditetapkan secara top-down dengan tema kegiatan mempertimbangkan isu-isu strategis dan mendesak untuk ditangani.

Sesuai dengan buku panduan program kompetitif, yang dimaksud dengan program kompetitif LIPI adalah program korporat LIPI yang ditetapkan secara topdown dan keluarannya diarahkan dapat memberikan sumbangan bagi solusi masalah nasional dan/ atau pengembangan keilmuan yang strategis.

Program kompetitif bertujuan untuk mencapai tujuan berlingkup nasional maupun daerah:

1. Memberikan solusi terhadap persoalan nasional dan/atau daerah yang strategis dan berjangka panjang, serta memberikan dampak luas bagi daerah/ sektor/ disiplin keilmuan tertentu;

2. Menghasilkan penemuan baru dalam bidang keilmuan tertentu;

3. Memberikan efek bergulir dalam arti kemungkinan sumber pendanaan, peningkatan pendapatan nasional maupun daerah, penciptaan lapangan kerja;

4. Menggerakkan keterpaduan antar unit penelitian maupun antar peneliti yang berorientasi pada kebutuhan riil, jangka pendek maupun jangka panjang;

5. Efisiensi alokasi dan penggunaan sumber daya (dana, waktu, sarana, pelaksana penelitian) LIPI dalam melaksanakan visi dan misinya.

Tabel berikut ini menunjukkan kegiatan dalam program kompetitif yang telah berlangsung dari awal program digulirkan (tahun 2003) hingga tahun 2009, sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah Kegiatan dan Biaya Program Kompetitif, 2003-2009

Tabel Sub Program Kompetitif

Kegiatan Biaya (miliar rupiah)

2003 5 60 14.53

2004-2008 11 625 137.49

2009 7 104 27.30

Jumlah 789 179.32

Sumber : Sayuti, 2009

Page 24: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

24

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa periode 2003-2009 jumlah kegiatan yang dilakukan dalam program kompetitif berjumlah 789 kegiatan dengan total anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp 179,32 miliar. Artinya bahwa, dari satu judul kegiatan kompetitif dibiayai sekitar Rp 227 juta.

Pada periode 2004-2009 terdapat 11 Sub Program yang dilakukan dalam program kompetitif, meliputi: 1).Sensus Biota Laut; 2).Domestikasi Hayati; 3).Pasca Genomic Molecular Farming; 4).Bahan Baku Obat; 5).Produk, Komoditi, dan Teknologi; 6).Kajian Pertahanan dan Keamanan (Hankam); 7).Energi Baru dan Terbarukan; 8).Kalimantan Timur dan Bangka Belitung (Kaltim Babel); 9).Wilayah Perbatasan; 10).Pengelolaan DAS Terpadu; 11).Otda, Konflik dan Daya Saing.

Selanjutnya pada tahun 2009 kegiatan kompetitif dikelompokkan menjadi 7 sub program, yaitu:

1). Eksplorasi dan Pemanfaatan Terukur Sumberdaya Hayati;

2). Molecular Farming dan Bahan Baku Obat;

3). Material Maju dan Nanoteknologi;

4). Energi Bersih Terbarukan dan Pasokan Air Bersih Berkelanjutan;

5). Ketahanan dan Daya Saing Wilayah dan Masyarakat Pesisir;

6). Kebencanaan dan Lingkungan;

7). Critical Strategic Social Issues.

Harapan dari tujuan dan sasaran program kompetitif adalah menghasilkan keluaran yang terukur, berkualitas, dan jelas pengguna akhirnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui hal tersebut, perlu kiranya dilakukan evaluasi program kompetitif baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi maupun pencapaian hasil akhir kegiatan. Untuk lebih memperdalam analisis, ketujuh Sub Program tersebut akan dikelompokkan berdasarkan capaian-capaian yang telah dihasilkan dalam bentuk klaster unggulan dengan mempertimbangkan aspek kedalaman pengembangan iptek (knowledge intensity) dan manfaat penerapannya di masyarakat (aplicability). Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kegiatan litbang kompetitif dalam hal output dan tujuan sosial ekonominya;

2. Mendapatkan klaster unggulan hasil litbang kompetitif pada setiap sub program

Sumber data

Populasi dalam penelitian ini adalah peneliti utama yang telah melakukan kegitan penelitian kompetitif minimal tiga kali selama periode 2004-2009. Jumlahnya sebesar 100 peneliti utama, rinciannya adalah yang telah melakukan penelitian 3 kali berjumlah 65 peneliti utama, yang melakukan 4 kali berjumlah 16 peneliti utama, dan yang telah melakukan 5 kali sebanyak 19 peneliti utama.

Page 25: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

25

Analisis Data Target kegiatan litbang pada umumnya bermuara pada dua hal pokok, yaitu

pengembangan iptek dan aplikasinya di masyarakat. Jika digambarkan dalam grafik dua dimensi, maka pengelompokkan hasil kegiatan litbang dapat dipetakan dalam tiga klaster unggulan sebagai berikut:

Sumber: Hakim, 2009

Gambar 1. Klaster Unggulan Hasil-hasil Kegiatan Program Kompetitif

Berdasarkan gambar di atas, maka terdapat tiga klaster unggulan yang dapat dianalisis dari kegiatan litbang program kompetitif. Klaster Unggulan I (Fundamental) dideskripsikan dengan kegiatan litbang yang lebih menekankan pada basic dan tidak memperhatikan pada penerapannya di masyarakat. Berbeda dengan klaster unggulan I, pada Klaster Unggulan II (Development) kegiatan litbang lebih menekankan pada aspek penerapannya di masyarakat. Sedangkan Klaster III (Strategic) menitikberatkan pada kegiatan Basic dan Applied yang .artinya di samping penekanan pada aspek pengembangan keilmuan juga memperhatikan aspek penerapannya pada masyarakat.

Suatu kegiatan litbang kompetitif masuk dalam salah satu klaster unggulan dilihat berdasarkan jenis kegiatan litbang yang dilakukan. Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis kegiatan litbang, yaitu kegiatan eksplorasi (E), kebijakan (K), dan produk (P).

Untuk menetapkan suatu kegiatan litbang yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan kegiatan lainnya dalam satu klaster maka dilakukan pembobotan terhadap output kegiatan yang bersangkutan. Output tersebut dikelompokkan ke dalam dua hal, yaitu knowledge intensity (meliputi: prosiding, jurnal, buku, HKI) dan aplicability (meliputi: makalah kebijakan, prototipe, dan produk).

Adapun pembobotan dari masing-masing output kegiatan litbang tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Kn

ow

ledg

e Inten

sity

Klaster Unggulan I

Basic

Non Applied

(Fundamental)

Klaster Unggulan III

Basic

Applied

(Strategic) Non Klaster

Non Basic

Non Applied

Klaster Unggulan II

Non Basic

Applied

(Development) Aplicability

Page 26: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

26

Tabel 2. Pembobotan output kegiatan litbang menurut kriteria knowledge intensity dan aplicability

Kriteria Output Kegiatan Bobot

Knowledge Intensity HKI (Paten, Desain Industri, PVT, dll)

0,25

Buku, diterbitkan penerbit asing 0,21

Jurnal internasional 0,18

Buku, diterbitkan penerbit nasional 0,14

Prosiding internasional 0,11

Jurnal nasional 0,07

Prosiding nasional 0,04

Aplicability Produk komersial/makalah kebijakan

0,5

Produk skala laboratorium 0,33

Prototipe 0,17

Berdasarkan pembobotan di atas maka masing-masing kegiatan litbang dalam satu klaster dapat ditentukan apakah memiliki keunggulan relatif jika dibandingkan dengan kegiatan lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peneliti utama yang produktif melakukan litbang kompetitif secara kontinyu selama periode 2004-2008 berjumlah sembilan belas peneliti utama. Puslit Kimia adalah yang paling banyak peneliti utamanya yang melakukan kegiatan kompetitif secara kontinyu dalam periode tersebut, yaitu sebanyak 4 peneliti utama. Selanjutnya diikuti oleh Puslit Oseanografi yang memiliki 3 peneliti utama yang melakukan kegiatan kompetitif kontinyu selama 5 tahun. Sedangkan Puslit Biologi, Bioteknologi, Informatika, dan Limnologi hanya memiliki satu peneliti utama yang melakukan kegiatan secara kontinyu selama periode tersebut.

Page 27: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

27

Selanjutnya produktifitas peneliti utama yang melakukan 4 kali kegiatan kompetitif selama periode 2004-2008 berjumlah enambelas peneliti utama, dan yang paling produktif adalah Puslit Oseanografi ada 4 peneliti utama, diikuti oleh Puslit P2ET ada 3 peneliti utama.

Sedangkan peneliti utama yang frekuensinya 3 kali melakukan kegiatan kompetitif, yang paling banyak adalah Puslit Kimia sebanyak 9 peneliti utama, diikuti Puslit Limnologi sebanyak 8 peneliti utama. Puslit Biologi dan Fisika masing-masing sebanyak 6 peneliti utama. Yang terendah atau hanya satu peneliti utama yang melakukan kegiatan kompetitif sebanyak 3 kali dalam periode 2004-2005 adalah P2KIM, P2SMTP, P2 Politik, dan P2 Ekonomi.

Dengan menggunakan instrumen penelitian yang berupa kuesioner, pada bulan Juni 2010 telah disebar ke sembilanpuluh tujuh peneliti utama, dan responden yang mengembalikan kuesioner sebanyak 51 responden (52%).

Disamping kuesioner yang disebar kepada para peneliti utama, juga dilakukan wawancara dengan para peneliti utama terpilih pada setiap sub program yang meliputi aspek: a). Proses seleksi; b).Output kegiatan; c). Pergeseran program; d). Laporan penelitian; e). Kelebihan dan kelemahan. Adapun aspek-aspek, uraian dan hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Beberapa hasil wawancara terkait dengan faktor penelitian

No. Faktor Uraian

1 Proses seleksi Secara umum proses seleksi sudah bagus, karena panelisnya melibatkan orang luar LIPI yang sesuai dengan kompetensinya. Kemudian sudah ada pedoman dan aturan2nya

2 Output kegiatan Output kegiatan yang dihasilkan perlu dikembangkan lebih lanjut oleh Satker sendiri.

3 Pergeseran program

Sebenarnya penelitian yang dilakukan tidak ada perubahan program dari tahun ke tahun, justru setelah disetujui Panelis programnya berubah. Atau ada juga penggabungan program yang dilakukan oleh Panelis, jadi bukan penelitinya yang merubah. Ada juga penelitian yang sudah selesai tahun 2007, kemudian pada tahun 2009 dimulai lagi kegiatan penelitian baru.

4 Laporan penelitian

Laporan penelitian sudah ada yang membuat 3 versi, yaitu a). ditujukan untuk pertanggungan jawab administrasi; b). bentuk majalah populer; c). bentuk science untuk masyarakat ilmiah.

5 Kelebihan dan kelemahan

a).Kelebihannya: peneliti dapat melakukan penelitian lebih fokus/spesifik untuk mencapai sasaran. Membantu peneliti untuk meningkatkan kemampuannya, karena dana DIPA terbatas. b). Kelemahannya: kadang-kadang belum sampai kepada tujuan yang diharapkan karena terbatasnya waktu dan dana.

Page 28: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

28

Output dan Produktivitas Peneliti

Peneliti utama yang mengembalikan kuesioner sebanyak 52% yang tersebar di tujuh sub program kompetitif. Dalam penelitian ini output/luaran kegiatan program kompetitif diklasifikasikan menjadi 4 (empat) yaitu : (1) Makalah/publikasi ilmiah antara lain: buku, jurnal ilmiah, proceeding, dan makalah kebijakan, (2) Hak Kekayaan Intelektual (HKI) antara lain: Paten, Merek, Disain Industri, Disain Tata Letak dan Varietas Tanaman, dan (3) Prototipe yaitu: model, rancang bangun, dan (4) Produk/proses.

(a) Makalah/Publikasi Ilmiah

Publikasi ilmiah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: buku, jurnal ilmiah, proceding, dan makalah kebijakan. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah publikasi ilmiah pada tahun 2008 sebanyak 82 publikasi, yang paling banyak adalah proceding nasional sebanyak 49 (60%), sedangkan yang sedikit adalah proceding dan jurnal internasional masing-masing sebesar 0,1%. Pada tahun 2009 terdapat 74 publikasi ilmiah, yang berati ada penurunan sekitar 10% jika dibandingkan dengan tahun 2008. Publikasi terbesar dalam bentuk jurnal nasional sebanyak 29 jurnal (39%), disusul proceding internasional sebanyak 13 proceding (17%) dan yang terkecil adalah makalah kebijakan sebesar 0,03%.

(b) Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Dalam penelitian ini Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dikelompokkan menjadi 3 yaitu: paten terdaftar, paten yang diterima, dan disain industri. Jumlah HKI hasil litbang program kompetitif pada tahun 2008-2009, sebanyak 7 buah, terdiri dari 3 paten terdaftar dan 2 paten diterima pada tahun 2008. Sedangkan pada tahun 2009 hanya ada 2 yaitu 1 paten terdaftar dan 1 disain industri.

(c) Prototipe

Jumlah prototipe pada tahun 2008 sebanyak 15, dan pada tahun 2009 sebanyak 10 prototipe. Jika dibandingkan dengan jumlah protototipe yang diperoleh pada tahun 2008 terjadi penurunan sebesar 33%.

(d) Produk

Selain publikasi ilmiah, HKI, dan prototipe, output program riset kompetitif lainnya ada yang berupa produk baik dalam skala komersial maupun masih skala laboratorium. Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2008 terdapat 12 produk pada skala laboratorium dan 4 dalam skala komersial. Pada tahun 2009 terdapat 10 produk skala laboratorium dan 3 produk skala komersial.

Secara persentase pada tahun 2008 jumlah produk skala laborarorium sebesar 75% dan produk komersial sebesar 25%. Sedangkan pada tahun 2009

Page 29: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

29

terdapat lebih dari 77% skala laboratorium dan sekitar 23% dalam skala komersial.

Output/luaran dan produktivitas peneliti utama program kompetitif dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Output dan Produktivitas Litbang Kompetitif 2008-2009

Outpu/Luaran Tahun Produktivitas

2008 2009 2008 2009

Buku nasional/internasional 11 6 0,22 0,12

Jurnal nasional/internasional 11 36 0,22 0,70

Proceeding nasional/internasional

57 29 1,12 0,57

Makalah kebijakan 3 3 0,06 0,06

Paten terdaftar 3 1 0,06 0,02

Paten diterima 2 0 0,04 0

Disain industri 0 1 0 0,02

Prototipe/model/rancang bangun

15 10 0,29 0,20

Produk skala lab 12 10 0,24 0,20

Produk komersial 4 3 0,08 0,06

Sumber: diolah dari data lapangan

Pada tahun 2008, terlihat pada Tabel 3, bahwa output terbesar dari hasil litbang kompetitif adalah proceeding nasional/internasional (57), diantaranya 8 buah proceeding internasional, disusul prototipe (15) dan produk skala laboratorium (12). Sedangkan output dalam bentuk paten terdaftar (3) dan paten yang diterima (2) buah disain industri tidak ada sama sekali. Selanjutnya pada tahun 2009, luaran terbesar adalah dalam bentuk jurnal nasional/internasional sebanyak (36), diantaranya 7 buah jurnal internasional. Kemudian dilanjutkan luaran dalam bentuk proceeding nasional/internasional (29), diantaranya 13 buah proceeding internasional. Luaran dalam bentuk hanya 1 buah dalam bentuk terdaftar. Sedangkan dalam bentuk disain industri 1 buah.

Produktivitas peneliti yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah output setiap luaran dibagi jumlah peneliti utama yang mengembalikan kuesioner. Hasil dari produktivitasnya terlihat pada setiap tahunnya bervariasi. Pada tahun 2008 produktivitas yang tertinggi adalah proceding nasional/internasional (1,12), yang artinya dalam 100 peneliti utama kompetitif mampu menghasilkan proceding nasional/internasional sejumlah 112 buah. Selanjutnya produktivitas yang terkecil adalah paten diterima hanya sebesar 0,04, yang artinya dalam seratus peneliti utama kompetitif hanya mampu menghasilkan 4 paten diterima.

Page 30: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

30

Pada tahun 2009, produktivitas tertinggi adalah jurnal ilmiah nasional/internasional (0,70), yang artinya dalam seratus peneliti utama setiap tahun mampu menghasilkan 70 jurnalnasional/internasional, Selanjutnya produktivitas terkecil adalah kemampuan peneliti utama membuat disain industri dan paten terdaftar masing-masing hanya sebesar 0,02, artinya dalam seratus peneliti utama hanya mampu menghasilkan 2 paten terdaftar dan 2 disain industri. Sedangkan paten diterima tidak ada sama sekali.

Kegiatan Litbang Kompetitif Menurut Tujuan Sosial Ekonomi (TSE)

Sebaran kegiatan litbang kompetitif menurut tujuan sosial ekonomi (TSE), dapat dilihat pada Gambar 2. Kegiatan kompetitif terbesar digunakan untuk tujuan environmental management & other aspects (15,7%). Berikutnya digunakan untuk tujuan manufacturing dan advancenment of natural sciences & humanities masing-masing sebesar 11,8%, serta animal production & animal primary products dan natural sciences masing-masing sebesar 9,8%. Sementara itu, kegiatan litbang kompetitif untuk TSE yang lain proporsinya di bawah 8% dan yang terkecil adalah untuk TSE energy supply dan health masing-masing sebesar 2%.

Gambar 2. Distribusi Sub program Kompetitif Menurut TSE

Klaster unggulan I: kegiatan eksplorasi

Mengacu pada definisi bahwa klaster unggulan I (kegiatan eksplorasi) merupakan kegiatan litbang yang lebih menekankan pada aspek pengembangan ilmu pengetahuan maka dapat disimpulkan bahwa hampir 50% kegiatan pada klaster ini telah memenuhi kriteria knowledge intensity. Hal ini ditunjukkan dengan

Page 31: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

31

output kegiatan penelitian yang dihasilkan dalam bentuk buku, jurnal ilmiah, prosiding pertemuan ilmiah, dan HKI. Kegiatan biodiversitas, distribusi, dan kelimpahan ikan sidat tropis serta kaitannya dengan kondisi lingkungan merupakan kegiatan yang paling diunggulan berdasarkan kriteria yang telah disebutkan diatas. Kegiatan ini selama tahun 2008-2009 telah menghasilkan 10 buah jurnal ilmiah internasional, lima buah jurnal ilmiah nasional, empat buah prosiding internasional, dan enam buah prosiding nasional.

Walaupun pada klaster unggulan ini lebih menekankan pada aspek pengembangan ilmu pengetahuan akan tetapi beberapa kegiatan juga telah dapat diaplikasikan/dimanfaatkan oleh pengguna, yaitu kegiatan model aplikasi subs perifiton dalam memperbaiki kualitas air di daerah etrofikasi dan tercemar. Disamping menghasilkan prosiding nasional (1 buah) dan jurnal ilmiah nasional (2), kegiatan ini juga telah berhasil menghasilkan produk sebanyak 2 buah di tahun 2008 dan 2009 walaupun masih dalam skala laboratorium.

Klaster unggulan II: kegiatan menghasilkan kebijakan

Mengacu pada definisi bahwa klaster unggulan II (kegiatan kebijakan) merupakan kegiatan litbang yang lebih menekankan pada aspek pemanfatan/aplikasi disimpulkan bahwa kurang dari 50% yang memenuhi kriteria aplicability. Hal ini ditunjukkan dengan output kegiatan penelitian yang dihasilkan dalam bentuk makalah kebijakan baik pada skala daerah maupun nasional. Kegiatan mobilitas penduduk dan pengembangan potensi perdagangan di wilayah perbatasan NTT-Timur Leste merupakan kegiatan yang paling diunggulkan berdasarkan kriteria yang telah disebutkan diatas. Kegiatan ini selama tahun 2008-2009 telah menghasilkan empat buah buku nasional, prosiding nasional (2) dan makalah daerah (1). Walaupun pada klaster unggulan ini lebih menekankan pada aspek aplikasi akan tetapi beberapa kegiatan belum dapat diaplikasikan/dimanfaatkan dikarenakan masih bersifat eksplorasi (knowledge intensity).

Klaster unggulan III: kegiatan menghasilkan produk

Dengan merujuk pada definisi bahwa klaster unggulan III (kegiatan menghasilkan produk) merupakan kegiatan litbang yang menekankan tidak hanya pada aspek pengembangan ilmu pengetahuan tetapi juga aspek aplikasi maka dapat disimpulkan bahwa hanya sebagian kecil (lima kegiatan) pada klaster ini telah dapat diaplikasikan. Kegiatan pengembangan usaha pertanian terpadu untuk meningkatkan potensi lahan kritis di NTT merupakan kegiatan yang paling diunggulan berdasarkan kriteria yang telah disebutkan diatas. Kegiatan ini selama tahun 2008-2009 telah menghasilkan enam produk komersial, dua prototipe, dan satu prosiding nasional.

Page 32: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

32

KESIMPULAN

1. Perlu adanya alokasi dana yang dikhususkan untuk kegiatan diseminasi hasil litbang yang dinilai layak diterapkan di masyarakat.

2. Penggabungan beberapa sub program hendaknya didasari pada kebutuhan untuk menjawab permasalahan aktual baik tingkat daerah, nasional, maupun sektor dengan melibatkan stakeholder terkait.

3. Pada program kompetitif yang lebih diarahkan untuk menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh pengguna baik tingkat nasional maupun daerah ternyata masih sedikit yang menghasilkan produk komersial.

4. Pada Tujuan Sosial Ekonomi (TSE), hasil kegiatan litbang kompetitif juga menaruh perhatian pada permasalahan yang berkaitan dengan bidang lingkungan, industri, peternakan, dan sumberdaya alam.

5. Secara umum, kegiatan litbang kompetitif lebih mengarah kepada pengembangan dan penemuan baru ilmu pengetahuan sesuai dengan sub program masing-masing. Sedangkan yang mengarah kepada penggunaan produk hasil litbang masih terbatas.

6. Perlu adanya Satker yang berfungsi untuk mengevaluasi dan menindaklanjuti hasil litbang kompetitif yang layak untuk dimanfaatkan oleh masyarakat.

7. Dalam perumusan proposal dan pelaksanaan penelitian perlu melibatkan pihak pengguna dari awal agar hasil litbang benar-benar dapat dimanfaatkan dan tidak hanya mengarah kepada pengembangan ilmu pengetahuan saja.

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D. 2004. Psikologi Terapan: Mengupas Dinamika Kehidupan Umat Manusia. Yogyakarta: Darussalam.

Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia.

Bungin, B. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana.

Johnson, R.A & Wechern, D.W. 1992. Applied Multivariate Statistical Analysis. Third Edition. New Jersey: Prentice Hall. Englewood Cliffs.

Hartinah, S. 2009. Pemetaan Hasil Tracking Riset Kompetitif LIPI 2003-2007. Workshop Pemetaan Hasil Tracking Riset Kompetitif LIPI. Refleksi Lima Tahun Program Kompetitif LIPI. Jakarta 21 Desember 2009.

Ivankova N.V., John W.Creswell. & Sheldon L.Stick. 2006. Using Mixed Methods Sequential Explanatory Design. Field Methods, Vol.18 No.1, February 2006. (3-20)

Page 33: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

33

Santoso A., dkk. 2004. Studi Evaluasi Proyek-proyek Riset Unggulan/Kompetitif Untuk Mendukung Perencanaan LIPI. Jakarta : Pappiptek-LIPI.

Www.stat.fi/isi99/proceeding... (Www.stat.fi/isi99/proceeding... (internet Nov 2009).

------------. 2009. Panduan Penyusunan dan Seleksi Proposal Program Kompetitif LIPI Tahun 2010. LIPI. Jakarta.

Page 34: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

34

STUDI MOBILISASI TENAGA PENELITI LIPI

Budi Triyono, Chichi Shintia Laksani, Indri Juwita Asmara, Tri Agus

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Pada saat ini LIPI memiliki berbagai skema pendanaan penelitian, baik yang berasal dari LIPI sendiri maupun dari instansi pemerintah lainnya. Banyaknya skema pendanaan penelitian tersebut dapat berdampak pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Indonesia di satu pihak, dan menyebabkan beban kerja peneliti yang berlebih di pihak lain serta tidak meratanya alokasi pendanaan kegiatan penelitian. Oleh sebab itu, studi ini memetakan kompetensi peneliti, distribusi peneliti dan beban kerjanya, serta alokasi pendanaan kegiatan penelitian LIPI. Hasil studi menunjukkan bahwa peneliti LIPI masih didominasi oleh peneliti yang berpendidikan S1 dengan mayoritas jenjang fungsional sebagai peneliti madya. Sayangnya, kinerja peneliti LIPI yang diindikasikan dari jumlah publikasi dan sitasi di tingkat nasional dan internasional tergolong masih rendah. Sementara itu, pemetaan terhadap beban kerja peneliti LIPI menunjukkan bahwa pada tahun 2009 terdapat peneliti LIPI yang memiliki beban kerja lebih dua kegiatan penelitian untuk skema DIPA, Kompetitif, dan Iptekda. Namun demikian, terdapat juga peneliti LIPI yang tidak terlibat dalam kegiatan penelitian baik pada DIPA, Kompetitif, maupun Iptekda. Hasil analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa banyak peneliti yang aktif dalam kegiatan penelitian ternyata tidak mampu menghasilkan cukup banyak publikasi dan sitasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa kelompok peneliti berkinerja baik dengan publikasi dan sitasi yang banyak justru merupakan peneliti yang tergolong kurang aktif dalam keikutsertaaanya di kegiatan penelitian baik DIPA, Kompetitif, maupun Iptekda. Artinya, para peneliti yang berkinerja baik tersebut mampu menghasilkan publikasi dan sitasi yang banyak hanya dari sedikit kegiatan penelitian yang diikutinya. Hasil identifikasi alokasi pendanaan kegiatan penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi jumlah pendanaan kegiatan penelitian tematik antar satker di LIPI. Sampai saat ini juga belum ada ukuran yang dapat dijadikan sebagai standar yang mengikat berapa rupiah seharusnya suatu kegiatan penelitian harus dibiayai.

Kata Kunci: pendanaan, peneliti LIPI

Page 35: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

35

PENDAHULUAN

Pada saat ini LIPI memiliki berbagai skema pendanaan penelitian, baik yang berasal dari LIPI sendiri maupun dari instansi pemerintah lainnya. Salah satu sumber pendanaan utama kegiatan penelitian LIPI adalah DIPA LIPI seperti pendanaan penelitian untuk program tematik dan kompetitif. Selain itu, terdapat pula skema pendanaan dari instansi pemerintah lainnya seperti dari DIPA Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) berupa instentif riset dan DIPA Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Depdiknas. Program tematik LIPI dimaksudkan sebagai program untuk meningkatkan kompetensi pusat penelitian dan peneliti LIPI pada pusat penelitian tersebut. Sedangkan skema pendanaan bagi program kompetitif riset LIPI bersifat kompetitif. Demikian pula dengan program insentif ristek. Dalam skema seperti ini peneliti harus mengajukan proposal penelitian dan akan melalui serangkaian proses seleksi sebelum dinyatakan dapat dibiayai atau tidak. Sedangkan bantuan dana penelitian dari Dirjen Dikti memiliki skema yang hampir sama dengan program tematik, hanya pada skema ini setiap peneliti diberi kuota penelitian sebesar Rp 50 juta rupiah.

Banyaknya skema pendanaan penelitian di atas, tentu merupakan hal yang positif dalam mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Indonesia. Dengan demikian, para peneliti akan terangsang untuk berlomba mengajukan proposal penelitian untuk memperoleh pembiayaan bagi kegiatan litbangnya. Kondisi ini tentu saja akan mendorong semakin banyaknya kegiatan penelitian. Hal ini tentu saja berimplikasi positif bagi perkembangan iptek di Indonesia. Dengan semakin banyaknya kegiatan penelitian yang dilakukan, maka output yang dihasilkan oleh peneliti pun akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan pula kinerja pusat penelitian di mana peneliti tersebut berada.

Namun demikian, di lain pihak banyaknya skema seperti ini dapat mendorong pada beban kerja yang berlebih pada para peneliti serta tidak meratanya alokasi pendanaan kegiatan penelitian. Apabila hal ini terjadi, maka justru akan memberi dampat negatif bagi peneliti dan puslit bersangkutan. Oleh sebab itu, diperlukan adanya kebijakan dari pihak LIPI untuk mengatur mobilisasi para peneliti yang mencakup distribusi para peneliti LIPI di kegiatan penelitian beserta beban kerja dan alokasi pendanaannya. Terkait dengan hal tersebut, maka studi ini memetakan distribusi peneliti dan beban kerjanya, kompetensi peneliti serta alokasi pendanaan kegiatan penelitian LIPI. Hasil dari studi ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pihak LIPI untuk menentukan mobilisasi para peneliti LIPI beserta alokasi pendanaannya.

KERANGKA BERPIKIR

Guna mengidentifikasi kompetensi dan kinerja peneliti LIPI yang merupakan salah satu dari tujuan studi, maka studi ini akan menggunakan pendekatan Avital dan Collopy (2001), tetapi disesuaikan dengan karakteristik LIPI sebagai objek penelitian yang merupakan lembaga penelitian murni atau bukan universitas. Selain itu, penyesuaian juga akan dilakukan berkaitan dengan alasan teknis dan akses data. Oleh karena itu, studi ini tidak akan menggunakan

Page 36: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

36

seluruh indikator yang terdapat pada pendekatan studi evaluatif dan ekplanatif seperti yang dikemukakan oleh Avital dan Collopy (2001).

Dalam penelitian ini, kompetensi para peneliti LIPI akan diidentifikasi melalui tingkat pendidikan, jabatan fungsional, dan bidang kepakarannya. Guna memperdalam analisa, maka identifikasi terhadap kompetensi peneliti juga dilakukan dengan mengidentifikasi kinerja peneliti LIPI melalui variabel yang telah dikembangkan oleh Avital dan Collopy (2001) yaitu hasil riset dan pengaruhnya. Hasil riset peneliti LIPI akan diidentifikasi melalui jumlah publikasi ilmiah internasional maupun nasional. Data jumlah publikasi ilmiah internasional baik dalam publikasi jurnal internasional dan conference paper diperoleh melalui SCOPUS. Sedangkan untuk menjaring data publikasi nasional, penelitian ini menggunakan data pada Googleschoolar yang telah memperhitungkan publikasi ilmiah internasional dan nasional. Sementara itu, variabel pengaruh dari hasil penelitian diindikasikan dari jumlah sitasi dari publikasi yang dihasilkan oleh peneliti. Data sitasi ini pun diperoleh dari SCOPUS dan Googleschoolar.

Guna memperdalam analisa, studi ini menggunakan analisis kluster. Pada studi ini, analisis kluster digunakan dalam mengidentifikasi kelompok-kelompok peneliti berdasarkan pada kinerja dan banyaknya kegiatan penelitian yang dilakukan. Kemudian hasil analisis kluster ini dintepretasikan berdasarkan kompetensi peneliti seperti tingkat pendidikan dan jabatan fungsional.

METODE

Guna mencapai tujuan akhir yang ingin dicapai, penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan seperti yang diperlihatkan Gambar 1. Uraian dari setiap tahapan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

Tahap 1: Pemetaan distribusi kompetensi peneliti dan beban kerja

Tahap ini ditujukan untuk menjawab dua pertanyaan pertama penelitian ini. Untuk pemetaan kompetensi peneliti diperlukan adanya data berupa tingkat pendidikan, jabatan fungsional, serta bidang kepakaran para peneliti. Data tersebut diperoleh melalui penelusuran database di Biro Kepegawaian LIPI. Kompetensi peneliti LIPI juga akan diidentifikasi melalui kinerjanya dalam melakukan kegiatan penelitian. Analisis kinerja ini akan menggunakan konsep Avital dan Collopy (2001) dimana kinerja diidentifikasi melalui jumlah publikasi dan sitasi. Data tersebut diperoleh melalui Scopus dan Googleshoolars.

Pada tahap pemetaan beban kerja peneliti, data yang dibutuhkan berupa data kegiatan-kegiatan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti. Pada tahap pemetaan beban kerja peneliti ini menggunakan data sekunder dari Biro Kepegawaian dan BPK LIPI berupa data umum mengenai jumlah peneliti serta berbagai kegiatan penelitian yang diikutinya (baik DIPA, Kompetitif, maupun Iptekda) serta posisinya dalam tim penelitian.

Guna memperdalam analisa maka pemetaan terhadap kompetensi dan beban kerja dilengkapi dengan analisis kluster. Analisis ini ditujukan untuk

Page 37: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

37

mengidentifikasi kelompok-kelompok peneliti LIPI berdasarkan kompetensi dan beban kerjanya.

Tahap 2: Analisis tabulasi silang (cross tab) antara kompetensi peneliti dengan beban kerja

Tahap kedua ini akan fokus untuk menganalisis apakah beban kerja para peneliti LIPI telah sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Analisis cross tab yang dilakukan akan menggunakan data yang telah diperoleh pada tahap pertama khususnya hasil analisis kluster pada kompetensi dan beban kerja peneliti.

TAHAP 1

Pemetaan distribusi

beban kerja peneliti

TAHAP 1

Pemetaan kompetensi

peneliti

TAHAP 2

Analisis Cross Tab antara kompetensi

peneliti dengan beban kerjanya

TAHAP 3

Identifikasi alokasi pendanaan riset

Penelusuran database Penelusuran database

Hasil dari Tahap 1

Hasil dari tahap 1 dan 2, serta FGD

HASIL

Rekomendasi kebijakan mobilisasi peneliti: terkait

dengan penentuan beban kerja dan alokasi

pendanaan riset bagi peneliti

Gambar 1 . Alur Kerja Penelitian

Tahap 3: Identifikasi alokasi pendanaan riset

Tahap terakhir ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan ketiga dari studi ini. Pada tahap ini akan dilakukan identifikasi terhadap alokasi pendanaan yang sesuai untuk kegiatan penelitian dan para penelitinya. Identifikasi akan dilakukan melalui FGD dengan para peneliti senior yang tergolong unggul dalam bidangnya. FGD akan bersumber pada data yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya.

Page 38: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

38

Dengan melakukan tiga tahapan penelitian tersebut, maka diharapkan penelitian ini akan menghasilkan rekomendasi berupa kebijakan mobilisasi para peneliti khususnya yang terkait dengan pengaturan beban kerja serta alokasi pendanaan untuk kegiatan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kompetensi Peneliti LIPI

Guna memetakan kompetensi peneliti di LIPI maka dilakukan identifikasi terhadap tingkat pendidikan, jabatan fungsional, dan bidang kepakaran yang dimiliki oleh setiap peneliti. Selain itu, kompetensi yang dimiliki oleh peneliti LIPI juga diidentifikasi melalui kinerjanya di bidang peneitian yang dinilai dari jumlah publikasi dan sitasi. Data yang berkaitan dengan kompetensi peneliti di LIPI diperoleh dari Biro Organisasi dan Kepegawaian (BOK) LIPI, dengan jumlah peneliti sebesar 1249 orang.

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa hampir sebagian besar peneliti di LIPI didominasi oleh peneliti yang berpendidikan S1 sebesar 47,32%, kemudian S2 sebesar 33,47% dan sisanya S3 sebesar 19,22%. Identifikasi pada tingkat kedeputian juga menunjukkan hasil yang serupa bahwa peneliti di setiap kedeputian didominasi oleh peneliti yang berpendidikan S1. Kondisi tersebut tidak terjadi hanya pada Kedeputian IPSK dimana peneliti didominasi oleh peneliti berpendidikan S2. Jika dilihat dari jenjang fungsionalnya, sebagian besar peneliti LIPI merupakan peneliti madya (32%), kemudian diikuti dengan peneliti pertama (26%), peneliti muda (25%), dan yang terendah adalah peneliti utama (17%). Sementara itu, hasil identifikasi terhadap kepakaran peneliti LIPI menunjukkan terdapat 126 kepakaran. Lima besar kepakaran yang digeluti peneliti LIPI meliputi kepakaran oseanografi/oseanologi (9,85%) yang hanya berada di kedeputian IPK; kepakaran botani (6,41%) berada di kedeputian IPH; kepakaran teknik interdisiplin (6,24%) berada di kedeputian IPT dan Jasil; kepakaran mikrobiologi (4,56%) berada di kedeputian IPK, IPH dan IPT; dan kepakaran ekologi dan evolusi (3,76%) berada di kedeputian IPK, IPH dan IPT.

Selanjutnya, kinerja peneliti LIPI diidentifikasi melalui jumlah publikasi dan sitasinya yang tercatat di SCOPUS dan Googleshoolars. Jika data SCOPUS hanya mencatat publikasi dan sitasi dari jurnal dan converence paper di tingkat internasional, data Googleschoolars juga mencakup data publikasi dan sitasi dari publikasi nasional. Data SCOPUS menunjukkan bahwa dari 1249 peneliti LIPI terdapat 244 peneliti atau 19,54% yang tercatat memiliki publikasi di jurnal ilmiah internasional. Sementara itu, yang tercatat memiliki sitasi dari publikasi yang dihasilkan sebanyak 202 peneliti atau 16,17%. Sementara itu, data publikasi dan sitasi conference paper yang tercatat di SCOPUS juga menunjukkan hal yang tidak jauh berbeda bahwa hanya sebagian kecil peneliti LIPI yang mempunyai publikasi pada conference paper di tingkat internasional. Data SCOPUS menunjukkan bahwa dari 1249 peneliti LIPI, hanya 38 atau 3,04% yang tercatat memiliki publikasi dalam bentuk international conference paper. Sedangkan yang pubikasinya dalam conference paper disitasi hanya sebanyak 19 peneliti atau 1.52%. Identifikasi dengan menggunakan data publikasi dan sitasi yang tercatat pada SCOPUS dan

Page 39: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

39

Googleschoolar memperlihatkan bahwa peneliti dari kedeputian IPH merupakan peneliti paling produktif dalam menghasilkan publikasi dan sitasi. Sedangkan pada tingkat unit kerja, hasil identifikasi menunjukkan bahwa Pusat Penelitian Bioteknologi menjadi unit kerja yang penelitinya paling produktif dalam menghasilkan publikasi dan sitasi.

Guna memperdalam hasil pemetaan kompetensi peneliti LIPI, maka dilakukan analisis kluster terhadap kinerja peneliti LIPI. Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok peneliti yang tergolong berkinerja baik. Seperti sebelumnya, variabel kinerja yang digunakan dalam melakukan analisis kluster ini adalah publikasi dan sitasi yang tercatat di data SCOPUS dan Googleschoolar. Dengan demikian, kelompok peneliti yang berkinerja baik berarti adalah kelompok peneliti dengan publikasi dan sitasi yang tergolong banyak. Analisis kluster yang dilakukan dengan membentuk empat kluster peneliti mengidentifikasi kinerja peneliti LIPI seperti yang diperlihatkan Tabel 1.

Tabel 1. Kluster Kinerja Peneliti LIPI

Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4

Karakteristik kluster

Peneliti dengan output sedang: hanya cukup baik pada publikasi jurnal internasional (data Scopus) dan publikasi yang tercatat di googleschoolar

Peneliti dengan output rendah: publikasi dan sitasi baik internasional maupun nasional rendah

Peneliti dengan output tergolong tinggi terutama pada publikasi dan sitasi pada internasional conference (data SCOPUS)

Peneliti dengan output sangat tinggi terutama pada publikasi dan sitasi jurnal internasional (data SCOPUS) serta publikasi dan sitasi berdasarkan data googleschoolar

Jumlah peneliti

88 (7.04%) 1129 (90.39%) 21 (1.68%) 11 (0.88%)

Analisis kluster terhadap kinerja peneliti (publikasi dan sitasi) yang diperlihatkan Tabel 1 menunjukkan bahwa peneliti yang tergolong memiliki publikasi dan sitasi yang tinggi (kluster 3 dan 4) hanya sebesar 2.56% dari 1249 peneliti. Sedangkan sebagian besar peneliti (90.39%) LIPI mempunyai publikasi dan sitasi yang rendah.

Beban Kerja Peneliti LIPI

Pemetaan terhadap beban kerja peneliti dilakukan dengan mengidentifikasi keikutsertaan peneliti dalam kegiatan DIPA, Kompetitif, dan Iptekda. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari Biro

Page 40: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

40

Perencanaan dan Keuangan LIPI. Identifikasi terhadap keikutsertaan peneliti di berbagai kegiatan penelitian ini dilakukan dalam periode waktu tahun 2009. Selanjutnya pemetaan beban kerja dilengkapi dengan analisis kluster yang ditujukan untuk mengidentifikasi kelompok peneliti berdasarkan keikutsertaannya pada kegiatan penelitian. Analisis kluster ini dilakukan untuk periode waktu dua tahun terakhir yaitu tahun 2008 dan 2009.

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat sekitar 8,31% peneliti yang melakukan dua atau lebih kegiatan penelitian DIPA sekaligus. Unit-unit kerja yang penelitinya cenderung banyak melakukan kegiatan penelitian DIPA secara rangkap adalah UPT Loka Pengembangan Kompetensi Sumberdaya Manusia Oseanografi, Pusat Penelitian Kependudukan, dan Pusat Penelitian Sumberdaya Regional. Pada ketiga unit kerja tersebut, paling sedikit terdapat 20% dari penelitinya yang melakukan kegiatan penelitian DIPA lebih dari satu kegiatan. Hasil identifikasi juga menunjukkan bahwa sebagian besar peneliti yang melakukan kegiatan penelitian DIPA lebih dari satu sebagian besar merupakan peneliti berpendidikan S2 dan mempunyai jabatan fungsional peneliti madya. Peneliti utama yang melakukan kegiatan penelitian DIPA secara rangkap juga tergolong banyak yaitu sebesar 23% (urutan nomor dua terbesar). Kondisi ini mengindikasikan bahwa peneliti-peneliti yang melakukan kegiatan penelitian DIPA lebih dari satu kegiatan merupakan peneliti-peneliti yang tergolong senior dengan tingkat jabatan fungsional yang sudah tinggi.

Sementara itu, identifikasi terhadap peneliti yang melakukan kegiatan penelitian kompetitif menunjukkan bahwa terdapat 3.91% peneliti yang melakukan kegiatan penelitian lebih dari satu. Namun jika dilihat dari keseluruhan peneliti di setiap unit kerja, hanya sebagian kecil (tidak lebih dari 15%) yang penelitinya memiliki kegiatan penelitian kompetitif lebih dari satu. Berbeda dengan yang terjadi di penelitian DIPA, pada penelitian kompetitif, sebagian besar peneliti yang melakukan kegiatan lebih dari satu merupakan peneliti berpendidikan S3 dan mempunyai jabatan fungsional peneliti muda. Hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam kasus ini adalah sedikitnya peneliti utama yang melakukan kegiatan penelitian Kompetitif lebih dari satu. Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi di kegiatan DIPA dimana 23% peneliti yang melakukan kegiatan DIPA lebih dari satu merupakan peneliti utama. Sedangkan pada kegiatan kompetitif, dari semua peneliti yang melakukan kegiatan rangkap pada penelitian Kompetitif hanya 8% yang merupakan peneliti utama. Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah penelitian kompetitif yang seharusnya lebih membutuhkan keahlian khusus, para peneliti yang melakukan kegiatan rangkap justru bukan berasal dari jenjang fungsional tertinggi.

Selanjutnya untuk memperdalam analisa, dilakukan identifikasi terhadap peneliti-peneliti yang memiliki beban kerja lebih dari dua kegiatan sekaligus baik dari kegiatan DIPA, Kompetitif, maupun Iptekda. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat 4,40% peneliti yang memiliki beban kerja lebih dari dua kegiatan penelitian sekaligus. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa dari total jumlah peneliti di setiap unit kerja, tidak lebih dari 10% peneliti yang memiliki beban kerja lebih dari dua kegiatan penelitian sekaligus, kecuali pada UPT Loka Pengembangan Kompetensi Sumberdaya Manusia Oseanografi. Pada unit kerja

Page 41: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

41

tersebut, 40% dari penelitinya memiliki kegiatan penelitian lebih dari dua. Hasil identifikasi juga menunjukkan bahwa peneliti yang memiliki beban kerja tinggi (lebih dari dua kegiatan penelitian) didominasi oleh para peneliti yang berpendidikan S3 dan berjenjang fungsional peneliti madya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa peneliti yang memiliki beban kerja tinggi adalah peneliti senior (peneliti dengan jenjang pendidikan dan fungsional yang tinggi).

Guna memetakan beban kerja para peneliti LIPI, maka dilakukan juga identifikasi terhadap para peneliti LIPI yang tidak mengikuti kegiatan penelitian apapun baik DIPA, Kompetitif maupun Iptekda. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat 31% peneliti LIPI yang tidak terlibat dari kegiatan penelitian. Hasil identifikasi memperlihatkan bahwa banyak unit kerja yang para penelitinya tidak terlibat dalam kegiatan penelitian. Persentase peneliti yang tidak terlibat kegiatan penelitian di setiap unit kerjanya juga tergolong tinggi dimana mayoritas di atas angka 20%. Bahkan pada UPT Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karang Sambung, UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya "Eka Karya" Bali , UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, dan UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi, Bencana Liwa, Lampung Barat LIPI separuh atau lebih penelitinya tidak terlibat dalam kegiatan penelitian baik DIPA, Kompetitif maupun Iptekda. Sementara itu, hasil identifikasi juga menunjukkan bahwa lebih dari separuh (52%) peneliti yang tidak terlibat dalam kegiatan penelitian merupakan peneliti berpendidikan S1. Sedangkan bila dilihat dari jabatan fungsionalnya, komposisi peneliti yang tidak terlibat dalam kegiatan penelitian mempunyai komposisi yang hampir sama antara peneliti pertama, peneliti muda, peneliti madya, dan peneliti utama. Namun demikian, hasil identifikasi menunjukkan bahwa mayoritas peneliti yang tidak terlibat dalam penelitian merupakan peneliti pertama. Kondisi ini mengindikasikan bahwa peneliti-peneliti yunior yaitu peneliti dengan jenjang pendidikan dan fungsional yang lebih rendah merupakan peneliti yang cenderung tidak terlibat dalam kegiatan penelitian.

Beban kerja peneliti LIPI juga diidentifikasi melalui mobilitas peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian. Mobilitas peneliti ini diidentifikasi melalui keikutsertaannya dalam kegiatan penelitian di unit kerja lain. Pada kegiatan penelitian di LIPI, keikutsertaan seorang peneliti di kegiatan penelitian unit kerja lain hanya dimungkinkan pada skema kegiatan penelitian Kompetitif dan Iptekda yang mengakomodasi terjadinya penelitian lintas unit kerja. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat 39 peneliti yang melakukan penelitian lintas unit kerja pada kegiatan Kompetitif. Peneliti pada unit kerja Pusat Penelitian Kimia, Pusal Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, serta Pusat Penelitian Ekonomi merupakan unit kerja dengan jumlah peneliti yang melakukan penelitian lintas unit kerja terbanyak. Hasil identifikasi juga menunjukkan bahwa pada kegiatan Iptekda tahun 2009 hanya terdapat 9 peneliti yang melakukan kegiatan lintas unit kerja. Kesembilan peneliti tersebut berasal dari tiga unit kerja yaitu UPT LKBL Bitung, UPT LKBL Ambon, dan Pusat Penelitian KIM.

Guna melengkapi pemetaan terhadap beban kerja peneliti LIPI, maka dilakukan analisa kluster yang ditujukan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok peneliti berdasarkan beban kerjanya. Analisis kluster ini dilakukan untuk periode dua tahun terakhir yaitu tahun 2008 dan 2009 dengan

Page 42: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

42

menggunakan variabel jumlah kegiatan penelitian (DIPA, Kompetitif, dan Iptekda) yang diikuti serta jumlah kegiatan penelitian dengan posisi sebagai koordinator. Sayangnya, hanya 613 peneliti atau 49.01% yang datanya tersedia untuk dilakukan analisis kluster. Analisis kluster yang dilakukan dengan membentuk empat kluster peneliti yang diperlihatkan Tabel 2.

Tabel 2. Kluster Beban Kerja Peneliti LIPI

Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4 N/A

Karakteristik kluster

Peneliti yang aktif dalam kegiatan penelitian DIPA (baik sebagai koordinator maupun anggota) dan sebagai koordinator Iptekda

Peneltii yang kurang aktif terlibat dalam kegiatan penelitian (sedikit aktif hanya dalam kegiatan Iptekda)

Peneliti yang kurang aktif terlibat dalam kegiatan penelitian (sedikit aktif hanya dalam kegiatan DIPA)

Peneliti yang aktif dalam kegiatan penelitian kompetitif (baik sebagai koordinator maupun anggota)

Data tidak tersedia

Jumlah peneliti

111

(8.89%)

214

(17.13%)

238

(19.05%)

50

(4.00%)

636 (50.92%)

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar peneliti LIPI (452 peneliti atau 36.19%) tergolong tidak banyak terlibat dalam kegiatan penelitian (kluster 2 dan 3). Sementara itu, peneliti yang tergolong aktif dalam kegiatan DIPA dan Iptekda (kluster 1) sebanyak 111 peneliti atau 8.89%. Sedangkan yang tergolong aktif dalam kegiatan Kompetitif (kluster 4) sebanyak 50 peneliti atau 4%.

Setelah melakukan pemetaan terhadap kompetensi dan beban kerja para peneliti LIPI, maka langkah penting selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan tabulasi silang antara kedua variabel tersebut yang didasari pada hasil analisis kluster yang telah dilakukan. Langkah ini menjadi penting sebagai bagian dari evaluasi terhadap para peneliti LIPI, apakah para peneliti yang telah banyak mengikuti kegiatan memeliki kompetensi yang lebih tinggi yang dapat dilihat dari kinerjanya yang baik. Hasil analisis tabulasi silang yang diperlihatkan Tabel 2 menunjukkan beberapa hal yang cukup menarik untuk diperhatikan. Pertama, meskipun para peneliti yang tergolong kurang atau bahkan tidak aktif dalam melakukan kegiatan penelitian (kluster 2 dan 3) berkontribusi paling besar terhadap kelompok peneliti yang berkinerja buruk atau mempunyai publikasi dan sitasi yang rendah (kluster 2), namun data juga menunjukkan bahwa peneliti yang aktif dalam kegiatan penelitian (kluster 1 dan 4) juga banyak berkontribusi terhadap kelompok peneliti berkinerja buruk (kluster 2). Artinya, banyak peneliti

Page 43: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

43

peneliti yang aktif dalam kegiatan penelitian ternyata tidak mampu menghasilkan cukup banyak publikasi dan sitasi baik di tingkat nasional maupun internasional.

Tabel 3. Tabulasi Silang Antara Kinerja dengan Beban Kerja Peneliti LIPI

kluster 1

(output sedang)

kluster 2

(Output rendah)

kluster 3

(output tinggi)

kluster 4

(output sangat tinggi)

Total

kluster 1

(aktif DIPA dan Iptekda)

0.64% 8.25% 0.00% 0.00% 8.89%

kluster 2

(sedikit aktif dalam Iptekda)

1.20% 15.45% 0.40% 0.08% 17.13%

kluster 3

(sedikit aktif dalam DIPA)

1.12% 17.61% 0.16% 0.16% 19.06%

kluster 4

(aktif kompetitif)

0.40% 3.20% 0.40% 0.00% 4.00%

data tidak tersedia 3.68% 45.88% 0.72% 0.64% 50.92%

Total 7.05% 90.39% 1.68% 0.88% 100.00%

Hal kedua yang juga cukup menarik untuk diperhatikan adalah kelompok peneliti berkinerja baik (kluster 3 dan 4) dengan publikasi dan sitasi yang banyak justru merupakan peneliti yang tergolong kurang aktif dalam keikutsertaaanya di kegiatan penelitian baik DIPA, Kompetitif, maupun Iptekda (kluster 2 dan 3). Artinya, para peneliti yang berkinerja baik tersebut mampu menghasilkan publikasi dan sitasi yang banyak hanya dari sedikit kegiatan penelitian yang diikutinya.

Alokasi Pendanaan Kegiatan Penelitian LIPI

Pendanaan yang bersumber dari internal LIPI diperoleh dari anggaran DIPA yang besarnya terus meningkat dari tahun ke tahun, walaupun dengan porsi peningkatan yang tidak besar, yaitu sekitar 5 sampai 10% per tahun. Anggaran dari DIPA ini digunakan untuk membiayai kegiatan penelitian yang dapat dikelompokan menjadi program penelitian tematik, program penelitian kompetitif, program Iptekda, dan program penugasan khusus. Terkait dengan alokasi pendanaan kegiatan program tematik, hasil identifikasi menunjukkan bahwa

Page 44: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

44

jumlah kegiatan penelitian tematik di masing-masing satker sangat bervariasi. Variasi ini terlihat terutama antara satker eselon II (Puslit) dengan jumlah kegiatan penelitian yang banyak dan satker eselon III (UPT) dengan jumlah kegiatan penelitian yang jauh lebih sedikit. Variasi ini terutama sangat ditentukan oleh jumlah peneliti yang tersedia di masing-masing satker dan ukuran organisasi, disamping adanya kebijakan satker dengan berbagai tujuan. Antara lain adalah adanya kebijakan satker yang bertujuan untuk pemerataan, efektifitas sasaran penelitian dan tujuan percepatan peningkatan jenjang fungsional peneliti. Variasi juga tampak jelas jika dilihat dari jumlah pendanaan rata-rata per kegiatan, rata-rata dana per peneliti dan rentangnya. Rata-rata jumlah dana per kegiatan penelitian sangat bervariasi hampir sepuluh kali lipat, yaitu antara Rp. 32.555.333 sampai Rp. 310.948.333. Demikian juga variasi rata-rata dana per peneliti yang berkisar antara Rp. 6.666.667 sampai Rp. 62.189.667. Variasi jumlah pendanaan penelitian tematik juga terjadi antar satker dalam satu kedeputian.

Sementara itu, untuk pengalokasian dana penelitian kompetitif LIPI dan program iptekda dilakukan melalui metode seleksi yang kompetitif, sehingga hanya satker tertentu saja yang dapat lolos seleksi dan memperoleh dana penelitian dalam program ini. Pada tahun 2009, terdapat sekitar 24 satker, dengan perbandingan 18 dari eselon II (puslit) dan 6 dari eselon III (UPT dan Balai Besar), yang memperoleh dana program kompetitif. Dengan demikian beban kerja para peneliti di 24 satker tersebut menjadi bertambah, terutama untuk tiga puslit dengan jumlah kegiatan kompetitif lebih dari 10 kegiatan, yaitu Puslit Bioteknologi (14 kegiatan), Biologi dan Fisika masing-masing 13 kegiatan. Jika dibandingkan dengan alokasi pendanaan kegiatan penelitian tematik, variasi rata-rata anggaran untuk setiap kegiatan penelitian program kompetitif ini tidak terlalu besar. Variasi mencolok terjadi antara penelitian dengan topik sosial yang dilakukan PAPPIPTEK dan PSDR dengan topik penelitian teknologi yang dilakukan satker-satker di bawah Kedeputian IPH, IPK, IPT dan Jasil. Walaupun demikian, topik penelitian sosial lainnya yang dilakukan Puslit Politik, Ekonomi dan PMB mempunyai rata-rata anggaran yang hampir sama dengan topik penelitian teknologi. Jadi sebenarnya tidak cukup bukti untuk menyatakan adanya perbedaan jumlah nominal pendanaan antara penelitian kelompok sosial dengan kelompok teknologi.

Sementara itu, jumlah pendanaan setiap kegiatan pada program iptekda lebih bervariatif dibandingkan program kompetitif, yaitu antara Rp. 121.059.260 sampai Rp.355.000.000. Seperti halnya pada program kompetitif, sebagian besar pelaksana program iptekda juga berasal dari puslit dibandingkan UPT/Balai Besar. Jumlah kegiatannya per puslit juga lebih sedikit dibandingkan program kompetitif dengan jumlah kegiatan terbanyak ada di UPT. BPPTK sebanyak 5 kegiatan. Selain itu, dua puslit pelaksana kegiatan terbanyak pada kegiatan kompetitif, yaitu Puslit Bioteknologi dan Biologi juga menjadi puslit dengan pelaksana terbanyak kedua dalam program iptekda.

Adanya fakta bahwa jumlah alokasi dana untuk setiap kegiatan penelitian tematik, output yang dihasilkan dan struktur tim penelitian sangat bervariatif antar satker, menyebabkan munculnya ide untuk membuat standar pendanaan dan struktur tim penelitian di LIPI yang ideal. Namun ternyata ide ini sulit untuk direalisasikan. Hasil diskusi terfokus (FGD) dengan para PME di lima kedeputian

Page 45: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

45

menyimpulkan sulit untuk membuat standarisasi tersebut. Walaupun dalam diskusi tersebut telah dicoba membedakan antara penelitian lapangan yang menjadi ciri penelitian IPSK, penelitian laboratorium (Puslit fisika, kimia, dll) dan penelitian campuran lapangan dan laboratorium (Puslit Oseanografi, Limnologi, dll), namun penyusunan standar ini tetap sulit disepakati. Sulitnya pembuatan standar ini disebabkan:

1. Dalam struktur DIPA secara nasional telah ditentukan pembagaian komponen biaya yang terdiri dari : belanja bahan, honor, belanja bahan non operasional lainnya, dan belanja jasa profesi. Besarnya biaya dalam setiap komponen tersebut dikalkulasi dalam standar biaya umum (SBU). Namun dalam kenyataannya, kebutuhan komponen-komponen tersebut dalam setiap kegiatan penelitian sangat bervariasi

2. Konteks dan tema penelitian berubah-ubah sesuai dengan isu yang berkembangan dan ide para peneliti.

Namun demikian, tim monev program penelitian kompetitif telah menerapkan standar pembiayaan dan batasan struktur tim kegiatan penelitian kompetitif. Hal yang sama dilakukan oleh PME di Kedeputian IPSK yang telah membuat exercise anggaran penelitian kualitatif untuk Kedeputian IPSK. Dalam exercise tersebut dibuat simulasi besarnya dana penelitian untuk tim dengan 5 peneliti dan 2 pembantu peneliti mengikuti struktur DIPA. Besarnya dana penelitian tersebut berkisar antara Rp. 602.877.500 sampai Rp. 1.345.107.500. Dengan demikian, sebenarnya memungkinkan untuk dibuat simulasi standar biaya penelitian tersebut.

Hasil diskusi FGD memunculkan ide agar kegiatan penelitian, terutama penelitian-penelitian unggulan dibuat dalam usulan standar biaya khusus (SBK) seperti telah dilakukan oleh Puslit Kimia dan Oseanografi. Namun muncul masalah baru berkaitan dengan SBK ini, yaitu dana SBK tersebut biasanya jauh lebih besar dibandingkan dana untuk kegiatan tematik lainnya. Akibatnya, jika setiap satker mengusulkan dana SBK, pagu DIPA LIPI tidak akan mencukupi.Catatan penting lainnya adalah dalam penyusunan standar pembiayaan penelitian LIPI harus dimulai dari formulasi output penelitian, sehingga standar pembiayaan tersebut bukan dalam bentuk pendanaan per peneliti, tetapi per output yang direncanakan. Demikian juga dalam formulasi output tersebut juga harus dila kukan analisis pembobotan yang benar. Jika outputnya sudah ditentukan, baru dapat dibuat struktur biayanya yang efektif.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Pemetaan terhadap kompetensi peneliti LIPI yang diidentifikasi melalui tingkat pendidikan, jabatan fungsional, bidang kepakaran, dan kinerja peneliti yang dinilai dari jumlah publikasi dan sitasi menunjukkan beberapa hal yang penting untuk diperhatikan. Hasil pemetaan terhadap kompetensi peneliti LIPI menunjukkan bahwa peneliti LIPI masih didominasi oleh peneliti yang berpendidikan S1. Namun demikian, bila diihat dari jenjang fungsional, mayoritas

Page 46: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

46

peneliti LIPI merupakan peneiti madya. Dalam hal kepakaran, data menunjukkan bahwa terdapat 126 kepakaran di berbagai bidang yang dimiliki para peniliti LIPI. Sayangnya, kinerja peneliti LIPI yang diindikasikan dari jumlah publikasi dan sitasi di tingkat nasional dan internasional tergolong masih rendah. Hasil analisis kluster menunjukkan bahwa hanya 2.56 % peneliti yang termasuk dalam kelompok peneliti dengan publikasi dan sitasi yang tinggi.

Sementara itu, pemetaan terhadap beban kerja peneliti LIPI juga menemukan beberapa hal yang menarik. Hasil identifikasi terhadap beban kerja peneliti menunjukkan bahwa pada tahun 2009 terdapat peneliti LIPI yang memiliki beban kerja lebih dari satu kegiatan pada penelitian DIPA dan kompetitif. Bahkan, terdapat pula peneliti yang memiliki beban kerja lebih dari dua kegiatan penelitian untuk skema DIPA, Kompetitif, dan Iptekda. Namun demikian, terdapat 31% peneliti LIPI yang tidak terlibat dalam kegiatan penelitian baik pada DIPA, Kompetitif, maupun Iptekda. Hasil analisis kluster menunjukkan bahwa sebagian besar peneliti LIPI (36.19%) tergolong tidak banyak terlibat dalam kegiatan penelitian. Sementara itu, peneliti yang tergolong aktif dalam kegiatan DIPA sebanyak 8.89%, sedangkan yang tergolong aktif dalam kegiatan kompetitif sebanyak 4 persen.

Guna melakukan evaluasi terhadap kompetensi dan beban kerja peneliti, maka penelitian ini telah melakukan analisis tabulasi silang antara kompetensi peneliti (khususnya kinerja peneliti) dengan beban kerja peneliti. Hasil analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa banyak peneliti yang aktif dalam kegiatan penelitian ternyata tidak mampu menghasilkan cukup banyak publikasi dan sitasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa kelompok peneliti berkinerja baik dengan publikasi dan sitasi yang banyak justru merupakan peneliti yang tergolong kurang aktif dalam keikutsertaaanya di kegiatan penelitian baik DIPA, Kompetitif, maupun Iptekda. Artinya, para peneliti yang berkinerja baik tersebut mampu menghasilkan publikasi dan sitasi yang banyak hanya dari sedikit kegiatan penelitian yang diikutinya.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa beban kerja atau keaktifan yang semakin tinggi dari seorang peneliti LIPI dalam mengikuti berbagai skema kegiatan penelitian belum tentu mendorong peneliti tersebut untuk mampu menghasilkan publikasi dan sitasi yang lebih banyak. Padahal, dengan semakin banyaknya kegiatan penelitian yang diikuti, maka peneliti tersebut seharusnya juga mampu menghasilkan publikasi dan sitasi yang lebih banyak sehingga pada akhirnya mampu mendorong perkembangan iptek.

Dalam hal alokasi pendanaan kegiatan penelitian, hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat variasi jumlah pendanaan kegiatan penelitian tematik antar setker di LIPI dan sampai saat ini belum ada ukuran yang dapat dijadikan sebagai standar yang mengikat berapa rupiah seharusnya suatu kegiatan penelitian harus dibiayai.

2. Saran

Dalam hal kompetensi, pihak LIPI harus berupaya untuk meningkatkan kompetensi para penelitinya terutama dalam hal tingkat pendidikan dan

Page 47: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

47

kemampuan peneliti dalam menghasilkan publikasi dan sitasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Sementara itu, dalam hal beban kerja pihak LIPI juga harus mengupayakan alokasi pemberian beban kerja yang sesuai dengan kompetensi para peneliti. Dengan menggunakan peta beban kerja yang telah dihasilkan penelitian ini, pihak LIPI harus dapat mengalokasikan beban kerja di antara peneliti dan unit kerja agar tidak ada lagi sebagian peneliti yang mempunyai beban kerja yang berlebih dan sebagian lainnya tidak terlibat dalam kegiatan peneltian apapun. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas peneliti dan kegiatan penelitian di LIPI, maka pihak pimpinan LIPI juga harus melakukan perbaikan dalam menentukan alokasi pendanaan dan struktur tim yang ideal dalam kegiatan penelitian. Standar pembiayaan dan struktur tim peneliti di program kegiatan kompetitif LIPI dan hasil exercise Tim PME Kedeputian IPSK dapat digunakan dalam penyusunan pendanaan kegiatan penelitian tematik.

DAFTAR PUSTAKA

Avital, Michel and Fred Collopy. 2001. Assessing Research Performance: Implications for Selection and Motivation. http://sprouts.case.edu/2001/010303.pdf.

B.J, Prayudho. 2010. Analisis Cluster. http://prayudho.wordpress.com/2008/12/30/analisis-cluster/.

Page 48: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

48

STUDI KEBIJAKAN PATEN DALAM MENDORONG AKTIVITAS INOVASI DI INDONESIA

Hadi Kardoyo, Budi Triyono, Chichi Shintia Laksani, Setiowiji Handoyo

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Paten merupakan instrumen penting dalam melindungi aktivitas inovasi dalam perekonomian modern. “Studi Kebijakan Paten dalam Mendorong Aktivitas Inovasi di Indonesia” ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan terkait dengan mengapa pelaksanaan kebijakan paten belum berhasil meningkatkan aktivitas inovasi di Indonesia. dan bagaimana elemen-elemen SIN di skala mikro mensikapi kebijakan paten terkait dengan aktivitas litbang dan inovasi yang dilakukan. Dua tahapan studi dilakukan yaitu: 1). Analisa kebijakan paten di Indonesia dan, 2). Tahap kedua, identifikasi respon elemen SIN (lembaga litbang, perguruan tinggi, dan industri) dalam mengapresiasi pemanfaatan paten dalam mendorong inovasi. Tahap pertama dari studi ini, menghasilkan beberapa hal penting terkait dengan kebijakan paten di Indonsia, yaitu: 1). Rendahnya paten di Indonesia tidak disebabkan oleh lemahnya aktivitas inovasi di industri di Indonesia, 2) Instrumen paten merupakan salah satu dari sekian banyak instrumen-instrumen perlindungan inovasi, baik berupa mekanisme formal dan informal, 3). Rendahnya paten di Indonesia bukan menjadi kesimpulan bahwa aktivitas inovasi yang rendah di level mikro. Sedang tahap kedua dari studi ini menghasilkan dua hal terkait dengan respon elemen SIN terhadap yang mengemuka dari hasil studi ini yaitu terkait dengan 1). Efektifitas pengelolaan dan pemanfaatan paten oleh sektor industri dan 2). Harmonisasi antara kebijakan paten dengan kebijakan lain yang mampu merangsang intensitas aktivitas litbang, terutama pelaku litbang pemerintah dan perguruan tinggi negeri. Hasil dari tahap ke-dua dari studi ini diharapkan menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan paten Indonesia kedepan.

Kata kunci : inovasi, kebijakan, paten

PENDAHULUAN

Paten merupakan sebuah hak esklusif untuk memanfaatkan (membuat, menggunakan, menjual) hasil invensi dalam jangka waktu tertentu, dalam lingkup dimana paten tersebut didaftarkan. Hak paten diberikan untuk sebuah penemuan

Page 49: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

49

yang memenuhi persyaratan asli (novelty), bersifat baru atau inventif (non-obviousness) dan berpotensi membangkitkan nilai ekonomi dan kemanfaatan bagi masyarakat (usefulness). Selain hak monopoli terbatas berupa paten, di atas, OECD (2004) menyebutkan beberapa jenis hak-hak mopoli terbatas yang lain yang pada umumnya diperuntukkan untuk benda-benda tak berwujud (intangible asset), seperti halnya hak cipta (copyright), merek dagang (trademark), dan perlindungan disain produk (design protection).

Dewasa ini pengakuan hak kekayaan intelektual (HKI) mendapat perhatian besar selaras dengan proses perdagangan bebas. Pentingnya pengakuan HKI ini terkait dengan perlindungan terhadap produk-produk perdagangan dari berbagai pola imitasi, pemalsuan produk, dsb. Era perdagangan bebas tersebut melibatkan berbagai aspek hukum perdagangan nasional yang harus disepakati oleh semua negara yang terlibat di dalamnya. Masuknya Indonesia dalam keanggotaan organisasi WTO (World Trade Organization) pada tahun 1994 membawa konsekuensi bahwa Indonesia ikut menyepakati produk yang dihasilkan oleh WTO yang salah satunya berupa Perjanjian Umum TRIP’s (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights). TRIP’s dideklarasikan di Marakesh, Maroko, pada tanggal 14 April 1994. TRIP’s merupakan hasil dari Putaran Uruguay sejak 1986. TRIP’s ini memuat aspek-aspek dagang dan HKI yang harus ditaati oleh setiap negara anggota WTO.

Pemberlakuan TRIP’s dan era perdagangan bebas ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) tentunya akan memberikan dampak munculnya hambatan-hambatan di sektor industri dalam negeri. Produk-produk industri dalam negeri dihadapkan pada persaingan bebas. Produk-produk dalam yang bersaing di pasar bebas akan berhadapan dengan berbagai standar dari badan-badan perdagangan internasional. Akibat terburuk adalah produk-produk dalam negeri yang dianggap merupakan produk imitasi dan melanggar HKI. Bila hal ini terjadi, maka akan terjadi fenomena larangan masuk produk-produk industri Indonesia ke pasar internasional serta kewajiban untuk melakukan pembayaran royalti ke pihak-pihak yang memiliki klaim paten terhadap produk yang bersangkutan.

Tabel 1.

Jumlah Permohonan Paten Berdasarkan Periodisasi Undang-Undang Paten

Page 50: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

50

UUP No.6 / 1989 UUP No.13 / 1997 UUP No.14 / 2001

Tahun Domestik Asing

1991 34 1,280

1992 67 3,905

1993 38 2,031

1994 29 2,305

1995 61 2,813

1996 40 3,957

1997 79 3,939

Tahun Domestik Asing

1998 93 1,753

1999 152 2,784

2000 157 3,733

2001 409 3,738

Tahun Domestik Asing

2002 391 3,657

2003 364 3,128

2004 404 3,473

2005 398 4,101

2006 530 4,350

2007 493 4,884

2008 600 4,781

2009 662 4,141

Sumber: Laporan Statistik Paten, Juni 2010

Lemahnya pemahaman HKI di Indonesia dapat juga dilihat dari proporsi negara asal pengaju paten yang terdaftar di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Selama periode 1991-2009, dari sekitar 71.024 buah permohonan paten, hanya sebesar 8% (5.839 buah) paten terdaftar yang berasal dari Indonesia sedangkan sisanya merupakan pengaju dari negara asing seperti Amerika Serikat dengan 19.406 buah paten atau sekitar 27% dan Jepang sebanyak 12.639 buah paten atau sekitar 18%. Demikian pula halnya jika melihat data paten yang berhasil diberikan (granted) kepada pihak pemohon paten. Pada periode 1992-2009, dari sejumlah 22.579 buah paten granted, pemohon dalam negeri hanya berhasil mendapatkan sekitar 2% paten granted dan sebagian besar (98%) dinikmati oleh pihak luar negeri (Dit. Paten, 2010).

Kondisi di atas tentunya dapat menjadi catatan kinerja aktivitas riset dan teknologi di sebuah negara. Perbandingan jumlah paten di negara-negara maju dan negara-negara berkembang menunjukkan bahwa paten menjadi salah satu indikator dalam mengkaji kinerja ekonomi dan tingkat kemajuan teknologi sebuah negara yang bersangkutan. Seperti halnya karakteristik negara berkembang lainnya, rendahnya jumlah paten di Indonesia salah satunya disebabkan perkembangan sains dan teknologi masih cenderung imitatif, tingkat orisinalitas yang rendah dan tingkat kreatifitas yang rendah (Kadiman, 2007).

Belum optimalnya instrumen paten dalam mendukung daya saing produk-produk industri di Indonesia, masih rendahnya kesadaran akan pentingnya paten dan berbagai permasalahan terkait pelanggaran pengakuan HKI menjadi dasar bagi studi ini untuk mengkaji kebijakan paten dalam kerangka mendorong bekerjanya SIN. Terlepas dari perdebatan terkait dengan dampak positif dan

Page 51: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

51

negatif paten terhadap kompetisi dan aktivitas teknologi, studi ini mengkaji dan mensintesiskan bagaimana kebijakan paten dalam mendorong bekerjanya SIN di Indonesia. Kebijakan paten lebih tepat ditempatkan sebagai sebuah kebijakan untuk mendorong aktivitas inovasi. Sebagaimana pemikiran dari ahli-ahli ekonomi dewasa ini bahwa paten dapat dimanfaatkan sebagai sebuah instrumen kebijakan untuk mendorong inovasi di level mikro. Hal ini mengimplikasikan bahwa kebijakan paten ini akan bersifat komplementer dengan instrumen-instrumen kebijakan yang lain seperti hibah, berbagai bentuk mekanisme subsidi dan berbagai aktivitas kebijakan publik untuk mendorong aktivitas litbang. Menempatkan kebijakan paten untuk mendorong aktivitas inovasi dengan kerangka SIN diharapkan mampu memberikan hasil kajian pemanfaatan kebijakan paten yang efektif dalam mendorong aktivitas inovasi di Indonesia.

Berbagai pertanyaan muncul terkait dengan kinerja paten di Indonesia dan terkait dengan kebijakan paten sebagai sebuah bentuk kebijakan dalam mendorong inovasi. Mengapa pelaksanaan kebijakan paten belum berhasil meningkatkan aktivitas inovasi di Indonesia? Bagaimana elemen-elemen SIN di skala mikro mensikapi kebijakan paten terkait dengan aktivitas litbang dan inovasi yang dilakukan?

KERANGKA ANALISIS

Kebijakan Paten

Makro Mikro

Inovasi

Jumlah Paten

Kebijakan Pemerintah

UU Paten:

Patent Subject Mater

Patenting Requirement

The Breadth of PatentRespon Elemen SIN

Lembaga Litbang

Perguruan Tinggi

Industri

Intervening Variabels:

Innovation is central to business strategy

Globalisation of innovation processes

New technology-based firms play an

important role

Greater collaboration

Sumber: Dikembangkan dari OECD (2004)

Gambar 1. Kerangka Analisis Penelitian

Pendekatan kajian kebijakan paten dalam sebuah rezim mengadopsi kerangka yang dikembangkan oleh OECD (2004). Kerangka ini menetapkan tiga elemen utama dalam mengkaji rezime paten di sebuah negara yang meliputi:

Page 52: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

52

1. Patent subject matter merupakan wilayah-wilayah pengetahuan (domain of knowledge) yang dapat dipatenkan, jika kriteria paten tentang hal-hal baru (novelty), jelas/ nyata dan memiliki kegunaan (usefulness) ditemukan.

2. Patenting requirement merupakan tahap-tahap persyaratan dalam permohonan paten sebelum diberikan kepada inovator.

3. The breadth of a patent merupakan suatu bentuk proteksi yang diberikan kepada pemegang paten dalam menghadapi peniru (imitator) dan pengikut (follow-on).

Serta faktor-faktor eksternal dari aspek ekonomi yang berpengaruh terhadap orientasi sebuah institusi untuk mendapatkan paten, seperti halnya:

1. Innovation is central to business strategy; Inovasi dan aktivitas litbang sebagai sebuah sumber keunggulan kompetif menjadi sebuah pemahaman umum bagi pelaku-pelaku industri dari semua sektor.

2. Globalisation of innovation processes; Globalisasi membawa perubahan pola investasi secara global. Hal ini juga berdampak pada berbagai aktivitas litbang yang mendekatkan diri ke lokasi pasar dan sumber-sumber iptek.

3. The expansion of ICT and the internet; Perkembangan information dan communication technology (ICT) berkontribusi terhadap ketersediaan dan akses informasi terkait dengan sumber-sumber teknologi. Terkait dengan inovasi-inovasi baru, informasi terkait produk-produk inovasi tersebut dapat dengan cepat di akses pasar. Pelaku industri yang inovatif memerlukan sebuah instrumen untuk melindungi aktivitas mereka, dalam hal ini termasuk instrumen paten.

4. Greater collaboration. Semakin kompleksnya perkembangan teknologi baik produk dan proses, meningkatnya peluang-peluang di area teknologi, pesatnya perubahan-perubahan teknologi, meningkatnya kompetisi, tingginya biaya dan resiko dari aktivitas inovasi memaksa pelaku-pelaku industri untuk beraktivitas dalam lingkup jaringan kerja dan kolaborasi.

Di era globalisasi saat ini, kelima faktor tersebut lah yang berpengaruh dalam menstimulus aktivitas inovasi di level mikro.

METODOLOGI

Guna mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan, maka penelitian ini akan dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama adalah melakukan analisa terhadap kebijakan paten di Indonesia, dan tahap selanjutnya adalah melakukan identifikasi motif elemen SIN (lembaga litbang, perguruan tinggi, dan industri) dalam mengapresiasi pemanfaatan paten dalam mendorong inovasi. Penjelasan tahapan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut (Gambar 2):

1) Tahap pertama, analisa kebijakan paten di Indonesia. Penelitian akan diawali dengan melakukan analisa terhadap kebijakan paten di Indonesia. Tahap ini ditujukan untuk menjawab tujuan pertama penelitian. Analisa

Page 53: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

53

terhadap kebijakan paten di Indonesia akan fokus mengkaji aspek-aspek kebijakan paten yang terkait dengan inovasi seperti yang diperlihatkan Gambar 2. Analisa yang akan dilakukan bersumber pada kajian literatur dan diperkuat dengan data-data sekunder yang terkait dengan paten dan inovasi di Indonesia. Guna memperdalam analisa, maka dilakukan juga analisa komparasi terhadap kebijakan paten di Indonesia dengan beberapa negara lain yang kebijakan patennya tergolong sukses mendorong aktivitas inovasi. Tahap pertama ini akan menghasilkan gambaran mengenai kebijakan paten yang ada di Indonesia, khususnya pada aspek-aspek yang masih masih menjadi kelemahan atau penghambat (dibandingkan dengan negara lain) sehingga menyebabkan masih rendahnya produktivitas paten dan inovasi di Indonesia.

2) Tahap kedua, identifikasi motif elemen SIN (lembaga litbang, perguruan tinggi, dan industri) dalam mengapresiasi pemanfaatan paten dalam mendorong inovasi. Tahap ini ditujukan untuk menjawab tujuan penelitian kedua. Pada tahap ini akan dilakukan studi kasus pada ketiga pelaku SIN yaitu lembaga litbang, perguruan tinggi, dan industri. Studi kasus yang dilakukan ditujukan untuk mengidentifikasi motif elemen SIN dalam mengapresiasi pemanfaatan paten dalam mendorong inovasi. selain akan memberikan gambaran apresiasi elemen SIN dalam pemanfaatan paten untuk mendorong inovasinya, hasil dari tahap ini juga akan memberikan gambaran mengenai instrument lain (selain paten) yang selama ini menjadi orientasi lembaga litbang, perguruan tinggi, dan industri dalam melakukan inovasi.

Hasil dari kedua tahapan tersebut selanjutnya akan dijadikan sebagai dasar penyusunan alternatif kebijakan paten di Indonesia guna meningkatkan inovasi. Alternatif kebijakan akan disusun dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang belum ada atau masih lemah dalam kebijakan paten di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara yang tergolong sukses dalam kebijakan patennya sebagai benchmark. Alternatif kebijakan paten yang disusun juga akan mempertimbangkan motif elemen SIN dalam mengapresiasi pemanfaatan paten yang teridentifikasi pada tahap dua. Dalam penyusunan alternatif kebijakan ini juga akan mempertimbangkan instrumen selain paten yang selama ini menjadi orientasi dalam melakukan aktivitas inovasi. Dengan demikian, maka diharapkan alternatif kebijakan paten yang akan dihasilkan dari penelitian ini akan menjadi saran kombinasi kebijakan yang tepat dan lebih baik guna meningkatkan peran paten dalam mendorong aktivitas inovasi di Indonesia.

Page 54: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

54

Studi kasus di lembaga

litbang, perguruan tinggi,

dan industri

Kajian literatur

TAHAP 1:

ANALISA KEBIJAKAN PATEN DI INDONESIA

Analisa komparasi antar

negaraAnalisa komparasi antara

lembaga litbang,

perguruan tinggi, dan

industri

PENYUSUNAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

PATEN DALAM MENDORONG AKTIVITAS

INOVASI DI INDONESIA

TAHAP 2

IDENTIFIKASI MOTIF ELEMEN SIN DALAM

MENGAPRESIASI PEMANFAATAN PATEN DALAM

MENDORONG INOVASI

Gambar 2. Tahapan Penelitian

Studi kasus dilakukan di lima elemen SIN (lembaga litbang pemerintah, industri, dan perguruan tinggi) untuk mengkaji aktivitas inovasi dan pandangan masing-masing institusi tersebut terhadap paten dan instrumen appropriability lainnya. Institusi-institusi tersebut tersebut adalah PT. Sang Hyang Sri (PT. SHS) dan PT. Biofarma dari elemen industri; Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) dari elemen perguruan tinggi (PT), serta Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (BPBPI, LRPI).

PEMBAHASAN

Paten dan Aktivitas Inovasi di Industri Manufaktur di Indonesia

Terkait dengan hubungan aktivitas inovasi dan paten yang dihasilkan, suvei inovasi dilakukan Pappiptek di tahun 2009 terhadap 1500 industri manufaktur berskala menengah dan besar yang mempunyai satu atau lebih produk inovatif dalam bentuk inovasi produk atau inovasi proses. Beberapa bagian dari hasil survey tersebut antara lain ditunjukan dalam Gambar 1. Dari perusahaan yang di survei, 78,99% perusahaan memiliki mekanisme perlindungan terhadap aktivitas dan produk inovasi yang dihasilkan, dan 21.01% perusahaan menyatakan bahwa mereka tidak memiliki ataupun menerapkan mekanisme perlindungan terhadap aktivitas inovasi yang dilakukan. Hasil ini survey ini menunjukkan bahwa sebagian perusahaan yang disurvei memahami berbagai bentuk instrument perlindungan terhadap aktivitas inovasi.

Page 55: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

55

Sumber: Pappiptek, 2009

Gambar 3. Perbandingan Perusahan Manufaktur yang Memiliki Dengan Yang Tidak Memiliki Perlindungan Terhadap Produk Inovatifnya

Sementara itu, perbandingan penggunaan instrumen appropriability, formal maupun informal, menunjukkan bahwa penggunaan masing-masing instrumen tersebut seimbang dari seluruh perusahaan yang disurvei (Gambar 3). Penggunaan mekanisme formal (paten, trademark, hak cipta, dan disain industri) memiliki komposisi 49.58% dari total perusahaan yang disurvei. Mekanisme informal seperti metode lead time, secrecy, dan complementary technology menempati porsi 50.42% dari seluruh perusahaan yang disurvei (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bervariasinya pemanfaatan instrumen perlindungan terhadap aktivitas inovasi pada perusahaan-perusahaan yang disurvei.

Sumber: Pappiptek, 2009

Gambar 4. Perbandingan penggunaan mekanisme formal vs informal

Page 56: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

56

Sumber: Pappiptek, 2009

Gambar 5. Porsi penggunaan berbagai metode perlindungan

Porsi pengggunaan metode perlindungan terhadap inovasi dari 1500 perusahaan yang disurvei yang diperlihatkan Gambar 5 menunjukkan bahwa trade mark dan secrecy memiliki porsi terbesar masing-masing 21%. Instrumen paten hanya menempati urutan ke-tiga dengan 15%. Metode informal seperti lead time, complexity of design, dan confidentially agreement juga umum digunakan dan memiliki proporsi merata sebesar 9-15%. Hal ini menunjukkan bahwa paten bukan menjadi instrument utama dalam melindungi aktivitas inovasi di masing-masing perusahaan yang disurvei. Perusahaan akan melakukan pilihan instrumen perlindungan terhadap inovasi sesuai dengan karakteristik bidang usaha dan produk perusahaan tersebut, serta merespon struktur, perilaku, dan pengaruh pasar dalam konteks yang lebih besar.

Paten dan Inovasi: Studi Kasus di Enam Institusi Elemen SIN

Mengkaji kebijakan paten di Indonesia dengan kerangka yang dikembangkan OECD (2004) tersebut menghasilkan pemahaman bahwa Indonesia memiliki kebijakan paten yang bagus seperti halnya yang terdapat di negara-negara maju dan mengakomodasi prinsip-prinsip internasional terkait dengan pentingnya pengakuan dan perlindungan terhadap intellectual property right (IPR). Kendala yang seringkali dihadapi oleh inventor relatif berkenaan dengan elemen patenting requirement dimana proses administrasi paten masih dianggap memakan waktu. Elemen Patent Subject matter dan the Breadth of Patent tidak menjadi sebuah permasalahan yang berpengaruh negatif terhadap aktivitas inovasi yang dilakukan pada masing-masing institusi. Namun demikian, terdapat hal yang cukup penting untuk diperhatikan guna melakukan perbaikan dalam

Page 57: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

57

kebijakan paten di Indonesia yaitu masih terdapatnya beberapa kebijakan yang kontradiktif dengan kebijakan paten seperti dengan kebijakan penerimaan negara. UU NO 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dirasakan oleh lembaga riset dan perguruan tinggi negeri sangat tidak berpihak pada semangat nasional untuk menggerakkan ekonomi dari inovasi. Peraturan tentang PNBP ini seakan-akan bernuansa ketidakpercayaan pengelolaan keuangan pemerintah terhadap lembaga riset dan perguruan tinggi. Peraturan ini mengindikasikan kurang pedulinya pemerintah terhadap ide, proses, dan hasil karya.

Sementara itu, dalam konteks kompetisi di era globalisasi, aktivitas inovasi pada elemen SIN di bidang bioteknologi tergolong cukup baik. Mereka telah memahami benar pentingnya aktivitas litbang untuk menghasilkan inovasi yang akan menentukan posisi daya saing mereka di pasar global. Oleh sebab itu, para elemen SIN tersebut telah melakukan berbagai upaya guna memperkuat aktivitas litbang dan kemampuannya dalam menghasilkan inovasi. Mereka pun telah secara sadar untuk mengikuti perkembangan ICT yang terjadi saat ini guna mendukung aktivitas litbangnya. Guna memperkuat aktivitas litbang, mereka pun telah berupaya untuk melakukan berbagai kolaborasi dan kerjasama dengan pihak eksternal. Para pelaku inovasi memahami benar pentingnya adanya kerjasama di antara para elemen SIN untuk menghasilkan suatu inovasi yang bernilai ekonomi dan mempunyai manfaat bagi masyarakat luas. Sayangnya, keterkaitan antara elemen SIN ini masih tergolong lemah. Salah satunya disebabkan oleh belum mampunya perguruan tinggi dalam memenuhi kebutuhan industri. Kerjasama yang terjalin antara elemen SIN pun cenderung masih pada taraf nasional. Kondisi ini kontradiktif dengan tuntutan globalisasi yang mensyaratkan terjadinya kolaborasi aktivitas litbang pada tingkat internasional.

Dengan demikian, bila dikaitkan dengan rendahnya paten di Indonesia, maka tidak dapat dikatakan bahwa hal tersebut terjadi karena masih rendahnya aktivitas inovasi di level mikro. Studi kasus yang dilakukan cukup menjadi bukti bahwa para elemen SIN telah melalukan berbagai upaya untuk memperkuat aktivitas litbang di institusi mereka. Hal ini mereka lakukan karena mereka memahami benar pentingnya inovasi bagi daya saing mereka di era globalisasi ini. Dengan kata lain, rendahnya paten di Indonesia bukan disebabkan oleh masih rendahnya aktivitas inovasi di level mikro.

PENUTUP

Terlepas dari masih rendahnya permohonan paten di Indonesia, perkembangan UU Paten di Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia memahami pentingnya paten dan kebijakan paten dalam mendukung aktivitas ekonomi modern. UU paten di Indonesia sudah mengacu pada prinsip-prinsip pengakuan IPR. Kekurangan memang masih dirasakan pada elemen Patenting Requirement dimana proses permohonan paten seringkali dirasakan memakan waktu. Kebijakan paten di Indonesia juga masih dihadapkan dengan kebijakan lain yang kontradiktif seperti kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Page 58: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

58

Rendahnya permohonan dan patent granted Indonesia tidak dapat menjadi justifikasi bahwa aktivitas inovasi kita rendah. Paten hanya salah satu instrumen dari berbagai instrumen appropriability baik formal maupun informal. Belajar dari pengalaman negara-negara maju, kebijakan paten merupakan salah satu kebijakan dalam mendorong aktivitas litbang dan inovasi. Efektifitas kebijakan paten dalam mendorong inovasi di negara-negara maju didukung dengan harmonisasi kebijakan paten dan kebijakan-kebijakan lain terkait dengan aktivitas litbang dalam perekonomian. Terkait dengan hal ini, ke depan pemerintah perlu menjamin bekerjanya sistem inovasi nasional (SIN) dan elemen kebijakan paten menjadi salah satu pendukungnya.

Beberapa hal di bawah ini dirasakan perlu dilakukan untuk mengefektifkan kebijakan paten dalam mendukung SIN:

1) Pemerintah perlu melakukan pembenahan di manajemen pengelolaan paten di Indonesia. Proses administrasi paten yang ditangani oleh DJHKI, yang merupakan sebuah lembaga pemerintah, perlu dilakukan pembenahan terutama terkait dengan tahapan dan jangka waktu proses administrasi paten.

2) Perlunya perluasan aktivitas DJHKI sebagai lembaga yang memiliki wewenang dalam memberikan hak paten ke cakupan aktivitas yang lebih luas meliputi aktivitas promosi dan komersialisasi paten kepada pihak industri. Selain sebagai lembaga yang memberikan sertifikasi dan hak paten ke pemohon, DJHKI juga diharapkan menjadi sebuah lembaga yang mampu menjembatani pelaku-pelaku litbang dan perguruan tinggi ke pihak industri.

3) Harmonisasi kebijakan paten dan kebijakan lain yang berpihak pada pelaku litbang dan perguruan tinggi perlu dilakukan. Kebijakan terkait PNBP perlu diperbaharui dengan harapan kebijakan PNBP yang baru menjadi kebijakan PNBP yang berpihak pada pelaku litbang pemerintah dan perguruan tinggi. Kebijakan PNBP yang mewadahi skema insentif sangat diperlukan dalam merangsang semangat dan intensitas aktivitas pelaku litbang pemerintah dan perguruan tinggi untuk menghasilkan hasil-hasil riset yang memiliki nilai kemanfaatan yang tinggi bagi masyarakat dan perekonomian pada umumnya.

Pembenahan kebijakan paten dengan melibatkan tiga hal tersebut di atas, diharapkan kebijakan paten di Indonesia benar-benar menjadi sebuah kebijakan yang efektif dan mampu mendorong pertumbuhan aktivitas litbang dan inovasi di Indonesia.

Page 59: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

59

DAFTAR PUSTAKA

Aiman, S., Hakim, L., & Simamora, M. (April, 2004). National System Innovation of Indonesia: Journey and Challenges, the first ASIALIC International Conference on Innovation System and Cluster, Bangkok. [http://www.nstda.or.th/nstc/Seminar/paper/pdf/ paper_ Syahrul% 20Aimana.pdf]

Encaoua, D., D. Guellec and C. Martinez (2003), “The Economics of Patents: From

Natural Rights to Policy Instruments”, Cahiers de la MSE, Collection EUREQua (2003.124).

Levin, R., Klevorik, A., Nelson, R.R. and Winter, S. (1987) Appropriating the Returns from Industrial Research and Development. Brookings Paper on Economic Activity, 19(2), 783-831.

Mowery, D. and Nelson, R. (1999) The Sources of Industrial Leadership. Cambridge:

Cambridge University Press.

Nelson, R. (1994) The Coevolution of Technology, Industrial Structure and Supporting Institutions. Industrial and Corporate Change, 3(1), 47–63.

OECD (2004) Patents and Innovation: Trends and Policy Challenges, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Pavitt, K. (1984) Sectoral Patterns of Technical Change: Towards a Taxonomy and a Theory. Research Policy, 13(6), 343–375.

Porter, M. (1990) The Competitive Advantage of Nations, New York, Free Press.

Rosenberg, N. (1976) Perspectives on Technology. Cambridge University Press. Rosenberg, N. (1982) Inside the Black Box: Technology and Economics. Cambridge:

Cambridge University Press. Schumpeter, J. A. (1950). Capitalism, Socialism and Democracy. 3rd ed. New. York:

Harper. Shimp, T. A. 1991

Solow, R.M., (1957) Technical Change and the Aggregate Production Function. The Review of Economics and Statistics, Vol. 39, No. 3. (Aug., 1957), pp. 312-320.

World Bank. (2007b) World Development Indicators 2007.

Page 60: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

60

SAATNYA MENGGENJOT INOVASI DI INDUSTRI GULA NASIONAL

Trina Fizzanty, Erman Aminullah, Hadi Kardoyo, Sayim Dolant, Nur Laili, dan Purnama Alamsyah

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan studi pemodelan kestabilan dinamis penyediaan gula tebu sebagai salah satu pangan strategis. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh tentang dinamika harga gula tebu di pasar domestik sehingga diperoleh hasil mengenai kompleksitas penyediaan dan permintaan gula tebu di Indonesia serta dapat digunakan dalam menstrukturkan persoalan ketidakstabilan harga gula tebu di Indonesia dan memberikan rekomendasi tindakan kebijakan (policy action) yang dapat menjamin kestabilan harga gula tebu di Indonesia dalam jangka panjang. Model generik awal dibangun dari kerangka teori ekonomi dalam bentuk causal loops. Data awal yang terkumpul yakni 1995-2009 bersumber dari Dewan Gula Nasional mencakup data produksi gula, konsumsi gula, stock, harga lelang gula. Dengan menggunakan data nasional gula tersebut telah dihasilkan model dinamis hasil iterasi kedua. Model awal ini selanjutnya akan diverifikasi dengan: (1) menambahkan data gula nasional dengan series yang lebih panjang yakni dari tahun 1969-2009; dan (2) menambahkan variabel-variabel utama lainnya kedalam model. Selain itu, lebih dari 25 informasi sekunder tentang industri gula nasional telah terkumpul baik berupa jurnal nasional, proceeding, buku maupun thesis magister dan disertasi doktor di Indonesia maupun dari negara lain yang berminat terhadap masalah gula nasional. Dalam penelitian ini dilakukan pula proses simulasi komputer dan kemudian validasi menggunakan metode wawancara dan focus group discussion dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait. Analisis kebijakan akan dibangun pada bagian akhir dari penelitian ini.

Kata kunci: pemodelan, dinamika sistem, kestabilan penyediaan, kestabilan harga, ketahanan pangan, gula tebu, Indonesia

Page 61: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

61

PENDAHULUAN

Gula tebu merupakan salah satu komoditas strategis pangan di Indonesia dan telah diakui sebagai kategori komoditas khusus di perundingan WTO bersama-sama dengan beras, jagung dan kedelai (Arifin 2008). Gula merupakan sumber energi kedua tertinggi bagi rumah tangga di Indonesia setelah beras (Rusastra et al. 2008). Seiring dengan kemajuan industri gula nasional dan kebutuhan gula yang semakin tinggi, pemerintah telah menetapkan berbagai target terkait upaya mencapai swasembada gula pada tahun 2010. Pemerintah berusaha menerapkan kebijakan yang sangat protektif terhadap produsen gula nasional, meskipun (berdasarkan data tertentu) kinerja industri ini diakui relatif masih rendah. Lebih jauh, industri gula tebu nasional belum efisien dan belum mampu bersaing dengan para pesaingnya dari negara produsen lainnya di dunia (Indraningsih & Malian, 2007). Sementara itu kebutuhan gula tebu baik untuk konsumsi rumah tangga maupun industri makanan dan minuman terus meningkat dari tahun ke tahun seiring bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan. Ketimpangan antara konsumsi dan kemampuan produksi gula nasional telah mendorong peningkatan impor gula. Semakin tingginya ketergantungan pada impor, pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat stabilitas pangan dalam negeri.

Sebagai langkah perlindungan produksi gula nasional, pemerintah menerapkan proteksi yang cukup besar terhadap industri gula nasional dengan menerapkan tarif impor yang cukup tinggi. Akan tetapi kebijakan protektif tersebut belum diikuti oleh peningkatan efisiensi produsen gula lokal baik BUMN maupun swasta. Kondisi ini menyebabkan harga gula di pasar domestik menjadi tinggi, sehingga merugikan konsumen rumah tangga dan industri makanan dan minuman nasional.

Banyaknya intervensi pemerintah dan insentif bagi produsen lokal serta lemahnya kapasitas pemerintah dalam mengelola impor (Rusastra et al. 2008) telah berpengaruh terhadap lemahnya kemampuan produksi lokal. Di era liberalisasi (sejak tahun 1998), Bulog tidak lagi bertindak sebagai importir tunggal, dan pasar domestik semakin terbuka luas bagi produk impor. Pembatasan importir dan penetapan tarif impor kemudian dilakukan pemerintah, namun kebijakan ini tidak cukup kuat untuk mendorong industri gula lokal. Kemudian pemerintah mengelola impor sejak tahun 2002 melalui kebijakan yang lebih detil terkait kualitas, jadwal impor dan jaminan harga. Kebijakan ini berhasil mendukung pengembangan industri gula di Indonesia dan turunnya impor (Rusastra et al. 2008). Namun demikian, apakah perilaku produksi gula lokal yang mulai meningkat akhir-akhir ini bisa berlanjut (sustain) di masa depan? Apakah kebijakan pengelolaan impor juga mampu mengelola fluktuasi harga gula di pasar domestik dan apakah kebijakan ini masih relevan di masa depan? Informasi tentang hubungan antara kebijakan pemerintah, khususnya kebijakan teknologi, dan fluktuasi harga gula di pasar domestik belum banyak diketahui.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memahami kompleksitas pasar komoditas gula tebu di Indonesia dan peran iptek dalam kestabilan penyediaan tersebut; (2) menstrukturkan persoalan ketidakstabilan penyediaan dan permintaan gula tebu di Indonesia; (3) memecahkan persoalan struktural dalam

Page 62: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

62

ketidakstabilan penyediaan dan permintaan gula tebu Indonesia; dan (4) merekomendasikan tindakan kebijakan (policy action) yang dapat menjamin kestabilan penyediaan gula di Indonesia dalam jangka panjang.

Tahapan Studi, Keluaran dan Metode

Tabel 1 Tahapan studi, keluaran dan metode

Tahapan Studi Keluaran Metode

Peenstrukturan Model

Penggambaran Model hipotesis Wawancara Kajian literature

Data historis, penyediaan(supply), pasokan (stock), permintaan harga dan inovasi teknologi

Mendifinisikan indikator dan ukuran setiap variabel Pengumpulan data sekunder (historis minimal 20 tahun)

Pola perilaku masalah (setiap variabel dan antarvariabel)

Teknik analitik dinamika sistem (diagram sebab akibat atau umpan balik) Memahami pola perilaku dengan menafsirkan: 1) Pola dan kecenderungan perilaku

variabel utama (penyediaan gula) 2) Urutan faktor pebab/proses “if-then”

(feedback loops) 3) Menyatukan indikator yang sama

(coupling multiple feedback loops). Keabsahan struktur model

Iterasi pengujian keabsahan struktur model dengan simulasi komputer (Powersim) dan diskusi dengan stakeholder, struktur logis, konsistensi dimensi, kecocokan data empirik dengan data simulasi.

Intervensi Model/Analisis Kebijakan

Intervensi terhadap model efek peningkatan inovasi teknologi terhadap kestabilan penyediaan dan permintaan gula tebu dalam pasar.

Modelling (Powersim) terhadap: Intervensi fungsional parameter dan

kombinasi parameter Intercensi struktural, perubahan

unsur atau hubungan yang membentuk struktur model.

Strategi Kebijakan: Kebijakan fungsional atau struktural dalam lingkungan tetap/berubah

Simulasi Komputer dengan kondisi: model tetap, parameter berubah; model diubah dengan parameter tententu

Page 63: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

63

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan industri gula di Indonesia berawal dari masa kolonialisme Belanda. Pada masa itu gula pasir menjadi salah satu produk unggulan ekspor yang sangat penting bagi Belanda. Pada zaman penjajahan Belanda, industri gula Indonesia mengalami masa kejayaan yaitu pada tahun 1930 dengan jumlah pabrik gula yang beroperasi sebanyak 179 pabrik, produktivitas sekitar 14.80% dan rendemen 11-13.80%. Kejayaan industri gula pada masa itu dipengaruhi oleh kuatnya kontrol kekuasaan. Perkebunan tebu pada masa itu dikembangkan di lahan sawah penduduk dengan sistim sewa yang ditentukan penjajah Belanda. Sistim tanam paksa diterapkan untuk mendukung aktivitas perkebunan serta dilakukan sistim prioritas dan pemanfaatan sistim irigasi untuk perkebunan tebu. Simatupang et al. (1999) dan Soentoro et al 1999) menyebutkan kebijakan industri dan perdagangan gula pada masa penjajahan Belanda dibagi dalam empat periode: a) Periode 1830-1870 (tanam paksa); b) Periode 1870-1900 (Liberalisasi pasar); c) Periode 1900-1930 (Pengembangan sistim sindikat), dan d) Periode 1931-1942 (Sistim kartel).

Perubahan masa kolonialisme dari Belanda ke Jepang pada tahun 1942 berdampak buruk terhadap turunnya aktivitas industri gula di Indonesia. Pabrik-pabrik gula yang didirikan oleh penjajah Belanda mengalami kehancuran sebagai akibat dari berubahnya orientasi ekonomi penjajah Jepang. Akibat negatif lebih jauh yang ditimbulkan yaitu turunnya gula sebagai komoditas ekspor unggulan Indonesia. Setelah masa kemerdekaan, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah untuk merehabilitasi industri gula nasional.

Setelah masa kemerdekaan, kebijakan industri dan perdagangan gula di Indonesia terbagi dalam dua periode besar (Simatupang et al, 1999, & Soentoro et al 1999) yaitu (a) Periode 1945-1965 terdiri dari periode Nasionalisasi Industri Gula Nasional (1945-1959) dan sistim ekonomi terpimpin (1959-1965) dan (b) periode 1966-sekarang, terdiri dari Liberasi pemasaran (1966-1971), stabilisasi (1972-1997), Adaptasi terhadap Sistim Perdagangan Bebas (1993-2001); dan pengendalian impor (2002-sekarang). Tahap pertama periodisasi kebijakan industri gula menggambarkan kebijakan pemerintah untuk mengembalikan status dan sistim industri gula dari yang pada awalnya merupakan kepentingan asing, Belanda dalam hal ini, ke industri nasional. Nasionalisasi perusahan-perusahaan gula yang sudah ada dan berbagai penyesuaian sistim industri gula dilakukan untuk membangkitkan kembali industri gula Indonesia. Periode kebijakan gula tahap dua cenderung terkait dengan penyesuaian-penyesuan terkait dengan pasar dan stabilisasi pasar. Periodisasi kebijakan tahap dua ini lebih mencerminkan penyesuaian terkait dengan kondisi dan kemampuan industri gula nasional yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Kebijakan-kebijakan industri gula tahap dua ini dilakukan dengan melibatkan faktor pasar internasional terkait dengan kendala di industri gula nasional.

Studi tentang gula di Indonesia baik dari aspek ekonomi, teknis maupun kebijakan telah banyak dilakukan. Dwiandary (2009), Siagian (1999), Abidin (2000), Susila dan Sinaga (2005), Hadi dan Nuryanti (2005), Azahari (1983), Ernawati (1997) dan Aryani (2009) melakukan studi gula menggunakan analisis

Page 64: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

64

ekonometrik dan statistic, sedangkan Novitasari dan Budisantoso (2010) dan Khumairoh dan Budisantoso (2010) menggunakan pendekatan system dynamics. Studi gula di Indonesia pada umumnya mengkaji obyek, aspek dan metode penelitian, baik tentang produksi, ekspor, impor, konsumsi dan pasar gula di dalam maupun di luar negeri. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi pertimbangan dalam penyusunan model bagi industri gula Indonesia yang menggunakan System Dynamics.

POLA PENYEDIAAN GULA DI INDONESIA Periode Penjajahan Belanda

Pola penyediaan gula tebu di Indonesia tidak terlepas dari sejarah dan periodesasi kebijakan industri gula di Indonesia. Perkembangan komoditi gula tebu di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebijakan industri dan perdagangan gula pada masa penjajahan Belanda. Penekanan kebijakan pergulaan di periode tersebut terletak pada kebijakan menempatkan komoditi gula sebagai komoditi strategis dan memenuhi kebutuhan ekspor. Perubahan bentuk kebijakan dari satu periode ke periode yang lain merupakan bentuk antisipasi politik dagang, dengan tujuan untuk mengantisipasi pergerakan politik internasional maupun kondisi yang terjadi di pergerakan politik lokal di Indonesia.

Perkembangan lebih lanjut dari sistem tanam paksa adalah sistem liberalisasi pasar. Sistem ini mampu mendorong perkembangan jumlah pabrik gula dan luas lahan tebu. Pada tahun 1875 terdapat 139 pabrik gula dan kemudian meningkat menjadi 151 unit pada tahun 1880. Perkembangan politik kolonialisasi dan politik etis di Indonesia banyak berpengaruh terhadap kebijakan industri dan perdagangan gula Belanda di Indonesia. Kebijakan liberalisasi yang diterapkan mampu memacu investasi pengembangan lahan tebu dan pendirian pabrik-pabrik gula oleh pelaku industri selain pemodal dari pihak Belanda. Kebijakan ini mampu mendorong persaingan produksi dan perdagangan gula antara perusahaan-perusahaan gula Belanda dan Cina. Perkembangan lebih lanjut berkaitan dengan terjadinya depresi ekonomi dunia yang berpengaruh buruk terhadap industri dan perdagangan gula di Indonesia. Depresi ekonomi tersebut mengakibatkan banyaknya pabrik gula mengalami kebangkrutan. Produksi gula turun dari 2.9 juta ton di tahun 1930 ke 492.6 ribu ton di tahun 1995. Namun setelah pulihnya ekonomi dunia, industri dan perdagangan gula di Indonesia mulai tumbuh kembali.

Periode Setelah Masa Penjajahan Belanda

Periode industri dan perdagangan gula di Indonesia setelah masa kemerdekaan terbagi menjadi dua tahap yaitu: a) Periode pertama (1945-1965) sebagai tahap Nasionalisasi Industri gula dan sistem ekonomi terpimpin, dan b) Periode kedua meliputi Liberalisasi Pemasaran (1966-1971), Stabilisasi (1972-1993), Adaptasi terhadap Perdagangan Bebas (1993-2001), dan Pengendalian Impor (2002-sampai sekarang).

Page 65: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

65

POLA PERMINTAAN GULA DI INDONESIA

Konsumsi gula nasional dan harga menentukan volume gula yang harus diproduksi. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi berpengaruh positif terhadap tumbuhnya konsumsi gula untuk konsumsi penduduk maupun kebutuhan industri. Konsumsi gula per kapitapada tahun 1976 sekitar 1,8 kg/tahun dan terus mengalami kenaikan sampai tahun 1996 sekitar 2,7 kg/tahun. Konsumsi gula per kapita ini diduga akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Namun demikian, produksi gula dalam negeri ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi gula nasional. Kebijakan industri dan perdagangan gula Indonesia pasca periode demokrasi terpimpin (1945-1965) ditujukan untuk mengantisipasi ketidakmampuan industri gula nasional dalam memenuhi kebutuhan gula dalam negeri. Akibatnya impor menjadi alternatif untuk memenuhi kekurangan stok. Periode 1995-1997 index dependency ratio gula Indonesia sebesar 31,78%, artinya 31,78% kebutuhan konsumsi gula nasional sangat tergantung dari impor. Index dependency ratio gula nasional terus meningkat hingga mendekati 50% pada periode 1998-2004 (Rusastra, Napitupulu dan Burgeois 2008: hal.27).

Impor gula nasional diyakini sangat berfluktuasi. Hal ini Periode 1972-2008 impor gula berfluktuasi dengan tren positif. Tahun 1972 misalnya, impor gula nasional tercatat sebesar 6.123 ton dan melonjak ke 1.099.306 ton pada tahun 1996, dan tercatat 2.972.788 ton pada tahun 2007. Walaupun impor gula cenderung meningkat, namun sangat fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pengendalian impor oleh pemerintah dengan mempertimbangkan aspek stok dan harga gula di dalam negeri.

KECENDERUNGAN PENYEDIAAN GULA DI INDONESIA

Aktivitas industri dan produksi gula Indonesia telah mengalami perubahan orientasi pemenuhan kebutuhan. Pada masa kolonialisasi Belanda, industri gula Indonesia dimaksimalkan untuk orientasi ekspor dan mendukung kepentingan ekonomi Belanda. Penurunan kemampuan industri gula setelah masa penjajahan mengubah orientasi produksi dari ekspor menuju orientasi produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Membuka pasar dalam negeri untuk masuknya gula impor merupakan pilihan kebijakan bagi pemerintah Indonesia untuk menutupi kekurangan stok gula dalam negeri.

Kecenderungan menurunnya luas areal perkebunan tebu selama sepuluh tahun terakhir dapat menjadi ancaman bagi kemampuan produksi gula nasional, jika tidak ada terobosan dalam peningkatan produktivitas. Industri gula tidak dapat dipungkiri sangat tergantung dari ketersediaan lahan sebagai input dalam proses produksi. Produktivitas industri gula nasional baik dilihat dari produktivitas lahan, produktivitas tebu, maupun produktivitas pabrik relatif masih rendah, sehingga perlu mendapat perhatian serius dari pihak-pihak terkait. Bila dibandingkan dengan masa penjajahan Belanda, tingkat rendemen tebu dan produktivitas batang tebu berkisar 12% dan sepuluh tahun terakhir tingkat randemen tebu menurunrata-rata sebesar 6-7%. Hal ini menunjukkan kurang intensifnya perhatian pemerintah terhadap kemajuan industri gula saat ini.

Page 66: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

66

Kecenderungan ini menunjukkan semakin kurangnya tingkat inovasi, adopsi teknologi, dan manajemen industri nasional. Bila permasalahan di atas diabaikan, maka kedepan akan mengganggu kesinambungan industri gula nasional.

Pola penyediaan gula di masa lampau dibagi ke dalam dua periode besar yaitu pada masa penjajahan Belanda dan pada masa setelah kemerdekaan. . Kebijakan industri gula berorientasi ekspor pada masa penjajahan Belanda berpengaruh positif terhadap kemampuan industri gula masa itu dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen gula di dunia. Menurunnya kemampuan industri gula Indonesia setelah masa kemerdekaan telah mengubah Indonesia sebagai negara pengekspor gula menjadi negara pengimpor gula. Perubahan orientasi kebijakan tersebut mengacu pada pentingnya penyediaan gula untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Permintaan gula dalam negeri cenderung meningkat seiring pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya angka konsumsi gula per kapita ini diduga akan terus meningkat selaras dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu, hal ini akan berimbas terhadapterjadinya kenaikan harga gula pada masa mendatang.

KONSEP DASAR DALAM STRUKTUR MODEL

Konsep dasar struktur model gula tebu menggunakan teori mekanisme pasar, dimana permintaan dan penyediaan mempengaruhi perilaku pasar. Perubahan harga memiliki pengaruh yang berbeda terhadap permintaan (demand) dan penyediaan (supply). Kurva permintaan (demand curve) menjelaskan adanya penurunan harga menyebabkan kenaikan jumlah permintaan produk dan adanya kenaikan harga menyebabkan penurunan jumlah produk yang diminta. Sedangkan dalam kurva penyediaan (supply curve), adanya kenaikan harga akan berpengaruh terhadap kenaikan jumlah produk yang diproduksi dan penurunan harga menyebabkan penurunan barang produksi. Pada dasarnya, kenaikan harga merupakan stimulus untuk meningkatkan penyediaan. Peningkatan permintaan dapat terjadi pada kenaikan harga akibat pergeseran kurva permintaan (misalnya melalui promosi) dan peningkatan penyediaan dapat terjadi pada penurunan harga akibat pergeseran kurva penyediaan (misalnya melalui stok penyangga).

Interaksi penyediaan, permintaan dan harga gula tebu menjadi dasar untuk menjelaskan ketidakstabilan dinamis penyediaan dan harga gula tebu. Ketidakstabilan dinamis penyediaan dan harga gula tebu dimodelkan berkaitan dengan siklus mekanisme pasar yang melibatkan penyediaan dan permintaan.

Page 67: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

67

Stok

Permintaan

Harga

Kemampuan stokPenyediaan

-

-+

++

-

( - ) ( - )

Gambar 1 Struktur Umum Model Ketidakstabilan Dinamis Harga dan Penyediaan

Gula Tebu

Selanjutnya, kestabilan dinamis penyediaan dan harga gula tebu dalam pasar dikembangkan berdasarkan konsep kendali terhadap fluktuasi sisi penyediaan dan stok. Kestabilan perilaku penyediaan dalam model dapat diuji dengan menambahkan konsep inovasi teknologi, sedangkan kestabilan stok dalam model dapat diuji dengan menambahkan konsep impor. Konsep inovasi teknologi berupa peningkatan produktivitas perkebunan yang terdiri dari peningkatan produktivitas lahan tebu dan peningkatan produktivitas pabrik gula. Konsep impor diwakili dengan adanya keterbukaan peluang untuk melakukan impor gula tebu ke Indonesia.

Struktur umum model kendali ketidakstabilan dinamis harga ditunjukkan pada gambar 2 di bawah ini

Stok

Permintaan

Harga

Kemampuan stokPenyediaan

-

-+

++

-

( - ) ( - )

Impor

Inovasi teknologi

+

+

Gambar 2 Struktur Umum Model Kendali Ketidakstabilan Dinamis Harga

Page 68: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

68

KEABSAHAN MODEL GULA TEBU

Pengembangan model gula tebu Indonesia telah menghasilkan tiga luaran (output) yaitu: i) struktur model diagram sebab-akibat; ii) struktur model diagram arus/model matematik dan iii) hasil simulasi model dinamika sistem dengan Powersim®. Model gula tebu telah diuji validitasnya dengan melihat: i) kebenaran struktur logis dari model sebab-akibat; ii) konsistensi dimensi model diagram arus / model matematik, dan iii) kecocokan data aktual dengan data simulasi. Kebenaran struktur logis dari model gula tebu telah sesuai dengan teori umum dalam ekonomi, yaitu keseimbangan penyediaan dan permintaan gula tebu akan menentukan harga pasar. Ketidakstabilan penyediaan berakibat ketidakseimbangan antara permintaan dan penyediaan yang tercermin dalam perubahan harga. Dimensi unsur-unsur dalam model diagram arus / model matematik telah diuji dan terbukti konsisten. Kecocokan (fitting) kurva data aktual dengan kurva hasil simulasi baik untuk stok maupun harga hasil simulasi adalah sebagai berikut: i) secara visual kurva hasil simulasi sudah menirukan pola (patterns) dan kecenderungan (trends) data aktual; ii) penyimpangan (deviasi) rata-rata lima tahunan dari kurva hasil simulasi terhadap data aktual relatif kecil (berkisar 5-10%) dan hasil uji statistik progresif menunjukkan model yang dibangun sudah absah. Dengan demikian struktur model sudah memenuhi syarat logis dan empiris. Logis karena memiliki penjelasan nalar yang berdasarkan landasan teoritis, dan empiris karena memiliki kecocokan dengan data empiris. Kurva perbandingan data aktual dan simulasi dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 1Data vs Hasil Simulasi

Stok dan Harga Gula Tebu (tahun 1981-2009)

tahun

data stok (ribu ton)1

stok (ribu ton)2

data harga (Rp)3

harga (Rp)4

1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

1

2

3 4

12

3 4

12

3 4

1 2

34 1 2

3 4

12

3 41

23

4

12

34

12

3

4

1 2

3

4

1 2

3

4

1

2

3

4

12

3

4

1 2

3

4

Gambar 3 Keabsahan Model: Nilai Simulasi versus Data Aktual (tahun 1981-2009)

Page 69: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

69

ANALISIS KEBIJAKAN

Skenario Penyediaan dan Fluktuasi Harga Gula Tebu (Tahun 2010-2020)

Analisis kebijakan dilakukan untuk menentukan alternative kebijakan apa yang tepat untuk menyelesaikan masalah penyediaan dan fluktuasi harga gula tebu di Indonesia. Alternatif kebijakan yang mungkin dilakukan disimulasikan dengan melakukan intervensi terhadap model gula. Simulasi dilakukan untuk mengetahui perkiraan apa yang akan terjadi pada penyediaan dan fluktuasi harga gula tebu bila dilakukan intervensi pada model dalam jangka waktu tahun 2010 – 2020. Intervensi dilakukan dengan mengubah nilai parameter-parameter tertentu dalam model.

Simulasi berdasarkan intervensi terhadap parameter model telah menghasilkan tiga skenario utama berikut: (i) skenario normal, yaitu perpanjangan keadaan sekarang di mana kestabilan penyediaan gula tebu dalam jangka panjang di capai melalui impor dan tingkat harga gula tebu akan berfluktuasi dalam jangka waktu ke depan; (ii) skenario membaik, yaitu intervensi sisi penyediaan gula tebu dimana kestabilan penyediaan gula tebu dalam jangka panjang dicapai melalui peningkatan produksi, dan tingkat harga berdasarkan produksi akan berfluktuasi cenderung stabil; dan (iii) skenario terbaik, yaitu intervensi sisi penyediaan dimana kestabilan penyediaan gula tebu dalam jangka panjang dicapai melalui peningkatan produksi gula tebu serta inovasi teknologi, sehingga harga bergantung pada peningkatan penyediaan yang akan stabil dalam jangka panjang.

Tiga skenario ini didukung oleh hasil simulasi di bawah ini. Beberapa kemungkinan kejadian berkaitan dengan parameter efek harga terhadap produksi, impor, faktor produktivitas lahan, faktor produktivitas pabrik dan variabel impor ke depan, diperoleh dari simulasi intervensi model yang sudah divalidasi. Intervensi telah dilakukan pada tahun 2010 terhadap parameter-parameter dan variabel tersebut. Analisis skenario dilihat dengan perbandingan antara efek intervensi dengan tanpa intervensi.

Skenario gula tebu tanpa intervensi adalah kecenderungan variabel penyediaan, penyaluran dan harga pasar dengan angka parameter tetap yaitu nilai parameter tahun terakhir (tahun 2009). Skenario penyediaan dan penyaluran gula tebu tanpa intervensi ada dalam gambar di bawah ini.

Page 70: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

70

Gambar 4 Skenario penyediaan dan penyaluran gula tebu 2010 – 2020 (tanpa

intervensi)

Gambar 5 menunjukkan hasil simulasi dengan intervensi terhadap parameter faktor produktivitas lahan dan faktor produktivitas pabrik. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan intervensi tersebut maka stok / penyediaan gula tebu akan mengalami peningkatan dan cenderung stabil mulai tahun 2010. Harga gula tebu di pasar bergantung pada stok gula tebu yang diperkirakan stabil mulai tahun 2010 sampai tahun 2020. Hal ini menunjukkan bahwa faktor produktivitas pabrik merupakan faktor pengungkit (leverage point) bagi kestabilan penyediaan dan kestabilan harga gula tebu. Di sini terlihat pentingnya inovasi teknologi yang berperan meningkatkan faktor produktivitas pabrik gula. Selain itu juga terlihat bahwa intervensi terhadap faktor produktivitas pabrik juga merupakan intervensi yang efeknya dapat langsung terlihat tanpa memerlukan waktu yang lama.

Gambar 5 Skenario penyediaan dan penyaluran gula tebu 2010 – 2020

(dengan intervensi faktor produktivitas lahan & faktor produktivitas pabrik)

Page 71: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

71

Gambar 6 menunjukkan hasil simulasi dengan intervensi terhadap

parameter faktor produktivitas pabrik dan impor. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan intervensi tersebut maka stok / penyediaan gula tebu akan mengalami peningkatan dan cenderung stabil mulai tahun 2010. Di sisi lain, harga gula tebu di pasar bergantung pada stok gula tebu yang diperkirakan akan stabil mulai tahun 2010 karena tercapainya kestabilan stok gula tebu di pasar antara tahun 2010 sampai tahun 2020. Perilaku hasil simulasi ini serupa dengan hasil simulasi pada gambar 5.5 yaitu hasil intervensi parameter faktor produktivitas lahan dan faktor produktivitas pabrik.

Gambar 6 Skenario penyediaan dan penyaluran gula tebu 2010 – 2020

(dengan intervensi faktor produktivitas pabrik & impor)

POLA KEBIJAKAN INDUSTRI GULA DUNIA

Bagian ini mengulas analisis kebijakan pasar gula yang mengkaji perbandingan kebijakan antara Indonesia dengan negara-negara produsen utama gula dunia. Kebijakan ini meliputi tiga area yakni: (1) kebijakan dari sisi pasokan; (2) kebijakan dari sisi permintaan; dan (3) kebijakan dari sisi pasar. Analisis dilakukan dengan membandingkan tiga area kebijakan tersebut di beberapa negara produsen gula selama satu dekade terakhir, yang kemudian dibandingkan dengan corak kebijakan gula Indonesia saat ini. Hasil analisis perbandingan mendukung isi pilihan kebijakan yang diinginkan dan layak untuk mencapai skenario terbaik dalam mencapai kestabilan harga gula Indonesia kedepan.

Negara-negara produsen gula yang dibahas dalam studi ini adalah Brasil, Cina, India, Thailand dan Australia karena merupakan negara produsen utama; dan bisa dijadikan masukan dalam pengembangan industri gula Indonesia. Kelima negara tersebut menyumbang sekitar 80% terhadap total produksi gula dunia, sehingga akan sangat mempengaruhi dinamika pasar gula dunia.

Page 72: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

72

Berbagai kebijakan pemerintah Indonesia dalam pergulaan belum efektif mendorong kemajuan industri gula nasional (Rasyid dkk, 2008), sementara Indonesia berkeinginan untuk berswasembada gula pada akhir tahun 2014. Oleh karena itu, analisis perbandingan kebijakan Indonesia dengan negara lain ini sangat penting dilakukan. Pada bagian awal dibahas kebijakan dari sisi pasokan, kemudian kebijakan dari sisi permintaan dan kebijakan dari sisi pasar atau perdagangan.

Kebijakan dari sisi pasokan

Kebijakan meningkatkan pasokan gula umumnya dilakukan melalui peningkatan kemampuan produksi yang umumnya melalui perluasan lahan maupun perbaikan teknologi. Kebijakan produksi gula Indonesia bergeser dari kontrol yang ketat dari pemerintah terhadap mekanisme penguasaan lahan tebu, kemudian bergeser ke kebijakan perluasan lahan melalui penataan kelembagaan petani tebu.

Kebijakan dari Sisi Permintaan Permintaan gula dunia terus meningkat seiring dengan pertambahan populasi dunia dan berkembangnya industry makanan dan minuman. Saat ini dan kedepan, konsumen gula langsung semakin memperhatikan kualitas gula (P3GI, 2008). Semakin tingginya tingkat pendidikan dan semakin terbukanya informasi global, serta kesadaran akan kesehatan dan keamanan pangan semakian tinggi, telah mendorong konsumen untuk lebih memperhatikan kualitas gula. Disamping pemenuhan kebutuhan konsumen gula rumahtangga, permintaan industri makanan dan minuman terhadap kebutuhan gula juga menjadi perhatian pemerintah di beberapa negara.

Kebijakan dari Sisi Pasar (perdagangan) Kebijakan perdagangan merupakan kebijakan paling populer diantara negara-negara produsen gula dunia. Akibatnya, harga gula dunia maupun di tingkat lokal terdistorsi oleh kebijakan-kebijakan perdagangan dalam negeri dan luar negeri di masing-masing negara produsen gula. Kebijakan perdagangan gula di tingkat domestik umumnya dilakukan dengan mengelola kestabilan harga dengan pengelolaan cadangan gula domestik. Kebijakan yang bersifat memberikan jaminan harga masih tetap dilakukan. Sebagai contoh negara India menerapkan harga minimum atau harga dasar untuk pembelian gula tebu dari petani oleh pabrik penggiling tebu. Kebijakan semacam ini pernah pula diterapkan oleh pemerintah Cina di masa lalu, namun saat ini kebijakan semacam itu sudah mulai ditinggalkan dan mengarah pada mekanisme pasar. Pemerintah Cina, melalui Ministry of Commerce and Finance dan NDRC, mengelola cadangan gula nasional untuk menyesuaikan pergerakan harga pasar.

PILIHAN KEBIJAKAN GULA KE DEPAN

Mengacu pada hasil simulasi kebijakan pada bagian sebelumnya mengenai skenario penyediaan dan fluktuasi harga gula tebu (Tahun 2010-2020) maka kebijakan gula Indonesia ke depan pada skenario membaik, yaitu jika intervensi sisi penyediaan gula tebu dimana kestabilan penyediaan gula tebu dalam jangka panjang dicapai melalui peningkatan produktivitas lahan atau peningkatan

Page 73: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

73

produktivitas lahan dan impor atau peningkatan produktivitas lahan, pabrik dan impor. jika skenario membaik ini berlaku maka tingkat harga berdasarkan produksi akan berfluktuasi cenderung stabil.

Skenario terbaik (Gambar 5) dalam mendukung kestabilan penyediaan dan harga adalah meningkatkan produktivitas lahan dan produktivitas pabrik. Kedua langkah peningkatan produktivitas pabrik dan peningkatan produktivitas lahan tidak dapat dipisahkan karena terkait satu sama lain. Peningkatan produktivitas lahan tebu harus diikuti dengan peningkatan produktivitas pabrik gula, begitu pula sebaliknya peningkatan produktivitas pabrik gula juga harus diikuti dengan peningkatan produktivitas lahan tebu. Langkah-langkah peningkatan produktivitas lahan ini relatif lebih rasional dalam kondisi keterbatasan lahan tebu di Indonesia. Langkah-langkah semacam ini juga ditempuh Cina dalam pengembangan industri gula mereka.

Langkah-langkah untuk memacu produktivitas lahan adalah diantaranya dengan: (1) penggunaan varietas tebu unggul dan tahan terhadap perubahan iklim yang ekstrim; (2) penggunaan sarana produksi yang ramah lingkungan; (3) pengairan yang efektif; (4) teknologi pengolahan tanah yang efisien; (5) inovasi teknologi pemanenan dan pengolahan tebu; (6) insentif anggaran terhadap produsen tebu dalam mengadopsi teknologi unggul; (7) pendampingan bagi produsen tebu dalam penerapan teknologi unggul; (8) dukungan riset yang handal dalam pengembangan inovasi teknologi gula. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

Pasar gula Indonesia merupakan sistem yang kompleks, ditunjukkan oleh interaksi antar unsur-unsurnya yakni sisi penyediaan, sisi permintaan, harga dan parameter didalam struktur model. Faktor inovasi teknologi ada dalam kestabilan harga gula melalui sisi penyediaan yakni faktor produktivitas lahan dan faktor produktivitas pabrik dalam produksi gula lokal. Beberapa hal yang signifikan menentukan ketidakstabilan penyediaan dan

permintaan gula di Indonesia adalah: 1) faktor produktivitas lahan 2) faktor produktivitas pabrik

Permasalahan produktivitas lahan dan produktivitas pabrik dalam struktur pasar gula (mempengaruhi permintaan, penyediaan dan harga).

SARAN

Skenario terbaik adalah saat kestabilan harga dan stok gula tebu dalam jangka panjang dapat dicapai melalui intervensi pada produktivitas lahan dan produktivitas pabrik. Kebijakan peningkatan produktivitas pabrik dapat dilakukan sama seperti pada skenario membaik berupa dukungan adopsi teknologi industri gula nasional dan revitalisasi pabrik gula nasional. Kebijakan pengendalian stok dengan tetap melakukan impor namun dengan kembali memfungsikan peran Bulog yang akan memperhatikan produksi domestik dalam melakukan impor. Namun peran Bulog disini bukan lagi sebagai badan yang memonopoli impor gula

Page 74: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

74

namun sebagai penyeimbang kekuatan swasta maupun BUMN. Kebijakan ini perlu didukung kebijakan kelembagaan seperti pencadangan lahan dan penguatan kelompok produsen gula nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2000. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Keragaan Industri Gula Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan. Disertasi Doktor, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Amang, B. 1993. “Kebijaksanaan Pemasaran Gula di Indonesia”. PT. Dharma Karsa Utama, Jakarta

Aminullah & Fizzanty, 2009. “Dinamika Penyediaan Kedelai:.Peran Penting Iptek”,LIPI Press, Jakarta.

Arifin, B. 2008. “Ekonomi Swasembada Gula Indonesia”. Economic Review, No. 211. Maret 2008.

Aryani, Desi. 2009. Integrasi Pasar Beras dan Gula di Thailand, Filipina dan Indonesia. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Azahari, D,H.1983. ”Perdagangan Gula Internasional”. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian Deptan, Bogor

Dwiandary, Asri. 2009. Analisis Ekonomi Gula Rafinasi Indonesia, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ernawati. 1997. Kajian Keragaan Gula Indonesia dan Simulasi Dampak Kebijakan Liberalisasi Perdagangan Gula Dunia. Thesis S2, Program Pascasarjana, IPB, Bogor

Hadi, P.U. & S. Nuryanti. 2005. “Dampak Kebijakan Proteksi terhadap Ekonomi Gula Indonesia”. Jurnal Agro Ekonomi vol. 23 no.1 Mei 2005: 82-99. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan LITBANG Pertanian DEPTAN, Bogor

Khudori.2005. “Gula Rasa Nasionalisme: Pergumulan Empat Abad Industri Gula”. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta

Khumairoh, Lilik & Wirjodirdjo, Budisantoso. 2010. Analisis Keterkaitan Pelaku Pergulaan Nasional: Suatu Penghampiran Model Dinamika Sistem. Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

Naingolan, Kaman. Makalah “Kebijakan Gula Nasional dan Persaingan Global: http:www.agrimedia.mb.ipb.ac.id, (akses: 20 Oktober 2010)

Novitasari, Ratna & Wirjodirdjo, Budisantoso. 2010. Mampukah Kebijakan Pergulaan Nasional Meningkatkan Perolehan Pendapatan Petani Tebu: Sebuah Penghampiran Sistem. Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

Page 75: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

75

Rusastra, IW, Napitupulu, TA & Bourgeois, R 2008, “The Impact of Support for Imports on Food Security in Indonesia”, United Nations ESCAP, Bogor, Indonesia.

Siagian, V. 1999. “Analisis Efisiensi Biaya Produksi Gula di Indonesia: Pendekatan Fungsi Biaya Multi-Input Multi-Output”. Thesis Magister pada PPS IPB

Simatupang et al. 1999.Gula dalam Kebijaksanaan Pangan Nasional: Analisis Historis. Dalam M. Husein Sawit, dkk (penyunting) Ekonomi Gula di Indonesia. Penerbit IPB. Bogor.

Soentoro et al. 1999. Usaha Tani dan Tebu Rakyat Intensifikasi di Jawa. Dalam Ekonomi Gula di Indonesia. Penerbit IPB, Bogor.

Susila, W dan B. Sinaga. 2005. “Analisis Kebijakan Industri Gula Indonesia”. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 23 No.1, hlm 50-53. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian Deptan, Bogor.

Wayan R. Susila, dkk, 2001. Pengembangan Model Industri Gula Dengan Pendekatan Model Ekonomi Politik. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi & Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta . Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII Tahun 2001

Page 76: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

76

KETERKAITAN (LINKAGE) ANTAR AKADEMISI, INDUSTRI DAN PEMERINTAH DARI PERSPEKTIF TEORI KOMPLEKSITAS

Dudi Hidayat, Prakoso Bhairawa Putera, Dini Oktaviyanti,

Muhammad Zulhamdani, dan Sri Mulatsih

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Unsur-unsur Akademisi Bussines Government (ABG) dalam Sistem Inovasi Daerah penting untuk dilihat dari keterkaitan (linkages) antar lembaga litbang, industri dan perguruan tinggi. Sebagai bentuk pola keterkaitan dalam inovasi daerah, maka linkages unsur-unsur ABG di daerah menjadi pokok utama penelitian ini. Penelitian ini melihat pada tataran daerah dengan pendekatan kompleksitas. Pendekatan kompleksitas dipilih karena pendekatan ini melihat sebuah sistem yang berkembang secara dinamik sebagai hasil dari proses perkembangan yang bersifat “pengorganisasian-sendiri” (self-organization). Sistem terdiri dari aktor atau agen semi-otonom yang saling berinteraksi dengan cara yang tidak dapat diprediksi sedemikian sehingga menghasilkan pola sistem menyeluruh. Pola dari tiap aktor dalam ABG di Medan (Sumatera Utara) menunjukkan interaksi antar Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara (LP USU) dengan sektor industri relatif lebih dinamis dan bergerak membentuk pola keberlanjutan, walaupun hanya untuk bidang penelitian tertentu. Sedangkan jalinan antara LP USU dengan Balitbang Sumatera Utara lebih banyak interaksi dalam kegiatan perencanaan strategis bagi pembangunan daerah, penyusunan dokumen tata ruang wilayah, dan penelitian terhadap daya dukung kewilayahan. Interaksi antara Balitbangda Sumatera Utara dengan Industri belum terjalin sebagaimana mestinya. Pola linkages di Surabaya (Jawa Timur) menunjukkan keterkaitan ketiga aktor telah terjalin namun dengan intensitas yang berbeda-beda. Jaringan yang ada menunjukkan bahwa interaksi antara universitas dan industri serta pemerintah dan industri belum kuat. ITS mengembangkan unit inkubator untuk menciptakan terjadinya sinergi keterkaitan antara akademisi, industri dan pemerintah. Salah satu lembaga yang mereka bentuk adalah clearing house. Clearing house ini untuk menjembatani jalinan kerjasama dan interaksi ABG dapat berjalan maksimal. Bahkan untuk memantau adanya interaksi antara ketiganya, lembaga ini memanfaatkan media sebagai pendukung terciptanya jaringan ini. Pola keterkaitan disebabkan tidak adanya wadah pembatas ataupun magnet yang menyebabkan masing-masing aktor saling membutuhkan satu sama lain. Sementara di Surakarta (Jawa Tengah) menunjukkan bahwa keterkaitan ketiga aktor telah terjalin namun dengan intensitas yang berbeda-beda. Jaringan yang ada menunjukkan bahwa interaksi antara universitas dan pemerintah belum kuat, namun interaksi antara pemerintah dengan industri dan juga industri dengan universitas telah terjalin cukup kuat. Pola keterkaitan disebabkan tidak adanya wadah pembatas ataupun magnet yang menyebabkan masing-masing aktor saling membutuhkan satu sama lain. Kata Kunci : Linkage, ABG, Kompleksitas, dan Self-Organization

Page 77: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

77

PENDAHULUAN

Pengalaman negara maju mengajarkan bahwa lembaga litbang memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu bangsa. Telah cukup banyak kajian yang berupaya mengkaji bagaimana pengetahuan tersebut ditransfer ke pihak pengguna, terutama pihak industri. Meskipun tidak mudah menetapkan secara kuantitatif besarnya manfaat ekonomi dari kegiatan lembaga litbang, banyak kajian yang memperkuat kesimpulan bahwa lembaga litbang pemerintah telah memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat melalui hasil penelitian yang diadopsi oleh sektor industri dan masyarakat.

Dudi Hidayat, dkk (2007) menjelaskan bahwa berbagai studi telah menunjukkan manfaat ekonomi dari kegiatan litbang dalam lembaga litbang pemerintah adalah nyata dan signifikan. Manfaat ini melingkupi lima kategori: meningkatkan cadangan pengetahuan (stock of knowledge), metodologi dan instrumentasi baru, jaringan profesional, problem solving, dan penciptaan perusahaan baru.

Sejalan dengan konsep pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang direncanakan di Indonesia dengan konsep ABG kompak. ABG (Academia, Bussiness dan Government) merupakan kerjasama yang melibatkan Akademisi atau universitas, Bisnis atau industri dan pemerintah. Bentuk kerja sama ini sering pula disebut sebagai triple helix.

Sebagai bentuk pola keterkaitan dalam inovasi daerah, maka linkages unsur-unsur ABG di daerah menjadi pokok utama penelitian ini. Hal ini didasarkan pada adanya sejumlah penelitian yang berkesimpulan bahwa keterkaitan antar ABG memiliki pola “rendah intensitas kerjasama antar aktor, rendah keterkaitan dan tidak sinergistis sehingga tidak dapat berkontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional”. Penelitian ini sendiri melihat pada tataran daerah dengan pendekatan kompleksitas.

Pendekatan kompleksitas dipilih karena pendekatan ini melihat sebuah sistem yang berkembang secara dinamik sebagai hasil dari proses perkembangan yang bersifat “pengorganisasian-sendiri” (self-organization). Sistem terdiri dari aktor atau agen semi-otonom yang saling berinteraksi dengan cara yang tidak dapat diprediksi sedemikian sehingga menghasilkan pola sistem menyeluruh.

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah keterkaitan (linkages) yang terjadi antar akademisi, industri dan pemerintah dilihat dari teori kompleksitas. KERANGKA KONSEP

Keterkaitan (linkages) antar lembaga litbang, industri dan perguruan tinggi, atau yang sering disebut ABG (Akademisi, Business dan Governement), dapat dipandang sebagai sebuah sistem sosial yang terdiri dari berbagai aktor (lembaga maupun individu) yang saling berinteraksi menghasilkan pola (pattern) yang membentuk atau menjadi karakteristik sistem. Pola dapat didefinisikan sebagai struktur koheren yang muncul sebagai hasil interaksi para aktor dalam sistem. Dalam konteks Indonesia, keterkaitan antar ABG memiliki pola “rendah intensitas

Page 78: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

78

kerjasama antar aktor, rendah keterkaitan dan tidak sinergistis sehingga tidak dapat berkontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional”. Pendekatan Kompleksitas dalam Kajian Sistem

Dalam diskursus yang mengkaji sistem sosial atau sistem yang berkenaan dengan dan terdiri dari aktor manusia, baik di level organisasi maupun level inter-organisasi, terdapat dua paradigma utama yang saling berbeda dalam memandang proses pembentukan dan perkembangan sebuah sistem sosial. Kedua paradigma tersebut adalah paradigma mekanistik deterministik dan paradigma organistik dinamik (McMillan, 2004; Olson dan Eoyang, 2001).

Dalam perkembangan berikutnya, sebagian ilmuwan sosial melihat bahwa sistem sosial adalah sebuah sistem yang kompleks (complex), yang tidak tunduk pada satu hukum yang jelas dan karenanya sulit untuk diprediksi perkembangannya. Sistem sosial sebagai sebuah sistem yang kompleks digambarkan oleh Allen (2001) sebagaimana dikutip McMillan (2004) sebagai berikut: It is any system that has within itself a capacity to respond to its environment in more than one way. This essentially means that it is not a mechanical system with a single trajectory, but has some internal possibilities of choice or response that it can bring into play.

Sistem yang kompleks dicirikan oleh kemampuannya untuk merespon lingkungan melalui lebih dari satu cara. Dengan demikian, sistem yang kompleks bukanlah sistem mekanik dengan hanya kemungkinan satu trayektori perkembangan yang ditentukan oleh satu hukum, tetapi merupakan sistem yang memiliki kemampuan untuk memilih berbagai kemungkinan dalam merespon lingkungan. Pilihan sangat ditentukan oleh kondisi lokal dan pada saat itu yang sangat sulit untuk diprediksi. Lebih jauh, Allen menegaskan bahwa hampir semua situasi merupakan sistem kompleks. Kelompok masyarakat, keluarga, organisasi dan kota merupakan contoh dari sistem kompleks.

Secara lebih spesifik, kajian ini menggunakan pendekatan “Complex Adaptive System”. Hal ini dilakukan dengan argumentasi sebagai berikut.

Sistem sosial adalah sebuah sistem yang kompleks, yang tidak tunduk pada satu hukum yang jelas dan karenanya sulit untuk diprediksi perkembangannya. Sistem sosial sebagai sebuah sistem yang kompleks digambarkan oleh Allen (2001) sebagaimana dikutip McMillan (2004) sebagai berikut : “It is any system that has within it self a capacity to respond to its environtment in more than one way. This essentially means that it is not a mechanical system with a single trajectory, but has some internal possibilities of choice or response that in can bring into play”.

Pada dasarnya complex adaptive systems merupakan pendekatan yang berkaitan dengan pemahaman mengenai kompleksitas, kesulitan dan paradox yang dihadapi dalam dunia nyata. Ini merupakan dunia dari dynamic complex systems yang terjadi secara spontan dan tidak terprediksi. Ini merupakan dunia dari sistem manusia, maka dari itulah dalam hal ini organisasi diartikan sebagai sebuah sistem yang diartikan seperti awan badai yang berkumpul ataupun semut yang berkoloni.

Page 79: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

79

Dalam proses saling memengaruhi antara interaksi dengan pola sistem yang dihasilkannya seperti diuraikan di atas, terdapat dua konsep penting yang membedakan pendekatan complex adaptive system dengan pendekatan deterministik: Pengorganisasian-sendiri (self-organization) dan Kemunculan (emergence).

Meskipun Complex Adaptive System (CAS) memiliki sifat dasar berupa pengorganisasian-sendiri, namun hal ini tidak berarti bahwa sistem tidak dapat diintervensi. Baik sebagai pengamat maupun sebagai bagian dari sistem, kita dapat melakukan intervensi untuk mengarahkan agar interaksi antar aktor menghasilkan pola yang koheren. Konsep Dasar dalam Pendekatan Kompleksitas

Salah satu kerangka pendekatan kompleksitas adalah sistem kompleks adaptif (Complex adaptive system) yang juga sering disingkat CAS. Sistem kompleks adaptif adalah sebuah sistem yang berkembang secara dinamik sebagai hasil dari proses perkembangan yang bersifat “pengorganisasian-sendiri” (self-organization). Sistem terdiri dari aktor atau agen semi-otonom yang saling berinteraksi dengan cara yang tidak dapat diprediksi sedemikian sehingga menghasilkan pola sistem menyeluruh.

Proses saling mempengaruhi antara interaksi dan pola yang ditimbulkannya yang bersifat timbal balik memutar dapat digambarkan sebagai berikut:

Agen atau aktor semi-otonom adalah komponen yang membangun sistem. Aktor dari sistem dapat berupa individu, kelompok atau organisasi. Aktor bertindak dibawah constraint tertentu, tapi cukup memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan bagaimana mereka akan berinteraksi dengan aktor lainnya atau dengan lingkungan.

Aktor semi otonom

Oleh karena para aktor memiliki kebebasan untuk bertindak, perilaku mereka tidak dapat diprediksi. Meskipun kita dapat mengantisipasi pola perilaku tertentu, tetapi kita tidak dapat menentukan dengan pasti apa yang akan dilakukan oleh seorang aktor dalam situasi tertentu

Berinteraksi dengan cara yang tidak dapat diprediksi

Page 80: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

80

Interaksi antar aktor dalam sistem menghasilkan pola yang menyeluruh dalam sistem. Ketika para aktor berinteraksi dengan saling menghormati misalnya, maka kita akan melihat pola saling percaya dan keterbukaan dalam mengeksplorasi ide baru.

... yang menghasilkan pola sistem

Pola dalam sistem ini pada gilirannya memengaruhi perilaku para aktor dalam sistem yang akan memperkuat pola sistem atau membentuk pola baru. Misalnya, kalau pola yang muncul dalam sistem adalah pola keterbukaan dan saling menghormati, maka hal ini memengaruhi cara interaksi para aktor yang pada gilirannya interaksi ini akan memperkuat pola keterbukaan.

... kemudian pola ini memengaruhi interaksi antar aktor

Kerangka Model Untuk Mengintervensi CAS

Meskipun CAS memiliki sifat dasar berupa pengorganisasian-sendiri, namun hal ini tidak berarti bahwa sistem tidak dapat diintervensi. Baik sebagai pengamat maupun sebagai bagian dari sistem, kita dapat melakukan intervensi untuk mengarahkan agar interaksi antar aktor menghasilkan pola yang koheren.

Meskipun kita tidak dapat mengontrol atau memprediksi proses pengorganisasian-diri yang terjadi dalam sistem, kita dapat mengintervensi sistem dengan memahami kondisi yang menentukan arah, trayektori dan kecepatan proses pengorganisasian-diri. Menurut Olson dan Eoyang (2001), terdapat tiga hal yang menentukan proses pengorganisasian-diri: wadah-pembatas (Container), perbedaan signifikan (Difference) dan pertukaran yang mentransformasi (Transforming exchange).

Keberadaan ketiga kondisi ini mutlak diperlukan agar terjadi proses pengorganisasian-sendiri yang menghasilkan pola baru dalam sistem. Ketiganya juga saling memengaruhi satu dengan yang lainnya. Kombinasi ketiga kondisi yang tepat dapat menghasilkan proses pengorganisasian-diri yang menghasilkan pola yang koheren yang pada gilirannya akan menghasilkan kinerja sistem yang lebih baik. Kemungkinan hasil dari proses pengorganisasian-diri dapat digambarkan dalam gambar berikut ini.

Page 81: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

81

Gambar 1 Proses Pengorganisasian Diri

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengandalkan analisis data secara induktif, mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori dari dasar, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitiannya bersifat sementara, dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak: peneliti dan subjek penelitian (Lexy J. Moleong, 1989:27).

Selanjutnya pada penelitian ini menggunakan pendekatan CAS dengan analisis Naratif. Narrative Methodology merupakan bentuk lain dari model penelitian kualitatif. Dalam menjabarkan posisi penelitian naratif, beberapa artikel mengacu pada metodologi pengembangan narasi sebagai perluasan dari teori sastra, atau yang timbul dari teori naratif, perluasan dari etnografi, atau bahkan berkembang dari psikoanalisis. Perbedaan teoritis ditarik dari pemikiran modernis yang dibandingkan dengan dasar dan konsekuensi dari tren yang lebih baru (Addleson, 2000). Beberapa penulis berpendapat bahwa baik pemikiran postmodernis atau konstruksionisme sosial tidak hanya bertanggungjawab atas pemikiran modernis, tetapi juga untuk bentuk-bentuk dasar aplikasi dan pemahamn naratif (Gergen, 1998). Konstruksionisme social merupakan panggilan untuk landasan pengetahuan dalam konteks interaksi sosial. Dimana hal ini menekankan pada sifat sosial dan wacana budaya narasi.

Dalam rangka mencapai tujuan dari penelitian ini, maka tahapan pengumpulan dan analisis data dijabarkan sebagai berikut. Tahap pertama dari kegiatan penelitian ialah melakukan analisis teori kompleksitas. Tahap ini menginventarisir konsep dan kerangka model intervensi dari kompleksitas. Penelusuran dokumen dan kajian literatur menjadi pokok dalam tahapan peneliitian ini. setelah itu pada tahap kedua, dilakukan pengkajian keterkaitan antar lembaga litbang, industri, dan pemerintah. Data yang diperoleh dari tahapan

Page 82: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

82

ini adalah berbagai model keterkaitan antar lembaga litbang, industri, dan pemerintah yang diperoleh melalui pencarian dokumen dan data dari berbagai literatur, penelusuran melalui internet, dan jurnal.

TAHAP 1Analisis Teori

Kompleksitas

Konsep Kompleksitas,

Kerangka Model

Intervensi

Kompleksitas

Pencarian dokumen dan data dari berbagai literatur, internet, jurnal

dll

Pada tahapan ini dilakukan pengkajian

berbagai literatur tentang konsep

kompleksitas dan kerangka model intervensi

kompleksitas.

TAHAP 2Analisis keterkaitan

(lingkages) antar

lembaga litbang, industri

dan pemerintah

Model-model

keterkaitan (linkages)

antar lembaga litbang,

industri dan

pemerintah

Pencarian dokumen dan data dari berbagai literatur, internet, jurnal

dll

Tahapan ini telah mengkaji berbagai model-

model keterkaitan (linkages) antar lembaga

litbang, industri dan pemerintah dengan

pendekatan sistem inovasi daerah dari berbagai

literatur.

TAHAP 3

Kondisi riil implementasi

keterkaitan (linkages) antar

lembaga litbang, industri dan

pemerintah didaerah, Model

Keterkaitan (linkages) antar

lembaga litbanga, industri dan

pemerintah

Wawancara mendalam,

FGD, Data sekunder,

Observasi

Analisis data pada tahapan ini dilakukan secara

kualitatif dengan menggunakan teori

kompleksitas terhadap keterkaitan (linkages)

antar lembaga litbang, industri dan pemerintah.

Data/Informasi yang Dibutuhkan

Pengumpulan Data

Pengolahan dan Analisis Data

Gambar 2 Tahapan Kegiatan dan Alur Kerja Analisis Data Penelitian

Pemilihan atau penentuan sampel dalam penelitian ini lebih ditekankan

dari unsur aktor dalam interaksi. Kelembagaan yang diteliti meliputi perguruan tinggi, lembaga litbang pemerintah, dan industri.

PERGURUAN TINGGI Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Surabaya, Inkubator Industri dan Bisnis Institut Teknologi Bandung Surabaya

Business Incubator Center - Institut Teknologi Surabaya,

LITBANG PEMERINTAH Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Sumatera Utara, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Jawa Timur

INDUSTRI Kelompok Industri Penyedia Jasa Energi Listrik Sumatera Utara,

LOKASI Medan (Sumatera Utara), Surakarta (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur)

HASIL PEMBAHASAN

Tiap-tiap lokasi penelitian, baik Medan (Sumatera Utara), Surabaya (Jawa Timur), dan Surakarta (Jawa Tengah) memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain. Karakteristik ini menjadi khasanah baru dalam memahami fenomena dari linkages di antara aktor-aktor pembangunan sistem inovasi.

Surakarta (Jawa Tengah) ialah daerah yang mulai bergeliat hubungan dan interaksi diantara pemerintah – perguruan tinggi – industri. Hal ini berjalan seiringan dengan tumbuh berkembangnnya Solo Technopark atau yang disingkat STP. Kehadiran STP tidak lepas dari komitmen yang kuat dari kepala daerah Kota

Page 83: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

83

Surakarta yang mengkedepankan iptek. Bahkan diakhir 2008 telah disusun Strategi Inovasi Daerah Kota Surakarta Tahun 2009 – 2013.

Fenomena menarik juga terlihat di Medan (Sumatera Utara), kehadiran perkebunan terutama kelapa sawit banyak memberi andil dalam hubungan dan interaksi antar aktor. Namun, interaksi tersebut mengelompok disekitar pusat penelitian kelapa sawit – industri kelapa sawit saja. Perguruan tinggi dan pemerintah tidak terlalu memiliki pengaruh besar bahkan cenderung berjalan sendiri.

Kondisi lain juga terungkap dari lokasi Surabaya (Jawa Timur). Kehadiran perguruan tinggi terkemuka di Indonesia memberikan dukungan bagi berjalannya interaksi di antara aktor. Institut Teknologi Surabaya (ITS) di Jawa Timur berhasil menciptakan dan menghadirkan industri-industri baru melalui program Inkubator Bisnis. Bahkan beberapa tenant telah tumbuh menjadi perusahaan berskala nasional.

Studi Kasus Medan (Sumatera Utara)

Hadirnya perkebunan di wilayah Sumatera Utara sejak zaman kolonial Belanda diawal 1900-an, membentuk daerah ini sebagai salah satu wilayah komoditas unggulan perkebunan nusantara. Hal ini diindikasi dengan hadirnya Perusahaan Perkebunan Nasional atau yang lebih dikenal dengan PTPN. Setidaknya ada dua perusahaan perkebunan nasional yang berpusat di Sumatera Utara yaitu PTPN III dan PTPN IV.

Pada sektor unggulan kelapa sawit berdasarkan penelitian M. Zoelhamdani, dkk (2009). Pelaku industri pada komoditi ini dibagi menjadi tiga kelompok yakni : (i) sektor on farm (perkebunan); (ii) sektor off farm. Sementara itu, lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) kelapa sawit di Sumatra Utara dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (i) lembaga litbang milik pemerintah (Pusat Penelitian Kelapa Sawit/PPKS dan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia/LRPI), (ii) lembaga litbang mandiri yang pada umumnya dimiliki oleh perusahaan perkebunan swasta asing, dan (iii) lembaga litbang yang merangkap sebagai produsen bibit.

Dalam hal penyediaan bibit, wilayah Sumatra Utara memiliki lebih kurang sembilan produsen bibit sawit di antaranya adalah PPKS, PT Asian Agri, PT Sucofindo, dan PT London Sumatra. Sedangkan untuk pemenuhan tenaga kerja terampil dan kerja sama kegiatan litbang, selain mengandalkan Universitas Sumatra Utara (USU), juga melibatkan beberapa perguruan tinggi unggulan yang berada di Pulau Jawa antara lain Institut Pertanian Bogor (IPB), Insititut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS).

Page 84: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

84

PPKSUSU

IPB

PTPN III PTPN IV

: HUBUNGAN TIMBAL BALIK YANG CUKUP KUAT

: HUBUNGAN TIMBAL BALIK YANG TIDAK TERLALU KUAT

: HUBUNGAN SEARAH YANG TIDAK KUAT

Sumber: M. Zulhamdani, 2009

Gambar 3. Gambaran Interaksi Antar Aktor dalam Penelitian Kelapa Sawit

Pada level selanjutnya, industri kelapa sawit di Sumatra Utara diperkuat

beberapa institusi pendukung yang meliputi lembaga keuangan (terutama bank), lembaga pemerintah (kantor pelabuhan, perpajakan, dll), dan asosiasi industri.

Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat bahwa diantara lima pelaku inovasi di industri kelapa sawit Sumatera Utara telah terjadi suatu jalinan kerjasama inovasi. Pada level hubungan timbal balik yang kuat terjadi antara PPKS dengan PTPN IV. Sedangkan hubungan timbal balik yang tidak terlalu kuat terjadi antara PTPN III dengan PTPN IV dan USU (dan sebaliknya).

LP USU

INDUSTRI

Ana

lisis

Am

dal

BALITBANGDRD

SUMUT

Proyek transmigrasi

Proyek Asahan 1, 2, 3PLTA Renun

PLTU/G Belawan

Jaringan Listrik NAD - SUMUT

Indosat

Perkebunan Swasta

Pertamina

Mobil Oil

Peningkatan Nilai Tambah Komoditi Produk Agribisnis

PEMDA

SUMUT

Penyusunan tata ruang

Perencanaan pembangunan

Daya dukung kewilayahan

Rencana Strategis

Pengembangan SIDA 2011

KADIN

Gambar 4. Jalinan Linkages ABG Mas di Sumatera Utara

Page 85: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

85

LP USU

INDUSTRI

Analisis Amdal

Peningkatan Nilai Tambah Komoditi Produk Agribisnis

LP USU

INDUSTRI

An

ali

sis

Am

da

l

Proyek transmigrasi

Proyek Asahan 1, 2, 3PLTA Renun

PLTU/G Belawan

Jaringan Listrik NAD - SUMUT

Indosat

Perkebunan Swasta

Pertamina

Mobil Oil

Peningkatan Nilai Tambah Komoditi Produk Agribisnis

Tahap Awal Interaksi

Jalinan Interaksi Saat Ini

Forum

Komunikasi

Kelitbangan

Daerah

Dewan Riset

Daerah

Gambar 4 Pola Interaksi Industri – Akademisi di Medan (Sumatera Utara)

Interaksi linkages tidak hanya terjalin pada sektor perkebunan saja. Pemerintah daerah melalui Balitbangda Sumatera Utara mengkoordinasikan setiap penelitian baik yang dilakukan lembaga penelitian setingkat perguruan tinggi, maupun pusat penelitian perkebunan seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Koordinasi tersebut terjalin dalam sebuah forum yang dinamakan Forum Komunikasi Kelitbangan Daerah.

LP USU

BALITBANG

LP USU

BALITBANG

Tahap Awal Interaksi

Jalinan Interaksi Saat Ini

Forum

Komunikasi

Kelitbangan

Daerah

Dewan Riset

Daerah

Penyusunan tata ruang

Perencanaan pembangunanDaya dukung kewilayahan

Rencana Strategis

Perencanaan pembangunan

Rencana Strategis

PEMDA

SUMUT

Gambar 5. Pola Interaksi Akademisi – Pemerintah di Medan (Sumatera Utara)

Page 86: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

86

Gambar 4 menunjukkan adanya pola dari tiap aktor dalam ABG. Interaksi antar Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara (LP USU) dengan sektor industri relatif lebih dinamis dan bergerak membentuk pola keberlanjutan, walaupun hubungan ini hanya untuk bidang penelitian tertentu.

INDUSTRI

BALITBANG

INDUSTRI

BALITBANG

Tahap Awal Interaksi

Jalinan Interaksi Saat Ini

Forum

Komunikasi

Kelitbangan

Daerah

Dewan Riset

Daerah

PEMDA

SUMUT

Pengembangan SIDA 2011

Gambar 6. Pola Interaksi Pemerintah - Industri di Medan (Sumatera Utara)

Studi Kasus Surabaya (Jawa Timur)

Keterkaitan antara pemerintah dan universitas, pemerintah dan industri serta universitas dan industri telah berkembang menjadi sebuah segitiga perhubungan diantara mereka. Linkages antara akademisi, industri dan pemerintah telah tumbuh dari berbagai institusi yang berbeda-beda. Penjelasan berikut merupakan salah satu linkages antara akademisi, industri dan pemerintah dengan lingkup pemerintah lokal yakni pemerintah provinsi Jawa Timur.

Keterkaitan atau linkages antara akademisi, bisnis dan pemerintah (ABG) yang terjadi di Jawa Timur terjadi melalui serangkaian proses hubungan antar masing-masing aktor. Analisis terhadap interaksi antara ketiga aktor dijabarkan melalui interaksi bilateral antar aktor terlebih dahulu.

Interaksi bilateral antara pemerintah dan universitas di Jawa Timur terjadi melalui perantara Balitbang Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Keterkaitan kedua aktor ini terjadi pada saat Badan Penelitian dan Pengembangan Pemprov Jatim mengadakan kegiatan penelitian yang bersifat teknis. Badan litbang mengadakan kerjasama dengan pihak universitas terutama dalam hal kegiatan yang bersifat teknis. Sedangkan jika penelitian bersifat sosial dan kependudukan, kegiatan penelitian hanya ditangani oleh badan litbang saja.

Page 87: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

87

Keterkaitan antara badan litbang dan universitas (ITS) dilakukan melalui proses pembiayaan yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Salah satu hal yang menjadi hubungan ini menjadi kuat adalah ketersediaan sumber daya uang yang dimiliki oleh pemerintah dan besarnya arus informasi dari universitas. Dari penjabaran diatas dapat ditentukan bahwa pola interaksi yang terjadi antara pemerintah dan universitas terjadi dalam bentuk hubungan yang digambarkan pada gambar berikut.

Badan Litbang Universitas

PEMPROV JATIM

Gambar 7. Pola Interaksi Pemerintah Badan Litbang dan ITS

Pola keterkaitan antara badan litbang dan industri dapat dilihat pada

gambar 5.6 Pada gambar tersebut memperlihatkan bahwa belum ada kerjasama yang terjadi antara badan litbang dengan industri, dengan kata lain kerjasama antara badan litbang dengan industri tidak terjalin. Namun badan litbang sendiri sedang mengupayakan adanya kerjasama yang dapat dijalin dengan pihak industri.

Pemprov JATIM

Badan Litbang Industri

Gambar 8. Pola Interaksi Pemerintah (Balitbang) dan Industri

Pola interaksi dua aktor ini dapat digambarkan bahwa masih lemah, sebagaimana garis yang terlihat pada pola. Pola ini memberikan gambaran bahawa unit inkubator menjadi fasilitator untuk menjembatani keterkaitan antara universitas dengan industri namun berfungsi lemah. Industri juga hanya merespon unit inkubator sebagai tempat berusaha, tidak untuk mengembangkan dirinya.

Page 88: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

88

UNIT INKUBATOR

Universitas Industri

Gambar 9. Pola Interaksi Universitas (ITS) - Industri

Runtutan kejadian pola interaksi ketiga aktor menggambarkan

pembentukan pola interaksi atau keterkaitan akademisi, industri dan pemerintah. Banyak hal yang mempengaruhi pembentukan keterkaitan antara ketiganya. Jalinan interaksi antara ketiga aktor dapat digambarkan dalam bagan alir berikut.

Pemprov Jatim

Badan Penelitian dan

Pengembangan

Universitas Industri

Inkubator Bisnis ITS

Clearing House MEDIA

Gambar 10. Keterkaitan atau linkages antara Akademisi, Universitas dan

Pemerintah di Jawa Timur

Gambar di atas menjelaskan bahwa keterkaitan ketiga aktor telah terjalin namun dengan intensitas yang berbeda-beda. Jaringan yang ada belum menunjukkan bahwa interaksi antara universitas dan industri serta pemerintah dan industri belum kuat. Institut Teknologi Surabaya mengembangkan unit inkubator untuk menciptakan terjadinya sinergi keterkaitan antara akademisi, industri dan pemerintah. Salah satu lembaga yang mereka bentuk adalah clearing house. Clearing house ini untuk menjembatani jalinan kerjasama dan interaksi ABG

Page 89: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

89

dapat berjalan maksimal. Bahkan untuk memantau adanya interaksi antara ketiganya, lembaga ini memanfaatkan media sebagai pendukung terciptanya jaringan ini.

Studi Kasus Surakarta (Jawa Tengah)

Keterkaitan antara akademisi, bisnis (industri), dan government (pemerintah) telah berkembang menjadi suatu sinergi didalam penelitian dan pengembangan. Linkages antara akademisi, industri dan pemerintah telah tumbuh dari berbagai institusi yang berbeda-beda. Linkeges tersebut menimbulkan efek yang berbeda pada setiap unsure ABG yang ada dan juga lingkungan di sekitar ketiga unsur tersebut. Dalam penjelasan di bawah ini merupakan gambaran salah satu linkages antara akademisi, industri dan pemerintah dengan lingkup pemerintah lokal yakni pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan pola interaksi masing-masing aktor yang terjadi di Solo muncul berbagai dampak yang berakibat pada pola pengembangan industry dan juga lembaga litbang yang ada di Solo. Jika disoroti ada berbagai permasalahan yang mendasar, diantaranya adalah jumlah lembaga litbang yang semakin berkurang.

Permasalahan lainnya yang menyebabkan lembaga penelitian di daerah Jawa Tengah menjadi sulit berkembang adalah berkurangnya dana yang disediakan untuk penelitian, sedangkan dana pengembangan yang ditingkatkan. Dan terkadang yang menyulitkan adalah ketika outputnya harus model.

Kajian hubungan antara aktor melalui pendekatan complex adaptive system meliputi wadah pembatas, pembeda dan sarana transformasi. Jika dilihat lebih dalam bahwa wadah pembatas dalam hubungan antar aktor ini adalah kebutuhan kegiatan penelitian, dan juga institusi masing-masing aktor yang memiliki kesamaan identitas. Kesamaan identitas yakni memiliki sumber daya yang mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan penelitian. Bapeda dan universitas merupakan sebuah lembaga institusi yang kuat dalam menjalankan tugas dan fungsi mereka sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, sedangkan industry sebagai penghasil produk.

Keterkaitan antara BAPPEDA ataupun badan litbang dan universitas (UMS dan UNS) masih belum optimal. Antara universitas dan pemerintah masih mempunyai batasan ataupun tembok yang sangat kuat. Pemerintah dengan tembok birokrasi yang cukup tebal terkadang membuat informasi antar universitas dan pemerintah menjadi berjalan tidak efektif, dengan kata lain komunikasi yang berjalan tidak dua arah, bentuk hubungan yang ada digambarkan pada gambar berikut.

UNIVERSITAS

PEMERINTAH

Page 90: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

90

Gambar 11. Pola Interaksi Pemerintah dan Universitas Pola keterkaitan antara badan litbang dan industri dapat dilihat pada

gambar 12 Pada gambar tersebut memperlihatkan bahwa pemerintah telah berusaha untuk berinteraksi dengan industri, dan umpan balik yang diterima pun sudah cukup baik.

Gambar 12 Pola Interaksi Pemerintah dan Industri

Pola interaksi lain yang terbentuk sebelum menuju adanya keterkaitan atau

linkages akademisi, bisnis dan pemerintah, adalah pola hubungan antara universitas dan industri. Pola interaksi antara keduanya di gambarkan cukup menarik.

INDUSTRI

AKADEMISI

Jalinan Interaksi Kuat dan Saling Membutuhkan

Gambar 13 Pola Interaksi Universitas - Industri

Runtutan kejadian pola interaksi ketiga aktor menggambarkan

pembentukan pola interaksi akademisi, industri dan pemerintah. Banyak hal yang mempengaruhi pembentukan keterkaitan antara ketiganya. Jalinan interaksi antara ketiga aktor digambarkan dalam bagan berikut.

Page 91: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

91

INDUSTRI

AKADEMISI

PEMPROV

JAWA TENGAH

BALITBANG

JATENGBAPEDA

SOLO

TECHOPARK

Gambar 14. Keterkaitan atau linkages antara Akademisi, Universitas dan Pemerintah di Jawa Tengah

Gambar di atas menjelaskan bahwa keterkaitan ketiga aktor telah terjalin namun dengan intensitas yang berbeda-beda. Jaringan yang ada belum menunjukkan bahwa interaksi antara universitas dan pemerintah belum kuat, namun interaksi antara pemerintah dengan industri dan juga industri dengan universitas telah terjalin cukup kuat.

PENUTUP

Pola dari tiap aktor dalam ABG di Medan (Sumatera Utara) menunjukkan interaksi antar Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara (LP USU) dengan sektor industri relatif lebih dinamis dan bergerak membentuk pola keberlanjutan, walaupun hubungan ini hanya untuk bidang penelitian tertentu – khususnya pada analisis dampak lingkungan (amdal) bagi perusahaan dan peningkatan nilai tambah komoditi produk agribisnis. Sedangkan jalinan antara LP USU dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Sumatera Utara lebih banyak interaksi dalam kegiatan perencanaan strategis bagi pembangunan daerah, penyusunan dokumen tata ruang wilayah, dan penelitian terhadap daya dukung kewilayahan. Interaksi antara Balitbangda Sumatera Utara dengan Industri belum terjalin sebagaimana mestinya.

Pola linkages di Surabaya (Jawa Timur) menunjukkan keterkaitan ketiga aktor telah terjalin namun dengan intensitas yang berbeda-beda. Jaringan yang ada belum menunjukkan bahwa interaksi antara universitas dan industri serta pemerintah dan industri belum kuat. Institut Teknologi Surabaya mengembangkan unit inkubator untuk menciptakan terjadinya sinergi keterkaitan antara akademisi, industri dan pemerintah. Salah satu lembaga yang mereka bentuk adalah clearing house. Clearing house ini untuk menjembatani jalinan kerjasama dan interaksi ABG dapat berjalan maksimal. Bahkan untuk memantau adanya interaksi antara ketiganya, lembaga ini memanfaatkan media sebagai pendukung terciptanya jaringan ini.

Page 92: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

92

Pola keterkaitan disebabkan tidak adanya wadah pembatas ataupun magnet yang menyebabkan masing-masing aktor saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan penelitian yang dilakukan belum menjadi daya tarik bagi industri untuk menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan industri. Kegiatan penelitian diciptakan berdasarkan keinginan masing-masing aktor di lembaga penelitian tidak berdasarkan keinginan ataupun kemauan industri. Sebaliknya industri tidak mempunyai kemauan untuk mendapatkan hasil litbang.

Sementara di Surakarta (Jawa Tengah) menunjukkan bahwa keterkaitan ketiga aktor telah terjalin namun dengan intensitas yang berbeda-beda. Jaringan yang ada belum menunjukkan bahwa interaksi antara universitas dan pemerintah belum kuat, namun interaksi antara pemerintah dengan industri dan juga industry dengan universitas telah terjalin cukup kuat.

Pola keterkaitan disebabkan tidak adanya wadah pembatas ataupun magnet yang menyebabkan masing-masing aktor saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh universitas belum mendapat respon positif dari pemerintah dikarenakan komunikasi yang ada belum berjalan efektif.

Sinergi yang baik atau rantai kinerja harus terjadi antara perguruan tinggi yang menghasilkan sumber daya manusia dan teknologi, pengusaha atau industriawan yang memberdayakan secara optimal sumberdaya manusia dan teknologi, pemerintah yang memfasilitasi dengan perundangan, peraturan serta infrastrukturnya, masyarakat yang kreatif dan dengan komitmen yang tinggi terhadap kemajuan industri sendiri. Dengan sinergi semacam itu yang disebut dengan sinergi ABG sangat patut dikembangkan secara solid untuk mengatur ketertinggalan dengan bangsa lain. Dengan terbentuknya sinergi tersebut maka industri yang berbasis riset dan sumberdaya yang tangguh akan terbentuk dan memiliki keunggulan komparatif.

Konsep ekonomi dan inovasi harus menjadi satu kesatuan sehingga dapat bersinergi, hal ini penting bagi daerah. Ada baiknya wadah yang muncul bukan hanya wadah yang ada sekarang, tetapi ada wadah lain yang memang disesuaikan dengan kepentingan. Peran penting dari lembaga-lembaga riset pun menjadi salah satu faktor yang bisa dipakai untuk mengintervensi munculnya wadah-wadah baru di daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Blaikie, N. 2000. Designing Social Research. Blackwell Publisher Inc.

Hidayat, Dudi dkk. 2007. Studi Faktor Pendorong dan Penghambat Kerjasama Lembaga Litbang dan Industri Menurut Perspektif Industri. LIPI : Jakarta.

Olson, E.E. dan Eoyang, G.H. 2001. Facilitating Organization Change: Lessons from Complexity Science. San Francisco: Jossey-Bass.

Mitchell, M and Egudo, M. 2003. A Review of Narrative Methodology. Australia : Defence Science and Technology Organisation

Page 93: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

93

McMillan, E. 2004. Complexity, Organizations and Change. New York: Routledge.

Taufik, Tatang, A, 2005. Pengembangan Sistem Inovasi Daerah : Perspektif Kebijakan, Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Unggulan Daerah dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat, Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, bekerjasama dengan Deputi Pengembangan Sipteknas, Kementrian Riset dan Teknologi, Jakarta

*Catatan : Makalah ini disusun untuk kepentingan desimenasi hasil penelitian dengan judul “Analisis Keterkaitan (Linkage) Antar Akademisi, Industri dan Pemerintah: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Dari Perspekstif Teori Kompleksitas” . Penelitian ini merupakan insentif riset terapan

dari bidang fokus Dinamika Sosial dari Program Insentif Peneliti dan Perekayasa LIPI Tahun 2010.

Page 94: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

94

PROSES INOVASI DAN MEKANISME INSENTIF DI INDUSTRI KREATIF: STUDI KASUS DI BEBERAPA PERUSAHAAN

PIRANTI LUNAK

Trina Fizzanty, Radot Manalu, Nur Laili, Agus Santoso

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Kontribusi Industri piranti lunak terhadap perekonomian nasional relatif masih rendah, sebesar rata-rata 0,1%, dibandingkan kelompok industri lainnya seperti Kerajinan (1,9%) dan Fesyen (3,7%). Namun demikian, dalam kurun waktu 2003-2008 pertumbuhan PDB dan penyerapan tenaga kerja industri ini menunjukkan peningkatan dan tertinggi dibandingkan dengan subsektor industri kreatif lainnya yaitu pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sebesar rata-rata 5,6% dan pertumbuhan PDBnya sebesar rata-rata 16,9%. dan industri ini dapat menjadi teknologi pengungkit (enabling technology), sehingga industri lain dapat berkembang lebih pesat. Penelitian dilakukan di perusahahan piranti lunak berskala mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berbadan hukum dan dibatasi pada industri kreatif piranti lunak yang berada di Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk (a) Menganalisis karakteristik dan proses inovasi di perusahaan piranti lunak lokal; (b) Mengkaji jenis-jenis insentif yang dapat mendorong interaksi perusahaan dengan pengguna untuk menghasilkan inovasi piranti lunak. Dalam proses inovasi piranti lunak, difokuskan terhadap (a) Bagaimana karakteristik dan proses inovasi di perusahaan pengembang piranti lunak lokal? (b) Jenis insentif apa (ekonomi maupun non ekonomi) yang mendorong munculnya inovasi di perusahaan piranti lunak lokal?. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan menggunakan pendekatan Complex Adaptive Systems (CAS). Analisis data secara historis menggunakan pendekatan naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Proses inovasi di dalam perusahaan piranti lunak merupakan hasil interaksi internal, yakni pelaku dalam perusahaan pengembang yang terdiri dari beragam keahlian dan talenta) dengan pelaku eksternal, khususnya pengguna dan komunitas pengembang piranti lunak. Tingkat intensitas hubungan ini dalam berinovasi relatif kuat ketika perusahaan dalam tahap perusahaan pemula (start-up companies) dan semakin berkurang intensitasnya dengan semakin meningkatnya kapasitas penyerapan (absorptive capacity) dan akumulasi knowledge serta kompetensi perusahaan pengembang. Karakteristik pengguna mendorong tingkat keragaman inovasi yang dihasilkan. Inovasi akan lebih beragam ketika perusahaan melayani klien dari organisasi yang dinamis dan sangat memperhatikan efisiensi dan efektivitas penggunaan. Sebaliknya, inovasi akan semakin kurang beragam ketika perusahaan melayani organisasi yang kurang dinamis, kurang fleksibel, relatif dominan, dan kurang memperhatikan efisiensi dan efektivitas produk terhadap kebutuhannya. (2) Insentif inovasi di perusahaan pengembang lokal sangat dinamis, tergantung

Page 95: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

95

pada tingkat kemapanan perusahaan dan interaksi antara perusahaan pengembang dengan pengguna. Insentif inovasi dirasakan oleh persahaan pengembang maupun pengguna piranti lunak. Saling percaya (trust) adalah insentif utama bagi perusahaan pengembang dan pengguna untuk berinteraksi. Insentif bagi pengguna piranti lunak diantaranya efisiensi harga, produk sesuai kebutuhan, pelayanan, referensi proyek, dan pelatihan dari pengembang. Jenis Insentif internal perusahaan adalah sama untuk semua tahap perkembangan berupa profesional bonus, kesempatan pelatihan, referensi proyek, dan penghargaan dari pelanggan. Sedangkan insentif eksternal dari luar perusahaan berbeda untuk tiap kelompok perusahaan. Jenis insentif eksternal yang khusus pada industri pemula berupa perlindungan HKI, administrasi paten dan kesempatan magang (internship) di organisasi pemerintah. Jenis insentif eksternal yang khusus pada industri dengan dukungan mitra adalah jaminan pembiayaan, insentif pajak, pengukuran aset oleh bank, penghargaan dari mitra bisnis. Jenis insentif eksternal yang khusus pada industri dengan jaringan global yaitu insentif pajak dan dukungan promosi dari pemerintah.

Kata Kunci: Industri Kreatif, Industri Piranti Lunak, Proses Inovasi, Karakteristik, Insentif Inovasi, Complex Adaptive Systems (CAS).

PENDAHULUAN

Pengembangan industri kreatif diyakini berpotensi cukup besar menjadi salah satu peluang usaha untuk mendukung pertumbuhan perekonomian nasional dalam lingkungan teknologi informasi dan komunikasi yang terus berkembang pesat.

Kontribusi industri kreatif terhadap PDB cukup signifikan terhadap pendapatan nasional maupun penyerapan tenaga kerja. Selama kurun waktu 2002-2008 walaupun sumbangan PDB industri ini menunjukkan sedikit penurunan, namun rata-rata kontribusi PDB industri kreatif masih diatas 7 persen, yakni 7,80 % per tahun terhadap PDB nasional. Kecenderungan peningkatan yang positif ini juga tampak dari penyerapan tenaga kerjanya. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja industri kreatif rata-rata sebesar 7,7 % per tahun.

Khususnya kontribusi Industri piranti lunak terhadap perekonomian nasional relatif masih rendah, namun demikian industri ini dapat menjadi teknologi pengungkit (enabling technology), kreativitas dan efisiensi sektor lainnya, sehingga industri lain dapat berkembang lebih pesat. Dalam kurun waktu 2002-2008 kontribusi industri piranti lunak terhadap PDB nasional relatif rendah yaitu hanya sebesar rata-rata 0,1%, dibandingkan kelompok industri lainnya seperti Kerajinan (1,9%) dan Fesyen (3,7%). Demikian juga kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja nasional hanya rata-rata 0,02%. Namun demikian, selama kurun waktu 2003-2008 pertumbuhan PDB dan penyerapan tenaga kerja industri ini menunjukkan peningkatan dan tertinggi dibandingkan dengan subsektor industri kreatif lainnya yaitu pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sebesar rata-rata 5,6% dan pertumbuhan PDBnya sebesar rata-rata 16,9%.

Page 96: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

96

Penelitian dilakukan di perusahahan piranti lunak berskala kecil, menengah dan mikro yang berbadan hukum dan di batasi pada industri kreatif piranti lunak yang berada di Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk (a) Menganalisis karakteristik dan proses inovasi di perusahaan piranti lunak lokal; (b) Mengkaji jenis-jenis insentif yang dapat mendorong interaksi perusahaan dengan pengguna untuk menghasilkan inovasi piranti lunak. Dalam proses inovasi piranti lunak, difokuskan terhadap (a) Bagaimana karakteristik dan proses inovasi di perusahaan pengembang piranti lunak lokal? (b) Jenis insentif apa (ekonomi maupun non ekonomi) yang mendorong munculnya inovasi di perusahaan piranti lunak lokal?.

KERANGKA BERPIKIR

Studi tentang bagaimana industri piranti lunak ini melakukan inovasi menjadi sesuatu yang strategis untuk dipahami lebih mendalam hingga memberikan rekomendasi kebijakan yang lebih efektif bagi industri kreatif piranti lunak di Indonesia. Studi tentang proses inovasi industri kreatif di negara maju telah banyak dilakukan (Potts and Morrison 2009; Potts 2009; Potts et,al 2008; Potts 2007; Tether 2003) dan ditemukan bahwa inovasi di industri kreatif merupakan interaksi antar perusahaan dengan jejaring sosialnya.

Menurut Ishimatsu, Sukagawa, dan Sakurai (2004), inovasi dapat dianggap sebagai sebuah Complex Adaptive Systems (CAS) karena adanya kesamaan antara proses inovasi dengan proses biologi. Berdasarkan hal tersebut, Ishimatsu, Sukagawa, dan Sakurai (2004) mengajukan konsep benih inovasi (innovation seed) yang merupakan ide yang belum matang atau dalam bentuk teknologi pada tahap awal menuju inovasi seperti ditunjukkan di tabel 2.1 berikut ini.

Tabel-2.1 Tipe-tipe Innovation Seed

Tipe Deskripsi Sifat Faktor lingkungan penstimulus

Reproduksi Produk dari interaksi antara knowledge

Dapat diprediksi hingga tingkat tertentu

1) Lingkungan diskusi yang bebas 2) organisasi yang flat 3) Latar belakang budaya dan

akademik yang berbeda dari pekerja

4) Mobilisasi sumberdaya manusia

Mutasi 1.Accidental discorey 2.Unintentional outcomes

Tidak dapat diprediksi

1) Toleransi terhadap kegagalan 2) Gaya eksekusi trial & error 3) Pendekatan heuristic

Sumber: Ishimatsu, Sukagawa, dan Sakurai (2004)

Berdasarkan tiga karakteristik utama Complex Adaptive Systems (CAS) yakni variation, interaction, dan selection (Axelrod, 2000) serta konsep innovation seed, dapat digambarkan model proses penciptaan inovasi seperti diperlihatkan pada Gambar-2.1.

Page 97: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

97

Gambar-2.1 Model Proses Penciptaan Inovasi (Ishimatsu, Sukagawa, dan Sakurai, 2004)

Model tersebut menunjukkan bahwa dalam sebuah perusahaan, orang-

orang yang memiliki innovation seeds saling berinteraksi satu dengan yang

lainnya,dari hasil interaksi tersebut, terciptalah innovation seeds lainnya.

CAS menghasilkan perilaku non linier yang dihasilkan dari interaksi antar agen

dan interaksi antara agen dengan lingkungan sesuai dengan rules yang dimilikinya

(Garcia, 2005), yang biasanya sedikit dan sederhana (Lewin & Regine, 2000).

Menurut Gell-Mann (1994), interaksi agen dalam suatu organisasi mengikuti

schemata, yang terdiri dari rules, rencana, latihan dan tujuan serta tekanan

kompetitif. Cara CAS mengembangkan schemata dan bagaimana menggunakannya

untuk mengubah perilaku dijelaskan dalam gambar berikut (Gambar 2.2).

Gambar-2.2 Perilaku CAS

Act Discovery

Choice Act

Discovery ActAct

Choice

Discovery

Choice

X Y Z

Individual Schema:

operation

evaluation

Individual Schema:

operation

evaluation

Individual Schema:

Operation

Evaluation

Shared Schemata:

Culture, etc

Page 98: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

98

METODE PENELITIAN

Pendekatan Studi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan Complex Adaptive Systems (CAS) untuk memahami industri piranti lunak, maka yang menjadi perhatian studi ini adalah pada pola-pola interaksi yang komunikatif (communicative interaction) antara individual yang saling bergantung (interdependent), pola-pola yang bersifat inklusif dan ekslusif dalam hubungan manusia yang tampak. Pemetaan pola-pola tersebut dimulai dengan menganalisis Actor, Function, Rules and Condition, seperti yang juga telah dilakukan Fizzanty (2009) dalam studinya tentang proses pembentukan dan rusaknya suatu kerjasama bisnis. Secara spesifik, studi ini akan mengumpukan informasi secara historis yang terkait dengan: (a) Aktor-aktor yang terlibat secara langsung dan tidak langsung didalam perusahaan maupun diluar perusahaan dalam kemunculan suatu inovasi; (b) Peran atau fungsi masing-masing aktor dalam kemunculan suatu inovasi; (c) Hal-hal yang mendasari keputusan aktor dalam berinteraksi dengan aktor lain untuk memunculkan suatu inovasi. Hal-hal ini dapat berkaitan dengan aturan formal (tertulis) maupun informal (tidak tertulis) yang muncul dalam interaksi selama proses inovasi (d) Kondisi serta perubahan-perubahan yang terjadi selama proses inovasi berlangsung.

Pendekatan studi kasus (Yin 2003) dilakukan untuk memahami fenonema inovasi di tingkat perusahaan. Pendekatan studi kasus dipilih karena merupakan pendekatan yang sesuai untuk jenis pertanyaan penelitian tentang bagaimana (know-how) inovasi di industri piranti lunak bisa terjadi. Selain itu, pendekatan studi kasus ini juga sesuai untuk mempelajari fenomena sosial yang kompleks (Yin, 1994). Berdasarkan studi kasus ini kemudian diformulasikan sistem insentif yang efektif dalam mendorong inovasi perusahaan piranti lunak. Laporan ini bertujuan untuk menyajikan temuan hasil penelitian mencakup dua aspek, yaitu: (1) Proses inovasi yang terjadi di industri piranti lunak; dan (2) Bentuk-bentuk insentif untuk mendorong inovasi pengembang piranti lunak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, pengetahuan dihasilkan dari dialog dan diskusi mendalam antar peneliti dengan partisipan dalam penelitian. Interaksi antara dinamika kemampuan absorbsi perusahaan pengembang dengan lingkungan industri piranti lunak merupakan fokus dari penelitian ini. Lebih jauh pendekatan CAS digunakan untuk memahami perilaku perusahaan pengembang piranti lunak ini dalam berinovasi. CAS mempunyai elemen-elemen berikut, yakni: aktor-aktor, peranan aktor, dan strategi atau aturan (schemata atau rules) serta dinamika lingkungannya. Pendekatan yang sama juga telah digunakan oleh beberapa studi industri kreatif.

Data lapang dikumpulkan dengan melakukan wawancara dan observasi lapang yang terdokumentasi, serta mengumpulkan archival document. Diskusi kelompok terfokus (FGD) digunakan untuk memvalidasi model konseptual yang dihasilkan dan menyusun alternatif kebijakan mendorong inovasi di perusahaan piranti lunak lokal. Studi kasus dilakukan di lima perusahaan pengembang piranti lunak dan sebelas pengguna piranti lunak yang mewakili organisasi pemerintah, perusahaan bisnis, dan organisasi pendidikan. Data kualitatif diolah dengan

Page 99: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

99

melakukan reduksi dan pengelompokan ide yang kemudian bersama-sama dengan data kuantitatif dimasukan kedalam matriks. Jenis data yang dikumpulkan adalah data historis (sejak perusahaan berdiri hingga saat ini) merujuk pada elemen-elemen dalam CAS tersebut. Analisis data secara historis digunakan pendekatan naratif dan inferensi dalam bentuk model konseptual dibangun dari analisis dalam kasus itu sendiri (within case).

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, seperti diperlihatkan pada

Gambar 3.1.

Identifikasi informasi dan proses (aktor,

fungsi dan rule aktor dalam berinteraksi)

dan perubahan kondisi lingkungan

Kondisi dan hambatan proses

inovasi

Pemodelan proses inovasi

di industri perangkat lunak

Model proses inovasi di industri

perangkat lunak

Penyusunan alternatif kebijakan insentif

untuk pengembangan industri kreatif

Gambar 3.1. Tahapan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Inovasi Piranti Lunak

Hasil studi kasus di lima perusahaan piranti lunak menunjukkan bahwa secara umum proses inovasi piranti lunak merupakan suatu proses pembelajaran yang direncanakan (planned learning), dan adanya kemampuan menyerap (absorptive capacity) informasi dari beragam pengguna tentang kebutuhan mereka. Proses ini kemudian meningkatkan kemampuan perusahaan dalam mengintegrasikan kompetensi internal dan eksternal yang dimilikinya untuk menghasilkan sesuatu dalam menghadapi perubahan lingkungan yang cepat dan tidak pasti dengan melakukan perubahan pada proses manajerial dalam organisasi.

Page 100: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

100

Inovasi di perusahaan piranti lunak merupakan hasil penciptaan bersama (co-creations) antara pengembang dan pengguna piranti lunak, bukan dari hasil kekuatan ‘penentu’ inovasi dari salah satu pihak tersebut. Pendapat yang menyatakan bahwa proses ini harus dipahami dengan ‘power theory’ karena pengguna sebagai satu-satunya ‘penentu’ ide dan inovasi piranti lunak sementara pengembang hanyalah ‘pengikut ide’, tidaklah dapat dibenarkan pada kondisi tertentu. Oleh karena itu, pembahasan terhadap karakteristik dan proses inovasi piranti lunak di perusahaan pengembang dikelompokkan menjadi tiga tahap, yakni perusahaan pemula, perusahaan dengan dukungan mitra, dan perusahaan dengan jaringan global (Tabel 1).

Tabel 1 Proses Inovasi Piranti Lunak Menurut Tahapan Perusahaan

Perusahaan Pemula Studi Kasus: S dan C

(Bandung)

Perusahaan dengan Dukungan Mitra

Studi Kasus: A (Bogor) dan M (Jakarta)

Perusahaan dengan Jaringan Global

Studi Kasus: P (Jakarta)

-Belum ada nitra bisnis tetap -Usaha skala kecil -Struktur organisasi yang longgar dan informal -Belum ada spesialisasi pekerjaan

-Usaha kecil hingga menengah -Menjadi mitra dari perusahaan internasional dan lokal -Organisasi perusahaan semi formal (struktur yang lebih tegas) -Spesialisasi pekerjaan mulai terbentuk

-Usaha menengah hingga besar -Mitra dengan banyak negara -Struktur organisasi yang lebih formal -Pekerjaan lebih terspesialisasi

Produk berbasis projeck

-Berbasis riset pasar -Customisasi

-Berbasis riset pasar terus menerus -Inovasi oleh inovator lepas (open innovation)

Inovasi produk -Inovasi produk -Inovasi pemasaran dan jasa

-Inovasi produk -Inovasi pemasaran dan jasa

Tingkat keterlibatan pengguna piranti lunak dalam proses inovasi itu

beragam bergantung pada karakteristik inovasi dan tingkat akumulasi pengetahuan di perusahaan pengembang. Hasil studi kasus menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan (‘power’) dari pengguna dalam mempengaruhi inovasi akan semakin berkurang dengan semakin meningkatnya akumulasi pengetahuan dari pengembang.

Perusahaan Pemula

Perusahaan pengembang pemula (start-up companies) umumnya adalah perusahaan yang baru saja memulai usahanya dan kurang dari tahun masa usaha, atau mempunyai tenaga kurang dari sepuluh orang, atau mempunyai omset

Page 101: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

101

kurang dari satu milyar rupiah1. Struktur organisasi perusahaan umumnya tanpa hierarki dan lebih bersifat pertemanan, sehingga belum ada spesialisasi yang tegas dalam alokasi pekerjaan. Mengingat perusahaan ini baru tumbuh maka belum ada atau sedikit sekali keterlibatan mitra bisnis tetap apalagi mitra bisnis internasional dalam proses inovasi mereka. Studi kasus di perusahaan S dan C merupakan dua contoh kasus dalam kelompok perusahaan ini.

Sebagian besar perusahaan pemula menghasilkan inovasi produk ketimbang jasa. Inovasi terjadi dari interaksi para pengembang pemula dengan pengguna dalam beragam proyek pengembangan sistem dan aplikasi. Ide-ide pengembangan inovasi cenderung lebih bias pada pengguna, dimana pengguna sebagai penentu (The Power of User). Inovasi awalnya bersumber dari pengalaman magang (internship) dan/atau kerjasama antara beberapa tenaga muda dalam memberikan solusi kepada pengguna (Solution based Innovation). Pengalaman ini mendorong tenaga-tenaga muda tersebut menjadi pebisnis piranti lunak baru (New Enterprenuers). Kemudian mengembangkan inovasinya dengan bekerjasama untuk membentuk perusahaan baru (start-up companies). Pengalaman dari mengerjakan berbagai proyek skala kecil (project based innovation) meningkatkan kompetensi pengembang pemula ini melalui proses akumulasi pengetahuan. Proses ini sebagai modal atau investasi mereka untuk kemudian menghasilkan inovasi produk piranti lunak tertentu (specialized software). Dengan tingkat persaingan yang tinggi di kalangan perusahaan piranti lunak lokal dan belum terbentuknya jejaring bisnis yang kuat, maka perusahaan berupaya bertahan hidup (survive) dengan menggunakan aturan main atau schemata sebagai berikut:

Dengan menggunakan aturan main tersebut, maka interaksi perusahaan dengan pengguna lebih banyak ditujukan untuk melayani apa yang pengguna butuhkan akan produk piranti lunak mereka. Tingkat keterlibatan pengguna dalam menentukan inovasi yang akan dihasilkan relatif lebih tinggi, dan kondisi inilah yang dinyatakan sebagai bentuk hubungan yang dibangun atas dasar kekuatan ( ‘power’) pengguna atas pengembangan produk piranti lunak.

Perusahaan dengan Dukungan Mitra

Perusahaan pada kelompok ini umumnya adalah perusahaan nasional dengan skala usaha kecil hingga menengah. Berbeda dengan perusahaan sebelumnya, perkembangan perusahaan ini banyak didukung tidak hanya oleh kegiatan proyek namun juga dukungan mitra bisnis internasional secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan bisnis mereka. Dukungan bisnis secara langsung dalam bentuk kemitraan tetap, sedangkan dukungan tidak langsung 1 Sumber : BPS

Rule-1:

Apa yang anda inginkan, kami kerjakan

Page 102: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

102

adalah pemanfaatan jaringan bisnis mitra internasional oleh perusahaan pengembang lokal. Organisasi perusahaan ini cenderung lebih terstruktur dibandingkan perusahaan kelompok pemula, tanpa membuat hubungan yang kaku dan formal antar pelaku dalam perusahaan. Dengan demikian pekerjaan-pekerjaan dilakukan secara fleksibel namun sudah mulai ada spesialisasi pekerjaan yang lebih tegas. Studi kasus di perusahaan SMI dan M merupakan dua contoh kasus dalam kelompok perusahaan ini.

Dengan terbukanya peluang bisnis melalui berbagai projeck (Project based innovation), baik proyek pemerintah maupun swasta yang sudah terbina sebelumnya meningkatkan akumulasi kapasitas atau kompetensi perusahaan. Hal ini akan mendorong perusahaan bergerak kearah inovasi untuk menghasilkan produk piranti lunak tertentu yang lebih terspesialiasi (Specialized Software).

Ketika kondisi jejaring bisnis lokal sudah cukup kuat, maka interaksi antara perusahaan pengembang dengan penggunanya berkembang dari hanya yang bersifat ‘Tailor-Made’ menjadi ‘Customization’, yang muncul dari aturan main sebagai berikut:

Dengan aturan main demikian, maka perusahaan tidak lagi sekedar mengerjakan apa yang dibutuhkan pengguna (tailor made), namun juga menawarkan solusi tertentu yang telah mereka kembangkan sendiri dalam perusahaan. Kemampuan ini muncul dengan semakin tingginya tingkat kemampuan absorpsi pengembang piranti lunak.

Perusahaan dengan Jaringan Global

Perusahaan yang masuk pada kelompok jejaring global ini umumnya merupakan perusahaan nasional dengan skala usaha besar dan sedang, karena melibatkan jumlah pengembang yang cukup besar. Perusahaan mempunyai struktur yang organisasi yang lebih tegas dan distribusi pekerjaan yang lebih terspesialisasi. Meskipun demikian, perusahaan ini tetap mendukung lingkungan kerja yang informal untuk tetap mendorong proses kreativitas. Setiap orang dalam setiap tahap pekerjaan berkontribusi terhadap penciptaan nilai tambah kreativitas terhadap hasil inovasi.

Proses inovasi di perusahan ini bersifat terbuka. Inovasi dihasilkan tidak hanya dari interaksi internal perusahaan, namun juga hasil interaksi perusahaan

Rule-2:

Kami punya ini, apakah sesuai dengan yang Anda

butuhkan?

Page 103: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

103

dengan aktor di luar perusahaan, baik pengguna maupun inovator-inovator lepas. Dalam berinteraksi untuk menghasilkan inovasi, perusahaan mengembangkan rule atau schemata sebagai berikut.

Inovasi merupakan hasil proses pemahaman akan kondisi bisnis saat ini

dan kecenderungan kedepan. Akumulasi pengetahuan dan kompetensi yang terbangun merupakan dasar (framework) bagi pengembangan inovasi selanjutnya. Interaksi di dalam dan di luar perusahaan piranti lunak dengan pengguna maupun inovator lepas, memperkaya inovasi (enriching) yang dikenal sebagai open innovation. Kegiatan yang bersifat riset dan pengembangan (R&D) terus menerus dilakukan bersama-sama dengan pola interaksi demikian, serta didukung oleh kepakaran (tenaga ahli) tertentu untuk mendukung proses inovasi. Proses keterlibatan langsung pengguna pada perusahaan ini semakin berkurang, dengan semakin meningkatkan kemampuan absorpsi pengembang terhadap kebutuhan pengguna. Seperti halnya perusahaan pengembang pada tahap kedua, perusahaan yang mengembangkan inovasi secara terbuka ini juga melakukan inovasi pemasaran.

Diskusi : Proses Inovasi di Perusahaan Piranti Lunak

Studi di lima perusahaan pengembang piranti lunak menunjukkan bahwa proses inovasi tersebut merupakan hasil penciptaan bersama (co-creation) yang terus berkembang (co-evolution) dari pelaku-pelaku di dalam perusahaan pengembang maupun dengan pelaku-pelaku di luar perusahaan, khususnya pengguna piranti lunak. Pentingnya peranan pengguna dalam proses inovasi juga diperkuat oleh temuan Miles dan Green (2008) di industri kreatif. Oleh karena itu, menurut mereka, riset yang diperlukan oleh industri kreatif adalah riset pelanggan dan kecenderungan pasar.

Lingkungan industri teknologi informasi dan bisnis yang sangat dinamis mendorong perusahaan piranti lunak untuk terus melakukan perubahan terhadap karakteristik inovasi. Proses inovasi piranti lunak terus berkembang (co-evolve) dari inovasi dengan dominasi pengguna (power based inovation) ke sistem yang lebih didasarkan pada kepercayaan pengguna (trust based innovation), seperti ditunjukkan pada gambar 5.1 berikut ini.

Rule-3:

Kami punya ini, mari kita perkaya

Page 104: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

104

Gambar 5.1 Model Co-evolving Proses Inovasi di Industri Piranti Lunak

Indonesia

Model proses inovasi yang ditemukan ini (gambar 5.1) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat akumulasi pengetahuan dan kemampuan absorpsi pengembang piranti lunak, maka akan semakin berkurang tingkat keterlibatan (dominasi atau ‘power’) pengguna atas pengembang dalam menentukan ide inovasi. Sebaliknya, akan semakin meningkat jenis inovasi yang didasarkan atas kepercayaan (trust) pengguna atas pengembang.

Insentif Inovasi Piranti Lunak : Kondisi Internal dan Eksternal

Kondisi internal dan eksternal digambarkan sebagai wadah bagi terbentuknya inovasi. Sehingga kondisi internal dan eksternal sangat menentukan keberhasilan inovasi di industri piranti lunak. Kondisi yang merupakan kondisi internal merupakan kondisi yang bersifat intrinsik dalam perusahaan dan berpengaruh langsung terhadap inovasi. Kondisi eksternal merupakan kondisi di luar perusahaan namun juga berpengaruh terhadap proses inovasi.

Hasil studi kasus menunjukkan bahwa perusahaan yang telah menjadi mitra dari perusahaan besar mendapat peluang tidak hanya jejaring bisnis yang sudah kuat juga pembangunan kapasitas dan kompetensi pengembang software lokal. Menjadikan inovasi sebagai salah satu unsur indikator kinerja kunci (key performance index) dalam mengukur kinerja karyawan di perusahaan software.

Page 105: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

105

Penerapan kebijakan ini akan meningkatkan motivasi karyawan untuk menghasilkan ide-ide kreatif yang mendorong munculnya inovasi di perusahaan piranti lunak.

Model Konseptual Sistem Insentif Industri Piranti Lunak

Lima perusahaan yang menjadi partisipan dalam studi kasus ini telah dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok perusahaan pemula, perusahaan dengan dukungan mitra dan perusahaan dengan jaringan global. Hasil analisis terhadap temuan studi kasus menunjukkan bahwa insentif untuk industri pengembang piranti lunak tidak bersifat general untuk ketiga kelompok perusahaan piranti lunak, artinya insentif bagi perusahaan pemula belum tentu menjadi insentif bagi perusahaan dengan dukungan mitra serta belum tentu juga menjadi insentif bagi perusahaan dengan jaringan global, begitu juga sebaliknya.

Model konseptual insentif yang efektif untuk kelompok perusahaan pemula dapat dilihat pada gambar 7.1.

Gambar 7.1. Model konseptual insentif bagi perusahaan pemula

Pada model konseptual insentif untuk kelompok perusahaan pemula yaitu hubungan pengembang dan pengguna masih dalam tahap awal, proses inovasi relatif lebih banyak didorong oleh insentif yang bersifat ekstrinsik dari lingkungannya. Penghargaan dari perlombaan TI, serta penghargaan dari mitra bisnis masih menjadi insentif bagi perusahaan pemula. Keterlibatan perusahaan dalam suatu komunitas juga masih merupakan insentif bagi perusahaan karena perusahaan pemula masih berada pada fase pembentukan jaringan.

Pe ng ha rg a a n m itra bisnis

S D M be rkom itm e n S D M kom pe te n

K om unika s i yg e fe ktif

T e a m work

K nowle dg e Mg t

R e fe re ns i Proye k

T

R

U

S

T

Efisiensi Harga

Produk sesuai kebutuhan

Pelayanan

Penghargaan dari

pelanggan

Referensi Proyek

Pelatihan dari pengembang

Pe ng ha rg a a n Inova tor

Adm inis tra s i pa te n

Pe rlindung a n H AK I

K e se m pa ta n m a g a ng

Pe m a nfa a ta nS oftwa re

K e be rpiha ka n Pe m e rinta h(e -g ov dll)

Penghargaan dari

pelanggan

Profe s iona l bonus

B uda ya org a nisa s i kre a tif

R e s is te ns i Pe ng g una

K a pa s ita s T I Pe ng g una

K urikulum K e wira usa ha a n di se kola h T I

KELOMPOK 1

Ekonomi

Non Ekonomi

Komunikasi dalam

Komunitas TI

Perusahaan Pengguna

Pe la tiha n

Page 106: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

106

Model konseptual insentif yang efektif untuk kelompok perusahaan dengan dukungan mitra dapat dilihat pada gambar 7.2.

Pada model konseptual insentif untuk kelompok kedua yaitu perusahaan dengan dukungan mitra, insentif yang dibutuhkan relatif berupa insentif intrinsik yang berasal dari eksternal perusahaan khususnya kebijakan dari pemerintah. Perusahaan dengan dukungan mitra sudah memiliki proses bisnis internal yang baik sehingga insentif yang diperlukan sudah berupa insentif eksternal. Dukungan dari pemerintah yang berupa keberpihakan pemerintah terhadap software lokal, dukungan finansial perbankan serta ketersediaan kurikulum TI merupakan insentif bagi perusahaan ini.

Model konseptual insentif yang efektif untuk kelompok perusahaan dengan jaringan global dapat dilihat pada gambar 7.3.

Gambar 7.2. Model konseptual insentif bagi perusahaan dengan dukungan

mitra

Pe ng ha rg a a n m itra bisnis

T

R

U

S

T

Efisiensi Harga

Produk sesuai kebutuhan

Pelayanan

Penghargaan dari

pelanggan

Referensi Proyek

Keamanan data

Pe ng ha rg a a n Inova tor

K e be rpiha ka n pe m e rinta h

Komunikasi dalam

Komunitas TI

Inse ntif Pa ja k

Ja m ina n Pe m bia ya a n

Ja ring a n bisnis

Ukura n Pe nila ia n Asse t o le h ba nk

K urikulum D isa inD i se kola h T I

T e na g a S MK -T I

Pe la tiha n S D M

Prog ra m O pe nS ourc e

S D M be rkom itm e n

T e a m work

K nowle dg e Mg t

R e fe re ns i Proye k

S D M kom pe te n

B uda ya org a nisa s i pe ng g una

Profe s iona l B onus

KELOMPOK 2

Non Ekonomi

Ekonomi

Perusahaan Pengguna

Page 107: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

107

Gambar 7.3. Model konseptual insentif bagi perusahaan dengan jaringan

global

Pada model konseptual insentif bagi perusahaan dengan jaringan global,

mekanisme insentifnya hampir sama dengan kelompok 2, namun tidak

menekankan pada kebutuhan pemenuhan SDM karena kelompok perusahaan ini

mengembangkan open innovation. Perusahaan yang mengembangkan open

innovation memperoleh ide-ide kreatif dari para innovator lepas maupun dari

pakar.

Pilihan Kebijakan yang Memberikan Insentif bagi Industri Piranti Lunak Kedepan

Pada pembahasan di atas dikemukakan bahwa pengguna dan pengembang sama-sama punya motivasi untuk berinteraksi dalam menghasilkan inovasi tertentu. Insentif itu dapat pula berasal dari sisi internal pengembang maupun dari luar pengembang, sebagai contoh adalah kebijakan pemerintah. Inovasi dapat muncul jika pemerintah mendorong kebijakan berikut ini2:

2 Hasil Diskusi Kelompok Terfokus para Pemangku Kepentingan Industri Piranti Lunak di

Pappiptek-LIPI (November 2010) di Jakarta

Pe ng ha rg a a n m itra bisnis

T

R

U

S

T

Harga software

Produk sesuai kebutuhan

Pelayanan

Penghargaan dari

pelanggan

Referensi Proyek

Pe ng ha rg a a n Inova tor

K e be rpiha ka n pe m e rinta h

Inse ntif Pa ja k Ja ring a n bisnis

D ukung a n prom osiD a ri pe m e rinta h

Pe la tiha n S D M

S D M be rkom itm e n

T e a m work

K nowle dg e Mg t

R e fe re ns i Proye k

S D M kom pe te n

B uda ya org a nisa s i pe ng g una

Profe s iona l B onus

KELOMPOK 3

Ekonomi

Non Ekonomi

PenggunaPerusahaan

Page 108: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

108

1) Sistem yang mendukung inovasi tanpa henti (supporting system for conducting continuous innovation).

2) Diperlukan kebijakan yang dapat mendorong penciptaan kondisi sehingga industri software dapat terus bertahan serta berinovasi, khususnya bagi perusahaan pemula (start-up company). Inovasi tanpa henti tersebut perlu didorong dengan kebijakan atau aturan pemerintah yang bersifat mendukung inovasi tanpa henti tersebut dan mendukung kemitraan (partnership) antara perusahaan piranti lunak skala besar dengan perusahaan piranti lunak lokal skala kecil. Kemitraan semacam ini telah terbukti memberikan kesempatan bagi pelaku lokal skala kecil untuk memperoleh pengetahuan tentang perkembangan teknologi software terbaru, serta akan memberikan kesempatan pelaku skala kecil untuk mendapatkan akses pasar (order). Pihak yang paling berwenang dalam hal ini adalah Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) untuk mendorong pengembangan industri software lokal.

3) Apresiasi dari pemerintah. Salah satu insentif yang mendorong perkembangan industri Teknologi Informasi (TI) adalah adanya apresiasi atau penghargaan dari pengguna. Apresiasi pengguna yaitu pemanfaatan secara optimal software yang dikembangkan industri TI. Apresiasi semacam ini belum dirasakan oleh industri TI apabila pengguna mereka dari pemerintah. Permasalahan yang sama juga terungkap dari penelitian ini, bahwa efisiensi penggunaan software oleh pemerintah relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan pengguna yang lain misalnya kalangan bisnis dan akademisi. Pemanfaatan software secara maksimal oleh pemerintah tentunya juga akan meningkatkan efisiensi pekerjaan di pemerintah.

4) Insentif Pajak bagi Mitra Internasional. Indonesia merupakan salah satu negara pengguna TI terbesar di dunia. Hal ini mendorong mitra internasional, baik perusahaan TI maupun pengguna TI dari negara lain, untuk melakukan kemitraan dengan pelaku industri TI nasional. Kemitraan semacam ini, menurut peraturan dari Kementerian Keuangan, akan dibebani dengan berbagai macam pajak yang cenderung dis-insentif terhadap kemitraan itu sendiri. Dalam mengatasi hal ini, maka pemerintah sebaiknya melakukan intervensi dengan memberikan insentif pajak bagi perusahaan TI internasional yang bermitra dengan industri TI nasional. Kebijakan insentif pajak ini cukup rasional mengingat dengan masuknya mitra internasional terbukti banyak mendorong perkembangan industri TI nasional.

5) Pengembangan kurikulum IT di SMK. Kementrian Diknas telah mengembangkan kurikulum IT di SMK. Pengembangan kurikulum IT bertujuan agar lulusan SMK menjadi lulusan yang siap kerja. Dalam studi kasus yang dilakukan memang telah terbukti bahwa lulusan SMK IT berpotensi bagi perusahaan IT serta secara kemampuan tidak kalah dengan lulusan S1 IT. Hal yang harus diperhatikan yaitu pengembangan kurikulum IT di SMK harus diikuti dengan pengembangan kompetensi guru/pengajar di SMK, salah satunya bisa dilakukan dengan pelatihan.

Page 109: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

109

6) Kebutuhan akan modal awal (seed capital) untuk berlanjut ke level selanjutnya. Fenomena yang umum terjadi di industri TI Indonesia adalah banyaknya inovasi yang berakhir di tahap inisiasi saja. Sebagai contoh, begitu banyak pemenang lomba TI yang kemudian tidak dapat mengembangkan inovasi produknya karena ketiadaan modal awal (seed capital), padahal bibit inovasi yang mereka miliki cukup potensial.

7) Mekanisme pembiayaan inovasi software house dengan asuransi oleh pemerintah. Kebijakan ini berkaitan dengan pembiayaan inovasi software yang belum memperoleh dukungan dari perbankan. Perbankan belum bisa melakukan penilaian tentang “nilai” dari industri piranti lunak, sehingga pemerintah perlu melakukan penjaminan pembiayaan inovasi piranti lunak berupa asuransi. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan pihak perbankan bahwa mereka tidak akan mengalami kerugian bila memberikan pembiayaan kepada industri piranti lunak.

8) Repository software Open Source pemerintah. Pemerintah dalam melakukan pengembangan piranti lunak belum memperhatikan aspek akumulasi pengalaman. Dilihat dari substansinya, terdapat kesesuaian antara piranti lunak yang digunakan di satu pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lain. Sebenarnya bila dibuat suatu repository piranti lunak pemerintah, maka piranti lunak yang dibuat oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia dapat diakumulasikan dalam repository tersebut. Pengembangan industri piranti lunak dapat dilihat dari repository tersebut. Manfaat yang diperoleh yaitu tidak adanya pengulangan pembuatan software yang sama sehingga dana pengembangan dapat digunakan untuk pengembangan lebih lanjut dari software yang ada di repository tersebut.

9) Aturan lisensi penggunaan Open Source. Kebijakan dalam aturan lisensi berkaitan dengan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Penggunaan Open Source (OS) walaupun bersifat bebas namun harus mencantumkan software asalnya. Lisensi atau aturan penggunaan OS ini belum ada sehingga dirasa perlu mengingat industri software sudah banyak yang mengembangkan produknya dengan menggunakan OS.

10) Badan audit/verifikasi TI untuk teknologi khusus software Indonesia yang digunakan untuk sertifikasi dan memudahkan masuk ke struktur pemerintah mendukung standarisasi software Indonesia.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data, maka disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Proses inovasi merupakan hasil penciptaan bersama (co-creation) yang terus berkembang (co-evolution) dari pelaku-pelaku di dalam perusahaan pengembang maupun dengan pelaku-pelaku di luar perusahaan, dengan beragam keahlian dan talenta khususnya system analyst dengan pelaku-pelaku di luar perusahaan, khususnya pengguna piranti lunak maupun komunitas serta jejaring bisnis yang dapat bertindak sebagai sumber ide kreatif dan marketing agent.

Page 110: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

110

2. Proses inovasi piranti lunak terus berkembang (co-evolve) dari inovasi dengan dominasi pengguna (power based inovation) ke sistem yang lebih didasarkan pada kepercayaan pengguna (trust based innovation) dan jejaring pelaku bisnis dan inovator lepas ke sistem yang lebih didasarkan pada hubungan atas dasar kepercayaan (trust based innovation).

3. Perbedaan karakteristik pengguna tidak menghasilkan proses inovasi yang berbeda, namun mempengaruhi tingkat pemanfaatan inovasi. Tingkat utilitas fungsi-fungsi produk piranti lunak oleh organisasi pemerintah lebih rendah (inefiesiensi) dari pada pemanfaatan produk piranti lunak oleh perusahaan swasta dan kalangan akademik.

4. Saling percaya (trust) merupakan insentif utama untuk berinteraksi bagi perusahaan, sedangkan jenis insentif bagi pengguna yaitu: efisiensi harga, produk sesuai kebutuhan, pelayanan, referensi project, dan pelatihan dari pengembang. Jenis insentif ini sama untuk semua tahap perkembangan perusahaan.

5. Jenis insentif internal yaitu: profesional bonus, kesempatan peltihan, referensi project, dan penghargaan dari pelanggan. Jenis insentif ini juga sama untuk semua tahap perkembangan perusahaan.

6. Jenis insentif eksternal yaitu: mendapatkan kesempatan yang sama terhadap program Pemerintah dan pengghargaan inovator. Jenis insentif khusus pada perusahaan pemula yaitu: perlindungan HKI, administrasi paten, dan kesempatan magang (intership) di intansi pemerintah. Jenis insentif eksternal khusus pada perusahaan dukungan mitra yaitu: jaminan pembiayaan, insentif pajak, pengukuran asset oleh bank, penghargaan dari mitra bisnis dan jenis insentif eksternal khusus pada perusahaan dengan jaringan global yaitu: insentif pajak dan dukungan promosi ke luar negeri dari pemerintah.

SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa industri kreatif piranti lunak maka terdapat beberapa hal yang menjadi saran dari hasil penelitian ini yaitu :

1. Agar kebijakan pemerintah dapat efektif dalam mendorong inovasi di perusahaan piranti lunak, perlu mempertimbangkan tahap perkembangan perusahaan baik pemula, perusahaan dukungan mitra serta perusahaan dengan jaringan global.

2. Disamping insentif untuk perusahaan, insentif bagi pengguna produk piranti lunak perlu dikembangkan.

3. Pengembangan sistem yang berbasis kepercayaan salah satunya melalui pembentukan suatu badan akreditasi yang berperan sebagai badan sertifikasi hasil inovasi piranti lunak. Penelitian ini belum menggali lebih jauh peran network terutama pada pengembang piranti lunak individu (tidak berbadan hukum).

4. Pemerintah sebaiknya melakukan intervensi dengan memberikan insentif pajak bagi perusahaan TI internasional yang bermitra dengan industri TI nasional. Kebijakan insentif pajak ini cukup rasional mengingat dengan

Page 111: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

111

masuknya mitra internasional terbukti banyak mendorong perkembangan industri TI nasional. Insentif pajak dimaksud tidak harus berarti pembebasan dari pajak, tetapi keringanan pajak dari pemerintah cukup membantu pengembang industri piranti lunak di Indonesia.

5. Sebaiknya Pemerintah membuat kebijakan yang spesifik terhadap industri piranti lunak, karena industri ini membutuhkan kebijakan sesuai dengan kebutuhan tergantung tahap perkembangan perusahaan (pemula, dukungan mitra, jaringan global).

DAFTAR PUSTAKA

Flasch Frank, Roy Le Frederick, and Yami Said (2007) Critical growth factors of ICT start-ups, Management Decision Journal Vol. 45, No.1

Goldtein J (2008) ‘Introduction: Complexity science applied to innovation-Theory meets praxis’ The Public Sector Innovation Journal 13(3) article 1.

Gwee, J (2009) ‘Innovation and the creative industries cluster: A case studi of Singapore’s creative industries’ Innovation: Management, Policy & Practice 11 (2): 240-252

Inkpen, A.C and S.C. Currall (2004) ‘The Coevolution of Trust, Control and Learning in Joint Ventures: Organization Science 15 (5): 586-599

Ishimatsu, H., Sugasawa, Y., and Sakurai, K (2004) ‘Understanding Innovation as a Complex Adaptive System: Case Studies from Shimadzu and NEC. Pacific Economic Review 9 (4): 371-376

Jaaniste, L. (2009) ‘Placing the creative sector within innovation: the full gamut’ Innovation: Management, Policy & Practice 11 (2): 215-229

Miles, I and L. Green (2008) ‘Hidden innovation in teh creative industries’, NESTA research report July 2008. London: NESTA

Muller, K; C. Rammer and J. Truby (2009) ‘The role of creative industries in industrial innovation’ Innovation: Management, Policy & Practice 11 (2): 148-168

Nelson R and Sampat B (2001) ‘Making sense of institutions as a factor shaping economic performance’ Journal of Economic Behavior and Organization 44: 31–54.

Potts, J. ( 2009). Introduction: Creative industries and innovation policy. Innovation: management, policy & practice (2009) 11: 138–147.

Potts J (forthcoming) ‘Why the creative industries matter to economic evolution’ Economics ofnnovation and New Technology

Potts J and Cunningham S (2008) ‘Four models of the creative industries’ International Journal of Cultural Policy 14(3): 233–49.

Page 112: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

112

Potts J, Hartley J, Banks J, Burgess J, Cobcroft R, Cunningham S and Montgomery L (2008a) ‘Consumer co-creation and situated creativity’ Industry & Innovation 15(5): 459–74.

Potts J and Morrison K (2009a) ‘Nudging innovation: fifth generation innovation, behavioural constraints and the role of creative business’, NESTA working paper. London: NESTA

Potts J and Morrison K (2009b) ‘Toward behavioural innovation economics: Heuristics and biases in choice under novelty’ School of Economics Discussion Paper No. 379, University of Queensland, Australia.

Potts J (2007) ‘Art and innovation: An evolutionary view of the creative industries’ UNESCO Observatory e-journal. 1(1). http://www.abp.unimelb.edu.au/unesco/ejournal/

QUT CIRAC and Cutler&Co (2003) Research and Innovation Systems in the production of Digital

Silberstang, J and J.K. Hazy (2008) ‘Toward a micro-enactment theory of leadership and the emergence of innovation’ The Innovation Journal: The Public Sector Innovation Journal 13 (3),article 5

Tether B (2003) ‘The sources and aims of innovation in services: variety within and between sector’ Economics of Innovation and New Technology 12(4): 481–505.

Tilebein, M (2006) ‘A complex adaptive systems approach to efficiency and innovation’ Kybernetics 35 (7/8): 1087–1099.

Page 113: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

113

INOVASI TEKNOLOGI ENERGI TERBARUKAN DI LEMBAGA LITBANG PEMERINTAH (KASUS PLTMH & PLTB)

Saut H. Siahaan, Sayim Dolant, Tri Agus Murwanto

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Prakiraan kebutuhan energi listrik nasional pada tahun 2020 berdasarkan pertumbuhan ekonomi sepuluh tahun terakhir mencapai kurang lebih 1000 Kwh/orang atau terjadi kenaikan sebesar kurang lebih 57% dari tahun 2010. Selanjutnya, tinjauan terhadap kondisi ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat yang belum memperoleh manfaat energi listrik menunjukkan tingkat yang relatif rendah, karena sebagian besar dari mereka berada di daerah terpencil dan bermata pencarian dalam bidang pertanian dengan tingkat pendidikan rata-rata hanya tamat SD. Pada sisi yang lain kegiatan inovasi di lembaga litbang pemerintah masih ditemukan berbagai hambatan dalam membangun kegiatan inovasi, baik di dalam (intern) maupun di luar (ekstern) lembaga litbang. Salah satunya adalah perencanaan yang tidak konsisten, kerjasama kelembagaan yang belum terjalin, dsb. Untuk menjawab permasalahan ini dilakukan penelitian dengan metode kualitatif. Kerangka analitik penelitian ini dibangun dari berbagai teori, yaitu mulai dari definisi inovasi sampai pada pemahaman rantai inovasi serta hambatan dalam proses inovasi. Dalam kasus ini pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, observasi tak terstruktur dan wawancara mendalam dengan pengelola lembaga litbang (Kapus/kabid), industri dan LSM (pimpinan institusi). Hasil wawancara kemudian dinarasikan dan dikategorikan sebagai bahan analisis. Analisis data ini bersifat induktif, yaitu mencari hubungan diantara kategori (domain) data. Pada akhirnya direkomendasikan beberapa hal penting yaitu perlunya kesiapan perencanaan dan pelaksanaan yang didukung oleh kebijakan yang mampu mendorong peneliti menghasilkan teknologi yang berdaya guna. Orientasi peneliti bukan lagi bagaimana menghasilkan prototipe, makalah ilmiah dan paten, tetapi lebih berorientasi pada bagaimana teknologi didifusikan ke masyarakat untuk peningkatan nilai tambah. Selanjutnya perlu dibangun kerjasama kelembagaan antar pelaku inovasi, diantaranya dengan Industri terkait, Pemda, LSM dan Koperasi dalam kerangka pembangunan masyarakat. Dalam kasus ini kerjasama dengan industri dilandasi pada kompetensi kelembagaan, litbang pemerintah menyediakan rancangan teknologi PLTMH & PLTB sesuai kebutuhan pengguna dan industri mendukung dalam infrastruktur manufakturnya. Kerjasama dengan Pemda terkait pada pembangunan masyarakat di daerah, lembaga litbang menyediakan perangkat teknologi (alat dan informasi) melalui industri dan pemda menyiapkan dana dan infrastruktur lain sebagai pendukung (koordinasi dengan dinas terkait seperti pengairan, pertanian, dsb.). Sementara kerjasama dengan LSM dan koperasi sifatnya teknis, yaitu pembinaan pengelolaan teknologi yang didifusikan.

Kata Kunci : energi, energi terbarukan, inovasi, litbang, PLTMH, PLTB, mikrohidro, bayu

Page 114: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

114

PENDAHULUAN

Potensi sumber daya air yang tersebar di daerah, pedesaan atau bahkan daerah terpencil di seluruh kepulauan Indonesia, dan adanya kebutuhan masyarakat akan listrik (belum terjangkau listrik PLN), merupakan peluang yang cukup besar bagi pemanfaatan PLTMH maupun PLTB. Pemanfaatan sumber daya air dan angin pada gilirannya mampu mengurangi tingkat konsumsi energi fosil atau bahan bakar minyak (BBM) yang semakin terbatas jumlahnya dan cenderung semakin mahal. Analisis yang dikemukakan B.J. Habibie (2009) berkenaan dengan hal ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan kebutuhan energi listrik nasional dapat mencapai 999,9 Kwh/orang pada tahun 2020 dari 637,7 Kwh/orang pada tahun 2010 atau terjadi kenaikan sebesar 56,8%. Berdasarkan data Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, pemanfaatan energi baru dan terbarukan hanya mencapai 4,4%, sedangkan minyak bumi mencapai 43,9%, batubara 30,7%, dan gas alam 21 % (PT. Indonesia Power, 2010).

Selanjutnya, tinjauan terhadap kondisi ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat yang belum mendapat manfaat energi listrik menunjukkan tingkat yang relatif rendah, karena sebagian besar dari mereka berada di daerah terpencil dan bermata pencarian dalam bidang pertanian dengan tingkat pendidikan rata-rata hanya tamat SD. Sebagai contoh, kelompok tani teh di daerah Kabupaten Tasikmalaya, kecamatan Pager Ageung desa Cibunar. Penghasilan mereka dari hasil kebun teh hanya cukup untuk kebutuhan hidup, sementara pemeliharaan kebun kadang tidak terpenuhi. Hal ini juga sesuai dengan data statistik luas perkebunan teh rakyat yang semakin sempit akibat tidak adanya biaya pemeliharaan (Bisnis Indonesia, 2010). Secara umum berdasarkan analisis Gatot Arianto (Kompas, 2010) menyebutkan bahwa 75% tingkat pendidikan petani indonesia tidak tamat dan tamat SD, 24% lulus SMP dan SMA, dan hanya 1% lulus perguruan tinggi. Tinjauan lebih jauh terhadap penghasilan mereka menunjukkan bahwa 56% petani memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar, yang berarti mempunyai pendapatan kurang dari Rp 8 juta/tahun. Kemandirian petani dalam pengelolaan usahanya juga masih relatif rendah. Petani masih sangat bergantung pada penyediaan bibit, pestisida, dan pupuk, yang kadang harus di import. Sementara itu, berdasarkan Permen ESDM No. 7/2010 harga tarif dasar listrik umum keperluan rumah tangga Rp 415,- kwh. Harga listrik per kwh ini masih relatif tinggi bagi masyarakat.

Teknologi PLTMH pada prinsipnya relatif sederhana dan ramah lingkungan dengan investasi yang dapat terjangkau oleh pemerintah provinsi. Komponen-komponennya relatif dapat dibuat oleh bengkel perorangan dan Perguruan Tinggi dengan umur operasional diharapkan mencapai 25 tahun. Walaupun demikian tidak pula dapat dipungkiri bahwa masih banyak didapati instalasi PLTMH yang sudah terpasang tidak dapat digunakan atau dioperasikan (Statistik ESDM, 2008). Berbagai aspek perlu dipahami terkait hal ini, mulai dari sisi kebijakan, tekno-ekonomi, sosial masyarakat, dan proses implementasi atau difusi teknologi ke masyarakat yang secara keseluruhan merupakan rantai inovasi serta melibatkan berbagai pelaku inovasi.

Page 115: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

115

Kegiatan inovasi di lembaga litbang pemerintah dalam kerangka penelitian menunjukkan berbagai fakor penghambat kegiatan inovasi. Faktor perencanaan penelitian merupakan salah satu hambatan utama yang berimplikasi pada rangkaian kegiatan dan hasil akhir penelitian. Kemampuan membangun kerjasama lembaga litbang dengan para pelaku inovasi terkesan dibangun oleh peneliti secara individu dan tidak dalam kerangka kelembagaan yang harmonis. Kerjasama dengan pemda yang dibungkus dalam kerjasama MOU terkesan merupakan jembatan bagi lembaga litbang untuk menerapkan teknologinya. Implikasinya, ketika pasca proyek program kegiatan litbang implementasi di daerah terkendala dalam kegiatan evaluasi/monitoring akan berujung pada tidak diadopsinya produk litbang.

KERANGKA ANALITIK

Kerangka analitik penelitian ini dibangun dari berbagai teori, yaitu mulai dari definisi inovasi sampai pada pemahaman rantai inovasi serta hambatan dalam proses inovasi. Secara teoritis, inovasi dipahami sebagai suatu proses pemanfaatan pengetahuan, keterampilan (termasuk keterampilan teknologi) dan pengalaman untuk penciptaan (memperbaiki) produk (barang dan atau jasa), proses, dan atau sistem yang baru, yang memberikan nilai berarti, atau proses di mana gagasan, temuan tentang produk atau proses diciptakan, dikembangkan dan berhasil disampaikan ke pasar (Saut dkk, 2006). Sejalan dengan pendefinisian dari OECD (1999) yang mengungkapkan bahwa inovasi cenderung pada pengembangan secara kreatif dan interaktif bertumpu pada kemajuan ilmu pengetahuan, juga dapat diartikan sebagai produk barang dan jasa yang “sarat dengan pengetahuan”. Perkembangan yang kompleks dari inovasi menuntut perlunya tinjauan inovasi tidak terbatas pada lingkup produsen dan litbang semata, akan tetapi perlu dipandang sebagai suatu sistem yang terpadu. Hal mana memunculkan pendekatan sistem inovasi untuk mencapai suatu tujuan.

Selanjutnya menurut Zhou (2007), inovasi dipandang dari sisi makro sebagai inovasi nasional terkait pada sektor industri dan klaster, inovasi juga dapat dipandang dari sisi mikro, yaitu pada tingkat perusahaan, terkait pada pemilihan strategi dan struktural kegiatan inovasi, atau pada sisi kelompok inovasi terkait pada perencanaan maupun pengelolaan proses inovasi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa kegiatan inovasi selalu bersinggungan dengan berbagai pihak berkepentingan yang secara sederhana digambarkan pada gambar 1. Dalam hal ini maka peran organisasi dalam mendorong kegiatan inovasi dapat di jabarkan secara sederhana dalam tahapan rantai proses kegiatan inovasi, mulai dari penelitian dasar sampai dengan difusi teknologinya ke masyarakat. Dalam kasus ini maka proses inovasi dibangun dari empat elemen yang masing masing dinyatakan sebagai: Generating posibilities, yaitu bagaimana membangaun ide untuk inovasi; Incubating & Prototyping, yaitu menentukan mekanisme pengembangan idea dan mengelola resiko kegagalan; Replication and Scaling up, yaitu bagaimana mempromosikan dan mendifusikan teknologi menuju inovasi yang berhasil; dan Analysing and learning, yaitu bagaimana evaluasi untuk promosi dan pengembangan produk yang berkelanjutan. Proses inovasi ini tidaklah linier akan

Page 116: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

116

tetapi kompleks karena sangat tergantung pada perilaku organisasi, individu, dan pengaruh lingkungan. Hal mana menunjukkan bahwa prosesnya adalah interaktif dan sosial, melibatkan para pelaku yang beragam dalam keahlian dan sumbernya.

Incubating and

Prototyping

Generating

Possibilities

Replication and

Scaling Up

Analysing and

Learning

Sumber: Geof Mulgan dan David Albury, 2007

Gambar 1. Proses Inovasi

Menurut Mulgan dan Albury hambatan dalam mekanisme inovasi di lembaga litbang pemerintah adalah: keengganan menutup program yang gagal; budaya menghindari resiko; ketergantungan yang terlampau tinggi pada unjuk kerja (performance) sebagai sumber inovasi; beban administrasi dan birokrasi; teknologi tersedia tetapi menghambat budaya; anggaran jangka pendek dan perencanaan horisontal; tidak adanya insentif untuk berinovasi maupun yang mengadopsi inovasi; pengelola yang tidak terampil.

Berdasarkan berbagai teori tersebut di atas maka pada prinsipnya, iptek baru yang berguna secara komersial (produk inovasi) merupakan hasil dari interaksi dan proses pembelajaran diantara berbagai pelaku inovasi, seperti: lembaga litbang pemerintah atau industri, otoritas publik (pemda), dan para pengguna (masyarakat). Penyelarasan faktor lingkungan eksternal dalam proses inovasi PLMTH & PLTB memerlukan kerjasama yang saling menguntungkan diantara para pelaku, yaitu dengan:

1. Kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah sebagai pendorong investasi kegiatan inovasi di lembaga litbang baik dari sumber pendanaan publik maupun swasta. Kebijakan lintas sektor menjadi sangat penting untuk mengaitkan hasil litbang PLMTH

Page 117: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

117

& PLTB, industri-industri yang terkait dalam suatu rantai produksi dan inovasi, dan untuk menghindari duplikasi investasi.

2. Pembelajaran teknologi dan kapabilitas teknologi merupakan faktor internal yang penting bagi peningkatan inovasi.

3. Faktor geografis dalam inovasi perlu merefleksikan peluang kapasitas inovasi daerah dan peluang pertumbuhan ekonomi daerah yang berbasis pada keunggulan lokal, baik berdasar ketersediaan sumber daya alam, sumber energi mapun keunggulan dan keahlian khas manusianya. Hal ini menjadi penting, untuk mendorong fleksibilitas birokrasi.

METODOLOGI

Untuk menjawab permasalahan penelitian digunakan metodologi kualitatif. Metode kualitatif secara spesifik digunakan untuk memperoleh gambaran sistematis pengelolaan inovasi teknologi energi terbarukan. Dalam kasus ini pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, observasi tak terstruktur dan wawancara mendalam dengan pengelola lembaga litbang (Kapus/kabid), industri dan LSM (pimpinan institusi). Hasil wawancara kemudian dinarasikan dan dikategorikan sebagai bahan analisis. Analisis data ini bersifat induktif, yaitu mencari hubungan diantara kategori (domain) data. Sementara itu faktor penghambat dan pendorong kegiatan inovasi ditunjukkan dari hasil wawancara mendalam dengan para pelaku inovasi, yaitu pengelola dan peneliti di lembaga litbang, atau pimpinan industri/LSM, dan Pemda serta para pengguna teknologi energi terbarukan (Masyarakat pengguna) menggunakan instrumen panduan wawancara. Selanjutnya validasi data dilakukan dengan teknik triangulasi atau membandingkan dari perolehan data berdasarkan teknik pengumpulan yang berlainan (dokumentasi, observasi dan wawancara mendalam) atau sumber yang berlainan (para pelaku inovasi). Hasil analisis data, baik dari lembaga litbang maupun industri dan LSM kemudian dikomparasikan untuk menyimpulkan penguatan kelembagaan litbang dari para pelaku inovasi untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dengan tersedianya sumberdaya energi listrik. Secara skematis tahapan penelitian ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah ini.

Page 118: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

118

Teknik Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui survei dengan secara sengaja (purposif sampling) dari sejumlah responden menggunakan panduan wawancara sebagai alat untuk menghimpun data. Kriteria Responden, dipilih dari para pelaku dalam kegiatan inovasi teknologi energi PLTMH & PLTB, menggunakan metode purposive sampling dari pimpinan organisasi & personil pelaku, yaitu dari LIPI, BPPT, LAPAN; Bapeda Bantul –Jogyakarta; LSM: Paguyuban Kalimaron–Jatim & Koperasi Tani-Tasikmalaya

Data Indepth interview ditranskripkan kemudian dipilah, dan dikategorikan agar dapat diperlakukan sebagai data. Proses pengaturan urutan data, organisasi data dilakukan dengan suatu pola menurut kategori dan unit analisis (Sugiyono, 2006). Selanjutnya data ini perlu dipetakan dan dibandingkan antara satu responden dengan responden dari kelembagaan lainnya (proses triangulasi) sehingga diperoleh data kualitatif yang valid karena bersumber dari kelompok responden yang berbeda. Proses triangulasi juga dilakukan dengan pemeriksaan silang antara data dokumerntasi dengan data indepth interview. Sementara metode analisis kualitatif melalui penyusunan data secara induktif dan menginterpretasikannya, akan menunjukkan gambaran skematis kegiatan inovasi teknologi energi PLTMH & PLTB. Secara skematis analisis data kualitatif ditunjukkan pada gambar 3. di bawah ini. Analisis dilanjutkan dengan membandingkan kegiatan inovasi di lembaga litbang dengan inovasi di lembaga

Gambar 2. Alur/Tahapan Penelitian

Identifikasi Faktor-Faktor

Kegiatan Inovasi di lembaga

Litbang

Faktor-faktor Penghambat dan

Pendorong inovasi Energi

PLTMH & PLTB

Penguatan

Kelembagaan Litbang

(Para Pelaku Inovasi)

Perilaku

organisasi

Perilaku

individu

Pengaruh

lingkungan

FGD

Peneliti & Pengelola

Lembaga Litbang

Analisis kualitatif

Induktif dan komparatif

dokumentasi Pengumpulan

Data sekunder Indept interview &

observasi tak terstruktur

Validasi Data

Triangulasi

Page 119: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

119

swadaya masyarakat (LSM) maupun dengan inovasi di industri. Selanjutnya berdasarkan analisis ini ditentukan alternatif penguatan pengelolan inovasi energi PLTMH & PLTB untuk mendukung percepatan pembangunan daerah. Analisis penguatan dalam pengelolaan inovasi energi PLTMH & PLTB akan lebih dipertajam berdasarkan hasil FGD. Dalam kasus ini proses diskusi kelompok diarahkan berdasarkan hasil temuan dalam wawancara mendalam yang telah dilakukan.

HASIL DAN BAHASAN

Inovasi teknologi PLTMH & PLTB di lembaga litbang pemerintah maupun di industri swasta menunjukkan adanya kegiatan litbang untuk mendapatkan sesuatu yang baru dan menerapkannya ke masyarakat pengguna. Kegiatan ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari “rantai inovasi” yang meliputi kegiatan litbang, demonstrasi/sosialisasi, komersialisasi dan difusi yang kesemuanya berinteraksi dengan pengguna. Dalam interaksinya kepada masyarakat, ditemukan berbagai kendala dan hambatan yang sebenarnya merupakan masukan berharga bagi lembaga litbang pemerintah dalam pengembangan sistem PLTMH & PLTB. Pergeseran sistem PLTMH & PLTB, baik yang terkait dengan sistem komponen maupun sistem secara keseluruhan sesuai kebutuhan masyarakat pengguna. Bentuk kerjasama yang dibangun lembaga litbang pemerintah dengan stakeholder seperti pihak industri (pelaku inovasi), pemerintah daerah, LSM/Koperasi merupakan interaksi dinamis dalam pengembangan PLTMH & PLTB guna memberikan nilai manfaat ekonomi, dan memberikan pemahamanan kepada masyarakat tentang arti penting penguasaan teknologi PLTMH & PLTB.

Hasil litbang PLTMH yang dikembangkan Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika–LIPI diantaranya adalah sebagai berikut :

Sumber: Model Miles & Huberman dalam Sugiyono, 2006

Gambar 3. Model Analisis Data Kualitatif

Page 120: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

120

1. Turbin Air terdapat empat hasil penelitian PLTMH, antara lain: (a) Turbin pelton (head tinggi); (b) Turbin Crosflow (head sedang, 3 m s/d 20 m), runner turbin crosflow sudah dipatenkan dan sudah dipasarkan; (c) Turbin Propeler (head rendah, < 3 m), dan (d) dalam anggaran DIPA 2010/kompetitif sudah dihasilkan turbin dengan head yang sangat rendah (head 1 m, debit air 120 liter/det, dengan kapasitas daya output listrik 900 watt) untuk diaplikasikan pada aliran kali. Sudah diuji di aliran kali/pembuangan kebon raya cibodas, hasil pengujian sudah menghasilkan daya seperti yang direncanakan 900 watt. Teknologi ini direncanakan akan dipatenkan.

2. Turbin angin (PLTB), penelitian blade dari turbin angin (anggaran 2010, DIPA Telimek)

3. Generator kecepatan rendah:

Sudah dihasilkan prototip generator kecepatan rendah bersama dengan turbin head rendah yang diujikan di aliran kali kebon raya Cipanas.

Generator kecepatan rendah ini juga dirancang untuk PLTB. Inovasi generator sudah diajukan untuk dipatenkan (untuk konstruksi)

4. Pengembangan PLTMH yang dilakukan oleh Puslit Telimek Sudah diaplikasikan di masyarakat, diantaranya di Garut dan Tasikmalaya Propinsi Jabar. Pengembangan PLTMH dilakukan juga oleh BPTG-LIPI Subang (kerjasama dengan Puslit Telimek) dan sudah diaplikasikan di beberapa tempat seperti Makki dan Wamena-Papua, Enrekang -Sulawesi Selatan, serta Nagrak dan Subang –Jabar.

Hasil litbang Pusat Teknologi Dirgantara Terapan - LAPAN dalam inovasi PLTB diantaranya adalah pengembangan PLTB 80 - 1000 W untuk pengadaan listrik wilayah desa terpencil dan nelayan; pemetaan potensi angin dilakukan dalam rangka memetakan daerah-daerah yang mungkin dikembangkan untuk dipasang PLTB baik untuk skala kecil maupun besar di wilayah Indonesia; desain PLTB skala 30 - 50 kW; siatem hibrid PLTB (panel surya dan turbin angin) untuk lampu jalan atau penerangan lainnya dan telah diuji cobakan di Parepare dan Bantul, dan akan menyusul untuk berbagai daerah. Selain sistem pembangkit, juga dilakukan berbagai rancang bangun instrumentasi seperti anemometer (pengukur potensi angin), AWS (Automatic Weather Station) dan Tidegauge (alat pengukur pasang surut). Instrumentasi tersebut telah diujicobakan bekerjasama dengan berbagai instansi terkait dan telah berhasil memberikan informasi yang dibutuhkan secara baik dan akurat. Instrumentasi-instrumentasi tersebut juga dilengkapi dengan sistem informasi sehingga dapat memantau potensi angin, temperatur, tekanan udara, ketingggian air permukaan dan sebagainya dari jarak jauh.

Dalam diseminasi hasil litbang teknologi PLTB, kegiatannya dilakukan bersama sama LPND/LPD, Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah, serta lebih jauh melalui kerjasama litbang luar negeri. Lebih rinci kegiatan kerjasama yang dilakukan oleh puslit Teknologi Terapan Dirgantara - LAPAN ini, sebagaimana ditunjukkan dalam ringkasan berikut:

Page 121: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

121

Kerjasama dengan LPND/LPD: Balitbang ESDM (2001): Pemanfaatan/operasionalisasi 1 unit turbin angin kapasitas 1000 watt di unit pemukiman transmigrasi (UPT) Oitui-Bima, NTB, (2001); dan Puslitbang Telimek-LIPI, kerjasama penelitian teknologi PLTB.

Kerjasama dengan Perguruan Tinggi: ITB dalam rekayasa teknologi PLTB; UGM kerjasama dalam rangka pemetaan sosial ekonomi masyarakat provinsi Yogyakarta, sehubungan dengan rencana pengembangan techno-park energi di Kabupaten Bantul yang akan diresmikan pada tahun 2010, dan beberapa perguruan tinggi lainnya seperti Udayana, dan Univ. Kupang terkait dengan program monitoring implementasi teknologi PLTB yang dipasang di kedua provinsi Bali dan NTT.

Kerjasama dengan Pemda:

1. Pemda Bangka Belitung: Pemanfaatan teknologi PLTB untuk pembangkit tenaga listrik dan pemompaan air, 2007;

2. Kabupaten Halmahera Tengah dan Kab. Maluku Tenggara: Pelatihan dan sosialisasi manfaat PLTB (2005);

3. Kabupaten Sumenep: (1) Implementasi teknologi PLTB kapasitas 25,5 kW, dan sosialisasinya kepada operator dan masyarakat pengguna; (2) Kajian pemanfaatan PLTB terpasang, dan (3) Pemasangan teknologi PLTB untuk penyediaan listrik di Pulau Giliyang, Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep, Madura, Provinsi Jawa Timur, (2005);

4. Sumatera Utara: Pemanfaatan PLTB untuk pembangkit tenaga listrik dan pemompaan air, (2005);

5. Pemda D.I. Yogyakarta yang difokuskan di Kabupaten Bantul: Pemanfaatan Sistem Konversi Energi Angin PLTB untuk penyediaan tenaga listrik 10 kW dan sosialisasi dan pelatihan pengembangan dan pemanfaatan PLTB; Sebagai lokasi untuk uji coba pengembangan dan pemanfaatan berbagai prototip PLTB untuk penyediaan jasa listrik dan pemompaan air di Kabupaten Bantul, (2002); Pemanfaatan Sistem Pemompaan Tenaga Angin (SPTA) untuk pengadaan air minum dan pengairan lahan pertanian, (2003). Tahun 2010 (s.d. akhir Desember) ditargetkan sebanyak 48 unit kincir angin akan dipsang di pesisir Kabupaten Bantul, terpilih sebagai lokasi pembangunan kincir angin, yang difokuskan di Pantai Pandansimo, Kecamatan Srandakan.

Kerjasama dengan pihak Industri:

Smart Aviation Indonesia, PT: Perancangan, fabrikasi dan prototyping; Pengujian dan sertifikasi produk; dan Industrialisasi dan pemasaran produk (2006)

Indokomas Buana Perkasa, PT: (1) Pembuatan perangkat lunak dan perangkat keras; (2) Pemasyarakatan produk dan jasa teknologi PLTB; (3) Peningkatan kemampuan dan keterampilan dan Relokasi 5 unit turbin angin dari Bulak Baru dan Kali Anyar ke Pulau Karya, Kep. Seribu, Provinsi DKI Jakarta,(2003).

Page 122: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

122

Prasetya Indra Barata (PIB), PT: (1) Relokasi turbin angin milik LAPAN dari Desa Bulak Baru dan Kali Anyar ke Desa Tanggul Tlare sebagai sarana penerangan tambak udang milik PT. PIB; (2) Pemasangan turbin angin TOCARDO untuk kepentingan pemompaan air di areal tambak udang milik PT. PIB; (3) Penelitian bersama; (4) Evaluasi pemanfaatan PLTB untuk tambak udang. dan Pemanfaatan PLTB melalui relokasi turbin angin dari Desa Bulak Baru dan Kalianyar ke Desa Tanggul Tlare, (2002).

Kandiyasa Energi Utama, PT: (1) Penyediaan perangkat lunak dan perangkat keras PLTB; (2) Pemasaran dan pemanfaatan produk PLTB; (3) Jasa teknologi di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan PLTB (2005).

PLN (Persero) Litbang Ketenagalistrikan: (1) Evaluasi data potensi angin di lokasi terpilih; (2) Kajian pemanfaatan PLTB skala besar; (3) Desain prototip kapasitas 300 kW; (4) Desain prototipe sistem kontrol interkoneksi ke jaringan PLN; (5) Pembuatan prototype kapasitas 300 kW; (6) Pilot project skala besar interkoneksi ke jaringan PLN. (2005).

Hasil pengumpulan data lapangan didiskusikan dengan nara sumber dari lembaga penelitian yang bersangkutan dalam forum Focus Group Discussion (FGD). Hasilnya menunjukkan hambatan dan alternatif penyelesaiannya dalam kegiatan inovasi PLTMH & PLTB. Hal mana juga menunjukkan keinginan para peneliti untuk melanjutkan kegiatan inovasi, terutama yang terkait dengan kebijakan, manfaat ekonomi, kondisi (kemampuan) masyarakat sosial, dan teknologi (produk litbang). Temuan lapangan sebagai bahan diskusi FGD ditunjukkan dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1. Rangkuman Pengumpulan Data Inovasi PLTMH Puslit Telimek – LIPI

No

FAKTOR PENGHAMBAT/PENDORONG

PUSAT PENELITIAN PENGELOLA PLTMH & PLTB

Penelitian Dasar/ Terapan

Demonstrasi/Komersialisasi

Masalah/Hambatan/Kendala

Alternatif Penyelesaian

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

1 POLITIK/

KEBIJAKAN

Melakukan penelitian lanjut PLTMH

Kebijakan kerja sama pengujian teknologi produk litbang dengan pihak yang berkompeten.

Untuk kasus di Tasikmalaya Penerapan teknologi PLTMH harus menguntungkan masyarakat.

Untuk kasus di Tasikmalaya Kebijakan yang diambil adalah penghentian sementara operasional PLTMH, sampai ada perbaikan.

Page 123: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

123

2 EKONOMI Dana berasal dari DIPA, Ristek.

Runner Turbin Crossflow sdh dipatenkan dan siap dikomersielkan.

Dana berasal dari Dikti, dan juga ada kerja sama dg Malaysia (waitro), Kerjasama dg TTG Subang (termasuk sbg pemasar PLTMH)

Kasus di Tasikmalaya. Biaya untuk pembangunan PLTMH dan teknologi belum siap, sehingga membebani operasional koperasi sebagai pengelola PLTMH.

Rencana lanjut setelah PLN terpasang, PLTMH akan digunakan untuk mendukung pabrik teh yang akan dibangun LIPI.

Dana diperoleh dari iuran bulanan masyarakat setempat atas dasar besar kecilnya penggunaan listrik, titik lampu

3 SOSIAL ----- Turbine putaran sangat rendah head 1 m debit 120 l/det daya 900 Watt. diuji cobakan di Kebon Raya LIPI Cibodas dengan harapan masyarakat yg berkunjung dapat mengetahui.

Dilakukan di : Garut (lok:Cisewu) daya 10 KW

Tasikmalaya (lok:Cibunar) daya 30 KW. dengan membangun kelompok untuk pengelolaan dan direncanakan sesuai dengan potensi yang ada di lapangan.

PLTMH di Tasikmalaya belum sepenuhnya tersosialisasikan dengan baik pada masyarakat.

Koperasi PLTMH Tasikmalaya sudah terbentuk, adapun jumlah pelanggan listrik 40 KK hasil dari iuran listrik warga/bulan mencapai Rp 550.000,- dengan karyawan pengelola aktif 3 orang.

4 TEKNOLOGI Turbin Pelton (head tinggi), Crosflow (head sedang 3 – 20 m),

Untuk PLTMH daya 30 Kw sudah terpasang di desa Cibunar Kec.

Untuk Turbine putaran sangat rendah head 1 m debit 120 l/det daya

Pengujian dilakukan oleh para peneliti dan teknisi

Page 124: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

124

Propeler (head rendah < 3m), Turbine putaran sangat rendah head 1 m debit 120 l/det daya 900 Watt. Generator putaran rendah. Blade yang sama dirancang juga untuk turbin angin.

Turbine putaran sangat rendah head 1 m debit 120 l/det daya 900 Watt. Diujicobakan di kebon Raya Cibodas, beserta Generator putaran rendah yang dirancang untuk PLTB sedangkan Runner Turbin Crossflow PLTMH pengujian dilakukan dengan pihak PLN.

Pageurageung Kab. Tasikmalaya.

Garut (lokasi: Cisewu) daya 10 KW (potensi air didaerah ini relatif besar), dana penelitian dari Ristek, dikelola oleh koperasi yang dibentuk oleh Telimek. (Diseminasi PLTMH, untuk menghasilkan listrik bagi masyarakat)

generator kecepatan rendah bekerjasama dengan industri turbin angin melalui sistem PLTB (pembangkit listrik tenaga bayu) dibangun di daerah (Bojong-koneng Bandung)

900 Watt masih belum mendapatkan paten. Sedangkan untuk Generator putaran rendah terbentur pada pembuatan permanent magnit, sampai dengan saat ini belum terwujud.

PLTMH daya 30 Kw sudah terpasang di desa Cibunar Kec Pageurageung kab.Tasikma-laya. Masalahnya pada perencanaan (pengelolaan) penerapan teknologi yang tidak benar, terutama dalam hal pemanfaatan air. Terjadi benturan kepentingan dengan pihak petani setempat (untuk pengairan sawah), dan utk lokasi yang jauh dari PLTMH listrik yang diberikan kepada masyarakat tidak memuaskan (redup) karena jaringan transmisi tidak dilengkapi dengan tranformator. Teknologi kurang handal baru, 1 minggu beroperasi sudah trouble, belt putus, bearing cepat rusak, saat dioperasikan getarannya cukup tinggi. Dari sisi ekonomi tidak menguntungkan, biaya perawatan mencapai Rp 2.500.000,-,

dari Puslit Telimek, teknologi dibangun sederhana, dalam arti mudah dioperasikan dan mudah dimengerti bagi pengelola, serta handal, dan suku cadang harus mudah diperoleh dipasaran setempat.

Page 125: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

125

sementara iuran anggota baru mencapai Rp. 550.000/bulan

Pada saat ini kondisi mesin PLTMH sudah diperbaiki dan tidak ada getaran lagi. Namun belum dioperasikan karena air sedang digunakan untuk irigasi sawah. (musim kering)

Tabel 4.2. Rangkuman Pengumpulan Data Inovasi PLTB

Pusat Teknologi Dirgantara Terapan - LAPAN

No

FAKTOR PENGHAMBAT/PENDORONG

PUSAT PENELITIAN HASIL PENGAMATAN LAPANGAN

Penelitian Dasar/ Terapan

Demonstrasi/Komersialisasi

Masalah/Hambatan/Kendala

Alternatif Penyelesaian

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

1 POLITIK/

KEBIJAKAN

Kebijakan pimpinan LAPAN dalam pengembangan PLTB dirasakan kurang mendukung terkait prioritas penelitian saat ini lebih kepada pengembangan teknologi roket

Diarahkan untuk bekerjasama dengan PLN, Pemda dan Industri

Kerjasama dengan Pemda dan Menristek untuk membangun desa mandiri di Bantul Joyakarta

Pemerintah Daerah Bantul menyambut baik kegiatan penerapan teknologi. Perlu disiapkan SDM, infrastruktur dan industri pendukung di daerah

Pemerintah Daerah menyiapkan dana pendamping untuk menyiapkan kebutuhan infrastruktur dan SDM dalam penerapan teknologi, koordinasi teknis dengan instansi terkait maupun perguruan tinggi, penyediaan dan pelatihan SDM, dan industri pendukung.

Page 126: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

126

2 EKONOMI Dana penelitian disediakan dari anggaran DIPA

LAPAN, tidak menyediakan anggaran khusus untuk demonstrasi dan komersialisasi

Kegiatan demonstrasi, lebih diarahkan untuk penyediaan sistem perangkat keras PLTB di lokasi penerapan (uji coba)

Saat ini pengoperasian PLTB tidak menguntungkan, karena hasil perhitungan menunjukkan nilai jual listriknya masih lebih mahal dibandingkan listrik PLN agar tercapainya BEP (investasi dan perawatan)

Diusulkan perlunya kebijakan pemerintah yang mengatur harga jual listrik PLTB disubsidi oleh pemerintah

3 SOSIAL Sosialisasi sistem PLTB dilakukan dengan penyebaran brosur yang memuat spesifikasi teknis,

sosialisasi sistem PLTB juga dilakukan melalui seminar.

Sosialisasi PLTB dilakukan bekerjasama dengan Menristek dalam penyediaan dana

Saat ini belum diserahkan kepada suatu kelompok dalam pengelolaan PLTB, terkait nilai ekonomi yang belum terpenuhi

------------

4 TEKNOLOGI Penelitian teknologi konversi energi angin berorientasi kepada pengguna (spin-off)

Penelitian meliputi potensi angin, perancangan PLTB, pengujian komponen, diseminasi

Tersedia lapangan uji coba di Jogyakarta (Balai Penelitian

Uji coba dan demo PLTB di kabupaten Bantul untuk:

1. Penerangan masjid, dan rumah contoh dalam kawasan Laboratorium Alam Milik Pemda – Bakosurtanal dan UGM.

2. Penerangan dan pengairan untuk kelompok peternakan sapi (penggemukan sapi) di desa

Teknologi masih kurang handal, masih sering rusak

Kerusakan instalasi karena cuaca

Diperbaiki oleh teknisi dari LAPAN

Sistem dimodifikasi (disempurnakan)

Page 127: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

127

Perikanan – Dinas Perikanan Pemdakab Bantul di TPI SAMAS)

Penerapan PLTB di Bantul 20 unit a daya10 kW, 2 unit a daya 10 kW, 1 unit daya 50 kW. Pembuatan PLTB ini bekerjasama dengan PT. Pindad

Waru dan

3. Penerangan pantai dan mesjid di Depok-Parangtritis.

Melakukan pengujian dan pemasangan PLTB dari swasta

PLTB untuk nelayan, dipasang di kapal penangkap ikan, sudah diproduksi oleh swasta

Analisis terhadap perolehan data menunjukkan bahwa: (a) Pengelolaan litbang tidak terlepas dari prosedur birokrasi. Birokrasi ini pada satu sisi menghambat proses inovasi karena rutinitas kerja lembaga litbang pemerintah yang belum sepenuhnya melakukan penyesuaian terhadap tuntutan profesionalisme dalam penyelenggaraan pengelolaan litbang. Sehingga pengelolaan litbang terkesan kaku dalam membangun kemampuan lembaga litbang untuk berinteraksi dengan lembaga litbang lainnya maupun dengan stakeholder; (b) Beberapa kasus penelitian yang dilakukan untuk pengembangan sistem PLTMH & PLTB terkendala dalam alokasi pembiayaan karena perencanaan dan implementasi tidak konsisten sampai pada hasil implementasi ke masyarakat; (c) Komersialisasi dan penerapan hasil penelitian terkesan merupakan kegiatan lain atau dilakukan oleh unit kegiatan lain. Sehingga belum terintegrasinya kegiatan penerapan dalam satu paket kegiatan penelitian; dan (d) Beragamnya institusi litbang yang sudah terbangun di negeri masih belum mampu mendorong pemanfaatan teknologi, khususnya teknologi energi terbarukan dari air dan angin atau secara spesifik disebut teknologi PLTMH & PLTB, bagi kesejahteraan masyarakatnya. Sejalan dengan ini Aiman dkk. (2007) dalam workshop National Innovation System (NIS) menguraikan bahwa institusi penelitian dan pengembangan publik di bawah koordinasi Presiden Republik Indonesia terpetakan sebagai berikut: (1) Institusi Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Non Departemen, (2) Institusi Penelitian dan Pengembangan Kementrian Ristek, (3) Institusi Penelitian dan Pengembangan Departemen Teknis, (4) Bappenas, (5) AIPI - Indonesian Academic of Sciences. Secara spesifik dinyatakan pula bahwa sampai saat ini telah terbangun kelembagaan untuk memfasilitasi kegiatan alih teknologi dalam kerangka inovasi, diantaranya adalah BTC (oleh BPPT), SENADA (oleh Pemerintah Jawa Barat), Pusat Inovasi (oleh LIPI), dan BBRC (LIPI, BPPT). Sementara media untuk kegiatan diseminasi juga tersedia, baik melalui jurnal

Page 128: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

128

ilmiah, forum eksibisi industri, informasi di media masa, dan informasi melalui penyiaran radio dan televisi.

Berbagai langkah ditempuh unit penelitian dalam lembaga litbang pemerintah dalam usaha mendekatkan hasil penelitiannya ke masyarakat sepertti terlihat dalam pengelolaan inovasi PLTMH & PLTB. Hal mana ditempuh karena kelembagaan formal yang sudah dibentuk belum sepenuhnya mampu untuk mengalihkan teknologi yang ada ke masyarakat. Upaya-upaya dan terobosan yang dilakukan unit lembaga litbang ini tentunya dilakukan dengan berbagai keterbatasan yang timbul karena berbagai sebab dan berpulang pada belum terencanakannya kegiatan secara matang. Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika - LIPI melakukan terobosan inovasi PLTMH melalui penelitian dan pengembangan yang hasilnya diterapkan dan diuji-cobakan pada kelompok masyarakat. Terobosan ini pada dasarnya ditempuh peneliti dengan pemahaman bahwa hasil penelitian harus dapat berfungsi sebagai pendorong kegiatan masyarakat dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan mereka. Dalam kenyataannya, berbagai kendala ditemukan dalam kegiatan ini yang berpulang kepada kesiapan teknologi yang akan diterapkan atau didifusikan, kemampuan peneliti dalam mengkoordinasikan kegiatannya dengan pemerintah daerah sebagai fasilitator, serta keterbatasan anggaran penelitian yang birokratis. Dalam kasus teknologi PLTMH ini, pertanyaan mendasar yang belum terjawab adalah sampai seberapa jauh keandalan suatu sistem teknologi dapat diterapkan di masyarakat, walaupun itu masih dalam proses uji coba atau penelitian. Hal ini perlu diperhatikan mengingat kerjasama yang berkelanjutan dibangun dengan dasar komunikasi dua arah dan kerjasama dilakukan untuk saling menguntungkan. Sehingga kegagalan sistem, baik karena adanya masalah sosial budaya maupun teknologi, berpotensi untuk melemahkan kerjasama ini. Oleh karena itu, walaupun masih dalam rangka penelitian setidaknya sistem yang terintegrasi sudah diuji cobakan dalam skala laboratorium sebelum diterapkan di masyarakat.

Secara bersamaan terobosan inovasi teknologi PLTB juga dilakukan Pusat Teknologi Dirgantara Terapan – LAPAN yang melakukan uji coba kelayakan teknologinya melalui kerjasama dengan pemerintah daerah. Hasil pengumpulan data dari penelitian ini menunjukkan bahwa kerjasama yang sudah dibangun antara lain dengan pemerintah daerah seperti , propinsi Sumatera Utara, DI Yogyakarta, pemda kepulauan Bangka Belitung, dan kabupaten Sumenep. Kegiatannya pada umumnya implementasi teknologi PLTB untuk pembangkit listrik. Sejalan dengan ini, unit litbang juga sudah melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi ITB untuk proses diseminasi dan industri seperti untuk Smart Aviation Indonesia, Indokomas Buana Perkasa, Prasetya Indra Barata, Kandiyasa Energi Utama, PLN (Persero) Litbang Ketenagalistrikan, untuk perancangan, pabrikasi dan atau pembuatan prototipe. Seperti halnya pada kasus penerapan teknologi PLTMH, penerapan teknologi PLTB oleh Pusat Teknologi Dirgantara – LAPAN juga terkendala oleh berbagai sebab. Hasil pengumpulan data melalui wawancara, FGD dan observasi memperlihatkan bahwa keandalan teknologi PLTB masih perlu ditingkatkan bersamaan dengan peningkatan efisiensi terkait pada biaya instalasi. Pengoperasian dan pemilihan lokasi PLTB tidak atau kurang sesuai

Page 129: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

129

karena kurangnya data potensi angin dan tata letak peralatan tidak ditunjang oleh studi atau penelitian yang komperhensif. Selanjutnya secara khusus perlu juga ditingkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia pengelola teknologi PLTB.

Hasil analisis tersebut di atas pada dasarnya sejalan dengan pendapat pakar dalam diskusi FGD, yaitu sebagai berikut:

Prioritas pertama yang perlu dilakukan adalah faktor Politik/kebijakan (baik pimpinan Lembaga/kebijakan nasional): Kebijakan dan kemauan baik pemerintah sangat menentukan apakah suatu teknologi merupakan prioritas dalam pengembangan dan penerapannya di masyarakat (perencanaan dan implementasi yang konsisten);

Prioritas ke dua adalah faktor Ekonomi: Pertimbangannya adalah nilai tambah bagi masyarakat, saat ini bahkan berkembang kepada ekonomi yang berdampak pada lingkungan (pencemaran lingkungan yang harus dibayar oleh masyarakat kedepan);

Prioritas ke tiga adalah faktor Sosial: Pertimbangan mengapa faktor sosial merupakan prioritas ketiga yang perlu diperhatikan terkait pada permasalahan yang kerap timbul di masyarakat dalam pemanfaatan teknologi hasil litbang, khususnya sistem PLTMH & PLTB. Kasus ini terkait pada sisi sosial kemasyarakatan, seperti manajemen operasional, SDM yang tersedia, penentuan harga jual listriknya, budaya masyarakat, dan sebagainya;

Prioritas ke empat adalah faktor Teknologi: Pada prinsipnya lembaga litbang mampu melakukan pengembangan teknologi dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat, baik dari sisi nilai jual alat (investasi awal yang rendah terhadap kwh output) maupun pemenuhan kebutuhan daya listriknya.

Lebih dalam analisis terhadap linkage lembaga litbang dan stakeholder menunjukkan bahwa inovasi PLTMH & PLTB yang dibangun lembaga litbang pemerintah LIPI maupun LAPAN terkait pada interaksi kelembagaannya terkesan unik dan merupakan proses pembelajaran dalam pengembangan produknya. Kerjasama yang sudah dibangun kerap kali terkendala faktor teknologi, oleh karena itu perlu kembali dipertanyakan sampai sejauh mana teknologi yang sudah dibangun lembaga litbang dapat diuji cobakan ke masyarakat. Hal ini perlu ditekankan karena konsep inovasi yang berkembang saat ini menunjukkan bahwa proses inovasi merupakan proses pembelajaran yang mengikut sertakan stakeholder. Sementara dari sisi yang lain, dipahami bahwa kerjasama dibangun berdasarkan tingkat kooperasi, penyelesaian konflik dan tingkat kepercayaan. Kegagalan implementasi PLTMH & PLTB karena ketidak-andalan teknologinya secara keseluruhan sangat mempengaruhi interaksi dengan stakeholder. Oleh karena itu alangkah baiknya jika teknologi yang akan diujicobakan (diimplementasikan atau didifusikan) ke masyarakat sudah melalui proses ujicoba secara keseluruhan di lembaga litbang yang bersangkutan.

Page 130: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

130

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan hasil analisis yang sudah dilakukan, pada priinsipnya inovasi teknolgi PLTMH & PLTB di lembaga litbang pemerintah sudah dilakukan, akan tetapi dalam kegiatannya masih ditemukan berbagai kendala sehingga kegiatan ini belum sepenuhnya berjalan dengan baik, terutama dalam proses difusi teknologinya. Lebih rinci pada bab ini akan disimpulkan hasil pembahasan analisis kegiatan inovasi PLTMH & PLTB di lembaga litbang pemerintah serta interaksinya dengan shareholder maupun stakeholdernya sebagai berikut:

3. Kebijakan nasional energi terbarukan dalam pemanfaatan energi terbarukan sudah cukup baik ditunjukkan dari terbitnya UU tentang energi, demikian pula kebijakan daerah yang ditunjukkan dari RKPD. Sementara itu kebijakan pimpinan terkait dengan aspek birokrasi dalam kegiatan inovasi Sistem PLTMH & PLTB di lembaga litbang pemerintah berpotensi sebagai penghambat proses inovasi karena menumbuhkan rutinitas kerja lembaga litbang pemerintah yang terkesan kaku dalam membangun kemampuan lembaga litbang untuk berinteraksi dengan lembaga litbang lainnya (shareholder) maupun dengan stakeholder.

4. Faktor ekonomi menunjukkan bahwa perlunya dipahami peningkatan nilai tambah bagi adopter dengan diterapkannya teknologi di daerahnya.

5. Faktor sosial berpengaruh dalam keberhasilan inovasi PLTMH & PLTB terkait pada kesesuaiannya dengan masyarakat pengguna. Ketidaksiapan masyarakat dalam menerima teknologi pengguna merupakan hambatan dalam proses inovasi, terutama dalam kegiatan sosialisasi dan difusi teknologinya.

6. Faktor teknologi terkait pada kesiapan teknologi sistem PLTMH & PLTB lembaga litbang pemerintah yang kurang menyebabkan masih memerlukannya pengujian sistem lebih lanjut agar didapatkan hasil yang optimum. Sistem yang belum teruji, jika diuji cobakan pada kelompok masyarakat dapat mempengaruhi persepsi masyarakat yang kurang baik terhadap teknologi hasil litbang. Oleh karena itu sampai seberapa besar keandalan suatu teknologi sistem PLTMH & PLTB untuk sampai pada tahap difusi dan penerapan merupakan hal yang penting dalam pengelolaan inovasi di lembaga litbang.

SARAN

Analisis terhadap pengelolaan inovasi teknologi PLTMH/ PLTB terkait pada rantai inovasi serta interaksi kelembagaan yang sudah dibangun adalah sebagai berikut:

Perlunya dibangun perencanaan kegiatan penelitian pengembangan PLTMH & PLTB yang berkelanjutan untuk perolehan produk litbang yang optimal, baik dalam koordinasi unit kelembagaan di dalam institusi maupun antar institusi. Pada sisi kebijakan perlunya sikap tegas dan kemampuan enterprenuer untuk mewujudkan produk litbang yang berdayaguna dalam peningkatan nilai

Page 131: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

131

tambah yang berujung pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Dengan demikian berarti, penyelenggaraan kegiatan litbang lebih didasarkan pada sikap profesionalisme dan bukan pada birokrasi yang terkesan kaku.

Perlunya penguatan kelembagaan litbang dengan membangun infrastruktur kelembagaan litbang yang didukung kebijakan pimpinan yang memprioritaskan inovasi sistem PLTMH & PLTB yang berujung pada peningkatan nilai tambah masyarakat pengguna (pengetahuan, ekonomi, dan lingkungan sosial).

DAFTAR PUSTAKA

Abdinagoro, Sri Bramantoro. 2003. 25 Langkah Menjalankan Bianis.Penerbit Republika. Jakarta.

Aiman, Syahrul dkk. 2007. Commerzialization Of Public R&D in Indonesia. ( www.unescap.org.tid/ projects/sisindo, diakses Oktober 2010)

Arianto, Gatot. 2010. Sudahkah Petani Merdeka?. (http://17-08-1945.blogspot.com/2010/08/koran-digital-gatot-irianto-sudahkah.html, diakses September 2010)

Chandra, Boby. 2009. Potensi Air Jawa Barat Bisa Penuhi Kebutuhan Listrik Ribuan Keluarga.http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2009/04/15/brk,20090415-170473,id.html, diakses Juni 2010)

Dewan Riset Nasional (DRN). 2006. Agenda Riset Nasional 2006 – 2009. (http://www.batan.go.id/ sjk/download/arn.pdf, diakses Juni 2010)

ESDM. 2008. Data Implementasi PLTMH 2008. Jakarta

Grubb, Michael. 2003. Analytic And Transatlantic Divisions In Responding To Climate Change. Presentation to HGDC seminar, Cambridge. (http://www.slidefinder.net/p/ppt00036/ 7509060, diakses Maret 2010)

Habibie,BJ. 2010. Beberapa Catatan tentang Kebutuhan Energi Indonesia Masa Depan. (http://tsdipura.files.wordpress.com/2010/02/2010-beberapa-catatan-tentang-kebutuhan-energi-indonesia-masa-depan_bjhabiebie.pdf), diakses Juni 2010.

Hasibuan, Malayu . 2003. Organisasi dan Motivasi : Dasar Peningkatan Produktivitas. PT. Bumi Aksara. Jakarta

Hendry. 2010. Iklim Organisasi. http://teorionline.wordpress.com/category/teori-iklim-organisasi, diakses Maret 2010)

IMIDAP. 2010. Potensi Listrik Jawa Timur. (http://imidap.mikrohidro.net/index.php?option= com_content&view=article&id=99:potensi-listrik-jawa-timur&catid=21:announcement&Itemid=57, diakses Juni 2010.)

Page 132: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

132

Kompas. 2008. Indonesia Power Targetkan 11 PLTMH di Jateng. (http://nasional.kompas.com/read/ 2008/08/07/19322397/Indonesia.Power.Targetkan.11.PLTMH.di.Jateng, diakses Juni 2010.)

Kompas. 2010. PLT Angin 10 MW di Sukabumi Pasok PLN. (http://www.alpensteel.com/article/47-103-energi-angin--wind-turbine--wind-mill/3821--bangun-pembangkit-listrik-tenaga-angin-dengan-melibatkan-pt-dirgantara-indonesia-dan-lipi.ht ml, diakses Juni 2010)

Kurniawan, Basuki. 2007. Mengapa Mikrohidro. Seminar Nasional Teknologi 2007- Jogyakarta. (http://www.scribd.com/doc/41521916/MENGAPA-MIKROHIDRO , diakses Juni 2010)

Maryono, Agus. 2008. Revolusi Energi Di Indonesia Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Sebagai Jawaban Krisis Listrik Di Indonesia. (http://elkace.wordpress.com/ 2008/02/18/pltmh-sebagai-jawaban-krisis-listrik-di-indonesia/, diakses Juni 2010)

Masyarakat Energi Angin Indonesia. 2010. Program Klaster Energi Angin. Sarasehan energi baru terbarukan (www.energiterbarukan.net, diakses Desember 2010)

Mulgan, Geoff; David Albury. 2003. Innovation In The Public Sector. (http://www.michaellittle.org/documents/Mulgan%20on%20Innovation.pdf, diakses Oktober 2010)

Mulyana. 2008. Peranan Komunikasi Dalam Difusi Teknologi. (http://wsmulyana.wordpress.com, diakses April 2009)

Niesen, Mark. 2001. Process Innovation. (web.nps.navy.mil/~menissen/mn3309/lectures/ m09l18.ppt, diakses April 2010)

Notodisuryo, Endro Utomo dkk. 2008. Peranan Energi Terbarukan Untuk Pembangkit Energi Listrik dan Transportasi, Diskusi Interaktif METI, Jakarta. (www.meti.or.id/, diakses Mei 2010)

OECD. 1999. Managing National Innovation Systems. OECD Publication. Paris.

Pemda Garut, 2009. Garut Potensial PLTB. (http://www.garutkab.go.id/pub/news/detail/3107-garut-potensial-pltb.html, diakses Juni 2010.)

Rahayu, Amy S. 2010. Lingkungan Organisasi. (xa.yimg.com/kq/groups/22999204/ .../TEORI+ORG +(LINGKUNGAN).ppt, diakses Maret 2010)

Reza, Muhammad. 2010. Konversi Energi - Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Air Untuk Pedesaan (Mikrohidro). (http://majalahenergi.com/forum/energi-baru-dan-terbarukan/energi-air/tf-2106-konversi-energi-sistem-pembangkit-listrik-tenaga-air-untuk-pedesaan-mikrohidro, diakses November 2010)

Rogers, Everett . 1983. Diffusion of Innovations. Free Press, London

Page 133: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

133

Rothwell, Roy. 1994. Towards the Fifth-generation Innovation Process. International Marketing Review, Vol 11No.1. MCB University Press.

Siahaan, Saut dkk. 2005. Studi Sistem Inovasi Serat Alam Ungul Sebagai Bahan Baku Substitusi Industri Tekstil. LIPI Press. Jakarta

Siahaan, Saut dkk. 2006. Studi Penguatan Sistem Inovasi Agro Industri Gula Nasional. LIPI Press. Jakarta

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Sumiarso, Luluk. 2010. Kebijakan Energi Baru dan Energi Terbarukan. Kementrian ESDM (http://www.esdm.go.id/, diakses November 2010)

Taufik, Tatang A. 2006. Kebijakan Inovasi di Indonesia: Bagaimana Sebaiknya. (www.scriebd.com/ doc/kebijakan, diakses Oktober 2010)

Van Ham, John. 2003. The CriticalSuccess Factors for the Commercial Application of Emerging Alternative Energy Technologies, Innovation in Alternative Energy. (www.thecis.ca/.../ John%20Van%20Hams%20prsentation%20March%2011%202003.pdf , diakses April 2010)

Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Prenada Galia, Jakarta

Winarno, Djoko. 2010. Pemanfaatan Energi Air: Minihidro dan PLTA di Indonesia. Sarasehan energi baru terbarukan (www.energiterbarukan.net, diakses Desember 2010)

Zhou, Changhui. 2007. Challenge in Innovation Research. Peking University Beijing. China.

Page 134: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

134

ANALSIS MODAL VENTURA DALAM PENINGKATAN INOVASI

Sri Mulatsih, Mohamad Arifin

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Modal ventura merupakan bagian dari pemecahan masalah di UKM, karena memberikan modal dalam bentuk saham atau obligasi konversi, dan tidak untuk melakukan investasi dalam rangka menerima dividen yang bersifat jangka pendek, tetapi bersama-sama dengan perusahaan pasangan usaha (PPU) untuk mengembangkan usahanya. PPU yang dimaksud disini adalah UKM yang memperoleh pembiayaan dari modal ventura. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan manfaat pembiayaan modal ventura terhadap kegiatan inovasi di UKM. Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah perusahaan yang di bawah PT Bahana Artha Ventura saja, yang berjumlah 21 PPU tersebar di Jogyakarta, Jawa Barat, dan Medan. Walaupun pemanfaatan modal ventura untuk kegiatan inovasi belum banyak, namun ada PPU yang melakukan pengembangan penemuan baru untuk meningkatkan inovasi sebesar 14,3%, yaitu jenis usaha makanan/minuman, konveksi dan pupuk. Selanjutnya sebanyak 4,8% PPU melakukan penelitian dan rekayasa untuk pengembangan usahanya yaitu jenis usaha permesinan. Dalam mengembangkan usahanya, PPU sudah ada yang bekerjasama/bermitra dengan perguruan tinggi, antara lain industri permesinan di bandung dengan ITB dan industri makanan di Sumatera Utara dengan USU.

Kata kunci: Inovasi, modal Ventura, UKM

PENDAHULUAN

Usaha kecil dan menengah (UKM) mempunyai peranan dalam perekonomian suatu negara ataupun daerah. Dalam beberapa dekade terakhir, UKM telah berhasil meningkatkan jumlah produksi, nilai ekspor, penyerapan tenaga kerja, inovasi baru dan peningkatan jumlah wirausaha baik di negara maju maupun di negara berkembang. Alasan-alasan yang mendasari negara berkembang terus berupaya mengembangkan UKM ini antara lain: karena kinerja UKM cenderung menghasilkan tenaga kerja produktif; sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi (Berry dalam Lestari, 2005).

Pada tahun 2007, sektor industri menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 22,4% dan meningkat menjadi 23% pada tahun 2008 (BPS, 2009). Sedangkan jumlah tenaga kerja industri yang terserap pada tahun

Page 135: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

135

2008 sebesar 12,24% pada industri skala kecil, menengah dan besar. Namun demikian, pada umumnya UKM Indonesia masih menghadapi berbagai kendala, antara lain: 1) modal kerja yang minim; 2) kurang tenaga kerja terampil; 3) mutu produk rendah; 4) biaya produksi tinggi (Wardoyo, 2003). Selain itu UKM pada umumnya masih memiliki keterbatasan akses finansial, keterbatasan kepemilikan teknologi, kemampuan manajerial rendah, keterbatasan jaringan pemasaran, adanya resistensi kepada lembaga keuangan perbankan, dan akhirnya bermuara pada rendahnya daya tawar produk UKM (Avnimelech,2003). Lebih jauh, akses terhadap permodalan dan tingginya biaya memperoleh kredit merupakan kendala mendasar bagi UKM untuk membiayai proses inovasinya.

UKM pada umumnya memiliki karakteristik untuk beresiko dan berbiaya transaksi tinggi dalam proses perolehan modal. Hal ini disebabkan karena lembaga keuangan (perbankan) harus melakukan pendataan lebih detail mengenai eksistensi perusahaan. Sementara itu UKM di Indonesia sebagian besar masih memiliki sistem manajemen pengelolaan aset dan sistem manajemen pengelolaan resiko yang terbatas. Sehingga lembaga keuangan (perbankan) harus mengeluarkan dana lebih banyak untuk mengantisipasi adanya kerugian dan biaya transaksi yang besar.

Seiring dengan kendala-kendala yang dihadapi UKM ini, pemerintah pernah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Ketentuan pelaksanaan lembaga pembiayaan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan yang kemudian telah diubah dengan KMK Nomor 468/KMK.017/1995. Berdasarkan ketentuan ini, lembaga pembiayaan melakukan kegiatan meliputi bidang usaha, diantaranya adalah modal ventura.

Modal ventura merupakan bagian dari pemecahan masalah di UKM, karena modal ventura merupakan modal dalam bentuk saham atau obligasi konversi, dan tidak untuk melakukan investasi dalam rangka menerima dividen yang bersifat jangka pendek, tetapi bersama-sama dengan perusahaan pasangan usaha (PPU) untuk mengembangkan dan meningkatkan nilai dari PPU. Dalam Keppres tersebut disebutkan bahwa perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu PPU, untuk : 1) pengembangan suatu penemuan baru, 2) pengembangan perusahaan yang pada tahap awal usahanya mengalami kesulitan dana; 3) membantu perusahaan yang berada pada tahap pengembangan; 4) membantu perusahaan yang berada dalam taraf kemunduran usaha; 5) pengembangan proyek penelitian dan rekayasa; 6) pengembangan pelbagai penggunaan teknologi baru dan alih teknologi baik dari dalam dan dari luar negeri; 7) membantu pengalihan perusahaan.

Pada tahun 2006 jumlah perusahaan modal ventura tercatat ada 52 perusahaan (PMV), terdiri atas 20 perusahaan swasta nasional, 6 perusahaan patungan, dan 26 perusahaan modal ventura daerah (PMVD). Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah PMV aktif sampai dengan 2007 hanya 34 perusahaan dengan total akumulasi investasi sebesar Rp 3,05 trilyun dengan akumulasi jumlah PPU sebesar 18.971 unit ( sumber PT BAV, 2010).

Page 136: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

136

Dalam mengemban misi untuk memberdayakan dan menumbuh-kembangkan UKM agar dapat berkompetisi di arena global, PT BAV menyusun program pendampingan manajemen untuk perkembangan UKM yang meliputi seluruh aspek yang terkait dengan perkembangan UKM, yaitu mencakup : a) training/workshop, b) iptek, c) manajemen, d) akses pasar, dan e) pengembangan produk.

Berdasarkan uraian di atas dan mengingat besarnya potensi pendanaan dari modal ventura yang diharapkan untuk mendorong kegiatan inovasi di sektor industri, seperti yang telah dilakukan PT. BAV, maka perlu evaluasi terhadap peran perusahaan modal ventura terhadap pelaksanaan kebijakan pembiayaan modal ventura yang memfokuskan terhadap pencapaian dan peningkatan inovasi, khususnya di UKM. Salah satu langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemetaan inovasi yang dilakukan oleh UKM (dalam hal ini PPU) dari pembiayaan modal ventura.

Beberapa penelitian dan tulisan mengenai modal ventura telah dilakukan, namun demikian studi yang berkaitan dengan dampak keberadaan modal ventura terhadap inovasi di sektor UKM masih relatif terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan baik kepada pembuat kebijakan maupun kepada PMV dan PPU dalam meningkatkan inovasi di UKM Indonesia agar berdaya saing baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan manfaat pembiayaan modal ventura terhadap kegiatan inovasi di UKM

METODE PENELITIAN

Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengisian lembar pertanyaan (kuesioner) serta wawancara (interview) dengan beberapa narasumber dan responden. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur dan dokumentasi berupa naskah kebijakan pemerintah, kebijakan perusahaan, bahan kepustakaan dalam bentuk buku, laporan hasil penelitian, jurnal serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Sampel

PPU yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah perusahaan yang di bawah PT Bahana Artha Ventura saja. Dalam menentukan sampel terpilih, terlebih dahulu perlu mengetahui kerangka sampel (sampling frame) yang berisi nama PPU di setiap PMVD yang akan digunakan sebagai dasar pengambilan sampel. Hasilnya diperoleh bahwa sekitar 90% PPU yang memperoleh pembiayaan dari modal ventura adalah sektor perdagangan dan jasa yang dianggap kurang melakukan kegiatan inovasi dalam usahanya. Dan hanya 2,17% PPU yang bergerak di sektor

Page 137: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

137

industri yang sebagian besar tersebar di Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Atas pertimbangan tersebut dan terbatasnya dana penelitian, maka pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling (sampling kebijaksanaan) dan convinience sampling (sampling kemudahan) dengan memilih PMVD di Yogyakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. Karena teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan non probability sampling (metode tak acak), maka hasilnya tidak dapat digunakan untuk mengeneralisasi populasi. Selanjutnya adalah menentukan perusahaan pasangan usaha (PPU) pada setiap PMVD secara subyektif, yang meliputi PMVD Yogyakarta 9 PPU, PMVD Jawa Barat 5 PPU, dan PMVD Sumatera Utara sebanyak 7 PPU. Variabel Operasional

Untuk mempermudah pemahaman terhadap variabel-variabel yang tercakup dalam penelitian ini, perlu dicantumkan pembatasan pengertian sesuai dengan konteks dan lingkup penelitian yang dituangkan melalui variabel operasional, sebagai berikut :

Tabel 1. Variabel Operasional Penelitian

No. Konsep Variabel

1 Pelaksanaan Pembiayaan Modal Ventura

a.Lamanya perusahaan memperoleh pembiayaan dari PMVD. b.Jenis pembiayaan yang diminati dalam penyertaan modal ventura. c.Pertimbangan memilih sumber pembiayaan modal ventura.

2 Kebutuhan PPU terhadap Penyertaan Modal

a.Jenis kebutuhannya apa b.Pembiayaannya apa digunakan untuk inovasi

3 Proses dan Outcome Penyertaan Modal Ventura

a.Semenjak memperoleh biaya dari modal ventura apa terjadi peningkatan produksi. b.Berapa kali peningkatan produksinya. c.Alasan peningkatan produksinya. d.Mitra perusahaan e. hambatan dan kesulitan dalam inovasi

Page 138: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

138

Metode Analisis

Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan pertama-tama adalah analisis deskriptif yang terdiri dari analisis tabel yang digunakan untuk mengetahui perbedaan karakteristik responden di setiap PPU. Kemudian dilanjutkan dengan analisis kualitatif dari wawancara dengan stakeholders di Perusahaan modal ventura. Adapun pengolahannya menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS). Alur pikir metodologi penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Bagan. Kerangka Metodologi

Phase Procedure Product

Quantitative

Data Collection

Cross sectional survey (n=21)

numeric data categorie data

Quantitative Data Analysis

Frequencies SPSS V.12

Descriptive Statistics

Conecting Quantitative and

Qualitative Phases

Purposive 3 PMVD Developing interview questions

Cases (n=3) interview protocol

Qualitative

Data Collection

Individual in-depth with 3 PMVD Individual indept with 21 PPU

Text data (interview transcripts, documents, artifact description Image data (photographs)

Qualitative Data Analysis

Coding and thematic analysis Within-case and across-case theme development Cross-thematic analysis

Visual model of multiple case analysis Codes and themes and categories Cross- thematic matrix

Integration of the Quantitative and

Qualitative Phases

Interpretation and explanation of the quantitative and qualitative result

iscussion mplications uture Research

Sumber : Nataliya V. Ivankova (2006)

ANALISIS PEMBIAYAAN MODAL VENTURA DALAM PENINGKATAN INOVASI

Peta Kegiatan Inovasi yang Dilakukan PPU

Tiga kota yang diambil sebagai sampel dalam penelitian ini yaitu Bandung, Yogyakarta, dan Medan menjadi letak perusahaan modal ventura daerah. Seperti diketahui bahwa PT. Bahana Artha Ventura sebagai perusahaan modal ventura

Page 139: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

139

nasional yang cukup besar, dalam mengoperasionalkan perannya sebagai lembaga pembiayaan dibantu oleh 27 PMVD yang tersebar di seluruh Indonesia.

Berdasarkan informasi temuan lapangan bahwa masing-masing PMVD ada perbedaan dalam menerapkan kebijakan/program pemerintah tentang modal ventura. Lembaga pembiayaan modal ventura daerah merupakan kepanjangan tangan dari perusahaan modal ventura, dalam hal ini BAV sebagai perusahaan modal ventura BUMN berperan mengembangkan dananya melalui PMVD itu kepada PPU.

PT.Sarana Yogya Ventura mempunyai visi dan misi sesuai dengan kebijakan pemerintah bahwa penyertaan modal ventura kepada PPU itu mencakup 7 tujuan, antara lain: a) pengembangan penemuan baru; b) pengembangan perusahaan yang mengalami kesulitan dana; c) membantu perusahaan dalam taraf pengembangan; d)membantu perusahaan yang berada dalam tahap kemunduran; e) pengembangan proyek penelitian dan rekayasa, dsb. Sementara untuk Bandung dan Medan (Sarana Jabar Ventura dan Sarana Sumut), dalam menampilkan visi, misi dan tujuannya tidak menjelaskan tentang kegiatan inovasi seperti yang tertuang dalam 7 unsur tersebut.

Pada proses pengajuan pembiayaan modal ventura di tiga lokasi itu, pada umumnya memang tidak disebutkan persyaratan yang menjelaskan mengenai kegiatan inovasi. Sehingga PPU yang memperoleh dana juga tidak terlalu memperhatikan manfaat khusus untuk kegiatan inovasi. Dengan mengidentifikasi hasil temuan diketahui bahwa PPU yang cenderung melakukan inovasi di 3 kota itu dikelompokkan kedalam 6 kelompok usaha, yaitu: 1) makanan/minuman; 2) kerajinan; 3) konveksi; 4) perdagangan/jasa, 5) permesinan; dan 6) pupuk.

Modal yang digunakan menurut kebutuhan

Modal yang diterima oleh 21 PPU dari tiga PMVD yang diteliti diharapkan untuk kebutuhan peningkatan inovasi produksi mereka, seperti yang tercantum dalam kebijakan pemerintah dalam program pembiayaan modal ventura. Ada 7 tujuan pemerintah dalam penyertaan modal ventura kepada PPU. Berdasarkan temuan lapangan, manfaat pembiayaan modal ventura yang diterima PPU ini umumnya adalah untuk pengembangan usaha sebagai bagian dari tujuan penyertaan modal ventura, sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini.

Page 140: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

140

Sumber : Hasil survey 2010 diolah tim

Gambar 1. Pemanfaatan Modal Ventura menurut Kebutuhan

Keterangan :

a. Perusahaan yang berada pada tahap kemunduran, berada pada tahap pengembangan dan pengembangan penemuan baru

b. Perusahaan yang berada pada tahap pengembangan dan mengalami kesulitan dana

c. Pengembangan suatu penemuan baru

d. Perusahaan yang berada pada tahap kemunduran dan pengembangan suatu penemuan baru

e. Perusahaan yang berada pada tahap pengembangan dan penemuan baru

f. Perusahaan yang berada pada tahap pengembangan

g. Pengembangan perusahaan yang mengalami kesulitan dana

h. Pengembangan suatu penemuan baru, penelitian dan rekayasa

i. Perusahaan yang berada pada tahap pengembangan dan penggunaan teknologi baru

j. Perusahaan yang mengalami kesulitan dana penelitian dan rekayasa

k. Lainnya

Tampak bahwa dari 21 PPU, sebesar 14,3% PPU memanfaatkan pembiayaan modal ventura ini untuk kebutuhan pilihan 1 yaitu pengembangan suatu penemuan baru, tercakup didalamnya adalah pengembangan produksi dan inovasi dengan ide-ide baru untuk menciptakan model dan produk baru. Kemudian sekitar 10% PPU menggunakan modal ventura ini untuk kebutuhan karena kesulitan dana dan untuk pengembangan, sementara 10% PPU menggunakan modal untuk kebutuhan 1,2,3 dan 4, artinya PPU tersebut memang butuh modal untuk pengembangan usaha karena mengalami kemunduran dan kekurangan dana dan mereka ini juga bergairah mencari ide untuk meningkatkan produksi.

Page 141: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

141

Alasan Peningkatan Produksi

Upaya meningkatkan produksi itu membutuhkan modal, dan ini diakui oleh PPU walaupun dalam jumlah yang relatif berbeda-beda kebutuhannya tergantung dari jenis usaha dan bentuk produknya. Kebutuhan untuk meningkatkan produksi ini dilandasi oleh beberapa alasan, antara lain : 1) untuk meningkatkan kualitas/mutu produk; 2) kebutuhan tenaga terlatih; 3) untuk membeli mesin baru; 4) mengurangi kebutuhan material; 5) membuat produk baru; 6) untuk memperluas pasar.

Alasan-alasan ini memberi gambaran tentang kondisi produksi dari 21 PPU sebelum dan setelah menerima pembiayaan dari perusahaan modal ventura daerah. Hasilnya adalah menunjukkan bahwa 10% PPU ingin meningkatkan mutu produk, memiliki tenaga kerja terlatih dan memperluas pemasaran. Sementara 10% PPU lainnya menginginkan kualitas/mutu produknya meningkat, juga ingin membuat produk baru dan memperluas pasar serta permintaan bertambah. Demikian pula 10% PPU juga ingin meningkatkan mutu produk, memiliki tenaga terlatih, bisa menghasilkan produk baru dan memperluas pasar. Dan PPU yang lain pada umumnya ingin produknya berkualitas, punya tenaga terlatih, menghasilkan produk baru dengan mesin baru, sehingga permintaan bertambah dan pasar meluas.

Matrik Kegiatan inovasi yang dilakukan PPU

Data kualitatif yang dipetakan dalam bentuk matrik di bawah ini merupakan deskripsi atau penjelasan terhadap kegiatan inovasi yang dilakukan oleh 21 PPU yang dibiayai PMVD di Bandung, Yogyakarta, dan Medan tercakup dalam 6 kelompok usaha. Di bawah ini dapat dilihat peta kegiatan inovasi yang dilakukan oleh 21 PPU dalam matrik data kualitatif.

Tabel 2. Matrik kegiatan inovasi yang dilakukan PPU di 3 PMVD

Jenis usaha

Hasil inovasi Nilai tambah Hambatan

1.Makanan/minuman

-Penghematan energi -Pengemasan produk -Variasi rasa kue -Penyaring air minum -Pasteurisasi jamur -Mengolah limbah singkong

-Penghematan energi mengurangi biaya produksi -Meningkatkan kualitas produk -Meningkatkan penjualan/pasar -Meningkatkan nilai ekonomis dan lingkungan -Membentuk plasma jamur (kumpulan usaha jamur) dalam badan hukum -Menghasilkan air minum menyehatkan

Banyak saingan, sehingga harus terus meningkatkan kualitas produk (inovasi), memperluas pasar, dan menambah modal. Tidak/belum ada lembaga litbang khusus yang menangani budi daya jamur. Mengajukan hak paten dan merk dagang membutuhkan biaya dan wkt lama

Page 142: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

142

2.Kerajinan ide menciptakan model baru, mendesain sampai dengan membuat contoh (sampel) produk

-Meningkatkan mutu -Memperluas pasar -Meningkatkan ilmu dan pengalaman

Untuk melakukan inovasi perlu modal lebih besar

3.Konveksi Ide membuat sprei dari kain perca Ide membuat model pakaian jadi

Memanfaatkan limbah/sisa potongan kain shg bernilai ekonomis

Perlu modal untuk membiayai inovasi. Keterbatasan pemasaran

4.Permesinan Membuat pegas dan mesin lain berkualitas setara dengan mesin impor (l bantalan untuk meredam getaran dan kebisingan, alat pengatur tekanan air,

-meredam kebisingan -eliminasi keretakan, penghemat pemakaian air -mengurangi biaya produksi

5.Pupuk Mengolah bahan baku tanah pegunungan dengan mesin menjadi pupuk dolomit (serbuk) dan cisrite (butiran

Menyuburkan tanah terutama untuk jenis tanaman keras

Perlu modal untuk biaya produksi. Utk jangka panjang tergantung dr sumber daya alam

6.Perdagangan /Jasa

Membeli peralatan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan

Meningkatkan : nilai ekonomis, pelayanan kesehatan, dan menaikkan peringkat tipe rumah sakit

Perlu modal untuk membeli teknologi/peralatan ruang ICU untuk meningkatkan pelayanan

Sumber : Hasil survey 2010 diolah tim

Dari matrik di atas menjelaskan bahwa PPU yang melakukan kegiatan inovasi pada 6 kelompok usaha, masing-masing kelompok usaha ada yang sudah menghasilkan beragam inovasi dan nilai tambah. Pada umumnya nilai tambah yang dihasilkan itu berdampak pada nilai ekonomis meliputi peningkatan mutu produk, dan pengurangan biaya produksi. Hal ini diharapkan dapat memotivasi PPU dalam meningkatkan dan mengembangkan usaha. Hambatan yang dihadapi oleh PPU secara umum yang menonjol adalah faktor modal yang akan digunakan untuk pembiayaan usaha. Sedangkan faktor kualitas juga sangat diperlukan, sehingga perlu melakukan inovasi.

Manfaat Pembiayaan Modal Ventura Terhadap Peningkatan Inovasi

Analisis mengenai manfaat pembiayaan modal ventura terhadap peningkatan inovasi di perusahaan pasangan usaha (PPU) dapat dilihat dari dua (2) aspek, yaitu: a). Aspek teknologi; b). Aspek ekonomi. Kedua aspek utama tersebut dengan berbagai karakteristiknya akan dianalisis guna mengetahui keberhasilan pembiayaan modal ventura untuk meningkatkan inovasi di PPU.

Page 143: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

143

Parameter dari kedua aspek tersebut adalah:.

a) Aspek teknologi (meliputi teknologi proses dan produk) Parameter yang akan digunakan adalah: a). sejauhmana perubahan teknologi itu terjadi di PPU; b). peningkatan kemampuan teknologi di PPU (kemampuan untuk memodifikasi dan mengembangkan teknologi yang digunakan kearah yang lebih efisien); c). menghasilkan produk yang baru yang secara signifikan berbeda dengan produk yang sebelumnya.

b) Aspek Ekonomi Parameter yang diukur adalah: a). nilai tambah dan produktivitas tenaga kerja; b).adanya produk baru yang lahir yang dipengaruhi secara tidak langsung dari pembiayaan modal ventura.

Seluruh PPU yang menjadi obyek penelitian menyatakan bahwa jenis pembiayaan yang diminati adalah pola bagi hasil, dan tidak ada yang berminat penyertaan saham langsung dan obligasi konversi. Pada tabel di bawah ini terlihat distribusi PPU berdasarkan jenis usaha dan pembiayaan bagi hasil yang diminati adalah sebagai berikut.

Sumber: Hasil survey 2010 diolah tim

Gambar 2. Distribusi PPU Menurut Jenis Usaha dan Pembiayaan Yang

Diminati

Pada gambar di atas terlihat bahwa jenis usaha pembiayaan bagi hasil yang diminati PPU untuk memperoleh pembiayaan adalah untuk usaha makanan/minuman sebesar 42,8%, kemudian diikuti jenis usaha

Page 144: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

144

perdagangan/jasa 23,8%, usaha kerajinan sebesar 19% dan usaha konveksi, permesinan dan pupuk masing-masing sebesar 4,8%.

Berdasarkan hasil lapangan belum terlihat banyak adanya pemanfaatan modal ventura untuk kegiatan inovasi. Namun demikian tampak bahwa ada PPU yang melakukan pengembangan penemuan baru untuk meningkatkan inovasi sebesar 14,3%, yaitu jenis usaha makanan/minuman, konveksi dan pupuk. Selanjutnya sebanyak 4,8% PPU melakukan penelitian dan rekayasa untuk pengembangan usahanya yaitu jenis usaha permesinan. Kemudian ada sebuah perusahaan makanan/minuman yang melakukan penemuan baru, penelitian dan rekayasa untuk pengembangan usahanya. Dalam mengembangkan usahanya, PPU sudah ada yang bekerjasama/bermitra dengan perguruan tinggi, antara lain industri permesinan di bandung dengan ITB dan industri makanan di Sumatera Utara dengan USU.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

a) PPU belum sepenuhnya memanfaatkan pembiayaan modal ventura untuk inovasi, namun demikian dari hasil lapangan tampak bahwa ada PPU yang melakukan pengembangan penemuan baru untuk meningkatkan inovasi sebesar 14,3%, yaitu jenis usaha makanan/minuman, konveksi dan pupuk. Selanjutnya sebanyak 4,8% PPU melakukan penelitian dan rekayasa untuk pengembangan usahanya yaitu jenis usaha permesinan. Kemudian ada sebuah perusahaan makanan/minuman yang melakukan penemuan baru, penelitian dan rekayasa untuk pengembangan usahanya.

b) Dalam meningkatkan usahanya, 25% dari 21 PPU ada yang menyatakan bermitra dengan pihak lain diantaranya dengan ITB, USU, dan litbang pemerintah.

c) Inovasi yang dihasilkan mencakup dua jenis, yaitu inovasi produk (inovasi penyaringan air tanah menghasilkan air untuk kesehatan) dan inovasi proses (kerajinan: kap lampu, keripik singkong, pupuk, mesin; perdagangan/jasa). Dari inovasi yang dihasilkan tersebut ada yang mampu menciptakan energi panas dan pengolahan limbah singkong yang berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan perekonomian daerah.

Saran

a) Perusahaan modal ventura (PMV) dan PMVD masih dibutuhkan oleh UKM dalam memperoleh pembiayaan, terutama dalam meningkatkan inovasi dan mengembangkan usaha.

b) Perlu pembinaan yang berkaitan dengan kualitas SDM di UKM, agar mampu meningkatkan kualitas produk dari hasil inovasinya.

c) PMV dan PMVD perlu mensosialisasikan tujuh point penting kepada UKM, agar mereka mengetahui bahwa ada kegiatan penemuan baru atau penelitian dan rekayasa yang bisa dibiyai.

Page 145: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

145

DAFTAR PUSTAKA

ADB. 2009. Membangun Potensi Sumber Daya Keuangan Dalam Negeri Indonesia: Peran Lembaga Keuangan Non-Bank. Websi

ADB. 2009. Membangun Potensi Sumber Daya Keuangan Dalam Negeri Indonesia: Peran Lembaga Keuangan Non-Bank. Website: www.worldbank.org/id Akses Februari 2009

Avnimelech, Gil and Teubal, Morris. 2003. From Direct Government Support Of Innovative Sme’s To Venture Capital/Private Equity(Vc/Pe): A Three Phase Policy Model based on the Israeli Experience .www.sofofa.cl/BIBLIOTECA_Archivos/Tecnologia/2004/03/16_teubal.ppt Akses Februari 2009

Bahana Artha Ventura, PT. 2009. Industri Modal Ventura di Indonesia. Jakarta.

Bishop, Bob. 1996. Venture Capital in The United Kingdom, dalam Venture Capital and Innovation. OECD. Paris.

Chelimsky, Eleanor. 1989. Program Evaluation, Patterns and Directions, Second edition. Washington DC : The American Society for Public Administration.

Fox, James W. 1996. The Venture Capital Mirage Assessing USAID Experience With Equity Investment. USAID Program and Operations Assessment Report No. 17. www.usaid.gov/pubs/usaid_eval/pdf_docs/pnaby220.pdf Akses Februari 2009

Ikhwan, Andi. 2001.Strengthening venture capital company as a source of mid-term finance for sme in Indonesia (bahasa indonesia). ADB Technical Assistance: SME Development State Ministry for Cooperatives & SME. www.bappenas.go.id/index.php?module=Filemanager&func=download& pathext=ContentExpress/&view.../venture%20capital, Akses Februari 2009

Ivanka, Natalyia V, Creswell, John W, Stick, Sheldon L. Using Mixed-Methods Sequential Explanatory Design : From Theory to Practice. University of Alabama at Birmingham, University of Nebrasca-Lincoln. Field Methods, Vo. 18 No. 1 February 2006.

John M. Owen. 1999. Program Evaluation Forms and Approaches. London : Sage Publication.

Jones, Charles O. 1977. An Introduction to The Study of Public Policy, Third edition. California : Cole publishing Company.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. 1988. Jakarta.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 58/KMK.017/1999 Tentang Pengawasan Kegiatan Perusahaan Modal Ventura Daerah. 1999. Jakarta

Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia Nomor 31/KEP/M/.KUKM/IV/2002 Tentang Rencana Tindak Jangka Menengah Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (RTJM-UKM)

Page 146: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

146

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan.1988. Jakarta.

Malaysian Venture Capital Development Council. www.mcdc.com.my/details diakses 10 Maret 2010

OECD, 1996. Venture Capital and Innovation. Paris

Prelipcean, Gabriela and Boscoianu , Mircea .2005. Venture Capital Strategies for Innovative SME’s. University “Stefan cel Mare” Suceava. steconomice.uoradea.ro/anale/volume/2008/v4-management-marketing/093. pdf – Akses Februari 2009.

Puguh. 2001. Peran strategis modal ventura bagi perkembangan usaha kecil. www.pusatartikel.com/index.php?print/id:1016,pdf Akses Februari 2009

Rahayu, Sri Lestari, 2005. Analisis Peranan Perusahaan Modal Ventura Dalam Mengembangkan UKM di Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan. Edisi Khusus. Jakarta.

Saputra dkk. 2008. Studi Inovasi Industri Farmasi. LIPI Press 2008

Solomon, Adam, 1996. Venture Capital in The United States, dalam Venture Capital and Innovation, OECD. Paris.

Wardoyo. 2006. Modal Ventura Salah Satu Alternatif Pembiayaan Ukmk. wardoyo.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/200/modal+ventura.pdf Akses Februari 2009.

Yasui, Masaya, 1996. Venture Capital in Japan dalam Venture Capital and Innovation. Organisation For Economic Co-operation and Development (OECD). Paris.te: www.worldbank.org/id Akses Februari 2009

Page 147: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

147

KEMITRAAN LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRI DALAM MENDUKUNG DAYA SAING: KASUS UPT BPPTK DAN PUSLIT KIMIA

LIPI

Iin Surminah, Aziz Taba Pabeta, Achmad Fatony, dan Purnama Alamsyah

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Program dan kegiatan Lembaga Litbang perlu diarahkan dan berorientasi pada pemecahan masalah industri melalui kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution). Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah: (1) memetakan cara-cara membangun kemitraan antara Lembaga Litbang dengan Industri; faktor-faktor yang mendukung terbangunnya kemitraan antara lembaga litbang dengan industri; apakah dalam membangun kemitraan telah mempertimbangkan daya saing; dan kendala-kendala kemitraan antara lembaga litbang dengan industri(khususnya unit litbang) dan (2) merumuskan konsep kemitraan Lembaga Litbang dengan industri dalam mendukung daya saing. Kemitraan yang dibangun oleh Puslit Kimia-LIPI dan UPT BPPTK-LIPI didasarkan pada hasil penelitian dan pengembangan (litbang), kemudian dari hasil litbang tersebut dimitrakan dengan pengguna (industry/UKM/masyarakat). Kemitraan yang dibangun didasarkan pada program dan kegiatan litbang yang telah direncanakan terlebih dahulu, baik yang didasarkan pada justifikasi para peneliti maupun kebutuhan/pemecahan masalah yang dihadapi industry/UKM/masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan Soft Systems Methodology (SSM) yang didasarkan pada kategorisasi kemampuan organisasi litbang dalam membangun kemitraan dengan Industri untuk mendukung daya saing. Penggunaan SSM untuk menganalisis permasalahan yang tidak terstruktur seperti yang terjadi antara Lembaga Litbang dengan Industri. Belum terbangunnya permasalahan dengan jelas dan terdefinisikan dengan baik, dianggap sesuai dengan pendekatan Soft Systems Methodology (SSM), yang menggunakan pendekatan secara sistemik dengan model-model sistem (Checkland 1993). Hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (1). Pada umumnya peneliti yang bekerja sangat concern untuk mendapatkan hasil yang terbaik, tetapi kurang/belum memperhatikan masalah keekonomian bila hasil litbangnya akan diaplikasikan dalam bisnis; (2). Pengembangan jejaring ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai suatu konsekuensi dari sifat ilmu pengetahuan dan teknologi yang universal dan dinamis tidak dapat dibatasi sekat-sekat administratif; (3). Kemampuan dan pengalaman Puslit dan UPT perlu peningkatan lagi untuk sampai pada tahap dimanfaatkan oleh pihak industry, karena kemitraan yang terbangun hanya membantu mengembangkan industri kecil dan masyarakat yang bersifat jangka pendek.;

Page 148: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

148

(4). Sebagai unit penelitian, pengembangan, penerapan, dan perekayasaan hasil litbang harus secara terencana untuk membangun kemampuan dan keahlian disertai pengalaman, program konsultasi, program kontrak riset, pembinaan teknis, sampai pada inovasi teknologi untuk produk baru unggulan yang berdaya saing. Kata Kunci: Kemitraan, Lembaga Litbang, Daya Saing

PENDAHULUAN

Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SINASIPTEK), pada intinya mengamanatkan bahwa pembangunan ekonomi harus didukung oleh peran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Salah satu amanat dalam Undang-Undang tersebut terbangunnya interaksi unsur lembaga litbang, perguruan tinggi dengan industri/UKM. Unsur lembaga litbang dan perguruan tinggi sebagai pemasok iptek, sedangkan pihak industri/UKM sebagai pengguna iptek.

Peran iptek sekaligus perekat dalam membangun kemitraan, yang diharapkan menghasilkan berbagai inovasi untuk dimanfaatkan oleh pihak industri/UKM agar produknya mampu bersaing di pasar bebas. Sehingga dapat mendorong percepatan pembangunan ekonomi nasional.

Berbagai upaya dilakukan oleh lembaga litbang sebagai pemasok iptek, termasuk merumuskan dan menformulasikan konsep-konsep inovasi iptek yang dapat menjawab dan membantu pemecahan permasalahan di industri/UKM. Namun hingga memasuki era globalisasi ini tampak dengan nyata ketidakberdayaan/ketidakmampuan lembaga litbang mengambil peran-peran yang strategis tersebut, dan hal ini nyaris kehilangan kepercayaan rakyat, industri dan Pemerintah.

Di negara-negara maju, peran lembaga litbang sangat strategis dalam menghasilkan produk industri yang inovatif, unggulan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan menguasai pasar bebas dunia. Salah satu kelemahan industri dalam negeri adalah mempertahankan dan mengamankan pasar domestik. Dukungan hasil litbang yang inovaif tidak kunjung dapat membantu produk industri agar mampu bersaing dengan produk impor, juga dalam waktu yang sama tidak mampu mengantisipasi pasar bebas dunia yang terbuka luas untuk berkompetisi dengan produk dari berbagai negara.

Sejak diberlakukannya perdagangan bebas di kawasan ASEAN (AFTA) pada tahun 2003, Asia pasific (APEC) mulai 2003/2008, CAFTA (China Asean Free Trade Agreement) mulai 2010 menjadi tantangan terbesar bagi bangsa Indonesia. Strategi membangun kemitraan lembaga litbang dengan industri/UKM harus lebih dijamin melalui langkah-langkah yang strategis yang didukung oleh kebijakan nasional tentang kemitraan menuju daya saing produk industri indonesia.

Dalam kemitraan Lembaga Litbang dengan industri/UKM dan masyarakat diperlukan berbagai pendekatan agar diperoleh informasi yang meyakinkan

Page 149: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

149

bahwa hasil litbang mampu dan dapat memenuhi kebutuhan dan pemecahan permasalahan industri/UKM/masyarakat. Beberapa pendekatan yang banyak dilakukan di negara-negara industri maju perlu diadopsi, dan didukung regulasi/kebijakan dan respon langsung Pemerintah.

PERMASALAHAN

Berbagai permasalahan dari hasil penelitian ini yang dikemukakan sebagai gambaran yang perlu disikapi oleh pihak-pihak terkait terutama dalam membangun kemitraan yang saling menguntungkan. Permasalahan dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut

1. Belum terumuskannya program pengembangan yang dapat dihasilkan oleh UPT BPPTK sebagai produk teknologi yang dapat diterima oleh pihak industri/UKM maupun masyarakat umum. Program pengembangan tampaknya belum cukup untuk diandalkan sebagai produk teknologi yang dapat mitrkan dengan industri/UKM maupun masyarakat;

2. Belum menggambarkan sejauh mana modal usaha dan investasi yang diperlukan untuk membangun teknologi dan harga yang pantas untuk bersaing di pasar bebas. Selain itu produk teknologi yang ditawarkan belum dibekali standar mutu yang bertaraf nasional bahkan internasional sesuai era global yang penuh persaingan dan kompetisi.

3. Bagi pihak industri/UKM dan masyarakat umum, memerlukan produk pengembangan dari produk yang selama ini sudah diproduksi. Sebab dengan produk yang sudah ada dan dilakukan inovasi teknologi tidak terlalu sulit bagi industri/UKM untuk menerima penawaran dari Puslit Kimia dan UPT BPPTK.

4. Industri/UKM dan masyarakat umum belum dapat menerima dan menjadikan produk pengembangan teknologi sebagai solusi membangun usahanya. Oleh karena itu Puslit Kimia dan UPT BPPTK perlu dalam menyusun program pengembangan melakukan kajian tentang sejauh mana produk tersebut masih memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan di mana mutu dapat ditingkatkan untuk kemudian mampu bersaing di pasar bebas.

5. Industri/UKM yang selama ini bergerak dalam produk yang sudah di pasarkan, tidak begitu mudah dapat menerima produk teknologi yang ditawarkan oleh lembaga litbang untuk suatu produk baru, yang diperlukan berbagai investasi dan hal ini sulit dapat dipenuhi oleh industri/UKM dan masyarakat umumnya.

6. Pihak industri tampaknya lebih siap menerima pengembangan produk/teknologi, sebagai contoh UKM Produk Kacang dan Mete serta Gudeg dalam kemasan. Keduanya adalah produk yang sudah lama di pasarkan, namun memerlukan inovasi teknologi untuk meningkatkan nilai tambah produknya dan daya saingnya di pasar bebas sesuai tuntutan era global.

Page 150: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

150

TUJUAN PENELITIAN

Sebagai upaya mencari solusi dari permasalahan dalam membangun kemitraan lembaga litbang pemerintah dengan industri/UKM terutama dalam menghadapi era globalisasi yang menuntut berbagai persyaratan mutu produk dan pelayanan yang berdaya saing, sehingga tujuan penelitian ini adalah :

1. Memetakan cara-cara membangun kemitraan antara Lembaga Litbang dengan Industri;

2. Faktor-faktor yang mendukung terbangunnya kemitraan antara lembaga litbang dengan industri;

3. Pertimbangan daya saing dalam membangun kemitraan dan kendala-kendala yang dihadapi dalam membangun kemitraan antara lembaga litbang dengan industri.

4. Merumuskan konsep kemitraan Lembaga Litbang dengan industri dalam mendukung daya saing.

KERANGKA PIKIR PENELITIAN

Lembaga litbang yang berorientasi pada hasil (outcome) dan mampu menjawab kebutuhan dunia bisnis khususnya Industri pangan terutama dalam meningkatkan daya saing industri di pasar bebas merupakan suatu keharusan. Lembaga litbang yang didukung sumber daya manusia yang memiliki disiplin ilmu pengetahuan, pengalaman penelitian, inovator-inovator yang unggul, profeional baru berpeluang membangun dan memiliki tradisi/kultural keilmuan. Keterbukaan dalam menawarkan hasil litbang salah satu ciri/karakteristik yang dimiliki lembaga litbang.

Fenomena/kejadian yang bersifat kualitatif yang berperan dalam membentuk kemitraan menjadi sorotan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh Bagdan (1993:5) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa metode kualitatif lebih menekankan pada hasil pengamatan dan pemahaman secara holistik mengenai berbagai gejala, fenomena dan tingkah laku pihak-pihak terkait dalam membentuk/membangun kemitraan yang saling menguntungkan ke dua pihak.

Dari pengertian kemitraan dikemukakan bahwa kemitraan itu terjadi pada pihak-pihak terkait, saling membutuhkan, perkongsian, persekutuan, win-win solution dilain pihak kebutuhan industri dapat diketahui oleh unit litbang/UPT. Pihak lembaga litbang harus mampu memberi jaminan kepada pihak industri bahwa hasil litbang (inovasi teknologi) mampu meningkatkan kualitas produk industri yang berdaya saing sesuai kebutuhan industri. Kedua pihak sama-sama berkomitmen untuk masing-masing memenuhi kewajibannya untuk terbentuknya kemitraan tersebut (Gambar 3.1).

Page 151: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

151

Dari gambar 1 tersebut, diperlihatkan suatu bentuk struktur kemitraan antara lembaga litbang dengan Industri. Dari gambar tersebut terdapat dua lingkaran besar yang pertama Unit Litbang/UPT sebagai pemasok inovasi teknologi, dan kedua Unit Industri sebagai pengguna inovasi teknologi yang ditawarkan oleh Unit Litbang/Unit Pelaksana Teknis.

Dari dua lingkaran besar tersebut terdapat satu lingkaran yang berfungsi sebagai penghubung yang disebut kerjasama (co-operation) yang berfungsi membangun kemitraan dengan hasil litbang/inovasi teknologi yang dihasilkan melalui unit inovasi. Kerjasama ini pada umumnya dilakukan/fungsi dari pimpinan unit litbang/UPT dan Industri. Secara komprehensif kerjasama ini mendapat masukan dari hasil yang dilakukan unit litbang untuk menjawab kebutuhan industri, pengalaman para peneliti dari hasil litbang, juga kebutuhan industri yang disampaikan kepada pimpinan Unit Litbang/UPT, profesional baru, dan inovator-inovator serta unggulan masa depan.

Gambar 1. Pola Pikir Penelitian

Kedudukan unit inovasi teknologi dan disiplin-disiplin merupakan bagian dari unit litbang/UPT yang sangat berperan dalam menghasilkan inovasi teknologi. Unit inovasi teknologi dengan disiplin-disiplin terjadi secara interaktif untuk saling memberi informasi terkait dengan kegiatan inovasi teknologi. Unit inovasi teknologi juga didukung penuh hasil konsultasi, yang selalu dilakukan unit litbang untuk melakukan konsultasi pada pihak industri. Unit litbang ini merupakan representasi dari disiplin-disiplin yang ada di dalam organisasi Unit litbang/UPT (Puslit Kimia dan BPTK). Hal yang menarik dari bentuk struktur inovasi teknologi ini tampak kewajiban para peneliti untuk menghasilkan litbang atau pengalaman litbang yang mendukung kemitraan. Selain hasil konsultasi unit litbang/UPT dan pengalaman para peneliti, juga kemitraan yang strategis dengan hasil kinerja baru dan secara konsisten oleh unit litbang/UPT yang dapat memberikan inovator-inovator dan unggulan masa depan bagi pihak Industri.

DISIPLIN PUSLIT KIMIA

DAN BPTK

Kerja

sama i

INDUSTRI Unit Litbang/

UPT

DISIPLIN

DISIPLIN

Kemitraan

Terbatas

Unit-unit

Industri

Konsultasi Unit

Litbang/UPT

Kebutuhan

Pengalaman Peneliti

Profesional Baru

Unggulan2 dan

Inovator2 Masa

Depan

Page 152: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

152

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, digunakan metode kualitatif analitik dengan pendekatan Soft System Methodology (SSM) untuk melihat “Kemitraan Lembaga Litbang dengan Industri” yang mengambil kasus UPT BPPTK-LIPI dan Puslit Kimia LIPI. Penelitian kemitranaa ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan UPT BPPTK dan Puslit Kimia-LIPI dalam membangun kemitraan dengan industri/UKM. Penggunaan SSM dalam penelitian ini terutama menekankan pada permasalahan situasi yang belum terstruktur ( problem situation unstructure) yang dihadapi oleh organisasi maupun SDM yang ada di dalamnya. Terutama dalam penggunaan SSM untuk menyoroti peran pimpinan unit litbang maupun industri yang disebut sebagai aktor-aktor dalam membangun kemitraan.

Suatu pendekatan yang menyeluruh, komprehensif, bersistem dan analitik seperti dikemukakan Peter Checkland dan Jim Scholes (1990) sebagai pendekatan Soft Systems Methodology (SSM) yang didasarkan pada kategorisasi kemampuan organisasi dalam membangun kemitraan antara lembaga litbang dengan Industri. SSM secara sistemik dengan model-model sistem (Checkland 1993) digunakan untuk menganalisis permasalahan yang belum terstruktur seperti diungkapkan di atas dari Puslit Kimia maupu UPT BPPTK yang sudah banyak membangun kemitraan dengan Industri. Pengembangan model SSM terhadap permasalahan yang belum terstruktur seperti tampak pada gambar 1, dengan penggalian permasalahan yang belum terstruktur dengan mendiskusikan secara intensif dengan pihak terkait atau aktor-aktor di dalamnya, membandingkan konsep systems thinking dengan dunia nyata (real world), dan melakukan penyelesaian masalah secara bersama (Raharja 2009).

Gambar 2 Tahapan SSM

Pendekatan SSM seperti dalam gambar 1, terdapat 7 (tujuh) tahapan dalam menyelesaikan permasalahan kemitraan antara lembaga litbang sebagai penyedia

Page 153: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

153

iptek dan SDM dengan pihak Industri/UKM sebagai pengguna hasil litbang atau iptek. Ketujuh tahapan ini meliputi : (1) Pada tahap pertama ini merupakan tahap penggambaran situasi (rich picture) permasalahan yang belum terstruktur dari kondisi lembaga litbang dan industri, yaitu menguraikan menyikapi permasalahan. Berbagai persepsi situasi permasalahan dikumpulkam dari aktor-akor dengan berbagi peran dalam situasi permasalahan yang terjadi. Wawancara dengan aktor pengambil keputusan dalam penentuan program litbang sampai hasil dapat diterima oleh pihak Industri; (2) Tahap ke dua dibahas dan diolah dari hasil wawancara pada tahap pertama. Fenomena yang terjadi antara kedua pihak yang membentuk dan menguatkan kemitraan maupun kendala kemitraan diformulasikan sebagai pernyataan permasalahan. Pernyataan permasalahan dapat distrukturkan/ diformulasikan sehingga jelas pembentuk kemitraan dan kendalanya. Dari tahap 1 dan 2 ini disebut dunia nyata (real world) mengingat struktur permasalahan dibangun dari kondisi nyata (real situation). (3) Tahap ke tiga dari pernyataan permasalahan (the problem expressed) didefinisikan sebagai sistem yang relevan. Tahap ke tiga ini disebut sebagai definisi akar permasalahan sebagai sistem yang relevan. Memformulasikan pandangan tertentu atas situasi dengan menguraikan sifat yang sesuai dengan pandangan atau perspektif yang relevan dengan situasi permasalahan kemitraan yang dihadapi kedua pihak. Dalam langkah kedua ini diuraikan berbagai perspektif dan ekspresi para aktor sesuai dengan peran masing-masing dalam situasi. (4) Tahap ke empat menganalisis model-model konseptual yang menghasilkan konsep sistem formal dan berpikir sistem yang kiranya dapat diimplementasikan sebagai upaya kemitraan antara lembaga litbang dengan industri. Proses transformasi menggambarkan aktivitas dalam sistem dan urutan yang dibutuhkan untuk berlangsungnya proses transformasi terbentuknya kemitraan. (5) Tahap ke lima, membandingkan model konseptual dengan pernyataan permasalahan yang telah terstruktur dari masalah kemitraan. Model konseptual sebagai hasil dari systems thingking dengan pernyataan permasalahan dari kondisi nyata. Pada tahap ini model konseptual pada langkah ketiga, diajukan dalam suatu diskusi dengan aktor-aktor. (6) Tahap ke enam definisi atau menetapkan perubahan yang mungkin diinginkan dan layak. Dari hasil analisis dan pandangan para aktor-aktor dapat ditetapkan perubahan yang diinginkan untuk mendukung terwujudnya suatu bentuk kemitraan dengan berbagai persyaratan. Ke tujuh, dengan sendirinya dari tahap 6 ini kedua pihak unit litbang dengan pihak industri harus menyikapi sintesa dari tahap 5 dan 6 sebagai upaya melakukan tindakan penyelesaian atau perbaikan situasi permasalahan sebagai upaya nyata dalam meningkatkan daya saing menghadapi era global tersebut. Dengan demikian membangun kemitraan bukan tujuan akhir tetapi meningkatkan daya saing produk industri sebagai tujuan akhir dalam membangun kemitraan.

Lokasi Penelitian

Penelitian mengambil lokasi di Puslit Kimia-LIPI di Bandung dan di UPT BPTK- LIPI di Yogyakarta. Sedangkan Industri terkait juga diusahakan berada pada daerah yang sama sehingga dengan mudah dapat dijangkau oleh para peneliti. Pengambilan lokasi/daerah penelitian sangat ditentukan pada letak unit

Page 154: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

154

litbang yang beraktivitas di daerah tersebut dengan orientasi litbang pada bidang industri pangan. Puslit Kimia-LIPI dan UPT BPTK-LIPI keduanya banyak bergerak dan menghasilkan litbang pada industri pangan yang sudah banyak dikerjasamakan dengan pihak pengguna khususnya dunia bisnis.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dan informasi sangat ditentukan dan bergantung pada metode penelitian yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan soft systems methodology (SSM), yang pendekatannya meliputi 7 (tujuh) tahapan yang sudah mencakup pengumpulan data dan informasi, pengelohan, dan analisis. Dari tujuh tahapan tersebut, tahap pertama dan kedua dapat dikategorikan sebagai teknik pengumpulan data. Kedua tahap tersebut dimulai dengan observasi dan pengumpulan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan hasil penelitian maupun bentuk kemitraan yang sudah diwujudkan dan wawancara mendalam dengan responden yang dikenal sebagai aktor-aktor pengambil keputusan pada kedua pihak yang bermitra yaitu pimpinan dan pejabat struktural serta para peneliti. Tahap ketiga adalah pembentukan model konseptual tentang kemitraan antara Puslit Kimia-LIPI dan UPT BPPTK-LIPI dengan industri.

Teknik Pengolahan Dan Analisis Data

Data dan informasi dari hasil wawancara diolah berdasarkan fokus pengamatan menurut teori untuk menentukan faktor pembentuk kemitraan, kendala dan pendorong terbentuknya kemitraan. Teknik pengolahan sesuai dengan tahap ketiga sampai tahap ke tujuh sesuai pendekatan SSM. Dari hasil pengumpulan data dan informasi akan ditranskripkan, dipilah, dan dikategorisasi agar dapat diperlakukan sebagai data dan informasi. Tahapan pengolahan dalam pendekatan SSM terkait pada tahap ke tiga, pendefinisian sesuai sistem yang relevan, yang disebut sebagai definisi akar permasalahan sesuai sistem yang relevan. Membangun definisi akar permasalahan yaitu memformulasi pandangan tertentu atas situasi dengan menguraikan sifat yang sesuai dengan pandangan atau perspektif yang relevan dengan situasi permasalahan kemitraan yang dihadapi kedua pihak. Definisi akar permasalahan yang relevan ini sebagai bahan masukan dalam penyusunan model-model konseptual yang mengambarkan bentuk kemitraan antara Lembaga Litbang dan Industri, faktor-faktor pembentuk dan kendalanya.

Selanjutnya dilakukan analisis model-model konseptual yang menghasilkan konsep sistem formal dan berpikir sistem lain yang dapat diimplementasikan sebagai upaya kemitraan antara lembaga litbang dengan industri. Model konseptual tersebut menggambarkan sistem sesuai dengan definisi akar permasalahan. Sistem dalam gambar tersebut menerima input dan menghasilkan output dalam proses transformasi baik internal kedua pihak maupun eksternal terutama antara kedua pihak yang saling membutuhkan. Proses transformasi menggambarkan aktivitas dalam sistem dan urutan yang dibutuhkan untuk berlangsungnya proses transformasi tersebut terbentuknya kemitraan. Masih

Page 155: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

155

dalam konteks analisis yaitu membandingkan model konseptual dengan pernyataan permasalahan yang telah terstruktur dari masalah kemitraan antara lembaga litbang dan industri.

Model konseptual sebagai hasil dari systems thingking dengan pernyataan permasalahan dari real condition. Model konseptual yang telah dibuat, diajukan dalam suatu diskusi dengan reaponden. Beberapa pertanyaan penting antara lain apakah aktivitas dalam model sesuai dengan dunia nyata, dan bagaimana model sistem bekerja. Masih dalam analisis yaitu mendefinisikan atau menetapkan perubahan yang mungkin diinginkan dan layak. Disini hasil analisis dan pandangan para aktor-aktor dapat ditetapkan perubahan yang diinginkan untuk mendukung terwujudnya suatu bentuk kemitraan dengan berbagai persyaratan. Dalam langkah ini ditentukan perubahan yang mungkin terhadap situasi permasalahan kemitraan antara unit litbang/UPT dengan industri, yang dihasilkan melalui diskusi antar aktor dalam tiga macam perubahan, yaitu: (1) perubahan prosedur dalam perbaikan aktivitas dalam struktur yang ada, (2) perubahan struktural dalam bentuk re-grouping organisasi, tugas pokok, kewenangan dan tanggung jaawab, (3) perubahan sikap dan kultur dalam bentuk pembelajaran, perubahan nilai, norma dan cara berpikir. Sebagai tahapan analisis terakhir, yaitu tindakan penyelesaian atau perbaikan atas kondisi permasalahan. Dari hasil analisis tahap akhir ini dengan perbaikan atas kondisi permasalahan yang mendukung terwujudnya kemitraan yang strategis. Dalam hal ini dilakukan koreksian perubahan dalam bentuk implementasi model sebagai hasil analisis terbentuknya struktur kemitraan antara unit litbang/UPT dengan Industri.

Secara umum penelitian dengan pendekatan SSM dimulai dari pengumpulan data dan pembuatan model konseptual sebagai bentuk kemitraan yang dapat diimplementasikan oleh lembaga litbang dengan industri sesuai mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menggambarkan situasi permasalahan yang diilustrasikan dengan Rich Picture Diagram dan mengumpulkan data aktivitas-aktivitas Kepala Pusat Penilitian di Lingkungan LIPI, para peneliti LIPI dan manajer pemilik usaha/industri dalam membangun kemitraaan yang berdaya saing dengan melihat 3 kemampuan teknologi yang dikemukakan oleh Lall (1992).

2. Membangun model-model aktivitas bertujuan atau model konseptual yang dilengkapi dengan definisi yang jelas dari aktivitas bertujuan (root definition) dan pengujian kinerja.

HASIL DAN BAHASAN

UPT BPPTK -LIPI

Produk Puslit Kimia dan UPT BPPTK LIPI tercermin dalam perencanaan program yang setiap tahun dilakukan oleh para peneliti yang berlokasi di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Visi dan misi organisasi ini tetap menjadi dasar dalam pengembangan ide dan programnya.

Page 156: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

156

UPT BPPTK melakukan pengembangan teknologi untuk suatu produk yang telah ada di pasaran/industri atau menciptakan produk baru yang ditawarkan kepada pelaku bisnis maupun masyarakat yang berminat. Beberapa hasil pengembangan antara lain :

1. Pembuatan pakan ternak bermitra dengan Pusat Inovasi dan kelompok peternak. Pakan Ternak sedang dikembangkan oleh UPT BPPTK dalam tahap uji coba kelayakan bisnis dalam pengujian kualitas dan kemanfaatan.

2. Pengalengan Gudeg merupakan penawaran langsung dari pemilik produk (produsen) untuk tujuan agar dikemas dalam kaleng, label, namun dipasarkan oleh pemilik produk tersebut. Kemitraan ini terbangun setelah pemilik meminta UPT BPPTK melakukan pengemasan dalam kaleng agar produk gudeg dapat bertahan lebih lama dengan tidak mengalami perubahan/kerusakan sebelum dikonsumsi masyarakat.

3. Pembuatan Susu Kedelai Instant. Produk susu kedelai bubuk saat ini sudah dapat diproduksi sampai 750 kg (2010) dengan dukungan bahan baku lokal serta teknologi dari UPT BPPTK LIPI. Kemitraan yang terbangun dari produk ini adalah pemasaran dan modal produksi ditangani oleh pengusaha Koliga. Dalam hal produksi kedelai instan dilakukan di bawah kontrol UPT BPPTK LIPI di mana produksi telah meningkat mencapai 750 kg dari sebelumnya 250 Kg.

4. Pengolahan Jamur Tiram menjadi minuman kesehatan. UPT BPPTK kerjasama dengan PT Media Agro Merapi. Kerjasama ini dirintis sejak tahun 2007 dan saat ini mulai diproduksi.

5. Pembuatan Tepung Bengkoang merupakan pengembangan produk yang berfungsi sebagai bahan baku utama yang dapat diolah menjadi produk akhir berbagai jenis. Seperti diketahui bahwa bengkoang dapat diolah menjadi bahan kosmetik untuk penghalus kulit. Diolahnya bengkoang menjadi tepung bengkoang akan memudahkan bagi pelaku industri kosmetik maupun makanan untuk merubah dan memanfaatkan sesuai kemampuannya.

6. Pembuatan Sonde (Makanan orang sakit)

Produk makan sonde bagi pasien di rumah sakit.. Sonden ini dibuat dari tempe dicampur ganyong. Tempe sebagai sumber protein merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia dan terdapat di pasar-pasar tradisional dalam jumlah yang cukup besar, begitu pula ganyong banyak terdapat di pasar-pasar yang mempunyai kandungan protein tinggi. Produk sonden merupakan hasil inovasi teknologi yang saat ini sedang dalam tahap uji coba.

TAHAP SATU: Permasalahan Yang Tidak Terstruktur UPT BPPTK – LIPI

Belum terumuskannya program pengembangan yang dapat dihasilkan oleh UPT BPPTK-LIPI sebagai produk teknologi yang dapat diterima oleh pihak industri/UKM

Belum menggambarkan sejauh mana modal usaha dan investasi yang diperlukan serta harga yang pantas untuk bersaing di pasar bebas.

Page 157: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

157

Belum dapat dirumuskan peluang pasar dari produk hasil Litbang dan teknologi yang dianggap merupakan produk yang baru dan belum ada di pasaran

Industri/UKM belum dapat menerima dan menjadikan produk pengembangan teknologi sebagai solusi membangun usahanya dan dapat meningkatkan mutu produk dapat ditingkatkan untuk mampu bersaing di pasar bebas

TAHAP DUA: Menyusun dan Memetakan Permasalahan UPT BPPTK – LIPI

Perlu suatu langkah strategis agar program pengembangan yang direncanakan dari awal dapat diklasifikasi menjadi:

Program pengembangan produk yang sudah ada dan berpeluang untuk dilakukan inovasi;

Program pengembangan dengan teknologi baru yang memerlukan hak paten (HKI) dan uji kelayakan Know-How, dan

produk pengembangan untuk pemberdayaan pada masyarakat, yang langsung dapat diterapkan untuk membantu masyarakat dalam suatu daerah yang daerah tersebut mendukung sumber dayanya untuk pengembangan suatu usaha tersebut.

TAHAP KETIGA: Membangun Definisi Kemitraan Pada Langkah Kedua Tahapan Real world UPT BPPTK – LIPI

Secara umum UPT BPPTK dengan industri/UKM memiliki kepentingan yang sama dalam hal pengembangan produk yang inovatif dan kompetitif di pasar bebas di era global ini. Kedua pihak dapat dipandang sebagai subsistem-subsistem yang memiliki keterkaitan (related), interaktif (interaction) dan dapat saling memperkuat. Pihak UPT BPPTK memiliki kompetensi, sarana lab, SDM ahli dan berpengalaman, yang dapat dibutuhkan untuk mengembangkan produk-produk industri/UKM menjadi produk yang unggul, berdaya saing dan kompetitif dalam menghadapi persaingan pasar bebas

Untuk dapat membangun kemitraan yang salinng terkait, ketergantungan dan saling membutuhkan yang memberi keuntungan kedua pihak, perlu adanya keterbukaan pihak lembaga litbang untuk menawarkan kompetensi dan kemampuan yang dimiliki sebagai upaya dalam peningkatan daya saing untuk menghadapi kompetisi diantara produk-produk yang sama dari negara lain (impor) atau produk baru yang berkualitas dengan teknologi yang unggul pula.

Membangun Definisi Kemitraan dan CATWOE

Pihak-pihak yang berperan dalam proses kemitraan tersebut dinyatakan dalam analisis CATWOE sebagai berikut:

Page 158: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

158

C : Customer : Seluruh Staf dan Peneliti A : Actor : Kepala Pusat dan Seluruh Staf dan Peneliti

W : Worldview : Tebangunnya Kemitraan Puslit Kimia-LIPI dengan industri

O : Owner : Kepala Pusat Kimia - LIPI

E : Environment : Kebijakan Nasional Iptek, Kebijakan Lembaga,

Keadaan social ekonomi dan keamanan

TAHAP EMPAT: Membuat Konseptual Model UPT BPPTK – LIPI

Gambar 3. Konseptual Model Dalam Membangun Kemitraan Masa Depan (UPT BPPTK- Industri/UKM)

Sesuai model konseptual yang dikembangkan di negara maju seperti Amerika, telah menumbuhkan kemitraan dengan industri. Model konseptual tersebut menunjukkan bahwa universitas atau lembaga litbang harus didukung oleh Pusat Inovasi. Melalui kompetensi-keahlian dari disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki organisasi dapat menawarkan produk inovasi teknologi profesional baru yang unggulan untuk ditawarkan kepada industri.

Dari Gambar 3, Konseptual Model Dalam Membangun Kemitraan Masa Depan untuk menjawab tantangan ke masa depan melalui kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution). Model konsptual tersebut menawarkan 4 (empat) kompetensi yang dibutuhkan oleh pelaku industri/UMKM jika ingin

L1

L2

L3

Lp Kemitraan

Terbatas Unit

Industri

Kebutuhan

Konsultasi Litbang

Inovasi

Pengalaman Pemasaran

Industri/UKM

UPT BPPTK-LIPI

PUSINOV PIMPINAN

LIPI

Page 159: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

159

bermitra. Ke 4 kompetensi tersebut adalah (1) pengalaman litbang, (2) konsultasi; (3) produk inovasi; (4) produk profesional baru yang unggulan. Ke 4 kompetensi tersebut merupakan pemikiran yang jauh ke depan yang dapat ditawarkan lembaga litbang/Universitas terutama dalam menghadapi tantangan yang amat berat dalam persaingan global yang membutuhkan keterbukaan semua pihak yang terkait.

Puslit Kimia dan UPT BPPTK dipandang dan diposisikan sebagai unit inovasi yang memiliki visi dan misi yang jelas untuk menjawab tantangan 10 sampai 20 tahun ke depan. Bahwa kerjasama membangun kemitraan harus dimulai dari pengalaman penelitian dan pengembangan (litbang) yang menawarkan produk hasil inovasi teknologi yang sangat mungkin untuk di produksi oleh pihak industri/UMKM.

Bahwa produk inovasi teknologi hasil litbang mampu meningkatkan kualitas produk industri, begitu pula unggulan baru yang mampu membangun industri baru yang melbatkan industri baru pula. Pengalaman litbang harus menjadi modal yang boleh jadi belum dimiliki oleh industri/UMKM sehingga perlu diperkenalkan. Betapa banyak yang bisa dihasilkan oleh Lembaga litbang dari pengalaman litbang tersebut, sehingga perlu ditawarkan kepada pelaku industri/ UMKM. SDM peneliti ahli yang berpengalaman sangat dimungkinakan untuk menawarkan agar pelaku industru/UMKM mengenal dan merasakan peran dan pengalaman tersebut. Sebagai Puslit dan UPT BPPTK, salah satu tugas utamanya adalah melakukan konsultasi ke industri/UMKM untuk dapat memperkenalkan kompetensi dan keahliannya agar pelaku industri mengenal dan mempercayai keahlian SDM peneliti dan pengembang teknologi.

Dari 4 (empat) kompetensi keahlian yang bisa ditawarkan Puslit Kimia dan UPT BPPTK-LIPI ke masa depan sangat dimungkinkan pihak pelaku industri terbuka dalam menjelaskan kondisi internalnya. Yang paling penting dapat menyampaikan kebutuhannya dalam menghadapi persaingan yang semakin berat. Produk industri yang mulai terancam dengan persaingan pasar bebas, tentu akan dengan mudah diungkapkan sehingga Puslit Kimia dan UPT BPPTK dapat segera merespon untuk mengambil langkah-langkah membangun kemitraan sebagaimana yang diharapkan.

TAHAP LIMA: Membandingkan Permasalahan dengan Model Konseptual UPT BPPTK – LIPI

Program Pengembangan UPT BPPTK-LIPI tampak belum terarah sebagai unit pengembangan teknologi yang memiliki atau mengarah ke 4 (empat) kompetensi dan keahlian yang diharapkan oleh pelaku industri/UMKM. Padahal apa yang diharapkan oleh pelaku industri sehingga terbangun kepercayaan, komitmen adalah konsistensi unit pengembangan teknologi dalam membangun kompetensi dan keahliannya. Sedangkan konseptual model yang sesuai masa depan diharapkan lebih menjamin pada terbangunnya kompetensi dan keahlian semua pihak terkait yang akan memudahkan dalam membangun kemitraan

Page 160: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

160

Untuk lebih mengembangkan peran UPT BPPTK-LIPI pada tingkat yang lebih tinggi untuk membawa teknologi unggulan dan produk inovasi perlu pendanaan yang cukup besar , maka Pimpinan LIPI harus ikut mebantu memperjuangkan dalam hal pendanaan

TAHAP ENAM: Perubahan Definisi Dari Kemungkinan Diperlukan/Diinginkan

UPT BPPTK – LIPI

Dilihat dari pengalaman UPT BPPTK-LIPI dalam membangun kemitraan UPT BPPTK – LIPI dengan industri belum terjadi seperti yang diharapkan sesuai dalam konseptuan model ke depan, bahkan masih jauh dari tumbuhnya kepercayaan pada UPT BPPTK. Kemitraan yang terbangun dari kedua pihak sangat diwarnai untuk waktu jangka pendek

Tantangan dan persaingan yang dihadapi ke depan mendorong kedua pihak perlu melakukan perubahan visi dan misi. UPT BPPTK sebagai unit pengembangan hasil litbang perlu secara terencana untuk membangun kompetensi dan keahlian seperti yang dikembangkan melalui konseptual model tersebut. Pengalaman, program konsualtasi, inovasi teknologi sampai produk baru unggulan merupakan arah yang jelas yang diperlukan oleh pelaku industri jika ditawarkan oleh UPT BPPTK-LIPI

membangun kompetensi dan keahlian organisasi agar kebutuhan industri terkait dalam berkonsultasi penelitian, hasil litbang unggulan dan inovasi serta produk baru profesional baru, yang diharapkan akan dapat mempercepat terbangunnya kemitraan dengan industri/UMKM

TAHAP TUJUH: Kegiatan Pemecahan Masalah UPT BPPTK – LIPI

Pimpinan LIPI harus ikut berperan secara langsung dalam mendorong dalam menumbuhkan kepercayaan untuk memenuhi dan menjawab kebutuhan pihak industri/UMKM

Harus melakukan perubahan/reformasi visi dan misi untuk 10 – 20 tahun ke depan, yang menyangkut 4 (empat) kompetensi, yaitu (1) pengalaman penelitian, (2) konsultasi, (3) inovasi produk, dan (4) produk baru profesional yang unggulan

Ke 4 (empat) kompetensi tersebut secara internal organisasi harus dibangun sehingga menjadi kompetensi dan keahlian, yang diharapkan dapat dengan mudah menarik simpati dari pihak pelaku industri/UMKM untuk menjawab kebutuhan sekaligus membangun kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution)

Untuk menghadapi tantangan global saat ini perlu peran Pusinov lebih nyata/ril terutama dalam membantu UPT BPPTK – LIPI dalam mempercepat kemitraan dengan industri maupun dalam menggali sumber-sumber pendanaan bagi program pengembangan UPT BPPTK

Page 161: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

161

Pemerintah diharapkan untuk membantu Lembaga Litbang membuatkan pendanaan bagi produk pengembangan yang memiliki nilai tambah dan dapat menciptakan lapangan kerja baru untuk menyerap pengangguran

PUSLIT KIMIA-LIPI

Puslit Kimia-LIPI merupakan salah satu satuan kerja yang memposisikan diri sebagai organisasi penelitian dan pengembangan terkemuka di Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kimia dengan reputasi internasional dan berperan nyata bagi pembangunan nasional dan kualitas lingkungan global. Suatu impian yang mulia yang dituju bersama dalam mewujudkan masa depan Puslit Kimia-LIPI yang lebih cerah dengan kemungkinan untuk mencapainya besar sekali. Sebagai landasan filosofis yang mencerminkan tekad dan usaha perbaikan masa depan, Puslit Kimia-LIPI juga menjadi motivator bagi semua potensi organisasi dan menjadi arah di dalam penyusunan program dan strategi dalam mencapai keinginan tersebut.

Produk hasil Litbang yang dimitrakan oleh Puslit Kimia-LIPI adalah: pertama: hasil diversifikasi kaldu nabati berbasis kacang kedele ini menghasilkan produk-produk pangan lainnya seperti: Kecap (manis, asin, dan pedas); Diversifikasi pengolahan tempe; Bioproses produksi minyak kelapa; dan Pembuatan bahan acuan untuk analisis aditif dalam saos dan sirup. Kedua: Diversifikasi produk sawit, seperti: Pengembangan plasticizer pengganti DOP dari turunan minyak sawit; dan pengembangan teknologi produksi surfaktan. Cara-cara kemitraan hasil litbang yang telah/sedang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kimia-LIPI, adalah melalui: Lisensi teknologi, jual teknologi, jasa produksi, dan melalui media promosi. Bentuk-bentuk kemitraan yang dilakukan oleh Puslit Kimia – LIPI dengan industri/masyarakat adalah: Kontrak riset, konsultasi, dan pembinaan teknis.

TAHAP SATU: Permasalahan Yang Tidak Terstruktur Puslit Kimia-LIPI

Perencanaan penelitian tidak mengacu pada kebutuhan pasar dan tren yang ada di pasaran terlebih dahulu

Pendokumentasian hasil litbang kurang baik

Produk hasil Litbang selama ini masih skala lab belum dilakukan uji keekonomian dan uji mutu dan standar yang telah ditetapkan

Dana untuk promosi terhadap produk hasil Litbang untuk sampai pada industri/UKM dirasakan kurang

Terbatasnya anggaran untuk pengembangan kegiatan komersialisasi

TAHAP DUA: Menyusun dan Memetakan Permasalahan Puslit Kimia-LIPI

Perencanaan penelitian tidak mengacu pada kebutuhan pasar dan tren yang ada di pasaran terlebih dahulu

Page 162: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

162

Pendokumentasian hasil litbang kurang baik

Produk hasil Litbang selama ini masih skala lab belum dilakukan uji keekonomian dan uji mutu dan standar yang telah ditetapkan

Dana untuk promosi terhadap produk hasil Litbang untuk sampai pada industri/UKM dirasakan kurang

Terbatasnya anggaran untuk pengembangan kegiatan komersialisasi

TAHAP KETIGA: Membangun Definisi Kemitraan Pada Langkah Kedua Tahapan

Real world Puslit Kimia-LIPI

Proses perubahan dari situasi permasalahan kemitraaan yang belum terbentuk dengan baik dan terus-menerus dan saling menguntungkan adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Proses Transformasi Kemitraan Litbang dengan Indutsri

Membangun Definisi Kemitraan dan CATWOE

Pihak-pihak yang berperan dalam proses kemitraan tersebut dinyatakan dalam analisis CATWOE sebagai berikut:

C : Customer : Seluruh Staf dan Peneliti A : Actor : Kepala Pusat dan Seluruh Staf dan Peneliti

W : worldview : Tebangunnya Kemitraan Puslit Kimia-LIPI dengan

industri

O : Owner : Kepala Pusat Kimia - LIPI

E : Environment : Kebijakan Nasional Iptek, Kebijakan Lembaga ,

keadaan social ekonomi dan keamanan

TAHAP EMPAT: Membuat Konseptual Model Puslit Kimia-LIPI

Kemitraan belum terbangun

dengan baik antara Puslit Kimia-

LIPI dengan pengguna

(industri/UKM) sehingga masih

dibutuhkan usaha yang keras dari

Kepala Puslit Kimia-LIPI dan

peneliti

Kemitraan terbangun dengan baik

antara Puslit Kimia-LIPI dengan

pengguna (industry/UKM) apabila

Pimpinan dan peneliti melakukan

usaha-usaha yang keras untuk

membangun kemitraan sesuai

dengan kebutuhan pengguna

(industri/UKM)

Page 163: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

163

Model Konseptual adalah mengidentifikasi kegiatan/aktivitas yang diperlukan minimal untuk mengidentifikasi Human Activity Systems (HAS). Berdasarkan root definition yang telah diuraikan diatas, model yang dapat dibangun oleh Puslit Kimia-LIPI mengenai kemitraan dimulai dari proses kemitraan. Proses kemitraan dilaksanakan dimulai dari ide yang dirancang dengan baik, perencanaan, diimplementasikan dan selanjutnya dimonitor serta dievaluasi terus menerus oleh pihak yang bermitra. Dengan demikian terjadi alur tahapan pekerjaan yang jelas dan teratur sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Keberhasilan suatu kegiatan kemitraan dapat diukur dari tercapaiannya nilai tambah yang di dapat oleh pihak yang bermitra baik dari segi material maupun non-material. Nilai tambah ini akan berkembang terus sesuai dengan meningkatnya tuntutan untuk mengadaptasi berbagai perubahan yang terjadi. Singkatnya, nilai tambah yang didapat merupakan fungsi dari kebutuhan yang ingin dicapai. Dengan kata lain keberhasilan membangun kemitraan merupakan suatu resultante dari konsistensi dalam penerapan etika bisnis maupun dalam melakukan pembaharuan iptek/teknologi, perencanaan yang tepat dibarengi dengan strategi yang tepat pula serta proses pelaksanaan yang selalu dimonitor dan dievaluasi .

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan saling membesarkan. Oleh karena kemitraan merupakan suatu strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemitraan mencakup: (1) Hubungan (kerja sama) antara dua pihak atau lebih; (2) Kesetaraan antara pihak pihak tersebut; dan (3) Hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau saling memberi manfaat atau tujuan yang sama.

Ada berbagai konsep kemitraan, seperti yang dikategorikan sederhana yaitu hubungan biasa ditingkatkan menjadi hubungan bisnis dengan ikatan tanggung jawab dalam mewujudkan kemitraan usaha yang saling membutuhkan, menguntungkan, dan saling memperkuat. Dalam kemitraan ini tanggung jawab memberikan bantuan atau kemudahan memperoleh permodalan untuk mengembangkan usaha, penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, bantuan teknologi disepakati bersama atau ditekankan pada pemilik Usaha yang relatief besar dan atau pemilik teknologi. Sedangkan bagi UKM/pengusaha usaha kecil yang menjadi mitra mempunyai kewajiban untuk membayar jasa yang telah diberikan oleh lembaga litbang yang menjadi mitranya dengan harga yang telah disepakati bersama.

Pada prinsipnya yang membedakan hubungan kemitraan antara lembaga litbang dengan UKM/pengusaha kecil adalah bentuk pembinaan, penyuluhan, penerapan teknologi, peningkatan kemampuan SDM, pembinaan manajemen, bantuan teknologi untuk peningkatan produksi dan mutu produksi, serta jaminan pemasaran, memberikan modal usaha, dan penyediaan sarana dan prasarana. Serta iklim yang kondusif yang ditetapkan Pemerintah bagi pengembangan usaha. Peran lembaga litbang sebagai fasilitator dan pembina kemitraan dengan

Page 164: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

164

UKM/Pengusaha kecil tetap dibutuhkan sebagaimana pola-pola kemitraan yang lain agar dapat terwujudnya kemitraan yang diharapkan.

Apabila konsep kemitraan dikaitkan dengan kerjasama antara Lembaga Litbang dengan pihak lain dalam suatu sistem, lembaga litbang tidak dapat berdiri sendiri. Lingkungan eksternal dan internal sangat berpengaruh terhadap perkembangan Lembaga Litbang. Dalam lingkungan internal, berhadapan dengan kesiapan infrastruktur litbang (SDM, sarana/prasarana, anggaran, orientasi dan kualitas hasil). Sedangkan pada lingkungan eksternal, berhadapan dengan iklim dan atau kepastian peraturan perundang-undangan yang berlaku, pasar dan konsumen, pesaing, penyandang dana (Bank/LKBK), dan faktor-faktor lainnya.

Beberapa alasan umum yang melatar belakangi terbentuknya kemitraan adalah antara lain: sebaran resiko (spreading the risks), berbagi biaya tetap (sharing fixed costs), memperoleh skala ekonomi (capturing of economies scale) , mendapatkan akses pemasaran baru, mencapai reposisi yang kompetitif dan berbagi usaha penelitian. Beberapa kajian memperkirakan setengah dari kemitraan antara Lembaga Litbang dengan industri tidak dapat berlanjut dikarenakan adanya perbedaan pandangan dalam hal strategi, kesulitan manajemen, koordinasi, ketidak setujuan spesifikasi disain, kebijakan pemerintah.

Sejak tahun 1980, kemitraan lembaga litbang dengan industri sudah banyak dilakukan di negara Eropa dan Amerika. Kemitraan yang dilakukan ini lebih diarahkan pada peningkatan kemampuan daya saing industri di dalam dan di luar negeri, dengan mempercepat penciptaan inovasi suatu produk, proses, dan jasa serta menciptakan suatu kondisi yang dapat memudahkan komersialisasi. Selama itu lembaga litbang yang sebagian besar kegiataannya dibiayai oleh pemerntah tidak sepenuhnya mengkonsentrasikan kegiatannya pada kebutuhan indrustri terutama pada penelitian dasar yang hasilnya tidak dapat diterapkan di indrustri karena berbagai faktor teknis maupun ekonomis. Kemitraan lembaga litbang dengan industri selalu melalui proses atau tahap panjang untuk dapat menghasilkan Litbang yang siap untuk dimitrakan dan atau dikomersialisasikan. Dari tahap prototype, pilot plan, kemudian diadakan uji kelayakan baik secara teknis apabila berhasil dan kemudian dilengkapi dengan analisis ekonomi maka hasil tersebut sudah siap untuk dimitrakan. Hal ini mencerminkan bahwa tahapan litbang memerlukan waktu yang relatif panjang untuk dapat menghasilkan produk yang siap untuk dimitrakan dan selanjutnya dikomersialkan. Diperlukan strategi dan perencanaan yang matang dalam menentukan orientasi kegiatan litbang, apakah berorientasi pada pemecahaan masalah yang dihadapai oleh industri/UKM pada berbagai skala produksi atau berorientasi pada memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, dengan tekanannya pada penelitian terapan. Strategi kemitraan dapat dibangun sejak dimulainya penelitian atau setelah menghasilkan penelitian yang memiliki nilai relatif tinggi baik dari aspek teknologi (misalnya menghasilkan paten) maupun aspek manfaat dan komersial.

Dari kondisi ini ada 2(dua) aspek yang perlu digaris bawahi, yaitu: Pertama, strategi yang ditetapkan berkaitan dengan penetapan ide hingga menghasilkan produk yang layak diaplikasikan ke skala ekonomi, dan ini tertuang dalam perencanaan penelitian; Kedua, bagaimana mengkomunikasikan hasil litbang kepada masyarakat/industri agar dapat dimanfaatkan atau diproduksi dalam skala

Page 165: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

165

ekonomi apakah melalui penjualan lisensi dan atau royalty apabila telah dipatenkan, atau kemitraan untuk bersama-sama mengkomersialisasikan produk tersebut, dan atau sebagainya yang akan tercermin dari strategi dan model yang akan disepakati.

Sebagai Puslit Kimia-LIPI yang telah memiliki pengalaman yang cukup lama dalam memasarkan produk hasil litbang untuk dapat diterima oleh pihak pengguna/perusahaan industri, maka salah satu langkah yang strategis adalah dengan meningkatkan kinerja organisasi. Pengenalan produk hasil litbang melalui pameran, seminar, lokakarya merupakan upaya yang dilakukan setiap tahun. Bentuk-bentuk peningkatan kinerja itu sendiri berupa pelatihan pada masyarakat UKM untuk mengenal produk hasil litbang, Selain itu juga dilakukan pelatihan bagi SDM organisasi baik dalam hal teknis maupun non teknis.

Mengenalkan produk hasil litbang selain melalui pameran, seminar, juga melakukan/melaksanakan pelatihan pada masyarakat pengguna. Di samping itu membuat jaringan berbasis website supaya bisa diakses secara mudah oleh dunia bisnis, industri, dan masyarakat pengguna. Penyebaran informasi tentang profil produk hasil litbang melalui antara lain liflet, penawaran produk ke unit-unit industri dan dunia bisnis, di samping unit-unit kerja terkait di lingkungan Pemda setempat. Penelusuran informasi terkait dengan pasar, peningkatan kuantitas, dan kualitas SDM. Pelatihan peningkatan pengetahuan pemasaran produk litbang, peningkatan kuantitas dan kualitas SDM, Meningkatkan komitmen dengan mendukung nilai-nilai inti satker/UPT litbang, meningkatkan citra organisasi dengan memberikan pelayanan prima, dan meningkatkan kemandirian dan profesionalisme organisasi.

Page 166: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

166

Gambar 5. Konseptual Model Dalam Membangun Kemitraan Masa Depan (Puslit Kimia-LIPI Dengan Industri/UKM)

Konseptual Model Dalam Membangun Kemitraan Masa Depan untuk menjawab tantangan kemitraan masa depan bagi lembaga litbang dengan industri/UKM untuk siap membangun daya saing melalui kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution). Model konseptual yang dikemukakan pada di atas tersebut (Gambar 5) tersebut seyogianya dapat dijadikan sebagai suatu sistem yang besar berdasarkan pada visi dan misi lembaga litbang yang dimulai dari perencanaan untuk sampai pada pembentukan kemitraan dengan pengguna/industri. Beberapa kompetensi yang perlu dimiliki oleh masing pihak dalam melakukan kemitraan. Kompetensi yang harus dimiliki oleh Pusat Penelitian Kimia-LIPI yang dibutuhkan oleh pengguna/industri/UKM jika ingin bermitra adalah: (1) Kemampuan dan pengalaman lembaga litbang dalam hal adopsi dan alih teknologi, seperti: Kontrak riset, pembinaan teknis, konsultasi; (2). inovasi teknologi; dan (3). Produk Unggulan. Untuk melakukan inovasi teknologi dan program produk unggulan, Puslit Kimia-LIPI selalu melakukan adopsi dan alih teknologi dari luar (negara maju). Demikian pula bagi pihak industri harus mempunyai kemampuan SDM nya dalam adopsi dan alih teknologi dan mempunyai kebutuhan akan produk-produk hasil litbang dari lembaga litbang. Sebagai suatu sistem terbentuknya kemitraan Puslit Kimia-LIPI harus memandang bahwa tugas dan fungsinya adalah mewujudkan kemitraan yang

Page 167: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

167

dilandasi keterbukaan, kepercayaan, komitmen yang tinggi, dan saling menguntungkan.

Puslit Kima-LIPI perlu memposisikan dirinya sebagai unit inovasi yang memiliki visi dan misi yang jelas untuk menjawab tantangan 10 sampai 20 tahun ke depan. Sesuai dengan Visi Pusat Penelitian Kimia adalah: menjadi Pusat Penelitian Kimia kelas dunia di tahun 2015 dengan para peneliti yang cerdas, kreatif, dan inovatif. Sedangkan Misi Puslit Kimia-LIPI adalah: melakukan penelitian mendasar dan mutakhir di bidang: Kimia Analitik dan Standar (High tech. Standard and Method), Kimia Bahan Alam, Pangan dan Farmasi (Pharma & Nutraceuticals), Teknologi Proses dan Katalisis (Natural Res. Cleaner Prod.), Teknologi Lingkungan (Ecobiotech.), Pengembangan Jasa Iptek (High Calibre Marketing S&T.), untuk memajukan iptek kimia, mendukung masyarakat ilmiah dan industri bidang kimia, serta menghasilkan output dan outcome bereputasi internasional.

Puslit Kimia-LIPI merupakan pusat inovasi dan adopsi teknologi untuk produk-produk yang dihasilkan oleh industri/UKM. Oleh karena itu Puslit Kimia-LIPI perlu secepat mungkin mempertegas arah ke depan dengan inovasi teknologi atas produk yang sudah ada mau pun produk baru yang dibutuhkan oleh industri/UMKM. Berdasarkan kemampuan SDM dan pengalaman yang cukup merupakan modal dalam membentuk kemitraan. Disamping pengetahuan dan keahlian dalam mengembangkan produk-produk yang sangat dibutuhkan oleh pengguna/industri dan merupakan produk-produk yang berdaya saing.

Sebagai Pusat Penelitian di Bidang Kimia, salah satu tugas utamanya adalah melakukan konsultasi dengan pihak pengguna/industri/UMKM untuk memperkenalkan kemampuan dan keahliannya yang dimiliki oleh lembaga litbang. Dengan cara tersebut perlu komunikasi yang efektif sehingga lembaga litbang juga dapat mengetahui kebutuhan dan keinginan pihak pengguna/industri/UKM serta keahlian yang dimikili oleh pihak pengguna/industry/UKM.

Puslit Kimia-LIPI juga perlu mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh pengguna/industi/UKM tentang kemampuan produksi, besarnya modal yang dapat digunakan dalam memproduksi, kemampuan pemasaran, tersedianya bahan baku, peluang pasar untuk produk hasil Litbang tersebut. Produk hasil litbang dari Puslit Kimia- LIPI berupa produk industri yang saat ini sudah mulai berhasil membangun kemitraan merupakan langkah awal untuk melakukan kemitraan yang berkesinambungan oleh karena itu pembinaan teknis, kontrak riset, dan kosultasi perlu dilakukan dalam rangka pembentukan kemitraan, sedangkan untuk jangka menengah dan jangka panjang dengan program inovasi dan program produk unggulan yang berdaya saing.

TAHAP LIMA: Membandingkan Permasalahan dengan Model Konseptual Puslit Kimia-LIPI

Pembentukkan kemitraan dengan pihak industri/UKM sudah ada akan tetapi masih belum memuaskan

Page 168: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

168

Kemitraan hasil litbang selayaknya adalah kegiatan yang terencana dari sejak kegiatan litbang diusulkan dan merupakan kegiatan lintas disiplin ilmu

Pada umumnya peneliti yang bekerja di sangat concern untuk mendapatkan hasil yang terbaik, tetapi kurang/belum memperhatikan masalah keekonomian bila hasil litbangnya akan diaplikasikan dalam bisnis

Pengembangan jejaring ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai suatu konsekuensi dari sifat ilmu pengetahuan dan teknologi yang universal dan dinamis tidak dapat dibatasi sekat-sekat administratif

Struktur organisasi memiliki beberapa bagian akan tetapi yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai bagian yang mengkoordinasikan kegiatan kerjasama dan kemitraan adalah bagian jasa dan informasi yang memiliki tugas untuk menyampaikan atau mempromosikan hasil litbang serta membangun kemitraan dengan pengguna(industri/UKM)

TAHAP ENAM: Perubahan Definisi Dari Kemungkinan Diperlukan/Diinginkan Puslit Kimia-LIPI

Berdasarkan pengamatan bahwa kemampuan dan pengalaman Puslit Kimia-LIPI dalam membangun kemitraan dengan industri/UKM/masyarakat sudah cukup terbangun hanya saja masih perlu peningkatan lagi untuk sampai pada tahap yang diharapkan yaitu banyaknya hasil litbang yang dimanfaatkan oleh pihak industri

Kemitraan yang terbangun hanya membantu mengembangkan industri kecil dan masyarakat yang bersifat jangka pendek. Walaupun ada beberapa produk hasil litbang yang dapat dimitrakan pada industri besar seperti dengan Kimia Farma untuk produk-produk obat masih dalam tahap negosiasi

Sebagai unit penelitian, pengembangan, penerapan, dan perekayasaan hasil litbang harus secara terencana untuk membangun kemampuan dan keahlian disertai pengalaman, program konsultasi, program kontrak riset, pembinaan teknis, sampai pada inovasi teknologi untuk produk baru unggulan merupakan sasaran yang sudah jelas yang perlu dikembangkan kemudian bagi pihak industri./UKM diharapakan dengan penuh kesadaran dapat menerima hasil litbang yang ditawarkan oleh lembaga litbang

TAHAP Tujuh: Kegiatan Pemecahan Masalah Puslit Kimia-LIPI

1. Sebagai organisasi litbang terkemuka di Indonesia dalam bidang Iptek kimia dengan reputasi internasional dan berperan nyata dalam pembangunan nasional

2. Memberi komitmen masa depan bagi SDM Puslit Kimia LIPI baik secara individu maupun bersama sehingga semua SDM secara sukarela akan mau bekerja bersemangat dan bersunguh-sungguh

Page 169: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

169

3. Berdasarkan tekad untuk menjadi lembaga terkemuka dan komitmen SDM yang didukung oleh sarana dan prasarana yang ada, Puslit Kimia LIPI akan semakin meningkat kepercayaan dirinya, keyakinan untuk berperan langsung pada pembangunan nasional yang dilandasi oleh kemampuan yang dimilikinya

4. Dalam penyusunan program/kegiatan selalu mengacu pada kebutuhan pengguna/industry/masyarakat untuk memenuhi dan menjawab kebutuhan pihak industri/UMKM

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Terbangunnya kemitraan antara UPT BPPTK-LIPI dan Puslit Kimia-LIPI dengan industri/UKM belum maksimal dan manfaat yang saling menguntungkan karena kemitraan yang terjadi belum sepenuhnya profesional baik dari pihak lembaga litbang maupunpihak industri

2. Pihak industri/UKM belum sepenuhnya percaya atas kemampuan dan pengelaman yang dimiliki oleh UPT BPPTK-LIPI dan Puslit Kimia-LIPI dalam membantu perbaikan baik produk maupun teknologi dari indsutri/UMKM

3. UPT BPPTK-LIPI dan Puslit Kimia-LIPI sebagai organisasi litbang selalu berupaya mambangun kemitraan melalui produk teknologi yang dihasilkan meski pun belum maksimal, karena belum termasuk produk inovasi teknologi yang benar-benar memiliki nilai tambah bagi industri baik skala besar atau minimal skala menengah baru sebatas industri kecil/UKM

4. UPT BPPTK-LIPI dan Puslit Kimia-LIPI sebagai unit pengembangan produk teknologi khusunya di bidang pangan dan obat-obatan terkendala pada kewenangan dalam membangun kemitraan untuk produk teknologi yang benar-benar hasil inovasi maupun produk unggulan yang dibutuhkan oleh pihak industri/UKM sebagai produk industri yang berdaya saing tinggi

5. Untuk ke depan UPT BPPTK dan Puslit Kimia-LIPI belum memiliki kompetensi keahlian yang betul-betul dapat dijadikan merek dagang (trade mark) yang dapat dijual untuk mendorong dalam membangun kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution)

Saran

1. Untuk membangun kemitraan kearah yang profesional perlu dilakukan perubahan secara fungsional agar dapat menghasilkan inovasi yang mampu meningkatkan nilai tambah bagi poduk industri/UKM

2. Untuk membangun kemitraan yang profesional produk teknologi untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu produk industri perlu menetapkan kompetensi keahlian yang benar-benar bisa menjamin pihak industri/UKM dan berminat untuk membangun kemitraan yang profesional, seperti produk unggulan yang dijamin memiliki pasar dalam negeri maupun

Page 170: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

170

ekspor; produk inovasi yang dibutuhkan oleh pihak industri dalam meningkatkan nilai tambah yang saling menguntungkan (win-win solution).

3. Pemerintah perlu membantu pimpinan lembaga litbang dalam kebijakan pendanaan bagi pengembangan produk teknologi sebagai hasil inovasi maupun produk baru profesional yang unggulan dan memiliki nilai tambah dan dapat menciptakan lapangan kerja baru. Dengan pengembangan produk teknologi yang akan meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk juga untuk mempertahankan jati diri bangsa dalam memasuki era globalisasi.

DAFTAR PUSTAKA Checkland, Peter and Scholes, Jim. 1990. Soft Systems Methodology In Action. New York:

John Wiley & Sons.

Cu, Shalin J. 1999 dan Richard Nelson 1993, dalam Greca dkk, Pola Interaksi Antara Perguruan Tinggi-Pemerintah-Industri Kajian Triple Helix, Warta Kebijakan Iptek dan Manajemen Litbang Vol. 7 No.1 Juli 2008, Jakarta.

Delbrdige. 2008. An Illustrative application of Soft Systems Methodology (SSM) in a Library and Information Service Context: Process and Outcome. Library Management Vol 29 No.6/7

Delbridge, R. and Fisher, S. 2007, The use of soft systems methodology (SSM) in the management of library and information services: a review, Library Management, Vol. 28 Nos 6/7.

Endang Lestari HASTUTI. Kelembagaan Pemasaran Dan Kemitraan Komoditi Sayuran: Kasus di Desa-Desa di Jawa Tengah dan Sumatera Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Litbang Pertanian, Jl. A. Yani 70 Bogor, 16170

Ginandjar KARTASASMITA. Pemberdayaan ekonomi rakyat melalui kemitraan guna Mewujudkan ekonomi nasional yang tangguh dan mandiri. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas. Disampaikan Pada Seminar Nasional Lembaga Pembinaan Pengusaha Kecil Menengah dan Koperasi (LP2KMK-GOLKAR) Jakarta, 7 Nopember 1996

Khalil, T.M. 2000. Manajement of Technology: the Key to Competitiveness and Whealth Creation. New York: McGraw-Hill Books Co

Kotler, Philip. 1995. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, Edisi Kedelapan, Edisi Indonesia. Penerbit : Indonesia Empat

Konishi, Y. 2000. Industry-University Linkage and Role of Universities in the 21 Century. Dalam Conceicao P et al

Lall,S 1992, Understanding Technological Development, Development and Change, Vol 24 (1).

Page 171: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

171

Lembaga Pengembangan Inovasi. 2002. Komersialisasi Produk Litbang.Sebuah Proses Pembelajaran. Jakarta.

Mohammad Jafar Hafsah,Ir, Dr. 2000. Kemitraan Usaha. Konsepsi dan Strategi.Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Misra.K.V,(1995) Komersialisasi Program Litbang: Suatu Skenario Indah. 39.

Nazir, Moh, Ph.D. 1983. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.

Pandangan dan Sikap SPI tentang kedaulatan pangan, 2 January 2008

Paul C. Light. The Pillars Of High Performance. 4 Kunci Penting Menuju Perusahaan Yang sehat dan Kuat. PT Buana Ilmu Popular. Juli 2008.

Pettigrew, Andrew dan Whipp, Richard. 1996. Unggul Bersaing Melalui Inovasi, Bisnis Mutakhir. Penerbit: Abdi Tandur

Porter, M. E., 1980. Competitive Strategy: Technique for Analyzing Industries and Competitor. New York: The Free Press.

Prescott, J.E and Grant, J.H., 1988. A Manager’s Guide for Evaluating Competitive Analysis Tchniques. Interfaces. 18(3), may-Yune, hlm 10-22.

SAPTANA, Keunggulan Komparatif-Kompetitif Dan Strategi Kemitraan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi PertaniaNBadan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian RI.

http://bisnis.vivanews.com/news/read/112909-. diambil tanggal 8 juni 2010 Jakarta, matanews.com Mon, Aug 31, 2009. Diakses 13 mei 2010

Surminah, Iin dkk. 2006. Studi Kemitraan Lembaga Litbang Untuk Mendorong Penerapan Iptek. Penerbit LIPI Press. Jakarta

UU Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

You Tzu Li, David G. Jansson, Ernest G. Cravalho, 1980, Technology Inovation In Education dan Industry, Massachusetts Institute of Technology Cambridge, Massachusetts.

Pettigrew, Andrew dan Whipp, Richard. 1996. Unggul Bersaing Melalui Inovasi, Bisnis Mutakhir. Penerbit : Abdi Tandur

Porter, M. E., 1980. Competitive Strategy: Technique for Analyzing Industries and Competitor. New York: The Free Press.

Prescott, J.E and Grant, J.H., 1988. A Manager’s Guide for Evaluating Competitive Analysis Tchniques. Interfaces. 18(3), may-Yune, hlm 10-22.

UU Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

You Tzu Li, David G. Jansson, Ernest G. Cravalho, 1980, Technology Inovation In Education dan Industry, Massachusetts Institute of Technology Cambridge, Massachusetts.

Page 172: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

172

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENELITI DI LEMBAGA LITBANG STUDI KASUS

LIPI

Hartiningsih, Sigit Setiawan, Ikbal Maulana, Kusbiantono

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK Setiap organisasi litbang berkepentingan untuk meningkatkan produktivitas para penelitinya. Namun, kegiatan litbang adalah kegiatan intelektual yang kreatif, di mana produktivitas tiap orang tidak bisa dipaksakan oleh manajemen. Sebagian besar kegiatan penelitian terjadi di dalam kepala/pikiran yang tidak terlihat oleh orang lain. Yang bisa dilakukan oleh manajemen/organisasi hanyalah menciptakan kondisi-kondisi yang bisa berpengaruh positif mendorong para peneliti untuk lebih produktif. Melalui survei kuantitatif penelitian ini melacak faktor-faktor yang berpengaruh pada produktivitas peneliti, yang meliputi faktor pribadi/motivasi peneliti dan faktor lingkungan kerja. Dengan memahami bagaimana faktor-faktor ini berpengaruh pada produktivitas peneliti diharapkan organisasi bisa mengetahui kebijakan dan strategi yang tepat dalam meningkatkan produktivitas ini. Dengan analisa faktor dan penghitungan korelasi antar-faktor ditemukan bahwa faktor-faktor kepemimpinan, konsistensi organisasi dan lingkungan sosial peneliti berkorelasi erat dengan produktivitas peneliti. Namun, pengaruh faktor-faktor ini terhadap produktivitas lebih rendah dibandingkan pengaruh motivasi pribadi terhadap produktivitas. Dibandingkan dengan di negara-negara maju, di Indonesia lebih banyak faktor higin yang belum dipenuhi. Tidak dipenuhinya faktor-faktor higin yang menyebabkan motivasi berpengaruh terhadap produktivitas. Kata Kunci: produktivitas peneliti, motivasi, lingkungan kerja

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produk-produk teknologi terbaru dan canggih relatif mudah ditemukan di tanah air. Bahkan, produk-produk, seperti smartphone atau komputer tablet, memasuki pasar Indonesia hampir pada saat yang sama dengan pasar di negara-negara maju. Bahkan ada vendor yang melakukan peluncuran awal dari smartphone termahalnya malah dilakukan di Indonesia, bukan di negara-negara maju dan kaya. Itupun banyak orang antri untuk mendapatkannya. Bukankah ini menunjukkan penghargaan masyarakat pada teknologi?

Namun, kesukaan terhadap produk teknologi canggih ini tidak diimbangi pada penghargaan terhadap proses litbang yang panjang dan melelahkan untuk menghasilkannya. Anggaran litbang masih rendah, dan persentase terbesar masih

Page 173: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

173

datang dari pemerintah. Kinerja para peneliti kita di tingkat internasional masih lebih rendah dari pada beberapa negara tetangga yang penghargaan terhadap penelitinya memang lebih baik.

Perumusan Masalah

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif (exploratory research) yang mencoba menjawab: Faktor-faktor apa yang berpengaruh pada produktivitas peneliti di LIPI?

Untuk menjawab pertanyaan ini kami mengeksplorasi dua aspek yang memiliki kemungkinan berpengaruh pada produktivitas peneliti, yakni:

1. Aspek internal, yakni motivasi dari peneliti, persepsi peneliti tentang dirinya sendiri.

2. Aspek eksternal, yakni lingkungan kerja, baik organisasi secara formal, termasuk kepemimpinan, maupun lingkungan sosial sesama peneliti.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor yang mendorong produktivitas peneliti.

Manfaat Penelitian

Teridentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada produktivitas peneliti, sehingga manajemen bisa menentukan kebijakan dan tindakan yang tepat dalam mendorong peningkatan produktivitas peneliti.

KERANGKA BERPIKIR

Dalam melaksanakan penelitian ini diambil kerangka konseptual sebagai berikut:

Page 174: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

174

Dalam kerangka konseptual kami menggunakan konsep iklim organisasi, bukan kultur organisasi, karena, menurut Denison (1996, hal. 621), ”Studying culture required qualitative research methods and an appreciation for the unique aspects of individual social settings. Studying organizational climate, in contrast, required quantitative methods and the assumption that generalization across social setting not only was warranted but also was the primary objective of the research.” Karena studi kami mengambil data pada satu situasi (snapshot), dengan menggunakan kuesioner, maka yang sesuai adalah dengan mengambil konsep iklim organisasi. Iklim organisasi ini memiliki dimensi-dimensi (Siegel & Kaemmerer, 1978) sebagai berikut:

1. Kepemimpinan (leadership): tipe kepemimpinan yang mendukung inisiasi dan pengembangan ide-ide baru dan memastikan penyebaran kekuasaan ke seluruh sistem, dan mendukung pengembangan individu dan mengahargai kapasitas tiap orang untuk berfungsi secara kreatif.

2. Rasa memiliki (ownership): anggota-anggota organisasi bisa memberikan dan mengembangkan gagasan, proses dan prosedur yang berhubungan dengan pekerjaan mereka.

3. Norma-norma keragaman (norms of diversity): anggota-anggota organisasi maupun manajemen memiliki sikap yang positif terhadap keragaman, dan menghargai pendekatan dan solusi yang kreatif.

4. Pengembang terus-menerus (continuous development): bagi organisasi yang inovatif, perubahan dianggap selalu terjadi, karena itu anggota-anggota organisasi selalu mempertanyakan asumsi-asumsi dasar dari sistem,

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Page 175: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

175

sebagai akibatnya organisasi terus menggeser titik berat dari tujuan-tujuannya.

5. Konsistensi: adanya keselarasan atau konsistensi antara proses dan produk yang hendak dihasilkannya.

Setelah melihat pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuesioner dari Siegel & Kaemmerer (1978), kami memutuskan untuk menanggalkan dimensi tersebut, karena hal itu sudah otomatis ada pada lembaga litbang seperti LIPI.

METODE

Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengisian lembar pertanyaan (kuesioner) terhadap peneliti di lingkungan LIPI. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur dan dokumentasi berupa bahan kepustakaan dalam bentuk buku, laporan hasil penelitian, jurnal serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Berdasarkan data sekunder diperoleh sejumlah 1239 peneliti di lingkungan LIPI, yang dianggap sebagai populasi. Pada penelitian ini yang dijadikan responden penelitian adalah peneliti di lingkungan Puslit-LIPI, yang terpiih sebagai sampel. Sampel

Peneliti yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan penelitian dan/atau pengembangan iptek pada satuan organisasi litbang di LIPI, yang diatur dalam Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti.

Atas pertimbangan tersebut dan terbatasnya dana penelitian, maka pengambilan sampel dilakukan dengan mengirim kuesioner ke 400 peneliti secara purposive sampling (sampling kebijaksanaan) dan convinience sampling (sampling kemudahan) dengan memilih peneliti di dalam daftar kerangka sampling. Karena teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan non probability sampling (metode tak acak), maka hasilnya tidak dapat digunakan untuk menggeneralisasi populasi. Analisis Faktor

Sebelum melakukan analisis data, pertama-tama yang perlu dilakukan adalah Uji reabilitas. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan sejauh mana suatu instrumen yang digunakan dapat dipercaya atau dapat dandalkan. Dalam penelitian ini, dengan menggunakan skor-skor item dalam daftar pertanyaan dilakukan uji reabilitas menggunakan uji Alpha Cronbach. Variabel dikatakan valid, bila nilai nilai realibilitasnya (r) lebih besar dari 0,3.

Page 176: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

176

Dimensi-dimensi yang sudah kami jelaskan dalam kerangka berpikir, kami bongkar dan susun ulang dengan analisis faktor. Ini dimaksudkan untuk mencari faktor-faktor yang mendasari variabel-variabel atau pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Analisis faktor, merupakan perluasan dari analisis komponen utama adalah suatu teknik untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menerangkan hubungan variabel-variabel yang berkaitan. Maksud melakukan analisis faktor ialah mencari variabel baru yang disebut faktor yang saling tidak berkorelasi, bebas satu sama lainnya. Sehingga tujuannya adalah untuk mendapatkan sejumlah kecil faktor yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1). Mampu menerangkan keragaman data dengan semaksimal mungkin;

2). Saling bebas;

3). Dapat diinterpretasikan dengan lebih jelas.

Di dalam memformulasikan/merumuskan masalah analisis faktor, variabel yang digunakan untuk menganalisis faktor harus dispesifikasikan berdasarkan hasil penelitian dan variabel-nariabel tersebut harus diukur dengan menggunakan skala interval dan rasio sebagai data metrik (Supranto, 2004).

Variabel operasional dalam penelitian ini menggunakan 37 variabel, yang perlu dihitung tingkat reliabilitasnya untuk melihat kesesuaian alat ukur (instrumen yang digunakan) dengan yang diukur, sehingga alat ukur ini dapat dipercaya atau diandalkan. Untuk mencapai reliabilitas perlu memperhatikan 3 aspek : kemantapan, ketepatan, dan homogenitas (Bungin, 2006).

Salah satu ukuran untuk mengetahui apakah data layak dianalisis dengan analisis faktor adalah dengan menggunakan statistik Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) yang mengukur kecukupan sampling. Nilai KMO yang kecil mengindikasikan bahwa penggunaan analisis faktor harus dipertimbangkan kembali, karena korelasi antara variabel tidak dapat diterangkan oleh variabel lain. Kaiser dan Rice (1974) menetapkan karakteristik pengukuran bahwa nilai KMO sebesar 0,90 adalah sangat bagus, 0,80 adalah bagus, 0,70 adalah cukup, 0,60 adalah kurang, 0,50 adalah jelek, dan dibawah 0,50 tidak dapat diterima (Sharma, 1996).

Faktor-faktor (komponen) yang diperoleh melalui AKU seringkali masih sulit untuk secara langsung diinterpretasikan. Seringkali suatu variabel nampaknya tidak mempunyai korelasi dengan faktor manapun, sedangkan tujuan dari analisis faktor adalah untuk memperoleh faktor yang berisi variabel-variabel yang mempunyai korelasi yang tinggi satu sama lain. Untuk itu dilakukan rotasi terhadap matriks loading. Dengan merotasi matriks loading maka setiap variabel asal akan mempunyai korelasi yang tinggi dengan faktor tertentu saja dan tidak dengan faktor lainnya. Dengan demikian setiap faktor akan lebih mudah diinterpretasikan.

Page 177: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

177

HASIL DAN BAHASAN Pembentukan Faktor dan Pengelompokan Variabel Produktivitas Peneliti

Untuk keperluan analisis faktor dalam menentukan peningkatan produktivitas peneliti, digunakan 37 (tigapuluh tujuh) variabel yang dianggap mempengaruhi salah satu (atau lebih) dari faktor-faktor yang terbentuk. Tigapuluh tujuh variabel tersebut dikembangkan oleh tim peneliti yang disesuaikan dengan kondisi unit penelitian dan pengembangan di LIPI.

Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut, terhadap 37 variabel yang berperan dalam menentukan produktivitas peneliti LIPI dilakukan uji validitas. Penelitian ini menggunakan nilai r kritis 0,3 yang berarti jika nilai r hitung berada di atas 0,3 maka dinyatakan valid. Dari hasil uji validitas dan realibilitas terhadap 37 variabel tersebut, diperolehhasil bahwa secara keseluruhan 37 variabel tersebut signifikan dengan nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,9. Dari masing-masing variabel (37 variabel) secara statistik juga diperoleh hasil yang signifikan dengan nilai Cronbach's Alpha pada kisaran 0,893 sampai dengan 0,903 (Lihat lampiran luaran SPSS).

Langkah yang dilakukan selanjutnya adalah menentukan nilai akar ciri (eigen value) atau persentase keragaman dari kombinasi linier. Nilai akar ciri menunjukkan besarnya keragaman yang dapat diterangkan oleh masing-masing komponen/kombinasi linier. Semakin besar nilai akar ciri (eigen value), maka semakin besar pula persentase keragaman yang diterangkan oleh komponen/kombinasi linier tersebut, sehingga akar ciri disusun dari nilai yang tertinggi sampai ke nilai yang terendah.

Pemilihan komponen utama itu sendiri menggunakan kriteria (minimum eigen value) yaitu memilih komponen-komponen yang memiliki akar ciri (eigen value) lebih besar dari 1 (satu) atau persentase proporsi keragaman kumulatif sekurang-kurangnya 60 persen dari seluruh total keragaman. Dengan ketentuan tersebut diperoleh hasil bahwa dari ketigapuluh tujuh variabel bebas tersebut mampu direduksi menjadi 9 (sembilan) komponen utama atau sering disebut sembilan faktor atau dimensi.

Kesembilan komponen utama tersebut mampu menjelaskan keragaman data asal sebesar 66,05%. Yang uraiannya adalah sebagai berikut. Komponen pertama mampu menjelaskan keragaman data asal sebesar 28,67%. Komponen kedua mampu menjelaskan keragaman data asal sebesar 7,86%. Komponen ketiga mampu menjelaskan keragaman data asal sebesar 6,14%. Komponen kesembilan mampu menjelaskan keragaman data asal sebesar 2,82%. Kesembilan komponen utama tersebut tidak berkorelasi satu sama lain (orthogonal).

Dalam analisis komponen utama, biasanya interpretasi variabel ke dalam salah satu komponen utama masih sulit dilakukan karena masih ada variabel yang mempunyai korelasi cukup tinggi di beberapa komponen utama sehingga perlu dilakukan rotasi. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dilakukan rotasi dengan menggunakan metode rotasi varimax yaitu rotasi ortogonal yang memaksimumkan keragaman. Nilai keragaman faktor-faktor tersebut tidak berubah baik sebelum maupun sesudah rotasi. Dengan dilakukannya rotasi dapat

Page 178: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

178

lebih jelas menafsirkan hubungan variabel-variabel asal dengan masing-masing faktornya. Dari hasil analisis komponen utama tersebut, ketigapuluh tujuh variabel mengelompok kedalam 9 komponen utama (selanjutnya masing-masing komponen disebut sebagai faktor dari produktivitas peneliti).

Tabel 1

Persentase Keragaman Kumulatif Komponen Utama

Komponen Akar Ciri Keragaman (%) Kumulatif Keragaman (%)

1 10.61 28.67 28.67

2 2.91 7.86 36.53

3 2.27 6.14 42.67

4 2.01 5.43 48.1

5 1.74 4.71 52.81

6 1.44 3.9 56.7

7 1.23 3.32 60.02

8 1.19 3.21 63.24

9 1.04 2.82 66.05

Sumber: Hasil dari pengolahan data dengan SPSS

Pada penelitian ini variabel-variabel yang diamati atau data yang digunakan berasal dari data sampel, sehingga perlu menghitung nilai Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) yang digunakan untuk menentukan apakah hasil suatu faktor dapat dinyatakan telah tepat. Berdasarkan data yang diperoleh dari 182 responden, diperoleh nilai KMO sebesar 0,883, yang berarti analisis faktor dapat dilanjutkan karena nilai KMO > 0,5.

Sembilan faktor yang terbetuk tersebut, selanjutkan diberi nama sebagai berikut. Faktor 1 (Kepemimpinan), Faktor 2 (Lingkungan sosial peneliti), Faktor 3 (Konsistensi organisasi), Faktor 4 (motivasi), Faktor 5 (Insentif dan lingkungan), Faktor 6 (Produktivitas & kompetensi), Faktor 7 (Perkembangan ilmu), Faktor 8 (Pejabat struktural), dan Faktor 9 (Birokrasi). Pengelompokan 37 variabel penelitian kedalam 9 faktor selengkapnya adalah sebagai berikut.

Page 179: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

179

Tabel 2 Pengelompokan Variabel Penelitian kedalam 9 Faktor

Faktor Kode Variabel

Faktor 1 Kepemimpinan

P1 p2 p3 p6 p7 p8 p9 pd10

Pimpinan menghargai kesungguhan peneliti dalam melakukan penelitian Pimpinan mengawasi agar kegiatan penelitian berjalan baik Pimpinan menganggap para peneliti sangat kompeten dalam melakukan penelitian Pimpinan menerima ide penelitian siapa saya yang berkualitas Pimpinan mendorong peneliti utk menyatakan pendapat dan kritik Pimpinan mendorong pengembangan diri peneliti Pimpinan memiliki visi untuk meningkatkan reputasi Puslit Prestasi saya sebagai peneliti dihargai rekan2 saya

Faktor 2 Lingkunan sosial peneliti

k1 k2 k3 k4 k5 k6 k7

Peneliti bisa bekerjasama dengan baik dalam tim penelitian Peneliti mudah dimintai saran dan pendapatnya Peneliti sangat antusia melakukan penelitian dan publikasi ilmiah Peneliti berambisi menjadi profesor riset yang hebat Peneliti menghargai prestasi rekan2 nya Sebagian peneliti memiliki reputasi hebat & berpengaruh pada peneliti lainnya Peneliti menghargai perbedaan pendapat

Faktor 3 Konsistensi organisasi

O1 O2 O3 O4

Rencana nyata untuk meningkatkan reputasinya Saya fleksibel & terbuka pada perubahan Saya melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang direncanakan Aturan/kebijakan yang hendak dicapai

Faktor 4 Motivasi

S2 S4 Pd1 Pd6 Pd7 Pd12

Turut berusaha memajukan puslit saya Turut menentukan keberhasilan penelitian tim saya Saya menikmati bekerja sebagai peneliti Saya berambisi menjadi peneliti reputasi nasional Saya berambisi menghasilkan karya ilmiah yang monumental Saya ingin mempengaruhi masyarakat/negara/industri melalui penelitian

Faktor 5 Insentif dan lingkungan

Pd2 Pd4 Pd5 Pd9 Pd11 S3

Saya giat melakukan penelitian untuk menghindari teguran atasan Saya membuat karya tulis ilmiah agar fungsional tidak dicabut Tunjangan fungsional & insentif merupakan faktor dominan membuat karya ilmiah Saya meneliti sunguh2 supaya diterima di lingkungan Saya giat melakukan penelitian karena terbawa suasana lingkungan yang aktif Saya bekerja di LIPI karena suka meneliti

Faktor 6 Produktivitas & kompetensi

Pd14 Pd15

Produktivitas saya sebagai peneliti di bawah rata-rata Kompetensi saya sebagai peneliti di bawah rata-rata

Faktor 7 Perkembangan ilmu

K8 K9

Mengalokasikan waktunya untuk kegiatan di puslit Mengikuti perkembangan terkini di bidang keilmuan

Faktor 8 Pejabat Struktural

Pd13 Saya ingin menjadi pejabat struktural agar bisa merealisasikan ide

Faktor 9 Birokrasi

P4 Pimpinan puslit sangat dominan dalam menentukan topik/tema penelitian

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS

Page 180: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

180

Hubungan antara Faktor-faktor Penentu Kualitas Produktivitas Peneliti

Uraian ini mencoba mengkaitkan faktor-faktor penentu produktivitas peneliti yang meliputi: Kepemimpinan, Lingkungan sosial peneliti, Konsistensi organisasi, motivasi, Insentif dan lingkungan, Produktivitas & kompetensi, Perkembangan ilmu, Pejabat struktural, dan Birokrasi. Hal ini karena faktor-faktor tersebut memiliki aspek yang penting dalam menentukan produktivitas peneliti di lingkungan LIPI. Tabel di bawah ini adalah nilai korelasi antara faktor-faktor penentu produktivitas yang hasilnya adalah sebagai berikut.

Tabel 3

Korelasi Faktor-faktor Penentu Produktivitas Peneliti

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4 Faktor 5 Faktor 6 Faktor 7 Faktor 8 Faktor 9

Faktor 1 1 0.67*) 0.71*) 0.29*) 0.25 0.08 0.21 0.17 0.11

Faktor 2 1 0.56*) 0.31*) 0.24 -0.01 0.30*) 0.11 0.03

Faktor 3 1 0,28*) 0,18 -0,08 0,19 0,14 -0,01

Faktor 4 1 -0,05 -0,21 0,06 0,16 0,01

Faktor 5 1 0,08 0,04 0,21 0,11

Faktor 6 1 0,06 -0,03 0,05

Faktor 7 1 0,03 -0,14

Faktor 8 1 0,09

Faktor 9 1

Sumber: Diolah dari data primer

Faktor penentu produktivitas peneliti yang berkorelasi positif dan signifikan secara statistik, adalah antara faktor 1 (Kepemimpinan) dengan faktor 2 (Lingkungan sosial peneliti) sebesar 0,67. Selanjutnya antara faktor 1 dengan faktor 3 (Konsistensi organisasi) sebesar 0,71. Dan yang terakhir antara faktor 2 dengan faktor 3 sebesar 0,56. Selanjutnya nilai koefisien korelasi secara statistik masih signifikan, namun nilainya masih di bawah 0,5 adalah antara faktor 1 dengan faktor 4 (Motivasi), antara faktor 2 dengan faktor 4, antara faktor 2 dengan faktor 7 (perkembangan ilmu), serta antara faktor 3 dengan faktor 4. Namun secara keseluruhan faktor-faktor penentu produktivitas berkorelasi relatif rendah.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Peneliti

Untuk melihat pengaruh suatu variabel independen terhadap variabel dependen, maka perlu analisis regresi. Dalam hal ini Analisis regresi yang dimaksudkan adalah untuk melihat berapa besar pengaruh/hubungan faktor

Page 181: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

181

independent (faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas penelitian) terhadap faktor dependent (produktivitas peneliti). Faktor independent dalam panelitian ini adalah 9 faktor yang terbentuk dari variabel operasional dalam peningkatan kualitas penelitian yang direduksi dari 37 variabel. Sementara itu untuk faktor produktivitas, dalam penelitian ini digunakan 2 versi ukuran produktivitas. Produktivitas versi 1 diukur berdasarkan kecepatan relatif dalam pencapaian jenjang fungsional peneliti (semakin muda usia peneliti dan semakin tinggi jenjang fungsional peneliti semakin produktif). Produktivitas versi 2 didasarkan pada jumlah total publikasi ilmiah peneliti 3 tahun terakhir.

Dari hasil analisis regresi antara keseluruhan faktor (9 faktor) yang mempengaruhi kualitas penelitian dengan Produktivitas peneliti (produktivitas versi 1 maupun versi 2), keduanya diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) yang kecil sekali, yaitu sebesar 0,203. Ini berarti bahwa kesembilan faktor tersebut hanya mampu menjelaskan produktivitas peneliti sebesar 20,3% sedangkan sisanya 79,7% dipengaruhi atau dijelaskan oleh faktor lain diluar kesembilan faktor tersebut.

Tabel 4 berikut di bawah merupakan ringkasan hasil korelasi antara 9 faktor yang berpengaruh terhadap kualitas penelitian dengan produktivitas peneliti versi 1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa secara keseluruhan terdapat korelasi yang rendah antar keduanya. Walaupun koefisien determinasinya rendah sekali, tetapi secara statistic masih terdapat 3 faktor yang signifikan yaitu untuk Faktor Aturan/kebijakan (0,004); Faktor Ingin menjadi peneliti yang tangguh (0,003); Faktor Kompetensi (0,00) dan Faktor Pejabat struktural (0,00)

Tabel 4

Ringkasan Hasil Korelasi antara 9 Faktor yang Berpengaruh terhadap Kualitas Penelitian dengan Produktivitas Peneliti versi 1

Faktor Koefisien Beta Nilai t Signifikan

Kepemimpinan -0,117 -1,143 0.254

Lingkungan sosial peneliti -0,028 -0,322 0,748

Konsistensi organisasi 0,259 2,947 0,004

Motivasi 0,204 2,982 0,003

Insentif dan lingkungan 0,103 1,568 0,118

Kompetensi -0,228 -3,540 0,000

Perkembangan ilmu -0,050 -0,785 0,433

Page 182: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

182

Pejabat structural -0,238 -3,672 0,000

Birokrasi 0,000 0,004 0,996

Koefisien determinasi (R2) 0,203

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS

Tabel 5 berikut di bawah merupakan ringkasan hasil korelasi antara 9 faktor yang berpengaruh terhadap kualitas penelitian dengan produktivitas peneliti versi 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa secara keseluruhan terdapat korelasi yang rendah antar keduanya (0,203). Tetapi secara statistik terdapat 2 faktor yang signifikan yaitu untuk Faktor Ingin menjadi peneliti yang tangguh (0,001); dan Kompetensi (0,001).

Tabel 5

Ringkasan Hasil Korelasi antara 9 Faktor yang Berpengaruh terhadap Kualitas Penelitian dengan Produktivitas Peneliti versi 2.

Faktor Koefisien Beta Nilai t Signifikan

Kepemimpinan 0,174 1,714 0,088

Lingkungan sosial peneliti 0,012 0,142 0,887

Konsistensi organisasi 0,046 0,523 0,602

Motivasi 0,236 3,465 0,001

Insentif dan lingkungan 0,013 0,197 0,844

Kompetensi -0,225 -3,508 0,001

Perkembangan ilmu -0,097 -1,523 0,129

Pejabat structural -0,108 -1,679 0,095

Birokrasi -0,019 -0,299 0,765

Koefisien determinasi (R2) 0,203

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS

Berdasarkan analisis di atas, ternyata produktivitas peneliti dalam pengembangan pengetahuan tidak ditentukan oleh seluruh faktor tersebut di atas, namun hanya 3 faktor yang berperan mempengaruhi produktivitas peneliti. Hal lain yang menyebabkan lemahnya hubungan ini adalah skala pengukuran yang

Page 183: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

183

digunakan adalah skala likert. Dalam penelitian yang menggunakan skala likert ini cenderung memiliki hubungan yang relatif kecil.

Kekuatan Sistem Insentif

Secara total pengaruh variabel-variabel dalam kuesioner kami hanya sekitar 20 persen pada produktivitas. Mengapa hal ini terjadi?

Yang memebedakan kondisi di Indonesia dengan di negara-negara maju adalah ukuran produktivitas yang digunakan. Di Indonesia, nilai KUM antara makalah yang terbit di jurnal luar neger dan jurnal dalam negeri hanya berbeda 5 angka. Padahal perbedaan tingkat kesulitannya, maupun lamanya waktu untuk bisa diterbitkan sangat besar. Karena itu dorongan untuk menulis di jurnal internasional sangat rendah. Hanya orang-orang tertentu, yang jumlahnya sangat terbatas, yang mau mengupayakan untuk menulis di jurnal internasional. Ini bisa dilihat dari rata-rata publikasi jurnal internasional dalam 3 tahun terakhir yang hanya 0.82 (kurang dari 1).

Berdasarkan FGD yang kami lakukan di tiga puslit – P2 Fisika, P2 Informatika dan P2 Biologi – didapat informasi bahwa untuk proyek DIPA dan Dikti/Ristek semuanya dilibatkan, apapun kinerjanya sebelumnya. Produktivitas dan kualitas penelitian tidak menjadi pertimbangan dalam melibatkan orang dalam proyek DIPA ataupun Dikti/Ristek. Proyek penelitan yang lebih selektif adalah yang berasal dari program kompetitif, ataupun yang pendanaannya dari luar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian ini adalah:

Pengaruh organisasi secara keseluruhan sangat rendah terhadap produktivitas peneliti. Ini dikarenakan organisasi tidak memberikan insentif pada kinerja yang bisa dirasakan dalam jangka pendek. Atau hal-hal yang mestinya bisa dijadikan insentif, hilang efek insentifnya karena dibagikan ke setiap orang secara sama tanpa memperdulikan kinerjanya.

Di antara pengaruh-pengaruh yang kecil ini, motivasi pribadi memiliki pengaruh yang berarti.

Saran-saran yang bisa kami ajukan adalah sebagai berikut:

Insentif

Agar peneliti lebih terdorong meningkatkan produktivitasnya, maka komponen insentif – yang diperoleh karena kinerjanya harus lebih besar dibandingkan yang pasti diperoleh tanpa mempertimbangkan kinerja seseorang. Insentifnya juga tidak harus dalam bentuk seseorang mendapatkan atau tidak sama sekali. Bisa juga insentifnya dibuat dalam beberapa tingkat. Misalnya yang kinerjanya sangat rendah hanya diijinkan melakukan studi meja (desk study), atau

Page 184: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

184

dalam jumlah jam kerja yang rendah, sedangkan yang lebih produktif bisa mendapatkan jumlah jam yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya.

Insentifnya bisa juga dalam bentuk pengakuan. Misalnya setiap satker menentukan tim penelitian terbaik ataupun peneliti terbaik setiap tahunnya. Demikian juga di tingkat LIPI perlu ditentukan tim peneliti terbaik ataupun peneliti yang paling produktif setiap tahunnya. Pengakuan, jika dipublikasikan secara luas, akan dipersepsi sebagai penghargaan yang berarti juga bagi peneliti.

Strategi harus mengikuti visi, dan struktur harus mengikuti strategi. Karena itu jika LIPI hendak menjadi world-class research institution, maka seluruh instrumen organisasi harus diarahkan untuk mendukung pencapaian visi tersebut, termasuk sistem insentifnya. Jika LIPI ingin memiliki reputasi internasional, maka publikasi internasional harus secara eksplisit disosialisasikan dan didorong dengan sistem insentif, baik finansial maupun pengakuan.

Kepemimpinan

Tugas pemimpin satker adalah mencari proporsi yang tepat antara tindakan memelihara atau maintaining (M) dan tindakan produksi (P). Tindakan memelihara, antara lain, meliputi memperhatiakan bawahan, perhatian terhadap kebutuhan dan cita-cita mereka, membuat mereka merasa penting, membuat orang merasa menjadi bagian dari Satker, dan lain-lain. Sementara tindakan produksi, antara lain, meliputi menjadwalan pekerjaan, mendefinisikan tujuan, menjelaskan pada bawahannya bagaimana mencapai tujuan tersebut, serta memastikan agar bawahannya melakukan apa yang diharapkan dari mereka. Pemimpin bisa menentukan kualitas manajemen dan konsistensi organisasi.

Lingkungan Sosial Sesama Peneliti

Peran lingkungan sosial cukup besar bagi peneliti. Mereka bisa saling menginspirasi ataupun sebaliknya saling melemahkan motivasi masing-masing. Tindakan dari pemimpin Satker bisa turut membantu terbentuknya lingkungan sosial yang kondusif.

Motivasi

Meskipun motivasi intrinsik sangat berperanan dalam menentukan produktivitas, penghargaan dan pengakuan dari lingkungan dan manajemen bisa membuat peneliti lebih bersemangat lagi dalam berprestasi. Karena itu pemimpin perlu memaksimalkan pengaruh insentif baik finansial dan penghargaan dalam mendorong produktivitas para peneliti.

Page 185: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

185

DAFTAR PUSTAKA

Abbey, A. & Dickson, J.W. (1983). R&D Work Climate and Innovation in Semiconductors. Academy of Management Journal 26 (2).

Abbott, J, & Kleiner, B.H. (1992). Incentive pay: Not just for top management. Work Study, Mar/Apr, 41(2).

Abdullah, B. (2006). Menanti kemakmuran negeri: kumpulan esai tentang pembangunan sosial ekonomi Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ambos, B. & Schlegelmilch, B.B. (2008). Innovation in Multinational Firms: Does Cultural Fit Enhance Performance? Management International Review, 48 (2).

Ayers, D.F. (2005). Organizational Climate in Its Semiotic Aspect: A Post Modern Community College Undergoes Renewal. Community College Review 33(1), Fall.

Badawy, M.K. (1971). Industrial scientists and engineers: Motivational style differences. California Management Review, Fall, 14(1).

Badawy, M.K. (2007). Managing Human Resources. Research Technology Management, July – August.

Balderston, J., Birnbaum, P., Goodman, R., & Stahl, M. (1984). Modern Management Techniques in Engineering and R&D. Van Nostrand Reinhold.

Brown, M.G., & Svenson, R.A. (1998). Measuring R&D productivity. Research Technology Management, Nov/Dec, 41(6).

Chen, Y., Gupta, A., Hoshower, L. (2006). Factors That Motivate Business Faculty to Conduct Research: An Expectancy Theory Analysis. Journal of Education for Business, 81(4).

Cohen, B.H., & Lea, R.B. (2004). Essentials of Statistics for the Social and Behavioral Sciences. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.

Cooper, R.G. & KleinSchmidt, E. J. (2007). Winning businesses in product development: the critical success factors. Research Technology Management, 50 (3), May/June.

Couto, J.P., & Vieira, J.C. (2004). National Culture and Research and Development Activities. Multinational Business Review, 12(1).

Daryatmi, 2002. Pengaruh motivasi, pengawasan dan budaya kerja terhadap produktivitas karyawan perusahaan. Diakses http://www.eprints.ums.ac.id/125/1/daryatmi pdf, 26/10/2010.

Denison, D.R. (1996). What is the difference between organizational culture and organizational climate? A native's point of view on a decade of paradigm wars. The Academy of Management Review 21(3).

Endang Lestari Hastuti, 1998. Hambatan Sosial Budaya Dalam Pengarusutamaan Gender di Indonesia, diakses dari http://www.ejournal.unud.ac.id, 03/01/2011.

Fogarty, T.J. & Ruhl, J.M. (1997). Institutional antecedents of accounting faculty research productivity: A LISREL study of the “Best and the Brightest”. Issues in Accounting Education, 12 (1).

Fox, K.J. & Milbourne, R. (1999). What Determines Research Output of Academic Economists? The Economic Record 75(230), September, p. 256-67.

Gavrila, C., Caulkins, J.P., Feichtinger, G., Tragler, G. , Hartl, R.F. (2005). Managing the

Page 186: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

186

reputation of an award to motivate performance . Mathematical Methods of Operations Research, 61: 1 – 22.

Giddens, A. (1984). The Constitution of Society. University of California Press, Berkeley and Los Angeles.

Goodwin, T.H., & Sauer, R.D. (1995). Life Cycle Productivity in Academic Research: Evidence from Cumulative Publication Histories of Academic Economists. Southern Economic Journal 61(3).

Grover, V., Segars, A.H., and Simons, S.J. (1992). An Assessment of Institutional Research Productivity in MIS. Data Base, 23(4), 5-9.

Hofstede, G. (1987). Culture and Organizations: Software of the Mind. New York: McGraw-Hill.

Hofstede, G. (1994). Mangement Scientists are Human. Management Science, 40 (1).

Hu, Q. & Gill, T.G. (2000). IS faculty research productivity: Influencial factors and implications. Information Resources Management Journal, 13(2), 15-25.

Isaac, R.G., Herremans, I.M., Kline , T.J.B. (2009). Intellectual capital management: pathways to wealth creation. Journal of Intellectual Capital , 10(1), hal. 81-92.

Jain, R.K., Triandis, H.C., & Weick, C.W. (2010). Managing research, development and innovation : managing the unmanageable. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Jamrog, J., Vickers, M., & Bear, D. (2006). Building and Sustaining a Culture that Supports Innovation. HR. Human Resource Planning, 29 (3).

Jin, J.C. & Yau, L. (1999). Research productivity of the economics professions in East Asia. Economic Inquiry 37(4), October.

Johnson, R.A. & Wichern, D.W. (1992). Applied Multivariate Statistical Analysis. Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Jordan, G.B. (2005). What matters to r&d workers. Research Technology Management, May/Jun, 48(3).

Kalling, T. (2003), ‘‘Organization-internal transfer of knowledge and the role of motivation: a qualitative case study’’, Knowledge and Process Management, Vol. 10 No. 2, Chichester, April/June, p. 115.

Kaya, N. & Weber, M.J. (2003). Faculty Research Productivity: Gender and Discipline Differences. Journal of Family and Consumer Sciences, Nov, 95(4).

Kenny, L.W. & Studley, R.E. (1995). Economists' salaries and life-time productivity. Southern Economic Journal October, 62(2).

Lach, S. & Mark Schankerman, M. (2008). Incentives and invention in universities . The Rand Journal of Economics, Summer, 39(2).

Kadiman, Kusmayanto (2008). Membangun daya saing Kemandirian Sains dan Teknologi Bangsa. Sekneg

Khodyakov, D.M. (2007). The Complexity of Trust-Control Relationships in Creative Organizations: Insights from a Qualitative Analysis of a Conductorless Orchestsa. Social Forces, 86 (1).

Long, R.G., Bowers, W.P., Barnett, T., & White, M.C. (1998). Research productivity of graduates in management: Effects of academic origin and affiliation. Academy of Management Journal 41(6), December.

Lucas, L.M. & Ogilvie, D.T. (2006). Things are not always what they seem: How reputations,

Page 187: DINAMIKA LINKAGES LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRIforum-iptekin.org/assets/files/pvOiBhCuTjkTkeBK_NASKAH CETAK OKE.pdf · 3/1/2011 · industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK

TAHUN 2010

187

culture and incentives influence knowledge transfer. The Learning Organization 13(1).

Manners Jr, G.E., Steger.J.A., Zimmerer, T.W. (1997). Motivating your R&D staff. Research Technology Management, Nov/Dec, 40(6).

Milne (2007). Motivation, incentives and organisational culture. Journal of Knowledge Management, 11(6).

Muhlemeyer, P. (1992). R&D – Personnel Management by Incentive Management: Results of an Empirical Survey in Research & Development. Personnel Review, 21(4).

Noordin, F., Omar, S., Sehan, S., & Idrus, S. (2010). Organizational Climate and Its Influence on Organizational Commitment. International Business and Economics Research Journal 9(2).

Park, Y. (2009). Factors influencing self-directed career management: an integrative investigation . Journal of European Industrial Training 33(7).

Patterson, M.G., West, M.A., Shackleton, V.J., Dawson, J.F., Lawthom, R., Maitlis, S., Robinson, D.L., & Wallace, A.M. (2005). Validating the organizational climate measure: links to managerial practices, productivity and innovation . Journal of Organizational Behavior 26, 379–408.

Sabrin, M. (2002). A Ranking of the Most Productive Business Ethics Scholars: A Five-Year Study. Journal of Business Ethics 36(4).

Sugianto (2001). Pengolahan Data Statistik. Penerbit Salemba Infotek. Jakarta.

Supranto, J. (2004). Analisis Multivariate (Arti & Interpretasi). Penerbit. Rineka Cipta.

Siagian, Sondang P. (1995). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta

Xie, Y. & Shauman, K.A. (1998). Sex differences in research productivity: new evidence about an old puzzle. American Sociological Review 63(6), December.