i
DINAMIKA KEKHUSUSAN PROVINSI DKI
JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
RIZKY PUTRI UTAMI
NIM :11140480000090
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/ 2018 M
ii
DINAMIKA KEKHUSUSAN PROVINSI DKI
JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA
Skripsi
Diajukan kepadaFakultasSyariahdanHukum
untukMemenuhi Salah SatuSyaratMemperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Rizky Putri Utami
NIM: 11140480000090
Pembimbing:
Dwi Putri Cahyawati, SH, MH
NIDN: 0306047002
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI(UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018 M
iii
iv
v
ABSTRAK
Rizky Putri Utami. 11140480000090. DINAMIKA KEKHUSUSAN PROVINSI
DKI JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA. Program StudiIlmuHukum,
Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/ 2018 M. x
+91halaman.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perubahan dan
perkembangan peraturan tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara,
mengetahui tentang filosofi dari aturan hukum mengenai Provinsi DKI Jakarta
sejak Awal Kemerdekan, hingga Reformasi, serta untuk mengetahui pengaruh
pemberian otonomi khusus bagi Provinsi DKI Jakarta dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah.
Penelitian ini menggunakan Pendekatan Hosistoris atau Historical
Approach, yaitu pendekatan yang dilakukan dalam kerangka pelacakan sejarah
lembaga hukum dari waktu ke waktu, pendekatan ini digunakan untuk memahami
filosofi dari aturan hukum dari waktu ke waktu. Jenis penelitian ini digolongkan
dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, Penelitian Hukum Normatif
adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder yang bersifat hukum normatif, Bahan hukum primer yang digunakan
dalam studi ini adalah Undang-undang Darurat RIS Nomor 20 Tahun 1950,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1956, serta perundang-undangan yang terkait
dengan penelitian ini, dan bahan hukum sekunder yang dipergunakan berupa
buku-buku yang berkaitan dengan Sejarah Kota Jakarta pemerintahan daerah,
otonomi daerah, desentralisasi, dan otonomi khusus. Tinjauan yuridis dan tulisan
pakar hukum, keterangan ahli, laporan penelitian, skripsi, dan tesis.
Kesimpulan skripsi ini, pada dasarnya adalah tentang perkembangan
peraturan tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara yang di analisis
dari perbandingan peraturan yang mengaturnya pada setiap masa/era sejak Awal
Kemerdekan hingga Reformasi, Dan pada setiap masanya tentu saja undang-
undang tidak selalu berisi perubahan, adapula penambahan atau sekedar
penetapan, serta dengan diberikannya otonomi khusus pada Provinsi DKI Jakarta,
maka peraturan yang berubah dan berkembang tersebut juga memiliki
pengaruhyaitu dengan diberikannya, otonomi tunggal, DPRD DKI Jakarta hanya
ada di tingkat provinsi, Pendanaan Kekhususan Provinsi DKI Jakarta dianggarkan
dalam APBN, dan Gubernur diberikan kekhususan tugas dan hak dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi DKI Jakarta yang kompleks
karena kekhususannya sebagai Ibukota Negara.
Kata Kunci : Kekhususan, Kewenangan, Pengaruh, DKI jakarta, Ibukota
Negara.
Pembimbing : Dwi Putri Cahyawati, SH, MH.
DaftarPustaka : 1986 s.d. 2015
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur Hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti bisa menyelesaikan
skripsiini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi Wassallam, semoga kita semua mendapatkan syafa’atnya di
akhirat kelak. Amiin.
Selanjutnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada para pihak baik
secaralangsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini.
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah & Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H, Ketua Program Studi Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Drs. Abu Tamrin, S.H. M. Hum, Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah berperan aktif mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi
4. Dwi Putri Cahyawati, S.H., M.H, Dosen Pembimbing, yang dengan
arahan dan bimbingan serta kesabaran beliau sehingga peneliti bias
menyelesaikan skripsi ini
5. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum yang telah mengizikan saya untuk mencari dan meminjam
buku-buku referensi dan sumber-sumber data lainnya yang diperlukan
6. Kedua Orang Tua Peneliti, Bapak Yayan Suryana dan Ibu Manis,
yang Kasih dan Perhatiannya Tak Terhingga, Pihak-pihak lain yang
telah member kontribusi kepada peneliti dalam menyelesaikan karya
tulis ini sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dan studi di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
Demikian ucapan terima kasih peneliti, semoga Allah SWT. memberikan
pahala dan balasan yang setimpal atas semua jasa-jasa mereka. Peneliti menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Peneliti
berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti dan bagi para
pembaca umumnya. Amiin
Jakarta, 08 Agustus 2018
Peneliti,
Rizky Putri Utami
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................ 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 7
E. Metode Penelitian ................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ............................................................. 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual ............................................................. 12
1. Pengertian Umum ............................................................. 12
2. Landasan Konseptual Pemerintahan Daerah .................... 13
3. Konsep Keistimewaan ...................................................... 14
4. Prinsip Daerah Mengatur dan Mengurus Sendiri Urusan
Pemerintahan .................................................................... 16
5. Prinsip Kekhususan dan Keragaman Daerah ................... 17
6. Prinsip Mengakui dan Menghormati Pemerintahan Daerah
Yang Bersifat Khusus dan Istimewa ................................ 18
7. Pembentukan Daerah Khusus ........................................... 18
ix
B. Kerangka Teori ....................................................................... 19
1. Teori Pembagian Kekuasaan dalam Negara Kesatuan .... 19
2. Dasar Hukum Penyelenggaraan Otonomi Khusus .......... 21
3. Alasan Konstitutional Pemberian Status ......................... 24
4. Hubungan Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia ........ 25
C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ........................................ 28
BAB III PROVINSI DKI JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
A. Sejarah Kota Jakarta .............................................................. 31
B. Profil DKI Jakarta .................................................................. 34
1. Kondisi Geografi ............................................................... 38
2. Kedudukan ......................................................................... 39
3. Pembagian Wilayah ........................................................... 40
4. Kewenangan Pemerintah ................................................... 40
5. Kependudukan ................................................................... 41
6. Ekonomi ............................................................................. 42
7. Kebudayaan ....................................................................... 43
BAB IV ANALISIS KEKHUSUSAN PROVINSI DKI JAKARTA
A. Perbandingan Undang-Undang Kekhususan Provinsi DKI Jakarta
Sejak Awal Kemerdekaan hingga Reformasi, sebagai tolak
Ukur perkembangan pengaturan tentang
Otonomi khusus Provinsi DKI Jakarta ...................................... 47
B. Pengaruh Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi DKI Jakarta
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah...................... 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 84
B. Rekomendasi .......................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 86
x
DAFTAR TABEL
TABEL 4.1 : Awal Kemerdekaan (1950-1956) ............................................. 48
TABEL 4.2 : Orde Lama (1959-1965) ........................................................... 52
TABEL 4.3 : Orde Baru (1966-1998) ............................................................ 59
TABEL 4.4 : Reformasi (1998-sekarang) ...................................................... 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jakarta, sebelum menjadi ibukota Republik Indonesia telah melampaui
masa yang sangat panjang1. Sejarah Kota Jakarta yang terkait erat dengan
perjuangan bangsa telah ada sejak tanggal 22 Juni 1527, yaitu pada saat
Fatahillah mengalahkan Armada Asing, dan kemudian mengganti nama
Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Peristiwa itu selanjutnya diperingati sebagai
hari jadi kota Jakarta. Dalam perkembangan selanjutnya Jakarta mempunyai
peranan penting dalam sejarah perjuangan bangsa. Banyak momentum
penting dalam sejarah kebangkitan nasional, kesatuan dan persatuan bangsa,
serta sejarah kebangkitan Indonesia yang terjadi di kota Jakarta, seperti
lahirnya Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Proklamasi Kemerdekaan serta
Penetapan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Nilai-nilai sejarah
tersebut sangat besar artinya bagi usaha pembinaan bangsa dan
pengembangan lebih lanjut kota Jakarta. Sebagai Ibukota Indonesia, Jakarta
memiliki dinamika sejarah yang amat membanggakan. Kelahiran Jakarta
dengan nama Jayakarta yang berarti “kemenangan yang sempurna” dicapai
melalui perjuangan, keringat dan pengorbanan jiwa.2
Berdasarkan pada Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-
pokok Pemerintahan Daerah dikenal 2 macam Kota Otonom, Yaitu Kotapraja
Jakarta Raya yang berstatus daerah tingakt I, Kotapraja yang berstatus tingkat
II dan daerah Tingkat III. Maka realisasinya pada tanggal 15 Januari 1960
ialah ditetapkannya Kotapraja Jakarta Raya sebagai daerah tingkat I dengan
kepala daerahnya seorang Gubernur. Karena sifat yang khusus dari Kotapraja
jakarta Raya, maka berdasarkan ketetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1961
1 Irmawati Marwoto Johan, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan,1986), h. 92.
2R.Z. Leirissa, Sunda Kelapa sebagai Bandar Jalur Sutra, (Jakarta: Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Sejarah Nasional), h. 16.
2
dibentuk menjadi Pemerintah daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Baru pada
tahun 1964 setelah ditetapkan dengan Undang-undang No. 10 ditetapkanlah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya sebagai Ibukota Negara Republik
Indonesia dengan nama Jakarta.3
Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia adalah Daerah
Provinsi yang memiliki ciri tersendiri, berbeda dengan daerah provinsi
lainnya yang bersumber dari beban tugas, tanggung jawab, dan tantangan
yang lebih kompleks. Kompleksitas permasalah itu juga berkaitan erat dengan
keberadaanya sebagai pusat pemerintahan Negara, faktor luas, wilayah yang
terbatas, jumlah dan populasi penduduk yang tinggi dengan penataan
wilayah, transportasi, komunikasi, dan faktor-faktor lainnya.Untuk menjawab
tantangan yang serba kompleks itu maka sangat dirasakan pentingnya
pemberian otonomi hanya pada lingkup provinsi agar dapat membina dan
menumbuh kembangkan Jakarta dalam satu kesatuan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian.4
UUD 1945 mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca
reformasi yang menunjukan kejelasan arah dengan dicanangkannya
desentralisasi dengan otonomi seluas-luasnya, daerah memiliki kewenangan
yang luas untuk mengatur dan mengelola rumah tangga daerahnya dengan
prakarsa sendiri.5 Demi mewujudkan keadilan bagi daerah, selain adanya
penyelenggaraan kewenangan otonomi seluas-luasnya, juga adanya
pengakuan dan penghormatan negara terhadap satuan pemerintahan yang
bersifat khusus dan istimewa. Pengakuan terhadap daerah-daerah khusus dan
istimewa membawa implikasi bahwa adanya daerah-daerah yang bersifat
khusus dan istimewa dalam hal tertentu dibandingkan dengan daerah lainnya,
3Edi Sedyawati, Supratniko R, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan,1986), h. 97.
4C.S.T. kansil, dan Christine S.T. Kansil,Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Hukum
Administrasi Daerah,(Jakarta, Sinar Grafika, 2008), h. 347-348.
5Baharudin, “Desain daerah Khusus/ Istimewa dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia Menurut Konstitusi” Masalah-masalah Hukum, Jilid 45 No. 2, h. 86.
3
kekhususan dan keistimewaan daerah tertentu yang berdasarkan sejarah dan
hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan khusus dan
istimewa, misalnya Papua, Aceh, DIY, dan DKI.
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui
dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat
khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang. Selain itu, negara
mengakui dan menghormati hak-hak khusus dan istimewa sesuai dengan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus
dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam
mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas, hak,
kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Pemerintahan Daerah Provinsi
Khusus Ibukota Jakarta adalah Daerah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah
provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dasar pemikiran yang melatarbelakangi pemberian status
kekhususan bagi Provinsi DKI Jakarta adalah:
1. Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus
dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara. Oleh karena itu, perlu
diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
4
2. Provinsi DKI Jakarta berhadapan dengan karakteristik permasalahan
yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain, sehingga
memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui berbagai
instrumen. Adapun beberapa hal yang terkait dengan Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, meliputi:
a. Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi penetapan dan
pelaksanaan kebijakan dalam beberapa bidang.
b. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh satu orang Gubernur
dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara langsung
melalui pemilihan umum.
c. Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah dan Kepala
Daerah Provinsi DKI Jakarta yang diberikankekhususan tugas, hak,
kewajiban, dan tanggung jawab dalam kedudukan DKI Jakarta
sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi
Presiden dalam acara kenegaraan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
e. Walikota/Bupati, bertanggungjawab dan diberhentikan oleh Gubernur
atas pertimbangan DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Pegawai Negeri
Sipil yang memenuhi persyaratan.
f. Pemerintah dapat mengusulkan kepada Pemerintahterkait dengan
penambahan jumlah dinas, lembaga teknis provinsi serta dinas,
dan/atau lembaga teknis daerah baru sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan anggaran keuangan daerah.
g. Pendanaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya
sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam APBN.
h. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat mengusulkan pembentukan
kawasan khusus Pemerintah, kawasan khusus dibentuk untuk
5
menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat
khusus dan untuk kepentingan nasional/berskala nasional.6
Bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sebagai pusat pemerintahan, dan sebagai daerah otonom
berhadapan dengan karakteristik permasalahan yang sangat kompleks dan
berbeda dengan provinsi lain. Sehingga memerlukan pemecahan masalah
secara sinergis melalui berbagai instrumen.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi yuridis terhadap berbagai
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang
pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia,
Jakarta. Konsekuensi tersebut bukan hanya dari segi penyelenggaraan
pemerintahan provinsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom, kedudukan
Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota Negara kesatuan Republik Indonesia,
kedudukan perwakilan Negara asing, dan kedudukan lembaga international
lainnya, melainkan juga permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah
provinsi DKI Jakarta.
Kebijakan dan pengaturan tentang Jakarta terus mengalami perubahan
disetiap fase sejarah tertentu, hal tersebut memberi warna pada
dinamika/perkembangan kekhususan provinsi tersebut.Secara umum terlihat
perubahan tersebut mengikuti perubahan dasar hukum tentang pemerintahan
daerah. Embrio kekhususan sudah mulai terlihat sejak Jakarta masih berstatus
Kotapraja pada awal kemerdekaan hingga masa ketika berstatus sebagai
provinsi, yang dimulai pada era orde baru dan di lanjutkan pada era
reformasi. Evolusi historis yang panjang tersebut lalu membentuk kekhususan
Provinsi DKI Jakarta di era desentralisasi ini.7
6Baharudin, “Desain daerah Khusus/ Istimewa dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia Menurut Konstitusi” ...., h. 86-87.
7Robert Endi Jaweng, “Rekontruksi Kekhususan Jakarta: Tantangan Bagi Gubernur
Terpilih” Analisis CSIS, Volume. 41, 2 (Juni, 2012), h. 265.
6
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dijabarkan sebelumnya,
maka identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut:
a. Sejarah terbentuknya Kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Repubik Indonesia
b. Perkembangan Peraturan daerah Provinsi DKI Jakarta Sejak Awal
Kemerdekaan, hingga Reformasi
c. Pengaruh pemberian otonomi khusus bagi Provinsi DKI Jakarta
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai bentuk
kewenangan khusus yang berbeda dengan daerah istimewa atau
khusus lainnya yang diakui di Indonesia
2. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan identifikasi masalah di atas cukup luas,
dikhawatirkan nantinya akan ada keterbatasan dari peneliti secara
keseluruhan maka penelitian hanya akan dibatasi pada Dinamika atau
Perubahan dan Perkembangan Kekhususan yang dimiliki oleh Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Republik
Indonesia serta Pengaruh pemberian otonomi khusus bagi Provinsi DKI
Jakarta dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, maka dapatdirumuskan
permasalahan yaitu, Bagaimana Dinamika Pembentukan Peraturan Daerah
Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Dengan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimana perkembangan peraturan tentang Provinsi DKI Jakarta
sebagai Ibukota Negara, Sejak Awal Kemerdekaan, hingga
Reformasi?
b. Bagaimana pengaruh pemberian otonomi khusus Provinsi DKI
Jakarta dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah?
7
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah tentang perkembangan peraturan tentang
Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara, mengetahui tentang
filosofi dari aturan hukum mengenai Provinsi DKI Jakarta sejaka Awal
Kemerdekan, hingga Reformasi.
2. Untuk Mengetahui pengaruh pemberian otonomi khusus bagi Provinsi
DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,
sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiranbagi
perkembangan hukum pemerintahan daerah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis
Menambah wawasan penulis mengenai ilmu hukum pemerintahan
daerah khususnyamengenai sejarah terbentuknya khusus
danpelaksanaannya
b. Ilmu Pengetahuan
c. Bagi peneliti berikutnya
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih
lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis.
8
E. Metode Penelitian
Dalam metode penelitian ini peneliti akan memaparkan tentang metode
yang akan digunakan, di antaranya adalah :
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Pendekatan Hosistoris atau Historical
Approach, yaitu pendekatan yang dilakukan dalam kerangka pelacakan
sejarah lembaga hukum dari waktu ke waktu, pendekatan ini digunakan
untuk memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu ke waktu.8
2. Jenis Penelitian
Berdasarkan ruang lingkup pembahasannya, studi ini digolongkan ke
dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, Penelitian Hukum
Normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder yang bersifat hukum.
3. Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang dijadikan
sebagai sumber utama dan isinya mempunyai kekuatan mengikat
kepada masyarakat.9 Bahan hukum primer yang digunakan dalam
studi ini adalah Undang-undang Darurat RIS Nomor 20 Tahun 195o,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1956, serta perundang-undangan
yang terkait dengan penelitian ini.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang isinya memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer.Dalam studi ini bahan
hukum sekunder yang dipergunakan berupa buku-buku yang
berkaitan dengan Sejarah Kota Jakarta pemerintahan daerah,
otonomi daerah, desentralisasi, dan otonomi khusus. Tinjauan
8Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 126
9Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet 3, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia. 2014), h. 12.
9
yuridis dan tulisan pakar hukum, keterangan ahli, laporan penelitian,
skripsi, dan tesis.
4. Sumber Data
Sumber datayang digunakan untuk penelitian ini adalah:
a. Bahan hukum primer : Undang-Undang darurat RIS Nomor 20
Tahun 1955, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1956, serta
perundang-undangan yang terkait dengan penelitian ini.
b. Bahan hukum sekunder : Buku-buku yang berkaitan dengan Sejarah
Kota Jakarta pemerintahan daerah, otonomi daerah, desentralisasi,
dan otonomi khusus. Tinjauan yuridis dan tulisan pakar hukum,
keterangan ahli, keterangan saksi, laporan.
c. Bahan Non-Hukum (Tersier), adalah bahan hukum yang
memberikan petunjuk dan penjelasan atas bahan hukum primer dan
sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif,
internet, dll.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
primer yang ditunjang oleh data sekunder, yaitu dengan Studi
Kepustakaan, pengumpulan data dilakukan melalui data tertulis dengan
menggunakan analisis konten, pengumpulan data dilakukan dengan
membaca buku literature, mengumpulkan dan membaca dokumen yang
berkaitan dengan objek penelitian, dan mengutip data sekunder.
6. Teknik Pengelolaan data
Untuk analisis data yang telah diperoleh dari berbagai sumber maka data
tersebut diolah dengan langkah-langkah:
a. Data diseleksi dan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan untuk
menjawab masalah penelitian.
b. Data diolah sesuai dengan masalah penelitian.
c. Analisa data dengan menggunakan kata-kata yang sederhana sebagai
jawaban terhadap masalah.
10
7. Analisis Bahan Hukum
Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan maupun analisis data
sekunder yang menunjang bahan hukum primer, akan diolah berdasarkan
analisis normative dengan pendekatan sejarah.
8. MetodePenulisan
Metode penulisan skripsi ini mengacu pada “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum 2017”.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri
atas beberapa sub-sub bab guna lebih memperjelas ruang lingkup dan cakupan
permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta
pokok pembahasannya sebagai berikut:
BAB I: Bab ini merupakan bab Pendahuluan yang isinya antara
lain memuat Latar Belakang Masalah,Identifikasi,
Pembatasan, dan Perumusan Masalah,Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian,Metode Penelitian, Rancangan
Sistematika Penelitian, Daftar Pustaka
BABII: Bab ini merupakan bab uraian, dalam bab ini akan dibahas
mengenai Pemaparan Kerangka Konsep, pemaparan teori
Mengenai Tinjauan Umum Pemberian Otonomi Khusus Di
Indonesia, dengan spesifikasi Otonomi Daerah serta
Kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara
dalam Penyelenggaran Pemerintahan Daerah, dan Tinjauan
(Review) Kajian Terdahulu.
BAB III: Bab ini berisi data penelitian, yang mencangkup profil
objek kajian,karakter daerah penelitian, dan menjelaskan
berbagai konteks dari segi sosial, politik, dan juga budaya
Provinsi DKI Jakarta.
BAB IV: Bab Ini berisi hasil analisis, dengan mendeskripsikan,
mengelompokan, menghubungkan bagian tertentu, serta
membandingkan data tentang tinjauan sejarah, tinjauan
11
yuridis, tentang perkembangan kekhususan Provinsi DKI
Jakarta sebagai Ibukota Negara serta tentang penjelasan
mengenai pengaruh pemberian otonomi khusus bagi
Provinsi DKI Jakarta dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
BAB V: Bab ini merupakan Bab Penutup yang berisi kesimpulan-
kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan
dilengkapi juga dengan rekomendasi.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
1. Pengertian Umum Otonomi Daerah, Daerah Otonom, Desentralisasi,
Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, adalah sebagai berikut :
a. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
c. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. Dekonsentrasi adalah Pelimpahan wewenang administrasi dari
Pemerintah Pusat kepada pejabatnya di wilayah negara atau wilayah.
Satuan pemerintahan daerah yang diberi limpahan kewenangan
menurut asas dekonsentrasi tidak menimbulkan otonomi daerah,
sedangkan yang diberi limpahan kewenangan berdasarkan asas
desentralisasi atau devolusi menimbulkan otonomi daerah.
e. Tugas pembantuan atau medebewind adalah pemberian tugas oleh
pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya tentang urusan yang
menjadi kewenangannya kepada satuan pemerintahan yang lebih
13
rendah disertai anggarannya yang pelaksanaannya diserahkan
sepenuhnya kepada daerah yang diberi tugas.
2. Landasan Konseptual Pemerintahan Daerah
Undang-undang Dasar 1945 secara prinsip meganut dua prinsip
nilai dasar, yaitu kesatuan dan nilai otonomi. Nilai kesatuan memberikan
indikasi bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintah lain di
dalamnya, artinya pemerintah nasional adalah satu-satunya pemegang
kedaulatan rakyat, bangsa dan negara. Nilai dasar otonomi diwujudkan
dalam bentuk pemerintahan daerah yang berwenang menyelenggarakan
otonomi daerah dalam batas-batas kedaulatan negara. Penyelenggaraan
desentralisasi di Indonesia terkait erat dengan pola pembagian kekuasaan
anatar pemerintah pusat dan pemerintah daerah karena dalam
penyelenggaraan desentralisasi, selalu terdapat dua unsur penting, yakni
pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan
mengurus bagian-bagian tertentu urusan pemerintahan.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, karena Indonesia adalah
“Eenheidstaat”, maka dalam lingkungannya tidak dimungkinkan adanya
daerah yang bersifat “staat”. Ini berarti bahwa besar dan luasnya daerah
otonomi dan hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah
dibatasi dengan menghindari daerah otonom menjadi negara dalam
negara. Dengan demikian, pembentukan daerah otonom dalam rangka
desentralisasi di Indonesia mensyaratkan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Daerah otonom tidak memiliki kedaulatan atau semi kedaulatan
layaknya negara federal.
b. Desentralisasi dimanifestasikan dalam bentuk penyerahan atau
pengakuan atas urusan pemerintahan.
c. Penyerahan atau pengakuan urusan pemerintahan terkait dengan
pengaturan dan pengurusan kepentingan mansyarakat setempat
(lokalitas) sesuai dengan prakarsa dan aspirasi masyarakat.1
1HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia,(Jakarta, Rajawalipers, 2005),
h.49-50.
14
3. Konsep Keistimewaan
Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 yaitu berdasarkan pada asas otonomi dan tugas
pembantuan. Dari konsep tersebut maka lahirlah daerah otonom dan
daerah otonom itu memiliki otonomi daerah. Otonomi daerah itu sendri
merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, Pasal 18 B ayat (1) ndang-Undang Dasar egara Republik
Indonesia Tahun 1945, juga memberikan suatu preveleg terhadap suau
daerah yang bersifat khusu atau dikena dengan daerah otonomi khusus,
yang tentunya sifat otonominya berbeda dengan daerah daerah lainnya.
Pasal 18 B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia
tahun 1945 juga mengakui dan menghormati daerah yang bersifat
istimewa dan tentunya juga memiliki keistimewaan dibandingkan dengan
daerah-daerah lainnya. Ketentuan Pasal 18 UUD 1945 tersebut
menyebutkan “hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat
istmewa” sebagai daerah-daerah yang mempunyai susunan asli, yaitu
Zelfbesturende Landschappen dan Volksgemenschappen.2 Menurut Bagi
Manan Zelfbesturende Landschappen secara contrario dapat dikatakan
sebagai daerah besar karena tidak dimasukan dalam arti daerah kecil.
Dengan demikian susunan pemerintahan daerah di Indonesia terdari atas
2, yaitu Zelfbesturendedan atau daerah kecil berupa desa atau satuan lain
seacam desa. Bagir Manan menjelaskan istilah “istimewwa” yang
terdapat dalam UUD 1945 tersebut, dalam IS atau RR tidak perah
diketemukan istilah “istimewa” atau “khusus” untuk menunjuk sifat
suatu keatuan daerah pemerintahan tertentu. Demikian pula beberapa
2 Bagir manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, Perumusan dan Undang-Undang
Pelaksanaannya, (Jakarta: UNSISKA, 1993), h. 2.
15
buku mengenai susunan kenegaraan Hidia Belanda tidak menggunakan
istilah “istimewa” atau yang semacam itu.
Istilah “istimewa” yang terdapat dalam ketentuan Pasal 18 tersebut
juga dijelaskan panjang lebar oleh Supomo daam sidang BPUPKI tanggal
15 Juli 1945 selaku Ketua Panitia Kecil Perancangan Undang-Undang
Dasar yakni, tentang daerah kita telah enyetujui bentuk persatuan
(Negara Kesatuan), oleh karena itu dibawah pemerintah pusat, dibawah
negara tidak ada negara lagi. Tidak ada onderstaat , akan tetapi hanya
daerah-daerah. Bentuknya daerah itu dan bagaimana bentuk
pemerintahan daerah ditetapkan dengan undang-undang.
Pada Taggal 18 Agustus 1945 setelah proklamasi, atas permintaan
Soekarno (Ketua PPKI), Supomo memberi penjelasan mengenai
Rancangan Undang-Undang Dasar yang akan disahkan sebagai Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indoensia. Menegenai pemerintahan
daerah, supomo menjelaskan bahwa, adanya daerah-daerah istimewa
diindahkan dan dihirmati, kooti-kooti, sultanat-sultanat, tetap ada dan
dihormati susunanya yang asli, akan tetapi iu keadaannya sebagai daerah,
bukan negara, jangan sampai salah faham dalam menghormati adanya
daerah. Zelfbesturende Landschappen, hanyalah daerah saja, tetapi
daerah istimewa yaitu yang mempunyai sifat istimewa. Jadi daerah-
daerah itu suatu bagian Staat Indonesia, tetapi mempunyai sifat istimewa,
mempunyai susuan asli. Begitupun adanya “Zelfbesturende
Landschappen” seperti desa, di Sumatera negeri (di Minangkabau),
Marga (di Palembang), yang dalam bahasa belanda disebut “Insheemsche
Rechtsgemeenschappen”. Susunannya asli dan dihormati.
16
4. Prinsip Daerah Mengatur dan Mengurus Sendiri Urusan
Pemerintahan Menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan.
Di dalam prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan mengandung
makna bahwa pemerintahan daerah di Indonesia diselenggarakan
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dengan adanya
ketentuan pasal 18 UUD 1945, maka sistem pemerintahan daerah di
Indonesia mengadopsi prinsip otonomi atau desentralisasi. 3 Menurut
Joeniarto, Desentralisasi adalah memberikan wewenang dari pemerintah
negara kepeda pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus urusan
tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri.4 Menurut Amrah
Muslimin Mengartikan desentralisasi adalah pelimpahan wewenang pada
badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam daerah
tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri.5 Sementara menurut
Irawan Soejito, mengarikan desentralisasi sebagai pelimpahan
kewenangan pemrintah kepada pihak lain untuk dilaksanakan.6 Maka
tidak ada lagi unsur atau sistem pemerintahan sentralisasi dalam sistem
pemerintahan di Indonesia. Kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara tetaplah dipegang oleh pemerintah pusat.
Pemerintah pusat (DPR bersama Presiden) menetapkan kewenangan apa
saja yang dapat menjadi urusan rumah tangga pemerintah daerah
berdasarkan undnag-undang. Jika suatu kewenangan ditetapkan oleh
undang-undang sebagai kewenangan pemerintah pusat, maka pemerintah
daerah tidak dapat mengurus urusan yang merupakan kewenangan
3 Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerag (Negara kesatuan, Daerah Istimewa, Daerah
Otonomi Khusus), (Bandung: PT. Refika Aditama, 2013), h. 46.
4 Joeniarto, Perkembangan Pemerintahan Lokal, (Jakarta: Bina Aksara, 1992), h. 15.
5 Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung: Alumni, 1986), h.5.
6 Irawan Soejiti, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990),h, 29.
17
pemerintah pusat tersebut.7 Begitu juga halnya jika pemerintah pusat
dalam suatu negara kesatuan sudah menetapkan suatu aturan (peraturan
perundang-undangan), maka pemerintah daerah harus tunduk pada
peraturan tersebut. Pemerintah daerah juga tidak perlu melakukan suatu
tindakan hukum tertentu sebelum memberlakukan peraturan yang dibuat
oleh pemerintah pusat di daerahnya. 8
5. Prinsip Kekhususan dan Keragaman Daerah
Pasal 18A ayat (1) dilandasi oleh prinsip kekhususan dan
keberagaman daerah. Prinsip ini mengandung makna bahwa bentuk dan
isi otonomi daerah tidak harus seragam. Bentuk dan isi otonomi daerah
ditentukan oleh berbagai keadaan khusus dan keragaman setiap
daerah.9Dalam Konteks bentuk negara , meskipun bangsa Indonesia
memiliki bentuk negara kesatuan, tetapi didalamnya terselenggara suatu
mekanisme yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya
keberagaman antar daerah di seluruh tanah air. Kekayaan alam dan
budaya antardaerah tidak boleh diseragamkan dalam struktur Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain, bentuk NKRI
diselenggarakan dengan jaminan otonomi yang seluas-luasnya kepada
daerah untuk berkembang sesuai dengan potensi dan kekayaan yang
dimiliki masing-masing, tentunya dengan dorongan, dukungan, dan
bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat.10
Maka prinsip
kekhususan dan keberagaman daerah yang menjwai Pasal 18A ayat (1)
UUD 1945 adalah bahwa sistem otonomi daerah di Indonesia harus
menghormati kekhususan dan keberagaman suatu daerah tanpa adanya
7 Soehino, Ilmu Negara,(Yogjakarta:Liberty, 2000),h. 224
8 Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah,..... h. 50.
9 Majelis Permusyawaratan rakyat Republik Indonesia, Panduan dalam Memasyarakatkan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Sekertariat Jenderal MPR RI, 2003), h.
102-103.
10Jimly Asshiddiqie, Konstiitusi dan konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2010), h. 65.
18
paksaan untuk diseragamkan. Otonomi yang seluas-luasnya diberikan
kepada daerah-daerah untuk berkembang sesuai dengan potensi, budaya
dan kekayaan yang dimiliki masing-masing daerah.
6. Prinsip Mengakui dan Menghormati Pemerintahan Daerah yang
bersifat Khusus dan Istimewa.
Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan daerah yang
bersifat khusus dan Istimewa merupakan hal pokok yang diatur dalam
Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa
prinsip yang terkandung dalam Pasal 18B ayat (1) merupakan pengakuan
negara terhadap Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus dan istimewa
, dan prinsip eksistensi dan hak-hak tradisional masyarakat adat
sebagaimana terdapat pada desa atau nama lain. 11
7. Pembentukan Daerah Khusus
Prinsip Otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam arti daerah diberikan kewenanga mengurus danmengatur
semua urusan pemerintahan di luar yang menadi urusan pemerintah yang
ditetapkan dalam undang-undang. Daerah memiliki kewenangan
membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran
serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada
peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam menangani urusan
pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban
yang telah ada dan berpotensi untuk tumbuh dan hidup, dan berkembang
sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isis dan
jenis otonomi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.
Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk
meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat di samping sebagai sarana pendidikan politik
tingkat lokal. Untuk itu maka pembentukan daerah harus
11
Philipus M. Hadjon, “Kedudukan Undang-Undang Pemerintahan Daerah dalam Sistem
Pemerintahan”, (FH Univ. Airlangga: Makalah seminar Sistem Pemerintahan Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, 2004), t.d.
19
mempertimbangkan berbagai faktor sebagai dasar pembentukan daerah
khusus, seperti :
a. Kemampuan ekonomi
b. Potensi daerah
c. Luas wilayah dan pertimbangan dari aspek sosial budaya, sosial
politik, aspek pertahanan dan keamanan, serta pertimbangan dan
syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggrakan
dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan di berikan otonomi
daerah.12
B. Kerangka Teori
1. Teori Pembagian Kekuasaan dalam Negara Kesatuan
Salah satu ciri negara hukum adalah adanya pembatasan kekuasaan
dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Gagasan bahwa kekuasaan
harus dibagi pada beberapa organ bukanlah hal yang baru dalam abad ke-
18, tetapi sangat aktual. Berikut dalah penjelasan beberapa pakar
mengenai pembagian dan pembatasan kekuasaan negara:
a. I.C. Van der Viles
Jauh sebelumnya, kemungkinan adanya suatu pemisahaan
kekuasaan telah diuraikan oleh Plato. Ia mengatakan bahwa berbagai
bentuk pembagian kekuasaan muncul bergantian, dari suatu monarki
ke suatu aritokrasi yang merosot ke suatu anarki yang kemudian
terkendali lagi jika seorang tiran merebut kekuasaan. Menurutnya
tirani dalah bentuk negara yang harus ditolak. Tiran kemudian harus
ditumbangkan lagi oleh seorang raja yang baik, selanjutnya akan
diambil alih oleh sekelompok bangsawan : aritrokrasi, dan
seterusnya. Menurutnya, kontemplasi dan tradisi harus dijamin oleh
suatu lembaga perwakilan rakyat, sifat dinamis tugas negara harus
12
HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia,(Jakarta, Rajawalipers, 2005), h.
133-135.
20
dipelihara oleh suatu pemerintah, ia juga berpendapat bahwa orang
yang harus melaksanakan yang satu dengan yang lainnya secara
berganti-ganti agar pengertian bagi kedua fungsi itu tetap terpelihara.
b. Jimly Asshiddiqie
Menyatakan bahwa pembatasan kekuasaan berkaitan erat
dengan teori pemisahaan kekuasaan (separation of power) dan teori
pembagian kekuasaan (distribution of power). Bahwa istilah
pemisahan kekuasaan dalam bahas aindonesia merupakan
terjemahan dari kata separation of power berdasarkan teori trias
politica atau tiga fungsi kekuasaan, yang dalam pandangan
Monstesquieu, harus dibedakan dan dipisahkan secara structural
dalam organ-organ yang tidak saling mencampuri urusan masing-
masing.
c. Arthur Mas
Membedakan pengertian pembagian kekuasaan (division of
power) tersebut kedalam dua pengertian, yaitu :
1. Capital division of power : bersifat fungsional
2. Territorial division of power : bersifat kewilayahan atau
kedaerahan.
Dari pembagian terhadap 2 pengertian tersebut Jimly
Asshidiqqie menjelaskan bahwa dapat dibedakan penggunaan istilah
pembagian dan pemisahan kekuasaan itu dalam dua konteks yang
berbeda. Yaitu hubungan konteks kekuasaan yang horizontal dan
verikal. Dalam konteks vertikal, pemisahan kekuasaan dan
pembagian kekuasaan itu dimaksud untuk membedakan antara
kekuasaan pemerintah atasan dan kekuasaan pemerintah bawahan,
yaitu dalam hubugan natara pemerintah federal dan negara bagian
dalam negara federal, atau pemerintah pusat dan pemerintah daerah
provinsi dalam negara kesatuan.
d. Philipus M. Hadjon
21
Pembagian kekuasaan negara pada dasarnya menganut dua
pola, yaiu pembagian kekuasaan secara horizontal dan secara
vertikal. Berikut ini pola pembagian kekuasaan di Indonesia
nerdasarkan UUD NRI 1945 menurut Philipus M. Hadjon :
Pembagian kekuasaan secara horizotal adalah pembagian
kekuasaan negra kepada organ negara dalam ketatanegaraan kita
disebut Lembaga Negara. Pembagian kekuasaan negara secara
vertikal adalah pembagian kekuasaan pemerintahan pusat dan
pemerintah daerah.
e. Bagir Manan
Dari segi hukum tata negara khususnya teori bentuk negara,
bahwa otonomi daerah adalah subsistem dari negara kesatuan .
otonomi adalah fenomena negara kesatuan. Segala penegertian dan
isi otonomi adalah pengertian dan isi otonomi. Berdasarkan hal
tersebut dikembangkanlah aturan yang mengatur mekanisme yang
akan menjelmakan keseimbangan anatara tuntutan kesauan dan
tuntutan otonomi.13
2. Dasar Hukum Penyelenggaraan Otonomi Khusus di Indonesia
Pada Perubahan tahap II UUD 1945, yaitu pada tanggal 18 Agustus
2000, dalam sidang tahunan MPR menyetujui untuk melakukan perubahan
kedua terhadap UUD 1945 dengan mengubah dan/atau menambah pasal
diantara lain adalag Pasal 18, Pasal, 18A, 18B UUD 1945 merupakan
ketentuan yang mengatur mengenai pemerintahan daerah. Berikut ini bunyi
pasal 18 dan 18A UUD 1945 setelah perubahan :
Pasal 18 :
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undang-undang.
13
Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah......... h. 17-20.
22
2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan.
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih
melalui pemilihan umum.
4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis.
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan Pemerintah Pusat.
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan- peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur
dalam undang-undang.
Pasal 18A
1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan
daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan
kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang.
23
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam terbitan resminya
mengenai panduan dalam memasyarakatkan UUD NRI Tahun 1945,
menyatakan bahwa ada 7 prinsip yang menjadi paradigma dan arah politik
yang mendasari Pasal 18, 18A, dan Pasal 18B UUD 1945, yaitu :14
1. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal
18 ayat (2))
2. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18 ayat (5))
3. Prinsip kekhususan dan keberagaman daerah (Pasal 18A ayat (1))
4. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya (Pasal 18B ayat (2))
5. Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang
bersifat khusus dan istimewa (Pasal 18B ayat (1))
6. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan
umum (Pasal 18 ayat (3))
7. Prinsip hubungan pusat dan daerah dilaksanakan selaras dan adil
(Pasal 18A ayat (2))
Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan daerah yang
bersifat khusus dan istimewa merupakan hal pokok yang diatur dalam
ketentuan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Philiphus M. Hadjon menyatakan
bahwa prinsip yang terkandung dalam Pasal 18B merupakan pengakuan
negara terhadap Pemerintahan Daerah yang bersifat khusu atau bersifat
istimewa (ayat (1)), dan prinsip eksistensi dan hak-hak tradisional masyarakat
adat sebagaimana terdapat pada desa atau nama lain. Ketentuan Pasal 18B
14
Majelis Permusyawaratan rakyat Republik Indonesia, Panduan dalam Memasyarakatkan
UUD,.....
24
ayat (1) tersebut mendukung keberadaan berbagai satuan pemerintahan yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa (baik di tingkat provinsi, kabupaten,
dan kota atau desa). UUD 1945 setelah perubahan tidak menggunakan
penjelasan. Oleh karena itu, Pasal 18B UUD 1945 (selain pasal 18 dan 18A)
merupakan landasan konstitusional bagi pemerintah daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa.
3. Alasan Konstitusional Pemberian Status Otonomi Khusus
Perdebatan yang muncul pada saat pembahasan perubahan Pasal 18
UUD 1945, Hatta Mustafa dari F-PG menyatakan bahwa DKI Jakarta
mendapat kekhususan karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara dan
harus diakui oleh Undang-Undang Dasar. Dalam Pasal 117 UU No. 22 Tahun
1999 jo Pasal 227 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 juga menegaskan bahwa
kedudukan Jakarta sebagai daerah khusus karena kedudukannya sebagai
Ibukota Negara. Pasal 1 angka 6 UU No. 29 Tahun 2007 juga menyatakan
bahwa :
“...Provinsi DKI Jakata, adalah provinsi yang mempunyai kekhususan
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya
sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia”.15
Kekhususan DKI Jakarta sebagai Ibukota negara yaitu dengan
meletakan otonominya pada tingkat provinsi. Pembagian wilayah di Provinsi
DKI Jakarta ke dalam wilayah kabupaten/kota hanyalah bersifat administratif.
Kota Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang statusnya
sebagai daerah provinsi. Gubernur dan Wakil Gbernur DKI Jakarta dipilih
secara langsung melalu Peilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah (Pemilukada). Sedangkan Walikota/Bupati di dalam wilayah Provinsi
DKI Jakarta diangkat oleh gubernur dengan pertimbangan DPRD.16
15
Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah ,....h. 95.
16 Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah ,....h. 99.
25
Dengan demikian, alasan pemberian status khusus terhadap daerah
berbeda satu dengan lainnya. DKI Jakarta mempunyai kekhususan karena
kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.17
4. Hubungan Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia dengan cabang
Hukum lainnya.
Suatu ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dan tidak mungkin
berdiri sendiri tanpa berhubungan atau dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan
lainnya, maka di bawah ini akan dipaparkan mengenai hubungan
penyelenggaraan otonomi di Indonesia dengan cabang ilmu pengetahuan
lainnya, yaitu sebagai berikut :
1. Hubungan Dengan Ilmu Negara
Negara merupakan konsep penting dalam studi ilmu kenegaraan.
Negara merupakan organisasi pokok dari kekuatan politik. Didalamnya
terdapat hubungan rakyat, penguasa, dan huum yang mengaturnya.
Negara memiliki otoritas yang besar dalam mengatur rakyat untuk
kepentingan bersama. Ilmu Negara adalah ilmu yang menyelidiki
pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok dari negara pada
umumnya. Ilmu Negara merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat
teoritis, sehingga tidak dapat di gunakan secara langsung.18
Hubungannya dengan penyelenggaraan Otonomi di Indonesia adalah
dalam pemamparan teori bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem
pemerintahan, dan juga sendi-sendi pemerintahan di Indonesia. Yang
mana di bagi menjadi 2 yaitu sendi wilayah dan sendi keahlian. Adapun
penyelenggaraan Negara Republik Indonesia berdasarkan sendi wilayah
diselenggarakan atas tiga asas, yaitu asas desentralisasi, dekonsesntrasi,
dan tugas pembantuan. Undang-undang yang mengatur pemerintahan
17
Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah ,....h. 97.
18 A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-pokok Teori Ilmu Negara
aktualisasi dalam teori negara indonesia, (Bandung: Ragam Offset Bandung, 2013), h. 21-22.
26
daerah, setidaknya dalam UU No. 5 tahun 1974, UU No. 22 tahun 19999,
dan UU No. 32 tahun 2004 mengatur ketiga asas tersebut.19
2. Hubungan dengan Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara mempelajari hal-hal yang sifatnya
fundamental, yakni tentang dasar-dasar dari negara dan menyangkut
langsung setiap warga negara. Pada dasarnya hukum tata negara adalah
peraturan-peraturan yang mengatur organisasi negara dari tingkat atas
sampai bawah, struktur, tugas dan wewenang alat perlengkapan negara,
hubungan antar alat perlengkapan negara baik secara hirarki maupun
horizontal, wilayah negara, kedudukan warga negara serta hak asasinya.
Menurut Oppenheim, Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan
hukum yang membentuk alat perlengkapan negara dan aturan-aturan
yang memberi wewenang kepada alat-alat perlengkapan negara itu serta
membagi-bagikan tugas pekerjaan pemerintah modern antara beberapa
alat perlengkapan negara ditingkat tinggi dan ditingkat rendah, artinya
hukum tata negara itu mempersoalkan keadaan diam (berhenti).20
Dalam
Hubungannya dengan Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Hukum
Tata Negara, mengkaji organ-organ negara, fungsi dan hubungan antar
organ-organ tersebut.21
Hukum Tata Negara merupakan ilmu yang
bersifat praktis sehingga dapat diterapkan langsung, dan melengkapi ilmu
negara yang sifatnya teoritis yang tidak dapat digunakan secara
langsung.22
3. Hubungan dengan Adiministrasi Negara
19
A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-pokok Teori Ilmu Negara......h.
201.
20 Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, ( Bandung : Refika Aditama,
2011), h. 6.
21 Zainal Asikin, Pangantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2012), h.154.
22 A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-pokok Teori Ilmu Negara,.....h.
32.
27
Prof. J. Oppenheim merumuskan hukum administrasi neagra
sebagai peraturan-peraturan tentang cara bagaimana badan pemerintahan
harus menjalankan kewajibannya.23
Peranan Administrasi Negara penting
bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan stratrgi pengelolaan
pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Penentu
kebijakan perlu masukan dalam bentuk telaah staf dalam bentuk hasil
identifikasi masalah yang aktual maupun yang potensial tentang
penyelenggaraan otonomi daerah, yang akan berdampak pada
pengelolaan pemerintah. Bagi Aparat pemerintah daerah yang berfungsi
dalam pengelolaan pemerintah daerah, substansi otonomi daerah ini
sangat penting karena reformasi dalam sistem pemerintahan di daerah
tentang pembangunan ekonomi dapat dilihat dalam aspek sistem
pengaturan, politik, dan keuangan menjadi tanggung jawab pemerintah
kota dan kabupaten. Pemerintah Pusat sampai akhir Desember 2000
dalam menyongsong penyelenggaraan otonomi daerahtelah menerbitkan
beberapa perturan pemerintah dan keputusan presiden untuk
penyelenggaraan otonomi daerah. Belum semua peraturan pemerintah
yang berkaitan dengan undang-undang otonomi tersebut telah selesai,
tetapi sambil berjalan akan diterbitkan ketentuan sebagai penjabaran dari
pelaksanaanya. Berbagai masalah penyelenggaran yang muncul harus
menjadi perhatian dan dianalisis serta diantisipasi agara penyelengaran
otonomi daerah dapat berjalan dengan baik, efisien, dan efektif untuk
memberikan pelayanan kepada publik. Dalam menjalnkan pengelolan
pemerintahan daerah harus disertai dengan tanggung jawab publik
sehingga dapat memenuhi harapan masyarakat di daerah. Hal yang sama
juga fungsi pengawasan yang dilakukan oleh legislatif dan masyarakat,
sehingga perlu transparasi dalam mengelola sumber daya pemerintahan
daerah. Salah satu aspek penting otonomi daerah adalah pemberdayaan
masyarakat sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam proses
23
Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2015),
h. 10.
28
perencanaan, pelaksanaan, penggerakan, dan pengawasan dalam
pengelolaan pemerintah daerah dalam penggunaan sumber daya
pengelola dan meberikan pelayaan yang prima kepada pubik. Peranan
Administrasi Negara akan selalu mengandung makna pentig dalam upaya
memperoleh dan mnegembangkan wawasan, konsep, dan alternatif dalam
penyelenggaraan otonomi daerah. Makna ini menjadi dmeikian penting
dalam penyelenggaraan otonomi daerah dan tantangan yang dihadapai di
masa depan. Dengan demikian peranan Hukum Administrasi Negara
tidak cukup hanya dalam konsep dan teori semata, tetapi dengan
mewujudkan sebuah disiplin ilmu (ilmu administrasi) yang mampu
memecahkan masalah yang semakin kompleks dan rumit, khususnya
dalam pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah.24
C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu
Penelitian skripsi ini peneliti merujuk kepada beberapa judul penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan skripsi yang peneliti tulis, diantaranya:
1. Nama : Ermellia Octaviani
Institusi : Universitas Sebelas Maret
Tahun : 2010
Judul Skripsi : Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2007Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Repubik Indonesia Sebagai Dasar
Pelaksanaan Otonomi Khusus.
Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan otonomi khusus Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Menurut Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007, dan
Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam penyelenggarannya, yang
berbeda pada penulisan skripsi ini, peneliti menganalisisdalam pendekatan
sejarah peraturan-peraturan yang mengatur tentang Provinsi DKI jakarta sejak
24
HAW. Widajja, Penyelenggaraan Otonomi,..... h. 4-7.
29
awal kemerdekaan hingga reformasi dan dengan tinjauan hukum mengapa
Provinsi DKI Jakarta mempunyai kewenangan yang bersifat khusus.
2. Nama : Hesti alvionita
Institusi : Universitas Bengkulu
Tahun : 2014
Judul Skripsi :Pengaturan Otonomi Khusus bagi Daerah Otonom
di Indonesia.
Dalam skripi ini, peneliti membahas secara umum tentang pengaturan
otonomi khusus bagi Daerah Otonom di Indonesia, dengan mengambil
sampel otonomi khusus di Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam. Dari
skripsi ini peneliti dapat memfokuskan tentang dinamika kehususan Provinsi
DKI Jakarta sebagai ibukota Negara, dan memaparkan perubahan dan
perkembangan Peraturan tentang Pemerintah Daerah DKI Jakarta serta
menganalisis dari segi otonomi tunggal yang dimilikinya sebagai kewenangan
khusu yang dimiliki oleh DKI Jakarta.
3. Nama : Rusdianto Sesung, SH., MH.
Institusi : Refika Aditama
Tahun : 2013
Judul Buku : Hukum Otonomi Daerah (Negara Kesatuan, Daerah
Istimewa, Daerah otonomi khusus)
Dalam buku ini, membahas mengenai sistematis sitem otonomi daerah
yang dijabarkan dalam pembahasan mengenai negara kesatuan, daerah
istimewa, dan daerah otonomi khusus, buku ini menjelaskan secara
komprehensif mengenai keistimewaan DIY Yogyakarta, dengan teori hukum
Tata Negara, dan hukum administrasi. Dan degan acuan tersebut Peneliti akan
memfokuskan kepada pegaturan khusus Daerah Khusus Ibukota, dan
pelaksanaan otonomi tunggal yang dimiliki DKI Jakarta.
4. Nama : Robert Endi Jaweng
Institusi : Analisis CSIS
Tahun : 2012
30
Judul Jurnal : Rekontruksi Kekhususan Jakarta: Tantangan Bagi
Gubernur Terpilih
Dalam jurnalnya ini, robertmembahas tentang Provinsi DKI Jakarta, ia
memberikan banyak contoh masalah yang terjadi di DKI Jakarta, dan
permasalahan kompleks yang akan dihadapi oleh gubernur terpilih. Jurnal ini
memberikan banyak acuan bagi peneliti untuk terus menganalisis tentang apa
saja yang melatar belakangi pemberian otonomi khusus bagi Provinsi DKI
Jakarta.
31
BAB III
PROVINSI DKI JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA
A. Sejarah Kota Jakarta
Sejarah Kota Jakarta terkait erat dengan perjuagan bangsa telah ada
sejak tanggal 22 juni 1527, yaitu pada saat Fatahillah mengalahkan armada
asing, dan kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta.
Peristiwa ini selanjutnya diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta.
Perkembangan selanjutnya Jakarta mempunyai peranan penting dalam sejarah
perjuangan bangsa. Banyak momentum penting dalam sejarah kebangkitan
nasional, kesatuan dan persatuan bangsa, serta sejarah kebangkitan Indonesia
yang terjadi di Kota Jakarta, seperti lahirnya Boedi Oetomo, Sumpah
Pemuda, Proklamasi kemerdekaan serta penetapan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Nilai-nilai sejarah tersebut sangat besar artinya bagi
usaha pembinaan bangsa dan pengebangan lebih lanjut Kota Jakarta.
UUD 1945 tidak menyebut secara spesifik mengenai pemerintahan
Jakarta. Pengaturan tentang Jakarta justru muncul di dalam Konstitusi RIS
1949 Pasal 50 ayat (1), yang antara lain menetapkan bahwa pemerintahan atas
distrik daerah-daerah yang di luar lingkungan daerah sesuatu daerah Republik
Indonesia Serikat menurut aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan
Undang-Undang Federal. Sesuai dengan ketentuan ini Pemerintah RIS
menetapkan UU Darurat No. 20 Tahun 1950 (LN RIS 1950 Nomor 31.
Penjelasan dalam TLN No. 15) yang dinamakan Undang-Undang
Pemeritahan Jakarta Raya. UU Darurat ini mengatur hal-ikhwal pemerintahan
atas ibukota Jakarta sesuai dengan ketentuan dalam konstitusi RIS tersebut di
atas. Dalam UU Federal itu sekaligus diatur juga kedudukan Kota Jakarta
sebagai suatu daerah yang mengurus rumah tangganya sendiri.1
1 The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia,
(Yogjakarta: Liberty, 1995), h. 14.
32
Di dalam UU Darurat No. 20 Tahun 1950 Pasal 2 ditetapkan bahwa
pemerintahan daerah dengan wilayah baru sebagaimana ditentukan dalam
keputusan presiden nomor 125 Tahun 1950 dinamakan Kotapraja Jakarta
Raya. Pemerintahannya dijalankan atas nama Pemerintahan Republik
Indonesia Serikat oleh seorang Walikota. Walikota Jakarta menjalankan tugas
pemerintahan itu dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk menteri dalam
negeri Republik Indonesia Serikat. Penyelenggaraan pemerintahan daerah itu
masih tetap menurut perautan perundang-undangan desentralisasi yang
sampai saat itu masih berlaku, yaitu Stadsgemeente-ordonantie dan
Ordonantie Tijdelijke Voorzieningen Bestuur Stadsgemeenten Java. Hanya
selanjutya ditetapkan bahwa kekuasaan-kekuasaan, kewajiban-kewajiban, dan
pekerjaan-pekerjaan yang menurut peraturan perundangan yang dahulu
berada di tangan aparatur provincie West Java dan Secretaris van Staat voor
Binnenlandse Zaken (ini adalah tugas-tugas yang bersifat pengawasan) kini
semuanya dijalankan oleh menteri dalam negeri RIS. Dengan demikian
pemerintahan daerah Kotapraja Jakarta Raya berada di wilayah pengawasan
kementrian Dalam Negeri RIS. Undang-undang Darurat ini mulai berlaku
pada hari diumumkan, dan berlaku surut sampai paa tanggal 31 Maret 1950.
UU Darurat ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Mei 1950 oleh Presiden
RIS Soekarno dan Perdana Menteri Moh. Hatta sera Menteri Dalam Negeri
Ide Anak Agoeng Gde Agoeng.
Perubahan struktur negara dari Repblik Indonesia Sertikat (RIS)
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17
agustus 1950 tidak mempengaruhi status Kotaprja Jakarta Raya karena negara
kesatuan ini bukanlah suatu negara bentukan baru, melainkan merupakan
kelanjutan Negara RIS yang diubah bentuknya dari suatu federasi , menjadi
bentuk kesatuan yang meliputi seluruh Indonesia.
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ketika itu diatur dalam UU No.
22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut Undang-Undang
Nomor. 22 Tahun 1948, Provinsi merupakan Daerah tingkat teratas dan
langsung berada dibawah pengawasan pemerintah pusat (Menteri Dalam
33
Negeri). Dalam Prakteknya, Pemerintah Pusat NKRI memperlakukan
Kotapraja Jakarta Raya sebagai daerah otonom yang sejajar dengan provinsi.
Demikian pula, Walikota Jakarta Raya sebagai pejabat Pamongpraja pusat
mempunyai kedudukan yang setingkat dengan para gubernur dari segenap
provinsi di seluruh Indonesia.
Dalam hubngannya dengan kota-kota lainnya yang berhak mengatur
dan mengurus rumah tangganya sediri, Kotapraja Jakarta Raya Selain
mempunyai derajat yang setigkat lebih atas daripada kota besar (dan bahkan 2
tingkat lebih atas daripada kota kecil) juga memiliki suatu kelainan tersendiri,
yaitu satu-satunya kota otonom yang memakai sebutan “Kotapraja”.2
Ketika pemerintah pada tanggal 17 Januari 1957 mengesahkan UU No.
1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah (LN No. 6 Tahun
1957), pertumbuhan pemerintahan daerah Kotapraja Jakarta Raya memasuki
babak baru. Di dalam Bab VIII Peraturan Peralihan Pasal 73 ayat (3) UU No.
1 Tahun 1957 dinyatakan Kotapraja Jakarta Raya yang berhak mengurus
rumah tangganya sendiri berdasarkan UU. No 1 Tahun 1956 tidak perlu
dibentuk lagi sebagai Kotapraja menurut ketentuan dalam pasal 3 UU tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 1956, akan tetapi daerah tersebut, sejak
mulai berlakunya Undnag-Undang ini, menjadi Kotapraja Jakarta Raya
termaksud dalam pasal 2 undang-undang ini. Di dalam penjelasan pasal 73
ditegaskan, pembentukan daerah swatantra berdasarkan undang-undang ini
sudah barang tentu tidak dapat diadakan dengan sekaligus untuk semua
daerah di wilayah Indonesia. Begitu pula peraturan-peraturan
penyelenggaraannya menghendaki waktu yang cukup. Pada waktu mulai
berlakunya undang-undang ini ( UU No.1 Tahun 1957) di Indonesia terdapat
daerah-daerah swatantra yang berdasarkan atas berbagi jenis peraturan
perundnagan pokok, mialnya Kotaprja Jakarta Raya berdasar atas
Stadsgemeente-oronantie (SGO) dan Tijdelijke voorzieningennya junto UU
No. 1 Tahun 1956.
2 The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik ,......... h. 15.
34
B. Profil DKI Jakarta
Kota Jakarta telah berdiri sejak awal abad XVII yaitu tahun 1527.
Dimulai dengan nama “Gemeente dan Stadgemeente Batavia” atau
singkatnya Batavia. Pada masa pendudukan Jepang namanya berubah
menjadi “Jakarta Toku-betsushi”. Kemudian pada masa perjuangan hingga
Indonesia merdeka hingga sekarang lebih dikenal dengan nama Kota
Metropolitan Jakarta. Memperhatikan pentingnya peranan dan kedudukan
kota Jakarta dalam sejarah perjuangan bangsa, maka telah dikeluarkan
beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pemerintahan kota
Jakarta secara khusus yaitu Undang-undang Nomor 2 Pnps Tahun 1961
tentang Pemerintaha Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya sebagai mana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Pnps Tahun 1963 tentang
Perubahan dan Tambahan Penetapan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1961,
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus
Ibukota Jakarta tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan
nama Jakarta, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan
Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara. Dalam perkembangannya
perundang-undangan yang mengatur pemerintahan Jakarta tidak lagi
memenuhi tuntutan pertumbuhan dan perkembangan Jakarta. Sejalan dengan
semangat desentralisasi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam
pasal 117 yang menyatakan bahwa Ibukota Negara Republik Indonesia
Jakarta, karena kedudukannya diatur tersendiri dengan Undang-Undang,
maka ditetapkanlah Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia
Jakarta. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999
disebutkan bahwa pemberian otonomi di DKI Jakarta hanya diberikan pada
lingkup Propinsi. Hal ini dilandasi alasan bahwa Jakarta sebagai ibukota
Negara Republik Indonesia adalah Daerah Propinsi yang memiliki ciri
tersendiri, berbeda dengan daerah Propinsi lainnya karena beban tugas,
35
tanggung jawab dan tantangan yang lebih kompleks. Maksud dari pemberian
otonomi pada tingkat propinsi adalah agar dapat mengembangkan Jakarta
dalam satu kesatuan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian. Dengan
demikian diharapkan Jakarta akan mampu memberikan pelayanan yang cepat,
tepat, dan terpadu pada masyarakat. Kehadiran Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah membawa dampak hukum terhadap
berbagai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 1999. Dampak
hukum tersebut tidak hanya dari sisi penyelenggaraan pemerintahan Provinsi
DKI Jakarta sebagai daerah otonom, tetapi juga karakteristik permasalahan
yang dihadapi oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Undang-undang Nomor
34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota
Negara Republik Indonesia Jakarta dianggap telah tidak sesuai dengan
karakteristik permasalahan Jakarta, perkembangan keadaan, dan tuntutan
penyelenggaraan pemerintahan, maka terakhir ditetapkan Undang-undang
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.3 Pada
tahun 1966, Jakarta memperoleh nama resmi Ibukota Republik Indonesia.
Nama Jakarta pernah mengalami banyak perubahan, yaitu:
1. Abad ke-14 bernama Sunda Kelapa sebagai pelabuhan Kerajaan Pajajaran.
2. 22 Juni 1527 oleh Fatahilah Panglima Perang asal Gujarat (India), diganti
nama menjadi Jayakarta (tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi kota
Jakarta keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956)
3. 4 Maret 1621 oleh Gubernur Jenderal J. P. Coen untuk pertama kali bentuk
pemerintah kota bernama Stad Batavia
4. 1 April 1905 berubah nama menjadi 'Gemeente Batavia'
5. 8 Januari 1935 berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia
6. 8 Agustus 1942 oleh Jepang diubah namanya menjadi Jakarta Toko Betsu
Shi
3 Edi Sedyawati, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980 (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Invetarisasi dan Dokumentasi
Sejarah Nasional, 1987)h. 20-22.
36
7. September 1945 pemerintah kota Jakarta diberi nama Pemerintah Nasional
Kota Jakarta
8. 20 Februari 1950 dalam masa Pemerintahan. Pre Federal berubah nama
menjadi Stad Gemeente Batavia
9. 24 Maret 1950 diganti menjadi Kota Praj'a Jakarta
10. 18 Januari 1958 kedudukan Jakarta sebagai Daerah swatantra dinamakan
Kota Praja Djakarta Raya
11. Tahun 1961 dengan PP No. 2 tahun 1961 jo UU No. 2 PNPS 1961
dibentuk Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya
12. 31 Agustus 1964 dengan UU No. 10 tahun 1964 dinyatakan Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik
Indonesia dengan nama Jakarta
13. Tahun 1999, melalaui UU No. 34 tahun 1999 tentang Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta,
sebutan pemerintah daerah berubah menjadi Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta, dengan otonominya tetap berada ditingkat provinsi dan bukan
pada wilayah kota, selain itu wilayah DKI Jakarta dibagi menjadi 6 ( 5
wilayah kotamadya dan satu Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu)
14. Undang-undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4700)
Jakarta terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter
di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6°12’ Lintang Selatan dan
106°48’ Bujur Timur. Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227 Tahun
1989, luas wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah 7.659,02 km2, terdiri dari
daratan seluas 661,52 km2, termasuk 110 pulau di Kepulauan Seribu, dan
lautan seluas 6.997,50 km2. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah
kotamadya dan satu kabupaten administratif, yakni: Kotamadya Jakarta Pusat
dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat
37
dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2, dan
Kotamadya Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, serta Kabupaten
Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2. Di sebelah utara
membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13
buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan timur berbatasan
dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi,
sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta di
sebelah utara dengan Laut Jawa. Keadaan Kota Jakarta umumnya beriklim
panas dengan suhu udara maksimum berkisar 32,7°C - 34,°C pada siang hari,
dan suhu udara minimum berkisar 23,8°C -25,4°C pada malam hari. Rata-rata
curah hujan sepanjang tahun 237,96 mm, selama periode 2002-2006 curah
hujan terendah sebesar 122,0 mm terjadi pada tahun 2002 dan tertinggi
sebesar 267,4 mm terjadi pada tahun 2005, dengan tingkat kelembaban udara
mencapai 73,0 - 78,0 persen dan kecepatan angin rata-rata mencapai 2,2
m/detik - 2,5 m/detik. Laju pertumbuhan penduduk pada periode tahun 1980-
1990 sebesar 2,4 persen per tahun, menurun pada periode 1990-2000 dengan
laju 0,16 persen. Pada periode 2000-2005, laju pertumbuhan penduduk
sebesar 1,06 persen per tahun. Dilihat dari struktur umur, penduduk Jakarta
sudah mengarah ke ”penduduk tua”, artinya proporsi ”penduduk muda” yaitu
yang berumur 0-14 tahun sudah mulai menurun. Bila pada tahun 1990,
proporsi penduduk muda masih sebesar 31,9 persen, maka pada tahun 2006
proporsi ini menurun menjadi 23,8 persen. Sepanjang tahun 2002-2006,
proporsi penduduk umur muda tersebut relatif stabil, yaitu sekitar 23,8
persen. Sebaliknya proporsi penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) naik dari
1,5 persen pada tahun 1990, menjadi 2,2 persen pada tahun 2000. Tahun
2006, proporsi penduduk usia lanjut mengalami kenaikan menjadi 3,23
persen.4
4http://www.bpkp.go.id/dki1/konten/752/Profil-Ibukota.bpkp diakses pada 8 April 2018
38
1. Kondisi Geografi
Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata
7 meter diatas permukaan laut, terletak pada posisi 6o12’ Lintang Selatan
dan106o48’ Bujur Timur. Luas wilayah provinsi DKI Jakarta adalah
berupadaratan seluas 661,52 km2 dan lautan seluas 6.977,5 km2. Jakarta
terbagikedalam 5 wilayah kota administrasi dan 1 kabupaten administrasi,
denganbatas wilayah sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok, Jawa
Barat, sebelah timur berbatasan dengan Kota Bekasi, Jawa Barat, sebelah
barat berbatasan dengan Kota Tanggerang, Banten dan sebelah Utara
dengan lautjawa. DKI Jakarta merupakan daerah yang terletak di 5° 19'
12" - 6° 23' 54" LS dan 106° 22' 42" - 106° 58' 18"BT. Secara geologis,
seluruh dataran terdiri dari endapan pleistocene yang terdapat pada ± 50 m
di bawah permukaan tanah. Bagian selatan terdiri atas lapisan alluvial,
sedang dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10
km. Di sebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi
tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan
dan timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi
dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan
Kabupaten Tangerang, serta di sebelah utara dengan Laut Jawa.
Berdasarkan administrasi wilayah, Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5
wilayah Kota administrasi dan satu Kabupaten administratif, yakni Kota
administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan
luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan
dengan luas 145,73 km2, dan Kota administrasi Jakarta Timur dengan luas
187,73 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan luas
11,81 km2.Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Akhir Masa Jabatan 2007 – 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI
Jakarta terletak pada posisi 6o 12‟ Lintang Selatan dan 106o 48” Bujur
Timur dan merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata + 7
meter di atas permukaan laut. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 tahun
2007, luas wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Jakarta adalah
39
7.639,83 km², dengan luas daratan 662,33 km² (termasuk 110 pulau yang
tersebar di Kepulauan Seribu) dan luas lautan 6.977,5 km2.
2. Kedudukan
a. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah pusat pemerintahan
negara.
b. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta berkedudukan sebagai
Ibukota Neagra Kesatuan Republik Indonesia.
c. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah Daerah Khusus yang
berfungsi sebagai Ibukota Neagra Kesatan Republik Indonesia dan
sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
d. Otonomi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diletakan pada
lingkup Provinsi. Yang dimaksud dengan otonomi yang diletakan pada
lingkup provinsi adalah bahwa otonomi hanya berada pada Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Otonomi sebagaimana dimaksud
dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan.
e. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban,
dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta
pusat/perwakilan lembaga international.
f. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta memiliki batas-batas :
1) Sebelah Utara dengan Laut Jawa
2) Sebelah timur dengan Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi
Provinsi Jawa Barat
3) Sebelah selatan dengan Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, dan
4) Sebelah barat dengan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang
Provinsi Banten
Batas wilayah sebagaimana dimaksud, dituangkan dalam peta yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang yang mengatur.
40
3. Pembagian Wilayah
Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan
kabupaten administrasi. Wilayah kota administrasi dan kabupaten
administrasi dibagi dalam kecamatan. Wilayah kecamatan dibagi dalam
kelurahan. Pembentukan, pengubahan nama, batas, dan penghapusan kota
administrasi/kabupatenadministrasi ditetapkan dengan peraturan
pemerintah. Pembentukan, pengubahan nama, batas, dan penghapusan
kecamatan ditetapkan dengan peraturan daerah. Pembentukan, pengubahan
nama, batas, dan penghapusan kelurahan ditetapkan dengan keputusan
Gubernur.
4. Kewenangan Pemerintahan
Otonomi Provinsi DKI Jakarta diletakkan pada tingkat provinsi.
Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dilaksanakan
menurut asas otonomi, asas dekonsentrasi, asas tugas pembantuan, dan
kekhususan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh satuorang Gubernur
dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara langsung
41
melalui pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,
Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yangmemperoleh suara
lebih dari 50% (lima puluhpersen) ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil
Gubernur terpilih, Dalam hal tidak ada pasangan calon Gubernur danWakil
Gubernur yang memperoleh suara, diadakan pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur putarankedua yang diikuti oleh pasangan calon
yangmemperoleh suara terbanyak pertama dan keduapada putaran
pertama. Penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
dilaksanakan menurut persyaratan dan tatacara yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
5. Kependudukan
Jumlah penduduk di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2016,
dengan rincian sebagai berikut. Di Kabupaten/Kota Kepulauan Seribu
Penduduk Laki-laki sebanyak 11.720 jiwa, Perempuan sebanyak 11.620
jiwa, dengan jumlah 23.340 jiwa dan rasio jenis kelamin sebanyak 100,86.
Di Kota Jakarta Selatan Penduduk Laki-laki sebanyak 1.096.469 jiwa,
Perempuan sebanyak 1.089.242 jiwa, dengan jumlah 2.185.711 jiwa dan
rasio jenis kelamin sebanyak 100,66. Di Kota Jakarta Timur Penduduk
Laki-laki sebanyak 1.436.128 jiwa, Perempuan sebanyak 1.407.688 jiwa,
dengan jumlah 2.843.816 jiwa dan rasio jenis kelamin sebanyak 102,02.
Di Kota Jakarta Pusat Penduduk Laki-laki sebanyak 427.025 jiwa,
Perempuan sebanyak 457.157 jiwa, dengan jumlah 914.182 jiwa dan rasio
jenis kelamin sebanyak 99,97. Di Kota Jakarta Barat Penduduk Laki-laki
sebanyak 1.246.288 jiwa, Perempuan sebanyak 1.217.272 jiwa, dengan
jumlah 2.463.560 jiwa dan rasio jenis kelamin sebanyak 102,38. Dan Di
Kota Jakarta Utara Penduduk Laki-laki sebanyak 867.727 jiwa, Perempuan
sebanyak 879.588 jiwa, dengan jumlah 1.747.315 jiwa dan rasio jenis
kelamin sebanyak 98,65. Dengan keseluruhan jumlah penduduk di
Provinsi DKI Jakarta sebanyak 5.115.357 penduduk Laki-laki, 5.062.567
42
penduduk perempuan, dengan jumlah keseluruhan 10.177.924 Jiwa,
dengan rasio jenis kelamin sebesar 101,4.5
Kabupaten/Kota
Jenis Kelamin (ribu) Rasio
Jenis
Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 2 3 4 5
1 Kepulauan Seribu 11 720 11 620 23 340 100,86
2 Jakarta Selatan 1 096 469 1 089 242 2 185 711 100,66
3 Jakarta Timur 1 436 128 1 407 688 2 843 816 102,02
4 Jakarta Pusat 457 025 457 157 914 182 99,97
5 Jakarta Barat 1 246 288 1 217 272 2 463 560 102,38
6 Jakarta Utara 867 727 879 588 1 747 315 98,65
DKI Jakarta 5 115
357 5 062 567
10 177
924 101,04
6. Ekonomi
Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
cukup pesat. Saat ini, lebih dari 70% uang negara beredar di
Jakarta.6 Perekonomian Jakarta terutama ditunjang oleh sektor
perdagangan, jasa, properti, industri kreatif, dan keuangan. Beberapa
sentra perdagangan di Jakarta yang menjadi tempat perputaran uang cukup
besar adalah kawasan Tanah Abang dan Glodok. Kedua kawasan ini
masing-masing menjadi pusat perdagangan tekstil serta dengan sirkulasi
ke seluruh Indonesia. Bahkan untuk barang tekstil dari Tanah Abang,
banyak pula yang menjadi komoditi ekspor. Sedangkan untuk sektor
keuangan, yang memberikan konstribusi cukup besar terhadap
perekonomian Jakarta adalah industri perbankan dan pasar modal. Untuk
industri pasar modal, pada bulan Mei 2013 Bursa Efek Indonesia tercatat
sebagai bursa yang memberikan keuntungan terbesar, setelah Bursa Efek
Tokyo. Pada bulan yang sama, kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia
5Biro Pusat Satistik DKI Jakarta
6 http://www.bappedajakarta.go.id/sekilasjktkini.asp diakses pada 12 September 2018
43
telah mencapai USD 510,98 miliar atau nomor dua tertinggi di
kawasan ASEAN.
Pada tahun 2012, pendapatan per kapita masyarakat Jakarta sebesar Rp
110,46 juta per tahun (USD 12,270).7 Sedangkan untuk kalangan
menengah atas dengan penghasilan Rp 240,62 juta per tahun (USD
26,735), mencapai 20% dari jumlah penduduk. Di sini juga bermukim
lebih dari separuh orang-orang kaya di Indonesia dengan penghasilan
minimal USD 100,000 per tahun. Kekayaan mereka terutama ditopang
oleh kenaikan harga saham serta properti yang cukup signifikan. Saat ini
Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan harga properti
mewah yang tertinggi di dunia, yakni mencapai 38,1%. Selain hunian
mewah, pertumbuhan properti Jakarta juga ditopang oleh penjualan dan
penyewaan ruang kantor. Pada periode 2009-2012, pembangunan gedung-
gedung pencakar langit (di atas 150 meter) di Jakarta mencapai 87,5%. Hal
ini telah menempatkan Jakarta sebagai salah satu kota dengan
pertumbuhan pencakar langit tercepat di dunia. Pada tahun 2020,
diperkirakan jumlah pencakar langit di Jakarta akan mencapai 250 unit.
Dan pada saat itu Jakarta telah memiliki gedung tertinggi di Asia Tenggara
dengan ketinggian mencapai 638 meter (The Signature Tower).8
7. Kebudayaan
Betawi atau yang disebut Batavia adalah sebuah kota pelabuhan
danperdagangan yang dibangun Belanda di sebelah timur sungai Ciliwung
ketika Belanda menundukkan Jayakarta (sebutan Jakarta pada waktu itu)
pada tahun 1619. Penduduk asli Jakarta disebut sebagai orang Betawi.
Asal mula masyarakat asli Betawi diperkirakan berasal dari suku Sunda.
Tetapi karena Batavia adalah kota pelabuhan dan perdagangan, sehingga
7 bps.go.id BPS Provinsi DKI Jakarta diakses pada tanggal 12 September 2018
8 https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta#Ekonomi diakses pada
tanggal 12 September 2018
44
banyak disinggahi oleh pendatang yang datang dari segala penjuru. Lama-
kelamaan, penduduk pribumi yang sudah ada di daerah sewaktu masih
bernama Jayakarta ini bercampur dengan suku-suku dari pulau lain di
Nusantara seperti Melayu Bugis, Ambon, Manado dan juga dari bangsa
lain seperti Cina, India, Arab, Portugis dan Belanda. Sehingga orang
Betawi ini adalah hasil pembauran atau asimilasi antara penduduk pribumi
Jayakarta dengan penduduk pendatang dari Nusantara dan bangsa lain.
Proses pembauran ini terjadi sejak abad XIV. Dengan demikian konsep
kebudayaan Betawi bukan berdasarkan ras, tetapi merupakan hasil
asimilasi berbagai pengaruh antara budaya lokal (Sunda, Melayu, Jawa,
Bugis, dan lain-lain) dengan budaya luar (Arab, Portugis, Cina, Arab,
Belanda). Banyak diantara penduduk Betawi bekerja pada orang-orang
Eropa dan Cina sebagai pembantu rumah tangga, sopir, kusir atau
pembantu kantor.9 Ada juga yang bekerja sendiri dengan membuka
binatu/penjahittukang kayu atau penjual buah dan ikan. Para penduduk ini
bertempat tinggal membentuk kelompok-kelompok berdasarkan asal
mereka kemudianmembentuk kampung-kampung, sehingga ada kampung
Bandan yang penduduknya berasal dari pulau Banda; Kampung Ambon
(kini Pejambon)yang penduduknya terdiri dari orang Ambon; Kampung
Makassar; Pecinan,penduduknya kebanyakan Cina dan keturunan Cina;
kampung Bugis,kampung Arab, dan lain-lain. Kampung-kampung ini
letaknya diantaradaerah-daerah pemukiman orang-orang Eropa.Selain itu,
oleh pemerintah Belanda dilakukan penyebaran pendudukyang
ditempatkan pada kebun atau lahan kosong di luar wilayah Batavia dengan
syarat mereka harus siap memberikan tenaga bantuan bila diperlukan,
menyerahkan sepersepuluh hasil-hasil tanahnya seperti padi, sayur-
sayuran, buah-buahan kepada Kompeni untuk memenuhi kebutuhan pokok
mereka. Penyebaran ini oleh pemerintah Belanda bukan hanya untuk
kepentingan pemenuhan kebutuhan sayur-sayuran atau makanan kepada
9 H. Rachmat Ruchiat, Drs. Singgih Wibisono, Drs. H. Rachmat Syamsudin, Ikhtisar
Kesenian Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta,) h, 15.
45
Belanda tetapi juga sebagai usaha untuk mengatasi kepadatan penduduk di
dalam kota serta untuk kepentingan pertahanan dan keamanan. Menurut
garis besarnya, wilayah budaya Betawi dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu: Betawi Tengah atau Betawi Kota dan Betawi Pinggiran.Yang
termasuk Betawi Tengah atau Betawi Kota dapatlah disebutkan kawasan
wilayah yang pada zaman akhir pemerintahan jajahan Belanda termasuk
wilayah Geemente Batavia (kawasan Kota-Glodok, Jakarta Barat saat ini),
kecuali beberapa tempat seperti Tanjung Priok dan sekitarnya. Sedangkan
daerah-daerah diluar kawasan tersebut, baik yang termasuk wilayah DKI
Jakarta apalagi daerah-daerah disekitarnya, merupakan wilayah Betawi
Pinggiran yang pada masa-masa yang lalu oleh orang Betawi Tengah
disebut Betawi Ora. Timbulnya dua wilayah budaya Betawi disebabkan
berbagai hal, antara lain karena perbedaan perkembangan historis,
ekonomi, sosiologis, perbedaan kadar dari unsur-unsur etnis yang menjadi
cikal bakal penduduk setempat, termasuk kadar budaya asal suku masing-
masing yangmempengaruhi kehidupan budaya mereka selanjutnya seperti
halnya pendidikan. Di wilayah Betawi Tengah sudah sejak awal abad ke-
19 terdapat prasarana pendidikan formal seperti sekolah-sekolah.
Demikian juga untuk pendidikan keagamaan. Apalagi sejak awal abad ke-
20, setelah Pemerintah Belanda melaksanakan apa yang disebut Politik
Etis, sehingga wilayah inimenjadi pusat kegiatan pemerintahan (Kota
Praja) Batavia. Berbeda dengan wilayah Betawi Tengah, wilayah Betawi
Pinggiran hampir tidak terdapat prasarana pendidikan formal.10
Hal ini
disebabkan karena hampir seluruh daerah itu pada zaman penjajahan
Belanda sampai masa pendudukan Jepang, merupakan tanah-tanah
partikelir yang dikuasai olehpara tuan tanah. Para tuan tanah itu sama
sekali tidak menaruh perhatian terhadap kemajuan penduduk yang
menggarap tanahnya. Yang terpenting bagi mereka hanya masuknya cukai
hasil pertanian yang dipungut dari parapenggarap tanah. Kemajuan
10
H. Rachmat Ruchiat, Drs. Singgih Wibisono, Drs. H. Rachmat Syamsudin, Ikhtisar
Kesenian Betawi, ............h, 14.
46
penduduk bahkan dianggap ancaman bagikedudukan dan keuntungan
mereka. Apalagi pendidikan agama, dalam hal ini agama Islam, karena
setiap perlawananan rakyat bersenjata di kawasantanah partikelir
khususnya, berlangsung atas pimpinan pemuka agama. Masyarakat Betawi
Tengah yang pada umumnya lebih maju dariyang di pinggiran, lebih
banyak menggemari cerita-cerita yang bernafaskan agama Islam yang
mendapat pengaruh budaya Timur Tengah. Sedangkan masyarakat
keturunan Cina sudah barang tentu lebih menyenangi cerita-cerita yang
berasal dari tanah leluhurnya, seperti Sam Kok atau cerita Tiga Negeri,
Pho Si Lie dan sebagainya. Di wilayah budaya Betawi Tengah tampak
keseniannya banyak menyerap seni budaya Melayu, sebagaimana terlihat
pada musik dan Tari Samrah. Hal ini disebabkan karena setelah adanya
Konvensi London tahun1824 dan Traktat Sumatra tahun 1871, banyak
orang Riau hijrah ke Batavia, sebagai pedagang. Disamping itu
masyarakatnya merupakan pendukung kesenian yang bernafaskan Islam,
seperti berbagai macam rebana, gambus dan qasidahan. Sedang di daerah
pinggiran berkembang kesenian tradisional lainnya seperti Topeng,
Wayang, Ajeng, Tanjidor dan sebagainya yang tidak terdapat dalam
masyarakat Betawi Tengah.11
11
H. Rachmat Ruchiat, Drs. Singgih Wibisono, Drs. H. Rachmat Syamsudin, Ikhtisar
Kesenian..... h, 15.
47
BAB IV
ANALISIS KEKHUSUSAN PROVINSI DKI JAKARTA
A. Perbandingan Undang-Undang Kekhususan Provinsi DKI Jakarta sejak
Awal Kemerdekaan hingga Reformasi, sebagai tolak ukur
perkembangan dan perubahan pengaturan tentang otonomi khusus
Provinsi DKI Jakarta.
1. Awal Kemerdekaan (1950-1956)
Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, sempat terjadi
perubahan bentuk konstitusi. Perubahan ini terjadi ketika Indonesia
masih mengalami pergolakan pasca kemerdekaan. Perubahan ini
menjadikan Indonesia yang sebelumnya merupakan negara kesatuan,
menjadi negara federal layaknya sistem konstitusi negara Barat.
Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk pada tanggal 27 Desember
1949 sebagai kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar antara
Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO), dan
Belanda. Kesepakatan ini disaksikan oleh United Nations Commission
for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan dari PBB. RIS dikepalai oleh
Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta.
48
Tabel 4.1
Awal Kemerdekaan (1950-1956)
Faktor
Pembanding
Awal Kemerdekaan
UU Darurat Republik
Indonesia Serikat No. 20
Tahun 1950 tentang
Pemerintahan Jakarta
Raya
UU RI No. 1 Tahun 1956
tentang Penetapan “UU
Darurat RIS No. 20 Tahun
1950 sebagai UU
Ketentuan
Umum
Pemerintahan
Kotapraja Jakarta yang
daerahnya ditetapkan
baru menurut
Keputusan Presiden
Republik Indonesia
Serikat No. 125 Tahun
1950 disebut
"Kotapraja Jakarta
Raya"
Dijalankan menurut
peraturan perundang-
undangan
desentralisasi yang
pada saat itu masih
berlaku, yaitu
Stadsgemeenteordona
ntie dan Ordonnantie
tijdelijke
voorzieningen
stadsgemeenten Java
Ketentuan Umum dalam UU
ini sama dengan UU Darurat
RIS No. 20 Tahun 1950
49
Bentuk &
Susunan
Pemerintahan
Pemerintahan kota
Jakarta dijalankan atas
nama Pemerintahan
Republik Indonesia
Serikat oleh seorang
Walikota
Walikota menjalankan
tugas dengan petunjuk
Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia
Serikat
Walikota Jakarta Raya
juga dibebankan
kekuasaan-kekuasaan,
kewajiban-kewajiban,
dan pekerjaan-
pekerjaan yang dahulu
dipegang oleh
Gubernur Daerah
Jakarta dan
Sekitarnya, sepanjang
tidak mengenai
kekuasaan kepolisian
dan kekuasaan militer
dan Residen Daerah
Sekitar Jakarta
tugas-tugas yang
bersifat pengawasan
kini dijalankan oleh
Menteri Dalam Negeri
Perubahan mengenai
kekuasaan kepolisian,
yang dalam undang-
undang darurat belum
diserahan kepada
Walikota Kotapraja
Jakarta Raya, maka
dalam pasal 4 Undang-
Undang RI No. 1 tahun
1956 berisikan mengenai
pembebanan kekuasaan-
kekuasaan, kewajiban-
kewajiban, dan
pekerjaan-pekerjaan
kepolisian
50
RIS (dahulu dipegang
oleh Provincie West
Java
dan Secretaris van
Staat voor
Binnenlandse Zaken)
Pembiayaan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
51
Penjelasan :
a. Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Serikat No. 20
Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya.
Dalam Pasal 50 Konstitusi RIS yang berbunyi :
(1) Pemerintahan atas daerah-daerah yang diluar lingkungan
daerah sesuatu daerah bagian, dan atasdistrik federal Jakarta dilakukan
oleh alat-alat perlengkapan Republik Indonesia Serikat menurut
aturan-aturanyang akan ditetapkan dengan undang-undang federal.
(2) Daerah-daerah bagian yang masuk bilangan untuk itu, boleh
disertakan dalam pemerintahan itu dengan persetujuan pemerintahnya.
Untuk memenuhi penetapan seperti yang termaktub dalam Pasal
50 Konstitusi RIS, maka perlu diadakan undang-undang federal
tentang pemerintahan daerah Kota Jakarta, yang disesuaikan dengan
perkembangan ketatanegaraan pada masa itu.
b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1956 tentang
Penetapan “Undang-Undang darurat Republik Indonesia Serikat
No. 20 Tahun 1950 (Lembaran Negara No. 31 Tahun 1950)
tentang Pemerintahan Jakarta Raya” sebagai Undang-Undang.
Pemerintahan Republik Indonesia Serikat telah menggunakan haknya
untuk menetapkan Undang-Undang Darurat No. 20 tahun 1950
tentang Pemeritahan Jakarta Raya, bahwa peraturan-peraturan yang
termaktub dalam undang-undang tersebut perlu ditetapkan sebagai
undang-undang. Didalam undang-undang ini berisikan hal-hal yang
sama dengan Undang-Undang Darurat No. 20 tahun 1950 tentang
Pemeritahan Jakarta Raya, namun perlu diadakan perubahan didalam
peraturan undang-undang tersebut, yaitu mengenai kekuasaan
kepolisian, yang dalam undang-undang darurat belum diserahan
kepada Walikota Kotapraja Jakarta Raya, maka dalam pasal 4
Undang-Undang RI No. 1 tahun 1956 berisikan mengenai
pembebanan kekuasaan-kekuasaan, kewajiban-kewajiban, dan
52
pekerjaan-pekerjaan kepolisian. Perubahan ini dimaksudkan untuk
lebih melancarkan jalannya pemerintahan Kotapraja Jakarta Raya.
c. Peraturan Daerah
Dalam masa ini belum ada Peraturan daerah yang dikeluarkan.
2. Orde Lama (1959-1965)
Kedudukan DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara menjadikan
Jakarta sebagai daerah yang kompleks, maka DKI Jakarta patut
dijadikan kota indoktrinasi, kota teladan dan kota cita-cita bagi seluruh
bangsa Indonesia.
Tabel 4.2
Orde Lama (1959-1965)
Faktor Pembanding
Orde Lama
Penetapan Presiden
No. 2 Tahun 1961
tentang
Pemerintahan
Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
Raya
UU RI No. 10 Tahun
1964 Tentang
Pernyataan Daerah
Khusus Ibukota
Jakarta Raya Tetap
Sebagai Ibukota
Negara RI dengan
Nama Jakarta
Ketentuan Umum Menteri Pertama,
Menteri Dalam Negeri
dan Otonomi Daerah
dan Menteri
Keuangan
Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Raya
dinyatakan tetap
sebagai Ibukota
Negara Republik
Indonesia dengan
nama JAKARTA
53
Kewenangan Mengerjakan
semua tugas
pelaksanaan dan
pemerintah yang
langsung
menyangkut
kegiatan dan
kepentingan
masyarakat Jakarta
Raya yang kini
dikerjakan oleh
pemerintah pusat.
Penyerahan tugas
pelaksanaan dari
pemeritah yang
langsung
menyangkut
kegiatan dan
kepentingan
masyarakat Jakarta
Raya yang
dipegang oleh
Pemerintah Pusat
dilaksanakan
dalam waktu
sesingkat-
singkatnya oleh
Menteri Pertama.
Tidak Dijelaskan
Bentuk & Susunan Pemeritahan jakarta
54
Pemerintahan Raya yang wilayahnya
meliputi Daerah
Kotapraja Jakarta
Raya dikuasai
(langsung) oleh
Presiden Republik
Indonesia melalui
Menteri Pertama
Tidak Dijelaskan
Pembiayaan Anggaran Belanja
Jakarta Raya
dimasukan dalam
anggaran Belanja
Badan-Badan
Pemerintahan Agung
Tidak Dijelaskan
Penjelasan :
a. Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1961 tentang Pemerintahan
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.
Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi
tanggal 5 Juli 1959 pembangunan dan kegiatan-kegiatan di segala
bidang pemerintahan di daerah Jakarta Raya sangat pesat, sehingga
daerah tersebut sebagai Ibukota Negara patut dijadikan kota
indoktrinasi, kota teladan dan kota cita-cita bagi seluruh bangsa
Indonesia serta sebagai Ibukota Negara, Daerah Jakarta Raya perlu
memenuhi syarat-syarat minimum dari kota internasional dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya. Seperti diketahui, kini terdapat kesulitan-
kesulitan dalam pelaksanaannya berhubung dengan hal-hal seperti
berikut:
1) Adanya kesimpang-siuran pembagian tugas antara Pemerintah
Pusat (Departemen-departemen) dan Pemerintah Daerah Jakarta
55
Raya sehingga menimbulkan keseretan di dalam jalannya
pelaksanaan pemerintahan
2) Bahwa di daerah Jakarta Raya, Pemerintah Pusat dalam berbagai
hal menjadi pelaksana, sedang Pemerintah Daerah seolah-olah
menjadi pemegang kebijaksanaan dan yang menjalankan tugas
pengawasan
3) Adanya kemacetan dan keseretan penyaluran, penyampaian dan
pelaksanaan anggaran belanja
4) Adanya ketidak-seimbangan antara hasil pendapatan Pemerintah
Daerah Jakarta Raya dan kegiatankegiatan masyarakat Jakarta
Raya
5) Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
pembangunan yang dalam waktu singkat harus dilaksanakan
6) Tidak adanya kemanfaatan yang langsung dapat dirasakan oleh
masyarakat daerah mengenai adanya perusahaan-perusahaan yang
ada di daerah Jakarta Raya
7) Tidak adanya persediaan khusus alat-alat-pembayaran luar negeri
(devisen) bagi Pemerintah Daerah Jakarta Raya.
Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut di atas maka
kepada kota tersebut sudah sewajarnya diberikan kedudukan yang
khusus yang berbeda dengan daerah-daerah swatantra Tingkat I
lainnya, ialah sebagai daerah yang dikuasai langsung oleh
Presiden/Pemimpin Besar Revolusi, serta memasukkan keuangannya
ke dalam anggaran belanja Badan-badan Pemerintah Agung.
Berdasarkan kedudukan yang khusus itu, maka sebutan daerah
Swatantra Tingkat I tidak berlaku lagi untuk Jakarta Raya.Bahwa
untuk mencapai tujuan tersebut maka, kepada Jakarta Raya diberikan
kedudukan yang khusus sebagai daerah yang langsung dikuasai oleh
Presiden/Pemimpin Besar Revolusi.
56
b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1964 Tentang
Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya Tetap Sebagai
Ibukota Negara Republik Indonesia dengan Nama Jakarta.
Daerah khusus Ibukota Jakarta Raya dinyatakan dengan tegas tetap
sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama JAKARTA,
mengingat telah termasyhur dan dikenal, serta kedudukannya karena
merupakan kota pencetusan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan pusat penggerak segala
kegiatan, serta merupakan kota pemersatu dari pada seluruh aparat,
revolusi dan penyebar ideologi Panca Sila keseluruh penjuru dunia.
Dengan dinyatakan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap
menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta.
c. Peraturan Daerah
Pada masa ini Peraturan Daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah
DKI Jakarta adalah :
1) Peraturan Daerah No. 6 tahun 1963 tentang Menetapkan
Lambang Daerah Chusus Ibu Kota Djakarta Raja
2) Peraturan Daerah No. 9 tahun 1964 tentang Mengubah Pertama
Kalinja Peraturan Daerah Tentang Lambang Daerah Chusus Ibu
Kota Djakarta Raja tanggal 20 Djuni 1962
3. Orde Baru (1966-1998)
Pada masa Orde Baru, peraturan yang mengatur tentang Provinsi
DKI Jakarta adalah Undang-Undang No. 11 Tahun 1990 tentang
Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik
Indonesia Jakarta.Alasan terbentuknya undang-undang ini adalah untuk
upaya pembangunan dan pengembangan Jakarta sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia agar hal tersebut dapat berjalan selaras dan
serasi dengan kedudukan dan peranan Jakarta sebagai Ibukota Negara.
Peraturan Daerah yang dikeluarkan pada masa ini adalah :
57
1. Peraturan Daerah No. 9 tahun 1967 tentang Pemberian
Penghargaan Kepada Seseorang dan/ Atau Badan yang Berdjasa
Kepada Pemerintah Daerah Chusus Ibu Kota Jakarta
2. Peraturan Daerah No. 4 Tahun 1975 tentang Ketentuan Bangunan
Di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
3. Peraturan Daerah No. 3 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta
4. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 1988 tentang Penyertaan Modal
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Pada Pihak Ketiga
5. Peraturan Daerah No. 12 tahun 1991 tentang Penyelenggaraan
Pekan Raya Jakarta
6. Peraturan Daerah No. 7 tahun 1991 tentang Bangunan Dalam
Wilayah Khusus Ibukota Jakarta
7. Peraturan Daerah No. 14 Tahun 1992 tentang Penetapan Perubahan
Anggaran Dan Belanja Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun
1992/1993
8. Peraturan Daerah No. 13 Tahun 1992 Tentang Perusahaan Daerah
Air Minum Daerah Khusus Ibukota Jakarta
9. Peraturan Daerah No. 12 Tahun 1992 tentang Penetapan Sisa
Perhitungan Anggaran Pendapatn dan Belanja Daerah, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Tahun anggaran 1991/1992
10. Peraturan Daerah No. 9 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Di Wilayah DKI Jakarta
11. Peraturan Daerah No. 8 Tahun 1992 tentang Pengusahaan
Perpasaran Swasta Di Wilayah DKI Jakarta
12. Peraturan Daerah No. 7 Tahun 1992 Perubahan Pertama Peraturan
Daerah DKI Jakarta No. 7 tahun 1992 tentang Perusahaan Daerah
Pasar DKI Jakarta
13. Peraturan Daerah No. 6 tahun 1992 tentang Pengurusan Pasar Di
DKI Jakarta
58
14. Peraturan Daerah No. 5 tahun 1992 tentang Penampungan dan
Pemotongan Unggas serta Peredaran Daging Unggas di Wilayah
DKI Jakarta
15. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1992 tentang Penggunaan Bahasa
Indonesia Pada Papan Nama, Papan Petunjuk, Kain Rentang dan
Reklame di Wilayah DKI Jakarta
16. Peraturan Daerah No. 12 tahun 1993 tentang Penetapan Perubahan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta Tahun
Anggaran 1993/1994
17. Peraturan Daerah No. 11 tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum
di Wilayah DKI Jakarta
18. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 1993 tentang Pola Dasar
Pembangunan DKI Jakarta Tahun 1994/1995-1998/1999
19. Peraturan Daerah No. 9 Tahun 1993 tentang Penetapan Sisa
Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah DKI
Jakarta tahun Anggaran 1992/1993
20. Peraturan Daerah No. 8 tahun 1993 tentang Pembentukan,
Organisasi, dan Tata Kerja Perpustakaan Umum DKI Jakarta
21. Peraturan Daerah No. 7 Tahun 1993 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Pendidikan dan Latihan Propinsi DKI
22. Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1993 tentang Pembinaan
Kesejahteraan Pramuwisma di DKI Jakarta
23. Peraturan daerah No. 5 tahun 1993 tentang Pembentukan,
Organisasi, dan Tata Kerja Kantor Penerangan Jalan Umum DKI
Jakarta
24. Peraturan Daerah No. 4 Tahun 1993 tentang Penetapan Anggaran
Pendapatn dan Belanja Daerah DKI Jakarta Tahun 1993/1994
25. Peraturan Daerah No. 3 Tahun 1993 tentang Retribusi Bidang
Ekonomi DKI Jakarta
26. Peraturan Daerah No. 2 tahun 1993 tentang Retribusi Daerah
Bidang Pemerintahan DKI Jakarta
59
27. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1993 tentang Bank Pembangunan
Daerah DKI Jakarta
28. Peraturan Daerah No. 8 Tahun 1994 tentang Penetapan Sisa
Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah DKI Jakarta
Tahun Anggaran 1993/1994
29. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1994 tentang Penetapan Anggaran
Pendapatan dan Belanja daerah DKI Jakarta Tahun Anggaran
1994/1995
30. Peraturan Daerah No. 11 tahun 1995 tentang Pengawasan Hewan
Rentan Rabies, Serta Pencegahan dan Penanggulangan Rabies di
DKI Jakarta
31. Peraturan Daerah No. 8 Tahun 1995 Penyelenggaraan Reklahasi
dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta
32. Peraturan Daerah No. 14 Tahun 1996 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Penerangan Jalan Umum DKI
Jakarta
33. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan dan
Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Tabel 4.3
Orde baru (1966-1998)
Faktor Pembanding
Orde Baru
UU No. 11 Tahun 1990 tentang
Susunan Pemerintahan Daerah
Khusus Ibukota Negara
Republik Indonesia Jakarta
Ketentuan Umum
Menteri adalah Menteri Dalam
Negeri
Gubernur Kepala Daerah adalah
Gubernur Kepala Daerah
60
Khusus Ibukota Negara RI.
Kedudukan
Jakarta sebagai Ibukota Negara
merupakan tempat kedudukan
pusat pemerintahan negara
Pembagian Wilayah
Dengan batas-batas sebagai
berikut :
1) Sebelah Utara berbatasan
dengan Laut Jawa
2) Sebelah Timur berbatasan
dengan Kabupaten Daerah
Tingkat II Bekasi
3) Sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Daerah
Tingkat II Bogor
4) Sebelah Barat berbatasan
dengan Kabupaten Daerah
Tingkat II Tangerang
Kewenangan Gubernur sebagai Kepala
Daerah juga
menyelenggarakan
pemerintahan yang bersifat
khusus disamping
menyelenggarakan hak,
wewenang dan kewajiban
yang diatur dalam undang-
undang. Pemerintahan yang
bersifat khusu ini merupakan
akibat langsung dari
kedudukan Jakarta sebagai
61
Ibukota Negara
Dalam penyelenggaraan
pemerintahan Gubernur DKI
Jakarta bertanggungjawab
kepada presiden, dan
mendapat petunjuk dan
bimbingan dari menteri Dalam
Negeri
Bentuk & susunan
Pemerintahan
Meliputi kedudukan,
pembagian wilayah,
penyelenggaraan
pemerintahan, perangkat
pemerintahan, dan
pembiayaannya, diatur dan
dilaksanakan sesuai dengan
undang-undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan Daerah,
kecuali hal-hal yang diatur
tersendiri dalam undang-
undang ini.
Gubernur sebagai Kepala
Daerah dan dibantu oleh
Wakil Gubernur yang
jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan
Untuk melaksanakan fungsi
sebagai wakil rakyat yang
bergerak dalam bidang
legislatif, Daerah Khusus
62
Ibukota Jakarta menyusun
Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Tingkat 1 sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Dalam Rangka menampung
aspirasi masyarakat dan
sebagai wadah komunikasi
timbal balik pada tingkat
kotamadya, dibenyuk
Lembaga Musyawarah Kota
yang keanggotaanya terdiri
dari organisasi kekuatan sosial
politik, ABRI, dan unsur
pemerintah yang selanjutnya
diatur oleh Menteri
Pembiayaan
Dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara,
dan untuk mendukung
penyelenggaraan tugas-tugas yang
bersifat khusus maka Pemerintah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
menyediakan biaya dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
63
4. Reformasi (1998-sekarang)
Tabel4.4
Reformasi (1998-sekarang)
Faktor
Pembanding
Reformasi
UU RI No. 34 Tahun
1999 tentang
Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus
Ibukota Negara RI
Jakarta
UU RI No. 29 Tahun
2007 Tentang
Pemeritahan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Sebagai Ibukota
Negara Kesatuan RI
Ketentuan
Umum
Pemerintah adalah
Pemerintah Daerah
Jakarta merupakan
daerah khusus yang
disebut Provinsi DKI
Jakarta
Gubernur adalah
Kepala Daerah
Provinsi DKI Jakarta
Kotamadya/kabupaten
administrasi adalah
wilayah kerja
perangkat provinsi
yang terdiri atas
kecamatan dan
kelurahan
Dewan
Pemerintah
Pusat,adalah Presiden
RI
Pemerintah
DaerahProvinsi DKI
Jakarta dalah
penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh
pemerintaha daerah dan
DPRD
Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta adalah
Gubernur dan perangkat
daerah
Daerah Otonom
adalahh kesatuan
masyarakat hkum yang
64
Kotamadya/kabupaten
administrasi adalah
mitra kerja
pemerintah yang
merumuskan
kebijakan 2
operasional
pemerintahan.
Dewan Kelurahan
adalah Mitra Kerja
Pemerintah Kelurahan
dalam
penyelenggaraan dan
pemberdayaan
masyarakat
mempunyai btas
wilayah dan berwenang
mengatur dan mengurus
wilayahnya sendiri
Provinsi DKI Jakarta
adalah Provinsi yang
mempuyai kekhususan
dalampenyelenggaraan
pemerintahan
Deputi gubernur adalah
pejabat yang membantu
gubernur dalam
menyelenggarakan
pemerintahan
Walikota/bupati adalah
pemerintah kota
administrasi/kabupaten
adminsitrasi
Kota
adminisrasi/kabupaten
adalah wilayah kerja
walikota/bupati yang
terdiri atas kecamatan
dan kelurahan
Dewan kota/dewan
kabupaten adalah
lembaga musyawarah
pada tingkat
kota/kabupatenuntuk
peran serta masyarakat
65
dalam penyelenggaraan
pembangunan dan
peningkatan pelayanan
masyarakat.
Lembaga musyawarah
kelurahan adalah
lembaga musyawarah
pada tingkat keurahan
Peraturan daerah adalah
peraturan perundang-
undangan provinsi DKI
Jakarta
Peraruran gubernur
adalah peraturan yang
ditetapkan oleh
gubernur
Kawasan khusus adalah
kawasan didalama
wilayah provinsi DKI
Jakarta yang ditetapkan
oleh pemerintah yang
bersifat khusus demi
kepentigan nasional
Kedudukan Provinsi DKI Jakarta
adalah Pusat
Pemeintahan Negara
Otonomi Provinsi
DKI Jakarta
diletakan pada
lingkup Provinsi
Provinsi DKI Jakarta
berkedudukan sebagai
Ibukota NKRI
Provinsi DKI Jakarta
berfungsi sebagai
Ibukota Negara
sekaligus sebagai
66
(yang dilaksanakan
berdasarkan asas
desentralisasi,
dekonsentrasi, dan
tugas pembantuan)
daerah otonom yang
berada pada tingkat
provinsi
Provinsi DKI Jakarta
memilii kekhususan
tugas, hak dan
kewajiban dan
tanggungjawab dalam
penyelenggaraan
perwakilan negara
asing, serta
pusat/perwakilan
lembaga internasional.
Pembagian
Wilayah
Dengan batas-batas
sebagai berikut :
1) Sebelah Utara dengan
Laut Jawa
2) Sebelah Timur
dengan Kab. Bekasi dan
Kota Bekasi
3) Sebelah Selatan
dengan Kota Depok
4) Sebelah Barat dengan
Kab.Tangerang dan Kota
Tangerang.
Wilayah dibagi
menjadi Kotamadya
dan Kabupaten
administrasi, dan
dibagi lagi menjadi
Dengan batas-batas
sebagai berikut :
1) Sebelah Utara dengan
Laut Jawa
2) Sebelah Timur dengan
Kab. Bekasi dan Kota
Bekasi Provinsi Jawa
Barat
3) Sebelah Selatan dengan
Kota Depok Provinsi Jawa
Barat
4) Sebelah Barat dengan
Kab.Tangerang dan Kota
Tangerang Provinsi
Banten
67
Wilayah Kecamatan
dibagi dalam
kelurahan
DKI Jakarta terdiri
dari darat dan laut
sejauh 12 mil laut
Kewenangan Mencangkup seluruh
dalam bidang
pemerintahan,
kecuali dalam bidang
politik luar negeri,
pertahanan
keamanan, peradilan,
moneter, dan fiskal,
agama serta bidang
lain yang diatur UU.
Sebagai wilayah
adminstrasi termasuk
kewenangan dalam
bidang pemrintahan
yang dilimpahkan
kepada gubernur.
Mencangkup
kewenangan dalam
menetapkan seluruh
kebijakan pemerintah
daerah, pengawasan,
dan meneteapkan
anggaran belanja
daerah
Urusan pemerintahan
yang dilimpahkan oleh
pemerintah kepada
gubernur dilaksanakan
dalam rangka
penyelenggaraan asas
dekonsentrasi
Urusan pemerintahan
yang ditugaskan oleh
pemerintah kepada
pemerintah provinsi
DKI Jakarta
dilaksanakan dalam
rangka penyelenggaraan
tugas pembantuan
68
Memberikan
kewenangan yang
luas kepada
kotamadya dan
kabupaten
administrasi dalam
rangka peningkatan
pelayanan kepada
masyarakat
(kewenangannya
mencangkup
kewenangan dalam
menetapkan
kebijakan operasional
dan pelaksanaan
masyarakat)
Kewenangan
Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta sebagai
ibukota neagra meliputu
penetapan dan
pelaksanaan dibbidang
(tata ruang, SDA,
lingkungan hidup,
pengendalian penduduk,
pemukiman,
transportasi, industri,
perdaganga, dan
pariwisata)
Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta
melestarikan dan
megembangkan budaya
masyarakat Betawi serta
melindungi berbagi
budaya masyarakat
daerah lain yang ada
didaerah DKI Jakarta
Gubernur dapat
menghadiri sidang
kabinet yang
menyangkut
kepentingan ibukta
Negara
Pemeritahan daerah
provinsi DKI Jakarta
69
mendelegasikan kepada
pemerintahan kota
administrasi/kabupaten
administrasi, kecamatan,
dan kelurahan, dalam
rangka meningkatkan
pelayanan kepada
masyarakat.
Bentuk &
Susunan
Pemerintahan
DPRD sebagai badan
Legislatif ( Pimpinan
DPRD memberikan
persetujuan terhadap
calon
Walikota/Bupati
yang diajukan
gubernur)dan
pemerintah Daerah
sebagai Badan
Eksekutif Daerah
Provinsi : Gubernur
dan perangkat daerah
(Nama-nama calon
Gubernur dan Wakil
yang telah ditetapkan
DPRD
dikonsultasikan
kepada Presiden)
Kotamadya :
Pemerintaha
Kotamadya dan
Otonomi DKI Jakarta
diletakan pada tingkat
Provinsi
Dilaksankan
berdasarkan asas
desntralisasi,
dekonsentrasi, dan
tugas pembantuan
Dipimpin oleh satu
orang gubernur dan di
bantu oleh satu orang
wakil gubernur yang
dipilih secara langsung
melalui Pilkada
DPRD Provinsi DKI
Jakarta memiliki
fungsi Legislasi,
anggaran, dan
pengawasan, yang
anggotanya berjumlah
paling banyak 125%
dari jumlah maksimal
70
Dewan Kota
Kabupaten
Administrasi :
Pemerintah
Kabupaten
Administrasi dan
Dewan Kabupaten
Kecamatan :
Pemerintah
Kecamatan
Kelurahan :
Pemerintah
Kelurahan dan
Dewan Kelurahan
untuk kategori jumlah
pendudik DKI jakarta
Dalam kedudukannya
sebagai ibukta negara,
Pemerintah DKI
Jakarta dapat
mengusulkan kepada
pemerintah
penambahan jumlah
dinas, lembaga teknis
daerah baru sesuai
dengan kebutuhan dan
kemampuan anggaran
keuangan daerah
Gubenur dalam
kedudukannya sebagai
wakil pemerintah
dibantu oleh sebanyak-
banyaknya 4 orang
deputi sesuai dengan
kebutuhan dan
kemampuan keuangan
daerah
Pembiayaan Pemerintah dapat
menetapkan pengaturan
dibidang pembiayaan
yang khusus berlaku
bagi Provinsi Jakarta
Dalam
menyelenggarakan
urusan pemerintahan
yag bersifat khusus
dalam kedudukannya
sebagai ibukota
negara maka
71
dianggarkan dalam
APBN, Dana tersebut
ditetapkan bersama
antara pemerintah dan
DPR berdasarkan
usulan pemerintah
Provinsi DKI Jakarta
Gubernur pada setiap
akhir tahun anggaran
wajib melaporkan
seluruh pelaksanaan
kegiatan dan
pertanggungjawaban
keuangan kepada
lembaga terkait
Kerjasama
Antar Daerah
Pemerintah provinsi
DKI Jakarta dapat
membentuk lembaga
bersama dengan
pemerintah
kota/kabupaten yang
wilayahnya berbatasan
langsung untuk
mengelola kawasan
secara terpadu
Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta
bekerjasama dengan
pemerintah Provinsi
Jawabarat dan Banten,
dengan
mengikutsertakan
pemerintah
kota/kabupaten yang
wilayahnya berbatasan
langsung untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
Pemerintah Provinsi
72
DKI Jakarta dapat
melakukan kerjasama
dengan pemerintah
provinsi lain
Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta dapat
melakukan kerjasama
dengan kota di negara
lain
Tata Ruang
dan Kawasan
Khusus
Tidak dijelaskan
Provinsi DKI jakarta
sebagai ibukota negara
memiliki rencana tata
ruang wilayah ibukota
yang mengacu pada
tata ruang wilayah
nasonal, dan
dikoordinasikan
dengan tata ruang
provinsi yang
berbatasan langsung,
yaitu merupakan hasil
kerjasama secara
terpadu dengan
provnsi jawa Barat dan
Provinsi Banten
dengan
dikoordinasinnoleh
Menteri terkait
Pemerintah dapat
membentuk atau
73
menetapkan kawasan
khusus diwilayah DKI
Jakarta untuk
menyelenggarakan
fungsi-fungsi
pemerintahan tertentu
yang bersifat khusus
bagi kepentingan
nasional
Protokoler
Tidak dijelaskan
Gubernur memiliki hak
protokoler, termasuk
mendampingi Presiden
dalam acara kenegaraan
sesuai dengan ketentuan
UU
Peraturan Daerah Yang Dikeluarkan pada masa ini adalah :
1. Peraturan Daerah No.12 Tahun 1999 tentang Perusahaan daerah Pasar Jaya
Propinsi DKI Jakarta
2. Peraturan Daerah No.9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatna
Lingkungan dan Bangunan cagar Budaya
3. Peraturan Daerah No.8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas
4. Peraturan Daerah No.5 Tahun 1999 tentang Perparkiran
5. Peraturan Daerah No.7 Tahun 2000 tentang Perubahan Pertama atas
Peraturan Daerah-daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3 Tahun 1999
tentang Retribusi Daerah
6. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2000 tentang Kelurahan
7. Peraturan Daerah No.7 Tahun 2001 tentang Dewan Kota/Kabupaten
8. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Ketentuan
Pidana Dalam Peraturan Daerah Yang dikeluarkan sebelum berlakunya
UU No.22 Tahun 1999
74
9. Peraturan Daerah No.2 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Usaha dan
Jasa Pertambangan Umum di Propinsi DKI Jakarta
10. Peraturan Daerah No.11 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan
Pertambangan Umum, Minyak dan Gas Bumi serta Ketenagalistrikan
11. Peraturan Daerah No.8 Tahun 2003 tentang Pajak Restoran
12. Peraturan Daerah No.20 Tahun 2004 tentang Kedudukan Keuangan dan
Anggota DPRD Propinsi DKI Jakarta
13. Peraturan Daerah No.17 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Barang Daerah
14. Peraturan Daerah No.12 Tahun 2004 tentang Penyertaan Modal
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta Pada Perseroan Terbatas Jakarta
Propertindo
15. Peraturan Daerah No.9 Tahun 2004 tentang Keprotokolan di Propinsi
DKI Jakarta
16. Peraturan Daerah No.8 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Pertamana Propinsi DKI Jakarta
17. Peraturan Daerah No.6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan
18. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi
19. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2004 tentang Perubahan Bentuk Badan
Hukum Perusahaan Daerah Wisata Niaga Jaya DKI Jakarta dan yayasan
Wisma Jaya Raya menjadi PT Jakarta Tourisindo dan Penyertaan Modal
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta
20. Peraturan Daerah No.4 Tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil
21. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2004 tentang Pajak Pengambilan dan
Catatan Air Bawah tanah dan Permukaan
22. Peraturan Daerah No.6 Tahun 2005 tentang Perubahan anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran
2005
23. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Propinsi DKI Jakarta
75
24. Peraturan daerah No. 7 Tahun 2006 tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran
2006
25. Peraturan Daerah No.3 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Propinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2006
26. Peraturan Daerah No.9 Tahun 2007 tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja daerah Tahun Anggaran 2007
27. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok pengelolaan
Keuangan Daerah
28. Peraturan Daerah No.2 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatn dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007
29. Peraturan Daerah No.10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat
Daerah
30. Peraturan Daerah No.7 Tahun 2008 tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008
31. Peraturan Daerah No.6 Tahun 2009 tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009
32. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2009 tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2009
33. Peraturan Daerah No.4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah
34. Peraturan Daerah No.3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Area Pasar
35. Peraturan Daerah No.2 Tahun 2009 tentang Perusahaan Daerah Pasar
Jaya
36. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009
37. Peraturan Daerah No.20 Tahun 2010 tentang Penambahan Penyertaan
Modal Daerah Pada Perusahaan Daerah (PD) Dharma Jaya
38. Peraturan Daerah No.18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan
39. Peraturan Daerah No.17 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah
76
40. Peraturan Daerah No.16 Tahun 2010 tentang Pajak Parkir
41. Peraturan Daerah No.15 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan
42. Peraturan Daerah No.13 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan
43. Peraturan Daerah No.11 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel
44. Peraturan Daerah No.10 Tahun 2010 tentang Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor
45. Peraturan Daerah No.9 Tahun 2010 tentang Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor
46. Peraturan Daerah No.8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan daerah
47. Peraturan Daerah No.7 Tahun 2010 tentang Bagunan Gedung
48. Peraturan Daerah No.6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak
daerah
49. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2010 tentang Lembaga Musyawarah
Kelurahan
50. Peraturan Daerah No.4 Tahun 2010 tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010
51. Peraturan Daerah No.3 Tahun 2010 tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2009
52. Peraturan Daerah No.2 Tahun 2010 tentang Pembentukan Peraturan
Daerah
53. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010
54. Peraturan Daerah No.16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan
55. Peraturan Daerah No.15 Tahun 2011 tentang Perizinan Tempat Usaha
Berdasarkan Undang-undang Gangguan
56. Peraturan Daerah No.14 Tahun 2011 tentang Perencanaan Pembangunan
dan Penganggaran Terpadu
57. Peraturan Daerah No.13 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012
77
58. Peraturan Daerah No.12 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame
59. Peraturan Daerah No.11 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran
60. Peraturan Daerah No.10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Penyandag
Disabilitas
61. Peraturan Daerah No.9 Tahun 2011 tentang Badan Penanggulangan
Bencana Daerah
62. Peraturan Daerah No.8 Tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan
Anak dari Tindak Kekerasan
63. Peraturan Daerah No.7 Tahun 2011 tentang Sekertariat Dewan Pengurus
KORPRI Propinsi DKI Jakarta
64. Peraturan Daerah No.6 Tahun 2011 tentang Dewan Kota/Dewan
Kabupaten
65. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2011 tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011
66. Peraturan Daerah No.4 Tahun 2011 tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2010
67. Peraturan Daerah No.2 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Penduduk di
Pencatatan Sipil
68. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011
69. Peraturan Daerah No.8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank
Pembangunan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dari Perusahaan
Daerah (PD) Menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
70. Peraturan Daerah No.7 Tahun 2012 tentang Prasarana, Sarana, dan
Utalitas Umum
71. Peraturan Daerah No.6 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025
72. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2012 tentang Perparkiran
78
73. Peraturan Daerah No.4 Tahun 2012 tentang Perubahan Anggaran
Pendapatn dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012
74. Peraturan Daerah No.3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah
75. Peraturan Daerah No.2 Tahun 2012 tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatn dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2011
76. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah 2030
77. Peraturan Daerah No.13 Tahun 2013 tentang Pembentukan Badan Usaha
Milik Daerah PT Peminjaman Kredit Daerah Jakarta
78. Peraturan Daerah No.12 Tahun 2013 tentang Pelayanan Terpadu Satu
Pintu
79. Peraturan Daerah No.11 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah No. 5 Tahun 1985 Tentang Perusahaan Daerah Dharma Jaya DKI
Jakarta
80. Peraturan Daerah No.10 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah No.2 Tahun 2010 Tentang Pembentukan Peraturan Daerah
81. Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 tentang Perubaha Anggaran
Pendapatn dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013
82. Peraturan Daerah No.8 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Perarturan
Daerah No.4 Tahun 2008 tentang Penyertaan Modal Daerah PT MRT
Jakarta
83. Peraturan Daerah No.7 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah No.3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik
Daerah PT MRT Jakarta
84. Peraturan Daerah No.6 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah No. 2 Tahun 2004 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi
DKI JakartaPada PT Jakarta Propertindo
85. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2013 tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2012
79
86. Peraturan Daerah No.4 Tahun 2013 tentang Kesejahteraan Sosial
87. Peraturan Daerah No.3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah
88. Peraturan Daerah No.2 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Tahun 2013-2017
89. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013
90. Peraturan Daerah No.19 Tahun 2014 tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014
91. Peraturan Daerah No.18 Tahun 2014 tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2013
92. Peraturan Daerah No.17 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah No. 4 Tahun 2014 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik
Daerah PT Transjakarta
93. Peraturan Daerah No.16 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah No. 4 Tahun 1991 Tentang Penyertaan Modal Daerah DKI Jakarta
Pada Pembentukan PT. Pembangunan Jaya Ancol
94. Peraturan Daerah No.15 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Daerah No.1 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum
Bank PembangunanDaerah DKI Jakarta Dari Perusahaan Daerah menjadi
PT. Bank Pembangunan DKI Jakarta
95. Peraturan Daerah No.14 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah No.2 Tahun 2009 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Jaya
96. Peraturan Daerah No.13 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2004 Tentang Penyertaan Modal
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Pada PT. Jakarta Propertindo
97. Peraturan Daerah No.12 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat
Daerah
98. Peraturan Daerah No.11 Tahun 2014 tentang Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Islam Jakarta
80
99. Peraturan Daerah No.10 Tahun 2014 tentang Pengelolaan sistem Bus
Rapid Transit
100. Peraturan Daerah No.9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame
101. Peraturan Daerah No.8 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Daerah No.2 Tahun 1982 Tentang Perusahaan Daerah
Pembangunan Sarana Jaya DKI Jakarta
102. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2014 tentang Transportasi
103. Peraturan Daerah No.4 Tahun 2014 tentang Pembentukan Badan Usaha
Milik Daerah PT. Transjakarta
104. Peraturan Daerah No.3 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014
105. Peraturan Daerah No.2 Tahun 2014 tentang Pajak Rokok
106. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail dan Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi
107. Peraturan Daerah No.6 Tahun 2015 tentang Kepariwisataan
108. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2015 tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatn dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2014
109. Peraturan Daerah No.4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan
Betawi
110. Peraturan Daerah No.3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah No. 13 Tahun 2010 Tentang Pajak Hiburan
111. Peraturan Daerah No.2 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah No. 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor
112. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
daerah No. 1 Tahun 2012 Tentang Retribusi Daerah
113. Peraturan Daerah No.6 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017
114. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah
81
115. Peraturan Daerah No.4 Tahun 2016 tentang Perubahana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016
116. Peraturan Daerah No.3 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016
117. Peraturan Daerah No.2 Tahun 2016 tentang Kepemudaan
118. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2016 tentang Keolahragaan
119. Peraturan Daerah No.6 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2018
120. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2017 tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017
121. Peraturan Daerah No.4 Tahun 2017 tentang Kearsipan Daerah
122. Peraturan Daerah No.3 Tahun 2017 tentang Hak Keauangan dan
Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD DKI Jakarta
123. Peraturan Daerah No.2 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Perpustakaan
124. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2017 tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2016
125. Peraturan Daerah No.5 Tahun 2018 tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2017
126. Peraturan Daerah No.4 Tahun 2018 tentang Perindustrian
127. Peraturan Daerah No.3 Tahun 2018 tentang Perusahaan Umum Daerah
Pasar Jaya
128. Peraturan Daerah No.2 Tahun 2018 tentang Perpasaran
129. Peraturan Daerah No.1 Tahun 2018 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah tahun 2017-2022
B. Pengaruh Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi DKI Jakarta dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia memiliki peranan
yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara
82
Republik Indonesia, membangun masyarakat Jakarta yang sejahtera dan
mewujudkan citra bangsa Indonesia. Maka DKI Jakarta diberikan kekhususan
tugas, hak, kewajiban, dan tanggungjawab dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Pemberian otonomi khusus bagi Provinsi DKI Jakarta
tentu memiliki dampak atau pengaruh terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah DKI Jakarta, di bawah ini akan dipaparkan pengaruh
pemberian otonomi khusus yang mencangkup kekhususan tugas, hak,
kewajiban, dan tanggungjawab Provinsi DKI Jakarta.
1. Otonomi Tunggal
Otonomi Provinsi DKI Jakarta diletakan pada tingkat provinsi.
Penyelenggaraannya dilaksanakan atas asas desentralisasi, dekonsentrasi,
dan tugas pembantuan dan kekhususan sebagai Ibukota Negara Republik
Indonesia. Pengaturan ini berbeda dengan daerah-daerah lain yang
menempatkan otonomi pada tingkat kabupaten dan kota. Sebab Provinsi
DKI Jakarta memiliki masalah yang lebih kompleks sebagai Ibukota
Negara dan dalam penyelenggaraan pemerintahan, sebagai tempat
kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga
internasional. Maka untuk menjawab semua tantangan tersebut, otonomi
Provinsi DKI Jakarta dibuat tunggal agar perintah dan aturan menjadi
satu komando.
2. Peran Ganda Gubernur
Undang-undang mengamanatkan bahwa gubernur memiliki peran ganda, yaitu:
a. sebagai pemangku dan pelaksana desentralisasi,
b. sebagai pemangku dan pelaksana dekonsentrasi, atau wakil dari
pemerintah pusat .Dengan memiliki peran ganda tersebut maka tugas
gubernur dalam kerangka dekonsentrasi meliputi:
1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
daerah kabupaten dan kota.
2) Koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota.
83
3) Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas
pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dengan
melakukan rapat koordinasi secara berkala dengan para bupati
dan walikota, akan tercipta mekanisme kerja sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
3. Gubernur dibantu oleh Deputi Gubernur
Dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah dan Kepala Daerah
Provinsi DKI Jakarta yang memiliki kekhususan, maka Gubernur
Provinsi DKI Jakarta dibantu oleh sebanyak-banyaknya 4 orang deputi
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah. Deputi
Gubernur dianggkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
persyaratan, dan dapat diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur
dan bertanggungjawab kepada Gubernur.
4. Gubernur diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan
tanggungjawab dalam kedudukan Provinsi DKI jakarta sebagai Ibukota
Negara meliputi :
a. Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut
kepentingan Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi
Presiden dalam acara kenegaraan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di DKI Jakarta hanya ada di
tingkat provinsi.
DPRD Provinsi DKI Jakarta memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling
banyak 125% (seratus dua pulus lima persen) dari jumlah maksimal
untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta.
6. Pendanaan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dianggarkan dalam APBN.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk mengakhiri
pembahan dalam skripsi ini, maka peneliti memberikan kesimpuan sebagai
berikut :
1. Undang-Undang awal yang mengatur tentang kekhususan DKI Jakarta
adalah Undang-Undang Darurat RIS No. 20 Tahun 1950 dan Undang-
Undang No. 1 Tahun 1956, dalam ke-2 UU tersebut merubah mengenai
kekuasaan kepolisian, yang dalam undang-undang darurat belum diserahan
kepada Walikota Kotapraja Jakarta Raya. Orde Lama, semua tugas
pelaksanaan dan pemerintah yang langsung menyangkut kegiatan dan
kepentingan masyarakat jakarta raya dikerjakan oleh pemerintah pusat,
dan Anggaran Belanja Jakarta Raya dimasukan dalam Anggaran Belanja
Badan-badan Pemerintah Agung. Orde Baru, Undang-Undang No. 11
Tahun 1990 memiliki banyak perubahan, yaitu mengganti Walikota
menjadi Gubernur sebagai Kepala Daerah Khusus Ibukota Negara
Republik Indonesia. Pada masa Reformasi, yaitu dengan adanya
Pertambahan Peraturan yang khusus diberlakukan di Provinsi DKI Jakarta.
Pada Awal Kemerdekaan Hingga Reformasi ada sekitar 164 Peraturan
daerah yang Dikeluarkan Oleh Pemerintah DKI Jakarta.
2. Dengan diberikannya otonomi khusus pada Provinsi DKI Jakarta, maka
peraturan yang berkembang tersebut juga memiliki pengaruh yaitu:
Otonomi Tunggal pada sisitem otonomi di DKI Jakarta, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta hanya ada di tingkat
provinsi, Pendanaan Provinsi DKI Jakarta dianggarkan dalam APBN, dan
Gubernur diberikan kekhususan tugas dan hak diantaranya, Gubernur
memiliki Peran Ganda, Gubernur dibantu oleh Deputi Gubernur, dan
Gubernur diberikan Hak Protokoler.
85
B. Rekomendasi
1. Perkembangan yang paling signifikan ada pada era Reformasi, yaitu
Undang-Undang No. 29 Tahun 2007 pengaturan tentang otonomi khusus
Provinsi DKI Jakarta menurut peneliti sudah lengkap dan juga
mencangkup permasalahan Ibukota pada saat ini, namun alangkah lebih
baiknya peneliti berharap bahwa perarturan tersebut bukan hanya sebatas
peraturan, akan tetapi dilaksanakan dan diorganisir dengan baik oleh
Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dan pada setiap masanya tentu saja
undang-undang tidak selalu berisi perubahan, adapula penambahan atau
sekedar penetapan.
2. Peneliti berharap, otonomi khusus Provinsi DKI Jakarta memberikan
dampak yang baik bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah di
Provinsi DKI Jakarta. Kekhususan yang diemban DKI Jakarta sebagai
Ibukota Negara, membuat DPRD DKI Jakarta hanya ada pada tingkat
provinsi saja, maka dari itu DPRD DKI Jakarta harus selalu berhubungan
baik, dan mengkordinasikan setiap permasalahan yang menyangkut
dengan aspirasi rakyat dengan Organsasi Perangkat Daerah Provinsi dan
Kota Administrasi/Kabupaten Administrasi sebagai penyalur aspirasi
masyarakat tingkat kota/kabupaten. Agar tidak ada kesenjangan
kedudukan antara DPRD Provinsi dengan Organisasi Perangkat
Daerah,dan juga masyarakat dalam hal penyaluran aspirasi.
86
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Asikin, Zainal, Pangantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2012.
Asshiddiqie, Jimly, Konstiitusi dan konstitusionalisme Indonesia, Jakarta:
Sinar Grafika, 2010.
Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, Bandung:
Penerbit,Uniska, 1993.
Gie, The Liang, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik
Indonesia, Yogjakarta: Liberty, 1995.
Hadjon, Philipus M, “Kedudukan Undang-Undang Pemerintahan Daerah
dalam Sistem Pemerintahan”, (FH Univ. Airlangga: Makalah seminar
Sistem Pemerintahan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, 2004),
t.d
Hendratno, Edie Toet, Negara Kesatuan, desentralisasi, dan Federalisme,
Jakarta: Graha Ilmu, 2009.
Huda, Ni’matul, Desentralisasi Asimetris dalam NKRI (Kajian terhadap
daerah Istimewa, Daerah Khusus, dan Otonomi Khusus),
Bandung:Nusa Media, 2014.
Huda, Ni'matul, Hukum Pemerintahan Daerah, Bandung: Penerbit Nusa
Media, 2009.
Indra, Mexsasai , Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung :
Refika Aditama, 2011.
Juanda, HukumPemerintahan Daerah, Bandung: PT Alumni, 2004.
87
Joeniarto, Perkembangan Pemerintahan Lokal, Jakarta: Bina Aksara, 1992.
Johan, Irmawati Marwoto, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1986.
Kansil, C.S.T, Christine S.T Kansil, Pemerintahan Daerah di Indonesia,
Hukum Administrasi Daerah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Leirissa, R.Z,Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutra, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995.
Maggalatung , A. Salman dan Nur Rohim Yunus, Pokok-pokok Teori Ilmu
Negara aktualisasi dalam teori negara indonesia, Bandung: Ragam
Offset Bandung, 2013.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media,
2005.
MPR RI, Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sekertariat Jenderal MPR RI, 2003.
Muslimin, Amrah, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Bandung: Alumni,
1986.
Ruchiat, Rachmat, dkk, Ikhtisar Kesenian Betawi, Jakarta: Dinas
Kebudayaan DKI Jakarta, 2002.
Rudyat, Charlie, Kamus Hukum, Jakarta: Tim Pustaka Mahardika, 2010.
Sedyawati, Edi, dkk, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.
88
Sesung, Rusdianto, Hukum Otonomi Daerah(Negara kesatuan, Daerah
Istimewa, Daerah Otonomi Khusus), Bandung: PT. Refika Aditama,
2013.
Sinamo, Nomensen , Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Jala Permata
Aksara, 2015.
Soejiti, Irawan, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Soehino, Ilmu Negara, Yogjakarta:Liberty, 2000.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press,
2014.
Widajja, HAW, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta:
Rajawalipers, 2005.
89
B. Peraturan Perundang-undangan
Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan
Pemerintah Dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
PNPS Nomor 2 Tahun 1961 Tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Raya
Risalah Sidang Perkara Nomor 11/PUU-VI/2008 Perihal Pengujian Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara terhadap Undang-
Undang Dasar 1945, Acara Mendengarkan Keterangan Pemerintah,
saksi dan Ahli Pemohon dan Ahli dari Pemerintah (IV), Jakarta, Kamis
26 juni 2008.
Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Serikat Nomor 20 Tahun 1950
tentang Pemerintahan Jakarta Raya.
Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1956 tentang Penetapan “Undang-
Undang Darurat Republik Indonesia Serikat No. 20 Tahun 1950 (LN
No. 31 Tahun 1950) tentang Pemerintahan Jakarta Raya” sebagai
Undang-undang.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1964 Tentang
Pernyataan DKI Jakarta Raya Tetap Sebagai Ibukota NKRI dengan
Nama Jakarta.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1990 Tentang Susunan Pemerintahan
daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Provinsi
daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
90
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota JakartaSebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
C. Jurnal
Jati, Wasisto Raharjo, “Inkonsistensi ParadigmaOtonomi Daerah di
Indonesia: Dilema Sentralisasi atau Desentralisasi”, Universitas Gadjah
Mada FK. ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Jaweng, Robert Endi, “Rekontruksi Kekhususan Jakarta: Tantangan Bagi
Gubernur Terpilih” Analisis CSIS, Volume. 41, 2 (Juni, 2012), h. 265.
Pratama, Andhika Yudha, “Pelaksanaan Desentralisasi Asimetris Dalam Tata
Kelola Pemerintahan Daerah di Era Demokrasi”, Program Studi
Pertahanan Nasional, Universitas Gadjah Mada.
Sanjaya, William, “Konstusionalitas Pengaturan Dekonsentrasi Dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah”,
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2 Nomor 3 Tahun 2015.
Sunaryo, Bambang, “Penyelenggaraan Pemerintahan DKI Jakarta di Mata
Warga, Masyarakatnya”, Humaniora, Volume 15, Tahun 2003.
Sutikno, “Perpindahan Ibukota Negara, Keharusan atau Wacana”, Fakultas
Geografi, Universitas Gadjah Mada, Pusat Studi Bencana, Universitas
Gadjah Mada.
Syarif, Mujar Ibnu, “Spirit Piagam jakarta dalam Undang-Undang Dasar
1945”, Jurnal Cita Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta,
Volume. 4 No. 1 (2016).
91
D. Internet
www.bps.go.id diakses pada tangga 27 April 2018
www.data.jakarta.go.id diakses pada tanggal 01 mei 2018
www.jakarta.go.id diakses pada tanggal 27 april 2018
www.jdih.jakarta.go.id diakses pada tanggal 10-12 September 2018
Top Related