DIKSI-DIKSI EMOTIF DALAM PUISI CHAIRIL ANWAR:
ESTETIKA DAN FUNGSIONALITAS BAHASA
(Kajian Stilistika dan Semantik Bahasa)
Renda Yuriananta
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Stilistika merupakan sebuah bidang ilmu yang mempelajari mengenai bagaimana
bahasa digunakan oleh manusia dalam bentuk lisan maupun tulis. Cara yang digunakan
oleh manusia ini berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam kajian
stilistika, cara-cara tersbut diistilahkan dengan gaya bahasa. Dalam karya sastra,
terdapat gaya pengarang dalam mengungkapkan gagasannya melalui aspek kebahasaan
yang digunakan. Salah satu pengarang yang dapat dilihat gaya khas kebahasaannya
adalah Chairil Anwar. Hampir di setiap masa, Chairil Anwar selalu menggunakan diksi
bermakna emotif. Diksi tersebut tidak hanya bersifat estetis, tetapi juga menimbulkan
aksi terhadap pembacanya. Oleh karena itu, gaya inilah yang selalu melekat dengan
sosok Chairil Anwar dan tidak dimiliki oleh setiap pengarang di Indonesia.
Kata Kunci: Stilistika, gaya bahasa, karya sastra, Chairil Anwar
PENDAHULUAN
Stilistika merupakan sebuah bidang studi yang mengkaji gaya bahasa di dalam teks.
Teks dianggap sebagai sebuah fenomena bahasa yang disampaikan oleh manusia dengan
gaya tertentu sehingga membuat sebuat kesatuan yang utuh. Ratna (2013:1) mengatakan
bahwa stilistika adalah ilmu tentang gaya, yang dalam penggunaannya memanfaatkan cara-
cara tertentu dan dengan tujuan tertentu untuk mencapai hasil yang terbaik. Konsep yang
diutarakan oleh Ratna ini masih bersifat umum karena kajian stilistika sendiri juga umum,
tetapi pada penjabaran yang khusus, stilistika dalam hal ini akan memfokuskan diri pada gaya
pada bahasa atau disebut dengan gaya bahasa.
Gaya bahasa adalah kajian stilistika secara khusus. Banyak orang yang salah persepsi
mengenai konsep ini. Orang hanya menganggap bahwa gaya bahasa hanya dimiliki oleh
karya sastra. Jadi, gaya bahasa, kajian stilistika, hanya akan berhubungan dengan sastra dan
tidak yang lain. Hal ini dikarenakan oleh salah satu unsur dalam pembentuk sebuah karya
sastra adalah gaya bahasa. Dalam berbagai teori sastra juga disebutkan menganai penggunaan
gaya bahasa dalam karya sastra. Padahal, jika konsep tersebut dipahami dengan benar, maka
pemahaman tersebut akan terkikis dengan keuniversalan kajian stilistika. Pandangan tersebut
seharusnya mulai berubah karena gaya bahasa sendiri bersifat umum. Tidak ada makhluk lain
selain manusia yang dapat menggunakan bahasa. Bahasa adalah alat untuk mengekspresikan
diri manusia itu sendiri.
Karya sastra adalah hasil dari kompleks ide yang dimampatkan menjadi sebuah tulisan
dan narasi. Tulisan ini dapat berupa hal besar atau pun kecil dalam kehidupan. Karya sastra
tidak dapat dipisahkan dengan pengarangnya. Setiap pengarang memiliki gaya tersendiri
dalam mengungkapkan gagasannya melalui karya sastra. Gaya yang berbeda-beda tersebut
menimbulkan sebuah pembedaan tersendiri bagi setiap pengarang. Dengan hanya melihat
karya sastra yang dikarang saja, pembaca akan dapat menafsirkan siapa pengarang yang
menciptakan puisi tersebut melalui gaya bahasa yang digunakannya. Walau pun tidak secara
pasti mengerti pengarangnya, tetapi setidaknya mengerti lingkungan sosial pengarang. Hal
inilah yang dapat dikaji dengan stilistika, yaitu mengetahui gaya pengarang dalam
mengungkapkan gagasannya melalui karya sastra.
KARYA SASTRA, MAKNA EMOTIF, DAN CHAIRIL ANWAR
Menurut Leech (dalam Subroto, 2011:51) dalam berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa dapat dilihat/dirasakan warna feeling (rasa, perasaan) perorangan dari penuturnya
terhadap mitra tutur atau terhadap orang yang dibicarakan atau terhadap sesuatu yang
dibicarakan. Leech (dalam Pateda, 2010:98) juga berpendapat bahwa makna afektif
berhubungan dengan perasaan yang timbul setelah seseorang mendengar atau membaca.
Dalam penjabaran tersebut tekanan yang muncul adalah pada rasa/perasaan yang ditimbulkan
dari sebuah bahasa. Perasaan itu dapat muncul dari pembicara mengenai mitra tutur, orang
ketiga, atau pun objek yang dibicarakan. Pada teks sastra khususnya puisi, perasaan yang
muncul tersebut memang dihasilkan oleh pengarang yang nantinya akan diterima oleh
pembacanya.
Setiap kata memiliki nuansa emotif tertentu sehingga mampu membawa seorang
pembaca kepada sebuah situasi tertentu pala yang sengaja dihadirkan oleh pengarang dalam
karya sastranya, khususnya puisi. Makna emotif tersebut hadir karena apabila kita tinjau lebih
dalam adalah disebabkan oleh bahasa yang digunakan. Mengenai hal ini, kita dapat kembali
melihat pandangan awal mengenai bahasa. Condillac (dalam Chaer, 2009:31) berpendapat
bahwa bahasa itu berasal dari teriakan-teriakan dan gerak-gerik badan yang bersifat naluri
yang dibangkitkan oleh perasaan atau emosi yang kuat. Dari pendapat Condillac ini, kita
dapat menerima sebuah pernyataan mengenai bahasa merupakan sebuah ungkapan perasaan
atau emosi yang kuat. Dapat dilihat pula pada fungsi bahasa itu sendiri. Menurut Chaer
(dalam Chaer, 2009:33) bahasa adalah alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk
menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Dari pendapat ini, kita juga
dapat mengambil simpulan bahwa bahasa merupakan ungkapan pikiran, gagasan, konsep,
atau perasaan. Beberapa pendapat mengenai bahasa tersebut dapat mengerucut pada makna
yang akan ditimbulkan oleh bahasa tersebut. Hal ini juga diungkapkan oleh Ullman
(2012:157) bahwa bahasa itu tidak hanya wahana komunikasi, melainkan juga alat untuk
mengekspresikan emosi dan menggunakan emosi itu “memengaruhi” orang lain.
Dalam karya sastra, khususnya puisi bahasa merupakan sebuah media yang digunakan
oleh pengarang dalam mengungkapkan perasaannya mengenai suatu hal. Sejalan dengan ini
Pateda (2010:98) mengatakan bahwa penulis karya sastra pandai sekali memilih kata yang
mengandung makna afektif sehingga pembaca terharu, jengkel, sedih, gembira, atau tertawa
membaca karangan tersebut. Memang kita tidak akan sadar dengan apa yang akan kita
rasakan setelah membaca sebuah karya sastra. Terkadang tanpa kita sadari, karya sastra yang
kita baca mengajak kita untuk merasakan perasaan sedih, haru, kecewa, bahagia, dan
perasaan lain sesuai dengan suasana apa yang ditimbulkan oleh pengarang.
Chairil Anwar adalah salah satu penyair besar Indonesia yang puisi-puisinya banyak
menjadi sorotan para akademisi dalam penganalisisan unsur-unsurnya. Puisi Chairil Anwar
banyak mendapatkan perhatian yang besar pula dari masyarakat karena keindahan bahasa
serta kemampuannya membangkitkan suatu emosi dari para pembacanya. Pembaca tidak
hanya digiring dengan bahasa-bahasa yang emotif tersebut, melainkan juga pengungkapan
maknanya yang begitu mendalam. Berhubungan dengan makna emotif, Chairil Anwar adalah
salah satu pengarang yang konsisten menggunakan diksi-diksi yang bermakna emotif, yang
dapat mempengaruhi pembaca untuk melakukan perenungan dan gerakan. Diksi-diksi emotif
tersebut dapat terlihat pada puisi Diponegoro, Karawang-Bekasi, dan Derai-Derai Cemara.
Tiga puisi tersebut adalah puisi-puisi yang diteliti oleh penulis dengan landasan sebagai
representasi puisi-puisi lainnya pada tahun yang sama. Diponegoro sebagai puisi yang dibuat
di masa awal Chairil Anwar. Karawang-Bekasi sebagai puisi yang ditulis Chairil Anwar di
masa pertengahan hidupnya. Puisi Derai-Derai Cemara sebagai puisi yang ditulis Chairil
Anwar sebelum meninggal. Dari tiga poin waktu yang berbeda tersebut, Chairil Anwar tetap
konsisten menggunakan diksi-diksi bermakna emotif. Hal ini menunjukkan bahwa Chairil
Anwar memiliki gaya emotif dalam puisi-puisinya, tetapi belum banyak orang yang
menyadarinya. Memang, gaya tersebut wajar bagi para pengarang, khususnya pengarang
puisi, tetapi tidak semua pengarang bisa menyatukan antara penciptaan kata dengan emosi
yang menimbulkan aksi tertentu. Sebagai contoh, W. S. Rendra, puisi-puisi Rendra adalh
puisi yang memiliki tingkat keindahan tinggi, tetapi tidak mampu mendorong pembacanya
untuk melakukan aksi. Perbandingannya adalah dengan Wiji Thukul, puisi-puisi Thukul
mendorong pembaca untuk melakukan aksi, tetapi dari segi penggunaan bahasanya tidak
terlalu bersifat estetis atau lebih sering menggunakan bahasa-bahasa yang lugas. Berbeda
dengan Chairil Anwar, puisi-puisi Chairil Anwar adalah wujud penggabungan antara puisi-
puisi Rendra dan Wiji Thukul. Wujud penggabungan tersebut bukan karena Chairil Anwar
sengaja malakukannya, ingat bahwa Chairil Anwar meninggal pada masa sebelum Rendra
dan Thukul. Jadi, Chairil Anwar memiliki gaya tersendiri yang tidak dimiliki oleh pengarang
lain, yaitu penggunaan diksi-diksi emotif dalam puisi-puisinya.
Sastra ada di wilayah yang abstrak, tetapi dapat dikonkretkan dengan bukti-bukti
empiris melalui penelitian sastra. Dalam bab selanjutnya, penulis menjabarkan bukti-bukti
mengenai penggunaan diksi bermakna emotif oleh Chairil Anwar dalam puisi-puisinya.
Makna Emotif dalam Puisi Chairil Anwar
Dari data yang penulis analisis, terdapat beberapa kata yang mengandung makna
emotif tertentu bagi pembaca (pendengar). Data tersebut adalah sebagai berikut.
Kata Emotif Makna LeksikalMakna dalam Konteks
KalimatMakna Emotif
terbaring Terletak membujur; tergeletak; tergelimpang
Sudah menjadi mayat dan dikubur.
Seakan pembaca merasakan simpati akan ungkapan dari kata tersebut
teriak Seruan yang keras; pekik Berseru/mengucapkan sesuatu kata (merdeka)
Perasaan pembaca seakan dibawa untuk mendengar suara-suara
Merdeka
Bebas (dr perhambaan, penjajahan, dsb; berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dr tuntutan, tidak terikat, tidak bergantung kpd orang atau pihak tertentu; leluasa
Seruan kemerdekaan (kebebasan dari para penjajah yang menduduki negara Indonesia)
Pembaca seakan merasakan suatu keinginan untuk bebas tetapi terhalang sesuatu
angkat senjata
Angkat: naikkan; tinggikan Bergerak untuk maju dan berperang melawan
Perasaan pembaca seakan terbawa Senjata: alat yg dipakai untuk
berkelahi atau berperang (tt keris, tombak, dan senapan) penjajah yang menduduki untuk melakukan
deru Tiruan bunyi angin ribut (mesin mobil dsb)
Suara-suara dari sanubari yang keluar dari perenungan terhadap para pahlawan (seperti bunyi angin)
Pembaca seakan merasakan deru angin yang sangat keras dan yang sebenarnya adalah bunyi perenungan-perenungan
terbayang
Seakan-akan tampak, tampak bayang-bayangannya, sudah ada tanda-tandanya (akan berhasil dsb), dapat dilihat; tampak
Mengharap pembayangan dari para penerus untuk perjuangan para pahlawan
Seakan pembaca ikut melakukan pembayangan akan perenungan yang diharapkan dalam puisi
maju
Berjalan (bergerak) ke muka; tampil ke muka, mendesak ke depan (tt pasukan); pergi atau keluar ke medan perang, lulus (dl ujian), telah mencapai atau berada pd tingkat peradaban yg tinggi, cerdas;berkembang pikirannya; berpikir dengan baik
Menyerang lawan yang ada di hadapan. Para penerus harus terus maju untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan yang sudah mati sebelum ikut merasakan kemerdekaan.
Mendorong pembaca untuk merasakan dorongan maju dan melanjutkan perjuangan
mendegap hati
Degap: tiruan bunyi papan yag dipukul; tiruan bunyi debaran jantung
Hati seperti berdetak/berdebar merasakan ketakutan dan sebuah dorongan untuk memberanikan diri serta bergerak
Sekan pembaca merasakan debaran yang kuat pada jantung yang berdenyut
Hati: sesuatu yang ada di dl tubuh manusia yang dianggap sbg tempat segala perasaan batin dan tempat menimpan pengertian (perasaan dsb)
hening Diam; sunyi sepi; lengang Suatu keadaan yang sunyi tanpa suara apa-apa yang bergemuruh
Sekan pembaca merasakan suatu keadaan sepi dan sunyi
malam waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit
Suasana malam yang gelap
Seakan pembaca terbawa dan dalam suasana malam
sepi
sunyi; lengang, tidak ada orang (kendaraan dsb); tidak banyak tamu (pembeli dsb); tidak ada kegiatan; tidak ada apa-apa; tidak ramai
Suatu keadaan yang tidak terlihat adanya siapa-siapa dan tidak terdengar suara sama sekali
Seakan pembaca merasa dalam keadaan sepi
hampa tidak berisi; kosong, tidak bergairah; sepi, sia-sia; tidak ada hasilnya
Suatu keadaan yang tanpa udara, kosong, dan sia-sia berada di dalamnya
Seakan pembaca masuk pada keadaan kosong, sepi, dan tanpa ada apa-apa
berdetak berbunyi spt berdetik, tetapi lebih berat;
Gerakan yang menimbulkan bunyi seperti pada detak jam
Suara detak tersebut juga dirasakan pembaca dengan jantung yang berdebar
mati sudah hilang nyawanya; tidak hidup Keadaan meninggal tidak Suatu keadaan yang
lagi seperti yang diharapkan menakutkan.
debu serbuk halus (dr tanah dsb); abu; duli; lebu
Butir dan serbuk tanah yang menutupi mayat-mayat/pemakaman
Pembaca seakan merasakan butiran debu yang sangat halus.
Kenang (selalu) membangkitkan kembali dl ingatan; mengingat-ingat; membayangkan
Suatu keadaan membangkitkan kembali ingatan yang telah lalu
Pembaca merasakan suatu pembayangan mengenang sesuatu dari puisi yang dihadirkan
kenanglah -
Seuatu keadaan membangkitkan kembali ingatan yang telah lalu, tetapi lebih kepada paksaan untuk melakukan kegiatan mengenang
Pembaca seakan dipaksa untuk melakukan kegiatan mengenang sesuatu yang telah lampau/mengenang para pahlawan yang telah berjuang
nyawa pemberi hidup kpd badan wadak (organisme fisik) yg menyebabkan hidup (pd manusia, binatang, dsb)
Sesuatu yang dimiliki oleh makhluk hidup untuk mereka hidup
Menimbulkan sebuah perasaan mengenai kehidupan dari roh yang dimiliki makhluk hidup
jiwa roh manusia (yg ada di dl tubuh dan menyebabkan seseorang hidup); nyawa;
Roh manusia yang berada di dalam diri yang paling dalam dan memiliki sebuah kepekaan terhadapa sesuatu hal tertentu
Menimbulkan sebuah perasaan mengenai sebuah kemampuan untuk merasakan sesuatu hal
melayang terbang krn dihembus angin Suatu keadaan yang diperjuangkan semi suatu kebebasan.
Menimbulkan perasaan melambung dari tanah.
kemerdekaan keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dsb); kebebasan
Suatu keadaan yang bebas
Menimbilkan sebuah keadaan bebas dari sesuatu hal yang telah mengurungnya
kemenangan hal menang, keunggulan; kelebihan Keadaan menang dan lebih unggul dari yang lainnya
Menimbulkan perasaan lega dan bahagia
harapan keinginan supaya menjadi kenyataan Keinginan yang sangat penting bagi seseorang
Menimbulkan perasaan ingin mewujudkan sesuatu yang diinginkan
Teruskan lurus menuju ...; langsung pd (arah ke); lantas
Menimbulkan perasaan melanjutkan sesuatu yang sudah dipercayakan.
Melanjutkan sesuatu hal
mayat badan atau tubuh orang yg sudah mati; jenazah
Berhubungan dengan kematian para pahlawan yang telah berjuang
Menimbulkan sebuah perasaan menakutkan.
impian
(barang) yg diimpikan; barang yg sangat di-inginkan
Suatu harapan yang sangat ingin dimiliki/diwujudkan
Seakan pembaca diajak untuk mengetahui sesuatu yang diinginkannya.
Dalam tabel di atas (Puisi Karawang-Bekasi), banyak sekali munculnya sebuah
keadaan yang menimbulkan suasana tertentu bagi pembaca. Pembaca seakan dimasukkan
dalam sebuah perenungan terhadap perjuangan para pahlawan yang rela mati demi sebuah
kemerdekaan. Berbagai makna emotif dari kata-kata yang digunakan oleh pengarang tersebut,
banyak sekali menciptakan suasana yang sedikit haru dan mencekam. Pembaca digiring
menuju kepada perasaan simpati melalui kata-kata yang mengandung makna emotif suasana
tersebut. Makna-makna emotif yang muncul itulah yang menjadi jalan hadirnya sebuah
ekspresi perasaan dari pembaca menuju sebuah keadaan yang diharapkan dari dalam puisi
tersebut. Ada juga beberapa bahasa onomatopoik yang dimunculkan oleh pengarang, seperti
kata deru, mendegap, dan berdetak. Bahasa-bahasa onomatopoik inilah yang membantu
dalam mengungkapkan ekspresi pengarang dalam menciptakan tanggapan ekspresi dari
pembacanya.
Makna dalam puisi “Karawang-Bekasi” akan penulis jabarkan untuk setiap barisnya
dan penjabarannya adalah sebagai berikut.
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi (Orang-orang yang mati dalam perang di antara Karawang-Bekasi)tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi. (Sudah jadi mayat, tak bisa melakukan apa-apa lagi)Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, (siapa yg tidak tahu kejadian waktu itu?)terbayang kami maju dan mendegap hati ? (bayangkan pahlawan berperang dengan hati yang berdebar)
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi (para pahlawan hanya mampu memberi perenungan)Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak (Ketika kita mampu untuk merenungi, maka hati akan ikut merasakan apa yang telah di rasakan oleh para pahlawan)Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. (para pahlawan rela mati dalam masa yang masih belum banyak dan kini mereka telah menjadi mayat)Kenang, kenanglah kami. (Para pahlawan ingin dikenang oleh para penerus)
Kami sudah coba apa yang kami bisa (Mereka sudah berjuang dengan segala apa yang mereka mampu untuk usahakan)Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa (tetapi semua itu belum memberi penyelesaian karena masih banyak nyawa yang ikut terkorbankan)
Kami cuma tulang-tulang berserakan (mereka telah menjadi mayat)Tapi adalah kepunyaanmu (mayat yang berjuang untuk para penerus)Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan (sekarang tinggal bagaimana para penerus menghargai jasa-jasa para pahlawan tersebut)
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan (entah nanti para penerus menganggap bahwa para pahlawan sangat berharga dengan berbagai jasa mereka dan sekarang bagaimana para penerus meneruskan perjuangan mereka dengan segala harapan-harapan))atau tidak untuk apa-apa, (ataukah tidak dianggap sebagai apa-apa oleh para penerus)Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata (Para pahlawan tidak tahu semua itu, tidak tahu mana yang dipilih oleh para penerus. Mereka tidak mampu untuk melakukan apa-apa lagi demi tercapainya sebuah negara yang baik)Kaulah sekarang yang berkata (Para peneruslah yang kini memegang kekuasaan, mengarahkan ke mana jalan yang akan ditempuh demi kemerdekaan negara yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan)
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi (Para pahlawan hanya dapat menjadi perenungan-perenungan bagi para penerusnya)Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak (Ketika kita mampu untuk merenungi, maka hati akan ikut merasakan apa yang telah di rasakan oleh para pahlawan)
Kenang, kenanglah kami (Para pahlawan ingin dikenang)Teruskan, teruskan jiwa kami (Para pahlawan mengharapkan perjuangan mereka terus dilanjutkan oleh para penerusnya untuk membangun negara yang telah mereka perjuangkan)Menjaga Bung Karno (menghargai perjuangan Bung Karno)menjaga Bung Hatta (menghargai perjuangan Bung Hatta)menjaga Bung Sjahrir (menghargai perjuangan Bung Sjahrir)
Kami sekarang mayat (Mereka sekarang hanyalah mayat)Berikan kami arti (Berikan penghargaan bagi mereka, para pejuang serta lanjutkan perjuangan para pahlawan tersebut)Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian (Marilah terus menuju ke yang lebih baik dan mewujudkan pembangunan negara yang telah mereka perjuangkan)
Kenang, kenanglah kami (Mereka ingin dikenang oleh para penerusnya)yang tinggal tulang-tulang diliputi debu (Mereka yang sekarang hanyalah mayat-mayat)Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi (Beribu mayat mereka yang kini terpendam di antara Krawang—Bekasi)
Seperti itulah penjabaran mengenai puisi “Karawang-Bekasi” yang sudah penulis
analisis. Dari Analisis tersebut, dapat diambil ciri kembali mengenai Chairil Anwar yang
selalu ingin menunjukkan semangat perjuangan kepada para pembacanya. Semangat-
semangat tersebut dituangkannya ke dalam puisi dan mengarahkan para pembaca kepada
situasi perjuangan yang digambarkan oleh Chairil Anwar.
Selanjutnya adalah analisis data yang ditemukan pada puisi Diponegiro. Analisisnya
adalah sebagai berikut.
Kata Emotif Makna LeksikalMakna dalam Konteks
Kalimat Makna Emotif
hidup
masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya (tt manusia, binatang, tumbuhan, dsb)
Suatu keadaan diturunkannya nyawa oleh Sang Pencipta kepada seseorang. Kembali bangit dari kematian
Merasakan kembali keadaan hidup dari kematian
bara kagum
Bara: barang sesuatu (arang) yg terbakar dan masih berapiKagum: heran (dng rasa memuji); takjub; tercengang
Perasaan kagum yang menyebar dan hangat bagaikan bara api yang terus memanas intensitasnya
Suatu keadaan memuji sesuatu yang menimbulkan persaan kagim terhadapnya.
api
panas dan cahaya yg berasal dr sesuatu yg terbakar; nyala
Semangat yang muncul dari sosok pahlawan yang dikagumi oleh pengarang puisi tersebut
Menimbulkan sebuah perasaan semangat yang kuat.
Tak gentar
“tidak” gerakan berulang-ulang yg cepat sekali (spt kawat kecapi yg dipetik); getar; geletar, takut
Tidak merasa takut kepada apa pun yang menghadangnya di depan.
Menimbulkan perasaan menguatkan tekad untuk maju tanpa perasaan takut
Pedang parang panjang (banyak macamnya Senjata perang
Menimbulkan perasaan gambaran dari suatu alat dalam perang
keris
senjata tajam bersarung, berujung tajam, dan bermata dua (bilahnya ada yg lurus, ada yg berkeluk- keluk); Senjata perang khas jawa
Menimbulkan seuatu perasaan kesaktian dari keris yang dipegang oleh Diponegoro
semangat
roh kehidupan yg menjiwai segala makhluk, baik hidup maupun mati (menurut kepercayaan orang dulu dapat memberi kekuatan)
Suatu keadaan serius dan senang kepada hal yang dilakukannya
Menimbulkan sebuah keadaan semangat kepada pembaca
mati
sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi Sedaan tidak bernyawa kembali
Perasaan menakutkan muncul dari benak pembaca
bergenderang-berpalu
Suatu semangat untuk meraih kemerdekaan dengan dianalogikan bagai suara genderang dengan ketukan palu
Menimbulkan perasaan semangat yang menggebu-gebu
menyerbu mendatangi dng maksud melawan
Seuatu gerakan bersama-sama untuk menyerang sesuatu
Perasaan untuk maju beramai-ramai melawan
(melukai, memerangi); menyerang sesuatu “penjajahan”
Punah
habis semua hingga tidak ada sisanya; benar-benar binasa
Keadaan hilangnya suatu hal yang jarang ada/mati lebih terhormat
Perasaan telah kehilangan sesuatu yang sebenarnya tidak diharapkan menghilang
menghamba mengabdi (kpd)
Suatu pengabdian kepada seseorang yang berkuasa/memiliki kedudukan.
Terasa seperti terkurung dan tertekan oleh suatu kegiatan yang tidak diinginkan
Binasa rusak sama sekali; hancur lebur; musnah
Suatu hasil dari proses mati karena sasuatu
Merasakan suatu keadaan mati
ditindas disengsarakan; teraniaya
Suatu keadaan dianiaya/disengsarakan oleh para penguasanya
Seakan pembaca ikut masuk dalam perasaan tidak ingin melakukan sesuatu yang tidak diinginkan tetapi harus dilakukan dengan paksa
ajal
batas hidup yg telah ditentukan Tuhan, saat mati, janji akan mati
Suatu takdir kematian yang tidak dapat untuk dihindari kembali
Merasa takut dengan kematian yang akan datang
hidup
masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya (tt manusia, binatang, tumbuhan, dsb)
Suatu keadaan diturunkannya nyawa oleh Sang Pencipta kepada seseorang. Kembali bangit dari kematian
Merasakan kembali keadaan hidup dari kematian
Maju
Berjalan (bergerak) ke muka; tampil ke muka, mendesak ke depan (tt pasukan); pergi atau keluar ke medan perang, lulus (dl ujian), telah mencapai atau berada pd tingkat peradaban yg tinggi, cerdas;berkembang pikirannya; berpikir dengan baik
Kegiatan menyerang lawan yang menjajah
Merasa terdorong untuk melangkah menuju kemenangan
Serbu
mendatangi dng maksud melawan (melukai, memerangi); menyerang
Melakukan sebuah serangan secara bersama-sama
Seakan pembaca merasakan keadaan di dalam geraknya melangkah menuju kebenaran
Serang
mendatangi untuk melawan (melukai, memerangi, dsb); menyerbu
Melakukan kegiatan menyerang, maju, menyerbu lawan tanpa henti
Seakan pembaca dihadirkan pada suasana peperangan dan maju tanpa peduli halangan yang menghadang
Terjang tendang; sepak (terutama ke depan atau
Melakukan sebuah gerakan pemberontakan atas penjajah
Nuansa peperangan dihadirkan oleh pengarang.
ke bawah dng tapak kaki)
yang mengambil suatu kebabasan dari negara yang dijajah
Pembaca seakan juga melakukan sebuah serangan yang terus-menerus untuk mengambis sebuah kemerdekaan.
Dalam puisi Diponegoro di atas, makna-makna emotif juga dihadirkan untuk
mengarahkan pembaca dalam suasana yang diharapkan oleh pengarang. Perbedaan dari puisi
Diponegoro tersebut dengan puisi Karawang-Bekasi di atas adalah pada puisi Diponegoro
tidak ditemukanbunyi-bunyi onomatopoik, tetapi lebih banyak menggunakan bahasa-bahasa
yang menimbulkan suatu suasana semangat. Selain itu, banyak juga kata-kata yang memiliki
kesamaan bunyi meski bentuknya berbeda. Pengarang menafsirkan, selain untuk
menimbulkan sebuah suasana yang sangat kuat di dalamnya, pengarang juga ingin
menunjukkan sebuah bahasa yang dususun indah dalam setiap baitnya. Meskipun bahasa-
bahasa tersebut banyak mengandung bunyi yang sama, tetapi bunyi-bunyi tersebut dapat
menimbulkan sebuah suasana yang mendominasi. Bunyi-bunyi sama tersebut terlihat pada
beberapa katanya, seperti maju, serbu, serang, pedang, dan terjang. Bunyi akhir yang sama
tersebut juga memiliki pengaruh yang kuat dalam menimbulkan sebuah tekanan ekspresi
tersendiri dari pembacanya.
Dalam sejarahnya, Chairil Anwar memilih tokoh Diponegoro sebagai teladan bagi
bangsa Indonesia. Semangat dari Diponegoro tersebut dimunculkan kembali oleh Chairil
Anwar dalam puisinya tersebut. Dahulu Pangeran Diponegoro pernah menggerakkan rakyat
Jawa Tengauh dan Yogyakarta pada masa kehidupannya demi melawan penjajah. Keberanian
dalam melawan Belanda, diungkapkan kembali dalam puisi tersebut. Menurut
Wahyuningtyas dan Santosa (2011: 203) keganasan Diponegoro dalam melawan Belanda
dilukiskan seakan-akan Diponegoro mengayun-ayunkan pedang di tangan kanan dan
mengacu-acukan keris di tangan kiri. Memang apabila kita lihat kembali, senjata-senjata dari
Belanda jauh lebih modern dari senjata Diponegoro, tetapi Ia tak gentar dengan semua itu.
Diponegoro seakan hanya berbekal semangat dan rasa percaya diri yang tidak akan bisa mati.
Seperti itulah figur yang diungkapkan oleh Chairil Anwar dalam puisinya yang berjudul
“Diponegoro”.
Selanjutnya adalah analisis puisi “Derai-Derai Cemara”. Analisisnya adalah sebagai
berikut.
Kata Emotif Makna LeksikalMakna dalam Konteks
Kalimat Makna Emotif
menderai
tiruan bunyi titik-titik air hujan yg jatuh di kaca dsb
Bergerak dengan hembusan angin hingga pucuk-pucuknya beterbangan sampai jauh.
Suasana keraguan akan sebuah masalah yang menimpa
jauh panjang antaranya (jaraknya); tidak dekat
Suatu keadaan yang tidak dekat, tidak tercapai oleh kita.
Menimbulkan sebuah suasana sulit tercapai dari sebuah waktu yang cepat.
malam
waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit
Suatu keadaan yang gelap dan dingin.
Pembaca seakan merasa dalam suasana yang malam gelap dan dingin
merapuh menjadikan (menyebabkan) rapuh
Suatu keadaan tidak kuat kembali menahan beban yang dimiliki
Seakan merasakan sesuatu yang tidak kokoh dalam diri.
terpendam
tertanam (dl tanah dsb), tersimpan dl hati, tersembunyi (tidak diketahui atau digunakan)
Sesuatu yang tanpa sengaja menjadi sebuah kenangan yang dalam.
Pembaca merasa ditempa oleh sesuatu yang dipendam dalam dalam diri.
tahan
tetap keadaannya (kedudukannya dsb) meskipun mengalami berbagai-bagai hal; tidak lekas rusak (berubah, kalah, luntur, dsb)
Suatu keadaan mempertahankan sesuatu yang mudah untuk hancur
Menimbulkan perasaan mempertahankan sesuatu yang seharusnya sudah hancur
kekalahan perihal kalah Suatu keadaan kalah dan menimbulkan keharuan.
Seakan pembaca merasakan suatu kesedihan dalam kalah yang ia alami
terasing terpisah dr yg lain; terpencil
Suatu keadaan tidak dikenal oleh siapa pun yang ada di sana.
Seakan pembaca merasa sendiri tanpa kenal siapa pun yang ada di hadapannya/di sekitarnya
menyerah mengaku kalah; tunduk (tidak akan melawan lagi)
Pengakuan akan sebuah kekalahan yang sudah sulit untuk dibantahkan kembali.
Memunculkan sebuah perasaan mengaku kalah dari sesuatu hal
yang sulit dibantahkan
terucapkan (dapat) dikatakan; terkatakan
Melakukan sebuah ucapan yang tanpa disadari/sebenarnya tidak ingin diucapkan.
Menimbulkan sebuah perasaan tanpa sengaja mengucapkan sesuatu yang ada dalam benak pembaca
rendah dekat ke bawah; tidak tinggi
Suatu keadaan tidak tinggi/masih belum mencapai tahap yang lebih jauh
Pembaca seakan merasa suatu perasaan negatif/perasaan seakan-akan kurang.
Dalam puisi “Derai-Derai Cemara” tersebut, pangarang juga masih banyak
menggunakan kata-kata yang mengandung makna emotif suasana pada puisinya. Dalam puisi
tersebut juga terlihat sekali keteraturan dalam penggunaan akhir bunyinya/rima. Dari sini
dapat dilihat bahwa pengarang masih meggunakan kaidah-kaidah puisi lama yang terikat oleh
bait dan rima. Di samping hal itu, pengarang mampu menggunakan kata-kata yang
mengandung makna emotif di dalam keterikatan tersebut. Dalam puisi tersebut seakan
dimunculkan sebuah keadaan penyesalan terhadap sesuatu yang dialaminya. Pengarang
memunculkan kata-kata yang membawa emosi pembaca kepada sebuah keadaan menyesal.
Di lain sisi, keindahan bahasa juga diperhatikan oleh pengarang.
Interpretasi dari penulis mengenai makna mengenai puisi “Derai-Derai Cemara”
adalah sebagai berikut.
Demikianlah, diksi/pilihan kata sungguh dicermati pengarang untuk menghasilkan
kata berjiwa. Maka analisis terhadap pilihan kata pengarang akan sangat membantu
pemahaman sebuah puisi.
Bait Pertama:
Cemara menderai sampai jauhTerasa hari akan jadi malamAda beberapa dahan di tingkap merapuhDipukul angin yang terpendam
Yang artinya adalah kesadaran akan perjalanan hidup yang selalu akan berakhir dan
tak dapat dipungkiri bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Bait pertma kalau
dikaitkan dengan larik-larik sebelumnya, seolah-olah mencitrakan sebuah kehidupan si Aku
yang mulai lelah. Dengan simbol-simbol seperti dahan, yaitu bagian tubuh manusia yang
mulai lemah dengan kiasan merapuh. Simbolik malam akan mengimajinasikan pada
kesunyian, tempat sedang orang istirahat, dan akhir dari sebuah kehidupan; telah
dimanfaatkan si penyair untuk sebuah proses kematangan
Bait kedua :
Aku sekarang orangnya bisa tahanSudah beberapa waktu bukan kanak lagiTapi dulu memang ada suatu bahanYang bukan dasar perhitungan kini
Yang artinya dengan skemata yang ada pada otak kita akan terbayang seorang anak-
anak dengan sifatnya yang polos, lugu, dan lucu. Tapi, secara keseluruhan bait 2, bukanlah
anak-anak yang ada dibenak kita. “Bukan kanak” ditunjang dengan kata-kata pendukungnya,
menunjukkan sikap kedewasaan “Aku” lirik
Bait ketiga:
Hidup hanya menunda-nunda kekalahanTambah terasing dari cinta dan sekolah rendahDan tahu, ada yang tetap tidak diucapkanSebelum pada akhirnya kita menyerah
Pada bait ini terasa kental sekali “aroma kematian” dan kepasrahan dari si Aku lirik.
Isi dalam puisi ini, sangat patut kita renungkan sebagai nasihat dan pepatah hidup kita.
Seperti, kata-kata hidup hanya menunda kekalahan telah menjadi semacam pepatah dan
terasa tidak asing di telinga kita. Kiasan kekalahan sangat menarik untuk diperhitakan;
padahal yang kita kenal selama ini adalah hidup hanya menunda kemenangan. Kekalahan
adalah simbol dari kepasrahan dan sangat kental dengan aroma kematian.
Bait kedua dan ketiga Kata 'teraslng' mengandung rasa terpenoil, menunjukkan rasa
keterasingan; sedangkan kata 'jauh' menunjukkan jarak yaitu angan-angan masa kanak-kanak
yang cemerlang penuh harapan di masa yang akan datang, tetapi kenyataannya hidup ini
penuh penderitaan. Sehingga kata jauh lebih tepat daripada kata terasing.
PENUTUP
Gaya adalah sebuah ciri khas dari seseorang dalam satu sisi yang dimilikinya. Dalam
karya sastra, gaya selalu identik dengan pengarang. Dengan mengetahui gaya dari seorang
pengarang, pembaca akan dapat menafsirkan siapa pengarangnya hanya dengan melalui
karya sastra yang dibacanya. Salah satu pengarang Indonesia yang memiliki ciri khas yang
unik adalah Chairil Anwar. Chairil Anwar memiliki gaya yang berbeda dengan pengarang-
pengarang lain, yaitu penggunaaan diksi-diksi bermakna emotif. Diksi-diksi tersebut selain
digunakan sebagai penciptaan nilai estetika, tetapi juga sebagai kata yang dapat mendorong
sebuah aksi. Hal tersebut terbukti pada penjabaran dalam tulisan ini. Oleh karena itu,
penggunaan diksi-diksi bermakna emotif di dalam puisinya adalah salah satu gaya Chairil
Anwar dalam mengungkapkan gagasannya dalam media puisi.
DAFTAR RUJUKAN
Carey, P. 2001. Asal-Usul Perang Jawa. Yogyakarta: PT LkiS Printing CemerlangCarey, P. 2007. The Power of Prophecy. Leiden: KITLVChaer, A. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: PT. Rineka CiptaPateda, M. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka CiptaRatna, N. K. 2012. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta:
Pustaka PelajarSadili, H. 2010. Pengertian Sastra Secara Umum dan Menurut Para Ahli. Online
(http://asemmanis.wordpress.com/2009/10/03/pengertian-sastra-secara-umum-dan-menurut-para-ahli/), diakses pada 10 April 2014
Subroto, E. 2011. Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik. Surakarta: Cakrawala MediaSudaryanto. 1989. Pemanfaatan Potensi Bahasa; Kumpulan Karangan sekitar dan tentang
Satuan Lingual Bahasa Jawa yang Berdaya Sentuh Inderawi. Yogyakarta: KanisiusSugono, D. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka UtamaTudjuddin, M. 2013. Bahasa Indonesia Bentuk dan Makna. Bandung: P.T. AlumniUllman, S. 2012. Pengantar Semantik. Diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh
Sumarsono. Yogyakarta: Pustaka PelajarWahyuningtyas, S. Dan Santosa, W. H. 2011. Sastra: Teori dan Implementasi. Surakarta:
Yuma Pressindo
KARAWANG-BEKASI
LAMPIRAN 1
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kamu sudah beri kami punya jiwaKerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa, Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami Menjaga Bung Karno menjaga Bung Hatta menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat Berilah kami arti Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi (1948)DIPONEGORO
LAMPIRAN 2
Di masa pembangunan inituan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menantiTak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.Pedang di kanan, keris di kiriBerselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpaluKepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berartiSudah itu mati.
MAJU
Bagimu NegeriMenyediakan api.
Punah di atas menghambaBinasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapaiJika hidup harus merasai
MajuSerbuSerangTerjang
(Februari 1943)
DERAI DERAI CEMARA
LAMPIRAN 3
cemara menderai sampai jauhterasa hari akan jadi malamada beberapa dahan di tingkap merapuhdipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahansudah berapa waktu bukan kanak lagitapi dulu memang ada suatu bahanyang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahantambah terasing dari cinta sekolah rendahdan tahu, ada yang tetap tidak diucapkansebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
Top Related