8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
1/170
Di Mana Uang Kami?Advokasi Anggaran di Indonesia
Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran
diterbitkan atas kerja sama
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
2/170
Di Mana Uang Kami?
Advokasi Anggaran di Indonesia
Penulis
Ari NurmanA Siswanto DarsonoDelima SilalahiFahrizaFitria MuslihMS. WaiMimin Rukmini
Nandang SuhermanNurul Saadah AndrianiSaeful MulukSetyo Dwi HerwantoWasingatu ZakiyahYemmestri EnitaYuna Farhan
Editor
Wahyu W. Basjir (Bahasa Indonesia) dan Debbie Budlender (Bahasa Inggris)
Penerjemah
Ida Nurwidya, Rahmi Yunita, Theresia Wuryantari
Penyelaras akhir
Valentina Sri Wijiyati dan Wasingatu Zakiyah
Penata Letak
F. Ulya Himawan
Perancang Sampul
Agus Eko Purwanto
Cetakan Pertama, Mei 2011
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia/Ari Nurman, dkk./Yogyakarta: IDEA, Mei 2011
xiv + 156 halaman
16 x 24 cm
ISBN: 978-602-99372-0-6
1. Uang Kami 2. Advokasi Anggaran 3. Kumpulan Kisah
I JUDUL
IDEA INISIATIF LAKPESDAM NU
PATTIRO Seknas FITRA
International Budget Partnership
Perkumpulan IDEA
Jl. Kaliurang KM 5 Gg Tejomoyo III / 3Yogyakarta 55281
www.ideajogja.or.id
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
3/170
Kata Pengantar
Perjalanan advokasi anggaran di Indonesia berawal dari maraknya
gerakan anti korupsi, tepatnya sejak dimulainya era otonomi daerah
pada tahun 2000. Korupsi yang awalnya sentralistik pun ikut bergeser
ke provinsi dan kabupaten/kota. Lembaga eksekutif dan parlemen
daerah menjadi sarang korupsi. Perlawanan terhadap korupsi inilah
yang menjadi agenda awal para pegiat advokasi anggaran, seiring denganpemberlakuan desentralisasi iskal. Selanjutnya advokasi anggaran
bergeser untuk menakar alokasi anggaran dalam pemenuhan hak dasar
sekaligus mendorong proses penganggaran yang partisipatif, transparan,
dan akuntabel.
Buku yang sedang Anda baca ini berusaha mendokumentasikan
pengalaman para pegiat advokasi anggaran ketika berurusan dengan
berbagai kasus korupsi dan pengelolaan anggaran daerah yang buruk.
Cakupan pengalaman yang direkam dalam naskah ini cukup luas. Laporan
Seknas Fitra, Tiada Kata Cukup? misalnya, menunjukkan advokasi
anggaran tidak lepas dari aspek peraturan dan perundang-undangan.
Pada bagian yang lain, PATTIRO Malang membagi pengalaman mereka
mendorong pembentukan dan implementasi anggaran daerah yang
berorientasi pemenuhan hak dasar warga negara, khususnya pendidikan.Pengalaman advokasi mereka dapat disimak pada artikel Meraih Hak
atas Pendidikan Melalui BOSDA.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
4/170
iv | Di Mana Uang Kami?
Pemenuhan hak atas kesehatan juga menjadi sasaran gerakan advokasi
anggaran. Kemendesakan isu ini menyedot banyak sumber daya organisasi-
organisasi masyarakat sipil, salah satunya adalah Perkumpulan Inisiatif,
Bandung. Upaya mereka menyusun landasan kebijakan anggaran yang
menjamin akses kepada layanan kesehatan yang murah tertuang dalam
Sehat Itu Murah dan Mudah. Peraturan Daerah tentang jaminan
kesehatan itu diharapkan menjadi starting pointagar layanan kesehatan
bagi warga miskin murah dan mudah dijangkau.
Dari sekian banyak permasalahan kesehatan di Indonesia, kesehatan
reproduksi perempuan dan anak menjadi bagian yang cukup menonjol.
Angka kematian ibu melahirkan yang tinggi, berbagai kasus anak kurang
gizi (bayi lahir dengan berat badan rendah) melatarbelakangi gerakan
advokasi anggaran kesehatan yang dilakukan oleh kelompok perempuan.
Keterlibatan perempuan dalam pos pelayanan terpadu atau lebih dikenal
dengan Posyandu menjadi inspirasi bagi PATTIRO Surakarta untuk
menjawab tantangan advokasi di sektor itu. Laporan mereka ada dalamartikel Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD Di Posyandu.
Mendorong peran kelompok marginal dalam melakukan advokasi
anggaran dalam pemenuhan hak dasarnya juga dilakukan oleh kelompok
difabel (different ability). Upaya SAPDA dalam Mendorong Kebangkitan
Difabel untuk Memperjuangkan Hak mulai terwujud dari proses
advokasinya yang dilakukan di Yogyakarta.
Hal serupa dilakukan oleh kelompok petani yang diorganisasi oleh
KSPPM di Kabupaten Tapanuli Utara. Di Indonesia yang adalah negara
agraris dengan penduduk yang rata-rata bertani, sudah selayaknya
petani lebih sejahtera dan mendapat alokasi anggaran yang memadai
untuk meningkatkan hasil pertanian. Tulisan yang bertajukMemahami
Anggaran Memanen Kesejahteraan menceritakan upaya petani dalam
advokasi anggaran pertanian.
Kata Pengantar
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
5/170
Advokasi Anggran di Indonesia | v
Pemenuhan hak ekonomi sosial budaya sebagai hak dasar warga negara
melalui anggaran tersebut dilengkapi oleh advokasi proses penganggaran
untuk pemenuhan hak sipil dan politik. Dalam siklus penganggaran
yang diawali dengan perencanaan, posisi tawar masyarakat sipil serta
kelompok marjinal akan sangat mempengaruhi arah kebijakan anggaran.
Dengan kata kunci partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas, perbaikan
proses penganggaran dilakukan oleh elemen masyarakat sipil.
Upaya mendorong Pelembagaan Partisipasi dan Transparansi
Anggaran Daerah dilakukan oleh P3ML di Kabupaten Sumedang.
Melalui Perda Prosedur Perencanaan dan Penganggaran Daerah, gagasan
tentang pagu indikatif kewilayahan dan Forum Delegasi Musrenbang
ditetapkan dalam Perda. Perda ini menjadi rujukan bagi advokasi di
banyak daerah di Indonesia.
Selain pelembagaan proses penganggaran dalam sebuah peraturan
perundangan, penguatan proses penganggaran dilakukan pula denganmengkonsolidasikan seluruh elemen masyarakat sipil di daerah. Jejaring
masyarakat sipil menjadi kekuatan untuk mempengaruhi anggaran daerah.
Pengalaman yang relevan mengenai hal itu ditulis oleh FITRA Riau dalam
artikel Realokasi Anggaran Menuju Efektivitas dan Eisiensi.
Mendorong kelompok penekan (pressure group) dalam memperjuangkan
alokasi anggaran yang berpihak pada rakyat, sangat efektif dan
menggerakkan. Salah satunya adalah pengalaman LakpesdamNU yang
dicatat dalam Ketika Rakyat bersama Ulama Mengadvokasi Anggaran.
Melalui Batsul Masail sebagai metode pengambilan keputusan para
ulama, permasalahan anggaran dibahas dan diselesaikan. Pengalaman di
Kabupaten Cilacap ini bisa menjadi model yang efektif bagi daerah lain
untuk memperkuat advokasi.
Kata Pengantar
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
6/170
vi | Di Mana Uang Kami?
Selain mendorong kelompok keagamaan untuk terlibat dalam proses
penganggaran, beberapa lembaga yang peduli pada anggaran responsif
gender mendorong perempuan untuk berpartisipasi dalam proses
penganggaran. Mereka tidak hanya mengejar kuota minimum perempuan
30 % dalam partisipasi politik tetapi membuat prosedur sendiri untuk
menggabungkan perempuan dalam satu suara melalui Musrenbang
perempuan. Pengalaman IDEA dalam Tiada Maknanya Partisipasi
Tanpa Alokasi diharapkan menjadi model partisipasi dengan alokasi
yang jelas.
Beragam catatan proses advokasi anggaran inilah yang dipaparkan
dalam buku yang berjudul Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran
di Indonesia. Buku yang dicetak dalam dua bahasa ini diharapkan
bisa memberikan gambaran catatan pelaku advokasi anggaran secara
langsung. Kami berharap cerita-cerita keberhasilan, kegagalan, dan
perubahan-perubahan yang ada dalam naskah ini dapat menjadi inspirasi
bagi pembaca dalam memahami advokasi anggaran di Indonesia.
Proses merangkum kisah ini merupakan salah satu tindak lanjut
pertemuan lima lembaga advokasi anggaran (IDEA Inisiatif Lakpesdam
NU PATTIRO Seknas FITRA). Kelima lembaga ini berproses atas
dukungan Partnership Initative of the International Budget Partnership
untuk memberikan gambaran perubahan paling signiikan dalam advokasi
anggaran yang dilakukan di Indonesia.
Harus diakui bahwa pegiat advokasi anggaran yang bersemangat
dalam proses melakukan advokasi seringkali compang-camping dalam
melakukan penulisan pengalamannya. Namun upaya keras para penulis
untuk menghadirkan dan merangkum kembali catatan dan ingatannya
patut mendapat apresiasi.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada tim inti kolaborasi 5
lembaga, para penulis, penyunting, dan penerjemah yang telah berproses
menghadirkan buku ini. Ucapan terima kasih secara istimewa kami
Kata Pengantar
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
7/170
Advokasi Anggran di Indonesia | vii
sampaikan kepada Debbie Budlender merupakan bagian dukungan
Partnership Initiative --yang sangat telaten memberikan saran dan
memandu dengan pertanyaan-pertanyaan tajam selama penyusunan
buku ini. Selain itu, tim International Budget Partnership yang telah
mendukung proses penulisan ini berhak atas ucapan terima kasih yang
dalam dari kami.
Kami berharap buku ini dapat menjadi sumbangsih yang bernilai bagi
advokasi anggaran di Indonesia dan menjadi inspirasi bagi negara lain.
Yogyakarta, 20 Mei 2011
IDEA - Inisiatif - Lakpesdam NU
PATTIRO Seknas FITRA
Kata Pengantar
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
8/170
viii | Di Mana Uang Kami?
Daftar Isi
Halaman Judul ~ i
Kata Pengantar ~ iii
Daftar Isi ~ vii
Daftar Tabel ~ x
Daftar Boks ~ xi
Daftar Bagan ~ xii
Tiada Kata Cukup?: Catatan Advokasi Perubahan PP tentangTambahan Penghasilan Anggota DPRD ~ 1
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA: PengalamanAdvokasi Anggaran Pendidikan Di Kota Malang, Provinsi JawaTimur ~ 19
Sehat Itu Murah dan Mudah: Pengalaman Advokasi PenyediaanJaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin Di KabupatenBandung ~ 37
Mengawinkan Peran Warga dan Kontribusi APBD DiPosyandu: Pengalaman Kelompok Perempuan MengadvokasiAnggaran Di Kota Surakarta ~ 51
Kebangkitan Difabel untuk Memperjuangkan Hak: UpayaMengorganisasi Kelompok Difabel untuk Memperoleh Jaminan
Kesehatan Di ProvinsiDIY ~ 65
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
9/170
Advokasi Anggran di Indonesia | ix
Memahami Anggaran Memanen Kesejahteraan: PengalamanMengorganisasi Petani Melakukan Advokasi Anggaran Di
Kabupaten Tapanuli Utara ~ 77
Pelembagaan Partisipasi dan Transparansi Anggaran Daerah:Pengalaman Advokasi Peraturan Daerah tentang Perencanaan danPenganggaran Daerah di Kabupaten Sumedang ~ 93
Realokasi Anggaran Menuju Efektivitas dan Eisiensi:Upaya Masyarakat Sipil Menolak RAPBD Provinsi RiauTahun 2007 ~ 113
Ketika Rakyat bersama Ulama Mengadvokasi Anggaran:
Pengalaman Penolakan atas Program Simpemdes di KabupatenCilacap, Provinsi Jawa Tengah ~ 125
Tiada Maknanya Partisipasi Tanpa Alokasi: MusrenbangPerempuan, Bukan Partisipasi Tanpa Alokasi ~ 139
Para Penulis ~ 150
Daftar Isi
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
10/170
x | Di Mana Uang Kami?
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Perkiraan Take Home Pay DPRD Provinsi Menurut PP No. 37
Tahun 2005 dan PP No. 37 Tahun 2006 (dalam Rupiah) ~ 5
Tabel 1.2. Penghasilan Tambahan Anggota DPRD menurut PP No. 37
Tahun 2006 (dalam Rupiah) ~ 6
Tabel 1.3. Persentase Penyerapan Gaji Tambahan (GT) DPRD terhadapAlokasi Belanja Langsung Pelayanan Dasar APBD Tahun 2006 di 6
Kabupaten/kota ~ 8
Tabel 1.4. PP No. 37 Tahun 2006 vs PP No. 21 Tahun 2007 ~ 14
Tabel 2.1. Penghitungan BOSDA Kota Malang (dalam Rupiah) ~ 22
Tabel 4.1. Perkiraan Kebutuhan Anggaran Pengelolaan Posyandu untuk 1
Tahun (dalam rupiah) ~ 54
Tabel 4.2. Alokasi Anggaran PMT Balita di Posyandu dalam APBD/APBD
Perubahan Kota Surakarta 2004-2008 ~ 61
Tabel 7.1. Rekap Usulan Kegiatan Hasil Musrenbang Kecamatan
Ujungjaya Tahun 2006 ~ 96
Tabel 7.2. Usulan Warga Yang Diakomodasi Pada APBD Kabupaten
Sumedang Tahun 2009 ~ 108
Tabel 10.1. Perubahan alokasi APBD Kabupaten Bantul terkait usulan
melalui Musrenbang Perempuan ~ 147
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
11/170
Advokasi Anggran di Indonesia | xi
Daftar Boks
Boks 3.1. Desain advokasi kesehatan gratis di Kabupaten Bandung ~ 40
Boks 3.2. Analisis potensi penghematan anggaran Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung (dalam Rupiah) ~ 43
Boks 3.3. Kalkulasi pembiayaan jaminan layanan kesehatan menurut
model ~ 45
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
12/170
xii | Di Mana Uang Kami?
Bagan 10.1. Langkah pengorganisasian komunitas perempuan ~ 144
Bagan 10.2. Kanalisasi hasil Musrenbang Perempuan ke Musrenbang
Kabupaten ~ 146
Daftar Bagan
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
13/170
Advokasi Anggran di Indonesia | xiii
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
14/170
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
15/170
oleh:Yuna Farhan
RINGKASAN
Kasus-kasus korupsi tunjangan pensiun yang menjerat anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) periode 1999-2004 yang tidak ada
habisnya tampaknya akan terulang lagi. Pada periode 2004-2009, Rp
1,4 triliun anggaran daerah justru akan mengucur ke kantong anggota
DPRD, yang seharusnya memperjuangkan alokasi anggaran untuk rakyat.
Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 2006 yang memberikan
tambahan penghasilan bagi anggota DPRD, yang berlaku surut mulai
Januari 2006, telah membangkitkan amarah publik. Koalisi Nasional, yang
terdiri dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia,
melakukan penolakan terhadap PP ini. Akhirnya, Presiden merevisi PP
ini dan mengharuskan DPRD mengembalikan tunjangan yang terlanjur
mereka terima.
Tiada Kata Cukup?Catatan Advokasi Perubahan PP
tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
16/170
2 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
PROFIL LEMBAGA
Bergulirnya reformasi diikuti menguatnya tuntutan terhadap tata kelola
pemerintahan yang baik dan anggaran negara yang lebih mensejahterakan
rakyat. Di awal masa reformasi, anggaran masih dianggap sebagai rahasia
negara dan merupakan ranah birokrasi. Negara menganggap rakyat
tidak perlu tahu penganggaran sehingga hak-hak rakyat atas kedaulatan
terhadap anggaran negara masih diabaikan. Latar ini melahirkan Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) sebagai perintis gerakan
advokasi anggaran pada Bulan September 1999.
Dengan visi mewujudkan kedaulatan rakyat atas anggaran, FITRA
mengemban misi mendorong transparasi dan melakukan pengawasan
penganggaran negara serta memastikan anggaran negara disusun
berdasarkan dan berorientasi pada kebutuhan rakyat. Keanggotaan
FITRA yang semula ada di 7 (tujuh) daerah, saat ini telah meluas menjadi
13 daerah. FITRA juga telah mengembangkan jaringan gerakan advokasi
anggaran di 45 daerah. Berkembangnya jaringan gerakan advokasi
anggaran telah menjadikan FITRA sebagai rujukan dalam isu-isu anggaran.
Berbagai advokasi FITRA mendapatkan apresiasi liputan media massa
secara luas.
Setelah Pertemuan Nasional pada tahun yang sama, FITRA makin jelas
melihat bahwa anggaran belum menjadi gerakan sosial yang menjadi
instrumen advokasi dalam berbagai isu. Untuk menjawab tantanganitu, FITRA ditugasi untuk menjadikan anggaran sebagai gerakan sosial
dengan melahirkan pusat sumber daya anggaran. Pusat sumber daya ini
diharapkan bisa menjadi pusat analisis, data informasi, advokasi, dan
penguatan kapasitas terkait anggaran.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
17/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 3
Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD
ANALISIS SITUASI
Sejak pemberlakuan otonomi daerah, pengaturan hak keuangan DPRD
yang pertama kali dikeluarkan adalah PP No. 110 Tahun 2000 tentang
Kedudukan Keuangan DPRD. Pada akhir masa jabatan, banyak anggota
DPRD terjerat kasus korupsi karena melanggar PP ini. Kasus ini terutama
berkaitan dengan pemberian uang pensiun yang tidak dibenarkan oleh
PP ini. PP ini pun mendapat perlawanan dari sejumlah anggota DPRD,
yang berujung pada uji materi terhadap PP tersebut karena dianggap
bertentangan dengan UU yang lebih tinggi. Mahkamah Agung (MA)
mengabulkan tuntutan uji materi dan menyatakan PP ini tidak belaku.
Setelah PP No. 110 Tahun 2000 tidak lagi berlaku, Pemerintah hampir
setiap tahun menerbitkan regulasi yang mengatur penghasilan DPRD.
Berturut-turut, mulai tahun 2004, Pemerintah menetapkan PP No. 24
Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan
dan Anggota DPRD yang kemudian diubah pertama kali dengan PP No.
37 Tahun 2005 dan kedua kali melalui PP No. 37 Tahun 2006. Terakhir,
perubahan ketiga dikeluarkan melalui PP No. 24 Tahun 2007 setelah PP
sebelumnya mendapat perlawanan advokasi masyarakat sipil yang akan
menjadi inti cerita tulisan ini.
Apa sebenarnya yang menyebabkan kerap bergantinya PP keuangan
DPRD? Pada PP No. 110 Tahun 2000, uang akhir masa jabatan atau purna
bakti dan tunjangan perumahan tidak diperbolehkan, sementara PP No.24 Tahun 2004 mengatur adanya pemberian uang purnabakti. Tunjangan
perumahan pada PP No. 24 Tahun 2004 akhirnya menjadi temuan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) karena adanya keharusan untuk memberikan
bukti isik rumah yang disewa oleh DPRD. Akhirnya Pemerintah
menyikapi hal ini dengan melakukan perubahan pertama melalui PP No.
37 Tahun 2005. PP ini menyatakan tunjangan perumahan dapat diberikan
sebagai penghasilan tanpa harus ada bukti rumah yang disewa. Hal ini
memperjelas bahwa perubahan PP ini masih bersifat tambal-sulam
berdasarkan kasus dan tuntutan DPRD.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
18/170
4 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
Pada tahun 2006, publik dicengangkan oleh perubahan ketiga Peraturan
Keuangan DPRD. Pasalnya, tanpa diduga-duga PP No. 37 Tahun 2006
menambah jenis penghasilan anggota DPRD di seluruh Indonesia. Jenis
penghasilan tersebut adalah tunjangan komunikasi intensif (TKI) yang
besarnya tiga kali uang representasi dan Biaya Penunjang Operasional
Pimpinan (BPOP) yang besarnya enam kali uang representasi.
Permasalahan lain dari PP ini adalah berlaku surutnya PP ini mulai Januari
2006. Padahal, PP ini baru ditetapkan pada tanggal 14 November 2006
atau satu bulan sebelum tahun anggaran 2006 berakhir. Berdasarkan
analisis FITRA, PP ini akan membebani keuangan daerah dan melanggarperaturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Masalah ini menjadi
pemicu lahirnya gerakan penolakan terhadap PP yang terdiri dari berbagai
LSM di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak PP
No. 37 Tahun 2006.
METODOLOGI
Mempersiapkan Amunisi Melalui Analisis Komprehensif
Sekretariat Nasional (Seknas) FITRA meyakini keberhasilan advokasi
ditentukan oleh analisis masalah dan validitas data. Oleh karena itu,
Seknas FITRA melakukan analisis awal sebagai bahan advokasi yang
akan digunakan secara komprehensif. Berikut adalah ringkasan analisis
dari tiga sudut pandang; implikasi kebijakan, kepatuhan, dan konlik
perundang-undangan.
Analisis Implikasi Pemberlakuan PP terhadap Keuangan Daerah
Seknas FITRA melakukan analisis simulasi pemberlakuan PP ini terhadap
beban keuangan yang harus dikeluarkan oleh Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) seluruh daerah. Dengan rata-rata 35 (tiga puluh
lima) orang anggota DPRD per daerah, total 434 (empat ratus tiga puluh
empat) kabupaten/kota di seluruh Indonesia membutuhkan anggaran TKI
dan biaya operasional Rp 1,4 triliun per tahun di luar biaya Sekretariat
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
19/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 5
Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD
DPRD. Di awal 2007, anggota DPRD akan mendapatkan rapel TKI tahun
2006 sebesar Rp 75,6 juta/orang untuk anggota DPRD kabupaten/
kota dan Rp 108 juta/orang untuk anggota DPRD provinsi. Sementara
itu, Ketua dan Wakil Ketua DPRD mendapatkan tambahan tunjangan
operasional Rp 226 juta/orang untuk ketua DPRD kabupaten/kota dan
Rp 156,24 juta/orang untuk Wakil Ketua. Demikian halnya dengan DPRD
provinsi, masing-masing memperoleh rapelan sebesar Rp 324 juta/orang
untuk Ketua dan Rp 223,2 juta/orang untuk Wakil Ketua.
Tabel 1.1. Perkiraan Take Home PayDPRD Provinsi Menurut PP No.37 Tahun 2005 dan PP No. 37 Tahun 2006 (dalam Rupiah)
Jenis
Penghasilan
Menurut PP No. 37 Tahun 2005 Menurut PP No. 37 Tahun 2006
KetuaWakil
ketuaAnggota Ketua
Wakil
KetuaAnggota
Uang
Representasi3.000.000 2.400.000 2.250.000 3.000.000 2.400.000 2.250.000
Uang Paket 300.000 240.000 225.000 300.000 240.000 225.000
Tunjangan
Beras95.200 95.200 95.200 95.200 95.200 95.200
TunjanganIsteri/Suami
300.000 240.000 225.000 300.000 240.000 225.000
Tunjangan
Anak120.000 96.000 45.000 120.000 96.000 45.000
Tunjangan
Anggota
Komisi
- - 130.500 - - 130.500
Tunjangan
Anggota
Panitia
Musyawarah
326.250 217.500 130.500 326.250 217.500 130.500
HonorariumPanitia
Anggaran
(Panggar)
326.250 217.500 130.500 326.250 217.500 130.500
Honorarium
Badan
Kehormatan
(BK)
- - 130.500 - - 130.500
Tunjangan
Jabatan4.350.000 3.480.000 3.262.500 4.350.000 3.480.000 3.262.500
Tunjangan
Komunikasi
- - - 9.000.000 9.000.000 9.000.000
Dana
Operasional- - - 18.000.000 9.600.000 -
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
20/170
6 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
Jumlah 8.817.700 6.986.200 6.624.700 35.817.700 25.586.200 15.624.700
Jumlah Kenaikan 27.000.000 18.600.000 9.000.000
Persentase Kenaikan 306 266 136
Sumber : Seknas FITRA,2007
* Asumsi : Setiap anggota DPRD Provinsi sebagai anggota Komisi, Panitia
Musyawarah, Panggar, dan BK.
Tabel 1.2. Penghasilan Tambahan Anggota DPRD menurut PP No. 37
Tahun 2006 (dalam Rupiah)
Penghasilan Tambahan Ketua Wakil Ketua AnggotaA. Untuk DPRD di 434 kabupaten / kota
Tunjangan Komunikasi 6.300.000 6.300.000 6.300.000
Dana Operasional 12.600.000 6.720.000 0
Total per bulan 18.900.000 13.020.000 6.300.000
Total Rapelan 2006
(Jan-Des)226.800.000 156.240.000 75.600.000
Total Rapelan
per kabupaten/ kota2.958.480.000
Total Rapelan 2006
untuk Ketua,Wakil Ketua,
dan Anggota pada 434
kabupaten/ kota
98.431.200.000 135.616.320.000 1.049.932.800.000
Total Keseluruhan
Rapelan 2006 untuk 434
kabupaten/ kota
1.283.980.320.000
B. Untuk DPRD di 33 Provinsi
Tunjangan Komunikasi 9.000.000 9.000.000 9.000.000
Dana Operasional 18.000.000 9.600.000 0Total per bulan 27.000.000 18.600.000 9.000.000
Rapelan 2006 (Jan-Des) 324.000.000 223.200.000 108.000.000
Total Rapelan Untuk 33
Provinsi
Total penyerapan rapelan
2006 untuk Ketua,Wakil
Ketua, dan Anggota
10.692.000.000 22.096.800.000 146.124.000.000
Total Keseluruhan
Rapelan 2006 untuk 33
Provinsi
178.912.800.000
TOTAL A + B
1.462.893.120.000 (satu triliun empat ratus enam puluh
dua miliar delapan ratus sembilan puluh tiga juta seratus
dua puluh ribu Rupiah)
Sumber : Seknas FITRA,2007
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
21/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 7
Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD
Analisis Implikasi PP terhadap Alokasi Belanja Pelayanan Publik
Seknas FITRA juga menganalisis pemberlakuan PP pada daerah-daerahyang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) kecil dan kemampuan
iskal terbatas, serta implikasinya dengan alokasi belanja pelayanan
publik seperti pendidikan dan kesehatan. Penambahan penghasilan
DPRD berupa tunjangan komunikasi intensif sebanyak 3 kali uang
representasi dan dana operasional sebesar 6 kali uang representasi yang
dibayarkan mulai Januari 2006, akan semakin membebani APBD. Daerah-
daerah dengan PAD kecil akan dipaksa mengalokasikan anggaran untuk
penghasilan DPRD dan menepikan pemenuhan pelayanan bagi warganya.
Di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, misalnya, PAD sebesar Rp 6
miliar habis dialokasikan untuk belanja DPRD-nya sebesar Rp 6 miliar, di
luar belanja Sekretariat DPRD. PAD daerah-daerah miskin seperti Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT) kemungkinan besar tidak akan cukup untuk
memikul belanja itu. Akibatnya, belanja pemenuhan hak-hak dasar seperti
pendidikan dan kesehatan akan diabaikan atau mendapatkan prioritasyang lebih rendah. Di lima kabupaten lain yang dianalisis, belanja itu
menghabiskan 30% PAD.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
22/170
8 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
Tabel 1.3. Persentase Penyerapan Gaji Tambahan (GT) DPRD
terhadap Alokasi Belanja Langsung Pelayanan Dasar APBD Tahun
2006 di 6 Kabupaten/kota
No Daerah
PAD
(dalam
Rupiah)
GT
DPRD
(PP
No. 37
Tahun
2006)
dalam
Rupiah
% GT
DPRD
terha-
dap
PAD
% GT DPRD Terhadap Belanja Langsung
Pelayanan Dasar
Belanja
Langsung
Pendidikan
(BLP)
dalam
Rupiah
% GT
DPRD
terha-
dap
BLP
Belanja
Langsung
Kese-
hatan
(BLK)dalam
Rupiah
% GT
DPRD
terha-
dap
BLK
1Kab.
Malang51.650.690.000 2.958.480.000 6 19.080.196.000 16 16.712.533.000 18
2Kab.
Gresik85.069.890.031 2.958.480.000 4 21.211.643.100 14 25.333.460.140 12
3Kab.
Lamongan32.744.377.250 2.958.480.000 9 20.911.312.500 14 15.072.217.500 20
4 Kab. Bima 19.467.971.714 2.958.480.000 15 19.544.763.190 15 16.156.882.825 18
5Kab.
Sumbawa 21.056.994.000 2.958.480.000 14 23.798.351.069 12 18.405.529.114 16
6Kab.
Polmas
9.824.194.400
2.958.480.000 30 17.138.371.500 17 26.830.702.210 11
Sumber : Seknas FITRA
Analisis Pertentangan Peraturan Perundang-undangan.
Isi PP ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di berbagai
daerah tentang pengelolaan anggaran. Tunjangan komunikasi intensif
dan dana operasional per Januari 2006 tidak dapat dibenarkan untuk
dibayarkan melalui APBD Perubahan 2006 karena tidak sesuai dengan
amanat Pasal 183 Ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dan Pasal 80 Ayat (1) UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat-Daerah. Pasal-pasal itu menyatakan perubahan APBD
ditetapkan paling lambat 3 bulan sebelum tahun anggaran berakhir atau
paling lambat 31 September. Padahal PP ini baru ditetapkan pada tanggal
14 November 2006. Selain itu, APBD 2007 juga tidak bisa mengalokasikantunjangan ini untuk dibayarkan mulai Januari 2006 karena bertentangan
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
23/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 9
Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD
dengan Pasal 4 UU No. 17 Tahun 2003; Pasal 179 UU No. 32 Tahun 2004;
Pasal 68 UU No. 33 Tahun 2004; Pasal 11 UU No. 1 Tahun 2004. Tahun
anggaran dalam APBD adalah 1 tahun anggaran mulai 1 Januari sampai
dengan 31 Desember. Ini berarti APBD 2007 tidak bisa mengalokasikan
pembayaran tunjangan komunikasi dan dana operasional tahun 2006.
Menyusul terbitnya PP ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui
Surat Edaran (SE) No. 188.31/1121/BAKD tanggal 20 November 2006
tentang Penyampaian Salinan PP No. 37 Tahun 2006 secara terbuka
menganjurkan terjadinya pelanggaran UU. SE tersebut menyatakanbahwa daerah yang telah melakukan perubahan APBD namun belum
mengalokasikan tunjangan komunikasi insentif dan dana operasional
dapat membayarkan dana itu kepada anggota DPRD, sepanjang dananya
tersedia dalam kas daerah. Padahal, Pasal 192 Ayat (3) dan (4) UU No. 32
Tahun 2004 menyatakan;
Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran
belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak
tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD.
dan
Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, pimpinan DPRD, dan
pejabat daerah lainnya, dilarang melakukan pengeluaran
atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan lain dari
yang telah ditetapkan dalam APBD.
Dan Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU No. 1 Tahun 2004 menyatakan:Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi
Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan
pengeluaran daerah
dan
Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat
pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk
membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak
cukup tersedia.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
24/170
10 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
Menggalang Koalisi
Berdasarkan hasil analisis, FITRA mengundang LSM lain yang peduli isuanggaran dan anti korupsi untuk membahas persoalan PP No. 37 Tahun
2006. Dalam pertemuan ini, Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun
2006 sepakat untuk segera melakukan konferensi pers bersama dan
menggalang Koalisi LSM yang lebih luas. Koalisi menyepakati Seknas
FITRA sebagai sekretariat untuk mengorganisasikan advokasi. Seknas
FITRA menyebarluaskan hasil analisis dan tawaran untuk bergabung
dalam koalisi melalui mailing list.
Selain dari anggota FITRA di berbagai daerah, dukungan datang dari
sejumlah LSM yang bidang kerjanya tidak secara langsung berhubungan
dengan isu ini. Beberapa di antara LSM itu bergerak di wilayah isu
lingkungan hidup dan hak-hak perempuan. Secara keseluruhan, tidak
kurang dari 45 lembaga melakukan aksi bersama.
Aksi BersamaTekanan yang dilakukan bersama Koalisi Nasional untuk menolak
pemberlakuan PP No. 37 Tahun 2006 ini dilakukan di tingkat nasional dan
daerah. Aksi-aksi yang dilakukan mendapat respons positif dari media.
Konferensi Pers
Untuk menggalang opini dan dukungan publik, konferensi pers dilakukan
bukan hanya pada awal advokasi. Langkah ini juga diulang ketika Koalisi
Nasional merespons sikap pengambil kebijakan terutama Presiden
dan Departemen Dalam Negeri serta Asosiasi DPRD. Setiap kali aksi
demonstrasi maupun aksi simpatik dilakukan, konferensi pers juga
diselenggarakan. Media massa cetak dan elektronik memberikan respons
yang luas terhadap konferensi pers yang dilakukan Koalisi Nasional.
Anggota Koalisi Nasional, termasuk Seknas FITRA, kerap dimintai
komentar oleh media massa dan diundang untuk tampil dalam unjukwicara di televisi membahas persoalan ini.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
25/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 11
Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD
Penulisan Artikel
Penulisan artikel dilakukan untuk menyebarkan opini secara utuhmengenai sikap Koalisi Nasional. Di media nasional, artikel anggota
Koalisi Nasional yang dimuat di antaranya di Harian Kompas dengan judul
Menggali Kuburan Parlemen Daerah dan di Harian Seputar Indonesia
dengan judul Menanti Ke(Tidak)tegasan SBY.
Penggalangan Dukungan Tokoh Lintas Agama
Untuk menguatkan upaya advokasi, Koalisi Nasional menggalangdukungan dari tokoh keagamaan. Tokoh-tokoh yang dihubungi antara lain
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H Ahmad Bagja,
sebagai representasi organisasi massa Islam dan Romo Benny Susetyo
dari kalangan Katolik. Pertemuan Koalisi Nasional dengan tokoh agama
ini juga disertai jumpa pers dan mendapatkan liputan media.
Aksi Simpatik Penggalangan Tanda Tangan
Guna mendapat dukungan secara luas dari publik atas advokasi ini, Koalisi
Nasional melakukan penggalangan tanda tangan dari masyarakat secara
luas. Penggalangan tanda tangan dilakukan di tempat-tempat publik pada
hari-hari libur, terutama hari Minggu, di Kawasan Senayan. Tanda tangan
bukti dukungan terhadap upaya Koalisi Nasional ini dibubuhkan pada
kain spanduk sepanjang 50 meter yang kemudian digunakan pada saat
demonstrasi.
Aksi Demonstrasi
Aksi demonstrasi tidak hanya dilakukan di Jakarta sebagai Ibu Kota
namun juga di berbagai daerah dengan tuntutan yang sama, yakni
menolak pemberlakuan PP No. 37 Tahun 2006. Di Jakarta, aksi dilakukan
ke Istana Negara, Departemen Dalam Negeri, dan Mahkamah Agung. Aksi
diikuti oleh elemen Koalisi Nasional dan beberapa simpatisan dari elemen
mahasiswa.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
26/170
12 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
Somasi Kepada Presiden
Sebagai pihak yang menandatangani PP No. 37 Tahun 2006, Presidenmenjadi target advokasi. Pada tanggal 12 Januari 2007 Koalisi
Nasional melayangkan Somasi kepada Presiden Republik Indonesia
untuk membatalkan atau mencabut PP No. 37 Tahun 2006. Sebelum
menandatangani PP, Presiden seharusnya melihat implikasi pemberlakuan
PP ini. Aksi-aksi dan somasi yang dilakukan Koalisi Nasional mendapatkan
respons dari Presiden. Presiden segera menggelar rapat Kabinet terbatas
yang melibatkan Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, dan
Menteri Keuangan serta membentuk Tim untuk melakukan kajian
terhadap PP ini.
Uji Materi
Uji materi menjadi langkah terakhir yang ditempuh oleh Koalisi Nasional.
Dari awal, Koalisi Nasional menempuh jalur advokasi non-litigasi dan
menghindari litigasi. Advokasi litigasi memakan proses yang panjang
dan tertutup pada tahap uji materi ke Mahkamah Agung. Pendaftaran uji
materi ke Mahkamah Agung (MA) terhadap PP pengganti PP No. 37 Tahun
2006 yakni PP No. 21 Tahun 2007 sebagai perubahan keempat dilakukan
pada 18 Juni 2007. Pendaftaran berkas itu dicatat dengan nomor register
perkara 11 P/HUM/2007 tanggal 4 Juli 2007. Advokasi litigasi ini
sebenarnya merupakan langkah untuk memperkuat tekanan advokasi
non-litigasi agar DPRD mau mengembalikan Tunjangan Komunikasi yang
terlanjur dikucurkan oleh daerah. Untuk mendaftarkan perkara, masing-masing anggota Koalisi Nasional memberikan kontribusi dana.
CAPAIAN
Lahirnya gerakan yang dipelopori Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun
2006 turut membangun kesadaran publik terhadap penggunaan anggaranyang bertanggung jawab. Untuk internal koalisi, Koalisi Nasional berhasil
menyatukan berbagai gerakan dan bahkan memberikan kontribusi dana
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
27/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 13
Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD
dan sumber daya untuk melakukan advokasi bersama tanpa dibiayai oleh
lembaga penyandang dana.
PP No. 37 Tahun 2006 pada akhirnya direvisi menjadi PP No. 21 Tahun
2007 yang merupakan perubahan keempat mengenai Kedudukan
Keuangan dan Protokoler DPRD. Somasi dan aksi-aksi yang dilakukan
Koalisi Nasional direspons Presiden dengan menggelar Rapat Kabinet
terbatas yang melibatkan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan
HAM, serta Menteri Keuangan. Semula rapat ini hanya menghasilkan
himbauan kepada DPRD untuk tidak mengambil tambahan penghasilan.Namun, akhirnya Presiden membentuk tim untuk melakukan kajian
terhadap PP ini.
Pada tanggal 16 Maret tahun 2007, Presiden menandatangani perubahan
keempat PP Kedudukan Keuangan dan Protokoler DPRD. PP perubahan ini
menganulir pemberian tunjangan komunikasi dan dana operasional yang
berlaku surut serta menetapkan pengkategorian pemberian tunjangan
berdasarkan kemampuan keuangan daerah. Lebih dari itu, anggota DPRD
juga diwajibkan mengembalikan tunjangan komunikasi intensif dan dana
operasional yang sudah diterima. Pengembalian itu dilakukan melalui
pemotongan gaji bulanan atau dengan cara mengangsur sampai dengan
satu bulan sebelum berakhirnya masa jabatan DPRD.
Gerakan ini akhirnya mampu menyelamatkan uang negara sekitar Rp
1,4 triliun dari kemungkinan pemborosan yang disebabkan oleh PP
No. 37 Tahun 2006. Selain itu, terjadi pergantian pejabat di lingkunganDepartemen Dalam Negeri, yakni Dirjen Bina Adminsitrasi Keuangan
Daerah dan Direktur Keuangan Daerah yang bertanggung jawab atas
pengaturan pengelolaan keuangan daerah dan lahirnya PP No. 37 Tahun
2006.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
28/170
14 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
Tabel 1.4. PP No. 37 Tahun 2006 vs PP No. 21 Tahun 2007
PP No. 37 Tahun 2006 PP No. 21 Tahun 2007
Besaran Tunjangan
Komunikasi 3 kali Uang
Representasi
Tunjangan Komunikasi disesuaikan
Kemampuan Keuangan Daerah
(KKD):
KKD Tinggi : 3 kali Representasi
KKD Sedang : 2 kali Representasi
KKD Rendah : 1 kali Representasi
Besaran Penunjang
Operasional Pimpinan 6 kaliUang Representasi
Disesuaikan kemampuan keuangan
daerah; Tinggi, Sedang dan Rendah
Berlaku surut mulai Januari
2006
Tidak berlaku surut, dan anggota
DPRD harus mengembalikan
tunjangan yang terlanjur diterima
paling lambat sebelum berakhir
masa jabatan.
TANTANGAN
Selain mendapat dukungan, gerakan Koalisi Nasional Tolak PP No. 37
Tahun 2006 juga mendapat tantangan dari beberapa pihak. Departemen
Dalam Negeri dan Asosiasi DPRD adalah pihak yang paling resisten.
Asosiasi DPRD bahkan mendatangkan para anggota DPRD dari seluruh
Indonesia untuk melakukan aksi ke DPR untuk melakukan dengar
pendapat dengan Ketua DPR. Aksi ini tidak direspons secara memadai
oleh DPR. Pimpinan DPR dan partai-partai politik tampaknya tidak berani
menentang gelombang protes masyarakat.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
29/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 15
Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD
Di tataran internal, Koalisi Nasional juga menghadapi sikap anggota yang
selalu ingin tampil di publik melalui media. Namun koalisi membangun
kesepakatan internal untuk tidak menunjuk koordinator dan juru bicara
koalisi. Setiap anggota Koalisi Nasional dipersilakan untuk berbicara di
media sepanjang sesuai dengan garis advokasi yang dilakukan oleh Koalisi
Nasional.
Advokasi yang dilakukan oleh Koalisi Nasional bisa dikatakan belum
sepenuhnya berhasil. Faktanya, PP No. 37 Tahun 2006 tidak dicabut dan
hanya diubah pasal-pasalnya. Pemerintah mengambil jalan tengah denganmelakukan perubahan keempat terhadap PP yang mengatur keuangan
DPRD ini. Tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional pimpinan
pada akhirnya tetap diberikan sebagai tambahan penghasilan DPRD.
Hanya saja besaran komunikasi intensif dan dana operasional pimpinan
disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan tidak lagi berlaku
surut. PP hasil perubahan ini juga tidak tegas mengharuskan anggota DPRD
mengembalikan tunjangan yang telah diterimanya sesegera mungkin
dengan batas waktu sampai dengan berakhirnya masa jabatan mereka.
Padahal, jika alokasi tunjangan yang diberikan segera dikembalikan, dana
tersebut dapat dipergunakan untuk belanja yang lebih bermanfaat bagi
publik.
Oleh karena itu, Koalisi Nasional mengakhiri aksinya dengan tetap
mendaftarkan uji materi terhadap PP No. 21 Tahun 2007 ke Mahkamah
Agung yang berakhir dengan penolakan MA pada Bulan Februari 2010.Berdasarkan analisis Seknas FITRA terhadap laporan hasil pemeriksaan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2008, masih terdapat 158
daerah dengan total Rp 213 miliar yang belum mengembalikan tunjangan
yang terlanjur diberikan ini.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
30/170
16 | Di Mana Uang Kami?
Tiada Kata Cukup?
PELAJARAN
Munculnya kasus PP No. 37 Tahun 2006 merupakan ekses dari penerapan
otonomi daerah khususnya pengaturan keuangan DPRD yang belum
memiliki desain komprehensif. Perubahan terus-menerus terhadap
Peraturan Pemerintah yang mengatur Keuangan DPRD menunjukan
tidak adanya desain peraturan yang komprehensif. Pemerintah juga
harus belajar bahwa menyamaratakan peraturan dan perlakuan atas 434
Kabupaten/Kota yang memiliki keragaman dan kesenjangan adalah tidak
mungkin.
Dari dalam Koalisi Nasional dipetik pelajaran bahwa dalam membangun
koalisi yang solid penting untuk mencegah dominasi peran dalam koalisi.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pembagian peran dan tidak
mengklaim hasil yang diraih sebagai hasil satu anggota koalisi. Tanpa
koordinator, Koalisi Nasional dapat berjalan dan menggalang dukungan
besar dari anggotanya.
Advokasi juga memerlukan pengaturan stamina dan ritme pembentukan
opini serta penentuan saat yang tepat untuk melakukan aksi. Lahirnya
gerakan Koalisi Nasional Tolak PP No. 37 Tahun 2006 tidak terlepas dari
isu yang sangat jelas dan menyangkut kepentingan orang banyak. Isu lain
seputar anggaran seperti kebijakan alokasi pendidikan dan kesehatan
saat ini belum mampu meraih dukungan yang luas.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
31/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 17
Catatan Advokasi Perubahan PP tentang Tambahan Penghasilan Anggota DPRD
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
32/170
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
33/170
RINGKASAN
Setidaknya hingga tahun 2009, kebutuhan biaya operasional sekolah di
Kota Malang hanya mengandalkan alokasi dari pemerintah pusat. Anggaran
Kota Malang, dengan alasan keterbatasan, belum mengalokasikan
anggaran untuk Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Melihat
kondisi tersebut, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Malang
dan Aliansi BOSDA berhasil mendorong adanya BOSDA di Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Malang Tahun 2010 sebesar
Rp 9.944.700.000,00 untuk SD dan SMP. Selain BOSDA, PATTIRO Malang
dan Aliansi BOSDA juga berhasil mendorong peningkatan belanja publik
pada Dinas Pendidikan di APBD Kota Malang Tahun 2010 hingga mendekati
angka 10% total APBD (sesuai Perda Kota Malang No. 13 Tahun 2009).
Anggaran belanja publik Dinas Pendidikan yang direncanakan hanya
sebesar Rp 51 miliar berubah menjadi Rp 79 miliar. Selain itu, mulai tahun
anggaran 2010 Dinas Pendidikan Kota Malang mengalokasian anggaranuntuk pembinaan komite sekolah dan pengembangan Dewan Pendidikan
Kota Malang (DPKM). Dua elemen penting dalam penyelenggaraan
pendidikan itu masing-masing mendapatkan Rp 100 juta.
oleh:
Fitria Muslih dan Asiswanto Darsono
Meraih Hak atas PendidikanMelalui BOSDA
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan
di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
34/170
20 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
PROFIL LEMBAGA
Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Malang didirikan
pada tahun 2000 dengan dukungan PATTIRO Jakarta melalui program
penelitian dan advokasi pemberdayaan partisipasi masyarakat. PATTIRO
Malang hadir sebagai lembaga independen yang mendorong terwujudnya
tata pemerintahan yang baik melalui penciptaan masyarakat kritis dan
penguatan partisipasi warga.
PATTIRO Malang memiliki visi mewujudkan masyarakat yang menyadari
hak dan kewajiban bernegara menuju tatanan yang berkeadilan. Dengan
visi itu, PATTIRO Malang mengemban misi: 1) Melakukan pendidikan
kritis, penguatan dan pendampingan kepada masyarakat warga; 2)
Menyediakan berbagai perangkat lunak dan informasi untuk penguatan
masyarakat warga; 3) Melakukan penelitian-penelitian yang berkaitan
dengan kebijakan publik dan pelayanan dasar bagi masyarakat di Kota
Malang; 4) Melakukan kajian dan pengembangan model-model tata
pemerintahan Kota Malang yang partisipatif dan akuntabel; 5) Mendorong
munculnya kebijakan nasional yang memberikan iklim bagi pelibatan
aktif masyarakat dalam tata pemerintahan Kota Malang.
Dengan dukungan PATTIRO Jakarta dan lembaga lainnya, PATTIRO
Malang berhasil melaksanakan berbagai program, yaitu: 1) Penguatan
partisipasi masyarakat warga dalam proses-proses pembuatan
kebijakan publik daerah; 2) Peningkatan partisipasi perempuan KotaMalang dalam kebijakan publik berperspektif gender; 3) Penelitian
tentang inisiasi mekanisme komplain yang berperspektif gender; 4)
Penelitian tentang model legislasi daerah yang partisipatif; 5) Menakar
keberpihakan kandidat Bupati Blitar yang memihak kepada rakyat; 6)
Program penguatan inisiatif penyusunan RAPBS (Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Sekolah) dalam peningkatan kualitas pelayanan
dasar pendidikan bagi warga miskin; 7) Lokakarya penyusunan draft
Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pelayanan Publik Kota Malang;
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
35/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 21
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur
8) Pengembangan mekanisme komplain terhadap pelayanan publik
berbasis partisipasi publik di daerah; 9) Program advokasi APBD sektor
ekonomi lokal di Kabupaten Malang; 10) Program Dewan Anggaran Kota/
Daerah di Kota Blitar; serta 11) Program asistensi pembentukan Lembaga
Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
ANALISIS SITUASI
Seperti daerah-daerah lain, Pemerintah Kota Malang memberi prioritas
yang tinggi pada pembangunan isik dan hiburan, seperti mal, gedung
olah raga, dan stadion sepak bola. Peningkatan kualitas pendidikan tidak
mendapatkan perlakuan anggaran sebagaimana pembangunan isik dan
hiburan itu. Belanja publik dalam APBD Kota Malang Tahun 2010 belum
sesuai Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2009 yang menyatakan besaran
belanja publik pendidikan sekurang-kurangnya 10% total APBD.
Isu ini meluas setelah Tim PATTIRO Malang melakukan pengkajian
kebutuhan ke sekolah-sekolah (terutama SMP) yang dimulai pada
Februari 2009. Semua sekolah yang dikunjungi mengatakan bahwa
BOS dari Pemerintah Pusat sangat kurang untuk bisa memenuhi biaya
operasional sekolah standar, sementara di sisi lain, Pemerintah gencar
mengkampanyekan pendidikan gratis. Kurangnya dana operasional
dapat menghambat terwujudnya pengelolaan sekolah yang akuntabel,
transparan, partisipatif, dan pro rakyat miskin.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengkajian kebutuhan dan beberapa
kali diskusi terfokus dengan para pemangku kepentingan (Kepala
Sekolah, Komite Sekolah, orang tua siswa, Dinas Pendidikan, LSM, dan
akademisi), muncul tuntutan adanya alokasi anggaran dari APBD Kota
Malang untuk membantu biaya operasional pendidikan. Biaya operasional
tersebut kemudian disebut dengan BOSDA, dengan tujuan untuk menutup
kekurangan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Pusat.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
36/170
22 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
Jumlah dana BOS dari pemerintah pusat ditetapkan berdasarkan jumlah
siswa di masing-masing kabupaten/kota yang berdasarkan data dari
masing-masing sekolah tingkat SD dan SMP. Jumlah dana BOS per siswa SD/
MI sekitar Rp 33.300,00 per bulan, dan BOS per siswa SMP Rp 47.900,00
per bulan. Perhitungan Tim Aliansi BOSDA yang dibantu beberapa pakar
dari DBE USAID menghasilkan angka kebutuhan ideal dengan metode
perhitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) sebagaimana
dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.1. Penghitungan BOSDA Kota Malang(dalam Rupiah)
Jenjang
sekolah
Jumlah
Siswa
(orang)
BOSPBOS
Pusat
Kekurangan
biaya
operasional
sekolah
Kebutuhan
BOSDA/
bulan
Kebutuhan
BOSDA/
tahun
SD/MI 85.638 52.548,96 33.333,33 19.215,63 1. 645.588.121,94 19.747.057.463, 28
SMP/
MTs39.547 136.197,97 47.916,67 88.281,30 3. 491.260.571,10 41.895.126.853, 20
TOTAL DANA 5. 136.848.693,04 61.642.184.316, 48
Sumber : Hasil kajian Aliansi BOSDA
Tabel tersebut menunjukkan bahwa besaran kebutuhan BOSP per siswa
SD/MI mencapai Rp 52.500,00 per bulan dan kebutuhan BOSP per siswa
SMP/MTs mencapai Rp 136.200,00 per bulan. Dengan demikian, jika
mengacu pada anggaran BOS yang disediakan Pemerintah Pusat yang
hanya Rp 33.300,00 per siswa SD/MI per bulan dan Rp 47.900,00 per
siswa SMP/MTs per bulan, maka anggaran BOSP mengalami deisit Rp
19.200,00 untuk siswa SD/MI dan Rp 88.300,00 untuk siswa SMP/MTs.
Jika dikalikan dengan total jumlah siswa SD/MI di Kota Malang yang
mencapai 85.638 orang dan total jumlah siswa SMP/MTs yang mencapai
39.547 orang, maka deisit BOSP yang akan dibebankan pada APBD
mencapai Rp 61.642.184.316,00 per tahun.
Advokasi BOSDA
Ketika Tim PATTIRO Malang melakukan kajian kebutuhan ke sekolah-sekolah (SMP) yang dimulai sejak Bulan Februari 2009, semula tim
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
37/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 23
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur
hanya berbagi gagasan dan menggali informasi tentang praktik-praktik
akuntabilitas di sekolah. Akan tetapi, hal ini berkembang pada ekslorasi
masalah pendanaan sekolah di mana hampir semua sekolah yang
dikunjungi mengatakan bahwa BOS dari Pemerintah Pusat sangat kurang
untuk bisa memenuhi biaya operasional sekolah standar, sedangkan di sisi
lain, pemerintah gencarmengkampanyekan pendidikan gratis. Kurangnya
dana operasional (standar) berpotensi menghambat terwujudnya
pengelolaan sekolah yang akuntabel, transparan, partisipatif, dan pro-
poor.
Tuntutan perlunya BOSDA menguat dalam setiap kegiatan diskusi
(FGD) yang diselenggarakan PATTIRO. Diskusi mencakup beberapa
tahap meliputi FGD I yang melibatkan para Komite Sekolah, FGD II yang
melibatkan para Kepala Sekolah, dan FGD III yang melibatkan perwakilan
orang tua siswa. Proses ini dilanjutkan dengan FGD IV, sekitar Bulan Mei
2009, yang melibatkan multipihak (Kepala Sekolah, Komite Sekolah,
orang tua siswa, Dinas Pendidikan, LSM, dan akademisi) dan menambah
kebulatan tekad untuk bersama-sama mendorong BOSDA.
Pasca FGD multipihak, Tim PATTIRO Malang mulai menjalin komunikasi
media, sehingga isu BOSDA menggelinding bak bola salju. Selain itu, tim
melakukan pendekatan-pendekatan pada semua elemen pendidikan,
antara lain Dinas Pendidikan Kota Malang, Dewan Pendidikan Kota
Malang (DPKM), Forum Komunikasi Komite Sekolah (FKKS), Musyawarah
Kerja Kepala Sekolah (MKKS), tokoh pendidikan, dan LSM.
Kemudian Tim PATTIRO Malang melanjutkan roadshow ke elemen
pendidikan lain, DPKM, para komite sekolah maupun FKKS, para kepala
sekolah maupun MKKS serta beberapa tokoh pendidikan dan LSM. Salah
satu tokoh pendidikan yang didekati Tim PATTIRO Malang adalah Bapak
Kamilun Muhtadin, mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang,
yang masih cukup mendapatkan respek dari segenap elemen pendidikan
di Malang Raya (Kota Batu, Kota Malang, Kabupaten Malang). Dengan
para pemangku kepentingan ini, PATTIRO Malang sudah menemukan
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
38/170
24 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
kesamaan persepsi bahwa BOSDA merupakan kebutuhan mendasar
yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah. Namun demikian, melihat
kondisi yang ada, beberapa pihak merasa pesimis pemerintah daerah
dapat mewujudkan harapan tersebut.
Pesimisme ini akhirnya mendorong Tim PATTIRO Malang mengambil jalan
alternatif untuk bergerak di luar eksekutif. Hal inilah yang menimbulkan
semangat baru untuk terus mendorong terwujudnya BOSDA Kota Malang.
Setelah melalui kajian sederhana, dihasilkan kesimpulan bahwa peluang
untuk mendorong BOSDA masih terbuka lebar yaitu melalui legislatifyang separuh lebih anggotanya merupakan anggota baru, dengan harapan
idealisme mereka dapat diaplikasikan pada semangat untuk mendorong
dan memperjuangkan program-program yang pro rakyat.
Dalam rentang Bulan Mei sampai dengan Oktober 2009, PATTIRO Malang
secara terus-menerus menjaga liputan isu BOSDA di media. Di waktu yang
relatif bersamaan, PATTIRO Malang melakukan pendekatan ke anggota
DPRD potensial yang terpilih pada periode 2009-2014 secara personal,
baik di rumah maupun di kantor, terutama kepada mereka yang diprediksi
menduduki jabatan pimpinan DPRD (antara lain Ahmadi dari Fraksi
PKS, Arif Darmawan dari Fraksi Demokrat, H. Abdurrahman dari PKB,
dan Priyatmoko dari PDIP). Setelah anggota DPRD dilantik tapi struktur
kelengkapan DPRD belum terbentuk, PATTIRO Malang melakukan
pendekatan ke semua fraksi DPRD Kota Malang.
Di samping itu, PATTIRO Malang berupaya memfasilitasi pembentukan
jaringan organisasi pengusung BOSDA dari berbagai kalangan yang ada
di Kota Malang, seperti Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM), Forum
Komunikasi Komite Sekolah (FKKS), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah
(MKKS), LSM, Lembaga Pendidikan Maarif NU, Majelis Dikdasmen
Muhammadiyah, akademisi, dan tokoh masyarakat. Jaringan ini kemudian
mendeklarasikan diri dengan nama Aliansi BOSDA.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
39/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 25
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur
Upaya lain yang dilakukan, PATTIRO Malang menjalin komunikasi
dengan media yang diharapkan mempunyai pengaruh sangat signiikan
untuk menjadikan isu BOSDA sebagai bahan diskusi terbuka. Elemen
Aliansi BOSDA secara bergantian berkomentar (saling menanggapi) di
media tentang pentingnya BOSDA. Selain dalam bentuk berita, beberapa
artikel tentang BOSDA ditulis untuk memperkuat opini publik. Hingga
pertengahan perjalanan, pihak eksekutif belum menunjukkan itikad
dan komitmen atas pentingnya BOSDA. Hal ini membuat Tim PATTIRO
Malang dan Aliansi BOSDA harus bekerja lebih keras dan mengambil
langkah strategis untuk menguatkan advokasi BOSDA. Lobi-lobi denganpengambil kebijakan di eksekutif dan dengar pendapat dengan anggota
legislatif diupayakan lebih kencang. Respon positif mulai muncul dari
anggota legislatif; di beberapa forum formal dan informal mereka mulai
menyuarakan pentingnya BOSDA.
Seiring berjalannya waktu, melalui proses panjang dan berliku,
akhirnya upaya advokasi berhasil mendorong adanya anggaran Bantuan
Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) pada APBD Kota Malang Tahun
2010 sebesar Rp 9.944.700.000,00. Anggaran ini dialokasikan bagi
seluruh SD dan SMP yang ada di Kota Malang. Selain BOSDA, PATTIRO
Malang dan Aliansi BOSDA juga berhasil mendorong adanya peningkatan
belanja publik pada Dinas Pendidikan Kota Malang hingga mendekati
angka 10% total APBD. Dengan adanya perubahan kebijakan tersebut,
total anggaran belanja publik Dinas Pendidikan Kota Malang yang pada
awalnya direncanakan hanya sebesar Rp 51 miliar berubah menjadiRp 79 miliar. Selain itu, mulai tahun anggaran 2010 Dinas Pendidikan
Kota Malang mengalokasian anggaran untuk pembinaan komite sekolah
dan pengembangan Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM). Dua
elemen penting dalam penyelenggaraan pendidikan itu masing-masing
mendapatkan Rp 100 juta.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
40/170
26 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
Hasil tersebut tentu saja belum sesuai dengan harapan yang diinginkan
oleh PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA. Namun demikian PATTIRO
Malang dan Aliansi BOSDA menganggap apresiasi eksekutif dan legislatif
terhadap isu BOSDA tersebut merupakan langkah awal yang baik bagi
terciptanya pendidikan yang berkualitas dan terjangkau masyarakat,
serta demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik.
METODOLOGI
Satu hal yang penting dari proses advokasi yang efektif adalah adanya
target yang teridentiikasi secara tepat dan strategi yang digunakan untuk
menjawab setiap permasalahan.Prioritas kampanye advokasi ditetapkan
dengan mengidentiikasi target/sasaran dalam urutan yang tepat. Setiap
aksi yang berkelanjutan harus dibangun berdasarkan pencapaian yang
sudah diraih atau hal yang telah dikuasai.
Dalam melakukan advokasi anggaran BOSDA ini, PATTIRO Malang
melakukan beberapa tahapan dan strategi advokasi, yaitu:
a. Identiikasi Isu
Identiikasi isu merupakan langkah awal dalam proses advokasi,
hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menggali isu-isu yang
berkembang dan mencari isu yang paling strategis serta menyentuh
kebutuhan utama masyarakat. Identiikasi isu dilakukan denganpengumpulan data, melakukan kajian terhadap data-data yang
terkumpul, melakukan wawancara terhadap pihak-pihak terkait,
FGD, dan diseminasi. Setelah melewati proses panjang, akhirnya
para pihak menyepakati bahwa isu yang paling aktual dalam
bidang pendidikan yaitu terkait dengan pembiayaan operasional
sekolah, terutama terkait dengan bantuan operasional sekolah
yang dialokasikan oleh pemerintah daerah (BOSDA).
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
41/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 27
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur
Namun demikian, proses identiikasi isu tidak selamanya tanpa
hambatan. Hambatan yang terutama adalah sulitnya akses data di
Dinas Pendidikan Kota Malang maupun ketidaksiapan pengambil
kebijakan dalam memberikan informasi.
b. Pengorganisasian masyarakat
Pengorganisasian masyarakat merupakan bagian awal yang
penting dalam setiap proses advokasi. Hal ini terutama karena isu
yang diangkat merupakan permasalahan yang dirasakan bersama.
Oleh karenanya kebersamaan merupakan salah satu item yangharus terus diperkuat. Pengorganisasian ini bertujuan untuk
menguatkan ikatan jaringan, juga dalam rangka memperjelas
pembagian kerja advokasi secara lebih terarah dan efektif.
Untuk memperkuat ikatan dan komitmen, pengorganisasian
masyarakat dilakukan secara paralel dengan kegiatan identiikasi
isu. Hasilnya, tentu saja dirasakan sangat efektif; kesadaran
kritis antar elemen terbangun bersamaan dengan kristalisasi
isu bersama. Namun demikian, dalam setiap proses selalu
saja ada sisi lemah. Salah satu kelemahan proses ini adalah
perbedaan pengalaman antar elemen gerakan yang berpengaruh
pada persepsi yang dibangun. Walau sering menjadi kendala,
perbedaan persepsi dapat diatasi dengan jalinan komunikasi yang
intensif dan mengembalikan setiap perbedaan pada substansi
utama, yaitu isu bersama.
c. Pengembangan kapasitas jaringan
Dalam rangka memperkuat kapasitas jaringan, PATTIRO Malang
memfasilitasi proses peningkatan kemampuan membaca dan
menganalisis anggaran pendidikan bagi anggota jaringan.
Kegiatan membaca dan menganalisis anggaran dilakukan dengan
paparan, penjelasan, diskusi, dan simulasi yang dipandu oleh
beberapa anggota Tim PATTIRO Malang yang menguasai tentang
anggaran pemerintah daerah. Hal ini dilakukan dalam rangka
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
42/170
28 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
memperkuat kapasitas anggota Aliansi BOSDA dalam memahami
proses penyusunan anggaran, alur anggaran, keragaan dan teknis
anggaran, serta kebijakan anggaran dalam pembangunan. Agar
pembahasan anggaran ini lebih fokus, PATTIRO Malang berinisiatif
untuk melakukan penghitungan BOSP Kota Malang untuk tingkat
SD/MI dan SMP/MTs secara serial dengan melibatkan perwakilan
Kepala Sekolah dan Komite Sekolah. Penghitungan BOSP tersebut
dilaksanakan secara berpindah-pindah tempat baik di Kantor
PATTIRO Malang, sekretariat bersama DPKM-FKKS-MKKS, di
sekolah maupun di tempat lainnya sesuai kesepakatan.
Dengan latar belakang anggota jaringan yang beragam dan tidak
terbiasa mengkaji anggaran daerah, maka tak jarang dibutuhkan
waktu yang panjang dalam setiap sesi pengkajiannya. Namun
demikian, secara umum proses pengembangan kapasitas jaringan
terutama terkait pendalaman materi anggaran relatif berjalan
baik.
d. Menganalisis anggaran BOSP
Analisis anggaran dilakukan secara khusus dimaksudkan untuk
memperkuat argumentasi dan memperluas pilihan-pilihan
solusi dalam proses advokasi. Yang menjadi objek analisis
anggaran adalah penghitungan mengenai kebutuhan operasional
sekolah atau Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).
Agar penghitungan BOSP Kota Malang untuk tingkat SD/MIdan SMP/MTs memiliki validitas yang baik, maka perwakilan
Kepala Sekolah dan Komite Sekolah dilibatkan secara aktif dalam
kegiatan ini.
e. Lobi dan dengar pendapat
Melakukan lobi-lobi dan dengar pendapat dengan pengambil
kebijakan merupakan bagian strategi penting advokasi, karena
pada kesempatan inilah tim advokasi dapat mendiskusikan secara
langsung gagasan-gagasan tentang pentingnya BOSDA. Lobi
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
43/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 29
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur
dilakukan dengan pendekatan personal dan kelembagaan baik
dalam bentuk formal maupun informal. Selain dilakukan langsung
secara personal dan kelembagaan, lobi juga memanfaatkan
momen strategis, seperti forum-forum diskusi dan lokakarya.
f. Diskusi Publik/Lokakarya
Untuk mendapatkan dukungan yang luas dan dalam rangka
membentuk dan memperkuat opini publik, PATTIRO Malang dan
Aliansi BOSDA menggelar lokakarya. Lokakarya ini merupakan
tindak lanjut proses kajian penghitungan BOSP SD/MI-SMP/MTsKota Malang. Para pihak yang hadir pada lokakarya yaitu, 1 orang
pimpinan dan 12 anggota DPRD Kota Malang dari semua fraksi
(dari total 45 anggota), Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM),
Dinas Pendidikan Kota Malang, kepala sekolah, komite sekolah,
LSM, Lembaga Pendidikan Maarif NU, Majelis Dikdasmen
Muhammadiyah, dan tokoh pendidikan.
Sesi pengantar lokakarya diisi oleh Mulyono, Manajer BOS/
Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kota Malang, dan Nur Hidayat
yang menjabat sebagai anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa
Timur. Dengan posisi jabatan dan kemampuan narasumber dalam
menjelaskan materi BOS, hal ini secara langsung berkontribusi
dalam membangun kerangka pikirdan komitmen anggota DPRD
serta audiens lain yang berpartisipasi dalam acara tersebut.
g. Kampanye Media Massa
Banyak pihak mengatakan, barangsiapa ingin merubah dunia,
maka kuasailah komunikasi. Teori ini disadari betul oleh Tim
PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA , bahwa untuk mendorong
suksesnya advokasi kebijakan, maka wajib hukumnya melibatkan
media massa. Media massa dilibatkan baik sebagai mitra
dalam membahas substansi dan strategi advokasi maupun
sebagai amunisi dalam mensosialisasikan dan sekaligus
mengkampanyekan pentingnya BOSDA dalam pendidikan di Kota
Malang.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
44/170
30 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
Pasca FGD multipihak, Tim PATTIRO Malang dan Aliansi
BOSDA mulai menjalin komunikasi media. Karena upaya ini, isu
BOSDA menggelinding bak bola salju, baik dalam bentuk berita
maupun opini. Tim PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA sadar
betul, untuk mendukung kerja-kerja ini, komunikasi dan kerja
sama yang efektif dengan media massa mempunyai pengaruh
sangat signiikan untuk menjadikan isu BOSDA sebagai bahan
diskusi terbuka. Elemen gerakan tersebut secara bergantian
berkomentar (saling menanggapi) di media tentang pentingnya
BOSDA. Hal ini tentu saja menunjukkan kepada para pihak, bahwaBOSDA merupakan isu strategis yang sekaligus merupakan
kebutuhan yang mendesak untuk direalisasikan di Kota Malang.
Kesulitan yang dihadapi dalam kampanye media massa adalah
kontrol terkait pemberitaan tidak bisa dilakukan. Padahal tak
selamanya pemberitaan dan opini cocok dengan strategi yang
sedang dijalankan. Namun demikian, kondisi tersebut tidak
sampai merusak proses advokasi secara signiikan.
h. Pemantauan dan evaluasi
Pemantauan dan evaluasi dilakukan sepanjang proses advokasi,
mulai dari kondisi internal PATTIRO Malang, tim advokasi
(Aliansi BOSDA), media massa, hingga peta kondisi yang ada di
pihak eksekutif dan legislatif. Selain pemantauan dan evaluasi
terhadap kondisi aktor, juga menyangkut substansi advokasi,
baik ketika proses advokasi maupun kebijakan apa yang terjadipasca advokasi. Hasil pemantauan dan evaluasi mengenai aktor
dan substansi ketika advokasi berlangsung menjadi bahan
yang sangat berguna dalam menunjang keberhasilan advokasi.
Sedangkan pemantauan dan evaluasi pasca advokasi menjadi
bahan untuk penyusunan kebijakan berikutnya, terutama terkait
dengan alokasi dan implementasi APBD tahun berikutnya.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
45/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 31
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur
KENDALA ADVOKASI
Secara umum, kendala yang dihadapi dalam advokasi anggaran BOSDAKota
Malang adalah:
a. Kendala SDM
Anggota Tim PATTIRO Malang maupun dalam Tim Aliansi
BOSDA memiliki kapasitas pemahaman yang tidak merata
baik dalam substansi maupun dalam teknis advokasi. Kondisi
ini membutuhkan pendalaman memadai untuk menyamakan
pemahaman terkait isu yang diusung dan teknik-teknikmemperjuangkan isu tersebut. Isu pendidikan merupakan
wacana umum yang selalu hangat dalam setiap perbincangan dan
sangat dekat dengan masyarakat. Namun ketika menyangkut hal
yang spesiik menyangkut biaya operasional sekolah, pemahaman
orang berbeda-beda. Begitu pula mengenai cara menyuarakan
dan memperjuangkan perubahan sebuah isu, setiap anggota tim
memiliki persepsi yang berbeda-beda.
b. Kendala Metodologi
Dalam proses advokasi, salah satu prasyarat yang harus dipenuhi
ialah metodologi. Metodologi yang akan digunakan biasanya
tergantung pelaksana, isu yang diangkat, kondisi sosial politik
yang berkembang, serta pihak-pihak yang dihadapi. Dalam
advokasi BOSDA, sejak awal Tim PATTIRO Malang telah membahas
dan mendiskusikan dengan Aliansi BOSDA tentang rencana,tahapan, serta metodologi yang akan digunakan. Sementara
dalam isu-isu lainnya mulai ada titik temu, ketika menyangkut
metodologi, pendapat tim mulai terpecah. Pada titik inilah terjadi
perdebatan dan perbedaan persepsi antar anggota tim mengenai
metode yang harus digunakan dalam setiap proses yang diukur
dari isu, sumber daya, kemudahan implementasi, dan peluang
keberhasilannya.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
46/170
32 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
c. Kendala Kelembagaan
Disepakatinya pembentukan Aliansi BOSDA merupakan solusi
demi lancarnya proses advokasi. Namun demikian, proses ini
bukan tanpa hambatan. Bergabungnya berbagai organisasi
dan individu dalam sebuah wadah aliansi membawa beberapa
persoalan lain, di antaranya: 1) benturan waktu antara aktivitas
organisasi dengan kerja-kerja aliansi; 2) kurangnya komitmen
sebagian anggota aliansi dalam melaksanakan tugas-tugas yang
disepakati; dan 3) proses advokasi yang memakan waktu panjang
menimbulkan kelelahan bagi sebagian anggota aliansi.
SOLUSI ATAS KENDALA
Untuk menjawab kendala-kendala di atas, ada beberapa hal yang dilakukan
oleh Tim PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA, yaitu:
a. Diskusi dan kajian
Dalam menghadapi kendala lemahnya sebagian SDM anggota
aliansi dan kendala metodologi, PATTIRO Malang dan Aliansi
BOSDA berupaya menyelenggarakan serangkaian diskusi dan
kajian baik yang menyangkut teknis advokasi maupun substansi
anggaran pendidikan. Proses diskusi dan kajian dilakukan
dengan pendekatan partisipatif baik dari sisi waktu, tempat,
materi, maupun penanggungjawabnya. Karenanya, diskusi dan
kajian berjalan dengan baik dan menghasilkan pemahaman dankesepahaman yang diinginkan.
b. Koordinasi dan konsolidasi
Untuk menjaga kekompakan dan mengeliminasi hambatan-
hambatan terkait kelembagaan, PATTIRO Malang dan Aliansi
BOSDA bersepakat untuk melakukan koordinasi secara rutin.
Koordinasi dilakukan baik dalam bentuk pertemuan dan rapat
yang diagendakan, maupun koordinasi secara informal.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
47/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 33
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur
CAPAIAN
Kegiatan advokasi peningkatan anggaran BOSDA oleh PATTIRO Malang
berhasil mendorong perubahan berikut:
Adanya Kebijakan Anggaran. PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA
berhasil mendorong munculnya anggaran untuk BOSDA pada APBD
Kota Malang Tahun 2010. Total alokasi BOSDA Kota Malang tahun
anggaran 2010 sejumlah Rp 9.944.700.000,00, dengan pembagian
untuk SD/MI sebesar Rp 5.140.980,00 dan untuk SMP/MTs sebesar Rp4.803.720.000,00 yang langsung diberikan melalui transfer ke rekening
sekolah. Sebenarnya angka tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan
dengan angka usulan PATTIRO Malang dan Aliansi BOSDA yang besarnya
mencapai Rp 21 miliar. Namun demikian, jika dibandingkan dengan APBD
sebelumnya yang (sama sekali) tidak mengalokasikan dana BOSDA, juga
sebagai langkah awal kebijakan BOSDA Pemerintah Kota Malang, angka
tersebut tetap layak diapresiasi.
Terbangun aliansi lintas organisasi dan komunitas. Aliansi BOSDA
merupakan gabungan individu dan organisasi masyarakat yang peduli
terhadap pendidikan. Aliansi ini menjadi forum cair dan leksibel
untuk memperjuangkan BOSDA dalam APBD Kota Malang.Tak sebatas
mengusung, aliansi ini juga akan mengawal BOSDA pada tataran
implementasi di lapangan. Selain mendorong lahirnya kebijakan BOSDA,
Aliansi BOSDA juga telah berhasil meningkatkan kapasitas anggotanya,terutama terkait dengan isu pendidikan khususnya BOSDA.
Partisipasi pemangku kepentingan pendidikan. Komunitas pendidikan
mulai ikut terlibat dalam proses perencanaan, ikut ambil bagian
mengawasi proses pencairan dana BOSDA yang diberikan (ditransfer) ke
rekening masing-masing sekolah. Tidak hanya sampai di situ, pemangku
kepentingan pendidikan berkomitmen untuk mengawal anggaran BOSDA
sampai pada tahap impelemntasi di sekolah-sekolah.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
48/170
34 | Di Mana Uang Kami?
Meraih Hak atas Pendidikan Melalui BOSDA
Kepedulian anggota legislatif. Alokasi dana BOSDA dalam APBD Kota
Malang Tahun 2010 tak terlepas dari nurani anggota DPRD Kota Malang
yang mau mendengar aspirasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan.
Perubahan kebijakan eksekutif. Proses advokasi yang intensif, terus-
menerus, dan melibatkan banyak pihak berhasil meyakinkan Pemerintah
Kota Malang bahwa alokasi dana BOSDA sangat diperlukan oleh
masyarakat.
PELAJARAN
Berikut beberapa pelajaran yang bisa dipetik selama melakukan advokasi
anggaran BOSDA dalam APBD Kota Malang:
Koalisi.Untuk mencapai advokasi yang sukses diperlukan pengorganisasian
yang baik. Sebenarnya, ada berbagai ragam pengorganisasian dalam
advokasi. Pilihan ragam advokasi tergantung tingkat kerumitan kasus
yang akan diadvokasi. Anggota jaringan yang dapat bergabung dalam tim
advokasi harus memiliki pandangan dan orientasi yang sama terhadap
agenda advokasi.
Pengembangan kapasitas. Dalam advokasi, peningkatan kapasitas
anggota jaringan merupakan sebuah kebutuhan yang harus dilakukan.
Untuk menjawab kebutuhan ini, maka PATTIRO Malang berinisiatifuntuk melakukan pelatihan teknis, terutama terkait penghitungan
BOSDA maupun analisis anggaran APBD secara umum. Sementara itu,
peningkatan kapasitas teknis advokasi dilakukan secara learning by
doingketika proses-proses advokasi berlangsung.
Pelibatan penerima manfaat.
Pelibatan penerima manfaat langsung sebuah kebijakan anggaran yang
diadvokasi sangat penting. Masyarakat penerima manfaat langsunglah
yang selama ini merasakan kondisi baik dan buruknya ketika kebijakan
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
49/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 35
Pengalaman Advokasi Anggaran Pendidikan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur
anggaran pendidikan tidak berpihak kepada mereka. Usulan solusi agar
kebijakan anggaran bisa berpihak kepada rakyat harus dirumuskan
oleh pihak-pihak yang selama ini terkena dampak langsung. Proses
ini bisa dibantu/didampingi oleh pihak lain yang berkompeten. Selain
mengembalikan posisi masyarakat sebagai subyek kebijakan, pelibatan
penerima manfaat langsung juga berpengaruh terhadap percepatan
keberhasilan advokasi. Hal ini disebabkan oleh terbangunnya komunikasi
antar pemangku kepentingan secara efektif, yaitu antara penerima manfaat,
tim advokasi/pendamping, dan pihak-pihak pengambil kebijakan. Adanya
komunikasi yang efektif antar pihak memudahkan upaya membangunkesepahaman tentang muatan advokasi BOSDA.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
50/170
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
51/170
RINGKASAN
Pemenuhan hak dasar kesehatan tidak mudah untuk dilakukan. Proses
advokasi jaminan pelayanan di Kabupaten Bandung dimulai dengan kerja-
kerja intelektual, seperti riset, analisis anggaran, dan penyusunan naskah
akademik. Kemudian tahap berikutnya adalah penggalangan dukungan
yang masif. Di sini diperlukan kerja-kerja politik. Meramu ini semua
dalam sebuah desain besar advokasi tidaklah mudah. Ia memerlukan
ketekukan dan kesungguhan. Tahapan advokasi di Kabupaten Bandung
dimulai ketika naskah akademik dan agenda besar perwujudan jaminan
pelayanan kesehatan diserahkan pada pemerintah daerah. Tantangan
langsung muncul dari pihak pemda dan penyedia layanan. Dan di sinilah
diperlukan dukungan pengetahuan dan kemampuan memainkan tarik-
menarik kekuatan.
Setelah berkutat dengan berbagai kegiatan riset, lobi dan menggalangdukungan, akhirnya tujuan pertama advokasi tercapai. Retribusi pelayanan
Sehat Itu Murah dan Mudah
Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan
Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin
di Kabupaten Bandung
oleh:
Ari Nurman
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
52/170
38 | Di Mana Uang Kami?
Sehat Itu Murah dan Mudah
kesehatan di Puskesmas dihilangkan sehingga rakyat miskin tidak
lagi menghadapi hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Hampir setahun kemudian tujuan tahap kedua advokasi terwujud: adanya
peraturan daerah tentang jaminan pelayanan kesehatan di Kabupaten
Bandung.
PROFIL LEMBAGA
Perkumpulan Inisiatif secara formal didirikan pada tanggal 19 Juni 2005.
Secara aktual, kegiatannya telah dimulai sejak Juli 2000. Perkumpulan
Inisiatif didirikan untuk mempromosikan perbaikan tata pemerintahan
lokal dengan lebih memfokuskan pada peningkatan derajat kehidupan
kelompok marjinal, sekaligus mewadahi lebih banyak individu-individu
yang peduli dan yang memiliki kesamaan visi. Obsesi Perkumpulan
Inisiatif adalah menjadi lembaga yang dapat meningkatkan derajat
kehidupan kelompok marjinal khususnya melalui partisipasi dalam tatapemerintahan lokal. Dan untuk mewujudkan obsesi tersebut, Perkumpulan
Inisiatif selalu berusaha untuk (1) Mendorong reformasi kebijakan publik
yang dapat meningkatkan derajat kehidupan kelompok marjinal, (2)
Mendorong penguatan kelompok marjinal agar dapat memperjuangkan
upaya peningkatan derajat kehidupannya, dan (3) Mensinergikan proses-
proses reformasi kebijakan dengan penguatan kelompok marjinal.
ANALISIS SITUASI
Dari analisis dan survey yang dilakukan Inisiatif pada tahun 2007,
diperoleh gambaran mengenai kondisi sisi permintaan layanan kesehatan
dan juga kondisi sediaannya. Dari sisi permintaan, beberapa informasi
penting mengenai karakter konsumen kita peroleh dari kedua studi
tersebut. Kemudian dari sisi sediaan, kita juga memperoleh informasi
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
53/170
Advokasi Anggaran di Indonesia | 39
Pengalaman Advokasi Penyediaan Jaminan Akses Kesehatan Bagi Rakyat Miskin di Kabupaten Bandung
antara lain infrastruktur, tenaga medis dan non medis dalam hal jumlah,
sebaran, kondisi infrastruktur, dan kecukupan. Hal yang penting dalam
memperkuat argumen kita dalam melakukan advokasi adalah proyeksi
kondisi sediaan dan permintaan di masa depan bila tidak dilakukan
intervensi.
Sedangkan hasil survey Inisiatif dan Universitas Komputer Indonesia
tahun 2007 menunjukkan sebagian besar masyarakat Kabupaten
Bandung rentan untuk jatuh miskin, mudah terkena penyakit, dengan
akses kepada layanan kesehatan pemerintah sering terhambat oleh biaya
dan keterbatasan ekonomi.
Kronologi Advokasi
Titik awal proses advokasi ini dimulai akhir 2006, dengan presentasi
Inisiatif tentang kebijakan daerah pro rakyat miskin di depan Bappeda
Kabupaten Bandung. Diskusi diisi dengan membahas tantangan terbesar
pengurangan kemiskinan di Kabupaten Bandung. Di akhir acara diskusi,
Perkumpulan Inisiatif menantang Pemerintah Kabupaten Bandung
untuk menggratiskan layanan kesehatan agar masyarakat yang rentan
bisa mendapatkan perlindungan untuk tidak jatuh miskin karena sakit.
Dengan kata lain, Pemerintah Kabupaten Bandung menyediakan jaminan
pelayanan kesehatan secara universal. Dan tantangan ini dijawab dengan
tantangan balik dari Bapeda dengan meminta konsepnya melalui
pengajuan naskah akademik.
Jawaban atas tantangan balik bapeda tersebut muncul dengan
disampaikannya konsep yang dituangkan dalam sebuah naskah
akademik. Naskah akademik ini disampaikan pada Bupati Bandung,
Bappeda Kabupaten Bandung, Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, dan
DPRD Kabupaten Bandung pada Bulan Juli Tahun 2007. Dan sejak saat itu
roda advokasi pun berjalan.
8/3/2019 Di Mana Uang Kami? Advokasi Anggaran di Indonesia Kumpulan Kisah Advokasi Anggaran (versi Indonesia)
54/170
40 | Di Mana Uang Kami?
Sehat Itu Murah dan Mudah
Boks 3.1. Desain advokasi kesehatan gratis di Kabupaten Bandung
Desain Advokasi Kesehatan Gratis di Kabupaten Bandung
Persiapan rencana kerja advokasi kesehatan gratis
Penyusunan kerangka acuan konsep kesehatan gratis
Pengumpulan argumen kesehatan gratis
Proses ini dilakukan oleh Perkumpulan Inisiatif bekerja sama dengan universitas.
Kegiatan yang dilakukan adalah studi dokumen, analisis kebijakan dan anggaran
kesehatan, dan survey pengguna layanan yang dilakukan di Puskesmas di 30 kecamatan
dan 2 rumah sakit daerah yang ada di Kabupaten Bandung. Survey bertujuan untuk
mengukur tingkat kepuasan pengguna layanan Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah.
Perumusan konsep kesehatan gratis
Tahapan yang dilakukan dalam perumusan konsep kesehatan gratis ini adalahpenghitungan prevalensi tiap penyakit/layanan, penghitungan nilai moneternya(monetize), penghitungan risiko dan sorting besarannya, analisis anggaran danskema alternatif (kebutuhan dan kapasitas), penentuan pemangku kepentingan yangmembiayai kesehatan, dan pemilihan skema dan anggaran alternatif). Tahapan iniadalah tahapan awal sebelum memasuki advokasi. Tahapan ini dikhususkan padakajian untuk menyusun Naskah Akademik Kesehatan Gratis.
Konsolidasi dukungan masyarakat terhadap kesehatan gratis
Konsolidasi dukungan ini dilakukan dengan bekerja sama dengan elemen kelompok
masyarakat. Salah satu bentuk konkret dukungan adalah pengumpulan tanda tangan
dan salinan KTP penduduk Kabupaten Bandung. Sementara kegiatan lainnya yaitu
seminar tentang advokasi jaminan pelayanan kesehatan gratis, publikasi media massa
(sewa kolom di media massa untuk membangun opini publik), penyebaran buku saku,pembuatan spanduk, untuk mensosialisasikan advokasi jaminan pelayanan kesehatan
gratis kepada seluruh penduduk Kabupaten Bandung.
Advokasi kesehatan gratis ke Pemerintah Kabupaten Bandung
Tahapan ini terdiri atas 2 kegiatan, yaitu:
o Penyiapan materi dan rencana kerja advokasi: di sini Inisiatif membuat rencana
audiensi dengan Pemda Kabupaten Bandung dan DPRD Kabupaten Bandung,
pemetaan pemangku kepentingan yang mendukung gagasan kesehatan gratis, dan
dinamika advokasi itu sendiri.
o Penyerahan naskah akademik kepada Pemda Kabupaten Bandung dan DPRD
Kabupaten Bandung: Penyusunan naskah akademik dilaksanakan selama Bulan
Juli 2007. Setelah naskah akademik selesai disusun, substansi dan penyempurnaan
naskah akademik tersebut dilakukan. Naskah akademik kemudian diserahkankepada Pemda Kabupaten Bandung dan DPRD Kabupaten Bandung.
Pengawalan legislasi kesehatan gratis
o Audiensi dengan DPRD Kabupaten Bandung dan Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung: Penyerahan naskah akademik dilanjutkan dengan audiensi dengan DPRD
Kabupaten Bandung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Audiensi bertujuan
untuk mensosialisasikan konsep dan menggalang dukungan dari Pemda dan DPRD,
menuntut hak inisiatif DPRD untuk mengusung konsep pelayanan kesehatan gratis
ini dalam bentuk Peraturan Daerah, dan menuntut pemerintah daerah untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut.
o Pengawalan legislasi di DPRD Kabupaten Bandung dan pengawalan proses
penganggaran (anggaran alternatif): Kedua proses ini berlangsung ketika konsep
Jaminan Pelayanan Kesehatan Gratis ini masuk
Top Related