DAMPAK AGLOMERASI INDUSTRI TERHADAP PERSEBARAN PEMUKIMAN STUDI KASUS
KECAMATAN CILINCING JAKARTA UTARA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Udin
1110015000103
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015
DAMPAK AGLOMERASI INDUSTRI TERHADAP PERSEBARAN PEMUKIMAN STUDI KASUS KECAMATAN
CILINCING JAKARTA UTARA
Udin
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dampak yang dihasilkan
dari persebaran industri di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara terhadap
persebaran pemukiman yang ada di kawasan tersebut, serta respon masyarakat
sekitar industri dengan keberadaan sebaran industri yang ada. Data yang
digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder,
data primer digunakan pembagian kuisioner kepada 50 responden, serta
wawancara dengan pemerintah terkait. Adapun data sekunder yaitu bersumber
dari peta rupa bumi, BPS (Badan Pusat Statistik), sudin perindustrian, sudin
RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah), serta google earth dan google maps
dengan bantuan aplikasi archview.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa adanya perubahan dinamika
pada aspek kependudukan yang akan terjadi dari 2014-2030 dengan berlandaskan
peta RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara
yang mempengaruhi pola persebaran penduduk, serta adanya respon baik bentuk
dukungan masyarakat, hingga manfaat yang dirasakan terhadap perkembangan
industri. Dukungan masyarakat yang setuju sebesar 84%, tidak setuju sebesar
12%, dan tidak menjawab sebesar 4%.
Kata kunci: Dampak aglomerasi, industri, persebaran, serta pemukiman.
IMPACT ON THE SPREAD SETTLEMENT INDUSTRIAL AGGLOMERATION CASE STUDY CILINCING NORTH
JAKARTA
Udin
ABSTRACT
The purpose of this research was to determine the impact resulting from the spread of the industry in Cilincing, North Jakarta against the spread of existing settlements in the region, as well as the surrounding community's response to the presence of the industry distribution of existing industries. The data used in this research originated from the primary data and secondary data, primary data used distribution of questionnaires to 50 respondents, as well as interviews with relevant government. The secondary data is sourced from the earth in such maps, BPS (Central Bureau of Statistics), sub-department of industry, sub-department Spatial (Spatial Planning and Regional), and google earth and google maps with the help of ArchView applications.
The results of this research indicate that a change in the aspect of population dynamics that will occur from 2014-2030 on the basis of the map RDTR (Detailed Spatial Plan) Cilincing, North Jakarta affecting population distribution patterns, as well as their response to both forms of public support, to benefit perceived to industry developments. Community support that is agreed by 84%, 12% disagreed, and 4% abstain.
Keywords: Impact of agglomeration, industrial, distribution, and settlement.
i
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikumwr,wb.
Alhamdu lillahi robbil ’alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT
pemilik segala sesuatu yang ada dibumi dan langit. Atas berkat dan rahmat serta
ridho-Nya. Alhamdulillah penulisan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Sholawat dan salam senantiasa tercurah untuk Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga, para sahabat dan pengikut-pengikutnya hingga akhir jaman. Selama
proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak guna membantu lancarnya penelitian ini, baik secara langsung
atau tidak oleh karena itu penulis mengucakpan terima kasih kepada:
1. Dra. Nurlena Rifai, MA, Ph.D selaku Dekan FITK atas segala bentuk
partisipasinya kepada mahasiswa, semoga visi misi yang diembannya diberikan
kelancaran dalam menunaikannya, amin.
2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku kepala jurusan Pendidikan IPS dan juga
Dosen Pembimbing Penulis, dengan kesibukannya bersedia meluangkan waktu
dan tenaganya dalam memberikan arahan dan nasihat dalam penulisan skripsi.
3. Andri Noor Andriansyah, M.Si selaku dosen FITK (Prodi IPS) sekaligus dosen
pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya dalam berdiskusi sehingga
memberikan gagasan dalam pembuatan skripsi dengan ikhlas membimbing
sampai skripsi ini terselesaikan.
4. Drs. Syaripulloh, M.Si selaku sekretaris Jurusan Pendidikan IPS dan dosen
penguji yang telah memberikan arahan serta nasihat akan arti kehidupan.
5. Tri Harjawati, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan serta
nasihat dalam penulisan skripsi.
6. Sodikin, M.Si selaku dosen FITK (Prodi IPS) yang telah senantiasa
memberikan ide dan arahan dalam penulisan skripsi penulis.
ii
7. Seluruh dosen FITK program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah sabar dan ikhlas membagikan
ilmu dan pengalamanya terhadap diri penulis.
8. Pemerintah Walikota Jakarta Utara beserta unit-unit yang telah bersedia
membagi ilmu dan data terkait dengan penelitian dan saran-saran yang
membangun, semoga apa yang diberikan oleh mereka berbuah pahala, amin.
9. Sardi, ayahanda tercinta dan Tarmi, ibunda tercintaterimakasih atas segala
nasihat dan do’a-do’a yang engkau panjatkan teruntuk anakmu ini, cinta dan
do’a yang tak pernah henti dari Kakak-kakakku tercinta dan adik-adiku yang
kusayang.
10. Guru sekaligus orang tuaku Tubagus Wahyudi, ST., MSi., CHI., MCHt.
Motivasi hidup yang telah dibagikan sangat membantu membuka lebar pintu ke
arah pola pikir islam seutuhnya.
11. Teman setia Retno Oktakarina, terimakasih atas segala motivasi dan nasihat
serta doa-doa yang selalu engkau latunkandisetiap waktu.
12. Syahbani, Bayu, Rozak, Imam, Kiki, dan Edy (Kosan Sukses) terimakasih atas
segala support dan kesediaannya membagi ilmu dalam setiap detik, menit, dan
jam sebelum selimut menemani mimpi tidurku.
13. Rekan seperjuangan jurusan Geografi angkatan 2010, senantiasa memberikan
canda tawa dalam setiap waktu dan memberikan arti penting sosialisasi satu
sama lain “Love you forever”.
14. Dewan Pengurus serta para santri dan santriwati pondok pesantren Sabiluna
Islamic Boarding School yang memberikan motivasi spiritual dan materi yang
tidak bisa dibalas akan kebaikan yang disediakan pada diri penulis.
15. Segenap keluarga besar KAHFI BBC Motivator School, khususnya angkatan
15 yang senantiasa belajar bersama mendekatkan diri kepada kesadaran akan
kuasa Allah SWT.
16. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah .................................................................... 6
D. Perumusan Masalah ...................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
F. Kegunaan Hasil Penelitian ............................................................ 7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Industri ......................................................................................... 8
1. Pengertian Industri ................................................................... 8
2. Faktor Pendirian Industri .......................................................... 9
3. Penentuan Lokasi Industri ........................................................ 15
B. Macam-macam Industri ................................................................ 19
1. Klasifikasi Industri Berdasarkan Bahan Baku ........................... 19
2. Klasifikasi Industri Berdasarkan Tenaga Kerja ......................... 20
3. Klasifikasi Industri Berdasarkan Produksi Yang Dihasilkan ..... 20
4. Klasifikasi Industri Berdasarkan Bahan Mentah ....................... 21
5. Klasifikasi Industri Berdasarkan Lokasi Unit Usaha ................. 21
iv
6. Klasifikasi Industri Berdasarkan Proses Produksi ..................... 22
7. Klasifikasi Industri Berdasarkan Barang Yang Dihasilkan........ 22
8. Klasifikasi Industri Berdasarkan Modal Yang Digunakan ........ 23
9. Klasifikasi Industri Berdasarkan Subjek Pengelola ................... 23
10. Klasifikasi Industri Berdasarkan Cara Pengorganisasian .......... 24
11. Klasifikasi Industri Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Perindustrian ............................................................................ 24
C. Aglomerasi Industri.........................................................................27
1. Pengertian Aglomerasi ............................................................. 27
2. Gejala Aglomerasi ................................................................... 30
3. Konsep Dalam Geografi ........................................................... 31
D. Penduduk ..................................................................................... 31
1. Pengertian Penduduk................................................................ 31
2. Analisa Kependudukan ............................................................ 32
3. Pola Pemukiman Penduduk ...................................................... 34
E. Hubungan Industri dengan Perkembangan Wilayah ...................... 36
F. Lahan Kota ................................................................................... 41
1. Pemanfaatan Lahan Perkotaan .................................................... 41
2. Pola Keruangan Kota.................................................................. 42
G. Faktor Aglomerasi Industri Dalam Geografi ................................. 48
H. Urbanisasi .................................................................................... 49
I. Pola yang Mempengaruhi Lahan di Perkotaan .............................. 52
J. Pencemaran akibat industri ........................................................... 53
K. Sinopsis ........................................................................................ 54
L. Hasil Penelitian Relevan ............................................................... 55
M. Kerangka Berpikir ........................................................................ 59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 62
B. Metode Penelitian ......................................................................... 64
C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 64
v
1. Jenis Data ................................................................................ 65
2. Sumber Data ............................................................................ 66
D. Instrumen Pengumpulan Data Penelitian ...................................... 66
E. Teknis Analisis Data .................................................................... 68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kecamatan Cilincing........................................ 71
1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Kecamatan
Cilincing .................................................................................. 71
2. Kependudukan Kecamatan Cilincing ....................................... 74
3. Sebaran Penduduk Kecamatan Cilincing .................................. 75
4. Unsur Fisik Kecamatan Cilincing ............................................. 77
B. Perkembangan Industri Kecamatan Cilincing ............................... 80
C. Analisis Karakteristik Industri di kecamatan Cilincing ................. 82
1. Jenis Industri ............................................................................ 83
2. Nilai Investasi .......................................................................... 89
3. Penyerapan Tenaga Kerja ......................................................... 91
4. Pola Sebaran Industri ............................................................... 94
D. Faktor Yang Menyebabkan Berkembangnya Industri
di Kecamatan Cilincing ................................................................ 97
1. Ketersediaan Lahan .................................................................. 97
2. Dukungan Aksebilitas .............................................................. 99
3. Dukungan Masyarakat ............................................................. 101
4. Dukungan Kebijakan Pemerintah ............................................. 103
E. Keadaan Permukiman Akibat Keberadaan Industri di
Kecamatan Cilincing .................................................................... 103
F. Pengaruh Perkembangan Industri Terhadap Pola PermukimanSerta
Respon Lingkungan Masyarakat ................................................. 110
1. Masyarakat Yang Bekerja di Industri ....................................... 116
2. Dukungan Persetujuan Masyarakat Sekitar Terhadap Industri .. 117
3. Manfaat Industri Yang di rasakan Oleh Masyarakat ................. 118
4. Masyarakat Yang Dirugikan Oleh Industri ............................... 118
vi
5. Pemanfaatan Lahan Sekitar Kawasan Industri .......................... 119
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 120
B. Saran ........................................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 122
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
2.1Pembagian Wilayah Pembangunan Indonesia ................................. 28
2.2Tahap-tahap Industrialisasi ............................................................. 39
2.3Aglomerasi Kota Terbesar di Dunia dan ASEAN, 1950-2015 ......... 50
2.4 Hasil Penelitian Relevan ................................................................ 57
3.1 Administrasi Kecamatan Cilincing................................................. 63
3.2Instrumen Penelitian ....................................................................... 67
4.1 Wilayah Administrasi Kecamatan Cilincing................................... 72
4.2 Jumlah Kepala Keluarga dan Jumlah Penduduk Tiap Kelurahan .... 74
4.3 Kepadatan Penduduk Kecamatan Cilincing .................................... 76
4.4 Kepadatan Penduduk Kotamadya Jakarta Utara ............................. 76
4.5 Jumlah Sarana Olahraga dan Kesenian........................................... 78
4.6 Data Sarana Peribadatan ................................................................ 79
4.7 Persebaran Peribadatan Jakarta Utara, 2012 ................................... 80
4.8 Jumlah Industri Pengolahan Besar/sedang
Kecamatan Cilincing, 2011 ........................................................... 81
4.9 Jumlah Industri Pengolahan Besar/sedang Jakarta Utara, 2011....... 82
4.10 Daftar Perusahaan Industri Kecamatan Cilincing ......................... 85
viii
4.11 Sebaran Industri Kecamatan Cilincing 2010-2011........................ 94
4.12 Tingkat Aksebilitas Jalan Menuju Kawasan Industri .................... 100
4.13 Dukungan Masyarakat Terhadap Industri ..................................... 101
4.14 Jumlah Tenaga Kerja Industri ...................................................... 117
4.15 Dukungan Masyarakat Terhadap Keberadaan Industri ................. 117
4.16 Respon Manfaat keberadaan Industri Oleh Masyarakat ................ 118
4.17 Kerugian Yang Dirasakan Oleh Masyarakat................................. 118
4.18 Pemanfaatan Lahan Masyarakat Kawasan Industri ....................... 119
ix
DAFTAR GAMBAR
2.1 SegitigaLokasionalWeber .............................................................. 18
2.2 Perkembangan Konsep dan Pemikiran Mengenai Aglomerasi ........ 29
2.3 Pola Permukiman Penduduk .......................................................... 36
2.4 Diagram Dampak Pembangunan Industri ....................................... 40
2.5 Titik Pusat Peredaran Uang............................................................ 43
2.6 Skema Umum Migrasi di Indonesia ............................................... 43
2.7 Concentric Zone Theory ................................................................ 44
2.8 SectorTheory ................................................................................. 44
2.9 MultipleNucleyTheory .................................................................. 44
2.10 Pola Pembentukan Perkotaan ....................................................... 46
2.11 Kerangka Berpikir ....................................................................... 61
3.1 Kerangka Analisis ......................................................................... 70
4.1 Peta Batas Wilayah Kecamatan Cilincing ...................................... 72
4.2 Peta Kepadatan Penduduk Tiap Kelurahan Cilincing ..................... 75
4.3 Bagan Kepadatan Penduduk Jakarta Utara ..................................... 77
4.4 Fluktuasi Industri Kecamatan Cilincing ......................................... 83
x
4.5 Orientasi Perusahaan Industi .......................................................... 88
4.6 Investasi UMKM Kecamatan Cilincing 2014 ................................. 89
4.7 Kontribusi Jakarta Utara Kepada DKI Jakarta ................................ 90
4.8 Prosentase Penduduk Kecamatan Cilincing .................................... 91
4.9 Jumlah Industri dan Tenaga Kerja .................................................. 92
4.10 Jumlah Industri dan Tenaga Kerja Tiap Kelurahan ....................... 93
4.11 Titik Persebaran Industri Tiap Kelurahan Kecamatan Cilincing ... 95
4.12 Sebaran Industri Kecamatan Cilincing ......................................... 97
4.13 Proyeksi Sebaran Penduduk dan Reklamasi Pulau
Kecamatan Cilincing .................................................................... 98
4.14Aksebilitas Jalan Raya Industri ..................................................... 102
4.15 Prosentase Rumah Penduduk Kecamatan Cilincing 2013 ............. 104
4.16 Skema Sebaran Pola Permukiman Dengan Keberadaan Industri ... 106
4.17 Klasifikasi Pola Permukiman Kecamatan Cilincing ..................... 112
4.18 Proyeksi Arus Penduduk Kecamatan Cilincing 2014-2030 ........... 114
4.19 Proyeksi Lahan RDTR Kecamatan Cilincing 2014-2030.............. 115
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Membangun Indonesia adalah hal yang dicita-citakan oleh
pemerintah dalam mengejar kemajuan negara. Pembangunan terdapat di
berbagai sektor kehidupan ditujukan pada proses perubahan ke arah yang
lebih baik dari sebelumnya dengan sudut pandang ekonomi dan pengaruhnya
pada keruangan wilayah pembangunan. Membangun juga upaya dimana
manusia memenuhi kebutuhan dasar, baik secara individu maupun kelompok
tentunya dengan cara tidak menimbulkan kerusakan bagi lingkungan.
Menurut Bertelmus dalam Nursid Sumaatmadja“Development is
generally accepted to be a process that attempts to improve the living
conditions of people. most also agree that the improvment of living conditions
relaties to non material want as well as to physical requirement”. 1
(Pembangunan secara umum menjadi proses untuk meningkatkan kondisi
kehidupan masyarakat. Sangat setuju terhadap memperbaiki kondisi hidup
selain materi serta dengan kebutuhan fisik)
Pemaparan tersebut bahwa pembangunan secara umum diterima
menjadi proses yang mencoba untuk memperbaiki kondisi hidup masyarakat.
Pembangunan yang terjadi memberikan gambaran mengenai keadaan
stabilitas politik dan ekonomi negara. Pembangunan nyata fasilitas yang
meliputi sarana dan prasarana yang penuh dengan keseimbangan ekologi
yang baik dan benar sesuai agenda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
1 Nursid Sumaatmadja, Geografi Pembangunan, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,1988), h. 25.
2
yang mengarah pada pembangunan berbasis alam tanpa intervensi dari
kekuatan luar yang mengarah pada sikap kebijakan negatif.
Salah satunya pembangunan yang berlangsung di Indonesia adalah
pembangunan industri. Industri yang tersebar terdapat berbagai bentuk
industri seperti industri fasilitatif dan industri non fasilitatif (manufaktur,
ekstraktif dan lain-lain). Faktor ekonomi yang bermain di dalam
pembangunan Indonesia dengan disertai kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan baik melalui Undang-undang, Perpu, maupun Perda menjadikan
industri bermunculan dan mendukung terjadinya proses perubahan sosial
yang telah berlangsung sebelumnya dengan menghasilkan beberapa pengaruh
yang terjadi seperti kebijakan pemerintah yang di objekan kepada masyarakat
atau penduduk. Penduduk dan unsur di dalamnya mengalami evolusi struktur
horizontal seperti perubahan orientasi kerja, asimilasi budaya, bahkan evolusi
unsur fisik seperti tanah, air, dan udara suatu wilayah industri akan terlihat
perubahannya.
Pembangunan dan industri berkelanjutan stabilisasi dan liberalisasi
ekonomi ini diawali pada dekade 1960-an dimana hal ini merupakan starting
point bagi pembangunan Indonesia.2 Adanya industri melahirkan pula adanya
kebijakan pemerintah. Dengan memakai konsep MPR RI bahwa hakikat
pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka landasan pembangunan
nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Tap. MPR RI
No. II/MPR /1983) maka tentunya pembangunan di Indonesia akan berjalan
dengan baik dan mampu untuk berkembang pesat dalam kancah lokal,
regional bahkan internasional.
Visi Indonesia 2014 dalam RPJMN 2010-2014 adalah
“Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan”.3
Pembangunan adalah usaha terarah untuk mengubah situasi masyarakat ke
arah yang lebih baik dengan sasarannya kesejahteraan lahir batin, kebutuhan
2 Mudrajad Kuncoro, Ekonomika Pembangunan, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 12. 3 Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010-2014, ( Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, 2013), h. 9.
3
dasar terpenuhi untuk perkembangan manusia Indonesia seutuhnya dan
seluruh masyarakat umumnya. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar
1945 yang menyatakan jelas akan tujuan nasional negara Indonesia, yaitu:
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2) Memajukan kesejahteraan umum
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa
4) Serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pembangunan memiliki hubungan erat dengan pertumbuhan,
dengan melihat fisik yang terjadi. Pertumbuhan ekonomi merupakan
persentase kenaikan jumlah (angka) pertahun, presentasi pertumbuhan
menghasilkan pendapatan (income) dan menghasilkan kesejahteraan pada
suatu kawasan (region) dan disitulah pertumbuhan regional terjadi.
Pertumbuhan dan pembangunan pada suatu kawasan memberikan laju
penduduk yang mengarah pada kuantitas penduduk, seperti arus urbanisasi
yang meningkat, arus comuter yang ikut meningkat karena terserapnya tenaga
kerja yang dibutuhkan oleh industri. Terlebih jika industri tersebut berada di
daerah hinterland (kota-kota yang berada di pinggir kota metropolitan serta
pemasok kebutuhan kota) maka akan lebih maksimal industri tersebut dalam
melaksanakan pemasokan bahan baku dan manajemen pemasaran yang baik
dan memiliki peluang besar.
Pertumbuhan ekonomi serta pembangunan fisik di dalamnya
terdapat aspek kehidupan salah satunya manusia. Manusia dalam
kuantitasnya terdapat pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk
memberikan dorongan pada pertumbuhan tenaga kerja yang akan mengisi
industri-industri yang tersedia. Dari pertumbuhan tenaga kerja akan
menghasilkan faktor positif dalam memacu berlangsungnya kemajuan
ekonomi negara. Adanya industri dan terpusatnya pada satu titik kawasan
akan memberikan dampak terhadap daerah sekitar industri, seperti kawasan
pemukiman penduduk berubah, perubahan sikap sosial, dan bahkan budaya
yang berubah.
4
Perkumpulan tenaga kerja pada tiap-tiap industri yang ada tentunya
memerlukan satu kawasan yang menjadi tempat tinggal penduduk yaitu
pemukiman. Persebaran pemukiman pada daerah industri terasa penting
diamati, di dalamnya akan mencakup fenomena demografi. Terbangunnya
industri baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan berimbas
pada persebaran pemukiman penduduk, adanya kebijakan yang dirasa
memihak industri menjadikan ketimpangan yang tidak selaras dalam konsep
awal pembangunan Indonesia.
Jika dibandingkan dengan negara-negara hirarki (negara-negara
Barat) jumlah penduduk di negara ketiga lebih cepat pertumbuhan
penduduknya, dalam beberapa dekade ini laju pertumbuhan penduduk negara-
negara dunia ketiga meningkat lebih dari 2,5 persen per tahun dan bahkan
akhir-akhir ini meningkat lebih cepat lagi.4 Persebaran pemukiman di sekitar
kawasan industri di dunia ketiga umumnya terkonsep namun
keberlangsungannya belum selaras apa yang telah seharusnya dikonsepkan.
Industrialisasi membawa kemudahan kemakmuran, memudahkan fasilitas
berjalan dengan baik dan lancar, karena seiring berbagai kegiatan industri
muncul tertampunglah jumlah angkatan tenaga kerja yang bekerja di sektor
industri yang ada turut memberikan pendapatan perkapita dan menekan
pengangguran yang ada.
Dengan tersedianya pekerjaan pada daerah industri, terciptalah satu
kawasan pemukiman penduduk yang tersebar di kawasan industri.
Konsentrasi persebaran penduduk akan tercipta dan terus bertambah pada
wilayah tersebut atau bahkan tersingkirkan di wilayah pinggiran industri,
penempatan industri terkadang ada yang dibangun di lahan yang sesuai
diperuntukkan sebagai industri namun juga ada yang menyalahgunakan lahan
yang tersedia yang tidak sepatutnya dijadikan sebagai pemusatan Industri.
Berdasarkan observasi lapangan serta perbandingan data dari departemen
industri hal ini terjadi di Jakarta Utara tepatnya di Kecamatan Cilincing
4 Michael P.Todaro, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, jilid I,(Jakarta: Erlangga,
1998), cet. 6. h. 139.
5
terdapat perbedaan data yang ada menjadi salah satu penyebab fenomena
tersebut hal ini di dukung dengan adanya aglomerasi Industri di sekitar teluk
Jakarta Utara. Hal ini sangatlah dirasa tepat untuk dikaji keadaan industri dan
bagaimana persebaran konsentrasi penduduk yang ada digambarkan melalui
persebaran pemukiman.
Persebaran pemukiman terkait pula dengan persebaran penduduk
suatu wilayah karena dengan sadar persebaran penduduk di muka bumi
tidaklah merata.5 Sehingga memunculkan problematika perihal zonasi-zonasi
persebaran wilayah yang berbeda, karena pengaruh industrialisasi yang terjadi
di wilayah tersebut. Kecamatan Cilincing dengan beberapa wilayah kelurahan
di dalamnya menempati posisi yang sangat strategis dalam pengembangan
wilayah industri. Faktor utama adalah menempati daerah pantura (pantai
utara) Jakarta dan dekat dengan pelabuhan Tanjung Priuk sebagai
penghubung hasil industri antar pulau bahkan antar negara yang notabennya
adalah wilayah yang cocok didirikan perindustrian.
Penggunaan lahan industri di Kecamatan Cilincing pada tahun
2010 terdata sebanyak 25,59%, rumah 32,51%, perkantoran 4,79%, taman
0,00% dan sisanya adalah 37,1% digunakan untuk sektor lainnya.6 Dari
fenomena data yang ada mulai dari data yang tersedia hingga penulis
observasi ke lapangan tergambar jelas antara persebaran industri dan
persebaran penduduk akan membentuk suatu dampak pola pemukiman yang
khas dan bercirikan dengan ruang. Angka 25,59% pada lahan persebaran
industri yang hanya berselisih 6,92% dengan lahan pemukiman tentunya
terdapat satu fenomena tersendiri pada sektor pembentukan pola pemukiman
di sekitar Kawasan industri Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Untuk itu
sekiranya tepat jika penulis memberikan judul penelitian ini untuk
dikembangkan berikutnya yaitu “Dampak Aglomerasi Industri Terhadap
Persebaran Pemukiman; Studi Kasus Kecamatan Cilincing Jakarta Utara”.
5 Nursid Sumaatmadja, Geografi Pembangunan, (Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1988), h. 6. 6 Pemda Jakarta Utara, Cilincing Dalam Angka, (Jakarta: Badan Pusat Statistik Jakarta Utara, 2013), h. 65.
6
B. Identifikasi Masalah 1. Upaya dimana manusia memenuhi kebutuhan dasar, baik secara individu
maupun kelompok tentunya dengan cara tidak menimbulkan kerusakan
bagi lingkungan.
2. Umumnya industri terkonsep namun keberlangsungannya belum selaras
apa yang telah seharusnya dikonsepkan.
3. Untuk dikaji keadaan industri dan bagaimana persebaran konsentrasi
penduduk yang ada digambarkan melalui persebaran pemukiman.
4. Persebaran penduduk akan membentuk suatu dampak terhadap pola
pemukiman yang khas dan bercirikan dengan ruang
C. Pembatasan Masalah Karena banyaknya masalah yang di cakup dalam judul ini, dan agar
peneliti terfokus pada satu objek kajian agar tidak mengembang, maka
penelitian ini dibatasi hanya pada “dampak aglomerasi industri terhadap
persebaran pemukiman studi kasus Kecamatan Cilincing Jakarta Utara”.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalahnya dapat
dirumuskan sebagai berikut: “bagaimana dampak aglomerasi industri
terhadap persebaran pemukiman studi kasus Kecamatan Cilincing Jakarta
Utara?”.
E. Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah yang
sudah dikemukakan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dampak aglomerasi industri terhadap persebaran pemukiman
studi kasus Kecamatan Cilincing Jakarta Utara.
7
F. Kegunaan Hasil Penelitian 1. Sebagai bahan pengetahuan tentang bagaimana berjalannya industrialisasi di
Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
2. Sebagai bahan pengetahuan kesesuaian lahan yang digunakan sebagai lokasi
industri.
3. Sebagai bahan pengetahuan distribusi penduduk Kecamatan Cilincing,
Jakarta Utara.
4. Sebagai penambah bahan pengetahuan pengambil kebijakan bagi
pemerintah setempat.
5. Menjadi bahan pengetahuan dan pembelajaran bagi peneliti untuk
memperdalam kajian industri dan dampaknya bagi persebaran (distribusi)
penduduk).
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Industri
1. Pengertian Industri
Industri di dunia ini akan terus mengalami beragam inovasi yang
terus dikembangkan hingga menjadi suatu terobosan-terobosan sesuai
dengan impian manusia. Tepatnya negara Indonesia menjadi negara industri
baru (NIB) yaitu sejak dimulainya industri manufaktur yang berjalan di
Indonesia 1980-an akan tetapi menjadi negara industri yang maju Indonesia
tidak dapat menyangkal bahwa belum termasuk ke dalam kriteria tersebut.
Akan tetapi cepat atau lambat pada akhirnya Indonesia menuju mimpi untuk
menjadi negara industri dengan keseimbangan alam yang dapat dijaga.
Menurut Tambunan dalam Abdullah industri merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan wilayah. Hampir semua negara memandang bahwa industrialisasi adalah suatu keharusan karena menjamin kelangsungan proses pembangunan ekonomi jangka panjang dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan yang menghasilkan peningkatan pendapatan perkapita setiap tahun. Pembangunan ekonomi di suatu negara dalam periode jangka panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi negara tersebut, yaitu dari ekonomi tradisional yang dititikberatkan pada sektor pertanian ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor industri.1
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah
atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki
nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau
1 Abdullah, “Pengaruh Perkembangan Industri Terhadap Pola Pemanfaatan Lahan di Wilayah Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang”, Tesis pada pascasarja Abdullah, “Pengaruh Perkembangan Industri Terhadap Pola Pemanfaatan Lahan di Wilayah Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang”, Tesis pada pascasarjana UNDIP Semarang, Semarang, 2010, h. 1, tidak dipublikasikan.
9
assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak
hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa..2
Berbagai macam pengertian Industri yang ada pada dasarnya
adalah kegiatan mengolah bahan baku menjadi barang jadi yang dapat
dimanfaatkan dan bernilai ekonomi yang lebih tinggi lagi. Industri
merupakan suatu bentuk kegiatan masyarakat sebagai bagian dari sistem
perekonomian atau sistem mata pencaharian dan merupakan suatu usaha
manusia dalam menggabungkan atau mengolah bahan-bahan dari sumber
daya lingkungan menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia.
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) industri pengolahan (termasuk
jasa industri) adalah suatu kegiatan pengubahan barang jadi/setengah jadi
atau dari yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya
dengan maksud untuk dijual. Industri diolah oleh suatu unit yang bergerak
dalam bidang industri yaitu disebut perusahaan perindustrian. Arti sempit
industri yaitu sebagai suatu himpunan perusahaan yang memproduksi yang
sifatnya homogen (satu jenis produk).3
2. Faktor Pendirian Industri
Pendirian suatu industri dipengaruhi oleh beberapa faktor Jika
dicermati secara mendalam, banyak industri didirikan berdasarkan
pertimbangan atau faktor bertujuan untuk memperkecil biaya produksi yang
akan dikeluarkan oleh perusahaan. Beberapa faktor lainnya yang
dipertimbangkan dalam mendirikan penentuan lokasi industri lainnya adalah
faktor primer dan faktor sekunder yang ada.4 Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut:
a. Faktor Primer
1) Sumber material/bahan masukan
Unsur utama yang menjadi faktor utama dalam mendirikan
suatu industri. Adanya bahan baku akan berdiri suatu industri yang
2 Godam, Pengertian, definisi, macam jenis, dan penggolongan industri di indonesia, 2014,
(http://www.organisasi.org/1970/01/perekonomian-bisnis.html) 3 P Sitorus, Teori Lokasi Industri, (Jakarta: Universitas Trisakti, 1997), h. 5. 4 Ibid., h. 122.
10
beroreintasi pada produksi apa yang akan dihasilkan. Melihat produksi
yang dihasilkan maka penentuan lokasi industri erat kaitannya dengan
sumber bahan apa yang tersedia di lokasi yang akan dijadikan suatu
lahan industri.
2) Sumber Tenaga Pembangkit Energi
Diperlukan sumber tenaga sebagai sarana beroperasinya
perusahaan/pabrik. Adapun macamnya seperti energi yang berasal dari
listrik, air, minyak, panas bumi, gas, batu bara, nuklir, dan tenaga
surya. Apabila sumber tenaga pembangkit energi tidak tersedia atau
tersedia tapi tidak mencukupi maka hasil proses produksi perusahaan
tidaklah maksimal.
3) Tenaga Kerja
Ketersediaan tenaga kerja merupakan faktor penting lain yang
mempengaruhi lokasi industri pada suatu wilayah. Beberapa industri
di Indonesia membutuhkan banyak tenaga kerja dengan tingkat
keahlian tidak terlalu tinggi, industri tekstil cenderung memilih lokasi
industri di daerah dekat dengan daerah yang berpenduduk padat padat
dimana tersedia banyak tenaga kerja.
4) Transportasi dan Biaya Angkutan
Ketersediaan fasilitas transportasi yang baik dan cukup baik dari
lokasi sumber material ke pabrik/unit pengolahan maupun dari
pabrik/unit pengolaan ke pasar sangat mempengaruhi pertimbangan
dalam pengambilan keputusan penentuan lokasi industri seperti
angkutan darat, air, udara, dan saluran pipa.
5) Tanah
Kondisi ukuran luas, dan hargatanah merupakan prasyarat untuk
pemilihan lokasi industri. Tanah diperlukan untuk pendirian
pabrik/unit proses, perkantoran, pergudangan, tempat parkir, taman,
perumahan, fasilitas olah raga dan hiburan, dan lain sebagainya yang
terkait.
6) Lokasi Pasar
11
Hasil dari proses produksi setiap industri akan dijual kepada
konsumen di pasar. Oleh karena itu, faktor lokasi pasar sangat
mempengaruhi dalam pemilihan suatu lokasi industri.
7) Ketersediaan Modal
Modal adalah barang atau hasil produksi yang dapat digunakan
untuk proses produksi yang dapat digunakan untuk proses produksi
selanjutnya. Dari pengertian modal tersebut maka modal bukan saja
berbentuk pada nominal uang, melainkan bisa dalam bentuk investasi
barang yang dihasilkan untuk menunjang proses produksi selanjutnya
seperti mesin jahit, mesin pertanian, gedung, dan mesin-mesin berat.
b. Faktor Sekunder
1) Lingkungan Alam
Memperhatikan lingkungan merupakan salah satu dari
kesadaran yang harus dilakukan oleh setiap unit usaha. Keadaan
lingkungan alam yang rawan gempa, longsor, dan banjir yang dapat
menimbulkan kerugian material atau manusia akan merupakan salah
satu faktor yang sepatutnya dipertimbangkan dalam penentuan lokasi
industri.
2) Budaya Lokal
Pada umumnya perbedaan tingkat pendidikan satu wilayah
dengan wilayah lainnya menjadikan faktor ini kuat. Takut akan
pengaruh negatif yang muncul dari adanya industri menjadikan
pemikiran tersendiri bagi setiap unit usaha dalam menentukan lokasi
industrinya.
3) Kebijaksanaan Pemerintah Daerah
Kebijaksanaan yang salah dari pemerintah akan mengakibatkan
dampak negatif bagi investor baik lokal maupun asing dalam
penentuan lokasi industri yang akan dibangun serta dikembangkan.
4) Pajak dan Keadaan Politik
Besar pajak dan bea masuk yang berlaku pada tiap negara akan
menjadi perhitungan dalam penentuan lokasi industri. Apabila pajak
12
serta bea masuk relatif tinggi maka kebanyakan dari investor tidak
memilih lokasi tersebut.
Faktor geografis lainnya penentuan lokasi industri yaitu sebanyak
enam hal; bahan mentah, sumber daya tenaga, suplai tenaga kerja, suplai air,
pasaran, dan fasilitas transportasi. Penjelasannya tidak jauh berbeda dari
penjelaan di atas.5
Ditinjau dari perkembangan perekonomian industrialisasi
merupakan penyumbang besar perekonomian suatu negara. Industrialisasi
yang ada akan menarik angkatan kerja dan menampungnya dalam industri
sebagai tenaga kerja, peningkatan kualitas akan perekonomian masyarakat
turut terangkat karena adanya industri yang ada. Tenaga kerja yang terserap
oleh industri sebagian besar adalah para urban dan penglaju (comuter)
terutama industri yang berlokasi di daerah perbatasan dengan daerah lain,
seperti yang terjadi pada daerah industri Karawang-Bekasi, daerah industri
Jakarta Utara-Bekasi.
Semakin meningkatnya industri akan memberikan pengaruh besar
bagi wilayah lokasi industri. Industri mengalami perkembangan berarti akan
banyak membutuhkan tenaga kerja, jika dalam satu wilayah ruang yang ada
belum mencukupi maka perusahaan akan menarik tenaga kerja yang berasal
dari daerah lain. Fenomena ini akan merujuk pada dibutuhkannya suatu
lahan yang diperuntukan bagi para tenaga kerja yang ada, pemukiman
penduduk urban tidak sepenuhnya dengan baik karena ruang yang ada
belum terdapat masterplan yang terlaksana dengan baik untuk memfasilitasi
yang di peruntukan sebagai daerah pemukiman oleh pemerintah setempat.
Industri membutuhkan lahan yang tidak sedikit. Perkembangan
industri yang ada di Kecamatan Cilincing banyak berupa industri fasilitatif
dan manufaktur, manufaktur dengan skala yang cukup besar seperti
perakitan motor dan mobil sangat membutuhkan lokasi lahan yang
5 Daldjoeni N, Geografi Baru Organisasi Keruangan Dalam Teori dan Praktik, (Bandung:
Alumni, 1997), h. 58.
13
mendukung dalam perkembangan industrinya, industri fasilitatif yang
tersedia di kecamatan Cilincing umumnya industri fasilitatif dengan
peralatan alat berat seperti container, buldoser, ripper, scrapper, dan
backhoe.
Kegiatan yang disebut sebagai zona aglomerasi tentunya sangat
mempengaruhi pembentukan kota itu sendiri, perusahaan membentuk
wilayah pasarnya dengan coast produksi seminimal mungkin. Perluasan
area lahan (ekspansi) inilah yang memberikan implikasi yang luas pada tata
ruang kota yang ada dan terlebih parah mengambil atau melobi tanah
penduduk untuk dijadikan perluasan perusahaan dengan berbagai metode
lobi. Dari fenomena ini akan ditarik persentase spasial lahan yang
diperuntukan untuk industri dan persentase lahan penduduk melalui data
overlay.
Bahan baku, pasar, biaya angkut, tenaga kerja, modal, serta
teknologi menjadi faktor yang dilahirkannya industri hanyalah dilihat dari
segi kacamata biasa, dari kacamata biasa ini dapat ditarik lebih mendalam.
Jakarta utara salah satu kotamadya tentu mendukung akan proses aglomerasi
industri ini dimana bahan baku mudah dicapai walau dengan bantuan
hinterland kota kecil di samping wilayahnya setidaknya telah memenuhi
syarat, biaya angkut dengan mudah dikarenakan fasilitas akses jalan telah
banyak tersedia di Ibu Kota, tenaga kerja tersedia dan berdatangan dari kota
kecil bahkan desa-desa dalam kota satelit tersebut, modal dan teknologi
tentu mendukung.
Ukuran wilayah pasar atau thereshold sangatlah mempengaruhi
jenis maupun aktivitas produksi.6 Wilayah pasar baik skala kecil maupun
menengah bahkan besar tentunya berperan dalam ranah keberadaaan
penduduk dalam wilayah pasar tersebut. Dan hal yang relevan dari
kebanyakan kegiatan produksi adalah dekat dengan konsumen guna
meminimkan coast yang telah disinggung sebelumnya.
6 Iwan Nugroho, Pembangunan Wilayah, (Jakarta: LP3S, 2012), h. 33.
14
Selain faktor di atas, pendirian industri juga ada kaitan dengan
intervensi kebijakan pemerintah terkait. Bisa dari visi dan misi rencana
strategis negara yang mungkin dulu terdapat dalam GBHN (Garis Besar
Haluan Negara) yang mengharuskan adanya industrialisasi di suatu wilayah
guna meningkatkan produktivitas dan promosi investor asing maupun
domestik agar turut bertindak dalam pengelolaan produksi dan pada
akhirnya meningkatkan APBN negara Indonesia.
Proses dan pendekatan kebijakan industrialisasi dalam berbagai
tahap pembangunan Indonesia, dipengaruhi oleh keadaan sejarah dan
politik, ideologi dan pola pemikiran pengambil keputusan, dan keadaan
ekonomi, terutama perubahan keadaan eksternal.7 Seperti kebijakan-
kebijakan yang telah dialami oleh Indonesia dalam sejarahnya menjadi
negara industri.
Pada era Presiden Soeharto, pembangunan berbagai sektor dalam
menunjang kemajuan bangsa termasuk di dalamnya industri dijadikan
subjek utama pemerintahan di masanya. Terus menerus pembangunan
industri akan dipengaruhi oleh intervensi pemerintah tak luput model dan
kebijakan generasi pertama pembangunan menjadi wadah kritikan yang
membawa kemajuan pembangunan berikutnya.8
Segala macam kebijakan pemerintah secara langsung atau tidak
langsung memberikan intervensi bagi muncul dan jalannya serta
berkembangnya Industri yang ada di Indonesia. kebijakan datang dari
berbagai aspek yang sepertinya mengarah pada satu kesimpulan yaitu
meningkatkan kekuatan negara melalui pembuktian pendirian industri-
industri yang dibangun dengan berharap menambah devisa negara,
kebijakan dalam jalannya serta berkembangnya industri yaitu stabilisasi,
rehabilitasi, deregulasi, investasi, substitusi impor proteksi, hingga subsidi.
7 Thee Kian Wie, Industrialisasi Di Indonesia Beberapa Kajian, (Jakarta: LP3ES), h. 20. 8 Mudrajad. K, Ekonomika Pembangunan, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 13.
15
3. Penentuan Lokasi Pembangunan Industri
Pada hakikatnya penentuan lokasi suatu industri tidak terlepas dari
proses produksi maupun lokasi pasar yang akan dilayani perusahaan. Proses
produksi mencakup penentuan jenis bahan baku dan faktor produksi lainnya
maupun perbandingan dalam mempergunakannya. Jumlah bahan baku
ditentukan oleh skala produksi yang ada pada dirinya. Banyaknya produksi
dipengaruhi oleh luas pasar yang akan dilayani oleh aktivitas produksi.9
Unsur yang ikut menentukan pertimbangan lokasi suatu industri
atau perusahaan adalah schedule permintaan (demand schedule) dan
teknologi produksi. Pemenuhan schedule permintaan pasar mengharuskan
wirausahawan untuk memproduksi dan menawarkan barang atau komoditas
yang diminta pasar. Proses pemenuhan permintaan pasar dengan produksi
tersebut menghendaki berbagai masukan sumber daya untuk memperlancar
proses produksi, dimana masukan produksi tersebut dapat berbentuk bahan
mentah, tenaga dan modal. Intensitas penggunaan bahan mentah, tenaga dan
modal tersebut dalam proses produksi sangat ditentukan oleh masalah
teknologi produksi.
Beberapa variabel penting yang dianggap sebagai faktor yang ikut
menentukan proses penentuan lokasi industri, antara lain: limpahan sumber
daya, permintaan pasar, aglomerasi, kebijakan pemerintah dan wirausaha.10
Yang dimaksud dengan limpahan sumber daya yaitu tersedianya sumber
daya yang digunakan sebagai faktor produksi, terdiri dari sumber daya
lahan, sumber daya modal, sumber daya manusia, bahan baku dan sumber
energi. Sedangkan permintaan pasar yang dimaksud adalah luas pasar suatu
barang dan jasa yang ditentukan oleh tiga unsur, yaitu jumlah penduduk,
pendapatan perkapita, dan distribusi pendapatan. Penduduk yang relatif
sedikit membuat pasar lekas jenuh. Daerah yang memiliki pendapatan tinggi
merupakan pasar yang efektif.
9 Iwan Nugroho, Pembangunan Wilayah, (Jakarta: LP3S, 2012), h. 33. 10 Ibid, h. 112.
16
Dengan pendapatan perkapita yang rendah maka kondisi demikian
bukanlah pasar potensial untuk memasarkan barang dan jasa yang relatif
mewah atau setengah mewah. Jika variabel biaya angkutan cenderung
semakin rendah, maka industri akan semakin bebas dalam menentukan
lokasinya. Keadaan ini mengakibatkan daerah perkotaan dengan pasarnya
yang luas semakin menarik sebagai lokasi industri dan perusahaan. Pasar
mempengaruhi lokasi melalui tiga unsur, yaitu ciri pasar, biaya distribusi,
dan harga yang terdapat di pasar bersangkutan. Faktor lain yang
menentukan penentuan lokasi industri adalah Aglomerasi, yaitu adanya
kecenderungan dalam memilih lokasi industri mendekati atau berkelompok
dengan industri- industri sejenis. Terkumpulnya berbagai jenis industri
mengakibatkan timbulnya penghematan ekstern (eksternal economies), yang
dalam hal ini merupakan penghematan aglomerasi.
Industri cenderung beraglomerasi di daerah-daerah dimana potensi
dan kemampuan daerah tersebut memenuhi kebutuhan mereka, dan mereka
mendapatkan manfaat akibat lokasi perusahaan yang saling berdekatan.
Kota umumnya menawarkan berbagai kelebihan dalam bentuk produktifitas
dan pendapatan yang lebih tinggi, yang menarik investasi baru, teknologi
baru, pekerja terdidik dan terampil dalam jumlah yang jauh lebih tinggi
dibanding pedesaan. Kebijakan pemerintah terhadap industri khususnya
yang menyangkut penyediaan lahan industri merupakan faktor penting.11
Perkotaan disinggung dalam hal penawaran lebih akan terciptanya
suatu kawasan industri yang didukung penuh oleh bentuk segala
produktivitas yang ada dibanding pedesaan memberikan poin tersendiri bagi
berkembangnya industri di perkotaan. Akan tetapi hal ini akan menyulitkan
perkotaan jika lahan yang dibutuhkan oleh industri lebih tinggi dibanding
ketersediaan lahan di daerah perkotaan. Pemeliharaan lokasi industri,
khususnya jenis industri sekunder dan tersier di areal perkotaan merupakan
11 Mudrajat Kuncoro, Analisis Spasial dan Regional, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN,
2002), h. 23.
17
dambaan bagi para pengusaha.12 Hal ini timbul karena fasilitas sarana
maupun prasarana penunjang aktivitas industri telah tersedia dengan baik
seperti transportasi, sumber daya manusia yang terampil sehingga
perusahaan lenggang dalam beroperasi.
Persebaran wilayah industri sendiri pada tahun 2003, sebagian
industri masih dekonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali, sebanyak 73,5%, dan
sisanya di luar Pulau Jawa.13 Kawasan pesisir sepertinya menjadi daya tarik
tersendiri bagi perusahaan-perusahaan industri khususnya industri berat
dalam mengembangkan wilayah produksinya dan meningkatkan
produktivitasnya. Kawasan industri di daerah Cilegon, Banten Jawa Barat
yang hampir satu kawasan lahan Cilegon terbangun oleh industri-industri
jika dipikirkan industri-industri tersebut tak lain menargetkan kepada teori
transportasi (keterjangkauan) yang mengacu pada teori Alfred Weber (least
coast location) yang menekankan bahwa lokasi industri ditempatkan pada
daerah-daerah yang memerlukan biaya paling minimal.
It explains the optimum location of a manufacturing estabilishment
in terms of minimazation of three basic expenses: relative transport costs,
labor costs, and aglomeration costs.14 menjelaskan lokasi optimum dari
elaktibilitas manufaktur dalam hal minimalisir dari tiga kebutuhan dasar:
biaya relatif transportasi, biaya tenaga kerja, dan biaya aglomerasi.
12 P Sitorus, Teori Lokasi Industri, (Jakarta: Universitas Trisakti, 1997), h. 133. 13 Departemen Perindustrian, Kebijakan Pembangunan Industri Nasional, (Jakarta:
Departemen Perindustrian, 2005), h. 25. 14 Fellmann Getis, Human Geography Landscapes Of Human Activities, (Amerika USA,
McGraw-Hill Companies, 1999), h. 320
18
Sumber: Daldjoeni, Geografi Baru, (Bandung: Alumni, 1997), h. 63
Gambar 2.1
Segitiga Lokasional Weber
Cilincing, Tanjung Priok dan wilayah pesisir di DKI Jakarta
menjadi lokasi yang sekiranya strategis bagi industri hulu serta hilir Diana.
Dua konsep pemikiran penentuan lokasi industri terpakai di wilayah
tersebut, yaitu pertama teori permintaan pasar (demand market) oleh Losch
dimana banyak konsumen berada di wilayah tersebut baik wilayah lokalnya
yang statusnya adalah salah satu kota besar Indonesia maupun penduduk
wilayah satelitnya (Bekasi dan sekitarnya). Kedua, adalah teori yang
dimiliki oleh Weber yaitu lokasi yang biaya produksinya minimal, biaya
minimal ini mengacu pada wilayah, sumber daya/mentah, upah tenaga kerja,
biaya transportasi, dan kompetensi industri.
19
Persebaran industri di kawasan Timur Indonesia sendiri pada tahun
2003 menunjukan 4,8% berlokasi di Pulau Kalimantan, dan 8,1% di
Sulawesi dan sisanya sebanyak 0,9% berada di Maluku Utara dan Papua.15
Kembali lagi kepada sarana dan prasarana yang ada menjadikan dukungan
tersendiri bagi berkembangnya Industri. Namun ada kalanya keberadaan
industri yang mengakibatkan berkembangnya sarana dan prasarana, akan
tetapi hanya beberapa saja seperti misalnya PT Freeport yang mana
mengharuskan perusahaan tersebut mengembangkan sarana dan prasarana di
daerah Papua yang pada akhirnya berdampak pada aspek lainnya.
B. Macam-macam Industri Industri terdiri dari berbagai Jenis dan macamnya, dari lokasi industri
maka akan tercermin industri apa yang berjalan di lokasi tersebut. Adapun
macam-macam klasifikasi industri, sebagai berikut:
1. Klasifikasi Industri Berdasarkan Bahan Baku
Tiap-tiap industri membutuhkan bahan baku yang berbeda,
tergantung pada apa yang akan dihasilkan dari proses industri tersebut.
Berdasarkan bahan baku yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
a. Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh langsung
dari alam. Misalnya: industri hasil pertanian, industri hasil perikanan, dan
industri hasil kehutanan.
b. Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih lanjut
hasilhasil industri lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri pemintalan,
dan industri kain.
c. Industri fasilitatif atau disebut juga industri tertier. Kegiatan industrinya
adalah dengan menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain.
Misalnya: perbankan, perdagangan, angkutan, dan pariwisata.
15 Departemen Perindustrian, Kebijakan Pembangunan Industri Nasional, (Jakarta:
Departemen Perindustrian, 2005), h. 25.
20
2. Klasifikasi Industri Berdasarkan Tenaga Kerja
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat
dibedakan menjadi:
a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja
kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat
terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau
pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota
keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri
tempe/ tahu, dan industri makanan ringan.
b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5
sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relative
kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada
hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan
industri pengolahan rotan.
c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20
sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup
besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan
perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri
konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100
orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun
secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus
memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui
uji kemapuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri
tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.
3. Klasifikasi Industri Berdasarkan Produksi yang Dihasilkan
Berdasarkan produksi yang dihasilkan, industri dapat dibedakan
menjadi:
a. Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda
yang tidak perlu pengolahan lebih lanjut. Barang atau benda yang
dihasilkan tersebut dapat dinikmati atau digunakan secara langsung.
21
Misalnya: industri anyaman, industri konveksi, industri makanan dan
minuman.
b. Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda
yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum dinikmati atau
digunakan. Misalnya: industri pemintalan benang, industri ban, industri
baja, dan industri tekstil.
c. Industri tertier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau
benda yang dapat dinikmati atau digunakan baik secara langsung maupun
tidak langsung, melainkan berupa jasa layanan yang dapat mempermudah
atau membantu kebutuhan masyarakat. Misalnya: industri angkutan,
industri perbankan, industri perdagangan, dan industri pariwisata.
4. Klasifikasi Industri Berdasarkan Bahan Mentah
Berdasarkan bahan mentah yang digunakan, industri dapat
dibedakan menjadi:
a. Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang
diperoleh dari hasil kegiatan pertanian. Misalnya: industri minyak
goreng, Industri gula, industri kopi, industri teh, dan industri makanan.
b. Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang
berasal dari hasil pertambangan. Misalnya: industri semen, industri baja,
industri BBM (bahan bakar minyak bumi), dan industri serat sintetis.
c. Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat
mempermudah dan meringankan beban masyarakat tetapi
menguntungkan. Misalnya: industri perbankan, industri perdagangan,
industri pariwisata, industri transportasi, industri seni dan hiburan.
5. Klasifikasi Industri Berdasarkan Lokasi Unit Usaha
Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan
kegiatan industri. Berdasarkan pada lokasi unit usahanya, industri dapat
dibedakan menjadi:
a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry), yaitu
industri yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.
22
b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industry),
yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk,
terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang
pendidikannya.
c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry), yaitu
industri yang didirikan dekat atau ditempat pengolahan. Misalnya:
industri semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping),
industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak),
dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).
d. Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di
tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan
dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan
pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.
e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose
industry), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di
atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga
kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja.
Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.
6. Klasifikasi Industri Berdasarkan Proses Produksi
Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi:
a. Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi
barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan
baku untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis,
industri alumunium, industri pemintalan, dan industri baja.
b. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi
barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau
dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri
konveksi, industri otomotif, dan industri meubeler.
7. Klasifikasi Industri Berdasarkan Barang yang Dihasilkan
Berdasarkan barang yang dihasilkan, industri dapat dibedakan
menjadi:
23
a. Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat
produksi lainnya. Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan
industri percetakan.
b. Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai
untuk dikonsumsi. Misalnya: industri obat-obatan, industri makanan, dan
industri minuman.
8. Klasifikasi Industri berdasarkan Modal yang Digunakan
Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dibedakan
menjadi:
a. Industri dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN), yaitu industri
yang memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha
nasional (dalam negeri). Misalnya: industri kerajinan, industri pariwisata,
dan industri makanan dan minuman.
b. Industri dengan penanaman modal asing (PMA), yaitu industri yang
modalnya berasal dari penanaman modal asing. Misalnya: industri
komunikasi, industri perminyakan, dan industri pertambangan.
c. Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu industri yang
modalnya berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan PMA.
Misalnya: industri otomotif, industri transportasi, dan industri kertas.
9. Klasifikasi Industri Berdasarkan Subjek Pengelola
Berdasarkan subjek pengelolanya, industri dapat dibedakan
menjadi:
a. Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik rakyat,
misalnya: industri meubeler, industri makanan ringan, dan industri
kerajinan.
b. Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik
Negara yang dikenal dengan istilah BUMN, misalnya: industri kertas,
industri pupuk, industri baja, industri pertambangan, industri
perminyakan, dan industri transportasi.
24
10. Klasifikasi Industri berdasarkan Cara Pengorganisasiaan
Cara pengorganisasian suatu industri dipengaruhi oleh berbagai
factor, seperti: modal, tenaga kerja, produk yang dihasilkan, dan
pemasarannya. Berdasarkan cara pengorganisasianya, industri dapat
dibedakan menjadi:
a. Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil,
teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari
kalangan keluarga, produknya masih sederhana, dan lokasi pemasarannya
masih terbatas (berskala lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri
makanan ringan.
b. Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative
besar, teknologi cukup maju tetapi masih terbatas, pekerja antara 10-200
orang, tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih
luas (berskala regional). Misalnya: industri bordir, industri sepatu, dan
industri mainan anak-anak.
c. Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat besar,
teknologi canggih dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam
jumlah banyak dan terampil, pemasarannya berskala nasional atau
internasional. Misalnya: industri barang-barang elektronik, industri
otomotif, industri transportasi, dan industri persenjataan.
11. Klasifikasi Industri Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Perindustrian
Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga
pengklasifikasian industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah
sebagai berikut:
a. Industri Kimia Dasar (IKD) Industri Kimia Dasar merupakan industri
yang memerlukan: modal yang besar, keahlian yang tinggi, dan
menerapkan teknologi maju. Adapun industri yang termasuk kelompok
IKD adalah sebagai berikut:
25
1) Industri kimia organik, misalnya: industri bahan peledak dan industri
bahan kimia tekstil.
2) Industri kimia anorganik, misalnya: industri semen, industri asam
sulfat, dan industri kaca.
3) Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk kimia dan industri
pestisida.
4) Industri selulosa dan karet, misalnya: industri kertas, industri pulp,
dan industri ban.
b. Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE), Industri ini
merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-
mesin berat atau rekayasa mesin dan perakitan. Adapun yang termasuk
industri ini adalah sebagai berikut:
1) Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya: mesin
traktor, mesin hueler, dan mesin pompa.
2) Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya: mesin pemecah batu,
buldozer, excavator, dan motor grader.
3) Industri mesin perkakas, misalnya: mesin bubut, mesin bor, mesin
gergaji, dan mesin pres.
4) Industri elektronika, misalnya: radio, televisi, dan komputer.
5) Industri mesin listrik, misalnya: transformator tenaga dan generator.
6) Industri kereta api, misalnya: lokomotif dan gerbong.
7) Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya: mobil, motor, dan
suku cadang kendaraan bermotor.
8) Industri pesawat, misalnya: pesawat terbang dan helikopter.
9) Industri logam dan produk dasar, misalnya: industri besi baja, industri
alumunium, dan industri tembaga.
10) Industri perkapalan, misalnya: pembuatan kapal dan reparasi kapal.
11) Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya: mesin produksi,
peralatan pabrik, the blower, dan kontruksi.
26
c. Aneka Industri (AI), Industri ini merupakan industri yang tujuannya
menghasilkan bermacam-macam barang kebutuhan hidup sehari-hari.
Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut:
1) Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi.
2) Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan
mesin jahit, televisi, dan radio.
3) Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi, sampho, tinta, plastik,
obatobatan, dan pipa.
4) Industri pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi,
garam dan makanan kemasan.
5) Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu
lapis, dan marmer.
d. Industri Kecil (IK), Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan
jumlah pekerja sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan
industri rumah tangga, misalnya: industri kerajinan, industri alat-alat
rumah tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah).
e. Industri pariwisata, Industri ini merupakan industri yang menghasilkan
nilai ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa: wisata seni
dan budaya (misalnya: pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan
(misalnya: peninggalan, arsitektur, alat-alat observasi alam, dan museum
geologi), wisata alam (misalnya: pemandangan alam di pantai,
pegunungan, perkebunan, dan kehutanan), dan wisata kota (misalnya:
melihat pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah pertokoan,
restoran, hotel, dan tempat hiburan).
Pada umumnya, klasifikasi jenis industri terdiri atas tiga bagian
utama, yaitu industri primer merupakan produk antara (atau akhir) dimana
tidak memerlukan proses pabrikan seperti industri biji besi, batu bara dll (2)
industri sekunder, suatu jenis industri yang merupakan produk akhir dari hasil
27
produksi seperti industri mobil, radio dll (3) industri tersier, adalah jenis
industri yang menghasilkan jasa seperti bank, komunikasi dll.16
Perkembangan industri di Indonesia sendiri telah berkembang lama
sejak pemerintahan kolonial masih menguasai Indonesia sejak awal 1930-an,
dengan desakan-desakan barang impor dari negara lain terutama Jepang telah
memaksa pemerintahan Belanda di Indonesia harus segera mendirikan pabrik-
pabrik dan memproduksi untuk dipasarkan bagi pasaran domestik yang pada
akhirnya melemahkan barang impor dari luar Indonesia.17
C. Aglomerasi Industri 1. Pengertian Aglomerasi
Industri di Indonesia pada umumnya terbagi pada kawasan-
kawasan terterntu yang memang daerah tersebut dijadikan sebagai pusat
pertumbuhan di Indonesia, dimana dilakukan dengan maksud dan tujuan
tertentu. Dengan adanya pembagian wilayah pertumbuhan ekonomi tertentu
akhirnya berdampak pada apa yang dinamakan dengan aglomerasi Industri.
Montgomery (1988) dalam Mudrajad mendefinisikan aglomerasi
sebagai konsentrasi spasial atas aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan
karena “Penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of
proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial perusahaan, para
pekerja, dan konsumen”.18 Perspektif aglomerasi sebagai penghematan
terdapat interelasi dengan teori ekonomi yang ada dengan biaya yang minim
dan berusaha melipatgandakan laba. Perkotaan itu sendiri merupakan hasil
dari aglomerasi secara spasial, yang pada gilirannya mendorong tumbuhnya
literatur mengenasi formasi kota.19
16 P Sitorus, Teori Lokasi Industri, (Jakarta: Universitas Trisakti, 1997), h. 4. 17 Thee Kian Wie, Industrialisasi di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1996), h. 12.
18 Mudrajad. K, Ekonomika Pembangunan, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 162. 19 Ibid, h. 163.
28
Tabel 2.1
Pembagian Wilayah Pembangunan Indonesia
No Regional Pusat
Pertumbuhan Wilayah Meliputi Daerah 1 A Medan I Aceh dan Sumut
Pusatnya di Medan II Sumbar, Riau, dan Kep. Riau
Pusatnya di Pekanbaru 2 B Jakarta III Jambi, Sumsel, Bengkulu dan Ba-bel
Pusatnya di Palembang IV Lampung, Jakarta, Jabar, Jateng,
Banten dan DI Yogyakarta Pusatnya di Jakarta
V Kalbar, Pusatnya di Pontianak 3 C Surabaya VI Jatim dan Bali
Pusatnya di Surabaya VII Kalteng, Kaltim dan Kalsel
Pusatnya di Balikpapan dan Samarinda
4 D Makassar VIII NTB, NTT, Sulsel, Sultra Pusatnya di Makassar
IX Sulteng, Sulut, dan Gorontalo Pusatnya di Manado
X Maluku, Maluku Utara dan Papua (Irian Jaya) Pusatnya di Sorong
Pembagian wilayah dapat bermanfaat bagi negara yang besar dan
luas seperti Indonesia. Pembagian itu bermanfaat untuk menjamin
tercapainya pembangunan yang serasi dan seimbang, baik antar sektor di
dalam suatu wilayah pembangunan maupun antarwilayah pembangunan
Prinsip perwilayahan tersebut di atas dapat juga diterapkan di dalam skala
yang lebih kecil di dalam provinsi-provinsi itu sendiri, dengan cara
memperhatikan hubungan yang saling terkait antara kabupaten dan
kecamatan dalam satuan wilayah administrasi yang lebih kecil.
Sumber: Tri Sunarsih, Modul Pembelajaran Geografi, (Jakarta: Madrasah Pembangunan, 2013), h. 110
29
Kemunculan pusat pertumbuhan akan menarik jumlah tenaga kerja
yang banyak, dapat dilihat dari arus mobilitas dan migrasi penduduk dari
desa ke kota maupun antar provinsi. Arus migrasi penduduk dari pedesaan
menuju kota besar maupun kota kecil di Indonesia, menunjukkan angka
yang terus meningkat sejalan dengan pesatnya pertumbuhan kota. Dengan
adanya fenomena seperti itu diperoleh pemikiran bahwa hal ini akan
berdampak tentunya pada persebaran (distribusi) penduduk di daerah
pertumbuhan ekonomi.
Teori tempat pemusatan (aglomerasi) pertama kali dirumuskan
oleh Christaller (1933) dan dikenal sebagai teori pertumbuhan perkotaan
yang pada dasarnya menyatakan bahwa pertumbuhan kota tergantung
spesialisasinya dalam fungsi pelayanan perkotaan, sedangkan tingkat
permintaan akan pelayanan perkotaan oleh daerah sekitarnya akan
menentukan kecepatan pertumbuhan kota (tempat pemusatan) tersebut.
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan timbulnya pusat-pusat pelayanan :
(1) faktor lokasi ekonomi, (2) faktor ketersediaa sumberdaya, (3) kekuatan
aglomerasi, dan (4) faktor investasi pemerintah.
Sumber: Kuncoro, Ekonomi Pembangunan, (Jakarta: Erlangga, 2010)
Gambar 2.2
Perkembangan Konsep dan Pemikiran Mengenai Aglomerasi
30
Aglomerasi industri merupakan pemusatan industri di suatu
kawasan tertentu dengan tujuan agar pengelolaannya dapat optimal. Dengan
konsep seperti ini maka prinsip persebaran dalam geografi yang bukan
hanya berlaku pada aspek fisik saja melainkan pada aspek sosial geografi
pun terpengaruhi seperti persebaran penduduk dalam tata ruang industri
yang ada dan perkembangannya dari masa ke masa mengalami perubahan-
perubahan.
2. Gejala Aglomerasi
Setidaknya, dapat ditemukan dua gejala besar di dalam aglomerasi
berkaitan dengan wilayah pasar.20 Pertama, bertemunya dua atau lebih
aktivitas ekonomi yang berbeda. Dalam kasus ini, ukuran wilayah pasar
masing-masing produsen menjadi tidak berarti karena dengan aglomerasi
maka wilayah pasar (real outer Orange) cenderung menyatu. Kedua,
bertemunya dua atau lebih aktivitas ekonomi yang sama. Di sini, ukuran
atau keseragaman wilayah pasar masing-masing produsen tampak
mempengaruhi bukan saja wilayah pasar yang baru tetapi proses aglomerasi
itu sendiri.
Proses ekonomi aglomerasi pada dasarnya melalui dorongan-
dorongan kohesi di antara perusahaan atau industri yang berlokasi dalam
suatu wilayah. 21 sebelum beraglomerasi, sebuah perusahaan menyimpan
suatu potensi aglomerasi yang diperlihatkan oleh wilayah pasarnya.
Semakin luas cakupan pasar yang dimiliki (threshold) maka semakin besar
potensi aglomerasinya.
Keuntungan yang diperoleh karena pemusatan kegiatan sekaligus
bercorak ekonomis, geografis, dan psikologis dapat diraih melalui
aglomerasi.22 Aglomerasi itu sendiri terkadang menjadi hal penting baik
dalam pengelompokan pemukiman maupun pertokoan/unit usaha guna
meningkatkan efisiensi ekonomis ataupun kepuasan sosial.
20 Iwan Nugroho, Pembangunan Wilayah, (Jakarta: LP3S, 2012), h. 35. 21 Ibid, h. 49. 22 N Daldjoeni, Geografi Baru Organisasi Keruangan Dalam Teori dan Praktek, (Bandung:
Alumni, 1997), h. 99.
31
3. Konsep Dalam Geografi
Geografi merupakan ilmu yang mempelajari persamaan dan
perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau
kewilayahan dalam konteks keruangan.23 Fenomena di bumi dalam
geografi akan dipecahkan atau diselesaikan dengan menggunakan berbagai
pendekatan geografi, konsep geografi, dan prinsip geografi.
Fenomena persebaran permukiman di kawasan industri dapat pula
dipecahkan melalui geografi. Akan tetapi geografi pun memerlukan ilmu
bantu untuk memperdalam kajian objek yang akan dipecahkan. Sepuluh
konsep dalam geografi itu sendiri antara lain:
a. Konsep lokasi, yaitu letak suatu fenomena di bumi;
b. Konsep jarak, dimana terdapat jarak absolut dan jarak relatif;
c. Konsep keterjangkauan, yaitu akses yang mudah atau tidak dalam suatu
fenomena;
d. Konsep pola, fenomena karakteristik sebaran di bumi;
e. Konsep morfologi, karakteristik bentuk lahan di bumi;
f. Konsep aglomerasi, pola pengelompokan suatu fenomena;
g. Konsep nilai kegunaan, yaitu nilai fenomena di bumi;
h. Konsep interaksi dan interpedensi, keterkaitan antara fenomena satu
dengan yang lain;
i. Konsep diferensiasi area, perbedaan fenomena yang ada di bumi;
j. Konsep keterkaitan keruangan (asosiasi), derajat keterkaitan antar
fenomena di bumi.24
D. Penduduk 1. Pengertian Penduduk
Penduduk Orang yang tinggal di daerah tersebut, Orang yang
secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang
23 Iwan Hermawan, Geografi Sebuah Pengantar, (Bandung: Private Publishing, 2009), h.
58. 24 Ibid, h. 76.
32
yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti
kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain. Penduduk adalah
semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia
selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6
bulan tetapi bertujuan untuk menetap.25
Introduksi istilah ilmu kependudukan sesungguhnya dimaksud
untuk memberi pengertian lebih luas tentang demografi.26 Demografi ialah
ilmu yang membahas perihal penduduk dengan segala aspeknya baik
tentang susunan, jumlah, dan perkembangan penduduk dan suatu ilmu yang
memberikan gambaran statistik mengenai suatu bangsa dilihat dari sudut
sosial politik.
2. Analisa Kependudukan
Studi kependudukan (Population Studies) merupakan istilah lain
bagi ilmu kependudukan, studi kependudukan terdiri dari analisis-analisis
yang bertujuan dan mencakup:
1. Memperoleh informasi dasar tentang distribusi penduduk, karakteristik
dan perubahan-perubahannya.
2. Menerangkan sebab-sebab perubahan dari faktor dasar tersebut.
3. Menganalisis segala konsekuensi yang mungkin sekali terjadi di masa
depan sebagai hasil perubahan-perubahan.27
Dari deskripsi informasi yang didapatkan melalui distribusi
penduduk dapat didapatkan penjelasan dan analisis karakter apa yang
berubah pada keadaan penduduk di pada suatu daerah. Kecamatan Cilincing
merupakan salah satu Kecamatan di Jakarta Utara yang mengalami
fenomena tersebut. Dari karakteristik yang berubah maka perlu adanya
suatu penelusuran faktor apa sajakah yang merubah distribusi penduduk
Kecamatan Cilincing, fenomena yang terjadi dikaji dengan ilmu
antroposfer.
25 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 26 Said Rusli, Pengantar Ilmu Kependudukan, (Jakarta: LP3S, 2012), h. 1. 27 Ibid, h. 1.
33
Persebaran penduduk di sini akan mungkin sangat terlihat
kepadatannya apabila diketahui interaksi antara jarak kota A ke kota B
karena disinilah kemungkinan besar terletak peluang besar wilayah yang
akan dijadikan pusat aktivitas penduduk maupun dimanfaatkan untuk
perkembangan industri. Faktor jumlah penduduk, kenaikan pendapatan, dan
kenaikan ongkos transport dalam banyak kasus dapat menggeser hierarki
perkotaan.28 Penduduk ternyata dapat merubah investasi industri dan pada
akhirnya banyak kejadian industri mengembangkan proses produksinya ke
wilayah kota-kota kecil lainnya.
Menurut RPJMN 2012-214, pembangunan perkotaan atau pola
urbanisasi masih terpusat di pulau Jawa - Bali, Sumatera, dan Sulawesi
Selatan.29 Pada kurun waktu 1990 hingga 2000, laju pertumbuhan penduduk
di kota metropolitan (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, dan Semarang)
berkisar 0.16 hingga 0,9 persen per tahun, tetapi laju pertumbuhan
penduduk di wilayah sekitarnya mencapai 3.0 hingga 4.13 persen per tahun.
Dari data yang di dapat dengan terus bertambahnya jumlah kota dan jumlah
penduduk diperkirakan pendudukan perkotaan pada tahun 2025 mencapai
67,5 persen.
Berkaitan dengan lahan, ketika penduduk bumi masih sedikit,
penduduk yang kekurangan lahan di suatu tempat dengan mudah dapat
mencari lahan di tempat lain. Lahan yang tersedia dewasa ini tidaklah
mudah, karena lahan yang ada tidaklah bertambah menyesuaikan kebutuhan
manusia akan lahan. Jumlah penduduk yang membutuhkannya dari tahun ke
tahun teruslah meningkat. Karena pada suatu daerah luas lahan tidak
bertambah, hal hasil dengan meningkatnya jumlah penduduk, rasio manusia
- lahan menjadi semakin besar, sekalipun pemanfaatan setiap jengkal lahan
sangat dipengaruhi oleh taraf perkembangan kebudayaan suatu masyarakat.
28 Iwan Nugroho, Pembangunan Wilayah, (Jakarta: LP3S, 2012), h. 37. 29 Ibid, h. 253.
34
3. Pola Pemukiman Penduduk
Penduduk adalah sekelompok masyarakat yang tinggal menetap di
wilayah tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.30 Adanya penduduk tentu
juga ada pemukiman penduduk sebagai tempat singgah dan menetap,
pemukiman penduduk pun bermacam-macam bentuk sesuai dengan karakter
yang ada pada tiap wilayah. Apakah wilayah (region) pada daerah tersebut
mempengaruhi pola pemukiman atau sebaliknya pemukiman penduduk
yang mempengaruhi lingkungan sekitar.
Pola permukiman penduduk adalah bentuk umum sebuah
permukiman penduduk dan terlihat mengikuti pola tertentu.31 Pola
permukiman penduduk berbeda-beda di setiap daerah. Adapun faktor yang
mempengaruhi pola pemukiman penduduk adalah sebagai berikut:
a. Bentuk Permukaan Bumi Bentuk permukaan bumi yang berbeda-beda seperti gunung, pantai,
dataran rendah, dataran tinggi, dan sebagainya. akan membuat pola
kehidupan yang berbeda pula, misal penduduk pantai bekerja sebagai
petani. Pola kehidupan yang berbeda akan menyebabkan penduduk
membuat permukiman yang sesuai dengan lingkungan tempat penduduk
itu berada.
b. Keadaan Tanah Keadaan tanah menyangkut kesuburan/kelayakan tanah ditanami
ataupun digunakan untuk kepentingan fasilitas tertentu baik fasilitas
publik atau swasta. Lahan yang subur tentu menjadi sumber penghidupan
penduduk. Lahan tersebut bisa dijadikan lahan pertanian atau
semacamnya. Karena itu, penduduk biasanya hidup mengelompok di
dekat sumber penghidupan tersebut (ini jelas terlihat di desa).
c. Keadaan Iklim Iklim memiliki unsur-unsur di antaranya curah hujan, intensitas
cahaya matahari, suhu udara, dan sebagainya yang berbeda-beda di setiap
30 Ida Bagus Ari Sudewa, Pola Pemukiman Penduduk, 2014, p. 1, (http://arisudev.wordpress.com/).
31 Ibid.
35
daerah. Perbedaan iklim membuat kesuburan tanah dan keadaan alam di
setiap daerah berbeda-beda mengakibatkan pola permukiman penduduk
berbeda pula. Sebagai contoh penduduk di pegunungan cenderung
bertempat tinggal berdekatan, sementara penduduk di daerah panas
memiliki permukiman yang lebih terbuka (agak terpencar).
d. Keadaan Ekonomi Keadaan ekonomi membuat suatu kelas dalam masyarakat, dikenal
dengan stratifikasi penduduk dalam sosiologi menjadikan tiga kelas
dalam masyarakat yaitu kelas bawah (low class), kelas menengah (midle
class), dan kelas atas (top class), menjadikan sistem pola perputaran dan
keadaan ekonomi berbeda. Jika kita memilih rumah, tentu kita akan
memilih tempat yang tepat sebagai salah satu faktor utama. Kondisi ini
jelas berpengaruh terhadap pola permukiman penduduk (ini jelas terlihat
di kota).
e. Kultur Penduduk Pola permukiman penduduk sangat bergantung pada kemajuan dan
kebutuhan penduduk itu sendiri. Jika penduduk itu masih tradisional,
pola permukimannya akan cenderung terisolir dari permukiman lain.
Permukiman di daerah tersebut hanya diperuntukkan bagi mereka yang
masih anggota suku atau yang masih berhubungan darah.
Faktor-faktor seperti bentuk permukaan bumi, keadaan tanah,
keadaan iklim, keadaan ekonomi, dan keadaan penduduk yang telah
dijelaskan sebelumnya merupakan acuan yang pada akhirnya menghasilkan
bentuk khas dari setiap pemukiman di satu wilayah tertentu. Adapun macam
bentuk tersebut seperti terpusat, tersebar, dan pola pemukiman
memanjang.32
32 Ida Bagus Ari Sudewo, Pola Pemukiman Penduduk, 2014,
(http://arisudev.wordpress.com).
36
Sumber: Ida Bagus, Pola Pemukiman Penduduk, (http://arisudev.woerdpress.com)
Gambar 2.3
Pola Permukiman Penduduk
E. Hubungan Industri dan Perkembangan Wilayah Tata ruang yang ada pada setiap daerah memiliki peranan penting
dalam proses perkembangan pembangunan yang ada. Kaitannya industri dan
perkembangan wilayah itu sendiri yaitu bagaimana output yang diharapkan
mampu bernilai positif akan dampaknya pada suatu lingkungan sekitar industri.
Apalah artinya industri maju akan tetapi daerah Industrinya itu sendiri masih
terbilang belum layak akan yang disebut sebagai Industri maju dan sehat.
Industri sekiranya erat kaitannya dengan infrastruktur yang ada.
Infrastruktur yang terus berkembang akan memberikan dorongan tersendiri
bagi perkembangan kemajuan suatu daerah yang sekiranya semakin
37
tersedianya infrastruktur yang baik akan berdampak baik bagi perekonomian
suatu daerah. Afrika menjadi satu negara yang mana rendahnya pendapatan
karena salah satu faktor akses yang berhubungan dengan infrastruktur seperti
layanan listrik, air, telepon dan lainnya.33
Tak heran para perancang dan pembuat kebijakan publik termasuk
sekiranya RTRW di sini berperan, infrastruktur dipandang sebagai salah satu
indikator kemiskinan suatu negara dan rakyatnya. Maka upaya pengentasan
kemiskinan tidak dipisahkan dari upaya membangun infrastruktur, khususnya
akses rakyat miskin ke jasa-jasa dan jaringan infrastruktur seperti jasa air,
listrik, dan jaringan telepon. Infrastruktur dan industri tentulah mempengaruhi
perkembangan pemukiman yang tersebar di lokasi tersebut. pemukiman
penduduk menempati suatu lahan tertentu yang sekiranya setiap lokasi lahan
menjadi bagian dari kebijakan pemerintah melalui RTRW daerah setempat,
bisa melalui program pembebasan lahad, relokasi, atau bahkan penggusuran
pemukiman karena suatu proyek tertentu yang dimiliki pemerintah setempat.
Istilah pertumbuhan wilayah dan perkembangan wilayah
sesungguhnya tidak bermakna sama, sekalipun keduanya merujuk pada
bertambahnya suatu ukuran wilayah tertentu.34 Perkembangan wilayah
senantiasa disertai dengan perubahan struktural. Proses yang terjadi dalam
perkembangan wilayah sangat kompleks, melibatkan aspek ekonomi, aspek
sosial, lingkungan, politik (pemerintah) sehingga pada hakikatnya merupakan
suatu “sistem” yang tidak bisa dipisahkan. Berangkat dari pengertian di atas,
maka perkembangan industri dapat dimaknai sebagai proses bertambahnya
pemanfaatan sumber daya (sumber daya manusia, sumber daya alam, dan
sumber daya modal) dalam bidang industri, yang ditandai dengan
meningkatnya jumlah industri, bertambahnya lahan industri, bertambahnya
sumber daya manusia yang bergerak di sektor industri serta outcome yang
dihasilkan dari industri). Indikator utama tingkat perkembangan industri
33 Marwan Ja’far, Infrastruktur Pro Rakyat, (Jogjakarta: Pustaka Tokoh Bangsa, 2007), h.
3. 34 Iwan Nugroho, Pembangunan Wilayah Persepektif Ekonomi, Sosial dan wilayah,
(Jakarta: LP3ES,2004), h. 49.
38
adalah sumbangan keluaran (output) industri manufaktur dalam Produk
Domestik Bruto. Sejumlah ahli telah berupaya menetapkan tingkat-tingkat
perkembangan ekonomi dan industri.
Rostow menetapkan 5 tingkat pertumbuhan ekonomi, yaitu: (1)
tingkat tradisional, (2) syarat untuk tinggal landas, (3) tinggal landas, (4)
dorongan menuju kematangan, dan (5) tingkat konsumsi massal.35 Tingkat
tradisional ditandai oleh keterbatasan potensi produktivitas, kegiatan pertanian
menonjol, tetapi produktivitasnya rendah. Pada tingkat syarat yang diperlukan
bagi industrialisasi perubahan struktur ekonomi tertentu mulai terjadi, seperti
berdirinya bank-bank.
Pada tahap tinggal landas terjadi pertumbuhan ekonomi yang cepat
melalui teknik industri modern di sejumlah sektor ekonomi yang masih
terbatas. Pada tahap dorongan menuju kematangan terjadi penerapan teknologi
modern terhadap keseluruhan sektor perekonomian. Pada tingkat konsumsi
massal yang tinggi tersedia sejumlah arah yang dapat ditempuh apakah
memusatkan perhatian untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya atau
memperluas konsumsi atau berjuang untuk meningkatkan kekuasaan dan
pengaruh di arena internasional.
Berbeda dengan Rustow, Badan PBB untuk Pembangunan Industri
(UNIDO) atau Bank Dunia menyatakan bahwa indikator dalam perkembangan
pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana tahap industrialisasi suatu
negara, terutama negara-negara berkembang. Tahap-tahap industrialisasi ini
dirasa jauh lebih berhasil memperlihatkan proses perkembangan industri
dibandingkan dengan tahap-tahap pertumbuhan Rustow. Dalam tahapan ini
yang menjadi tolak ukur adalah tambahan nilai (VA) sektor industri baik
terhadap PDB maupun terhadap sektor-sektor. Tahap-tahap industrialisasi itu
dapat digambarkan melalui tabel berikut:
35 P. Sitorus, Teori Lokasi Industri, (Jakarta: Universitas Trisakti, 1997), h. 162
39
Tabel 2.2
Tahap-tahap Industrialisasi
Tahap-tahap Sumbangan VA % terhadap PDB Sektor Komoditi 1. Non Industrialisasi < 10 < 20 2. Menuju proses industrialisasi 10 – 20 20 – 40 3. Semi industrialisasi 20 - 30 40 -60 4. industrialisasi penuh > 30 >60
Berdasarkan standar tersebut, negara dengan hasil manufaktur
sebesar 10 sampai 20% dari PDB dianggap dalam tahap mulai menginjak
industrialisasi, untuk hasil manufaktur sebesar 20 sampai 30% dianggap
negara semi industri, sedangkan untuk hasil manufaktur diatas 30% dikatakan
sebagai negara industri.36
Pembangunan ekonomi di suatu negara dalam periode jangka
panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi negara
tersebut, yaitu dari ekonomi tradisional yang dititikberatkan pada sektor
pertanian ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor industri dengan
increasing returns to scale yang dinamis (relasi positif antara pertumbuhan
output dan pertumbuhan produktivitas) sebagai mesin utama pertumbuhan
ekonomi.37
36 Thee Kian Wie, Industrialisasi Di Indonesia Beberapa Kajian, (Jakarta: LP3ES), h. 5. 37 Abdullah, “Pengaruh Perkembangan Industri Terhadap Pola Pemanfaatan Lahan di
Wilayah Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang”, Tesis pada pascasarja Abdullah, “Pengaruh Perkembangan Industri Terhadap Pola Pemanfaatan Lahan di Wilayah Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang”, Tesis pada pascasarjana UNDIP Semarang, Semarang, 2010, h. 46, tidak dipublikasikan.
Sumber: Thee Kian wie, Industrialisasi di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1987), h. 5.
40
Sumber: Abdullah, Pengaruh Perkembangan Industri Terhadap Pola Pemanfaatan Lahan di
Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang, (Semarang: Tesis, 2010), h. 46.
Gambar 2.4
Diagram Dampak Pembangunan Industri
Diagram tersebut memperlihatkan bahwa pembangunan industri
yang berdampak langsung pada lahan terjadi pada tahap persiapan, berupa
kenaikan kepadatan penduduk, penurunan produksi pertanian, penggusuran
penduduk, dan konstruksi prasarana dan kompleks industri. Selanjutnya
sebagai akibat dari penggusuran penduduk mengakibatkan terjadinya tekanan
penduduk yang berakibat pada munculnya masalah lingkungan fisik berupa
kerusakan hutan dan masalah sosial yaitu terjadinya urbanisasi. Kenaikan
tekanan penduduk mendorong penduduk melakukan urbanisasi ke kota yang
berakibat pada meningkatnya penduduk kota. Peningkatan penduduk suatu
41
kota berakibat pada peningkatan produksi limbah terutama limbah rumah
tangga.
F. Lahan Kota 1. Pemanfaatan Lahan Perkotaan
Pengertian kota dapat bermacam-macam. Dalam pengertian
geografis, kota itu adalah suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-
rumahnya berkelompok kompak, dan mata pencaharian penduduknya bukan
pertanian. Dalam pengertian teknis, kota itu mempunyai jumlah penduduk
tertentu, misalnya di Indonesia (untuk keperluan statistik) yang disebut kota
adalah tempat dengan 20.000 penduduk atau lebih.38
Dalam pengertian yang lebih umum, kota itu adalah tempat yang
mempunyai prasarana kota, yaitu: bangunan besar- besar, banyak bangunan
perkantoran, jalan yang lebar-lebar, pasar yang luas-luas, beserta
pertokoannya, jaringan kawat listrik dan jaringan air minum, dan
sebagainya. Sedangkan Dickinson dalam Abdullah menambahkan bahwa
kota adalah suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat, dan
penduduknya bernafkah bukan pertanian.
Kota menyediakan segala fasilitas bagi kehidupan baik sosial
maupun ekonomi, sehingga baik bertempat tinggal maupun bekerja dan
berekreasi dapat dilakukan oleh penduduk di dalam kota. Kota dapat
berfungsi sebagai tempat pelayanan, pemasaran, kegiatan industri,
peribadatan, dan pendidikan, yang kesemuanya membutuhkan lahan. Yang
merupakan kegiatan ekonomi di kota terutama adalah adalah kegiatan
ekonomi industri dan ekonomi jasa yang tidak memerlukan tanah luas,
sehingga bentuk kota kompak, bangunannya berdekatan, sehingga
kepadatan penduduk tinggi.
38 Ibid., h. 57.
42
Kontras mencolok antara kota dan desa itu berupa kemampuan
manusia kota dalam mengatur ruang hidupnya.39 Hampir di setiap negara
khususnya negara-negara maju penduduknya cenderung tersebar di wilayah
perkotaan, adanya kota memiliki tiga fungsi, sebagai berikut:
1) Fungsi melancarkan pengawasan (administratif - politis)
2) Fungsi berperan sebagai pusat pertukaran (komersial)
3) Fungsi memproses bahan sumber daya (industrial).
2. Pola Keruangan Kota
Kota adalah kawasan perkotaan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan, dan pendistribusian pelayanan jasa
pemerintah, pelayaran sosial, serta kegiatan ekonomi (Undang-undang No.
26 Tahun 2007 tentang penataan ruang kota).
Selain sebagai kegiatan produksi dan reproduksi, kota adalah
lingkungan binaan habitatif, artinya lingkungan yang memiliki beragam
kehidupan.40 dari aktivitas yang ada di perkotaan maka akan memunculkan
pola keruangan tertentu. Dari definisi kota sebelumnya tercermin tentang
spasial kota itu sendiri seperti apa, kawasan yang mana aktivitas dan sumber
pendapatan terpusat pada tata pemerintahan dan industri baik barang
maupun jasa dari sekor perdagangan ataupun pariwisata menjadi alasan
sendiri jalannya migrasi yang dalam iramanya cenderung mengalami
peningkatan (Make –up of improvment).
Migrasi di Indonesia sendiri merupakan hasil interaksi antara faktor
politik dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh pengaruh internasional.41
Dalam ekonomi sebagian besar industri barang konsumsi beroperasi tidak
efisien di wilayah sekitar konsumen, yang dari dulu berpusat di Jawa pada
wilayah perkotaan dan pada akhirnya uang berputar hanya ada satu titik
fokus dan area fokus lainnya sekitar titik fokus (gambar 2.5). Pada akhirnya
39 N Daldjoeni, Geografi Baru Organisasi Keruangan Dalam Teori da Praktik, (Bandung:
Alumni, 1997), h. 97. 40 Bagoes, P, Urbanisasi dan Seni Bina Perkotaan, (Jakarta: Balai Pustaka) h. 16. 41 Iwan Nugroho, Pembangunan Wilayah, (Jakarta: LP3S, 2012), h. 117.
43
yang menikmati hanyalah masyarakat modern (A, B, C) dan tradisional (D,
E) hanya sabagai hinterland yang menunjang terus menerus kebutuhan kota
dalam proses jalannya aktivitas kehidupan (gambar 2.6).
Sumber: I. Nugroho, Pembangunan Wilayah, (Jakarta: LP3ES, 2012), h. 117
Gambar 2.5
Titik Pusat Peredaran Uang
Sumber: I. Nugroho, Pembangunan Wilayah, (Jakarta: LP3ES, 2012), h. 117
Gambar 2.6
Skema Umum Migrasi di Indonesia
Tata letak pemukiman yang ada pada kota akan membentuk suatu pola
yang didalamnya mempunyai arti dan interpretasi dari gambaran khusus
aktivitas perkotaan.
44
Keterangan:
Pada lingkaran dalam (1) terletak pusat kota (central business district atau CBD) yang terdiri atas bangunan-bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan toko pusat perbelanjaan); Pada lingkaran tengah pertama (2) terdapat jalur
alih: rumah-rumah sewaan, kawasan industri, dan perumahan buruh; Pada lingkaran tengah kedua (3) terletak jalur
wisma buruh, yakni kawasan perumahan untuk tenaga kerja pabrik; golongan atas, Pada lingkaran luar (4) terdapat
jalur madyawisma, yakni kawasan perumahan yang luas untuk tenaga kerja halus dan kaum madya (middle class); Di luar lingkaran (5) terdapat jalur penglajon
(jalur ulak-alik): sepanjang jalan besar terdapat perumahan masyarakat golongan madya.
Keterangan:
Pada lingkaran pusat terdapat pusat kota atau CBD (1); Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri
ringan dan kawasan perdagangan (2); Dekat pusat kota dan dekat sektor tersebut di
atas, pada bagian sebelah-menyebelahnya, terdapat sektor murbawisma, yaitu kawasan tempat tinggal kaum murba atau kaum buruh (3); Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri
serta perdagangan , terletak sektor madyawisma (4); Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma,
kawasan tempat tinggal golongan atas (5).
Sumber: P. Sitorus, Teori Lokasi Industri, (Jakarta: Trisaki, 1997), h. 150.
Gambar 2.7
Concentric Zone Theory
Sumber: P. Sitorus, Teori Lokasi Industri, (Jakarta: Trisakti, 1997), h. 150
Gambar 2.8
Sector Theory
45
Menurut Yunus dalam Abdullah Memahami “ekspresi keruangan dari
perkembangan bentuk kota sangat berguna dalam memahami penggunaan
tanah (land use)”. Karena land use kekotaan itu sendiri pada hakikatnya
merupakan pencerminan dari fungsi-fungsi bangunan dan jaringan jalan yang
ada pada areal tertentu (Ada beberapa ekspresi keruangan dari morfologi kota
dengan berbagai kondisi yang melatarbelakangi pembentukannya.
Keterangan:
Pusat kota/CBD (1); Kawasan niaga dan industri
ringan (2); Kawasan murbawisma, tempat
tinggal berkualitas rendah (3); Kawasan madyawisma, tempat
tinggal berkualitas menengah (4); Kawasan adiwisma, tempat
tinggal berkualitas tinggi (5); Pusat industri berat (6); Pusat niaga/perbelanjaan lain di
pinggiran (7); Upakota, untuk kawasan
madyawisma dan adiwisma (8); Upakota (suburb) untuk kawasan
industri (9).
Sumber: P. Sitorus, Teori Lokasi Industri, (Jakarta: Trisakti, 1997), h. 150
Gambar 2.9
Multiple Nucley Theory
46
47
Sumber: Daldjoeni, Geografi Baru, (Bandung, Alumni, 1997), h. 157
Gambar 2.10
Pola Pembentukan Perkotaan
48
G. Faktor Aglomerasi Industri Dalam Geografi Industri, macam-macam industri, penduduk dengan mobilitas dan
aktivitasnya memberikan gambaran bagaimana sulitnya menerapkan tata ruang
yang bukan hanya nyaman akan tetapi menciptakan lingkungan yang ideal.
Ideal dalam arti keseimbangan dari sudut pandang segala arah baik dari segi
geografi fisik (hidrosfer, litosfer, tata guna lahan dan lainnya), dari arah
geografi sosial (hubungan industri terhadap perkembangan manusia, kebijakan
pemerintah terhadap pembangunan Industri dan dan lainnya).
Dari segala kemungkinan yang terjadi dapat ditarik benang merah
akar dari permasalahan yaitu apa saja faktor aglomerasi industri dan bagaimana
yang seharusnya ideal, serta apa yang akan terjadi jika ada penyimpangan di
salah satu faktor yang seharusnya dijalankan dengan sesuai aturan, di sini akan
terlihat seberapa persentase kurang tertatanya tata ruang kota yang diakibatkan
oleh aktivitas industri dan bagaimana juga dengan pemukiman sekitar kawasan
industri.
Di samping itu pertumbuhan dan pembangunan dari kaca mata
geografi dapat dilihat dari segi fisis dan non - fisis.42 Sekiranya faktor fisik
dapat diperhatikan seperti kondisi tanah, air, morfologi, iklim, dan sumber daya
alam yang ada dalam lapisan-lapisan kulit bumi. Nonfisik dapat dilihat seperti
kondisi kependudukan, ekonomi, budaya, politik dan hal-hal yang erat
hubungannya dengan perilaku kehidupan manusia.
Dilihat dari wilayah pasarnya (Market area) aglomerasi terjadi dari
keputusan pasar dalam melakukan pengembangan model monopolis.43
Keputusan lokasi individual pada akhirnya mengundang pesaing lain yang
mengakibatkan wilayah pasar berkembang lebih luas dan kompleks yang pada
gilirannya membentuk suatu jaringan, hierarki dan sistem perkotaan.
Melihat aglomerasi yang ada, terdapat pula suatu faktor yang bertolak
belakang dengan aglomerasi. Suatu kota lambat laun akan tidak mengalami
42 Nursid S, Geografi Pembangunan, (Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan,
1988), h. 32. 43 Iwan Nugroho, Pembangunan Wilayah, (Jakarta: LP3S, 2012), h. 28.
49
aglomerasi berkelanjutan karena faktor-faktor seperti kenaikan jumlah
penduduk pada suatu kota, kenaikan pendapatan pada suatu kota, dan adanya
kenaikan biaya Transport yang pada akhirnya menggeser perkotaan dan terjadi
relokasi-relokasi lokal industri.
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan bagi tiap industri dan setiap
cabang industri lainnya menjadi salah satu faktor yang menjadi perhitungan
dalam pendirian suatu industri. Dalam hal ini berarti tidak seterusnya faktor-
faktor industri menjadi dasar dari pendirian suatu industri, in practice,
enterprise locational decisions are based not on the impact of a single selected
industrial factor but on the interplay and balance of a number of
considerations.44 Dimana dalam prakteknya, keputusan lokasi perusahaan tidak
didasarkan pada dampak dari faktor industri saja yang dipilih tetapi pada
interaksi dan keseimbangan dari sejumlah pertimbangan salah satunya adalah
kebijakan tersendiri yang dimiliki bagi setiap cabang industri.
H. Urbanisasi Urbanisasi merupakan laju bertambahnya penduduk perkotaan, karena
adanya arus perpindahan (migration) penduduk yang umumnya berasal dari
desa. Perkotaan tak lepas dari adanya arus urbanisasi. Ibukota Jakarta dari
tahun ketahuan terus mengalami peningkatan urbanisasi, sebagai pusat dari
suatu negara berkembang pada umumnya mengalami fenomena yang hampir
sama. Jalannya urbanisasi di perkotaan pada awalnya dibawah seperlima
(19,5%), tahun 1980 urbanisasi mencapai lebih dari dua-per-lima (41,3%), dan
menjelang sampai tahun 2000 menurut perkiraan akan melampaui separuh
(51,3%)45
Di negara maju, kawasan kota menyerap hampir dua-per-tiga (64,6%)
dari pertambahan penduduk keseluruhan antara tahun 1920-1930. Antara 1970
dan 1980, pertambahan penduduk kota yang sebenarnya lebih dari
44 Fellmann Getis, Human Geography Landscapes Of Human Activities, (Amerika USA:
McGraw-Hill Companies, 1999), h. 320. 45 Philip M. Hauser, dkk, Penduduk dan Masa Depan Perkotaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1985), h. 18.
50
pertambahan penduduk keseluruhan, hal ini jelas akibat arus penduduk dari
pedesaan ke perkotaan.46 Dari kenyataan yang ada jelas pertambahan penduduk
serta persebarannya akan berkembang pesat di perkotaan. Adapun berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh para ahli, faktor-faktor yang mendorong arus
penduduk dari pedesaan ke perkotaan PBB menekankan terdapat tiga faktor
sebagai berikut:
1) Tingkat pendapatan perorangan meningkat.
2) Pertambahan pendapatan cenderung dibelanjakan terutama untuk barang-
barang bukan pertanian.
3) Produksi dan konsumsi lebih berdayaguna di perkotaan.47
Penduduk dunia makin lama semakin banyak yang tinggal di kota.48
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa hampir separuh
penduduk dunia tinggal di wilayah perkotaan. Bukan hanya industri saja yang
beraglomerasi dalam satu kawasan, akan tetapi penduduk pun akan
beraglomerasi pada satu kawasan yang biasanya berstatus kota besar atau
Megapolitan yang cenderung dipenuhi oleh para urban yang tiap waktu relatif
meningkat.
Tabel 2.3
Aglomerasi Kota Terbesar di Dunia dan ASEAN, 1950-2015
Aglomerasi/negara 1950 1975 2000 Proyeksi
2015 R JP R JP R JP R JP
New York, AS 1 12.338 2 15.880 3 17.846 6 19.717 Tokyo, Jepang 2 11.275 1 26.615 1 34.450 1 36.214 London, Inggris 3 8.361 14 7.546 26 7.628 Tda Tda Paris, Prancis 4 5.424 9 8.630 21 9.693 22 10.008 Moskow, Rusia 5 5.356 12 7.623 17 10.103 21 10.934 Mumbai, India 17 2.981 15 7.347 5 16.086 2 22.645 Delhi, India tda tda 25 4.426 9 12.441 3 20.946 Mexico City, 20 2.883 4 10.690 2 18.066 4 20.647
46 Ibid, h. 20. 47 Ibid, h. 25 48 Mudrajad. K, Ekonomika Pembangunan, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 154.
51
Mexico Sao Paulo, Brasil 27 2.313 6 9.614 4 17.099 5 19.963 Jakarta, Indonesia tda tda 23 4.813 12 11.018 8 17.498 Metro, Filipina tda tda 22 4.999 19 9.950 16 12.637
Sumber: Kuncoro, Ekonomika Pembangunan, (Jakarta: Erlangga, 2010)
Keterangan:
R= Range (peringkat)
JP= Jumlah Penduduk
tda= Tidak ada data
Pada tabel di atas aglomerasi penduduk dunia dari tahun 1950-2015
dilihat mengalami fluktuatif pada setiap masanya. Di sini yang menarik dan
patut dipahami lebih dalam adalah negara Indonesia yang mana pada tabel di
wakili Jakarta yang setiap masanya menaiki peringkat dari peringkat 23 (tahun
1975), peringkat 12 (tahun 2000), dan di proyeksikan peringkat ke 8 (tahun
2015) umumnya masyarakat Indonesia menjadikan Jakarta sebagai Central of
Money.
Perpindahan atau migrasi penduduk atau migrasi, adalah aliran
sumberdaya terpenting sebagai penentu pembangunan wilayah.49 Beberapa
alasan yang mendasar bahwa penduduk migrasi sebagai sumber daya
terpenting pertama, penduduk atau migran adalah pusat dari seluruh rakyat
(subyek dan obyek). Kedua, keadaan kependudukan dan dinamika alirannya
mempengaruhi dinamika pembangunan. Ketiga, dampak perubahan dinamika
kependudukan baru terasa dampaknya dalam jangka panjang.
Pertumbuhan Indonesia dalam bidang industri yang dikenal dengan
negara Dunia Kedua, merupakan kelompok negara industri Eropa, kelompok
negara Timur lebih rendah setingkat dibanding dengan industri negara pertama.
Indonesia memiliki ciri di pembangunan industri Dunia Kedua ini, dimana
peranan pemerintah masih sangat besar, pembangunan proyek vital masih
49 Iwan Nugroho, Pembangunan Wilayah, (Jakarta: LP3S, 2012), h. 107.
52
dipegang pemerintah, kolektivitas dalam melaksanakan pekerjaan dan
pembangunan, insentif kerja bagi buruh yang rendah, bercirikan multietnis
penduduk merupakan ciri khas pembangunan wilayah ini.
Dalam kajian ini peneliti mencoba mencari kisaran besaran arus
urbanisasi dari tahun-tahun terakhir dan berupaya menginterpretasikannya
dalam bentuk olahan data yang validitas dan dapat menjadi gambaran lokasi di
masa yang akan datang.
I. Pola Yang Mempengaruhi Lahan di Perkotaan Berhubungan dengan konsep aglomerasi industri, perkotaan
terintervensi oleh kegiatan pasar yang ada. Pada awalnya beroperasi hanya satu
perusahaan, sebagai monopolis akan tetapi karena beberapa faktor yang ada di
pasar seperti biaya angkut, transportasi dan beban lainnya hingga pada
akhirnya muncul jenis usaha dan industri baru.
Konsep dan model dasarnya berkembang dari terbentuknya wilayah
pasar secara spasial berlandaskan kaidah permintaan (ekonomi) hasil dari
aktivitas suatu ekonomi.50 Dari sini sistem perkotaan terpola jikalau
berlandaskan dengan pasar industri maka akan tersebar di sekitar Central
industri yang ada dengan keperluan konsumsi ataupun membuka usaha yang
berelasi dengan usaha yang ada di lokasi tersebut.
Karena keputusan lokasi individual tersebut pada akhirnya
mengundang pesaing lain yang mengakibatkan wilayah pasar berkembang
lebih luas dan kompleks yang pada gilirannya membentuk suatu jaringan,
hierarki dan sistem perkotaan. Pada akhirnya keterkaitan di antara komponen-
komponen di dalam sistem perkotaan dan struktur ekonomi diuraikan dalam
pembahasan aglomerasi.
50 Iwan Nugroho, Pembangunan Wilayah, (Jakarta: LP3S, 2012), h. 28.
53
J. Pencemaran Industri Pembangunan merupakan upaya sadar untuk mengelola dan
memanfaatkan sumber daya guna meningkatkan mutu kehidupan rakyat.51
Peningkatan pelaksanaan pembangunan melalui pendirian industri strategis dan
industri pendukung lainnya memaksa manusia menghadapi sisi lain dari
nikmatnya pembangunan, yaitu pencemaran yang berasal dari polutan dari
polusi proses perindustrian yang ada.
Penting sekali bagi setiap perusahaan yang hendak mendirikan suatu
unit usaha membuat perencanaan awal akan dampaknya terhadap lingkungan
hidup.52 Dengan adanya kajian awal terhadap lingkungan berarti unit usaha
sudah berusaha menerapkan AMDAL guna menciptakan industri yang sehat.
Pencemaran baik air, udara, tanah, dan suara merupakan satu fenomena yang
seharusnya dapat diatasi atau di minimalisir oleh setiap unit usaha melalu peran
AMDAL di dalamnya.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), terlahir dengan
diundangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat,
National Enviromental Policy Act (NEPA), pada tahun 1969 dan berlaku sejak
tanggal 1 Januari 1970.53 Perhatian setiap unit usaha akan lingkungan yang
berkelanjutan hakikatnya berusaha memahami keberlangsungan kehidupan
masa depan lingkungan beserta manusia yang ada di dalam lokasi industri dan
daerah sekitarnya. Karena sebenarnya patut manusia sadari dan pahami
sesungguhnya kerusakan di bumi ini tidak lain karena usaha mereka sendiri
seperti di kutip dalam Al Qur’an Surat Ar Rum ayat 41-42, sebagai berikut:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Berpergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mempersekutukan (Allah). (Q.S Ar Rum (30) : 41-42.54
51 P. Sitorus, Teori Lokasi Industri, (Jakarta: Universitas Trisakti, 1997), h. 162. 52 Ibid. 53 O. Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1999), h. 1. 54 Al Qur’anulkarim.
54
K. Sinopsis
Industri seperti pada penjelasan sebelumnya, merupakan salah satu
faktor penting dalam pembangunan suatu wilayah. Pembangunan wilayah
tentunya berkaitan erat dengan pertumbuhan wilayah, dimana pembangunan
wilayah dilihat dari fisik bangunan yang ada dengan kriteria tertentu dan
pertumbuhan dilihat dari bagaimana pertambahan dan arus penduduk serta
kualitasnya pada suatu wilayah. Kota Jakarta sebagai pusat kegiatan
pemerintahan dan perekonomian Indonesia memberikan ruang yang berbeda
dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Semakin pesat pertumbuhan Industri semakin banyak pula penyerapan
tenaga kerja yang dibutuhkan. Tenaga kerja yang dibutuhkan tentunya
berjumlah cukup banyak disesuaikan dengan berbagai macam klasifikasi
industri yang ada. Data kependudukan yang ada memberikan gambaran yang
semakin meningkatnya kuantitas jumlah penduduk di wilayah sekor industri,
seperti yang terjadi di Kecamatan Cilincing perkembangan industri di wilayah
tersebut memaksa beberapa lahan penduduk dibebaskan untuk memenuhi
alokasi industri yang ada bahkan sampai memperluas daratannya melalui
penimbunan daerah pesisir.
Jika industri berkaitan dengan distribusi penduduk, maka tentunya
berkaitan pula dengan laju perpindahan penduduk (migration). Migrasi yang
terjadi di perkotaan tidak lain adalah laju urbanisasi yaitu pembengkakan
penduduk dikarenakan perpindahan penduduk dari desa ke kota. Jika Ibukota
menjadi pusat berkumpulnya penduduk dikarenakan salah satu faktornya
adalah terjadinya aglomerasi industri tentunya berdampak dan mempengaruhi
sektor kependudukan dan aktivitas di dalamnya. Industrialisasi dan dampaknya
terhadap kependudukan sekiranya yang dikaji pada penelitian ini.
Pembagian wilayah pertumbuhan ekonomi pada daerah tertentu
mendorong adanya pembangunan di daerah yang ditetapkan, adanya
pembangunan ekonomi menjadi magnet adanya perpindahan penduduk,
memang tidaklah sesederhana dalam suatu pemikiran, akan tetapi pertumbuhan
diiringi dengan pembangunan tentunya mengarah pada perkembangan wilayah
55
pada masa selanjutnya, dan pada akhirnya teori perkembangan kota akan
terlihat.
L. Hasil Penelitian Relevan Beberapa penelitian yang terdapat kaitannya dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Penelitian oleh Dwike Wijayanti pada tahun 2003 dengan judul Faktor-
Faktor yang Berpengaruh terhadap perubahan Penggunaan Lahan di
Kecamatan Depok Kabupaten Sleman (UNDIP). Penelitian tersebut
bertujuan menghasilkan analisis perilaku penduduk di Kecamatan Depok
serta mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap percepatan proses
perubahan penggunaan lahan. Metode yang digunakan adalah metode
deskriptif dengan teknik analisis Crostab dan Chi Square. Persamaan
dengan penelitian ini adalah terletak pada analisis terkait dengan lahan
(ruang) dengan metode yang sama yaitu deskriptif, adapun perbedaannya
terletak pada tekniknya yaitu Crostab dan Chi Square sedangkan penelitian
ini hanya dengan teknik sampel. Hasil dari penelitian adalah mayoritas
lahan yang responden dimiliki dengan cara jual beli yaitu sebesar 78%
dengan mayoritas responden PNS sebanyak 45%, perguruan tinggi
sebanyak 54%, dari pembelian lahan mayoritas difungsikan sebagai lahan
usaha, mayoritas yang memanfaatkan lahan usaha merupakan responden
dengan tingkat pendidikan tinggi, lahan yang tersedia dengan harga relatif
murah berada di kawasan pinggiran kota.55
2. Penelitian oleh Iwan Setiarto pada tahun 2003 dengan judul Studi
Identifikasi Faktor-Faktor Penentu Lokasi Industri Besar-Sedang di
Kota Semarang (UNDIP). Penelitian tersebut bertujuan menghasilkan
identifikasi faktor-faktor yang dominan dalam menentukan lokasi industri
besar dan sedang di Kota Semarang. Pendekatan yang digunakan adalah
55 Dwike Wijayanti, “Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman”, Tesis pada Pascasarjana UNDIP Semarang, Semarang, 2003, tidak dipublikasikan.
56
pendekatan prilaku pengusaha dengan menggunakan analisis pembobotan
untuk mengetahui referensi dari masing- masing jenis industri. Persamaan
dengan penelitian ini terletak pada objek kajiannya yaitu sebaran industri
pada suatu wilayah, akan tetapi perbedaan penelitian tersebut terletak pada
teknik pengumpulan data serta tidak terlalu fokus pada pemukiman. Hasil
penelitian bahwa industri yang berkembang di Kota Semarang di dukung
oleh kebijakan pemerintah serta warga sekitar kawasan industri,
perbandingan yang ada antara industri besar-sedang terdapat selisih yang
tidak begitu jauh yaitu 5,2%. 56
3. Penelitian oleh Abdullah pada tahun 2010 dengan judul Pengaruh
Perkembangan Industri Terhadap Pola Pemanfaatan Lahan di
Wilayah Kecamatan Bergas. Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh
perkembangan industri terhadap perubahan pola pemanfaatan lahan.
Persamaan dengan penelitian ini terletak pada salah satu kajian
penelitiannya yaitu mengenai industri serta sebaran pola lahan akibat dari
persebaran industri, perbedaannya terletak pada lokasi serta teknik
pengumpulan data. Hasil dari penelitian bahwa industri Kecamatan Bergas
didominasi oleh industri makanan dan minuman, perkembangan industri di
wilayah Kecamatan Bergas disebabkan tingginya penerimaan masyarakat
terhadap pembangunan industri, perkembangan industri di Kecamatan
Bergas telah menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian menjadi
lahan industri. 57
56 Iwan Setiart, “ Studi Identifikasi Faktor-faktor Penentu Lokasi Industri Besar-Sedang di Kota Semarang”, Disertasi sekolah Pascasarjana UNDIP Semarang, Semarang, 2003, tidak dipublikasikan. 57 Abdullah, “Pengaruh Perkembangan Industri Terhadap Pola Pemanfaatan Lahan di Wilayah Kecamatan Bergas”, Tesis pada Pascasarjana UNDIP Semarang, Semarang, 2010, tidak dipublikasikan.
57
58
59
M. Kerangka Berpikir Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah
atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki
nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri merupakan suatu
bentuk kegiatan masyarakat sebagai bagian dari sistem perekonomian atau
sistem mata pencaharian dan merupakan suatu usaha manusia dalam
menggabungkan atau mengolah bahan-bahan dari sumber daya lingkungan
menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia. Industri di dunia ini akan
terus mengalami beragam inovasi yang terus dikembangkan hingga menjadi
suatu terobosan-terobosan sesuai dengan impian manusia.
Seiring proses industrialisasi berjalan maka semakin memberikan
pengaruh besar bagi wilayah lokasi industri. Industri mengalami
perkembangan berarti akan banyak membutuhkan tenaga kerja, jika dalam
satu wilayah ruang yang ada belum mencukupi maka perusahaan akan
menarik tenaga kerja yang berasal dari daerah lain.
Tidak hanya permasalahan tenaga kerja saja yang ada dalam
industri akan tetapi penentuan lokasi juga menentukan keberlangsungan
industri itu sendiri. Pada hakikatnya penentuan lokasi suatu industri tidak
terlepas dari proses produksi maupun lokasi pasar yang akan dilayani
perusahaan. Proses produksi mencakup penentuan jenis bahan baku dan
faktor produksi lainnya maupun perbandingan dalam mempergunakannya.
Jumlah bahan baku ditentukan oleh skala produksi yang ada pada dirinya.
Banyaknya produksi dipengaruhi oleh luas pasar yang akan dilayani oleh
aktivitas produksi.
Fenomena yang terbentuk dari lokasi industri yang umumnya
menyatu pada satu kawasan maka akan membentuk satu pola sentralisasi
industri yaitu dengan istilah aglomerasi industri. Aglomerasi sebagai
konsentrasi spasial atas aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena
“Penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang
diasosiasikan dengan kluster spasial perusahaan, para pekerja, dan
konsumen. Gejala besar di dalam aglomerasi berkaitan dengan wilayah
60
pasar. Pertama, bertemunya dua atau lebih aktivitas ekonomi yang berbeda.
Dalam kasus ini, ukuran wilayah pasar masing-masing produsen menjadi
tidak berarti karena dengan aglomerasi maka wilayah pasar (real outer
Orange) cenderung menyatu. Kedua, bertemunya dua atau lebih aktivitas
ekonomi yang sama.
Dalam wilayah pasar sendiri mempunyai tujuan ke konsumen yaitu
penduduk. Lahan dengan perbedaan konsep industri akan memberikan
karakteristik pola pemukiman yang berbeda antara satu dengan yang lain. Di
antara pola tersebut yaitu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti relief
bumi, keadaan tanah, keadaan iklim, keadaan ekonomi, dan kultur penduduk
yang nantinya akan membentuk pola seperti memusat, menyebar, dan
memanjang.
Keberadaan industri di kota merupakan karakter tersendiri yang
dimiliki oleh Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Kota adalah tempat yang
mempunyai prasarana kota, yaitu: bangunan besar- besar, banyak bangunan
perkantoran, jalan yang lebar-lebar, pasar yang luas-luas, beserta
pertokoannya, jaringan kawat listrik dan jaringan air minum, dan
sebagainya. Dengan pola keruangan kota yang terbentuk akan menimbulkan
skema migrasi tersendiri karena berbagai tuntutan hidup, munculah sebaran
penduduk yang membentuk pemukiman kawasan industri. Oleh karena itu
perlu adanya penjelasan mengenai dampak yang ditimbulkan dari
aglomerasi industri terhadap persebaran pemukiman Kecamatan Cilincing
Jakarta Utara.
61
Industri
Pengertian Industri Faktor Pendirian Industri Penentuan Lokasi Industri
Macam-macam Industri
Berdasarkan Bahan Baku Berdasarkan Tenaga Kerja Berdasarkan Produksi yang
Dihasilkan Berdasarkan Bahan Mentah Berdasarkan Lokasi Unit Usaha Berdasarkan Proses Produksi Berdasarkan Barang Yang Dihasilkan Berdasarkan Modal Yang Digunakan Berdasarkan Subjek Pengelola Berdasarkan Cara Pengorganisasian Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Perindustrian
Aglomerasi Industri
Pengertian Aglomerasi Gejala Aglomerasi Aglomerasi Dalam Konsep
Geografi
Cilincing
Penduduk Analisa Penduduk Relief Bumi Keadaan Tanah Keadaan Iklim Keadaan Ekonomi Kultur Penduduk
Dampak Aglomerasi Industri Terhadap Penentuan Lokasi
Aktivitas Ekonomi Wilayah Pasar
Dampak Aglomerasi Industri Terhadap Persebaran Pemukiman Studi Kasus Kecamatan Cilincing Jakarta Utara
Gambar 2.11
Kerangka Berpikir
Sumber: Analisis Penulis
62
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian yang akan diteliti adalah kecamatan Jakarta Utara.
Wilayah Jakarta Utara yang merupakan bagian dari pemerintah daerah Khusus
Ibukota Jakarta, ternyata pada abad ke 5 justru merupakan pusat pertumbuhan
pemerintah kota Jakarta yang tepatnya terletak dimuara sungai Ciliwung di
daerah Angke. Saat itu muara Ciliwung merupakan Bandar Pelabuhan
Kerajaan Tarumanegara dibawah pimpinan Raja Purnawarman. Betapa penting
wilayah Jakarta Utara pada Saat itu dapat dilihat dari perebutan silih berganti
antara berbagai pihak, yang peninggalannya sampai kini dapat ditemukan
dibeberapa tempat di Jakarta Utara, seperti Kelurahan Tugu, Pasar Ikan dan
lain sebagainya.
Jakarta Utara memiliki luas daratan 154,01 km2 Wilayah Kecamatan
Cilincing Kota Administrasi Jakarta Utara sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 1974 Tentang Perubahan wilayah Kecamatan Cilincing Kota
Administrasi Jakarta Utara setelah pemecahan seluas 3.969,960 Ha dengan
batas-batas sebagai berikut :
1) Sebelah Timur berbatasan dengan Wilayah Kecamatan Taruma Jaya
Kabupaten Bekasi Jawa Barat.
2) Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa 60.6 LS dan 116.2 BT.
3) Sebelah Barat berbatasan dengan Wilayah Kecamatan Koja.
4) Sebelah Selatan berbatasan dengan Wilayah Kecamatan Cakung Kotamadya
Jakarta Timur.
63
Kecamatan Cilincing terdiri dari 86 RW. Dan 997 RT. dengan tabel sebagai
berikut :
Tabel 3.1
Administrasi Kecamatan Cilincing
NO KELURAHAN JUMLAH/ RW JUMLAH/ RT
1. Kalibaru 14 172
2. Cilincing 10 133
3. Semper Timur 11 106
4. Semper Barat 17 246
5. Sukapura 12 118
6. Marunda 10 86
7. Rorotan 12 136
JUMLAH 86 997 Sumber: Kecamatan Cilincing
VISI : “Jakarta Yang Nyaman Dan Sejahtera Untuk Semua”
MISI :
1. Membangun tata kelola pemerintah yang baik dengan menerapkan kaidah-
kaidah “good governance”
2. Melayani masyarakat denan prinsip pelayanan prima
3. Memberdayakan masyarakat dengan prinsip oemberian otoritas pada
masyarakat untuk mengenali permasalahan yang di hadapi dan
mengupayakan pemecahan yang terbaik pada tahapan perencanaan,
pelaksanan, pengawasan dan pengendalian pembangunan.
4. Membangun sarana dan prasarana kota yang yang menjamin kenyamanan
dengan memperhatiksn prinsip pembangunan berkelanjutan.
5. Menciptakan lingkungan kehidupan kota yang dinamis dalam mendorong
pertumbuhan dalam kesejahteraan.
64
Adapun waktu yang dilakukan dalam penelitian sesuai dengan
instruksi Pemerintah Kotamadya Jakarta Utara yaitu dilakukan dimulai pada
tanggal 20 Juni 2014 sampai dengan 21 Agustus 2014.
B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Peneliti
berusaha mengetahui objek penelitian yang menekankan makna dari hasil
penelitian yang dilakukan. Metode penelitian kualitatif, penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
objek alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci pengambilan sampel
sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan
dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.1
Pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Analisis
deskriptif sendiri bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai
kondisi dan fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat tentang fenomena
tertentu.2 Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan pada tahap
identifikasi dan analisis karakteristik industri dan dampaknya kepada distribusi
penduduk dan respons lingkungan masyarakat di Kecamatan Cilincing, serta
identifikasi dari respon masyarakat sekitar industri terhadap fenomena
persebaran industri.
C. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian yang penulis lakukan yaitu dengan menggunakan
beberapa jenis data, seperti data primer maupun data sekunder. Data-data ini
diharapkan penulis dapat membantu dalam analisis data yang akan dijadikan
suatu karya ilmiah.
Menurut Narbuko dan Achmadi dalam Abdullah data merupakan gambaran mengenai suatu keadaan yang dikaitkan dengan tempat dan waktu. Kualitas data sangat ditentukan oleh kualitas alat pengumpul data. Apabila alat
1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 15. 2 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 68.
65
pengumpul data yang digunakan valid, realibel dan objektif, maka kualitas data yang diperoleh juga akan sebanding.3
1. Jenis Data
Adapun jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder, dimana dua jenis data akan menghasilkan deskriptif dalam
penelitian ini. Adapun jenis data tersebut adalah sebagai berikut:
1) Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh pada wilayah studi
penelitian yang dilakukan. Data primer dalam penelitian ini dengan cara:
a. Observasi visual
Jenis data ini diperoleh melalui pengamatan objek yang diteliti secara
langsung di lapangan, yaitu lokasi industri dan persebaran pemukiman
pada wilayah penelitian.
b. Wawancara/interview
Esterberg (2002) mendefinisikan interview sebagai berikut. “a
meeting of two person do exchange information and idea through
question and responses, resulting in comunication and joint
constuction of meaning about a partikular topic”. Wawancara adalah
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam
suatu topik tertentu.4 Dalam penelitian ini, wawancara yang dilakukan
peneliti ditujukan kepada pihak-pihak terkait, yaitu pemerintah, dan
masyarakat di sekitar industri dan penduduk di beberapa Kelurahan di
Kecamatan Cilincing.
c. Penyebaran kuesioner
Penyebaran kuesioner kepada responden dilakukan kepada
Masyarakat Kecamatan Cilincing tiap kelurahan yang tersebar di
3 Abdullah, “Pengaruh Perkembangan Industri Terhadap Pola Pemanfaatan Lahan di
Wilayah Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang”, Tesis pada pascasarjana UNDIP Semarang, Semarang, 2010, h. 22.
4 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 317.
66
Kecamatan Cilincing baik yang tinggal lama atau baru di kawasan
tersebut.
2) Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini didapat melalui instansi yang
terkait dengan penelitian. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui
teknik dokumentasi, yaitu dengan mencatat sekaligus mempelajari data-
data statistik serta tata ruang yang erat dengan permasalahan yang
dibahas. Data sekunder dalam penelitian ini memberikan cerminan
kondisi umum wilayah studi, dimana diharapkan mampu melengkapi dan
memperdalam terhadap data primer dalam penelitian ini.
Tentunya data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS), data profil monografi Kecamatan Cilincing,
dan beberapa industri di Kecamatan Cilincing. Data yang akan dihasilkan
berupa data-data kependudukan, data-data perkembangan industri, dan
data profil wilayah Kecamatan Cilincing.
2. Sumber Data
Sumber data yang diambil melalui populasi dan sampel. Populasi dan
sampel didapat dari kegiatan yang dilakukan pada data primer dan data
sekunder, seperti observasi lapangan, wawancara, dan data kuesioner.
Responden dalam penelitian ini diambil melalui metode incindetal
sampling. Insidental sampling biasa dilakukan dalam menentukan sampel
dikarenakan populasi yang menjadi objek responden adalah individu-
individu yang sukar ditemui dengan berbagai alasan seperti sibuk, tidak mau
diwaancarai, dan sebagainya.5
D. Instrumen Pengumpulan Data Penelitian Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap
fenomena sosial maupun alam. Dalam melakukan pengukuran diperlukan suatu
alat ukur dalam penelitian yang dalam hal ini disebut dengan instrumen
penelitian.
5 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 116.
67
Instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif dalam penelitianya
yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Dalam penelitian kualitatif
instrumen utamanya adalah peneliti sendiri yang kemudian dikembangkan
menjadi instrumen sederhana melalui perbandingan data observasi dan
wawancara. Peneliti terjun ke lapangan, melakukan pengumpulan data, analisis
dan kesimpulan.
Tabel 3.2
Instrumen Penelitian
No Indikator Pertanyaan
1 Memberikan gambaran dari
tersedianya industri apakah
sesuai dengan tenaga kerja yang
yang diinginkan oleh tiap industri
Apakah dalam keluarga
Bapak/Ibu/Sdr, ada yang bekerja di
industri (pabrik)?
2 Menunjukan keadaan masyarakat
akan persetujuan terhadap
industri yang ada
Apakah Bapak/Ibu/Saudara setuju
dengan adanya industri di sekitar
pemukiman yang Bapak/Ibu/Sdr
tinggal?
3 Mengetahui hubungan mengenai
persetujuan adanya industri
terhadap manfaatnya bagi
penduduk
Apakah menurut Bapak/Ibu/Sdr,
dengan adanya kawasan industri di
lingkungan ini memberikan
manfaat bagi keluarga
Bapak/Ibu/Sdr?
4 Memaparkan lebih detail
mengenai manfaat yang
dirasakan terkait adanya industri
Jika ya, apa kira-kira manfaat yang
dapat diperoleh dengan adanya
industri dikawasan ini? (tolong
ceritakan secara singkat manfaat
yang dapat diperoleh bagi keluarga
Bapak/Ibu/Sdr)
68
5 Memberikan data polusi dan
faktor yang tidak diterima oleh
masyarakat terkait adanya
industri yang dampaknya bagi
lingkungan
Jika tidak, apa kira-kira kerugian
akibat adanya industri di kawasan
ini? (tolong ceritakan secara singkat
kerugian yang dialami keluarga
Bapak/Ibu/Sdr)
6 Memastikan pemahaman
responden akan cakupan wilayah
penelitian
Sudah berapa lama
Bapak/Ibu/Saudara tinggal dirumah
ini?
7 Mengetahui antara banyaknya
tenaga kerja/responden yang
memiliki tempat tinggal sendiri
dengan yang mengontrak
Bagaimana status kepemilikan
rumah Bapak/Ibu/Sdr?
8 Mengetahui penggunaan
tanah/lahan apakah wilayah
tersebut sengketa (tak berijin)
ataukah berijin.
Apakah Bapak/Ibu/Sdr mempunyai
bukti kepemilikan atas bangunan
rumah/pekarangan.
9 Mengetahui kebenaran atas
kepemilikan lahan/tempat tinggal
Jika ya, sebutkan dalam bentuk
apa?
10 Memberikan gambaran
pemanfaatan lahan yang dimiliki
masyarakat sekitar industri
Selain untuk rumah, digunakan
untuk apakah sisa tanah pekarangan
yang Bapak/Ibu/Sdr miliki?
Sumber: Analisis Data
E. Teknis Analisis Data Tahapan analisis diperlukan sebagai arahan bagi peneliti dalam
melakukan analisis sehingga tujuan dari penelitian dapat tercapai. Tahapan
analisis yang dilakukan adalah menganalisis karakteristik industri di
Kecamatan Cilincing. Untuk menganalisis karakteristik perkembangan industri
69
di Kecamatan Cilincing akan di lakukan dengan menganalisis data hasil
observasi dan data sekunder yang berhubungan dengan perkembangan industri,
yang terdiri dari jenis industri, jumlah industri, jumlah tenaga kerja, serta lokasi
industri. Keluaran dari analisis ini adalah karakteristik perkembangan industri
di Kecamatan Cilincing, yang terdiri dari jenis industri yang berkembang, nilai
investasi dari industri, penyerapan tenaga kerja di sektor industri, dan
penyebaran penduduk di sekitar kawasan industri.
Pertumbuhan Industri, pola lokasi Industri dianalisis melalui faktor-
faktor yang menyebabkan berkembangnya industri di Kecamatan Cilincing.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya industri di
Kecamatan Cilincing akan digunakan data kuesioner dan hasil wawancara
terhadap aparat pemerintah dan akan dianalisis dengan pendekatan deskriptif
kualitatif. keluaran dari analisis ini faktor-faktor dominan yang menyebabkan
berkembangnya industri di Kecamatan Cilincing.
Khusus analisis peta dan pemetaan penelitian ini menggunakan
metode overlay, dimana menggabungkan beberapa sub peta atau peta khusus
sehingga menjadi satu keseluruhan peta yang dapat dibaca melalui legenda,
dengan bantuan alat seperti archview, google maps, dan google earth. Data-
data yang telah diperoleh melalui kuesioner diolah melalui tahap editing dan
tabulasi. Data yang terkumpul melalui angket kuesioner dianalisa secara
kualitatif dan kuantitatif melalui distribusi frekuensi dengan memberikan
prosentase, dalam hal ini penulis menggunakan rumus sebagai berikut:
F = f x 100%
N
Keterangan:
F = frekuensi yang sedang dicari prosentasenya
N = Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)
P = angka prosentase
Setelah perhitungan data, penulis mengkategorikan angka prosentase
hasil dari data yang muncul berdasarkan pembagian prosentase dari kuesioner
yang dibagikan kepada masyarakat, sebagai berikut:
70
0%-25% = Sebagian kecil
26%-60% = Sebagian besar
51%-75% = Hampir Seluruhnya
76%-100% = Seluruhnya.6
Sumber: Analisis Data
Gambar 3.1
Kerangka Analisis
6 Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2000), h. 43.
71
BAB IV
ANALISIS DAMPAK AGLOMERASI INDUSRTRI
TERHADAP PERSEBARAN PEMUKIMAN
A. Gambaran Umum Kecamatan Cilincing
1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Kecamatan Cilincing
Wilayah Kecamatan Cilincing Kota Administrasi Jakarta Utara
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1974 tentang
perubahan wilayah, bahwa Desa Pusaka Rakyat masuk ke Kelurahan
Sukapura Kec. Cilincing Jakarta Utara wilayah Pemda DKI Jakarta dan
sesuai dengan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 1251 tahun 1986
tanggal 19 Juli 1986 tentang Pemecahan, Penyatuan batas, Perubahan Nama
yang sama/ lembaran penerapan Luas Wilayah Pemda DKI Jakarta, maka
Kecamatan Cilincing yang semula terdiri dari 5 Kelurahan berubah menjadi
7 Kelurahan.
Setelah ada 2 kelurahan yang dimekarkan menjadi Kelurahan
Semper Timur dan Semper Barat, serta Kelurahan Sukapura dimekarkan/
dipecah menjadi Kelurahan Sukapura dan Kelurahan Rorotan. Sehingga
menjadi 7 kelurahan. Adapun luas Kecamatan Cilincing seluas 3.969,960
Ha meliputi 26% dari luas daratan Jakarta Utara yaitu 154,11 km2 dengan
batas-batas sebagai berikut:
1) Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Taruma Jaya
Kabupaten Bekasi Jawa Barat.
2) Sebelah Utara berbatasan dengan laut Jawa 60.6 LS dan 116.2 BT.
3) Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan Koja.
4) Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Cakung
Kotamadya Jakarta Timur.
72
Dari lokasi-lokasi berbatasan yang ada sekiranya perbatasan
pertama sangat strategis yaitu dekat dengan wilayah bagian Jawa Barat
(Bekasi) yang sekiranya menjadi satu dari beberapa wilayah hinterland yang
tersedia untuk daerah Jakarta Utara. Perbatasan kedua adalah dekat dengan
sumber transportasi laut yang mana mampu mengoperasikan transportasi-
transportasi berat yang biasanya sering dilakukan bongkar muat peti kemas,
barang-barang ekspor maupun impor. Kecamatan Koja dan Kecamatan
Cakung menjadi bagian dari hierarki perkotaan dengan Cilincing sebagai
area industri Jakarta Utara.
Tabel 4.1
Wilayah Administrasi Kecamatan Cilincing
No Kelurahan Jumlah/ RW Jumlah/ RT
1 Kalibaru 14 172
2 Cilincing 10 133
3 Semper Timur 11 106
4 Semper Barat 17 246
5 Sukapura 12 119
6 Marunda 10 96
7 Rorotan 13 145
Jumlah 87 1017 Sumber: Kecamatan Cilincing Laporan Bulan Mei 2014
Dari tabel 4.1 terlihat wilayah yang masuk menjadi administrasi
Kecamatan Cilincing terdapat 7 wilayah administrasi dengan masing-
masing jumlah RW dan RT, dengan jumlah RW terbanyak adalah wilayah
Semper Barat sebesar 17 RW dan 246 RT dan yang terkecil adalah wilayah
Marunda sebesar 10 RW dan 96 RT. Sekiranya dapat di proyeksikan
keberadaan jumlah pemukiman di wilayah masing-masing.
73
Sumber: Analisis Data
Gambar 4.1
Peta Batas Wilayah Kecamatan Cilincing
2. Kependudukan Kecamatan Cilincing
Masyarakat Kecamatan Cilincing cukup heterogen, terdiri dari
berbagai Suku Bangsa antara lain Betawi, Sulawesi, Jawa Barat, Madura
dan sebagainya terlebih di Daerah Industri KBN banyak di datangi tenaga
kerja dari luar Jakarta bahkan dari luar Pulau Jawa, akan tetapi interaksi
0100200300
Sukapura Rorotan Marunda Cilincing SemperTimur
SemperBarat
Kalibaru
1 2 3 4 5 6 7
Data RT/RW Kecamatan Cilincing
RW RT
74
masyarakat cukup berjalan harmonis walaupun dengan latar belakang
budaya yang berbeda.
Sebagian besar masyarakat Cilincing sendiri berprofesi sebagai
guru, dan nelayan serta swasta dan urutan berikutnya sebagai pedagang dan
selanjutnya sebagai TNI/POLRI dan PNS dan lain-lainnya. Sekalipun dalam
data urutan guru dan nelayan menempati posisi awal, namun yang lebih
menarik adalah di daerah kecamatan Cilincing ini terdapat Industri Kawasan
Berikat Nasional yang mana tentu menyerap tenaga kerja yang sangat
banyak untuk menjalankan produktivitas perusahaan tersebut.
Tabel 4.2
Jumlah Kepala Keluarga dan Jumlah Penduduk Tiap Kelurahan
No Kelurahan Jumlah KK Penduduk L P L + P
1 Kalibaru 16.733 45.984 42.826 88.810 2 Cilincing 18.190 29.685 27.481 57.166 3 Sukapura 66.072 33.709 33.825 67.534 4 Semper Barat 88.085 40.244 38.479 78.723 5 Semper Timur 13.768 21.745 20.570 42.315 6 Rorotan 13.177 20.544 19.653 40.197 7 Marunda 6.635 11.760 10.952 22.712
Jumlah 222.660 203.671 193.786 397.457 Sumber: Laporan Kecamatan Cilincing Bulan Mei 2014
Dari tabel 4.2 terlihat daftar kelurahan Kecamatan Cilincing
lengkap dengan jumlah kepala keluarga dengan dua wilayah kelurahan yang
menjadi pusat persebaran terpadat yaitu Kelurahan Sukapura sebesar
29.67% dan Kelurahan Semper Barat sebesar 39.56% dan wilayah
kepadatan penduduk terkecil di Kecamatan Cilincing terdapat di kawasan
Marunda sebesar 2.97%.
75
Sumber: Analisis Data
Gambar 4.2
Peta Kepadatan Penduduk Tiap Kelurahan Cilincing (Analisis)
3. Sebaran Penduduk Kecamatan Cilincing
Dalam mengantisipasi pemusatan penduduk (Central Population
Area) Pemerintah Kecamatan Cilincing membuat kebijakan salah satunya
memberikan arahan kepada penduduk agar menempati wilayah-wilayah
administrasinya yang memiliki lahan sedikit terbangun dari segi fisiknhya
yaitu transmigrasi lokal. Sebaran dari transmigrasi yang ada sebelah selatan
Kecamatan Cilincing masih terdapat petani penggarap yang memanfaatkan
lahan untuk bercocok tanam, antara lain di Kelurahan Rorotan, Marunda,
Cilincing, dan Semper Timur.
Kecamatan Cilincing dengan luas wilayah sebesar 39,6996 km2
yang didiami sekitar 394.966 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk
setiap kilometer persegi yang hanya berkisar 9.948,87 jiwa berdasarkan
kelurahan terlihat belum tersebar merata.1 Dengan belum meratanya
pemukiman penduduk yang tersebar tentu ada beberapa faktor yang
mengakibatkan terbentuknya satu pola-pola tertentu seperti faktor peredaran
1 Statistik Daerah Kecamatan Cilincing 2013, BPS, h. 5.
76
ekonomi dan sumber – sumber pelayanan yang tersedia (sarana dan
prasarana, transportasi dan jasa lainnya).
Tabel 4.3
Kepadatan Penduduk Kecamatan Cilincing
Kelurahan Luas Wilayah
Jumlah Penduduk kepadatan Penduduk
(L+P) Sukapura 5,614 67.566 12.035,27 Rorotan 10,637 40.297 3.788,38 Marunda 7,9169 22.162 2.799,33 Cilincing 6,3125 54.623 8.653,15 Semper Timur 3,1615 39.946 12.635,14
Semper Barat 1,5907 82.709 51.995,35
Kalibaru 2,467 87.663 35.534,25 Total 39,6996 394.966 9.948,87
Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Cilincing 2013, BPS.
Dari tabel 4.3 kepadatan penduduk Kecamatan Cilincing per
wilayah tersebar kurang merata, hampir tidak memiliki nilai kepadatan yang
sama. Penduduk dengan kepadatan terbesar terdapat pada wilayah Semper
Barat sebesar 51.995,35 jiwa dan dan wilayah dengan kepadatan terkecil
terdapat pada wilayah Marunda sebesar 2.799,33 jiwa dari total luas wilayah
39,6996.
Tabel 4.4
Kepadatan Penduduk Kotamadya Jakarta Utara, 2012
Kecamatan Luas Area Kepadatan Penduduk
Penjaringan 45,4057 6.385,28 Pademangan 11,9187 13.641,67 Tanjung Priok 22,5174 17.749,74 Koja 12,2544 25.700,89 Kelapa Gading 14,867 8.499,83
77
Cilincing 39,6996 9.948,87 Total 146,6628 11.512,66
Sumber: Jakarta Utara Dalam Angka, 2013.
Tabel 4.4 tersebut menerangkan peringkat dari setiap kecamatan di
lihat dari kepadatan penduduknya Kota Administrasi Jakarta Utara, data
tabel menjelaskan penduduk dengan Kepadatan terbesar terdapat pada
Kecamatan Koja sebesar 25.700,89 jiwa dan kepadatan penduduk terkecil
terdapat di Kecamatan Penjaringan sebesar 6.385,28 jiwa. Adapun Cilincing
mendapati urutan ke empat terpadat di kecamatan Jakarta Utara.
Sumber: Analisis Data
Gambar 4.3
Bagan Kepadatan Penduduk Jakarta Utara
Keunikan tersendiri khususnya wilayah yang masih dalam salah
satu Kotamadya Jakarta memiliki lahan tersisa seperti pertanian. tentunya
pertanian memiliki lahan yang kedepannya belum diketahui atau mungkin
sudah terencana akan menjadi lahan seperti apa. Apakah diisi dengan unsur
fisik atau mempertahankan seperti semula, akan tetapi tetap pemerintah
Kecamatan Cilincing memberikan sosialisasi bagi transmigran untuk
menuju kehidupan yang lebih baik.
4. Unsur Fisik Kecamatan Cilincing
Bangunan fisik adalah tempat berlindung yang mempunyai
dinding, lantai, dan atap baik tetap maupun sementara, baik digunakan
Kepadatan Tiap Kecamatan 2014
1 Penjaringan 2 Pademangan 3 Tanjung Priok
4 Koja 5 Kelapa Gading 6 Cilincing
78
untuk tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal.2 Bangunan yang luas
lantainya kurang dari 10 m2 dan tidak digunakan untuk tempat tinggal
dianggap bukan bangunan fisik. Wilayah Kecamatan Cilincing dengan
komposisi penduduknya yang beragam dalam meningkatkan mutu kualitas
penduduknya telah disediakan beberapa fasilitas yang mungkin sekiranya
memberikan dampak kenyamanan penduduk yang secara tidak langsung
memberikan efek positif pada keberlangsungan ke depannya.
Korelasi kenyamanan dengan pemukiman tentu ada kaitan dengan
fasilitas, kenyamanan penduduk menempati satu kawasan pemukiman atau
perumahan melihat pula fasilitas yang sekiranya mereka butuhkan dan
jangkauannya terhadap fasilitas yang dimaksud tidaklah sulit, seperti
misalkan fasilitas fisik (tempat ibadah, gedung olahraga dan kesenian)
sebagai tempat mengadakan event tertentu atau hanya keperluan seperti
biasanya.
Tabel 4.5
Jumlah Sarana Olahraga dan Kesenian
No Kelurahan Jumlah Lembaga Jumlah
Sarana/Prasarana Olahraga Kesenian Olahraga Kesenian
1 Kalibaru 17 1 18 1 2 Cilincing 5 6 7 1 3 Semper Timur 20 1 26 1 4 Semper Barat 23 2 23 1 5 Sukapura 15 2 24 - 6 Marunda 9 4 8 1 7 Rorotan 15 3 15 -
Jumlah 104 18 121 5 Sumber: Laporan Kecamatan Cilincing Bulan Mei 2014
Tabel 4.5 di atas terdapat beberapa sarana olahraga dan kesenian
yang di peruntukan bagi masyarakat Kecamatan Cilincing yang tersebar di
2 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia
79
beberapa wilayah. Tentunya persebaran fasilitas ini bukanlah satu ketiak
sengajaan melainkan satu langkah yang diambil dengan melihat beberapa
faktor seperti keadaan masyarakat setiap kelurahan dan keadaan
tanah atau lahan yang strategis. Fasilitas olahraga tersebar terbanyak berada
di wilayah Semper Barat sebesar 23 unit lembaga atau 22,11% dari total unit
yang ada dengan kesenian sebesar 2, sedangkan fasilitas olahraga tersebar
paling sedikit berada di wilayah Cilincing sebesar 5 unit lembaga atau
4,85% dari total unit yang ada dengan kesenian sebesar 6 unit lembaga.
Tabel 4.6
Data Sarana Peribadatan
No Kelurahan Jumlah
Masjid Langgar Protestan(Gereja) Katolik (Gereja)
1 Cilincing 11 20 6 2 Kalibaru 19 59 2 3 Semper Timur 14 23 2 4 Semper Barat 21 45 8 5 Sukapura 12 2 2 6 Marunda 7 34 7 Rorotan 11 22
Jumlah 95 205 20 Sumber: Laporan Kecamatan Cilincing Bulan Mei 2014
Dilihat dari tabel tersebut dijelaskan persebaran sarana peribadatan
di Kecamatan Cilincing baik masjid, langgar/mushola, dan juga gereja.
Tempat ibadah dibangun sama halnya dengan fasilitas lainnya yaitu dengan
melalui beberapa faktor yang pada akhirnya diputuskan untuk perlu
dibangun atau tidaknya tempat peribadatan di lokasi tersebut.
80
Tabel 4.7
Persebaran Peribadatan Jakarta Utara, 2012
Sumber: Jakarta Utara Dalam Angka, 2013
Secara keseluruhan Kecamatan Cilincing memiliki persebaran
peribadatan terbanyak dari enam kecamatan yang ada di administrasi
Kotamadya Jakarta Utara. Hal ini tentu menunjukan banyaknya kegiatan
penduduk dan segala macam aktivitasnya pada setiap masing-masing
kecamatan, semakin banyak jumlah unit yang terbangun tentu sedikit
menjelaskan semakin tinggi pula populasi penduduk yang ada di wilayah
tersebut.
Dari tabel persebaran peribadatan di Jakarta Utara nampak
Kecamatan Cilincing merupakan wilayah yang persebarannya terbanyak
sebesar 361 dari total peribadatan atau 25,28%, sedangkan persebaran
peribadatan yang paling sedikit pada Kecamatan Kelapa Gading sebesar 109
Unit atau 7,63% dari total unit peribadatan yang ada.
B. Perkembangan Industri Kecamatan Cilincing Industri di Jakarta Utara tentunya tidak selamanya bertambah,
perkembangan jumlah industri di Jakarta Utara memiliki karakteristik dan
sejarah perkembangan tiap masanya. Berada pada daerah lintang 060 -100-000
Lintang Selatan dan 1060-200-000 Bujur Timur dengan rata-rata ketinggian 0
s/d 2 meter di atas permukaan laut memberikan gambaran daerah Jakarta Utara
Kecamatan Masjid Mushola Gereja Pura Vihara Total Penjaringan 95 105 39 26 265 Pademangan 69 61 22 2 154 Tanjung Priok 127 7 46 180 Koja 88 257 10 1 3 359 Kelapa Gading 26 43 38 2 109 Cilincing 136 201 21 2 1 361 Jumlah 541 674 176 3 34 1428
81
yang berada di kawasan pesisir. Faktor primer dalam pendirian industri seperti
tanah (jenis dan karakter tanah) menjadi satu faktor dalam perkembangan
industri kedepannya.3
Tabel 4.8
Jumlah Perusahaan Besar/Sedang Kecamatan Cilincing, 2011
Sumber: Cilincing Dalam Angka, 2013.
Sebaran unit usaha Kecamatan Cilincing berdasarkan tabel 3.10
terbanyak berada di Kelurahan Sukapura sebesar 63 unit usaha atau 55,75%,
sedangkan unit usaha yang paling sedikit terdapat di tiga kelurahan, yaitu
Kelurahan Rorotan, Kelurahan Marunda, dan Kelurahan Semper Barat masing-
masing sebesar 1 unit usaha atau 0,88% dari total unit usaha yang ada di
Kecamatan Cilincing. Jika dikaji lebih dalam tentu ada penyebab dari
perbedaan sebaran industri yang ada di kawasan tersebut.
3 P Sitorus, Teori Lokasi Industri, (Jakarta: Universitas Trisakti, 1997), h. 129.
Kelurahan Jumlah Perusahaan
Jumlah Tenaga Kerja
Sukapura 63 54.058 Rorotan 1 35 Marunda 1 186 Cilincing 7 1.079 Semper Timur 6 1.926 Semper Barat 1 328 Kalibaru 34 2.709 Total 113 60.321
82
Tabel 4.9
Jumlah Industri Pengolahan Besar/Sedang Jakarta Utara, 2011
Sumber: Cilincing Dalam Angka, 2013
Jakarta Utara memiliki sebaran industri baik besar ataupun sedang
tersebar seperti terlihat pada tabel, Kecamatan dengan unit usaha terbanyak
terdapat pada Kecamatan Penjaringan sebesar 263 unit atau 48,88%, sedangkan
Kecamatan yang paling sedikit pada Kecamatan Koja sebesar 21 unit atau
3,90% dari total sebaran unit yang ada. Kecamatan Cilincing sendiri berada di
posisi kedua terbanyak setelah Kecamatan Penjaringan, yaitu sebesar 113 unit
atau 21,00% unit dari total sebaran unit usaha yang ada.
Semua sebaran baik fasilitas ibadah, penduduk, unit usaha industri dan
sarana serta prasarana lainnya terbentuk bukan hanya karena tanpa disengaja,
melainkan melalui tahapan-tahapan perubahan yang ada baik dari sifat yang
muncul akibat adanya akulturasi, asimilasi, atau bahkan modernisasi dan
westernisasi. Akan tetapi tentu di dalamnya terdapat satu komunitas yaitu
manusia yang terwujud sebagai masyarakat atau penduduk yang nampaknya
selalu ingin memperbaharui keadaan yang lebih baik lewat pembangunan yang
nyata.
C. Analisis Karakter Industri di Kecamatan Cilincing Jakarta Utara merupakan salah satu kotamadya dengan jumlah industri
terbanyak di antara kotamadya lainnya. Dengan keberadaan industri yang
cukup banyak dan pusat transaksi ekspor-impor di Jakarta dengan wilayah
Kecamatan Industri Besar/sedang Tenaga Kerja Penjaringan 263 31.602 Pademangan 56 5.276 Tanjung Priok 59 46.546 Koja 21 722 Kelapa Gading 26 5.963 Cilincing 113 60.321 Jumlah 538 150.430
83
KBN yang terdapat di beberapa titik mengharuskan pemerintah membuat
kebijakan yang tepat dengan memperhatikan berbagai aspek. Industri dengan
perkembangan seperti jenis industri, nilai investasi, tenaga kerja, hingga
dampaknya terhadap permukiman pada salah satu Kecamatan di Jakarta Utara
dibahas pada sub dibawah ini.
1. Jenis Industri
Jenis industri yang terdapat di Kecamatan Cilincing terdiri dari
industri tekstil, mesin, jasa pengerjaan logam, furnitur, karoseri, percetakan,
pengolahan, industri makanan dan minuman, industri kimia, dan industri
lainnya seperti sablon dan pengolahan hasil laut serta transportasi.
Keberadaan industri pengolahan sendiri menjadi ciri khas wilayah
Kecamatan Cilincing, karena usaha industri ini merupakan karakteristik
wilayah Kecamatan Cilincing yaitu wilayah pesisir yang mana hasil laut
menjadi usaha tersendiri dan mampu menyerap tenaga kerja bagi
masyarakat sekitar. Pusat industri di Kecamatan Cilincing sendiri berada di
Kelurahan Sukapura dan Kelurahan Cilincing hal ini dikarenakan di
kawasan tersebut terdapat Kawasan Berikat Nusantara (KBN).
S
Sumber: Jakarta Utara Dalam Angka, 2012, 2013, 2014
Gambar 4.4
Fluktuasi Industri Kec Cilincing 2012, 2013, 2014
Dari gambar 4.4 terlihat bagaimana jalannya industrialisasi di
Kecamatan Cilincing. Terkait dengan kebijakan yang ada di pemerintahan
2008
2010
2012
2014
1 2 3 4
Fluktuasi Industri Kecamatan Cilincing
Tahun Jumlah Industri
84
Jakarta Utara yang mana melalui wawancara pemerintah ingin merelokasi
daerah-daerah operasional industri-insdustri di Jakarta Utara termasuk
Kecamatan Cilincing dengan tujuan-tujuan tertentu. Semula dari tahun 2010
terdapat 125 industri dengan jumlah tenaga kerja 63.858 menjadi konstan
perlahan mengurangi areal operasional industri menjadi 113 di tahun 2011,
2012, 2013 dengan jumlah pekerja 60.321(2011), dan 60.315 (2012), serta
60.315 (2013).
85
86
87
88
Dari tabel 4.10 terlihat berbagai macam jenis usaha dilihat dari
produknya maka akan terlihat pula kemana arah tujuan perusahaan industri
tersebut dan mengarah ke konsep pendirian industri yang tergambar jelas
untuk meraih konsumen setinggi-tingginya. Dari data sekunder di dapat
sumber jumlah perusahaan industri di Kecamatan Cilincing sebanyak 113
industri dalam laporan Kecamatan Cilincing Dalam Angka. Akan tetapi data
di lapangan terdapat perusahaan industri yang mendapat ijin resmi dan
industri yang bergerak sendiri tanpa campur tangan atau laporan kepada
pemerintah setempat.
Jenis industri pada tabel 4.5 banyak berorientasi berdasarkan bahan
baku, pasar (market) serta tenaga kerja. Nampaknya perusahaan industri di
kecamatan Cilincing mengelami relokasi industri perlahan sehingga terlihat
nampak skala industri yang ada hanya industri rumah tangga, industri kecil,
dan industri sedang saja, akan tetapi kenyataan di lapangan masih ada
industri skala besar yang tentu perlahan indsutri tersebut merelokasi
industrinya hal ini terkait dengan kebijakan RTRW Kecamatan Cilincing
yang bersumber dari Kotamadya Jakarta Utara akan perihal pembatasan
wilayah operasional industri.
Sumber: Analisis Data
Gambar 4.5
Orientasi Perusahaan Industri
051015
0102030
Orientasi Perusahaan Industri
Orientasi Pasar
Orientasi Pasar dan Tenaga Kerja
Orientasi Pasar dan Bahan Baku
Orientasi Bahan Baku
89
Dari gambar 4.5 orientasi-orientasi industri terdapat 4 sektor yang
banyak dituju oleh tiap perusahaan industri. Seperti pasar, pasar dan tenaga
kerja, pasar dan bahan baku, serta bahan baku. Dari data yang di dapat
dominan perusahaan industri berorientasi pada pasar dengan jumlah 24
industri, disusul dengan pasar dan bahan baku dengan 13 industri, pasar dan
tenaga kerja dengan 8 industri dan terakhir adalah berorientasi pada bahan
baku dengan jumlah 3 perusahaan industri.
Tentunya dengan beragam jenis industri yang ada, semua industri
kenyataannya memiliki tujuan perusahaan mereka masing-masing ada yang
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, ada pula yang memiliki tujuan
ganda, serta ada yang berorientasi pasar juga berorientasi ke ranah sosial.4
2. Nilai investasi
Investasi yang didapat dari industri kecil dan menengah serta beberapa
industri skala sedang menawarkan masing-masing omset usaha yang
menarik dan nyatanya mampu bersaing dan meraup laba perbulannya
dengan omset yang luar biasa.
Kecamatan Cilincing salah satu kecamatan yang memiliki nilai
potensi tinggi. Kecamatan Cilincing mampu menyumbang anggaran
Pendapatan kotamadya melalui kegiatan industrinya baik skala kecil,
sedang, maupun menengah dengan rata-rata dari tahun ke tahun melebihi
kecamatan lainnya khususnya di bidang industri pengolahan.
S
u
m
b
S
u
Sumber: Sudin Perindustrian Jakarta Utara
Gambar 4.6
Investasi UMKM Kecamatan Cilincing Tahun 2014
4 M Teguh, Ekonomi industri, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 9.
90
Dari gambar 4.6 dari UMKM yang ada di Kecamatan Cilincing
menyumbang 5.37% (di dapat dari rerata Anggaran Tahun 2012 dengan
total hasil industri UMKM 2014). Dari UMKM Kecamatan Cilincing
menyumbang 5.37% kepada Pemerintah Jakarta Utara tentunya belum
menghitung industri yang tidak memiliki izin atau belum memiliki izin akan
tetapi dampaknya terasa bagi sumbangsih pembangunan ekonomi mikro
jakarta Utara.
Dari gambar 4.6 industri dengan dominan investasi tertinggi dari
UMKM adalah pengolahan ikan asin dengan investasi sebesar 4.600.000.00
setiap bulannya dan investasi paling rendah adalah industri pengolahan
terasi sebesar 3.000.000.00 tentu sangat berperan dalam ekonomi
lingkungan sekitar.
Jakarta Utara sendiri melalui Kecamatan Cilincing mampu
menyumbang pendapatan provinsi sebesar 49,59% - 50 %.5 Di bidang
industri pengolahan yang Kecamatan Cilincing miliki menjadi point
tersendiri Kecamatan Cilincing dibanding dengan Kecamatan lainnya di
Jakarta Utara.
Sumber: Jakarta Utara Dalam Angka, 2013, 2014
Gambar 4.7
Kontribusi Jakarta Utara Kepada DKI Jakarta
5 PDRB Jakarta Utara 2008-2012, h. 57.
40,00%41,00%42,00%43,00%44,00%
2005
2010
2015
1 2 3 4 5
Kontribusi Jakarta Utara
Tahun Kontribusi (Prosentase)
91
Dari Prosentase dapat terlihat seberapa besar kontribusi Jakarta
Utara dalam ikut serta membangun wilayah DKI Jakarta dari aspek
pembangunan ekonomi. Data yang didapat adalah dari tahun 2007-2012,
menyajikan informasi pada tahun 2007 kontribusi jakarta Utara mengalami
kenaikan dengan prosentase 43,64% dan mengalami penurunan berkala di
titik terendah yaitu tahun 2010 sebesar 41,84%.
3. Penyerapan Tenaga Kerja
Seiring dengan perusahaan industri di Kecamatan Cilincing yang terus
membutuhkan tenaga manusia dalam pengelolaannya maka penduduk
Kecamatan Cilincing dari tahun ke tahun mengalami kenaikan jumlah
penduduk baik karena adanya pola urbanisasi maupun karena fertilitas
penduduk setempat semakin tinggi. Kenaikan penduduk tersebut telah di
data melalui BPS Kecamatan Cilincing hasil sensus penduduk dari setiap
kelurahan yang ada dan didapat jumlah penduduk dengan prosentase
kenaikan penduduknya.
Sumber penyerapan tenaga kerja semakin tersedia bagi perusahaan
industri di Kecamatan Cilincing seiring dengan makin banyaknya penduduk
di setiap kelurahan. Menjadi satu keuntungan tersendiri adanya pemusatan
penduduk bagi industri yang berorientasi pada tenaga kerja dan pasar.6
Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Cilincing
Gambar 4.8
Prosentase Penduduk Kecamatan Cilincing
6 P. Sitorus, Teori Lokasi Industri, (Jakarta: Universitas Trisakti 1997), h. 122
0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000
Sukapura
Cilincing
Kalibaru
Sensus Penduduk Kecamatan Cilincing
Prosentasi Pertumbuhan 2000-2010Prosentasi Pertumbuhan 1990-2000Penduduk 2010Penduduk 2000
92
Melalui sensus penduduk yang dilakukan seperti pada gambar 4.8
terdapat kenaikan dari tahun ke tahun. Pada Tahun 1990 hanya ada 55.284
hingga pada tahun 2010 terdapat 68.950 Jiwa. Urbanisasi yang berlangsung
akan menjadikan perubahan-perubahan secara perlahan setiap aspek
kehidupan terlebih Kecamatan Cilincing merupakan daerah kota yang
berlokasi di pinggiran kota dan berbatasan langsung dengan kota satelit
seperti Bekasi yang akan menunjang bertambahnya pertumbuhan penduduk
dan nantinya akan menjadi angkatan kerja baik dari para urban ataupun dari
penduduk pinggiran kota itu sendiri.7
Data yang didapat dari tenaga kerja yang terserap di sektor industri
dari tahun ke tahun terlihat adanya fluktuatif yang cenderung menurun.
Menurunya tenaga kerja bidang industri terkait dengan adanya program
relokasi industri yang dilakukan oleh tiap perusahaan industri, relokasi juga
terkait dengan kebijakan RTRW Kotamadya Jakarta Utara yang bertujuan
untuk mengurangi skala industri besar yang mengancam tiap ekosistem
akibat ditimbulkannya berbagai macam polusi.
G
A
M
B
A
R
4
Sumber: Kecamatan Cilincing Dalam Angka, 2013
Gambar 4.9
Jumlah Industri dan Tenaga Kerja
7 N Daljdjoeni, Geografi Baru Organisasi Keruangan Dalam Teori dan Praktik, (Bandung:
Alumni, 1997), h.97.
58.000
60.000
62.000
64.000
66.000
0
1000
2000
3000
1 2 3 4
Jumlah Industri dan Tenaga Kerja
Tahun Jumlah Industri Jumlah Tenaga Kerja
93
Tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri di kecamatan
Cilincing sendiri dari tahun 2010-2013 fluktuatif, di tahun 2010 menuju
2011 terjadi penurunan, akan tetapi setelah 2011 mengalami keadaan yang
konstan. Perubahan ini tentunya akan terus terjadi seiring kebijakan dan
peraturan daerah yang berubah dan kondisi perindustrian itu sendiri apakah
melakukan perluasan operasional pasar atau relokasi industri yang di ambil
atau perubahan orientasi tujuan industri.
Sumber: Jakarta Utara Dalam Angka, 2012, 2013, 2014
Gambar 4.10
Jumlah Industri dan Tenaga Kerja Tiap Kecamatan
Dari gambar 4.10 jumlah industri dan tenaga kerja Jakarta Utara tiap
Kecamatan Jakarta Utara terlihat tidaklah sama. Dominan industri terbanyak
dimiliki oleh Kecamatan Penjaringan dengan total industri pada tahun 2011
sebanyak 263 dan Kecamatan Cilincing menempati posisi kedua dengan
industri sebanyak 113 industri, akan tetapi penyerapa tenaga kerja terbanyak
dimiliki oleh Kecamatan Cilincing dengan 60.321 tenaga kerja. Dan industri
paling sedikit berada di Kecamatan Koja dengan 21 sektor industri.
94
4. Pola Sebaran Industri
Keberadaan perusahaan industri pengolahan sangat berpengaruh pada
kehidupan perekonomian masyarakata Kecamatan Cilincing, karena usaha
industri ini mampu menyerap tenaga kerja dan sebagai salah satu mata
pencaharian masyarakat sekitarnya.8 Sebaran industri Kecamatan Cilincing
terpusat di Kelurahan Sukapura dan Kelurahan Cilincing dengan total
keseluruhan sebanyak 113 perusahaan industri dengan menyerap tenaga
kerja sebanyak 60.321 tenaga kerja.
Tabel 4.11
Sebaran Industri Kecamatan Cilincing 2010-2011
Kelurahan Tahun Tenaga Kerja 2010 2011 2010 2011
Sukapura 67 63 55.074 54.058 Rorotan 1 1 35 35 Marunda 1 1 201 186 Cilincing 8 7 3.458 1.079 Semper Timur 6 6 1.624 1.926 Semper Barat 1 1 319 328 Kalibaru 41 34 3.152 2.709 JUMLAH 125 113 63.863 60.321
Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Cilincing 2012,2013
Dari tabel 4.11 didapat sebaran lokasi industri pada tahun 2011
banyak menempati kelurahan Sukapura sebanyak 63 industri dengan tenaga
kerja sebanyak 54.058 tenaga kerja, sedangkan jumlah industri yang paling
sedikit ditempati oleh tiga kelurahan di Kecamatan Cilincing yaitu
Kelurahan Rorotan 1 industri dan 35 tenaga kerja, Kelurahan Marunda 1
industri dengan 186 tenaga kerja, dan Kelurahan Semper Barat 1 industri
dengan 328 tenaga kerja.
8 Statistik Daerah Kecamatan Cilincing 2013, h. 14.
95
96
Sumber: Analisis Data Archview
Gambar 4.11
Titik Persebaran Industri Tiap Kelurahan Kecamatan Cilincing
97
Keterangan:
Sumber: Analisis Data Archview Rupa Bumi 2011, BIG (Badan Informasi Geospasial.
Gambar 4.12
Sebaran Industri Kecamatan Cilincing
D. Faktor Yang Menyebabkan Perkembangnya Industri Tentunya banyak berbagai faktor yang dihadapi pada perkembangan
industri pada setiap daerah. Kecamatan Cilincing turut merasakan hal yang
sama pada pembangunan dan perkembangan industrinya baik dari ketersediaan
lahan, dukungan masyarakat, dukungan aksebilitas, serta dukungan kebijakan
pemerintah setempat.
1. Ketersediaan Lahan
Lahan atau tanah merupakan faktor primer dari berdirinya industri
pada setiap wilayah, kondisi, ukuran luas, dan harga tanah merupakan
98
persyaratan dalam keberadaan industri.9 Kecamatan Cilincing dilihat dari
Peta bagian Barat pada kawasan Kecamatan Cilincing lebih padat dibanding
dengan kawasan Kecamatan Cilincing bagian Timur.
Pembangunan di Provinsi DKI Jakarta perlu dilakukan pada
pemanfaatan ruang secara bijaksana, berdaya guna, berhasil guna, serasi,
selaras, seimbang, dan berkelanjutan sesuai kaidah-kaidah penataan ruang,
sehingga kualitas ruang dapat terjaga keberlanjutannya bagi kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian lingkungan.10 Melihat rencana tata ruang
tersebut tentunya pemanfaatan ruang lahan di Kecamatan Cilincing yang
mana termasuk pada daerah khusus Ibukota Jakarta tentu haruslah
bijaksana, serasi, dan seimbang guna memberikan kaidah jangka panjang
yang baik.
Sumber: Analisis RDTR dan Archview
Gambar 4.13
Proyeksi Sebaran Penduduk dan Reklamasi Pulau Kec Cilincing
9 P. Sitorus, Teori Lokasi Industri, (Jakarta: Universitas Trisakti 1997), h. 129. 10 Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, Nomor 1 Tahun 2014-2030, h. 1.
99
Pada gambar tabel 4.13 Pemerintah melakukan perluasan wilayah
khususnya zonasi areal pergudangan dan pelabuhan yang nantinya akan di
manfaatkan untuk areal ekspor-impor, guna memenuhi perkembangan
ekonomi masa datang. Kebijakan tersebut nampak baik untuk
perkembangan ekonomi guna menyumbang devisa yang lebih tinggi, akan
tetapi dirasa perlu adanya analisis AMDAL yang lebih mendalam.
2. Dukungan Aksebilitas
Akses jaringan transportasi yang dimiliki oleh Kecamatan Cilincing
sangatlah memiliki kelebihan tersendiri, baik dari jalur darat maupun jalur
perairan. Wilayah yang berbatasan langsung dengan laut menjadikan daerah
ini mendapat dukungan lebih di bidang transportasi perairan. Umumnya
industri di Kecamatan Cilincing bekerja sama dengan PT KBN yang
mengelola hasil industri untuk kegiatan ekspor dan impor barang hasil
produksi.
Dukungan akses perairan di dapat di kelurahan Marunda, Kalibaru,
dan Cilincing. Yang mana akses perairan langsung terhubung dengan
pelabuhan besar di Jakarta yaitu Pelabuhan Tanjung Priok yang memberikan
berbagai layanan transportasi laut salah satunya menjadi gudang dan tempat
proses incoming dan outgoing barang-barang produksi.
Akses darat Kecamatan Cilincing terhubung langsung dengan salah
satu kota satelit yaitu Bekasi yang mana di dalamnya terdapat banyak
perusahaan industri. Jalan arteri Cakung – Cilincing (Cacing) yang
mennjadi jalan raya utama menuju berbagai kawasan industri (KBN)
memudahkan tenaga kerja dalam akses menuju tempat kerjanya, dan
tentunya memudahkan pula bagi operasional industri bagi perusahaan-
perusahaan.
Ditunjang dengan banyaknya jalan kolektor yang sampai tembus atau
berbatasan langsung dengan kecamatan-kecamatan lainnya di Jakarta Utara
semakin mudah bagi tenaga kerja untuk mencapai lokasi industri dan
100
tentunya menjadi daya tarik bagi mereka untuk bertempat tinggal di wilayah
industri bagi mereka yang ingin mengefesiensi waktu, tapi sebaliknya
tenaga kerja memilih untuk bertempat tinggal tidak pada kawasan industri
walau mereka bekerja di industri tersebut.
Tabel 4.12
Tingkat Aksebilitas Jalan Menuju Kawasan Industri
Sumber: Analisis Google Earth dan Peta Rupa Bumi, 2014
Pada tabel 4.12 dapat dilihat aksebilitas jalan menuju berbagai
kawasan industri di Kecamatan Cilincing dengan jumlah 9 jaringan jalan. 1
jalan arteri dan 8 jalan kolektor dengan keadaan kondisi jalan hampir
semuanya baik dan hanya 1 yang cukup baik tentunya dengan keadaan
dominan baik menjadi kemudahan tersendiri bagi arus operasional industri.
Rencana Peningkatan jalan arteri primer di setiap kelurahan di Kecamatan
Cilincing yang tercantum pada RTRW Jakarta, 2014-2030 tentunya akan
menjadi dukungan aksesbilitas yang semakin memadai.11
11 Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, Nomor 1 Tahun 2014-2030 pasal
129, h. 84
101
3. Dukungan Masyarakat
Dukungan yang diperlukan untuk industri dalam mengembangkan
usahanya merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan lokasi
perusahaan.12 Dimana jarak dan lokasi merupakan dua konsep yang
berpengaruh dalam geografi. Lokasi dalam pengambilan keputusan sendiri
terbagi menjadi dua, yaitu yang berkaitan langsung (locational factors) dan
tidak langsung (non-locational factors). Diantara faktor berkembangnya
industri itu sendiri terdapat istilah inersia, yaitu suatu keadaan dimana
keberadaan industri di suatu lokasi terdapat hubungan yang selaras atau baik
antara produsen-konsumen-tenaga kerja.
Data yang diperoleh dari responden di lapangan bahwa sebagian besar
dari responden yang setuju dengan keberadaan industri di kawasan
Kecamatan Cilincing sebesar 84%, tidak setuju sebesar 12%, dan yang tidak
menjawab terdapat 4% dari sampel 50 responden. Banyak dari responden
yang mendapatkan manfaat dari keberadaan industri.
Tabel 4.13
Dukungan Masyarakat Terhadap Industri
No Persetujuan terhadap
industri Jumlah Prosentase 1 Setuju 42 84% 2 Tidak setuju 6 12% 3 Tidak menjawab 2 4%
JUMLAH 50 100% Sumber: Analisis Kuisioner, 2014
Dari tabel 4.13 terdapat 42 responden yang memilih setuju, 6
responden tidak setuju, dan 2 responden tidak menjawab. Keadaan
morfologi perairan pantai dan dekat dengan batas kota satelit menjadikan
masyarakat banyak bekerja di sektor industri dan banyak memilih setuju
akan keberadaan industi.
12 Iwan Nugroho, Pembangunan Wilayah, (Jakarta: LP3ES), h. 24.
102
Sumber: Analisis Rupa Bumi dan Google Earth
Gambar 4.14
Aksebilitas Jalan Raya Industri
103
4. Dukungan Kebijakan Pemerintah
Dukungan pemerintah merupakan faktor sekunder berdirinya industri
di tiap daerah, industri akan berkembang sesuai dengan program pemerintah
yang selaras dengan misi perusahaan, dan sebaliknya kebijakan pemerintah
menjadi satu ancaman serius bagi keberlangsungan jalannya industri itu
sendiri.
Kebijakan pemerintah disini secara langsung tidak berkaitan dengan
persoalan industri akan tetapi dalam perjalanannya sangatlah dirasakan
seperti kebijakan perpajakan (tax holiday), insentif dalam bentuk subsidi
seperti kredit usaha, pembangunan infrastruktur dan pengadaan lahan.13
Dukungan pemerintah dalam pengadaan industri serta pengelolaannya
dilakukan dengan kemudahan dalam perijinan proses berdirinya industri di
Kecamatan Cilincing. Dengan disediakannya KBN (Kawasan Berikat
Nusantara) dibeberapa titik oleh pemerintah dengan berpusat di Cakung
tentunya menjadi satu tanda akan dukungan pemerintah terhadap
keberadaan industri. Terlebih angka industri di Kecamatan Cilincing
tertinggi kedua di Kotamadya Jakarta Utara dengan jumlahnya yang
mencapai 113 industri.
E. Keadaan Permukiman Akibat Keberadaan Industri di
Kecamatan Cilincing Kawasan Kecamatan Cilincing dari dampak industri yang ada terlihat
melalui pemetaan maupun keadaan lapangan di lokasi tersebut. suatu
lingkungan yang mendukung permukiman yang berkualitas tentu terlihat dari
keadaan dari mulai kesehatan lingkungan, kebersihan lingkungan, hingga tata
letak lingkungan yang tepat dan mendukung adanya kehidupan bermukim.
Faktor dimana permukiman penduduk terbentuk dalam satu kawasan
wilayah diantaranya dilihat dari bentuk permukaan bumi, keadaan tanah,
13 Ibid, h. 26.
104
keadaan iklim, keadaan ekonomi, dan keadaan kultur/kebudayaan penduduk.14
Kecamatan Cilincing memasukan faktor-faktor tersebut ke dalam proses
pembentukan permukiman di kawasannya, akan tetapi dominan yang terlihat
adalah pada aspek ekonomi dan aspek kebudayaan baik dari penduduk maupun
karakteristik wilayahnya.
Perumahan merupakan kebutuhan pokok selain sandang dan pangan.15
Kondisi fasilitas rumah sendiri dilihat dari sumber air yang mereka gunakan,
dan jenis penerangan rumah, bahan bakar memasak. Adapun kondisi fasilitas
perumahan akan menggambarkan fenomena kesejahteraan di wilayah tersebut,
jika kesejahteraan masyarakat baik maka fasilitas perumahan pun akan baik
serta sebaliknya jika kesejahteraan kurang baik maka fasilitas kualitas
perumahan pun kurang baik.
Sumber: Kecamatan Cilincing Dalam Angka
Gambar 4.15
Prosentase Rumah Penduduk Kec Cilincing 2013
Data pada gambar 4.15 merupakan prosentase dari rumah yang ada di
kecamatan Cilincing. Terdapat kelurahan-kelurahan dengan tiga macam jenis
perumahan yaitu rumah permanen, semi permanen, dan sementara. Rumah
14 Ida Bagus Ari Sudewo, Pola Pemukiman Penduduk, 2014,
http://arisudev.wordpress.com. 15 Statistik Daerah Kecamatan Cilincing, 2013, h. 10.
105
permanen terbanyak terdapat pada Kelurahan Sukapura sebesar 61.00%, Semi
permanen terbanyak terdapat pada Kelurahan Semper Timur sebesar 38,60%,
dan perumahan sementara terbanyak terdapat di Kelurahan Kalibaru sebesar
32,34%.
Perumahan sementara dan semi permanen yang ada pada gambar 4.12
menandakan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan yang oleh
masyarakat dijadikan suatu perumahan kumuh (slum area). Dan perumahan
permanen menandakan wilayah tersebut adalah kawasan masyarakat ekonomi
kelas menengah (midle class) dan kelas atas (high class).
106
107
108
Keterangan:
Sumber: Google Earth, 2014
Gambar 4.16
Skema Sebaran Pola Permukiman Dengan Keberadaan Industri
Hasil wawancara yang dilakukan dengan pihak RTRW Jakarta Utara
khususnya dalam membahas Kecamatan Cilincing tercantum sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep Pemerintah Kotamadya Jakarta Utara dalam
pemanfaatan lahan untuk kawasan industri di Kecamatan Cilincing ?
Jawab: Berbicara kebijakan, kita Ian mengambil suatu konsep. Semua
konsep perencanaan kebijakan Kecamatan Cilincing tertuang pada RDTR
2014-2030. Jadi konsepnya dibuat selama 16 tahun.
2. Bagaimana konsep Pemerintah Kotamadya Jakarta Utara dalam
pemanfaatan lahan untuk kawasan pemukiman di Kecamatan Cilincing?
109
Jawab: di sudin (suku dinas) itu sendiri hanya sebatas pelaksanaan
operasional tata ruang saja, jika ada penduduk yang menggunakan lahan
sebagai permukiman itu tentunya harus ada izin kepada dinas terkait, sudin
sendiri hanya melakukan operasional tata kota saja sedangkan praktek di
masyarakat tentunya tergantung dari mereka semua. Jadi akan di survei
kembali apakah lahan tersebut cocok untuk permukiman atau tidak sesuai
dengan RDTR Kecamatan Cilincing.
3. Apakah ada kebijakan mengenai pola pemanfaatan lahan untuk kawasan
industri dan pemukiman? Jika belum, bagaimana peluang untuk ditetapkan
kebijakan tersebut, misal dalam bentuk Perda?
Jawab: Untuk kebijakan antara industri dan kawasan permukiman itu sendiri
terdapat di RDTR Kecamatan Cilincing juga, dan tentunya di lakukan
zonasi-zonasi khusus antara permukiman dengan industri.
4. Dalam kebijakan penataan ruang, apakah pola pemanfaatan lahan di
kawasan industri sudah sesuai dengan aturan yang berlaku ?
Jawab: Jika ada bangunan yang tidak sesuai dengan aturan kebijakan dari
Perda apapun itu termasuk industri tentu akan ada sanksi bagi yang
melanggar yang di monitori oleh departemen pengawasan dan penertiban,
yang dikenal dengan P2B (Perijinan dan Pengawasan Bangunan).
5. Permasalahan apa saja yang timbul akibat perubahan tata guna lahan di
Kecamatan Cilincing untuk kawasan industri mengingat terdapat KBN di
wilayah ini? Dan strategi apa saja yang sudah dilakukan untuk
menyelesaikan masalah tersebut?
Jawab: Kalau KBN itu punya SK (Surat Keputusan) Menteri tersendiri yang
langsung di bawah naungan Pemerintah. Jadi tentu aturan tata guna lahan
sangat diperhatikanl. Strategi yang ditempuh tentunya dengan mengadakan
MoU (kerja sama) antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah.
6. Jika ada manfaatnya dengan pihak lain dalam kawasan industri, bentuk
kontribusi apa yang bisa diberikan oleh Pemerintah dalam pemberian
manfaat tersebut? Bagaimana model manfaat yang dapat dirasakan?
110
Jawab: Pihak industri memberikan manfaat kepada pemerintah tentunya dari
pajak yang di berikan setiap perusahaan industri. Sedangkan dari
pemerintah untuk industri yaitu memberikan manfaat pada pemberian dan
penyedia sarana dan prasarana serta fasilitas seperti pembangunan proyek
jalan layang Tanjung Priok sampai ke Cilincing.
Dari hasil wawancara tersebut, keadaan lingkungan sekitar Kecamatan
Cilincing terkait dengan kawasan industri itu telah di atur dalam RDTR
yang dimulai dari tahun 2014-2030 (16 tahun) atas instruksi pemerintah
pusat dalam hal ini Gubernur. RDTR itu sendiri mencakup tentang zonasi
peruntukan lahan Kecamatan Cilincing. Kebijakan pemerintah Kecamatan
Cilincing tertuang pada perda RDTR Kecamatan Cilincing yang mengacu
pada RDTR pusat. Manfaat yang dirasakan baik yang dirasakan oleh
industri maupun oleh pemerintah sendiri terwujud pada MoU (kesepakatan)
yang tentunya menguntungkan kedua belah pihak, dari industri untuk
pemerintah tentunya berupa pajak, sedangkan dari pemerintah untuk industri
berupa dukungan sarana dan prasarana dalam memperlancar jalannya
operasional perusahaan.
F. Pengaruh Perkembangan Industri Terhadap Pola Permukiman
Serta Respon Lingkungan Masyarakat Kawasan terbangun yang ada di Kecamatan Cilincing di area kawasan
industri tentunya berbeda dengan kawasan lainnya. Pembagian zonasi-zonasi
telah dilakukan dalam penataan tata ruang Jakarta Utara termasuk di dalamnya
Kecamatan Cilincing. Kawasan permukiman Kecamatan di atur pada zonasi-
zonasi pasal 128 RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kecamatan Cilincing.
Dalam peraturan RDTR Setiap orang yang akan melakukan kegiatan
111
pemanfaatan ruang di Kecamatan Cilincing wajib memperhatikan zona fungsi
budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).16
Pasal 1 pada RDTR Kecamatan Cilincing itu sendiri hasil dari
kebijakan gubernur DKI Jakarta yang dituangkan dalam jangka 2014-2030,
adapun ayat 1 berisi sebagai berikut:
a. Zona terbuka hijau lindung;
b. Zona taman kota/lingkungan;
c. Zona pemakaman;
d. Zona jalur hijau;
e. Zona hijau rekreasi;
f. Zona pemerintahan daerah;
g. Zona pemerintah nasional;
h. Zona perumahan kampung;
i. Zona perumahan KDB sedang - tinggi;
j. Zona perumahan vertikal;
k. Zona perumahan KDB rendah;
l. Zona perkantoran, perdagangan, dan jasa;
m. Zona perkantoran, perdagangan, dan jasa KDB rendah;
n. Zona campuran;
o. Zona pelayanan umum dan sosial;
p. Zona industri dan pergudangan;
q. Zona industri dan pergudangan KDB rendah;
r. Zona terbuka biru.17
Pola permukiman yang terjadi di Kecamatan Cilincing tentu dapat
dirasakan melalui beberapa gambar demi gambar yang disajikan.
Menyimpulkan klasifikasi pola pada objek permukiman tentu tidak beriring
lama akan tetapi tetaplah berangsur-angsur terkait dengan perkembangan
wilayahnya. Adapun gambaran pola permukiman secara spesifik
16 Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, Nomor 1 Tahun 2014-2030 pasal 129. h. 84. 17 Ibid, 83.
112
berdasarkan gambar teori pembentukan pola permukiman terdapat
gambaran Kecamatan Cilincing sebagai berikut:
113
Sumber: Analisis Data
114
Keterangan:
Gambar 4.17
Klasifikasi Pola Permukiman Kec Cilincing
Dari gambar 4.17 perwilayah Kelurahan dari Kecamatan Cilincing
tergambar beberapa model pola permukiman. Pola memanjang terdapat pada
Kelurahan Sukapura, Cilincing, dan Rorotan, pola memanjang dan tersebar
terdapat pada Kelurahan Marunda, pola tersebar terdapat pada Kelurahan Semper
Timur, serta pola memanjang dan memusat terdapat pada Kelurahan Semper Barat
dan Kelurahan Kalibaru.
Sumber: Analisis Data
Gambar 4. 18
Proyeksi Arus Penduduk Kecamatan Cilincing 2014-2030
115
116
Pada gambar 4.18 dan gambar 4.19 menggambarkan dua
kemungkinan besar proyeksi penduduk yaitu semakin mengarah ke bagian
Selatan, Tenggara, serta sebagian ke arah Barat Kecamatan Cilincing. Hal ini
disebabkan Peta Zonasi yang tergambar pada RDTR Kecamatan Cilincing
Tahun 2014-2030 mengklasifikasikasikan dengan pembagian zonasi
peruntukan lahan di Kecamatan Cilincing. tentunya proyeksi penduduk
berikutnya akan lebih terlihat ketika zonasi RDTR Kecamatan Cilincing telah
teraplikasikan secara menyeluruh.
Dari peta pada gambar 4.19 proyeksi zonasi kawasan Kecamatan
Cilincing tentunya mendapatkan respon dari masyarakat yang berada di
Kecamatan Cilincing. Melalui beberapa pertanyaan lewat kuisioner melalui 50
responden dan berusaha untuk menemukan dari responden seperti jumlah
responden yang bekerja di industri, dukungan persetujuan dari keberadaan
industri yang ada, tanggapan manfaat yang dirasakan responden dari
keberadaan industri, responden yang merasa dirugikan akan keberadaan
industri, hingga jenis pemanfaatan lahan yang dikelola responden akan
keberadaannya di kawasan Kecamatan Cilincing.
1. Masyarakat Yang Bekerja di Industri
Data yang terdapat pada tabel 4.11 terdapat 60.321 tenaga kerja pada
akhir tahun 2011, hasil tersebut keseluruhan dari tiap kelurahan di
Kecamatan Cilincing yang mana merupakan Kecamatan dengan tenaga
kerja industri terbanyak kedua setelah penjaringan. Penelitian lapangan
dilakukan terkait sebagai bukti masih banyaknya masyarakat Kecamatan
Cilincing yang bekerja di sektor industri pun dilakukan dengan hasil sebagai
berikut:
117
Tabel 4.14
Jumlah Tenaga Kerja Industri
No Status Hubungan Jumlah Prosentase 1 Bekerja di industri 41 82% 2 Tidak bekerja di industri 9 18%
JUMLAH 50 100% Sumber: Analisis Data
Dari tabel 4.14 terdapat informasi dari 50 responden yang diambil
melalui pengambilan sampel dari setiap kelurahan yang tersebar di
Kecamatan Cilincing terdapat 41 (82%) responden bekerja di sektor
industri, dan tidak bekerja di sektor industri berjumlah 9 (18%) dari total 50
responden. Artinya masih terlihat banyak masyarakat Kecamatan Cilincing
yang bekerja pada sektor perindustrian yang tersedia di Kecamatan
Cilincing.
2. Dukungan Persetujuan Masyarakat Sekitar Terhadap Industri
Dukungan masyarakat pada keberadaan sektor industripun telah
tercantum sebelumnya pada tabel 4.4 yang mana dari hasil tabel 4.4 tersebut
sebagai berikut:
Tabel 4.15
Dukungan Masyarakat Terhadap Keberadaan Industri
No Persetujuan terhadap industri Jumlah Prosentase
1 Setuju 42 84% 2 Tidak setuju 6 12% 3 Tidak menjawab 2 4%
JUMLAH 50 100% Sumber: Analisis Data
Dari tabel 4.15 terdapat 50 responden dan 42 (84%) responden setuju
akan keberadaan industri, 6 (12%) tidak setuju, dan 2 (4%) tidak menjawab.
118
Hal ini tentu menandakan masih banyaknya masyarakat yang bergantung
pada industri yang tersebar di Kecamatan Cilincing dan menjadikan alasan
tersendiri masyarakat mendukung adanya keberadaan industri di kawasan
tersebut.
3. Manfaat Industri Yang di rasakan Oleh Masyarakat
Respon masyarakat terhadap manfaat yang dirasakan terhadap
keberadaan industri di lingkungannya tercantum pada tabel 4.7 sebagai
berikut:
Tabel 4.16
Respon Manfaat Keberadaan Industri Oleh Masyarakat
No Tanggapan terhadap manfaat industri Jumlah Prosentase
1 Memberi manfaat 44 88% 2 Tidak memberi manfaat 6 12% 3 Tidak menjawab 0 0%
JUMLAH 50 100% Sumber: Analisis Data
Dari tabel 4.16 masyarakat memilih respon bermaanfaat tidaknya
keberadaan industri dengan 44 (88%) memilih memberi manfaat, 6 (12%)
memilih tidak memberi manfaat. Dari data tersebut menerangkan masih
banyaknya masyarakat sekitar merasakan manfaat dari perkembangan
sebaran industri di Kecamatan Cilincing.
4. Masyarakat Yang Dirugikan Oleh Industri
Banyak dari masyarakat Kecamatan Cilincing yang bergantung dari
perkembangan sektor industri mempengaruhi poin ini dalam menjawab
kuisioner yang di berikan oleh peneliti. Adapun yang beranggapan indsutri
memberikan kerugian sebagai berikut:
Tabel 4.17
Kerugian Yang Dirasakan Oleh Masyarakat
No Kerugian yang dirasakan terhadap industri Jumlah Prosentase
1 Polusi udara 0 0%
119
2 Polusi suara 0 0% 3 Polusi air 2 4% 4 Bikin Macet 5 10% 5 Permukiman menjadi padat 0 0%
JUMLAH 7 14% Sumber: Analisis Data
Dari tabel 4.17 masyarakat dari 7 kelurahan mengatakan terdapat
kerugian pada perkembangan sebaran industri yang terjadi di Kecamatan
Cilincing. sebanyak 2 (4%) mengatakan merasa dirugikan yaitu dengan
keberadaan polusi air, sebesar 5 (10%) mengatakan merasa dirugikan yaitu
dengan volume kendaraan yang menyebabkan kemacetan, dan sisanya
sebesar 43 (86%) tidak merasakan kerugian yang di akibatkan dari
perkembangan sebaran industri yang ada.
5. Pemanfaatan Lahan Sekitar Kawasan Industri
Dengan keadaan industri yang tergambar jelas di Kecamatan Cilincing
hal ini dimanfaatka oleh warga sekitar kawasan industri dengan
memanfaatkan lahan yang mereka punya atau rumah mereka sendiri selain
menjadi tempat tinggal juga digunakan sebagai fungsi investasi adapun
tabelnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.18
Pemanfaatan Lahan Masyarakat Kawasan Industri
No Jenis pemanfaatn lahan Jumlah Prosentase 1 Kandang/gudang 0 0% 2 Toko/warung 15 30% 3 halaman rumah 16 32% 4 Lainnya (kos-kosan) 19 38%
JUMLAH 50 100% Sumber: Analisis Data
Dari tabel 4.18 mengenai pemanfaatan lahan masyarakat sekitar
kawasan industri banyak yang memilih memanfaatkan lahannya dengan
rincian 15 (30%) responden memilih memanfaatkannya untuk toko/warung,
16 (32%) hanya dipakai untuk halaman rumah, dan sebanyak 19 (38%)
digunakan untuk lain-lain yang mayoritas adalah kos-kosan/kontrakan.
120
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jalannya industri di kawasan Kecamatan Cilincing lebih didominasi
oleh industri pengolahan seperti tekstil, mesin, perbaikan logam, transportasi,
karoseri, makanan, serta minuman. Industri pengolahan menjadi ciri khas
wilayah Kecamatan Cilincing, karena usaha industri ini merupakan
karakteristik wilayah Kecamatan Cilincing yaitu wilayah pesisir, yang mana
hasil laut menjadi usaha tersendiri dan mampu menyerap tenaga kerja bagi
masyarakat sekitar. Pusat industri di Kecamatan Cilincing berada di Kelurahan
Sukapura dan Kelurahan Cilincing hal ini dikarenakan di kawasan tersebut
terdapat Kawasan Berikat Nusantara (KBN).
Dampak aglomerasi industri terhadap persebaran pemukiman
membentuk pola persebaran yang berbeda terhadap tujuh kelurahan tersebut
yaitu Sukapura, Rorotan, Marunda, Cilincing, Semper Timur, Semper Barat,
serta Kalibaru. Terdapat tiga jenis pola yang terbentuk yaitu, pola pemukiman
memanjang (Kelurahan Sukapura, Rorotan, Marunda, dan Cilincing), pola
pemukiman tersebar (Kelurahan Semper Timur), dan pola memanjang
sekaligus memusat (Kelurahan Semper Barat, dan Kalibaru).
B. Saran Dari hasil penelitian ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
sebagai bahan pertimbangan, adapun saran dari penulis yang disampaikan
adalah sebagai berikut:
1. Kepada UPT Kesbangpol Jakarta Utara, sekiranya dinas Kesatuan Bangsa
dan Politik (Kesbangpol) lebih memberikan pintu lebar kepada para peneliti
agar lebih memudahkan dalam efesiensi waktu dan biaya dalam penelitian.
121
2. Kepada Bagian Dinas Perindustrian Jakarta Utara, penulis menghimbau
kepada Dinas Perindustrian serta jajaranya agar lebih menyeleksi serta
mengontrol keberadaan industri yang hendak beroperasi di Kecamatan
Cilincing Jakarta Utara guna mengantisipasi adanya ketidaksesuaian pola
pemukiman akibat kegiatan industri yang berjalan.
3. Kepada Kepala Bagian Dinas Tata Ruang Jakarta Utara, alangkah baiknya
Dinas Tata Ruang meningkatkan kembali kerjasama dengan Dinas
Perindustrian agar dalam pembangunan kawasan nantinya tetap dalam ranah
peraturan zonasi kawasan yang benar sesuai RDTR (Rencana Detail Tata
Ruang) Jakarta Utara, serta data yang ada antar dinas terkait agar
menyajikan informasi yang sama dan sesuai dengan keadaan di lapangan.
4. Kepada Pemerintah Kecamatan Cilincing, agar semuanya berjalan dengan
peraturan yang telah tertuang dalam RDTR (Rencana Detail Tata Ruang)
Jakarta Utara maka semestinya antar dinas bekerjasama dengan baik. Dari
sisi penanggulangan terkait masalah industri sekiranya pemerintah
Kecamatan Cilincing Jakarta Utara merelokasi industri yang tidak sesuai
dengan konsep yang ada serta melakukan normalisasi beberapa fungsi alami
seperti taman, hutan kota, dan lainnya. Agar kesesuaian pembangunan
sesuai konspe dapat di wujudkan.
5. Kepada Peneliti lain, agar penelitian berikutnya di kembangkan masalah
yaitu mendalami berapa presentase perkembangan pembangunan industri
Kecamatan Cilincing Jakarta Utara dari tahun ke tahun, bisa meneliti titik
lahan yang sesuai untuk persebaran industri, serta mengetahui keadaan
ekonomi penduduk di kawasan industri Kecamatan Cilincing Jakarta Utara.
122
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, “Pengaruh Perkembangan Industri Terhadap Pola Pemanfaatan Lahan
di Wilayah Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang”, Tesis pada
Pascasarjana UNDIP : 2010. Tidak dipublikasikan.
Al Qur’anulkarim.
Arif, M. Hall. Industrialisasi di ASEAN. Jakarta: LP3S, 1988.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia
Bagoes. Urbanisasi dan Seni Bina Perkotaan. Jakarta: Balai Pustaka, 2002 Bungin. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana, 2009.
. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana, 2011. Cilincing Dalam Angka, 2013.
Departemen Perindustrian. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional. Jakarta:
Departemen Perindustrian, 2005.
Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010-2014. Jakarta: Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2013.
Getis. Human Geography Landscapes Of Human Activities. Amerika USA,
McGraw-Hill Companies, 1999.
Godam,”Pengertian, definisi, macam jenis, dan penggolongan industri di
indonesia”, http://www.organisasi.org/1970/01/perekonomian-bisnis.html,
26 September 2014. Ida Bagus Ari Sudewo, “Pola Pemukiman Penduduk”,
http://arisudev.wordpress.com, 22 Juli 2014.
Iskandar. Geografi 3 Kelas XII SMA dan MA. Jakarta: Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional, 2009.
Iwan. Geografi Sebuah Pengantar. Bandung: Private Publishing, 2009. Ja’far. Infrastruktur Pro Rakyat. Jogjakarta, Pustaka Tokoh Bangsa, 2007.
Jakarta Utara Dalam Angka, 2013.
123
Kecamatan Cilincing Dalam Angka Bulan Mei 2014
Kian Wie. Industrialisasi di Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1996.
Kuncoro Mudrajat. Analisis Spasial dan Regional. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2002.
Kuncoro, Mudrajat. Ekonomika Pembangunan. Jakarta: Erlangga, 2010. Maryani. Hand Out Mata Kuliah Geografi Desa Kota. Bandung: UPI, 2008.
N. Daldjoeni. Geografi Baru Organisasi Keruangan Dalam Teori dan Praktik.
Bandung: Alumni, 1997. Nugroho, Rokhmin. Pembangunan Wilayah. Jakarta: LP3S, 2012.
Parlin. Teori Lokasi Industri. Jakarta: Universitas Trisakti, 1997.
PDRB Jakarta Utara 2008-2012
Philip, Mauser, dkk. Penduduk dan Masa Depan Perkotaan. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1985.
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, Nomor 1 Tahun 2014. Rusli. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3S, 2012.
Soemarwoto. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1999. Statistik Daerah Kecamatan Cilincing 2013, BPS Sudjono, A. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2000. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2012.
Sumaatmadja. Geografi Pembangunan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1988.
Suryabrata. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Teguh. Ekonomi industri. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010. Todaro. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga, 1998.
Wijayanti, “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Lahan Di
Kecamatan Depok Kabupaten Sleman”, Tesis pada Pascasarjana UNDIP:
2003. tidak dipublikasikan.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Udin, putra ketujuh dari 7 (Tujuh) bersaudara
dengan orang tua yang bahagia dari pasangan Bapa Sardi
dan Ibu Tarmi dilahirkan pada tanggal 12 Desember 1991
tentunya dengan kebahagiaan. Beralamat asal dari desa
Cipedang Blok Kanem, Kecamatan Bongas Kabupaten
Indramayu telah menjalankan pendidikan formalnya pada
beberapa jenjang seperti yang telah di laluinya pada lembaga-lembaga pendidikan
yang diantaranya SDN Cipedang II (Indramayu), SMPN 2 Kroya (Indramayu),
SMAN 1 Haurgeulis (Indramayu), hingga jenjang perguruan tinggi UIN Syarif
Hidayatullah (Jakarta) dengan penuh semangat.
Selain lembaga formal yang penulis tekuni, penulis juga menekuni
seperti kursus motivator pada lembaga KAHFI BBC Motivator School, berusaha
berperan aktif dalam setiap kehidupan. Dengan penelitian yang penulis selesaikan
bukan berarti selesai akan tanggung jawab yang penulis hadapi, melainkan
menjadi pintu gerbang untuk menjalankan tanggung jawab sebagai insan manusia
yang berpendidikan.
Top Related